MANAJEMEN PEMBELAJARAN1 Prof. Dr. Dedi Mulyasana, M.Pd2
Pengantar Pendidikan itu perangkat nilai yang terbangun atas struktur psikis, karena itu, pendidikan itu bukan sekedar guru, kurikulum, materi ajar, bangku tulis, gedung, dan sebagainya. Pendidikan itu anak didik. Berhasil atau tidaknya proses pendidikan tidak bisa hanya dilihat dari hebatnya gedung, kurikulum, atau sarana pembelajaran semata. Berhasil tidaknya pendidikan pada hakikatnya diukur mutu anak didiknya, yaknimutu pemikiran, sikap dan perilaku anak didik. Membangun pendidikan adalah membangun pemikiran, sikap dan perilaku siswa. Untuk itu, memenej pendidikan bukan memenej sarana dan prasarana belajar semata, tapi focus pada peningkatan budaya mutu dan pembentukan spirit, motivasi serta mental unggul. Oleh karena itu, proses pembelajaran diarahkan pada pembebasan siswa dari kemalasan, keraguan, ketidaktahuan dan ketidakmampuan dalam melakukan proses pembentukan jati dirinya secara benar dan efektif. Dengan demikian, langkah efektif yang harus dilakukan oleh guru dalam mengelola pembelajaran adalah meminimalisir sikap malas, ragu dan kesalahan prinsip. Bila sikap buruknya itu masih melekat pada diri siswa, materi sehebat apapun yang diberikan oleh guru tidak akan membekas pada diri siswa. Artinya, Pendidikan dimkaknai sebagai proses pembebasan manusia dari kemalasan, keraguan, keterbelakangan, dan dari sikap, pemikiran serta perilaku buruk lainya.
1 2
Seminar Pendidikan STIKES Politeknik Kesehatan Bandung Prodi Kebidanan Karawang, 10 Februari 2015 Ketua Prodi S3 Ilmu Pendidikan PPs Uninus Bandung
Manajemen Pembelajaran Hidup itu belajar. Tidak ada kehidupan tanpa belajar. Bermutu tidaknya kehidupan manusia tergantung dari mutu belajarnya. Belajar akan kehilangan maknanya apabila tidak ditunjang oleh motivasi dan semangat untuk menjadi yang terbaik. Belajar adalah berpikir dan berkreasi dengan penjiwaan. Belajar tanpa semangat, motivasi, konsentrasi dan penjiwaan hanyalah membaca dalam arti merangkai kalimat demi kalimat tanpa makna. Itulah “kesia-siaan” dan itulah kebiasaan yang banyak dilakukan oleh para pembelajar. Banyak pembelajar yang merasa dirinya telah belajar tapi tidak memperoleh sesuatu dari buku yang dipelajarinya. Mereka bukan belajar, tapi hanya membaca kalimat. Kalaulah ada materi yang mampu diingat melalui hapalan, pasti tidak bertahan lama. Sesaat setelah selesai belajar, materi itu akan “hilang” dari ingatan itu. Masalah-masalah inilah yang umum terjadi di kalangan para pembelajar. Oleh karena itu, perlu upaya untuk mengubah pola pembelajaran dari pola hapalan ke pola pemahaman makna dibalik bacaan. Mengajar bukan sekedar mentransfer ilmu pengetahuan, teori maupun sejumlah informasi semata, tapi merupakan upaya membantu kesulitan belajar peserta didik dalam menemukan dan mengembangkan potensi dan jati dirinya secara utuh. Untuk itu, pola pembelajaran mesti diubah dari pembelajaran padat materi ke pola pembelajaran padat nilai dengan tetap merujuk pada tercapainya standar kecakapan minimal. Namun demikian, fakta di lapangan bahwa (a) sistem pembelajaran saat ini lebih menitikberatkan pada kuantitas hasil daripada kualitas proses, (b) manajemen pendidikan atau system tatakelola pembelajaran lebih menitikberatkan pada
tuntutan administrative
daripada menciptakan budaya belajar yang bermutu, (c) Pendidikan telah dipersempit maknanya menjadi pengajaran.
Pengajaran pun dipersempit pula menjadi kegiatan
mentransfer ilmu yang puncaknya adalah ujian demi ujian. Dengan demikian, ujian dianggap sebagai puncaknya pendidikan. Prestasi belajar diukur dari kemampuan menjawab sejumlah soal. Dengan demikian, fakta di lapangan bahwa pendidikan tak lain dari keterampilan menjawab sejumlah soal.
Mestinya manajemen pembelajaran diarahkan pada upaya efektif untuk mengukur mutu,
efisiensi
dan produktivitas
belajar.
