MANFAAT PERATURAN KEPARIWISATAAN BAGI INDUSTRI PARIWISATA Oleh: Parlagutan Silitonga (Dosen STEIN)
Abstract
The Government regulations enables the Entrepreneurs to fulfill the needs of the stakeholders. It will be better if the regulations made by legislative and executives as well, are mutually supports. In this study, it is found that the Local Government regulations made by Pemda DKI Jakarta, has been in line with the professional competence, but it is not in terms of certification process and issuance.
Peraturan memberikan arahan kepada pelaku bisnis agar dapat memenuhi kebutuhan para pihak berkepentingan. Akan lebih baik bila peraturan yang dibuat oleh Lembaga Legislatif dan Eksekutif saling mendukung. Dalam penelitian ini ditemukan peraturan yang dikeluarkan Pemda DKI Jakarta sudah mengacu pada kompetensi para pelaku di industri pariwisata namun bila dibandingkan dengan peraturan pemerintah sebagai peraturan yang lebih tinggi, sistem pemberian sertifikat kompetensi tersebut tidak sesuai dan tidak independent.
Kata kunci : Peraturan Pemerintah, Perda (Peraturan Daerah), Surat Keputusan Gubernur, Legislatif, Eksekutif, Sertifikat Kompetensi.
1 Panorama Nusantara Vol.2 No.1 / Januari – Juni 2007
A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Dalam era reformasi, keterbukaan, globalisasi dewasa ini perlu menyimak ulang setiap peraturan yang masih berlaku dalam rangka menguji keefektifan dan akuntabilitasnya. Pada industri pariwisata peraturan perundangundangan diatur dalam bentuk Undangundang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Daerah dan Keputusan Gubernur. Peraturan yang baik mencakup tiga unsur yaitu dalam dimensi pengaturan, pembinaan dan pengawasan. Dari ketiga unsur atau dimensi di atas hendaknya memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi pemerintah, masyarakat dan industri pariwisata. Untuk memastikan adanya peraturan kepariwisataan yang memberikan iklim kondusif bagi masyarakat dan industri pariwisata, maka penulis mencoba membahas Undang-undang Kepariwisataan, peraturan pelaksanaan teknis yaitu Peraturan Daerah DKI Jakarta tentang Kepariwisataan dan Keputusan Gubernur DKI Jakarta tentang Kepariwisataan. 2. Tujuan 2.1. Adanya kepastian bahwa peraturan kepariwisataan yang ada memberikan iklim kondusif dan kepastian memperoleh kesempatan berpartisipasi bagi masyarakat dan industri pariwisata di DKI Jakarta. 2.2. Adanya pemahaman dan kesadaran melaksanakan peraturan yang berlaku bagi masyarakat dan industri pariwisata di DKI Jakarta. 3. Sasaran 3.1. Para peserta seminar memahami manfaat dan dampak peraturan yang ada dalam pelaksanaan industri pariwisata. 3.2. Para peserta dapat memberikan usul perbaikan pada peraturan yang berlaku bila diperlukan. B. PERATURAN KEPARIWISATAAN 1. Undang-undang No. 9 Tahun 1990 Tentang Kepariwisataan 1.1. Azas Berdasarkan azas manfaat, usaha bersama dan kekeluargaan, adil dan
merata, perikehidupan dalam keseimbangan, dan kepercayaan pada diri sendiri. 1.2. Tujuan Penyelenggaraan: Memperkenalkan, mendayagunakan, melestarikan dan meningkatkan mutu obyek dan daya tarik wisata; Memupuk rasa cinta tanah air dan meningkatkan persahabatan antar bangsa; Memperluas dan memeratakan kesempatan berusaha dan lapangan kerja; Meningkatkan pendapatan nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat; Mendorong pendayagunaan produksi nasional. Penyelenggaraan kepariwisataan di atas mengacu pada Undang-Undang Dasar Republik Indonesia yang kesemuanya bermuara pada peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia. 1.3. Penggolongan Usaha Pariwisata: Usaha jasa pariwisata, Pengusahaan obyek dan daya tarik wisata dan Usaha sarana pariwisata 1.4. Peran Serta Masyarakat Masyarakat mempunyai kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan serta dalam penyelenggaraan kepariwisataan, dalam rangka proses pengambilan keputusan, Pemerintah dapat mengikutsertakan masyarakat melalui penyampaian saran, pendapat dan pertimbangan. 