MAKALAH ASAM AMINO (Tugas Biokimia)
Oleh : Nurul Cahyani 1413024036
PENDIDIKAN BIOLOGI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2015
A. Sifat asam basa asam amino dan sifat amfoter asam amino Sifat Fisikomia Sifat fisikomia pada setiap protein tidak selalu sama, baik jenis asam aminonya,berat molekul (BM) sangat besar sehingga protein tidak dapat melalui membran semipermeabel, masih dapat menimbulkan tegangan pada membran. Sifat-sifat asam amino yang dapat larut dalam air dapat membentuk Kristal. Harga konstanta dielektrikum yang tinggi, memiliki netralisasi seperti pada H dan OH dan dalam medan listrik misalnya dengan eklektrophoresa tak bergerak dalam keadaan tertentu. Masa asam amino dipercayai memiliki sifat amfoter atau dalam keadaan zwitter ion yang memiliki muatan (+) dan (-) yang seimbang (FG.Winarno,1984).
Ion Zwitter (asam amino) Gugus karboksil melepas ion Gugus amino menerima proton Molekul asam amino “dipolar”
akan terbentuk dengan pergeseran proton dari gugus karboksil ke gugus amino. Ion-ion positif dan negatifnya tidak bebas, karena ikatan yang kuat dari ion-ion ini melalui atom C. Internal salt disebut Zwitter Ion. Sebuah asam amino ditandai dengan adanya gugus nitrogen berupa gugus amino (-NH2), gugus karboksil (-COOH), dan sebuah atom hidrogen di mana ketiganya terikat pada sebuah atom C yang disebut sebagai karbon α (dibaca karbon alfa), serta gugus R sebagai rantai samping atau rantai cabang. Struktur dan rumus umum sebuah asam amino diberikan pada gambar 1. Gugus
amino atau amin ditulis di dalam struktur kimi di atas sebagai NH 3+ dan gugus karboksil sebagai COO- karena dalam lingkungan air berada dalam bentuk ion yang bersifat. Adanya kedua ion plus dan minus dalam satu buah asam amino membuat asam amino bersifat dipolar (dua muatan ion plus dan minus).
Di dalam asam amino gugus karboksil (-COOH) bersifat asam dangugus amina (-NH2) bersifat basa. Jadi, asam amino dapat bersifat asam dan basa, dan sifat inilah yang diberi istilah bersifat amfoterik. Molekul yang bersifat amfoterik dapat bersifat netral atau tidak bermuatan, namun dapat juga bersifat dipolar seperti ditulis dalam struktur di atas. Dalam bentuk dipolar ini asam amino bersifat sebagai “Zwitter Ion”. Dalam larutan asam keras (pH asam) sebagian besar asam amino berada dalam bentuk kation (bermuatan positif), dalam larutan basa keras (pH basa) asam amino berada dalam bentuk anion (bermuatan negatif). Pada pH tertentu untuk setiap asam amino dapat berada dalam keadaan
netral, dan nilai pH tersebut dimana asam amino berada dalam keadaan netral dikenal sebagai titik isoelektrik dari asam amino. Titik isolistrik adalah titik atau pH asam amino mempunyai muatan listrik yang netral. Titik isolistrik asam amino asam pada pH 3, diperlukan larutan yang lebih asam untuk asam amino golongan ini untuk menambah proton gugusan karboksilat kedua. Titik isolistrik basa asam amino basa sekitar pH 9-10, diperlukan larutan yang lebih basa untuk menghilangkan proton dari gugusan amonium kedua (Hart, 2003).
B. Penggolongan Protein Berdasarkan bentuknya protein dibedakan atas : Protein globular Protein Globular berbentuk bola terdapat dalam cairan jaringan tubuh. Protein ini larut dalam air, berdifusi cepat dan bersifat dinamis, mudah berubah dibawah pengaruh suhu, konsentrasi garam serta mudah mengalami denaturasi. Contohnya meliputi enzim, hormon dan protein darah.
