ISSN 1410-0029 Jurnal Penelitian dan Informasi Pertanian “Agrin” Vol. 11 No. 2, Oktober 2007
REGENERASI IN VITRO KEDELAI MELALUI ORGANOGENESIS PADA TIGA KONSENTRASI BENZILADENIN In Vitro Regeneration of Soybean trough Organogenesis at Three Concentrations of Benzyladenine
Marveldani1, M. Barmawi2 , dan S.D. Utomo2* 1
Jurusan Tanaman Pangan Politeknik Negeri Lampung Jl. Soekarno Hatta no. 10 Rajabasa, Bandar Lampung 35145, Telp. 0721 789883, e-mail:
[email protected] 2 Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Jl. S. Brodjonegoro 1 Bandar Lampung 35145, Telp. 0721 781820 *Penulis untuk korespondensi ABSTRAK Penelitian ini bertujuan mengevaluasi kemampuan regenerasi eksplan buku kotiledon tiga varietas kedelai pada tiga konsentrasi benziladenin. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Fakultas Pertanian Universitas Lampung, mulai bulan Januari sampai Agustus 2006. Perlakuan disusun dalam rancangan kelompok teracak sempurna yang terdiri dari 7 ulangan. Perlakuan merupakan kombinasi antara varietas kedelai (Sinabung, Ijen, Anjasmoro) dan konsentrasi BA (0,75; 1,5; 2,25 mg/l). Eksplan berasal dari benih masak yang dikecambahkan secara in vitro selama 7-10 hari. Kecambah dipisahkan dari akarnya dengan cara memotong horizontal hipokotil 3-5 mm di bawah buku kotiledon. Selanjutnya kecambah dibelah vertikal di antara dua kotiledon sehingga diperoleh dua eksplan buku kotiledon. Pucuk poros embrio di atas buku kotiledon dibuang. Terakhir, dibuat 7-12 goresan sepanjang 3-4 mm sejajar dengan poros embrio pada buku kotiledon menggunakan pisau skalpel no. 15. Eksplan dikulturkan pada media MS yang ditambahkan BA sesuai perlakuan percobaan. Hasil penelitian menunjukkan konsentrasi BA optimum untuk regenerasi ketiga varietas kedelai adalah 0,75 mg/l media. Persentase eksplan membentuk tunas tertinggi ditunjukkan oleh varietas Ijen yaitu sebesar 77,5% dan rata-rata jumlah tunas per eksplan tertinggi ditunjukkan oleh varietas Sinabung yaitu sebanyak 5 tunas per eksplan. Kata kunci: Kedelai, benziladenin, regenerasi in vitro, organogenesis
ABSTRACT The objective of this study was to evaluate regenerating capability of three soybean varieties in three concentrations of BA. The study was conducted in Laboratory of Plant Tissue Culture, University of Lampung, from January to August 2006. The experiment was arranged in a randomized block design with 7 replications. The treatment consisted of 2 factors, i.e., varieties (Anjasmoro, Ijen, and Sinabung) and the concentration of benzyladenine (0.75, 1.5, and 2.25 mg/l BA). Cotyledonary-node explants were prepared from in vitro germinated mature seeds for 7-10 days. Seven to twelve 0.5 mm-deep slices were made on the junction between hypocotyl and cotyledon of an explant. The explants were cultured on shoot initiation media containing MS salts amended with BA. The result indicated that optimum concentration of BA for in vitro regeneration of the three varieties was 0.75 mg/l. The highest percentage of explants producing shoots was indicated by Ijen (77.5%). The highest average number of shoot per explant was indicated by Sinabung (5 shoots per explant). Key words: Benzyladenine, in vitro regeneration, organogenesis
