MANAJEMEN PENGETAHUAN : “PROSES PENCIPTAAN PENGETAHUAN PADA PENGINTEGRASIAN MILLENIUM DEVELOPMENT GOALS DENGAN RPJMD KABUPATEN MAROS 20102015”
KNOWLEDGE MANAGEMENT : “THE KNOWLEDGE CREATION PROCESS FOR INTEGRATING MILLENNIUM DEVELOPMENT GOALS WITH THE RPJMD 2010-2015 OF MAROS”
Herwin Gunawan, Sangkala, Badu Ahmad
Administrasi Pembangunan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin
Alamat Korespondensi : Herwin Gunawan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin Makassar, 90245 HP : 082349363066 Email :
[email protected]
ABSTRAK Millenium Development Goals bukan hanya merupakan pemenuhan komitmen internasional tetapi merupakan penajaman upaya pencapaian sasaran-sasaran pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan rakyat Indonesia. Penelitian ini bertujuan mengetahui (1) proses penciptaan pengetahuan pada pengintegrasian Milenium Development Goals (MDGs) dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Maros 2010-2015 dan (2) pencapaian Integrasi Milenium Development Goals (MDGs) dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Maros 2010-2015. Penelitian ini dilakukan pada kantor Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Maros. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif yang bersifat deskriptif melalui wawancara sistematik, observasi, dan studi dokumen. Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling. Data dianalisis melalui cara reduksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keseluruhan tahap penciptaan pengetahuan pada pengintegrasian Millenium Development Goals (MDGs) dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Maros 2010-2015 telah berjalan dengan cukup baik. Ada tiga kategori peningkatan capaian target-target Milleenium Development Goals (MDGs) yang telah dicapai Pemerintah Kabupaten Maros: Meningkat Signifikan, Meningkat Namun Tidak Signifikan, Target MDGs yang pada pemerintahan sebelumnya belum ada, sekarang menjadi ada.
Kata Kunci : Manajemen Pengetahuan, Knowledge Creation, Integrasi Millenium Development Goals dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
ABSTRACT Millenium Development Goals is not only a fulfillment of international commitments but is sharpening efforts to achieve the objectives of national development in order to improve the quality of life and well-being of the people of Indonesia. This aims of the research were to (1) find out knowledge creation process in Integrating Millennium Development Goals and Regional Medium Term Development Plan 2010-2015 of Maros Regency and (2) the achievement of integration of Millennium Development Goals with Regional Term Development Plan 2010-2015 of Maros Regency. This research was a descriptive qualitative study conducted in Regional Development Planning Agency office of Maros Regency. The methods of obtaining the data were systematic interviews , observation and documentation study. The sample was selected using purposive sampling method. The data were analyzed by reduction. The results of the research indicate that the whole steps of knowledge creation of Integrating Millennium Development Goals with Regional Term Development Plan 2010-2015 of Maros Regency has run well. There are three categories of target achievements of Millenium Development Goals achieved by Maros Regency. They are significant increase, insignificant increase, Millenium Development Goals target before has already existed at present. Keywords : Knowledge Management, Knowledge Creation, the integration of Millenium Development Goals with Regional Term Development Plan
