Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 08-09 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9 Estimasi Parameter Genetik Karakter Agronomi Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) Generasi F2 Hasil Persilangan Wilis X B3570 di Lahan Kering Genetic Parameter Estimation of Agronomic Character of Soybean (Glycine max (L) Merrill) F2 Generation from Crosses between Wilis X B3570 in Dry Land Lindiana1*), Nyimas Sa’diyah1, Maimun Barmawi1 1 Universitas Lampung *) Penulis untuk korespondensi: Hp. 085380539897 *) Corresponding author:
[email protected] ABSTRACT Assembly of the soybean high yielding varieties can be done through the selection in a cross. Effectiveness of selection is influenced by the value of variability and heritability. The purposes of this research are for estimate the magnitude of genetic and phenotype variability, heritability in the broad sense, the mean population and the numbers of hope agronomic character soybean (Glycine max (L) Merrill) F2 generation from crosses between Wilis x B3570. This research was conducted at the experimental farm of Agriculture Faculty, University of Lampung, from November 2011 to February 2012. Seeds used are F2 Wilis x B3570, Wilis, and B3570. Although grown on dry land, but the optimal maintenance and fertilization produced superior seed so that it can be observed genetic paramters. This research was done by experimental design without repetition. The estimated parameter are genetic variability, phenotype variability, the mean population, and heritability in the broad sense. Genetic and phenotype variability are indicated by character flowering age, plant height, harvest age, number of pods cropping, seed weight per plant, and weight of 100 grains. While the number of productive branches have a narrow genetic diversity. Magnitude of the heritability of agronomic character of soybean is high for all the variables observed. The vast variability and the higher heritability value, the selection to choose superior character more effective. Key words: soybean, genetic parameter, agronomic character ABSTRAK Perakitan varietas unggul pada kedelai dapat dilakukan melalui seleksi dalam suatu persilangan. Efektivitas seleksi dipengaruhi oleh nilai keragaman dan heritabilitas. Penelitian ini bertujuan untuk mengestimasi besaran keragaman genetik dan fenotipe, heritabilitas dalam arti luas, dan nilai tengah populasi serta nomor-nomor harapan karakter agronomi kedelai generasi F2 hasil persilangan Wilis x B3570. Penelitian ini dilaksanakan di lahan kering Kebun Percobaan Fakultas Pertanian, Universitas Lampung dari bulan November 2011- Februari 2012. Benih yang digunakan adalah benih F2 Wilis x B3570, tetua Wilis, dan tetua B3570. Penelitian ini dilakukan dengan rancangan percobaan tanpa ulangan. Walaupun ditanam pada lahan kering, namun dengan pemupukan dan pemeliharaan yang optimal menghasilkan benih unggul sehingga dapat diamati parameter genetiknya. Parameter yang diestimasi adalah keragaman genetik, keragaman fenotipe, nilai tengah populasi, dan heritabilitas dalam arti luas. Keragaman fenotipe dan genetik yang luas ditunjukkan karakter umur berbunga, tinggi tanaman, umur panen, jumlah polong per tanaman, bobot biji per tanaman, dan bobot 100 butir, sedangkan jumlah
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 08-09 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9 cabang produktif memiliki keragaman genetik yang sempit. Besaran nilai heritabilitas karakter agronomi kedelai adalah tinggi untuk semua variabel yang diamati. Semakin luas keragaman dan semakin tinggi nilai heritabilitas, maka seleksi untuk memilih karakter unggul tertentu semakin efektif. Kata kunci: kedelai, parameter genetik, karakter agronomi
