MALFUZĀT JILID III Penterjemah: Mukhlis Ilyas Mbsy
HAKIKAT NAJAT (KESELAMATAN) Pada tanggal 30 Nopember 1901 Hadhrat Maih Mau‘ud a.s. menerangkan: ―Ada satu pertanyaan penting dan patut dicermati, yang dirasakan oleh umat-umat dan agama-agama di seluruh dunia pada tempat masing. Pertanyaan itu adalah, bagaimana supaya manusia dapat selamat? Pada hakikatnya pertanyaan ini timbul dari dalam setiap diri manusia, sebab dia menyaksikan bagaimana nafsu menjadi tak terkendali, dan bagaimana pikiran buruk datang mengepungnya. Untuk menghindarkan diri dari dosa-dosa itu ada saja yang telah ditetapkan oleh setiap umat. Dan ada yang mengemukakan dalih, orang-orang Kristen dengan mengambil manfaat dari pertanyaan itu, telah mengetengahkan sebuah dalih, yakni bahwa darah Almasih memberikan keselamatan. Pertama-tama adalah penting untuk memperhatikan apa yang dimaksud najat (keselamatan). Hakikat najat adalah adalah manusia jadi selamat dari dosa-dos, dan pikiranpikiran buruk yang datang menghitamkan kalbu menjadi terputus, lalu timbul kesucian sejati. Sekarang, kita perhatikan, orang-orang Kristen memang telah merasakan pentingnya selamat dari dosa-dosa, dan dengan mengambil manfaat dari itu, mereka memaparkan hal ini di hadapan orangorang yang mencari (keselamatan), yakni bahwa hanya darah Al-Masih sajalah yang dapat menyelamatkan [manusia] dari dosa-dosa. Namun saya berpendapat, jika benar bahwa darah Al-Masih atau penebusan dosa dapat menyelamatkan manusia dari dosa-dosa, maka paling pertama yang harus kita lihat adalah: apakah ada hubungan antara penebusan dosa dan selamat dari dosa-dosa itu, atau tidak-? Apakah ada hubungan antara keduanya? Misalnya, apabila kita perhatikan maka dengan jelas dapat diketahui bahwa tidak ada hubungan antara keduanya. Misalnya, jika seorang pasien datang kepada seorang dokter, tetapi dokter bukannya mengobati melainkan justru menyuruh kepada pasien tersebut agar menyalin buku buku sang dokter – dan itu adalah obat baginya – maka tidak ada orang berakal yang akan menerima cara pengobatan seperti itu. Jadi, jika bukan demikian hubungan antara darah Al-Masih dengan pengobatan dosadosa, maka hubungan yang bagaimana lagi di situ? Atau, misalnya, seseorang kepalanya mengalami rasa sakit, dan orang lain merasa kasihan kepadanya, lalu orang lain itu -- sebagai pengobatan bagi orang yang sakit kepalanya tadi -- memukuli kepalanya sendiri dengan batu. Sungguh ini merupakan hal yang sangat menggelikan. Jadi, coba katakana kepada saya, segala sesuatu yang telah dan selalu dipaparkan orangorang Kristen adalah suatu kepalsuan yang memalukan. Apa obat bagi dosa-dosa? Mengenai bunuh diri Yesus – yang tidak memiliki hubungan sejati dengan kesucian terhadap dosa-dosa -- saya sering kali merasa heran, yakni bagaimana mungkin sampai Hadhrat Masih berpikir demikian, yakni beliau memilih disalib guna menyelamatkan orang-orang lain? Jika beliau menyelamatkan diri beliau sendiri dari kematian di tiang salib itu, lalu memberi manfaat kepada umat manusia dengan cara yang masuk akal, maka hal itu jauh lebih baik dan lebih berguna daripada bunuh diri tersebut, padahal kematian di atas salib itu berupa kutukan. Dan menurut pendapat serta akidah orang-orang Kristen, bahwa untuk penebusan dosa adalah penting supaya terkutuk, sebab hal itu merupakan hukuman bagi dosadosa. Ringkasnya, ini merupakan dalil kuat yang membuktikan kebatilan akidah penebusan dosa. Di dalam penebusan dosa itu tidak ada hubungannya sedikit pun dengan najat
(keselamatan) manusia dari dosa-dosa. Kemudian dalil lainnya yang membuktikan kebatilan akidah tersebut adalah, sampai sejauh mana penebusan dosa telah memenuhi keinginan alamai ini, yakni agar manusia selamat dari dosa-dosa? Jawabannya jelas, yakni: Tidak ada sedikit pun, sebab tidak ada hubungannya sama sekali. Oleh karena itu penebusan dosa tidak dapat menghentikan gejolak dan gelombang dosa-dosa. Jika di dalam penebusan dosa terkandung khasiat untuk menyelamatkan manusia dari dosa-dosa, maka tentu kaum laki-laki dan perempuan Eropa terhindar dari dosa-dosa. Pada kenyatannya segala macam dosa terdapat di kalangan orang-orang khusus dan masyarakat awam (umum) Eropa. Jika ada yang tidak percaya silakan lihat taman-taman kota London atau di hotel-hotel di Paris. Begitu banyak perzinahan sehingga menimbulkan kerisauan, janganjangan bisa timbul keputusan bahwa perzinahan iu adalah legal. Secara prakteknya memang tampak demikian. Penggunaan minuman keras begitu banyak sehingga beberapa hari yang lalu seorang perempuan meminta minum di sebuah hotel (restoran), dia mengatakan: "Air adalah untuk mencuci piring atau untuk mandi dan sebagainya, sedangkan untuk minum adalah alcohol (minuman keras)." Jadi, sekarang perhatikanlah dengan seksama, darah (kematian) Al-Masih tidaklah cukup untuk untuk menghentikan gelombang dosa-dosa. Justru penebusan dosa itu telah menghancurkan upaya upaya-upaya penghambatan dosa-dosa sebelumnya.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 1-3). (hlm.4-10).
DEFINISI DOSA ―Ini merupakan kekeliruan mereka dalam hal definisi gunah (dosa, dalam bahasa Urdu). Kata gunah sebenarnya diambil dari kata junah (dosa, dalam bahasa Arab). Huruf jim telah diubah dengan huruf gaf, seperti yang dilakukan oleh orang-orang yang berbahasa Farsi. Sebenarnya junah itu artinya condong kepada sesuatu hal secara sengaja. Jadi, dosa itu artinya adalah secara sengaja condong kepada keburukan. Jadi, saya sama sekali tidak dapat mempercayai bahwa para nabi 'alaihimus salaam melakukan hal itu (dosa), dan di dalam AlQuran pun tidak ada dijelaskan demikian. Para nabi ‗alaihimus- salaam tidak mungkin melakukan dosa, dsebab mereka berada pada posisi makrifat yang paling tinggi. Dan tidak mungkin bahwa seseorang arif (yang memiliki makrifat) condong kepada keburukan.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 10).
(10-22)
HAKIKAT HUKUMAN DUNIA Pada tanggal 19 Nopember 1901, Mr Dickson bertanya kepada Hadhrat Masih Mau‘ud a.s.: ―Apakah Tuhan memberikan hukuman di dunia ini ataukah di alam berikutnya?‖ Hadhrat Masih Mau‘ud a.s. bersabda: ―Saya memahami pertanyaan Anda. Dari hal-hal yang diberitahukan Allah Ta‘ala kepada kami melalui para nabi, dan dari kesaksian yang diberikan oleh peristiwa-peristiwa yang nyata, dapat diketahui bahwa ketentuan tentang pemberian hukuman dan ganjaran telah ditetapkan mulai dari dunia ini juga oleh Allah Ta‘ala. Keburukan dan kejahatan yang dilakukan manusia – tidak peduli apakah mereka menyadari atau tidak – hukuman dan balasan yang dia terima di dunia ini tujuannya adalah untuk memberikan peringatan kepadanya, supaya manusia bejat itu menimbulkan perubahan nyata di dalam dirinya dengan cara bertaubat dan kembali [kepada Allah]. Dan kelalaian yang dilakukan manusia dalam menjalin hubungan kehambaan tdengan Allah Ta‘ala dapat
disadarinya, lalu supaya dia berusaha untuk memperkokohnya. Pada waktu itu, ada manusia yang mengambil pelajaran dari peringatan tersebut lalu memohon bantuan Allah Ta‘ala untuk mengobati kelemahannya. Atau ada pula yang dengan kebejadan hatinya menjadi semakin berani dalam [keburukan/dosa] itu. Mereka semakin hebat dalam dosa dan kejahatan-kejahatan mereka, sehingga mereka menjadi pewaris neraka. Hukuman-hukuman yang diberikan di dunia ini sebagai peringatan, tamsilnya (perumpamaannya) adalah seperti sekolah. Sebagaimana di sekolah beberapa hukuman ringan diberikan kepada anak-anak atas kelalaian dan kemalasan mereka tujuannya bukanlah supaya guru meluputkan mereka dari ilmu-pengetahuan, melainkan maksudnya adalah supaya mereka menyadari tujuan mereka, sehingga akan lebih hati-hati serta cekatan di masa mendatang. Seperti itu pulalah beberapa hukuman yang diberikan yang diberikan Allah Ta‘ala atas kejahatan-kejahatan dan kebejadan. Maksudnya adalah supaya manusia bodoh itu yang berlaku aniaya atas dirinya sendiri menyadari kejahatan serta dampak kejahatan yang dia lakukan, lalu dia menjadi takut terhadap keagungan dan kekuasaan Allah Ta‘ala, sehingga dia kembali kepada-Nya.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 22-23).
(23-31)
IMAJINASI PARA FILSUF ―Imajinasi (khayalan) tidak dapat memiliki pengaruh kuat, itulah sebabnya kondisi keimanan para filsuf (ahli filasafat) sangat lemah, dan mereka tidak dapat melangkah maju (keluar) dari imajinasi (khayalan-khayalan). ―Plato dianggap sebagai ahli-fikir (filsuf) dan orang bijak yang agung. Ketika akan meninggal dunia dia pun mengatakan bahwa gantungkanlah ayam di atas berhala tertentu untuknya. Dari itu diketahui betapa lemah imannya, Dia tidak berdiri kokoh di atas Tauhid.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 3l).
(hl. 31-57) TA’BIR MIMPI SESUAI KONDISI MASING-MASING ‖Dalam ta‘bir mimpi, para ahli ta‘bir mimpi menetapkan kaidah ini, bahwa [ta‘bir mimpi] itu berdasarkan kedudukan dan keadaan masing-masing orang yang mimpi. Jika ada orang miskin maka mimpinya akan berada di dalam batas-batas kemampuan dan cita-citanya. Orang kaya juga sesuai dengan kondisinya, dan raja sesuai sesuai dengan kedudukannya. Misalnya, jika ada orang miskin yang melihat mimpi bahwa di kepalanya timbul rasa gatal, maka hal itu tidak bermakna bahwa di kepalanya akan diletakkan mahkota, melainkan baginya makna yang timbul adalah kepalanya akan dipukul dengan sepatu oleh seseorang (mendapat penghinaan – pent.). Seperti halnya batas-batas kemampuan [manusia] berbeda, demikian pula batas-batas (kawasan) Kalaam Ilahi juga berbeda.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 57).
(hlm. 57-61) HAKIKAT ALAM AKHIRAT ‖Hendaknya diketahui bahwa alam akhirat pada hakikatnya merupaakan sebuah refleksi
alam dunia. Dan segala sesuatu yang tampil secara ruhani sebagai iman dan dampak keimanan serta kufur (ingkar) dan dampak kekufuran (keingkaran) akan tampil di alam akhirat secara jasmani. Allah Ta‘ala berfirman, ―Man kaana hadzihil ‗amaa wa huwa fil-aakhirati ‗amaa – ―barangsiapa buta di dunia ini maka dia di akhirat pun akan buta‖ - Bani Israil, 73). Kita hendaknya jangan terkejut terhadap bentuk tamsil (perumpamaan), dan hendaknya pikirkanlah sedikit, bagaimana hal-hal ruhani tampak secara tamsil di dalam alam mimpi. Dan di alam kasyaf lebih menakjubkan lagi dari itu, yakni dalam keadaan bangun dan sadar diperlihatkan kepada manusia hal-hal ruhani dalam bentuk jasmani. Misalnya, kadang-kadang dalam keadaan bangun terjadi perjumpaan dengan ruh-ruh yang telah berlalu dari dunia ini, dan mereka tampak dalam tubuh asli mereka dengan mengenakan pakaian ala dunia ini juga. Mereka berkata-kata, dan kadang-kadang orang-orang suci di antara mereka -- dengan izin Ilahi-- memberikan kabar-kabar masa mendatang, dan kabarkabar itu terbukti sesuai dengan peristiwa-peristiwa yang kemudian terjadi. Kadang-kadang dalam keadaan bangun, dfari alam kasyaf itu kita memperoleh minuman atau buah-buahan tertentu dan dengan memakannya terasa lezat. Dan hamba (saya sendiri) punya pengalaman dalam semua hal tersebut. Dan dari antara jenis-jenis kasyaf paling tinggi, itulah salah satunya, yakni benar-benar terjadi dalam kondisi bangun. Sampaisampai, dari pengalaman pribadi saya tampak bahwa makanan yang lezat atau semacam buahbuahan atau minuman tampil di hadapan dari kegaiban. Melalui tangan ghaib benda-benda itu masuk ke dalam mulut, dan indera perasa yang ada pada lidah merasakan kelezatan makanan itu. Saat itu percakapan dengan orang-orang juga masih tetap berlangsung, dan indera-indera lahiriah tetap berlangsung pada fungsinya masing-masing. Minuman atau buah-buahan itu terus juga dimakan, dan rasa lezat serta manisnya juga terasa secara nyata. Bahkan kelezatan itu jauh lebih lezat lagi. Hal itu sama sekali bukanlah suatu halusinasi atau hanya khayalan-khayalan yang tidak berdasar, melainkan Tuhan yang Tuhan yang memiliki sifat "Bi kulli syayin ‗aliim‖ (Dia Maha Mengetahui segala sesuatu – Ya Sin, 80), benar-benar memperlihatkan semacam bentuk penciptaan. Jadi, manakala contoh penciptaan dan pembuatan semacam itu terjadi di dunia ini, dan orang-orang yang meraih makrifat di setiap zaman memberi kesaksian tentang itu maka mengapa orang berakal merasa aneh terhadap tamsil (perumpamaan) penciptaan serta pembuatan yang akan berlangsung di alam akhirat nanti? Yakni akan tampak timbangan amal, akan kelihatan jembatan lurus, dan banyak lagi hal-hal ruhani yang kelihatan dalam bentuk jasmani. Tuhan yang telah memperlihatkan rangkaian tamsil penciptaan dan pembuatan itu di dunia ini kepada orang-orang yang memperoleh makrifat, apakah Dia tidak sanggup untuk juga memperlihatkannya di akhirat? Justru tamsil-tamsil itu sangat berkait erat dengan alam akhira, sebab di alam [dunia] ini – yang bukan merupakan tempat manifestasi (perwujudan) inqitha‘ (pemutusan hubungan total terhadap unusr-unsur selian Allah Ta‘ala) sempurna, tamsil penciptaan tersebut diperlihatkan kepada orang-orang yang menjalani pensucian, maka mengapa pula hal itu tidak akan tampak di alam akhirat yang justru merupakan tempat berlangsungnya inqitha' sempurna? Hal ini hendaknya diingat baik-baik, bahwa segenap keajaiban itu dibukakan kepada manusia ‗arif (yang memperoleh makrifat) di dunia ini juga dalam bentuk kasyaf, yaitu keajaiban-keajaiban yang dibaca oleh seorang insan pencinta di dalam ayat-ayat Quran karim dalam bentuk kisah, yaitu kisah-kisah tentang mii‘aadz (janji). Jadi, seseorang yang pandangannya tidak mencapai hakikat, dia akan terperangkap dalam rasa aneh bila mendengar uraian-uraian ini. Bahkan kadang-kadang di dalam kalbunya timbul keberatan (kritikan), bahwa hal-hal ini tampak sangat tidak masuk akal. Misalnya bahwa Allah Ta‘ala akan duduk di Singgasana pada hari pengadilan, para malaikat akan berdiri membentuk barisan, amal-amal akan diukur dengan timbangan, orangorang akan berjalan meniti jembatan shirathal [mustaqiim], setelah adanya ganjaran dan hukuman, orang yang mati itu akan disembelih seperti domba. Demikian pula bahwa amal-amal akan tampil kepada orang-orang dalam rupa insan yang cantik atau dalam rupa insan buruk, mengalirnya
sungai susu dan madu di dalam surga, dan sebagainya.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 61-62).
(hlm. 62-72) JAWABAN MENGAPA HADHRAT MASIH MAU’UD A.S. TIDAK MENUNAIKAN IBADAH HAJI Tanggal 26 Agustus 1902 surat Abu Said Muhammad Hussain Batalwi telah dimuat di dalam terbitan Al-Hakam sebelumnya, namun dianggap perlu untuk menyampaikan kepada Hadhrat Masih Mau‘ud a.s. untuk menyampaikan suatu perjelasan, karena di dalam surat itu terdapat kritikan mengapa beliau tidak menunaikan ibadah hajji. Hadhrat Masih Mau‘ud a.s. bersabda: ―Tugas utama saya adalah membunuh babi-babi dan menaklukkan salib, Saat ini saya sedang membunuh babi-babi, dan banyak sekali babi yang telah mati, namun masih banyak lagi yang tersisa, yang berkeras untuk tetap hidup. Izinkanlah saya menyelesaikan hal ini terlebih dulu.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 72).
72-73)
HINDARI PRASANGKA ‖Seseorang yang beriman, dia hendaknya meningkatkan diri dari keimanan menuju keyakinan dan irfan (pemahaman hakiki), dan dia jangan terjerat dalam prasangka. Ingatlah, prasangka itu tidak bermanfaat. Allah Ta‘ala Sendiri berfirman, ― "Innazh zhanna laa yughnii minal haqqi syai-an – (sesungguhnya prasangka itu tidak dapat mengalahkan kebenaran sedikitpun - Yunus, 37). Hanya keyakinan sajalah yang yang dapat membuat manusia berhasil (sukses). Tanpa keyakinan tidak ada artinya sedikit pun. Jika manusia mulai berprasangka buruk dalam setiap perkara maka mungkin satu detik pun dia tidak dapat melalui dunia ini. Dia tidak dapat minum, karena mungkin dalam angan-angannya jangan-jangan terdapat racun. Dia tidak dapat memakan barang-barang yang ada di pasar, karena mungkin di dalam barang-barang itu sudah dicampurkan benda-benda yang dapat mematikan, lalu bagaimana mungkin dia dapat bertahan hidup?‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 73).
(73-78)
PERIHNYA DOSA Pada tanggal 4 Desember 1901 Hadhrat Masih Mau‘ud a.s. bersabda: ―Ada satu hal penting yang ingin saya jelaskan. Walau pun kesehatan saya tidak baik, namun karena besok Nawab Sahib akan berangkat maka saya kira tepat apabila saya jelaskan supaya beliau pun dapat mendengar dan warga Jemaat lainnya pun dapat mendengarkan pula. Hal yang saya maksudkan adalah sebagai berikut. Seluruh nabi 'alaihimus-salaam yang telah datang ke dunia, walau pun hukum-hukum yang telah mereka perdengarkan kepada dunia itu adalah rinci dan panjang, dan banyak bagian yang dijelaskan, seperti hal-hal mengenai Tauhid, budaya, niaga, dan akhirat. Ringkasnya, sekian banyak perkara yang diperlukan oleh manusia, telah mereka berikan petunjuk-petunjuk serta ajaran berkenaan dengan itu semua.
Di samping seluruh ajaran dan petunjuk-petunjuk parsial (sebagian) tersebut, tujuan kedatangan nabi yang sebenarnya adalah supaya orang-orang terlepas dari dosa-dosa, lalu membenci segala macam keburukan dan pekerjaan-pekerjaan tidak baik, dan kemudian menjadi untuk Allah semata. Inilah tujuan sebenarnya penciptaan manusia, yakni menjadi sepenuhnya untuk Allah. Oleh karenanya tujuan pengutusan para nabi 'alaihimussalaam adalah membimbing manusia ke arah itu, supaya manusia menemukan kembali barang miliknya yang telah hilamng serta tujuannya tersebut. Dosa itu banyak sekali, banyak cabang dan ranting-rantingnya, sampai-sampai segala macam kelalaian ringan pun termasuk dosa. Akan tetapi berlawanan dengan tujuan agung tersebut, dosa besar yang tampil untuk menyesatkan manusia dari tujuan yang sebenarnya adalah syirik. Maksud dan tujuan sebenarnya penciptaan manusia adalah supaya sepenuhnya menjadi untuk Allah semata dan selalu menjauhi dosa serta penyebab-penyebabnya. Oleh karena itu, sejauh mana terjeratnya manusia bernasib buruk di dalam hal-hal tersebut, sedemikian jauh pulalah dia menyimpang dari tujuannya yang sejati, sampai akhirnya dia terjatuh dan terjatuh di tempat hina yang merupakan tempat bercokolnya bala-musibah, kesulitan-kesulitan dan segala macama penderitaaan serya kedukaan, yang juga dinamakan jahannam (neraka). Lihatlah, jika ada bagian tubuh bergeser dari tempatnya yang semula, misalnya jika lengan terlepas atau kelingking atau ibu jari terlepas dari tempatnya, maka betapa hebatnya rasa sakit dan perih yang timbul. Kenyataan jasmaniah ini merupakan suatu dalil kuat untuk alam ruhani dan ukhrawi, dan merupakan suatu bukti keberadaan neraka. Dosa adalah sesuatu yang membelokkan manusia menyimpang jauh dari tujuan penciptaannya. Jadi, timbulnya rasa perih (sakit) akibat bergesernya sesuatu dari tempat yang sebenarnya adalah mutlak. Jadi, syirik adalah sesuatu yang menggeser manusia dari tujuan yang sebenarnya, lalu menjadikannya sebagai pewaris neraka.‖ (Malfuzat, III, hlm. 78-79).
(79-83)
DAYA MAGNETIS RASULULLAH SAW. YANG MENSUCIKAN JIWA ―Pandapat ini sama sekali tidak benar, yaitu apa yang dikatakan oleh orang-orang jahil bahwa orang-orang [di masa Rasulullah saw.] begitu saja berkumpul, sebab selama belum ada suatu daya tarik dan daya magnetis maka tidak mungkin orang-orang begitu saja dapat menyatu. Pendapat saya adalah quwwat qudsiyyah (daya pensucian ruhani) yang dimiliki Rasulullah saw. sedemikian rupa hebatnya dimana hal tersebut tidak dimiliki oleh nabi lainnya di dunia ini. Inilah rahasia kemajuan Islam, daya tarik (daya magnetis) Nabi Karim saw. sangat hebat, dan juga di dalam ucapan-ucapan beliau saw. terdapat pengaruh, sehingga siapa saja yang mendengar akan langsung tertarik. Orang-orang yang beliau saw. tarik langsung beliau sucikan, dan bersamaan dengan itu ajaran beliau sederhana serta jelas, sehingga di dalamnya tidak ada keruwetan serta keraguan seperti halnya Trinitas [pada ajaran Kristen].‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 84).
(hlm, 84-87)
MUHAMMAD (YANG SANGAT TERPUJI) ‖Sebelumnya pun telah saya katakan, demikian banyak akhlak yang terbukti dari diri Rasulullah saw., hal itu tidak ada [terbukti] pada nabi-nabi lainnya, sebab untuk menzahirkan
akhlak, selama belum memperoleh kesempatan (peluang) maka tidak ada satu akhlak pun yang dapat dibuktikan. Contohnya kedermawanan. Jika [seseorang] tidak mempunyai uang, bagaimana mungkin hal itu dapat tampil. Demikian pula, seseorang tidak memperoleh kesempatan berperang, bagaimana mungkin keberanian dapat terbukti. Demikian pula sifat pemaaf, yang dapat menzahirkan sifat ini adalah dia yang memiliki kekuatan (kekuasaan). Ringkasnya, semua akhlaq berkaitan erat dengan kesempatan (peluang). Nah, hendaknya dipahami, betapa besarnya karunia Ilahi sehingga Rasulullah saw. memperoleh kesempatan untuk menzahirkan seluruh akhlak. Hadhrat Isa a.s. tidak memperleh kesempatan itu. Misalnya, Rasulullah saw. memperoleh kesempatan untuk memperagakan kedermawanan beliau.. Pada suatu ketika beliau memiliki banyak sekali domba. Seorang kafir mengatakan, ―Anda memiliki sedemikian banyak domba yang Kaisar pun serta Kisra pun tidak punya sebanyak itu.‖ Rasulullah saw. [ketika itu juga] menyerahkan seluruh domba tersebut kepada orang itu, dan saat itu pula orang tersebut langsung beriman, sebab kecuali nabi tidak ada orang yang memiliki kedermawanan agung demikian. Di Mekkah banyak orang yang menyakiti beliau saw.. Ketika beliau menaklukkan Mekkah, jika beliau mau dapat saja mereka semua beliau sembelih. Akan tetapi Rasulullah saw. berlaku kasih-sayang dan mengatakan, ―Laa tatsriiba ‗alaikumul- yawma. (tiada celaan atas kalian pada hari ini) – Yusuf, 93), adalah sifat pemaaf beliau yang membuat mereka semua masuk Islam. Nah, apakah akhlak fadhilah yang luar biasa itu ada didapati pada diri nabi lainnya? Sama sekali tidak. Mereka adalah orang-orang yang telah menimpakan penderitaan yang beat pada diri beliau saw. secara khusus dan pada sanak-saudara serta para sahabah beliau, dan mereka menimpakan penderitaan-penderitaan yang tak termaafkan. Namun demikian setelah Rasulullah saw. memperoleh kekuatan dan kekuasaan saat itu juga beliau langsung memaafkan mereka. Padahal jika mereka dihukum pun benar-benar merupakan keputusan yang adil dan setimpal. Akan tetapi saat itu beliau saw. memperlihatkan teladan sifat pemaaf dan kasih-sayang beliau saw.. Oleh karena itulah beliau saw. secara nama telah disebut Muhammad (yang terpuji) saw.. Di bumi puji-pujian terhadap beliau saw. demikian pula di langit pun beliau saw. disanjung, dan di langit pun beliau saw. merupakan Muhammad (yang terpuji). Nama beliau ini diberikan oleh Allah Ta‘ala sebagai contoh bagi dunia. Selama manusia tidak menciptakan di dalam dirinya akhlaq-akhlaq semacam itu maka sedikit pun tidak ada gunanya. Manusia tidak akan dapat menciptakan kecintaan terhadap Allah Ta‘ala secara sempurna selama ia tidak menjadikan akhlak dan suri teladan Nabi Karim saw. sebagai pembimbing dan penunjuk jalan bagi dirinya. Allah Ta‘ala Sendiri telah menjelaskan hal itu: (Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah Aku‖ – Aali ‗Imran, 32). Yakni untuk menjadi mahbub Ilahi (orang yang dicintai Allah) adalah mutlak untuk mengikuti Rasulullah saw..‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 87).
(hlm. 87-93)
MUHAMMAD HIMPUNAN SEGENAP KEBAIKAN ‖Nama beliau saw. adalah Muhammad, karena memang berarti yang sangat terpuji. Muhammad adalah dia yang sangat terpuji di bumi maupun di langit. Banyak sekali orang yang dipandang sangat hina oleh orang-orang dunia, mereka dianggap nista, dan sesuai anggapan itu [merela benar-benar] dihinakan. Akan tetapi di langit sanjungan dan pujian terhadap diri mereka dilantunkan. Mereka adalah orang-orang baik di hadapan Allah Ta‘ala.
Sebaliknya, sebagian orang ada yang disanjung-sanjung oleh dunia. Dari segala penjuru mereka dipuji, akan tetapi langit melaknat mereka. Allah, para malaikat-Nya, dan orangorang yang memperoleh qurub-Nya (kedekatan-Nya) melaknat mereka, tidak memuji mereka. Akan tetapi Nabi mulia kita, Rasulullah saw. di kedua tempat – di bumi dan di langit – dipuji dan disanjung. Kebanggaan serta karunia ini hanya diraih oleh Rasulullah saw. semata. Rasulullah saw. memperoleh golongan pengikut yang sedemikian rupa sucinya, sehingga tidak pernah dimiliki oleh nabi lainnya. Memang Musa dahulu memperoleh golongan pengikut sebanytak beberapa ratus ribu orang, akan tetapi mereka bukanlah suatu kaum yang berhati-teguh, suci dan memiliki asa (harapan) yang tinggi. Tidak seperti para sahabah [Rasulullah saw.] ridwanallaahi ‗alaihim ajma‘iin, keadaan kaum Musa a.s. adalah pada malam hari mereka beriman maka siang harinya mereka murtad. Membandingkan Rasulullah saw. dan para sahabah beliau dengan Musa a.s. serta kaumnya, bagaikan membandingkan seluruh dunia. Jemaat yang diperolah Rasulullah saw. begitu suci, penyembah Ilahi, mukhlis, sehingga tidak ditemukan tandingannya di kalangan kaum mana pun di dunia ini dan di antara jemaat-jemaat nabi lainnya. Di dalam hadit-hadits banyak terdapat sanjungan bagi mereka, sampai-sampai dikatakan: "Allaahu Allaahu fii ashaabii. " Dan di dalam Alquran pun mereka dipuji: (Dan orang-orang yang mempergunakan malam untuk bersujud dan berdiri di hadapan Tuhan mereka‖ – Al-Furqaan, 65). Jemaat yang dipersiapkan oleh Rasulullah saw. unggul dan terpelihara dari sekian kesulitan serta musibah tha'un (pes) dan sebagainya seperti yang dialami oleh Jemaat Nabi Musa a.s.. Dari hal itu diketahui adanya quwat-qudsiyah (daya pensucian) dan anfaas thayyibah (pensucian jiwa) serta jazzab ilallaah (……. kepada Allah) yang dimiliki oleh Rasulullah saw.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 93-94).
JEMAAT DAN PARA SAHABAH ―Lalu, apalah yang dapat membuat orang berakal menjadi ragu-ragu untuk mempercayai, ketika mereka perhatikan secara menyeluruh segenap hal yang telah diterangkan. Kini, tujuan dan maksud saya menjelaskan hal ini adalah bahwa Allah Ta‘ala telah menegakkan Jemaat ini, dan untuk mendukungnya Dia telah menampakkan ratusan Tanda. Tujuannya dalah supaya Jemaat ini menjadi seperti jemaat para sahabah radhiallaahu 'anhum, lalu menjadi contoh era khairul qurun (abad terbaik). Orang-orang yang masuk ke dalam Jemaat ini, dikarenakan mereka termasuk dalam golongan aakhariina minhum (golongan lain dari antara mereka – Qs.61:4) oleh sebab itu mereka harus meninggalkan upaya-upaya palsu (semu), dan mereka harus memusatkan seluruh perhatian mereka ke arah Allah Ta‘ala.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 94).
(94-96)
JEMAAT DAN MENDOAKAN MUSUH ‖Dalam hal solidaritas terhadap umat manusia, akidah saya adalah, selama belum memanjatkan doa bagi musuh maka selama itu pula kalbu tidak akan menjadi bersih. Di dalam [ayat], ―Ud‘uuni astajib lakum mintalah kepada-Ku, maka Aku kabulkan), Allah Ta‘ala tidak membatasi, yakni jika kalian memanjatkan doa bagi musuh maka Dia tidak akan mengabulkannya, melainkan kepercayaan saya adalah, mendoakan bagi musuh pun merupakan sunnah Nabi. Umar r.a. menjadi Muslim adalah karena itu. Rasulullah saw. selalu
berdoa bagi Umar. Oleh karena itu, hendaknya kalian jangan menyimpan permusuhan pribadi dilandaskan pada kekikiran. Kalian jangan menjadi orang yang benar-benar menyakiti. Saya bersyukur, saya tidak melihat satu musuh pun yang tidak saya doakan sampai dua atau tiga kali. Satu pun tidak ada yang demikian, dan inilah yang saya katakana dan ajarkan kepada kalian. Allah Ta‘ala tidak suka terhadap orang yang secara sungguh-sungguh menyakiti dan menyimpan permusuhan yang dilandasi kekikiran, seperti ketidak-inginan-Nya apabila ada yang disatukan (dipersekutukan) dengan-Nya. Di satu tempat Dia tidak menginginkan, sedangkan di tempat lain Dia menginginkan pertemuan (penyatuan), yakni perpisahan (perpecahan) di antara sesama manusia, dan penyatuan sesuatu yang asing dengan-Nya. lnilah jalan yang mengajarkan agar [kita] memanjatkan doa bagi orang-orang yang ingkar. Dengan melakukan hal itu kalbu menjadi bersih dan lapang serta semangat menjadi tinggi. Oleh karena itu selama Jemaat saya tidak menerapkan corak demikian, maka tidak ada yang membedakan antara mereka dengan yang lainnya. Menurut saya, ini adalah hal penting, yakni seseorang yang menjalin persahabatan dengan orang lain di jalan agama, dan berasal dari derajat yang lebih rendah dari pihak-pihak yang disayanginya, maka hendaknya ia menyikapi orang itu dengan sangat lembut dan kasih-sayang serta mencintainya….. Oleh karena itu kalian yang menjalin hubungan dengan saya, jadilah kalian suatu kaum yang mengenainya dikatakan, "Wa innahumclemmim lira yusqt w jcilisuhum", yakni suatu kaum yang pihak-pihak di sekitarnya tidak bejad.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 96-97). (hlm 97-108)
PENCARI AKHIRAT & PENCARI DUNIA ―Ingat, pertama-tama satu perbuatan dilakukan oleh manusia kemudian dampak (pengaruh) yang terselubung di dalamnya akan dizahirkan oleh Allah Ta‘ala melalui perbuatan-Nya. Misalnya, jika kita menutup jendela rumah kita, itu merupakan perbuatan kita, dan atas hal itu perbuatan Allah Ta‘ala adalah Dia menutup jalur masuk dan keluar cahaya serta udara dari rumah itu sehingga timbullah kegelapan. Jadi, ini merupakan kebiasaan Allah (sunnatulllah) yang telah berlaku terus sejak permulaan, dan tidak mungkin ada perubahan sedikit pun dalam hal itu. Yakni atas perbuatan manusia akan timbul perbuatan dari Allah Ta‘ala. Sebagaimana hal itu berlangsung dalam tatanan zahiriah (alam jasmani), demikian pula ketentuan yang berlaku dalam tatanan batiniah. Seseorang yang dengan hati bersih pergi mencari kebenaran – dan kalau tidak, sekurangkurangnya dia datang dalam kondisi tanpa akidah – maka pasti dia akan menemukan kebenaran. Namun jika dari sejak semula dia telah mengmbil suatu keputusan di dalam hatinya, dan dia membawa hatinya yang terjerat dalam kedengkian dan permusuhan, maka dampaknya adalah gejolak permusuhannya itu bergelora dan mekan cahaya-cahaya fitratnya. Hatinya menjadi hitam-kelam, lalu dia tidak akan memperoleh taufik untuk dapat membedakan antara yang benar dengan yang batil. Jadi, untuk mendapatkan kesucian serta petunjuk dari Allah Ta‘ala hendaknya ciptakan juga sendiri suatu kesucian di dalam diri kalian, yakni manusia hendaknya meninggalkan kebakhilan (kekikiran) serta kedengkian, dan sama sekali janganlah menipu jiwa sendiri. Ini memang benar, seseorang yang pergi dengan menyatakan diri mencari kebenaran, lalu dari sejak pertama dia telah memvonis dasar-dasar suatu agama, dia merupakan pencari dunia. Dan seseorang yang mati dalam kemenangan serta kekalahan dunia, saya tidak dapat mengakui bahwa dia telah beriman kepada Allah. Tidak. Menurut saya dia adalah seorang atheis (tak bertuhan)! Hati suci yang tidak mempedulikan ancaman serta gertakan dari seseorang, dan yang tidak sungkan-sungkan serta tidak malu-malu menyatakan ikrarnya maka itulah yang akan
menemukan kebenaran. Pada hati yang semacam itulah cahaya-cahaya Ilahi akan turun. Ingatlah, Allah Ta‘ala sama sekali tidak akan menyia-nyiakan orang semacam ini, yaitu yang melangkahkan kaki untuk mendapatkan-Nya. Sebagaimana Dia senantiasa telah berfirman, ―Anal-maujud‖ (Aku ada), pasti sekarang pun Allah Ta‘ala berfirman demikian. Sebagaimana kepada Al-Masih a.s. dahulu telah turun wahyu, sekarang pun demikian. Saya mengatakan dengan sebenarnya – ini tidak hanya sekedar pendakwaan belaka, bersamanya terdapat dalil-dalil nyata – bahwa sifat-sifat apa yang dahulu ada dan ternyata sekarang tidak ada? Sekarang pun Dia telah menerangi dunia dengan Kalam-Nya (FirmanNya)‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 108-109).
