Lukisan "Pemandangan" Jelekong
2002
LUKISAN "PAMANDANGAN" JELEKONG Kasus Adaptasi Komunitas Lokal Sunda Terhadap Perubahan Tjetjep Rohendi Rohidi dipublikasikan pada Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol.2 No.4 Mei 2002
Abstrak Masyarakat Jelekong yang berada di sebuah desa di wilayah Kecamatan Ciparay, Kabupaten Bandung menentukan pekerjaannya sebagai pelukis atau "tukang gambar",memilih dengan sadar dan demokratis pilihan hidupnya ini di antara berbagai peluang kerja yang dimilikinya; menjadi pelukis "pamandangan" merupakan pilihan hidup yang demokratis. Pilihan hidupnya itu merupakan refleksi dari strategi adaptif untuk menyesuaikan diri dan menangkap peluang yang ada di lingkungan sekitarnya, baik sosial-budaya maupun alam-fisik. Strategi adaptifnya itu muncul dengan didasari oleh sikap keterbukaan terhadap berbagai kemungkinan penyesuaian baik yang datang dari luar maupun potensi yang dimiliki. Keterbukaan menerima pengaruh dari luar ini, sebagai kecenderungan umum sikap masyarakat Sunda, menunjukkan bahwa sesungguhnya dalam kondisi sosial-budaya bangsa yang carut-marut, lemahnya apresiasi budaya yang mengarah pada keadaan disintegrasi, sikap para pelukis Jelekong rnenjadi contoh yang cukup baik tentang kehidupan kelompok masyarakat, yang langsung maupun tidak atau yang disadari maupun tidak, mencerminkan apresiasi multikultural yang perlu dikembangkan bagi pembangunan bangsa. Kata Kunci: kebudayaan, perubahan, strategi adaptif, blue-print, komunitas Sunda, keterbukaan, tukang gambar, apresiasi multikultural
Pendahuluan
berubah; cepat atau lambat, besar
Tidak ada yang berubah di dunia
atau
ini,
kecuali
sendiri.
perubahan Demikian
itu pula,
masyarakat dan kebudayaannya. Tidak
ada
masyarakat
kebudayaannya 1
yang
dan tidak
kecil,
is
senantiasa
mengalami perubahan. Dalam catatan
sejarah
terungkap
bahwa masyarakat Sunda dan kebudayaannya berkembang
berubah
karena
Wacana Seni Rupa Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol. 2 No. 4 Mei 2002
atau
kekuatan
Lukisan "Pemandangan" Jelekong
2002
internal dan berbagai pengaruh
sebagian kekayaan kebudayaan
dari luar yang datang baik secara
Sunda
bergantian
sebelum keberadaannya kokoh,
sama
maupun
--antara
Budha,
Islam
Jawa,
Melayu,
bersama-
lain:
Hindu,
terdokumentasi,
(Arab,
Parsi),
terhayati
Barat,
nasional, dan
menjadi
Cina,
intra-nusantara,
mudah
hilang,
dan/atau
oleh
masyarakatnya
secara mendalam (lihat Edi S. Ekadjati,
2001).
Tulisan
global-- sejak pertengahan abad
dikembangkan
ke-5
yang
karakter kebudayaan Sunda pada
memberi bentuk terhadap corak
salah satu komunitas lokal Sunda
masyarakat
di Desa Jelekong, Kecamatan
sampai
scat
ini,
dan
kebudayaannya. Persentuhan
dan
penyerapan
berjalan beratusratus tahun itu, letak startegis, dan lingkungan yang
subur
telah
menorehkan jejaknya pada sikap masyarakat
Sunda
yang
mencerminkan sifat keterbukaan dan keramahtamahan (someah hade ka semah) dengan tingkat adaptasi hidup yang kuat. Kondisi seperti itu juga telah memberi ruang bagi pembentukan karakter kebudayaan Sunda yang selalu dinamis dan ragamnya bervariasi, baik dalam konteks waktu maupun konteks lokal. Namun, tak dapat dipungkiri
pula,
di
kondisi
itu
memungkinkan
2
mengkaji
Baleendah, Kabupaten Bandung.
pengaruh dari luar, yang sudah
alam
untuk
ini
segi
lain
Masyarakat
Jelekong,
dan
kehidupan sehari-harinya, secara tipikal
merepresentasikan
karakteristik
masyarakat
Sunda,
atau setidak-tidaknya merupakan varian
dari
masyarakat
dan
kebudayaan Sunda. Masyarakat Jelekong,
sebagaimana
sebagian
besar
juga
kelompok
masyarakat Sunda lainnya, saat ini
berada
dalam
menghadapi
kondisi berbagai
perubahan. Mereka merupakan komunitas mengalami bentuk
yang masa
sedang transisi
masyarakat
menuju
bentuk
dari
pertanian masyarakat
perkotaan. Perubahan lingkungan alam dan
Wacana Seni Rupa Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol. 2 No. 4 Mei 2002
Lukisan "Pemandangan" Jelekong
fisik
akibat
perluasan
perkotaan
dan
penduduk
yang
semakin
terbukanya
wilayah
pertumbuhan
corak
ekspresi
yang
berbeda dari jalur tradisi. Di segi
pesat,
lain lokasi tempat mereka hidup
jaringan
sesungguhnya juga berada dalam
informasi, interaksi dan jaringan
lingkungan kesenirupaan modern
social yang semakin luas, serta
di Kota Bandung yang cenderung
dampak
perkembangan
menekankan tingkat individualitas
pengetahuan dan teknologi, yang
dan originalitas yang tinggi. Di
dihadapi masyarakat Sunda pada
tengah-tengah
umumnya,
secara
kondisi itu masyarakat Jelekong,
khusus dialami dan dihadapi oleh
yang sebagian besar warga (laki-
masyarakat
telah
laki)-nya menjadi pelukis, memilih
melakukan
berkarya dengan tema bahkan
dan
yang
Jelekong,
mendorong
mereka
berbagai
penyesuaian
kehidupannya. menjadikan untuk
cukup
memilih
2002
Kondisi persaingan
memperoleh
dalam itu
visualisasi
tarikan
bentuk
kedua
yang
sering
dikategorikan modern; akan tetapi
hidup
nyaris
atau
aspek
seragam.
Dilihat
perbentukannya
dari lebih
memanfaatkan sumber daya alam
condong digolongkan ke dalam
semakin ketat pula. Masyarakat
seni lukis modern, tetapi dari
Jelekong dihadapkan pada suatu
tindakan
situasi
dan
cenderung melestarikan tindakan
kehidupan
yang dilandasi oleh sikap-sikap
mempertahankan
mengembangkan dalam
rangka
kesejahteraannya;
berkeseniannya
meningkatkan
tradisional.
Masalah
dalam
dikemukakan
di
kondisi
atas
lebih
yang hendak
seperti itulah suatu strategi adaptif
dicoba dijelaskan dengan meng-
dilakukannya. Di bidang kesenian,
gunakan pendekatan kebudayaan.
khususnya kesenirupaan, menjadi sangat unik karena masyarakat Jelekong yang memiliki potensi dalam berbagai bentuk kesenian daerah, 3
ternyata
banyak
yang
Wacana Seni Rupa Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol. 2 No. 4 Mei 2002
Lukisan "Pemandangan" Jelekong
2002
Kebudayaan dan Kesenian
timbal balik (lihat: Parsons, 1966;
sebagai Sebuah Pendekatan
Spindler,
1977:
3-9;
Spradley,
1972; Suparlan, 1985). Untuk dapat melangsungkan dan
Kebudayaan Dalam
pengertian
tersirat
makna
pandang,
pendekatan
tempat,
titik
tolak,
di
seseorang
berpijak
menggunakan
cara-cara
memandang sekaligus
objek juga
sudut mana dan dalam kajian,
menempatkan
objek kajian dalam cara pandang yang digunakannya itu. Konsep kunci
dalam
pendekatan
kebudayaan
adalah
"kebudayaan",
yang
sebagai
suatu
pengertian
konsep dipandang
sistem.
ini,
Dalam
kebudayaan
dipandang sebagai satuan kajian atau alat analisis, yang terdiri dari
unsur-unsur
yang
saling
berkaitan secara integral yang berfungsi, bergerak
beroperasi, dalam
satu
dan sistem.
