MALFUZĀT JILID II Penterjemah: Mukhlis Ilyas Mbsy
MEMPERLAKUKAN ISTRI DENGAN BAIK ―Selain hal-hal yang amoral (tidak bermoral), segenap sifat yang kurang baik dalam hal yang tidak mengenakkan dari perempuan (istri), hendaknya ditanggung saja Menurut pendapatk saya, termasuk sebagai suatu hal yang tidak bermalu apabila seorang laki-laki berkelahi dengan perempuan. Allah telah menjadikan kita sebagai laki-laki. Sebenarnya atas diri kita terdapat anugerah sempurna. Cara mensyukurinya kita harus memperlakukan kaum perempuan (para istri) dengan lemah-lembut.‖ Satu kali ada pengaduan, bahwa seseorang telah berlaku kasar kepada istrinya. Hadhrat Masih Mau‘ud a.s. bersabda: ―Orang-orang kita hendaknya jangan berbuat begitu.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 1-2).
HIKMAH DI BALIK ARTIKEL-ARTIKEL YANG TERBAKAR DAN HILANG Suatu kali di masa kecil, Hadhrat Mian Mahmud Ahmad ketika bermain telah membakar beberapa artikel yang ditulis oleh Hadhrat Masih Mau‘ud a.s., beliau bersabda: ―Hal itu benar-benar terjadi, mungkin di situ ada hikmah besar dari Allah Ta‘ala, dan kini Allah Ta‘ala menghendaki untuk mengajarkan isi karangan yang lebih baik kepadaku.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 2).
SIKAP SATTĀRI (MENYELUBUNGI AIB) Seorang khadimah (pembantu perempuan) mencuri beras dari rumah dan ketahuan. Seisi rumah menghujatnya. Secara kebetulan Hadhrat Masih Mau‘ud a.s. datang dan hal itu diceritakan kepada beliau. Beliau bersabda: ―Dia orang miskin, berilah sedikit, dan jangan dihina-hina. Terapkanlah oleh kalian sikap Sattaari (sikap menyelubungi) Allah Ta‘ala.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 3).
JEMAAT DAN TUGAS KHIDMAT KHALQ
Suatu hari perempuan-perempuan kampung datang meminta obat untuk anak-anak mereka. Hadhrat Masih Mau‘ud a.s. cukup lama memeriksa dan memberi obat kepada mereka. Melihat hal itu Maulvi Abdul Karim r.a. menyatakan, ―Hazur (Yang mulia), ini adalah pekerjaan yang sangat menyusahkan, dan dengan begini waktu Hazur yang begitu berharga jadi sia-sia.‖
1
Menjawab hal itu Hadhrat Masih Mau‘ud a.s. bersabda: ―Ini juga merupakan tugas keagamaan. Mereka ini adalah orang-orang miskin, di sini tidak ada Rumahsakit. Untuk orang-orang ini aku memesan dan menyimpan obat-obat Inggris (Allopathy) dan obat-obat Yunani (ketabiban), yang berguna pada saat diperlukan. Ini adalah pekerjaan yang mengandung pahala besar. Orang mukmin hendaknya jangan malas serta tidak peduli terhadap pekerjaan-pekerjaan seperti ini.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 3).
SIKAP LEMAH LEMBUT Suatu kali, Hadhrat Masih Mau'ud a.s. mengalami sakit kepala yang berat. Di sekitar itu anakanak dan kaum perempuan bermain menimbulkan kebisingan. Maulwi Abdul Karim mengemukakan kepada Hadhrat Masih Mau‘ud a.s., ―Apakah Hazur tidak terganggu oleh kebisingan ini?‖ Beliau a.s. menjawab, ―Ya, jika mereka diam, aku agk tentram.‖ Maulwi Sahib mengatakan, "Lalu, mengapa Hazur tidak perintahkan mereka [untuk diam]?" Hadhrat -Masih Mau'ud a.s. menjawab, ―Anda sajalah yang mengatakan kepada mereka, aku tidak dapat mengatakannya." (Malfuzat, jld. II, hlm. 3).
(3-4)
MENDIDIK ANAK Menurut saya, memukul anak-anak adalah suatu bentuk tindakan yang termasuk sejenis syirik (menyekutukan Tuhan). Hakikatnya orang yang penaik-darah menjadikan dirinya sekutu Tuhan dalam memberikan petunjuk, dan membenarkan (?) makhluk ciptaan. Di saat seorang penaik darah menghukum seseorang, dia menjadi begitu terangsang sehingga dia berubah menjadi seorang musuh dan memberi hukuman jauh lebih banyak daripada yang seharusnya. Hanya orang yang memiliki harga diri untuk menguasai dan mengendalikan dirinya serta mulia yang berhak menghukum anak-anak dengan sewajarnya, orang macam itulah yang dapat memarahi anak-anak. Tetapi orang yang cepat naik darah, tidak berwibawa dan tidak bijaksana, dia tidak pantas untuk dipercaya mendidik dan membesarkan anak-anak. Saya berharap orang-orang akan berdoa untuk anak-anak mereka sebanyak keinginan mereka untuk menghukumnya. Mereka harus menjadi bagian dari tugas mereka untuk berdoa secara khusuk bagi anak-anak. Doa-doa orang tua bagi anak-anaknya secara khusus dikabulkan Tuhan. Ada beberapa doa-doa tertentu bagiku setiap hari: 1. Saya berdoa bagi diri saya semoga Tuhan membuat saya melakukan hal-hal yang dapat menjelmakan kehormatan dan kebesaran-Nya dan Dia menjadikanku betul-betul menyerah kepada kehendak-Nya.. 2. Saya berdoa bagi istri saya semoga Dia menganugerahkan anak-anak kepada saya melaluinya yang menjadi penyejuk mata saya dan yang hidup sesuai dengan kehendak Tuhan. 3. Saya berdoa bagi anak-anak saya semoga Tuhan menjadikan mereka sebagai hamba dari agama-Nya. 4. Saya berdoa bagi sahabat-sahabat saya dengan menyebut mereka satu per satu. Saya
2
berdoa bagi semua yang berhubungan dengan anugerah ini, baik saya mengenal mereka secara pribadi atau pun saya tidak mengenal mereka.‖ (Malfuzat, II, jld. 4).
(4-5)
SANGAT MENGHARGAI WAKTU Sikap saya adalah, dengan buang air kecil dan buang air besar pun saya merasa menyesal, bahwa sekian waktu telah terbuang. Saya menghendaki bahwa waktu sekian itu pun dapat digunakan untuk tugas keagamaan tertentu. Jika sedang ada kesibukan dan penggunaan waktu untuk pekerjaan-pekerjaan agama, lalu waktu itu terpakai untuk hal lain maka saya sangat tidak suka. Jika ada pekerjaan keagamaan yang penting maka saya menahan diri saya untuk tidak makan, minum dan tidur selama pekerjaan itu belum selesai. Saya adalah untuk agama, dan untuk agamalah saya menjalani hidup ini. Oleh karena itu di jalan agama ini hendaknya jangan sampai ada hambatan apa pun bagi saya.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 6).
TAKABUR & PENYEMBAHAN BERHALA Orang-orang dengan bebas dapat berbicara kepada Hadhrat Masih Mau‘ud a.s. mengenai hal itu beliau a.s. bersabda: ―Bukanlah cara hidup saya agar saya duduk dengan sikap dingin dan menyeramkan, sehingga orang-orang menjadi takut seperti takut kepada binatang buas, dan saya sangat benci menjadi untuk menjadi berhala. Saya justru datang untuk membasmi penyembahan berhala, bukannya untuk menjadi berhala sehingga orang-orang menyembah saya. Allah Ta‘ala lebih mengetahui bahwa saya sedikit pun tidak melebihkan diri saya atas orangorang lain. Menurut saya, tidak ada penyembah berhala dan orang kotor yang lebih dari orang takabur. Pelaku takabur tidak menyembah tuhan mana pun melainkan dia menyembah dirinya sendiri.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 6-7).
MENYENDIRI DAN MENAMPILKAN DIRI Jika Allah Ta‘ala memberikan pilihan kepada saya, yakni: ―Mana yang engkau suka, khalwat (menyendiri) atau jalwat (menampilkan diri di hadapan khalayak)?" maka saya bersumpah demi Dzat Suci itu, saya akan memilih khalwat. Saya secara paksa telah ditarik keluar di hadapan dunia oleh orang-orang ini. Kenikmatan yang saya rasakan dalam menyendiri (khalwat), hanya Allah saja yang mengetahuinya. Saya tetap menutup diri selama 25 tahun, dan tidak pernah satu detik pun saya menginginkan agar saya duduk di kursi ketenaran. Saya secara fitrati tidak menyukai hal itu, yakni bercampur-baur dengan orang-orang. Namun saya tidak berdaya atas perintah Sang Pemberi Perintah. Ada pun saya tampil keluar atau pergi mengadakan perjalanan serta berbicara dengan orang-orang, semua itu adalah dalam rangka memenuhi perintah Allah Ta‘ala.‖
3
(Malfuzat, jld. II, hlm. 7).
KHADIM (PENGKHIDMAT) AGAMA Jika ada orang yang mengangkat pena (menulis artikel) untuk memdukung kebenaran, atau ada yang mau berusaha untuk itu, maka Hadhrat Masih Mau‘ud a.s. sangat menghargainya. Mengenai hal itu Hadhrat Masih Mau‘ud a.s. bersabda: ―Jika ada yang untuk mendukung agama menuturkan suatu perkataan lalu menyampaikannya kepada saya maka saya menganggapnya jauh lebih berharga daripada mutiara-mutiara dan sekantung uang emas. Siapa saja yang menghendaki agar aku menyayanginya, dan doa-doaku dipanjatkan ke Langit untuknya sebagaia suatu keinginan dan penuh khusuk, maka ia hendaknya memberikan keyakinan kepada saya bahwa dia memiliki kemampuan kemampuan untuk menjadi khadim (pengkhidmat) agama. Aku menyayangi segala sesuatu hanya untuk Allah, baik itu istri, anak, sahabat, semuanya hubunganku hanyalah untuk Allah Ta‘ala,‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 7-8).
IKATAN PERSAHABATAN Prinsip saya adalah, seseorang yang satu kali telah menjalin ikatan persahabatan dengan saya maka saya mendukung persahabatan itu sedemikian rupa, sehingga bagaimana pun dia serta apa pun yang terjadi padanya, saya tidak akan memutuskan ikatan itu. Ya, kecuali jika dia sendiri yang memutuskannya saya tidak berdaya. Jika tidak adalah, kalau ada dari antara sahabat saya yang mabuk dan dia terjatuh di tengah pasar dan orang-orang mengerumuninya, maka tanpa takut celaan pencela saya akan menggendongnya dan membawanya pulang. Ikatan persahabatan adalah permata yang sangat berharga. Ia hendaknya jangan dengan mudah disia-siakan. Dan betapa pun tidak enaknya hal yang ditimbulkan oleh sahabat-sahabat hendaknya hal itu diabaikan dan disikapi dengan lembut (kesabaran).‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 8).
BERKAT-BERKAT RAMADHAN DI QADIAN PADA MASA HADHRAT MASIH MAU’UD A.S. Seth Abdurrahman Madrasi meminta izin kepada Hadhrat Masih Mau‘ud a.s. untuk pulang ke Madras karena ada urusan penting, dan memang ada telegram yang meminta beliau pulang. Hadhrat Masih Mau‘ud a.s. bersabda: ―Adalah penting bagi Anda untuk menetap di sini pada bulan [Ramadhan] yang beberkat ini. Saya bersedia memanjatkan doa untuk Anda yang darinya – dengan izin Allah – gunung pun dapat bergeser. Saya belakangan ini sangat sedikit duduk-duduk bersama rekan-rekan, dan saya lebih banyak menyendiri. Hal ini sangat berguna bagi rekan-rekan. Dalam kesendirian itu saya dengan sangat leluasa memanjatkan doa-doa. Dan banyak sekali waktu di malam hari yang saya gunakan untuk memanjatkan doa-doa.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 8). (hlm 9-26)
4
FIRASAT ORANG-ORANG YANG BERIMAN ‖Saya sangat yakin, bahwa tidak ada kemunafikan dalam Jemaat saya dan firasat para anggota Jemaat saya tidak ada yang salah dalam baiat kepada saya, karena saya adalah orang yang sama dengan orang yang kedatangannya telah ditunggu-tunggu orang yang memiliki firasat. Tetapi mereka yang tidak bergabung dengan saya terlepas dari anugerah ini. Firasat adalah seperti karamat (mukjizat). Kata karamat ini juga dibaca karamit. Jika dibaca karamat artinya ―menunggang kuda‖. Seorang yang beriman menunggang kuda melalui firasat dan ketangkasannya. Tuhan menganugerahkan petunjuk kepadanya dan dengan petunjuk ini dia dapat melihat jalan yang harus dilaluinya. Itulah sebabnya Rasulullah saw. bersabda: Ittaqu firasatal mukmini fa-innahu yanzhuru bi-nuurillahi (takutlah kalian dengan firasat orang beriman karena sesungguhnya ia melihat dengan nur/cahaya Allah)‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 26).
JEMAAT DAN SIKAP MUNAFIK ‖Dengar dan ingatlah. Allah tidak suka sikap seperti ini – [bermuka dua terhadap pemerintahan yang baik – pent.]. Kalian yang menjalin hubungan dengan saya – dan kalian menjalin hubungan itu hanya demi Allah – berbuat baiklah terhadap orang (pihak) yang berbuat kebaikan, dan maafkan orang-orang yang berbuat keburukan. Seseorang tidak dapat menjadi shiddiq (orang benar/jujur) selama dia belum menerapkan satu corak (warna - tidak munafik). Orang yang bersikap munafik menerapkan dua corak (warna) dan akhirnya dia akan ketahuan.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 27). (hlm 27-31)
PERSAMAAN IDUL QURBAN DENGAN RASULULLAH SAW. & MASIH MAU’UD A.S. ―Hari ini adalah ‗Idul Adha (Idul (Qurban). ‗Id ini diperingati dalam bulan yang merupakan bulan terakhir dari kalender Islam, bulan berikutnya adalah Muharram, dan dengan demikian mulailah tahun baru. Ada pun bahwa ‗Id ini diperingati dalam bulan yang mengakhiri kalender Islam adalah suatu hal yang sangat penting. Hal itu menunjukkan hubungannya dengan Rasulullah saw. dan Masih yang akan datang. Apa hubungannya? Hubungan yang pertama, Nabi Besar Muhammad saw. adalah Nabi Akhir Zaman, dan wujud beberkat beliau dan kedatangan beliau saw. seolah-olah adalah waktu ‗Idul Adha (‗Idul Qurban). Setiap anak-anak Islam tahu bahwa Rasulullah saw. adalah Nabi Akhir-uz-Zaman, dan bulan ini (bulan Dzulhijjah/‘Idul Adha) adalah Akhirusy-Syuhur (bulan yang terakhir). Itulah sebabnya bulan ini memiliki hubungan dengan masa Rasulullah saw.. Hubungan yang kedua adalah dikenal sebagai bulan pengurbanan. Rasulullah saw. juga datang untuk memberikan contoh sempurna mengenai pengurbanan. Sebagaimana kalian menyembelih unta, sapi, dan domba betina, orang-orang juga disembelih di jalan Tuhan Yang Maha Perkasa 13 abad yang lalu, itulah ‗Idul Adha yang sejati dan hakiki, dan itulah saat ketika sinar Dhuha tampak di dunia.
5
Pengorbanan yang dilakukan orang-orang sekarang dengan menyembelih binatang bukanlah inti yang penting, itu adalah kulit. Itu bukan jiwa, itu adalah tubuh (daging dan tulang). Di masa kesenangan dan kemudahan ini ‗Id ini dirayakan dengan penuh kegembiraan, kesenangan dan kemewahan. Para perempuan mengenakan perhiasan, para laki-laki mengenakan pakaian yang terbaik serta menyiampan makanan terbaik yang ada. Hari itu dianggap sebagai hari kegembiraan dan kesenangan, bahkan orang yang paling kikir pun para hari itu makan daging. Sehubungan dengan orang-orang Kasymir boleh dibilang perut mereka adalah kuburan kambing; yang lain juga tidak ketinggalan. Pendeknya, makna ‗Id telah menjadi hari bersenang-senang dan kegemaran berolahraga. Ah! Orang-orang itu tidak memperhatikan makna sebenarnya dari hari [Idul Adha/‘‘Idul Quran) itu.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 31-32).
(hlm 32-45)
KEMENANGAN DAN RAHIMIYAT ―Islam itu seperti seorang anak di pangkuan Tuhan, Dia-lah yang melakukan segala sesuatu untuknya, Dia menyiapkan keperluan dan memberikan apa-apa yang dibutuhkannya. Tidak ada satu manusia pun yang memikul kewajiban itu. Kata Rahim menunjuk kepada seseorang yang tidak membiarkan usaha menjadi sia-sia, kebalikannya adalah seseorang yang terus berjuang tapi tidak memperoleh hasil dari usahanya. Tuhan Yang Maha Perkasa memperlihatkan Ke-Rahimiyat-an-Nya kepada Rasulullah saw. dan itu sangat jelas. Tidak ada satu pertempuran pun yang dialami Rasulullah saw. tidak beliau menangkan. Kenyataan beliau sedikit berjuang namun beliau mendapat banyak. Kemenangan beliau melesat seperti kilat, contohnya kemenangan di Syria dan Mesir. Tidak pernah ada manusia sepanjang sejarah manusia yang begitu berhasil dan memperoleh kemenangan seperti Nabi Muhammad saw.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 45). (hlm. 45-48) PERSATUAN DAN SALING MENCINTAI ‖Saya telah berulang kali menyatakan tentang persatuan dan saling mencintai di antara anggota Jemaat, dan saya telah mengatakan kepada kalian supaya kalian tetap bersatu dan saling bersahabat. Inilah yang diperintahkan Tuhan kepada umat Islam. Dia telah memerintahkan mereka supaya seperti satu tubuh, jika tidak maka mereka akan menjadi lemah dan orang-orang akan mengetahuinya. Orang-orang Islam telah diperintahkan untuk berdiri merapatkan bahu saat salat berjamaah, dan hal itu juga berarti untuk memperoleh persatuan. Kebaikan seseorang menembus yang lain seperti aliran listrik. Jika yang ada adalah perselisihan bukannya persatuan, hal itu pada gilirannya akan membawa keburukan. Rasulullah saw. bersabda, ―Kalian harus saling mendoakan yang lain yang tidak hadir. Jika seseorang mendoakan orang lain yang tidak hadir, malaikat berkata, ―Jadikanlah agar doa ini dikabulkan juga untuk kepentinganmu. Betapa indahnya hal ini. Jika doa manusia tidak diterima maka doa malaikat akan diterima.
6
Saya menasihati kalian untuk tidak berselisih di antara kalian. Saya datang hanya untuk dua hal: pertama, kalian harus teguh beriman kepada Tauhid, dan kedua, kalian harus menanamkan terus saling mencintai dan memperhatikan. Kalian harus menjalani kehidupan yang tidak lain adalah mukjizat. Inilah perubahan yang terjadi dalam kehidupan para sahabat Rasulullah saw.: .
(―kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu‖ – Aali ‗Imraan, 104). Kalian harus ingat, bahwa menjadikan perasaan itu dekat satu sama lain adalah suatu mukjizat. Perlu diingat, bahwa sebelum setiap kalian menginginkan bagi saudaranya apa-apa yang dia inginkan, kalian tidak dapat menjadi anggota Jemaat saya. Orang macam ini akan menjalani ujian dan akhir dirinya tidak akan baik. Saya akan menulis sebuah buku, di dalamnya akan dipisahkan segenap orang yang tidak mampu mengendalikan dorongan-dorongan [emosi] mereka. Mereka bertengkar (berkelahi) atas masalah-masalaha kecil. Misalnya, seseorang mengatakan bahwa ada atlit yang telah melakukan lompatan sejauh 10 yard, lalu ada orang lain yang mempersoalkan hal itu, dengan demikian di dalam diri timbul kedengkian (permusuhan). Ingatlah, terpisahnya (hilangnya) kedengkian adalah tanda mutaki, dan apakah tanda itu tidak akan sempurna? Pasti akan sempurna. Mengapa kalian tidak bersabar. Seperti masalah kesehatan, selama penyakit-penyakit tidak dibasmi, selama itu pula penyakit tidak akan lenyap. Dari wujud saya, insya Allah, akan tercipta suatu Jemaat salih. Apa yang menyebabkan timbulnya permusuhan di antara sesama? Yaitu kekikiran, kesombongan, sikap mementingkan diri (egois) dan dorongan-dorongan emosi. Saya sudah mengemukakan bahwa saya akan menulis sebuah buku, dan saya akan pisahkan dari Jemaat segenap orang yang tidak mampu mengendalikan dorongan-dorongan emosi mereka, dan yang tidak dapat hidup dengan kecintaan serta persaudaraan di antara sesama. Orang-orang yang seperti itu mereka hendaknya ingat, bahwa mereka adalah tamu [Jemaat] untuk beberapa hari saja, selama mereka tidak memperlihatkan contoh yang baik. Saya tidak ingin menanggung kecaman atas diri saya akibat ulah seseorang. Orang yang berada di dalam Jemaat saya tetapi dia tidak menyesuaikan diri dengan maksud (kehendak) saya, dia bagaikan ranting kering. Apa lagi yang akan dilakukan oleh penjaga kebun kalaui bukan memotongnya? Ranting kering sekali pun hidup berdampingan bersama cabang yang hijau, memang masih menyerap air, namun air tidak dapat membuatnya subur hijau, melainkan cabang itu akan melahirkan cabang yang lain. Oleh karena itu takutlah. Kalian yang tidak mengobati diri tidak akan tetap bersama saya. Dikarenakan saya akan menuliskan semua hal itu di dalam buku maka saya cukupkan di sini dengan menyebutkan beberapa kalimat bahasa Arab.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 48-49).
(hlm. 49-50)
KEADAAN KALBU NABI DAN PERKEMBANGAN BERTAHAP PENGIKUTNYA
7
Pada bulan Mei 1900 Hadhrat Masih Mau‘ud a.s. bersabda: ―Kedatangan nabi itu penting, bersamanya terdapat quwwat qudsi (kekuatan mensucikan). Di dalam kalbunya terdapat gejolak semangat yang membuatnya tidak tenang, yaitu gejolak kepedulian terhadap orang-orang, gejolak untuk memberikan manfaat kepada orang-orang serta gejolak untuk memberikan kebaikan kepada khalayak ramai. Mengenai Rasulullah saw. Allah Ta‘ala telah berfirman: (―Apakah engkau akan membinasakan jiwa sendiri sebab mereka tidak beriman?‖ (AsySyu‘ara, 4). Ada dua sisi di situ, pertama mengenai orang-orang kafir; kedua mengenai orang-orang Muslim, yakni mengapa di dalam diri mereka tidak timbul kekuatan ruhani yang berderajat tinggi, yaitu sesuatu yang beliau inginkan. Dikarenakan kemajuan itu terjadi bertahap, oleh sebab itu kemajuan-kemajuan para sahabah juga berlangsung secaara bertahap. Namun demikian kondisi kalbu para nabi sama sekali dipenuhi oleh rasa kepedulian yang mendalam. Lagi pula Nabi kita saw. merupakan himpunan segenap kesempurnaan para nabi. Rasa peduli itu sangat tinggi di dalam diri beliau. Melihat para sahabah, beliau saw. menghendaki agar mereka mencapai kemajuan-kemajuan yang sempurna. Namun kejayaan itu memang telah ditakdirkan pada satu saat tertentu. Akhirnya para sahabah telah memperoleh apa yang belum pernah diperoleh dunia sebelumnya, dan mereka telah menyaksikan sesuatu yang tidak pernah disaksikan oleh siapa pun sebelumnya. Dasar segala sesuatunya adalah mujahadah (upaya gigih), Allah Ta‘ala berfirman: (―Dan orang-orang yang berjihad untuk Kami, niscaya Kami akan tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami‖ – Al-Ankabut, 70). Tanpa mujahadah (kerja keras) tidak ada yang dapat diraih. Orang-orang yang mengatakan bahwa Sayyid Abdul Qadir Jailani hanya dengan satu kali tatap saja telah membuat seorang pencuri menjadi orang suci, merupakan orang-orang yang terkecoh, dan hal-hal semacam itu telah membinasakan orang-orang. Mereka beranggapan bahwa melalui satu semburan (jampi) seseorang maka manusia bisa saja menjadi suci. Orang-orang yang bersikap terburu-buru terhadap Allah maka menjadi binasa. Di dunia ini setiap sesuatu terhadi secara bertahap. Kemajuan ruhani juga demikian, dan tanpa mujahadah tidak akan berlaku sedikit pun. Mujahadah pun harus dilakukan dalam Allah Ta‘ala, bukannya melakukan hal-hal yang bertentangan dengan Quran Karim, melakukan hal-hal sulit dan menjalani penderitaan-perderitaan seperti yang dilakukan para yogi. Inilah tugas yang untuknya Allah Ta‘ala telah mengutus saya, yaitu supaya saya memperlihatkan kepada dunia bagaimana manusia dapat mencapai Allah Ta‘ala. Ini merupakan hukum qudrat, yakni tidak semuanya akan mahrum (luput), dan tidak [pula semuanya akan memperoleh petunjuk.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm, 51-52).
JEMAAT DAN KEBERSAMAAN DENGAN ORANG-ORANG SALIH ―Persoalannya adalah, saya melihat dengan pandangan sangat benci terhadap orang-orang yang meminta bantuan dari orang-orang mati. Itu adalah pekerjaan orang-orang yang lemah
8
iman, yakni mendekati orang-orang mati dan lari menjauhi orang-orang hidup. Allah Ta‘ala berfirman bahwa orang-orang terus saja mengingkari Yusuf a.s. selama beliau hidup, dan pada hari kewafatan beliau mereka mengatakan bahwa hari itu kenabian telah berakhir. Allah Ta‘ala tidak ada memberi petunjuk di mana pun agar pergi kepada orang-orang mati. Justru Dia memerintahkan ―Kūnū ma‘ash-shādiqīn – bergaullah bersama orang-orang shadiq (benar)‖ - At-Taubah, 119), yakni Dia memerintahkan agar menetap bersama orang-orang hidup. Itulah sebabnya saya berkali-kali telah menekankan kepada kawan-kawan agar datang dan menetap di sini, Allah Ta‘ala benar-benar tahu bahwa hal itu saya lakukan semata-mata kasihan terhadap kondisi mereka, serta dengan rasa solidaritas (kepedulian) dan kesetiakawanan. Saya katakan dengan sebenarnya, iman tidak akan benar selama manusia belum menetap dalam pergaulan dengan mukmin (orang beriman hakiki), hal itu dikarenakan sifat-sifat [manusia] berbeda. Pada satu waktu yang sama dari mulut seorang pemberi nasihat tidak dapat keluar satu nasihat yang sesuai bagi segala macam sifat (pembawaan) yang dimiliki oleh semua orang. Ada timbul suatu masa ketkka berlangsung suatu percakapan yang sesuai dengan pemahaman dan pikiran seseorang, yang menimbulkan manfaat bagi orang itu. Dan jika seseorang tidak datang berkali-kali serta tidak menetap untuk beberapa hari yang cukup lama, maka mungkin saja pada satu waktu dia mendengar ucapan (nasihat] yang tidak sesuai dengan perasaannya – dan hatinya menjadi kecewa – dia jadi jauh terlempar dari prasangka baik, dan dia pun binasa. Ringkasnya, sesuai kehendak Quran Karim, yang terbukti [bermanfaat] itu adalah menetap dalam pergaulan bersama-sama orang-orang yang hidup. Ada pun mengenai permintaan bantuan hendaknya hal ini harus diingat bahwa Allah Ta‘ala-lah Wujud Yang berhak untuk dimintakan bantuan sebenarnya.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 53). BERIBADAH & MEMOHON PERTOLONGAN Al-Quran telah menjelaskan: (―Hanya Engkaulah yang Kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah Kami meminta pertolongan‖ – Al-Fatihah, 5). Pertama, dia menyebutkan Sifat-sifat Tuhan, yaitu Rabb (Pencipta dan Pengayom), Rahmān (Maha Pemurah - Yang memberi tanpa dimohon), Rahīm (Maha Penyayang – Yang memberikan ganjaran atas amal), Māliki yaumid-dīn (Penguasa Hari Pembalasan), dan kemudian mengajarkan kita untuk berkata: ―Hanya Engkaulah yang Kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah Kami meminta pertolongan‖ (Al-Fatihah, 5). Hal ini menunjukkan bahwa sesungguhnya hanya kepada Tuhan-lah seharusnya meminta pertolongan. Jabatan ini tidak dapat diberikan kepada manusia, binatang, ternak atau burung, tidak ada satu pun yang ada di alam semesta, Tentu saja dakan derajat yang lebih rendah hak ini dapat dianggap berasal dari makhluk (ciptaan) Tuhan. Kita tidak boleh mengatur segala sesuatu sekehendak kita, kita harus tetap berpegang kepada apa yang dikatakan Tuhan dan Utusan-Nya. Inilah yang disebut shirāthal-mustaqim (jalan yang lurus). Kita betul-betul memahami hal ini melalui kalimat: Kita dapat betul-betul memahami
9
hal ini melalui kalimat: Lā ilāha illallāhu Muhammadur Rasulullāh. Bagian pertama menunjukkan bahwa hendaknya hanya Tuhan-lah sebagai yang kita cintai, Dia yang kita sembah dan yang kita mohon, dan bagian kedua menunjukkan ketinggian Nabi Besar Muhamma saw..‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 54).
PERHATIAN RASULULLAH SAW. ―(Ada perbedaan antara seorang utusan biasa dengan seorang utusan yang datang dari Tuhan). Sehubungan dengan Rasulullah saw. perbedaan ini dinyatakan dalam bagian kedua ―Lā ilāha illallāh Muhammadur Rasulullāh. Utusan biasa cukup hanya mengantarkan pesan dan mereka menganggap berakhirlah tugas mereka, mereka tidak peduli apakah orang-orang akan bertindak sesuai dengan pesan atau tidak. Dengan kata lain, pesan mereka (atau penyampaian pesan) masuk telinga dan selesai, di pihak lain pesan dari mereka yang diutus oleh Tuhan masuk telinga dan saat itu juga, melalui pengaruh ruhani mereka, juga masuk ke dalam hati. Jenis daya tarik dan keberanian ini diberikan kepada manusia hanya apabila ia datang dalam jubah Tuhan, dan kemudian merasakan semacam kenikmatan dalam dirinya untuk memberikan perhatian kepada manusia dan berjuang untuk demi kesejahteraan mereka. Rasulullah saw. memiliki hal tersebut lebih banyak dibandingkan semua nabi lain. Itulah sebabnya beliau tidak sanggup melihat orang menderita kesusahan. Tuhan berfirman (dalam Al Quran) Azīzun ‗alaihi mā anittum ―Nabi ini tidak dapat melihat kalian dalam kesusahan, itu menyusahkan hatinya, dia sangat ingin melihat kalian semua penuh kemudahan‖. Dengan mudah dapat disimpulkan bahwa pertama kali Tuhan menurunkan pertolongan-Nya, dan kemudian giliran orang yang ditugaskkan oleh-Nya Tuhan-lah yang menganugerahkan kepada mereka tekad untuk berbuat baik kepada manusia, mereka berjuang untuk itu seperti seorang ibu yang menyusui bayinya, bahkan lebih dari itu, karena ibu bukanlah muzzaki (orang yang mensucikan). Mereka itulah yang dimaksud dalam ayat Kūnū ma'ash- shādiqīn -- ―jadilah kalian bersama orang-orang yang benar‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 55-56). (56-63)
AGAMA YANG HIDUP ―Islam adalah agama yang hidup. Tuhan itu Hidup dan Dia Menghidupkan yang lain, jadi bagaimana mungkin Dia mencintai yang mati. Tuhan Yang Hidup dan Menghidupkan ini memberikan kehidupan kembali dan terus berulang: Yuhyil- ardha ba‘da mautiha – Dia menghidupkan bumi setelah matinya.‖ Apakah Tuhan memberikan kehidupan setelah manusia itu mati [jasmani]? Tidak, Dia tidak berbuat demikian. Tuhan Yang Mahahidup dan Menghidupkan itulah yang bertanggungjawab menjaga Al-Quran dengan berfirman: Innalahu lahāfizhūn – ―sesungguhnya Kamilah benarbenar pemeliharanya‖ (Al-Hijr, 10). Dengan demikian di setiap masa agama ini hidup melalui orang-orang yang hidup dan memberi kehidupan kepada yang mati. Kalian harus ingat bahwa dalam agama ini orang-orang yang hidup tampil setiap saat. Kemudian Dia berfirman: ―Tsumma fushshilat – ―kemudian itu
10
telah jelas.‖ Satu penjelasan (bukti) terdalam dalam Al-Quran senjdiri, yang lain akan terus diberikan sampai Hari Kiamat.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 63).
MAKNA IBADAH ―Tuhan berfirman: Alā ta‘budu ilallah – ―kalian jangan menyembah selain Tuhan‖. Sesungguhnya tujuan penciptaan manusia adalah supaya dia menyembah Tuhan. Di tempat lain Tuhan berfirman: wa m ā khalaqtul jinna wal insa illa li'ya'budūn. Arti sesungguhnya ibadah (penyembahan) adalah seseorang harus menghilangkan kekerasan hati dan ketidakjujuran serta menjadikan ladang hatinya demikian bersih seperti ladang yang dibersihkan seorang petani [untuk ditanami]. Ungkapan Arab mur muaddab – menggiling (menggosok) lensa agar cocok untuk mata. Seperti itu juga jika tidak ada batu atau kerikil dalam hati, dan ladang demikian halusnya seperti tidak ada apa-apa kecuali tanah maka itu dapat disebut ibadah. Jika cermin seperti ini kita dapat melihat wajah kita, dan jika sebidang tanah bersih seperti ini kita dapat menanam berbagai macam pohon di dalamnya. Manusia yang diciptakan untuk menyembah Tuhan hanya dapat melihat-Nya dalam hatinya jika dia membersihkan hati dan menyingkirkan ketidakjujuran, kebimbangan dan batu-batu di dalamnya, kecil atau pun besar. Saya berulangkali mengatakan bahwa pohon-pohon kecintaan Tuhan akan tumbuh di dalamnya dan berbunga serta memberikan buah-buahan yang manis dan menyehatkan serta mereka akan menggenapkan kebenaran kalimat ―ukuluha da‘imun – buah-buahnya senantiasa ada‖, inilah tahap dimana perjalanan para sufi berakhir, dan ketika mereka mencapainya, mereka mendapati Tuhan ada di mana-mana dan tidak ada yang lain. Hati seorang salik (orang yang menempuh jalan ini) menjadi ‗Arasy (singasana Tuhan) dan Tuhan turun ke atasnya. Semua perjalanan (suluk) berakhir di sini. Inilah derajat dimana upaya peribadahan berada pada jalur yang benar, di sini kebun ruhani mulai berbunga, seseorang dapat bertemu Tuhan seperti melihat dalam cermin. Inilah derajat di mana manusia menemukan surga di dunia ini juga, dan di sinilah dia menikmati hadzal ladzi ruziqnā min qablu wa utū bihī mutasyābiha – ―inilah apa yang telah diberikan kepada kami sebelumnya, dan akan diberikan dalam bentuknya.‖ Ringkasnya, derajat sebenarnya dari penyembahan ialah ibadah‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 6465). (hlm 65-68)
MEMOHON PENGAMPUNAN ―Wa anistaghfiru Rabbakum tsumma tubu ilahi -- dan jika kamu minta ampun kepada Tuhan kamu dan kemudian kamu kembali kepada-Nya‖. Kalian harus ingat, bahwau mat ini diberi dua macam anugerah, yang satu untuk memperoleh kekuatan, dan yang lainnya untuk mengamalkan kekuatan itu. Untuk memperoleh kekuatan kepada orang Islam telah dianugerahkan istighfar, yang dengan kata lain dapat disebut meminta
11
pertolongan (istimdad dan istianat). Tasawuf mengatakan bahwa sebagaimana seseorang mendapat kekuatan jasmani melalui latihan, maka dapat disebut bahwa istighfar berarti latihan untuk kekuatan ruhani. Dia memberi kekuatan kepada jiwa dan juga memberi keteguhan hati, siapa pun yang ingin memperoleh kekuatan harus melakukan istighfar.. Ghafara berarti menutup atau menekan. Dengan istighfar seseorang berusaha menutup atau menekan kelemahan gairat yang menyebabkannya jauh dari Tuhan. Maka makna sebenarnya dari istighfar adalah seseorang harus berusaha menekan [dan menyingkirkan] racun-racun yang menyerang dan merusakan manusia, dan untuk menyingkirkan semua yang menghalangi antara dia dengan Tuhan-nya, dia harus menjalankan perintah-perintah-Nya. Perlu diingat, bahwa ada dua hal yang terdapat pada manusia. Satu adalah racun, dan kedua adalah obat pemunah racun. Racun dikuasai oleh setan. Jika seseorang memperlihatkan sikap bangga dan menganggap dirinya adalah orang yang teramat penting, dan dia tidak meminta pertolongan pada Sumber utama obat pemunah racun, maka racun itu menguasai dirinya. Tetapi jika dia merendahkan dirinya dan menyadari bahwa dirinya bukan apa-apa dan tidak ada artinya serta memerlukan pertolongan Tuhan, maka sebuah sumber akan mengalir dan jiwanya mencair. Inilah istighfar, dengan kata lain dia mengalahkan racun dengan menerima kekuatan dari Tuhan. Pendeknya itu berarti bahwa kalian harus terus beribadah kepada Tuhan. Pertama kalian harus mematuhi Rasulullah saw., dan kedua kalian harus selalu memohon pertolongan Tuhan. Tentu saja, pertama dan yang terutama kalian harus memohon pertolongan kepada Tuhan, dan jika kalian sudah mendapatkannya, kalian harus tūbū ilahi yakni kalian harus kembali kepadaNya.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 68).
(hlm 68-72)
HAKIKAT BAIAT ―Kalian melihat bahwa di dalam baiat aku meminta pernyataan (ikrar) berupa, ―Aku akan mendahulukan agama daripada dunia‖. Ini adalah supaya saya melihat apa yang diamalkan atas hal itu oleh orang yang baiat. Seseorang yang memperoleh tanah baru [walaupun] sedikit maka dia meninggalkan keluarganya lalu pergi menetap di sana. Dan dia tinggal di sana memang penting supaya tanah itu berpenghuni….. Lalu, adapun kami yang memberikan ―tanah baru‖ dan tanah sedemikian rupa -- yang jika dibersihkan serta diolah dengan rajin -- akan tumbuh buah-buahan abadi, mengapa orang-orang tidak datang dan membuat rumah di sini? Dan jika ada yang tidak mengambil ―tanah‖ ini dengan sungguh-sungguh serta untuk menetap beberapa hari pun dia merasa susah dan sulit, maka bagaimana mungkin bisa diharapkan matangnya panen dan berbuah? Allah Ta‘ala juga telah menamakan kalbu sebagai tanah (bumi): (―Ketahuilah, bahwa sesungguhnya Allah menghidupkan bumi sesudah matinya‖ – Al Hadiid, 18).
12
Bagaimana tanah itu harus diolah? Beli sapi (kerbau), dibajak, ditaburi benih, diairi. Ringkasnya benar-benar kerja-keras. Dan selama seseorang itu sendiri tidak terlibat di dalamnya maka tidak akan ada hasilnya sedikit pun. Ada tertulis [cerita] bahwa seseorang melihat tulisan pada sebuah batu (prasasti): ―Pertanian adalah emas dan emas‖. Dia memang mulai bertani, namun dia serahkan kepada para buruh. Tetapi tatkala dia hitung, bukannya beruntung, justru dia harus bayar. Maka pada kesempatan itu timbullah keraguan dalam dirinya. Nah, seorang bijak menjelaskana kepadanya, ―Nasihat itu memang benar namun engkaulah yang bodoh. Jadilah pengelolanya sendiri, barulah akan berhasil". Persis seperti itulah kondisi ―tanah‖ (bumi) hati. Barangsiapa yang memandangnya dengan hina, dia tidak akan memperoleh karunia serta berkat Allah Ta'ala. Ingatlah, saya datang untuk mengadakan ishlah (perbaikan) pada manusia. Siapa-siapa yang datang kepada saya dia akan menjadi ahli waris suatu karunia, sesuai dengan kemampuan-kemampuannya. Namun saya katakan dengan jelas, orang yang baiat sekedarnya lalu berangkat pergi dan kemudian tidak tahu di mana dia berada serta apa yang dia perbuat, baginya tidak ada [manfaat] sedikit pun. Sebagaimana dia datang dengan tangan kosong, dia pergi dengan tangan hampa pula. Karunia serta berkat ini diperoleh melalui hidup (pergaulan) yang dekat. Para sahabah duduk di dekat Rasulullah saw.. Akhirnya, sebagai dampaknya Rasulullah saw. bersabda, ―Allah, Allah fī ashhabī‖, seolah-olah para sahabah itu sudah menjadi manifestasi (perwujudan) Wajah Allah. Derajat itu tidak mungkin mereka peroleh jika mereka jauh [dari Rasulullah saw.]. Ini adalah suatu perkara yang sangat penting. Qurub (kedekatan) Allah Ta‘ala adalah kedekatan para hamba Allah, dan perintah Allah Ta‘ala, ―Kūnū ma‘ash- shādiqīn (bergaullah bersama orangorang benar‖ – At Taubah, 119) menjadi saksi akan hal itu. Ini adalah suatu rahasia yang sedikit orang memahaminya. Ma‘mur minallah (utusan Allah) tidak pernah dapat menerangkan seluruh permasalahan dalam satu waktu, melainkan dengan memeriksa penyakit-penyakit [ruhani] para sahabatnya, dan sesuai dengan kesempatan saat itu dia terus mengadakan ishlah (perbaikan) pada diri mereka melalui anjuran dan nasihat. Tahap demi tahap dia terus mengobati penyakit-penyakit mereka. Kini, sebagaimana pada hari ini saya tidak dapat menerangkan seluruh perkara, mungkin saja ada beberapa orang yang pada hari ini mendnegarkan ceramah lalu pergi, dan ada beberapa hal yang tidak sesuai dengan pembawaan serta kemauannya, maka mereka itu menjadi luput. Akan tetapi orang-orang yang terus menerus menetap di sini, dia secara beriringan terus mengadakan perubahan demi perubahan, dan akhirnya dia mencapai maksud tujuannya. Setiap orang membutuhkan perubahan sejati, barangsiapa di dalam dirinya tidak ada perubahan maka dia menggenapi: (―barangsiapa yang buta di dunia ini maka di akhirat pun dia akan buta – Bani Israil, 73). Saya selalu risau memikirkan bagaimana supaya di dalam Jemaat timbul suatu perubahan suci. Adapun gambaran yang terdapat dalam hati saya tentang perubahan di dalam Jemaat saya hal itu belum terwujud, dan menyaksikan kondisi ini keadaan saya adalah bagaikan: (Boleh jadi engkau membinasakan diri engkau dari dukacita karena mereka tidak mau beriman‖ – Syu‘ara, 4).. Saya tidak ingin pada waktu baiat beberapa kata sekedar dihafal, tidak ada manfaat sedikit
13
pun dari itu. Raihlah pengetahuan tentang pensucian jiwa (tazkiyah-e-nafs), sebab itulah yang dibutuhkan. Tujuan saya sama sekali bukan supaya kalian kesana kemari memperdebatkan masalah mati-hidupnya Al-Masih a.s.. Itu hanyalah sebuah perkara kecil. Jangan berhenti sampai di situ saja. Yang demikian itu adalah kekeliruan dan telah saya luruskan. Tugas saya dan tujuan saya sangat lebih jauh dari itu, yakni ciptakanlah suatu perubahan di dalam diri kalian, dan betul-betullah menjadi seorang insan yang baru, oleh sebab itu penting bagi setiap orang dari antara kalian untuk memahami rahasia ini, dan ciptakanlah suatu perubahan sedemikian rupa, sehingga kalian dapat mengatakan bahwa sudah berubah. Kembali saya katakan dengan seyakin-yakinnya, selama seseorang belum menetap bersama saya dalam jangka masa tertentu, jangan beranggapan bahwa dia sudah berubah. Dia tidak akan memperoleh manfaat. Raihlah kesucian yang paling tinggi di dalam kondisi fitrat, akal, dan gejolak-hati, barulah itu berarti sesuatu. Jika tidak, berarti tidak ada sedikit pun. Bukanlah saya bermaksud supaya kalian meninggalkan kesibukan-kesibukan dunia. Allah Ta‘ala telah mengizinkan (membenarkan) kesibukan-kesibukan dunia, sebab dari jalan itu juga timbul ujian, dan karena ujian itulah manusia menjadi pencuri, pemabuk, penipu, perampok, serta menerapkan berbagai macam kebiasan buruk. Akan tetapi segala sesuatu ada batasnya. Terapkanlah kesibukan-kesibukan dunia itu dalam batas yang membuat kalian dapat menciptakan sarana-sarana pendukung (pembantu) bagi kalian di jalan dīn (agama), dan tujuan utamanya disitu semata-mata dīn (agama). Jadi, saya juga tidak melarang kesibukan-kesibukan dunia, dan tidak pula saya mengatakan supaya kalian siang malam tenggelam dalam mengupayakan dan mencari dunia sedemikan rupa, sehingga ruangan Allah Ta‘ala pun kalian penuhi dengan dunia. Jika ada yang berbuat demikian berarti dia secara beriringan mengupayakan sarana-sarana kemahruman (keluputan), dan yang ada di lidahnya hanyalah dakwa (pernyataan) [kosong] belaka. Ringkasnya, tinggallah di lingkungan orang-orang yang hidup, supaya tampak oleh kalian manifestasi (perwujudan) Tuhan Yang Hidup.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 72-73).
atas semua yang diperbuat Rasulullah saw.. Jika beliau saw. apa-apa yang sesungguhnya beliau saw. lakukan bukanlah sesuatu apa pun, bagaimana mungkin dikatakan: (Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi, Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya‖ – Al-Ahzab, 57). Ucapan ini tidak pernah diungkapkan untuk nabi-nabi lain. Inilah wujud yang muncul dngan keberhasilan sempurna dan penghormatan sempurna, namanya adalah Muhammad saw.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 74).
