MANAJEMEN PEMBANGUNAN TEKNOLOGI INFORMASI: TRANSFORMASI MENUJU E-GOVERNMENT Purnomo Yustianto, email:
[email protected] Badan Pengembangan Sistem Informasi dan Telematika Daerah Provinsi Jawa Barat Jl. Tamansari no. 55 Bandung - 40132
ABSTRAK Penerapan inisiatif electronic government telah sangat menyebar di Indonesia dengan tingkat keberhasilan yang beragam. Usaha pencapaian tujuan hasil akhir penerapan konsep ini harus memperhatikan dua hal, yaitu: proses transformasi elektronik dalam organisasi, serta dampak-dampak ikutannya. Makalah ini memaparkan suatu alternatif pendekatan yang dapat dipakai sektor pemerintah dalam menerapkan inisiatif electronic-government secara menyeluruh yang disajikan secara ringkas dalam bentuk roadmap e-Government. Kata kunci: e-Gov, electronic government, front office, back office, transformasi, roadmap
1. PENDAHULUAN e-Government merupakan alat dari perubahan sistem dalam pemerintahan. Fungsi utama dari eGovernment adalah alat bantu penciptaan perubahan dalam pelayanan dari pemerintah kepada masyarakat. Disamping kekuatan daya jangkaunya, e-Government mempunyai beberapa manfaat: 1. Memperbaiki efektifitas dan efisiensi kinerja aparatur dalam proses pemerintahan. 2. Meningkatkan Good Governance dengan kontrol, transparansi, dan akuntabilitas. 3. Memberdayakan masyarakat melalui penciptaan masyarakat baru faham teknologi dan mampu mengantisipasi perubahan global. 4. Meningkatkan kualitas pelayanan publik dari pemerintah kepada masyarakat Latar belakang tulisan ini adalah sering kurang optimalnya produk-produk Teknologi Informasi (TI) di lingkungan pemerintah dan kurang sinergisnya upaya implementasinya. Permasalahan dalam pembangunan, pengembangan, implementasi dan operasionalisasi teknologi informasi di lingkungan pemerintahan terdiri dari: 1. Belum mantapnya komitmen aparatur untuk melakukan manajemen perubahan (change management) menuju terbentuknya Budaya Informasi Digital 2. Belum mantapnya kelembagaan & kewenangan pengelolaan TI di lingkungan Pemerintah, termasuk kejelasan penanggung jawab data 3. Keterbatasan kewenangan instansi koordinator untuk mengakses data secara lintas instansi.
Instruksi Presiden No.3 tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan eGovernment telah menyebutkan bahwa untuk menyelenggarakan pemerintahan yang baik dan meningkatkan layanan publik yang efektif dan efisien melalui pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi diperlukan kesamaan pemahaman, keserempakan tindak dan keterpaduan langkah dari seluruh unsur kelembagaan pemerintah.
(Sumber: INPRES No. 3 Tahun 2003) Gambar 1. Kerangka Arsitektur e-Government
2. MANAJEMEN PERUBAHAN Dari sudut manajemen perubahan, TI hanya alat, bukan pencipta momentum perubahan. Pengembangan teknologi informasi khususnya egoverment dalam ruang lingkup pemerintahan di Indonesia haruslah dilihat sebagai bagian dari konsep
Prosiding Konferensi Nasional Teknologi Informasi & Komunikasi untuk Indonesia 3-4 Mei 2006, Aula Barat & Timur Institut Teknologi Bandung
67
besar perubahan dan menyesuaikannya dengan perubahan visi dalam organisasi Manajemen perubahan sangat terkait dengan budaya organisasi. Implementasi teknologi informasi berbasis e-Government di organisasi pemerintahan sering terbentur pada budaya organisasi yang tidak akomodatif terhadap tuntutan e-Government yang dinamis. Faktor pokok agar organisasi mampu melakukan perubahan, adalah adanya pihak yang berfungsi sebagai agen perubahan: menetapkan proses apa yang perlu dirubah, mendefinisikan jenis perubahan yang akan dilakukan, menetapkan pihak-pihak yang akan dipengaruhi oleh perubahan tersebut dan melakukan evaluasi atas perubahan tersebut. Faktor-faktor kritis manajemen perubahan adalah (1) Kepemimpinan, (2) Regulasi, (3) Pengukuran Performansi, (4) Situasi Sekeliling, (5) Psikologi Perubahan, (6) Proses Bisnis, dan (7) Pemahaman akan Waktu.
