BAB V
PENGETAHUAN PROSES PADA UNIT SINTESIS UREA
V.I Pendahuluan
Pengetahuan proses dibutuhkan untuk memahami perilaku proses agar segala permasalahan proses yang terjadi dapat ditangani dan diselesaikan dengan sebaikbaiknya. Perilaku proses menunjukkan hubungan dan interaksi antar variabel proses yang berpengaruh pada sebuah unit atau alat proses yang mempunyai fungsi tertentu. Hubungan dan interaksi antar variabel proses dapat dinyatakan dengan persamaan-persamaan yang diturunkan berdasarkan konsep-konsep hukum kimia dan fisika yang berlaku dan sesuai dengan proses tersebut. Pada bab ini akan dibahas mengenai pengetahuan proses pada reaktor sintesis urea yang dapat memberi gambaran tentang variabel-variabel proses yang berpengaruh terhadap konversi reaksi sintesis urea. Pengetahuan tersebut dapat menjadi dasar dalam mengoperasikan proses pada kondisi operasi yang optimal, mengendalikan variabel-variabel proses yang berpengaruh, serta menganalisis dan menyelesaikan permasalahan proses yang terjadi khususnya pada unit reaktor urea.
V.2 Kesetimbangan dan Konversi Reaksi Sintesis Urea
Sintesis urea merupakan proses kompleks yang melibatkan fasa gas dan cair dari komponen-komponen yang bereaksi. Pembentukan urea melalui dua tahap reaksi. Reaksi pertama adalah pembentukan karbamat dari ammonia dan karbondioksida yang eksotermik dan berlangsung cepat, kemudian dilanjutkan oleh reaksi pembentukan urea dari karbamat yang bersifat endotermik dan berlangsung lambat. Persamaan reaksi yang terjadi ditunjukkan pada Lampiran A. Parameter proses yang mempengaruhi konversi sintesis urea adalah suhu, perbandingan mol NH3/CO2 dan perbandingan mol H2O/CO2. Pada keadaan kesetimbangan, konversi sintesis urea yang merupakan fungsi dari parameter proses tersebut dapat dinyatakan dalam persamaan empiris [Piotrowski, 1998]
48
dengan a adalah perbandingan mol NH3/CO2, b adalah perbandingan mol H2O/CO2 dan T adalah suhu dalam derajat Kelvin : ε* =
-3,4792 + 8,2677x10-1 a – 1,8998x10-2 a2 – 2,3155x10-1 b – 1,144x10-1 (T/100) + 2,9879x10-2 – 1,3294x10-1 a(T/100) + 4,5348x10-1 (T/100)2 – 5,5339x10-2 (T/100)3
(V-1)
Sementara itu konversi sesungguhnya yang dicapai, seperti yang terjadi pada reaktor urea di pabrik, dapat dinyatakan dalam perbandingan antara konversi sesungguhnya terhadap konversi kesetimbangan : η = ε / ε*
Berdasarkan
stoikiometris
(V-2)
dari
persamaan
reaksi,
persamaan
konversi
kesetimbangan di atas dan persamaan hubungan tetapan kesetimbangan terhadap suhu (persamaan C-3 pada Lampiran), maka konversi pada reaktor dapat dihitung untuk data kondisi suhu, perbandingan mol NH3/CO2 dan H2O/CO2 di reaktor.
V.3 Parameter Proses yang Berpengaruh Terhadap Konversi Kesetimbangan Reaksi Sintesis Urea
Untuk memahami dengan lebih jelas mengenai pengaruh suhu, perbandingan mol NH3/CO2 dan H2O/CO2 terhadap konversi kesetimbangan sintesis urea digunakan persamaan empirik dari hasil penelitian Piotrowksi [1998], pada rentang variabel di sekitar kondisi operasi reaktor urea pabrik Kaltim-1.