(109-142) JEMAAT DAN ANJURAN MENYIMAK DENGAN SEKSAMA ‖Semua hendaknya mendengarkan dengan penuh perhatian dan dengarlah dengan seksama, sebab ini adalah masalah iman. Lalai, malas, dan tidak memberikan perhatian dalam masalah ini menimbulkan akibat yang sangat buruk. Orang-orang yang lalai dalam masalah iman, dan ketika dijelaskan kepada mereka tetapi mereka tidak mau mendengarkan dengan penuh perhatian, maka betapapun bermanfaat dan berpengaruhnya penjelasan orang yang berbicara itu, tetap saja tidak berguna bagi mereka sedikitpun. Demikian pula halnya orang-orang yang mengenai mereka dikatakan, bahwa mereka memiliki telinga tetapi mereka tidak mendengar, mereka memiliki kalbu tetapi mereka tidak mengerti. Jadi, ingatlah, segala sesuatu yang diuraikan dengarlah dengan penuh perhatian, sebab orang yang tidak mendengarkan dengan penuh perhatian, walaupun dia menetap lama bersama wujud (orang) yang banyak memberi manfaat, tetap saja dia tidak memperoleh manfaat.‖ (Malfuzat, jld.III, hlm. 142-143).
KEBENARAN DAN DAYA MAGNETIS YANG DIMILIKI PARA NABI ―Tatkala Allah Ta‘ala mengutus para. nabi 'alaihimus salaam ke dunia, maka pada saat itu terdapat dua macam golongan orang. Pertama, adalah orang-orang yang memberi perhatian terhadap kata-kata para nabi itu. Mereka memasang telinga, dan apa pun yang dikatakan para nabi itu, mereka dengar dengan penuh perhatian. Ini adalah golongan yang mengambil manfaat, dan mereka meraih buah-buah serta berkat dari [sikap mereka] itu. Golongan kedua adalah, mereka bukannya memberikan perhatian terhadap kata-kata para nabi itu, justru mereka menertawakan, dan mereka menyusun rancangan serta berusaha menyakiti para nabi tersebut. Ketika Nabi Karim kita saw. diutus, saat itu sesuai ketentuan tersebut terdapat dua golongan. Pertama, adalah mereka yang mendengarkan kata-kata Nabi Karim saw., dan mereka mendengarkannya dengan penuh perhatian. Kemudian mereka begitu terpengaruhnya oleh kata-kata beliau serta demikian dalam mengambil manfaat dari beliau, sehingga mereka mendahulukan beliau daripada kedua orangtua, anak keturunan, orang-orang yang dicintai, serta dari segala sesuatu di dunia ini yang paling mereka sayangi. Sebelumnya mereka hidup dengan tenang dan nyaman. Mereka menikmati hubungan persaudaraan dan kekerabatan satu sama lain sesuai pemikiran mereka. Namun begitu mereka menjalin hubungan dengan wujud suci tersebut, maka mereka terpaksa memutuskan hubungan dengan segenap sanak saudara dan ikatan-ikatan lainnya, Mereka sedikit pun tidak merasakan penderitaan dalam kondisi terpisah seperti itu. Justru di situ mereka menganggapnya sebagai suatu ketenteraman dan kebahagiaan. Sekarang, hendaknya diperhatikan dengan seksama, apa gerangan yang dimiliki Nabi Karim saw. itu yang membuat orang-orang begitu mabuk dalam kecintaan, sehingga mereka siap untuk menyerahkan nyawa mereka? Yang membuat mereka siap untuk melepaskan
segenap keuntungan dan manfaat-manfaat duniawi mereka, serta siap untuk memutuskan segenap hubungan yang bersifat kaum dan bangsa. Bahkan tidak hanya sekedar siap, melainkan mereka telah memutuskan [hubungan-hubungan] tersebut lalu melepaskan nyawa mereka, dan dengan itu mereka membuktikan betapa dengan tulus dan penuh kemauan mereka memihak beliau saw.. Secara zahir beliau saw. tidak memiliki harta kekayaan yang dapat menarik hati seorang manusia yang gila dunia. Beliau sendiri tumbuh sebagai anak yatim, maka apalah yang dapat beliau perlihatkan kepada orang-orang lain? Saya mengatakan, memang tidak diragukan lagi bahwa beliau saw. tidak memiliki hartakekayaan serta sarana-sarana duniawi yang menggoda dan memikat. Beliau sama sekali tidak memiliki hal itu, namun beliau memiliki hal-hal yang sangat kuat, yang merupakan daya magnetis hakiki, asli dan penuh pengaruh. Itulah yang beliau saw. paparkan, dan hal-hal itulah yang menarik dunia kepada beliau ssaw.. Hal-hal itu berupa kebenaran dan daya magnetis. Inilah dua hal yang dibawa oleh para nabi ‗alaihumus-salam. Selama kedua hal ini belum ada manusia tidak dapat mengambil manfaat dari siapa pun, dan tidak pula dapat memberi manfaat kepada siapa pun. Jika kebenaran ada tetapi daya magnetis tidak ada apa jadinya? Demikian pula jika ada daya magnetis tetapi tidak ada kebenaran apalah gunanya. Banyak sekali orang yang tampak demikian – dan mereka ada di dunia ini – yakni dalam ucapan mereka terdapat kebenaran tetapi terlihat bahwa kebenaran itu tidak terbukti bermanfaat dan berpengaruh. Mengapa? Sebab kebenaran itu hanya ada di lidah mereka saja, sedangka kalbu mereka tidak mengenal kebenaran tersebut, dan daya magnetis -- yang timbul setelah penerimaan yang dilakukan oleh kalbu -- tidak dimilikinya. Oleh karena itu apa pun yang ia ucapkan, yang diutarakannya hanya sekedar untuk diperlihatkan. Memang begitulah pengaruhnya. Daya magnetis sejati dan daya tarik hakiki serta pengaruh yang sebenarnya baru akan timbul tatkala kebenaran yang dia uraikan itu tidak hanya sekedar dia terima terlebih dahulu, melainkan juga telah dia amalkan, sehingga dia memiliki dalam dirinya buah-buah hasil serta cirri-ciri yang berkilauan dari [kebenaran] tersebut. Selama manusia itu sendiri belum memiliki keimanan sejati terhadap hal-hal yang dia uraikan, dan dia belum memperlihatkan dampak keimanan sejati itu – yakni amal perbuatan – maka hal-hal itu sama sekali dan sama sekali tidak akan berpengaruh serta berguna. Kata-kata itu hanya keluar dari mulut berbau busuk, yang akan semakin berbau busuk lagi ketika sampai ke telinga orang-orang lain. Bahkan, saya mengatakan, bahwa orang yang aniaya itu dengan cara demikian justru membunuh kebenaran tersebut, sebab dikarenakan berkat-berkat serta buah-buah ranum kebenaran itu tidak ada pada dirinya, karena itu para pendengar dengan menganggap kata-kata itu sebagai khayalan dan lamunan belaka tidak mau memperhatikannya, sehingga dengan demikian mereka telah meluputkan orang-orang lain dari kebenaran tersebut. Ringkasnya, hal ini patut untuk diingat, bahwa seseorang yang mendakwakan diri untuk melakukan ishlah (perbaikan) pada dunia, selama pada dirinya belum ada kebenaran dan daya magnetis (daya tarik) maka sedikit pun tidak akan memberi manfaat, dan orang-orang yang tidak mau mendengar kata-katanya itu dengan penuh perhatian, mereka pun tidak dapat mengambil manfaat dari orang-orang yang memiliki kebenaran serta daya magnetis.‖ (Malfuzat, jld.III, hlm. 142-144).
(144-145) MALAM DAN SIANG SECARA RUHANI ‖Seperti halnya hukum qudrat Allah Ta‘ala, yakni sesudah malam datang siang – serta tidak ada perubahan apa punpada hukum qudrat tersebut -- maka seperti itu pulalah di dunia ini selalu datang zaman-zaman sedemikian rupa dimana kadang-kadang secara ruhani terjadi
malam, dan kadang-kadang matahari terbit lalu muncul hari baru. Demikianlah, [jangka masa] satu ribuan yang baru berlalu, secara ruhani merupakan sebuah malam gelap, yang dinamakan oleh Nabi Karim saw.. Itu merupakan satu hari bagi Allah Ta‘ala, sebagaimana firman-Nya: ―Inna yawman ‗inda rabbika ka-alfi sanatin mimmaa tu‘aduun – (dan sesunggguhnya satu hari di sisi Tuhan engkau seperti seribu tahun dari apa yang kamu hitung" (Al-Hajj, 48). Dalam seribu tahun ini sebuah tabir kegelapan penuh bahaya telah meliputi dunia. Di dalam jangka masa itu upa-aupaya penuh dan makar-makar serta taktik-taktik telah dilakukan untuk menjatuhkan kehormatan Nabi Karim kita saw. ke dalam suatu Lumpur kehinaan. dan di dalam diri orang-orang yang menyebut mereka sebagai Muslim telah timbul segala macam syirik serta bid‘ah. Namun mengenai golongan itu Nabi Karim saw. telah bersabda, ―Laisa minni wa lastu minhum‖ (mereka bukan berasal dari kalanganku dan bukan pula aku dari kalangan mereka).‖ Ringkasnya, sebagaimana Allah Taala berfirman, ini merupakan malam seribu tahun yang telah berlalu. Kini, Allah Ta‘ala telah berkehendak untuk memberi cahaya kepada dunia, kepda orang yang mampu meraih cahaya tersebut, sebab tidak setiap orang mampu meraih cahaya itu. Demikianlah, Dia telah mengutus saya di abad ini, supaya saya menghidupkan Islam.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 145).
ORANG-ORANG YANG TIDAK MEMBERI PERHATIAN KEPADA PARA NABI Kita melihat bahwa Hadhrat Musa a.s. tidak akan berhasil secara sempurna dan dalam arti sebenarnya, sebab beliau tidak dapat membuat banyak orang menjadi tulus. Sebentar saja beliau tidak berada di tempat maka umat beliau jadi berantakan, walau pun Harun berada di tengah-tengah mereka saat itu, dan umat beliau telkah memilih untuk menyembah anak sapi. Umat beliau terus saja mengemukakan berbagai macam kebimbangan dan keraguan sepanjang hidup mereka. Mereka tidak pernah dapat menjadi tulus dengan hati yang lapang walaupun mereka menyaksikan banyak sekali Tanda (mukjizat). Demikian pula Hadhrat Isa tidak berhasil, sampai-sampai para murid -- sebagaimana tertulis dalam Injil -- telah menjadi berantakan. Beberapa ada yang murtad lalu mengutuk beliau. Para alim dan pemuka agama yang mengaku sebagai penerus Musa tidak mendapat nur Samawi. Mereka tidak menerima dan tidak mendengarkan dengan penuh perhatian uraianuraian kebenaran yang dibawa oleh Hadhrat Masih a.s., Walaupun memang ada dikatakan, bahwa mereka akan menghadapi banyak sekali kesulitan – yang tampil dalam dalam corak nubuatan-nubuatan mengenai tanda-tanda serta ciri-ciri Al-Masih – akan tetapi jika mereka memberi perhatian srta mau mengikuti petunjuk dan memperoleh kepekaan rasa, maka pasti mereka dapat mengambil manfaat, serta dengan mengerahkan seluruh kekuatan mereka akan dapat keluar dari kesulitan-kesulitan. Dengan memperhatikan hal-hal dan peristiwa-peristiwa ini, secara alami timbul pertanyaan: Mengapa terjadi demikian? Jawaban ringkasnya adalah: manusia binasa akibat senjatanya sendiri, Orang-orang yang tidak memberi perhatian, mereka menganggap diri [nabi] itu tidak berguna dan sia-sia, dan tidak ada yang mau perkataan sucinya, akibat mutlaknya adalah mereka jadi luput [dari petunjuk]. Sebagaimana pada bagian awal telah saya katakan, hendaknya dengarlah dengan penuh perhatian. Sedangkan orang-orang yang tidak mendengar dengan penuh perhatian, mereka itu orang-orang yang memiliki telinga tetapi tidak mendengar. Demikian pula, kini saya mengatakan bahwa inilah orang-orang yang kalbunya telah terkunci, telinga dan mata mereka telah terhalang oleh tabir. Oleh sebab itu mereka memperolok-olok perkataan para utusan Allah Ta‘ala, dan tidak mengambil manfaat darinya, sehingga mereka luput, dan akhirnya mereka terjerat dalam azab Ilahi.‖ (Malfuzat, jld.III, hlm. 145-146).
ORANG-ORANG YANG MENGAMBIL MANFAAT DARI PERKATAAN PARA UTUSAN ILAHI Namun orang-orang yang menerapkan sikap prasangka baik, lalu mereka menyimak perkataan nabi itu dengan sabar dan teguh, maka mereka [dapat] memperoleh keberuntungan. akhirnya kilauan cahaya kebenaran atau ………………………………….. dengan sendirinya menerangi kalbu mereka. Mata mereka jadi terbuka, dan di telinga mereka timbul kekuatan baru untuk mendengar. Kalbu mereka akan merenung dalam, dan menimbulkan bentuk-bentuk amalan, yang dengan itu mereka menjadi bahagia. Di dunia ini juga kita menyaksikan, tatkala manusia memperoleh peluang berbuat salih dan kebaikan, lalu dia melepaskan peluang itu, dan dengan menyia-nyiakan peluang tersebut dia menjadi sedih dan duka, dan dia merasakan suatu keperihan. Demikian pula orang-orang yang hidup sezaman dengan para nabi 'alaihimus salaam dan mereka melepaskan peluang itu maka mereka terjerat dalam azab Ilahi. Namun disayangkan, orang-orang dunia tidak tahu menahu tentang hal ini. Seandainya orang-orang dunia diberitahukan tentang keadaan orang-orang yang sudah mati – dan orangorang mati itu datang kembali ke dunia memberitahukan kondisi mereka – maka semuanya akan menjalani hidup bagai malaikat, dan terjadi kematian pada dosa di dunia. Namun Allah Ta‘ala tidak menghendaki demikian serta menciptakan hal ini dalam tabir dan menutupinya, supaya ganjaran dan pahala bagi kebaikan tidak menjadi sia-sia. Lihat, jika sebelum ujian soal-soal [ujian] disebarluaskan maka bagaimana dapat diketahui kemampuan seseorang melalui jawaban-jawaban yang diberikan terhadap soal-soal tersebut? Seperti itulah tatacara penghitungan yang telah ditetapkan oleh Allah Taala, Dia hindari dari hal-hal yang berlebihan.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 146-147).
ADANYA KETERSELUBUNGAN DALAM MASALAH IMAN Jika Allah Ta‘ala membukakan seluruh tabir, dan tidak ada satu hal pun yang terselubung serta rahasia, dan orang-orang mati. datang memberitahukan bahwa surga dan neraka itu benar-benar ada, maka cobalah katakana, apakah masih ada lagi orang atheis dan penyembah berhala? Misalnya, jika ke sini datang dua atau empat orang yang telah mati lalu memberitahukan hakikat yang sebenarnya, dan mereka memberitahukan cucu-cucu serta sanak keluarga mereka, maka apakah masih ada yang akan ingkar? Sama-sekali tidak. Namun Allah Ta‘ala tidak menghendaki demikian. Kini, jika ada orang tang beriman (percaya) pada matahari – bahwa matahari itu ada dan memancarkan cahaya – maka coba katakan, apakah keimanan seperti itu dapat memperoleh pahala ataukah tidak? Tidak sedikit pun. Seperti itu pulalah Allah Ta‘ala telah menghendaki adanya keterselubungan dalam kadar dan nilai iman serta dalam pahala iman tersebut. Orang bijak akan meraih keuntungan, sedangkan orang bodoh akan luput dari itu. Kemudian, tidak ada satu hal keimanan pun yang kosong dari hakikat dan falsafah. Di dalam keterselubungan itu terdapat falsafah agung. Sebagaimana baru saja telah saya katakana, jika berlaku keterbukaan yang gamblang sedemikian rupa, sehingga tidak ada satu pun yang terselubung, kondisi-kondisi di alam pembalasan dan keridhaan Allah jadi diketahui – maka suatu kebaikan itu tidak lagi menjadi kebaikan dan sudah tidak ada lagi nilainya. Beriman (percaya) atas hal-hal yang disaksikan dan dimakan tidak dapat memberikan suatu pahala. Orang yang beriman (percaya) kepada mesjid atau kepada pohon atau kepada matahari, dan yang mengakui keberadaan benda-benda itu, dia tidak menjadi berhak atas suatu pahala. Namun, orang yang mengetahui sesuatu yang terselubung lalu mengimaninya (mempercayainya) maka tidak diragukan lagi dia dinyatakan sebagai orang yang patut mendapat pujian. Dia berhak atas sanjungan dan pujian. Apabila segala sesuatu sama sekali telah terbuka
maka apa jadinya? Demikian pula jika ada orang yang berhasil melihat bulan sabit pada hari ke 29, maka tidak diragukan lagi penglihatannya itu patut mendapat pujian. Namun jika ada orang yang setelah hari ke 14 – ketika muncul bulan penuh (purnama) dan tampak cahaya bulan lengkap – lalu mengatakan kepada orang-orang, ―Ayo, mari saya tunjukkan bulan kepada kalian sebab saya telah melihatnya‖, maka dia akan ditertawakan dan dinyatakan sebagai orang yang berkata sia-sia. Ringkasnya, kemampuan itu tampil melalui firasat. Sebagian disembunyikan oleh Allah dan sebagian lagi Dia zahirkan. Jika seluruhnya sama sekali dizahirkan maka pahala iman tidak akan ada lagi. Demikian juga jika seluruhnya sama sekali disembunyikan maka segenap agama akan terus terpendam dalam kegelapan, dan tidak ada satu hal pun yang dapat menimbulkan ketentraman. Dan jika demikian maka pada saat ini tidak ada satu orang beragama pun yang dapat mengatakan kepada orang lain bahwa, ―Engkau berada dalam kesalahan‖, dan tidak pula asas-asas perhitungan (pembalasan) dapat berdiri tegak, sebab dalam kondisi demikian semua itu merupakan penderitaan yang berada di luar batas kemampuan manusia. Namun Allah Taala telah berfirman, ―Laa yukallifullaahu nafsan illa wus-‗ahaa ( Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai kemampuannya]" (AlBaqarah:287). Jadi, ini merupakan karunia Allah Ta‘ala, bahwa telah diberlakukan ujian yang ringan, yaitu yang di dalamnya tidak terlalu banyak kesulitan. Sebab walaupun alam [akhirat] itu demikian rumitnya – yakni yang perghi (mati) tidak akan kembali lagi – tetapi tetap saja Allah Ta‘ala telah meluncurkan suatu rangkaian nur dan berkat-berkat. Dari itulah dapat diketahui di dunia ini juga, dan hal-hal yang terselubung itu menjadi pasti.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 147148). RAHASIA DI BALIK ALAM AKHIRAT ―Para filsuf (ilmuwan) zaman sekarang ini telah melakukan banyak sekali penelitian, mengenai bagaimana mendatangkan kembali orang-orang yang telah mati. Di Amerika, ada satu orang yang telah dimatikan lalu diteliti, yakni setelah mengalami kematian apakah kesadaran itu masih bertahan atau tidak? Kepada orang yang dijadikan bahan percobaan itu dikatakan agar dia memberi isyarat melalui mata. Nah, ketika orang itu dimatikan maka dia sedikit pun tidak dapat berbuat apa-apa, sebab itu merupakan sebuah rahasia Ilahi, yang tidak ada satu orang pun yang dapat mencapai kedalaman dasarnya. Ketika manusia melampaui batas maka dia mengolah pikiran untuk mencarai rahasia. Dunia Barat sibuk dalam penelitian-penelitian lahiriah telah jauh keluar dari tatakrama dalam setiap falsafah (ilmu), idan mereka ingin meninggalkan batas-batas manusia, lalu melangkahkan kaki jauh ke depan, namun tridak ada gunanya. Ringkasnya, hal-hal yang berkaitan dengan iman, Allah Ta‘ala tidak pula menyelubunginya sedemikian rupa sehingga mencapai batas keterpaksaan. dan tidak pula Dia menzahirkannya sedemikian rupa sehingga iman itu tidak lagi jadi iman serta tidak ada manfaat yang berkait dengannya. Walau demikian kondisi segala perkara tersebut, zaman sekarang ini merupakan zaman kebahagiaan bagi Islam, yakni di alam dunia ini tidak ada yang dapat melawannya. Dan bersamaan dengan petunjuk-petunjuk penuh cahaya serta kebenaran-kebenaran nyata yang dimilikinya, Islam mengandung suatu mukjizat luar biasa mengenai Tanda-tanda yang hidup serta berkat-berkat yang hidup, yaitu suatu hal yang tidak dapat ditandingi oleh pihak mana pun.‖ (malfuzat, jld. III, hlm. 148-149).
MENGUNDANG UNTUK MENYAKSIKAN TANDA KEHIDUPAN ISLAM Pada saat ini, di seluruh alam, Islam dengan ajaran sucinya dan [dengan] hasil-hasilnya yang hidup memiliki tempat tersendiri. Tidak hanya sekedar pendakwaan belaka melainkan
Allah Ta‘ala telah membuktikan kebenaran ini melalui hamba-Nya. Dan dengan menyampaikan imbauan haq (kebenaran) kepada seganap agama, dia telah memberitahukan bahwa pada hakikatnya hanya Islam sajalah agama yang hidup. Bagi yang sampai saat ini masih ragu, datanglah ke tempat saya dan saksikanlah sendiri keindahan-keindahan dan berkat-berkat tersebut. Akan tetapi datanglah sebagai orang yang mencari kebenaran, jangan datang sebagai pengeritik (penyerang) yang terlalu tergesa-gesa.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 149). (149-153) QURAN SYARIF BUKAN KUMPULAN KISAH-KISAH ‖Hal ini sama sekali dan sama sekali tidak patut dilupakan, bahwa Quran Syarif yang merupakan Khaatamul-Kutub bukanlah himpunan kisah-kisah. Orang-orang yang karena kesalah-pahaman mereka -- dan karena ingin menyelubungi kebenaran -- telah mengatakan bahwa Quran Syarif merupakan kumpulan kisah-kisah. Mereka adalah orang-orang yang tidak memiliki fitrat untuk mengenali kebenaran, sebab pada hakikatnya Kitab Suci ini telah menjadikan kisah-kisah terdahulu itu sebagai suatu falsafah (ilmu). Dan itu merupakan ihsan (kebaikan) agung Al-Quran terhadap seluruh kitab suci dan segenap nabi lainnya, sebab jika tidak, hal-hal semacam itu merupakan bahan tertawaan pada zaman sekarang ini. Dan ini juga merupakan karunia Allah Ta‘ala, bahwa di zaman ilmu pengetahuan ini – tatkala hakikat-hakikat alam nyata dan ilmu-ilmu tentang sifat (khasiat) seluruh benda sedang mengalami kemajuan – Dia telah menegakkan sebuah Jemaat untuk ilmu-ilmu samawi (langit) dan untuk menguakkan hakikat-hakikat [ruhani]. Jemaat inilah yang telah memaparkan segenap hal tersebut dalam bentuk suatu falsafah (ilmu) dalam aspek ilmiah. Yaitu hal-hal yang di zaman kegelapan dahulu tidak lebih dari sekedar kisah-kisah biasa, dan yang di zaman sains (ilmu pengetahuan) ini hal itu menjadi bahan-bahan tertawaan.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 153). HAKIKAT SURGA DAN NERAKA ‖Pada zaman dahulu kita menyaksikan bahwa masalah surga dan neraka benar-benar ditampilkan secara khayalan dan sederhana. Hadhrat Masih mengatakan kepada pencuri yang disalib, bahwa hari itu beliau akan pergi ke surga, namun beliau tidak menguraikan tentang hakikat surga. Saat ini saya merasa tidak perlu mengangkat persoalan bahwa -- berdasarkan akidah dan uraian orang-orang Kristen -- apakah beliau itu memang telah pergi ke surga ataukah ke dasar neraka, melainkan saya hanya ingin memperlihatkan bahwa beliau sedikit pun tidak menguraikan tentang hakikat surga. Ya, dengan demikian memang orang-orang Kristen telah pula mengunjungi surga mereka. Berlainan dengan itu, Quran Syarif tidak memaparkan suatu ajaran dalam bentuk kisah, sehingga hal itu selalu diketengahkan dalam suatu bentuk ilmiah. Misalnya, mengenai surga dan neraka, Quran Syarif mengatakan, ―Man kaana fii haadzihi ‗amaa fahuwa fil-aakhirati ‗amaa ―, yakni barangsiapa buta di dunia ini maka di akhirat pun dia akan buta‖ (Bani Israil, 73). Artinya adalah, di alam dunia ini juga diraih mata indera-indera untuk menyaksikan Allah Ta‘ala, dan untuk merasakan kelezatan alam akhirat nanti. Barangsiapa tidak meraih indera-indera tersebut di dunia ini maka di akhirat pun dia tidak akan memperolehnya. Jadi, hal itu mengingatkan kepada manusia bahwa merupakan kewajiban manusia untuk berusaha dan berupaya gigih memperoleh indera-indera dan mata tersebut di dunia ini juga, supaya mereka dibangkitkan di alam nanti dalam keadaan melihat. Demikian pula, dalam menguraikan tentang hakikat dan falsafah azab, Quran Syarif mengatakan, ―Naarullaahil- muuqadah, allatii taththali‘u ‗alal af-idah (api Allah yang dinyalakan, yang sampai ke hati‖ – Al-Humazah, 7-8 Yakni, azab Allah Taala itu merupakan sebuah api yang dikobarkan-Nya, dan jilatan api itu berkobar di dalam hati manusia. Artinya,
akan ada azab Ilahi, dan sumber neraka yang sebenarnya adalah hati manusia itu sendiri. Pikiran-pikiran kotor dan niat-niat serta tekad-tekad buruk yang dimiliki hati, merupakan bahan bakar api neraka. Kemudian, mengenai anugerah-anugerah di surga dalam kaitannya dengan orang-orang salih, Allah Taala berfirman:,"Yufajjiruunahaa tafjiiraa – (mereka memancarkannya sebaikbaik pancaran‖ – Ad-Dahr/Al-Insan, 7). Yakni, dari tempat itu memancar dan mengalir sungaisungai. Kemudian di tempat lain dalam rangka menguraikan ganjaran bagi orang-orang mukmin dan orang-orang yang beramal salih, Allah Ta‘ala berfirman: "Jannaatun tajri min tahtihal anhaar – (kebun-kebun yang dibawahnya mengalir sungai-sungai" – (Al-Baqarah, 26). Sekarang saya bertanya, apakah ada yang dapat menyatakan hal-hal tersebut sebagai kisah? Betapa ini merupakan sesuatu yang benar. Orang-orang yang mengairi [tanaman surga] di dunia ini maka di akhirat mereka itulah yang akan menikmati buah-buah. Ringkasnya, Quran Syarif memaparkan segenap ajarannya dalam bentuk ilmiah dan dalam warna falsafah. Dan zaman ini, yang di dalamnya Allah Taala telah menegakkan Jemaat ini untuk menyampaikan ilmu-ilmu kebenaran merupakan zaman penguak hakikat-hakikat.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 153-154).
JEMAAT DAN PENELAAHAN AL-QURAN ‖Jadi, hendaknya diingat, bahwa Quran Syarif telah berbuat ihsan (kebaikan) pada kitabkitab dan para nabi terdahulu. Ajaran-ajaran mereka yang dahulunya berupa kisah, Al-Quran telah memberikan warna ilmiah padanya. Saya katakan dengan sebenar-benarnya, tidak ada orang yang dapat memperoleh najat (keselamatan) melalui kisah-kisah dan dongeng-dongeng itu selama dia belum membaca Quran syarif, sebab Quran Syarif itu adalah "Innahu laqawlun fashlun- wa maa huwa bilhazl (sesungguhnya [Al-Quran] itu perkataan yang menentukan dan bukan pembicaraan kosong‖ – Ath-Thaariq, 14-15). Al-Quran merupakan nur, hikmah dan makrifat. Orang-orang yang membaca Quran Syarif dan menganggapnya sebagai dongeng, berarti mereka tidak membaca Quran Syarif, melainkan tidak menghormatinya. Mengapa para penentang saya melakukan penentangan begitu keras terhadap saya? Hanyalah karena saya ingin memperlihatkan Quran Syarif sebagaimana yang telah difirmankan Allah Ta‘ala bahwa Alquran merupakan nur, hikmah, dan makrifat. Mereka berusaha supaya Al-Quran Syarif itu tidak lebih dari sebuah kisah biasa saja. Saya tidak merelakan hal itu. Allah Ta‘ala dengan karunia-Nya telah membukakan kepada saya bahwa Quran Syarif adalah suatu Kitab yang hidup dan bercahaya. Oleh karena itu buat apa saya mempedulikan penentangan mereka. Ringkasnya, saya berkali-kali telah menasihatkan kepada orang-orang yang menjalin hubungan dengan saya, bahwa Allah Ta‘ala telah menegakkan Jemaat ini untuk membukakan kebenaran-kebenaran, sebab tanpa itu tidak dapat timbul suatu sinar dan cahaya dalam kehidupan amalan. Dan saya ingin menzahirkan keindahan Islam melalui kebenaran secara amalan, sebagaimana Allah Ta‘ala telah mengutus saya untuk tugas itu. Oleh karena itu seringlah membaca Al-Quran Syarif, namun tidak dengan menganggapnya sebagai dongeng, melainkan dengan menganggapnya sebagai suatu filsafat (ilmu).‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 155).
