2011
P a g e | 1
MAKALAH KPDI 4 Jaringan Perpustakaan Digital di Indonesia Pembelajaran dari Indonesia DLN, Inherent DL, Portal Garuda, Jogja Library for All (JLA) dan Jogjalib.Net (JLN). Disampaikan dalam Konferensi Perpustakaan Digital Indonesia ke‐empat di Samarinda, 8‐10 November 2011.
ARIF SURACHMAN Universitas Gadjah Mada 11/9/2011
H a l a m a n | 2
JARINGAN PERPUSTAKAAN DIGITAL DI INDONESIA: Pembelajaran dari IndonesiaDLN, InherentDL, Jogjalib for All, Garuda dan Jogjalib.Net 1 Arif Surachman, S.I.P. 2 Abstrak Kesadaran akan pentingnya diseminasi informasi dan ilmu pengetahuan serta perkembangan teknologi informasi telah mendatangkan berbagai upaya dari sebagian atau sekelompok masyarakat untuk mengembangkan jejaring informasi digital. Baik yang awalnya hanya diperuntukkan ‘hanya’ sekedar berbagi informasi bibliografis digital hingga kepada sharing ilmu pengetahuan dan hasil karya yang tersimpan dalam format digital. Mereka berusaha ‘menggabungkan’ dan menyatukan berbagai content digital yang dimiliki dalam satu ‘wadah’ yang diharapkan akan mampu memberikan kontribusi yang positif bagi masyarakat. Di Indonesia, hal ini sebetulnya bukan merupakan hal baru, bahkan sudah sekitar satu dasawarsa lalu (sejak awal millennium) upaya-upaya membangun jaringan perpustakaan digital ini dilakukan. Namun hasilnya sampai saat ini belum terlalu menggembirakan. Beberapa upaya itu diantaranya dilakukan melalui IndonesiaDLN, InherentDL, Portal Garuda Dikti, Jogjalib for All, dan Jogjalib.Net. Apa yang sudah dilakukan bukannya gagal sama sekali, hanya mungkin tidak seperti yang diharapkan sebelumnya. Ada berbagai macam kendala dan pengalaman yang dapat menjadi media pembelajaran bagi upaya membangun jaringan perpustakaan digital ke depan di Indonesia. Tulisan ini mencoba ingin mengulas dari berbagai aspek berbagai hal yang menyangkut upaya membangun jaringan perpustakaan digital di Indonesia. Salah satu faktor utama yang menjadi kendala dari keberadaan jaringan itu adalah masalah kebijakan, aspek interoperabilitas, dan akses oleh pengguna. Disamping tentunya adanya masalah lain seperti kesinambungan, sumber daya, pengelolaan, infrastruktur, dan aspek teknis lainnya. i kajian dan analisis ini merupakan satu bentuk ‘lesson learned’ atau pembelajaran bagi pengembangan Perpustakaan Digital di masa yang akan datang. Kata kunci: Perpustakaan Digital, Jaringan Perpustakaan Digital, Informasi Digital, Digital Libraries, Jaringan Perpustakaan Digital Indonesia, Interoperabilitas
1
Makalah disampaikan dalam Konferensi Digital Indonesia, Samarinda 8‐10 November 2011. Pustakawan Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. E‐mail:
[email protected], website: http://arifs.staff.ugm.ac.id
2
H a l a m a n | 3
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan teknologi digital dan juga kesadaran akan kebebasan informasi publik serta diseminasi informasi telah membawa banyak perubahan terhadap pola penanganan koleksi dan informasi yang ada di perpustakaan. Banyaknya informasi yang ada dan juga terbatasnya akses kepada sumbersumber informasi tertentu menjadikan para pengelola perpustakaan berinisiatif untuk membangun jaringan perpustakaan digital yang akan mempermudah dan memperluas akses informasi yang dimilikinya. Pengelola dan pemerhati perpustakaan di Indonesia pun menyadari akan kebutuhan itu. Sebelum dan awal millennium di Indonesia sudah mulai dibentuk embrio dari sebuah jaringan perpustakaan digital yang diharapkan akan mampu memberikan kontribusi positif bagi perkembangan ilmu pengetahuan di Indonesia. Sekitar tahun 1998-an Universitas Petra bersama dengan 8 institusi membentuk jaringan InCU-VL dan tahun 2000-an muncul sebuah ‘proyek’ bersama yang bernama Indonesia Digital Library Network (IDLN). Hermanto (2009) dalam artikelnya menyatakan bahwa IDLN mempunyai misi “Unlock access to Indonesian Knowledge” dimana open content dan content sharing ilmu pengetahuan menjadi fokus agar rakyat Indonesia dengan mudah mengakses kepada ilmu pengetahuan tersebut. Kini setelah 11 tahun lebih berlalu, InCU-VL dan IDLN tidak lagi ‘berdiri’ sendiri, berbagai kelompok di Indonesia mulai mengembangkan konsep jaringan perpustakaan digital baik yang berasal dari kalangan pemerintah, swasta maupun komunitas masyarakat. Tentu hal ini sangat menggembirakan. Namun disisi lain terdapat pula keprihatinan. Ternyata perkembangan dari waktu ke waktu ‘proyek-proyek’ beberapa jaringan perpustakaan digital ini mengalami pasang surut bahkan ada yang sampai ‘mati suri’. Salah satu faktor yang penting terkait permasalahan tersebut adalah masalah interoperabilitas antara pengguna jaringan, disamping tentunya faktor-faktor lain seperti ’sustainability’, masalah kebijakan, akses oleh pengguna, dan masalah teknis lainnya.
