MAKNA DALAM UNGKAPAN BAHASA BANJAR (MEANING IN BANJARESE EXPRESSIONS) Zulkifli Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP, Universitas Lambung Mangkurat, Jl. Brigjend. H. Hasan Basry, Kampus Kayu Tangi, Banjarmasin, Kode Pos 70123, e-mail
[email protected]
Abstract Meaning in Banjarese expressions. Expression as a part of culture has its own certain meaning. Particularly, Banjarese expressions have meanings by which one can make them as behavioral parameters in acting out his life in the society and as best means in creating individuals so he can put himself appropriately in the society interaction. Keywords: meaning, expression, banjarese
Abstrak Makna dalam Ungkapan Bahasa Banjar. Ungkapan sebagai bagian dari budaya memiliki makna tertentu. Ungkapan bahasa Banjar memiliki makna yang dapat dijadikan acuan berperilaku dalam bermasyarakat dan dapat dijadikan sebagai sarana untuk membentuk pribadi yang dapat menempatkan dirinya dalam pergaulan di masyarakat. Kata-kata kunci: makna, ungkapan, bahasa banjar
PENDAHULUAN Ungkapan merupakan bagian dari khazanah budaya. Tiap daerah memiliki ungkapan sebagai salah satu kekayaan budayanya yang telah ada sejak lama. Carventers (dalam Dananjaya, 1986:28) mengemukakan bahwa ungkapan adalah kalimat pendek yang disarikan dari pengalaman panjang. Kemudian, bisa saja sebuah ungkapan itu hanya berwujud satu atau dua kata yang belum berstatus sebagai kalimat. Masyarakat Banjar memiliki banyak ungkapan yang hidup atau dipakai sejak dahulu hingga sekarang. Ungkapan-ungkapan itu merupakan bagian dari kekayaan budaya Banjar. Dari waktu ke waktu, ungkapan bahasa Banjar terus mendapat perhatian masyarakat Banjar dan masih dianggap relevan dalam konteks kehidupan masyarakat Banjar saat ini. Walaupun, ungkapan-ungkapan itu tidak semuanya dikenal oleh generasi muda Banjar saat ini. Karena itu, kajian ungjkapan bahasa Banjar ini merupakan upaya untuk melestarikan ungkapan sebagai sesuatu yang di dalamnya memiliki makna yang patut untuk dijadikan renungan, bahkan panduan dalam bertingkah laku sehari-hari. Budaya Banjar mengalami perubahan dan telah sekian lama berproses sebagai bagian dari kebudayaan nasional (Ideham, dkk., 2005). Salah satu unsur budaya Banjar adalah sastra Banjar, yang di dalamnya termasuk berupa ungkapan bahasa Banjar. Ungkapan bahasa Banjar (yang terkadang disebut sebagai ungkapan tradisional Banjar)
cukup banyak mendapat perhatian, baik oleh peneliti budaya Banjar maupun oleh mereka yang menulis (membukukan) secara khusus ungkapan bahasa Banjar. Maswan, dkk. (1984) melakukan penelitian tentang Ungkapan Tradisional sebagai Sumber Informasi Kebudayaan Daerah Kalimantan Selatan, Makkie dan Seman (1996) telah membukukan Peribahasa dan Ungkapan Tradisional Banjar. Hasil penelitian dan penulisan buku yang berisi ungkapan ini sebagai bagian dari upaya untuk melestarikan budaya Banjar. Ungkapan sebagai bagian dari budaya Banjar tentu sudah dikenal oleh masyarakat Banjar. Betapapun sebuah budaya tentu telah menjadi bagian dari kehidupan para pendukung budaya itu, sekaligus dianggap sebagai sesuatu yang patut untuk diperpegangi. Dalam perkembangannya, sebuah budaya akan berubah sesuai dengan gerak kehidupan pendukungnya, sesuai dengan pola pikir dan pengaruh-pengaruh yang melingkupinya. Namun, perubahan itu tidak akan secara mutlak mengubah substansi dari budayanya sendiri. Hal ini terkait dengan prinsip bahwa sebuah budaya itu merupakan hasil ekspresi dan bentukan pendukungnya atau pemiliknya yang telah berabad-abad menyertai masyarakat pendukung budaya itu