SURGA ADA DI AKHIRAT DAN JUGA DI DUNIA INI Jadi, saya kembali kepada maksud semula, dan mengatakan bahwa hakikat surga dan neraka yang telah diuraikan oleh Quran Syarif tidak diumumkan demikian oleh kitab-kitab lainnya. Al-Quran dengan jelas telah menzahirkan bahwa rangkaian itu bermula dari dunia ini juga. Difirmankan, ―Wa liman khaafa maqaama rabbihii jannatan (dan bagi barangsiapa
yang takut maqam Tuhan-nya ada dua surga‖ – Ar-Rahmaan, 47), yakni orang yang takut ketika berdiri di hadapan Allah Ta‘ala, baginya tersedia dua surga, yang pertama dia peroleh di dunia ini juga, sebab rasa takut terhadap Allah Ta‘ala menghentikannya dari keburukankeburukan, karena berlari-lari ke arah keburukan-keburukan menimbulkan suatu kegelisahan serta ketidaktenangan di dalam hatinya, dan hal itu sendiri yang merupakan suatu neraka berbahaya. Namun seseorang yang takut kepada Allah, dia menghindarkan diri dari keburukankeburukan, hal itu menyelamatkan jiwanya dari azab serta keperihan yang timbul akibat penghambaan dan keterbelengguan terhadap syahwat serta dorongan-dorongan nafsu. Dia semakin maju dalam hal kesetiaan dan dalam hal tunduk kepada Allah, yang darinya dia merasakan suatu kelezatan serta kenikmatan, dan baginya kehidupan surga bermula dari dunia ini juga. Demikian pula dengan melakukan hal yang bertentangan dengan itu kehidupan neraka akan bermula, seperti yang telah saya uraikan sebelumnya.‖ (Malfuzat, jld.III, hlm. 155-156). (156-172)
MUKJIZAT PARA NABI SESUAI KONDISI YANG BERLAKU Sejarah yang benar merupakan guru yang baik. Dari sejarah itu diketahui bahwa mukjizatmukjizat setiap nabi tampil dalam bentuk yang memang sedang masyhur dan hangat pada zamannya. Di masa Hadhrat Musa sihir memang sedang sangat popular, karena utu mukjizat yang dianugerahkan kepada beliau adalah beliau telah mengalahkan sihir orang-orang sesat itu. Ada pun di masa Nabi Karim saw. yang sedang popular adalah masalah kefasihan dan balaghah, karena itu beliau saw. memperoleh Quran Karim, yang juga merupakan suatu mukjizat dalam cora. Corak demikian dipakai karena para penyair dianggap sebagai orangorang yang melontarkan uraian-uraian yang menyihir, dan lidah (ucapan) mereka begitu berpengaruhnya, schingga apa saja yang mereka inginkan langsung mereka dapatkan melalui pembacaan syair-syai. Sebagaimana pada zaman sekarang ini orang-orang Inggris menggunakan terompet untuk mendorong gejolak semangat, maka pada masa itu para penyair ini memiliki lidah (ucapan) yang menimbulkan keberanian dan gejolak semangat. dalam setiap serangan mereka menggunakan syair, dan mereka menggenapi apa yang difirmankan, ―Fii kulli waadiy yahiimun (mereka mengembara pada tiap-tiap lembah‖ - (Asy-Syu'ara, 226). iOleh karena itu pada waktu itu penting agar Allah Ta‘ala mengirim Kalaam-Nya. Jadi, Allah Ta‘ala telah mengirim Kalaam-Nya, dan dalam bentuk itulah Dia memperlihatkan mukjizat-Nya. Kepada orang-orang itu dikatakan, ―Inkuntum fii raybim mimmaa nazzalna ‗alaa ‗abdinaa fa-tu bishuuratin min mitslihhi -- ―jika kalian dalam keraguan terhadap apa yang Kami turunkan kepada haba Kami maka datangkalkah satu surah yang semisalnya...‖ (Al-Baqarah, 24).. Yakni, kalian yang berbangga diri dan sombong atas bahasa (upakan) kalian, jika kalian memiliki kemampuan dan keberanian, maka perlihatkanlah kalaam (ucapan) yang mengalahkan mukjizat kalaam ini.‖ iNamun walaupun demikian orang-orang itu mengetahui bahwa mereka akan kalah dan terhina, khususnya dalam kondisi ketika ditantang sepertri itu mereka sama sekali tidak akan mampu membuatnya. ternyata tetap saja mereka tidak mampu membuatnya. Jika mereka ada membuat sesuatu dan mereka paparkan, tentu sejarah yang benar memberikan kesaksian akan hal itu. Namun, tidak ada yang dapat membuktikan bahwa ada seseorang yang berhasil membuatnya. Jadi, Allah Ta‘ala telah memperlihatkan mukjizat dalam corak demikian pada waktu itu. Demikian pula di kalangan orang-orang Yahudi terdapat resep untuk melenyapkan penyakit-penyakit [melalui cara-cara non-medis – pent.] Di kalangan orang-orang Hindu juga ada, di kalangan orang-orang Kristen pun ada. Bahkan di kalangan orang-orang Inggris pada
masa sekarang ilmu tersebut sangat maju. Namun hal itu tidak membuktikan kenabian, dan tidak pula hal itu berkaitan dengan kenabian , sebab hal itu timbul berdasarkan hanya pada latihan. dan setiap orang yang berlatih – apakah dia itu seorang Hindu atau Muslim, Kristen atau atheis, ringkasnya siapa saja – dapat menimbulkan kemahiran tersebut melalui latihan. Oleh karena itu pengobatan penyakit-penyakit [seperti itu tidak ada hubungannya dengan kenabian , melainkan itu adalah suatu hal yang umuj. Jadi, dikarenakan hal itu sangat popular di masa Hadhrat Masih maka Allah Ta‘ala telah memberikan mukjizat dalam corak demikian kepada Hadhrat .Masih. Kemampuan ini terdapat di dalam diri setiap insan, yakni untuk mengerahkan konsentrasi. Dengan berkonsentrasi maka sesuatu [energi] akan bangkit di dalam kalbunya. Almasih mengatakan, "Siapa pula yang telah menyentuhku, sehingga kekuatanku menjadi hilang?" Itu jugalah yang dikatakan oleh orang-orang yang mempraktekkan penyembuhan penyakit dengan cara demikian. Ringkasnya, mukjizat-mukjizat Al-Masih dengan tampil dalam corak demikian menjadi sangat lemah dan tidak berbobot. Selain itu terdapat sebuah kritikan besar terhadap mukjizatmukjizat Al-Masih, yakni di dalam Injil tertulis bahwa di sana terdapat sebuah kolam (Beteshda – pent.], dimana orang-orang menantikan saat airnya berguncang. [Berdasarkan kepercayaan di sana siapa saja yang masuk ke dalam kolam tersebut maka seluruh penyakitnya akan sembuh, sehingga hal itu mengurangi bobot mukjizat Al-Masih –pent.). (Malfuzat, jld. III, hlm. 172-173). (173-180) MARAH & SABAR ―Orang-orang ini mencaci-maki saya, namun saya tidak mempedulikan caci-makian mereka, dan tidak pula saya menyesali mereka, sebab dalam pertandingan ini mereka telah kalah, dan mereka tidak dapat menyembunyikan kekalahan serta ketaklukkan mereka kecuali dengan mencaci-maki, melontarkan fatwa kafir, mengada-adakan perkara tuduhan palsu di pengadilan serta melontarkan berbagai macam kedustaan dan kebohongan. Silakan mereka menggunakan segenap kekuatan mereka untuk melawan saya, dan saksikanlah, akhirnya keputusan berpihak kepada siapa? Jika saya melayani caci-makian mereka, maka tugas utama yang telah diserahkan Allah Ta‘ala kepada saya akan terbengkalai. Oleh karena itu dalam kondisi saya tidak mempedulikan caci-makian mereka, saya menasihatkan kepada Jemaat saya adalah tepat apa mendengar caci-makian orang-orang itu dan menehan diri. Sekali-kali jangan membalas mereka itu dengan cacian juga, sebab dengan cara demikian keberkatan akan hilang. Perlihatkanlaha kesabaran dan ketabahan, serta tampilkanlah akhlak-akhlak kalian. Ingatlah dengan pasti, antara akal dan emosi terdapat permusuhan yang berbahaya. Apabila emosi dan kemarahan timbul maka akal tidak akan dapat berdiri tegak. Namun orang yang berlaku sabar dan memperlihatkan suri teladan menahan diri, kepadanya dianugerahkan sebuah nur (cahaya), yang darinya akal di dalam akal orang itu timbul suatu cahaya baru, kemudian dari nur itu akan timbul nur (cahaya) lain. Sebaliknya, dalam kondisi emosi dan marah, dikarenakan kalbu dan otak menjadi gelap, maka dari kegelapan itu akan timbul lagi kegelapan.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 180).
(180-182)
DEFINISI MUSLIM SEJATI ―Muslim adalah seseorang yang mewakafkan dan menyerahkan segenap wujudnya untuk meraih keridhaan Allah Ta‘ala. Dan secara akidah maupun amal, maksud dan tujuannya
hanyalah keridhaan serta kesenangan Allah Taala. Dan segenap kebaikan serta amal-amal salih yang timbul darinya tidak muncul karena terpaksa, melainkan di dalamnya terdapat daya magnetis kelezatan serta. kenikmatan, yaitu yang mengubah segala macam penderitaan menjadi kenyamanan. Muslim sejati mencintai Allah Ta‘ala, dengan menyatakan dan mengimani bahwa, ―Dia itu merupakan Kekasih-ku, Pecinta dan Muhsin-ku‖, oleh karenanya ia meletakkan kepalanya di singgasana Ilahi. Bagi seorang Muslim sejati, jika dikatakan bahwa dia tidak akan mendapatkan apa pun sebagai imbalan amal-amal tersebut – tidak akan memperoleh surga, dan tidak pula neraka, tidak akan memperoleh ketentraman dan tidak pula kelezatan – maka dia sama-sekali tidak dapat meninggalkan amal-amal salihnya itu serta tidak dapat menanggalkan kecintaannya terhadap Ilahi tersebut, sebab kefanaant dalam melakukan ibadah-ibadah kepada-Nya, dalam menjalin hubungan hubungan dengan-Nya, dalam melakukan kesetiaan dan ketaatan terhadap-Nya, tidaklah bertumpu pada dasar imbalan, ganjaran atau pun harapan tertentu, melainkan dia menganggap bahwa pada hakikatnya wujudnya itu telah diciptakan untuk mengenal Allah Ta‘ala, untuk mencintai-Nya, dan untuk taat kepada-Nya. Tidak ada maksud dan tujuan lain baginya kecuali itu. Oleh karenanya, tatkala [Muslim sejati] itu mengerahkan kemampuan-kemampuan anugerah Ilahi yang dimiliukinya, untuk maksud dan tujuan tersebut maka yang tampak olehnya hanyalah Wajah Kekasih Hakiki-nya itu. Pada dasarnya, pandangannya tidak tertuju pada sura dan neraka. Saya mengatakan, jika kepada saya ditanamkan keyakinan akan hal ini, bahwa dengan menjalin kecintaan terhadap Allah Ta‘ala, dan dengan mentaat-Nya saya akan dijatuhi hukuman yang seberat-beratnya, maka dengan bersumpah saya mengatakan, bahwa fitrat saya berada dalam kondisi dimana ia siap untuk ituntuk menanggung penderitaan-penderitaan dan segenap bala tersebut dengan gejolak dan semangat suatu kelezatan serta kecintaan. Dan dalam kondisi adanya keyakinan demikian, yang ditampilkan dalam bentuk azab dan penderitaan, maka mengayunkan satu langkah keluar dari ketaatan dan dari kesetiaan terhadap Allah, saya anggap lebih buruk daripada ribuan kematian, bahkan lebih buruk dari kematian yang tak terhitung banyaknya. Dan langkah keluar seperti itu saya nyatakan sebagai kedukaan serta bala-bencana. Hal itu sama saja seperti seorang raja yang mengumumkan bahwa jika ada ibu yang berhenti menyusui anaknya maka raja akan senang kepadanya dan akan memberikan hadiah, maka seorang ibu tidak akan pernah mampu melakukan hal itu. Yakni, karena tergoda oleh hadiah tersebut dia rela membunuh anaknya sendiri. Demikian pula bagi seorang Muslim sejati, keluar dari perintah Allah dia yakini sebagai suatu kebinasaan (kematian). Tidak peduli, walau pun untuk melakukan keingkaran itu kepadanya dijanjikan kenyamanan dan kesenangan yang tak terhingga sekali pun.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 182-183).
KECINTAAN SERTA KETAATAN TERHADAP ALLAH Jadi, untuk menjadi Muslim sejati adalah mutlak agar meraih fitra semacam ini, yakni kecintaan dan ketaatan terhadap Allah Ta‘ala jangan dilandaskan pada rasa takut dan harapan terhadap suatu ganjaran pahala dan hukuman, melainkan jadikanlah [kecintaan dan ketaatan] itu sebagai bagian dari fitrat, barulah kecintaan itu dengan sendirinya akan menciptakan suatu surga baginya. Dan itulah yang merupakan surga hakiki. Tidak ada orang yang dapat masuk ke dalam surga selama dia belum menempuh jalan ini. Oleh karena itu saya mengajarkan kepada kalian yang menjalin hubungan dengan saya agar masuk melalui jalan itu, sebab itulah jalan sejati menuju surga.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 183).
AIR KEHIDUPAN ABADI
iSaya katakana dengan sebenarnya, ini adalah suatu kesempatan yang telah diciptakan oleh Allah Ta‘ala untuk orang-orang yang beruntung. Selamatlah mereka yang mengambil manfaat dari ini. Kalian yang telah menjalin hubungan dengan saya, jangan sekali-kali kalian merasa sombong, bahwa apa yang dahulu harus kalian temukan ternyata kini sudah kalian dapatkan. Ini memang benar, bahwa kalian jauh lebih beruntung dibanding para pengingkar yang telah membuat Allah murka karena penghinaan dan pengingkaran keras yang mereka lakukan. Dan ini pun memang benar bahwa kalian dengan prasangka baik telah berusaha menghindarkan diri kalian dari kemurkaan Allah Ta‘ala. Namun yang benar adalah kalian telah sampai ke dekat mata air itu, yang saat ini telah diciptakan oleh Allah Ta‘ala untuk kehidupan abadi.Ya, sekarang yang tersisa tinggal meminum air saja lagi. Oleh karena itu, dengan karunia dan berkat dari Allah Ta‘ala, mintalah taufik supaya Dia mengenyangkan kalian, sebab tanpa Allah Ta‘ala, segala sesuatu tidak dapat berlangsung. Saya mengetahui dengan pasti, siapa saja yang akan minum dari mata air ini dia tidak akan binasa, sebab air ini memberi kehidupan dan menyelamatkan dari kebinasaan serta melindungi dari serangan-serangan syaitan/ Bagaimana caranya agar kenyang [meminum] dari mata air ini? Caranya adalah kedua hak yang telah ditegakkan Allah Ta‘ala atas diri kalian laksanakan dan bayarlah sepenuhnya. Satu di antaranya adalah hak Allah, dan yang kedua adalah hak makhluk. Yakinilah Tuhan kalian itu Esa dan tiada sekutu bagi-Nya, sebagaimana kalian mengikrarkannya melalui Syahadat, ―Asyhadu anlaa ilaaha illallaahu‖ yakni ―aku bersaksi bahwa selain Allah tidak ada mahbub (yang dicintai) mah..... (yang kepada-Nya dipanjatkan permohonan), dan Wujud yang ditaati. Ini adalah sebuah kalimat yang begitu indah, apabila diajarkan kepada orang-orang Yahudi, Kristen maupun para penyembah berhala lainnya, dan mereka memahami kalimat ini maka sama-sekali mereka tidak akan hancur dan binasa. Dikarenakan tidak adanya satu kalimat ini sajalah maka kebinasaan dan petaka telah menimpa mereka, dan ruh mereka membusuk lalu hancur‖ (Malfuzat, jld III, hlm. 84-185). (185-188)
KECINTAAN KEPADA ALLAH ‖Apa arti cinta kepada Allah? Artinya adalah, mendahulukan keridhaan Allah Taala atas kedua orang tua, atas suami (istri), atas anak keturunan, atas diri sendiri, ringkasnya atas segala sesuatu. Di dalam Quran Syarif tertera, "Fadzkurullaaha kadzikrikum aabaaukum aw asyyaada dzikra - Yakni berzikirlah (ingatlah) kepada Allah sebagaimana kalian biasa mengenang bapak-bapak kalian, atau berzikirlah (ingatlah) lebih hebat lagi daripada itu, dan ingatlah [Allah] dengan kecintaan yang sangat mendalam (Al-Baqarah, 201). Di sini ada hal yang perlu direnungkan dalam-dalam. Allah Ta‘ala tidak mengajarkan supaya kalian membiasakan diri menyebut Allah sebagai bapak, melainkan ini diajarkan demikian supaya jangan tergelincir seperti yang dialami orang-orang Kristen, dan janganlah panggil Allah sebagai bapak. Kalau ada yang mengatakan, ―Berarti kecintaan [kepada Allah] itu lebih rendah daripada kecintaan terhadap bapak", maka untuk menangkal kritikan itu telah disebutkan ―aw asyaaddu dzikra‖ (atau ingatlah lebih hebat dari itu). Jika tidak ada kalimat ―aw asyaaddu dzikra‖ maka kritikan tersebut akan berlaku. Namun kini masalah itu telah dipecahkan oleh kalimat tersebut.... Beberapa kata (kalimat) tampil sebagai cobaan. Allah Ta‘ala memang sudah memutuskan untuk memberi cobaan kepada orang-orang Nasrani, oleh karena itu di dalam kitab-kitab mereka hal itu sudah menjadi istilah para nabi. Namun dikarenakan Dia itu Maha Bijaksana dan Maha Mengetahui, oleh sebab itu sejak sebelumnya pun kata "bapak" tersebut telah banyak digunakan. Tetapi merupakan kesialan kaum Nasrani, yakni tatkala Al-Masih menggunakan kata itu maka mereka mengartikannya dalam makna yang sebenarnya dan mereka telah tergelincir,
padahal Al-Masih mengatakan, "Di dalam kitab-kitab kalian tertulis bahwa kalian adalah ilah." Beliau ingin menghapus syirik itu, dan beliau ingin memberi pemahaman kepada mereka, namun orang-orang bodoh itu tidak peduli. Dan walaupun ada ajaran beliau ini mereka tetap saja menyatakan diri beliau sebagai ―anak Tuhan‖. Orang-orang Yahudi juga mengalami cobaan semacam itu. Dikarenakan mereka merupakan kaum yang nyinyir maka atas permintaan mereka diturunkanlah manna dan salwa, sebab [makanan] itu merupakan pendahuluan dari merebaknya wabah pes. Dan dikarenakan Allah Ta‘ala mengetahui bahwa mereka akan melampaui batas dan hukuman bagi mereka adalah wabah pes, oleh sebab itu sejak sebelumnya bahan-bahan itu telah diturunkan.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 188).
JEMAAT DAN PENGENALAN TAUHID ‖Saya kembali ke tujuan semula, yakni untuk menegakkan Tauhid sejati adalah mutlak bagi kalian agar sepenuhnya mencintai Allah Ta‘ala. Dan kecintaan ini tidak dapat terbukti selama belum sepenuhnya ditampilkan secara amalan. Kecintaan ini tidak dapat terbukti hanya melalui lidah saja. Jika ada yang terus menerus hanya menyebut gula maka hal itu tidak akan pernah membuat manis. Atau, jika ada yang menyatakan dan mengikrarkan persahabatan dengan seseorang, tetapi pada waktu terjadi musibah dan kesulitan dia menghindarkan diri serta menarik diri tidak mau menolong sahabatnya itu, maka dia tidak dapat dinyatakan sebagai sahabat sejati. Demikian juga jika Tauhid itu dilakukan hanya melalui lidah saja, dan penyataan cinta terhadap-Nya juga dilakukan melalui lidah semata maka sedikit pun tidak berguna. Justru pernyataan lidah itu menghendaki porsi amalan yang lebih besar. Tetapi tidak pula berarti bahwa pernyataan lidah itu tidak bermakna apa-apa. Tidak demikian. Maksud saya adalah bahwa beriringan dengan penyataan lidah adalah mutlak pembuktian secara amalan. Untuk itu adalah penting kalian mewakafkan hidup kalian di jalan Allah, dan inilah Islam. Inilah tujuan yang untuknya saya telah diutus. Jadi, barangsiapa yang saat ini tidak datang mendekat ke mata air ini -- yakni mata air yang untuk tujuan itulah telah dialirkan oleh Allah Ta‘ala -- pasti dia akan tetap mahrum (luput). Jika ada yang harus diambil dan ingin mencapai tujuan, maka si pencari sejati itu hendaknya mendekat ke arah mata air ini. Langkahkan kaki ke depan, dan letakkanlah mulut di tepi mata air yang mengalir ini. Dan hal ini tidak dapat terjadi selama [seseorang itu] belum menanggalkan jubah-jubah wujud-wujug ghairullah (selain Allah) di hadapan Allah Ta‘ala, lalu merebahkan diri di hadapan gerbah Rabbubiyyat, kemudian berjanji bahwa walaupun tujuan-tujuan dunia terlepas dari tangan, dan gunung bala bencana meletus, tetap tidak akan meninggalkan Allah Ta‘ala serta dia senantiasa siap sedia untuk melakukan segala macam pengorbanan di jalan Allah Ta‘ala.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 188-189).
(189-193) MENDAHULUKAN AGAMA DARIPADA DUNIA ‖Perhatikan, ada dua macam orang. Pertama mereka yang menerima Islam lalu sibuk dalam urusan-urusan dunia dan perniagaan. Setan menunggangi kepala mereka. Bukan maksud saya bahwa berniaga itu dilarang. Tidak demikian, para sahabat juga dahulu melakukan perniagaan, namun mereka selalu mendahulukan agama daripada dunia. Mereka telah menerima Islam maka mereka telah meraih ilmu sejati mengenai Islam, yang telah memenuhi kalbu mereka dengan keyakinan. Itulah sebabnya mereka tidak pernah gentar terhadap serangan setan di medan mana pun. Tidak ada satu perkara pun yang dapat menghambat mereka menzahirkan kebenaran. Maksud saya di sini hanyalah, mereka yang
benar-benar menjadi hamba dan budak dunia – seolah-olah mereka penyembah dunia -- maka orang-orang yang semacam itu dikuasai dan dikendalikan oleh setan. Orang yang kedua, adalah mereka yang terus menerus mengolah pikiran untuk kemajuan agama. Inilah golongan yang disebut Hizbullaah (golongan Allah), dan golongan ini memperoleh kemenangan atas setan serta lasykarnya. Dikarenakan harta bertambah melalui perniagaan, karena itu Allah Ta‘ala juga telah menyatakan keinginan mencari agama dan keinginan memanjukan agama itu sebagai suatu perniagaan. Demikianlah difirmankan, ―Hal adullukum ‗alaa tijaaratin min ‗adzaabin aliim (― maukah Aku tunjukkan kepada kamu suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih? – Ash-Shaf, 11). Perniagaan yang paling baik adalah agama, yang menyelamatkan manusia dari azab yang pedih. Jadi, saya juga mengatakan kepada kalian dengan menggunakan firman Allah Ta‘ala ini, ―Hal adullukum ‗alaa tijaaratin min ‗adzaabin aliim (― maukah Aku tunjukkan kepada kamu suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih? – Ash-Shaf, 11). (Malfuzat, jld. III, hlm. 193-194).
BERTANYA UNTUK MENCARI ILMU ‖Saya lebih banyak berharap pada orang yang tidak mengurangi kemajuan agama serta kesenangan terhadap agama. Seseorang yang mengurangi kesenangan tersebut, saya takut jangan-jangan dia akan dikuasai oleh setan. Oleh karena itu hendaknya jangan sekali-kali malas. Setiap masalah yang tidak dipahami hendaknya ditanyakan supaya pengetahuan semakin bertambah. Bertanya bukanlah sesuatu yang diharamkan. Dalam kondisi menolak sekalipun, hendaknya bertanya, dan juga untuk kemajuan dalam hal amalan. Seseorang yang ingin meraih kemajuan di bidang ilmu dia hendaknya membaca Quran Syarif dengan penuh perhatian. Di manq saja dia tidak mengerti, tanyakanlah. Jika beberapa makrifat tidak dapat dipahami maka tanyakan pada yang lain, lalu beri manfaat.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 194).
(194-199)
MANFAAT COBAAN DAN PENDERITAAN Jika Allah Ta‘ala menghendaki maka Dia dapat meletakkan (menjadikan) manusia hanya dalam satu kondisi saja. Namun terdapat beberapa hikmah dan hal sedemikian rupa, sehingga beberapa waktu dan kondisi yang aneh-aneh mendatangi manusia. Salah satu di antaranya adalah kondisi duka dan sedih. Melalui kondisi yang beragamdan waktu-waktu yang berubah itu tampil qudrat-qudrat dan rahasia-rahasia Allah Ta‘ala yang sangat menakjubkan... Orang-orang yang tidak mengalami kedukaan dan kesedihan di dunia ini, dan mereka menganggap diri mereka sangat beruntung serta sangat bahagia, mereka tidak mengenal dan tidak mengetahui tentang banyak sekali rahasia serta hakikat Allah Ta‘ala. Permisalannya adalah seperti arak-anak murid di sekolah, beriringan dengan rangkaian pelajaran, terdapat waktu-waktu tertentu dimana mereka juga melakukan olah-raga. Maksud dan tujuan para pejabat pendidikan melalui olah-raga dan ketentuan-ketentuan yang diajarkan itu bukanlah untuk mempersiapkan mereka guna menghadapi suatu perkelahian, dan tidak pula supaya mereka membuang-buang waktu dengan kegiatan tersebut, atau supaya supaya anak-anak menghabiskan waktu mereka dengan bermain, melainkan hal yang sebenarnya adalah, bahwa anggota tubuh yang memerlukan gerakan jika sama sekali dibiarkan tidak berfungsi maka kekuatannya akan menurun dan sia-sia. Dengan cara [olah raga] itulah agota tubuh dipelihara dengan prima.
Jelas, melalui olah-raga itu rasa derita dan letih yang dialami anggota tubuh terbukti menimbulkan kondisi prima dan sehat bagi anak-anak tersebut. Demikian pulalah di dalam fitrat kita juga berlangsung demikian, yakni ia juga menghendaki adanya penderitaan supaya menjadi prima. Oleh karena itu, ini merupakan karunia dan ihsan (kebaikan) Allah Taala, bahwa Dia kadang-kadang memasukkan manusia ke dalam cobaan-cobaan, dan cobaan itu meningkatkan rasa rela terhadap keridhaan Allah serta meningkatkan potensi-potensi sabar. Seseorang yang tidak yakin pada Allah, kondisinya adalah, sedikit saja dia mengalami penderitaan maka dia langsung panic dan melihat bahwa di dalam bunuh diri terdapat kenyamanan. Namun upata kesempurnaan dan tarbiyat manusia menghendaki agar manusia mengalami cobaan-cobaan semacam itu, dan supaya keyakinannya terhadap Allah jadi meningkat.‖ (Malfuzat, jld III, hlm. 199-200).
KERUGIAN YANG TIMBUL JIKA TIDAK ADA UJIAN Allah Ta‘ala berkuasa atas segala sesuatu. Namun orang-orang yang tidak mengalami goncangan dan cobaan, lihatkah bagaimana keadaan mereka. Mereka benar-benar tenggelam dalam dunia dan dalam keinginan-keinginan duniawi. Kepala mereka tidak menegadah ke atas. Setelah melupakanNya, mereka tidak ingat lagi akan Allah. Inilah orang-orang yang telah menyia-nyiakan potensi-potensi berderajat tinggi, dan sebaliknya justru yang mereka dapatkan adalah hal-hal yang hia, sebab kemajuan iman dan irfan menimbulkan sarana-sarana (penyebab-penyebab) kenyamanan dan ketentraman bagi manusia. Namun disayangkan, mereka bagai seorang anak kecil yang senang terhadap bara api, akan tetapi tidak tahu-menahu tentang dampak bahayanya. Tetapi orang-orang yang memperoleh karunia Allah Ta‘ala, dan orang-orang yang menjadi kaya dari segi iman dan keyakinan, mereka mengalami cobaan. Orang-orang yang mengatakan bahwa mereka tidak pernah mengalami cobaan apa pun, berarti mereka itu bernasib malam. Dengan hidup di dalam kesenangan dan kenikmatan, mereka menjalani kehidupan binatang. Mereka punya lidah, tetapi mereka tidak dapat mengatakan kebenaran. Puji dan sanjung terhadap Allah tidak mengalir dari lidah mereka, melainkan lidah mereka itu hanyalah untuk melontarkan kata-kata yang berkaitan dengan kefasikan dan keburukan, serta hanya untuk mengecap kenikmatan. Mereka punya mata, tetapi mereka tidak dapat melihat penampakan qudrat-qudrat [Ilahi], melainkan mata mereka itu hanyalah untuk berbuat buruk saja. Lalu, dari mana datangnya kebahagiaan serta kenyamanan yang mereka peroleh itu? Kalian jangan beranggapan bahwa seseorang yang mengalami kedukaan dan kesedihan berarti dia itu bernasib malang. Tidak. Allah mencintai orang itu. Seperti sebelum membubuhkan ramuan obat pada luka adalah penting agar luka itu terlebih dulu dibersihkan dan dirapikan. Ringkasnya, di dalam fitrat manusia ini merupakan suatu hal yang telah ditanamkan, dari itu Allah Ta‘ala membuktikan apa sebenarnya hakikat dunia dan apa saja bala musibah yang terjadi di dalamnya. Di dalam masa-masa sulit (musibah) itulah tampak zahir pengaruh dan sifat-sifat ajaib dari doa-doa. Dan pada hakikatnya hanya melalui doalah Tuhan kita dapat dikenali.‖ (Malfuzat, jlid. III, hlm. 200-201).
TUHAN YANG MENJAWAB DAN BERKATA-KATA HANYA DIPAPARKAN OLEH ISLAM
Dari sekian banyak umat manusia di dunia, umat mana pun tidak percaya terhadap Tuhan yang memberi jawaban dan yang mendengar doa-doa. Apakah ada seorang Hindu yang dengan duduk di depan batu, atau dengan berdiri di depan pohon, atau di hadapan sapi – sambil mengatupkan telapak tangan – dapat mengatakan bahwa, ―Tuhan-ku adalahg tuhan
yang apabila aku panjatkan doa kepada-Nya maka Dia akan menjawab‖ ? Sama sekali tidak. Apakah seorang Kristen dapat mengatakan, ―‖Aku mempercayai Yesus sebagai tuhan. Dia mendengar doaku dan memberikan jawaban‖? Sama sekali tidak. Tuhan Yang berkata-kata hanyalah Tuhan Islam yang dipaparkan oleh Al-Quran, yaitu Tuhan yang telah berfirman: "Ud'uunii astajib lakum – ―dpanggillah Aku maka Aku akan memberi jawaban kepada kalian.‖ (Al-Mu‘min, 61). Ini adalah suatu hal yang sungguh benar. Seseorang yang beriman kepada Allah Ta‘ala dengan kelbu bersih, lalu sampai jangka masa tertentu dia berusaha gigih dan terus-menerus memanjatkan doa, maka akhirnya pasti dia akan memperoleh jawaban atas doa-doanya itu. Di satu tempat dalam Al-Quran Syarif, mengenai orang-orang yang menyembah anak sapi dan menjadikan anak sapi itu sebagai berhala, dikatakan: "Allan yarji'u ilaihim qaulaa – [anak sapi itu] tidak dapat memberi jawaban kepada mereka" (Thaa haa, 90). Dari itu dengan jelas diketahui bahwa tuhan-tuhan yang tidak memberi jawaban adalah ―anak sapi‖ itulah. Saya berkali-kali telah menanyakan kepada orang-orang Kristen, ―Jika tuhan kalian itu adalah tuhan yang mendengarkan doa-doa dan memberi jawaban atas doa-doa itu, nah coba tunjukkan, dengan siapa tuhan itu berkata-kata? Kalian menyebut Yesus itu sebagai tuhan, cobalah panggil dia dan buktikan." Saya katakana dengan pendakwaan, bahwa jika segenap warga Kristen bersatu-padu lalu memanggil Yesus, dipastikan bahwa dia tidak akan memberi jawaban apa pun, sebab dia sudah wafat.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 201).
(201-203)
TATAKRAMA DOA ‖Doa adalah sesuatu yang sangat unik, tetapi disayangkan bahwa orang-orang yang memanjatkan doa bukan mengetahui tata-krama doa, dan bukan pula orang-orang yang memanjatkan doa pada zaman ini mengetahui cara-cara yang darinya dapat diperoleh pengabulan doa, bahkan pada dasarnya mereka benar-benar telah jauh dari hakikat doa. Sebagian orang ada yang mengingkari doa secara keseluruhan, dan ada yang bukan mengingkarinya namun keadaan mereka telah lebih buruk dari keadaan para pengingkar doa. Dikarenakan, mereka tidak mengetahui tata-krama doa, maka doa mereka tidak dikabulkan, dan juga dikarenakan doa itu pada arti yang sebenarnya bukanlah hanya sekedar berdoa (meminta). Keadaan amal (perbuatan) mereka menyeret orang lain kepada atheisme. Untruk suatu doa, hal diperlukan adalah bahwa orang yang memanjatkan doa hendaknya sampai kapan pun jangan mereka ledih dan putus asa serta janganlah berprasangka buruk terhadap Allah Ta‘ala, bahwa doa itu tidak dikabulkan. Kadang-kadang tampak bahwa seseorang memanjatkan doa begitu hebatnya, bahwa sudah hampir tiba saatnya doa itu dikabulkan, ternyata si pemanjat doa itu merasa letih dab putus asa. Untuk keterkabulan doa, hal pertama yang diperlukan adalah bahwa si pemanjat doa hendaknya sampai kapan pun jangan merasa letih dan putus asa, serta janganlah berprasangka buruk terhadap Allah Ta‘ala bahwa doa itu tidak dikabulkan. Kadang-kadang tampak bahgwa seseorang memanjatkan doa begitu hebatnya bahwa sudah hamper tiba saatnya doa itu akan dikabulkan, ternyata si pemanjat doa itu langsung merasa letih sehingga mengakibatkan kegagalan dan ketidak-berhasilan baginya. Kegagalan itu membawa pengaruh buruk sedemikian rupa, sehingga orang itu mulai mengingkari kemanjuran doa serta lambat-laun dia akan sampai pada suatu tahap dimana dia pun akan mengingkari Tuhan. Dia mulai mengatakan bahwa, "Seandainya Tuhan itu ada dan mengabulkan doa, maka kenapa Dia tidak mengabulkan doa-doa yang telah kupanjatkan sejak sekian lama ini?" Namun orang-orang yang berpendapat demikian serta yang telah terkecoh seperti itu, seandainya mereka merenungkan akan ketidak-teguhan dan ketidak-tetapan hatinya, maka dia
akan mengetahui bahwa seluruh kegagalan tersebut adalah karena ketergesaan dan ketidaksabarannya sendiri. Yaitu hal-hal……… Doa-doa pada hakikatnya sangat patut dihargai, dan orang-orang yang memanjatkan doa pada akhirnya akan berhasil. Yaa, ini merupakan suatu kebodohan dan kelancangan bahwa manusia ingin berperang melawan kehendak Allah Ta'ala. Misalnya [seseorang] berdoa supaya matahari terbit pada permulaan malam. Doa-doa semacam itu termasuk di dalam kelancangan. Orang itu akan menanggung kerugian dan senantiasa gagal, yang selalu takut dan yang menghendaki [pengabulan doa] sebelum saatnya. Misalnya sepuluh hari setelah diadakan perkawinan, jika seandainya suami istri menginginkan pada saat itu juga agar anaknya lahir maka betapa hal itu merupakan suatu kebodohan. Pada saat itu darah janin dan embriyo pun belum dia miliki. Demikian pula halnya orang yang tidak memberi kesempatan bagi tanaman untuk berkembang, maka dia tidak memberikan peluang bagi tanaman tersebut untuk berbuah... Orang-orang Islam sama-sekali tidak mengenali doa. Sebagian orang ada yang karena kesialannya memperoleh kesempatan untuk berdoa, namun dikarenakan dia tidak bersabar serta istiqlal (teguh), maka setelah dia gagal dia masuk ke dalam golongan Sayyid Ahmad Khan -- bahwa doa tidak bermakna sama sekali. Keterkecohan dan kesalahan seperti ini terjadi hanya karena ketidaktahuannya akan hakikatr doa. Setelah tidak melihat adanya pengaruh doa serta tidak terpenuhinya harapanharapan mereka akan harta (uang), maka mereka bangkit mengatakan bahwa doa itu tidak akan ada artinya, dan mereka pun berpaling darinya. Doa adalah suatu pertalian yang sempurna antara Rabubiyat dan ‗ubudiyat. Seandainya pengaruh doa tidak ada, maka akan sama saja artinya jika doa itu ada atau tidak.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 203-204).
PENGABULAN DOA, BUKTI KUAT KEBERADAAN ALLAH TA’ALA Dalil kuat untuk mengenali Allah Ta‘ala dan kesaksian besar atas keberadaan Wujud-Nya adalah, di tangan-Nya terletak ikhtiar untuk menghapuskan sesuatu dan untuk mengukuhkan, ―Yamhullaahu maa-yasyaa-u wa yithbitu – ( Allah hapuskan apa yang Dia kehendaki dan Dia mengokohkan‖ – Ar-Ra‘d, 40). Lihat, betapa hebat dan agungnya benda-benda langit, dan dengan menyaksikan keagungannya sebagian orang bodoh sujud menyembahnya. Dan mereka mengakui bahwa sifat-sifat ketuhanan terdapat di dalam benda-benda itu, misalnya orang-orang Hindu, atau penyembah berhala lainnya, atau para penyembah api dan sebagainya, yang memuja matahari serta menganggap matahari sebagai tuhan mereka. Apakah mereka dapat mengatakan bahwa matahari terbit atau terbenam berdasarkan ikhtiar matahari sendiri? Sama sekali tidak. Dan kallau pun mereka mengatakan demikian, mereka tetap tidak dapat memberikan bukti akan hal itu. Silakan mereka berdoa kepada matahari memohon agar matahari suatu hari jangan terbit, atau supaya matahari itu terbenam di siang hari, sehingga dengan cara itu akan dapat diketahui bahwa matahari itu memiliki ikhtiar dan kemauan sendiri. Terbit dan tenggelamnya matahari tepat pada waktu yang tertentu, dengan jelas menzahirkan bahwa matahari itu tidak memiliki ikhtiar dan kemauan sendiri. Dzat (Wujud) yang memiliki kehendak sendiri baru dapat diketahui apabila doa dikabulkan, dan dapat melakukan apa yang ingin dilakukan, serta tidak melakukan sesuatu yang tidak ingin dilakukan. Ringkasnya, jika tidak ada pengabulan doa, maka banyak sekali keraguan yang dapat dan akan timbul mengenai Dzat Allah Ta‘ala. Dan pada hakikatnya orang-orang yang tidak percaya pada pengabulan doa, mereka tidak memiliki suatu dalil apa pun mengenai Dzat Allah Ta‘ala. Akidah saya adalah, seseorang yang tidak percaya pada doa dan pada pengabulannya, dia akan masuk ke dalam neraka, sebab berarti dia itu tidak percaya kepada Allah.
