lf
lurnal Ilmu Administrasi
w llEBUAxlil
'!rari 2011
:', P restnsi
.
v.h;;.L..., LJUtl.t^Ltra
*
t,,-,,^t ililtd il,,,,, ta,1,,,;,,;. h.--; t.LrtlttttJLi ttJt
ttr, lalti
\,/clurne9
*
|Jomor 1
*
lanuad
2011
KETIMPANGAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA; DALAM PERSPEKTIF KEBIIAKAN PUBLIK
2000.
:.Iettusia
Eli Haryati
Karya. .'ttttusiawi :i'ntbin{rfit,
a
Gunung
'-
;;:litinn di
ruii
)'rgtutisnsi.
1\-a Barat tentang ';is Dneruth ng: Arsip r Provinsi
i
Nstianal deuelopmr.nt carried out sbtce 1969 until todny, in sddition to bringing n rnriety o.f enmuragittg results also bad to inequi$. In additiort to htequttli$ in inconrc dktributiott, ineEtality is still aisible betuoeen oreas of davlcpruai befioem the Westent Regiats cf Irtdonesin (I(BI) ttnd Eastern Indonesh (KTl), between central and loatl leoels, betueen latta and outsiLle faoa, ts zuell as befraeen urban nnd ntrai areas. Varints shdies shotu hrcquality of deaeloptnat fu Indonesin todrry is still wide, although since 2001 hns stsrted fl neru ern of regionnl ationonty, which airus to ilnprwe oeople's ruelfare. One of the factors causirtg these disparities is a public policy orientation of tlwelopment strategy thst relies too ntuch on growth and too sectorsl. Therefore, it takes courage gwenmrent to interaene directly through poliry strategy deaelopment foanxd on tlrc erytalization. Keyrvords: inequality of deoelopment, pwer$, decentrslizntiut, y"tblic policy.
Pailleian
;"iy Kinerja
'irnh
Kota
\Iagister Program '5
:-ri ltbntnrr S=;olnh di ':);'ttt
Kota
\Iagister Program "J'
Pc,'rr, a r-"t,9 ll\^Ll
LATAR BEI.-4.KANG
Indonesia mulai
melaksanakan
pembangunan nasional sejak Pelita I (1969-1974) di bawah kepemimpinan Soeharto. Hasil-hasil pembangunan yang dilaksanakem pemerintah orde baru telah mencapai puncaknya pada awal, 7997. Indonesia pada waktu itu dikenal sebagai
salah satu negara di Asia
yang pertumbuhan ekonominya menakjubkan, sehingga banyak dipuji oleh Bank Dunia sebagai salah satu kekuatan baru dunia di bidang ekonomi yang sangat prospektif. Namun, semua prestasi dan pujian ifu hilang dalam sekejap ketika krisis moneter melanda Lrdonesia pada pertengahan 1997 yang kemudian meluas menjadi krisis ekonomi dan berujung
Sejak Soeharto jahrh, empat presiden
yaitu Flabibie, Gus Dur, Megawati dan SBY berusaha keras memulihkan perekonomian Indonesia. penerusnya
Berbagai program pembangunan ekonorni telah dilaksanakan oleh para penguasa
itu. Hasil pembangunan di bawah kepemimpinan Soeharto dan empat presiden penerusnya tersebut memang banyak dirasakan masyarakat. Hasil pembangunan dalam aspek fisik narnpak dari makin banyaknya infrastruktur, sarana dan prasarana yang dibangun. Dalam bidang ekonomi, daya beli masyarakat secara nasional meningkat dan berkurangnya jumlah penduduk miskin. Dalam bidang pendidikan ditandai dengan makin meningkatrrya Angka Melek Huruf (AMH) dan Rata-rata
Program Magister Ilmu Adminiskasi, Program Pascasarjana Universitas Pasundan
35
l{ebij akan I urnal llmu Adminis tr asi
Lama Sekolah (Rl.S). Sementara dalam bidang kesehatan ditandai dengan meningkatorya Usia Harapan Hidup (UHH). Ketiga bidang itu memberikan kontribusi pada peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) secara nasional
*
Volume9
*
Nomor 1
*
L _-;-
RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Kondisi
objektif
ketimpangan pembangunan di
2.
Indonesia?
Faktor-faktor apa saja penyebab ketimpangan pembangunan di Indonesia?
Kondisi di atas menunjukkan kemajuan pembangunan yang di lain pihak, berbagai infrastruktur, sarana dan
3. Strategi
mengatasi ketimpangan
pembangunan di Indonesia?
menggembirakan. Namun
prasarana yang dibangun ternyata hanya dinikmati oleh orang-orang kaya. Di kotakota besar, terdapat pemandangan yang sangat kontras antara bangunan megah dan kumuh. Selain itu, ketimpangan pembangunan jrga dirasakan antara antara Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI), pusat dan daerah, ]awa dan luar Jawa serta daerah perkotaan dan perdesaan. pembangunan Ketimpangan merupakan salah safu masalah krusial perlu diatasi segera karena dapat menimhulkan kecemburuan sosial ;ang berpotensi pad,a terladinya disintegrasi bangsa Pemerintah sebenamya dapat mengatasi atau setidaknya meminimalisir ketimpangan pembangunan itu melalui strategi kebijakan publik yang tepat. Dalam tulisan ini, penulis berusaha menganalisis ketimpangan pembangrrrnn di Indonesia dalam perspektif kebijakan publik. Permasalahan yang akan dibahas dalam tulisan ini yaitu : Sampai sejauh
mana ketimpangan pembangunan di Indonesia ? Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan ketimpangan tersebut ? Strategi kebijakan apa yffig harus dilakukan pemerintah untuk mengatasi ketimpangan tersebut ?
