MANAJEMEN KELAS PAI BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (STUDI KASUS DI SDLB ABC KENDAL)
SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat Guna memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) dalam Ilmu Tarbiyah Jurusan Kependidikan Islam (KI)
Disusun Oleh: Siti Kholifah 083311039
JURUSAN KEPENDIDIKAN ISLAM FAKULTAS TARBIYAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2012
2
3
4
ABSTRAK Judul Penulis NIM
: Manajemen Kelas PAI Bagi Anak Berkebutuhan Khusus (Studi di SDLB ABC Kendal) : Siti Kholifah : 083311039
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: Rumusan Masalah: 1). Bagaimana pelaksanaan pengelolaan kelas di SDLB ABC Kaliwungu Kendal?, 2). Bagaimana Peran guru bagi Anak Berkebutuhan Khusus di SDLB ABC Kaliwungu Kendal?. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif lapangan dengan teknik pengumpulan data yaitu: observasi, wawancara, dan dokumentasi. Analisis data dalam penelitian ini berupa teknik analisis deskriptif. Temuan penelitian ini yaitu meliputi: 1).Pelaksanaan manajemen kelas yang ada di SDLB ABC Kaliwungu Kendal pada pembelajaran di kelas meliputi dua hal, pertama: pengaturan siswa, dilakuan dengan pengorganisasian siswa (dimana siswa diberikan beban kerja), penugasan siswa (tugas bersifat kelompok dan individu, seperti diskusi, mengarang, ataupun mengerjakan LK), pembimbingan dan pembinaan, kedisiplinan siswa (dengan ditetapkan aturan-aturan yang dibuat oleh guru dengan melihat mud siswa dan disepakati secara bersama), raport dan kenaikan kelas (raport di SDLB ABC ada dua macam, pertama laporan penilaian secara akademik, kedua laporan terkait perkembangan anak, yakni kemampuan anak ketika menerima pelajaran dari guru). Kedua: pengaturan fasilitas, dengan kelas berupa satu kelas dibagi menjadi 4 ruangan, pembelajaran dilaksanakan secara individu dan satu anak satu meja dan satu kursi, pengaturan alat-alat pengajaran, penataan keindahan dan kebersihan ruang kelas, dan pengontrolan ventilasi dan tata cahaya. Ketika pembelajaran di luar kelas, guru memanfaatkan fasilitas yang ada di lingkungan sekolah seperti mushola, lapangan. Mushola sebagai temapat praktek keagamaan dan lapangan sebagai tempat bermain dan juga sebagai temapat berolahraga siswa. 2). Peran guru dalam manajemen kelas yang ada di SLB ABC adalah guru selalu mendampingi siswa selama proses belajar berlangsung sampai pembelajaran tersebut selesai, suasana kelas dibuat selalu menyenangkan terkadang ada juga siswa yang bosan sehingga guru menjadi lebih aktif menjaga, siswa memahami pelajaran tidak hanya secara teori, hubungan yang interaktif antara guru, siswa, dan orangtua, lingkungan sekolah yang menyehatkan. Dengan manajemen kelas yang dilakukan oleh guru di SDLB ABC, pembelajaran dapat dilakukan dengan baik, terbukti dengan siswa selalu berperan aktif dalam pembelajaran dan siswa mampu melaksanakan evaluasi yang dilakukan oleh guru. Selanjutnya, semoga penelitian ini diharapkan menjadi khazanah dan masukan bagi pengelola SDLB ABC, bahan informasi bagi civitas akademika dan semua pihak yang membutuhkan di lingkungan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang
5
KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Segala puji hanya milik Allah SWT, Tuhan yang mengajari kita ilmu dengan pena dan mengajari manusia atas apa-apa yang tidak diketahui. Shalawat dan salam semoga tetap terlimpahkan kepada junjungan kita, manusia yang paling mulia, Nabi besar Muhammad Saw, berikut keluarga dan sahabat-sahabat beliau.. Dengan selesainya penyusunan skripsi ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1. Dr. Suja’i, selaku Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang. 2. Dr. Mustofa, M.Ag, selaku Ketua jurusan dan Fahrurrozi, M.Ag, selaku Sekretaris jurusan Kependidikan Islam, terimakasih atas masukan dan semangatnya. 3. Ismail, SM. M.Ag, selaku pembimbing 1 dan Drs. Wahyudi M.Pd selaku pembimbing 2 yang telah berkenan meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk membimbing serta mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi ini. 4. Para dosen serta staf pengajar dan pegawai di lingkungan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang yang telah membekali penulis berbagai pengetahuan. 5. Kepala Sekolah SDLB ABC Kendal, beserta semua staf pengajar dan pegawai SDLB ABC Kendal, terima kasih atas bantuan dan dukungan datanya selama penelitian. 6. Ayahanda Mugiarto dan Ibundaku tercinta Rohmiyati, terimakasih atas segala pengorbanan dan kasih sayangnya serta untaian do’a yang tiada henti, sehingga penulis mampu menyelesaikan penyusunan skripsi ini. 7. Suami tercinta, terimakasih atas do’a yang tiada henti. 8. Yani, mb fani, mb wanti, ijah, lala, ina dan kawan-kawan KI 2008 terima kasih atas semangat dan kebersamaan yang sangat bermakna. 9. Semua pihak yang telah memberi dukungan baik moril maupun materiil yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
6
Kepada mereka semua penulis tidak dapat memberi apa-apa yang berarti, hanya do’a semoga amal baik mereka dibalas oleh Allah dengan sebaik-baik balasan serta selalu dalam lindungan-Nya. Akhirnya, penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dalam penyusunan kata, landasan teori, dan beberapa aspek inti didalamnya. Oleh karena itu, kritik saran yang konstruktif sangat diharapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semuanya. Amin.
Semarang, 28 Mei 2012 Penulis,
Siti Kholifah NIM.083311039
7
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................
i
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN .................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................
iii
HALAMAN NOTA PEMBIMBING ..........................................................
iv
HALAMAN ABSTRAK ...............................................................................
vi
HALAMAN KATA PENGANTAR .............................................................
vii
DAFTAR ISI ...................................................................................................
ix
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ..........................................................
1
B. Rumusan Masalah ..................................................................
6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..............................................
6
LANDASAN TEORI A. Kajian Pustaka ........................................................................
8
B. Kerangka Teoritik ..................................................................
9
1. Pengertian Manajemen Kelas ............................................
9
2. Ruang Lingkup Manajemen Kelas… ................................
13
3. Tujuan Manajemen Kelas..................................................
18
4. Fungsi Manajemen Kelas………………………………. .
19
5. Prinsip-prinsip Pengelolaan Kelas……………………….
21
6. Pengertian Kelas PAI……………………………………
23
7. Ruang Lingkup PAI……………………………………..
25
8. Dasar Pelaksanaan PAI Bagi Anak Berkebutuhan
BAB III
Khusus…………………………………………………. ..
26
9. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus………………... .
28
10. Jenis-jenis Anak Berkebutuhan Khusus…………………
31
11. Landasan Kelas Bagi Anak Berkebutuhan Khusus ...........
35
METODE PENELITIAN
8
BAB IV
BAB V
A. Jenis Penelitian .......................................................................
42
B. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................
43
C. Sumber Penelitian ..................................................................
43
D. Fokus Penelitian .....................................................................
45
E. Teknik Pengumpulan Data ......................................................
45
F. Tenik Analisis Data .................................................................
46
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian .......................................................................
48
B. Pembahasan .............................................................................
54
PENUTUP A. Simpulan .................................................................................
59
B. Saran ........................................................................................
60
DAFTAR KEPUSTAKAAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP LAMPIRAN-LAMPIRAN
9
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.1 Hak untuk memperoleh pendidikan merupakan hak semua warga negara, tidak terkecuali bagi anak berkebutuhan khusus. Hak untuk memperoleh pendidikan merupakan hak semua warga negara, tidak terkecuali anak berkebutuhan khusus. Hal ini telah ditegaskan dalam UUD 1945 pasal 31 maupun pada UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasioanl pasal 5 ayat 2 yang dengan tegas menyatakan bahwa “Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus”. Oleh karena itulah, sudah sewajarnya pemerintah dan kita semua memberikan perhatian yang
baik terhadap
penyelenggaraan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Sehingga apa yang diharapkan dan diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945 untuk mencerdaskan kehidupan bangsa yang merupakan tanggaung jawab kita semua bangsa Indonesia dapat terealisasikan dengan baik, termasuk di dalamnya bagi anak berkebutuhan khusus. Anak berkebutuhan khusus atau anak penyandang cacat memiliki kelainan dalam hal fisik, mental, atau sosial. Sebagai individu yang memiliki kekurangan maka mereka pada umumnya sering dianggap kurang memiliki rasa percaya diri dan cenderung menutup diri dari lingkungannya. Pandangan masyarakat yang kurang positif juga justru menambah beban permasalahan bagi para penyandang cacat. Sebenarnya dengan keterbatasan-keterbatasan yang ada pada mereka harus
1
Ara Hidayat dan Imam Makhali, Pengelolaan Pendidikan, Prinsip dan Aplikasi dalam Mengelola Sekolah dan Madrasah, (Bandung: Pustaka Educa, 2010), cet.1, hlm.3
10
disikapi secara positif agar mereka dapat dikembangkan seoptimal mungkin potensinya dan diharapkan dapat memberikan kontribusi positif bagi keluarga, lingkungan, masyarakat, serta pembangunan bangsa. Sekolah biasa mengklasifikasikan siswa ke dalam suatu ruangan belajar yang berbeda-beda dengan harapan agar proses instruksional yang terjadi dapat berjalan dengan baik sesuai dengan tujuan pendidikan dan pengajaran yang telah ditetapkan, serta mengarah pada pencapaian cita-cita. Pengelompokan siswa tersebut biasa diilhami oleh keragaman latar belakang siswa, baik ditinjau dari sudut intelektual, umur maupun prestasi belajar. Kelas merupakan suatu unit kecil siswa memliki situasi social yang berbeda-beda antar kelas yang satu dengan kelas yang lain. 2 Karena itu supaya tujuan pembelajaran dapat tercapai secara maksimal, maka ada sekolah yang dengan sengaja mengklasifikasikan siswa atas dasar kemampuan tertentu yang dimiliki siswa. Pada prinsipnya pengelolaan kelas tidak bisa terelakkan oleh tiga hal, yaitu: guru, siswa dan materi ajar. Guru menyampaikan ilmu, siswa mendengarkan dan materi sebagai hal yang diberikan oleh guru pada anak didik. Guru dalam menyampaikan ilmu tidak semudah yang dibayangkan. Artinya, guru tidak hanya sekedar menyampaikan ilmu yang berupa verbalistik-fisik saja, melainkan unsur psikologi turut andil besar dalam mencapai tujuan.3 Inti kegiatan suatu sekolah atau kelas adalah proses belajar mengajar (PBM), kualitas belajar siswa serta para lulusan banyak ditentukan oleh keberhasilan pelaksanaan PBM tersebut atau dengan kata lain banyak ditentukan oleh fungsi dan peran guru. pada dewasa ini masih banyak permasalahan yang berkaitan dengan PBM. Seringkali muncul berbagai keluhan, kritikan para orang tua siswa ataupun guru berkaitan dengan pelaksanaan PBM tersebut. Keluhan-keluhan seperti kegaduhan siswa di dalam kelas, ngantuk, tidak faham dengan apa yang disampaikan guru, sebenarnya tidak perlu terjadi atau setidak-tidaknya dapat diminimalisasikan, apabila semua pihak dapat berperan, terutama guru sebagai pengelola kelas dalam fungsi yang tepat. Sementara ini 2
Ali Rohmad, Kapita Selekta Pendidikan, (Yogyakarta: TERAS, 2009), Cet.II, hlm. 70
3
Thoifuri, Menjadi Guru Inisiator, (Semarang: RaSAIL Media Group, 2007). Hlm. 21
11
pemahaman mengenai pengelolaan kelas nampaknya masih keliru. Seringkali pengelolaan kelas dipahami sebagai pengaturan ruangan kelas yang berkaitan dengan sarana seperti tempat duduk, lemari buku, dan alat-alat mengajar saja. Padahal pengaturan sarana belajar mengajar di kelas hanyalah sebagian kecil, yang
terutama
adalah
pengkondisian
kelas,
artinya
bagaimana
guru
merencanakan, mengatur, melakukan berbagai kegiatan di kelas, sehingga proses belajar mengajar dapat berjalan dan berhasil dengan baik. Pengelolaan kelas menurut penulis adalah upaya yang dilakukan guru untuk mengkondisikan kelas dengan mengoptimalisasikan berbagai sumber (potensi yang ada pada diri guru, sarana dan lingkungan belajar di kelas) yang ditujukan agar proses belajar mengajar dapat berjalan sesuai dengan perencanaan dan tujuan. Terkait dengan keberhasilan peserta didik, guru memiliki peran yang sangat urgen sekali, terutama dalam proses belajar mengajar. Oleh karena itu seorang guru dituntut untuk mampu mengelola kelas dengan baik, dimana kelas merupakan tempat interaksi belajar mengajar berlangsung, sehingga tujuan pembelajaran yang ingin dicapai akan terlaksana. Dengan pengelolaan kelas yang baik maka peserta didik akan mendapatkan pelayanan menurut kebutuhannya dan mencapai hasil pendidikan yang maksimal secara efektif dan efisien. Kemampuan mengelola kelas sering juga disebut kemampuan menguasai kelas dalam arti seorang guru harus mampu mengontrol dan mengendalikan perilaku para muridnya sehingga mereka terlibat secara aktif dalam proses belajar mengajar. Jadi, tidak akan sempurna apabila seorang guru yang menguasai materi atau bahan ajar akan tetapi tidak bisa menciptakan kegiatan-kegiatan belajar yang menarik dengan mampu mengatur peserta didik dan juga fasilitas yang terdapat di dalam kelas. Amanat hak atas pendidikan bagi penyandang kelainan atau ketunaan ditetapkan dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 23 disebutkan bahwa: “pendidikan khusus (pendidikan luar biasa) merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental dan
12
sosial.4 Ketetapan dalam UU No. 20 Tahun 2003 tersebut bagi anak berkebutuhan khusus sangat berarti karena member landasan yang kuat bahwa anak berkelainan perlu memperoleh kesempatan yang sama sebagaimana yang diberikan kepada anak normal lainnya dalam hal pendidikan dan pengajaran. Anak berkebutuhan khusus (ABK) dapat dimaknai dengan anak-anak yang tergolong cacat atau yang menyandang ketunaan, dan juga anak lantib dan berbakat. Dalam perkembangannya, saat ini konsep ketunaan berubah menjadi berkelainan (exception) atau luar biasa.5 Konsep ketunaan berbeda dengan konsep berkelainan. Konsep ketunaan hanya berkenaan dengan kecacatan, sedangkan konsep bekelainan atau luar biasa mencakup anak yang menyandang ketunaan maupun yang dikaruniai keunggulan. Berdasarkan pengertian tersebut, anak berkebutuhan khusus dikategorikan memiliki kelainan dalam aspek fisik yang meliputi: indra pendengaran (Tunarungu), kelainan kemampuan berbicara (Tunawicara), dan kelainan fungsi anggota tubuh (Tunadaksa). Karena karakteristik dan hambatan yang dimiliki, anak berkebutuhan khusus memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka, contohnya bagi tunanetra mereka memerlukan modifikasi teks bacaan menjadi tulisan Braille dan tunarungu berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat. Anak berkebutuan khusus biasanya bersekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB) sesuai dengan kekhususannya masing-masing. SLB bagian A untuk tunanetra, SLB bagian B untuk tunarungu, SLB bagian C untuk tunagrahita, SLB bagian D untuk tunadaksa, SLB bagian E untuk tunalaras dan SLB bagian G untuk cacat ganda. Pendidikan agama islam (PAI) merupakan usaha sadar dan terencana untuk menyiapkan siswa dalam meyakini, memahami, menghayati dan
4
Mohammad Efendi, Psikopedagogik Anak Berkelainan, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006), hlm. 1 5
Yuliani Nurani Sujiono, Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini, (Jakarta: PT. Indeks, 2009), hm. 166.