Konsep ini merujuk pada cara kerja sibernetik di antara unsur individual, sosial, dan budaya kehidupan
manusia
satuansatuan pedoman 4
dan
yang
sebagai mempunyai
energi
secara
meningkatkan manusia
taraf
hams
hidupnya, memenuhi
berbagai kebutuhan yang berlaku secara
universal.
Kebutuhan
hidup manusia itu digolongkan kedalam tiga jenis, yaitu: (1) kebutuhan primer atau biologis, yang kemunculannya bersumber pada aspek-aspek biologis dan organisme manusia; (2) kebutuhan sekunder
atau
sosial,
yang
mencerminkan manusia sebagai mahluk
sosial,
yang
terwujud
sebagai hasil dari usaha-usaha manusia primer
memenuhi yang
harus
kebutuhan melibatkan
orang atau sejumlah orang dalam suatu kehidupan sosial; dan (3) kebutuhan
integratif,
yang
mencerminkan manusia sebagai mahluk pemikir, bermoral, dan bercita rasa, yang berfungsi untuk mengintegrasikan
berbagai
kebutuhan menjadi suatu sistem yang dibenarkan secara moral, dipahami
akal
pikiran,
dan
diterima oleh cita rasa (Piddington
Wacana Seni Rupa Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol. 2 No. 4 Mei 2002
Lukisan "Pemandangan" Jelekong
2002
dalam Suparlan, 1985: 5-6; 1987).
berfungsi sebagai blueprint atau
Sebagian besar dari kebutuhan
desain menyeluruh bagi kehidupan
itu telah dan dapat dipenuhi oleh
warga masyarakat pendukungnya;
manusia
kedua, merupakan sistem simbol,
dengan
kebudayaan
menggunakan
yang
sebagai
berfungsi
pemberian makna, model kognitif
dalam
yang ditransmisikan melalui kode-
pedoman
bertindak;
kecuali,
berkeringat
antara
dan
lain,
kode
simbolik,
dan;
ketiga,
bernafas.
merupakan strategi adaptif untuk
Kebudayaan adalah keseluruhan
melestarikan dan mengembangkan
pengetahuan, kepercayaan, nilai-
kehidupan
nilai yang dimiliki oleh manusia
lingkungan dan sumber daya di
sebagai mahluk sosial; yang isinya
sekelilingnya
adalah
mengalami perubahan. Rapoport
perangkat-perangkat
dalam
menyiasati
yang
model pengetahuan atau sistem-
(1980:
sistem makna yang terjalin secara
bahwa
menyeluruh dalam simbol-simbol
dipandang
yang
secara
suatu tipe manusia, yang bersifat
Model-model
normatif bagi kelompok tertentu,
di
yang
ditransmisikan
historis. pengetahuan secara
ini
selektif
gunakan
oleh
warga
9-10)
senantiasa
mengemukakan
kebudayaan sebagai
melahirkan
dapat
latar
gaya
bagi
hidup
tertentu yang secara tipikal dan
masyarakat pendukungnya untuk
bermakna
berkomunikasi, melestarikan dan
kelompok lainnya. Ia merupakan
menghubungkan
latar
dan
bersikap
pengetahuan, serta
bertindak
berbeda
bagi
dengan
pengejewantahan
perilaku dan karya manusia yang
dalam menghadapi lingkungannya
memberikan
dalam rangka memenuhi berbagai
terwujudnya suatu gaya hidup
kebutuhan (Geertz, 1973: 89; lihat
yang memiliki ciri khas. Lestarinya
juga Suparlan, 1985: 3-5).
sumbangan itu kemudian menjadi
Dalam pengertian tersebut tersirat
semakin melekat dan menyatu
bahwa
kebudayaan;
pertama,
merupakan pedoman hidup yang 5
pada
sumbangan
kehidupan
bagi
bersama,
sehingga segala sesuatu yang
Wacana Seni Rupa Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol. 2 No. 4 Mei 2002
Lukisan "Pemandangan" Jelekong
2002
tampil sebagai perilaku dan karya
terciptanya
manusia
itu
jelas
konsisten dan sistematik, dalam
kaitannya
dengan
kebudayaan
bentuk gaya hidup, gaya bangunan,
yang
semakin
didukung
oleh
kelompok
pilihan-pilihan
suatu panorama seni,
Dalam menciptakan gaya hidup
Perwujudan nilainilai dalam gaya
seperti itu, yang hanya mungkin
hidup tertentu --yaitu cara-cara yang
terwujud
aturan-aturan
secara khas dilakukan orang untuk
yang diterapkan bersama, suatu
berperilaku, memainkan peranan,
perangkat model kognitif, sistem
atau mengalokasi sumber daya
simbol, dan beberapa pandangan
lingkungan--,
dan suatu cita-cita diberi bentuk.
kegiatan
Akhirnya, baik gaya hidup maupun
yang secara empirik dapat menjadi
sistem
objek kajian dalam mengawali suatu
simbolik
dapat
menjadi
analisis
latar
kebudayaan.
mereka.
Pembicaraan kebudayaan,
fisik.
sistem
kegiatan-kegiatan
terhadap
suatu
memandang
kesenian
tentang secara
empirik,
senantiasa dikaitkan dengan suatu kelompok
merupakan
atau
bagian dari strategi adaptif dalam lingkungan
lingkungan
gaya
masyarakat yang bersangkutan.
melalui
atau
buatan,
yang
manusia
yang
Kesenian Dengan
mempunyai seperangkat nilai dan
sebagai unsur dalam kebudayaan,
kepercayaan yang merujuk pada
atau subsistem dari kebudayaan,
citacita
Kebudayaan
maka dengan jelas dapat dilihat
ditransmisikan pada kelompok lain
fungsi kesenian dalam kehidupan
melalui proses enkulturasi, dan
manusia. Kesenian, sebagaimana
yang pada gilirannya menimbulkan
juga kebudayaan, dengan melihat
pandangan
cara
kesejajaran konsepnya, adalah
memandang yang khas terhadap
pedoman hidup bagi masyarakat
dunia. Dunia tersebut dibentuk
pendukungnya dalam mengadakan
melalui
kegiatannya; yang di dalamnya
tertentu.
baru
yaitu
aturanaturan
yang
dibakukan, yang memberi peluang 6
berisikan
perangkat-perangkat
Wacana Seni Rupa Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol. 2 No. 4 Mei 2002
Lukisan "Pemandangan" Jelekong
2002
model kognisi, sistem simbolik
persentuhan selera, pemahaman,
atau
dan
pemberian
makna
yang
kepekaan,
untuk
terjalin secara menyeluruh dalam
membedakan dan mengapresiasi
simbol-simbol yang ditransmisikan
makna dan suatu bentuk karya
secara historis. Model kognisi atau
manusia
sistem
tumbuhnya
simbol
ini
digunakan
yang
mengakibatkan
perasaan-perasaan
secara selektif oleh masyarakat
seperti
pendukungnya
untuk
Persentuhan selera, pemahaman,
berkomunikasi,
melestarikan,
dan
menghubungkan
pengetahuan,
menumbuhkan rasa pesona itu
dan bersikap serta bertindak untuk
akan memperoleh maknanya jika
memenuhi
kebutuhan
orang yang terlibat di dalamnya
bertalian
menggunakan simbol-simbol yang
atau
dipahami bersama dalam konteks
integratifnya dengan
yang
pengungkapan
penghayatan
estetiknya.