36
-
Januari 2011 t-' r.i.{L Lo"-. i
;:-,-. rCr !(r
I\:iIfL: J - i -LldLarI
-r.-L rIi.Sir-at
1. \i
KERANGKA TEORITIS Ketimpangan wilayah merupakan salah satu permasalahan yang pasti timbul dalam pembangunan. Ketimpangan wilayah menjadi signifikan ketika wilayah dalam suatu negara terdiri atas beragam potensi sumber daya alam, letak geografis, kualitas sumber daya manusia, ikatan ehris atau politik. Keberagaman ini selain dapat menjadi
2. irf
sangat berpotensi menggoncang stabilitas sosial
iG
dan politik nasional Salah satu jalan
a-l*
\i >F
:-. l=t mi .-t
l.,E-
sebuah keunggulan, juga
::::
Ere:
untuk mengurangi ketimpangan wilayah ialah menyelenggarakan pembangunan. Namun, pembangunan tidak serta meria dapat mengurangi ketimpangan wilayah. Salah satu dampak sosial yang terjadi akibat kesenjangan atau ketimpangan pembangunan ekonomi dalah adanya kemiskinan diberbagai sekior. Ketimpangan ini dapat ditunjukkan dengan berbagai indikator, seperti perbedaan tingkat pendapatan antar daerah (regional income disparities), indeks kualitas hidup phisik (PQLI), Indeks Pembangunan Manusia (IPM), jumlah dan persentase penduduk miskin, persentase tingkat pertumbuhan ekonomi, harapan hidup rata-rata, tingkat kepadatan penduduk dan lain-lain Dasar dari penggunaan indikator-indikator ini
<ar
G;L
hia FN
ket itu :
jr;
dii(,
(1q
3. lGt
-{n: Dal
Ffi atal
:..-. u5d
J
Fer!
s€t\
ketir anta
bermula dari pertimbangan untuk melengkapi penggunaan indikator
ar.E
pendapatan per kapita dalam mengukur
seIa.:
Program Magister Ilmu Administnsi, Program Pascasarjana Universitas Pasundan
Kebij aknn J urn al llmu Adntinistr asi
Volume9
kawasan, baik
4.
pemerintatq swasta, lembaga non pemerintah, danmasyaraka! t. Masih terbatasnya akses petani dan pelaku usaha skala kecil terhadap modal pengembangan usaha, input produksi, dukungan teknologi, dan jaringan pemasaran, dalam upaya mengembangkan peluang usaha dan kerjasarna investasi; g. Keterbatasan jaringan prasarara dan sararvr fisik dan ekonomi dalam mendukung pengembangan kawasan dan produk unggulan daerah; h. Belum optimalnya pemanfaatan kerangka kerjasama antar daerah untuk mendukung peningkatan daya saing kawasan dan produk unggulan. Kawasan-kawasan perbatasan dan terpencil kondisinya masih terbelakang. Kurang berfungsinya sistem kota-kota dalam Pengembangan Wilayah. Pembangunan wilayah selama ini
pada dasamya berlangsung di wilayah perkotaan, sedikit sekali yang dilaksanakan di perdesaan; Pembangunan perkctaan dan perdesaan belum saling terkait membenfuk suafu sistem pembangunan wilayah yang sinergis, bahkan cenderung sendiri-sendiri dan saling merugikan. c. Peran kota-kota sebagai "motor penggeraV' (engine of deoelopmrnt) dan pendorong belum berjalan dengan baik; d. Belum terwujudnya pembangunan kota-kota kecamatan yang hirarkis sehingga belum dapat memberikan pelayanan yang 38
*
Nomor 1
*
Januari 2011
efektif dan optimal bagl wilayah
kereu
belakangnya.
etr^ 156
Kesenjangan Pembangunan antara Desa dan Kota.
a.
lnvestasi ekonomi oleh swasta
maupun
pemerintah
(infrastrukhrr dan kelembagaan) cenderung terkonsentrasi di daerah perkotaan.
b.
C.
l<'::-:
Kegiatan ekonomi di wilayah perkotaan rnasih banyak yang tidak sinergis dengan kegiatan ekonomi di wilayah perdesaan Peran kota yang diharapka-n dapat mendorong perkembangan perdesaan, justru memberikan dampak yang merugikan pertumbuhan perdesaan.
ru;nai l-i L:i -'l El^ :dri
'.
!.d
crang. -a
.- tga --
LrEr
t
gia
tentu Sarna
KL1n:i) }d-l
rsa:
lndcnr miskin
& besar
indor* terbag
kem;sL
PEMtsAIIASAN
seja-k e
1. Kondisi Obyektif Ketimpangan
derr-as.
Pembangunan di Indonesia ]ika berkendaraan di kota-kota besar seperti Jakarta, orang akan dengan mudah melihat makin banyak mobil dan motor yang mendominasi jalanan ibukota. Kondisi yang sama juga dengan rnudah ditemukan di kota Bandung, Surabaya, Semarang, Yogyakarta, dan kota-kota lain di Indonesia. Tingkat penjualan mobil dan motor pun dari tahun ke tahun terus meningkat sejalan dengan meningkabrya jumlah penduduk. Begitu juga tingkat penjualan rumah terus meningkat Supermarket dan mnll juga barryak dibangun yrmg semuanya selalu dipenuhi pembeli. Kondisi ini mengisyaratkan satu
hal yang sangat luar biasa yaitu di
Lrdonesia ternyata makin banyak orang kaya ! Benarkah demikian ? Pemandangan yang sangat kontras akan ditemui jiku berkunjung ke perkampungan di bantaran sungai Ciliwung atau di sepan;:ang pinggir rel
Program Magister Ilmu Administrasi, Program Pascasarjana Universitas pasundan
penduc
mengi +^-l:L tEl u dl-l
IumLah
Miskir i Itio.
