Made By Disabled: Program Pengembangan Potensi Difabel Berbasis Ekonomi Kreatif dan Ramah Lingkungan di Panti Asuhan Bina Remaja Yogyakarta Andy Aulia Prahardika1, Abisatya Yogi Pradika2 1,2
Jurusan Teknik Mesin dan Industri, Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
[email protected];
[email protected]
ABSTRAK Usaha Kecil dan Menengah (UKM) sebagai langkah awal bagi masyarakat Indonesia untuk menjadi seorang wirausahawan telah mengalami perkembangan yang cukup signifikan dari tahun ke tahun. Hingga tahun 2012 jumlah Usaha Kecil dan Menengah (UKM) telah meningkat sebesar 2,57% dari tahun 2011 yang menujukkan bahwa Indonesia berada dalam masa berkembang dari segi ekonomi. Disisi lain, Indonesia juga merupakan Negara dengan jumlah penyandang disabilitas yang cukup besar yaitu sebesar 15% dari total masyarakat Indonesia pada tahun 2012 dan hanya sedikit dari mereka yang mendapatkan pekerjaan pada usia produktif. Selain itu di lingkungan sekitar masih banyak tersedia limbah-limbah yang dapat didaur ulang menjadi produk bernilai ekonomis. Dengan latar belakang tersebut perlu adanya suatu sistem manajemen program pemberdayaan penyandang disabilitas yang sesuai untuk mengembangkan potensi dan menuntun para penyandang disabilitas untuk berwirausaha. Dalam mengembangkan sistem tersebut dibutuhkan peran serta baik dari panti asuhan dan komunitas penyandang disabilitas yang kemudian dilakukan analisis kebutuhan dan perancangan model dengan menggunakan prinsip Plan, Do, Check. Konsep yang dihasilkan bernama Made by Disabled kemudian diaplikasikan pada Panti Asuhan Bina Remaja Yogyakarta untuk mengetahui hasil dari konsep yang telah dirancang. Hasil dari model yang terbangun yaitu konsep Made by Disabled tersebut mampu meningkatkan produktifitas para penyandang disabilitas yang berusia produktif, berkurangnya limbah di lingkungan sekitar berupa batok kelapa, meningkatkan pendapatan, dan menarik minat masyarakat sekitar terutama penyandang disabilitas untuk ikut dalam mengembangkan usaha pengolahan limbah.
Kata kunci : Usaha Kecil dan Menengah (UKM), penyandang disabilitas, batok kelapa, made by disabled.
ABSTRACT Small-and-Middle Enterprise (SME) which is the first step for Indonesian people when they want to be an entrepreneur has developed and increased significantly year-by-year. In 2012, the total number of Smalland-Middle Enterprise (SME) in Indonesia has increased 2,57% than in 2011 which is indicate that Indonesia has already come into a developing-stage in terms of economic growth. In the other side, Indonesia was also dominating by disabled-person which is contributed 15% from the total of Indonesian
1
population in 2012 and only in a small number who get a job on their productive-stage. Besides, there are also many kinds of waste that possible to recycled into a valueable products. Based on that reasons, a management system to improve the disabled-persons skills are needed to guide them to be a productive and possibly to be an entrepreneur primarly by develop waste on their surrounding. To develop that system, others stakeholders are needed to involved primarly a disabled-persons orphanage or other related communities together analyzed needs as the main base to design an integrated-management system which is designed by follow the plan, do, check method. Made by Disabled concept which is already designed are applicated in Bina Remaja Orphanage in Yogyakarta to know the improvement shown by the disabled-person and others related stakeholders by implementing this concpet. The result after Made by Disabled concept was implemented that itu can improve the disabled-person productivity, eliminate waste (coconut sheel), increase revenue, and attract the other people especially disabledpersons to involved in this activities.
Keywords : Small-and-Middle Enterprise (SME), disabled-person, coconut sheel, made by disabled.
1.
