MAKIN BANYAK ORANGTUA YANG TAK INGIN ANAKNYA JADI ANGGOTA DPR Lingkaran Survei Indonesia November 2012 1
Kata Pengantar
Semakin Banyak Orang Tua Tak Ingin Anaknya Menjadi Anggota DPR Data di bulan November 2012, semakin banyak publik di Indonesia yang tidak ingin dirinya atau anggota keluarga menjadi anggota DPR. Total responden yang tak berminat tersebut sebesar 56,43 %. Dan hanya sebesar 37,62 % yang menyatakan ingin dirinya atau anggota keluarganya menjadi anggota DPR.
Mereka yang tidak ingin dirinya atau anggota keluarganya menjadi anggota DPR meningkat sekitar 25 % dari 5 tahun lalu sebelum Pemilu 2009. Pada tahun 2008, LSI juga melakukan survei dengan menanyakan pertanyaan yang sama. Saat itu, mereka yang tidak ingin dirinya atau anggota keluarganya menjadi anggota DPR hanya sebesar 31.32 %. Sedangkan mereka yang berhasrat dirinya atau keluarganya menjadi anggota DPR sebesar 59,22%.
2
Dalam sebulan terakhir, isu korupsi DPR kembali menghangatkan pemberitaan media-media massa di Indonesia. Isu ini bergulir ketika Menteri BUMN, Dahlan Iskan mengungkapkan ke media bahwa ada sejumlah anggota DPR dari beberapa partai politik yang biasanya meminta “jatah” kepada BUMN. Walaupun isu ini perlu dibuktikan, namun Isu telah menggelinding bagai bola panas yang merusak eksistensi dan citra DPR maupun partai politik yang kadernya diduga terlibat. Anggota DPR maupun partai politik yang diduga terlibat akhirnya sibuk mengklarifikasi dan saling berbalas pantun dengan Dahlan Iskan ke media massa. Belum lagi selesai kasus “jatah anggota DPR di BUMN”, muncul lagi pernyataan dari Sekretaris Kabinet, Dipo Alam, bahwa ada sejumlah partai politik yang sengaja menyusupkan kadernya ke jajaran kementerian baik sebagai pejabat struktural maupun staf khusus untuk “kongkalikong” anggaran yang ujung-ujungnya ada setoran tertentu ke kader maupun partai politik tertentu. Lebih jauh lagi Dipo Alam menyebutkan bahwa ada salah satu ketua fraksi di DPR yang bertugas mengamankan anggaran program kementrian tersebut di DPR. Terlepas dari benar tidaknya pernyataan itu, memang butuh pembuktian. Namun melalui media massa isu ini telah menjadi konsumsi publik. Dan dengan demikian publik akan memiliki logika tersendiri dalam menilai kasus tersebut. 3
“Serangan beruntun” terhadap DPR ini tentunya semakin menyulitkan DPR dalam mengembalikan citra mereka sebagai lembaga perwakilan yang bersih dan terhormat. Anggota DPR akhirnya menjadi keengganan cita-cita publik Indonesia. Hal ini terbukti dari temuan survei terbaru dari Lingkaran Survei Indonesia (LSI) yang menunjukan bahwa semakin banyak orang tua di Indonesia yang tidak berkeinginan keturunan / anaknya menjadi anggota DPR RI yaitu sebesar 56,43 %. Dan hanya sebesar 37,62 % yang menyatakan berkeinginan keturunan / anaknya menjadi anggota DPR. Demikian salah satu temuan survei terbaru LSI pada November 2012. Survei ini menggunakan inovasi riset terbaru yaitu Quick Poll LSI. Survei cepat namun tetap akurat dan dapat dipertanggung jawabkan secara akademis. Survei ini adalah jenis survey dengan menggunakan metode multistage random sampling dengan jumlah responden sebanyak 1200 responden serta margin of error sebesar +/- 2.9 %. Pudarnya keinginan orang tua untuk menjadikan keturunan / anak menjadi anggota DPR hampir merata di semua segmen gender, desa-kota, dan usia. Pada segmen gender, baik laki-laki (55,08 %) maupun perempuan (56,00 %) mayoritas tidak berkeinginan keturunan / anaknya menjadi anggota DPR. Bukan hanya publik kota yang mayoritas tidak berkeinginan keturunan / anaknya menjadi anggota DPR yaitu sebesar 54,12 %, namun juga publik di desa yaitu sebesar 55,96 %. Pada segmen usia, baik usia muda, matang maupun lanjut usia juga mayoritas tidak berkeinginan menjadi anggota DPR. Prosentasenya berturut-turut adalah 57,89 %, 55,80 %, dan 53,33 %.