S,rmbrr:
Tat pendud !^-^l-L:LCI dl\l Lu
Penurur menjarl-i
Meskipr
miskin
r
banl'ak mencaF€
Ben ekononri
an
2011
\rilavah antara srvasta
nerintah rtagaan)
rsi
di
t-iiavah
&
]'arlg
kegiatan SaarL
an dapat nbangan
nterikan erugikan
nPangan ota besar
nmudah
ur motor ibukota.
w.h;;.t t,,,.,^t tr,,,,, a4,,,;,,;.t...; L!UaJtt^uta.- Jaat tatla tLtttfr t tLLtttLt.tJL, tat
*
kereta api di Jakarta. Di sana orang akan dengan mudah menemukan banyak rumah kumuh dari bilik bambu atau
tripleks yang berhimpitan. Rumah vang sama sekali tidak layak itu dihuni oleh orang-orang yang berpenampilan kumuh dengan derajat kesejahteraan, kesehatan, gizi, tingkat pendidikan ),ang rendah, dan tentu saja sangat miskin. Kondisi yang sama juga ditemukan di kota-kota lain. Kondisi ini mengisyaratkan satu hal yang sangat memprihatinkan yaitu di Indonesia ternyata makin banyak orang miskin !
Kemiskinan merupakan rnasalah besar yang dihadapi oleh pemerintah Indonesia. Untuk mengatasi kemiskinan,
berbagai program
pengentasan
kemiskinan telah dilakukan pemerintah sejak era orde baru hingga era reformasi devtasa ini. Menurut data BI15 jumlah penduduk miskin di Indonesia terus
mengalami penurunan
sebagaimana terlihat pada tabel di bawah ini :
|umtah dan
Persentase Penduduk Miskin cii Indonesia
\/^1.,-T\T^-^' YVTUUIE O / 1'k l\VUIVI
1I f*
I.h.,1; JqrrUGrr
,n11 aVIr
berhasil memacu tingkat pertumbuhan rata-rata 6 % per tahury sehingga telah berhasil meningkatkan pendapatan per kapita lebih dari 15 kali lipat. ]ika pada tahun 1967 pendapatan per kapita hanya sekitar 75 % dolar AS, tetapi di
penghujung Pembangunan Jangka Panjang I (25 t hott) pendapatan per kapita rakyat Indonesia telah mencapai
1.050 dolar AS. Kenyataan i,rga rnenunjukkan bahwa pembangunan ekonomi sepanjang 30 tahun terakhir telah berhasil mengangkat 76 juta rakyat Indonesia dari garis kemiskinan absolut.
]umlah penduduk miskin
di
Indonesia dari tahun ke tahun boleh jadi berkurang berdasarkan indikatorindikator dan standar yang digunakan oleh BPS, tetapi masih terjadi kesenjangan kaya dan miskin yang mencolok. \'ienurut
Bank Dunia, pada akhir tahun
2010
kesenjangan a.ntara kaya dan miskin di Indonesia cukup lebar. Dicontohkan bah',va tirgkat kemiskinan ar.tar provinsi memiliki kisaran yang cukup besar dari 37 % di Papua hingga 3,5 7o Ci DKI Jakarta.
n urudah
No.
Tahtrn
]umlah (]iwa)
iurabaya. -kota lain nobil dan lun terus ngkatny,a a tingkat reningkat. t'anyak dipenuhi rtkan satu
1.
2AA7
37.168.300
1.5,6
(2010), bangunan masyarakat
2.
2008
34.983.300
75,4
3.
2009
32.530.000
1,4,2
ZAN 4. 37.423.4AA Sumber: BPS, 2010
13,3
menunjukkan kesenjangan antara kaya dan miskin yang tajam. Dikatakannya bahwa bangunan masyarakat tersebut dapat digambarkan dengan huruf "T" terbalik Gambaran tersebut menunjukkan
i-aitu di
-ak orang
rt kontras
;ur,g ke r sungai inggir rel
a/o
Tabel di atas menunjukkan jumlah penduduk miskin dalam empat tahun terakhir Q007-2U0) terus mengalami penururum dari 37.168.300 jiwa Q,6,6 %)
menjadi
31..023.4-00
jiwa (13,3 %).