Protein serabut (fibrous) Terdiri atas beberapa rantai peptida berbentuk spiral yang terjalin satu sama lain sehingga menyerupai batang yang kaku. Protein fibrous mempunyai bentuk molekul panjang seperti serat atau serabut, tidak larut dalam air. mempunyai kekuatan mekanis yang tinggi dan tahan terhadap enzim pencernaan. Protein ini terdapat dalam unsur-unsur struktur tubuh. Contohnya meliputi kolagen, myosin, fibrin, dan karatin pada rambut, kuku, dan kulit. Berdasarkan strukturnya protein dibagi menjadi empat, yaitu : 1) Struktur Primer Struktur primer adalah rantai polipeptida. Struktur primer protein di tentukan oleh ikatan kovalen antara residu asam amino yang berurutan yang membentuk ikatan peptida. Struktur primer dapat di gambarkan sebagai rumus bangun yang biasa di tulis untuk senyawa organik. 2) Struktur Sekunder Struktur sekunder ditentukan oleh bentuk rantai asam amino : lurus, lipatan, atau gulungan yang mempengaruhi sifat dan kemungkinan jumlah protein yang dapat dibentuk. Struktur ini terjadi karena ikatan hydrogen antara atom O dari gugus karbonil ( C=O) dengan atom H dari gugus amino ( N-H ) dalam satu rantai peptida, memungkinkan terbentuknya konfirasi spiral yang disebut struktur helix. 3) Struktur tersier Struktur tersier ditentukan oleh ikatan tambahan antara gugus R pada asam-asam amino yang memberi bentuk tiga dimensi sehingga membentuk struktur kompak dan padat suatu protein. 4) Struktur kuartener
Struktur kuartener adaalah susunan kompleks yang terdiri dari dua rantai polipeptida atau lebih, yang setiap rantainya bersama dengan struktur primer, sekunder, tersier membentuk satu molekul protein yang besar dan aktif secara biologis.
1
Gambar disamping; gambar Struktur protein, 1) struktur primer, 2) strutur sekunder, 3) struktur tersier, 4) struktur kuarterner.
2 3 4
C. Denaturasi dan Renaturasi Protein
Denaturasi adalah perubahan struktur tersier, sekunder, kuartener tanpa mengubah struktur primernya (tanpa memotong ikatan peptide). Proses ini bersifat khusus untuk protein dan mempengaruhi protein yang berlainan dan sampai yang tingkat berbeda pula. Denaturasi dapat terjadi oleh berbagai penyebab yang paling penting adalah bahan, pH, garam, dan pengaruh permukaan. Denaturasi biasanya dibarengi oleh hilangnya aktivitas biologi dan perubahan yang berarti pada beberapa sifat fisika dan fungsi seperti kelarutan (Deman,1989).
Sebagian besar protein dapat diendapkan dari larutan air dengan penambahan asam tertentu seperti, asam trikloroasetat dan asam perklorat. Penambahan asam ini menyebabkan terbentuknya garam protein yang tidak larut. Zat pengendapan lainnya adalah tungstat, fosfotungstat dan metanofosfat. Protein juga diendapkan dengan kation tertentu seperti Zn2+ dan Pb2+ (Patong, dkk., 2012). Protein dapat mempertahankan kesesuaian bentuknya asalkan lingkungan fisik dan kimianya dipertahankan. Jika lingkungan berubah maka, protein dapat terurai atau mengalami perubahan sifat ( denaturasi ); mereka dapat kehilangan struktur sekunder, tersier, dan kuarternya sehingga aktivitas biologisnya juga hilang. 1) Kesesuaian bentuk protein bergantung pada ikatan hidrogen, yang lemah dan sangat senitif terhadap perubahan PH dan suhu. 2) Paparan singkat pada suhu yang tinggi ( diatas 60 oC ) atau paparan pada asam atau basa kuat dalam periode waktu yang lama akan menyebabkan denaturasi karena ikatan hidrogen ruptur. a) Sebagian protein dapat dikembalikan kebentuk aslinya, jika terdenaturasi tanpa harus menjadi insoluble. b) Perbedaan panas yang besar dapat menyebabkan denaturasi yang menetap. Putih telur akan memadat dan menjadi insoluble jika dipanaskan. -
Suhu tubuh yang sangat tinggi dapat menyebabkan koagulasi protein selular.
-
Jika suhu tubuh naik sampai diatas 41 oC atau 42oC maka akan mengakibatkan denaturasi protein.
