Inovasi (Majalah Ilmiah), Vol. 13, No. 2 Mei-Agustus 2008, halaman 153-172, ISSN 0853-7399
MANAJEMEN SUPERVISI DALAM PEMBERDAYAAN GURU 1
2)
Baso Intang Sappaile ) dan Rusmawati Abstrak
Guru merupakan jabatan profesional yang memiliki kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial, serta memiliki kualifikasi akademik minimal. Disamping itu, guru memegang peranan dan fungsi, yaitu: sebagai instruktur, manajer dan pimpinan kelas, tauladan, penyuluh, motivator, dan fasilitator. Manajemen supervisi merupakan suatu proses tatap muka antara supervisor dengan guru yang membicarakan hall mengajar dan aspek yang berhubungan dengan mengajar, mulai dari merencanakan, mengorganisasikan, memimpin, melaksanakan tujuan organisasi dengan menggunakan seluruh sumber yang ada. Pemberdayaan guru merupakan upaya untuk membangun daya dengan memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki guru serta berupaya untuk mengembangkan kompetensi pedagogik, kepribadian, perofesional, dan kompetensi sosial. Kata kunci: Manajemen, Supervisi, Pemberdayaan Guru. A. PENDAHULUAN Salah satu peluang yang masih sangat terbuka dan luas dalam meningkatkan pendidikan adalah pembentukan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas dan profesional untuk bersaing di era pasar bebas. Kualitas SDM Indonesia yang diukur dengan nilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang meliputi Pendapatan Daerah Bruto (PDB) perkapita real, angka harapan hidup, angka melek hidup, dan angka partisipasi pendidikan. Keberhasilan pendidikan pada setiap jenis dan jenjang pendidikan ditentukan oleh kualitas sumber daya manusianya, baik pengambil keputusan, pemerhati, maupun para praktisi pendidikan, serta para pelaku fungsi kontrol atau pengawas. Unsur manusia menjadi ujung tombak dan pelaku utama pendidikan dalam upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional. Dengan SDM sebagai aset nasional yang harus ditingkatkan kualitasnya secara berkesinambungan. Hal ini merupakan kunci utama dalam menghadapi tantangan global. Namun demikian, berdasarkan Human Development Report 2004, IPM Indonesia menempati urutan ke-111 dari 177 negara. Membangun pendidikan yang berkualitas tidak cukup hanya melengkapi sarana fisik seperti membangun gedung dan peralatan laboratorium, tetapi seyogianya disertai dengan penyediaan guru yang berkualitas. Guru sebagai unsur pelaksana dalam proses pendidikan sangat menentukan keberhasilan proses belajar-mengajar di sekolah dan guru memegang peranan dan fungsi, sebagai: (1) instruktur, (2) manajer dan pimpinan kelas, (3) tauladan, (4) penyuluh, (5) motivator, dan (6) fasilitator. Disamping itu, guru dituntut mampu mengimplementasikan berbagai kecakapan dan keterampilan mendidik dan Guru Besar dalam bidang Kalkulus, Jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Makassar. Guru SMK Negeri 3 Makassar.
1 2
Baso Intang Sappaile_Pemberdayaan Guru ...
2 Inovasi (Majalah Ilmiah), Vol. 13, No. 2 Mei-Agustus 2008, halaman 153-172, ISSN 0853-7399
mengajar, antara lain: kemampuan menguasai dan menyajikan materi pelajaran, kemampuan memilih dan meggunakan berbagai metode mengajar dan alat bantu mengajar, sumber-sumber belajar, kemampuan membuka dan menutup pelajaran, kemampuan bertanya, kemampuan memberikan penguatan, kemampuan membimbing, kemampuan mengelola kelas, kemampuan menilai proses dan hasil belajar peserta didik, serta mampu membangkitkan semangat belajar para peserta didik. Untuk mencapai kecakapan dan keterampilan yang optimal, diperlukan supervisi pembelajaran, namun supervisi yang dijalankan oleh supervisor baik kepala sekolah maupun pengawas pada umumnya lebih bersifat administratif. Hal ini mengakibatkan guru menjadi takut untuk disupevisi oleh para pengawas. Oleh karena itu, untuk perbaikan proses pembelajaran peserta didik perlu perhatian yang sungguh-sungguh utamanya pengawas sebagaii petugas fungsional yang dlserahi tugas untuk menjalankan tugas supervisi. Berdasarkan uraian di atas, maka masalahnya adalah bagaimana supervisi pembelajaran dalam pemberdayaan guru. B. PEMBAHASAN 1. Manajemen Supervisi Pengertian manajemen sudah banyak dikemukakan oleh para ahli dengan definisi yang berbeda-beda, namun pada dasarnya sama. Manajemen adalah kemampuan dan keterampilan khusus untuk melakukan suatu kegiatan bersama dengan orang lain dalam mencapai tujuan organisasi. Pencapaian tujuan organisasi akan tergantung pada manusia sebagai pengelolanya, baik pada tingkat pimpinan maupun pada tingkat staf. Kemampuan pimpinan akan mewujudkan suatu sistem dan iklim organisasi yang membawa organisasi menjadi dinamis dalam menghadapi tuntutan dan perkembangan zaman. Hamalik (2000: 10) berpendapat bahwa manajemen adalah keseluruhan proses kegiatan yang dilakukan dua orang atau lebih secara