PENDAHULUAN Dunia berubah menjadi lebih kompleks seiring dengan berkembangnya teknologi teknologi informasi dan komunikasi yang melahirkan banyak paradoks (Muluk, 2008). Abad kedua puluh satu ini dapat dipastikan merupakan suatu era yang disebut dengan era knowledge worker (Sangkala, 2007). Era yang ditandai dengan perubahan paradigma dari pekerjaan yang hanya mengandalkan fisik semata sebagai basis kerja menjadi pekerjaan berbasiskan pengetahuan. Fondasi ekonomi tidak hanya di Amerika Serikat dan Eropa, tetapi juga di Asia secara berangsur-angsur bergeser dari ekonomi berbasis industrial ke arah berbasis pelayanan dan pengetahuan. Pengembangan pegawai merupakan poros dari modernisasi administrasi yang hanya dengannya modernisasi dapat diterapkan (Wibawa, 2005). Menghadapi persaingan lingkungan bisnis modern yg dinamis dan sulit diprediksi, keunggulan kompetitif berkelanjutan menjadi tujuan utama yang hendak dicapai setiap perusahaan (Ellitan dan lina, 2009). Kebanyakan perusahaan besar di sektor swasta mengambil inisiatif secara aktif dalam mengadopsi tool management baru, teknik dan filsafat dimana pemerintah selalu mengikutinya. Contoh praktiknya seperti perencanaan sumber daya perusahaan ‘Environmental Resources Management’, proses re-engineering bisnis ‘Business Process re-Engineering’, manajemen mutu terpadu ‘Total Quality Management’, dan yang terkini manajemen pengetahuan ‘Knowledge Management’. Di kebanyakan negara maju lebih dari 70% pekerja telah terlibat di dalam knowledge work. Secara empiris fakta menunjukkan bahwa pengetahuan merupakan faktor utama pendorong perekonomian berbagai negara (Gana, 2011). Sumber kekayaan negara-negara tersebut lebih dipicu oleh penggunaan sumber daya informasi dan pengetahuan, dan tidak lagi bertumpu pada sumber daya yang bersifat fisik atau alam. Pengetahuan telah menjadi kompetensi inti yang digunakan untuk menciptakan kekayaan dan sebagai sumber daya kunci membangun pertumbuhan ekonominya. Pemerintah saat ini menyadari pentingnya knowledge management dalam pembuatan kebijakan dan pelayanan kepada masyarakat. Hal ini terbukti dengan dikeluarkannya Peraturan MenPAN-RB Nomor 14 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Manajemen Pengetahuan ‘Knowledge Management’. Dalam peraturan tersebut penerapan knowledge management dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan organisasi dalam mengelola aset intelektualnya berupa pengetahuan dan pengalaman yang ada. Tujuannya
adalah memanfaatkan aset tersebut untuk mencapai kinerja organisasi yang lebih baik untuk mempercepat pencapaian tujuan pelaksanaan reformasi birokrasi. Dalam dua dekade terakhir, dibalik tekanan globalisasi dan inovasi teknologi serta akses informasi yang lebih luas, warga negara di berbagai Negara mulai menuntut banyak pada pemerintahnya (Sangkala, 2012). Disparitas (kesenjangan) pembangunan antardaerah dapat dilihat dari kesenjangan dalam: (a) pendapatan perkapita, (b) kualitas sumber daya manusia, (c) ketersediaan sarana dan prasarana seperti transportasi, energi, dan telekomunikasi, (d) pelayanan sosial seperti kesehatan, pendidikan, dan sebagainya, dan (e) akses ke perbankan. Disparitas pembangunan tersebut diduga merupakan faktor utama yang masih tingginya angka kemiskinan terutama di pedesaan hingga kini. Padahal sebagai lembaga yang memiliki legitimasi publik yang dipilih dan dibiayai oleh rakyat, Negara memiliki kewajiban dalam memenuhi, melindungi, dan menghargai hak-hak dasar, ekonomi, dan budaya warganya (Sugandi, 2011). Hal tersebutlah yang pada akhirnya membuat PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) mengeluarkan program inisiatif yang bertujuan untuk melakukan pembangunan di berbagai aspek di negara-negara berkembang yang dikenal dengan nama MDGs (Millenium Development Goals) atau Tujuan Pembangunan Milenium. Pemerintah Kabupaten Maros melakukan langkah-langkah inovatif pada bidang tata kelola pemerintahan. Bupati Hatta Rahman memaparkan inovasinya membangun Maros dan kiat-kiat inovatif bidang tata kelola pemerintahan yang dilakukan, salah satunya adalah melakukan uji kompetensi bagi pejabat daerah. Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menganalisis proses penciptaan pengetahuan dari pengintegrasian Millenium Development Goals dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Maros Tahun 2010-2015.