H a l a m a n | 4
Terkait
dengan
masalah
pernyataannya kepada penulis
3
kebijakan,
menurut
Pendit
dalam
menyatakan bahwa faktor yang cukup
mendasar dan penting dalam membangun sebuah perpustakaan digital adalah faktor kebijakan. Perpustakaan digital hendaknya mulai dibangun dengan menyiapkan dokumen yang rapi dan jelas terkait dengan desain, kebijakan, perencanaan, tujuan, dan langkah-langkah pengembangan ke depan, hingga penanganan masalah teknis. Nah, hal ini juga ternyata sering dilupakan oleh para pengembang perpustakaan digital di Indonesia. Tentu hal ini tidak dapat dibiarkan agar ke depan perkembangan jaringan perpustakaan digital ini tetap dapat dipertahankan dan terus berkembang di Indonesia. Menyikapi
hal
tersebut,
maka
perlu
kiranya
melihat
kembali
perkembangan beberapa jaringan perpustakaan digital yang ada di Indonesia, serta upaya-upaya yang sudah dan akan dilakukan. Tujuannya adalah agar dapat dipetik pelajaran (lesson learned) bagi pengembangan jaringan perpustakaan digital di Indonesia ke depan. Paling tidak tulisan ini akan menggugah kita untuk berpikir kembali dan mencari solusi yang tepat bagi permasalahan-permasalahan
yang
selama
ini
menghambat
proses
pengembangan jaringan perpustakaan digital di Indonesia. Selain itu, karena salah satu tujuan keberadaan perpustakaan digital adalah melayani masyarakat atau komunitasnya, maka perlu juga dipelajari bagaimana
pandangan
masyarakat
pengguna
terhadap
keberadaan
perpustakaan digital di Indonesia. Melalui survei online yang dilakukan dan disebarkan melalui berbagai milist yang berisi para pustakawan dan aktifis atau pemerhati di bidang informasi, penulis mencoba untuk mengumpulkan data terkait pandangan masyarakat terkait akses pada perpustakaan digital yang ada di Indonesia, terutama yang menjadi kajian kali ini. 1.2. Definisi dan Pengertian American Digital Library Federation dalam Pendit (2008) menyatakan bahwa definisi perpustakaan digital adalah berbagai organisasi yang menyediakan sumber daya, termasuk pegawai yang terlatih khusus, untuk memilih, mengatur, menawarkan akses, memahami, menyebarkan, menjaga
3
tanggal 20 September 2011 melalui e‐mail.
H a l a m a n | 5
integritas, dan memastikan keutuhan karya digital, sedemikian rupa sehingga koleksi tersedia dan terjangkau secara ekonomis oleh sebuah atau sekumpulan komunitas yang membutuhkannya. Sedangkan
Nurnberg,
et
all
(1995)
dalam
Cleveland
(1998)
menyatakan bahwa pengertian digital libraries ternyata juga sering kali dipengaruhi oleh titik fokus dari berbagai bidang penelitian dan cara pandang masing-masing komunitas riset dalam menggambarkannya. Sebagai contoh: (1) dari sudut pandang pencarian informasi (temu kembali informasi, digital library dianggap sebagai database yang besar, (2) untuk orang yang bekerja dengan teknologi hypertext, dianggap sebagai salah satu bagian dari metode aplikasi hypertext, (3) untuk mereka yang bekerja di penyampaian informasi secara luas (wide-area information delivery), itu merupakan sebuah aplikasi web, (4) dan bagi ilmu perpustakaan, itu dianggap sebagai langkah lain dalam melanjutkan otomatisasi perpustakaan yang dimulai lebih dari 25 tahun yang lalu. Bahkan tiap-tiap profesi atau organisasi kadang mempunyai penggertian atau definisi tersendiri mengenai digital library(-es). Namun demikian, karena ranah pembicaraan kali ini adalah pada ranah sudut pandang perpustakaan dan pustakawan, maka definisi digital library(-es) yang digunakan adalah definisi yang ‘disepakati’ oleh berbagai komunitas perpustakaan dan pustakawan. Cleveland (1998) sendiri mencoba mengumpulkan
beberapa
definisi
digital
library
(-es)
sesuai
dengan
karakteristiknya masing-masing, seperti: •
“digital libraries are the digital face of traditional libraries that include both digital collections and traditional, fixed media collections. So they encompass both electronic and paper materials. “
•
“digital libraries will also include digital materials that exist outside the physical and administrative bounds of any one digital library”
•
“digital libraries will include all the processes and services that are the backbone and nervous system of libraries. However, such traditional processes, though forming the basis digital library work, will have to be revised and enhanced to accommodate the differences between new digital media and traditional fixed media.”
H a l a m a n | 6
•
“digital libraries ideally provide a coherent view of all of the information contained within a library, no matter its form or format”
•
“digital libraries will serve particular communities or constituencies, as traditional libraries do now, though those communities may be widely dispersed throughout the network.”
•
“digital libraries will require both the skills of librarians and well as those of computer scientists to be viable. “ Satu hal yang dapat kita cermati dari definisi-definisi di atas adalah
digunakannya kata libraries bukan library dalam setiap definisi yang dipakai untuk sebuah perpustakaan digital. Kata Perpustakaan digital sendiri merupakan terjemahan langsung dari ‘digital libraries’ (Pendit, 2008). Kata libraries (dengan –es)
yang berarti jamak sebetulnya sudah menunjukkan
bahwa perpustakaan digital tidak ‘berdiri’ sendiri atau bisa dikatakan sebagai sebuah ‘jaringan’ atau ‘network’ . Hal ini didukung oleh pernyataan Pendit (2008) yang mengatakan bahwa perkembangan perpustakaan digital di dunia menunjukkan persamaan menyolok dalam dua hal, yakni: • Pembangunan perpustakaan digital merupakan upaya besar yang melibatkan sekaligus banyak pihak, dengan dukungan formal dari Negara • Perpustakaan digital dikembangkan sebagai sebuah jaringan raksasa yang berupaya menghimpun keragaman sumber daya informasi, dengan mengandalkan interkoneksi telekomunikasi dan internet. Jadi dalam hal ini jelas bahwa yang dimaksud dengan perpustakaan digital disini adalah merupakan sebuah ‘jaringan’ kerjasama atau bukan entitas yang berdiri sendiri. Adapun istilah interoperabilitas (interoperability) yang menjadi faktor penting dalam penerapan jaringan perpustakaan digital dapat didefinisikan sebagai sebuah upaya mengembangkan jasa yang terpadu bagi pengguna perpustakaan digital sedemikian rupa sehingga mereka dapat memanfaatkan sumberdaya yang disediakan oleh beragam sistem dan beraneka ragam institusi (Arms, 2000 dalam Pendit, 2008).
H a l a m a n | 7
Interoperabilitas inilah yang akan menyatukan dan menjadi ‘jembatan’ bagi sebuah jaringan perpustakaan digital. Satu perpustakaan digital dengan perpustakaan digital lainnya akan dapat saling ‘berkomunikasi’ dan bertukar ‘informasi’ karena adanya faktor interoperabilitas diantara sistem atau aplikasi yang digunakan. II. MENGENAL JARINGAN PERPUSTAKAAN DIGITAL DI INDONESIA 2.1. Indonesia Digital Library Network (IDLN) Indonesia Digital Library Network merupakan salah satu ‘pioneer’ dalam pengembangan jaringan perpustakaan digital di Indonesia. Adalah Perpustakaan Institut Teknologi Bandung (ITB) yang menjadi tempat dimulainya sebuah ‘pilot project’ bagi pembangunan jaringan perpustakaan digital di Indonesia. Hermanto (2009) dalam makalahnya mengatakan bahwa pada awalnya IDLN ini dikembangkan hanya untuk keperluan internal, namun dikemudian hari upaya ini diperluas menjadi sebuah ‘program’ yang diharapkan mampu berkembang secara nasional bahkan internasional yang akan menyatukan berbagai pengetahuan dan informasi digital. Onno W Purbo dan Ismail Fahmi adalah dua nama yang tidak lepas dari proses lahirnya IDLN ini dari sebuah tim yang bernama “Knowledge Management Research Group” pada tahun 1998. Fahmi dalam makalahnya menyebutkan bahwa gagasan membentuk jaringan perpustakaan Digital dimunculkan dalam seminar Digital Library bulan Oktober 2000 di ITB dimana dihadiri oleh 23 institusi pendidikan dan riset di seluruh Indonesia. Seminar itu menghasilkan kesepakatan untuk membentuk IndonesiaDLN. Namun secara resmi IDLN dibentuk pada bulan Juni 2001 bersamaan dengan peluncuran aplikasi GDL 3.1 sebagai aplikasi resmi yang akan digunakan sebagai sarana tukar menukar akses informasi digital melalui jaringan perpustakaan digital ini.
