MANAJEMEN LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM DI SUMATERA UTARA Rustam1 Abstrak Penelitian ini berbentuk kualitatif, adapun fokus kajian penelitian ini adalah aspek manajemen yang diterapkan di pesantren tradisional sebagai lembaga pendidikan Islam. Pondok pesantren salafi yang menjadi kajian penelitian ini menampilkan karakter salafi yang berbeda-beda warna dan nuansa. Sebagian kecil masih mempertahankan pola pengelolaan konvensional, sementara kebanyakan berusaha beradaptasi dengan perkembangan manajemen yang ada. Selanjutnya hasil temuan di lapangan menunjukkan bahwa kepemimpinan kharismatik tetap menjadi gaya yang paling dominan dianut para pengasuh pesantren. Kata Kunci: Pesantren, Manajemen, Salafi, Pendidikan Islam A. Latar Belakang Pesantren (atau pondok, surau, dayah) memiliki sejarah panjang di Indonesia. Lembaga pendidikan yang identik dengan agama Islam ini telah muncul di Indonesia sejak abad ke-16, dan berperan vital dalam pengembangan Islam di Nusantara. Lembaga ini survive melewati masa kolonial Belanda dan Jepang. Di masa kolonial, pesantren menjadi salah satu sumber daya perlawanan dan pertahanan. Peperangan melawan penjajah di Aceh dan Jawa menunjukkan kontribusi pesantren terhadap perjuangan mempertahankan wilayah teritorial dari ekspansi kolonial Belanda dan Jepang. Pada masa itu, pesantren juga berperan sebagai kompetitor terhadap lembaga pendidikan misionaris dan lembaga pendidikan yang dikembangkan kolonial. Secara umum, pesantren memiliki tipologi yang sama, yaitu sebuah lembaga yang dipimpin dan diasuh oleh kiai dalam satu komplek yang bercirikan: adanya masjid atau surau sebagai pusat pengajaran dan asrama sebagai tempat tinggal santri, di samping rumah tempat tinggal kiai, dengan “kitab kuning” sebagai buku pegangan. Menurut Mustofa Bisri di samping ciri lahiriah tersebut, masih ada ciri umum yang menandai karakteristik pesantren, yaitu kemandirian dan ketaatan santri kepada kiai yang sering disinisi sebagai pengkultusan. Pesantren salaf adalah pesantren yang memiliki karakteristik khusus, yakni salaf (tradisional)2. Menurut Zamakhsyari Dhofier ada beberapa ciri pesantren salaf atau tradisional, terutama dalam hal sistem pengajaran dan materi yang diajarkan. Pengajaran kitab-kitab Islam klasik atau sering disebut dengan “kitab kuning”, karena kertasnya berwarna kuning, terutama karangankarangan ulama yang menganut faham Syafi’iyah. Semua ini merupakan pengajaran formal yang diberikan dalam lingkungan pesantren tradisional. 3 Abdurrahman Wahid mencatat bahwa ciri utama dari pengajian pesantren tradisional ini adalah cara pemberian pengajarannya yang ditekankan pada penangkapan harfiah (litterlijk) atas suatu kitab (teks) tertentu. Pendekatan yang
1
Dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN-SU Mustofa Bisri, “Pesantren dan Pendidikan”, Tebuireng, Edisi 1/Tahun I/Juli- September 2007, h. 11. 3 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi pesantren: Studi tentang pandangan hidup kyai. Jakarta: LP3ES, 1994), h. 2
50.