1.5. Pembinaan Pembinaan pemerintah dalam bentuk pengaturan, pembimbingan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan kepariwisataan. Pembinaan dengan memberikan kesempatan kepada masyarakat setempat untuk ikut serta dalam pembangunan, pengembangan, pengelolaan dan pemilikan kawasan pariwisata. Pembinaan SDM melalui pendidikan tenaga kepariwisataan guna memenuhi kebutuhan tenaga ahli dan terampil di bidang kepariwisataan, sebagai bagian dari Sistem Pendidikan Nasional. 1.6. Penyerahan Urusan Pemerintah dapat menyerahkan sebagian urusan di bidang
2 Panorama Nusantara Vol.2 No.1 / Januari – Juni 2007
penyelenggaraan kepariwisataan kepada Pemerintah Daerah. 1.7. Ketentuan Pidana 1.7.1. Barangsiapa melakukan perbuatan melawan hak, dengan sengaja merusak, mengurangi, mengurangi nilai, memisahkan atau membuat tidak dapat berfungsi atau tidak dapat berfungsinya secara sempurna suatu obyek dan daya tarik wisata, atau bangunan obyek dan daya tarik wisata, atau bagian dari bangunan obyek dan daya tarik wisata dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/ atau denda setingi-tingginya Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta Rupiah) 1.7.2. Ketentuan-ketentuan pada 1.7.1. tidak mengurangi ancaman pidana yang ditetapkan dalam ketentuan perundang-undangan mengenai lingkungan hidup, benda cagar budaya, konservasi sumber daya alam hayati dan eksistensinya, perikanan, dan Undang-undang lainnya. 1.7.3. Yang merusak keseimbangan atau mengakibatkan gangguan terhadap kelancaran kegiatan yang menjadi obyek dan daya tarik wisata dalam wisata budaya dipidana paling lama 1 (satu) tahun atau denda setinggitingginya Rp.10.000.000,- (sepuluh juta Rupiah). Undang-undang ini mengatur secara umum tentang kepariwisataan dan menyerahkan pelaksanaan teknis kepada Pemerintah Daerah. Demi meninjau peraturan terkini yang berlaku di Daerah Khusus Ibukota Jakarta, maka Perda sebagai peraturan pelaksanaan teknis adalah sbb : 2. Peraturan Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 10 tahun 2004 tentang Kepariwisataan 2.1. Azas : Berdasarkan azas manfaat, kepentingan umum, inovasi sumber daya, proporsional, profesional, transparan, akuntabilitas dan adanya kepastian hukum. 2.2. Tujuan Penyelenggaraan Kepariwisataan bertujuan: 2.2.1. Melestarikan kekayaan sumber daya
2.2.2. Memupuk rasa cinta dan kebanggaan terhadap Tanah Air 2.2.3. Mendorong pengelolaan dan pengembangan sumber daya destinasi yang berbasis komunitas secara berkelanjutan. 2.2.4. Memberikan arah dan fokus keterpaduan pelaksanaan pembangunan destinasi. 2.2.5. Memperluas kesempatan usaha dan meningkatkan pendapatan asli daerah. 2.3. Kode Etik Pariwisata 2.3.1. Saling memberikan kontribusi untuk saling memahami dan saling menghormati antara manusia dan masyarakat. 2.3.2. Menjadikan pariwisata sebagai aktivitas yang menguntungkan bagi Negara, daerah, dan masyarakat lokal. 2.3.3. Menjamin kebebasan pergerakan wisatawan 2.3.4. Wajib mengembangkan hak-hak tenaga kerja dan wirausahawan dalam industri pariwisata. 2.4. Sumber Daya Pariwisata 2.4.1. Sumber daya alam ciptaan Tuhan Yang Maha Esa berupa letak geografi, kepulauan, laut, flora dan fauna, sungai, danau, hutan, bentang alam dan iklim. 2.4.2. Sumber daya hasil karya manusia berupa hasil-hasil rekayasa sumber daya alam, perkotaan, kebudayaan, nilai-nilai sosial, warisan sejarah, dan teknologi. 2.4.3. Sumber Daya Manusia berupa kesiapan, kompetensi, komitmen dan peran serta masyarakat. 2.5. Penyelenggaraan Kepariwisataan 2.5.1. Usaha akomodasi : hotel, motel, losmen, penginapan remaja, resor wisata, hunian wisata, caravan, pondok wisata dan wisma. 2.5.2. Usaha penyedian makanan dan minuman : Restoran, bar, pusat jajan, jasa boga, bakeri. 2.5.3. Usaha jasa pariwisata : Jasa BPW, APW, Impresariat, Pramuwisata, fasilitas teater, konvensi dan pameran dll.