Beberapa institusi yang tergabung dalam IDLN pada saat itu adalah
Perpustakaan Pusat ITB, Universitas Muhammadiyah Malang, Universitas Katolik Atmajaya Jakarta, Badan penelitian dan pengembangan Kesehatan Jakarta, Magister Management Agribisnis IPB, Universitas Bina Nusantara, Universitas Syah Kuala Banda Aceh, Universitas Sam Ratulangi Manado, Universitas Heluoleo Kendari, dan Universitas Cendrawasih Papua.
H a l a m a n | 8
Ganesha Digital Library atau GDL menjadi aplikasi andalan yang dikembangkan sedemikian rupa untuk memenuhi kebutuhan institusi yang terlibat di dalam IDLN yakni GDL 4.0 pada tahun 2003 dengan konsep neons (network of network) dan GDL 4.2 pada tahun 2006 (bulan Desember) yang dikembangkan oleh Beni Rio Hermanto dan tim dengan mengaplikasikan konsep web 2.0 standar yaitu RSS dan folksonomy. Versi terakhir ini yang digunakan dalam rangka mendukung program jaringan perpustakaan atau informasi digital yang disebut INHERENT DIKTI. Selain itu juga terdapat aplikasi lain yakni New Spektra yang dikembangkan oleh Universitas Petra Surabaya melalui InCU-VL yang memungkinkan untuk saling bertukar data dengan GDL dalam jaringan IDLN, dengan menggunakan standar Metadata Indonesia-DLN. Sebagai jaringan yang cukup ‘tua’ yakni sudah berumur 10 tahun lebih, jaringan ini mencoba untuk tetap eksis dan melakukan berbagai upaya agar tidak mati. Hanya dari pengamatan penulis ternyata terdapat ‘banyak’ situs yang terkait IDLN sehingga terkesan kurang fokus mana yang menjadi situs utama dari IDLN ini. Sampai saat ini IDLN dapat diakses melalui alamat http://gdl.itb.ac.id,
http://digilib.itb.ac.id,
dan
http://hub.IndonesiaDL.net.
Bahkan satu situs yang sepertinya menjadi situs resmi saat ini tidak dapat diakses (tidak aktif) yakni http://www.Indonesiadln.org. Berikut ini statistik data kontributor dari masing-masing situs web IDLN yang masih aktif: Grafik 1. Statistik IDLN – GDL.ITB.AC.ID
H a l a m a n | 9
Grafik 2. Statistik IDLN – HUB.INDONESIADL.NET
2.2. Jaringan Inherent dan Portal Garuda 2.2.1. Jaringan Perpustakaan Digital INHERENT INHERENT merupakan kependekan dari Indonesia Higher Education Network atau Jaringan Perguruan Tinggi Indonesia, yaitu jaringan teknologi informasi dan komunikasi yang menghubungkan setiap perguruan tinggi di Indonesia (inherent-dikti.net). Jaringan ini dibangun oleh DIKTI pada tahun 2006 sebagai bentuk dari implementasi kebijakan strategi jangka panjang pendidikan tinggi 2003-2010 dengan tujuan utama kerjasama komunikasi data antar perguruan tinggi di Indonesia. Salah satu program atau kegiatan dari INHERENT ini adalah jaringan Perpustakaan Digital Perguruan Tinggi melalui INHERENT. Dikutip dari presentasi yang disampaikan oleh Luki Wijayanti bahwa tujuan jaringan ini adalah menyediakan one-stop service, memberikan layanan 24 jam, mengkoleksi dan menyediakan akses ke sumber-sumber informasi yang tersebar di seluruh dunia, dan meningkatkan kepuasan pengguna. Jaringan perpustakaan digital melalui INHERENT ini dilakukan dengan memanfaatkan simpul-simpul yang terhubung dalam jaringan INHERENT. Pada awalnya terdapat 32 simpul utama perguruan tinggi yang tersebar di seluruh Indonesia, dimana setiap simpul tersebut dapat mengembangkan jaringannya dalam simpul-simpul lokal di daerahnya. Contoh, simpul UGM dapat mengembangkan
jaringan
dengan
menghubungkan
ke
simpul
lokal
perguruan tinggi lain di Yogyakarta. Adapun akses ke dalam jaringan perpustakaan digital ini dapat dilakukan melalui masing-masing situs web dari simpul utama yang ada di perguruan tinggi, contoh melalui http://i-lib.ugm.ac.id/ untuk mengakses ke
H a l a m a n | 10
dalam jaringan perpustakaan digital yang terhubung ke simpul UGM. Namun sayang sekali, sepertinya jaringan perpustakaan digital melalui INHERENT ini tidak berumur panjang, karena koneksi ke simpul-simpul lain sudah mati atau tidak dapat dilakukan lagi. 2.2.2. Jaringan dalam Portal Garuda Garuda (Garba Rujukan Digital) merupakan portal penelusuran referensi ilmiah yang menjadi pintu akses masyarakat terhadap karya ilmiah yang dihasilkan oleh para akademisi dan peneliti di seluruh Indonesia. Garuda sendiri diluncurkan oleh DIkti Kemendiknas RI bekerjasama dengan PDII-LIPI pada 15 Desember 2009 yang memuat jurnal elektronik domestik dan karya ilmiah seperti laporan penelitian, tugas akhir mahasiswa, patent, prosiding, standard nasional Indonesia (SNI), dan pidato pengukuhan guru besar. Berdasar
file
presentasi
sosialisasi,
Portal
Garuda
sendiri
dikembangkan dengan visi ingin menjadi acuan pertama dan utama untuk akses informasi ilmiah dan umum demi pengembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan peradaban bangsa. Sedangkan misinya adalah menyediakan layanan dan akses global ke sumber informasi bagi ilmuwan, peneliti, dan masyarakat umum untuk mewujudkan lingkungan yang informative/kaya akan informasi. Sampai saat ini (Agustus 2011) Portal Garuda telah menampung tidak kurang dari 399.861 judul, 393.010 abstrak dan 382.531 permalinks yang berasal dari berbagai kontributor yang terdiri dari 36 perguruan tinggi di Indonesia , PDII-LIPI,
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional,
Warintek-Ristek, Jurnal ITB, Swiss Germany University, Proquest, dan EProceeding. Dari semua kontributor yang ada, PDII-LIPI merupakan lembaga yang memberikan kontribusi data tertinggi yakni 138.021 judul, 137.280 abstrak dan 138.020 permalinks.