Pola
pelaksanaanya
dilakukan
dengan
memperhatikan: a) jumlah maksimal siswa per kelas dan jumlah beban mengajar maksimal guru per minggu, b) rasio maksimal antara buku teks pembelajaran dengan jumlah siswa, dan c) Tujuan dan program pembelajaran yang harus didukung oleh budaya belajar siswa, kinerja mengajar guru, sarana dan prasarana pembelajaran serta didukung oleh sumber daya pendidikan lainya. d) Siswa dijadikan sebagai focus dalam proses menciptakan budaya mutu pembelajaran, sementara kepentingan administrasi bukan tujuan tapi alat alat untuk menunjang proses pembelajaran bermutu. Dengan demikian, manajemen pembelajaran tidak sekedar memenej sarana dan prasarana belajar, tapi focus pada pengembangan mutu berpikir, pembentukan karakter dan jati diri siswa, serta penyiapan masa depan siswa yang lebih bermutu dan kompetitif. Dalam konteks ini, proses pembelajaran tidak dititikberatkan pada hapalan-hapalan, transfer ilmu dan keterampian semata. Proses pembelajaran diarahkan pada proses pematangan kualitas hidup, sehingga dengan proses tersebut, siswa dapat menjalankan tugas hidup dan kehidupanya secara benar, bermutu, bermartabat dan bermanfaat. Dengan demikian, pendidikan harus dijadikan sebagai alat hidup dan bukan sekedar alat untuk mencari kerja semata. Pendidikan tidak diartikan sebagai alat untuk mencari ilmu dan pekerjaan semata, terlebih mencari angka dan ijasah. Pendidikan dikembangkan
untuk
membangun kebaikan,
keadilan, kebermanfaatan,
kecerdasan, kreativitas, dan keikhlasan. Sehingga dengan demikian, manusia memahami arti, hakikat dan tujuan hidup, serta cara menjalankan tugas hidup dan kehidupan secara benar, cerdas, dan efektif. “Kegagalan” pembelajaran,
pada umumnya disebabkan oleh kesalahan dalam
melakukan terapi. Anak dipaksa berlari ketika badannya tidak sehat. Tapi bila sakit, jangan paksa anak lari dengan memberi vitamin. Tapi sembuhkan dulu penyakitnya. Setelah sembuh baru anak diajak berlari sesuai kemampuan. Cara ini biasa dilakukan oleh petani. Para petani tidak memberi pupuk pada tanaman yang kena hama. Petani hanya memberi pupuk pada
tanaman yang sehat. Tanaman yang terserang hama penyakit, disemprot dengan obat anti hama. Bila tanaman sakit diberi pupuk, bukan saja tidak akan berbuah, tapi boleh jadi tanaman itu mati. Petani yang baik, membiarkan buahnya matang di pohon. Sementara petani yang hanya ingin mencari keuntungan semata, mereka mengkarbit buah yang masih mentah sehingga dalam waktu singkat bisa dijual hasilnya. Pengkarbitan buah yang dilakukan oleh petani, sama dengan pengkarbitan peserta didik melalui konsep reward and funishment. peserta didik dipaksa melakukan sesuatu dengan iming-iming hadiah dan ancaman hukuman. Apabila hadiahnya tidak ada dan ancaman hukuman tidak ada, maka akan terjadi proses pembusukan sebagaimana buah mentah yang sudah dipetik tidak dilakukan pengkarbitan. Dengan demikian proses pembelajaran tidak hanya berhubungan dengan upaya meningkatkan keterampilan atau kecerdasan semata, tapi juga menyangkut masalah akhlak dan keimanan. Itu artinya bahwa, ukuran keberhasilan pembelajaran ditandai oleh meningkatkanya kualitas dan kematangan logika, iman dan akhlak para peserta didik. Ini berarti bahwa, proses pembelajaran tidak sekedar menekankan pada kuantitas hasil, tapi lebih diarahkan pada peningkatan kualitas proses. Selaku pelayan belajar, guru tidak mengartikan mengajar sebagai upaya mentransfer sejumlah ilmu pengetahuan, teori maupun sejumlah informasi semata kepada para peserta didik. Mengajar adalah proses membantu kesulitan belajar peserta didik dalam menemukan dan mengembangkan potensi dan jati dirinya secara utuh. Menghadapi kompleksitas perubahan, pola pembelajaran mesti diubah dari pembelajaran
padat materi, ke pola pembelajaran padat nilai dengann memperhatikan
tercapainya standar kecakapan minimal Sekolah dan atau kampus diposisikan sebagai pusat pembinaan berpikir dan berkreasi siswa/mahasiswa. Guru dan atau dosen bertanggungjawab terhadap baik buruknya sikap, pemikiran dan perilaku para pembelajar. Guru atau dosen harus menerima siswa/ mahasiswa apa adanya. Mereka datang untuk dicerdaskan, didewasakan, dan dibangun jati dirinya. Kesalahan sikap, pemikiran dan perilaku siswa merupakan bagian dari kesalahan guru/ dosen. Oleh karena itu, tidaklah adil apabila siswa melakukan kesalahan, hukuman hanya dijatuhkan kepada siswa sementara gurunya tidak dihukum.