Meskipun demikian, jumlah penduduk miskin menurut Bank Dunia jauh lebih banyak dari data BPS di atas yaitu mencapai lebih dari 40 % setiap tahunnya. Berdasarkan data BPS, pembangunan
ekonomi sepanl'ang orde baru memang
Sementara menurut analisis Weiirang kita saat ini
lapisan menengah Indonesia
belum berarti jumlahnya, yang terlihat adalah segelintir orang yang kaya dan sebagian besar orang yang miskin. Sedangkan menurut data yang dikemukakan oleh juwono Sudarsono (dalam Welirang, 2010), hanya 15 juta omng yang dapat dikategorikan sebagai lapisan menengah atau kurang dari 10 % dari jumlah
penduduk Indonesia. h{ereka irti - Rp 7
berpenghasilan tetap Rp 3,5 juta
Program Magister Ilmu Administrasi, Program Pascasarjana Universitas Pasundan
39
lQbij akan I urual llmu Adntinistr asi
juta per kepala setiap tahunnya. Dari jumlah tersebut, baru 500.000 orang yang dapat dikategorikan hidup di atas garis kecukupan (memiliki kartu kredif rumah mewah, dua atau lebih kendaraanpfibadt, dan lainJain). Iika menggunakan kriteria Bank Dunia dan Lembaga Studi Pembangunan dari Universitas Susse& suatu negara mempunyai ketimpangan pembagian pendapatan yang rendah jika 40 % dafi penduduk yang berpendapatan rendah menerima lebih dari 17 % pendapatan nasional. Sedangkan ketimpangan pembagian pendapatan adalah tinggi jika kelompok penduduk ini menerima kurang dari 12 % dari pendapatan nasional. Ketimpangan pendapatan sedang jika kelompok penduduk ini menerima diantara 12 % dan 17 o/o dari pendi.patan nasional (Welirang, 2010). Berdasarkan data di abls, maka Indonesia dapat dikategorikan sebagai negara dengan ketimpangan pembagian pendapatan yang tinggr. Di Indonesia saai ini a
perdesaan. Beberapa
persoalan ketimpangan pembangunan antar daerah yaitu : (L) Terkoruentracinya industri manufhktur di kota-kota besar di Pulau 4A
*
\,/olume9
*
*
2011
Ktbti.i-
kesenjangan Kawasan Barat
di t-ii; wilala
Nomor 1
]anuari
Jawa, (2) Melebarnya
pembangunan antara Indonesia (KBI) dengan Kawasan Timur Indonesia (KTI), (3) Kesenjangan antara daerah perkotaan dan perdesaan; (4) Kurangnya keterkaitan kegiatan pembangunan antar wilayalL dan (5)
men\-e
menjac -\[r
2AAe) ;
pemha:
Terabaikarmya pembangunan daerah
kontek
perbatasan, pesisir, dan kepulauan.
f
.
i,.e
inJ
Berdasarkan data BIiS, ketimpangan
pernbangunan
di
nampak pada tahun 1"970-an. Pada saat itu, KBI telah menguasai lebih dari 80 % Produk Domestik Bruto (PDB) nasional, di mana Pulau Jawa memiliki porsi terbanyak dalam penguasaan PDB nasional, yaitu sekitar 46 % dengan luas wilayah yang hanya 9 % dari total luas wrlayah Indonesia. Sementara itu, KTI hanya menguasai sekitar 18 Yo PDB nasional. Kesenjangan ini juga dipengaruhi oleh ketimpangan antara
perkotaan
dan
tEl
Indonesia mulai
perdesaan.
Daerah
perkotaan didominasi oleh sektor industri pengolahary komunikasi. jasa, dan keuangary di mana sekior-sektor tersebut memiliki nilai tam.bah yang tinggi serta komparatif dan kompetitif yang tinggi antar sektor. Sementara itu, di perdesaan yang masih mengandalkan sektor pertanian sebagai penopang perekonomian, menyumbang 1.4 o/, bagi kontribusi PDB nasional yang masih kalah jauh dibandingkan dengan sektor komunikasi yang menempatkan lebih dari 1.6 % bagiPDB nasional.
2. 3.
Prognm Magister Ilmu Administr"si, Program Pascasarjana UniversiEs Pasundan
t€r
Beir
keb ber: 511.e
4.
Beh
kek pen,
I-44 npf
tr
J.
p^r,, l^ll
sin:'
p.la
kars,
Ier'-t serta
kat'u
penfo
prctl
6. \Iasi pelaL
pengi procii
jaring pengi
2.
Faktor-faktor Penyebab Ketimpangan Pembangunan di Indonesia Ketimpangan pembangunan secara makro disebabkan oleh adanya kesenjangan dalam alokasi sumber daya, yang meliputi sumber daya manusi& fisik, teknologi dan kapital. Alokasi sumber daya kebanyakan terkonsentrasi
B€i
da-r
ker;a-s
7.
Kei-rl saraft dalax:
karr'as daera-:
nuari 2011 senjangan ian Barat san Timur senjangan p'erdesaan;
kegiatan
, .ian (5) r daerah tan.
timpangan ia mulai Pada saat dari 80 % r nasional, ilili porsi ran PDB :ngan luas total luas ifu, KTI I ?o PDB ni juga an antara Daerah :or rndustri de, dan or tersebut inggi serta ang tinggi perdesaan :r sektor Penopang 1.1 1,6 bagi rr.g masih gan sektor :r lebih dari
di wilayah Indonesia bagian barat dan di ini menyebabkan KTI dan daerah perdesaan menjadi lebih te*inggai (El Eroy,2009). Menurut Sarjono (dalam El Eroy, 2009) penyebab terjadinya ketimpangan pembangunan antar daerah dalam
wilayah perkotaan. Kondisi
konteks mikro )'aitu
1.
2. 3. 4.
5.
6.
timpangan E_r1 Secara
adanya
nber daya
r I
manusia,
Alokasi
konsentrasi
*
Kebij akan Juntal lhttu Adnthtistr rci
7.
:
Keterbatasan informasi pasar dan informasi untuk teknologi pengembangan produk unggulan. Belum adanya sikap profesionalisme dan kewirausahaan dari pelaku pengembangan kawasan di daerah. Belum optimalnya dukurrgan kebijakan nasional dan daerah yang berpihak kepada petani dan pelaku swasta.