4
Orang tua yang tidak berkeinginan keturunan atau anaknya menjadi anggota DPR meningkat sekitar 25 % dari 5 tahun lalu sebelum Pemilu 2009. Pada tahun 2008, LSI juga melakukan survei dengan menanyakan pertanyaan yang sama. Saat itu, mereka yang tidak ingin keturunan atau anaknya menjadi anggota DPR hanya sebesar 31.32 %. Sedangkan mereka yang berhasrat keturunan atau anaknya menjadi anggota DPR sebesar 59,22%. Mengapa keinginan orang tua untuk menjadikan keturunan atau anaknya sebagai wakil rakyat ini memudar? Padahal bukan hanya sebagai lembaga yang terhormat, DPR adalah lembaga yang vital peranannya dalam demokrasi. Dari hasil survei Quick Poll, FGD, In Depth Interview, dan analisis media, LSI mendata ada 4 (empat) alasan yang menyebabkan pudarnya keinginan publik baik dirinya maupun anggota keluarganya untuk menjadi anggota DPR. Pertama, maraknya kasus korupsi yang melibatkan anggota parlemen membuat antipati publik terhadap DPR. Bagi publik menjadi anggota DPR bukan lagi menjadi profesi terhormat dan membanggakan. Sebesar 69,55 % publik menyatakan tidak bangga lagi jika menjadi anggota DPR. Dan hanya 22,76 % publik yang tetap merasa bangga menjadi anggota DPR. Kasus korupsi Wisma Atlet, Hambalang, Qur’an, dan kasus korupsi lainnya ikut andil dalam menguatkan ketidakbanggaan publik tersebut. 5
Kedua, anggota DPR dinilai publik hanya mementingkan kepentingan pribadi atau kelompoknya serta hanya mengejar keuntungan pribadi. Dibongkarnya dugaan kasus pemerasan yang dilakukan oleh sejumlah anggota DPR terhadap BUMN menguatkan persepsi ini. Dari hasil FGD dan analisis media ditemukan bahwa umumnya publik percaya dengan pengakuan Dahlan Iskan. Walaupun dibantah oleh DPR bahwa dugaan tersebut tidak benar dan tidak ada buktinya, namun publik memiliki logika sendiri. Publik menilai dengan logika sederhana bahwa kasus ini diungkap oleh seorang Dahlan Iskan yang dinilai publik memiliki integritas moral yang baik. Sementara DPR telah terlanjur dinilai buruk dan kurang dipercaya oleh publik. Seperti yang dituturkan oleh seorang peserta FGD terkait kasus permintaan jatah BUMN itu “ memang seperti itu kerjanya anggota DPR. Kalau bukan begitu, bukan anggota DPR namanya”. Ketiga, banyaknya kasus-kasus moral yang melibatkan anggota DPR. Bukan hanya kasus korupsi, namun kasus moral juga ikut membawa dampak buruk terhadap citra anggota DPR. Kasus-kasus moral ini seperti kasus perselingkuhan dan tindakan yang kurang terpuji. Kasus perselingkuhan dan video mesum mirip anggota DPR yang beberapa waktu lalu ramai diberitakan media, dan kasus menonton video porno saat rapat paripurna adalah beberapa contoh kasus moral anggota DPR yang akhirnya merusak citra anggota DPR. Tidur di saat sidang dan gaya hidup mewah juga menjadi contoh lainnya masalah moral. 6
Keempat, semakin ekstrem persepsi publik terhadap kinerja anggota DPR. Temuan survei ini menunjukan bahwa hanya 6,49 % (dibawah 10%) publik yang menyatakan baik dan membanggakan kinerja anggota DPR. Mayoritas memiliki persepsi yang buruk terhadap kinerja anggota DPR. Sebanyak 43,83 % menyatakan kinerja anggota DPR saat ini biasa saja. Dan sebanyak 46,10 % publik menyatakan bahwa kinerja anggota DPR saat ini buruk atau memalukan. Memang anggota DPR bisa saja berargumentasi bahwa telah banyak peran dan kegiatan anggota DPR dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai wakil rakyat, legislator, dan pengawas pemerintah. Namun kegiatan-kegiatan tersebut tidak terlihat secara nyata oleh publik. Dari hari ke hari, publik lebih banyak disuguhi dengan kabar-kabar buruk dari gedung parlemen seperti kasus korupsi dan kasus moral yang dilakukan sejumlah anggota DPR. Namun demikian, masih besar harapan masyarakat terhadap DPR. Hal ini terungkap dari hasil FGD yang dilakukan LSI. Harapan-harapan tersebut adalah. Pertama, publik meyakini bahwa masih banyak juga anggota DPR yang baik dan bersih. Catatan publik adalah bahwa anggota DPR yang baik ini juga rentan terkena virus korupsi dan moral seperti sejumlah anggota yang lain jika tidak ada upaya pembenahan dan antisipasi baik dari partai politik maupun parlemen itu sendiri. Kedua, publik masih berharap terhadap DPR karena DPR adalah lembaga politik sekaligus lembaga negara yang bertugas mewakili kepentingan masyarakat dan mengawasi pemerintah.
