Makalah Seminar Kerja Praktik
Analisa Indeks Kekuatan Sistem untuk Penggunaan Load Frequency Control (LFC) pada Fungsi SCADA di PT PLN (Persero) P3B JB dengan Mengamati Respon Daya Generator PLTA Cirata Unit 2 Dini Yasa Istiqomah[1], Dr. Aris Triwiyatno, ST, MT[2] Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Jalan Prof. Sudharto, Tembalang, Semarang, Indonesia ABSTRAK Pada sistem tenaga listrik yang kompleks dibutuhkan pengatur kendali yang bisa memonitor dan mengontrol sistem tersebut. PT PLN (Persero) P3B JB menggunakan SCADA yang berfungsi untuk memonitor dan mengendalikan beban daya listrik atau aliran daya (Load Flow) di Jawa-Bali agar nilai frekuensinya berkisar 50 Hz. Di PLN (Persero) P3B JB pengaturan sistem tenaga listrik dapat dilakukan secara manual dan otomatis. Pengendalian secara manual dilakukan oleh dispatcher. Dispatcher mengatur besar-kecil pembangkitan dan pembebanan tenaga listrik dari besar frekuensi yang terus berubah-ubah. Pengendalian secara otomasi dilakuakan dengan menggunakan Governor Free dan LFC (Load Frequency Control). Untuk menggunakan fungsi LFC diperlukan software SINAUT Spectrum pada master station. Kata kunci: SCADA, Load Frequency Control, software SINAUT Spectrum
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Kebutuhan tenaga listrik dalam masa sekarang ini sudah menjadi suatu kewajiban dan akan semakin meningkat dengan pesat di masa yang akan datang. Dengan semakin berkembang dan meningkat kebutuhan akan tenaga listrik, maka kestabilan pada sistem tenaga listrik menjadi hal yang sangat penting dan harus diperhatikan. Kestabilan sistem tenaga listrik dilihat dari 2 parameter yaitu, frekuensi dan tegangan. Di PT PLN (Persero) Penyalur dan Pusat Pengatur Beban Jawa-Bali (P3B JB) menjaga kestabilan frekuensi, dimana kestabilannya berkisar 50 Hz. Kestabilan sistem merupakan bagian yang dapat dipengaruhi oleh adanya gangguan besar maupun kecil, untuk menjaga kestabilan ini diperlukan strategi kontrol yang tepat. Strategi kontrol ini diperlukan agar apabila sistem tenaga listrik mengalami gangguan, maka respon sistem dalam mengatasi gangguan akan cepat dan handal. Pada sistem interkoneksi yang besar, banyak sistem pembangkit besar dan kecil yang terhubung secara sinkron, maka oleh karena itu semua pembangkit dituntut harus mempunyai frekuensi yang sama. 1
Mahasiswa Jurusan Teknik Elektro UNDIP Staf Pengajar Jurusan Teknik Elektro UNDIP
2
Frekuensi bukan merupakan besaran konstan, tetapi merupakan besaran yang terus menerus berubah sesuai perubahan beban, sehingga diperlukan sistem pengaturan frekuensi atau dikenal dengan Load Frequency Control (LFC). Load Frequency Control (LFC) adalah suatu sistem yang digunakan untuk menjaga fluktuasi yang ditimbulkan oleh perubahan beban. LFC memiliki obyektif atau tujuan yang harus dicapai dalam pengoperasian sistem tenaga, terutama untuk menjaga variasi frekuensi sistem dalam pembagian beban yang harus dipikul oleh tiap generator selama proses pertukaran daya untuk memenuhi kebutuhan beban yang telah dijadwalkan. Dalam LFC terdapat perhitungan yang menggunakan variable indeks kekuatan sistem (IKS) agar LFC dapat memberikan nilai daya keluaran generator (Pg) pembangkit. Nilai IKS ini dipengaruhi oleh perubahan jumlah pembangkit yang tersedia, dimana pada tahun 2012 terdapat pembangkit yang baru beroperasi seperti PLTU Tanjung Jati unit 4, PLTU Lontar unit 1, PLTU Rembang unit 1 dan 2, PLTU Muara Karang blok 2, PLTU Paiton unit 3, PLTU Lontar unit 2 dan 3, PLTGU Muaratawar blok 5, PLTU Cirebon electric
power, PLTU Paiton unit 9 dan PLTGU Priok blok 3. 1.2 Batasan Masalah