Itulah manajemen pembelajaran yang diharapkan mampu memanusiakan manusia secara manusiawi. Dalam konteks ini, guru atau dosen harus menempatkan peserta didik sebagai sosok yang memiliki kemampuan, kehormatan dan harga diri. Oleh karena itu, pendidik tidak memandang peserta didik sebagai statistic yang dapat ditambah, dikurangi, dikali dan dibagi sesuai kebutuhan pembangunan. Manusia bukanlah angka-angka dan bukan pula selembar ijasah. Manusia adalah orang yang dibekali otak, hati nurani dan iman oleh Allah swt. Pendidikan dijadikan alat untuk hidup dan bekal setelah hidup. Dengan pendidikan, manusia tidak saja memperoleh kebahagiaan dunia, tapi pendidikan pun sebagai alat untuk mengantarkan manusia menghadap Allah swt di hari kiamat. Itu barangkali hakikat dasar dari tujuan pendidikan nasional sebagaimana tertuang dalam pasal 3 UU No. 20 tahun 2003: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Belajarlah dengan Otak Yang Sehat Otak berperan penting dalam mengatur, mengendalikan dan mengevaluasi semua fungsi organ tubuh untuk kehidupan. Ia adalah organ yang tidak pernah berhenti bekerja sepanjang hayat. Ketika manusia terbangun, otak memerintahkan dan mengendalikan aktivitas sesuai kebutuhan dan kepentingannya. Ketika tertidur, otak menyusun dan memadatkan dan membuang informasi-informasi yang diperoleh sat manusia berkaitivitas. Selain itu, otak merupakan bagian tubuh yang teramat kompleks dan penuh misteri. Otak dapat menyimpan semua informasi yang diperoleh dan dapat memanggilnya kembali saat manusia membutuhkkan. Kapasitanya luar biasa, dan jauh lebih canggih dari jenis computer apapun.
Para ilmuwan3 dari University of California, Berkeley, AS, pernah meneliti otak tikus. Mereka menemukan, otak tikus tumbuh sebesar 4 persen saat mereka dipaksa menjalankan tugas mental setiap hari, misalnya mencari jalan keluar dari lorong yang berliku, memanjat tangga, dan bersosialisasi dengan tikus lain. Apabila fungsi otak terganggu, maka berdampak pada aktivitas kehidupan manusia secara keseluruhan. Contoh, apabila manusia memasukan dua atau tiga masalah yang kontradiktif dalam waktu yang bersamaan, pasti manusia mengalami kecemasan/ stress bahkan depresi. Ketika stress atau depresi, daya ingat akan menurun dan manusia menjadi pelupa, tidak stabil emosinya dan ia tidak berpikir logis, kritis dan sistematis. Akibatnya, ia akan selalu salah dan tidak tepat dalam mengambil keputusan. Dan itulah kerugian besar. Oleh karena itu, kesehatan otak harus dijaga sehingga ia tetap sehat dan prima. Untuk menjaga kesehatan dan fungsi otak, hindari merokok, meminum minuman yang beralkohol, narkoba, dan hal lain yang dapat menyebabkan manusia mabuk. Perbaiki pola hidup dengan terbiasa mengkonsumsi makanan yang sehat dan bergizi, berolahraga, dan terbebas dari kecemasan/ stress dan depresi. Biasakan hidup dengan tantangan namun tetap dalam keadaan riang, nyaman dan menyenangkan. Berprestasi itu tidak sulit dan tidak mahal. Yang mahal adalah komitmen untuk membebaskan diri dari kemalasan, kesalahan, dosa dan kemaksiatan. Oleh karena itu, berpretasi itu tidak mahal, yang mahal adalah keberanian untuk memulai. Untuk mengembangkan pembelajaran yang efektif dan bermutu, guru atau dosen melakukan langkah sebagai berikut:
3
a.
Posisikan semua pembelajaran sebagai orang berbakat dan berkemampuan
b.
