LUAS OPTIMAL HUTAN JATI SEBAGAI PENGATUR TATA AIR DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) BERBAHAN INDUK KAPUR (Optimal Area of Teak Forest as a Water Regulator in Limestone Watershed)* Oleh/By: Irfan Budi Pramono1 dan/and Nining Wahyuningrum2 Balai Penelitian Kehutanan Solo Jl. A. Yan i, PO.Bo x 295 Pabelan, Kartasura, Solo 57102. Telp : (0271) 716709 Fax (0271) 716959 e-mail:
[email protected]; 1
[email protected]; 2
[email protected] *Diterima : 02 Agustus 2010; Disetujui : 29 Desember 2010
.
ABSTRACT Forest is known as a regulator in hydrological process. Some studies suggest that forest harvesting activities increase runoff causing flooding. Even though forest soil is capable to increase infiltration rate and storage capacity, its vegetation also consumes water for its growth. Due to this reason, this study aimed to obtain information on the optimal percentage of forest area which is capable to regulate the hydrological process. The study was conducted in teak plantation forest with limestone formation. Sub watersheds were used as units of measurements. Rainfall, discharge and sediment, land cover types, stand density and other biophysical conditions such as morphometry of each sub watershed were measured. Analysis was done by creating graphs between the discharge and sediment with the percentage of forest land cover. It was found that the discharge and sediment were not much affected by the percentage of forest area by 53%. Thus, based on the flooding and sedimentation aspects, the optimal area of forest land cover in the study area is 53%.. Keywords: Flooding, sediment, optimal forest area
ABSTRAK Hutan diyakin i mampu berfungsi sebagai pengatur tata air, menjaga waktu dan penyebaran aliran sungai, men jaga iklim mikro, dan mampu melindungi dari bahaya banjir. Beberapa hasil penelit ian menunjukkan bahwa pembukaan penebangan hutan berdampak negatif pada peningkatan aliran permukaan yang dapat menyebabkan banjir. Meskipun tanah hutan umu mnya mempunyai kapasitas infiltrasi dan penyimpanan lebih tinggi daripada nir hutan, air sering lebih banyak dikonsumsi lagi oleh hutan itu sendiri daripada dialirkan ke sungai. Dari permasalahan tersebut maka penelit ian in i bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang luas hutan optimal yang mampu berfungsi sebagai pengatur tata air. Penelitian dilakukan di lokasi hutan jati dengan tipe batuan kapur. Penelit ian in i menggunakan sub DAS sebagai unit pengatamatan. Pada setiap sub DAS dilakukan pengukuran hujan, debit dan sedimentasi, jenis penutupan lahan, kondisi kerapatan tegakan serta kondisi biofisik lainnya seperti morfo metri DAS. Analisis dilaku kan dengan membuat grafik antara debit dan sedimen dengan persentase penutupan lahan hutan. Dari grafik tersebut disimpulkan bahwa debit dan sedimentasi sudah tidak banyak terpengaruh oleh luasan hutan pada persentase luas lahan hutan 53%. Dengan demikian luas lahan hutan yang optimal, dari aspek banjir dan sedimentasi, pada lokasi penelitian adalah 53%. Kata kunci: Banjir, sedimen, luas hutan optimal
I.