7
Oleh karena itu,dibutuhkan langkah-langkah yang tepat dan cepat oleh DPR untuk perbaikan kualitas anggota dan DPR itu sendiri. LSI membuat dua rekomendasi utama yang mungkin dilakukan : •
•
•
Pentingnya mengembalikan citra DPR bahwa DPR bekerja secara sungguhsungguh untuk kepentingan rakyat. Kuatnya image bahwa DPR hanya menjadi ladang korupsi, pemerasan, dan mengumpulkan kekayaan, harus diimbangi dengan masifikasi kerja-kerja DPR yang pro-rakyat. Pemberian punishment yang jelas dan tegas terhadap oknum DPR yang melakukan tindakan korupsi dan perbuatan amoral. Mekanisme punishment ini bisa melalui badan internal DPR (Badan Kehormatan), maupun oleh partai politik. Selama ini publik masih menilai bahwa penindakan kasus korupsi maupun moral belum dilakukan secara sungguh-sungguh dan terkesan “membela” pelaku. Banyaknya kader partai politik yang tersandung korupsi setelah menjadi anggota DPR harusnya menjadi pelajaran penting bagi semua partai politik bahwa rekruitmen anggota DPR adalah proses awal yang sangat penting. Partai politik harus ekstra selektif dalam memilih caleg-calegnya pada Pemilu 2014. Track record menjadi indikator penting.
8
KESIMPULAN 1. Semakin banyak orang tua di Indonesia yang tidak menginginkan keturunan / anaknya menjadi anggota DPR-RI (56,43 %). Dan hanya 37,62 % yang menginginkan keturunan atau anaknya menjadi anggota DPR-RI. 2. Terjadi peningkatan >25% dari tahun 2008 ke tahun 2012, mengenai ketidakinginan orang tua jika keturunan atau anaknya menjadi anggota DPR-RI. 3. Jabatan Anggota DPR tidak lagi menjadi hal yang membanggakan. 69,55 % publik tidak merasa bangga dengan jabatan sebagai anggota DPR-RI. 4. Hanya 6,49 % publik yang menilai baik kinerja anggota DPR-RI. 5. Menurunnya harapan publik terhadap anggota DPR diakibatkan: * Maraknya kasus korupsi yang melibatkan anggota parlemen membuat antipati publik terhadap DPR-RI. * Anggota DPR-RI dinilai publik hanya mementingkan kepentingan pribadi atau kelompoknya serta hanya mengejar keuntungan pribadi. * Banyaknya kasus-kasus moral (perselingkuhan, gaya hidup mewah, indisipliner, tindakan tidak terpuji) yang melibatkan anggota DPR-RI. Pembicara : Rully Akbar (08568049040) Moderator : Dewi Arum Nawang Wungu (081280382407)
9
REKOR MURI Survei Paling Akurat dan Presisi
6 Rekor terbaru MURI ( Museum Rekor Indonesia)
Paling Presisi 1. Quick Count yang diumumkan tercepat (1 jam setelah TPS ditutup) 2. Quick Count akurat secara berturut-turut sebanyak 100 kali 3. Quick Count dengan selisih terkecil dibandingkan hasil KPUD yaitu 0,00 % (Pilkada Sumbawa, November 2010)
Prediksi Paling Akurat 1. Survei prediksi pertama yang akurat mengenai Pilkada yang diiklankan 2. Survei prediksi akurat Pilpres pertama yang diiklankan 3. Survei prediksi akurat Pemilu Legislatif pertama yang diiklankan 10
METODOLOGI SURVEI
Quick Poll • Pengumpulan data tanggal 12 – 15 November 2012 • Metode sampling : multistage random sampling • Jumlah responden awal : 1200 responden • Smartphone Quick Poll LSI • Margin of error : 2,9 %
Riset Kualitatif •FGD di tujuh ibu kota propinsi terbesar • In Depth Interview •Analisis media nasional
11
Mayoritas publik tidak berkeinginan dirinya /anak menjadi anggota DPR Q : Apakah Ibu/Bapak ingin atau tidak ingin menjadi anggota DPR-RI pada pemilu 2014 nanti?