PENDAHULUAN Keterbatasan lahan yang potensial untuk industri kedelai (Glycine max L. Merrill) di Lampung menyebabkan pengembangan pemuliaan kedelai saat ini mengarah ke lahan suboptimal dengan berbagai faktor pembatas. Lahan kering berpotensi untuk pengembangan kedelai, namun 40,53% diantaranya adalah lahan kering masam (Dinas Pertanian Tanaman Pangan, 2009) yang memiliki kendala karena rendahnya ketersediaan unsur hara, bahan organik tanah dan masalah kekurangan air atau kekeringan. Menurut Hidayat dan Mulyani (2002) tanah podsolik merah kuning (ultisol) mempunyai tingkat kemasaman tinggi, kandungan hara makro dan mikro rendah. Selain itu terjadi kekurangan air terutama pada musim kemarau yang menyebabkan cekaman kekeringan. Keadaan ini akan mempengaruhi perkembangan morfologi dan fisiologi tanaman kedelai sehingga menyebabkan rendahnya hasil. Namun diharapkan dengan pemupukan dan pemeliharaan yang optimal akan dihasilkan kedelai yang memiliki parameter genetik yang sesuai sehingga nantinya dapat di estimasi nilainya. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian telah menghasilkan berbagai inovasi teknologi yang mampu meningkatkan produktivitas kedelai, diantaranya varietas unggul yang sebagian telah dikembangkan oleh petani. (Deptan, 2008). Selanjutnya Badan Litbang Pertanian melalui Balai Penelitian Tanaman Kacangkacangan dan Umbi-umbian telah merakit teknologi produksi kedelai yang lebih hemat input untuk lahan pasang surut, lahan sawah dan lahan kering sehingga diharapkan akan meningkatkan keuntungan usahatani. Produksi kedelai di Indonesia masih rendah sehingga harus ditutupi dengan impor. Produksi kedelai harus lebih ditingkatkan karena kebutuhan kedelai meningkat sepanjang tahun. Salah satu cara meningkatkan produksi kedelai adalah pemuliaan tanaman dengan mengamati parameter genetik. Parameter genetik merupakan ciri dari suatu populasi tanaman yang akan menentukan efektivitas seleksi. Menurut Bringgs dan Knowles (1967) yang dikutip oleh Hakim (2010), parameter genetik yang dapat digunakan sebagai pertimbangan agar seleksi efektif dan efisien adalah keragaman genotipe, heritabilitas, korelasi, dan pengaruh dari karakter-karakter yang erat hubungannya dengan hasil. Keragaman dan heritabilitas diestimasi dari benih kedelai hasil penelitian dari Maimun Barmawi, Hasriadi Mat Akin, Setyo Dwi Utomo yang dibantu oleh beberapa mahasiswa dari jurusan Hama Penyakit dan Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Penelitian ini diawali dengan seleksi tetua yang tahan terhadap Soybean Stunt Virus (SSV) pada tahun 2000. Pada tahun 2009 dilakukan persilangan antara varietas Wilis dan B3570 oleh Maimun Barmawi. Varietas Wilis memiliki daya hasil tinggi, tetapi rentan terhadap penyakit Soybean Stunt Virus (SSV), sedangkan galur B3570 memiliki daya hasil rendah, namun tahan terhadap penyakit Soybean Stunt Virus (SSV). Selanjutnya penanaman generasi F1 dilakukan oleh mahasiswa yang mengambil mata kuliah Pemuliaan Tanaman Lanjutan pada semester genap tahun 2011. Jika terdapat keragaman yang luas, maka akan ada peluang diperoleh genotipe-genotipe yang lebih baik dari ke dua tetuanya yang dapat beradaptasi di lahan kering. Berdasarkan identifikasi masalah dan perumusan masalah dapat disusun tujuan penelitian sebagai berikut.
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 08-09 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9 1. 2. 3.
