Seminar Nasional PENINGKATAN DAYA SAING AGRIBISNIS BERORIENTASI KESEJAHTERAAN PETANI Bogor, 14 Oktober 2009
Lima tahun Penerapan Inovasi Teknologi Budidaya Komoditas Bernilai Ekonomi Tinggi Krisan di Daerah Istimewa Yogyakarta oleh
H. Hanafi dan Tri Martini
PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN DEPARTEMEN PERTANIAN 2009
LIMA TAHUN PENERAPAN INOVASI TEKNOLOGI BUDIDAYA KOMODITAS BERNILAI EKONOMI TINGGI KRISAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA H Hanafi dan Tri Martini Peneliti di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta ABSTRAK Berdasarkan data kepemilikan lahan yang sempit di Kabupaten Sleman Utara, perlu dicari alternatif komoditas yang bernilai ekonomi tinggi untuk mempermudah peningkatan kesejahteraan petani. Budidaya bunga krisan pertama kali dikenalkan tahun 2005 oleh BPTP Yogyakarta bekerja sama dengan BALITHI Cipanas. Meski perlu penanganan yang lebih rumit, namun budidaya krisan dalam lingkungan terkendali ini dapat memberikan tambahan pendapatan yang relatif tinggi di pedesaan. Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk melakukan penilaian dan pengumpulan data dari sejumlah penelitian dan pengkajian yang telah dilakukan oleh tim pengkaji terhadap petani kooperator yang telah menjadi mitra pemerintah dalam turut mendukung keberhasilan penyebarluasan inovasi teknologi dari Badan Litbang Pertanian sejak lima tahun yang lalu (2005) hingga berkembang kini (2009). Penentuan lokasi menggunakan metode purposive dengan pertimbangan yaitu Desa Hargobinangun sebagai lokasi kegiatan PRIMA TANI di Kabupaten Sleman. Metode dasar dalam penelitian ini adalah deskriptif analisis, yaitu penelitian yang didasarkan pada pemecahan masalah-masalah aktual yang ada pada masa sekarang. Dari hasil dari penelitian ini dapat diketahui telah tercipta diversifikasi komoditas; penambahan pendapatan / penghasilan yang secara tidak langsung menambah kesejahteraan petani; terciptanya lapangan pekerjaan yang menarik bagi kaum muda di pedesaan; rasa percaya diri yang lebih tinggi bagi para pemuda di pedesaan sehingga tercipta pola pikir layak hidup sebagai petani di pedesaan; serta terinisiasinya agroindustri di pedesaan melalui berbagai kegiatan usahatani lain sebagai multiplyer effect dari kegiatan usahatani bunga potong krisan. Kata kunci : inovasi, komoditas bernilai ekonomi tinggi, budidaya krisan, lingkungan terkendali, Prima Tani ABSTRACT Due to land ownership by farmers within Northern part of Sleman District is low, needs to find commodities alternatives of which have high economic value in order to increase welfare of farmer’s household. Chrysanthemum cultivation was introduced in year 2005 by AIAT Yogyakarta in collaboration with The Center for Ornamental Plant Research of Cipanas, West Java. Even in handling more complicated, but Chrysanthemum cultivation in controlled environment could benefit community within village area with relatively high additional income. The objective of research implementation is to assess and data collection from several researches and technology assessment by researchers team to the farmers cooperator of the government in order to support the success of dissemination of innovation technology produced by The Agency for Agricultural Research and Development five years ago (2005) until now (2009). Purposive method used to determination of location with consideration that Hargobinangun Village, Sleman District as PRIMA TANI activities. The basic method of thisresearch is descriptive 1
analysis, of which the research based on existing actual problems solving. The result of this research is creates diversification of commodities cultivation; incomes added of which undirectly increase of farmer’s welfare; interesting jobs for youth in village are; highly self confidence of youth and change of mind-set to live as a farmer within village are; and initiated of agro-industry within village area through another farming activities as multiplyer effect from Chrysantemum farming activity. Key words : inovation, commodity with high economic value, Chrysantemum cultivation, controlled environment, Prima Tani