Belum berkembangnya inlrastruktur kelembagaan yang berorientasi pada pengelolaan pengernbangan usaha yang berkelanjutan dalam perekonomian daerah. Belum berkembangnya koordinasi, sinergitas, dan kerjasama,diantara pelaku-pelaku pengembangan kawasan, baik pemerintah, swasta, lembaga non pemerintah, dan petani, serta antara pusat, propinsi, dan kabupaten atau kota dalam upaya peningkatan daya saing kawasan dan produk unggulan. Masih terbatasnya akses petani dan pelaku usaha kecil terhadap modal pengembangan usaha, input produksi, dukungan teknologi, dan jaringan pemasaran dalam upaya pengembangan peluang usaha dan kerjasama investasi. Keterbatasan jaringan prasarana dan sararur fisik dan ekonomi di daerah dalam mendukung pengembangan
kawasan daerah.
dan produk
unggulan
Volurr.e9
*
Nomor 1
*
Januari 2011
B. Belum optimalnya pemanfaatan kerangka kerjasama antar daerah unfuk mendukung peningkatan daya saing kawasan dan produk unggulan. Sementara dalam konteks makro,
Dumairy (dalam El Erop
2009\
mengatakan terdapat ada dua faktor penyebab ketimpangan pembangunan dan hasil-hasilnya. Faktor pertama adalah
karena ketidaksetaraan anugerah awal (iltitial endowment) diantara pelaku-pelaku ekonomi. Sedangkan faktor kedua karena strategi pembangunan yang tidak tepat
yaitu cenderung berorientasi
pada
pertumbuhan (growth), Ketidaksetaraan anugerah awal adalah keserrjangan antara bekal " resources" yang dimiliki oleh para
pelaku ekonomi, yang sumberdaya alam,
meliputi kapital, keahlian/keterampiian, bakat/potensi atau sarana dan prasa;ana. Sumberdaya alam yar.g dimiliki tidak sama antar daerah, (pra)sarana ekonomi yang tersedia tidak sama antar daerah, lregrtu pula yang lain-lairurya seperti kapital, keahlian/keterampilan serta bakat atau potensi.
Secara makro ketimpangan pembangunan yang terjadi di diberbagai daerah, tentunya karena lebih disebabkan oleh aspek strategi pembangunan yang kurang tepat. Strategi pembangunan yang bertumpu pada pertumbuhan misaLnya, ternyata tidak mampu mengatasi persoalan-persoalan yang terjadi di daerah, malah sebaliknya hanya memperkaya pelaku-pelaku ekonomi tertentu yang dekat dan mudah mendapatkan akses pembangunan secara gratis (El Eroy, 2AA9\. Ketimpamgam pembemgunan di Lrdonesia seharusnya dapat diminimalisir
dengan bergulirnya era baru otonomi daerah berdasarkan UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah yang
Program Magister Ilmu Administrasi, Program Pascasarjana Universitas Pasundan
41"
Kebij akan J uru al llmu Ad.ministr asi
kemudian diubah dengan UU Nomor 32 Tahun 2004. Tujuan diberlakukannya era baru otonomi daerah adalah unfuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, sehingga jumlah penduduk miskin diharapkan makin berkurang. Melalui
peningkatan kesejahteraan ral
dimungkinkan karena
di era baru
otonorni daerah ini pemerintah daerah memiliki kewenangan yang jauh besar, termasuk juga dalam pengelolaan dan penggunaan anggaran unfu k peningkatian kesejahteraan rakyat. Anggaran yang diterima pemerintah daerah ini sebagian besar masih berasal dari bantuan pemerintah pusat. Selama era baru otonomi daer"ah telah banyak dana pemerintah pusat yang ditransfer ke daerah. Transfer dana pusat ke daerah ini mengalir dalam betbagai bentuk seperti Dana Bagi Hasil (DBFI), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Otonomi Khusus, Dana Penyesuaian, dana penyelenggaraan asas dekonsentrasi dan fugas pembantuan, serta dana instansi vertikal untuk penyelenggaraan kewenangankewenangan pusat yang tidak dilimpahkan ke daerah. Selain itu, juga ada berbagai dana bantuan seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT), Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PhIPIvf) Mandirf ]aminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), serta dana subsidi unfuk energi, pupuk, benih, dan minyak goreng. Transfer dana pusat ke daerah pada tahun 2009 mencapai sekitar 67A % dar^ belanja negara dalam APBN yang nilainya mencapai Rp LA37,1 Triliun. |umlah ini melonjak lebih dari 300 % sejak desentralisasi fiskal diberlakukan tahun
*
\,/oluir.e9
*
Nomor 1
*
Jar.uari 2011
Kebiitz*;
2001 dan cenderung meningkat dari tahun ke tahun (rata-rata 20,2 % per tahun), meskipun unfuk tahun 2AA9 menurun sebagai dampak dari krisis global. Dana tersebut lebih banyak dari RRC yang hanya sebesar 60 % dan
pengan daerah
neg,ra-negara anggota Organisasi Kerja Sarna Ekonomi dan Pembangunan (OECD) yang hanya sebesar 38 % (Kompas, 22Mei2009). Dana yaflg diterima oleh daerah sebanyak itu belum termasuk Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang jumlahnya bervariasi sesuai dengan potensi masingmasing daerah. Sarana dan prasararur milik pemerintah pusat yang dialihkan menjadi milik daerah nilainya juga mencapai ribuan triliun karena banyak instansi vertikal di daerah yang hralih
stafus menjadi dinas-dinas
daerah.
