Makna Puisi yang Mengandung Pisuhan dalam Antologi Geguritan Abang Wora Wari Karya Rohmat Djoko Prakosa: Analisis Struktur Nina Wahyu Widyawati, Darmoko S.S, M.Hum Program Studi Sastra Daerah untuk Sastra Jawa, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, 16424, Indonesia Email:
[email protected]
Abstrak Skripsi ini membahas mengenai makna puisi yang mengandung pisuhan berdasarkan analisis struktur puisi. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebelas puisi yang mengandung pisuhan dalam Antologi Geguritan Abang Wora Wari. Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan makna puisi yang mengandung pisuhan sekaligus menyajikan data pisuhan serta mengklasifikasikannya. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif-analisis. Kerangka konseptual teoritis yang digunakan adalah analisis struktur oleh Pradopo dan unsur-unsur pembangun puisi oleh Karsono H Saputra. Hasil dari penelitian ini adalah makna sebelas puisi yang mengandung pisuhan serta klasifikasi pisuhannya.
Meaning of Poem that Contain Profanity in Antologi Geguritan Abang Wora Wari by Rohmat Djoko Prakosa: Analytical Structure Abstract This thesis explain about meaning of poems which contain profanity according to analytical structure of poems. Data that used in this thesis consist of eleven poems which contain profanity in Antologi Geguritan Abang Wora Wari. The aims of this research are to know the meaning of poem contain profanity as well as to present the data and classify profanity. Research method that used is descriptive-analysis. Theoretical conceptual framework that used is opinion on analytical structure by Pradopo and elements of poetry builder by Karsono H Saputra. Result of this research is meaning of eleven poems which contain profanity along with their classification. Keywords: Meaning; poem,; and profanity
Pendahuluan Puisi Jawa modern atau geguritan adalah bentuk puisi Jawa terakhir dalam periode perkembangan kesusastraan modern. Puisi Jawa modern mengalami perkembangan sejalan dengan perkembangan zaman. Sebagai ragam genre, puisi Jawa modern tidak begitu saja
1 Universitas Indonesia Makna Puisi yang Mengandung Pisuhan..., Nina Wahyu Widyawati., FIB UI 2014 Makna puisi yang..., Nina Wahyu Widyawati, FIB UI, 2014
hadir ketika seorang pencerita mengubah ragam puisi lama menjadi ragam puisi yang baru. Puisi Jawa modern hadir setelah melewati transisi.1 Seiring perkembangan puisi Jawa modern, muncul usaha untuk mengumpulkan puisipuisi yang telah hadir dalam kesusastraan Jawa. Kumpulan karya (puisi) ini dinamakan antologi. Menurut Dick Hartoko (1986: 16) antologi sama dengan bunga rampai; kumpulan fragmen dari salah seorang atau berbagai pengarang. Antologi Geguritan Abang Wora Wari merupakan salah satu contoh kumpulan fragmen (puisi Jawa modern) karya Rohmat Djoko Prakosa. Rohmat Djoko Prakosa lahir di Sukoharjo pada tanggal 16 Mei 1965. Setelah menamatkan sekolah di SPG Negeri Rembang ia melanjutkan kuliah seni tari di STSI Surakarta. Ia menjadi dosen STK Wilwatikta Surabaya sejak tahun 1992. Ia tergabung dalam Paguyuban Pengarang Sastra Jawa Surabaya dan aktif menulis bersama-sama dengan penulis sastra Jawa lainnya. Beberapa tulisannya berupa geguritan dan cerkak. Geguritan karyanya diterbitkan dalam buku berjudul Antologi Geguritan Abang Wora Wari dan Layang Saka Kekasih. Buku yang berjudul Antologi Geguritan Abang Wora Wari berisi puisi-puisi karyanya yang ditulis sejak tahun 1998. Kumpulan puisi Jawa modern yang terbit pada tahun 2008 ini terdiri atas 104 halaman dan terdiri atas 89 puisi. Puisi-puisi yang terdapat di dalam Antologi Geguritan Abang Wora Wari berisi ketidaksukaan terhadap sesuatu. Beberapa puisi dalam buku tersebut bahkan juga memuat pisuhan di dalamnya. Pisuhan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah kata-kata yang dilontarkan karena marah; makian (KBBI, 2008: 1082). Kata yang berupa pisuhan memiliki keunikan tersendiri. Kata yang merupakan pisuhan tersebut dibedakan berdasarkan klasifikasi pisuhannya. Pisuhan sebagai kata yang mengisi ruang puisi tidak semata-mata hadir tanpa adanya simbol-simbol lain yang mendukung kehadirannya. Menurut Sudaryanto (dalam Sugiarto Arif, 1998: 10) pisuhan dapat muncul hanya pada tataran wacana bukan semata-mata berada di bawah hierarki tersebut. Berdasarkan pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa suatu kata dapat dikatakan pisuhan apabila didukung oleh kesatuan wacana tempat kata tersebut hadir. Oleh karena itu, pisuhan yang menempati ruang dalam wacana puisi tidak dapat dilepaskan dari aspek-aspek pembangun (struktur) puisi.
1
Adanya ketidakpuasan terhadap ragam puisi tembang sehingga muncul penciptaan yang meninggalkan struktur puisi tembang (Sutadi Wiryaatmaja, 1987: 13) 2 Universitas Indonesia Makna Puisi yang Mengandung Pisuhan..., Nina Wahyu Widyawati., FIB UI 2014 Makna puisi yang..., Nina Wahyu Widyawati, FIB UI, 2014
Wacana adalah kesatuan makna (sematis) antarbagian di dalam suatu bangun bahasa (Kushartanti, 2005: 92). Sebagai kesatuan makna, wacana dilihat sebagai kesatuan yang padu, yaitu setiap bagiannya saling berhubungan. Oleh karena itu, analisis wacana tidak dapat dilakukan hanya dengan melihat satu kalimat atau satu paragraf saja melainkan harus melihat keterkaitan wacana dengan konteksnya. Dengan melihat keterkaitan wacana puisi maka dapat ditemukan makna atau inti puisi. Ada berbagai konteks di dalam wacana. Wacana lisan merupakan kesatuan bahasa yang terikat dengan konteks situasi penuturnya. Adapun konteks bagi bahasa (kalimat) dalam wacana tulis adalah kalimat lain yang sebelum atau sesudahnya, yang sering disebut ko-teks (Kushartanti, 2005: 93). Puisi sebagai wacana lisan—apabila dituturkan—sekaligus wacana tulis, diteliti melalui konteks situasi penutur dan ko-teks. Konteks dalam hal ini adalah konteks budaya yaitu latar belakang sejarah budaya yang ada di balik teks puisi yang mengandung pisuhan, sedangkan ko-teks yaitu kalimat sebelum dan sesudah hadirnya pisuhan dalam puisi. Berdasarkan paparan tersebut, penulis merumuskan masalah penelitian sebagai berikut: (1) Bagaimana penyajian dan pengklasifikasian pisuhan dalam Antologi Geguritan Abang Wora Wari karya Rohmat Djoko Prakosa? (2) Bagaimana makna puisi yang mengandung pisuhan dalam Antologi Geguritan Abang Wora Wari karya Rohmat Djoko Prakosa berdasarkan analisis struktur puisi? Sesuai dengan rumusan masalah diatas, tujuan dari penelitian ini adalah : (1) Menyajikan dan mengklasifikasikan pisuhan dalam Antologi Geguritan Abang Wora Wari karya Rohmat Djoko Prakosa. (2) Menganalisis makna puisi yang mengandung pisuhan dalam Antologi Geguritan Abang Wora Wari karya Rohmat Djoko Prakosa berdasarkan struktur puisi.