Adapun batasan masalah yang dibahas adalah: 1. Analisa yang dibahas adalah mengenai metode pengaturan otomatis dengan menggunakan fungsi LFC. 2. Analisa nilai IKS diamati melalui respon pembangkit yang dilihat dari besarnya nilai daya keluaran generator di PLTA Cirata unit 2. 3. Data perhitungan indeks kekuatan sistem (IKS) yang diambil di PT. PLN (Persero) P3B JB adalah data pembangkit 500 kV di sistem pembangkit Jawa Bali. 1.3 Tujuan dan Manfaat Kerja Praktik Hal-hal yang menjadi tujuan disusunnya laporan kerja praktik ini adalah:
1. Mengenal sistem kontrol dan akuisi data (SCADA) daya listrik yang terdapat di PT PLN (Persero) P3B JB. 2. Mengamati sistem interkoneksi daya listrik Jawa-Bali yang dikontrol di PLN P3B JB. 3. Mempelajari proses kerja dari fungsi Load Frequency Control (LFC) pada program SINAUT Spectrum. 4. Menganalisa pengaruh perubahan Indeks Kinerja Sistem (IKS) terhadap perhitungan Nlevel. Manfaat disusunnya laporan kerja praktik ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui sistem kontrol dan akuisi data (SCADA) daya listrik yang terdapat di PT PLN (Persero) P3B JB. 2. Mengetahui sistem interkoneksi daya listrik Jawa-Bali yang dikontrol di PLN P3B JB. 3. Mengetahui proses kerja dari fungsi Load Frequency Control (LFC) pada program SINAUT Spectrum. 4. Mengetahui pengaruh perubahan Indeks Kinerja Sistem (IKS) terhadap perhitungan Nlevel.
II. DASAR TEORI 2.1 Sistem SCADA (Supervisory Control and Data Acqusition) SCADA (Supervisory Control And Data Acquisition) adalah sistem yang mengacu pada kombinasi telemetri dan akuisisi data. Ini terdiri dari pengumpulan informasi, mentransfer kembali ke pusat kendali, melakukan analisis yang diperlukan dan kontrol, dan kemudian menampilkan data ini pada sejumlah operator display. SCADA digunakan untuk memantau dan mengendalikan pabrik atau peralatan. Kontrol mungkin dapat otomatis atau dapat dimulai dengan perintah Operator. Fungsi SCADA secara umum adalah: a. Fungsi Telecontrol Untuk melakukan perintah remote control (open/close) dari pusat kontrol b. Fungsi Telesignal Untuk mengumpulkan data status dari posisi open/close c. FungsiTelemetering Untuk menetahui besaran tegangan, arus dan frekuensi Sistem SCADA yang digunakan di PT PLN P3B JB bertujuan untuk membantu perusahaan listrik mendapatkan sistem pengoperasian optimum sesuai dengan dengan berbagai kenyataan kekurangan-kekurangan maupun segala kelebihan yang terdapat pada sistem tenaga listrik tersebut. Komponen utama SCADA secara general yaitu diantaranya: Master Station atau Control Centre Link Komunikasi atau Media Komunikasi RTU (Remote Terminal Unit) atau Remote Station 2.2 Software Sinaut Spectrum Sinaut (Siemens Network Automation) Spectrum (aplikasi spectrum) adalah software yang pada awal tahun 2010 mulai dipergunakan secara menyeluruh fungsinya oleh PT PLN (Persero) Penyaluran dan pusat pengatur beban Jawa Bali. Fungsi utama software ini adalah sebagai interface pengontrol sistem jaringan energi listrik antara manusia dengan sistem komputer yang sudah terintegrasi dengan grid sistem ketenagalistrikan di sistem backbond 500 kV maupun subsitem 150 kV hingga 70 kV khususnya sistem Jawa dan Bali. Untuk mendukung berjalannya software sinaut spectrum terdapat beberapa aplikasi atau server komputer diantaranya adalah :
Server workstation berfungsi sebagai menampilkan perubahan data dan gambar secara realtime, sehingga pengatur sistem tenaga listrik dapat memantau setiap kejadian di sistem jaringan tenaga listrik yang terjadi di GITET maupun pembangkit yang sedang dipantau. DAS (Data Acquisition System) adalah server front end yang mana tugasnya adalah sebagai interface atau penghubung antara sistem SCADA (supervisory control and data acquisition) dengan semua RTU (Remote Terminal Unit) yang ada di setiap GITET atau pembangkit yang ingin dipantau dan dikontrol. SDM (Source Data Management), didalam nya terdapat DBA (DataBase Administrator) dimana mempunyai fungsi untuk menambah, mengurang dan memodifikasi database untuk keperluan yang salah satunya adalah operasional SCADA. NA (Network Analysis) adalah salah satu aplikasi yang mempunyai fungsi sebagai analisa jaringan tenaga listrik misalnya analisa short circuit, state estimator, dispatch power flow)