(hlm 73-74)
KUNCI PERBUATAN BAIK SIMPATI MELALUI DOA
14
―Kalian harus ingat bahwa simpati itu ada tiga macam: satu fisik, dua keuangan, dan tiga dalam bentuk doa. Bentuk ketiga digunakan tanpa membutuhkan uang dan tenaga, tetapi manfaatnya sangat luas. Sehubungan dengan simpati dalam bentuk fisik hanya dapat digunakan jika seeorang memiliki kekuatan yang cukup. Sebagai contoh seorang lemah yang terluka tentu tidak dapat ditolong oleh orang yang fisiknya tidak kuat. Demikian juga kecuali seseorang itu memiliki uang, dia tidak dapat menolong orang kelaparan yang miskin dan tak berdaya. Bagaimana mungkin orang macam itu memperlihatkan simpati. Tetapi sehubungan simpati dengan doa dia tidak membutuhkan uang ataupun tenaga. Sepanjang manusia itu adalah manusia, dia dapat berdoa untuk orang lain dan terbukti bermanfaat baginya. Jangkauan kebaikan yang dapat diperoleh dari jenis simpati ini sangat luas, dan jika seseorang tidak terbiasa dengan jenis simpati ini betul-betul malang dirinya. Saya telah menyampaikan bahwa simpati berbentuk fisik dan uang adalah terbatas, tetapi tidak demikian dengan doa. Pandangan saya sehubungan dengan doa, bahkan musuh-musuh pun tidak terkecuali darinya. Semakin luas doa tersebut, semakin besar manfaat yang diperoleh orang yang berdoa. Semakin kikir orang itu dalam berdoa semakin jauh dia dari Tuhan. Sesungguhnya orang yang membatasi kemurahan Tuhan yang sangat luas adalah orang yang sangat lemah keimanannya. Satu keuntungan besar dalam berdoa bagi orang lain adalah hal itu memanjangkan hidup. Tuhan telah berjanji di dalam Al Quran, bahwa dia yang berbuat baik kepada orang lain akan hidup lebih lama. Dia berfirman: Ammā yanfa‘unāsa fayamkutsu filardi –―apa yang bermanfaat bagi manusia akan tinggal lama di bumi.‖ Jenis simpati yang lain adalah terbatas, doalah yang dapat dijadikan amal yang berkelanjutan. Doalah yang paling…………(?)
Sebagian orang, begitu melihat seorang pengemis menjadi cepat marah, dan jika mereka memiliki sifat maulviyat (ilmu agama yang kering), mereka mengatakan kepada pengemis itu tentang ajaran agama mereka mengenai meminta-minta. Memanfaatkan maulviat mereka, mereka bahkan menggunakan kata-kata yang kasar. Alangkah menyedihkannya, orang-orang ini tidak mengerti, dan sesungguhnya mereka sepertinya sama sekali tidak dapat mengerti. Pengertian ajaran itu diberikan kepada orang baik dan yang berhati bersih. Mereka tidak menyadari bahwa seorang pengemis – terlepas dari kenyataan bahwa diaadalah orang yang berkecukupan yang pergi untuk mengemis – dia berdosa kepada dirinya sendiri, tetapi tidak ada dosanya memberikan sesuatu kepadanya. Bahkan hadits banyak meriwayatkan kepada kita bahwa, ―Jika seseorang datang meminta kepadamu dan ia menunggang kuda, kamu harus memberikan sesuatu kepadanya.‖ Al-Quran mengatakan: wa ammaas- saa-ila falaa tak-har – ―janganlah kamu memaki pengemis‖, di sini tidak disebutkan pengemis macam apa yang jangan dimaki, dan pengemis macam apa yang boleh dimaki. Kalian harus ingat untuk tidak pernah memaki pengemis, karena dengan berbuat demikian menumbuhkan pohon keburukan moral, sebab moral yang baik menuntut seseorang untuk tidak tergesa-gesa merasa jengkel kepada pengemis. Setanlah yang ingin menjauhkan kalian dari kebajikan dengan membuat kalian jengkel kepada pengemis, dia ingin membuat kalian mewarisi keburukan. Kalian perlu memperhatikan hal ini: berbuatlah satu kebaikan dan kalian akan akan mendapati bahwa kalian terdorong meneruskannya dengan amal baik yang lain. Demikian juga jika kalian
15
melakukan satu perbuatan buruk, kalian akan melanjutkannya dengan perbuatan buruk lainnya. Hal itu seperti satu benda menyerap benda lain. Proses penyerapan satu benda oleh benda lainnya terjadi dalam seluruh perbuatan manusia, demikian Tuhan telah menakdirkan. Jika manusia menunjukkan kebaikan kepada pengemis dan dengan demikian akan membuat kebaikan moral, dia akan mampu melakukan amal baik lainnya, dan itulah, dia akan mampu memberikan sesuatu kepada pengemis itu. Moral yang baik adalah kunci perbuatan-perbuatan baik, dan mereka yang tidak menjaga moral tetap baik akhirnya menjadi kosong sama sekali dari perbuatan-perbuatan baik.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 75).
SUATU KEBAIKAN AKAN MELAHIRKAN KEBAIKAN LAIN ‖Perhatikanlah, dengan melakukan suatu kebaikan akan timbul kebaikan lainnya, dan demikian pula suatu keburukan menimbulkan keburukan lainnya. Sebagaimana suatu benda menarik yang alin, seperti itu pulalah masalah tarik menarik itu tenah ditanamkan Allah Ta‘ala di dalam setiap perbuatan. Jadi, apabila kalian berlaku lembut kepada pengemis dan dengan cara demikian kalian memberikan sedekah akhlak, maka kesulitan akan jauh dan kebaikan lainnya pun akan timbul, dan kalian akan memberikan sedikit-banyak kepadanya.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 75-76).
AKHLAK MERUPAKAN KUNCI KEBAIKAN ―Akhlak merupakan kunci kebaikan-kebaikan lainnya. Orang-orang yang tidak melakukan perbaikan akhlak, mereka lambat laun akan kosong dari kebaikan. Saya berkeyakinan bahwa di dunia ini segala sesuatu itu bermanfaat. Racun dan kotoran pun bermanfaat. [Racun] sarkonia juga bermanfaat, ia memberikan dampak pada anggota-anggota tubuh. Namun manusia yang tidak memberikan manfaat dengan cara meraih akhlak fadhilah maka ia tidak akan berguna untuk apa pun. Dia menjadi lebih buruk daripada hewan mati, sebab hewan mati itu kulit dan tulangnya masih berguna, sedangkan kulit orang itu sekali pun tidak akan berguna. Itulah kondisi dimana manusia menjadi bal hum adhallu – ―bahkan mereka lebih buruk dari itu‖. Oleh karena itu ingatlah, perbaikan akhlak adalah sesuatu yang sangat penting, sebab akhlak itu merupakan induk bagi kebaikan-kebaikan.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 76).
MENINGGALKAN AKHLAK MERUPAKAN KEBURUKAN DAN DOSA ―[Bisa] saja seseorang tidak memperoleh kekuatan akhlak, tetapi kepadanya diberikan karunia untuk berbuat banyak kebaikan. Meninggalkan akhlak itu sendiri merupakan suatu keburukan dan dosa. Misalnya, seseorang melakukan zina, dia tidak tahu betapa berat dan mendalamnya kedukaan yang dialmi suami perempuan itu. Seandainya dia dapat merasakan kedukaan dan kepedihan itu, dan dia meraih unsur akhlak di situ, tentu dia tidak akan melakukan perbuatan buruk tersebut. Jika seorang bejad itu mengetahui bahwa akibat perbuatan buruknya akan timbul berbagai
16
macam dampak bahaya bagi umat manusia maka tentu dia tidak akan melakukannya. Seseorang yang melakukan pencurian, begitu aniaya dan bejadnya sehingga bahan makanan untuk makan malam pun tidak dia sisakan. Kebanyakan yang didapati adalah hasil jerih-payah bertahun-tahun yang dikumpulkan oleh seorang miskn begitu saja dicuri, dan apa saja yang ditemukkan di dalam rumah semuanya diambil. Apakah sebenarnya penyebab dari perbuatan bejad seperti ini? Ialah tidak adanya kekuatan akhlak. Sebab jika dia memiliki kasih-sayang dan dia dapat mengerti bahwa anak-anak akan menangis karena kelaparan, dan jerit tangis anak-anak itu pun akan membuat hati musuh menjadi terenyuh, dan dia mengetahui bahwa anak-anak itu kelaparan semalaman serta tidak ada sekerat makanan kering sekali pun maka dia (pencuri) itu tentu dorongan nafsunya akan terhenti. Nah, jika merasakan kondisi tersebut dan dia tidak buta terhadap kondisi akhlak maka mengapa dia mencuri? Kadang-kadang kita membaca berita-berita kematian yang mengerikan di surat-surat kabar. Yakni ada anak-anak yang dibunuh karena ingin merampas perhiasan anakanak itu. Di tempat tertentu ada perempuan yang dibunuh -- aku sendiri pernah mendatangi seorang teman, yakni seseorang telah membunuh seorang anak kecil demi 12 sen saja. Sekarang, pikirkanlah, jika kondisi akhlak tidak benar maka mengapa musibah-musibah semcam itu terjadi? Mungkin ada musibah yang melanda orang seperti dirinya, tetapi dia sendiri tidak merasakannya. "Yakuluuna ka man takulul- an'aam — [orang-orang kafir makan sebagaimana binatang-binatang ternak makan‖ – Muhammad, 13). Terdapat beberapa aspek di dalamnya. Pertama, binatang tidak dapat membedakan kuantitas dan kualitas. Apa saja yang tampil di hadapan dan seberapa banyak yang ada dimakannya. Misalnya anjing makan sedemikian banyak sampai akhirnya muntah. Kedua, binatang-binatang tidak dapat membedakan antara yang halal dengan yang haram. Seekor sapi tidak dapat membedakan apa ini ladang tetangga, supaya ia tidak masuk. Demikian pula setiap hal yang perlu dipertimbangkan untuk dimakan, tidak dipertimbangkan oleh binatang. Anjing tidak mempertimbangkan mana yang kotor dan mana yang bersih. Kemudian, binatangbinatang ini tidak menerapkan keseimbangan (aspek kecukupan). Orang-orang ini -- yang melanggar kaidah-kaidah akhlak – tidak peduli sedikit pun, seakanakan mereka itu bukan manusia. Kondisi bersih dan kotor yang ada di Arab saat ini sampaisampai anjing-anjing mati pun dimakan. Sampai sekarang di kebanyakan Negara kondisinya demikian, yakni tikus-tikus, anjing dan kucing-kucing dimakan dengan menganggapnya sebagai makanan lezat. Di sini pun terdapat kaum-kaum nomad (Gipsy) pemakan bangkai. Kemudian, mereka tidak sungkan-sungkan memakan harta anak-anak yatim. Bagaikan rumput anak-anak yatim yang diserakkan di depan kerbau maka tanpa ragu-ragu lagi akan dimakannya. Demikianlah keadaan orang-orang ini. Itulah arti, ―Wan-naaru matswal-lahum – tempat tinggal mereka adalah api (neraka)‖ – Muhammad, 13). Ringkasnya, ingatlah ada dua sisi (segi). Pertama, Keagungan Ilahi. Apa yang bertentangan dengan itu adalah bertentangan juga dengan akhlak. Dan kedua, kasih-sayang terhadap sesama manusia. Jadi, yang bertentangan dengan umat manusia, adalah juga bertentangan dengan akhlak. Sangat disayangkan, sedikit sekali orang yang menyimak hal-hal ini, yaitu hal-hal yang merupakan tujuan dan maksud utama kehidupan manusia.‖ (Malfuzat, jld. Hlm. 77-79). PERIHNYA DOSA
17
Pada tanggal 4 Desember 1901 Hadhrat Masih Mau‘ud a.s. bersabda: ―Ada satu hal penting yang ingin saya jelaskan. Walaupun kesehatan saya tidak baik, namun dikarenakan besok Nawab Sahib akan berangkat, maka saya kira tepat apabila saya jelaskan supaya beliau pun dapat mendengar dan warga Jemaat lainnya juga bisa mendengarkan. Hal yang saya maksudkan adalah sebagai berikut. Seluruh nabi ‗alaihimus-salaam telah datang ke dunia. Walaupun hukum-hukum yang telah mereka perdengarkan kepada dunia secara terinci dan panjang tetapi banyak bagian yang dijelaskan. Hal-hal mengenai Tauhid, budaya, niaga, dan akhirat. Ringkasnya, sekian banyak perkara yang diperlukan oleh manusia, telah mereka berikan petunjuk-petunjuk serta ajaran berkenaan itu semua. Di samping seluruh ajaran dan petunjuk-petunjuk parsial tersebut, tujuan kedatangan nabi yang sebenarnya adalah supaya orang-orang terlepas dari dosa lalu membenci segala macam keburukan dan pekerjaan-pekerjaan tidak baik, dan kemudian menjadi untuk Allah semata. Inilah tujuan sebenarnya penciptaan manusia, yakni menjadi sepenuhnya untuk Allah. Oleh karenanya tujuan pengutusan para nabi ‗alaihimun-salaam adalah membimbing manusia ke arah itu, supaya manusia menemukan kembali barang miliknya yang telah hilang serta tujuannya tersebut. Dosa itu banyak sekali, banyak cabang dan ranting-rantingnya, sampai-sampai segala macam kelalaian ringan pun termasuk dosa. Akan tetapi berlawanan dengan tujuan agung tersebut dosa besar yang tampil untuk menyesatkan manusia dari tujuan yang sebenarnya adalah syirik. Maksud dan tujuan sebenarnya penciptaan manusia adalah supaya sepenuhnya menjadi untuk Allah semata dan selalu menjauhi dosa serta penyebab-penyebabnya. Oleh karena itu sejauh mana terjeratnya manusia bernasib buruk di dalam hal-hal tersebut, sedemikian jauh pulalah dia menyimpang dari tujuannya yang sejati, sampai akhirnya dia terjatuh dan terjatuh di tempat hina yang merupakan tempat bercokolnya bala musibah, kesulitan-kesulitan, dan segala macam penderitaan serta kedukaan yang juga dinamakan jahannam (neraka). Lihatlah, jika ada bagian tubuh manusia yang bergeser dari tempatnya yang semula, misalnya, jika lengan terlepas, atau kelingking atau ibu jari terlepas dari tempatnya, maka betapa hebatnya rasa sakit dan perih yang timbul. Kenyataan jasmaniah ini merupakan satu dalil kuat untuk alam ruhani dan ukhrawi, dan merupakan satu bukti keberadaan neraka. Dosa adalah sesuatu yang membelokkan manusia menyimpang jauh dari tujuan penciptaannya. Jadi, timbulnya rasa perih akibat bergesernya sesuatu dari tempatnya yang sebenarnya adalah mutlak. Jadi, syirik adalah sesuatu yang menggeser manusia dari tujuannya yang sebenarnya, lalu menjadikannya sebagai pewaris neraka.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 78-79). BUDI PEKERTI RASULULLAH SAW. ―Kehormatan Rasulullah saw. lebih besar daripada kehormatan orang lain. Beliaulah yang menghidupkan kembali dunia. Berkaitan dengan [bangsa] Arab, perzinahan, mabuk dan berperang satu sama lain adalah ciri utama mereka. Mereka telah menghapus hak-hak makhluk hidup (mereka telah menghilangkan anggapan bahwa mereka punya tugas atau hak atas yang lain), simpati dan niat baik telah hilang. Tidak hanya hak-hak makhluk hidup yang telah diinjak-injak, bahkan hak-hak Tuhan juga telah tertutup dalam kegelapan yang pekat. Batu-batuan, tumbuh-tumbuhan dan bintang-bintang dijadikan sekutu Tuhan Yang Maha Perkasa. Berbagai macam atheis merupakan hal yang lazim. Manusia yang lemah – bahkan bagian tubuh yang bersifat pribadi pun – disembah.
18
Jika seseorang yang berhati tulus menyaksikan keadaan ini, dia akan melihat sebuah bentuk tirani yang sangat mengerikan. Hal itu merupakan satu sisi tubuh yang lumpuh, tetapi kelumpuhan tersebut mempengaruhi kedua sisi [tubuh]. Kejahatan total di daerah daerah tersebut, kedamaian dan keamanan tidak terdapat di daratan ataupun di lautan. Lihatlah Rasulullah saw. pada masa kegelapan tersebut. Beliaulah yang meletakkan kedua bagian itu pada tempatnya. Beliau meletakkan hak-hak manusia demikian juga hak-hak Tuhan pada tempatnya. Seseorang dapat memahami kesempurnaan moral Rasulullah saw. dengan melihat masa kegelapan di masa hidup beliau. Musuh-musuh beliau menganiaya beliau dan para pengikut beliau – dan penganiayaan tersebut begitu keras – tetapi ketika beliau memiliki kekuatan untuk memperlakukan mereka sekehendak beliau, beliau memperlihatkan kemurahan hati yang luar biasa. Tidak ada kesusahan yang tidak ditimpakan Abu Jahal dan teman-temannya kepada Rasulullah saw.. Perempuan-perempuan Islam yang malang diikatkan pada unta lalu unta-unta itu dilarikan ke arah yang berlainan, merobek tubuh-tubuh perempuan Islam itu. Kesalahan mereka hanya karena mereka telah beriman kepada Lā ilāha illallāh (Tiada tuhan kecuali Allah). Walau demikian, Rasulullah saw. mendidik kesabaran, dan ketika Mekkah ditaklukkan, beliau memaafkan mereka semua dengan mengatakan: l ā tashriba ‗alaikumul yauma (tidak ada celaan pada hari ini bagi kalian semua). Betapa besar kesempurnaan budi pekerti (akhlak) tersebu, hal itu tidak terdapat pada nabi lain manapun. Allāhumma shalli ‗alā Muhammadan .... pendeknya kalian harus memiliki budi pekerti (akhlak) yang tinggi, karena itulah kunci perbuatan-perbuatan baik‖. (Malfuzat, Vol. II, hlm. 79-80).
(hlm, 80-91)
KEBAIKAN DUNIA INI ―Janganlah seorang pun menganggap bahwa orang seharusnya tidak berhubungan dengan dunia. Bukan demikian maksud saya, dan Tuhan juga tidak melarang seseorang meraih keuntungan dunua, bahkan Islam melarang umatnya memutuskan hubungan dengan dunia. Itu adalah pengecut. Semakin luas hubungan orang mukmin dengan dunia, semakin tinggi derajat yang dia peroleh, karena sasarannya adalah agama, dunia dan seisinya adalah pengkhidmat agama. Yang sebenarnya adalah, upaya meraih keuntungan dunia jangan menjadi satu-satunya tujuan, tujuan yang hakiki adalah upaya meraih agama. Seseorang hendaknya meraih keuntungan dunia melalui jalan yang dengannya mereka dapat mengkhidmati agama. Seperti seseorang yang berjalan dari satu tempat ke tempat lain, dia membutuhkan kendaraan dan perbekalan untuk perjalanan itu. Semua orang tahu bahwa sasaran (tujuan) orang ini adalah sampai di tujuan dan bukannya kendaraan atau perbekalan [yang menjadi tujuan]. Seseseorang hendaknya meraih keuntungan dunia dengan tujuan untuk menjadikannya pengkhidmat agama. Tuhan Yang Maha Perkasa telah mengajarkan doa: ―Rabbanā ātinā fid-dunyā hasanatan wa fil ākhirati hasanatan. Di sini dunia itulah yang disebut terlebih dulu. Tetapi yang yang dimaksud dengan dunia ini? Yaitu hasanatud-dunya yang menghasillam hasanah (kebaikan) di akhirat.
19
Doa ini menjelaskan bahwa kebaikan di akhirat harus tetap diperhatikan selagi meraih kebaikan di dunia. Lebih lanjut kata-kata hasanatud-dun-ya menunjukkan kepada kita semua cara terbaik untuk meraih kebaikan-kebaikan dunia diharapkan dipakai oleh seorang mukmin dalam urusan-urusan dunianya. Kalian hendaknya meraih keuntungan dunia melalui cara yang baik bagi diri mereka dan tidak dengan cara menyusahkan orang lain, cara-cara juga jangan memalukan diri kalian. Upaya meraih keuntungan dunia melalui cara demikian tentu menghasilkan kebaikan di akhirat.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 91).
JANGAN DUDUK BERPANGKU-TANGAN ―Kalian harus ingat, bahwa yang membaktikan dirinya demi Tuhan ia tidak lambat atau berpangkutangan. Tidak, tidak pernah demikian. Bahkan orang semacam menjadi lebih aktif dan cerdas dibandingkan sebelumnya. Sifat lamban tidak akan menimpanya. Amar bin Khuzaina meriwayatkan dalam hadits, bahwa Hadhrat Umar r.a. bertanya kepada ayah beliau, apa yang menyebabkannya berhenti menanam pohon di kebunnya. Ayahnya menjawab bahwa dia sudah tua dan dia mereka tidak lama lagi akan meninggal. Hadhrat Umar r.a.s mengatakan bahwa ayahnya harus tetap menanam pohon, kemudian ia (Amar) menyaksikan bahwa Hadhrat Umar r.a. membantu ayah beliau menanam pohon di ladang. Rasulullah saw. selalu memohon perlindungan Allah terhadap sifat lamban. Saya berulang kali menyatakan kepada kalian bahwa kalian jangan menjadi lamban. Tuhan tidak mengatakan bahwa kalian jangan bekerja untuk meraih karunia, bahkan Dia telah mengajarkan doa untuk meminta hasananut- dunya (kebaikan dunia). Tuhan tidak menyukai seseorang duduk berpangku tangan. Dia berfirman: Laisa lil insāni illa masa-ā – manusia tidak akan memperoleh kecuali apa yang dia usahakan (An-Najm, 40). Untuk itu orang mukmin harus bekerja keras. Tetapi saya berulang kali mengatakan sebanyak mungkin, bahwa upaya meraih hal-hal dunia jangan menjadi segala-galanya dan akhir segala-galanya. Agama harus menjadi tujuan sedangkan dunia harus menjadi pengkhidmatnya. Sering kali orang-orang kaya dapat berbuat apa-apa yang diluar kemampuan orang miskin. Di zaman Rasulullah saw., orang yang kemudian menjadi Khalifah pertama telah memberikan pengkhidmatan tak tertandingi kepada orang Islam setelah beliau masuk Islam. Beliau telah berbuat demikian karena beliau adalah pedagang besar, beliau menjadi sahabat dan Khalifah pertama dan dimuliakan dengan gelar shiddiq.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 92).
ORANG-ORANG YANG MENUNTUT MAUKJIZAT ‖Hadhrat Abu Bakar Shiddiq r.a. tidak membutuhkan mukjizat untuk menerima Islam. Yang menghendaki (menuntut) mukjizat adalah orang-orang yang tidak mengenal [utusan Allah] secara pribadi, sedangkan seseorang yang mengenal secara pribadi, maka dia tidak membutuhkan dan tidak menginginkan mukjizat. Itulah sebabnya Hadhrat Abu Bakar Shiddiq r.a. tidak menuntut mukjizat, sebab beliau benar-benar mengetahui kondisi Rasulullah saw., dan beliau benar-benar mengetahui bahwa Rasulullah saw. adalah seorang yang jujur dan dipercaya, bukan penipu dan pendusta, sebab tatkala seseorang itu tidak pernah berdusta kepada manusia mana pun maka tentu dia tidak pernah mampu berdusta kepada Allah Ta‘ala?
20
Jadi, hal ini hendaknya diingat, bahwa menuntut Tanda (mukjizat) itu karena ada keraguan pada diri orang yang menuntut tersebut bahwa jangan-jangan si pendakwa itu berdusta. Namun tatkala hal ini benar-benar telah diketahui di pendakwa adalah orang yang benar (jujur) dan terpercaya maka tidak diperukan lagi penampakkan mukjizat. Hal ini pun hendaklah diingat, bahwa orang-orang yang menghendaki dan bersikeras menuntut Tanda (mukjizat), keimanan orang-orang semacam itu tidak bisa mantap, melainkan keimanan mereka setiap saat berada dalam bahaya. Mereka tidak memperoleh buah-buah iman bil-ghaib (percaya kepada yang gaib), sebab di dalam iman bil-ghaib itu terdapat suatu perbuatan baik, yakni husnuzh- zhan (prasangka baik), yaitu hal yang tidak pernah diraih oleh orang yang terburu nafsu. Yakni, orang yang terburu nafsu dan bersikeras untuk menyaksikan Tanda (mukjizat). Para hawari (murid) Almasih a.s. bersikeras agar diturunkan maidah (hidangan), maka Allah Ta‘ala juga telah mengecam mereka dan menegaskan bahwa, ―Kami memang akan menurunkan maidah, tetapi sesudah diturunkan apabila ada yang ingkar maka atasnya akan diturunkan azab yang keras.‖ Manfaat diungkapkannya kisah ini di dalam Quran Syarif adalah untuk memberitahukan keimanan yang paling baik. Dan hal yang sebenarnya adalah Tanda-tanda (mukjizat) Allah Ta‘ala itu sangat jelas dan terang. Namun padanya, di satu sisi dimaksudkan agar terjadi pemenuhan hujjah (dalil/argumentasi), dan di sisi lain merupakan ujian bagi umat. Oleh Karena itu di dalamnya terdapat beberapa perkara yang mengandung suatu cobaan, dan ini sudah merupakan suatu ketentuan, bahwa orang-orang yang menuntut mukjizat adalah orangorang yang terburu nafsu (tergesa-gesa) dan yang tidak memiliki prangsangka baik. Di dalam diri mereka terdapat benih yang dapat menimbulkan suatu kebimbangan dan keraguan. Oleh karena itu mereka menunut tanda (mukjizat). Untuk itu ketika mereka menyaksikan Tanda (mukjizat) maka secara nonsense (omong-kosong) mereka mulai mengartikannya sendiri. Kadang-kadang Tanda itu mereka sebut sebagai sihir, dan kadang-kadang mereka sebut dengan nama lain. Ringkasnya, sifat mereka yang menimbulkan keraguan membuat mereka jauh dari kebenaran. Oleh karena itu aku menasihatkan kepada kalian supaya kalian menciptakan keimanan yang merupakan keimanan Hadhrat Abu Bakar Shiddiq r.a. dan keimanan para Sahabah radhiallaahu ‗anhum, sebab di dalamnya terdapat prasangka baik serta kesabaran. Dan keimanan seperti itu menghasilkan banyak sekali berkat serta buah-buah Percaya dan beriman setelah terlebih dahulu menyaksikan Tanda (mukjizat,)serta menjadikan hal itu sebagai syarat bagi iman, merupakan suatu yang lemah dan umumnya tidak menghasilkan buah apa-apa. Ya, tatkala manusia beriman dengan prasangka baik maka kemudian Allah Ta‘ala pun memperlihatkn kepada orang mukmin seperti itu Tanda (mukjizat) yang mempertebal keimanannya dan yang membuat dadanya semakin lapang. Dan bahkan mereka sendiri dijadikan-Nya sebagai Tanda (mukjizat) dan aayatullaah (Tanda Allah). Itulah sebabnya nabi mana pun tidak pernah memperlihatkan tanda (mukjizat) yang dipilih-pilih atau yang dituntut kepadanya. Orang Mukmin shadiq (mukmin benar) itu hendaknya tidak mengandalkan (mendasarkan) keimanannya pada pembuktikan Tanda (mukjizat)‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 9395).
itu Allah Taala telah menetapkan "Wa mim maa razaqnaahum yunfiquun" (Al-Baqarah, 2:4)
21
sebagai salah satu sifat orang muttaqi. Di sini tidak khusus hanya uang, apa saja yang dianugerahkan Allah Ta‘ala kepada seseorang itulah yang oa belanjakan di jalan Allah. Maksudnya, manusia adalah khadim (pengkhidmat) dan solider bagi sesama umat manusia. Dasar syariat AllahTa‘ala hanya pada dua perkara saja: Pertama, menjunjung tinggi perintah Allah, dan kedua, bersikap baik terhadap makhluq Allah. Jadi, di dalam "wa mimmaa razaqnaahum yunfiquun itu terdapat ajaran untuk bersikap baik terhadap makhluq Allah. Orang-orang yang kaya-raya memperoleh banyak kesempatan besar untuk mengkhidmati agama.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 95).
HARTA DAN HATI ―Suatu kali Nabi Karim saw. mengemukakan akan perlunya uang, maka Hadhrat Abu Bakar r.a. datang membawa seluruh isi rumahnya. Rasulullah saw. bertanya, ―Apa yang engkau tinggalkan di rumah?‖ Beliau menjawab, ―Nama Allah dan Rasul yang akan aku tinggalkan.‖ Hadhrat Umar r.a. membawa separuh [harta kekayaan beliau]. Rasulullah saw. bertanya, "Umar, apa yang engkau tinggalkan di rumah?‖ Beliau menjawab, ―Separuh‖. Rasulullah saw. bersabda, bahwa perbedaan yang tampak pada perbuatan Abu Bakar dan Umar itulah perbedaan derajat mereka Di dunia, manusia sangat banyak mencintai harta, karena itu di dalam ilmu ta‘bir mimpi tertulis, jika seseorang melihat dirinya mengeluarkan hati lalu memberikannya kepada orang lain, maka yang dimaksud di situ adalah harta. Itulah sebabnya untuk memperoleh ketakwaan dan iman yang hakiki difirman-kan: Kalian sama-sekali tidak akan meraih kebaikan sejati sebelum kalian membelanjakan sesuatu yang paling kalian cintai (Ali‘Imran, 93). Sebab, solidaritas dan perlakuan terhadap makhluk Allah, sebagian besar menuntut perlunya pembelanjaan harta.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 95-96).
GEJOLAK SOLIDARITAS ―Solidaritas (kepedulian) terhadap sesama manusia dan makhluk Allah adalah sesuatu yang merupakan bagian kedua dari iman, yaitu, yang tanpanya iman ini tidak akan sempurna dan kokoh. Untuk memberikan manfaat serta solidaritas kepada orang lain, pengurbanan adalah suatu hal penting, dan di dalam ayat: (Kalian sama-sekali tidak akan meraih kebaikan sejati sebelum kalian membelanjakan sesuatu yang paling kalian cintai - Ali‘Imran, 93). Ini pun yang diberikan adalah ajaran serta anjuran tentang pengurbanan tersebut. Jadi, membelanjakan harta di jalan Allah pun merupakan standar serta takaran bagi kebaikan dan ketakwaan manusia. Takaran serta takaran waqaf Lillāhi yang terdapat di dalam kehidupan Abu Bakar r.a. adalah ketika Rasulullah saw. menyatakan suatu keperluan, dan Abu Bakar r.a. pun membawa seluruh isi rumah beliau.‖ (Malfuzat, jld II, hlm. 96).
22
MENGAPA PARA NABI PUN MEMPUNYAI KEBUTUHAN-KEBUTUHAN ‖Saya di sini ingin menjelaskan suatu hal penting, yakni mengapa para nabi 'alaihinus salaam memiliki kebutuhan-kebutuhan? Allah Ta‘ala berkuasa untuk membuat mereka tidak menghadapi kebutuhan-kebutuhan, namun kebutuhan-kebutuhan itu timbul adalah supaya lillaahi waqaf (waqaf demi Allah) tampil sebagai contoh tauladan, dan supaya waqaf kehidupan Abu Bakar r.a. tetap tegak kokoh, serta supaya di dunia ini timbul keimanan terhadap Tuhan Yang Mahakuasa. Dan orang-orang yang melakukan lillaahi waqaf seperti itu menjadi aayatullaah (Tanda Allah) bagi dunia, serta supaya dunia mengetahui tentang kecintaan dan kelezatan terselubung yang di hadapannya harta kekayaan yang dicintai dan disukai itu pun dengan mudah dan dengan senang hati dapat dikurbankan. Dan kemudian, sesudah mengeluarkan harta kekayaan tersebut supaya manusia memperoleh kekuatan serta keberanian untuk menyempumakan lillaahi waqaf, sehingga manusia tidak takut untuk menyerahkan nyawanya di jalan Allah Ta‘ala. Ringkasnya, tujuan sebenarnya kebutuhan-kebutuhan para nabi ‗alaihimus-salaam adalah untuk mengajarkan agar berpaling dari kecintaan-kecintaan palsu dan dari benda-benda yang fana (tidak kekal). [Kebutuhan-kebutuhan] tersebut adalah untuk menciptakan keimanan lezat terhadap Wujud Allah Ta‘ala dan untuk menciptakan kekuatan pengorbanan demi kebaikan sesama manusia. Sebab jika tidak [untuk tujuan itu], golongan suci ini [pada hakikatnya] berjalan di bawah penglihatan Pemilik khazanah-khazanah seluruh langit dan bumi, oleh karena itu bagaimana pula mereka itu membutuhkan sesuatu apa pun? Kebutuhan-kebutuhan itu ditampilkan adalah untuk menyempurnakan ta‘lim (pengajaran) serta untuk memperkokoh akhlak dan keimanan manusia‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 96-97).
IMAN MERUPAKAN SEBUAH RAHASIA ‖Namun ingatlah, iman merupakan sebuah rahasia yang ada di antara seorang mukmin (beriman) dengan Allah Ta‘ala. Di antara manusia tidak ada yang mengetahui [rahasia] itu selain orang mukmin tersebut. Ini jugalah yang merupakan hakikat ,"Anna `inda zhanni 'abdii bii – (Aku tampil sesuai pemikiran hamba-Ku terhadap-Ku)‖. Kadang-kadang orang-orang yang tidak tahu menahu ilmu-ilmu sejati dan makrifat-makrifat Ilahi – karena tidak mengetahui hubungan-hubungan orang-orang mukmin tertentu dengan Allah Ta‘ala -- mereka menyatakan keheranan dan rasa aneh mereka, misalnya dalam hal-hal yang menyangkut rezeki dan kehidupan orang mukmin tersebut. Dan kadang-kadang rasa aneh tersebut membawa mereka sampai ke tahap prasangka buruk serta kesesatan, sebab pandangan mereka hanya sampai pada sarana-sarana terbatas yang ada pada mereka, dan mereka tidak tahu menahu tentang rahasia yang dimiliki orang mukmin tersebut dengan Allah Ta‘ala.. Saya menghendaki supaya sahabat-sahabat saya menjadikan rahasia mereka dengan Allah Ta‘ala seperti rahasia para sahabat r.a.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 98).
(hlm. 98-99)
23
DEDIKASI PADA TUHAN ―Suatu hal yang sangat penting, manusia hendaknya membaktikan hidupnya demi Tuhan. Saya telah membaca dalam beberapa suratkabar bahwa seorang [Hindu] Arya yang tak dikenal telah membaktikan hidupnya demi Arya Samaj. Atau seorang pendeta [Kristen] yang tak dikenal telah membaktikan dirinya demi missi. Saya sangat terkejut melihat orang-orang Islam tidak membaktikan hidup mereka untuk mengkhidmati Islam dan demi Tuhan-nya. Lihat masa Rasulullah saw., dan kalian akan menyadari bagaimana hidup diserahkan untuk mengkhidmati Islam. Kalian harus ingat bahwa ini bukan jual-beli yang merugikan, ini pasti menguntungkan. Saya ingin orang-orang Islam mengetahui, bagaimana pengkhidmatan diri demi Tuhan itu bermanfaat dan memberikan keuntungan. Apakah seseorang yang membaktikan dirinya mengalami kerugian? Sama sekali tidak: (―Maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak mereka bersedih hati‖ – Al-Baqarah, 113). Tuhan sendirilah yang mengganjar pengkhidmatan ini. Itu melepaskan (menghindarkan) manusia dari semua ketakutan dan kesedihan. Saya terkejut ketika mengetahui bahwa walaupun setiap orang ingin dibebaskan dari ketakutan dan kesedihan hidup, mengapa orang-orang tidak memperhatikan obat ini yang telah dicoba dan terbukti memuaskan? Obat ini telah dicoba selama 1300 tahun. Bukankah ia terbukti efektif? Bukankah karenanya para sahabat Rasulullah saw. mewarisi kehidupan abadi? Mengapa sekarang orang-orang meninggalkan obat ini? Sesungguhnya orang-orang tidak peka terhadap kenyataan dan kenikmatan pengkhidmatan diri. Jika saja mereka memperoleh sedikit darinya, mereka akan berhamburan ke arahnya dengan harapan yang besar dan tak berkesudahan. Saya sendiri sangat berpengalaman dalam hal ini, dan dengan karunia Tuhan saya telah menikmati kelezatannya. Saya menginginkan bahwa setelah pengkhidmatan diri saya, ketika saya wafat hendaknya saya diberikan kehidupan yang lain dan saya akan berkhidmat kembali, dan proses ini akan berkelanjutan dengan peningkatan semangat diri saya.‖ (Malfuzat, II, hlm. 99-100).
PENGKHIDMATAN DEMI TUHAN ―Saya sangat berpengalaman dalam hal [pengkhidmatan] ini. Bahkan sekiranya Tuhan mengatakan kepada saya bahwa pengkhidmatan ini tidak menghasilkam ganjaran apa pun bagi saya dan tidak memberikan apa pun pada saya, sama sekali tidak mungkin saya berkhenti mengkhidmati Islam. Untuk itu saya menganggap sudah tugas saya untuk menekankan kepada anggota Jemaat saya, dan itu hendaknya seperti wasiat dari saya – baik mereka bertindak menurut hal itu atau pun tidak – bahwa jika mereka mencari keselamatan, mereka harus menyerahkan diri mereka demi Tuhan. Jadikanlah agar setiap orang berjuang keras mencapai derajat dimana dia dapat menyatakan ―hidupku, matiku, pengorbananku, shalatku, dan semuanya adalah demi Tuhan‖.
24
Jiwanya akan berseru seperti Hadhrat Ibrahim a.s.: Aslamtu li Rabbil ‗ālamīn – ―Aku telah menyerahkan diriku kepada Tuhan seluruh alam‖ – Al-Baqarah, 132). Kecuali seseorang itu melebur pada Tuhan dan mati dalam Tuhan, dia tidak dapat memiliki hidup yang baru. Kalian yang bersama saya dapat mengetahui dan menyadari, bahwa saya memiliki tujuan hidup saya diserahkan demi Tuhan. Kalian hendaknya melihat hidup kalian dan mendapati berapa berapa banyak di antara kalian yang menyukai perbuatan saya ini, dan berapa banyak dari kalian yang ingin menyerahkan dirinya.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 100).
PENYEBAB KEBANYAKAN MANUSIA MASUK NERAKA DAN MASALAH WAQAF HIDUP (―Dan sungguh Kami benar-benar jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia‖ – Al-A’raf, 180). ‖Jika manusia tidak mewakafkan hidup untuk Allah Ta‘ala maka dia harus ingat bahwa untuk orang-orang seperti itu Allah Ta‘ala telah menyediakan neraka jahannam. Dari ayat ini dengan jelas diketahui, sebagaimana yang dianut (dipahami) sebagian orang yang berpikiran dangkal, bahwa setiap orang pasti akan masuk ke dalam neraka adalah salah. Ya, memang tidak diragukan lagi bahwa sedikit orang yang sama sekali terpelihara (terbebas) dari hukuman neraka. Itu bukan hal yang mengherankan. Allah Ta‘ala berfirman, ― Qalilum min 'ibaadiya syakuur – (sedikit dari antara hamba-Ku yang bersyukur‖ - As-Sabaa, 14).‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 100101).