PENDAHULUAN Masyarakat petani di daerah dataran tinggi Kabupaten Sleman ( Sleman Utara ), khususnya di Desa Hargobinangun, rata-rata kepemilikan lahan pertaniannya sangat sempit, yaitu di bawah 2000 m². Sehingga petani di daerah tersebut kebanyakan termasuk dalam kategori petani pra sejahtera. Dengan kepemilikan lahan yang demikian sempit sangatlah mustahil petani bisa mendapat kehidupan yang layak tanpa adanya inovasi usaha tani. Salah satu cara inovasi adalah dengan mencari alternatif komoditas yang bernilai ekonomi tinggi. Budidaya bunga krisan pertama kali dikenalkan oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Daerah Istimewa Yogyakarta bekerja sama dengan Balai Penelitian Tanaman Hias Cipanas. Awalnya pada tahun 2005 dilakukan pengkajian budidaya tanaman hias Mawar, Krisan dan Anggrek di Kelompok Tani Udi Makmur Dusun Wonokerso, Hargobinangun, Pakem, Sleman, Yogyakarta. Tetapi dari tiga komoditas tersebut ternyata yang paling dianggap cocok dengan kondisi alam setempat dan juga dianggap paling mudah oleh petani adalah komoditas bunga krisan potong. Komoditas krisan merupakan komoditas pertanian yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan masih relatif baru dibudidayakan di wilayah Kabupaten Sleman, khususnya di Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem. Walaupun demikian perkembangan usaha tani komoditas ini boleh dikata cukup pesat. Potensi wilayah pengembangan yang cukup mendukung, serta potensi pasar bunga di Daerah Istimewa Yogyakarta yang cukup tinggi menjadi pemicu pengembangan usaha tani komoditas bunga krisan. Untuk mengenalkan usaha baru ke masyarakat petani bukanlah hal yang mudah. Dalam hal ini diperlukan kegigihan dan kesabaran yang lebih agar program peningkatan kesejahteraan masyarakat petani bisa terwujud dengan mengenalkan komoditas alternatif yang bernilai ekonomi tinggi. Kegiatan pengkajian lanjutan dilakukan pada tahun 2006 dengan tujuan untuk melakukan inisiasi Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) bekerjasama dengan BALITHI Cipanas. Dengan melihat potensi sumber daya alam Desa Hargobinangun yang cukup mendukung untuk pengembangan komoditas krisan serta 2
luasan kepemilikan lahan petani yang sangat sempit, maka perlu dilakukan rencana dan strategi yang matang agar kendala dan permasalahan yang sering terjadi dalam mengenalkan komoditas baru kepada petani bisa diminimalisir, sehingga peningkatan kesejahteraan petani melalui pengembangan usaha tani krisan bisa terwujud. Berdasarkan hal tersebut di atas tulisan ini disusun dengan tujuan untuk melakukan penilaian dan pengumpulan data dari sejumlah penelitian dan pengkajian yang telah dilakukan oleh tim pengkaji yang terdiri dari peneliti dan penyuluh dari berbagai disiplin ilmu serta petani kooperator yang telah menjadi mitra pemerintah dalam turut mendukung keberhasilan penyebarluasan inovasi teknologi dari Badan Litbang Pertanian. Program usaha tani bunga potong krisan yang telah dilakukan oleh petani akan semakin berkembang lagi dengan adanya dukungan dan fasilitas dari berbagai instansi baik dari Dinas Pertanian Dan Kehutanan Kabupaten Sleman, Dinas Pertanian Provinsi DIY, dan stake holder lainnya. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian klaster tanaman hias khususnya bunga potong krisan mulai dilaksanakan pada tahun 2005 hingga berlanjut sampai sekarang pada program PRIMATANI dan PUAP di Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Yogyakarta. Penentuan lokasi menggunakan metode purposive dengan pertimbangan yaitu sebagai daerah yang dijadikan tempat kegiatan PRIMA TANI. Metode dasar dalam penelitian ini adalah deskriptif analisis, yaitu penelitian yang didasarkan pada pemecahan masalahmasalah aktual yang ada pada masa sekarang. Data yang dikumpulkan disusun, dijelaskan kemudian dianalisis (Susanawati, 2001). HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Wilayah Desa Hargobinangun Desa Hargobinangun termasuk dalam wilayah pemerintahan kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, berada pada ketinggian berkisar 500-1.325 m dpl., atau termasuk dalam kategori dataran medium sampai dengan tinggi dan memiliki suhu rata-rata + 26°C. Jenis tanah regosol dengan topografi wilayah datar sampai berlereng 40 % dan tingkat kesuburan sedang. Luas wilayah Desa Hargobinangun 1.430 ha terdiri dari lahan sawah 40,500 ha, lahan kering (termasuk pekarangan dan tegalan) 623,9455 ha.