Betapapun
sederhananya
dikemukakan
di
penghayatan
kebudayaannya. sebagai
atas. yang
Kesenian
pedoman
bagi
tuntutan akan keindahan itu (lihat
pemenuhan kebutuhan integratif,
Geertz,
yang bertalian dengan keindahan,
1973;
Suparlan,
1985;
1987; 1990). Di
dalam
berfungsi istilah
keindahan
tercakup makna, antara lain elok, molek,
cantik,
anggun,
bagus,
lembut, utuh, seimbang, padu, bening, tenang, hampa, suram, dinamik,
kokoh,
hidup,
gerak,
hambar, sentimentil, dan tragis, demikian dikemukakan Sibley dan Hungerland (dalam Osborne, 1970: 57). Keindahan, pada dasarnya, merujuk pada pengertian berbagai hal yang mempersyaratkan adanya 7
berbagai
mengintegrasikan kebutuhan
tersebut
menjadi suatu satuan sistem yang diterima
oleh
cita
rasa
yang
langsung maupun tidak langsung berkaitan
dengan
pembenaran
secara moral dan penerimaan akal pikiran
warga masyarakat
pendukungnya. Levi-Strauss (1963: 245-268)
menegaskan
bahwa
kesenian dapat menjadi satuansatuan
integrasi
menyeluruh
secara organik di mana gaya-gaya,
Wacana Seni Rupa Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol. 2 No. 4 Mei 2002
Lukisan "Pemandangan" Jelekong
kaidahkaidah sosial,
estetik,
dan
organisasi
agama,
secara
pemirsa, atau penikmat untuk mencerap
karya
struktural saling berkaitan.
berdasarkan
Dilihat sebagai pedoman, kesenian
mereka
memberi
pedoman
terhadap
berbagai perilaku yang bertalian dengan
keindahan, yang
pada
dasarnya
mencakup
kegiatan
berkreasi
dan
kegiatan
berapresiasi.
Yang
pertama,
kesenian menjadi pedoman bagi pelaku, penampil, atau pencipta, untuk
mengekspresikan
artistiknya;
dan
kreasi
berdasarkan
pengalamannya mereka mampu memanipulasi
media
guna
menyajikan suatu karya seni. Yang kedua, kesenian memberi pedoman
pada
pemanfaat,
Para Seniman
2002
seni;
dan,
pengalamannya
dapat
apresiasi
melakukan
dengan
mencerap
karya
menumbuhkan
cara
seni
kesan
untuk -kesan
estetik tertentu (Mills, 1971 : 68). Dalam pengertian ini tersirat bahwa
kesenian
menjadi
pedoman bagi terwujudnya suatu komunikasi pencipta
estetik
atau
dengan
antara
penampil
penikmat
seni atau
pemanfaat seni melalui karya seni
yang
diciptakan
dalam
ruang lingkup kebudayaan yang bersangkutan
(Wuthnow
dkk,
1984: 109-111).
Pengalaman
Manipulasi
Media Penciptaan Kesenian
Karya Seni Kesan-kesan
Peran Apresiator Karena kebutuhan estetik setiap 8
Proses Apresiasi kelompok tidak selalu sama, dan
Wacana Seni Rupa Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol. 2 No. 4 Mei 2002
Lukisan "Pemandangan" Jelekong
di segi yang lain lingkungan di
ditransmisikan
mana kelompok itu tinggal juga
sejak
tidak
maka
antargenerasi
setiap kelompok masyarakat juga
intragenerasi
mengembangkan
merupakan
senantiasa
untuk
sama, suatu
pemuasan
strategi
kebutuhan
secara
anak-anak,
2002
historis baik maupun
sebaya.
Simbol
komponen
utama
dalam
kebudayaan.
estetiknya itu. Di lihat dari segi
Sesungguhnya, setiap hal yang
ini,
selain
kesenian
sebagai
pedoman,
dilihat dan dialami manusia diolah
dapat
dipandang
menjadi serangkaian simbol yang
sebagai strategi adaptif dari suatu
dimengerti
kelompok
(Suparlan, 1987). Di dalam simbol,
masyarakat
untuk
oleh
manusia
memenuhi kebutuhan estetiknya
termasuk
dalam
tersimpan berbagai makna antara
menghadapi
kondisi
simbol
lingkungan tertentu (bandingkan
lain
Rapoport, 1969).
abstraksi, pendirian, pertimbangan,
Sebagai sistem simbol, kesenian
hasrat,
berfungsi
menata
manusia
yang
dalamnya
(lihatCassirer, 1987).
Atau
dengan
pencerapan terlibat
perkataan
di lain
menata ekspresi atau perasaan estetik
yang
dikaitkan
dengan
segala ungkapan aneka ragam perasaan atau emosi manusia
berupa
ekspresif,
berbagai
kepercayaan,
pengalaman
tertentu
gagasan, serta dalam
bentuk yang dipahami bersama -di dalam kesenian lebih tepat lagi dapat dihayati secara bersama. Oleh
karena
sebagaimana
itu, juga
kesenian, kebudayaan,
dapat ditanggapi sebagai sistemsistem simbol (lihat Geertz, 1973;
(Parsons dan Shils dkk., 1961).
Parsons, 1966).
Ia merupakan sistem pemberian
Kesenian ada, berkembang, dan
makna estetik secara bersama, merupakaan penataan ekspresi estetik
yang berkaitan
segala
macam
emosi 9
dengan
perasaan
manusia
atau yang
dibakukan, di dalam/dan melalui tradisi-tradisi
sosial
suatu
masyarakat.
Seperti
halnya
dengan unsur-unsur kebudayaan lainnya, kesenian juga berfungsi
Wacana Seni Rupa Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol. 2 No. 4 Mei 2002
Lukisan "Pemandangan" Jelekong
unt
uk
menopang
mempertahankan sosial.
Kesenian
masyarakat,
dan
kolektivitas adalah
walaupun
milik dalam
oleh
pengalaman
2002
hidup
dan
perhatian yang berbeda, maka terdapat
kemungkinan
ditemukannya
perilaku
atau
kenyataan empirik yang menjadi
tanggapan yang berbeda antara
pendukung kesenian itu adalah
satu individu dengan individu
individu-individu
lainnya, dalam satu kelompok
warga
masyarakat, yang bersangkutan.
masyarakat
Dalam
Tantangan-tantangan
kenyataan
empirik,
sekalipun. yang
kesenian dapat dilihat sebagai
dihadapi secara individual ini
cara
telah mendorong manusia untuk
hidup,
yang
dengan
keindahan,
warga
masyarakat.
bertalian dari
para
Kesenian
melakukan suatu
antisipasi;
proses
yaitu
dalam
kognisi
yang dimiliki oleh individu warga
seseorang
untuk
masyarakat
dapat
disebut
mempersepsikan, merumuskan,
pengetahuan
kesenian
-dalam
atau mencari alternatif dalam
pengertian yang sejajar dengan
memecahkan
pengetahuan
dihadapinya itu (Spindler, 1977:
kebudayaan.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
pengetahuan
kesenian
adalah pengetahuan yang dimiliki individu mengenai keseniannya dan
keseniankesenian
sesuai
dengan
lainnya,
pengalaman-
pengalaman yang dipunyainya. Oleh
karena
kebutuhan-
masalah
yang
85-87). Dalam konteks kesenian, reaksireaksi yang muncul dan dilandasi oleh pengalaman dan motivasi yang
berbeda
terhadap
permasalahan
itu
suatu
melahirkan
aneka ragam bentuk kreasi seni. Dalam
perspektif
kebutuhan yang dihadapi oleh
keterlibatan
manusia berbedabeda macam
kegiatankegiatan
ragamnya, baik kualitas dan
peluang
kuantitasnya
eksternalisasi dorongan naluriah
maupun
bentuk
dan jenisnya, yang didasari juga 10
bawaan
individu
Freudian,
seni
atau untuk
dalam memberi menjamin
diakui
Wacana Seni Rupa Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol. 2 No. 4 Mei 2002
secara
Lukisan "Pemandangan" Jelekong
budaya.