84
ISSN 1410-0029 Jurnal Penelitian dan Informasi Pertanian “Agrin” Vol. 11 No. 2, Oktober 2007
PENDAHULUAN Permintaan kedelai meningkat sebesar 5,8% per tahun (Syafaat et al., 2005), namun produksi kedelai secara nasional tiap tahun terus menurun. Total produksi pada tahun 2000 masih mencapai 1,017 juta ton, pada tahun 2005 turun menjadi 808.353 ton, pada tahun 2006 total produksi hanya mencapai 783.554 ton (Badan Pusat Statistik, 2006). Oleh karena itu perlu upaya intensifikasi dan ekstensifikasi untuk meningkatkan produksi dalam negeri. Produksi kedelai dapat ditingkatkan dengan menggunakan varietas unggul yang dapat diperoleh melalui teknik rekayasa genetika (transformasi genetik). Regenerasi tanaman transgenik merupakan tahapan penting dalam transformasi genetik. Tanpa sistem regenerasi tanaman yang efisien, akan sulit diperoleh tanaman transgenik yang diinginkan. Dua faktor yang mempengaruhi keberhasilan regenerasi yaitu faktor internal sel/jaringan eksplan dan faktor lingkungan. Faktor internal meliputi genotipe tanaman, asal jaringan, tingkat perkembangan dan diferensiasi sel. Faktor lingkungan meliputi komposisi media, suhu, dan cahaya. Komposisi media yang baik untuk pertumbuhan jenis tanaman tertentu belum tentu baik untuk jenis tanaman lainnya, bahkan bagi jenis tanaman yang sama hanya varietas yang berbeda. Spesies tanaman dan zat pengatur tumbuh tanaman dalam media akan menentukan apakah eksplan akan menghasilkan tunas atau akar (George dan Sherrington, 1984). Konsentrasi sitokinin yang relatif tinggi dibanding
auksin akan merangsang inisiasi tunas, sedangkan konsentrasi auksin yang relatif tinggi dibandingkan sitokinin akan merangsang inisiasi akar. Penggunaan sitokinin dalam media kultur in vitro bertujuan untuk merangsang tumbuhnya mata tunas samping dan mencegah dominansi tunas apikal. Jenis sitokinin yang umum digunakan adalah BA karena mempunyai efektivitas tinggi dalam perbanyakan tunas, mudah didapat, dan relatif murah. Cheng et al. (1980) melaporkan, tunas dapat diinduksi menggunakan eksplan buku kotiledon kecambah kedelai yang dikulturkan pada media yang mengandung benziladenin (BA) lebih dari 2 µM (setara 0,45 mgl-1). Zhang et al. (1999), Clemente et al. (2000), dan Utomo (2005) telah berhasil menginduksi pembentukan tunas adventif kedelai pada media B5 yang mengandung 1.7 mg/l BA untuk media regenerasi kedelai. Menggunakan media MS dengan 3 level konsentrasi BA (0; 1.5; dan 3 mgl-1), Nugroho (2005) dan Maulia (2005) melaporkan bahwa konsentrasi BA yang terbaik untuk regenerasi eksplan buku kotiledon lima varietas kedelai adalah 1.5 mgl-1 media, sedangkan eksplan yang dikulturkan pada media tanpa penambahan BA (0 mgl-1) tidak terbentuk tunas adventif. Penelitian bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh konsentrasi BA terhadap daya regenerasi eksplan buku kotiledon tiga varietas kedelai secara in vitro.
