MAKALAH SEMINAR UMUM
PERAKITAN KLON TEBU (Saccharum officinarum L.) RENDEMEN TINGGI DENGAN MENURUNKAN AKTIVITAS ENZIM INVERTASE
Disusun oleh : Nama
: Devita Areifvia Ningsih
NIM
: 09/281776/PN/11597
Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Taryono, M. Sc.
PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 1
2013 PERAKITAN KLON TEBU (Saccharum officinarum L.) RENDEMEN TINGGI DENGAN MENURUNKAN AKTIVITAS ENZIM INVERTASE
Disusun oleh: Nama
: Devita Areifvia Ningsih
NIM
: 09/281776/PN/11597
Jurusan : Budidaya Pertanian Prodi
: Pemuliaan Tanaman
Makalah seminar umum ini telah disahkan dan disetujui sebagai kelengkapan mata kuliah seminar kelas pada semester genap tahun ajaran 2012/2013 Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Menyetujui
Tanda Tangan
Tanggal
……………….
……………….
Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Taryono, M.Sc Mengetahui : Koordinator Seminar Kelas Jurusan Budidaya Pertanian
Dr. Rudi Hari Murti, SP.MP.
………………..
………………..
…………………
………………..
Mengetahui : Ketua Jurusan Budidaya Pertanian
Dr. Ir. Taryono, M.Sc
2
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL.......................................................................................
i
HALAMAN PENGESAHAN.........................................................................
ii
DAFTAR ISI....................................................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR........................................................................................
iv
INTISARI.........................................................................................................
1
I. PENDAHULUAN.......................................................................................
2
Latar Belakang..........................................................................................
2
A. Biokimia Sukrosa pada Tanaman Tebu.....................................................
3
B. Enzim Invertase............................................................................................
7
C. Metode Penghambatan Aktivitas Enzim Invertase...................................
10
III. PENUTUP................................................................................................
13
A. Kesimpulan..............................................................................................
13
B. Saran........................................................................................................
13
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................
14
LAMPIRAN.......................................................................................................
16
3
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1. Molekul Sukrosa..........................................................................
3
Gambar 2.2 Jalur sintesis sukrosa yang dikatalisis oleh enzim SPS.................
4
Gambar 2.3 Pengangkutan Sukrosa...................................................................
5
Gambar 2.4 Bagian batang tebu dewasa............................................................
6
Gambar 2.5 Kadar Sukrosa pada beberapa klon tebu........................................
7
Gambar 2.6 Reaksi Hidrolisis Sukrosa oleh Invertase.......................................
8
Gambar 2.7 Reaksi Invertase.............................................................................
8
Gambar 2.8 Kandungan invertase pada beberapa kllon tebu.............................
10
Gambar 2.9 Bagan Persilangan...........................................................................
11
Gambar 2.10 Skema Penyisipan Gen VIT1 pada Tanaman Tebu......................
12
4
PERAKITAN KLON TEBU (Saccharum officinarum L.) RENDEMEN TINGGI DENGAN MENURUNKAN AKTIVITAS ENZIM INVERTASE
INTISARI Salah satu penyebab rendahnya produktivitas dan efisiensi industri gula adalah faktor keterlambatan waktu penggilingan setelah panen. Hal ini akan menyebabkan degradasi gula (sukrosa) menjadi gula-gula sederhana (invert), seperti glukosa dan fruktosa atau senyawa turunan lainnya. Degradasi sukrosa terjadi karena adanya peningkatan keasaman, suhu, mikroorganisme dan enzim-enzim di dalam nira. Salah satu enzim yang dapat merusak sukrosa menjadi gula sederhana adalah invertase. Aktivitas intervase menyebabkan kadar sukrosa semakin berkurang dalam nira tebu. Aktivitas enzim intervase perlu dihambat pada proses produksi gula agar rendemen gula yang dihasilkan semakin meningkat. Terdapat keragaman tingkat aktivitas enzim invertase dari beragam klon tebu, oleh karena itu untuk menurunkan tingkat aktivitas enzim invertase dapat dilakukan dengan perakitan klon tebu mengandung invertase rendah baik menggunakan metode konvensional (persilangan) dan metode transgenik. Kata kunci : Kandungan sukrosa tebu, enzim invertase, perakitan klon tebu.