digunakan adalah menyelesaikan pembacaan kitab (teks) tersebut, untuk kemudian dilanjutkan dengan pembacaan kitab (teks) lain.4 Sistem individual dalam sistem pendidikan Islam tradisional disebut system sorogan yang diberikan dalam pengajian kepada murid-murid yang telah menguasai pembacaan AlQuran. Metode utama sistem pengajaran di lingkungan pesantren tradisional adalah sistem bandongan atau seringkali juga disebut sistem weton. Sebagaimana system yang tergambar di atas, maka sekelompok murid (antara 5 sampai 500 orang) mendengarkan seorang guru membaca, menerjemahkan, menerangkan, dan seringkali mengulas buku-buku Islam dalam bahasa Arab. Setiap murid memerhatikan bukunya atau kitabnya sendiri dan membuat catatan-catatan (baik arti maupun keterangan) tentang kata-kata atau buah pikiran yang sulit. Kelompok kelas dari sistem bandongan ini disebut halaqah yang arti bahasanya lingkaran murid, atau sekelompok siswa yang belajar di bawah bimbingan seorang guru.5 Ciri lain yang didapati di pesantren salaf adalah mulai dari budaya penghormatan dan rasa ta’zhim pada guru dan kiai, kegigihan belajar yang disertai sejumlah ritual tirakat: puasa, wirid, dan lainnya, hingga kepercayaan pada barakah. 6 Hal inilah yang memunculkan anggapan bahwa kepatuhan santri kepada kiai terlalu berlebih-lebihan, berbau feodal, pengkultusan, dan lain sebagainya. Namun, anggapan ini, menurut Mustofa Bisri terlalu sederhana, gebyah uyah, generalisasi yang kurang tepat, dan secara tidak langsung mendiskriditkan kiai-kiai yang mukhlis (ikhlas) yang menganggap tabu beramal lighairillah, beramal tidak karena Allah tetapi agar dihormati orang. 7 Pesantren salaf, menurut umumnya benar-benar milik kiainya. Santri hanya datang dengan bekal untuk hidup sendiri di pesantren. Bahkan ada atau banyak yang untuk hidupnya pun nunut kianya. Boleh dikatakan, kiai pesantren salaf seperti itu, ibaratnya mewakafkan diri dan miliknya untuk para santri.8 Karakter seperti digambarkan di atas mungkin tidak berlaku sama pada setiap pesantren, terutama pesantren dalam konteks Sumatera Utara. Perkembangan-perkembangan di dunia pendidikan, ilmu pengetahuan, tehnologi informasi, sangat mungkin telah sedikit banyak mempengaruhi nuansa pesantren salaf. Penelitian ini coba menganalisis bagaimana aspek-aspek manajemen dipraktekkan di pesantren salaf yang ada di pinggiran Medan dan sekitarnya. Penelitian ini secara umum bermaksud mengungkapkan manajemen pesantren tradisional yang ada di Sumatera Utara. Dari aspek isu kajian, dimensi manajemen yang akan diungkapkan dibatasi pada tiga hal: perencanaan, pengorganisasian, dan pengambilan keputusan. Dari segi geografis, penelitian ini fokus pada wilayah pinggiran kota Medan. Dengan demikian, pesantren tradisional yang terdapat di kawasan Sunggal, Medan Marelan, dan Batang Kuis menjadi fokus kajian dalam penelitian ini.
4
Abdurrahman Wahid, Menggerakkan Tradisi Esai-esai Pesantren, Yogjakarta: LKiS, 2010), h. 71.
5
Dhofier, Tradisi., h. 28 Rodli, M. 2007. “Pesantren Salaf di Simpang Jalan”, http://khazanahsantri.multiply.com/journal/item/12.
6
7 8
Bisri, “Pesantren ., h. 13. Ibid.
B. Kajian Teoritis a. Terminologi Pesantren (pondok pesantren) merupakan institusi sosial keagamaan yang menjadi wahana pendidikan bagi umat Islam yang ingin mendalami ilmu-ilmu.9 Secara umum, pesantren memiliki tipologi yang sama, yaitu sebuah lembaga yang dipimpin dan diasuh oleh kiyai dalam satu komplek yang bercirikan: adanya masjid atau surau sebagai pusat pengajaran dan asrama sebagai tempat tinggal santri, di samping rumah tempat tinggal kiyai, dengan “kitab kuning”sebagai buku pegangan. Meski bukan barang langka di Indonesia, asal usul nama lembaga pendidikan pesantren ini bukan tidak menimbulkan perpedaan pandangan. Menurut asal katanya pesantren berasal dari kata ”santri” yang mendapat imbuhan awalan ”pe” dan akhiran ”an” yang menunjukkan tempat, maka artinya adalah tempat para santri. Terkadang pula pesantren dianggap sebagai gabungan dari kata ”santri” (manusia baik) dengan suku kata ”tra” (suka menolong) sehingga kata pesantren dapat diartikan tempat pendidikan manusia baik-baik.10 Pesantren juga dikenal dengan tambahan istilah pondok yang dalam arti kata bahasa Indonesia mempunyai arti kamar, gubug, rumah kecil dengan menekankan kesederhanaan bangunan atau pondok juga berasal dari