BAHAN DAN METODE Percobaan ini menggunakan rancangan kelompok teracak sempurna
85
ISSN 1410-0029 Jurnal Penelitian dan Informasi Pertanian “Agrin” Vol. 11 No. 2, Oktober 2007
yang terdiri atas 7 ulangan. Perlakuan merupakan kombinasi antara varietas kedelai (Sinabung, Ijen, dan Anjasmoro) dan konsentrasi BA (0,75; 1,5; 2,25 mgl-1). Pemilihan varietas tersebut didasarkan pada keragaman ukuran biji, daya hasil, dan ketahanan penyakit. Penentuan 3 level konsentrasi BA tersebut berdasarkan percobaan Maulia (2005) dan Nugroho (2005), yang menggunakan 3 level konsentrasi yaitu 0; 1,5; dan 3 mgl-1 media. Hasil percobaan menunjukkan bahwa konsentrasi BA terbaik untuk regenerasi eksplan buku kotiledon kecambah kedelai adalah 1,5 mg/l media. Karena perbedaan taraf konsentrasi BA dalam percobaan Maulia (2005) dan Nugroho (2005) relatif kasar, maka dalam penelitian ini dievaluasi 3 taraf BA dengan perbedaan yang lebih sempit (0,75; 1,5; 2,25 mgl-1. Setiap satuan percobaan terdiri atas 4 eksplan per botol kultur. Percobaan ini meliputi beberapa tahap yaitu pembuatan media kultur, persiapan eksplan, inisiasi tunas, subkultur, serta pengamatan pertumbuhan dan perkembangan tunas. A. Persiapan eksplan Benih 3 varietas kedelai (Sinabung, Ijen, dan Anjasmoro) disterilkan menggunakan gas klorin dengan cara menaruh satu lapis benih kedelai pada cawan petri terbuka yang ditempatkan dalam desikator. Desikator ditempatkan di dalam lemari asam. Gas klorin diproduksi di dalam desikator dengan cara menambahkan tetes demi tetes 3,3 ml HCl 36,5-38,0% ke permukaan dinding bagian dalam gelas piala yang berisi 100 ml bayclin. Desikator kemudian ditutup dan dibiarkan dalam lemari asam selama
86
24 jam. Setelah 24 jam, kegiatan tersebut diulang kembali (proses sterilisasi 2 x 24 jam). Benih steril dikecambahkan dalam media MS0 padat sebanyak tujuh benih per botol kultur, diinkubasikan selama 6-10 hari pada suhu 25 0C dengan 18 jam terang dan 6 jam gelap. B. Inisiasi tunas Kecambah yang dipilih sebagai eksplan adalah yang berwarna hijau dan sehat. Kotiledon dipisahkan dari akarnya dengan cara memotong hipokotil 3-5 mm di bawah buku kotiledon. Dua kotiledon dipisahkan dengan cara membelah vertikal sepanjang hipokotil. Pucuk poros embrio di atas buku kotiledon dibuang, kemudian dibuat 712 goresan sejajar dengan poros embrio pada buku kotiledon. Eksplan buku kotiledon dikulturkan pada media inisiasi tunas (MS) dengan 4 taraf konsentrasi BA yaitu 0,75; 1,5; 2,25 mgl-1. Permukaan eksplan buku kotiledon sisi adaksial (permukaan kotiledon yang datar) menghadap ke atas. Eksplan dikulturkan selama 4-5 minggu pada ruang bersuhu 25 0C (18 jam terang dan 6 jam gelap). C. Subkultur Apabila kotiledon mulai menguning, jaringannya berdiferensiasi menghasilkan tunas atau bakal tunas; kemudian dipindahkan ke media pemanjangan dan pengakaran tunas (MS + asparagin 50 mg + BA 0,4 mg + IBA 0,5 + sukrosa 20 g per liter media). Kotiledon dan kalus yang berwarna coklat dibuang. Sebelum dipindahkan ke media pemanjangan dan pengakaran tunas, dilakukan pengamatan persentase eksplan yang menghasilkan tunas/mata tunas.
ISSN 1410-0029 Jurnal Penelitian dan Informasi Pertanian “Agrin” Vol. 11 No. 2, Oktober 2007
Variabel yang diamati meliputi: (1) Persentase eksplan yang membentuk mata tunas atau tunas. Pengamatan dilakukan pada umur 30 hari setelah ditanam dalam media inisiasi tunas. Kriteria mata tunas adalah organ bakal tunas yang berukuran 2-10 mm dan belum membentuk daun trifoliat; sedangkan tunas adalah bakal tunas yang sudah membentuk daun trifoliat dan tinggi tunas lebih dari 1 cm. (2) Persentase eksplan yang membentuk tunas, diamati umur 30 hari setelah ditanam dalam media inisiasi tunas. (3) Ratarata jumlah tunas per eksplan, diamati umur 60 hari sejak inisiasi tunas.