Tinjauan Teoritis Puisi sebagai karya sastra dapat dikaji dari struktur dan unsur-unsur pembangunnya, puisi juga dapat dikaji berdasarkan jenis atau ragamnya, selain itu puisi dapat pula dikaji melalui sudut kesejarahannya (Pradopo, 1990: 3). Pengkajian puisi dilihat dari struktur pembangunnya merupakan wujud dari pendekatan sastra secara objektif.
3 Universitas Indonesia Makna Puisi yang Mengandung Pisuhan..., Nina Wahyu Widyawati., FIB UI 2014 Makna puisi yang..., Nina Wahyu Widyawati, FIB UI, 2014
Dalam analisis sastra, Abrams menggambarkan kerangka pendekatan terhadap teks sastra yang berpangkal pada the total situation of a work of art (situasi karya sastra secara menyeluruh). Kerangka ini ditujukan untuk memudahkan dalam memahami dan meneliti keragaman teori sastra yang ada. Berikut ini adalah sebuah kerangka sederhana yang diberikan Abrams. (Semesta) Universe
Work (Karya) Artist (Pencipta)
Audience (Pembaca)
Gambar 1.1. Pendekatan Sastra Abrams Kerangka tersebut mengandung pendekatan kritis yang utama terhadap karya sastra, yaitu : (1) Pendekatan objektif, pendekatan yang menitikberatkan karya itu sendiri, (2) pendekatan ekspresif, pendekatan yang menitikberatkan penulis, (3) pendekatan mimetik, pendekatan yang menitikberatkan semesta, dan (4) pragmatik, pendekatan yang menitikberatkan pembaca (A. Teeuw, 1984: 43). Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan objektif yaitu pendekatan yang menekankan pada karya (sastra). Sastra dilihat sebagai karya yang bersifat otonom dan dapat diteliti secara mandiri. Pendekatan ini dilakukan agar penelitian menjadi lebih fokus dan terarah yaitu hanya menitikberatkan pada karya. Pendekatan objektif merupakan pendekatan yang melihat sastra sebagai struktur teks yang otonom. Sastra dilihat sebagai objek yang dapat diteliti secara mandiri. Pendekatan objektif fokus terhadap karya itu sendiri, yang terdiri atas struktur-struktur. Menurut A. Teeuw (1984: 100), pendekatan objektif yaitu pendekatan yang menekankan karya sastra sebagai struktur yang sedikit banyak bersifat otonom. Struktur karya sastra terdiri atas unsur-unsur yang saling berhubungan dan mempengaruhi. Menurut Pradopo (1990: 118) analisis struktural, yaitu analisis yang melihat bahwa unsur-unsur struktur sajak itu saling berhubungan secara erat, saling menentukan
4 Universitas Indonesia Makna Puisi yang Mengandung Pisuhan..., Nina Wahyu Widyawati., FIB UI 2014 Makna puisi yang..., Nina Wahyu Widyawati, FIB UI, 2014
artinya. Kesatuan unsur-unsur itu membentuk makna sajak secara utuh. Dengan menganalisis secara menyeluruh, akan ditemukan makna sajak seutuhnya. Unsur-unsur yang dijadikan pedoman oleh peneliti adalah pembagian unsur-unsur pembangun puisi oleh Karsono (2001: 10), yaitu tiga unsur utama yang membentuk estetika puisi adalah bunyi, kata, dan peruangan. Ketiga unsur ini menentukan makna puisi sebagai suatu wacana. Selain itu Karsono juga menyebutkan unsur lain yaitu pengujaran. Berikut ini adalah uraian keempat unsur atau aspek pembangun puisi. Aspek Bunyi Bunyi adalah satuan terkecil pembentuk makna. Bunyi dibedakan menjadi dua, yaitu bunyi segmental dan bunyi suprasegmental. Bunyi segmental adalah bunyi bahasa, sedangkan bunyi supra-segmental adalah bunyi yang muncul ketika divokalisasikan (Karsono, 2012: 10). Aspek bunyi dalam puisi berkaitan dengan aktivitas pembacaan dan pemaknaan. Karsono merumuskan tiga fungsi bunyi yaitu estetis, aksentuasi, dan spasial. Fungsi Estetis Bunyi dalam fungsinya yang memberi kesan estetis muncul dalam purwakanthi. Purwakanthi dibedakan menjadi purwakanthi guru sastra, purwakanthi guru swara, dan purwakanthi lumaksita atau purwakanthi guru basa. a. Purwakanthi guru sastra yaitu pengulangan konsonan atau runtun konsonan pada kata dalam satu baris, baik secara beruntun maupun berseling. Purwakanthi guru sastra terdapat pada contoh : sluman slumun slamet sing sapa salah seleh lelet wilet sasolahnya sarwi lulut b. Purwakanthi guru swara yaitu pengulangan vokal atau runtun vokal pada kata dalam satu baris puisi, baik secara berurutan maupun berseling. Berikut ini adalah contoh purwakanthi guru swara dan purwakanthi guru swara berseling. Yatna yuwana lena kena kembang mlathi warna peni, ganda wangi c. Purwakanthi lumaksita atau purwakanthi guru basa adalah pengulangan kata, baik secara keseluruhan maupun sebagian, baik mengalami maupun tidak mengalami
5 Universitas Indonesia Makna Puisi yang Mengandung Pisuhan..., Nina Wahyu Widyawati., FIB UI 2014 Makna puisi yang..., Nina Wahyu Widyawati, FIB UI, 2014
perubahan bentuk, baik dalam satu larik maupun dalam larik yang berbeda tetapi masih berurutan. Contoh purwakanthi lumaksita adalah: sinuba sinukarta adigang adigung adiguna Fungsi Aksentuasi Fungsi bunyi yang kedua adalah fungsi aksentuasi. Fungsi aksentuasi memberi isyarat atau petunjuk dalam menemukan makna puisi. Fungsi aksentuasi hadir melalui pengulangan kata. Pengulangan tersebut menunjukkan adanya penekanan makna. Fungsi Spasial Bunyi berfungsi sebagai penanda peruangan atau spasial puisi (Karsono, 2012: 22). Bunyi yang berfungsi spasial hadir dalam wujud guru lagu. Guru lagu atau pola rima adalah vokal akhir yang menjadi penanda bait puisi. Guru lagu atau pola rima pada puisi Jawa modern hampir tidak ditemukan namun dalam beberapa puisi modern bunyi pada akhir larik masih terasa walaupun tidak ketat. Pada puisi Jawa modern atau geguritan, fungsi bunyi sebagai penanda spasial tidak selalu ada seperti pada puisi tradisional Jawa. Hal ini dikarenakan puisi Jawa modern tidak memiliki pola yang baku seperti puisi tradisional.