bahasa Arab ”Fundũq” yang berarti ruang tidur, wisma, hotel sederhana, atau mengandung arti tempat tinggal yang terbuat dari bamboo.11 Pesantren atau lebih dikenal dengan istilah pondok pesantren dapat diartikan sebagai tempat atau komplek para santri untuk belajar atau mengaji ilmu pengetahuan agama kepada kiai atau guru ngaji, biasanya komplek itu berbentuk asrama atau kamar-kamar kecil dengan bangunan apa adanya yang menunjukkan kesederhanaannya. Pengertian pondok pesantren secara terminologis cukup banyak dikemukakan para ahli. Dhofier mendefinisikan bahwa pondok pesantren adalah lembaga pendidikan tradisional Islam untuk mempelajari, memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-hari. 12 Selanjutnya pondok pesantren adalah lembaga keagamaan yang pendidikan dan pengajaran serta mengembangkan dan menyebarkan ilmu agama Islam. Dipahami bahwa pesantren adalah lembaga pendidikan Islam tradisional yang mempelajari ilmu agama (tafaqquh fi al-dîn) dengan penekanan pada pembentukan moral santri agar bisa mengamalkannya dengan bimbingan kiyai dan menjadikan kitab kuning sebagai sumber primer serta masjid sebagai pusat kegiatan. b. Varian Pondok Pesantren Setidaknya ada lima jenis pesantren salafi yang berada di Indonesia antara lainnya: 9
Rafiq Zainul Mun’im, A. 2009. “Peran Pesantren dalam Education For All di Era Globalisasi”, http://ejournal.sunan-ampel.ac.id/index.php/JPI/ article/view/177/162. 10
Dhofier, Tradisi., h. 106. Ibid 12 Ibid., h. 84. 11
•
• •
• •
Pertama, pesantren yang menekankan pada ilmu-ilmu agama dalam literatur bahasa Arab klasik. Muatan ilmu agama Islam di pesantren salafi terikat kuat dengan pikiran-pikiran para ulama ahli fiqh, hadits, tafsir, kalam serta tasawuf, yang hidup antara abad ke tujuh sampai abad ke tiga belas. Kedua, pesantren tahfidz al-quran yaitu pesantren yang menekankan program hafalan AlQuran 30 juz walaupun juga mengajarkan ilmu-ilmu agama sebagaimana layaknya pesantren salaf yang lain namun dengan intensitas yang lebih rendah. Ketiga, pesantren kanuragan. Yaitu pesantren yang menekankan pada pendidikan kesaktian dan kanuragan di samping pendidikan agama. Pesantren tipe ini tidak banyak, namun masih tetap ada. Salah satu ciri khas santri dari pesantren salaf jenis ini adalah para santrinya biasanya memelihara rambut yang panjang (gondrong) walaupun memakai songkok. Alumni dari pesantren jenis ini biasanya orangnya memiliki kemampuan untuk mengobati penyakit secara ghaib, memiliki kesaktian bela diri ghaib (tenaga dalam dan jarak jauh), dan kemampuan spiritual lain. Di pesantren tipe inipun dipelajari juga ilmu agama walaupun tidak intensif. Keempat, pesantren tarekat (toriqot, tarikat) yaitu pesantren yang menekankan pada keilmuan dan praktik tarekat. Baik tarekat yang muktabaroh atau bukan. Ilmu agama juga dipelajari. Kelima, pesantren kombinasi. Yaitu pesantren yang mengombinasikan berbagai macam sistem yang ada di pesantren salaf atau modern. Seperti Pondok Pesantren Al-Khoirot Malang yang di dalamnya terdapat program kitab kuning, tahfidzul Qur'an, pendidikan formal, bahasa Arab intensif, soft-skill dalam bidang-bidang seperti komputer, informatika, tata busana, tata boga, dan jurnalisme.
c. Pesantren Salafi Pesantren salaf adalah pesantren yang memiliki karakteristik khusus, yakni salaf (tradisional). Ada beberapa ciri pesantren salaf atau tradisional, terutama dalam hal sistem pengajaran dan materi yang diajarkan. Pengajaran kitab-kitab Islam klasik atau sering disebut dengan “kitab kuning”, karena kertasnya berwarna kuning, terutama karangan-karangan ulama yang menganut faham Syafi’iyah. Semua ini merupakan pengajaran formal yang diberikan dalam lingkungan pesantren tradisional.13 Abdurrahman Wahid mencatat bahwa ciri utama dari pengajian pesantren tradisional ini adalah cara pemberian pengajarannya yang ditekankan pada penangkapan harfiah (litterlijk) atas suatu kitab (teks) tertentu. Pendekatan yang digunakan adalah menyelesaikan pembacaan kitab (teks) tersebut, untuk kemudian dilanjutkan dengan pembacaan kitab (teks) lain.14 Kata salaf berarti dari bahasa Arab ـــsecara literal bermakna yang dulu atau yang sudah lewat. Dalam pengertian istilah pesantren di Indonesia, salaf berkonotasi pada sebuah pesantren tradisional yang menganut sistem pendidikan kuno yaitu sistem wetonan, bandongan dan sorogan.