13
mengamalkan ajaran islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan.6 Ilmu pendidikan tidak terlepas dari obyek yang menjadi sasarannya, yaitu manusia. Manusia adalah makhluk Allah, manusia dan alam semesta bukan terjadi dengan sendirinya. Tetapi diajadikan oleh Allah. 7
Allah berfirman dalam QS. Ar Rum 40:
“Allah-lah yang menciptakan kamu, kemudian memberimu rezki, kemudian mematikanmu, kemudian menghidupkanmu (kembali)”. Pendidikan tidak hanya diberikan kepada anak yang mempunyai kelengkapan fisik saja, namun juga diberikan kepada anak yang mempunyai kelainan dan kekurangan fisik/mental, karena manusia mempunyai hak yang sama di hadapan Allah SWT. Seperti yang dijelaskan dalam Firman Allah SWT QS. An Nur 61
.......... “tidak ada halangan bagi orang buta, tidak (pula) bagi orang pincang, tidak (pula) bagi orang sakit, dan tidak (pula) bagi dirimu sendiri, Makan (bersama-sama mereka)” Maksud dari ayat di atas yaitu bahwa semua manusia disisi Allah itu sama, yang membedakan hanyalah iman dan akhlaknya. Dalam dunia pendidikan juga tidak ada perbedaan antara anak yang normal perkembangan baik jasmani dan rohaninya, dengan anak-anak yang mengalami kecacatan fisik maupun kelemahan mental. Semuanya sama dihadapan Allah SWT. Dalam penelitian ini penulis akan fokus kepada pendidikan dengan konsep pengelolaan kelas bagi anak berkebutuhan khusus, yakni kelas yang 6
Nazarudin, Manajemen Pembelajaran, (Yogyakarta: Teras, 2007), hlm. 12.
7
Zakiyah Darajad, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), hlm. 1
14
dimana ruang lingkupnya yaitu anak-anak berkebutuhan khusus dan peran guru yang sangat berpengaruh dalam proses belajar mengajar di kelas secara berlangsung. Sekolah luar biasa yang ada di daerah Kaliwungu kabupaten Kendal merupakan salah satu sekolah yang mengembangkan aspek intelektual, emosional, spiritual serta berbagai keterampilan hidup siswa sejak mereka usia dini walaupun memiliki kelainan fisik atau berkebutuhan khusus yaitu mulai dari tingkat TKLB, SDLB, SMPLB dan SMALB. SLB ABC swadaya menerapkan pola pembelajaran sama seperti halnya di sekolah normal pada umumnya yaitu untuk melatih aspek kognitif, afektif serta psikomotorik siswa dengan mengeksplorasi kreatifitas yang dimiliki masing-masing individu sehingga anak selalu merasa fun pada saat proses belajar mengajar. Di sekolah ini, guru sebagai pembimbing dan fasilitator. Para siswa dibimbing dan diarahkan dengan tulus sehingga siswa merasa nyaman pada saat di dalam kelas. Karena pengelolaan kelas yang ada di SLB inilah peneliti ingin mengkaji tentang bagaimana pengelolaan kelas yang ada di SLB pada tingkat Sekolah Dasar dengan pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas. Tentu dalam pengelolaan kelas pada sekolah normal berbeda dengan sekolah bagi anak berkebutuhan khusus. Bagaimana seorang guru mampu mengatur peserta didik dengan pola pembelajaran di dalam kelas ABK, akan tetapi tujuan pembelajaran tetap tercapai. Alasan penulis memilih manajemen kelas, karena dalam pembelajaran manajemen kelas sangat penting sekali, karena dengan manajemen atau pengelolaan kelas yang baik merupakan syarat mutlak bagi terjadinya proses interaksi edukatif yang efektif.8 Richard I Arends mengutip dari Kounin, J.S. dalam bukunya discipline and group management in classroom, bahwa aspek yang paling menantang dalam
8
Syaiful Bahri Djamarah, Guru Dan Didik Dalam Interaksi Edukatif “Suatu Pendekatan Teoritis Psikologis”, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005), Cet. 2, hlm. 145.
15
pekerjaan guru adalah mengembangkan dan mempertahankan kelas yang well managed (terkelola dengan baik).9 Pengelolaan kelas merupakan proses seleksi dan penggunaan alat-alat yang tepat terhadap problem dan situasi kelas. Ini berarti guru bertugas menciptakan, memperbaiki dan memelihara sistem/organisasi kelas. Sehingga anak didik dapat memanfaatkan kemampuannya, bakatnya dan energinya pada tugas-tugas individu.10 Untuk menciptakan kelas yang kondusif bagi anak berkebutuhan khusus, guru berperan aktif sebagai penggerak atau pengelola kelas berkewajiban untuk mengelola kelas seefektif mungkin. Kegiatan manajemen kelas meliputi dua kegiatan yaitu pengaturan orang (peserta didik) dan pengaturan fasilitas. Akan tetapi dalam penelitian ini penulis mengganti pengaturan fasilitas menjadi peran guru di dalam kelas, karena kelas yang ada di SLB 1 kelas untuk 4 ruangan. Kelas yang diatur dengan baik pada hakikatnya dapat mendukung iklim pembelajaran. Maka di dalamnya semua siswa akan tertib, namun tidak kaku dan mereka akan merasa aman dari kekerasan fisik dan kekhawatiran akan ejekan. Berangkat dari latar belakang masalah tersebut, maka peneliti bermaksud mengadakan
penelitian
tentang
“Manajemen
Kelas
PAI
bagi
Anak
Berkebutuhan Khusus (studi kasus di SDLB Kaliwungu Kendal).
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka untuk mempermudah dalam memahami permasalahan, penulis membuat rangkaian dan batasan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaturan siswa berkebutuhan khusus yang ada di SDLB ABC Kaliwungu Kendal?
9
Richard I Arends, Learning To Teach (Belajar untuk Mengajar), tej. Helly Prajitno Soetjipto, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), hlm. 180. 10
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: PT Rineka Cipta,2005), Cet. II,, hlm. 172
16
2. Bagaimana pengaturan fasilitas yang ada di SDLB ABC Kaliwungu Kendal?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Dengan melihat rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini untuk: a. Untuk mengetahui bagaimana pengaturan siswa berkebutuhan khusus di SDLB ABC Kaliwungu Kendal b. Untuk mengetahui bagaimana pengaturan fasilitas yang ada di SDLB ABC Kaliwungu Kendal 2. Manfaat Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: Manfaat bagi lembaga: penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan dapat dijadikan wacana untuk menambah pengetahuan khususnya
mengenai pengelolaan kelas yang efektif bagi anak
berkebutuhan khusus. Bagi masyarakat: penelitian ini diharapkan dapat memberikan dorongan dan motivasi kepada anak berkebutuhan khusus supaya anak tersebut mau sekolah. Bagi guru: penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan yang positif dalam meningkatkan pengelolaan kelas dan mempergunakan fasilitas yang ada sebaik mungkin.
17
BAB II MANAJEMEN KELAS PAI BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS A. Kajian Pustaka Dalam telaah pustaka ini penulis akan mendeskripsikan beberapa penelitian yang ada relevansinya dengan judul penulis. 1. Penelitian yang dilakukan oleh Lilik Wiyono pada tahun 2009 dengan skripsinya yang berjudul “Pendidikan Agama Islam Dalam Kelas Inklusi di SMA N Mojotengah Wonosobo” dalam penulisannya mengungkapkan pelaksanaan pendidikan agama islam dalam kelas inklusi yang memiliki keunikan di bandingkan dengan pendidikan yang sama di kelas reguler bagi anak berkebutuhan khusus.11 2. Penelitian yang dilakukan oleh Muttaqin pada tahun 2010 dengan skripsinya yang berjudul “Implementasi Keterampilan Pengelolaan Kelas Dalam Pembelajaran PAI di
SMP
N 1 Mranggen”
dalam
penulisannya
mengungkapkan bahwa keterampilan pengelolaan kelas yang baik, di lihat dari kompetensi guru dalam mengelola tata ruang kelas. 12 3. Penelitian yang dilakukan oleh Siti Yuliatun pada tahun 2007 yang berjudul “Manajemen Pengelolaan Kelas Mata Pelajaran PAI Pada Anak Autisme (Studi di Semarang Autism School Tembalang)”, membahas tentang pengelolaan kelas di Semarang Autism School Tembalang semarang khusus untuk anak autisme mana yang lebih baik dan mendukung untuk perkembangan dan kemajuan anak, maka akan mereka gunakan. Jadi, secara khusus belum ada pedoman khusus untuk pengelolaan kelas anak autis. Dijelaskan pula bahwa dalam pengelolaan kelasnya melibatkan beberapa pihak, yaitu: orang tua murid, guru (terapis), kepala sekolah, masyarakat 11
Lilik Wiyono, Pendidikan Agama Islam Dalam Kelas Inklusi Di SMA N Mojotengah Wonosobo, (Semarang: IAIN Walisongo Fakultas Tarbiyah) 12
Muttaqin, Implementasi Keterampilan Pengelolaan Kelas Dalam Pembelajaran PAI di SMP N 1 Mranggen, (Semarang: IAIN Walisongo Fakultas Tarbiyah)
18
sekitar, dan orang-orang yang dapat mengatasi anak autisme yaitu psikolog dan dokter.13 Dari beberapa karya tersebut ada titik sambung antara karya tersebut dengan pembahasan berikut, yaitu sama-sama menyinggung tentang pengelolaan kelas. Namun, tentu saja banyak hal yang membedakan antara karya tersebut dengan tema yang akan dipaparkan di sini, yaitu dengan fokus penelitian anak berkebutuhan khusus secara umum.
B. Kerangka Teoritik Dalam kaitannya dengan pembahasan ini akan di jelaskan mengenai berbagai teori dan referensi yang mendukung dengan apa yang akan di bahas. Kerangka teori ini akan membahas tentang kelas PAI, anak berkebutuhan khusus dan manajemen kelas. 1. Manajemen Kelas PAI a. Pengertian Manajemen Kelas Secara semantis kata manajemen yang umum digunakan saat ini berasal dari kata kerja “to manage” yang berarti mengurus, mengatur, mengemudikan, mengendalikan, menangani, mengelola, menyelenggarakan, menjalankan, melaksanakan, dan memimpin.14 Manajemen berasal dari Bahasa Latin, yaitu dari asal manus yang berarti tangan dan agere yang berarti melakukan. Kata-kata kerja itu di gabungkan menjadi kata kerja managere yang artinya menangani. Managere di terjemahkan ke dalam Bahasa Inggris dalam bentuk kata kerja to manage, dengan kata benda management dan manager untuk orang yang melakukan kegiatan manajemen. Akhirnya management di terjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia menjadi manajemen atau pengelola.15
13
Siti Yuliatun, “Manajemen Pengelolaan Kelas Mata Pelajaran PAI Pada Anak Autisme (Studi di Semarang Autism School Tembalang)”, (Semarang: IAIN Walisongo Fakultas Tarbiyah) 14
Ara Hidayat dan Imam Makhali, Pengelolaan Pendidikan Konsep Prinsip Dan Aplikasi Dalam Mengelola Sekolah dan Madrasah, (Bandung: PT Pustaka Educa, 2010), hlm. 1 15
Husaini Usman, Manajemen Teori Praktek dan Riset Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hlm. 4.