5
I. PENDAHULUAN
Latar Belakang Sebagian besar penduduk dunia sangat membutuhkan gula, sehingga gula merupakan salah satu kebutuhan pokok yang harus tersedia. Di Indonesia, bahan baku utama untuk memproduksi gula adalah tebu, sehingga tebu banyak dibudidayakan baik dalam bentuk perkebunan rakyat maupun perkebunan besar. Kondisi industri gula di Indonesia dewasa ini semakin memprihatikankan. Hal tersebut dapat terlihat dari produksi gula nasional yang semakin menurun dari tahun ke tahun. Rendahnya produksi gula nasional disebabkan oleh produktivitas dan efisiensi industri gula yang rendah. Salah satu penyebab rendahnya produktivitas dan efisien industri gula yaitu terjadinya degradasi gula (sukrosa) menjadi gula-gula sederhana (invert), seperti glukosa dan fruktosa atau senyawa turunan lainnya. Gula-gula sederhana tersebut tidak dapat dikristalisasi sehingga menyebabkan penurunan rendemen. Degradasi
sukrosa
terjadi
karena
adanya
peningkatan
keasaman,
suhu,
mikroorganisme dan enzim-enzim di dalam nira. Salah satu enzim yang dapat merusak sukrosa menjadi gula sederhana adalah invertase. Semakin tinggi aktivitas invertase maka semakin rendah kandungan sukrosa pada tebu. Aktivitas enzim intervase perlu dihambat pada proses produksi gula agar rendemen gula yang dihasilkan tetap tinggi. Di dalam makalah ini akan dibahas biokimia sukrosa pada tebu dan beberapa metode untuk menurunkan tingkat aktivitas enzim invertase dengan melakukan perakitan klon tebu.
6
A. Biokimia Sukrosa pada Tanaman Tebu Gula umumnya diartikan sebagai sukrosa untuk penggunaan komersial. Sukrosa (glucose-1,2 fructose) merupakan pemanis yang banyak dikonsumsi masyarakat. Sukrosa adalah jenis gula disakarida nonpereduksi yang dikenal sebagai “gula meja” dan berwarna putih, serta merupakan disakarida yang terbentuk dari satu molekul α-D-glukosa dan satu molekul β-D-fruktosa yang dihubungkan oleh ikatan α-1,2-glikosidik (Gambar 2.1). Rumus
empirik sukrosa adalah C12H12O11 (Filianty, 2007). Sukrosa merupakan produk akhir asimilasi karbon (C) pada proses fotosintesis yang terjadi di daun dan bentuk karbohidrat yang mudah dipindahkan ke jaringan penyimpanan (sink tissues). Pemindahan sukrosa di lakukan oleh unloading floem.
Gambar 2.1 Molekul sukrosa (sumber: Rahman et al., 2004).
Sifat-sifat yang dimiliki oleh sukrosa diantaranya sukrosa dapat larut di dalam air dengan kelarutan 2,1 g dalam 1 g air pada suhu 25°C, sukrosa menunjukkan indeks refraktif pada larutannya 10%, sukrosa meleleh pada suhu 186°C, densitas energi yang dimiliki sukrosa sebesar 17 kJ/g, dan memiliki berat molekul sebesar 342,3 g/mol (Chaplin, 2004). Metabolisme sukrosa diatur oleh beberapa enzim seperti sucrose synthase (E.C. 2.4.1.13), sucrose phosphate synthase (E. C. 2.4.1.14), dan invertase (E. C. 3.2.1.26) (Lontom, 2008). Sukrosa disintesis di dalam sitosol yang dikatalisis oleh sucrose phosphate synthase (SPS; E.C. 2.3.1.14) . SPS termasuk enzim utama yang menentukan tanaman dalam sintesis sukrosa (Komatsu et al., 1999). Enzim ini mengkatalisis pembentukan sucrose-6phosphate (suc6P) dari fructose-6-phosphate (F6P) dan uridine-5-diphospho glucose (UDPG). Selanjutnya phosphate pada suc6P diputus oleh sucrose phosphate phosphatase (SPP) sehingga dihasilkan sukrosa (Gambar 2.2).