Mengetahui besaran keragaman karakter agronomi kedelai generasi F2 hasil persilangan antara Wilis x B3570 Mengetahui besaran nilai heritabilitas dalam arti luas karakter agronomi kedelai generasi F2 hasil persilangan Wilis x B3570 Mengetahui pertumbuhan kedelai di tanah ultisol yang cenderung masam
BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan dari November 2011 sampai dengan Januari 2012. Penanaman dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Pengamatan kemudian dilanjutkan di Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman Universitas Lampung. Jenis tanah yang digunakan adalah tanah ultisol (Podzolik merah kuning). Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah genotipe kedelai generasi F2 hasil persilangan Wilis x B3570, tetua Wilis dan B3570, Furadan 3G berbahan aktif karbofuran , Fungisida berbahan aktif Mancozeb 80%, insektisida berbahan aktif delhtametrin 25g/l. Pupuk Urea 50 kg/ha, SP36 100 kg/ha, KCL 100 kg/ha, dan pupuk organik 10 g/tanaman. Benih-benih yang digunakan adalah benih galur kedelai hasil pemuliaan Maimun Barmawi, dkk. Alat yang digunakan adalah sabit, cangkul, koret, meteran, gunting, tali rafia, patok, tugal, gembor, bambu, kantung panen, plastik, golok, jaring, mistar, knapsack sprayer, dan alat tulis. Penelitian dilakukan dengan menanam benih pada petak penelitian yang berukuran 5 m x 5 m. Pada petak tersebut terdapat 6 baris tanaman, setiap baris terdapat 20 lubang tanam. Sementara untuk mengantisipasi kematian dan gangguan lainnya benih ditanam berjumlah 80 lubang tanam. Ragam fenotipe ( ) ditentukan dengan rumus menurut Suharsono dkk., 2006 : = keterangan: Xi = nilai pengamatan tanaman ke –i ; µ = nilai tengah populasi ; N= jumlah tanaman yang diamati Ragam lingkungan (
) ditentukan dengan rumus :
= Keterangan: = ragam lingkungan ; σp1 = simpangan baku tetua 1; σp2 = simpangan baku tetua 2 ; n1+n2= jumlah tanaman tetua (Suharsono dkk., 2006) ragam genetik (
) dapat dihitung dengan rumus :
= – Keterangan : = ragam genotipe ; 2006)
= ragam fenotipe ;
= ragam lingkungan (Suharsono dkk.,
Pendugaan heritabilitas dalam arti luas (H) dengan menggunakan rumus : H=
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 08-09 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9 Keterangan : H = heritabilitas arti luas ; = ragam genotipe ; = ragam fenotipe (Suharsono dkk., 2006) Nilai heritabilitas berkisar antara 0 ≤ H ≤ 1. Kriteria heritabilitas tersebut menurut Mc. Whirter (1979) sebagai berikut : 1. Heritabilitas tinggi apabila H > 0,5 2. Heritabilitas sedang apabila 0,2 ≤ H ≤ 0,5 3. Heritabilitas rendah apabila H< 0,2 Penelitian ini dilakukan dengan rancangan percobaan tanpa ulangan karena benih yang digunakan adalah benih F2 yang masih mengalami segregasi (Baihaki, 2000) dan benih belum homozigot secara genetik. Pengamatan yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu pada tiap individu tanaman, tidak menggunakan sampel, karena benih yang digunakan masih mengalami segregasi (Baihaki, 2000). HASIL Pada penelitian ini ditanam 226 benih yang terdiri atas 146 benih kedelai populasi F2 Wilis x B3570, 40 benih Wilis, dan 40 benih B3570. Jumlah benih F2 yang tumbuh adalah 126 benih, sedangkan untuk tetua Wilis sebanyak 25 benih dan untuk B3570 sebanyak 28 benih. Tabel 1. Ragam dan Kriteria Keragaman Fenotipe pada Populasi F2 Hasil Persilangan Wilis x B3570. Ragam Fenotipe Variabel Umur berbunga Umur panen Tinggi tanaman Jumlah cabang produktif Jumlah polong per tanaman Bobot 100 butir Bobot biji per tanaman Keterangan : Keragaman Luas