3. PENDEKATAN PENTAHAPAN Proses menuju e-Government adalah proses evolusi yang terdiri dari beberapa tahap atau fase-fase pengembangan. Beberapa tulisan analitik telah dilakukan oleh Gartner Group, World bank maupun United Nations (PBB). Masing-masing lembaga ini menyusun suatu konsep model tahapan eGovernment. Ketiga model pentahapan tersebut diuraikan sebagai berikut:
3.1. Model World Bank Tahapan yang didefinisikan oleh World Bank merupakan model yang paling sederhana. Model ini mengukur derajat interaksi yang diciptakan dari sistem (situs web) yang dimiliki oleh pemerintah. Bentuk-bentuk keterlibatan ini seragam dengan model tahapan klasik yang banyak dikutip tentang evolusi situs web di dunia komersial. Tiga Tahap tersebut: (a) Publish, (b) Interact, (c) Transact. TIGA TAHAPAN E-GOVERNMENT (World Bank) Tahap 1 PUBLISH
Tahap 2 INTERACT
Tahap 3 TRANSACT
Publikasi informasi pemerintah secara on-line (peraturan, dokumen, form)
Komunikasi 2 arah (e-mail) untuk menjaring opini masyarakat
Transaksi pelayanan masyarakat on-line (registrasi, dll)
Gambar 2. Tahapan e-Government World Bank
3.2. Model Gartner Group Model Gartner menambah tahap keempat sebagai suatu tahapan akhir yang mentransformasikan birokrasi pemerintahan untuk menghasilkan kualitas pelayanan publik yang lebih baik. Tiga tahap awal model Gartner selaras dengan tiga tahap pada model World Bank. Empat tahapan tersebut adalah: (a) Presence, (b) Interaction, (c) Transaction, (d) Transformation.
Gambar 4. Tahapan e-Government Gartner Group
3.3. Model United Nations (PBB) Model ini merupakan model yang dipakai oleh badan Administrasi Pemerintahan PBB, (Division for Public Administration and Development Management, UNPAN) untuk mengklasifikasikan tahapan eGovernment dari negara-negara yang disurvey dalam laporan tahunannya tentang “E-Government Readiness Report”. Dalam model ini tahapan awal dipecah menjadi dua tahap yaitu: tahapan “Presence A” yang masih sangat sederhana (disebut sebagai tahap Emerging) dan tahapan “Presence B” dengan fitur-fitur tambahan yang lebih kompleks (disebut sebagai tahap Enhanced). Kelima tahapan model ini adalah: (a) Emerging, (b) Enhanced, (c) Interaction, (d) Transactional, (e) Seamless.
