Manajemen Working Capital dan Profitabilitas Perusahaan Manufaktur dalam Siklus Bisnis yang Berbeda Frizon Akbar Putra Elvia Rosantina Shauki Program Studi S1 Akuntansi Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
[email protected]
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak manajemen working capital (sebagai ukuran likuiditas perusahaan) terhadap profitabilitas operasional dan profitabilitas bersih pada perusahaan manufaktur terbuka di Indonesia periode 2000 hingga 2013. Selain itu, penelitian ini juga ditujukan untuk mengetahui dampak dari dinamika ekonomi industri terhadap pengaruh manajemen working capital terhadap profitabilitas operasional dan profitabilitas bersih perusahaan. Terdapat lima komponen manajemen working capital yang digunakan dalam penelitian ini: (1) cash conversion cycles, (2) number of days accounts receivable, (3) number of days inventories, (4) number of days accounts payable, dan (5) rasio ketersediaan kas. Penelitian ini menguji tiga skenario siklus bisnis yang terjadi pada industri manufaktur di Indonesia (Upturn, Normal, dan Downturn). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh negatif yang signifikan antara komponen manajemen working capital pada profitabilitas, kecuali rasio ketersediaan kas yang memiliki pengaruh positif yang signifikan, dimana hal tersebut mengindikasikan bahwa perusahaan dengan siklus konversi kas yang singkat dan memiliki cadangan kas yang tinggi memiliki profitabilitas operasional dan profitabilitas bersih yang relatif lebih tinggi. Selain itu, hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa siklus bisnis tidak memberikan dampak yang signifikan terhadap pengaruh manajemen working capital terhadap profitabilitas. Kata kunci : Manajemen Working Capital, Profitabilitas, Siklus Bisnis, Manufaktur Abstract This research is aimed to determine the impact of working capital management (as a liquidity measurement) on operational profitability and net profitability of the Indonesian public listed manufacturing companies in the period between 2000 and 2013. Moreover, this research is aimed to find the impact of industry-wide economic fluctuation towards the relationship between working capital management and company profitability. There are five components of working capital management investigated in this research: (1) cash conversion cycles, (2) number of days accounts receivable, (3) number of days inventories, (4) number of days accounts payable, and (5) cash reserve ratio. This research investigated three possible scenarios of business cycles that occur in the manufacturing industry (upturn, normal, and downturn periods). The results of this study indicate that there are significant negative impacts between each component of working capital management on both operating and net profitability, except cash reserve ratio which has indicated significant positive direction,
Manajemen Working..., Frizon Akbar Putra, FE UI, 2014
meaning that the companies with shorter cash conversion cycle and greater cash reserve are relatively more profitable both for operating and net activities. In addition, the results of this study indicate that business cycles are unable to bring significant impact on the relationship between working capital management and profitability. Keywords : Working Capital Management, Profitability, Business Cycles, Manufacturing 1. Pendahuluan Manajemen perusahaan yang efektif adalah manajemen yang mampu memberikan nilai tambah bagi pemegang saham, terutama melalui dividen dan peningkatan nilai perusahaan. Salah satu alternatif peningkatan nilai perusahaan adalah dengan cara meningkatkan profitabilitas perusahaan. Perusahaan dengan profitabilitas yang baik memiliki kesempatan untuk bertumbuh secara konsisten, dimana pertumbuhan tersebut pada akhirnya akan memengaruhi nilai bagi pemegang saham (Varaiya, et.al, 1987). Salah satu alternatif yang dapat diterapkan oleh manajemen perusahaan dalam memaksimalkan profitabilitas adalah melalui manajemen working capital. Melita, et.al. (2010) mengungkapkan bahwa manajemen working capital yang baik akan memberikan dampak positif bagi profitabilitas perusahaan, terutama pada negara-negara berkembang. Berdasarkan literatur terdahulu (Shin dan Soenen, 1998; Lazaridis dan Tryfonidis, 2006; Raheman dan Nasr, 2007), efektivitas manajemen working capital dapat diukur melalui nilai cash conversion cycle (CCC). CCC sendiri terdiri dari periode penagihan piutang dagang (number of days accounts receivable), periode konversi persediaan (number of days inventories), dan periode pelunasan utang dagang (number of days accounts payable). CCC dan ketiga komponennya tersebut memiliki peran yang signifikan pada perusahaan manufaktur karena perusahaan manufaktur memiliki aktivitas yang intensif dalam pengelolaan piutang, persediaan, dan utang usaha dalam operasional sehari-hari. Sebagai salah satu komponen working capital, pengelolaan akun kas dan setara kas juga mempunyai potensi untuk memberikan dampak bagi profitabilitas dan nilai perusahaan. Tingkat cadangan kas perusahaan terbukti memengaruhi nilai pasar perusahaan (Saddour, 2006). Literatur-literatur tersebut memiliki keterbatasan, dimana fokus penelitian tersebut adalah hanya pada faktor-faktor internal perusahaan. Faktor siklus bisnis sebagai faktor eksternal turut memengaruhi fluktuasi kinerja perusahaan. Shi (2014) membuktikan bahwa tekanan finansial yang terjadi pada tingkat makro memiliki pengaruh negatif terhadap kinerja perusahaan yang melingkupi tingkatan industri. Merville dan Tavis (1973) mengungkapkan bahwa ketidakpastian dalam siklus bisnis merupakan salah satu faktor penting dalam keputusan pengelolaan working capital
Manajemen Working..., Frizon Akbar Putra, FE UI, 2014
perusahaan. Einarsson dan Marquis (2001) mengemukakan bahwa tingkat ketergantungan perusahaan terhadap pinjaman bank untuk mendanai working capital bersifat siklikal. Hasil dari penelitian-penelitian sebelumnya tersebut mengindikasikan bahwa terdapat kemungkinan pengaruh yang ditimbulkan dari siklus bisnis terhadap efektivitas manajemen working capital. Sejauh pengetahuan penulis, belum ada penelitian yang secara spesifik mempertimbangkan dampak dari siklus bisnis yang diukur dalam lingkup spesifik industri manufaktur. Dengan demikian, terdapat kesenjangan penelitian yang berusaha untuk diisi oleh penulis melalui penelitian ini. Internalisasi konsep siklus bisnis yang spesifik terhadap industri manufaktur dalam penelitian ini berkontribusi pada penjelasan faktor-faktor penentu performa industri manufaktur dan dampaknya terhadap manajemen working capital perusahaan-perusahaan manufaktur. Keabsahan penggunaan assets turnover sebagai penentu aktivitas ekonomi agregat industri manufaktur juga diuji dalam penelitian ini. 2. Landasan Teori 2.1. Siklus Bisnis dan Siklus Bisnis Industri Manufaktur Salah satu studi awal yang mempelajari