Mampukah Auditor Internal Menjalankan Fungsinya Memberi “Nilai Tambah” dan Meminimalkan Terjadinya Kecurangan (Fraud) Pada Instansinya? Bagian 1 dari 3 tulisan Oleh: Nurharyanto
Abstraksi: Sulit untuk membantah pernyataan bahwa penyimpangan anggaran dengan berbagai modus, salah satunya adalah modus perjalanan dinas fiktif dan modusmodus kecurangan lainnya tidak diketahui oleh inspektorat. Inspektorat sebagai lembaga pengawasan internal merupakan instansi yang secara rutin melakukan audit berkala dan melakukan proses pembinaan terhadap unit operasional dan unit pelayanan di wilayah kerjanya. Carut marutnya dunia pengawasan internal di Indonesia bukan sesuatu yang tidak disadari dan diketahui oleh pimpinan instansinya. Namun inspektorat seolah tidak mampu berbuat lain kecuali menjadi pelaksana pekerjaan audit yang berulang, hasil audit harus berhenti pada titik ditemukannya penyimpangan, dan mereka tidak mampu memberi solusi penyelesaian masalah yang dihadapi instansinya secara komprehensif.
Modus Lama, Berita Baru Hingar bingar proses evakuasi dan identifikasi korban kecelakaan jatuhnya pesawat Super Jet buatan Rusia – Sukhoi, baru saja selesai. Kotak hitam yang berwarna orange sudah ditemukan, namun untuk mengetahui hasil analisis penyebab jatuhnya pesawat ternyata masih membutuhkan waktu satu tahun kedepan. Suasana duka yang mendalam dan ketidak jelasan faktor penyebab kecelakaan masih terus menerus menjadi bahan perdebatan dan sajian semua media, elektronik, cetak maupun penyedia konten berita cepat (web). Topik proses evakuasi dan identifikasi korban Sukoi bagi kalangan pegawai negeri sipil (PNS) sudah tidak lagi menarik perhatian, pada waktu yang hampir bersamaan berbagai media mengangkat berita tidak kalah menghebohkan dengan
headline yang besar dan mencolok. Rampok dimana-mana……. Ayo lanjutkan rampok uang rakyat. Penyelewengan anggaran perjalanan dinas sebesar 30-40% dari total biaya perjalanan dinas Rp.18 Triliun selama 1 tahun merupakan indikasi perampokan uang rakyat (Kompas, 14 Mei 2012).
Peran Audit Internal
Hal. 1
Sumber: Kompas Senin 14 Mei 2012
Bagi mereka yang berkecimpung di dunia pengawasan (baik internal maupun eksternal), temuan tersebut sebenarnya bukanlah sesuatu yang baru dan mengejutkan. Fenomena penyalahgunaan perjalanan dinas fiktif, setengah fiktif atau agak fiktif telah berlangsung cukup lama (jauh sebelum rezim Orde Baru tumbang) dan menjadi modus yang paling aman untuk menutupi penghasilan yang pas-pasan. Modus ini terjadi pada hampir semua instansi pemerintah pusat maupun daerah. Kalangan PNS sendiri menyebut penyimpangan menggunakan sarana perjalanan dinas merupakan korupsi berjama’ah, dan seolah-olah dianggap sebagai sesuatu yang dapat dimaklumi. Modus ini awalnya dilakukan dengan berbagai macam alasan pembenaran, mulai dari alasan pemupukan dana non anggaran untuk tujuan sosial, dana taktis untuk pencairan aggaran, biaya lobi anggaran untuk anggota dewan, dan saat ini terus berlangsung dan berkembang dengan sejuta alasan pembenaran lainnya. Modus yang digunakanpun bermacam-macam; untuk kegiatan yang hasilnya dinikmati oleh PNS secara pribadi, biasanya mereka menyebut “memanfaatkan
selisih penderitaan”. Modus ini biasanya perjalanan dinas dilakukan sesuai dengan hari yang diperintahkan, mereka “hanya” men-down grade fasilitas yang menjadi hak-nya; perjalanan yang harusnya menggunakan pesawat terbang diganti dengan menggunakan kendaraan umum (bus) atau kereta api. Fasilitas menginap yang Peran Audit Internal
Hal. 2
seharusnya di hotel berbintang diganti dengan hotel melati atau di rumah kerabat atau keluarga. Sedangkan untuk penghimpunan dana taktis kantor, dana sosial, dana non budgeter atau pemupukan dana yang dimotori sekelompok pegawai/pejabat, umumnya modus yang digunakan sama dengan yang diungkap dalam temuan BPK dan telah dipublikasikan secara luas oleh media masa saat ini. Untuk mengungkapkan secara tuntas modus penyimpangan perjalanan dinas fiktif sebenarnya bukanlah pekerjaan yang sulit. Modus penyimpangan perjalanan dinas fiktif pada suatu instansi pemerintah pusat/daerah esensinya bukan lagi pada kebenaran dan kewajaran pelaksanaan perjalanan dinas yang harus dilakukan oleh seorang pegawai/pejabat dari satu wilayah ke wilayah lain. Penyimpangan sebenarnya sudah sampai pada tahap pemalsuan pengesahan bukti perintah perjalanan dinas. Dalam pengesahan bukti untuk menunjukkan bahwa seorang pegawai/pejabat yang telah melakukan perjalanan dinas seharusnya dilaksanakan oleh pejabat berwenang ditempat tujuan. Faktanya, bukti