H a l a m a n | 11
Berikut ini gambaran prosentase 10 besar kontibutor portal Garuda. Grafik 3. Statistik Kontributor Portal Garuda
Portal garuda ini dapat diakses melalui alamat http://garuda.dikti.go.id atau http://garuda.kemdiknas.go.id. 2.3. Jogja Library for All Berbeda dari 2 jaringan perpustakaan digital sebelumnya, Jogja Library for All adalah jaringan yang berskala ‘regional’ atau lokal di satu wilayah provinsi saja, yakni di Daerah Istimewa Yogyakarta. Jaringan ini dibangun oleh Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah, propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta bersama beberapa perguruan tinggi di Yogyakarta. Secara resmi, ‘proyek’ ini diluncurkan pada tanggal 30 November 2005 oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X dan ditandai dengan penandatanganan MOU dengan Rektor dari 4 perguruan tinggi di Yogyakarta yakni Universitas Gadjah Mada, Universitas Negeri Yogyakarta, Institut Seni Indonesia Yogyakarta, dan Universitas Islam Indonesia dimana sebagai cikal bakal keberadaan Jogja Library for All. Sejak dicanangkan, saat ini terdapat 19 perpustakaan yang tergabung dalam jaringan Jogja Library for All yang terdiri 18 perpustakaan Perguruan tinggi dan 1 Perpustakaan Daerah. Pada awal perkembangannya, Jogjalibrary for all ini didukung oleh PT. Gamatechno
dan
mempunyai
beberapa
situs
web
seperti
http://jogjalibraryforall.blogspot.com,
http://jogjalibraryforall.wordpress.com,
http://jogjalibraryforall.multiply.com
dan
juga
sub
domain
di
http://jogjalib.gamatechno.com. Saat ini jaringan ini dapat diakses melalui alamat
http://jogjalib.jogjakarta.go.id
dan
http://jogjalib.com/v2/.
Namun
sayang sekali sampai saat ini jaringan ini ‘hanya’ merupakan jaringan yang
H a l a m a n | 12
berisi metadata katalog dari masing-masing perpustakaan yang tergabung dalam Jogja Library for All. Berikut ini adalah gambaran sebaran rekod metadata yang ada di Jogja Library for All. Grafik 4. Statistik Metadata Jogja Library for All
2.4. Jogjalib.Net Satu lagi jaringan perpustakaan digital yang dirintis dari daerah yakni Jogjalib.Net. Awalnya Jogjalib.Net adalah merupakan ‘proyek’ ujicoba yang dilakukan oleh komunitas pengguna perangkat lunak SLIMS (Senayan Library Information Management System) yang berada di Yogyakarta. Jaringan ini memang dibentuk sebagai media pembelajaran bersama dalam membangun sebuah jaringan informasi digital berbasis SLIMS. Saat ini, Jogjalib.Net menghubungkan tidak kurang 40 sumber data dan informasi koleksi perpustakaan di wilayah DIY dan Jateng. Berbeda dengan jaringan-jaringan yang ada sebelumnya, jogjalib.Net mencoba menghubungkan berbagai jenis perpustakaan, tidak hanya perpustakaan perguruan tinggi, akan tetapi juga ada perpustakaan sekolah, perpustakaan lembaga penelitian, perpustakaan LSM, hingga perpustakaan pribadi. Sampai pada bulan Agustus ini tercatat ada 15 perpustakaan perguruan tinggi/akademi, 14 perpustakaan sekolah, 6 perpustakaan komunitas/lsm, 3 perpustakaan lembaga dan 2 perpustakaan pribadi yang tergabung dalam Jogjalib.Net. Adapun rekod data yang berhasil dihimpun adalah sebanyak 83.880 rekod data. Grafik berikut ini adalah gambaran distribusi statistik rekod metadata yang ada di Jogjalib.Net.
H a l a m a n | 13
Grafik 5. Statistik Rekod Data Jogjalib.Net
Tahap awal ini Jogjalib.Net hanya mencoba menggabungkan berbagai metadata katalog yang ada, tapi ke depan tidak menutup kemungkinan dikembangkan menjadi sebuah jaringan perpustakaan digital yang tidak hanya berisi informasi bibliografis dalam katalog akan tetapi juga content-content digital yang dapat diakses secara langsung. Jaringan perpustakaan ini dapat dilihat dalam situs http://www.jogjalib.net.
III. JARINGAN PERPUSTAKAAN DIGITAL DAN PERMASALAHANNYA Jaringan perpustakaan digital di Indonesia muncul karena adanya semangat untuk berbagi ilmu pengetahuan dan informasi serta sebagai upaya untuk memberikan kemudahan akses bagi masyarakat di Indonesia. Penggagas awal biasanya memang berasal dari kalangan akademisi di lingkungan pendidikan, walaupun ada juga yang berasal dari masyarakat atau komunitas. Latar belakang penggagas dan organisasi atau lembaga yang terlibat di dalamnya menjadikan jaringan perpustakaan digital dapat berisi beraneka ragam jenis penyedia informasi digital maupun yang hanya berasal dari satu lembaga atau komunitas tertentu yang memiliki kesamaan baik dari segi informasi yang dikelola maupun penggunanya. Demikian pula dengan tata cara pengelolaannya, terdapat berbagai perbedaan yang ke depan dapat menjadi penghambat apabila tidak
direncanakan
dengan
baik.
Seperti
masalah
kebijakan,
masalah
interoperabilitas, masalah akses pengguna, masalah jaminan keberlangsungan, masalah infrastruktur dan lain sebagainya. Permasalahan di atas juga tidak luput dialami oleh jaringan perpustakaan seperti IndonesiaDLN, InherentDL, Portal Garuda, Jogja Library for All dan Jogjalib.Net. Pembahasan selanjutnya penulis mencoba untuk memberikan
H a l a m a n | 14
sedikit
gambaran
beberapa
permasalahan
yang
ada
dalam
jaringan
perpustakaan digital di atas. Kajian ini dilakukan dengan melakukan wawancara dengan beberapa pengelola jaringan perpustakaan digital di atas dan survei pengguna yang melibatkan tidak kurang dari 80 responden di seluruh Indonesia yang tergabung dalam
milist
[email protected],
[email protected],
[email protected],
[email protected],
[email protected],
[email protected],
[email protected], dan
[email protected].
