NILAI BUDAYA DALAM MANTRA BANJAR (CULTURAL VALUE IN BANJARESE MANTRA) Khairur Rohim dan Rustam Effendi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP, Universitas Lambung Mangkurat, Jl. Brigjend. H. Hasan Basry, Kampus Kayu Tangi, Banjarmasin, Kode Pos 70123, e-mail
[email protected] Abstract Cultural Value in Banjarese Mantra. Mantra Banjar is one mantra that is not much different from a spell in the Indonesian literary utterances that are considered to have supernatural powers. As the literature Mantra Banjar area contains cultural value. Cultural value is a reference or something that is considered valuable in the life of society. The focus of this study include Banjar cultural values related to man's relationship with God, man's relationship to his fellow man, man's relationship with self, and man's relationship with nature. The method used is descriptive method. The data collection techniques using literature. Data processed by content analysis technique. The results of this study indicate that cultural values contained in Banjar mantra is 1) with respect to man's relationship with God include: the value of Islamic influence and the influence of other beliefs, 2) cultural value contained in Banjar spells related to human relationships with each other include: value mutual help, love and respect someone, 3) cultural value contained in Banjar spells related to human relationships with yourself include: value yourself and always keep careful; 4) cultural value contained in Banjar mantra associated with man's relationship to nature include: human values and human nature united to conquer or to utilize the natural. In connection with these results, the researchers say a few suggestions, the preservation of culture by making the oral literature of a regional literature as a literary subject areas, more research on oral literature Banjar and hopefully can add insight to researchers and young Banjar. Keywords: cultural values, banjarese mantra
Abstrak Nilai Budaya dalam Mantra Banjar. Mantra Banjar merupakan salah satu mantra yang tidak jauh beda dengan mantra dalam kesusasteraan indonesia yaitu ucapan-ucapan yang dianggap memiliki kekuatan gaib. Sebagai sastra daerah Mantra Banjar mengandung nilai budaya. Nilai budaya merupakan acuan atau sesuatu yang dianggap bernilai di dalam kehidupan masyarakat. Fokus penelitian ini meliputi nilai budaya Banjar yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan sesamanya, hubungan manusia dengan diri sendiri, dan hubungan manusia dengan alam. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif. Pengumpulan data mengunakan teknik studi pustaka. Data diolah dengan teknik analisis isi. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa nilai budaya yang terdapat dalam mantra Banjar adalah 1) berkenaan dengan hubungan manusia dengan Tuhan meliputi: nilai pengaruh Islam dan pengaruh kepercayaan lain; 2) nilai budaya yang
204
terdapat dalam mantra Banjar yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan sesamanya meliputi: nilai tolong-menolong, kasih sayang dan menghormati seseorang; 3) nilai budaya yang terdapat dalam mantra Banjar yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan diri sendiri meliputi: nilai jaga diri dan selalu berhati-hati; 4) nilai budaya yang terdapat dalam mantra Banjar yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan alam meliputi: nilai manusia yang bersatu dengan alam dan manusia yang menaklukan atau mendayagunakan alam. Sehubungan dengan hasil penelitian ini, peneliti menyampaikan beberapa saran, yakni pelestarian budaya dengan menjadikan sastra lisan suatu sastra daerah sebagai mata pelajaran kesusastraan daerah, penelitian lebih lanjut tentang sastra lisan Banjar dan semoga dapat menambah wawasan bagi peneliti dan generasi muda Banjar. Kata-kata kunci: nilai budaya, mantra banjar