3 Panorama Nusantara Vol.2 No.1 / Januari – Juni 2007
2.5.4. Usaha rekreasi dan hiburan : Klab malam, diskotik, musik hidup, karaoke, mandi uap, griya pijat dan spa, dll. 2.5.5. Usaha kawasan Pariwisata. 2.6. Atraksi Pariwisata 2.6.1. Atraksi alam : Letak geografi, kepulauan, laut, danau, dll 2.6.2. Atraksi buatan manusia: Museum, situs peninggalan bersejarah dan purbakala, Gedung bersejarah, galeri budaya, dll 2.6.3. Atraksi event : Pameran, Konvensi, Festival, Karnaval, Parade, Kontes, Konser, Pekan Raya dll. 2.7. Kawasan Destinasi Pariwisata Pengembangan kawasan melalui penataan kawasan dan jalur wisata; penyediaan sarana dan prasarana kota; pemeliharaan kelestarian dan mutu lingkungan hidup. 2.8. Pemasaran Destinasi Pariwisata 2.9. Penelitian dan Pengembangan Pariwisata 2.10. Bentuk Usaha dan Permodalan 2.11. Perizinan dan Rekomendasi 2.12. Izin Tetap Usaha Pariwisata 2.13. Izin Pertunjukan Temporer 2.14. Waktu penyelenggaraan industri pariwisata 2.15. Pelatihan Ketenagakerjaan 2.15.1. Dinas Pariwisata menyelenggarakan pelatihan untuk meningkatkan mutu tenaga kerja bidang kepariwisataan 2.15.2. Penyelenggaraan pelatihan berpedoman pada Standar Kompetensi Profesi Kepariwisataan berdasarkan profesi masing-masing. 2.15.3. Setiap tenaga kerja pariwisata wajib memiliki Sertifikat Profesi Kepariwisataan sebagai lisensi kekaryaan berdasarkan profesi/jabatan di bidangnya masing-masing. 2.15.4. Setiap tenaga kerja yang memiliki Sertifikat Profesi Kepariwisataan diberikan tanda identitas profesi yang wajib dipakai saat melaksanakan tugas.
2.15.5. Sertifikat Profesi Kepariwisataan dan Tanda Identitias dikeluarkan oleh Kepala Dinas Pariwisata. 2.15.6. Persyaratan dan tata cara untuk memperoleh Sertifikat Profesi Kepariwisataan dan Tanda Identitas Profesi ditetapkan dengan Keputusan Gubernur. 2.15.7. Setiap pengelola industri pariwisata yang akan memperpanjang Izin mempekerjakan Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang (TKWNAP) wajib mendapatkan rekomendasi dari Kepala Dinas Pariwisata. 2.16. Peran serta masyarakat Masyarakat berperan meningkatkan Sadar Wisata, partisipasi aktif dalam pengembangan, penggalian potensi, pembentukan organisasi yang mendukung pengembangan dan penyelenggaraan pendidikan dan latihan kepariwisataan. 2.17. Kewajiban dan larangan 2.17.1. Penyelenggara kepariwisataan wajib menjamin keamanan, keselamatan, ketertiban, ketertiban dan kenyamanan pengunjung. 2.17.2. Wajib memelihara kebersihan, keindahan, dan kesehatan lokasi kegiatan dan mutu lingkungan hidup. 2.17.3. Wajib mencegah dampak sosial yang merugikan masyarakat. 2.17.4. Wajib membayar Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. 2.18. Ketentuan Lain-lain Setiap industri pariwisata, jasa terkait, dan masyarakat berprestasi, berdedikasi dan memberikan kontribusi penyelenggaraan kepariwisataan, diberikan penghargaan Adikarya Wisata oleh Gubernur. 2.19. Pembinaan : Dinas Pariwisata melakukan pembinaan terhadap penyelenggaraan kepariwisataan. 2.20. Pengawasan : Dinas Pariwisata melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan kepariwisataan.