PENDAHULUAN Usaha Kecil dan Menengah (UKM) sebagai tahapan awal bagi masyarakat
Indonesia yang memulai kegiatan wirausaha (startup business) telah mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Menurut data (Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, 2011) menyatakan bahwa pada tahun 2012 jumlah Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di Indonesia telah mengalami peningkatan sebesar 2,57% dari tahun 2011, sehingga saat ini jumlah wirausaha di Indonesia adalah sebesar 55.206.444. Menurut (David McCleland, 1961) menyatakan bahwa hanya dengan 2% dari total masyarakat di suatu negara maka dapat dikatakan bahwa Negara tersebut merupakan Negara yang maju. Menyadari hal tersebut, pemerintah melalui pihak terkait tengah menggalakkan kebijakan inkubasi wirausaha bagi masyarakat terutama masyarakat muda Indonesia untuk membangun usaha baru untuk meningkatkan jumlah wirausahawan di Indonesia yang kemudian akan berdampak langsung pada jumlah lapangan kerja dan perkapita Negara. Disisi lain, masyarakat Indonesia juga cukup didominasi oleh para penyandang disabilitas atau yang biasa disebut difabel. Sebanyak 36.841.956 orang di Indonesia merupakan penyandang disabilitas atau sekitar 15% dari total masyarakat Indonesia menurut (World Health Organization, 2012). Namun menurut (Kementerian Ketenagakerjaan, 2010) baru 7.126.409 penyandang
2
disabilitas yang memiliki pekerjaan. Hal ini didasari oleh banyaknya perusahaan yang belum mampu untuk mengakomodir mereka untuk bekerja di perusahaan tersebut. Padahal jika melihat pada Resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa No. 61 Tahun 2006 tentang Convention on the Right Persons with Disabilities (CRPD) yang telah diratifikasi pada November 2011 menyatakan bahwa penyandang disabilitas berhak atas hak-hak yang sama termasuk pekerjaan. Kaum penyandang disabilitas di Indonesia tentu tidak hanya dapat bekerja sebagai karyawan di suatu perusahaan namun juga dapat membangun usaha sendiri seperti Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang tentunya dapat memberikan penghidupan yang layak bagi diri sendiri dan orang lain serta secara tidak langsung dapat mendukung kebijakan inkubasi pemerintah. Tidak sedikit dari para penyandang disabilitas yang memiliki keterampilan dalam berwirausaha dan kreatifitas dibidang lain yang dapat bernilai ekonomi. Dalam membangun suatu Usaha Kecil dan Menengah (UKM) saat ini sangat membutuhkan kreatifitas dan strategi yang tinggi untuk bersaing dengan wirausahawan lainnya baik di tingkat lokal maupun nasional. Salah satu kreatifitas yang mulai ditonjolkan dalam menjalanan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) adalah industri kreatif berupa pengolahan limbah. Jumlah limbah baik organik serta anorganik yang tersebar di masyarakat tidak sedikit dan dapat dimanfaatkan kembali baik menjadi fungsi awalnya maupun menjadi produk bernilai ekonomis lainnya. Para penyandang disabilitas di Indonesia juga tidak sedikit yang memiliki kreatifitas dalam hal kerajinan tangan (handycraft) sehingga hal ini tentu dapat dikembangkan menjadi suatu usaha kecil yang dapat membantu penghidupan mereka, salah satunya adalah para penyandang disabilitas di Panti Asuhan Bina Remaja, Yogyakarta. Permasalahan yang ditemukan di Panti Asuhan Bina Remaja Yogyakarta yang terletak di desa Gonoharjo, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta ini adalah banyak penyandang disabilitas yang mampu untuk membuat kerajinan tangan manik-manik namun tidak dikembangkan secara optimal. Jika melihat range umur dari penyandang disabilitas di Panti Asuhan Bina Remaja dapat disimpulkan bahwa mereka termasuk dalam umur produktif dimana mayoritas dari mereka berumur diantara 8-44 tahun. Selain itu disekitar panti tersebut sangat berlimpah limbah berupa