PENDAHULUAN Sastra menjadi cerminan dari berbagai aspek kehidupan, serta tatanan antarmanusia. Maka dari itu sastra merupakan bagian dari kebudayaan masyarakat. Menurut Robson (1994: 9-7), kebudayaan adalah kumpulan adat kebiasaan, pikiran, kepercayaan, dan nilai-nilai yang turun-temurun serta dipakai oleh masyarakat pada waktu tertentu untuk menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap segala situasi yang sewaktu-waktu timbul, baik dalam kehidupan individu maupun dalam hidup masyarakat secara keseluruhan. Pada zaman sekarang, masyarakat kurang mengenal sastra, terutama sastra di daerah sendiri yang dulu merupakan konsumsi keseharian yang mencerminkan kearifan lokal masyarakat dan sangat mempengaruhi kepekaan adat istiadat. Mantra merupakan bentuk puisi lama yang kata-katanya dianggap mengandung hikmat dan kekuatan gaib. Karena itu, harus tersimpan rapi di benak dan di dalam bukubuku suci penggunanya. Di samping itu, mantra juga merupakan sastra daerah yang sebagian besar menggunakan media bahasa lisan sehingga disebut sastra lisan (Effendi & Sabhan, 2007: 2). Kekhasan budaya itu tercermin pula dalam karya sastra daerah. Karya sastra daerah adalah karya sastra yang menampilkan warna budaya daerah. Warna budaya daerah dalam sastra daerah terlihat dari bahasa yang digunakan (bahasa daerah), nama dan karakter tokoh, latar cerita, dan kata-kata atau ungkapan-ungkapan daerah, dan lainlain. Sastra daerah tergolong sastra lama atau sastra tradisional, yakni “sastra yang dihasilkan masyarakat yang masih dalam keadaan tradisional, masyarakat yang belum memperhatikan pengaruh barat secara intensif” (Baried, dkk, 1985: 9). Sastra daerah juga dimiliki oleh masyarakat Banjar, yakni sastra yang menggunakan bahasa Banjar, yang di dalamnya memiliki nilai lokal (keBanjaran), di samping nilai nasional dan nilai universal (Effendi dan Sabhan, 2007: 2). Umumnya, sastra banjar berupa sastra lisan yang hanya disampaikan secara lisan dari mulut ke mulut sehingga masyarakat pemilik sastra lisan itu sendiri yang menentukan nasib suatu bentuk sastra lisan untuk tetap eksis ataupun punah. Salah satu sastra lisan Banjar adalah mantra. Mantra tidak dikenal dalam masyarakat Banjar. Walaupun demikan, tidaklah berarti bentuk mantra tidak dijumpai dalam masyarakat Banjar. Orang Banjar menyebutnya bacaan. Selain dari bacaan, dikenal pula istilah tiupan, isim, penawar, sumpah, dan sebutan lainnya yang sebenarnya 205
pengertiannya sama dengan pengertian mantra dalam kesusasteraan Indonesia (Sunarti, dkk 1978: 162). Menurut Trenholm dan Jensen (1996: 387), budaya merupakan seperangkat nilai, kepercayaan, norma, adat, aturan, dan kode yang disosialisasikan dalam sebuah masyarakat dan diturunkan dari generasi ke generasi berikutnya melalui suatu kesepakatan. Koentjaraningrat (1984: 8–25) mengemukakan bahwa nilai budaya itu adalah tingkat pertama kebudayaan ideal atau adat. Nilai budaya adalah lapisan paling abstrak dan luas ruang lingkupnya. Jadi, nilai budaya adalah suatu yang dianggap sangat berpengaruh dan dijadikan pegangan bagi suatu masyarakat. Mendukung pernyataan di atas, Djamaris (1996: 3) mengungkapkan bahwa nilai budaya adalah tingkat pertama kebudayaan ideal atau adat, dan merupakan lapisan paling abstrak dengan ruang lingkup dalam kehidupan masyarakat. Nilai budaya dalam suatu karya sastra sudah berada di luar struktur karya itu sendiri, tetapi mengarah kepada makna sebuah teks sastra itu sendiri. Budaya itu memberikan arti kepada semua usaha dan gerak-gerik manusia dan maknamakna kebudayaan. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan nilai-nilai budaya yang terdapat dalam mantra-mantra Banjar yang berkenaan dengan hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan sesamanya, hubungan manusia dengan diri sendiri, dan hubungan manusia dengan alam. METODE Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan deskriptif, sedangkan jenis penelitian yang digunakan adalah peneltian kualitatif artinya data yang dianalisis dan hasil analisisnya berbentuk deskripsi dan bukan berupa angka-angka. Pengkajian ini bertujuan mengungkap berbagai informasi kualitatif dengan pendeskripsian yang teliti dan mengambarkan secara cermat sifat-sifat suatu hal (individu/kelompok). Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik studi pustaka. Teknik studi pustaka adalah penelitiaan atau penyelidikan ilmiah terhadap semua buku, karangan atau tulisan mengenai suatu bidang ilmu, topik, gejala atau kejadian (Moeliono, 1990: 713). Setelah terkumpul, data kemudian diolah dengan menggunakan teknik analisis isi (content analysis). Teknik analisis isi adalah suatu teknik untuk mengungkapkan nilai-nilai dan makna dalam suatu karya yang berfokus pada pemahaman isi, pesan atau gagasan pengarang (Yunus, 1990: 5). Dalam proses pengolahan data langkah-langkah yang dilakukan sebagai berikut. Pertama, membaca mantra Banjar pada buku Sastra Lisan Banjar yang menjadi objek penelitian secara berulang-ulang agar didapat pemahaman yang lebih mendalam. Kedua, mengumpulkan mantra Banjar yang menurut peneliti di dalamnya mengandung nilai budaya. Ketiga, menandai bagian-bagian mantra Banjar yang berhubungan dengan nilai budaya masyarakat Banjar atau pokok kajian. Dan keempat, mengungkapkan dan menganalisis nilai budaya dalam mantra Banjar. Sumber data dalam penelitian ini adalah buku Sunarti, dkk. (1978) yang berjudul Sastra Lisan Banjar dan diterbitkan oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan bahasa, Jakarta yang berisi dokumentasi sastra lisan Banjar. HASIL DAN PEMBAHASAN
206
Setiap mantra Banjar memiliki suatu makna yang dalam. Setiap makna merupakan cerminan kebudayaan yang khas, baik dalam penggunaan maupun isinya pada mantra Banjar tersebut yang merupakan wujud suatu nilai budaya. Nilai Budaya dalam Hubungan Manusia dengan Tuhan Pengaruh Islam Kehadiran agama Islam memberikan corak baru pada mantra Banjar yang seluruh bahannya berasal dari ajaran Islam, seperti halnya mantra Banjar yang keseluruhan menggunakan bahasa Arab. Mantra seperti ini jelas bukan asli milik masyarakat Banjar. Hal ini disebabkan karena Islam baru dikenal oleh masyarakat setempat ketika agama tersebut disebarkan kepada mereka. Sebagai contoh, seluruh bacaan pada mantra menolak bahaya dari gigitan ular diambil seluruhnya dari bahasa Arab berikut kutipannya: Mantra menolak bahaya dari gigitan ular salamun’ala nuuhun fil’aalamiin salamun’ala nuuhun fil’aalamiin salamukum fil‘aalamiin assalaamun alaikum nukum fil’aalamiin Mantra ini memberikan nilai budaya Islam yang khas dengan memasukkan bahasa Arab secara nyata dan mengaplikasikannya sebagai mantra. Di