Demikian juga dalam hal kepegawaian terjadi pengalihan status pegawai pusat menjadi pegawai daerah yang iumlahnya mencapai \5 juta pegawai (Kompas, 22 Mei 2009).
Gambaran
di atas menunjukkan
bahwa melalui desentralisasi dan otonomi
daerah sesungguhnya daerah rnenjadi kaya baik dalam sumber dana, sarana dan prasaraftr maupun sumber daya manusia. Logikanya, dengan ju*lah dana, sarana prasarana/ dan sumber daya manusia yang besar seharusnya
itu
daerah nurmpu mendongkrak kinerja pemerintahan daeratr, kualitas pelayarnn publi( dan aparatur daerah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat di daerah. Dengan dana sebanyak ifu, di daerah seharusnya akan banyak tumbuh pusat-pusat kegiatan ekonomi, sehingga daereih akan banyak menenfukan kegiatan ekonomi dan pembangunan nasional dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan rakyal
Namun kenyataannya
Program Magister Ilmu Administrasi, Prognm Pascasarjana UniversiEs Pasundan
jumlah
tidak
a
dalarn
s
Set,
diguiirh berubah
15 prorkemiski
berbagai flndeLs
umurTl yang dj' anak r-ar serta p.er terbengk
:
men\-usu
meningh rusak fir Era
hanya L pejabat memperi3
mewah rakyat
\
-l
miskin- i miskin p: seharusnlpembangu
meningka: bulurrju
f*i
ketimpang anggaran : dari angga dan yane kepala car korupsi lainnya.
3.
Stratry Pembar Upava
atau
i
kesenjanga:
...-...-..------
,,, ,; (uurr
ln1 1 4wlI
dari Skat oo
I
per
1un
2049
ari
krisis nr-ak dari I oo dan sasi Kerja ibangunan
rr38% :h
daerah endapatan
umlahnya si masingFra5aran l dialihkan in)'a jrga na banyak
ng
i
beralih drerah.
legawaian
lrvai pusat prmlahnya .OmpaS, 22
:nunjukkan an otonomi h raenjadi tna, sarana
nter daya rn jumiah :mber daya seharusnya
:ali
kinerja ; pelayanan rah dalam
:-jahteraan r.a sebanyak
kan banyak
n
ekonomi, banyak ,nomi dan arn rangka rr rakyat. jumlah
Y,,eb
ij akan
J
urn nl Il
tt t
u Ad t
t
t
it t is
* Volur.e9 *
tr ss i
pengangguran dan masyarakat miskin di
daerah tidak banyak berkurang, serta tidak ada pertumbuhan baru di daerah dalam skala nasional.
Setelah era baru otonomi daerah digulirkan, angka kemiskinan tak banyak berubah di mana dari 33 provinsi, hanya 15 provinsi yr*g mengalami penurunan kemiskinan. Angka pengangguran di berbagai daerah juga meningkat, IPM (Indeks Pembangunan Manusia) secara umum justru memburuk, jumlah bayi yang divaksin semakin sedikit, jumlah anak ycmg tidak sekolah juga meningkat, serta pembangunan infrastruktur makin terbengkalai seperti terlihat dari makin menyusutnya panjang jalan dan meningkabrya persentase jalan yang rusak (Kompas, 22 };4.ei 20A91. Era baru otonomi daerah ternyata hanya banyal: mensejahterakan para pejabat di daerah. Mereka banyak memperoleh fasilitas rumah dan mobil
mewah dari uang rakyal
sementara
rakyat sendiri masih banyak yang hidup miskin. Kesenjangan antara kaya dan miskin pun makin lebar. APBD yang seharusnya diprioritaskan untuk rangka pembangunan dalam rakyat, kesejahteraan meningkatkan ternyata lebih banyak dipakai untuk belanja pegawai. Hal ini dapat dilihat dari
ketimpangan dalam APBD
di
mana
anggaran pembangunan selalu lebih kecil dari anggaran rutin. Hal ini sangat ironis dan yang lebih ironis lagi yaitu banyak kepala daerah yang tersangkut perkara korupsi APBD maupun dana-dana lainnya.
3. Strategi Mengatasi
Ketimpangan Indonesia Pembangunan di Upaya yang tepat untuk mengatasi atao setidaknya meminimalisir kesenjangan kaya dan miskin adalah
I'Jornor
1
*
Januari 2011
mengimplementasikan strategi pembangunan yang bertumpu pada pemerataan hasil-hasil pembangunan.