Gambar 5. Tahapan e-Government United Nations
4. MODEL PENTAHAPAN AJUAN Dalam suatu sistem dengan fungsi pelayanan, seperti di sektor perbankan atau pariwisata perhotelan, dikenal dua subsistem: (1) fungsi front-office, dan (2) fungsi back-office. Fungsi front-office adalah fungsifungsi yang berinteraksi langsung dengan para pengguna jasa layanan. Sedangkan fungsi back-office adalah fungsi-fungsi lain yang bersifat internal mendukung penyelenggaraan pelayanan, bersifat transparan dan tidak melakukan interaksi langsung dengan pihak eksternal. Keberadaan TI di lingkungan pemerintahan berperan dalam aspek-aspek:
Prosiding Konferensi Nasional Teknologi Informasi & Komunikasi untuk Indonesia 3-4 Mei 2006, Aula Barat & Timur Institut Teknologi Bandung
68
1. Koordinasi internal dan eksternal dengan teknologi komunikasi digital 2. Pengelolaan data dan informansi untuk kebutuhan fungsi kepemerintahan 3. Pelayanan kepada publik dengan penerapan layanan berbasis TI. Aspek ‘Pelayanan Masyarakat’ adalah front-office dari fungsi TI dalam konsep e-Government, sedangkan aspek aspek ‘komunikasi/koordinasi’ adalah fungsi back-office-nya. Aspek ‘Pengelolaan Data/Informasi’ merupakan aspek antara yang bersifat back-office pada saat fungsinya adalah pengelolaan data/informasi untuk kepentingan internal institusi pemerintah, dan dapat pula bersifat front-office pada saat penyajian data/informasi tersebut dimanfaatkan sebagai salah satu bentuk pelayanan kepada pihak luar, misalnya masyarakat umum. Berdasarkan urutan pelaksanaannya, ketiga aspek tersebut dapat disusun dalam urutan presedensi berikut:
Gambar 6. Runutan Fungsi TI dalam Kemanfaatan eGovernment
Fungsi front-office sebagai alat bantu pelayanan masyarakat menjadi arahan utama bagi fungsi keberadaan TI di e-Government. Namun untuk dapat melakukan proses pelayanan kepada masyarakat yang baik diperlukan dukungan fungsi back-office TI pemerintahan yang baik pula, yaitu antara lain dalam hal fungsi komunikasi-koordinasi serta kepengelolaan data-informasi. Kemanfaatan utama yang dituju adalah aspek pelayanan masyarakat (front-office), namun untuk menuju ke arah tersebut terlebih dahulu diperlukan suatu periode penataan kepengelolaan informasi secara internal, termasuk dalam upaya mentransformasikan budaya organisasi dan budaya pelayanan yang ada di dalam institusi pemerintah. Berangkat dari ketiga model yang diuraikan sebelumnya, dengan mengambil fitur-fitur kuncinya, serta dikombinasikan dengan unsur-unsur eGovernment yang bersifat internal, maka dirumuskan tahapan-tahapan transformasi menuju e-Government
yang terdiri dari empat tahap berikut: (a) Inisiasi, (b) Interaksi, (c) Transaksi, (d) Transformasi.
Gambar 7. Model Pentahapan e-Government Ajuan beserta Manfaatnya
Tahap pertama berlabel tahap Inisiasi memiliki kata kunci “Edukasi Digital” dimaksudkan untuk mensosialisasikan pemanfaatan komputer dan jaringan komputer secara luas di kalangan aparatur pemerintahan. Dimulai dari keberadan Jaringan Komputer Lokal dan pemanfaatan-pemanfaatannya secara sederhana berupa layanan komunikasi e-mail, dan pemakaian arsip digital secara bersama (filesharing). Dalam tahap ini juga mulai dapat diperkenalkan akses ke Internet dengan fasilitas yang minimal, misalnya dengan mekanisme dial-up. Keberadaan akses Internet ini juga dapat dimanfaatkan untuk mulai menyelenggarakan situs web institusi secara sederhana sebagai bentuk awal pelayanan kepada masyarakat. Informasi yang disajikan di dalam situs lebih cenderung bersifat statis, atau belum memiliki mekanisme pemutakhiran yang rutin. Tahap kedua yang diberi nama tahap Interaksi dengan kata kunci “Informasi Digital” bermaksud untuk mulai mempertegas budaya dokumentasi digital dalam institusi. Mekanisme file-sharing yang telah diperkenalkan akan menghantarkan pada budaya dokumentasi digital, dimana keberadaan dokumentasi digital telah menjadi suatu kebutuhan yang mutlak dan mulai diakui secara formal oleh kelembagaan. Konsep komunikasi dengan e-mail diperluas penggunaannya untuk memulai bentukbentuk penyelenggaraan komunikasi dan koordinasi yang mengakomodasi proses kerja perkantoran secara elektronik antara lain berupa mekanisme komunikasi satu pintu, ruang kolaborasi elektronik, dan manajemen arus dokumen digital. Keberadaan dokumentasi digital, serta keseluruhan infrastruktur komunikasi beserta budaya data/informasi yang lebih mapan ini akan meningkatkan kualitas layanan masyarakat yang diselenggarakan melalui situs web, antara lain dalam bentuk pemutakhiran data/informasi yang lebih tinggi frekuensinya.
