MAKALAH PENGENDALIAN KULTURAL PADA TANAMAN CABAI Untuk Memenuhi Tugas Terstruktur Mata Kuliah Teknologi Produksi Tanaman
Disusun Oleh :
Szatayu Nabila Agwi
115040201111161
Yogi Dwi Prasetyo
115040201111166
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2012
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Seperti yang telahkita ketahui bahwa tanaman yang ditanam dengan sistem tumpangsari adalah suatu bentuk pertanaman campuran (polyculture) berupa pelibatan dua jenis atau lebih tanaman pada satu areal lahan tanam dalam waktu yang bersamaan atau agak bersamaan. Dengan sistem ini maka akan dapat menciptakan agroekosistem pertanaman yang komplek, mencakup interaksi antara tanaman sejenis maupun beda jenis. Dengan pengertian seperti itumakakamitertarik untuk meneliti bagaimana sistem tumpangsari itu bila diterapkan apakah menguntungkan dari segi ekonomi, ekologi maupun sosial. Kemudian kami mencari data mengenai tanaman cabai apabila di tumpangsarikan hasilnya bagaimana, dan tanaman apa yang cocok untuk ditumpangsarikan. Maka kami mencari petani di daerah Universitas Brawijaya, daerah Batu dan sekitar kota Malang. Akhirnya kami menentukan untuk survei pada petani di Batu yaitu bernama Bapak Toyib yang menanam tanaman cabai dengan sistem tumpangsari yang disebut pengendalian secara kultural.
1.2
Rumusan Masalah 1. Apakah yang dimaksud dengan pengendalian secara kultural ? 2. Apakah pengertian dari sistem tumpangsari ? 3. Bagaimana hasil produksi tanaman bila menerapkan dengan sistem tumpangsari ? 4. Tanaman apakah yang cocok untuk sistem tumpangsari dari tanaman utama cabai dengan tetap meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi tanaman ?
1.3
Tujuan 1. Untuk mengetahui pengendalian secara kultural. 2. Untuk mengetahui pengertian dari sistem tumpangsari 3. Untuk mengetahui hasil produksi tanaman bila menerapkan dengan sistem tumpangsari 4. Untuk mengetahui tanaman apakah yang cocok untuk sistem tumpangsari dari tanaman utama cabai dengan tetap meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi tanaman.
1.4
Manfaat Pengendalian kultural dengan sistem tumpangsari pada tanaman cabai ini diharapkan dapat bermanfaat bagi mahasiswa Fakultas Pertanian, juga bagi para masyarakat umum dan khususnya petani untuk mengembangkan ilmunya dalam meningkatkan produksi pertanian dengan sistem tumpangsari dengan memandang keuntungan dari segi ekonomi, ekologi dan sosial.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengertian Sistem Tanam Tumpang Sari Sistem tanam tumpangsari adalah sistem tanam beberapa jenis tanaman dalam satu lahan. Ada tiga jenis bertanam tumpangsari yakni tumpangsari campuran, tumpangsari baris dan tumpang sari pita/jalur. Pada sistem tanam tumpangsari campuran di atas lahan yang sama ditanam dua atu lebih tanaman secara bersamasama dengan tidak memperhatikan jarak tanam. Pada sistem tanam tumpangsari baris di atas lahan yang sama ditanam dua atau lebih tanaman dengan mempertimbangkan baris-baris dan jarak tanam tertentu. Sedangkan dalam system tanam tumpangsari pita/jalur di atas lahan yang sama ditanam dua atau lebih tanaman dalam jalur-jalur yang ditentukan. Sistem tumpangsari jenis terakhir ini sering disebut sebagai system surjan. Tumpang sari adalah suatu bentuk pertanaman campuran (polyculture) berupa pelibatan dua jenis atau lebih tanaman pada satu areal lahan tanam dalam waktu yang bersamaan atau agak bersamaan. Tumpang sari yang umum dilakukan adalah penanaman dalam waktu yang hampir bersamaan untuk dua jenis tanaman budidaya yang sama, seperti jagung dan kedelai, atau jagung dan kacang tanah. Dalam kepustakaan, hal ini dikenal sebagai double-cropping. Penanaman yang dilakukan segera setelah tanaman pertama dipanen (seperti jagung dan kedelai atau jagung dan kacang panjang) dikenal sebagai tumpang gilir. Tumpang sari dapat pula dilakukan pada pertanaman tunggal (monokultur) suatu tanaman perkebunan besar atau tanaman kehutanan sewaktu tanaman pokok masih kecil atau belum produktif. Hal ini dikenal sebagai tumpang sela (intercropping). Jagung atau kedelai biasanya adalah tanaman sela yang dipilih. Dalam kehutanan hal ini disebut sebagai wana tani. Suatu konsep serupa juga diterapkan bagi budidaya padi dan ikanair tawar yang dikenal sebagai mina tani.