Berkesenian
2002
memberi
dorongan libido melalui sublimasi
kesempatan pada manusia untuk
ini dapat menghasilkan berbagai
melepaskan
kreasi
dorongan-dorongan
seni,
yang
membuka
libidonya bertransformasi melalui
peluang-peluang
ego. Proses transformasi ini dikenal
pengembangan
sebagai sublimasi, yaitu proses
berkesenian, yang hasilnya diuji
yang mengarahkan energi naluriah
dan diuji kembali melalui simbol-
dorongan
simbol dalam sistem pemberian
egoistik
instinkif
dan
bagi pribadi
tujuan-tujuan seksual ke tujuan-
makna
tujuan yang lebih tinggi, seperti
menyebabkan timbulnya berbagai
misalnya kesenian, agama, moral,
gaya
individual
dalam
ciptaan
dan sebagainya, yang mempunyai
atau
tampilan
seni.
Dalam
kemanfaatan secara sosial serta
kerangka ini, dapat dikatakan juga
sesuai dengan kegiatan, pikiran,
bahwa
dan
disepakati
beroperasi dalam konteks situasi
bersama (Freud, 1976: 33; 1986:
yang berbeda-beda; dan, bahwa
33-43).
ekspresiekspresi gaya berkaitan
cita-cita
yang
Melalui
sublimasi
bersama.
dalam
fungsi
rangsangan-rangsangan dan nafsu
dengan
libido
menumbuhkan
bertransformasi
dalam
itu.
Inilah
dan
yang
seni
Lebih
jauh
itu
lagi
perbedaan-
suatu proses semacam sexual
perbedaan
intercourse, sehingga dorongan
persepsi. Namun, karena orang
pemuasan nafsu libido ini akan
hidup
sampai pada titik klimaks sexual
kebudayaan
dalam
orgasm
bentuk
yang
dalam
fungsi
dalam
dan
lingkungan
yang
memberi
pedoman untuk bertindak dalam
bernilai. Pencapaian kepuasan ini
suatu
disebut
yaitu
kelakuan, yang terwujud dalam
sehingga
bentuk kebiasaan, kesepakatan,
juga
pelepasan
katarsis, emosi
kerangka
menyebabkan orang menjadi lega
dan
(Read,
penanggulangan
1970:
176-181:
pola-pola
berbagai
cara yang
Wirahadikusuma, 1992: 27-28).
dipranatakan
Bagi banyak orang eksternalisasi
sosialnya, maka perwujudan karya
11
dalam
bagi
Wacana Seni Rupa Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol. 2 No. 4 Mei 2002
kehidupan
Lukisan "Pemandangan" Jelekong
2002
seni yang mencerminkan kelompok
merangsang semacam perasaan
juga menjadi ciri-ciri umum yang
misteri; yaitu sebuah perasaan
mendasari ciri-ciri pribadi tersebut.
yang lebih dalam dan kompleks
Dalam
ini
daripada apa yang tampak dari
bagaimanapun menonjolnya gaya
luar dalam dan konteks pemikiran
individual dalam karya seni, is
intelek (Bohannan, 1964: 141).
akan diterima secara sosial jika
Eco (1979: 48) mengemukakan
terdapat
bahwa sebuah tanda senantiasa
pengertian
asas-asas
di
belakangnya yang dipahami secara
merupakan
bersama (lihat Walace, 1950: 241 -
penghalusan
244).
berkorelasi menurut kaidah-kaidah
Dalam
berbagai
perwujudan
keragamannya
kesenian
senantiasa
terkait dengan penggunaan kaidahkaidah
dan
simbol-simbol.
Penggunaan simbol dalam seni, sebagaimana juga dalam bahasa, menyiratkan
suatu
bentuk
pemahaman bersama di antara wargawarga
masyarakat
pendukungnya. Perwujudan seni sebagai
suatu
kesenian
karya,
dapat merupakan ekspresi yang bermatra individual, sosial, maupun budaya,
yang
bermuatan
isi
sebagai subsatansi ekspresi yang merujuk
pada
interpretasi,
berbagai
atau pesan
pengalaman
komunikasi, 12
dalam dan
dari
ekspresi
yang
dengan
satu
atau
beberapa unsur yang bermuatan isi. Karya seni sebagai simbol, atau kategori tempat yang dibuat oleh manusia secara sengaja, di dalamnya
termuat
manasuka maupun
baik
(arbitrary simbol
simbol symbol)
ikonik
(iconic
symbol). Simbol- simbol dalam kesenian adalah simbol ekspresif yang berkaitan dengan perasaan atau
emosi
1951),
yang
manusia
(Parsons,
digunakan
tatkala
mereka terlibat dalam kegiatan atau berkomunikasi seni.
tema,
hidup tertentu. Pertama, karya seni berisikan
tertentu
unsur
hidup kedua
Pelukis
Jelekong:
Sebuah
Komunitas Lokal Sunda Desa Jelekong adalah sebuah
Wacana Seni Rupa Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol. 2 No. 4 Mei 2002
Lukisan "Pemandangan" Jelekong
desa
di
wilayah
2002
Kecamatan
berkurang jumlahnya. Tampaknya
Ciparay, Kabupaten Bandung. Dari
dari segi sosial mulai tampak
arah
perubahan dalam orientasi kerja,
Bandung,
berada
setelah
Dayeuhkolot
Jelekong
Kecamatan
menuju
Majalaya. poros
desa
Dengan
jalan
arah
menyusuri
Bandung-Majalaya,
yaitu
dari
menjadi
pekerjaan buruh
wilayah
sebelah kanan jalan, yang terletak
Secara
Jelekong, kita hanya memerlukan waktu beberapa menit saja dengan naik kendaraan bermotor roda dua (ojek).
pekerja
kabupaten
bagian selatan.
Untuk menuju lokasi para pelukis
atau
industri yang tumbuh pesat di
desa itu dapat diketemukan di sebelum kota Kecamatan Ciparay.
pertanian
umum
Bandung
kehidupan
masyarakat Jelekong tampak jelas menampilkan
kehidupan
masyarakat
Sunda.
berkomunikasi
Mereka
menggunakan
bahasa Sunda dengan sesama warga masyarakat dan demikian
Sekalipun
kepadatan
juga dengan orang luar yang
Jelekong
datang ke desa itu untuk bertamu.
cukup tinggi, dan rumah tinggal
Sekalipun mereka menggunakan
penduduk
bahasa Indonesia ketika menemui
penduduk
tingkat DI
Desa
berdempetan
satu
dengan yang lain, tetapi suasana
tamunya,
secara
dengan
keseluruhan
lingkungan menunjukkan pemandangan Persawahan masih
dapat
khususnya
sekitar atau
menyisakan
alam dan
masih pertanian.
kebunkebun
dijumpai
dengan
dalam
biasanya
diselingi
ungkapan-ungkapan bahasa
Sunda
dengan
dialeknya yang kental; dari cara dan
gaya
bicaranya
orang
Jelekong dapat dengan mudah diidentifikasi
sebagai
mudah, dan lingkungan semacam
Sunda.
