MALFUZAT IV (1-1)
MENYIMAK DENGAN PIKIRAN BERSIH ―Hal yang sebenarnya adalah, selama manusia belum memikirkan tentang suatu perkara dengan pikiran bersih dan memperhatikan segenap sisi, serta belum mendengarkan dengan penuh perhatian, maka "selama itu pula dia tidak dapat meninggalkan pemikiran-pemikiran lama. Oleh karena itu, ketika seseorang mendengar suatu hal baru, maka dia hendaknya jangan langsung menentang sebaik mendengarnya, melainkan merupakan kewajibannya untuk mempertimbangkan segenap aspeknya (seginya). Pikirkanlah hal itu dalam kesendirian dengan sikap adil, jujur, dan yang paling penting lagi adalah dengan rasa takut terhadap Allah Ta‘ala‖. (Malfuzhat, jld. IV, 1-2).
(2-11)
SHALAT JENAZAH BAGI AL-MASIH Sesudah shalat Maghrib, Hadhrat Masih Mau'ud a.s. duduk-duduk bersama para sahabah. Dokter Sayyid Abdus-Samad mengemukakan bahwa: "Ada seseorang yang yang sangat ........ yaitu Munsyi Rahim Bakhs. Ia setelah membaca buku [Hadhrat Masih Mau'ud a.s. berjudul Tohfah Golerwiyyah mengenai kewafatan AlMasih. Dan dia juga menanyakan kepada saya, apakah dia boleh melakukan shalat jenazah untuk Al-Masih a.s.? Saya katakah bahwa saya akan memberikan jawaban setelah menanyakannya kepada Hadhrat Aqdas." Mengenai hal itu Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda: ―Shalat jenazah merupakan doa juga bagi mayit. Hal itu tidak dilarang. Dia boleh melakukannya.‖ (Malfuzat, jld IV. hlm. 11-16 ).
(16-41)
ANJURAN UNTUK SEGERA MINTA PENJELASAN APABILA ADA GANJALAN HATI Pada bulan Nopember 1901, diselenggarakan acara amin (syukuan khaatam Al-Quran) bagi putra-putri Hadhrat Masih Mau'ud a.s., yaitu Hadhrat Sahibzadah Basyir Ahmad, Syarif Ahmad dan Mubamkah Begum. Pada kesempatan itu Hadhrat Masih Mau'ud a.s. memberikan sedekah dalam rangka syukur atas anugerah-anugerah Allah Ta‘ala. Sebagai ungkapan syukur, beliau
1
mengadakan acara makan-makan. Hadhrat Nawab Muhammad Ali Khan bertanya kepada Hadhrat.Masih Mau'ud a.s.: "Acara amin yang diselenggarakan ini, apakah ini suatu tradisi atau apa?" Mengenai ganjalan di hati yang langsung ditanyakan ini, Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menjelaskan: ―Suatu perkara yang timbul, jika diperhatikan dan dipikirkan dengan niat baik serta dengan mempertimbangkan aspek-aspek ketakwaan, maka dari situ akan diperoleh suatu pengetahuan. Saya menganggap hat ini sebagai pertanda akan kebersihan kalbu dan baiknya niat Tuan. Yakni, suatu hal yang tidak dimengerti, langsung Tuan tanyakan. Banyak sekali orang yang di dalam kalbu mereka timbul suatu keraguan, tetapi mereka tidak menjernihkan keraguan itu, serta tidak mau bertanya. Akibatnya, keraguan itu diam-diam sernaldn membesar di dalam. Kemudian keraguan besar itu menetaskan keraguan-keraguan lainnya, serta membinasakan ruh. Kelemahan seperti ini dapat mengantarkan manusia sampai pada kemunafikan. Yakni, jika ada suatu hal yang tidak dipahami, lalu tidak dipertanyakan, dan begitu saja suatu sikap (pendirian) telah diambil. Manusia yang membinasakan ruhnya, saya tidak menganggap hal itu sebagai suatu adab. Ya, memang benar, melontarkan pertanyaan dalam setiap perkara kecil juga tidaklah tepat. Hal itu dilarang: "Laa tas-aluu 'an asy-yaa-a [in tubda lakum tasu'kum] – janganlah kamu menanyakan tentang [rincian] perkara-perkara tertentu [jika diterangkan kepada kamu niscaya akan menyusahkan kamu]" (Al-Maidah:102). Demikian pula, hal ini juga dilarang, yakni memata-matai untuk menangkap keburukankeburukan orang lain. Kedua cara itu tidaklah baik. Namun, jika ada suatu perkara penting yang mengganjal di hati, maka paparkanlah, dan hendaknya ditanyakan. Hal itu sama saja apabila seseorang memakan makanan yang tidak baik dan membuatnya sakit perut serta rasanya mual, maka segera hendaknya dimuntahkan. Namun, jika orang itu tidak segera memuntahkannya, maka akan menimbulkan kerusakan pada alas pencernaan serta merusak kesehatan. Sebagaimana makanan seperti itu segera hendaknya dimuntahkan, demikian pula suatu perkara yang mengganjal di hati, hendaknya segera diutarakan. Ringkasnya, saya menganggap hal ini sebagai pertanda kebaikan Tuan. Yakni, suatu hat yang tidak Tuan pahami, langsung Tuan tanyakan. Dan tidak memberi peluang timbulnya keberatan. Hadits pertama Bukhari adalah: "Innamal a'maalu bin-niyaat. " Amal-amal tergantung pada niat. Dengan adanya niat baik, suatu pelanggaran pun tidak lagi menjadi pelanggaran. Lihatlah hukum, disitu juga niat dianggap, sebagai suatu hal yang penting. Misalnya, seorang bapak jika menekankan kepada anaknya supaya pergi belajar ke sekolah, dan secara kebetulan anak itu terluka di suatu tempat sehingga anak itu meninggal dunia, maka akan dipertimbangkan bahwa hal itu tidak dapat dinyatakan sebagai suatu pembunuhan yang disengaja, sebab niatnya bukanlah untuk membunuh anak itu. Jadi, setiap perbuatan itu sangat erat kaitannya dengan niat. Di dalam Islam, hal ini berhasil memecahkan banyak sekali perkara. Jadi, jika suatu perbuatan dilakukan dengan niat baik dan semata-mata untuk Allah, terserah apa saja pendapat orang-orang dunia terhadap hal itu, hendaknya jangan dipedulikan. Ingatlah, manusia hendaknya setiap saat dan dalam setiap keadaan tetap memanjatkan doa. Dan di sisi lain hendaknya menerapkan: "Ammaa bi ni'mati rabbika fa haddits " (Ada pun nikmat-nikmat Tuhan engkau maka ceritakanlah - (Adh-Dhuha. 12). Yakni, nikmat-nikmat
2
anugerah Allah Ta‘ala itu hendaknya diberitakan (diungkapkan) (tahdits nikmat). Hal itu meningkatkan kecintaan Allah Ta‘ala, dan timbul suatu gejolak semangat dalam melakukan ketaatan serta kesetiaan terhadap-Nya. Tahdits itu tidak hanya berarti bahwa manusia terus menerus mengungkapkannya melalui lidah saja, melainkan harus ada juga pengaruhnya pada tubuh. Misalnya, Allah Ta‘ala memberi karunia kepada seseorang untuk dapat mengenakan pakaian yang bagus, namun dia selalu memakai pakaian yang kotor dan dekil, dengan pertimbangan agar orang-orang merasa kasihan kepadanya, atau supaya kondisinya yang senang itu tidak diketahui oleh orang-orang. Orang yang demikian ini berbuat dosa, sebab dia ingin menyembunyikan karunia dan anugerah Allah Ta‘ala serta bersikap munafik. Dia bersikap menipu, dan ingin mengecoh. Hal itu sangat jauh dari sifat seorang mukmin. Pandangan Rasulullah saw. penuh keragaman. Apa saja yang beliau peroleh, beliau pakai dan tidak keberatan. Pakaian yang disodorkan kepada beliau, beliau terima. Namun sesudah beliau [wafat], sebagian orang melihat adanya tawadhu' (merendahkan diri) apabila diberi campuran unsur rahbaniyyat (gaya hidup biarawan –pent.). Sebagian darwesy (faqir) tampak memakan daging yang dilumuri tanah. Ada seseorang yang datang kepada seorang darwesy. Darwesy itu menyuruh supaya orang itu diberi makan, namun orang itu bersikeras untuk makan bersama-sama sang darwesy. Akhirnya, ketika darwesy itu duduk untuk makan bersamanya, maka yang dihidangkan adalah makanan yang terbuat dari buah rim [yang rasanya sangat pahit]. Hal-hal seperti inilah yang diterapkan oleh sebagian orang, dan tujuan mereka adalah untuk meyakinkan orang-orang lain tentang kehebatan mereka. Namur Islam tidak menyatakan hal seperti itu sebagai sesuatu yang hebat. Kehebatan dalam Islam justru terletak pada takwa. Melalui takwa itulah diperoleh kedudukan waliullah. Karena takwa itulah para malaikat berkatakata, Allah Taala memberikan kabar-kabar suka. Saya tidak mengajarkan hal-hal seperti itu, sebab hal itu bertentangan dengan tujuan ajaran Islam. Quran Syarif mengajarkan untuk memakan makanan yang thayyib (sehat) sedangkan orang-orang ini dengan cara memasukan tanah ke dalam makanan yang enak telah membuatnya tidak thayyib. Akidah seperti itu timbul jauh setelah kelahiran agama Islam. Orang-orang ini melakukan hal-hal yang melebihi apa yang dilakukan Rasulullah s.aw.. Mereka sama sekali tidak ada hubungannya dengan Islam dan Quran Syarif. Mereka membuat sendiri syariat yang terpisah. Saya memandangnya dengan sangat hina dan rendah. Bagi saya, Rasulullah saw. merupakan uswatun hasanah (suri tauladan terbaik). Kebaikan dan kemuliaan bagi kita adalah, sejauh yang memungkinkan, kita menempuh jejak langkah beliau, dan tidak mengambil langkah yang bertentangan dengan itu.‖ (Malfuzhat, jld.4, h.41-44).
PERLAKUAN TERHADAP PEREMPUAN ―Demikian pula orang-orang banyak melakukan kesalahan dalam perkara bagaimana menjalin hubungan dan mensikapi para istri. Simaklah kehidupan beliau saw., bagaimana beliau mensikapi para istri serta anak-anak, sedangkan mereka telah keluar dari jalan lurus. Di dalam Quran Syarif tertulis: "'Asyiruhunna bilma'ruuf' – (bergaullah dengan mereka secara baik-baik An-Nisa:20).
3
Terdapat dua golongan manusia dalam kaitan ini. Satu golongan adalah mereka yang betulbetul telah melepaskan (membiarkan) istri-istri mereka. Tidak ada sedikit pun pengaruh agama (keruhanian) pada [diri istri-istri] mereka itu, dan para istri itu secara terbuka melakukan hal-hal yang bertentangan dengan Islam serta tidak ada yang menghiraukannya. Sebaliknya, ada pula yang berlaku demikian keras dan ketatnya sehingga tidak ada beda lagi antara istri-istri itu dengan hewan. Mereka memperlakukannya lebih buruk dari para hamba sahaja dan hewan berkaki empat. Mereka memukuli, dan sedemikian rupa bengisnya, seakanakan tidak tahu lagi apakah yang ada di depan itu makhluk bernyawa atau bukan. Pendeknya, mereka memperlakukannya dengan sangat buruk. Sampai-sampai di Punjab dikenal sebuah ungkapan menyamakan perempuan dengan sepatu yang dikenakan di kaki, yakni [begitu mudahnya] satu dilepas, kemudian pakai yang lain lagi. Ini suatu perkara yang sangat berbahaya. Rasulullah saw. merupakan suri tauladan paling sempurna tentang semua itu. Berdiri melawan perempuan (istri) adalah pengecut dan tidak jantan. Telaahlah kehidupan suci Rasulullah saw. supaya kalian mengetahui betapa hebatnya akhlak beliau. Walau pun beliau seorang yang memiliki wibawa besar, tetapi jika ada seorang perempuan lemah pun yang membuat beliau harus berdiri [menghormati], beliau akan tetap berdiri sampai tidak diizinkan lagi oleh perempuan. Beliau saw. senantiasa membeli bahan-bahan masakan. Suatu kali beliau saw. membeli sesuatu. Seorang sahabi berkata, "Tuan, berikan pada saya [untuk dibawa]." Beliau saw. bersabda, "Barang milik seseorang, biarkan orang itu sendiri yang membawanya dan jangan diambil darinya. " Beliau saw. juga senantiasa memikul kayu-kayu bakar. Inti dari peristiwa-peristiwa ini adalah, mengetahui betapa sederhana dan sangat bersahajanya beliau saw.. Beliau saw. juga selalu berjalan kaki. Saat itu tidak ada beda apakah beliau harus jalan di depan atau di belakang, seperti pada zaman sekarang yang tampak di kalangan orang-orang besar, tidak ada orang yang boleh berada di depan mereka. Begitu sederhananya Rasulullah saw., sehingga kadang-kadang orang tidak dapat membedakan mana Rasulullah di antara mereka. Ketika Rasulullah saw. tiba di Madinah, saat itu janggut Hadhrat Abu Bakar r.a. sudah putih. Orang-orang mengira bahwa itulah Rasulullah. Tetapi ketika Hadhrat Abu Bakar r.a. bangun mengkhidmati Rasulullah untuk menunjukkan, barulah orang tahu. Kadang-kadang Rasulullah saw. juga lomba lari dengan Hadhrat Aisyah r.a.. Satu kali beliau melaju lebih depan, dan yang kedua kali beliau agak perlahan supaya Hadhrat Aisyah r.a. lebih laju di depan, dan ia pun menang. Demikian pula terbukti suatu kali beberapa orang Habsy datang memainkan pertunjukan mereka, dan Rasulullah saw. memperlihatkannya kepada Aisyah r.a.. Kemudian datang Hadhrat Umar r.a.. Ketika Umar datang, orang-orang Habsy itu pun bubar melihat Umar. Pendeknya, tatkala manusia menelaah dengan cermat kehidupan Rasulullah saw. maka ia akan menemukan banyak perkara. Akan tetapi sebagian orang bodoh yang tidak menelaah kehidupan beliau s.a.w., [begitu saja] melontarkan kritikan dari lidah mereka. Begitulah keadaan orang-orang Kristen dan Hindu.‖ (Malfuzhat, jld. IV, hlm. 44-46).
PERBEDAAN SUNNAH DAN BID’AH
4
Masih dalam rangka menanggapi pertanyaan tentang acara amin (syukuran khaatam Quran), Hadhrat Masih Mau'ud a.s. lebih lanjut menjelaskan: ―Ringkasnya, pada saat ini orang-orang telah melakukan kesalahan sangat besar dalam hal sunnah dan bid'ah. Mereka telah melakukan kekeliruan yang sangat berbahaya. Mereka tidak dapat membedakan antara sunnah dan bid'ah. Mereka meninggafkan suri-tauladan Rasulullah saw. lalu banyak sekali cara-cara yang mereka temukan sendiri sesuai kemauan mereka. Dan halhal itu mereka anggap cukup sebagai pembimbing bagi hidup mereka, padahal itu justru merupakan hal-hal yang menyesatkan mereka. Tatkala seseorang membedakan antara sunnah dan bid'ah, lalu dia menerapkan sunnah, maka dia dapat terhindar dari bahaya-bahaya. Namun orang yang tidak dapat membedakannya dan mencampur-adukkan sunnah dengan bid'ah, maka akibat akhir yang akan dia alami tidak bisa bagus. Segala sesuatu yang diumumkan Allah Ta‘ala dalam Quran Syarif benarbenar jelas dan gamblang. Kemudian, Rasulullah saw. memperagakannya dalam amal-perbuatan beliau. Kehidupan beliau saw. merupakan contoh yang sempurna. Namun walau demikian, juga terdapat satu bagiannya yang merupakan ijtihad. Di mana saja -- akibat kelemahannya -- seseorang itu tidak dapat menemukan suatu contoh secara jelas di dalam Quran Syarif atau di dalam sunnah Rasulullah saw., maka dia hendaknya melakukan ijtihad. Misalnya, dalam pernikahan-pernikahan, adanya makanan yang diberikan (dihidangkan), jika tujuannya adalah untuk memperlihatkan ketinggian dan kehebatannya pada pihak lain, berarti itu untuk pamer dan takabu, karena itu menjadi haram. Namun, jika seseorang melakukan hal itu sematamata dengan niat untuk mempraktekkan "Ammaa bini'mati rabbika fahaddiits – (adapun nikmat-nikmat anugerah Allah Ta‘ala hendaknya diberitakan - Adh-Dhuha, 12), serta untuk mengamalkan, "Mimmaa razaqnaahum yunfiquun – (mereka membelanjakan dari apa-apa yang telah Kami rezekikan kepada mereka – Al-Baqarah, 4), dan memberikannya untuk menerapkan sikap baik terhadap orang-orang lain, maka hal itu tidaklah haram. Jadi, apabila seseorang menyelenggarakan suatu acara, dan yang menjadi tujuan di situ bukanlah untuk mengharapkan imbalan, melainkan dengan maksud meraih keridhaan Allah Ta‘ala, maka jangankan kepada seratus orang, memberi makan kepada seratus ribu orang pun tidak dilarang. Hal yang menjadi dasar sebenarnya adalah niat. Jika niat itu buruk dan fasid, maka suatu perbuatan yang dibenarkan dan yang halal sekali pun akan menjadi haram. Ada sebuah kisah yang mashur. Seorang suci menyelenggarakan undangan makan, dan ia menyalakan empat puluh buah lentera. Sebagian orang berkata: "Ini foya-foya." Orang suci itu mengatakan, "Lentera yang saya nyalakan untuk pamer, padamkanlah oleh kalian." Lalu diupayakanlah, tetapi tidak ada satu pun yang bisa padam. Dari itu diketahui bahwa perbuatan itu satu, dan ada dua macam orang yang melakukannya. Yang pertama adalah yang melakukannya untuk kemewahan, dan yang kedua adalah yang melakukannya untuk pahala. Dan perbedaan ini timbul karena berbedanya niat mereka. Ada tertulis, bahwa dalam perang Badar terdapat seseorang dari kalangan Islam yang berjalan tampil ke depan dengan membusungkan dada, padahal jelas bahwa Allah Ta‘ala melarang sikap seperti itu. Ketika Rasulullah saw. meJihatnya maka beliau. bersabda: "Sikap ini tidak disukai oleh Allah Ta‘ala, namun pada waktu ini sikap tersebut disukai oleh-Nya, sebab saat ini adalah untuk memperlihatkan kemuliaan clan keperkasaan Islam. Dan hal itu menimbulkan rasa gentar pada pihak musuh." Jadi, banyak sekali contoh seperti ini, dari itu akhirnya terbukti bahwa [hadits ini] memang sangat benar, "Innamal a'maalu binniyaat. –
5
(sesungguhnya amal itu sesuai dengan niat). Demikian pula, saya senantiasa merenungkan dan terus-menerus berpikir bagaimana supaya ada suatu jalan (cara) yang darinya tampil keagungan dan keperkasaan Allah Ta‘ala serta menimbulkan keimanan di kalangan orang-orang. Yaitu suatu iman yang menyelamatkan dari dosa dan mendekatkan pada kebaikan. Saya juga melihat bahwa karunia dan anugerah Allah Ta‘ala tidak terhitung banyaknya yang menerpa diri saya. Melakukan tahdits (pengungkapan) tentang hal-hal itu merupakan kewajiban saya. Jadi, tatkala saya melakukan suatu perbuatan maka yang menjadi tujuan dan niat saya adalah untuk menzahirkan keperkasaan Allah. Demikian pula dalam acara, amin (syukuran khaatam Quran) ini, dikarenakan anak-anak ini merupakan sebuah Tanda dari Allah Taala, dan masing-masing mereka merupakan bukti hidup nubuatan-nubuatan Allah Ta‘ala, oleh sebab itu saya anggap wajib untuk menghargai Tandatanda tersebut, karena ini merupakan bukti kenabian Rasulullah saw. dan bukti kebenaran Quran Karim serta bukti keberadaan Wujud Allah Ta‘ala itu sendiri. Pada saat ini, ketika mereka telah menamatkan membaca Kalaam Allah Taala, maka dikatakan kepada saya untuk menuliskan beberapa syair doa yang di dalamnya terkandung ungkapan syukur atas karunia dan anugerah Allah Taala. Seperti yang baru saja saya katakan, saya selalu memikirkan tentang ishlah (perbaikan), saya menganggap acara ini sangat beberkat, dan saya kira tepat bahwa dengan cara ini saya menyampaikan tabligh. Jadi, itulah niat dan tujuan saya. Ketika saya telah memulai [menggubahnya], dan syair itu adalah: "Har ek neki ki jarh ye ittiqa hei – (akar setiap kebaikan adalah ketakwaan), maka bait yang kedua saya peroleh dalam bentuk ilham, "Agar ye jarh rahi to sab kuch raha hei – (jika akar ini ada maka segala-sesuatunya akan tetap ada." Dari itu diketahui bahwa Allah Ta‘ala jugsa ridha terhadap perbuatan saya ini. Quran Karim hanya mengajarkan tentang takwa, dan itulah yang menjadi tujuannya. Jika manusia tidak menerapkan takwa maka shalatnya juga tidak akan berguna dan dapat menjadi kunci neraka.... Apa pun perbuatan yang dilakukan untuk pamer di hadapan manusia, dan berapa banyakpun kebaikan yang terkandung di dalamnya, sama-sekali tidak berguna dan justru berbalik menjadi penyebab timbulnya azab. Di dalam [kitab] Ihyaa 'Uluum [karya Imam Ghazali r.a. – pent.] tertulis bahwa fuqara (para faqir) di zaman itu ingin menzahirkan bahwa ibadah-ibadah mereka adalah untuk Allah Ta‘ala, namun sebenamya tidak mereka lakukan untuk Allah, melainkan untuk makhluk (manusia). Penulis buku itu menuliskan tentang kondisi orang-orang itu yang aneh-aneh. Mengenai pakaian mereka dituliskan, ―Jjika mereka mengenakan pakaian berwarna putih maka kehormatan mereka akan berbeda. Dan mereka juga tahu, jika pakaian-pakaian itu lain maka kehormatan mereka juga akan lain. Oleh karena itu, untuk masuk ke dalam kalangan orang kaya, mereka menyatakan agar memakai pakaian yang bagus, tetapi mereka beri warna. Demikian pula, untuk memperlihatkan ibadah-ibadah mereka, mereka telah menggunakan cara-cara yang aneh. MisaInya, untuk menunjukkan puasa, mereka datang ke tempat seseorang ketika tiba waktu makan. Orang-orang mendesak agar mereka turut makan, tetapi mereka mengatakan, "Silakan makan, saya tidak makan. Saya ada sedikit halangan." Maksud kalimatnya adalah bahwa dia itu sedang berpuasa. Demikianlah kondisi-kondisi orang itu yang dituliskan di situ. Jadi, melakukan suatu perbuatan demi dunia dan untuk kehormatan serta kemasyhuran diri sendiri, tidak bisa menjadi penyebab timbulnya keridhaan Allah Ta‘ala. Pada zaman sekarang ini begitu jugalah kondisi dunia yang sedang berlaku. Segala sesuatu telah jatuh dari
6
keseimbangannya. Ibadah-ibadah serta sedekah dan sebagainya dilakukan untuk pamer. Amalamal salih telah digantikan oleh beberapa tradisi. Oleh karenanya, itulah tujuan penghapusan tradisi yang dibuat-buat, yakni jika ada suatu perbuatan atau ucapan yang bertentangan dengan firman Allah dan sabda Rasul, maka hendaknya dihapuskan selama kita menamakan diri kita Muslim. Dan adalah mutlak agar segenap ucapan dan perbuatan kita berada di bawah Allah Ta‘ala. Untuk apa kita mempedulikan dunia? Suatu perbuatan yang bertentangan dengan keridhaan Allah Ta‘ala serta berlawanan dengan Rasulullah saw. hendaknya dihapuskan dan ditinggalkan. Hal-hal yang sesuai dengan hukum-hukum Ilahi serta sesuai pesan Rasulullah saw, hendaknya dilakukan, sebab tulah yang dinamakan menghidupkan Sunnah. Dan hal-hal yang tidak bertentangan dengan petunjuk atau perintah-perintah Rasulullah saw., serta tidak berlawanan dengan perintah-perintah Allah Ta‘ala, dan tidak pula di dalamnya terdapat unsur pamer, melainkan berupa ungkapan syukur dan tahdits ni'mah, maka hal itu tidak mengapa.‖ (Malfuzhat, jld. IV, h. 46-50). PENJELASAN TENTANG BID’AH Para ulama kita terdahulu sampai mengambil sikap berlebihan sedemikian rupa sehingga, saya dengar mereka memberi fatwa menentang naik kereta api. Dan memasukkan surat ke kantor pos pun mereka anggap dosa. Nah, orang-orang yang kondisinya sudah sampai seperti itu, maka apakah masih ragu lagi bahwa mereka itu gila atau setengah gila? Itu merupakan kebodohan. Yang harusnya diperhatikan adalah, apakah suatu perbuatan itu sesuai firman Allah Ta‘ala ataukah bertentangan? Dan sesuatu yang sedang dilakukan, apakah itu suatu bid'ah? Dan apakah dari itu tidak timbul suatu syirik? Jika satu pun dari hal-hal ini tidak terdapat di dalamnya, dan tidak timbul kerusakan pada iman, maka tidaklah mengapa jika dikerjakan. Perhatikanlah [hadits]: "Innamal a'maalu bin-niyaat – (sesunggunya amal perbuatan itu tergantung pada niat" - Bukhari). Saya juga mendengar mengenai sebagian ulama yang melarang mempelajari sharaf nahu (gramatika bahasa Arab) dan ilmu-ilmu lainnya, serta menyatakan hal itu sebagai bid'ah. Dan mereka mengatakan bahwa ilmu-ilmu itu tidak ada di masa Rasulullah saw., baru belakangan saja timbulnya. Demikian pula sebagian orang menyatakan bahwa berperang menggunakan meriam atau senapan adalah dosa. Nah, meragukan kebodohan orang seperti itu juga merupakan suatu kesalahan. Quran Syarif justru mengatakan bahwa sebagaimana mereka (pihak lawan) melakukan persiapan, lakukan jugalah persiapan seperti itu. Sebenarnya ini adalah masalah-masalah yang termasuk kategori ijtihad. Di situ peran yang paling besar adalah niat. Ringkasnya, Allah Ta‘ala mengetahui bahwa perbuatan saya ini hanya untuk mengungkapkan rasa syukur terhadap-Nya. Kadang-kadang juga terjadi begini. Yakni, suatu perbuatan dilakukan, dan orang-orang yang tidak berprasangka-baik atau yang tidak mengenal rahasia-rahasia syariat, kadang-kadang timbul cobaan bagi diri mereka. Mereka menganggapnya macam-macam. Kadang-kadang demikian, yakni Rasulullah saw. sedang bercerita di rumah beliau. Saat itu, jika ada orang bodoh yang melihat beliau serta dia tidak memperhatikan tujuan beliau saw. maka tentu orang itu akan tergelincir. Atau, suatu kali beliau saw. berada di rumah Hadhrat ‗Aisyah r.a.., dan istri beliau yang lain mengirimkan semangkuk lauk, lalu Hadhrat ‗Aisyah menjatuhkan serta memecahkan mangkuk itu.
7
Nah, seseorang yang tidak mengenal Hz.Aisyah, tentu akan berani melontarkan kritikan terhadap hal itu. Dan dia tidak akan mempertimbangkan perbuatan-perbuatan Hadhrat ‗Aisyah r.a. yang lainnya. Tampil hal-hal yang karena tidak adanya pengetahuan padapihak lain maka timbul kritikan (keberatan). Hendaknya sebelum melakukan kritikan (keberatan) manusia menerapkan sikap prasangka baik. Dan tetaplah menyimak sambil bersabar sampai beberapa hari, maka hakikat yang sebenarnya akan terbuka dengan sendirinya. Beberapa waktu lalu ada seorang tamu perempuan yang datang. Pada hari-hari itu, secara kebetulan beberapa perempuan sedang berhalangan shalat. Perempuan itu langsung saja mengatakan, "Untuk apa datang ke sini? Tidak ada seorang [perempuan] pun yang shalat." Padahal, perempuanperempuan di rumah saat itu sedang berhalangan, dan di sini Allah mereka tidak terkena hitungan. Namun perempuan itu langsung saja mengatakan demikian tanpa bertanya dan berpikir terlebih dahulu. Tazkiyah (kesucian) terdapat di dalam hati. Tanpa ini, sedikit pun tidak ada yang akan jadi. Saya lihat istri saya mengerjakan shalat dengan penuh disiplin. Ketika Bashir pertama lahir, wajahnya sangat mirip dengan Mubarak. [Sewaktu masih kecil] anak itu jatuh sakit. Suhu badannya sangat tinggi, sehingga kondisinya genting. Saat itu masuk waktu shalat maka istri saya mengatakan ingin shalat. Ketika ia sedang shalat itulah anak tersebut meninggal dunia. Selesai shalat ia bertanya pada saya, "Bagaimana keadaannya?" Saya katakan: "Dia sudah wafat." Saat itu saya melihat istri saya dengan lapang dada mengucapkan: "Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun" (sesungguhnya kami milik Allah dan sesungguhnya kami kepada-Nya kami kembali). Pada saat itu dimasukkan ke dalam kalbu saya, bahwa Allah Ta‘ala tidak akan mengangkatnya selama belum memberikan ganti anak itu. Ternyata demikianlah, menjelang 40 hari setelah kewafatannya Mahmud pun lahir. Dan setelah itu barulah anak-anak ini lahir (yakni, Sahibzada Mirza Bashir, Mirza Syarif dan Mubarakah Begum yang sedang diselenggarakan acara amin mereka saat itu. –pent..). Ringkasnya, manusia yang berpikiran tidak baik adalah makhluk tidak sempurna. Dikarenakan yang ada pada [tamu perempuan] itu hanyalah hal-hal yang bersifat tradisi, oleh sebab itu keruhaniannya tidak benar, dan demikian pula keadaan duniawinya. Orang-orang seperti itu memang mengerjakan shalat, tetapi mereka tidak mengenal makna-makna shalat. Dan mereka sama-sekali tidak mengerti apa yang sedang mereka kerjakan. Shalat mereka kerjakan cepat-cepat, namun sesudah shalat mereka menghabiskan waktu berjam-jam memanjatkan doa. Sungguh aneh, shalat itu sendiri sebenarnya adalah untuk memanjatkan doa, dan inti shalat itu pun adalah doa, tetapi mereka tidak berdoa di dalamnya. Rukun-rukun shalat itu sendiri menjadi penggerak untuk doa. Di dalam gerakan itulah terdapat berkat. Kadang terjadi demikian, yakni ketika sedang duduk-duduk suatu hal tidak terpikir, tetapi ketika sudah berdiri dan mulai berjalan baru hal itu terpikirkan. Demikianlah keadaan segenap amal perbuatan itu. Jika hakikatnya tidak diperhatikan dan intinya tidak dipertimbangkan maka ia akan menjadi suatu tradisi dan kebiasaan saja lagi. Seperti itu juga di dalam puasa, adalah penting untuk menjaga kesucian jiwa demi Allah. Namun jika hakikat itu tidak ada maka hal itu hanya menjadi tradisi saja. Ingatlah dengan seyakin-yakinnya, seseorang yang tidak senang terhadap karunia Allah Ta‘ala dan tidak menzahirkannya dalam bentuk amal baik berarti dia tidak ikhlas. Menurut saya, jika seseorang sepanjang tahun terus menerus bersenandung atas karunia Allah Ta‘ala, adalah lebih baik dari orang yang berkabung sepanjang tahun.
8
Hal-hal yang bertentangan dengan firman Allah serta sabda Rasul, atau di dalamnya terdapat unsur syirik, atau riya (pamer), serta untuk menampakkan kebesaran diri, maka hal-hal itu termasuk dalam kategori dosa, dan dilarang. Mengumumkan pernikahan dengan menggunakan gendering (ebana) juga penting. Yakni, sehingga jika di masa mendatang jika terjadi perselisihan maka pengumuman seperti itu menjadi sebuah saksi. Demikian pula jika ada orang yang membagi-bagikan manisan dan sebagainya dalam suatu pertalian dan pertunangan, supaya hubungan itu menjadi mantap, maka bukanlah dosa. Namun jika pertimbangannya bukan itu, melainkan supaya dia menjadi terkenal dan kebesarannya diakui, maka hal itu tidak dibenarkan. Demikian pula, terompet juga dihalalkan [dalam acara pernikahan]. Dalam hal itu saya tidak melihat adanya unsur yang bertentangan dengan syariat, tetapi dengan syarat: niat harus benar. Dalam pernikahan-pernikahan kadang-kadang timbul perselisihan, dan diadakan pengadilanpengadilan harta waris. Tatkala pengumuman sudah dilakukan seperti itu, maka menjadi mudah untuk mengambil keputusan dalam perkara-perkara pengadilan tersebut. Tetapi jika pernikahan itu dilakukan diam-diam, dan tidak ada seorang pun yang mengetahuinya, maka hubunganhubungan seperti itu kadang-kadang dianggap tidak sah secara hukum, lalu anak-anak keturunannya dinyatakan tidak berhak atas warisan. Dalam perkara-perkara semacam itu, hal tersebut tidak hanya dibenarkan, melainkan wajib, sebab dengan menggunakannya dapat diambil keputusan syariat. Anak-anak yang lahir ini, pada kesempatan akikah mereka kami telah mengundang makan sampai dua- ribu orang. Allah Ta‘ala benar-benar mengetahui bahwa tujuan saya di situ adalah, supaya nubuatan yang telah dipaparkan sebelum kelahiran mereka masing-masing, dapat diumumkan secara terbuka. Prasangka buruk menimbulkan kegagalan dalam amal-perbuatan. Di dalam Tadzkiratul Auliyaa tertulis bahwa seseorang telah berjanji kepada Allah Ta‘ala bahwa dia akan menganggap dirinya yang paling buruk. Suatu kali dia pergi ke sungai, dia melihat seorang perempuan muda, dan bersama perempuan itu ada pula seorang laki-laki. Keduanya sedang duduk-duduk dengan sangat gembira. Di sana orang itu berdoa, "Ya Allah, saya lebih baik dari orang ini, sebab dia telah meninggalkan malu." Ketika itu lewat sebuah perahu, di dalamnya terdapat tujuh penumpang. Tiba-tiba perahu itu tenggelam. Orang yang telah dianggapnya sebagai pemabuk itu, melompat ke sungai dan menyelamatkan enam orang penumpang, dan tersisa satu orang lagi. Orang tersebut berkata kepadanya, "Engkau telah berprasangka demikian tentang diriku. Sekarang masih ada tersisa satu orang lagi. Cobalah selamatkan oleh engkau." Saat itu juga orang itu mengerti bahwa dia telah keliru. Akhirnya ditanyakan ada apa sebenarnya ini? Maka laki-laki itu berkata, ―Saya diutus oleh Allah untuk engkau. Perempuan ini adalah ibuku, dan apa yang engkau sebut minuman kerss ini adalah air sungai. Aku duduk di sini karena diperintahkan duduk oleh Allah Ta‘ala." Ringkasnya, prasangka baik adalah sesuatu yang sangat berharga. Prasangka baik hendaknya jangan dilepaskan dari genggaman. Bersyukur kepada Allah Ta‘ala atas karunia serta anugerah-anugerah-Nya tidak pernah dilarang. Yakni selama hal itu benar-benar untuk meraih keridhaan-Nya dan bukan untuk tujuan kebesaran serta keagungan duniawi.‖ (Malfuzhat, j1d. IV, hlm. 50-53).
(53-56)
9
OBAT BAGI KONDISI ORANG YANG MALAS SHALAT DAN TENTANG WABAH PES Ada seorang mahasiswa Aligarh mengutarakan kondisi dirinya, ―Saya menjadi malas shalat dan kawan-kawan saya mengkritik saya atas hal itu. Kritikan mereka itu membuat saya sangat terpengaruh, oleh karena itu mohon Hudhur memberitahukan obat bagi kemalasan ini. Hadhrat Masih Mau‘ud a.s. bersabda: ―Selama rasa takut terhadap Allah tidak menguasai kalbu, maka selama itu pula dosa tidak akan dapat dijauhi. Kemudian, ini juga penting, dimana saja ada kesempatan selalulah berjumpa [dengan saya]. Saya ingin meletakkan Jemaat saya ini di atas kuburan, yakni supaya mereka setiap saat ingat akan kubur. Namun orang yang tidak juga mengerti saat ini akhimya dia akan mengerti melalui Tanda kemurkaan Allah Ta‘ala. Allah Ta‘ala berjanji bahwa di akhir zaman akan turun suatu wabah dari Langit, dan melalui itu Dia akan membinasakan. Ketika kematian melanda dimana-mana dan rangkaian cengkraman Allah Ta‘ala mulai merebak, maka bertaubat pada masa-masa seperti itu dari dosa dan beranggapan bahwa hidup ini tidak ada artinya sedikitpun, sama-sekali tidak ada gunanya. Taubat dan rasa takut terhadap Allah Taala justru berguna ketika azab Allah belum tiba. Orang yang paling jauh dari Allah Ta‘ala adalah yang buta pandangannya dan kalbunya keras. Jika wabah pes ini tidak muncul, maka bagi seorang yang bijak dan berfitrat baik pelajaran ini memadai, yakni nenek-moyang dan tetua orang-orang telah meninggal dunia serta terus saja meninggal, dan tidak ada seorang pun yang selamanya hidup di sini. Namun, sekarang Allah Ta‘ala telah mengabarkan kepada saya melalui Kalaam-Nya, "Alamraadhu tusyaa'u wan-nufuusu tudhaa'u -penyakit-penyakit akan menyebar dan nyawa-nyawa akan melayang." Demikian pula Dia berfirman, "Ghadhabizi ghadhban syadiidan -- Aku sudah sangat murka." Ingat, semua ini bakal terjadi, dan kalian akan menyaksikan dampak-dampaknya. Jadi, adalah mutlak agar manusia menciptakan kondisi sedemikian rupa, sehingga para malaikat pun menyalaminya. Dengan bai'at kepada saya, corak ini juga hendaknya harus timbul, yakni kegagahan dan keperkasaan Allah Ta‘ala menguasai kalbu. Hal itulah yang membuat dosa-dosa jadi menjauh. Jika seseorang tidak percaya pada nubuatan ini, maka paling tidak pahamilah bahwa sekarang berdasarkan kesaksian para dokter telah diketahui, bahwa peryakit-penyakit berbahaya telah bermunculan. Tatkala contoh menakutkan ini sekarang telah timbul, maka betapa malangnya orang yang saat ini pun masih menjalani hidup dengan lalai. Seluruh kitab sepakat mengenai hal itu, dan semua orang percaya bahwa di Akhir Zaman wabah pes akan melanda. Semua nabi mengabarkan tentang hal itu. Dan mengenai yang tertulis bahwa di hari-hari akhir pintu taubat akan tertutup, artinya adalah tatkala maut (kematian) telah datang menangkap maka apa lagi gunanya bertaubat? Dalam keadaan tertangkap, binatang buas pun jadi lemah merendah. Hendaknya takutlah terhadap Allah Ta‘ala, dan rasa takut terhadap Allah itu dikenali melalui kedisiplinan shalat. Lihat, betapa manusia disiplin terhadap hukum-hukum pemerintah, lalu mengapa manusia tidak menghormati hukum-hukum Pemerintah Samawi yang sedikit pun tidak ada kaitannya dengan pemerintahan dunia? Ini merupakan saat yang sangat berbahaya. Pes merupakan sebuah azab Ilahi. Takutlah terhadap azab itu, dan perlihatkan contoh yang baik kepada dunia. Jika ada orang yang masuk ke
10
dalam Jemaat ini lalu dia memperlihatkan contoh buruk, maka hal itu tidak menimbulkan halangan apa pun bagi Jemaat ini, sebab di dalam lautan juga terdapat segala macam benda, namun dia itu berbuat aniaya atas dirinya sendiri, dan dia akan terpaksa menanggung malu. Oleh karena itu hendaknya banyak-banyaklah panjatkan doa, supaya Allah Ta‘ala membangunkan dari kelalaian. Dari kemalasan-kemalasan dan kelalaian akan timbul dosa, kemudian gambaran takut terhadap Allah akan sirna dari penglihatan. Jadi, orang bernasib baik yang masuk dalam garis batas keberuntungan adalah dia yang tidak ikut berbaur di dalam perkumpulan orang-orang yang melakukan perolok-olokan pada saat yang penuh bahaya, dan dia yang dalam kesendiriannya memanjatkan doa-doa kepada Allah serta yang takut kepada-Nya, yakni jangan-jangan azab-Nya tiba pada bagian tertentu dari malam atau pun siang.‖ (Malfuzhat, jld. IV, hlm. 56-57).
PERLUNYA KEBERADAAN SEORANG MUSHLIH (PEMBAHARU) WALAUPUN ADA QURAN MAJID Mahasiswa Aligarh itu kembali mengatakan, "Mereka juga bertanya kepada saya, yakni Quran Syarif itu kan memang tidak diganti-ganti dan tidak berubah, jadi apa perlunya kedatangan seseorang?" Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menjelaskan: ―Apakah hanya itu saja penyebab pentingnya kedatangan seseorang dari Allah, yakni bahwa Quran Syarif telah diganti-ganti dan diubah? Dan selain itu, perubahan pada makna-makna Quran Syarif justru dilakukan, padahal di dalamnya tertulis bahwa Al-Masih telah wafat, sedangkan orang-orang ini mengatakan dia masih hidup di langit. Apa yang dimaksud dengan dirubah? Orang-orang ini justru sedang mengubah-ubahnya. Dan kemudian, kondisi amal-perbuatan orang Islam pun sudah sangat rusak. Lihatlah golongan Nechri (golongan naturalis). Apa yang mereka sisakan? Mereka tidak lagi percaya akan surga dan neraka. Mereka mengingkari adanya wahyu, doa, dan mukjizat. Mereka lebih parah dari orangorang Yahudi. Sampai-sampai mereka percaya bahwa najat (keselamatan) itu terletak pada Trinitas. Sekali pun sudah begini keadaannya, lalu mereka masih juga mengatakan, "Tidak diperlukan kedatangan siapapun." Sangat aneh, dunia sudah dipenuhi oleh dosa, tetapi mereka begitu mabuknya, sehingga mereka tidak lagi merasakan perlunya kedatangan seorang mushlih (pembaharu yang melakukan perbaikan). Namun sudah dekat saatnya bahwa Allah Ta‘ala akan membuat mereka tahu akan hal itu, dan kemurkaan-Nya sekarang akan terns bermunculan. Zaman sudah sedemikian rupa, walau pun sepanjang malam dilalui dengan menangis, akan tetapi dari keangkuhan mereka diketahui bahwa mereka itu memang sungguh sangat bejad.‖ (Malfuzhat, jld. IV, hlm. 57-58).
MENGHINDARI DOSA & MENELAAH BUKU BAHTERA NUH ―Untuk menghindarkan diri dari dosa, penting adanya rasa takut akan Allah Ta‘ala di dalam kalbu. Dan tatkala Allah Ta‘ala menghendaki maka Dia memasukkan rasa takut akan diri-Nya. Kecintaan juga merupakan suatu sarana untuk menghindarkan diri dari dosa. Akan tetapi itu suatu derajat yang sangat tinggi, sedangkan rasa takut merupakan suatu sarana yang umum.
11
Anak muda pun [bisa] takut, khususnya pada masa-masa sekarang ini (musim wabah pes - pent.). Bahkan sebagian tabib mengatakan bahwa bahaya pes lebih besar mengancam para pemuda dibandingkan para orang tua, sebab di dalam darah mereka lebih banyak terdapat gejolak. .................... Ingatlah seyakin-yakinnya, bahwa hari-hari ini semakin memburuk, seperti yang dikabarkan oleh segenap nabi. Inilah yang telah dikabarkan Allah Taala kepada saya dalam firman-Nya, bahwa kini masa-masa penyiksaan telah datang. Barangsiapa yang berdoa pada waktu ini, dan mencurahkan segala sesuatu sehingga dia menangis di dalam shalat dan kalbunya menjadi luluh, maka Allah Taala akan mengasihinya.... Dan ada satu lagi cara menghindarkan diri dari dosa, yakni setiap hari membaca satu kali nasihat-nasihat yang telah tertulis di dalam Kasyti Nuh (Bahtera Nuh).‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm. 58-59). (59- 60) ALLAH TA’ALA MENDENGAR DAN MENJAWAB DOA Hadhrat Maulwi Nuruddin sedang tidak sehat. Hari ini agak membaik. Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menanyakan keadaan beliau, kemudian Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda: ―Ada pun tasharrufaat (pengubahan perlakuan) Allah yang telah saya saksikan, kadangkadang karenanya tidak terpikirkan lagi tentang [penggunaan] obat-obatan. Kadang-kadang saya sembuh dengan obat-obat, dan kadang-kadang hanya dengan doa. Saya sudah berdoa, supaya Dia memberikan kesembuhan tanpa obat maka Dia telah mengizinkan bahwa, "Kami telah memberi kesembuhan", dan ternyata telah sembuh. Apalah nikmatnya beriman kepada tuhan seperti berhala-berhala, yang tidak mendengar dan tidak pula menjawab. Dengan beriman kepada Tuhan inilah justru timbul kelezatan, yaitu Tuhan yang memiliki kekuasaan-kekuasaan. Barangsiapa yang tidak beriman kepada Tuhan demikian itu dan tidak tidak percaya pada qudrat-qudrat (kekuasaan-kekuasaan) serta tasharrufaat Allah Ta‘ala berarti tuhannya adalah berhala. Sebenarnya Tuhan itu hanya satu, tetapi penampakkan-Nya yang berbeda-beda. Barangsiapa berlaku demikian maka seperti itu pulalah Dia mensikapinya, sedangkan yang bertawakal maka beginilah Dia perlakukan. Jika Allah Ta‘ala lemah seperti [berhala] itu maka tidak ada yang paling gagal selain para nabi, sebab mereka bukan penyembah sarana, melainkan mereka adalah penyembah Allah dan orang-orang yang bertawakal.‖ (Malfuzat, jld. IV. hlm. 59-60).
MIMPI DAN ILHAM SEBAGAI ANAK ALLAH Pada tanggal 16 Oktober 1902, sesudah shalat Maghrib, Hadhrat Masih Mau'ud a.s. dudukduduk dan menceritakan sebuah mimpi beliau: ‖Saya melihat ayah saya di dalam mimpi, dan sebenarnya beliau merupakan perwujudan malaikat namun dalam rupa beliau. Di tangan beliau terdapat sebilah pisau kecil, seolah-olah untuk membunuh saya. Saya katakan, "Apakah ada orang yang membunuh anaknya sendiri?‖ Ketika saya katakan demikian maka kedua mata beliau bersimbah air mata. Lalu beliau hendak bertindak seperti itu lagi, maka demikian juga yang saya katakan. Akhirnya, dua tiga kali terjadi seperti itu, kemudian mata saya terbuka.
12
Di dalam sebuah ilham Allah Ta‘ala berfirman: "Ana minnii bimanzilati aulaadii -- (engkau dari-Ku, bagai anak-Ku). Dan hal itu sesuai dengan sebuah ayat Al-Quran: "Nahnu abnaaullaahi wa ahibbaa-uhuu. Qul falima yu-adzdzibukum – (orang-orang Yahudi dan Nashara berkata, ―Kami adalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya.‖ Dan katakanlah, ―Makja mengapa Allah menyiksa kamu karena dosa-dosa kamu?‖ (Al-Maidah, 19). (Malfuzaat, jld. IV .61).
(61-73)
MIMPI ORANG MATI KELUAR DARI KUBUR Mufti Muhammad Shadiq r.a. membacakan sebuah buku berbahasa Inggris kepada Hadhrat Masih Mau'ud a.s.. Di dalam buku itu dijelaskan bahwa ketika Al-Masih (Jesus) disalibkan, pada waktu itu orang-orang mati keluar dari dalam kubur. Mengenai hal itu Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda: ‖Di dalam rukya (mimpi), ta‘bir keluarnya orang mati dari dalam kubur adalah ada tahanan yang dibebaskan. Mungkin saja pada waktu itu seseorang melihat [hal itu] dalam alam kasyaf. Jika tidak, hal itu sama-sekali ini tidak mungkin dalam makna-makna zahiriah.‖ (Malfuzaat, jld. IV hlm. 66). (66-70) JEMAAT DAN PERBAIKAN DIRI ―Saya berkali-kali menasihatkan kepada kalian, yakni kalian harus menjadi bersih sedemikian rupa seperti perubahan yang telah dilakukan oleh para sahabah radhiallaahu ‘anhum. Mereka benar-benar telah meninggalkan dunia, seakan-akan mereka telah mengenakan pakaian yang terbuat dari kain goni. Seperti itu jugalah kalian harus melakukan perubahan pada diri kalian. (Malfuzat, jld. IV, hlm. 70).
(70-71)
AZAB DAN PERBAIKAN DIRI Azab keras Allah Ta‘ala bakal datang, dan azab itu akan membedakan antara yang kotor dengan yang suci. Dia akan memberikan furqaan (pembeda) kepada kalian. Ketika diketahui bahwa di dalam kalbu-kalbu kalian tidak lagi terdapat furqaan (pembeda) jenis apa pun, apabila ada yang dalam bai'at berjanji untuk mendahulukan agama dari dunia tetapi kebenaran hal itu serta kesetiaannya terhadap janji tidak ditampakkan melalui amal-perbuatannya, maka Allah tidak akan mempedulikannya. Dalam kondisi demikian, jangankan satu orang, seratus orang pun mati [dalam azab ini] maka yang akan saya katakan adalah [karena], "Dia tidak melakukan perubahan dalam dirinya,
13
serta cahaya kebenaran dan makrifat -- yang menghapuskan kegelapan dan memberikan keyakinan serta kelezatan dalam kalbu -- menjadi jauh, karena itulah dia telah binasa." (Malfuzat, jld, IV, hlm. 71). (71-73)
SALIK, MAJZUB, DAN TAAT SEJATI Manusia yang berupaya dan bekerja keras dengan sendirinya [menuju Allah] disebut salik, sedangkan manusia yang dianugerahkan sendiri oleh Allah adalah majzub. Dan manusia yang tetap saja tidur, apalah yang dapat diperbuat untuknya? "Innallaaha laa yughayyiru maa biqaumin hattaa yughayyiruu maa bi anfusihim – (sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sampai mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri - Ar-Raa’du, 12). Mendengar lalu hanya menyimpannya sampai di telinga saja, tidaklah ada manfaatnya selama belum mencapai kalbu. Manusia melalui satu atau dua perbuatan menganggap bahwa dia telah membuat Allah menjadi ridha, padahal tidak demikian. Taat adalah suatu hal yang sangat sulit. Ketaatan para sahabah r.a. adalah ketaatan [sejati]. Yakni, suatu kali ketika diperlukan pengorbanan harta maka Hadhrat Umar r.a. membawa separuh harta beliau, sedangkan Hadhrat Abubakar r.a., menjual seluruh harta kekayaan keluarga beliau dan berapa pun dana yang diperoleh dari itu, beliau bawa semuanya. Rasulullah saw. bertanya kepada Hadhrat Umar r.a., "Apa yang engkau tinggalkan untuk keluarga engkau?" Beliau menjawab, ―Ada separuh lagi‖. Kemudian Rasulullah saw. bertanya kepada Hadhrat Abubakar r.a., beliau menjawab, "Saya tinggalkan Allah dan Rasul-Nya untuk keluarga saya." Rasulullah saw. bersabda, ―Seberapa banyak perbedaan dalam hal [pengurbanan] harta ini, sekian pulalah perbedaan dalam amalperbuatan kalian." Apakah taat suatu hal yang mudah? Taat bukanlah perkara kecil, dan bukan hal mudah. Ini juga merupakan suatu maut (kematian). Seperti kulit seorang hidup yang dikupas, demikian pulalah halnya taat. Seseorang yang tidak taat sepenuhnya, dia menodai nama-baik Jemaat ini. Perintah tidak hanya satu melainkan sangat banyak. Sebagaimana surga memiliki banyak pintu -- ada orang yang masuk dari satu pintu, dan ada yang masuk dari pintu lain -- demikian pula neraka memiliki banyak pintu. Jangan sampai kalian menutup satu pintu neraka tetapi kalian membuka yang lainnya. Ini adalah saat yang sangat genting (masa merebaknya wabah ses di India – pent.). Jemaat kita khususnya, berada di bawah suatu tanggung-jawab yang besar. Jika ada [warga Jemaat] yang menjawab kepada Pemerintah untuk tidak menjalani suntikan [imunisasi], sedangkan dia sendiri tidak melakukan ishlah (perbaikan diri) maka hal itu sangat berbahaya bagi dirinya. Pemerintah juga di satu segi menentang, yakni pemerintah tidak percaya pada saya mengenai suntikan [imunisasi] Samawi yang kita gunakan. Sebab jika pemerintah percaya pada saya, tentu mereka meminta kepada saya untuk mendoakan. Di sisi lain media massa ribut mengatakan bahwa saya mengajari orang-orang agar menentang Pemerintah [dalam hal imunisasi wabah pes]. Namun kalian yang percaya bahwa Jemaat ini berasal dari Allah, jika kalian tidak melakukan amal-perbuatan, maka kalian akan merugi di dunia dan akhirat. Jadi, pahamilah baik-baik, sebagaimana di dunia ini berlaku suatu hukum alam yang umum, demikian pula halnya dengan hukum dari Allah. Yakni, jika orang Hindu makan turbad maka
14
mereka akan mencret-mencret. Demikian juga jika orang Islam memakan turbad maka mereka pun akan mencret-mencret. (Turbad, sejenis akar-akaran di India yang berkhasiat sebagai pencahar atau obat sembelit – pent.). Demikian pula sinar matahari dan bulan, seluruh umat memperoleh manfaat darinya. Namun ada sebuah hukum khusus yang diberlakukan bagi orang-orang beriman. Hal itu sangat lezat dan manis, serta dipenuhi oleh banyak sekali buah, dan buah-buah itu dipenuhi oleh sirup, bukannya jarum Allah Ta‘ala telah memberlakukan suatu hukum khusus bagi hamba-hamba-Nya yang benar dan salih. Yaitu suatu suntikan yang untuknya tidak diperlukan jarum, dan tidak pula menimbulkan demam. Apabila seseorang melengkapi syarat-syarat untuk itu, maka dia masuk ke dalam naungan Allah. Pakailah itu oleh kalian, supaya kalian jangan sia-sia (punah). letiap orang yang memahami hat ini, berikanlah pemahaman kepada yang lainnya. Yang hadir, sampaikanlah kepada yang tidak hadir, supaya jangan sampai ada yang terkecoh. Ingat, sekedar pakai nama saja [sebagai Ahmadi], tidak berarti seseorang itu telah masuk ke dalam Jemaat, selama dia belum menciptakan hakikat [nama Ahmadi] itu di dalam dirinya. Lahirkanlah kecintaan antara sesama. Jangan menekan atau merampas hak-hak orang lain. Dan jadilah kalian seperti orang gila di jalan Allah, supaya Allah menurunkan fadhal (karunia) atas diri kalian, dan jangan keluar sedikit pun dari itu. Akan banyak sekali yang terkecoh, sebab ini merupakan kondisi permulaan. Dengan hanya mengandalkan nama [sebagai Ahmadi], janganlah langsung beranggapan bahwa dengan perbuatan sebatas itu saja berarti dia telah masuk ke dalam perlindungan Allah.‖ (Malfuzhat, jld. IV, hlm. 73-75). (75-78)
KEYAKINAN & DOSA ―Pada hakikatnya najat (keselamatan) diperoleh melalui iman. Dan pada waktu itu pengenalan (makrifat) terhadap Tuhan sangat diperlukan, sebab tanpa pengenalan (makrifat) terhadap Tuhan, kematian (maut) tidak akan menerpa kehidupan kotor dosa. Ada pun tangga pertama bagi pengenalan terhadap Tuhan adalah keyakinan. Keimanan dan keyakinan terhadap Allah Ta‘ala dan kekuasaan serta kekuatankekuatan-Nya yang sangat menakjubkan, menganugerahkan suatu nur ma'rifat, dan hal itu menimbulkan suatu kekuatan di dalam kalbu. Barulah saat itu manusia dengan kekuatan tersebut mampu melawan dosa.‖ (Malfuzat, jld.IV, catatan kaki h.78).
(78-80 DOSA & BENCANA Jadi, ini merupakan kesempatan supaya manusia mengadakan perubahan dan mencari qurb (kedekatan) Ilahi melalui rasa takut kepada-Nya. Khauf dan rasa takut terhadap Allah akan menyelamatkan manusia dari dosa-dosa, dan melalui itu akan timbul kemajuan di bidang ketakwaan dan kesucian, yang akan menjadi sarana qurb (kedekatan) sejati. Untuk [menimbulkan] rasa takut hakiki Allah Ta‘ala sendiri telah menetapkan wabah pes sebagai suatu
15
sarana dan perantara. Sangat malanglah manusia yang di dalam bencana dan taufan ini tetap tidak takut terhadap Allah serta dari matanya tidak menetes air mata.‖ (Malfuzat, jld. IV, catatan kaki, hlm. 80). (80-84) ORANG EMOSIONAL DAN ORANG MUNAFIK ―Orang yang emosional sangat mungkin untuk dapat diperbaiki, namun orang yang munafik tidak.‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm. 84). (84-86)
MEMBERI KESAKSIAN DI PENGADILAN Seseorang mengatakan kepada Hadhrat Masih Mau'ud a.s., "Tentu Hudhur mengalami kesusahan dengan pergi memberi kesaksian [di pengadilan]...." Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menjawab: ―Saya tidak susah. Merupakan perintah Al-Quran, yakni tatkala dipanggil untuk bersaksi maka pergilah. Saya bukannya terpaksa. Saya selalu pulang dan pergi ke Batala jalan kaki. Itu tidak jadi masalah. Saya biasa berjalan kaki. Namun, ini merupakan suatu perkara pengadilan yang buruk dan tidak ada nilainya. Orang mukmin memang hendaknya tetap mempertahankan kehormatannya. Tempat ini dipenuhi oleh orang-orang kotor. Tidak tahu, mengapa Allah telah memilih tempat ini.‖ (Malfuzhat, jld. IV, hlm. 86-87) (87-97) JEMAAT DAN PERBAIKAN Nasihat saya saat ini kepada Jemaat adalah, zaman ini sangat keras dan sangat mengerikan. Oleh karena itu sejauh yang memungkinkan, hentikanlah kalbu-kalbu dan mata kalian dari dorongan-dorongan buruk. Ciptakanlah perubahan khusus pada amalperbuatan dan tingkah laku kalian. Ini adalah masa untuk melakukan perubahan dan untuk memanjatkan doa-doa kepada Allah Ta‘ala. Oleh karena itu jalinlah hubungan sejati dengan Allah Ta‘ala saat ini.‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm. 97).
(97-107) SAAT UNTUK MENGETAHUI AKHLAK MULIA Akhlak manusia ada kaitannya dengan kemenangan dan keberhasilannya, yakni segala macam bentuk akhlak fadhilah – sabar dan sebagainya – yang dia tampakkan pada saat mengalami musibah dan bencana, akhlak itu jugalah yang dia perlihatkan pada waktu
16
mengalami kemenangan dan kejayaan. Rasulullah saw. memperoleh peluang untuk memperlihatkan akhlak tersebut dalam kedua macam waktu itu. Akhlak agung yang telah beliau saw. perlihatkan pada saat mengalami bala di Mekkah, [akhlak agung] itu jugalah yang beliau perlihatkan ketika sudah menjadi raja. Cobalah perlihatkan satu penggalan saja akhlak Hadhrat Al-Masih. Jelas, sama-sekali kosong dari itu. Kalau tanpa bukti, seorang jogi juga bisa saja mendakwakan diri bahwa dia telah mematikan hawa nafsunya.... Semangat yang telah diperlihatkan oleh Imam Hussein 'alahhis salaam (radhiallaahu ‗ahnu?) saja tidak dapat diperlihatkan oleh Al-Masih, sebab Imam Hussein memiliki peluang untuk melarikan diri [dari bala tentara Jazid]. Jika beliau mau, tentu beliau bisa pergi. Namun, beliau tetap berdiam, di tempat, dan melepaskan nyawa dalam kondisi teguh. Sedangkan Al-Masih tidak memiliki peluang untuk melarikan diri. Beliau berada di dalam tahanan orang-orang Yahudi. Jadi, semangat apa pula yang telah beliau perlihatkan?‖ (Malfuzhat, jld. IV, hlm. 107).
