BioTrends Vol.6 No.2 Tahun 2015
LYSOSOMAL CELL DEATH SEBAGAI TARGET PENGEMBANGAN OBAT ANTIKANKER TERKINI Riyona Desvy Pratiwi Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI Jalan Raya Bogor Km. 46, Cibinong Science Center, Bogor, Jawa Barat E-mail :
[email protected]
P
engembangan obat antikanker semakin penuh tantangan karena harus mampu mengiringi progresivitas penyakit kanker itu sendiri. Layaknya sel normal, sel kanker juga memiliki sistem perlindungan terhadap kondisi dan paparan senyawa yang dapat mengganggu aktivitas dan perkembangannya. Sistem perlindungan tersebut berpotensi menyebabkan resistensi terhadap terapi kanker. Oleh karena itu, diperlukan obat antikanker yang efektif dengan risiko resistensi yang rendah. Dalam dua dekade terakhir, hampir sebagian besar obat
antikanker dikembangkan untuk memicu apoptosis. Apoptosis merupakan jalur kematian sel yang distimulasi oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik, serta melibatkan berbagai protein, seperti famili caspase, protein pro-apoptosis (Bax dan Bak) dan protein antiapoptosis (Bcl2). Akan tetapi, menjadikan apoptosis sebagai target satu-satunya dalam terapi kanker diduga tidak efektif dan berisiko tinggi menimbulkan resistensi (Hu dan Kavanagh, 2003). Resistensi terhadap apoptosis dikategorikan dalam dua jenis, yaitu resistensi bawaan
Gambar 1. Struktur lisosom (Settembre, dkk., 2013)
8
(innate/primary innate/primary resistance resistance) dan resistansi yang terjadi setelah sel kanker diberi perlakuan dengan obat tertentu ((acquired resistance). Sebagai contoh, resistensi bawaan disebabkan oleh adanya mutasi gen p53 pada sel kanker. Overekspresi presi gen p53 dapat menghambat terjadinya apoptosis (Hanahan, 2000). Sedangkan pada acquired resistance resistance, sel kanker yang telah diberi perlakuan obat tertentu mengalami mutasi yang dapat menginaktivasi protein pro-apoptosis apoptosis dan mengaktivasi protein anti anti-apoptosis. Dengan demikian, efektivitas obat pemicu apoptosis itu pun akan berkurang bahkan tidak efektif sama sekali (Zahreddine dan Borden, 2013). Resistensi terhadap obat pemicu apoptosis ini telah d ditemukan dalam beberapa studi, baik pada uji pre-klinik klinik menggunakan model sel manusia atau pun pada uji klinik. Aas, dkk., (1996) melalui studi yang melibatkan 63 pasien yang menderita kanker payudara, menemukan resistensi bawaan terhadap doxorubicin (obat antikanker penginduksi apoptosis) yang disebabkan mutasi gen p53. Selain itu, Giri dan Anggarwal (1998) melaporkan resistensi terhadap pemberian tumor necrosis alpha (TNFa) sebagai pemicu apoptosis, pada salah satu sel T manusia, yaitu sel HuT HuT-78. Pemberian an TNFa pada sel HuT HuT-78 mengaktivasi NF NF-κB yang dapat menghambat terjadinya apoptosis. Aktivasi NF NF-κB ini ternyata dapat juga disebabkan oleh beberapa obat yang sudah lazim digunakan dalam terapi kanker seperti
BioTrends Vol.6 No.2 Tahun 2015
doxorubicin, daunorubicin, taxol, vincristine dan vinblastine, campthothecin, dan etoposide. Kasus resistensi lainnya ditemukan pada sel kanker kolorektal manusia, HTC116. Sel tersebut mengalami resistansi terhadap oxaliptalin, obat antikanker pemicu apoptosis yang sering digunakan untuk terapi kanker kolorektal. Resistensi ditandai dengan tidak terdeteksinya ekspresi Bax (salah satu protein pro-apoptosis) (Gourdier, dkk., 2002). Oleh karena tingginya kasus resistensi terhadap obat antikanker pemicu apoptosis, diperlukan pengembangan senyawa antikanker yang bekerja melalui jalur non-apoptosis (GrothPedersen dan Jäӓtelӓ, 2013). Jalur kematian sel yang tidak melibatkan protein proapoptosis/anti-apoptosis mulai diperkenalkan sekitar satu dekade lalu. Jalur tersebut merupakan jalur yang bergantung pada organel pendegradasi, yakni lisosom sehingga dikenal sebagai
Gambar 2.