3
batok kelapa yang masih dalam kondisi cukup baik untuk dapat diolah atau didaur ulang menjadi kerajinan tangan yang juga bersifat ramah lingkungan. Kurang optimalnya pengembangan potensi baik dari sumber daya manusia dan potensi limbah yang ada disekitar tidak lain disebabkan oleh kurangnya sistem manajemen yang baik dimulai dari pendampingan bagi penyandang disabilitas dalam mengembangkan potensi kerajinan tangan, pengelolaan mesin hingga pemasaran. Sehingga perlu adanya suatu sistem yang terintegrasi yang melingkupi seluruh pihak panti asuhan baik dari pengurus harian, pengasuh hingga penyandang disabilitas untuk bersama-sama mengembangkan potensi yang kemudian dapat dijadikan usaha bagi mereka untuk mendapatkan penghidupan yang layak. Sistem tersebut dinamakan Made by Disabled mencakup seluruh kegiatan yang mendukung pemberdayaan potensi penyandang disabilitas dan limbah disekitarnya mulai dari motivasi, pelatihan pengolahan limbah batok kelapa, pelatihan manajemen pengelolaan usaha bisnis hingga pemasaran produk. Sehingga didapatkan rumusan masalah berupa rancangan sistem manajemen pemberdayaan potensi yang sesuai dengan kondisi penyandang disabilitas. Sistem ini memiliki tujuan bagi para penyandang disabilitas supaya tidak lagi hanya bergantung pada bantuan baik dari pemerintah maupun donatur namun mereka mampu untuk mandiri dan menjadi wirausaha yang kemudian dapat menjadi lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar.
2.
PEMBAHASAN
2.1. Metode Penelitian Terdapat beberapa tahapan dalam pelaksanaan program “Made by Disabled” yang akan dilaksanakan. Namun secara garis besar terdapat tiga tahapan utama dalam pelaksanaan program ini yaitu perancangan model (plan), pelaksanaan program (do), dan evaluasi dan pengembangan (check). Tahapan rinci dari program “Made by Disabled” dapat dilihat pada skema berikut.
4
Gambar 1. Skema tahapan program “Made by Disabled” untuk pemberdayaan difabel di Panti Bina Remaja, Yogyakarta
2.1.1. Tahapan perancangan model program (plan) Pada tahapan perancangan model program atau rencana program yang akan dilaksanakan, observasi kondisi nyata panti asuhan sebagai mitra program “Made by Disabled” merupakan kegiatan yang pertama kali dilaksanakan dengan menghimpun data-data yang dapat digunakan sebagai acuan dalam pengembangan model pelaksanaan program. Selain itu, pemetaan potensi mitra juga dilaksanakan untuk mengetahui potensi apa yang dapat dikembangkan dan diberdayakan melalui program ini. Pengembangan rancangan program kemudian dilaksanakan dengan pihak mitra dengan acuan berupa data yang telah dihimpun sebelumnya. Pada kegiatan ini pula antar pihak saling bertukar pendapat dan ide untuk menghasilkan rancangan program yang sesuai dengan keadaan lapangan, kemampuan, dan keinginan bersama. Seluruh data yang telah didapatkan kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis SWOT untuk mengetahui potensi-potensi serta trade-off dari pengembangan potensi di Panti Asuhan Bina Remaja Yogyakarta. 2.1.2. Tahapan pelaksanaan program (do) Setelah model disusun secara sistematis dan memperhatikan potensi dan beberapa aspek kemampuan di lapangan, pelaksanaan model dapat dilaksanakan dengan kerjasama yang erat antar pihak. Beberapa kegiatan yang dilaksanakan yaitu: 1) Pelatihan skill yang merupakan kegiatan pelatihan bagi pengasuh panti asuhan yang nantinya akan membantu penyandang disabilitas penyandan disabilitas untuk membuat suatu produk berupa handicraft dari bahan batok kelapa. Trainer yang ahli dalam bidang masing-masing akan didatangkan untuk melatih para pengurus 5