19
Manajemen dari kata “ Management “. Diterjemahkan pula menjadi pengelolaan, berarti proses penggunaan sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran. Sedangkan pengelolaan adalah proses yang memberikan pengawasan pada semua hal yang terlibat dalam pelaksanaan dan pencapaian tujuan. Maksud manajemen kelas adalah mengacu kepada penciptaan suasana atau kondisi kelas yang memungkinkan siswa dalam kelas tersebut dapat belajar dengan efektif. Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan SDM secara efektif yang didukung oleh sumber-sumber lainnya dalam suatu organisasi untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam pengertian ini, ada dua sistem yang terdapat dalam manajemen yaitu sistem organisasi dan sistem manajerial organisasi. Sistem organisasi berhubungan dengan model/pola keorganisasian yang dianut, sedangkan sistem manajerial berkaitan dengan pola-pola pengorganisasian, kepemimpinan dan kerjasama yang diterapkan oleh para anggota organisasi. 16 Untuk memahami lebih lanjut tentang apa yang disebut manajemen, artinya kita akan mengkaji tentang manajemen dilihat dari berbagai definisi yang disampaikan oleh beberapa pakar manajemen. 1) Malayu S.P. Hasibuan, mengartikan manajemen merupakan ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu.17 2) G.R Terry, mengatakan bahwa manajemen merupakan suatu proses Management is a distinct process consisting of planning, organizing, actuating, and controlling performance to determine and accomplish stated objectives by the use of human being and other resources.(manajemen merupakan sebuah proses yang khas, yang terdiri dari tindakan-tindakan: perencanaan, pengorganisasian, penggiatan dan pengawasan,
16 17
yang
Hikmat, Manajemen Pendidikan, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2009), hlm. 11
Malayu S. P. Hasibuan, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), Cet. 10, hlm. 1-2.
20
dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lain.18 3) Syufarma dengan mengutip Miller mengungkapkan bahwa manajemen itu sebagai, “management is the process of directing and facilitating the work of people organized in formal group to achieve a desired goal." Manajemen adalah seluruh proses kegiatan dan memanfaatkan orang-orang (sumber daya) dalam sebuah organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.19 Dengan
demikian
manajemen
merupakan
kemampuan
dan
keterampilan khusus yang di miliki oleh seseorang untuk melakukan suatu kegiatan baik secara perorangan ataupun bersama orang lain atau melalui orang lain dalam upaya mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien. Pengertian kelas menurut Arikunto, adalah sekelompok siswa yang pada waktu yang sama menerima pelajaran yang sama dari guru yang sama. 20 Sementara Oemar Hamalik, kelas adalah suatu kelompok orang yang melakukan kegiatan belajar bersama, yang mendapat pengajaran dari guru. Kelas sebagai lingkungan belajar siswa merupakan aspek dari lingkungan yang harus diorganisasikan dan di kelola secara sistematis. 21 Dapat disimpulkan bahwa manajemen kelas adalah proses atau upaya yang dilakukan oleh seorang guru secara sistematis untuk menciptakan dan mewujudkan
kondisi kelas yang dinamis dan kondusif dalam rangka
menciptakan pembelajaran yang efektif dan efisien. Sulistyorini dalam bukunya manajemen pendidikan islam menjelaskan bahwa manajemen kelas merupakan usaha yang di arahkan untuk mewujudkan
18
Mulyono, Manajemen Administrasi dan Organisasi Pendidikan, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2008), Cet. I, hlm. 16. 19
Ara Hidayat dan Imam Makhali, Pengelolaan Pendidikan Konsep Prinsip Dan Aplikasi Dalam Mengelola Sekolah dan Madrasah, hlm. 3-4 20
Suharsimi Arikunto, Pengelolaan Kelas Dan Siswa Sebuah Pendekatan Evaluatif, (Jakarta: CV Raja Wali, 1986), hlm. 17 21
Sulistyorini, Manajemen Pendidikan Islam Konsep Strategi Dan Aplikasi, (Yogyakarta: Teras, 2009), hlm. 91
21
suasana belajar mengajar yang efektif dan menyenangkan serta dapat memotivasi siswa untuk belajar dengan baik sesuai dengan kemampuan.22 Banyak pakar pendidikan yang juga mendefinisikan manajemen kelas , Made Pidarta mengatakan bahwa manajemen atau pengelolaan kelas adalah proses seleksi dan penggunaan alat-alat yang tepat terhadap problem dan situasi kelas.23 Ini berarti guru bertugas menciptakan, memperbaiki, dan memelihara sistem atau organisasi kelas. Sehingga anak didik dapat memanfaatkan kemampuan, bakat dan energinya. Dari beberapa definisi di atas akan penulis tegaskan kembali bahwa manajemen atau pengelolaan kelas merupakan hal yang berbeda dengan pengelolaan pembelajaran. Pengelolaan pembelajaran lebih menekankan pada kegiatan perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan tindak lanjut dalam suatu pembelajaran. Sedangkan pengelolaan kelas lebih menekankan pada upayaupaya untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi yang optimal bagi terjadinya proses belajar yang di dalamnya mencakup pengaturan orang (peserta didik) dan fasilitas. Dalam pengelolaan kelas ini, guru sebagai faktor determinan harus mampu menentukan faktor-faktor yang menjadi syarat-syarat kriterianya. Untuk itu, guru memiliki peran untuk menjalankan tugas-tugas manajerial tersebut sesuai kriteria-kriteria yang telah direncanakan dalam ketentuan tugasnya di dalam kelas. Hadits tentang pengelolaan kelas24:
اذ و سد ا المر ايل غري-م-عن ايب ىر ى رة رضي اهلل عنو قال رسو ل هلل ص )اىلو فنتظر السا عة (رواه البخا ري Dari Abu Hurairah RA. Berkata, telah bersabda rasulullah saw apabila suatu perkara di serahkan kepada yang tidak ahlinya, maka tinggallah kehancurannya.” (HR. Bukhari) 22
Sulistyorini, Manajemen Pendidikan Islam, hlm. 2
23
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: PT Rineka Cipta,2005), Cet. II, hlm. 172. 24
Imam Abi Abdillah, Muhammad ibn Ismail, ibn Ibrahim ibn Mughirah Bardizbah al Bukhari Al Ju’fi, Shahih Bukhari (Beirut: dar al Kutub al Ilmiyah, 1992), juz 1 hlm. 26
22
Peran guru dalam tugas pengelolaan kelas, yaitu: guru sebagai penagajar, guru sebagai pembimbing dan guru sebagai administrator kelas. 25 Peran guru sebagai pendidik atau educational, meliputi: a) mendidik dan mengantarkan siswa menjadi manusia dewasa yang cerdas dan berbudi luhur, b) membentuk sikap mental dan watak serta kepribadian siswa, c) mengamati dan memperhatikan kebiasaan-kebiasaan, kelainan-kelainan atau kekurangan siswa dan mengarahkan agar siswa dapat berkembang secara optimal dan proporsional. Kemampuan tersebut harus dilakukan guru dengan baik pada saat pelajaran
berlangsung
maupun
sebelum
ataupun
sesudah
pelajaran
berlangsung. Maka guru merupakan pemimpin yang bertanggung jawab terhadap kondisi kelas yang dikelolanya. Dengan demikian, maka guru harus mengetahui latar belakang siswa baik dari segi sosial, ekonomi maupun budayanya sehingga proses kegiatan pembelajaran dapat dilaksanakan dengan sukses. b. Ruang Lingkup Manajemen Kelas Sebagaimana yang dijelaskan bahwa Manajemen /pengelolaan kelas yang dapat diartikan sebagai kemampuan guru atau wali kelas dalam mendayagunakan potensi kelas berupa pemberian kesempatan yang seluasluasnya pada setiap personal untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang kreatif dan terarah sehingga waktu dan dana yang tersedia dapat dimanfaatkan secara efisien. Untuk melakukan kegiatan-kegiatan kelas yang berkaitan dengan kurikulum dan perkembangan murid.26 Secara garis besar ada dua kegiatan dalam manajemen kelas (pengelolaan kelas), yaitu: 1) Pengaturan Siswa (fokus pada hal-hal yang bersifat non fisik)
25
Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 1995). Hlm.15. 26
Hadari Nawawi, Organisasi Sekolah dan Pengelolaan Kelas sebagai Lembaga Pendidikan, (Jakarta: PT Gunung Agung, 1989), hlm. 115
23
Pengaturan siswa ini berkaitan dengan pemberian stimulus dalam rangka membangkitkan dan mempertahankan kondisi motivasi siswa untuk secara sadar berperan aktif dan terlibat dalam proses pendidikan dan pembelajaran di sekolah. Manifestasinya dapat berbentuk kegiatan, tingkah laku, suasana yang diatur atau diciptakan guru dengan menstimulasi siswa agar ikut serta berperan aktif dalam proses pendidikan dan pembelajaran secara penuh.27 Siswa adalah orang yang melakukan aktifitas di kelas yang ditempatkan sebagai objek karena perkembangan ilmu pengetahuan dan kesadaran manusia, maka siswa bergerak kemudian menduduki fungsi sebagai subyek, artinya siswa bukan barang atau obyek yang hanya dikenai akan tetapi juga merupakan objek yang memiliki potensi dan pilihan untuk bergerak.28 Pergerakan yang terjadi dalam konteks pencapaian tujuan tidak sembarang, artinya dalam hal ini fungsi guru tetap memiliki proporsi yang besar untuk dapat membimbing, mengarahkan dan memandu aktifitas yang harus di lakukan oleh siswa. Oleh karena itu, pengaturan siswa adalah bagaimana mengatur dan menempatkan siswa dalam kelas sesuai dengan potensi intelektual dan perkembangan emosionalnya. Sehingga siswa diberikan kesempatan untuk memperoleh posisi dalam belajar yang sesuai dengan minat dan keinginannya. Peserta didik adalah subyek atau pribadi yang otonom dan ingin diakui keberadaannya, ia ingin mengembangkan diri (mendidik diri secara terus menerus guna memecahkan masalah-masalah yang dijumpai sepanjang hidupnya). Dalam manajemen kelas kegiatan pengaturan siswa meliputi: a) Pembentukan organisasi siswa
27 28
Ali Rohmad, Kapita Selekta Pendidikan, (Yogyakarta: TERAS, 2009, hlm. 72-73)
Tim Dosen Administrasi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia, Manajemen Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2009) hlm. 108
24
Wali atau guru kelas harus mampu membagi beban kerja dan pemberian wewenang dan tanggung jawab secukupnya, kepada semua warga sekolah, tidak hanya dikalangan guru, tetapi murid juga hendaknya memperoleh beban kerja sebagai wujud rasa tanggungjawab siswa terhadap kelas. Dengan adanya organisasi kelas ini diharapkan akan membantu guru baik dalam ketertiban kelas, ataupun dalam melakukan pengawasan dan juga menciptakan kekompakan dan rasa kekeluargaan di dalam kelas. b) Pengelompokan peserta didik Menurut Conny Semiawan, dkk. yang dikutip oleh Syaiful Bahri Djamarah29 dalam mengelompokkan peserta didik didasarkan pada: 1) Pengelompokan menurut kesenangan berkawan Pada pengelompokan ini anak didik dibagi dalam beberapa kelompok atas dasar perkawanan atau kesenangan bergaul di antara mereka. Mereka duduk mengelilingi meja yang telah disusun dalam keadaan berhadapan. Dalam pengelompokan seperti ini, setiap anak didik mempelajari atau berbuat hal yang sama dengan sumber yang sama. 2) Pengelompokan menurut kemampuan Dalam mempelajari sesuatu, ada anak didik yang pandai, sedang dan lambat. Untuk memudahkan pelayanan guru, anak didik dikelompokkan ke dalam kelompok cerdas, sedang/menengah dan lambat, pengelompokan seperti ini diubah sesuai dengan kesanggupan individual dalam mempelajari mata pelajaran. 3) Pengelompokan menurut minat Ada anak didik yang senang menulis, yang lainnya senang matematika, ilmu-ilmu sosial, ilmu pengetahuan alam. Anak didik yang berminat melakukan kegiatan belajar yang sama dikelompokkan.
29
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik, hlm. 180-181
25
Pada situasi seperti ini, guru perlu terus menerus mengamati setiap peserta didik. c) Penugasan siswa Aktifitas dan kreatifitas siswa dapat ditingkatkan dengan sistem penugasan. Disamping itu penugasan pada siswa berfungsi juga untuk mematangkan penugasan bahan yang telah diajarkan. Kriteria tugas yang baik adalah jelas dan mudah dipahami oleh siswa. Hal ini dimaksudkan agar siswa tidak bingung penugasan yang dimaksud dapat tercapai secara optimal oleh karena itu dalam memberikan tugas guru harus ingat beberapa hal: (a) menerangkan tugas yang harus diperlukan, (b) mengisolasikan tingkah laku yang diperlukan, (c) menciptakan suatu kriteria untuk suatu tingkah laku atau penampilan manajemen yang dapat diterima. d) Pembimbingan siswa Pembimbingan dan konseling adalah bentuk kegiatan sebagai salah satu fungsi educational yang tidak dapat dipisahkan dengan fungsi manajerial guru, karena hal itu berhubungan dengan tugas pokok seorang guru. e) Raport dan kenaikan kelas Tata cara sekolah tentang raport untuk orang tua, sangat sering menerima kritikan. Yang harus kita pertimbangkan disini bukanlah kelemahan-kelemahan
suatu
raport,
tetapi
bagaimana
kita
bisa
memanfaatkan raport sebaik mungkin. Raport adalah buku yang mencerminkan keberhasilan seni dalam mengelola kelas. Hasil tersebut harus menjadi feedback untuk kerja kita selanjutnya.30 2) Pengaturan Fasilitas (fokus pada hal-hal yang bersifat fisik) Aktifitas dalam kelas baik guru maupun siswa dalam kelas kelangsungannya akan banyak dipengaruhi oleh kondisi dan situasi fisik lingkungan kelas. Oleh karena itu lingkungan kelas fisik berupa sarana dan
30
Michael Marland, Seni Mengelola Kelas, (Semarang: Dahara Prize, 1990), hlm. 56
26
prasarana kelas harus dapat memenuhi dan mendukung interaksi yang terjadi, sehingga harmonisasi kelas dapat berlangsung dengan baik dari permulaan masa kegiatan belajar mengajar sampai akhir masa belajar mengajar. Pengaturan fasilitas adalah kegiatan yang harus dilakukan siswa, sehingga seluruh siswa dapat terfasilitasi dalam aktifitasnya di dalam kelas. Pengaturan fisik kelas diarahkan untuk meningkatkan efektifitas belajar siswa sehingga siswa merasa senang, nyaman dan aman dan bisa belajar dengan baik. Pengaturan fasilitas dalam manajemen kelas meliputi: a) Pengaturan tempat duduk siswa Dalam belajar anak didik memerlukan tempat duduk. Karena tempat duduk mempengaruhi dalam belajar anak didik. Sebaiknya tempat duduk anak didik tidak berukuran besar agar mudah diubah-ubah formasinya sesuai dengan kebutuhan. Selain itu, kursi dan meja peserta didik dan guru juga menunjang perlu ditata (setting kelas) sedemikian rupa sehingga dapat mengaktifkan peserta didik, agar memenuhi prinsip pengelolaan tata ruang kelas, meliputi: (1) Aksebilitas: yaitu peserta didik mudah menjangkau sumber belajar yang tersedia; (2) Mobilitas; yaitu peserta didik dapat bergerak kebagian lain kelas; (3) interaksi; memudahkan interaksi antara guru dan peserta didik maupun antar peserta didik bekerjasama secara perorangan, berpasangan, atau kelompok.31 Formasi pengaturan meja kursi yang dapat dikembangkan: formasi huruf U, meja konferensi, lingkaran, susunan chevron atau huruf V, atau kelas tradisional yaitu berjejer atau berbaris serta formasi auditorium. Formasi lainnya yang dapat digunakan disesuaikan dengan tujuan dan strategi pembelajaran yang digunakan atau intensitas interaksi yang digunakan oleh guru. b) Pengaturan alat-alat pengajaran 31
Darwin syah dkk, Perencanaan Sistem Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2007), hlm.260
27
Diantara alat-alat pengajaran di kelas yang harus diatur adalah: (a) Perpustakaan kelas (b) Alat peraga atau media pengajaran (c) Papan tulis, kapur tulis dan sebagainya (d) Papan presensi peserta didik
c) Penataan keindahan dan kebersihan kelas Dalam rangka pemeliharaan ruang kelas dalam menciptakan kenyamanan di dalamnya, hubungannya dalam penataan komponenkomponen yang terkait, yang harus diperhatikan dalam pemeliharaan ruang kelas, antara lain: (a)
Hiasan dinding, Gambar-gambar presiden, wakil presiden dan lambang garuda pancasila ditempatkan di depan kelas, gambar pahlawan, papan tulis posisi penempatannya disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku.