siklus bisnis adalah karya yang ditulis oleh Burns dan Mitchell (1946), dimana konsep siklus bisnis didefinisikan sebagai meningkatnya aktivitas ekonomi secara agregat (expansion) serta diikuti oleh resesi (recessions), kontraksi (contractions), dan pemulihan (revivals) sebelum kemudian berulang ke siklus selanjutnya. Konsep siklus bisnis yang dikemukakan oleh Burns dan Mitchell (1946) tersebut mengacu pada data PDB suatu negara sebagai gambaran aktivitas ekonomi agregat. Terdapat perdebatan sengit atas penentuan durasi satu siklus bisnis, terutama dalam variasinya di berbagai negara. Studi yang dilakukan oleh Baxter dan King (1999) membuktikan bahwa satu siklus bisnis memiliki durasi antara 6-32 kuartal untuk data kuartalan, 18-96 bulan untuk data bulanan, dan 2-8 tahun untuk data tahunan. Sebuah studi yang dilakukan oleh Azzimonti dan Talbert (2014) membuktikan bahwa siklus bisnis di negara berkembang bersifat relatif lebih volatil dan lebih cepat berubah dibandingkan dengan negara maju dikarenakan ketidakstabilan politik. 2.2. Tingkat Pengembalian Aset Operasional (Return on Net Operating Assets) dan Tingkat Pengembalian Aset (Return on Assets) Perkembangan metode pengukuran profitabilitas perusahaan telah memungkinkan tersedianya berbagai alternatif pembanding antarperusahaan yang dilihat dari berbagai sudut pandang, diantaranya adalah profitabilitas atas investasi (return on investment / ROI), profitabilitas atas aktivitas operasi (return on net operating assets / RNOA), dan profitabilitas atas ekuitas (return on equity / ROE). Walaupun ROA dapat digunakan sebagai pengukuran
Manajemen Working..., Frizon Akbar Putra, FE UI, 2014
profitabilitas bersih atas penggunaan aset dan sebagai ukuran dasar valuasi perusahaan, namun ROA tidak dapat menjelaskan anomali yang terjadi pada perusahaan dalam jangka pendek yang justru dapat memengaruhi akurasi valuasi perusahaan. Hal tersebut dibuktikan oleh Feltham dan Ohlson (1995) yang mengungkapkan bahwa efisiensi operasional perusahaan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap anomali yang terjadi pada tingkat profitabilitas bersih perusahaan. Fairfiled dan Yohn (2001) mengungkapkan bahwa return on net operating assets (RNOA) memiliki fungsi yang berbeda dengan ROA, dimana faktorfaktor yang secara signifikan dapat digunakan untuk memengaruhi nilai ROA (assets turnover dan profit margin) tidak memiliki signifikansi dalam menentukan nilai RNOA, terutama jika digunakan untuk meramal nilai keduanya di masa yang akan datang. Dengan demikian, terdapat perbedaan yang mendasar antara ROA dan RNOA, walaupun keduanya digunakan sebagai ukuran profitabilitas perusahaan. ROA secara efektif dapat digunakan sebagai ukuran profitabilitas bersih, karena ROA memperhitungkan keberadaan faktor non-operasional seperti pendapatan dan pengeluaran yang disebabkan oleh aktivitas finansial serta faktor manajemen perpajakan perusahaan. Sementara itu, RNOA dapat digunakan secara efektif dalam mengukur profitabilitas perusahaan yang dihitung dari segi operasional inti perusahaan. Adapun aktivitas operasional inti perusahaan manufaktur adalah mengubah barang mentah atau barang setengah jadi menjadi barang jadi melalui proses produksi. RNOA, yang merupakan rasio antara pendapatan operasional dengan aset nonkeuangan perusahaan, belum banyak diteliti dalam berbagai literatur terutama dalam konteks kegunaannya sebagai ukuran profitabilitas perusahaan (Fairfield dan Yohn, 2001). Dalam penelitian ini, penulis membedakan profitabilitas perusahaan menjadi dua jenis, yaitu profitabilitas operasional dan profitabilitas bersih. Pembagian tersebut konsisten dengan pembuktian secara ilmiah di dalam literatur yang dikemukakan oleh Ohlson (1995), Feltham dan Ohlson (1995), dan Fairfield dan Yohn (2001). Adapun profitabilitas operasional diukur dengan penggunaan RNOA yang dapat menggambarkan efek kebijakan manajemen working capital terhadap profitabilitas operasional perusahaan. Sementara itu, profitabilitas bersih perusahaan diukur dengan menggunakan ROA, yang mampu memberikan gambaran atas efek yang ditimbulkan dari kebijakan manajemen working capital terhadap profitabilitas keseluruhan perusahaan. Enqvist, et.al. (2014) mengungkapkan bahwa komponen manajemen working capital dapat memengaruhi tingkat ROA sebagai hasil akhir profitabilitas perusahaan, namun ukuran ROA yang telah terpengaruh oleh struktur permodalan tidak dapat menggambarkan kondisi nyata operasional yang menurut Feltham dan Ohlson (1995) justru secara signifikan dapat memengaruhi ekspektasi atas performa perusahaan.
Manajemen Working..., Frizon Akbar Putra, FE UI, 2014
RNOA
=
Pendapatan Operasional Aset Non-keuangan
ROA
=
Laba Bersih Total Aset
2.3. Siklus Konversi Kas (Cash Conversion Cycle) Konsep yang secara umum digunakan dalam menilai efisiensi manajemen modal kerja adalah dengan cash conversion cycle (CCC) atau siklus konversi kas. CCC sendiri ditentukan oleh umur piutang, umur persediaan, dan umur utang yang masing-masing ditentukan dalam satuan hari. CCC memberikan gambaran berapa lama waktu yang dibutuhkan oleh perusahaan untuk mengubah kas yang digunakan sebagai modal produksi hingga kembali menjadi kas hasil penjualan. Semakin tinggi nilai CCC, maka perusahaan relatif kurang efisien dalam mengelola modal kerjanya karena lamanya waktu yang dibutuhkan oleh perusahaan untuk melakukan konversi kas. Dalam penelitian ini, akan dicari tahu mengenai hubungan antara CCC dengan ukuran profitabilitas operasional dan profitabilitas bersih, terutama dalam kondisi siklus bisnis industri yang berbeda. Salah satu tindakan yang dapat diambil oleh manajemen terkait dengan CCC adalah mempercepat penagihan piutang jangka pendek, mempercepat penjualan barang, dan memperlambat pembayaran utang jangka pendek. CCC
=
(AR + INVT) - AP
2.4. Periode Penerimaan Piutang Dagang (Number of Days Accounts Receivable) Sebagai salah satu komponen yang menentukan besaran CCC, periode penerimaan piutang memiliki pengaruh dalam menentukan profitabilitas operasional dan profitabilitas bersih perusahaan. Periode penerimaan piutang dagang memberikan gambaran rata-rata waktu yang dibutuhkan oleh perusahaan untuk menerima pelunasan piutang dagang sejak diterbitkannya piutang tersebut. Semakin lama periode penerimaan piutang, maka perusahaan relatif semakin tidak efisien dalam pengelolaan working capital-nya, karena piutang jangka pendek secara implisit merupakan pemberian kredit yang tidak memiliki tingkat pengembalian seperti investasi ataupun deposito bank (non-interest bearing). Periode penerimaan piutang yang meningkat dari tahun ke tahun atau periode yang lebih lama relatif terhadap industri mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut memiliki masalah pada upaya penagihan, penguluran waktu pelunasan oleh konsumen, atau indikasi konsumen sedang terlibat permasalahan keuangan (Subramanyam dan Wild, 2009).