serta pada waktu tertentu akan secara langsung mengarahkan penyandang disabilitas saat berlatih membuat produk bersama pengasuh. 2) Pelaksanaan program (mandiri) merupakan tindak lanjut dari pelatihan skill yang telah dilaksanakan. Pengasuh panti asuhan dan penyandang disabilitas akan membuat produk bersama-sama tanpa asistensi dari trainer. 3) Pemasaran juga merupakan tindak lanjut dari pelaksanaan program yang telah dilaksanakan oleh pengasuh dan penyandang disabilitas panti. Pengurus (pengelola) panti akan dilatih bersama-sama untuk memasarkan hasil kreasi penyandang disabilitas baik melalui sarana online maupun offline. Media sosial seperti facebook, twitter, instagram dan website merupakan sarana online yang akan digunakan untuk memasarkan produk karena memiliki jangkauan yang luas, mudah dan murah. Sedangkan untuk metode offline terdapat tiga cara pemasaran yaitu (1) showroom di lokasi panti asuhan yang bernama Griya Harapan; (2) mengikuti kegiatan pameran, bazaar dan sejenisnya; (3) promosi secara personal melalui metode mouth-by-mouth. 2.1.3. Tahapan evaluasi dan pengembangan (check) Tahapan ini merupakan evaluasi dari semua kegiatan yang telah dilaksanakan dan evaluasi yang diadakan terbagi menjadi dua yaitu evaluasi rutin yang diadakan setiap akhir minggu dan evaluasi besar yang diadakan pada setiap akhir bulan. Evaluasi yang dilaksanakan membahas kendala-kendala yang dialami, jalannya kegiatan, administrasi (keuangan), dan program kedepan. Setelah itu hasil evaluasi akan diperbaiki atau dikembangkan untuk kemudian dilaksanakan di waktu berikutnya. 2.2. Hasil Secara garis besar kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan program yang dirancang dengan fokus utama yaitu kerajinan tangan dengan capaian rinci dapat dilihat sebagai berikut. 1.
Pelatihan
Sebagai langkah awal dalam pengembangan potensi baik dari pengasuh dan penyandang disabilitas dalam hal mengolah limbah berupa batok kelapa menjadi kerajinan tangan dilaksanakan program pelatihan yang juga diimbangi dengan motivasi bagi mereka. Untuk program pelatihan kerajinan tangan sendiri telah
6
berjalan sepenuhnya dan telah terlihat hasilnya yang dapat dilihat dari variasivariasi bentuk hasil kerajinan tangan yang telah dibuat. Sehingga tingkat ketercapaian dari pelatihan kerajinan tangan tersebut telah meningkat dari yang semula sebelum adanya program ini hanya berada pada skala 3 dari 5 menjadi 4 dari 5 berdasarkan interview melalui kuesioner. 2.
Produksi
Dengan adanya program made by disabled, penyangan disabilitas dengan didampingi oleh pengasuh mampu memproduksi berbagai jenis kerajinan tangan dari limbah batok kelapa menjadi berbagai jenis gantungan kunci, gelang, hiasan meja dan lain sebagainya. Selain itu pengasuh dan penyandang disabilitas secara mandiri juga berinisiatif untuk mengembangkan kerajinan tangan dari bahan batok kelapa untuk dibuat menjadi bentuk yang lain. Seluruh kerajinan mereka juga telah dikemas dengan packaging yang menarik sehingga memudahkan mereka untuk memasarkan produk tersebut. Dari segi waktu produksi, para penyandang disabilitas serta pengasuh saat ini lebih rutin meluangkan waktunya setiap hari untuk membuat kerajinan tangan. Dengan adanya pelatihan yang dilakukan sebelumnya, pada proses produksi yang dilaksanakan yang sebelumnya hanya melibatkan sebanyak 4 penyandang disabilitas, saat ini telah melibatkan 12 penyandang disabilitas.