sendiri. Ungkapan bahasa Banjar juga bagian dari sastra lisan Banjar yang sudah mentradisi. Penggunaan ungkapan tentu dilakukan secara lisan atau dalam kegiatan bertutur. Masyarakat Banjar dikenal suka bergaul, suka bercengkerama satu sama lain. Pada saat senggang, mereka berkumpul dalam suasana kekeluargaan. Mereka pun mempercakapkan tentang kehidupan sehari-hari, baik yang berkenaan dengan mata pencaharian, tentang agama, tentang keluarga, maupun hal lain yang dianggap menarik atau memerlukan perhatian bersama. Dalam suasana-suasana seperti itulah, ungkapan sering muncul dan digunakan sebagai penambah keakraban sesama mereka. Ungkapan bisa dimaksudkan sebagai hiburan, juga bisa dimaksudkan sebagai nasihat atau pelajaran untuk kehidupan bersama dan sekaligus untuk penanaman nilai-nilai perilaku untuk semua warga Banjar. Sasaran penggunaan ungkapan bahasa Banjar tentu saja adalah untuk warga masyarakat Banjar. Ungkapan yang dimunculkan tentunya berbahasa Banjar dan ditujukan untuk warga atau urang Banjar. Sasaran ungkapan secara dengan sendirinya akan memahami ungkapan yang didengarnya atau yang ditujukan kepadanya karena pengungkapannya dengan bahasa Banjar, bahasa sehari-hari mereka. Adapun pemahaman terhadap makna ungkapan itu amat bergantung pada daya nalar dan kepekaan masingmasing pribadi yang menerima ungkapan tersebut. Ada sebagian orang yang dengan cepat memahami maksud ungkapan yang didengarnya (atau ditujukan kepadanya), ada pula harus meminta orang lain untuk mengungkapkan maknanya. Ungkapan bahasa Banjar ditujukan untuk semua warga, baik mereka yang sudah dewasa, pemuda, bahkan bisa pula ditujukan untuk anak-anak yang berusia puluhan tahun. METODE Penelitian ini menggunakan metode deskriptif untuk mendeskripsikan makna dalam ungkapan Banjar. Makna dalam ungkapan Banjar tersebut baru dapat dideskripsikan setelah terlebih dahulu peneliti memahami maksud kata-kata dalam ungkapan Banjar tersebut. Selain itu, untuk lebih memperkuat hasil analisis dan pembahasan, peneliti juga melakukan wawancara dan diskusi teman sejawat untuk mengecek kebenaran atau kesesuaian makna ungkapan Banjar tersebut.
HASIL DAN PEMBAHASAN Makna Ungkapan Bahasa Banjar Pada bagian ini dikemukakan beberapa ungkapan bahasa Banjar dan berikut maknanya. Tentu saja analisis makna ungkapan ini tidak secara mutlak mengungkapkan apa yang menjadi makna ungkapan itu sendiri. Makna ungkapan bisa berkembang, menjadi meluas, sesuai dengan dinamika perkembangan masyarakat Banjar dan/atau karena adanya pengaruh suasana kehidupan yang semakin beragam, termasuk adanya hasil interaksi antarbudaya daerah. Namun, ungkapan bahasa Banjar pada dasarnya tetap merupakan bagian dari khazanah budaya Banjar. Jangan ragap papan Jangan ragap papan (Jangan memeluk papan) bermakna bahwa seseorang tidak dibenarkan menerima sesuatu secara langsung, tanpa mempertimbangkan atau tanpa memahami apa yang diterimanya itu. Ungkapan ini memberikan isyarat atau ajaran bahwa setiap orang hendaknya menggunakan akal pikirannya dalam berhadapan dengan sesuatu agar tidak terjerat atau tidak terjerumus kepada hal-hal yang merugikan dirinya. Ungkapan ini juga memberikan pelajaran agar setiap orang dapat meningkatkan daya pikirnya serta harus belajar dengan baik agar hidupnya menjadi lebih terarah dan mandiri. Ungkapan ini mendorong setiap orang untuk lebih percaya diri atau mendorong kea rah hidup yang mandiri. Bapandir baadat Bapandir baadat (berbicara beradat) bermakna bahwa seseorang jika berbicara hendaknya memperhatikan atau mengikuti adat atau aturan yang berlaku