(b)
Penempatan lemari kelas, Lemari kelas dapat ditempatkan disamping papan tulis atau sebelah kiri atau kanan dinding bisa juga diletakkan disebelah meja guru.
(c)
Pemeliharaan kebersihan, dibentuk
jadwal piket
ditempatkan
disamping papan absensi dan tempat sampah diletakkan disudut kelas. d) Ventilasi dan tata cahaya Dalam menjamin kesehatan peserta didik, yang perlu di perhatikan yaitu: (a) Ventilasi sesuai dengan ruang kelas, (b) Pengaturan cahaya perlu diperhatikan sehingga cahaya yang masuk cukup, (c) Cahaya masuk dari arah kiri, jangan berlawanan dengan bagian depan.32 c. Tujuan Manajemen Kelas Secara umum yang menjadi tujuan pengelolaan kelas dalam pandangan Sudirman adalah penyediaan fasilitas bagi kegiatan belajar siswa dalam
32
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik, hlm 177
28
lingkungan sosial, emosional dan intelektual dalam kelas. Secara khusus yang menjadi tujuan pengelolaan kelas dalam pandangan Usman adalah mengembangkan kemampuan siswa dalam menggunakan alat-alat belajar, menyediakan kondisi-kondisi yang memungkinkan siswa belajar dan bekerja serta membantu siswa untuk memperoleh hasil yang diharapkan.33 Tujuan manajemen kelas adalah : 1. Mewujudkan situasi dan kondisi kelas, bai sebagai lingkungan belajar maupun sebagai kelompok belajar, yang memungkinkan peserta didik untuk mengembangkan kemampuan semaksimal mungkin. 2. Menghilangkan berbagai hambatan yang dapat menghalangi terwujudnya interaksi pembelajaran. 3. Menyediakan dan mengatur fasilitas serta perabot belajar yang mendukung dan memungkinkan siswa belajar sesuai dengan lingkungan social, emosional dan intelektual siswa dalam kelas. 4. Membina dan membimbing siswa sesuai dengan latar belakang sosial, ekonomi, budaya serta sifat-sifat individunya. Peserta didik dalam suatu kelas biasanya memiliki kemampuan beragam, ada yang memiliki kemampuan beragam, ada yang memiliki kemampuan yang tinggi, sedang dan kurang. Pandangan psikologi pendidikan, sebenarnya tidak ada peserta didik yang pandai/bodoh, yang lebih tepat adalah peserta didik dengan kemampuan yang lambat/cepat dalam belajar. Dalam materi yang sama, bagi peserta didik satu memerlukan dua kali pertemuan untuk memahami isinya, namun bagi peserta didik lain perlu empat kali pertemuan atau lebih untuk dapat menyerapnya. 34 d. Fungsi Manajemen Kelas Fungsi dari manajemen kelas sendiri sebenarnya merupakan penerapan fungsi-fungsi manajemen yang di aplikasikan di dalam kelas oleh guru untuk mendukung tujuan belajar yang hendak dicapainya. Sesuai dengan fungsi
33 34
Sulistyorini, Manajemen Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Teras, 2009), hlm. 94-95
Ismail, SM, Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis Paikem, (Semarang: RaSAIL Media Group, 2008), hlm. 57
29
manajemen untuk pengelolaan kelas yang efektif disyaratkan adanya kepemimpinan aktif yang mampu menciptakan iklim yang memberi atau menekankan adanya harapan untuk keberhasilan dan suasana tertib (melalui) suatu proses perencanaan, pengorganisasian (pengaturan), dan pengawasan yang dilakukan oleh guru, baik individu maupun dengan melalui orang lain untuk mencapai pembelajaran dengan cara memanfaatkan segala sumber daya yang ada secara optimal.35Munculnya masalah individual disebabkan beberapa kemungkinan tindakan siswa seperti : a) Tingkah laku yang ingin mendapat perhatian orang lain, b) Tingkah laku yang ingin menujukkan kekuatan, c) Tingkah
laku
yang
bertujuan
menyakiti
orang
lain,
d)
Peragaan
ketidakmampuan. Sedangkan masalah-masalah kelompok yang mungkin muncul dalam kelas : a) Kelas kurang kohesif lantaran alasan jenis kelamin, suku, tingkatan sosial ekonomi, dan sebagainya, b) Penyimpangan dari norma-norma tingkah laku yang telah disepakai sebelumnya, b) Kelas mereaksi negatif terhadap salah seorang anggotanya.c) “Membombang” anggota kelas yang justru melanggar norma kelompok. Kelompok cenderung mudah dialihkan perhatiannya dari yang tengah digarap, semangat kerja rendah, kelas kurang mampu menyesuaikan diri dengan keadaan baru seperti gangguan jadwal guru terpaksa diganti sementara oleh guru lain. Dalam pelaksanaannya fungsi manajemen tersebut harus disesuaikan dengan filosofis dari pendidikan (belajar, mengajar) di dalam kelas. Fungsi manajemen kelas meliputi: 1) Merencanakan Dalam organisasi merencanakan adalah suatu proses memikirkan dan menetapkan secara matang arah, tujuan dan tindakan dan sekaligus mengkaji
berbagai
sumber
daya
dan metode-teknik yang tepat.
Perencanaan disini berarti pekerjaan guru untuk menyusun tujuan belajar 35
Sudarwan Danim, Inovasi Pendidikan Dalam Upaya Peningkatan Professionalisme Tenaga Kependidikan, Pustaka Setia, cet.1. 2002, hlm.173.
30
yang meliputi: (a) memperkirakan tuntutan, (b) merumuskan tujuan dalam silabus kegiatan instruksional, (c) menentukan urutan topik, (d) topik yang harus dipelajari, (d) mengalokasikan waktu yang telah tersedia. 2) Mengorganisasikan Dalam manajemen kelas mengorganisasikan yaitu pekerjaan seorang guru untuk mengatur dan menghubungkan sumber-sumber belajar, sehingga dapat mewujudkan tujuan belajar dengan cara yang paling efektif dan ekonomis. Jadi, organisasi hanyalah sebagai alat atau sarana untuk mencapai apa yang harus diselesaikan, dimana tujuan akhirnya adalah membuat siswa menjadi lebih mudah bekerja dan belajar bersama. 3) Memimpin Di dalam kelas memimpin merupakan pekerjaan seorang guru untuk memberikan motivasi, dorongan dan menstimulasikan siswa untuk tetap terus belajar, sehingga mereka akan menjadi siap untuk mewujudkan tujuan belajar. 4) Mengawasi (Controlling) Mengawasi adalah pekerjaan seorang guru untuk menentukan apakah fungsinya dalam mengorganisasikan dan memimpin diatas telah berhasil dalam mewujudkan tujuan yang telah dirumuskan. Jika tujuan belum dapat diwujudkan, maka guru harus menilai dan mengatur kembali situasi pembelajarannya bukan mengubah tujuannya. 5) Motivasi (Motivating) Motivasi adalah menggerakkan orang dengan menumbuhkan keinginan bekerja dalam memenuhi kebutuhan yang ditimbulkan.36 Dalam pengelolaan kelas motivasi adalah dorongan untuk menumbuhkan kesadaran siswa sebagai warga sekolah, agar mampu mengikuti pembelajaran dengan baik sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.
36
Musfirotun Yusuf, Manajemen Pendidikan Sebuah Pengantar, (Yogyakarta: Andi Offset, 2005), hlm. 104.
31
6) Pemberdayaan (Empowering) Dalam pengelolaan kelas, pemberdayaan diwujudkan dengan guru selalu mengajak siswa untuk berperan aktif, karena siswa merupakan subjek yang memiliki kemampuan untuk mengembangkan diri. 7) Evaluasi (Evaluating) Evaluasi merupakan koreksi untuk mengetahui ketercapaian tujuan dalam suatu kegiatan. Dalam manajemen kelas dengan adanya evaluasi dapat diukur hasil kerja yang dilakukan dalam pembelajaran, dan jika terjadi penyimpangan akan segera dilakukan perbaikan, sehingga akan tercapai tujuan pembelajaran. e. Prinsip-prinsip pengelolaan kelas Sebagai upaya memperkecil masalah dalam pengelompokan kelas, sebagai prasyarat menciptakan satu model pembelajaran yang efektif dan efisien, beberapa prinsip pengelolaan kelas yang dapat dipergunakan sebagai berikut:37 Djamarah,
menyebutkan “Dalam rangka memperkecil masalah
gangguan dalam pengelolaan kelas dapat dipergunakan.” Prinsip-prinsip pengelolaan kelas yang dikemukakan oleh Djamarah adalah sebagai berikut. 1) Hangat dan antusias Suasana hangat dan antusias guru diperlukan dalam proses belajar mengajar siswa. Guru-guru yang hangat dan penuh keakraban dengan anak didik selalu menunjukkan semangat dan tanggung jawabnya dan keinginannya untuk melaksanakan tugasnya sebagai guru dengan sebaikbaiknya, hal ini akan berhasil dalam mengimplementasikan manajemen kelas 2) Tantangan Tantangan dapat diberikan kepada siswa dengan menggunakan kata-kata, tindakan, cara kerja, atau buku-buku
dalam rangka
meningkatkan gairah anak didik untuk belajar sehingga mengurangi
37
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik, hlm. 148
32
kemungkinan munculnya tingkah laku yang menyimpang. Tantangan juga akan menarik
perhatian anak didik untuk dapat menambah dan
mengendalikan gairah belajar mereka. 3) Bervariasi Variasi dalam menggunakan alat atau media, atau alat bantu, gaya mengajar guru, pola interaksi antara guru dan siswa akan dapat mengurangi munculnya
gangguan
dalam
proses
pembelajaran,
serta
dapat
meningkatkan perhatian siswa. Dengan variasi seperti yang telah disebutkan diatas merupakan kunci untuk tercapainya manajemen kelas yang efektif dan menghindari kejenuhan belajar dikalangan siswa. 4) Keluwesan Keluwesan
tingkah
laku
guru
untuk
mengubah
strategi
mengajarnya dapat mencegah kemungkinan munculnya gangguan dari siswa serta menciptakan iklim belajar mengajar yang efektif. Keluwesan pengajaran dapat mencegah munculnya gangguan seperti keributan siswa, tidak ada perhatian, tidak mengerjakan tugas dan sebagainya. 5) Penekanan pada hal-hal yang positif Dalam mengajar dan mendidik, guru harus menekankan serta mengarahkan siswa berfikir dan berbuat kepada hal-hal yang positif dan menghindari pemusatan perhatian anak didik pada hal-hal yang negatif. 6) Penanaman disiplin guru Disiplin belajar siswa dan disiplin kelas menjadi tujuan akhir dari pengelolaan kelas. Guru mengupayakan siswa agar siswa dapat mengembangkan disiplin diri sendiri. Karena itu, guru sebaiknya selalu mendorong anak didik untuk melaksanakan disiplin diri sendiri dan guru sendiri hendaknya menjadi teladan mengenai pengendalian diri dan pelaksanaan tanggung jawab, dan menjadi tuntunan kepada guru untuk selalu berdisiplin dalam segala hal bila ingin anak didiknya ikut berdisiplin dalam berbagai hal. Berdasarkan pendapat diatas, jelas betapa pentingnya pengelolaan kelas PAI guna menciptakan suasana kelas yang kondusif demi meningkatkan
33
kualitas pembelajaran. Pengelolaan kelas menjadi tugas dan tanggung jawab guru dengan memberdayakan segala
potensi yang ada dalam kelas demi
kelangsungan proses pembelajar 2. Kelas PAI Pengertian tentang Pendidikan Agama Islam pada dasarnya telah banyak dirumuskan oleh para pakar pendidikan. Namun masing-masing rumusan itu mempunyai sudut pandang yang berbeda, meskipun sebenarnya tidak ada pertentangan yang mendasar bahkan saling melengkapi. Muhaimin, mengemukakan bahwa PAI adalah sebagai usaha sadar yaitu suatu kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan yang dilakukan secara berencana dan sadar atas tujuan yang hendak dicapai.38 Pendidikan merupakan sarana untuk menyiapkan generasi masa kini dan sekaligus masa depan.39 Hal ini berarti bahwa, proses pendidikan yang dilakukan pada saat ini bukan semata-mata untuk hari ini, melainkan untuk masa depan.40 Pernyataan tersebut, sebagaimana dalam kutipan Muzayyin Arifin, sejalan dengan pesan imam Ali Bin Abi Thalib yang berbunyi:
علموا اوالد كم غري ما علمتم فاهنم خلقو ا لز من غري زما نكم “Ajarkanlah kepada anak-anakmu (pengetahuan) selain dari apa yang diajarkan kepadamu karena mereka diciptakan untuk masa yang berbeda dengan zamanmu.”41 Sedangkan Tayar Yusuf, menjelaskan bahwa Pendidikan Agama Islam adalah usaha sadar generasi orang tua untuk mengalihkan pengalaman, pengetahuan, kecakapan dan keterampilan kepada generasi muda agar kelak menjadi manusia bertaqwa kepada Allah SWT. 42
38
Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hlm. 76.