7
Gambar 2.2 Jalur sintesis sukrosa yang dikatalisis oleh enzim SPS (Sumber : Langenkamper et al., 2002).
Sukrosa merupakan komponen hasil yang penting di dalam tanaman tebu. Kualitas sari tebu ditentukan oleh konsentrasi sukrosa yang tinggi dan konsentrasi nonsukrosa selain gula yang rendah (Lontom et al., 2008). Sukrosa pada tanaman tebu terletak pada floem batang yang digunakan untuk pertumbuhan sel, respirasi, metabolisme atau penyimpanan (Hussain et al., 2004). Sukrosa tebu larut dalam air dalam bentuk nira tebu. Kandungan sukrosa pada nira tebu sebesar 14 – 20 %. Akumulasi sukrosa pada batang tebu dimulai pada internoda yang sedang mengalami proses pemanjangan (elongation) sampai proses pemanjangan pada internoda berhenti (Lingle, 1997). Pengangkutan sukrosa berawal dari sintesis sukrosa di dalam sitosol pada sel fotosintetik berpindah secara apoplast yang dilakukan oleh sucrose transporter (SUC/SUT) atau dengan difusi sederhana. Symplast dan apoplast merupakan mekanisme dalam pemuatan sukrosa. Syimplast merupakan perpindahan melalui bagian tak hidup dari sel tumbuhan (sitoplasma atau vakuola). Apoplast merupakan perpindahan aktif melalui semua bagian tak hidup dari tumbuhan (dinding sel dan ruang antar sel). Sukrosa secara apoplas dimuat ke dalam companion cell (CC) dan sieve elements (SE) oleh SUC. Sukrosa di pindahkan dari CC ke SE melewati plasmodemata. Sukrosa yang bocor dari SE di kembalikan ke SE oleh SUC. Di dalam batang (sink), sukrosa pada SE tidak dimuat melalui plasmodesmata atau apoplast. Di dalam pemuatan apoplast, sukrosa diambil dari sel batang (sink) oleh SUC atau diubah menjadi glukosa dan fruktosa oleh apoplastic invertase (INV) dan kemudian hexose transporter (STP/HXT) memindahkan fruktosa dan glukosa ke sel batang. Di dalam pemuatan symplast, sukrosa berpindah dari SE ke sel batang melalui plasmodesmata. Di dalam pemuatan apoplast, sukrosa berpindah dari floem kemudian ke sel batang oleh SUC atau diubah menjadi fruktosa dan glukosa oleh aplopastic invertase (Gambar 2.3).
8
Gambar 2.3 Pengangkutan Sukrosa (Sumber : Shiratake, 2007).
Besarnya jumlah sukrosa yang dapat disimpan pada batang sangat ditentukan oleh selisih antara proses sintesis dan degradasi sukrosa. Menurut Zhu et al. (1997) bahwa kandungan sukrosa batang tebu sangat terkaitan dengan besarnya perbedaan antara aktivitas SPS dan acid invertase (AI). Sukrosa pada jaringan non fotosintetik yang sedang aktif tumbuh akan mengalami proses metabolisme yaitu hidrolisis dan resintesis (dibentuk kembali). Sukrosa hasil biosintesis di daun diangkut ke batang, kemudian dihidrolisis oleh AI digunakan untuk proses petumbuhan, sebagian hasil hidrolisis diresintesis kembali oleh SPS batang menjadi sukrosa (Mizwar et al., 2007). Kemampuan tanaman tebu untuk mengakumulasikan sukrosa di batang lebih banyak ditentukan oleh aktivitas SPS daun dan translokasinya oleh protein sucrose transporter (protein SUT), sedangkan peran SPS batang sangat kecil. Sebaliknya aktivitas AI batang secara langsung ikut menentukan besarnya sukrosa yang dapat disimpan di batang disamping aktivitas AI di daun. Pada internoda muda yang sedang mengalami proses pemanjangan memiliki kandungan sukrosa yang rendah. Hal ini dikarenakan internoda muda memerlukan energi dan kerangka karbon untuk pertumbuhannya. Energi dan kerangka karbon tersebut disediakan 9
oleh proses respirasi dan sukrosa digunakan sebagai substrat dalam jalur glikolisis dan siklus krebs (Gambar 2.4).