tunas adalah varietas Ijen 77,5% diikuti Sinabung 67,9% dan Anjasmoro 66,7%. Semakin tinggi konsentrasi BA yang diberikan, persentase eksplan membentuk mata tunas dan tunas semakin rendah. Pada varietas Ijen peningkatan BA dari 0,75 mg l-1 menjadi 1,5 mgl-1 hanya sedikit mengurangi persentase eksplan yang membentuk tunas dan mata tunas yaitu hanya 2,5%, namun peningkatan konsentrasi BA dari 1,5 mgl-1 menjadi 2,25 mgl-1, penurunan persentase eksplan yang membentuk tunas jauh lebih tinggi, yaitu 17,5%.
HASIL DAN PEMBAHASAN 1 cm
1 cm
Gambar 1. Pertumbuhan eksplan setelah berumur 1 minggu. Eksplan pada umur 1 minggu berwarna lebih hijau dan ukuran lebih besar 2-3 kali ukuran eksplan saat tanam.
90,00 Persentase eksplan mengeluarkan mata tunas
Penampakan eksplan tiap varietas kedelai pada 3 konsentrasi BA umur 1 minggu relatif sama. Eksplan buku kotiledon tumbuh membesar dan warna menjadi lebih hijau (Gambar 1). Pada umur 1 minggu, belum ada eksplan yang membentuk mata tunas. Pada umur 10 hari setelah tanam beberapa eksplan mulai mengeluarkan mata tunas. Eksplan membentuk mata tunas rata-rata pada umur 2 minggu sejak tanam. Hasil pengamatan terhadap persentase eksplan menghasilkan mata tunas pada umur 30 hari sejak inisiasi tunas disajikan pada Gambar 2 dan persentase eksplan menghasilkan tunas adventif disajikan pada Gambar 3. Perlakuan BA 0,75 mg l-1 media, menghasilkan eksplan yang membentuk mata tunas dan tunas adventif tertinggi untuk ketiga varietas. Eksplan yang tertinggi membentuk
77,50
80,00 70,00
75,00
71,43
69,44 63,89
70,00
63,89
BA (mg/l)
57,14
60,00
53,57
0,75
50,00
1,5
40,00
2,25
30,00 20,00 10,00 -
Anjasmoro
Sinabung
Ijen
Varietas
Gambar 2. Persentase eksplan 3 varietas kedelai yang membentuk mata tunas pada 3 taraf konsentrasi BA (30 HST).
87
ISSN 1410-0029 Jurnal Penelitian dan Informasi Pertanian “Agrin” Vol. 11 No. 2, Oktober 2007
Persentase eksplan mengeluarkan tunas
90,00 77,50
80,00 70,00 60,00 50,00
75,00 67,86
66,67 55,56
57,50
53,57 52,78
50,00
BA m g/l
0,75 1,5 2,25
40,00 30,00 20,00 10,00 -
A njasmoro
Sinabung
Ijen
Varietas
Gambar 2. Persentase eksplan 3 varietas kedelai yang membentuk tunas pada 3 taraf konsentrasi BA (30 HST).