13 14
Ibid., h. 50. Wahid, Menggerakkan. .h., 71
Pengertian ini kemudian berkembang seiring dengan dinamika dari pesantren salaf itu sendiri. Saat ini pesantren salaf bermakna sebuah pesantren yang murni mengajarkan ilmu agama baik dengan sistem tradisional maupun sistem klasikal (jenjang kelas) yang umum disebut dengan madrasah diniyah atau menganut kedua sistem itu. Pesantren salaf dengan santri yang cukup banyak biasanya menganut kedua sistem sorogan/wetonan dan klasikal sekaligus. Dalam perkembangan berikutnya, sebuah pesantren disebut salaf selagi terdapat sistem pendidikan di atas (tradisional dan klasikal) walaupun dikombinasikan dengan pendidikan formal (MI, MTS, MA, dst) yang mengikuti kurikulum Kemdikbud atau Kemenag. C. Metode Penelitian Sifat pertanyaan yang diajukan dalam penelitian ini menghendaki penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Dengan cara ini data yang diperoleh akan lebih dalam, lebih detail dan memungkinkan penggalian dan penelusuran yang lebih jauh. Narasi subjek dan informan penelitian akan menjadi data primer dalam penelitian ini. Prinsip emik digunakan dalam menganalisa dan menyajikan informasi yang ditemukan. Fokus kajian penelitian ini adalah aspek manajemen yang diterapkan di pesantren tradisional sebagai lembaga pendidikan Islam. Dengan demikian data penelitian ini berasal dari sumber primer yaitu dokumen kelembagaan yang dimiliki pesantren (semisal AD ART, Renstra), dan transkrip wawancara dengan pengurus pesantren. Data sekunder berasal dari catatan-catatan lapangan yang dibuat peneliti ketika observasi, informasi terkait pesantren yang diperoleh dari masyarakat di lingkungan pesantren, dan tulisantulisan tentang pesantren yang ada di media cetak dan media online. Penelitian ini menggunakan observasi non-partisipan untuk mengumpulkan data empiris tentang kondisi aktual pesantren yang menjadi fokus kajian. Data empiris ini mencakup deskripsi fisik bangunan pesantren, fasilitas, serta konteks fisik yang mengitarinya. Indepth interview menjadi instrument utama pengumpulan data. Wawancara jenis ini dilakukan dengan beberapa informan yang terlibat langsung dalam pengelolaan pesantren. Ini mencakup pendiri pesantren, ketua yayasan, kiyai, dan ustadz yang mengajar di pesantren tersebut. Semua field notes observasi dan tranksrip wawancara direduksi, diberi kode dan dikategorisasikan berdasarkan jenis dan relevansinya dalam menjawab pertanyaan penelitian. Data yang telah terseleksi tersebut ditampilkan untuk memudahkan proses interpretasi/ pemaknaan dan penarikan kesimpulan. Dengan demikian proses analisis data penelitian ini merujuk ke Miles & Huberman yaitu data reduction, data display dan conclusion drawing. Temuan Penelitian 1. Kondisi Objektif Pesantren Salafi a. Pesantren Al Mundziri Bangunan pesantren ini tidak sebesar pesantren kebanyakan. Hanya sebuah rumah yang memanjang dan asrama-asrama santri yang berada di belakang ruang utama. Di bagian depan, ada lapangan yang tidak begitu besar, dan sebuah masjid yang belum rampung pengerjaannya, sebagi lokasi santri yang berjurusan tahfidzul Qur’an
Pesantren Al-Mundziri terletak di antara pemukiman warga, dengan ruang utama berupa bangunan rumah memanjang ke belakang. Ruang utama berisi rak buku yang isinya kitab-kitab yang digunakan untuk santri yang belajar jurusan Alim. Di sebelah ruang utama, terdapat tata tertib untuk santri dan juga untuk tamu yang akan berkunjung mengunjungi santri. Selain tata tertib, ada juga jadwal belajar untuk santri mata pelajaran kitab, baik kelas satu dan kelas dua. Kata-kata nasihat terpampang rapi di samping ruang utama. Di belakang ruang utama, terdapat madrasah al-M.undziri yang digunakan untuk kelas Alim. Di belakang madrasah terdapat kamar mandi yang digunakan santri untuk mandi, dan mencuci. Selain itu, ada juga ruang sekretariat Al-Mundziri yang menjadi kantor untuk guru-guru dan pengurus Pesantren. Di depan ruang sekretariat terdapat kantin, dan aula. Di belakang aula, terdapat asrama santri yang bersambung sampai ke belakang. Terdapat juga dapur yang digunakan santri untuk memasak, dan ada juga dapur lainnya yang digunakan untuk menyimpan perkakas memasak. Terdapat juga kamar mandi yang digunakan untuk mencuci peralatanperalatan dapur yang kotor. b. Pesantren Salafi Lukmanul Hakim Pesantren Salafiyah Lukmanul Hakim merupakan lembaga pendidikan formal tingkat dasar yang masih