Aspek Spasial Salah satu yang menjadi ciri khas puisi adalah bentuk atau peruangan dalam kertas. Hal ini disebut tipografi. Seringkali puisi ditulis tidak memenuhi seluruh bagian kertas atau sebaliknya ditulis dengan memenuhi bagian kertas. Puisi dapat ditulis pada sisi kiri saja atau malah ditulis disetiap sisinya. Bentuk atau tata letak ini disebut aspek spasial atau aspek peruangan. Aspek spasial pada puisi Jawa modern berbeda dengan puisi Jawa tradisional. Puisi Jawa tradisional memiliki kebakuan pola spasial pada tataran gatra, pada, dan pupuh sedangkan puisi Jawa modern tidak memiliki kebakuan tersebut. Dengan kata lain penentuan kaidah spasial dalam hal ini pola gatra, pada, dan pupuh pada puisi Jawa modern tidak terikat aturan seperti puisi Jawa tradisional.2 Oleh karena puisi Jawa modern 2
Gatra adalah baris, pada adalah bait, dan pupuh atau bab (Karsono, 2012: 25)
6 Universitas Indonesia Makna Puisi yang Mengandung Pisuhan..., Nina Wahyu Widyawati., FIB UI 2014 Makna puisi yang..., Nina Wahyu Widyawati, FIB UI, 2014
tidak terikat aturan puisi tradisional, pembentukan dan pemilihan kata dalam puisi tidak harus berubah atau menyesuaikan dengan kaidah puisi tradisional. Dalam hal ini, kata menjadi penanda makna paling dominan. Aspek spasial dalam puisi Jawa modern dapat dibentuk dengan tanda-tanda nonbahasa. Atmazaki (1993: 27-28) menyatakan bahwa dalam spasial puisi, tanda nonbahasa muncul dalam bentuk tanda baca, yaitu ( . ), ( , ), (:), (;), (-), (…), (?), ( ! ), (“…”), (‘…’), (‘), dan (…). Tanda-tanda nonbahasa tersebut ditujukan untuk pemberi pengertian dan penekanan lain.
Aspek Kebahasaan Aspek kebahasaan di dalam puisi Jawa modern memiliki peranan yang sangat penting. Karsono (2012: 28-29) berpendapat bahwa pada dasarnya puisi merupakan gejala bahasa walaupun memiliki perbedaan dalam fungsi utama sebagai alat komunikasi. Perbedaan tersebut terjadi karena pertama, bahasa pada puisi berbeda pada tataran fungsi sekunder, yakni makna konotatif. Kedua, sifat puisi yang mengharuskan hukum bahasa tunduk kepadanya. Ketiga, licentia poitica penyair, bahasa dalam puisi tidak harus sama dalam fungsi primer bahasa sebagai alat komunikasi antarmanusia. Kata yang menjadi topik utama dalam aspek kebahasaan adalah pembentuk makna yang paling dominan dalam puisi Jawa modern. Setiap kata dalam puisi Jawa modern tidak hanya memiliki makna denotatif tetapi juga makna konotatif. Makna konotatif yang paling dominan dalam wacana puisi.
Makna Konotatif Puisi mengandung makna yang luas. Seringkali makna puisi tidak berhenti pada tataran leksikal. Makna puisi juga terikat dengan konteks dan makna konotatif. Makna konotatif yang disebut juga makna konotasional, emotif, atau evaluatif adalah suatu jenis makna dimana stimulus dan respons mengandung nilai-nilai emosional (Gorys Keraf, 2001: 29). Puisi yang bermakna konotatif biasanya hadir dalam bentuk majas.
7 Universitas Indonesia Makna Puisi yang Mengandung Pisuhan..., Nina Wahyu Widyawati., FIB UI 2014 Makna puisi yang..., Nina Wahyu Widyawati, FIB UI, 2014
Aspek Pengujaran Aspek pengujaran berkaitan erat dengan fungsi puisi sebagai media komunikasi, yaitu antara pencerita—seseorang yang menciptakan puisi—dengan yang diceritakan, dan yang menceritakan. Puisi pada dasarnya adalah karya sastra yang diciptakan oleh pencerita—yang disebut juga subjek pengujaran— sedangkan puisi itu sendiri disebut objek pengujaran. Subjek Pengujaran Subjek pengujaran dibedakan menjadi subjek pengujaran intern dan subjek pengujaran ekstern. Subjek pengujaran intern yaitu subjek pengujaran yang juga bertindak sebagai tokoh (subjek ujaran). Subjek ujaran ini disebut “aku rilis”. Subjek pengujaran intern biasanya hadir pada kata ganti aku, tak/dak, ingsun, dan sun. Subjek pengujaran intern dihadirkan untuk tujuan kelancaran dalam komunikasi yaitu dengan menghilangkan jarak antara pencerita dengan pembaca sehingga pembaca dapat lebih mudah menemukan makna puisi. Subjek pengujaran ekstern adalah subjek pengujaran yang tidak secara nyata hadir dan tidak bertindak sebagai subjek ujaran (tokoh) dalam puisi. Subjek pengujaran ekstern merupakan upaya pencerita untuk membuat jarak dengan tokoh atau karya (puisi) sehingga dalam pemaknaan pembaca diarahkan untuk fokus pada subjek ujaran dalam puisi yang tidak ada kaitannya dengan pencerita. Objek Pengujaran Objek pengujaran, puisi, terdiri dari subjek ujaran, latar, dan tema. Subjek ujaran adalah tokoh yang dibicarakan atau yang menjadi pokok pembicaraan dalam puisi. Subjek ujaran dapat berupa manusia, hewan, alam, suasana, benda, budaya, bahkan kata atau bahasa. Latar memberikan informasi situasi mengenai ruang dan waktu. Selain itu terdapat pula latar yang menjadi metafor dari keadaan emosional dan spiritual tokoh. Tema adalah gagasan utama yang mendasari suatu puisi. Menurut Luxemburg (1989: 176), tematik kita jumpai dalam apa yang disebut lirik. Tema berkaitan pula dengan pengarang. Dalam hal ini pengarang secara sadar atau tidak memiliki kaitan dengan karya yang dihasilkannya. Selain itu tema pada puisi dapat ditemukan melalui proses
8 Universitas Indonesia Makna Puisi yang Mengandung Pisuhan..., Nina Wahyu Widyawati., FIB UI 2014 Makna puisi yang..., Nina Wahyu Widyawati, FIB UI, 2014
membaca dengan melihat kaitan antar lirik. Dengan kata lain tema ditemukan dengan analisis lirik puisi secara keseluruhan.