Kategori
Persentase
Q : Apakah Ibu/Bapak ingin atau tidak ingin jika keturunan / anak Ibu/Bapak menjadi anggota DPR-RI pada pemilu 2014 nanti?
Kategori
Persentase
Berkeinginan
38, 37 %
Berkeinginan
37,62 %
Tidak Berkeinginan
54,92 %
Tidak Berkeinginan
56,43 %
6.71 %
Tidak Tahu/Tidak Jawab
5,95 %
Tidak Tahu/Tidak Jawab
56.49% publik tidak ingin jika keturunan (anak) menjadi anggota DPR 12 Survei dilakukan pada bulan November 2012 (QP)
Yang tidak berkeinginan dirinya/ anak menjadi anggota DPR 2014 naik sebesar 25% Q : Apakah Ibu/Bapak ingin atau tidak ingin jika keturunan (anak) Ibu/Bapak menjadi anggota DPRRI pada pemilu 2014 nanti?
Kategori
2012
2008
Berkeinginan
37.62%
59.22%
Tidak Berkeinginan
56.43%
31.32%
Tidak tahu/tidak jawab
5.96%
9.46%
Semakin meningkat publik yang tidak inginketurunan/ anak menjadi anggota DPR-RI (25% naik jika dibandingkan survei 2008) 13 Survei dilakukan pada bulan November 2012 (QP)
Laki-laki atau Perempuan baik di Desa maupun di Kota tidak berhasrat jika dirinya / anak menjadi anggota DPR Q : Apakah Ibu/Bapak ingin atau tidak ingin jika keturunan (anak) Ibu/Bapak menjadi anggota DPR-RI pada pemilu 2014 nanti?
Jenis Kelamin
Ya, Ingin
Tidak Ingin
TT/TJ
Laki-Laki
39.04%
55.08%
5.88%
Perempuan
37.14%
56.00%
6.86%
Q : Apakah Ibu/Bapak ingin atau tidak ingin jika keturunan (anak) Ibu/Bapak menjadi anggota DPR-RI pada pemilu 2014 nanti?
Wilayah
Ya, Ingin
Tidak Ingin
TT/TJ
Desa
39.71%
55.96%
4.33%
Kota
32.94%
54.12%
12.94%
Menjadi anggota dewan tidak lagi menjadi primadona orang tua 14 Survei dilakukan pada bulan November 2012 (QP)
15
Maraknya kasus korupsi membuat publik tidak bangga lagi menjadi anggota DPR Q : Menurut ibu/Bapak apakah jabatan anggota DPR RI menjadi suatu hal yang membanggakan atau tidak membanggakan? 69.55%
1. 2. 3. 4. 5.
22.76% 7.69%
Membanggakan
Tidak Membanggakan
Tidak Tahu/Tidak Jawab
6. 7. 8.
9.