2.3 Penganturan Frekuensi
Prinsip dasar pengaturan frekuensi adalah menyetimbangkan daya nyata (Watt) keluaran pembangkit dengan daya nyata yang dikonsumsi pemanfaat tenaga listrik (beban). Dengan cara : Menambah atau mengurangi daya nyata keluaran daya pembangkit sesuai perubahan konsumsi beban = load follower Mengoperasikan unit pembangkit dengan mode primary control (governor unit pembangkit) Mengoperasikan unit pembangkit dengan mode secondary control (Program LFC : Load Frequency Control atau AGC : Automatic Generation Control). Respon yang diberikan sistem dari pengaturan frekuensi dapat kita lihat pada gambar 1.
Gambar 1. Grafik proses pengembalian kualitas frekuensi pada saat fluktuasi beban 2.3.1
Primary Regulation
Pengendali frekuensi utama (primary regulation), atau yang biasa disebut Governor Free, adalah pengendali utama yang cepat bereaksi. Governor Free bertugas mengatasi dinamika beban suatu unit pembangkit. Governor Free digunakan di pembangkit-pembangkit besar dengan kapasitas di atas 50 MW. Prinsip Kerja Governor Free yaitu pengaturan frekuensi sistem, harus dilakukan dengan melakukan pengaturan penyediaan daya aktif dalam sistem. Pengaturan penyediaan daya aktif dilakukan dengan pengaturan besarnya kopel mekanis yang diperlukan untuk memutar generator, hal ini berarti pengaturan pemberian uap pada turbin uap atau pengaturan pemberian bahan bakar pada turbin gas dan mesin diesel dan pengaturan banyaknya air yang masuk turbin air pada unit PLTA (Pusat Listrik Tenaga Uap). Pengaturan pemberian uap atau bahan bakar atau air tersebut diatas dilakukan oleh governor free unit pembangkit. Gambar 2. menggambarkan prinsip kerja dari sebuah governor free.
Gambar 2. Prinsip Kerja Governor Free
Respon frekuensi yang diberikan generator ditentukan oleh: d. Speed Droop Speed Droop menyatakan nilai perubahan keluaran MW generator terhadap perubahan frekuensi sistem. e. Frequency Deadband Frequency Deadband didefinisikan sebagai besar total perubahan laju (frekuensi) yang tidak menghasilkan perubahan katub (valve/gate) yang dikendalikan governor. f. Ramp Rate Ramp Rate adalah laju perubahan keluaran MW generator terhadap waktu. 2.3.2
Secondary Regulation
Pengaturan sekunder pembangkit berupa LFC (Load Frequency Controller). LFC bekerja full automatic yang diatur oleh komputer di master station kemudian setelah sampai di unit pembangkit diatur oleh sebuah peralatan yang disebut Load Coordinator yang langsung berhubunagan dengan peralatan control unit pembangkit. Antara komputer di master station dan Load Coordinator saling mengontrol bila terjadi alarm di salah satu sisi maka menyebabkan LFC off dan bila ini terjadi, maka unit pembangkit menerima data terakhir yang dikirim dari master/RTU. Prinsip kerjanya sangat simpel, yaitu ketika LFC beroperasi maka beban unit pembangkit akan berubah sebagai berikut: 𝑃 = 𝑃𝑜 + 𝑁 ∗ 𝑃𝑟 (1) Dimana: P = Output unit pembangkit Po = Power yang diset oleh operator unit (sesuai dengan permintaan operator) N = Perhitungan dari master station yang mempunyai nilai -1 s/d +1 Pr = 50% dari bandwitdh yang diset operator unit (sesuai permintaan master) Bila terjadi gangguan LFC (Off) maka tidak ada pengaturan yang otomatis dari master station dan pengaturan diambil alih oleh operator unit pembangkit secara
manual. Pada kondisi LFC normal untuk pembebanan unit operator harus menyesuaikan perintah dari master yaitu: 𝑃′ 𝑜 = 𝑃𝑜 𝑑𝑎𝑛 𝑃′ 𝑟 = 𝑃𝑟 (2) Apabila terjadi ketidaksamaan antar permintaan dari master dengan pengeset-an di unit pembangkit (P’o ≠ Po atau P’r ≠ Pr) maka kemungkinan LFC akan blok.