V.3.1 Pengaruh Suhu
Pengaruh suhu terhadap konversi urea pada keadaan kesetimbangan, dengan berbagai harga perbandingan mol H2O/CO2 ditunjukkan pada Gambar V.1. Dari gambar tersebut terlihat bahwa pada harga b tertentu, kenaikan suhu berpengaruh pada kenaikan harga konversi kesetimbangan hingga mencapai maksimum pada suhu sekitar 190 oC dan setelah itu kenaikan suhu ternyata menyebabkan
49
pengaruh sebaliknya. Efek suhu ini berkaitan dengan kombinasi efek panas dari kedua reaksi utama dalam proses sintesis urea. Reaksi pertama yaitu pembentukan karbamat yang bersifat eksotermik dan reaksi kedua yaitu pembentukan urea yang endotermik.
Gambar V.1 Pengaruh suhu terhadap konversi kesetimbangan pada reaksi sintesis urea
V.3.2 Pengaruh Perbandingan Mol H2O/CO2
Pengaruh perbandingan mol H2O/CO2 terhadap konversi kesetimbangan reaksi sintesis urea dengan variasi harga a untuk suhu 190 oC ditunjukkan pada Gambar V.2. Dari gambar tersebut ditunjukkan bahwa makin besar harga perbandingan mol H2O/CO2, maka harga konversi kesetimbangan sintesis urea makin rendah. Hal ini cukup jelas jika ditinjau dari persamaan reaksi, khususnya pada reaksi pengubahan karbamat menjadi urea dan air. Kehadiran air dalam campuran reaksi sintesis urea mengakibatkan kesetimbangan bergeser ke arah kiri, artinya konversi kesetimbangan menjadi lebih rendah dengan makin besarnya konsentrasi air dalam campuran.
50
Gambar V.2 Pengaruh perbandingan mol H2O/CO2 terhadap konversi kesetimbangan pada reaksi sintesis urea
V.3.3 Pengaruh Perbandingan Mol NH3/CO2
Pengaruh perbandingan mol NH3/CO2 terhadap konversi kesetimbangan reaksi sintesis urea pada harga perbandingan mol H2O/CO2 0,9 dan berbagai suhu ditunjukkan pada Gambar V.3. Terlihat bahwa pada suhu tertentu, makin besar harga perbandingan mol NH3/CO2 maka makin besar pula harga konversi kesetimbangan reaksi sintesis urea. Dapat dipahami bahwa pada perbandingan mol NH3/CO2 yang rendah berarti terdapat kelebihan karbondioksida sehingga konversi (basis CO2) akan rendah, sedangkan sebaliknya terjadi kelebihan ammonia yang memungkinkan konversi tinggi pada perbandingan mol NH3/CO2 yang tinggi. Konversi kesetimbangan untuk garis kurva suhu yang lebih rendah adalah juga lebih rendah hingga pada angka perbandingan mol NH3/CO2 sekitar 4,25-4,50 namun di atas itu terlihat kebalikannya yaitu konversi kesetimbangan lebih tinggi untuk suhu yang lebih rendah.
51
Gambar V.3 Pengaruh perbandingan mol NH3/CO2 terhadap konversi kesetimbangan pada reaksi sintesis urea
V.3.4 Pemilihan Harga Variabel Proses Yang Mempengaruhi Konversi Pada Reaktor Urea di Pabrik
Uraian
mengenai
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
harga
konversi
kesetimbangan pada reaksi sintesis urea di atas dapat dijadikan dasar dalam memilih dan menentukan kondisi operasi reaktor di pabrik. Selain faktor suhu, perbandingan mol NH3/CO2 dan perbandingan mol H2O/CO2 seperti uraian di atas, ada faktor-faktor lain baik dari teknik proses maupun ekonomi yang menjadi pertimbangan terhadap kondisi operasi yang dipilih. Pada sistem di reaktor urea yang melibatkan campuran fasa cair dan uap, suhu juga berhubungan dengan tekanan sistem. Makin tinggi tekanan sistem maka makin tinggi pula suhu yang dapat dicapai pada campuran uap-cair dalam sistem reaksi sintesis urea yang berada dalam kondisi kesetimbangan. Dengan demikian dipilih harga suhu yang optimal pada tekanan sistem yang masih dapat diterima (berhubungan dengan peralatan tekanan tinggi). Pada teknologi urea daur-ulang total konvensional seperti pabrik urea Kaltim-1, sesuai dengan Gambar V.3.1 maka suhu reaktor yang dipilih adalah sekitar 190 oC dengan tekanan sekitar 200 kg/cm2.