Adapun
sebaran responden dilihat dari profesinya adalah berasal dari profesi pustakawan (63), Pekerja Informasi (6), Dosen/Guru (5), Mahasiswa/Pelajar (2), Karyawan Swasta (1), dan profesi lain (3). Sedangkan apabila dilihat dari asal responden, sebarannya adalah DKI Jakarta (21), DIY (21), Jabar (16), Jatim (12), Jateng (4), Banten (2) dan Luar Jawa (4). Untuk mempermudah kajian, maka permasalahan dalam jaringan perpustakaan digital ini akan dibagi menjadi 3 bagian besar yang menurut penulis cukup penting, yakni permasalahan kebijakan, interoperabiltas dan akses oleh pengguna. 3.1.
Sisi Kebijakan Masalah kebijakan merupakan masalah penting yang sering ‘diabaikan’
oleh para pengelola jaringan perpustakaan digital. Padahal kebijakan inilah yang akan menjadi dasar utama bagi keberhasilan sebuah perpustakaan digital (dan jaringannya), karena dalam kebijakan inilah semestinya diatur berbagai hal mulai dari desain, perencanaan,
tujuan, arah, pendanaan, infrastruktur, aplikasi,
standar data, dan hal teknis lainnya. Meskipun ada ‘kebijakan’ sering kali bersifat kesepakatan yang kurang mengikat dan tidak dilandasi sebuah desain yang menyeluruh. Hal ini menghasilkan jaringan hanya berjalan ketika pada awal ‘projek’ setelah itu ‘mati’, dikarenakan tidak ada lagi yang memayunginya, berhentinya komitmen para kontributor, tidak adanya dana untuk infrastruktur, hingga tidak adanya person in charge yang menangani hal-hal teknis. Masalah kebijakan ini juga terlihat pada pola pengembangan kelima jaringan perpustakaan digital di Indonesia yang kita kaji. IndonesiaDLN sendiri menyadari ini, Hermanto (2009) dalam makalahnya menyampaikan bahwa sifat organisasi yang independent dimana hanya berdasar pada inisiatif anggota
H a l a m a n | 15
menyebabkan aktivitas content sharing tidak bersifat arahan dalam bentuk topdown sehingga perkembangan content menjadi lambat dan tidak jelas. Hal ini jelas akibat tidak adanya suatu kebijakan baku yang mendasari para anggota jaringan dalam beraktifitas dan berkontribusi. Inherent dan Portal Garuda juga demikian, DIKTI lebih memposisikan sebagai sebuah institusi penyedia fasilitas dan infrastruktur tanpa dibarengi dengan sebuah kebijakan yang ‘mengikat’ para anggota atau kontributornya. Hal ini memberikan potensi bahwa ‘jaringan’ ini akan mati begitu DIKTI lepas dari program ini atau projek ini dianggap ‘selesai’ dan tidak ada lagi institusi yang menaunginya.
Hal sama terjadi pada
Jogjalibrary for All, dukungan kebijakan sangat bergantung pada keadaan birokrasi.
Priyanto
dalam
makalahnya
menyatakan
bahwa
pergantian
kepemimpinan di Perpustakaan Daerah (BPAD) sebagai institusi yang ‘menaungi’ program Jogja Library for All memberikan kontribusi bagi lambatnya perkembangan jaringan perpustakaan ini. Dan itu semua muaranya adalah masalah kebijakan dan desain yang kurang matang, sehingga ‘kebijakan’ yang ada tak lebih hanya sekedar sebuah ‘kesepakatan’ yang itu mudah sekali berubah seiring dengan perjalanan waktu. Jogjalib.Net yang berbasis komunitas lebih beresiko lagi apabila komitmen dari para anggota jaringan tidak kuat. Karena dengan pembentukan yang berasal dari rasa ‘solidaritas’ ini harus mampu menjaga ritme semua anggota sehingga tidak bernasib seperti IndonesiaDLN yang karena independensinya justru sulit menjadi berkembang, walaupun sampai saat ini tetap berusaha untuk bertahan. 3.2. Sisi Interoperabilitas Hal penting yang sering menjadi ‘momok’ bagi pembangunan sebuah jaringan atau sistem, apalagi jika berangkat dari desain yang berbeda adalah masalah interoperabilitas. Interoperabilitas sendiri dalam Wikipedia dibedakan menjadi 3 tingkatan atau level interoperabilitas yakni compatibility, De Facto Standard, dan Interoperability. Compatibility atau kompatibilitas dimana merupakan level terendah dari interoperabilitas menekankan sebuah sistem atau perangkat kompatibel atau dapat disesuaikan dengan perangkat atau sistem yang lain. Jadi intinya bahwa kedua sistem yang berbeda itu dapat ‘disatukan’ dalam satu buah ‘sistem’ walaupun masing-masing tetap mempunyai fungsi yang berbeda.
H a l a m a n | 16
Sedangkan De Facto Standard berarti bahwa beberapa sistem atau perangkat dapat berhubungan satu buah sistem dengan standar sistem atau aplikasi tertentu. Pada tingkat Interoperabiltas setiap sistem dan atau perangkat yang berbeda akan dapat saling berhubungan, berkomunikasi dan bertukar informasi satu dengan lainnya dengan menggunakan sebuah aplikasi standar sebagai penghubung. Jadi semua sistem yang ada ‘disatukan’ oleh satu buah sistem aplikasi ‘penghubung’ atau ‘pencerna’. Gambaran tentang ketiga tingkatan itu dapat di lihat pada gambar berikut ini.
Compatibility
De Facto
Interoperability
Standard
Masalah interoperabilitas sendiri, apabila dikaitkan dengan perpustakaan digital paling tidak menyangkut beberapa aspek. Miller dalam Pendit (2008) mengatakan bahwa interoperabilitas berkaitan langsung dengan penggunaan standar dan mengandung aspek-aspek seperti: •
Technical interoperability, yakni merupakan standar komunikasi, pemindahan, penyimpanan dan penyajian data digital.
•
Semantic interoperability, yakni merupakan standar penggunaan istilah dalam pengindeksan dan temu kembali.
•
Political/human interoperability, yakni merupakan keputusan untuk berbagi bersama dan bekerjasama.
•
Intercommunity interoperability, yakni merupakan kesepakatan untuk berhimpun antar institusi dan beragam disiplin ilmu.
•
Legal interoperability, yakni
terkait peraturan dan perundangan
tentang akses ke koleksi digital, termasuk soal hak intelektual.