III. ANALISA DAN PEMBAHASAN 3.1 Cara Kerja Sinyal Load Frequency Control dalam Mengatur Daya Keluaran Pembangkit Pengaturan frekuensi dengan aplikasi Load Frequency Control (LFC) bertujuan memperkecil variasi frekuensi agar berada dalam kisaran frekuensi normal (50 ± 0.2 Hz). Untuk memperkecil variasi frekuensi diperlukan keseimbangan besar beban yang dibutuhkan dengan besar daya nyata yang dihasilkan pembangkit. Pengaturan frekuensi manual dilaksanakan dengan perintah dispatcher kepada operator unit pembangkit dan pengaturan frekuensi otomatis dilakukan oleh program Load Frequency Control (LFC). Untuk prinsip adaptasi suatu pengaturan frekuensi (Load Frequency Control) kepada unit pembangkitan energi listrik akan ditunjukan pada Gambar 3.
Gambar 3. Prinsip kerja pengaturan load frequency control Pada sisi pembangkit sistem LFC bekerja secara bersamaan dengan sensor frekuensi dengan tujuan utamanya adalah menjaga agar frekuensi tetap sama sebagai ukuran dari perubahan daya aktif sistem. Pada
saat pembangkit sudah secara sistem masuk kedalam grid interkoneksi, maka sensor frekuensi sudah mulai bekerja untuk mengetahui jika ada penyimpangan frekuensi yang terjadi pada sistem interkoneksi tersebut. Jika terjadi ketidaknormalan maka LFC akan mulai menghitung berapa MW yang harus ditambah atau dikurang pada pembangkit tersebut dengan cara mengirim sinyal pada alat primer pembangkit yaitu governor free dan alat tersebut akan memerintahkan valve control mechanism untuk segera membuka atau menutup valve atau katup sehingga energi primer pembangkitan dapat diatur sedemikian rupa untuk memanaskan boiler. Dengan mengatur energi primer pembangkit maka rotor turbin dapat dinaikan atau diturunkan dan generator penghasil energi listrik juga akan naik atau turun sesuai perintah LFC[4]. 3.2 Perhitungan Sinyal Nlevel Untuk perhitungan load frequency control yang dipergunakan untuk menaikan dan menurunkan beban disisi pembangkit menggunakan rumus: 𝑃𝑔 = 𝑃𝑜 ′ + 𝑁𝑙𝑒𝑣𝑒𝑙 𝑥 𝑃𝑟 ′
(3)
Dengan : Pg = Output generator yang diinginkan (MW) Po = Nilai dasar unit bersangkutan (MW)
pembangkit
yang
Pr’ = Nilai ramping bandwith unit pembangkit yang bersangkutan (MW) Nlevel = Sinyal LFC (-1 sampai +1)
𝑁𝑙𝑒𝑣𝑒𝑙 =
(5)
Dengan: ACE = Area control error (MW) Bsys = Bias sistem frekuensi / indeks kekuatan sistem (MW/Hz) FD = Desired system frequency (Hz) FFilt = frekuensi sistem yang sudah difilter (Hz)
𝑇𝑈𝑅𝑅 = ∑𝑛𝑖=1 𝑃𝑅𝐴𝑄
(6)
Dengan : i = Index dari unit berpartisipasi LFC (i=1….n) TURR = Total unit regulating range (MW) PRAQ = Bandwidht regulasi dari telemeasured yang dikirim oleh RTU (MW) Dari hasil analisa yang dilakukan penulis didapatkan nilai indeks kekuatan sistem (IKS) / bias sistem (Bsys) adalah 684,894 dan