4 Panorama Nusantara Vol.2 No.1 / Januari – Juni 2007
2.21. Sanksi 2.22.1. Berupa Pidana kurungan dan atau denda. 2.22.2. Berupa teguran lisan atau panggilan, teguran tertulis,penghentian atau penutupan penyelenggaraan usaha atau pencabutan ISUP, ITUP, IPT dll. 3. Keputusan Gubernur DKI Nomor 118 Tahun 2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengawasan Penyelenggaraan Industri Pariwisata di Propinsi DKI Jakarta. 3.1. Pengawasan. Lingkup pengawasan terdiri dari : 3.1.1.Perizinan yang berkaitan dengan penyelenggaraan industri pariwisata 3.1.2.Kegiatan tenaga kerja pariwisata 3.1.3.Sarana, prasarana dan peralatan yang digunakan dalam penyelenggaraan industri pariwisata 3.1.4. Lingkungan tempat penyelenggaraan industri pariwisata. 3.1.5.Kegiatan, peralatan dan tenaga kerja lain yang bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku pada tempat penyelenggaraan pariwisata 3.2. Pelaksanaan pengawasan 3.2.1.Pengawasan terhadap penyelenggaraan industri dilaksanakan oleh Tim Pengawasan berdasarkan penugasan Kepala Suku Dinas Pariwisata secara rutin dan khusus. 3.2.2.Pengawasan pada hari besar keagamaan, malam pergantian tahun masehi/tahun baru dan adanya laporan mengenai terjadinya pelanggaraan atau musibah dalam penyelenggaraan industri pariwisata. 3.2.3. Setiap pelaksanaan pengawasan harus dicatat dalam Berita Acara Pengawasan. 3.3. Sanksi administrasi 3.3.1.Sanksi administrasi berupa teguran lisan atau pemanggilan, teguran tertulis, penghentian atau penutupan penyelenggaraan industri pariwisata atau pencabutan ijin : ISUP, ITUP, IPT dll.
C. PEMBAHASAN 1. Perbandingan antara peraturan yang berlaku 1.1. Dari sisi azas: Azas dalam Undang-Undang No. 9 tahun 1990 Berdasarkan azas manfaat, usaha bersama dan kekeluargaan, adil dan merata, perikehidupan dalam keseimbangan, dan kepercayaan pada diri sendiri. Azas dalam Peraturan Pemerintah Daerah DKI Jakarta Berdasarkan azas manfaat, kepentingan umum, inovasi sumber daya, proporsional, professional, transparan, akuntabilitas dan adanya kepastian hukum. Azas pada Undang-undang diikuti dalam peraturan yang lebih rendah artinya peraturan pelaksanan di Pemda DKI Jakarta memenuhi keselarasan dengan hukum yang lebih tinggi. Sebagai peraturan pelaksanaan Perda DKI Jakarta menekankan inovasi sumber daya, proporsional, transparan dan akuntabilitas. 1.2. Dari sisi Tujuan penyelenggaraan: Undang-Undang No. 9 tahun 1990 dan Perda DKI Jakarta Kedua peraturan ini sama-sama mendayagunakan sumberdaya alam, buatan manusia dan sumber daya manusia itu sendiri. Ditambah lagi dengan pemberian kesempatan kepada masyarakat untuk berperan serta melakukan usaha jasa pariwisata. Bahkan Perda DKI Jakarta secara khusus menggariskan manfaat bagi Pemda berupa peningkatan pendapatan asli daerah. 1.3. Dari sisi bidang usaha dan peran serta masyarakat Undang-undang No. 9 Tahun 1990. Undang-undang membagi tiga jenis usaha,al: Usaha jasa pariwisata, Pengusahaan obyek dan daya tarik wisata dan Usaha sarana pariwisata dan memberi kesempatan seluas-luasnya untuk berperan dalam penyelenggaraan kepariwisataan. Di sisi lain Perda DKI Jakarta membagi lebih rinci tiga golongan tersebut dengan menyebut satu