Denaturasi mempunyai sisi positif dan sisi negatif. Sisi negatif denaturasi : Protein kehilangan aktivitas biologis Pengendapan protein Protein kehilangan beberapa sifat fungsional Sisi positif denaturasi yaitu : Denaturasi panas pada inhibitor tripsin dalam legume dapat meningkatkan tingkat ketercernaan dan ketersediaan biologis protein legum. Protein yang terdenaturasi sebagian lebih mudah dicerna, sifat pembentuk buih dan emulsi lebih baik daripada protein asli. Denaturasi oleh panas merupakan prasyarat pembuatan gel protein yang dipicu oleh panas. Beberpa protein (kulit dan dinding dalam saluran penceraan) sangat tahan terhadap denaturasi, sedangkan protein-protein lain sangat peka. Denaturasi dapat bersifat reversible jika suatu protein hanya dikenai kondisi denaturasi yang lembut, seperti sedikit perubahan pH. Jika protein ini dikembalikan ke lingkungan awalnya, protein ini dapat memperoleh kembali struktur lebih tingginya yang alamiah dalam suatu proses yang disebut renaturasi. Sayang renaturasi umunya sangat lambat atau tak terjadi sama sekali. Analisa Urutan Protein dan Polipeptida Penentuan yang berhasil dari urutan asam amino insulin oleh Frederick Sanger pada thun 1953 menjadikan sasaran analisis primer lengkap dari protein merupakan suatu kenyataan ilmiah. Karena urtan asam amino dari suatu polipeptida sangat mempengaruhi konformasi aslinya, maka pengetahuan mengenai urutan memberikan wawasan kimiawi terkait yang memebantu untuk mengerti
struktur
makromolekul
suatu
polipeptida.
Jika
data
penentuan
urutan
disuplementasidengan data dari penelitian kristalografi X-ray, maka hasil kombinasinya melengkapi perincian mengenai struktur 3 dimensi dari protein dan mengemukakan sifat kimia
yang kecil tetapi kritis yang membantu menjelaskan fungsi biologi molekul . Riset biologi molecular sangat mengandalkan padakekuatan analisis dari dua pendekatan eksperimental ini.
Walaupun penentuan oleh Sanger mengenai urutan dari 51 residu asam amino dalam insulin mengantarkankita pada era perangkaian protein, namun kemajuan teknologi selanjutnya dan teknik analisis yang menjadikan perangkaian dari polipepetida besar yang terdiri dari 100 atau lebih residu merupakan tugas riset yang baik, khususnya perkembangan dari analisator asam amino dan prosedur degradasi sekuensial Edman. Namun, penentuan dari urutan asam amino masih merupakan tugas yang banyak memakan waktu, karena memerlukan beberapa jenis analisis yang berbeda yang hasilnya harus dikolasi untuk mendapatkan urutan ini. Penentuan urutan termasuk sejumlah reaksi kimia spesifik dan teknik untuk memisahkan peptide dan mengidentifikasi asam amino. Prosedur eksperimental yang digunakan digambarkan melalui penentuan urutan dari pentadekapeptida hipotesis berikut, suatu peptidayang mengandung 15 residu asam amino. *H3N-Al-Gln-Lis-Tir-Met-Ser-Met-Ile-Arg-Val-Sis-Lis-Trp-Gli-COO-
Metode klasik untuk menentukan komposisi asam amino dikembangkan oleh Stanford Moore dan William Stein. Metode ini dimulai dengan hidrolisis asam, yang biasanya melibatkan penambahan suatu polipepetida dengan HCL 6 N pdasuhu 110 0C selama 24 jam dalam tabung hampa udara yang disegel. Asam amino dalam hasil campuran ini kemudian dipisahkan dengan kromatografi pertukaran ion, suatu prosedur yang bermodalkan karakteristik ionisasi diferensiasi dari masing-masing asam amino dan pada hidrofobisitas dari rantai sampingnya. Metode ini dimasukkan dalam suatu sistem otomatis (analisator asam amino) yang memisahkan dan kemudian mengkuantifikasikan setiap asam amino dalam suatu campuran. Analisator ini bertindak sebagai perintis dari instrumentasi analisisotomatis (dan dewasa ini terkomputerisasi) yang dewasa ini ditemukan dalam fasilitas perangkat protein.
Pemisahan Moore dan Sistein menggunakn dua kolom kromatografi, salah satu disebut kolom pendek, digunakan untuk melarutkan asam amino dasar dari NH4, dan yang lain kolom panjang yang memisahkan asam amino lainnya. Kedua kolom mengandung resinpolistiren sulfonasi yang bermuatan dalam bentuk Na+ (gambar 6.2). Prosedur yang biasa adalah menyesuaikan campuran asam amino dengan pH 2 (asam amino protonasi) sebelum menggunakan suatu sampel kurang dari 1 mg dari campuran pada suatu kolom. Pertukaran kation terjadi jika asam amino terprotonasi (dan NH4) berikatan dengan suatu kolom melalui pertukaran kolom dengan Na + dan resin bersulfonasi (B dari gambar 6.3). Setiap kolom kemudian dielusi pada pH yang lebih tinggi (yang mempengaruhi ionisasi asam amino) dengan dasar natrium sitrat. Sekarang ion natrium bertukaran dengan asam amino yang kemudian secara selektif dielusi dengan dapar tunggal , dan kolom yang panjang merupakan proses elusi dua langkah. Seperti dinyatakan sebelumnya hidrofobisitas dari tulang punggung resin juga menyumbang pada terjadinya proses pemisahan. Perhatikan gambar 6.4.