Hargai dan hormati sikap, pemikiran dan pandangannya.
c.
Posisikan mereka sebagai orang yang terpenting dan berharga
d.
Kuasai dan luruskan serta cerahkan jalan pikiran, sikap dan potensinya.
e.
Kuasai mereka dengan kecintaan, perhatian dan kasih sayang.
f.
Bangun semangat, motivasi dan kepercayaan dirinya.
http://wegaclubban.wordpress.com/2010/07/24/melatih-otak-untuk-mempertajam-ingatan/
g. Menitikberatkan pada proses membebaskan siswa dari kemalasan dan keterbelakang yang dilakukan dengan menyembuhkan mental penghambat (mental block)- kemalasan, tidak percaya diri, minder, pemalu, tidak ada semangat untuk maju, tidak ada motivasi, dan sebagainya. Menyembuhkan mental block jauh lebih penting dari sekedar mentransfer ilmu, konsep dan teori kepada peserta didik. Memaksa belajar kepada peserta didik yang sedang malas, merupakan “kesia-siaan”. h. Lakukan penyempurnaan mutu pembelajaran dengan cara menciptakan proses pembelajaran yang bebas cacat (zero depect) dan bebas keluhan (zero complaint). Ciptakan suasana kelas yang bebas stress dan kecemasan. Juga kelas yang bebas dosa dan kesalahan. Perkuat nilai kebermanfaatan praktis dari materi yang diajarkan. i. Membentuk mental unggul dan mental juara. Guru atau dosen berupaya mendorong siswa/mahasiswa memiliki mental juara/ mental unggul. Yakinkan kepada para peserta didik bahwa semua orang punya potensi besar untuk menjadi yang terbaik, namun potensi itu tidak berkembang karena terhalangi oleh sikap malas, tidak percaya diri dan sikap penakut.
Penutup Manajemen pembelajaran adalah suatu system pengelolaan belajar yang menitik beratkan pada peningkatan mutu berpikir, pembentukan jati diri dan pengembangan budaya mutu. Oleh karena itu, yang dimenej adalah pemikiran, sikap dan perilaku siswa. Artinya, guru tidak hanya mengatur tubuh dalam arti fisik tapi lebih peduli pada pengembangan psikologi belajar. Hadirnya siswa di kelas tidak cukup menggambarkan adanya peningkatan mutu belajar sebelum memahami motif siswa datang ke kelas. Oleh karena itu, guru tidak perlu bangga dengan hadirnya siswa di kelas, tapi guru harus bangga bila siswa hadir di kelas dengan semangat, motivasi dan tanggungjawab untuk menjadi yang terbaik dalam melakukan proses pembelajaran. Mengajar itu tidak sulit apabila guru atau dosen mampu membebaskan siswa/mahasiswa dari mental penghambat, dan mampu membangun motivasi dan semangat untuk menjadi yang terbaik. Namun demikian, proses pembelajaran umumnya
lebih banyak menitik beratkan pada pengelolaan fisik siswa. Guru lebih banyak mengatur tangan, mata, kaki, telinga, sementara semangat, meotivasi dan logikanya berpikirnyakurang banyak diperhatikan. Membangun keadaran belajar, motivasi dan semangat untuk menjadi yang terbaik di kalangan siswa/ mahasiswa memegang peranan penting dalam proses pembelajaran. Untuk itu dibutuhkan metode pembelajaran yang efektif untuk mengembangkan minat, bakat dan kemampuan mahasiswa/ siswa. Pembelajaran efektif dengan percepatan dilakukan dengan mengembangkan pola pembelajaran yang menitikberatkan pada upaya meminimalisir kemalasan, keraguan dan kesalahan dengan menumbuhkan semangat, motivasi, disiplin dan kepercayaan diri dari para peserta didik.
DAFTAR BACAAN Mezirow, J (1997). Mezirow, J (1997). Transformative learning: Theory to practice.belajar Transformatif. New Directions for Adult and Continuing Education, 74, 5-12. Mulyasana, Dedi (2010), Model dan Metode Pembelajaran, Uninus Sternberg, RJ (1990).Intellectual styles: Theory and classroom implications. In R. McClure (Ed.), Learning and thinking styles: Classroom interaction.Washington, DC: National Education Association Wertheimer, M. (1924). Gestalt Theory.Retrieved 11/2/2002 from the Gestalt Archive, , http://www.enabling.org/ia/gestalt/gerhards/wert1.html http://wegaclubban.wordpress.com/2010/07/24/melatih-otak-untuk-mempertajam-ingatan/