:
15,76 12,85 181,58 4,04 3881,52 9,64 489,49 > 2σf ; Keragaman Sempit :
Simpangan Baku σf 3,97 3,59 13,4 2,01 62,30 3,1 22,12
2σf
Kriteria
7,94 7,17 26,95 4,02 124,60 6,21 44,25
Luas Luas Luas Luas Luas Luas Luas
< 2σf (Anderson dan
Bancrof (1952) yang dikutip Wahdah (1996))
Tabel 2. Ragam dan Kriteria Keragaman Genotipe pada Populasi F2 Hasil Persilangan Wilis x B3570. Ragam Genotipe Simpangan baku Variabel σg 2σg Kriteria
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 08-09 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9 Umur berbunga Umur panen Tinggi tanaman Jumlah cabang produktif Jumlah polong per tanaman Bobot 100 butir Bobot biji per tanaman
11,81 10,79 170,31 2,20 3821,68 8,00 473,22
3,44 3,28 13,05 1,48 61,82 2,83 21,75
6,87 6,57 26,10 2,97 123,64 5,66 43,51
Luas Luas Luas Sempit Luas Luas Luas
Keterangan : Keragaman Luas
:
> 2σg; Keragaman Sempit :
< 2σg
(Anderson dan Bancrof (1952) yang dikutip Wahdah (1996))
Tabel 3. Heritabilitas arti luas pada populasi hasil persilangan F2 Wilis x B3570. Variabel Umur berbunga
Heritabilitas (H) 0,75
Umur panen Tinggi tanaman Jumlah cabang produktif Jumlah polong per tanaman Bobot 100 butir Bobot biji per tanaman
0,84 0,94 0,54 0,98 0,83 0,97
Kriteria Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi
Keterangan : Kisaran nilai heritabilitas menurut Mc. Whirter (1979), Tinggi : H > 0,5; Sedang : 0,2 ≤ H ≤ 0,5 ; Rendah : 0,2 > H
Tabel 4. Perbandingan rataan produktivitas tanaman, ukuran biji, dan jumlah polong per tanaman varietas Wilis, B3570, populasi F2 dan populasi F2 terpilih. Kultivar Wilis B3570 Populasi F2 Populasi F2 Terpilih
Produktivitas (g.tanaman-1) 25,18 ± 13,78 26,52 ± 18,47 32,54 ± 22,12 66,99 ± 19,87
Bobot biji (g.100 biji-1) 12,37 ± 1,05 12,94 ± 2,16 13,86 ± 3,10 15,87 ± 2,76
Jumlah polong/tanaman 106,5 ± 50,34 99,46 ± 68,31 111,38 ± 62,30 201,48 ± 52,98
PEMBAHASAN 1. Keragaman dan Heritabilitas Keragaman genetik suatu populasi sangat penting dalam perakitan varietas unggul di dalam program pemuliaan, karena itu estimasi besarannya perlu dilakukan. Suatu
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 08-09 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9 populasi tanaman dapat diestimasi variansnya pada karakter tertentu dengan mengukur seluruh tanaman tersebut atau sampel randomnya dan kemudian diestimasi variansnya (Baihaki, 2000). Pada penelitian ini terdapat keragaman fenotipe dan genotipe yang luas untuk sebagian besar variabel yang diamati, kecuali pada variabel jumlah cabang produktif yang memiliki ragam genotipe yang sempit. Keragaman fenotipe yang luas pada semua karakter yang diamati menunjukkan bahwa penampilan suatu karakter dipengaruhi oleh genetik dan lingkungan. Menurut Crowder (1997), apabila genotipe-genotipe suatu tanaman ditanam pada lingkungan yang seragam, maka akan tampak fenotipe yang berbeda-beda. Pada penelitian ini semua genotipe ditanam pada lingkungan yang relatif sama dan menghasilkan keragaman fenotipe yang luas (Tabel 1). Keragaman genotipe yang luas menunjukkan bahwa faktor genetik berperan dalam menentukan penampilan suatu karakter. Keragaman yang luas dapat disebabkan oleh benih yang digunakan merupakan segregan F2 yang persentase heterozigotnya masih tinggi sebesar 50% dan terdapat perbedaan