BAHAN DAN METODE Lokasi dan Rancangan Penelitian Lokasi penelitian dalam penelitian yang dilakukan ialah berada di lingkup wilayah Pemerintahan Daerah Kabupaten Maros. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif deskriptif yakni untuk menggambarkan proses penciptaan pengetahuan secara mendalam. Informan Penelitian Dalam penelitian ini teknik penarikan sampel dilakukan secara Purposive sampling, informan yang peneliti maksudkan adalah Lingkup Pemerintahan Kabupaten Maros, lebih
khususnya pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, kemudian lingkungan badan yang bersangkutan mulai dari kepala, kasi, termasuk staf-staf BadanPerencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Maros. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini meliputi wawancara, observasi atau pengamatan, dan dokumen yang berkaitan dengan proses penciptaan pengetahuan. Analisis Data Dalam penelitian ini, data-data tentang proses penciptaan pengetahuan pada Pengintegrasian Millennium Development Goals dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Maros 2010-2015” yang telah didapatkan, baik melalui wawancara atau dokumentasi disajikan secara menyeluruh, kemudian dipilih data yang diperlukan dan dikelompokkan kepada kelompok informasi yang telah disusun. Apabila didapatkan data yang kurang, maka dilakukan penyempurnaan data dengan mencari kembali, baik melalui wawancara atau dokumen yang ada, dan setelah itu dilakukan pemaparan dan analisa terhadap data yang ada.
HASIL PENELITIAN Dalam penelitian ini, penulis memfokuskan pada proses-proses yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Maros dalam pengintegrasian MDGs (Millenium Development Goals) dengan RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah). Dimulai dari proses perluasan pegetahuan individu, proses berbagi pengetahuan, kemudian proses mengonsep, menkristalkan, menilai, sampai pada proses menjejaringkan pengetahuan tersebut. Oleh Karena itu, pokok pembahasan tersebut yang kemudian dianalisis berdasarkan hasil wawancara akan diuraikan lebih lanjut di bawah ini. Enlaring Individual Knowledge ‘Memperluas dan Mengembangkan Pengetahuan Pribadi’ Dalam proses pengintegrasian MDGS (Millenium Development Goals) dengan RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah) Kabupaten Maros Tahun 20102015, pengetahuan Pemerintah Kabupaten Maros mengenai MDGs berada pada posisi “Kesenjangan 1” dimana pengetahuan tersebut belum diketahui oleh Pemerintah Kabupaten Maros, namun pengetahuan itu sebenarnya telah menjadi isu nasional bahkan ditargetkan harus selesai pada tahun 2015.
Sharing Tacit Knowledge ‘Berbagi Pengetahuan Tacit’ Dalam proses pengintegrasian Millenium Development Goals dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Maros Tahun 2010-2015, setelah pemaparan visi-misi di DPRD Kabupaten Maros dan kemudian terpilih menjadi bupati, Bapak Ir. H. M. Hatta Rahman, MM. kemudian membentuk tim 10 untuk merevisi dan menjabarkan visi-misinya kedalam bentuk programkemudian membentuk tim Bappeda yang akan melakukan kajian dokumen pembangunan Kabupaten Maros. Conceptualization ‘Pengonseptualisasian’ Setelah melalui proses kajian visi-misi, Tim 10 kemudian memberikan penjabaran dalam bentuk program kemudian menyerahkan kepada Tim Bappeda dan Perwakilan dari JARI Celebes Raya. Tim Bappeda dan JARI Celebes Raya mengombinasikan hasil penjabaran visi-misi dengan dokumen pembangunan Kabupaten Maros dan indikator dari Millenium Development Goals sehingga menghasilkan sebuah draf Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah. Cristallization ‘Pengkristalisasian’ Setelah draf Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah disusun oleh TIM Bappeda dengan koordinasi dengan JARI Celebes Raya, draf tersebut dibagi ke seluruh SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah). Hal tersebut dimaksudkan agar SKPD mensinkronkan dan menilai draf RPJMD tersebut. Semua SKPD kemudian mempelajari draf RPJMD dan mengoreksi apabila ada program dari SKPD yang dianggap lebih mendesak dari beberapa program utama yang dimasukkan. Justification ‘Penilaian’ Penilaian merupakan tahap terakhir dalam menyatukan dan menyaring konsep yang telah diciptakan akan bernilai bagi organisasi dan masyarakat. Dalam pengintegrasian Millenium Development Goals dengan Rencana Pembangunan Jangka Menegah Daerah Kabupaten Maros, proses penilaian dilakukan oleh Tim Bappeda dan semua SKPD Kabupaten Maros dalam forum Musrenbang RPJMD (Musyawarah Rencana Pembangunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah). Ini merupakan langkah tepat karena otomatis hasil dari Musrenbang ini memperhatikan usulan masyarakat yang ada dalam hasil Musrenbang setia Kecamatan di Kabupaten Maros. Hasil Musrenbang RPJMD kemudian dijadikan Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Maros kemudian di sempurnakan lagi dengan pihak Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Maros dan terakhir disahkan menjadi Peraturan Daerah.