samping pengaruh tersebut, masuknya agama Islam memberi corak baru dalam kebudayaannya antra lain: Keagamaan Kebiasaan religius memperjelas dan mengungkapkan kepercayaan religi yang berfungsi mengkomunikasikannya ke dunia luar yang merupakan perwujudan dari usaha warga atau masyarakat untuk berkomunikasi dengan Tuhan yang mereka yakini ada di sekitar hidupnya. Dalam mantra, terdapat pokok-pokok kewajiban Islam tergambar dalam rukun Islam yang pertama yakni kewajiban mengucapkan kalimat syahadat walaupun tersingkat menjadi: Barkat laailaahaillallaah Muhammadarrasuulullaah dengan berkat atau karna Allah Swt. dan Rasulullah mantra dapat menjadi kenyataan dan tidak menggantungkan pada kekuatan lain selain dari pada-Nya. Orang Banjar setiap memulai sesuatu pekerjaan, makan, dan lain-lain harus diawali dengan mengucapkan Bismillahirahmaanirrahiim yang sudah menjadi budaya Banjar. Seperti halnya terlihat pada kutipan-kutipan dari mantra Banjar berikut pada bait pertama dan terakhir. Mantra kekebalan ini dibaca sebelum berkelahi. Setelah dibaca, ditiupkan ketangan dan diusapkan ke muka. bismillahirahmaanirrahiim Naga ulit naga umbang katiga Naga pertala barkat laailaahaillallaah Muhammadarrasuulullaah Sebagian kutipan mantra di atas, yakni Bismillahirahmaanirrahiim dan barkat laailaahaillallaah Muhammadarrasuulullaah yang berada di awal dan di akhir mantra menggambarkan akan nilai budaya masyarakat Banjar yang masih menjunjung unsur religius yang dipadukan dengan tradisi. Suka Berdoa 207
Mantra merupan doa yang diciptakan masyarakat Banjar untuk kepentingan manusia, nilai tersebut secara langsung terkait dengan penerapan ajaran Islam. Meminta perlindungan terhadap sang pencipta itu tergambar amat penting agar terhindar dari gangguan jin dan mahluk jahat yang ada dalam diri manusia seperti yang terekam dalam Mantra sangga atau penahan berikut: Allahumma jaktartu Jin dan Mahluk tersurat di bawah arasyku dindingku Allah payungku Muhammad aku berpagar rasulullah aku menggunakan kalimat dua syahadat asyhadu alla ilaha illallah wa asyhadu anna Muhammadarrasuulullah aku telah masuk ke dalam kelambu Baitullah dikuliling ulih Rasulallah jikalau parbuatan di bumi kambali kapada bumi jikalau parbuatan di air kambali kapada air jikalau parbuatan d angin kambali kapada angin jikalau parbuatan jin dan makhluk kambali kapada jin dan makhluk jikalau parbuatan barang suatu kambali kapada kapada sasuatu juga Allah yang mangambalikan Allah pula yang manyalamatakan tajam lincir tartinggal lulus luncur luncup lincir tapalur talulus luncur lincir luncur pacul saluruh panyakit dalam tubuhku luncur lincir luncur pacul sagala jin dan makhluk akan babuat jahat dalam diriku barkat La Ilaha Illallah Muhammadarrasulullah Pada mantra bagian ini Allah diposisikan sebagai dinding atau pagar penahan dan Muhammad sebagai payung pelindung. Kedudukan sebuah mantra bagi orang Banjar biasanya berada pada tataran bacaan atau doa seperti halnya mantra di atas yang menggambarkan jelas sebuah nilai budaya bahwa masyarakat Banjar senantiasa meminta pertolongan kepada sang kuasa. Pengaruh Keyakinan lain Kedatangan pengaruh Hindu-Budha telah mewarnai kepercayaan tradisional masyarakat Banjar yang telah ada. Di dalam mantra untuk mengobati orang yang termakan racun pada baris pertama yang merupakan pinjaman dari kata Sanskerta melalui agama Hindu. Munculnya unsur kepercayaan Hindu dalam mantra menunjukan bahwa ada sisa kepercayaan agama itu yang hidup dimasyarakat. Untuk lebih jelasnya