(107-115)
DEFINISI DOSA Atas instruksi Hadhrat Aqdas Masih Mau'ud as., Mufti Muhammad Shaddiq membacakan tentang hakikat dosa dari sebuah buku Kristen. Di dalam buku itu di satu tempat dituliskan definisi dosa. Yakni, suatu perkara yang bertentangan dengan akal atau pun syariat, itu adalah dosa. Hadhrat Aqdas Masih Mau'ud as. bersabda: Di dalam Al-Quran Syarif juga tertulis: ―Lau kunna nasma‘u aw na‘qilu maa kunna fii ashhaabis-sa‘iir (sekiranya kami mendengar atau mempergunakan akal tidaklah aku akan menjadi penguin api yang menyala-nyala‖ – Al-Mulk, 11). Yakni, jika kami menerapkan syariat atau menerapkan suatu amal berdasarkan akal tentu kami tidak akan termasuk dalam golongan ahli neraka‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm. 115).
DOSA & MEMENTINGKAN DIRI SENDIRI Di dalam buku Kristen yang dibacakan oleh Mufti Muhammad Shaddiq disebutkan bahwa mementingkan diri sendiri adalah dosa. Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda: ―Tidak semua sikap mementingkan diri sendiri masuk dalam dosa. Misalnya, makan, minum, dan sebagainya, yakni selama tidak bertentangan dengan akal atau syariat. Ketika ada yang melanggar hukum Allah ingin melampiaskan nafsu syahwatnya, itu adalah dosa. Dan seseorang (Al-Masih – pent.) yang menginginkan dirinya selamat, bukankah [jika demikian] ini pun [dari penyaliban] suatu sikap mementingkan diri sendiri? (Malfuzat, j1d. IV, hlm.115). TERBUNUHNYA SEORANG QIBTHI OLEH MUSA BUKANLAH SUATU DOSA
17
Mengenai tuduhan yang dilontarkan oleh Kristen bahwa Musa membunuh dengan cara meninju wajah, Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda: ―Itu bukanlah dosa. Seorang saudaranya dari kaum Israili sedang terhimpit di bawah, lalu dengan gejolak fitrati beliau meninju orang itu sehingga meninggal dunia. Sama halnya apabila seseorang untuk membela nyawanya terpaksa membunuh orang lain, itu bukanlah suatu kejahatan. Perkataan Musa yang terdapat di dalam Quran Syarif adalah, "Haadzaa min 'amalisy syaithaan -- ini adalah dari perbuatan setan - Al-Qashash, 6). Yakni, orang Qibthi itu bergumul dan menjatuhkan orang Israili tersebut, merupakan salah satu perbuatan setan.‖ (Malfuzhat, j1d. IV, hlm. 115).
(115-118) MI’RAJ MERUPAKAN KASYAF Sebagian orang mengatakan bahwa pada malam mi’raj Rasulullah saw. telah pergi ke Langit dengan tubuh kasar. Namun mereka tidak melihat bahwa hal itu ditentang oleh Quran Syarif. Dan Hadhrat Aisyah r.a. juga menyatakan hal itu sebagai rukya (kasyaf). Sebenarnya mi'raj itu merupakan sebuah kasyaf yang sangat agung, jelas, sempurna dan lengkap. Di dalam kasyaf tubuh ini tidak diperlukan, sebab tubuh yang diberikann dalam kasyaf padanya tidak ada penghalang jenis apapun, bahkan memiliki kekuatan-kekuatan besar. Dengan tubuh yang memiliki kekuatan-kekuatan besar itulah beliau saw. telah melakukan mi'raj. Kemudian beliau saw. dalam mendukung hal itu telah memaparkan dalil dalil melalui beberapa ayat, bahwa tubuh kasar tidak bisa naik ke langit. Hal-hal ini sebelumnya pun sudah berkali-kali saya tuliskan. Saya tidak mengulanginya lagi supaya tidak terlalu panjang.‖ (Malfuzat, jld.IV, hlm. 118).
(118-120) HAKIKAT MUKJIZAT Ada yang bertanya: "Mengenai Nabi Sulaiman a.s. dikatakan bahwa beliau telah membuat besi menjadi lembek. Apa artinya?" Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menjelaskan: ―Suatu perbuatan yang berlangsung tanpa melalui upaya-upaya biasa, perbuatan itu mengandung warna mukjizat. Hal-hal tertentu yang di dalamnya terjadi mukjizat-mukjizat, orangorang lain dapat saja melakukan hal-hal tersebut. Namun nabi melakukan perbuatan itu tanpa melalui upaya-upaya dan sarana-sarana [yang biasa] itu, karena itu hal tersebut dinamakan mukjizat. Nahn itulah yang terjadi dalam kisah Sulaiman a.s.. Sebelum Rasulullah saw. apakah orang-orang tidak membaca dan memperdengarkan kasidahkasidah (syair-syair)? Namun kalaam yang begitu fashih dan baligh (Al-Quran – pent.) yang telah dipaparkan oleh Rasulullah saw., itu bukanlah hasil gubahan beliau melainkan wahyu. Oleh karena itulah [Al-Quran] merupakan mukjizat, sebab tidak melalui sarana-sarana
18
yang biasa. Beliau saw. tidak pernah menjalani suatu pendidikan, dan kalaam itu beliau paparkan tanpa adanya upaya-upaya beliau. Ringkasnya, demikian pulalah mukjizat melembekkan besi. Yakni, di situ tidak ada saranasarana yang biasa [dipakai untuk melembekkan besi]. Mungkin juga ada maknamaknanya yang lain. Besi juga diartikan sebagai kesulitan-kesulitan dan kesusahan, dan semua itu telah menjadi mudah bagi Hadhrat Sulaiman a.s.. Namun, saya tidak mengingkari terjadinya mukjizat secara sungguh-sungguh dalam bentuk apa pun, sebab jika tidak mempercayai qudrat-qudrat (kekuasaan-kekuasaan) Allah Ta‘ala, maka bagaimana mungkin dapat mempercayai Allah? Hal-hal yang bertentangan dengan hukum qudrat yang telah dipaparkan oleh Quran Syarif, saya tidakmenganggapnya sebagai mukjizat. Misalnya, mengapa saya menolak "menghidupkan orang mati" dalam makna yang sesungguhnya. Sebabnya adalah, Quran. Syarif telah menetapkan bahwa. "Fa yumsikul latii qadhaa 'alaihal mauts – (maka Dia tahan jiwa yang telah Dia tetapkan kematiannya‖ (Az-Zumar, 43). Demikian pula saya tidak dapat mempercayai, bahwa Allah menciptakan suatu tuhan yang menyerupai-Nya, sebab hal itu bertentangan dengan Tauhid-Nya. Atau, Dia dapat mematikan diri-Nya sendiri, sebab hal itu bertentangan dengan sifat-Nya yang Hayyu (Mahahidup) dan Qayyum (Mahategak). Begitu juga jika ada yang mengatakan bahwa dunia ini akan bertahan selamanya, dan di dunia juugalah akan berlangsung neraka serta surga. Saya tidak dapat menerimanya, sebab itu bertentangan dengan sifat-Nva yang Maaliki yaumid-diin, dan jugaberlawanan dengan ayat: "Fariqun fil jannah, wa fariiqun fin- naar – (segolongan dalam surga dan segolongan dalam neraka - Asy-Syura, 8). Demikian pula saya tidak dapat mempercayai bahwa manusia dapat naik ke langit dengan tubuh kasar ini., sebab ketika orang-orang kafir mengatakan kepada Rasulullah saw. supaya beliau naik k ke langit, maka beliau menjawab:"Subhaana rabbii hal kuntu illaa basyaran rasuulan – (Mahasuci Tuhanku, sesungguhnya aku hanyalah seorang manusia yang diutus Bani Israil, 94)." Begitu juga, apabila orang-orang mati dapat kembali hidup, maka seharusnya ada diterangkan tentang suatu hukum perwarisan tersendiri bagi mereka di dalam Quran Syarif, dan harus ada suatu bab tersendiri mengenai hal itu dalam fiqih. Ringkasnya, hal-hal yang bertentangan dengan hukum-hukum yang telah diterangkan oleh Quran Syarif, saya tidak dapat niempercayainya.‖ (Malfuzhat, jld. IV, hlm. 121).
ISLAM AGAMA FITRAT Seseorang menceritakan mimpinya di mana tampil ayat: "Fithratallaahil latii fatharan- naasa ‘alaiha - Fitrat Allah yang di atas fitrat itu manusia diciptakan - Ar-Rum, 31). Mengenai itu Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda: ―Artinya, Islam merupakan agama fitrah. Agama yang dikehendaki oleh fitrat manusia adalah Islam. Artinya, di dalam Islam tidak ada kepalsuan. Seluruh ajarannya bersesuaian dengan fitrat manusia. Tidak seperti halnya Trinitas dan Penebusan Dosa yang tidak dapat dimengerti. Orang-orang Kristen sendiri mengakui bahwa di mana saja Trinitas masuk, di sana akan muncul permintaan akan Tauhid, sebab yang bersesuaian dengan fitrat hanyalah Tauhid. Seandainya pun Quran Syarif tidak ada, maka tetap saja fitrat manusia mengakui Tauhid, sebab hal itu bersesuaian dengan syariat batin. Demikian pula seluruh ajaran Islam adalah bersesuaian dengan syariat batin. Berbeda dengan ajaran orang-orang Kristen yang bertentangan dengan hal
19
itu. Lihatlah, baru-baru ini di Amerika terpaksa diluluskan (disahkan) hukum perceraian, yang bertentangan dengan Injil. Kenapa hal itu harus terjadi? Sebabnya adalah, ajaran, Injil tidak bersesuaian dengan fitrat manusia.‖ (Malfuzhat, jld. IV, hlm. 122).
(122-127) AZAN MERUPAKAN KESAKSIAN YANG SANGAT MULIA Saat itu sedang berlangsung azan. Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda: ―Betapa ini merupakan suatu kesaksian yang sangat mulia. Ketika [suara azan] ini bergema di udara dan mencapai kalbu, maka timbul dampaknya yang menakjubkan. Cara-cara yang dilakukan di kalangan agama lain untuk memanggil beribadah, tidak dapat menandinginya. Kapan pula suara-suara buatan lainnya (terompet, lonceng, gendering dll. pent.) dapat menandingi suara manusia?‖ (Malfuzhat, jld. IV, hlm. 127). (127-130) AKIDAH TENTANG AL-MASIH DALAM BARAHIN AHMADIYAH DAN PERUBAHANNYA Dokter Abdus-Sattar Syah memaparkan surat diri Munsyi Rahim Bakhs 'Ardh Nawis. Di dalamnya terdapat dua pertanyaan. Pertanyaan pertama adalah: "Di dalam buku Barahiin Ahmadiyah dinyatakan tentang kedatangan kedua bagi Al-Masih, yakni, Al-Masih yang lama itulah yang akan datang kembali. Kemudian, ternyata penda'waan yang dilakukan adalah bertentangan dengan itu. Pernyataan yang berubah-rubah ini akan menjadi suatu hal yang tidak dapat dipercaya." Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menjelaskan: ―Saya tidak mengingkari bahwa saya telah menulis demikian. Dan saya juga tidak menda'wakan diri bahwa saya adalah seorang 'aalimul ghaib (yang mengetahui hal-hal ghaib). Menda'wakan diri seperti itu menurut saya adalah suatu kekufuran. Hal yang sebenarnya adalah, selama belum ada petunjuk dari Allah Ta‘ala, saya tidak dapat meninggalkan suatu hal tertentu yang memang tertanam di kalangan umat Islam. Di masa [penulisan] Barahiin Ahmadiyah, Allah Ta‘ala tidak menarik perhatian saya ke arah permasalahan ini. Jadi, tatkala seorang perempuan tua pemintal benang saja pun menganut akidah ini, dan dia tahu bahwa Al-Masih akan datang kembali, maka bagaimana saya dapat meninggalkan akidah itu selama belum ada perintah yang jelas dari Allah? Oleh karenanya, memang demikianlah pemikiran saya saat itu. Merupakan ketidak-jujuran para penentang, yakni mereka memaparkan suatu pemikiran dengan menjadikannya sebagai ilham atau wahyu. Permasalahan itu tertera di dalam Barahiin Ahmadiyah adalah dalam bentuk akidah yang berlaku secara umum. Bukan dalam bentuk pendakwaan wahyu mengenai itu. Namun, ketika Allah Ta‘ala telah membukakan rahasia itu kepada saya melalui wahyu, dan telah memberikan pemahaman kepada saya, dan wahyu ini turun berkali-kali, maka saya pun
20
menerbitkannya. Para nabi 'alaihimus-salaam juga begitu keadaannya. Ketika Allah Ta‘ala menginformasikan suatu perkara kepada mereka, maka mereka menjauhinya atau menerapkannya. Lihat, dalam peristiwa kebohongan yang ditiupkan seputar ‗Aisyah r.a., pada mulanya Rasulullah saw. tidak memiliki informasi. Sampai-sampai Hadhrat Aisyah r.a. pulang ke rumah ayahnya. Dan Rasulullah saw. juga mengatakan, "Jika memang berbuat demikian, maka bertobatlah." Dengan memperhatikan peristiwa itu tampak dengan jelas betapa gelisahnya beliau saw.. Namun, rahasia itu tetap tidak terbuka bagi beliau sampai suatu jangka masa tertentu. Akan tetapi ketika Allah Ta‘ala melalui wahyu-Nya mengungkapkan ketidak-bersalahan [Hadhrat ‗Aisyah r.a.] dan berfirman: ―Alkhaabutsaatu lil khaabiitsiina .....(perempuan-perempuan jahat adalah bagi laki-laki yang jahat... dan perempuan-perempuan yang baik adalah bagi laki-laki yang baik - An-Nur, 27), maka, barulah Rasulullah saw. mengetahui hakikat kebohongan itu. Apakah dari itu kemuliaan Rasulullah saw. menjadi berkurang? Sama-sekali tidak. Orang yang beranggapan demikian adalah seorang yang aniaya dan tidak takut terhadap Tuhan, dan hal itu mengantarkan sampai ke jenjang kekufuran. Rasulullah saw. dan para nabi 'alaihimussalaam tidak pernah mendakwakan diri bahwa mereka adalah ‘aalimul ghaib (yang mengetahui hal-hal gaib). Mengetahui hal-hal ghaib merupakan sifat Tuhan. Jika orang-orang ini tahu dan mengenal sunnah para nabi 'alaihimus salaam, maka tentu mereka sama-sekali tidak akan melontarkan kritikan semacam ini.... Ini memang benar, dan saya mengakuinya, bahwa saya tidak dapat melihat tanpa diperlihatkan oleh Allah Ta‘ala. Tanpa diperdengarkan oleh-Nya saya tidak dapat mendengar, dan tanpa pemahaman yang diberikan oleh-Nya, saya tidak dapat memahami. Saya bangga terhadap pengakuan ini. Saya tidak pernah mendakwakan bahwa saya adalah 'aalimul-' ghaib (mengetahui yang gaib). Saya mendapatkan pemikiran-pemikiran itu tumbuh-kembang di kalangan umat Islam. Demikian pula pengetahuan saya saat itu mengenai Mahdi dan Masih. Namun ketika Allah Taala telah membukakan rahasia yang sebenarnya serta menginformasikan hakikat kepada saya, maka saya pun meninggalkan [pemikiran-pemikiran] itu. Dan tidak saja meninggalkannya, bahkan justru saya juga mengimbau pihak-pihak lain ke arah yang diperintahkan oleh-Nya, serta mengimbau mereka agar meninggalkan paham tersebut. Dan anehnya, perkara yang telah dipaparkan oleh orang bodoh ini dalam bentuk kritikan, justru di situ terdapat manfaat untuk saya dan mendukung saya. Lihat, di dalam [buku] Barahiin Ahmadiyah di satu sisi saya dinyatakan sebagai Masih Mau'ud (Almasih yang dijanjikan), dan segenap janji yang diperuntukkan bagi Masih Mau'ud yang akan datang itu telah diberikan kepada saya. Dan di sisi lain, saya melalui pena ini juga menyatakan tentang kedatangan kembali Al-Masih. Nah, seorang Muslim yang bijak dan bertakwa dapat memperhatikan dan menyimak masalah ini. Yakni, jika pendakwaan saya ini dusta, dan saya yang mengarang-ngarangnya sendiri, atau ini merupakan rancangan saya, maka mengapa saya melakukan pernyataan seperti itu? Kepolosan ini dengan jelas membuktikan bahwa apa pun pengetahuan yang telah diberikan oleh Allah Ta‘ala kepada saya, itulah yang saya ungkapkan. Secara zahir perbuatan itu saling kontradiksi, namun bagi seorang manusia yang berfitrat baik, itu merupakan suatu dalil yang sangat terang. Sebab selama Allah Ta‘ala belum membukakan hal itu pada saya -- walau pun kepada saya telah diberikan janji-janji yang diperuntukkan bagi Masih Mau'ud, dan di dalam Barahiin itu juga saya telah dinamakan Masih serta diturunkan ilham ayat "Huwal ladzii arsala rasuulahu" (Dia-lah Yang telah mengutus rasul-Nya) -- akan tetapi dengan pena itu juga saya
21
menuliskan bahwa Masih Mau'ud akan datang kembali. Saya tidak meninggalkan sikap "berdiri di mana Allah mendirikan saya," sampai dibuktikan dengan jelas seperti matahari. Kritikan ini justru merupakan bukti kebenaran saya. Ketika pertama kali Nabi Karim saw. memperoleh wahyu, beliau bersabda, "Aku takut atas diriku.‖. Namun istri beliau mengatakan, "Tidak akan demikian, demi Allah." Kemudian istri beliau mengatakan, "Engkau adalah orang yang suka menolong orang-orang lemah. Allah tidak akan menyia-nyiakan engkau." Lalu ketika Allah Ta‘ala secara jelas membukakan kepada beliau mengenai kenabian, maka barulah beliau saw. tidak ragu-ragu lagi dalam bertabligh dan menyebarkannya. Seorang mukmin, tidak meninggalkan suatu tahap (kondisi) selama Allah belum memerintahkan untuk meninggalkannya.‖ Lebih lanjut Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menjelaskan: ―Tidak diragukan lagi, ini merupakan dalil kebenaran, bukannya kritikan, karena akan terpaksa diakui bahwa pendakwaan itu dilakukan tidak dengan dibuat-buat, melainkan dilakukan berdasarkan perintah dan wahyu Tuhan. Sebab peristiwa-peristiwa kedatangan Hadhrat Isa sendiri telah dipaparkan di situ. Bahkan saya telah dinamakan Isa, dan terhadap saya tertulis: "Liyuzh-hirahuu 'aladdiini kullihi – (supaya dia memenangkannya atas segenap yang lain)", namun tidak ada yang memberi perhatian ke arah itu. Jadi, dari itu dengan jelas terbukti, bahwa jika itu memang perbuatan (rekayasa) saya, maka tentu saya tidak akan menyatakan tentang kedatangan kembali [Nabi Isa]. Pernyataan saya itu sendiri membuktikan bahwa itu merupakan perbuatan Allah.‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm. 130-134). (134-136) KRITIKAN BAHWA AYAH AL-QURAN TIDAK SOPAN DAN BERTENTANGAN DENGAN ADAB Para penentang melontarkan kritikan mengenai ayat Al-Quran: "Wa- latii ahshanat farjahaa - dan ingatlah tentang perempuan (Maryam) yang memelihara kemaluannya - Al-Anbiya, 92)", mereka menyatakannya bertentangan dengan kesopanan dan adab. Hadhrat Masih Mau'ud bersabda: ―Orang-orang yang meyakini Allah Ta'ala sebagai Pencipta, apakah mereka menyatakan ciptaan-Nya ini (farji atau kemaluan –pent.) sia-sia dan tidak berguna? Ketika Dia menciptakan bagian tubuh ini, apakah saat itu tidak ada adab (kesopanan)? Orang-orang ini mempercayai Tuhan sebagai Pencipta, dan mereka tidak mengkritik ciptaan-Nya, lalu mengapa mereka mengkritik firman (ayat) ini? Yang harus diperhatikan adalah, apakah di dalam bahasa Arab penggunaaan kata itu pada pandangan mereka bertentangan dengan adab (sopan-santun) atau tidak? Jika tidak, maka apa hak kaum yang berbahasa lain menyatakan hal itu bertentangan dengan adab (kesopanan)? Setiap masyarakat memiliki kata-kata dan istilah-istilah yang berbeda-beda.‖ (Malfuzhat, jld. IV, hlm. 136).
(136-137)
22
KEUNGGULAN PARA SAHABAH RASULULLAH SAW. Sahabah Rasulullah saw. begitu setia dan taatnya,, sehingga tidak ditemukan contoh seperti itu di kalangan pengikut nabi mana pun. Dan mereka begitu teguhnya berpegang pads perintahperintah Allah sehingga Quran Syarif dipenuhi oleh pujian-pujian terhadap mereka. Ada tertulis bahwa ketika turun perintah hammnya minuman arak, maka sekian banyak arak yang terdapat di dalam kendi-kendi, semuanya ditumpahkan. Dan dikatakan bahwa begitu banyaknya arak yang mengalir sehingga seperti parit-parit mengalir, dan kemudian tidak ada yang melakukan perbuatan [minum] itu lagi. Mereka benar-benar telah menjadi musuh bagi minuman arak. Lihat, betapa itu merupakan suatu keteguhan dan kekukuhan yang penuh taat. Ketaatan terhadap Rasulullah saw. yang mereka lakukan dengan penuh kesetiaan, kecintaan, ketulusan, dan semangat sedemikian rupa, tidak pernah dilakukan oleh siapa pun. Dengan membaca kondisi Jemaat Hadhrat Musa a.s. dapat diketahui, bahwa mereka berkalikali ingin membangkang. Sedangkan para hawari (sahabah) Hadhrat Isa a.s. begitu lemah dan kendurnya dalam soal akidah, sehingga orang-orang Kristen sendiri terpaksa mengakuinya. Dan Hadhrat Al-Masih sendiri menamakan mereka di dalam Injil sebagai orang-orang yang lemah dalam hal akidah. Mereka melakukan pembangkangan besar terhadap guru mereka, dan mereka telah memperlihatkan contoh ketidaksetiaan. Yakni, pada saat terjadi musibah itu mereka melarikan diri. Satu di antara mereka justru telah membuat Hadhrat lsa a.s. tertangkap, dan ada satu lagi yang telah mengutuk lalu mengingkari beliau. Namun para Sahabah [Rasulullah saw.] begitu tulus dan siap untuk berkorban sedemikian rupa, sehingga Allah Ta‘ala telah memberikan kesaksian akan hal itu, yakni sampai mereka tidak segan-segan mengorbankan nyawa mereka di jalan Allah Ta‘ala. Dan segala sifat keimanan terdapat di dalam diri mereka, yakni penghambaan, zuhud, ketakwaan, keberanian, dan kesetiaan. Syarat-syarat iman ini tidak ditemukan di kalangan umat mana pun. (Malfuzhat, jld. IV, hlm. 137-138). (138-139) PENDERITAAN-PENDERITAAN YANG DIALAMI PARA SAHABAH R.A. Sekian banyak musibah dan penderitaan yang terpaksa dipikul oleh para sahabah r.a. pads masa permulaan Islam, tidak ditemukan contohnya pada umat lain mana pun. Umat pemberani ini telah memilih untuk menanggung musibah-musibah tersebut. Namun, mereka tidak meninggalkan Islam. Puncak dari musibah-musibah itu sampai membuat mereka terpaksa meninggalkan negeri mereka dan hijrah bersama Nabi Karim saw.. Dan ketika pada pandangan Allah Ta‘ala kejahatan orang-orang kafir telah melampaui batas, dan mereka menjadi pantas untuk mendapat hukuman, maka Allah Ta‘ala telah mengutus para sahabah tersebut untuk menghukum bangsa yang jahat itu. Demikianlah, kaum yang siang malam beribadah di mesjid-mesjid itu, yang jumlahnya sangat sedikit, dan tidak memiliki persenjataan, mereka tampil di medan perang untuk menghadang serangan-serangan para musuh. Peperangan Islam saat itu adalah berupa pembelaan diri. Kemudian, golongan yang hanya berjumlah beberapa ratus orang ini, tampil di peperangan
23
menghadapi ribuan lawan. Mereka bertempur dengan keberanian serta kesetiaan sedemikian rupa, sehingga jika kesempatan seperti itu dihadapi oleh para hawari (murid Nabi Isa –pent.), maka tentu tidak ada satu orang di antara mereka yang akan berani maju. Sebab sedikit saja menghadapi cobaan, mereka lari meninggalkan guru mereka. Jadi, tidak akan mungkin mereka dapat bertahan dalam kondisi-kondisi [pertempuran] seperti itu. Namun kaum yang beriman dan setia ini (para sahabah Rasulullah saw.) telah memperlihatkan suri tauladan penuh tentang keberaniaan serta kesetiaan. Dan segala kehebatan yang telah mereka perlihatkan itu, merupakan buah-buah dari keimanan dan keyakinan mereka yang sejati. Ketika Musa a.s. memerintahkan kaum beliau untuk maju dan menyerbu musuh, maka mereka memberikan jawaban yang sangat memalukan, "Fadz hab anta wa rabbuka faqaatilaa innaa haahunaa qaaiduun -- maka pergilah engkau bersama Tuhan engkau maka berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami duduk saja di sini" - Al-Maidah, 25). Di dalam kehidupan para sahabah [Rasulullah saw.] tidak ditemukan hal seperti itu. Bahkan mereka mengatakan, bahwa mereka bukanlah dari kalangan orang-orang yang mengatakan, "Fadz hab anta wa rabbuka – pergilah engkau dan Tuhan engkau." Bagaimana kekuatan dan keberanian serta kesetiaan seperti ini dapat timbul? Semuanya itu merupakan akibat dari iman dan keyakinan yang merupakan dampak kekuatan qudus (suci) serta pengaruh-pengaruh Rasulullah saw.. Beliau saw. telah mengisi diri mereka sepenuhnya dengan keimanan.‖ (Malfuzhat, jld. IV, hlm. 138-139).
PARA MURID NABI ISA A.S. DAN MUKJIZAT AL-MASIH ―Di kalangan para hawari (murid) Al-Masih, kekuatan iman seperti itu tidak timbul. Dari itu dengan jelas dapat diketahui bahwa mereka tidak bertumpu dan tidak percaya sepenuhnya terhadap mukjizat-mukjizat beliau. Bahkan, hal yang sebenarnya adalah, seperti yang telah diakui oleh beberapa penulis Kristen, para hawari itu merupakan orang-orang duniawi dan berpikiran dangkal. Mereka beranggapan bahwa, "Isa ini kelak akan menjadi raja, maka kami akan memperoleh jabatan-jabatan tertentu." Hubungan mereka dengan Al-Masih terbentuk dalam suatu corak keserakahan. Oleh karena itu di dalam diri mereka tidak timbul kekuatan iman dan potensi irfan (pengetahuan sejati). Kalau [benar bahwa] mereka menyaksikan mukjizat-mukjizat Al-Masih bahwa beliau menghidupkan orang-orang mati, maka apa sebabnya iman mereka tetap tidak kuat setelah melihat keajaiban-keajaiban itu? Hakikat yang sebenarnya adalah, mukjizat-mukjizat yang mereka saksikan dari Al-Masih -menyembuhkan orang-orang sakit dan sebagainya -- adalah begitu umumnya [pada saat itu], sebab orang-orang Yahudi juga berbuat demikian. Dan ada sebuah telaga (Betesda - pent.) yang dikunjungi oleh orang-orang sakit lalu mereka menjadi sembuh. Oleh karena itu, hal-hal inilah yang membuat keagungan mukjizat-mukjizat Al-Masih tidak tertanam di dalam kalbu orang-orang, dan cahaya keyakinan serta makrifat yang menjauhkan dosa-dosa, tidak timbul di dalam diri mereka. Oleh sebab itu Yudas Iskarioti yang merupakan penjaga khazanah (bendahara) Al-Masih -- yang padanya terdapat uang senilai seribu rupis -sering dia curi dari situ. Dan karena keserakahan itu jugalah dia telah membuat Al-Masih tertangkap dengan diiming-imingi uang 30 keping uang emas‖. (Malfuzhat, jld.4, h.139).
24
(139-141)
Di dalam diri manusia terdapat suatu daya magnetis kebaikan dan keburukan. Orang berbuat kebaikan, tetapi dia tidak mengerti mengapa dia berbuat demikian, begitu pula seseorang pergi menuju suatu keburukan. Namun jika ditanyakan kepadanya sedang pergi kemana, maka dia tidak dapat memberitahukannya. Di dalam Matsnawi Rumi tertulis sebuah hikayat mengenai daya magnetis itu. Yakni ada seorang majikan fasiq (durhaka) yang memiliki seorang pembantu yang baik. Di suatu pagi, majikan itu pergi ke pasar membawa pembantunya untuk berbelanja. Di jalan terdengar azan, dan si pembantu minta izin untuk shalat. Pembantunya itu pun pergi ke mesjid untuk shalat. Di sana si pembantu merasakan kenikmatan dan kelezatan sedemikian rupa, sehingga selesai shalat pun dia tenggelam dalam dzikir. Akhirnya sang majikan setelah lama menunggu meneriakinya. Majikannya itu berkata, "Siapa pula yang telah menahan engkau di dalam?!" Pembantu itu menjawab, "Adakah sesuatu yang telah menahan engkau di luar sehingga tidak mau masuk ke dalam?" Ringkasnya, itu merupakan suatu daya magnetis yang berlaku. Ke arah inilah Allah telah mengisyamtkan: "Qul kulluy ya’malu 'alasy- syaakilatihii -- (setiap orang berbuat menurut keadaannya - Bani Israil, 85). (Malfuzat, jld. IV, hlm. 141). (141-42) YANG DIPERLUKAN ADALAH AMAL Mian Nabi Bakhs, Namberdar Pandadri: menyampaikan: "Hudhur, saya bukan orang yang terpelajar." Hadhrat Masih Mau'ud bersabda: ―Apalah artinya ilmu itu? Sebenarnya yang diperlukan adalah amal.‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm. 142).
(142) TIDAK BAIK BERHENTI BEKERJA Seseorang berhenti dari pekerjaannya dan datang kepada Hadhrat Masih, Mau'ud a.s. meminta pendapat mengenai usaha dagang. Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda: ―Seharusnya anda tidak meninggalkan pekerjaan. Adalah penting juga untuk tegak di atas sesuatu di mana Allah telah menegakkan anda. Meninggalkan pekerjaan tanpa alasan tidaklah baik.‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm. 142).
MENCARI KEBENARAN & PENGENALAN TUHAN ‖Untuk mencari kebenaran diperlukan dua hal. Pertama, diperlukan akal sehat. Sebagian orang memang ingin mencari kebenaran, tetapi akal mereka lemah dan dungu, dan mereka tidak memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan. Oleh karena itu apa pun yang dijelaskan
25
kepada mereka tidak dapat dia pahami. Dan jika seluruh agama dipaparkan di hadapan mereka, mereka tidak dapat mengambil keputusan mana yang mengandung kebenaran dari antara [agama-agama] itu. Ini penyakit, para tabib menyebut mereka sebagai sophist (orang yang berkhayal dan tersesat pandangannya – pent.). Mereka dikuasai oleh khayalan. Oleh karena itu pertama-tama bagi pencari kebenaran adalah penting untuk tidak dikuasai khayalan. Kedua, orang itu hendaknya memiliki keberanian untuk menerima kebenaran. Banyak sekali orang yang memang memahami kebenaran, tetapi tidak berani memutuskan tali persaudaraan. Orang-orang seperti ini pengecut. Kepengecutan ini pun tidak dapat memberikan manfaat. Langkah pertama ketika anak kecil dikirim ke sekolah, di hadapannya yang dipaparkan hanyalah abjad, bukan buku besar yang dipaparkan. Demikian pula dalam menelaah agama, pertama-tama hendaknya adalah mengadakan perbandingan asas-asas yang relatif besar (pokok)... lalu dilihat mana yang merupakan agama benar? Saya heran. Pada saat ini tengah terjadi perbandingan agama-agama, dan perkara yang haq (benar) dapat diketahui dengan jelas. Dan di Hindustan ini sendiri terdapat segala macam agama.,[Hindu] Sanathan, Kristen, [Hindu] Arya, Islam, dsb.. Inilah agama-agama besar. Bahagian pertama dan akar daripada agama adalah pengenalan Tuhan. Jika pada langkah pertama saja sudah salah dan tidak memiliki landasan, bagaimana mungkin langkah berikutnya akan memiliki landasan? Sekarang, kenalilah agama-agama berdasarkan asas tersebut.‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm. 142-143).
PENGENALAN TUHAN & SANATHAN DARMA ―[Lihatlah golongan Hindu] Sanathan Dharm. Rumput, batu, pohon, bulan, matahari, pendeknya tidak ada satu benda pun dari antara makhluk (ciptaan) yang tidak mereka sembah dan menjadikannya sebagai tuhan (dewa). Jadi, suatu agama yang memang sudah demikian akidah mereka berkenaan pengenalan Tuhan, kapan pula mereka akan dapat memperoleh ilmuilmu kebenaran? Bagaimana mungkin kondisi-kondisi akhlaki mereka dapat benar? Mereka itu sedemikian rupa, sehingga jika rel pun yang mereka lihat, mereka akan bersedia bersujud kepadanya dan akan menganggapnya sebagai tuhan (dewa). Kemudian ada satu golongan dari antara mereka, yang menganggap diri mereka suatu golongan yang telah mengalami pembaharuan, dan menamakan diri Arya‖. (Malfuzat jld. IV, hlm. 143-144). PENGENALAN TUHAN & HINDU ARYA ―Kondisi pengenalan Tuhan di [dalam ajaran] Arya, mereka bertentangan dengan Weda. Memang dari mulut telah mengakui ke-Tauhid-an Tuhan. Walau di dalam Weda terdapat penyembahan aghni (api), wayu (angin), dsb., akan tetapi orang-orang ini dari mulut mereka menyatakan, "Kami tidak menyembah berhala-berhala". Namun dalam hal pengenalan Tuhan, walaupun ada pernyataan tersebut, mereka telah tergelincir, yakni mereka meyakini bahwa Tuhan bukanlah Pencipta suatu benda apa pun, melainkan mengimani-Nya sekedar sebagai perakit saja. Apabila sudah demikian pengingkaran terhadap sifat agung Tuhan itu (Al-Khaliq/Maha Pencipta), kapan pula Tuhan yang lemah dan tak sempurna seperti itu dapat diimani oleh seseorang? Kemudian, mereka telah pula mengingkari sifat-sifat lain yang dimiliki Tuhan. Misalnya,
26
mereka percaya bahwa Dia tidak dapat menganugerahkan suatu benda apa pun kepada seseorang manusia, karena apapun yang diperoleh seseorang, itu ia peroleh karena amal-amal perbuatannya sendiri. Kemudian mereka terpaksa pula meyakini bahwa jika tidak ada dosa maka pekerjaan-pekerjaan dunia tidak akan dapat berjalan, sebab kerbau, kambing, sapi, dan makhlukmakhluk lainnya yang meringankan pekerjaan manusia tidak akan dapat terwujud. Tuhan yang semacam itulah yang mereka percayai. Tampak bahwa agama ini pun sudah jatuh dari maqam (tahap) pengenalan Tuhan [yang hakiki].‖ (Malfuzat jld.IV, hlm. 144).
PENGENALAN TUHAN & AGAMA KRISTEN Kemudian ada satu agama lagi, yang untuk penyebarannya telah dibelanjakan jutaan rupees, yakni agama Kristen. Di dalamnya pun [unsur] pengenalan Tuhan lebih parah lagi. Pertamatama, mereka sama-sekali percaya bahwa Tuhan itu tiga (Trinitas – pent.) Dan menurut mereka ini adalah suatu masalah yang tidak dapat mereka pahami. Kemudian di antara ketiga [oknum] itu terdapat seorang manusia lemah, yang telah lahir dari rahim Maryam. Sepanjang umurnya -seperti yang diketahui dari Injil -- dilalui dalam kesengsaraan dan penderitaan, terus-menerus dipukuli, dan akhirnya orang-orang Yahudi menangkapnya dan menggantungnya di tiang salib. Kini, jika demikian pembawaan Tuhan, siapa pula yang mau beriman kepadanya? (Malfuzat, jld.IV, hlm. 144).
PENGENALAN TUHAN & AGAMA ISLAM Akan tetapi tentang pengenalan Tuhan yang telah dikemukakan oleh ajaran Islam, sedemikian rupa nyatanya sehingga setiap orang berakal akan terpaksa mengakuinya. Islam mengajarkan bahwa Allah adalah Dia yang memiliki seluruh sifat mulia serta bersih dari segala macam kelemahan (kekurangan). Dia adalah Pencipta dan Penguasa seluruh benda. Dia Maha Pemurah dan Maha Penyayang. Islam tidak menjadikan suatu makhluk pun sebagai tuhan atau sekutu bagi Tuhan. [Islam] mengajarkan perbedaan antara Khaliq (Pencipta) dan makhluq (yang diciptakan). Kini, apabila diadakan perbandingan berdasarkan asas tsb., betapa jelas dan nyatanya dapat diketahui, bahwa tidak ada suatu agama pun yang dapat menandingi Islam dari segi asas tersebut, dan hanya Islamlah agama yang benar.‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm. 145).
ASAS KEDUA: HAK-HAK MAKHLUK Bagian kedua atau asas kedua daripada agama adalah, bagaimana ia menegakkan hak-hak makhluk. Bandingkan jugalah agama-agama lainnya berdasarkan asas ini, lalu lihatlah. Agama [Hindu] Arya telah berlaku aniaya sedemikian rupa, tampaknya tiada lain melainkan hanya [ajaran] tanpa malu. [Hindu] Arya memberikan ajaran nayog, yakni seseorang [suami] yang tidak memperoleh anak, boleh mengatur supaya istrinya tidur dengan lelaki lain hingga mendapatkan anak. Kini, apalah yang lebih parah dalam hal menodai kehormatan dan rasa malu daripada ini, yakni seseorang [suami] yang malang karena ia tidak memperoleh anak sampai dua atau empat
27
tahun, kepadanya dikatakan, "Aturlah supaya istrimu tidur dengan lelaki lain demi memperoleh anak". Betapa ini suatu hal yang sangat memalukan. Di Qadian ini ada seseorang, ketika padanya ditanyakan masalah nayog, dia mengatakan, "Memalukan!" Kini, kapan pula seorang berakal dapat menerima ajaran ini? Saya pernah baca, seorang Banggali telah masuk [Hindu] Arya. Ketika seorang Brahma menerangkan hakikat nayog kepadanya, dia merobek dan membanting [kitab] Satyarath Prakash. Ia mengatakan, ―Agama ini tidak layak untuk diterima!‖ Orang-orang Kristen telah berlaku aniaya terhadap makhluk dengan cara mengajarkan penebusan dosa dan telah menutup pintu kebaikan dengan menyatakan bahwa syariat itu adalah kutukan (laknat), serta telah menistakan potensi-potensi manusia, tatkala mengatakan bahwasanya manusia tidak dapat melakukan suatu kebaikan. Namun Islam telah menegakkan hak-hak makhluk di tempat yang benar dan layak. Islam tidak memberikan ajaran seperti nayog. la tidak menistakan potensi-potensi manusia. Dan Islam tidak ingin membuat manusia malas dengan memberikan ajaran penebusan dosa. Islam tidak menjadikan syariat sebagai suatu kutukan (laknat), melainkan telah meletakkannya di dalam kemampuan-kemampuan manusiawi. Dengan cara ini masalahnya menjadi jelas sekali, jika saja tidak dibarengi khayalan (praduga), dan tidak ada hambatan untuk menerima kebenaran, apabila tidak ada kepengecutan.‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm. 145-146). (146-148) KECINTAAN DAN SYUKUR Sesudah shalat Maghrib beberapa orang telah bai'at. Kemudian Mian Nabi Bakhs mengajukan permohonan doa agar kecintaan terhadap Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bertambah di dalam kalbu. Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda: ―Keikhlasan dan perhatian yang telah dianugerahkan Allah Ta‘ala, Dia sendiri yang telah memulainya. Oleh karena itu bersyukurlah supaya hal itu semakin meningkat. Ini semata-mata karunia-Nya, yakni Dia menganugerahkan taufik untuk mengenali kebenaran. Jika tidak, apabila Dia membuat kalbu menjadi keras maka manusia tidak dapat kembali bertaubat. Atas dasar karunia-Nya-lah Dia menganugerahkan keyakinan (ketulusan), dan dengan mensyukurinya maka hal itu akan semakin bertambah. Jadi, bersyukurlah supaya karunia-Nya semakin bertambah. Banvak-banyaklah membaca, ―Iyyaaka na’budu’ wa iyyaaka nasta-‘iin‖ (hanya kepada Engkau kami menyembah dan hanya kepada Engkau kami mohon pertolongan) di dalam shalat-shalat. Iyyaaka nasta’iin (hanya kepada Engkau kami memohon pertolongan) membawa kembali karunia Allah dan saranasarana yang telah hilang.‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm. 148). QURAN KARIM BERADA PADA KEDUDUKAN JAUH LEBIH TINGGI DARIPADA HADITS Pada tanggal 1 Nopember 1902, seperti biasa Hadhrat Masih Mau'ud a.s. pergi jalan kaki dengan beberapa orang sahabah. Beliau a.s. berkali-kali menjelaskan kepada Maulwi Fatah Diin dan menekankan untuk meninggalkan cara-cara argumentasi lain dalam perdebatan-perdebatan, melainkan gunakanlah cara pembahasan bahwa Quran Syarif itu jauh lebih tinggi kedudukannya
28
daripada hadits. Hadhrat Masih Mau‘ud a.s. menjelaskan: ―Kepada orang-orang ini hendaknya dipertanyakan apakah mereka sendiri mengakui bahwa Kitab yang paling shahih adalah Quran Syarif? Hadits-hadits itu dikumpulkan 150 tahun setelah Al-Quran. Kemudian, di antara hadits-hadits juga terdapat kontradiksi. Di satu tempat disebutkan tentang Mahdi, di tempat lain dikatakan "Laa mahdi illaa ‘isaa -- tiada Mahdi melainkan Isa." Di satu sisi dituliskan bahwa hadits tentang Mahdi itu lemah, kemudian disebutkan bahwa Masih akan turun dari langit. Jadi, dari satu segi satu kakinya telah patah, Tatkala Quran Syarif berkali-kali menolak kedatangannya dari langit, maka hadits yang secara hakiki maupun kiasan tidak dapat menyamai kedudukan Quran Syarif, dan menjadi tidak layak untuk dipercaya. Jika tidak, maka dengan begitu Islam akan hancur berantakan. Segenap fondasi dan landasan Islam terletak pada Quran Syarif. Tatkala di dalam Quran Syarif tertera bahwa Isa telah wafat, maka mengapa masih saja mengingkarinya?‖ Hadhrat Masih Mau'ud a.s. terus menerus menjelaskan kepada Maulwi Fatah Diin mengenai ayat "Falammaa tawafaitanii (maka tatkala Engkau mewafatkanku -- AlMaidah, 118), kemudian beliau a.s. kembali menjelaskan tentang hadits-hadits: ―Jika mereka begitu hebatnya percaya (bertumpu) pada hadits, maka rafa yadayn (mengangkat kedua tangand alam shalat) yang tertera di dalam 1400 hadits, mengapa tidak mereka amalkan? Permasalahan kita adalah sesuai sunnah qadiimah Allah Ta‘ala. Sebagaimana mereka ini menunggu-nunggu kedatangan Al-Masih, demikian pula orang-orang Yahudi menunggu-nunggu kedatangan Ilyas (Elias). Bagi nabi tidaklah mutlak bahwa dia harus memiliki ilmu pengetahuan yang begitu luas seperti yang dimiliki Tuhan. Adalah suatu hal yang dibenarkan (wajar) bagi nabi apabila beberapa perkara tidak dibukakan [hakikatnya] kepadanya secara rinci. Misalnya, banyak sekali masalah akhirat, dan baru akan diketahui oleh manusia setelah mengalami kematian. Jadi, mengapa orang-orang ini begitu hebat melontarkan hal-hal berdasarkan pengetahuan mereka? Orang-orang Yahudi sedang menunggu-nunggu kedatangan Ilyas (Elias) saat itu. Al-Masih mengatakan bahwa Yahya itulah yang merupakan Ilyas, terserah apakah percaya atau tidak. Kemudian saat itu juga dipertanyakan kepada Yahya, dan pertanyaan itu pun diajukan dengan cara sedemikian rupa sehingga terpaksa diberikan jawaban, ―Aku bukanlah Ilyas yang itu." Saya melihat, orang-orang ini berkali-kali memaparkan hadits-hadits, dan di antaranya mereka mengambil kata nuzul (turun). Saya mengatakan, jika memang Al-Masih itu yang harus datang, maka mengapa Rasulullah saw. memberi gambaran rupa yang berbeda tentang tokoh yang akan datang ini? Dan beliau saw. mengatakan bahwa kalian akan mengenali Masih yang akan datang itu dengan ciri-ciri demikian. Apa perlunya Rasulullah saw. berkata begitu? Di dalam perdebatan-perdebatan pun hendaknya prinsip ini jugal.ah yang harus ditanamkan, bahwa Quran Syarif jauh lebih utama [daripada hadits]. Setelah membuat mereka menyepakati hal itu, katakanlah kepada mereka bahwa keutamaan Quran Syarif diakui oleh kedua belah pihak, maka perkara-perkara selanjutnya hendaknya diputuskan melalui itu. Jika segala-sesuatu tumpuan terletak pada hadits-hadits, maka apa perlunya Quran Syarif yang mengatakan, "Al-yauma akmaltu lakum diinakum -- pada hari ini telah Aku cukupkan kepada kamu agama kamu - Al-Maidah, 4). Mereka ini memaparkan hal-hal yang dusta dan mengecoh. "Innahuu la-‘ilmul- lisaa'ah -- sesungguhnya dia (Isa) adalah suatu tanda bagi saa'ah (kiamat) - Az-Zukhruf, 62). Arti ayat ini adalah: bahwa tanda kemerosotan dan keruntuhan umat Yahudi merupakan masa kedatangan Al-Masih a.s.. Dan ayat inipun membenarkannya: Wa
29
ja’alnaahu matsalan- 1i banii israa-il -- dan Kami menjadikannya sebagai missal bagi Bani Israil - Az-Zukhruf., 60). Saa'ah juga berarti akhirat. "Im min ahlil kitaabi illaa la yu'minanna bihii qabla mautihii – (tidak ada seorang pun dari Ahlul Kitab melainkan akan tetap beriman kepada hal ini sebelum kematiannya – An-Nisa, 160). Mereka mengartikan ayat ini bahwa dia (Al-Masih) masih tetap hidup sampai sekarang, yakni ketika nanti beliau akan datang, maka barulah semua Ahli Kitab akan beriman. Mengenai hal itu mereka memaparkan hadits Abu Hurairah r.a., padahal di dalam Tafsir Mazhari hal itu sangat banyak dibantah. Mengatakan bahwa segenap Ahli Kitab akan beriman pada saat itu adalah tidak benar. Dari Quran Majid terbukti bahwa hingga kiamat orang-orang kafir masih akan tetap ada. Dalam setiap kondisi, Quran Syarif hendaknya harus diutamakan. Nash-nash telak dari Al-Quran benar-benar memberikan keputusan. Di dalam Surah Tahrim tertera bahwa Masih ibnu Maryam akan berasal dari umat ini juga. Di dalam Surah An-Nur tertera, bahwa segenap khalifah akan berasal dari umat ini juga. Rasulullah saw. telah menamakan Masih yang akan datang itu sebagai hakam (hakim/pemberi keputusan). Ini mengisyaratkan bahwa akan terbentuk banyak sekali firqah saat itu. Dari itu terbukti bahwa akan banyak sekali timbul kesalahan. Di dalam Quran Majid, arti kata nuzul berbeda-beda di berbagai tempat. Jika ada kritikan -mengapa yang telah digunakan adalah kata nuzul (turun), dan mengapa tidak digunakan saja kata lain di dalam hadits? – maka jawabannya adalah bahwa di dalam sebuah hadits Muslim juga telah digunakan kata mab 'uts (diutus). Kata nuzul (turun) telah digunakan, sebab saat itu semua berkat dan karunia akan lenyap terangkat, dan kemudian akan turun dari Langit. Di dalam Quran Syarif, mengenai diri Rasulullah saw. sendiri dikatakan bahwa, ―Kami telah menurunkan engkau dari Langit‖. Dan dari langit jugalah air turun. Jika hujan tidak turun dari langit, maka sumur-sumur akan menjadi kering. Kebanyakan begitulah kondisi yang terjadi dalam kemarau. panjang. Apakah ada wasiat (pesan) dari Rasulullah saw. kepada orang-orang itu agar mengimani [Kitab hadits] Bukhari setelah beliau saw. [wafat]? Justru pesan Rasulullah saw. adalah bahwa Kitabullaah (Al-Quran) ini sudah mencukupi. Kepada kita yang akan dipertanyakan adalah mengenai Al-Quran, bukannya mengenai apa-apa yang telah dikumpulkan oleh Zaid dan Bakar. Hal berikut ini tidak akan dipertanyakan, "Mengapa kalian tidak beriman kepada Shihah Sittah (enam kitab hadits shahih) dan sebagainya?" Yang akan ditanyakan adalah, ―Mengapa tidak beriman kepada Al-Quran?" Mengenai kaidah-kaidah perdebatan, ingatlah selalu bahwa pertama-tama ketentuanketentuannya harus disusun, lalu persoalan-persoalannya disusun. Kitabullaah harus diutamakan, sedangkan Hadits-hadits -- berdasarkan pernyataan mereka sendiri -- merupakan [pengetahuan] yang bersifat asumsi, yakni di dalamnya terdapat peluang tercampurnya antara kebenaran dan kedustaan. Artinya adalah, mungkin saja benar dan mungkin saja dusta. Namun Quran Syarif suci dari kemungkinan seperti itu. Hidup Rasulullah saw. sampai sebatas Quran Syarif saja, kemudian beliau pun wafat. Apakah hadits-hadits itu shahih, dan hadits-hadits itu yang dijadikan sebagai landasan, maka Rasulullah mengatakan bahwa beliau tidak mengumpulkan hadits-hadits tersebut. Ada tokohtokoh tertentu yang akan datang, dan akan mengumpulkannya. Itulah yang kalian percayai. Jadi, pertama-tama, Al-Quran harus diutamakan, setelah itu Sunnah. Sunnah adalah, perintah-perintah yang terdapat di dalam Quran Syarif, diperagakan sendiri oleh Rasulullah saw.. Misalnya, dengan mengerjakan shalat beliau memberitahukan bahwa shalat Subuh itu begini,
30
dan shalat Maghrib itu begini. Hal-hal spa saja yang telah diinbath (diambil/dicerna) oleh Rasulullah saw. dari Quran Syarif, maka langsung beliau beritahukan dan peragakan, sedangkan ucapan-ucapan beliau itu dinamakan hadits. Salah satu sunnah beliau saw. juga adalah, bahwa beliau itu telah wafat. Di dalam Quran Syarif tertera, "Wa maa muhammadun illaa rasuulun qad khalat min qablihir rusul – (dan Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu rasul-rasul sebelumnya Aali ‘Imran,145). Yakni, segenap rasul telah wafat, dan beliau juga akan wafat. Ternyata demikianlah, firman Allah itu pun telah sempurna, dan beliau saw. telah wafat. Saya memiliki sebuah contoh. Jika ada yang bertanya, "Penakwilan tentang nuzul (turunnya) Masih yang engkau lakukan, apakah ada pihak lain yang memaparkan penakwilan seperti itu?" Maka saya menjawab, bahwa tokoh (Al-Masih) yang mengenainya kalian jadi susah begini, dia sendiri menakwilkan demikian. Dia juga menghadapi permasalahan demikian pada saat itu (tentang llyas yang dijanjikan - pent.). Jadi, dengan masuknya ke dalam Jemaat kami barulah akhirnya dia terbebas dari permasalahan itu. Contoh juga merupakan sesuatu yang berarti. Allah Ta‘ala juga memaparkan sunnah-Nya sebagai contoh. Jika Rasulullah saw. yang datang kembali, maka tidak ada masalah, sebab Beliau saw. tidak ada mendakwakan diri sebagai Tuhan, dan tidak pula beliau telah dijadikan sebagai Tuhan. Namun Allah Ta‘ala melalui mulut Al-Masih a.s. telah menyatakan bahwa inilah arti kedatangan-Nya (kedatangan Tuhan) kembali itu. Tidak ada raja yang melakukan suatu langkah yang membuat kebesarannya sebagai raja menjadi berkurang. Lalu, mengapa pula Tuhan melakukan langkah yang menimbulkan aib pada Ketuhanan-Nya?‖ (Malfuzhat, jld.IV, hlm. 148-152).
KEKELIRUAN DAN PEMIKIRAN YANG SALAH Maulwi Fatah Diin mengatakan, "Kami ini banyak sekali melakukan kekeliruan. Banyak pikiran salah yang muncul, sedangkan wabah pes sedang merebak." Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menasihatkan: ―Saya tahu dengan pasti, bahwa seseorang yang memiliki hubungan sejati dengan Allah Ta‘ala maka Dia tidak akan memberikan maut (kematian) yang hina kepadanya. Ada kisah tentang seorang tokoh suci di dalam buku-buku. Yakni orang suci itu banyak sekali memanjatkan doa agar dia wafat di suatu kota yang bernama Thus. Dia juga telah melihat dalam sebuah kasyaf bahwa dia memang akan wafat di Thus, namun dia ternyata sakit keras di tempat lain serta tidak ada lagi harapan untuk hidup. Maka dia berwasiat kepada para pengikutnya, "Jika saya mati, kuburkanlah saya di kuburan orang-orang Yahudi." Pengikutnya bertanya, mengapa? Dia menjelaskan, "Dahulu banyak sekali doa saya memohon agar saya wafat di Thus, namun sekarang tampaknya sudah diketahui bahwa itu tidak dikabulkan. Oleh karenanya saya tidak ingin membuat orang-orang Islam terkecoh." Setelah itu ternyata orang suci tersebut perlahan-lahan pulih kembali, dan dia pun pergi ke Thus. Di sana dia jatuh sakit lalu meninggal dunia, dan di sanalah dia telah dikuburkan. Oleh karena itu hendaknya kalian menjadi orang mukmin. Jika kalian menjadi orang mukmin maka Allah tidak akan memberikan maut (kematian) yang hina. Dia tidak akan memperkarakan pemikiran-pemikiran yang timbul di dalam kalbu, selama manusia belum bertekad untuk melakukannya. Seorang pencuri ketika pergi ke pasar, jika melihat tumpukan uang di sebuah tokoh emas,
31
dan dia berangan-angan untuk memiliki uang sebanyak itu, kalau pun dia berniat untuk mencurinya, tetapi kalbunya mengecam dirinya, dan dia pun menahan diri, maka dia tidak akan berdosa. Dan kalau dia mengukuhkan niatnya, yakni jika ada kesempatan pasti akan dia curi, maka dia akan berdosa. Dalam kisah Adam a.s. juga Allah Ta‘ala berfirman: "Wa lam najid lahuu 'azmaa -- dan Kami tidak mendapatinya memiliki tekad yang bulat untuk itu (Tha Ha, 116). Ungkapan ‘ashaa aadama artinya adalah beliau (Adam) melakukan kekeliruan. Misalnya, seorang majikan menyuruh pembantunya untuk pergi melewati jalan tertentu guna melakukan suatu tugas lalu kembali. Jika si pembantu itu melakukan ijtihad (pemikiran) lalu dia masuk ke jalan lain, maka sudah pasti itu merupakan kekeliruan. Namun bukan berarti dia itu tidak menurut. Hanya kesalahan dalam melakukan ijtihad (pemikiran), dan hal itu tidak akan diperkarakan.‖ (Malfuzhat, jld. IV, hlm. 152-153).
KELINCI HALAL DIMAKAN Seseorang, menenanyakan kepada Hadhrat Masih Mau'ud a.s. tentang halalnya kelinci. Beliau a.s. bersabda: ―Sebenarnya benda-benda ini halal. Selama tidak terbukti haram berdasarkan nash yang jelas maka selama itu pula benda-benda itu tidak haram. Mengenai hadits, akidah saya adalah, sekecil apapun hendaknya diamalkan, selama tidak bertentangan dengan Al-Quran.‖ (Malfuzhat, jld. IV, 153-154).
ORANG YANG EMOSIONAL ―Mengapa Imam ‗Azham (Imam Abu Hanifah) tidak mengangkat kedua tangan [ketika shalat]? Apakah pada waktu itu tidak ada perawi hadits? Memang ada perawi saat itu, namun dikarenakan saat itu beliau tidak melihat masalah tersebut, oleh sebab itu beliau tidak melakukannya. Sungguh malang para maulwi hilania. Yakni, orang-orang Yahudi dan Nasrani ke sana ke mari membawa Taurat yang sudah diubah dan ditukar, sedangkan mereka ini ke sana ke mari bukannya membawa Al-Quran melainkan yang mereka bawa-bawa adalah hadist.― (Malfuzhat, jld. IV, hlm. 154).
SHALAT JENAZAH BAGI GHAIR AHMADI Rasulullah saw. pernah memberikan baju kepada seorang munafik dan menshalatkan jenazahnya. Mungkin saja orang itu pada saat menjelang ajat telah bertobat. Tugas orang mukmin adalah menerapkan prasangka baik. Untuk itulah telah diberlakukan agar setiap yang wafat dishalatkan jenazahnya. Bagi Jemaat kita, tidak wajib, melainkan sebagai ihsan dapat saja Jemaat melakukan shalat jenazah bagi warga non-Jemaat, "Wa shalli 'alaihim inna shalaataka sakanul lahum (dan doa/shalatkanlah mereka, karena sesungguhnya doa engkau itu menjadi ketenteraman. bagi mereka - At-Taubah: 103)." Di situ yang dimaksud dengan shalat adalah shalat jenazah, sedangkan sakanul lahum membuktikan bahawa doa Rasulullah saw. menimbulkan ketentraman dan kesejukan bagi orang yang berdosa.‖ (Malfuzhat, jld. IV, hlm.
32
154). (154-161)
PERBEDAAN KEBAHAGIAAN ORANG-ORANG KAFIR DENGAN ORANG BERTAKWA Bagi orang-orang kafir yang ada ialah kebahagiaan di perjalanan [hidup] ini, sedangkan bagi orang-orang bertakwa adalah kebahagiaan di saat akhir. Jika Allah Ta‘ala menghendaki maka dalam sekejap saja Dia dapat menghapuskan semua mereka. Namun, Dia menghendaki adanya nuansa yang meramaikan. Selama tidak ada orang yang mendustakan maka bagaimana mungkin dapat diketahui hakikat seorang yang membenarkan? Justru melalui orang-orang yang mendustakan itulah terbuka hakikat-hakikat dan makrifat, serta kecintaan dan pertolongan Allah Ta‘ala menjadi dapat diketahui. Jika di dalam hati seseorang terdapat kecintaan terhadap ibunya maka hal itu tidak diketahui oleh siapa pun. Namun tatkala ada orang yang mencaci ibunya, dia langsung marah, dan barulah akan diketahui bahwa di dalam hatinya memang terdapat kecintaan terhadap ibunya.‖ (Malfuzat, jlid IV. hlm. 161).
(161-162)
NASIHAT AGAR TIDAK BERPURA-PURA Sesudah shalat maghrib, seperti biasanya, Hadhrat Masih Mau'ud a.s. duduk-duduk di mesjid. Kemudian Mir Sahib memanggil Abdush-Shamad ke depan, yang berasal dari Kashmir, lalu mendudukkannya di dekat Hadhrat Masih Mau'ud. Mir Sahib mengatakan bahwa dia di sini mengalami kesulitan, yakni dia biasa memakan nasi, sedangkan di sini yang disediakan adalah roti. Mengenai hal itu Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda: ―Allah Ta‘ala berfirman kepada Rasulullah saw. agar mengatakan]: "Wa maa anaa minalmutakallifiin (aku bukanlah dari antara orang-orang yang berpura-pura - Shaad: 87)." Siapa saja dari antara tamu-tamu saya yang berpura-pura, dia mengalami kesulitan. Oleh karena itu, apapun yang diperlukan, sampaikanlah.‖ [Kemudian beliau a.s. memerintahkan], ―Sediakanlah nasi untuknya.‖ (Malfuzat, jld IV. hlm. 162-163). DUKUNGAN ALLAH TA’ALA DALAM PEKERJAAN TULIS MENULIS HADHRAT MASIH MASU’UD A.S.