KEHIDUPAN NERAKA ―Manusia hendaknya mengerti apa itu neraka. Neraka yang pertama adalah yang telah dijanjikan oleh Tuhan [di akhirat], dan neraka yang satu lagi adalah kehidupan itu sendiri jika kehidupan itu bukan demi Tuhan. Tuhan tidak menjadi Penjaga atas orang semacam itu dan Dia tidak menolongnya dari kesulitan-kesulitan serta tidak memberikannya ketentraman. Jangan menganggap bahwa kekayaan, jabatan, kehormatan dan anak yang banyak dapat memberikan ketentraman, kepuasan, dan kedamaian sejati pada seseorang, hal-hal itu juga tidak dapat memberikan kehidupan surga. Kesenangan, kepuasan hati yang merupakan kebahagiaan surgawi tidak dapat diperoleh melalui hal-hal itu, hal-hal tersebut hanya dapat diperoleh melalui hidup dan mati dalam Tuhan, Inilah wasiat dari semua nabi, khususnya Hadhrat Ibrahim a.s. dan Hadhrat Yakub a. s.. Wasiat mereka adalah: Lā tamutunna ilā wa antum muslimūn – ―kalian hendaknya mati dalam keadaan berserah diri‖ (Al-Baqarah, 133). Kesenangan dunia melahirkan keserakahan kotor dan menambah dahaga untuk memperoleh lebih banyak. Seperti seorang korban penyakit kehausan, haus tidak terobati dan penyakit pun akhirnya berakibat fatal. Dengan demikian api nafsu, ambisi dan ketidakpuasan juga berkaitan dengan neraka, dia tidak membiarkan manusia beristirahat, malah memberi semacam kebingungan dan ketidakpuasan. Hendaknya sahabat-sahabat saya melihat kenyataan, bahwa seseorang jangan terlalu asyik
25
dalam kecintaan terhadap kekayaan dan istri-istri serta anak-anak, sehingga dia begitu bernafsu, melampaui batas dan berlebihan sehingga hal itu menjadi tabir peng-halang antara dia dan Tuhan Yang Maha Perkasa. Itulah sebabnya mengapa kekayaan dan anak-anak disebut ujian. Mereka juga me-nyiapkan neraka bagi orang itu dan jika dia dipisahkan dari mereka, dia menjadi begitu amat gelisah dan itulah: (―Api Allah yang dinyalakan, yang sampai ke dalam hati‖ – Al Humazah, 7-8). Yakni, api itu yang membakar hati manusia seperti daging bakar dan membuatnya lebih hitam daripada arang adalah kecintaan terhadap ghairullah (sesuatu selain Tuhan Yang Maha Perkasa). Dengan adanya saling ikat mengikat dan pergesekkan satu sama lain timbul suatu panas. Demikian pula dengan adanya pergesekkan yang ditimbulkan oleh rasa cinta terhadap manusia dan rasa cinta terhadap benda-benda dunia, maka kecintaan terhadap Allah pun menjadi terbakar, hati menjadi kelam dan menjauh dari Allah serta menjadi sasaran berbagai macam ketidaktenteraman. Namun, tatkala hubungan dengan benda-benda dunia itu dibalut di dalam hubungan dengan Allah, dan kecintaan terhadap terhadap benda-benda itu dituangkan dalam kecintaan terhadap Allah, maka pada saat itu pergesekan mereka antara satu sama lain akan mengakibatkan terbakarnya rasa cinta terhadap ghairullah (selain Allah), dan sebagai gantinya akan muncul suatu cahaya dan nur, kemudian keridhaan Allah menjadi keridhaannya, dan keridhaannya menjadi keridhaan Allah. Dengan mencapai kondisi deinikian kecintaan terhadap Allah menjadi seperti nyawa baginya. Dan sebagaimana untuk hidup diperlukan kebutuhan-kebutuhan hidup maka untuk hidupnya yang diperlukan hanyalah Allah dan Allah semata. Dalam ungkapan lain dapat dikatakan, bahwa kebahagiaan dan ketentramannnya hanya terdapat di dalam Allah. Kemudian, jika dia memperoleh suatu penderitaan dan kesusahan di kalangan orang-orang dunia, itu memang dia hadapi, namun sebenarnya dalam duka nestapa itu pun dia merasakan kelezatan Ilahi dengan nikmat dan tenteram, yakni suatu hal yang tidak dapat diraih oleh orang-orang dunia yang paling bahagia sekali pun‖. (Malfuzat II, hlm 101-102). (hlm 102-104)
BAGAIMANA BERDAKWAH ―Kenyataan yang jelas, bahwa orang-orang yang dapat menyampaikan kebenaran sangat sedikit, sedemikian sedikitnya sampai-sampai dapat dibilang tidak ada. Biasanya seorang da'i (penyeru/pendakwah) menyampaikan (ayat-ayat Tuhan) untuk memperoleh sesuatu dari khalayak. Dan jika tujuan dakwah sudah begitu campur-aduk maka perintah suci dan kebenaran ditutupi kegelapan tujuan duniawi, dan kenikmatannya yang dapat dihasilkan dari bau harum ayat-ayat Tuhan tertutup oleh bau busuk keduniaan maka orang-orang akan mengatakan bahwa da'i itu melakukan (atau mengatakan) semua hal itu untuk keuntungan duniawi pribadinya. Jelas bahwa kebanyakan da'i (pendakwah) mencari keuntungan dunia, tetapi tidak tidak
26
semua orang seperti itu. Ada beberapa orang memiliki hati yang tulus dan mereka menyampaikan perintah-perintah Tuhan dan Rasulullah saw. kepada orang lain karena mereka menganggap mereka telah ditugaskan Tuhan untuk melakukan hal itu, dan dengan demikian hal itu sudah merupakan tugas mereka. Mereka melakukan itu untuk mencari keridhaan Tuhan. Berdakwah adalah suatu hal yang besar. Dia semacam keagungan kenabian, tentu saja jika itu dilakukan dengan ketakwaan kepada Tuhan. Da'i memperoleh kesempatan untuk memperbaiki dirinya, karena penting memperlihatkan kepada orang-orang bahwa dia bertindak sesuai apa yang dia katakan.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 104).
PERHATIKANLAH KEPADA APA YANG DIKATAKAN, BUKAN KEPADA SIAPA YANG MENGATAKANNYA ‖Ini memang benar, yakni ini memang benar, yakni lihatlah pada apa yang dikatakan. Jangan melihat pada siapa yang mengatakan. Jika tidak demikian, maka manusia bisa luput dari kebenaran, dan [dengan begitu] manusia dari dalam dirinya sendiri menumbuh-kembangkan suatu benih kesombongan dan takabur. Sebab, jika seseorang murni merupakan pencari kebenaran dan shadaqat maka tidak ada urusan sedikit pun dengan masalah kelemahan orang lain. Jika seorang pemberi nasihat melakukan sesuatu bagi [keuntungan] dirinya sendiri, apa urusan kalian dengan itu? Tujuan kalian yang sebenarnya adalah mencari kebenaran. Memang tidak diragukan lagi bahwa orang-orang ini menyampaikan hal-hal yang tidak sesuai dengan keadaan serta situasi, dan hal-hal yang tidak ada hubungannya sama-sekali. Dan ketika mereka menyampaikan nasihat, mereka tidak menyinggung hal-hal yang memang sangat diperlukan pada waktu itu, dan tidak pula mereka menyentuh penyakit-penyakit yang diidap oleh orangorang yang menjadi sasaran nasihat mereka. Mereka terus saja menyampaikan pandangan mereka dari berbagai sudut. Jika mereka memperhatikan Rasulullah saw., mereka dapat mempelajari cara yang sangat baik dalam berdakwah. Seseorang datang kepada Rasulullah saw. dan bertanya: amal apa yang terbaik? Rasulullah saw. menjawab, ―Bersedekah.‖ Kemudian orang lain datang dan menanyakan hal yang sama kepada beliau saw. dan beliau saw. menjawab, ―Mengkhidmati orang tua.‖ Orang ketiga datang dan menanyakan hal yang sama, beliau saw. menjawab hal yang lain lagi. Pertanyaannya mungkin sama tetapi jawabannya berbeda. Sebagian orang tergelincir dalam hal ini. Orang-orang Kristen melancarkan banyak tuduhan tentang hal ini. Tetapi orang-orang yang bodoh itu tidak memperhatikan cara berberkat Rasulullah saw. tersebut. Hal yang perlu digarisbawahi dari cara ini adalah, bahwa jawaban harus sesuai dengan keadaan penanya. Amal terbaik bagi orang kikir adalah dia harus menyingkirkan sifatnya ini, dan amal terbaik bagi orang yang tidak mengkhidmati orang tuanya adalah mengkhidmati orang tuanya. Dia membutuhkan jenis pelajaran ini untuk menjadikannya seseorang yang lebih baik, yakni mengkhidmati orang tuanya. Sebagaimana pentingnya seorang ahli medis (pengobatan) untuk membuat diagnose yang baik atas pasiennya, maka penting juga bagi seorang da'i untuk mempelajari manusia dengan baik. Tetapi malangnya pengetahuan dan penglihatan itu hanya diberikan kepada dai‘ (penyeru) dari Tuhan. Itulah sebabnya meskipun kenyataannya ada ribuan dai‘ yang muncul, tetapi moral dari negara ini semakin runtuh. Segala macam kelemahan moral -- dan hal-hal yang berkaitan
27
dengan keimanan -- masuk ke dalam manusia.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 105-106).
PRANGSANGKA BURUK PANGKAL KEKACAUAN ―Fasad (kekacauan) timbul dari itu, yakni manusia mulai menggunakan prasangkaprasangka buruk serta kebimbangan-kebimbangan. Jika manusia berprangka baik maka taufik untuk memberi sedikit-banyakpun akan diraih, namun tatkala pada tahap pertama saja sudah melakukan kesalahan maka untuk kemudian mencapai tujuan adalah sulit. Prangsangka buruk merupakan sesuatu yang sangat buruk, ia membuat manusia luput dari banyak sekali kebaikan, kemudian terus meningkat sampai akhirnya terhadap Tuhan-pun dia berprasangka buruk.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 107).
(107-112)
JEMAAT DAN ORANG-ORANG YANG TULI, BISU SERTA BUTA ‖Ingatlah ini, bahwa musibah datang disebabkan ketakwaan dan kesucian telah hilang. Dan hukum Ilahi adalah bahwa ketika rasa rakut kepada Allah Ta‘ala telah hilang dan kepekaan telah lenyap dari dalam kalbu-kalbu serta di dalam ruh sudah tidak tersisa lagi kelembutan, maka pada waktu itu akan timbul Tanda-tanda yang memberi peringatan. Ini merupakan waktu untuk takut, namun orang-orang ini buta dan tuli sehingga meninggalkan Tanda-tanda Ilahi, dan mereka berlalu dalam kondisi shummun bukmun ‗umyun fahum laa yarji‘uun (imereka tuli, bisau dan buta, maka mereka tidak akan kembali -- AlBaqarah, 19). Jemaat saya yang telah mengenal saya jangan membiarkan Tanda-tanda Tuhan menjadi busuk. Menjaga Tanda-tanda Tuhan tetap segar menguatkan keimanan. Dan untuk itu Jemaat kami jangan menyembunyikan Tanda-tanda ini. Mereka yang telah melihatnya hendaknya menyampaikannya kepada mereka yang belum melihatnya, itu akan menghindarkan mereka dari amal-amal buruk dan akan menyegarkan iman mereka. Tanda-tanda itu harus disampaikan kepada orang-orang dalam cara yang indah. Kalian harus ingat, bahwa mereka yang tidak memperhatikan bukti yang diberikan Tuhan adalah buta dan mereka tidak dapat melihat kebenaran. Mereka tidak memiliki telinga. Mereka seperti binatang, bahkan lebih buruk daripada binatang. Tuhan bukanlah penjaga mereka. Dia adalah penjaga orang mukmin sejati dan orang mutaki: Huwa yatawallash-shālihīn – Dia-lah Penjaga orangorang salih.‖. Dia bukan Penjaga orang-orang yang telah menyimpang dari jalan-jalan Tuhan dan dengan demikian menjadikan diri mereka seperti binatang. Perhatikanlah, apakah kalian pernah melihat orang-orang menangis atas domba yang disembelih? Dan mereka yang bahkan lebih buruk daripada domba, siapa yang mempedulikan hidup mereka? Perhatikanlah binatang. Mereka diciptakan untuk bekerja dan mereka disembelih. Seseorang
28
yang memutuskan perhubungan dengan Tuhan tidak mendapat jaminan apa pun: (―Katakanlah, "Tuhan-ku tidak mengindahkan kamu, melainkan kalau ada ibadat kamu‖ – Al-Furqan, 78). Yakni, ―Kalian harus ingat, bahwa mereka yang menyembah Tuhan demi dunia, atau bersikap tidak peduli terhadap-Nya maka Tuhan juga tidak mempedulikan mereka.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 112-113).
ALLAH MAHA BERKECUKUPAN Pada tanggal 1 September 1900 Hadhrat Masih Mau‘ud a.s. memberikan nasihat mengenai sifat Allah Ta‘ala Al-Ghaniy (Maha Berkecukupan), sehingga Dia tidah membutuhkan apa (siapa) pun, melainkan yang butuh adalah manusia: ―Walau pun ada janji Allah Ta‘ala, "Innahu aawal qaryak (……………………)" tetapi Allah Ta‘ala tidak ingin diatur (diperintah) oleh siapa pun. Sifatnya Al-Ghaniy (Maha Berkecukupan) juga menuntut agar manusia tidak selalu merasa tenang dan puas, Dia menghendaki agar manusia menjalani waktunya dengan rasa risau dan takut supaya kondisi sebagai hamba tetap terpelihara. [Wabah] kolera juga merupakan pedang Allah Ta‘ala. Banyak-banyaklah memanjatkan doa semoga Allah Ta‘ala melindungi kampung [Qadian] ini, sebab menurut para penentang orangorang [yang akan mati] di tempat-tempat lain adalah mati syahid, sedangkan di sini (Qadian) – semoga Allah Ta‘ala tidak menjadikannya demikian -- jangan sampai orang mengatakan bahwa kemurkaan Ilahi telah menimpa kawasan ini‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 114).
(hlm. 114-116) TIGA CARA ALLAH TA’ALA BERBICARA DENGAN MANUSIA Tanggal 8 September 1900, pada malam hari Maulana Nuruddin menanyakan makna ayat berikut, dan beliau mengemukakan bahwa banyak perselisihan tentang ayat tersebut: (dan tidak mungkin bagi seorang manusiapun bahwa Allah berkata-kata dengan Dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau di belakang tabir, atau dengan mengutus seorang utusan‖ – Asy-Syurā, 53). Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad a.s. menjelaskan: ―Sebelum kita beranjak kepada pembahasan ayat ini, secara amalan kita melihat tiga cara Allah Ta‘ala menyampaikan Kalām-Nya (firman-Nya), yang keempat tidak ada, yaitu: 1. rukya (mimpi), 2. kasyaf, 3. wahyu. Maulwi Sahib, maka ayat ini benar-benar terbuka. Yang dimaksud dengan miwwarā'i hijāb (dibalik tabir) adalah sarana rukya (mimpi). Miwwarā'i hijāb (di balik tabir) artinya ia diliputi kias (tamsilan) yang mengandung corak hijāb (tabir), inilah bentuk rukya. Sedangkan yursila
29
rasūlā (mengirim utusan) artinya kasyaf. Tamsil (perumpamaan) rasul pun masuk dalam mukasyafah. Demikiankah hakikat kasyaf (terbuka hijab), bahwa ia merupakan untaian tamsiltamsil… Betapa hebatnya Al-Quran Karim menguraikan ilmu-ilmu yang hakiki dan agung. Cobalah cari yang setara dengan ayat ini di dalam Injil dan Taurat.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 116).
RAHMAT DI BALIK COBAAN Pada tanggal 8 September 1900 Hadhrat Masih Mau‘ud a.s. menerima surat dari Syekh Rahmatullah menganai suatu cobaan yang dialaminya. Mengenai hal itu Hadhrat Masih Mau‘ud a.s. bersabda: ―Saya banyak sekali memanjatkan doa bagi beliau dalam cobaan itu. Hal itu membuat saya sangat senang. Pada hakikatnya cobaan itu mendatangkan rahmat yang besar. Yakni di satu sisi sang hamba mengalami penderitaan dan terputus hubungan dari segala arah, lalu timbul perhatian penuh ke arah Sang Pembuat sarana (Allah Ta‘ala), dan dari sisi itu Allah Ta‘ala bergegas datang membawa lasykar karunia-karunia-Nya untuk memberikan ketenteraman kepada hamba tersebut. Saya selalu melihat hal ini dalam sunnah para nabi ‗alaihimus- salaam dan dalam sunnah Allah, yakni begitu banyaknya anugerah serta rahmat yang bergejolak terhadap Jemaat yang mulia ini pada saat berlangsung cobaan, yakni mengenai para khadim-Nya, kondisi anugerah serta rahmat yang seperti itu tidak didapat pada waktu tenang dan sejahtera.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 117).
BERSABAR ATAS PENDERITAAN YANG DITIMBULKAN PENENTANG Pada tanggal 9 September 1900, sebelum salat Zhuhur Hadhrat Masih Mau‘ud a.s. memberikan nasihat berikut ini sambil menujukannya kepada Maulana Abdul Karim: ―Segala sesuatu yang sedang berlangsung saat ini adalah sesuai dengan kehendak Ilahi. Adalah penting bahwa orang-orang ini melalui tangan-tangan mereka memberikam cap (stempel) pada kebenaran Tanda-tanda yang mengenainya tertulis pada masa Mahdi Mau‘ud (Mahdi yang dijanjikan) akan timbul kehebohan besar, dan Mahdi Mau‘ud akan dituduh sebagai orang yang memaparkan (mengemukakan) hal-hal yang bertentangan dengan akidah-akidah para ulama terdahulu, lalu dia akan dinyatakan sebagai kafir Saat ini warga Jemaat saya hendaknya menerapkan kesabaran seperti yang diterapkan (diamalkan) oleh Nabi Karim kita saw. dan para Sahabah beliau. Tidak ada satu tindakan mereka pun yang membawa mereka kepada penguasa. Saat ini jangan bertumpu pada siapa pun, yakni bahwa ada orang-orang yang akan menolong kita. Ingatlah, saat ini kecuali Allah Ta‘ala tidak ada sahabat dan penolong‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 117-118).
(hlm 118-122)
30
SENJATA AL QURAN ―Jika kita tidak memiliki Al-Quran, dan hanya kumpulan hadits yang menjadi dasar keimanan dan kepercayaan kita, maka kita tidak akan dapat menghadapi orang-orang dari agama lain dan akan sangat malu. Ketika saya memperhatikan kata Quran, jelas bagi saya bahwa kata beberkat ini penuh nubuwat (kabar gaib). Nubuatan (kabar gaib) itu, bahwa satu-satunya Kitab yang pantas dibaca adalah Al-Quran, dan akan tiba saatnya dimana Kitab-kitab lain juga ada, tetapi tetap saja hanya inilah Kitab yang pantas dibaca, dan hanya melalui Kitab inilah kemuliaan Islam akan diperoleh kembali, dan semua keburukan akan dimusnahkan, semua kitab lainnya sepantasnya disingkirkan. Kata Furqān (pembeda) juga menunjukkan hal yang sama. Itu adalah Kitab yang membedakan antara haq (kebenaran) dan batil (kepalsuan). Tidak ada kitab Hadits atau kitabkitab lainnya yang memiliki kesempurnaan yang sama dengan Al-Quran. Untuk itu kalian harus meninggalkan kitab lain dan mempelajari Al-Quran siang dan malam. Orang yang tidak memiliki keimanan, yang tidak memperhatikan Al-Quran, terus sibuk dengan membaca kitab-kitab lain. Para anggota Jemaat saya hendaknya mempelajari Al-Quran dengan penuh ketulusan, mereka jangan terlalu asyik dengan kumpulan Hadits. Sangat menyedihkan orang-orang tidak memberikan perhatian yang cukup atas Al-Quran seperti yang mereka berikan atas Hadits. Sekarang kalian harus mengangkat senjata Al-Quran di tangan kalian maka kemenangan akan kalian peroleh. Tidak ada kegelapan yang dapat menghadapi cahaya.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 122). (hlm. 122-124)
DOA YANG PALING BAIK ‖Doa paling baik adalah yang mengandung segala kebaikan dan menghindarkan segala kemudharatan. Oleh sebab itu doa "An'amta 'alaihim – (orang-orang yang telah Engkau beri anugerah (karunia/nikmat) kepada mereka) merupakan doa untuk memperoleh anugerahanugerah (karunia-karunia) segenap mun‘am ‗alaihim (orang yang telah memperoleh anugerah) mulai sejak Hadhrat Adam a.s. sampai masa Rasulullah saw., sedangkan di dalam ―ghairilmaghdhubi ‗alaihim wa laadh-dhaalliin (bukan jalan orang-orang yang telah dimurkai dan bukan pula orang-orang yang sesat‖ – Al-Fatihah, 5). (Malfuzat, jld. II, hlm. 124).
MASUKAN DARI RASULULLAH SAW. ‖Sering kali terjadi bahwa Rasulullah saw. memberitahukan sesuatu hal dan aku mendengarnya tetapi aku tidak melihat wajah beliau saw.. Ringkasnya, ini adalah kondisi antara kasyaf dan ilham‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 125).
31
PERBEDAAN ANTARA HIPNOTIS DENGAN PENGARUH PARA NABI ‖Perbedaan sangat besar antara hipnotis dan doa para nabi ‗alaihimus-salaam adalah, hipnotis yang dilakukan oleh para ahli mesmerisme adalah suatu hasil latihan gigih, sedangkan pengaruh yang timbul dari doa adalah merupakan suatu anugerah Ilahi. Ketika nabi terpengaruh oleh rasa solidaritas terhadap umat manusia maka Allah Ta‘ala menjadikan fitratnya sebagai perhatian semua pihak, dan Dia meniupkan pengabulan di dalamnya.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 130). (hlm. 125-130)
TANDA-TANDA IMAN ‖Memang ini merupakan pendakwaan setiap umat bahwa mereka menjalin kecintaan dengan Allah Ta‘ala, namun hal yang perlu dibuktikan adalah apakah Allah Ta‘ala pun mencintai mereka atau tidak? Dan kecintaan Allah Ta‘ala adalah, pertama-tama Dia mencabut hijab (tabir) dari kalbu-kalbu tersebut, yaitu tabir yang mengakibatkan manusia tidak dapat mempercayai secara benar Wujud Allah Ta‘ala serta dengan meraba-raba dan dengan makrifat (pengetahuan) yang gelap mengakui Wujud-Nya. Bahkan kadang-kadang pada saat dilanda cobaan manusia mengingkari Wujud-Nya. Dan pencabutan tabir tersebut tidak dapat terjadi tanpa melalui mukaalamah Ilahiyah (percakapan dengan Allah Ta‘ala). Jadi, pada hari itu manusia terjun menyelam ke dalam mata air makrifat (pengetahuan) hakiki, yaitu pada hari ketika Allah Ta‘ala berkata-kata dengannya serta memberikan kabar suka kepadanya bahwa "Anal maujud – (Aku ada)‖, barulah makrifat (pengetahuan) manusia tidak hanya terbatas pada perkiraan-perkiraan kiasan atau pemikiran-pemikiran yang berlandaskan pada kisah-kisah belaka, melainkan dia menjadi begitu dekat dengan Allah Ta‘ala, sehingga seakan-akan dia melihat-Nya. Dan ini benar serta sangat benar, bahwa keimanan sempurna diraih manusia pada hari ketika Allah Ta‘ala mengabarkan kepada manusia tentang Wujud-Nya. Kemudian tanda kedua bagi kecintaan Allah Ta‘ala, Dia tidak hanya mengabarkan tentang Wujud-Nya saja kepada hamba-hamba kesayangan-Nya, tetapi juga Dia secara khusus menzahirkan tanda-tanda rahmat serta karunia-Nya pada mereka, dan hal itu berlangsung sedemikian rupa, yakni doa-doa mereka -- yang tampaknya tidak mungkin jika dilihat dari harapan-harapan zahiriah -- dikabulkan oleh-Nya, dan hal itu Dia beritahukan kepada mereka melalui ilham dan Kalam-Nya (Firman-Nya). Barulah kalbu mereka menjadi puas bahwa, ―Ini adalah Tuhan kita Yang Maha Kuasa, Yang mendengar doa-doa kita, dan Dia memberitahukan kepada kita serta menyelamatkan kita dari kesulitan-kesulitan.‖ Pada hari itu masalah najat (keselamatan) pun akan dimengerti dan Wujud Allah Ta‘ala juga akan diketahui. Walaupun pihak-pihak lain juga – untuk membangunkan dan memperingatkan mereka -kadang-kadang memperoleh mimpi benar, akan tetapi derajat, kemuliaan, serta corak kondisi [orang beriman] ini berbeda dari itu. Ini merupakan mukaalamah (percakapan) Allah Ta‘ala yang hanya berlangsung dengan para muqarrab khas (orang yang memperoleh kedekatan khusus). Dan tatkala manusia yang telah memperoleh kedekatan itu memanjatkan doa maka Allah Ta‘ala akan menampakkan manifestasinya (perwujudannya) pada orang itu dengan keperkasaan Ilahiyah-Nya, dan Dia menurunkan Ruh-Nya pada orang itu, dan dengan kata-kata
32
yang dipenuhi oleh kecintaan Dia memberikan kabar gembira kepada orang itu tentang pengabulan doanya. Orang yang dengannya terjadi mukaalamah (percakapan) ini dalam jumlah besar (sering) dia disebut nabi atau muhaddats. Dan ini juga merupakan tanda agama yang benar, yakni melalui ajaran agama tersebut lahirlah orang-orang baik yang mencapai derajat muhaddats (bercakapcakap dengan Allah Ta‘ala), yaitu orang-orang yang dengan mereka Allah Ta‘ala berkata-kata secara berhadapan, dan ini jugalah yang merupakan tanda pertama hakikat serta kebenaran Islam, yakni di dalamnya senantiasa lahir orang-orang baik yang dengannya Allah Ta‘ala berkata-kata: (―Maka Malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan, "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih‖ – Al-Fushilat, 31). Jadi, inilah standar hakiki agama yang benar, yang hidup dan yang diterima [di sisi Allah], dan saya mengetahui bahwa nur (cahaya) ini hanya terdapat di dalam Islam. Agama-agama lain tidak memiliki cahaya ini. Dan untuk membuktikan kebatilan agama-agama tersebut dalil ini lebih hebat daripada ribuan dalil lainnya, yakni yang mati sama sekali tidak dapat melawan yang hidup, dan tidak pula orang yang buta dapat unggul terhadap orang yang tidak buta (melihat)‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 130-132). TUJUAN PENGUTUSAN MASIH MAU’UD ‖Hamba yang lemah ini telah diutus hanyalah untuk menyampaikan amanat (pesan) ini kepada umat manusia, bahwa dari seluruh agama yang ada hanya agama [Islam] inilah yang benar dan yang sesuai dengan kehendak Allah Ta‘ala, yaitu agama yang telah membawa Quran Karim. Dan pintu untuk masuk ke dalam daarun-najah (rumah keselamatan) adalah Laa ilaaha illallaahu muhammadur- rasulullah (Tidak ada Tuhan kecuali Allah dan Muhammad adalah Rasul Allah).‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 132).
MENERAPKAN AKHLAK-AKHLAK ALLAH ‖Di dalam kalbu saya hal ini timbul, yakni dari ayat ini terbukti bahwa manusia hendaknya menerapkan sifat-sifat berikut: Yakni, untuk Allah Ta‘ala segala sifat [yang sempurna] adalah wajib, yaitu yang merupakan Rabbul ‗alamin – ―Tuhan seluruh alam‖, di dalam nuthfah (embriyo) dan sebagainya, di dalam seluruh alam, ringkasnya di setiap alam. Kemudian Ar-Rahmaan, lalu Ar-Rahiim dan Maaliki yaumid-din. Doa yang dipanjatkan, ―Iyyaaka na‘budu (hanya kepada Engkau-lah kami menyembah), dalam penyembahan itu pun manusia hendaknya menyerap bayangan sifat-sifat tersebut di dalam dirinya: Rabbubiyyat, Rahmaaniyyat, Rahiimiyyat dan Maalikiyyat. Kemuliaan seorang manusia hamba adalah, ―Takhallaqu bi-akhlaqillaah, yakni menerapkan warna-warna (Sifat-sifat) Allah Ta‘ala. Selama belum mencapai derajat ini janganlah penat dan jangan berhenti. Setelah itu dengan sendirinya timbul suatu magnet dan daya tarik yang menarik
33
ke arah ibadah Ilahi, dan kondisi ini timbul pada diri orang yang: "Yaf‘aluuna maa yumaruun [mereka mengerjakan apa saja yang diperintahkan kepada mereka‖ – An-Nahl, 51)‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 132-133).
(hlm 132-134)
RAHMĀNIYYAT DAN RAHĪMIYYAT ‖Rasulullah saw. adalah penjelmaan sempurna dari Rahmāniyyat, karena Muhammad berarti ―dia yang sangat terpuji.‖ Rahmān berarti dia yang memberi tanpa adanya upaya untuk itu dan tanpa meminta [imbalan], dan dia yang memberi kepada setiap orang tanpa membedakan orang yang beriman atau orang kafir. Dan sudah jelas bahwa orang yang memberikan sesuatu tanpa meminta [imbalan] adalah terpuji. Dengan demikian Muhammad memiliki (merupakan) penjelmaan Rahmāniyyat dalam diri beliau. Berkenaan dengan nama beliau [Muhammad saw.] di dalamnya terdapat penjelmaan Rahiimiyyat, karena Rahiim berarti dia yang tidak membiarkan upaya menjadi sia-sia, dan Ahmad juga berarti ―dia yang memuji‖. Juga sudah jelas, bahwa siapa saja yang telah berbuat baik kepada seseorang maka yang disebut terakhir akan sangat gembira dan memberi balasan atas apa yang telah dia perbuat, dan lebih jauh dia akan memujinya. Demikianlah Rahiimiyyat dijelmakan dalam Ahmad, dengan demikian Allah adalah Muhammad (Rahmān) dan Ahmad (Rahīm). Dengan kata lain Rasulullah saw. adalah penjelmaan sempurna dari dua sifat agung Rahmaaniyyat dan Rahīmiyyat (Malfuzat, jld. II, hlm. 135).
(hlm. 135-136)
KERETA API DUNIA ‖Dunia adalah [bagaikan] sebuah kereta api, dan kepada kita semua telah diberikan karcis umur, di mana saja telah sampai stasiun bagi seseorang maka dia pun diturunkan, yakni dia wafat. Jadi, untuk kehidupan apa sebenarnya manusia ini mempersiapkan makanan yang tidak nyata serta mengikat harapan-harapan yang panjang?‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 136).
KEYAKINAN HADHRAT MIRZA GHULAM AHMAD A.S. TERHADAP WAHYU ‖Kemarin malam jari saya sakit, begitu sakitnya sampai-sampai aku berfikir bagaimana mungkin bisa tidur malam [itu]. Akhirnya, timbul kondisi ringan antara sadar dan tidak, dan turunlah ilham: "Ya nāru kuwniy bardaw-wa salāma" (hai api, jadilah dingin dan sarana keselamatan). Dan belum lagi kata salama selesai, langsung saja rasa sakit itu hilang seolah-olah tidak pernah terjadi sebelumnya……. Terhadap Kalam Allah Ta‘ala yang turun kepada kami dalam bentuk wahyu kami begitu
34
yakin dan meyakininya sebagai suatu bashirat yang tinggi, sehingga jika ada [orang] yang mau bersumpah berdiri di Baitullah [menafikannya] silakan bersumpah. Bahkan keyakinan saya sedemikian rupa, jika aku mengingkari hal ini, atau sekedar menganggap ini bukan berasal dari Allah, maka saya langsung menjadi kafir.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 142-143). KEYAKINAN ATAS WAHYU ‖Saya siap bersumpah di halaman Ka‘bah, bahwa wahyu yang saya terima dari Tuhan adalah benar-benar dari-Nya, saya siap melakukan berbagai macam sumpah yang kalian minta. Saya sangat yakin bahwa jika saya menolak (mengngkari) kenyataan ini atau memiliki keraguan mengenai [kebenaran]nya], saya seketika itu juga menjadi sorang kafir.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 143),
(hlm 143-145)
KERENDAHAN HATI SAAT SALAT ‖Salah satu arti Al-Fatihah adalah menaklukkan, ia membuktikan seseorang menjadi beriman atau ingkar. Dengan kata lain ia membedakan antara yang dua tersebut. Ia membukakan hati dan memberikan pengertian. Itulah sebabnya surah Al-Fatihah harus dibaca begitu sering, dan seseorang harus menghayati doa ini dengan khusyuk. Dia menjadikan seseorang betul-betul seperti seorang pengemis dan sangat membutuhkan. Sebagaimana seorang pengemis merendahkan dirinya dan meminta kemurahan dengan menunjukkan dia sangat membutuhkan atau dengan mengubah nada suaranya, seseorang hendaknya merendah dan kemudian memohon kepada Tuhan mencukupi kebutuhannya. Kecuali jika orang merendahkan dirinya saat salat dan menjadikan salat sebagai permohonannya, maka salat tidak dapat dinikmati dengan sepenuhnya.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 145). (hlm 145-146)
SIKAP TERHADAP ISTRI ‖Kalian jangan menganggap perempuan (istri) sangat rendah dan tidak ada artinya sama sekali. Tidak demikian. Penuntun sempurna kita, Rasulullah saw. bersabda: Khairukum khairukum li-ahlihi – sebaik-baik kamu adalah yang bersikap baik kepada istrinya. Dia (suami) yang tidak memperlakukan istrinya dengan baik tidak dapat disebut sebagai orang salih. Seseorang dapat berbuat baik kepada orang lain hanya jika dia berbuat baik kepada istri. Dia yang bertengkar dengan istrinya dan memaki istrinya karena hal-hal yang kecil (sepele) dan memukulnya, sama sekali tidak dapat [disebut] berbuat baik kepada orang lain. Kadang-kadang terjadi seseorang begitu marah kepada istrinya dan memukulnya, sehingga beberapa bagian tubuh istrinya yang halus terluka dan ia meninggal dunia. Untuk menghindari hal semacam inilah Tuhan berfirman, ―ashiru hunna bil ma'ruf -- berlakulah kepada istri
35
dengan layak.‖ Tentu saja jika dia (istri) melakukan sesuatu yang tidak pada tempatnya, dia bisa diperingatkan. Tugas laki-laki untuk mengatakan kepada perempuan (istri) bahwa dia (suami) tidak menyukai hal-hal yang bertentangan dengan perintah agama, tetapi juga dia (suami) harus menyampaikan bahwa dia (suami) tidak kasar dan tidak berperasaan, sehingga tidak mempedulikan mengacuhkan kelemahan-kelemahan istrinya.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 147).
(hlm 147-1149)
JEMAAT DAN SAHABAH RASULULLAH SAW. ―Lihatlah keadaan para sahabah radhiallaahu ‗anhum, apa saja yang tidak mereka lakukan untuk dapat hidup dalam pergaulan bersama Rasulullah saw.? Segala sesuatu yang telah para sahabat lakukan, begitu pulalah mutlak bagi Jemaat saya untuk menciptakan corak demikian dalam diri mereka. Tanpa itu mereka tidak akan dapat meraih tujuan sejati yang untuknya aku telah diutus. Apakah Jemaat saya mempunyai kebutuhan-kebutuhan dan keperluan-keperluan lebih banyak daripada yang dihadapi para sahabat dahulu? Tidakkah kalian melihat betapa hausnya mereka untuk salat bersama Rasulullah saw. dan untuk mendengarkan sabda-sabda beliau? Allah Ta‘ala telah menganugerahkan derajat ini kepada Jemaat yang bersama Masih Mau‘ud, yakni Jemaat ini akan dihubungkan dengan Jemaat para sahabat: Wa aakhariina minhum lammaa yalhaquu bihim – (dan juga golongan lain yang belum pernah bertemu dengan mereka‖ – AlJumu‘ah, 4). Para ahli tafsir telah mengakui bahwa ini merupakan Jemaat Masih Mau‘ud a.s., dan mereka seakan-akan Jemaat para sahabat. Mereka ini tidak bersama Masih Mau‘ud a.s. melainkan pada hakikatnya bersama Rasulullah saw., sebab Masih Mau‘ud a.s. akan datang sebagai suatu keindahan Rasulullah saw. juga, dan Masih Mau‘ud a.s. akan diutus untuk penyempurnaan di bidang tabligh dan penyebaran [Islam/Al-Quran].. Untuk itu kalbu saya senantiasa tenggelam dalam kesedihan, yakni semoga Allah Ta‘ala mengaruniai Jemaat saya ini dengan anugerah-anugerah para sahabat radhiallaahu ‗anhum . Semoga di dalam Jemaat ini timbul kejujuran, kesetiaan, keikhlasan, dan ketaatan seperti yang dahulu terdapat di kalangan para sahabat. Dan semoga Jemaat ini menjadi suatu kelompok yang tidak takut kepada siapa pun kecuali Allah. Semoga mereka menjadi mutaki (orang bertakwa), sebab kecintaan Allah Ta‘ala itu tertuju pada orang mutaki, ―Innallaaha ma‘al-muttaqiin (―sesungguhnya Allah beserta orang-orang bertakwa‖ – Al-Baqarah, 195)‖. (Malfuzat, jld. II, hlm. 150).
KEKUATAN IMAN ‖Hanya iman yang menggerakkan hati manusia untuk menjalani kesulitan-kesulitan dan menghadapi segala macam bentuk kesusahan. Iman adalah sebuah kekuatan yang memberi keberanian sejati kepada seseorang. Kita mendapati contoh hal ini dalam kehidupan para sahabah Rasulullah saw.. Ketika mereka mengikuti Rasulullah saw. nyata-nyata tidak ada yang
36
membuat mereka mengharapkan imbalan, karena Rasulullah saw. saat itu adalah seorang yang lemah dan tak berdaya. Tampaknya mereka hanya menganggap bahwa mereka akan menjadikan semua orang sebagai musuh mereka dan itu akan mengakibatkan kesulitan-kesulitan dan mereka akan disusahkan, dan dihabisi. Tetapi ada mata lain yang tidak mempedulikan segala kesulitan ini dan dengan menyerahkan diri untuk kepentingan ini merupakan kegembiraan yang besar. Mata ini melihat hal yang tidak dapat dilihat mata yang lain, yaitu apa yang tersembunyi dan jauh dari penglihatan mata jasmani. Mata itu adalah mata iman, dan kekuatan iman itulah yang membuat semua kesulitan tidak ada artinya. Pada akhirnya keimanan akan memperoleh kemenangan dan memperlihatkan mukjizat. Keimanan mengangkat orang yang dianggap lemah dan tak berdaya ke kemuliaan yang tak terbayangkan. Ganjaran yang pada awalnya tersembunyi dari penglihatan menjadi begitu jelas, sehingga setiap orang dapat menyaksikannya dan menyadari bahwa itu adalah buah dari keimanan. Karena iman itulah para sahabat tidak merasakan lelah dan tidak menjadi kendor; mereka memperlihatkan perbuatan yang luar biasa melalui kekuatan iman, dan meskipun demikian mereka mengatakan, bahwa mereka tidak (belum) mampu melakukan apa yang mereka rasa seharusnya mereka kerjakan.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 151).
(hlm 151-153)
CONTOH PARA SAHABAT ‖Sekali lagi saya perlihatkan kepada kalian contoh dari para sahabat Rasulullah saw.. Setelah beriman kepada Rasulullah saw. mereka menunjukkan dalam kehidupan mereka bahwa Tuhan Yang Gaib – yang tidak terlihat oleh para penyembah berhala -- telah mereka lihat melalui mata mereka. Jika bukan ini, coba katakan, apa yang membuat mereka tidak mempedulikan hal-hal yang lain? Mereka meninggalkan lingkungan mereka, kerabat mereka dan teman-teman mereka. Mereka menyerahkan semua keyakinan mereka kepada Tuhan, dan setelah menyerahkan semua keyakinan mereka hanya kepada-Nya, mereka melakukan hal-hal yang mengejutkan – terlebih lagi bagi mereka yang melihat sejarah. Iman itulah dan hanya iman sajalah yang membuat mereka melakukan hal-hal tersebut. Rencana dan tindakan para musuh sangat hebat tetapi tidak ada yang sukses melawan para sahabat Rasulullah saw. Musuh banyak jumlahnya, mereka memiliki peralatan yang lebih banyak dan bagaikan kelompok yang gagah perkasa, tetapi mereka tidak memiliki iman. Dan karena tidak memiliki iman itulah mereka dihancurkan tanpa memperoleh keberhasilan. Tetapi berkenaan dengan para sahabat Rasulullah saw., mereka memperoleh segala sesuatu melalui iman mereka. Ketika mereka mendengar seruan seseorang – yang meskipun tumbuh sebagai seorang ummiy (butahuruf) namun dikenal jujur dan terpercaya – dan menyatakan bahwa dia telah diutus Tuhan maka mereka mengikutinya. Selanjutnya mereka mengikuti beliau s.a.w. seolah-olah mereka telah tersihir. Sekali lagi saya katakan, bahwa iman itulah yang menjadikan mereka seperti itu. Ingatlah, iman kepada Tuhan adalah sesuatu yang sangat penting.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 154).
37
(hlm 154-157)
IKUTILAH AL QURAN ‖Sama sekali tidak mungkin mendapat keberhasilan tanpa mengikuti ajaran Al-Quran. Jika seseorang berpikir sebaliknya, itu hanyalah semata-mata khayalan, orang-orang (duniawi) mengejar keberhasilan semacam ini. Kalian harus mengikuti contoh para sahabat Rasulullah saw.. Lihatlah mereka, mereka mengikuti Rasulullah saw. dan mendahulukan agama daripada urusan dunia, dan sebagai hasilnya Tuhan memenuhi semua janji yang Dia berikan kepada mereka. Pada awalnya para musuh mengejek mereka karena mereka tidak dapat keluar secara terbuka, [namun demikian] mereka menyatakan akan menjadi raja dunia. Tetapi setelah mereka larut dalam ketaatan yang sempurna kepada Rasulullah saw., mereka dapat meraih apa-apa yang tidak akan pernah menjadi milik mereka selama berabad-abad. Mereka mencintai Al Quran dan Rasulullah saw. dan mereka sibuk mengikuti keduanya siang dan malam. Mereka tidak mengikuti orang-orang ingkar bahkan dalam hal kebiasaan mereka. Selama Islam melalui keadaan demikian, dia berada dalam puncak kehebatannya, alasannya adalah: Jika Tuhan bersama kalian, kalian tidak perlu khawatir akan segala sesuatu. Kunci keberhasilan dan kemenangan orang-orang Islam adalah iman.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 157). JANGAN MELUPAKAN TUHAN ‖Saya tidak menyuruh orang Islam harus menjadi lesu. Islam tidak menjadikan seseorang menjadi lesu. Mereka harus menjalankan perniagaan dan pekerjaan mereka sebagaimana biasa. Tetapi apa yang sangat tidak saya sukai adalah mereka tidak menyediakan tempat untuk Tuhan. Mereka hendaknya berniaga jika waktunya berniaga, tetapi selama berniaga mereka harus bertakwa kepada Tuhan, sehingga perniagaan mereka juga menjadi satu bentuk ibadah. Pada waktu salat, mereka harus melaksanakan salat dan jangan meninggalkannya. Pekerjaan apa pun di tangan, mereka harus mendahulukan agama, sasaran utama mereka janganlah untuk meraih keuntungan dunia, melainkan hendaknya untuk meraih keuntungan agama. Dalam hal ini, urusan-urusan dunia mereka juga menjadi urusan-urusan agama. Lihatlah para sahabat Rasulullah saw., mereka tidak meninggalkan Tuhan bahkan pada saatsaat kesulitan yang terbesar. Kalian mengetahui bahwa medan peperangan adalah tempat yang sukar, smapai-sampai sekedar memikirkannya pun menakutkan orang-orang. Berada di medan perang adalah melalui saat-saat yang menggemparkan tetapi bahkan pada saat semacam ini mereka tidak meninggalkan Tuhan, mereka tidak meninggalkan shalat mereka, mereka luluh dalam berdoa kepada Tuhan. Masalahnya sekarang, apakah orang-orang berusaha sekuat tenaga, mereka berpidato panjanglebar, mereka mengadakan rapat terbuka, semuanya, sehingga orang-orang Islam dapat maju. Tetapi mereka melupakan Tuhan, yaitu mereka tidak pernah mengingat Tuhan. Oleh karena apa yang mereka harapkan dari keadaan semacam ini? Bagaimana mungkin upaya mereka akan membuahkan hasil? Semua yang mereka lakukan hanya untuk dunia ini. Kalian harus ingat, bahwa kecuali Lā ilaha illallāh meresap jauh ke dalam hati dan
38
menyebar ke seluruh jaringan tubuh – serta cahaya dan ketinggian Islam tampak darinya – tidak akan ada kemajuan yang dapat diperoleh. Jika kalian mencontoh negara-negara Eropa dan beranggapan bahwa sejak mereka mengalami kemajuan maka kalian pun akan maju dengan mengikuti mereka, kalian harus tahu, bahwa itu tidak akan pernah terwujud, sebab keadaan kalian berbeda. Kalian telah diberikan sebuah Kitab dan kebenaran telah dibawa dengan meyakinkan ke hadapan kalian. Mereka (orang-orang Eroa) akan diperlakukan secara berbeda. Berkaitan dengan kalian, jika kalian meninggalkan Kitabullah tersebut maka kalian akan menjumpai neraka kalian di dunia ini juga. Organisasi-organisasi dibentuk dan berbagai konferensi dilakukan di setiap kota untuk kesejahteraan orang Islam. Tetapi malangnya tidak seorang pun mengatakan bahwa mereka harus menjadikan Al-Quran sebagai pemimpin (imam) mereka dan harus bertindak sesuai dengan ajaran Kitab itu. Setiap orang berbicara untuk mempelajari bahasa Inggris, mendirikan perguruan tinggi, meraih gelar untuk menjadi ahli hukum. Hal itu jelas menunjukkan bahwa orang-orang tidak memiliki keimanan kepada Tuhan. Padahal, seorang dokter terkemuka pun setelah beberapa hari – karena tidak melihat hasilnya – mengubah resepnya. Aneh! Orang-orang terus mengalami kegagalan tetapi tidak juga meninggalkan hal itu. Jika mereka menganggap tidak ada Tuhan, biarlah mereka mencoba sekuat tenaga untuk maju. Tetapi Tuhan ada dan Dia benar-benar ada di sana. Mereka tidak akan pernah meraih kemajuan tanpa Dia.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 158-159).