itu masih tampak akrab dengan
beragama Islam, dan tampak pula
para
penyelenggaraan
penduduk,
walaupun
Hampir
warga
kehidupan
penduduk yang bekerja di sawah
beragama
atau
menampilkan ritual yang umum
13
menjadi
petani
semakin
pun
seluruh
orang
secara
Wacana Seni Rupa Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol. 2 No. 4 Mei 2002
khas
Lukisan "Pemandangan" Jelekong
2002
dalam masyarakat Sunda. Warga
mancanegara.
masyarakat
Dalam kondisi kehidupan seperti
Jelekong
juga
menunjukkan selera dan kebiasaan makan orang Sunda. Lalab, ikan asin, ikan tawar dalam berbagai olahan, tahu-tempe, sambal terasi, dan kerupuk menjadi menu utama seharihari. Di
itu, tumbuh sejak tahun 1970-an para
pelukis
pamandangan
(pemandangan
alam)
di
Desa
Jelekong. Jumlah pelukis di desa itu
sekarang
mencapai
lebih-
kurang 300 orang. Hampir seluruh
dalam
bidang
kesenian,
akrab
dalam
mereka
mengekspresikan
dan
mengapresiasi
kesenian
pelukis di desa itu laki-laki, jika pun
perempuan
kegiatan membantu
ini
terlibat
biasanya dalam
dalam mereka
menyiapkan
tradisional. Kesenian pencak silat
atau memasangkan kain kanvas
(kendang penca), reog, calung,
dan membereskan lukisan yang
gamelan
dan
sedang dalam proses atau yang
walaupun
sudah jadi. Jika salah seorang
atau
wayang
degung,
golek,
sekarang
mulai
tergeser
oleh
anggota keluarga mulai melukis,
kesenian pop (terutama dangdut)
biasanya
tetapi mereka juga tidak asing
keluarga
dengan kesenian itu. Kesenian
Mereka ada yang memasang kain,
wayang golek, baik dalam bentuk
melaburinya dengan sejenis cat
pementasan
agar tidak terlalu menyerap warna
utuh
maupun
terlibat
di
dalamnya.
atau
memiliki tempat tersendiri karena
atasnya, bahkan ada pula yang
dilestarikan
dikembangkan
ikut melukis. Tidak jarang satu
oleh dalang kondang Sunarya,
lukisan merupakan hasil karya
dan salah satu anaknya Asep
bersama dari beberapa orang.
Sunandar Sunarya, di padepokan
Pekerjaan melukis yang dimulai
Giriharja di desa itu, yang dikenal luas baik oleh masyarakat Sunda sendiri maupun oleh wisatawan 14
yang
anggota
kerajinan membuat wayang golek, dan
cat
seluruh
disapukan
di
oleh salah seorang tokohnya pada tahun 1970-an, semakin lama semakin
banyak
melibatkan
Wacana Seni Rupa Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol. 2 No. 4 Mei 2002
Lukisan "Pemandangan" Jelekong
orang.
Banyak
keluarga
yang
2002
dengan Rp. 35.000,-. Harga murah
mengikuti jejak ini, dan bahkan
ini
disosialisasi
produktivitas kerja yang tinggi,
terhadap
anak-
dimungkinkan
cucunya. Bertahannya pekerjaan
bahan
melukis ini di satu segi berkaitan
bahan yang murah, teknologi yang
dengan permintaan terhadap jenis
sederhana,
lukisan yang dihasilkan cukup baik
lukisan
sekalipun harganya murah, dan
persaingan
yang kedua menjadi kebanggaan
jumlah, sasaran, serta tingkatan
masyarakat Jelekong itu sendiri.
sosial
Mereka dikenal sebagai "tukang
khusus.
gambar" dengan karyakarya yang
Yang
menyebar luas, dan di antaranya ada
yang
dijadikan
barang
souvenir oleh para turis asing (Jepang,
Korea
Selatan,
dan
beberapa negeri lainnya). Para
pelukis
yang
karena
digunakan tema
yang
dan
bentuk
relatif
ajeg,
antar
pelukis,
konsumen
menarik
dalam
adalah
dan
yang
sangat
adalah
bahwa
tantangan
kehidupan
dewasa ini mereka memilih dan menetapkan
kebanggaan
hidupnya itu sebagai pekerjaan pokoknya. Mereka memandang
sangat
melukis sebagai matapencaharian
menghasilkan
sehari-hari untuk menghidupi diri
pelukis
bisa
dan keluarganya. Dalam kondisi
menghasilkan lukisan sebanyak 6
sebagian lulusan perguruan tinggi
sampai 10 lukisan dalam sehari
kesenirupaan goyah menghadapi
dengan ukuran rata-rata 70 X 100
tantangan
cm. Harga lukisan, saat ini, untuk
sekalipun sebagian besar hanya
ukuran yang kecil (antara 30 X 30
mengenyam pendidikan
cm) dipatok Rp. 3.000,- (tiga ribu
tingkat sekolah dasar (SD), dan
rupiah) sampai Rp. 4.000,- (empat
tergolong
ribu rupiah) dan ukuran yang
sosial
besar (antara 70 X 100 cm)
konsisten dan penuh kesadaran
dipatok
25.000,-
memilih jalur hidupnya menjadi
(duapuluh lima ribu rupiah) sampai
"tukang gambar". Bahkan secara
produktif karya.
15
Jelekong
dalam Seorang
antara
Rp.
hidup,
ke
ekonomi
dalam
mereka sampai kelompok
rendah,
Wacana Seni Rupa Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol. 2 No. 4 Mei 2002
secara
Lukisan "Pemandangan" Jelekong
2002
bertahap jumlah pelukis di desa itu
ini pranata seni lukis) sebagai
berkembang, yang semakin lama
pranata ekonomi, atau sebaliknya
semakin meningkat jumlahnya.
pranata ekonomi yang diserap ke
Sumber
dalam pranata kesenian yang
daya
berubah,
lingkungan
yang
keterbatasan
hidup
sehari-hari, dan nilai-nilai tradisi berkesenian yang tetap kukuh dipegang,
tampaknya
mewujud kognisi
dalam yang
telah
bentuk model selektif
dijadikan
kerangka
pemenuhan
kebutuhan
yang bagi hidup
mereka. Model kognisi inilah yang, sekalipun masih dalam hitungan generasi ketiga dalam keluarga, secara
intensif
antargenerasi
ditransmisikan
dalam
keluarga.
Model kognisi ini dapat dipandang sebagai
strategi
adaptif
masyarakat Jelekong, khususnya para
pelukis
senantiasa
Jelekong,
untuk
menyesuaikan
diri
dengan perubahan yang terjadi di lingkungannya;
sebuah
kognisi
yang
sistem
kesenian
model
mengintegrasikan dan
model
sosial
menentukan
tersebut
tindakan
dengan
menyesuaikannya perubahan
terhadap
lingkungan
(dari
senirupa tradisional ke senirupa modern) dengan khalayak yang lebih
luas tidak terbatas pada
masyarakatnya sendiri, dan di segi lain dalam keterbatasan hidupnya mereka lebih berorientasi untuk memenuhi kebutuhan primernya melalui keseniannya. Melukis bagi pelukis tindakan
Jelekong pragmatis
merupakan mengatasi
kesulitan hidup, mempertahankan diri,
sambil
berupaya
meningkatkan kesejahteraannya dengan tetap menghadirkan diri sebagai warga masyarakat yang bermartabat.
Lukisan "Pamandangan" kognisi
ini
secara operasional tampak dalam bentuk terciptanya pranata baru, yaitu pranata kesenian (dalam hal 16
Pranata
mata
pencahariannya. Perwujudan
memang sudah ada sebelumnya.
