LUNTURNYA SANG SAMBERNYAWA (Laporan Berita Interpretatif Kondisi Bangunan Peninggalan Praja Mangkunegaran di Kabupaten Karanganyar)
Muhammad Ikhsan Sri Hastjarjo
Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta
Abstract This study is a final project of Journalism with news writing interpretative methods . The objective of this thesis , namely to determine the strategies that have been and can be done to preserve the heritage buildings in the District Praja Mangkunegaran Karanganyar . A number of stakeholders also questioned and opinions to take part in the preservation effort , ranging from the Mangkunegaran , Karanganyar Local Government , academics , historians , until the man inside of Praja Mangkunegaran own . The authors focused only on the preservation of four buildings, namely the Sugar Factory ( PG ) Colomadu, PG Tasikmadu, Sapta Tirta Pablengan, and Houses Karangpandan. To determine the conservation strategy, the author also conducted interviews with all stakeholders. So as to know what efforts have been and should be done for the preservation of the building. Nevertheless, the preservation efforts still can’t be said to keep a maximum of past glory relic Praja Mangkunegaran. Meanwhile, two other buildings, namely PG Colomadu and Karangpandan Guest Houses, are in a state of decline. No serious attention from the government, the public or Mangkunegaran themselves to maintain the historic building. The second building was getting old and not well maintained inedible age. Based on these facts, the authors also asked the opinion of a number of experts and relevant stakeholders in conservation efforts and commitment of the entire building. A number of existing opinion, concluded that the conservation efforts can be maximized if initiated by stakeholders as regent Karanganyar region. This is because, at the time of the Praja Mangkuenagaran no longer owns the rights to these buildings that have changed hands to the government. However, conservation efforts must also be accompanied by the role of the community and the academia . Keywords : Investigation , News , Journalism , Mangkunegaran , Karanganyar .
1
Pendahuluan Mangkunegaran merupakan suatu dinasti kerajaan yang dibentuk oleh Pangeran Sambernyawa dan mendapatkan pengendalian kekuasaan politik setekah penandatanganan Perjanjian Salatiga pada tanggal 17 Maret 1757 (Suwaji Bastomi, 1996: hal 1). Mangkunegaran memiliki kedudukan yang istimewa dalam struktur politik yang ada di Jawa. Hal ini lantaran dinasti Mangkunegaran yang dibentuk oleh Pangeran Sambernyawa merupakan hasil perjuangan mengalahkan tiga pasukan gabungan,yakni pasukan Belanda, pasukan Pakubuwana III, dan pasukan Pangeran Mangkubumi. Dalam buku yang ditulis Suwaji Bastomi (1996: 94), Mangkunegaran VI memberikan peninggalan yang sampai sekarang sering dikunjungi para wisata yaitu Pemandian Sapta Tirta. Sumber air pablengan di pemandian ini memiliki tujuh macam sumber alami yang letaknya sangat berdekatan yakni Air Hangat, Air Dingin, Air Hidup, Air Mati, Air Soda, Air Bleng, dan Air Urus Urus. Sedangkan pada masa Mangkunegaran IV mendirikan pabrik gula di Colomadu dan Tasikmadu. Penelusuran langsung yang dilakukan peneliti sebelum melakukan penelitian,
menemukan
kondisi
bangunan-bangunan
peninggalan
Praja
Mangkunegaran yang tidak terawat. Seperti Pabrik Gula (PG) Colomadu yang saat ini sudah tidak difungsikan lagi, kondisinya sudah menjadi bangunan tua yang dapat dirobohkan. Hampir tidak ada aktifitas pekerja di tempat tersebut, yang ada hanyalah sedikit aktifitas pegawai administrasi dan tenaga pengamanan gedung tersebut. Hal serupa juga dijumpai pada Pesanggrahan Karangpandan yang merupakan tempat istirahat raja-raja Mangkunegaran di Desa Karangpandan, Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar. Sebagaian bangunan dan tanah di tempat tersebut pun sudah menjadi sederetan vila milik perseorangan yang jumlahnya lebih dari 20 bangunan. Hampir tidak ada lagi jejak peninggalan Praja Mangkunegaran di lokasi tersebut. Hanya ada satu bangunan pesanggrahan yang masih berada di salah satu sudut tempat tersebut yang tidak dihancurkan, namun juga berada dalam kondisi yang sama dengan PG Colomadu dari segi fisik
2
bangunan. Atap yang bocor hingga tembok yang mengelupas serta kotornya lingkungan mengisyaratkan bahwa tidak pernah ada sentuhan perhatian pada bangunan tersebut.