di tempat ia berbicara. Seseorang tidak dibenarkan berbicara bebas, tanpa mengindahkan aturan yang berlaku di masyarakat. Setiap tutur kata yang diucapkan haruslah mempertimbangkan baik-buruknya dampak yang ditimbulkannya. Jika seseorang berbicara tanpa disertai dengan pertimbangan, bisa merusak tata pergaulan di masyarakat. Balang kambingan Balang kambingan (berwarna seperti kambing) ditujukan kepada seseorang yang tidak menjalankan agamanya dengan baik. Suatu waktu ia tampak rajin beribadah, tekun mengabdi kepada Tuhannya, di lain waktu ia menjadi malas atau melalaikan perintah Tuhannya. Ungkapan ini menggambarkan ketidak-konsistenan seseorang dalam menjalankan ajaran agamanya. Sarantang saruntung Sarantang saruntung (serantang seruntung) bermakna suatu ikatan persaudaraan yang sangat akrab. Seseorang yang berteman sangat dekat dengan yang lain, biasanya disebut sarantang saruntung. Mereka yang sarantang saruntung ini biasanya bepergian berdua ke mana-mana, sering makan bersama, kedua pihak keluarganya pun sudah saling mengenal. Persaudaraan ini berlangsung sejak lama, ada yang sudah 20 tahunan lebih. Jika hanya berteman dua atau tiga tahunan, belum disebut sebagai sarantang saruntung. Mereka yang sarantang saruntung hidupnya saling menolong, saling memperhatikan, dan tingkat keakrabannya sudah seperti saudara kandung atau dalam bahasa Banjar juga disebut badangsanakan (bersaudara).
Panuntut banar Seseorang yang sangat gemar menuntut ilmu dijuluki dengan ungkapan panuntut banar. Arah ilmu yang dituju lebih banyak mengarah pada pencarian ilmu pengetahuan agama Islam, walaupun dapat diterapkan untuk mencari ilmu secara umum. Orang yang disebut panuntut banar biasanya gemar mendengarkan pengajian agama, berguru dari satu guru ke guru yang lain. Ia dengan tekun belajar atau melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi. Orang-orang seperti ini sangat disegani dalam pergaulan di masyarakat Banjar. Pembicaraannya pun selalu diperhatikan oleh warga, sekaligus dianggap sebagai panutan. Pandirannya mahalang rabah Pandirannya mahalang rabah bermakna bahwa seseorang yang tidak mempunyai pendirian tetap. Orang yang demikian tidak mampu menentukan sikap. Jika ia berbicara, arahnya tidak jelas. Jika dimintai bersikap, maka ia pun ragu. Orang yang pandirannya mahalang rabah tidak bisa dijadikan pemimpin karena ia sulit mengambil keputusan dan mudah untuk dipengaruhi oleh orang lain. Kada manyusuri pinggir tapih Kada manyusuri pinggih tapih (tidak menelusuri tepi sarung) menggambarkan seseorang yang tidak mampu menilai keadaan diri. Orang seperti ini cenderung tidak bisa menempatkan diri dalam pergaulan di masyarakat, cenderung pula lebih mementingkan diri sendiri, kurang memperhatikan keberadaan orang lain. Basusuluh Basusuluh (meneliti sesuatu) dimaksudkan sebagai suatu usaha seseorang atau suatu keluarga yang meneliti keadaan seseorang yang akan dijadikan menantu. Sebelum acara pelamaran (meminang), biasanya kedua keluarga saling basusuluh, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dengan basusuluh ini diharapkan pihak keluarga tidak keliru memilih menantu, tidak akan ada penyesalan di kemudian hari. Dengan basusuluh ini tentu akan diperoleh gambaran selengkapnya mengenai calon menantu, bagaimana silsilah keturunannya, bagaimana keseharian keluarganya, bagaimana perilakunya, apa pekerjaannya, apa latar belakang pendidikannya, dan sebagainya. Masin pandirannya Masin pandirannya (asin pembicaraannya) ditujukan kepada seseorang yang setiap pembicaraannya selalu diperhatikan oleh lawan bicaranya. Pembicaraannya dianggap berwibawa, orang yang mendengarnya cenderung mengikuti apa yang dia tuturkan. Biasanya, orang yang masin pandirannya disegani dan ditokohkan di suatu masyarakat. Ia sering dimintai pendapat oleh warganya, bahkan jika ada masalah (misalnya pertikaian antarwarga), ia dipercaya untuk menyelesaikannya. Kedua pihak yang bertikai pun akan dapat menerima pemecahan yang diusulkan oleh orang yang masin pandirannya itu. Waja sampai ka puting