IMAN YANG HIDUP KEPADA TUHAN Pendapat saya -- dan mata dapat melihat dan meyakini bahwa hal ini benar -- bahwa hanya ada satu jalan untuk memperoleh kemajuan, dan itu adalah orang-orang harus mengenal Tuhan dan memiliki iman yang hidup kepada-Nya. Jika kita mengatakan kepada sekumpulan orang-orang duniawi, mereka akan menertawakannya. Tetapi kita mengasihani mereka. Kita kasihan karena mereka tidak dapat melihat apa yang kita lihat. Tuhan telah memberi kalian kesempatan melalui jarak yang jauh untuk sampai di sini (Qadian), dan kalian telah mengalami susahnya perjalanan. Menurut saya, jika bukan karena iman kuat yang kalian miliki, kalian tidak akan mampu melalui segala macam kesusahan ini. Semoga Tuhan membalas kalian dan meningkatkan keimanan kalian, sehingga kalian memiliki mata yang dapat melihat cahaya yang Tuhan turunkan di zaman ini melalui karuniaNya‖. (Malfuzat, jld. II, hlm. 159). (hlm 159-165
KEBAHAGIAAN YANG TAK TERPISAHKAN ‖Hadhrat Abu Bakar adalah orang yang pada fitratnya memiliki ―bahan bakar‖ (minyak) dan ―sumbu rahmat‖, sehingga begitu beliau mendapat ajaran murni dari Rasulullah saw. beliau 39
langsung ―menyala‖. Beliau tidak membantah Rasulullah saw., beliau tidak meminta tanda (mukjizat). Begitu beliau mendengar tentang pendakwaan Rasulullah saw., beliau bertanya pada Rasulullah saw. apakah betul beliau saw. telah mendakwakan diri sebagai nabi. Setelah mendapat penegasan, beliau r.a. menjawab, ―Anda menjadi saksi bahwa saya termasuk orang yang pertama beriman kepada anda." Kejadian ini menunjukkan bahwa orang yang banyak menuntut pertanyaan biasanya mahrum (luput) dari petunjuk. Tentu saja mereka yang menganggap baik orang lain dan sabar, mereka punya peluang benar untuk mendapat petunjuk. Dua macam contoh ini terdapat dalam wujud Hadhrat Abu Bakar r.a. dan Abu Jahal. Hadhrat Abu Bakar r.a. tidak membantah dan beliau tidak meminta sebuah Tanda (mukjizat), malah beliau sendiri menjadi contoh yang sempurna. Abu Jahal melawan, menentang dan tidak berhenti memperlihatkan kebodohannya. Dia menjadi saksi tetapi tidak melihatnya, akhirnya dia menjadi tanda bagi orang lain dan mati sebagai musuh. Hal itu dengan jelas menunjukkan bahwa mereka yang memiliki cahaya keimanan dalam fitratnya tidak butuh banyak penjelasan. Hanya dengan satu hal mereka sampai pada kesimpulan. Mereka memiliki cahaya dalam hati mereka. Begitu mereka mendengar seruan, mereka langsung menyala. Kekuatan ruhani dalam diri mereka bangkit dengan mendengar seruan [penyeru dari Tuhan]. Dia mulai berkembang, sedangkan bagi mereka yang tidak memiliki kekuatan ini, mereka mahrum (luput) dan mengalami kehancuran. Ini sudah terjadi sejak jaman awal sekali. Hendaklah setiap orang mengetahui dan takut bahwa jika seorang Mushlih (Pembaharu/reformer) muncul di suatu zaman, mereka yang beriman kepadanya adalah orang yang diberkati, sedangkan dia yang segan dalam hatinya dan dirinya tidak tertarik untuk beriman kepadanya hendaknya mengerti, karena ini adalah tanda dari akhir yang buruk dari kemahruman (keluputan).‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 165). (hlm 166-167)
SEKEDAR PERNYATAAN BAIAT ADALAH KULIT ‖Janganlah beranggapan bahwa hanya dengan melakukan baiat saja Allah menjadi ridha (senang). Itu hanyalah kulit, sedangkan inti terdapat di dalamnya. Kebanyakan hukum alam itu adalah terdapat sebuah kulit sedangkan inti terdapat di dalamnya. Kulit bukanlah barang yang berguna, inti itulah yang diambil. Sebagian ada yang di dalamnya tidak ada inti lagi, dan seperti telur ayam yang kosong – yang di dalamnya tidak ada kuning dan putih telurnya – mereka tidak dapat digunakan untuk apa pun, dan mereka dicampakkan bagaikan sampah. Ya, untuk satu-dua menit dapat saja untuk sarana bermain bagi anak kecil.. Demikianlah orang yang menyatakan baiat dan iman, jika dia tidak memiliki inti kedua hal itu dalam dirinya maka dia hendaknya merasa takut, bahwa suatu saat akan tiba dimana dia bagaikan telur kosong menjadi remuk akibat tertekan sedikit saja lalu akan dicampakkan. Begitulah orang yang menyatakan baiat dan iman, ia hendaknya menimbang, "Apakah saya ini kulit semata ataukah inti?‖ Selama inti belum terwujud, pernyataan-pernyataan iman, kecintaan, ketaatan, baiat, itikad, menjadi murid, Islam, bukanlah suatu pernyataan yang benar. Ingatlah, ini suatu perkara yang benar, bahwa di hadapan Allah Ta‘ala, kecuali inti maka kulitkulit sedikit pun tidak ada harganya. Ingatlah baik-baik, sebab tidak tahu kapan maut (kematian)
40
itu datang, yang pasti bahwa maut (kematian) mutlak pasti ada. Jadi, janganlah merasa cukup dengan sekedar pernyataan [baiat] belaka, dan jangan menjadi senang, ia sama-sekali dan sama-sekali tidak memberikan manfaat. Selama seorang insan tidak menerapkan banyak maut (kematian) atas dirinya dan tidak melewati banyak sekali perubahan serta revolusi, dia tidak dapat menemukan maksud tujuan manusia yang sebenarnya‖. (Ma1fuzat, jld.II, hlm.l67).
(167-168)
KITA SEMUA MEMBUTUHKAN CONTOH ‖Harus diingat bahwa semua manusia membutuhkan sebuah contoh, dan contoh itu diberikan kepada mereka dalam wujud para nabi ‗alaihimus- salaam. Tuhan dapat saja menuliskan wahyuwahyu-Nya pada pohon, tetapi Dia tidak melakukan hal itu. Dia mengutus rasul-rasul-Nya dan menurunkan wahyu-Nya melalui mereka. Alasan Dia berbuat demikian adalah Dia menginginkan manusia menyaksikan penjelmaan Wujud-Nya melalui para utusan-Nya.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 168).
(hlm 168-19)
DUA DAYA TARIK ―Setan memanggil ke arah keburukan, pelanggaran, hawa-nafsu, penumpahan darah, harapan sia-sia, keangkuhan dan kebanggaan, sementara Tuhan memanggil ke arah moral tinggi, kesabaran, menyatu dengan Tuhan, pengkhidmatan, ketulusan, keimanan dan keberhasilan. Manusia tegak di antara kedua daya-tarik ini Siapa yang fitratnya terberkati akan berlari ke arah Tuhan, dan dia melakukan ini meski pun kenyataannya ada ribuan ajakan dan daya-tarik dari setan. Orang semacam ini menemukan kepuasan dan kenikmatannya hanya pada Tuhan.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 169).
(hlm 169-177)
KHUSYUK DALAM SALAT ―Ukuran paling besar bagi kehidupan zuhud manusia adalah salat. Seseorang yang selalu menangis merintih di hadapan Allah dalam salat, dia senantiasa berada dalam keadaan aman. Seperti halnya seorang bagi yang menangis menjerit-jerit di pangkuan ibunya, dia merasakan kecintaan dan kasih-sayang ibunya. Demikian pula orang yang menjatuhkan diri menangis di hadapan Allah dalam salat dengan penuh tadharu (perendahan diri) dan memanjatkan doa
41
dengan sepenuh hati berarti dia menempatkan dirinya di dalam pangkuan anugerah Ilahi. Ingatlah, seseorang yang belum merasakan kelezatan dalam salat berarti dia belum merasakan kelezatan iman. Salat itu bukanlah sekedar gerakan-gerakan seperti ayam mematuk. Sebagian orang menyelesaikan salat seperti ayam yang mematuk dua atau empat kali patukan, dan kemudian dia mulai memanjatkan doa panjang-panjang. Padahal salat itu sendiri adalah saat untuk memaparkan sesuatu di hadapan Allah Ta‘ala. Mereka cepat-cepat mengerjakan salat itu hanya sebagai suatu tradisi saja, dan setelah keluar dari hadapan Allah barulah mereka memanjatkan doa. Panjatkanlah doa di dalam salat. Pahamilah bahwa salat itu merupakan suatu jalan dan sarana untuk memanjatkan doa‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 145).
MEMANJATKAN DOA DENGAN SEPENUH HATI ‖Fatihah juga berarti memenangkan. [Fatihah] ini menjadikan orang mukmin sebagai mukmin, dan menjadikan orang kafir sebagai kafir. Yakni ia menimbulkan suatu perbedaan antara keduanya. [Surah Al Fatihah] ini membukakan kalbu dan menimbulkan suatu kelapangan di dalam dada, oleh karena itu, banyak-banyaklah membaca surah Al-Fatihah, dan penting untuk betul-betul merenungkan doa [Al-Fatihah] ini. Adalah wajib bagi manusia untuk menjadikan dirinya seperti seorang peminta-minta dan pengemis yang sempurna. Dan seperti seorang faqir serta pengemis yang menyentuh perasaan kasih pada diri orang lain kadang-kadang melalui wajahnya, dan kadang-kadang melalui suaranya. Seperti itu pulalah hendaknya manusia menyampaikan permohonannya di hadapan Allah Ta‘ala dengan penuh tadharru' dan dengan sepenuh hati. Jadi, selama belum menerapkan tadharu' dalam salat dan belum menyatakan salat sebagai sarana doa, maka bagaimana mungkin dapat timbul kelezatan di dalam salat?‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 145-146).
PENTINGNYA MEMANJATKAN DOA DALAM BAHASA MASING-MASING ‖Tidaklah mutlak bahwa doa-doa itu harus dipanjatkan dalam bahasa Arab, dikarenakan tujuan sebenarnya salat adalah tadharru' dan kesungguhan, karena itu hendaknya panjatkanlah doa-doa di dalam bahasa ibu sendiri. Manusia memiliki suatu kecintaan istimewa terhadap bahasa ibunya, dan selain itu manusia merasa mantap di dalam bahasa itu. Terhadap bahasa-bahasa lain – betapa pun dia mahir dan menguasainya -- tetap saja terdapat semacam rasa asing. Oleh karena itu panjatkanlah juga doadoa di dalam bahasa ibu masing-masing‖. (Malfuzat, jld. II, hlm. 146). SENANTIASALAH MENGINGAT KEMATIAN ‖Tidak ada seorang pun yang tahu apakah dia masih hidup sesudah zuhur sampai saat ashar. Kadang-kadang secara tiba-tiba jantung berhenti dan nyawa pun melayang. Kadang-kadang orang-orang yang sehat dan tegap pun tiba-tiba saja mati. Menteri Muhammad Hasan Khan baru
42
saja pulang dari makan angin (jalan-jalan), dan dengan suasana hati senang dia mulai menaiki tangga. Satu atau dua anak tangga telah dilalui, tiba-tiba dia jadi pusing lalu terduduk. Pembantu rumahnya mengatakan, :Apakah boleh saya papah?‖ Dia mengatakan, ―Tidak usah.‖ Kemudian setelah menaiki dua atau tiga anak tangga kembali ia merasa pusing, dan dalam kondisi pusing itu pula ia menghembuskan nafas terakhir. Demikian pula halnya Ghulam Muhyidin, seorang anggota Kashmir Council, tiba-tiba saja meninggal dunia. Ringkasnya, kita tidak mengetahui kapan maut (kematian) itu tiba. Oleh karena, itu adalah penting untuk tidak mengabaikannya. Nah, kepedulian terhadap agama adalah sesuatu yang sangat berarti, yang membuat seseorang itu berhasil penuh pada saat sakratul maut. Di dalam Quran Syarif disebutkan: "Innaa zalzalatas saa'ati syai-un 'azhiim (sesungguhnya gempa saa‘ah (kiamat) adalah sesuatu yang sangta dahsyat‖ – Al-Hajj, 2). Memang as-saa‘ah berarti juga kiamat, aku tidak mengingkari hal itu, namun di situ juga bermakna sakratul maut (sdaat menjelang mati), sebab itu merupakan saat dimana segala hubungan terputus. Manusia tiba-tiba terlepas dari apa-apa yang dicintai dan disayanginya, dan terjadi semacam gempa (goncangan) yang aneh pada dirinya, seakan-akan dari dalam dirinya sendiri dia berada pada suatu penyiksaan. Oleh karena itu keberuntungan (kebaikan) paling lengkap bagi manusia adalah dia senantiasa memikirkan maut (kematian), dan hendaklah dunia serta barang-barang dunia jangan menjadi halhal yang dicintainya sedemikian rupa sehingga menimbulkan penderitaan baginya di saat terakhir ketika berpisah…‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 146-147).
HARTA DAN ANAK-ANAK MERUPAKAN COBAAN ‖Masalah ini dipaparkan Quran Karim di dalam ayat: Annamaa amwaalukum wa awlaadukum fitnah (sesungguhnya harta kalian dan anak-anak kalian merupakan cobaan – Al-Anfal, 29). Di dalam kalimat amwaalukum juga termasuk istri-istri. Dikarenakan istri-istri senantiasa berada dalam pardah (tabir), oleh sebab itu di sini nama mereka pun diletakkan di dalam pardah (tabir). Dan juga karena manusia (laki-laki) memperoleh istri setelah terlebih dahulu membalanjakan harta. Kata maal (harta) diambil dari ma-il (condong/cenderung), yakni sesuatu yang ke arahnya timbul perhatian dan kecenderungan secara alami. Dan dikarenakan kecenderungan secara alami timbul ke arah istri (perempuan) maka ia ……… ……………………Di sini kata maal yang telah digunakan adalah supaya tidak terbatas pada hal-hal yang dicintai secara umum saja, sebab jika jamua kata nisaa (perempuan) yang digunakan maka yang dinyatakan di situ hanya dua hal saja, yaitu anak dan perempuan (istri). Dan jika ditulis di situ rincian tentang hal-hal yang dicintai (maal) maka sampai sepuluh juz pun tidak akan habis. Ringkasnya, yang dimaksud maal adalah kulla maa yamidu ilaihi qalbu (segala sesuatu yang ke arahnya hati condong). Anak-anak disebutkan terpisah karena manusia menganggap anak sebagai buah hatinya dan sebagai pewarisnya. Secara ringkas ialah, terjadi tarik menarik antara hal-hal yang dicintai oleh Allah Ta‘ala dan manusia. Kedua hal tersebut tidak dapat berkumpul di satu tempat. Dari sini kalian jangan beranggapan bahwa para perempuan (istri) merupakan barang-barang yang sangat hina dan rendah. Tidak, tidak demikian. Pembimbing Kamil kita, Rasulullah saw., telah bersabda, ―Khairukum, khairukum li-ahlihi (Yang terbaik di antara kalian adalah yang terbaik terhadap keluarganya (istrinya).
43
Seseorang yang bersikap buruk dan berperilaku tidak baik terhadap istri, bagaimana mungkin dia dapat diukatakan baik? Seseorang baru dapat berbuat baik dan bersikap baik terhadp orang lain tatkala dia menerapkan perlakuan baik terhadap istrinya serta menggauli istrinya dengan baik. Bukannya bersikap seperti ini, yakni dalam setiap hal yang kecil (sepele) langsung saja bertindak kasar. Peristiwa-peristiwa semacam ini memang terjadi, yakni kadang-kadang seorang yang dipenuhi emosi, dan timbul cedera di tempat-tempat vital, sehingga si istri pun meninggal dunia. Untuk itulah bagi mereka Allah Ta‘ala telah berfirman, ―Wa ‗aasyiruhunna bil-ma‘ruufi (dan pergaulilah mereka secara baik – An-Nisaa, 20).. Ya, jika mereka melakukan hal yang tidak pantas maka bersikap keras terhadap mereka adalah sesuatu yang penting. Manusia (suami) hendaknya menanamkan di dalam kalbu para istri bahwa ia tidak menyukai suatu perbuatan yang bertentangan dengan agama. Dan beriringan dengan itu manusia juga hendaknya jangan pula menjadi kejam dan aniaya sedemikian rupa, sehingga suatu kesalahan yang dilakukan oleh istri tidak dapat dia selubungi (maafkan)‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 147-148).
(148-151) TANDA-TANDA IMAN ‖Menanggung penderitaan di jalan Allah, bersiap-sedia menghadapi musibah-musibah dan kesulitan-kesulitan merupakan hal yang timbul akibat gerakan iman. Iman merupakan suatu kekuatan yang menganugerahkan keberanian dan asa (harapan) yang hakiki kepada manusia. Contohnya tampak di dalam kehidupan para sahabah ridwanullaahi ‗alaihim ajma‘iin. Ketika mereka menyertai Rasulullah saw., apa yang membuat mereka yakin akan memperoleh pahala dengan menyertai seorang insan yang lemah dan tak berdaya itu? Secara zahir tidak tampak hal lain kecuali bahwa dengan menyertai satu orang ini (Rasulullah saw.) maka seluruh kaum akan menjadi musuh. Akibatnya jelas bahwa musibah-musibah dan kesulitan-kesulitan akan melandan, dan penderitaan-penderitaan itu nakan mencincang-cincang mereka, dan dengan demikian mereka akan binasa. Namun ada juga satu mata yang memandang musibah-musibah dan kesulitan-kesulitan itu sebagai suatu yang tidak bermakna sama sekali, dan mati di jalan itu ia anggap sebagai suatu ketentraman dan kenikmatan. Mata itu telah melihat sesuatu yang sangat terselubung serta sangat jauh dari mata-mata zahir lainnya. Itulah mata iman dan kekuatan iman yang telah membuktikan bahwa segenap penderitaan dan kesusahan itu sama sekali tidak bermakna. Akhirnya, iman itulah yang telah menang, dan iman tersebut memperlihatkan kehebatan sedemikian rupa sehingga orang yang menjadi bahan tertawaan dan orang yang disebut tidak berdaya serta seorang diri itu, melalui sarana iman telah mengantarkan orang-orang lain ke derajat yang tinggi. Ganjaran dan pahala yang tadinya terselubung telah terbuka nyata sedemikian rupa sehingga dunia melihatnya, dan telah merasakan bahwa memang benar itu merupakan buah [iman] tersebut. Dengan adanya iman itu Jemaat para sahabat tidak pernah penat dan letih, melainkan akibat dorongan-dorongan iman tersebut mereka telah melakukan pekerjaan-pekerjaan besar. Namun demikian tetap saja para sahabat itu mengatakan bahwa mereka belum melakukan sepenuhnya. Iman telah memberikan kekuatan kepada mereka itu sehingga mereka menyerahkan kepala, dan mengorbankan nyawa di jalan Allah Ta‘ala mereka anggap sebagai suatu perkara kecil. Dan ketika belum tampak hasil-hasil yang jelas, lihatlah warga Islam saat itu, betapa orang-orang Islam
44
telah menanggung penderitaan-penderitaan dan bala-musibah di tangan para musuh hanya karena mengucapkan: ―Laa Ilaha illallaahu muhammadur- rasuulullaah‖. Itulah yang pernah terjadi di suatu zaman dahulu, yakni saat itu menyerahkan kepala bukanlah sesuatu hal yang sulit. Dan sekarang ini adalah suatu zaman dimana walaupun memiliki kekuatan iman -- dan pihak penentang pun tidak menimpakan penderitaan-penderitaan semacam itu bahkan [umat Islam di Hindustan] berada di bawah naungan sebuah pemerintah yang adil, kerajaan tidak memberikan halangan apa pun, segenap sarana untuk meraih ilmu-ilmu agama pun tersedia, tidak ada kesulitan untuk menerapkan (menjalankan) rukun-rukun agama -- ternnyata [bagi umat Islam] terasa sulit untuk melakukan sebuah sujud sekali pun. Simaklah dalam-dalam! Bandingkanlah, bagaimana kepala [para sahabah] diserahkan, dan bagaimana sebuah sujud [yang terasa susah]! Dari itu jelas diketahui betapa tipisnya iman pada masa sekarang ini. Dan dalam kondisi bahwa dengan mengerjakan salat dan dengan melakukan wudhu terkandung manfaat-manfaat kesehatan bagi fisik [tetap saja orang-orang Islam enggan melakukannya]‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 151-152).
(152-154)
KEKUATAN IMAN PARA SAHABAH ‖Saya kembali memaparkan kondisipara sahabat sebegai contoh, yakni setelah beriman kepada Rasulullah saw. mereka secara amalan telah menampakkan bahwa Allah Ta‘ala -- yang merupakan Wujud Yang Maha Gaib dan yang terselubung serta tersembunyi bagi pandangan orang-orang yang menyembah kebatilan -- telah mereka saksikan melalui mata mereka sendiri. Ya, melalui mata, sebab jika tidak demikian, cobalah beritahukan apa yang telah membuat mereka tidak peduli sedikit pun? Yakni, kaum telah mereka tinggalkan, negeri mereka tinggalkan, harta kekayaan mereka tinggalkan, hubungan dengan kaum kerabat telah terputus. Yang ada hanyalah sikap mereka yang bertumpu sepenuhnya kepada Allah semata. Dan dengan bertumpu sepenuhnya kepada satu Tuhan, mereka telah memperlihatkan hal-hal sedemikian rupa, sehingga jika lembaran-lembaran sejarah ditelaah maka manusia akan terkejut dan terheran-heran dibuatnya. Yang ada saat itu ialah iman, dan hanya iman. Selain itu tidak ada sedikit pun. Jika tidak demikian, yang ada di hadapan mereka ialah rencana-rencana dan tadbir-tadbir serta upaya gigih dan kerja keras orang-orang yang gila pada dunia, dan tentu dengan demikian tidak bisa berhasil. Orang-orang dunia itu memiliki jumlah yang besar, memiliki kelompok yang besar, memiliki harta yang banyak dan memiliki segala sesuatunya. Namun orang-orang dunia itu tidak memiliki iman, dan hanya karena tidak memiliki iman itulah mereka telah binasa, dan mereka tidak dapat menyaksikan keberhasilan. Namun, para sahabah telah memenangkan semuanya melalui kekuatan iman. Ketika mereka mendengar suara (seruan) seorang [penyeru kepada keimanan], yaitu seseorang yang walaupun dibesarkan dalam kondisi ummiy (butahuruf) ia dikenal sangat jujur, taat menjaga amanat, dan merupakan seorang yang salih. Ketika orang itu mengatakan bahwa ia datang dari Allah Taala, maka begitu mendengarnya para sahabah ini telah menyertainya, dan mereka mengikut di belakangnya bagaikan orang yang tergila-gila.
45
Saya kembali mengatakan, hanya ada satu hal yang telah membuat kondisi mereka demikian, yaitu iman. Ingatlah, beriman kepada Allah merupakan suatu yang sangat besar.‖ (Malfuzat, II, hlm. 154). UPAYA GIGIH UNTUK MENEMUKAN ALLAH ‖Orang-orang Inggris dan bangsa-bangsa Barat sedang sibuk dalam mengejar dan mencari dunia. Pada awalnya dimulai hanya dengan satu anggapan dan harapan yang dibayangkan. Ratusan nyawa telah melayang dan ribuan serta ratusan ribu rupees telah habis, akhirnya mereka menemukan juga suatu hal tertentu. Namun sangat disayangkan dan sangat mengherankan terhadap orang-orang yang mengatakan bahwa Tuhan itu tidak dapat ditemukan. Siapa orang yang telah melakukan upaya gigih serta usaha kemudian dia tidak menemukan Tuhan? Allah itu ditemukan dan dengan sangat cepat dapat ditemukan, namun orang-orang yang berhasil menemukan-Nya-lah yang tidak ada. Jika ada yang memaparkan keraguan ini bahwa Tuhan itu tidak ada maka itu merupakan satu hal yang sangat nonsense (omong-kosong), dan tidak ada kebodohan serta ketololan yang lebih hebat daripada pengingkaran terhadap Tuhan. Di dunia ini pengadilan menjatuhkan suatu keputusan bersadarkan perkataan dua orang saksi. Berdasarkan uraian beberapa saksi maka pengadilan dapat menjatuhkan vonis untuk menghilangkan sesuatu yang sangat mulia seperti nyawa, dan orangorang terhukum pun digantung di tiang gantungan. Padahal di dalam kesaksian-kesaksian, tidak hanya ada kemungkinan rekayasa dan dibuat-buat, justru sangat pasti dapat terjadi rekayasa itu. Namun mengenai Tuhan, kesaksian yang telah diberikan ribuan dan ratusan ribu insan -- yang di dalam kaun serta di negeri mereka telah diakui sangat terpercaya serta salih – ternyata dianggap tidak mencukupi. Kebodohan dan ketidak-adilan apa yang lebih hebat dari itu? Yakni ada kesaksian ratusan ribu orang suci, kemudian dari kondisi amal-perbuatan mereka sendiri mereka menyatakan dan dengan darah hati mereka sendiri mereka menuliskan kesaksian bahwa Tuhan itu ada dan pasti ada. Terhadap hal itu kalau pun masih ada yang ingkar, berarti dia itu bodoh. Kemudian yang anehnya lagi adalah, untuk memberikan pendapat mengenai suatu permasalahan, adalah mutlak supaya memiliki pengetahuan tentang itu. Seseorang yang tidak mempunyai pengetahuan dan yang tidak memiliki hak untuk memberikan pendapat maka apakah dia itu tidak akan disebut bodoh dan tolol? Pasti akan disebut demikian. Bahkan orang-orang bijak lainnya akan mempermalukan mereka [dengan mengatakan],. ―Bodoh! Tatkala kamu sendiri tidak tahu sedikit pun maka bagaimana kamu bisa memberikan pendapat?‖ Demikian pula orang-orang yang mengatakan bahwa Tuhan itu tidak ada, apa hak mereka untuk memberikan pendapat, sedangkan mereka itu tidak memiliki pengetahuan sedikit pun tentang Tuhan? Dan mereja pun tidak pernah melakukan upaya gigih [untuk menemukan-Nya]. Ya, mereka baru akan berhak jika mereka melangkahkan kaki sesuai dengan yang dikatakan seseorang penyembah Tuhan dan mereka yang mencari Tuhan. Kemudian, jika mereka tidak menemukan Tuhan maka silakan mereka boleh saja mengatakan bahwa Tuhan itu tidak ada. Namun, mereka sendiri tidak pernah berusaha dan tidak pernah melakukan upaya gigih [untuk itu], maka mereka itu tidak punya hak untuk mengingkari [Tuhan]. Ringkasnya, Wujud Tuhan itu ada, dan Dia adalah Sesuatu yang sedemikian rupa, sehingga seberapa seseorang itu memiliki iman maka sebanyak itu pulalah itu akan melaksanakannya, seberapa banyak seseorang itu memiliki iman maka sebanyak itu pulalah orang itu akan memperoleh kekuatan. Dan Wujud Yang Maha Terselubung itu akan mulai kelihatan. Bahkan sampai terlihat secara jelas, kemudian kekuatan itu pun akan semakin meningkat dari hari ke
46
hari. Inilah sesuatu yang harus dicari oleh dunia. Namun kekuatan ini tidak ada lagi di dunia pada masa sekarang.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 155-156).
(156-158)
TIDAK HARUS MENINGGALKAN URUSAN DUNIA ‖Maksud saya sama sekali bukanlah supaya orang-orang Islam menjadi malas. Islam tidak membuat siapa pun menjadi malas. Kalian harus tetap sibuk dalam perniagaan dan pekerjaan kalian. Namun saya tidak menyukai hal ini, yakni apabila seseorang tidak punya waktu sedikit pun untuk Allah. Ya, sewaktu berniaga, berniagalah kalian, dan saat itu tetaplah timbulkan rasa takut terhadap Allah Ta‘ala, supaya perniagaan itu sendiri berubah menjadi peribadahan. Ketika tiba waktu salat, jangan tinggalkan salat. Dalam setiap perkara apa pun dahulukanlah diin (agama), jangan jadikan dunia itu sebagai tujuan utama. Tujuan yang sebenarnya adalah diin (agama), jika sudah demikian maka pekerjaan dunia pun akan menjadi pekerjaan diin (agama). Lihatlah para sahabat r.a,, dalam keadaan yang sangat sulit sekali pun mereka tetap tidak meninggalkan Tuhan. Perang dan pertempuran dengan pedang adalah saat-saat begitu berbahaya, yang jika dibayangkan oleh manusia maka akan menjadi ngeri. Pada masa seperti itu, ketika sedang penuh gejolak dan penuh murka, dalam kondisi demikian pun mereka tidak lalai terhadap Allah. Mereka tidak meninggalkan salat, mereka menggunakan doa-doa. Sekarang, malangnya [orang-orang Islam] giat di segala hal, mereka mengadakan ceramahceramah besar, mereka menyelenggarakan acara-acara pertemuan besar, supaya umat Islam mengalami kemajuan. Namun, mereka begitu lalainya terhadap Allah sehingga mereka lupa dan tidak memberikan perhatian ke arah-Nya. Lalu, dalam keadaan seperti itu, bagaimana mungkin dapat diharapkan bahwa upaya-upaya mereka akan menghasilkan buah, tatkala semua itu mereka lakukan hanya untuk dunia? Ingatlah, selama laa ilaaha illallaahu belum meresap ke dalam kalbu dan cahaya serta kekuasaan Islam belum menguasai setiap partikel dalam tubuh maka tidak akan pernah bisa maju. Jika kalian mendapatkan contoh bangsa-bangsa Barat bahwa mereka itu sedang mengalami kemajuan, bagi mereka terdapat persoalan (perlakuan) lain. Kepada kalian telah diberikan Kitab. Hujjah (dalil/argumentasi) telah penuh atas diri kalian. Bagi mereka terdapat persoalan tersendiri dan hari penangkapan tersendiri. Jika kalian meninggalkan Kitab Allah, maka bagi kalian tersedia neraka jahanam di dunia ini juga.‖ (Malfuzat, jld.II. hlm. 158-159).
(159-168)
ARTI KATA INSAAN [Kata] insaan sebenarnya diambil dari unsaan, yakni yang di dalamnya terdapat dua uns (kecintaan/kecenderungan) hakiki. Yang pertama terhadap Allah Ta‘ala, dan yang kedua
47
terhadap rasa peduli bagi manusia. Apabila kedua uns (kecintaan) ini tercipta di dalamnya saat itulah ia dinamakan insaan, dan ini jugalah yang dinamakan intipati manusia. Pada saat itu manusia disebut ulul-albaab (orang yang bijak/berakal). Selama belum begitu ia tidak bermakna sedikit pun. Walaupun dia melakukan seribu pendakwaan, tetap saja di sisi Allah Ta‘ala, di sisi nabi-Nya, dan di sisi para malaikat-Nya, orang itu tidak bermakna sedikit pun.‖ (Malfuzat, jld.II, hlm. 168).
PARA NABI MERUPAKAN MANIFESTASI ILAHI ‖Para rasul merupakan mazhar (manifestasi/penjelmaan) Ilahi dan yang menampakkan Allah. Kemudian, Muslim dan penganut akidah yang sejati adalah dia yang menjadi mazhar para rasul. Para sahabah benar-benar telah memahami rahasia ini, dan mereka begitu fana (larut) dalam ketaatan kepada Rasul Karim serta mereka sirna dalam wujud beliau, sehingga tidak ada lagi yang tersisa. Siapa pun yang melihat mereka, mendapatkan mereka dalam keadaan fana (larut/sirna) Jadi, ingatlah, di zaman sekarang ini pun, selama belum tercipta kondisi fana dan kesirnaan dalam ketaatan seperti yang timbul di kalangan para sahabat, maka pendakwaan diri sebagai murid dan sebagai orang yang menganut akidah sejati tidak benar dan sia-sia. Camkanlah hal ini baik-baik dalam benak kalian, yakni selama hal ini belum terwujud – bahwa Allah Ta‘ala merasuk ke dalam diri kalian dan Tanda-tanda Allah Ta‘ala tampil di dalam diri kalian – selama itu pula masih terdapat kegiatan serta campur-tangan pemerintahan setan [di dalam diri kalian]‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 168).
(168-174)
NAMA MUHAMMAD KHUSUS BAGI RASULULLAH SAW. ‖Ringkasnya, sejauh mana kalian menelaahnya maka akan diketahui bahwa tidak ada seorang nabi pun yang berhak menyandang nama [Muhammad] ini, hingga akhirnya tibalah masa Nabi Karim kita saw., dan itu merupakan kawasan yang penuh duri, yang di atasnya Nabi Karim kita saw. telah melangkahkan kaki, dan saat itu sedang terjadi puncak kegelapan. Akidah saya adalah, jika Rasulullah dipisahkan dari satu sisi, dan segenap nabi yang telah berlalu hingga saat itu berkumpul menjadi satu, lalu ingin melakukan pekerjaan dan ishlah (perbaikan) yang telah dilakukan oleh Rasulullah saw. maka sama sekali mereka tidak akan mampu melakukannya. Di dalam diri mereka tidak terdapat kalbu dan kekuatan yang dimiliki Nabi kita saw.. Jika ada yang mengatakan bahwa [akidah] itu merupakan -- ma‘adzallaah – kelancangan (ketidak-sopanan) terhadap para nabi tersebut, berarti orang jahil (bodoh) itu melontarkan kedustaan atas diri saya. Menghargai dan menghormati para nabi saya anggap sebagai bagian dari iman saya. Namun keunggulan Nabi Karim saw. atas segenap nabi lainnya merupakan bagian paling besar dari keimanan saya, dan hal itu sudah merasuk ke dalam darah-daging saya, bukanlah ikhtiar saya untuk mengeluarkannya [dari diri saya].
48
Para penentang yang malang dan yang tidak memiliki mata silakan mengatakan apa saja semaunya. Nabi Karim kita saw. telah melakukan pekerjaan yang sama sekali tidak dapat dilakukan oleh siapa pun, baik secara sendiri-sendiri maupun secara bergotong-royong. Dan ini merupakan fadhal (karunia) Allah Ta‘ala: Dzaalika fadhlullaahi man-yasaa-u -- ―ini adalah karunia Allah dan Dia berikan kepada siapa yang Di kehendaki‖. Jika seseorang mengetahui peristiwa-peristiwa yang dialami Rasulullah saw, dan ia benarbenar mengetahui bagaimana kondisi dunia [saat itu] dan apa saja yang telah diperbuat oleh beliau s.a.w., maka manusia serta-merta akan bangkit mengatakan: "Allaahumma shalli 'alaa Muhammad‖. Saya katakana dengan sebenarnya, bahwa itu bukanlah sesuatu yang berupa khayalan atau mimpi. Quran Syarif serta sejarah dunia memberikan kesaksian penuh akan hal itu, yakni apa yang telah dilakukan oleh Nabi Karim saw.. Jika tidak demikian maka apa yang telah membuat difirmankan-Nya secara khusus hal ini bagi beliau: (―Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya‖ – Al-Ahzab, 57). Firman seperti ini tidak pernah diperuntukan bagi nabi lain. Hanya inilah isan satu-satunya yang telah datang ke dunia ini dengan penuh kejayaan penuh serta dengan pujian penuh, yaitu yang dinamakan Muhammad shallallaahu ‗alaihi wasallam‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 174-175).
(hlm. 175-176)
KARUNIA TUHAN ―Bukti terbesar dari kebenaran pendakwaan Rasulullah saw. adalah kehidupan yang beliau jalani. Tidak seorang pun yang dapat menuduh beliau saw. dengan tuduhan. Beliau saw. diutus ke dunia di saat kegelapan melingkupinya dari segala sisi dan beliau saw. hidup sampai saat beliau saw. mendengar wahyu: (Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu‖ – Al-Maidah, 4). Beliau saw. tidak wafat sebelum melihat manusia masuk Islam dalam jumlah besar. Sesungguhnya banyak sebab beliau saw. dipanggil Muhammad. Beliau saw. juga memiliki nama lain, Ahmad. Inilah nama yang dinubuatkan oleh Al-Masih mengenai kedatangannya: (Memberi khabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad‖ – Ash-Shaf, 76). Nama ini merujuk kepada Tuhannya melebihi kepada orang lain. Kalimat ini menjelaskan – dan hal itu benar – bahwa orang-orang memuji orang yang mereka akan mendapat sesuatu, dan semakin banyak yang mereka peroleh jika semakin banyak mereka mendoakan. Dia yang diberi
49
satu rupee hanya akan mendoakan sebesar penerimaannya. Hal ini dengan jelas menunjukkan bahwa Rasulullah saw. menerima karunia Tuhan lebih banyak dari orang lain. Sesungguhnya nama [Muhammad/Ahmad] itu mengandung nubuwatan (kabar gaib) bahwa orang ini akan menjadi penerima karunia terbesar dari Tuhan.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 177).
(177-179) MENGAPA COBAAN JUGA MENIMPA PARA UTUSAN ALLAH? ―Ini merupakan Sunnatullah bahwa para utusan (rasul) Allah diganggu dan diberi penderitaan-penderitaan Kesulitan demi kesulitan menghadang mereka. Hal itu bukan supaya mereka binasa, melainkan supaya mereka menarik nushrat (pertolongan) Ilahi. Itulah sebabnya kehidupan beliau (Rasulullah s.a.w. --pent.) di Mekkah jauh lebih lama dibandingkan kehidupan beliau di Madinah. Di Mekkah beliau saw. melalui masa selama 13 tahun, sedangkan di Madinah 10 tahun. Dari ayat ini – ["Was taftahuu wa khaaba kullu jabbaarin 'aniid – dan mereka memohon kemenangan, dan binasalah tiap-tiap orang yang sombong lagi durhaka" Ibrahim, 16] -- diketahui bahwa memang demikianlah yang terjadi pada setiap nabi dan utusan Ilahi. Yakni, pada awalnya mereka dibuat menderita. Mereka dituduh sebagai pembuat makar, pendusta dan penipu. Tidak ada sebutan buruk yang tidak dilontarkan terhadap mereka. Nabi dan utusan (rasul) itu menanggung semua hal tersebut serta merasakan setiap penderitaan. Namun tatkala sudah mencapai puncaknya maka tampillah kekuatan kedua untuk (berupa) kepedulian terhadap umat manusia. Seperti itu pula kepada Rasulullah saw. telah diberikan segala penderitaan. Segala macam sebutan buruk dikenakan kepada diri beliau. Akhirnya perhatian beliau saw. terpusatkan dengan kuat serta telah mencapai puncaknya, sebagaimana hal itu didapati dari kata istaftahu (mereka memohon kemenangan). Dan akibatnya adalah: "Wa khaaba kullu jabbaarin 'aniid – dan binasalah tiap-tiap orang yang sombong lagi durhaka." Rencana segenap orang yang bejad dan jahat itu telah hancur. Perhatian (konsentrasi) ini merupakan puncak dari kejahatan-kejahatan yang dilakukan para penentang, sebab jika sejak semula sudah demikian maka pasti mereka sudah hancur [terlebih dahulu]. Pada masa kehidupan Rasulullah saw. di Mekkah, beliau sering menjatuhkan diri dan menangis di hadapan Sang Ahad (Allah Ta‘ala), dan kondisinya sampai sedemikian rupa, sehingga orang-orang yang menyaksikan serta mendengar hal itu akan gemetar tubuh mereka. Namun akhirnya, lihatlah keperkasaan pada kehidupan beliau saw. di Madinah. Yakni orang-orang yang dahulunya gencar melakukan kejahatan-kejahatan dan sangat sibuk untuk membunuh serta mengusir beliau saw. [dari Mekkah], kesemuanya mereka telah binasa, sedangkan yang tersisa terpaksa mengakui kesalahan-kesalahan mereka dengan sangat merendahkan diri di hadapan beliau saw. serta terpaksa memohon pengampunan. Lihatlah Hadhrat Umar r.a., betapa besar manfaat yang diperoleh Hadhrat Umar r.a.. Dahulu pada suatu masa beliau tidak beriman. Hal itu berselang sampai empat tahun. Allah Ta‘ala benar-benar memahami akan maslahatnya, yakni apa rahasia yang terdapat dibaliknya. Abu Jahal waktu itu mencari orang yang dapat membunuh Rasulullah saw.. Pada masa itu Hadhrat Umar dikenal gagah perkasa dan sangat berani serta sangat ditakuti. Mereka berdua berembuk, lalu melakukan upaya-upaya untuk membunuh Rasulullah saw.
50
Dan sudah terjadi kesepakatan antara Hadhrat Umar r.a. dan Abu Jahal, serta telah ditetapkan jika Umar berhasil membunuh beliau saw. maka akan memperoleh sejumlah uang.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 179-180).
HADHRAT UMAR R.A. ‖Merupakan kudrat Allah Ta‘ala, yakni Uamr r.a. yang pada satu masa ingin mensyahidkan (membunuh) Rasulullah saw., ternyata pada masa lain Umar itu sendiri yang telah mati syahid di dalam Islam. Betapa menakjubkan masa itu. Ringkasnya, saat itu sudah terjadi kesepakatan bahwa Umar akan melakukan pembunuhan [terhadap Rasulullah saw.]. Setelah kesepakatan itu Umar terus mencari dan memata-matai Rasulullah saw.. Di malam hari ia keluar dan mencari peluang kalau beliau saw. seorang diri maka langsung akan ia bunuh. Umar menanyakan kepada orang-orang kapan biasanya Rasulullah saw. sedang sendirian? Orang-orang mengatakan biasanya setelah lewat tengah malam beliau pergi ke Ka‘bah dan biasanya melakukan salat di sana. Mendengar hal itu Umar pun sangat senang. Umar lalu datang ke Ka‘bah dan bersembunyi. Tidak berapa lama kemudian dari kegelapan terdengar suara ―Laa Ilaaha illallaahu‖, dan itu merupakan suara Rasulullah saw.. Mendengar suara itu Umar pun mengetahui bahwa beliau sedang datang dari arah [suara] tesebut. Umar pun hati-hati dan menyembunyikan diri. Umar bermaksud ketika Rasulullah saw. sedang sujud maka ia akan memenggal kepada beliau dengan pedang sehingga terlepas dari badan. Begitu Rasulullah saw. tiba beliau saw. langsung memulai salat. Kemudian peristiwa selanjutnya diterangkan sendiri oleh Hadhrat Umar r.a.: ―Rasulullah saw. sedang menangisnangis memanjatkan doa di dalam sujud, dan saya mulai merasa gemetar, sampai-sampai Rasulullah saw. juga mengatakan: `Sajada laka ruuhii wa janaanii – wahai Junjungan-ku, ruhku dan kalbuku juga bersujud kepada-Mu.‖ Hadhrat Umar r.a. mengatakan: ―Mendengar doa-doa itu hati saya luluh. Akhirnya karena kehebatan kebenaran itu pedang pun sampai terlepas dari tangan saya. Dari kondisi Rasulullah saw. itu saya pun mengerti bahwa beliau itu benar dan pasti akan berjaya. Namun nafsu Ammarah itu memang sangat buruk, sehingga ketika beliau saw. sudah selesai salat dan keluar maka saya mengikuti beliau dari belakang. Dari suara langkah saya beliau mengetahui. Saat itu malam gelap, Rasulullah saw. bertanya, ―Siapa itu?‖ Saya pun menjawab, ―Umar!‖ Beliau saw. bersabda, ―Wahai Umar, engkau tidak menyia-nyiakan malam maupun siang [untuk mengejarku].‖ Saat itu saya mencium aroma wangi ruh Rasulullah saw., dan ruh saya merasakan bahwa Rasulullah saw. akan memanjatkan doa buruk bagi saya, maka saya pun mengatakan, ―Yang Mulia, janganlah panjatkan doa buruk.‖. Hadhrat Umar mengatakan: ―Saat dan detik itu merupakan saat dan dan detik Islam-nya saya, sampai akhirnya Allah Ta‘ala memberi taufik kepada saya sehingga saya menjadi orang Islam‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 180-181).