Perumusan masalah Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana kondisi bangunanbangunan Peninggalan Praja Mangkunegaran pada saat ini, serta apakah ada langkah-langkah yang akan dilakukan untuk menjaga kelestarian bangunanbangunan tersebut nantinya?
Tujuan Tujuan dari tugas akhir ini adalah: a. Memberikan informasi berupa pengetahuan sejarah dan budaya kepada masyarakat luas terutama di seluruh wilayah eks Karesidenan Surakarta tentang peninggalan-peninggalan Mangkunegaran di Kabupaten Karanganyar. b. Menggambarkan rekam jejak peninggalan Mangkunegaran yang berada di Karanganyar dan kondisi yang ada saat ini. c. Mengetahui sejauh
mana
perhatian
pemerintah dalam pemeliharaan
peninggalan-peninggalan kebudayaan yang ada, khususnya peninggalan Mangkunegaran yang berada di Karanganyar. d. Mendapatkan solusi yang tepat untuk menjaga peninggalan bersejarah dari Praja Mangkunegaran tersebut.
Tinjauan Pustaka a. Berita Mochtar Lubis dalam Syarifudin Yusus (2012: 46), berita adalah apa saja yang ingin diketahui pembaca, apa saja yang terjadi dan menarik perhatian orang, apa saja yang menjadi buah percakapan orang; semakin menjadi buah tutur orang banyak, semakin besar nilai beritanya, asalkan tidak melanggar ketertiban perasaan dan undang-undang penghinaan.
3
Sedangkan Mursito BM, dalam bukunya Junalisme Komprehensif (2013: 81) menjelaskan bahwa berita adalah realitas simbolik, realitas yang terdiri dari kata-kata yang membentuk kalimat, yang tersusun sistematis, terstruktur. Haris Sumadiria (2005) dalam Yunus (2012: 47) membagi berita menjadi 3 jenis berdasarkan aktivitas jurnalistik. Yakni berita elementary, berita intermediate, dan berita advance. Dalam berita intermediate sendiri, berita kembali dibagi menjadi dua jenis yang terdiri atas interpretative news report dan feature story report. Interpretative Report sendiri menurut Haris dalam Yunus (2012: 49), merupakan sebuah berita yang memfokuskan pada peristiwa atau masalah yang kontroversial dengan dukungan fakta-fakta yang ada dan menarik perhatian publik. Wartawan memberikan analisis dan interpretasi dalam penulisannya tentang peristiwa dan fakta-fakta yang terjadi sehingga dapat menguak makna yang sebenarnya dari suatu peristiwa/ masalah yang diberitakan. Menurut Mursito (2013: 180), berita interpretative merupakan berita yang bahannya dari lapangan tetapi dilengkapi dengan fakta-fakta lain, baik berupa data-data dari dokumentasi tertulis maupun peristiwa-peristiwa di tempat lain dan di masa lalu. Berita tersebut dilengkapi dengan fakta atau data lain untuk memperjelas berita.
b. Cagar budaya Dalam Undang-Undang Cagar Budaya (UUCB)/No 11/2010 Pasal 1 Ayat 1-6, cagar budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan. Aylin Orbasli (2002: 189) dalam bukunya Tourist in Historic Towns: Urban Conservation and Heritage Management, menjelaskan bahwa pendekatan untuk konservasi sebuah daerah yang memiliki nilai sejarah harus 4
segera dilakukan. Menurutnya, pihak yang paling bertanggungjawab untuk melakukan konservasi daerah bersejarah yakni adalah pemerintah. Van Den Berg dalam L. Nomeikaite (2012: 53), menjelaskan terdapat teori kapasitas pengelolaan (theoretical framework of organizing capacity). Dalam teori tersebut menjelaskan terdapat sejumlah aspek yang akan menentukan keberhasilan suatu kebijakan dalam proses revitalisasi peninggalan cagar budaya dari segi sosial-ekonomi. Sejumlah aspek tersebut yakni, visi, strategi, kepemimpinan, politik yang mendukung, dukungan masyarakat, dan jaringan. Gambar 1. Kerangka Teori Organizing Capacity
CulturalPerformance Heritage Reources
Vision and Strategy
Leadership Political Support Societal Support
Strategic Network Public
Private
Civil Engagement
Sumber: Diadaptasi dari Van Der Berg, Van Der Meer dan Pol, 2003.