H a l a m a n | 17
•
International
interoperability,
yakni
terkait
standar
yang
memungkinkan kerjasama internasional. Sehingga dalam masalah interoperabilitas, pendit (2008) menyatakan bahwa sebenarnya hanya ada 2 dimensi interoperabilitas yakni dimensi teknik dan dimensi sosial. Dimensi teknis memfokuskan bagaimana dari sisi teknologi interoperabilitas
dikelola
dan
dikembangkan,
sedangkan
dimensi
sosial
menekankan bagaimana kerjasakam atau kehendak untuk bekerjasama antar pengelola perpustakaan digital dilakukan. Terkait dengan jaringan perpustakaan digital di Indonesia kedua dimensi di atas sepertinya masih menjadi masalah bagi keberlangsungan dan pengembangan jaringan perpustakaan digital Berikut ini gambaran aspek-aspek interoperabilitas dari masing-masing jaringan perpustakaan digital di Indonesia: Aspek Interoperabilitas
IDLN
INHERENTDL
GARUDA DIKTI
JLA
JLN
Technical
(+) Adanya satu perangkat lunak (GDL) yg berfungsi sebagai server dan client yang menghubungkan data dari masing-masing penyedia informasi.
(+) Inherent menyediakan jaringan dan bandwidth tersendiri.
(+) Dukungan teknis dari DIKTI terkait infrastruktur Server Induk.
(-) Masih belum adanya aplikasi yang tetap bagi pengembangan JLA ke depan. (-) Pertukaran baru sekedar metadata (catalog induk)
(-) berhenti sebelum jaringan sempat berkembang
(-) Ketergantungan terhadap DIKTI membuat aspek teknis ini mempunyai potensi untuk menjadi penghambat apabila dukungan DIKTI berhenti.
(+) Menggunakan satu perangkat lunak yakni SLIMS yang memungkinkan untuk terhubung ke luar aplikasi lain.
N.A.
N.A.
(-) perbedaan metadata menjadikan banyak data di server induk yang tidak lengkap atau belum dapat diakomodir.
(-) Hanya tergantung pada satu jenis perangkat lunak yakni GDL; Tergantung kemampuan masing2 perpustakaan untuk tetap ‘online’
Semantic
(+) Adanya standar metadata yang disepakati bersama (-) Tidak ada kesepakatan mengenai penggunaan istilah, terbukti ada duplikasi penggunaan istilah.
(-) Ketergantungan terhadap ketersediaan jaringan, ketika jaringan ‘mati’ maka seluruh jaringan perpustakaan digital juga ‘mati’ atau berhenti.
(-) tergantung pada support ‘produsen’ dalam memberikan datanya.
(-) belum ada kesepakatan penggunaan istilah
(-) Potensi pendanaan untuk hosting hanya disediakan oleh pengelola komunitas. (+) Standar metadata sudah sama (-) untuk penggunaan istilah belum ada kesepakatan
H a l a m a n | 18
Political Human
/
Intercommunity
(+) ada kesepakatan untuk berbagi
(+) kesepakatan untuk berbagi
(-) Tidak adanya ‘kewajiban’ berkomitmen menyebabkan data tidak berkembang
(-) Kurangnya komitmen para anggota pengembang
(+) Mampu menghubungkan berbagai komunitas
(+) Mampu menghubungkan antar simpul jaringan di beberapa daerah.
(-) komunitas kurang berkembang
(+) Open Source
Legal
(+) Kesepakatan yang di’galang’ DIKTI dan LIPI mampu menjadi kekuatan dari aspek ini. (-) ketergantungan terhadap penyokong utama (DIKTI) shg komitmen jaringan tidak bertahan lama
(-) Hanya pada komunitas perguruan tinggi saja yg tergabung dalam jaringan INHERENT N.A.
(+) Mampu menggabungkan berhagai sumber dari komunitas perguruan tinggi dan lembaga penelitian.
N.A.
(+) sudah adanya kesepakatan untuk berbagi
(+) Timbul dari kesadaran untuk berbagi dan belajar bersama
(-) masalah birokrasi menjadi kendala
(-) tidak ada kesepakatan yang mengikat
(+) Mencoba menghubungkan beberapa perpustakaan PT
(+) sangat terbuka, mampu menghubungkan berbagai perpustakaan digital
(-) Masih seputar perpustakaan perguruan tinggi
N.A.
(-) tidak ada kesepakatan masalah hak akses dan isi
International
(+) Dengan dasar protocol OAI-MPH dan Dublin Core memungkinkan untuk pengembangan standar internasional (-) tidak ada kesepakatan dengan tukar menukar data dengan institusi internasional
(-) baru sebatas pengguna SLIMS (+) Open Source (-) tidak ada kesepakatan masalah hak akses dan isi
N.A.
(+) Mencoba memasukkan database ejournal (EBSCO + PROQUEST)
N.A.
(+) Punya kemampuan untuk berbagi data dengan standar internasional seperti dengan Library of Congress, dll (-) tidak ada kesepakatan untuk tukar menukar data dengan institusi internasional
Keterangan: IDLN (Indonesia Digital Library Network), InherentDL (Indonesia Higher Education Network Digital Library), Garuda (Garba Rujukan Digital) , JLA (Jogja Library for All), JLN (Jogjalib.NET).
H a l a m a n | 19
Hasil pengamatan dan wawancara 4
dengan beberapa pengelola
memperlihatkan bahwa hampir semua jaringan perpustakaan digital yang ada menggunakan
model
Open
Archives
Initiatives
(OAI)
sebagai
pengembangan perpustakaan digital sebagai solusi interoperabilitas.
model Dengan
menggunakan protocol OAI-MPH antara pengelola (manajemen) ‘mengambil’ data
dari
produsen
untuk
disebarluaskan
kepada
konsumen.
Metode
pengambilan data oleh server dilakukan baik dengan harvesting secara langsung dari server lokal maupun secara manual mengirimkan data dalam bentuk Excel atau CSV. IndonesiaDLN, InherentDL, Portal Garuda dan Jogja Library for All menggunakan standar metadata Dublin Core dan metode di atas dalam pengembangan databasenya. Sedangkan untuk JLN menggunakan standar Marc21 dan teknologi XML dalam melakukan tukar menukar data antara server lokal dan server induknya. Secara prinsip keduanya hampir sama, artinya server induk melakukan harvesting secara langsung kepada server lokal atau dengan mengirimkan data yang berupa file excel atau CSV untuk dimasukan dalam database induk. Kedua metode yang digunakan dalam jaringan perpustakaan digital di Indonesia mengandung resiko ‘kemacetan’ data ketika server lokal ‘mati’ atau produsen tidak lagi mengirimkan datanya kepada server induknya. Hal ini banyak ditemui dihampir seluruh jaringan perpustakaan digital yang ada.
3.3.
Sisi Akses oleh Pengguna Masalah akses juga menjadi hal yang diperhatikan oleh para pengguna.