(hlm. 181-182)
51
TUJUAN PENGUTUSAN RASULULLAH SAW. ‖Maksud dan tujuan kedatangan Rasulullah saw. ke dunia ini adalah supaya beliau menzahirkan kepada dunia keperkasaan Tuhan yang telah terselubung dari penglihatanpenglihatan dan kalbu manusia. Berhala-berhala dan batu-batu tak berguna telah menggantikan tempat keperkasaan Ilahi itu. Dan tujuan itu baru mungkin terlaksana apabila Allah Ta‘ala menampakkan Wujud-Nya dalam kehidupan jamaali (kelembutan) dan kehidupan jalaali (keperkasaan) Rasulullah saw. serta memperlihatkan kehebatan Tangan Qudrat-Nya (Kekuasaan-Nya). Jadi, Rasulullah saw. merupakan satu contoh sempurna sebagai manusia yang meraih keridhaan Allah Ta‘ala dan yang menjadi kekasih Ilahi. Oleh karena itu dengan kata-kata yang jelas Allah Taala telah berfirman: (Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah Aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosa kamu." – Ali ‗Imran, 32). Yakni, "Katakan kepada mereka, `Jika kalian ingin menjadi kekasih Ilahi dan dosa-dosa kalian diampuni, maka hanya ada satu jalannya, yaitu taatlah kepadaku (Muhammad)." Artinya, mengikuti Rasulullah saw. adalah sesuatu yang membuat manusia tidak putus asa terhadap rahmat Ilahi, dan yang mengakibatkan terjadinya pengampunan terhadap dosa-dosa serta menjadikan manusia sebagai orang yang dicintai Allah Ta‘ala. Dan pendakwaan kalian – bahwa kalian mencintai Allah Ta‘ala – baru akan terbukti benar apabila kalian mengikuti Rasulullah saw.. Dari ayat ini diketahui dengan jelas bahwa manusia tidak bisa menjadi orang yang dicintai Allah Ta‘ala dan tidak berhak atas qurub (kedekatan) Ilahi hanya melalui upaya-upaya dan caracara yang ia temukan sendiri. Dan nur-nur serta berkat-berkat Ilahi tidak akan turun kepada siapa siapa pun selama ia belum mabuk (asyik) dalam ketaatan terhadap Rasulullah saw… Seseorang yang mabuk (asyik) dalam kecintaan terhadap Rasulullah saw. serta yang memberlakukan segala macam maut (kematian) atas jiwanya dalam mentaati dan mengikuti beliau saw., maka kepada orang itu akan diberikan nur (cahaya) iman, kecintaan dan kasih, yang membuatnya terlepas dari wujud-wujud selain Allah, dan hal itu membuatnya terhindar dari dosa-dosa serta membawakan najat (keselamatan) baginya. Di dunia ini juga orang itu memperoleh suatu kehidupan suci, dan orang itu dikeluarkan dari dalam kuburan-kuburan gelap serta sempit dorongan-dorongan nafsu. Ke arah ini jugalah hadits ini memberikan isyarah, yakni: "Anal haasyirul ladzii yahsyarun-naasa 'alaa qadami," Yakni, "Aku akan membangkitkan orang-orang mati di atas telapak kakiku." Ringkasnya, ilmu-ilmu yang merupakan landasan najaat (keselamatan) ini secara pasti tidak dapat diraih kecuali melalui kehidupan yang diperoleh manusia dengan perantaraan Ruhulqudus. Ayat Quran Syarif ini dengan jelas dan dengan nyaring meneriakkan bahwa kehidupan ruhani hanya dapat diraih melalui ketaatan terhadap Rasulullah saw.. Segenap orang kikir dan – yang karena kedengkian (permusuhan) menolak untuk mengikuti Nabi Karim saw.. – mereka berada di bawah bayangan setan. Di dalam diri orang itu tidak terdapat ruh kehidupan suci ini, yaitu orang yang secara zahir disebut hidup tetapi sebenarnya dia mati, sebab setan menungangi kalbunya. Disayangkan bahwa orang ini tidak ingat akan maut (kematian).
52
Maut (kematian) itu tidak jauh. Seseorang yang umurnya sudah mencapai 50 tahun, jika dia itu hidup, maka paling tidak dia akan memperoleh waktu dua atau empat tahun lagi. Atau paling banyak 10 tahun, dan akhirnya dia akan mati. Maut (kematian) adalah sesuatu yang pasti, dan tidak seorang pun dapat terhindar darinya. Aku melihat, orang-orang begitu teliti menghindari kesalahan-kesalahan dalam menghitung uang, namun mereka tidak pernah menghitung umur. Malanglah orang yang tidak memberikan perhatian terhadap hitungan umur. Sesuatu yang paling penting dan paling pantas untuk dihitung justru adalah umur. Jangan-jangan maut (kematian) tiba dan insan meninggalkan dunia ini dengan penuh penyesalan‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 182-184). PERGAULAN BURUK ‖Di antara hal-hal yang membinasakan manusia, salah satunya adalah pergaulan buruk. Lihat Abu Jahal, dia sendiri telah binasa, namun dia pun turut membawa serta banyak sekali orang lain dalam kematian, yaitu orang-orang yang biasa duduk bergaul bersamanya. Di dalam pergaulan dan lingkungannya tidak ada hal lain kecuali perolok-olokkan dan ejekan. Inilah yang mereka katakana, ―Inna haadzaa la-syai-un- yuraad (sesungguhnya ini adalah suatu yang dikehetidaki – Shaad, 7), yakni, ―Ini adalah penipuan yang mengada-ada." (Malfuzat, jld. II, hlm. 185).
(185-187)
JEMAAT DAN MUSLIM SEJATI ‖Sekarang, lihatlah keadaan dunia. Nabi Karim kita saw. telah membuktikan melalui amal perbuatan beliau, bahwa hidup dan mati beliau seluruhnya adalah untuk Allah Ta‘ala. Sekarang di dunia banyak terdapat orang-orang Islam. Tanyakanlah kepada seseorang, ―Apakah engkau Muslim?‖ Maka dia menjawab, ―Alhamdulillaah.‖ Orang yang membaca Kalimah [Stahadat] prinsip-prinspnya adalah untuk Allah, namun orang ini hidup untuk dunia dan mati untuk dunia. Sampai datang sakaratul maut hanya dunialah yang mereka tuju, yang mereka cintai, dan yang mereka mintakan, maka bagaimana mungkin [orang seperti itu] dapat mengatakan bahwa, ―Aku mengikuti Rasulullah saw.‖? Ini adalah suatu hat yang sangat perlu diperhatikan. Jangan anggap enteng hal ini. Menjadi Muslim tidaklah mudah, jangan kalian puas selama di dalam diri kalian belum terbentuk ketaatan terhadap Rasulullah saw. dan belum terbentuk suri teladan Islam.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 187).
FILSAFAT BARAT PENUH KESESATAN ―Ingatlah, filsafat Eropa dipenuhi oleh kesesatan. Ia menarik manusia kepada kebinasaan.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 194).
PENGABULAN DOA
53
‖Doa (permohonan) adalah suatu hal yang penting. Sayang orang-orang tidak mengetahui apa hal itu sesungguhnya. Sebagian mereka menganggap bahwa apa pun yang diminta harus diberikan (dikabulkan). Itulah sebabnya mengapa ketika mereka meminta sesuatu dan tidak diberikan Tuhan kepada mereka maka mereka menjadi putus asa dan berpikiran buruk terhadap Tuhan. Sedangkan sifat orang mukmin adalah sekali pun dia tidak diberikan apa yang dia minta melalui doanya dia tidak menjadi putus asa, sebab dia tidak diberikan karena kasih-sayang Tuhan menganggapnya tidak bermanfaat baginya. Perhatikanlah! Jika seorang anak ingin memegang arang yang membara maka sang ibu akan lari menahan tangannya, dan mungkin sang ibu akan memukulnya atas perbuatannya itu. Ketika saya memahami hakikat doa dan menyadari bahwa Tuhan Yang Maha Tahu mengetahui apa yang baik dan yang buruk bagi manusia, hal itu benar-benar memberikan kenikmatan bagi saya.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 195).
PANJATKANLAH DOA ‖Doa adalah sesuatu yang sangat berguna. Namun sangat disayangkan bahwa orang-orang tidak memahami apa doa itu. Sebagian orang memahami bahwa setiap doa – dalam cara dan kondisi apa pun dipanjatkan – hendaknya dikabulkan. Oleh sebab itu ketika mereka memanjatkan doa kemudian mereka tidak mendapatkan hasilnya seperti yang mereka tentukan (inginkan) maka mereka menjadi putus asa dan putus harapan lalu berprasangka buruk terhadap Allah Ta‘ala. Padahal orang mukmin itu hendaknya seperti ini, yakni jika secara zahir dia tidak berhasil di dalam doanya maka hendaknya dia tidak berputus asa, sebab rahmat Ilahi menetapkan bahwa doa itu tidak bermanfaat bagi dirinya. Lihat, jika seorang anak kecil ingin memegang sebuah bara maka sang ibu akan berlari untuk menangkapnya, bahkan jika atas kebodohannya itu anak tersebut ditampar sekali pun hal itu tidaklah mengherankan. Seperti itu pulalah saya merasakan suatu kelezatan dan kenikmatan tatkala saya merenungkan falsafah doa ini, dan aku melihat bahwa Tuhan Yang Maha Mengetahui itu sungguh tahu mana doa yang bermanfaat [bagi seseorang dan mana yang tidak bermanfaat].‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 196).
TIDAK BAIK MENETAPKAN SUATU SYARAT DALAM DOA ‖Aku sering menyesalkan, yakni ketika orang-orang mengirimkan surat-surat permohonan doa, dan bersamaan dengan itu juga mereka menuliskan bahwa, ―Jika doa ini tidak dikabulkan maka kami akan menganggap Anda pendusta.‖ Sangat disayangkan, betapa orang-orang ini tidak tahu sama sekali mengenai adab (tata-cara) berdoa. Mereka tidak tahu syarat-syarat bagaimana untuk orang yang berdoa dan untuk orangorang yang memohon doa. Sebelum doa dipanjatkan orang-orang ini terlebih dulu sudah menjadi korban prasangka buruk, dan mereka ingin mengungkit budi baik mereka kalau mereka beriman [kepada pendakwaan saya], dan mereka mengancam tidak akan beriman dan akan mendatangkan tuduhan sebagai pendusta. Dengan membaca surat seperti ini aku merasakan bau busuk, dan terpikir oleh saya bahwa
54
bahwa lebih baik jika mereka tidak menulis surat sama-sekali untuk memohon doa.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 196).
HUBUNGAN PERSAHABATAN DALAM DOA ‖Saya sering kali menguraikan hal ini, dan saya kembali menjelaskannya secara ringkas. Yakni Allah Ta‘ala ingin bersikap seperti sahabat kepada hamba-hamba-Nya. Di antara sahabat, senantiasa ada hubungan timbal-balik yang saling bergantian. Seperti itu pula terdapat suatu untaian dengan corak demikian di antara Allah Ta‘ala dengan hamba-Nya. Hubungan timbal-balik saling bergantian di sisi Allah Ta‘ala adalah sebagaimana Dia mendengar dan menuruti (mengabulkan) ribuan doa hamba-Nya, menyelubungi aib-aib hambaNya, dan walaupun manusia merupakan makhluk hina tetapi Allah Ta‘ala tetap melimpahkan karunia dan kasih-Nya, maka seperti itu pula merupakan hak-Nya agar manusia juga menuruti [kehendak] Allah. Yakni jika seorang manusia tidak sesuai keinginannya, tidak berhasil dalam doa maka dia hendaknya jangan berprasangka buruk terhadap Allah Ta‘ala, melainkan dia hendaknya menyatakan kegagalan itu akibat suatu kesalahan tertentu, sehingga dia rela dengan lapang dada terhadap kehendak Tuhan-Nya.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 196). TAFSIR MENGENAI COBAAN Ke arah inilah Allah Ta‘ala telah memberikan isyarat: (dan sungguh akan Kami benar-benar berikan cobaan kepada kamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar‖ – Al-Baqarah, 156). Dari kata khauf (takut) diketahui bahwa akan ada rasa takut, dan rasa takut akibat akhirnya adalah baik. Dengan cara demikian terjadi penebusan terhadap dosa-dosa. Kemudian al-juu‘i yakni kelaparan. Kadang-kadang sehelai pakaian sobek dan tidak ada gantinya. Yang digunakan adalah kata juu' dan kata 'athasya (haus) tidak dipakai di sini sebab haus termasuk dalam kata al-juu‘i (lapar/kelaparan). Naqshim minal amwaal (kekurangan harta). Kadang-kadang terjadi demikian, yakni dicuri oleh pencuri, dan kadang-kadang tidak tersisa sedikit pun bahan untuk makan pagi. Pikirkanlah, betapa kesusahan dan penderitaan yang dihadapi. Kemudian wa anfusi yakni kehilangan nyawa. Anak-anak meninggal dunia, sampai-sampai tidak tersisa seorang pun. Dalam hal kehilangan nyawa-nyawa itu hal ini tercakup, yakni dia sendiri tetap hidup sedangkan orang-orang yang dikasihinya terus saja meninggal dunia. Betapa hebatnya rasa sedih saat itu. Hubungan saya dengan para sahabat saya adalah sedemikian rupa, yakni sanak-keluarga para sahabat itu pun merupakan sanak keluarga saya juga adanya. Kepergian seorang sanak-keluarga menimbulkan kesedihan pada diri saya seperti kewafatan anak yang paling disayang bagi saya. Di dalam kata tsamaraat (buah-buahan) juga termasuk anak-keturuna, dan juga keberhasilan-keberhasilan setelah melakukan kerja keras. Dengan kehilangan itu terasa sedih sekali. Para peserta ujian jika tidak lulus sering terjadi bahwa mereka melakukan bunuh diri. Meningkatnya penyakit yang diderita Ayyub Beg juga karena ia tidak lulus dalam suatu ujian. Sebelumnya dia itu sehat dan kuat.
55
Ringkasnya, orang-orang yang ditimpa cobaan-cobaan semacam ini, Allah Ta‘ala memberikan kabar suka kepada mereka, ―Wa basysyirish- shaabiriin, yakni bagi orang-orang yang menanggung semua itu dengan penuh kesabaran terdapat kabar suka. Yaitu orang-orang yang ketika dilanda suatu musibah mereka mengatakan, ―Innaa lillaahi wa innaa ilayhi raaji‘uun (sesunggunnya kami kepunyaan Allah, dan sesungguhnya kepada Allah kami akan kembali). Ingatlah, seseorang baru dapat menjadi hamba Allah yang khusus dan yang memperoleh qurub (kedekatan), apabila di dalam setiap musibah dia selalu mendahulukan [keridhaan] Allah. Ringkasnya, satu bagian adalah Allah ingin agar hamba-Nya menuruti kehendak-Nya. Itu jugalah yang merupakan arti doa, yakni manusia menzahirkan keinginannya. Jadi kadang-kadang keinginan Allah Ta‘ala hendaknya didahulukan, dan kadang-kadang Allah Karim memenuhi keinginan hamba-Nya. Balasan yang lain adalah, ―Ud‘uuni astajib lakum (berdoalah kepada-Ku, akan Aku kabulkan bagi kamu‖ – Al-Baqarah, 187). Di situ tidak ada pertentangan. Tatkala aspeknya berbeda maka tidak timbul pertentangan. Pada aspek ini Allah Ta‘ala menuruti [keinginan/doa] hamba-Nya‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 196-198).
MENDEKATLAH KEPADA TUHAN ‖Kalian harus ingat, bahwa hanya jika seseorang meninggalkan kecerobohan dan perbuatan buruklah maka doanya diterima Tuhan. Semakin dekat dia dengan Tuhan semakin banyak doanya diterima (dikabulkan). Itulah sebabnya Tuhan berfirman: (―dan jika hamba-hamba-Ku bertangan kepada engkau tentang Aku maka [katakanlah] Aku dekat, Aku mengabulkan doa jika mereka berdoa kepada-Ku, maka mereka hendaknya menjawab-Ku dan beriman kepada-Ku, sehingga mereka dapat mengikuti jalan yang benar.‖ - Al-Baqarah, 186). Di tempat lain Dia berfirman: (―Bagaimanakah mereka dapat mencapai (keimanan) dari tempat yang jauh itu‖ – As-Saba, 53). Yakni, ―Bagaimana Aku mengabulkan doa orang yang jauh dari-Ku?‖ Ini adalah pelajaran dengan contoh hukum alam, bukan berarti Tuhan tidak dapat mendengar. Dia sangat mengetahui niat-niat yang tersembunyi dalam hati, bahkan niat-niat yang belum timbul. Di sini sesungguhnya manusia diajak dekat kepada Tuhan. Dia telah diberi tahu bahwa sebagaimana suatu suara yang jauh tidak dapat didengar, demikian juga contoh seseorang yang ceroboh dan sibuk dalam perbuatan buruk jauh dari Tuhan. Semakin jauh dia pergi, semakin jauh jarak tersebut dan semakin tebal tirai antara dia dengan pengabulan doa. Sebagaimana saya katakan, bahwa meskipun Tuhan Maha Mengetahui hal yang gaib, inilah hukum alam bahwa manusia tidak dapat memperoleh apa pun tanpa takwa. Kadang-kadang orang yang bodoh menjadi atheis (tidak percaya kepada adanya Tuhan). Hanya karena tidak
56
terkabulnya doa. Shahih Bukhari berisikan sebuah hadits yang menyebutkan bahwa orang mukmin memperoleh kedekatan kepada Tuhan melalui nawafil (amal/ibadah tambahan).‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 198).
HIKMAH NAFAL-NAFAL ‖Ada satu bagian yang merupakan fardhu-fardu (ibadah-ibadah wajib), dan satu bagian lagi merupakan nafal-nafal (ibadah-ibadah tambahan), yakni ada satu bagian yang merupakan hukum-hukum yang wajib, sedangkan nafal-nafal adalah yang lebih dari fardhu-fardhu. Dan [nafal-nafal] itu diadakan supaya apabila terjadi kekurangan dalam melaksanakan fardhu-fatdhu tersebut maka kekurangan itu dapat dipenuhi melalui nafal-nafal. Orang-orang beranggapan bahwa yang dimaksud dengan nafal hanyalah nafal dalam hal salat saja. Tidak. Tidak demikian. Bagi setiap perbuatan terdapat nafal-nafalnya‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 198-199).
PELAKSANAAN NAFAL-NAFAL ―Manusia memberikan zakat, maka kadang-kadang ia memberikan yang lain di luar zakar. Di bulan Ramadhan ia berpuasa maka selain itu pun ia kadang-kadang berpuasa. Jika dia berutang maka dia mengembalikan utang itu dalam jumlah yang agak lebih, sebab orang yang meminjamkan telah bersikap peduli [terhadapnya]. Nafal-nafal itu berfungsi sebagai penyempurna fardhu. Pada waktu melakukan nafal di dalam kalbu timbul suatu kekhusyukan dan rasa takut, yakni semoga kekurangan yang telah terjadi dalam fardhu-fardhu itu sekarang dapat terpenuhi. Inilah rahasia bahwa nafal-nafal memiliki hubungan yang sangat besar dengan qurub (kedekatan) Ilahi. Yakni di situ timbul kekhusyukan dan penghambaan serta kondisi inqitha (terputus dari hal-hal selain Allah)…puasa enam hari di bulan Syawal merupakan nafal-nafal.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 199).
PENGARUH-PENGARUH YANG DITIMBULKAN IBADAH NAFAL (TAMBAHAN) ‖Jadi, ingatlah, kecintaan yang sempurna terhadap Allah diraih melalui nafal (ibadah tambahan). Akibatnya adalah Allah Ta‘ala berfirman, ―Aku menjadi mata bagi hamba-hamba muqarrab (yang mendekatkan diri) dan beriman seperti itu, yakni ke arah mana saja tertuju keinginan-Ku maka ke arah itulah penglihatan mereka menuju.‖ Seorang shadiq (benar) selalu memperhitungkan maut (kematian) dan dia tidak lalai terhadap Allah. Firman-Nya, ―Aku menjadi telinga mereka‖ mengisyaratkan, bahwa di mana saja terjadi penghinaan terhadap Allah atau terhadap Rasul-Nya, atau terhadap Kitab-Nya, maka mereka tidak suka dan beranjak dari tempat itu. Mereka tidak sanggup mendengarnya, dan mereka tidak mau mendengar hal apa pun yang menimbulkan kemurkaan Allah Ta‘ala serta yang bertentangan dengan perintah-Nya. Mereka tidak mau duduk di dalam kelompok seperti itu. Demikian pula mereka menjaga diri dari hal-hal yang bersifat fasiq (durhaka) dan jahat, serta
57
dari pandangan-pandangan yang tidak suci serta dari suara-suara tidak suci yang berasal dari sajian nyanyian-nyanyian. Timbulnya pikiran buruk setelah mendengar suara dari pihak bukanmuhrim merupakan perzinahan telinga. Oleh karena itu Islam telah memberlakukan ketentuan pardah (tabir). Ucapan Al-Masih a.s. agar tidak memandang dengan pandangan zina bukanlah suatu ajaran sempurna. Sebaliknya ajaran sempurna yang menyelamatkan [manusia] dari sumber dosa adalah: (Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya‖ – An-Nur, 31). Yakni, dengan pandangan apa pun hendaknya jangan dilihat, sebab kalbu tidak berada dalam ikhtiar kita. Betapa ini merupakan suatu ajaran yang sempurna. Kemudian Dia berfirman, ―Aku menjadi tangan mereka.‖ Kadang-kadang manusia menjadi sangat kejam. Allah berfirman bahwa tangan orang mukmin tidak akan melampaui batas-batas kewajaran tanpa alasan. Mereka tidak menyentuh yang bukan muhrim mereka. Kemudian firman-Nya, ―Aku menjadi lidah mereka.‖ Ke arah ini jugalah telah diisyaratkan, ―Mā yantiqu ‗anil- hawā (dia tidak berkata menurut hawa-nafsu – An Najm, 4). Oleh karena itu apa pun yang disabdakan oleh Rasulullah saw. merupakan firman dari Allah Ta‘ala. Dan mengenai tangan beliau telah difirmankan: (―Dan bukan engkau yang melempar ketika engkau melempar, tetapi Allah-lah yang melempar‖ – Al-Anfal, 18). Ringkasnya, melalui nafal (ibadah tambahan) manusia meraih derajat dan qurub (kedekatan) yang sangat tinggi, sehingga mereka masuk ke dalam golongan para wali Allah. Kemudian firman-Nya, ― Siapa saja yang menjadi musuh bagi wali-Ku (Sahabat-Ku) maka Aku katakan kepadanya agar dia bersiap-siap untuk berperang dengan-Ku." Di dalam Hadits dikatakan bahwa Allah itu bagai singa betina, kalau ada yang mengambil anaknya maka dia akan menerkam. Ringkasnya, manusia hendaknya senantiasa berusaha gigih untuk meraih derajat tersebut. Saat datangnya maut (kematian) tidak diketahui. Oleh karena itu adalah tepat bagi orang mukmin agar dia tidak lalai kapan pun, dan selalu takut terhadap Allah Ta‘ala.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 199200).
(199-202)
KEINGINAN UNTUK HIDUP LAMA MERUPAKAN AKAN DOSA ‖Kebanyakan keinginan untuk hidup lama merupakan bagian dosa-dosa dan kelemahankelemahan. Wajib bagi sahabat-sahabat saya untuk setiap saat benar-benar menjalani waktu-waktu yang berharga ini dengan dalam keridhaan Sang Malik Hakiki. Itulah yang harus diraih, jika tidak maka mati pada hari ini dan misalnya 50 tahun kemudian tidak ada bedanya. Bulan dan matahari yang ada pada hari ini akan ada juga pada waktu itu. Manusia yang berguna dan merupakan pengkhidmat agama Allah Ta‘ala maka Allah Ta‘ala
58
sendiri yang akan memberikan berkat dalam umur dan kesehatannya, serta tidak peduli sedikit pun terhadap keburukan yang ditimbulkan oleh orang-orang. Jadi, dalam setiap kondisi semua pekerjaan kalian hendaknya kalian lakukan dalam menyatu dengan Allah maka Allah Ta‘ala Sendiri yang akan melindungi kalian. Lebih 30 tahun lalu Allah Ta‘ala telah memberitahukan kepada saya dengan kata-kata yang jelas bahwa, ―Usia engkau akan mencapai 80 atau 2 atau 4 tahun lebih dari itu atau kurang dari itu.‖ Rahasia yang terkandung di dalamnya adalah bahwa tugas yang telah diserahkan kepada saya akan selesai dalam tempo sekian lama. Oleh karena itu saya tidak pernah risau mati apabila aku sakit. Saya ingat sekali pohon-pohon yang di bawahnya aku selalu bermain pada usia 6 atau 7 tahun, pada hari ini beberapa pohon masih tetap rindang dan subur di tempat yang sama. Namun saya menyaksikan kondisiku yang terus menerus berubah. Kalian pun dapat membayangkan hal itu.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 202). (hlm. 202-203)
KESEDERHANAAN DAN KEPOLOSAN ―Ingat, selama belum ada kesederhanaan (kepolosan) seperti anak-anak, maka selama itu pula manusia tidak akan dapat menerapkan agama para nabi.‖ (Malfuzat, jld II, hlm. 203).
FONDASI KEHIDUPAN ―Setiap benda mempunyai tiang pondasi, dan tiang pondasi bagi kehidupan dan kesehatan adalah fadhal (karunia) Allah Ta‘ala.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 203).
(hlm. 203-205)
RAMADHAN BULAN YANG BEBERKAT Pada tanggal 15 Januari 1901 Hadhrat Masih Mau‘ud a.s. bersabda: ―Bulan Ramadhann adalah bulan yang beberkat, bulan [untuk banyak memanjatkan] doadoa.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 205).
(hlm. 205-206)
UTANG DAN ISTIGHFAR Seseorang mengajukan permohonan doa untuk urusan utang-utangnya. Hadhrat Masih Mau‘ud a.s. bersabda:
59
―Banyak-banyaklah beristighfar, inilah cara bagi manusia untuk terlepas dari kesulitan (kesusahan). Selain itu istighfar merupakan kunci bagi keberhasilan-keberhasilan.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 206). MASIH MAU’UD DAN JEMAATNYA DI DALAM AL-QURAN Pada tanggal 20 Januari 1901 Hadhrat Masih Mau‘ud a.s. bersabda: ―Di dalam Quran Syarif terdapat empat surah yang banyak dibaca, dan di dalamnya termaktub tentang Masih Mau‘ud dan Jemaatnya: (1) Surah Al-Fatihah yang dibaca setiap rakaat [salat]. Di situ terdapat bukti pendakwaan saya, sebagaimana yang akan dibuktikan dalam tafsir surah itu. (2) Surah Al-Jumu‘ah, di dalamnya disebutkan ākharīna minhum (Al-Jumu‘ah, 4), tentang Jemaat Masih Mau‘ud. Surah ini dibaca setiap Jum‘at, (3) Surah Al-Kahf, yang ditekankan sekali oleh Rasulullah saw. agar membacanya. Pada ayat pertama dan sepuluh ayat bagian belakangnya (terakhir) menyinggung tentang dajjal. (4) Surah terakhir Al-Quran (AnNas) yang di dalamnya dajjal disebut sebagai khannas. Kata ini jugalah yang digunakan untuk dajjal di dalam Taurat bahasa Ibrani, yakni nahās. Demikian pula masih banyak uraian mengenai itu di tempat-tempat lainnya dalam Quran Syarif.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 206).
(hlm. 206-212)
KEMAJUAN YANG TAK TERHINGGA DALAM URGA ‖Di surga pun bagi orang-orang mukmin terdapat kemajuan-kemajuan, demikian juga bagi para nabi pun terdapat kemajuan-kemajuan, sebab jika tidak kenapa shalawat dibacakan? Pendapat saya adalah, kemajuan-kemajuan itu tak terhingga.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 212.
UPAYA SIA-SIA MEMANJANGKAN UMUR AL-MASIH ―Orang-orang banyak melakukan upaya yang sia-sia untuk memanjangkan umur Al-Masih a.s.. Apakah manfaat yang telah dihasilkan oleh umur singkat beliau itu, sehingga perlu diinginkan umur yang panjang? Dunia telah dipenuhi oleh penyembahan-penyembahan salib, dan di mana-mana kemusyrikan telah telah menyebar. Ya, jika usia sepanjang itu memang memang mungkin diterima oleh seseorang, maka orang yang paling tepat untuk itu adalah Rasul Mulia saw., yang dalam jangka umur singkat saja beliau telah [berhasil] memenuhi dunia ini dengan para penjungjung Tauhid serta mengisi kalbu mereka dengan gejolak semangat sejati kecintaan Ilahi.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 213).
(213-219)
WARGA JEMAAT YANG LEMAH
60
‖Saya nasihatkan kepada warga Jemaat saya, bersikap kasihlah terhadap orang-orang yang lemah dan masih mentah di antara kalian. Berusahalah untuk menghapuskan kelemahan mereka, dan jangan bersikap kasar terhadap mereka. Jangan terapkan akhlak buruk terhadap siapa apun, melainkan berilah pemahaman kepada mereka. Lihat, di kalangan para sahabah radhiallaahu ‗anhum dahulu juga terdapat beberapa orang munafik, namun tetapi saja Rasulullah saw. bersikap lemah-lembut terhadap mereka.― (Malfuzat, jld. II, hlm. 219).
(219-226) RUKYA & KASYAF MERUPAKAN KULIT Sejak beberapa hari seorang pencari kebenaran datang kepada Hadhrat Masih Mau'ud a.s.. Dia berasal dari distrik Gujrat. Dia memaparkan kepada Hadhrat Masih Mau‘ud a.s.: ―Dari sejak awal saya merasakan dharm bao (unsur keruhanian) dalam diri saya. Dan bersesuaian dengan itu di dalam pemikiran-pemikiran saya, saya juga terus melakukan kebaikankebaikan. Namun saya merasa sangat menderita menyaksikan dunia dan orang-orang yang mencari dunia di sekeliling saya, dan di dalam diri sendiri pun saya menemukan gejolak yang tarik menarik. Suatu kali saya sedang berjalan-jalan di tepi sungai Jhelum, tiba-tiba diperlihatkan kepada saya suatu pemandangan indah. Saya merasakan suatu kelezatan dan kenikmatan. Ke arah mana pun saya melemparkan pandang, yang saya temukan hanyalah ketenteraman. Dalam makan, minum, berjalan, kesana-kemari, ringkasnya dalam setiap gerakan yang terasa adalah keindahan dan keindahan. Beberapa jam kemudian pemandangan itu pun hilang, namun sisanya masih terasa oleh saya sampai dua bulan, yakni pemandangan yang tingkatan dan kenikmatannya lebih rendah dari pemandangan tersebut. Pada waktu itu saya tenggelam dalam kerisauan yang aneh. Saya berusaha supaya saya mendapatkan kembali hal itu namun tak berhasil. Dalam upaya mencari-cari itulah saya pergi ke Babu Abnaasy Candra Foreman Sahib di Lahore. Beliau adalah seorang anggota aktif Brahmu Samaj. Namun sayang, dia hanya dapat memberikan waktu beberapa menit saja, dan juga saya tidak dapat menemuinya di kantornya. Kemudian saya pergi ke Pandit Shiva Nirain Satyanand Agni Hotri. Saya lihat, orang itu merasakan unsur keruhanian dalam kadar tertentu. Akhirnya saya sekitar dua bulan bekerja sebagai third master di high school mereka, dan saya terus saja melakukan perbaikan pada diri saya. Kepergian saya ke sana hanyalah dengan maksud supaya saya dapat membangun kehidupan saya. Pada masa itu mulai tampak kembali oleh saya sedikit pemandangan ringkas namun saya tidak puas. Keindahan dan kenikmatan yang saya cari-cari itu tidak saya temukan. Walaupun saya ingin tinggal di sana dengan sabar namun karena sakit saya terpaksa pulang. Suatu kali, di kota saya, saya mendengar Syekh Maula Bakhs Sahib membacakan artikel Tuan pada Jalsah Agama-agama Besar (di Lahore, yakni Islami Ushul Ki Filasafi (Falsafah Ajaran Islam), saya merenung dan berpikir secara mendalam. Suara beliau masuk ke telinga saya. Dengan luar biasa terasa di dalam jiwa saya bahwa di dalam tulisan itu terdapat cahaya, dan penulisnya pun tentu memiliki cahaya di dalam dirinya.
61
Saya telah membaca artikel itu beberapa kali, dan di dalam hati saya telah timbul keinginan untuk berkunjung ke Qadian. Namun dikarenakan masih hangatnya masalah pembunuhan Lekhram, jika saya menanyakan alamat [Tuan] kepada orang Islam, tentu tidak akan diberitahukan. Mungkin akan dianggap bahwa saya pergi hendak membunuh Mirza Sahib. Ringkasnya, di dalam hati saya timbul suatu gejolak. Kini keinginan saya telah terpenuhi, dan saya ingin membangun kehidupan saya, dan untuk tujuan itulah saya datang ke hadapan Tuan.‖ Mengenai hal itu Hadhrat Masih Mau‘ud a.s. bersabda: ―Pada hakikatnya, manusia hendaknya jangan berhenti sebatas kulit dan lapisan luar saja, dan tidak pula manusia merasa cukup hanya sebatas kulit saja, melainkan dia ingin maju lebih ke depan. Sedangkan Islam ingin menyampaikan manusia pada inti dan ruh tersebut, yang memang dicari-cari oleh manusia secara fitrat. Namanya sendiri sudah sedemikian rupa, sehingga dengan mendengarnya maka di dalam ruh timbul suatu kelezatan. Dari nama agama lainnya di dalam ruh tidak timbul suatu ketentraman. Misalnya dari nama Arya, ruhaniah apa yang yang timbul? Islam diciptakan untuk ketentraman, kedamaian dan dan ketenangan, yang untuk hal-hal itulah ruh manusia merasa lapar dan haus, supaya orang yang mendengar namanya, dapat mengerti bahwa orang yang mempercayai agama ini dengan hati jujur dan mengamalkannya, adalah orang yang mengenal Tuhan. Namun masalahnya adalah, jika manusia berkeinginan supaya segala sesuatunya ini terjadi dalam seketika dan serta-merta derajat tertinggi makrifat Ilahi itu dapat dicapai, hal demikian tidak pernah terjadi. Di dunia ini setiap pekerjaan berlangsung secara bertahap. Perhatikanlah, tidak ada suatu ilmu dan kepandaian yang dapat dipelajari oleh manusia tanpa banyak berpikir dan tanpa banyak waktu. Adalah mutlak, supaya jenjang- jenjang itu ditelusuri secara berurutan. Lihat, petani terpaksa harus menunggu setelah dia menanam benih dalam tanah. Pertamatama, dia menanamkan benih yang disayangi itu ke dalam tanah, dan benih itu dapat saja dengan cepat hilang dimakan binatang atau ditelan tanah maupun oleh penyebab lainnya. Akan tetapi pengalaman memberikan ketenteraman kepada si petani, bahwa tidak akan terjadi demikian. Suatu waktu akan tiba bahwa benih yang diserahkan kepada tanah seperti itu akan tumbuh, dan sawah (kebun) itu akan tampak melambai-lambai serba hijau, dan benih yang dibenamkan di dalam tanah itu menjadi rezeki. Kini, renungkanlah oleh Anda, untuk rezeki duniawi dan jasmani saja -- yang tanpanya manusia tidak akan dapat bertahan hidup sampai beberapa hari – membutuhkan waktu enam bulan. Padahal kehidupan yang bergantung pada rezeki jasmani itu tidaklah abadi, melainkan bakal punah. Lalu, rezeki ruhani yang merupakan makanan kehidupan ruhani – yang tidak pernah punah dan akan dilalui selamanya -- bagaimana mungkin dapat diraih dalam tempo dua atau empat hari saja? Walau pun Allah Ta‘ala berkuasa untuk melakukan sesuatu dalam seketika, dan kita percaya bahwa tidak ada suatu hal yang tidak mungkin bagi-Nya, Islam justru tidak memaparkan Tuhan yang demikian. Tidak seperti misalnya, parmisyer (Tuhan) yang dipaparkan oleh orang-orang Arya, yaitu [Tuhan] yang tidak dapat menciptakan ruh (jiwa), yang tidak dapat menciptakan zat dasar, dan tidak pula dapat memberikan ketenteraman hakiki serta keselamatan abadi kepada para pencarinya dan kepada orang-orang yang benar. Tidak, melainkan Islam sajalah yang telah memaparkan Tuhan demikian, yaitu [Tuhan] yang tiada tandingan dan sekutu-Nya dalam hal qudrat (kekuasaan) dan kekuatan-kekuatan-Nya. Namun ya, hukum-Nya (ketentuan-Nya) adalah, setiap pekerjaan itu berlangsung secara teratur dan tahap demi tahap, oleh karena itu jika tidak sabar dan tidak berpraduga baik maka keberhasilan itu akan sulit.
62
Aku ingat, seseorang datang kepada saya, bahwa orang-orang suci terdahulu dapat menyampaikan [manusia] sampai ke langit dengan cara menjampinya. Saya katakan, ―Anda keliru, tidak demikian hukum (ketentuan) Allah Ta‘ala. Jika Anda mau membuat lantai di sebuah rumah maka pertama-tama adalah penting melakukan perbaikan terlebih dulu pada bagianbagian yang perlu diperbaiki. Dan dimana saja terdapat kotoran serta ketidakbersihan, akan dibersihkan dengan dengan menggunakan alat tertentu. Ringkasnya, setelah melalui banyak upaya dan proses barulah akan layak untuk dibuat di atasnya lantai. Seperti itu pula, sebelum hati manusia layak untuk dihuni oleh Allah Ta‘ala, [hati] itu merupakan singgasana setan dan berada di dalam kerajaan setan. Kini, untuk kerajaan yang berikutnya (Kerajaan Ilahi – pent.) adalah mutlak untuk menghancur-leburkan kerajaan setan. Sangat malanglah nasib orang-orang yang berangkat untuk mencari kebenaran dan kemudian mereka tidak menerapkan sikap berpraduga baik. Lihatlah perajin keramik, apa saja yang harus dilakukan untuk membuat mangkuk keramik. Lihatlah tukang cuci ketika dia mulai membasuh pakaian yang penuh daki dan kotoran, betapa berat pekerjaan yang harus dia lakukan. Kadang-kadang pakaian itu direbus, kadang-kadang disabuni, lalu dengan berbagai cara dia mengeluarkan kotoran dan daki pakaian tersebut. Akhirnya kain itu bersih dan tampil putih. Sekian banyak daki (kotoran) yang ada di dalamnya semua telah keluar. Tatkala untuk halhal kecil seperti itu saja terpaksa harus menerapkan sikap sabar, pmaka betapa bodohnya orang yang untuk memperbaiki hidupnya dan untuk perbaikan hidupnya serta untuk membersihkan kotoran-kotoran serta sampah kalbunya dia berkeinginan supaya semua itu keluar melalui penyemburan (jampi-jainpian) sehingga bersihlah kalbunya. Ingatlah, sabar merupakan syarat untuk melakukan ishlah (perbaikan). Kemudian yang kedua, tidak akan berlangsung pensucian akhlak dan jiwa selama tidak hidup bergaul dengan insan yang berjiwa suci. Pintu pertama yang terbuka adalah hapusnya kekotoran tadi, sedangkan kotoran-kotoran yang memperoleh kesesuaian [di dalam diri manusia] akan tetap bertahan di dalam. Akan tetapi ketika dia memperoleh tariyaaqi shuhbat (pergaulan yang mengobati), maka kotoran-kotoran intern itu lambat-laun akan mulai lenyap, sebab Ruh Suci – yang dalam istilah Al-Quran Karim dinamakan Ruhul Qudus – tidak akan dapat terjalin hubungan dengannya selama tidak ada kesesuaian dengannya. Saya tidak dapat mengatakan kapan hubungan itu terbentuk. Ya, hendaknya manusia menerapkan sikap fana (meleburkan diri) sebagai debu di jalan ini, dan tempuhlah jalan ini dengan penuh sabar dan teguh, akhirnya Allah Ta‘ala tidak akan menyia-nyiakan upaya gigih sejati orang itu, dan Dia akan menganugerahkan nur serta cahaya kepada orang itu, yaitu [nur dan cahaya) yang memang dia cari-cari. Saya menjadi heran dan tidak mengerti sedikit pun, mengapa manusia berani-beranian, padahal dia tahu bahwa Tuhan itu ada.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 226-227).
(230-276)
LATAR BELAKANG PENAMAAN AHMADI Pada tanggal 22 Januari 1901 seseorang menyampaikan bahwa ada orang yang mengkritik tentang penamaan Ahmadi bagi Jemaat ini, yakni bahwa itu merupakan nama baru. Berlangsung perbincangan mengenai hal itu. Hadhrat Masih Mau‘ud a.s. bersabda:
63
―Orang-orang yang telah menamakan golongan mereka sendiri dengan nama Hanafi, Syafi‘i dan sebagainya, semuanya itu merupakan bid‘ah (mengada-ad), sebab Rasul Karim saw. hanya memiliki dua nama, Muhammad dan Ahmad. Nama besar Rasulullah saw. adalah Muhammad, sebagaimana nama besar Allah adalah Allah. Nama Allah memperoleh sifat dari sekalian nama lainnya seperti Hayyu, Qayyum. Rahmān, Rahīm dan sebagainya. Nama Ahmad bagi Rasul Karim saw. adalah yang telah dipaparkan oleh Hadhrat Al-Masih a.s., ― Ya-ti min ba‘di- ismuhu ahmad (akan datang sesudahku namanya Ahmad‖ – Ash-Shaf, 7). Kata mim ba'di (sesudahku) menunjukkan bahwa nabi itu akan datang sesudah beliau tanpa sela, yakni tidak ada nabi yang datang di antara Al-Masih dengan Ahmad. Hadhrat Musa a.s. tidak menggunakan kata itu melainkan dengan menyebutkan: (―Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan Dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih-sayang sesama mereka. Engkau melihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada wajah mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat‖ – Al-Fath, 30). Beliau memberikan isyarat pada kehidupan Rasul Karim saw. di Madinah. Yakni, ketika sudah banyak orang mukmin yang menyertai Rasulullah saw., dan mereka berperang dengan orang-orang kafir. Hadhrat Musa a.s. menyebut Rasulullah saw. dengan nama Muhammad saw., sebab Hadhrat Musa a.s. sendiri dalam corak jalāl (keperkasaan), sedangkan Hadhrat Isa a.s. menyebut Rasulullah saw. dengan nama Ahmad, sebab Isa sendiri juga selalu dalam corak jamāli (kelembutan). Dikarenakan Jemaat saya ini berada di dalam corak jamāli karena itu dinamakan Ahmadi. Jum‘at merupakan hari penciptaan Hadhrat Adam a.s., dan inilah hari yang beberkat. Namun Umat sebelumnya telah keliru, ada yang memilih hari Sabtu, ada. yang memilih hari Minggu. Hadhrat Rasul Karim saw. telah memilih hari yang sebenarnya. Seperti itu pula firqahfirqah Islam telah melakukan kekeliruan. Ada yang menamakan [golongan] golongan mereka Hanafi, ada yang menamakan Syi‘ah, dan ada yang menamakan Sunni. Namun Rasul Karim a.s. hanya memiliki dua nama: Muhammad dan Ahmad shallallaahu ‗alaihi wa salam, dengan demikian hanya bisa ada dua golongan saja dalam Islam: Muhammadi dan Ahmadi. Ada pun Muhammadi ketika berlaku penjahiran jalāl (keperkasaan), sedangkan Ahmadi ketika berlaku penjahiran jamāl (kelembutan)‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 208-209).
Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda: ‖Banyak-banyaklah beristighfar, hal itu akan membuat dosa-dosa menjadi diampuni. Allah Ta‘ala pun akan menganugerahkan anak. Ingatlah, keyakinan adalah suatu hal yang sangat penting. Seseorang yang sempurna dalam hal keyakinan maka Allah Ta‘ala Sendiri yang akan menolongnya.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 209).