Jelekong Lukisan Jelokong
"Pamandangan" adalah lukisan yang
Wacana Seni Rupa Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol. 2 No. 4 Mei 2002
Lukisan "Pemandangan" Jelekong
2002
dibuat oleh para pelukis Desa
pemula, atau yang baru belajar
Jelekong. Mereka melukis dengan
melukis.
menggunakan
dilakukan oleh pelukis yang sudah
teknik
konvensional,
berupa
sapuan-
Proses
cukup mahir,
pembentukan
dan penyelesian
sapuan kuas dan di antaranya
akhir dilakukan oleh para pelukis
dipadukan dengan sapuan pisau
senior.
palet atau irisan pipih karet ban
tampaknya tidak selalu seragarn,
luar.
karena ada juga yang membuat
Peralatannya
tergolong
Cara
kerja
lukisan,
kuas yang sudah hampir gundul
seorang, mulai dari tahap memberi
pun
dasar
untuk
melukis.
dikerjakan
itu
sangat sederhana, dan acapkali digunakan
dan
seperti
sampai
oleh proses
Bahan cat lukis yang digunakan
penyelesaiannya. Ada juga yang
adalah
membagi
tinta
cetak
(karena
proses
dipandang mempunyai kekuatan
dalam
warna yang kuat), yang diaduk
pertama
dengan campuran pengencer dan
dikerjakan oleh pelukis pemula, dan
zat pengering (agar tinta cetak
seterusnya
yang cenderung lama keringnya
diselesaikan oleh pelukis yang
menjadi
sudah mahir.
cepat
kering),
agar
pekerjaan bisa dilanjutkan atau dikerjakan
dalam
tempo
yang
cepat. Untuk menghemat bahan dan waktu kerja para pelukis Jelekong bekerja secara serial dalam jumlah tertentu, dengan tahapan-tahapan memberi
yang
dasar
pembentukan penyelesaian
gambar, (finishing
sama; warna, dan touch).
Tahap memberi dasar biasanya dilakukan 17
oleh
para
pelukis
dua
melukisnya
tahapan;
tahapan
(memberi
dasar)
dikerjakan
atau
Lukisan Jelekong secara tematik lebih
dekat
naturalistik, besar
ke
arah
dengan
lukisan sebagian
melukiskan
pemandangan; sawahnya,
alam
gunung telaga
pepohonan.Pada
dan dan
beberapa
lukisan diberi tekanan rumah, gubuk, atau ranggon. Warnawarna yang disapukan sebagian besar merepresentasikan
warna-warna
alami, yang secara kasat mata
Wacana Seni Rupa Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol. 2 No. 4 Mei 2002
Lukisan "Pemandangan" Jelekong
dapat
dilihat
kedekatannya
2002
terasa ada suatu pesona, ada
dengan warna-warna alam yang
perasaan
menjadi objek lukisannya. Akan
kesadaran lokalitas, dan sangat
tetapi di segi yang lain, tampak
dekat
dengan
bahwa baik dari segi perbentukan
orang
Sunda
maupun
secara
Objek lukisan pemandangan alam
realistik menunjuk kepada alam
Jelekong sangat dekat dengan
yang benarbenar ada. Alam yang
suasana hati orang Sunda; is
dibuat dan menjadi pemandangan
hadir sebagai suatu fenomena "nu
dalam
pelukis
aya di jauhna, ngancik `na enas-
Jelekong adalah alam rekaan;
enasna hate" (berada nun jauh di
alam yang tidak ada tetapi ada.
sana, tetapi lekat dalam hati
Lukisan pemandangan alam para
sanubari).
pelukis
Luar penglihatan dengan kriteria
warna
tidak
lukisan
para
Jelekong
merupakan
yang
tumbuh dunia
pada
dari
simbolik umumnya.
lukisan imaginatif. Mereka tidak
yang
memotret
modernisme) terasa ada suatu
alam,
menghadirkan
melainkan
alam
dengan
mengatasnamakan
pesona,
ada
perasaan
yang
rekaan menurut imaginasi mereka
tumbuh dari kesadaran lokalitas,
sendiri.
dan sangat dekat dengan dunia
Bagi
melihatnya,
kita
yang
menghadapi
dan
simbolik
orang
Sunda
pada
menghayati lukisannya, objek itu
umumnya.
terasa dekat dengan ruang dalam
pemandangan
dari
sangat dekat dengan suasana
din
kita
sendiri
sekalipun
lukisan pemandangan alam berupa
rekaan;
sesungguhnya
objek
itu atau
Objek
lukisan
alam
Jelekong
hati orang Sunda; is hadir sebagai suatu
fenomena
"nu
aya
di
dalam
jauhna, ngancik `na enas-enasna
lukisan itu adalah subjek yang
hate" (berada nun jauh di sana,
hidup dalam alam pikiran kita.
tetapi lekat dalam hati sanubari).
Menghadapi lukisannya (di luar
Sebagai bagian dan masyarakat
penglihatan dengan kriteria yang mengatasnamakan 18
modernisme)
Sunda, dalam gambaran idealnya seperti
dikemukakan
Wacana Seni Rupa Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol. 2 No. 4 Mei 2002
banyak
Lukisan "Pemandangan" Jelekong
orang,
para
memiliki dengan
2002
pelukis
Jelekong
bertemakan alam pemandangan
keterkaitan
simbolik
itu, terefleksikan senandung batin,
alam
lingkungan
yang
kegembiraan
sebagai
alam
kemurungan
dicitrakannya
dan
keceriaan,
dan
parahiangan. Alam parahiangan
orang
merupakan wilayah yang subur
menikmati lukisan pemandangan
makmur, tata-tengtrem loh jinawi,
alam hasil karya para pelukis
dengan warganya yang toleran,
Jelekong tak ubahnya menikmati
demokratis, santun, dan ramah
senandung "Papater berikut:
tamah
yang
Sunda;
berada
suatu
di
wilayah
tatar yang
menjadi gambaran ideal orang Sunda.
Keterkaitan
Sunda
masyarakat
dengan
lingkungannya Mereka
alam
sangat
tidak
kuat.
semata-mata
berada dalam alam lingkungan yang ada, yang kaya dan subur, tetapi berinteraksi dan berdialog dengan
alam
sekitarnya,
mensyukuri
dan
memanfaatkannya dalam rangka hidup bersama. Dalam kaitannya dengan hal inilah, para pelukis Jelekong telah memilih tematema lukisannya,
sesuai
dengan
kemampuan
dan
persepsi
sosialnya, pemandangan imaginatif
alam
yang
secara
merefleksikan
parahiangan. 19
berupa
Dalam
alam lukisan
Sunda.
kegundahan
Mengamati
…..Halimun gunung/
di
dan
puncak
Nyingray
puray
Lalugay
iring-
lalaunan/
iringan/ Siga anu kaisinan/ Breh ebreh puncak girina/ Laluis pinuh mamanis/ Lir nu lenjang
mulang
Nembongan (Dipetik
siram/
barina dan
moyan
Gunawan
Undang, 1998:20). Birunya
gunung
di
kejauhan.
Embun dan awan yang beriringan meninggalkan
jejak
rasa
ham.