Gambar 2.4 Bagian Batang Tebu Dewasa Miswar et al. (2007) meneliti tentang besarnya kandungan sukrosa untuk klon PS 41, PS 59, PS 60, PS 82-887, PS 77-1553, PS 82-3605, POJ 3016, RT 3-391, AC 6852, BOT 54 DAN V 4001 (didapat dari P3GI Pasuruan) pada internoda ke 1, ke 3 dan ke 5. Penelitian menunjukkan bahwa kandungan sukrosa pada internoda 5 yang tertinggi adalah varietas PS82-3605 (Gambar 2.5).
10
Gambar 2.5 Kadar sukrosa pada beberapa klon tebu
Pada internoda batang tebu yang baru memulai proses pemanjangan mempunyai kandungan sukrosa yang rendah dan aktivitas AI sangat tinggi. Seiring dengan semakin dewasanya internoda, kandungan sukrosa semakin meningkat dan akitivtas AI semakin menurun. Pada tanaman tebu, aktivitas invertase merupakan kunci utama pengaturan akumulasi sukrosa pada batang (Mizwar et al., 2007). Aktivitas AI bekerja di dalam batang dan menghidrolisis sukrosa menjadi fruktosa serta glukosa (degradasi sukrosa) yang akan digunakan untuk pertumbuhan internoda. B. ENZIM INVERTASE Kerusakan gula atau sukrosa dapat disebabkan oleh aktivitas enzim, mikroorganisme ataupun perlakuan proses (misalnya asam, suhu tinggi, dan lainnya). Invertase, merupakan salah satu enzim yang terdapat dalam nira tebu atau hasil aktivitas ekstraseluler mikroorganisme yang turut memicu kerusakan sukrosa. Reaksi yang dilakukan oleh invertase disebut reaksi invertasi. Reaksi invertasi adalah reaksi hidrolisis irreversible karena satu molekul sukrosa dan satu molekul air menghasilkan satu molekul glukosa dan satu molekul fruktosa. Glukosa dan fruktosa merupakan gula sederhana (invert). Astawan (2001) menyatakan bahwa pembentukan gula sederhana juga tidak diharapkan pada pengolahan gula semut. Jika kadar gula pereduksinya lebih dari 3 persen maka gula yang dihasilkan akan menjadi lembek dan sangat higroskopis.
Reaksi invertasi terjadi pada pH di bawah 7. Reaksi ini terjadi secara indotermik dengan energi aktivasi 25,9 kilokalori per mol pada suhu 20°C. Reaksi ini juga dapat terjadi 11
melalui katalisis biokimia dengan beberapa enzim, khususnya enzim invertase. Proses invertasi dapat berlangsung secara sempurna selama 48-72 jam dengan suhu 50°C dan pH 4,5 (Chaplin, 2004). Degradasi secara enzimatis terjadi ketika ikatan α-1,2-glikosidik dihidrolisis oleh enzim invertase (D-fructofuranosidase, EC 3.2.1.26) atau sucrose synthase (UDP glucose: Dfructose 2-D glucosyltransferase, EC 2.4.1.13). Hidrolisis sukrosa menghasilkan campuran glukosa dan fruktosa yang disebut dengan gula invert (invert sugar) (Gambar 2.6). Reaksi hidrolisis sukrosa oleh invertase (juga disebut sebagai sucrase atau saccharose).
Gambar 2.6 Reaksi Hidrolisis Sukrosa oleh Invertase (Sumber: Rahman et al., 2004) Molekul sukrosa terdiri dari molekul glukosa dan fruktosa yang saling berikatan. Proses terjadinya reaksi invertase berawal dari terikatnya molekul sukrosa pada enzim invertase yang kemudian mengalami hidrolisis dengan penambahan H2O. Reaksi hidrolisis ini mengakibatkan sukrosa dan enzim menjadi tercekam sehingga ikatan antara fruktosa dan glukosa menjadi terpecah menghasilkan satu molekul glukosa dan satu molekul fruktosa yang tidak berikatan dan terlepas dari enzim (Gambar 2.7).