tradisional tetapi sekolah ini sudah mendapat izin dari Departemen Agama Agama RI NSP: 510312710009, NSPP: 412127511001. Lokasi Pesantren Salafiyah ini lumayan jauh dari keramaian dan lingkungan pesantren ini adalah kaum muslim dan merupakan penduduk yang salafiyah juga,lingkungan dipesantren ini sangat nyaman dan aman sekitar pesantren dikelilingi dengan luasnya lahan lahan penduduk yang bercocok tanam, seperti padi dan kebun-kebun lainnya juga jauh dari keributan dan kebisingan seperti halnya kota. Sebab Pesantren ini terletak disebuah desa yang jauh dari keramaian kota, kurang lebih satu setengah km dari keramain menuju kepesantren. Tepatnya lokasi pesantren ini Jl. Marelan. Ling 5 Gg. Tengah Pasar 1 Rel, Kel Tanah 600. Pesantren ini tidak begitu luas, dari depan jalan terdapat pamplet pesantren yang bertuliskan identitas pesantren, di depannya terdapat sebuah mushalla kecil, dimana semua santri akan shalat berjamaah ketika waktu shalat telah tiba, dan tempat para asatiz beristirahat dan berbincang-bincang, pesantren yang kecil ini memiliki ruang belajar tiga ruang, ruangan yang sangat memprihatinkan. Seperti yang dikatakan oleh Wakil kepala sekolah, dalam satu ruangan dibagi untuk dua kelas, dalam setiap ruangan hanya ada satu papan tuilis putih dan satu set meja guru yang terbuat dari papan, dan kursi plastic berwarna hijau, di depannya terdapat pula bangku untuk siswa yang terbuat dari bahan kayu, dan sudah mulai usang, kelas ini sangat sempit tapi murid-murid yang belajar di dalamnya tmpak semangat, dan bersorak-sorak melantunkan ayat Al-Qur’an yang dibacakan oleh ustad mereka. Tepat disebelahnya ada satu ruangan lagi, akan tetapi dibagi menjadi dua bagian antara kantor dan asrama bagi santri yang bertempat tinggal di asrama, batas antara kantor dan asrama hanya dibatasi dengan triplek, didalam asrama peneliti hanya melihat ada resbang yang bertingkat seperti dipesantren-pesantren lain pada umumnya, juga terdapat kasur yang using juga tidak beralaskan seprei, diatas resbang ada sebuah jendela kaca dan disisi lain terdapat jendela yang ditutup dengan triplek. mungkin kaca jendela tersbut sudah pecah, lemari juga gantungan pakian. kantor adalah tempat semua peralatan disimpan, di dalamnya ada beberapa kursi dan satu
meja plastik, tepat disebelah pintu agak kekanan sedikit ada sebuah computer lengkap dengan printernya. c. As Syafi’iyah Pondok pesantren As-Syafi’iyah ini terletak di atas tanah seluas kurang lebih 344,25 M2 (tiga ratus empat puluh empat koma dua puluh lima meter persegi) di kecamatan Medan Marelan, Kelurahan Rengas Pulau, Komplek Griya Marelan - Kampung Jambur Blok N Linkungan 34. Pondok pesantren As-Syafi’iyah ini terletak tepatnya diujung komplek griya, disamping kanan sebuah mesjid yang bernama Mesjid Ar-Rahman yang berukuran kurang lebihh 13,50 M . Tepat di depan mesjid tersebut terdapat tanah wakaf perkuburan muslim yang berukuran kurang lebih 7x20 M. Pondok pesantren tersebut belum seutuhnya berbentuk pesantren pada umumnya, karena masih dalam tahap pembangunan. Di samping kanan mesjid, terdapat empat bangunan ruangan yang belum selesai. Keempat bangunan tersebut saling berdempetan. Tiga diantara bangunan ruangan tersebut hanya ada dinding dan atap nya saja, belum mempunyai pintu dan jendela dengan ukuran kira-kira 4 x 4 m, dan bangunan yang satunya sudah mempunyai pintu tetapi tidak mempunyai jendela yang ukuran nya kira-kira 3 x 3 m yang digunakan sebagai tempat penyimpanan barang-barang bangunan pesantren tersebut. Di samping kanan ujung bangunan ruangan tersebut terdapat sebuah bangunan yang sudah ada dinding, jendela tetapi belum mempunyai atap dengan ukuran kira-kira 4 x 9 m. Suasana pondok pesantren tersebut sangat sunyi karena tempatnya yang diujung komplek serta adanya perkuburan disekitar pesantren tersebut dan juga dikarenakan pada saat itu tidak ada satupun santri terlihat di luar ruangan. d. Mawaridus Salam Ponpes Mawaridussalam beralamat di Jl. Peringgan Dusun III Desa Tumpatan nibung Kec Batang Kuis Kab Deli Serdang Sumatera Utara. Ponpes ini terletak di daerah area perkebunan masyarakat. Kondisi dari ponpes tersebut masih dalam kategori sederhana, tetapi memiliki area yang luas lebih kurang sekitar 10,5 hektar. Ketika akan masuk ke ponpes tersebut kita akan melihat suasana persawahan yang terletak di seberang pesantren tersebut. Memasuki lokasi Mawaridussalam, akan terlihat