5
1. Visi and Strategi. Kedua hal tersebut berdasarkan pada kekuatan dari peninggalan budaya dan kelemahan dari area lokal yang menjadi lokasi peninggalan budaya tersebut. Peranan lokal pun akan berpengaruh dalam pembangunan sebuah strategi nantinya. Kedua hal tersebut akan menjadi sangat krusial lantaran terdiri atas aspek ruang-ekonomi dan aspek sosialbudaya dari peninggalan cafar budaya tersebut. 2. Kepemimpinan. Dalam hal ini , Van Den Berg menjelaskan bahwa, kepemimpinan menjadi kunci untuk memonitoring formasi pelaksanaan kebijakan dan juga mengkordinasi strategi jaringan. Ia juga menyebutka ada suatu kebutuhan khusus yang harus diperhatikan dalam gaya kepemimpinan yakni, kemampuan entrepreneur, kemampuan finansial, kemampuan menyelesaikan permasalahan, mengelola sumber daya, keberanian mengambil resiko, dan dapat mengkolaborasikan sumber daya sosial yang ada. 3. Dukungan Politik. Dukungan politik tersebut yakni merupakan suatu dukungan finansial dari berbagai macam donatur baik perusahaan internasional ataupun pemerintah lokal. Hal tersebut nantinya dapat berguna dalam mengatur dan mengembangkan infrastruktur fisik. Dukungan finansial ini juga harus diperoleh untuk merealisasikan strategi pengembangan lokal. 4. Dukungan Masyarakat. Dalam hal ini dukungan masyarakat berarti pada dukungan komunitas-komunitas yang ada dalam masyarakat. Komunitas sosial yang ada tersebut dinilai telah memiliki pemahaman tersendiri atas peninggalan budaya yang ada. Komunitas tersebut pun juga telah mengetahui apa yang mereka inginkan kedepannya sebagai suatu harapan atas peninggalan budaya yang ada. Dengan membangkitkan lagi kekuatan komunitas yang ada dalam pengambilan keputusan dalam pengelolaan peninggalan budaya akan memberikan hubungan baik dalam pengelolaan peninggalan budaya tersebut. Akan terjadi kesamaan kepercayaan nantinya antara unsur komunitas dengan pihak pengelola nantinya.
6
5. Strategi jaringan. Strategi jaringan tersebut bermakna pertukaran pengetahuan, merencanakan menjaga komunitas lokal dalam manjemen peninggalan warisan budaya. Terdapat banyak jaringan yang harus dilibatkan dalam strategi ini. Yakni pihak jaringan swasta dan aktor lokal, komunitas relawan, istitusi pelatihan, organisasi professional, perencana perkotaan, serta arsitek. Senada dengan hal tersebut, Mc Cann (1983) dalam C. Landorf (2011: 12) menjelaskan bahwa untuk melakukan pembangunan yang berkelanjutan dalam lingkungan bersejarah terdapat empat tahapan yang harus diperhatikan oleh pemerintah. Pertama, adalah tahapan problem setting, menggambarkan peristiwa dan interaksi di antara pemangku kepentingan yang diperlukan untuk mencapai kesepakatan tentang definisi dan keanggotaan domain masalah. Selanjutnya,
direction
setting,
tahapan
ini
menggambarkan
proses
menyepakati arah terkait tindkaan yang akan dilakukan oleh para pemangku kepentingan. Ketiga,
adalah
structuring
stage,
pada
tahapan
merupakan
penggambaran atas keterkaitan antara fungsi yang berkelangsungan antara setiap pemecahan masalah yang ada. Tahapan terakhir adalah, implementation stage, tahapan ini merupakan tahapan pelaksanaan dari rencana pelestarian lingkungan bersejarah yang telah disepakati. Dalam proses ini juga terdapat tahapan pengawasan dan evaluasi dari apa yang telah dilakukan oleh para pemangku kepentingan.