39
Usman, Filasafat Pendidikan, (Yogyakarta: TERAS, 2010), hlm. 23.
40
E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, Karakteristik Dan Implementasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003), hlm,18. 41
Muzayyin Arifin, Ilmu Pendidikan Islam: Suatu Tinjauan Teoritis Dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), hlm. 235 42
Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi: Konsep dan Implementasi Kurkulum 2004, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004), hlm.30.
34
Jadi pengertian kelas PAI adalah proses mengelola kelas yang diselenggarakan untuk mempelajari agama Islam secara sadar dan terencana sehingga murid bisa memahami agama dan mempraktikkan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari. a. Komponen-komponen Pendidikan Agama Islam 1) Tujuan Pendidikan Agama Islam Pendidikan
agama
Islam
pada
sekolah
bertujuan
untuk
“meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan dan pengamalan siswa terhadap ajaran Islam, sehingga menjadi manusia muslim yang beriman, bertaqwa kepada Allah SWT
serta berakhlak mulia
dalam
kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.43 Pendidikan dalam perspektif Islam tidak lepas dari peran manusia dalam mengemban manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi ini, dimana peran ini di laksanakan sepanjang hidup , waktu dan sepanjang generasi umat manusia. Oleh karena itu, PAI harus sesuai dengan tujuan hidup setiap muslim, yaitu untuk menjadi hamba Allah yang percaya dan menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah SWT, seperti di sebutkan dalam Al Qur’an QS. Al Baqarah 21.
“Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan menciptakan orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa” Menurut
Hasan
Langgulung,
menjelaskan
bahwa
tujuan
pendidikan harus dikaitkan dengan tujuan hidup manusia. Seperti Firman Allah dalam QS Az Zariyat 56:
وما خلقت اجلنا واال نس اال ليعبد ون 43
Nazarudin, Manajemen Pembelajaran, (Yogyakarta: TERAS, 2007), hlm. 16
35
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya menyembahku”.44 2) Ruang Lingkup PAI Pendidikan agama islam merencanakan pada keseimbangan, keselarasan dan keserasian antara hubungan manusia dengan Allah SWT, hubungan manusia dengan manusia, hubungan manusia dengan diri sendiri, dan hubungan manusia dengan alam sekitar. Seperti dalam QS Ali Imron: 102
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam Keadaan beragama Islam.” Ruang lingkup PAI meliputi aspek-aspek sebagai berikut: a) Al Qur’an Hadis, Aspek Al-Qur’an Hadis, aspek menjelaskan beberapa ayat dalam al-Qur’an dan sekaligus juga menjelaskan beberapa hukum dan bacaannya yang terkait dengan bidang ilmu tajwid dan juga menjelaskan beberapa hadis nabi muhammad saw. b) Aqidah dan Akhlak Aspek keimanan atau akidah islam, yang menjelaskan berbagai konsep keimanan yang meliputi enam rukun iman dan lima rukun islam. Sedangkan aspek akhlak menjelaskan berbagai sifat terpuji yang harus di ikuti dan sifat-sifat tercela yang harus di jauhi. Menekankan kualitas seperti kejujuran-kejujuran, keikhlasan, cinta ilmu, cinta kerja dan cinta keadilan. c) Fiqih Pembelajaran fiqih diarahkan untuk mengarahkan peserta didik dapat
memahami
pokok-pokok
hukum
islam
dan tata
cara
pelaksanaannya untuk diaplikasikan dalam kehidupan sehingga
44
Armai Arif, Pengantar Ilmu Dan Metodologi Pendidikan Islam, hlm. 24
36
menjadi muslim yang selalu taat menjalankan syariat islam secara kaaffah (sempurna) Pembelajaran fiqih bertujuan untuk membekali peserta didik agar dapat: (1) mengetahui dan memahami pokok-pokok hukum Islam dalam mengatur ketentuan dan tata cara menjalankan hubungan manusia dengan Allah yang di atur dalam fiqih ibadah dan hubungan manusia dengan sesama yang diatur dalam fiqih muamalah. (2) melaksanakan dan mengamalkan ketentuan hukum islam dengan benar dalam melaksanakan ibadah kepada Allah dan ibadah sosial. Pengalaman tersebut diharapkan menumbuhkan ketaatan menjalankan hukum islam, disiplin dan tanggung jawab sosial yang tinggi dalam kehidupan pribadi maupun sosial. d) Tarikh dan kebudayaan islam Sejarah kebudayaan merupakan salah satu aspek yang menelaah
tentang
asal-usul,
perkembangan,
peran
kebudayaan/peradaban Islam dan para tokoh yang berprestasi dalam sejarah Islam dimasa lampau. Secara substansial, mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam memiliki kontribusi dalam memberikan motivasi
kepada
peserta
didik
untuk
mengenal,
memahami,
menghayati sejarah kebudayaan islam, yang mengandung nilai-nilai kearifan yang dapat digunakan untuk melatih kecerdasan, membentuk sikap, watak, dan kepribadian peserta didik. 3) Dasar Pelaksanaan PAI bagi Anak Berkebutuhan Khusus Dasar adalah landasan tempat berpijak atau tegaknya suatu agar sesuatu tersebut tegak kokoh berdiri. Dasar suatu bangunan yaitu fondamen yang menjadi landasan bangunan tersebut. Demikian pula dasar pendidikan Islam yaitu fondamen yang menjadi landasan atau azaz agar pendidikan Islam dapat berdiri tegak. Pengertian dasar pendidikan islam disini adalah landasan operasional yang dijadikan untuk merealisasikan dasar ideal/sumber
37
pendidikan Islam.45 Dasar pelaksanaan pendidikan agama islam di sekolah mempunyai dasar yang kuat.46 a) Dasar Yuridis Dasar yuridis yaitu pelaksanaan PAI yang berasal dari peraturan perundang-undangan yang secara langsung dijadikan pegangan dalam pelaksanaan PAI di sekolah ataupun pada lembaga pendidikan formal lainnya di indonesia. Adapun dasar yuridis yang berlaku di Indonesia adalah: UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional (SISDIKNAS) pasal 30 ayat 1 yang berbunyi, “pendidikan keagamaan diselenggarakan oleh pemerintah dan atau kelompok masyarakat pemeluk agama, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.47 Dasar hukum pelaksanaan PAI terutama pula dalam PP RI No. 19 tahun 2005 tentang SNP yang tertulis pada pasal 7 ayat 1 berbunyi: “kelompok pelajaran agama dan akhlak mulia pada SD/MI/SDLB/ Paket A, SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/MA/SMALB/ Paket C, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dapat dilaksanakan melalui
muatan dan atau kegiatan agama, kewarganegaraan,
kepribadian, ilmu pengetahuan teknologi, estetika, jasmani, O.R dan kesehatan.48 b) Dasar Religius Dasar religius adalah dasar yang bersumber dari ajaran agama islam. Diantara dasar PAI yang bersumber di dalam Al Quran disebutkan dalam QS Luqman ayat 13 yang berbunyi:
واذ قال لقمن البنو وىو يعظو يبين ال تشرك باهلل ان اشرك لظلم عظيم 45
Abdul Mujib, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2008), hlm. 44
46
Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi (Konsep Dan Implementasi Kurikulum 2004), (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), hlm.132. 47
UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS)
48
SNP, PP.RI. No 19 Tahun 2005, tentang SNP, (Jakarta:Lek Dis, 2005), hlm. 16
38
“Dan ingatlah ketika luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: ”hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah kezaliman yang besar”. Dalam ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa orangtua wajib memberikan pendidikan agama kepada anaknya baik anak yang lahir tersebut normal dalam fisik dan mentalnya ataupun anak tersebut sehat fisik namun terbelakang mentalnya. Al Quran sebagai dasar hukum islam mengajarkan pula untuk memperhatikan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus sebagai anak normal. Allah tidak memandang dari bentuk fisik seseorang melainkan tergantung niat dan amal yang dikerjakan olehnya. c) Dasar sosial Keterbelakangan ketidakmampuan
mental
sosial.
pada
dasarnya
Ketidakmampuan
adalah sosial
suatu berarti
ketidakmampuan untuk memahami aturan sosial dalam keluarga, sekolah dan masyarakat. Anak berkebutuhan khusus membutuhkan perhatian dan bantuan agar dapat berinteraksi sosial dengan baik. Kebutuhan itu meliputi: 1) kebutuhan untuk merasa menjadi bagian dari yang lain, 2) kebutuhan menemukan perlindungan dari sikap dan label negara, 3) kebutuhan akan dukungan dan kenyamanan sosial, 4) kebutuhan menghilangkan kebosanan dan menemukan stimulasi sosial.49 3. Anak Berkebutuhan Khusus a.
Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus Istilah ABK adalah sebagai pengganti istilah lama anak berkebutuhan cacat atau penyandang cacat. Istilah ABK adalah untuk menunjuk mereka yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual dan atau sosial.50 49
J. David Smith, Inklusi Sekolah Rumah Untuk Semua, (Bandung: Nuansa, 2006), hlm. 12
50
http://www.slbn.sragen.sch.id/2011/05/03/pendidikan-bagi-anak-berkebutuhan-khusus/
39
Pendidikan Luar Biasa merupakan pendidikan yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan pendidikan ABK. Adapun yang dirancang dalam PLB adalah kelas, program dan layanannya. Sehingga PLB dapat diartikan juga sebagai Spesial kelas, program atau layanan yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan pendidikan Anak luar biasa. ABK bisa memiliki masalah dalam sensorisnya, motoriknya, belajarnya, dan tingkahlakunya. Semua ini mengakibatkan terganggunya perkembangan fisik anak. Hal ini karena sebagian besar ABK mengalami hambatan dalam merespon rangsangan yang diberikan lingkungan untuk melakukan gerak, meniru gerak dan bahkan ada yang memang fisiknya terganggu sehingga ia tidak dapat melakukan gerakan yang terarah dengan benar. Di satu sisi, Anak luar Biasa harus dapat mandiri, beradaptasi, dan bersaing dengan orang normal, di sisi lain ia tidak secara otomatis dapat melakukan aktivitas gerak. Secara tidak disadari akan berdampak kepada pengembangan dan peningkatan kemampuan fisik dan keterampilan geraknya. Pendidikan jasmani bagi ABK disamping untuk kesehatan juga harus mengandung pembetulan kelainan fisik. Anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya.51 Menurut Mulyono, anak berkebutuhan khusus dapat dimaknai dengan anak yang tergolong cacat/yang menyandang ketunaan dan juga anak lantib dan berbakat. Dalam perkembangannya, saat ini konsep ketunaan berubah menjadi berkelainan (exception) atau luar biasa. Konsep ketunaan hanya berkenaan dengan kecacatan sedangkan konsep berkelainan/luar biasa mencakup anak yang menyandang ketunaan maupun yang dikaruniai keunggulan. 52
51 52
Aqila Smart, Anak Cacat Bukan Kiamat, (Yogyakarta: KATAHATI, 2010), hlm. 33.
Yuliani Nurani Sujiono, Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini, (Jakarta: PT Indeks, 2009), hlm. 166
40
Menurut Supariyadi, Anak Berkebutuhan Khusus adalah anakanak yang mengalami penyimpangan sedemikian rupa dari keadaan anak normal dalam segi-segi fisik, mental, emosi/sosial.53 Pengertian cacat adalah kelainan. Kelainan ini meliputi kelainan fisik, mental, emosi, maupun sosial, sehingga menimbulkan akibat hambatan tingkah laku
sikap dalam menyesuaikan diri dengan
lingkungan.54 Jenis cacat tersebut meliputi: 1) Cacat tubuh, yaitu cacat pada anggota tubuh, tangan, kaki, indra dan urat-urat saraf yang diderita sejak lahir 2) Kelainan mental, yaitu kelainan pada aspek psikisnya. Menurut Slamet Suyanto dalam bukunya yang berjudul: Dasardasar pendidikan anak usia dini. Menjelaskan bahwa anak berkenutuhan khusus adalah anak cacat fisik sejak lahir, seperti tidak memiliki kaki atau tangan yang sempurna, buta warna, tuli termasuk anak berkebutuhan khusus. Pengertian ABK kemudian berkembang menjadi anak yang memiliki kebutuhan individual yang tidak bias disamakan dengan anak yang normal. Pengertian ABK tersebut akhirnya mencakup anak berbakat, anak cacat dan anak yang mengalami kesulitan belajar.55 Ada enam macam istilah mengenai anak berkebutuhan khusus, yaitu: anak luar biasa, anak cacat, anak berkekurangan, anak berkelainan dan anak berkebutuhan khusus.56 Sesuai dengan arti kata “exceptional”, anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus bisa diartikan sebagai
53
Supariyadi, dkk. Mengapa anak Berkebutuhan khusus perlu (Jakarta: Balai Pustaka, 1982), hlm. 43
mendapat pendidikan,
54
Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004), hlm. 52. 55
Slamet Suyanto, Dasar-Dasar Pendidikan Anak Usia Dini, (Yogyakarta: Hikayat, 2005), hlm. 202 56
Santoso S. Hamijoyo, Identifikasi Dan Evaluasi Anak Luar Biasa, hlm. 9
41
individu yang mempunyai karakteristik yang berbeda dari individu lainnya yang dipandang oleh masyarakat pada umumnya.57 Secara teknis operasional pendidikan khusus di atur dalam Permendiknas No. 01 Tahun 2008 tentang standar operasional pendidikan khusus yang secara sederhana dapat difahami sebagai berikut58: 1. Pengelompokan siswa adalah bagian A untuk siswa Tunanetra, bagian B untuk siswa Tunarungu, bagian C untuk siswa Tunagrahita ringan, bagian C1 untuk siswa Tunagrahita sedang, bagian D untuk siswa Tunadaksa, bagian D1 untuk siswa Tunadaksa sedang dan bagian E untuk anak Tunalaras. 2. Pengelolaan kelas diatur untuk jenjang TKLB dan SDLB maksimum 5 anak per kelas, dan untuk SMPLB dan SMALB 8 anak per kelas 3. Kurikulum yang diterapkan adalah KTSP dalam bentuk kurikulum jenjang TKLB, SDLB, SMPLB dan SMALB masing-masing untuk bagian A, B, C, C1, D, D1 dan E 4. Pembelajaran bersifat individual 5. Pembagian tugas untuk jenjang TKLB dan SDLB adalah guru kelas, sedang untuk SMPLB dan SMALB sebagai guru mata pelajaran. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)59 adalah anak yang secara signifikan (bermakna) mengalami kelainan atau penyimpangan (fisik, mental-intelektual, sosial, emosional) dalam proses pertumbuhan atau perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya sehingga mereka memerlukan pelayanan pendidikan khusus. b. Jenis-jenis dan Ciri-ciri Anak Berkebutuhan Khusus Di atas telah penulis kemukakan bahwa anak berkebutuhan khusus yaitu anak yang keadaan dan perkembangannya menyimpang dari yang di
57
Samsul Bahri Thalib, Psikologi Pendidikan Berbasis Analisis Empiris Aplikatif, (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 245 58
Anak berkebutuhan khusus. http://www.slbn-sragen.sch.id/2011/05/03/pendidikan-bagianak-brkebutuhan-khusus/ 59
Dalam penulisan selanjutnya, peneliti menggunakan istilah ABK untuk menuliskan anak berkebutuhan khusus/cacat.