Gambar 2.7 Reaksi Invertase Inversi sukrosa menjadi fruktosa dan glukosa merupakan masalah utama pada tebu dan dapat menyebabkan penurunan rendemen yang nyata.
12
Semakin mendekati umur panen, kadar sukrosa pada batang tebu semakin meningkat dan setelah melampaui umur panen terjadi penurunan kadar sukrosa yang diikuti peningkatan glukosa dan fruktosa. Penurunan tersebut diakibatkan oleh peningkatan aktivitas enzim invertase dalam batang tebu. Peningkatan aktivitas invertase dalam jaringan tanaman disebabkan oleh adanya kebutuhan energi bagi tanaman untuk metabolisme selanjutnya (Foyer et al., 1997) yaitu respirasi dan proses pemasakan selama pertumbuhan. Energi tersebut dapat diserap tanaman dalam bentuk gula sederhana (glukosa dan fruktosa) sehingga aktivitas invertase pada sukrosa terpacu untuk bekerja. Berbeda dengan sebagian besar enzim, invertase memiliki aktivitas yang relatif tinggi pada kisaran pH yang luas antara 3.5 sampai 5.5, dengan aktivitas optimum pada pH 4.5. Aktivitas maksimum dicapai pada suhu 55°C. Nilai Michaelis-Menten untuk jenis enzim yang berbeda bervariasi, tetapi kebanyakan enzim memiliki nilai KM antara 2 mM – 5 mM (Wang, 2002). Invertase (β-fructofuranosidase) telah diusulkan menjadi kunci pengatur akumulasi sukrosa dalam batang tebu (Chandra, 2012). Pengelompokan kandungan invertase pada tanaman tebu didasarkan pada bentuk yang sama (isoform) tetapi dengan lokasi atau posisi yang berbeda-beda diantaranya yaitu invertase netral (neutral invertase), invertase asam vakuola (vacuolar acid invertase), invertase asam yang terikat pada dinding sel (cell-wall bound acid invertase) dan invertase asam apoplastik terlarut (apoplastic soluble acid invertase) (Vorster et al., 1998). Pengelompokan invertase didasarkan pada pH optimum aktifitasnya diantaranya yaitu acid invertase (AI), Neutral Invertase (NI) dan invertase alkali. (Mahbubur et al., 2004). Acid invertase (AI) dan neutral invertase (NI) lebih berperan di dalam hidrolisis sukrosa. Aktivitas AI sangat tinggi di dalam apoplast vakuola, aktif pada pertumbuhan internoda dan hampir tidak terdapat pada internoda yang masak sedangkan NI memiliki aktivitas yang rendah pada jaringan muda dan memiliki aktivitas yang besar pada jaringan tua (Hatc et al.,1963). NI mengatur pengangkutan sukrosa dari vascular ke jaringan simpan di dalam internoda yang sudah masak atau dapat melibatkan pergantian hexoses di dalam jaringan dewasa. Aktivitas NI meningkat pada jaringan simpan di dalam mengakumulasi gula (Hatch et al., 1963), sedangkan aktivitas AI meningkat pada jaringan yang tumbuh dengan cepat seperti sel dan jaringan tumbuh, akar, dan internoda yang belum dewasa (Miron et al., 1990) sehingga aktivitas AI yang perlu dihambat atau diturunkan agar sukrosa lebih sedikit untuk di hidrolisis menjadi fruktosa dan glukosa. 13
Miswar et al. (2007) meneliti besarnya kandungan invertase pada klon PS 41, PS 59, PS 60, PS 82-887, PS 77-1553, PS 82-3605, POJ 3016, RT 3-391, AC 6852, BOT 54 DAN V 4001 (didapat dari P3GI Pasuruan). Contoh yang digunakan adalah internoda ke 1, ke 3 dan ke 5. Penelitian menunjukkan bahwa terdapat keragaman klon dengan invertase beberapa klon tebu, sehingga klon tebu rendah invertase asam kemungkinan dapat dirakit
Gambar 2.8 Kandungan invertase pada beberapa klon tebu
C. Metode Penghambatan Aktivitas Enzim Invertase Upaya untuk mengurangi inversi sukrosa sudah dilakukan dengan menggunakan metode fisika-kimia seperti pemberian air, penggunaan larutan bakterisida, penggunaan anti inversi dan anti bakteri serta aplikasi Zn dan mangan pada tanah. Metode lain untuk menurunkan tingkat aktivitas enzim invertase dengan perakitan tebu rendah invertase asam dapat dilakukan melaui metode konvensional (persilangan) dan metode transgenik. 1.