Inilah cara untuk mengenali Allah Ta‘ala, yakni terus menerus memanjatkan doa sampai Allah memenuhi kalbunya dengan keyakinan serta kepadanya datang suara, ―AnalHaqq‖ (Aku-lah Kebenaran).‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 204-205).
SYARAT PENGABULAN DOA ADALAH SABAR DAN ISTIQLAL ―Memang tidak diragukan lagi bahwa untuk menempuh jenjang ini dan untuk mencapai tahap ini terdapat banyak sekali kesulitan dan penderitaan. Namun obat bagi semua itu adalah sabar dan istiqlal (teguh). Ingat, seorang manusia tidak akan pernah dapat mengambil berkat (manfaat) dari doa selama dia belum menerapkan batas kesabaran serta terus memanjatkan doa-doa dengan teguh. Jangan sekali-kali berprasangka buruk dan berpikiran buruk terhadap Allah Ta‘ala. Bayangkan dan yakinilah bahwa Dia itu merupakan Pemilik segala qudrat dan kemauan. Kemudian terus meneruslah panjatkan doa dengan sabar. Akan tiba waktunya ketika Allah Ta‘ala akan mendengar doa-doanya serta akan memberi jawabannya. Orang-orang yang mengunakan resep ini, mereka tidak akan pernah bernasib malang serta serta tidak akan pernah luput, melainkan pasti mereka berhasil dalam cita-cita mereka. Qudrat dan kekuatan Allah Ta‘ala tidak terhitung banyaknya. Bagi kesempurnaan manusia Dia menetapkan ketentuan untuk bersabar cukup lama. Jadi, Dia tidak mengubah ketentuan itu. Dan orang yang menghendaki agar Allah mengubah ketentuan tersebut berarti di sisi Allah dia berbuat lancing dan beranai berbuat kurang ajar. Kemudian, ini pun hendaknya diingat. Sebagian orang bersikap tidak sabar, dan bagai tukang sihir mereka ingin agar segala sesuatu selesai (terjadi) dalam seketika. Saya mengatakan, jika ada yang bersikap tidak sabar maka sikap tidak sabar itu tidak akan mengganggu Allah Ta‘ala. Justru dia sendiri yang akan rugi. Silahkan dia bersikap tidak sabar, dan lihatlah apa akibatnya. Saya tidak pernah dapat mempercayai hal-hal berikut ini, dan pada hakikatnya ini merupakan kisah-kisah-kisah dusta dan palsu, yakni bahwa faqir (petapa) tertentu dengan cara memberi jampi-jampi (mantera-mantera) langsung dapat menghasilkan sesuatu, atau menjadikan sesuatu. Hal itu bertentangan dengan sunnah Allah Ta‘ala dan Quran Syarif, karena itu yang demikian tidak pernah dapat terjacli seperti itu. Ukuran untuk mengambil keputusan mengenai wetiap perkara adalah Al-Quran. Lihat Hadhrat Yaqub a.s., ketika putera kesayangannya, Yusuf a.s., dipisahkan dari beliau karena kejahatan saudara-saudaranya, maka sampai 40 tahun lamanya beliau terus menerus berdoa. Jika beliau seorang yang terburu nafsu tentu tidak akan ada hasilnya. Selama 40 tahun beliau terus-menerus berdoa dan beriman terhadap qudrat-qudrat Allah Ta‘ala. Akhirnya setelah 40 tahun doa-doa itu membawa kembali Yusuf a.s. Dalam jangka masa yang panjang itu sebagian orang pencerca mengatakan kepada Hadhrat Yaqub a.s., ―Engkau sia-sia saja mengingat Yusuf.‖ Namun beliau tetap mengatakan, ―Aku mengetahui sesuatu dari Tuhan, yang kalian tidak ketahui." jiMemang tidak diragukan lagi bahwa Hadhrat Yaqub a.s. tidak memperoleh kabar sedikit pun tentang Yusuf, namun beliau mengatakan, ― "Innii la-ajidu riiha yuusuf (‖sesungguhnya aku benar-benar mencium wangi Yusuf‖ – Yusuf, 95). Pertama-tama yang beliau ketahui hanyalah bahwa rangkaian doa yang beliau panjatkan sudah terlalu lama, dan jika Allah Ta‘ala memang tidak ingin memenuhi (mengabulkan) doa-doa tersebut tentu Dia segera memberitahukan jawabannya. Dengan demikian lamanya rangkaian doa itu merupakan dalil bagi pengabulan, sebab seorang yang pengasih tidak pernah membiarkan seorang pengemis duduk sampai sekian lama tanpa memberi apa-apa. Seorang yang kikir sekalipun tidak makan berbuat demikian. Seorang yang kikir jika melihat pengemis duduk sangat lama di depan pintunya, tentu akhirnya ada saja yang akan dia berikan kepada pengemis itu. Lamanya jangka masa Hadhrat Yaqub a.s. memanjatkan doa-doa terbukti di dalam Quran Syarif dengan sendirinya dari ayat, ―Wabyadhat ‗ainaahu‖ (dan memutihlah kedua matanya‖ – Yusuf, 85). .
Ringkasnya, janganlah risau karena lamanya jangka masa ............... ......... kesempurnaan setiap nabi, Allah Ta‘ala telah menetapkan cara-cara yang berbeda. bagi kesempurnaan Hadhrat Yaqub, Allah Ta‘ala telah meletakkan beliau dalam kedukaan seperti itu. Kesimpulannya adalah, ini merupakan asas doa. Siapa saja yang tidak mengetahuinya maka dia berada dalam kondisi berbagaya. Dan yang memahami asas ini hasil akhir yang dia peroleh baik dan beberkat.‖ (Malfuzat, jld. III. hlm. 205-207).
MUSIBAH DAN KEMAJUAN ORANG BERTAKWA Dan orang-orang yang menjalani hidup seperti hewan, tatkala Allah Ta‘ala menangkap mereka maka Dia menangkap untuk mencabut nyawa. Namun tidak demikian kebiasaan-Nya bagi orang-orang mukmin. Akibat akhir dari penderitaan-penderitaan yang dialami orang mukmin adalah baik, dan akibat akhir [yang baik] hanyalah untuk orang mutaki. Sebagaimana difirmankan, ―Wa ‗aaqibatul- muttaqiin (―dan kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa‖ – Al-Qashash, 84). Penderitaan-penderitaan dan musibah-musibah yang melanda orang-orang beriman, itu pun menjadi faktor kemajuan-kemajuan mereka, supaya mereka menjadi berpengalaman. Kemudian Allah Ta‘ala akan memutarkan kembali hari-hari mereka, dan ini merupakan suatu ketentuan bahwa seseorang yang mengalami hari-hari penderitaan maka pada dirinya tidak terdapat lagi gejala-gejala kehidupan hewani. Suatu maut (kematian) pasti melandanya, dan sesudah mengenali Tuhan maka kelezatan-kelezatan serta kenikmatan-kenikmatan yang tampak dalam kehidupan hewani tidak akan tersisa lagi, melainkan di dalam diri orang-orang itu timbul kebencian dan ketidaksukaan terhadap kelezatan-kelezatan hewani tersebut. Di dalam diri mereka mengerahkan perhatian ke arah kebaikan-kebaikan menjadi suatu kebiasaan yang tidak sulit. Rasa berat dan sulit yang timbul sebelumnya untuk melakukan kebaikankebaikan tidak tersisa lagi. . Jadi, lihatlah, selama masih ada maksud-tujuan yang bercampur dengan dorongandorongan nafsu, selama itu pula Allah memisahkan mereka dengan suatu hikmah tertentu. dan ketika mereka kembali (bertaubat) maka kondisi tersebut tidak lagi demikian. Jangan pernah melupakan hal ini, bahwa dunia hanyalah untuk beberapa hari saja dan akhirnya akan kembali kepada Allah juga. Pekerjaan kita tidaklah sekedar untuk makan dan minum srta menjalani hidup seperti hewan. Manusia membawa banyak sekali tanggungjawab besar, oleh karena itu hendaknya dipikirkan mengenai akhirat. Persiapan untuknya adalah penting. Penderitaan-penderitaan yang timbul dalam melakukan persiapan untuk itu janganlah dipahami dalam bentuk kesusahan dan penderiataan, melainkan hal itu dikirim oleh Allah Ta‘ala kepada mereka guna memberikan cicipan kedua surga, ―Wa liman khaafa maqaama rabbihii jannataan (―dan bagi orang yang takut maqam Tuhannya terdapat dua surga‖ – ArRahmaan, 47). Musibah-musibah itu datang guna mengeluarkan hal-hal sementara yang dibuat-buat dan terpaksa..... Sayyid Abdul Qadir Jailani juga di suatu bukunya menulis, bahwa tatkala seorang mukmin ingin menjadi mukmin [hakiki] maka pasti kedukaan dan cobaan melanda dirinya. Dan hal itu melandanya sedemikian rupa, sehingga dia menganggap dirinya sudah mendekati maut (kematian). Kemudian, tatkala dia mencapai kondisi itu maka rahmat Ilahi bergejolak dan memerintahkan, ―Qulnaa: Yaa-naaru kuuni bardan- wasalaaman (―Kami berfirman: Hai api jadilah engkau dingin dan keselamatan‖ – Al-Anbiya, 70). iInilah yang terakhir dan yang sebenarnya...‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 207-208).
(208-218)
MAKNA HADHRAT MASIH MAU’UD MENGENAKAN DUA KAIN KUNING ―Arti dua kain kuning, kalau memang demikian seperti yang diuraikan oleh penentang saya, lalu apa bedanya antara Al-Masih dan para yogi Hindu? iSebenarnya kain Allah itu mengandung makna tersendiri, dan maknanya adalah apa yang telah dibukakan Allah Ta‘ala kepada saya. Yakni makna ―dua kaum kuning‖ itu adalah dua macam penyakit yang saya derita.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 218). GAMBAR DAN SHALAT Seseorang bertanya: ―Apakah karena foto (gambar) maka shalat jadi batal?‖. Hadhrat Masih Mau‘ud a.s. menjelaskan: ―Jika dalam rangka mengikuti orang-orang kafir maka gambar itu tidaklah dibenarkan. Ya, pada substansinya, tidak ada larangan pada gambar. Justru larangan/haram itu terletak pada hal-hal yang mengitarinya. Jika gambar itu pada substansinya dapat membatalkan shalat, maka saya bertanya: apakah menyimpan uang di saku baju ketika shalat dapat membatalkan shalat? Jika dijawab bahwa karena terpaksa uang itu disimpan di saku ketika shalat, maka saya akan mengatakan: apakah karena terpaksa mengeluarkan tinja ketika shalat maka shalat tidak batal, dan tidak perlu berwudu lagi? Hal yang sebenarnya adalah, mengenai gambar perlu diperhatikan, apakah yang menjadi tujuan di situ adalah pengkhidmatan terhadap agama atau. bukan? Jika begitu saja menyimpan gambar tanpa guna, dan tidak dengan tujuan pengkhidmatan: agama, maka hal itu merupakan sesuatu yang sia-asia. Dan Allah Ta‘ala berfirman, "Wal ladziina hum 'anil laghwi mu'ridhuun – i(dan orang-orang yang berpaling dari hal yang sia-sia‖ – Al-Mu‘minuun, 4). Menjauhi hal yang sia-sia merupakan cirri khas orang mukmin. Oleh karena itu hindarkanlah diri dari itu. namun, ya jika melalui [gambar] itu dapat dilakukan pengkhidmatan agama maka tidaklah dilarang, sebab Allah Ta‘ala tidak ingin menyia-nyiakan ilmu. Misalnya, saya pada sebuah kesempatan telah memberikan gambar Trinitas tuhan orangorang Kristen. Di situ Ruhulqudus diperlihatkan dalam bentuk burung merpati, dan juga ditampakkan secara terpisah gambar ―bapak‖ dan ―anak‖. Tujuan saya dari memperlihatkan gambar itu adalah supaya Trinitas itu ditolak, yakni, Tuhan yang dipaparkan Islam itulah Tuhan hakiki, Tuhan Yang Maha Hidup, Maha Tegak, Azali, Abadi, tidak berubah, dan suci dari hal-hal yang menyerupai-Nya. Demikian pula, jika ada gambar untuk pengkhidmatan Islam maka syariat tidak menghalangi (membolehkannya, sebab hal-hal yang bersifat mengkhidmati syariat tidak dihalangi (diperbolehkan/dibenarkan). Dkatakan bahwa Hadhrat Musa a.s. menyimpan gambar-gambar seluruh nabi. Dan ketika pada sahabah mengunjungi Kaisar Rum, mereka melihat ada gambar gambar Rasulullah saw. padanya. Jadi, hendaknya diingat, substansi gambar itu sendiri tidaklah haramm melainkan status haramnya itu tergantung pada hal-hal yang melandasinya. Orang-orang yang tanpa manfaat menyimpan serta membuat gambar-gambar itu adalah haram. Syariat mengharamkannya di satu sisi dan menghalalkannya jika digunakan pada cara yang benar. Lihat saja puasa, di bulan Ramadhan adalah halal, tetapi puasa di hari raya adalah haram. Haram pun ada dua macam, pertama haram secara substansi, dan yang satu lagi haram karena hal-hal yang terkait dengannya. Misalnya babi sama sekali hara – tidak peduli apakah itu babi hutan atau babi dari tempat mana saja. Tidak pedulu apakah babi itu berwarna putih atau hitam, yang kecil atau yang besar – seluruhnya haram. Ini merupakan haram secara substansi. Ada pun contoh haram yang berdasarkan pada hal-hal yang terkait dengan sesuatu adalah, misalnya, seeorang dengan bekerja keras mencari nafkah secara halal dan menghasilkan uang, itu adalah halal. Namun apabila uang itu diperoleh melalui perampokan atau perjudian maka uang itu haram. Hadits pertama di dalam Kitab Bukhari adalah: "Innamal ‗amaalu binniyyaat‖ (sesungguhnya amal perbuatan itu bergantung pada niat). Ada seorang pembunuh. Jika dimuat gambarnya (fotonga) dengan tujuan agar melalui
itu dia dapat dikenali dan ditangkap maka hal itu tidak hanya dibenarka, bahkan menjadi wajib untuk untuk menggunakannya. Demikian pula jika seseorang mengirim foto orang yang mencerca Islam, maka jika kepadanya dikatakan bahwa itu adalah pekerjaan haram maka perkataan itu merupakan sikap yang menyakitkannya. Ingat, Islam bukanlah berhala, melainkan sebuah agama hidup. Saya terpaksa 'mengatakan dengan sangat menyesal, bahwa pada masa sekarang ini para ulama yang tidak mengerti telah menimbulkan peluang kritikan terhadap Islam. Gambar setiap benda terbentuk di dalam mata. Beberapa batu ada yang sedemikian rupa, yakni apabila burung-burung terbang maka dengan sendirinya gambar-gambarnya membekas padanya. Nama Allah Ta‘ala adalah a gambar-gambarnya membekas. Name Allah Taala adalah Mushawwir (Pemberi bentuk/rupa), "Yushawwirukum fil arhaam (Dia-lah Yang memberi rupa/bentuk kamu dalam rahim-rahim‖ – Aali ‗Imran, 7), lalu mengapa mengecam tanpa berpikir dan memahami terlebih dahulu? Hal yang sebenarnya adalah seperti yang telah saya uraikan, yakni status haramnya gambar tidaklah dalam arti hakiki, melainkan bergantung pada situasinya. Tidak bergantung pada hal lainnya. Dalam status haram yang tidak hakiki, senantiasa yang perlu diperhatikan adalah niat. Jika niat itu mendukung syariat maka tidaklah haram. Jika tidak, maka ia menjadi haram. Jangan berlindung pads haditshadits semata. Jika kalian mendahulukan hadits daripada Quran Syarif berarti kalian mengecam Nabi Karim saw. bahwa mengapa tidak beliau saw, sendiri yang mengumpulkan hadits-hadits, padahal beliau saw. sendiri yang mendiktekan dan memperdengarkan Quran Syarif. Beberapa sahabah telah mengumpulkan hadits-hadits atas inisiatif mereka sendiri, namun akhirnya mereka baker. Ketika ditanyakan apa sebabnya, maka mereka mengatakan bahwa mereka mendengar itu dari rawi (orang yang meriwayatkan) dan mungkin saja sudah ada yang bertambah dan berkurang di dalamnya, oleh sebab itu untuk apa mereka harus menanggung bebannya? Jadi, dahulukanlah Quran, dan jadikanlah Hadits sebagai sesuatu yang mengikuti Quran. Jangan jadikan hadits sebagai nazir hukum (syariat).‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 128).
(hlm. 219-234) MI’RAJ DAN LANGIT Pada waktu mi‘raj, Rasulullah saw. melihat para nabi Bani Israil di berbagai lapisan langit, pada hakikatnya Rasulullah saw. memaparkan silsilah para nabi Bani Israil dari segi zaman. Yang diperlihatkan paling tinggi adalah Hadhrat Ibrahim a.s., yang merupakan aabul anbiyaa (bapak para nabi). Di langit kedua Hadhrat Isa a.s.. Dikarenakan Hadhrat Yahya a.s. sezaman dengan Hadhrat Isa, oleh sebab itu mereka berdua ditampakkan bersama. Mereka itu berada dua derajat setelah Nabi Muhammad saw. (Nabi Adam a.s.?), oleh sebab itu mereka diperlihatkan berada pada langit kedua. Adam diperlihatkan berada di langit pertama. Dikarenakan Rasulullah saw. juga merupakan Adam, oleh sebab itu beliau diperlihatkan pada langit pertama.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 234-235). DZULQARNAIN DAN MASIH MAU’UD Dikarenakan zaman sekarang ini merupakan zaman penguakan hakikat-hakikat – dan Allah Ta‘ala sedang membukakan kepada saya hakikat-hakikat dan makrifat-makrifat Al-Quran Syarif – berkaitan dengan tawajjuh (konsentrasi) terhadap kisah Dzulqarnain maka telah diberikan pemahaman kepada saya, bahwa dalam corak Dzulqarnain itu jugalah telah dipaparkan mengenai Masih Mau‘ud. Dan Allah Ta‘ala telah menamakan Masih Mau‘ud sebagai Dzulqarnain adalah karena qarnun itu artinya 100 [tahun], dan Masih Mau‘ud akan mendapatkan du qarnun, karena itu ia disebut Dzulqarnain (orang yang memperoleh dua abad – pent.).
Dikarenakan saya mendapatkan abad ke-13 dan juga abad ke-14 [hijriyah] keduanya, demikian pula saya mendapatkan 2 abad menurut tahun Hindi dan tahun Masehi, oleh sebab itu saya merupakan Zulkarnain. Kemudian dalam kisah [Dzulqarnain] itu Allah Ta‘ala telah memberitahukan, bahwa Dzulqarnain bertemu dengan tiga kaum. Pertama, di dekat tempat matahari terbenam, dan berada di lumpur. Artinya adalah kaum Kristen, yang mataharinya sudah terbenam, yakni pada mereka tidak lagi terdapat syariat kebenaran. Keruhanian [mereka] telah mati, kehangatan iman sudah tidak ada lagi. Mereka terperangkap dalam di dalam Lumpur [kemusyrikan]. Kaum kedua adalah yang berada di tempat matahari bersinar-sinar, dan mereka berada di dalam pancaran terik sinar matahari. Ini adalah kondisi orang-orang Islam. Pada mereka memang terdapat matahari – yakni syariat kebenaran – namun orang-orang ini tidak memanfaatkannya, sebab manfaat itu [hanya dapat] diambil melalui amal perbuatan yang penuh hikmah (bijak). Misalnya, memasak roti. Walau roti itu dimasak dengan menggunakan api, tetapi selama mereka belum mengupayakan bahan dan hal-hal yang tepat untuk itu, maka selama itu pula roti tidak dapat dimasak. Demikian pula memanfaatkan syariat kebenaran pun menuntut adanya amal perbuatan yang penuh hikmah. Jadi, umat Islam pada masa sekarang ini – walaupun pada mereka terdapat matahari dan ada pancaran cahayanya – tetapi tidak mereka manfaatkan, dan tidak mereka gunakan dalam bentuk yang berfaedah, sehingga mereka tidak meraih bagian dari keperkasaan dan keagungan Allah. Kaum yang ketiga adalah yang memohon kepadanya agar diselamatkan dari Ya'juj dan Ma'juj. Ini adalah umat kita, yang datang kepada kepada Masih Mau'ud, dan mereka ingin mengambil manfaat darinya. Ringkasnya, pada masa sekarang ini terdapat corak ilmiah dari kisah-kisah ini. Saya percaya bahwa kisah ini juga telah berlaku sebelumnya dalam corak tertentu. Namun, ini memang suatu hal yang benar, bahwa di dalam kisah ini juga terdapat uraian mengenai masa mendatang dalam bentuk nubuatan, yang telah sempurna pada zaman sekarang ini‖. (Malfuzat, jld. III, hlm. 235-236). YANG DIMAKSUD DENGAN AL-HUDAA DAN AL-HAQ sKetika banyak merenungkan ayat: (Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar Dia memenangkannya di atas semua agama‖ – Ash-Shaf, 10).
maka saya menjadi tahu bahwa Allah Ta‘ala telah meletakkan dua kata di dalam ayat ini, hudaa (petunjuk) dan haq (kebenaran). Hudaa (petunjuk) adalah supaya timbul cahaya internal dan tidak lagi terselubung. Ini mengisyaratkan pada ishlah (perbaikan) internasl, yang merupakan tugas Mahdi. Sedangkan kata haq (kebenaran) mengisyaratkan bahwa kebatilan itu akan dikalahkan secara eksternal. Di tempat lain tertera, "Jaa-al haqqu wa zahaqal baathil (kebenaran datang dan kebatilan lenyap‖ – Bani Israil, 82). Di dalam ayat [pertama] itu sendiri telah difirmankan, ―Liyuzhhiraahu ‘alaad- diini kullihi (agar Dia mengunggulkannya atas semua agama), yakni dampak kedatangan Rasul itu adalah, dia akan memberikan kemenangan pada haq (kebenaran). Kemenangan ini tidak melalui pedang dan senapan, melainkan melalui argumentasi-argumentasi logis. Ingatlah, ciri khas dari akal (logika) yang bersih dan suci adalah dia tidak bertumpu pada kisahkisah belaka, melainkan dia menguakkan rahasia-rahasia [yang terkandung di dalam]. Oleh karena itu Allah Taala berfirman, bahwa orang-orang yang memperoleh hikmah (kebijakan) maka kepada mereka dianugerahkan kebaikan-kebaikan yang tak terhingga.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 236).
HIKMAH ILHAM YANG TURUN DALAM KATA-KATA AL-QURAN “Merupakan kehendak Allah Ta‘ala agar Quran Syarif diuraikan, oleh karena itu kebanyakan ilham yang turun dalam kata-kata Quran Syarif tampil suatu tafsirnya dalam bentuk amalan (penggenapan). Melalui hal itu Allah Ta‘ala ingin memperlihatkan bahwa inilah bahasa yang hidup dan penuh berkat, dan supaya terbukti bahwa 1300 tahun lalu pun seperti ini jugalah turun Kalaam IAllah‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 237).
(Hlm 237-238) JEMAAT DAN KETAKWAAN ‖Jemaat saya hendaknya selalu ingat nasihat ini, yakni mereka hendaknya memperhatikan masalah yang saya terangkan ini. Kalau ada yang selalu terpikirkah oleh saya tidak lain hanyalah bahwa di dunia ini berlangsung hubungan pernikahan. Sebagian di antaranya atas pertimbangan kecantikan, sebaian dengan pertimbangan silsilah keluarga atau kekayaan, dan sebagian dengan pertimbangan kekuatan (pengaruh). Namun Allah tidak peduli pada perkara-perkara tersebut. Dia dengan sangat jelaw tekah berfirman, ―Inna akramakum ‗indallaahi atqaakum (sesungguhnya yang paling mulian di antara kalian adalah yang paling bertakwa di antara kalian‖ – Al Hujurat, 14). Sekarang, [warga] Jemaat yang bertakwa Allah akan memeliharanya, sedangkan yang lain akan Dia binasakan. Ini adalah suatu posisi yang rawan. Di tempat itu tidak dapat berdiri dua orang beriringan, yakni di situ berdiri orang muttaqi (bertakwa) dan di tempat yang sama berdiri pula orang yang bejad dan kotor. Sudah pasti bahwa orang mutaqi (bertakwa) berdiri tegak di sana, sedangkan orang yang kotor akan dibinasakan. Dikarenakan yang tahu hanyalah Allah – yakni siapa yang menurut-NYa muttaqi – maka ini sungguh suatu posisi yang sangat mencemaskan. Beruntungkah orang yang mutaqi (bertakwa), dan malanglah orang yang terkena laknat.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 238-239).
(239-257) PERBEDAAN ILHAM SEJATI DAN ILHAM SETANI ... Jika ada yang beranggapan bahawa di antara [kelompok] itu juga terdapat para ulama dan juga orang-orang yang memperoleh ilham, maka itu merupakan suatu khayalan belaka. Hal itu tidak mendatangkan manfaat, dan tidak dapat mencapai tujuan yang seharusnya menjadi tujuan diri manusia. Ingatlah, hal yang darinya Allah ridha, selama hal itu belum ada maka ilmu pengetahuan pun tidak menjadi benar, dan ilham pun tidak akan berguna. Seseorang yang berdiri di dekat tinja, maka pertama-tama dia akan mencium bau, lalu jika di dekatnya diletakkan minyak wangi maka apa gunanya? Sebab selama qurb (kedekatan) Allah Ta‘ala belum diraih maka sedikit pun tidak ada yang diperoleh, dan hal yang mendekatkan manusia kepada Allah hanyalah takwa. Untuk mendengar suara yang benar hendaknya menjadi muttaqi (orang bertakwa). Saya banyak melihat orang yang menganggap setiap suara yang mereka dengar sebagai ilham, padahal mimpi-mimpi kosong juga ada. Saya tidak mengatakan bahwa suara-suara yang mereka dengar itu adalah suara yang dibuat-buat. Tidak. Mungkin saja memang mereka mendengar suara-suara, namun kita tidak dapat menyatakan setiap suara itu sebagai suara Allah Ta‘ala, selama padanya tidak terdapat nur-nur dan berkat-berkat yang memang
menyertai Kalaam Suci Allah Taala. Oleh sebab itu saya mengatakan, supaya para penda'wa [penerima] ilham tersebut memeriksa ilham-ilham mereka berdasarkan ukuran itu. Dan hal ini pun hendaknya jangan dilupakan, bahwa sebagian suara berasal dari setan. Oleh karena itu, bukanlah pekerjaan seorang manusia bijak untuk terpikat terhadap suara-suara tersebut, melainkan selama najisnajis internal dan kekotoran-kekotoran batin belum hapus, dan selama kesucian takwa berderajat tinggi belum diraih, dan selama manusia belum mencapai tahap yang tampaknya lebih hina dan nista dari seekor cacing mati, dan selama Allah Taala belum menjadi tujuan setiap ucapan serta amalan; maka selama itu pula manusia tidak akan dapat mencapai maq1am (martabat) dimana manusia dapat mendengar suara Allah-nya. Dan suara-suara tersebut pada hakikatnya merupakan suara Allah, sebab saat itu dia telah suci dari segenap kekotoran. Ringkasnya, keputusan tidak dapat diambil hanya berdasarkan suara-suara itu saja, dan berdasarkan beberapa kitab biasa, melainkan cara yang yang sejati dan yang sebenarnya untuk mengambil suatu keputusan adalah apa yang disebut sebagai dukungan-dukungan Ilahi. Dari itulah didapat keputusan, dan ternyata Allah-lah Yang memberi keputusan. Seseorang yang berdiri pada maqam (martabat) demikian di sisi Allah Ta‘ala -yang benar-benar telah bersih dari kotoran-kotoran -- dia itulah yang dapat mendengar suarasuara.suci. Suara-suara yang didengar oleh Hadhrat Musa, Hadhrat Isa, Hadhrat Nuh, Hadhrat Ibrahim, dan para nabi 'alaihimus salaam lainnya, serta yang didengar oleh Nabi Karim kita saw., saya katakan dengan sebenarnya, bahwa tangan-tangan manusia tidak diperlukan untuk membuktikan kebenaran dan penzahiran suara-suara tersebut, melainkan Allah Ta‘ala sendiri yang memperlihatkan kecemerlangannya. Walau pun ini merupakan hal-hal yang sangat halus (pelik), yang termasuk dalam kategori rahasia-rahasia makrifat, tetapi tetap saja aroma wangi dan aroma busuk dapat dikenali melalui berbagai pemandangan. Pohon yang bagus dapat dikenali melalui berbagai cara. la dapat dikenali melalui daun-daunnya. Suatu kali di Anbala saya melihat pohon ilaichi (kepulaga – sejenis tumbuhan rempah yang bijinya wangi – pent.). saya ambil sehelai daunnya lalu saya cium, maka tercium aroma wangi ilaichi. Walaupun masih tersisa tiga tahap lagi, tetapi terasa wanginya. Manusia bijak, mengetahui suatu hal yang sebenarnya melalui banyak faktor pertimbangan yang logis. Keburukan-keburukan juga tersembunyi di balik ribuan tabir. Takwa juga terselubung di balik ribuan tabir, namun ia dapat diketahui melalui tanda-tanda dan faktor-faktor pertimbangan lagi yang muncul darinya. Para sufi menuliskan, sebagaimana seseorang yang tertangkap basah dalam keadaan berbuat keburukan ia menjadi sangat malu, demikian pula seorang muttaqi (bertakwa) apabila. dia sedang asyik dalam upaya-upaya ketakwaan dan ibadahnya, lalu ada orang lain yang lewat di situ, maka dia merasa sangat malu. Penyebab rasa malu hanya satu, pelaku keburukan itu ingin menutupi keburukannya, sedangkan orang muttaqi tersebut ingin menutup-nutupi ketakwaannya. Ringkasnya, hal-hal yang berkaitan dengan takwa sangat terselubung, bahkan pada hakikatnya para malaikat pun sampai tidak tahu tentang hal itu, lalu bagaimana mungkin pihak lain dapat mengetahuinya? Hubungan tadalla (mendekat kepada Allah) yang diraih Rasulullah saw., kondisi yang dipahami oleh Allah Ta‘ala mengenai hubungan itu sama sekali tidak dipahami oleh yang lainnya. Hadhrat Abu baker pun tidak mampu memahaminya. Hadhrat Ali juga tidak mampu memahaminya, dan tidak ada seorangpun yang memahaminya. ‗Inqitha taam (pemutusan hubungan total dengan wujud-wujud selan Allah Ta‘ala – pent.) yang dilakukan oleh Rasulullah saw. ketawakalan beliau terhadap Allah Ta‘ala, serta anggapan beliau saw. terhadap makhluk sebagai hal-hal yang lebih rendah daripada cacing mati, itu semua merupakan suatu perkara yang tidak tampak pada pandangan orang-orang lain. Namun dengan menyaksikan dukungan-dukungan Allah Ta‘ala maka orang-orang pasti mengambil kesimpulan, bahwa sebagaimana beliau saw. telah menjalin hubungan yang hakiki dan kokoh dengan Allah Ta‘ala, demikian pula Allah Ta‘ala pun tidak akan bersikap tanggung-tanggung kepada beluau saw..‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 239-240).
(hlm. 240-247)
ISTIGHFAR, TAUBAT DAN SHALAT Selalulah kalian istighfar, dan senantiasalah ingat maut (kematian). Tidak ada hal yang lebih hebat dari kematian dalam hal menimbulkan kesadaran. Tatkala manusia kembali kepada Allah dengan hati yang benar, maka Allah Ta‘ala melimpahkan fadhal-Nya (karuniaNya). Pada saat manusia bertaubat dengan sesungguh hati di hadapan Allah Ta‘ala, maka pertama-tama Allah akan memaafkan dosanya, lalu Dia akan memulai suatu hisaab (perhitungan) baru bagi hamba itu. Jika seseorang berbuat dosa sedikit saja kepada manusia, maka manusia itu membenci dan memusuhinya sepanjang hidup. Dan kalau pun dia menyatakan maaf secara lisan, akan tetapi tetap saja tatkala dia memperoleh kesempatan maka dia akan menzahirkan kebencian dan permusuhannya itu. Hanya Allah Taalalah yang apabila manusia datang kepada-Nya (bertaubat) dengan hati yang benar maka Dia memaafkan dosadosa orang itu, dan taubat itu Dia limpahi rahmat. Dia menurunkan karunia atas orang itu, dan Dia memaafkan hukuman dosa itu. Oleh karena itu kalian pun hendaknya demikian, yakni jadikanlah diri kalian sebagai sesuatu yang bukan seperti sebelumnya. Lakukanlah shalat dengan sepenuh hati. Tuhan yang ada di sini (Qadian), juga merupakan yang ada di sana (di tempat kalian). jangan pula begini, yakni selama masih berada di sini kalbu kalian dipenuhi oleh kesenduan dan rasa takut terhadap Tuhan, akan tetapi ketika kalian kembali ke rumah kalian maka kalian menjadi tidak takut dan berani lagi. Jangan. Justru rasa takut terhadap Allah hendaknya senantiasa ada di dalam diri kalian. Sebelum melakukan setiap pekerjaan, pikirkanlah, perhatikanlah, apakah dari itu Allah akan ridha atau murka? Shalat adalah sesuatu yang sangat penting danb merupakan mikraj bagi orang mukmin. Sarana yang terbaik untuk memanjatkan doa adalah shalat. Shalat itu hendaknya ditegakkan, bukan supaya kalian melakukannya cepat-cepat, atau seperti ayam yang mematuk-matukl makanan. Banyak sekali orang yang mengerjakan shalat seperti itu, dan banyak sekali orang yang baru mau mengerjakan shalat karena disuruh. Itu tidak ada artinya sedikit pun. Shalat adalah tampil di hadapan Allah Ta‘ala. Dan shalat itu merupakan bentuk utuh dari upaya-upaya untuk memohon maaf dan ampunan terhadap dosa-dosa. Orang yang mengerjakan shalat tanpa memperhatikan landasan dan tujuan ini berarti shalatnya itu sama sekali tidak sah. Jadi, dirikanlah shalat dengan cara yang sangat baik. Apabila kalian berdiri maka berdirilah dengan cara sedemikian rupa, sehingga dari itu tergambar dengan jelas bahwa kalian berdiri tegak dan siap dalam ketaatan dan kesetiaan terhadap Allah Ta‘ala. Apabila kalian tunduk (rukuk), maka tunduklah sedemikian rupa, sehingga dari itu dengan jelas diketahui bahwa kalbu kalian pun turut tunduk (rukuk). Dan apabila kalian sujud maka lakukanlah seperti orang yang hatinya dipenuhi rasa takut.. Dan berdoalah kalian di dalam shalat bagi agama (ruhani) dan dunia kalian.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 247-248).