Pada sistem yang otomatis, setiap asam amino yang dielusi menjalani suatu reaksi paska kolom dengan reagen ninhidrin pada 1000 C pada gambar 6.5 yang menghasilkan warna biru tua atau ungu kecuali dengan prolin.
Pada sistem yang otomatis, setiap asam amino yang dielusi menjalani suatu reaksi paska kolom dengan reagen ninhidrin pada 1000 C pada gambar 6.5 yang menghasilkan warna biru tua atau ungu kecuali dengan prolin.
Prinsip penentuan ini didasarkan pada cara Sanger untuk penentuan urutan asam aminodalam protein insulin yang bebas dari kontaminasi. Cara bertingkat dilakukan sebagai berikut : 1. Penentuan asam amino C-ujung dan asam amino N-ujung 2. Pemutusan rantai polipeptida menjadi fragmen peptida dengan rantai yang lebih pendek. Pemutusan rantai dilakukan dengan enzim tripsin. Tripsin menghidrolisis ikatan peptida yang gugus karbonilnya merupakan residu asam amino lisin atau arginin.
3. Fragmen peptide yang didapat, kemudian dipisahkan satu dari yang lain dengan cara elektroforesis atau kromatografi. Tiap fragmen peptida dihidrolisis sempurna dan asam aminonya ditentukan. 4. Asam amino C-ujung dan asam amino N-ujung tiap fragmen peptida yang didapat dari pokok 2 ditentukan. Dari data sampai pokok 4 ini, urutan asam amino tiap fragmen peptida (dipeptida dan tripeptida) dapat ditentukan, sedangkan urutan asam amino peptide yang lebih panjang belum tentu diketahui. 5. Fragmen peptide yang mempunyai rantai lebih panjang dari tripeptida ( yang didapat dari pokok 2), ditentukan urutan asam aminonya dengan cara Edman, yaitu dengan pereaksi fenilisotiosianat. 6. Diambil polipeptida asal dan pemotongan rantai menjadi fragmen peptida diulang lagi, tetapi dengan mempergunakan enzim lain, misalnya kimotripsin atau pepsin, atau sianogenbromida. Kimotripsin menghidrolisis ikatan peptide yang gugus karbonilnya berasal dari asam amino fenilalanin, triptofan, atau tirosin. 7. Pepsin menghidrolisis ikatan peptida yang gugus aminonya berasal dari asam amino fenilalanin, triptofan, tirosin, leusin, asam aspartat, dan asam glutamat. Sianogenbromida memyerang ikatan peptida yang gugus karbonilnya berasal dari metionin. 8. Dengan cara membandingkan komposisi asam amino dan asam amino N-ujung serta Cujung dari fragmen yang dihasilkan kedua cara hidrolisis tersebut, maka urutan yang benar sisa asam amino dalam polipeptidaasaldapat ditentukan (Wirahadikusumah,2012)
DAFTAR PUSTAKA
http://www.academia.edu/7189097/PROTEIN http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/Protein-kuliah%20ko2.pdf http://core.ac.uk/download/pdf/11726886.pdf http://ocw.usu.ac.id/course/download/111-Basic-Biology-ofClasic/bbc_slide_asam_amino_proteina.pdf http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/sulistyani-msi/5b-protein.pdf http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1932/1/09E01872.pdf http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24170/4/Chapter%20II.pdf https://fitriyanihidayatri.wordpress.com/ http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/Andian%20Ari%20Anggraeni,%20ST.,M.Sc./Kimia%2 0Pangan%20-%20Bab%2001%20-%20Protein.pdf http://lms.aau.ac.id/library/ebook/U_10292_03/files/res/downloads/download_0424.pdf http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/biokimia/bab%206.pdf Wirahadikusumah, Muhammad. 2012. Biokimia. Bandung: Penerbit ITB.