formal untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Selanjutnya, dikatakan bahwa kegiatan-kegiatan manajemen dilaksanakan dalam beberapa fungsi, yaitu: perencanaan, penggerakan, pengorganisasian, koordinasi, supervisi, pemantauan, ketenagaan, penilaian, serta kepemimpinan yang diperlukan untuk melaksanakan fungsi tersebut. Secara etimologi manajemen bermakna “penggunaan sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran”. Rumusan tersebut mengandung makna bahwa manajemen merupakan kegiatan bagaimana kita menggunakan seluruh sumber yang ada baik berupa manusia benda maupun nonbenda, agar yang menjadi tujuan organisasi dapat tercapai. Selanjutnya, Terry dan Leslie (2001: 10) mengemukakan bahwa manajemen adalah suatu proses atau kerangka kerja yang melibatkan bimbingan atau pengarahan suatu kelompok orang-orang ke arah tujuan organisasi. Dengan lain kata, manajemen adalah suatu kegiatan, sedangkan pelaksanaanya adalah managing atau pengelolaan, dan pelaksananya disebut manajer atau pengelola. Definisi di atas juga menunjukan bahwa manajemen merupakan suatu proses untuk menggerakkan sumber daya manusia (SDM) yang menjadi kunci sukses dalam pencapaian tujuan organisasi. Selain itu, manajemen juga dapat diartikan sebagai proses merencana, mengorganisasi, memimpin, dan mengendalikan upaya organisasi dengan segala aspeknya agar tujuan organisasi tercapai secara efektif dan efisien.
3 Inovasi (Majalah Ilmiah), Vol. 13, No. 2 Mei-Agustus 2008, halaman 153-172, ISSN 0853-7399
Manajemen pada dasanya adalah mencapai tujuan organisasi secara efektif efisien. Efektif dalam pengelolaan kegiatan manajemen (perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan, dan pengendalian). Efisien atau hemat dalam penggunanan sumberdaya organisasi (orang, uang, alat, dan waktu). Supervisi pernbelajaran merupakan salah satu aspek manajemen supervisi pendidikan yang berkaitan langsung dengan proses pembelalaran di kelas. Supervisi pembelajaran mengandung prinsip kerja demokratis dan kolaboratif dalam memberikan pelayanan, bantuan dan bimbingan kepada guru. Prinsip kerja ini teraktualisasikan dalam proses supervisi yang diawali dengan adanya kesadaran guru akan berbagai kelemahan dalam mengatasi berbagai permasalahan dalam membelajarkan siswa. Kesadaran tersebut direalisasikan dalam bentuk adanya permintaan terhadap supervisor untuk bekerja sama melakukan perbaikan-perbaikan dan dalam proses pembelajaran. Dengan demikian seorang supervisor dituntut memahami makna dan proses supervisi pembelajaran. Supervisi pembelajaran digunakan untuk membantu guru memahami dan memperbaiki serta meningkatkan kemampuan dan katerampilan guru dalam melakukan proses pembelajaran, namun demikian tampaknya belum sesuai apa yang diharapkan. Supervisi pada dasarnya merupakan bagian dari supervisi pendidikan. Perbedaan prinsipil antara keduanya terletak pada aspek yang disupervisi dan cara pelaksanaannya. Supervisi merupakan bentuk bantuan profesional yang diberikan kepada guru dalam meningkatkan proses belajar-mengajar di sekolah. Prinsip yang dianut dalam supervisi adalah pengakuan terhadap potensi dan kemampuan yang dimiliki guru. Potensi dan kemampuan tersebut harus dikembangkan dan ditingkatkan untuk dapat memahami eksistensi dirinya yang pada gilirannya dapat menumbuhkan sikap kreatif, inisiatif, responsif dan inovatif dalam upaya pencapaian tuiuan pembelajaran. Dengan demikian, sasaran utama supervisi adalah guru sebagai pengelola dan pelaksana proses belajar-mengajar. Oleh karena itu, supervisi pembelajaran muncul dengan penekanan tujuan pada usaha membantu guru memperbaiki penampilan mengajar mereka di kelas. Keith Acheson dan Meredith D. Call (1995: 3) mengemukakan bahwa supervisi adalah proses membantu guru memperkecil jurang antara tingkah laku mengajar yang nyata dan tingkah laku mengajar yang ideal. Sejalan dengan Sulo (1985: 5), bahwa supervisi merupakan suatu bentuk supervisi yang difokuskan pada peningkatan mengajar melalui sarana siklus yang sistematis dalam perencanaan, pengamatan, serta analisis yang intensif dan cermat tentang penampilan mengajar yang nyata, serta bertujuan mengadakan perubahan dengan cara yang optimal. Raka Joni (1992: 17) mengemukakan bahwa supervisi merupakan suatu bentuk bantuan profesional yang diberikan secara sistematis kepada guru dengan tujuan membina keterampilan mengajar. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa supervisi adalah proses tatap muka antara supervisor dengan guru yang membicarakan hal mengajar dan aspek lain yang berhubungan dengan mengajar, dengan tujuan membantu pengembangan profesional guru untuk perbaikan proses mengajar berdasarkan hasil observasi. Dalam kaitan dengan ciri supervisi tersebut, Goldhammmer, Anderson dan Krajewski (1987: 273) mengernukakan 9 (sembilan) karakteristik supervisi pembelajaran, yaitu: (1) supervisi merupakan teknologi memperbaiki pengajaran, (2) supervisi merupakan intervensi secara sengaja ke dalam proses pembelajaran, (3) supervisi berorientasi kepada tujuan, mengkombinasikan tujuan sekolah dan