beberapa bagian bangunan berikut. Pada bagian depan ada asrama santri. Asrama yang masih semi permanen yaitu masih terbuat dari papan yang dengan dasar warna putih biru hijau yang diselangi dengan kata-kata motivasi Islami yang kreatif dengan kaligrafi Arab, Inggris dan Indonesia. Asrama Santriwati terletak tak begitu jauh dari asrama putra. Asrama putri tak ubahnya seperti asrama putra yang bangunannya masih semi permanen yang dicoraki dengan warnawarna seperti asrama putra, tetapi pada asrama putri ini lebih cantik dan indah karena banyak tanaman bunga dan lukisan tangan kreatif yang lebih bercorak akan bunga-bunga. Ruang kelas juga masih semi permanen, lantai semen dengan meja dan kursi yang terbuat dari papan. Kelas ini sudah menggunakan whiteboard dan spidol. Di dinding bagian luar terdapat kata-kata Islami yang memotivasi santri-santriwati untuk giat menuntut ilmu pengetahuan di Ponpes Mawaridussalam tersebut
Ruang kelas santri dan santriwati tidak ada perbedaan, kondisinya sama seperti yang di sebut di atas tadi. Ruang kelas ini berbeda dengan asrama santri dan santriwaati. Pada ruangruang kelas tersebut diselingi oleh rumah guru-guru yang mengajar di ponpes tersebut. Kantor yang terdapat di Ponpes Mawaridussalam lebih dari satu, mereka terbagi menjadi kantor madrasah tsanawiyah dan aliyah. Kedua bangunan ini masih permanen yang terdiri dari beberapa ruang yaitu seperti kantor guru, kepala sekolah, dan lain-lain.
D. Pembahasan 1. Problema Manajemen Pesantren Temuan penelitian ini mengungkapkan tentang realita pesantren tradisional yang ada di Medan dan sekitarnya. Analisis terhadap data yang ditemukan menunjukkan variasi implementasi beberapa aspek manajemen. Diskusi yang akan dilakukan pada bab ini terfokus pada tiga aspek manajemen yaitu perencanaan, pengorganisasian, dan pengambilan keputusan. Uraian berikut berisi pembahasan tentang pendapat pakar, praktisi dan peneliti pendidikan mengenai implementasi ketiga aspek manajemen tersebut di pesantren salaf. a. Aspek Perencanaan Pada aspek perencanaan, fokus pembahasan pada bagian ini adalah terkait dokumen perencanaan tertulis (seperti Renstra) yang digunakan di pesantern, atau perencanaan yang disusun dalam pikiran, isi perencanaan, komponen yang tercakup dalam perencanaan, dokumentasi perencanaan, proses perencanaan, pelaku dan pihak dan yang dilibatkan dalam proses perencanaan, bentuk forum perencanaan yang dilakukan di pesantren salaf (misalnya, diskusi, workshop dan sebagainya) pada saat-saat tertentu dalam durasi waktu tertentu. Yelis Nur Wahidah dalam artikel berjudul Pembaharuan Pendidikan Islam dalam Menghadapi Tantangan dan Hambatan di Masa Modern mengatakan, bahwa pola perencanaan pesantren umumnya masih tergolong sederhana, seringkali program jangka pendek, menengah, dan jangka penjang tampak tumpang tindih. Akibatnya, program-program demikian sulit diukur tingkat pencapaiannya.15 Hal yang senada juga dikatakan M. Rodly. Rodly dalam artikel berjudul “Pesantren Salaf di Simpang Jalan,” mengatakan, perubahan semestinya diarahkan hanya sebatas aspek teknis operasionalnya, bukan substansi pendidikan pesantren salaf itu sendiri. Jika perubahan dan improvisasi itu menyangkut substansi pendidikan, maka pesantren yang mengakar ratusan tahun lamanya, akan tercerabut dan kehilangan elan vital sebagai penopang moral yang menjadi citra utama pendidikan pesantren. Teknis operasional dimaksud bisa berwujud perencanaan pendidikan yang lebih komprehensif, pembenahan kurikulum pesantren dalam pola yang mudah dicernakan, dan tentu saja adalah skala prioritas dalam pendidikan.16 Ketiadaan perencanaan komprehensif dan tertulis pada pesantren salafi seperti yang ditemukan dalam penelitian ini jelas akan berdampak pada implementasi program dan pencapaian tujuan. Secara konseptual dinyatakan bahwa perencanaan akan bermanfaat antara lain karena: 15 16
http://afgasidiq.blogspot.com/2013/02/pembaharuan-pendidikan-pesantren.html Rodli, M. 2007. “Pesantren Salaf di Simpang Jalan,” http://khazanahsantri.multiply.com/ journal/ item/12
• • • •
Planning facilitates management by objectives. Planning minimizes uncertainties Planning facilitates co-ordination Planning facilitates controlling17 Dengan demikian, tanpa planning program dan aktifitas yang dilakukan tidak akan memiliki tujuan, panduan, kepastian, kordinasi, dan pengukuran tentang pencapaian yang telah diperoleh.