Hasil survei yang dilakukan juga menemukan data menarik mengenai akses oleh pengguna. Dari 80 responden yang ada ternyata ada 9 responden yang tidak mengetahui keberadaan jaringan perpustakaan digital di Indonesia. Fakta lain menunjukkan bahwa untuk saat ini Portal Garuda DIKTI menjadi jaringan yang paling populer dan sering diakses oleh responden.
4
Dilakukan pada bulan September 2011 melalui e‐mail dan facebook.
H a l a m a n | 20
Berikut ini gambaran popularitas jaringan perpustakaan digital dan akses oleh responden: NAMA JARINGAN
POPULARITAS
SERINGNYA FREKUENSI AKSES
PORTAL GARUDA INDONESIA DLN JOGJALIB.NET (JLN) JOGJALIB FOR ALL (JLA) INHERENT DL LAINNYA: INCUVL, APTIK, JPLH, PRIMURLIB, KATALOGBERSAMA.NET, dan jaringan perpustakaan digital lokal.
57 Responden 37 Responden 23 Responden 16 Responden 16 Responden 7 Responden
39 Responden 11 Responden 14 Responden 4 Responden 1 Responden 5 Responden
Data
di
atas
juga
menunjukkan
bahwa
walaupun
pengetahuan
masyarakat terhadap keberadaan perpustakaan digital di Indonesia cukup baik, namun akses terhadap perpustakaan digital itu sendiri masih rendah. Hal ini tentu menimbulkan pertanyaan lebih lanjut, kenapa hal itu dapat terjadi? Penulis melihat bahwa permasalahan akses dan isi dari perpustakaan digital sendiri yang berpengaruh pada keterpakaian atau akses oleh pengguna. Berdasar survei yang dilakukan pada 80 responden dan pengamatan langsung ke situs jaringan perpustakaan digital, ada beberapa permasalahan terkait dengan akses oleh pengguna yakni: •
Lambatnya akses ke dalam server perpustakaan digital (termasuk dalam penelusurannya).
•
Masih banyaknya missing link atau informasi yang ada tidak dapat diakses lebih lanjut.
•
Masih banyak informasi yang kurang lengkap bahkan kosong.
•
Lambatnya perkembangan isi database yang ada, kurang up-to-date.
•
Sistem folder yang tidak tersusun secara rapi dan kadang terjadi duplikasi.
•
Pergantian alamat situs web untuk akses
•
Masih banyak yang sekedar menampilkan metadata atau data bibliografi, belum sampai kepada akses fulltext.
•
Jaringan (server) yang sering down atau offline. Untuk itu menjadi ’pekerjaan rumah’ bagi kita bersama agar ke depan
permasalahan akses di atas juga harus menjadi pertimbangan bagi para pengelola jaringan perpustakaan digital. Karena salah satu kunci ’kesuksesan’
H a l a m a n | 21
jaringan perpustakaan digital adalah keterpakaian dan akses oleh pengguna atau masyarakat, semakin banyak masyarakat yang menggunakan dan merasa terbantu dengan keberadaan jaringan perpustakaan digital tersebut maka nilai keberhasilan jaringan perpustakaan digital semakin nyata.
IV. UPAYA DAN REKOMENDASI BAGI PENGEMBANGAN PERPUSTAKAAN DIGITAL DI INDONESIA Para pengembang dan pengelola jaringan perpustakaan digital di Indonesia bukannya tidak melakukan upaya-upaya pembenahan terhadap beberapa permasalahan yang ada. Jaringan Perpustakaan Digital IDLN misalnya telah menyiapkan aplikasi dan standar metadata yang menjadi solusi masalah interoperabilitas teknis, semantic dan legal. Sedangkan untuk mempertahankan sustainabilitas, IDLN mengadakan pertemuan secara rutin serta membuat milist untuk para pengelola atau kontributor di IDLN. Kemudian portal Garuda melalui DIKTI juga cukup progressif untuk melakukan upaya ‘pengayaan’ bagi database portal dengan ‘meminta’ kontribusi dari para dosen dan lembaga pendidikan tinggi serta berupaya memasukkan akses ke dalam database yang dilanggan oleh DIKTI. Sedangkan Jogja Library for All juga melakukan berbagai upaya untuk tetap bertahan dengan ‘mengajak’ lebih banyak lagi perpustakaan untuk bergabung, dan melakukan pertemuan-pertemuan untuk melakukan perbaikan teknis dan juga mematangkan konsep yang ada. Jogjalib.Net sampai saat ini melakukan upaya mengkoneksikan berbagai data dari berbagai perpustakaan yang ada di Yogyakarta dan sekitarnya, dengan membebaskan siapapun dan lembaga apapun bergabung didalamnya. Bahkan untuk saat ini pendanaan server induk masih didukung sepenuhnya oleh komunitas SLIMS Yogyakarta sebagai pengelola.
Untuk InherentDL saat ini sudah tidak lagi diadakan
perbaikan dikarenakan memang ‘selesai’ begitu proyek INHERENT berhenti, walaupun salah satu situs atau servernya masih dapat diakses hingga sekarang. Belajar dari permasalahan dan kajian di atas, maka ada beberapa rekomendasi terkait dengan pengembangan jaringan perpustakaan digital di Indonesia yang mungkin bisa diupayakan ke depan, yakni:
H a l a m a n | 22
•
Perlu adanya kebijakan secara Nasional yang memberikan payung bagi penyelenggaraan jaringan perpustakaan digital di Indonesia baik di tingkat pusat maupun daerah.
•
Perlu
adanya
kesepakatan
standar
yang
memungkinkan
untuk
kemudahan dalam interoperabilitas tidak saja sebatas politic/human interoperability yang menghasilkan kesepakatan untuk berbagi saja, akan tetapi juga terkait interoperabilitas teknis, interoperabilitas semantic, interoperabilitas antar komunitas, dan interoperabilitas legal. Hal ini dapat dilakukan
dengan
mengumpulkan
para
pengembang
jaringan
perpustakaan digital dalam sebuah forum resmi secara Nasional khusus untuk membahas ini. •
Perlu adanya dokumen dan desain jaringan perpustakaan digital yang dapat dijadikan panduan bagi para pengelola dan pengembang jaringan perpustakaan digital, mulai dari dokumen yang berisi perencanaan, tujuan, arah kebijakan, pendanaan, kesepakatan hingga terkait hal-hal teknis operasionalnya.
•
Perlu disiapkan sumber daya yang lebih baik, baik sumber daya manusianya maupun sumber daya informasinya, sehingga jaminan kualitas dan keberlangsungan jaringan perpustakaan digital tidak terkendala masalah teknis dan selalu up-to-date.