Gambar 3. Proses pengolahan batok kelapa oleh penyandang disabilitas
3.
Publikasi dan Pemasaran
Jika melihat rencana yang berkaitan dengan publikasi dan pemasaran, semua rencana tersebut baik melalui offline maupun online telah tercapai sepenuhnya. Untuk publikasi dan pemasaran offline meliputi brosur, pameran, mouth-to-mouth yang melibatkan baik, pengasuh hingga pengurus panti, serta yang tak kalah penting adalah pembukaan showroom khusus untuk menampilkan dan menjual produk-produk penyandang disabilitas yang bernama Griya Harapan yang terletak
7
di Panti Asuhan Bina Remaja. Sedangkan untuk publikasi serta pemasaran online dilakukan dengan memanfaatkan jejaring sosial facebook, twitter, instagram, dan website yang mulai dikelola secara mandiri oleh pihak panti dengan melibatkan salah satu penyandang disabilitas tuna wicara. Adapun hasil dari publikasi dan pemasaran sudah cukup terlihat dari adanya pesanan dan beberapa pihak yang datang ke panti asuhan Bina Remaja secara langsung. Sehingga melalui kuesioner yang melibatkan pengasuh dan pengurus panti dengan skala 1-5, hingga saat ini efektifitas publikasi dan pemasaran produk penyandang disabilitas telah mencapai 3 dari 5 (cukup) dari sebelumnya hanya 2 dari 5 (kurang).
Gambar 4. Salah satu hasil produk olahan limbah batok kelapa
4.
Penerapan sistem manajemen
Pengurus panti dan pengasuh telah dilibatkan dalam suatu organisasi dengan tugas dan tanggung jawab masing-masing terkait dengan program made by disabled yang dilaksanakan di panti asuhan Bina Remaja. Beberapa divisi yang ada yaitu divisi prakarya, divisi makanan, divisi publikasi dan pemasaran, serta divisi keuangan. Dalam pembentukan organisasi tersebut juga dirumuskan alur dan tugas masing-masing divisi dengan harapan adanya organisasi tersebut dapat membuat program made by disabled tetap berjalan dan berkembang. Adapun manajemen berikutnya terkait dengan sarana prasarana yang merupakan salah satu tugas wajib masing-masing divisi yaitu meliputi pemanfaatan perkakas yang ada termasuk perkakas sumbangan, pemanfaatan ruangan panti asuhan, serta pengadaan perkakas yang dibutuhkan dan belum dimiliki pihak panti karena sistem manajemen sarana prasarana merupakan salah satu yang dapat menjamin berlangsungnya program ini. Sehingga hingga saat ini dari kuesioner dengan skala 1-5, saat ini tingkat efektifitas sistem manajemen yang ada telah mencapai skala 4. 2.3. Potensi Keberlanjutan
8
Dengan berjalannya program made by disabled telah memunculkan potensipotensi yang dapat membuat program ini akan terus berlanjut. 1) Program made by disabled dapat dijadikan role model bagi panti asuhan sejenis lainnya untuk mengembangkan potensi penyandang disabilitasnya masing-masing karena pada program ini tidak hanya menekankan pada memberikan bantuan material saja namun program made by disabled merupakan suatu sistem yang terprogram dan bertahap dengan melibatkan semua unsur panti, sehingga secara tidak langsung program ini akan memberikan rasa bahwa semua unsur panti terlibat dalam mengembangkan potensi penyandang disabilitas mereka masingmasing. 2) Dengan adanya program made by disabled yang berbasis sistem tersebut maka akan berdampak pada pemikiran inovatif dalam hal pengolahan limbah disekitar dari unsur panti seperti halnya potensi yang dikembangkan akan terus berkembang dan menjadi semakin bervariasi. 3) Program ini yang juga mengedepankan publikasi dan pemasaran juga akan menarik minat khalayak umum karena produk-produk yang dihasilkan oleh penyandang disabilitas berkebutuhan khusus dapat bersaing dengan produk lainnya. Masyarakat akan melihat produk yang dihasilkan dalam program made by disabled selain memiliki nilai seni, ekonomi juga sosial karena secara tidak langsung masyarakat akan merasa peduli dengan keberadaan produk dan program tersebut karena yang membuat adalah orang berkebutuhan khusus. 4) Dalam jangka panjang, penyandang disabilitas yang ikut dalam kegiatan made by disabled akan memiliki keterampilan dan semakin mahir dalam suatu bidang seiring berjalannya waktu sehingga tidak menutup kemungkinan secara individu mereka akan membentuk suatu usaha mandiri dan memiliki jiwa wirausaha.