perhatikanlah kutipan mantra di bawah ini. Mantra untuk Mengobati Orang yang Termakan Racun hai Sanghiang beruntuk bajauh ikam, jangan paraki anak Adam ikam kusumpahi Barkat Laa Ilaaha Illallah Muhammadarrasuulullah Dari kata Sanghiyang yang terdapat dalam mantra di atas dapat dikatakan mantra ini menunjukan pengaruh nilai budaya Hindu atau kepercayaan dalam masyarakat Banjar sebelum masuknya agama Islam. Nilai Budaya dalam Hubungan Manusia dengan Sesamanya Hubungan sosial masyarakat Banjar dapat tercermin dari mantra yang menggambarkan corak hubungan sosial masyarakat pengamalnya. 208
Tolong-menolong Menolong dalam hal ini dimaksudkan membantu seseorang dengan hati yang tulus iklas. Dalam kaitan ini kehidupan sehari-hari masyarakat Banjar memiliki mantra yang berfungsi sebagai obat atau sebagai penawar. Biasanya mantra–mantra seperti ini dikuasai oleh dukun atau tabib maupun pawang yang biasanya bersedia untuk memberikan jasa-jasa baiknya kepada orang lain yang ditimpa suatu penyakit. Untuk lebih jelasnya berikut mantra yang berfungsi menyembuhkan berbagai penyakit. Mantra untuk Menyembuhkan Penyakit Perut bismillahirahmaanirrahiim pucuk segala pucuk pucuk kayu-kayuan sakit perut mencucuk-cucuk dicabut hilang kada ketahuan barkat Laailaahaillallaah Muhammadarrasuulullaah Dilihat dari fungsinya, kedua mantra di atas menerapkan nilai saling tolong menolong atas sesama ini menunjukan salah satu nilai budaya masyarakat Banjar yang harus terjaga sampai sekarang. Kasih Sayang Perihal kasih sayang dalam mantra, yaitu memberikan dorongan untuk saling menyayangi antara sesama yang merupakan suatu sifat terpuji dan sangat digalakkan bagi setiap individu masyarakat Banjar. Jelasnya perhatikan mantra di bawah ini. pur sinupur kaladi lampuyungan lamun anakku sudah bapupur banyak lakian nang karindangan Contoh mantra di atas biasanya diucapkan oleh seorang ibu sambil membedaki anaknya. Dengan harapan banyak lelaki yang akan jatuh hati jikalau memandang wajah anaknya. Dapat dilihat pada kalimat lamun anakku sudah bapupur banyak lakian nang karindangan yang terdapat pada mantra dapat menjelaskan adanya harapan agar sang anak mendapat kasih sayang dari orang lain yang merupakan wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks tingkah laku budaya masyarakat Banjar. Mengagumi Seseorang Kekaguman akan seseorang yang diharapkan keberkatannya dalam mantra, yakni Siti Fatimah anak Nabi Muhammad sekaligus istri Ali dan Umar Ibnu Khatab sebagai seorang pemimpin serta bersahabat dengan nabi. Mantra berikut menyebutkan nama Siti Fatimah dimana dalam pikiran Masyarakat Banjar menegaskan keutamaan Siti Fatimah sebagai tokoh yang cantik dan memiliki kasih sayang yang tinggi. Mantra Mandi Siti Fatimah bismillahirahmaanirrahiim mandiku mandi Siti Fatimah air sakandi kucucurakan barkat Laalaahallallaah Muhammadarrasuulullaa 209
Penolak Orang Halus (Orang Gaib) Ya gulam lari ikam kamini anak buah Umar Ibnu Khatab apabila tidak awas ikam Siti Fatimah dan Umar Ibnu Khatab menjadi sandaran untuk mendapatkan berkah dalam mantra. Dipercayai dengan menyebut namanya di situlah terletak kekuatan mantra. Mantra ini memberikan isi yang mementingkan sosok ideal atau suatu yang diimajinasikan atau dalam pemikiran mereka sebagai simbol kecantikan dan kekuatan yang merupakan nilai budaya masyarakat Banjar akan kebiasaan mengagumi seseorang. Nilai Budaya dalam Hubungan Manusia dengan Diri Sendiri Jaga Diri Badan manusia juga dapat dimanipulasi hingga menyalahi tabiat