Manajemen Working..., Frizon Akbar Putra, FE UI, 2014
AR
=
Piutang Dagang Penjualan Bersih
x 365
2.5. Periode Konversi Persediaan (Number of Days Inventories) Periode konversi persediaan umumnya digunakan sebagai ukuran seberapa cepat perusahaan mampu menjual persediaannya. Semakin cepat barang yang terjual, maka perusahaan tersebut relatif lebih efisien dalam pengelolaan produksi barangnya terutama akibat dari biaya penyimpanan (storage cost) yang akan relatif lebih rendah ketika tidak banyak barang yang menumpuk di gudang. Selain itu, barang yang lebih cepat terjual berpotensi mengembalikan kas yang sebelumnya digunakan untuk memproduksi barang tersebut untuk selanjutnya digunakan sebagai modal produksi barang selanjutnya. Periode konversi persediaan yang meningkat mengindikasikan bahwa telah terjadi beberapa kemungkinan buruk di dalam proses operasional perusahaan, diantaranya adalah barang yang sudah tidak laku di pasar, tingkat permintaan yang lemah, atau barang tersebut tidak dapat diterima dengan baik oleh konsumen (Subramanyam dan Wild, 2009). INVT
=
Persediaan Beban Pokok Penjualan
x 365
2.6. Periode Pelunasan Utang Dagang (Number of Days Accounts Payable) Semakin lama utang jangka pendek dibayar, maka perusahaan berpotensi akan mendapatkan insentif berupa peningkatan profitabilitas. Hal ini dikarenakan utang jangka pendek merupakan spontaneus financing, yaitu sumber daya finansial yang dapat digunakan oleh perusahaan untuk meningkatkan efektivitas operasionalnya dengan memanfaatkan pendanaan tanpa beban bunga dari supplier (Subramanyam dan Wild, 2009). Tantangan terkait pengelolaan periode pelunasan utang dagang adalah bahwa umumnya utang dagang mengandung insentif baik dalam bentuk finansial seperti diskon pembayaran atau dalam bentuk non-finansial bagi perusahaan yang melunasi utang jangka pendeknya pada periode tertentu sebelum jatuh tempo (Reeve, et.al., 2012). Dengan demikian, terjadi trade-off bagi manajemen antara memaksimalkan insentif tersebut atau mengulur-ulur waktu pelunasan demi memaksimalkan cadangan kas untuk proses operasional. AP
=
Utang Dagang Beban Pokok Penjualan
x 365
2.7. Rasio Persediaan Kas (Cash Reserve Ratio) Rasio persediaan kas atau rasio cadangan kas tidak termasuk ke dalam komponen CCC, namun posisinya sebagai bagian dari aset lancar menjadikan rasio persediaan kas bagian dari working capital yang kuantitasnya secara sukarela dapat dikendalikan oleh
Manajemen Working..., Frizon Akbar Putra, FE UI, 2014
manajemen perusahaan, terutama perusahaan manufaktur yang menggunakan persediaan kas sebagai sumber daya penunjang operasionalnya. Literatur mengenai tingkat persediaan kas perusahaan memiliki kaitan dengan beberapa teori lain, seperti studi yang dilakukan oleh Modigliani dan Miller (1958), dimana upaya peningkatan persediaan kas secara tidak langsung akan memengaruhi nilai perusahaan. Teori Modigliani dan Miller (1958) menyatakan bahwa perusahaan yang akan meningkatkan persediaan kasnya memiliki beberapa alternatif seperti penerbitan obligasi, penerbitan saham di pasar modal, atau dengan likuidasi aset. Literatur lain yang tersedia mengenai manfaat ketersediaan kas menyebutkan bahwa ketersediaan kas memberikan alternatif bagi manajemen untuk mengeksekusi tambahan proyek tanpa harus mencari sumber pendanaan yang membebani keuangan perusahaan (Saddour, 2006). Selain itu, terdapat keyakinan bahwa ketersediaan kas yang cukup dalam sebuah perusahaan memberikan manfaat bagi pemegang saham. Permasalahan utama dalam ketersediaan kas adalah bahwa tidak ada definisi yang konkrit untuk menjelaskan tingkatan kas yang dapat dikatakan cukup bagi perusahaan. CASH
=
Kas dan Setara Kas Total Aset - Kas dan Setara Kas
3. Metode Penelitian 3.1. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, dimana data seluruh variabel yang diambil dari laporan laba/rugi dan laporan posisi keuangan seluruhnya merupakan nilai nominal yang didenominasikan dalam bentuk mata uang rupiah. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan variabel dummy untuk menjelaskan dampak dari kehadiran siklus ekonomi industri terhadap profitabilitas operasional dan profitabilitas bersih perusahaan, serta pengaruhnya terhadap hubungan antara komponen manajemen working capital dengan ukuran profitabilitas. Dalam penelitian ini, penulis memodifikasi model yang telah diajukan dalam penelitian Deloof (2003), Lazaridis dan Tryfonidis (2006), dan Enqvist,et.al. (2014) untuk membuktikan hipotesis yang telah disesuaikan dengan tujuan penelitian dan karakteristik Indonesia sebagai negara tempat penelitian. 3.2. Metode dan Proses Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan perusahaan-perusahaan terbuka yang tergolong ke dalam kategori manufaktur sebagai sampel. Penulis menyusun berbagai kriteria perusahaan agar dapat dikatakan tergolong ke dalam industri manufaktur, diantaranya adalah tercatat sebagai perusahaan terbuka yang sahamnya diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia (BEI), tidak
Manajemen Working..., Frizon Akbar Putra, FE UI, 2014
terdaftar dalam sektor serta sub-sektor keuangan, properti, perdagangan, dan pertanian. Selain itu, perusahaan yang menjadi sampel penelitian harus bergerak pada usaha yang melibatkan proses produksi yang didalamnya termasuk penggunaan permesinan sebagai penunjang proses produksi serta melaporkan jumlah persediaan dan/atau komponen persediaannya di dalam laporan posisi keuangan tahunan. Sektor dan sub-sektor perusahaan terbuka yang memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh penulis dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Daftar Sektor Industri dan Sub-sektor yang Digunakan dalam Penelitian No
Sektor Industri
Sub-sektor Industri Semen
1 Industri Dasar dan Kimia
2 Barang Konsumsi
3 Aneka Industri
Jumlah Perusahaan 5
Keramik, Porselen, dan Kaca
6
Logam dan Sejenisnya
16
Kimia
10
Plastik dan Kemasan
12
Pakan Ternak
4
Kayu dan Pengolahannya
2
Pulp dan Kertas
9
Makanan dan Minuman
15
Rokok
4
Farmasi
11
Kosmetik dan Barang Keperluan Rumah Tangga
5
Peralatan Rumah Tangga
3
Otomotif dan Komponennya
12
Tekstil dan Garmen
19
Alas Kaki
2
Kabel
6
Elektronik dan Lainnya Jumlah Sumber: Bursa Efek Indonesia, diolah oleh Penulis (2014)
2 143
Siklus bisnis sebagai salah satu variabel yang digunakan dalam operasionalisasi model ditentukan dengan menggunakan data assets turnover perusahaan-perusahaan yang berhasil melalui tahapan kelengkapan data, dimana perusahaan tersebut wajib menerbitkan setidaknya laporan laba/rugi dan laporan posisi keuangan secara lengkap selama periode tahun 2000-2013. Seluruh data tahun 2000 kemudian dijadikan sebagai tahun dasar untuk operasionalisasi variabel yang membutuhkan penyesuaian terhadap tahun dasar. Penelitian ini menggunakan sampel yang diambil dengan metode probability sampling, tepatnya simple random sampling, karena setiap perusahaan memiliki kesempatan yang sama untuk terpilih menjadi sampel. Sampel-sampel tersebut diambil dari keseluruhan populasi perusahaan yang berada dalam beberapa kategori industri.