•
Perlu adanya jaminan pada keberlangsungan infrastruktur jaringan perpustakaan digital seperti ketersediaan server yang handal (baik server lokal maupun induk), ketersediaan
hosting dan domain yang pasti,
hingga ketersediaan bandwidth yang cukup dari jaringan internet (akses internet) bagi para kontributornya. V. PENUTUP Jaringan perpustakaan digital di Indonesia sebetulnya cukup berkembang dan mendapat sambutan yang baik dari masyarakat. Bahkan tidak hanya yang disebut di atas, sebetulnya masih ada jaringan perpustakaan digital lainnya seperti INCUVL, APTIK,
Jaringan Perpustakaan Lingkungan Hidup dan lain
sebagainya. Kiranya apabila masalah dimensi teknis dan dimensi sosial dalam masalah interoperabilitas itu dapat ditangani secara serius dalam kerangka
H a l a m a n | 23
Nasional, maka bukan tidak mungkin bahwa jaringan perpustakaan digital di Indonesia akan dapat ‘sustain’ dan berkembang sesuai harapan. Kendala dan masalah yang selama ini ada mestinya dapat menjadi bagian dari upaya perbaikan ke depan. Sehingga ke depan bukan hanya antar perpustakaan digital yang dapat disatukan, tapi mungkin antar jaringan perpustakaan digital sendiri itupun dapat ‘disatukan’ menjadi satu Jaringan Perpustakaan Digital Nasional. Tulisan ini merupakan kajian awal dan masih jauh dari sempurna dikarenakan keterbatasan data dan informasi yang dihimpun. Ke depan diharapkan ada penelitian dan kajian yang lebih lengkap sehingga permasalahan jaringan perpustakaan digital di Indonesia ini dapat segera terselesaikan dengan baik. ”Pengalaman’ adalah ’Guru’ yang terbaik, ungkapan ini juga berlaku bagi proses
pengembangan
jaringan
perpustakaan
digital.
Keberhasilan
dan
kegagalan mengembangkan jaringan perpustakaan digital di masa lalu dan sekarang adalah sebuah pengalaman yang menjadi pelajaran penting bagi kita untuk perbaikan ke depan. Semoga jaringan perpustakaan digital di Indonesia akan tetap eksis dan mampu memenuhi harapan dan kebutuhan masyarakat. DAFTAR PUSTAKA & BAHAN BACAAN Cleveland, Gary. 1998. Digital Libraries: Definitions, Issues and Challenges. UDT Occasional Paper #8. International Federations of Library Associations & Institutions. Diakses dari http://archive.ifla.org/VI/5/op/udtop8/udtop8.htm pada tanggal 1 September 2011. Fahmi, Ismail. 2000. Pendayagunaan Digital Library Network untuk Mendukung Riset Nasional. Bandung: KMRG, ITB. Diakses dari http://www.batan.go.id/ppin/lokakarya/LKSTN_12/Ismail.pdf pada tanggal 1 Agustus 2011. ___________. nodate. The Indonesian Digital Library Network: menuju masyarakat berbasis ilmu pengetahuan. Bandung: KMRG ITB. [slide presentasi]. Diakses dari http://belajar.internetsehat.org/pustaka/librarysw-hw/digital-library/gdl40/ppt/poster-idln.ppt pada tanggal 1 Agustus 2011. Hermanto, Beni Rio. 2009. Indonesia Digital Library Network dalam Program Pembangunan Perpustakaan Digital Nasional. Makalah dalam Prosiding Kongres Perpustakaan Digital Indonesia Kedua, Jakarta, 10-12 Desember 2009. Diakses dari http://kpdi2.pnri.go.id pada tanggal 1 Agustus 2011. Pendit, Putu Laxman. 2008. Perpustakaan Digital dari A sampai Z. Jakarta: Cita Karyakarsa Mandiri. Priyanto, Ida F. 2009. Jogja Library for All: tantangan, peluang dan hambatan. Makalah dalam Prosiding Kongres Perpustakaan Digital Indonesia
H a l a m a n | 24
Kedua, Jakarta, 10-12 Desember 2009. http://kpdi2.pnri.go.id pada tanggal 1 Agustus 2011.
Diakses
dari
Purwoko. 2011. Garuda (Garba Rujukan Digital). Makalah disampaikan pada sosialisasi Garuda untuk pustakawan UII, Yogyakarta 22 Januari 2011. Diakses dari http://purwoko.staff.ugm.ac.id/dl/garuda.pdf pada tanggal 1 Agustus 2011. Suprabowo, Arif. No date. Pemanfaatan Jaringan INHERENT dengan Membangun Perpustakaan Digital menggunakan Aplikasi GDL 4.2. Bandung: KMRG ITB. Diakses dari library.iai-tribakti.ac.id pada tanggal 1 Agustus 2011. Tim Pengembang GARUDA. nodate. Garuda: Referensi Ilmiah dan Umum (http://garuda.kemendiknas.go.id). [slide presentasi]. Diakses dari http://lppm.ut.ac.id/pdffiles/Portal_Garuda.ppt pada tanggal 1 Agustus 2011. Wijayanti, Luki. 2006. Merintis Perpustakaan Digital Perguruan Tinggi di Indonesia. Makalah dalam Seminar Sosialisasi Inherent di UNAIR Surabaya 6 Desember 2006. [slide presentasi]. Diakses dari http://staff.ui.ac.id/internal/131779843/publikasi/Merintis_Perpustakaan_ Digital_PT_di_Indonesia.ppt pada tanggal 1 Agustus 2011. http://en.wikipedia.org/interoperability/ DAFTAR WEBSITE JARINGAN PERPUSTAKAAN DIGITAL http://hub.indonesiadl.net – INDONESIA DLN http://gdl.itb.ac.id – INDONESIA DLN http://garuda.dikti.go.id – PORTAL GARUDA http://garuda.kemdiknas.go.id – PORTAL GARUDA http://www.jogjalib.net - JOGJALIB http://jogjalib.jogjakarta.go.id – JOGJALIB FOR ALL http://svl.petra.ac.id/ - INCUVL http://adl.aptik.or.id/Default.aspx - APTIK DLN http://i-lib.ugm.ac.id/ - INHERENTDL KREDIT: Aditya Nugraha (PETRA-INCUVL), Beni Rio Hermanto (IDLN), Ida Fajar Priyanto (JLA), Ismail Fahmi (IDLN), Klarensia Naibaho (GARUDA), Purwoko (JLN), Putu Laxman Pendit (Melbourne), Rizal Fathoni Aji (GARUDA), Umi Proboyekti (JLA)
H a l a m a n | 25
LAMPIRAN Tampilan Web INDONESIADLN (IDLN)
Tampilan Web InherentDL – UGM
H a l a m a n | 26
Tampilan Web Portal Garuda Dikti
Tampilan Web Jogja Library for All (JLA)
H a l a m a n | 27
Tampilan Web Jogjalib.Net (JLN)