pengesahan yang berupa bukti tanda tangan pejabat dan yang diperkuat dengan stempel basah tetap diperoleh (meskipun sesungguhnya pegawai ybs sama sekali tidak berangkat melaksanakan perjalanan dinas). Umumnya bukti pengesahan (telah melakukan perjalanan dinas) diperoleh dari pejabat daerah yang datang ke pusat atau sebaliknya. Banyak pejabat pemerintah kemanapun mereka pergi selalu membawa atau mengantongi stempel/cap instansinya. Demikian pula halnya dengan blanko kosong surat perintah perjalanan dinas juga selalu tersedia pada tas kerja yang dibawanya. Sehingga berapapun jumlah pegawai yang (ingin) diperintah untuk melakukan perjalanan dengan mudah untuk mendapatkan pengesahan. Setelah kembali ke kantor ia langsung dapat mencairkan dana yang ingin diperolehnya, sepanjang pagu anggaran masih tersedia. Canggih bukan? Sesungguhnya kecurangan (fraud) yang terjadi dilingkungan PNS bukan hanya perjalanan dinas, masih banyak modus-modus lainnya. Hampir pada semua proses bisnis dan pelayanan yang dijalankan oleh instansi pemerintah, pusat Peran Audit Internal
Hal. 3
maupun daerah masih sarat dengan kecurangan dan KKN. Selain modus perjalanan dinas fiktif, penyimpangan yang sudah banyak terungkap mencakup; rekayasa pengadaan barang/jasa, penyimpangan penerimaan negara/daerah, biaya perijinan, pungutan tidak resmi, penyalahgunaan wewenang, kontribusi pihak swasta yang tidak dipertanggungjawabkan dan bantuan dana antar instansi yang dipertanggungjawabkan secara tidak benar. Inspektorat ikut berperan? Secara fakta sulit untuk membantah pernyataan bahwa penyimpangan anggaran dengan modus perjalanan dinas fiktif dan modus-modus kecurangan lainnya tidak diketahui oleh unit pengawasan (baca inspektorat). Inspektorat sebagai lembaga pengawasan internal merupakan instansi yang secara rutin melakukan audit berkala dan melakukan proses pembinaan terhadap unit operasional dan unit pelayanan di wilayah kerjanya.
Sumber: Kompas Jum’at 18 Mei 2012
Semua permasalahan teknis dan non teknis yang dilakukan oleh instansi pemerintah pusat/daerah sejatinya telah dipantau dengan baik. Sesuai tugas dan tanggungjawabnya; unit audit internal mememiliki fungsi sebagai unit penilai independen yang dibentuk dalam organisasi untuk memeriksa, mengawasi dan mengevaluasi pelaksanaan kegiatan organisasi yang diauditnya. Tujuan dibentuknya unit audit internal adalah untuk membantu unit organisasi lainnya dalam melaksanakan tanggung jawabnya terlaksana secara efektif, efisien dan ekonomis. Peran Audit Internal
Hal. 4
Kembali kepada pertanyaan apakah Inspektorat ikut berperan dalam proses pembiaran terjadinya fraud di lingkungan wilayah kerjanya? Secara mendasar kegagalan, ketidakmampuan atau proses pembiaran terjadinya fraud secara massif oleh inspektorat mencakup banyak faktor penyebab, baik secara kelembagaan, kewenangan dan kempampuan sumberdaya manusia pengawasan yang mendukungnya. Pelaksanaan Peran audit internal yang salah kaprah Gambaran carut marutnya dunia pengawasan internal di republik ini bukan tidak disadari dan diketahui oleh pimpinan instansi yang bersangkutan. Mereka seolah tidak mampu berbuat lain kecuali menjadi pelaksana pekerjaan audit yang berulang. Hasil audit yang diperoleh berhenti sampai pada titik telah ditemukannya penyimpangan namun tidak mampu memberikan solusi penyelesaian masalah instansinya secara komprehensif. Betapa tidak? Program pengawasan yang ditetapkan setiap tahun merupakan program pengawasan (lebih tepat disebut pemeriksaan) yang bersifat parsial. Dalam waktu audit yang sangat terbatas auditor dituntut untuk mengcover semua aspek kelemahan tata kelola organisasi, mulai dari aspek keuangan, kepegawaian, sarana prasarana dan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi organisasi yang diaudit. Program pengawasan tidak fokus pada pengawalan program yang menjadi prioritas utama instansi. Pelaksanaan pengawasan (sekali lagi pemeriksaan) hanya difokuskan pada sasaran audit yang sama dan cenderung berulang dari tahun ke tahun. Pemilihan sasaran audit sama sekali tidak memperhatikan apakah kinerja instansi pada periode audit yang lalu secara keseluruhan baik, atau kurang baik. Fokus audit lebih banyak ditekankan pada temuan-temuan parsial terhadap aspek tata kelola keuangan dan mengarah pada perbuatan kecurangan. Temuan audit yang diangkat dalam setiap hasil pemeriksaan lebih banyak merupakan temuan yang bersifat aspek penyimpangan keuangan, berulang, tidak realistis, sulit ditindak lanjuti, dan cenderung tidak menyelesaikan akar permasalahan yang sesungguhnya terjadi.