frekuensi filter yang digunakan adalah frekuensi terendah pada tanggal 7 Oktober 2013 pukul 10:27 s.d 10:36 yaitu 49.962 Hz. Sehingga dapat kita hitung nilai ACE sebagai berikut:
𝐴𝐶𝐸 = 𝐵𝑠𝑦𝑠 𝑥 (𝐹𝐷 − 𝐹𝑓𝑖𝑙𝑡 ) ACE = 684.894x (50 – 49.962) ACE = (684.894) x (0.038) ACE = 26.025972 ≈ 26.026
Untuk mendapatkan nilai Nlevel yang dikirim ke unit pembangkit, master station melakukan perhitungan-perhitungan dari nilai Po dan Pr. Rumus perhitungan nilai Nlevel pada master station yaitu: 𝐴𝐶𝐸 𝑇𝑈𝑅𝑅
𝐴𝐶𝐸 = 𝐵𝑠𝑦𝑠 𝑥 (𝐹𝐷 − 𝐹𝑓𝑖𝑙𝑡 )
(4)
Dimana: ACE = Area control error (MW) TURR = Total unit regulating range (MW) Nilai ACE dan TURR dapat dicari dengan rumus-rumus berikut:
Untuk nilai TURR, total daya keluaran pembangkit yang aktif, dapat dihitung: 𝑛
𝑇𝑈𝑅𝑅 = ∑ 𝑃𝑅𝐴𝑄 𝑖=1
TURR = (20 + 19.8 + 20 + 0.1 + 5.1 + 12) MW TURR = 77 MW
Untuk menghitung Nlevel setelah mendapatkan nilai dari ACE dan TURR lalu dilakukan perhitungan persamaan 3.2 seperti perhitungan di bawah ini.
Nlevel = Nlevel =
ACE TURR
26.026 77
6 7 8 9 10
49.962 49.967 49.970 50.025 50.025
80 80 80 80 80
20 20 20 20 20
-0.83 -0.5 -0.33 -0.3 -0.367
63.4 70 73.4 74 72.66
Nlevel = 0.3379 ≈ 0.338 Dari tabel 1 dan tabel 2 dapat kita bandingkan nilai Pg, seperti tabel 3. 3.3 Analisa Daya Keluaran PLTA Cirata Unit 2
Untuk melihat secara jelas respon pembangkit yang berpartisipasi untuk LFC pada tanggal 07-Oktober-2013 dari rentang waktu 10:27:12 sampai 10:36:30 WIB dengan sampling time setiap 1 menit 02 detik untuk pembangkit PLTA Cirata unit 2. Maka akan ditunjukan pada tabel 1. Tabel 1. Respon output keluaran generator (MW) Cirata unit 2 dengan IKS = 684.894 MW/Hz No. Frek. PoAQ PrAQ Nlevel Pg Sistem (MW) (MW) (MW) (Hz) 1 50.152 80 20 -1 60 2 50.102 80 20 -1 60 3 50.103 80 20 -1 60 4 50.130 80 20 -1 60 5 50.019 80 20 -0.169 76.62 6 49.962 80 20 0.338 86.76 7 49.967 80 20 0.293526 85.87 8 49.970 80 20 0.266842 85.336 9 50.025 80 20 -0.22237 75.552 10 50.025 80 20 -0.22237 75.552 Sedangakn untuk nilai Pg dengan IKS = 600 MW/Hz, yang digunakan oleh PLN P3B JB, ditunjukkan pada tabel 2. Tabel 2. Respon output keluaran generator (MW) Cirata unit 2 dengan IKS = 600 MW/Hz Frek. PoAQ PrAQ Pg No. Sistem Nlevel (MW) (MW) (MW) (Hz) 1 50.152 80 20 -1 60 2 50.102 80 20 -1 60 3 50.103 80 20 -1 60 4 50.130 80 20 -1 60 5 50.019 80 20 -1 60
Tabel 3. Nilai Pg dengan IKS = 684.894 MW/Hz dan Pg dengan IKS = 600 MW/Hz Pg IKS = No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Pg IKS = 600
Jam
684.894MW/Hz
MW/Hz
10:27:12 10:28:14 10:29:16 10:30:18 10:31:20 10:32:22 10:33:24 10:34:26 10:35:28 10:36:30
(MW) 60 60 60 60 60 86.76 85.87 85.336 75.552 75.552
(MW) 60 60 60 60 60 63.4 70 73.4 74 72.66