Networking Knowledge ‘Menjejaringkan Pengetahuan’ Setelah Perda mengenai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Maros Tahun 2010-2015 ditetapkan, maka untuk memahamkan konsep besar ini sampai ketingkatan paling bawah Pemerintah Kabupaten Maros melakukan seminar-seminar ke instansi-instansi yang terkait dengan pencapaian Millenium Development Goals seperti Dinas Pendidikan dan Badan Kordinasi Keluarga Berencana Nasional yang dibawakan oleh JARI Celebes Raya. Selain itu JARI juga menyentuh sampai ke lapisan masyarakat dalam rangka mengawasi program-program yang telah ditetapkan oleh pemerintah Kabupaten Maros.
PEMBAHASAN Penelitian ini menunjukkan bahwa secara umum proses penciptaan pengetahuan dalam pengintegrasian Millenium Development Goals telah berjalan dengan cukup baik. Penciptaan pengetahuan dalam organisasi menduduki posisi yang sangat penting karena apabila aktivitas ini mengalami kemandulan, akan berdampak kepada ketidakmampuan organisasi dalam menciptak inovasi-inovasi produk. Kalau dilihat dari segi hubungan antara Knowledge Management dengan pencapaian target Millenium Development Goals, maka setiap dinas di lingkup Kabupaten Maros dapat menjadi institusi yang berbasiskan pengetahuan. Dengan menjadi institusi berbasis pengetahuan maka Pemerintah Kabupaten Maros akan menjadi lebih professional dengan ciri-ciri: (1) Setiap pegawai merupakan asset penggiat pengetahuan, bukan tim-tim biaya semata. (2) Solusi permasalahan didasarkan pada kompetensi pengetahuan. (3) Penggiat pengetahuan lebih dekat dengan pelanggan dalam hal ini masyarakat. (4) Aliran informasi penting bagi kualitas kewenangan dalam institusi. (5) Basis kewenangan manajer adalah jenjang pengetahuan. (6) Budaya organisasi mendorong berbagi Pengetahuan. Meskipun demikian, diperlukan berbagai prakondisi agar cipta pengetahuan dapat berlangsung dengan baik. Prasyarat kreasi pengetahuan adalah intense, otonomi, fluktuatif, dan chaos kreatif. Intensi institusi mesti memiliki tujuan yang jelas terbangun atas visi dan misi yang diemban oleh pemimpin dalam hal ini Bupati Kabupaten Maros. Pegawai sebagai penggiat pengetahuan bekerja dalam bingkai visi dan misi Bupati Kabupaten Maros. Pegawai diberi otonomi dalam menjaklankan aktivitas. Fluktuatif dinamika yang terjadi di dalam institusi dikelola agar mengarah pada suatu yang kreatif. Kreativitas dan inovasi tercipta melalui keberagaman pengetahuan. Pengetahuan dengan demikian dikreasi dan dikelola. Manajemen Pengetahuan dipandang penting karena adanya perubahan berkelanjutan, perampingan organisasi, lompatan kerja, globalisasi transisi dari industri kepada pengetahuan
berbasis ekonomi, ketatnya persaingan, dan menggejalanya pekerja pengetahuan. Pengelolaan dan pemanfaatan pengetahuan akan menjadi sumber keunggulan kompetitif berkelanjutan bila pemimpin member peluang pada anggotanya untuk dapat melakukan pekerjaannnya secara lebih berkualitas. Pengelolaan aset pengetahuan dalam organisasi sering bermasalah karena beberapa hal antara lain (Devenport dan Laurence, 1998): (1) Dilakukan dengan ceroboh. Setidaknya terdapat lima indikasi pengetahuan dikelola secara buruk yaitu: a. Kreasi, transmisi dan penggunaan pengetahuan tidak berstruktur, b. Keputusan dibuat tanpa memanfaatkan pengetahuan terbaik, c. Pengetahuan tidak ditransfer, d. Anggota organisasi dibanjiri informasi yang tidak seimbang, e. Kapasitas anggota tidak dikembangkan. (2) Menutup ruang kreasi pengetahuan, pemimpin dianggap sebagai sumber pengetahuan. (3) Anggota