lysosomal cell death (LCD) (Giuccardi, dkk., 2004). Sebelum membahas LCD lebih lanjut, terlebih dahulu akan dipaparkan sekilas mengenai lisosom dan perubahannya pada sel kanker yang dapat mempermudah terjadinya LCD.
digesti intraselular maupun ekstraselular, serta berfungsi dalam homeostasis kolesterol dan membran plasma (Appelqvist, dkk., 2013). Sebagai organel penghancur, di dalam lisosom terdapat sekitar 50 enzim pendegradasi yang terdiri dari protease, lipase, glikosidase, Lisosom nuklease, sulfatase, dan fosfatase (Luzio, dkk., 2007). Uniknya, pada Lisosom merupakan organel sel kondisi normal, enzim yang terdapat pada tepi nukleus pendegradasi tersebut dapat hampir di semua sel hewan dan tersimpan dengan baik di dalam manusia, kecuali pada sel darah lisosom dan tidak merembes ke merah. Ukuran dan bentuk lisosom sitosol karena membran lisosom bervariasi dari ± 0.1-1.2µm dalam dilindungi oleh suatu protein yang disebut sebagai LAMP (lysosomal bentuk bulat dan agak lonjong (Luzio, dkk., 2007 dan Appelqvist, associated membrane protein). dkk., 2013). Berbeda dengan Perlindungan oleh LAMP organel-organel lainnya, lisosom disebabkan adanya glikosilat rantai memiliki membran lipid bilayer berat yang tahan terhadap tunggal yang tidak dilengkapi degradasi terutama pada suasana reseptor mannose-6. Selain itu, pH asam (Eskelin, 2006). Komponen di dalam lisosom, yakni pH 4.5-5, lisosom lebih lengkap dapat dilihat lebih rendah dibandingkan pH pada Gambar 1. pada sitosol dan di dalam organel lainnya yang cenderung netral Lalu, dengan spesifikasi dan (±pH 7.4) (Luzio, dkk., 2007). keunikan yang dimilikinya, Organel ini berperan dalam sistem bagaimanakah lisosom dapat
Mekanisme terjadinya LCD (diadopsi dari Groth-Pedersen dan Jäӓtelӓ, 2013). Beberapa faktor penginduksi akan meningkatkan permeabilisasi membrane lisosom sehingga katepsin keluar dari lisosom. Pelepasan katepsin dalam jumlah besar dapat menyebabkan necrosis-like cell death, sedangkan pelepasan katepsin dalam jumlah kecil menyebabkan apoptosis-like cell death. Sementara itu, katepsin juga dapat mengaktivasi Bid yang berfungsi untuk mengaktikan Bax/Bak. Bax/Bak merupakan protein yang dapat meningkatkan permeabilisasi mitokondria atau mitochondrial outer membrane permeabilization (MOMP). Sitokrom-c terlepas menuju sitosol sebagai hasil dari MOMP. Sitokrom-c ini akan berikatan dengan Apaf1 untuk mengikat caspase-9, kemudian caspase-9 mengaktivasi caspase 3,6, dan 7 yang menyebabkan terjadinya apoptosis.