52
Harga perbandingan mol NH3/CO2 yang dipilih adalah 4,0 sesuai dengan yang ditunjukkan oleh Gambar V.3.3 bahwa untuk kurva suhu 190 oC pada harga tersebut akan diperoleh konversi kesetimbangan tertinggi. Seperti telah dibahas bahwa harga perbandingan mol NH3/CO2 yang tinggi akan menghasilkan konversi kesetimbangan yang tinggi pula, namun perlu diperhatikan bahwa kelebihan ammonia dari reaktor akan menjadi beban pada unit proses pemisahan dan pengambilan kembali ammonia, yang berakibat pada konsumsi energi yang lebih besar. Perbandingan mol H2O/CO2 diharapkan rendah agar konversi kesetimbangan reaksi sintesis urea makin tinggi. Dari reaksi sintesis urea sendiri air dihasilkan sebagai hasil samping pada reaksi terbentuknya urea dari karbamat. Oleh karena itu untuk meminimalkan kandungan air adalah dengan cara mengusahakan agar kandungan air dalam campuran karbamat daur-ulang reaktor, yang berasal dari ammonia dan karbondioksida yang yang tidak bereaksi, serendah mungkin. Namun demikian air diperlukan sebagai pelarut ammonia dan karbondioksida menjadi larutan karbamat dan ada batasan kandungan air minimal yang diperbolehkan pada suhu tertentu, karena jika terlalu rendah dapat mengakibatkan karbamat berada dalam fasa padat (membeku). Berdasarkan pertimbangan seperti itu, pada umumnya kandungan air dalam reaktor urea di industri berada dalam rentang perbandingan mol H2O/CO2 sebesar 0,1-1,0 dan untuk pabrik urea Kaltim-1 dengan kandungan air dalam larutan karbamat sekitar 20-22,5% berat, harga perbandingan mol H2O/CO2 adalah 0,88.
V.4 Perhitungan Konversi Reaksi Sintesis Urea di Pabrik Urea Kaltim-1
Konversi reaksi sintesis urea dihitung berdasarkan fraksi terhadap konversi pada kesetimbangan. Konversi kesetimbangan reaksi sintesis urea yang merupakan fungsi dari suhu, perbandingan mol NH3/CO2 dan perbandingan mol H2O/CO2 dengan persamaan empiris dari Piotrowski [1998].
53
Langkah-langkah dan persamaan yang digunakan dalam perhitungan konversi dapat dilihat pada Lampiran C. Hasil perhitungan dan perbandingannya terhadap data pabrik urea Kaltim-1 ditampilkan pada Tabel V-1. Tabel V.1 Perbandingan konversi reaktor urea K-1 dari hasil perhitungan dan data perancangan Parameter reaksi
Nilai
a (NH3/ CO2), mol/mol b (H2O/ CO2), mol/mol Suhu, oC Tekanan, kg/cm2
4,01 0,88 463,15 200
Komposisi, fraksi mol
Data
Perhitungan
Urea
0,1107
0,1133
NH3
0,5333
0,5312
CO2
0,0765
0,0758
H2O
0,2746
0,2797
Biuret
0,0003
-
-
0,6629
Konversi aktual (CO2)
0,60
0,5992
Fraksi konversi kesetimbangan
0,95
0,9039
Konversi kesetimbangan
Pada tabel tersebut terlihat bahwa hasil perhitungan untuk komposisi dan konversi sintesis cukup sesuai dengan data perancangan dari pabrik urea Kaltim-1, namun untuk fraksi konversi terhadap konversi pada kesetimbangan hasil perhitungan sekitar 5% lebih kecil daripada data perancangan. Perbedaan tersebut kemungkinan disebabkan oleh persamaan konversi kesetimbangan yang digunakan. Dari data perancangan tidak diperoleh informasi harga konversi kesetimbangan. Pada perhitungan di atas juga belum memperhitungkan pembentukan biuret yang merupakan hasil samping dengan persamaan reaksi A-6 pada Lampiran A.