Berlangsung pembicaraan mengenai bagaimana Allah Ta‘ala melalui karunia-Nya yang khusus senantiasa menolong Hadhrat Masih Mau'ud a.s. dalam mempersiapkan tulisan-tulisan
33
untuk menghadapi para penentang. Beliau a.s. sering sakit, dan kadang-kadang waktu yang telah ditetapkan dalam pertandingan sudah sempit, maka dalam kondisi seperti itu beliau dengan sangat susah-payah menulis buku-buku sampai larut malam. Mengenai hal itu Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda: ―Saya, satu huruf pun tidak mampu saya tuliskan apabila kekuatan (taufik) dari Allah Ta‘ala tidak menyertai saya. Berkah-kali saya memperhatikan ketika sedang sibuk dalam tulis-menulis, bahwa terdapat sesuatu ruh Allah yang sedang mengalir. Pena (tangan) memang menjadi letih, tetapi gejolak semangat yang ada di dalam [kalbu] tidak pernah penat. Hati saya merasakan bahwa kata demi satu kata mengalir dari Allah Ta‘ala.‖ (Malfuzat, jld IV, hlm. 164).
(164-165) MIMPI GAJAH & MEMOLESKAN MINYAK Seseorang memperdengarkan mimpinya, bahwa dia malam hari bermimpi melihat gajah, dan Hadhrat .Aqdas Masih Mau'ud a.s. memoleskan minyak di rambutnya. Hadhrat Masih Mau'ud a.s. mena'birkan, bahwa melihat gajah pada malam hari adalah bagus, dan memoleskan minyak [ke kepala] adalah suatu keindahan (hiasan) dan juga bagus. (Malfuzat, jld. IV, hlm. 165)
(165-166)
MALU DAN UNTUNG-RUGI YANG DITIMBULKANNYA ―Ada satu sikap malu yang membawa manusia ke neraka, dan ada satu sikap malu pula yang membawa manusia ke surga. Seseorang yang karena malu tidak mengambil manfaat dari ilmunya maka bagi orang itu sikap malu adalah neraka.‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm 166).
(166-167) PENOLAKAN TERHADAP HADIAH-HADIAH YANG DISEDIAKAN OLEH HADHRAT MASIH MAU’UD A.S. ―Saya mengundang mereka dengan menawarkan (menyediakan) hadiah-hadiah uang agar mereka mau menghadapi saya, namun orang-orang ini tidak mau tampil. Saya sampai penat memberi tawaran hadiah. Sekarang saya akan berikan lebih besar lagi, dan jika mereka tidak mau menerimanya, maka melalui tangan mereka sendiri mereka seolah-olah telah memenuhi sebuah nubuatan yang mendukung kebenaran saya. Yakni di dalam hadits tertera bahwa Masih Mau'ud (Al-Masih yang dijanjikan) akan membagi-bagikan harta, tetapi orang-orang tidak mau menerimanya. Jadi, jika mereka menolak berarti mereka menggenapi nubuatan itu melalui tangan mereka sendiri.‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm 167).
34
(167-169)
DUNIA FANA (TIDAK KEKAL) Pada tanggal 5 Nopember 1902, seperti biasa Hadhrat Masili Mau'ud keluar untuk jalan pagi. Ketika pulang beliau bertemu dengan Syah Sahib Tajir, ayah Qadhi Miir Husein, guru bahasa Arab di Madrasah Ta'limul Islam, Qadian. Setelah mencium tangan Hadhrat Masih Mau'ud a.s., Hadhrat Masih Mau'ud menanyakan keadaan beliau, dan diketahui bahwa usianya sudah lebih 80 tahun. Kemudian Ghulam Syah Sahib memohon doa kcpada Hadhrat Masih Mau'ud a.s. agar memperoleh khaatimah bil-khaiir (akhir kehdiupan yang baik). Hadhrat Masih Mau‘ud a.s. bersabda: ―Ya, inilah yang paling penting, yaitu memperoleh khaatimah bil-khair (akhir kehidupan yang baik). Seseorang bertanya kepada Nuh a.s., "Tuan sudah mendekati 1000 tahun lamanya di dunia ini. Tolong ceritakan apa yang telah Tuan lihat?" Beliau menjawab, "Tampaknya seperti datang dari satu pintu dan keluar dari pintu lain." Jadi, apalah umur itu. Kalau panjang, menang kenapa? Jika pendek, memang kenapa? Hendaknya [yang harus ada] ialah khaatimah bil-khaiir.‖ Kemudian sambil menunjuk kcpada batang pohon ara, Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda: Pohon ini lebih baik dari kita. Kami dahulu sewaktu kecil selalu bermain di bawahnya. Pohon ini masih begini saja, sedang kini kami sudah tua. Dan juga, dari tahun ke tahun pohon ini memberikan buah.‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm. 169-170).
(170-174)
KETIDAKKEKALAN DUNIA Pada tanggal 6 Nopember 1902 Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda tentang ketidakkekalan dunia: ―Hidup ini hanya untuk beberapa hari saja. Itulah yang telah disaksikan. Siapa pula yang tidak pernah melihatxkematian sanak-saudaranya? Allah Ta‘ala telah menetapkan dunia ini tidak kekal. Siapa saja yang datang, dia harus pergi. Kalau pun umur mencapai seribu atau dua ribu tahun, tetap saja apalah artinya. Umur manusia, tidak seperti banyaknya elang dan rajawali. Jika hal ini menyerap di dalam kalbu, maka dampaknya dapat seperti Ibrahim ‗Adhim serta Syah Syujaa' dan sebagainya, yang begitu terpengaruhnya sehingga mereka terpaksa turun dari tahta.‖ (Malfuzhat, jlid. IV, hlm. 174) . (hlm. 174-175)
PERSIAPAN MENGHADAPI AKHIRAT Dalam suatu perjalanan ke Batala, Hadhrat Masih Mau'ud bertemu dengan Maulwi Quthbuddin Sahib yang dalang dari Syahpur membawa seseorang yang sakit untuk berobat.
35
Namum begitu sampai, orang sakit itu pun meninggal dunia. Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda: ―Apalah artinya manusia. Hidup ini tidak dapat dipegang. Sejauh yang memungkinkan hendaknya selalu sibuk dalam mempersiapkan perjalanan mendatang (akhirat). Semua penyakit ada obatnya, namun maut (kematian) adalah suatu penyakit yang tidak ada obatnya.‖ (Malfuzat, j1d.4, h.175). DOSA JIKA MENYEMBUNYIKAN KESAKSIAN ―Menyembunyikan kesaksian adalah dosa. Apabila petugas [pengadilan] memanggil, hendaknya harus hadir. Apabila melalui kesaksian itu kebaikan dan kebenaran seseorang menjadi terbuka, mengapa harus disembunyikan? Di setiap tempat, langkah apa saja yang diambil oleh manusia, di situ terdapat hikmah Ilahi. Tidak ada sedikit pun yang berlaku di bumi selama belum ada gerakan dan keputusan di Langit.‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm. 179).
179-186) PENJELASAN TENTANG ILHAM “ANTA MINNII WA ANAA MINKA” Lala Kaahin Chand, seorang pengacara di pengadilan Batala, adalah seorang warga Hindu yang condong pada Tauhid. Dia bertanya kepada Hadhrat Masih Mau'ud a.s. mengenai ilham "Anta minniiwa anaa minka – (engkau dari-Ku dan Aku dari engkau)." Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menjelaskan: Penggalan pertamanya betul-betul jelas, yakni: "Engkau yang telah tampil ini merupakan hasil dari karunia dan anugerah-Ku." Seorang manusia yang diutus oleh Allah Ta‘ala ke dunia, dia utus atas dasar keridhaan dan perintah-Nya. Sama halnya seperti yang biasa dilakukan oleh Pemerintah. Kemudian, [penggalan kedua] ilham itu dimana Allah Ta‘ala berfirman "Anaa minka (Aku dari engkau) artinya adalah: "Tauhid-Ku dan keperkasaan-Ku serta kehormatan-Ku akan tampil melalui peran engkau." Ada suatu masa ketika bumi ini dipenuhi oleh kefasikan, kejahatan, keburukan dan fasad (kerusakan). Orang-orang tenggelam dalam penyembahan terhadap sarana sedemikian rupa seakan-akan tidak tersisa lagi bekas-bekas dan tanda-tanda Tuhan. Pada masa-masa seperti itu, untuk menzahirkan Wujud-Nya, Allah Ta‘ala mengutus seorang hamba-Nya. Masalah avatar (nabi) yang diyakini oleh orang-orang Hindu, adalah mirip seperti ini. Seakan-akan Allah Ta‘ala secara majazi (bayangan) berkata-kata melalui diri mereka. Pada zaman sekarang ini penyembahan terhadap sarana dan penyembahan terhadap dunia telah menyebar sedemikian rupa, sehingga tumpuan dan iman terhadap Allah Ta‘ala tidak lagi tersisa. Atheisme dan kesesatan merajalela. Dengan menyimak segala kondisi yang sedang berlaku saat ini, maka terpaksa dikatakan bahwa zaman ini sedang berteriak-teriak melalui bahasa kondisinya bahwa Tuhan itu tidak ada. Kondisi amal-perbuatan begitu lemahnya, sehingga perbuatan-perbuatan amoral, kefasikan dan kejahatan telah meningkat. Semua hal ini menunjukkan bahwa keimanan terhadap Allah
36
Ta’ala dan rasa takut terhadap-Nya telah hilang dari dalam kalbu manusia. Dan tidak ada lagi keyakinan terhadap Dzat itu. Jika tidak demikian, maka mengapa begitu? Sebab, jika manusia tahu bahwa di dalam sebuah lubang terdapat ular, tentu dia tidak akan pernah mau memasukkan tangannya ke dalam lubang itu. Lalu, dari perbuatan-perbuatan amoral, kefasikan, kejahatan dan penindasan hak-hak orang lain yang telah meningkat ini, bukankah dapat diketahui dengan jelas bahwa sudah tidak ada lagi keimanan terhadap Allah Ta‘ala? Atau, katakanlah bahwa Tuhan itu sudah hilang? Nah, saat ini Allah Ta‘ala telah beriradah (berkehendak) untuk menzahirkan WujudNya, dan Dia telah mengutus saya. Oleh karena itu Dia berfirman kepada saya: "Anta minni wa anaa minka – (engkau dari-Ku dan Aku dari engkau)‖, dan artinya adalah: "Keperkasaan-Ku dan Tauhid serta keagungan-Ku akan zahir melalui perantaraan engkau." Ternyata demikianlah, pertolongan-pertolongan dan dukungan-dukungan yang telah Dia berikan kepada Jemaat ini, dan Tanda-tanda (mukjizat-mukjizat) yang telah tampil, itu semua merupakan sarana untuk menzahirkan Wujud Allah Taala, Tauhid-Nya dan keagungan-Nya. Ini bukanlah suatu hal yang masih mengandung keraguan dan kebimbangan, melainkan hal ini didapati dalam segenap agama. Yakni, ada waktu bagi penzahiran Allah Ta‘ala, dan ada waktu dimana Tuhan saat itu dianggap menghilang. Itu adalah masa ketika keimanan terhadap Wujud-Nya, terhadap Tauhid dan Sifat-sifat-Nya sudah tidak bertahan lagi, dan secara amalan dunia telah menjadi atheis. Pada waktu seperti itu, seseorang yang menjadi mazhar (manifestasi) penampakanpenampakan Allah Ta‘ala, merupakan sarana bagi penzahiran Wujud-Nya, Tauhid-Nya, dan keperkasaan-Nya. Dan orang itu menjadi pemenuhan bagi ungkapan "Anta minka - Aku dari engkau‖. Jika ada yang mengatakan, "Apakah Allah Ta‘ala itu membutuhkan suatu sarana?" Maka saya akan mengatakan, memang benar bahwa Dia tidak membutuhkan sarana apa pun. Namun, Dia memilih demikian di dalam alam sarana [duniawi] ini. Lihat, apabila terasa haus atau terasa lapar, tetapi haus dan lapar itu tidak akan dapat dihapuskan tanpa air dan makanan. Demikian pula halnya segala bentuk kekuatan dan potensi serta keinginan-keinginan akan itu, semuanya terpenuhi melalui cara demikian. Untuk perbaikan dan pengaturan kehidupan beradab di dunia, Allah telah memberlakukan sistim kerajaan-kerajaan dan pemerintahan, yaitu [adanya penguasa-penguasa] yang menghukum pihak-pihak yang jahat, dan yang memelihara hak-hak manusia serta melindungi nyawa, harta, dan kehormatan manusia -- bukannya Tuhan itu sendiri yang datang turun ke bumi. Padahal memang benar bahwa Dia-lah yang melindungi, dan Dia yang menyelamatkan dan melindungi kita dari kejahatan orang-orang bejad. Seperti itu pula, bagi tatanan ruhani, Dia juga telah memberlakukan ketentuan demikian. Kesucian hakiki, kekudusan, dan iman -- yang darinya timbul makrifat serta bashirat dan keyakinan -- memang datang dari Allah, dan utusan-Nya itulah yang membawa itu semua. Utusan tersebut menjadi sarana bagi keperkasaan dan keagungan Allah. Dan utusan itu datang ketika di dunia ini sudah tidak ada lagi kesucian hakiki. Orang-orang sudah menjadi jauh dari Allah Ta‘ala sedemikian rupa seakan-akan Tuhan itu sudah tidak ada lagi. Dan tatkala yang ada di dunia ini hanya tinggal kulit saja, sedangkan isi sudah tidak ada lagi, maka, barulah Allah Ta‘ala memperlihatkan penzahiran-Nya melalui seorang hamba-Nya (utusan-Nya). Dikarenakan pada zaman ini Dia telah mengutus saya, oleh sebab itu Dia berfirman kepada saya, "Anta minni wa anaa minka (engkau dari-Ku dan Aku dari engkau).‖ Lala Kahin Chand itu mengatakan kepada Hadhrat Masih Mau'ud a.s.: "Di dalam buku
37
Daafi'ul Balaa, Tuan telah mengartikannya lain?" Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menjelaskan: ―Saya tidak pernah mengartikannya lain. Saya selalu mengartikannya demikian. [Abdullah] Atham juga bertanya seperti itu kepada saya, dan sepereti inilah jawaban yang telah saya berikan. Manusia hendaknya jangan melepaskan sikap adil (fair). Ini adalah masalah kelezatan, melalui itu manusia menjadi bertambah keimanannya. Jika hal ini tidak ada, maka Jemaat ini akan hancur. Pada masa sekarang ini orang-orang tidak lagi mempercayai Allah Ta‘ala. Bahkan mereka merupakan atheis (tak mempercayai Tuhan). Oleh karena itu untuk menzahirkan keperkasaan-Nya, Dia mengutus seorang manusia ke dunia.‖ (Malfuzat, jId. IV, hlm, 181-183).
DAHULUNYA MATI KEMUDIAN DIHIDUPKAN Seseorang bertanya tentang ayat: "Wa kuntum amwaatan fa-ahyaakum tsumma yumiitukum (dahulunya kamu mati lalu Allah menghidupkan kamu kemudian Dia mematikan kamu – Al-Baqarah, 29). Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menjelaskan: ―Ada suatu periode dimana manusia itu merupakan nuthfah (air mani) dan tidak ada wujudnya. Lalu setelah melewati enam tahap ia pun mengalami kematian, dan kemudian kepadanya diberikan kehidupan. Ini adalah suatu masalah yang telah diakui secara umum, yakni sebelum adanya tiap kehidupan pasti terdapat suatu kematian. Di dalam ayat itu disampaikan kepada para sahabah r.a., bahwa mereka sebelumnya pemah mengalami suatu masa ketika mereka sama-sekali mati, yakni mereka tenggelam dalam segala macam kesesatan dan kegelapan. Kemudian melalui Rasulullah saw. kepada mereka dianugerahkan suatu kehidupan. Kemudian mereka mencapai puncak kesempumaannya, lalu mereka mengalami suatu maut (kematian), yaitu maut (kematian) dalam bentuk fanaa fillaah (mabuk tenggelam di dalam kecintaan terhadap Allah – pent.). Sesudah itu mereka memperoleh derajat baqaa billaah (abadi bersama Allah) - dan mereka memperoleh kehidupan yang abadi.‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm. 183-184).
(184-185) KEMAJUAN BERCORAK MUKJIZAT YANG DIALAMI JEMAAT ―Tidak ada suatu upaya yang dilakukan dari pihak saya. Saya juga tidak memiliki tenaga waa’izh (penasihat atau muballigh – pent.), melainkan serta-merta berlangsung kemajuan sedemikian rupa sehingga akal ini heran. Dan hal yang sebenamya adalah, jika memang ada upaya dan usaha saya maka mungkin saja itu syirik. Oleh karena itu apa saja yang dikehendaki sendiri oleh Allah Ta‘ala maka itulah yang Dia lakukan. Di negeri-negeri Barat dan Selatan, padahal di sana tiga orang pun saya tidak kenal, ternyata melalui sensus diketahui telah mencapai lebih dari 900 orang [Ahmadi]. Dan warga Jemaat ini sekarang telah lebih dari 100.000 orang . Ini merupakan pekerjaan Allah Ta‘ala. Para penentang itu sendiri telah menjadi penggerak saat ini. Saya menerima surat dari beberapa orang yang mengatakan bahwa, "Kami membaca suatu artikel di dalam buku-buku Muhammad Hussein [Batalwi]. Dari situ diketahui bahwa Tuanlah
38
yang berada pada pihak yang benar." Dan ada juga surat-surat yang menceritakan bahwa ada seorang faqir yang membawa sebuah buku, dan dia meninggalkan buku itu, tetapi tidak diketahui alamat orang itu.... Para penentang melakukan segala macam penentangan, akan tetapi Allah telah memberikan kemajuan [kepada Jemaat]. Ini merupakan bukti kebenaran, yakni dunia berusaha keras [melakukan penentangan] tetapi ternyata kebenaran semakin menyebar. Tidak ada satu unsur pun yang tidak dilakukan oleh para penentang kita dalam melakukan penentangan, tetapi akhirnya mereka tetap saja gagal. Ini merupakan Tanda dari Allah. Dalam hal ini ada dua perkara yang banyak membantu. Wabah pes telah meningkatkan jumlah orang yang bai'at. Dan sensus telah membuktikan kebenaran jumlah tersebut.‖ (Malfuzhat, jld. IV, hlm. 185-186).
KEBENARAN DAN KARUNIA ILAHI ―Taufik (kekuatan) dan karunia untuk menerima kebenaran, hanya diperoleh dari Allah semata. Tanpa taufik-Nya, tidak ada cara lain.‖ (Malfuzhat, jld. IV, hlm. 186 ) MEMPERLIHATKAN MUKJIZAT ―Para nabi tidak pernah mau mernpertontonkan mukjizat, namun tatkala kesulitan-kesulitan dan penderitaan-penderitaan menimpa mereka maka Allah Ta‘ala memperlihatkan mukjizat melalui diri mereka, seperti yang diketahui dari [ayat]: "Qulnaa, yaa naaru kuunii bardan- wa salaaman 'alaa ibraahiim (Kami berfirman: Hai api jadilah engkau dingin dan keselamatan atas Ibrahim - Al-Anbiya, 70). Demikian pula dalam perkara pengadilan tuduhan pembunuhan, terdapat sebuah api atas diri saya, dan Allah Ta‘ala telah menyelamatkan saya dari itu.‖ (Malfuzhat, jld. IV, hlm. 186). GUNTING DAN PARA NABI Mengenai ta'bir sebuah mimpi, Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda: ―Para nabi juga berfungsi sebagai gunting. Di satu sisi mereka memotong, dan di sisi lain mereka menjahit (menyatukan).‖ (Malfuzhat, jld.4, h.187).
PENTINGNYA KEBERSIHAN DAN PARA SAHABAH ―Ada orang yang mengatakan bahwa par sahabah r.a. mengenakan pakaian yang kotor, dekil serta ditambal-tambal. Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda: ―Itu dusta. Kotor dan dekil, lain halnya, sedangkan [pakaian yang] diitambal-tambal adalah suatu hal yang lain lagi. Di dalam Quran Syarif tertera, "Wa rujza fahjur – (dan kekotoran, hendaklah engkau singkirkan - (Al-Muddatstsir, 6). Jadi, adalah penting agar hidup bersih. Demikian pula di dalam Quran Syarif tertera [tentang Al-Quran], "Laa yamassuhuu illalmuthahharuun (tiada yang menyentuhnya melainkan mereka yang disucikan -- (Al-Waaqi’ah, 80). (Malfuzhat, jld. IV, hlm. 187 ).
39
PERINTAH MEMBACA BUKU-BUKU HADHRAT MASIH MAU’UD A.S. Pada tanggal 8 Nopember 1902 Muhammad Raliq B.A. dan Muhammad Karim datang dari Mungghir. Pada waktu shalat Subuh mereka bai'at kepada Hadhrat Masih Mau'ud a.s.. Setelah pengambilan bai'at, Hadhrat Masih Mau‘ud a.s. memberikan nasihat: ―Senantiasalah kalian sungguhsungguh menelaah buku-buku saya, supaya kalian lebih mengenal, dan senantiasalah mengamalkan ajaran [yang terdapat dalam buku] Kasyti Nuh (Bahtera Nuh) serta selalulah mengirim surat kepada saya.‖ (Malfuzhat, jld. IV. hlm. 187). (187-188)
NASIHAT AGAR MENDOAKAN ORANG TUA YANG MENENTANG Pada waktu. zhuhur Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bertemu dengan seorang yang baru masuk Jemaat, dan menasihatinya agar selalu mendoakan ayahnya yang merupakan seorang penentang keras. Orang itu mengatakan: "Hudhur, saya selalu mendoakan, dan kepada Hudhur pun saya selalu menulis surat pemhohonan doa." Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda: ―Berdoalah dengan penuh perhatian. Doa ayah untuk anak dan doa anak untuk ayah selalu dikabulkan. Jika anda memanjatkan doa dengan penuh perhatian, maka doa saya saat ini pun akan berpengaruh.‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm. 188).
(188-194) Hadhrat Masih Mauud a.s. menjelaskan tentang selebaran- selebaran yang menuduh dan merugikan Jemaat: "Selebaran-selebaran seperti ini yang diterbitkan oleh para penentang, ini merupakan upayaupaya Allah Ta'ala. Kelihatannya tidak akan menimbulkan kerugian, sebab selama belum timbul panas (terik) maka hujan tidak akan turun. Kita tidak berprasangka-buruk terhadap semua mereka. Dari antara mereka itu juga akan mulai muncul orang-orang [yang mengirimkan] berbagai surat bahwa, ―Kami dahulu merupakan penentang; melontarkan caci-makian, namun kini setelah melihat selebaran di satu pihak, [kami] pun baiat.‖ Sebelumnya pun upaya-upaya ini tidak bungkam. Apa yang terus terjadi di Mekkah dahulu. Allah Ta'ala menyaksikan suatu pemandangan. Apakah orang-orang kafir dahulu senantiasa hidup damai? Mereka pun setiap saat senantiasa berperang dan hidup di dalam kekacauankekacauan. Lihatlah Abu Jahal, di dalam perang Badr pun dia bermubahalah, yakni, ―Diantara kami yang paling banyak memutuskan tali persaudaraan dan menimbulkan kekacauan di bumi ini, binasakanlah ia pada hari ini!‖, maka pada hari itu juga dia terbunuh. Dia berpendapat bahwa Muhammad saw. lah yang telah menimbulkan fasad (kekacauan), telah memisahkan saudara dari saudara, dan setiap hari timbul kekacauan. Orang-orang hidup dengan tenteram lalu dengan semena-mena dikacau. Berdasarkan hal-hal inilah dia berpendapat bahwa [Muhammad saw.] ini tentu seorang pengacau (perusuh).
40
Satu kekacauan merupakan laknat, dan satu kekacauan lagi merupakan rahmat. Tidak ada seorang nabi pun telah datang yang tidak menimbulkan kekacauan. Selalu saja menimbulkan kondisi perpecahan dan kekacauan. Lalu pada akhirnya, dari antara [orang-orang] itu juga -yang merupakan orang-orang baik -- terus saja ditarik oleh Allah Ta'ala. Di dunia, berkenaan dengan Jemaat kita ini, di setiap rumah timbul kehebohan. Sebagian orang telah melebihi para rafizi (.........). Siang-malam mereka melontarkan kutuk-laknat. Dan dari antara para penentang itu sendiri muncul beberapa orang yang menjadi rela untuk mengorbankan nyawa. Kita merasa malu terhadap Allah Ta'ala. Apalah usaha yang telah kita lakukan. Ada sebuah gejolak di Langit, itulah yang tengah menarik orang-orang". (Malfuzat jld. IV, hlm. 194-195)
(195-196)
MIMPI ORANG MENCACI-MAKI Seseorang menceritakan mimpinya kepadanya Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bahwa ada orang yang sedang mencaci-makinya. Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda: ―Di dalam mimpi, orang yang mencaci-maki dia itu kalah (takluk), sedangkan orang yang dicaci-maki akan menang (unggul).‖ ( Malfuzat, jld.IV, hlm. 196)
KERJA KERAS SIANG DAN MALAM ―Saat ini pun merupakan waktu untuk berjihad. Saya tidak tidur sampai jam tiga malam. Oleh karena itu setiap orang hendaknya turut ambil bagian di dalamnya. Dan jadikan siang dan malam itu menjadi satu untuk keperluan-keperluan dan tugas-tugas keagamaan.‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm. 196). (196-197) MUKJIZAT-MUKJIZAT KALAAM BERTAHAN LAMA ―Sekian banyak Tanda (mukjizat) lainnya semuanya akan lenyap, namun Tanda seperti [Kalaam] ini akan tetap bertahan selamanya. Cobalah, siapa yang kini dapat memperlihatkan ular Musa? Namun mukjizat dan Tanda yang berupa Kalaam, orang-orang di kemudian hari pun senantiasa akan dapat mengambil manfaat darinya. Dan orang-orang akan mengambil kesimpulan, bahwa ada seorang hamba Allah tertentu yang telah memaparkan Kalaam ini sebagai Tanda (mukjizat), dan para penentangnya tidak dapat memaparkan tandingannya sedikit pun, serta tidak mampu menanggapinya‖. (Malfuzhat, jld. IV, hlm. 196-197).
(196-204) PERSAHABATAN YANG DIJALIN DEMI ALLAH
41
AKAN BERTAHAN LAMA ―Orang-orang yang merupakan pemuja keinginan-keinginan diri mereka sendiri (egois – pent.) di dalam diri mereka tidak ada persahabatan. Kalau pun ada maka itu akan segera punah. Jika ada persahabatan yang dijalin demi Allah maka persahabatan itu akan bertahan lama. Dzat itu Maha Suci dan Qudus. Dia-lah yang mengisi kalbu-kalbu dengan kesucian, dan membersihkan dada-dada dari kekotoran.‖ (Malfuzhat, jld.IV, hlm. 204).
JEMAAT DAN ISTIQAMAH ― Orang yang barun masuk Islam harus bersabar.Para sahabah juga melalui masa-masa ketika mereka hanya makan daun-daunan. Kadang-kadang sekerat rotipun tidak tersedia. Seorang manusia tidak dapat berbuat kebaikan kepada siapapun selama Allah Ta‘ala tidak melakukan ihsan (kebaikan). Tatkala manusia menerapkan ketakwaan maka Allah Ta‘ala membukakan pintu baginya. "Man- yattaqillaaha yaj’al lakum makhraja wa yarzuqhu min haitsu laa yahtasib (barangsiapa bertakwa kepada Allah, Dia akan membuat baginya jalan keluar, dan Dia akan memberikan rezeki kepadanya dari tempat yang tidak pernah diperkirakannya -- (AthThalaq, 3-4). Sungguh-sungguhlah beriman kepada Allah Ta‘ala, dari itu segala sesuatu akan diperoleh. Hendaknya istiqamah (teguh). Sekian tinggi derajat yang diperoleh para nabi, semua itu diperoleh karena istiqamah (teguh). Tidak ada yang dapat diperoleh dari shalat-shalat dan puasapuasa yang kosong.‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm. 204 ).
(204-212) MIMPI SEORANG YANG KENA PES ―Saya melihat mimpi, seseorang datang kepada saya dengan kepala tanpa penutup dan mengenakan pakaian yang kotor serta dekil. Saya merasakan bau busuk yang keras dari tubuhnya. Dia datang kepada saya dan mengatakan, ―Di bawah telinga saya keluar bisul pes.‖ Saya katakan kepadanya, ―Mundur ke belakang! Mundur!‖ Hadhrat Masih Mau'ud a.s. mengatakan bahwa bersama mimpi itu tidak ada pemahaman dari Allah Ta‘ala. ( Malfuzaat, jId IV, hlm. 212).
(hlm. 212-222)
BAIAT DI USIA MUDA Berkenaan dengan baiatnya seorang anak muda, Hadhrat Masih Mau‘ud a.s. bersabda: ―Saya bimbang dalam hal baiatnya orang-orang berusia muda. Selama manusia belum mencapai usia empatpuluh tahun, selama itu pula ia belum menjadi manusia yang benar. Di dalam usia-usia muda tentu timbul perubahan. Saya tidak beriradah (berkeinginan) untuk
42
mengambil baiat dalam keadaan demikian. Namun dengan memperhitungkan supaya jangan sampai hati tersinggung, maka saya mengambil baiatnya. Apabila manusia mencapai usia empatpuluh tahun, maka dia ingat akan gambaran maut (kematian), sedangkan seseorang yang padanya masih belum ada rasa takut akan mati, bagaimana dapat dipercaya?‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm. 222). (222-226)
MIMPI TENTANG SESEORANG YANG MENDUSTAKAN ALLAH TA’ALA Pada malam hari saya memanjatkan doa berkenaan dengan Pigot, dan juga pada waktu pagi kepada saya telah diperlihatkan bahwa seseorang memberikan empat-lima buku kepada saya. Di dalamnya tertulis tasbih, tasbih, tasbih. Sesudah itu turun ilham: Allaahu syadidul-'iqaab innahum laa yahsanuun (Siksaan Allah sangat keras, sesungguhnya mereka tidak berbuat baik). Dari ilham ini diketahui bahwa keadaannya sekarang adalah buruk, atau di masa mendatang dia tidak akan bertobat. Dan juga bermakna: Laa yu-minuuna billaah (tidak beriman kepada Allah). Dan situ juga terdapat makna bahwa dia tidak melakukan hal itu dengan baik. Dia mendustakan dan membuat siasat jahat terhadap Allah Ta‘ala. Dan kata 'Allaahu syadidul-iqaab' menzahirkan bahwa hasil akhir yang akan dia capai tidak akan baik, dan dia akan terkurung dalam azab Ilahi. Pada hakikatnya dia sangat buruk, sebab dia mengaku sebagai tuhan.‖ (Malfuzaat, jld. IV, hlm. 226) (226-228 )
JEMAAT DAN KEBERSAMAAN ―Jalinlah kebersamaan di antara sesama kalian, seberapa banyak kalian mencintai satu sama lain sebanyak itu pula Allah Ta‘ala akan mencintai kalian.‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm. 228). (228-232)
PENGAMALAN AJARAN DALAM BUKU BAHTERA NUH ―Berkali-kali telah saya katakan kepada Jemaat saya, jangan kalian hanya bertumpu pada bai'at ini semata. Selama kalian belum mencapai hakikatnya, selama itu pula tidak akan ada najat (keselamatan). Orang yang merasa cukup pada kulit akan luput dari isi. Jika murid sendiri tidak mengamalkan maka kesucian sang guru mursyid (pemberi petunjuk) tidak akan memberi manfaat sedikitpun. Ketika seorang tabib memberi resep kepada seseorang, lalu orang itu mengambil resep tersebut dan meletakkannya di atas rak, maka sama sekali tidak akan bermanfaat bagi dirinya. Sebab manfaat timbul justru akibat melaksanakan apa yang tertulis pada resep tersebut, sedangkan orang itu sendiri tidak melakukannya.
43
Telaahlah berkali-kali [buku] Kisyti Nuh (Bahtera Nuh) dan diri kalian sesuai dengan itu. "Qad aflaha man zakkaahaa (beruntunglah dia yang telah melakukan pensucian diri – AsySyams, 10). Kalau sekedar pengakuan begitu, terdapat ribuan pencuri, pezina, penjahat, pemabuk, dan orang bejad yang menyatakan diri mereka sebagai umat Rasulullah saw., namun apakah mereka pada hakikatnya memang demikian? Sama-sekali tidak! Umat adalah mereka yang disiplin menerapkan ajaran-ajaran beliau saw..‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm. 232-233). (232-234) JEMAAT DAN ANJURAN BERSABAR ―Tatkala kalian masuk ke dalam Jemaat ini maka amalkan oleh kalian ajarannya. Jika tidak mengalami penderitaan [di jalan Tuhan] maka bagaimana mungkin ganjaran akan tersedia. Rasulullah saw. menanggung penderitaan di Mekkah selama 13 tahun. Kalian tidak tahu tentang masa penderitaan tersebut, dan kalian tidak mengalaminya. Namun, belau saw. tetap mengajarkan kepada para sahabah agar bersabar. Akhirnya segenap musuh telah binasa. Dalam waktu dekat ini kalian akan menyaksikan bahwa orang-orang bejad ini sudah tidak akan kelihatan. lagi. Allah Ta‘ala telah menghendaki untuk menyebarkan Jemaat ini di dunia. Pada waktu ini orang-orang itu melihat kalian dalam jumlah kecil sehingga mereka [berani] menyakiti kalian. Namun tatkala Jemaat ini akan berjumlah besar, maka mereka semua dengan sendirinya akan terdiam. Jika Allah Ta‘ala menghendaki, tentu orang-orang itu tidak akan menyakiti, dan tidak akan lahir orang-orang yang memberi penderitaan. Namun Allah Taala melalui mereka (penentang) ingin memberi pelajaran sabar. Setelah bersabar dalam waktu yang tidak lama kalian akan menyaksikan bahwa itu tidak ada apa-apanya sedikitpun. Orang yang memberi penderitaan, dia akan bertobat atau dia akan menjadi binasa. Banyak surat yang saya terima. Di situ mereka menuliskan, "Dahulu kami selalu mencacimaki, dan kami meyakini hal itu sebagai sesuatu yang mendatangkan pahala. Namun, sekarang kami bertobat dan baiat.‖ Bersabar juga merupakan suatu ibadah. Allah Ta‘ala berfirman bahwa orang-orang yang bersabar akan memperoleh ganjaranganjaran yang tidak terhitung. Yakni mereka akan memperoleh hadiah-hadiah yang tidak terhingga. Ganjaran ini hanya bagi orang-orang yang bersabar. Janji Allah Ta‘ala ini tidak untuk ibadah lainnya. Apabila seseorang menjalani hidup dalam dukungan sesuatu, tatkala dia mengalami penderitaan demi penderitaan, maka akhirnya si pendukung itu akan bergejolak ghairatnya lalu menghancurkan pihak yang memberi penderitaan. Demikian pula halnya bahwa Jemaat kita berada dalam dukungan Allah Ta‘ala. Dan dengan menanggung penderitaan iman akan menjadi kuat. Tidak ada hal lain yang setara dengan sabar.‖ (Malfuzat, jld IV. hlm. 234-235).
(235-240)
MIMPI TENTANG PENCURI ―Saya berjalan di suatu tempat, lalu seseorang mengambil topi dari kepala saya bagaikan seekor elang yang menyambar. Kemudian dia datang untuk menyerang kedua kalinya
44
mengambil sorban saya, namun saya tetap tenang di hati bahwa dia tidak akan dapat mengambilnya. Dalam waktu itu tiba-tiba seorang yang kurus menangkapnya. Namun hati saya memberikan kesaksian bahwa orang itu hatinya tidak bersih. Dalam sekejap saja telah muncul seorang lainnya, yang merupakan penduduk Qadian. Dia pun telah menangkap orang itu. Saya tahu bahwa akhirnya seorang mukmin yang bertakwalah yang menyeretnya ke pengadilan. Maka hakim menjatuhkan hukuman penjara 4 atau 6 atau 9 bulan untuknya.‖ (Malfuzaat, jld.IV, hlm. 240). (187-189)
TIDAK ADA YANG TAHU KAPAN TERJADI KIAMAT Ada seseorang yang bertanya tentang kapan kiamat akan terjadi? Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menjelaskan: ―Tidak ada seorang pun yang mengetahui tentang kiamat yang sebenarnya, kecuali Allah Ta‘ala. Bahkan sampai para malaikat pun tidak tahu. Dan di situ terdapat kata saa'ah (kiamat). Permisalannya adalah seperti masa kehamilan perempuan, yaitu sembilan bulan. sepuluh hari. Ketika sudah genap sembilan bulan, maka untuk waktu sepuluh hari yang tersisa itu tidak ada seorang pun yang tahu, di hari ke berapa anak itu akan lahir? Segenap anggota keluarga menanti-nanti saat kelahiran anak, oleh karena itu kiamat pun dinamakan saa'ah (saat/waktu), sebab tidak ada yang tahu tentang saat itu. Adapun tanda-tanda yang tertera di dalam kitab-kitab Allah Ta‘ala, mungkin saja ada orang yang memberitahukan tanda-tanda sudah dekatnya masa itu. Namun tetap tidak ada yang mengetahui persisnya kapan saat itu terjadi. Seperti halnya saat kelahiran bayi yang tidak diketahui oleh siapa pun. Tanyakanlah kepada seorang dokter, maka dia akan mengatakan: sembilan bulan sepuluh hari. Namun, begitu lewat sembilan bulan, maka semua risau, di hari ke berapa anak ini akan lahir, dan kapan saatnya? Dari kitab-kitab diketahui bahwa setelah 6000 tahun kiamat mendekat. Sekarang, masa 6000 tahun itu sudah lewat. Jadi, kiamat sudah mendekat, namun tidak ada yang tabu kapan saat terjadinya.‖ (Malfuzhat, jld IV, hlm.189)
(189-191)
HADHRAT MASIH MAU A.S. BERDOA BAGI YANG BARU BAIAT DAN BAGI PARA AHMADI Pada tanggal 9 Nopember 1902, salah seorang dari antara orang-orang yang bai'at mengungkapkan rasa cintanya. Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda: ―Kalian sangat beruntung. Para ulama besar, bagi mereka pintu telah ditutup oleh Allah Ta‘ala, sedangkan bagi kalian telah dibukakan. Ini merupakan ihsan (kebaikan) sangat besar dari Allah Ta‘ala terhadap diri kalian.‖ Lalu ada yang mengajukan permohonan doa. Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda: ―Saya memanjatkan doa-doa bagi sahabat-sahabat saya dalam shalat lima waktu, dan semuanya
45
saya anggap satu.‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm.191-192)
(192-193)
DAJJAL YANG BERMATA SATU Mengenai Dajjal yang bemata satu, Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda: ―Bahkan saya dengar mengenainya bahwa kedua belah matanya tidak sempurna. Seperti yang biasa dikatakan orang-orang, satu matanya tidak sempurna, sedangkan yang satu lagi benarbenar buta. Artinya, Dajjal itu seharusnya mencermati doa dua buah kitab, pertama Taurat, dan yang kedua adalah Quran Majid. Jadi, [pendapatnya] mengenai Quran Majid, matanya sama sekali buta dan tidak dapat melihat sedikit pun, sedangkan terhadap Taurat, matanya masih bisa melihat sedikit, dan hal itu ia gunakan untuk mendukung dirinya.‖ (Malfuzat, 1984, jld.IV, hlm. 193 ) (193-206) SHALAT DAN ISTIGHFAR MERUPAKAN OBAT BAGI KALBU YANG LALAI Sekembali dari jalan-jalan, seorang hafiz (yang hafal Al-Quran – pent.) menyalami Hadhrat Masih Mau'ud a.s., lalu hafiz itu mengatakan: "Saya buta. Mohon berhenti sebentar dan dengarkan yang saya sampaikan." Hadhrat Masih Mau'ud a.s. pun berhenti. Hafiz itu mengatakan: "Saya sangat mencintai Tuan, dan saya ingin agar kelalaian lenyap dari diri ini." Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda: ―Shalat dan istighfar merupakan obat yang mujarab untuk melenyapkan kelalaian. Di dalam shalat hendaknya mengingat Allah Ta‘ala. Dan memang sudah berjalan seperti ini sejak masa Adam a.s.. Tidak perlu berdebat dalam soal ini, sebab tandingan setiap nur dan makrifat tidak dapat ditemukan di tempat lain.‖ (Malfuzat, , jld. IV, hlm. 206-207).
KALBU YANG SUCI JUGA MERUPAKAN MUKJIZAT ―Mukjizat paling pertama yang dimiliki seorang insan adalah Allah Ta‘ala menganugerahkan ketakwaan kepadanya. Orang-orang yang berhati kotor tidak ada gunanya memberi penjelasan kepada mereka. Jika ada yang dapat tampil ke hadapan saya lalu membuat dan memperlihatkan sebuah burung dari kertas, maka apakah saya akan menganggapnya sebagai suatu keramat (mukjizat)? Masalahnya adalah, hidup manusia itu hendaknya suci dan meniliki firasat serta ketakwaan.‖ (Malfuzat, jld.4, hlm.207-208). (208-231)
YANG BERHAK MEMPEROLEH NAJAT(KESELAMATAN)
46
Sayyid Sarwar Syah menyampaikan hal ini yang berasal dari seorang warga Hindu, Lala Budhbapa. Yakni malam tadi dia bertanya: "Selain Islam, orang-orang dari agama lain yang melakukan kebaikan, apakah mereka akan memperoleh najat (keselamatan) ataukah tidak?" Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menjelaskan: ―Najat (keselamatan) itu tidak diperoleh atas upaya sendiri, melainkan diperoleh melalui fadhal (karunia) Allah Taala. Ketentuan-ketentuan yang telah Dia tetapkan untuk meraih karunia tersebut, tidak pernah Dia batalkan. Ketentuan itu adalah: "In kuntum tuhibbuunallaaha fattabi'uunii yuhbibkumullaahu (jika kamu mencintai Allah ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu -- (‗Ali Imran, 32), dan, "Wa may yabtaghi ghairal islaami diinan fala-yuqbala minhu – (barangsiapa yang mencari agama selain Islam maka sekali-kali tidak akan diterima agama itu darinya – ‘Aali ‘Imran, 86). Jika ditanyakan, apa-dalil tentang hal itu? Maka dalilnya adalah begini. Najat (keselamatan) bukanlah sesuatu yang berkat-berkat dan buah-buahnya baru akan diketahui oleh manusia sesudah mati, melainkan najat adalah suatu hal yang pengaruh-pengaruhnya tampil di dunia ini juga. Yakni orang yang memperoleh najat itu mendapat sebuah kehidupan surgawi di dunia ini juga. Para pengikut agama lain samasekali luput dari itu. Jika ada yang mengatakan: "Apakah warga Islam sendiri ada yang demikian kondisinya?" Maka saya akan mengatakan bahwa mereka itu luput dari najat karena mereka tidak disiplin menerapkan Kitabullaah. Jika di sisi seseorang terdapat obat tetapi dia tidak menggunakannya, dan dia memperlihatkan sikap tidak peduli, tentu dia akan luput dari manfaat yang terdapat pada obat itu. Begitulah kondisi orang-orang Islam, yakni mereka memiliki sebuah kitab suci, Quran Majid, namun mereka tidak mengamalkannya. Akan tetapi orang-orang yang berpaling dari Kalaam Allah Ta‘ala, mereka selamanya akan luput dari nur dan berkat-berkat. Lalu, sikap berpaling itu pun terdiri dari dua macam. Pertama secara bentuk; kedua, secara makna. Yakni pertama, berpaling dalam hal perbuatan-perbuatan secara zahiriah, kedua berpaling dalam hal akidah. Dan manusia tidak dapat meraih nur serta berkat-berkat selama belum mengamalkan sesuai yang difirmankancAllah Taala: "Kuunuu ma'ash shaadiqiin – (bersatulah kamu bersama orang-orang yang benar -- At-Taubah, 119). Masalahnya adalah, ragi itu muncul dari ragi. Dan ini jugalah kaidah yang terns menerus berlaku sejak permulaan. Pada diri Rasulullah saw. terdapat nur-nur dan berkat-berkat, dan para sahabah r.a. juga meraihnya dari situ. Kemudian, seperti halnya ragi yang mengembang, secara perlahan-lahan mereka menjadi seratus ribu orang. Dan dalil yang lebih hebat dari itu adalah, kecuali Islam, di dalam agama mana pun tidak ada berkat-berkat. Dan kecuali Islam, apalah yang terdapat di dalam suatu agama tertentu? Lihatlah orang-orang Hindu. Mereka adalah penyembah patung. Orang-orang Kristen telah menjadikan seorang manusia lemah sebagai tuhan. Jika ada yang mengatakan bahwa mereka bukanlah penyembah patung, maka tatkala kita selidiki, kita akan dapat membuktikannya. Orang-orang Ariya menyembah wujud-wujud selain Allah. Mengatakan bahwa, "Saya tidak man mengikuti firman Tuhan," dan kemudian mendakwakan, "Saya pasti akan berjumpa dengan Tuhan," itu sendiri merupakan suatu kesesatan. Seperti yang tertera di dalam hadits, "Wahai orang-orang, kalian semua adalah buta, kecuali yang kepadanya Aku beri mata." Seseorang yang - menyatakan bahwa dia akan memperoleh najat (keselamatan) tanpa Kalaam Tuhan, dia adalah seorang musyrik. Kunci najat terletak di
47
Tangan Allah Ta‘ala. Hanya Dia-lah yang kuasa, kepada siapa Dia inginkan, Dia akan membukakan pintu-pintu-Nya. Allah Ta‘ala berkali-kali mengatakan supaya mengikuti Rasul. Jika ada sebuah kebun, dan di dalamnya terdapat ratusan ribu buah-buahan, namun selama si tukang kebun belum memberi izin, maka tidak ada satu pun dari buah-buah itu yang dapat dimakan. Demikian pula di pasarpasar terdapat berbagai macam barang, dan ribuan jumlahnya. Namun tanpa izin si pemilik barang, tidak ada yang dapat mengambilnya. Seperti itu pula hanya inilah cara untuk meraih nikmat-nikmat-Nya. Tidak ada yang lebih berkuasa daripada-Nya. Tidak ada yang lebih kuat dari-Nya. Masalahnya adalah, tidak ada yang bisa dihasilkan sekedar melalui kata-kata dan ucapan saja selama Allah Taala belum menanamkan fadhal-Nya (karunia-Nya) di dalam kalbu-kalbu manusia. Sikap bertumpu sepenuhnya pada Allah Ta‘ala itu sendiri sudah merupakan obat bagi setiap penyakit. Menurut saya, kematian global yang sedang melanda [saat ini], pengobatannya sama sekali tidaklah mungkin, kecuali melalui pancaran cahaya iman dan sinar keyakinan.‖ (Malfuhat, jld. IV, hlm. 231-232) (232-243)
TAKWA DAN KESUCIAN Pada tanggal 30 Nopember 1902 sedang berlangsung perbincangan mengenai wabah pes. Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda: ―Wujud Allah Ta‘ala sedang terbukti saat ini. Saya senang sekali dalam hal itu. Akar segala-galanya adalah takwa dan kesucian. Dari itulah iman bermula, dan dari itulah iman memperoleh penyiraman (pengairan0, dan karena itulah dorongan-dorongan nafsu jadi tenggelam.‖ (Malfuzhat, , jld. IV, hlm.243)
(243-245)
JAWABAN MENGENAI JIN Tampil pertanyaan mengenai wujud jin dan tentang meminta barang-barang serta makan kepadanya. Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda: ―Saya percaya akan [keberadaan jin] itu, namun saya tidak punya pengetahuan mengenainya. Lagi pula, apa keperluan kita dengan ibadah-ibadah para jin, masyarakat dan kebudayaan serta siasat para jin dan sebagainya? Umur manusia sangat pendek, sedangkan perjalanan ini sangat sulit dan jauh. Adalah penting mempersiapkan bekal untuk perjalanan ini. Terikat dalam pekerjaan-pekerjaan yang sia-sia dan tak berguna adalah sangat jauh dari ciri-ciri orang mukmin. Berdamailah dengan Allah Ta‘ala, dan bertumpulah sepenuhnya kepada-Nya.
...... dan berdoa: "Ya Allah, berikanlah jarak yang jauh antara diriku dengan dosa-dosaku." Jika
48
manusia terus-menerus berdoa dengan hati yang benar, maka merupakan suatu hal yang pasti bahwa pada waktu tertentu akan dikabulkan. Bersikap terburu nafsu tidaklah baik. Seorang petani yang menyemai benih di ladang, tidak saat itu juga dia memetik panen. Orang yang tidak sabar selalu luput. Ciri-ciri insan yang salih adalah dia tidak melakukan sikap yang tidak sabar. Sudah banyak terbukti bahwa orang-orang yang tidak sabar menjadi sangat luput. Jika seorang manusia menggali sebuah sumur, dan menggali sampai kedalaman tertentu, dan tinggal sejengkal lagi dari sumber air, tetapi jika dia bersikap tidak sabar dan meninggalkan penggalian itu, tentu seluruh kerja-kerasnya hilang sia-sia. Dan jika dia dengan sabar menggali satu jengkal lagi, maka apa yang dia cari tentu dia temukan. Ini merupakan kebiasaan Allah Ta‘ala, yakni Dia selalu memberikan anugerah kenikmatan, kelezatan dan makrifat setelah adanya kedukaan. Jika setiap anugerah diraih dengan mudah maka biasanya anugerah itu tidak akan dihargai....‖ (Malfuzhat, jld.4, h.245). (245-246) MELAWAN NAFSU JUGA MERUPAKAN IBADAH ―Melawan nafsu juga merupakan suatu ibadah. Manusia yang tertidur, hatinya masih ingin supaya tidur lagi, tetapi dia melawan nafsunya lalu pergi ke mesjid. Nah, perlawanan itu pun memperoleh sebuah pahala, dan pahala itu terbatas sampai pada perlawanan terhadap nafsu, karena tatkala manusia telah menjadi 'aarif (orang yang telah meraih makrifat Ilahi —pent.) maka pahala bagi hal-hal yang biasa dia lakukan tidak akan ada lagi. Tetapi ketika telah mencapai nafs muthmainnah (jiwa yang tentram) maka tidak ada lagi masalah pahala, sebab pahala itu timbul karena adanya perlawanan terhadap nafsu, dan hal itu sudah tidak ada lagi pada tahap nafs muthmainnah. Di dalam Quran Syarif tertera: "Wa liman khaafa maqaama rabbihii jannataan (dan bagi orang yang takut maqam Tuhan-nya ada dua surga - Ar-Rahmaan, 47). Yakni, dia itu telah masuk ke dalam surga, dan demjatnya bukan lagi derajat pahala. Hal ini tidak diraih dengan cara yang tidak sabar. Manusia hendaknya bersikap sabar sedemikian rupa sampai hatinya yakin bahwa tidak ada orang lain yang bersabar sepertinya. Akhirnya Allah Ta‘ala yang Maha Pengasih itu akan membukakan pintu. Seperti itulah, ada ucapan seorang suci, yakni ketika manusia menjadi 'aarif maka seluruh ibadahnya tidak ada lagi. Hal itu tidak berarti bahwa dia sudah meninggalkan ibadah-ibadah saat itu, melainkan artinya adalah, kesusahan yang dia alami ketika melaksanakan ibadah-ibadah itu, sudah tidak ada lagi. Sejak saat itu ibadah-badah sudah menjadi hal yang sangat dicintai oleh jiwanya. Seperti halnya makan dan minum yang sudah merupakan hal-hal yang dicintai oleh jiwanya, demikian pula shalat dan puasanya sudah menjadi begitu. Tidak ada yang setia seperti Allah Ta‘ala. Nilai persahabatan dan ketulusan yang Dia berikan, tidak dapat diberikan oleh yang lain-Nya. Manusia memang sangat bernafsu. Manusia tidak dapat membayar hak-hak [itu] dengan sabar. Hendaknya janganlah cepat-cepat menjadi tidak sabar.‖ (Malfuzhat, jld. IV, hlm. 246).
DAMPAK-DAMPAK PERGAULAN Warga Jemaat saya hendaknya dari waktu ke waktu selalu datang kepada saya, dan
49
menetaplah di sini untuk beberapa hari. Otak manusia, seperti halnya terpengaruh oleh aroma wangi, demikian pula terpengaruh oleh aroma busuk. Seperti itu jugalah dampak pergaulan yang berbisa (buruk). (Malfuzhat, jId. IV, hlm. 246-247). (246-251)
TAKWA ―Ketakwaan sejati yang membuat manusia jadi terbasuh serta menjadi bersih -- dan yang untuk itu para nabi telah datang -- kini telah lenyap dari dunia ini. Akan ada saja yang memenuhi maksud ayat ini, "Qad aflaha man zakkaahaa – (sungguh beruntunglah orang-orang yang mensucikan dirinya – Asy-Syams, 10). Kesucian dan kebersihan adalah sesuatu yang sangat berharga. Jika manusia suci dan bersih maka para malaikat akan menyalaminya. Hal ini memang tidak dihargai di kalangan orangorang, sebab sebenarnya segala macam kelezatan yang mereka cari dapat mereka peroleh melalui sarana-sarana yang tidak halal. Mereka mencuri-curi harta, padahal jika mereka bersabar Allah Taala akan menjadikannya orang yang berharta melalui jalan lain. Begitu juga halnya orang yang melakukan zina. Jika dia bersabar, maka Allah Ta‘ala akan memenuhi keinginannya melalui jalan lain yang darinya dapat diraih keridhaan Ilahi. Di dalam Hadits tertera, bahwa seorang pencuri tidak melakukan pencurian kecuali dalam kondisi dia tidak mukmin (tidak beriman). Dan seorang pelaku zina tidak melakukan zina kecuali dalam kondisi dia tidak mukmin. Misalnya kambing yang berdiri di hadapan seekor singa, rumput pun tidak akan dapat dia makan. Jadi keimanan seekor kambing saja pun sudah tidak ada lagi di kalangan orang-orang. Akar dan tujuan yang sebenarnya adalah takwa. Seseorang yang telah memperolehnya berarti dia telah memiliki segala-galanya. Tanpa itu tidaklah mungkin manusia dapat terhindar dari dosadosa kecil maupun dosa-dosa besar. Hukum-hukum pemerintahan manusiawi tidaklah dapat menghindarkan manusia dari dosa-dosa. Pemerintah tidak dapat menyertai (mengawasi) orangorang setiap saat kemana saja mereka pergi agar mereka tetap takut. Manusia melakukan dosa tatkala dia menganggap dirinya berada seorang diri. Jika tidak, maka manusia tidak akan pernah melakukan dosa. Dan tatkala dia menganggap dirinya sedang sendirian maka pada saat itu dia menjadi orang yang tak bertuhan. Dan dia tidak akan berpikir bahwa Tuhan-nya ada bersama dirinya serta menyaksikannya. Jika tidak, tentu dia tidak akan pernah berbuat dosa. Melalui takwa segala sesuatu tumbuh. Al-Quran pun telah memulai dari itu. Yang dimaksud dengan "Iyyaaka na'budu wa iyyaaka nasta'iin (Hanya kepada Engkau kami menyembah dan hanya kepada Engkau kami mohon pertolongan - Al-Fatihah, 5) adalah takwa juga adanya. Yakni, walau pun manusia melakukan amal-perbuatan, akan tetapi karena rasa takut dia tidak berani untuk mengaitkan (menghubungkan) amal itu pada dirinya. Dan dia menganggap amal yang dia lakukan itu adalah berkat bantuan dari Allah. kemudian untuk masa berikutnya dia pun memohon bantuan dari Allah juga. Kemudian surah yang kedua juga dimulai dengan "hudal lil-muttaqiin (petunjuk bagi orangorang yang bertwakwa - Al-Baqarah, 3). Shalat, puasa, dan sebagainya, semua itu baru akan dikabulkan pada saat manusia bertakwa. Pada saat itu dosa seorang pemanjat dosaa akan dihapuskan. Jika memerlukan istri maka Dia berikan istri. Jika perlu obat, Dia beri obat. Apa
50
pun yang dibutuhkan Dia beri. Dan Dia memberikan rezeki dari tempat-tempat yang tidak pernah orang itu ketahui. Ada sebuah ayat lagi di dalam Quran Syarif-. "Innal ladziina qaalu rabbunallaahu tsummas laqaamuu tatanazzalu 'alaihimul- malaaikatu ‘allaa takhaafu wa laa tahzanuu – (sesungguhnya orang-orang yang berkata, ―Tuhan kami adalah Allah‖, kemudian mereka beristiqamah, maka malaikat-malaikat turun kepada mereka dan berkata, ―Janganlah kamu takut dan janganlah kamu berduka-cita – Haa Miim - As-Sajdah:31). Yang dimaksud di sini juga adalah orang-orang bertakwa. Tsummas laqaamu -- (mereka beristiqamah), yakni goncangan melanda diri mereka, bala bencana menimpa mereka, badai topan menerpa mereka, akan tetapi sebuah janji yang telah mereka lakukan tidak mereka lepaskan. Kemudian, lebih lanjut Allah Ta‘ala berfirman bahwa tatkala mereka berbuat demikian, dan memperlihatkan ketulusan serta kesetiaan mereka, maka ganjaran yang mereka peroleh adalah: "Tatanazzalu 'alalhimul malaa-ikah." Yakni, malaikat-malaikat turun kepada mereka dan mengatakan, "Jangan takut dan janganlah berduka-cita. Tuhan kalian adalah yang menjadi Pelindung bagi kalian." "Wa absyiruu bil jannatil latii kuntum tuu'aduun -- dan memberi kabar suka: "bergembiralah dengan surga yang telah dijanjikan kepada kamu" (Haa Mim - As-Sajdah, 31). Di sini yang dimaksud dengan surga adalah surga & dunia. Sebagaimana tertera di dalam Quran Majid: "Wa liman khaafa maqama rabbihii jannataan (dan bagi orang yang takut maqam/martabat Tuhan-nya ada dua surga -- Ar-Rahmaan, 47). Kemudian lebih lanjut: "Nahnu auliyaa-ukum fil hayaatid dunyaa wa fil aakhirah -- Kamilah pelindung-pelindung kamu di dalam kehidupan di dunia dan akhirat -- (Haa Miim - As-Sajdah, 32). (Malfuzhat, jld. I(V, hlm. 251-253).
DUNIA PENJARA BAGI ORANG MUKMIN ―Sebagian orang memaparkan hadits "Ad-dunyaa sijnun lilmu-min (dunia merupakan penjara bagi orang mukmin]) sebagai bantahan terhadap ayat "Wa liman khaafa maqaama rabbihii jannataan (dan bagi yang takut maqam Tuhannya ada dua surga -- Ar-Rahmaan, 47). Artinya yang sebenarnya adalah, orang mukmin itu terdiri dari berbagai macam. "Fa minhum zhaalimul ‘alaa nafsihii wa minhum muqtashiduw wa minhum saabiqun bil khairaat (maka di antara mereka ada yang menganiaya dirinya sendiri, di antaranya ada yang pertengahan, dan di antaranya ada yang lebih cepat melakukan kebaikan – Al-Fathir, 33). Yang dimaksud dengan muqtashid (pertengahan) adalah orang-orang dalam kelompok nafs lawwaamah (jiwa yang mengecam dirinya), dan penderitaan-penderitaan di dunia ini hanya terbatas sampai pada tahap lawwaamah saja. Di situ terdapat tarikmenarik antara manusia dengan nafs ammaarah (jiwa yang diperintah hawa-nafsu). Dia (ammaarah) mengatakan, "Pilihlah hal-hal yang mudah dan menyenangkan", sedangkan lawwaamah tidak berbuat demikian. Pada saat itu manusia berusaha gigih, dan berhasil mengalahkan nafs ammaarah. Dan berlangsung pertempuran terus-menerus seperti itu, sampai akhirnya ammaarah mengalami kekalahan, dan kemudian menjadi nafs muthmainnah. "Yaa ayyatuhan nafsul muthmainnah, irji'ii ilaa rabbiki raadhiyatan- mardhiyyah, fadkhulii fii 'ibaadii, wad-khulii jannatii – (hai jiwa yang tenteram, kembalilah kamu kepada Tuhan engkau dengan ridha dan diridhai. Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surgaKu" - Al-Fajr, 28-30).