Oleh karena itu, untuk
dapat menghasilkan pembangunan ekonomi yang sebenar-benarnya dapat dirasakan oleh semua masyarakat, harus ada
kelrcranian dari pemerintah untuk mengubah cara pandang dan strategi
pembangunan ekonominya dari yang bertumpu pada perturnbuhan ke arah yang lebih bertumpu pada pemerataan secara sehat dan kompetitif. Kue-kue pembangunan harus dapat dinikmati dan dirasakan oleh semua masyarakat yang menjadi tanggung jaw-ab pemerintah daerah. Jangan sampai kue pembangunan
hanya milik segelintir kelompok atau
golongan tertentu sajayang dekat dengan kekuasan dan mudah mendapatkan akses pembanguneu"r secara gratis. Keadilan dan pemerataan hasil-hasil pembangunan sebenamya sudah mendapat perhatian pemerintah sejak era orde baru. Pelaksanaan pembangunan pacia masa orde baru selalu diarahkan pada tiga sasarcln pembangunan yang dikenal dengan Trilogi Pembangunan yang meliputi stabiiitas ekonomi, pertumbuhan ekonomi, dan pemerataan
hasil-hasil pembangunan. Hanya
saja
prioritasnya dari Pelita ke Pelita berbedabeda sesuai dengan masalah dan situasi yang dihadapi saat itu. Trilogi Pembangunan pada Pelita I (1969:L974) meliputi stabilitas ekonomi, perfumbuhan ekonoml dan pemerataan hasil-hasil pembangunan. Pada Pelita II (1974-1979) meliputi pertumbuhan ekonomi, pemerataan hasil-hasil pembangunan, dan stabilitas ekonoml Namun pada Pelita III (1979:I9U) sampai Pelita VI (199+1999) meliputi pemerataan hasil-hasil pembangunan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas ekonomi
Program Magister Ilmu Administrasi, Program Pascasarjana Universitas Pasundan
43
Kebij akan I urn al llmu Adnzinis tr asi
(Subandi, 2008). Nampak dengan jelas bahwa pemerataan hasil-hasil
pembangunan pada Pelita I hanya menjadi prioritas ketiga, kemudian pada Pelita II menjadi prioritas kedua dan
III sampai pelita VI menjadi prioritas utama. fil ini sekaligus sejak Pelita
mengisya1afl621
bahwa
perhatian pemerintah terhadap pemerataan hasilhasil pembangunan terus meningkat dari Pelita ke Pelita. Sementara ifu, berbagai program pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat juga gencar dilakukan oleh pemerintah sejak era orde baru hingga era reformasi dewasa ini. Berbagai program itu antara lain IDT (Inpres Desa Tertinggal), PPM (Program Pengembangan Kecamatan), P2KP (Program Pengentasan Kemiskinan Perkotaa;r), hingga PNPM (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat) Mandiri. Pemerataan hasil-hasil pembangunan mendapat perhatian serius pada pemerintahan SBY dengan dibentuknya Kementerian Negara Percepatan Pembangunan Daerah Terti:rggal Q00+ 2009) dan Kementterian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal (2009-
20[q. Kabinet trdonesia Bersatu II
memiliki sebelas prioritas nasional seperti yang dicantumkan dalam RPIIvI Nasional 20L0-24L4, dimana salah satunya adalatu daerah tertinggal, terdepan, terluar, dan pasca konflik. Penetapan prioritas ini menggambarkan bahwa sampai sekarang
masih terjadi kesenjangan wilayah meskipun pembangunan nasional secara sistematis telah dilakukan seiak orde baru. Dalam rangka penanganan kesenjangan wilayah telah diintroduksi
istilah daerah tertinggal sejak RPM Nasional 2fi04-2t0g dan Strategi Nasional
*
Volume9
*
IJomor 1
*
Januari 2011
(STRANAS PDT) 2004-2009. Daerah Tertingal didefinisikan sebagai daerah
kabupaten yang masyarakat serta wilayahnya relatif kurang berkembang dibandingkan daerah lain dalam skala nasional RPM Nasional 200+2009 nrenetapkan 199 Daerah Tertinggal sebagai prioritas yang perlu ditangani. Penetapan daerah tertinggal ini didasarkan atas 6 kriteria yaitu: perekonomian rnasyarakat, sumberdaya manusia, infrastrukfur, kemampuan keuangan lokal (celah fiskal), aksesibilitas,
dan karakteristik daerah. Daerah tertinggal tersebar di seluruh wilayah
Indonesia dengan proporsi 123 kabupaten (62%) berada di KTL 58 Kabupaten(z9 %) di Sumatero dan 18 Kabupaten (9 %) ada
di
Jawa dan Bali Gambarur. distribusi daerah tertinggal yang berada di seiuruh Indonesia menjadi koreksi bahwa persoalan kesenjangan wilayah bukan sekedar isu KBI versus KTI tetapi menjadi
persoalan bangsa
di
seluruh wilayah
Menurut Risadi (2010), perqyebab utama ketertinggalan suafu daerah antara lain karena kebijakan pembangunan yang
terlalu berdimensi sektoral. Hal ini dominannya
penerapan asas dekonsentrasi dan orientasi sektoral pemerintah pusat. Di daerah juga sama saia sebagaimana terlihat dari kuabrya ego sektoral dari dinas dan pendekatan sektoral dalam
RPIM Daerah. Belum
optimaLnya perencanaan
pendekatan spasial dalam pembangunan dapat dirasakan dari
adanya ketimpangan
antardaerah.
Diabaikannya dimensi spasial membuat wama pembangunan daerah ditentukan "mekanisme pasar". Akibahrya modal dan orang cenderung memilih daerah yamg menawarkan retunt yang lebih ti"Sgr dan mernrik, yang pada gilirannya
Pembangunan Daerah Tertinggal Prognm Magister Ilmu Administrasi, Prognm Pascasarjana Universitas M
-'-
daeral terting F,' lv
perlun'
pemL'a
1.
se r\:
qrL
'r'
m€
-l
iru 6l
mel
p-.
7
Pex
stra
urn'
t'eri .i--r^ uur ciiic
(-.*
anra
3. Dir !
Teor
Indonesia (Risadi, 2010).
dibuktikan dengan
wDh;;
pasundan
dkej
Roi;
mel]: f .. -ti..t E.,-.LiL:..