Metodologi Penelitian Penelitian ini mengacu pada metode deskriptif-analitis, yaitu metodologi penelitian yang mendeskripsikan fakta-fakta yang ada kemudian menganalisisnya (Kutha Ratna, 2004: 53). Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian yaitu, (1) penulis mengumpulkan data yang berisi pisuhan, (2) penulis menyajikan dan mengklasifikasikan data yang mengandung pisuhan, (3) penulis melakukan analisis data berdasarkan unsur-unsur pembangun puisi, (4) penulis merumuskan makna yang terkandung di dalam puisi, dan (5) penulis menyimpulkan temuan-temuan dalam penelitian.
Hasil Penelitian Pisuhan yang terdapat pada puisi Rohmat Djoko Prakosa diklasifikasi berdasarkan makna semantiknya menjadi enam yaitu pisuhan yang menyangkut aktivitas tertentu, pisuhan yang menyangkut binatang tertentu, pisuhan yang menyangkut benda tertentu, pisuhan yang menyangkut bagian tubuh tertentu, pisuhan yang menyangkut sifat seseorang, dan pisuhan yang menyangkut profesi tertentu. Adapun pisuhan tersebut hadir dalam wujud kata diancuk ‘disenggama’, asu ‘anjing’, munyuk ‘monyet kecil’, asem ‘asam’, silit ‘dubur’, keparat ‘orang kafir’, dan bangsat ‘orang jahat’. Pisuhan yang merupakan bahan bagi bangun puisi berpengaruh terhadap struktur puisi. Melalui penyajian serta klasifikasi data ditemukan bahwa pisuhan yang hadir dalam puisi bersifat sembarang. Maksudnya tidak memiliki aturan yang konvensional dalam hal bentuk kata pisuhan, jumlah pisuhan, dan letak pisuhan. Berdasarkan analisis struktur ditemukan makna pada masing-masing puisi sebagai berikut: (1) Puisi Mung Sakkecap. Puisi ini berisi tentang ketidaksukaan tokoh dak ‘aku’ terhadap perilaku laki-laki dan perempuan yang ada di sekitarnya. Ketidaksukaan itu muncul akibat adanya tindakan yang menunjukkan hancurnya moral kedua orang tersebut. Ungkapan 9 Universitas Indonesia Makna Puisi yang Mengandung Pisuhan..., Nina Wahyu Widyawati., FIB UI 2014 Makna puisi yang..., Nina Wahyu Widyawati, FIB UI, 2014
ketidaksukaan dalam puisi Mung Sakkecap hadir dalam bentuk pisuhan. Melalui pisuhan, tampak adanya hukuman sosial atau kontrol sosial berupa umpatan terhadap seseorang yang dianggap tidak empan papan yaitu seseorang yang tidak mengetahui tempat dan waktu yang tepat dalam bertindak; (2) Puisi Meri. Puisi Meri berisi tentang kekesalan terhadap seseorang yang disebut prawan pupuk bawang ‘perawan tidak berguna’. Ia tidak ikut ambil bagian dalam kehidupan atau lingkungannya. Setiap hari ia hanya melakukan pekerjaan yang tidak berguna. Ia juga tidak berkontribusi sehingga ia dianggap tidak berguna dan lemah. Sifat dan perilaku yang demikian membuat orang lain benci kepadanya. Kebencian tersebut diekspresikan melalui pisuhan. Puisi ini mengandung nasihat kepada pemuda pemudi agar bekerja keras melebihi orang tua pada zaman dahulu. Jangan sampai ia hanya menjadi beban orang tua atau orang yang berada disekitarnya. Selain itu, kemalasan dan ketidakmampuannya hanya akan menurunkan derajat dan kualitas orang tersebut; (3) Puisi Gurit Godhong Suruh. Inti yang terkandung dalam puisi ini ialah penolakan tokoh aku untuk bertindak seperti tokoh wanita dalam puisi. Aku tidak ingin mengikuti wanita tersebut dan menjadi pengikut golongan buruk dengan mengekspresikan kemarahan secara berlebihan. Ia sadar walaupun ia hanya seorang rendahan ia tetap menjunjung normanorma yang berlaku. Selain itu statusnya yang rendah serta kehidupannya yang miskin membuatnya terluka karena tidak dapat membahagiakan wanita yang dicintainya; (4) Puisi Sengit. Puisi Sengit mengandung inti tentang suatu fenomena alam yang terjadi di sekitar manusia. Alam yang pada awalnya diciptakan oleh Tuhan mengalami perubahan dengan adanya pembangunan yang tidak memperhatikan lingkungan. Makna puisi Sengit ialah agar manusia menyadari bahwa alam wajib dijaga kelestariannya demi kelangsungan makhluk hidup di dalamnya; (5) Puisi Gurit sir pong dhele kopong. Makna yang terkandung dalam puisi ini ialah tokoh aku sangat mengagumi seorang wanita. Wanita itu diibaratkan seperti wanita utama. Kecantikannya tiada tanding. Ia menjadi ratu sekaligus musuh bagi tokoh aku. Semua yang ada dalam diri wanita tersebut membuat tokoh aku menelan ludah. Walaupun aku sangat menginginkan wanita tersebut namun ia tidak bisa mendapatkannya; (6) Puisi Cluthak. Inti yang terdapat dalam puisi Cluthak ialah perilaku seseorang yang disamakan dengan hewan su ‘anjing’. Sosok su ‘anjing’ yang dimaksud atau yang dibicarakan dalam puisi Cluthak adalah manusia yang perilakunya menyerupai binatang (kucing) yang senang mencuri. Namun, su ‘anjing’ bukan mencuri makanan melainkan 10 Universitas Indonesia Makna Puisi yang Mengandung Pisuhan..., Nina Wahyu Widyawati., FIB UI 2014 Makna puisi yang..., Nina Wahyu Widyawati, FIB UI, 2014