PENDAHULUAN
Hutan, secara umum diyakini salah satunya berfungsi sebagai pengatur tata air, menjaga waktu dan penyebaran aliran air sungai, menjaga iklim mikro dan mampu melindungi daerah di bawahnya dari berbagai bencana seperti banjir (As-
dak, 1995). Telah banyak penelitian di berbagai negara yang menyatakan pengaruh pengaturan jumlah dan komposisi vegetasi hutan terhadap perilaku aliran air. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa aliran air tahunan meningkat jika vegetasi dihilangkan atau dikurangi dalam jumlah cukup besar (Hamilton dan 459
Vol. VII No. 5 : 459-467, 2010
King, 1984 dan Malmer, 1992 dalam Asdak, 1995; Bosch dan Hewlett, 1982; Bruijnzeel, 1990). Fungsi vegetasi hutan dalam mengatur lingkungan hidrologis terjadi melalui perlindungannya terhadap permukaan tanah dari gempuran tenaga kinetis air hujan, yakni melalui tiga lapisan bidang penampungan air, baik oleh strata tajuk (kanopi), serasah hutan serta pori-pori tanah hutan, sehingga aliran air dapat diatur (Pereira, 1989 dalam Asdak, 1995). Bahkan penelitian di Costa Rica menyebutkan bahwa adanya implementasi program Daerah Aliran Sungai (DAS) berhutan telah menurunkan tingkat sedimentasi sampai 69% dan mampu mengurangi biaya perbaikan kualitas air sebesar US$ 2.000 tiap bulan (Kourous, 2003). Pendapat umum tentang peranan hutan dalam mengatur tata air adalah hutan sebagai kesatuan dari tanah, akar, dan serasah yang berfungsi sebagai spon (sponge) yang menyimpan air selama musim penghujan dan mengeluarkannya selama musim kemarau. Meskipun tanah hutan umumnya mempunyai kapasitas infiltrasi dan penyimpanan lebih tinggi daripada non hutan, air ini sering lebih banyak dikonsumsi lagi oleh hutan itu sendiri daripada dialirkan ke sungai (Bruijnzeel, 1990). Bosch dan Hewlett (1982) telah mengkaji 94 DAS. Hasil kajian tersebut menyimpulkan bahwa pengurangan 10% dari hutan berdaun jarum dan eucalyptus akan menaikkan hasil air tahunan sebesar 40 mm, sedangkan pengurangan 10% dari hutan berdaun lebar meningkatkan hasil air sebesar 25 mm. Pengurangan 10% dari belukar dan padang rumput akan menaikkan hasil air tahunan sebesar 10 mm. Dalam bencana banjir, pengaruh hutan sudah tidak signifikan lagi karena ada batas maksimum pengaruh hutan terhadap banjir. Banjir terkait dengan tingginya curah hujan, kemampuan tanah menyimpan air, dan kondisi lingkungan sepanjang sungai. Dalam batas-batas tertentu, banjir bisa terjadi di daerah yang ber460
hutan gundul maupun yang hutannya masih lebat (Asdak, 1995). Sebagai kawasan yang memiliki multi fungsi, keberadaan kawasan hutan selain berfungsi ekologis, juga diharapkan berfungsi produksi dan sosial. Oleh karenanya, dalam menentukan luas penutupan lahan hutan dari suatu wilayah DAS, harus juga memperhatikan faktorfaktor lain yaitu sistem/bentuk lahan, kemiringan lereng, curah hujan, tipe hutan, kepadatan penduduk serta nilai konservasi biodiversitas. Karena pentingnya peran hutan tersebut maka penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang luas hutan jati optimal di DAS berbahan induk kapur yang mampu mengatur tata air, terutama dalam mengendalikan banjir dan sedimentasi. Selain itu, hasil penelitian diharapkan dapat memberikan justifikasi ilmiah terhadap statement dalam UndangUndang Kehutanan No. 41 tahun 1999 mengenai penentuan luas lahan hutan optimal yang harus dimiliki oleh suatu DAS atau pulau.
II. BAHAN DAN METODE A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di kawasan hutan jati yang dikelola oleh Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah yang termasuk Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Cepu, secara administratif pemerintahan terletak di Kabupaten Blora, Provinsi Jawa Tengah. Penelitian dilakukan pada tahun 2007. B. Bahan dan Alat Bahan dan peralatan yang digunakan dalam penelitian, yaitu: 1. Bahan dan peralatan monitoring tata air dan tanah (klimatologi, erosi-sedimentasi, dan debit aliran dan kualitas air), antara lain berupa SPAS (Stasiun Pengamatan Arus Sungai), peilskal dan suspended sampler, stasiun klima-
Luas Optimal Hutan Jati sebagai... (I.B. Pramono; N. Wahy uningrum)
tologi; peta-peta dasar skala 1: 25.000 (topografi dan tanah), peralatan penelitian tanah, blanko pengamatan, botol sampel, dan label. 2. Bahan dan peralatan pengamatan tegakan hutan dan penutupan lahan antara lain berupa peta dasar skala 1 : 25.000 (sebaran tegakan, peta RBI), citra landsat, meteran, dan blangko pengamatan. C. Metode Metode pengukuran luas hutan, penutupan lahan lainnya, puncak banjir, dan konsentrasi sedimen terlarut adalah sebagai berikut: 1.