Metode Konvensional (Persilangan)
Untuk mendapatkan klon yang memiliki rendemen yang tinggi dan kandungan invertase yang rendah perlu dilakukan perakitan klon. Menurut Sosromarsono (1990), sifat produksi (rendemen) dan kandungan invertase merupakan sifat kuantitatif yang dikendalikan oleh banyak gen (poligenik). Pemuliaan tanaman tebu dapat dilakukan dengan menyilangkan klon yang memiliki produksi tinggi dan memiliki kandungan invertase yang rendah, kemudian di seleksi dengan menggunakan metode indek seleksi. Indeks seleksi merupakan metode seleksi terhadap beberapa sifat. Indek seleksi mengurutkan individu yang didasarkan pada dua sifat atau lebih, dan metoda ini merupakan metoda yang paling efisien dalam memilih beberapa sifat secara simultan (Gambar 2.9). 14
Klon PS82-3605
x
(Sukrosa tinggi)
Klon RT3-391 (Invertase rendah)
F1 Sukrosa rendah invertase tinggi o
o
o
o
o
o
o
o
o
Sukrosa tinggi invertase rendah
o
o
o
Sukrosa tinggi invertase tinggi
Klon-klon sukrosa tinggi dan invertase rendah
Sukrosa rendah invertase rendah
Seleksi 5% tanaman yang memiliki kandungan sukrosa tinggi
Gambar 2.9 Bagan Persilangan
2.
Metode Transgenik Saat ini dengan adanya genomik, teknologi dan sumber genetik akan mendapatkan
gen yang diinginkan. Dengan rekayasa genetik diharapkan lebih efektif di dalam merakit varietas baru yang memiliki sifat spesifik (Chandra, 2012). Banyak upaya untuk memanipulasi konsentrasi sukrosa tebu dengan transgenesis yang mengkode gen tunggal. Transgenesis diduga dapat membatasi tingkat kerja enzim sucrolytic pada batang termasuk soluble acid invertase, neutral invertase, pirofosfat tergantung phosphofructokinase dan yeast invertase yang membawa urutan leader squence ke apoplas, sitosol, dan vakuola. Dalam metode transgenik dapat memanfaatkan isomerase sukrosa dan gen prolin pada tanaman tebu untuk meningkatkan konsentrasi gula. Peningkatan konsentrasi gula terjadi karena adanya penambahan akumulasi isomaltulose sehingga menyebabkan peningkatan fotosintesis, transportasi sukrosa, dan kekuatan batang (sink) (Chandra, 2012). Pada tanaman tomat sudah dilakukan perakitan tanaman transgenik dengan menggunakan antisense acid invertase (TIV1) (Klann, Antisense acid invertase (TIV1) terdapat di beberapa tanaman seperti pada jagung, tomat, tebu, tembakau seta terdapat pada 15
mikrobia seperti ragi sehingga antisense acid invertase dapat disisipkan ke dalam sel tanaman tebu. Dengan penyisipan TIV1 dapat meningkatkan kandungan sukrosa dan menurunkan kandungan heksosa (glukosa dan fruktosa) pada tanaman tebu.
Penyisipan TIV1 dapat
menggunakan vektor berupa agrobacterium yang di dalamnya terdapat Ti Plasmid. T-DNA di dalam plasmid agrobacterium dipotong menggunakan enzim restriksi. Gen TIV1 dari tanaman lain juga dipotong dengan enzim restriksi. Gen TIV1 yang sudah terisolasi di gabungkan dengan Ti plasmid. Selain gen TIV1 yang dimasukkan ke dalam Ti plasmid juga terdapat gen yang resisten terhadap kanomycin. Ti plasmid yang sudah mengandung kedua gen tersebut dimasukkan ke dalam sel tanaman kemudian ditumbuhkan di dalam media kanomycin. Sel yang mengandun gen TIV1 dan resisten terhadap kanomycin akan tumbuh. Sel yang tumbuh ditumbuhkembangkan ke dalam media kultur jaringan dan menjadi tanaman transgenik (gambar 2.10).