seseorang yang ingin mendapat kesenangan dan memuaskan nafsunya. Seseorang dengan perilaku tersebut digambarkan mabuk kesenangan duniawi; (7) Puisi Cuwa. Puisi Cuwa berisi tentang perasaan kecewa dan kesal yang dirasakan aku terhadap wanita yang dicintainya. Kekecewaan muncul akibat penolakan cinta yang kejam. Hal tersebut membuat tokoh aku terhina. Cinta yang dipersembahkan kepada wanita idamannya dihancurkan kemudian dipamerkan sebagai sesuatu yang membanggakan. Pengakuan cinta yang berujung patah hati dan kekecewaan ini mengakibatkan tokoh aku memaki menggunakan kata bangsat ‘orang jahat’; (8) Puisi Sengit 2. Puisi Sengit 2 berisi tentang seseorang yang merasa dihianati oleh perkataan (janji) pasangannya. Aku digambarkan sebagai seseorang yang telah lama menanti kekasihnya. Penantian yang lama dan panjang tidak membuahkan hasil yang manis. Ia merasa penantiannya sia-sia belaka. Apa yang telah dikatakan dan dijanjikan oleh pasangannya tidak ditepati. Kemarahan yang ia rasakan lebih besar dari rasa cintanya. Waktu yang telah ia habiskan untuk mencintai terkikis dan terlupakan oleh waktu yang lebih banyak ia habiskan untuk memendam amarah; (9) Puisi Cuk. Inti yang terkandung dalam puisi Cuk ialah kekesalan yang sangat besar. Saking kesalnya tokoh Aku ingin melampiaskan kekesalan terhadap wanita dalam puisi. Namun, sebelum terjerumus semakin dalam, tokoh Aku sedikit demi sedikit menjauhi lingkungan yang penuh kemaksiatan; (10) Puisi Saupama. Puisi ini berisi tentang keluh kesah tokoh dak ‘aku’ terhadap seseorang yang ia kasihi. Dak ‘aku’ sangat merasa heran mengapa orang yang ia kasihi memperlakukannya dengan kejam. Semua tutur katanya seperti membenamkan benih luka dihati tokoh dak ‘aku’. Kedamaian tokoh aku sangat terusik. Ia tidak dapat tidur dengan tenang akibat memikirkan sikap yang memendam dendam dari kekasihnya. Amarah yang terlihat dimata kekasihnya bagaikan meriam yang kapan saja bisa meledakannya; (11) Puisi Sebel. Inti yang terkandung dalam puisi Sebel ialah tokoh dak ‘aku’ sangat kesal terhadap seseorang. Kekesalannya sangat besar membuat ia ingin sekali melumat orang tersebut dengan tangannya.
11 Universitas Indonesia Makna Puisi yang Mengandung Pisuhan..., Nina Wahyu Widyawati., FIB UI 2014 Makna puisi yang..., Nina Wahyu Widyawati, FIB UI, 2014
Pembahasan Makna puisi dapat ditemukan melalui analisis struktur. Analisis struktur puisi dalam penelitian ini dilakukan melalui empat aspek Keempat aspek tersebut ialah aspek bunyi, aspek spasial atau peruangan, aspek kebahasaan, dan aspek pengujaran. Aspek bunyi yang hadir dalam puisi karya Rohmat Djoko Prakosa berperan sebagai petunjuk makna puisi. Bunyi-bunyi pada puisi karyanya terdiri atas bunyi-bunyi yang berpola. Bunyi-bunyi tersebut berfungsi estetis dan berfungsi aksentuasi. Bunyi yang berfungsi estetis hadir melalui purwakanthi guru swara, purwakanthi guru sastra, dan purwakanthi guru basa atau lumaksita. Bunyi yang berfungsi aksentuasi hadir melalui pengulangan kata dalam puisi. Bunyi yang berfungsi spasial tidak ditemukan pada puisi-puisi karyanya. Hal ini dikarenakan kata-kata dalam puisi tidak mementingkan persamaan bunyi sebagai penanda spasial. Kata pada puisi karyanya lebih dimanfaatkan untuk menimbulkan estetika puisi serta pencapai makna. Aspek spasial atau peruangan menjadi petunjuk untuk mengetahui isi atau bahasan puisi. Melalui analisis aspek spasial ditemukan bahwa puisi karya Rohmat Djoko Prakosa secara tipografi berbentuk gatra-gatra atau larik-larik yang ditulis dari kiri ke kanan. Aspek peruangan berupa rima akhir tidak ditemukan namun penanda ruang pada puisi hadir melalui tanda baca berupa ( . ), ( ! ), ( , ), dan ( . . . . . ). Tanda baca dalam wacana puisi memiliki makna kontekstual yang berfungsi untuk menekankan atau memperjelas ekspresi tertentu pada puisi. Melalui analisis peruangan ditemukan juga keterkaitan antara peruangan dengan kebahasaan. Keterkaitan ini terwujud dalam bentuk enjabemen. Enjabemen banyak ditemukan dalam penelitian. Enjabemen memberi penekanan yang khusus terhadap kata yang berdiri sendiri dalam puisi. Aspek kebahasaan berperan besar dalam menentukan makna puisi. Kata-kata dalam puisi dimanfaatkan untuk menimbulkan makna konotatif. Hal ini menimbulkan imajinasi bagi pembaca. Makna konotatif yang hadir melalui majas terdapat dalam puisi karya Rohmat Djoko Prakosa. Majas yang terdapat dalam puisi-puisi karyanya adalah majas simile, metafora, personifikasi, hiperbola, dan perumpamaan. Melalui aspek kebahasaan juga terlihat adanya ketaksaan makna. hal ini menimbulkan makna puisi yang luas. Kata dalam puisi karya Rohmat Djoko Prakosa menjadi petunjuk aspek pengujaran. Hal ini terbukti melalui kata sapaan dan kata-kata yang menunjukkan sifat tokoh serta beberapa kata yang menunjukkan status sosial tokoh.