51
Ada pun surga orang mukmin adalah Tuhan itu sendiri, yakni tatkala dia masuk ke dalam kalangan hamba-hamba Allah maka Dia berada di dalam mereka, dan Dia masuk ke dalam hamba-hamba-Nya. Jadi, dalam kondisi demikian bagaimana mungkin seorang mukmin itu berada di dalam penjara? Ada suatu tahap dimana sampai saat itu dia mengalami penderitaan-penderitaan. Seperti halnya menggali sumur, yang menjadi tujuan dalam penggalian itu adalah supaya diperoleh air. Tahap muthmainnah itu sebenarnya adalah ketika air memancar keluar. Ketika air sudah keluar maka tidak perlu lagi menggali (menderita - pent.). Jadi, di dalam ayat itu yang dimaksud dengan zhaalim (orang yang menganiaya dirinya sendiri) adalah orang yang berada pada tahap nafs ammaarah, dan yang dimaksud dengan muqtashid (menengah) adalah yang berada pada tahap nafs lawwaamah, sedangkan yang dimaksud dengan saabiqun bil khairaat (lebih maju dalam hal kebaikan-kebaikan) adalah orangorang yang berada pada tahap nafs muthmainnah. Selama belum terjadi perubahan total di dalam hidup, selama itu pula masih tetap berlangsung pertempuran. Dan pertempuran ini sampai pada tahap lawwaamah saja. Ketika itu berakhir, maka ia akan masuk ke dalam daarun na'iim (rumah kenikmatan - surga). Pada saat itu yang menjadi kemauannya adalah kemauan Allah, dan yang menjadi kehendaknya adalah kehendak (keridhaan) Allah., dan dia merasakan kenikmatan dalam hal-hal yang darinya Allah senang (ridha).. Seorang ‘aarif yang menjalin kecintaan pribadi dengan Allah, maka walau pun Allah mengatakan kepadanya bahwa dia adalah penghuni neraka -- tidak peduli apakah dia beribadah atau tidak -- maka kebahagiaannya terletak pada hal ini, yakni walau pun dia akan masuk neraka tetapi dia tidak dapat menghentikan dirinya dari melakukan ibadah-ibadah. Seperti halnya orang yang kecanduan opium, bagaimana mungkin dia mengalami penderitaan-penderitaan? Walau dia sampai kurus kering sekali pun, tetap saja dia tidak dapat meninggalkan opium. Sama halnya seperti para pemuda yang kita lihat di dunia ini, yakni tatkala mereka telah kecanduan -- tidak peduli bagaimana pun orangtua melarang mereka -- mereka tetap tidak mau mendengar. Dan dalam kecanduan itu tidak terpikir sedikit pun oleh mereka soal penderitaan. Demikian pula halnya seorang mukmin ‘aarif sempurna, tidak terpikirkan lagi olehnya apakah akan memperoleh pahala atau tidak. Ini adalah tahap penghabisan dimana berakhir rangkai suluk (perjalanan ruhani menuju Allah Ta‘ala – pent.). Dan tidak ada cara lain kecuali itu. Dalam kondisi itu, gejolak semangatnya tidaklah bertumpu pada apapun, sebab selama manusia masih menggunakan tumpuan tertentu, maka mungkin saja setan akan masuk ke dalamnya. Namun, di sini, pada tahap kecintaan yang sangat pribadi, tidak ada lagi tumpuan. Seperti halnya hubungan kecintaan sangat pribadi antara ibu dan anak, manusia tidak dapat memisahkannya. Kecintaan fitrati sang ibu mengikatnya satu sama lain. Ada sebuah tamsil. yang mashur, "Jika ibu memukuli anaknya, maka anak akan tetap menjerit-jerit memanggil sang ibu." Seperti itu jugalah ahliullaah, walau mengalami pukulan (penderitaan-penderitaan) dari Allah sekali pun, kemana lagi mereka dapat lari? Bahkan dengan memperoleh sekali pukulan, mereka semakin bertambah maju selangkah ke depan. Dalam hubungan-hubungan lain, keperkasaan cinta Allah tidak turun dengan bobot yang begitu kuat. Misalnya, manusia menganggap seseorang sebagai pembantunya, dan dia menganggap bahwa orang ini mau menjadi pembantunya adalah karena akan memperoleh upah darinya. Maka darinya tidak akan timbul suatu kecintaan yang kamil, dan rang itu hanya dia
52
hitung sebagai pembantu saja. Namun tatkala seseorang melakukan pengkhidmatan, dan sang majikan mengetahui bahwa hal itu dilakukannya bukan karena mengharapkan upah, maka akhirnya orang itu akan dihitung sebagai anak olehnya. Allah adalah suatu khazanah yang maha besar. Allah adalah harta yang maha berharga.‖ (Malfuzhat, jld. IV, hlm. 253-255).
ISTIGHFAR ―Kelalaian timbul karena faktor-faktor yang tidak diketahui. Kadang-kadang manusia tidak tahu, dan tiba-tiba saja karat serta kegelapan meliputi kalbu, oleh karena itu ada istighfar. Artinya adalah supaya karat dan kegelapan itu tidak timbul. Orang-orang Kristen karena kebodohan mereka melontarkan kritikan, bahwa dari istighfar itu terbukti adanya dosa-dosa terdahulu. Asal makna yang sebenarnya adalah supaya dosa-dosa tidak terjadi, sebab jika istighfar mengandung makna pengampunan terhadap dosa-dosa yang telah terjadi sebelumnya, maka cobs katakan, kata apa yang memberi makna agar di masa mendatang dosa-dosa tidak terjadi? Ghafara itu mengandung makna yang sama dengan kafara. Segenap nabi membutuhkan hal itu. Seberapa banyak seseorang melakukan istighfar, sebanyak itu pulalah dia menjadi ma'shum (bersih dari dosa). Arti yang sebenarnya adalah Allah telah menyelamatkannya. Ma'shum itu artinya orang yang selalu istighfar.‖ (Malfuzat , jld.IV, hlm. 255). (255-258)
DUA MACAM HUKUM-HUKUM ILAHI ―Hukum-hukum Ilahi terdiri dari dua macam. Pertama, ibadaat maali (ibadah-ibadah yang berkaitan dengan harta). Kedua, ibadaat badani (ibadah-ibadah yang berkaitan dengan tubuh). Ibadaat maali adalah untuk orang yang memiliki harta, sedangkan yang tidak punya harta dimaafkan. Dan ibadaat badani, pada masa mudalah dapat dilaksanakan oleh manusia, sebab jika sudah lewat dari [usia] enam puluh tahun, maka timbul berbagai macam penyakit. Mulai timbul keluhan pada saluran air kencing, dan matu pun rabun.... Segala sesuatu yang dilakukan manusia pada masa mudanya maka berkatnya pun akan ada pada masa tuanya. Sedangkan yang tidak melakukan apa pun di masa mudanya maka di masa tuanya dia akan menanggung banyak sekali kedukaan.... Hendaknya ini merupakan kewajiban manusia, yakni sejauh kemampuan yang ada, penuhilah kewajiban-kewajiban terhadap Allah. Mengenai puasa, Allah Taala berfirman: "Wa an tashuumuu khairul lakum – (dan berpuasa itu lebih baik bagi kamu - Al-Baqarah, 185). (Malfuzhat, jld. IV, hlm. 258 )
MIMPI TENTANG PUASA ―Saya ingat, di masa muda, suatu kali saya melihat mimpi bahwa mengeriakan puasa adalah sunnah para ahlul-bait (keluarga Rasulullah saw.). Rasulullah saw. bersabda kepada saya bahwa
53
―Salmaan minnaa ahlulbait‖ (Salman termasuk ahli-bait kami). Salman, yakni as-shulhaan, yang di tangannya terjadi dua shulh (perdamaian). Pertama adalah ke dalam, dan kedua adalah keluar. Dan ia melakukan tugas itu dengan kelemah-lembutan, bukannya dengan pedang. Dan saya sendiri bukanlah dari aliran Hussein yang telah berperang, melainkan dari aliran Hassan yang tidak berperang. Maka saya pahami bahwa hal ini mengisyaratkan pada masalah puasa. Demikianlah bahwa saya pun berpuasa selama 6 bulan. Dalam masa itu saya menyaksikan tiang-tiang cahaya menuju langit. Saya ragu apakah tiang-tiang cahaya itu muncul dari bumi dan mencuat ke langit, ataukah dari kalbu saya. Akan tetapi di masa muda semua itu dapat dilakukan. Dan jika pada waktu itu saya mau, maka saya dapat berpuasa sampai 4 tahun. (Malfuzat, jld.IV, hlm. 257). HUBUNGAN FIDIYAH DENGAN KARUNIA BERPUASA Suatu kali timbul pikiran di kalbu saya, yakni untuk apa fidiyah telah ditetapkan? Maka saya pun mengerti bahwa hal itu adalah untuk karunia, yakni supaya karunia berpuasa itu dapat diperoleh. Hanya Dzat Allah Ta‘ala sajalah yang menganugerahkan taufik (karunia), dan segala sesuatu hendaknya dimohonkan kepada Allah Ta‘ala semata. Allah Ta‘ala Maha Kuasa secara mutlak. Jika Dia menghendaki maka Dia dapat menganugerahkan kekuatan (taufik/karunia) untuk berpuasa kepada seorang yang terkena penyakit demam kronis. Jadi, tujuan fidiyah adalah supaya kekuatan itu diperoleh, dan hal itu timbul melalui karunia Allah Ta‘ala. Menurut saya hal ini sungguh-sungguh, yakni manusia hendaknya berdoa, "Ya Allah, ini merupakan bulan-Mu yang penuh berkat, dan saya luput dari berkat ini. Tidak tahu apakah di tahun mendatang saya masih akan hidup atau tidak? Atau, apakah saya akan mampu atau tidak untuk mengganti puasa-puasa yang terlewati ini?" Dan mintalah karunia dari-Nya, maka saya yakin bahwa Allah Ta‘ala akan memberikan kekuatan (taufik/karunia) pada kalbu seperti itu. Jika Allah Ta‘ala menghendaki tentu Dia dapat saja membiarkan umat ini tanpa ketentuanketentuan yang mengikat, seperti halnya umat-umat yang lain. Namun ketentuan-ketentuan mengikat ini adalah untuk kebaikan. Menurut saya, hal sebenarnya adalah, bilamanusia menyampaikan ke hadapan Allah Ta‘la dengan kejujuran dan ketulusan yang tinggi bahwa,"Janganlah luputkan aku dalam bulan [Ramadhan] ini," maka tentu Allah Ta‘la tidak akan meluputkannya. Dan dalam kondisi demikian, jika manusia jatuh sakit di bulan Ramadhan, maka sakit itu pun baginya merupakan rahmat, sebab landasan setiap amal perbuatan adalah niat. Orang mukmin hendaknya membuktikan dirinya sebagai pemberani di jalan Allah Ta‘ala. Seseorang yang luput dari puasa, akan tetapi dalam hatinya terdapat niat yang penuh keperihan -"Oh, seandainya aku sehat dan berpuasa..." – dan kalbunya menangis untuk itu, maka para malaikat akan berpuasa untuknya. Namun dengan syarat bukan mencari-cari alasan, maka Allah Ta‘ala same-sekali tidak akan membuatnya luput dari pahala. Ini adalah suatu hal yang halus, yakni jika seseorang karena kemalasannya merasa dan beranggapan bahwa ―jika berpuasa aku akan sakit‖, dan ―jika aku tidak makan maka akan timbul penyakit ini dan itu, dan akan terjadi ini dan itu‖, maka bagi orang yang menganggap nikmat (anugerah) Allah Ta‘ala itu sendiri sebagai suatu beban yang menyulitkan dirinya, kapan pula dia menjadi berhak untuk memperoleh pahala? Ya, seseorang yang hatinya dipenuhi semangat ini, "Ramadhan telah tiba. Aku menantinanti kedatangannya, supaya aku dapat berpuasa," kemudian karena sakit dia tidak dapat
54
berpuasa, maka di Langit dia itu tidak dipandang sebagai orang yang luput dari puasa. Di dunia ini banyak sekali orang yang mencari-cari alasan, dan mereka beranggapan bahwa sebagaimana mereka itu biasa menipu orang-orang dunia, demikian pula mereka ingin menipu Tuhan. Orang yang selalu mencari-cari alasan, mereka itu membentuk cara-cara tersendiri, dan dengan mengada-ada mereka menyatakan cara-cara itu benar. Namun, di sisi Allah Ta‘ala hal itu tidak benar. Celah untuk mengada-ada, sangat luas. Jika manusia mau, dengan mengada-ada dia bisa saja shalat sambil duduk sepanjang hidupnya, dan sama-sekali tidak mengerjakan puasa Ramadhan. Namun Allah mengetahui niat dan keinginannya. Seseorang yang hatinya jujur dan ikhlas, Allah Ta‘ala tahu bahwa di dalam kalbunya terdapat keperihan, dan Allah Ta‘ala memberikan pahala yang lebih besar kepadanya, sebab hati yang perih, merupakan sesuatu yang sangat patut dihargai. Orang yang mencari-cari dalih, mereka bertumpu pada penafsiran-penafsiran [yang mereka buat sendiri]. Namun, di sisi Allah Ta‘ala tumpuan seperti itu tidak ada artinya. Ketika saya puasa selama enam bulan, maka suatu kali saya berjumpa di alam kasyaf dengan serombongan nabi, dan mereka mengatakan, "Mengapa engkau menempatkan diri sendiri dalam penderitaan yang begini berat? Keluarlah dari situ.‖ Seperti itulah ketika manusia menempatkan diriya dalam penderitaan demi Allah maka Allah sendiri bagaikan ibu-bapak akan mencurahkan kasih-sayang-Nya dan mengatakan, "Mengapa engkau menenggelamkan dirimu dalam penderitaan ini?" Sedangkan orang-orang ini, dengan cara mengada-ada mereka ingin menghindarkan diri mereka dari upaya gigih dan penderitaan. Oleh karena itu Allah memasukkan mereka ke dalam penderitaan-penderitaan lainnya dan tidak mengeluarkan mereka, sedangkan orang-orang yang dengan sendirinya memasukkan diri mereka ke dalam penderitaan, justru Allah sendiri yang mengeluarkan mereka dari situ. Adalah wajib bagi manusia untuk tidak menjalin cinta terhadap jiwanya sendir, melainkan jadilah begini, yakni bagaimana supaya Allah Ta‘ala menjalin kecintaan dengan jiwanya. Sebab kecintaan manusia terhadap jiwanya sendiri merupakan neraka bagi dirinya, sedangkan kecintaan Allah Ta‘ala adalah surga. Simaklah kisah Ibrahim a.s.. Beliau sendiri rela ingin masuk ke dalam api. Ternyata Allah Ta‘ala menyelamatkan beliau dari api. Sedangkan orang-orang yang berusaha menghindar dari api, justru merekalah yang dicampakkan ke dalam api. Inilah keselamatan. Inilah Islam. Segala sesuatu yang tampil di jalan Allah Ta‘ala, jangan ingkari. Seandainya Rasulullah saw. itu hanya peduli terhadap 'ishmat beliau sendiri (terpelihara/bersih dari dosa), maka tentu ayat ini tidak akan turun: "Wallaahu ya'shimuka minan naas -[dan Allah memelihara engkau dari manusia]" (Al-Maidah, 68). Inilah rahasia perlindungan Ilahi.‖ (Malfitzhat, jld.IV, hlm. 258-260).
ARTI KATA DOSA DAN ISTIGHFAR Pada tanggal 3 Desember 1902, sesudah shalat Maghrib, Master Abdurrahman, guru Madrasah Ta'limul Islam, Qadian, membacakan sebuah artikel di dalam surat kabar Kristen, Epypheni. Di situ ada seseorang yang memaparkan makna kata dzanbun (dosa) dalam corak yang tidak benar, yakni: "Dzanbun adalah kata yang digunakan dalam Al-Quran untuk dosa-dosa besar, sedangkan Mirza Sahib memperluas makna kata itu. Dan jika kata itu dikenakan pada
55
nabi-nabi diartikannya lain, dan jika dikenakan pada orang biasa diartikan lain lagi olehnya. Dan kata ini digunakan sesuai maknanya, yaitu dosa-dosa yang sudah lampau, yang telah diperbuat oleh manusia. Itulah yang mohon diampuni (istighfar)." Dari itu orang Kristen tersebut menyimpulkan bahwa tentu Rasulullah saw. juga telah melakukan dosa-dosa. Dalam menanggapinya Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda: ―Seandainya arti istighfar itu adalah supaya dosa-dosa yang lampau diampuni, maka coba katakan, kata apa pula yang dipakai supaya terpelihara dari dosa-dosa di masa mendatang? Terpelihara dari dosa, yakni 'ishmat (darinya timbul kata ma'shum –pent.), diraih oleh manusia melalui istighfar. Yakni manusia memohonkan agar potensi (kekuatan) yang menarik ke arah dosa itu tidak tampil dan muncul, sebab sebagaimana bagi manusia perlu agar dosa-dosa yang lampau diampuni, demikian pula baginya perlu agar di masa mendatang pun potensi yang menimbulkan dosa itu tidak muncul lagi. Masalah ini pun patut untuk didoakan, sebab jika tidak, mengapa ketika terjatuh dalam suatu dosa maka pada saat itu doa pun dipanjatkan, sedangkan untuk terhindar dari dosa-dosa tidak perlu dipanjatkan doa? Jika di dalam Injil doa ini tidak ada, berarti kitab itu tidak sempurna. Di dalam Injil tertulis, "Mintalah, maka akan dikabulkan." Jadi, Rasulullah saw. telah memohon istighfar. Kepada beliau saw. telah diberikan [pemeliharaan] itu, sedangkan Al-Masih tidak memohonkannya, sehingga kepada beliau tidak diberi. Ringkasnya, pembagian secara fitrati ini telah dilakukan oleh Quran Majid, yakni dengan mempertimbangkan segala aspek untuk terhindar dari dosa, Al-Quran telah menggunakan kata istighfar. Sebab manusia membutuhkan kedua jalan itu, yakni kadang-kadang memohon ampunan terhadap dosa-dosa, dan kadang-kadang supaya kekuatan [yang mengarah kepada dosa] itu tidak timbul, karena jika tidak, manusia tidak mungkin dengan sendirinya dapat terhindar [dari dosa-dosa] tanpa pemeliharaan (perlindungan) dari Allah Ta‘ala. [Al-Quran] itu adalah sebuah kitab yang sempurna. Akal dan kebutuhan sendiri menuntut adanya pemanjatan kedua macam doa ini. Kemudian lihatlah, Rasulullah saw. tidak pernah bertobat di tangan seseorang, sehingga dengan itu tidak terbukti bahwa beliau adalah seorang yang berdosa. Namun, Al-Masih elah bertobat ats dosa-dosanya di tangan Yahya [Pembaptis] dari itu terbukti bahwa Yahya-lah yang lebih baik, yaitu yang dibaiat telah dilkakukan tangannya (pembaptisan – pent.). Sekarang, katakanlah siapa yang terbukti berdosa? Jika Al-Masih itu suci dari dosa, maka mengapa dia menenggelamkan dirinya [ke dalam air sungai dalam pembaptisan oleh Yahya]? Kemudian, burung merpati Ruhul Qudus mengapa tidak turun dari sejak awal?‖ Kemudian Hadhrat Masih Mau'ud a.s. dan para sahabah beliau mengumpulkan ayat-ayat AlQuran seputar makna istighfar. Dari itu terbukti bahwa doa istighfar adalah supaya terpelihara dari dosa-dosa di masa mendatang. Kemudian setelah dicari, dari Injil juga ditemukan ayat-ayat dimana Al-Masih a.s. telah memanjatkan doa agar terhindar dari dosa-dosa di masa mendatang.‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm. 261-263).
MIMPI TIGA EKOR SAPI & DOA ILHAMIYAH Tanggal 7 Desember 1902, pada waktu Zuhur Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda: ―Malam [tadi] saya mengalami suatu kondisi sedemikian rupa, sehingga jika tidak ada wahyu Allah Ta‘ala maka anggapan saya tidak diragukan lagi, bahwa itu merupakan saat akhir saya.
56
Dalam kondisi demikian saya tertidur, lalu melihat [mimpi] bahwa saya berada di suatu tempat dan tampaknya merupakan sebuah lorong yang terselubung. Tiba-tiba muncul tiga ekor sapi. Dari antaranya seekor datang kepada saya, sapi itu saya pukul dan saya usir. Kemudian datang yang kedua, itu pun saya usir. Lalu datang yang ketiga, tampaknya yang ketiga ini begitu kuatnya sehingga saya kira tidak ada lagi tempat untuk melarikan diri. Merupakan kekuasaan Allah Ta‘ala, sehingga ketika saya cemas sapi tersebut memalingkan mukanya ke tempat lain. Saat itu saya anggap sebagai suatu kesempatan berharga untuk mendekatinya lalu melarikan diri, maka saya pun lari dari situ dan sambil berlari timbul pikiran bahwa tentu sapi itu akan mengejar saya dari belakang. Namun saya berpaling ke belakang dan tidak melihat demikian. Pada waktu itu di dalam mimpi tersebut Allah Ta‘ala memasukkan doa berikut ini ke dalam kalbu saya, "Robbi kullu syai-in khaadimuka rabbi fahfazhnii wanshurnii warhamnii (wahai Tuhan-ku, segala sesuatu adalah khadim/pelayan Engkau. Tuhan-ku, lindungilah aku, dan tolonglah aku, dan kasihilah aku)." Dan ke dalam hati saya dimasukkan bahwa ini merupakan ism a'zham (nama teragung Allah Ta‘ala - pent.), dan ini adalah kalimat yang apabila dibaca maka akan memperoleh keselamatan dari segala musibah. Ada seorang Arya yang selalu datang kepada saya membawa obat. Saya menceritakan mimpi ini kepadanya, maka dia mengatakan, "Tuliskanlah untuk saya." Saya pun menuliskannya dan telah dia hafalkan. Sesudah mimpi itu saya melihat [mimpi lagi], bertemu dengan seorang penunggang kuda. Ketika dia mendekati rumah [saya] maka seseorang meletakkan uang kecil di tangan saya. Saya pahami bahwa di dalamnya ada juga uang-uang sen. Ketika saya maju ke depan, maka tampak Faju (Fail Nisyaa), perempuan Kashmir, tengah duduk. Kemudian ketika [saya] pergi ke mesjid maka tampak ribuan orang duduk dan pakaian mereka semua tampaknya sudah usang. Saya lebih maju ke depan di dalam mesjid, maka tampak ada sebuah jenazah telah dibaringkan, dan dipan [tempat jenazah itu dibaringkan] sangat besar. Tidak tahu itu jenazah siapa.‖ Setelah shalat Maghrib Hadhrat Masih Mau'ud a.s. pergi, dan kembali ke mesjid setelah satu jam kemudian. Pada waktu itu Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda: ―Kalimat yang diberitahukan melalui ilham di dalam mimpi hari ini, saya bermaksud agar kalimat itu dibaca di dalam shalat sebagai doa, dan saya sendiri sudah mulai membacanya.‖ (Malfuzat, j1d.IV, hlm. 264-265). JANGAN BERPRASANGKA BURUK TERHADAP ALLAH TA’ALA ―Keburukan timbul dari prasangka buruk. Dengan membaca Al-Quran Syarif dari awal hingga akhir maka tampak supaya kalian tidak berprasangka buruk terhadap Allah Ta‘ala. Jangan jauhkan diri dari Allah Ta‘ala. Mintalah pertolongan dari-Nya. Allah Ta‘ala menolong orang mukmin di setiap arena, dan Dia mengatakan, "Di arena ini Aku menyertai engkau." Dia menciptakan sebuah furqaan (pembeda) bagi orang mukmin itu. Seseorang yang tidak berserah penuh kepada Allah dia itu berprasangka buruk. Orang yang berprasangka baik terhadap Allah, dia [selalu] kembali kepada-Nya. Dan orang yang berprasangka buruk terhadap Allah, dia terpaksa menciptakan tuhan lain bagi dirinya, dan dia jadi terperangkap dalam kemusyrikan. Ketika seorang insan memahami, bahwa Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, dan dengan hati yang benar dia mempercayai janji-janji-Nya tidak bakal diingkari [oleh-Nya], maka orang itu rela mengorbankan jiwanya bagi............................. ........terhadap seseorang, maka
57
diapun dapat menjadi lebih buruk dari orang itu. Saya membaca sebuah kisah di suatu buku, yakni terdapat seorang ahliullah (wali Allah). Suatu kali dia bedanji bahwa dia tidak akan menganggap dirinya lebih baik dari orang lain. Suatu ketika dia tiba di tepi sungai, dan melihat ada seseorang duduk bersama perempuan muda di pinggir sungai sedang makan-makan. Dan ada sebuah botol di situ. Orang itu menuangkan minuman berkali-kali dari botol ke dalam gelas dan meminumnya. Melihat hal itu dari jauh, orang tadi berkata, "Saya memang sudah berjanji untuk menganggap diri saya tidak lebih baik dari siapapun. Namun tentu saya lebih baik dari kedua orang ini." Tiba-tiba saja bertiup angin kencang dan timbul badai di sungai itu. Sebuah perahu datang dan perahu itu tenggelam. Laki-laki yang sedang makan bersama perempuan tersebut bangun dan melompat ke sungai, mengeluarkan enam orang penumpang serta menyelamatkan nyawa mereka. Kemudian dia berkata kepada ahlullah tadi, "Engkau telah menganggap diri engkau lebih baik dari saya. Saya ternyata sudah menyelamatkan enam orang. Sekarang yang masih tersisa tinggal satu orang lagi. Keluarkanlah oleh engkau." Mendengar hal itu sang ahliullah tersebut heran, dan bertanya kepada orang itu, "Bagaimana engkau bisa membaca hatiku? Dan apa gerangan ini semua?" Maka laki-laki muds itu memberitahukan bahwa, "Yang ada dalam botol adalah air sungai ini juga. Bukan minuman keras, sedangkan perempuan ini adalah ibu saya. Dan saya sendiri satu-satunya anak dia. Dia sangat kuat sehingga dia tampak masih muda. Tuhan telah mengutus saya untukberbuat demikian, supaya engkau mendapat pelajaran." Kisah Khaidir juga tampaknya demikian. Terburu-buru berprasangka buruk tidaklah baik. Menganggap kuasa atas [kalbu] orang lain adalah suatu perkara yang tidak baik. Dia telah membinasakan banyak kaum, sebab mereka berprasangka buruk terhadap para nabi dan keluarganya. (Malfuzat, jld. IV, hlm. 265-266).
MIMPI TERBANG Pada tanggal 8 Desember 1902, sebelum shalat Ashar, Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menceritakan sebuah mimpi: ―Saya melihat bahwa saya hendak berwudhu di suatu tempat, namun diketahui bahwa tanah di situ gembur dan di bawahnya terbentang semacam gua. Saya meletakkan kaki saya di atasnya maka terperosok. Saya benar-benar ingat bagaimana saya terus jatuh dan jatuh ke bawah. Kemudian dengan satu loncatan saya pun naik ke atas, dan tampak bahwa saya tengah melayang di udara. Jadi, ada sebuah lubang bulat yang begitu besarnya, seperti dari sini sampai ke rumah Nawab Sahib, dan saya melayang-layang dari satu sisi ke sisi lain. Sayyid Muhammad Ahsan Sahib berada di salah satu tepi. Saya panggil beliau, dan mengatakan, ―Lihatlah, Isa a.s. dulu berjalan di atas air, sedangkan saya berenang (melayang-layang) di udara, dan karunia Tuhan saya dilimpahkan kepada saya lebih besar darinya.‖ Hamid Ali ada bersama saya, dan di dalam lubang itu kami kesana kemari. Tidak perlu menggerak-gerakkan tangan man pun kaki, dan dengan mudah sekali kami melayang kesanakemari. Saya melihat mimpi ini pukul satu kurang 20 menit.‖ (Malfuzat, jld.IV, hlm. 267) (267-269)
58
MENANGGUNG DERITA Pada tanggal 11 Desember 1902, seorang sahabat Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menyampaikan simpatinya terhadap penderitaan dan kesusahan yang beliau alami karena banyak menulis lalu mengedit karangan dan sebagainya. Menanggapi hal itu Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda: ―Tubuh memang untuk menanggung penderitaan. Memangnya untuk apa lagi? (Malfuzat, jld. I, hlm. 269). 269-272) MIMPI PETIR Maulwi Abdul Karim menceritakan mimpi beliau, di dalam mimpi itu beliau melihat petir. Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda: ―Mungkin sekitar 30 tahun yang lalu saya pun melihat sebuah mimpi, yakni tempat yang kini terletak gedung inadrasah, di sana petir menyala banyak sekali. Ta'bir menyalanya petir adalah akan ada penduduk (penghuni) yang tinggal di sana.‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm. 272). ANJURAN MENJAGA KEBERSIHAN Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menanyakan tentang rumah kediaman Mufti Sahib, lalu beliau a.s. bersabda: ―Katakan kepada para pembantunya supaya mengeluarkan lentera-lentera. Sekarang ini rumah-rumah hendaknya benar-benar dijaga bersih. Pakaian-pakaian juga harus bersih. Sekarang ini hari-hari yang berlangsung sangat keras, dan udara tercemar. Menjaga kebersihan adalah sunnah. Di dalam Quran Syarif tertera, "Wa tsiyaabaka fa thahhir, war rujza fahjur (dan pakaian-pakaian engkau hendaklah engkau sucikan, dan kekotoran hendaklah engkau singkirkan -- Al-Muddatstsiir, 5-6). (Malfuzat, jld. IV, 273-274) BAIAT & AMAL SALEH ―Setelah baiat, orang hendaknya jangan hanya sekedar percaya bahwa ini adalah Jemaat yang benar dan dengan percaya demikian ia akan memperoleh berkat. Masa sekarang ini adalah zaman bala-bencana. Pes tengah merebak dimana-mana. Hanya sekedar percaya saja, selama tidak ada amal baik Allah Ta'ala tidak senang. Berusahalah bahwa apabila telah masuk ke dalam Jemaat ini jadilah orang salih. Jadilah orang bertakwa. Hindarilah setiap keburukan. Laluilah massaini dengan doa-doa. Tadharu'lah (berendah dirilah) terus siang dan malam. Berilah sedekah. Lembutkanlah lidah. Jadikanlah istighfar itu kebiasaan kalian. [Banyaklah] berdoa di dalam shalat-shalat. Terkenal sebuah tamsil [Urdu]: "Mannatey karta hua koi nehi marta, nira manna insan ke kaam nehi aata (tidak seorang pun ada yang mau mati ketika bernazar, sekedar mengakui/percaya saja tidak akan memberikan faedah). Jika manusia percaya lalu mencampakkannya ke belakang, maka tidak ada manfaat baginya. Lalu sesudah itu mengadu bahwa tidak ada manfaat baiat, itu merupakan suatu hal yang tak berguna. Allah Ta'ala tidak senang terhadap ucapan semata.
59
Di dalam Quran Syarif, Allah Ta'ala juga telah meletakkan amal salih bersamaan dengan iman. Yang disebut amal salih adalah yang di dalamnya tidak ada keburukan sebesar zarah pun. Ingatlah, amal manusia senantiasa diintai oleh pencuri. Apa itu? Riyaa (pamer), sombong, dan berbagai macam keburukan serta dosa melekat padanya. Akibat itu semua amal menjadi batil. Amal salih adalah yang di dalamnya tidak ada pikiran akan keaniayaan, kesombongan, riyaa (pamer), takabbur, dan menginjak hak-hak manusia. Sebagaimana di akhirat manusia [akan] selamat akibat amal salih, demikian pula di dunia pun ia selamat. Jika satu orang saja di seisi rumah pelaku amal salih, maka seisi rumah akan tetap selamat. Pahamilah bahwa selama di dalam diri kalian tidak ada amal salih, maka sekedar percaya saja tidaklah memberikan faedah. Seorang tabib menuliskan dan memberikan sebuah resep. Nah itu artinya, apa pun yang tertulis disitu supaya mengambil [obat] lalu meminumnya. Jika dia tidak menggunakan obat-obat itu, dan mengambil resep tersebut lalu disimpan begitu saja, maka tidak akan ada manfaat baginya. Sekarang, pada waktu ini kalian telah bertaubat. Kini Allah Ta'ala ingin melihat di masa mendatang sejauh mana kalian telah membersihkan diri sendiri melalui taubat ini. Kini adalah masa ketika Allah Ta‘ala ingin membedakan [manusia] berdasarkan ketakwaan. Banyak sekali orang yang mengecam Allah, sedangkan mereka tidak melihat diri mereka sendiri. Manusia itu sendirilah yang berlaku aniaya terhadap dirinya, sebab jika tidak, Allah Ta'ala adalah Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Sebagian orang memang mengetahui dosa itu, sedangkan sebagian [lagi] ada yang sampai tidak mengetahui akan dosa itu. Oleh karenanya Allah Ta'ala telah mewajibkan istighfar untuk setiap saat. Yakni manusia, untuk segala macam dosa – tidak peduli apakah yang zahir atau yang terselubung; apakah yang ia ketahui atau tidak -- supaya senantiasa beristighfar dari dosadosa [yang dilakukan oleh] tangan, kaki, lidah, hidung, telinga, mata dan dari segala macam dosa. Pada masa sekarang hendaknya doa Adam a.s. dibaca, "Rabbanaa zhalamnaa anfusanaa wa in lam taghfirlanaa wa tarhamnaa lanakuunanna minal-khaasiriin –(Wahai Tuhan kami, kami telah berlaku aniaya terhadap diri kami., dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan tidak mengasihani kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang merugi -- Al-A'raf, 24). Dari sejak awal doa ini telah dikabulkan. Janganlah jalani hidup ini dengan kelalaian. Orang yang tidak menjalani hidup dengan kelalaian, sama sekali tidak mungkin akan terperangkap dalam suatu bala-musibah yang ada di luar kemampuannya, tidak ada suatu bala yang datang anpa izin. Sebagaimana kepada saya doa ini telah diilhamkan: "Rabbi kullu syai-in khaadimuka rabbi fahfazhnii wanshurnii warhamnii (Wahai Tuhanku, segala sesuatu adalah khadim Engkau. Wahai Tuhanku, lindungilah daku clan tolonglah daku serta kasihanilah daku).‖ (Malfuzat, jld IV, hlm. 274-276).
(276-282) Masih Mau'ud di Dalam Alquran Abu Sa'id Arab yang datang dari Rangoon menyampaikan, bahwa di Burma ada orang yang mengatakan: "Jika Mirza Sahib menuliskan tafsir Al-Quran, dan di situ beliau sama sekali tidak menyinggung tentang pendakwaan-pendakwaan beliau, maka saya bersedia mengeluarkan biaya yang sangat besar untuk menerbitkannya." Hadhrat Masili Mau'ud a.s. bersabda:
60
―Jika ada yang mau belajar dari saya, justru seluruh Al-Quran itu dipenuhi oleh hal-hal yang menyangkut diri saya. Pada bagian permulaan saja, "Shiraathal ladziina an'amta 'alaihim ghairil maghdhubi 'alaihim waladh- dhaalliin – jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat atas mereka, bukan jalan orang-orang yang Engkau murkai, dan bukan pule jalan orang-orang yang sesat -- Al-Fatihah, 7). Golongan mana yang dimaksud dengan maghdhub (yang dimurkai)? Segenap firqah dalam Islam menyepakati bahwa yang dimaksud di situ adalah Yahudi. Sedangkan di sisi lain di dalam hadits dikatakan bahwa: "Umatku akan menjadi seperti kaum Yahudi." Nah, cobalah katakan, jika tidak ada Masih [dalam umat Islam ini], maka bagaimana mereka akan jadi Yahudi? (Malfuzat, jld. IV, hlm. h.282)
MIMPI GAJAH & ROTI BESANI Pada waktu Isya ada seorang yang bai'at. Beberapa orang memperdengarkan mimpi mereka, salah satu di antaranya ada yang bermimpi melihat Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menunggang gajah dan gajah itu berjalan sesuai perintah beliau. Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda: ―Gajah yang saya lihat di dalam mimpi pun seperti itu keadaannya, dan maknanya adalah [wabah] pes yang sedang kita tunggangi.‖ Seseorang melihat besani roti di dalam mimpi, dan ta'bimya dikatakan oleh Hadhrat Masih Mau'ud a.s.: ―Maknanya adalah beberapa kesusahan/penderitaan.‖ (Malfuzat, j1d.IV, hlm. 282-283).
(283-284) JEMAAT DAN AMAL SALIH Pada hari Jum‘at tgl. 19 Desember 1902, sesudalt shalat, Khawaja Kamaluddin menceritakan sebuah mimpi, di dalam mimpi itu ia melihat gempa. Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda: ―Wabah pes inilah yang merupakan gempa. Saya katakan kepada Jemaat, kiamat yang sedang datang ini, Allah Ta‘ala akan melindungi kita. Namun, jangan bergembira hati dengan perhitungan karena kalian sudah bai'at. Di dalam Quran Majid, di setiap tempat bersamaan dengan kata mukmin (beriman) ditekankan tentang amal salih. Jika di dalam Jemaat terdapat beberapa orang yang tidak peduli terhadap Allah dan tidak menghormati perintah-perintah-Nya, maka yang bertanggung-jawab atas orang semacam itu bukannya Allah dan bukan pula saya. Mereka hendaknya memperbaiki suri tauladan mereka masing-masing, sebab gempa sedang datang.‖ (Malfuzat, j1d. IV, hlm. 284).
(284-285)
TIGA MIMPI BERTURUT-TURUT
61
Hadhrat Masih Mau'ud a.s. setelah shalat Maghrib menceritakan tiga mimpi beliau yang beliau lihat berturut-turut: ―Di dalam mimpi, seseorang memberikan satu rupee dan lima butir kurma kering. Kemudian dalam keadaan tidur kepada saya diperlihatkan sebuah halaman dari buku [saya] Triyaqul Qulub. Pada halaman itu tertera: Alaa syukrilmashaaih, yang artinya, Hadzihi shillatun 'alaa syukril-mashaaih (ini adalah hadiah atas syukur yang dipanjatkan dalam musibahmusibah). Seolah-olah uang dan kurma kering itu sebagai hadiah atas syukur [yang dipanjatkan] dalam musibah-musibah. Yang ketiga, diperlihatkan kepada saya beberapa lembar kertas, yang berisi tulisan berkenaan dengan putra-putra [saya]. Namun saat itu saya tidak ingat.‖ (Malfuzaat, jId.IV, hlm. 285)
(285-287) TIGA LANDASAN ARGUMEN ―Jika kesehatan membaik, saya akan menyelesaikan buku Nuzul-Masih, lalu akan menulis sebuah buku dalam bahasa Farsi yang di dalamnya akan diterangkan tentang tiga landasan takwa. Argumentasi (dalil) yang dipaparkan oleh setiap nabi, yaitu (1) nash-nash, (2) mukjizatmukjizat, (3) akal/logika. Sulitnya adalah adat kebiasaan (tradisi) juga merupakan karat. Jika sudah melekat di kalbu, maka walau pun ada seribu dalil sekali pun tetap tidak berpengaruh. Misalnya, kemuliaan sungai Gangga yang tertanam di dalam kalbu seorang penganut Hindu, cobalah tanyakan padanya apa dalil mengenai hal itu? Maka dia tidak akan menjawab sedikit pun. Dia akan tetap mempercayai kemuliaannya, hanya berlandaskan pada suatu adat kebiasaan (tradisi) saja. Demikian pula masalah akan turunnya Al-Masih juga sudah menjadi tradisi/adat-kebiasaan bagi orang-orang ini. Yakni, mereka tetap mempercayai bahwa beliau akan turun dari langit dengan tubuh kasar. Penyakit ini juga melekat seperti demam kronis. Namun, saya gembira, sebab Tuhan saya berkuasa etas segala sesuatu. Dia akan menciptakan ribuan sarana untuk membasmi penyakit ini.‖ (Malfuzat, jld. IV. hlm. 287).
Berlangsung perbincangan mengenai maraknya atheisme di Eropa. Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda: ―Bangunan agama Kristen sudah mulai runtuh. Sudah dekat masanya ketika kecuali para pendeta saja, selebihnya akan menjadi orang-orang yang tidak beragama‖. (Malfuzhat, jld. IV, hlm. 287). BEBERAPA PETUNJUK MENGENAI ‘ITIKAF Amara Maghrib dan Isya, Hz.Masih Mau'ud a.s. duduk-duduk di dalam mesjid. Beliau bersabda kepada Dokter lbadullah Amritsari dan Khawaja Kamaluddin yang belum menjadi hiqar saat itu: Di dalam i'tikaf tidak mutlak bahwa manusia harus duduk di dalam saja dan tidak boleh pergi, ke mana-mana. Di atap [mesjid] ada panas [cahaya matahari], kalian boleh duduk di sana,
62
sebab di bawah ini dingin. Dan hal-hal penting dapat dibicatarakan. Hal-hal penting hendaknya diperhatikan. Dan biasanya pun setiap pekerjaan orang mukmin itu merupakan ibadah.‖ (Malfuzat, jld. IV. hlm 287-288).
JIHAD DILAKUKAN TIDAK UNTUK MENYEBARKAN AGAMA Sekarang ini menggunakan pedang, berarti memenggal Islam dengan pedang. Sekarang ini adalah masa untuk memenangkan kalbu-kalbu manusia, dan hal ini tidak dapat dilakukan dengan pemaksaan. Ada kritikan yang mengatakan bahwa Rasulullah saw. itulah yang pertama-tama telah, mengangkat pedang. Itu sama sekali salah. Sampai 13 tahun lamanya Rasulullah saw. dan para sahabah tetap bersabar diri [di Mekkah]. Kemudian, walau para musuh terns saja mengejarngejar, beliau saw. sangat ingin agar terjadi perdamaian dan tidak terjadi peperangan. Dan kaum-kaum musyrik yang ingin berdamai, maka kepada mereka diberi jaminan keamanan serta kedamaian. Islam telah berupaya menghendaki agar menghindarkan diri dari peperangan, melalui kerumitan yang sangat tinggi. Landasan peperangan justru dipaparkan sendiri oleh Allah Ta‘ala. Yakni, dikarenakan orang-orang [Islam] sudah sangat teraniaya, dan kepada mereka ditimpakan berbagai macam penderitaan, oleh sebab itu Allah Ta‘ala mengizinkan supaya mereka melawan orang-orang itu. Sebab jika tidak demikian, seandainya yang ada ialah rasa dengki permusuhan, maka yang harus diperintahkan adalah supaya orang-orang Islam melakukan peperangan untuk menyebar-luaskan agama. Namun justru yang diperintahkan adalah: "Laa ikraaha fid-diin" -tidak ada paksaan dalam agama -- Al-Baqarah, 257). Dan ketika kekejaman serta penganiayaan yang melampaui batas dilakukan terhadap orangorang Islam, maka barulah diperintahkan untuk melawan.‖ (Malfuzhat, jld. IV, hlm. 288).
KESEMPURNAAN DIRAIH MELALUI UPAYA-UPAYA GIGIH Agama Islam adalah suatu agama yang sedemikian rupa, jika Allah memberikan umur dan firasat kepada saya, maka dalam tempo beberapa hari saja orang-orang ini akan mengetahui betapa agama ini merupakan agama yang manis dan terbaik. Kesempurnaan-kesempurnaan diraih oleh manusia justru melalui upaya-upaya gigih. Namun orang-orang yang memperoleh kemudahan melalui konsep darah (kematian) Al-Masih (penebusan dosa – pent.) bagaimana mungkin mereka mau melakukan upayaupaya gigih? Jika keberhasilan diperoleh melalui darah Al-Masih, maka supaya lulus dari ujian mengapa mereka harus memasukkan anak-anak mereka ke sekolah, agar anak-anak itu giat dan rajin-rajin belajar? Seharusnya adalah mereka itu sepenuhnya bertumpu pada darah Al-Masih saja, dan di situ mereka meraih keberhasilan serta sedikit pun tidak perlu bekerja-keras. Sedangkan anakanak orang Islam, harus belajar dengan gigih dan kerja-keras supaya bisa lulus. Hal yang sebenarnya adalah, "Laisa lil insaani illaa maa sa'aa (bagi manusia hanyalah apa yang diusahakannya -- An-Najm, 40). Di dunia ini kita menyaksikan bahwa seorang insan ketika menelaah jiwanya sendiri, maka dia akan mendapati kefasikan, kejahatan dan sebagainya. Akhirnya setelah mencapai tahap yakin dia dapat memperbaikinya. Namun, jika tumpuan terletak pada darah Al-Masih (penebusan dosa), maka apa perlunya
63
melakukan upaya-upaya gigih? Ajaran palsu mereka menghambat kemajuan-kemajuan hakiki. Orang yang memiliki ajaran benar adalah yang memanjatkan doa-doa; melakukan upaya-upaya, dengan berlari ke sana ke mari dan dengan bekerja-keras barulah dia mencapai tujuannya. Tatkala hal ini mereka pahami, yakni bahwa semua itu (penebusan dosa) merupakan kisah belaka, dan sekarang tidak ada lagi dampak-dampaknya yang berlaku, sedangkan di sini (di dalam Islam - pent.) penyemaian ajaran benar melalui berkat-berkat, maka orangorang ini akan mengerti dengan sendirinya. Manusia yang bertani harus melakukan kerja-keras di situ. Jika ada seorang pegawai, maka dia pun berpikir untuk bekerja-keras. Ringkasnya, setiap orang sibuk di dalam upaya-upayanya di tempat masing-masing. Dan buah semua itu berdasarkan upaya-upaya gigih. Seluruh AlQuran dipenuhi oleh materi tentang upaya gigih. "Laisa lil insaani illaa maa sa'aa (tiada bagi manusiakecuali apa yang diusahakannya -- An-Najm, 40). Orang-orang yang menjadi rahib dengan beriman pada darah Almasih (penebusan dosa) tanyakanlah, apa yang telah mereka peroleh? Laki-laki dan perempuan-perempuan yang beriman pada penebusan dosa, apa kemajuan yang telah mereka capai? Inilah hal-hal yang harus diperdengarkan berkali-kali ke telinga mereka. Itu merupakan kisah dusta, bahwa tuhan berada di dalam rahim. Lalu bayi [tuhan] itu mungkin pernah terkena penyakit campak pula. Di masa kanak-kanak mungkin pernah ditampar pula oleh ibunya. Dia bermain-main dengan anak-anak lain, mungkin pernah juga dipukul oleh yang lain. Lebih lanjut, jika ada yang mau memperhatikan, setelah besar pun ternyata [tuhan] itu mengalami pukulan dari pihak lain. Dengan demikian ketika masih kecil pun tentu dia sering kena pukul.‖ (Malfuzhat, jld. IV, hlm. 288-290)
(290-297) WARISAN DAN HAK CUCU Ada orang yang melontarkan kritikan: "Di dalam Syariat Islam tidak ditentukan bagian warisan bagi cucu. Walau cucu seseorang itu dalam keadaan yatim, apabila orang tcrsebut wafat, maka anak-anaknya yang lain yang mendapat warisan, sedangkan sang cucu -- walau pun yatim, dan merupakan keturunan anaknya sendiri -- tidak dapat apa-apa" Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menjelaskan: Sang kakek mempunyai ikhtiar untuk memberikan sebagian ketika dia berwasiat. Bahkan dia dapat memberikan apa saja yang dia kehendaki. Dan setelah [kewafatan] seorang ayah maka anak-anaknya yang memperoleh warisan, supaya tarbiyat tetap terpelihara. Jika tidak ditetapkan demikian, maka tarbiyat sama sekali tidak akan bertahan, sebab akan menjadi mutlak pula bahwa anak sang cucu pun harus menjadi waris, lalu anak-keturunan dari anak sang cucu itu pun harus mendapat warisan. Dalam bentuk demikian bukan dosa sang kakek. Ini adalah ketentuan Allah, dan biasanya tidak ada masalah di situ. Jika tidak dengan pola demikian, kita semua adalah anak-cucu Adam. Demikian juga sekian banyak raja yang ada juga merupakan anak-cucu Adam. Lalu, dengan demikian apakah kita harus mengajukan gugatan warisan kepada semua raja? Dikarenakan timbul kelemahan setelah sampai pada tahap cucu yang berasal dari anak, dan akhirnya sampai pada suatu batas tertentu hanya tinggal nama saja lagi, Allah Ta‘ala mengetahui bahwa kelemahan seperti itu timbul dalam silsilah keturunan dan pertalian. Oleh sebab itu Dia
64
telah menetapkan ketentuan demikian. Ya, memang untuk perlakuan dan sikap kasih [terhadap cucu yang yatim] seperti itu Allah Ta‘ala juga telah menetapkan sebuah ketentuan lagi, seperti yang tertera di dalam Quran Syarif: “dan apabila waktu pembagian harta itu hadir sanak kerabat, anak-anak yatim dan orangorang miskin, maka berilah mereka dari harta itu dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang pantas" - An -Nisaa, 9). Jadi, cucu yang ayahnya telah wafat itu, karena dia yatim, justru lebih berhak untuk mendapatkan sikap kasih seperti itu. Dan dalam hal yatim, juga termasuk orang-orang lain [yang bagiannya tidak ditentukan]. Allah Ta‘ala tidak ingin menyia-nyiakan hak siapa pun. Namun sesuai semakin bertambahnya kelemahan dalam jalinan kekerabatan, hak tersebut pun semakin berkurang.‖ (Malfuzhat, jld.IV, hlm. 297-298 ).
MIMPI JALAN YANG MENGERIKAN Pada tanggal 23 Desember 1906, sebelum shalat Subuh, Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menceritakan mimpi beliau: ―Saya berada di suatu tempat, dan ingin kembali ke Qadian. Bersama saya ada satu dua orang. Seseorang mengatakan, ―Jalan tertutup, sebuah lautan mengalir‖. Saya lihat, ternyata benar-benar bukan sebuah sungai, melainkan sebuah lautan besar dan bergerak kesana-kemari, seperti halnya ular yang berjalan. Kami kembali, sebab belum ada jalan, dan jalan itu sangat menakutkan.‖ (Malfuzaat, jld. IV, hlm. 298)
PERBINCANGAN TENTANG PENGIRIMAN BUKU-BUKU BERBAHASA ARAB KE NEGERI CITA Pada tanggal 23 Desember 1902, sebelum Zuhur, Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda: ―Orang-orang Islam di Cina, apakah mereka bisa berbahasa Arab atau tidak?‖ Dan berlangsung perbincangan Hadhrat Masih Mau'ud a.s. dengan Abu Sa'id Arab Sahib tentang pengiriman buku-buku dalam bahasa Arab ke Cina. Kemudian mengenai penyebaran buku-buku, Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda: ―Betapa hebatnya pekerjaan-pekerjaan yang telah dilakukan oleh para sahabah. Allah Ta‘ala berfirman bahwa, "Kami telah membeli jiwa orang-orang mukmin." Dan sekarang ini Allah Ta‘ala telah menghapuskan banyak sekali kesulitan.‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm. 298)
(298-301)
MAHDI YANG DIJANJIKAN & PEPERANGAN ―Rasulullah saw. saja sampai 13 tahun lamanya tidak mengangkat pedang, lalu bagaimana mungkin Mahdi begitu datang memperoleh hak untuk langsung mengangkat pedang, tatkala
65
orang-orang tidak tahu-menahu lagi dengan agarna selama 1300 tahun? Dan apa manfaat yang akan dia peroleh melalui cara itu? Seandainya Imam Mahdi memang datang untuk berperang, maka sesuai dengan sunnah-Nya yang berlaku sejak semula, tentu Allah Ta‘ala menyiagakan umat Islam terlebih dahulu untuk menghadapi ujian perang, dan membuat mental mereka condong ke arah perang, serta tersedia sarana-sarana yang membuat umat Islam terlatih untuk perang. Namun dari kondisi umat Islam saat ini diketahui bahwa tidak ada kecenderungan umat ini terhadap perang. Seberapa banyak pada masa sekarang ini yang telah melakukan peperangan dengan bangsa-bangsa Eropa dengan mengatas-namakan Mahdi, semuanya itu telah mengalami kekalahan. Dari semua hal itu diketahui bahwa iradah (kehendak) Ilahi sama-sekali tidak menghendaki peperangan. Yakinilah, tidak ada yang dapat melawan mereka dengan pedang-pedang lahiriah. Di dalam hadits Muslim sendiri tertera bahwa di zaman ini akhirnya perlawanan akan dilakukan melalui doa-doa. Mereka tidak akan dapat menghadapinya serta tidak akan dapat melawannya. Dan doa-doa inilah yang akan menimbulkan perubahan-perubahan ruhani di kalangan para penentang.‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm. 301). ARTI TELINGA PANJANG YANG DIMILIKI YA’JUJ DAN MA’JUJ Berlangsung perbincangan mengenai Ya'juj dan Ma'juj. Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda: ―Arti telinga panjang yang dimiliki Ya'juj dan Ma'juj adalah sangat terlatih dalam hal memata-matai. Misalnya, pada masa sekarang ini terdapat sistim telegram serta surat-kabar dan sebagainya termasuk dalam [kategori] itu. Melalui tanda-tanda yang berlaku saat ini, seorang yang berakal dapat mengetahui bahwa, jika memang Allah Ta‘ala itu bermaksud mengadakan peperangan, seharusnya umat Islam memiliki sarana-sarana untuk berlatih perang. Dan supaya timbul, kekuatan serta berkat di dalam diri mereka. Namur Islam justru semakin merosot dari hari ke hari, dan kondisi mereka sedemikian rupa, yakni jika mereka membutuhkan peralatan perang, maka mereka meminta kepada kerajaan-kerajaan (pemerintah) Eropa, sedangkan mereka tidak mampu menyediakan sendiri.‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm. 301-302).
DOA UNTUK KEBAIKAN DI DUNIA DAN AKHIRAT Pada tanggal 24 Desember 1902, sebelum shalat Isya, para sahabah seperti biasanya berkumpul di sekitar Hadhrat Masih Mau'ud a.s.. Sayyid Abu Sa'id Arab menanyakan kepada beliau a.s. arti dan makna doa: "Rabbanaa awinaa fid-dunyaa hasanatan- wa fil aakhirati hasanatan- wa qinaa 'adzaaban- naar -- (ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan peliharalah kami dari azab neraka - Al-Baqarah, 202). Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menjelaskan: ―Manusia membutuhkan dua hal untuk kebahagiaan jiwanya. Pertama, kehidupan singkat di dunia, serta segala bentuk musibah dan kesulitan, penderitaan-penderitaan dan sebagainya yang menghadang, agar dia selamat dari itu semua. Kedua, kefasikan dan kejahatan serta penyakitpenyakit ruhani yang membuatnya jauh dari Tuhan, agar dia terhindar dari itu semua. Jadi, hasanah (kebaikan) di dunia artinya adalah, secara jasmani dan secara ruhani terhindar
66
dari segala macam bala dan kehidupan kotor serta kehinaan. "Khuliqal insaani dha'iifaa (manusia dijadikan dalam keadaan lemah -- An-Nisa, 29). Jika terjadi keperihan di kuku saja, maka hidup menjadi gelisah. Sedikit saja sakit di bawah lidah saya maka rasanya perih sekali. Begitu jugalah apabila kehidupan manusia menjadi rusak. Misalnya, kelompok perempuan pelacur, betapa kehidupan mereka itu dipenuhi kegelapan, dan mereka seperti binatang saja. Yakni mereka tidak tahumenahu tentang Tuhan dan akhirat. Jadi, yang dimaksud dengan hasanah (kebaikan) di dunia adalah, Allah memeliharanya dari segala segi, baik itu dari segi dunia mau pun dari segi akhirat. Dan bagian akhirat yang terdapat di dalam "Fil aakhirati hasanah (kebaikan di akhirat)" itu juga merupakan buah dari kebaikan di dunia. Jika manusia memperoleh hasanah (kebaikan) di dunia maka itu merupakan pertanda kebaikan untuk di akhirat. Yang dikatakan orang-orang ini salah, yakni, "Untuk apa meminta kebaikan di dunia, mintakan saja kebaikan untuk di akhirat." Kesehatan jasmani dan sebagainya adalah hal-hal yang darinya manusia memperoleh ketenteraman, dan melalui itu dia dapat inelakukan apa saja untuk akhirat. Karena itulah dunia ini disebut sebagai lahan sawah ladang bagi akhirat, yakni pada hakikatnya seseorang yang dianugerahkan oleh Allah di dunia ini kesehatan, kehormatan, anakketurunan -- dan melalui itu timbul banyak amal salih yang sangat bagus -- maka sangat besar harapan bahwa akhiratnya pun akan baik. "Kulluy-ya'malu 'alaa syaakilatihii (setiap orang berbuat menurut keadaannya - Bani Israil, 85). Hal yang sangat indah adalah, manusia tunduk ke arah kebaikan dan kesucian. Di dunia ini terdapat berbagai macam fitrat. Suatu batas yang dicapai oleh seorang yang berusaha gigih, tidak semua manusia dapat mencapainya. Kadang-kadang tengkorak kepala itu begitu kerasnya sehingga manusia yang seperti itu tidak bisa mengerti sedikit pun. Seorang yang baik, masuk ke dalam perkumpulan orang bejad, dia tidak akan merasakan suatu kenikmatan sedikit pun. Demikian pula seorang yang bejad, tidak akan mendapatkan kelezatan dalam perkumpulan orang baik -- seakan-akan seperti samudra yang dibatasi oleh sebuah penghalang, sehingga orang yang berada di sebelah sini tidak dapat pergi ke seberang, dan orang yang di seberang tidak dapat datang ke sini. Ada satu pihak yang adalah Jemaat saya, yang sudah percaya dan siap sedia setiap saat serta mengerti sepenuhnya; dan ada satu pihak lagi, selama mereka belum menyebut saya Dajjal, kafir dan sebagainya, mereka tidak bisa bersabar. Apakah mereka tidak punya mata, atau tidak punya telinga, atau tidak punya otak? Semuanya ada, akan tetapi "Kulluy-ya'malu 'alas syaakilatihii (setiap orang berbuat menurut keadaannya -- Bani Israil, 85). (Malfuzat, jld. IV, hlm. 302-303). (303-306) NIAT SUATU PERJALANAN HENDAKNYA UNTUK AGAMA Pada tariggal 26 Desember 1902, setelah Ashar, ada seseorang yang melalui Khawaja Kamaluddin mengajukan pertanyaan kepada Hadhrat Masih Mau'ud a.s.., yakni: "Saya punya keinginan yang besar untuk mengunjungi Islam Delhi. Jika diizinkan, maka saya akan pergi. Saya sudah menahan hati saya, tetapi tetap saja pikiran mendesak untuk pergi." Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menanggapi: ―Pergilah, tidak mengapa. Di dalam sebuah buku tertulis, suatu kali terpikir oleh Junaid
67
Baghdadi untuk melakukan suatu perjalanan. Kemudian beliau berpikir, untuk apa beliau pergi? Namun tidak dapat dimengerti, dengan maksud dan niat apa perjalanan itu dilakukan? Oleh karena itu beliau membatalkan keinginannya itu. Sampai pada kondisi bahwa pikiran untuk melakukan perjalanan itu terus saja muncul, dan beliau tidak dapat lagi mengalahkannya, maka barulah beliau menganggapnya sebagai suatu gerakan dari Allah dan beliau pun berangkat. Di perjalanan, beliau menemukan seseorang yang tidak beraaya di bawah sebuah pohon. Begitu melihat beliau orang itu langsung berkata: "Hai Junaid, lama sekali saya menunggununggu engkau. Mengapa engkau datang terlambat?" Beliau pun mengatakan, "Sebenarnya, tarikan engkau inilah yang berkali-kali memaksa saya untuk datang.‖ Jadi, begitulah bahwa di dalam setiap perkara terdapat suatu daya tarik yang telah ditetapkan dalam takdir. Jika hal itu tidak terpenuhi, maka tidak akan tenteram. Jika anda melakukan perjalanan maka lakukanlah dengan niat untuk agama. Suatu perjalanan yang dilakukan dengan niat dunia, adalah dosa, dan manusia baru bisa menjadi benar apabila di dalam setiap persoalan dia merujuknya untuk agama. Pergilah ke setiap pertemuan dengan niat supaya ada saja aspek agama yang dapat diraih di situ. Di dalam hadits tertera ada seseorang yang membangun rumah. Dia memohon kepada Rasulullah saw. agar berkunjung ke situ, supaya memperoleh berkat dari kedatangan beliau. Ketika Rasulullah saw. pergi ke sana, beliau melihat sebuah jendela kecil. Ketika ditanya, orang itu mengatakan, ―Supaya angin sejuk bisa masuk ke dalam‖. Maka Rasulullah s.a.w. bersabda: "Jika engkau berniat supaya bisa terdengar suara azan, maka angin sejuk pun bisa masuk, dan pahala juga akan engkau dapat." (Malfuzat, jld. IV, hlm. 306-307). SHALAT ISTIKHARAH SEBELUM MELAKUKAN PERJALANAN Masih mengenai orang yang bertanya dan minta izin pergi ke Delhi, Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda: ―Lakukanlah istikharah oleh anda. Istikharah dilakukan oleh orang-orang Islam, bukannya memegang (melakukan) takhayul. Dikarenakan orang-orang Hindu terjerat dalam syirik dan sebagainya lalu mereka mengambil langkah sesuai syagun (melihat pertanda baik secara takhayul untuk mencari waktu yang tepat - pent.), oleh sebab itu warga Islam melarang hal-hal tersebut dan menetapkan penggunaan istikharah. Caranya adalah, dengan mengerjakan dua raka'at [shalat] nafal. Di raka'at pertama bacalah "Qul yaa-ayyuhal kaafiruun... " (Al-Kaafirun,2)., pada raka'at kedua bacalah "Qul huwallaahu Ahad..." (Al-Ikhlash, 2). Lalu bacalah doa ini di dalam tahyat: "Ya Allah, saya memohon kebaikan melalui pengetahuan Engkau, dan saya memohon kekuatan dari qudrat (kekuasaan) Engkau. sebab hanya bagi Engkau-lah segala qudrat (kekuasaan), sedangkan saya tidak kuasa. Hanya bagi Engkau-lah segala pengetahuan, sedangkan saya tidak tahu sedikit pun. Hanya Engkau-lah yang mengetahui hal-hal terselubung. Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa hal ini baik bagi saya dari segi ruhani mau pun dunia, maka tetapkanlah hal ini bagi saya dan mudahkanlah serta berikanlah berkat di dalamnya. Dan seandainya Engkau mengetahui bahwa hal ini buruk bagi ruhani dan keduniaan saya maka hindarilah saya darinya." Seandainya hal itu baik baginya, maka Allah Ta‘ala akan membukakan hatinya. Jika tidak baik, maka ada perasaan berat di dalam hati. Hati ini juga suatu benda yang menakjubkan. Tidak seperti halnya tangan, manusia dapat mengendalikan tangan. Kapan saja dia mau, dia dapat menggerakkan tangan itu. Sedangkan hati
68
tidak berada di dalam kendalinya seperti itu. Allah Ta‘ala-lah yang memiliki kendali atas hati. Pada satu masa hati itu menghendaki satu hal, kemudian, tidak lama sesudah itu dia tidak menghendakinya lagi. Angin [yang bertiup menimbulkan kemauan hati] itu digerakkan oleh Allah Ta‘ala.‖ (Malfuzat, jld.IV, hlm. 307-308).