Gambar 2.10 Skema Penyisipan Gen VIT1 pada Tanaman Tebu
16
II.
PENUTUP
A. Kesimpulan 1. Enzim invertase mengubah kandungan sukrosa menjadi gula fruktosa dan glukosa. 2. Metode untuk menurunkan tingkat aktivitas enzim invertase terdiri dari metode konvensional (persilangan) dan metode transgenik.
B. Saran Dibutuhkan informasi lebih lanjut tentang penggunaan metode transgenik untuk menghambat aktivitas invertase.
17
DAFTAR PUSTAKA
Casu, R.E, C.P.L. Grof, A.L. Rae, C.L. McIntryre, C.M. Dimmock, and J.M. Manners. 2003. Identification of a novel sugar transporter homologue strong expresses in maturing stem vascular tissues of sugarcane by expressed sequence tag and microarray analysis. Plant Molecular Biology 0: 1-16. Chandra A., R. Jain, S. Solomon. 2012. Complexities of invertases controlling sucrose accumulation and retention in sugarcane. Current Science 102 Chaplin, M. 2004. Sucrose Columbia Encyclopedia, Sixth Edition. Departemen Kehutanan dan Perkebunan. 1999. Tinjauan Perkembangan Industri Gula Tebu Nasional dan Kebijakannya. Sekretariat Dewan Gula Indonesia- Dirjen Perkebunan, Jakarta. Filianty, F. 2007. Teknik Penghambatan Degradasi Sukrosa dalam Nira Tebu (Saccarum officinarum) Menggunakan Akar Kawao (Millettia sericea) dan Kulit Batang Manggis (Garcinia mangostana L.). Tesis. Institute Pertanian Bogor. Foyer, C., A. Kingston-Smith and C. Pollock. 1997. Sucrose and Invertase, an Uneasy Alliance. Iger Innovation: 17-21. Fung, R.W.M., Langenkamper G., Gardner R.C. dan MacRae, E. 2003. Differential expression within an SPS gene family. Plant Sci. 164: 459–470. Hafidiana, R. 2006. Inhibisi Aktivitas Invertase Pada Sukrosa dengan Menggunakan Tembaga Sulfat (CuSO4). Skripsi. Institute Pertanian Bogor, Bogor. Hatch M.D. and. K.T Glasziou. 1963. Sugar accumulation cycle in sugarcane. II. Relationship of invertase activity to sugar content and growth rate in storage tissue of plants grown in controlled environments. Plant Physiol. 38: 344-348. Hunsigi, G. 2001. Sugarcane in Agriculture and Industry. Eastern Press, India. Hussain, A., Z. I. Khan, M. Y. Ghafoor, M. Ashraf, P. Parveen, M. H. Rashid. 2004. Sugarcane, sugar metabolism and some abiotik stress. International Journal of agriculture and Biology 6 : 732 -742. Koch K.E., 1996. Carbohydrate modulated gene expression in plants. Annu. Rev. Plant Physiol. Plant Mol. Bio. 47: 509–540. Kuntohartono, T. 1999. Pertunasan tebu. Gula Indonesia 24: 11-15. Langenkamper, G., R.W.M.Fung, R.D.Newcomb, R.G.Atkinson, R.C.Gardner, E.A. MacRae. 2002. Sucrose phosphate genes in plant belong to three different families. Journal Mol. EVOL. 54 : 322-332. 18
Lingle, S.E. (1997) Seasonal internoda development and sugar metabolism in sugarcane. Crop Science. 37 : 1222-1227 Lontom, W., M. Koittrakund, S. E. Lingle. 2008. Relationship of acid invertase activities to sugar content in sugarcane internodes during ripening and after harvest. Thai Journal of Agricultural Science 41 :143 – 151. Mahbubur Rahman, S. M. M., Palash Kumar Sen dan M. Fida Hasan. 2004. Purification and characterization of invertase enzyme from sugarcane. Journal Biological Sciences 7 : 340-345. Miron, D. and A.A. Schaffer. 1990. Sucrose phosphate synthase, sucrose synthase and invertase activities in developing fruit of Lycopersicum esculentum Mill and sucrose accumulating Lycopersicum hirsutum. Plant Physiol. 95: 623-627. Rahman, M., Palash K.S, Fida M.H, Sarnad M.A.M, dan Habibur M.R. 2004. Purification and Characterization of Invertase Enzyme from Sugarcane. Pakistan Journal Biology Science 7: 340-345.