12 Universitas Indonesia Makna Puisi yang Mengandung Pisuhan..., Nina Wahyu Widyawati., FIB UI 2014 Makna puisi yang..., Nina Wahyu Widyawati, FIB UI, 2014
Aspek pengujaran berperan dalam komunikasi antara pencerita dengan pembaca atau pendengar. Melalui analisis aspek pengujaran ditemukan bahwa puisi karya Rohmat Djoko Prakosa memiliki subjek pengujaran intern dan ekstern. Delapan dari sebelas puisi (data penelitian) memiliki subjek pengujaran intern yaitu subjek pengujaran hadir dan bertindak langsung dalam puisi. Tiga puisi sisanya memiliki subjek pengujaran ekstern yaitu subjek pengujaran terpisah dengan puisi atau berada diluar wacana puisi. Tema yang terdapat pada puisi-puisi dalam penelitian ini bervariasi. Terdapat tema sosial, moral, kekecewaan, amarah, ketuhanan, dan penolakan cinta. Latar yang terdapat dalam puisi tidak hadir secara langsung melainkan melalui tanda-tanda dalam puisi. Latar yang ditemukan dalam puisi karyanya ialah latar sosial, latar suasana, dan latar waktu. Berdasarkan analisis struktur pada sebelas puisi ditemukan bahwa pisuhan atau makian muncul karena adanya suatu sebab. Pisuhan atau makian dalam puisi disebabkan oleh dorongan yang berkaitan dengan perbuatan atau peristiwa tertentu yang memicu hadirnya pisuhan. Hal ini diketahui melalui kata-kata yang hadir dalam puisi. Kata-kata tersebut berkaitan dengan perilaku atau peristiwa tertentu yang memicu munculnya pisuhan. Berikut ini uraian singkat sebelas puisi yang mengandung pisuhan. Puisi Mung Sakkecap Puisi Mung Sakkecap memiliki pisuhan dalam bentuk kata bangsat ‘orang jahat’. Kata bangsat ‘orang jahat’ hadir sebanyak dua kali dalam wacana. Kata bangsat ‘orang jahat’ yang pertama terdapat pada gatra kedua, sedangkan kata bangsat ‘orang jahat’ yang kedua terdapat pada gatra terakhir wacana puisi. Keempat aspek pembangun puisi Mung Sakkecap membentuk kesatuan makna. Makna yang dibentuk oleh keempat aspek ialah tokoh dak ‘aku’ merupakan tokoh yang mengkritik perbuatan dan perilaku tokoh lain yakni kakang ‘kakang’ dan prawan ‘perawan’. Dak ‘aku’ dalam hal ini bertindak sebagai kontrol sosial. Melalui tindakan ketiga tokoh (dak ‘aku’, kakang ‘kakang’, dan prawan ‘perawan’) tersebut ditemukan bahwa masyarakat Jawa ketika itu sangat mempedulikan moral dan akhlak. Hal ini dibuktikan dengan munculnya tokoh yang memaki atau misuhi perilaku yang melanggar norma. Selain itu, ditemukan bahwa dalam lingkungan Jawa masih berlaku kontrol sosial oleh masyarakat melalui karya sastra. Hal ini membuktikan bahwa adanya usaha untuk mempertahankan suatu norma dan tatanan dalam masyarakat melalui karya sastra.
13 Universitas Indonesia Makna Puisi yang Mengandung Pisuhan..., Nina Wahyu Widyawati., FIB UI 2014 Makna puisi yang..., Nina Wahyu Widyawati, FIB UI, 2014
Puisi Meri Pisuhan yang terdapat dalam puisi Meri terwujud melalui kata diancuk ‘disenggama’ dan munyuk ‘monyet kecil’. Kata munyuk ‘monyet kecil’ hadir sebanyak dua kali yaitu pada bagian tengah dan akhir wacana sedangkan kata diancuk ‘disenggama’ hadir pada tengah wacana. Hadirnya pisuhan dalam bentuk kata munyuk ‘monyet kecil’ dan diancuk ‘disenggama’ menekankan adanya perasaan yang sangat kesal sehingga muncul pisuhan berkali-kali. Keempat unsur atau aspek pembangun puisi tidak dapat dilepaskan satu dengan yang lain. Unsur-unsur tersebut saling berkaitan dalam membentuk makna wacana puisi. Makna puisi yang ditemukan melalui empat unsur pembangun puisi ialah pemuda pemudi haruslah bekerja keras melebihi orang tua pada zaman dahulu. Jangan sampai hanya menyusahkan orang tua atau orang yang berada disekitarnya. Selain akan menyusahkan orang lain, kemalasan hanya akan menurunkan derajat dan kualitas orang tersebut. Puisi Gurit Godhong Suruh Kata pisuhan yang terdapat pada puisi Gurit Godhong Suruh adalah kata sat ‘orang jahat’ pada gatra terakhir. Kata sat ‘orang jahat’ merupakan penekanan dari kata terakhir pada gatra sebelumnya, yaitu kata bangsat ‘orang jahat’. Munculnya kata sat ‘orang jahat’ pada akhir puisi menandakan penekanan ketidaksukaan terhadap perilaku tertentu. Kata sat ‘orang jahat’ selain menekankan pada makna juga berkaitan dengan fungsi estetis bunyi. Kata Sat ‘orang jahat’ pada gatra terakhir menggunakan huruf kapital. Hal ini berarti bahwa sat ‘orang jahat’ memiliki penekanan yang lebih terkaitan makna puisi. Adanya kata sat ‘orang jahat’ menunjukkan umpatan yang ditujukan kepada seseorang yang berperilaku seperti bangsat ‘orang jahat’ atau termasuk dalam golongan bala bangsat ‘laskar bangsat’. Makna puisi ini ialah sikap tegas dalam menolak sesuatu yang tidak sesuai dengan prinsip dan norma yang dianut. Puisi Sengit Pisuhan di dalam puisi Sengit hadir melalui kata silit ‘dubur’. Silit ‘dubur’ terdapat pada gatra akhir puisi Sengit. Silit ‘dubur’ dalam puisi Sengit merupakan ekspresi 14 Universitas Indonesia Makna Puisi yang Mengandung Pisuhan..., Nina Wahyu Widyawati., FIB UI 2014 Makna puisi yang..., Nina Wahyu Widyawati, FIB UI, 2014