Kasus cek perjalanan Komisi IX DPR, 30 anggota DPR periode 1999-2004 Kasus suap Wisma Atlet Kasus korupsi proyek Hambalang Kasus korupsi pengadaan kitab suci Alquran, proyek Kementerian Agama (Kemenag) Kasus dugaan suap dana percepatan pembangunan infrastruktur daerah (DPPID). Politisi PAN yang juga anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR Kasus dugaan korupsi PLTS Lampung Kasus SKRT Departemen Kehutanan Kasus korupsi dalam proyek alih fungsi hutan lindung menjadi pelabuhan Tanjung Api-api di Sumsel Dll
Sebanyak 69,55 % menyatakan tidak membanggakan menjadi anggota DPR 16 Survei dilakukan pada bulan November 2012 (QP)
Anggota DPR dinilai hanya mengejar kepentingan pribadi dan mengumpulkan kekayaan Q : Dari dua pernyataan berikut mana yang Ibu/Bapak pilih ?
71.28%
Kesaksian Dahlan Iskan bahwa ada sejumlah anggota DPR-RI yang “ memeras” dan meminta “jatah” ke BUMN menambah keyakinan publik bahwa anggota DPR-RI hanya mengejar kepentingan pribadi dan mengumpulkan kekayaan.
18.39%
Anggota DPR RI bekerja untuk kepentingan rakyat
Begitupun dengan pernyataan Dipo Alam, bahwa ada anggota partai politik yang sering melakukan “kongkalikong” anggaran di Kementrian dan di back up oleh oknum ketua Fraksi di DPR-RI.
Anggota DPR RI bekerja untuk kepentingan dirinya atau kepentingan golongan
17 Survei dilakukan pada bulan November 2012 (QP)
Banyak anggota DPR-RI terlibat kasus moral dan tindakan kurang terpuji Q : Apakah Ibu/Bapak Percaya atau Tidak Percaya dengan kasus yang diduga melibatkan anggota DPR-RI berikut ini?
Jenis Tindakan
Ya
Tidak
TT/TJ
Perselingkuhan
Dugaan kasus video porno yang diduga mirip anggota DPR-RI Fraksi PDIP. Sebelumnya kasus Yahya Zaini dan Max Moein
71,1 %
12.6 %
16.3 %
Gaya hidup mewah
Mobil mahal (bentley,hummer). Publik melihat ironi disaat masih banyak rakyat yang miskin.
78.9 %
11.2 %
9.9 %
Indisipliner
Tidur di saat sidang dan bolos sidang
87.3 %
4.7 %
8.0 %
Kasus Arifinto (mantan anggota DPR-RI PKS) yang membuka video porno saat rapat
69.7 %
13.2 %
17.1 %
Tindakan tidak terpuji
Kasus
18 Survei dilakukan pada bulan November 2012 (QP)
Makin ekstremnya penilaian publik terhadap kinerja anggota DPR-RI Q : Bagaimana Ibu/Bapak menilai kinerja Anggota DPR-RI saat ini ?
Kinerja Anggota DPR?
Prosentase
Baik
6. 49 %
Biasa aja
43. 83 %
Buruk
46. 10 %
Tidak Tahu/Tidak Jawab
3. 57 %
Hanya 6,49 % yang menyatakan baik kinerja anggota DPR-RI 19 Survei dilakukan pada bulan November 2012 (QP)
Good News : Publik menilai masih ada Anggota DPR-RI yang baik Publik menilai bahwa DPR-RI masih dibutuhkan sebagai lembaga politik sekaligus lembaga negara yang merupakan perwakilan rakyat dan melakukan pengawasan terhadap pemerintah Publik merasa masih ada anggota DPR-RI yang baik. Namun publik memberikan warning bahwa anggota DPR-RI yang baik rentan terkena virus korupsi dan moral jika tidak ada pembenahan. 20 Survei dilakukan pada bulan November 2012 (QP)
What Next? Rekomendasi LSI 1. Pengembalian citra DPR-RI sebagai lembaga yang pro rakyat. 2. Pemberian punishment yang jelas dan tegas terhadap oknum DPR-RI yang melakukan tindakan korupsi dan perbuatan amoral. Selama ini publik masih menilai bahwa penindakan kasus korupsi maupun moral belum dilakukan secara sungguh-sungguh dan terkesan “membela” pelaku. 3. Proses rekruitmen yang ketat dan selektif dengan indikator kapasitas dan integritas moral. Track record menjadi alat seleksi. 21 Survei dilakukan pada bulan November 2012 (QP)
Terima Kasih Lingkaran Survei Indonesia 2012