2.2 Keuntungan dan Kekurangan Sistem Tanam Tumpang Sari
Keuntungan tumpang sari yaitu: -
adanya pengolahan tanah yang minimal
-
jika tanaman tumpang sari berhasil semua, masih dapat diperoleh nilai tambah
-
jika salah satu tanaman gagal panen, dapat diperoleh tanaman yang satu lagi
-
meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya alam
-
dapat diperoleh berbagai jenis hasil
-
menambah kesuburan tanah jika ditumpang sarikan dengan tanaman Leguminosae
-
mencegah serangan hama penyakit selama semua komoditas dalam tumpang sari tidak saling menjadi inang hama tanaman yang satu terhadap hama tanaman yang lain
-
tetap mempunyai peluang mendapatkan hasil manakala satu jenis tanaman yang diusahakan gagal
Kekurangan tumpang sari yaitu: -
membutuhkan tenaga lebih dalam perawatan karena lebih dari satu tanaman
-
sedikit mengalami kesulitan dalam proses pemanenan
2.3 Komoditas 2.3.1 Komoditas Cabai Cabai cukup banyak ditanam oleh petani di Indonesia dari dataran rendah hingga dataran tinggi (0 -1.200 m dpl). Tanaman cabai dapat ditanam di berbagai tipe lahan yaitu lahan sawah dan tegalan (kering). Produktivitas yang dapat di capai dengan menggunakan teknologi budidaya yang sempurna adalah 10,8 ton/ha. Cabai digunakan untuk keperluan rumah tangga dan bahan baku industri obat-obatan. Kandungan vitamin C pada buah cabai cukup tinggi. Hal ini merupakan suatu indikator bahwa cabai dapat dikategorikan sebagai komoditas komersial dan potensial untuk dikembangkan. Untuk lahan seluas 1 ha diperlukan benih 180 gram atau 18 bungkus kemasan yang masing-masing berisi 10 gram. Ada 2 cara untuk membibitkan cabai yaitu disemai dibedengan atau disemai langsung di polybag (kantong plastik). Waktu penanaman yang paling baik adalah pagi atau sore hari. Umur cabai yang sudah dapat ditanam adalah umur 17.- 23 hari atau tanaman cabai mempunyai daun 2 - 4 helai. Sehari sebelum tanam bedengan yang telah ditutup mulsa plastik harus dibuatkan
lubang tanam. Jarak tanam cabai yaitu 50 - 60 x 60 - 70 cm. Bibit cabai yang siap dipindahkan segera disiram secukupnya dan sebaiknya juga direndam dalam larutan fungisida sistematik atau bakterisida dengan dosis 0,5 - 1,0 g/l air selama 15 - 30 menit untuk mencegah penularan hama dan penyakit. Pupuk yang sukar larut atau pupuk yang bekerjanya lambat seperti pupuk yang mengandung P, umumnya diberikan sebelum tanam dan pupuk yang bekerjanya cepat dan mudah larut, seperti pupuk yang mengandung N, sebaiknya diberikan setelah tanaman tumbuh aktif. Adapun dosis pupuk yang digunakan adalah Urea 150 kg/ha + ZA 50kg/ha + SP36 150kg/ha + KCI 200 kg/ha. Pupuk dasar diberikan pada saat 2 - 3 hari sebelum tanam dengan semua dosis pupuk SP36. Pupuk susulan pertama diberikan pada umur 10 hari setelah tanam dengan sepertiga dosis masing-masing pupuk Urea, ZA dan KCI.