Menyingkap tabir dan mengungkap puncak keindahan gunung. Begitu indah bak si cantik pulang mandi. Menampakkan
din
sambil
menikmati hangatnya matahari. Begitulah kirakira suasana yang diperoleh secara umum jika kita menikmati
keindahan
dan
keceriaan alam parahiangan yang
Wacana Seni Rupa Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol. 2 No. 4 Mei 2002
Lukisan "Pemandangan" Jelekong
ekspresikan
oleh
Jelekong
para
lewat
pelukis
Bari
lukisan
leumpang Bari gogonjakan/
pemandangan alamnya. Bagaimana didominasi alami,
alam
oleh
hijaunya
mawa
hasil
panen/
teu eureun sajajalan/ alewoh garunem
suasana
pemandangan
2002
nembongkeun
yang
Piraku
warnawarna
kampung,
atau
suka
seuri/
jerih payah teu mubah/ ban
putih, dengan air sungai dan parit sudut
teu
hate/ taya pisan kuciwana/
gunung dan arak-arakan awan kebiru-biruan,
kaburtgah//
tatanenna/nyugemakeun kana
kemuning hamparan padi, biru
mengalir
pada
pangasilan
pepohononan,
yang
catur/
sujud muji sukur/ Maha Suci Murbeng Alam.
saung
ranggon di tengah sawah, yang
(Dipetik dari Gunawan Undang,
menunjukkan kesuburan alam di
1998:45-46).
satu
pemandangan alam karya pelukis
segi,
keceriaan
dan
keharmonisan hidup, dan rasa
Jelekong
syukur
keceriaan,
atas
keagungan
Nu
Lukisan
menjadi
setting
bagi
keharmonisan,
dan
Murbeng Alam di segi yang lain.
kehidupan para petani, sebagai
Segera
bagian dan sikap hidup pada
tampak
kesejajarannya menikmati
dan
terasa
ketika
kita
tembang
Sunda
"Jemplang Pamirig" berikut.
sakulawarga/ suka bungah panen/
bubuahan/
subur
palawija taya
gagaman estu/ estu ruhruy matak uruy/ barokah Anu Kawasa/ barokahna geuning Nu Kawasa// Gesat-gesut rek baralik/ patani sakulawarga/ 20
masyarakat
Sunda.
Dalam kecenderungan tematiknya, tertangkap pula karya-karya yang
Indit sirib pin umpi/ patani arek
umumnyai
lebih condong ke dalam jerit batin dengan
pengungkapan
alam
pemandangan yang sendu; telaga biru
yang
tenang
di
tengah
rimbunan pohon berwarna merah dan keunguunguan, akar dan oyot bergelantungan, dengan disaput kabut
kelabu,
kesunyian
yang
mengesankan mendalam.
Wacana Seni Rupa Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol. 2 No. 4 Mei 2002
Lukisan "Pemandangan" Jelekong
2002
Bandingkan pula dengan tembang
lantaran
“Tejamanttf dengan lirik berikut
leuwih ti dibuang/ dibuang
ini.
diguwang-gawing/
liwung/
liwung
ngajangjawing-
Cing atuh bulan sing caang/
ngajangjawing sukma asa
nya maneh nembongkeun
kumalayang.
diri/ ulah kahalangan mega/ masing karunya ka kami/ anu
(Dipetik dari Gunawan Undang,
keur liwung pikir/ lir anu
1998:47-48).
keuna ku duyung/ ayuena
Jerit batin yang dikumandangkan
rek
ngabungbang/
ngalantung
niiskeun
pikir/
sugan bae sugan bae bisa nyalayakeun badan//
lewat tembang "Tejamantri" itu terasa
kesejajarannya
jika
melihat
lukisan
alam
pemandangan
para
pelukis
Uleng malang mega malang/
Jelekong yang cenderung memilih
sari asri
kesunyian alam dan kesedihan
narik
ati/
mayakpak
satungtung tingal/ lir jaladri tanpa tepi/ disusurup ku ati/ ngalamuk jeg lembur suwung/ kasawang
taya
dangiang/
suni sepi lir sukingki/ narikolot estu teu aya cahara//
yang mendalam, sambil mencoba mengobati kegundahan tersebut dengan
mengekspresikan
atau
mengapresiasikannya lewat alam pemandangan.
Sesungguhnya,
lukisan sebagai jenis karya artistik menampilkan
suatu
diungkapkan
oleh
teks
yang
pelukisnya
dalam bahasa rupa, sama halnya
Ciliwung nu matak lewang/
dengan jenis karya seni lainnya
lalewang
ngagawing/
seperti tari, musik, teater, dan
ngagawing di awangawang/
sastra; yang distrukturkan lewat
awang-awang
bahasa
asa
nu
geus
koreografis,
musikal,
nawing/ flawing mani geus
teateral, dan literer. Di satu sisi
lungkawing/
hakikat eksistesialnya bergantung
lungkawing
pada 21
dasar
ekspresi,
Wacana Seni Rupa Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol. 2 No. 4 Mei 2002
teknik
Lukisan "Pemandangan" Jelekong
2002
ekspresi, dan ketepatan pilihan
dihadapinya. Yang menarik yaitu
ekspresinya,
bahwa
di
sisi yang lain
kebermaknaan
artistiknya
senantiasa
mengandaikan
kehadiran
audiens
penikmatnya,
sebagai
sehingga
komunikatifnya
juga
terabaikan.
Jika
dalam
keseragaman
tematiknya, yang dianggap secara umum
sebagai
lukisan
tema,
bentuk,
dan
dengan
strukturnya
fungsi
yang tidak berbeda satu dengan
tidak
yang lain, jika diamati dengan
cara
cermat
dan
seksama
tampak
berkesenian seperti ini diandaikan
menampilkan
ada pada para pelukis Jelekong
menjadi ciri dari masing- masing
maka
teknik,
pelukisnya. Dalam keseragaman
yang
tematik, teknik, serta media yang
media,
pilihan
gagasan,
dan
tema
karakter
yang
diungkapkan merupakan pranata
digunakannya
berkesenian
yang
secara
pelukis Jelekong juga menorehkan
operasional
dijadikan
acuan
ciri-ciri pribadinya. Artinya, dengan
untuk
berkarya,
berpedomankan
dengan
pada
mengamati
ternyata
secara
para
sungguh-
sistem
sungguh, dapat terbedakan atau
simbolik masyarakat Sunda pada
teridentifikasi perbedaan masing-
umumnya. Artinya juga, di segi
masing
yang lain diandaikan kehadiran
kelompok maupun individu.
para penikmatnya yang mampu
Para pelukis Jelekong, dengan
mengapresiasi
karya
dengan
menggunakan
sistem
simbolik
yang sama. Intinya adalah bahwa sistem
berkesenilukisan
pada
masyarakat Jelekong fungsional bagi pemenuhan kebutuhan hidup mereka
sesuai
kemampuan
dengan mereka
memanfaatkan peluang sumber daya limgkungan yang ada dan 22
lukisan,
baik
secara
mudah dapat membedakan dan menunjukkan ciri-ciri karya dari para pelukis di lingkungannya. Perbedaan-perbedaan
individual
dalam karya lukisan para pelukis Jelekong
itu
muncul
karena
merupakan pilihan yang bebas secara individu tetapi tetap dalam bingkai sistem kognisinya secara umum.
Kehadiran
Wacana Seni Rupa Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol. 2 No. 4 Mei 2002
dan
Lukisan "Pemandangan" Jelekong
2002
berlanjutnya perbedaan ini dijamin
mereka sendiri), memilih dengan
dengan pengujian simbolik terus-
sadar
menerus, baik oleh dirinya sendiri
hidupnya ini di antara berbagai
maupun
peluang kerja yang dimilikinya;
oleh
lukisannya.
para
Ini
kehadiran
dari
direspons
secara
penikmat
menjadi pelukis "pamandangan"
perbedaan
itu
merupakan pilihan hidup yang
artistik
akan
Jelekong
gaya
atau
berkembang.
dalam
inndividualnya
tetap
bertahan Bukankah
dan dalam
hal ini, kecuali dari segi ukuran kualitas karya, pilihan ikon-ikon lukisan
yang
secara
simbolik
menampilkan ekspresi individual ini juga tidak ubahnya seperti pada lukisan-lukisan karya pelukis pemandangan alam yang tercatat dalam
peta
seperti
pilihan
jika
oleh masyarakatnya, maka lukisan berbagai
demokratis
artinya,
secara nyata masih dibutuhkan pamandangan
dan
senilukis
Pirngadi,
nasional Abdullah
Suriosubroto, Wakidi, dan lainlainnya.
demokratis. Pilihan hidupnya itu merupakan refleksi dan strategi adaptif untuk menyesuaikan
diri
dan
menangkap peluang yang ada di lingkungan sekitarnya, baik sosialbudaya
maupun
alam-fisik.