Pengukuran Luas hutan dan Penutupan Lahan Lainnya
yang terjadi). Pengamatan dilakukan pada setiap kejadian hujan yang berpotensi menghasilkan banjir. Pengamatan tingkat konsentrasi sedimen terlarut diukur dengan mengambil sampel air sungai bersamaan pada setiap kali pengamatan banjir dilakukan. Sampel air diambil pada saat kejadian banjir tertinggi (puncak banjir) pada setiap kejadian hujan di setiap sub DAS. Metode pengukuran debit dilakukan dengan mengukur luas penampang sungai dan kecepatan aliran yang terjadi (dengan metode pelampung). Pengukuran kecepatan aliran dilakukan pada saat banjir dengan tinggi muka air yang tertinggi sehingga diperoleh debit pada saat puncak banjir di setiap kejadian hujan. 3.
Parameter yang Diamati
Data luas hutan dan penutupan lahan lainnya diukur dengan bantuan citra SPOT hasil liputan tahun 2007 dan penelitian lapangan. Untuk pengukuran kerapatan pohon dan indentifikasi tanaman bawah dilakukan dengan membuat petak ukur dengan ukuran 20 m x 20 m dan 1 m x 1 m.
a.
Luas kawasan hutan dalam setiap sub DAS. Curah hujan harian selama satu tahun. Kecepatan aliran pada saat puncak banjir. Konsentrasi sedimen terlarut aliran sungai pada saat puncak banjir.
2.
D. Analisis Data
Pengukuran Puncak Banjir dan Konsentrasi Sedimen Terlarut
Pengukuran puncak banjir dan konsentrasi sedimen terlarut dilakukan secara langsung pada masing- masing sub DAS (7 sub DAS) yaitu Modang, Cemoro, Kejalen, Sambong, Kendilan, Gagakan, dan Ngroto. Pengukuran dilakukan dengan bangunan SPAS dan AWLR (Automatic Water Level Recorder), data banjir diperoleh dari hasil pencatatan tinggi muka air dari AWLR dan debit banjir diperoleh dari tabel debit yang telah ada berdasarkan dari pencatatan tinggi muka air pada AWLR. Pengukuran dilakukan pada saat terjadinya banjir dan dalam waktu yang relatif sama. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan data pengaruh setiap kejadian hujan terhadap puncak banjir yang terjadi (respon penutupan lahan yang ada terhadap kejadian hujan dan puncak banjir
b. c. d.
Setiap pasangan hujan dengan puncak banjir dan konsentrasi sedimen terlarut aliran sungai pada saat puncak banjir dianalisis dengan bantuan grafik hubungan antara luas hutan dan puncak banjir serta grafik hubungan antara luas hutan dan konsentrasi sedimen terlarut aliran sungai saat puncak banjir terjadi. Dari grafik yang terbentuk kemudian dianalisis dengan menggunakan regresi sederhana untuk mengetahui bagaimana hubungan antar variabel. Selanjutnya dicari perubahan ∆y/∆x yang terkecil atau perubahan luas penutupan lahan yang menyebabkan perubahan puncak banjir dan perubahan konsentrasi sedimen terlarut aliran sungai pada saat puncak banjir yang terkecil. Hal ini ditunjukkan dengan sebuah garis yang hampir datar. Dalam menganalisis perubahan ∆y/∆x, setiap variabel yang dipengaruhi (∆y) nilainya dikon461
Vol. VII No. 5 : 459-467, 2010
versi dalam satuan luasan tertentu yaitu km2 untuk debit puncak banjir dan ha untuk konsentrasi sedimen terlarut aliran sungai sehingga dapat dibandingkan dengan variabel pengaruhnya yaitu luasan hutannya.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Penutupan Lahan Penutupan lahan di lokasi penelitian terdiri dari hutan, belukar, sawah, dan pemukiman (Tabel 1). Hutan yang ditemui merupakan hutan tanaman jati dengan Kelas Umur (KU) dari KU I sampai dengan KU VII, dan ada beberapa lokasi yang masih kosong bekas penebangan. Untuk mendapatkan luas hutan yang ber-
variasi dalam suatu DAS maka dipasang beberapa SPAS di bawah kawasan hutan seperti di sub DAS Modang, Cemoro, Kejalen, Sambong, Kendilan, Gagakan, dan Ngroto. Luas masing- masing penutupan lahan di setiap sub DAS dapat dilihat pada Tabel 1. Dari Tabel 1 terlihat bahwa persentase penutupan luas hutan bervariasi dari 23% sampai dengan 91,9 % dari luas sub DAS. Penyebaran penutupan lahan dapat dilihat pada Gambar 1, sedangkan kondisi hutan pada masing- masing sub DAS dapat dilihat pada Tabel 2. Dari pembuatan plot berukuran 20 m x 20 m, penutupan tajuk oleh tanaman pokok berkisar antara 30-70%, sedangkan dari plot 1 m x 1 m, penutupan oleh tumbuhan bawah berkisar 20-100%. Penutupan tajuk 100% terdapat pada KU I.