Waja sampai ka puting (baja sampai ke ujung) bermakna bahwa bila mengerjakan sesuatu harus sampai tuntas. Waja (baja) merupakan jenis logam yang kuat, bila dijadikan sebagai bahan senjata (pisau, mandau, parang, dan lain-lain), senjata itu akan tahan lama dan sangat kuat. Ungkapan ini sangat dikenal di kalangan masyarakat Banjar. Ungkapan ini mengajarkan bahwa setiap pekerjaan harus dilaksanakan dengan sungguh, tidak boleh berputus asa. Ungkapan ini juga sangat dikenal saat-saat perjuangan masyarakat Banjar melawan penjajah. Gawi sabumi Gawi sabumi (kerja sebumi) maksudnya bahwa suatu pekerjaan hendaknya dilakukan secara bersama-sama, sehingga bila pekerjaan itu berat dan banyak, maka pekejeraan itu akan menjadi lebih ringan. Ungkapan ini memberikan pelajaran agar semua warga saling membantu, saling peduli. Gawi sabumi sangat terasa pada saat suatu keluarga akan mengadakan upacara perkawinan, maka segenap warga yang lain segera ikut membantu atau ikut mengerjakan sesuatu yang memperlancar pelaksanaan upacara perkawinan tersebut. Gawi sabumi ini juga berlaku dalam banyak kegiatan, misalnya dalam rangka membuat jembatan, memperbaiki jalan, mendirikan tempat ibadah, bahkan juga saat ada warga yang akan mendirikan rumah. Kayuh baimbai Kayuh baimbai (mendayung serentak) maksudnya hampir sama dengan ungkapan gawi sabumi yang maksudnya bahwa suatu pekerjaan hendaknya dikerjakan secara serentak dan bersama-sama. Kayuh baimbai bermakna bahwa jika ada pekerjaan, maka harus dilakukan secara serentak, jangan ada yang tidak berperan, cara mengerjakannya pun harus terarah, masing-masing orang harus berperan langsung atau memberi andil untuk memperoleh hasil yang baik. Pandir batata Pandir batata (berbicara dengan teratur) menggambarkan bahwa setiap orang haruslah mampu menata pembicaraannya. Orang yang pandir batata akan disenangi oleh orang di sekitarnya, orang lain yang mendengar pembicaraannya merasa tenteram dan selalu bersemangat mengikuti pembicaraannya. Ampun urang-ampun urang, ampun saurang-ampun saurang Ampun urang-ampun urang, ampun saurang-ampun saurang (kepunyaan orangkepunyaan orang, kepunyaan sendiri-kepunyaan sendiri) bermakna bahwa setiap orang haruslah mengerti dan menyadari akan hak-haknya dan hak-hak orang lain. Ungkapan ini menanamkan bahwa seseorang tidak boleh mengambil milik orang lain, kejujuran harus diterapkan. Ungkapan ini juga memberikan pelajaran bahwa setiap orang harus bertindak hati-hati, termasuk jika diberikan amanah atau tugas tertentu agar dijalankan sesuai dengan kewenangan dan rambu-rambu yang telah ditetapkan. Tahu adat Tahu adat (mengerti aturan) ditujukan kepada seseorang yang dapat menerapkan atau mengikuti aturan yang berlaku. Jika seseorang dikatakan tidak tahu adat berarti ia telah melanggar aturan, menentang adat, sekaligus tidak mampu menempatkan dirinya