Berbeda dengan varietas Ijen, pada varietas Sinabung peningkatan konsentrasi BA dari 0,75 mg/l menjadi 1,5 mgl-1, jumlah eksplan yang membentuk tunas jauh lebih rendah, penurunan eksplan membentuk tunas 14,3%. Peningkatan konsentrasi BA dari 1,5 mgl-1 menjadi 2,25 mgl-1 hanya sedikit mengurangi persentase eksplan membentuk tunas, yaitu 3,6%. Peningkatan konsentrasi BA dari 0,75 mg/l media menjadi 1,5 mgl-1 media pada varietas Anjasmoro mengurangi persentase eksplan membentuk tunas sebanyak 11,1%. Peningkatan konsentrasi BA dari 1,5 mgl-1 menjadi 2,25 mgl-1 hanya mengurangi persentase eksplan yang membentuk tunas sebesar 2,8%. Pierik (1987) menyatakan bahwa pertumbuhan dan morfogenesis tanaman secara in vitro dipengaruhi genotipe sumber bahan tanaman yang digunakan, komponen penyusun media dan ZPT yang digunakan, serta fisiologi jaringan eksplan. Sitokinin (BA) merupakan ZPT yang mendorong pembelahan sel dan mengaktifkan pembentukan tunas aksilar. Pemberian sitokinin pada media yang eksplannya mengandung
88
sitokinin endogen sedikit menghasilkan respon yang positif, namun sebaliknya bila eksplan mengandung sitokinin endogen yang cukup, maka tidak ada respon terhadap pemberian sitokinin, bahkan akan menimbulkan respon yang negatif yaitu penurunan jumlah tunas yang terbentuk (Hardjo, 1994). Penampakkan tunas tiap varietas pada 3 taraf konsentrasi BA agak berbeda. Pada konsentrasi 0,75 mgl-1 umumnya eksplan menghasilkan tunas yang pertumbuhannya normal, pada konsentrasi 1,5 mgl-1 beberapa eksplan membentuk tunas yang kurang normal seperti daun agak mengkerut, ukuran daun lebih luas dan lebih tebal. Pada konsentrasi BA 2,25 mgl-1 sebagian besar eksplan pertumbuhan tunasnya tidak normal, tunas yang tumbuh renyah/rapuh. Pada perkembangan selanjutnya sulit membentuk batang dan akar. Hal yang sama juga dilaporkan Nugroho (2005) dan Maulia (2005), bahwa penggunaan BA pada konsentrasi tinggi (3 mgl-1) menghambat pembentukan tunas adventif. Tunas yang terbentuk pendek, daun lebar dan bahkan cenderung abnormal. Bentukbentuk umum pertumbuhan tunas eksplan buku kotiledon kedelai pada 3 taraf konsentrasi BA disajikan pada Gambar 4. Hasil pengamatan rata-rata jumlah tunas per eksplan disajikan pada Gambar 5. Pada gambar tersebut terlihat respon tiga varietas kedelai terhadap jumlah tunas yang terbentuk pada 3 konsentrasi BA sedikit berbeda. Eksplan tiap varietas membentuk tunas terbanyak pada perlakuan BA 0,75 mg/l, yaitu varietas Sinabung 5,00 tunas, Ijen 4,67 tunas, dan Anjasmoro 2,75 tunas. Perlakuan BA 2,25 mg/l memperoleh
ISSN 1410-0029 Jurnal Penelitian dan Informasi Pertanian “Agrin” Vol. 11 No. 2, Oktober 2007
Gambar 4. Pertumbuhan tunas umur 4 minggu setelah tanam pada 3 taraf konsentrasi BA, a) tunas normal (mempunyai daun trifoliat dan batang); b) daun agak menggulung dan melebar, batang pendek; c) tunas abnormal (tidak mempunyai batang/sangat pendek, daun trifoliat tidak sempurna, ukuran daun lebih luas dan mengeriting)
Penampakan planlet umur 8 minggu sejak inisiasi tunas pada 3 taraf konsentrasi BA juga berbeda (Gambar 6). Pada perlakuan 0,75 mg/l umumnya tunas-tunas membentuk percabangan sehingga tampak lebih rimbun, penampakan demikian tidak jauh berbeda dengan tunas pada perlakuan 1,5 mg/l namun sangat berbeda dengan perlakuan 2,25 mg/l. Pada umur 8 minggu sejak tanam sebagian planlet varietas Slamet dan Ijen pada perlakuan 0,75 dan 1,5 mg/l sudah berakar dan siap diaklimatisasi (Gambar 7a). Pada perlakuan 2,25 mg/l hanya sedikit tunas yang tumbuh normal dan berakar. Ada yang berakar tetapi pertumbuhan tunas tidak normal, sehingga dari seluruh eksplan yang ditanam hanya kira-kira 1% yang tumbuh di lapangan. Varietas Anjasmoro daya regenerasinya sangat rendah, walaupun eksplan dapat
membentuk tunas namun tunas yang terbentuk sulit berakar (Gambar 7b) sehingga tidak ada planlet yang dapat hidup setelah diaklimatisasi. Rata-rata jumlah tunas per eksplan
jumlah tunas paling rendah, yaitu varietas Anjasmoro 2,20 tunas, Sinabung 3,25 tunas, dan Ijen 3,43 tunas.