3
Gambar 1.
Peta Pewilayahan Komoditas Berdasarkan Zona Agroekologi Desa Hargobinangun, Pakem, Sleman
Tabel 1. Tata Guna Lahan Desa Hargobinangun Tata Guna Lahan
Luas (ha)
Tanah sawah Irigasi sederhana Irigasi setengah teknis Tanah kering Pekarangan Perladangan Tegalan Tempat rekreasi Lain-lain
40,5000 224,3825 361,4415 246,5325 137,2040 125,3000 204,6395
Sumber: Monografi Desa Hargobinangun, 2006
4
Penduduk Desa Hargobinangun sesuai zonasi ketinggian lokasinya dapat dibagi menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama adalah penduduk di lokasi paling tinggi, yaitu daerah Kaliurang dan Boyong. Rata-rata penduduk di lokasi ini mengandalkan hidupnya dari ramainya pengunjung wisata Kaliurang, yaitu dengan menyediakan penginapan, warung makan, olahan hasil, cinderamata, dan tanaman hias. Sebagian lagi menjalankan usaha ternak sapi perah. Sehingga lahan dan tegalan di lokasi ini sebagian besar merupakan pemukiman dan bangunan penginapan, sementara lahan berlereng ditanami tanaman hijauan untuk pakan ternak. Zonasi kedua, yaitu meliputi dusun Ngipiksari, Banteng, Sidorejo, Purworejo, Panggeran, Tanen, Wonorejo, Sawungan, Wonokerso dan Randu. Penduduk di lokasi ini sebagian besar mengandalkan tanaman perkebunan dan tanaman horti, termasuk jamur, aneka tanaman sayur, bunga dan daun potong. Sebagian lagi masih mengutamakan tanaman pangan. Zonasi yang ketiga meliputi dusun Pandanpuro, Gondanglegi dan Jetisan. Sebagian besar penduduk di lokasi ini menjalankan usaha tani yang pokok adalah tanaman pangan, walaupun demikian pada saat musim kemarau karena ketersediaan air terbatas banyak juga yang mengusahakan tanaman Cabe. Desa Hargobinangun memiliki pola hujan yang dipengaruhi oleh sistem monsoon yang dicirikan dengan satu puncak hujan yaitu pada bulan November – April, sedangkan bulan Juni – September merupakan bulan-bulan kering dengan curah hujan kurang dari 100 mm. Puncak Musim hujan pada bulan Januari-Maret dan puncak musim kemarau pada bulan Juli-September.
450
440 388
387
Tinggi hujan (mm)
400 350
376 306
285
300
240
250 200 116
150
88
100
35
50
21
25
0 JAN
FEB
MAR
APR MEY
JUN
JUL
AGT
SEP
OKT
NOP
DES
Bulan
Gambar 2. Pola hujan monsoonal di Desa Hargobinangun Dengan pola hujan monsoonal tersebut, maka wilayah ini tergolong rentan terhadap pengaruh El Nino sehingga perlu dilakukan penyesuaian pola tanam pada tahun yang diprediksi akan terjadi penyimpangan iklim El Nino. Air untuk kebutuhan konsumsi rumah tangga maupun untuk pertanian berasal dari sumber mata air di lereng Gunung Merapi. Air tersebut disalurkan ke dalam bak penampung di dekat pemukiman penduduk, kemudian dialirkan ke rumah-rumah penduduk dan kolam plastik. Bangunan atau sarana pengairan yang ada di Desa Hargobinangun meliputi cek dam 8 buah (mampu mengairi lahan 3 ha), saluran irigasi 7.000 m, dan gorong-gorong 56 buah. Pada saat ini kondisi tata air di Desa Hargobinangun 5