5 Panorama Nusantara Vol.2 No.1 / Januari – Juni 2007
per satu usaha yang dapat dilaksanakan masyarakat. 1.4. Dari sisi pembinaan Undang-undang No.9 tahun 1990 tentang kepariwisataan mengatur pemeliharaan kelestarian serta keutuhan obyek dan daya tarik wisata. Pembinaan SDM yang terampil sebagai bagian dari Sistem Pendidikan Nasional. Perda DKI Jakarta mengatur perizinan dan hal lain yang lebih teknis. Di dalamnya juga termasuk pelatihan ketenagakerjaan dengan rincian sbb : a. Dinas Pariwisata menyelenggarakan pelatihan untuk meningkatkan mutu tenaga kerja bidang kepariwisataan. b. Penyelenggaraan pelatihan berpedoman pada Standar Kompetensi Profesi Kepariwisataan berdasarkan profesi masing-masing. c. Setiap tenaga kerja pariwisata wajib memiliki Sertifikat Profesi Kepariwisataan sebagai lisensi kekaryaan berdasarkan profesi/jabatan di bidangnya masingmasing. d. Setiap tenaga kerja yang memiliki Sertifikat Profesi Kepariwisataan diberikan tanda identitas profesi yang wajib dipakai saat melaksanakan tugas. e. Sertifikat Profesi Kepariwisataan dan Tanda Identitias dikeluarkan oleh Kepala Dinas Pariwisata. f. Persyaratan dan tata cara untuk memperoleh Sertifikat Profesi Kepariwisataan dan Tanda Identitas Profesi ditetapkan dengan Keputusan Gubernur. g. Setiap pengelola industri pariwisata yang akan memperpanjang Izin mempekerjakan Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang (TKWNAP) wajib mendapatkan rekomendasi dari Kepala Dinas Pariwisata. Dalam hal ini Perda DKI Jakarta menekankan perlunya pelatihan tenaga kerja pariwisata mengacu pada Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) diberikan sertifikat oleh Kepala Dinas Pariwisata. Dua peraturan ini tidak serupa. Undang-undang belum mengenal
SKKNI. Perda DKI Jakarta sudah mengenal SKNNI namun belum mengenal dan belum mengacu pada sistim sertifikasi profesi yang diatur oleh Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003, Pasal 18. Di mana pelatihan tenaga kerja harus berbasis kompetensi berdasarkan SKKNI. Dilakukan Uji Kompetensi berdasarkan kriteria unjuk kerja yang ada pada SKKNI di TUK(Tempat Uji Kompetensi) oleh Asesor yang ditunjuk oleh LSP (Lembaga Sertifikasi Profesi) Pariwisata setelah direkomendasikan ke BNSP (Badan Nasional Sertfikasi Profesi) untuk diterbitkan Sertifikat Kompetensi Kerja. Kewenangan BNSP memberikan sertifikat kompetensi berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2004 tentang Badan Nasional Sertifikafesi. Dalam hal ini pengaturan tenaga kerja kompeten dalam undang-undang perlu ditinjau ulang agar selaras dengan Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenaga kerjaan dan PP No. 23 tahun 2004 tentang BNSP. Saat ini LSP Pariwisata telah diberi lisensi oleh BNSP untuk melaksanakan sertifikasi profesi bagi seluruh tenaga kerja pariwisata di Indonesia, termasuk DKI Jakarta. 1.5. Dari sisi pengawasan Undang-undang, Perda DKI dan Keputusan Gubernur mengatur larangan dan sanksi. Undang-undang mengatur sanksi berupa pidana dan denda sementara Peraturan Daerah DKI Jakarta dan Keputusan Gubernur berupa sanksi bertingkat yang dimulai dari peneguran lisan, pemanggilan, pencabutan ijin dan pidana. Sesuai dengan hakekatnya kedua peraturan ini lebih teknis tentang pengawasan dan tata cara pelaksanaannya sehingga peraturan ini transparan dan dapat dipertanggung jawabkan. 2. Pelaksanaan peraturan kepariwisataan Pelaksanaan teknis tidak dapat diuraikan di sini karena datanya tidak ada. Data ini sejogyanya melalui publikasi hasil penelitian. Sistimatika Perda tentang pengaturan, pembinaan termasuk pemberian penghargaan dan