DUNIA ADALAH DAARUL HIJAB ―Allah telah menjadikan dunia ini sebagai daarul hijaab (rumah/tempat yang bertabir), yakni beberapa hal Dia tutupi dan beberapa lainnya Dia tampakkan. Dia Pengutus nabi dan rasulNya, tetapi Wajah-Nya sendiri Dia sembunyikan. Dia telah menurunkan Kitab-kitab dan syariatsyariat, akan tetapi tidak seorang pun yang melihat bagaimana Kitab-kitab itu turun. Allah Ta‘ala telah memberikan kabar-kabar gaib melalui para nabi, sebagian telah terbukti sempurna, sebagian lagi masih belum terpenuhi. Orang-orang yang penglihatannya hanya sebatas lapisan dunia saja, dengan menyaksikan hal-hal demikian maka mereka melontarkan kritikan, dan mereka mengatakan, "Ada hal-hal tertentu yang belum terpenuhi." Namun mereka tidak tahu menahu tentang sunnah Allah Ta‘ala ini. Mengapa Allah Ta‘ala berbuat demikian? Adalah supaya timbul perbedaan antara orangorang beriman dan orang-orang yang terburu nafsu. Saya percaya bahwa Allah Ta‘ala berkuasa untuk memperlihatkan di dunia ini juga apa-apa yang akan Dia lakukan saat kiamat, sebab Dia itu "'Alaa kulli syai-in qadiir – (Dia berkuasa atas segala sesuatu -- Al-Ahqaf, 34). Namun jika demikian maka iman itu tidak lagi berupa iman dan tidak pula buah-buahnya akan muncul, adalah penting sebab, Allah Ta‘ala berfirman, "Minhum syaqiyyuw wa sa'iid (di antara mereka ada yang celaka dan ada yang bahagia – Hud, 106). Dari inilah timbul dua golongan. Orang-orang sa'iid (yang bahagia), tidak terburu nafsu, melainkan mereka beriman (percaya) dengan menerapkan prasangka baik dan berlaku sabar. Sedangkan orang-orang syaqiy (yang celaka), mereka itu berlaku terburu nafsu lalu melontarkan kritikan-kritikan. Orang-orang yang tidak meninggalkan minhaajun nubuwwat (tata-cara para nabi), mereka tidak akan tergelincir serta tidak akan melontarkan kritikan demikian. Saya mengatakan ini dengan pendakwaan, bahwa tidak ada suatu kritikan yang dapat mengena pada saya yang tidak mengena sebelumnya. Siapa saja yang keberatan (protes) terhadap saya, berarti dia lakukan itu dengan keluar dari diin (agama).‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm. 309).
HAKIKAT DOSA & PERMASALAHANNYA Pada tanggal 26 Desember 1902, terjadi perbincangan antara Hadhrat Masih Mau'ud a.s. dengan seorang pandit (pendeta) Hindu dari kota Lahore. Pembicaraan berkisar pada masalah dosa. Dosa: adalah penyakit ruhani sebenamya, seperti halnya seseorang yang pergi kepada tabib (dokter), dia tidak akan dapat diobati sebelum diperiksa apa penyakitnya yang sebenarnya. Apabila penyakit yang sebenarnya telah diketahui, barulah dia diobati. Akan tetapi selama penyakit tersebut belum diperiksa sepenuhnya maka pengobatannya pun tidak dapat dilakukan
69
dengan baik. Persis seperti inilah keadaan dosa, sebab dosa merupakan suatu penyakit ruhani. Selama hakikatnya belum diketahui, selama itu pula manusia tidak dapat menghindarkan diri dari dosa. Mengenainya dapat timbul pertanyaan: Mengapa manusia tunduk kepada dosa dan mengapa timbul pemikiran [untuk melakukan] dosa? Jawabannya adalah sebagai berikut. Secara umum tampak bahwa manusia melakukan dosa selama dia tidak (belum) mengenal Tuhan. Apakah seseorang yang melakukan pencurian, melakukannya pada waktu pemilik rumah sedang terbangun dan lampu masih hidup? Ataukah dia melakukannya ketika pemilik rumah sudah tertidur dan sudah gelap sedemikian rupa, sehingga tidak kelihatan sedikit pun? Jelaslah bahwa dia melakukan pencurian ketika dia yakin bahwa pemilik rumah sedang tidak tahu-menahu dan tidak ada cahaya lampu. Seperti itulah seseorang yang melakukan dosa. Dia melakukannya ketika dia tidak tahu-menahu tentang Tuhan dan sedikit pun tidak yakin terhadap-Nya. Dan tidak pula hal itu dia lakukan ketika dia yakin bahwa Tuhan itu ada; Tuhan menyaksikan amal perbuatannya dan dapat menjatuhkan hukuman kepadanya. Dan tidak pula dia lakukan [dosa] itu, apabila dia mengetahui bahwa jika dia melakukan hal-hal yang bertentangan dengan Tuhan maka Tuhan akan menghukumnya. Apabila pengetahuan dan keyakinan tentang Tuhan itu ada, maka barulah tidak akan timbul kecondongan serta perhatian ke arah dosa. Apabila manusia meyakini bahwa dirinya senantiasa berada di bawah [pengawasan] Tuhan. dan Tuhan dapat menjatuhkan hukuman terhadap perbuatan-perbuatan buruk yang dia lakukan, serta Tuhan menyaksikan amal perbuatannya, maka dia tidak akan berani. Seperti halnya seekor domba yang diikat di hadapan srigala, jangankan untuk pergi [mencari makanan] ke ladang tertentu, berapa banyak pun diletakkan rerumputan di hadapannya untuk dimakan, maka domba itu tidak akan dapat melepaskan pandangan matanya dari srigala tersebut, sebab suatu rasa khauf (takut) menguasai jiwa domba itu. Nah, tatkala binatang buas saja dapat memberikan pengaruh (dampak) sedemikian rupa, sampai-sampai sang domba mengabaikan makanannya, maka manusia yang di hadapan Allah Ta‘ala yakin bahwa Dia menyaksikan dan menjatuhkan hukuman terhadap dosa, bagaimana mungkin manusia tersebut dapat mengarahkan perhatian kepada dosa setelah yakin seperti itu? Justru orang itu yakin bahwa [hukuman] Allah Taala akan jatuh menimpanya seperti halilintar dan akan menghancurkannya. Jadi, rasa takut yang timbul -- karena mengakui Allah Ta‘ala sebagai Dzat Yang Maha Agung, Maha Unggul dan Maha Kuasa -- itu akan menyelamatkan manusia dari dosa, ............. akan keimanan (kepercayaan) maka ini pun hendaknya diingat, bahwa dosa terdiri dari dua jenis. Yang pertama, disebut dosa besar, misalnya mencuri, berzina, merampok dan sebagainya, dinamakan dosa besar. Yang kedua, dosa kecil, yang terjadi pada diri insan dalam kapasitasnya sebagai manusia. Walau pun manusia berusaha keras menghindarkan diri dan berhati-hati, namun berdasarkan kondisinya sebagai manusia, beberapa perkara (kelemahan) yang tidak terkena hukuman terjadi pada dirinya, dan itu merupakan jenis dosa yang kedua. Seperti itu pula terdapat dua sarana untuk menjauhkan dosa. Sarana pertama adalah, banyak sekali dosa yang dapat dijauhkan karena takut kepada Allah Ta‘ala, yakni dominasi (berkuasanya) rasa takut akan Allah pun merupakan suatu hal yang menjauhkan dosa dan menghindarkan [manusia] dari. Sarana ini sama seperti rasa takut terhadap polisi yang menghindarkan manusia dari perbuatan melanggar hukum. Sarana kedua untuk menghindarkan dosa adalah, setelah mengenal (menyadari) rahmat Allah Ta‘ala maka kecintaan terhadap-Nya akan meningkat, dan kemudian akibat kecintaan tersebut dosa pun menjadi jauh. Dosa dapat dijauhi melalui kedua sarana itu.
70
Ada satu golongan lain lagi di antara manusia, yang menghendaki agar mereka tidak melakukan dosa namun mereka terjerumus dalam kelalaian serta kelupaan sedemikian rupa, sehingga dosa pun terjadi juga. Akan tetapi telah tertanam di dalam fitrat dan jiwa manusia, bahwa rasa takut yang mendalam akan menyelamatkannya. Seperti yang telah saya katakan, jika domba diikat di depan singa, maka domba itu tidak bisa (tidak berani) makan rumput. Atau, seseorang tidak sanggup berdiri dengan angkuh di hadapan penguasa, melainkan dia akan tampil dengan penuh kerendahan diri, dengan hati-hati dan tidak ribut. Sikap hati-hati dan takut ini merupakan dampak daripada wibawa sang penguasa dan kekuasaan. Namun dampak ini juga dapat timbul dari kecintaan. Apabila seseorang pergi kepada orang yang telah berbuat baik padanya, dia akan mengenang kebaikan orang itu lalu dengan sendirinya hatinya akan menjadi luluh dan hati-hati, serta di matanya akan timbul suatu rasa malu. Kecintaan terhadap orang yang telah berbuat baik itu akan semakin meningkat. Misalnya, jika ada seseorang yang membayarkan utang orang lain, maka betapa orang [yang berhutang] itu akan mencintai orang tersebut, dan gejolak kecintaan itu mendorongnya untuk tidak ingin melawan serta menentang kehendak orang tersebut. Jadi, sikap menurut dan taat ini timbul dari kecintaan pribadi. Seperti itu pulalah, apabila manusia mengetahui ihsan (kebaikan-kebaikan) Allah Ta‘ala yang Dia berlakukan terhadap dirinya, maka akibat kecintaan pribadinya itu manusia tersebut terhindar dari dosa, dan tidak ada dorongan lain yang dapat mengarahkannya kepada [dosa] itu. Tamsilnya adalah sama seperti seorang raja yang memerintahkan kepada seorang ibu: "Jika engkau menyakiti bayi engkau ini dan tidak menyusuinya -- sampai-sampai jika bayi ini mati sekali pun -- engkau tidak akan dihukum, bahkan kami akan memberikan hadiah." Maka sang ibu itu sama-sekali tidak akan melakukannya, sebabnya adalah di dalam fitrat sang ibu terdapat suatu gejolak kecintaan terhadap bayi tersebut, dan itu merupakan gejolak kecintaan pribadi. Jadi, apabila manusia mulai menjalin kecintaan semacam itu dengan Allah Ta‘ala, maka kebaikan-kebaikan yang timbul dari orang itu serta terhindarnya dia dari dosa-dosa, itu bukanlah karena dia mengejar sesuatu atau karena rasa takut, melainkan itu merupakan dorongan (gejolak) kecintaan pribadi tersebut. Tanda kecintaan pribadi adalah, jika orang yang memiliki kecintaan pribadi ini sekali pun mengetahui bahwa akibat amal perbuatannya itu bukannya dia akan memperoleh surga melainkan neraka; atau dia tahu bahwa tidak akan ada suatu hasil apa pun, dan surga serta neraka itu tidak ada artinya -- yakni yang karena takut [neraka] dan karena ingin mendapatkan surga itulah dia mengamalkan perintah-perintah -- maka tetap saja tidak ada perubahan di dalam kecintaannya, sebab [kecintaan] ini menghapuskan sisi-sisi takut dan optimis lalu menimbulkan suatu corak fitrat. Ciri khas kecintaan pribadi adalah, tatkala dia tumbuh kembang di dalam diri manusia, maka dia menimbulkan suatu api yang akan menghanguskan segenap kekotoran yang ada di dalam lalu membersihkannya. Inilah api yang membakari kotoran-kotoran yang tidak sanggup dihanguskan oleh rasa takut dan optimis. Jadi, ini adalah derajat kesempurnaan bagi manusia, dan penting baginya untuk mencapai derajat tersebut.‖ Dalam pembicaraan tersebut, pandit (pendeta Hindu) itu mengatakan kepada Hadhrat Masih Mau'ud a.s.: "Saya tidak mengingkari Tuhan, dan tidak pula saya mengingkari keberadaan hamba-NYa.‖ Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menjelaskan: ―Masalahnya adalah, ada dua macam keimanan terhadap Allah Ta‘ala. Pertama adalah keimanan yang hanya sebatas lidah saja, dan darnpaknya tidak mengena pada amal perbuatan.
71
Jenis kedua iman terhadap Allah ialah, bukti-bukti pengamalan turut menyertainya. Jadi, selama jenis iman yang kedua ini belum timbul, maka tidak dapat dikatakan bahwa seseorang telah percaya (mengimani) Tuhan. Saya tidak mengerti, mengapa seseorang percaya (iman) kepada Allah juga, tetapi tetap saja dia melakukan dosa? Sebagian besar [penduduk] dunia merupakan orang-orang yang memiliki jenis iman pertama. Saya tahu, mereka mengikrarkan bahwa mereka percaya kepada Tuhan, namun saya menyaksikan bahwa beriringan dengan ikrar itu juga mereka tenggelam di dalam kotoran-kotoran dunia serta bergelimang dengan lumpur-lumpur dosa. Lalu mengapa ciri khas keimanan terhadap Allah itu tetap tidak tampil walau pun mereka mengakui bahwa Tuhan itu ada dan nyata? Lihat, seorang manusia yang menyaksikan seorang [warga Hindu] berkasta rendah, maka dia tidak mau menyentuh barang orang itu. Lalu mengapa manusia sanggup dan berani melawan Tuhan serta menentang perintah-perintah-Nya, padahal manusia itu menyatakan bahwa dia mengakui-Nya? Saya percaya akan hal ini, bahwa di dunia kebanyakan orang mengikrarkan melalui lidah mereka, bahwa mereka mempercayai Tuhan -- ada yang menyebut-Nya Parmesywar, ada yang menyebut-Nya God, ada yang menyebut-Nya dengan nama lain -namun tatkala keimanan serta ikrar mereka itu diuji dari segi amalan (penerapan) serta diteliti, maka akan terpaksa dikatakan bahwa itu [semua] hanyalah pengakuan belaka, yang tidak diiringi dengan bukti-bukti terapan (amalan). Di dalam fitrat manusia terdapat hal ini, yakni sesuatu yang dia yakini, dia ingin menghindarkan kerugian yang dapat timbul darinya, serta ingin mengambil manfaat darinya. Lihatlah, sankhiya adalah racun, dan apabila manusia mengetahui bahwa satu takaran kecil pun cukup untuk membuatnya mati, maka sekali-kali dia tidak akan berani memakannya. Sebabnya adalah, dia tahu bahwa memakannya berarti mati. Lalu mengapa manusia mempercayai Allah Ta‘ala tetapi tidak melahirkan dampak-dampak [yang sewajamya timbul dari] keimanan terhadap Allah? Seandainya pun di dalam dirinya terdapat keimanan (kepercayaan) terhadap Allah sebesar kepercayaannya terhadap racun sankhiya, maka seharusnya dorongan-dorongan dan gejolakgejolak [nafsu]nya mengalami kematian, namun ternyata tidak. Maka terpaksa dikatakan bahwa pernyataan imannya itu semua hanyalah ucapan lidah saja, kepada keimanan itu tidak dikenakan corak yakin. Dia membohongi dirinya sendiri. Dan tertipulah orang yang mengatakan bahwa [dalam kondisi demikian] dia mempercayai Tuhan. Jadi, kewajiban pertama manusia adalah: membenahi keimanannya terhadap Allah, yakni membuktikannya di dalam amal perbuatannya, bahwa tidak ada satu pun tingkah lakunya yang bertentangan dengan kemuliaan serta perintah-perintah Allah Ta‘ala.‖ (Malfuzat, jld.IV, hlm.308-313). (313-316) MIMPI HUJAN ―Malam hari saya melihat hujan dalam mimpi. Serta merta mulai hujan dan butir-butir air berjatuhan, namun dengan sangat tenang dan tenteram.‖ ( Malfuzat, j1d. IV hlm. 316). (316-317) DOSA DAN TOBAT
72
Pada tanggal 10 April 1903, setelah shalat Jum'ah beberapa orang telah baiat, dan Hadhrat Masih Mau'ud a.s. memberikan nasihat sbb.: ―Bai'at yang kalian lakukan pada waktu ini merupakan baiat taubah. Allah Ta‘ala berjanji barangsiapa bertaubat maka dosanya akan Dia ampuni. Arti dosa adalah, manusia dengan sengaja tidak mentaati Allah Ta‘ala, menentang perintah-perintah yang telah diturunkan oleh Allah Ta‘ala, serta melakukan hal-hal yang telah dilarang oleh-Nya. Dosa adalah sesuatu yang mengakibatkan di dunia ini juga seseorang memperoleh keburukan dan juga di akhirat. Tatkala manuisa bertaubat maka Allah Ta‘ala akan mengampuni dosa-dosanya, dan Dia menganggap orang yang bertaubat itu sebagai orang yang tak berdosa. Namun syaratnya adalah orang yang bertaubat itu harus teguh dalam pertaubatannya. Banyak sekali orang yang melakukan taubat lalu melupakannya. Misalnya, orang-orang menunaikan ibadah haji, dan beberapa hari setelah pulang mereka kembali terjerat dalam keburukan-keburukan semula, maka apalah arti ibadah haji mereka itu? Allah Ta‘ala selamanya tidak suka terhadap dosa-dosa, karena itu hendaknya selalulah menghindarkan diri dari dosa. Seseorang yang berkemampuan meninggalkan dosa lalu dia tidak meninggalkan dosa itu maka Allah Ta‘ala pasti akan merenggut orang seperti itu. Jika kalian menginginkan supaya kalian dapat memakan buah pohon taubat ini dan kalian terhindar dari wabah-wabah maka hendaknya kalian melakukan taubat sejati. Allah Ta‘ala tidak mengubah sunnah-Nya, sebagaimana tertera di dalam Al-Quran Syarif falantajida lisunnaatullaahi tabdiiila (kalian tidak akan pernah mendapatkan perubahan dalam sunnah Allah -- Al-Fathir, 44). Manusia yang melakukan kebaikan sekecil apa pun tidak akan Dia sia-siakan, demikian pula manusia yang melakukan keburukan sekecil apa pun Allah Ta‘ala akan mempersoalkannya. Jadi, jika demikian keadaannya hendaknya benar-benar menghindaarkan diri dari dosa. Sebagian orang melakukan dosa lalu tidak mempedulikannya, seolah-olah dosa itu mereka anggap seperti sirup dan mengatakan bahwa tidak ada kerugian yang dapat ditimbulkannya. Namun ingatlah, sebagaimana Allah Ta‘ala itu Maha Pengampun dan Maha Pengasih, demikian pula Dia Maha Mandiri. Jika Dia murka maka Dia tidak mempedulikan siapa pun. Dia berfirman, ―Wa laa yakhaafu ‘uqbaaha – (dan Dia tidak takut akibat pembinasaan yang dilakukan-Nya – Asy-Syams, 16). Yakni anak keturunan seseorang pun tidak Dia pedulikan. Misalnya jika seseorang dibinasakan maka bagaimana nasib anak-anak yatimnya. Lihatlah zaman sekarang, inilah kondisi yang sedang berlaku. Akhirnya anak-anak seperti itu jatuh ke tangan para pendeta. Oleh karena itu janganlah tidak peduli apabila melakukan suatu dosa dan berraubatlah selalu.‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm. 317-318).
PERAN NAMA DALAM MIMPI & MIMPI MELARIKAN DIRI Antara Maghrib dan Isya, beberapa orang menceritakan tentang mimpi-mimpi mereka. Berkenaan dengan nama, Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda: ―Di dalam mimpi, kata-kata nama adalah sangat berpengaruh. Untuk menjabarkan suatu harkat (ta‘bir mimpi) hendaknya selalu diperhatikan makna nama. Jangan lihat silsilah (adegan mimpi) melainkan lihatlah nama.‖ Berkenaan dengan mimpi melarikan diri dari musuh, Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda:
73
―Artinya adalah akan memperoleh kemenangan atas musuh. Sebagai contoh, para ahli ta'bir memaparkan kisah Musa a.s. yang melarikan diri dari Firaun, sedangkan Firaun itu musuh. Akhirnya beliau sendiri yang menang atas Firaun.‖ (Malfuzat, jld.IV, hlm. 318). (318-320) KELEZATAN DALAM SHALAT TIMBUL KARENA MAKRIFAT ILAHI
Seseorang menyampaikan kepada Hadhrat Masih Mau'ud a.s., bahwa dia mengerjakan shalat tetapi hatinya tidak tertuju pada shalat. Mengenai itu Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda: Apabila anda mengenal Allah, maka anda akan takut........... Shalat yang hakiki adalah shalat yang di dalamnya manusia menyaksikan Allah. Kenikmatan hidup ini baru dapat dirasakan ketika segenap kelezatan dan kenikmatan yang dapat ditemukan di dalam sarana-sarana kebahagiaan itu semuanya dirasakan di dalam doa semata. Ingatlah, tidak ada seorang manusia pun yang dapat mengendalikan kematian dan hidup. Tidak peduli apakah kematian itu datang di malam hari maupun di siang hari. Orang-orang yang menghubungkan hati mereka kepada dunia sedemikian rupa -- yakni seolah-olah dia tidak akan pernah mati -- dia akan pergi meninggalkan dunia ini dalam keadaan gagal. Di sana nanti dia tidak akan memperoleh khazanah yang darinya dia dapat meraih kelezatan serta kebahagiaan.‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm. hlm. 320).
HAKIKAT NERAKA DAN SURGA Tatkala manusia telah terbiasa dengan suatu kelezatan, maka apabila kelezatan itu dihentikan dia akan merasakan suatu penderitaan dan keperihan, dan inilah yang merupakan neraka. Jadi, ketika seseorang merasakan seluruh kelezatan di dalam bend-bend dunia, dan suatu hari dia terpaksa melepaskan seluruh kelezatan itu, maka dia akan langsung masuk neraka. Namun seseorang yang segenap kebahagiaan dan kelezatannya terletak pada Allah, dia tidak akan dapat merasakan kesusahan dan penderitaan apa pun. Apila dia meninggalkan dunia ini maka dia langsung berada di dalam surga. Hal yang sebenarnya adalah kalbu ini berada di dalam ikhtiar (kendali) Allah. Kapan saja Dia menghendaki, Dia dapat memasukkan hal ini ke dalamnya, dan orang itu pun jadi mengerti, bahwa kegembiraan dan kebahagiaan sejati terletak dalam hal ini, yaitu mengenali Tuhan. Lihat, saat ini saya sedang menjelaskan hal ini. Namun, saya tidak punya ikhtiar untuk dapat memasukkan hal ini ke dalam kalbu-kalbu manusia. Ini merupakan pekerjaan Allah, yakni menghidupkan dan membangunkan kalbu-kalbu, sedangkan segenap anggota tubuh lainnya -mata, tangan, dan sebagainya - berada dalam ikhtiar (kendali) manusia. Akan tetapi kalbu tidak berada dalam ikhtiar manusia. Hendaknya janganlah kalian menganggap diri kalian sebagai Muslim selama kalbu belum menjadi Muslim. Dan kalbu tidak dapat menjadi Muslim selama dia masih meraih kelezatan dari kesenangan-kesenangan duniawi. Kalbu itu baru menjadi Muslim tatkala kalbu tersebut
74
melepaskan diri dari kondisi (kedudukan-kedudukan) duniawi, dan ketika kelezatan-kelezatan serta kebahagiaan-kebahagiaan duniawi tampak sebagai sesuatu yang menjijikkan. Ketika sudah begitu keadaannya, maka manusia akan menyaksikan dirinya sendiri bahwa dia sudah tidak lagi seperti sebelumnya, melainkan telah berubah. Kemudian dia mendapatkan suatu daya tarik di dalam kalbunya. Dia akan merasakan suatu kelezatan dalam mengingat Allah, dan kecintaan seperti ini dia raih dalam shalat. Seperti halnya seseorang yang berjumpa dengan sanak-keluarganya begitu gembira. Inilah akar sejati keimanan. Namun ini tidak berada di dalam ikhtiar manusia. Saya tidak dapat memberikan contoh hal ini, dan tidak pula saya dapat menjelaskannya dalam kata-kata., sebab kata-kata tidak dapat mewakili hakikat yang sebenarnya. Oleh karena itu ketika kondisi ini timbul maka manusia menyesali kehidupannya yang lampau, yakni bahwa, "Kehidupan itu telah berlalu begitu saja dengan sia-sia. Mengapa kondisi ini tidak timbul sebelumnya pad diriku?" (Malfuzat, jld.4, h.320-321). Apa Yang Dimaksud Dengan Shalat Apa yang dimaksud dengan shalat? Shalat sebenarnya adalah memanjatkan doa kepada Tuhan Yang Maha Mulia, dan tanpa itu manusia tidak dapat hidup, serta tidak dapat meraih sarana kesehatan dan kebahagiaan. Tatkala Allah melimpahkan karunia-Nya, maka pada saat itu manusia akan memperoleh kenikmatan dan ketenteraman hakiki. Sejak saat itu manusia akan mulai merasakan kelezatan dan kenikmatan dalam shalat. Seperti halnya kenikmatan yang diperoleh ketika menyantap makanan, demikianlah kelezatan yang dirasakan dalam merintih dan menangis, dan kondisi shalat ini pun akan timbul. Sebelum [tinibulnya kondisi kelezatan] itu, sama halnya seperti memakan obat yang pahit supaya sehat kembali. Demikian pulalah, tetap mengerjakan shalat dan tetap memanjatkan doa walau tanpa diiringi kelezatan adalah sangat penting. Dalam kondisi hampa dari kelezatan itu, kalian harus berasumsi bahwa dengan itu akan timbul kelezatan dan kenikmatan.‖ (Malfuzat, jld.4, h.321-322).
Doa Untuk Meraih Kelezatan dan Kenikmatan Dalam Shalat Untuk meraih kelezatan dan kenikmatan dalam shalat, Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda: ―Panjatkanlah doa ini "Ya Allah, Engkau melihatku, yakni betapa saya ini buta dan tidak bisa melihat. Saat ini saya benar-benar dalam keadaan mati. Saya tahu, dalam waktu dekat ini akan datang suara kepada saya, dan saya akan datang kepada Engkau. Saat itu tidak ada yang akan dapat menghalangi saya. Namun nati saya buta dan tidak dapat mengenali. Oleh karenanya turunkanlah suatu pancaran cahaya di dalamnya supaya timbul kecintaan dan kenikmatan terhadap Engkau di dalamnya. Limpahkanlah karunia supaya saya tidak dibangkitkan dalam keadaan buta, dan masuk ke dalam golongan orang-orang buta." Apabila seseorang memanjatkan doa semacam ini, dan dia terus-menerus memanjatkannya maka dia akan menyaksikan bahwa suatu masa akan datang dimana sesuatu dari Langit akan menerpanya dalam shalat, yang tanpa kelezatan itu tidak akan menimbulkan kekhusyukan.‖ (Malfuzat, jld. IV, h.322).
75
TUHAN ADA DI ATAS Ada orang yang bertanya: "Apakah Tuhan itu berada di lmgit?" Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menjelaskan: ―Allah Ta‘ala merupakan Pemilik segala sesuatu. "Lahul asmaa-ul husnaa (milik-Nya nama-nama yang terindah - Al-Hasyr, 25). Dia telah menisbatkan Dzat-Nya dengan ketinggian, kita tidak dapat menisbatkan-Nya dengan kerendahan, "Subhaanahuu wa ta'aala – (Maha Suci Dia dan Maha Tinggi - Al-An’aam: 101). Ketinggian itu kita saksikan, dan dalam bentuk-bentuk kasyaf kita telah menyaksikan nur turun dari Langit. Jajaran dan kondisi-Nya tidak dapat kita terangkan, namun memang benar bahwa Dia hanya terkait dengan ketinggian (kemuliaan). Beberapa hal tampak dengan mata, sedangkan beberapa lainnya tidak. Tidak dalam semua kondisi falsafah (/ilmu pengetahuan) itu berfungsi. Jadi, hal yang sebenarnya adalah manusia mengalami suatu masa sedemikian rupa dimana dia merasakan bahwa ada sesuatu yang jatuh dari Langit pada kalbunya, yang membuat kalbunya itu menjadi lembut. Pada saat itu benih kebaikan akan disemaikan di dalamnya.‖ (Malfuzat, jld.IV, hlm. 322-323).
PERJALANAN RUHANI Abu Sa'id Arab Sahib sangat ingin untuk melihat kesemarakan acara besar yang diadakan di Delhi. Dikarenakan beliau meminta izin, maka Hadhrat Masih Mau‘ud a.s. telah member! izin, tetapi juga menganjurkan agar mclakukan istikharah. Ternyata setelah istikharah, _ Arab Sahib membatalkan maksudnya pergi ke Delhi. Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda kepadanya: Bagaimana? Apakah masih ada kemauan untuk pergi Delhi atau.tidak? Arab Sahib mengatakan: "Sekarang saya same-sekall tidak punya kemauan untuk pergi ke Delhi." Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda: Tinggalkanlah perjalanan-perjalanan lain, dan pusatkanlah perhatian pads perjalananperjalanan ruhani. Ini merupakan tanda kebaikan anda, yakni anda telah datang dari tempat yang sangat jauh untuk pertemuan ini, lalu anda menetap di sini dan telah bergumul dengan dorongan nafs (jiwa) seperti ini. Tidak semua orang memiliki kekuatan untuk bergumul dengan dorongan nafsnya (jiwanya). Adapun yang ingin anda lihat di sana, bentuk mereka memang merupakan manusia, namun hati mereka siapa yang tahu, apakah hati manusia atau yang lainnya? Walau demikian, orangorang terperangkap dalam cobaan-cobaan, namun ketakaburan belum juga lepas dari otak mereka. Begitulah, mengapa mereka memperolok-olokan saya, dan orang-orang Delhi menyebut orang-orang Punjab sebagai kerbau (dalam bahasa Punjabi disebut dhaga, yang juga bermakna bodoh –pent.). Yang ada dalam pikiran-pikiran mereka hanyalah kehidupan dunia. Namun orang-orang yang berbicara dalam corak licik, mereka tidak memperoleh akal-pikiran yang suci.‖ (Malfuzat, jld.IV, hlm. 324-325).
UNTUK SHALAT JUM’AT
76
SEKURANG-KURANGNYA TIGA ORANG Pada tanggal 31 Desember 1902, setelah Maghrib, Hadhrat Masih Mau'ud a.s. seperti biasa duduk-duduk bersama para sahabah. Ada seseorang yang bertanya melalui surat, bahwa dia seorang diri sebagai Ahmadi di tempatnya. Apakah dia boleh shalat Jum'ah sendirian atau tidak usah? Hadhrat .Masih Mau'ud a.s. menjelaskan: ―Untuk shalat Jum'ah diperlukan jemaah. Jika ada dua orang makmum dan yang ketiga adalah imam dari kalangan Jemaat maka adakanlah shalat Jum'ah. Jika tidak, tidak usah diadakan. Kecuali dengan warga Ahmadi, tidak dibenarkan shalat berjamaah dan shalat Jum'ah dengan yang lainnya.‖ (Malfuzat., jld. IV, hlm. 325). HADHRAT MASIH MAU’UD A.S. TIDAK SUKA PADA KEMASYHURAN Ada seseorang yang menyampaikan kepada Hadhrat Masih Mau'ud a.s.: "Hudhur akan berangkat ke Jhelum. Jika diizinkan, maka dapat diedarkan selebaran, supaya orang-orang datang untuk bertemu di setiap stasiun." Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda: ―Orang-orang yang berjumpa dengan saya, kebanyakan mereka itu selalu datang dan pergi. Sedangkan orang-orang yang tidak masuk ke dalam Jemaat, apa gunanya menimbulkan sakit kepada karena mereka? Hal ini bertentangan dengan keinginan saya. Jika mereka memang pantas mereka akan datang dengan sendirinya. Berjumpa dengan mereka seperti itu, sama saja dengan membuangbuang waktu.‖ (Malfuzhat, jld. IV, hlm. 325).
(325-328)
ATHEISME DI EROPA ―Mimpi-mimpi terdiri dari tiga macam. Pertama adalah nafsaani, satu lagi adalah syaitaani, dan ketiga rahmaani. [Mimpi] nafsaani adalah seperti kucing yang mimpi melihat sekerat daging. [Mimpi] syetaani adalah yang di dalamnya terkandung kabar takut atau mengerikan. Mimpi rahmaani adalah pesan dari Allah Taala, dan buktinya hanyalah pengalaman, dan itu adalah perkataan-perkataan Tuhan yang sangat jauh dari dunia ini. Jika kita memberikan penjelasan mengenai itu dengan menggunakan dalil-dalil akal (logika), bukannya orang lain dapat memahaminya dan tidak pula kita dapat memberikan pemahaman kepadanya. Itu adalah tanda keberadaan Wujud Allah Ta‘ala yang Dia masukkan ke dalam kalbu dari [alam] gaib. Jika disaksikan bahwa suatu perkara [gaib] telah diberitahukan dan telah pula sempurna, maka timbul keyakinan akan hal itu. Sarana perkara-perkara di alam ini tidak dapat mengenalinya. Ini adalah perkara-perkara ruhani. Jika hal-hal itu dikenali melalui unsur-unsur hal itu sendiri maka barulah akan dapat dipahami. Mimpi-mimpi itu memberikan kesaksian tentang kebenarannya sendiri. Demikian jugalah
77
perkara-perkara [tentang] Tuhan sering tidak dipahami, dan kalau dipahami maka Tuhan pun dimengerti.‖ (Malfuzat, jld.IV, hlm. 328-329).
(329-331)
TAFSIR MIMPI ORANG SALIH Mimpi mengerjakan halat dan memakan syirini (manisan), Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menjelaskan ta'birnya: "Suatu waktu tertentu, jika Allah Ta‘ala menghendaki maka Dia akan anugerahkan kenikmatan di dalam shalat." Mengenai mimpi membaca ayat 'Tabbat yadaa abi lahabi watab'‖ (Binasalah kedua tangan Abu Lahab - Al-Lahab, 2), Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menjelaskan: "Akan meraih kemenangan atas suatu musuh." Selanjutnya Hz.Masih Mau'ud a.s. bersabda: ―Ta'bir mimpi-mimpi, sesuai keadaan masing-masing [orang yang mimpi] adalah berbeda. Suatu kali seseorang datang kepada Ibnu Sirin, dan menjelaskan bahwa dia melihat dalam mimpi berdiri telanjang di atas tumpukan kotoran (sampah). Ibnu Sinin berkata, "Jika orang lain, orang kafir atau dan orang fasiq yang menceritakan mimpi ii, maka saya tentu memberikan ta'bir yang lain. Namun engkau tidak layak untuk ta'bir itu. Oleh karenanya dengarlah. Sampah dan kotoran itu artinya dunia, yang di dalamnya engkau hidup. Sedangkan telanjang artinya sifat-sifat baik engkau terbuka nyata di hadapan orang-orang. Sebab dengan telanjang, semua kenyataan manusia menjadi tampak. Seperti itulah orang-orang menyaksikan kebaikan-kebaikan engkau.‖ Jadi, artinya adalah, ta'bir mimpi orang salih adalah lain, dan [ta'bir mimpi] orang bejat lain.‖ (Malfuzat, jld.IV, hlm. 331).
PROSES PENCIPTAAN MANUSIA Berlangsung perbincangan mengenai ruh. Ada seseorang yang bertanya mengenai itu. Hadhrat Masih Mau‘ud a.s. menjelaskan: Sesuatu yang akan terbentuk (lahir), potensi ruh tumbuh secara beriringan. Tahap demi tahap perkembangan terjadi, dan ketika sudah siap maka Allah melimpahkan fadhl-Nya (karunia-Nya), "Tsumma ansyanaahu khalqan aakhar (kemudian Kami menjadikannya satu bentuk yang lain – Al-Mu'minun, 15). Suatu kali saya meletakkan sebutir telur ke dalam mangkuk. Tampak putih dan kuningnya seperti sudah mencair, dan di tengah-tengahnya terdapat sebutir gumpalan darah. Terdapat berbagai ranting pembuluh yang menyebar ke sana ke mari, dan selain gumpalan itu tidak ada yang bergerak. Dari itu saya menyimpulkan, bahwa proses penciptaan makhluk ini bukanlah bagian kepalanya terlebih dahulu yang jadi, kemudian tangan serta kaki dan sebagainya, melainkan prosesnya berlangsung bersamaan. Semua unsur berproses sejak awal, hanya saja terjadi perkembangan dan pertumbuhan. Saya mintakan kepada para dal (perempuan yang membantu proses kelahiran anak –pent.) bahwa janin-janin yang keguguran harap diperlihatkan kepada saya, maka sebagian janin saya
78
lihat semua anggota tubuhnya sudah jadi. Proses penciptaan dari Allah ini tidaklah seperti pembangunan rumah, yakni pertama-tama dindingnya dibangun, kemudian dibuat kamar atas, lalu dibuat lagi di atasnya, melainkan setelah empat bulan -- ketika ruh sudah sempurna -- maka pada waktu itu terjadi apa yang disebut "Tsumma ansya'naahu khalqan aakhar – (kemudian Kami menjadikannya satu bentuk yang lain -- A1-Mu’minuun, 15), dan janin itu pun mulai bergerak.‖ (Malfuzat, , jld. IV, hlm. 331-332).
ENAM TAHAP BAGI SEMPURNANYA SEGALA SESUATU ―Seperti halnya di dunia ini ada tujuh hari, juga mengisyaratkan bahwa umur dunia juga enam ribu tahun. Dan penjelasan bahwa Allah telah menjadikan dunia ini dalam enam hari dan pada hari ketujuh beristirahat, dari itu disimpulkan bahwa segala sesuatu mencapai kesempurnaannya setelah melewati enam tahap. Nutfah juga mengalami tahap-tahap demikian., yakni manusia itu pada tahap awal merupakan thiin (sari tanah liat), lalu menjadi nuthfah (air mani), kemudian 'alaqah (segumpal darah), selanjutnya menjadi mudhghah (segumpal daging), lalu 'izhaamah (tulang), kemudian lahmaa (tulang yang berbalut daging), dan yang terakhir, "Tsumma ansya'naahu khalqan aakhar – (kemudian Kami menjadikannya satu bentuk yang lain -- Al-Mu’minun, 15). Dari ini juga diketahui, bahwa tidak ada unsur yang berasal dari luar, melainkan dari dalam semuanya tumbuh dan berkembang.‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm. 332).
(332-333) PENOLAKAN TERHADAP AKIDAH ARYA (HINDU) MENGENAI RUH ―Orang-orang [Hindu] Arya menganut akidah, bahwa ketika manusia mati maka ruh-nya keluar dari dalam [tubuh] lalu menetap di atmosfir. Pada malam hari ruh itu bercampur dengan embun lalu jatuh ke dedaunan atau rumput. Daun atau rumput itu dimakan oleh sesuatu maka ruh tersebutpun ikut termakan, lalu ruh itu muncul di dalam makhluk hidup lainnya. Ada kritikan terhadap hal itu. Yakni anak menyerap unsur dari ibu dan ayah dalam hal fisik maupun sifat. Sebagaimana [anak] menyerap unsur jasmani, demikian pula ia menyerap unsur ruhani. Dengan terjadinya perbedaan yang sangat nyata, maka mempercayai perlunya reinkarnasi adalah suatu kesalahan. Hal ini terdapat di mana-mana. Di kalangan tumbuhtumbuhan juga kita menyaksikan adanya perbedaan, demikian juga di kalangan manusia. Sekian banyak sultan dan raja, jika mereka tidak mencampurkan kesenangan [yang mereka peroleh] itu dengan peribadatan yang susah-payah, maka mereka akan memperoleh azab besar. Sebagian orang telah diberikan kesusah-payahan oleh Allah Ta‘ala, sedangkan sebagian lagi tidak. Orang-orang yang memiliki harta kekayaan di dunia dan tenggelam dalam kesenangan, keburukan serta dosa, hisab (perhitungan) akan dilakukan atas mereka. Misalnya seorang manusia yang minum air sejuk tetapi tidak dia berikan kepada saudaranya maka dia akan memperoleh hukuman. Dalam kondisi dimana berikutnya seluruh kekurangan dan ketimpangan akan menjadi sempurna, maka apa lagi yang perlu dikecam? Pada mereka tidak ada dalil yang membuktikan
79
bahwa Tuhan itu ada. Mereka mengingkari kasyaf dan keruhanian. Mereka meyakini ruh serta wujud sudah ada sejak dahulu, dan mereka mengatakan bahwa Parmesyer (Tuhan) hanya sekedar menyambung-nyambungkan (merakit komponen tubuh) saja. Saya katakan, tatkala ruh pada sifat-sifatnya tidak membutuhkan Parmesyer (Tuhan), dan tidak pula wujud membutuhkan Parmesyer, maka mengapa pula ia harus membutuhkan Parmesyer untuk menyambungnya? Yakni, sebagaimana benda-benda itu terjadi dengan sendirinya dalam hal wujud dan sifat-sifat, maka apa sebabnya mereka tidak dapat saling menyambungkan diri di antara mereka? Tatkala tubuh itu dimiliki sendiri oleh seorang manusia, dan pakaian dimiliki olehnya, maka apa perlunya dia membutuhkan orang lain untuk mengenakan pakaian tersebut? Seperti orang-orang Kristen, di tangan mereka (orang-orang Arya) yang ada hanyalah hal-hal yang patut dikecam. Mereka mengecam Islam dalam hal poligami, padahal Krishna memiliki ribuan istri.‖ ( Malfuzat, j1d. IV, hlm. 333).
(333-334) RU’YA & ILHAM HADIAH IDUL FITRI HADHRAT MASIH MAU’UD A.S. Pada tgl. 1 Januari 1903, pada waktu shalat Subuh, tepat pagi hari ‗Id, Hadhrat Masih Mau'ud a.s. melihat mimpi (kasyaf) dan menerima ilham dari Allah Ta‘ala sebagai hadiah ‗Id, dan beliau menerbitkan hal itu: ―Pertama-tama kepada saya diperlihatkan suatu gambaran kasyaf dalam kondisi sedikit mimpi. Di situ saya mengenakan pakaian yang berhaga (mahal) dan wajah berseri-seri. Kemudian gambaran kasyaf itu beralih ke dalam bentuk wahyu Ilahi. Kata-kata wahyu Ilahi itu -yang sebagian tampil sebelum kasyaf, dan sebagian lagi setelah kasyaf -- saya tuliskan di bawah ini yaitu: "Yubdii lakar-rahmaanu syai-an. Ataa amrullaahi falaa tasta’jiluuhu basyaaratun lalaqqaahan- nabiyyun. " Artinya: "Tuhan yang Rahmaan, akan menzahirkan sesuatu untuk membuktikan kebenaran engkau. Perintah Allah sedang datang. Janganlah engkau tergesa-gesa. Ini adalah kabar suka yang diberikan kepada para nabi." Jam lima pagi Tuhan saya telah mengabarkan hal itu kepada saya pada tanggal 1 Januari 1903 M / 1 Syawal 1320 H, Hari Raya ‗Idul [Fitri]. Sebelumnya tanggal 25 Desember 1906 telah datang sebuah wahyu lagi dari Allah Ta‘ala, yang berisi kata-kata dari saya yaitu, "Innii shaadiqun shaadiqun wa sayasyhadullaahu ‘alayya.... " Artinya: "Aku orang yang benar, aku orang yang benar, dan segera Allah Taala bakal memberikan kesaksian untukku." Nubuatan ini dengan suara nyaring mengumandangkan bahwa ada suatu perkara dari Allah Ta‘ala yang bakal zahir untuk mendukung saya, dan dari itu akan terbukti kebenaran saya, serta akan tampil suatu kemuliaan serta keterkabulan. Dan itu akan merupakan nisyaan (tanda-tanda) dari Allah Ta‘ala, supaya mempermalukan para musuh. Dan hal itu akan menyebarluaskan buktibukti kemuliaan serta kehormatan dan kebenaran saya di dunia. Catatan: dikarenakan di negeri kita terdapat tradisi untuk saling mengirim bingkisan (hadiah) pada pagi hari raya Id, maka Tuhan saya paling pertama -- yakni sebelum pagi pukul lima -- telah mengirimkan hadiah nubuatan agung ini kepada saya. Atas hadiah tersebut, kami bersyukur kepada-Nya, dan juga menyampaikan kabar suka ini kepada para pemerhati, bahwa dalam waktu dekat [kami] akan menerbitkan sebuah selebaran lagi berkenaan dengan nisyaan
80
(tanda-tanda) yang telah tampil pada akhir Desember 1906 tahun lalu.‖ (Malfuzat, jld.IV, hlm. 334-335).
(335-336) JEMAAT DAN SEMANGAT TINGGI ―Semangat hendaknya harus tinggi. Manusia jika patah semangat dalam perkara-perkara dunia, maka dalam perkara-perkara agama (ruhani) juga dia akan patah semangat. Ini suatu hal yang menakjubkan, sebab hal ini memberi kesaksian bahwa potensi itu baik. Orang-orang yang memiliki semangat tipis, pikiran mereka jadi buntu.‖ (Malfuzat, jld IV, hlm. 336-337). (337-338) MIMPI CINCIN & RUPA TAMSIL ALLAH TA’ALA Setelah Maghrib seseorang menceritakan mimpinya. Di dalam mimpi itu dia melihat cincin. Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda: ―Cincin maknanya adalah manusia akan masuk ke dalam kawasan itu.‖ Dalam mimpi, seseorang melihat tamsil Allah Ta‘ala dalam bentuk Hadhrat Masih Mau'ud a.s.. Beliau menjelaskan bahwa memang ada tamsil-tamsil Allah Ta‘ala. Beliau bersabda: ―Sayyid Abdul Qadir bersabda bahwa beliau suatu kali melihat Allah Ta‘ala dalam rupa ibu beliau. Namun saya suatu kali melihat Allah Taala dalam rupa ayah saya. Ini semua adalah tamsil-tamsil Allah Ta‘ala, sebab jika tidak, Dia itu adalah suci dari bentuk tubuh. Suatu kali Rasulullah saw. melihat Tangan Allah Ta‘ala pada sisir beliau.‖ (Malfuzat, jld.IV, hlm. 338)
JEMAAT DAN TANDA-TANDA ILAHI ―Saya katakan, Jemaat saya tidak akan menjadi benar [hanya] melalui nasihat-nasihat saja, melainkan akan menjadi benar melalui Tanda-tanda. Tatkala akar ketidak-bertuhanan terdapat di dalam diri, maka sudah merupakan ketentuan bahwa nasihat tidak akan memberi pengaruh. Tuhan itu hanya dapat dikenali melalui Tuhan semata. Di dunia ini, pengetahuan yang diraih oleh manusia mengenai suatu benda, maka keagungan benda itupun akan terbuka atas manusia. Saat itu manusia akan terpengaruh olehnya. Misalnya, kalian tidak akan menceburkan diri kalian dengan sengaja ke dalam laut. Kalian tidak akan menyodorkan diri kalian di hadapan singa. Tempat yang ada ularnya, kalian tidak akan masuk ke situ. Petir menyambar di suatu tempat, maka kalian akan lari dari situ. Di satu sisi orang-orang ini menda'wakan diri sebagai pengikut, tetapi di sisi lain perbuatan mereka sedemikian rupa, sehingga [saya] memohon-mohon perlindungan perlindungan dari Allah. Maka, apa artinya hal itu?― (Malfuzat, jld IV, hlm. 338-339).
KELEZATAN TIMBUL DALAM MENGERJAKAN SHALAT SECARA HAKIKI
81
Seseorang menyampaikan bahwa dia tidak merasakan kelezatan sedikit pun dalam shalat. Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda: ―Shalat -- apa pun shalat itu -- tetap bahwa sebelum shalat, yang menjadi syarat adalah iman. Seorang Hindu, jika dia mengerjakan shalat, apa gunanya baginya. Seseorang yang imannya kuat, dia akan menyaksikan (mengalami) betapa lezatnya shalat itu, dan ia memperoleh makrifat pertama yang timbul berkat karunia Allah Ta‘ala. Dan sebagian ada yang timbul karena potensi dirinya yaitu fitrat yang terpuji, yang sangat cocok dan berkelayakan bagi karunia Ilahi. Kepada wujud-wujud seperti itulah turun fadhl (karunia). Ya, hal ini juga mutlak, sebagaimana di jalan dunia orang berusaha maka demikian pula hendaknya berusahalah di jalan Allah. Ada pepatah: "Kalau memohon, teruslah memohon walau berkali-kali mati, mohonlah terus. Di dalam bahasa Punjabi terdapat sebuah ibarat: ..............(Punjabi)............. Orang-orang mengatakan, "Berdoalah, berdoa itu artinya mati". Arti ungkapan Punjabi ini adalah bahwa melakukan suatu keluh-kesah yang amat mendalam berarti memanjatkan suatu doa. Di dalam doa terdapat maut (kematian), dan dampaknya yang paling besar adalah bahwa manusia itu dari suatu segi akan menjadi mati. Misalnya seorang manusia meneguk setetes air lalu menyatakan, "Rasa hausku telah hilang"; atau dia menyatakan bahwa sebelumnya dia sangat haus sekali, maka orang itu dusta. Ya, seandainya dia meneguk satu cawan penuh, maka hal itu dapat membenarkan pernyataannya. Ketika doa dipanjatkan dengan penuh rasa perih dan pedih, sampai-sampai ruh menjatuhkan, dirinya di hadapan Singgasana Ilahi, itulah yang dinamakan doa. Dan Sunnah Ilahi adalah, kalau ada doa yang seperti itu, maka Allah Ta'ala akan mengabulkannya, atau memberikan jawabannya.‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm. 339-340).
CARA ALLAH BERKATA-KATA Ada yang bertanya: "Bagaimana Allah berkata-kata?" Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menjelaskan: ―Para malaikat Allah berkata-kata. Kebanyakan, para malaikat Allah itulah yang berkatakata dengan saya. Dalam mukaalamaat Ilahiah (bercakap-cakap dengan Allah), terasa bahwa Allah Ta‘ala mengalirkan kalaam (kata-kata) pada lidah hamba-Nya, dan hal itu begitu kuat dan kerasnya, seperti paku baja yang dipalu berkali-kali. Terdapat kedalaman sedemikian rupa, yang menyatakan hal itu merupakan kalaam Allah. Dirikanlah shalat, dan kerjakan shalat dengan penuh penghayatan. Setelah doa-doa sunnah, sama-sekali tidak diharamkan memohon dalam bahasa masing-masing. Apabila timbul kondisi kalbu yang mengalir lembut, maka pahamilah bahwa kalian telah diberi peluang. Pada saat itu mintalah sebanyak-banyaknya. Mintalah sedemikian banyak sehingga sampai pada tahap dimana timbul keharuan. Kondisi demikian itu tidak ada dalam ikhtiar kita. Hal ini timbul dari Allah Ta‘ala. Di arena itu manusia pertama-tama merasa susah, namun satu kali telah mencicipi rasanya maka barulah akan mengerti. Ketika rasa keterasingan mulai hilang, dan pandangan mulai menyaksikan qudrat Ilahi, maka tidak akan mau melepaskannya. Ini merupakan suatu ketentuan, bahwa dalam pengalaman (percobaan), ketika baru sedikit saja hal yang dialami (diketahui), maka hati manusia akan condong pada penelitiaan yang lebih
82
mendalam. Sebenarnya, semua kelezatan terdapat di dalam kecintaan pada Allah Ta‘ala. Orang-orang terkutuk, yakni yang jauh dari Tuhan, kehidupan yang mereka jalani itu adalah kehidupan yang tidak ada artinya. Apalah arti kehidupan yang dijalani oleh raja dan sultan-sultan? Mereka itu sama saja seperti binatang-binatang. Namun tatkala manusia menjadi mukmin, maka manusia dengan sendirinya akan membenci hal itu.‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm. 340-341). (341-342)
RUKYA MELIHAT MALAIKAT & WABAH KOLERA Ada seorang bertanya kepada Hadhrat Masih Mau'ud a.s., "Apakah kita dapat melihat malaikat?" Beliau menjelaskan: ―Kami melihatnya setiap hari, kadang dalam kasyaf, kadang di dalam mimpi. Ada sebuah kondisi rukya berlangsung di dalam tidur. Di dalamnya terdapat unsur indera gaib. Yakni manusia tidur lalu menerawang sampai kemana mana, dan tempatnya bertukar-tukar. Namun di dalam kasyaf tempat tidak bertukar. Kadang terjadi dalam keadaan mengantuk, dan kadang dalam keadaan sadar. Dan walau pun dalam keadaan mengantuk, suara tetap terdengar. Orang itu sadar bahwa dia berada di suatu tempat. Suatu kali saya melihat malaikat-malaikat dalam rupa manusia. Tidak ingat apakah mereka itu dua atau tiga. Mereka saling berbicara satu sama lain, dan mereka mengatakan kepada saya, "Mengapa engkau terlalu bersusah payah seperti ini? Jangan-jangan engkau akan jatuh sakit." Saya menangkap pemahaman bahwa ini mengisyaratkan pada puasa yang saya lakukan selama 6 bulan.... Puasa-puasa itu saya lakukan secara makhfi (terselubung/diam-diam). Kadang-kadang jika dilakukan secara izhhar (terang-terangan), dirisaukan bahwa rahmat akan terhapus. Oleh karena itu lebih bagus melakukannya secara makhfi. Dikarenakan saya ma'mur (orang yang diperintahkan/diutus), karena itu saya tidak sakit dan sebagainya. Jika tidak, seandainya ada orang lain yang bersusah payah seperti itu, maka pasti dia akan sakit dan gila. Kemudian suatu kali saya melihat satu malaikat dalam rupa anak laki-laki berusia delapan atau sepuluh tahun. Dengan kata-kata yang fasih dan sempurna dia mengatakan: "Khuda tumhaari saari muraadey purl karega – (Tuhan akan memenuhi seluruh cita-cita engkau). " Seperti itu pula suatu kali saya melihat ru'ya, ada sebuah parit yang digali sangat panjang sampai ratusan mil dari timur ke barat. Di atasnya ratusan domba digeletakkan, pada masingmasing kepala domba itu berdiri dan siap tukang jagal yang memegang pisau. Mereka menengadah ke Langit, seolah-olah menunggu perintah. Pada waktu itu saya sedang berjalan-jalan disana, dan saya menyaksikan mereka. Di dekat mereka saya berkata: "Qul maa ya'ba-u bikum rabbii lau laa du'aa-ukum – (katakanlah, 'Tuhanku tidak akan memperhatikan kamu kalau tidak karena doa kamu -- Al-Furqaan, 25:78). Seketika itu juga mereka menyayatkan pisau-pisau mereka, yakni melaksanakan perintah. Tampaknya dikarenakan khalifah berasal dari Langit, oleh sebab itu ucapan yang saya lontarkan tersebut mereka anggap sebagai perintah, dan suara yang ditunggu-tunggu datang dari Langit ternyata telah saya ucapkan. Tatkala domba-domba itu menggelepar, mereka mengatakan, "Tum ciz kiya ho, mayla khaane waah bherey hi ho – (apalah kalian ini, kalian hanyalah dombadomba pemakan kotoran)‖. Pada masa-masa itu 75.000 orang mati akibat kolera. Itu adalah
83
tahun 1886.‖ (Malfuzat, jld.IV, hlm. 342-343). (343-346) KEDUDUKAN AL-QURAN DAN HADITS ―Hal yang sebenarnya adalah, apabila hanya hadits yang dijadikan landasan syariat, sedangkan Al-Quran ditinggalkan, maka itu merupakan tanda suatu kehancuran. Hadits-hadits yang bersesuaian dengan Al-Quran, hormatilah dan junjunglah, sedangkan yang lainnya, tinggalkan.‖ (Malfuzhat, , jld. IV, hlm.346-347).
KEBANGKITAN PADA HARI KIAMAT Abu Sa'id Arab Sahib bertanya kepada Hadhrat Masih Mau'ud a.s.: "Pada hari kiamat, sebagaimana urutan orang-orang yang telah mati, apakah yang pertama hadir adalah orang-orang yang terlebih dahulu mati, ataukah semuanya sekaligus akan dibangkitkan?" Hadhrat Masih Nfau'ud a.s. menjelaskan: ―Tidak terbukti akan dibangkitkan secara terpisah-pisah, melainkan semuanya akan dibangkitkan bersamaan. Harus diakui bahwa Tuhan kita adalah Maha Kuasa. Lihat, apalah artinya sebuah nuthfah (mani), lalu bagaimana seorang manusia. sempurna terbentuk dari itu. Setiap orang yang percaya pada Tuhan, dengan melihat matahari, bulan dan benda-benda angkasa lainnya, apakah dia dapat memberitahukan jalur-jalur rotasi bagaimana yang ditempuh oleh benda-benda itu, dan kebijakan siapa yang menentukannya? Maka, terpaksa harus diakui bahwa: "Innamaa amruhuu idzaa araada syai-an an- yaquula lahuu kun fa yakuun – (sesungguh-Nya, apabila Dia menghendaki sesuatu Dia berfirman kepadanya, ―Jadilah‖ maka jadilah ia -- Yaa Siin, 83). Jadi, demikian jugalah yang harus kita percayai, bahwa di hari kiamat semuanya akan dibangkitkan bersamaan. Dan orang-orang mukmin yang telah mati dalam kondisi-kondisi tertentu dimana mereka tidak tahu bagaimana nasib para penentang setelah itu, kepada mereka akan diperlihatkan, "Lihat, wahai hamba-hamba Allah yang salih, beginilah nasib orang-orang yang ingkar." Saat itu orang-orang salih itu akan merasakan suatu kelezatan. Jadi, kita tidak dapat mempercayai Tuhan selama kita belum mengakui-Nya sebagai Wujud yang memiliki kuasa penuh. Pertama-tama, lihatlah pekerjaan-pekerjaan-Nya maka kita terpaksa mengakui bahwa pasti ada pelaku bagi semua pekerjaan itu. Lalu, apa sebabnya, di satu bagian Dia itu diakui, sedangkan di bagian lain diingkari dan diragukan? Seharusnya sejak pertama sudah diingkari, atau percayailah sepenuh-Nya. Sifat dan pekerjaan Allah tidaklah terbatas. Tidakkah ribuan makhluk di dunia ini merupakan dalil bahwa Tuhan itu merupakan Tuhan Yang Maha Kuat? Allah tidak akan pernah pensiun. Selamanya Dia itu merupakan Pencipta. Selamanya Dia itu merupakan Pemberi Rezeki. Selamanya Dia itu merupakan Rabb. Selamanya Dia merupakan Rahmaan. Selamanya Dia merupakan Rahiim, dan akan terus begitu. Menurut saya, berdebat mengenai Wujud yang memiliki Kekuasaan Maha Agung ini, merupakan dosa. Allah tidak ingin memaksakan agar mempercayai suatu benda yang contohnya tidak ada di sini. Di masa kanak-kanak, kami sering melakukan hal ini, dan kami ering melihat bahwa apabila
84
tupai dipukul maka ia tidak bergerak lagi. Namun, bila kemudian kepalanya dibenamkan ke dalam kotoran sapi, maka tupai itu hidup kembali. Begitu juga halnya lalat. Itu bukanlah maut (kematian) hakiki. Tidur dan pingsan pun merupakan maut.‖ (Malfuzhat, 1984, j1d. IV, hlm. 347-348).