(hlm. 248-257) JEMAAT DAN BERDOA ‖Bacalah Quran Syarif, dan jangan sekali-kali putus asa terhadap Allah. Orang mukmin tidak pernah putus asa terhadap Allah. Itu termasuk kebiasaan orang-orang kafir, yakni
menjadi putus asa terhadap Allah Ta‘ala. Tuhan kita adalah, ―‘Alaa kulli syai-in qadiir (Mahakuasa atas segala sesuatu] (A1-Baqarah: 21). Bacalah juga terjemahan Quran Syarif, dan kerjakanlah shalat-shalat dengan sepenuh hati, serta pahami juga maknanya. Berdoalah juga dalam bahasa masing-masing. Jangan baca Quran Syarif itu dengan menganggapnya sebagai suatu kitab biasa. Kerjakanlah shalat sebagaimana yang dikerjakan oleh Rasulullah saw.. Setelah dzikir-dzikir (doa-doa) yang masnuun (sunnah), silakan sampaikan hajat-hajat dan keinginan-keinginan kalian dalam bahasa sendiri. Dan mohonlah kepada Allah Ta‘ala, hal itu tidak mengapa, shalat sama sekali tidak akan batal karenanya. Masa sekarang ini orang-orang telah merusak shalat, mana pula mereka mengerjakan shalat. Mereka hanya bergerak-gerak dengan cepat. Mereka mengerjakan shalat sangat cepat, seperti ayam yang mematuk-matuk, dan belakangan barulah mereka berlama-lama duduk memanjatkan doa. Ruh dan inti sejati darai shalat itu sendiri adalah doa. Bagaimana mungkin tujuan yang sebenarnya dapat dicapai apabila doa justru dipanjatkan setelah selesai shalat? Seseorang yang datang ke singgasana raja, dan dia memperoleh kesempatan untuk menyampaikan kehendaknya. Akan tetapi selama di situ dia tidak berucap sedikitpun. Namun setelah keluar dari singgasana barulah dia mengutarakan permohonanannya. Apa gunanya demikian? Seperti itu pulalah kondisi orang-orang masa sekarang ini yang tidak memanjatkan doa dengan khusyuk dan rendah hati dalam shalat. Ada pun doa-doa yang harus kalian panjatkan, panjatkanlah di dalam shalat, dan perhatikanlah sopan-santun berdoa.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm 257-258).
(258-261)
BAIAT YANG TULUS & BALA-BENCANA ‖Manusia ada dua macam, satu adalah yang berfitrat baik, yang sejak dari awal sudah percaya. Orang-orang ini memiliki pandangan yang jauh ke depan dan perhatian yang tajam, misalnya Hadhrat Abu Bakar Shiddiq r.a.. Dan satu lagi adalah yang bodoh. Apabila azab sudah tiba di atas kepala barulah mereka terkejut. Oleh karena itu kalian sebelum kemurkaan itu tiba berdoalah dan serahkan diri ke dalam perlindungan Allah Ta‘ala. Doa itu dikabulkan tatkala rasa perih dan sendu timbul di dalam hati, dan bala musibah serta kemurkaan Ilahi menjadi jauh. Akan tetapi ketika bala sudah tiba di atas kepala, memang tidak diragukan lagi bahwa pada saat itu pun timbul rasa perih dalam hati, namun keperihan tersebut tidak memiliki potensi (kekuatan) untuk menarik keterkabulan doa. Pahamilah dengan seyakin-yakinnya bahwa apabila sebelum tiba bala-musibah kalian melunakkan hati kalian dan menangis serta meratap di hadapan Allah Ta‘ala untuk perlindungan keluarga kalian, maka keluarga dan anak-anak kalian akan diselamatkan dari azab pes. Tetapi jika kalian hidup seperti orang-orang dunia maka tidak ada manfaatnya sedikit pun bahwa kalian telah bertaubat (baiat) di tangan saya, sebab bertaubat (baiat) di tangan saya memerlukan suatu maut (kematian), supaya kalian meraih kelahiran baru di dalam suatu kehidupan yang baru. Jika baiat tidak dilakukan dengan hati maka tidak ada hasilnya. Dari melakukan baiat kepada saya Allah Ta‘ala menginginkan ikrar hati. Jadi, barangsiapa menerima saya dengan hati yang benar serta melakukan taubat yang sesungguhnya terhadap dosa-dosanya maka Allah Yang Ghafur (Maha Pengampun) dan Rahiim (Maha Penyayang) pasti akan mengampuni dosa-dosanya, dan dia akan seperti [bayi] yang keluar dari perut ibu, barulah para malaikatnya menjaganya. Jika di dalam satu kampung terdapat seorang salih maka karena mempertimbangkan serta demi orang salih tersebut Allah Ta‘ala akan melindungi kampung tersebut dari kehancuran.
Akan tetapi jika kehancuran itu datang ia akan melanda semuanya, namun tetap saja Dia menyelamatkan hamba-hamba-Nya melalui cara-cara tertentu. Inilah Sunnatullah (kebiasaan Allah), apabila terdapat satu saja pun orang salih maka deminya orang-orang lain juga akan diselamatkan.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 261-262).
(262-263) JEMAAT DAN REVOLUSI DIRI ‖Dengan masuknya ke dalam Jemaat ini hendaknya wujud kalian berubah, dan kalian benar-benar harus jadi manusia yang menjalani suatu hidup baru. Apa pun kalian sebelum ini, sekarang jangan demikian lagi. Jangan kalian beranggapan bahwa dengan melakukan perubahan [pada diri kalian] di jalan Allah Ta‘ala ini maka kalian akan menjadi miskin, atau akan timbul banyak sekali musuh bagi kalian. Tidak. Orang yang memegang tali Allah sama-sekali tidak miskin. Harihari buruk tidak akan pernah dapat menerpanya. Seseorang yang sahabat dan penolongnya adalah Allah, jika seluruh dunia menjadi musuhnya maka tidak peduli sedikit pun. Jika kesulitan-kesulitan juga menimpa orang mukmin, dia sama sekali tidak berada dalama kesulitan, melainkan hari-hari seperti itu merupakan hari-hari surga baginya. Malaikatmalaikat Tuhan memangku mereka seperti seorang ibu.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 263). (263-267)
PARA NABI DAN DOA Hal yang berlaku di kalangan para nabi ‗alaihimus-salaam, adalah walaupun kepada mereka terlah diberikan nubuatan-nubuatan dana mereka percaya sepenuhnya kepada janjijanji Allah Ta‘ala, tetapi tetap saja mereka sama sekali tidak meninggalkan upaya-upaya doa, sebabnya adalah mereka juga percaya bahwa Allah Ta‘ala itu Al-Ghaniy (Maha Berkecukupan) pada Zat-Nya. Dan mereka juga percaya bahwa kemuliaan Allah itu tidak terbatas, serta merupakan sikap yang tidak hormat apabila tidak memanjatkan doa. Ada tertulis bahwa pada saat perang Badar, ketika Rasulullah saw. sedang memanjatkan doa sambil menangis-nangis, maka Hadhrat Abu Bakar berkata, ―Yang mulia, sekarang tak usah lagi berdoa. Bukankah Allah Ta‘ala telah memberikan janji kemenangan?" dNamun Rasulullah saw. tetap saja menenggelamkan diri dalam doa-doa. Sebagian orang menuliskan bahwa keimanan Hadhrat Abu Bakar r.a. tidaklah seperti keimanan Rasulullah saw., bahkan makrifat Rasulullah saw. sangat mendalam .......Makrifat itu membuat beliau takut akan sifat Allah Ta‘ala Al-Ghani (Yang Maha Berkecukupan) atas Dzat-Nya. Oleh karena itu hendaknya jangan sekali-kali meninggalkan upaya-upaya doa.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 267).
(267-268) ARTI ALLAH “BERUTANG” Mengenai tafsir ayat, ―Man- yuqridhullaahu qardhan -- barangsiapa memberikan kepada Allah pinjaman‖ Hadhrat Masih Mau‘ud a.s. menjelaskan: ―Ada pun Allah Ta‘ala berutang bukanlah berarti, ma‘adzakkah, Allah Ta‘ala itu memiliki hajat (kebutuhan) dan bahwa Dia itu muhtaaj (yang membutuhkan). Beranggapan seperti merupakan suatu kekufuran. Melainkan artinya adalah, Dia akan mengembalikannya bersama
ganjaran pahala. Ini merupakan sebuah cara yang digunakan Allah Ta‘ala kepada siapa saja yang ingin Dia berikan karunia-Nya.‖ (Malfuzat jld. III, hlm.. 268).
(268-269) TUJUAN KEDATANGAN MASIH MAU’UD A.S. ‖Maksud dan tujuan saya yang sebenarnya adalah untuk menzahirkan keperkasaan Rasulullah saw. serta menegakkan keagungan beliau. Hal-hal yang menyangkut diri saya, itu hanya terkait [dengan beliau], sebabnya adalah di dalam wujud Rasulullah saw. terdapat kekuatan magnetis dan daya curah berkat-berkat, dan di dalam berkat-berkat beliau itulah terdapat uraian yang menyangkut diri saya.‖ (Malfuzat jld. III, hlm. 269).
(269-272) ABU JAHAL MERUPAKAN FIR’AUN BAGI UMAT RASULULLAH SAW. ‖Abu Jahal merupakan Fir‘aun bagi umat [Rasulullah saw.] ini, sebab dia juga telah memelihara Nabi Karim saw. untuk beberapa masa, sebagaimana Fira‘un Mesir dahulu telah memelihara Musa a.s.. Demikian pula halnya dengan Maulvi Muhammad Hushain [Batalwi], yang telah memelihara Jemaat saya ini untuk beberapa masa dengan cara menulis review (ulasan/komentar) mengenai Baraahin Ahmadiyya pada masa permulaan.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm 272).
MELAKUKAN AMAL BAIK LAINNYA KETIKA SEDANG DIKUMANDANGKAN AZAN Seseorang sedang membacakan sebuah selebaran mengenai pes, lalu adzan dikumandangkan maka orang itu pun berhenti membacakan. Hadhrat Masih Mau‘ud a.s. bersabda: ―Teruslah bacakan. Sewaktu adzan membacakan [sesuatu] adalah dibenarkan.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 272). (hlm. 268-272) PENJELASAN MENGAPA MASIH MAU’UD DALAM ILHAM DISEBUT YAHYA Hadhrat Masih Mau‘ud a.s. memperdengarkan sebuah ilham lam beliau: "Yaa yahyaa khudzil kitaaba biquwwati wal-khairu kulluhu fil-quraan. Beliau bersabda: ―Di sini saya disamakan dengan Yahya a.s., sebab Hadhrat Yahya a.s. dahulu itu terpaksa menghadapi kaum-kaum Yahudi yang meninggalkan Kitab Allah dan Taurat. Mereka sangat tertarik pada hadits-hadits (riwayat sabda-sabda), dan dalam setiap perkara mereka memaparkan hadits-hadits [yang keluar dari Kitab Allah]. Demikian pula pada zaman sekarang ini saya berhadapan dengan orang-orang Ahli Hadits, yakni saya memaparkan Al-Quran, sedangkan mereka memaparkan hadits.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 272).
TIDAK MELAYANI PENENTANG YANG BERMULUT KOTOR Di Qadian dahulu terdapat seorang penentang yang bermulut kotor dan batinnya juga kotor. Dia memanggil seorang warga Jemaat, dan berkata-kata dengannya. Ketika hal itu diketahui oleh Hadhrat Masih Mau‘ud a.s. beliau bersabda ―Seorang yang bejad dan pengacau seperti itu hendaknya jangan diberi kehormatan seperti itu, yakni berbicara dengannya.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 274). TUJUAN MISI MASIH MAU’UD SEBENARNYA ADALAH PENZAHIRAN KEKUDUSAN RASULULLAH SAW. ―Sebenarnya, tujuan saya adalah untuk menzahirkan kekudusan Rasulullah saw. serta untuk menyanjung beliau saw.. Oleh Karena itu kalau pun ada sanjungan bagi diri saya, itu merupakan bayangan dari Rasulullah saw..‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 275).
PANDANGAN TENTANG PARA TOKOH AGAMA TERDAHULU ‖Mengenai kewafatan Al-Masih dan hal-hal yang semacam itu, apa pun yang dikatakan oleh orang-orang terdahulu, mengenainya saya hanya mengatakan seperti apa yang dikatakan oleh Hadhrat Musa a.s., yakni, ―‘Ilmuha ‗inda rabbii (ilmu mengenainya ada di sisi Tuhanku‖,) yakni hanya Allah-lah yang lebih mengetahui tentang keadaan orang-orang terdahulu itu. Ya, mengenai orang-orang pada sekarang ini sudah cukup banyak saya memberi penjelasan, dan hujah (argumentasi) sudah terpenuhi,‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 275).
COBAAN DATANG UNTUK PENYARINGAN ―Allah Ta‘ala ingin melakukan penyaringan, supaya – sebagaimana para piir (guru mursyid) lainnya – jangan sampai orang-orang yang buruk dan kotor bergabung dengan kita. Oleh karena itu cobaan semacam ini pun terjadi.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 276).
(hlm. 277-288) SHALAT HARUS MENGGUNAKAN BAHASA ARAB YANG ASLI ‖Shalat hendaknya jangan dilakukandalam bahasa sendiri. Bahasa yang telah digunakan oleh Allah Ta‘ala untuk Quran Syarif, hendaknya jangan ditinggalkan. Ya, keinginankeinginan pribadi kalian dapat saja kalian smapaikan ke hadapan Allah Ta‘ala dalam bahasa kalian sendiri, setelah mengerjakan hal-hal yang berupa sunnah dan dzikir serta lain sebagainya. Namun bahasa asli [dalam shalat] sama sekali jangan ditinggalkan. Orang-orang Kristen telah meninggalkan bahasa asli ]Injil] dan lihatlah apa akibatnya? Sedikit pun tidak ada yang tersisa lagi.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 288).
(hlm. 288-289)
RASA KENYANG DALAM RUHANI ‖Apalah artinnya wujud sebutir gandum, namun apabila dikumpulkan maka dapat membuat kenyang. Dan untuk membuat kenyang kira-kira harus tersedia sebanyak 15.000 butir gandum, darinya seorang manusia benar-benar akan kenyang. Seperti itu pula jika aayatullah (Tanda-tanda Allah) dikumpulkan dan dihargai maka akan menimbulkan rasa kenyang secara ruhani. Jika Tanda-tanda yang saya peroleh diperhatikan secara menyeluruh maka akan tampak kekuatan dan kehebatan Tanda-tanda itu.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 289). MELALUI AL-QURAN AKAN DILAKUKAN PERBAIKAN TERHADAP TAURAT ‖Kita ingin memperbaiki Taurat melalui Quran Karim, bukannya memperbaiki Quran Karim melalui Taurat. Taurat tidak dapat disejajarkan dengan Al-Quran. Dimana saja terdapat perbedaan (pertentangan) antara Al-Quran dan Taurat maka di situ akan tampak dengan jelas bahwa di dalam Taurat terdapat suatu kekotoran dan kedustaan yang telah dicampurkan ke dalamnya belakangan.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 289). KEADAAN PARA UTUSAN ALLAH ―Para nabi dan utusan Allah selalu bagaikan benih tumbuhan. Pada mulanya tampak rendah dan hina ...mereka dengan palidaw-'all ..... yang hina, namun akhirnya akan tampil .....Allah.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 289). . (289-290)
BANGKITNYA ORANG-ORANG YANG MATI ‖Saya percaya pada hukum qudrat Allah Ta‘ala yang telah dipaparkan dalam Quran syarif. Orang-orang mati yang diletakkan dalam kuburan maka malaikat telah mendatangi mereka. Mengenai orang-orang mati seperti itu fatwa Quran Syarif adalah: "Fa yumsikul latii qadhaa 'alaihal- maut (maka Dia tahan jiwa yang telah Dia tetapkan kematiannya" -- Az-Zumar, 43). Namun, dalam bentuk selain itu, dalam kasus maut (kematian) yang ghair-hal juga dapat terjadi kehidupan kembali. Peristiwa-peristwa semacam ini juga saya alami sendiri. Mengenai Mubarak -- (putera Hadhrat Masih Mau'ud a.s. yang wafat di usia 9 tahun – pent.), -bukanlah maut (kematian) yang tergolong ―Fayumsikul- latii qadhaa ‗alaihal- maut‖ itu, dan inilah kehidupan kembali yang saya imani, yakni orang-orang mati bangkit kembali. Ringkasnya, hukum yang telah ditetapkan Allah Ta‘ala saya ikuti. Jika tidak percaya dan tidak yakin terhadap [hukum] itu maka iman pun akan lenyap. Jadi, hukum qudrat Allah Ta‘ala yang tertera dalam Kitab Allah itulah yang saya percayai (imani). Dan saya juga beriman (percaya) bahwa Allah Ta‘ala tidak akan berbuat sesuatu yang bertentangan dengan Sifat-sifat-Nya sendiri. Misalnya, jika ada yang mengatakan, bahwa Allah Ta‘ala itu Maha Kuasa, sehingga apakah Dia juga akan melakukan bunuh diri? Sebagai jawabannya saya akan mengatakan: Dia tidak akan pernah berbuat demikian, sebab ―lahul- asmaa-ul husnaa (kepunyaan-Nya semua nama/sifat yang terindah‖ – Al-Hasyr, 25).. Tidak ada sifat lain yang dapat dipatrikan. Dia tidak akan melakukan hal-hal yang bertentangan dengan sifat-sifat-Nya yang sudah berlaku sejak awal. Ringkasnya, mengenai kebangkitan kembali orang mati dan mengenai hukum qudrat,
akidah saya adalah, saya mengakui kehidupan kembali yang diuraikan oleh Quran Syarif, dan hukum qudrat yang terbukti melalui Quran Syarif merupakan imam bagi saya. Filsafat (ilmu) Eropa dan penelitian-penelitian mereka yang terbatas tidak dapat menjadi pemandu bagi saya.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 290). KEKUATAN IMAN HADHRAT MASIH MAU’UD A.S. ‖Saya memiliki keimanan yangkuat terhadap Allah Ta‘ala, bahwa Dia sekali-kali tidak akan menyia-nyiakan hamba-Nya yang benar. Seperti halnya Hadhrat Ibrahim a.s., jika hamba tersebut dimasukkan ke dalam api maka api tidak akan dapat membakarnya. Keyakinan saya adalah, bukannya hanya satu api, jika ribuan api sekali pun tetap saja tidak akan dapat membakarnya. Seoreang shadiq jika dimasukkan ke dalamnya maka pasti ia akan selamat. Sebagai perlawanan terhadap tugas yang telah diserahkan kepada saya ini, jika saya dimasukkan ke dalam api maka saya yakin bahwa api tidak akan membakar saya. Dan jika dicampakkan ke dalam cengkraman singa-singa maka singa-singa itu pun tidak akan dapat memakan saya. Saya katakan dengan pasti bahwa Tuhan saya bukanlah tuhan yang tidak mampu menolong hamba-Nya yang benar, melainkan Tuhan saya adalah Tuhan Yang Maha Kuasa, yang menampakkan perbedaan antara hamba-hamba-Nya dengan pihak-pihak lain. Jika tidak demikian maka doa pun menjadi sesuatu yang tidak berguna. Saya katakan dengan sebenarnya, segala sesuatu yang saya paparkan mengenai Allah Ta‘ala, kekuatan-kekuatan dan kemampuan-kemampuan yang dimilik—Nya adalah jutaan kali lebih hebat dari itu. Begitu hebatnya sehingga tidak dapat saya uraikan. Merupakan keimanan saya, jika orang-orang Quraisy Mekkah menangkap Rasulullah saw. lalu melemparkan beliau ke dalam api maka api itu sama-sekali dan sama-sekali tidak dapat membakar beliau. Jika ada yang mengingkari hal itu – dengan pertimbangan bahwa tentu api tidak akan kehilangan dampak (potensi) yang dikandungnya – berarti dia itu bejad dan kafir, sebab apabila Allah Ta‘ala telah mengatakan kepada segenap musuh, ―Fakiidunii kaidan – maka lakukanlah segenap makar kalian, Aku pasti akan menyelamatkannya‖ (Hud, 56). Oleh karena itu apabila ada yang beranggapan bahwa kalau beliau dimasukkan ke dalam api maka akan terbakar berarti dia itu kafir. Quran Syarif benar dan janji-janji Allah Ta‘ala pun benar. Jika ada orang kafir yang melakukan taktik dan tipu-saya untuk membunuh beliau saw. maka pasti Allah Ta‘ala akan melindungi beliau saw. dari kemudaratan-kemudaratan mereka, seperti yang telah dilakukan oleh-Nya untuk melindungi beliau saw.. Tidak peduli apakah mereka itu melakukan makar berupa penyaliban atau memasukkan ke dalam api. Ringkasnya, apa pun yang mereka lakukan, akhirnya Muhammad Rasulullah saw. sesuai janji Allah akan terbukti benar seperti yang telah terjadi. Inilah tahap paling agung pengenalan terhadap Allah Ta‘ala, yang ke arahnyalah saya ingin menarik Jemaat saya. Dan saya yakin, insya Allah, pelahan-lahan segala sesuatunya akan berlangsung.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 291). SEMANGAT TABLIGH HADHRAT MASIHJ MASU’UD A.S. ‖Jika saya punya ikhtiar maka saya akan keliling ke rumah-rumah seperti para faqir untuk menyebarkan agama yang benar, dan untuk menyelamatkan manusia dari syirik dan kekufuran yang mematikan itu, yang telah menyebar di dunia. Jika Allah Taala mengajarkan bahasa Inggris kepada saya, maka saya sendiri akan berkeliling dan melakukan perjalanan-pedalanan untuk bertabligh. iDan di dalam pertablighan itu jugalah saya akan menghabiskan hidup saya, tidak peduli walaupun saya akan terbunuh di
jalan itu.‖ (Malfuzat, jilid III, hlm. 291-292).
PENYEBARAN INFORMASI MENGENAI KUBURAN AL-MASIH ‖Saya ingin menerbitkan sebuah selebaran di Eropa dan Negara-negara lainnya, selebaran yang sangat ringkas, berhalaman tipis supaya semua orang membacanya. Kandungannya hanyalah sekedar bahwa kuburan Al-Masih terdapat di Srinagar Kasymir. Dan telah terbukti berdasarkan fakta-fakta yang benar. Jika ada yang ingin mengetahui dan ingin mengenali lebih dalam tentang itu, silahkan menghubungi saya. Selebaran semacam itu saya maksud yang dicetak dalam jumlah besar dan disebarluaskan.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 292).
TIDAK ADA PEMAKSAAN DALAM ISLAM ‖Segala sesuatu yang dilakukan oleh Allah Ta‘ala adalah untuk ta‘lim dan tarbiyat. Dikarenakan zaman kejayaan [Islam] berlangsung lama, dan kekuasaan serta kejayaan Islam bertahan sampai berabad-abad lamanya, serta kemenangan-kemenangan Islam mencapai kawasan-kawasan yang jauh, oleh sebab itu sebagian orang bodoh telah beranggapan bahwa Islam disebarkah melalui pemaksaan, padahal ajaran Islam adalah, ―Laa ikrahaa fid-diin – (tidak ada paksaan dalam agama‖ – Al-Baqarah, 257). Untuk menzahirkan kebenaran ini Islam telah menyebar-luas bukan melalui pemaksaan. Allah Ta‘ala telah menciptakan Khaatamul_Khulafa, dan tugas yang ditetapkan baginya adalah yudha‘ul harb (meniadakan peperangan), dan di sisi lain dikatakan, ―Liyuzhhirahuu ‗alaad- diini kullihii (agar dia mengunggulkanya atas semua agama – Ash-Shaf, 10), yakni dia akan mewujudkan kemenangan Islam atas gamala-agama lain melalui hujjah (argumentasi), dan dia akan meniadakan peperangan. Sungguh sangat keliru orang-orang yang menanti-nanti kedatangan seorang Mahdi pembunuh dan Masih penumpah darah.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 293-294).
MUKJIZAT AGUNG YANG DIBAWA ISLAM ‖Mukjizat Islam yang paling besar dan paling agung, yang tidak ada tandingannya dimana pun adalah kebenaran dania anya. Dari sudut apa pun dia ti...... kecil hati. Segenap kebenaran apa saja terdapat di dalam Islam, .....sempurna dari segala aspek. Islam menangkis serangan-serangan yang dilakukan oleh semua pihak. Dan Islam melakukan serangan kepada pihak-pihak lain sedemikian rupa sehingga tidak dapat dijawab oleh mereka.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 294).
RAHASIA UMUR PANJANG ―Setiap orang menginginkan agar umurnya panjang, namun sangat sedikit orang yang memperhatikan asas-asas serta cara yang mengakibatkan umur manusia menjadi panjang. Salah satu asas yang diberitahukan Quran Syarif adalah, "Wa ammaa maa yanfa'un naasa fa yamkutsu fil ardhi – (adapun yang memberi manfaat kepada manusia maka ia tetap di bumi – Ar-Ra‘d, 18). Yakni, wujud-wujud yang memberi manfaat umur mereka akan panjang. Allah Ta‘ala telah berjanji untuk memanjangkan umur orang-orang yang berguna bagi orang-orang lain. Padahal ada dua sisi syariat. Pertama, ibadah kepada Allah Ta‘ala. Kedua, kepedulian terhadap umat manusia. Namun di sini sisi tersebut yang diambil, yakni hamba yang sempurna adalah yang memberikan manfaat kepada orang-orang lain. Pada sisi pertama, jenjang pertama adalah kecintaan terhadap Allah Ta‘ala dan
Tauhid. Di situ kewajiban manusia adalah menyampaikan manfaat kepada yang lainnya, dan bentuknya adalah: Bimbinglah mereka untuk mencintai Allah dan untuk menegakkan TauhidNya. Seperti yang tertera di dalam ayat: "Wa tawaashau bil haqqi – (dan saling berwasiatlah dengan kebenaran – Al-‗Ashr, 4). Manusia kadang-kadang memahami sendiri suatu permasalahan, namun dia tak sanggup untuk memberi pemahaman kepada orang lain. Oleh karena itu mereka hendaknya berusaha keras dan gigih untuk juga memberi manfaat kepada orang-orang lain. Solidaritas terhadap sesama manusia adalah, melakukan keras-keras, memeras otak, lalu mencari jalan untuk memberi manfaat kepada yang lainnya, sehingga umur pun menjadi panjang. Sebagai padanan ayat, "Wa ammaa maa yanfa'un naasa fa yamkutsu fil ardhi – (adapun yang memberi manfaat kepada manusia maka ia tetap di bumi – Ar-Ra‘d, 18), terdapat sebuah ayat lain yang sebenarnya merupakan jawaban terhadap kebimbangan yang [dipaparkan] ini, yakni kebimbangan bahwa selain 'aabid (hamba), ternyata pihak-pihak lain yang memberi manfaat pun umurnya jauh lebih panjang, sedangkan seorang 'aabid tidak demikian? Saya sudah menjelaskan bahwa seorang baru akan dapat menjadi 'aabid kaamil (hamba sempurna) apabila dia memberi manfaat kepada orang-orang lain. Namun di dalam ayat ini terdapat penjelasan lebih dalam lagi. Ayat yang dimaksud itu adalah: "Qul maa ya'ba-u bikum rabbii lau laa du'aa-ukum – (Katakanlah, ―Tuhan-ku tidak akan akan memperhatikan kamu kalau bukan karena doa kamu: – Al-Furqaan, 78), atau dalam kata lain dapat dikatakan, bahwa Dia memperhatikan para ‗aabid (hamba), bahwa Dia memperhatikan pars 'aabid (hamba). ‗Aabid dan zaahid yang mengenai mereka dikatakan, bahwa mereka hidup di belantara dan di hutan-hutan serta meninggalkan hal-hal yang berkaitan dengan dunia, menurut saya mereka itu lemah dan tak berdaya, sebab keyakinan saya adalah, seseorang yang mencapai tahap ini – yakni dia memperoleh makrifat sempurna tentang Allah dan Rasul-Nya -- dia kapanpun tidak akan bisa berdiam diri. Dengan mabuk di dalam kelezatan dan kenikmatan itu, dia pasti ingin memberitahukannya kepada orang-orang lain.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 294-295).
SETIAP HARI MENDEKATKAN MANUSIA PADA KEMATIAN ‖Semakin manusia tua dia semakin tidak peduli terhadap agama. Itu merupakan tipuan nafsu dan suatu kesalahan besar menganggap bahwa maut (kematian) itu masih jauh. Maut adalah suatu hal yang begitu mutlak sehingga tidak ada yang dapat menghindar darinya dalam bentuk apa pun, dan maut itu semakin dekat dan mendekat. Setiap hari baru membawa maut (kematian) itu semakin lebih dekat. Saya melihat bahwa sebagian orang pada usia-usia muda hati mereka lembut, tetapi pada usia-usia tua telah berubah menjadi keras. Mengapa demikian? Nafs (jiwa) mengecoh bahwa maut (kematian) masih sangat jauh, padahal sudah sngat dekat. Pahamilah bahwa maut (kematian) itu dekat supaya kalian terhindar dari dosa-dosa.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 296). JANGAN PUTUS ASA TERHADAP RAHMAT ALLAH TA’ALA ―Pintu karunia dan kasih-sayang Allah Ta‘ala tidak pernah tertutup. Jika manusia kembali dengan hati yang benar dan dengan tulus maka Dia itu Maha Pengampun dan Maha Penyayang serta Penerima taubat. Beranggapan bahwa dosa-dosa mana pun yang akan Dia maafkan, itu merupakan suatu kelancangan dan sikap kurang-ajar di hadapan Allah Ta‘ala. Khazanah rahmat-Nya sangat luas dan tidak terbatas. Tidak ada kekurangan pada-Nya. Pintu-Nya tidak tertutup bagi siapa pun. Tidak seperti pegawai-pegawai [pemerintah] Inggris, mana pla ada orang yang berpendidikan rendah bisa menjadi pegawai Inggris. Seberapa jauh orang-orang mencapai kedekatan di hadapan Allah, kesemuanya akan memperoleh derajat-derajat tinggi. Ini adalah
janji yang pasti. Sangat malang dan sangat siallah manusia yang putus asa terhadap Allah Ta‘ala, dan yang kembali (bertaubat) kepadanya ketika meregang nyawa dalam keadaan lalai. Memang tidak diragukan lagi, saat itu pintu [taubat] sudah tertutup.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 296-297). ILMU ADALAH NUR SEDANGKAN KEJAHALATAN ADALAH TABIR PENUTUP BESAR ‖Ingatlah, kekeliruan selalu terjadi pada orang jahil (bodoh). Kekeliruan yang terjadi pada setan itu bukanlah ilmu melainkan arena kebodohan (kejahilan). Sebab jika setan memiliki ilmu yang sempurna tentu dia tidak akan keliru. Di dalam Quran Syarif ilmu itu tidak dinyatakan buruk, justru difirmankann: "Innamaa yakhsyallaaha min 'ibaadihil 'ulamaa-u – (―sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya adalah orang-orang yang berilmu‖ – Al-Faathir, 29). Jadi, para penentang saya, bukanlah ilmu yang telah membinasakan mereka melainkan kebodohan (kejahilan). Kepada Rasulullah saw. difirmankan, ―Qul-rabbii zidnii ‗ilmaan – (Katakanlah, ―Ya Tuhanku tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan‖ – Tha Ha, 115). Jadi, jika ilmu itu merupakan sesuatu yang biasa dan kecil maka tentu doa ini tidak akan diajarkan kepada beliau. Kemudian difirmankan: "Man- yu'tal al-hikmata faqad uutiya khairan katsiiraa – (dan barangsiapa yang diberi hikmah, maka sungguh telah diberi kebajikan yang banyak‖ -- (Al Baqarah, 270). Ringkasnya, segala kebaikan terletak pada peraihan ilmu-ilmu yang benar. Sekian banyak orang yang telah masuk Kristen, itu disebabkn oleh kebodohan, sebab jika mereka memiliki ilmu yang sempurna tentu mereka tidak akan mengatakan: "Lau kunnaa nasma'u au na'qilu maa kunnaa fii ash-haabis sa'iir – (dsekiranya kami mendengarkan atau menggunakan akal kami tidaklah kami akan menjadi penghuni api yang menyala-nyala‖ – AlMulk, 11). Orang-orang yang mengatakan bahwa ilmu merupakan tabir penutup besar adalah salah, kebodohanlah yang merupakan tabir penutup besar. Ilmu merupakan nur dan ia tidak mungkin menjadi tabir penghalang besar. Nama Allah adalah ‗Aalim (Maha Mengetahui). Kemudian di dalam Al-Quran tertera, ―Ar-rahmaanu ‗alamal- qur-aan (Yang Maha Pemurah telah mengajarkan Al-Quran‖ – Ar-Rahmaan, 2). Oleh karena itu malaikat berkata, ―Laa ‗ilma lanaa illaa maa ‗alamtanaa (Kami tidak memiliki pengetahuan kecuali apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami‖ – Al- Baqarah, 33). Ringkasnya, ingatlah semua racun terletak pada kebodohan (kejahilan). Kejahilan itu itu benar-benar merupakan suatu maut. Segenap tabib dan dokter serta orang-orang lain yang melakukan kesalahan, itu mereka lakukan karena kekeliruan mereka dari segi ilmu. Para nabi datang membawa ilmu. Ketika kegelapan melanda dunia dan makhluk pun berubah menjadi setan serta tidak ada lagi hubungan dengan Allah Ta‘ala, maka pada saat itu Allah Ta‘ala akan mengutus hamba-Nya untuk melakukan tajdiid (pembaharuan).‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 297-298). (hlm. 298-315)
‖Hendaklah takut terhadap......... lalu.... Hindarkanlah diri dari kemurkaan Allah, sebab.......Namun....... tidak ........... akan datang. Maut (kematian) tidak dapat dihindari. .....dianugerahkan umur yang panjang. Orang-orang yang membatasi hidup mereka untuk makan dan minum, , Allah tidak bertanggung-jawab alas hidup mereka. Maut (kematian) menimbulkan kebahagiaan bagi orang mukmin, sebab maut itu bagai suatu tunggangan yang mengantarkan seseorang kepada sahabatnya. Ada dua hal untuk meraih kedekatan Ilahi. Pertama, keimanan yang sejati. iKedua, amal-
amal salih. Kedua hal ini tidak terdapat dalam agama Kristen. Fondasi iman telah digantikan oleh penebusan dosa. Dan bersamaan dengan itu amal-amal salih pun salih pun menjadi lenyap, sebab sudah tidak diperlukan lagi.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 298 ) .