6 Panorama Nusantara Vol.2 No.1 / Januari – Juni 2007
pengawasan sudah bagus. Perda DKI juga mengatur pelatihan dengan jelas dan bagus, namun pemberian sertifikasi belum sesuai dengan Undang-undang Nomor 13, Pasal 18 tentang ketenagakerjaan dan PP No. 23 Tahun 2004 tentang Badan Nasional Sertfikasi Profesi. Di mana kedua peraturan yang lebih tinggi ini mengatur sistim sertifikasi profesi secara independen.
independensi mutu lulusan lembaga pelatihan dan mutu SDM Indonesia. Sejogyanya diselaraskan dengan peraturan yang lebih tinggi.
REFERENSI Brown, Stanley, Customer Management, Price Coopers, Toronto, 2000
Relationship Waterhouse
D. KESIMPULAN 1). Undang-undang, Perda dan Keputusan Gubernur dalam pengaturan dan pengawasan saling mendukung dan sesuai dengan fungsinya masing-masing. 2). Dalam bidang pembinaan ada perbedaan dalam pengembangan sumber daya manusia. Undang-undang mengacu pada SISDIKNAS, sementara Perda DKI Jakarta mengacu pada SKKNI. 3). Pelaksanaan SKKNI oleh Dinas Pariwisata DKI Jakarta menurut Perda DKI Jakarta tidak sesuai dengan Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Gubernur juga memberikan penghargaan kepada para pihak yang secara sungguh-sungguh membangun kepariwisataan DKI Jakarta. 4). Larangan, sanksi diawasi oleh Dinas Pariwisata sesuai Keputusan Gubernur DKI Jakarta. Pengawasan dilakukan secara transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. 5). Secara umum semua peraturan sudah mengacu kepada Undang-Undang Dasar yang bermuara pada pelaksanaan masyarakat adil dan makmur.
E. SARAN 1). Hendaknya Undang-undang Kepariwisataan dapat direvisi khususnya yang menyangkut pembinaan SDM agar masyarakat dan industri pariwisata dapat mempunyai pegangan yang pasti dan jelas tentang arah dan kebijakan pengembangan SDM. 2). Hendaknya Perda DKI Jakarta dapat ditinjau ulang dalam pelaksanaan sertifikasi profesi guna menjaga
Departemen Tenaga Kerja & Transmigrasi, Undang-undang No. 13 Tahun 2003, Jakarta, 2003 Hadinoto, Kusudianto, Pariwisata, Penerbit Indonesia, Jakarta, 1996
Perencanaan Universitas
Harssel , Jan van, Tourism: An Exploration, Prentice Hall International Editions, New Jersey, 2000 Lindberg, Kreg, Ekotourism, The Ecoturism Society, Washington University, North Bennington, Vermont, 1993 Mill,
Robert Christie, The Tourism International Business, Terjemahan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1990
Wahab, Salah, Manajemen Kepariwisataan, di Indonesiakan oleh Frans Gromang, PT Pradnya Paramita, Jakarta, 2003 ------- Peraturan Pemerintah tentang Badan Nasional Sertifikasi Profesi, 2004 ------- Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 2006 tentang SITLAKERNAS (Sistem Pelatihan Kerja Nasional) ------ Undang-undang Kepariwisataan No.
9 Tahun 1990
7 Panorama Nusantara Vol.2 No.1 / Januari – Juni 2007