sudah mengalami penurunan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Kondisi saluran irigasi sudah mengalami kerusakan sehingga tidak berfungsi secara optimal. Pada tahun terakhir ini petani Desa Hargobinangun (bagian selatan) mengalami kekurangan air untuk usahatani pada musim kemarau. Desa Hargobinangun memiliki beberapa sumber air (umbul lanang, umbul wadon, tlogo putri, tlogo nirmolo) dan kawasan konservasi (hutan), yang merupakan daerah penyangga air untuk wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Karena debit air dari mata air yang ada sebagian digunakan untuk mencukupi kebutuhan air bersih baik di Desa Hargobinangun maupun di luar Hargobinangun, maka sedikit banyak hal tersebut mempengaruhi ketersediaan air irigasi pertanian. Di Desa Hargobinangun yang terletak di lereng selatan merapi dengan kondisi lahan yang sebagian merupakan lokasi berlereng, masyarakatnya telah menerapkan sistem konservasi lahan yang baik dengan teras bangku dan penanaman tanaman hijauan pakan ternak pada bibir teras yang berfungsi sebagai penahan erosi. Sementara tanah persawahan dan tegalan banyak ditanami tanaman pangan dan tanaman sayur. Jenis tanaman hias yang diusahakan di Desa Hargobinangun adalah tanaman hias daun, pot, dan bunga potong (anthurium, krisan, phylodendron, sansiviera). Pada umumnya anthurium dan krisan ditanam secara monokultur di bawah rumah plastik di lahan sawah. Sedangkan sansiviera ditanam di lahan sawah dan pekarangan. Sementara phylodendron saat ini mulai ditanam di lahan persawahan oleh anggota kelompok tani krisan di Dusun Wonokerso. Selain itu, tanaman hias dalam pot sudah mulai dikembangkan oleh beberapa kelompok tani tanaman hias di daerah Kaliurang dan diletakkan di kios-kios bunga dan di pekarangan rumah. Prospek Usaha Krisan Sejak dikenalkannya usaha tani bunga potong krisan oleh BPTP DIY dan BALITHI di Desa Hargobinangun pada bulan Mei tahun 2005, usaha tani ini berkembang cukup pesat. Data dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 2. Data Perkembangan Budidaya Krisan Desa Hargobinangun Tahun
2005
2006
2007
2008
2009
Jumlah Poktan
1
1
2
6
6
Jumlah Petani aktif
-
6
10
37
40
220
550
1.996
4.196
7.200
11.000
27.500
182.000
263.000
369.000
100
220
380
630
1.230
Kapasitas indukan (btg)
1.000
2.500
4.500
8.000
18.150
Rumah Pengakaran (m2)
18
38
100
250
280
Luas Lahan Bunga (m2) Kapasitas produksi / musim 2
Luas Lahan Indukan (m )
6
Kapasitas Rumah Pengakaran (stek)
3.750
7.500
23.500
52.500
60.000
Produksi Bibit / bulan (stek)
7.500
15.000
47.000
105.000
120.000
Meskipun teknik budidaya krisan memutuhkan keahlian yang khusus dan masukan investasi yang tinggi yakni dengan mengkondisikan lingkungan yang terkendali di dalam rumah plastik, namun melihat data pada tabel 2 dapat diketahui bahwa dari tahun ke tahun semakin banyak masyarakat petani di Desa Hargobinangun yang tertarik untuk menjalankan usaha tani bunga krisan. Berikut kami tampilkan hasil studi kelayakan usaha bunga potong krisan yang terhitung pada bulan Juni 2009. - Studi Kelayakan Usaha Bunga Krisan Potong I. Data usahatani 1. Luas lahan garapan 2. Sewa tanah
: 200 m² : Rp 120.000-/ tahun atau Rp 40.000,/musim 3. Biaya usaha tani/musim : o Benih produksi : 10.000 btg x Rp 175=Rp1.750.000o Pupuk organik : 300 kg x Rp 500=Rp 150.000o Pupuk urea : 15 kg x Rp 2000=Rp 30.000o Pupuk SP36 : 15 kg x Rp 4000=Rp 60.000o Pupuk Kcl : 5 kg x Rp 7500=Rp 37.500o Pupuk daun : 1 lt =Rp 20.000o Insectisida : 10 klgx Rp12.500=Rp 125.000o Fungisida : 10 ktg x Rp 750 =Rp 75.000JUMLAH =Rp2.247.500 4. Tenaga kerja : o Olah lahan : 2 HOK, @ Rp 20.000=Rp 40.000o Tanam : 2 HOK, @ Rp 20.000=Rp 40.000o Perawatan : 20 HOK @Rp 20.000=Rp 400.000JUMLAH =Rp 480.0005. Lain-lain : o Panen : 5 HOK,@ Rp 20.000=Rp 100.000o Packing dan pasca panen : =Rp 125.000o Listrik : 1 musim =Rp 50.000o Penyusutan rumah : 1 musim =Rp 600.000JUMLAH =Rp 875.000JUMLAH KESELURUHAN BIAYA =Rp3.642.500-