alamiahnya seperti tidak luka oleh senjata tajam dengan mengamalkan sebuah mantra. Orang Banjar mempunyai mantra supaya tahan senjata tajam untuk berjaga-jaga suatu ketika harus berhadapan dengan musuh yang hendak berniat jahat, berikut mantranya: Naga ulit Naga umbang katiga naga pertala taguh kulit taguh tulang katiga taguh sampai ka karungkung Kapala Berdasarkan fungsi dan isi mantra di atas menjelaskan bahwa seseorang akan kebal kulit kebal tulang sampai kebatok kapala dan secara langsung menahan serangan dari senjata tajam. Jelas tergambar masyarakat Banjar dengan berbagai cara melindungi diri mereka baik menggunakan jimat maupun mantra hal ini mununjukan adanya budaya jaga diri dalam masyarakat Banjar. Selalu Berhati-hati Mantra atau bacaan sebagai pencegah bahaya yang akan menimpa. Baik bahaya yang datangnya dari hasil perbuatan manusia, binatang buas maupun datangnya dari alam. Masyarakat Banjar mengenal bacaan atau mantra yang digunakan sebagai penolak bahaya atau penyakit pada waktu yang tepat misalnya, waktu akan masuk hutan dan sebagainya. Di bawah ini diterapkan bacaan yang berhubungan dengan pertahanan diri tersebut. Mantra Sangga atau Penahan Datu Tugug Ddatu Tugur Guru mandak Sanghiyang lalu lalu kawai ikam bajauh ka rukun habang ka rukun kuning ka rukun hirang ikam jangan mamakan darah manusia makanan ikam darah kijang binjangan aku tahu ngaran ikam cungap lawan cungup 210
Mantra Manulak Ular (Mantra Menjauhkan Ular) Orang Banjar sering beraktivitas di lokasi yang rentan akan bahaya dari binatang buas contohnya ular, orang Banjar memiliki mantra tersendiri untuk menjauhkan serangan ular tersebut. Berikut di bawah ini kutipan mantranya: Aria Luli bajauh nah, aku lalu Budaya itu memberikan arti kepada semua usaha manusia yang sangat bernilai terutama akan diri sendiri, mantra di atas menunjukan bahwa masyarakat Banjar memiliki kebiasaan akan perlindungan diri. Mantra ini jelas memberikan nilai selalu berhati-hati agar terhindar dari segala musibah. Nilai Budaya dalam Hubungan Manusia dengan Alam Manusia yang Bersatu dengan Alam Dalam masyarakat Banjar, konsep penyatuan diri dengan alam ini merupakan konsep dasar kebutuhan masyarakat Banjar terhadap lingkungan sekitarnya Penggunaan konsep-konsep gaib atau kekuatan gaib yang ditimbulkan oleh alam dijadikan panduan dalam hidup masyarakat Banjar. Kepercayaan akan adanya kekuatan yang dimiliki oleh sesuatu makhluk hidup yang ada di alam di sekitar mereka menjadikan suatu yang gaib menjadi lumrah, misalnya penunggu sungai atau penguasa sungai yang setiap saat bisa saja memangsa manusia. Konsep-konsep ini terdapat dalam mantra masyarakat Banjar yang tergambar di bawah ini. Bacaan menciptakan buaya nangapa ni ngini buhayakah, buhaya iakah, ia nangngapa gunanya maanu nangapa titisnya nu... anu... Memerintahkan buaya untuk menyambar orang wahai Datu Astagal bilamana kau bujur sakti aku mambari lamak manis lamak manis pambarianku adalah lamak manis jadi darah si... Mantra menangkap buaya bilamana kau kada maantar orang ini lautan ini ku jadikan lautan api atar oleh mu.... Beberapa konsep di atas menunjukan sosok buaya bagi masyarakat Banjar dianggap memiliki nilai sakral yang tinggi karena biasanya menurut kepercayaan mereka, buaya ini memiliki kekuatan gaib yang dapat dijadikan sebagai senjata. Penggunaan ini terlihat pada kutipan di atas mulai dari penciptaan hingga penangkapan buaya. Jelas terlihat nilai budaya manusia yang bersatu dengan alam baik secara nyata maupun gaib.