Manajemen Working..., Frizon Akbar Putra, FE UI, 2014
Tahapan seleksi sampel penelitian dimulai dari pengumpulan data perusahaan publik yang telah dan masih terdaftar di BEI per tanggal 31 Desember 2013. Berdasarkan catatan BEI, terdapat 484 perusahaan aktif dari berbagai sektor industri yang telah dan sedang terdaftar di BEI per tanggal 31 Desember 2013. Setelah itu, perusahaan-perusahaan tersebut diseleksi kembali untuk memenuhi kriteria golongan industri manufaktur. Perusahaan yang berhasil memenuhi kriteria golongan industri manufaktur berjumlah 143 unit yang terdiri dari kategori industri dasar dan kimia, industri barang konsumsi, dan aneka industri. Namun, dari 143 perusahaan tersebut, tidak semua perusahaan secara lengkap menerbitkan laporan keuangannya sejak tahun 2000 hingga tahun 2013. Terdapat beberapa perusahaan yang baru melaksanakan penawaran perdana (IPO) setelah tahun 2000, sehingga tidak dapat dimasukkan ke dalam bagian dari perusahaan sampel. Pada akhirnya, terdapat 90 perusahaan yang memenuhi seluruh kriteria perusahaan sampel yang ditentukan oleh penulis dan memberikan jumlah observasi firm-year sebanyak 1170 observasi. Sembilan puluh perusahaan yang memenuhi seluruh kriteria seleksi sampel tersebut dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Daftar Perusahaan Sampel No Kode No Kode No Kode No Kode No Kode No Kode 1 ADES 2 AISA
16 BUDI 17 CEKA
31 GGRM 46 JPFA 61 POLY 32 GJTL 47 KAEF 62 PRAS 33 HDTX 48 KBLM 63 PSDN 34 HMSP 49 KICI 64 PYFA
18 CNTB 4 ALKA 19 CPIN 5 ALMI 20 CTBN 35 IGAR 6 AMFG 21 DAVO 36 IKAI 22 DLTA 37 INAF 7 APLI
3 AKPI
8 ARNA 23 DPNS 38 INAI 24 DVLA 39 INCI 9 ASII 10 AUTO 25 EKAD 40 INDF 11 BATA 26 ERTX 41 INDR
50 KLBF 51 LION
76 SPMA 77 SRSN 78 SSTM 79 STTP
65 RICY 80 SULI 66 RMBA 81 TBMS 67 SCCO 82 TCID
52 LMPI 53 LMSH 68 SCPI 54 LPIN 69 SIMA
83 TKIM 84 TOTO
55 MERK 70 SIPD 85 TRST 56 MLBI 71 SKLT 86 TSPC 57 MRAT 72 SMCB 87 ULTJ 58 MYOR 73 SMGR 88 UNIC
42 INDS 12 BRAM 27 ESTI 13 BRNA 28 ETWA 43 INKP 74 SMSM 89 UNVR 14 BRPT 29 FASW 44 INTP 59 NIPS 45 JKSW 60 PICO 75 SOBI 90 VOKS 15 BTON 30 FPNI Sumber: Bursa Efek Indonesia, diolah oleh Penulis (2014)
Dari ke-sembilan puluh perusahaan yang tertera pada Tabel 2, didapatkan data 1.170 assets turnover selama 13 tahun berturut-turut. Data yang didapatkan dari perusahaan yang memenuhi klasifikasi industri manufaktur tersebut kemudian digunakan untuk menentukan status siklus bisnis industri manufaktur. Walaupun tahun 2013 dikategorikan sebagai siklus bisnis kelima, hal tersebut tidak berdampak kepada penentuan nilai biner variabel dummy yang digunakan dalam operasionalisasi model karena rata-rata assets turnover siklus ketiga
Manajemen Working..., Frizon Akbar Putra, FE UI, 2014
tetap paling tinggi diantara siklus-siklus lainnya, sementara itu siklus pertama tetap yang paling rendah diantara siklus-siklus lainnya. Dari kelima siklus bisnis industri manufaktur periode 2001-2013, penulis menetapkan siklus pertama (2001-2003) sebagai periode downturn dikarenakan nilai rata-rata assets turnover pada siklus pertama memiliki nilai terendah diantara siklus bisnis industri yang lain. Sementara itu, penulis menetapkan tahun ke-empat (2007-2009) sebagai periode upturn karena siklus ke-empat memiliki nilai rata-rata assets turnover tertinggi diantara siklus yang lain. Tabel 3. Siklus Bisnis Industri Manufaktur Berdasarkan Perkembangan Assets Turnover Siklus Tahun Rata-rata AT Perubahan
1
2
3
4
Rata-rata Perubahan Siklus Siklus
2001
88.45%
2002
96.94%
2003
95.49%
-1.45%
2004
107.80%
12.31%
2005
124.30%
16.50% 117.42%
2006
120.15%
-4.15%
2007
118.76%
-1.39%
2008
131.65%
12.89% 122.83%
2009
118.06%
-13.59%
2010
120.19%
2.12%
2011
120.56%
0.38% 119.34%
8.50% 93.63%
Status
5.18%
Downturn
23.79%
Normal
5.41%
Upturn
-3.49%
Normal
2012 117.27% -3.29% 5 2013 -4.97% Normal 114.37% -2.90% 114.37% Sumber: Laporan Keuangan Perusahaan Sampel, diolah oleh Penulis
Gambar 1. Grafik Siklus Bisnis Industri Manufaktur Indonesia Berdasarkan Perkembangan Assets Turnover Sumber: Laporan Keuangan Tahunan Perusahaan Sampel 2001-2013, diambil dari Reuters Eikon, diolah oleh penulis
3.3. Model Penelitian
Manajemen Working..., Frizon Akbar Putra, FE UI, 2014
Model yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada model yang pernah digunakan oleh Deloof (2003), Lazaridis dan Tryfonidis (2006), dan Enqvist, et.al. (2014) untuk mengetahui dampak CCC pada profitabilitas perusahaan. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Profitabilitas =
β0 + β1 WorkingCapital + β2 DAT + β3 (DAT*WorkingCapital) + β4 CR + β5 DEBT + β6 ASSETS + u
dimana, Profitabilitas
: Tingkat profitabilitas operasional (RNOA) atau profitabilitas bersih (ROA) perusahaan.
WorkingCapital : Ukuran efektivitas pengelolaan working capital, terdiri dari siklus konversi kas (CCC), periode penerimaan piutang dagang (AR), periode konversi persediaan (INVT), periode pelunasan utang dagang (AP), dan rasio ketersediaan kas (CASH). DAT
: variabel dummy kondisi siklus bisnis industri manufaktur, terdiri dari penguatan siklus bisnis (DATUP) dan pelemahan siklus bisnis (DATDOWN).
Sementara
itu,
DAT*WorkingCapital
merupakan
interactive dummy yang digunakan untuk mengetahui moderasi yang dihasilkan dari kondisi siklus bisnis industri. CR
: rasio lancar perusahaan (current ratio), merupakan rasio dari aset lancar (current assets) terhadap liabilitas lancar (current liabilities).
DEBT
: rasio utang jangka panjang (debt ratio), merupakan rasio dari total utang jangka panjang (long-term debt) terhadap total aset.