Prosiding Konferensi Nasional Teknologi Informasi & Komunikasi untuk Indonesia 3-4 Mei 2006, Aula Barat & Timur Institut Teknologi Bandung
69
Tahap Interaksi ini juga berangkat dari pembangunan infrastruktur komunikasi digital yang menghubungkan antar lembaga untuk memulai pentahapan komunikasi dan informasi yang bersifat lintas lembaga pemerintah. Infrastruktur ini juga dimaksudkan untuk mempermudahkan kolaborasi online antar aparatur untuk saling mengirim dan menerima informasi digital melalui aktivitas komuniasi dua arah dan membentuk komunitas terbatas di bagian tertentu dengan kelompok mailinglist. Dalam tahap ini Website/Portal, sudah bersifat dinamis dengan proses pemutahiran informasi secara berkala. Tahap ketiga (tahap Transaksi) yang memiliki kata kunci “Transaksi Digital” melanjutkan hal-hal yang telah dirintis pada tahap sebelumnya tentang dokumentasi digital. Pada tahap ini dokumen dan komunikasi digital telah diakui secara formal dalam instansi pemerintah. Hal ini didukung dengan jaminan keamanan dan keaslian data serta penghasil data (security dan authority). Bila pada tahap kedua berfokus pada penataan data dan informasi yang bersifat tidak terstruktur (dokumen) maka fokus ditingkatkan di tahap ini pada data yang bersifat terstruktur, atau data yang memiliki atribut-atribut khusus (numerik, tabular dan spasial). Bentuk data seperti inilah yang akan berperan besar dalam fungsi kepengelolaan pemerintah, sebagai bahan pengendalian dan penentuan rencana arahan. Keberadaan data/informasi tersebut pada awalnya bersifat parsial dan tersebar di beberapa instansi. Untuk itu perlu diciptakan mekanisme yang memungkinkan dilakukannya akses data yang bersifat lintas instansi yang didukung oleh keberadaan sistem informasi infrastruktur komunikasi digital dengan kapasitas yang memadai. Pada akhir tahap ini keseluruhan mekanisme dan keberadaan data/informasi digital telah tertata dengan dan termanfaatkan dengan baik. Tahap keempat atau tahap Transformasi ini berfokus secara eksplisit pada aspek front-office pelayanan dengan mengambil tema tahapan Pelayanan Digital. Pada saat budaya informasi digital di kalangan aparatur pemerintah telah mantap, dan didukung oleh keberadaan faktor-faktor penunjang seperti fasilitas TI, staff pelaksana TI dan aturan/kebijakan tentang penyelenggaraan TI maka penyelenggaraan layanan yang berbasiskan TI akan terselenggarakan dengan lebih baik. Tahap dimulai dengan penataan aspek-aspek pelayanan kepada masyarakat yang dapat dilakukan secara elektronik. Arahan ke depannya adalah untuk terciptanya mekanisme pelayanan yang sifatnya terkoordinasi antar instansi yang berwenang. Kondisi ideal yang dapat dicapai adalah layanan satu pintu yang
membuat pemrosesan layanan di belakangnya bersifat transparan bagi masyarakat yang dilayaninya. Tampak bahwa dalam model tahapan yang diajukan disini bahwa tiga tahap yang menjadi awal tahapan berfokus kepada aspek internal back-office institusi pemerintah. Walaupun dalam tahapan ketiga sudah dapat dimulai, namun aspek pelayanan front-office oleh pemerintah baru tampak difokuskan secara eksplisit pada tahap keempat. Hal ini dimaksudkan bahwa penataan TI perlu dilakukan secara internal terlebih dahulu sebelum memulai penyelenggaraan pelayanan berbasiskan TI kepada masyarakat. Model ini tidak menutup penyelenggaraan berbagai layanan berbasis TI kepada masyarakat di tahaptahap awal, tentunya bila tetap dilakukan secara sistematik dan dengan mempertimbangkan kemampuan kondisi yang ada. Contohnya adalah dalam bentuk penyelenggaraan situs web publikasi informasional dan kontak elektronik dengan masyarakat. Bentuk-bentuk ini akan memperkuat justifikasi pemanfaatan TI dalam pemerintahan dan berperan sebagai pengungkit transformasi menuju penerapan e-Government lebih lanjut.