Dari tabel 4.5 dapat kita ambil data untuk mencari persen error (%error). Dimana nilai error adalah nilai Pg IKS = 684.894 MW/Hz dikurangi Pg IKS = 600 MW/Hz. Dapat kita hitung persen errornya: ∑ 𝑃𝑔 𝐼𝐾𝑆=684.894 ) 𝑥100% ∑ 𝑃𝑔 𝐼𝐾𝑆=600 653.46 % 𝐸𝑟𝑟𝑜𝑟 = (1 − ) 𝑥100% 709.07 % 𝐸𝑟𝑟𝑜𝑟 = (1 − 0.9215)𝑥100% % 𝐸𝑟𝑟𝑜𝑟 = (0.07842)𝑥100% % 𝐸𝑟𝑟𝑜𝑟 = 7,842%
% 𝐸𝑟𝑟𝑜𝑟 = (1 −
IV. PENUTUP 4.1 Kesimpulan
1. Load Frequency Control (LFC) diperlukan karena masih adanya penyimpangan frekuensi (frekuensi tidak dalam kisaran 50 Hz) setelah dilakukan pengaturan frekuensi dengan Governor Free. Sistem regulasi sekunder (LFC) akan mengembalikan
nilai frekuensi ke 50 Hz dalam waktu 12 menit. 2. Nilai Nlevel dan frekuensi sistem berbanding terbalik, dimana jika frekuensi bernilai di atas 50 Hz, maka nilai Nlevel di bawah 0. Dan jika frekuensi bernilai di bawah 50 Hz, maka nilai Nlevel di atas 0. Hal ini dipegaruhi nilai Area Control Error-nya, dimana: 𝐴𝐶𝐸 = 𝐵𝑠𝑦𝑠 𝑥 (𝐹𝐷 − 𝐹𝑓𝑖𝑙𝑡 ) 3. Dari hasil perbandingan antara nilai Pg IKS = 684.894 MW/Hz dengan Pg IKS = 600 MW/Hz diketahui bahwa terdapat error sebesar 7,842%. Hal ini terjadi karena nilai IKS yang tidak dirubah sesuai bertambahnya pembangkit - pembangkit dengan kapasitas besar dan range waktu diambilnya data pebangkit yang trip.
Penulis dilahirkan di Wonosobo pada 23 Mei 1993. Menempuh pendidikan di SD Muhammadiyah 14 Palembang selama 6 tahun, kemudian melanjutkan pendidikan di SMP N 9 Palembang dan pendidikan menengah atas di SMA N 17 Palembang. Saat ini penulis menempuh studi S-1 di Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro konsentrasi Kontrol dan Instrumentasi. Semarang, 14 Januari 2014 Mengetahui, Dosen Pembimbing
4.2 Saran
1. Perlu adanya perhitungan nilai Indeks Kekuatan Sistem (IKS) dalam interval satu tahun, yaitu dari awal Januari 2013 sampai dengan akhir Desember 2013. 2. Sebaiknya PT. PLN (Persero) P3B JB menambah fasilitas Automatic Generation Control (AGC), karena pada sistem AGC besarnya daya yang dikeluarkan langsung dapat dimasukkan ke sistem masing-masing pembangkit, tanpa perlu adanya perhitungan rumus di pembangkit tersebut. Selain itu sebagian besar pembangkit baru sudah menyediakan AGC di sistem pembangkitnya. DAFTAR PUSTAKA [1] Evaluasi, Analisa. Evaluasi Opersi Sistem Tenaga Listrik Jawa Bali 2012. Tim Analisa Evaluasi., P3B JB, Cinere, 2012. [2] PLN (Persero) P3B JB.Spesifikasi Sistem Otomasi Gardu Induk. Tim PLN P3B JB. 2011. [3] Randy, Mochammad Ali. Studi Pengaturan Sistem Jawa Bali dengan Load Frequency Control (LFC) Menggunakan Software SINAUT Spectrum. Institut Sains dan Teknologi Nasional. 2013. [4] Teguh. SCADA LFC PLN (Persero) P3B JB BOPS. 2012. Cinere. [5] Tim Operasi Sistem PLN P3B JB. Materi Pengaturan Frekuensi.2012.Cinere
Dr. Aris Triwiyatno, ST, MT NIP 197509081999031002