b. Aspek Pengorganisasian Pada aspek pengorganisasian, yang hendak dibahas pada bagian ini adalah terkait mekanisme perekrutan guru dan pengurus pesantren, sistem pembagian kerja yang berjalan, pendelegasian atau pelimpahan wewenang, tugas-tugas yang bisa didelegasikan dan pedoman, SOP, atau petunjuk pelaksanaan bagi guru dan pengurus yayasan yang digunakan di pesantren salaf. Salah satu kelebihan pesantren yaitu: Pengelola lebih mudah dalam melakukan pengorganisasian dan penataan administrasi.18 Barangkali hal ini terjadi disebabkan tempatnya yang terlokalisir, apalagi sebagian guru ikut ‘mondok’. Menurut Yelis Nur Wahidah, kerja dimulai dengan pembagian unit-unit kerja sesuai urutan yang ditetapkan pimpinan pesantren. Ini berarti kekuasan kiai telah terdistrubusi kepada yang lain yang dipercaya untuk mengemban tugas, mekanisme kerja juga mulai diarahkan sesuai dengan visi dan misi pesantren. 19 Namun, Sayid Agil Siraj dalam makalah Moh. Mujib Zunun menyebutkan, salah satu dari tiga hal yang belum dikuatkan dalam pesantren adalah, tamaddun yaitu memajukan pesantren. Banyak pesantren yang dikelola secara sederhana. Manajemen dan administrasinya masih bersifat kekeluargaan dan semuanya ditangani oleh kiainya.20 c. Aspek Pengambilan Keputusan Pihak aspek pengambil keputusan, yang menjadi pembahasan pada bagian ini adalah bentuk dan jenis keputusan yang bisa dihasilkan guru dan/atau Pengurus Yayasan, masalah yang diputuskan secara perorangan dan secara kelompok, serta proses atau tahapan pengambilan keputusan yang dilakukan di pesantren salaf. Menurut Yelis Nur Wahidah, dalam konteks pembaharuan manajemen, meskipun peran kiai tetap dipandang penting, tetapi kiai tidak ditempatkan pada posisi penentu kebijakan secara tunggal.21 Miftahuddin dalam studi berjudul, Tipologi Pondok Pesantren dalam Konstelasi Pembaharuan Pendidikan Islam mengatakan, melihat berbagai faktor yang memotivasi lahirnya ide-ide pembaharuan sekarang ini, hendaknya pihak pesantren mampu menyerap secara positif dan mampu mengambil keputusan secara bijak hal-hal apa saja yang harus diperbaharui dan 17
“Planning Function of Management,” http://www.managementstudyguide.com/planning_function.htm http://afgasidiq.blogspot.com/2013/02/pembaharuan-pendidikan-pesantren.html 19 Ibid. 20 Ibid. 21 Ibid. 18
mesti di pertahankan. Semangat al-mukhafadzoh ‘ala al-qodimi al-sholih wal akhdzu bil jadid al-ashlah harus terus digelorakan supaya nilai-nilai dan tradisi pesantren yang sudah ada tidak tergerus oleh arus perubahan.22 Gaya kharismatik banyak diidentikkan dengan kepemimpinan di pondok pesantren. Penelitian yang dilakukan Mastuhu 23 berkenaan dengan gaya kepemimpinan kyai di enam lembaga pesantren yang dinilainya mempunyai tipe kepemimpinan yang khas juga mengkonfirmasi hal ini. Meski dengan tingkat yang berbeda-beda, kepemimpinan kharismatik tetap menjadi gaya yang paling dominan dianut para pengasuh pesantren. Sementara itu, rasionalistik sebagai antonim dari kharismatik hanya memperoleh porsi yang sedikit untuk dijadikan sebagai gaya kepemimpinan. Dari penelitiannya, Mastuhu kemudian menemukan dua pola hubungan yang unik antara kyai dan santri. Pertama, pola hubungan otoriter-paternalistik. Yaitu pola hubungan antara pimpinan dan bawahan atau, meminjam istilah James C. Scott, patron-client relationship; dan tentunya sang kyailah yang menjadi pimpinannya. Sebagai bawahan, sudah barang tentu peran partisipatif santri dan masyarakat tradisional pada umumnya, sangat kecil, untuk mengatakan tidak ada; dan hal ini tidak bisa dipisahkan dari kadar kekharismatikan sang kyai. Seiring dengan itu, pola hubungan ini kemudian diperhadapkan denga pola hubungan diplomatik-partisipatif. Artinya, semakin kuat pola hubungan yang satu semakin lemah yang lainnya. E. Penutup Studi empiris ini menunjukkan bahwa pondok pesantren salafi yang menjadi kajian penelitian ini menampilkan karakter salafi yang berbeda-beda warna dan nuansa. Sebagian kecil masih mempertahankan pola pengelolaan konvensional, sementara kebanyakan berusaha beradaptasi dengan perkembangan manajemen yang ada, sembari mengadopsi tradisi dan aplikasi manajemen modern. Pada umumnya, adaptasi dengan manajemen modern yang terjadi di pesantren salafi bersifat parsial dan insidental. Pesantren salafi bisa memiliki dokumen proposal detil tentang rencana pembangunan fisik, tetapi tidak memiliki dokumen tertulis tentang rencana strategis yang akan diimplementasikan pada tahun program berikutnya.