Pengendalian Hama dan Penyakit Hama -
Ulat Grayak Pengendalian terpadu yang dilakukan adalah kultur teknis, hayati dan kimiawi.Cara kultur teknis dengan menjaga kebersihan kebun dari gulma dan sisa-sisa tanaman yang menjadi tempat persembunyian hama. Cara hayati dengan menyemprotkan cairan berbahan aktif Bacilus thuringiensis seperi Dipel,
Florbac,
Bactospine
dan
Thuricide.
Cara
kimiawi
dengan
menyemprotkan insektisida Hostathion 40 EC (2 cc/L) atau Orthene 75 SP I g/L. -
Kutu Daun Pengendalian secara terpadu dilakukan dengan cara kultur teknis yaitu menanam tanaman perangkap (trap crop) disekeliling kebun cabai misalnya jagung. Cara kimiawi dengan menyemprotkan insektisida yang efektif dan selektif seperti Deltamethrin 25 EC (0,1 - 0,2 cc/L), Decis 2,5 EC (0,04% atau Orthene 75 SP 0,1%.)
-
Lalat Buah Pengendalian hama ini dilakukan secara terpadu dengan cara pergiliran tanaman yang bukan tanaman inang, mengumpulkan buah cabai yang terserang lalu dimusnahkan; pemasangan perangkap beracun metil eugenol serta disemprot dengan insektisida Buldok, Lannate ataupun Tamaron.
Penyakit -
Layu Bakteri Pengendalian terpadu dilakukan dengan perlakuan benih dengan cara direndam dalam bakterisida Agrimycin 0,5 g/L selama 5 - 15 menit.
-
Layu Fusarium Pengendalian dilakukan dengan perlakuan benih direndam dalam larutan fungisida Benlate atau Derosal 0,5 - 1,0 g/L selama 5 - 15 menit. Pengapuran tanah sebelum tanam dengan dolomit pada tanah yang ber pH rendah.
Pada umumnya tanaman cabai mulai dipanen pada umur 75 - 80 hari setelah tanam, panen berikutnya dilakukan selang waktu 2 - 3 hari sekali. Adapun cara panen buah cabai adalah dengan memetik buah bersama tangkainya secara hati-hati disaat cuaca terang dan hasil panen dimasukkan ke dalam wadah yang selanjutnya dikumpulkan di tempat penampungan.
2.3.2 Komoditas Jagung Di Indonesia jagung merupakan komoditi tanaman pangan penting, namun tingkat produksi belum optimal. PT. Natural Nusantara berupaya meningkatkan produksi tanaman jagung secara kuantitas, kualitas dan ramah lingkungan /berkelanjutan ( Aspek K-3). Syarat pertumbuhan tanaman jagung adalah Curah hujan ideal sekitar 85200 mm/bulan dan harus merata. Pada fase pembungaan dan pengisian biji perlu mendapatkan cukup air. Sebaiknya ditanam awal musim hujan atau menjelang musim kemarau. Membutuhkan sinar matahari, tanaman yang ternaungi, pertumbuhannya akan terhambat dan memberikan hasil biji yang tidak optimal. Suhu optimum antara 230 C - 300 C. Jagung tidak memerlukan persyaratan tanah khusus, namun tanah yang gembur, subur dan kaya humus akan berproduksi optimal. pH tanah antara 5,6-7,5. Aerasi dan ketersediaan air baik, kemiringan tanah kurang dari 8 %. Daerah dengan tingkat kemiringan lebih dari 8 %, sebaiknya dilakukan pembentukan teras dahulu. Ketinggian antara 1000-1800 m dpl dengan ketinggian optimum antara 50-600 m dpl.
Pengendalian Hama dan Penyakit Hama
-
Lalat bibit (Atherigona exigua Stein) Pengendalian: (1) penanaman serentak dan penerapan pergiliran tanaman. (2) tanaman yang terserang segera dicabut dan dimusnahkan. (3) Sanitasi kebun. (4) semprot dengan PESTONA.
-
Ulat Pemotong Pengendalian: (1) Tanam serentak atau pergiliran tanaman; (2) cari dan bunuh ulat-ulat tersebut (biasanya terdapat di dalam tanah); (3) Semprot PESTONA, VITURA atau VIREXI.