42
anggap normal yang sebaya, pada segi fisik, mental, sosial, maupun emosinya. Anak berkebutuhan khusus dapat di bedakan atas: a) Anak yang keadaan dan perkembangan demikian menyimpang pada segi psikis b) Anak yang keadaan dan perkembangan demikian menyimpang pada segi Mental c) Anak yang keadaan dan perkembangan demikian menyimpang pada segi Sosial d) Anak yang keadaan dan perkembangan demikian menyimpang pada segi emosi Anak berkebutuhan khusus dapat dibedakan menjadi: 1) Tunanetra Individu yang memiliki hambatan dalam penglihatan. Tunanetra ini dapat diklasifikasikan ke dalam dua golongan yaitu: buta total dan low vision.60. Buta total yaitu bila tidak dapat melihat dua jari di mukanya atau hanya melihat sinar atau cahaya yang lumayan dapat dipergunakan untuk orientasi mobilitas. Sedangkan low vision adalah mereka yang bila melihat sesuatu, mata harus didekatkan, atau mata harus di jauhkan dari objek yang dilihatnya, atau mereka yang memiliki pemandangan kabur ketika melihat objek.61 Untuk mereka pengembangan kegiatan PAI sebenarnya tidak hanya di sekolah saja, akan tetapi perlu dikembangkan juga di lingkungan keluarga dan masyarakat. Adapun pengembangannya adalah sebagai berikut:
a. Lingkungan sekolah Pengembangan itu dapat berupa;
60
http://wikipedia.org/wiki/anak_berkebutuhan_khusus, November 2011, pukul 09.08 61
Aqila Smart, Anak Cacat Bukan Kiamat, hlm. 22
diakses
pada
hari
Rabu,
9
43
1) Pengembangan ekstra kurikuler (mengadakan kegiatan baca tulis arab braille bagi para siswa pemula, adanya seni dan budaya Islam) 2) Pengembangan di asrama atau mushalla (mengadakan pengajian membaca al-Qur’an braille serta praktik ibadah lainnya) b. Lingkungan keluarga Pengembangan itu dapat berupa; a) Membiasakan pengamalan ajaran islam dalam kehidupan sehari hari b) Memotivasi anak untuk selalu tekun beribadah di rumah c) Mengulangi kembali pelajaran agama yang diberikan di sekolah d) Melindungi anak dari pengaruh buruk di lingkungannya c. Lingkungan masyarakat Pengembangan itu berupa, melibatkan diri dalam kepanitiaan hari-hari besar Islam di masyarakat atau di masjid-masjid. Pada dasarnya dalam pengembangan pembelajaran agama di dalam kelas di SLB yaitu dengan menggunakan metode personal, penggunaan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti serta contoh yang dapat dihayati oleh anak dan pengulangan terhadap materi yang abstrak maupun praktek ibadah (berkali-kali sampai dia paham). 2) Tunarungu Salah satu indera-indera yang dimiliki manusia ialah indera pendengaran. Anak kecil yang berusia dua atau tiga bulan sudah mampu mendengar suara. Anak dikatakan menderita kelainan pendengaran apabila anak itu tidak mampu mendengar atau kurang mampu mendengar suara. Alat yang di pakai untuk mengukur pendengaran ialah audiometer. Dengan alat ini akan dapat dipakai untuk menentukan taraf pendengaran.62 Kekurangan anak tunarungu atau tunawicara terletak pada pendengaran dan percakapan.
62
Santoso S. Hamijoyo, Identifikasi Dan Evaluasi Anak Luar Biasa, hlm 22-23
44
a) Dalam pengembangan materi PAI bagi anak tunarungu tidak dalam bentuk ceramah sebagaimana anak-anak lainnya, tetapi dengan cara percakapan. Jadi guru harus lebih aktif dalam percakapan. Apalagi yang menyangkut ibadah dengan mengucapkan lafal atau bacaan. b) Materi hendaklah lebih menarik bagi anak. Dalam hal ini kreativitas dan inovasi guru sangat diperlukan. Penyampaian materi hendaklah dari hal yang abstrak ke yang kongkret, dari yang mudah ke yang sulit. c) Materi PAI hendaklah disesuaikan dengan kemampuan anak, serta dilakukan pengelompokan sesuai dengan kemampuannya. Anak yang pandai harus disendirikan dari anak yang berkemampuan sedang atau kurang. 3) Tuna daksa Individu yang memiliki gangguan gerak yang disebabkan oleh kelainan neuro-muskular dan struktur tulang yang bersifat bawaan, sakit/ akibat kecelakaan termasuk cerebral palcy, amputasi, polio dan lumpuh. Kekurangannya pada kerusakan atau hilangnya anggota fisik. Dalam pengembangan materi PAI bagi anak tunadaksa baik dari segi materi maupun metodologi pengajaran hampir sama dengan anak-anak tunanetra dan tunalaras, hanya perlu bimbingan dalam gerakan karena keterbatasan atau kecacatan fisik mereka yang perlu diarahkan, apalagi yang menyangkut gerakan-gerakan ibadah sholat. 4) Tunagrahita Inteligensi yang signifikan berada di bawah rata-rata dan disertai dengan ketidakmampuan dalam adaptasi perilaku yang muncul dalam masa perkembangan. Anak Tunagrahita kekurangannya terletak pada lemahnya mental atau intelektual. a) Pengembangan materi Dalam menyajikan materi keagamaan bagi anak tunagrahita harus lebih disederhanakan dan diturunkan, bobot materinya disesuaikan dengan kemampuan dan kesanggupan anak itu sendiri. b) Pengembangan metode
45
Metode pengembangan hendaknya bervariasi, kadang satu materi harus dengan 6 (enam) atau 8 (delapan) metode. Sebab anak tunagrahita lebih sulit dan susah dalam menjalani proses pembelajaran dikarenakan keterbatasannya dalam mental intelegensinya c) Pengembangan sistem penilaian Menilai hasil belajar PAI bagi anak tunagrahita hendaknya lebih ditekankan pada aspek efektif dan psikomotor, karena kemampuan kognitifnya terbatas. Meskipun aspek kognitif
harus dinilai, tetapi
jangan dijadikan ukuran atau standar pokok dari keberhasilan belajarnya Klasifikasi Tunagrahita ini berdasarkan pada tingkat IQ: 1) ringan (IQ: 51-70), 2) sedang (IQ: 36-51), 3) berat (IQ: 20-35), 4) sangat berat (IQ dibawah 20). 5) Tunalaras Tunalaras adalah individu yang mengalami hambatan dalam mengendalikan emosi dan kontrol sosial. Individu tunalaras biasanya menunjukkan perilaku menyimpang yang tidak sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku di sekitarnya. Tunalaras dapat disebabkan karena faktor internal dan eksternal yaitu pengaruh dari lingkungan sekitar. Kekurangannya terletak pada pembinaan pribadi dan sosial. Dalam pengembangan materi PAI bagi anak tunalaras materi dan metodologi pengajaran hampir sama dengan anak-anak tunanetra dan tunadaksa. Yang berbeda, guru perlu mengkondisikan dan mengkonsentrasikan anak tersebut dalam praktik ibadah maupun pembelajaran di kelas karena anak tunalaras sangat sulit untuk berkonsentrasi atau terlalu banyak gerakan-gerakan.
c. landasan Kelas bagi Anak Berkebutuhan Khusus Penerapan kelas bagi anak berkebutuhan khusus mempunyai landasan spiritual, filosofis, dan yuridis yang kuat. Landasan tersebut berupa: 1) Landasan Spritual a) Surat An Nisa ayat 9
46
“dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan Perkataan yang benar.” Dalam ayat di atas Allah mengisyaratkan kepada manusia bahwa ketakutan dan kekhawatiran manusia akan kehidupan anak-anak (atau peserta didik) yang dalam kondisi lemah merupakan pekerjaan yang sia-sia karena kesejahteraan anak-anak tersebut akan dijamin oleh Allah dengan kekuasaan Nya. b) Surat Az Zuhruf ayat 32
“Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” Inti ayat di atas adalah bahwa dalam kehidupan di dunia, Allah mewajibkan kepada hamba Nya untuk menaburkan rahmat kepada semua, tanpa melihat perbedaan
kondisi fisik maupun psikis seseorang,
sebagaimana kondisi peserta didik yang cacat. 2) Landasan Filosofis Mulyono Abdulrahman menjelaskan; landasan filosofis utama penerapan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus di indonesia adalah
47
pancasila yang merupakan lima pilar sekaligus cita-cita yang didirikan atas dasar pondasi yang lebih mendasar lagi, yang disebut Bhineka Tunggal Ika. Filsafat ini sebagai wujud pengakuan kebinekaan manusia, baik kebhinekaan vertikal maupun horizontal, yang mengemban misi tunggal sebagai umat Tuhan di bumi.63 Kebhinekaan vertikal ditandai dengan perbedaan kecerdasan, kekuatan
fisik,
kemampuan
finansial,
kepangkatan,
kemampuan
pengendalian diri, dsb. Sedangkan kebhinekaan horizontal diwarnai dengan perbedaan suku bangsa, ras, bahasa, budaya, agama, tempat tinggal, daerah, afiliasi politik, dsb. Karena berbagai keberagaman namun dengan kesamaan misi yang diemban di bumi ini, misi menjadi kewajiban untuk membangun kebersamaan dan interaksi dilandasi dengan saling membutuhkan. Kecacatan dan keunggulan tidak memisahkan peserta didik satu dengan lainnya, seperti halnya dengan perbedaan suku, bahasa, budaya atau agama. Hal ini harus diwujudkan dalam sistem pendidikan. Sistem pendidikan harus memungkinkan terjadinya pergaulan dan interaksi antara siswa yang beragam, sehingga mendorong sikap silih asah, silih asuh dan silih asih dengan semangat toleransi seperti halnya yang dijumpai atau dicita-citakan dalam kehidupan sehari-hari. 3) Landasan Psikologis Banyak faktor yang termasuk aspek psikologis yang dapat mempengaruhi kuantitas dan kualitas hasil pembelajaran siswa. Namun, diantara faktor-faktor rohaniah siswa yang ada pada umumnya dipandang lebih esensial itu adalah:64tingkat kecerdasan/inteligensi siswa, sikap siswa, bakat siswa, minat siswa, motivasi siswa.