PERTANYAAN-PERTANYAAN TENTANG MALAIKAT Abu Sa'id Arab Sahib bertanya kepada Hadhrat Masih Mau'ud a.s.: "Sesudah kita mati, malaikat akan berbicara dalam bahasa apa?" Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menjelaskan: ―Saya memperoleh ilham-ilham dalam bahasa Inggris, Farsi, Urdu, Arab dan sebagainya. Malaikat dapat berbicara dalam semua bahasa.‖ Kemudian Abu Sa'id Arab Sahib kembali bertanya: "Apakah malaikat memang akan bertanya ―Man rabbuka – siapa Tuhan engkau?‖ dan ―Man nabiyyuka – siapa nabi engkau?‖ Jika memang itu yang akan ditanyakan, dengan menghafalkannya maka nanti di sana kita bisa lulus." Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menjelaskan: ―Tidak, itu merupakan suatu kepercayaaan. Dengan menghafal kedua jawaban ini seperti dalam ujian-ujian duniawi, tidak akan pernah dapat membuat lulus, melainkan corak yang meliputi diri seseorang, itulah jawaban yang akan keluar dari mulutnya. Kemudian tertulis .......... di alam qubur akan disediakan sarana ketenteraman dan kedukaan.‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm. 348).
KEBANGKITAN SESUDAH MATI Kemudian Abu Sa'id Arab Sahib bertanya tentang kebangkitan sesudah mati. Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menjelaskan: ―Sesudah mati, orang yang mati tentu masih tetap memiliki hubungan dengan bumi (dunia). Orang mukmin memiliki satu hubungan dengan Langit dan satu hubungan dengan bumi (dunia). Hisaab (perhitungan) yang sebenamya akan diadakan di alam barzakh, namun demikian belum ditampilkan berhadap-hadapan, karena hal itu akan berlangsung di yaumul hasyr (hari kebangkitan). Ribuan nabi, dajjal, pendusta, orang-orang kafir, orang-orang terkutuk dan sebagainya akan dipanggil. Pada waktu kiamat akan berlangsung kebangkitan, adalah supaya mereka didudukkan di atas kursi kehormatan, sedangkan para pendusta akan diperlihatkan memperoleh azab kehinaan, yakni: ―Lihatlah, siapa yang benar, dan siapa yang dusta.‖ Kembali ditanyakan: "Apakah pada saat kebangkitan itu akan ada tubuh atau tidak? Apakah masih tubuh ini juga, ataukah ada tubuh lain?" Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menjelaskan: ―Di hari kebangkitan itu akan diberikan tubuh. Masalahnya adalah bukan tubuh ini atau pun ada tubuh lain. Sudah diakui bahwa tubuh pertama (tubuh jasmani) manusia akan hancur setelah tiga tahun, dan sebagai penggantinya akan ada yang lain. Jadi, kita percaya bahwa di suatu hari tubuh akan diperoleh, tetapi sesuai pengetahuan yang ada pada Wujud Yang Maha Mengetahui itu. Kita percaya bahwa Dia itu Maha Kuasa untuk memberi sebagian unsur dari tubuh ini juga, serta menganugerahkan tubuh selain dari itu. Kecuali Dzat Allah Ta‘ala, tidak ada satu pun memiliki sifat abadi, dan hanya Allah sajlah yang menganugerahkan potensi ini kepada manusia, supaya ia menjadi abadi.‖
85
Kemudian ditanyakan, "Mengapa hanya manusia yang memperoleh derajat demikian, sedangkan hewan tidak?" Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menjelaskan: ―Mengenai hal itu kita tidak dapat menggugat. Misalnya seperti seseorang yang berbuat baik, ada fakir miskin yang dia beri satu sen, sedangkan fakir miskin yang lain dia beri satu rupees. Fakir miskin yang dapat satu sen itu tidak berhak menggugat. Penghuni surga akan menetap selamanya, dan di dalam hadits juga tertera bahwa penghuni neraka tidak selamanya berada dalam neraka. Seperti disabdakan: "Ya-ti 'alaa jahannami zamanun laysa fihaa shad ― (akan tiba suatu masa di neraka, ketika sudah tidak ada lagi seorang pun di dalamnya), sebab neraka itu juga dibuat oleh Tangan Allah. Penghuni neraka itu akan mengalami suatu masa tatkala azab buat mereka akan dikurangi. Ini adalah hal-hal yang menyangkut makrifat. Orang-orang itu akan keluar dari neraka. Namun tidak ada tertulis bahwa di dalam surga mereka akan memperoleh bagian yang sama seperti orang-orang mukmin. Ya, di kening mereka akan terdapat tanda bekas neraka.‖ Kembali ditanyakan: "Apakah penghuni surga juga akan mengalami suka-duka sehari-hari?" Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menjelaskan: ―Di dalam surga pun setiap hari akan terjadi suatu pembaharuan, begitu juga yang tertulis mengenai penghuni, "Baddalnaahum juluudan ghairahaa – (Kami gantikan kulitnya dengan kulit yang lain - An-Nisa, 57). Namun pembaharuan dari Allah tidak pernah berakhir, dan tidak ada habis-habisnya. Tidak ada batas dalam pekerjaan-pekerjaan Allah. Difirmankan: "Wa ladainaa maziid — (dan pada Kami masih ada tambahannya – Qaaf, 36), yakni akan terus ada tambahannya.‖ Kemudian ditanyakan: "Sampai saat ini saya tidak berpuasa. Apakah saya harus memberi fidiyah untuk itu?" Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menjelaskan: ―Allah tidak memberi beban kepada seseorang diluar batas kemampuannya. Berikanlah fidiyah sesuai kemampuan, dan berjanjilah untuk berpuasa teruss di masa mendatang.‖ (Malfuzhat, jld. IV, hlm. 348-350). PERBANDINGAN MUSA DAN MATSIL MUSA Yang dimaksud dengan matsil (yang seperti) Musa adalah Rasulullah saw.. Sebagaimana Musa merupakan seorang nabi pembawa syariat, demikian pula Rasulullah saw. adalah nabi pembawa syariat. Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menjelaskan: ―Rasulullah saw. mengatakan: "Innallaah ma'anaa — (sesungguhnya Allah bersama kita]" = At-Taubah, 40). Di dalam kebersamaan itu juga termasuk Hadhrat Abubakar Shiddiq r.a. dan juga termasuk seluruh jemaah beliau. Musa a.s. tidak mengatakan demikian, melainkan beliau mengatakan: "Inna ma'iya rabbii -- [sesungguhnya Tuhanku ada bersamaku -- Asy-Syu’ara, 3). Apa rahasia yang terkandung di balik itu? Yakni, beliau hanya memasukkan diri beliau seorang dalam kebersamaan itu. Rahasianya adalah, Allah merupakan Himpunan Segenap Sifat clan merupakan Isni Izham (nama ang paling agung). Kebersamaan dengan Rasulullah saw. serta jemaah beliau mengandung kebersamaan dengan Ism Azham dan segenap sifat-sifatNya. Sedangkan kaum Musa a.s. adalah kaum yang bejad, fasiq dan jahat. Mereka tidak bersedia untuk bertempur clan menyerang. Oleh karena itu kebersamaan itu tidak melibatkan mereka, melainkan kebersamaan itu hanya dipertuntukkan bagi Musa seorang diri. Yang dimaksud di situ adalah penzahiran keagungan dan ketinggian derajat Rasulullah s.aw.. ― (Malfuzat, jld, IV, hlm. 351)
86
IMAN MENINGKAT MENJADI IRFAN Nubuatan-nubuatan yang ada, membuat iman menjadi kuat lalu mengubahnya menjadi irfan. Dengan kata-kata saja iman tidak akan bisa kuat, selama belum diterpa oleh pancaran sinar-sinar kekuatan. Dan hal itu timbul melalui Tanda-tanda/mukjizat ini. Jadi,, hendaknya dengarkanlah baik-baik nubuatan-nubuatan ini. Padas seat lain, ketika nubuatan-nubuatan ini telah sempurna, maka ia menjadi penyebab timbulnya kekuatan pada iman, yang merubah iman itu menjadi irfan. Oleh karena itu, hal-hal yang mengandung nubuatan, make pasti saya beritahukan. Dan tujuan saya begitu adalah, hal itu memberikan suatu nur. Dan selama nur beltim turun dari Allah Taala, make manusia akan tetap bemda dalam kesalahan. (Malfuzat, jld. IV, hlm. 351-352). MIMPI TEMYAMH ANJING Abu Said Arab Sahib menceritakan mimpinya, yakni seekor anjing dengan sayang menggigit, kemudian- anjing itu bertelur, dan telur tersebut beliau pecahkan, sedangkan anjing itu melarikan diri. Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda: ―Anjing adalah suatu barzakh (pembatas) antara kebuasan dan jinak. Apabila dia menggigit dengan sayang, itu adalah rasa sayang (kecintaan), sedangkan anjing artinya adalah musuh yang takut. Yang dimaksud dengan telurnya adalah anakanak keturunannya, Memecahkan telur itu berarti menghancurkan anak-anak keturunan musuh yang takut dan lemah.‖ (Malfuzat, jld.IV, hlm. 352)
(352-354)
PENDUSTA TIDAK KEKAL Tidak pernah ada pendusta yang dapat bertahan selama ini. Akhirnya kita saksikan di dunia ini bahwa pendusta yang berbuat keburukan dan penipu, tidak akan mampu bertahan lama. Lalu, apakah ada pendusta yang dapat bertahan hidup selama 25 tahun terus menerus dengan tetap mengadakan dusta terhadap Allah Ta‘ala? Dan dia tidak pent? dan Allah Ta‘ala juga tidak tergerak gejolak wibawa-Nya, melainkan justru menzahirkan Tanda-tanda (mukjizat) dalam mendukung si pendusta itu? Itu aneh sekali. Sama-sekali tidak ada pendusta yang dapat berbuat demikian. Hanya para shadiq-lah yang senantiwa ditolong dan didukung oleh Allah Talala. Lihat, saya memperoleh nubuatan bahwa umur saya akan mendekati 80 tahun. Apakah ada pendusta yang mampu membuat nubuatan semacam itu? Dan khususnya sekarang ini telah pula berlalu 30 tahun [sejak Pendakwaan]. Demikian pula saat itu ketika tidak ada seorang pun yang mengenal saya, dan dan ada orang yang datang kepada saya, maka turun ilham: "Ya-tuuna min kulli fallin 'amiiq — (akan berdatangan dari tempat-tempat yang jauh), dan -ya-tika min kulli fazing 'amiiq — (akan berdatangan kepada engkau dari tempat-tempat yang jauh). Apakah seorang pendusta dapat mengatakan hal seperti itu? Lalu Tuhan pun membiarkan pendusta tersebut? Bahkan justru untuk memenuhi nubuatan itu orang-orang berdatangan dari tempat-tempat jauh, dan berbagai macam hadiah serta sumbangan juga mulai berdatangan.
87
Jika memang dapat terjadi demikian, maka berarti begitulah perlakuan yang terjadi pada diri orang-orang yang ......., lalu keimanan terhadap nubuat pun menjadi punah. Inilah Tanda-tanda (mukjizat) yang menyebabkan terjadinya kemajuan dalam hal kecintaan dan keikhlasan di Jemaat saya ini. Pendusta dan penipu dapat dikenal melalui wajah mereka.... Ini juga merupakan sebuah tanda kebenaran, yakni kecintaan terhadap yang benar itu tertanam di dalam akal orang-orang yang berfitrat baik, sedangkan orang-orang bodoh tidak akan mendapatkan jalan untuk memperoleh nur. Orang bodoh selalu menerapkan sikap prasangka buruk dalam setiap hal.... Saya tidak perlu bersikap mengada-ada dan dibuat-buat. Tidak peduli apakah ada yang tidak suka dan tidak senang terhadap tingkah laku saya. Saya tidak punya urusan pribadi di sini. Yang ada ialah urusan Allah Ta‘ala, dan Dia sendiri yang menjalankannya.... Tatkala manusia meninggalkan Tuhan, maka dia akan bertumpu sepenuhnya pada tipuan dan kedustaan.― (Malfuzat, jld. IV, hlm. 354-355). UTUSAN ILAHI AKAN SENANTIASA DITOLONG ALLAH TA’ALA ―Allah Ta‘ala tidak akan meninggalkan saya dalam keadaan terpendam tanpa diketahui. Dia akan memenuhi hujjah atas semua pihak. Ingat, ada perbedaan antara orang-orang ardhi (bumi) dan Samawi (Langit). Orang-orang yang berasal dari Allah Ta‘ala, Dia sendiri yang akan menzahirkan kehormatan mereka, dan memperlihatkan kebenaran mereka dengan terang benderang. Sedangkan orang-orang yang bukan berasal dari-Nya, dan mereka merupakan para pendusta, akhirnya akan terhina dan hancur.... Pada dasarnya, janji-janji Allah Ta‘ala dan Kalaam-Nya adalah benar. Memang kadangkadang hal itu terpenuhi dalam bentuk jasmani, dan kadang-kadang dalam bentuk ruhani, dan contoh-contohnya terdapat di dalam kehidupan para nabi. Rasulullah saw. melihat [kasyaf] bahwa kerbau-kerbau (sapi-sapi?) disembelih, dan ternyata para sahabah yang bakal disembelih. Kemudian beliau saw. melihat ada gelang-gelang emas yang dipakai dan terbang lenyap ketika ditiup. Temyata artinya adalah nabi-nabi palsu. Jadi, Kalaam [firman] Tuhan pasti terbukti benar, dalam bentuk (corak) tertentu.‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm. 355).
KEBERUNTUNGAN JEMAAT ―Allah Ta'ala tidak menghendaki keimanan Jemaat kita lemah. Walau tamu tidak mau, tetap merupakan kewajiban tuan rumah untuk menghidangkan makanan di hadapan tamu itu. Demikian pula, walau Tanda-tanda (mukjizat) dianggap tidak diperlukan, tetap saja Allah Taala melalui karunia-Nya memperlihatkan Tanda-tanda untuk meningkatkan keimanan Jemaat. Ini juga merupakan hal yang benar, bahwa orang-orang yang mempersyaratkan makrifat kamil diraih, maka manusia itu dibawa mengarungi tempat-tempat yang menakjubkan. Dan ini adalah orang-orang yang menyelubungi keinginan mereka dengan cara sopan. Segala tata-cara kenabian membuktikan hal itu, yakni pertama-tama Tanda (mukjizat) itu tidak tampil, justru yang datang adalah cobaan-cobaan. Oleh karena itu raihlah fitrat shiddiqi (seperti Hadhrat Abubakar Shiddiq r.a. –pent.). Beliau
88
r.a. tidak menuntut apa pun. Beliau r.a. sedang dalam perjalanan dari negeri Syam menuju Mekkah. Di perjalanan itulah beliau mendapat berita [pendakwaan Rasulullah] dan beliau langsung percaya. Sebabnya adalah makrifat yang telah beliau miliki saat itu. Makrifat adalah sesuatu yang sangat berharga. Tatkala manusia benar-benar mengenal kondisi dan tingkah laku seseorang, maka dia tidak akan mengalami kesulitan besar [dalam mempercayai]. Orang-orang seperti ini tidak membutuhkan mukjizat dan Tanda. Hadhrat Abubakar Shiddiq r.a. benar-benar mengenal keadaan Rasulullah saw. saat itu, karena itu ketika mendengarnya maka beliau r.a. langsung percaya.‖ (Malfuzhat, jld. IV, hlm. 356 ). TAKWA SANGAT DIPERLUKAN ―Saya telah diutus karena arena (medan) takwa sedang kosong. Takwa itu harus ada. [Saya datang] bukannya supaya kalian mengnakat pedang. Itu haram. Jika kalian orang-orang yang menerapkan takwa, maka seluruh dunia akan bersama kalian. Jadi, ciptakanlah ketakwaan. Orang-orang yang meminum minuman keras, atau mereka yang salah satu unsur pokok [kegiatan] agama mereka adalah minuman keras, mereka sama-sekali tidak dapat memiliki hubungan dengan ketakwaan. Mereka tengah berperang dengan kebaikan. Jadi, jika Allah Ta‘ala memberikan keberuntungan demikian kepada Jemaat kita...... ........................ orang-orang yang mensyaratkan keimanan mereka dengan. Tanda-tanda (mukjizat), mereka sangat keliru. Murid-murid Almasih a.s. telah meminta mukjizat berupa maidah (hidangan inakanan), maka jawaban yang diperoleh adalah: "Sesudah itu jika ada yang ingkar, dia akan memperoleh azab tiada taranya." (Malfuzhat, jld. IV, hlm. 356). (356-357)
TATAKRAMA BAGI PENCARI KEBENARAN ―Jadi, inilah tata-krama bagi pencari kebenaran, yakni jangan terlalu banyak meminta (menuntut), dan jangan terlalu memaksa meminta Tanda (mukjizat). Barangsiapa memperhatikan tata-krama ini, maka Allah pun tidak akan membiarkannya tanpa Tanda (mukjizat), dan Allah akan memenuhi dirinya dengan keyakinan. Lihatlah kondisi para sahabah. Mereka tidak menuntut Tanda (mukjizat), namun apakah Allah telah membiarkan mereka tanpa Tanda (mukjizat)? Sama-sekali tidak. Mereka menanggung penderitaan demi penderitaan dan merelakan nyawa-nyawa mereka. Para musuh sampai membunuhi kaum perempuan melalui penyiksaan-penyiksaan yang fatal. namun demikian hingga saat itu pertolongan masih juga belum datang. Akhirnya tibalah saat bagi janji Allah, dan mereka pun dimenangkan, sedangkan para musuh dibinasakan. Ini memang benar, bahwa Allah itu beserta orang-orang bersabar. Jika Dia memperlihatkan Tanda (mukjizat) langsung di saat-saat pertama, maka tidak akan ada lagi pahala serta buah hasil keimanan. Dengan datangnya irfan maka orang itu dipenuhi oleh keyakinan. Namun tidak diragukan lagi bahwa akar semua kemajuan ini adalah iman. Melalui itulah menusia dapat menempuh tahap-tahap yang besar serta membawa manusia mengarungi semua itu. Hal ini jugalah yang didapat dari [ayat] "Subhaanal ladii asraa bi 'abdihii (Maha Suci Allah yang memperjalankan hamba-Nya - Bani Israil, 2). Yakni, tatkala ........... .............. dan memberi karunia kepada mereka untuk menjadi orang yang memerangi
89
keburukan, serta untuk meraih kemajuan-kemajuan di arena ketakwaan dan kesucian, berarti itu suatu keberhasilan yang besar. Dan tidak ada yang lebih berpengaruh dari itu. Lihatlah segenap agama di dunia yang ada saat ini. Takwa yang merupakan tujuan sebenarnya telah lenyap, dan tujuan-tujuan duniawi telah dijadikan sebagai tuhan. Tuhan Sejati telah hilang, dan Tuhan Sejati itu dihinakan. Namun sekarang Allah menghendaki agar Dia itu dipercayai (diimani) dan dunia memperoleh makrifat tentang-Nya. Orang-orang yang menganggap dunia ini sebagai tuhan, mereka sama-sekali tidak dapat menjadi orang yang bertawakal.‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm. 357-358).
PENENTANGAN JUGA MERUPAKAN SARANA TABLIGH ―Sedemikian rupa penderitaan-penderitaan yang telah diberikan kepada kita, dan sedemikian banyak keaniayaan yang telah dilakukan, ini telah menjadi sarana bagi pertablighan kita. Sebagaimana semakin terik timbulnya panas, maka semakin hebat turunnya hujan...... Rahasia yang terkandung di dalamnya adalah bahwa Allah Ta'ala menginginkan penyebaran Jemaat ini.‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm. 359)
(359-360)
PENTINGYA TAKWA ―Selama manusia belum menerapkan takwa seperti unta yang dicocok hidungnya, selama itu pula belum ada artinya sedikit pun. Seberapa banyak manusia menerapkan ketakwaan, sebanyak itu pulalah Allah Taala memberi perhatian. Jika manusia rnemberikan perhatian sedikit saja, maka Allah Taala juga memberi perhatian sedikit. Allah Ta‘ala telah berfirman [dalam ilham]: "Ghadhabtu ghadhban syadiidan (Aku sangat murka/Kemurkaan-Ku sangat keras]." Ini mengenai wabah pes. Kemudian Dia berfirman, "Aku akan berdiri tegak bersama rasul-Ku. Dan Aku akan mencerca orang yang mencerca. Aku akan berbuka puasa. Dan Aku akan berpuasa." Semua ilham ini berkaitan dengan wabah pes. Pencercaan itu, di satu sisi dilakukan melalui hati, dan di satu sisi melalui lidah. Pencercaan yang dilakukan melalui lidah, adalah seperti yang dilakukan cleh para penentang, sedangkan pencercaan melalui hati adalah, mereka tidak memberikan perhatian kepada hal-hal yang saya paparkan, dan mereka tidak man mengamalkannya. "Aku akan berbuka puasa, dan Aku akan berpuasa" artinya adalah: di satu masa seakan-akan wabah pes itu akan terhenti, dan itu adalah hari berpuasa; dan ada satu masa lagi ketika wabah ini menyebar banyak sekali. Sekarang telah kita saksikan, bahwa pada saat terjadi puncak-puncak musim dingin dan musim panas, wabah itu tidak memuncak. Namun, di musim bunga [dan musim gugur], pada bulan Februari dan Maret, serta bulan September dan Oktober, wabah ini memuncak. Namun, hendaknya diingat, siklus ini tidak akan berhenti. Dari Kalaam Allah Ta‘ala diketahui, bahwa siklus serangan wabah ini sangat keras. Kemalasan dan kelalaian terhadap Allah Ta‘ala telah menyebar di bumi ini. Tidak ada lagi perhatian ke area kebaikan. Dalam
90
kondisi seperti ini, selama belum ada kehendak Allah Ta‘ala, apakah pengobatannya dapat dilakukan melalui kaidah-kaidah kedokteran, ataukah ada cara pengobatan mujarab lainnya? Jangan beranggapan bahwa negeri kalian, atau kota atau kampung kalian masih terhindar hingga saat ini. [Wabah] ini datang untuk seluruh dunia. Pada waktunya, dia akan merebak ke seluruh tempat. Siklus serangannya sangat panjang. Sebagian orang tidak dapat mengerti tentang penyebabnya. Namun, ingatlah, segala sesuatu yang sedang berlangsung adalah berdasarkan perintah dan isyarah Allah Ta‘ala. Sekarang penyebab-penyebabnya sudah sangat jelas. Dua puluh dua tahun yang lalu, di dalam [buku] Barahiin Ahmadiyah, Allah telah mengabarkan kepada saya, dan kemudian dari waktu ke waktu terus memberitahukan kepada saya. Sampai-sampai, ketika wabah ini masih berada di dua kabupaten di Punjab, maka Dia telah memberitahukan kepada saya bahwa seluruh Punjab akan terkena pengaruhnya. Saat itu orangorang menertawakan saya, namun sekarang katakanlah, apa jawaban sikap mereka yang menertawakan itu? Orang-orang luar, jika tidak percaya, biarlah, namun warga Jemaat saya -- yang siang malam menyaksikan Tanda-tanda -- mereka hendaknya mengadakan perubahan pada diri mereka. Seseorang yang takut kepada Allah di masa aman, maka dia akan diselamatkan di masa yang menakutkan, dan memang semua orang menjadi takut. Apabila tongkat diayun-ayunkan ke atas maka domba, kambing, anjing, dan kucing semuanya menjadi takut. Tidak ada hebatnya manusia dalam hal itu (yakni, takut pada masa yang menakutkan – pent.). Dalam kondisi [takut] seperti itu, manusia sama saja seperti hewan-hewan tersebut. Kebijakan dan jauhnya pandangan manusia hendaknya menuntut manusia untuk takut jauh sebelumnya. Di beberapa kampung, terjadi kebinasaan besar, sampai-sampai banyak rumah yang kosong ditinggal mati para penghuninya. Tatkala wabah ini memuncak, maka ia tampil seperti api yang melahap apa saja. Suatu kali wabah ini melanda negeri Syam (Palestine dan Syiria saat ini – pent.), sampai binatang-binatang pun mati. Ini merupakan bencana yang sangat berbahaya. Tidak takut terhadap wabah ini merupakan suatu kebodohan. Keimanan hakiki merupakan suatu maut (kematian). Selama manusia belum memberlakukan maut itu atas dirinya, maka dia tidak akan dapat memperoleh kehidupan berikutnya. Orang-orang yang bai'at sekedar untuk menghindarkan diri diri dari cengkernman Allah, mereka itu keliru. Nafsu telah inengecoh mereka. Lihat, tabib menghendaki agar seorang pasien meminum obat dengan takaran tertentu. Jika si pasien tidak meminum obat itu sesuai takaran tersebut, maka sia-sia saja apabila dia berharap dapat sembuh. Misalnya, tabib menghendaki agar dia meminum sepuluh tetes, sedangkan dia merasa cukup dengan hanya meminum satu tetes saja. Dia tidak bisa sembuh. Jadi, lakukanlah pembersihan sampai sebatas itu, dan terapkanlah ketakwaan, yaitu yang menghindarkan [manusia] dari kemurkaan Allah. Allah Ta‘ala berlaku kasih sayang terhadap orang yang ruju (kembali/bertobat), sebab jika tidak demikian, maka kegelapan akan meliputi dunia. Ketika manusia menjadi muttaki (orang bertakwa), maka Allah Ta‘ala menampakkan perbedaan antara dirinya dengan orang-orang lain. Kemudian, Dia melepaskan orang bertakwa itu dari setiap kesempitan (kesusahan). Tidak hanya melepaskannya, bahkan, "Yarzuqhu min haitsu laa yahtasib (memberikan rezeki kepadanya dari tempat-tempat yang tidak dia perhitungkan -- Ath-Thalaq, 4). Jadi, ingatlah, barangsiapa takut kepada Allah Ta‘ala, maka Allah Ta‘ala akan melepaskannya dari kesulitan-kesulitan, dan Dia memberikan nikmat-nikmat serta anugerahanugerah kepada orang itu. Kemudian, orang bertakwa itu merupakan sahabat Allah. Ketakwaan itulah yang menimbulkan kewalian.
91
Tidak peduli betapa pun seseorang itu terpelajar, hal itu tidak dapat menimbulkan kehormatan dan kemuliaan bagi dirinya jika dia tidak bertakwa. Namun seorang dari lapisan yang rendah dan sama sekali tidak terpelajar tetapi dia seorang bertakwa, maka dia merupakan orang yang mulia. Saat ini merupakan saat Allah Ta‘ala "berpuasa." Pahamilah hal ini sebagai suatu peluang emas. Berdamailah dengan-Nya scbelum Dia "berbuka puasa." Dan lakukanlah perubahan suci. Sekarang hanya tinggal bulan Januari saja, di bulan Februari wabah itu kembali akan mulai memuncak. Penyebab timbulnya bala-bencana seperti ini adalah pendustaan terhadap orang yang benar (shadiq). Oleh karena itu tidak ada lagi resep mujarab lainnya. Memang sebagian sahabah r.a. juga meninggal dunia karena penyakit ini, namun mereka itu mati syahid. Sama seperti peperangan, yang mengakibatkan kematian para musuh, sahabah-sahabah yang turut mati di peperangan itu adalah mati syahid. Orang baik yang mati, dia memperoleh kabar suka kesyahidan, sedangkan orang bejad yang mati, akibat akhirnya adalah neraka. Orang yang maju dalam kebaikan-kebaikan, dan dia senantiasa memohon perlindungan dari Allah Ta‘ala, maka Allah Ta‘ala akan menyelamatkannya. Lihat, lebih dari 124 ribu nabi, atau lebih kurang dari itu, telah berlalu, namun apakah ada yang dapat mengatakan bahwa ada di antara mereka yang telah mati karena wabah pes? Samasekali tidak. Bala ini juga merupakan sesuatu yang diutus, dan ia turun atas perintah Allah Ta‘ala. Tidak mungkin ada sesuatu yang berlaku tanpa perintah-Nya.‖ Kemudian Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menceritakan tentang rukya beliau melihat gajah, yang telah dicetak berkali-kali. Kemudian beliau a.s. bersabda: ―Walau dalam kadar tertentu saat ini dalam keadaan aman, tetapi saya takut, sebab waktu bagi wabah itu untuk memuncak dengan sangat berbahaya sudah dekat. Oleh karena itu Jemaat kita hendaknya takut. Jika ada ketakwaan pada diri seseorang seperti yang diingini oleh Allah Ta‘ala, maka dia akan diselamatkan. Allah Ta‘ala telah menegakkan Jemaat ini untuk ketakwaan, sebab arena ketakwaan sama-sekali kosong. Jadi, orang-orang yang menjadi muttaqi, mereka akan diselamatkan sebagai bentuk mukjizat.‖ Abu Sa'id Arab Sahib bertanya: "Orangorang yang tidak memburuk-burukan Hudhur (yang mulia), dan yang tidak mendengar pendakwaan Hudhur, apakah mereka akan selamat dari wabah pes, ataukah tidak?" Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menjelaskan: ―Kalau tidak mendengar imbauan saya, tentu mereka telah mendengar imbauan Tuhan agar menerapkan ketakwaan. Jadi, siapa saja yang menerapkan ketakwaan, dia bersama kita juga adanya. Tidak peduli apakah dia telah mendengar dakwa (imbauan) saya atau tidak, sebab inilah tujuan pengutusan saya. Saat ini takwa sudah seperti burung langka saja [yang sangat sulit, ditemukan]. Sudah tidak ada lagi keikhlasan dalam suatu pekerjaan. Justru telah bercampur-aduk dengan [tujuan-tujuan] lainnya. Allah Ta‘ala ingin membakar hangus campuran lalu menciptakan keikhlasan. Saat sekarang ini merupakan perwujudan dari "Zhaharal fasaadu fil- barri wal bahri (telah tampil kerusakan di darat dan lautan – Ar-Ruum, 42). Di masa Rasulullah saw. belum ada informasi mengenai kondisi-kondisi yang hancur di Eropa dan negara-negara lainnya. Yang ada saat itu ialah pentingnya] keimanan terhadap wahyu Allah Ta‘ala. Sedangkan sekarang ini telah tercipta kondisi irfan (pengetahuan). Siapa yang mau boleh saksikan dengan pergi ke negara itu. (Malfuzat, jld. IV, hlm. 360-363).
92
(363-366)
JIHAD Pada tanggal 5 Januari 1903, pads waktu Zuhur berlangsung perbincangan mengenai kesalahpahaman orang-orang dari Sarhad (perbatasan dengan Afghanistan – pent.) tentang jihad. Hadhrat Masih'Mauud a.s. bersabda: ―Dalam perkara-perkara agama harus ada kebebasan, ―Laa ikrahaa fid-diin (tidak ada paksaan apa pun dalam agama -- Al-Baqarah, 257). Kalimat semacam ini tidak ditemukan dimana pun dalam Injil. Apa yang merupakan dasar hakiki dari peperangan saat itu? Orang-orang ini telah keliru dalam memahaminya. Jika memang ada perintah untuk berperang saat itu, maka masa 13 tahun yang dijalani Rasulullah saw. [di Mekkah] telah sia-sia, yakni beliau saw. tidak langsung mengangkat pedang ketika diutus. Yang diperintahkan adalah hanya memerangi orang-orang yang melakukan perang. Tidak pernah ada ajaran Islam untuk memulai suatu perang dengan sendirinya. Apa yang menjadi penyebab timbulnya perang? Allah sendiri telah memberitahukan: "zhulimuu -- mereka teraniaya." Ketika Allah Ta‘ala melihat bahwa orang-orang [Islam] dalam kondisi teraniaya, maka diberikan izin kepada mereka untuk melawan dengan perang. Yang diperintahkan bukanlah bahwa, "Sekarang merupakaan waktu bagi pedang. Buatlah orang-orang menjadi Muslim dengan perantaraan kekerasan pedang!" melainkan yang dikatakan adalah, "Kalian dalam keadaan teraniaya, sekarang lawanlah!" Bagi orang yang teraniaya, setiap hukum mengizinkan kepadanya untuk melakukan perlawanan guna membela diri. Kecaman atas tersebarnya pemikiran-pemikiran seperti itu bukanlah tertuju pada para pendeta [Kristen], melainkan hal itu justru dimantapkan sendiri oleh para mullah. Sama-sekali bukan maksud Allah Ta‘ala agar setiap orang lalai yang tidak tahu menahu tentang hakikat agama dijadikan Muslim secara paksa. Jika ada seorang penjaga warung yang berumur 60 atau 65 tahun, dan dia tidak tahu menahu sedikit pun tentang agama, lalu dengan meletakkan pedang di lehernya supaya membuatnya mengucapkan "Laa ilaha illallaah," apa gunanya? Maksud Allah Ta‘ala, adalah dikarenakan kelalaian telah merajalela, maka kini harus diberikan penjelasan (pemahaman) melalui dalil-dalil. Jika harus melakukan jihad, terhadap siapa harus dilakukan? Yang paling pertama adalah terhadap orang-orang Islam sendiri yang telah menghancurkan agama ini. Para sahabah r.a. dahulu itu merupakan malaikat-malaikat Allah. Dan ketika orang-orang [kafir] yang tidak mengerti akibat yang bakal terjadi itu mengangkat pedang, maka Allah telah memberi hukuman kepada orang-orang itu melalui perantaraan para sahabah. Namun orangorang [Sarhad] sekarang ini, yang mirip seperti para perampok, apakah mereka dapat mewakili Allah Taala? Dari Al-Quran terbukti, bahwa sebelum menghukum orang kafir, maka orang-orang fasiq (durhaka) yang terlebih dahulu harus dihukum. Oleh karena itu Allah Ta‘ala telah membuat Jhengis Khan menguasai mereka, supaya persamaan itu terpenuhi. Yakni sebagaimana Nebukadnezar telah ditetapkan untuk [menghancurkan] orang-orang Yahudi, demikian pula Jhengis Khan buat mereka.
93
Di masa itu terdapat seorang suci, dan orang-orang pergi kepadanya supaya dia berdoa. Orang suci itu menjawab, "Akibat perbuatan-perbuatan haram kalianlah maka Jhengis Khan telah berkuasa." Setelah berlangsung pembantaian, ada terdengar bahwa Jhengis Khan memanggil para ulama Islam dan bertanya kepada mereka, "Apa Islam itu?" Mereka menjawab: "Shalat lima waktu." Jhengis Khan berkata: "Itu bagus sekali. Yakni, dalam kesibukan urusanurusan sendiri, lima waktu dalam sehari mengingat Tuhan." Kemudian para ulama itu memberitahukan tentang zakat. Hal itupun dipuji olehnya. Lalu mereka memberitahukan tentang haji, hal itu tidak dia pahami. Putranya memiliki kecenderungan terhadap Islam, tetapi cucunyalah yang benar-benar telah masuk Islam. Seperti itu jugalah Nebukadnezar telah dibuat berkuasa atas orang-orang Yahudi. Ini merupakan kebiasaan Allah Ta‘ala, yakni ketika suatu kaum menjadi fasiq dan jahat, maka Dia menjadikan kaum lain berkuasa atas kaum itu.‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm. 366-367). MAKNA MAUT (KEMATIAN) & SUNGAI Sebelum Isya, seseorang menceritakan sebuah mimpinya. Di dalam mimpi itu dia melihat seorang mayat memberitahukan kabar kematiannya, dan mimpi itu dia lihat sebelum dia baiat. Mengenai itu Hadhrat Masih Mau'ud as. bersabda: ―Seseorang yang bai'at, itu pun merupakan suatu maut (kematian) yang datang [menimpanya]. Dalam mimpi-mimpi, maut tidak selalu berarti kematian. Banyak lagi arti maut. Seseorang tidak dapat menemukan Allah selama kehidupan pertamanya tidak mengalami maut (kematian)‖. Mengenai sungai, ta'birnya beliau jelaskan: ―Seseorang yang memiliki ilmu dan makrifat-makrifat, dia digambarkan sebagai sungai. Sedangkan yang dimaksud dengan Ababil (burung layang-layang) adalah golongan dan orangorang yang mengambil manfaat (berkat) darinya.‖ Kemudian Hadhrat Masih Mau'ud as. kembali menjelaskan tentang maut: ―Maut (kematian) itu juga berarti kenaikan derajat. Dan para sufi mengatakan bahwa manusia tidak dapat meraih najat (keselamatan) selama padanya tidak timbul maut (kematian) dan meraih berbagai kehidupan. (Malfuzat, jld.IV, hlm. 368).
RUKYA & PERCIKAN TINTA MERAH Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menceritakan tentang sebuah mimpi beliau dimana beliau melihat Allah Ta‘ala dalam rupa seorang hakim. Dan beliau menuliskan beberapa perintah (ketentuan) lalu meminta tandatangan. Untuk mendapatkan tandatangan pada kertas-kertas tersebut beliau menyodorkannya ke hadapan Allah Ta‘ala. Pada waktu itu Allah Ta‘ala duduk di sebuah kursi, dan terdapat sebuah botol tinta yang berisi tinta merah. Allah Ta‘ala mengambil pena lalu mencelupkannya ke tempat tinta tersebut. Tetapi tinta terlalu banyak menempel pada pena itu, dan seperti biasanya, dalam kondisi seperti itu pena dihentakan. Allah Ta‘ala pun menghentakkan pena tersebut, dan tanpa memandang telah membubuhkan tanda-tangan pada kertas-kertas tersebut. Beliau menjelaskan: ―Saat itu Abdullah Sanauri dan Hamid Ali ada di dekat saya. Dan saya tidur. Tiba-tiba mereka bangunkan saya, [heran] dari mana bercak-bercak merah itu timbul. Bercak merah kena pada baju saya, lalu pada sorban saya, dan pada celana saya. Pada waktu itu hati saya sangat
94
terharu [penuh suka cita] bahwa betapa besar ihsan yang Allah Ta‘ala lakukan pada saya. Dan merupakan karunia-[Nya] bahwa tanpa memandang dan tanpa tanya lagi Dia telah membubuhkan tandatangan-Nya pada kertas-kertas itu. Bukankah itu suatu hal yang menakjubkan, bahwa saya menyaksikan suatu perkara di dalam mimpi, dan percikanpercikannya tampil secara zahiriah pada pakaian. [Dan pakaian itu] sampai sekarang masih ada, dan dua orang saksi pun ada.‖ (Malfuzat, jld.IV, hlm. 369-370). MIMPI KEBUN ALLAH TA’ALA Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda: ―Tatkala Allah Ta‘ala menanam sebuah kebun dan ada yang ingin memotongnya, maka kapan pun Allah Ta‘ala tidak akan senang (ridha) kepadanya. [Suatu kali] cukup lama telah berlalu, saya melihat sebuah mimpi. Saya menunggang seekor kuda dan pergi menuju kebun, dan saya sendirian. Dari arah depan muncul lasykar yang bermaksud memotong (menghancurkan) kebun kami. Saya sedikit pun tidak takut terhadap mereka, dan di dalam hati saya yakin bahwa saya seorang diri cukup untuk [melawan] mereka semua. Orang-orang itu masuk ke bagian dalam kebun, dan saya pun mengejar mereka dari belakang. Ketika saya masuk ke bagian dalam maka tampak oleh saya bahwa mereka semua telah mati bergelimpangan. Kepala, tangan dan kakikaki mereka terpotong-potong, kulit-kulit mereka dikupas (dikuliti). Saat itu saya sangat terharu menyaksikan pemandangan kudrat (kekuasaan-kekuasaan) Allah Ta‘ala. Saya saya menangis, betapa kuasanya [Dzat] itu ang dapat melakukan hal demikian. Yang dimaksud dengan lasykar disini adalah orang-orang yang ingin memurtadkan Jemaat dan ingin menghancurkan akidah-akidah kita. Dan mereka ingin menebang pohon-pohon kebun Jemaat kita. Allah Ta‘ala menggagalkan mereka dengan memperlihatkan kekuasaan-Nya, dan menghancurkan seluruh usaha mereka. Yang diperlihatkan bahwa kepala mereka terpotong-potong, artinya adalah seluruh keangkuhan (kesombongan) mereka terpenggal. Ketakaburan dan ketinggian hati mereka akan dihancurkan. Dan tangan adalah sebuah senjata (sarana) yang melaluinya manusia melawan musuh. Yang dimaksud dengan terpotongnya tangan adalah, pada mereka tidak akan ada lagi sarana untuk melawan. Sedangkan kaki, clapat digunakan oleh manusia untuk melarikan diri pada saat ia mengalami kekalahan. Akan tetapi kaki-kaki mereka pun terpotong. Artinya, bagi mereka tidak ada lagi tempat untuk melarikan diri. Dan yang telah diperlihatkan bahwa kulit mereka dikupas (dikuliti), artinya adalah seluruh tabir penutup kedok mereka akan hancur, dan aib-aib (kebobrokan) mereka akan menjadi tampak. Jika kami berdusta, maka Allah Taala sendiri yang menjadi musuh kami, dan tidak mungkin kami dapat menyelamatkan diri lagi. Akan tetapi jika segala sesuatunya ini berasal dari Allah Ta‘ala, dan Allah Ta‘ala sendiri telah menciptakan sarana-sarana untuk menimbulkan bencana (cobaan) pada Islam, maka bagaimana mungkin Allah Ta‘ala akan dapat menyukai sikap yang menentang hal itu. Sungguh malanglah orang yang ingin menghancurkannya. Orang-orang ini dengan sangat tidak sopan menyebutkan nama Rasulullah saw., dan mereka mengatakan,
PERKEMBANGAN JEMAAT
95
MERUPAKAN SUATU TANDA ―Kemudian pernah ada suatu masa ketika yang menyertai saya hanya satu atau dua orang saja, dan tidak ada yang lain. Sedangkan sekarang kita menyaksikan orang datang berduyunduyun, "Ya-tuuna min kulli fajjin `amiiq (orang-orang berdatangan dari tempat-tempat yang jauh)" Kemudian tidak sekedar itu saja, melainkan telah dibubuhkan sebuah catatan kaki pada [ilham] itu, yakni para penentang juga telah melakukan upaya sekuat tenaga untuk menghalangi orang-orang agar tidak datang kepada saya. Namun, kalimat [ilham] itu tetap terpenuhi. Sekarang, orang baru yang datang kepada saya, dia merupakan sebuah Tanda bagi ilham tersebut. Dalam kondisi tidak kenal-mengenal, manusia tidak mengerti pekerjaan-pekerjaan Tuhan. Sekarang misalnya, kereta api. Orang-orang di sini menganggapnya sebagai sesuatu yang biasa saja, dan tidak perlu takjub atau heran. Namun penduduk-penduduk di tempat yang belum pernah didatangi oleh kereta api, dan mereka belum pernah melihatnya, jika dijelaskan kepada mereka maka kapan mereka akan mengerti bahwa ada sebuah kendaraan yang betjalan dengan sendirinya? Di kendaraan itu tidak ada kuda, tidak ada sapi dan tidak ada hewan lain [yang menariknya]. Jadi, orang-orang yang tidak punya pengalaman tentang hal-hal yang berkaitan dengan Allah, mereka tidak akan mengerti.‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm. 370). PENYEBAB TIMBULNYA KELEZATAN DALAM SHALAT Manusia yang melihat dirinya dalam suasana aman, maka dia tidak merasa penting untuk kembali kepada Allah Ta‘ala. Dalam kondisi berkecukupan manusia tidak ingat ingat akan Allah. Allah Taala berfirman, "Yang memberi perhatian ke arah-Ku hanyalah mereka yang tangan-tangannya terputus (tidak berdaya)." Jadi, seseorang yang menjalani hidup dengan lalai, kapan pula dia dapat memberikan perhatian ke arah Allah? Pertalian antara manusia dengan Allah Ta‘ala timbul karena kerendahan hati dan perasaan yang, gelisah. Namun, seorang yang bijak, akan tetap memelihara hubungan itu dengan wawasan pemikiran bahwa, "Sekarang ada di mana kakek-kakek leluhur saya?" Yakni, dia menyaksikan sedemikian banyak makhluk yang mati setiap hari, lalu dia mencermati kondisi manusia yang tidak kekal. Maka melalui berkat pengamatan itulah dia akan mengetahui bahwa dia juga tidak kekal, dan dia memahami bahwa dunia ini akan ditinggalkannya. Jika dia lebih banyak terikat dengannya, maka pada saat harus meninggalkannya akan banyak sekali rasa perih yang timbul karena hasrat. Dan hasrat ini tidak peduli walau pun tidak percaya pada akhirat tetap saja pasti akan berpengaruh, dan baru akan aman terhindar dari hal tersebut pada saat kebahagiaan itu abadi, yakni kebahagiaan yang hakiki. Sebagian orang diingatkan kembali kepada Allah Ta‘ala melalui penyakit-penyakit, dan sebagian lagi ada yang melalui kesusahan-kesusahan.‖ (Malfuzat, jld. IV. hlm. 370-371).
MENANGKAL DOSA & MELIBATKAN ALLAH Di dalam hadits disebutkan, bahwa kalian semua adalah orang mati, kecuali mereka yang dihidupkan oleh Allah; kalian semua adalah orang lapar, kecuali mereka yang diberi makan oleh 96
Allah. Seseorang yang datang kepada tabib (dokter) dalam keadaan yang memang sebelumnya pun sudah bersih dan sehat dari penyakit, maka pengobatan apa lagi yang perlu dilakukan oleh tabib itu? Kemudian, bagaimana pula sifat Ghafuur (Maha Pengampun) Allah Ta‘ala akan berfungsi? Manusia memang akan melakukan dosa juga, untuk itulah Dia akan memaafkannya. Ya, ada satu hal, yakni janganlah manusia melakukan dosa yang membuatnya melawan (durhaka), sebab dosa-dosa lain yang memang timbul dari diri manusia, jika manusia berkali-kali memohon pensucian melalui doa, maka dia akan memperoleh kekuatan (taufik). Tanpa kekuatan dari Allah Ta‘ala, sama-sekali tidaklah mungkin dapat meraih tazkiyah-nafs (kesucian jiwa). Dan apabila terbiasa melakukan hal ini, yakni begitu hati menghendaki [suatu keburukan] saat itu juga dikerjakan, maka dia tidak akan memperoleh kekuatan. Lawanlah dorongan-dorongan itu, dan walau pun memiliki kemampuan untuk melakukan dosa, janganlah lakukan dosa itu, sebab apabila dia berhenti dari dosa ketika Allah Ta‘ala telah mencabut kekuatan-kekuatan tersebut, maka tidak ada pahala yang akan dapat dia peroleh. Misalnya, kedua mata sudah tidak dapat melihat lagi. Maka pada waktu seperti itu mengatakan bahwa, "Aku sekarang tidak memandang perempuan-perempuan lain lagi," itu bukanlah suatu kesucian. Kesucian justru terletak sebelum Allah Ta‘ala mencabut amanat-amanat yang telah Dia berikan, dan tidak menggunakannya pada hal-hal yang bukan pada tempatnya. Sebenarnya, tanpa keterlibatan Allah Ta‘ala, tidak ada suatu apa pun dapat terjadi. Apabila Allah Ta‘ala dilibatkan, barulah akan terjadi perubahan. Barulah keinginankeinginannya akan beralih pada hal-hal lain. Dan keingkaran terhadap Allah akan terasa seperti suatu maut (kematian) baginya. Dia akan tampil persis seperti seorang anak bagi yang tak berdosa. Oleh karena itu, sejauh yang memungkinkan, berusahalah untuk menjaga (menghindarkan) diri dari perkara-perkara [buruk] yang kecil sekali pun. Jika timbul suatu ancaman bahaya (kemerosotan) dalam shalat, mulailah memanjatkan doa secara berkesinambungan pada saat itu. Kesulitan seperti itu tetap akan tampil sampai [seorang manusia] menyaksikan contoh kekuasaan Allah. Kadang-kadang [manusia] menjadi atheis, kadang menjadi ini dan itu. Berkali-kali ia tergelincir. Selama belum ada makrifat (pengetahuan) tentang Allah, selama itu pula tidak akan dapat terlepas dari dosa. Lihatlah orang-orang yang jahat, mereka merampok dan mencuri. Tetapi jika mereka tabu bahwa hal itu menimbulkan kehinaan dan kenistaan [bagi mereka], maka mereka akan merasa malu melakukan hal-hal seperti itu, sebab hal itu mengurangi kebesarannya. Itulah sebabnya, cara penyembuhan bagi orang-orang yang merampok adalah, hormatilah mereka dan jadikan mereka orang besar, supaya mereka malu melakukan perampokan.‖ ( Malfuzhat, jld.IV, hlm.3 72-373).
WAJIB MEMBACA KALAM ALLAH TA’ALA DAN DOA-DOA SUNNAH DALAM SHALAT Ada pertanyaan: "Apakah dibenarkan untuk mengerjakan seluruh shalat dalam bahasa sendiri?" Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menjelaskan: ―Kalaam Allah Ta‘ala hendaknya dibaca dalam bahasa aslinya. Di situ pun terdapat sebuah berkat, tidak peduli apakah dimengerti atau tidak. Dan doa-dou sunnah pun hendaknya dibaca sesuai dengan yang muncul dari lidah Rasulullah saw.. Itu merupakan suatu tanda kecintaan dan
97
sikap yang memuliakan. Selebihnya, terserah, untuk memanjatkan doa di dalam bahasa masingmasing walau sampai sepanjang malam. Manusia, pertama-tama hendaknya merasakan, "Betapa aku berada dalam suatu musibah. Di dalam diriku banyak sekali terdapat kelemahan. Aku menjadi sasaran berbagai macam penyakit, dan maut (kematian) tidak dapat diduga." Ada beberapa penyakit yang hanya dalam tempo setengah menit saja nyawa manusia bisa melayang. Selain Tuhan, tidak ada tempat berlindung darinya. Bagi satu mata saja terdapat 300 penyakit. Dengan memikirkan hal-hal demikian dapat dilakukan ishlah (perbaikan) terhadap kehidupan manusia. Kemudian, permisalan bagi kehidupan yang telah menjalani ishlah (perbaikan) adalah bagai sebuah samudera yang dilanda badai tetapi orang itu berada di dalam sebuah kapal besi yang kuat dan melaju sesuai arah angin. Tidak ada ancaman bahaya tenggelam. Namun, orang yang tidak memiliki kehidupan demikian, kapalnya rapuh. Pasti dia akan tenggelam dalam badai itu. Orang-orang umumnya shalat untuk mencari nama. Shalat mereka lakukan cepat-cepat, dan bila sudah selesai shalat mereka mulai memanjatkan doa sampai berjam-jam lamanya. (Mafuzhaf, jld. IV, hlm. 371-372).
(372-374) AKAR KEBAIKAN DAN KESEIMBANGAN DALAM MENIKMATI ANUGERAH Ini juga merupakan akar kebaikan, yakni kelezatan dan keinginan duniawi yang dibenarkan, digunakan tidak melebihi batas keseimbangan. Misalnya, makan dan minum memang tidak diharamkan oleh Allah Ta‘ala, namun seseorang yang telah menjadikan makan dan minum itu sebagai kesibukannya siang dan malam, maka itu namanya melampaui batas diin (agama), sebab pada hakikatnya kelezatan duniawi itu kegunaannya adalah supaya kuda nafs (jiwa) tidak menjadi lemah di jalan dunia ini. Permisalannya seperti delman yang menempuh perjalanan jauh. Setelah beberapa kilometer tukang delman itu merasakan bahwa kudanya sudah letih dan dia pun menghentikan kudanya untuk istirahat. Dia memberi makan kuda itu dengan naharl (sejenis makanan kuda, bcrupa campuran dedak dan jerami –pent.) dan sebagainya. supaya rasa letih yang dialami kuda itu bisa hilang. Jadi, kelezatan dunia yang dinikmati oleh para nabi adalah seperti itu, sebab kepada mereka diberikan tugas besar untuk mengadakan ishlah (perbaikan) di dunia. Jika karunia Allah tidak menyertai mereka maka tentu mereka akan binasa. Oleh karena itulah suatu kali Rasulullah saw. dengan menepuk lutut Hadhrat Aisyah r.a. beliau bersabda: "Wahai Aisyah, berikan saya kenyamanan." Namun, bukanlah kebiasaan para nabi untuk tenggelam dalam hal itu saja. Tidak diragukan lagi bahwa tenggelam [dalam kenikmatan-kenikmatan duniawi] adalah suatu racun. Seseorang yang memiliki kebiasaan buruk, apa saja yang dia ingini, dia lakukan. Apa saja yang dia mau, dia makan. Demikian pula, jika seorang salih melakukan hal seperti itu juga, maka Allah tidak akan terbuka baginya. Seseorang yang melangkahkan kaki untuki Allah, pasti Allah menyertainya. Allah Taala berfirman: "’Idiluu huwa aqrabu lit- taqwaa – (lakukanlah dengan,
98
keseimbangan, karena hal itu lebih dekat kepada takwa - Al-Maidah, 9). Yakni, menerapkan keseimbangan dalam hal makan dan minum pun merupakan takwa. Yang dimaksud dengan dosa itu tidak hanya agar manusia jangan melakukan zina, jangan mencuri, melainkan jangan melewati batas kesimbangan dalam hal-hal yang dihalalkan (dibenarkan)‖. (Malfuzat, jId.jld. 374-375). Mimpi: Berkhitan & Kabar Kiamat Pada tanggal 6 Januari 1903, Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menjelaskan: ―Di dalam mimpi, berkhitan maknanya mengarungi jalan ketakwaan, pemotongan nafsu berahi. Makna mendengar berita tentang kiamat adalah, orang-orang beragama akan mengalami kemenangan, sedangkan para musuh memperoleh kehinaan, sebab demikianlah yang bakal terjadi pada hari kiamat. Di dalam Al-Quran Syarif tertera bahwa, ―Fariqun fil-jannati wa fariqun fis-sa'iir. (sebagian di dalam surga dan sebagian di dalam api yang menyala-nyala), hal ini berlaku pada hari itu. Berbagai macam wabah di dunia pun merupakan kiamat juga.‖ (Malfuzat, jld.IV, hlm. 375).
TAULADAN GAYA HIDUP RASULULLAH SAW. & TIDAK CONDONG KEPADA DUNIA ―Suatu kali Hadhrat Umar r.a. datang ke tempat Rasulullah saw.. Beliau saat itu sedang berada di dalam kamar beliau. Hadhrat Umar r.a. minta izin masuk, maka beliau izinkan. Hadhrat Umar r.a. pun masuk dan melihat ada tikar terbentang yang terbuat dari daun kurma. Dan karena berbaring di atasnya, pada punggung Rasulullah saw. tampak bekasbekas daun itu. Hadhrat Umar r.a memandang ke tempat lain, dan melihat pedang yang tergantung di salah satu sudut ruangan. Melihat hal itu Hadhrat Umar r.a. menangis. Rasulullah saw. bertanya, "Wahai Umar, mengapa engkau menangis?" Hadhrat Umar r.a. menjawab, "Terpikir oleh saya bahwa Kaisar [Roma] dan Kisra [Iran] dia adalah orang-orang kafir, bagi mereka banyak sekali kenikmatan-kenikmatan, sedangkan bagi Tuan tidak ada sedikit pun." Rasulullah saw. bersabda, "Bagi saya unsur duniawi sebanyak ini sudah mencukupi, yaitu sebanyak yang darinya saya dapat bergerak. Saya ini hanyalah seperti seorang musafir yang sedang menunggangi unta di bawah terik matahari. Ketika panas matahari sudah sangat menyengat, maka musafir itu melihat sebatang pohon kurma dan dia pun istirahat sebentar di bawahnya. Dan ketika keringat sudah kering maka musafir itu berangkat lagi." Jadi, itu adalah uswatun hasanah (suri teladan baik) yang telah diberikan kepada Islam. Memilih tenggelam dalam dunia juga merupakan dosa, dan kehidupan orang mukmin memang berjalan dengan ketidak-nyamanan. Misalnya, kita memiliki dua mata. Dan apalah yang disaksikan oleh kedua mata ini. Mata itu tidak terbuat dari logam dan sebagainya. Sedikit saja penglihatan berkurang, maka dapat dirasakan bagaimana nilai mata ini. Dan ketika terjadi kebutaan, berarti itu suatu maut. Jadi, begitu jugalah hitungan kehidupan dunia. (Malfuzat, jld. IV, hlm. 375-376).
99
ORANG MUKMIN DAN KEHIDUPAN DUNIAWI ―Orang mukmin hendaknya jangan sekali-kali merasa tentram (puas) atas kehidupan ini. Begitu banyaknya balabencana dalam kehidupan ini, sehingga tidak dapat dihitung. Ada sebuah penyakit yang membuat saluran pembuangan kotoran manusia jadi tertutup, dan kotoran keluar melalui mulut, namanya iyladas. Demikian pula penyakit-penyakit seputar ginjal dan kandung kemih, yakni terbentuk batu yang berwarna-warni, merah, hijau, dan hitam. Dan belum dapat dijelaskan apa penyebabnya yang spesifik. Bahkan orang-orang kaya yang memakan makanan-makanan bagus dan menggunakan air yang bersih, mereka pun terkena penyakit-penyakit seperti itu. Jika ada dua orang yang tinggal di satu tempat yang sama, dan mereka makan serta minum dari jenis yang sama, ternyata satu orang terkena penyakit-penyakit demikian, sedangkan yang satu lagi tidak. Oleh karena itu mengenai ilmu kedokteran, disebut sebagai ilmu yang bersifat perkiraan. Orang-orang ini mengadakan penelitian tentang sebab-sebab terjadinya sesuatu secara fisik. Namun, coba mereka beritahukan, apa yang menjadi faktor (penyebab), sehingga ketika mulai terjadi ilham atau kasyaf maka saat itu mulai timbul kondisi seperti kantuk (tidur). Apa yang menjadi penyebabnya? Kebiasaan orang-orang ini adalah, jika mereka tidak mengetahui sebab-sebab suatu hal, maka mereka langsung saja mengingkarinya. Oleh karena itu mereka mengingkari wahyu dan ilham. Ilmu-ilmu ini tidak terbatas, dan selama unsur yang mengandung ketidakseimbangan belum lenyap maka tidak akan dapat mengenalinya, "Wa ammaa man khaafa maqaama rabbihii wa nahan-'nafsa 'anil- hawaa fainnal jannata hiyal- ma'waa —(dan adapun orang yang takut akan maqam/kebesaran Tuhan-nya dan menahan diri dari hawa nafsunya, maka sesungguhnya surga itulah tempat tinggalnya -- An-Naazi'at, 41). Yakni, suatu keinginan yang halal dibenarkan, tetapi telah melampaui batas keseimbangan, itulah yang disebut hawaa (hawa nafsu)‖. (Malfuzhat, jld.4, h.376-377).
MIMPI SEORANG BERTUBUH TINGGI ―Sekitar 30 tahun lalu, suatu kali saya melihat mimpi. Di antara rumah-rumah di Batala terdapat sebuah rumah besar (semacam istana). Saya duduk di dalamnya di atas sebuah selimut, dan saya mengenakan pakaian seperti selimut juga. Seolah-olah saya terpisah dari dunia. Tidak berapa lama kemudian datang seseorang yang berpostur tinggi, dan bertanya kepada saya, "Dimana Mirza Ghulam Ahmad, putra Mirza Ghulam Murtadha?" Saya katakan, "Saya." Dia pun berkata, "Saya mendengar sanjungan tentang diri Tuan, yakni Tuan banyak menguasal rahasia-rahasia dan hakikat diiniyah (agama/ ruhani). Mendengar sanjungan itu saya datang untuk bertemu." Saya tidak ingat apa jawaban saya, namun atas [jawaban] itu dia menengadah ke langit, dan dari matanya mengalir air mata. Air mata itu membasahi pipmiya. Satu matanya ke atas, dan satu lagi ke bawah. Dari mulutnya keluar kata-kata penuh hasrat: "Tehiid staane 'isyrat raa." Maknanya yang saya pahami adalah, derajat itu tidak akan diraih oleh manusia selama tidak menyembelih dan menimpakan suatu maut (kematian) atas dirinya.‖.... (Malfuzat, jld. IV, hlm. 377).