64
TAWAKAL KEPADA ALLAH Pada tanggal 12 Februari 1901 Hadhrat Masih Mau‘ud a.s. bersabda: ―Saya sedemikian rupa bertawakkal kepada Allah sehingga saya tidak memanjatkan doa bagi diri saya sendiri, sebab Dia itu benar-benar mengetahui keadaan saya. Ketika orang-orang kafir memasukkan Hadhrat Ibrahim a.s. ke dalam api maka para malaikat datang dan bertanya kepada beliau, ―Apa yang engkau butuhkan?‖ Hadhrat Ibrahim a.s. bersabda, "Balaa walaakin ilaikum – ya memang ada yang dibutuhkan, tetapi tidak perlu saya sampaikan di hadapan kalian.‖ Para malaikat berkata, ―Baiklah, berdoa sajalah di hadapan Allah Ta‘ala.‖ Hadhrat Ibrahim a.s. bersabda, ―Dia itu begitu mengenal keadaan saya sehingga tidak perlu lagi saya memohon kepada-Nya.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 209-210).
COBAAN DAN ORANG-ORANG KESAYANGAN ALLAH Pada tanggal 14 Februari 1901 berlangsung perbincangan bahwa orang-orang mukmin (beriman) mengalami penderitaan-penderitaan dan cobaan. Hadhrat Masih Mau‘ud a.s. bersabda: “Seseorang datang kepada Rasulullah saw. dan menyampaikan maksudnya untuk menikahkan putrinya dengan Rasulullah. Dari sekian penjelasannya tentang putrinya itu dia juga mengatakan bahwa usianya sudah sekian tetapi sampai saat itu tidak pernah sakit. Rasulullah saw. bersabda bahwa, ―Orang-orang yang merupakan kesayangan Allah pasti mengalami penderitaan-penderitaan yang berasal dari Allah.‖ Salah seorang di antara yang hadir saat itu mengatakan, bahwa ia mengalami banyak penderitaan dari para penentang. Orang itu pun menceritakan keadaan yang dialaminya. Hadhrat Masih Mau‘ud a.s. bersabda: ―Banyak sekali penderitaan yang anda alami. Hal ini merupakan sesuatu yang patut dipuji pada diri anda. Seberapa banyak manusia mengalami cobaan, sebanyak itu pula ia akan memperoleh hadiah. "Inna ma'al 'usri yusraa — ―sesungguhnya beserta kesukaran ada kemudahan‖ (AlInsyirah, 7).‖ (Malfuzat, jld. II, hlm.210).
SIKAP LEMBUT TERHADAP PARA PENENTANG ‖Hendaknya jangan memperlihatkan emosi dalam menghadapi para penentang, khususnya bagi yang masih muda. Saya menasihatkan kepada mereka, adalah penting agar kalian cepat-cepat datang kepada saya. Tidak tahu berapa lama kalian akan hidup sesudah saya. Banyak sekali manfaat dengan hidup di dekat saya. Jika manusia mengarahkan perhatiannya kepada Allah, maka dia menjadi suatu perwujudan tafsir (penjabaran), dan dengan hidup dekat maka banyak sekali hal yang disaksikan dan dipelajari oleh manusia.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 210-211). SIFAT-SIFAT ALLAH YANG JAMĀLI ―Intisari seluruh Al-Quran Syarif adalah ―Bismillāhirahmānirrahīm‖t, dan sifat-sifat Allah Ta‘ala yang sebenarnya adalah Jamaali (lembut/indah), dan nama asli Allah adalah Jamaali, orang-orang kafirlah yang melalui perbuatan-perbuatan mereka membangun hal-hal yang kadang-
65
kadang mengakibatkan [Dia] terpaksa memperlihatkan bentuk Jalaal (keperkasaan). Pada saat ini dikarenakan [aspek Jalaal] itu tidak diperlukan, maka saya datang dalam corak jamaali.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 212-213).
BERGABUNG SHALAT PADA SAAT RUKUK & MEMBACA SURAH AL-FATIHAH Pada tanggal 16 Februari 1901 sedang berlangsung perbincangan mengani orang yang bergabung salat ketika sudah mulai rukuk, apakah baginya terhitung satu rakaat atau tidak? Hadhrat Masih Mau‘ud a.s. meminta pandangan para maulwi (ulama) lainnya, maka dipaparkan pendapat berbagai firqah mengenai hal itu. Akhirnya Hadhrat Masih Mau‘ud a.s. memberi keputusan dan bersabda: ―Akidah saya adalah, ―Laa shalata maa bifaatihatil-kitaab (Tidak ada shalat tanpa surah AlFatihah), tidak peduli apakah seseorang itu di belakang imam atau sendirian. Di setiap kondisi ia hendaknya membaca surah Al-Fatihah. Namum imam hendaknya jangan cepat-cepat membaca Surah Al-Fatihah, melainkan bacalah dengan perlahan-lahan supaya para makmum dapat mendengar dan membaca sendiri. Atau, setelah setiap ayat imam berhenti dalam jangka waktu sekian, sehingga makmum pun selesai membacanya. Ringkasnya, kepada makmum hendaknya diberikan peluang untuk mendengar dan juga membacanya sendiri. Membaca surah Al-Fatihah adalah mutlak, sebab ia merupakan UmmulKitab (induk Kitab). Namun seseorang yang walau sudah berusaha untuk bergabung dalam salat dan ia bergabung pada waktu rukuk –serra tidak sempat membaca surah Al-Fatihah – maka baginya sudah dihitung satu rakaat, walaupun dia tidak membaca surah Al-Fatihah, sebab di dalam hadits disebutkan bahwa seseorang yang bergabung ketika rukuk maka baginya sudah terhitung satu rakaat. Permasalahannya ada dua macam. Di satu tempat Hadhrat Rasul Karim saw. telah bersabda dan menekankan, bahwa harus membaca surah Al-Fatihah di dalam salat, sebab surah AlFatihah merupakan Ummul Kitab, dan itulah salat yang sebenarnya. Namun seseorang yang walaupun sudah berusaha serta menyegerakan dirinya untuk bergabung dalam salat, lalu dia bergabung ketika rukuk, maka dikarenakan dasar agama adalah kemudahan dan kelunakan, baginya Hadhrat Rasul Karim saw. bersabda bahwa untuknya telah terhitung satu rakaat. Tidak berarti bahwa orang itu mengingkari surah Al-Fatihah, melainkan karena terlambat tiba maka dia dia mengamalkan keringanan tersebut. Allah Ta‘ala telah menjadikan kalbu saya sedemikian rupa, sehingga merasa berat untuk melakukan perbuatan yang tidak dibenarkan, dan kalbu saya tidak ingin melakukannya. Dan ini sudah jelas, ketika seseorang memperoleh sepenuhnya tiga bagian, sedangkan satu bagian tidak terkejar karena terlambat oleh alasan yang tak terhindarkan maka tidak mengapa. Manusia hendaknya mengamalkan keringanan. Ya, seseorang yang secara sengaja berikap malas dan berlambat-lambat untuk bergabung dalam [salat] berjamaah maka salatnya itu sendiri tidak benar.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 214-215).
SHALAT DI BELAKANG ORANG GHAIR AHMADI Seseorang bertanya: "Orang-orang yang bukan pengikut Tuan, mengapa Tuan melarang para
66
pengikut Tuan untuk tidak salat di belakang mereka?" Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda: ―Orang-orang yang menolak Jemaat saya dengan prasangka buruk – yaitu Jemaat yang telah didirikan oleh Allah Taala ini – dan mereka tidak peduli terhadap sekian banyak Tanda serta tidak peduli terhadap musibah-musibah yang dialami oleh Islam, mereka adalah orang-orang yang tidak bertakwa. Dan Allah Taala berfirman di dalam Kalam Suci-Nya: ―Innama yataqabbalullaahu minal- muttaqiin – (sesungguhnya Allah menerima dari orang-orang yang bertakwa – Al-Maidah, 28)., yakni Allah hanya mengabulkan (menerima) salat orang-orang yang bertakwa. Oleh karena itu dikatakan janganlah salat di belakang orang-orang yang salat mereka sendiri tidak mencapai derajat pengabulan.‖(Malfuzat, jld. II, hlm. 215).
PERMAINAN CRICKET Tanggal 15 Februari 1901 sedang berlangsung pertandingan cricket di antara para pelajar Madrasah Ta‘limul Islam, Qadian. Sebagaian orang tua pun turut hadir di lapangan untuk memberikan dukungan. Salah seorang putera Hadhrat Masih Mau‘ud a.s. karena keluguannya sebagai anak kecil bertanya kepada beliau, ―Ayah, mengapa ayah tidak pergi melihat cricket?‖ Saat itu Hadhrat Masih Mau‘ud a.s. sedang menulis tafsir surah Al-Fatihah. Beliau bersabda: ―Mereka itu setelah main akan pulang kembali, namun ayah sedang bermain ―cricket‖ yang akan tetap berlangung sampai Hari Kiamat.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 215).
MENENTANG KEBENARAN DAN HANCURNYA IMAN ‖Sejak awal, para tokoh agama berakidah, bahwa seseorang yang menentang kebenaran maka perlahan-lahan imannya akan hancur. Barangsiapa tidak percaya kepada Rasul Allah a.s. dia adalah kafir. Demikian juga barangsiapa yang tidak percaya kepada Mahdi dan Masih imannya akan hancur. Akibat akhirnya akan sama saja. Pertama-tama melakukan penentangan, kemudian menjauh, lalu permusuhan, kemudian melampaui batas dan akhirnya kehancuran iman.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 216).
(216-217)
KONDISI ORANG YANG DEKAT DENGAN ALLAH ‖Pekerjaan menulis tafsir [surah Al-Fatihah] telah selesai, dan saya menginginkan beristirahat dua tiga hari sebelum memulai pekerjaan penting lainnya, namun hati tidak menghendaki duduk menganggur. Di dalam [kitab] Matsnawi Maulana Rum (Jalaluddin Rumi) tertulis, bahwa terdapat suatu penyakit dimana manusia menginginkan untuk setiap saat duduk-duduk saja tanpa kerja. Kondisi orang yang dekat dengan Allah adalah dia tidak dapat duduk diam. Kadang-kadang Allah Ta‘ala menurunkan suatu kerja keras atas mereka, dan kadang-kadang mereka sendiri yang membuat kesibukan sedemikian rupa sehingga [kondisi] kerja keras turun atas mereka.
67
Sungguh suatu hal yang sangat beberkat apabila manusia senantiasa melakukan suatu pekerjaan demi Allah. Barangsiapa melewati suatu hari tanpa pekerjaan berarti dia melaluinya dalam kedukaan. Tidak ada yang lebih banyak dapat diraih oleh manusia di dunia daripada melakukan pekerjaan demi Allah, dan Allah Ta‘ala akan membukakan jalan baginya serta akan memberikan pertolongan kepadanya. Namun tanpa ketulusan segenap kerja-keras itu sia-sia saja. Hendaknya lakukanlah pekerjaan itu murni untuk Allah. Jangan sampai timbul maksud lain di dalamnya.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 218-219). (hlm 219-222)
SETUMPUK CACI MAKI & SIKAP KASIH-SAYANG TERHADAP PARA PENENTANG ―Saya bersedia jika [para penentang] berdamai dengan saya. Pada saya terdapat satu keranjang yang dipenuhi kertas-kertas berisikan caci-maki. Ada satu lembar yang baru saja datang, dan itu pun sudah saya masukkan ke dalam keranjang itu. Namun semua itu saya biarkan. Walaupun terhadap Jemaat saya terdapat rasa kasih (peduli) yang khusus dari saya, tetapi saya bersikap kasih kepada semua pihak, dan saya terhadap penentang pun ada rasa kasih (peduli). Seperti halnya seorang tabib (dokter) memberikan secangkir obat kepada seorang pasien supaya sembuh, tetapi si pasien marah dan memecahkan cangkir tersebut, maka tabib (dokter) menyayangkan hal itu dan bersikap kasih terhadapnya. Ada pun kata-kata keras yang muncul dari pena (tulisan) saya (tulisanku) terhadap para penentang, itu semata-mata dengan niat baik, seperti seorang ibu yang melontarkan kata-kata keras terhadap anaknya, namun hati ibu itu dipenuhi oleh rasa perih. Di sisi Allah, urusan seorang yang benar dan seorang pendusta tidak sama. Seseorang yang mendapat curahan pandangan kecintaan dari Allah Ta‘ala maka perlakuan terhadapnya tidaklah sama dengan perlakuan terhadap orang lain. Apakah perlakuan-Nya dalam satu corak yang sama terhadap semua orang? [Tidak]‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 222-223).
KESALAHAN IJTIHAD Pada tanggal 28 Februari 1901 Hadhrat Masih Mau‘ud a.s. bersabda: ―Kesalahan ijtihad (mengambil kesimpulan/penafsiran) terjadi pada diri semua nabi, dan kita semua termasuk di dalamnya, hal ini penting supaya manusia tidak menjadi Tuhan. Lihat orang-orang Yahudi dengan sangat gencar melontarkan kritikan mengenai Hadhrat Isa a.s., yakni beliau mengatakan bahwa beliau datang membawa kerajaan namun ternyata hal itu terbukti keliru. Mungkin saja Hadhrat Masih a.s. pada saat itu berpikir bahwa beliau memang akan menjadi raja. Bahkan pedang-pedang pun sempat dibeli dan dikumpulkan. Namun itu merupakan kesalahan ijtihad beliau. Sesudah itu Allah Ta‘ala memberitahukan kepada beliau dan beliau pun menyatakan bahwa kerajaan beliau adalah kerajaan ruhani. Kepolosan (keluguan) merupakan suatu kebanggaan yang terdapat pada diri manusia. Segala sesuatu yang telah diucapkan oleh Hadhrat Isa a.s., itu beliau ucapankan dengan kepolosan. Hal itu tidak menimbulkan kondisi memalukan maupun yang menghinakan beliau.
68
Demikian pula pertama-tama Rasulullah saw. pun mengira bahwa hijrah akan dilakukan ke Yamamah. Namun ternyata hijrah dilakukan ke Madinah Thayyibah. Dan mengenai [mimpi tentang] anggur, beliau saw. mengira bahwa itu untuk Abu Jahal, tetapi belakang diketahui bahwa itu adalah untuk Ikrimah, [anaknya]. Pengetahuan para nabi juga mengalami peningkatan secara bertahap. Untuk itulah di dalam Quran Syarif tertera: ―Qul Rabbi zidniy ‗ilman (katakanlah, ―Ya Tuhan-ku tambahkanlah kepadaku ilmu‖ – Thā Hā, 115). Merupakan kehebatan dan kesucian kalbu beliau sehinggaa Rasulullah saw. mengakui kesalahan beliau itu. Dalam hal ini sedikit pun tidak ada kehinaan bagi para nabi. Seorang dokter mengobati ribuan pasien. Jika di antara pasien itu ada satu orang yang mati maka tidak menimbulkan apa-apa. Hal itu tidak menimbulkan noda sedikit pun pada kemampuannya mengobati Kadang-kadang hafiz Quran (orang yang hafal Al-Quran dan menjadi imam shalat) juga dibantu dari belakang oleh makmum. Nah, dari itu tidak dapat dikatakan bahwa dengan demikian dia tidak dapat lagi menjadi hafiz. Hal-hal yang berlaku secara berkesinambungan terus-menerus dan dalam jumlah besar, dari situlah ditetapkan suatu makna.‖ (Malfuzat, jld./ II, hlm. 224).
KEIKHLASAN TIDAK AKAN DISIA-SIAKAN ‖Allah tidak akan menyia-nyiakan orang yang ikhlas. Hadhrat Rasul Karim saw. dilahirkan di lingkungan belantara (padang pasir), kemudian banyak sekali sarana yang telah disediakan oleh Allah. Mengendalikan satu orang saja, adalah pekerjaan yang sulit. [Namun] berapa banyak orang yang telah menyertai beliau saw.? Mengenai diri saya, ada wahyu Allah Taala: "Baodsyah tere kaprung se barkat dhundhengge — ―raja-raja akan mencari berkat dari pakaian engkau." Tentu orang-orang yang menjadi pengikut sajalah yang akan berbuat demikian. Lihatlah di zaman sekarang ini, betapa hebatnya orang-orang menghina, namun pahala (ganjaran) yang berlaku di zaman ini tidak akan muncul di masa lain.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 225).
SALAT SANGAT ERAT KAITANNYA DENGAN DOA DAN KETULUSAN Pada tanggal 1 Maret 1901,Hadhrat Masih Mau‘ud a.s. bersabda: ―Salat sangat erat kaitannya dengan doa dan ketulusan. Kedengkian tidak dapat menyatu dengan orang-orang mukmin. Kecuali [dengan] orang-orang mutaki (bertakwa), hendaknya jangan menodai salat dengan bermakmum di belakang orang lain.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 225 ) . (225-242)
HUBUNGAN HAKIKAT DAN MAKRIFAT DENGAN ILMU ―Ingatlah, hakikat dan makrifat [itu] hubungannya dengan ilmu. Semakin luas makrifat, semakin terbukalah hakikat-hakikat. Untuk itu, sewaktu melakukan penyelidikan-penyelidikan
69
sucikan dan bersihkanlah hati. Seberapa banyak hati itu suci dari prasangka (kedengkian) dan egoisme mak sebanyak itu pulalah maksud (makna) sebenarnya akan dapat dipahami. Adapun perbedaan antara nur (cahaya) dan kegelapan, manusia yang paling bodoh pun mengetahuinya. Perkara yang benar dan sahih adalah satu juga adanya.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 242) .
(hlm. 242-248)
JANGAN TERGESA-GESA MENILAI ORANG LAIN ‖Manusia tidak dapat mengetahui isi hati orang lain, dan manusia tidak dapat dapat melihat ruang-ruangan tersembunyi dalam kalbu orang lain. Oleh karena itu janganlah tergesa-gesa menilai orang lain melainkan tunggulah dengan sabar. Ada riwayat tentang seseorang. Dia berjanji kepada Allah Ta‘ala bahwa dia akan menganggap semua pihak lebih baik daripada dirinya dan tidak akan menganggap siapapun lebih rendah darinya. Yakni, untuk membuat ridha (senang) kekasihnya manusia membuat pernyataanpernyataan semacam itu. Suatu hari dia melihat seseorang duduk dekat jembatan sungai tempat banyak orang lewat. Di sisinya duduk seorang perempuan, dan di tangan orang itu terdapat sebuah botol. Orang itu terus saja meminum minuman dari botol tersebut, dan diberikannya juga kepada perempuan tersebut. Orang yang melihatnya tadi berprangsa-buruk terhadap orang itu dan dia berfikir, ―Aku tentu lebih baik daripada orang yang tidak punya malu itu.‖ Kemudian muncul sebuah perahu penuh penumpang, perahu tersebut tiba-tiba tenggelam. Orang yang duduk di samping perempuan tadi menyelamatkan semua penumpang perahu, kecuali satu orang. Kemudian dia berkata kepada orang yang berprasangka buruk tersebut, ― "Engkau berprasangka buruk terhadap diri saya. Saya sudah menyelamatkan semua penumpang, cobalah engkau selamatkan yang seorang lagi. Tuhan telah mengirim saya untuk menguji engkau, dan Dia telah memberitahukan kepada saya niat di hati engkau. Perempuan adalah ibu saya, dan yang ada dalam botol ini bukanlah minuman keras melainkan air sungai." Ringkasnya, janganlah manusia tergesa-gesa menilai orang lain.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 248-249). (249-256)
MAKRIFAT DAN BASHIRAT ‖Banyak surat-surat orang berdatangan [menerangkan] bahwa, ―Si Fulan mengajukan pertanyaan ini kepada kami, kami tidak dapat menjawabnya.‖. Dalam kondisi demikian manusia menjadi sedikit bimbang serta lemah. Ingatlah, suatu hari terjerumus ke dalam kebimbangan adalah akibat kurangnya makrifat. Makrifat dan bashirat adalah sesuatu yang membuat manusia bersalaman dengan para malaikat. Saya berkata benar, bahwa tidak ada sesuatu kekuatan pun yang menyamai makrifat.
70
Sejauh mana burung-burung pergi terbang, akan tetapi manusia yang memiliki makrifat akan [terbang] lebih jauh dari itu serta mencapai kejauhan yang amat sangat. Maksudnya adalah, kita hendaknya meraih keyakinan, yaitu yang dapat mengantarkan ke jenjang ketentraman. Tanpa itu manusia sama sekali tidak sempurna dan lemah serta pintu-pintu kemajuannya tertutup.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 256-257).
(257-265) JEMAAT DAN TAKUT KEPADA ALLAH ‖Oleh karena itu janganlah kalian hidup tanpa rasa takut, selalulah istighfar dan banyak berdoa serta ciptakanlah suatu perubahan suci. Sekarang bukan waktunya lagi untuk lalai. Jiwa memberi ketentraman palsu kepada manusia bahwa umur kalian akan panjang. Pahamailah bahwa maut (kematian) sudah dekat. Wujud Allah adalah nyata. Orang yang secara nyata mengalihkan hak-hak Allah kepada pihak lain, dia akan mengalami kematian hina.‖ (Malfuzat, jld, II, hlm. 265).
(hlm. 265-267) RUKYA, KASYAF DAN ILHAM YANG TIDAK SEMPURNA Pada April 1901 tengah diperbincangkan tentang keterkecohan terhadap kondisi Mushi Ilahi Bakhs Sahib dan kelompoknya. Berkenaan dengan itu Hadhrat Aqdas Masih Mau‘ud a.s. bersabda: ―Pada umumnya kondisi awal rukya, kasyaf, dan ilham terjadi pada setiap orang. Namun manusia hendaknya jangan terkecoh oleh itu sehingga beranggapan bahwa dia telah mencapai tujuan yang dimaksud, sebab sebenarnya di dalam fitrat manusia telah ditanamkan potensi ini, yakni setiap orang dapat menerima mimpi atau kasyaf mau pun ilham. Demikianlah, telah disaksikan bahwa kadang-kadang orang-orang kafir, orang-orang Hindu, dan kadang-kadang orang fasiq (durhaka) dan jahat pun mendapat mimpi-mimpi, dan kadangkadang mimpi-mimpi itu juga terbukti benar. Sebabnya adalah Allah Ta‘ala sendiri telah menanamkan sedikit contoh demikian di kalangan mereka, dan hal itu ditanamkan dalam bentuk yang sempurna di kalangan para wali Allah dan para nabi Allah, supaya orang-orang itu tidak dapat mengingkari para nabi dengan alasan bahwa mereka tidak tahu menahu tentang ilmu tersebut. Hal-hal itu diberikan kepada mereka sebagai dalil yang mematikan, sehingga dengan mendengar pengakuan-pengakuan para nabi, mereka pun bersumpah menyatakan bahwa hal itu memang demikian dan dapat terjadi seperti itu, sebab suatu perkara yang tidak diketahui oleh manusia sangat cepat dia ingkari. Di dalam kitab Matsnawi Rumi terdapat uraian tentang seorang buta yang menyebut-nyebut bahwa, ―Matahari sebenarnya tidak ada, dan orang-orang berkata dusta. Jika matahari ada tentu aku pun dapat melihatnya!‖ Matahari pun berkata, ―Hai orang buta! Engkau meminta bukti keberadaanku? Pertama-tama panjatkanlah kepada Tuhan supaya Dia menganugerahkan mata kepada engkau.‖ Allah Ta‘ala Maha Pengasih dan Maha Penyayang Jika hal itu Dia tanamkan dalam fitrat manusia maka bagaimana mungkin masalah kenabian dapat dipahami oleh orang-orang. Melalui
71
rukya atau ilham tahap awal, Allah Ta‘ala memanggil hamba (manusia), akan tetapi itu bukanlah suatu kondisi yang memberikan ketenteraman (kepuasan). Dahulu ada ilham-ilham yang turun kepada Bal‘am, namun dari firman Allah Ta‘ala berikut ini terbukti bahwa ia tidak mengalami rafa‘ (kenaikan ruhani): (dan kalau Kami menghendaki niscaya Kami tinggikan dengan Ayat-ayat itu‖ – Al-Araf, 177). Yakni dia hingga saat itu belum menjadi hamba yang benar dan disukai di sisi Allah Taala, sampai-sampai ia pun jatuh. Ilham-ilham dan sebagainya dapat membuat manusia menjadi sesuatu, tetapi manusia tidak dapat menjadi milik Tuhan selama dia belum mengalami ribuan kematian dan tidak melepaskan diri dari gejolak kemanusiaan. Ada tiga macam manusia yang menempuh jalan ini: Pertama, mereka yang memegang dīnul ‗ajāiz, yakni mazhab perempuan-perempuan tua. Mereka mendirikan salat, mengerjkan puasa, membaca Al-Quran Syarif dan melakukan taubat, istighfar. Mereka memegang teguh perkara-perkara secara taqlid dan berdiri kokoh di atasnya. Kedua, adalah orang-orang yang lebih maju daripada yang pertama dan menginginkan makrifat, dan dengan berbacai cara mereka berusaha serta memperlihatkan kesetiaan dan keteguhan langkah, dan dalam makrifatnya mereka mencapai derajat yang puncak. Mereka berhasil dan mencapai cita-cita mereka. Ketiga, adalah orang-orang yang tidak suka menetap dalam kondisi dīnul ‗ajāiz dan telah melampaui tahap itu serta telah melangkahkan kaki di kawasan makrifat namun mereka tidak dapat mempertahankan derajat (kondisi) tersebut dan mereka tersandung dari jalan itu lalu jatuh. Inilah orang-orang yang tidak bertahan ke sana dan tidak pula bertahan ke sini. Tamsil orang yang demikian itu adalah bagaikan seorang yang kehausan dan padanya terdapat sedikit air, tetapi air yang ada pun kotor, supaya terhindar dari maut (kematian) maka air tersebut diminum. Seseorang mengabarkan kepadanya bahwa dalam jarak lima atau tujuh kos lagi terdapat sebuah mata air bening, maka air yang ada padanya tadi itu pun dibuangnya, dan dia maju untuk menuju mata air bening itu. Dikarenakan ketidaksabarannya dan kesialan serta kesesatannya dia tidak sampai ke sana. Lihatlah, bagaimana nasibnya. Dia mati, dan kematiannya sangat tragis sekali. Atau, tamsil keadaan-keadaan demikian adalah seperti sebuah sumur sedang digali. Pertamatama ia hanya berupa sebuah lubang yang tidak ada gunanya, bahkan menimbulkan bahaya jatuhnya orang yang lalu-lalang di situ. Kemudian sumur itu digali lebih dalam lagi, sampai timbul lumpur dan air yang kotor. Keadaan tahap seperti itu pun tidak bermanfaat. Ketika sumur tersebut sudah sempurna digali dan airnya keluar dengan bersih (bening) mak ia dapat menimbulkan kehidupan bagi ribuan orang. Orang-orang yang menjadikan diri mereka sebagai faqir dan petapa, mereka semua berada dalam kondisi yang tidak sempurna, sedangkan para nabi datang sebagai pemilik air yang bersih. Selama seseorang tidak datang membawa sesuatu dari Tuhan, selama itu pula ia tidak berguna. Ilahi Bakhs Sahib, jika [benar] dia menjadi Musa, hendaknya ditanyakan kepadanya, apa tujuan dia menjadi Musa? Orang-orang yang datang dari Tuhan, mereka bagaikan buruh (pekerja), dan mereka melangkah maju untuk memberikan manfaat kepada manusia, dan mereka menyebarkan ilmu pengetahuan serta tidak pernah menimbulkan kesulitan. Mereka tidak malas serta duduk berpangku-tangan.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 266-268).
72
(268-273)
PENYEBARAN AGAMA ―Menurut saya, cara terbaik penyebaran agama adalah karena adanya faktor keindahankeindahan dan kebagusannyal itulah agama itu dengan sendirinya menyusup ke dalam jiwa, dan untuk itu tidak diperlukan upaya dari luar. Misalnya ada beberapa benda karena cahaya yang dimilikinya dengan sendirinya kelihatan, antara lain bulan, bintang-bintang dan sebagainya. Dan ada benda-benda yang tanpa cahaya-cahaya tersebut tidak tampak, contohnya burung-burung dan unggas tidak dapat kita lihat selama tidak ada cahaya. Jadi, agama yang benar adalah yang dengan sendirinya dikenali melalui cahayanya serta melalui nur (cahaya) kebenaran dan shadaqatnya, lalu menyusup ke dalam jiwa dan menarik kalbu ke arahnya. Untuk itulah aku katakan bahwa ajaran adalah suatu tanda yang benar. Suatu agama yang tidak terdapat tanda ajaran maka tanda-tanda lainnya yang ia miliki tidak akan dapat memberikan manfaat. Ajaran samawi mengandung cahaya dan nur, lebih tinggi dari cara-cara (konsep) manusia. Seorang insan yang mati sepenuhnya dan keluar dari kehidupan kotor, pada saat itu ia akan menemukan kehidupan di dalam Allah dan merasakan tanda kebenaran agama. Akan tetapi kecuali karunia Allah, siapa pula yang dapat membuat [manusia] mati dari kehidupan kotor, lalu menemukan suatu kehidupan baru. Hal itu berasal dari Tangan Allah Yang telah menganugerahkan kehidupan kepada dunia. Insan yang Dia utus, kepadanyalah pertama-tama Dia menganugerahkan kehidupan itu. Secara zahir [utusan] itu ada di dunia dan berasal dari [kalangan] orang-orang dunia ini. Dia berada di bawah tabir Allah Ta‘ala. Kemudian Allah Ta‘ala memberikan kepadanya ajaran yang sesuai dengan kondisinya. Ajaran itulah yang dipelajari oleh orang-orang yang memiliki persamaan dengan [utusan] itu.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 273).
(hlm. 273-276).
RACUN DOSA ‖Ada dua macam manusia. Pertama, mereka yang percaya kepada Tuhan, dan yang kedua, mereka yang tidak percaya serta dinamakan dehriyah (atheis). Orang-orang yang percaya pun di dalam diri mereka terdapat sebuah urat atheisme, sebab jika mereka percaya kepada Tuhan dengan keyakinan yang sempurna, maka mengapa keburukan dan kejahatan serta hal-hal amoral masih berkembang? Seorang manusia, jika diberikan sankhiya atau sarrkiniya – dan dia tahu bahwa itu adalah racun yang mematikan – maka kapan pun dia tidak akan pernah memakannya. Tidak peduli berapa pun banyaknya uang yang yang kalian iming-imingkan kepadanya, sebabnya adalah dia sangat yakin bahwa apabila dia memakannya maka dia akan mati. Orang-orang tahu bahwa Allah Taala tidak suka terhadap dosa, lalu apa sebabnya mereka
73
masih tetap saja meneguk cawan racun itu? Mereka berdusta, berzina, selalu cepat untuk memberikan kedukaan pada orang lain. Mereka membunuh anak-anak tak berdosa hanya karena perhiasan yang nilainya beberapa sen saja. Timbulnya kejahatan, keburukan dan kebejadan semacam itu tidaklah mungkin terjadi setelah adanya (memiliki) pengetahuan sejati (makrifat) dan keyakinan yang sempurna. Dari itu diketahui, bahwa mereka sama-sekali tidak memaklumi (tidak meyakini) bahwa racun keburukan [dosa] itu lebih fatal daripada racun sankhiya dan sarrkiniya. Jika mereka percaya bahwa Tuhan itun ada dan Dia marah terhadap keburukan serta sebagai akibatnya mereka akan mendapat hukuman yang berat, maka tentu mereka akan menampakkan sikap tidak senang terhadap dosa serta menjauhi keburukan-keburukan. Akan tetapi dikarenakan kehidupan dosa semakin umum (biasa), dan bukannya benci terhadap kejahatan serta keburukan, justru semakin senang terhadap hal-hal itu, oleh karenanya saya mengatakan -- dan memang inilah yang benar -- bahwa pada masa sekarang ini atheisme telah merajalela. Bedanya hanyalah, satu golongan menyatakan melalui lidah mereka bahwa Tuhan itu ada namun mereka tidak percaya, sedangkan satu golongan lagi adalah mereka yang jelas-jelas mengiingkari-Nya. Pada hakikatnya kedua golongan ini sama saja.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 276).
(276-286)
CARA MENGENALI AGAMA YANG BENAR ―Ini bukanlah perkara sulit. Di dunia setiap yang palsu dan yang murni terdapat perbedaan. Ini bukanlah perkara sulit. Antara siang dan malam terdapat perbedaan, lalu apakah agama yang benar dapat terselubung? Allah itu Suci, dan Dia mencintai serta menurunkan rahmat. Dia memurkai perkara-perkara nafsu yang merupakan dosa, keburukan, kedengkian, takabbur, dan segenap dosa yang berkumpul di dalam hati lalu terwujud melalui mata atau sarana-sarana lainnya, maka bagaimana mungkin [perkara ini] dapat menjadi sulit bahwa manusia tidak dapat membedakan bahwasanya Allah ingin mensucikan manusia dan Dia tidak suka apabila dosa-dosa terjadi padanya? Jadi, suatu agama yang ajarannya secara amalan menganugerahkan fitrat yang mengakibatkan manusia takut kepada Allah, lalu di bawah naungan Sifat-sifat-Nya dia mengalami kemajuan dalam kecintaan dan kesucian serta ia jadi menjauhi dosa, maka itu adalah agama yang berasal dari Allah. Agama Ilahi, bersamanya terdapat tanda yang hidup tentang kebenarannya, yang senantiasa ada di setiap zaman.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 268).
(286-293)
BAIAT ARTINYA MENJUAL DIRI Ada pertanyaan dari seseorang, bahwa apabila seseorang mengakui Hadhrat Masih Mau‘ud a.s. sebagai seorang suci dari segala segi serta bersikap tulus dan baik terhadap beliau, namun
74
orang itu tidak ikut baiat maka apa ketentuannya? Hadhrat Masih Mau‘ud a.s. menjawab: ―Arti baiat adalah menjual diri sendiri, dan ini adalah suatu kondisi yang dirasakan oleh kalbu. Tatkala seseorang manusia mengalami kemajuan demi kemajuan di dalam kejujuran dan keikhlasannya sampai pada batas tertentu – dimana dalam dirinya timbul kondisi itu – maka dengan sendirinya dia akan tertuntut untuk baiat. Dan selama kondisi ini tidak timbul maka manusia [dapat] memahami bahwa di dalam kejujurannya dan keikhlasannya masih terdapat kekurangan (kelemahan).‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 293-294).
PENGAMBILAN BAIAT ADALAH ATAS PERINTAH ILAHI Pada tanggal 17 Mei 1901 ada pernyataan kepada Hadhrat Masih Mau‘ud a.s., ―Apakah Tuan seperti halnya para Sufi dan Syekh lainnya mengambil baiat secara biasa, ataukah ada perintah Allah Ta‘ala kepada Tuan untuk mengambil baiat?" Beliau as. bersabda: ―Kami mengambil baiat adalah atas perintah Ilahi, sebagaimana di dalam selebaran, kami telah menuliskan ilham ini: ( ―Sesungguhnya orang-orang yang baiat kepada engkau sebenarnya mereka baiat kepada Allah‖ – Al-Fath, 11)‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 295). JANJI ALLAH TA’ALA TERHADAP JEMAAT SEJATI Allah Ta‘ala berfirman di dalam Al-Quran: (―Dan menjadikan orang-orang yang mengikuti engkau unggul atas mereka yang ingkar hingga hari Kiamat‖ – Ali ‗Imran, 56). Janji yang menentramkan ini diberikan kepada Ibnu Maryam yang dahulu lahir di Nazaret. Namun saya memberi kabar suka kepada kalian bahwa kepada Ibnu Maryam yang datang membawa nama Yesus Al-Masih juga, Allah Ta‘ala telah memberikan kabar suka dalam katakata demikian. Sekarang, pikirkanlah oleh kalian, orang-orang yang menjalin hubungan dengan saya dan termasuk di dalam janji kabar suka agung ini, apakah bisa terdiri dari orang-orang yang tenggelam di jenjang u1nal-ah (???) serta melakukan keburukan-keburukan dan kedurhakaan? Tidak, sama sekali tidak. Orang-orang yang secara benar menghargai janji Allah Ta‘ala ini, dan yang tidak menganggap kata-kata saya sebagai cerita dongeng, ingatlah dan dengarlah dari lubuk kalbu. Saya sekali lagi mengatakan kepada orang-orang yang menjalin hubungan dengan saya, bahwa hubungan itu bukanlah hubungan biasa melainkan suatu hubungan yang sangat hebat. Hubungan demikian itu tidak hanya berpengaruh sampai pada diri saya saja melainkan mencapai Wujud Yang telah mengantarkan saya sampai kepada Insan Kamil Suci [saw.] yang telah datang ke dunia membawa ruh shadaqat dan kebenaran. Saya katakan, jika pengaruh hal-hal ini hanya sampai pada diri saya saja maka saya sedikit pun tidak risau dan tidak pula saya mempedulikannya. Namun tidak hanya sampai di situ saja,
75
pengaruhnya sampai kepada Nabi Karim saw. dan Dzat Suci Allah Ta‘ala. Jadi, dalam bentuk dan kondisi sedemikian maka kalian perhatikanlah dan dengarlah. Jika kalian ingin mengambil bagian dalam kabar suka ini dan kalian mendambakan untuk menjadi penggenapnya serta di dalam diri kalian terdapat rasa haus sejati terhadap keberhasilan (kesuksesan) besar ini – yakni bahwa kalian akan tetap unggul di atas orang-orang yang ingkar hingga Hari Kiamat – maka cukup saya katakan, bahwa keberhasilan ini tidak akan diperoleh selama kalian belum melewati derajat [nafs] lawwamah lalu mencapai [nafs] muthmainnah‖…….. Demikian pula suatu kali Hadhrat Maulvi Nuruddin r.a. telah menghilangkan sebuah [naskah] artikel Hadhrat Masih Mau‘ud a.s.. Beliau telah berusaha keras mencarinya. Ketika informasi mengenai hal itu diketahui oleh Hadhrat Masih Mau‘uda.s. maka beliau mendatangi Maulvi Sahib lalu meminta maaf bahwa Maulvi Sahib telah begitu susah-payah mencari lembaran yang hilang itu. Hadhrat Masih Mau‘ud a.s. bersabda: ―Saya menyesal, telah membuat Tuan begitu bersusah-payah mencarinya. Keyakinan saya adalah Allah Ta‘ala akan menganugerahkan artikel yang lebih baik daripada itu.‖ (Malfuzat, jld. I, hlm. 295).
CARA MENGHINDARKAN DIRI DARI DOSA ―Untuk melepaskan diri dari dorongan-dorongan [nafsu] dan dosa hendaknya di dalam hati diciptakan rasa takut terhadap Allah Ta‘ala. Apabila keagungan dan kebesaran Allah lebih banyak menguasai kalbu maka dosa akan menjauh. Kadang-kadang karena rasa takut yang timbul dari dokter, sedemikian rupa berdampak pada hati orang-orang sehingga mereka jadi mati, lalu mengapa pula rasa takut akan Allah tidak berpengaruh? Hendaknya [kalian] selalu menghitung-hitung umur, dan ingatlah kawan-kawan serta para sanak keluarga yang telah meninggal dunia. Masa-masa sehat selalu berlalu begitu saja dalam kelalaian. Hendaknya dilakukan upaya-upaya, sehingga rasa takut akan Allah selalu menguasai kalbu. Selama manusia tidak meninggalkan keinginan (nafsu) yang panjang, lalu menerapkam suatu maut (kematian) atas dirinya maka selama itu pula kelalaian tidak akan jauh darinya. Hendaknya manusia senantiasa berdoa, sehingga Allah menanamkan nur (cahaya) dengan karunia-Nya. Carilah, maka kalian akan dapatkan‖. (Malfuzat, jld. II, hlm. 295-296).
SURGA YANG TERSELUBUNG DI ―Di dalam kehidupan mendatang terdapat sebuah surga yang nyata bagi orang mukmin, namun di dunia ini juga orang mukmin memperoleh sebuah surga yang terselubung. Ada pun yang dikatakan bahwa dunia ini merupakan penjara bagi orang mukmin, artinya hanyalah bahwa pada kondisi awal ketika seorang manusia menempatkan dirinya di dalam batasan-batasan syariat (hukum agama), maka saat itu dia masih belum terlalu terbiasa. Jadi, masa itu sulit baginya, sebab dia baru keluar dari dari cengkeraman ketidak-beragamaan, lalu bertentangan dengan nafsunya dia menempatkan dirinya di dalam kekangan perintah-perintah
76
Ilahi. Namun lambat-laun dia akan menyukai, bahwa memang itulah tempat yang baginya merupakan surga. Tamsilnya adalah bagai seseorang yang di dalam penjara tenggelam dalam kecintaan terhadap seseorang. Jadi, apakah kalian beranggapan bahwa dia akan suka keluar dari penjara itu?‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 287-298).
(hlm. 298-315)
KEMARAHAN PADA TEMPATNYA Ada yang memaparkan, bahwa tulisan Maulvi Abdul Karim r.a. terdapat unsur emosi yang sangat keras. Hadhrat Masih Mau‘ud a.s. bersabda: ―Bagi segala sesuatu itu ada tempatnya. Jika ada seorang maulvi (mullah) yang tampak melakukan keburukan di dalam mesjid, maka orang yang menyaksikan hal itu pasti akan mengatakan bahwa dia itu bejad dan menghina agama Islam. Namun seseorang yang tidak tahu tempat dan kesempatan akan terkecoh dan berkata, ―Orang ini tanpa dasar (alasan) telah berdusta. Dia bohong dan menghina, tidak hanya satu, dua atau tiga bahkan puluhan kali.‖ [Orang yang tidak mengerti ini] tanpa dasar akan mengatakan bahwa itu suatu hal yang memalukan, yang tidak memiliki ghairat terhadap Al-Quran Syarif. Apalah dia itu! Allah telah menciptakan kemarahan bukan tanpa ketepatan (tidak sia-sia). Penggunaannya yang tidak benar memang tidak tepat. Seseorang bertanya kepada Hadhrat Umar r.a., "Sewaktu masih kafir, engkau sangat pemarah, sekarang bagaimana keadaan marah engkau?‖ Beliau menjawab, ―Marah itu sampai sekarang pun masih ada, tetapi penggunaannya yang dulu itu tidak tepat, sekarang sudah tepat.‖ Protes ini justru tertuju kepada Sang Pencipta, yakni mengapa Dia menciptakan kemarahan? Sebenarnya tidak ada satu pun potensi (kekuatan) yang buruk, penggunaannya yang tidak tepat itulah yang membuatnya buruk. Al-Quran Syarif tidak memerintahkan kita seperti Injil, yakni tanpa alasan biar saja mengalami pukulan terus menerus. Syariat kita memerintahkan untuk melihat ketepatan situasi (kondisi). Jika yang dibutuhkan adalah kelembutan maka terapkanlah sikap merendahkan diri. Jika yang diperlukan adalah kekerasan (ketegasan) maka bersikap keraslah (tegas). Jika dengan sikap memaafkan akan timbul perbaikan maka terapkanlah sikap memaafkan itu. Jika ada pembantu yang baik dan sopan melakukan kesalahan maka maafkanlah. Namun ada orang-orang yang mempunyai sifat sedemikian rupa, sehingga jika hari ini dimaafkan maka keesokan harinya di akan berbuat dua kali lipat, nah di situ diperlukan pemberian hukuman. Pada kenyataannya di dalam Injil justru terlihat kekerasan. Hadhrat Al-Masih a.s. menyebut para penentang beliau sebagai orang-orang bejad dan anak-anak ular. Allah pun telah mengutuk pendusta. Terdapat penggunaan kata-kata [keras] semacam itu.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 316-317).
SALAT DI BELAKANG PENENTANG ‖Salat di belakang penentang sama sekali jangan dilakukan. Dengan salat di belakang orang
77
yang bertakwa maka manusia akan diampuni. Salat adalah kunci seluruh berkat, di dalam salat doa dikabulkan. Imam itu merupakan wakil, jika dia sendiri hatinya hitam kelam maka bagaimana mungkin di akan menimbulkan berkat bagi orang-orang lainnya.‖ (Malfuzat, jld. II,. hlm. 318).