63
Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Terpadu/inklusi, buku 1, Mengenal Pendidikan Terpadu, (Direktorat Pendidikan Luar Biasa, 2004), hlm. 11. 64
Ismail SM, Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis PAIKEM, (Semarang: RaSAIL Media Group, 2008), hlm. 16
48
Tujuan pembelajaran pada hakekatnya adalah diperolehnya perubahan tingkah laku individu. Perubahan tersebut merupakan akibat perbuatan belajar. Ciri-ciri tingkah laku yang diperoleh hasil belajar adalah: a) terbentuknya tingkah laku baru berupa kemampuan aktual dan potensial, b) kemampuan baru tersebut berlaku dalam waktu yang relatif lama, c)kemampuan baru tersebut diperoleh melalui usaha 4) Landasan Pedagogis Pada pasal 3 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003, disebutkan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman da bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Jadi, melalui pendidikan, peserta didik berkelainan dibentuk menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab, yaitu individu yang mampu menghargai perbedaan dan berpartisipasi dalam masyarakat. Tujuan ini mustahil tercapai jika sejak awal mereka disosialisasikan dari teman sebayanya di dalam sekolah-sekolah khusus. Betapapun kecilnya, mereka harus diberi kesempatan bersama teman sebayanya.
d. Prinsip-prinsip Pengelolaan Kelas Anak Berkebutuhan Khusus Mendidik anak berkebutuhan khusus tidak sama seperti halnya mendidik anak normal. Sebab selain memerlukan suatu pendekatan yang khusus juga memerlukan strategi yang khusus. 65 Hal tersebut semata-mata karena bersandar pada kondisi dialami ABK. Oleh karena itu, melalui pendekatan dan strategi khusus dalam mendidik anak berkebutuhan khusus, diharapkan ABK: 1) dapat menerima kondisinya, 2) dapat melakukan sosialisasi dengan baik, 3) mampu berjuang sesuai dengan kemampuannya, 4)memiliki kemampuan yang sangat 65
Mohammad Efendi, Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2006), hlm. 23
49
dibutuhkan,
dan
5)
menyadari
sebagai
warga
Negara
dan
anggota
66
masyarakat. tujuan lainnya agar upaya yang dilakukan dalam rangka habilitasi maupun rehabilitasi anak berkebutuhan khusus dapat memberikan daya guna dan hasil guna yang tepat. Pengembangan prinsip-prinsip secara khusus, yang dapat dijadikan dasar dalam upaya mendidik anak berkebutuhan khusus 67, antara lain sebagai berikut: 1) Prinsip kasih sayang Prinsip kasih saying pada dasarnya adalah menerima mereka sebagaimana adanya dan mengupayakan agar mereka dapat menjalani hidup dan kehidupan dengan wajar, seperti layaknya anak normal lainnya. Oleh karena itu, upaya yang perlu dilakukan untuk mereka adalah: (a) tidak bersikap memanjakan, (b) tidak bersikap acuh tak acuh terhadap kebutuhannya, dan (c) memberikan tugas yang sesuai dengan kemampuan anak. 2) Prinsip layanan individual Pelayanan individual dalam rangka mendidik anak berkebutuhan khusus perlu mendapatkan porsi yang lebih besar, sebab setiap ABK dalam jenis dan derajat yang sama seringkali memiliki keunikan masalah yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu upaya yang perlu dilakukan untuk mereka selama pendidikannya adalah: (a) jumlah siswa yang dilayani guru tidak lebih dari 4-6 orang dalam setiap kelasnya, (b) pengaturan kurikulum dan jadwal pelajaran dapat bersifat fleksibel, (c) penataan kelas harus dirancang sedemikian rupa sehingga guru dapat menjangkau semua siswa dengan mudah, dan (d) modifikasi alat bantu pengajaran. 3) Prinsip kesiapan Untuk menerima suatu pelajaran diperlukan kesiapan. Khususnya kesiapan anak untuk mendapatkan pelajaran yang akan diajarkan, mental, dan fisik, yang diperlukan untuk menunjang pelajaran berikutnya. Contoh, 66
Mohammad Efendi, Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan, hlm. 25
67
Mohammad Efendi, Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan, hlm 24-26
50
anak tunagrahita sebelum diajarkan pelajaran menjahit perlu terlebih dahulu diajarkan bagaimana cara memasukkan jarum. Oleh karena itu, guru dalam kondisi ini tidak perlu memberikan pelajaran baru, melainkan mereka diberikan kegiatan yang menyenangkan dan rileks, setelah segar kembali guru harus dapat melanjutkan memberikan pelajaran. 4) Prinsip keperagaan Kelancaran pembelajaran pada anak berkebutuhan khusus sangat didukung oleh penggunaan alat peraga sebagai medianya. Selain mempermudah guru dalam mengajar, fungsi lain dari penggunaan alat peraga sebagai media pembelajaran pada anak berkebutuhan khusus, yakni mempermudah pemahaman siswa terhadap materi yang disajikan guru. Alat peraga yang digunakan untuk media sebaiknya diupayakan menggunakan benda atau situasi aslinya, namun apabila hal itu sulit dilakukan dapat menggunakan benda tiruan atau minimal gambarnya. Misalnya, mengenalkan macam binatang pada anak tunarungu dengan cara anak disuruh menempelkan gambar-gambarnya di papan flannel. Anak tunanetra yang diperkenalkan sosok buah belimbing, maka akan lebih baik jika dibawakan buah aslinya, sebab selain anak dapat mengenal bentuk dan ukuran, anak juga dapat mengenal rasanya. 5) Prinsip motivasi Prinsip motivasi ini lebih menitikberatkan pada cara mengajar dan pemberian evaluasi yang disesuaikan dengan kondisi anak berkebutuhan khusus. Contoh, bagi anak tunanetra, mempelajari orientasi dan mobilitas yang ditekankan pada pengenalan suara binatang akan lebih menarik jika mereka diajak ke kebun binatang. Bagi anak Tunagrahita, untuk menerangkan makanan empat sehat lima sempurna, akan lebih menarik jika diperagakan bahan aslinya kemudian diberikan kepada anak untuk dimakan. 6) Prinsip belajar dan bekerja kelompok Arah penekanan prinsip belajar dan bekerja kelompok sebagai salah satu dasar mendidik anak berkebutuhan khusus, agar mereka sebagai
51
anggota masyarakat dapat bergaul dengan masyarakat lingkungannya, tanpa harus merasa rendah diri atau minder dengan orang normal. Oleh karena itu, sifat seperti egosentris atau egoisitis pada anak tunarungu karena tidak menghayati perasaan agresif, dan destruktif pada anak tunalaras perlu diminimalkan atau dihilangkan melalui belajar dan bekerja kelompok. Melalui kegiatan tersebut diharapkan mereka dapat memahami bagaimana cara bergaul dengan orang lain secara baik dan wajar. 7) Prinsip keterampilan Pendidikan
keterampilan
yang
diberikan
kepada
anak
berkebutuhan khusus, selain berfungsi selektif, edukatif, rekreatif dan terapi, juga dapat dijadikan bekal dalam kehidupannya kelak. Selektif berarti untuk mengarahkan minat, bakat, keterampilan dan perasaan anak berkelainan secara tepat guna. Edukatif berarti membimbing anak berkebutuhan khusus untuk berpikir logis, berperasaan halus dan kemampuan untuk bekerja. Rekreatif berarti unsur kegiatan yang diperagakan sangat menyenangkan bagi anak berkebutuhan khusus. Terapi berarti aktivitas keterampilan yang diberikan dapat menjadi salah satu sarana habilitasi akibat kelainan atau ketunaan yang disandangnya. 8) Prinsip penanaman dan penyempurnaan sikap Secara fisik dan psikis sikap anak berkebutuhan khusus memang kurang baik sehingga perlu diupayakan agar mereka mempunyai sikap yang baik serta tidak selalu menjadi perhatian orang lain. Misalnya blindism pada anak tunanetra, yaitu kebiasaan menggoyang-goyangkan kepala ke kiri-kanan, atau menggoyang-goyangkan badan yang dilakukan secara tidak sadar, atau anak tunarungu memiliki kecenderungan rasa curiga pada orang lain akibat ketidakmampuannya menangkap percakapan orang lain.
52
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian yang digunakan tergolong sebagai penelitian lapangan (field research) yakni penelitian yang langsung dilakukan atau pada responden.68 Oleh karena itu, objek penelitiannya adalah berupa obyek di lapangan yang sekiranya mampu memberikan informasi tentang kajian penelitian. Dalam hal ini peneliti menjadikan SDLB ABC Kaliwungu Kendal sebagai obyek penelitian dengan difokuskan pada pelaksanaan manajemen kelas di SDLB ABC Kaliwungu Kendal sehingga mengetahui keunggulan yang dimiliki dalam pelaksanaan manajemen kelas di SDLB ABC Kaliwungu Kendal. Penelitian dalam penyusunan karya ilmiah (skripsi) ini tergolong penelitian kualitatif, yaitu suatu jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistic atau berupa hitungan lainnya. 69 Atau penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain, secara holistic, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.70 Penelitian ini digunakan untuk mendeskripsikan tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan manajemen kelas di SDLB ABC Kaliwungu Kendal.
B. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SDLB ABC Kaliwungu Kendal, tepatnya terletak di Jl. Masjid 30. Kec. Kaliwungu, Kabupaten. Kendal. Telp. 08157682454. Pada tanggal 11 Juli- 10 Oktober 2011. C. Sumber Penelitian Lokasi yang dijadikan obyek penelitian yaitu di SDLB ABC Kaliwungu Kendal. SDLB ABC Kendal merupakan salah satu sekolah luar biasa yang berada di daerah Kaliwungu Kendal yang mana dulu sekolah tersebut pertama kali berdiri siswanya hanya anak Tunanetra. Pendiri SDLB ABC swadaya tersebut adalah ibu susatyo selaku ketua yayasan dank arena usia beliau itu sudah lanjut maka digantikan oleh putrinya yang bernama 68
M. Iqbal Hasan, Pokok-Pokok Materi Metode Penelitian dan Aplikasinya, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002), hlm. 11. 69
Straus dan Corbin, Dasar-dasar Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Daftar Pustaka, 2003), hlm. 4 70
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), hlm.. 6
53
Karina Satyani yang sekarang mengajar di SMK N 1 Kendal. Dan semakin lama semakin bertambah anak berkebutuhan khusus dan tidak hanya anak tunanetra saja. Oleh karena itu SLB ABC di beri nama SLB ABC , dimana A itu untuk anak Tunanatra, B Tunarungu dan Tunawicara, C Tunagrahita. Sebelum digunakan untuk sekolah luar biasa, gedung yang digunakan dulunya adalah gedung sekolah SMA Sudirman yang tidak terpakai, atas kesepakatan dan swadaya masyarakat gedung tersebut digunakan untuk proses kegiatan belajar mengajar SLB ABC, yayasan ini masih merupakan cabang dari yayasan yang ada di kota semarang, kemudian yayasan ini berdiri sendiri di kabupaten kendal ditetapkan pada tanggal 16 maret 2003 telah resmi menjadi yayasan pendidikan swasta yang ada di Kaliwungu kabupaten Kendal sebagai kegiatan belajar mengajar untuk anak-anak yang memiliki kelainan atau kecacatan baik fisik maupun mental.71 Tahun berdiri No.70 tanggal 28 September 1965, kepala sekolah pertama kali ibu Lolita Vistara, kepala sekolah kedua ibu Nani, ketiga ibu Riyatni, keempat ibu nani lagi sampai sekarang. Sistem kepala sekolahannya dipilih melalui voting, dan dilaksanakan 5 tahun sekali. SLB ABC Kaliwungu Kendal adalah yayasan yang melayani pendidikan bagi Anak Berkebutuhan Khusus/luar biasa/cacat jenis: Tunanetra, Tunawicara dan tunarungu, Tunagrahita, Tunadaksa, Tunalaras, Tunawicara, Tunaganda, HIV/AIDS, Kesulitan belajar (a.I. hyperaktif, ADD/DHD, Dyslexia/baca, Dysphasia/bicara, Dyspraxia/motorik, Lambat belajar, Autis, Korban penyalahgunaan narkoba, Indigo. 1. Visi SLB ABC Kaliwungu Kendal Terwujudnya anak-anak berkebutuhan khusus yang memiliki keimanan dan ketakwaan, sehat jasmani dan rokhani, berpengetahuan dan berketerampilan, cinta tanah air dan berbudi pekerti luhur. 2. Misi SLB ABC Kaliwungu Kendal a. Melaksanakan
pembelajaran
yang
efektif
dan
menyenangkan
berdasarkan keimanan dan ketakwaan b. Melaksanakan pembiasaan hidup sehat dan bersih c. Mengoptimalkan potensi poserta didik yang masih dimiliki d. Melaksanakan pendidikan berbasis keterampilan e. Melaksanakan pembiasaan hidup saling menghormati dan menyayangi sesama 3. Struktur Organisasi SLB ABC Kaliwungu Kendal
71
a. Ketua Yayasan
: Dra. Endita Satiyani
b. Ketua Komite
: Slamet Setiyadi
Widyati Nani Hidayati, Kepala Sekolah SLB ABC Kaliwungu Kendal, Wawancara, tanggal 11 Juli 2011.
54
c. Kepala Sekolah
: Dra. Widya Nani Hidayati
d. Guru-guru SLB ABC Kendal 4. Keadaan Guru dan karyawan Suatu lembaga pendidikan akan dapat berjalan dengan baik apabila dalam lembaga tersebut terdapat pendidik dan karyawan yang bertugas sesuai dengan bidang yang diembannya untuk membantu penyelenggaraan pendidikan di lembaga pendidikan tersebut. Tenaga pendidik di SLB ABC Kendal adalah pendidik yang mempunyai kualifikasi yang baik, yang berasal dari berbagai perguruan tinggi di sekitar Semarang. 5. Keadaan siswa Berdasarkan data yang di peroleh dalam penelitian langsung di SDLB, jumlah siswa yang terdaftar pada tahun ajaran 2011/2012 secara keseluruhan berjumlah 150. 6. Keadaan fasilitas Kegiatan belajar mengajar di dalam kelas tidak akan berlangsung dengan baik jika tidak di dukung dengan fasilitas yang memadai, oleh karena itu SDLB ABC mempunyai fasilitas yang mendukung dalam proses pembelajaran di dalam kelas yaitu: DVD, tulisan brile untuk anak tunanetra, dan audio visual. Yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian ini adalah “subyek dari mana data dapat diperoleh”. 72 Adapun dalam penelitian ini, penulis mengelompokkan penentuan sumber data menjadi dua yaitu: 1. Data Primer, yaitu data yang secara langsung didapatkan di lokasi atau objek penelitian, adapun data diperoleh dari kepala sekolah, guru-guru, karyawan untuk mengambil data tentang Manajemen kelas PAI Bagi Anak Berkebutuhan Khusus di SDLB ABC Kaliwungu Kendal. 2. Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh orang yang melakukan penelitian dari sumber-sumber yang telah ada, data diperoleh dari Ka. Tata Usaha (TU) diantaranya yaitu mengenai sejarah berdiri dan perkembangan, visi dan misi, letak geografis, struktur organisasi serta keadaan guru dan karyawan di SDLB ABC Kaliwungu Kendal. D. Fokus Penelitian Penelitian ini difokuskan pada manajemen kelas PAI bagi anak berkebutuhan khusus di SDLB Kaliwungu Kendal. 72
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Edisi Revisi (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hlm.172.