Metodologi a. Catatan Lapangan Jenis Guba dan Lincoln dalam Rosady Ruslan (2004: 40-41), pembuatan catatan lapangan yakni harus mencakup beberapa hal yang harus diperhatikan, yakni: 1. Membuat gambaran umum objek yang akan diamati, pengamat bebas membuat catatan-catatan tertentu yang berkaitan dengan pengamatan yang dilakukan. 7
2. Catatan lapangan harus dibuat dengan teratur, sistematis, dan ditulis tentang materi selama pengamatan berlangsung. 3. Catatan tentang satuan tematis atau catatan rinci mengenai tema yang muncul selama penelitian. 4. Catatan kronologis merupakan catatan rinci mengenai peristiwa dari waktu ke waktu yang berurutan. 5. Catatan berbentuk peta, sketsa, atau diagram tentang lokasi atau gambaran umum mengenai posisi subjek serta perkembangannya. 6. Taksonomi dan kategori yang dikembangkan selama analisis di lapangan. 7. Kuisioner, daftar pertanyaan-pertanyaan yang dipersiapkan dengan subjek tertentu di lapangan. 8. Daftar pengecekan mengenai pengamatan, semua aspek informasi, dan data yang sudah dicatat atau belum direkam. 9. Alat elektronik untuk merekam suara atau gambar sebagai pendukung dapat disembunyikan ketika pengambilan gambar agar tidak terlalu menarik perhatian.
b. Wawancara Robert K. Yin dalam bukunya Studi Kasus: Desain dan Metode (2006:108) menjelaskan bahwa salah satu sumber informasi yang sangat penting adalah wawancara. Menurut Robert dalam bukunya tersebut, sebuah wawancara merupakan sebuah sumber informasi yang esensial. Sementara itu Syarifudin Yunus (2012: 58), menjelaskan bahwa teknik wawancara merupakan salah satu teknik reportase yang digunakan oleh seorang wartawan. Wawancara pun menjadi sebuah bagian penting dalam proses pencarian berita. Hal tersebutlah yang menjadikan seorang wartawan harus memiliki keterampilan dalam teknik wawancara. Wawancara berita yang dimaksud tersebut merupakan sebuah kegiatan tanya jawab antara seorang wartawan dengan narasumber tertentu. Tujuan dilakukannya wawancara tersebut pun untuk memperoleh informasi, data, atau
8
keterangan tambahan yang penting dan menarik untuk penyusunan berita. Newson dan Wollert dalam Yunus (2012: 58) menyatakan bahwa wawancara sebagai alat utama dalam pengumpulan bahan berita. Dengan melakukan wawancara, seorang wartawan dapat memperoleh informasi yang lebih optimal dari narasumber.
c. Langkah-Langkah Produksi Teknik Langkah-langkah produksi yang dilakukan dalam tugas akhir ini, berdasarkan Yunus (2012: 59): 1. Mempersiapkan riset awal. Wawancara perlu mempersiapkan diri, bahkan perlu riset awal sebagai latarbelakang pengetahuan atas masalah yang menjadi topic wawancara. Bekal wawancara yang baik harus dipersiapkan sehingga tanya jawab menjadi optimal. 2. Pengenalan narasumber. Hal ini dilakukan dengan mencari tahu dan mengumpulkan data yang terkait dengan narasumber, seperti nama, gelar, tempat tinggal, latar pendidikan, pekerjaan, termasuk informas seputar narasumber, seperti hobi, keluarga, perjalanan, karier, maupun aktivitas sosial yang diikutinya. 3. Membuat outline wawancara. Pembuatan outline dilakukan sebagai pijakan dalam proses wawancara dan memastikan penguasaan topik atau materi wawancara yang dilakukan. 4. Melakukan wawancara. Untuk mendapatkan hasil yang optimal ada beberapa hal yang harus diperhatikan pada saat melakukan wawancara, yakni, menjaga suasana, bersikap wajar, mengendalikan situasi, cerdas dalam mengambil kesimpulan, fokus pada masalah, kritis, dan menjaga etika sopan santun. 5. Melakukan penulisan berita. Dalam melakukan penulisan berita, harus mempunyai pengetahunan yang luas tentang peristiwa yang sedang berlangsung, mengetahui secara langsung kejadian yang terjadi apapun kondisinya, menghindari terjadinya berita palsu, dan mengedapankan objektivitas, akurasi data maupun pertanyaan. 9
6. Penyuntingan
berita,
dilakukan
dua
tahapan.