54
Berbagai sebab memungkinkan kondisi operasi reaktor tidak sesuai lagi dengan desain awal proses, sehingga diperlukan alat bantu untuk memprediksi efek dari perubahan tersebut terhadap konversi reaksi sintesis urea. Contoh kasus adalah penurunan unjuk kerja kompresor CO2 yang tidak mampu lagi memasok CO2 dengan tekanan setinggi 200 kg/cm2, sehingga kondisi reaktor beroperasi dengan tekanan dan suhu yang lebih rendah dibandingkan sebelumnya. Cara perhitungan seperti di atas sangat berguna secara praktis dan cepat di pabrik untuk mengevaluasi konversi sintesis urea yang akan diperoleh jika terjadi perubahan kondisi proses.
Perhitungan yang telah dilakukan dalam menentukan konversi reaksi pada reaktor urea pabrik Kaltim-1, baru menggunakan persamaan-persamaan kesetimbangan dan stoikiometri dari komponen-komponen dan belum melibatkan model kinetika reaksi serta kesetimbangan fasa uap-cair dari komponen-komponen yang bereaksi. Namun untuk ke depan, perlu dikembangkan model simulasi reaktor urea baik kondisi tunak maupun dinamik agar pengetahuan tentang proses sintesis urea yang lebih rinci dapat dikuasai. Pengembangan model simulasi urea cukup kompleks karena
dibutuhkan
pengetahuan
mengenai
model
termodinamika
dan
kesetimbangan fasa campuran uap-cair, selain kesetimbangan kimia dan kinetika reaksi pada sistem sintesis urea.
Berdasarkan data dan hasil perhitungan dari Tabel V-1 diketahui bahwa konversi aktual proses sintesis urea di reaktor pabrik Kaltim-1 sekitar 90-95% dari harga konversi pada kesetimbangan. Konversi reaksi sintesis urea aktual yang dapat dicapai, selain dipengaruhi oleh faktor-faktor suhu, perbandingan mol NH3/CO2 dan H2O/CO2 seperti telah diuraikan sebelumnya, juga dipengaruhi oleh tipe dan ukuran reaktor. Reaktor yang digunakan saat ini adalah jenis reaktor kolom vertikal dengan 10 sieve tray dan volume reaktor sebesar 270 m3. Ukuran reaktor menentukan waktu tinggal pereaksi. Dari kecepatan reaksi pembentukan urea yang lambat, maka akan dibutuhkan waktu yang sangat lama untuk mencapai kesetimbangan, artinya dibutuhkan reaktor dengan volume yang sangat besar pula
55
untuk laju alir pereaksi dengan kapasitas produksi urea pada skala pabrik. Upayaupaya studi untuk meningkatkan konversi reaksi banyak dilakukan dengan mengembangkan model-model tray reaktor sehingga diharapkan lebih mendekati konversi pada kesetimbangan. Dengan konversi yang lebih tinggi akan memungkinkan dicapai peningkatan produksi dan efisiensi konsumsi energi yang lebih baik.
V.5 Pengendalian Proses Pada Pengoperasian Reaktor Urea Kaltim-1
Pada sub bab sebelumnya telah diuraikan mengenai beberapa variabel proses yang menentukan konversi kesetimbangan, pemilihan kondisi operasi, serta fraksi pencapaian konversi aktual terhadap konversi kesetimbangan. Pemahaman akan hal tersebut menjadi pengetahuan proses mendasar yang diperlukan dalam mengoperasikan dan mengendalikan proses sintesis urea di pabrik. Dengan demikian jika terjadi penyimpangan pada proses dapat dilakukan tindakan yang tepat untuk mengatasinya (troubleshooting), yang kemudian dapat dijadikan acuan untuk prosedur atau instruksi yang baku pada pengoperasian pabrik urea.
V.5.1 Pengendalian Suhu
Untuk memperoleh konversi urea sesuai sasaran, sebagai acuan adalah suhu puncak reaktor yang sesuai data perancangan harus dijaga pada rentang 190-195 o
C. Suhu yang terlalu rendah akan mengakibatkan konversi reaksi yang lebih
rendah. Suhu keluaran reaktor terutama dipengaruhi oleh tekanan, perbandingan mol NH3/CO2 dan suhu aliran umpan.
Suhu berkaitan dengan tekanan dalam reaktor, makin tinggi tekanan sistem sintesis urea makin tinggi pula suhunya. Tekanan dikendalikan oleh katup ekspansi pengendali tekanan di outlet reaktor, yang menjaga tekanan normal sesuai desain sekitar 190-200 kg/cm2.