9
BioTrends Vol.6 No.2 Tahun 2015
berperan dalam proses kematian sel (LCD)? Lysosomal Cell Death Lysosomal cell death (LCD) diawali dengan terjadinya permeabilisasi membran lisosom yang disebabkan oleh berbagai faktor seperti oksidan, spingiosin, kinase, protease, protein virus dan bakteri, serta obat – obat tertentu yang dapat terakumulasi di dalam lisosom atau disebut juga sebagai senyawa lisosomotropik (Giuccardi, 2004 dan Johansson, 2010). Meningkatnya permeabilitas membran lisosom ini mengakibatkan enzim-enzim yang tersimpan di dalam lisosom keluar menuju sitosol. Enzim – enzim tersebut kemudian mendegradasi molekulmolekul di dalam sel dan pada akhirnya merusak membran plasma yang diiringi dengan kematian sel (Boya dan Kroemer, 2008). Dari sekian banyak enzim lisosom, katepsin ditemukan berpengaruh besar dalam LCD, terutama katepsin B, D, dan L (Boya dan Kroemer, 2008). Pelepasan katepsin dalam jumlah besar dapat menyebabkan kematian sel dengan morfologi yang mirip seperti nekrosis. Nekrosis merupakan jalur kematian sel yang ditandai dengan dilatasi sel, terpisahnya ribosom dari retikulum endoplasma, dan terkadang ditemukan kondensasi nukleus. LCD yang menyebabkan morfologi sel seperti nekrosis ini disebut juga sebagai necrosis-like cell death (Boya dan Kroemer, 2008; Ziegler dan Groscurth, 2004). Sebaliknya, pelepasan parsial katepsin mengakibatkan kematian sel dengan morfologi seperti apoptosis (ditemukannya kondensasi nukleus, membrane blebbing, dan
pembentukan badan apoptotik), sehingga dikenal dengan apoptosis-like cell death (Giuccardi, 2004; Boya dan Kroemer, 2008; Galuzzi, dkk., 2012) (Gambar2). Konsep lysosomal cell death (LCD) sering kali menimbulkan kerancuan dengan konsep autofagi yang lebih dahulu dikenal dalam bidang biologi sel. Autofagi merupakan proses kematian sel
Menyerang sel kanker melalui jalur LCD sangat menguntungkan karena adanya perbedaan antara sel normal dan sel kanker dalam hal tingkat ekpresi katepsin dan kondisi lisosom. Katepsin diekspresikan lebih banyak pada sel kanker dibandingkan pada sel
sel kanker dibandingkan pada sel normal (Allison, 1974; Kallunki, dkk., 2013). Tingginya kadar katepsin di dalam lisosom, dapat mengurangi proteksi membran oleh LAMP-1 dan LAMP-2 sehingga membran lisosom akan lebih mudah rusak (Kallunki, dkk., 2013). Di samping itu, pada sel kanker, lisosom ditemukan dalam jumlah yang lebih banyak, berukuran lebih besar, dan lebih rapuh oleh karena aktivasi fosfatidilinositol-3 kinase (PI3K) (Mousavi, dkk., 2003; Glunde, dkk., 2003). Permeabilisasi membran lisosom akan lebih cepat terjadi pada lisosom yang berukuran lebih besar. Selain tingkat ekspresi katepsin dan perubahan lisosom, oksidan intraseluler yang merupakan salah satu pemicu permeabilisasi membrane lisosom, ditemukan lebih banyak pada sel kanker (Boya dan Kroemer, 2008). Meskipun demikian, pelepasan katepsin haruslah spesifik, yakni hanya pada intraseluler karena katepsin B, D, dan L yang terlepas keluar sel (katepsin ekstraseluler) dicurigai menyebabkan metastasis dan mempercepat progresivitas penyakit kanker (Kallunki, 2013). Bagaimanakah menstimulasi permeabilisasi membrane lisosom?