3.
SIMPULAN DAN SARAN Konsep Made by Disabled sebagai sistem manajemen pengembangan potensi
kreatifitas penyandang disabilitas dengan memanfaatkan potensi limbah yang ada disekitar mampu meningkatkan produktifitas dari penyandang disabilitas. Hal ini ditunjukkan dengan jumlah hasil karya olahan limbah yang dihasilkan semakin variatif dan berjumlah cukup banyak. Selain itu dengan manajemen made by
9
disabled mampu menarik minat dari penyandang disabilitas lain di sekitarnya untuk ikut serta dalam usaha pengolahan limbah tersebut terbukti dengan meningkatnya jumlah penyandang disabilitas yang turut ikut dalam usaha tersebut. Secara tidak langsung para penyandang disabilitas dengan dibantu oleh pengawasan dari panti asuhan Bina Remaja Yogyakarta mampu membentuk suatu unit Usah Kecil dan Menengah (UKM) berupa home industry baru yang dapat bersaing dengan produsen kerajinan tangan lainnya. Melihat perkembangan yang cukup signifikan dengan pengaplikasian konsep sistem Made by Disabled tersebut kemudian diharapkan dapat dijadikan suatu pilot project bagi panti asuhan
penyandang
disabilitas
lain
maupun
komunitas
sejenis
dalam
mengembangkan potensi para penyandang disabilitas serta mengolah limbah yang ada di sekitar sehingga akan menciptakan usaha kerajinan ramah lingkungan. Bagi pemerintah, konsep ini dapat dijadikan bentuk upaya baru dalam mengembangkan potensi para penyandang disabilitas sekaligus mengurangi jumlah difabel yang belum mendapatkan pekerjaan serta meningkatkan jumlah wirausaha di Indonesia guna menuju Indonesia yang mandiri dan maju. 4.
DAFTAR PUSTAKA
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah. 2012. Statistik UMKM 2012. Jakarta. Bappenas. 2014. Bappenas bersama Sejumlah K/L Matangkan Draft RAN Penyandang Disabilitas. Diunduh dari http://bappenas.go.id/berita-dan-siaranpers/bappenas-bersama-sejumlah-kl-matangkan-draft-ran-penyandangdisabilitas/ pada 10 September 2015. Napitupulu, R.H. 2013. Landasan Konseptual Perencanaan Dan Perancangan Pusat Pelayanan Difabel Di Yogyakarta Berdasarkan Pengolahan Sirkulasi dan Pengolahan Tata Ruang Dalam Bersuasana Homey. Diunduh dari http://e-journal.uajy.ac.id/id/eprint/3398 pada 10 September 2015. Hamilton R.T., Harper D.A. 1994. The Entrepreneur in Theory and Practice. Journal of Economic Studies. Vol. 21 No.6, pp. 3-18. Hermana. 2008. Pemberdayaan Penyandang Cacat: Apa Tanggung Jawab Sosial Perusahaan?. Diunduh dari http://www.kemsos.go.id/modules.php?name=News&file=article&sid=594 pada 10 September 2015. World Health Organization, World Bank. 2011. World Report on Disability. WHO, Malta. 10