Tabel (Table) 1. Jenis penutupan lahan pada setiap sub DAS di lokasi penelitian (Land cover types of each sub watershed in the study site) Sub DAS (Sub watershed) Modang Cemoro Kejalen Sambong Kendilan Gagakan Ngroto
Luas (Area) (km2 )
Hutan (Forest) (%)
3,38 13,47 20,14 27,79 48,86 64,8 69,8
91,9 91,6 81,8 74,9 23 47,5 44,9
Belukar (Shrubs) (%) 5,7 6,6 12,1 15,6 29,4 32,6 30,9
Sawah (Paddy fields) (%) 0,6 0,2 1,3 3,2 6,1 9,9 14,3
Pemukiman (Settlements) (%) 7,5 7,1 9,9 10 11,1 11,9 9,8
Tabel (Table) 2. Kondisi hutan pada masing-masing sub DAS di lo kasi penelit ian (Forest condition of each sub watershed in the study site)
Modang
3,38
Luas hutan (Forest area) (% DAS) (% of watershed area) 91,9
Cemoro
13,47
91,6
552
36,61
Kejalen Sambong
20,14 27,79
81,8 74,9
133 150
34,38 49,46
Kendilan
48,86
23
925
17,79
Gagakan
64,8
47,5
210
28,71
Ngroto
69,8
44,9
1.866
5,76
Sub DAS (Sub watersed)
Luas DAS (Watershed area) (km2 )
Kerapatan pohon (Tree density) (pohon/ha) (trees/ha) 403
Luas penutupan tajuk (Canopy closure) (m2 ) 33,17
Sumber (Source): Analisis citra SPOT, 2006 (Analysed SPOT, 2006)
462
Tumbuhan bawah dominan (Dominant understory plants) Putri malu (Mimosa pudica) Garaman (Ficus hirta) Garaman (F. hirta) Bandotan (Ageratum conyzoides) Iles-iles (Tacca palmata) Putri malu (Mimosa pudica) Wlungu (Cuscuta australis
Luas Optimal Hutan Jati sebagai... (I.B. Pramono; N. Wahy uningrum)
Gambar (Figure) 1. Peta penyebaran penutupan lahan hutan lokasi penelitian (Map of the distribution of forest land cover in the study site)
Untuk mengetahui hubungan antara luas penutupan lahan hutan dan tata air idealnya dimulai dari penutupan 10% sampai dengan 100%, namun kondisi penutupan lahan di lokasi penelitian belum memungkinkan sehingga dalam penelitian ini hanya dibahas pengaruh luas hutan dari 23% sampai 91,90%. B. Kondisi Fisik Sub DAS Salah satu faktor yang menentukan besarnya debit aliran adalah morfometri (bentuk) DAS. Bentuk DAS membulat mudah atau cepat terjadi banjir, sedangkan bentuk DAS memanjang relatif lama
untuk terjadi banjir. Selain morfometri kondisi fisik DAS seperti kerapatan aliran, kelerengan, geomorfologi, dan geologi juga berpengaruh terhadap aliran yang terjadi. Kondisi biofisik masing- masing sub DAS di lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 3. C. Kondisi Hidrologi Hasil pengukuran pada setiap SPAS dapat dilihat pada Tabel 4 dan Tabel 5. Kedua tabel tersebut merupakan hasil pengukuran dua kejadian hujan yaitu tanggal 4 dan 5 Desember 2007 ketika terjadi banjir di semua sub DAS pada saat yang sama. 463
Vol. VII No. 5 : 459-467, 2010
Untuk mengetahui luas hutan yang optimal maka dibuat grafik hubungan antara luas hutan dan debit puncak serta grafik hubungan antara luas hutan dan tingkat sedimentasi. Khusus untuk kejadian hujan tanggal 4 Desember 2007 hasilnya bisa dilihat pada Gambar 2 dan Gambar 3. Dari Gambar 2 terlihat bahwa perubahan luas hutan tidak berpengaruh banyak pada debit puncak mulai pada luas hutan 53%. Pada luas hutan 53% dari luas DAS debit puncaknya sebesar 67 l/detik/km2 , sedangkan pada luas hutan di atas 53% masih relatif sama, hanya pada luas hutan sekitar 80% debit puncaknya menurun menjadi sekitar 30 l/detik/km2 . Jadi dapat disimpulkan bahwa luas hutan optimal dari segi debit puncak adalah