Permeabilisasi membran lisosom dapat dipicu oleh faktor eksternal yang terakumulasi di dalam lisosom. Mekanisme akumulasi ini yang melibatkan autofagosom dikenal juga dengan istilah yang berfusi dengan lisosom lisosomotropism. Sedangkan membentuk autolisosom, senyawa yang dapat terakumulasi sedangkan LCD, seperti yang dalam lisosom, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya hanya disebutkan sebelumnya, dikenal bergantung pada katepsin yang dengan istilah senyawa dilepaskan melalui permeabilisasi lisosomotropik (Firestone, 1979). membran lisosom (Boya, dkk., Prinsipnya, senyawa 2013). lisosomotropik harus bersifat amfifilik (memiliki gugus apolar dan Menyerang sel kanker melalui jalur polar), memiliki atom karbon LCD sangat menguntungkan sekitar 18-20; merupakan basa karena adanya perbedaan antara lemah dengan pKa 6.5-11 (optimal sel normal dan sel kanker dalam pKa 8); dan ClogP > 2 hal tingkat ekpresi katepsin dan (Nadanaciva, dkk., 2011; Ndolo, kondisi lisosom. Katepsin dkk., 2012; Giraldo, dkk., 2014). diekspresikan lebih banyak pada
10
BioTrends Vol.6 No.2 Tahun 2015
Senyawa-senyawa dengan karakter demikian, secara teoritis dapat berdifusi pasif dengan mudah ke dalam sel melalui membran plasma. Setelah berada di dalam sel, pada pH netral sitosolik, senyawa tersebut ditemukan dalam bentuk tidak terprotonasi dan kemudian berdifusi pasif ke dalam membran lisosom. Begitu masuk ke dalam lisosom yang memiliki pH rendah, senyawa lisosomotropik akan terprotonasi. Senyawa yang telah terprotonasi, terperangkap di dalam lisosom dan terakumulasi di sana (Firestone, 1979; Giraldo, dkk., 2014). Begitu mencapai critical micelle concentration
Bagaimanakah mendeteksi permeabilisasi membran lisosom? Beberapa metode telah dikembangkan untuk mendeteksi permeabilisasi membran lisosom, antara lain (Boya dan Kroemer, 1 2 2008; Aits , dkk., 2015; Aits , dkk., 2015) : 1.
Menggunakan marka yang dapat berfluoresensi pada suasana asam, seperti acridine orange atau LysoTM tracker . Prinsipnya, setelah terjadi permeabilisasi membran lisosom, marka akan berdifusi ke dalam
pH sitosol sehingga marka dapat berfluoresensi di luar lisosom. 2.
Mengukur aktivitas katepsin yang terlepas dari lisosom. Setelah sel dipapari senyawa yang dapat menginduksi LCD, sitosol kemudian diekstraksi dari sel dengan menggunakan digitonin. Digitonin bersifat sebagai deterjen yang dapat merusak plasma membran dengan menggantikan kolesterol pada membran.
3.
Dari lisat sel tersebut, aktivitas katepsin yang terlepas dari lisosom dapat diukur. Metode
Gambar 3. Proses akumulasi agen lisosomotropilk di dalam lisosom (diadopsi dari Giraldo, dkk., 2014) (CMC), senyawa lisosomotropik membuka pori membran lisosom layaknya kinerja senyawa yang bersifat deterjen (Repnik, dkk., 2013). Pori membran lisosom yang terbuka menyebabkan katepsin dikeluarkan dari lisosom (Boya dan Kroemer, 2008).
lisosom dan berfluoresensi di dalam lisosom yang bersuasana asam. Akan tetapi metode ini memiliki kekurangan sebab memungkinkan terjadinya positif palsu karena adanya faktor-faktor tertentu seperti obat-obatan yang bersifat asam, yang dapat mengubah
11
ini cukup spesifik untuk mengukur katepsin yang keluar dari lisosom karena digitonin lebih mudah merusak plasma membran, sedangkan membran lisosom lebih tahan terhadap digitonin sebab jumlah kolesterol pada membran plasma lebih banyak
BioTrends Vol.6 No.2 Tahun 2015
dibandingkan pada membran lisosom.