ASSETS
: logaritma natural dari total aset.
u
: error. Model tersebut kemudian dibagi menjadi dua puluh model yang disesuaikan dengan
variabel-variabel yang akan diteliti. Model 1.1.1 memiliki arti bahwa model tersebut menggunakan variabel RNOA untuk dependen serta DATUP dan CCC untuk independen. Sementara itu, Model 2.2.3 memiliki arti bahwa model tersebut menguji ROA sebagai independen serta DATDOWN dan AR sebagai independen. 4. Analisis Hasil Penelitian 4.1. Analisis Statistika Deskriptif Perusahaan yang tercatat memiliki RNOA terbesar adalah PT Betonjaya Manunggal Tbk (BTON) yang memiliki RNOA sebesar 109,08% pada tahun 2009, sementara itu, perusahaan yang tercatat memiliki RNOA terkecil adalah PT Akasha Wira International Tbk
Manajemen Working..., Frizon Akbar Putra, FE UI, 2014
(ADES) yang memiliki RNOA sebesar -67,57% pada tahun 2005. Rata-rata perusahaan sampel memiliki RNOA sebesar 15% setiap tahunnya. Perusahaan sampel yang memiliki profitabilitas bersih tertinggi adalah PT Eratex Djaja Tbk (ERTX) yang mencatatkan ROA sebesar 51,02% pada tahun 2011, sementara itu, perusahaan yang mencatat ROA terendah sebesar -56,77% adalah PT Akasha Wira International Tbk (ADES) pada tahun 2005. Perusahaan yang memiliki CCC paling panjang adalah PT Intikeramik Alamsari Industry Tbk (IKAI) sebesar 479 hari pada tahun 2007. Sementara itu, perusahaan yang memiliki CCC tersingkat adalah PT Betonjaya Manunggal Tbk (BTON) sebesar -196 hari pada tahun 2001. Perusahaan yang memiliki AR terpanjang adalah PT Intanwijaya Internasional Tbk (INCI) yang tercatat memiliki AR sebesar 271 hari pada tahun 2001. Sebaliknya, perusahaan yang paling singkat dalam menerima piutangnya adalah PT Davomas Abadi Tbk (DAVO) pada tahun 2009 yang samasekali tidak tercatat memiliki piutang pada tahun tersebut. Tabel 4. Statistika Deskriptif untuk Variabel Dependen, Independen, dan Kontrol Item Profitabilitas (Variabel Dependen) Return on Net Operating Assets Return on Assets
N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
1076
-.6757
1.0908
.1500
.1972
1076
-.5677
.5102
.0508
.1019
-196.1396
479.5876
115.1586
79.2637
Manajemen Modal Kerja (Variabel Independen) Cash Conversion Cycle 1076 Account Receivable Conversion Period
1076
.0000
271.2836
57.8221
35.3718
Inventory Conversion Period
1076
.3958
369.3236
103.7302
62.1693
Account Payable Deferral Period
1076
.0000
294.9203
46.3937
35.5420
Cash Reserve Ratio
1076
.0004
.6290
.1168
.1307
1076
.0865
113.7079
2.5188
5.6165
1076
.0711
1.9882
.5446
.2569
Variabel Kontrol Current Ratio Debt Ratio
Total Assets (ln) 1076 16.9708 25.4494 20.7786 1.5873 Sumber: Bursa Efek Indonesia, Laporan Keuangan Perusahaan Sampel, diolah oleh Penulis menggunakan SPSS
Sejalan dengan rekor CCC terlama, PT Intikeramik Alamsari Industry Tbk (IKAI) juga tercatat memiliki rekor INVT terlama, yaitu selama 369 hari pada tahun 2001. Sementara itu, perusahaan yang memiliki INVT tersingkat adalah PT Eterindo Wahanatama Tbk (ETWA) sebesar 0,4 hari pada tahun 2005. Perusahaan yang paling mampu mengulur pembayaran utang dagang adalah PT Eterindo Wahanatama Tbk (ETWA), dimana AP perusahaan tersebut sebesar 294 hari pada tahun 2004. Sebaliknya, perusahaan yang secara konsisten tidak memiliki utang dagang samasekali selama delapan tahun adalah PT Davomas Abadi (DAVO), yaitu pada tahun 2001, 2005, 2006, 2007, 2008, 2009, 2010, dan 2011.
Manajemen Working..., Frizon Akbar Putra, FE UI, 2014
Dalam hal ketersediaan kas, PT Tempo Scan Pacific Tbk (TSPC) tercatat memiliki rasio cadangan kas dan setara kas terhadap aset non-finansial sebesar 62,90% pada tahun 2010. Sebaliknya, perusahaan sampel yang kerap memiliki paling sedikit rasio cadangan kas terhadap aset non-finansial adalah PT Intikeramik Alamsari Industry Tbk. Perusahaan sampel yang memiliki rasio lancar tertinggi adalah PT Davomas Abadi Tbk (DAVO) sebesar 113 kali dan perusahaan sampel yang memiliki rasio lancar terendah adalah PT Asia Pacific Fibers Tbk (POLY) sebesar 0,08 kali. Perusahaan sampel yang memiliki leverage tertinggi adalah PT Asia Pacific Fibers Tbk (POLY) yang tercatat memiliki debt ratio sebesar 1,98 kali pada tahun 2005. Sementara itu, perusahaan sampel yang memiliki leverage terendah adalah PT Mandom Indonesia Tbk (TCID) yang memiliki debt ratio sebesar 0,07 kali pada tahun 2007. Perusahaan sampel dengan aset terbesar adalah PT Astra International Tbk (ASII) yang tercatat memiliki aset sebesar Rp 112,86 triliun pada tahun 2010. Sebaliknya, perusahaan yang memiliki aset terkecil adalah PT Betonjaya Manunggal Tbk (BTON) yang tercatat hanya memiliki aset sebesar Rp 23,46 miliar pada tahun 2003. 4.2. Analisis Hasil Regresi Tabel 5. Hasil Pengujian Model 1.1.1 hingga Model 1.1.5 Variabel
Hipotesis H
Intercept
1.1.1
1.1.2
1.1.3
1.1.4
1.1.5
-0.0232
-0.0222
-0.0211
-0.0402
-0.1308 *
0.0211
0.0215
0.0201
0.0222
0.0190
DATUP
2a
CCC
1a
+ -
DATUP*CCC
3a
+
AR
1b
-
-0.0003 *
DATUP*AR
3b
+
-0.0005
INVT
1c
-
DATUP*INVT
3c
+
AP
1d
+
-0.0006 ***
DATUP*AP
3d
-
-0.0011 ***
CASH
1e
+
0.5418 ***
DATUP*CASH
3e
-
-0.0561
CR
-0.0002 *** -0.0001
-‐0.0004 *** -0.0002
-0.0017
DEBT
-0.0019
-0.0018
-0.0025
-0.0030
-0.3066 *** -0.3012 *** -0.3058 *** -0.2909 *** -0.1987 ***
ASSETS
0.0166 ***
0.0164 ***
0.0165 ***
0.0171 ***
0.0191 ***
Adj. R square
0.1605
0.1588
0.1701
0.1697
0.2628
R square change
0.1578
0.1535
0.1576
0.1441
0.0752
F-value
29.1836
29.7066
31.1350
32.4918
40.8735
p-value
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
Variabel Independen: RNOA * signifikan pada level 10%, ** signifikan pada level 5%, *** signifikan pada level 1% Sumber: Bursa Efek Indonesia, Laporan Keuangan Perusahaan Sampel, diolah oleh Penulis menggunakan SPSS
Manajemen Working..., Frizon Akbar Putra, FE UI, 2014