100
erus-menerus menigerjakan shalat. Lihat, hal ini terdapat di dalam fitrat manusia, yakni tidak pedult §etapapun kecilnya sesuatu itu, apabila i'udah disukai. maka hati dengan senddinya akan ditarik tents ke .arch itu. Demikian pula ketika manusia mengenali Allah Taala, dan menyukai keindahan dan kebaikan-Nya, maka hats tanpa kendali akan berlari ke arah-Nya. Dart sesuatu yang terasa hampa akan timbul kelezatan. (377-380) FILSAFAT YUNANI & FALSAFAH HAKIKI DALAM AL-QURAN Berlangsung perbincangan bahwa sebelum kedatangan Rasulullah saw., filsafat dan ilmuilmu dari Yunani dan sebagainya sudah sangat masyur. Menanggapi hal itu Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda: ―Yang dimaksud dengan ilmu-ilmu bukanlah ilmu-ilmu duniawi. Tidak ada hubungannya sedikit pun dengan ilmu-ilmu ardhi (yang berasal dari bumi –pent.). Ilmu-ilmu hakiki adalah ilmu-ilmu yang dibawa oleh para nabi, sedangkan ilmu-ilmu ardhi dan rendah yang dipahami oleh orang-orang dunia -- misalnya penemuan-penemuan telegram, kereta api, balon udara, seni dan sebagainya – merupakan permainan, dan hal-hal yang bersifat ardhi (bumi). Yakni. begitu manusia mati, maka ilmu-ilmu ini pun akan punah bersamanya. Namun ilmu-ilmu yang dibawa oleh para nabi, sesudah mati pun ilmu-ilmu itu tetap akan hidup dan tidak akan pernah punah. Yang dimaksud dengan ilmu-ilmu di situ adalah ilmu-ilmu Tuhan.... Itulah sebabnya ilmu-ilmu yang dibawa oleh Quran Syarif, tidak ditemukan dalam kitab dunia mana pun. Di dalam Taurat tidak ada disinggung mengenai ilmu apa pun, demikian pula di dalam Injil, tanda-tandanya pun tidak ada. Salah satu dari antara dalildalil besar keagungan Quran Karim adalah, di dalamnya terkandung ilmu-ilmu agung yang tidak ditemukan dalam Taurat dan Injil walau sudah dicari. Dan orang-orang yang berderajat tinggi mau pun yang berderajat rendah, dapat mengambil manfaat dari ilmuilmu sesuai pemahaman mereka. Lihatlah Taurat. Satu pun tidak ada kalimat yang menjelaskan tentang Dzat Allah Ta‘ala dan kiamat. Sebaliknya, lihatlah Quran Syarif, betapa Kitab ini dipenuhi oleh dalil-dalil mengenai Dzat Allah Ta‘ala dan kiamat. Kemudian, secara logika dan tekstual, keduanya terdapat buktibukti. Pada kurun pertama yang ada memang tekstual. Kemudian, di dalamnya juga terdapat penolakan terhadap golongan-golongan Yahudi, Nasrani, Ariya, Brahmu, Nechri, dan sebagainya. Ringkasnya, Quran Majid merupakan sebuah kitab yang paling kamil dan paling sempurna. Allah Ta‘ala melihat bahwa di kalangan umat manusia sudah terdapat akal pikiran untuk meraih ilmu-ilmu [sejati] itu, maka Dia pun menurunkan sebuah kitab seperti Al-Quran ini.‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm. 380-381). (381-385) MASIH MAU‘UD DALAM AL-QURAN & DUA PERMISALAN BAGI ORANG-ORANG MUKMIN Abu Said Arab Sahib bertanya: "Di mana saja terdapat hal-hal yang menyinggung tentang
101
Masih Mau'ud?" Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menjelaskan: ―Di dalam Surah Al-Fatihah, Surah Nur, Surah Tahrim, dan sebagainya. Di dalam Surah AlFatihah adalah "Ihdinash shiraathal mustaqiim (tunjukilah kami jalan yang lurus - Al-Fatihah, 6). Di dalam Surah Nur, "Wa'adallaahul ladziina aamanuu minkum (dan Allah telah berjanji terhadap orang-orang mukmin dari antara kamu -- An-Nur, 56). Dan di dalam Surah Tahrim dipaparkan permisalan-permisalan bagi orang-orang mukmin, difirmankan, "Wa maryamabnata 'imraanal latii ahshanat farjahaa (dan Maryam putri Imran, yang telah memelihara kemaluannya -- At-Tahrim, 13). Bagi orang-orang mukmin, Allah Ta‘ala telah memberi permisalan dua macam perempuan. Pertama, istri Firaun, dan kedua, Maryam. Di dalam permisalan pertama telah diberitahukan bahwa ada orang-orang mukmin semacam ini, yakni mereka masih terperangkap dalam cengkeraman dorongan-dorongan hawa nafsu mereka, dan mereka punya keinginan serta kemauan besar supaya Allah melepaskan mereka dari hal-hal itu. Orang-orang mukmin ini seperti istri Firaun yang juga ingin terlepas dari Fir‘aun, tetapi tidak berdaya. Namun, orang-orang mukmin yang mengupayakan diri mereka sendiri mencapai derajat tinggi ketakwaan dan kesucian, serta memelihara kemaluan mereka, maka Allah Ta‘ala akan meniupkan ruh Isa ke dalam diri mereka. Inilah dua jenjang kebaikan yang dapat diraih orang-orang mukmin, namun jenjang kedua jauh lebih tinggi, yakni memperoleh peniupan ruh, lalu menjadi Isa. Ayat ini dengan jelas mengisyaratkan bahwa di dalam tunas (umat) ini ada seseorang yang akan bersifat Maryam, yakni kepadanya akan ditiupkan ruh lalu dia dijadikan sebagai Isa. Kini, tidak ada perempuan yang seperti itu, dan tidak pula ini merupakan nubuatan mengenai seorang perempuan tertentu. Oleh karena itu dengan jelas tampak bahwa yang dimaksud di sini adalah bahwa di dalam umat ini akan datang seorang manusia yang pertama-tama akan menyandang sifat Maryam berdasarkan ketakwaan, kesucian, kebersihan, dan kesalihannya. Kemudian padanya akan ditiupkan ruh kudus, lalu akan terciptalah sifat-sifat Isa di dalam. dirinya. Nah, kondisi dan kedalaman hal ini dapat diketahui melalui [buku] Barahiin Ahmadiyyah. Yakni, pertama-tama saya dinamakan Maryam, kemudian ditiupkan ruh shiddiq, sehingga saya dijadikan Isa. Permisalan-permisalan bagi orang-orang mukmin yang telah dipaparkan itu, juga dapat diketahui melalui ayat-ayat tersebut.... Bagi orang yang menyandang sifat Maryam, adalah mutlak baginya untuk mengubah diri dalam warna Isa. Jika di dalam ayat itu yang tertera hanya kata Maryam maka bisa saja yang dimaksud di situ adalah banyak orang. Namun Allah Ta‘ala telah mempersempitnya dengan ciri-ciri ahshan faraj (pemeliharaan terhadap kemaluan/kehormatan) dan nafakh ruh (peniupan ruh), sehingga terbukti bahwa yang dimaksud disitu hanya tentang satu orang saja. Ini adalah suatu tamsilan. Siapa saja yang tidak paham, sekaranglah waktu yang telah ditetapkan untuk itu. Kemudian, hal yang paling menakjubkan adalah, ilham-ilham mengenai penyebutan diri saya sebagai Maryam, dan mengenai nafakh ruh (peniupan ruh) serta penyebutan sebagai Isa, hanya berjarak antara 9 hingga 10 bulan, yaitu jangka masa kehamilan. Segenap rangkaian perkembangan ini berada di tangan Allah. Seorang pun tidak ada yang tahu, yakni bagaimana dari sebutir benih terjadi berbagai perkembangan di dalam tanah, lalu akhimya sampai menjadi sehelai daun.‖ (Malfuzat, jld.IV, hlm. 385-386). KESEDERHANAAN DAN KEBERSAHAJAAN DALAM ISLAM
102
Pada tanggal 7 Januari 1903 Hadhrat Masih Mau'ud a.s. seperti biasanya pergi jalan kaki bersama beberapa sahabah. Abu Sa'id Arab Sahib membincangkan mengenai tatacara dan etika orang-orang Inggris. Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menjelaskan: ―Manusia, sebagaimana secara batin hendaknya memperlihatkan Islam, begitu pula secara zahir pun hendaknya memperlihatkan Islam. Jangan menjadi seperti orang-orang [Islam] yang pada masa sekarang ini memperoleh pendidikan di Aligarh lalu memakai jas serta celana dan segala bentuk pakaian orang-orang Inggris. Sampai-sampai mereka ingin agar perempuanperempuan mereka juga seperti perempuan-perempuan Inggris. Dan supaya kaum perempuan mereka mengenakan pakaian seperti kaum perempuan Inggris, dan sebagainya. Seseorang yang menyukai pakaian suatu kaum, maka lambat-laun dia juga akan menyukai tata-cara lainnya dari kaum itu, sampai-sampai agama kaum itu pun akan dia sukai. Islam menyukai kesederhanaan, dan membenci hal-hal yang bersifat mengada-ada.‖ Kemudian dipertanyakan mengenai cara makan yang menggunakan pisau dan garpu. Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda: ―Syariat Islam memang tidak melarang cara makan yang menggunakan pisau. Ya, Islam telah melarang sikap yang menekankan suatu hal atau suatu perbuatan yang bersifat mengadaada, supaya tidak menyerupai suatu kaum tertentu. Sebab jika tidak demikian, sebenarnya terbukti bahwa Rasulullah saw. juga pernah makan daging dengan menyayatnya pakai pisau. Dan perbuatan itu dilakukan supaya umat tidak merasa susah. Makan dengan cara demikian pada saat diperlukan adalah dibenarkan, namun betul-betul terikat dengan ketentuan cara seperti itu serta bersikap mengada-ada, dan menganggap cara makan lainnya lebih rendah (hina) adalah dilarang. Sebab dengan demikian maka lambat-laun manusia akan mengikuti sedemikian rupa sampai-sampai merasa tidak perlu lagi bersuci, seperti yang dilakukan oleh orang-orang ini. "Man tasyaabaha biqaumin fahuwa minhum – (barangsiapa meniru suatu kaum, maka dia akan menjadi salah satu dari kaum itu," artinya adalah, jangan lakukan hal itu sebagai suatu keharusan, sebab kadang-kadang berdasarkan kebutuhan yang dibenarkan, melakukan hal itu tidaklah dilarang. Misalnya, kadang-kadang karena banyak pekerjaan dan sibuk menulis sambil duduk maka saya sering meminta agar makanan dihidangkan di atas meja, dan di situlah kami makan. Kami juga makan dengan hidangan yang disajikan di atas tikar. Di atas dipan pun saya makan. Jadi, dalam hal-hal seperti ini, hendaknya yang diperhatikan adalah bagaimana supaya berlangsung dengan ala kadarnya. Yang diinaksud dengan mencontoh di dalam hadits ini adalah, mengharuskan suatu hal yang ditiru. Sebab kesederhanaan agama kita adalah sesuatu yang membuat umat-umat lain menjadi iri, dan mereka berangan-angan seandainya hal itu terdapat juga di dalam agama mereka. Dan orang-orang Inggris memuji hal itu. Dan kebanyakan hal-hal mendasar mereka ambil dari Arab lalu mereka gunakan. Namun sekarang, dengan penyembahan terhadap tradisi, mereka itu terpaksa. Mereka tidak dapat meninggalkannya.‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm. 387-388).
MEMELIHARA JENGGOT DAN MENGGUNAKAN PISAU SILET Ada yang bertanya tentang janggut, Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menjelaskan: ―Ini merupakan pemikiran yang timbul dalam kalbu manusia. Sebagian orang Inggris
103
mencukur habis janggut dan kumis semuanya, dan mereka menganggapnya sebagai keindahan. Saya sangat tidak suka terhadap hal itu sehingga hati ini enggan untuk makan jika berada di hadapan mereka. Cara penanganan janggut yang dilakukan para nabi dan orang-orang salih sangatlah disukai, yakni jika sudah terlalu panjang, maka hendaknya dipotong. Biarkan tetap tipis. Ini adalah pembeda yang telah diberikan Tuhan antara laki-laki dan perempuan.‖ Kemudian dokter Yakub Beg mengatakan: "Hudhur (Yang Mulia), sekarang ini telah terbit sebuah buku Plague Guide, dan telah dikirimkan kepada semua dokter. Di dalamnya terdapat sebuah petunjuk, yakni di masa merebaknya wabah pes ini, mencukur jenggot hendaknya samasekali jangan dilakukan, sebab dengan sedikit saja terluka maka kuman pes akan sangat cepat bereaksi." Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menjelaskan: ―Pisan cukur (silet) juga kadang-kadang beracun, dan penyakit-penyakit seperti syphilis bisa menyebar karenanya. Oleh karena itu wajib untuk selalu berhati-hati dalam menggunakan pisau cukur (silet), dan penggunaan pisau cukur (silet) pada wajah sangat berbahaya. Ya, untuk rambut-rambut yang tidak pantas, misalnya seperti yang tumbuh pada bagian pipi, atau jenggot yang terlalu panjang dan sebagainya, hendaknya dipotong. Jangan dicukur habis.‖ (Malfuzat, jld.IV, hlm. 388-389). HATI-HATI DALAM MEMAHAMI NUBUATAN Hadhrat Masih Mau'ud as. bersabda kepada Abu Sa'id Arab Sahib: ―Apa yang anda tanyakan tadi malam, itu memang sangat penting, sebab untuk memberikan pemahaman di negeri-negeri yang penduduknya benar-benar tidak kenal, diperlukan ilmu.‖ Kemudian Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menjelaskan mengenai sikap berhati-hati dalam memahami nubuatan (kabar gaib). Beliau a.s. bersabda: ―Mengenai nubuatan (kabar ghaib), sama-sekali jangan berpikir bahwa nubuatan itu benarbenar terbuka sedemikian rupa, sampai nama-nama pun diberitahukan secara rinci. Sebab, jika tidak maka tuntutan ini pun dapat tertuju pada Rasulullah saw.. Dan memang dibutuhkah buktibukti atas pendakwaan Rasulullah saw., sebab di dalam Taurat Allah telah menyatakan bahwa di akhir zaman akan datang seorang nabi. Kemudian dikatakan bahwa ―ia akan berasal dari kalangan saudara-saudara kamu‖, namun tidak dijelaskan bahwa ia akan berasal dari keturunan Ismail, padahal orang-orang Yahudi berpikiran bahwa nabi yang dijanjikan itu akan datang dari kalangan Bani Israil. Sebab, bukannya Allah Ta‘ala itu tidak kuasa untuk memberitahukan semua tentang nama Rasulullah saw., nama ayah beliau, dan nama kota beliau, sehingga tidak ada peluang untuk timbulnya keraguan. Namun, [nubuatan] itu dalam kata-kata sedemikian rupa sehingga orangorang Yahudi mengambil manfaat dari itu, dan mereka sampai sekarang masih berkeyakinan bahwa yang dimaksud dengan "dari antara saudara-saudaramu" adalah akan berasal dari Bani Israil. Hal lainnya dimana Bani Israil telah tergelincir adalah persoalan mengenai Ilyas (Eliya), yakni mereka tidak percaya bahwa Yahya (Yohanes) itu adalah Ilyas. Ringkasnya, dari itu tersimpul bahwa jika semua perkara itu disimak secara bersamaan, dan orang itu merupakan seorang yang beriman dan bertakwa, maka dia akan memperoleh bukti. Yakni, di satu sisi Al-Quran, hadits, dan kitab-kitab terdahulu ada menyertai saya. Dan di sisi lain, terdapat ratusan Tanda (mukjizat) yang telah zahir. Dan sebanyak 150 dari antaranya telah dipaparkan di dalam buku Nuzulul Masih. Ringkasnya, ini merupakan sunnatullaah (kebiasaan
104
Allah), bahwa seorang yang benar itu dapat dikenali melalui Tanda-tanda (mukjizat). Dan hal yang sebenarnya adalah, jika mereka melontarkan kritikan, maka silahkan mereka paparkan bukti pengutusan dan kebenaran Hadhrat Isa a.s. dan kemudian Rasulullah saw.. Lalu, berapa pun yang tertinggal dari mereka, akan saya penuhi. Orang-orang Yahudi dua kali mengalami kejutan. Pertama, di masa Al-Masih a.s., ketika mereka bertanya kepadanya: "Mana Ilyas yang harus datang sebelum engkau?" Maka beliau menjawab: "Itulah Yahya (Yohanes), terserah man menerimanya atau tidak." Dan yang kedua adalah di masa Rasulullah saw., sebab beliau berasal dari Bani Ismail. Al-Masih itu telah disebut gila, bahkan eliau. dinamakan Baalzebul oleh para penentang. Baal artinya kepala/pemimpin, sedangkan zebul artinya lalat-lalat yang hinggap di kotoran. Yakni, beliau disebut sebagai ketua segenap kekotoran. Itu adalah kesalahan besar yang mereka lakukan, dan sebutan itu mereka lontarkan karena sikap penentangan. Samas halnya dengan Rasulullah saw. ang disebut tukang sihir dan majnun (gila).‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm. 389-390). (390-393) TUDUHAN TENTANG WARISAN Orang-orang melontarkan kritikan bahwa di kalangan kerabat Hadhrat Masih Mau'ud a.s. orang-orang yang mati tanpa ahli waris, maka harta mereka jatuh ke tangan Hadhrat Masih Mau'ud, sehingga terkumpul banyak sekali harta kekayaan beliau. Menanggapi itu Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda: ―Ayah saya dahulu memang menugaskan saya untuk urusan-urusan duniawi seperti itu (urusan tanah warisan dll. – pent.). Dan berdasarkan perintah beliau serta supaya beliau senang, maka saya juga terpaksa sering pergi menghadiri persidangan-persidangan. Ketika ayah saya wafat, apakah ada orang yang melihat saya masih ambil bagian dalam hal-hal seperti itu? Padahal saya punya hak, yakni jika mau maka saya dapat mengambilnya.‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm 393) .
KESEDERHANAAN DAN KEBERSAHAJAAN HADHRAT MASIH MAU’UD A.S. Hadhrat Masih Mau'ud a.s. setelah shalat Maghrib duduk-duduk bersama para sahabah. Setelah membincangkan mengenai beberapa hal, Mian Ahmad Diin dari Gujranwala menyampaikan: "Jika Hudhur sudah tahu persis kapan akan berangkat dari sini, maka mohon singgah ke Gujranwala. Kami ingin mengundang makan dan minum." Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda: ―Saya ini hanya Allah-lah yang membawa saya pergi. Berdasarkan perintah-Nya-lah saya akan pergi. Sekarang, siapa yang tahu, kapan harus berangkat? Manusia sangat lemah dan rendah. Bersama Allah-lah dia berangkat, dan bersama Allah jugalah dia kembali.‖ Lalu ada sahabah lainnya yang menyampaikan: "Ada seseorang lagi yang akan menyiapkan makanan dan sebagainya di perjalanan." Mengenai itu Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda: ―Keikhlasan yang ada di dalam kalbu, andalah yang akan memperoleh pahalanya, sebab saat ini undangan yang telah disampaikan adalah dari pihak anda.‖
105
Kemudian mengenai kondisi kesehatan beliau yang tidak begitu baik, Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda: ―Dalam dua atau tiga hari ini kegiatan jalan kaki kita hentikan dulu, sebab sekarang hujan masih belum turun, karena itu banyak debu beterbangan, dan karena itulah saya jadi sakit.‖ Seorang sahabi mengatakan: "Dikarenakan orang-orang berjalan di depan Hadhur (Yang Mulia), oleh sebab itu debu yang beterbangan mengenai Hudhur.‖ Namun Hadhrat Masih Nlau'ud a.s. bersabda: ―Bukan, karena tidak ada hujanlah saya jadi sakit.‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm. 393-394). BANYAK BUKU YANG DITULIS ATAS BANTUAN ALLAH TA’ALA ―Sungguh menakjubkan qudrat (kekuasaan) Allah Ta‘ala. Yakni, penentang saya ada ribuan orang, dan sebagai bandingannya Jemaat saya sedikit sekali. Namun banyak buku baru yang terbit dari pihak saya, tetapi dari mereka tidak seberapa. Dan kalau pun ada yang terbit dari pihak mereka, di dalamnya hanya terdapat caci-makian. belaka, yaitu suatu hal yang memalukan bagi pihak mereka.‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm. 394).
JEMAAT DAN TAKWA ―Di zaman yang penuh kerusakan ini -- ketika di segala penjuru bertiup angin kesesatan, kelalaian dan penyimpangan -- adalah mutlak bagi Jemaat saya untuk menerapkan ketakwaan. Kondisi dunia sudah demikian, yakni tidak ada lagi nilai keagungan perintahperintah Allah Ta‘ala. Hak-hak dan wasiat (pesan) tidak dipedulikan lagi. Orang-orang sibuk dalam dunia dan dalam pekerjaan-pekerjaan dunia mereka melampaui batas. Sedikit saja timbul kerugian dalam urusan dunia, manusia langsung saja meninggalkan porsi agama dan mengabaikan hak-hak Allah Ta‘ala. Senora hal ini tampak dalam gelar perkara-perkara pengadilan dan dalam pembagian jatahjatah antara sesama rekan usaha. Manusia berinteraksi (tampil) di hadapan satu sama lain dengan niat tamak. Orang-orang sungguh tidak berdaya dalam melawan dorongan-dorongan nafsu. Selama Tuhan membiarkan mereka dalam kondisi lemah, mereka tidak berani melakukan dosa. Namun tatkala sedikit saja kelemahan mereka sirna, dan tersedia peluang melakukan dosa, maka mereka langsung melakukannya. Pada zaman sekarang ini, periksalah semua tempat, maka yang akan kalian temukan adalah seakan-akan ketakwaan hakiki telah lenyap, dan keimanan sejati benar-benar telah tiada. Namun, dikarenakan Allah Ta‘ala sudah menghendaki untuk tidak menyia-nyiakan benih ketakwaan dan keimanan sejati, tatkala Dia melihat bahwa panen benar- benar sudah hancur, maka Dia menciptakan panen yang lainnya.‖ (Malfuzat, jld IV, hlm. 395). (395-397)
NASIHAT PENTING BAGI JEMAAT
106
Al-Quran masih tetap ada dalam bentuk yang otentik. Sebagaimana 'Allah Taala berfirman: "Innaa nahnu nazzalnadz- dzikra wa innaa lahuu lahaafizhuun – (sesungguhnya Kami yang menurunkan Al-Quran dan sesungguhnya Kami memeliharanya – Al-Hijr, 10). Banyak sekali bagian hadits yang masih ada. dan berkat-berkat juga ada, namun iman di dalam kalbu-kalbu serta bentuk pengamalan sama-sekali tidak ada. Allah Ta‘ala telah mengutus saya adalah supaya hal-hal tersebut timbul kembali. Ketika Allah melihat. bahwa arena ini telah kosong, maka gejolak Ketuhanan-Nya sama-sekali tidak menyukai bila arena ini tetap kosong, dan orang-orang masih saja tetap jauh seperti itu. Oleh karenanya untuk menghadapi itu Allah Ta‘ala ingin menciptakan sebuah kaum baru yang terdiri dari orang-orang yang hidup. Dan karena itulah tabligh saya mengimbau agar kehidupan takwa itu diraih. Orang ada bermacam-macam. Sebagian orang melakukan keburukan lalu mereka berbangga diri atas hal itu. Cobalah, sifat apa namanya itu yang dapat dibanggabanggakan? Menghindari keburukan dengan cara demikian, tidaklah termasuk dalam kebaikan. Dan tidak pula itu yang dinamakan kebaikan hakiki, sebab binatang pun dapat mempelajarinya. Ada seorang pedagang bernama Mian Hussein Beg. Dia memiliki seekor anjing. Dia sering memerintahkan kepada anjing itu agar tetap menatap roti, maka anjing itu terus menjaga roti tersebut. Demikian pula, saya dengar ada seekor kucing yang sudah diajarkan seperti itu. Ketika orang-orang tahu, maka mereka ingin mengujinya. Dan mereka meletakkan manisan, susu serta daging di dalam sebuah ruangan serta benda-benda yang pasti menarik selera kucing. Kucing itu dimasukkan ke dalam ruangan tersebut, lalu pintunya ditutup, untuk menguji apakah kucing :itu memakan makanan-makanan itu atau tidak? Setelah satu atau dua hari ruangan dibuka, dan ternyata semua makanan itu masih tetap utuh, sedangkan kuding tersebut sudah mati. Tidak ada satu benda pun yang disentuh oleh kucing itu. Oleh karena itu, sekarang hendaknya manusia merasa malu, sebab kucing dan anjing itu sebagai hewan telah menuruti perintah manusia sedemikian rupa, sedangkan orang-orang ini sebagai manusia tidak menuruti perintah Allah Ta‘ala. Untuk memperingatkan jiwa-jiwa manusia, banyak sekali contoh seperti itu. Banyak sekali anjing yang setia seperti itu. Namun disayangkan bagi manusia yang tidak mencapai derajat seperti yang dicapai anjing itu. Cobalah katakan, lalu apa saja yang diminta oleh manusia kepada Tuhan? Allah telah memberikan suatu potensi kepada manusia, yang tidak diberikan kepada makhluk lainnya. Dalam hal menghindari keburukan, hewan-hewan juga sama saja seperti manusia. Sebagian kuda saya lihat, ketika cambuk jatuh dari tangan majikannya, maka kudakuda itu mengambilnya dengan mulut lalu memberikannya kembali kepada sang majikan. Dan kuda-kuda itu berbaring, duduk, serta berdiri atas perintah majikannya, dan mereka taat sepenuhnya. Jadi, ini tidak bisa menjadi kebanggaan manusia, yakni menghindarkan diri dari beberapa dosa yang timbul dari tangan, kaki, dan anggota, tubuh lainnya. Sedangkan orang-orang yang melakukan dosa-dosa seperti itu, mereka menerapkan sifat-sifat binatang, seperti yang dilakukan kucing dan anjing. Yakni, bila melihat mangkuk terbiarkan maka langsung dijilat. Dan jika melihat makanan tidak terjaga, maka langsung dimakan. Manusia seperti itu jadi sama saja seperti anjing dan kucing. Akhirnya, mereka akan tertangkap dan dimasukkan ke dalam penjara. Pergilah lihat, penjara-penjara dipenuhi oleh orang-orang Islam seperti itu.... Jadi, sekarang ini merupakan peluang, dan merupakan masa bagi ombak-ombak Allah Ta‘ala. Yakni seperti halnya ada beberapa masa tertentu yang merupakan masa bagi rahmat
107
Allah, dan orang-orang memperoleh kekuatan di dalamnya. Demikian pulalah saat sekarang ini. Saya tidak mengatakan supaya samasekali meninggalkan usaha-usaha (perniagaan) duniawi, melainkan maksud saya adalah, berusahalah sampai batas keseimbangan, dan carilah nafkah di dunia dengan niat supaya dengan itu dapat mengkhidmati agama. Akan tetapi sama sekali tidak dibenarkan untuk begitu tenggelam dalam urusan-urusan duniawi itu sedemikian rupa sehingga sisi agama terlupakan. Yakni, sampai lupa puasa, dan lupa shalat, seperti halnya kondisi orangorang sekarang ini yang kelihatan. Sebagai contoh misalnya, lihatlah acara pertemuan besar di [istana kerajaan di] Delhi sekarang ini. Dikatakan bahwa satu juta lima ratus ribu orang telah hadir di situ. Menurut perkiraan saya, mereka ini semua adalah orang-orang yang menyembah dunia. Di dalam hadits tertera bahwa yang paling banyak menimbulkan kebencian Allah adalah rajaraja, sebab mereka itu seperti suatu dewi besar. Semakin dekat dengan mereka, maka kalbu semakin menjadi keras. Saya tidak melarang siapa pun melakukan perniagaan, yakni supaya dia meninggalkan semua perniagaan itu. Namun saya mengatakan supaya mereka pikirkanlah sedikit, dan simaklah, dimana sekarang bapak dan kakek mereka? Banyak orang yang sangat mulia, dan bagaimana orang-orang itu diambil dari antara mereka, dan bagaimana maut (kematian) telah menceraiberaikan mereka.... Sekarang ini bencana wabah pes sedang menyerang. Dikatakan bahwa siklusnya adalah ' 70 tahunan. Dan di hadapan [wabah pes] ini tidak ada dalih (alasan) yang berlaku. Semua alasan menjadi sia-sia. Dan [bencana] ini muncul supaya orang-orang kembali percaya akan Wujud Tuhan. Jadi, Wujud-Nya itu benar-benar ada. Dan tidak ada yang dapat menyelamatkan manusia dari bencana yang diturunkan Tuhan, kecuali Tuhan itu sendiri. Terapkanlah ketakwaan sejati, supaya Allah Ta‘ala menjadi ridha terhadap kalian. Tatkala manusia seperti kuda binal maka akan dipukuli, sedangkan orang-orang yang khusus mereka itu berjalan melalui isyarah-isyarah, seperti halnya kuda yang sudah terlatih berjalan melalui isyarah. Kepada orang-orang ini turun wahyu dan ilham. Dan hal yang indah adalah wahyu itu juga mengandung arti sebagai isyarah. Namun ketika masa hukuman telah lewat, maka datanglah masa turunnya wahyu. Dan hal yang penting adalah, tahap ini tidak dapat ditempuh dengan mudah, sebab takwa bukanlah sesuatu yang diraih oleh manusia hanya melalui mulut (ucapan) saja, melainkan manusia ikut ambil bagian dalam dosa-dosa setaniah. Permisalannya adalah seperti gula yang diletakkan sedikit saja di satu tempat, maka tidak terhitung banyaknya semut yang mengerubutinya. Begitulah halnya dosa-dosa setaniah, dan dari itulah diketahui kondisi kelemahan manusia. Jika Allah menghendaki, maka tentu Dia tidak akan menimbulkan kelemahan demikian. Namun, tujuan Allah Ta‘ala adalah supaya manusia menjadi tahu bahwa sumber segala kekuatan hanyalah Dzat Allah. Tidak ada kekuatan seorang nabi atau rasul mana pun untuk dapat memberikan kekuatan tersebut dari dirinya sendiri. Dan kekuatan ini, ketika manusia meraihnya dari Allah, maka terjadi perubahan di dalam dirinya. Untuk meraih kekuatan itu adalah mutlak agar manusia menggunakan doa. Dan shalat adalah suatu kebaikan yang dengan menerapkannya maka kelemahan yang bersifat setaniah menjadi lenyap. Dan shalat itu sendiri merupakan doa. Setan menghendaki agar manusia tetap lemah dalam hal shalat, sebab setan tahu bahwa sekian banyak ishlah (perbaikan) yang akan dilakukan oleh manusia, semua itu dilakukannya melalui perantaraan shalat. Jadi, oleh karena itu, yang menjadi syarat adalah kesucian dan kebersihan. Selama kekotoran masih ada di dalam diri manusia, selama itu pula setan akan tetap mencintainya.‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm. 395-398).
108
(398-399)
SOPAN SANTUN DALAM BERDOA Sopan santun adalah sesuatu yang penting dalam memohon kepada Allah Ta‘ala. Dan orangorang ketika memohon sesuatu kepada raja, maka mereka selalu memperhatikan sopan santun. Oleh karena itu Allah Taala telah mengajarkan di dalam Surah Al-Fatihah bagaimana cara memohon. Di situ diajarkan: Alhamdulillaahi Rabbil ‘aalamiin , yakni, segenap pujian hanyalah bagi Allah yang merupakan Tuhan sekalian alam. Ar-Rahmaan, yakni Yang memberi tanpa diminta. Ar-Rahiim, yakni yang memberikan imbalan dan buah-buah atas kecintaan hakiki manusia. Maaliki yaumid diin, yakni ganjaran pahala dan hukuman ada di tangan-Nya. Jika Dia kehendaki, Dia lestarikan, dan jika Dia mau maka dia matikan. Dan yang ada di tangan-Nya akan berlaku di akhirat, dan juga yang berlaku di dunia ini. Tatkala manusia melakukan pemujian seperti itu, maka terbayang olehnya, betapa agungnya Tuhan itu. Yakni yang merupakan Rabb, Rahmaan, Rahiim, dan manusia semakin percaya akan sifat-Nya yang ghaib. Kemudian dengan meyakini-Nya sebagai sesuatu yang ada dan melihat, manusia itu memanggil-Nya, "Iyyaa ka na'budu wa iyyaa ka nasta’iin, ihdinash shiraathal mustaqiim." Yakni, tunjukilah suatu jalan yang betul-betul lurus, dan tidak ada kebengkokan apa pun padanya. Ada satu jalan yang merupakan jalan orang-orang buta. Yakni, mereka susah-payah menempuhnya lalu mereka menjadi letih, dan tidak ada hasilnya sedikit pun. Dan ada satu jalan'lagi yang dengan melakukan upaya gigih di dalamnya maka akan diperoleh hasil. Kemudian lebih lanjut: Shiraathal ladziina an'amta 'alaihim. yakni, jalan orang-orang, yang telah Engkau beri nikmat (anugerah) kepada mereka. Dan itulah jalan lurus yang dengan menempuhnya maka akan diperoleh nikmat (anugerah-anugerah). Lalu: Ghairil maghdhubi 'alaihim. Yakni, bukan jalan orang-orang yang telah Engkau murkai. Dan "Wa ladh-dhaalliin, " dan bukan pula jalan orang-orang yang terkutuk. Yang dimaksud dalam "Ahdinash shirathal mustaqiim" adalah alas bagi pekerjaan-pekedaan dunia dan agama. Misalnya, ketika seorang tabib mengobati seseorang, maka selama dia tidak merniliki tangan yang bersifat sirathal mustaqiim, maka dia tidak akan dapat mengobati. Demikian pula terdapat suatu sirathal mustaqiim bagi segenap pengacara, dan setiap profesi, serta bagi setiap ilmu pengetahuan. Ketika tangan yang bersifat sirathal mustaqiim itu telah ia miliki, maka pekerjaan dengan mudah akan dijalankan. Pada tahap ini, ada seseorang y melontarkan kritikan, yakni, "Mengapa nabi masih perlu memanjatkan doa? Mereka itu kan memang sudah berada jalan yang lurus sejak sebelumnya?" Jawabannya adalah, mereka melakukan doa ini untuk kemajuan dalam mencapai tahap-tahap dan derajat. Bahkan permohonan "Ihdinash shirathal mustaqiim ini pun akan tetap dipanjatkan di akhirat nanti oleh orang-orang mukmin., sebab sebagaimana Allah Ta‘ala itu tidak terbatas, demikian pula tahap-tahap dan derajat-derajat yang ada pada-Nya juga tidak terbatas. Dikarenakan Allah Ta‘ala itu tidak terbatas, maka berkat-berkat dan karunia karunia-Nya juga tidak terbatas. Untuk meraih karunia-karunia yang tak terbatas itulah para nabi tersebut memanjatkan doa ini.‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm. 399-400).
109
MENERAPKAN KETAKWAAN Untuk menjadi orang muttaqi (bertakwa) hal ini adalah penting, yakni setelah benar-benar mantap dalam meninggalkan hal-hal besar -- seperti zinah, mencuri, merampas hak-hak orang lain,pamer, sombong, menganggap rendah pihak lain, kikir -- maka setelah menghindarkan diri dari akhlaq razilah (sifat-sifat rendah) itu, adalah penting untuk meraih kemajuan dalam menerapkan akhlaq fadhilah (sifat-sifat atau norms yang mulia). Sikapilah orang-orang dengan baik, dengan peri-laku yang baik, dengan kepedulian. Perlihatkanlah kesetiaan hakiki dan kejujuran terhadap Allah Ta‘ala. Carilah maqam mahmuud (tahap-tahap/martabat yang terpuji) dalam melakukan pengkhidmatanpengkhidmatan. Berdasarkan hal-hal inilah manusia disebut muttaqi (orang bertakwa). Dan orang-orang yang merupakan himpunan segenap hal tersebut, mereka itulah muttaqi yang sejati. Yakni, jika akhlak tersebut hanya ada satu-satu bagian saja pada diri seseorang, dan belum terpadu semua akhlak fadhilah itu maka dia belum dapat disebut muttaqi. Dan bagi orang-orang muttaqi seperti itu: "Laa khaufun 'alaihim wa laa hum yahzanuun (tidak ada ketakutan bagi mereka, dan tidak pula mereka berduka cita -- Al-Baqarah, 63). Setelah itu, bagaimana mereka? Allah Ta‘ala menjadi Pelindung bagi orang-orang seperti itu, seperti yang difirmankan: "Wa huwa yatawallash- shaalihiin (dan Dia melindungi orang-orang yang salih] -- Al-A'raf, 197). Di dalam hadits dikatakan, bahwa Allah Ta‘ala akan menjadi tangan mereka, yang dengan itu mereka memegang. Allah akan menjadi mata mereka, yang dengan itu mereka melihat. Allah akan menjadi telinga mereka, yang dengan itu mereka mendengar. Allah akan menjadi kaki mereka, yang dengan itu mereka berjalan. Dan di dalam sebuah hadits lain tertera, "Barangsiapa memusuhi wali-Ku (sahabat-Ku) maka Aku katakan padanya, bersiaplah untuk melawan-Ku." Di tempat lain juga dikatakan bahwa apabila ada yang menyerang wali (sahabat) Allah, maka Allah Ta‘ala akan langsung menerkam seperti singa betina yang menerkam dengan marahnya apabila ada yang merampas anaknya.‖ (Malfuzhat, jld. IV, hlm. 400-401). CARA MENGAMBIL MANFAAT DARI RAHMAT ALLAH TA’ALA Inilah ketentuan sebenarnya untuk mengambil manfaat dari sumber rahmat Allah. Sunnah (kebiasaan) Allah Ta‘ala itu adalah, sebagaimana langkah manusia menapak maju, begitu pulalah langkah Allah akan maju. Rahmat-rahmat khusus Allah Ta‘ala tidak turun pada setiap orang, oleh karena itu orang-orang yang memperoleh rahmat-rahmat khusus tersebut, bagi mereka hal itu disebut Tanda (mukjizat). Contohnya lihatlah, betapa hebatnya upaya-upaya yang telah dilakukan para musuh untuk menggagalkan Rasulullah saw., namun tidak satupun berhasil. Sampai-sampai mereka menyusun rencana pembunuhan, akan tetapi akhirnya tetap tidak berhasil. Allah Ta‘ala memaparkan hal ini. Akhlak dan sebagainya yang diraih untuk mendapatkan rahmat khusus-Nya itu, hendaknya dipaparkan di hadapan Allah Ta‘ala, bukannya di hadapan kita. Teruslah pelihara rangkaian kecintaan dan keagungan Allah Ta‘ala di dalam kalbu-kalbu kalian. Dan untuk itu, tidak ada yang lebih baik daripada shalat., sebab puasa datang setahun sekali, sedangkan zakat diberikan oleh orang-orang yang memiliki harta kekayaan. Namun hanya shalatlah yang harus dikerjakan lima waktu sehari oleh setiap lapisan orang. Sama-sekali janganlah sia-siakan shalat itu. Kerjakanlah shalat itu berkali-kali, dan kerjakanlah dengan pemikiran bahwa kalian berdiri
110
di hadapan Wujud yang memiliki Kekuatan sedemikian rupa, sehingga jika Dia menghendaki maka dalam keadaan itu juga, pada saat itu juga, bahkan pada detik itu juga akan Dia kabulkan. Sebab penguasa duniawi lainnya membutuhkan khazanah-khazanah, dan mereka risau janganjangan khazanah itu sudah habis. Mereka selalu risau tidak memiliki apa-apa lagi, namun khazanah Allah Ta‘ala selalu penuh. Apabila berdiri di hadapan-Nya, yang diperlukan hanyalah keyakinan. Manusia hendaknya meyakini bahwa dia berdiri di hadapan Wujud Yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui dan Maha Kuasa. Jika Dia bermurah hati maka saat itu juga Dia akan beri. Panjatkanlah doa dengan penuh rintihan. Jangan sekali-kali putus asa dan berprasangka buruk. Jika kalian menerapkan cara seperti ini, maka kalian akan segera menyaksikan ketenteraman itu, dan fadhl (karuniakarunia) lainnya dari Allah pun akan menyertai kalian, dan Allah itu sendiri akan kalian dapatkan. Jadi, ini adalah cara yang seharusnya diterapkan. Namun doa orang yang fasik (durhaka) dan zalim (aniaya) biasanya tidak dikabulkan, sebab dia itu bersikap tidak peduli terhadap Allah Ta‘ala. Seorang anak jika tidak peduli terhadap bapaknya dan tidak patuh maka bapaknya pun tidak akan peduli terhadapnya. Lalu, mengapa Allah harus peduli terhadap orang seperti itu?‖ Kemudian seseorang mengatakan, "Mengapa doa Bal'am Ba'ur telah dikabulkan?" Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menjelaskan: ―Itu merupakan ibtilaa (cobaan), bukan doa. Akhirnya dia juga telah dimatikan. Doa adalah yang dilakukan oleh orang-orang yang disayangi Tuhan. Jika tidak, [secara umum] Allah Ta‘ala juga mendengar orang-orang Hindu, dan sebagian keinginan mereka pun telah terpenuhi. Namun itu namanya ibtilaa, bukan doa. Misalnya, jika ada yang memohon roti (makanan) kepada Tuhan, apakah Dia tidak akan memberikan? Ada janji-Nya, "Maa min daabbatin fil ardhi illaa 'alallaahi rizquhaa –(tidak ada sesuatu yang melata, di bumi melainkan Allah yang memberi rezekinya]" (Hud, 7). Anjing dan kucing juga kebanyakan dapat memenuhi perutnya. Ulat-ulat dan serangga juga memperoleh rezeki. Namun kalimat "Kami telah memilih" digunakan untuk kesempatan-kesempatan khusus.‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm. 401-402). BUKTI-BUKTI KEBENARAN MASIH MAU’UD Kepada Abu Sa'id Arab Sahib, Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda: ―Yang anda tanyakan mengenai bukti pendakwaan sebagai Masih, itu merupakan hal panting. Dan hendaknya benar-benar diingat. Jika ada yang bertanya kepada anda di negeranegara itu (Negara Burma), yakni apa bukti kebenaran saya, maka secara ringkas, hendaknya berikan jawaban ini, yakni buktinya adalah bukti-bukti yang menyatakan kebenaran Musa a.s., Isa a.s., dan Rasulullah saw.. Segenap nabi hanya memiliki dua macam bukti. Pertama, kabar tentang mereka terdapat di dalam kitab-kitab terdahulu. Namun pasti dalam bentuk kiasan, dan di dalamnya juga terdapat peluang untuk tergelincir. Misalnya, ketergelinciran orang-orang Yahudi, bahwa Rasulullah saw. itu seharusnya datang dari kalangan Bani Israil., tetapi mengapa beliau saw. datang dari Bani Ismail? Kemudian di masa Al-Masih a.s., orang-orang Yahudi menanti-nanti kedatangan Ilyas. Mereka masih saja berselisih sampai sekarang mengenai hal itu. Semua ini merupakan sikap mereka yang suka bersikeras. Begitulah, mengenai diri saya ada disebutkan di dalam kitab-kitab
111
terdahulu. Jika ada yang bersikeras mau bertengkar dengan saya dalam masalah ini, maka dia pun termasuk di antara orang-orang [Yahudi] itu. Yang kedua, bukti-bukti berupa Tanda (mukjizat-mukjizat). Dari aspek ini sangat jelas bahwa saya juga memiliki bukti-bukti ini. Allah Ta‘ala telah memperlihatkan Tanda-tanda ini dengan kaidah-kaidah tertentu. Dan jika dihitung seperti itu maka jumlahnya sudah lebih dari 2 juta [bukti]. Sebab di bawah ilham "Ya-tuuna min kulli fajjin 'amiiq” (akan berdatangan kepada engkau dari tempat-tempat jauh) dan ilham "Ya-tiika min kulli fajjin 'amiq (akan berdatangan kepada engkau dari tempat-tempat jauh). Setiap orang yang datang kepada saya, dan setiap hadiah serta bingkisan yang sampai kepada saya, masing-masing merupakan Tanda yang tersendiri. Namun saya hanya menuliskan sebanyak 150 Tanda (mukjizat) di dalam buku Nuzulul Masih, yaitu Tandatanda yang disaksikan oleh ribuan orang. Kemudian lihat, itu merupakan kabar untuk waktu kapan? Nash-nash Al-Quran, kabar-kabar dari hadits-hadits, kasyaf-kasyaf serta mimpi dan sebagainya, semuanya layak untuk dipaparkan sebagai bukti. Saat ini Allah Ta‘ala berkehendak untuk mengeluarkan kesalahan orang-orang, dan menegakkan ketakwaan. Siapa saja yang dikehendaki oleh Allah Ta‘ala akan Dia panggil. Ini merupakan imbauan dari-Nya, yang memanggil orang-orang. Para malaikat menarik-narik mereka untuk datang ke sini.‖ (Malfuzat, jld, IV, hlm. .402-403).
(403-412) MENGENAI ORANG-ORANG YANG MURTAD ―Adanya kemurtadan itu pun merupakan suatu Sunnah Allah. Pada masa Musa a.s. juga ada yang murtad. Di masa Rasulullah saw. juga ada yang murtad. Dan kemurtadan yang terjadi di masa Isa a.s. juga sangat mengherankan. Ada janji Allah, jika satu hilang, maka sebagai gantinya Dia akan menganugerahkan satu jemaat.‖. (Malfuzat, jld, IV, hlm. 412).
(412-414) KERJA KERAS HINGGA LARUT MALAM Pada tanggal 15 Januari 1903, waktu subuh, Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda: ―Saya tidak tidur sampai jam tiga malam memeriksa naskah-naskah. Kesehatan Maulwi Abdul Karim menurun, tetapi beliau tetap saja tidak tidur. Saat ini beliau tidak bisa datang. Ini juga merupakan sebuah jihad. Manusia memang kadang-kadang secara kebetulan terbangun pada malam hari. Namun betapa indahnya waktu itu, yaitu waktu yang digunakan untuk tugastugas [keagamaan]. Ada kisah seorang sahabi (Khalid bin Walid r.a. – pent.). Ketika dia akan meninggal dunia dia menangis. Kepadanya ditanyakan apakah dia menangis karena takut? Dia menjawab, ―Saya tidak takut mati, namun saya sedih karena saat ini bukanlah waktu sedang berjihad. Ketika dahulu saya melakukan jihad seandainya kewafatan ini terjadi pada waktu itu, betapa indahnya." Tubuh saya memang penat, tetapi hati tidak pernah lelah. Hati menghendaki supaya terus
112
saja melakukan pekerjaan ini. (Malfuzat, jld, IV, hlm. 414).
DOA & TATA-CARANYA ―Doa adalah sesuatu yang sangat unik, namun disayangkan, bahwa bukannya orangorang yang memanjatkan doa mengetahui tata-krama doa dan bukan pula orang-orang yang memanjatkan doa pada zaman ini mengenali cara-cara yang darinya dapat diperoleh pengabulan doa. Bahkan pada dasarnya mereka benar-benar telah jauh dari hakikat doa. Sebagian orang ada yang mengingkari doa secara keseluruhan, dan ada yang bukan mengingkarinya namun keadaan mereka telah lebih buruk dari keadaan para pengingkar doa. Dikarenakan mereka tidak mengetahui tata-krama doa, maka doa mereka tidak dikabulkan, dan juga dikarenakan doa itu pada arti yang sebenarnya bukanlah hanya sekedar doa (meminta), sehingga keadaan amal perbuatan mereka menyeret orang lain kepada atheisme. Untuk suatu doa hal yang pertama diperlukan adalah bahwa si pemanjat doa hendaknya sampai kapanpun jangan merasa letih dan putus asa serta janganlah berprasangka buruk terhadap Allah Ta'ala bahwa doa itu tidak dikabulkan. Kadangkadang tampak bahwa seseorang memanjatkan doa begitu hebatnya bahwa sudah hampir tiba saatnya doa itu akan dikabulkan, ternyata si pemanjat doa itu langsung merasa letih sehingga mengakibatkan kegagalan dan ketidakberhasilan baginya. Kegagalan itu membawa pengaruh buruk sedemikian rupa, sehingga orang itu mulai mengingkari kemanjuran doa serta lambat laun dia akan sampai pada suatu tahap dimana dia pun akan mengingkari Tuhan. Dia mulai mengatakan bahwa, "Seandainya Tuhan itu ada dan mengabulkan doa, maka kenapa Dia tidak mengabulkan doa-doa yang telah kupanjatkan sejak sekian lama ini?" Namun bagi orangorang yang berpendapat demikian serta yang telah terkecoh seperti itu, seandainya mereka merenungkan akan ketidak-teguhan dan ketidak-tetapan hatinya, maka dia akan mengetahui bahwa seluruh kegagalan tersebut adalah karena ketergesaan dan ketidaksabarannya sendiri. Yaitu hal-hal yang menambah keputus-asaan orang-orang yang gagal serta yang berprasangka buruk terhadap kekuatan dan kemampuan Tuhan. Oleh karena itu jangan sekali-kali merasa letih. Doa itu bagaikan seorang petani yang menanam sebuah benih di ladangnya. Pada kenyataannya dia telah menimbun sebuah biji (benih) yang bagus (baik) ke dalam tanah. Pada saat itu siapa yang tahu bahwa biji tersebut akan menjadi sebuah pohon yang baik dan akan memberikan buah. Dunia luas dan sang petani itu sendiripun tidak dapat melihat, bahwa betapa biji tersebut ketika masih berada di dalam tanah telah berubah bentuk menjadi sebuah tumbuhan. Namun pada hakikatnya adalah bahwa beberapa hari kemudian biji tersebut merekah dan mulai menjadi tumbuhan di dalam tanah dan ia akan terus berkembang sampai akhirnya tunas tumbuhan tersebut muncul, sehingga orang-orang pun dapat melihatnya. Kini, lihatlah bahwa ketika biji tersebut dimasukkan ke dalam tanah, pada dasarnya sejak saat itu dia mulai melakukan persiapan untuk menjadi tumbuhan. Namun orang-orang yang hanya melihat secara zahiriah tidak mengetahui akan hal. itu. Dan ketika tunasnya sudah keluar maka semua orang melihatnya. Akan tetapi seorang anak yang lugu pada saat itu tidak dapat mengerti bahwasanya sang tunas tersebut akan berbuah pada pada waktunya. Dia menginginkan bahwa kenapa tidak pada saat itu juga tunas tersebut berbuah?
113
Namun petani yang bijaksana memahami betul kapan tumbuhan itu berbuah. Dia dengan sabar mengurusnya dan selalu menjaganya. Dengan demikian tibalah suatu saat ketika tumbuhan tersebut mulai berbuah dan buahnya pun menjadi matang. Demikianlah halnya doa, dan tepat seperti itulah doa menampakkan wujudnya serta memberikan buah. Orang-orang yang selalu tergesa-gesa sejak pertama sudah mulai letih, sedangkan orangorang yang sabar, dengan penuh istiqlal (keteguhan) terus memanjatkan doa dan mereka berhasil meraih maksud tujuan mereka. Ini memang benar, di dalam doa terdapat tahapantahapan yang besar, yaitu tahapan-tahapan yang akan luput dari jangkauan para pemanjat doa apabila mereka tidak mengenalinya. Mereka akan tergesa-gesa dan tidak bersabar, padahal di dalam pekerjaan Allah Ta'ala terdapat suatu tertib (tahap-tahap). Lihatlah, hal ini tidak pernah terjadi, bahwa seorang manusia menikah pada hari ini dan besok anaknyapun akan lahir, padahal Dia itu Mahakuasa. Dia dapat melakukan apa yang Dia ingini. Akan tetapi hukum dan ketentuan yang telah Dia tetapkan itu adalah penting. Pertama-tama seperti pertumbuhan tanaman, perkembangannya [dalam rahim] tidak diketahui sedikitpun. Hingga umur 4 bulan tidak dapat dikatakan suatu hal yang pasti, sesudah itu barulah mulai terasa beberapa gerakan. Dan setelah melalui masanya yang sempurnya serta setelah menanggung rasa perih yang amat sangat, barulah sang anak lahir. Kelahiran seorang anak merupakan kelahiran sang ibu juga adanya. Kaum pria mungkin tidak dapat membayangkan rasa sakit dan perih yang harus ditanggung oleh perempuan tatkala hamil. Namun memang benar bahwa itu merupakan suatu kehidupan yang baru bagi perempuan. Jadi, perhatikanlah bahwa untuk memperoleh seorang anak, pertama-tama dia (sang ibu) sendiri harus menghadapi suatu maut (kematian), sesudah itu barulah dia dapat menyaksikan kebahagiaan tersebut. Demikian pula halnya bahwa sangat penting bagi orang yang berdoa supaya dia meninggalkan sikap ketidaktetapan hati dan ketergesaan serta janganlah sekali-kali beranggapan bahwa doa itu tidak dikabulkan. Akhirnya masa itu akan tiba, yaitu masa munculnya buah hasil doa tersebut - dimana seolah-olah anak yang diidam-idamkan telah lahir. Bagi suatu doa, pertama-tama adalah penting untuk mencapai tahapan dan derajat tersebut dimana setelah mencapainya maka hasilnya pun akan terbukti baik. Seperti halnya sekerat kain diletakkan dibawah kaca pembesar (suryakanta), lalu sinar matahari terfokuskan melalui kaca tersebut, maka panas yang ditimbulkannya akan sedemikian rupa sehingga dapat membakar kain itu, lalu seketika itu juga kain tersebut langsung terbakar. Demikian pula halnya bahwa adalah sangat penting supaya kita memanjatkan doa sampai ke suatu tahap dimana akan timbul kekuatan yang dapat membakar segala kegagalan serta terbukti dapat memenuhi maksud tujuan. Peyda ast nade laaraa keh buland ast janaabat [Farsil Manusia harus tetap memanjatkan doa hingga jangka waktu yang panjang, sehingga akhirnya Allah Ta'ala mewujudkan buah doa tersebut. Saya melalui pengalaman saya sendiri telah menyaksikan, dan pengalaman para shiddiq terdahulu pun memberikan kesaksian akan hal ini, yaitu seandainya di dalam suatu permasalahan kita memanjatkan doa dan hingga sekian lama tidak memperoleh jawaban, maka dalam hal ini ada harapan bahwa doa tersebut akan berhasil. Akan tetapi suatu permasalahan yang segera memperoleh jawaban, hal itu tidak akan terwujud. Secara umum kita melihat di dunia ini, bahwa tatkala seorang pengemis datang ke rumah orang untuk meminta-minta dan dia memohon dengan sangat memelas serta rendah hati sampai cukup lama, bahkan dia tidak beranjak dari tempat itu walaupun memperoleh bentakan-bentakan, dan dia terus saja meminta, akhirnya tuan rumah tersebut menjadi malu. Bagaimana pun kikirnya tuan rumah tersebut, dia tentu memberikan apa saja kepada si
114
pengemis itu. Jadi, apakah orang yang memanjatkan doa tidak harus teguh sebagaimana halnya seorang pengemis yang sederhana itu? Allah Ta‘ala Yang Maha Pemurah dan memiliki rasa malu, tatkala Dia melihat seorang hamba-Nya menjatuhkan diri sekian lama di hadapan singgasana-Nya, maka Dia tidak pernah memberikan hasil yang buruk bagi hamba tersebut. Sebagaimana seorang perempuan hamil, setelah melalui masa 4 atau 5 bulan ia mengatakan, "Sekarang kenapa belum juga lahir anak ini?" dan untuk memenuhi keinginannya itu dia memakan obat penggugur kandungan, maka apakah pada saat itu sang bayi akan lahir [tidak sempurna], atau dia sendiri yang akan tenggelam di dalam keadaan yang tidak memberikan harapan. Demikian pulalah halnya seseorang yang sebelum tiba saatnya telah bersikap tergesagesa, dia hanya akan menanggung kerugian dan tidak sekedar menanggung kerugian, bahkan imannya pun akan mengalami kegoncangan. Kadang-kadang dalam kondisi demikian orang dapat menjadi tak bertuhan (atheis). Di kampung kami ada seorang tukang kayu, istrinya jatuh sakit dan akhirnya meninggal dunia. Si tukang kayu itu mengatakan, "Jika Tuhan memang ada, tentu segala doa yang aku panjatkan akan dikabulkan dan istriku pun tidak akan mati". Demikianlah dia telah menjadi tak bertuhan. Akan tetapi seorang yang baik, jika ia memanfaatkan kejujuran dan keikhlasannya maka keimanannya akan meningkat, dan segala sesuatunya pun akan terwujud. Apalah artinya hartakekayaan dunia ini di hadapan Allah Ta‘ala. Dalam sedetik saja Dia dapat melakukan segala sesuatu. Apakah kalian tidak melihat bahwasanya Dia telah menjadikan sebuah bangsa yang tidak dikenal sebelumnya menjadi raja, dan menjadikan kerajaan-kerajaan besar sebagai bawahan bangsa tersebut, serta Dia telah menjadikan budak-budak menjadi raja? Seandainya manusia menerapkan ketakwaan dan menjadi milik Tuhan, maka dia akan memperoleh kehidupan yang mulia di dunia ini. Namun syaratnya adalah bahwa dia harus memperlihatkan kebenaran (kebaikan) dan kejantanannya. Hati hendaknya jangan goyah dan di dalamnya jangan sampai ada campuran unsur-unsur ria serta syirik. Apa sebenarnya yang terdapat di dalam diri Nabi Ibrahim as. sehingga menjadikan beliau sebagai Abul Millat (bapak agama) dan Abul Hunafa (bapak ketulus-ikhlasan), dan Allah Ta'ala telah menganugerahkan berkat-berkat sedemikian hebat sehingga tidak terhitung lagi? Itulah shiddiq (kejujuran, kebaikan) dan keikhlasan. Lihatlah, Nabi Ibrahim a.s. telah memanjatkan doa supaya lahir seorang nabi dari keturunan beliau di tanah Arab. Nah, apakah pada saat itu juga doa beliau dikabulkan? Setelah masa Nabi Ibrahim a.s. terbentang suatu kurun waktu yang panjang dimana tidak terpikirkan oleh seorang pun apakah pengaruh doa itu telah terwujud atau tidak. Akan tetapi doa tersebut telah sempurna dalam bentuk kedatangan Rasulullah saw., dan kemudian betapa doa tersebut telah sempurna dengan keagungannya.‖ (Malfuzat, jld. IV. hlm. 415-420).