agen lisosomotropik, tidak menunjukkan aktivitas terhadap LCD. Peluang masih terbuka lebar 4. Menggunakan loading bagi para peneliti untuk menggali dekstran yang berfluoresensi lebih lanjut mengenai senyawake dalam lisosom. Ketika senyawa yang berpotensi membran lisosom sudah membunuh sel melalui LCD. permeabel, dekstran yang Dengan demikian, jalur alternatif berfluoresensi dapat diamati ini dapat dijadikan sebagai target keluar dari lisosom dan pengembangan obat antikanker, ditemukan di sitosol. Metode terutama untuk sel kanker yang ini juga berguna untuk analisa telah resisten terhadap senyawa real time dan untuk penginduksi apoptosis. mengetahui ukuran pori Daftar Pustaka membran lisosom yang terbuka berdasarkan ukuran dekstran yang keluar dari Aas, T, Borresen, AL, Geisler, S, lisosom. Sorensen, BS, Johnsen, H, Varhaug, JE, Akslen LA, 5. Overekspresi galektin-3 yang dan Lonning, PE. (1996), terkonjugasi dengan protein Spesific p53 mutations are berfluoresensi sebagai associated with de novo biomarker. Galectin-3 resistance to doxorubicin in merupakan protein unik yang breast cancer patients, memiliki carbon recognition Nature Medicine, 2(7) : 811domain (CRD). Pada kondisi 814 normal, galektin-3 ditemukan 1 sebagian besar dalam sitosol. Aits , S, Jӓӓtelӓ, M., dan Ketika terjadi permeabilisasi Nylandsted, J. (2015), membran lisosom, galectin-3 Methods for the akan bertranslokasi menuju quantification of lysosomal lisosom yang rusak dengan membrane permeabilization berikatan dengan glikan N: A hallmark of lysosomal cell death, Methods in Cell acetylactosamin yang Biology, 126 : 261-285. terdapat pada protein membran lisosom. Galektin-3 2 yang sebelumnya terlarut di Aits , S, Kricker, J, Liu, B, dalam sitosol akan Ellegaard, AM, Hämälistö, terakumulasi pada lisosom S, Tvingsholm, S, Termeau, yang rusak dan membentuk EC, Høgh, S., Farkas, T, spot. Kelebihan metode ini Jonassen, AH, Gromova, I, adalah dapat digunakan Mortensen, dan M, Jäättelä, langsung untuk mendeteksi M. (2015), Sensitive jumlah lisosom yang rusak. detection of lysosomal membrane permeabilization Status LCD dan pengembangan by lysosomal galectin antikanker terkini puncta assay, Autophagy, 11 (8) : 1408-1424 Belum banyak data yang menjelaskan lebih detail mengenai Allison, AC. (1974), Lysosomes in cancer cells, Journal of LCD. Pagliero, dkk., (2015) Clinical Pathology, 1974 (7) menemukan bahwa mekanisme lisosotropism tidak cukup untuk : 43-50 menjelaskan terjadinya LCD. Beberapa senyawa yang secara Appelqvist, H, Wӓster, P, Kagedal, struktur kimia tidak memiliki gugus K, Öllinger, K (2013) : The amina (secara teoritis tidak bersifat lysosome : froms waster bag basa lemah), ternyata memberikan to potential therapeutic target, Journal of Molecular efek positif terhadap LCD, Cell Biology, 5(4) : 214-226 sebaliknya beberapa senyawa yang memiliki karakter layaknya
12
Boya, P. dan Kroemer, G. (2008), Lysosomal membrane permeabilization in cell death, Oncogene, 27 : 64346451 Boya, P, Reggiori, F, dan Codogno, P. (2013), Emerging regulation and fuctions of autophagy, Nature Cell Biology, 15 : 713-721 Eskelin, EL. (2006) : Roles of LAMP-1 and LAMP-2 in lysosome biogenesis and autophagy, Molecular Aspects in Medicine, 27 : 495-502 Firestone, RA, Pisano, JM, Bonney, RJ. (1979), Lysosomotropic agents.1.Synthesis and cytotoxic action of lysosomotropic detergents., Journal of Medicinal Chemistry, 22(9) : 11301133 Galluzzi, L, Vitale, I, Abrams, JM, Alnemri, ES, Baehrecke, EH, Blagosklonny, MV, Dawson, TM, Dawson, VL, El-Deiry, WS, Fulda, S, Gottlieb, E, Green