Berdasarkan hasil regresi Model 1.1.1 hingga Model 2.2.5 yang tertera pada Tabel 5, Tabel 7, Tabel 9, dan Tabel 11, dapat diketahui bahwa CCC, AR, INVT, dan AP memiliki pengaruh negatif secara signifikan terhadap profitabilitas operasional dan profitabilitas bersih. Sementara itu, rasio cadangan kas berpengaruh positif pada RNOA dan ROA secara signifikan. Hal tersebut berarti bahwa perusahaan yang memiliki siklus konversi kas yang singkat memiliki profitabilitas operasional dan bersih yang relatif lebih tinggi. Selain itu, perusahaan dapat meningkatkan profitabilitas operasional dan profitabilitas bersihnya dengan cara mempercepat penerimaan piutang dagang dan mempercepat penjualan persediaan. Perusahaan dengan profitabilitas operasional dan bersih yang rendah cenderung mengulurulur waktu pembayaran utang dagangnya, ditunjukkan dengan pengaruh AP yang negatif dengan RNOA dan ROA. Perusahaan dengan cadangan kas yang tinggi juga memiliki profitabilitas operasional dan profitabilitas bersih yang relatif lebih tinggi. Penguatan siklus bisnis (DATUP) terbukti tidak memiliki pengaruh terhadap RNOA namun terbukti memperkuat pengaruh negatif AP terhadap RNOA, dimana hal tersebut membuktikan bahwa perusahaan dapat meningkatkan profitabilitas operasionalnya dengan cara mempercepat pelunasan utang dagangnya pada saat industri sedang bergairah. Tabel 6. Hasil Pengujian Interactive Dummy Model 1.1.1 hingga Model 1.1.5 Variabel Model Hipotesis CCC
1.1.1
3a
AR
1.1.2
3b
INVT
1.1.3
3c
AP
1.1.4
3d
CASH
1.1.5
3e
DATUP
Effect
0
-0.0002
1
-0.0002
0
-0.0002
1
-0.0007
0
-0.0003
1
-0.0005
0
-0.0003
1
-0.0014
0
0.5549
1
0.4988
Δ Effect
p
Δp
0.0199 0.0000
0.1059
0.0860
0.3000 -0.0005
0.0279
-0.2721
0.0001 -0.0002
0.0115
0.0114
0.0472 -0.0011
0.0001
-0.0471
0.0000 -0.0561
0.0002
0.0002
Variabel Independen: RNOA Sumber: Bursa Efek Indonesia, Laporan Keuangan Perusahaan Sampel, diolah oleh Penulis menggunakan SPSS
Tabel 6 menunjukkan moderasi yang ditimbulkan dari penguatan siklus bisnis industri terhadap dampak yang ditimbulkan dari pengelolaan working capital terhadap profitabilitas operasional. Dapat disimpulkan bahwa penguatan siklus bisnis manufaktur memperkuat pengaruh negatif AR, INVT, dan AP terhadap RNOA, ditunjukkan dengan nilai Δ Effect yang negatif beserta nilai p yang bersifat signifikan secara statistik. Sebaliknya, penguatan siklus bisnis justru memperlemah pengaruh positif CASH terhadap RNOA. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pada umumnya penguatan ekonomi memperkuat
Manajemen Working..., Frizon Akbar Putra, FE UI, 2014
pengaruh negatif periode penerimaan piutang dagang, periode konversi persediaan, dan periode pelunasan utang dagang. Selain itu, penguatan ekonomi juga memperlemah pengaruh positif rasio cadangan kas terhadap profitabilitas operasional. Tabel 7. Hasil Pengujian Model 1.2.1 hingga Model 1.2.5 Variabel
Hipotesis H
Intercept DATDOWN
2b
CCC
1a
-
DATDOWN*CCC
4a
-
AR
1b
-
DATDOWN*AR
4b
-
INVT
1c
-
DATDOWN*INVT
4c
-
AP
1d
+
DATDOWN*AP
4d
+
CASH
1e
+
DATDOWN*CASH
4e
+
CR
1.2.1
1.2.2
1.2.3
1.2.4
-0.0205
-0.0175
-0.0206
-0.0432
-0.1247 *
-0.0065
-0.0076
-0.0063
-0.0091
-0.0196
-0.0002 *** 0.0002 -0.0003 ** 0.0003 -0.0004 *** 0.0002 -0.0006 *** 0.0002 0.5460 *** 0.0392 -0.0016
DEBT ASSETS
-0.0018
-0.0017
-0.0023
-0.0029
-0.3065 ***
-0.3017 ***
-0.3055 ***
-0.2918 ***
-0.1944 ***
0.0164 ***
0.0162 ***
0.0164 ***
0.0172 ***
0.0187 ***
0.1593
Adj. R square
1.2.5
0.1557
0.1683
0.1619
0.2627
R square change
0.1528
0.1494
0.1527
0.1406
0.0696
F-value
29.4475
29.5236
31.1153
32.3550
39.7100
p-value
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
Variabel Independen: RNOA * signifikan pada level 10%, ** signifikan pada level 5%, *** signifikan pada level 1% Sumber: Bursa Efek Indonesia, Laporan Keuangan Perusahaan Sampel, diolah oleh Penulis menggunakan SPSS
Pelemahan siklus bisnis (DATDOWN) terbukti tidak memiliki pengaruh terhadap RNOA secara signifikan dan tidak memoderasi pengaruh manajemen working capital terhadap RNOA. Hal tersebut berarti bahwa pelemahan industri tidak memberikan dampak yang signifikan terhadap pengaruh pengelolaan working capital pada profitabilitas operasional. Selain itu, perusahaan manufaktur di Indonesia juga terbukti tidak terpengaruh oleh pelemahan ekonomi industri secara langsung. Tabel 8 menunjukkan moderasi yang ditimbulkan dari pelemahan siklus bisnis industri. Pelemahan siklus bisnis manufaktur memperlemah pengaruh negatif AR, INVT, dan AP terhadap RNOA, ditunjukkan dengan nilai Δ Effect yang positif. Namun moderasi tersebut tidak didukung dengan signifikansi secara statsitik. Sebaliknya, pelemahan siklus bisnis justru memperkuat pengaruh positif CASH terhadap RNOA tanpa mengurangi signifikansi statistiknya. Kesimpulannya, pelemahan ekonomi memperlemah pengaruh negatif siklus konversi kas, periode penerimaan piutang dagang, periode konversi persediaan, dan periode
Manajemen Working..., Frizon Akbar Putra, FE UI, 2014
pelunasan utang dagang. Sebaliknya, pelemahan ekonomi memperkuat pengaruh positif rasio ketersediaan kas terhadap profitabilitas operasional. Jadi, sebaiknya pada saat ekonomi sedang lesu, perusahaan sebaiknya memperlonggar kebijakan pengelolaan working capitalnya dan memperbanyak cadangan kasnya. Tabel 8. Hasil Pengujian Interactive Dummy Model 1.2.1 hingga Model 1.2.5 Variabel Model Hipotesis DATDOWN CCC
1.2.1
4a
AR
1.2.2
4b
INVT
1.2.3
4c
AP
1.2.4
4d
CASH
1.2.5
4e
Effect
0
-0.0002
1
-0.0001
0
-0.0004
1
-0.0001
0
-0.0004
1
-0.0002
0
-0.0006
1
-0.0004
0
0.5372
1
0.5764
Δ Effect
p
Δp
0.0039 0.0001
0.5854
0.5815
0.0482 0.0003
0.6400
0.5918
0.0000 0.0002
0.2538
0.2538
0.0020 0.0002
0.1068
0.1048
0.0000 0.0392
0.0000
0.0000
Variabel Independen: RNOA Sumber: Bursa Efek Indonesia, Laporan Keuangan Perusahaan Sampel, diolah oleh Penulis menggunakan SPSS