dalam pergaulan di masyarakat. Karena itu, setiap warga Banjar hendaknya menjadi orang yang tahu adat. Bakalahi badahulu Bakalahi baduhulu (berkelahi lebih dahulu) maksudnya dalam pergaulan atau dalam suatu kegiatan bisnis hendaklah dapat dirundingkan dengan baik, terbuka, jangan ada yang ditutupi, sehingga di waktu akan datang tidak akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Semua pihak yang terlibat di dalam suatu kegiatan (misalnya dalam bisnis atau usaha) sudah sejak awal memahami secara rinci apa-apa yang akan dilakukan, apaapa yang harus dipenuhi. Sambut saluangan Sambut saluangan (sambut ikan seluang) menggambarkan seseorang yang tidak mampu mengendalikan diri, terutama saat berbicara dengan orang lain. Orang yang dikatakan sambut saluangan cenderung tidak bisa mendengarkan pembicaraan orang lain, ia lebih mengutamakan pembicaraannya. Lawan bicaranya sama sekali tidak diperhitungkan. Orang seperti ini agak sulit untuk maju karena kurang bisa menerima informasi (termasuk berupa ilmu pengetahuan) dari orang lain. Seharusnya, seseorang harus mau dan mampu mendengarkan tuturan orang lain, sehingga ia akan memperoleh informasi lebnuh banyak, bahkan ia akan mendapatkan ilmu pengetahuan. Kada nyaman maliatakan Kada nyaman maliatakan (tidak nyaman membiarkan) ditujukan kepada seseorang yang memiliki sifat peduli yang tinggi terhadap orang lain, ia selalu ingin ikut membantu orang lain, mengutamakan kepentingan orang banyak. Ia tidak tenteram jika ada sesuatu yang kurang baik, ia segera ikut memperbaikinya. Orang seperti ini akan sangat disenangi dan disegani dalam pergaulan di masyarakat. Bila ia kaya, ia akan dermawan. Ia berusaha selalu ikut dalam membangun masyarakat sekitarnya, sesuai dengan kemampuannya. Dimaklumi Dimaklumi (diketahui) ditujukan kepada seseorang yang berperilaku kurang baik, peruilakunya cenderung selalu menyusahkan atau membuat bosan orang lain. Bila hal ini terus berlangsung, biasanya orang-orang di sekitarnya menyebutnya dimaklumi. Dimaklumi merupakan ungkapan yang disandarkan kepada seseorang yang tidak diperhitungkan lagi keberadaannya di masyarakat, orang-orang sudah menganggapnya seperti apa adanya, semacam pembiaran terhadap perilaku seseorang, asalkan tidak membahayakan orang banyak. Karena itu, janganlah kita menjadi orang yang dimaklumi atau orang yang tidak diperhitungkan lagi keberadaannya di masyarakat. Babuang hintalu sabigi Babuang hintalu sabigi (menghilangkan telur sebutir) ditujukan kepada suatu keluarga atau masyarakat dihadapkan kepada satu orang yang tindakannya kurang baik, selalu membuat susah keluarga atau orang lain. Karena itu, yang bersangkutan tidak dipedulikan lagi atau harus ditindak sesuai dengan hukum yang berlaku. Karena itu,
keluarga atau masyarakat rela mengorbankan satu orang daripada harus merugikan banyak orang. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Ungkapan bahasa Banjar sampai sekarang masih relevan dengan kehidupan masyarakat Banjar saat ini. Di dalam ungkapan terdapat banyak makna yang bermanfaat bagi pendidikan perilaku warga Banjar. Ungkapan bahasa Banjar yang dituturkan secara turun-temurun perlu dilestarikan sebagai bagian dari kekayaan budaya Banjar. Ungkapanungkapan bahasa Banjar dibentuk dengan unsur-unsur kosakata bahasa Banjar yang khas.
DAFTAR RUJUKAN Dananjaya, James. 1986. Folklor Indonesia: Ilmu, Gosif, Dongeng dan lain-lain. Jakarta: Pustaka Grafiti. Ideham, Suriansyah, dkk. 2005. Urang Banjar dan Kebudayaannya. Banjarmasin: Balai Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan. Makkie, Ahmad dan Syamsiar Seman. 1996. Peribahasa dan Ungkapan Tradisional Daerah Banjar. Banjarmasin: Dewan Kesenian Daerah Kalimantan Selatan. Maswan, Syukrani, dkk. 1984. Ungkapan Tradisional sebagai Sumber Informasi Kebudayaan Daerah Kalimantan Selatan. Jakarta: Depdikbud.