(318-320)
MIKRAJ RASULULLAH SAW. ‖Semuanya benar, memang terjadi mikraj tetapi tidak dalam alam sadar lahiriah dan tidak dengan sarana-sarana lahiriah, melainkan terjadi dalam corak lain. Jibril dahulu juga datang kepada Rasulullah saw. dan beliau turun ke bawah. Dalam corak apa Jibril itu turun maka dalam corak itu pulalah Rasulullah saw. telah naik (mikraj). Tidak ada yang melihat sesuatu turun dan tidak pula ada yang melihat seseorang naik. Di dalam hadits syarif yang tertera dalam Bukhari terdapat kata ―Tsumma taiqazha – kemudian ia terbangun‖. (Malfuzat, jld. II, hlm. 321-322).
(322-324)
DAMPAK KETAKWAAN DI DUNIA ‖Dampak ketakwaan mulai dialami oleh seseorang mutaqi (bertakwa) di dunia ini juga. Tidak benar bahwa itu merupakan utang melainkan kontan. Bahkan sebagaimana dampak racun serta dampak obat adalah langsung terjadi di dalam tubuh, demikian pulalah dampak ketakwaan.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 324).
HAKIKAT SABAR & DOSA Pada tanggal 1 Agustus 1901, Hadhrat Maulvi Abdul Karim r.a. membawa seseorang kepada Hadhrat Masih Mau‘ud a.s., dan menjelaskankan bahwa orang ini sering pergi kepada orangorang suci, piir dan syekh. Hadhrat Masih Mau‘ud a.s. meminta agar orang itu mengutarakan sendiri keadaannya. Orang itu berkata, "Yang Mulia, saya banyak pergi ke para piir. Di dalam diri saya ada beberapa aib. Pertama-tama, jika saya pergi ke orang suci tertentu, setelah beberapa hari kemudian saya pulang lagi dan timbul pikiran tidak baik terhadap orang suci tersebut. Kedua, saya punya keburukan melakukan ghibat (gunjing). Ketiga, hati saya tidak betah melakukan ibadah. Dan masih banyak aib lainnya." Hadhrat Masih Mau'ud as. bersabda: ―Saya sudah mengerti, penyakit anda yang sebenarnya adalah tidak sabar, selebihnya adalah cabang-cabang yang timbul dari situ. Lihatlah dalam urusan duniawi manusia dapat bersabar dan menunggu hasil dengan sabar serta istiqlal, lalu mengapa manusia tampil di hadapan Allah dengan tidak sabar? Apakah seorang petani dengan menanam bibit di ladang langsung pada hari itu juga berpikir
78
keras untuk memetik panen? Atau ada seorang bayi yang lahir, lalu dikatakan bahwa saat itu juga dia akan besar dan turut membantu? Tergesa-gesa dan sikap tidak sabar semacam ini tidak ada contohnya di dalam hukum qudrat Allah Ta‘ala. Sangat bodohlah orang yang berlaku tidak sabar seperti itu. Seseorang yang melihat keburukannya sebagai suatu keburukan, seharusnya dia memahami bahwa dirinya adalah orang yang beruntung, sebab setan selalu menampakkan keburukan-keburukan serta pekerjaanpekerjaan yang tidak baik dalam bentuk yang menarik dan indah. Oleh karena itu, anda tinggalkanlah sifat tidak sabar itu, dan dengan teguh mintalah taufik dari Allah. Mintalah ampunan bagi dosa-dosa anda. Tanpa itu, tidak ada artinya. Seseorang yang datang kepada ahlullah (waliullah/sahabat Allah) dengan maksud agar sang ahlullah itu menyemburnya (menjampinya) sehingga dapat memperbaikinya, berarti dia ingin memerintah (mengatur) Allah. Justru datang kepada-Nya harus dalam posisi mahkum (diperintah/diatur). Selama manusia belum meninggalkan segala perintahnya (kekuasaannya) maka tidak akan ada gunanya. Ketika seorang pasien datang kepada dokter, dia menjelaskan banyak sekali keluhannya. Namun tatkala dokter telah mendeteksi (mendiagnosanya) melalui pemeriksaan bahwa dia sebenamya menderita penyakit tertentu, maka sang dokter mulai melakukan pengobatan. Demikianlah, bahwa penyakit anda adalah tidak-sabar. Jika anda mengobatinya, maka penyakitpenyakit lainnya pun, bila Allah menghendaki, akan dapat dihapuskan. Akidah saya adalah, manusia sekali-kali hendaknya jangan putus asa terhadap Allah, dan tetaplah terus memohon sampai tenggorokan tersendat-sendat. Selama manusia belum memohon dan bersabar sampai batas itu maka dia tidak akan dapat berhasil. Dan memang Allah Ta‘ala Maha Kuasa. Kapan saja Dia kehendaki, Dia dapat membuat Seseorang berhasil saat itu juga. Namun kecintaan seorang yang tulus hendaknya membuat orang itu terus bertahan memohon.... Ada dua macam penyakit. Pertama penyakit mustawi (yang langsung), dan kedua penyakit mukhtalif (yang tidak langsung). Penyakit mustawi terasa perihnya dan manusia langsung berusaha mengobatinya, sedangkan penyakit mukhtalif tidak dihiraukan oleh manusia. Seperti itu pulalah sebagian dosa memang terasa, sedangkan sebagian lagi tidak terasa oleh manusia. Oleh karena itu penting bagi manusia untuk setiap saat memanjatkan istighfar ke hadirat Allah Ta‘ala. Apalah manfaat pergi ke kuburan [meminta ini dan itu]. Allah Ta‘ala justru telah mengirim Al-Quran Syarif untuk mengadakan ishlah (perbaikan). Jika mengadakan perbaikan dengan cara menjampi-jampi merupakan ketentuan dari Allah Ta‘ala maka mengapa Rasulullah saw. harus menanggung penderitaan-penderitaan selama 13 tahun di Mekkah? Mengapa beliau tidak memasukkan pengaruh kepada Abu Jahal dan sebagainya? Baiklah, lupakan Abu Jahal, akan tetapi Abu Thalib adalah seorang yang beliau cintai. Ringkasnya, tidak sabar adalah suatu hal yang tidak baik. Akibatnya dapat membawa [manusia] sampai kepada kehancuran.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 324-326).
(326-329) MASIH MAU’UD A.S. DAN MAZHAB HANAFI ‖Maulvi Bahauddin Ahmadabadi bertanya, bahwa di dalam [buku] Maktubaat Imam Rabbani tertulis, bahwa Masih Mau‘ud a.s. akan menganut mazhab Hanafi, apa artinya? Hadhrat Masih
79
Mau‘ud a.s. menjelaskan: ―Artinya adalah, sebagaimana Hadhrat Imam ‗Azham (Imam Hanafi) mengambil dalil-dalil dari Quran Syarif, demikian pulalah Masih Mau‘ud akan datang membawa ilmu-ilmu dan hakikat-hakikat dari Quran Syarif juga. Demikianlah di dalam Maktubaat itu juga beliau telah membukakan rahasia ini dan secara khusus beliau menjelaskan bahwa Masih Mau‘ud a.s. akan dianugerahi ilmu mengenai hakikat-hakikat Al-Quran.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 329). (329-331)
SALAH SATU MAKNA TURUN DARI LANGIT Sedang diperbincangkan mengenai turunnya Al-Masih dari langit, Hadhrat Masih Mau‘ud a.s. menjelaskan: ―Sesuatu yang di atas atau turun dari langit semua perhatian orang akan tertuju kepadanya, dan semua orang dengan mudah dapat menyaksikannya, dan itu dengan cepat akan menjadi terkenal. Jadi di dalam kata itu terdapat sebuah kiasan bahwa Allah Ta‘ala akan menciptakan sarana-sarana sedemikian rupa bagi Al-Masih, sehingga dengan sangat cepat dia akan meraih ketenaran. Demikianlah, dari antara sarana-sarana itu pada masa sekarang ini yang telah muncul adalah kereta api, pos, percetakan dan sebagainya.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 331).
(331-337)
MIMPI MUNTAH & WALI PALSU
Sekitar tanggal 26 atau 27 Agustus 1901, Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda: ―Saya melihat dalam mimpi bahwa seseorang muntah, lalu muntah itu [saya] tutupi dengan kain.‖ Ada seseorang yang di dalam silsilah keluarganya secara turun-temunm berlangsung [tradisi] menjadi piir (semacam kiyai yang dianggap punya keramat - pent.) serta memiliki murid (pengikut). Murid mereka ribuan jumlahnya, dan dia sendiri tadinya adalah seorang piir. Namun semua itu dia tinggalkan lagu bergabung di dalam Jemaat Ilahi ini dia mengutarakan kepada Hadhrat Masih Mau‘ud a.s.: ―Pada masa menjadi piir, kebanyakan keramat (kehebatan mukjizat) palsu kami terkenal, dan banyak sekali orang yang menjadi murid kami serta mempercayai kami. Suatu kali saya ungkapkan kepada saudara saya, dan beberapa kali pernah terlintas bahaya di dalam hati saya, bahwa keramat-keramat ayah kita yang masyhur pun tampaknya seperti itu juga, yakni seperti ―keramat‖ kita. Kemudian terpikir pula oleh saya, mungkin begitu juga keadaan Syekh Abdul Qadir Jailani dan orang-orang suci lainnya. Ringkasnya, saya semakin jauh dengan pemikiran-pemikiran itu sehingga hampir saja timbul prasangka buruk terhadap Rasulullah saw. juga, dan — semoga Allah mengampuni — juga hampir mengingkari Allah Ta‘ala. Namun nasib baik telah mebuat
80
saya bertemu dengan Hudhur, dan saya pun telah menemukan kebenaran.‖ Atas hal itu Hadhrat Masih Mau‘ud a.s. bersabda: ―Memang tidak diragukan lagi bahwa keimanan pada faqir (petapa) dan piir-piir semacam itu berada dalam bahaya, akan tetapi dengan melandaskan pada orang-orang yang memperlihatkan keramat-keramat palsu semacam itu serta dengan terkenalnya keramat-keramat palsu tersebut, hendaknya jangan mengambil kesimpulan, bahwa semuanya palsu dan segenap wali serta tokoh-tokoh suci agama adalah penipu serta bertumpu pada kedustaan, melainkan keberadaan wujud para wali palsu tersebut merupakan bukti bahwa pasti di dunia ini ada pula wali yang sejati, sebab selama belum ada perkara yang sejati tidak akan dibuat perkara yang palsu. Misalnya, jika di dunia tidak ada emas yang asli dan sejati dan asli maka ahli kimia tidak akan membuat emas palsu. Jika permata dan berlian asli tidak diperoleh dari tambang-tambang maka tidak akan pernah terpikirkan oleh siapa pun untuk membuat intan permata yang palsu. Keberadaan unsur-unsur palsu itu sendiri merupakan bukti bahwa unsur-unsur asli (sejati) pasti ada.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 337-338).
CARA BERDOA , ―Untuk berdoa hendaknya dicari kata-kata yang menyerap di kalbu. Tidak tepat apabila manusia hanya terikat pada doa-doa yang sunnah [dengan sekedar menghafal] sedemikian rupa sehingga dia baca seperti mantra-mantra saja bagi dirinya, sedangkan hakikatnya tidak dia ketahui. Memang penting mengikuti sunnah, namun mencari kata-kata yang menyentuh kalbu juga merupakan sunnah. Bahasa sendiri yang benar-benar kalian pahami, panjatkanlah doa dalam bahasa itu supaya di dalam doa timbul gejolak. Orang yang hanya menjunjung kata-kata belaka di akan diabaikan. Kalian seharusnya menjadi orang yang menjunjung makna (hakikat). Doa-doa sunnah juga hendaklah dibaca untuk mengambil berkat, namun raihlah hakikat [yang terkandung di dalamnya]. Ya orang yang memang menguasai dan memahami bahasa Arab silakan dia membaca doa dalam bahasa Arab.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 338). MIMPI TENTANG “PEDANG ILAHI” Pada 3 September 1901 Hadhrat Masih Mau‘ud a.s. bersabda: ―Hari ini saya melihat mimpi ada singgasana Allah Ta‘ala dan terdapat kerumunan massa. Dan di sana tengah diperbincangkan masalah pedang, lalu saya katakan kepada Allah Ta‘ala, ―Pedang terbaik dan paling tajam adalah pedang Engkau yang ada pada saya.‖ Setelah itu saya terbangun dan kemudian tidak tidur lagi, sebab tertulis bahwa tatkala kalian melihat mimpi baik maka sedapat mungkin jangan tidur lagi. Dan pedang artinya adalah senjata yang tengah kita ayunkan kepada para penentang, yaitu senjata samawi (langit)‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 339).
PERBEDAAN ANTARA FILSUF DAN NABI
81
ang mengisyaratkan] bahwasanya Tuhan itu seyogianya hares ada. [Sedangkan] nabi mengatakan: "Saya sendiri telah bercakapca k ap d en gan T u h an . D a n D ia t e la h mengutus says. Dan sayat datang dari-Nya setelah melihat Dia". (Al-Hakam, jld.5, no.3, h.9, tgl.10.9.1901; Maffipzaatjld.2,h.339).
MENGHISAP HUQQAH Berlangsung perbincangan mengenai huqqah (sejenis merokok yang dihisap melalui selang dari sebuah pot tembaga/tembikar, yang umum terdapat di anak benua India dan Timur Tengah — pent.). Mengenai hal itu Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda: ―Lebih baik ditinggalkan. Ini adalah sebuah bid‘ah. Dari mulut timbul bau busuk. Ayah saya juga dahulu membuat sebuah syair mengenainya dan selalu beliau bacakan. Dalam syair itu beliau menzahirkan keburukan yang ada pada barang itu.‖ (Malfuzat, jld, II, hlm. 339).
(339-340)
KUNCI KEMENANGAN ‖Kunci kemenangan terdapat di Tangan Allah. Kemenangan hanya diraih oleh orang yang paling tinggi dalam hal ketakwaan. Apabila pohon ketakwaan telah tertanam maka dengan itu bumi dan langit bisa terbalik.‖ (Malfuzat, jld, II, hlm. 340).
(340-343)
MENGHADAPI KESULITAN ‖Jika ada suatu hal yang tidak dapat saya pahami atau sulit maka cara saya adalah saya melepaskan segenap kerisauan lalu hanya menyibukkan diri dalam berdoa dan tadharu‘ (merendahkan diri) maka barulah hal itu akan terpecahkan‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 343).
(343-347)
GOLONGAN WUJUDI ‖Perumpamaan tentang para penganut Wujudi adalah seperti dokter yang memeriksa orang, ia mengetahui rahasia tentang jantung, ginjal dan hatinya. Seperti itu pulalah penganut Wujudi mendakwakan diri telah mengetahui rahasia Tuhan. Padahal itu hanyalah suatu kekeliruan dan
82
kelancangan belaka. Jika orang-orang ini takut terhadap Keagungan dan Kekuasaan Allah Ta‘ala dan di dalam kalbu mereka terdapat rasa takut akan Tuhan maka bagi mereka ayat ini sudah memadai: Laa tudzrikuhul abshara (penglihatan tidak dapat mencapai-Nya – Al-An‘aam, 104). Dan ayat berikut ini juga cukup bagi mereka: "Laisa kamitslihi syai-un (tidak ada sesuatu pun yang menyerupai-Nya‖ – Asy-Syuraa, 12). Namun seseorang yang menerobos terlalu jauh mengenai Wujud Tuhan, hal itu artinya tidak punya malu. Apa yang telah dibuat oleh para penganut Wujudi? Apa saja yang telah mereka ketahui yang hal itu belum kita ketahui? Apa manfaat yang telah mereka berikan kepada umat manusia? Semua pertanyaan ini terpaksa dijawab dengan kata: Tidak ada! Jika ada yang bersikeras, maka coba beritahukan, bahwa Tuhan itu sendiri membimbing ke jalan kecintaan dan ketaatan. Di dalam Quran Syarif sendiri Dia telah berfirman, ―Wal- ladziina amanuu asyaddu hubbal- lillaahi (dan orang-orang yang beriman sangat keras kecintaannya kepada Allah‖ – Al-Baqarah, 166), dan "Fadzkurullaaha kadzikrikum abaa-akum au asyadda dzikran – (maka sebut-sebutlah Allah sebagaimana kamu dahulu pernah menyebut-nyebut bapak-bapak kamu atau lebih banyak lagi mengingatnmya‖ – Al-Baqarah, 201). Kemudian, apakah pernah terjadi di dunia ini bahwa seorang anak begitu fana (larut) dalam kecintaan terhadap ayahnya, sehingga dia dengan sendirinya berubah menjadi ayah? Memang bisa saja anak menjadi fana dalam kecintaan terhadap ayah, namun tidak mungkin bisa bahwa dia berubah menjadi sang ayah. Merupakan suatu hal yang patut diingat, bahwa fana nazhiri (peleburan/penyatuan secara ruhani – pent.) adalah sesuatu yang pasti timbul dari kecintaan, namun fana yang pada hakikatnya merupakan dalih dan dapat membuat seseorang menjadi suatu ―wujud baru‖ hal itu tidaklah benar. Orang-orang yang memiliki takwa dan kesopanan serta yang melangkahkan kaki sesuai ayat "Laa taqfu maa laisa laka bihii ‗ilmun – ―janganlah engkau mengikuti apa yang mengenainya engkau tidak mempunyai pengetahuan‖ – Bani Israil, 37), mereka dapat memahami bahwa langkah yang diambil oleh penganut Wujudi sudah melampaui batas. Orang-orang ini telah menulis puluhan buku, namun saya bertanya: Apakah ada seorang Wujudi yang dapat memberikan jawaban bahwa memang benar pada penganut Wujudi tersebut terdapat Tuhan, ataukah hanya anggapan pemahaman saja? Jika memang terdapat [Dzat] Tuhan maka kelemahan dan kekurangan-kekurangan yang selalu timbul setiap hari ini juga menampakkan sifat-sifat Allah Ta‘ala? Jika anak atau istri sedikit saja sakit maka menjadi panik dan tidak tahu apa yang harus diperbuat. Namun Allah Ta‘ala jika menghendaki maka Dia dapat memberikan kesembuhan, sedangkan hal itu tidak ada di dalam ikhtiar (kemampuan) penganut Wujudi. Kadang-kadang kelemahan secara keuangan dan kemiskinan mengganggu. Kadang-kadang dosa, kefasiqan dan kejahatan ………………. (????) …………… Sangat disayangkan mengenai kondisi penganut Wujudi itu, yakni mereka [mengaku] telah ―menjadi Tuhan‖, tetapi mereka sedikit pun tidak dapat berbuat apa-apa. Kemudian, yang paling aneh adalah kedudukan sebagai tuhan itu tidak dapat menyelamatkan mereka dari neraka, sebab Allah Ta‘ala berfirman, ―Man ya‘mal mitsqaala dzarratin syarran- yarahu (barangsiapa mengerjakam kejahatan sebesar atom dia akan melihat balasannya‖ – Al-Zilzaal, 9). Jadi, jika ada yang berbuat dosa maka untuk mempertanggungjawabkannya dia harus masuk neraka,
83
dan segenap status ―ketuhanan‖ mereka menjadi batil. Penganut Wujudi juga mengakui bahwa, ―Fariiqun fil-jannah wa fariiqun fis- sa‘iir (segolongan di dalam surga dan segolongan di dalam api‖ – Asy-Syuraa, 8). Tatkala di sana pun ada manusia, lalu apa perlunya mereka mengetengahkan hal-hal nonsen yang tidak ada hasil dan dampaknya? Ringkasnya, orang-orang ini sangat tidak punya malu dan melampaui batas. Dan dikarenakan dampak yang ditimbulkan oleh golongan ini adalah sikap menghalalkan segala larangan dan kebebasan tanpa kendali, karena itu golongan ini semakin berkembang. Golongan ini telah banyak menyebarkan racun mereka di distrik-distrik Lahore, Jalandhar dan Hosyiarpur. Perhatikanlah dan simaklah yang ditimbulkannya, kecuali sikap menghalalkan segala larangan, tidak ada hasilnya. Orang-orang ini tidak mau mengerjakan salat dan puasa, dan hal itu memang tidak mungkin, sebab rasa takut kepada Tuhan --yang merupakan dasar najat (keselamatan) serta yang merupakan landasan amal-amal perbuatan -- tidak terdapat di dalam diri mereka. Sebagian ada yang benar-benar seperti orang tak bertuhan.‖ (Malfuzat, jld, II, hlm. 347349). . (349-352)
GOLONGAN WUJUDI ‖Ringkasnya, saya katakana dengan sebenarnya, bahwa ujian/fitnah [dari kalangan Wujudi] ini merupakan salah satu dari sekian banyak ujian/fitnah yang melanda pada saat ini , dan ini merupakan ujian berat, yang telah mengalirkan sebuah sungai kefasikan (kedurhakaan) dan kejahatan. Dan ia juga telah membukakan pintu penghalalan terhadap semua larangan serta membukakan pintu Atheisme. Jika para sahabah ridhwanullaahi 'alaihim ajma'iin hidup pada saat ini, tentu dengan melihat orang-orang ini mereka akan heran, dari mana datangnya hal ini di dalam Islam? Dalam kondisi apa pun, tidak pantas bagi manusia untuk menembus batasan-batasan dirinya sebagai manusia….. Ringkasnya, golongan ini bagai wabah diq ( sejenis demam kronis – pent.). Ada seseorang di Allah Abad, dia menulis surat kepada saya. Setelah satu dua pucuk surat lalu dia mulia menggunakan caci-maki dan bahasa kotor. Bagi orang-orang itu masalah tazkiyyah nafs (kesucian jiwa) adalaht sesuatu yang sangat jauh, justru dalam kondisi akhlak biasa saja pun mereka tidak baik. Hal yang sebenarnya ialah landasan akhlak fadhilah dan tadzkiyah-nafs (pensucian jiwa) adalah takwa dan rasa takut kepada Tuhan. Dan malangnya hal itu tidak terdapat di dalam diri orang-orang itu, sebab mereka sendiri sudah menjadi tuhan. Jadi tatkala mereka sudah meninggalkan kedudukan sebagai manusia lalu menjadi tuhan – dan ini merupakan hal yang telah terbukti, bahwa mereka walau bagaimana pun tidak dapat menjadi Tuhan – maka yang tersisa adalah dengan meninggalkan kedudukan sebagai manusia mereka itu telah menjadi setan. Oleh karena itu mereka sangat cepat menjadi jelas. Dan sejauh mana kalian akan melakukan penelitian terhadap kondisi-kondisi mereka, kalian pasti akan menemukan bahwa mereka sama-sekali tidak mengamalkan ketentuan-ketentuan Islam. Sebelumnya sudah saya katakana bahwa mereka tidak mengerjakan salat dan puasa, sebabnya adalah pada diri mereka tidak ada lagi rasa takut akan Tuhan. Akhirnya mereka mulai hidup seperti orang-orang Atheis. Mereka melanggar ketentuan-ketentuan Allah, lalu menjadi
84
bebas tanpa kendali. Ringkasnya, ini adalah racun yang sangat berbahaya. Jika ada yang mengatakan bahwa pada perkataan-perkataan Hadhrat Baayazid Busthaami atau Khwajah Junaid Baghdadi atau Sayyid Abdul Qadir Jailani memang terdapat kata-kata seperti itu, sehingga seorang yang bodoh cenderung menyebut mereka kafir, atau dari kata-kata mereka itu golongan sesat Wihdatul Wujud ini mengambil argumentasi….. Ini adalah kesalahpahaman mereka, yang mereka landaskan pada kata-kata para tokoh tersebut. Pertama-tama, tidak diketahui dengan benar apakah memang betul kata-kata itu muncul dari mulut mereka atau tidak? Namun, kalau pun kita mengakui bahwa kata-kata itu memang sungguh-sungguh muncul dari mereka maka tentu kalimat-kalimat tersebut tampil dari mata air kecintaan yang mendalam. Misalnya hal itu dapat dikatakan oleh seorang pecinta dalam gejolak cinta dan kemabukannya dalam cinta….. Kemabukan dan fana (larut) tersebut adalah lain, seperti halnya kecintaan seorang ibu terhadap anaknya. Sampai-sampai jika sebentar saja si ibu tidak melihat anaknya maka hatinya menjadi gelisah dengan sendirinya, dan si ibu akan merasakan suatu kesedihan serta kerisauan. Dan semakin lama akan semakin dalam kesedihan yang timbul serta dapat membuatnya jatuh pingsan. Nah, kefanaan itu lebih hebat dari wujudnya, namun orang-orang Wujudi ini telah menimbulkan suatu wujud baru dalam kefanaan itu. Ringkasnya, apa pun kata-kata yang muncul dari mulut para tokoh suci itu yang dipaparkan oleh golongan Wujudi untuk mendukung paham mereka akan buah dari kecintaan sangat mendalam semacam itu. Kesalahpahaman orang-orang inilah telah mereka belokkan ke arah lain. Mereka tidak tahu tatkala kecintaan itu menggebu-gebu, maka akan tampak dampak-dampaknya yang menakjubkan, sampai-sampai seseorang itu seakan-akan terlepas dari dirinya dalam kondisi dikuasai oleh kecintaan. Orang itu tidak dapat melihat dirinya sendiri, dan yang dia tahu hanyalah bahwa dia tidak ada sedikit pun. Permisalannya adalah seperti potongan besi yang di masukkan ke dalam api sehingga seperti bara yang memerah. Dalam kondisi demikian orang yang melihat tidak akan menyatakannya sebagai potongan besi, melainkan akan menganggapnya sebagai sebuah bara api. Secara zahir tampak bahwa benda itu api dan dapat membakar, tetapi pada hakikatnya ia tetap saja merupakan besi. Demikian pulalah api kecintaan menampakkan keajaiban-keajaibannya. Orang bodoh dengan menyaksikan keajaiban-keajaiban itu bukannya menelaahnya lalu mengambil kesimpulan yang bermanfaat dari itu, justru ia menimbulkan suatu dampak pemikiran (khayalan) yang keliru di dalam kalbunya, dan karena itulah terdapat kesulitan-kesulitan ini. Yakni, setiap orang yang melewati sebagian besar umumya dalam suatu paham (agama) tertentu dia tidak ingin meninggalkannya. Namun ini adalah suatu kekeliruan besar. Tatkala kekeliruan-kekeliruan dan kelemahan lainnya akan diperkarakan, kekeliruan [besar] ini pun pasti akan diperkarakan, sebab Allah Ta‘ala dengan jelas telah berfirman, ―Wa laa taqfu maa laisa bihii ‗ilmun (dan janganlah engkau mengikuti apa yang engkau tidak memiliki pengetahuan tentangnya‖ – Bani Israil, 37). Kemudian, orang-orang yang menyebut dirinya tuhan, bagaimana dapat mengatakan bahwa dia benar-benar yakin akan hal itu? Sifat- sifat ketuhanan apa yang dia rasakan dalam dirinya, sehingga dia melakukan pendakwan yang nonsense ini? Tatkala dia sering melakukan kesalahan di setiap langkah dan terbelenggu dalam rantai-rantai kebutuhan manusiawi, bagaimana pula sampai berhak mengatakan mengatakan bahwa dirinya adalah tuhan dan mengatakan bahwa dia sudah yakin akan dirinya sebagai tuhan? Jika dia berkata begitu maka orang yang melihatnya
85
akan mengatakan, ―Kenapa engkau melakukan hal yang nonsen ini? Lihatlah ketidakberdayaan dan kelemahan diri engkau sendiri." Di dalam Quran Syarif telah ditampakkan perbedaannya yang jelas antara Khaaliq (Tuhan Pencipta) dan makhluk (yang diciptakan-Nya) dengan kata ‖Alhamdulillaahi rabb ‗aalamiin‖, kemudian sesudah mati pun telah ditetapkan suatu tahap. Tatkala manusia sendiri tidak dapat mengetahui dan tidak dapat memahami kondisi-kondisi serta sifat-sifat dirinya maka bagaimana mungkin manusia dapat menjadi tuhan? Keterbatasan ilmu dan kekurangannya dalam hal ilmu sendiri sudah merupakan bukti bahwa manusia adalah makhluk dan hamba, seandainya mereka mau merenungkan.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 349-352).
MASALAH WIHDATUL WUJUD Ringkasnya [golongan Wihdatul Wujud] ini sangat kotor. Dan orang-orang yang menganut paham wihdatul wujud mereka itu sangat lancang dan takabur. Mereka tidak mau meninggalkan kesalahan-kesalahan mereka. Dan memang bagaimana mungkin mereka akan meninggalkan kesalahan-kesalahan mereka, sebab – ma‘adzallaah – mereka telah menganggap diri mereka sendiri tuhan. Jika dipaparkan perbedaan antara Tuhan dengan makhluk-Nya tentu mereka akan mengetahui hakikat kesalahan-kesalahan mereka terhadap pikiran-pikiran mereka yang kekanak-kanakan itu. Oleh karena itu mereka tidak dapat mengetahui hakikat-hakikat Quran Syarif. Ini adalah suatu kerusakan besar. Saya tidak dapat mengerti, sejak kapan kerusakan ini telah timbul. Menurut saya, dari segenap tokoh faqir (petapa) itu sangat sedikit yang tidak menganut paham tersebut, dan mereka telah menjadikan ucapan-ucapan para tokoh Islam terdahulu sebagai falsafah mereka, yaitu ucapan-ucapan yang dilontarkan oleh para tokoh tersebut dalam kondisi cinta yang mendalam. Sebenarnya perbedaan paham fana nazhiri (larut secara aruhani) dan fana wujudi (larut secara jasmani) adalah, golongan pertama itu tidak menganut suatu falsafah, melainkan menganut kecintaan yang mendalam. Sedangkan golongan yang kedua, mereka menjadi filsuf, mereka adalah musuh dan pengingkar Tuhan. Mereka tidak cinta terhadap Tuhan, sebab seperti halnya seorang filsuf dapat menyayatnyayat makhluk mati tetapi tidak mutlak bahwa ia pun memakan bangkai itu, demikian pula golongan Wihdatul Wujud ini duduk [mengaku] menjadi tuhan tetapi tidak mutlak bahwa mereka pun mencintai Tuhan. Seseorang yang telah mengurai secara rinci seekor anjing atau monyet, baginya tidak mutlak bahwa dia menjalin hubungan dengan hewan itu. Begitulah pernyataan mereka. Mereka sudah menjadi filsuf, namun mereka tidak membuktikan bahwa mereka pun memiliki hubungan dengan dengan Tuhan. Para tokoh [sufi] besar yang telah melangkahkan kaki ke depan, mereka itu telah menjadi orang-orang yang diterima [ di sisi Allah], sebabnya adalah kecintaan akan Allah menguasai diri mereka. Mereka percaya pada Quran Syarif, dan mereka berenang di lautan kecintaan terhadap Rasulullah saw.. Agama mereka adalah Islam, oleh karena itu dengan karunia Allah Ta‘ala mereka menampakkan keajaiban-keajaiban demikian…. Hakikatnya adalah, tatkala seorang hamba menjalin suatu hubungan kecintaan yang mendalam dengan Khaliq-nya (Pencipta-nya) maka saat itu Allah Ta‘ala menganugerahkan kepadanya suatu kelezatan dari antara Sifat-sifat-Nya, sebab Allah Ta‘ala telah menjadikan
86
manusia sebagai khalifah-Nya. Ringkasnya, ini adalah kesalahan orang-orang yang [mengaku] telah menjadi tuhan itu, dan mereka telah menimbulkan kerugian besar terhadap Islam. Para penentang mengutip kata-kata mereka lalu melontarkan kritikan-kritikan terhadap Islam.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 352-353).
(hlm.353-356)
BAIAT & TABATTAL Pada tanggal 13 September 1901 Hadhrat Masih Mau‘ud a.s. menguraikan tentang tabattal dan hubungannya dengan baiat: ―Menurut kami, seseorang itu baru akan dikatakan mutabattal (pelaku tabattal) ketika dia secara amalan mendahulukan Allah Ta‘ala, perintah-perintah-Nya, dan keridhaan-Nya daripada dunia serta hubungan-hubungam dan kemakruhan-kemakruhan yang berhubungan dengan dunia. Tiada suatu adat istiadat, tiada suatu ketentuan kaum (bangsa) yang dapat menjadi rahzan (perampok di jalan yang menyerang secara tiba-tiba; penghambat yang memalingkan jalannya – pent.) baginya, dan tidak pula nafsu dapat menjadi rahzan baginya. Tidak pula saudara, pasangan dan anak. Pendeknya, tiada suatu benda pun dan tiada seorang pun yang dapat mempengaruhinya dibandingkan dengan ketentuan-ketentuan dan keridhaan Allah Ta‘ala. Dan dalam mencari keridhaan Allah Ta‘ala, dia sedemikian rupa menenggelamkan dirinya, sehingga dia mengalami suatu keadaan fana (sirna/larut)f yang sempurna, dan suatu maut (kematian) terjadi pada seluruh keinginan serta kehendaknya, sehingga yang tersisa hanyalah Allah dan Allah semata. Hubungan-hubungan dunia kadangkadang menjadi rahzan yang berbahaya. Hadhrat Hawa tekah menjadi rahzan bagi Hadhrat Adam a.s.. Jadi, dalam bentuk tabattal taam (tabattal sempurna) hal ini adalah penting bahwa suatu kemabukan dan fana (larut/sirna) itu menguasai manusia. Namun bukanlah dia itu karenanya menjadi hilang dari Allah melainkan dia hilang (sirna) di dalam Allah. Ringkasnya, hakikat tabattal baru akan terbuka secara amalan (nyata) apabila seluruh hambatan telah hilang, dan segala macam tabir menjadi lenyap, lalu hubungan manusia mencapai pada kecintaan yang pribadi, dan dia meraih suatu kefanaan (kesirnaan) seperti ini. Segala sesuatu dapat saja dilakukan sebagai ucapan maupun perkataan, dan banyak yang dapat dinyatakan oleh manusia melalui kata-kata dan uraian, tetapi yang sulit adalah membuktikan apa saja yang telah dia ucapkan itu dalam bentuk amalan, sebab kalau begini setiap orang yang percaya menyukainya dan juga mengatakan, ―Aku ingin mendahulukan Allah atas segala-galanya‖, dan bisa saja dia mendakwakah bahwa dia memang mendahulukan [Allah Ta‘ala]. Akan tetapi apabila ingin melihat dampak-dampak serta tanda-tanda yang timbul bersamaan sikap mendahulukan Allah, maka akan muncul kesulitan. Dalam setiap perkara manusia tergelincir. Apabila dirasakan perlunya menyerahkan harta dan jiwa di jalan Allah, serta Allah Ta‘ala menginginkan dari mereka pengorbanan jiwa, harta dan benda-benda yang paling mereka cintai -- padahal benda-benda itu pun bukan milik mereka – tetapi tetap mereka merasa enggan (sulit). Pada masa-masa awal beberapa sahabah pun mengalami ujian semacam itu. Asulullah saw. memerlukan sebidah tanah untuk mendirikan mesjid. Tanah dimintakan kepada seseorang maka
87
dia mengemukakan berbagai alasan dan mengatakan bahwa, ―Saya tidak dapat memberikan tanah.‖ Nah, orang itu sudah beriman kepada Rasulullah saw., dan dia telah berjanji untuk mendahulukan Allah serta Rasul-Nya atas segala sesuatu. Akan tetapi tatkala tiba masa ujian dan cobaan maka janji tersebut terpaksa diketepikan ke belakang. Walau pun pada akhirnya sebidang tanah tersebut dia berikan. Jadi, pada hakikatnya demikianlah, suatu perkara tidak dapat diwujudkan melalui ucapan saja selama belum ada amalan bersamanya, dan tidak akan terbukti benar secara amalan selama belum ada ujian. Pernyataan baiat yang dilakukan di tangan kami bahwa, ―Akan mendahulukan agama dari dunia, dan akan menganggap orang yang diutus oleh Allah sebagai utusan-Nya (rasul-Nya), dan yang merupakan wakil Rasulullah saw. yang dinamakan Hakim dan ‗Adal, dan akan menganggap orang yang diutus oleh Allah sebagai utusan-Nya dan yang merupakan wakil Rasulullah saw. yang dinamakan Hakam dan ‗Adal sebagai imamku, aku akan menyetuji keputusannya dengan hati yang sejuk dan hati yang lapang.‖ Akan tetapi apabila seseorang setelah mengikrarkan janji ini masih tetap juga tidak menyetujui suatu keputusan kami dengan senang, bahkan dia mendapat suatu ganjalan serta hambatan dalam hatinya, maka benar-benar akan terpaksa dikatakan bahwa dia tidak akan meraih tabattal sepenuhnya, dan dia tidak mencapai kedudukan yang dikatakan kedudukan tabattal itu. Justru pada jalannya masih tersisa hambatan-hambatan dan belenggu-belenggu hawa-nafsu serta hubungan-hubungan dunia. Dan dia belum keluar dari tabir-tabir itu, yang dengan merobeknyalah manusia dapat meraih kedudukan tersebut. Selama dia belum memotong diri dari pohon dunia lalu meraih suatu pencangkokan (penyatuan) ) terhadap dahan Uluhiyyah (Ketuhanan) maka kehijauan dan kesuburannya tidaklah mungkin. Lihatlah, jika dahan sebuah pohon dipotong dia tidak berbuah dan berbunga, tidak peduli apakah meletakkanya di dalam air sekali pun dan menggunakan seluruh unsur sumber kehidupan baginya dalam bentuk pertama tadi, namun sampai kapan pun dia tidak akan berbuah. Demikian pula selama manusia tercangkok (menyatu) dengan seorang shadiq (benar), dia tidak dapat meraih kekuatan untuk menyerap keruhanian. Sebagaimana dahan yang sepotong dan terpisah itu tidak bisa hijau oleh air, demikian pula manusia tidak akan mendapatkan hasil bila putus hubungan dan terpisah. Jadi, bagi manusia, untuk menjadi mutabattal, juga diperlukan suatu pemutusan-hubungan dan juga suatu pencangkokan (penyatuan). Dia harus mencangkokkan-diri dengan Allah, dan juga akan terpaksa memisahkan diri dari dunia serta dari segala macam hubungan dan tarikan-tarikannya. Tidak pula berarti bahwa dia sama-sekali memisahkan diri dari dunia lalu dia akan meraih hubungan dan cangkokan (kesatuan), melainkan sambil hidup dunia dia memisahkan diri darinya. Inilah yang merupakan keperkasaan dan keberanian. Ada pun yang dimaksud dengan hidup memisahkan diri adalah bahwa gerakan-gerakan dan tarikan-tarikan dunia tidak dapat mempengaruhinya, dan dia tidak mendahulukan perkara-perkara itu, melainkan Allah-lah yang akan dia dahulukan. Tiada suatu gerakan dan hambatan dunia yang dapat menghalangi jalan orang itu, serta tidak dapat menarik orang itu ke arah mereka. Saya baru saja mengatakan bahwa di dunia banyak sekali hambatan bagi manusia. Seorang pasangan atau istri pun dapat menjadi rahzan. Allah menjadi…… ………………………….. pun telah memperlihatkan contohnya. Allah telah memberikan
88
pelajaran tentang satu larangan saja. Dampaknya pertama-tama telah mengena pada perempuan, kemudian baru pada Adam a.s.. Pendeknya, apa itu tabattal? Memutuskan hubungan menuju kepada Allah lalu menganggap yang lain sebagai benda mati belaka. Banyak sekali orang yang mengerti bahwa kata-kata kami ini benar, dan mereka mengatakan bahwa semuanya ini benar dan tepat. Namun tatkala dikatakan kepada mereka, ―Mengapa kalian tidak mengakuinya (menerimanya)?‖ Maka mereka akan mengatakan, ―Orang-orang akan mencela kami.‖ Jadi, pikiran bahwa ―orang-orang akan mencelanya‖ inilah sebuah urat (nadi) yang memutuskannya dari Allah, sebab apabila di dalam hati terdapat rasa takut akan Allah dan manusia berada di bawah pemerintahan (pengaruh) keagungan serta kekuasaan-Nya, maka bagaimana mungkin dia dapat mempedulikan yang lain? Yakni apa yang dikatakan dan apa pula yang tidak mereka katakan. Saat itu yang memerintah (berkuasa) di dalam hatinya adalah orangorang, bukannya Allah. Apabila pemikiran berbau syirik ini sudah lenyap dari hati, kemudian [barulah] segala sesuatunya akan tampak lebih hina dan lebih lemah daripada bangkai serta cacing. Jika seluruh dunia pun bersatu ingin melawan maka tidaklah mungkin orang seperti akan terhalang untuk menerima kebenaran. Contoh sempurna tabattal-taam hendaknya disaksikan di dalam wujud para nabi ‗alaihimussalaam dan para utusan (rasul) Allah. Yakni, bagaimana mereka sampai tidak peduli akan kesebatangkaraan total dan ketidak-berdayaan penuh, walaupun ada penentangan-penentangan dari orang-orang dunia. Hendaknya dikutip pelajaran dari derap langkah dan kondisi mereka. Sebagian suka menanyakan, bahwa orang-orang yang tidak mencela, namun tidak pula sepenuhnya menzahirkan (menyatakan beriman) disebabkan oleh [rasa takut] bahwa orangorang akan mencela [mereka] – tapakah kita dapat salat di belakang mereka? Aku katakan, tidak boleh sama sekali. Sebabnya adalah karena sampai saat itu jalan penerimaan (pengabulan) mereka terhadap kebenaran masih terdapat sebuah batu yang menggelincirkan, dan mereka hingga saat itu masih merupakan dahan dari pohon yang buahnya beracun serta mematikan. Jika seandainya mereka tidak menganggap orang-orang dunia itu sebagai tuhan (sembahan) dan kiblat mereka, maka [tentu] mereka mencabik-cabik seluruh tabir itu lalu keluar dari situ serta mereka tidak akan perduli seclikit pun akan kutuk-laknat seseorang, dan rasa takut terhadap sorak-sorai celaan tidak menghalangi mereka, justru mereka berlari ke arah Allah. Jadi, kalian ingatlah, bahwa kalian harus melihat dalam setiap pekerjaan apakah Allah yang ridha ataukah makhluk Allah? Selama kondisi ini tidak timbul -- dimana keridhaan Allah itulah yang didahulukan, dan tiada setan serta rahzan (perampok) yang dapat menghalangi – maka selama itu pula masih ada ancaman ketergelinciran. Akan tetapi tatkala sudah tidak ada lagi [perhitungan] baik-buruk dunia, melainkan yang memberikan pengaruh kepadanya adalah [perhitungan] kesenangan dan kemurkaan Allah, inilah dia suatu kondisi ketika manusia sudah terlepas dari kawasan-kawasan segala macam rasa takut dan kerisauan. Jika seseorang masuk ke dalam Jemaat kami lalu dia keluar lagi maka itulah penyebabnya, yakni setannya masih ada bersamanya dalam pakaian demikian. Akan tetapi apabila dia bertekad bahwa "Di masa mendatang aku sekali-kali tidak akan mendengarkan suatu bujuk-rayu [yang menimbulkan] kewaswasan," maka Allah akan menyelamatkannya. Sebab ketergelinciran itu pada umumnya adalah hubungan-hubungan yang lain masih terjalin, dan untuk melestarikankan dituntut agar terpaksa menjadi kendur dari sini (agama/Allah), dan dari kekenduran itu timbullah
89
rasa asing (ketidakkenalan), kemudian dari itu timbul ketakaburan dan sampai pada keingkaran. Contoh nyata tentang tabattal adalah Rasulullah kita saw.. Beliau tidak peduli pada kedudukan seseorang. Betapa banyaknya kesulitan yang beliau saw. alami, namun beliau tidak mempedulikannya. Tiada suatu keserakahan dan ketamakan dapat menghambat beliau dari tugas yang untuk melaksanakannya beliau saw. telah datang dari Allah. Selama manusia belum menyaksikan kondisi itu di dalam wujudnya dan belum lulus dari ujian, sampai kapan pun dia tidak akan terlepas dari ketakutan (kerisauan). Lalu, hal ini pun patut untuk diingat, bahwa seseorang yang mutabattal pasti merupakan seorang mutawakkal. Bahkan untuk menjadi mutawakkal itu syaratnya harus mutabattal. Sebab selama hubungan dengan pihak-pihak lain itu sedemikian rupa bagaikan bergantung dan bersandar pada mereka, selama itu pula bagaimana mungkin dapat bertawakkal sepenuhnya kepada Allah? Ketika melepaskan hubungan untuk menuju Allah dia itu memutuskan hubungan dari dunia, dan dia mencangkok (menyatu) kepada Allah, hal ini baru akan terjadi apabila terdapat tawakkal yang sempurna. Sebagaimana Nabi Karim kita saw. merupakan seorang mutabattal yang sempurna, demikian pula beliau merupakan seorang mutawakkal yang sempurna, dan inilah yang merupakan sebab mengapa beliau tidak mempedulikan sedikit pun para tokoh terkemuka dan para pemimpin kaum maupun kabilah. Dan beliau tidak terpengaruh sedikit juga oleh penentangan (perlawanan) mereka. Pada diri beliau terdapat suatu keyakinan luar biasa terhadap Wujud Allah Ta‘ala. Oleh karena itulah beliau saw. telah memikul beban yang begitu hebatnya, dan menentang seluruh dunia serta tidak menganggapnya sesuatu yang berarti. Inilah contoh besar tentang tawakkal yang tiada tandingannya di dunia ini. Itu karena di dalamnya Allah Ta‘ala yang dipilih lalu dunia dijadikan lawan. Akan tetapi kondisi ini tidak akan tercipta selama [seeorang itu] belum seakan-akan melihat Allah. Selama belum ada harapan kuat bahwa sesudah itu pasti pintu lainnya akan terbuka, tatkala harapan dan keyakinan tersebut timbul maka di jalan Allah orang-orang yang ia cintai pun dia dijadikan musuh. Itu karena dia mengetahui bahwa Allah akan menciptakan sahabat-sahabat yang lain lagi. Dia membiarkan harta kekayaannya hilang, sebab dia yakin bakal memperoleh yang lebih baik daripada itu. Pendek kata, mendahulukan keridhaan Allah adalah tabattal, dan kemudian tabattal dan tawakkal adalah kembar. Rahasia tabattal adalah tawakkal, sedangkana persyaratan bagi tawakkal adalah tabattal, dan inilah akidah kami dalam perkara ini‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 357363). ) ( hl m. 36 3 - 370)
MENGINGINKAN ANAK KETURUNAN Pada tanggal 21 September 1901, seperti biasa para sahabah mengitari Hadhrat Masih Mau‘ud a.s. setelah maghrib. Kemudian Munsyi Abdul Haq Patiali memohon doa untuk memperoleh seorang anak laki-laki. Mengenai hal itu Hadhrat Masih Mau‘ud a.s. bersabda: ―Manusia hendaknya memikirkan, mengapa pada dirinya timbul keinginan untuk memperoleh anak? Sebab, dia hendaknya jangan hanya melakukan hal itu sebatas dorongan keinginan alamiah saja, yakni seperti rasa hawa atau rasa lapar yang timbul, namun tatkala hal itu telah melampaui batas tertentu maka seharusnya ditimbulkan kerisauan untuk melakukan
90
ishlah (perbaikan) pada hal itu. Allah Ta‘ala telah menciptakan manusia untuk beribadah kepada-Nya. Sebagaimana firmanNya, ―Maa khalaqtul insa wal jinna illa liya‘buduuni -- (tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Nya‖ – Adz Dzaariyaat. 57 Sekarang, jika manusia itu sendiri tidak menjadi mukmin dan pelaku ibadah serta tidak memenuhi tujuan sejati hidupnya dan tidak menunaikan hak ibadah sepenuhnya melainkan ia menjalani hidupnya dalam kefasikan dan kejahatan serta melakukan dosa-demi dosa, maka apa hasil buah keinginan orang seperti itu untuk memperoleh anak? Buahnya hanyalah dia ingin meninggalkan seorang penerus dirinya untuk melakukan dosa-dosa. Di sendiri tidak benar maka apa layaknya dia menghendaki anak keturunan? Jadi, selama keinginan akan anak keturunan itu tidak semata-mata agar dia nanti menjadi orang beragama dan mutaki (bertakwa) serta taat kepada Allah Ta‘ala dan kelak menjadi khadim bagi agama-Nya maka [selama itu pula keinginan] tersebut sama sekali tidak berguna. Bahkan merupakan semacam maksiat dan dosa. Dan bukannya hal itu dinamakan sebagai keturunan salih melainkan lebih tepat jika disebut keturunan bejad. Namun jika seseorang mengatakan bahwa dia menginginkan anak yang salih dan mutaki serta pengkhidmat agama, maka ucapannya hanya merupakan pernyataan belaka selama dia sendiri belum melakukan ishlah (perbaikan) pada kondisi dirinya. Jika dia sendiri menjalani kehidupan fasik (durhaka) dan jahat kemudian dari mulutnya dia mengatakan bahwa dia menginginkan anak yang salih dan mutaki, berarti dia dusta dalam pernyataannya. Sebelum menghendaki anak yang salih dan mutaki adalah mutlak agar orang itu sendiri melakukan ishlah (perbaikan) pada dirinya, dan menjadikan hidupnya sebagai kehidupan yang penuh takwa, barulah keinginannya yang seperti itu itu akan menjadi suatu keinginan yang menghasilkan buah, dan anak-anak y ang seperti itu pada hakikatnya merupakan keturunan yang salih. Namun jika keinginan itu hanya supaya nama kita tetap bertahan, dan supaya anak itu menjadi pewaris harta kekayaaan kita, atau supaya dia menjadi orang yang sangat terkenal dan masyhur maka keinginan semacam itu menurut saya adalah syirik. Ingatlah, hendaknya sesuatu kebaikan itu jangan sekali-kali dilakukan hanya dengan landasan bahwa dengan melakukan kebaikan tersebut akan memperoleh pahala dan ganjaran, sebab jika hanya atas landasan itu kebaikan tersebut dilakukan maka hal itu bukannya upaya demi meraih keridhaan Allah Ta‘ala melainkan demi pahala tersebut, dan dari itu bisa timbul kemungkinan bahwa di suatu saat dia akan meninggalkannya. Misalnya, jika seseorang setiap hari datang berjumpa dengan saya dan saya selalu memberinya satu rupee maka tentu dia dengan sendirinya akan menganggap bahwa kedatangannya itu hanya demi uang, dan pada hari dia tidak memperoleh uang maka sejak saat itu dia tidak akan datang lagi. Ringkasnya, ini adalah sejenis syirik yang halus, hendaknya hal itu dihindari. Suatu kebaikan hendaknya dilakukan hanya supaya Allah Ta‘ala menjadi senang dan keridhaan-Nya diperoleh, dan supaya perintah-Nya diamalkan, tanpa mempedulikan apakah hal itu mendatangkan pahala atau tidak, sebab keimanan baru akan sempurna tatkala anggapan dan pemikiran semacam itu sudah tidak ada lagi. Memang benar bahwa Allah Ta‘ala tidak akan menyia-nyiakanm kebaikan seseorang "Innallaaha laa yudhii'u ajral muhsiniin (‖sesungguhnya Allah tidak akan menyianyiakan pahala orang-orang yang berbuat ihsan‖ – At-Taubah, 120). Namun bagi orang yang berbuat kebaikan hendaknya pahala itu jangan menjadi landasan (tujuan).