Penyakit -
Penyakit bulai (Downy mildew) Pengendalian: (1) penanaman menjelang atau awal musim penghujan; (2) pola tanam dan pola pergiliran tanaman, penanaman varietas tahan; (3) cabut tanaman terserang dan musnahkan; (4) Preventif diawal tanam dengan GLIO.
-
Penyakit bercak daun (Leaf bligh) Pengendalian: (1) pergiliran tanaman. (2) mengatur kondisi lahan tidak lembab; (3) Prenventif diawal dengan GLIO.
-
Penyakit karat (Rust) Pengendalian: (1) mengatur kelembaban; (2) menanam varietas tahan terhadap penyakit; (3) sanitasi kebun; (4) semprot dengan GLIO.
-
Penyakit gosong bengkak (Corn smut/boil smut) Pengendalian: (1) mengatur kelembaban; (2) memotong bagian tanaman dan dibakar; (3) benih yang akan ditanam dicampur GLIO dan POC NASA .
-
Penyakit busuk tongkol dan busuk biji Pengendalian: (1) menanam jagung varietas tahan, pergiliran tanam, mengatur jarak tanam, sperlakuan benih; (2) GLIO di awal tanam.
Catatan : Jika pengendalian hama penyakit dengan menggunakan pestisida alami belum mengatasi dapat dipergunakan pestisida kimia yang dianjurkan. Agar penyemprotan pestisida kimia lebih merata dan tidak mudah hilang oleh air hujan tambahkan Perekat Perata AERO 810, dosis + 5 ml (1/2 tutup)/tangki.
Umur panen + 86-96 hari setelah tanam. Jagung untuk sayur (jagung muda, baby corn) dipanen sebelum bijinya terisi penuh (diameter tongkol 1-2 cm), jagung rebus/bakar, dipanen ketika matang susu dan jagung untuk beras jagung, pakan ternak, benih, tepung dll dipanen jika sudah matang fisiologis.Cara Panennya yaitu Putar tongkol berikut kelobotnya/patahkan tangkai buah jagung.
BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN Metodologi pelaksaan sangat dibutuhkan dalam proses pencarian data hingga data dapat disimpulkan. Semua kegiatan yang dilakukan oleh para peneliti disajikan di sini, mulai dengan pencancarian narasumber, proses wawancara narasumber, dan pengambilan gambar(dokumentasi). Dalam metodologi pelaksaan survei ini terdapat metodologi pengumpulan data dan metode penentuan tempat, berikut uraiannya: 3.1 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data adalah metode yang digunakan dalam penyusunan laporan penelitian untuk mendapatkan informasi yang lebih spesifik yang berasal dari penduduk setempat. Metode ini menggunakan beberapa aspek penelitian yaitu: 1. Wawancara Wawancara adalah suatu cara memperoleh informasi atau data melalui narasumber secara langsung. Tujuan wawancara adalah untuk mendapat informasi melalui narasumber dalam bidang pertanian. Sedangkan tujuan wawancara yang kami lakukan adalah untuk mengetahui keadaan pertanian khususnya pada pengendalian hama yang dilakukan oleh petani. Survei yang kami lakukan mengunakan teknik wawancara langsung kepada petan. Kami mengunjungi langsung ke rumah dan lahan petani serta mengajukan pertanyaan seputar budidaya tanaman yang dilakukan oleh petani. Metode wawancara dilakukan penulis sebanyak satu kali, yaitu pada hari Rabu, 16 Nopember 2011. Narasumber yang dipilih untuk diwawancarai adalah Bapak Toyib di Dusun Karang Ploso Desa Grimoyo. 2. Dokumentasi Dokumentasi adalah bukti dari suatu penelitian, dapat berupa foto, dokumen, dan vidio. Tujuan dokumentasi adalah mendapatkan bukti akurat dari apa yang telah dilakukan dan bukti bahwa pewawancara benar-benar melakukan wawancara. Hasil dokumentasi kami saat melakukan wawancara berupa foto dan pada akhir wawancara kami berfoto bersama dengan tuan rumah. Dokumentasi ini kami butuhkan sebagai bukti keaslian wawancara yang kami lakukan dengan narasumber. 3. Observasi
Observasi adalah metode atau cara-cara yang menganalisis dan mengadakan pencatatan secara sistematis suatu pembahasan sesuai dengan tema yang dipilih. Pada saat survei, pertama kami melakukan observasi untuk menentukan narasumber yaitu petani. Untuk memperoleh data tersebut, kami melakukan pendataan dengan bertanya dengan warga sekitar dusun Karang Ploso. Berdasarkan informasi yang telah diperoleh, kami melakukan wawancara secara langsung pada petani yaitu Bapak Toyib. Setelah Mendapat informasi yang telah diperlukan, kami pun melakukan foto bersama. 3.2 Metodelogi Penentuan Tempat Pengumpulan data untuk pembuatan laporan ini di laksanakan di Dusun Karang Ploso Desa Grimoyo, kecamatan Bumiaji, kota Batu. Dalam pelaksanaan survei lapang ini, penentuan tempat di tentukan sendiri oleh kami. Kami menentukan tempat di Desa Grimoyo karena sudah mengetahui daerah tersebut karena sudah mendapatkan pengalaman sebelumnya.