5. MODEL ROADMAP E-GOV Model pentahapan dirinci kembali dalam bentuk roadmap dan dipilah atas lima lapisan (layer): 1. 2. 3. 4. 5.
Lapisan Aplikasi, Lapisan Infrastruktur Lapisan Pengorganisasian Lapisan Konsepsi Pengaturan Lapisan Budaya Organisasi
Gambar 8. Struktur Roadmap
Prosiding Konferensi Nasional Teknologi Informasi & Komunikasi untuk Indonesia 3-4 Mei 2006, Aula Barat & Timur Institut Teknologi Bandung
70
Dua lapisan awal (Aplikasi dan Infrastruktur) merupakan lapisan yang sifatnya teknis penerapan TI, sedangkan tiga lapisan berikutnya (Pengorganisasian, Pengaturan dan Budaya Organisasi) merupakan lapisan pada tataran non-teknis TI, yaitu tentang pengelolaan manajerial organisasi beserta hal-hal yang menjadi dasar pengaturannya. Penjabaran lebih lanjut dari model Roadmap eGovernment dan lapisan-lapisannya disajikan dalam bentuk tabel skematis pada bagian lampiran.
6. PENUTUP Model ini juga dimaksudkan dipakai untuk melakukan proses pengkajian diri yang memposisikan kondisi suatu lingkup instansi pada masing-masing tahapan dan komponen pada roadmap. Penentuan posisi diri ini dilakukan dengan menginventarisir hal-hal yang sudah ada beserta status kondisinya. Proses ini pada akhirnya akan memperlihatkan, hal-hal yang belum ada atau kondisinya belum siap. Dengan meninjau posisi yang ingin dicapai, serta memperhatikan urutan tahapan maka akan teridentifikasi komponen apa saja yang perlu ditindaklanjuti. Pertimbangan kebijakan prioritas kemudian dapat memutuskan rekomendasi hal-hal utama yang perlu dilakukan terlebih dahulu. Rekomendasi ini kemudian dituangkan dalam bentuk rencana-rencana tindak lanjut. Secara umum terlihat bahwa dalam kepengelolaan TI menuju e-Government, permasalahan besar yang harus ditangani berdpa pada lapis-lapis bawah model roadmap yang diajukan, yaitu pada tataran (1) Pengorganisasian, (2) Konsepsi Pengaturan, dan (3) Budaya Organisasi. Dengan demikian hal-hal yang berada pada tataran tersebut itulah yang perlu ditekankan terlebih dahulu. Ketiga tataran tersebut pada akhirnya akan berujung pada keberadaan Sumber Daya Manusia yang berkualitas dalam aparatur pemerintah. Hal ini berarti perlu dilakukan langkah-langkah untuk menyiapkan SDM yang siap mendukung suatu inisiatif eGovernment atau penerapan TI yang dicanangkan oleh pimpinan daerah. Solusi jangka pendek untuk masalah SDM ini adalah dengan melibatkan pihak ketiga dalam beberapa aspek pengelolaan TI, misalnya dalam bentuk-bentuk kerjasama kemitraan (outsourcing). Sumbersumbernya bisa dari sektor swasta atau institusi pendidikan. Namun hal ini perlu diatur secara khusus dan harus diingat pula bahwa ada beberapa aspek strategis yang harus tetap dipegang oleh aparatur pemerintah secara internal.