Sastrowijono, S. 1998a. Morfologi tanaman tebu (bagian I). Gula Indonesia 23: 28-30. Shiratake, K. 2007. Genetics of sucrose transporter in plants. Global Science Books. Genomes and Genomic 1: 73-80 Sumarno. 1995. Berbagai cara menekan kerugian yang disebabkan oleh senyawa asam organik dalam proses pengelolaan gula. Berita P3GI 12: 19-22. Verheye, Willy. 2012 Growth and production of sugarcane. <11. http://www.eolss.net/Sample-Chapters/C10/E1-05A-22-00.pdf>. Diakses tanggal 4 Febuari 2013. Vorster, D.J. and F.C. Botha, 1998. Sugarcane internodal invertases and tissue maturity. Journal Plant Physiology 155: 470–6 Wang, N. S. 2002. Enzyme Kinetics of Invertase Via Initial Rate Determination. Department of Chemical Engineering, University of Maryland, College Park, Maryland. Whitaker, J. R. 1966. Enzymes dalam O. R. Fennema (ed.). Food Chemistry, 3rd ed. 1996. Marcell-Dekker Inc. New York.
Zhu, Y.J., E. Komor, and P.H. Moore .1997. Sucrose accumulation in thee sugarcane stem is regulated by the difference between the activities of soluble acid invertase and sucrose phosphate synthase. Plant Physiol. 115 : 609-616
19
LAMPIRAN
DAFTAR PERTANYAAN
1. Rivandi : Metode konvensional dengan metode transgenik yang paling efektif dan ekonomis untuk perusahaan besar? Metode yang paling efisien yaitu metode transgenik, karena waktu yang dibutuhkan lebih cepat dibandingkan metode konvensional. Metode konvensional membutuhkan waktu yang lama dan memiliki masalah utama yaitu waktu berbunga yang tidak sama dan cara penyilangannya pun susah karena tetua jantan dan betina sulit untuk diketahui. Metode yang paling ekonomis adalah metode konvensional dibandingkan metode transgenik. Di dalam metode transgenik memerlukan bahan-bahan yang memiliki harga mahal. 2. Zara : Bagaimana proses metabolisme sukrosa pada batang? Metabolisme pada batang tedapat hidrolisis dan resistensis. Hidrolisis merupakan proses perpecahan sukrosa menjadi fruktosa dan glukosa (turunan heksosa) oleh enzim invertase. Kemudian heksosa akan di resistensis (dibentuk kemabali) menjadi sukrosa oleh enzim Sucrose Phosphat Synthase (SPS). 3. Fajar : Penjelasan lebih lanjut tentang energi hasil respirasi digunakan untuk Pembentukan sukrosa dan faktor yang mempengaruhi munculnya enzim invertase? Sukrosa merupakan cadangan makanan bagi pertumbuhan tanaman, karena perpanjangan sel memerlukan energi. Sehingga membutuhkan energi untuk menggabungkkan fruktosa dan glukosa menjadi sukrosa. Gula sederhana (fruktosa dan glukosa) dipecah untuk menghasilkan energi. Enzim invertase aktif pada saat fase pembungaan dan pada saat telat giling waktu mikroorganisme akan mengaktifkan invertase. 4. Beni : Hambatan apa yang dihadapi untuk metode konvensional dan metode transgenik? Untuk metode konvensional membutuhkan tenaga kerja yang banyak, membutuhkan waktu yang lama dan waktu berbunga yang tidak sama dan cara penyilangannya pun susah karena tetua jantan dan betina sulit untuk diketahui. Untuk metode transgenik sulit di dalam budidaya secara transgenik.
20