211
Manusia yang Menaklukkan atau Mendayagunakan Alam Masyarakat Banjar mempergunakan alam demi kepentingan hidup atau kelangsungan hidup mereka. Agar hasil lebih memuaskan, masyarakat Banjar sering menggunakan mantra-mantra dalam memulai aktivitasnya. Pada saat menyadap pohon enau dan agar pohon itu mengeluarkan air yang banyak, dibacalah mantra di bawah ini. bismillaahirrahmaanirrahiim sirmani Nur pada Nuriah Wallah terbuka pintu surga terbuka pintu negeri Allah siur-siur tarabang siang baracak tarabang malam manggarabak banyunya siang mengucur banyunya malam berilah Susu anak putri junjung buih sampai muak jangan sampai kalaparan Ketiga mantra di atas pada hakikatnya mempunyai tujuan yang sama, yakni agar pohon enau yang disadap itu banyak mengeluarkan air. Mantra untuk Bertanam (Bertani) bismillahirahmaanirrahiim kun jada, kun jadi asal ada awal jadi ah....jadi barkat Laalaahallallaah Muhammadarrasuulullaah Bacaan atau Mantra untuk Mengail Ikan (diucapkan sewaktu mata kail atau umpan dimasukan ke dalam air). Bacaannya adalah sebagai berikut. bismillahirahmaanirrahiim amas mirah kusuma intan baitnya emas umpannya intan Nabi Khaidir pendahulu ikan Nabi Muhammad membuat umpan Hampir setiap aktivitas yang berpola dilakukan di sungai diantaranya memancing. Dalam pemikiran masyarakat Banjar mantra di atas bertujuan agar ikan tertarik seperti halnya kutipan isi dalam mantranya, yakni Baitnya emas umpannya intan dan Nabi Muhammad membuat umpan kalimat inilah yang mengibaratkan umpan terbuat dari berlian dan Nabi Muhammad yang membuatnya dengan begitu dapat memperoleh tangkapan ikan yang banyak. 212
Menurut jenis-jenis mantra di atas masing-masing memiliki fungsi meningkatkan saat menyadap pohon enau, bertani, maupun memancing. Jelas, bahwa mantra di atas adalah sarana pendukung dari nilai budaya Banjar yang memanfaatkan alam yang mencerminkan budaya yang khas. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan sebagai berikut. Pertama, nilai budaya di dalam mantra Banjar yang berkenaan dengan hubungan manusia dengan Tuhan meliputi nilai pengaruh islam dan pengaruh kepercayaan lain; kedua, nilai budaya di dalam mantra Banjar yang berkenaan dengan hubungan manusia dengan sesamanya meliputi nilai tolong-menolong, kasih sayang, dan menghormati seseorang; ketiga, nilai budaya di dalam mantra Banjar yang berkenaan dengan hubungan manusia dengan diri sendiri meliputi nilai jaga diri dan selalu berhati-hati; dan keempat, nilai budaya di dalam mantra Banjar berkenaan dengan hubungan manusia dengan alam meliputi nilai manusia yang bersatu dengan alam dan manusia yang menaklukkan atau mendayagunakan alam. Saran Adapun saran yang bisa diberikan oleh peneliti diantaranya agar nilai-nilai luhur suatu kebudayaan tidak punah, perlu dilakukan pelestarian budaya dengan menjadikan sastra lisan suatu daerah sebagai mata pelajaran di sekolah dan mengingat sastra lisan adalah cikal bakal sastra nasional, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang sastra lisan, khususnya sastra lisan Banjar. DAFTAR RUJUKAN Baried, Siti Baroroh, dkk. 1985. Pengantar Teori Filologi. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Djamaris, Edwar. 1996. Menggali Kazanah Sastra Melayu Klasik (Sastra Indonesia Lama). Jakarta: Balai Pustaka Effendi, Rustam dan Sabhan. 2007. Sastra Daerah. Banjarmasin: PBS FKIP Universitas Lambung Mangkurat Koentjaraningrat 1984. Kebudayaan Jawa. Jakarta: Balai Pustaka. Moeliono, Anton M. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka Robson. 1994. Prinsip-Prinsip Filologi Indonesia. Jakarta: RUL Sunarti, dkk. 1978. Sastra Lisan Banjar. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Trenholm, Sarah & Jensen, Arthur. 1996. Interpersonal Communication. California: Wadsworth Publishing Company.
213
Yunus, Ahmad, dkk. 1990. Kajian Analisis Hikayat Budistihara. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
214