Yakni
penyuntingan
redaksional yang mengacu pada proses penyuntingan yang menekankan pada aspek kelogisan berita, kemudahan pemahaman, dan kejelasan makna. Penyuntingan kedua yakni penyuntingan substansial, yang mengacu pada proses penyuntingan yang menekankan pada keakuratan data dan kebenaran fakta yang disajikan dalam berita.
Produksi Proses produksi yang dilakukan dalam pembuatan tugas akhir Jurnalistik ini, dilakuan dalam 7 tahap. Dalam produksi tugas akhir ini, penulis berperan sebagai wartawan yang melakukan wawancara hingga penulisan berita secara individu. Semua proses jurnalistik dilakukan sendiri oleh penulis. 1.
Mempersiapkan riset awal. Persiapan riset awal tersebut dilakukan penulis pada bulan Maret 2013.
Hal tersebut dilakukan terlebih dahulu sebagai acuan pengajuan proposal tugas akhir kepada pihak Program Studi (Prodi) Ilmu Komunikasi FISIP UNS. Riset awal yang dilakukan tersebut dengan melakuan diskusi dengan sejumlah wartawan yang cukup mengetahui terkait bahasan tugas akhir tersebut. Selain itu penulis juga mencari tahu dengan membaca sejumlah literatur yang didapat baik dari dalam perpustakaan Mangkunegaran ataupun dari luar Mangkunegaran. 2.
Pengenalan narasumber. Setelah melakukan riset awal dan mendapatkan permasalahan yang akan
dibahas dalam tugas akhir, pada tahapan selanjutnya, penulis melakukan pendataan siapa saja pihak yang akan berhubungan dengan bahasan tugas akhir. Setelah melakukan pencarian narasumber terkait, akhirnya, penulis pun mendapatkan tujuh narasumber yang dapat dimintai keterangan untuk pembuatan tugas akhir ini. Ketujuh narasumber tersebut, yakni: a. KRMH. Daradjadi Gondodiprojo (Pihak Mangkunegaran dan Budayawan) b. Drs. Susanto M.Hum. (Akademisi dan Sejarahwan UNS) c. Iskandar (Ketua Masyarakat Sejarahwan Karanganyar) d. Juliyatmono (Bupati Karanganyar) 10
e. Sugeng Karyanto (PNS Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Karanganyar, Pengelola Sapta Tirta Pablengan) f. Samiyono, (Perwakilan PG Tasikmadu Afdeling Colomadu) g. Sadi (Abdi dalem yang menempati Pesanggrahan Karangpandan) 3.
Pembuatan panduan wawancara. Pembuatan panduan wawancara dilakukan sebagai alat bantu dalam
melakukan wawancara dengan narasumber untuk mendapatkan data yang dicari. Namun panduan ini juga dapat berkembang seiring dengan proses wawancara yang dilakukan dengan narasumber nantinya. Trasnkrip pembuatan panduan wawancara sendiri terdapat dalam lampiran. 4. Wawancara Proses wawancara dilakukan dalam waktu yang tidak bersamaan. Dalam hal penetuan waktu wawancara, penulis terlebih dahulu membuat janji dengan pihak narasumber. Jadwal wawancara dengan narasumber tersebut yakni sebagai berikut: a. Kamis, 19 Desember 2013, wawancara dengan Sugeng Karyanto bertempat di Sapta Tirta Pablengan, Matesih, Karanganyar. b. Senin, 23 Desember 2013, wawancara dengan Samiyono di PG Tasikmadu, Karanganyar. c. Selasa, 24 Desember 2013, wawancara dengan Sadi di Pesanggrahan Karangpandan, Karanganyar. d. Jumat, 3 Januari 2014, wawancara dengan Iskandar di Karanganyar Kota, Karanganyar. e. Senin, 6 Januari 2014, wawancara dengan Juliyatmono di Rumah Dinas Bupati Karanganyar. f. Senin, 6 Januari 2014, wawancara dengan Drs. Susanto, M.Hum. di UNS Surakarta. g. Selasa,
14
Januari
2014,
wawancara
Gondodiprojo di Jakarta. 5.