organisasi memudar dalam bayang-bayang pemimpin. (4) Ketidakefisiensienan pemanfaatan pengetahuan. Ketidakefisienan tersebut diakibatkan oleh faktor ketidksimetrisan informasi, keterbatasan, kelokalan pengetahuan, serta perilaku oportunis. Masalah utama dari penciptaan pengetahuan di Kabupaten Maros adalah pada proses berbagi pengetahuan. Padahal inti dari knowledge management adalah knowledge sharing. Knowledge sharing merupakan fondasi bagi proses learning. Tanpa learning tidak aka nada inovasi dan tanpa inovasi organisasi tidak akan tumbuh atau bahkan tidak dapat bertahan. Budaya sharing pengetahuan merupakan bagian dari budaya organisasi dan inti dari budaya manajemen pengetahuan (Nawawi, 2012). Berbagi bersama adalah tindakan yang lebih mudah diucapkan daripada dilakukan. Apalagi menyangkut knowledge dan apalagi jika kita sadar bahwa di dalam organisasi apa pun akan terjadi power play yang dikaitkan dengan prinsip knowledge is power (Setiarso dkk., 2009). Resistensi terbesar yang terjadi dalam diri manusia adalah keterbukaan dalam melihat suatu permasalahan dari sisi yang selama ini kurang familiar bagi dia. Berdasarkan hasil penelitian dari sveiby, hambatan untuk berbagi ini terjadi karena manusia merasa kurang berdaya (powerless) jika membagi apa yang diketahuinya. Masalah ini sangat terasa untuk karyawan yang memiliki learning capability rendah sehingga ketika ia sudah membagi pengetahuannya, maka yang bersangkutan mengalami kesulitan yang relative lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang memiliki learning capability yang tinggi dalam mengakuisisi pengetahuan yang baru. Untuk menumbuhkan gairah sharing, unit knowledge management dapat memberikan insentif kepada para kontributor (Tobing, 2007). Berbagai penelitian menegaskan bahwa reward merupakan sesuatu yang diperlukan untuk menggalakkan proses sharing. Selain
bersifat financial ataupun nonfinancial, ada reward yang bersifat implisit yang menjadi pendorong bahkan menjadi prasyarat untuk sharing yaitu rasa aman. Menurut pengamatan peneliti bahwa kecenderungan beberapa Pegawai di lingkup Pemerintahan Kabupaten Maros melakukan knowledge hoarding agar pengetahuan yang dimilikinya tidak dikuasai oleh orang lain sehingga dia akan menjadi eksklusif. Stimultan sharing selanjutnya adalah penyediaan fasilitator yang berfungsi memfasilitasi proses sharing. Fasilitator ini yang menggerakkan interaksi antaranggota organisasi. Hal ini dapat dilakukan dengan menghubungi pihak yang ahli. Dalam proses ini, sebenarnya yang menjadi fasilitator adalah tim dari LSM JARI Celebes Raya, namun biasanya mereka terkendala dengan jarak antara kantor Pemerintah Kabupaten Maros dengan kantor mereka. Pemerintah dalam hal ini juga tidak memfasilitasi mereka dengan suatu ruangan di Kantor Bappeda seperti yang pernah dijanjikan sebelumnya. Elemen selanjutnya yang menjadi stimulan budaya sharing adalah tersedianya media yang bervariasi, baik yang bersifat online atau yang bersifat tatap muka. Media yang disediakan ini sedapat mungkin mengakomodir berbagai latar belakang dan perbedaan minat yang ada di kalangan karyawan. Elemen selanjutnya yang menjadi pengikat stimulan-stimulan adalah trust. Trust membuat para kontributor dapat membagikan pengetahuan terbaiknya dan yakin bahwa tindakannya tidak luput dari pandangan manajemen perusahaan. Trust akan meyakinkan peserta bahwa pengetahuan yang diperoleh dari para kontributor merupakan pengetahuan yang sangat dibutuhkannya dan merupakan pengetahuan yang berkualitas.
KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian, dapat ditarik kesimpulan bahwa proses penciptaan pengetahuan dalam pengintegrasian Millenium Development Goals dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Maros Telah berjalan dengan cukup baik. Manajemen pengetahuan pada dasarnya konsep yang begitu bagus dalam upaya membuat pemerintahan yang unggul dengan menjadikan pengetahuan sebagai titik pusat yang harus terus dikembangkan. Sebaiknya peran Pemerintah Kabupaten Maros khususnya Bupati lebih ditingkatkan sebagai penggerak atau pun motivator utama yang bisa menggerakkan setiap pegawai untuk mengembangkan diri demi terciptanya inovasi-inovasi baru. Salah satu proses dalam penciptaan pengetahuan yang penting adalah proses berbagi pengetahuan dan proses penjejaringan pengetahuan. Dalam proses berbagi pengetahuan di Kabupaten Maros, sebaiknya proses tatap muka lebih sering dilakukan karena terkadang jika dengan melakukan komunikasi melalui telepon atau pun e-mail, ada beberapa informasi yang bisa saja tidak dipahami oleh orang yang diberikan informasi. Begitu juga dengan tahap penjejaringan pengetahuan sebaiknya pemerintah juga menyosialisasikan mengenai pengintegrasian MDGs ini kepada masyarakat, sehingga masyarakat bisa mengontrol indikator-indikator MDGs yang menjadi prioritas utama pada program Pemerintah Kabupaten Maros.
DAFTAR PUSTAKA Devenport, Thomas H dan Laurence Prusak. (1998). Working Knowledge: How Organizations manage what they know. Boston: Harvard Business School Press. Ellitan, Lena dan Lina Anatan. (2009). Manajemen Inovasi (Transformasi Menuju Organisasi Kelas Dunia). Bandung: Alfabeta. Gana, Frans. (2011). Kreasi Pengetahuan, Inovasi, dan Daya Saing Bisnis. Jakarta: UI-Press Muluk, MR Khairul. (2008). Knowledge Management (Kunci Sukses Inovasi Pemerintah Daerah). Malang: Bayumedia. Nawawi, Ismail. (2012). Manajemen Pengetahuan. Bogor: Ghalia Indonesia. Sangkala. (2007). Knowledge Management . Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. Sangkala. (2012). Dimensi-Dimensi Manajemen Publik. Yogyakarta: Ombak. Setiarso, Bambang dkk.,(2009). Penerapan Knowledge Management Pada Organisasi. Yogyakarta: Graha Ilmu. Sugandi, Yogi Suprayogi. (2011). Administrasi Publik (Konsep dan Perkembangan Ilmu di Indonesia). Yogyakarta: Graha Ilmu. Tobing, Paul L. (2007). Knowledge Management (Konsep, Arsitektur, dan Implementasi). Yogyakarta: Graha Ilmu. Wibawa, Samudra. (2005). Peluang Penerapan New Public Management Untuk Kabupaten di Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.