55
E. Teknik Pengumpulan Data Penelitian Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini dilakukan berbagai metode sebagai berikut: 1. Wawancara atau Interview Wawancara adalah salah satu metode untuk mendapatkan data melalui sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara.73 Dalam melaksanakan interview, pewawancara membawa pedoman yang hanya garis besar tentang hal-hal yang akan ditanyakan. Tanya jawab ini dilakukan oleh peneliti kepada guru yang bersangkutan untuk memperoleh data keterampilan pengelolaan kelas PAI bagi anak berkebutuhan khusus. Dalam hal ini yang menjadi sumber data adalah kepala sekolah, guru PAI, anak berkebutuhan khusus dan pihak lain yang berkaitan dengan perolehan data dalam penulisan skripsi ini. Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi: a. Wawancara dengan kepala sekolah Ibu Widyati Nani Hidayati di ruang kepala sekolah tanggal 11 Juni 2011 tentang sejarah berdiri SLB, Visi misi dan tujuan, keadaan siswa dan sarprasnya, dan bimbingan bagi ABK di SDLB ABC Kaliwungu Kendal. b. Wawancara dengan guru kelas PAI Bapak Khoirul Ulum S.Ag di kelas 2 pada tanggal 25 Oktober 2011 tentang Pengelolaan kelas yang meliputi pengaturan siswa dan pengaturan fasilitas yang ada di SDLB ABC Kaliwungu Kendal. c. Wawancara dengan bidang tata usaha Bu Nuril di ruang tata usaha tanggal 7 Juli 2011 tentang jumlah siswa yang ada dan pengelolaan kelas di SDLB ABC Kaliwungu Kendal
2. Metode Observasi Observasi diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian.74 Dalam penelitian ini penulis mengobservasi guru PAI dalam mengelola kelas saat pembelajaran berlangsung. Teknik ini untuk mengetahui kegiatan pembelajaran di dalam kelas. 73
Bimo Walgito, Bimbingan Dan Penyuluhan di Sekolah, (Yogyakarta: Andi Ofset, 1995),
hlm. 63. 74
S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000 ), hlm. 158.
56
Observasi yang dilakukan meliputi: a. Observasi kantor kepala sekolah sekolah dan ruang guru pada tanggal 15 Juni 2011. b. Observasi ruang kelas, pada tanggal 17 Januari 2011. c. Observasi pengelolaan kelas pada tanggal 18 Juni-oktober 2011 3.
Dokumentasi Dokumentasi merupakan pengambilan data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen.75 Atau dikatakan juga dokumentasi merupakan metode yang digunakan dengan mencari data melalui peninggalan tertulis, seperti arsip dan termasuk juga buku-buku tentang pendapat, teori dan lain-lain yang berhubungan dengan masalah penelitian.76 Teknik ini digunakan untuk memperoleh data tentang profil sekolah, kegiatan pengelolaan kelas serta yang bersifat dokumentasi sebagai tambahan untuk bukti penguat penelitian.
F. Teknik Analisis Data Menurut Prof. Dr. Sugiono metode analisis data merupakan proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data dalam kategori, menjabarkan kedalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan di pelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah difahami oleh diri sendiri dan orang lain.77 Adapun analisis yang digunakan melalui beberapa tahap, yaitu: a. Data Reduction (Reduksi Data) Reduksi data merupakan proses pengumpulan data penelitian, seseorang peneliti dapat menemukan kapan saja waktu untuk mendapatkan data yang banyak, apabila peneliti mampu menerapkan metode wawancara, observasi atau dari berbagai dokumen yang berhubungan dengan manajemen kelas PAI bagi anak berkebutuhan khusus di SDLB ABC Kaliwungu Kendal. Selama proses reduksi data peneliti dapat melanjutkan ringkasan, menemukan tema, reduksi data berlangsung selama penelitian dilapangan sampai pelaporan penelitian selesai. b. Data Display (Penyajian Data) Biasanya dalam penelitian, kita mendapatkan data banyak. Data yang kita dapat selama penelitian tidak mungkin penulis paparkan secara 75
Husaini Usman dan Purnomo Setiadi Akbar, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), hlm. 73 76
Margono, S, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000), hlm.
280 77
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2006)hlm. 335.
57
keseluruhan. Untuk itu, dalam penyajian data dapat di analisis oleh peneliti untuk disusun secara sistematis, atau simultan sehingga data yang diperoleh dapat menjelaskan dan menjawab permasalahan yang diteliti. c. Penarikan kesimpulan/Verifikasi Langkah ketiga yaitu penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan ini akan diikuti dengan bukti-bukti yang diperoleh ketika penelitian di lapangan. Verifikasi data dimaksudkan untuk penentuan data akhir dari keseluruhan proses tahapan analisis, sehingga keseluruhan permasalahan mengenai manajemen kelas di SLB ABC Kaliwungu Kendal dapat di jawab sesuai dengan kategori data dan permasalahannya. Dengan demikian, kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin dapat menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin juga tidak, karena seperti telah dikemukakan bahwa masalah dan rumusan masalah dalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah penelitian berada dilapangan.78
78
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D), (Bandung: Alfabeta CV, 2010), hlm. 345
58
BAB V PENUTUP A. Simpulan Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dalam Manajemen Kelas PAI di SLB ABC Kaliwungu Kendal, dapat disimpulkan bahwa: 1. Pengaturan siswa yang dilakukan di SDLB ABC Kaliwungu Kendal yang sangat menentukan dalam kegiatan pembelajaran di dalam kelas. Hal tersebut menjadi salah satu tolok ukur kualitas dan kapabilitas seorang guru dalam mengelola kelas. Selain itu, dalam mengatur siswa khususnya dalam mengelompokkan siswa tunanetra dengan tunanetra dan tunarungu dengan tunarung, hal tersebut harus dikuasai oleh guru yang bisa diselidiki dengan perilaku-perilaku yang sesuai dengan pengelolaan kelas yang ada dan yang khusus untuk ABK. 2. Pengaturan fasilitas Pelaksanaan pengelolaan kelas harus ada fasilitas di dalamnya supaya metode yang digunakan guru juga dapat berjalan dengan lancar. Pengaturan fasilitas bertujuan memberikan penguatan kepada peserta didik tentang materi yang telah disampaikan oleh guru. Karena pengaturan fasilitas ini berhubungan dengan fasilitas di dalam kelas maka fasilitas yang ada harus disesuaikan dengan mud anak berkebutuhan khusus. Kaitanntya dengan pengaturan tempat duduk, ABK sering kali “mud” nya terganggu sehingga tempat duduk yang sudah di setting dengan baik pun akan hilang begitu saja. Oleh karena itu dalam mengatur temapat duduk harus disesuaikan dengan “Mud Anak”. Alat peraga yang ada dalam kelas juga harus dikenalkan kepada peserta didik. Kaitannya dengan alokasi waktu, dari para guru khususnya guru PAI selalu menyesuaikan dengan kebutuhan, minat, dan keinginannya untuk belajar, dan materi yang sudah tercantum dalam RPP yang di buat. Namun terkadang guru PAI di SDLB merasa kewalahan dalam pemanfaatan waktu, karena anak berkebutuhan khusus terkadang marah-marah, menangis, berlarian dan semacamnya.
59
B. Saran Melalui hasil analisis dan kesimpulan manajemen kelas PAI bagi anak berkebutuhan khusus di SDLB ABC Kaliwungu Kendal, ada beberapa hal yang perlu untuk diperbaiki dan ditingkatkan. Adapun saran yang ditujukan terhadap pihak-pihak yang terkait adalah: 1. Kepala sekolah, hendaknya melakukan pengamatan kepada aktifitas guru dalam mengelola kelas yang berkaitan dengan kegiatan belajar mengajar, agar ketika terdapat kekurangan dalam mengelola kelas dapat diperbaiki hingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai. 2. Guru juga hendaknya lebih memperhatikan pemilihan strategi dalam mengelola kelas supaya anak tersebut mau memperhatikan pada saat kegiatan belajar mengajar berlangsung. 3. Guru hendaknya lebih meningkatkan lagi keterampilannya dalam mengelola kelas yaitu di setting sedemikian rupa agar mutu atau kualitas dari siswa tetap terjaga dengan baik sesuai dengan tujuan yang ada di SDLB ABC Kaliwungu Kendal.
60
DAFTAR PUSTAKA Majid, Abdul dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi: Konsep dan Implementasi Kurkulum 2004, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004 Mujib, Abdul, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana, 2008 Ahmadi, Abu dan Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004 Rohmad, Ali, Kapita Selekta Pendidikan, Yogyakarta: TERAS, 2009 Anak
berkebutuhan khusus. http://www.slbnsragen.sch.id/2011/05/03/pendidikan-bagi-anak-brkebutuhan-khusus/
Smart, Aqila, Anak Cacat Bukan Kiamat, Yogyakarta: KATAHATI, 2010 Ara Hidayat dan Imam Makhali, Pengelolaan Pendidikan, Prinsip dan Aplikasi dalam Mengelola Sekolah dan Madrasah, Bandung: Pustaka Educa, 2010 Bimo Walgito, Bimbingan Dan Penyuluhan di Sekolah, Yogyakarta: Andi Ofset, 1995 Dalam penulisan selanjutnya, peneliti menggunakan istilah ABK untuk menuliskan anak berkebutuhan khusus/cacat. Darwin syah dkk, Perencanaan Sistem Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Gaung Persada Press, 2007 E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, Karakteristik Dan Implementasi, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003 Hadari Nawawi, Organisasi Sekolah dan Pengelolaan Kelas sebagai Lembaga Pendidikan, Jakarta: PT Gunung Agung, 1989 Hikmat, Manajemen Pendidikan, Bandung: CV Pustaka Setia, 2009 http://wikipedia.org/wiki/anak_berkebutuhan_khusus, diakses pada hari Rabu, 9 November 2011, pukul 09.08 http://www.slbn.sragen.sch.id/2011/05/03/pendidikan-bagi-anak-berkebutuhankhusus/ Husaini Usman dan Purnomo Setiadi Akbar, Metodologi Penelitian Sosial, Jakarta: Bumi Aksara, 2000 Imam Abi Abdillah, Muhammad ibn Ismail, ibn Ibrahim ibn Mughirah Bardizbah al Bukhari Al Ju’fi, Shahih Bukhari Beirut: dar al Kutub al Ilmiyah, 1992 Ismail SM, Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis PAIKEM, Semarang: RaSAIL Media Group, 2008
61
J. David Smith, Inklusi Sekolah Rumah Untuk Semua, Bandung: Nuansa, 2006 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004 Lilik Wiyono, Pendidikan Agama Islam Dalam Kelas Inklusi Di SMA N Mojotengah Wonosobo, Semarang: IAIN Walisongo Fakultas Tarbiyah M. Iqbal Hasan, Pokok-Pokok Materi Metode Penelitian dan Aplikasinya, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002 Malayu S. P. Hasibuan, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: Bumi Aksara, 2007, Cet. 10 Margono, S, Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000 Michael Marland, Seni Mengelola Kelas, Semarang: Dahara Prize, 1990 Mohammad Efendi, Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2006 Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001 Mulyono, Manajemen Administrasi dan Organisasi Pendidikan, Yogyakarta: ArRuzz Media, 2008, Cet. I Musfirotun Yusuf, Manajemen Pendidikan Sebuah Pengantar, Yogyakarta: Andi Offset, 2005 Muttaqin, Implementasi Keterampilan Pengelolaan Kelas Dalam Pembelajaran PAI di SMP N 1 Mranggen, Semarang: IAIN Walisongo Fakultas Tarbiyah Muzayyin Arifin, Ilmu Pendidikan Islam: Suatu Tinjauan Teoritis Dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, Jakarta: Bumi Aksara, 1991 Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, Bandung: Sinar Baru Algesindo, 1995 Nazarudin, Manajemen Pembelajaran, Yogyakarta: Teras, 2007 Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Terpadu/inklusi, buku 1, Mengenal Pendidikan Terpadu, Direktorat Pendidikan Luar Biasa, 2004 Richard I Arends, Learning To Teach (Belajar untuk Mengajar), tej. Helly Prajitno Soetjipto, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008 S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 2000 Samsul Bahri Thalib, Psikologi Pendidikan Berbasis Analisis Empiris Aplikatif, Jakarta: Kencana, 2010 Siti Yuliatun, “Manajemen Pengelolaan Kelas Mata Pelajaran PAI Pada Anak Autisme (Studi di Semarang Autism School Tembalang)”, Semarang: IAIN Walisongo Fakultas Tarbiyah
62
Slamet Suyanto, Dasar-Dasar Pendidikan Anak Usia Dini, Yogyakarta: Hikayat, 2005 SNP, PP.RI. No 19 Tahun 2005, tentang SNP, Jakarta:Lek Dis, 2005 Straus dan Corbin, Dasar-dasar Penelitian Kualitatif, Yogyakarta: Daftar Pustaka, 2003 Sudarwan
Danim, Inovasi Pendidikan Dalam Upaya Peningkatan Professionalisme Tenaga Kependidikan, Pustaka Setia, cet.1. 2002
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D), Bandung: Alfabeta CV, 2010 Suharsimi Arikunto, Pengelolaan Kelas Dan Siswa Sebuah Pendekatan Evaluatif, Jakarta: CV Raja Wali, 1986 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Edisi Revisi (Jakarta: Rineka Cipta, 2010 Sulistyorini, Manajemen Pendidikan Islam Konsep Strategi Dan Aplikasi , Yogyakarta: Teras, 2009
Supariyadi, dkk. Mengapa anak Berkebutuhan khusus perlu pendidikan, Jakarta: Balai Pustaka, 1982
mendapat
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif, Jakarta: PT Rineka Cipta,2005, Cet. II Thoifuri, Menjadi Guru Inisiator, Semarang: RaSAIL Media Group, 2007 Tim
Dosen Administrasi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia, Manajemen Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2009
Usman, Filasafat Pendidikan, Yogyakarta: TERAS, 2010 UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) Yuliani Nurani Sujiono, Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini, Jakarta: PT. Indeks, 2009 Zakiyah Darajad, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2000
63
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Yang bertanda tangan di bawah ini, menerangkan bahwa:
Nama
: Siti Kholifah
Tempat/Tanggal Lahir
: Kendal, 14 Mei 1990
Jenis Kelamin
: Perempuan
Alamat
: Ds. Jambiarum, RT 01/RW 04, Kec. Patebon, Kab.
Kendal SD 03 Jambiarum
:Lulus Tahun 1999
MTs N Kendal
: Lulus Tahun 2005
MAN Kendal
: Lulus Tahun 2008
IAIN Fakultas Tarbiyah
: Angkatan 2008
Demikian daftar riwayat hidup pendidikan penulis ini dibuat dan harap menjadikan maklum adanya.
Semarang, 2 Juli 2012
Siti Kholifah NIM. 083311039