Penulisan berita.
11
dengan
KRMH.
Daradjadi
Penulisan berita dilakukan penulis pada awal bulan Februari 2014, yakni pada minggu pertama bulan tersebut selama satu minggu. Tulisan pun didasarkan pada fakta lapangan yang ada serta keterangan dari seluruh narasumber. Selain itu tulisan juga didukung dengan sejumlah arsip yang berasal dari perpustakaan Mangkunegaran ataupun dari pihak narasumber. Proses penulisan dilaksanakan setelah wawancara dengan seluruh narasumber selesai dilakukan. Setelah mendapatkan hasil wawancara dan melakukan transkrip terhadap hasil wawancara, selanjutnya penulis mulai melakukan penulisan berita. Penulisan berita tersebut dilakukan sendiri oleh penulis. Penulis menulis sekitar satu hingga dua berita dalam sehari, sehingga proses penulisan dapat diselesaika selama satu minggu. 6.
Penyuntingan berita. Penyuntingan berita tersebut dilakukan dengan dua tahapan. Pada tahapan
pertama, yang dilakukan adalah penyuntingan redaksional. Hal ini dilakukan oleh penulis dibantu dosen pembimbing, Sri Hastjarjo, S.Sos., Ph.D., dan juga Redaktur Senior Solopos, Mulyanto. Sedangkan pada tahapan selanjutnya, yakni penyuntingan substansial, penulis tak hanya dibantu oleh dosen pembimbing dan Redaktur Senior Solopos, Mulyanto, tetapi juga dibantu oleh Pemimpin Redaksi Harian JOGLOSEMAR, Anas Syahirul, untuk melihat keakuratan data dan fakta dari tulisan tersebut. Proses penyuntingan berita tersebut mulai dilakukan pada 19 Maret 2014 dan selesai dilakukan pada 28 Maret 2014. Penyuntingan dilakukan dengan cara penulis menyerahkan hasil karya jurnalistik tersebut kepada dosen pembimbing serta kepada pihak Redaktur Senior Solopos dan Pemimpin Redaksi Harian JOGLOSEMAR, untuk dibaca selama satu minggu, sebelum akhirnya diberikan perbaikan dan kritikan. 7. Jumlah edisi tulisan Jumlah edisi tulisan yang akan diterbitkan menjadi sebuah buku tersebut yakni sebanyak sembilan tulisan. Jumlah edis tulisan didasari dari landasan teori yang digunakan dalam pembuatan tugas akhir ini yang menentukan pihak-pihak yang
berperan
dalam
usaha
pelestarian
bangunan
Mangkunegaran. Tulisan-tulisan tersebut terdiri atas:
12
peninggalan
Praja
a. Gula, Rumah, dan Air. Tulisan ini memaparkan terkait inventarisasi bangunan peninggalan Praja Mangkunegaran di Kabupaten Karanganyar. Selain itu dalam tulisan tersebut juga dijelaskan terkait sejarah singkat bangunan-bangunan tersebut. b. Hilangnya Harta Raja. Tulisan ini menjelaskan terkait hak milik bangunan-bangunan peninggala Praja Mangkunegaran pada saat ini. Serta proses singkat perpindahan kepemilikan yang terjadi sehingga sejumlah bangunan sudah tidak dimiliki oleh Praja Mangkunegaran. c. Sambernyawa Tak Berjaya. Tulisan ini menginformasikan tentang kondisi kekinian bangunan-bangunan peninggalan Praja Mangkunegaran. Banyak kondisi bangunan yang telah berubah fungsinya hingga kondisi yang sudah sangat rusak dan kotor tak terawat. d. Suara Sang Penjaga. Tulisan ini menjelaskan tentang pandangan para penjaga bangunan-bangunan Praja Mangkunegaran dan abdi dalam Mangkunegaran tentang pelestarian bangunan-bangunan tersebut di masa mendatang. e. Bupati Harga Mati. Tulisan ini memaparkan uraian dari unsur masyarakat
terkait
langkah-langkah
peninggalan
Praja
Mangkunegaran
usaha di
pelestarian
Kabupaten
bangunn
Karanganyar.