56
Perbandingan mol NH3/CO2 yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan tidak tercapainya sasaran suhu puncak reaktor karena akan lebih banyak ammonia yang tidak bereaksi teruapkan. Selain itu ammonia yang terlalu banyak akan meningkatkan beban di unit resirkulasi, efeknya konsumsi energi akan besar.
Panas yang dibawa oleh aliran umpan terutama ammonia juga berpengaruh terhadap suplai panas yang dibutuhkan untuk reaksi sintesis urea. Panas yang dibawa aliran ammonia diperoleh dari preheater sehingga pada kondisi normal suhu aliran ammonia yang masuk reaktor adalah 122-124 oC.
Suhu reaktor dipantau oleh beberapa instrumen indikator suhu dari dasar hingga puncak reaktor. Apabila terjadi penyimpangan suhu reaktor di bawah batasan normal maka beberapa variabel proses di atas perlu diperiksa dan dikendalikan.
V.5.2 Pengendalian Rasio Mol NH3/ CO2
Harga perbandingan mol NH3/CO2 dipengaruhi dari aliran umpan yang masuk ke dalam reaktor, yang terdiri dari umpan segar ammonia dan karbondioksida serta larutan karbamat daur-ulang. Untuk mencapai sasaran harga perbandingan mol NH3/CO2 di outlet reaktor adalah 4, maka perbandingan mol NH3/CO2 pada umpan reaktor adalah sekitar 6. Beberapa cara untuk memastikan bahwa parameter tersebut dapat dicapai adalah dengan menghitung perbandingan indikasi laju alir ammonia (kontinyu) dan berdasarkan hasil analisis laboratorium atas contoh keluaran reaktor (setiap 4 jam).
Adalah mudah dimengerti bahwa harga perbandingan mol NH3/CO2 yang rendah menunjukkan kekurangan aliran ammonia atau kelebihan karbondioksida yang masuk reaktor. Begitu pula sebaliknya, jika perbandingan mol NH3/CO2 lebih besar dari 4,0 berarti terjadi kelebihan pasokan ammonia atau kekurangan karbondioksida di dalam reaktor. Dalam praktek di pabrik, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam memutuskan tindakan yang akan dilakukan untuk 57
memperbaiki kondisi jika terjadi penyimpangan harga perbandingan mol NH3/CO2.
Dalam larutan karbamat daur-ulang yang terdiri dari ammonia, karbondioksida dan air, konsentrasi ammonia dan karbondiksida besarnya hampir sama yaitu sekitar 40% berat. Oleh karena itu untuk mengubah harga perbandingan mol NH3/CO2 yang adalah dengan mengubah laju alir umpan segar ammonia atau karbondioksida. Yang perlu diperhatikan adalah mengenai ketersediaan ammonia dan karbondioksida tersebut. Untuk ammonia dapat disuplai baik dari pabrik ammonia yang sedang berproduksi maupun dari tangki ammonia baik dari tangki penyimpanan produk ammonia dari seluruh pabrik maupun tangki ammonia penyangga yang ada di pabrik urea sendiri. Sedangkan untuk karbondioksida, suplai langsung dari pabrik ammonia yang sedang berproduksi.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah kesiapan alat proses untuk menyuplai ammonia dan karbondioksida dengan tekanan sesuai untuk kondisi reaktor. Untuk ammonia digunakan pompa torak yang dijalankan paralel tergantung tingkat kapasitas produksi, sedangkan untuk karbondioksida digunakan kompresor centrifugal. Pengoperasian kompresor lebih kritis karena sumber karbondioksida yang berhubungan langsung dengan pabrik ammonia yang aktif, sehingga perlu koordinasi yang baik antar kedua pabrik. Gangguan pada salah satu pabrik akan mempengaruhi operasi pabrik yang lainnya. Berdasarkan pertimbanganpertimbangan tersebut, maka pengubahan aliran ammonia lebih mudah dilakukan daripada pengubahan aliran karbon dioksida. Begitu pula perlu diperhatikan prioritas yang harus diperhatikan saat menaikkan atau menurunkan kapasitas produksi. Pada saat menaikkan laju produksi, penambahan aliran ammonia dilakukan lebih dahulu daripada karbondioksida dan sebaliknya jika menurunkan laju produksi pengurangan karbondioksida dilakukan lebih dahulu.