Prosiding Konferensi Nasional Teknologi Informasi & Komunikasi untuk Indonesia 3-4 Mei 2006, Aula Barat & Timur Institut Teknologi Bandung
71
E-Government Transformational Roadmap
Prosiding Konferensi Nasional Teknologi Informasi & Komunikasi untuk Indonesia 3-4 Mei 2006, Aula Barat & Timur Institut Teknologi Bandung
Nama Tahap
Tahap PERSIAPAN
Tahap 1 INISIASI
Tahap 2 INTERAKSI
Tahap 3 TRANSAKSI
Tahap 4 TRANSFORMASI
Kata Kunci
“Transformasi Birokrasi”
"Edukasi Digital”
"Informasi Digital"
"Transaksi Digital"
"Pelayanan Digital"
Fitur
Koordinasi, Informasi, Pelayanan
Koneksi lokal (LAN) Penggunaan E-mail Akses Internet, Situs web (statis)
Koneksi antar lokasi Dokumentasi digital Kolaborasi on-line Situs data mutakhir
Fokus kapasitas jar. Data lintas instansi, Sekuritas dan otoritas
Fokus kualitas jar. Portal lintas instansi, Layanan publik online
Komunikasi elektronik untuk koordinasi
Arsip digital sumber informasi
Data digital bahan kebijakan
Akuntabilitas Kualitas layanan masyarakat
Manfaat
Aplikasi
Situs web (CMS)
File Sharing
LAN Infrastruktur
PC
Enhanced Messaging (UMS)
Akses Internet
Komunikasi sederhana (E-mail)
SI dan Basis Data Lokal
Kolaborasi elektronik
Pengarsipan Digital
Intranet Web Portal
WAN
File Server
Document Workflow Server
Mail Server
“Quality WAN”
Dedicated & Secure
Availability terjamin
Message Server
Pengelola Jaringan Lokal
Fungsi Pengendali
Pengorganisasian Komite Stakeholder
Konsepsi Pengaturan
Kepengelolaan SITEL
Tim ad-hoc Manajemen Proyek
Kajian Kondisi
Aturan Manajemen Proyek
72
Budaya Organisasi
Pengelola Sistem Komunikasi
Tim Standarisasi Jaringan
Pengelola muatan situs
Grand Design SITEL
Aturan Kerjasama Kemitraan
Arsitektur LAN
Tata Kelola Operasional SITEL
Budaya Pengetahuan Digital
Arsitektur WAN
Standarisasi Jaringan
Budaya Kerja Digital
Koordinator Pengelola WAN
Pengelola Informasi Lokal
Kewenangan Informasi
Tim Standarisasi Aplikasi
Koordinator Pengelola Informasi
Tata Komunikasi
Pengelola SI Lokal
Arsitektur Aplikasi
Arsitektur Informasi
Budaya Komunikasi Digital
Server Aplikasi Pelayanan Parsial
Server Integrasi
Electronic Referendum
Pengelola SI Integratif
Service Helpdesk
Arsitektur Pelayanan
Standarisasi Publikasi Web
Budaya Koordinasi Digital
Server Aplikasi Pelayanan Integratif
Single Digital Front-Office
Standarisasi Aplikasi SI
Format Lintas Data
Transparansi
Electronic Procurement
“Capacity WAN” Server Aplikasi Lokal Server Basis data Lokal
Layanan terkoordinasi satu pintu
Aplikasi Pelayanan Terintegrasi
Sistem Informasi Eksekutif
Extranet Web Portal
Web Server
Fungsi Perencana
Aplikasi Pelayanan Publik
Basis Data Terintegrasi
"Pelayanan Terintegrasi"
Budaya Pelayanan Digital