kemarahan atau ketidaksukaan seseorang terhadap orang lain yang tidak menjaga dan melestarikan liingkungan alam. Melalui analisis keempat aspek ditemukan bahwa puisi Sengit merupakan penggambaran terhadap fenomena atau keadaan yang ada disekitarnya. Fenomena tersebut ialah situasi alam yang berubah dari keadaan yang asri menjadi lahan pemukiman dan lahan pekerjaan. Langit ‘langit’ dalam puisi ini menjadi Subjek ujaran. Terdapat kaitan antara aspek bunyi dengan aspek kebahasaan yang mempengaruhi makna. Aspek bunyi yang paling terlihat adalah langit. Kata Langit ‘langit’ muncul tiga kali pada setiap gatra yang ganjil, sedangkan kata silit ‘dubur’ memiliki kesamaan rima dengan kata langit. Puisi sengit adalah puisi yang berisi tentang lingkungan. Makna yang ingin disampaikan melalui puisi Sengit ialah setiap manusia memiliki kewajiban untuk menjaga dan merawat lingkungan. Jangan sampai merusak lingkungan yang telah dianugrahkan oleh Sang Pencipta karena hal tersebut akan membawa kerugian pada diri manusia. Puisi Gurit sir pong dhele kopong Pisuhan dalam puisi Gurit sir pong dhele kopong terdapat pada gatra terakhir. Pisuhan yang terwujud melalui kata su ‘anjing’ merupakan ekspresi perasaan kecewa yang mendalam. Kekecewaan ini timbul karena adanya keinginan yang tidak tercapai. Su ‘anjing’ selain mengespresikan perasaan kecewa juga mengespresikan perasaan kekaguman. Kekaguman terhadap sosok wanita yang sangat diidam-idamkan. Puisi Gurit sir pong dhele kopong adalah puisi yang berisi tentang ekspresi kekecewaan sekaligus kekaguman. Aspek yang lebih dominan dalam puisi ini adalah aspek bunyi dan kebahasaan. Kedua aspek ini saling berkaitan dalam membangun makna wacana puisi. Walaupun aspek yang dominan adalah aspek bunyi dan kebahasaan, kedua aspek lain juga berpengaruh dalam pemaknaan wacana puisi. Melalui analisis keempat aspek dapat disimpulkan bahwa makna puisi ini ialah kekaguman tokoh aku pada seorang wanita. Wanita itu diibaratkan seperti wanita utama. Kecantikan wanita itu tidak ada yang menandingi. Ia menjadi ratu bagi tokoh aku. Tingkah lakunya seakan-akan ia adalah ratu sejagad. Disamping dianggap sebagai ratu oleh tokoh aku, wanita tersebut juga seperti ‘musuh’. Wanita itu adalah ratu satru ‘ratu musuh’ bagi tokoh aku yaitu ratu ‘ratu’ sekaligus satru ‘musuh’. Semua yang ada dalam 15 Universitas Indonesia Makna Puisi yang Mengandung Pisuhan..., Nina Wahyu Widyawati., FIB UI 2014 Makna puisi yang..., Nina Wahyu Widyawati, FIB UI, 2014
diri wanita membuat tokoh aku menelan ludah. Tokoh (aku) sangat menginginkan wanita tersebut namun wanita tersebut tidak bisa ia dapatkan. Puisi Cluthak Puisi Cluthak adalah puisi tentang seseorang yang perilakunya gemar mengambil sesuatu yang bukan miliknya. Seseorang dalam puisi Cluthak disebutkan memiliki sifat wuru ‘mabuk’. Dalam konteks ini ia digambarkan mabuk kesenangan duniawi. Berdasarkan deskripsi dalam puisi Cluthak, sosok su ‘anjing’ yang dimaksud adalah manusia yang perilakunya menyerupai hewan (kucing) yang senang mencuri. Dalam puisi ini kata su ‘anjing’ hadir sebagai kata makian dan sebutan. Puisi Cuwa Puisi Cuwa adalah puisi yang mengekspresikan perasaaan kecewa bercampur kesal. Perasaan kecewa dan kesal hadir akibat cinta yang tulus dari tokoh aku dihancurkan tanpa ada sedikit perasaan tidak enak. Aku (tokoh) memberikan cintanya kepada seorang wanita yang digambarkan memiliki sinar mata seperti cahaya. Perasaan cinta ini mendapat penolakan dan berujung kekecewaan. Cinta yang dipersembahkan kepada wanita tersebut dihancurkan kemudian dipampang sebagai sesuatu yang membanggakan. Pengakuan cinta yang berujung patah hati dan kekecewaan ini mengakibatkan tokoh aku memaki menggunakan kata bangsat ‘orang jahat’. Kata bangsat ‘orang jahat’ berada pada akhir wacana. Hal ini menunjukkan bahwa inti dari ekspresi kekecewaan dalam puisi berada di akhir wacana. Puisi Sengit 2 Pisuhan dalam puisi Sengit 2 hadir melalui wujud kata asu ‘anjing’. Terdapat kekhususan bagian mana yang diumpat asu ‘anjing’. Bagian tersebut ialah rai ‘muka’. Penggunaan kata raimu rai asu ‘mukamu muka anjing’ menandakan bahwa setiap kali ia melihat orang tersebut ia merasa sangat marah sampai-sampai ingin melampiaskan kemarahannya dalam bentuk tindakan. Puisi Sengit 2 adalah puisi yang berisi tentang seseorang yang merasa dihianati oleh perkataan (janji) pasangannya. Tokoh aku digambarkan sebagai seseorang yang menanti kekasihnya. Penantian yang lama dan panjang tidak membuahkan hasil yang manis. Ia merasa penantiannya hanyalah sia-sia belaka. Apa yang telah dikatakan dan 16 Universitas Indonesia Makna Puisi yang Mengandung Pisuhan..., Nina Wahyu Widyawati., FIB UI 2014 Makna puisi yang..., Nina Wahyu Widyawati, FIB UI, 2014
dijanjikan pasangannya tidak ditepati. Perasaan cinta dan perasaan marah yang ditimbulkan tidak sebanding. Waktu yang telah ia habiskan untuk mencintai terkikis dan terlupakan oleh waktu yang lebih banyak ia habiskan untuk memendam amarah. Puisi Cuk Puisi Cuk seperti halnya puisi-puisi lain memiliki pisuhan di dalamnya. Namun, pisuhan yang membangun puisi Cuk tidak hanya satu. Hal ini menandakan bahwa puisi Cuk adalah puisi yang kental dengan nuansa misuh. Penyebab munculnya pisuhan tidak diketahui secara pasti namun terdapat kecurigaan bahwa pisuhan tersebut muncul karena perbuatan tokoh –mu yang membuat tokoh aku marah. Puisi Saupama Puisi Saupama memiliki pisuhan yang tidak terlalu kasar apabila dibandingkan dengan puisi-puisi lain dalam penelitian ini. Pisuhan pada puisi Saupama berwujud kata asem ‘asam’. Asem ‘asam’ pada gatra sebelas menjadi penanda kekesalan terhadap situasi yang dialami tokoh aku. Makna yang terkandung dalam puisi Saupama ialah perasaan risau yang didera tokoh aku karena ketidakyakinan wanita yang dikasihinya. Tokoh aku merasa bingung karena ia tidak melakukan kekeliruan tetapi ia diperlakukan dengan sikap penuh kecurigaan. Hal ini membuat tokoh aku kesal terhadap situasi yang dialaminya. Puisi Sebel Puisi Sebel adalah puisi yang berisi tentang ungkapan kekesalan seseorang kepada orang lain. Hal ini dibuktikan dengan adanya pisuhan sebagai ekspresi yang menunjukan perasaan kesal. Pisuhan dalam puisi Sebel berwujud kata asu ‘anjing’ yaitu pisuhan yang menunjuk binatang. Asu ‘anjing’ dalam puisi Sebel terletak pada akhir wacana puisi. Hal ini menandakan bahwa puisi ini mengekspresikan puncak perasaan sebal atau kesal menggunakan kata asu ‘anjing’ pada akhir wacana. Melalui analisis keempat aspek diketahui bahwa puisi Sebel tidak terikat oleh bunyi dan peruangan. Aspek kebahasaan dalam hal ini kata dalam puisi Sebel dimanfaatkan untuk menuangkan perasaan kesal. Oleh karena itu, kata pada puisi ini berhubungan langsung dengan makna.