53%, karena pada angka tersebut perubahan debit puncaknya paling kecil. Dari Gambar 3 terlihat bahwa perubahan luas hutan tidak berpengaruh banyak pada tingkat sedimen mulai pada luas hutan 53%. Pada luas hutan 53% dari luas DAS tingkat sedimentasinya sebesar 83 kg/ha, sedangkan pada luas hutan di atas 53% masih relatif sama, hanya pada luas hutan sekitar 80% sedimennya menurun menjadi sekitar 20 kg/ha. Jadi dapat disimpulkan bahwa luas hutan optimal dari segi sedimentasi adalah 53%, karena pada angka tersebut perubahan sedimennya paling kecil. Untuk kejadian hujan lainnya, pengaruh luas hutan terhadap debit puncak dan sedimentasi dapat dilihat pada Tabel 5, sedangkan hubungan antara luas hutan
Tabel (Table) 3. Kondisi fisik masing-masing sub DAS di lokasi penelitian (Physical condition of each sub watershed in the study site) Sub DAS (Sub watershed)
Luas (Area) (km2 )
Modang
3,38
Cemoro
13,47
Kejalen
20,14
Sambong
27,79
Kendilan
48,86
Gagakan
64,8
Ngroto
69,8
Kerapatan drainase (Drainage density) (km/ km2 ) 1,62
Kelerengan Rata-rata (Average slope) (%) 20
Berbukit (Hilly)
2,07
18
Berbukit (Hilly)
2,18
26
Berbukit (Hilly)
Memanjang (Ellipse) Memanjang (Ellipse) Bulat (Oval)
1,98
32
1,65
15
Bergunung (Undulating) Dataran (Flat)
1,86
22
Berbukit (Hilly)
Memanjang (Ellipse)
1,92
18
Dataran (Flat)
Bentuk DAS (Watershed form) Memanjang (Ellipse) Memanjang (Ellips) Bulat (Oval)
Geo morfo logi (Geomorphology)
Geologi (Geology) Kapur (Limestone) Kapur (Limestone) Kapur (Limestone) Kapur (Limestone) Kapur (Limestone) Kapur (Limestone) Kapur (Limestone)
Tabel (Table) 4. Hasil pengukuran debit dan sedimen pada setiap sub DAS tanggal 4 Desember 2007 (Measurements of discharge and sediment of each sub watershed on December 4, 2007) Sub DAS (Sub watershed) Modang Cemoro Kejalen Sambong Kendilan Gagakan
464
Luas DAS (Watershed area) (km2 )
Luas hutan (Forest area) (%)
3,38 13,47 20,14 27,79 48,86 64,7
86,15 86,09 76,67 71,15 53,3 45,56
Debit (Discharge) (m3 /detik) (m3 /second) 0,073 0,524 0,794 1,414 3,274 11,673
Debit (Discharge) (l/detik/km2 ) (l/second/km2 ) 21,59 38,90 39,42 50,88 67,01 180,42
Sedimen (Sediment) (kg/ha) 18,9 17,2 43,5 132,8 83,6 476,6
Debit puncak (Peak discharge) (l/detik/km2 )
Luas Optimal Hutan Jati sebagai... (I.B. Pramono; N. Wahy uningrum)
200 150 100 50 0 0
20 40 60 80 Luas hutan (Forest area) (% DAS) (% o f watershed area)
100
Sedimentasi (sediment) (kg/ha)
Gambar (Figure) 2. Hubungan antara luas hutan dan debit puncak pada tanggal 4 Desember 2007 (Relationship between forest area and peak discharge on December 4, 2007)
600 500 400 300 200 100 0 0
20 40 60 80 Luas hutan (Forest area) (% DAS) (% o f watershed area)
100
Gambar (Figure) 3. Hubungan antara luas hutan dan sedimentasi pada tanggal 4 Desember 2007 (Relationship between forest area and sediment on December 4, 2007)
dan debit puncak (Gambar 4 dan Gambar 5) memperlihatkan hubungan antara luas hutan dan tingkat sedimentasi. Dalam kegiatan identifikasi penutupan lahan, perlu diperdalam dengan mengukur kualitas penutupannya. Hal ini disebabkan karena sesuai fungsinya sebagai pengatur tata air, kemungkinan kebun campur dapat berfungsi sama dengan hutan, dengan kata lain respon jenis penutupan lahan bervegetasi mungkin hampir sama terhadap hujan. Dari Gambar 4 terlihat bahwa luas hutan sekitar 50% mulai memberikan respon yang stabil terhadap debit puncak. Sampai luas hutan di atas 80% dari luas DAS debit puncaknya masih relatif sama