sifat dan keunggulan dari sumber tetuanya. Keragaman yang luas juga dapat disebabkan penggunaan tetua yang berkerabat jauh (Rachmadi, 2000). Menurut Gupta dan Singh (1969) yang dikutip Hakim (2010), tinggi rendahnya keragaman genotipe pada populasi galur hasil persilangan sangat ditentukan oleh genotipe tetua yang digunakan dalam persilangan tersebut. Keragaman genotipe yang luas terdapat pada variabel umur berbunga, tinggi tanaman, umur panen, jumlah polong per tanaman, bobot biji per tanaman, dan bobot 100 butir (Tabel 2). Keragaman genotipe yang luas akan memberikan peluang besar dalam pemilihan karakter yang diinginkan, sehingga proses seleksi akan semakin efektif. Sempitnya keragaman genotipe karakter yang diamati disebabkan oleh faktor genetik dari kedua tetuanya. Kedua varietas yang digunakan sebagai tetua kemungkinan tidak memiliki perbedaan secara genetik pada variabel jumlah cabang produktif. Heritabilitas mengacu kepada peranan faktor genetik dan lingkungan terhadap pewarisan suatu karakter tanaman (Rachmadi, 2000). Pada penelitian ini nilai heritabilitas merupakan nilai duga heritabilitas termasuk dalam arti luas. Pada Tabel 4, terlihat bahwa terdapat nilai heritabilitas yang tinggi untuk semua karakter yang diamati. Nilai heritabilitas yang tinggi menunjukkan bahwa nilai ragam genetik lebih tinggi daripada ragam fenotipenya. Dalam hal ini faktor genetik lebih berperan daripada lingkungan dalam pewarisan sifat pada keturunannya sehingga seleksi dapat efektif. Perbedaan sumber tetua secara genetik antara Wilis dan B3570 juga menyebabkan tingginya nilai heritabilitas. 2. Pemilihan Genotipe Unggul Keragaman dan heritabilitas bersama-sama mempengaruhi kefektifan seleksi. Semakin luas keragaman dan semakin tinggi nilai heritabilitas, maka seleksi untuk memilih karakter unggul tertentu semakin efektif. Apabila seleksi menjadi efektif diharapkan perolehan genotipe unggul baru akan semakin berpeluang besar. Pemilihan genotipe unggul kedelai dipengaruhi oleh perbandingan rataan produktivitas tanaman, ukuran biji, dan jumlah polong per tanaman dari kultivar Wilis, B3570, populasi F2, dan populasi F2 terpilih. Rataan produktivitas tanaman dari populasi F2 terpilih adalah 66,99 g tiap tanaman, yang nilainya jauh di atas rataan produktivitas Wilis yaitu 25,18 g per tanaman (Tabel 4). Tetua Wilis dapat digunakan sebagai pembanding untuk peningkatan produksi, karena Wilis merupakan salah satu varietas kedelai yang memiliki produksi tinggi. Genotipe-genotipe unggul baru yang dihasilkan dari penelitian ini dapat beradaptasi di kondisi lahan ultisol yang cenderung masam, selain itu genotipe ini juga memiliki hasil
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 08-09 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9 yang tinggi dengan tampilan fenotipe yang baik. Hal ini dapat terjadi karena pengoptimalan penggunaan pupuk secara terpadu yaitu pada awal penanaman pupuk kompos dicampurkan dengan lahan yang akan ditanami kedelai, selanjutnya ketika tanaman tumbuh ditambahkan lagi pupuk kimia dengan dosis yang sesuai untuk kedelai ditunjang dengan penyiraman yang teratus. Genotipe ini nantinya diharapkan akan menjadi varietas kedelai unggul yang sesuai di tanam di lahan kering. Hal ini sesuai dengan (Balitkabi, 2007) dengan penggunaan varietas unggul baru yang adaptif dan teknologi yang tepat diantaranya pemupukan, ameliorasi, dan penggunaan pupuk kandang.