(263-275) MENGUMPULKAN & MENERBITKAN MIMPI-MIMPI Hadhrat Masih Mau‘ud a.s. bersabda: ―Berbagai orang yang telah melihat mimpi bahwa di Qadian tidak akan berjangkit tha‘un (pes,), mimpi-mimpi hendaknya dikumpulkan lalu diterbitkan.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 275).
(275-280)
KELEZATAN HAKIKI & HIDUP SEDERHANA ‖Kelezatan hakiki terdapat dalam hal ini, yakni manusia memahami Wujud Allah dan mengenai Rasul dengan benar. Manusia hendaknya mencari penghidupan mereka sebatas dapat menjalani hidup alakadarnya, dan jangan mengejar-ngejar banyak sekali keinginan dunia atau pun istri.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 280).
(280-288)
TIGA MACAM SYIRIK ―Syirik ada tiga macam. Pertama, yang umum yaitu penyembahan terhadap berhala, penyembahan terhadap pohon dan sebagainya. Ini adalah jenis yang paling umum dan nyata. Jenis yang kedua adalah bertumpu dengan cara melampaui batas terhadap sarana-sarana – misalnya berkata, ―Jika hal tertentu tidak dilakukan maka saya mati‖ -- ini juga merupakan syirik. Jenis yang ketiga adalah di hadapan Wujud Allah Ta‘ala seseorang itu menganggap wujudnya sendiri sebagai sesuatu yang berarti. Pada masa sekarang ini, di zam,an kecemerlangan dan zaman akal (logika) ini, tidak ada lagi yang tampak melakukan syirik yang nyata-nyata tadi, namun pada zaman kemajuan di bidang materi ini, syirik dalam hal-hal yang menyangkut sarana sudah sangat banyak. Dengan merebaknya wabah pes, tidak ada yang mau berpikiran bahwa wabah itu menyebar sebagai hukuman atas perbuatan-perbuatan [yang dilakukan manusia], dan orang-orang justru menaruh perhatian pada sarana-sarana lain [untuk menghindarkannya].‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 288).
(288-298)
DUA BAGIAN IBADAH
‖Ibadah memiliki dua bagian. Pertama, [rasa] takut manusia terhadap Allah Ta‘ala, sebagaimana layaknya takut [kepada-Nya]. Rasa takut kepada Allah Ta‘ala mermbawa manusia kepada mata air kesucian, dan ruh [manusia] jadi mencair lalu mengalir ke arah Uluhiyyat (Tuhan), dan di dalam dirinya timbul corak ‗ubudiyat (penghambaan) yang hakiki. Bagian kedua dari ibadah ialah, supaya manusia melakukan kecintaan terhadap Tuhan, sebagaimana layaknya mencintai-[Nya]. Untuk itulah difirmankan: 'Wal ladziina aamanuu asyaddu hubbal lillaahi (―orang-orang yang beriman lebih kuat kecintaan mereka kepada Allah‖ – Al-Baqarah, 166), dan menganggap seluruh kecintaan dunia itu tidak abadi, lalu menyatakan bahwa Allah Ta‘ala-lah yang merupakan mahbub haqiqi (Kekasih sejati). Inilah dua hak yang dimintakan oleh Allah Ta‘ala dari manusia bekenaan dengan-Nya. Untuk memenuhi kedua hak ini memangsegala macam ibadah mengandung suatu corak di dalamnya. Namun Islam telah menetapkan dua bentuk ibadah untuk itu [yakni shalat dan haji; kelanjutan artikel ini - pent.]. Takut dan cinta merupakan dua perkara yang secara zahirnya tampak tidak mungkin dapat bersatu. Yakni orang yang takut kepada seseorang tertentu, bagaimana mungkin dia dapat mencintainya? Akan tetapi takut dan cinta terhadap Allah Ta‘ala memiliki warna (corak) tersendiri. Sejauh mana manusia maju dalam hal takut kepada Allah, sejauh itu pulalah cinta a akan tumbuh. Dan sejauh mana maju dalam hal cinta terhadap Allah, sejauh itu pula takut kepada Allah akan mendominasi, lalu membangkitkan rasa benci terhadap kejahatan dan keburukan-keburukan, sehingga membawanya kepada kesucian.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 298-299). (299-302)
ALAM MIMPI YANG MENAKJUBKAN DPada tanggal 13 Oktober 1902, seperti biasa Hadhrat Masih Mau‘ud a.s. jalan-jalan. Beberapa orang menceritakan mimpi merek masing-masing. Hadhrat Masih Mau‘ud a.s. bersabda: ―Di kalangan kebatilan tengah berlangsung persiapan-persiapan untuk beralih menuju kebanaran. Gambaran tentang itu diperlihatkan. Rukya (mimpi)adalah suatu alam yang menakjubkan. Hal-hal yang tidak ada, ditampilkan dalam bentuk wujud yang diperlihatkan adalah wujud dari benda-benda yang tidak ada, sedangkan benda-benda yang ada ditampakkan dalam bentuk kosong. Terdapat berbagai macam perubahan yang mengabaikan umat (bangsabangsa) lainnya. Mereka beranggapan bahwa pemenuhan janji-janji Tuhan itu berlangsung di dunia ini saja, dan mereka tidak tahu-menahu tentang kiamat, serta banyak sekali yang mengingkarinya.‖ (Malfuzat, jild. III, hlm. 302-303).
(303-306) GOLONGAN WUJUDI DAN PENYEMBAH BERHALA Para penyembah berhala pun – seperti halnya orang-orang Wujudi (penganut fahan Wihdatul Wujud) – menganggap berhala-berhala mereka sebagai perwujudan [Tuhan]. Quran Syarif menentang paham itu. Di bagian permulaan saja ia sudah mengatakan, "Alhamdulillaahi rabbil ‗aalamiin" (segala puji bagi Allah Tuhan seluruh alam). Jika tidak ada perbedaan antara makhluk (yang diciptakan) dan Khaliq (Pencipta) dan bahwa keduanya adalah sama dan satu, maka tentu tidak harus dikatakan ―Rabbul ‗aalamiin‖ (Tuhan seluruh alam). Alam itu tidak termasuk dalam sosok Allah Ta‘ala, sebab arti ‗alam adalah ......yu‘lamu bihii (sesuatu yang diketahui), sedangkan bagi Allah Ta‘ala dikatakan, ―Laa tudrikuhul abshara (penglihatan tidak dapat mencapai-Nya – Al-An‘am, 104).
Mereka mengatakan bahwa benda-benda yang berwujud ini merupakan ‗ainullah. Quran Syarif tidak ada membahas tentang 'ain dan ghair. Mereka mengaitkannya pada [perkataan] Muhyiddiin ibnu Arabi. Yakni, beliau menuliskan: "Alhamdulillaahil ladziy halaqal asyiaa-a wa huwa ‗ainuhaahaaa‖. Itu memang benar. Allah Ta‘ala berfirman, ―Wa laa taqfu maa laisa laka bihi ‗ilmun (dan janganlah engkau turut apa-apa yang engkau tidak memiliki ilmu mengenainya - (Banif Israil:37). Tatkala manusia tidak tahu sedikit pun, maka katakanlah, apa lagi yang dapat disebut ghaib? Ini merupakan suatu hal yang mutlak, bahwa sifat-sifat suatu benda itu – tidak peduli ke mana pun ia pergi – air jika kalian bawa ke London akhirnya ia tetap saja air. Apabila benar bahwa manusia itu merupakan Tuhan maka sifat-sifat Tuhan tidak boleh terlepas dari manusia, tidak peduli dalam keadaan bagaimana pun. Dengan terjadinya perubahan maka sifat-sifatnya pun hilang. Kelanggengan wujud sesuatu benda beriringan dengan sifat-sifatnya. Jika pada setangkai bunga tidak ada lagi sifat-sifat bunga maka bagaimana mungkin ia itu merupakan bunga? Jadi, jika manusia merupakan Tuhan maka tentu sifat-sifat Tuhan harus ada pada diri manusia. Jika tidak ada sifat-sifat Tuhan maka kebodohanlah yang telah menjadikannya sebagai Tuhan. Manusia terus menerus dalam berbagai macam musibah dan kesulitan-kesulitan. Manusia mengalami penderitaan-penderitaan. mereka berusaha mati-matian sehingga tidak tahu lagi apa yang dikerjakan. Terdapat ribuan kehendak dan keinginan yang tidak kunjung terpenuhi. Apakah seperti itu juga halnya kehendak Allah Ta‘ala? Yakni, tidak terpenuhi? Mengenai-Nya justru dikatakan, "Idzaa araada syai-an an- yaquula lahuu kun fayakuun (apabila Dia menghendaki sesuatu Dia berfirman kepadanya, ―Jadilah‖ maka jadilah ia‖ – Ya Sin, 83). Dari itu diketahui dengan jelas bahwa sesuatu yang menimbulkan kegagalan dalam kehendak-kehendak manusia adalah suatu Wujud yang terpisah dan sangat kuat. Jika keduanya (manusia dan Tuhan) sama maka kegagalan itu tentu tidak akan timbul. Hal-hal semacam itu jelas bertentangan dengan ajaran Quran Syarif. Dan pada pandangan Allah Ta‘ala, itu merupakan kelancangan-kelancangan yang berbahaya. Mengetengahkan kritikan semacam ini -- yakni bahwa dari mana dunia ini diciptakan? -adalah kelancangan. Tatkala Allah Ta‘ala itu telah diakui sebagai Maha Kuasa, mengapa mengapa kritikan-kritikan semacam itu dilakukan? Orang-orang Arya juga sering melontarkan kritikan-kritikan semacam itu. Mereka ingin mengukur Allah Ta‘ala dengan ukuran kekuatan serta kemampuan mereka. Kemudian, lihatlah para tokoh sufi besar dari kalangan Wujudi ini ternyata telah dan masih saja meninggal dunia. Kalau mereka itu Tuhan, maka seharusnya pada saat itu mereka memperlihatkan kehebatan mereka sebagai Tuhan, bukannya roboh menyerahkan nyawa seperti manusia yang tidak berdaya. Ingatlah, hal yang baik bagi manusia adalah tidak mencampuri urusan-urusan Allah Ta‘ala, melainkan mengakui kedudukannya sebagai hamba. Keimanan dan keyakinan saya adalah, terdapat suatu Wujud Yang Maha Kuat yang mengatur kita. Ke mana saja Dia mau akan Dima bawa ke sana. Dia-lah Khaaliq (Maha Pencipta) dan kita adalah makhluq (yang diciptakan). Dia Hayyul-Qayyum (Yang Maha Hidup dan Maha Mandiri) sedangkan kita adalah makhluk yang tak berdaya. Di dalam Quran Syarif terdapat kisah tentang Hadhrat Sulaiman dan Bilqis, yakni ia (Bilqis) melihat [bentangan] air lalu ia mengangkat kainnya. Ditu pelajaran jugalah yang diberikan Hadhrat Sulaiman kepada perempuan itu. Ratu itu sebenarnya seorang penyembah matahari. Dengan cara itu Hadhrat Sulaiman memberi pelajaran kepadanya bahwa sebagaimana aitr mengalir di bawah [lantai] kaca, sebenarnya yang ada di atas [air] adalah kaca. Demikian pula terdapat suatu Kekuatan yang Maha kuat yang memberikan cahaya dan sinar kepada matahari. Kritikan yang dilontarkan bahwa Quran Syarif datang untuk menghapuskan ghairiyyat (unsur-unsur selain Tuhan), ternyata para Wujudi ini tidak memahaminya. Quran Syarif menegakkan suatu kesatuan umum di kalangan umat Islam, bukannya menciptakan suatu kesatuan secara substansial antara makhluk (yang diciptakan) dengan Khaaliq (Pencipta). Manusia itu mencintai dosa, lalu bagaimana mungkin manusia dapat menjadi Tuhan?
Orang-orang Wujudi mengatakan, ―Kalian telah berbuat benar mengenai ghairiyyat.‖ Kita mengatakan, itu tidak benar. Kita mengakui adanya makhluk (hasil ciptaan), bukannya kta memaparkan suatu Tuhan yang lain. Dan kita mengakui makhluk yang sepenuhnya dikuasai oleh Allah Ta‘ala, sebab Dia itu adalah Tuhan Yang Maha Hidup dan Maha Mandiri (HayyulQayyum). Melalui topangan-Nyalah kehidupan ini berlangsung. Kedudukan Allah Ta‘ala sebagai Yang Maha Hidup dan Maha Mandiri tidaklah seperti pembuat bangunan. Yakni suatu bangunan tidak membutuhkan si pembuat bangunan untuk hidup bersamanya, yakni jika si pembuat bangunan mati maka dengan kematiannya itu bangunan tersebut tidak akan mengalami kerugian apa-apa, melainkan dalam bentuk apa pun makhluk tidak akan terlepas dari dukungan Allah Ta‘ala. Justru Dia itu merupakan sarana inti yang menimbulkan kehidupan dan kelanggengan bagi makhluk. Kita sama sekali tidak mau berdebat soal ‗ain (inti) maupun ghair. Quran Syarif tidak pernah menggunakan istilah-istilah itu. Yang diterangkan oleh Al-Quran adalah hubungan-hubungan antara Khaaliq (Pencipta) dengan para makhluk (yang diciptakan). Keluar dari itu adalah suatu kelancangan dan tidak etis. Sebelum Syekh Muhyiddiin ibnu ‗Arabi tidak ada yang wihdatul wujud. Ya, yang ada adalah wihdatusy- syuhud, yakni dalam menyaksikan Allah Ta‘ala seorang insan memahami dirinya sendiri sebagai sesuatu yang tidak ada. .... Para wujudi melewati batas itu lalu melakukamn hal-hal yang dikatakan oleh dokter dan para filsuf bahwa mereka telah menjadi bagian dari Tuhan. Di sini tampak bahwa para penganut paham wihdatul wujud ini umumnya menghalalkan semua yang diharamkan. Mereka sama-sekali tidak peduli soal shalat dan puasa. Sampai-sampai mereka juga menjalin hubungan dengan para pelacur. Mereka tidak mau menahan diri. Hakikat syuhud adalah seperti besi yang dimasukkan ke dalam api. Besi itu menjadi panas sedemikian rupa sehingga jadi seperti api. Pada waktu itu walau pun padanya terdapat sifatsifat api, tetapi tetap saja kita tidak dapat mengatakannya api. Demikian pula seseorang yang menjalin hubungan kuat dan mendalam dengan Allah Ta‘ala dan mencapai derajat fanafillaah, maka kadang-kadang pada dirinya berlaku mukjizatmukjizat luar biasa, yang mengandung penampakkan semacam potensi kekuasaan-kekuasaan Ilahi. Orang-orang – karena kesalahpahaman dan lemahnya pemahaman mereka – menganggap orang itu sebagai Tuhan Dalam kondisi syuhud banyak hal yang berlangsung sesuai kehendak mereka. Misalnya Allah Ta‘ala telah menyatakan perbuatan-perbuatan Rasulullah saw. sebagai perbuatan-Nya, dan kepada beliau saw. dikatakan, ―Al-yauma akmaltu lakum diinakum (pada hari ini telah Aku sempurnakan bagi kamu agama kamu – Al-Maidah 4) dan ―Idzaa jaa-an-nashrullaahi (apabila datang pertolongan Allah – An-Nashr, 2).‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 306-308).
SUNAH MENCERITAKAN MIMPI PADA PAGI HARI Pada tanggal 4 Agustud 1902, setelah maghrib Hadhrat Masih Mau‘ud a.s. seperti biasanya datang, dan para khuddam mengitari beliau. Seorang pemuda mengutarakan bahwa dia ingin menceritakan tentang mimpinya. Beliau a.s. bersabda: ―Ceritakanlah besok pagi. Cara yang masnun (sunnah) adalah demikian. Rasulullah saw. pun memperdengarkan mimpi pada pagi hari‖ (Malfuzat jld.III, hlm. 309).
(309-312)
TIGA BAGIAN AGAMA ―Hanya Islam sajalah suatu agama yang dapat sukses (berhasil) di setiap arena, sebab agama memiliki tiga bagian. Pertama pengenalan akan Tuhan, kedua hubungan dengan sesama makhluk, ketiga hak-hak-Nya dan hak-hak diri sendiri. Sedemikian banyak banyak
agama-agama yang ada saat ini, selain Islam yang kita tampilkan, kesemuanya telah melampau batas. Nah, hanya Islamlah yang akan berhasil,‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 312).
YANG DAPAT MEMAJUKAN ISLAM ADALAH YG DAPAT MEMBUKTIKAN KEWAFATAN ISA ALMASIH ‖Para penentang kita, apalah yang dapat mereka paparkan tentang Islam, sedangkan mereka sendiri tidak mengakui keindahan-keindahan Islam. Pertama-tama, Islam dengan begitu hebat telah menegakkan Tauhid Allah Ta'ala. Tetapi tatkala [mereka] ini membangun sifatsifat ketuhanan di dalam [diri] Al-Masih dan mempercayainya, maka mana lagi ada tersisa Tauhid? Kemudian, berkat-berkat merupakan kebangaan Islam, akan tetapi orang-orang ini pun mengingkarinya. Jika sekedar memaparkan kish-kish terdahulu, orang-orang dahulu pun dapat melakukannya. Islam adalah bagaikan buah yang segar, yang dengan memakannya akan terasa kelezatan dan kegembiraan, Namun kini kondisi yang ingin diciptakan oleh orang-orang ini adalah bagaikan suatu buah yang telah busuk, yang baunya membuat pikiran kita tidak menentu. Allah Ta‘ala sesuai dengan janji-Nya, telah memelihara Islam tetap segar, dan oleh karena itulah, kecuali kami tidak ada lainnya yang dapat memaparkannya. Zaman sekarang yang dapat mensukseskan (memajukan) Islam hanyalah ia yang memberikan uraian-uraian sehingga mengantarkan Al-Masih ke kubur.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 313).
(313-315)
BAIAT DAN TUJUAN YANG SEBENARNYA Pada tanggal 19 Agustus 1902 beberapa orang dari Kapurtala baiat di tangan Hadhrat Masih Mau‘ud a.s.. Seseorang di antara mereka mengutarakan keinginannya untuk meraih ziarat (perjumpaan) dengan Rasulullah saw., dan ia meminta petunjuk dari Hadhrat Masih Mau‘ud a.s.. Beliau a.s. menjelaskan. ―Lihat, anda telah melakukan baiat kepada saya. Barangsiapa yang telah masuk di dalam baiat penting baginya untuk memperhatikan tujuan-tujuan baiat. Masalah supaya meraih ziarat (perjumpaan) Rasulullah adalah jauh dari maksud dan tujuan yang sebenarnya. Ini sama s ekali hendaknya jangan dijadikan sebagai tujuan utama manusia. Di dalam Quran Syarif ini pun tidak ditetapkan sebagai tujuan yang sebenarnya. Justru telah dikatakan, ―Inkuntum tuhibbunallaaha fattabi-‗uunii yuhbibkumullaah (jika kalian mencintai Allah maka ikutilah aku, Allah pun akan mencintai kalian – Aali ‗Imran, 32). Maksud yang hakiki adalah mengikuti Rasulullah saw. dengan sebenarnya. Apabila manusia mabuk (tenggelam) dalam mengikuti beliau maka bisa saja terjadi demikian. Banrbenar dapat juga terjadi ziarat (perjumpaan). Seperti halnya seorang tuan-rumah mengundang seseorang maka dia menghidangkan makanan yang enak. Namun dengan makanan-makanan itu dia juga membawa alas meja. Tangan pun dibasuh, padahal tujuan yang sebenarnya adalah makanan. Demikian pula orang yang dengan sebenarnya mengikuti Rasulullah saw. dan menjadikan hal itu sebagai tujuannya, mungkin saja suatu saat akan terjadi ziarat (perjumpaan) dengan beliau. Lihatlah, banyak sekali orang yang datang ke sini untuk baiat. Mereka melihat saya, akan tetapi di dalam diri mereka tidak terjadi perubahan yang merupakan tujuan utama [baiat kepada] saya dan yang untuknyalah saya telah diutus, tidak ada manfaat yang mereka raih dengan melihat saya. Demikian pula, sangat malanglah orang itu di pandangan Allah Ta‘ala dan sedikit pun tidak
dihargai di sisi Allah Ta‘ala, yaitu orang yang walaupun dia telah memperoleh ziarat (perjumpaan) seluruh para nabi ‗alaihimus-salam, namun di dalam hatinya tidak ada keikhlsan, kesetiaan sejati, keimanan hakiki terhadap Allah Ta‘ala dan rasa takut kepada Allah serta takwa. Jadi, ingatlah bahwa ziarat-ziarat I semata tidak ada gunanya. Doa pertama yang telah diajarkan oleh Allah Ta‘ala adalah, ― Ihdinash shiraathal mustaqiim, shiraathal ladziina an‘amta 'alaihim – (Tunjukkanlah kami jalan yang lurus, jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat atas mereka – Al-Fatihah, 6-7). Jika maksud utama Allah Ta‘ala adalah ziarat (perjumpaan) maka sebagai pengganti ihdinaa (tunjukkanlah kami) Dia tentu seharusnya mengajarkan doa, "Arinaa suwral ladziina an'amta ‗alaihim (perlihatkanlah rupa orangorang yang telah Engkau beri nikmat atas mereka),‖ Dan ternyata hal itu tidak dilakukan. Lihatlah kehidupan nyata Rasulullah saw.. Beliau tidak pernah berkeinginan supaya beliau memperoleh ziarat (perjumpaan) dengan Ibrahim a.s., walau pun di dalam mikraj beliau saw. telah berjumpa dengan semua nabi. Jadi, hendaknya hal itu jangan dijadikan tujuan utama. Tujuan yang hakiki adalah mengikuti [Rasulullah saw.] dengan sebenarnya.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 315-316).
DEFINISI UANG SUAP ‖Menurut saya definisi definisi riswat (uang suap) adalah memberikan sesuatu yang menguntungkan, untuk menekan hak-hak seseorang atau untuk menekan hak-hak pemerintah secara tidak sah. Namun di dalam kondisi dimana hal itu tidak menimbulkan kerugian pada pihak lain dan tidak melenyapkan hak orang lain, serta memberikan sesuatu hanya sematamata supaya hak-hak kita terpelihara, maka hal itu tidaklah mengapa, dan itu bukan riswat (suap), melainkan tamsilnya (perumpamaannya) adalah seperti jika kita di tengah jalan berpapasan dengan seekor anjing, maka supaya kita selamat dari tempat itu kita memberikan kepadanya sekerat roti, sehingga kita terhindar dari bahaya yang ditimbulkannya.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 317).
(317-319)
HUBUNGAN DENGAN PEMERINTAH & PERSAUDARAAN rChaudry Abdullah Khan Sahib, Namberdar Bahawalpur, bertanya: ―Bagaimana seharusnya sikap kita terhadap pemerintah dan persaudaraan?‖ Hadhrar Masih Mau‘ud a.s. menjelaskan: ―Ajaran saya adalah, bersikap baiklah terhadap semua orang. Hendaknya taatlah kepada pemerintah secara benar, sebab pemerintah melindungi, jiwa dan harta, menjadi aman melalui pemerintah. Dan bersikap baik jugalah terhadap persaudaraan, sebab persaudaraan itu juga merupakan hak-hak [yang harus dilaksanakan]. Orang-orang yang bukan muttaqi (bertakwa) dan yang terbelenggu dalam bid‘ah dan syirik serta menentang saya, janganlah shalat di belakanag mereka, namun kita hendaknya tetap bersikap baik terhadap mereka. Ajaran saya adalah bersikap baiklah terhadap setiap orang. Seseorang yang tidak dapat berbuat baik terhadap orang lain di dunia ini, maka apa pahala yang akan dia peroleh di akhirat? Oleh karena itu hendaknya bersikap baiklah terhadap semua orang. Ya, dalam masalah-masalah agama hendaknya kaliana menyelamatkan diri kalian. Sebagaimana seorang dokter memeriksa dan mengobati setiap pasien – tidak peduli apakah itu orang Hindu, Kristen, atau siapa saja – maka demikian pula hendaknya kalian memperhatikan asas-asas yang umum sepert itu dalam berbuat baik. Jika ada orang yang mengatakan bahwa di masa Rasulullah saw/ orang-orang kafir telah dibunuh, maka jawabannya adalah bahwa orang-orang itu merupakan pihak yang berbuat
kejahatan terhadap orang-orang Islam. Berdasarkan sikap mereka yang jahat dan selalu berusaha menimbulkan penderitaan serta membunuh tanpa alasan, hukuman yang diberikan kepada mereka adalah karena kejahatan mereka. Sekedar ingkar secara sederhana dan tidak dibarengi oleh kejahatan serta sikap yang menimbulkan penderitaan-penderitaan, hal itu tidaklah menimbulkan azab di dunia ini.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 319-320).
LARANGAN MELAKUKAN RISWAT (SUAP) Janganlah sama sekali memberikan riswat (suap), itu adalah dosa besar. namun saya mendefinisikan riswat itu sebagai berikut, yakni sesuatu yang menghilangkan hak-hak orang pemerintah atau hak-hak orang lainnya. Saya sangat melarang hal itu. Namun memberikan sesuatu pemberian atau hadiah bukan dengan tujuan supaya hak-hak seseorang disingkirkan, melainkan bertujuan supaya haknya sendiri menjadi terpelihara dari hal-hal yang buruk, maka menurut saya hal itu tidak dilarang, dan saya tidak menyebutnya sebagai riswat (suap). Syariat tidak melarang upaya menghindarkan dirti dari keaniayaan seseorang. Justru diperintahkan, ―Laa tulhikum bi-aydikum ilat tahlukah (janganlah jerumuskan diri kalian dengan tangan kalian ke dalam kebinasaan – Al-Baqarah, 196).‖ (Malfuzat, jlid III, hlm. 320).
PERHATIAN KE ARAH SHALAT Nawab Khan Sahib, seorang Jasirdaar dari Malirkottlah, menceritakan bahwa seseorang yang mengemukakan keinginan-keinginannya, dan dia berharap dengan hal itu dia akan dapat memberikan perhatian ke arah shalat. Mengenai hal itu Hadhrat Masih Mau‘ud a.s. bersabda: ―Mengapa orang-orang ini membuat persyaratan demikian terhadap Allah Ta‘ala? Pertama-tama mereka hendaknya berusaha sendiri. Di dalam Al-Quran yang tampil terlebih dulu adalah, ―Iyyaka na‘budu (hanya kepada Engkaulah kami menyembah). ......... seseorang hendaklah ....... Allah Taala........ jika mereka sendiri mau berusaha maka mereka dapat menetap di sini (Qadian) sampai ......bulan. Allah berfirman, ―Kuunu ma-a shaadiqiin (hidup bergaullah bersama orang-orang shadiq – At-Taubah 119). Di sini mereka akan menyaksikan orang-orang yang mengerjakan shalat, dan mereka akan mendengarkan [halhal yang berkaitan dengan itu]. Allah Ta‘ala itu Ghaniy (Maha Kaya/Maha Berkecukupan). Jika seluruh dunia tidak menyembah kepada-Nya Dia tidak peduli. Jika ribuan maut (kematian) dijalani oleh manusia barulah dapat membuat Allah Ta‘ala ridha. Jangan kalian menguji Allah Ta‘ala, itu bukan cara yang baik.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 320-321).
DUA MACAM HADITS iHadits-hadits terdiri dari dua macam, pertama adalah hadits-hadits yang secara jelas, tanpa penakwilan mendukung dan menyokong saya. Misalnyatu Hadit s-hadit s t erdir i dar i dua macam. Pertama, adalah hadits-hadits yang secara jelas, t anpa pena'wilan, ine ndu ku ng da n me nyo ko ng s a ya. Misalnya: "Imamukum minkum" itu" (imam kamu dari antara kamu), Fa-ammakum minkum" (maka imam kamu dari antara kamu), "La mahdii ills 'isaa" (tidak ada Mahdi kecuali Isa), dan sebagainya. Kedua, adalah yang memaparkan hal-hal yang menentang saya. Sebagian di antara hadits-hadits ini adalah, dengan sedikit saja memberikan perhatian ke arahnya makan kandungan dan maknanya akan menjadi sesuai terhadap saya, dan sebagian lagi ada yang sama sekali telah menyimpang dan berubah serta bertentangan dengan kandungan Quran Syarif. Saya menolak hadits-hadits seperti itu. Suara Allah Taala selalu datang, namun suara orang-orang mati tidak. Kalau ada suara
orang mati tertentu yang datang maka itu atas pengetahuan Allah, yakni Allah Ta‘ala memberikan suatu kabar mengenainya. Sebenarnya, siapa saja – baik itu seorang nabi atau shiddiq -- konsisinya adalah ....... Allah Ta‘ala membentangkan suatu tabir di antara mereka dengan sanak-keluarga. Semua hubungan menjadi terputus, oleh karena itu difirmankan, ―Fa laa ansaaba bainahum (maka tidak ada pertalian nasab di antara mereka – Al Mu‘minun, 102). Kisah Ashhabul Kahfi tidak menjadi halangan bagi saya. Jika Allah Ta‘ala menidurkan mereka lalu membangunkan mereka kembali, tidak ada ruginya bagi saya. Hal itu tidak ada hubungannya dengan kwafatan Masih. Kata ruqud (tidur) tidak ada ditujukan terhadap AlMasih‖. (Malfuzat, jld. III, hlm. 321). (hlm. 322-325)
BERPELUKAN DENGAN PENENTANG Sebelum shalat Zhuhur ditanyakan kepada Hadhrat Masih Mau‘ud a.s., ―Apakah dibenarkan untuk makan dan berpelukan dengan orang-orang Kristen?‖ Hadhrat Msih Mau‘ud a.s. menjelaskan: ‖Menurut saya sama sekali tidak dibenarkan, itu bertentangan dengan ghairat keimanan. Orang-orang itu melontarkan caci-makian terhadap Nabi kita saw., lalu kita berpelukan dengan mereka? Quran Syarif telah melarang untuk ikut duduk di dalam pertemuan-pertemuan yang sedang berlangsung olok-olokkan terhadap Allah dan Rasul-Nya. Kemudian lagi, orang-orang ini adalah pemakan babi. Bagaimana mungkin...........
QURAN, SUNNAH, DAN HADITS Mlv. Abdullah Cakralwi mengatakan, ―Hadits tidak ada gunanya sedikit pun, bahkan membaca hadits adalah bagai anjing yang menjilati tulang. Dan derajat Rasulullah saw. tidak lebih dari seorang pesuruh yang membawa surat perintah dari penguasa.‖ Menanggapi hal itu Hadhrat Masih Mau‘ud a.s. bersabda: ‖Berkata seperti itu suatu kekufuran. Itu sangat menghina Rasulullah saw..Janganlah memandang rendah hadits-hadits seperti itu. Orang-orang kafir saja mengingat mantera-mantera berhala mereka, lalu mengapa orang-orang Islam tidak mengingat sabdasabda Rasul mereka? Orang yang pertama kali memahami Quran Syarif adalah Rasulullah saw., dan beliau saw. mengamalkan apa yang beliau pahami itu, dan beliau saw. juga mengimbau yang lainnya agar mengamalkan. Itulah sunnah, dan itulah yang dinamakan bentuk pengamalan. Belakangan barulah para tokoh agama dengan bekerja keras serta melalui upaya gigih telah menuliskan sunnah itu dalam kata-kata srta mengumpulkannya. Mereka telah melakukan penelitian serta penelaahan mengenai itu, itulah yang dinamakan hadits. Lihat, betapa hebatnya kerja keras yang telah dilakukan oleh [Imam] Bukhari dan Muslim. Mereka bukannya menuliskan hal-hal yang menyangkut bapak dan kakek-kakek mereka, melainkan sejauh ikhtiar yang mereka miliki, dengan mempertimbangkan keshahihan dan kebenaran riwayat, mereka telah mengumpulkan sabda-sabda dan perbuatan Rasulullah saw., yakni sunnah. Dengan membaca kebanyakan j hadits, misalnya Bukhari, dengan jelas dapat diketahui bahwa di dalamnya terdapat berkat dan nur. Hal itu membuktikan bahwa sabda-sabda itu memang bersal dari mulut Rasulullah saw., misalnya hadits ―Imaamukum minkum‖ (imam kamu dari antara kamu), betapa dengan jelas menzahirkan bahwa Al-Masih [Mau‘ud] akan berasal dari antara kalian. Dan itu merupakan penolakan terhadap paham orang-orang Kristen, sebab orang-orang Kristen membanggakan diri bahwa Isa akan datang kembali serta akan memajukan agama Kristen. Namun, Rasulullah saw. bersabda bahwa beliau telah melihat Isa di langit di antara
mereka yang sudah wafat. Kemudian beliau saw. bersabda bahwa Al-masih yang akan datang itu adalah, ―Imaamukum minkum‖ (imam kamu dari antara kamu).‖ Ringkasnya, janganlah melontarkan kata-kata seperti itu terhadap hadits-hadits. Ya, dalam hal ini jangan pula terlalu berlebihan, yakni menganggap hadits-hadits lebih tinggi daripada Al-Quran dan Sunnah, melainkan apa saja yang diuraikan di dalam hadits – dan bersesuaian dengan Al-Quran dan Sunnah – maka itu hendaknya dipercayai, sebab ketika kitab-kitab hadits masih belum ada pada masa dahulu, tetap saja orang-orang sudah melaksanakan shalat pada saat itu serta mengamalkan syariat-syariat Islam. Jadi, sesudah AlQuran adalah Sunnah, dan kemudian hadits, yaitu yang bersesuaian dengan Quran dan sunnah. Maulvi Muhammad Hushshain [Batalwi] telah menjelaskan di dalam risalah ‗Isyaa‘atus, yakni orang-orang yang menerima wahyu dan ilham dari Allah, mereka dapat memeriksa keshahihan hadits-hadits secara langsung dengan care tersebut. Kadang-kadang suatu hadits dinyatakan tidak shahih berdasarkan kaidah-kaidah ilmu hadits, sedangkan menurut mereka hadits itu shahih, sebaliknya sebuah hadits yang dinyatakan shahih, menurut mereka tidak shahih. Ringkasnya, Quran, Sunnah, dan hadits adalah tiga hal yang berbeda.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 326-327). (327-335) Harts Saja Tidak Dapat Menimbulkan Ketenteraman Adalah keliru bahwa melalui harta dapat timbul kztenteraman. Melalui h a r t a s a j a , t id a k ~ d a p a t t i m b u l ketenteraman. Jika ada harta, tetapi kesehatan buruk, misalnya lambung sakit, maka apakah itu merupakan suatu kehidupan surga? Dan it u diketahui bahwa harta juga tidak dapat memberi ketenteraman. Hal yang sebenamya adalah, orang yang menjalin hubungan dengan Allah, dialah yang . dari segala segi memiliki kehidupan surgawi. Sebab, Allah itu Mahakuasa untuk menjauhkan bala-bencana dan musibah-musibah, Berta untuk menghindarkan kerugiankerugian di bidang harta. Atau, bala musibah itu tetap muncul, tetapi Dia m e n g a n u g e r a h k a n k e k u a t a n d a n semangat sedemikian rupa sehingga orang tersebut dapat menghadapinya secara penuh. S e k ia n ba n ya k s a r a na ya ng penfing bagi kesehatan manusia, sarana sarana it u tetap ticlak dimiliki oleh seorang raja sekali pun. Justru, semua itu berada di dalam satu tangan, yaitu di tangan Raja bagi sekalian raja (Allah Taala). Kepada siapa saja yang Dia kehendaki, akan Dia berikan sarana sarana tersebut. Sebagian orang tampak bahwa mereka memiliki banyak uang. Namun, mereka lumpuh dan menderit a sakit parch. Kehidupan ini terasa sangat pahit b a g i m e r e k a . J a d i , r a t u s a n j u t s penderitaan yang dialami manusia, siapa yang menanggulanginya? Dan kalau pun ada kedukaan, maka siapa yang dapat menganuger ahkan kesabar an yang tinggi? Hanya Allah yang dapat menganugerahkannya. Ke s a bar a n ju ga me r u pa ka n sesuatu yang bernilai tinggi. Yaitu yang t ida k me mber i kesempat an kepada kedukaan untuk datang menyelubungi pads scat-'scat terjadi bala-bencana dan musibah-musibah. Sebagian orang kaya adalah demikian, yakni pads waktu sehat walafiat mereka sangat sombong dan takabur. Dan sedikit saja memperoleh penderitaan maka mereka menjerit-jerit seperti anak kecil. Sekarang, siapa yang dapat kita sebutkan tidak pernah mengalami peristiwa-peristiwa seperti itu? Serta p a r s k e n a l a n y a n g t i d a k p e r n a h mengalami kedukaan? Tidak ada satu Hama pun yang dapat kita sebutkan. Siapa yang dapat meraih kehidupan surgawi ini? Hanyalah dia yang memperolelifadhl/karunia dari Allah. Oleh karena itu ini merupakan suatu kekeliruan, yakni dengan sekedar melihat kain putih bersih milik seseorang lalu dikatakan bahwa dia rnenjalani kehidupan surgawi. Datajigilah orang itu dan tanyakan, maka kalian akan tabu berapa banyak petaka yang akan dia ceritakan. Dengan sekedar melihat kain…………..