BAB IV HASIL WAWANCARA
Pengendalian yang dilakukan pada tanaman cabe oleh bapak Toyib adalah pengendalian cultural yaitu dengan cara tumpang sari, yakni tanaman cabe sebagai tanaman utama, kemudian ditumpangsari dengan tanaman jagung dan tanaman kacang merah. Cara budidaya tanaman cabai yang dilakukan pertama kali oleh Bapak Toyib adalah pengolahan lahan. Pengolahan lahan bertujuan untuk menciptakan kondisi lingkungan yang sesuai bagi pertunbuhan dan pembentukan hasil. Lahan yang telah memadat dan keras harus diolah kembali, agar menjadi agregat-agregat tanah yang lebih halus sehingga berstruktur remah (gembur).Pengolahan lahan milik Pak Toyib ini dilakukan dengan menggunakan traktor. Beliau memilih menggunakan traktor karena dianggapnya lebih mudah dalam pembalikan tanah, tidak membutuhkan waktu yang lama, dan dalam pengerjaannya hanya membutuhkan satu orang saja. Setelah tanah di olah dibuat bedengan pada tanah yang bertujuan untuk melindungi akar tanaman dari genangan air terutama pada saat musim hujan.Juga di buat saluran irigasi untuk mengairi lahan. Pak Toyib terlebih dahulu melakukan pemupukan secara merata sebelum melakukan penanaman. Pupuk yang digunakan adalah pupuk kandang pada. Penggunaan pupuk kandang ini sebanyak 1,5 ton untuk lahan seluas
. Pemberian pupuk dilakukan dengan
mencampurkan tanah dan pupuk dengan menggunakan cangkul.Setelah itu tanah di diamkan selama 1 hari agar organisme pengganggu dalam tanah bisa mati terkena sinar matahari. Selanjutnya dilakukan penyemaian pada benih cabai dan sawi. Benih cabai disemai selama 17-23 hari yakni pertama benih disebar kemudian ditutup dengan karung goni dengan tujuan mempercepat perkecambahan. Setelah muncul 2 sampai 4 helai daun kira-kira selama 17 sampai 23 hari maka bibit cabai tersebut ditransplantingkan ke lahan yang telah disediakan. Sedangkan benih sawi penyemaiannya selama kurang lebih 20 hari. Setelah dilakukan persemaian maka bibit cabai dan bibit sawi serta benih jagung ditanam pada lubang tanam yang telah dibuat. Jadi dalam satu guludan terdapat lima lubang dengan jarak tanam 25 cm. Pengaturan penanaman dalam guludan tersebut yaitu pada bagian tengah ditanam jagung, kemudian sisi kanan kiri jagung diapit tanaman cabai, setelah itu sisi kanan kiri tanaman cabai diapit tanaman sawi.