I tt
trelal 1a-ill lLk
dan skala
ind.rs
Eropt
SIMPUL{ Untui pembangu berbagai
harus tr langsung pembaagu p€fllerataa:
1 2011 )aerah iaerah serta
mbang skala
ir2009 tirrggal mgani. ini r aitu:
erdaya mpuan ibilitas, Daerah *-ilayah
V Dh; ;.L-LvuLtttntttt
daerah yang maju semakin maju dan yang
tertinggal tetap tertinggal.
Risadi {2A7q mengemukakan perlunya reorientasi strategi pembangunan daerah tertinggal, yaifu ; 1. Strategi pembangunan ekonomi lokal perlu lebih rnenekalkaL dirnensi Daerah perlu spasial. mengombinasikan pendekatan sektoral berbasis kluster di mana saat ini bisnis/sektor unggulan daerah maupun rakyat miskin cenderung mengelompok. 2. Perlu adanya integrasi strategi pembangunan peidesaan dengan strategi pembangunan.
tuPaten
\\29
%)
:rrr-ebab
r antara ar )'ang {al ini inannya ;i dan
rsat. Di gaimana
ral dari
I
dalam :rmalnya ncanaart
!.n
dari :daerah. nembuat
ientukan r modal daerah g lebih iliramrya
Desa
umumnya masih tertinggal dalam berbagai jenis infrastruktur. Dengan integrasi ini drharupkan dapat
%) ada
stribusi seiuruh bahwa bukan nenfadi rtilayah
*
I rtv', It,-,, tA,t,-;,, ;. b^.tLrl; tutrtLtttJzt ^l ,tiliat Jttt ,attL
3.
dikembangkan keterkaitan desa-kota (rurnlurban linkage) dan jejaring antarkota (nehoork ci ties). Diperlukan Big Push bagi percepatan pembangunan daerah tertinggal. Teori Big Push ini perfama kali dicetuskan Paul Narcyz RosensteinRodan. Pada 1943, Rosenstein-Rodan menulis artikel tentang " Probleuts of Ittdustrislisntiorr of Eastem nnd SouthEastenr Europe". Dalam teori yang belakangan dikenal dengan Big Pttsh tv-Iodel, ditekankan perlunya rencarur dan program aksi dengan investasi skala besar unfuk mempercepat
industrialisasi di
negara-negara Eropa Timur dan Tenggara.
SIMPULAN
Untuk mengatasi ketimpangan pembangunan di Indonesia dengan berbagai strategi tersebut, pemerintah
harus berani melakukan intervensi langsung melalui strategi kebijakan pembangunan yang berhrmpu pada
\y'clu-me9
*
Nomor ,1 * Januari
20-11
hasil-hasil pembangunan harus menjadi prioritas utama dalam pembangunan nasional. Lrtervensi langsung pemerintah
dapat dilakukan melalui
penetapan
regulasi-regulasi yang berkeadilary desentralistik dan antimonopoli. Intervensi langsung pemerintah merupakan conditio sine qua non karena jika pemerintah tetap mempertahankan strategi pembangunan yang terlalu
bertumpu pada perhrmbuhan, rnaka hanya memungkinkan terjadinya
pertumbuhan ekonomi tanpa sedikitpun dapat menjamin terjadinya pemerataan dan keadilan hasil-hasil pembangunan. Kemakmuran pun akan makin tersentralisasi pada sekelompok elit tertentu, sedangkan sebagian besar rakyat tetap hidup miskin yang selalu berjuang mati-matian hanya sekedar untuk bertahan hidup. Pada ak,hirnya, upaya unfuk mewujudkan pemerataan hasil-hasil pembar.gunan hanya dapat terlaksana jika ada pclitical will yang kuat dari pemerintah untuk melakukan intervensi
langsung tersebut. Kecenderungan pemerintah sekarang ini yang
membiarkan mekanisme pasar berjalan bebas melalui strategi pembangunan yang
terlalu berfumpu pada
pertumbuhan tanpa intervensi sedikitpun, merupakan suatu kebijakan yang kurang tepat. Jika kebijakan dan strategi seperti ini tetap dijalankarg maka pemerintah sama sa1'a sedang *emuru.,g bom waktu berupa ketimpangan pembangunan dan kesenjangan kaya dan miskin yang makin lebar yang dapat mengakibatkan kecemburuan sosial yang berpotensi pada disintegrasi bangsa.
pemerataan. Keadilan dan pemerataan Program Magister Ilmu Administrasi, Program Pascasarjana Universitas Pasundan
45
Y,ebij akfin
J urnal
*
llmu Administrasi
Volume9
*
Nomor 1
*
u
Januari 2011
DAFTARPUSTAKA
Badan Pusat Statistik
2010.
www.bos.so.id + El Eroy, Achmad Rozi. 2009. Ketfunpangan Pembangunan dan Mengurai Banang KustttKemiskinan.
www.stieonline.blo gspotcom
Kompas,22Mei2009
Risadi,
IT E
Aris Ahmad. 20L0. Strategi
ld iil
Pembangunan Daerah Tertinggal. www.wikimu.com
*
Subandi 20ffi. Sistem Elanomi Indotesin.
'Ibl
Alfabetr+ Bandung
g
th ,Tbt 1;
Welirang Fransiscus. 2@9, Perstuan dsn Kesatuan Bengx ; Tantangan Abad Ke21. Sebuah Pemikiran Tentang Kebijakan
Strategis
di Bidnng Ekonomi.
#
www.fransiscuswelirang.com
* itr o.'g
ofl
i* cfb *
ut LI
F
n-F
r
Eht prr (krr
pd F.& ffi M
Program l,lagi*er llmu Administasi, Prcgram
FamarBna Unirrersihs Pasundan