II. Hasil produksi 1. Rata-rata keberhasilan 2. Harga rata-rata/btg 3. Hasil kotor
: 75 % x 10.000 btg = 7500 btg : Rp 800: Rp 800- x 7500 btg =Rp 6.000.000-
III. Keuntungan 7
Hasil kotor – Total biaya : Rp6.000.000- - Rp3.642.500-= Rp2.357.500-
- Studi Kelayakan Usaha Perbenihan Krisan A. Biaya tetap : • Sewa lahan r. Induk 500 m² • Penyusutan r.induk 400 m² B. Biaya variabel : Tanaman induk 8000 btg x 2 Pupuk organik 4 ton Pupuk NPK 1000 kg Pupuk organik cair 100 ltr Insectisida Fungisida Bacterisida ZPT Listrik Arang sekam C. Lain-lain : • 2 org tenaga olah lahan • 2 org perawatan harian • Sarana panen Jumlah biaya
: Rp 350.000/tahun : Rp 3.600.000/tahun : Rp 24.000.000,: Rp 4.000.000,: Rp 1.750.000.: Rp 1.000.000,: Rp 1.500.000,: Rp 1.800.000,: Rp 1.000.000,: Rp 1.080.000,: Rp 1.200.000,: Rp 1.000.000,: Rp 300.000,: Rp 12.000.000,: Rp 500.000,: Rp 55.080.000,-
Hasil panen stek : Rata-rata 1 tanaman induk menghasilkan stek 60 batang/musim induk ( 6 bln ) Hasil panen stek selama 1 tahun
: 60 x 2 x 8000
Hasil penjualan benih sebar @ Rp 175,- x 960.000 btg
= 960.000 btg =Rp 168.000.000,-
Keuntungan perbenihan dengan kapasitas tanaman induk 8000 btg dalam setahun = Rp 168.000.000,- Rp 55.080.000,= Rp 112.920.000,-
Prospek usaha tani bunga krisan memang cukup baik, ditambah lagi lokasi budidaya yang sangat dekat dengan pusat kota Yogyakarta yang memilki potensi pasar cukup tinggi. Daerah Istimewa Yogyakarta dengan keistimewaannya adalah propinsi bernuansa kerajaan dan merupakan kota pariwisata yang tidak pernah terlepas dari kebutuhan bunga. Kebutuhan bunga dan tanaman hias di Yogyakarta relatif cukup tinggi, terutama pada waktu-waktu tertentu seperti, Tahun Baru, Natal, Lebaran dan lainlain,kebutuhan bunga meningkat sangat tajam, sehingga sering di ikuti dengan naiknya harga bunga yang kadang-kadang sampai lebih dari dua kali lipat harga hari-hari biasa. Bahkan petani bunga di DIY dan Jawa Tengah sering tidak dapat memenuhi kebutuhan 8
pasar, sehingga harus di datangkan dari Jawa Barat. Sementara produksi Jawa Barat sendiri, pada waktu-waktu tertentu hasil produksi bunganya terserap untuk memenuhi kebutuhan pasar di Jawa Barat maupun DKI Jakarta. Dari hasil survey pasar yang dilakukan oleh Dipertahut Sleman dan Universitas Pembangunan Nasional Yogyakarta, dapat diketahui bahwa kebutuhan pasar bunga di Daerah Istimewa Yogyakarta cukup tinggi sesuai tabel berikut. Tabel 3 . Hasil Survey Kebutuhan Toko Bunga Krisan di Kota Baru,Yogyakarta pada hari biasa (satuan ikat) Nama Florist
Senin
Selasa
Rabu
Kamis
Jum’at
Sabtu
Minggu
Toko Puspa 3
50
50
50
30
50
100
30
Toko Asri
30
50
30
20
50
150
20
Toko Vloneta
20
30
20
20
50
50
20
Toko Dewi 1
10
20
10
10
10
20
10
Toko Taman Sari 1
10
30
20
10
10
40
10
Toko Mawar
20
20
20
10
20
30
20
Toko Taman Sari 2
20
20
30
20
30
50
30
Toko Dahlia
10
30
20
20
40
40
20
Toko Purwo 1
10
20
20
10
30
30
10
Toko Sakura
10
20
20
10
20
30
10
Toko Rosnita
10
10
20
10
10
30
10
Toko Amad
50
30
40
30
50
70
30
Toko Dewi 2
10
10
20
10
10
30
10
Toko Agung
10
10
10
-
10
30
10