4 Inovasi (Majalah Ilmiah), Vol. 13, No. 2 Mei-Agustus 2008, halaman 153-172, ISSN 0853-7399
kebutuhan pribadi untuk tumbuh, (4) supervisi mengandung pengertian hubungan antara guru dan supervisor, (5) supervisi pembelajaran memerlukan kepercayaan yang tercermin dalam pengertian, dukungan dan komitmen untuk tumbuh dari guru, (6) supervisi adalah suatu usaha yang sisternatis, namun mernerlukan keluwesan dan perubahan metodologi yang terus menerus, (7) supervisi pernbelajaran menciptakan ketegangan yang kreatif untuk menjembatani kesenjangan antara keadaan real dan ideal, (8) supervisi mengasumsikan bahwa supervisor mengetahui lebih banyak dibandingkan dengan guru, dan (9) supervisi memerlukan latihan untuk supervisor. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa manajemen supervisi merupakan suatu proses tatap muka antara supervisor dengan guru yang membicarakan hal mengajar dan aspek lain yang berhubungan dengan mengajar, mulai dari merencanakan, mengorganisasikan, memimpin, melaksanakan tujuan organisasi dengan menggunakan seluruh sumber yang ada. 2. Prosedur Pelaksanaan Supervisi Cogan (1993: 10-11) mengemukakan langkah yang ditempuh dalam pelaksanaan supervisi, yaitu: (1) pembinaan hubungan guru dengan supervisor, (2) perencanaan bersama dengan guru, (3) perencanaan strategi observasi, (4) mengobservasi pembelajaran, (5) analisis proses belajar-mengajar, (6) perencanaan strategi pertemuan, (7) pertemuan balikan, dan (7) perencanaan ulang. Sedang McNergney dan Carier, Goldharnmer, Anderson dan Krajewski (1987: 299-317) mengemukakan bahwa tahap dalam pelaksanaan supervisi, yaitu: (1) tahap praobservasi (pendahu!uan), (2) tahap melaksanakan observasi, (3) tahap analisis dan interpretasi hasil supervisi, dan (4) tahap pembicaraan akhir. a. Tahap praobservasi Tahap ini diadakan sebelum pelaksanaan supervisi. Prosedur yang dilakukan adalah guru yang akan disupervisi dilakukan diskusi dengan supervisor tentang rencana aspek-aspek yang akan disupervisi, cara dan alat yang akan digunakan untuk mengamatl penampilan. Pada tahap ini memberikan kesempatan kepada guru, dan supervisor mengidentifikasi perhatian utama guru mengenai aspek-aspek yang dirasakan memerlukan perbaikan, kemudian ke dalam bentuk tingkah laku yang dapat diamati. Menurut Bolla, secara teknis pertemuan awal adalah menciptakan suasana akrab antara guru dan supervisor, mereview rencana pelajaran, mereview komponen keterampilan yang akan diamati, mengembangkan suatu instrumen observasi yang akan dipilih. Hal ini dipakai untuk merekam tingkah laku guru secara bersama antara guru dan supervisor. Pertemuan awal ini diharapkan berakhir dengan terjadinya kesepakatan antara guru dan supervisor. b. Tahap observasi Komponen keterampilan yang telah disepakati pada pertemuan awal dilatihkan pada tahap ini. Sementara guru melaksanakan pembelajaran, supervisor mengadakan observasi dengan menggunakan instrumen observasi. Supervisor mengamati, mencatat secara obyektif, lengkap apa adanya tentang tingkah laku guru ketika mengajar. Proses belajar-mengajar dilakukan guru secara keseluruhan, fokus observasi atau pusat perhatian adalah pada keterampilan yang telah disepakati. c. Tahap diskusi balikan
5 Inovasi (Majalah Ilmiah), Vol. 13, No. 2 Mei-Agustus 2008, halaman 153-172, ISSN 0853-7399
Tahap ini dilaksanakan segera kegiatan mengajar selesai. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga agar segala sesuatu yang tedadi masih segar dalam ingatan guru maupun supervisor. Langkah awal dalam tahap ini menurut Bolla adalah (1) menanyakan perasaan guru secara umum atau kesan umum guru ketika mengajar, (2) mereview tujuan pelalaran. (3) mereview target keterampilan serta perhatian utama guru, (4) menanyakan perasaan guru tentang jalannya pembelajaran berdasarkan target dan perhatian utama, (5) menunjukkan data hasil rekaman dan memberi kesempatan kepada guru untuk menafsirkan data tersebut, (6) bersama-sama menganalisis dan menginterpretasi data rekaman, (7) menanyakan perasaan guru setelah melihat rekaman data, (8) menyimpulkan hal dengan membandingkan target yang diinginkan guru dengan apa yang telah terjadi atau yang telah dicapai, dan (9) menentukan bersama-sama dan mendorong guru untuk merencanakan aspek-aspek yang masih perlu dilatih pada kesempatan berikutnya. d. Tahap pertemuan akhir Pada tahap ini guru dan supervisor membicarakan tentang kesepakatan waktu untuk merumuskan kembali aspek-aspek yang masih perlu dilatihkan, serta waktu untuk berlatih kembali.