91
Lihat, jika ada tamu datang ke sini supaya dia memperoleh kenyamanan, memperoleh minuman sejuk atau memperoleh hidangan makanan yang enak, berarti dia datang hanya untuk barang-barang itu. Padahal merupakan kewajiban tuan rumah untuk sepenuhnya dapat melayani tamu sebatas kemampuan yang dimiliki dan memberi kenyamanan kepadanya. Namun jika tamu itu sendiri berpikiran demikian maka dapat menimbulkan kerugian padanya. Jadi, ringkasnya, artinya adalah, hendaknya keinginan akan anak itu hanya didasari oleh kebaikan. Jangan sampai didasari oleh aspek dan pemikiran bahwa [anak] itu akan menjadi penerus dosa baginya. Allah Ta‘ala mengetahui, bahwa dahulu saya tidak pernah memiliki keinginan akan anak, padahal Allah Ta‘ala telah memberikan anak kepadaku pada usia antara 15 atau 16 tahun. Sulthan Ahmad dan Fadhal Ahmad dilahirkan pada usia sekitar itu. Dan tidak pernah timbul di dalam diri saya keinginan agar mereka kelak menjadi orang dunia yang berhasil serta menduduki jabatan yang tinggi…. Kemudian, satu hal lainnya adalah, besar sekali keinginan orang-orang akan anak dan mereka pun memperoleh anak. Namun tidak pernah terlihat bahwa mereka berusaha keras dan memikirkan tentang tarbiyat anak-anak itu, tentang bagaimana membuat perilaku anak-anak itu bagus dan baik, serta tentang bagaimana membuat anak-anak itu menjadi patuh kepada Allah Ta‘ala. Mereka tidak pernah memanjatkan doa untuk hal-hal itu, dan tidak pula mereka memperhatikan jenjang-jenjang tarbiyat. Kondisi saya adalah, tidak ada satu pun salat saya dimana saya tidak memanjatkan doa untuk rekan-rekan saya, untuk anak-anak dan istri saya. Banyak sekali orang tua yang mengajarkan adat kebiasaan buruk kepada anak-anak mereka. Pada masa permulaan ketika anak-anak itu mulai belajar melakukan keburukan maka orang tua tidak melarang mereka. Akibatnya dari hari ke hari anak-anak itu semakin berani dan tidak takut. Ada sebuah hikayat, diceritakan bahwa seorang anak digantung akibat perbuatanperbuatannya yang jahat. Pada saat terakhir itu dia ingin berjumpa dengan ibunya. Ketika ibunya datang maka dia mendekat ke ibunya dan mengatakan, "Aku ingin mengecup lidah itu.‖ Ketika lidah dijulurkan oleh ibunya maka anak itu menggigitnya sampai putus. Ketika diinterogasi dia mengatakan, ―Ibu inilah yang membuat aku digantung, sebab jika dia sejak semula melarangku maka tentu pada hari ini tidak akan begini keadaanku.‖ Ringkasnya, orang-orang yang memang memiliki keinginan akan anak, namun tidak supaya anak itu kelak menjadi khadim agama melainkan supaya kelak ada yang menjadi ahli warisnya di dunia ini, dan ketika anak-anak itu sudah ada maka mereka tidak memikirkan tarbiyat anakanak tersebut, dan tidak pula mereka memperbaiki akidah anak-anak itu serta tidak pula mereka membenahi kondisi anak itu. Ingatlah, orang yang tidak memahami hubungan-hubungan kekerabatan berarti imannya tidak benar. Apabila dia lemah dalam hal itu makan bagaimana mungkin diharapkan bahwa dia akan dapat melakukan kebaikan-kebaikan lainnya. Allah Ta‘ala telah menjelaskan seperti ini di dalam Al-Quran mengenai keinginan akan anak: ("Ya Tuhan Kami, anugerahkanlah kepada Kami isteri-isteri Kami dan keturunan Kami sebagai penyejuk mata kami, dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa‖ – Al-Furqan, 75). Dan hal itu baru dapat terjadi apabila mereka nanti tidak menjalani kehidupan yang penuh kefasikan dan kejahatan, melainkan mereka menjalani mereka menjalani kehidupan sebagai hamba-hamba Sang Rahmaan, dan menjadi orang-orang yang mendahulukan Allah Ta‘ala atas
92
segala sesuatu. Selanjutnya dikatakan, -- “dan jadikanlah kami imam bagi orangorang yang bertakwa‖ – Al-Furqaan, 75). Anak-anak jika baik dan mutaki maka itu akan merupakan ―imam bagi mereka‖, itu juga merupakan doa agar menjadi mutaki. Semoga Allah Taala memberikan karunia agar kita menjadi orang-orang mutaki, dan semoga keinginan kita akan anak keturunan adalah berdasarkan pada asas itu. Amin.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm., 370-373)
(373-382)
HAKIKAT TENTANG AL-MASIH DAJJAL Pada tanggal 4 November 1901 Hadhrat Masih Mau‘ud a.s. menerangkan: ―Sebenarnya Dajjal juga merupakan mau‘ud (yang dijanjikan) seperti halnya Masih Mau‘ud (Al-Masih yang dijanjikan), namanya adalah Al-Masih-ud-Dajjal. Di dalam surah At-Tahrim, sebagaimana terdapat kabar suka dan nas mengenai Al-Masih-ud-Dajjal, dari nas itu juga secara isyarat terdapat sebuah dalil halus mengenai wujud Dajjal. Yakni sebagaimana seorang AlMasih telah lahir melalui peniupan ruh pada Maryam, demikian juga sebaliknya adalah penting keberadaan seorang wujud buruk yang kepadanya bukan ditiupkan Ruhulqudus (ruh suci) melainkan ruh khabits (ruh kotor). Permisalannya adalah seperti sebagian perempuan mengalami penyakit rejaa (peut membesar) dan mereka menganggapnya sebagai kehamilan, sampai-sampai mereka juga mengalami gejala-gejala lazim yang dialami oleh orang-orang hamil, dan pada bulan keempat pun mereka merasakan adanya gerakan. Namun akhirnya tidak terjadi apa-apa sedikit pun. Demikianlah, telah diciptakan sebuah berhala yang ditimbulkan dari pemikiran-pemikiran mengenai Al-Masih-ud-Dajjal, dan kekuatan pemikiran itulah yang telah menciptakan sebuah wujud, yang akhirnya tampil sebagai suatu wujud asing di dalam akidah orang-orang itu. Inilah hakikat tentang Al-Masih-ud-Dajjal.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 382).
MUK JIZAT-MUK JIZAT RASULULLAH SAW.. Pada tanggal 5 November 1901 pagi hari berlangsung perbincangan mengenai Tanda-tanda (mukjizat-mukjizat), dan dengan memperhatikan ayat, ―kamaa ursila awwaluun (sebagaimana telah dikirimkan kepada orang-orang terdahulu – Al-Anbiya, 6), diketahui dengan jelas bahwa Tanda-tanda (mukjizat-mukjizat) terdahulu tidak berguna pada zaman beliau saw.. Menganl hal itu pada sore harinya Hadhrat Masih Mau‘ud a.s. menjelaskan: Kata awwaluun dengan jelas memberitahukan bahwa masa itu zaman sudah maju, jadi jika Rasulullah s.a.w. memperlihatkan tongkat ular maka tidak akan berpengaruh. Tanda-tanda (mukjizat-mukjizat) semacam itu memang berfungsi pada zaman-zaman terdahulu. Seperti halnya baju yang dijahit untuk seorang anak kecil tidak akan berguna lagi ketika ia sudah besar, demikian pula zaman ketika Rasulullah saw. tidak membutuhkan lagi Tanda-tanda (mukjizat-mukjizat) seperti itu, melainkan masa itu diperlukan keajaiban-keajaiban yang
93
berderajat sangat tinggi. Itulah sebabnya Tanda-tanda (mukjizat-mukzat) Rasulullah saw. mengandung suatu rangkaian ilmu di dalamnya.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 382-383). ASAS-ASA DOA Pada tanggal 3 November 1901, seperti biasanya Hadhrat Masih Mau‘ud a.s. pergi keluar untuk jalan pagi. Seth Ahmad Din juga turut menyertai. Maulvi Burhanuddin menyampaikan, ―Seorang putera Seth Ahmad Din telah meninggal dunia, mohon Hudhur mendoakannya.‖ Hadhrat Masih Mau‘ud a.s. bersabda: ―Ya, saya akan mendoakan, namun semua itu bergantung pada iman. Seberapa Seberapa iman itu kuat, sekuat itu pula akan meraih karunia Allah Ta‘ala. Apa yang tidak ada pada Allah? Jika iman tidak kuat maka manusia jadi berburuk-sangka pada Tuhan, dan kemudian manusia mulai beralih pada jimat serta tunduk kepada ghairullah (selain Allah). Jadi hendaknya kalian menjadi mukmin (orang beriman). Terdapat asas-asas bagi doa. Saya sudah menerangkanya banyak sekali, bahwa Allah Ta‘ala kadang-kadang ingin agar kemauan-Nya yang dituruti dan kadang-kadang Dia yang menuruti kemauan orang mukmin. Selain itu dikarenakan kita ini bukan maha mengetahui dan kita tidak mengetahui buah-buah akibat dari keperluan-keperluan kita oleh sebab itu kadang-kadang kita memohon hal-hal yang berdampak buruk bagi kita. Jadi, Dia memang mengabulkan doa, dan yang bermanfaat bagi orang yang memanjatkan doa itu Dia anugerahkan kepadanya. Seperti halnya seorang petani memohon seekor kuda berkualitas tinggi kepada seorang raja, dan raja itu memahami keperluannya lalu memberi petani itu seekor kerbau bagus maka itulah yang tepat bagi dirinya. Lihat, ibu juga tidak memenuhi setiap keinginan anak. Jika anak ingin memegang ular atau api maka kapan pula ibu akan membiarkannya? Jadi, hendaknya jangan pernah putus asa terhadap Allah Ta‘ala, dan hendaknya maju dalam hal takwa serta iman.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 383-384).
PAMER ‖Riya (pamer) itu kecepatanya sangat halus, dan lebih halus jalannya daripada semut. Di dalam setiap pujian kebaikan dan penghinaan terdapat celah riya (pamer). Sampai-sampai bagi orang-orang beriman dikehendaki sekiranya dia memperoleh suatu kebaikan atau manfaat dari seseorang, jika sebelum memuji kebaikan itu dia tidak memuji Allah terlebih dulu maka hal itu pun termasuk dalam kategori riya (pamer). Demikian pula pada saat mengalami suatu penderitaan atau keburukan adalah penting untuk memperhatikan hikmah Ilahi. Keadaan orang mukmin adalah, bahwa hubungan-hubungannya yang dia jalin dengan Allah Ta‘ala dia sama sekali tidak suka apabila ada yang mengetahui hal itu. Bahkan, beberapa orang sufi menuliskan bahwa ketika orang mukmin sedang memanjatkan doa-doa di dalam kesendiriannya – karena hubungannya serta kecintaannya yang mendalam dengan Allah Ta‘ala – lalu pada waktu itu ada orang yang melihatnya maka dia akan merasa jauh lebih malu dibandingkan dengan orang yang tertangkap basah ketika melakukan zina. Oleh karena itu hendaknya hindarilah dari riya (pamer), dan peliharalah setiap ucapan dan perbuatan kalian dari hal itu.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 384).
94
( hl m. 384 - 3 8 5)
HAKIKAT DAN DAMPAK IMAN Pada tanggal 13 November 1901 Hadhrat Masih Mau‘ud a.s. bersabda: ―Iman adalah suatu kekayaan besar, dan yang dimaksud dengan iman adalah percaya dalam kondisi ilmu (pengetahuan) belum mencapai derajat kesempurnaan, dan mulai terjadi suatu pertempuran dengan keraguan serta kebimbangan-kebimbangan. Jadi, dalam kondisi seperti itu seseorang yang menerima (mempercayai) secara kalbu dan menerima (mempercayai) secara lisan dia itu adalah mukmin, dan di sisi Sang Tauhid dia dinamakan shadiq (orang yang benar), dan atas perbuatannya itu kepadanya dibukakan jenjang-jenjang makrifat sempurna sebagai pemberian dari Allah Ta‘ala., Surga yang sebenarnya bermula dari iman itulah. Di dalam Quran Syarif -- yang tentangnya disinggung masalah surga -- di sana terlebih dulu disinggung tentang iman kemudian tentang amal salih. Dan ganjaran bagi iman serta amal-amal salih itu adalah: " Jannaatin tajri mintahtihal anhaaru – (kebun-kebun yang di bawahnya mengalir sungai-sungai‖ – Al-Baqarah, 26). Yakni, ganjaran iman adalah surga. Dikarenakan untuk tetap membuat surga ini selalu subur diperlukan sungai-sungai, karena itu sungai-sungai tersebut merupakan dampak dari amal salih. Dan hakikat yang sebenarnya adalah amal-amal salih itu akan tampil dalam bentuk sungaisungai yang mengalir nantinya di alam berikut. Di dunia juga kita menyaksikan, seberapa banyak manusia maju dalam hal amal-amal salih dan menghindarkan diri dari perbuatan-perbuatan yang melawan Allah Ta‘ala serta menjauhkan diri dari kedurhakaan serta dari sikap melanggar batas-batas (hukum) Allah, maka sebanyak itu pula imannya bertambah. Setiap amal salih yang baru maka suatu kemantapan bertambah di dalam kepercayaannya (keimanannya) serta suatu kekuatan (keteguhan) bertambah di dalam kalbunya. Dia mulai merasakan kelezatan dalam makrifat Ilahi, sampai-sampai di dalam kalbu orang mukmin itu timbul suatu kondisi kecintaan Ilahi serta kemabukan kepada Allah sedemikian rupa, yang berasal dari pemberian dan karunia Allah Ta‘ala juga, sehingga sebagai akibatnya seluruh wujudnya akan seperti mangkuk yang penuh oleh kecintaan serta kebahagiaan. Dan nur-nur Ilahi sepenuhnya menyinari kalbu orang itu serta mejauhkan segala macam kegelapan dan kesempitan serta sesak. Dalam kondisi ini, segala musibah dan kesulitan yang menghadang mereka di jalan Allah Ta‘ala, satu detik pun tidak mampu membuat keimanannya rusak serta sesak. Justru sebaliknya, mereka merasakan kelezatan-kelezatan. Ini merupakan jenjang terakhir keimanan. Tingkatan keimanan ada tujuh, dan ada lagi yang merupakan jenjang terakhir yang diberikan melalui anugerah Ilahi. Oleh karena itu surga juga memiliki tujuh pintu, dan pintu kedelapan terbuka melalui fadhal (karunia). Ringkasnya, hal ini perlu diingat bahwa surga dan neraka yang akan ada di alam nanti bukanlah suatu surga dan neraka yang baru melainkan merupakan bayangan dari iman serta amal-amal manusia, dan inilah falsafah hakiki mengenai hal itu. [Surga dan neraka] itu bukanlah sesuatu yang datang dari luar dan diraih oleh manusia, melainkan itu muncul dari dalam manusia sendiri. Bagi orang mukmin, dalam setiap kondisi di dunia ini juga terdapat surga. Di alam ini juga
95
terdapat surga maujud (surga yang sudah ada), dan di alam berikut baginya terdapat surga mau'ud (surga yang dijanjikan). Jadi, betapa ini merupakan suatu hal yang benar dan jelas, bahwa surga bagi setiap orang adalah iman dan amal-amal salihnya. Kelezatan akan [iman dan amal-amal salih] itu sudah bermula sejak di dunia ini juga, dan iman serta amal-amal salih ini jugalah yang dalam corak lain tampil sebagai kebun-kebun dan sungai-sungai. Saya katakan dengan sebenamya serta saya katakana berdasarkan pengalaman saya, bahwa di dunia ini juga kebun-kebun dan sungai-sungai itu kelihatan, dan di alam berikutnya kebun-kebun serta sungai-sungai itu akan dirasakan secara jelas. Demikian pula neraka merupakan dampak yang ditimbulkan oleh ketidak-berimanan dan amal-amal buruk manusia. Sebagaimana di dalam surga diberikan tamsilan berupa anggur, delima dan buah-buah suci lainnya, demikian pula di dalam neraka diberikan tamsilan mengenai keberadaan pohon zaqum ( (sejenis pohon berduri). Dan sebagaimana di dalam surga akan terdapat terdapat sungai-sungai salsabil, zanjabil, dan kafur, demikian juga di dalam neraka akan terdapat sungai-sungai air mendidih dan nanah. Dengan menelaahnya dapat diketahui, bahwa sebagaimana keimanan timbul melalui sikap rendah hati dan melepaskan kemauan diri sendiri, demikian pula ketidak-berimanan itu timbul dari takabbur dan kesombongan. Sedangkan amal-amal buruk dan kesombongan yang timbul dari takabbur dan keangkuhan akan berbentuk air mendidih serta nanah yang akan diperoleh orang-orang (penghuni) neraka. Sekarang, betapa ini merupakan suatu hal yang jelas, yakni sebagaimana kehidupan surga di mulai sejak di dunia ini juga, demikian pula kehidupan neraka pun dibawa oleh amnesia dari dunia. Sebagaimana telah difirmankan mengenai neraka: (api Allah yang dinyalakan yang sampai ke hati‖ – Al-Humazah, 7-8). Yakni neraka adalah api yang bersumber dari kemurkaan Allah, dan ia timbul dari dosa serta pertama-tama ia menguasai kalbu (hati). Dari ayat ini diketahui dengan jelas mengenai api ini, bahwa itu adalah duka cita dan dorongan-dorongan keinginan yang mengepung manusia, sebab segenap azab ruhani bermula dari hati, sebagaimana sumber kelezatan-kelezatan ruhani adalah hati. Dan memang seharusnya bermula dari hati, sebab hati merupakan sumber tempat munculnya iman maupun ketidakberimanan. Pucuk bunga keimanan maupun ketidak-berimanan pertama-tama muncul dari hati, kemudian barulah dia bereaksi ke seluruh badan dan anggota tubuh lainnya, dan akhirya meliputi seluruh tubuh. Jadi, ingatlah, surga dan neraka dibawa oleh manusia dari dunia ini juga. Dan hendaknya hal ini jangan dilupakan bahwa surga dan neraka tidaklah seperti dunia jasmani ini, melainkan sumber dan pangkal keduanya itu adalah hal-hal yang bersifat ruhani. Ya, memang benar, bahwa di alam mi‘ad (janji) (???) itu ia akan tampak tampil dalam ruparupa jasmani. Ini adalah suatu hal yang penting. Seluruh umat telah terkecoh mengenai hal ini, dan akibat tidak memahami hakikatnya maka sampai ada yang mengingkari Tuhan. Ada yang sampai menganut akidah reinkarnasi (penitisan kembali), ada yang memaparkan hal tertentu, dan ada yang memaparkan hal lainnya. Jika Allah Ta‘ala memberi kesempatan kepada saya maka saya bermaksud untuk membahasa masalah ini secara luas. Hal itu bergantung pada kehendak dan taufik dari-NYa. JIka tidak, satu kata pun tidak dapat saya ucapkan.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 386-389).
96
( hl m. 38 9 - 399)
TAMPILNYA TANDA (MUKJIZAT) RASULULLAH SAW. Pada tanggal 17 Nopember 1901, petang hari, Hadhrat Masih Mau‘ud a.s. bersabda: ―Pendakwaan saya adalah, silakan kalian memaparkan seseorang di dunia ini yang memiliki Tanda (mukjizat) yang begitu banyak yang disaksikan oleh jutaan orang. Lebih dari seratus nubuatan agung telah dicantumkan dalam buku saya, Tiryaqul-Qulub. Tatkala orang-orang ini tidak mampu memaparkan (mengemukakan) satu orang pun, kemudian mereka mengatakan bahwa saya mengaku memiliki kelebihan daripada Rasulullah saw.. Mereka tidak tahu bahwa ini bukanlah melebihi Rasulullah saw., kesucian dan keagungan ini justru milik beliau saw., sebab di luar Rasulullah saw. tidak ada artinya sedikit pun. Justru dalam warna beliau saw. itulah dan dari jubah kenabian beliau saw. Tanda (mukjizat-mukjizat) ini tampil, dan ini berlaku melalui tangan beliau saw.. Sebenarnya, sarana-sarana dan perlengkapan tabligh serta penyebaran yang saya peroleh dan yang telah tersedia pada zaman sekarang ini belum ada pada zaman dahulu, dan tidak pula di masa lalu agama-agama memiliki kekuatan begini hebat. Ringkasnya, Tanda (/mukjizat-mukjizat) ini tidak ada tandingannya. Nubuatan-nubuatan Ilahi Bakhs, sama sekali tidak ada hakikatnya‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 400). (hlm. 400-402)
JEMAAT YANG BENAR SENANTIASA DITENTANG ‖Sunnatullah yang berlaku adalah, bahwa berapa pun keaniayaan yang terjadi, itu terjadi pada diri orang-orang yang benar. Untuk menentang mereka telah dikerahkan seluruh kekuatan. Lihatlah, betapa hebatnya penentangan yang dilakukan terhadap Rasulullah saw., sebaliknnya Musailamah al-Kadzdzab langsung saja diterima. Demikian jugalah yang terjadi di masa Hadhrat Musa a.s., dan sekarang pun terjadi demikian, orang-orang terus saja menyerang. Demikian jugalah yang terjadi di masa Hadhrat Masih a.s., dan sekarang pun terjadi demikian. Para pendusta sedikit pun tidak ada yang memperkarakan. Orang-orang terus saja menyerang dan menyerang dan menyerangi orang yang benar, dan semuanya bersatu untuk menentangnya‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 402).
TABLIGH KEPADA SANAK KELUARGA Pada tanggal 18 Nopember 1901, sekembali dari jalan pagi, Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda kepada Nawwab Sahib: ―Saya selalu mendengar bahwa Anda dari waktu ke waktu selalu bertabligh kepada sanak keluarga Anda. Itu suatu hal yang sangat baik. Manusia hendaknya setiap saat berpikir, sejauh kemungkinan yang ada hendaknya menyampaikan perintah Ilahi ini kepada kaum perempuan
97
dan kaum laki-laki. Di dalam hadits dikatakan pimpinan suatu qabilah (suku) akan dipertanyakan sebagaimana nabi dari suatu umat akan dipertanyakan [tanggungjawabnya]. Ringkasnya, kapan saja ada kesempatan hendaknya jangan disia-siakan, hidup ini tidak dapat dipegang (diandalkan).. Ketika Rasulullah saw. menerima perintah, "Wa-ndzir 'asyiratakal aqrabiin (berilah peringatan kepada kaum kerabat) maka beliau menyampaikan amanat Allah kepada mereka satu persatu. Demikian pula saya telah menyampaikan tabligh sering kali kepada kaum perempuan dan kaum laki-laki dalam berbagai kesempatan, dan sekarang pun saya kadang-kadang menyampaikan nasihat di dalam keluarga. Saya bermaksud untuk menulis segenap hal dalam kata-kata yang mudah dalam bentuk tanya-jawab, berupa kisah bagi kaum perempuan, namun saya tidak mempunyai waktu yang cukup untuk itu. Jika ada orang yang mau menulis demikian maka akan banyak sekali manfaat yang diarih oleh kaum perempuan.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 402-403). J ALA N TE NG AH ―Orang-orang kaya banyak sekali melakukan pekerjaan yang sia-sia dan akhirnya mereka mengalami kerugian. Jika mereka menjalani hidup mereka dengan jalan tengah, maka tentu tidak akan apa-apa. Malapetaka uang bunga yang telah membuat umat Islam menjadi sangat lemah, orang-orang kikir ini mengambil bunga uang di atas bunga, lalu akhirnya seluruh harta kekayaan disita.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 403).
( 403 - 406)
KEDUDUKAN HUJJATULLAH ―Apabila manusia berada pada kedudukan Hujjatullah maka Allah Ta‘ala sendiri menjadi kaki-tangan bagi dirinya. Dan ini benar, yakni ketika manusia sepenuhnya telah melakukan perdamaian dengan Allah Ta‘ala, dan menyerahkan kepada-Nya segala kehendak, segenap keinginan dan kekuatannya, maka yang menjadi seluruh kekuatannya adalah Allah. Tamsilnya seperti besi yang dimasukkan ke dalam api, dan dengan betul-betul dipanaskan maka besi itu menjadi merah seperti api, dan sifat-sifat yang ada pada besi tersebut saat itu hanyalah sifat-sifat api.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 406-407). ARTI “KHAIRUL MAAKIRIIN” ‖Saya memperhatikan bahwa kata makar digunakan bagi Rasulullah saw. dan bagi Al-Masih a.s. di dalam Al-Quran. Dan bagi saya pun kata ini tampil di dalam buku Barahin Ahmadiyyah. Yakni suatu rencana terselubung telah dilakukan untuk membunuh Al-Masih, dan hal itu juga dilakukan terhadap Rasulullah saw.. Di sini pun rencana-rencana telah dilakukan, dan dari pihak mereka sendiri sekarang pun hal itu tidak dapat dibedakan. Namun makar Allah Taala mengungguli semua itu. Makar adalah upaya terselubung dan halus. Lekh Ram telah menulis dalam suratnya,
98
―Mintalah suatu Tanda untukku dari [Tuhan] Khairul-Maakiriin.‖ Tatkala Allah Ta‘ala melalui sarana-sarana halus membinasakan atau menghinakan orang yang bersalah dan melindungi hamba-Nya yang benar dari rencana-rencana dan kejahatan-kejahatan para musuh, maka pada waktu itu dipaparkan nama-Nya yang merupakan Khairul Maakiriin. Yakni Dia mengetengahkan sarana-sarana sedemikian rupa untuk menghukum orang yang bersalah itu, yaitu sarana-sarana yang dipaparkan (digalang) untuk tujuan lain. Jadi, sarana-sarana yang tadinya untuk kebaikan (keuntungan) orang itu, teryata telah berubah menjadi penyebab kebinasaannya. Itulah sebabnya Masih a.s. telah diselamatkan dengan cara demikian, yakni sarana-sarana yang telah digalang untuk kebinasaan beliau ternyata terbukti sebagai faktor keselamatan hidup beliau. Demikian pula bagaimana Rasulullah saw. telah diselamatkan dari rencana para kafir Mekkah, dan seperti itu juga janji-Nya di sini. Mungkin ada saja yang mengatakan bahwa mengapa tidak di sana (Mekkah) saja beliau itu langsung di selamatkan? Maka jawabannya adalah itu bukanlah merupakan Sunnatullaah, melainkan Allah ingin memperlihatkan ilmu-Nya, karena itu Dia mengeluarkan beliau dari sana (Mekkah). Batas makar adalah sampai sebatas tadbir (upaya) manusia, namun tatkala telah keluar dari corak-corak rencana-rencana manusia maka hal itu telah menjadi mukjizat yang di luar kebiasaan tertentu. Jika ada iman sebesar dzarrah sekali pun maka hal-hal ini dapat dipahami dengan jelas. Tidak ada nabi yang tidak melakukan hijrah.‖ (Malfuzat, jld, II, hlm. 407-408).
( 408 - 430)
GOLONGAN WUJUDI & SYUHUDI Seseorang bertanya mengenai golongan Wujudi (Wihdatul Wujud), Hadhrat Masih Mau;ud a.s. menjelaskan: ―Menurut saya, hal ini perlu direnungkan yakni Wujud dan Syuhud. Pendapat saya adalah, dimana saja manusia tidak berhak melangkahkan kaki maka melangkahkan kaki ke sana adalah suatu kesalahan dan kelancangan. Golongan Wujudi memaparkan pendakwaan corak falsafah, dan mengatakan bahwa sebagaimana dokter memotong-motong mayat lalu memeriksa bagian dalamnya, seperti itulah mereka telah melihat Tuhan. Mereka juga mendakwakan: ―Alhamdulillaahilladzii khalaqal asyia-a wa huwa ‗ainuhaa‖ (segala puji bagi Allah Yang menciptakan sesuatu dan dia kekal (???)‖ itu adalah pendakwaan besar. Golongan Syuhudi merupakan golongan yang tenggelam dalam kecintaan yang mendalam [kepada Allah Ta‘ala]. Seperti halnya besi yang dijadikan merah di dalam api, maka dalam kondisi demikian orang yang melihatnya apabila menyebutnya sebagai api, dalam bentuk tertentu memang dapat dimaafkan, sebab api telah mendominasi besi tersebut. Ringkasnya, paham golongan Syuhudi adalah bahwa manusia dapat memperoleh banyak manfaat dari Wujud Tuhan. Tatkala kecintaan Tuhan dan makhluk berkumpul menyatu di dalam satu kalbu maka manusia menjalani suatu corak baru, dan di dalam kondisi itu manusia melihat bahwa dirinya benar-benar tenggelam di dalam Tuhan dan dirinya telah lenyap serta yang tampak hanyalah Tuhan. Sedangkan golongan Wujudi menghendaki suatu fakta [secara wujud/fisik]. Mereka sedikit pun tidak ada hubungannya dengan cinta, sebagaimana pengakuan para penganut faham Wujudi masa sekarang ini bahwa mereka adalah Tuhan.
99
Golongan Syuhudi mengatakan bahwa manusia adalah manusia, dan Tuhan adalah Tuhan. Yakni, secara syuhud (penyaksian/kesaksian) mereka mendapatkan diri mereka itu sebagai pencari dan telah tenggelam di dalam Tuhan. Jika [benar] manusia [dapat] menjadi Tuhan maka di dunia ini dia harus menjadi Tuhan, dan di akhirat pun tetap menjadi Tuhan, tetapi terbukti bahwa di dunia ini pun manusia tetap manusia dan di akhirat pun demikian. Tampak bahwa status [manusia] itu tidak terlepas dari diri manusia. Saya mengatakan, setiap orang memiliki corak tersendiri. Banyak sekali orang yang merasakan kelezatan dalam quwwali (nyanyian yang memaparkan nuansa-nuanas sufi). Namun saya melihat bahwa itu bukanlah sumber air kebijakan. Jadi, jika [golongan Wujudi] memiliki bukti di dunia ini, mereka hendaknya mengemukakan seseorang yang memiliki sifat-sifat Tuhan. Bualan orang-orang duniawi ini dapat diadukan dengan Tuhan serta dengan hamba utusan Tuhan seperti ini. Yakni Al-Masih telah diakui sebagai Tuhan, sedangkan Muhammad Rasulullah saw. diakui sebagai seorang utusan (rasul) Tuhan. Nah, sebagai perbandingan lihatlah, Al-Masih ditangkap, sedangkan orang yang ingin menangkap Muhammad Rasulullah saw. justru dia sendiri yang telah mati. Jadi, bersikaplah adil, yakni satu orang disebut manusia dan pekerjaannya dia serahkan kepada Allah. Orang yang ingin menangkapnya sendiri yang telah terbunuh. Orang-orang Yahudi yang mengenai mereka dikatakan: "Dhuribat 'alaihimudz dzillatu wal maskanah – (ditimpakan kepada mereka kenistaan dan kehinaan‖ – Al-Baqarah, 62), dalam satu jam saja mereka berhasil menangkap manusia yang disebut ―Tuhan‖ itu lalu siap untuk membunuhnya. Renungkanlah wahai orang yang berakal! Jika ada yang mengatakan, ―Itu hanyalah sifat ketuhanan, sudahlah biarkan saja.‖ Sejauh yang saya perhatikan, Tuhan itu berkata-kata dengan kita dan Dia memperlihatkan hal-hal luar biasa serta mukjizat-mukjizat, namun demikian kita tetap saja manusia. Wujud suatu dinding adalah tersendiri, sedangkan wujud bayangannya adalah lain lagi. Alhamdulillaahi Rabbil ‗aalamiin, ar-Rahmaanm ar-Rahiim, Maaliki yaumid-diin‖ dan seterusnya, ini semua menghendaki adanya Rabb (Tuhan) dan juga menghendaki adanya wujud makhluk (yang diciptakan). Jadi, kemukakanlah bukti Ketuhanan mereka itu kepada kami. Tuhan telah menciptakan manusia sebagai makhluk, dan dunia pun Dia jadikan sebagai makhluk (yang diciptakan), lalu bagaimana mungkin kita dapat mengakui bahwa bulan, matahari, dan lainnya sebagai Tuhan? Seluruh nabi selalu menampakkan rasa takut. Jika di dalam diri mereka terdapat warna Tuhan maka mengapa ada rasa takut t itu? Di dalam Jemaat saya juga dahulu terdapat seorang penganut paham Wujudi, yaitu Maulvi Ahmad Jaan. Dia tidak pernah membicarakan masalah ini dengan saya. Baru-baru ini dia telah meninggal dunia, dan di dalam itu dia menghabiskan seluruh usianya. Saya bukanlah budak belian seseorang. Saya justru memilih jalan yang paling selamat dan paling terang. Saya tidak memiliki permusuhan dengan orang-orang Wujudi. Saya justru melihat mereka sebagai orangorang yang patut dikasihani.‖ Orang yang bertanya kepada Hadhrat Masih Mau‘ud a.s. mengemukakan ayat berikut ini sebagai bukti masalah Wihdatul Wujud: ―Wa huwal awwalu wal- aakhiru – Dia-lah Yang Awwal dan Yang Akhir‖ – Al-Hadid, 4). Hadhrat Masih Mau‘ud a.s. bersabda: ―Ayat-ayat Allah Ta‘ala itu sedemikian rupa, yakni sebagian ayatnya menjelaskan sebagaian ayat lainnya. Tafsir mengenai kata awwal itu adalah: "Kaanallaahu wa lam yakum ma'ahuu syai-un (sAllah itu berdiri/tegak atas Dzat-Nya sendiri dan tidak disertai oleh benda apa pun), sedangkan arti aakhir adalah: "Kullu man 'alaihaa faanin – (segala sesuatu yang ada di bumi ini
100
binasa – Ar Rahmaan, 27). Jadi, makna-makna yang dipaparkan oleh Tuhan itulah yang saya sukai. Disayangkan bahwa orang-orang Yahudi di zaman sekarang ini tidak salat dan tidak berpuasa serta mereka tidak pernah membuka mempelajari Alquran. Ya, saya berbicacara mengenai negeri ini, yakni yang mencakup Jalandhar, Batala, Hosyiarpur, Sialkote dan sebagainya. Saya melikat kebanyakan orang [Wujudi] ini tenggelam dalam kebiasaan bermabuk-mabukan dan mengisap marijuana serta bercampur dengan orang-orang yang tidak percaya pada Tuhan. Kebanyakan mereka mengatakan bahwa Wujudi adalah orang yang tidak pernah menyebut nama Tuhan, melainkan segala sesuatu yang ada adalah makhluk. Jadi, orang-orang ini adalah mereka yang disebut Atheis oleh orang-orang. "Kaanallaahu wa lam yakum ma'ahuu svai-un (Allah itu berdiri alas Dzat-Nya sendiri dan tidak disertai oleh benda apa pun) adalah sebuah hadits, dan dari hadits serta Taurat terbukti bahwa Tuhan itu tersendiri (mendiri), sedangkan di bumi terdiri atas …………………disertai oleh 3 buah hadits. ……………… bahwa di bumi serta langit dan sebagainya tidak ada apaapa. Ini adalah suatu hal yang telah diakui oleh segenap Ahli Kitab. Jadi saya tidak punya ikhtiar untuk membelokkannya lalu menampilkan suatu nama lain. Sebagian orang suka bergurau, namun gurau pun semacam racun. Kita hendaknya jangan menyukai makna-makna yang bersifat gurauan, melainkan hendaknya Taurat Al-Quran dan Hadits diperiksa, dan semuanya mengatakan bahwa terdapat suatu Kekuatan yang tidak ditemukan pada benda-benda yang berwujud (makhluk). Saya berpendapat bahwa Wihdatul Wujud pun muncul dari gurauan. Makna yang seperti di atas itulah yang terbukti dari segenap kitab terdahulu, dan rinciannya terdapat di dalam Al-Quran serta Taurat. Pertama-tama hal ini tidak perlu diperdebatkan. Bagi manusia hal paling pertama yang penting adalah mengimani Tuhan secara garis besar. Tatkala keimanan tersebut telah timbul maka dengan sendirinya hakikat-hakikat akan terbuka atas diri seseorang. Lihat dalam satu serangan penyakit, maka potensi rasa pun hilang. Rasa asam, manis, pahit, asin dan sebagainya semuanya hilang. Jadi, telah diketahui bahwa indera perasa ini sangat berguna. Satu indera terdapat pada hidung. Seseorang yang tidak memiliki indera [penciuman] ini disebut akhsyam. Sebagian lagi yang indera [pendengaran] telinganya hilang. Jadi, tatkala sebagian indera ini dapat tidak berfungsi, demikian pula kadang-kadang potensipotensi ruhani pun menjadi tidak berasa, dan manusia pun – seperti Sayyid Ahmad Khan – jadi beranggapan bahwa pengabulan doa dan hal-hal seperti itu merupakan sesuatu yang tidak mungkin.‖ (Malfuzat, jld. II, hlm. 430-433).
Kemang, 16 Oktober 2008
101