yaitu sekitar 20 l/detik/km2 . Dari kondisi tersebut terlihat bahwa luas hutan 50% adalah yang optimal dari segi debit puncak. Gambar 4 dan Gambar 5 menunjukkan bahwa luas hutan optimal ditinjau dari tingkat sedimentasi terletak pada luasan sekitar 50%. Pada luasan itu perubahan debit puncak dan sedimentasi paling kecil. Sampai pada luasan 70% tingkat sedimentasinya masih sama yaitu sekitar 100 kg/ha. Data sementara ini belum mewakili respon hidrologi secara keseluruhan. Untuk dapat menyimpulkan masih membutuhkan data yang lebih banyak lagi terutama pada variasi hujan yang menyebabkan banjir dan sedimentasi. 465
Vol. VII No. 5 : 459-467, 2010
Tabel (Teble) 5. Hasil pengukuran debit dan sedimen pada setiap sub DAS tanggal 5 Desember 2007 (Measurements of discharge and sediment of each sub watershed on December 5, 2007) Sub DAS (Sub watershed)
Debit puncak (Peak discharge) (l/detik/km2 )
Modang Cemoro Kejalen Sambong Kendilan Gagakan
Luas DAS (Watershed area) (km2 )
Luas hutan (Forest area) (%)
3,38 13,47 20,14 27,79 48,86 64,7
86,15 86,09 76,67 71,15 53,3 45,56
Debit (Discharge) (m3 /detik) (m3 /second) 0,051 0,258 0,391 0,678 0,885 5,967
Debit (Discharge) (l/detik/km2 ) (l/second/km2 ) 15,09 19,15 19,41 24,40 18,11 92,22
Sedimen (Sediment) (kg/ha) 6,1 8,5 20,8 160,9 12,9 84
100 80 60 40 20 0 0
20
40
60
80
100
Luas hutan (Forestarea) (% DAS) (% of watershed area)
Sedimen (Sediment) (kg/ha)
Gambar (Figure) 4. Hubungan antara luas hutan dan debit puncak pada tanggal 5 Desember 2007 (Relationship between forest area and peak discharge on December 5, 2007) 600 500 400 300 200 100 0 0
20
40
60
80
100
Luas hutan (Forest area) (% DAS) (% o f watershed area ) Gambar (Figure) 5. Hubungan antara luas hutan dan sedimentasi pada tanggal 5 Desember 2007 (Relationship between forest area and sediment on December 5, 2007)
IV. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Luas hutan dalam suatu sub DAS berpengaruh terhadap debit puncak dan sedimentasi. Makin besar persentase luas hutan suatu DAS, debit puncak dan tingkat sedimentasinya makin kecil. 466
2. Luas hutan jati di Cepu yang optimal dari segi debit puncak dan sedimentasi adalah sekitar 50% dari luas DAS (178,34 km2 ). B. Saran 1. Penelurusan respon hidrologi yaitu puncak banjir dan sedimentasi perlu
Luas Optimal Hutan Jati sebagai... (I.B. Pramono; N. Wahy uningrum)
diteruskan untuk mengetahui luas hutan yang optimal dalam suatu DAS. 2. Identifikasi penutupan lahan perlu diperdalam dengan mengukur kualitas hutan dan kualitas penggunaan lainnya seperti kebun campur.
DAFTAR PUSTAKA Asdak, C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Bosch, J.M. and J.D. Hewlett. 1982. A Review of Catchment Experiments to Determine the Effect of Vegeta-
tion Changes on Water Yields and Evapotranspiration. J. Hydrol. 55: 3-23. Bruijnzeel, L.A. 1990. Hydrology of Moist Tropical Forests and Effects of Conversion: a State of Knowledge Review. Faculty of Earth Science, Free University, Amsterdam, The Netherlands. Kourous, G. 2003. Forest and Freshwater: Vital Connections, The Sustainable Management of Forest Has A Key Role to Play in Protecting Global Water Supplies. FAO: http: //www.fao.org/english/newsroom/f ocus/2003/wfc2.htm
467