3. Pemberdayaan Guru Guru adalah salah satu komponen manusia dalam proses belajar-mengajar dalam usaha pengembangan sumber daya manusia yang potensial di bidang pendidikan. Dalam Undang-Undang Tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa guru adalah tenaga pengajar merupakan tenaga pendidik yang khusus diangkat dengan tugas utama mengajar, pada jenjang pendidikan dasar dan menengah (Depdiknas, 1992). Sedang Hamalik (2002: 8) berpendapat bahwa guru adalah suatu jabatan profesional yang memiliki peranan dan kompetensi profesional. Pendidik atau guru harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Selanjutnya, kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud adalah: tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik dari perguruan tinggi terakreditasi, yang dibuktikan dengan ijazah dan/atau sertifikat keahlian yang relevan dengan jenis, jenjang, dan satuan pendidikan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku (Depdiknas, 2005: 27). Kompetensi pendidik sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi: (a) kompetensi pedagogik, (b) kompetensi kepribadian, (c) kompetensi profesional, dan (d) kompetensi sosial (Depdiknas, 2005: 28). Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Dalam hal pemahaman peserta didik, Mulyasa (2006: 35-36) menyatakan bahwa guru perlu memperhatikan peserta didik secara individual, karena antara satu peserta didik dengan yang lain memiliki perbedaan yang mendasar. Selanjutya, dikatakan bahwa guru pula yang memberikan dorongan agar peserta didik berani berbuat benar dan membiasakan mereka untuk bertanggung jawab terhadap setiap perbuatannya. Mengingat
6 Inovasi (Majalah Ilmiah), Vol. 13, No. 2 Mei-Agustus 2008, halaman 153-172, ISSN 0853-7399
kompleksnya proses penilaian sebagai evaluator, guru perlu memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang memadai serta memahami teknik, karakteristik dan prosedur pengembangan serta cara menentukan baik atau tidaknya ditinjau dari berbagai segi validitas dan releabilitas, daya beda, dan tingkat kesukaran soal. Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. Mulyasa (2006: 56) mengemukakan bahwa yang dapat dilakukan oleh guru dalam pertumbuhan kepribadian yaitu (1) bisa menjadi orang siap dengan pengertian, seperti konflik antara keinginan untuk tetap dan untuk berubah, serta menyadari dan tidak menyadari, (2) berusaha keras untuk memberikan pengalaman yang luas, sehingga memungkinkan peserta didik menilai keberadaannya sehubungan dengan pengalamamnnya, dan (3) guru juga sebagai “swinger” yang berpindah dari satu posisi ke posisi lain, khususnya dalam ide. Berkaitan dengan kewibawaan, Mulyasa (2006: 37) menyatakan bahwa guru harus memiliki kelebihan dalam merealisasikan nilai spiritual, emosional, moral, sosial, dan intelektual dalam pribadinya, serta memiliki kelebihan dalam pengalaman ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni sesuai dengan bidang yang dikembangkan. Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan secara luas dan mendalam yang memungkinkannya membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan. Blackington dalam Hamalik (2000: 3) menyatakan bahwa: A profession may defined most simply as a vocation which is organized, incompletely, no doubt, but genuinly, for the performance of function. Hamalik (2000: 3) menyatakan bahwa dalam pengertian profesi telah tersirat adanya suatu keharusan kompetensi agar profesi itu berfungsi dengan sebaik-baiknya. Selanjutnya, dikemukakan bahwa profesi pada hakikatnya adalah suatu janji yang memiliki nilai-nilai etis yang mengandung unsur pengabdian kepada masyarakat, melalui suatu pekerjaan tertentu yang menuntut keahlian tertentu pula. Kompetensi sosial adalah kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Dalam hal berkomunikasi, Mulyasa (2006: 52) mengemukakan bahwa guru harus terampil berkomunikasi dengan peserta didik di segala umur, sehingga setiap langkah dari proses pendidikan yang dikelolanya. Dengan demikian, kualitas pendidikan sangat ditentukan oleh kualitas guru. Terselenggaranya pendidikan yang bermutu, sangat ditentukan oleh guru yang bermutu pula, yaitu guru yang memiliki keempat kompetensi tersebut. Oleh karena itu guru yang merupakan salah satu unsur kependidikan harus berperan secara aktif dalam menempatkan kedudukannya sebagai tenaga profesional, sesuai dengan tuntutan masyarakat yang semakin berkembang. Berbicara tentang pemberdayaan mempunyai arti yang berbeda-beda, tergantung dari sudut pandang orang yang menggunakan istilah tersebut. Banyak ahli yang membuat definisi pemberdayaan, namun maksudnya mempunyai maksud yang sama. Pemberdayaan mempunyai makna dan maksud yang tertentu yaitu memanfaatkan semua faktor dan fasilitas yang ada guna mencapai tujuan seefektif dan seefisien mungkin. Selanjutnya Engkoswara (1987: 199) berpendapat bahwa pemberdayaan itu merupakan pemanfaatan secara maksimal sumber daya yang ada dalam hal ini bisa