Narasumber dari tulisan ini adalah Masyarakat Sejarahwan Karanganyar. f. Tiga Elemen, Tiga Peran. Tulisan ini mengungkapkan pandangan dari pihak akademisi dalam usaha pelestarian bangunan peninggalan Praja Mangkunegaran di Kabupaten Karanganyar. Narasumber pada tulisan ini adalah akademisi dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta. g. Janji Sang Bupati. Tulisan ini mengungkapkan kebijakan apa saja yang dilakukan oleh Bupati Karanganyar sebagai usaha nyata dalam pelestarian bangunan peninggalan Praja Mangkunegaran di Kabupaten Karanganyar. Narasumber dalam tulisan ini adalah Bupati Karanganyar. h. Mangkunegaran, Jembatan Pelestarian. Tulisan ini memaparkan sikap dari pihak keluarga ataupun kerabat Praja Mangkunegaran selaku pemilik
13
lama bangunan-bangunan tersebut. Narasumber dalam tulisan ini adalah Pembina Yayasann Suryosumirat Kerabat Mangkunegaran. i.
Tripartit, Tombak Pelestarian Mangkunegaran. Tulisan terakhir ini merupakan langkah-langkah yang harus dilakukan oleh para pemangku kepentingan dalam melakukan pelestarian bangunan peninggalan Praja Mangkunegaran.
Kesimpulan Telah terjadi kesamaan pandangan dari berbagai pihak untuk menjaga kelestarian
bangunan
peninggalan
Praja
Mangkunegaran
di
Kabupaten
Karanganyar. Baik itu Pabrik Gula (PG) Colomadu, PG Tasikmadu, Pesanggrahan Karangpandan, dan Sapta Tirta Pablengan. Hal tersebut pun terungkap dari wawancara yang saya lakukan dengan seluruh stakeholder yang berperan dalam pelestarian bangunan-bangunan tersebut. Seluruh stakeholder, yakni, dari pihak pengelola lapangan, pemilik, komunitas masyarakat, akademisi, pemerintah, serta pihak Mangkunegaran pun telah memiliki kesamaan pandangan untuk tetap melestarikan bangunan-bangunan peninggalan Mangkunegaran. Pihak pemerintah daerah pun pada saat ini tengah melakukan suatu inventarisasi untuk melihat potensi dari tiap-tiap bangunan tersebut. Selain itu peranan masyarakat dan peneliti pun juga akan diajak untuk bekerjasama oleh pemerintah untuk memberikan hasil yang bermanfaat atas pelestarian tersebut, yang diharapkan akan memberikan efek yang berlapis bagi masyarakat. Seperti yang disebutkan oleh pihak komunitas masyarakat, akademisi, dan juga pihak Mangkunegara sendiri, pada saat ini, hanya pihak Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Karanganyar yang dapat menjadi inisiator dalam pelestarian tersebut. Harapan besar dari ketiga unsur tersebut berada pada sikap yang ditunjukkan Bupati Karanganyar selaku pimpinan daerah yang paling mempunyai pengaruh kuat dalam hal pelestarian hingga pendanaan. Sejalan dengan hal tersebut, Bupati Karanganyar, Juliyatmono, juga telah memiliki sejumlah strategi untuk menjaga kelestarian seluruh bangunan tersebut.