17 Universitas Indonesia Makna Puisi yang Mengandung Pisuhan..., Nina Wahyu Widyawati., FIB UI 2014 Makna puisi yang..., Nina Wahyu Widyawati, FIB UI, 2014
Kesimpulan Pisuhan dalam masyarakat Jawa merupakan sarana untuk mengekspresikan perasaan. Pisuhan yang terdapat dalam puisi menunjukkan adanya upaya untuk menuangkan ekspresi tersebut melalui karya sastra. Kehadiran pisuhan dalam karya sastra (puisi) berpengaruh terhadap analisis puisi. Melalui analisis sebelas puisi yang mengandung pisuhan, peneliti menyimpulkan lima hal yaitu: 1. Pisuhan pada sebelas puisi disebabkan oleh tindakan sebelumnya yang memicu munculnya pisuhan. 2. Kehadiran pisuhan yang terkandung dalam puisi bersifat sembarang. Maksudnya tidak memiliki ketentuan atau aturan yang baku mengenai jumlah pisuhan, bentuk kata pisuh, dan letak pisuhan dalam puisi. 3. Sebelas puisi yang mengandung pisuhan diklasifikasi menjadi enam yaitu pisuhan yang menyangkut aktivitas tertentu, pisuhan yang menyangkut bintang tertentu, pisuhan yang menyangkut benda tertentu, pisuhan yang menyangkut bagian tubuh tertentu, pisuhan yang menyangkut sifat seseorang, dan pisuhan yang menyangkut profesi tertentu. 4. Melalui analisis struktur berdasarkan aspek pembangun puisi ditemukan bahwa aspek bunyi dalam puisi Rohmat Djoko Prakosa berfungsi estetis dan aksentuasi serta merupakan petunjuk makna, aspek spasial atau peruangan berupa tanda baca dimanfaatkan untuk menekankan ekspresi tertentu, aspek kebahasaan memiliki peranan yang besar dalam menentukan inti atau isi puisi, dan aspek pengujaran ditekankan untuk keperluan komunikasi. 5. Berdasarkan analisis empat unsur ditemukan pula makna sebelas puisi yang mengandung pisuhan. Makna tersebut berkaitan dengan tindakan yang tidak sesuai dengan budaya dan keadaan sosial masyarakat Jawa yaitu tindakan rakus, malas, suka berpangku tangan, tidak berkemampuan (tidak berguna), memendam rasa curiga, tidak menepati janji, berpakaian tidak sopan, senang mengikuti hawa nafsu, berkata tidak sopan, dan merusak lingkungan alam.
18 Universitas Indonesia Makna Puisi yang Mengandung Pisuhan..., Nina Wahyu Widyawati., FIB UI 2014 Makna puisi yang..., Nina Wahyu Widyawati, FIB UI, 2014
Daftar Referensi I. Buku Atmazaki. (1993). Analisis Sajak. Teori Metodologi dan Aplikasi. Bandung: Angkasa. Ayatrohaedi. (1983). Dialektologi: Sebuah Pengantar. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta. Dhanu Priyo Prabowo. (2002). Geguritan Tradisional dalam Sastra Jawa. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. Gorys Keraf. (2001). Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Tim Balai Bahasa Yogyakarta. (2011). Kamus Basa Jawa (Bausastra Jawa). Ed ke-2. Yogyakarta: Kanisius. Tim Balai Bahasa Jakarta. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia: Pusat Bahasa. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Karsono H Saputra. (2012). Puisi Jawa: Struktur dan Estetika. Jakarta: WWS. Karsono H Saputra, dkk. (2010). Naskah-naskah Pesisiran. Jakarta: Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Kisyani. (1985). “Pisuhan sebagai Cermin Rasa dan Sikap Jiwa Penutur. Surakarta: UNS. Kushartanti, dkk. (2005). Pesona Bahasa. Jakarta: Gramedia. Luh Anik Mayani, dkk. (2004). Perbandingan Fonologis, Semantis, dan Leksikanl antara Bahasa Jawa Dialek Surabaya dan Bahasa Jawa Dialek Standar. Balai Bahasa Surabaya Bagian Proyek Pembinaan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah Jawa Timur. Surabaya. Luxemburg Jan Van, dkk. (1989). Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: Gramedia. ________. (1991). Tentang Sastra. Jakarta: Intermasa. M. Atar Semi. (1988). Anatomi Sastra. Padang: Angkasa Raya Padang. Melani Budianta,dkk. (2003). Membaca Sastra: Pengantar Memahami Sastra untuk Perguruan Tinggi. Magelang: Indonesiatera. Panuti Sudjiman. (1993). Bunga Rampai Stilistika. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti. ________. (1988). Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya. Rachmat Djoko Pradopo. (1990). Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. ________. (1994). Prinsip-prinsip Kritik Sastra. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Rusydi, dkk. (1985). Kosakata Bahasa Jawa. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta. 19 Universitas Indonesia Makna Puisi yang Mengandung Pisuhan..., Nina Wahyu Widyawati., FIB UI 2014 Makna puisi yang..., Nina Wahyu Widyawati, FIB UI, 2014
Sugiarto Arif Santoso. (1998 ). “Daya Ilokusi dalam Pisuhan”. Skripsi. Depok: Universitas Indonesia. Sutadi Wiryaatmaja,dkk. (1987). Struktur Puisi Jawa modern. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayan. Teeuw A. ( 1983). Tergantung Pada Kata: Sepuluh Sajak Indonesia. Jakarta: Pustaka Jaya. ________. (1984). Sastera dan Ilmu Sastera. Jakarta: Pustaka Jaya. ________. (1991). Membaca dan Menilai Sastra. Jakarta: Gramedia. Tri Winiasih. (2010). “Pisuhan dalam Basa Suroboyoan: Kajian Sosiolinguistik”. Tesis. Universitas Sebelas Maret. Wedhawati, dkk. (2006). Tata Bahasa Jawa Mutakhir. Yogyakarta: Kanisius. II. Artikel Jurnal Endang Sholihatin. (2012). Fungsi Pisuhan Masyarahat Arek dan Masyarakat Mataram. Mozaik: Jurnal Humaniora, Vol. 11 No.1 Januari-Juni.
20 Universitas Indonesia Makna Puisi yang Mengandung Pisuhan..., Nina Wahyu Widyawati., FIB UI 2014 Makna puisi yang..., Nina Wahyu Widyawati, FIB UI, 2014