DR, Hengartner, MO, Kepp, O, Knight, RA, Kumar, S, Lipton, SA, Lu, X, Madeo, F, Walorni, F, Mehlen, P, Nunez, G, Peter, ME, Piancentini, M, Rubinsztein., DC, Shi, Y, Simon, HU, Vandanebeele, P, White, E, Yuan, J, Zhivotowsky, B, Melino, G, Kroemer, G. (2012), Molecular defenitions of cell death subroutines: recommendations of the Nomenclature Committee on Cell Death 2012, Cell Death and Differentiation, 19 : 107120 Giraldo, AMV, Appelqvist, H, Ederth, T., dan Öllinger, K. (2014), Lysosomotropic agents : impact on lysosomal membrane permeabilization and cell
BioTrends Vol.6 No.2 Tahun 2015
death, Biochemical Society Transactions, 42(5) : 14601465 Giri, DK dan Anggarwal, BB. (1998), Constitutive activation of NF-κB causes resistance to apoptosis in human cutaneous T cell lymphoma HuT-78 cells : Autocrine role of tumor necrosis factor and reactive oxygen intermediates, The Journal of Biological Chemistry, 273 : 1400814014 Giucciardi, ME, Leist, M dan Gores, GJ. (2004), Lysosomes in cell death, Oncogene, 23 : 2881- 2890. Glunde, K, Guggino, SE, Pathak, AP, Ichikawa, dan Y, Bhujwalla, ZM. (2003), Extraceullar acidification alters lysosomal trafficking in human breast cancer cells, Neoplasia, 5(6) : 533545
Regulation of apoptosisassociated lysosomal membrane permeabilization, Apoptosis : 15, 527-540
clearance and energy metabolism, Nature Reviews Molecular Cell Biology, 14: 283-296
Kallunki, T., Olsen, OD., Jӓӓtelӓ, M.( 2013), Cancerassociated lysosomal changes : friends or foes?, Oncogene, 32 : 1995-2004
Zahreddine, H dan Borden KLB. (2013), Mechanism and insights into drug resistance in cancer, Frontiers in Pharmacology, 4(28) : 1-8.
Luzio, JP, Pryor, PR, Bright, NA. (2007) : Lysosome : fusion and function, Molecular Cell Biology, 8 : 622-632
Ziegler, U dan Groscurth, P. (2004), Morphological Features of Cell Death, News in Phisiological Science, 19 : 124-128
Mousavi, SA, Brech, A, Berg, T, dan Kjeken, R. (2003), Phosphoinositiside 3-kinase regulates maturation of lysosomes in rat hepatocytes, Journal of Biochemistry, 372 : 861-869 Nadan aciva, S, Lu, S, Gebhard, DF, Jessen BA, Pennie, WD, Will, Y. (2011), A high content screening assay for identifying lysosomotropic compounds, Toxicology In Vitro, 25(3) : 715-723
Gourdier, I, Del Rio, M, Crabbe, L, Candeil, L, Copoisa, V, Ndolo RA, Luan Y, Duan S, Ychoub, M, Auffray, C, Forrest ML, Krise JP (2012) Martineau, P, Mechtia, N, Lysosomotropic properties Pommier, Y.(2002), Drug of weakly basic anticancer specific resistance to agents promote cancer cell selectivity in vitro. PLoS oxaliptalin is associated with ONE 7(11): e49366 apoptosis defect in a cellular model of colon carcinoma, FEBS Letters, 529 : 232-238 Pagliero, RJ, D’Astolfo, D, Lelieveld, D, Pratiwi, RD, Groth-Pedersen, L dan Jäӓtelӓ, M. Groth-Pedersen, L, Jaatela, (2013), Combating M, Martin, N, Liskamp, R, apoptosis and multidrug Klumperman, J, Egan, DA. resistant cancers by (2015) : Discovery of new targeting lysosomes, Cancer small molecules that Letters, 332 : 265-274. induces lysosomal cell death in cancer cells, submitted. Hanahan, D. (2000), The hallmark of cancer, Cell, 100(1): 57Repnik, U, Cesen, MF, dan Turk, 70. B. (2014), Lysosomal membrane permeabilization Hu, W, dan Kavanagh, JJ. (2003) : in cell death : Concepts and challenges, Mitochondrion, Anticancer therapy targeting the apoptotic pathway, 19(A) : 49-57 Oncology, 4, 721-729. Settembre, C, Fraldi, A, Medina, Johansson, A.C., Appelqvist, H., DL, dan Ballabio, A, (2013), Nilsson, C., Kageldal, K., Signals from the lysosome : Roberg, K., Öllinger. (2010), a control centre for cellular
13