Peran Audit Internal
Hal. 5
Sumber: bizcon.dk
Audit akhirnya hanya menjadi pekerjaan ritual rutin, sepanjang semua sasaran audit (unit kerja) sudah mendapat alokasi waktu, semua dana audit terserap dan semua auditor dapat jatah melakukan perjalanan dinas. Maka tuntaslah sudah pelaksanaan kinerja inspektorat. Sehingga persoalan sebenarnya yang dihadapi oleh inspektorat sebagai auditor internal terletak pada ketidakmampuan dan ketidakberanian auditor untuk mengoreksi kebijakan pimpinan instansinya yang sudah keluar jauh dari tata kelola kempemerintahan yang baik. Alasan umum yang diberikan oleh pimpinan unit pengawasan adalah rendahnya kapasitas dan kapabilitas sumber daya audit yang dimiliki. Bisa jadi persoalan sumberdaya audit memang persoalan yang harus segera di atasi, namun ketiadaan komitmen dari pimpinan unit pengawasan untuk melaksanakan pengawasan secara benar, adalah persoalan yang lebih mendasar. Kelemahan pemanfaatan sumber daya pengawasan lebih banyak dikarenakan beberapa faktor penyebab di bawah ini:
Ketidakmampuan pimpinan unit pengawasan mengelola persoalan “dunia pengawasan intern” secara lebih mendasar
Pemilihan sasaran pengawasan berbasiskan pada aspek efektivitas sistem pengendalian internal dan risiko bisnis proses instansi belum diterapkan secara baik.
Kompetensi auditor yang sangat beragam dengan lalar belakang pendidikan yang multi disiplin, tidak diikuti dengan proses pengenalan dunia pengawasan melalui pelatihan teknis substansi, dan proses magang secara konsisten.
Peran Audit Internal
Hal. 6
Perputaran tenaga audit yang tidak mengikuti pola yang tersruktur. Tenaga audit yang baru saja menyelesaikan jenjang pendidikan sertifikasi audit dimutasikan ke unit operasional. Auditor yang sudah senior tetapi tidak mampu menyelesaikan ujian penjenjangan sertifikasi dibiarkan dan tetap menjadi tim andalan dalam penugasan.
Kontribusi yang dapat diberikan unit audit internal untuk memperbaiki kinerjanya. Sebenarnya tidak ada kata terlambat untuk membenahi peran unit pengawasan internal agar dapat menjadi mitra (perbaikan) bagi pimpinan instansi yang di awasinya. Konsep yang diberikan bukanlah konsep yang baru dan juga tidak sulit untuk dilaksanakan.
Sumber: Value Added Internal Audit -2012 : Sieker Consulting.Com
Setidaknya terdapat 6 langkah implementatif yang dapat dijalankan oleh pimpinan unit pengawasan internal agar peran lembaga audit internal memberi value added dan membantu melakukan pencegahan fraud dapat berjalan secara efektif. Langkah-langkah tersebut adalah: 1. Menghilangkan dikotomi pihak yang di awasi dan yang mengawasi, auditor internal adalah mitra auditee dalam mendukung pencapaian tujuan organisasi. 2. Membangun komunikasi kebijakan pengawasan internal sejak perencanaan hingga pelaporan secara terbuka, dan selalu melibatkan pihak auditee. 3. Mengoptimalkan pelaksanaan audit berbasiskan manajemen risiko, minimal dari sisi penetapan rencana audit tahunan. Peran Audit Internal
Hal. 7
4. Merubah mekanisme penugasan audit yang lebih ditekankan pada kegiatan masa lalu (ex-post) menjadi pengawalan kegiatan berjalan (ex-ante) 5. Titik berat pelaksanaan audit bukan pada banyaknya temuan audit yang mampu diungkap oleh tim audit, tetapi saran perbaikan kelemahan apa yang dapat dilaksanakan oleh auditee. 6. Menyerahkan semua temuan yang berindikasi kecurangan dan TPK kepada aparat penegak hukum tanpa ada pengecualian. Penjabaran secara lebih operasional akan diberikan pada bagian ke dua dari tulisan ini…..semoga dapat menjadi bahan masukan.
Peran Audit Internal
Hal. 8