58
V.5.3 Pengendalian Rasio Mol H2O/CO2
Indikasi bahwa parameter perbandingan mol H2O/CO2 di reaktor melebihi batasan operasi normal dapat diketahui berdasarkan hasil analisis laboratorium terhadap contoh keluaran reaktor. Gangguan terhadap sasaran perbandingan mol H2O/CO2 di reaktor, terutama disebabkan oleh perubahan konsentrasi air di dalam larutan karbamat yang masuk ke reaktor. Larutan karbamat dihasilkan oleh unit proses MPCC (medium pressure carbamat condenser). Oleh karena itu perlu dipahami aliran-aliran proses yang berhubungan dengan MPCC serta pengendalian kandungan air pada larutan karbamat yang akan dikirim ke reaktor. Pada Gambar V.4 diperlihatkan skema aliran proses di MPCC.
Ke Condenser NH3
NH3-water
NH3
Air pendingin
Washing column
Separator
Karbamat DKM MPCC
Gas keluaran Reaktor
Karbamat ke Reaktor
Pompa karbamat
Gambar V.4 Skema unit proses MPCC yang menyuplai larutan karbamat ke reaktor
59
Aliran-aliran proses yang berhubungan dengan MPCC adalah gas dari keluaran reaktor, gas dari resirkulasi tingkat pertama, larutan karbamat dari pabrik melamin, larutan karbamat encer dari unit pengolahan limbah, serta gas/larutan ke/dari kolom pencuci (washing column). Dengan demikian untuk mencegah agar tidak terlalu banyak air yang masuk ke reaktor adalah dengan menjaga kondisi operasi dan larutan karbamat dari MPCC, serta aliran-aliran proses yang terkait tetap berada dalam batas normal operasi. Sebaliknya jika terjadi penyimpangan sehingga perbandingan mol H2O/CO2 di reaktor melebihi batas normal, maka harus dilakukan pengendalian di MPCC atau aliran proses terkait.
V.6 Aplikasi Pengetahuan Proses Sintesis Urea Sebagai Basis Pengetahuan di Pabrik Urea
Pengetahuan
mengenai
proses
yang
lengkap
sangat
diperlukan
dalam
pengembangan sistem berbasis pengetahuan yang akan diaplikasikan di pabrik. Pembahasan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi konversi reaksi sintesis urea, menggambarkan perilaku proses yang terjadi pada reaktor urea sebagai hasil interaksi dari variabel-variabel proses yang berpengaruh.
Perilaku proses menunjukkan hubungan sebab-akibat antar berbagai variabel proses, dalam hal ini sintesis urea di reaktor. Secara kuantitatif hubungan dan pengaruh antar variabel-variabel proses dapat diketahui dari perhitungan atau simulasi proses. Dalam representasi pengetahuan seringkali perilaku proses tersebut dinyatakan secara kualitatif. Pada proses sintesis urea beberapa contoh adalah : suhu yang rendah mengakibatkan konversi urea rendah, perbandingan mol NH3/CO2 yang makin besar akan meghasilkan konversi urea yang makin tinggi atau perbandingan mol H2O/CO2 yang makin tinggi akan mengakibatkan konversi urea rendah. Dalam pengembangan sistem berbasis pengetahuan, pengetahuan mengenai perilaku proses yang demikian akan dapat dinyatakan dalam aturan-aturan yang akan menyusun basis pengetahuan.
60
Model pengetahuan proses akan saling melengkapi dengan pengetahuan heuristis yang diperoleh berdasarkan pengalaman. Model proses dapat menjelaskan bagaimana sebuah masalah dapat terjadi berdasarkan model-model hubungan antar variabel proses, sehingga penyebab masalah dapat ditentukan dan langkah solusi dapat diputuskan. Dengan model proses berbagai situasi masalah dapat disimulasikan sebagai bahan analisis agar diketahui tindakan penyelesaian yang tepat untuk meminimalkan tindakan coba-coba
pada proses sesungguhnya
sebagaimana proses terbentuknya pengetahuan heuristis.
61