HAKIKAT DI DALAM IBADAH Shalat dan puasa secara zahiriah, jika di dalamnya tidak terkandung keikhlasan dan ketulusan, maka tidak ada keindahan yang terdapat di dalamnya. Para jogi dan sanyasi juga melakukan olah tubuh yang besar-besar di tempat masing-masing. Kebanyakan yang tampak adalah, sebagian mereka sampai membuat tangan mereka menjadi kering, dan mereka melakukan latihan-latihan berat. Mereka memasukkan diri mereka sendiri dalam kesulitan-kesulitan dan penderitaan, namun
115
penderitaan-penderitaan itu tidak memberi nur apa pun kepada mereka. Dan tidak pula mereka memperoleh suatu ketenangan dan ketenteraman. Bahkan kondisi batin mereka semakin rusak. Mereka melakukan olah tubuh yang sedikit kaitannya dengan batin, namun tidak ada pengaruhnya pada keruhanian. Oleh karena itu di dalam Quran Syarif Allah Ta‘ala telah berfirman: "Laa yanaalallaaha luhuumuhaa wa laa dimaauhaa walakin yanaaluhut taqwaa minkum (daging-daging dan darahnya itu tidak sampai pada Allah tetapi yang sampai pada-Nya adalah ketakwaan dari kamu – Al-Hajj, 38). Yakni, yang sampai kepada Allah Ta‘ala bukanlah daging dan darah dari hewanhewan qurban kamu, melainkan yang sampai adalah ketakwaan. Pada hakikatuya Allah Ta‘ala tidak menyukai kulit, yang Dia sukai adalah isi. Sekarang pertanyaannya adalah, jika daging dan darah itu tidak sampai kepada-Nya, melainkan yang sampai adalah ketakwaan, lalu apa perlunya dilakukan penyembelihan [hewan] qurban? Dan jika memang demikian ruh yang ada pada shalat serta puasa, maka apa perlunya melakukan perbuatan-perbuatan zahiriah itu? Jawabannya adalah, ini merupakan suatu hal yang sudah pasti, bahwa orang-orang yang meninggalkan pengkhidmatan yang dilakukan melalui tubuh, maka ruh mereka juga tidak akan mengikutinya. Dan dalam sikap seperti itu tidak dapat timbul rasa kerendahan hati serta penghambaan, yang merupakan tujuan sebenarnya. Sedangkan orang-orang yang hanya menggunakan tubuh dan dia tidak mengikut-sertakan ruh, maka mereka tenggelam di dalam suatu kesalahan fatal. Dan jogi adalah orang-orang yang semacam itu. Allah Ta‘ala telah menetapkan suatu hubungan antara ruh dan tubuh. Dan tubuh berpengaruh pada ruh, misalnya jika seseorang dengan berpura-pura mulai menangis, maka akhirnya dia akan menangis secara sungguh-sungguh. Demikian pula seseorang yang ketawa dibuat-buat, maka dia pun akan ketawa dengan sungguhsungguh. Seperti itu pulalah sekian banyak kondisi (gerak) yang dilakukan tubuh dalam shalat, misalnya berdiri atau rukuk, maka timbul pengaruhnya pada ruh. Dan seberapa banyak kerendahan hati yang diperlihatkan para tubuh, sebanyak itu pulalah yang timbul pada ruh. Walau Allah tidak mengabulkan sujud [yang dilakukan secara fisik] saja, akan tetapi sujud itu memiliki suatu hubungan dengan ruh. Oleh karena itu tahap akhir dalam shalat adalah sujud. Ketika manusia mencapai tahap puncak dari rasa kerendahan hatinya, maka saat itu dia ingin bersujud. Keadaan seperti ini juga disaksikan di kalangan binatang. Anjing-anjing juga, tatkala sayang kepada majikannya maka anjing-anjing itu datang lalu meletakkan kepala mereka di kaki sang majikan. Dan anjing-anjing itu menzahirkan hubungan kecintaan mereka dalam bentuk sujud. Dari itu dengan jelas terbukti bahwa tubuh memiliki hubungan khusus dengan ruh. Demikian pula kondisi-kondisi yang dialami ruh, juga berdampak pada tubuh. Apabila ruh merasa sedih maka pengaruhnya juga tampak pada tubuh, dan air mata serta kesenduan jadi tampak. Jika tidak ada hubungan antara ruh dan tubuh maka mengapa terjadi demikian? Sirkulasi darah juga merupakan pekerjaan jantung, namum tidak diragukan lagi, bahwa jantung merupakan mesin untuk pengedaran darah. Dengan lancar dan macetnya jantung maka berbagai hal bisa terjadi. Ringkasnya, rangkaian (tatanan) jasmani dan rangkaian (tatanan) ruhani berjalan beriringan. Ketika kerendahan hati timbul di dalam ruh maka hal itu juga timbul pada tubuh. Oleh karena itu, ketika penghambaan dan kerendahan hati benar-benar timbul di dalam ruh, maka pengaruhnya juga terjadi dengan sendirinya di dalam tubuh. Begitu juga, bila terjadi suatu dampak tersendiri pada tubuh maka ruh juga jadi terpengaruh. Oleh karena itu adalah penting bahwa tatkala kalian berdiri di hadapan Allah T‘ala dalam
116
shalat, maka hendaknya zabirkanlah sikap penghambaan dan kerendahan hati melalui tubuh kalian. Walau pun pada saat itu hal tersebut merupakan semacam kemunafikan (dibuat-buat), akan tetapi lambat-laun pengaruhnya akan permanent, dan secara sungguh-sungguh penghambaan serta kerendahan hati itu akan mulai timbul di dalam ruh. Sebagian orang mengatakan: "Kami tidak merasakan kelezatan dalam shalat." Namun ereka tidak tah bahwa kelezatan itu tidak berada di dalam ikhtiar (upaya) kita. Dan standar kelezatan itu pun berbeda-beda, misalnya, seseorang tenggelam dalam suatu penderitaan yang sangat berat, akan tetapi dia menganggap penderitaan itu sebagai suatu kelezatan. Lihatlah, orang-orang yang bertempur di Transwall (saat itu sedang berlangsung perang Transwall - pent.). Walau pun dalam pertempuran itu nyawa-nyawa melayang, para istri menjadi janda, dan anak-anak menjadi yatim, akan tetapi semangat wibawa bangsa dan semangat perjuangan, membawa mereka masuk ke mulut maut (kematian) dengan suatu kelezatan dan kenikmatan. Harga diri bangsa dan perjuangan, dengan senang hati membawa mereka pada kematian. Dan bangsa pun menghargai kerja-keras serta pengorbanan-pengorbanan mereka. Tatkala yang menjadi tujuan adalah kesatuan bangsa, lalu mengapa kerja-keras mereka itu dihargai? Penyebabnya adalah kedukaan dan penderitaan-penderitaan mereka. Sebabnya adalah kerja keras dan pengorbanan mereka. Ringkasnya, segenap kelezatan dan kenikmatan timbul setelah adanya penderitaan. Oleh karena itu kaidah ini telah diberitahukan dalam Quran Syarif.- "Inna ma'al 'usri yusraa (sesungguhnya bersama kesusahan itu terdapat kemudahan – Al-Insyirah, 7). Jika sebelum suatu kebahagiaan itu tidak terdapat penderitaan maka kebahagiaan itu bukanlah merupakan suatu kebahagiaan. Demikian pula orang-orang yang mengatakan, ― "Kami tidak merasakan kelezatan dalam ibadah kami" adalah penting bagi mereka untuk terlebih dahulu berpikir di tempat masingmasing, yakni berapa banyak kesusahan dan penderitaan yang mereka pikul untuk ibadah itu? Sebab seberapa banyak manusia memikul kesusahan dan penderitaan, itulah yang berubah menjadi kelezatan. Yang saya, maksud bukanlah kesusahan-kesusahan yang dilakukan manusia untuk menimbulkan penderitaan-penderitaan yang tidak ada gunanya pada diri mereka sendiri, dan yang menyatakan bahwa mereka memikul penderitaan-penderitaan yang diluar batas kemampuan mereka. Di dalam Quran Syarif tertera: "Lan- yukallifullaahu nafsan illaa wus’ahaa (Allah tiada membebani seseorang melainkan sesuai kesanggupannya - Al-Baqarah, 287), karena itu rahbaniyyat (gaya hidup seperti para rahib atau, biarawan yang tidak menikah – pent.) tidak ada di dalam Islam. Yaitu gaya hidup dimana manusia membuat tangan mereka menjadi tidak berdaya dan meninggalkan potensi-potensi mereka lainnya tanpa guna. Atau, yang memberlakukan berbagai macam penderitaan berat atas diri mereka sendiri. Memikul penderitaan untuk ibadah, selalu artinya adalah manusia berhenti dari perbuatanperbuatan yang menghapuskan kelezatan dalam ibadah. Dan dengan berhenti dari hal-hal itu, sudah tentu pertama-tama mereka akan merasakan penderitaan. Dan hindarilah hal-hal yang menimbulkan ketidak-ridhaan Allah Ta‘ala. Misalnya, seorang pencur maka wajib baginya untuk meninggalkan perbuatan mencuri. Seorang yang biasa melakukan perbuatan buruk, maka dia harus meninggalkan perbuatan buruk itu dan sikap memandang dengan berahi.... Demikian pula orang yang biasa mabuk-mabukan, maka dia harus meninggalkan perbuatan itu.
117
Ketika orang itu meninggalkan hal-hal yang sangat dia sukai, maka sudah pasti bahwa pertama-tama dia akan menanggung penderitaan besar. Namun perlahan-lahan. jika dia tetap teguh, maka dia akan menyaksikan bahwa penderitaan yang dia rasakan dalam rangka meninggalkan keburukan-keburukan tersebut, akan berubah satu per satu menjadi suatu kelezatan. Sebab sebagai pengganti keburukan-keburukan itu akan terns timbul kebaikankebaikan, dan dampak baiknya yang mendatangkan kebahagiaan juga akan muncul secara beriringan. Sampai-sampai, ketika dia akan mendahulukan keridhaan Allah Ta‘ala di dalam setiap ucapan dan perbuatannya, dan setiap gerakan serta sikap diamnya berada di bawah perintah Allah semata, maka dia akan melihat dengan sangat jernih dan jelas, bahwa dia sedang merasakan ketenteraman dan ketenangan mendalam. Inilah kondisi yang mengenainya dikatakan, "Laa khaufun 'alaihim wa laa hum yahzanuun (tidak ada ketakutan atas mereka dan tidak pula mereka berduka cita – Yunus, 63). Pada tahap itulah dia masuk ke dalam kawasan wilayat (perlindungan/persahabatan) Allah Ta‘ala, dan dia keluar dari kegelapan lalu masuk ke dalam cahaya. Ingatlah, tatkala manusia demi Allah Ta’ala meninggalkan hal-hal yang dicintainya, yaitu hal-hal yang pada pandangan Allah tidak disukai dan bertentangan dengan keinginan-Nya, lalu manusia menempatkan dirinya dalam penderitaan, maka dampak fisik orang yang memikul penderitaan seperti itu juga mengena pada ruh, dan ruh terpengaruh oleh itu, lalu secara beriringan mulai terjadi perubahan pada ruh itu sendiri. Sampai akhirnya ruh itu dengan penghambaan yang sempurna merebahkan dirinya di hadapan singgasana Ilahi. Inilah cara untuk meraih kelezatan dalam ibadah. Kalian tentu telah melihat banyak sekali orang yang menganggap cara untuk menimbulkan kelezatan dalam ibadah mereka adalah dengan menyanyi atau dengan meniupkan terompet, dan begitulah ibadah mereka. Jangan kalian terkecoh olehnya. Hal-hal itu memang dapat menimbulkan kelezatan pada nafs (jiwa), tetapi tidak ada kelezatan apa pun di situ bagi ruh. Melalui hal-hal itu di dalam ruh tidak dapat timbal permata-permata kerendahan hati dan penghambaan, dan tujuan ibadah yang sebenarnya pun jadi hilang. Seorang laki-laki juga mendapat kenikmatan seperti itu di tempat-tempat para perempuan penari. Apakah hal seperti itu dianggap sebagai kelezatan dalam ibadah? Ini adalah suatu permasalahan mendalam yang tidak dapat dipahami oleh umat lain, sebab mereka tidak memahami maksud dan tujuan sebenarnya dari ibadah.‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm. 420-424). (424-427) JALAN TENGAH YANG DIAJARKAN ISLAM Sebelum Quran Syarif, terdapat dua kaum. Pertama, yang disebut Brahman, yang menyukai rahbaniyyat (gaya hidup seperti para rahib dan biarawan –pent.), dan mereka menganggap hal itu sebagai tujuan sebenarnya hidup mereka. Di kalangan umat Kristen juga terdapat orang-orang yang menyukai gaya hidup rahib (biarawan), dan hal itu terdapat di kalangan Katolik Roma. Sampai sekarang ada orang-orang seperti itu di dalam umat Kristen, dan mereka menerapkan gaya hidup sebagai biarawan. Namun rahbaniyyat yang mereka terapkan itu sudah seclemikian rupa sehingga mereka tidak kawin. Padahal mereka hidup dalam biara-biara dengan berbagai macam kesenangan dan kemewahan. Mereka mengenakan pakaian formal dan makan makanan
118
yang enak-enak. Orang-orang awam tahu bagaimana cara hidup mereka. Namun, yang saya maksud dengan rahbaniyyat pada saat ini adalah golongan yang menempatkan diri mereka sendiri dalam penderitaan-penderitaan [yang dibuat-buat sendiri], sedangkan golongan yang kedua adalah kebalikan dari itu, yakni golongan yang menjalani kehidupan bebas yang menghalalkan segala hal. Ketika Islam datang maka Islam meninggalkan kedua gaya hidup ini lalu menerapkan shirathal mustaqim (jalan lurus/jalan tengah). Islam mengajarkan agar tidak menerapkan gaya hidup rahbaniyyat yang membinasakan jiwa sendiri serta yang meninggalkan potensi-potensi anugerah Allah Ta‘ala tanpa guna sama-sekali. Dengan meninggalkan potensi-potensi tersebut, manusia jadi luput dari meraih akhlakakhlak fadhilah yang ditanamkan di dalam potensi-potensi tersebut. Sebab ini memang suatu hal yang benar, bahwa sekian banyak potensi yang telah dianugerahkan kepada manusia, kesemuanya itu merupakan potensi-potensi akhlak. Akibat penggunaan yang salah, maka akhlak itu berubah bentuk menjadi akhlak-akhlak yang buruk. Oleh karena itu Islam telah melarang rahbaniyyat, dan mengatakan bahwa tidak ada rahbaniyyat dalam Islam. Dikarenakan Islam itu menghendaki tarbiyat sempuma bagi manusia, dan yang menjadi tujuannya adalah tumbuh-kebangnya semua potensi yang dimiliki manusia, oleh sebab itu Islam tidak menerapkan cara-cara yang mengakibatkan runtuhnya kemuliaan manusia, serta yang mengakibatkan penghinaan terhadap Allah Ta‘ala. Kemudian, tujuan Islam adalah menarik manusia dari jalan jalan yang ekstrim lalu menuntunnya di jalan tengah yang merupakan shirathal mustaqiifm. Oleh karena itu Islam juga telah menolak masalah kebebasan yang menghalalkan segala hal, yaitu gaya hidup golongan kedua yang ada sebelum turunnya Quran Syarif. Mereka itu menganggap semua hal dibenarkan, dan mereka menjalani kehidupan yang bebas tanpa kendali. Segala kesenangan dan semua kenikmatan mereka anggap sebagai puncak segala-galanya. Namun Islam telah menolaknya, dan Islam tidak ingin menjadikan manusia liar tanpa kendali. Yakni manusia yang tidak memahami pentingnya shalat, yang tidak memahami pentingnya puasa. Ringkasnya, manusia yang tidak ingin terikat dalam suatu ketentuan apa pun. Dan persis seperti binatang liar yang hidup ke sana ke mari. Sampai sekarang orang-orang ini masih ada. Golongan Wujudi (Wihdatul-Wujud) -- yang malangnya telah menyebar saat ini –sebenarnya mereka adalah suatu golongan yang menganut paham kebebasan tanpa kendali dan yang menghalalkan segala hal. Mereka tidak menganggap perlu melakukan shalat dan puasa. Dan mereka tidak menjaga diri dari larangan-larangan serta hal-hal yang diharamkan. Oleh karena itu Islam tidak membenarkannya. Rahbaniyyat dan gaya hidup yang bebas menghalalkan segala hal, menjauhkan manusia dari ketulusan dan kesetiaan yang ingin dibentuk oleh Islam. Oleh karena itu, dengan mengenyahkan hal-hal tersebut, telah memerintahkan ketaatan terhadap Allah, dan telah mengajarkan ketulusan serta kesetiaan, yang merupakan penarik bagi segenap kelezatan ruhani. Hal ini juga patut untuk diingat, bahwa seseorang yang berjalan atas sokongan sesuatu, dia akan menjadi malas dan lamban. Misalnya anak yang terus menerus berada di bawah naungan kedua orangtuanya, maka dia menjadi malas dan lamban untuk menyiapkan kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Atau, seperti orang-orang Kristen yang tidak bisa berusaha gigih, sebab tatkala akidah pengampunan dosa telah mengajarkan kepada mereka bahwa Al-Masih telah menanggung semua dosa mereka, maka tidak ada satu hal pun yang dapat menggerakkan mereka agar memberi perhatian pada amal-amal perbuatan.
119
Tujuan amal-perbuatan sendiri adalah najat (keselamatan), sedangkan najat (keselamatan) ini mereka peroleh tanpa perlu bersusah-payah lagi. Yaitu dengan sekedar beriman pada darah (kematian) Al-Masih a.s. bahwa: "Beliau itu telah mati untuk kami. Beliau telah menjadi terkutuk sebagai ganti dosa-dosa kami." Jadi, sekarang, kecuali najat (keselamatan), apa lagi yang mereka butuhkan? Mereka pun jadi tidak perlu lagi melakukan amal-amal baik. Jika dengan beriman pada penebusan dosa ternyata masih ada juga kemungkinan dan resiko tidak mendapatkan najat (keselamatan), maka melakukan amal-amal merupakan suatu hal lain (harus dikerjakan). Namun jika najat (keselamatan) itu hanya bergantung pada darah (kematian) Al-Masih, maka tidak ada seorang berakal pun yang dapat mengerti untuk apa lagi diperlukan amal-amal? Para Rafidhi (pengikut Hadhrat Ali r.a – yang lebih dikenal dengan nama Syiah - pent.) juga berjalan atas dasar sokongan. Seperti halnya orang-orang Kristen, mereka itu meyakini darah (kematian) Imam Hussein r.a. sebagai sarana najat (keselamatan) mereka. Menurut mereka, kalau pun amal-amal diperlukan, itu hanyalah berupa sikap mengenang kematian Imam Hussein r.a. lalu menangis-nangis atau memukul-mukul dada. [Menurut mereka] darah segenap amal baik adalah menangis-nangis dan memukulmukuli dada. Namun, saya tidak mengerti, apa hubungannya dengan najat/ keselamatan? Oleh karena itu saya tidak pernah ingin mengajarkan ini, dan tidak pula Islam mengajarkannya, yakni supaya kalian mengikatkan beban dosa-dosa kalian di leher orang lain, sedangkan kalian menjalani kehidupan yang bebas tanpa kendali. Quran Syarif dengan jelas telah menetapkan: "Laa taziru waaziratuw wizra ukhraa” (dan tiada pemikul beban akan memikul beban orang lain – AzZumar, 8). Dan tidak pula ada contoh mengenai itu di dunia ini dalam hukum qudrat alam Allah Ta‘ala. Tidak pernah terlihat bahwa, misalnya Zaid menelan racun, lalu dampak racun itu justru timbul pada diri Bakar dan Baker pun mati. Atau, ada seseorang yang sakit, lalu orang lain yang meminum obat sehingga orang sakit itu jadi sembuh. Tidak, melainkan setiap orang itu mengalami dampak dari apa yang diperbuatnya sendiri. Jadi, bagaimana mungkin seseorang melakukan dosa sepanjang hidupnya dan dengan berani melanggar perintah-perintah Allah Ta‘ala, lalu dia menuliskan bahwa, ―Beban dosa-dosa saya berada di atas pundak orang lain‖? Orang yang berharapan demikian merupakan orang yang pikirannya tidak waras. Jadi, Islam tidak ingin menumpukan sesuatu itu pada dukungan (sokongan) tertentu, sebab dengan bertumpu pada pihak lain, maka mutlak bahwa amal-amal akan runtuh. Namun, ketika manusia menjalani hidupnya tanpa ada sokongan pada hal tertentu, dan dia menyadari bahwa dirinya bertanggung-jawab penuh, maka pada saat itu dia merasakan pentingnya amal-amal, dan dia terpaksa melakukan sesuatu. Oleh karena itu Quran Syarif mengatakan: "Qad aflaha man zakkaahaa (sungguh beruntung orang-orang yang mensucikan diri mereka -- Asy-Syams, 10). Jika manusia tidak menggerakkan tangan dan kakinya sendiri maka tidak ada yang berlaku. Namun demikian, dari ini sekali-kali jangan beranggapan bahwa syafa'at tidak ada artinya sedikit pun. Merupakan keimanan saya bahwa syafa'at itu adalah suatu kebenaran. Dan ada nash yang jelas mengenai hal itu. "Wa shalli 'alaihim innash- shalaataka sakanul lahum (dan doakanlah mereka, karena sesungguhnya doa engkau itu menjadi ketenteraman bagi mereka – At-Taubah, 103). Inilah falsafah syafa'at, yakni gejolak nafsu yang terdapat di dalam dosa-dosa menjadi padam. Telah diberitahukan, bahwa dampak syafa'at ialah timbul suatu maut (kematian) pada kehidupan dosa-dosa, dan timbul suatu kebekuan pada gejolak serta dorongan-dorongan nafsu
120
sehingga dosa-.dosa menjadi terhenti, dan sebaliknya, mulailah timbul kebaikan-kebaikan. Jadi, masalah syafa'at tidak membuat amal-amal menjadi sesuatu yang sia-sia, melainkan justru menggerakkan agar melakukan amal-amal baik. (Malfuzat, jld.IV, hlm. 424-427).
PERBEDAAN SYAFAAT DENGAN PENEBUSAN DOSA Karena tidak memahami falsafah syafa'at, orang-orang bodoh telah melontarkan kritikan dan menyatakan bahwa syafa'at itu sama saja dengan penebusan dosa, padahal itu tidak sama. Penebusan dosa membuat amal-amal baik menjadi sesuatu yang tidak diperlukan lagi, sedangkan syafa'at justru menggerakkan timbulnya amal-amal baik...................... manfaat serta buah dari doa itu. ................. Sesuatu yang tidak mengandung.............. menjadikan lagi falsafah di dalamnya adalah sesuatu yang tidak berarti. Ini merupakan pendakwaan kita bahwa di dalam asas-asas dan akidah-akidah Islam serta dalam setiap ajarannya terkandung suatu falsafah, dan di dalamnya terdapat aspek ilmu-pengetahuan. Hal-hal ini tidak terdapat di dalam akidah-akidah agama lainnya. Bagaimana syafa'at itu menggerakkan amal-amal baik? Jawaban pertanyaan itu juga terdapat di dalam Quran Syarif, dan terbukti bahwa syafa'at itu tidak sama seperti penebusan dosa, sebab syafa'at itu tidak dijadikan sebagai tumpuan penuh yang menimbulkan kemalasan dan keengganan [melakukan amal perbuatan). Bahkan difirmankan, "Idzaa sa-alaka 'ibaadii 'annii fa-innii qariib (apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepada engkau tentang Aku, maka katakan, sesungguhnya Aku dekat -- Al- Baqarah, 187). Orang yang dekat dapat melakukan apa saja, sedangkan yang jauh, apalah yang dapat ia lakukan? Jika terjadi kebakaran, bagi orang yang jauh, selama belum sampai berita kepadanya maka dia tidak akan datang kecuali ketika yang terbakar itu sudah habis hangus. Oleh karena itu difirmankan, "Katakan, Aku ini dekat." Jadi, ayat ini juga memberitahukan tentang rahasia pengabulan doa, yaitu dengan cara menimbulkan suatu keimanan yang sempurna terhadap kekuasaan dan kekuatan Allah Ta‘ala, serta dengan cara meyakini bahwa Dia itu setiap saat dekat. Banyak sekali doa yang ditolak, dan penyebabnya adalah lemahnya keimanan si pemanjat doa itulah yang membuat doa tersebut ditolak. Oleh karena itu penting agar doa itu dibuat menjadi layak untuk dikabulkan, sebab jika doa itu tidak memenuhi syarat- syarat Allah Taala, maka walau pun segenap nabi bersatu memanjatkan doa tersebut tidak akan dikabulkan, itulah penyebabnya mengenai Hadhrat Ibrahim a.s. difirmankan: "Wa ibraahiimal ladzii wafaa (dan Ibrahim yang taat memenuhi perintah-perintah Allah -- An-Najm, 38). Ibrahim a.s. adalah beliau yang telah memperlihatkan kesetiaan. Menunjukkan kesetiaan, ketulusan dan keikhlasan terhadap Allah Taala, menghendaki suatu maut (kematian). Selama manusia belum bersedia meninggalkan dunia dan menghapuskan segala kelezatan serta kenikmatannya, dan tidak bersedia menanggung segala kehinaan, kesusahan dan penderitaan, maka sifat itu tidak akan dapat timbul. Penyembahan berhala tidak hanya bahwa manusia menyembah pohon atau batu tertentu, melainkan rtinya juga mendahulukan segala sesuatu yang menghalangi proses kedekatan dengan Allah Ta‘ala. Itulah berhala. Dan begitu banyak berhala yang ada dalam diri manusia, sehingga dia tidak-tahu menahu lagi bahwa dia sedang melakukan penyembahan terhadap berhalaberhala. Jadi, selama keikhlasan itu tidak dipertimbangkan hanya untuk Allah Ta’ala, dan belum
121
bersedia untuk menanggung segala macam bencana di jalan-Nya, maka timbulnya ketulusan dan keikhlasan adalah sesuatu yang sulit. Adapun julukan yang diperoleh Ibrahim a.s., apakah beliau peroleh begitu saja? Tidak. Ketika beliau bersiap-siap untuk mengorbankan putra beliau, saat itu muncul suara ―Wa ibraahiimal ladzii wafaa (dan Ibrahim yang taat memenuhi perintahperintah Allah -- An-Najm, 38). Allah Ta‘ala menghendaki amal perbuatan, dan melalui amal perbuatan itulah Dia menjadi ridha. Dan amal itu timbul dari penderitaan. Namun ketika manusia bersedia menanggung penderitaan untuk Allah, maka Allah Ta‘ala pun tidak akan memasukkannya ke dalam penderitaan. Lihat, ketika Ibrahim a.s. bersiap mengorbankan putra beliau guna memenuhi perintah Allah Ta‘ala, dan semua persiapan telah dilakukan, maka Allah Taala telah menyelamatkan putra beliau itu. Beliau dimasukkan ke dalam api tetapi api tidak dapat memberi dampak pada diri beliau. Jika kalian bersedia menanggung penderitaan di jalan Allah Ta‘ala, maka Allah Ta‘ala akan menyelamatkan kalian dari penderitaan-penderitaan. Tubuh memang berada dalam kendali kita tetapi ruh tidak, Namun tidak diragukan lagi, ada hubungan antara ruh dengan tubuh. Dan halhal yang bersifat jasmani pasti berpengaruh pada ruh. Oleh karena itu, jangan pernah beranggapan bahwa tubuh ini tidak memberi pengaruh pada ruh. Sekian banyak amal perbuatan dilakukan manusia, itu merupakan bentuk perpaduan antara keduanya. Tidak pernah tubuh secara terpisah dan ruh secara terpisah melakukan kebaikan atau perbuatan buruk. Itulah sebabnya dalam hal pemberian ganjaran pahala dan hukuman akan dipertimbangkan juga mengenai hubungan antara keduanya itu. Sebagian orang karena tidak memahami rahasia ini melontarkan kritikan, bahwa surga orang-orang- Islam itu bersifat jasmani. Padahal mereka tidak mengetahui bahwa tatkala amal perbuatan saja timbul dengan melibatkan tubuh, maka mengapa tubuh harus dipisahkan pada waktu pemberian ganjaran pahala dan hukuman? Ringkasnya, Islam telah menolak kedua gaya hidup yang ekstrim itu, lalu memberitahukan tentang jalan menengah yang seimbang. Kedua gaya hidup tersebut merupakan hal-hal yang berbahaya. Hendaknya dijauhi. Sekedar menyiksa tubuh saja tidak menimbulkan apa-apa. Dan mencari kesenangan dan kenyamanan saja, juga tidak menimbulkan hasil apa pun. (Malfuzat, jld.IV, hlm. 427- 428). (428-431) KEABADIAN HUBUNGAN RUH DAN TUBUH Orang atheis mengingkari ruh, dan mengatakan bahwa ruh itu tidak ada artinya sedikitpun. Kemudian mereka mengatakan, "Kebangkitan [di akhirat] tidak ada artinya. Di sini (di dunia) ruh memperoleh pengajaran, lalu apa yang akan dilakukannya di masa mendatang? lni semua adalah khayalan, dan tidak ada logika di dalamnya." Jika ruh itu tidak ada artinya sedikitpun, lalu mengapa bila terjadi sesuatu pada tubuh maka dampaknya timbul pada potensi-potensi batin? Misalnya, jika terjadi luka pada otak, maka akibat kerusakan itu manusia jadi gila, atau daya ingat berkurang. Ruh orang-orang gila tetap ada, kerusakan yang terjadi adalah pada tubuh. Jika sistim tubuh tidak baik maka ruh pun menjadi tidak berguna. Ruh tidak dapat berfungsi tanpa tubuh, oleh karena itu ruh senantiasa membutuhkan tubuh. Suatu tubuh yang sistimnya baik maka kondisi ruhaninya pun akan baik. Mengapa pada diri anak-anak kecil belum ada pemahaman tentang akibat-akibat berbagai hal?
122
Sebabnya adalah, di dalam diri mereka potensi itu belum tumbuh secara sempurna.‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm 431). (431-433) BAGAIMANA MENJADI WALIULLAH ―Seseorang datang kepada saya, namanya Nur Muhammad, berasal dari Bandhah. Dia mengatakan bahwa Ghulam Mahbub Subhani memberikan sertifikat sebagai wali. Sekarang sudah begitu saja mendapatkan wilayat (kewalian)), yakni seorang Ghulam Mahbun Subhani atau orang lain, mengeluarkan sertifikat untuk menjadi wali, padahal kewalian tidak akan dapat dimiliki selama manusia belum bersedia memberlakukan maut (kematian) atas dirinya demi Allah. Di dunia ini banyak sekali orang yang sedikit pun tidak tahu menahu mengapa mereka berada di dunia ini, padahal itu adalah pertanyaaan pertama yang seharusnya mereka pecahkan (jawab) terlebih dulu. Setelah mengenali diri sendiri barulah timbul pengenalan terhadap Tuhan. Ketika manusia memahami kewajiban-kewajibannya, dan merenungkan akan tujuan-tujuan hidup, maka dia akan mengetahui bahwa tujuan hidupnya adalah mengenali Tuhan, untuk beriman kepada-Nya, dan untuk menyembah-Nya. ......mengapa manusia itu melaksanakan kewajiban-kewajibannya, dan mengenali hal-hal yang bersifat nafal (tambahan)? Keruhanian yang timbul setelah adanya iman, sekarang carillah, apakah masih ada? Hal itu sudah tidak ada di kalangan para ulama, dan juga para sufi yang menyanyi-nyaiyi. Ini adalah bentuk anak sapi [yang menjadi berhala]. Dalam kondisi tidak tahu menahu lagi tentang keruhanian, lalu jika sampai seribu tahun pun diberi penjelasan mati-matian kepada mereka tetap saja tidak akan berhasil. Itu semua merupakan "daging" dan "darah", bukan ketakwaan. Jadi, bagaimana mungkin "daging" dan "darah" itu akan dapat sampai memberi ketenangan kepada mereka, maka mereka semakin terbakar. Akhirnya diusulkan untuk melarikan diri dari Mesir, dan pakaian-pakaian orang Mesir serta mangkuk dan sebagainya yang mereka ambil, mereka bawa. Ketika Hadhrat Musa a.s. membawa kaum itu keluar, maka Firaun membawa lasykarnya untuk mengejar mereka. Pada waktu Bani Israil melihat bahwa lasykar Firaun sudah mendekat, maka mereka sangat panik. Di dalam Quran Syarif tertulis bahwa pada saat itu mereka menjerit: "Innaa lamudrakuun (sesungguhnya kita pasti tersusul - Asy-Syu’ara, 62). Mereka berteriak, "Hai Musa! Kita sudah tertangkap!" Namun Musa a.s. yang melihat hasil akhir dengan mata nubuat, mengatakan kepada mereka: "Kallaa inna ma'iya rabbii sayahdiin (sama sekali tidak, sesungguhnya Tuhan-ku bersamaku, segera Dia akan memberi petunjuk kepadaku -- Asy-Syu'ara, 63). Di dalam Taurat tertulis bahwa mereka juga mengatakan, "Tidakkah kuburn-kuburan bagi kami ada di Mesir?" Kepanikan mereka ini timbul karena di belakang mereka ada lasykar Firaun dan di depan mereka terbentang sungai Nil. Mereka melihat bahwa mereka tidak bisa menyelamatkan diri dengan mundur, dan tidak pula dengan maju ke depan. Namun, Allah Ta‘ala merupakan Tuhan Yang Maha Kuasa dan Maha Kuat. Mereka memperoleh jalan dari tengah sungai Nil, dan seluruh Bani Israil dengan tenang telah menyeberang, sedangkan lasykar Firaun telah tenggelam. Sayyid Ahmad Khan menuliskan mengenai hal tersebut, bahwa itu merupakan peristiwa pasang-surut. Namun, saya mengatakan, apa pun itu, tidak dapat diragukan lagi bahwa itu
123
merupakan mukjizat agung. Yakni pada saat-saat seperti itu Allah Taala telah menciptakan jalan keluar bagi mereka. Dan inilah yang berlaku terhadap orang muttaqi. Yakni, dia akan terbebas dan memperoleh jalan keluar dari setiap kesulitan. "Yaj'al lahuu makhrajaa -- [Dia menjadikan jalan keluar baginya - Ath-Thalaq, 3). (Malfuzat, jld. IV, hlm. 433-434). COBAAN PADA PERIODE PEMANJATAN DOA Bagi setiap pekerjaan ada waktunya. Dan orang-orang yang cekatan, menunggu waktu-waktu seperti itu. Sedangkan yang tidak mau menunggu dan menghendaki agar hasilnya cepat-cepat timbul, berarti dia itu orang yang terburu nafsu, dan tidak akan bisa berhasil. Menurut saya, ini juga mungkin, dan merupakan kenyataan bahwa pada masa pemanjatan doa cobaan-cobaan datang sebagai ujian. Misalnya, ketika Hadhrat Musa a.s. datang untuk membebaskan Bani Israil dari perbudakan Firaun, maka pertama-tama Firaun memberikan tugas kepada beliau di Mesir supaya setengah hari beliau membuat batu bata, dan setengah hari beliau mengerjakan pekerjaan beliau. Namun ketika Hadhrat Musa a.s. berusaha untuk mereka, maka melalui kejahatan orangorang yang bejad itu pekerjaan Bani Israil pun ditambah berat, dan kepada beliau diperintahkan supaya setengah hari beliau membuat batu bata dan setengah hari mencari rumput. Ketika perintah itu diterima Hadhrat Musa a.s., dan beliau memberitahukannya kepada Bani Israil, maka mereka marah sekali, dan mereka mengatakan, "Wahai Musa, semoga Tuhan memberi penderitaan kepada engkau seperti yang kami alami!" Dan banyak lagi doa buruk yang mereka panjatkan bagi Musa a.s.. Namun Musa a.s. tetap mengatakan kepada mereka supaya mereka bersabar. Semua kisah ini tertera di dalam Taurat. Yakni semakin Musa a.s. berusaha ............................. Pada masa diantara pemanjatan doa dengan pengabulannya kadang-kadang datang cobaan demi cobaan. Dan muncul juga cobaan-cobaan yang dapat mematahkan semangat. Namun seorang yang memiliki fitrat baik dan kokoh, di dalam cobaan-cobaan dan kesulitan itu pun dia mencium aroma wangi dukungan-dukungan Tuhan, serta melihat dengan penglihatan firasat, sehingga setelah itu barulah datang pertolongan. Salah satu rahasia di dalam munculnya cobaan-cobaan tersebut adalah supaya semangat untuk memanjatkan doa semakin bertambah. Sebab apabila semakin besar timbulnya rasa ketidak-berdayaan dan keresahan maka di dalam ruh pun semakin banyak timbul kelembutan, dan hal itu merupakan suaru unsur dari pengabulan doa. Oleh karena itu, hendaknya janganlah sekali-kali merasa takut dan berlaku tidak sabar serta hendaknya janganlah berprasangka buruk terhadap Allah Ta‘ala karena kerisauan tersebut. Hendaknya jangan sekali-kali berfikir seperti ini, yaitu "Doaku tidak akan dikabulkan, atau tidak dikabulkan". Pemikiran yang seperti itu berarti mengingkari sifat Allah Ta‘ala yang merupakan pengabul doa-doa. Kadang-kadang hal ini pun terjadi bahwa untuk suatu masalah seseorang memanjatkan doa, namun doanya itu adalah hasil dari ketidaktahuan dan kebodohannya. Yakni dia menginginkan suatu hal dari Allah Ta'ala yang di satu segi baginya tidak bermanfaat serta tidak memberikan faedah maka memang Allah Ta'ala tidak akan mengabulkan doanya, namun Dia akan memenuhinya dalam bentuk yang lain. Misalnya seorang petani yang membutuhkan seekor kerbau untuk membajak sawahnya, pergi menghadap raja dan meminta seekor unta. Dan sang raja tabu bahwa sebenarnya memberikan seekor kerbau adalah lebih berfaedah baginya, dan beliau memerintahkan supaya
124
orang itu diberikan seekor kerbau. Seandainya petani tadi karena kebodohannya menyatakan bahwa, ―Permohonanku tidak dikabulkan", hal itu adalah ketololan dan kebodohannya. Tetapi kalau ia merenungkan hal itu, sebenarnya itulah yang terbaik baginya. Demikian pula seandainya seorang anak kecil melihat sepotong bara api yang merah lalu memintanya dari sang ibu, maka apakah seorang ibu yang pengasih dan penyayang akan memilih untuk memberikan bara api tersebut kepadanya? Pendeknya kadang-kadang hal-hal yang seperti ini berlaku dalam masalah pengabulan doa. Orang-orang yang tidak sabar dan berprasangka buruk, dengan sendirinya mereka telah membuat mereka ditolak.‖ alfuzat, jld. IV, hlm 434-435)
(435-436) PENANGGUHAN PENGABULAN DOA Dan kadang-kadang juga terjadi begini, yakni terjadi penangguhan yang lebih panjang bagi masa pengabulan itu. Karena itu jugalah Bani Israil tertunda sampai 40 tahun untuk masuk ke negeri suci yang dijanjikan, yakni akibat mereka selalu bersikap membangkang kepala dalam setiap permasalahan. Saya mengatakan, sebagaimana ada janji yang diberi kepada Bani Israil pada nasa-masa perbudakan mereka, demikian pula terdapat kesamaan pada umat [Islam] ini. Umat ini juga mengalami suatu masa perbudakan. Sekarang, begitulah kondisi perbudakan yang berlaku, sebab dari segala aspek dan dalam segala corak kondisional Islam sedang runtuh. Berdasarkan kesamaan inilah Allah Ta‘ala telah menetapkan masa pertablighan Masih Mau'ud sampai 40 tahun. Sebagaimana Musa a.s. tidak berhasil memperoleh negeri itu, melainkm Yusu' bin Nun yang telah meraihnya, demikian pula tidak diketahui bagaimana nasib "negeri suci" pengabulan bagi para ulama ini. Yaitu ulama-ulama yang semakin gigih dalam melakukan penentangan dan keburukan. Dan mereka sedikit pun tidak berpikir mengenai apa yang telah dikatakan kepada mereka, pelajaran apa yang telah diberikan kepada mereka, dan sekarang sejauh mana mereka telah mengamalkan itu semua.‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm. 435-436).
PARA ULAMA YANG TIDAK MENGAMBIL KEPUTUSAN DARI AL-QURAN ―Saya sangat heran dan merasa sangat aneh, orang-orang ini menyebut diri mereka Muslim, mereka membaca Quran Syarif; mereka memberi daras hadits-hadits, mereka menjadi pemimpin dan tokoh bagi umat Islam, mereka mengaku memahami dan mengamalkan ajaran-ajaran agama, akan tetapi dalam persoalan mengenai diri saya, mereka meninggalkan semua hal itu. Dan mereka sedikit pun tidak peduli untuk memikirkan tentang pendakwaan saya berdasarkan nash-nash Quran Syarif. Dan mereka tidak mempertimbangkan bahwa apa pun yang mereka katakan, apakah itu mereka lakukan dengan rasa takut kepada Allah Ta‘ala, ataukah dengan mendahulukan tujuan-tujuan dan gejolak-gejolak nafsu mereka? Jika hal itu mereka lakukan dengan rasa takut terhadap Allah dan dengan penuh ketakwaan, maka seharusnya mereka menerapkan sikap jujur bahwa mereka tidak memiliki pengetahuan
125
tentang ini. Dan tentu mereka tidak akan memberikan pendapat sebelum mereka sepenuhnya menelaah buku-buku saya, dan sebelum mereka menetap bersama saya untuk menyaksikan perbuatan-perbuatan saya. Namun, belum lagi kematian itu tiba, mereka sudah mulai meratap-ratap. Dan mereka sedikit pun tidak peduli terhadap Kalaam Allah Ta‘ala serta terhadap janji-janji Rasulullah saw.. Semuanya itu mereka abaikan. Setidak-tidaknya sikap ketakwaan itu adalah mereka hendaknya mendengar pandakwaan saya dan memikirkannya, dan jangan langsung ditolak. Sebab saya mengatakan kepada mereka bahwa Allah telah mengutus saya. Allah telah mengirim saya. Mereka seharusnya melihat, seseorang yang menyatakan kedatangannya adalah atas perintah Allah, apakah dia juga membawa serta pertolongan-pertolongan dan dukungan-dukungan dari Allah, atau tidak? Namun mereka telah menyaksikan Tanda (mukjizat) demi Tanda, dan mereka menyebutnya dusta. Mereka telah menyaksikan pertolongan demi pertolongan, dan dukungan demi dukungan, tetapi mereka menyebutnya sihir. Apalah yang dapat saya harapkan dari orang-orang yang tidak menghormati Kalaam Allah Ta‘ala. Sikap santun terhadap Kalaam Allah menuntut agar langsung meletakkan senjata begitu mendengar nama-Nya. Namun mereka justru semakin menjadi-jadi dalam perbuatan bejad mereka. Sekarang, mereka sendiri akan melihat, siapa yang akan berhasil. Saya melihat bahwa sebenarnya orang-orang inilah yang merupakan penggerak (penyebab) yang mengakibatkan pengutusan saya. Dan mereka ini merupakan faktor besar di antara faktorfaktor pengutusan saya. (Malfuzat, jld. IV, hlm. 436-437). PARA ULAMA PENYEBAB ORANG-ORANG ISLAM MASUK KRISTEN Sebab sekian banyak orang yang telah menjadi Kristen dan menjadi tidak beragama, itu. sebenamya merupakan kesalahan para ulama. Apabila seseorang bertanya kepada mereka [tentang saya] dan menanyakan suatu permasalahan pada mereka, maka mereka langsung memberikan fatwa: "Dia itu wajib dibunuh! Dia itu sudah kafir! Dia itu sudah tidak beragama. Bunuh saja dia!" Ketika para pengeritik melihat bahwa sudah begini keadaannya, maka mereka menganggap bahwa pada hakikatnya akidah-akidah Islam ini sangat lemah dan rapuh, sehingga tidak dapat diterima oleh akal. Jadi, mereka menganggap lebih. baik untuk meninggalkan agama ini. Ada ribuan orang demikian, yaitu yang telah murtad karena para ulama. Permasalahan bahwa mengapa mereka itu mengajukan pertanyaan, adalah sesuatu yang sangat sederhana. Orang-orang ini lahir 1300 tahun kemudian. Dan karena jangka mass yang sudah begitu jauh, seakan-akan ini dapat dikatakan sebagai zaman kegelapan, oleh sebab itu mereka berhak untuk menanyakan apa-apa yang tidak mereka pahami. Namun dengan bertanya begitu, para ulama ini telah membuat mereka tersesat. Seharusnya, dengan menganggap orang-orang yang bertanya ini sebagai orang yang tidak bersalah dan wajib dikasihani, maka para ulama itu hendaknya mensikapi mereka dengan lemah-lembut. Dan hendaknya dijelaskan kepada mereka. Namun, justru terbalik, para ulama ini telah menjadikan mereka tidak suka terhadap Islam. Dalam kondisi seperti inilah Allah Ta‘ala telah mengutus saya, untuk menzahirkan kembali keindahan ajaran-ajaran Islam, dan kemudian memperlihatkan bukti-bukti terapan dari keindahan-keindahan itu serta memperlihatkan dampak-dampaknya. Jadi, pada saat ini ada dua tugas saya. Pertama, melalui Tanda-tanda (mukjizat) yang sedang diperlihatkan oleh Allah Ta‘ala, membuktikan bahwa hanya Tuhan kitalah yang
126
merupakan Tuhan Yang Memberi Jawaban dan Yang Berkatakata. Yaitu Tuhan yang rpendengar doa-doa kita, dan menjawab doa-doa itu. Sedangkan tuhan yang dipaparkan oleh warga agama-agama lain merupakan pemenuhan dari ayat ini "Afalaa yarjiu ilaihim qaulaa -berhala itu tidak dapat memberi jawaban kepada mereka -- Thaa Haa, 90). Penyebabnya adalah kekufuran mereka dan sikap mereka yang tidak beragama, dan doa-doa mereka memenuhi apa yang disebut oleh ayat ini: "Maa du’aa-ul kaafiriina illa fii dhalaal (dan tidaklah seruan/doa orang-orang kafir itu melainkan sia-sia belaka - Ar-.Ra’d, 15). Sebab jika tidak, pada hakikatnya Tuhan semua orang adalah satu, namun orang-orang ini tidak memahami sifat-sifat-Nya. Oleh karena itu ingatlah, kita mempunyai Tuhan Yang Berkata-kata. Dia itu mendengar doadoa kita.‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm. 437-438). (438-439)
JEMAAT DAN HUBUNGAN SEJATI DENGAN ALLAH TA’ALA Jemaat saya hendaknya menjalin hubungan sejati dengan Allah Ta‘ala, dan mereka hendaknya bersyukur bahwa Allah Ta‘ala tidak membiarkan mereka begitu saja, melainkan untuk meningkatkan kekuatan iman mereka sampai ke derajat yakin, Dia telah memperlihatkan ratusan Tanda qudrat-Nya (kekuasaan-Nya). Apakah ada di antara kalian yang dapat mengatakan bahwa ia belum menyaksikan Tanda apapun? Saya katakan dengan pendakwaan, bahwa tidak ada seorangpun yang telah memperoleh kesempatan menetap bersama saya yang tidak menyaksikan dengan matanya sendiri Tanda yang segar (baru) dari Allah Ta‘ala. Yang sangat perlu bagi Jemaat saya adalah, mereka harus meningkatkan keimanan mereka. Kalian harus menimbulkan keyakinan dan makrifat yang sejati terhadap Allah Ta‘ala. Kalian jangan malas dan tidak semangat dalam melakukan amal baik, sebab jika kalian malas, berwudhu sajapun akan terasa berat, maka bagaimana mungkin akan melakukan shalat Tahajjud? Jika kalian tidak menimbulkan kemampuan untuk melakukan amal salih, dan kalian tidak memiliki semangat untuk berlomba-lomba melakukan kebaikan, maka tidak ada gunanya kalian menjalin hubungan dengan saya. Yang masuk ke dalam Jemaat saya adalah orang yang menyatakan ajaran saya sebagai kaidah (peraturan-peraturan) bagi perbuatannya, dan dia mengamalkannya sesuai kemampuan serta upaya yang dia miliki. Namun seseorang yang hanya mendaftarkan nama lalu tidak beramal sesuai ajaran [saya], dia hendaknya ingat bahwa Allah Ta‘ala telah beriradah (berkeinginan) untuk menjadikan Jemaat ini sebagai suatu Jemaat yang khusus, dan seseorang yang pada hakikatnya bukan warga Jemaat ini, dia tidak dapat berada di dalam Jemaat ini dengan sekedar menuliskan nama saja. Pasti akan tiba suatu masa padanya ketika dia akan pisah. Oleh karena itu, sejauh yang memungkinkan, lakukanlah amal perbuatan kalian sesuai ajaran ini. Amal-amal itu bagaikan sayap. Tanpa amal-amal maka manusia tidak dapat terbang mencapai derajat (jenjang-jenjang) ruhani, dan dia tidak dapat mencapai tujuan-tujuan mulia yang telah diletakkan Allah Ta‘ala di bawah jenjang-jenjang tersebut. Burung-burung memiliki pemahaman. Jika burung-burung tidak menggunakan pemahaman itu maka tugas-tugas yang diberikan pada mereka tidak dapat terlaksana. Misalnya, jika lebah
127
madu tidak memiliki pemahaman, maka mereka tidak dapat nienghasilkan madu. Demikian pula merpati pos. Betapa burung-burung merpati pos itu harus menggunakan pemahaman mereka. Betapa jauhnya jarak-jarak yang mereka tempuh, dan surat-surat mereka antarkan. Begitulah, banyak tugas menakjubkan yang diberikan pada burung-burung. Oleh karena itu, pertama-lama adalah mutlak supaya manusia menggunakan pemahamannya dan berpikir, "Apakah pekerjaan yang akan saya lakukan ini sesuai perintah-perintah Allah Ta‘ala dan demi keridhaan-Nya, ataukah bukan?" Bila hal itu sudah dipertimbangkan dan pemahaman telah digunakan, maka menggunakan tangan adalah penting. Jangan malas dan lalai. Ya, ini perlu dipertimbangkan, yakni apakah ajaran itu benar? Kadang-kadang terjadi demikian, yakni ajaran tersebut memang benar, tetapi manusia karena kebodohan dan ketidaktaatannya, atau karena kejahatan pihak lain serta karena penjelasan yang salah dari pihak lain, maka orang itu terkecoh. Oleh karena itu, hendaknya lakukan juga penelitian dengan pikiran yang jernih.‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm. 439-440).
FALSAFAT PERSUMPAHAN DALAM AL-QURAN Misalnya, saya melihat, orang-orang Ariya dan Kristen melontarkan kritikan bahwa mengapa ada sumpah-sumpah dalam Quran Syarif? Kemudian, mereka membubuhkan tambahan-tambahan dan pihak mereka sendiri lalu melontarankan berbagai macam kritikan yang aneh-aneh. Padahal jika mereka sedikit saja memiliki niat yang baik dan menggunaku akal, maka kritikan-kritikan semacam itu akan tampak sebagai sesuatu yang nonsen (omong-kosong) dan tidak berdasar. Sebab mengenai sumpah-sumpah adalah penting untuk memperhatikan apa tujuan dan makna sebenamya dari sumpah itu. Apabila falsafahnya diperhatikan maka dengan sendirinya persoalan itu terpecahkan, sehingga tidak perlu menjadi lebih pusing lagi. Secara umum tampak, bahwa makna sumpah itu adalah berfungsi sebagai pengganti saksi. Dan ini merupakan suatu hal yang telah diakui oleh semua pihak bahwa di dalam pengadilan ketika diambil suatu keputusan berdasarkan saksi, maka apakah disitu artinya keputusan diambil berdasarkan kedustaan? Ataukah sumpah yang dilakukan oleh orang yang bersumpah itu dianggap sebagai suatu kesaksian yang benar? Nah, ini adalah hal yang berlaku sehari-hari. Melontarkan kritikan dengan kebodohan atau kedengkian, adalah suatu hal yang lain. Namun, mengucapkan sesuatu dengan memperhatikan hakikat yang sebenarnya adalah lain lagi. Sekarang, tatkala ini sudah merupakan cara yang umum, yakni bahwa sumpah itu merupakan saksi, lalu betapa sederhananya c ini bahwa berdasarkan prinsip-prinsip itulah hendaknya sumpah-sumpah di dalam Quran Syarif tersebut diperhatikan. Yakni, apa yang dimaksud dengan sumpah itu di sans. Dimana saja Allah Ta‘ala bersumpah, maka yang dimaksud di situ adalah hal-hal yang nyata dijadikan saksi untuk membuktikan hal-hal yang bersifat konsep (pemikiran)‖. (Malfuzat, jld.IV, hlm. 440-441).
WAHYU AIR SAMAWI "Wa samaa-‘i dzaatir-raj'i wal- ardhi dzaatish-shad'i, innahu laqawlun- fashl" (demi langit
128
yang berulang-ulang menurunkan hujan, dan [demi] bumi yang mengeluarkan tumbuhan, sesungguhnya [Al-Quran] itu benar-benar perkataan yang memutuskan - At-Thaariq, 12-14). Ini pun merupakan suatu sumpah. Orang bodoh yang tidak tahu dan tidak mengenal hakikat-hakikat Quran Syarif, dengan kebodohannya mengkritik, "Lihat [Tuhan] bersumpah demi bumi atau langit". Tetapi dia tidak tahu, bagaimana hebatnya makrifat-makrifat yang ada di balik sumpah ini. Sebenarnya Allah Ta‘ala ingin memaparkan kesaksian mengenai kebenaran Quran Syarif dan dalil-dalil wahyu Ilahi, dan hal itu Dia paparkan dengan cara demikian. Nah, melakukan kritikan (keberatan) atas sumpah semacam ini hanyalah pekerjaan orang yang berfitrat kotor dan bersifat bodoh. Sebab di dalamnya terdapat shadaqat (kebenaran) yang agung. Allah Ta‘ala ingin memberitahukan hakikat turunnya wahyu dan kalaam Ilahi melalui kesaksian umum lembaran fitrat alam. Samaa’ juga berarti awan, yang darinya hujan turun. Antara langit dan bumi terdapat hubungan sedemikian rupa seperti halnya antara jantan dan betina. Di bumi pun terdapat sumur, akan tetapi bumi tetap saja membutuhkan air dari langit. Selama tidak ada air-hujan dari langit, [selama itu pula] bumi dianggap mati, dan kehidupannya bergantung pada air yang datang dari langit itu. Untuk itulah [Allah Ta‘ala] berfirman: "I'lamuu annallaaha yuhyil-ardha ba'da mawtihaa – (Ketahuilah, sesungguhnya Allah menghidupkan bumi setelah kematiannya - Al-Hadid, 18). Dari ini pun tampak, bahwa tatkala air dari langit terlambat turun dan terjadi kemarau, maka air sumur pun mulai mongering, dan pada hari-hari itu tampak bahwa air menyusut ke bawah. Akan tetapi ketika hari-hari hujan dan mulai bercucuran hujan lebat, maka air sumur-sumur pun mulai bergejolak naik, sebab pada air atas (air langit -pent.) terdapat daya tarik magnetis. Kini, kaum Brahma pikirkanlah. Jika turunnya air langit ditiadakan, maka semua sumur akan mengering. Seperti itu pula kami mempercayai bahwa Allah Ta‘ala telah memberikan nur kalbu kepada setiap insan, dan telah menanamkan akal di dalam otaknya yang dengan itu ia mampu membedakan antara yang buruk dengan yang baik. Akan tetapi jika nur nubuwwat (cahaya kenabian) tidak turun dari langit dan silsilah itu tertutup, maka akal pikiran pun akan sirna dan akan timbul kegelapan pada cahaya kalbu serta sama-sekali tidak mampu lagi berfungsi. Sebab jaringan ini memperoleh cahaya dari nur nubuwwat juga adanya. Sebagaimana akibat [turunnya] hujan maka tumbuh-tumbuhan bumi mulai bermunculan dan benih-benih mulai lahir, seperti itu pulalah akibat turunnya nur nubuwwat akan timbul suatu cahaya di dalam nur firasat dan suatu kejernihan di dalam akal pikiran. Walau derajat-derajat ini bersesuaian dengan kadar [kemampuan], dan setiap orang mengambil manfaat darinya berdasarkan kemampuan [masing-masing] -- tidak peduli apakah ia merasakan perkara ini atau tidak -- akan tetapi semua ini merupakan berkat dari nur nubuwwat tersebut. Pendeknya, di dalam persumpahan tersebut, pentingnya turun wahyu telah dibuktikan dari sudut-pandang suatu kesaksian umum. Sebagaimana akibat tidak turunnya air langit maka bumi pun menjadi mati dan air-air sumur menjadi kering, demikianlah hukum yang berlaku berkenaan dengan wahyu. Raj’i artinya air, padahal air ada juga di bumi. Akan tetapi langit itulah yang dikatakan sebagai dzaatir-raj'i – (yang memiliki air). Di sini dibukakan falsafah bahwa air yang sebenamya adalah air samawi.... Adapun kondisi pada waktu turun hujan, demikian pula [yang berlaku] pada waktu turunnya wahyu. Ada dua jenis tabiat, yang pertama cekatan; yang kedua bodoh (dungu). Orang yang bertabiat cekatan langsung memahaminya, dan memberikan sokongan kepada shadiq (orang yang benar). Akan tetapi orang yang bertabiat bodoh, tidak dapat memahaminya dan bangkit
129
menentang. Lihatlah di Mekkah ketika turun wahyu dan kalaam Allah Ta‘ala mulai turun kepada Rasulullah saw.. Nah, Abu Bakar ra. dan Abu Jahal adalah dua orang yang berasal dari satu tempat yang sama. Abu Bakar r.a. tidak ada menuntut suatu Tanda (mukjizat), dan begitu mendengar pengakuan [Rasulullah saw.], langsung bergabung dengan mengatakan "Aamanna (aku beriman)". Akan tetapi Abu Jahal telah menyaksikan Tanda demi Tanda, namun dia tidak berhenti mendustakan. Dan akhirnya dia mati dengan penuh kehinaan di bawah murka (azab) Allah Ta‘ala. Pendeknya, wahyu Allah Ta‘ala akan menampakkan segala macam tabiat [yang dimiliki manusia]. Dia akan memperlihatkan perbedaan antara yang suci dan yang kotor. Itu merupakan musim bunga, pada saat itu tidak mungkin seseorang tidak keluar untuk menyaksikan mekarnya. Namun apa pun adanya adalah kemekaran. Orang-orang yang berfitrat baik dan cekatan bermunculan pada tempatnya, sedangkan orang-orang kotor tersendiri pula. Sebelumnya mereka itu bercampur-baur seperti halnya benih gandum yang bercampur-baur dengan benih bhagaath (sejenis ilalang - pent.). Tetapi ketika mereka muncul dari tanah, masingmasing tampak berbeda. Si pemilik [kebun] memelihara gandumnya, sedangkan ilalang itu ia cabut dan campakkan ke luar. Jadi, untuk membuktikan [pentingnya] turunnya wahyu, Allah Ta‘ala telah memaparkan kesaksian ini, yang oleh orang bodoh ditampilkan dalam warna kritik dengan ketololannya. Padahal di dalamnya terdapat suatu falsafah agung. Oleh karena itulah setelah berfirman, ―Wassamaa'i dzaatir-raj'i wal- ardhi dzaatish-shad'i" (demi langit yang berulang-ulang menurunkan hujan, dan [demi] bumi yang mengeluarkan tumbuhan) Dia berfirman: "Innahu laqawun fashl" (sesungguhnya [Al-Quran] itu benar-benar perkataan yang memutuskan), yang ditujukan pada kalaam Ilahi. Ini adalah suatu perkara yang tidak tampak nyata, dan sebagai buktinya telah [Dia] paparkan suatu hal yang nyata. Sebagaimana pada waktu kemarau sangat diperlukan [datangnya] hujan, seperti itu pulalah pada saat ini orang-orang memerlukan air ruhani. Bumi benar-benar telah mati. Zaman ini telah memenuhi makna "Zhaharal-fasaadu fil-barri wal-bahri – (Keburukan telah bermunculan di darat maupun di lautan -- Ar-Rum, 42). Daratan dan lautan telah porak-poranda. Yang dimaksud dengan daratan adalah orang-orang musyrik, sedangkan lautan adalah orang-orang Ahli-Kitab. Dapat juga diartikan sebagai orang bodoh dan orang berilmu. Ringkasnya, telah terjadi keburukan di setiap lapisan manusia. Dari sisi dan dalam corak apapun [kalian] melihatnya, kondisi dunia sudah berubah. Keruhanian sudah tidak tersisa lagi, dan tidak pula pengaruh-pengaruhnya kelihatan. Yang kecil dan yang besar, semuanya terjerumus dalam kelemahan-kelemahan akhlak dan amal. Tampak bahwa sikap menyembah dan mengenali Tuhan sudah tidak ada lagi bekasnya. Oleh karena itu pada saat ini sangat dibutuhkan supaya air samawi dan nur nubuwwat itu turun, serta menganugerahkan cahaya bagi kalbu-kalbu yang cekatan. Bersyukurlah kepada AllahTa‘ala, dengan karunia-Nya Dia telah menurunkan nur itu pada saat ini. Namun sedikit [orang] yang mengambil manfaat dari nur tersebut.‖ (Malfuzat, jld.IV, hlm. 441-444). (444-448) AKAL BERKAITAN ERAT DENGAN KEBERSIHAN RUH
130
Ingatlah, akal itu timbul dari kebersihan ruh. Seberapa banyak manusia membersihkan ruh, sebanyak itu pula timbul ketajaman dalam akal, dan malaikat tampil berdiri di hadapan menolongnya. Namun orang-orang yang memiliki kehidupan penuh dosa maka kecemerlangan tidak dapat timbul pada pemikiran mereka. Terapkanlah takwa supaya Allah menyertai kalian. Hiduplah bersama orang-orang benar, supaya terbuka atas kalian hakikat takwa, dan supaya kalian memperoleh taufik (kekuatan). Inilah tujuan saya, dan itulah yang ingin saya tegakkan di dunia.‖ (Malfuzat, jld. IV, hlm. 448).
Ruh, 23-12-2008
131