14
Mulai dari usaha untuk mendapatkan hak pengelolaan pabrik gula, penyisiran hak milik Pesanggrahan Karangpandan, hingga melakukan kandungan kadar mineral yang terdapat pada ketujuh sumber mata air Sapta Tirta Pablengan. Pemkab Karanganyar pun mengaku memiliki perhatian khusus dalam pelestarian tersebut. Pihak Pemkab Karanganyar sendiri, mengaku sudah siap untuk menyisihkan anggaran untuk pelestarian bangunan-bangunan peninggalan Mangkunegaran. Dalam permasalahan pendanaan, seluruh pihak dalam wawancara tersebut, mengaku hal tersebut memang hal penting, namun bukanlah hal utama dari usaha pelestarian bangunan peninggalan Praja Mangkunegaran tersebut. Pihak pemerintah telah memiliki strategi sendiri yang menandakan telah ada kesiapan dalam hal financial dari pihak pemerintah. Serta akan diajaknya pihak ketiga dalam pengelolaan tersebut juga masih dimungkinkan nantinya. Selain dukungan dari pemerintah, dukungan dari masyarakat sendiri merupakan hal yang penting. Dengan adanya komunitas masyarakat yang menyadari pentingnya pelestarian bangunan peninggalan untuk masa mendatang, akan memberikan dampak positif dalam pelestarian tersebut. Dalam hal ini, dukungan masyarakat telah dicontohkan oleh komunitas Masyarakat Sejarahwan Karanganyar (MSK) yang juga memiliki kepedulian tersebut. Dalam usaha pelestarian pun nantinya terdapat tiga elemen yang harus dijaga dengan baik dalam hal komunikasi nantinya. Seperti yang dijelaskan oleh akademisi UNS, Drs. Susanto M.Hum., dalam pelestarian ini, pihak Pemkab Karanganyar, akademisi, dan elemen masyarakat merupakan unsur utama dalam pelestarian. Dimana ada hubungan untuk saling mengingatkan dan saling melakukan pengkajian dalam hal pelestarian tersebut.
Saran Komunikasi Tripartit antara akademisi, masyarakat, dan pemerintah harus segera dilakukan. Hal ini akan berpengaruh dalam pembuatan kebijakan pelestarian lingkungan yang juga dapat memberikan manfaat bagi masyarakat setempat. Dalam bentuk komunikasi ini, akan terdapat hubungan untuk saling mengingatkan, dimana pemerintah berperan sebagai pembuat kebijakan, 15
akademisi sebagai peneliti atas fenomena yang terjadi yang dapat menjadi masukan bagi pemerintah, dan masyarakat sebagai pengguna kebijakan itu sendiri. Namun demikian, yang harus dilakukan pertama ada pertemuan bersama antar
semua
stakeholder
yang
ada,
yakni
pihak
pemerintah
daerah,
Mangkunegaran, masyarakat, dan juga akademisi. Belum adanya pertemuan antara seluruh stakeholder tersebut merupakan suatu kendala tersendiri dalam hal pelestarian bangunan-bangunan tersebut. Pertemuan harus dilakukan untuk mencegah timbulnya kesan usaha pelestarian yang hanya dilakukan satu pihak tanpa melibatkan pihak lainnya. Pertemuan tersebut pun juga harus dilakukan secara bertahap untuk menentukan strategi dan capaian yang akan dituju dalam usaha pelestarian tersebut.
Daftar Pustaka Bastomi, Suwaji. (1996). Karya Budaya KGPAA Mangkunegaran I-VIII. Semarang: IKIP Semarang Press. Mursito BM. (2013). Jurnalisme Komprehensif: Konsep, Kaidah, & Teknik Penulisan Berita, Feature, Artikel. Jakarta: Literate. Orbasli, Aylin. (2000). Tourist in Historic Towns: Urban Conservation and Heritage Management. Paris: Taylor and Francis. Ruslan, Rosady. (2004). Metode Penelitian Komunikasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Yin, Robert K. (2006). Studi Kasus Desain dan Metode. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Yunus, Syarifudin. (2012). Jurnalistik Terapan. Bogor: Ghalia Indonesia. Landorf, Chris. (2011). Governance in Historic Urban Environments: A Theoritical Review. International Journal of Heritage and Sustainable Development Vol 01, 1, 12-13. Nomeikate, Laima. (2012). Cultural Heritage and Organizing Capacity. International Journal of Heritage and Sustainable Development Vol 02, 1, 52-54. Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya.
16