Pengaturan penanaman yang dilakukan pleh Bapak Toyib, secara jelas dapat dilihat pada gambar di bawah ini: @ @ @
O O O
#
O
@
#
O
@
#
O
@
@
O
#
O
@
@
O
#
O
@
@
O
#
O
@
Contoh dalam satu bedengan
Keterangan: @
:
tanaman sawi (setelah panen diganti dengan kacang merah)
O
:
tanaman cabai
#
:
tanaman jagung
Setelah penanaman, dilakukan pemupukan susulan pada setiap tanaman. Pupuk yang digunakan adalah pupuk ZA dan pupuk NPK dengan pengurangan dosis 50% dari dosis yang dianjurkan. Pemberian pupuk ini diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan cabai. Kemudian dilakukan pemeliharaan seperti penyiraman, penyiangan, pemupukan susulan dan pengontrolan secara rutin oleh Beliau. Pak Toyib melakukan penyiangan tanaman cabai dan tanaman lain yang di tumpang sarikan untuk menghilangkan rumput-rumput atau gulma yang berada di sekitar tanaman karena hal tersebut dapat merugikan dan dapat menurunkan produksi cabai. Penyiangan yang dilakukan oleh Pak Toyib biasanya setelah 2 minggu penanaman. Penyiangan harus dilakukan dengan hati-hati yaitu dengan menggunakan tangan mencabut rumput dan gulma yang adda tanpa harus merusak tanaman yang sudah tumbuh. Untuk 20 hari setelah tanam, sawi kemudian dipanen dan digantikan dengan tanaman kacang merah. Hasil panen tanaman sawi ini adalah 4 kuwintal.Kemudian 86-96 hari setelah tanam, tanaman jagung dapat dipanen kemudian setelah selesai proses pemanenan jagung ini, dapat ditanami kembali benih jagung manis yang baru. Sehingga sistem tumpangsari oleh Bapak Toyib ini dilakukan secara berlanjut. Menurut Bapak Toyib, jarang ditemukan hama pada tanaman yang di budidayakannya. Tetapi pernah ditemukan hama trips pada cabai dan belalang hijau. Cara yang dilakukan Bapak Toyib apabila ditemukan trips pada cabai yaitu dengan menyiram trips tersebut dengan air yang banyak. Hal tersebut dikarenakan trips tidak suka pada kondisi hujan tetapi suka pada kondisi panas sehingga disiram dengan air sebanyak
mungkin agar seperti kondisi hujan. Sedangkan pada belalang hijau hanya dibiarkan saja karena jumlahnya tidak banyak. Jadi Bapak Toyib tidak menggunakan pestisida sama sekali dalam proses usaha tani yang dilakukannya. Sistem tumpangsari yang dilakukan oleh Bapak Toyib ini merupakan salah satu pengendalian organisme pengganggu tanaman dengan cara cultural. Karena dengan sistem tumpang sari menyebabkan biodeversitas dan diharapkan dapat menekan populasi dari hama yang menyerang tanaman utama, dengan adanya biodeversitas maka populasi hama dan musuh alami atau predator relatif seimbang. Sehingga terjadilah keseimbangan dalam ekosistem lahan yang di budidayakan dengan sistem tumpang sari oleh Bapak Toyib. Untuk mengatasi hama kutu daun pada tanaman cabai dapat dilakukan dengan cara menanam tanaman perangkap (trap crop) disekeliling kebun cabai yaitu jagung.Tanaman yang ditumpangsarikan ini adalah tanaman yang tidak sejenis sehingga tidak menimbulkan efek yang saling mengganggu. Sawi atau kacang merah merupakan tanaman yang dianggap cocok ditumpangsarikan dengan tanaman cabai karena tumbuhnya rendah dan batangnya tidak tegak tetapi menyebar menutupi tanah. Sedangkan tanaman cabai batangnya tumbuh tinggi ke atas dan tidak bersinggungan, juga tanaman jagung lebih tinggi batangnya daripada tanaman cabai. Selain itu tanaman cabai ini termasuk tanaman tahan naungan. Meski ternaungi tanaman ini masih bisa berproduksi. Dilihat dari segi umur tanaman, umur panen sawi atau kacang merah lebih pendek dibandingkan dengan cabai. Selain itu pemanenan sawi atau kacang merah berlangsung dalam satu minggu sedangkan cabai mempunyai interval waktu panen yang agak lama karena masa berbuahnya tidak sekaligus. Dari hasil pengamatan kami, dapat diketahui bahwa cabai yang di tumpang sarikan dengan tanaman jagung, sawi, dan kacang merah menghasilkan cabai yang bagus bentuknya besar, segar, dan banyak. Jadi dengan menggunakan sistem tumpang sari ini Bapak Toyib memperoleh banyak keuntungan selain dari hasil produksi cabai juga dari hasil produksi jagung, sawi, dan kacang merah yang di tumpang sarikan.