6,00 5,00
4,67
5,00 4,00
3,28 2,75 2,67
3,00
3,25
3,53 3,43
BA m g/l 0,75 1,5
2,20
2,25
2,00 1,00 Anjasmoro
Sinabung
Ijen
Var ie tas
Gambar 5. Jumlah tunas yang dihasilkan 3 varietas kedelai pada 3 taraf konsentrasi BA (umur 60 HST).
a. 2,25 mg/l
b. 1,5 mg/l
c. 0,75 mg/l
Gambar 6. Pertumbuhan tunas (planlet) umur 60 HST, a) daun mengeriting, menebal, dan melebar; pertumbuhan tunas terhambat, jumlah tunas sedikit; b) daun agak mengeriting, ada yang melebar; c) tunas-tunas lebih tinggi dan normal.
a
b
Gambar 7. a) Planlet siap diaklimatisasi, sudah mempunyai akar sekunder, akar primer sudah panjang; b) tunas var. Anjasmoro sulit berakar, pertumbuhan abnormal.
89
ISSN 1410-0029 Jurnal Penelitian dan Informasi Pertanian “Agrin” Vol. 11 No. 2, Oktober 2007
Berdasarkan hasil pengamatan persentase eksplan yang membentuk mata tunas, tunas, dan jumlah tunas, serta pengamatan visual, dapat dinyatakan bahwa ketiga varietas kedelai yang diuji mempunyai respon berbeda terhadap level konsentrasi BA yang diberikan. Perbedaan tersebut memberikan gambaran bahwa masingmasing varietas yang diuji memiliki variasi karakter genotipe. Variasi genotipe tersebut akan mempengaruhi kandungan hormon endogen sehingga respon terhadap konsentrasi BA tertentu akan bervariasi pula dalam inisiasi mata tunas atau tunas. Alasan ini dilandasi oleh pendapat Pierik (1987) yang menyatakan bahwa setiap genotipe tanaman akan memberikan tanggapan pertumbuhan in vitro yang berbeda. Pada Gambar 2, 3, dan 5 tampak bahwa konsentrasi BA 0.75 mgl-1 menghasilkan persentase eksplan yang membentuk mata tunas/tunas tertinggi dan jumlah tunas yang terbanyak pada tiap varietas. Penambahan konsentrasi BA menurunkan persentase eksplan yang membentuk mata tunas/tunas dan jumlah tunas. Hal ini mungkin disebabkan eksplan mengandung sitokinin endogen sehingga pemberian sitokinin dalam jumlah sedikit menghasilkan respon yang positif. Sebaliknya, pemberian sitokinin dalam jumlah banyak menyebabkan eksplan tidak respon terhadap pemberian sitokinin atau bahkan menimbulkan respon yang negatif yaitu penurunan persentase eksplan yang membentuk mata tunas/tunas dan jumlah tunas. Wright et al. (1986) juga melaporkan bahwa pembentukan tunas eksplan buku kotiledon kedelai paling efisien
90
pada media yang mengandung garam rendah dan 5 µM BA. Menurut George dan Sherington (1984), pertumbuhan dan morfogenesis kultur diatur oleh interaksi dan keseimbangan antara zat pengatur tumbuh yang ditambahkan pada media kultur dengan zat pengatur tumbuh endogen yang dihasilkan oleh sel tanaman yang dikulturkan. Pierik (1987) menyatakan bahwa efek yang menghambat maupun mendorong proses pembelahan sel oleh sitokinin tergantung pada adanya fitohormon lainnya terutama auksin.