Strategi adaptifnya itu muncul dengan
didasari
oleh
sikap
keterbukaan terhadap berbagai kemungkinan
penyesuaian
baik
yang datang dari luar maupun potensi yang dimiliki. Tentu tidak mengherankan,
dengan
sikap
terbuka dan penerimaan "tanpa syak wasangka" segala hal yang datang
dan
luar,
jika
pilihan
tematik, perbentukan, dan teknik
Penutup
melukis,
Dan uraian di atas dapat ditarik
diidentifikasi sebagai pendekatan
kesimpulan sebagai penutup tulisan ini sebagai berikut. Masyarakat Jelekong,
yang
menentukan
"barat", disesuaikan berkesenian
yang
seringkali
dengan
mudah
dengan yang
sikap
cenderung
pekerjaannya sebagai pelukis atau
tradisional.
"tukang gambar" (menurut istilah
Keterbukaan menerima pengaruh
23
Wacana Seni Rupa Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol. 2 No. 4 Mei 2002
Lukisan "Pemandangan" Jelekong
2002
dan luar ini, sebagai kecenderungan
mencerminkan
umum sikap masyarakat Sunda,
multikultural
menunjukkan
bahwa
dikembangkan bagi pembangunan
kondisi
bangsa.
sesungguhnya
dalam
apresiasi yang
perlu
Mereka
menjadi
sosial-budaya bangsa yang carut-
masyarakat Sunda baru dengan
marut, lemahnya apresiasi budaya
cara menyikapi persoalan dengan
yang mengarah pada keadaan
cara pandang yang senantiasa
disintegrasi, sikap para pelukis
disesuaikan
Jelekong menjadi contoh yang
yang
cukup baik tentang kehidupan
lingkungannya; suatu cara pandang
kelompok
yang secara ideal dimiliki oleh
masyarakat,
yang
terjadi
langsung maupun tidak atau yang
masyarakat
disadari
mudahan.
24
maupun
tidak,
dengan dan
perubahan dihadapi
Sunda.
Wacana Seni Rupa Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol. 2 No. 4 Mei 2002
di
Mudah-
Lukisan "Pemandangan" Jelekong
2002
Gambar: Lukisan Pemandangan Jelekong
PUSTAKA TILIKAN Baddock, C.R. 1987. Kegiatan dan Modernitas: Kajian dalam Psikoanalis Sosial. Terjemahan. Jakarta: ARCAN. Boas, F.1955. Primitive Art. New York: Dover Publications, Inc. Bohannan, P. 1964. Africa and Africans. Garden City, New York : Natural History Press. Budhisantoso, S. 1981. Kesenian dan Nilainilai Budaya, Dalam Analisis Kebudayaan, Tahun II, 2 Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI. Cassirer, E. 1987. Manusia dan Kebudayaan: Sebuah Esai tentang Manusia, terjemahan Alois A. Nugroho. Jakarta : PT. Gramedia. Eco, Umberto. 1979. A Theory of Semiotics. Bloomington: Indiana University Press. Ekadjati, Edi S. 2001. Kebudayaan Sunda: Tinjauan Sejarah. Dalam: Pikiran 25
Wacana Seni Rupa Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol. 2 No. 4 Mei 2002
Lukisan "Pemandangan" Jelekong
2002
Rakyat. Him. 17. Bandung, 19 Juli 2001. Freud, S. 1976. Memperkenalkan Psikoanalisa. Jakarta: Gramedia. Geertz, Clifford. 1973. The Interpretation of Culture. New York: Basic Books. Levi-Strauss, C. 1963. "The Effectiveness of Symbols". Dalam: C. LeviStrauss (ed.). Structural Anthropology. New York: Basic Books. Mills, G. 1971. "An Introduction to Qualitative Anthropology". Dalam: CM. Otten (ed.). Anthropology and Art: Readings in Cross-Cultural Aesthetics. Garden City, New York: The Natural History Press. Osborne, H. 1970. Aesthetics and Art Theory: An Historical Introduction. New York: A Dutton Paperbook. Parsons, T. 1951. The Social System. New York: The Free Press. .1966. Sosieties: Evolutionary and Comparative Perspectives. New Jersey: Parsons, T. dan H. Shils, dkk.. 1961. Theories of Society. New York: The Free Press. Rapoport, A. 1969. House Form and Culture. Englewood Cliffs, New York: Prentice-Hall, Inc. 1980. Cross-Cultural Aspects of Environmental Design. Artikel disajikan pada "Seminar Lingkungan Budaya dan Rancang Bangun". Yogyakarta: Jurusan Arsitektur, FT - UGM. Read, H. 1970. Art and Alienation: The Role of The Artist in Society. New York: Horizon Press. Rohidi, Tjetjep Rohendi. 1994. Pendekatan Sistem Budaya dalam Penelitian Seni dan Pendidikan Seni (Sapuan Kuas Besar dalam Kerangka Ilmu
Sosial).
Makalahpada
Seminar
Nasional
Pendekatan-
Pendekatan dalam Penelitian Seni dan Pendidikan Seni. Semarang: IKIP Semarang. 2000. Kesenian dalam Pendekatan Kebudayaan. Bandung: STISI Press. . 26
2000.
Ekspresi
Seni
Orang
Miskin:
Adaptasi
Wacana Seni Rupa Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol. 2 No. 4 Mei 2002
Simbolik
Lukisan "Pemandangan" Jelekong
terhadapKemiskinan.
Bandung:
Yayasan
Nuansa
2002
Cendekia
bekerjasama dengan Yayasan Adikarya IKAPI dan The Ford Foundation. Spindler, L. 1977. Culture Change and Modernization: Mini Models and Case Studies. Illinois: Haveland Press, Inc. Spradley, JP. (ed.). 1972. Culture and Cogniyion: Rules, Maps and Plans. Toronto:Chandler Publishing Co. Wacana Seni Rupa. vol. 2, 4, Mei 2002 106rie"" Rohendi Rohidi: Lukisan "Pemandangan" Jelekong Suparlan, P. 1985. Kebudayaan dan Pembangunan. Makalah dalam "Seminar Kependudukan dan Pembangunan". Jakarta: Kementerian KLH. 1987. Tanggapan atas Soetjipto Wirosardjono: "Kebudayaan, Kesenian, Senirupa". Makalah dalam "Seminar Gerakan Senirupa Baru". Jakarta, 8 Juni 1987. Kompas. 1990. Pengembangan Kebudayaan, Individu, dan Masyarakat. Makalah disajikan pada "Seminar Konsepsi Pengembangan Sumber daya Manusia". Jakarta: Lajnah Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia NU. Undang, Gunawan. 1998. Pituduh Pangajaran Tembang Sunda Pikeun Guru Sakola Dasar. Bandung: CV. Siger Tengah Group. Wallace, AFC. 1950. "A Possible Technique for Recognizing Psychological Character-istics of The Ancient Maya from an Analysis of Their Art". Dalam: American Image., 7: 230-258. Wuthnow, R. dkk. 1984. Cultural Analysis: The Work of Peter L. Berger, Mary Douglas, Michel Focoult, and Jurgen Habermas. Boston: Routledge & Kegan Paul.
27
Wacana Seni Rupa Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol. 2 No. 4 Mei 2002
Lukisan "Pemandangan" Jelekong
28
Wacana Seni Rupa Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol. 2 No. 4 Mei 2002
2002