BAB V PENUTUP
4.1 Kesimpulan Pada dasarnya melakukan proses budidaya tanaman pertanian secara monokultur secara
tidaklangsung
petani
sebenarnya
mengundang
hama
dari
tanaman
yang
dibudidayakan,karena petani sebenarnya menyediakan makanan yang melimpah bagi hama. Dengan ditemukannya sistem tumpangsari dapat menjadi solusi untuk menangani serangan hama. Karena pada sistem tumpangsari adalah suatu bentuk pertanaman campuran (polyculture) berupa pelibatan dua jenis atau lebih tanaman pada satu areal lahan tanam dalam waktu yang bersamaan atau agak bersamaan. Dengan menggunakan sistem ini maka akan dapat menciptakan agroekosistem pertanaman yang komplek, mencakup interaksi antara tanaman sejenis maupun berbeda jenis. Dan hasil dari survey kami kepada petani Dusun Grimoyo, Desa Karang Ploso Kota Batu yaitu Bapak Toyib yang menggunakan sistem tumpangsari bahwa tanaman cabai yang ditumpangsarikan dengan tanaman sawi, jagung dan kemudian diganti kacang merah maka hasilnya tetap bagus dan dapat meningkatkan produksi tanaman.
4.2 Saran Pengendalian cultural dengan sistem tumpangsari dari hasil survey kami ini diharapkan dapat menjadikan wacana kepada Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya dan disarankan agar lebih mempelajari pengendalian hama dengan sistem yang aman dan menguntungkan dari segi ekonomi, ekologi dan sosial. Kepada para petani juga diharapkan untuk tidak selalu menggunakan pestisida dalam mengendalikan hama penyakit pada tanaman yang di budidayakan sebelum melebihi ambang batas ekonomi.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous.
2011.
Tumpang
sari.
http://riset-analyst.blogspot.com/2011/07/definisi-
tumpang-sari-adalah.html. diakses pada tanggal 22 Nopember 2011
Anonymous. 2011. Budidaya jagung. http://teknis-budidaya.blogspot.com/2007/10/budidayajagung.html. diakses pada tanggal 22 Nopember 2011 Grubben, G.J.H. 1994. Amaranthus L. In : J. S. Siemonsma and Kasem Piluek (Eds.) : Plant Resources of South-East Asia No. 8. Vegetables. Prosea. Bogor. 412 pp. McMahon, Margaret, et. all. 2007. Hartmann’s Plant Science-Growth, Development, and Utilization of Cultivated Plants. Pearson Prentice Hall : New Jersey.
Tjitrosoepomo, G. 2005. Taksonomi Tumbuhan Spermatophyta. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Van Steenis. 2004. Flora Untuk Sekolah di Indonesia. Jakarta : Pradnya Paramita.
LAMPIRAN Dokumentasi Tanaman Tumpang Sari Antara Tanaman Cabai, Jagung Dan Kacang Merah
1. Tanaman cabai berumur 4 bulan
2. Tumpang sari tanaman cabai,Kacang tanah
3.Tanaman cabai
4. Kacang merah berumur 3 bulan
5. Tanaman cabai kriting
6. Tanaman Cabai
7. Pupuk kandang yang digunakan oleh pak toyib dalam pemupukan lahannya
8. cabai kriting
9. Tumpangsari tanaman cabai, jagung, dan kacang merah
10. tanaman cabai, jagung, dan kacang merah
11. Tanaman kacang merah
12. Tanaman cabai
13. Tanaman jagung berumur 2
bulan
14. Tanaman jagung
16. Sabit (Alat untuk menyiangi tanaman)
15. Benih sawi Pak Coy
17. Pak Toyib (Petani yang kita
wawancarai) Dokumentasi dengan petani yang diwawancarai