Tabel 10 menunjukkan moderasi yang ditimbulkan dari penguatan siklus bisnis industri. Penguatan siklus bisnis manufaktur memperkuat pengaruh negatif AR dan AP terhadap ROA. Sebaliknya, penguatan siklus bisnis justru memperlemah pengaruh positif CASH terhadap ROA tanpa mengurangi signifikansi statistiknya. Dengan demikian, penguatan ekonomi dapat memperkuat pengaruh negatif AR dan AP terhadap ROA. Selain itu, penguatan ekonomi juga memperlemah pengaruh positif CASH terhadap ROA, mengindikasikan bahwa perusahaan sebaiknya tidak meningkatkan cadangan kas pada saat industri sedang bergairah. Pelemahan siklus bisnis (DATDOWN) terbukti tidak memiliki pengaruh terhadap ROA dan tidak memoderasi pengaruh manajemen working capital terhadap ROA. Hal ini konsisten dengan hasil pada Tabel 8, dimana perusahaan manufaktur di Indonesia cenderung tidak terpengaruh secara langsung oleh pelemahan industri. Berdasarkan Tabel 12, pelemahan siklus bisnis manufaktur memperlemah pengaruh negatif AR, INVT, dan AP terhadap ROA, namun tidak didukung dengan signifikansi secara statsitik. Sebaliknya, pelemahan siklus bisnis justru memperkuat pengaruh positif CASH terhadap ROA tanpa mengurangi signifikansi statistiknya. Konsisten dengan hasil pada pengujian Model 1.2.1 hingga Model 1.2.5, maka pelemahan ekonomi industri juga memperlemah pengaruh negatif CCC, AR, INVT, dan AP terhadap ROA. Sementara itu, penguatan ekonomi industri memperkuat pengaruh positif CASH terhadap ROA. Hal tersebut
Manajemen Working..., Frizon Akbar Putra, FE UI, 2014
mengindikasikan bahwa pada saat industri sedang lesu, perusahaan sebaiknya memperlonggar kebijakan pengelolaan working capital-nya dan meningkatkan cadangan kasnya. Tabel 9. Hasil Pengujian Model 2.1.1 hingga Model 2.1.5 Variabel
Hipotesis H
Intercept
2.1.1
2.1.2
2.1.3
2.1.4
2.1.5
-0.1550 *** -0.1297 *** -0.1567 *** -0.1571 *** -0.1893 ***
DATUP
2a
CCC
1a
+ -
DATUP*CCC
3a
+
AR
1b
-
DATUP*AR
3b
+
INVT
1c
-
DATUP*INVT
3c
+
AP
1d
+
DATUP*AP
3d
-
CASH
1e
+
3e
-
DATUP*CASH CR
-0.0011
-0.0015
-0.0009
-0.0019
-0.0001 ** 0.0000 -0.0003 *** -0.0001 -0.0001 ** 0.0001 -0.0003 *** -0.0002 0.1780 *** -0.0363 -0.0005
DEBT
-0.0012
-0.0006 **
-0.0006 *
-0.0009 *** -0.0010 *
-0.1683 *** -0.1683 *** -0.1677 *** -0.1620 *** -0.1329 ***
ASSETS
0.0144 ***
0.0132 ***
0.0145 ***
0.0144 ***
0.0152 ***
Adj. R square
0.1962
0.2041
0.1977
0.2049
0.2374
R square change
0.1993
0.1935
0.1988
0.1850
0.1327
F-value
16.1594
20.0151
16.7260
22.4231
35.3020
p-value
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
Variabel Independen: ROA * signifikan pada level 10%, ** signifikan pada level 5%, *** signifikan pada level 1% Sumber: Bursa Efek Indonesia, Laporan Keuangan Perusahaan Sampel, diolah oleh Penulis menggunakan SPSS
Tabel 10. Hasil Pengujian Interactive Dummy Model 2.1.1 hingga Model 2.1.5 Variabel Model Hipotesis DATUP Effect CCC
2.1.1
3a
AR
2.1.2
3b
INVT
2.1.3
3c
AP
2.1.4
3d
CASH
2.1.5
3e
Δ Effect
p
Δp
0
-0.0001
0.0432
1
0.0000
0
-0.0003
0.0013
1
-0.0004 -0.0001
0.0106
0
-0.0001
0.0135
1
-0.0001
0
-0.0003
0.0048
1
-0.0005 -0.0002
0.0040 -0.0008
0.0001
0.0000
0.6279
0.4915
0
0.1865
0.0000
1
0.1501 -0.0364
0.0005
0.5847 0.0093 0.4780
0.0005
Variabel Independen: ROA Sumber: Bursa Efek Indonesia, Laporan Keuangan Perusahaan Sampel, diolah oleh Penulis menggunakan SPSS
Tabel 11. Hasil Pengujian Model 2.2.1 hingga Model 2.2.5
Manajemen Working..., Frizon Akbar Putra, FE UI, 2014
Variabel
Hipotesis H
Intercept DATDOWN
2b
CCC
1a
-
DATDOWN*CCC
4a
-
AR
1b
-
DATDOWN*AR
4b
-
INVT
1c
-
DATDOWN*INVT
4c
-
AP
1d
+
DATDOWN*AP
4d
+
CASH
1e
+
DATDOWN*CASH
4e
+
2.2.1
2.2.2
2.2.3
2.2.4
2.2.5
-0.1568 ***
-0.1278 ***
-0.1588 ***
-0.1593 ***
-0.1895 ***
0.0040
0.0033
0.0040
0.0026
-0.0004
-0.0001 ** 0.0000 -0.0003 *** 0.0002 -0.0001 ** 0.0000 -0.0003 *** 0.0001 0.1757 *** 0.0095
CR
-0.0005 *
-0.0006 *
-0.0006 *
-0.0009 ***
-0.0010 **
DEBT
-0.1691 ***
-0.1692 ***
-0.1686 ***
-0.1628 ***
-0.1331 ***
0.0145 ***
0.0131 ***
0.0146 ***
0.0145 ***
0.0152 ***
0.1619
0.2627
ASSETS
0.1593
Adj. R square
0.1557
0.1683
R square change
0.1528
0.1494
0.1527
0.1406
0.0696
F-value
16.4081
19.2889
16.9304
22.6052
35.0474
p-value
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
Variabel Independen: ROA * signifikan pada level 10%, ** signifikan pada level 5%, *** signifikan pada level 1% Sumber: Bursa Efek Indonesia, Laporan Keuangan Perusahaan Sampel, diolah oleh Penulis menggunakan SPSS
Tabel 12. Hasil Pengujian Interactive Dummy Model 2.2.1 hingga Model 2.2.5 Variabel Model Hipotesis DATDOWN CCC
2.2.1
4a
AR
2.2.2
4b
INVT
2.2.3
4c
AP
2.2.4
4d
CASH
2.2.5
4e
Effect
0
-0.0001
1
0.0000
0
-0.0004
1
-0.0001
0
-0.0001
1
-0.0001
0
-0.0003
1
-0.0002
0
0.1736
1
0.1831
Δ Effect
p
Δp
0.0479 0.0001
0.5083
0.4604
0.0000 0.0003
0.3141
0.3141
0.0209 0.0000
0.3138
0.2929
0.0008 0.0001
0.1287
0.1279
0.0000 0.0095
0.0007
0.0007
Variabel Independen: ROA Sumber: Bursa Efek Indonesia, Laporan Keuangan Perusahaan Sampel, diolah oleh Penulis menggunakan SPSS
5. Kesimpulan Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa siklus bisnis yang secara spesifik difokuskan kepada lingkup industri manufaktur memiliki kontribusi dan pengaruh terhadap profitabilitas perusahaan yang ada di dalamnya. Siklus bisnis industri juga terbukti memoderasi sebagian pengaruh yang ditimbulkan dari masing-masing komponen kebijakan manajemen working capital. Penelitian ini juga memberikan bukti bahwa penggunaan assets turnover sebagai instrumen utama penentu siklus bisnis industri mampu menggantikan
Manajemen Working..., Frizon Akbar Putra, FE UI, 2014