KESIMPULAN Berdasarkan variabel persentase eksplan yang membentuk tunas dan ratarata jumlah tunas per eksplan, serta berdasarkan pengamatan secara visual, disimpulkan bahwa konsentrasi BA terbaik untuk media regenerasi eksplan buku kotiledon kedelai adalah 0,75 mgl1 . Daya regenerasi terbaik berdasarkan persentase eksplan yang membentuk tunas tertinggi ditunjukkan oleh varietas Ijen (77,5%), dan berdasarkan jumlah tunas tertinggi ditunjukkan oleh varietas Sinabung (5 tunas/eksplan).
UCAPAN TERIMA KASIH Penelitian ini sebagian didanai oleh Proyek Hibah Bersaing XIII, Direktorat Pembinaan Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Ditjen Dikti Depdiknas, nomor kontrak 023/SPPP/PP/DP3M/IV/2005. Atas dukungan dana tersebut diucapkan banyak terima kasih. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Dr.
ISSN 1410-0029 Jurnal Penelitian dan Informasi Pertanian “Agrin” Vol. 11 No. 2, Oktober 2007
Kukuh Setiawan dan Dr. Yusnita yang telah memberi kritik dan saran.
DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik. 2006. Indonesia: Luas panen, dan hasil per hektar pangan. Badan Pusat Jakarta.3 hlm.
Statistik produksi tanaman Statistik,
Cheng, T. Y., H. Saka, and T. H. Voqui-Dinh. 1980. Plant regeneration from soybean cotyledonary node segments in Culture. Plant Sci. Lett. 19. 8 p. Clemente, T., B. J. LaValle, A. R. Howe, D. C. Ward, R. J. Rozman, P. E. Hunter, D. L. Broyles, D. S. Kasten, and M. A. Hinchee. 2000. Progeny analysis of glyphosate selected transgenic soybeans derived from Agrobacterium mediated transformation. Crop Sci. (40): 797-803. George, E.F., and P.D Sherrington. 1984. Plant Propagation by Tissue Culture. Exegetics Ltd. England. 708 p. Hardjo, P.H. 1994. Organogenesis Langsung dan Kalogenesis pada Kultur Kedelai (Glycine max L. Merrill) dan Glycine tomentella H. dalam Medium MS dan PCL2 Termodifikasi. Tesis, Program Pascasarjana, IPB, Bogor. 65 Pp. Maulia, V. 2005. Regenerasi in Vitro Lima Varietas Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) Melalui Organogenesis pada Tiga Taraf
Konsentrasi Benziladenin. Skripsi. Fakultas Pertanian, Unila, Bandar Lampung. 61 Pp. Nugroho, A. 2005. Regenerasi Tunas in Vitro Empat Varietas Kedelai ( Glycine max [L.] Merr.) pada Tiga Konsentrasi Benziladenin (BA). Laporan Penelitian. Fakultas Pertanian, Unila, Bandar Lampung. 52 Pp. Pierik, R.L.M. 1987. In Vitro Culture of Higher Plants. Martinus Nijhoff Pub., Dordrecht, Boston, Landcaster. 344 hlm. Syafaat, N., P.U. Hadi, D.K. Sadra, E.M. Lakollo, A. Purwanto, J. Situmorang, dan F.D.M. Debukke. 2005. Analisis Permintaan dan Penawaran Komoditas Pertanian Utama. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Balitbangtan. Departemen Pertanian. Utomo, S.D. 2005. Efisiensi regenerasi in vitro enam varietas kedelai melalui organogenesis. Agrista 9 (1): 83-92. Wright, M. S., S. M. Koehler, M. A. Hinchee, M. G. Carnes. 1986. Plant regeneration by organogenesis in Glycine max. Plant Cell Rep. (5): 150-154. Zang, Z., A. Xing, P. Staswick, and T.E. Clemente. 1999. The use of glufosinate as a selective agent in Agrobacterium mediated transformation of soybean. Plant Cell Tissue Organ Cult. (56): 3746.
91