7 Inovasi (Majalah Ilmiah), Vol. 13, No. 2 Mei-Agustus 2008, halaman 153-172, ISSN 0853-7399
memanfaatkan tenaga manusia berupa pembagian tugas dan fungsi dalam organisasi yang bisa dituangkan dalam bentuk pikiran, pendapat atau karya ilmiah dan sebagainya. Pemberdayaan merupakan upaya menggerakkan kekuatan, tenaga dan pengaruh yang dimiliki seseorang atau kelompok sehingga menghasilkan sesuatu yang lebih bermanfaat atau berarti. Cook dan Macaulay dalam Mulyasa (2006: 32) menyatakan bahwa pemberdayan sebagai alat penting untuk memperbaiki kinerja organisasi melalui penyebaran pembuatan keputusan dan tanggung jawab. Dengan demikian akan mendorong keterbatasan para pegawai dalam pengambilan keputusan dan tanagung jawab. Dalam dunia pendidikan pemberdayaan ditujukan kepada para peserta didik, guru, kepala sekolah, dan pegawai administrasi. Sebagai gambaran pada sebuah sekolah di mana prestasi belajar para peserta didiknya meningkat tajam karena pihak manajemen (kepala sekolah) memberikan kewenangan yang leluasa kepada para guru untuk mengambil peran dalam pengambilan keputusan-keputusan sehubungan dengan pekerjaannya sehari-hari. Pemberdayaan merupakan cara yang sangat praktis dan produktif untuk mendapatkan hasil yang terbaik dari kepala sekolah, guru dan para pegawai. Proses yang ditempuh untuk mendapatkan hasil terbaik dan produktif tersebut adalah dengan membagi tanggung jawab secara proporsional kepada guru. Satu prinsip terpenting dalam pemberdayaan ini adalah melibatkan guru dalam proses pengambilan keputusan dan tanggung jawab. Melalui proses pemberdayaan ini diharapkan para guru, memiliki kepercayaan diri (self-Reliance). Kartasasmita dalam Padmiati (2004: 10) menyatakan bahwa pemberdayaan merupakan upaya untuk membangun daya, dengan memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki serta berupaya untuk mengembangkan. Korten dalam Padmiati (2004: 10) menyatakan bahwa pemberdayaan (empowering) adalah pemberian kemampuan untuk mengelola berbagai sumber daya bagi kepentingan masyarakat. Pranarka dan Moeljarto dalam Padmiati (2004: 10) menyatakan bahwa pemberdayaan adalah sebagai upaya menstimuli, mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya. Potensi dan kemampuan tersebut harus dikembangkan dan ditingkatkan untuk dapat memahami eksistensi dirinya, yang pada gilirannya dapat menumbuhkan sikap kreatif, inisiatif, responsif, dan inovatif dalam upaya pencapaian tujuan-tujuan pemelajaran. Dengan demikian sasaran utama pemberdayaan guru adalah guru sebagai fasilitator dan pelaksana proses belajar mengajar dan membelajarkan. Oleh karena itu, pemberdayaan guru sehubungan dengan pemberdayaan sumber daya manusia perlu diikutsertakan dalam pendidikan dan pelatihan guna peningkatan dalam kompetensinya dalam mata pelajaran produktif. Kindervatter dalam Mulyasa (2006: 31) memberikan batasan pemberdayaan sebagai peningkatan pemahaman manusia untuk meningkatkan kedudukannya di masyarakat peningkatan kedudukan itu meliputi kondisi-kondisi: (1) akses, memiliki pejuang yang cukup besar untuk mendapatkan sumber-sumber daya dan sumber dana, (2) daya pengungkit, meningkat dalam hal daya tawar kolektifnya, (3) pilihan-pilihan, mampu dan memiliki peluang terhadap berbagai pilihan, (4) status, meningkatnya citra diri, kepuasan diri dan memiliki perasaan yang positif atas identitas budayanya, (5) kemampuan refleksi kritis, menggunakan pengalaman untuk
8 Inovasi (Majalah Ilmiah), Vol. 13, No. 2 Mei-Agustus 2008, halaman 153-172, ISSN 0853-7399
mengukur potensi keunggulannya atas berbagai peluang pilihan-pilihan pemecahan masalah, (6) legitimasi, ada pertimbangan ahli yang menjadi justifikasi atau yang pembenaran terhadap alasan-alasan rasional atas kebutuhan-kebutuhan masyarakat, (7) disiplin, menetapkan sendiri standar mutu untuk pekerjaan yang dilakukan untuk orang lain, dan (8) persepsi kreatif, sebuah pandangan yang lebih positif dan inovatif terhadap hubungan dirinya dengan lingkungannya. Aileen Mitchell Stewart (1998: 22) mengemukakan bahwa pemberdayaan adalah merupakan cara yang amat praktis dan produktif untuk mendapatkan yang terbaik dan dalam sistem maupun dari luar sistem. Definisi ini jika dikaitkan dengan kajian penelitian ini, dalam arti menggalang potensi sumber