………? Mengenai itulah Dia berfirman bahwa Dia membinasakan mereka lalu juga tidak akan peduli terhadap anakketurunan mereka. Dari itu diketahui bahwa seorang muttaqi clan saleh yang m e n i n g g e l c l u n i a , m a k a a n a k keturunannya akan dipedulikan oleh Allah. S e ba g a i m a na ha l it u d a p a t diketahui melalui ayat ini: "Wa kaana a bu uhu ma a sh aal l h an - - [ s ed a ng ayahnya adalah seorang yang saleh]" (Al-Kahfi:83). Kebaikan dan kesalehan ayah anak it u yang t elah me mbuat Khaidir dan Musa yang merupakan rasul yang tegar itu sebagai tukang, untuk memperbaiki dinding - mereka [yang r u bu h] . D ar i it u d ik et a hu i bet apa tingginya derajat orang tersebut. Allah Taala tidak menyinggung tentang anak-anak itu. Dikarenakan Dia merupakan Sattaar (Naha Penyelubung), oleh sebab itu berdasarkan aspek penyelubungan dan karena memang unt uk memaparkan kemuliaan sang ayah, maka tidak dipaparkan tentang anak-anak tersebut. Di dalam kitab-kitab terdahulu juga terdapat keterangan semacam itu, yakni dipelihara sampai tujuh keturunan. Hz.Daud a.s. bersabda: "Saya t idak pernah melihat anak-keturunan orang mu t t a q i me ng e m i s - ng e m i s m i nt a makanan." Ringkasnya, kebahagiaan merupakan rezeki dari Allah, yang tidak diperoleh orangorang lain [kecuali pars harnba-Nya]. (Malfuzhat, Add. Nazir Isvlaat, London, 1984,, jld.3, h.335-336 / MI 31.01.2001).
(336-342) Tiga Jalan Untuk Mengetahui Kebenaran Sejauh yang terpikir oleh saya, a d a t ig a j a l a n u nt u k me ng e t a hu i kebenaran. Pertama, nas-nas Quran dan Hadits. Kedua, akal. Dan ketiga, dukungan-dukungan Allah Taala. SiAobL s a j a y a n g m a u , s i l a h k a n m i n t a pembuktiannya pads saya dari ketiga sarana ini. Namun, mintalah sebagai insan, bukan dengan cara biadab. Saya mengundang semua pihak, w a l a u s e t i a p h a r i n y a h a r u s mengeluarkan biaya seratus rupis sekali pun. Namun, minta/tanyakanlah dengan cara yang manusiawi. Sekarang, orang-orang banyak yang bersikap menjauh. Tidak mau menelaah Kitab, tidak mau merenungkan dan tidak mau memikirkan. Mereka melakukan hal-hal seperti orang-orang yang biadab, bahkan lebih buruk dari itu. Cara seperti itu bertentangan dengan takwa. Jika ada orang yang disegani oleh mereka, maka hendaknya orang it u memberi penjelasan kepada mereka. Jika ada or ang ber ada yang me nas ihat i mereka, maka diharapkan akan takut. Semoga Allah memenuhi, yakni muncul o r a ng be r a da ya ng ma u me m be r i perhat ian ke arah ini dan menasihat i mereka. Orang berada itu hendaknya berpikiran bahwa di dalam Islam tengah terjadi perpecahan. Hal itulah yang harus dihapuskan. Ringkasnya, saya menginginkan agar dengan cara spa pun orang-orang ini kembali ke jalan yang benar. Dengan melakukan penentangan terhadap saya, tetap saja tidak akan berhasil, sebab Allah Taala sendiri sedang menampakkan dukungan-dukunganNya. Sebuah parit kecil memang dapat dibendung hanya dengan sebuah bate bats saja. Namun, air Samawi, siapa pula yang dapat membendungnya? Ini adalah pekerjaan Allah. Kalian dapat saja meniup Jilin dan mematikannya. Namup, tidak ada seorang pun yang dapat memadamkan bulan dan matahuri. Pekerjaanpekerjaan Allah jaull lebih tinggi. Manusia tidak dapat menggapainya. Balon tidak bisa mencapai ke'sana, dan tidak pula kereta api. Ini juga merupakan keagungan Ilahi. Itu merupakan bukti kebenaran Allah Taala. Perkara-perkara Samawi adalah tinggi. la semakin tinggi dan menjulang tinggi. (Mafuzhat, Add. Nazir Isyaat, London, 1984, j1d.3, h.342 / MI 31.01.2001).
Sunnah Allah Taala Mengenai Azab Seseorang menyampaikan kepada Hz.Masih Mau'ud a.s.: "Yang Mulia, dari kampung says delapan orang mengirimkan sepucuk Surat, meminta bahwa jika Yang Mulia memang benar, maka turunkan lah azab kepada mereka." Hz.Masih Mau'ud a.s. menjelaskan: Dalam pekerjaan Allah Taala tidak ada yang tergesa-gesa. [Lihatlah), bagaimana penderitaan-penderitaan telah diberikan kepada Rasulullah s.a.w.. Dan sebagian penentang ada yang begitu lancang dan bejadnya schingga mereka mengatakan: "Jika engkau benar, maka turunkanlah hujan batu alas kami." Namun, pads saat itu tidak ada hujan batu yang menimpa mereka. Bukanlah sunnah Allah Taala untuk menurunkan azab pads saat itu juga. Jika ads yang melontarkan cacimakian kepada Allah Taala, maka apakah pads saat itu juga azab akan turan? Azab t urun pads wakt unya. Yakni, tatkala kejahatan itu terbukti. Lekhram adalah seorang Ariya yang banyak sekali melontarkan caci-makian kepada Rasulullah s.a.w.. Akhirnya Allah Taala menghukumnya akibat kejahatan-kejahatan dan kelancangannya. Dan lidah itu sendiri yang menjadi pisau belati lalu menjadi penyebab kematiannya. Melalui pisau itu die telah tersayat-sayat. Jadi, Bukanlah sunnah Allah Taala bahwa pads saat itu juga Dia menurunkan azab. Betapa bodoh- dan malangnya orang-orang ini. Mereka meminta-Ininta, azab, tetapi petunjuk tidak mereka mints. (Malfuzhat, Add. Nazir Isyaat, London, 1984, jld.3, h.342-343 / MI 31.01.2001). Suku Bangsa Bukanlah Sesuatu Yang Dapat Dibanggakan Seseorang mengatakan: "Ini juga merupakan kritikan yang dilontarkan oleh orang-orang, yakni: 'Sebagai seorang sayyid (keturunan ahlulbait Rasulullah s.a.w. –pent'.) pun kamu mau bai'at kepada seorang ummaly (pengikut)?"' Hz.Masih Mau'ud a.s. bersabda: Allah Taala menjadi suka bukan karena bentuk tubuh, dan bukan pula karena sukubangsa. Pandangan-Nya selalu tertuju pads ketakwaan. "Inns akramakum Indallaahi atqaakum " (A IHujural:14). Yakni, di sisi Allah, orang yang paling mulia di antam kamu adalah yang paling bertakwa dari antaramu. Itu sama-sekali pemyataanpemyataan yang kosong, bahwa: "Aku adalah seomng sayyid. Aku seorang m ughaL Aku seoran g pathan. Aku s e o r a ng s y e k h . " J i k a s e s e o r a ng ber bangga dir i ber dasarkan suku bangsanya, maka kebang,,aan seperti itu sia-sia saja. Setelah mati, segenap status suku bangsa itu akan hilang. Di sisi Allah Taala, status suku bangsa itu tidak ads artinya. Dan ticlak, ads seorang pun yang dapat memperoleh najal/keselamat- an hanya alas . dasar statusnya yang berasal dari kelompok keluarga mulia. . Rasu lu lla h s. a. w. ber sabda kepada Hz.Fatimah: "Wahai Fatimah, jangan engkau berbangga diri karena engkau putri nabi." Di sisi Allah tidak ads perlalcuan berdasarkan sukubangsa. Di sane, derajat-derajat yang akan diraih, adalah berdasarkan ketakwaan. Suku-bangsa dan kabilah-kabilahini merupakan identitas clan sistim di dunia. Hal itu tidak ada kaitannya sedikit pun dengan Allah Taala. Kecintaan Allah Taala timbul karena ketakwaan. Dan hanya ketakwaanlah yang mengakibatkan derajat-derajat tinggi. Jika ada seorang sayyid, lalu dia ma suk Kr ist e n d a n me nc ac i - ma k i Rasulullah s.a.w., make apakah ada yang dapat mengatakan bahwa Allah Taala akan memberikan najat/keselamatan k e p a d a n ya k a r e na d i a k e t u r u na n Rasulullah? Dan bahwa dia akan masuk ke dalam surga? "Innad diina 'indallaahil islaam" (Ali 1mran:20). Di sisi Allah Taala, agama benar yang memberikan najat/keselamatan adalah Islam. Jika ada yang merupakan Kristen, atau Yahudi, atau [Hindu] Arya, di sisi Allah mereka itu tidak layak memperoleh
kemuliaan. Allah Taala telah menghapuskan status kaum dan suku-bangsa. Penggolongan itu hanyalah untuk sistim dan identitas di dunia. Namun, says t elah menyimak secara mendalam, bahwa derajat-derajat ya n g d i r a i h d i s i s i A l l a h T a a l a , p e n y e b a b n y a h a n y a l a h t a k w a . Barangsiapa muttaqi, dia akan masuk ke dalam surga. Allah Tula telah membuat keputusan untuknya. Di sisj Allah Taala, yang mulia adalah yang bertakwa. Kemudianfirman-Nya: "Innamaa yataqabbalullaahu minal- muttaqiin (AlMaidah:28). Yakni, aural-aural dan doe-doe para muttaqi-lah yang dikabulkan. Di situ tidak dikatakan: "minas-sayyidiin -- dari kalangan para sayyid." Ke mud ia n bag i o r ang -or ang m u t t a q i D i a b e r f i r m a n : " M a y l yal. aqillaaha yaj'allahuu makhrajaaw rya yarzuqhu min haitsu laa yahtasib " (AthThalaq:3-4). Yakni, orang muttaqi itu memperoleh jalan keluar dalam setiap kesulitan. Kepadanya diberikan rezeki da r i t empat -t empat yang t idak dia perkirakan. Nah, sekarang katakanlah, apakah janji ini diberikan kepada para sayyid, ataukah kepada para muttaqi? Kemudian difirmankan bahwa h a n y a o r a n g m u t t a q i - l a h y a n g merupakan wali/sahabat Allah Taala. Janji ini tidak diperuntukkar bagi para sayyid. Kedudukan ape lagi yang lebih t i n g g i d a r i p a d a w i l a y a t (kewalian/persahabatan)? Ini pun diraih oleh orang muttaqi. Sebagiar. orang menyatakan wilayat itu lebih tinggi dari nuhuwwal (kenabian). Dan mereka mengatakan bahwa kewalian seorang n a b i a d a l a h l e b i h t i n g g i d a r i kenabiannya. Wujud seorang nabi itu pa ds hak ik at n ya p ad ua n du e ha l: ke na bia n ' da n k ewa l ia n. M e la lu i kenabian dia menyebar kan hukumhukum dan syariat kepada manusia. Sedangkan kewalian, melalui itu dia meqlafin hubungan dengan Allah. Kemudian difirmankan: "Dzaalikal kitaabu laa rayba fiihi hudal lilmullaqiin – [inilah Kitab yang tiada keraguan di dalamnya, petunjuk bagi orang-orang muttaqi]" (Al-Baqarah:3). Di sit u t idak dikat akan: "hudal lis sayyidiin – petunjuk bagi para sayyid." Ringkasnya, Allah Taala itu menghendaki ketakwaan. Ya, meniang par a sayyid it u le bih d it unt ut agar ber gabung ke sini. S eba b, mer eka merupakan anakketurunan dari orang muttaqi. Oleh sebab itu, merupakan kewajiban mereka untuk bergabung paling pertama. Bukannya berperang dengan Allah Taala, da n menunt ut b a h w a [ k a r u n i a p e n g u t u s a n] i n i merupakan hak para sayyid. Apa saja ya ng D ia kehe ndaki, D ia lakukan. "Dwalika fadhlullaahi yu-tiihi mayyasyaa-u wallaahu dzul fadhlil 'azhiim -[yang demikian itu adalah karunia Allah diberikanNya kepada siapa saja yang Dia kehendaki, dan Allah mempunyai karunia yang besar]" (AIJumuah:5). Hal ini ~w same saja seperti yang dikatakan oleh orang-orang Yahudi, yakni: "Mengapa kenabian jatuh ke tangan Bani Ismail?!" Mereka tidak tabu bahwa: "Tilkal ayyaamu nudaawiluhaa bainan naasi -- [mass kejayaan dan kekalahan itu Kami gilirkan di antara manusia]" (Ali Imran:141). Jika ada yang melawan Allah T laala, maka die akan menjadi orang yang ditolak/terkutuk. Dia (Allah) dapat mempersoalkan kepada setiap orang. Namun, tidak ada yang dapat mempersoalkan-Nya. (Malfichat, Add. Nazir Isyaat, London, 1984, j1d.3, h.343344 / MI 31.01.2001). (344-346)
Jemaat Dan Aklilak Melia Memperbaiki akhlak adalah pekerjaan sangat sulit. Selama manusia tidak menelaah diri sendiri, ishlahperbaikan itu tidak akan terjadi. Akhlak-akhlak buruk yang berhubungan dengan lidah, menimbulkan pennusuhan. O l e h k a r e na it u , k a l ia n he nd a k n ya senantiasa mengendalikan lidah kalian.
L i h a t , s e s e o r a ng t id a k d a p a t memusuhi orang tertentu yang dia yakini s e b a g a i o r a n g y a n g m e n g h e n d a k i k e ba ik a n t e r ja d i p a d a d ir i n ya . J a d i, b e t a p a bo d o h n ya o r a n g ya n g t i d a k sa ya ng t er hadap jiwanya send ir i, da n nienenipt kat i nyawanya dalam bahaya. Yakni orang. yang t idak melakukan hal ba lk me la lu i ke ma mpuan - kema mpuan yang is miliki, dan yang tidal: membenahi potensi-potensi akhlaknya. S ikap i la h set iap o r ang deng a n leniah lembut dan dengan akhlak yang ba lk. (M a4f uzhaf , Add. Nazir I syaat , Lo nd o n, 1 9 8 4 , j1 d . 3 , h. 3 4 6 / M I 10.11.99).
(346-347)
WARGA JEMAAT YANG LEMAH D‖Sebenarnya secara intern seluruh warga Jemaat tidak berada dalam satu derajat. Apakah seluruh gandum yang ditanam akan tumbuh sama? Banyak sekali biji-biji yang gugur, dan ada sebagian yang dimakan burung-burung, sebagian lagi ada yang tidak tumbuh karena hal-hal lain. Ringkasnya, orang-orang yang bijak tidak dapat menyia-nyiakan [gandum-gandum] tersebut. Demikian pula Jemaat yang dibangun Allah Ta‘ala sama seperti tanam-tanaman, oleh karena itu pastui perkembangannya berdasarkan prinsip tersebut. Jadi, hendaknya dibiasakan agar saudara-saudara kalian yang lemah dibantu dan diberi kekuatan. Betapa tidak tepat apabila ada dua orang bersaudara, yang satu pandai berenang, sedangkan yang lain tidak; maka apakah bukan menjadi kewajiban sang saudara untuk menyelamatkan saudaranya itu atau membiarkannya tenggelam? Merupakan kewajiban baginya untuk menyelamatkan saudaranya dari tenggelam. Untuk itu di dalam Quran Syarif tertera: Ta‘aawanuu ‗alal birri wat- taqwaa (―tolong menolonglah kalian dalam kebaikan dan takwa‖ – Al-Maidah, 3). Pikullah beban saudarasaudara kalian yang lemah. Kalian hendaknya terjun di kalangan orang-orang yang lemah dalam iman dan harta secara praktis. Orang-orang yang lemah secara jasmaniah pun hendaknya diobati. Tidak ada suatu Jemaat dapat dikatakan Jemaat selama orang-orang yang lemah tidak dibantu dibantu oleh orang-orang yang kuat. Dan bentuknya adalah selubungilah mereka. Inilah yang telah diberikan kepada para sahabah,‖Janganlah kalian mengusik kelemahan orang-orang Muslin yang baru, sebab kalian pun dahulu lemah seperti itu.‖ Demikian pula penting agar yang besar mengkhidmati yang kecil, dan bersikaplah dengan kecintaan serta lemah-lembut. Lihat, suatu Jemaat tidak dapat dikatakan Jemaat apabila satu sama lain saling memakan, dan apabila bertemu duduk bersama mulai membicarakan tentang saudara yang miskin serta terus saja menjelek-jelekkannya, menghinakan orang-orang yang lemah dan miskin serta memandangnya dengan pandangan hina serta penuh kebencian. Sama sekali janganlah berbuat demikian. Justru dengan berkumpul itu timbul kekuatan serta persatuan yang mendatangkan kecintaan dan melahirkan berkat-berkat. Saya melihat dalam perkara-perkara kecil saja pun timbul perselisihan. Akibatnya para penetntang – yang senantiasa memperhatikan setiap perkara kecil yang timbul di kalangan kita – masalahmasalah sederhana mereka tampilkan di surat-surat kabar dengan membesar-besarkannya, dan mereka menyesatkan banyak orang. Akan tetapi jika kelemahan-kelemahan intern tidak ada, bagaimana mungkin ada yang berani menerbitkan artikel-artikel seperti itu dan menyesatkan orang-orang melalui penerbitan berita-berita demikian? Mengapa itu yang dilakukan, bukannya pengembangan potensi-potensi akhlak? Dan hal itu baru akan dapat dilakukan apabila rasa solidaritas, kecintaan, kepemaafan dan kasihsayang dibudayakan. Dan hendaknya rasa kasih-sayang, solidaritas serta sikap menyelubungi
kelemahan diutamakan dari segenap sikap lainnya. Dalam perkara-perkara kecil hendaknya jangan langsung menggunakan cengkraman-cengkraman kasar, yang dapat melukai hati serta menimbulkan kepedihan.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 347-348).
PERSAUDARAAN & SOLIDARITAS DALAM JEMAAT ―Jemaat kita tidak akan tumbuh subur selam di antara kita tidak ada rasa sependeritaan (solidaritas). Hendaknya yang telah diberikan kekuatan penuh mencintai yang lemah. Saya mendengar kalau ada seseorang yang menyaksikan kesalahan orang lain maka dia tidak mensikapinya dengan akhlak. Justru dia membenci dan mensikapinya dengan rasa muak, padahal seharusnya dia mendoakan orang itu, mencintainya, dan memberikan pemahaman kepadanya dengan lemah-lembut dan akhlak. Akan tetapi bukannya demikian, dia semakin membencinya. Jika tidak dimaafkan, tidak ada sikap solider, dengan demikian akan terus saja runtuh dan akhirnya buruk. Allah Ta‘ala tidak menyukai hal itu. Jemaat baru dapat terbentuk apabila sebagian bersikap solider (peduli) terhadap sebagian lainnya, lalu menyelimuti kelemahan. Apabila kondisi ini terbentuk barulah akan menjadi satu wujud, sehingga satu sama lain menjadi kaki tangan, dan satu sama lain saling menganggap lebih daripada saudara sekandung. Ada putra seseorang melakukan kesalahan, lalu hal itu diselubungi, dan ia dinasihati secara tersendiri. Rasa solidaritas terhadap saudara kandung saja tidak menginginkan agar kita menampilkan selebaran [tentang kelemahannya]. Tatkala Allah Ta‘ala menjadikan saudara, lalu beginikah hak-hak para saudara? Persaudaran duniawi saja tidak melepaskan cara-cara ukhuwwah (persaudaraan). Saya melihat Mirza Nizamuddin dan sebagainya. Ia memiliki kehidupan yang bebas, namun apabila ada masalah mereka bertiga jadi bersatu [menentang saya]. Memang juga sebagai faqir, hidup memisahkan diri. Kadang-kadang manusia mengambil pelajaran dari hewan, monyet, atau anjing. Cara ini tidak beberkat, yaitu timbulnya perpecahan di dalam. Allah Ta‘ala pun mengingatkan para sahabah tentang sikap dan nikmat persaudaraan (ukhuwwah). Jika mereka membelanjakan gunung emas sekali pun, mereka tidak akan dapat memperoleh persaudaraan yang telah mereka raih melalui Rasulullah saw.. Seperti itu jugalah Allah Ta‘ala telah menegakkan Jemaat ini. Dan persaudaraan seperti itu jugalah yang akan Dia tegakkan di sini. Saya memiliki harapan yang sangat besar terhadap Allah Ta‘ala. Dia telah berjanji: "Jaa'ilul ladziinat- taba'uuka fauqal ladziina kafaruu ilaa yaumil qiyaamah " – (akan menjadikan orang-orang yang mengikuti engkau unggul atas orang-orang yang mengingkari engkau‖ - (Ali Imran, 56). Saya betul-betul mengetahui, Dia akan menegakkan suatu Jemaat yang unggul hingga Hari Kiamat atas orang-orang yang ingkar. Akan tetapi hari-hari yang merupakan masa-masa cobaan serta saat-saat kelemahan ini, diberikan kesempatan pada setiap orang untuk mengadakan ishlah (perbaikan) dan mengubah kondisi dirinya. Perhatikanlah. Saling menghinakan, menyakiti hati orang-orang lain dengan kata-kata kasar serta menganggap hina orang-orang yang lemah dan rendah adalah dosa besar.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 348-349) (349-350)
KENAJISAN DUSTA ‖Al-Quran Syarif juga telah menyatakan dusta itu sebagai najis dan rijsun. Sebagaimana difirmankan: "Fajtanibur rijsa minal autsaani wajtanibuu qaulaz- zuur – (―maka jauhilah kenajisan yaitu berhala-berhala dan jauhilah perkataan dusta‖ – Al Hajj, 31).
Lihatlah, di sini duts disebandingkan dengan berhala, dan pada hakikatnya dusta pun merupakan berhala juga. Jika tidak, mengapa [pendusta] meninggalkan kebenaran lalu beralih ke sisi lain? Sebagaimana dalam berhala itu tidak ada hakikat apapun, demikian pula dalam dustapun tidak ada yang lain kecuali kepalsuan. Kepercayaan terhadap pendusta menjadi runtuh sedemikian rupa, sehingga kalau pun dia berkata benar tetap saja dianggap dalam ucapannya masih terdapat campuran dusta. Jika para pendusta itu ingin supaya dusta mereka berkurang, tidak dapat mereka kurangi dengan cepat. Mereka harus kerja-keras untuk jangka masa yang panjang, barulah mereka akan terbiasa berkata benar.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 350). Maraknya Dosa dan Penangkalnya . . . ‖Demikian pula tengah berlangsung berbagai macam perbuatan buruk dan kejahatan. Ringkasnya, dunia telah dilanda topan dan banjir dosa, dan bendungan pada sungai [dosa-dosa] ini seakan-akan telah pecah. Sekarang pertanyaannya adalah, dosa-dosa yang sedang berlangsung bagai ulat-ulat ini, apakah ada suatu cara untuk menjauhkan bala ini? Dan dunia yang telah dipenuhi oleh kekotoran dan racun serta dosa-dosa ini apakah dapat menjadi bersih kembali atau tidak? Hampir setiap agama dan segenap umat merasakan persoalan tersebut, dan di tempat masing-masing ada saja cara penanggulangan terhadap dosa yang mereka kemukakan. Namun, dari pengalaman diketahui bahwa obat penawar bagi racun ini tidak dimiliki oleh siapa pun di antara mereka. Dengan menggunakan cara pengobatan mereka, justru penyakit semakin parah, bukannya berkurang. Misalnya, kita sebut saja agama Kristen. Agama ini telah menetapkan keimanan terhadap kematian Al-Masih isebagai pengobatan (penanggulangan) dosa, bahwa, ―Sebagai pengganti kami Al-Masih telah digantung di tiang salib oleh tangan orang-orang Yahudi, dan dengan demikian beliau menjadi terkutuk. Kutukan terhadap beliau itulah yang telah memberi berkat kepada kami.‖ Itu meruakan falsafah aneh yang tidak dapat dipahami pada zaman dan usia mana pun> Bagaimana mungkin kutukan dapat mengakibatkan berkat? Dan bagaimana mungkin kematian seseorang dapat menjadi sarana kehidupan bagi yang lain?. Saya menganggap tidak perlu untuk meneliti cara pengobatan orang-orang Kristen ini dengan standar dalil-dalil akal (logika), kecuali, jika di dunia Kristen tampak bahwa di sana tidak ada dosa lagi? Namun tatkala tampak bahwa di sana justru kehidupan dijalani jauh lebih hina dari binatang, maka kita menjadi lebih heran lagi terhadap cara pengobatan dosa seperti itu. dan terpaksa dikatakan bahwa jauh lebih baik jika dikatakan [akidah] penebusan dosa itu tidak ada. Justru penebusan dosa itulah yang telah mengalirkan sungai ketidsakpedulian terhadap larangan apa pun. Lagi pula hal itu sedikit pun tidak ada kaitannya dengan pengampunan dosa. Demikian pula halnya cara-cara memperoleh najat (keselamatan) yang telah dirumuskan oleh orang-orang lain. Cara-cara itu tidak pernah mampu memberlakukan maut (kematian) terhadap kehidupan dosa. Kemudian, juga terlihat bahwa kaum-kaum yang bejad dan jahat, mereka tetap tidak mau berhenti [melakukan dosa] walaupun telah menyaksikan mukjizat-mukjizat serta nubuatan-nubuatan. Apa kurangnya mukjizat-mukjizat Hadhrat Musa a.s.? Tidakkah Bani Israil telah menyaksikan Tanda-tanda yang jelas? Namun katakanlah, apakah pada diri mereka telah terbentuk ketakwaan, rasa takut trehadap Tuhan, dan kebaikan secar sempurna yang diinginkan Hadhrat Musa? Akhirnya Akhirnya kaum itu telah menjadi pemenuhan dari "Dhuribat 'alaihimudz dzillatu wal maska nah i(ditimpakan kepada mereka kenistaan dan kehinaan – Al-Baqarah, 62). Kemudian, lihatlah orang-orang yang telah menyaksikan mkjizat-mukjizat Hadhrat AlMasih. sejauh mana pada diri mereka telah tertanam asas-asas kebaikan, ketakwaan dan kesetiaan? Justru salah seorang dari antara mereka sendiri yang berdiri menunjukkan beliau kepada petugas (tentara) dengan mengucapkan salam, sehingga beliau tertangkap. iDan yang
lainnya melontarkan kutukan di hadapan beliau sendiri. Dengan menyaksikan semua hal itu, timbul pertanyaan: Apa yang benar-benar dapat menghentikan manusia dari dosa?‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 350-352).
CARA PENGOBATAN YANG BENAR TERHADAP DOSA ‖Menurut saya, rasa takut dan gentar terhadap Allah Ta‘ala adalah suatu hal yang menimbulkan maut (kematian) pada kehidupan dosa manusia. Tatkala rasa takut sejati timbul di dalam kalbu maka muncul gerakan untuk memanjatkan doa, sedangkan doa adalah sesuatu yang menjauhkan kelemahan-kelemahan manusia. Oleh karena itu hendaknya penjatkanlah doa. Allah Ta‘ala juga berjanji, "Ud'uuni astaji b lakum – (berdoalah, Aku akan kabulkan – Al-Mu‘min, 61). Kadang-kadang manusia terkecoh, yakni sampai suatu jangka waktu panjang dia memanjatkan doa untuk maksud tertentu tetapi maksudnya tersebut tidak tercapai, sehingga dia pun menjadi panik. Hendaknya jangan panic, melainkan tetaplah panjatkan doa dengan penuh kesabaran. Doa itu dikabulkan, namun kadang-kadang manusia tidak mengetahui, sebab manusia tidak tahu apa akibat dan buah-buah dari doanya out, sedangkan Allah Ta‘ala Yang Maha Mengetahui Hal-hal Ghaib melakukan hal-hal yang berguna bagi manusia. Itulah sebabnya manusia yang bodoh berpikiran bahwa doa-doanya tidak dikabulkan, padahal baginya – berdasarkan pengetahuan Allah Ta‘ala – itulah yang bermanfaat baginya, yakni doa tersebut dalam bentuk demikian (sebagaimana diinginkan) tidak dikabulkan. Justru dikabulkan dalam bentuk lainnya. Permisalannya adalah bagaikan seorang anak kecil yang melihat dan meminta bara api merah dari ibunya. Apakah seorang ibu bijak akan memberikannya kepada anak itu? Tidak akan pernah. Begitu juga mengenai doa, kadang-kadng juga berlaku bentuk demikian. Ringkasnya, jangan pernah merasa letih memanjatkan doa-doa. Doa itu merupakan sesuatu yang memberikan kekuatan dan nur dari Allah, dan dengan itu manusia dapat mengalahkan keburukan.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 352).
(352-369)
PERBEDAAN MIMPI ORANG MUKMIN DAN ORANG KAFIR ―Allah Ta‘ala telah menanamkan benih wahyu dan ilham di dalam diri setiap orang, sebab jika benih ini tidak ditanamkan maka hujjah (argumentasi) tidak dapat terpenuhi. Oleh karena itu, jika ada nabi yang datang maka untuk memahami nubuwwat, wahyu dan ilhamnya, Allah Ta‘ala telah meletakkan suatu amanat di dalam fitrat setiap orang, dan amanat itu adalah mimpi. Jika seseorang tidak pernah melihat mimpi benar, maka bagaimana mungkin dia dapat mempercayai bahwa hal-hal semacam ilham dan itu ada? Dan dikarenakan sifat Allah Ta‘ala adalah, ―Laa yukallifullaahu nafsan illaa wus-‗ahaa (Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai kemampuannya‖ – Al-Baqarah. 287), maka Dia telah menanamkan benih itu di dalam diri semua orang. Saya berpendapat bahwa seorang bejat dan fasiq serta penjahat pun kadang-kadang melihat mimpi benar, dan kadang kadang juga mendapat ilham -- tidak peduli apakah mereka mengambil manfaat atau tidak dari kondisi itu. Tatkala orang kafir dan orang mukmin keduanya sama-sama mendapat mimpi benar, maka persoalannya adalah: apa beda antara keduanya?
Perbedaan yang benar adalah, mimpi-mimpi orang kafir sangat sedikit yang terbukti benar, sedangkan mimpi-mimpi orang mukmin banyak sekali yang terbukti benar. Jadi, perbedaan pertama adalah banyak sedikitnya; yang kedua, bagi orang mukmin unsur bisyarat (kabar-suka) lebih banyak, dan hal itu tidak ada dalam mimpi orang kafir. Ketiga, mimpi orang mukmin itu bersih dan jernih, sedangkan mimpi orang kafir tidak bersih. Keempat, mimpi orang mukmin memiliki derajat yang tinggi.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 369).