penggunaan produk domestik bruto (PDB) sebagai penentu siklus bisnis seperti yang telah digunakan dalam penelitian-penelitian sebelumnya, dimana hal tersebut dibuktikan dengan signifikansi dan kualitas model secara statistik yang tidak jauh berbeda dengan hasil yang didapatkan melalui penggunaan PDB. Dengan digunakannya assets turnover sebagai penentu siklus bisnis industri, maka dapat disimpulkan bahwa assets turnover dapat mengisi kekurangan PDB dalam mengestimasi siklus bisnis yang terjadi secara spesifik pada lingkup industri. Kesimpulan utama dari penelitian ini adalah bahwa kelima komponen working capital secara signifikan menjadi faktor penentu efektivitas manajemen working capital perusahaan manufaktur. Hasil penelitian ini secara umum konsisten dengan hasil penelitian terdahulu, dimana cash conversion cycle, number of days accounts receivable, number of days inventories, dan number of days accounts payable terbukti memiliki pengaruh negatif terhadap profitabilitas dalam kondisi normal. Selain itu, terbukti bahwa tingkat ketersediaan kas berperan positif secara signifikan dalam menentukan profitabilitas operasional dan profitabilitas bersih perusahaan manufaktur terbuka di Indonesia. Penguatan siklus bisnis industri belum terbukti mampu memberikan dampak positif secara langsung yang signifikan terhadap profitabilitas operasional dan profitabilitas bersih perusahaan manufaktur, dimana hal tersebut mengindikasikan bahwa perusahaan manufaktur di Indonesia relatif memiliki profitabilitas yang kokoh dan tidak dipengaruhi oleh kondisi ekonomi industri. Dalam penelitian ini, terbukti bahwa rasio lancar dan tingkat leverage perusahaan berdampak negatif dengan profitabilitas. Sebaliknya, ukuran total aset perusahaan memberikan dampak positif bagi profitabilitas perusahaan, menandakan bahwa aset yang besar berpotensi meningkatkan efisiensi produksi perusahaan. Walaupun profitabilitas operasional dan profitabilitas bersih berada dalam koridor yang sama, yaitu sebagai penentu profitabilitas perusahaan, namun penelitian ini membuktikan bahwa terdapat perbedaan dampak yang dihasilkan dari kehadiran siklus ekonomi industri antara profitabilitas operasional dan profitabilitas bersih. Perbedaan tersebut memberikan gambaran dimana manajemen perlu tahu bahwa keputusan untuk meningkatkan performa operasional belum tentu meningkatkan performa final perusahaan sehingga harus ada tindakan untuk menyeimbangkan keduanya. Penelitian ini masih jauh dari sempurna, dimana studi yang hanya fokus kepada industri manufaktur menjadikan hasil penelitian ini tidak bisa dijeneralisasi kepada semua perusahaan di semua industri. Sebaiknya penelitian selanjutnya memperluas penelitian kepada industri selain manufaktur. Selain itu, terdapat kemungkinan adanya alternatif yang lebih baik
Manajemen Working..., Frizon Akbar Putra, FE UI, 2014
daripada assets turnover sebagai penentu siklus bisnis industri. Hal tersebut dikarenakan hasil moderasi yang ditunjukkan dengan interactive dummy hampir semuanya tidak signifikan secara statistik. 6.
Daftar Pustaka Aguiar, M., & Gopinath, G., 2007. Emerging Market Business Cycles: the Cycle is the Trend. Journal of Political Economic, 2, 69-102. Andres, C., et.al., 2014. Do Markets Anticipate Capital Structure Decisions? – Feedback Effects in Equity Liquidity. Journal of Corporate Finance, 27, 133-156. Azzimonti, M., & Talbert, M., 2014. Polarized Business Cycles. Journal of Monetary Economics, 67, 47-61. Baños-Caballero, S., et.al., 2014. Working Capital Management, Corporate Performance, and Financial Constraints. Journal of Business Research, 67, 332-338. Baxter, M., & King, G., 1999. Measuring Business Cycles: Approximate Band-Pass Filters for Economic Time Series. The Review of Economics and Statistics, 81, 575-591. Burns, Arthur F., & Wesley, C. M., 1946. Measuring Business Cycles. New York: New York National Bureau of Economic Research. Charitou, M. N., et.al., 2010. The Effect of Working Capital Management on Firm’s Profitability: Empirical Evidence from an Emerging Market. Journal of Business & Economics Research, 8, 63-68. Deloof, M., 2003. Does Working Capital Management Affect Profitability of Belgian Firms? Journal of Business Finance, 4, 876-899. Diebold, F. X., & Rudebusch., 1996. Modern Business Cycles: A Modern Perspective. Review of Economics and Statistics, 78, 67-77. Eljelly, Abuzar., 2004. Liquidity-Profitability Tradeoff: An Empirical Investigation in an Emerging Market. International Journal of Commerce & Management, 14, 48-61. Enqvist, J., et.al., 2014. The Impact of Working Capital Management on Firm Profitability in Different Business Cycle: Evidence from Finland. Research in International Business and Finance, 32, 36-49. Everts, M. 2006. Sectoral and Industrial Business Cycles. Bern: University of Bern. Lazaridis, I., & Tryfonidis, D., 2006. Relationship between Working Capital Management and Profitability of Listed Companies on the Athens Stock Exchange. Journal of Financial Management, 19 (1), 26-35. Modigliani, F., & Miller, M. H., 1958. The Cost of Capital, Corporation Finance and the Theory of Investment. The American Economic Review, 48, 261-297. Ohlson, J., 1995. Earnings, Book Values and Dividends in Security Valuation. Contemporary Accounting Research, 11, 144-163. Pagan, Adrian., & Robinson, 2014. Methods of Assessing the Impact of Financial Effects on Business Cycles in Macroeconometric Models. Journal of Macroeconomics, 41, 94-106. Ross, S. A., et.al., 2008. Fundamentals of Corporate Finance. McGraw-Hill. Saddour, Khaoula., 2006. The Determinants and the Value of Cash Holdings: Evidence from French Firms. Centre de Reserches sur la Gestion, Universite Paris Dauphine. Sekaran, U., Bougie, R., 2009. Research Methods for Business: A Skill-building Approach. West Sussex: John Wiley & Sons Ltd. Shi, Shouyong., 2014. Liquidity, Assets, and Business Cycles. Journal of Monetary Economics, 70, 116-132. Subramanyam, K.R., & Wild, 2009. Financial Statement Analysis 10th Edition. McGrawHill/Irwin.
Manajemen Working..., Frizon Akbar Putra, FE UI, 2014
Varaiya, N., et.al., 1987. The Relationship between Growth, profitability, and firm value. Strategic Management Journal, 8, 487-497.
Manajemen Working..., Frizon Akbar Putra, FE UI, 2014