daya, kemampuan dan potensi yang ada di masyarakat secara praktis dan produktif untuk membantu penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Hal ini berarti bahwa pemberdayaan berkaitan erat dengan fungsi-fungsi manajer. Selanjutnya, Aileen Mithell Stewart (1998: 22) mempersyaratkan kelakuan khusus untuk melakukan pemberdayaan masyarakat (emporing people ) adalah sebagai berikut. a. Membuat mampu (enabling) Membuat mampu (enabling) berarti berkeyakinan bahwa staf mempunyai segala sumber daya yang diperlukan untuk dapat diberdayakan. Sumber daya tersebut meliputi waktu, personel, uang, gagasan, dan lainnya yang diperlukan untuk mencapai tujuan yang telah disepakati. Indikator ini dapat diukur dengan: (1) menggali potensi diri sendiri, (2) mengenal kemampuan diri sendiri, (3) menyediakan waktu untuk membantu pendidikan, dan (4) menyediakan personil pendukung. b. Memperlancar (facilitating) Memperlancar (facilitating) merupakan kemampuan/kecakapan yang harus dimiliki oleh seorang manajer, untuk meniadakan halangan, rintangan dan penundaan suatu pekerjaan. Dengan demikian memperlancar berarti memperhatikan apa yang perlu dilakukan oleh orang-orang yang diberdayakan, kemudian menyediakan berbagai media yang diperlukan untuk berkomunikasi sehingga akan terjadi saling tukar informasi antara manajer dengan individu atau kelompok yang diberdayakan. Kegiatan ini dapat diukur dengan: (1) mempermudah aturan organisasi, (2) mempersingkat prosedur, dan (3) mempermudah memperoleh informasi. c. Berkonsultasi (consulting) Berkonsultasi dengan berbagai pihak yang diberdayakan akan terjadi komunikasi saling memberikan informasi, pemahaman dan saran, sehingga masing-masing pihak akan menyadari tugas dan fungsinya. Kegiatan ini dapat diukur dengan: (1) membahas masalah teknis sehari-hari, (2) membahas masalah-masalah strategis, dan (3) meningkatkan intensitas dialog. d. Bekerjasama (collaborating) Bekerjasama (collaborating) sepenuhnya antara pihak yang diberdayakan dan yang memberdayakan pada hakikatnya merupakan tujuan dari setiap program pemberdayaan dengan menggunakan seluruh kekayaan, kecakapan dan pengetahuan dalam organisasi untuk mencapai tujuan organisasi, sehingga terjadi hubungan kerjasama yang bebas dan terbuka. Kerjasama merupakan hal yang harus dilakukan
9 Inovasi (Majalah Ilmiah), Vol. 13, No. 2 Mei-Agustus 2008, halaman 153-172, ISSN 0853-7399
oleh manajer dengan pihak-pihak yang akan diberdayakan untuk memastikan perubahan strategis yang dipikirkan secara matang. Hal ini berarti kerjasama merupakan kecakapan yang berkembang melalui praktek. Kegiatan ini dapat diukur dengan: (1) bekerja sama penuh sepanjang berkaitan dengan pendidikan, (2) menyediakan waktu untuk kerja sama yang berkaitan dengan pendidikan, dan (3) keterbukaan. e. Membimbing (mentoring) Membimbing merupakan tahap kegiatan pemberdayaan dan sekaligus merupakan teknik manajemen. Bertambannya kematangan dan pengalaman akan sampai kepada kesadaran bahwa sesungguhnya kita dapat mencapai lebih banyak dan memperluas pengaruh melalui kerjasama dengan orang lain. Proses membimbing yaitu bertindak sebagai teladan dan pelatih bagi orang yang diberdayakan dengan cara menyampaikan kecakapan dan pengetahuan serta mendorong mereka untuk saling melatih. Kegiatan ini dapat diukur dengan: (1) memberikan ketauladanan, dan (2) melatih yang berkaitan dengan teknis manajemen pendidikan. f. Mendukung (supporting) Mendukung dan membantu orang yang diberdayakan perlu dilakukan oleh manajer untuk mendorong dari belakang yang mengarahkan pada kemandirian. Selanjutnya, Mulyasa (2006: 33) menyebutkan bahwa pemberdayaan adalah untuk mengangkat harkat dan martabat masyarakat dalam perekonomiannya, hak-haknya, dan memiliki posisi yang seimbang dengan kaum lain yang selama ini telah lebih mapan kehidupannya. Melalui pemberdayaan para pejuang demokrasi, keadilan, dan hak asasi manusia menginginkan adanya tata kehidupan yang lebih adil demokratis, serta tegaknya kebenaran dan keadilan. Kegiatan ini dapat diukur dengan: (1) memimpin dari belakang dan (2) mengarahkan sikap mandiri. Untuk memberdayakan sekolah perlu ditempuh upaya-upaya memberdayakan peserta didik dan masyarakat setempat serta mengubah paradigma pendidikan yang dimiliki oleh para guru dan kepala sakolah, yaitu untuk lebih dahulu tahu akan hakikat, manfaat, dan proses pemberdayaan. Dapat dikatakan bahwa pemberdayaan berkaitan dengan pengendalian yang menuntut persiapan dan perencanaan yang matang. Pemberdayaan justru dapat mendatangkan pengendalian yang lebih baik atas hasil-hasilnya dalam jangka panjang. Keuntungan yang