KESIMPULAN Besaran keragaman fenotipik dan genetik karakter agronomi kedelai generasi F2 hasil persilangan Wilis x B3570 adalah luas untuk variabel umur berbunga, tinggi tanaman, umur panen, jumlah polong per tanaman, bobot biji per tanaman, dan bobot 100 butir, kecuali variabel jumlah cabang produktif memiliki keragaman genetik yang sempit. Keragaman yang luas akan memberikan peluang besar dalam pemilihan karakter yang diinginkan, sehingga proses seleksi akan semakin efektif. Besaran nilai heritabilitas karakter agronomi kedelai generasi F2 hasil persilangan Wilis x B3570 adalah tinggi untuk semua variabel yang diamati. Nilai heritabilitas yang tinggi akan memperbesar keberhasilan seleksi sehingga seleksi terhadap karakter unggul tertentu akan semakin efektif. Genotipe-genotipe unggul baru yang dihasilkan dari penelitian ini dapat beradaptasi di kondisi lahan ultisol yang cenderung masam, selain itu genotipe ini juga memiliki hasil yang tinggi dengan tampilan fenotipe yang baik. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih kepada Bapak Erwin Yuliadi selaku pembahas atas bimbingan dan sarannya serta teman-teman jurusan Agroteknologi angkatan 2008 Universitas Lampung terima kasih atas bantuan selama proses penelitian. DAFTAR PUSTAKA Allard, R. W. 1960. Pemuliaan Tanaman. Diterjemahkan oleh Manna. Diedit oleh Mulyani, Mul. PT Rineka Cipta, Jakarta. 336 hlm. Assadi, Soemartono, M, Woerjono dan H. Jumanto. 2002. Kendali genetik ketahanan kedelai terhadap penyakit virus kerdil (soybean stunt virus). Zuriat 14 (2) : 121 Baihaki, Ahmad. 2000. Teknik Rancangan dan Analisis Penelitian Pemuliaan. Universitas Padjajaran. Bandung. 91 hlm. Badan Pusat Statistik. 2011. Data Produksi Tanaman Kedelai. Jakarta : Katalog BPS 521. Balitkabi. 2007. Panduan umum pengelolaan taanaman terpadu kedelai. Badan litbang. Puslitbangtan. Balitkabi. Malang Barmawi, M. 2007. Pola segregasi dan heritabilitas sifat ketahanan kedelai terhadap cowpea mild mottle virus populasi Wilis x Malang2521. J. Hama Penyakit Tumbuhan Tropika. Vol. 7, 48(1) : 48-52 Crowder, L.V. 1997. Genetika Tumbuhan. Diterjemahkan oleh L. Kusdiarti. UGM. Yogyakarta. 499 hlm.
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 08-09 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9 Destyasari, D. 2009. Pendugaan ragam, heritabilitas, dan korelasi karakter agronomi kacang panjang keturunan persilangan testa cokelat x cokelat putih. Skripsi. Universitas Lampung. 84 hlm. Departemen Pertanian. 2008. Panduan pelaksanaan sekolah lapang pengelolaan tanaman terpadu (SL-PTT) kedelai. Badan Litbang. Puslitbangtan. Balitkabi. Jakarta Dinas Pertanian Tanaman Pangan. 2009. Data Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura tahun 2008. Hakim, L. 2010. Keragaman genetik, heritabilitas, dan korelasi beberapa karakter agronomi pada galur F2 hasil persilangan kacang hijau (Vigna radiate (L) Wilczek). Berita Biologi. X(1): 23-32 hlm. Hidayat, A. dan A. Mulyani, 2002. Lahan Kering Untuk Pertanian. Dalam Mappaona et, al. (eds). Buku Pengelolaan Lahan Kering untuk Meningkatkan Produksi Pertanian Berkelanjutan. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor. Rachmadi, M.. 2000. Pengantar Pemuliaan Tanaman Membiak Vegetatif. Universitas Padjajaran : Bandung. 159 hlm. Suharsono, M. Jusuf, dan A.P. Paserang. 2000. Analisis ragam, heritabilitas, dan pendugaan kemajuan seleksi populasi F2 dari persilangan kedelai kultivar Slamet dan Nokonsawon. Jurnal Tanaman Tropika. XI(2): 86-93.