22
Miftahuddin, Tipologi Pondok Pesantren dalam Konstelasi Pembaharuan Pendidikan Islam (Skripsi), Walisongo, Semarang, 2011: Hal.162. 23 Mastuhu. 1990. “Gaya dan Suksesi Kepemimpinan Pesantren,” (Vol II; Jakarta: Jurnal Ulumul Qur’an, 1990) h. 88
DAFTAR PUSTAKA Anderson, Paul. 2011. “Reforms in Islamic Education,” A Report of Conference, Cambridge University Asrohah, Hanun. 2004. “Pelembagaan Pesantren, Asal- usul dan Perkembangan di Jawa”, dalam Anasom (ed), Merumuskan Kembali Interrelasi Islam-Jawa, Yogjakarta: Penerbit Gama Media dan Pusat Kajian Islam dan Budaya Jawa IAIN Walisongo Semarang. Dhofier, Zamakhsyari. 1984. Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kyai. Jakarta: LP3ES. Jamaluddin Mohammad. 2010. Pesantren dan Pendidikan Multikulturalisme. http://buntetpesantren.org/index.php M. Nuh, Nuhrison. 2010. Peranan Pesantren dalam Mengembangkan Budaya Damai. Jakarta: Kemenag RI, Badan Litbang dan Diklat. Marzuki, Miftahuddin, dan M. Murdiono, Tipologi Perubahan dan Model Pendidikan Multicultural Pesantren Salaf. http://www.staff.uny.ac.id/system/files/penelitian/Marzuki,%20Dr.%20M.Ag./30.%20T ipologi%20Perubahan%20dan%20Model%20Pendidikan%20Multikultural%20Pesantre n%20Salaf.pdf Mastuhu. 1990. “Gaya dan Suksesi Kepemimpinan Pesantren,” (Vol II; Jakarta: Jurnal Ulumul Qur’an, 1990). Miftahuddin. 2011. Tipologi Pondok Pesantren dalam Konstelasi Pembaharuan Pendidikan Islam (Skripsi), Walisongo, Semarang. Mustofa Bisri. 2007. “Pesantren dan Pendidikan”, Tebuireng, Edisi 1/Tahun I/Juli- September 2007. N.n.
“Planning Function of http://www.managementstudyguide.com/planning_function.htm.
Management,”
Rafiq Zainul Mun’im, A. 2009. “Peran Pesantren dalam Education For All di Era Globalisasi”, http://ejournal.sunan-ampel.ac.id/index.php/JPI/ article/view/177/162. Ristiyanto, Sugeng. 2000. A Study on Management Perspective in Relation to the Existance of Islamic Institution: Pesantren Islam AI-Mukmin Ngruki Sukoharjo, (Thesis pada Program magister Islamic Studies di Universitas Muhammadiyah Surakarta). Rodli,
M. 2007. “Pesantren Salaf http://khazanahsantri.multiply.com/journal/item/12.
di
Simpang
Jalan”,
Steenbrink, Karel A., 1986. Pesantren, Madrasah dan Sekolah: Pendidikan Islam dalam Kurun Modern, Jakarta: LP3ES. Tim Depag RI. , 2003. Pola Pembelajaran di Pesantren, Jakarta: Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam. Wahid, Abdurrahman. 1974. “Pesantren sebagai Subkultur”, dalam M. Dawam Rahardjo, (ed.), Pesantren dan Pembaharuan, Jakarta: LP3ES.
Wahid, Abdurrahman. 2010. Menggerakkan Tradisi Esai-esai Pesantren, Yogjakarta: LKiS, 2010. Zamakhsyari Dhofier. 1994. Tradisi pesantren: Studi tentang pandangan hidup kyai. Jakarta: LP3ES.