diperoleh antara lain: waktu, mutu, komitmen, gagasan, dan sebagainya. Manajemen reaktif berfokus ke belakang dan bekerja dalam serangkaian penundaan. Sedangkan manajemen yang fleksibel memberdayakan seluruh potensi untuk mengambil keputusan secara cepat berdasarkan visi, misi serta sasaran yang jelas. Ringkasnya pemberdayaan memungkinkan organisasi-organisasi untuk menanggapi pelanggan dan tuntutan pasar secara cepat, fleksibel, dan efisien. Hasilnya adalah berkurangnya pemborosan, penundaan dan kesalahan, serta terbangunnya suatu tim kerja dengan sumber daya yang dimanfaatkan secara optimal. Untuk menciptakan iklim pemberdayaan dalam suatu organisasi sekurangkurangnya perlu memperhatikan dua hal, yaitu kepercayaan dan keterbukaan. Kepercayaan tampak pada kemampuan seorang manajer untuk mentolerir kesalahan. Seorang manajer harus mempercayai staf untuk berinisiatif dan membuat keputusan sendiri. Sedangkan keterbukaan dapat kita lihat dari sikap manajer dalam
10 Inovasi (Majalah Ilmiah), Vol. 13, No. 2 Mei-Agustus 2008, halaman 153-172, ISSN 0853-7399
berkomunikasi dengan staf. Jika staf merasa bahwa mereka dapat bicara terbuka dengan manajer, ini pertanda bahwa manajer telah mengambil langkah maju menuju iklim yang memberdayakan. Dalam proses pemberdayaan manusia dirangsang untuk dapat memotivasi dirinya dan orang lain agar mempunyai kemampuan untuk menentukan, memenuhi apa yang menjadi pilihan hidupnya dan selanjutnya diaktualisasikan terhadap lingkungan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara dalam tatanan kemanusiaan, kehidupan politik, ekonomi dan sebagainya. Pemberdayaan tidak hanya penguatan terhadap individu atau kelompok semata, menanamkan budaya seperti etos kerja yang tinggi, kerja keras, hemat, keterbukaan dan rasa tanggungjawab. Cara yang biasa dilakukan dalam pemberdayaan adalah memberikan kewenangan kepada pihak-pihak yang diberdayakan untuk mengambil bagian dalam pengambilan keputusan sesuai dengan kewenangannya. Pemberdayaan dapat dipahami sebagai perubahan yang terjadi pada falsafah manajemen yang dapat membantu menciptakan suatu lingkungan di mana setiap individu dapat menggunakan kemampuan dan energinya untuk meraih tujuan organisasi. Ini merupakan suatu cara untuk mendorong timbulnya inisiatif sehingga permasalahan yang dihadapi dapat diatasi secepatnya. Berdasarkan uraian di atas, pemberdayaan guru merupakan upaya untuk membangun daya dengan memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki guru serta berupaya untuk mengembangkan, baik pada kompetensi pedagogik, kepribadian, perofesional, dan kompetensi sosial. 4. Tahapan Pemberdayaan Guru Pemberdayaan telah merambah pada berbagai bidang dan aspek kehidupan manusia, termasuk pendidikan antara lain dikeluarkannya kebijakan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) sebagai paradigma baru manajemen pendidikan. MBS merupakan konsep pemberdayaan sekolah dalam peningkatan mutu dan kemandirian sekolah. Dengan MBS diharapkan para kepala sekolah, guru dan personil lain di sekolah serta masyarakat setempat dapat melaksanakan pendidikan sesuai dengan kebutuhan, perkembangan zaman, karakteristik lingkungan, dan tuntutan global. Kondisi-kondisi tersebut dipandang sebagai hasil dari proses pemberdayaan. Dalam MBS pemberdayaan dimaksudkan untuk memperbaiki kinerja sekolah agar dapat mencapai tujuan secara optimal, efektif dan efisien. Pada sisi lain untuk memberdayakan guru harus ditempuh upaya-upaya memberdayakan kepala sekolah dan masyarakat setempat, disamping mengubah paradigma pendidikan yang dimiliki oleh para kepala sekolah. Kepala sekolah perlu lebih dahulu memahami akan hakikat, manfaat dan proses pemberdayaan guru. Manajemen Berbasis Sekolah sebagai proses pemberdayaan merupakan cara untuk membangkitkan kemauan dan potensi guru agar memiliki kemampuan mengontrol diri dan lingkungannya untuk dimanfaatkan bagi kepentingan peningkatan kesejahteraan. Menurut Mulyasa (2006: 33) pada dasarnya pemberdayaan terjadi melalui beberapa tahap yaitu: pertama, masyarakat mengembangkan sebuah kesadaran awal bahwa mereka dapat melakukan tindakan untuk meningkatkan kehidupannya dan memperoleh seperangkat keterampilan agar mampu bekerja lebih baik, melalui upaya tersebut pada tahap kedua, mereka akan mengalami pengurangan perasaan ketidakmampuan dan mengalami peningkatan kepercayaan diri, akibatnya ketiga seiring dengan tumbuhnya keterampilan dan kepercayaan diri masyarakat bekerja-
11 Inovasi (Majalah Ilmiah), Vol. 13, No. 2 Mei-Agustus 2008, halaman 153-172, ISSN 0853-7399