WAA'IZH (PEMBERI NASIHAT) DAN MUBALLIGH JEMAAT Hal ini sangat penting, yakni mempersiapkan waa‘izh (pemberi nasihat) bagi Jemaat. Namun jika antara mereka dan para waa‘izh lainnya tidak ada perbedaan maka tidak ada gunanya. Waa'izh ini hendaknya sedemikian rupa, yakni pertama-tama mengadakan ishiah (perbaikan) pada diri mereka sendiri dan menciptakan suatu perubahan suci dalam tingkahlaku mereka, sehingga dampak suri-tauladan baik mereka itu akan mengena pada diri orangorang lain. Baiknya kondisi amal perbuatan merupakan wu‘uzh (nasihat) yang paling baik. Orangorang yang hanya sekedar memberikan nasihat tetapi mereka sendiri tidak mengamalkannya maka mereka tidak akan dapat memberi pengaruh yang baik terhadap diri orang-orang lain. Bahkan kadang-kadang nasihat mereka itu menyebarkan kecenderungan untuk menghalalkan segala hal, sebab ketika para pendengar melihat bahwa pemberi nasihat (waa‘izh) itu sendiri tidak mengamalkannya maka mereka sama-sekali akan menganggap ucapan-ucapannya itu sebagai omong kosong belaka. Oleh karena itu hal paling pertama yang sangat penting bagi seorang waa‘izh (pemberi nasihat) adalah bentuk pengmalan mereka. Hal kedua yang penting bagi para waa‘izh adalah mereka harus memiliki ilmu yang benar dan penguasaan terhadap akidah-akidah saya serta permasalahan-permasalahan di sekitar itu. Segala sesuatu yang saya paparkan di hadapan dunia, mereka pertama-tama harus memahami hal itu dengan sebaik-baiknya. Dan jangan mereka memiliki ilmu pengetahuan yang setengah-setengah serta tidak lengkap, sehingga mereka akan malu di hadapan para penentang, dan apabila ada yang mengkritik maka mereka akan panik untuk menjawabnya. Ringkasnya, memiliki ilmu pengetahuan yang benar adalah penting. Dan hal ketiga adalah, mereka harus mempunyai kekuatan serta keberanian sedemikian rupa, sehingga mereka memiliki lidah dan kalbu untuk para pencari kebenaran. Yakni dengan keberanian penuh dan keperkasaan mereka dapat menzahirkan kebenaran tanpa ada rasa macam apa pun. Kekayaan seorang yang kaya, atau keberanian seorang yang perkasa, atau kekuasaan yang dimiliki penguasa, tidak dapat memberikan pengaruh kepada hatinya dalam mengutarakan kebenaran. Ketiga hal ini jika mereka miliki maka barulah waa‘izh (pemberi nasihat) Jemaat kita ini akan dapat berguna. Keberanian dan semangat ini akan menciptakan suatu daya magnit (daya tarik) yang akan terus menarik kalbu-kalbu manusia ke arah Jemaat. Namun daya magnit dan daya tarik ini membutuhkan dua hal, yang tanpa keduanya maka daya tersebut tidak akan dapat timbul. Pertama, ilmu-pengetahuan yang sempurna; kedua, takwa. Suatu ilmu tidak akan berguna tanpa ketakwaan, sedangkan ketakwaan tanpa adanya ilmu pengetahuan tidak akan dapat berjalan (berlangsung).. Demikianlah sunnah Allah. Tatkala manusia memperoleh ilmu yang sempurna maka rasa malu dan segan akan lenyap dari dirinya. Jadi ketiga hal ini hendaknya ada di dalam diri para waa‘izh (pemberi nasihat) kita yang sempurna. Dan hal ini saya inginkan adalah karena banyak seka.i surat yang saya terima serta menanyatakan apa jawaban terhadap pertanyaanpertanyaan tertentu? Apa penjelasan bagi kritikan-kritikan tertentu? iSekarang, bagaimana dapat diberikan jawaban-jawaban demikian banyak terhadap surat-surat tersebut? Jika orangorang ini sendiri dapat meraih ilmu yang benar dan pengenalan yang mendalam serta
menelaah secara cermat buku-buku saya, maka tentu mereka tidak akan terjerat dalam kesulitan-kesulitan seperti itu.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 369-370). . PEMBIMBING YANG BENAR TIDAK AKAN BERBUAT KHIANAT Seseorang yang diutus dari Allah adalah kewajibannya untuk menghapuskan kelemahan dari dalam Jemaatnya. Pembimbing yang benar tidak akan pernah mampu berbuat khianat. Jika ada orang yang demikian -- yakni dia tidak peduli terhadap cara dan tingkah-laku seseorang walau bertentangan dengan perintah Allah serta Rasul-Nya – maka pahamilah bahwa dia itu tidak datang dari Allah untuk mengadakan ishlah (perbaikan), melainkan setan merupakan sahabat dekatnya. Seorang pembimbing yang benar, apa saja [keburukan/kelemaham] yang dia lihat maka dia perbaiki. Ya, memang benar bahwa dia tidak ingin menimbulkan kehinaan dan kenistaan bagi siapa pun, namun dia akan mendeteksi penyakit-penyakit orang yang sakit, lalu memaparkan cara pengobatannya.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm 371-372).
PENTINGNYA PENGAMALAN ‖Ingatlah, Jemaat saya tidak untuk hal-hal seperti orang-orang dunia biasa yang menjalan hidup, Mereka sekedar melalui lidah saja menyatakan bahwa mereka telah masuk ke dalam Jemaat ini tetapi tidak menganggap perlu untuk mengamalkannya. Persis seperti itu kondisi orang-orang Islam yang malang, yakni tanyakanlah, ―Apakah kalian muslim?‖ maka mereka akan menjawab, ―Syukur, Alhamdulillah.‖ Namun mereka tidak mengerjakan shalat dan tidak menghormati kewajiban-kewajiban dari Allah. Oleh Karen aitu saya tidak menginginkan kalian membuat ikrat [baiat] melalui lidah saja dan tidak membuktikannya melalui anal. Itu adalah kondisi yang tidak berguna, Allah Ta‘ala tidak menyukainya. Dan kondiri dunia inilah yang menuntut sehingga Allah Ta‘ala telah menegakkan saya untuk ishlah (perbaikan). Jadi, sekarang jika ada yang menjelin hubungan dengan saya lalu dia tidak memperbaiki kondisi dirinya serta tidak meningkatkan kekuatan-kekuatan amalnya – bahkan [menganggap] ikrar melalui lidah itu saja yang dia anggap memadai – berarti melalui perbuatannya itu dia menekankan tentang tidak perlunya keberadaan saya. Jadi, jika melalui perbuatan itu kalian ingin membuktikan bahwa kedatangan saya ini tidak berguna maka apa artinya kalian menjalin hubungan dengan saya? Jika kalian menjalin hubungan dengan saya maka penuhilah apa-apa yang menjadi maksud dan tujuan kedatangan saya, sedangkan maksud dan tujuan kedatangan saya adalah perlihatkanlah ke hadapan Allah Ta‘ala saya? Jika kalian menjalin hubungan dengan saya maka penuhilah apa-apa yang menjadi maksud dan tujuan kedatangan saya, sedangkan maksud tujuan kedatangan saya adalah perlihatkanlah ke hadapan Allah Ta‘ala keikhlasan dan kesetiaan kalian serta amalkanlah ajaran Quran Karim sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah saw. dan para Sahabah. Pelajarilah apa-apa yang menjadi kehendak (tujuan sejtai Quran Syarif dan amalkanlah. Di hadapan Allah Ta‘ala tidaklah cukup dengan sekedar pernyataan melalui lidah saja sedangkan dalam hal amal tidak ditemukan suatu cahaya dan upaya gigih. Ingat, Jemaat yang ingin ditegakkan Allah Ta‘ala itu tidak dapat hidup tanpa amal. Ini adalah jemaat luar biasa yang persiapannya telah bermula sejak masa Adam. Tidak ada seorang nabi pun yang telah datang ke dunia ini dan tidak mengabarkan tentang imbauan ini. Oleh karenanya, hargailah hal itu, dan cara menghargainya adalah buktikanlah melalui amal kalian bahwa kalian memang kelompok orang yang benar.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 371).
PENGKHIDMATAN YANG MEMBUAT PANJANG UMUR ‖Orang-orang yang memiliki gejolak semangat sejati untuk [menjadi pengkhidmat] agama umur mereka akan dipanjangkan. Dan yang tertera di dalam hadits-hadits bahwa pada zaman Masih Mau‘ud umur-umur akan dipanjangkan, artinya yang telah diajarkan kepada saya adalah bahwa orang-orang yang nantinya akan merupakan pengkhidmat-pengkhidmat agama umur-umur mereka akan dipanjangkan, sedangkan yang tidak dapat menjadi pengkhidmat mereka akan [diperlakukan] seperti kerbau tua, yakni kapan saja majikan menghendaki kerbau itu akan disembelih. Sedangkan yang merupakan khadim (pengkhidmat) sejati dia akan menjadi kesayangan Allah,dan Allah Ta‘ala segan untuk mencabut nyawanya. Untuk itulah difirmankan, ―Wa ammaa man yanfa‘un-naasa fayamkutsu fil-ardhi (ada pun yang memberi manfaat bagi manusia ia akan tetap tinggal di bumi – Ar-Raa‘d, 18).‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 372).
(372-373) JANGAN KECEWA TERHADAP ALLAH TA’ALA ‖Janganlah kecewa terhadap Allah, dan menyesali Allah Ta‘ala bahwa Dia tidak memberikan pertolongan adalah suatu kesalahan besar, sebab ujian-ujian selalu menimpa orang-orang beriman. Rasulullah saw. terus-menerus menanggung penderitaan selama 13 tahun [di Mekkah]. Beliau saw. pergi ke THaif dan dilempari batu. Pada saat itu, ketika tubuh beliau telah berlumuran darah, betapa beliau telah memperlihatkan contoh keteguhan serta kesetiaan [terhadap Allah]. Dan betapa sucinya ucapan yang keluar dari mulut beliau, yakni: "Ya Allah, aku akan tetap menanggung semua penderitaan ini selama Engkau ridha." Keberadaan ujian (cobaan) itu penting. Cobaan-cobaan melandan para nabi dan pasa shidiq. Lihatlah Hadhrat Al-Masih, betapa hebatnya cobaan yang menimpa beliau, sampai beliau terpaksa berkata, "Eli, Eli, lama sabaqtani – (wahai Tuhan-ku, wahai Tuhan-ku, mengapa Engkau meninggalkan aku?‖ Orang-orang Yahudi menangkap beliau dan menggantung beliau di tiang salib. Ringkasnya, orang mukmin hendaknya jangan taku, dan janganlah kecewa terhadap Allah.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 373).
(373-375)
MENGHARGAI TANDA SAMAWI ‖Jalan yang sedang saya tempuh ini tujuannya masih jauh. Saya tidak meninggalkan sarana-sarana, namun saya juga tidak menyembah sarana-sarana itu. Dengan karunia-Nya Allah Ta‘ala telah menganugerahkan sebuah Tanda (mukjizat), saya menghargainya. Tetapi jika Diatidak menzahirkan Tanda itu tetap saja tidak mengapa. Namun sekarang bagi Tanda tersebut adalah penting agar saya menghargainya. Setiap orang hendaknya memeriksa kejujuran, keteguhan dan kekuatannya sendiri. Saya tidak melarang siapa pun [memanfaatkan sarana-sarana]‖ (Malfuzat, jld. III, hlm.375).
PENYEMBAH SARANA
Penyembah sarana adalah lebih buruk dari penyembah batu. Walau pun penyembahan terhadap batu-batu merupakan suatu penyakit demam panas, sedangkan penyembahan terhadap sarana merupakan demam kronis, yang telah membinasakan dunia. Ingatlah, orang yang menumpukan kalbunya pada sarana-sarana berarti dia itu tenggelam dalam syirik.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 375). (375-378)
KEMUNGKINAN HADHRAT MARYAM MENIKAH Maulwi Mubarak Ali menyampaikan, ―Hudhur, orang-orang memaparkan dalil berikut ini sebagai bukti bahwa Maryam tidak menikah sepanjang hidupnya, yakni: ―Wal latii ahshanat farjahaa — [dan ingatlah Maryam yang memelihara kehomatannya' (Al-Anbiya, 92)." Mengenai hal itu Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menjelaskan: ―Kata muhshanaat di dalam Quran Syarif sendiri digunakan bagi perempuan-perempuan yang menikah. Arti dari ―Wal latii ahshanat farjahaa — [dan ingatlah Maryam yang memelihara kehomatannya' (Al-Anbiya, 92) adalah dia telah memelihara dirinya dari perzinahan. Lalu dari mana pula datangnya bahwa beliau tidak menikah sepanjang hidup beliau?‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 378). (378-398)
TANGGUNGJAWAB NABI DAN ISTIGHFAR Nabi datang dengan membawa tanggung-jawab yang sangat besar, oleh karena itu tatkala dia telah menyelesaikan tugasnya, dan dia dapat istirahat dari tabligh maka waktunya itu merupakan saat untuk membayar kepada Allah Ta‘ala. Pada waktu-waktu seperti itu siapa saja yang dianugerahkan karunia oleh Allah Ta‘ala, hendaklah dia gunakan untuk mengucapkan istighfar kepada Allah. Sesuai dengan cara itulah Rasulullah saw. juga telah memperoleh perintah Ilahi, "Fa sabbih bi hamdi rabbika was taghfirhu innahuu kaana tawwaabaa – (tattkalai orang-orang sudah masuk ke dalam agama Allah dengan berbondong-bondong maka bertasbihlah dengan memuji Tuhan engkau dan mohon ampulah kepada-Nya. Sesungguhnya Dia Maha Penerima taubat – An-Nashr, 4). Allah Ta‘ala suci dari segala kekurangan, sedangkan segala kelalaian manusia yang terjadi dalam memenuhi tanggungjawab itu............. maka panjatkanlah istighfar untuk hal itu. Seseorang yang memperoleh ribuah tugas adalah pentingnya baginya [berbuat demikian]. Rasulullah saw. datang dengan membawa tujuan-tujuan yang sangat agung. Ringkasnya, itu merupakan suatu pembayaran yang beliau berikan kepada Allah Ta‘ala. Dan di situ telah diberikan isyarah pertama terhadap keberhasilan penuh beliau. Dan surah itu seakan-akan merupakan suatu surah panggilan bagi kewafatan Rasulullah saw., sebab beliau telah menyelesaikan tugas-tugas yang untuk itulah beliau diutus. Dan hal yang sebenarnya adalah pekerjaan-pekerjaan itu berlangsung berdasarkan karunia Allah Ta‘ala. Pahala itu diperoleh secara Cuma-cupa. Seseorang yang dalam hal itu mementingkan dirinya sendiri, malas, dan bersikap pamer, berarti dia itu luput dari pahala yang sebenarnya.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 398-399). (399-403)
MEMBUNYIKAN TEROMPET BAGI PENGANTIN tMian Allah Bakhs Amritasari mengatakan: ―Hudhur, apa pendapat Tuan mengenai terompet yang dibunyikan bagi psangan pengantin?‖ Hadhrat Masih Mau‘ud a.s. menjawab: ―Para fuqaha membenarkan pengumuman dengan menggunaka n gendering pada waktu nikah. Hal itu adalah untuk menjadi semacam kesaksian bagi pengadilan yang bisa terjadi belakangan. Kita hendaknya memperhatikan apa yang menjadi tujuan substansial di situ, yakni apakah hal itu dilakukan untuk mengumumkan, ataukah untuk menampakkan sesuatu kehebatan dan ketinggian martabat? Teah diketahui bahwa pernikahan-pernikahan yang dilakukan secara diam-diam, menimbulkan kemudharatan (kerugian), yakni ketika terjadi perkara pengadilani maka timbul pertanyaan-pertanyaan semacam itu. Ringkasnya, untuk menghentikan kerusakankerusakan tersebut dan untuk menjadi suatu kesaksian maka pengumuman dengan menggunakan genderang dibenarkan. dan dalam kondisi seperti itu membunyikan terompoet tidak dilarang. Bahkan dalam acara-acara terkait seperti itu membagi-bagikan manisan dan semacamnya sebenarnya juga untuk tujuan tersebut, yakni supaya orang-orang lain mengetahuinya dan agar tidak terjadi kerusakan (fitnah). Namun kini tujuan yang semula itu telah hilang lalu berganti hanya sebagai tradisi semata, dan banyak lagi hal lain yag timbul berkaitan dengan itu. Jadi, jangan nyatakan hal itu sebagai tradisi, melainkan itu merupakan hal-hal penting untuk menghalalkan suatu hubungan kekeluargaan. Ingatlah, hal-hal yang menimbulkan manfaat bagi manusia semaka sekali tidak dilarang oleh syariat, sebab tujuan syariat sendiri adalah untuk memberikan manfaat kepada manusia. Bermain kembang api dan pertunjukan-pertunjukan lainnya sama sekali dilarang, sebab hal itu tidak mendatangkan manfaat bagi manusia. Kecuali kemudaratan, tidak ada paedahnya. Dan membunyikan terompet itu pun dibenarkan dalam kondisi bahwa yang menjadi tujuan di situ adalah untuk menyebarkan pengumuman tentang pernikahan tersebut, dan supaya garis keturunan menadi terpelihara, sebab jika garis keturunan tidak terpelihara maka timbul ancaman zina, dan Allah Ta‘ala telah menzahirkan kemurkaan yang besar atas hal itu, sampaisampai Dia Dia telah memberikan perintah untuk merajam (mendera ?) pelaku zina. Oleh karena itu pengadaan pengumuman tersebut adalah penting. Akan tetapi, jika yang menjadi tujuan adalah untuk pamer, kefasikan (kedurhakaan) dan keburukan, atau untuk tujuan-tujuan yang bertentangan dengan ishlah (perbaikan) serta ketakwaan maka hal itu dilarang. Landasan syariat adalah kelembutan bukan kekerasan, ―Laa yukallifullaahu nafsan illa waus‘aha (Allah tidak membebani suatu jiwa kecuali sesuai kemampuannya – Al-Baqarah, 287). (Malfuzat, jld. III, hlm. 403-404).
PEREMPUAN-PEREMPUAN YANG MENYANYI PADA SAAT PERNIKAHAN Kemudian timbul lagi pertanyaan: ―Perempuan-perempuan remaja dari pihak pengentu perempuan maupun pengantin laki-laki yang berkumpul di dalam rumah lalu mereka menyanyi-nyanyi, hal itu bagaimana?‖ Hadhrat Masih Mau‘ud a.s. menjelaskan: ―Sebenarnya hal ini pun sama saja. Jika lagu-lagu itu tidak kotor dan suci maka tidaklah mengapa. Ketika Rasulullahsaw. datang ke Madinah maka anak-anak perempuan berkumpul menyanyikan lagu-lagi yang menyanjung beliau. Ada seorang sahabi yang menyanyikan syair dengan suara merdu di dalam mesjid maka Hadhrat Umar r.a. melarangnya. Sahabi itu mengatakan, ―Saya telah memperdengarkannya di hadapan Rasulullah saw. dan beliau tidak melarangnya." Bahkan Rasulullah saw. sekali lagi mendengarkan syairnya itu dan menyebut rahmatullaah baginya, dan kepadanya Rasulullah saw. sering mengatakan bahwa dia selalu menjadi syahid. Ringkasnya, jika bukan lagu-lagu yang berisikan kefasikan dan keburukan maka tidak dilarang. Namun kaum laki-laki hendaknya jangan ikut duduk di dalam pertemuan-pertemuan para perempuan seperti itu. Dan ingatlah, dimana terdapat sedikit saja peluang bagi kefasikan
dan keburukan, hal itu dilarang.... Itu adalah hal-hal yang mengenainya manusia dengan sendirinya dapat meminta fatwa dari kalbunya. Sesuatu hal yang bertentangan dengan takwa dan keridhaan Allah, tidak akan bermanfaat bagi manusia, itu dilarang. Kemudian,. yang mengeluarkan belanja berlebih-lebihan, itu berarti dia melakukan dosa besar. Jika ada yang berbuat pamer, maka hal itu dosa. Ringkasnya, hal apa pun yang di dalamnya terdapat sedikit saja unsur berlebih-lebihan, pamer, kefasikan, dan yang menimbulkan kemudharatan bagi manusia dilarang, sedangkan yang bersih dari itu semua, tidak dilarang serta bukan dosa, sebab hal yang sebenarnya di situ adalah yang dibenarkan.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 404-405). (405-408) AJARAN SAYA Di dalam Kisyti Nuh (Bahtera Nuh) saya telah menuliskan ajaran saya. Dan penting bagi setiap orang untuk mengerti hal itu. Hendaknya Jemaat di setiap kota mengadakan jalsah (pertemuan), lalu buku itu dibacakan kepada semua orang. Utuslah seseorang yang mampu dan memiliki kefasihan untuk membacakannya. Sebab jika dibagi-bagikan begitu saja maka 15 000 buku tidak akan cukup. Dengan cara ini maka buku itu akan tersebar juga, dan kesatuan yang kita inginkan akan mulai timbul di dalam Jemaat.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 408). (408-422)
KISAH SEORANG FAQIR ―Semakin manusia terhindar dari kondisi penuh gejolak nafsu, semakin banyak keinginannya terpenuhi. Di dalam dada orang susah-payah terdapat api, dan dia tenggelam dalam suatu bencana. Ketenangan dalam kehidupan di dunia ini adalah terbebas dari gejolak nafsu. Diceritakan ada seseorang yang pergi menunggang kuda, di perjelanan ada seorang faqir sedang duduk, yang untuk menutup kemaluannya (auratnya) saja pun dia sulit. Orang itu bertanya kepada sang faqir, ―Hai faqir, bagaimana keadaan anda?‖ Faqir itu menjawab, "Seseorang yang seluruh keinginannya telah terpenuhi, bagaimana keadaannya?" Orang itu heran, "Bagaimana mungkin seluruh keinginan anda telah terpenuhi?‖ Faqir itu menjawab, ―Ketika seluruh keinginan telah ditinggalkan maka seakan-akan semuanya telah diperoleh.‖ Kesimpulannya adalah, tatkala [manusia] ingin mendapatkan semuanya maka yang ada hanyalah penderitaan. Namun, apabila [manusia] mencukupi [diri seadanya] lalu meninggalkan semua [keinginan], maka seolah-olah semua itu telah dia peroleh. Najat (keselamatan) atau mukti (ketentraman) itu ialah adanya kelezatan dan tidak adanya penderitaan. Kehidupan penuh derita tidak baik di dunia ini, dan tidak baik pula di akhirat. Orang-orang yang bekerja keras dan membersihkan kalbu mereka, seolah-olah mereka menguliti diri sendiri, sebab kehidupan ini walau bagaimana pun akan habis (berakhir), karena ia seperti sepotong es, bagaimana pun kalian menyimpannya di dalam peti-peti dan dibalut dalam kain, tetap saja dia meleleh. Seperti itu jugalah, betapa pun hebatnya upaya dilakukan untuk menegakkan kehidupan, yang benar (pasti) adalah ia akan habis. Hari demi hari sedikit banak akan terjadi perubahan padanya. Di dunia ini terdapat para dokter dan juga para tabib, namun tidak satu pun ada yang memberi resep umur kekal.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 422). (422-423) ISLAM SATU-SATUNYA JALAN
Sebagian orang yang berfitrat lemah berpendapat, bahwa yang ada (yang penting) memang beribadah kepada Allah Ta‘ala, tidak peduli di dalam agama mana pun. Akan tetapi mereka tidak mengetahui, bahwa tsekian banyak agama yang ada pada masa kini di antaranya tidak ada (memiliki) pengaruh dan nur-nur serta berkat-berkatnya, ia tidak lain kecuali memberikan kutipan kisah-kisah terdahulu. Dan tidak lain ia hanya menghubungkannya pada janji-janji di masa mendatang, padahal buah dan pengaruhnya didapati pada setiap waktu dan dan di setiap zaman. Dan di dunia ini juga seorang Muslim sejati menikmati buah-buah itu.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 423-424).
(424-425)\ BERDUSTA SAMA DENGAN MEMBUNUH Pada tanggal 11 Oktober 1902 Hadhrat Masih Mau‘ud a.s. menasihati seorang yang baru masuk Jemaat, Maulvi Hamid Hussain. Hadhrat Masih Mau‘ud a.s. bersabda: ―Sebaiknya anda menetap di sini lima atau tujuh hari. Tidak baik bila anda pulang begitu cepat dan dengan tekad demikian. Dalam urusan-urusan dunia pun duniapun orang-orang betapa banyak melakukan penyelidikan dan penelaahan. Pada hakikatnya orang yang tergesagesa membentuk suatu pendapat, dia juga menjerumuskan orang lain ke dalam cobaan. Jadi, mengungkapkan pendapat yang berlawanan dengan kenyataan yang sebenarnya sama dengan membunuh. Banyak sekali hal yang semakin dalam disimak oleh manusia maka tampak semakin bagus hasilnya.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 425).
(425-426)
SARANA UNTUK MENGENALI AGAMA YANG BENAR Ada pertanyaan dari Maulwi Hamid Hussein: "Penganut dari segenap agama menganggap bahwa agama mereka adalah benar. Bagaimana kita dapat mengambil keputusan tentang itu?", Hadhrat .Masih Mau'ud a.s. menjelaskan: Masalahnya adalah, pada masa sekarang ini, bahkan sejak dahulu, untuk mengenali agama yang benar adalah mutlak bahwa bahwa di dalam agama tersebut harus terdapat dua hal. Pertama, ajarannya suci, dan akal serta hati sanubari manusia tidak keberatan terhadap ajaran itu, sebab tidaklah mungkin bahwa hal-hal yang berasal dari Allah itu tidak suci. Kedua, rangkaian dukungan Samawi terpaut dengan agama itu sedemikian rupa, sehingga melalui itu manusia dapat mengenali Tuhan serta menyaksikan segenap Sifat-Nya, sehingga manusia jadi dapat terhindar dari dosa. Walau pun manusia masuk ke dalam agama yang benar, tetapi jika pada agama itu tidak terdapat perahu, berarti sama seperti mata air yang berada di suatu tempat yang di kelilingi gunung-gunung atau dinding, atau berada di tengah-tengah belukar penuh duri yang dengan cara apa pun kita tidak dapat mencapainya. Jadi, mata air yang seperti itu tidak berguna bagi diri-kita. Ringkasnya, syarat yang mutlak adalah di dalam agama itu harus terdapat sarana-sarana sedemikian rupa yang melaluinya dapat timbul makritat Ilahi secara jelas. Ini juga suatu hal yang jelas, bahwa manusia lebih banyak dirundung musibah sedemikian rupa, yakni dia mengalami berbagai macam petaka, kesulitan serta kesusahan dan sebagainya, sehingga semua itu menggerogotinya clan menghalanginya menuju Tuhan. Dan karena hal-hal itulah timbul suatu jurang pemisah antara manusia dengan Tuhan. Jadi, di dalam suatu agama itu harus ada sarana-sarana yang setiap harti terus saja menarik
manusia ke arah-Nya, lalu menimbulkan keyakinan yang sempurna pada diri manusia, dan kemudian mempertemukan manusia itu dengan Tuhan. Pihak dunia memang menyangkal dan mengatakan, ―Memangnya kami ini mengingkari Tuhan?" Namun dari perbuatan-perbuatan mereka terbukti bahwa mereka itu pasti mengingkati Tuhan. Saya juga teolah menyinggung hal ini di dalam kebanyakan buku saya. Perhatikanlah, jika di dalam sebuah lubang terdapat ular, maka apakah orang yang tahu hal itu mau mendekat ke lubang tersebut? Atau, memasukkan tangannya ke dalam lubang itu? Atau jika di sebuah belantara hidup banyak sekali binatang buas, dengan mengetahui hal itu, apakah ada orang yang berani masuk ke dalam belantara. tersebut? Dengan mengetahui bahwa sebuah makanan beracun, apalah tetap akan dimakan? Jadi, tampak bahwa ini merupakan suatu yang mutlak dari hal-hal yang berkaitan dengan keyakinan, yakni sesuatu yang diyakini berbahaya tidak akan didekati. Mengapa terjadi demikian? Yakni, pada satu kesempatan seseorang itu merampas hak-hak manusiawi, mengabaikan hak-hak tersebut, memintauang suap, mencuri, melakukan hal-hal bejad, marah yang bukan pada tempatnya, dan lain sebagainya Dan masa tua tidak juga membuatnya melepaskan diri dari dosa-dosa. Selama masih memiliki kekuatan jasmani, dia melakukan segala macam perbuatan buruk. Jadi, tampak bahwa orang itu tidak beriman kepada Tuhan. Setiap orang dapat meminta kesaksian dari jiwanya sendiri, yakni sebagaimana dia seharusnya berjalan di atas sikap yang adil (tidak aniaya), ternyata tidak berjalan seperti itu. Jadi, tujuan besar adalah keaniayaan-keaniayaan yang timbul dari diri manusia, renungkanlah dalam-dalam dan apa yang menjadi penyebabnya? Maka akhirnya akan diketahui bahwa manusia tidak sepenuhnya takut kepada Tuhan, tidak seperti yang seharusnya manusia lakukan. Kadang-kadang doss menjadi berkurang melalui ihsan (kebaikan), dan kadangkadang melalui rasa tkut. Misalnya, orang-orang yang relatif agak bejad, pada masa-masa terjadi penyakit-penyakit dan wabah pes serta kolera, mereka mulai menegerjakan shalat. Jadi, adalah mutlak bahwa di dalam agama mana saja terdapat dua hal ini: ajaran yang suci serta secara bertahap membawa manusia kepada Tuhan, berarti agama itu benar. Dan kedua sana ini akan akan ditemukan lagi dalam agfama-agama mana pun kecuali Islam. Tuhan yang dipaparkan oleh Islam, tidak dipaparkan oleh agama lainnya dalam bentuk yang begitu jelas. Di satu sisi ajaran Islam adalah tinggi (mulia), dan di sisi lain, jika seseorang melakukan perubahan dalam tempo sepuluh hari sekali pun, maka nur-nur dan berkat-berkat akan mulai turun atas dirinya. Pada masa sekarang ini sudah banyak sekali firqah (golongan) dalam Islam. Seolah-olah di setiap keluarga telah terbeniuk sebuah firqah baru. Hal itu menyedihkan. Di satu sisi terdapat golongan Syi'ah. Mereka menjadikan Hussein r.a. seperti [berhala] Laat. Maka seseorang akan mengatakan: "Kemana saya harus pergi?! Syi'ah telah menjadi penyembah Hushein. Khawarij melontarkan caci-makian kepada Ali. Di antara keduanya terdapat Ahlus Sunnah. Walau pun Ahlus Sunnah itu tampak secara zahir berdiri pada posisi seimbang, tetapi sekarang mereka telah menganut akidah-akidah yang memalukan sedemikian rupa, sehingga mereka telah mencapai kemusyrikan. Misalnya, mereka telah menjadikan Al-Masih sebagai tuhan. Yakni mereka mempercayainya dapat menghidupkan orang mati. Jadi, agama suci adalah agama yang mengandung standar Al-Quran. Walau pun secara zahir manusia resah, yakni bagaimana dia dapat menemukan agama suci itu, akan tetapi ingatlah, barangsiapa mencari maka dialah yang akan menemukannya. Jangan lepaskan kesabaran serta takwa dari genggaman, sebab jika kalian berlaku demikian maka Allah Ta‘ala itu Ghani (Mahakaya dan Maha Berkecukupan). Dia tidak peduli pada siapa pun. Jadi, manusia hendaknya merendahkan diri di hadapan Tuhan maka barulah Dia akan berbuat penuh kelembutan dan ihsan, dan dia akan membukakan mata orang itu. Bertobatlah. Berdoalah. Panjatkanlah istighfar,dan jangan sekali-kali resah. Setiap orang adalah sakit, dan tidak pernah akan sehat selama belum menyaksikan Tuhan. Jadi, hendaknya kalian setiap saat merasa sedih serta sendu. Dan putuskanlah segenap hubungan, lalu jalinlah hubungan dengan Allah. Jika tidak, maka selama masa itu – yakni sampai dia menjumpai Allah -- maka selama itu pula dia akan merupakan kotorang dan najis.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 426-428).
DOSA TIMBUL KARENA RAGU TERHADAP TUHAN ‖Allah Ta‘ala berfirman, ―Man kaana fi hadzihi ‗amaa fahuwa fil-aakhirati ‗amaa (―barangsiapa buta di dunia ini maka di akhirat pun akan buta‖ – Bani Israil, 73). Yakin kepada Tuhan adalah suatu harta yang besar. Jadi orang yang buta [ruhani] adalah adalah orang yang di dunia ini juga tidak memperoleh keyakinan yang sempurna tentang Tuhan.Tatkala kehebatan, keindahan dan keperkasaan-Nya tampil pada diri seseorang, maka itu merupakan manifestasi-Nya, dan dengan menyaksikan hal-hal itu tidaklah mungkin manusia akan mengarah kepada dosa. Ketika manusia ragu akan Tuhan, barulah manusia melakukan dosa. Jadi, seseorang yang menginginkan kebaikan bagi jiwanya, dia hendaknya yakin terhadap Tuhan. Pada zaman Ise Almasih, tidak banyak dosa. Namun karena [akidah] penebusan dosa maka dunia telah dipenuhi oleh dosa…..‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 428).
(428-435) MIMPI MELIHAT NABI DALAM KONDISI BURUK Pada tanggal 12 Oktober 1902, seperti biasa sesudah shalat maghrib Hadhrat Masih Mau‘ud a.s. duduk-duduk bersama para sahabah beliau. Hadhrat Maulvi Abdul Karim membacakan sebuah tulisan editor Syhana Hind, yang mengatakan bahwa dia melihat dalam mimpi Hadhrat Aqdas Masih Mau'ud a.s. dalam keadaan kepala terikat di kaki. Mengenai hal itu Hadhrat Masih Mau‘ud a.s. bersabda: ‖Di dalam Ta‘birur-Ru‘ya dengan jelas tertulis, bahwa orang-orang yang melihat pata utusan (rasul) dalam kondisi buruk, mereka itu memperlihatkan kondisi mereka sendiri (menelanjangi diri sendiri). Almarhum ayah Maulvi Abu Yusuf Muhammad Mubarak Ali suatu kali menceritakan kepada saya, bahwa seorang Hindu yang simpati terhadap Islam datang kepada beliau. Tidak berapa lama kemudian dia kembali dari Kashmir, dan ditanyakan kepadanya, dia berkata bahwa dia kini seorang Hindu tulen. Akan tetapi beberapa lama kemudian dia dijumpai telah masuk Kristen. Ketika ditanya, dia jelaskan bahwa, "Saya melihat sebuah mimpi. Saya lihat Rasulullah saw. berada di dalam sebuah kamar gelap, dan di situ api menjilat-jilat." -- seolah-olah si kurangajar ini menganggapnya sebagai neraka -- "Dan di sekelilingnya saya melihat para pendeta. Dari hal itu saya mengambil kesimpulan bahwa pendeta berapa di pihak yang benar, sedangkan beliau kalah.‖ Maulwi Sahib tidak tahu ilmu ta'bir mimpi. Ketika beliau ceritakan kepada saya, maka saya katakan bahwa ta'birnya adalah gambaran kondisi orang itu sendiri. Di dalam [kitab] Ta'thiirul-Anaam juga tertulis demikian. Yakni, jika seseorang melihat seorang nabi, utusan atau rasul dalam keadaan yang buruk – misalnya kelihatan seperti berpenyakit kusta, kelihatan telanjang, atau mereka memakan makanan yang tidak baik -- maka semua itu menggambarkan keadaan-keadaan dirinya sendiri. Para nabi itu berfungsi sebagai cermin dan memperlihatkan bentuk asli orang [yang melihatnya dalam mimpi]. Dan ini penglaman saya sendiri, apabila orang-orang melihat seorang utusan atau rasul dalam keadaan buruk, maka dengan cepat kondisi itu timbul di dalam diri mereka sendiri, dan hari hukuman bagi mereka sudaha mendekat. Ini sudah saya saksikan sendiri. Hamid Hussain Sahib, seorang Ahmadi baru, mengayakan bahwa ketika dia berada di Mekkah seseorang mengatakan seperti itu kepada Haji Imdadullah, yakni dia melihat rpa [buruk] seperti itu, maka Haji Imdadullah juga mengatakan demikian, yakni, "Itu adalah rupa engkau sendiri."(Malfuzat, jld. III, hlm. 436-437).