sama untuk berlatih lebih banyak mengambil keputusan dan memilih sumber-sumber daya yang akan berdampak pada kesejahteraan mereka. C. PENUTUP Berdasarkan uraian di atas, maka dikemukakan beberapa kesimpulan berikut. Pertama. Guru adalah salah satu komponen dalam proses belajar-mengajar dalam usaha pengembangan sumber daya manusia yang potensial di bidang pendidikan dan memegang peranan dan fungsi, yaitu: sebagai instruktur, manajer dan pimpinan kelas, tauladan, penyuluh, motivator, dan fasilitator. Disamping itu, guru merupakan jabatan profesional yang memiliki kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan soasil, serta memiliki kualifikasi akademik minimal. Kekua. Manajemen supervisi merupakan suatu proses tatap muka antara supervisor dengan guru yang membicarakan hal mengajar dan aspek lain yang berhubungan dengan mengajar, mulai dari merencanakan, mengorganisasikan, memimpin, melaksanakan tujuan organisasi dengan menggunakan seluruh sumber yang ada. Ketiga. Tahap dalam pelaksanaan supervisi, yaitu: tahap praobservasi (pendahuluan), tahap melaksanakan observasi, tahap analisis dan interpretasi hasil supervisi, dan tahap pembicaraan akhir. Keempat. Pemberdayaan guru merupakan upaya untuk membangun daya dengan memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki guru serta berupaya untuk mengembangkan, baik pada kompetensi pedagogik, kepribadian, perofesional, dan kompetensi sosial. Kelima. Pemberdayaan terjadi melalui tiga tahap yaitu: (1) masyarakat mengembangkan sebuah kesadaran awal bahwa mereka dapat melakukan tindakan untuk meningkatkan kehidupannya dan memperoleh seperangkat keterampilan agar mampu bekerja lebih baik, (2) mereka akan mengalami pengurangan perasaan ketidakmampuan dan mengalami peningkatan kepercayaan diri, dan (3) dengan tumbuhnya keterampilan dan kepercayaan diri masyarakat bekerjasama untuk berlatih lebih banyak mengambil keputusan dan memilih sumber-sumber daya yang akan berdampak pada kesejahteraan mereka. Berdasarkan kesimpulan di atas dan sebagai rekomendasi, maka dikemukakan beberapa saran berikut. Pertama. Disarankan kepada supervisor bahwa yang paling dipentingkan dalam supervisi adalah pelaksanaan tujuan organisasi dengan menggunakan seluruh sumber yang ada. Kedua. Dalam pemberdayaan guru, disarankan kepada supervisor upaya membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki guru dan berupaya mengembangkan keempat kompetensi yang dimiliki guru. Ketiga. Disarankan kepada guru mengimplementasikan berbagai kecakapan dan keterampilan mendidik dan mengajar termasuk penggunaan alat bantu mengajar, sumber-sumber belajar, serta membangkitkan semangat belajar para peserta didik.
12 Inovasi (Majalah Ilmiah), Vol. 13, No. 2 Mei-Agustus 2008, halaman 153-172, ISSN 0853-7399
DAFTAR PUSTAKA Cogan, Morries L. Clinical Supervison. Boston: Houghton Mifflin Company: 1993. Depdiknas, Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 1999. Jakarta: Depdiknas, 1999. Depdiknas. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta: Depdiknas, 2005. Departemen Pendidikan Nasional. Rencana Strategis Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2005-2009. Jakarta: Depdiknas, 2005. Engkoswara. Dasar-Dasar Administrasi Pendidikan. Jakarta: Dirjen Dikti, 1987. Goldhammer, Robert. dkk. Clinical Supervision: Special Methods for the supervision ofteacher. New York: I Lolt Rinehart and Winston, 1987. Hamalik, Oemar. Pengembangan Sumber Daya Manusia, Jakarta: Bumi Aksara, 2000. Hamalik, Oemar. Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi. Jakarta: Bumi Aksara, 2002. Joni, T. Raka. Supervisi Pembelajaran. Jakarta: P3 LP 1992. La Sulo, S Lipu. Pendekatan dan Teknik Supervisi Pembelajaran (Jakarta: P3G 1985. McNergney, Robert F. dan Carol A. Carvil. Teacger Development. New Yok: McMillan Publishing Co., 1981 Mulyasa. Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006. Padmiati Etty. Pemberdayaan Tenaga Kesejahteraan Sosial Masyarakat dalam Meningkatkan Ketahanan Sosial Masyarakat, Jurnal Informasi Kajian Permasalahan Sosial dan Usaha Kesejahteraan Sosial, Volume 9, No. 1. Jakarta: Departemen Sosial Republik Indonesia, 2004. Stewart Aileen Mitchell. Empowering People. Yogyakarta: Kanisius, 1998. Terry Geoge R. dan Leslie W Rue. Dasar-Dasar Manajemen. Jakarta: Bumi Aksara, 2001.
13 Inovasi (Majalah Ilmiah), Vol. 13, No. 2 Mei-Agustus 2008, halaman 153-172, ISSN 0853-7399
Keith davis and John N, Human Behavior at work Organizational Behavior, Terjemahan oleh Agus Darma, Perilaku Dalam Organisasi Jakarta : Erlangga 1998. * Dr. Baso Intang Sappaile, M.Pd. adalah Dosen Pascasarjana UNM Makassar dan Dra. Rusmawati adalah Guru SMA Negeri 1 Makassar.