Toko Puspa
20
30
30
20
50
50
20
Toko Kusuma
30
40
40
20
50
100
30
Toko Purwo 2
30
30
30
20
50
70
20
Toko Sudirham
30
30
50
30
50
100
50
Nama Florist
Senin
Selasa
Rabu
Kamis
Jum’at
Sabtu
Minggu
Toko Daryono
20
30
20
10
30
50
10
Toko Ratna Sari
10
20
20
10
30
30
10
Toko Edi Peni
10
20
20
10
20
30
10
Total kebutuhan
420
550
540
330
660
1130
390
9
Rencana Pengembangan Usaha Krisan Desa Hargobinangun Dalam melakukan perencanaan pengembangan usaha tani komoditas krisan di Desa Hargobinangun tentunya harus mempertimbangkan berbagai aspek, baik aspek sosial, aspek ekonomi, aspek budaya, dan aspek teknis. Desa Hargobinangun memiliki penduduk yang cukup heterogen. Untuk penduduk di daerah lokasi wisata Kaliurang sebagian besar penduduknya menyandarkan kehidupannya dari sektor pariwisata. sehingga di lokasi ini sebagian besar penduduk melakukan usaha penginapan. Dengan adannya Kaliurang sebagai daerah tujuan wisata baik wisatawan domestik maupun mancanegara, tentu saja akan memberikan keuntungan yang cukup besar bagi sektor pertanian. Pengembangan sektor pertanian di Desa Hargobinangun, khususnya komoditas krisan akan semakin cepat memujudkan program peningkatan kesejahteraan petani dengan memanfaatkan ramainya wisatawan yang berkunjung ke Kaliurang. Selain itu, hotel dan penginapan yang ada akan semakin indah dan akan memberikan nuansa dan kenangan yang istimewa kepada tamu yang menginap seandainya setiap ruangan dihiasi dengan indahnya bunga-bunga krisan segar. Dengan mempertimbangkan hal tersebut maka pengembangan usaha tani krisan di Desa Hargobinangun masih memiliki prospek yang cukup cerah. Untuk meminimalisir kendala dalam budidaya tanaman krisan, maka arah pengembangan usaha tani komoditas ini harus benar-benar memperhatikan syarat tumbuh yang dibutuhkan oleh tanaman krisan. Dengan menentukan lokasi yang memiliki iklim yang memang sesuai dengan kebutuhan krisan, maka petani pelaku usaha tani krisan akan lebih mudah untuk mendapatkan produk bunga yang berkualitas dan memperkecil tingkat serangan hama dan penyakit, selanjutnya akan memperkecil resiko kegagalan produksi. Walaupun demikian, penyesuaian sumberdaya manusia sebagai pelaku usaha krisan yang paling menentukan dalam keberhasilan usaha tani ini. Baik pola kerja, pola pikir, wawasan dan pengetahuan teknologi budidaya harus benar-benar dipersiapkan terlebih dahulu agar pengembangan usaha tani krisan dapat berkelanjutan. Pengembangan kawasan bunga krisan di Desa Hargobinangun tentu saja tidak bisa lepas dari kebutuhan benih sebar krisan. Kelompok tani krisan di Dusun Wonokerso yang merupakan kelompok tani pertama dalam usaha krisan, pada awalnya kebutuhan benih sebar banyak bergantung kepada penangkar benih dari daerah lain seperti Jawa Barat dan Ambarawa. Tetapi dengan ketergantungan ini ternyata sedikit banyak menghambat kelancaran usaha yang dijalankan. Jadwal tanam yang telah dibuat untuk setiap minggunya seringkali tidak bisa tepat waktu oleh karena tidak tersedianya benih sebar. Hal ini tentu saja menimbulkan permasalahan lain di kemudian hari. Dengan jadwal tanam yang sering tertunda, pada akhirnya menimbulkan permasalahan di pemasaran bunga krisan yang telah dirintis. 10
Konsumen ataupun florist yang telah menjalin kemitraan dengan kelompok sering kecewa karena terjadinya kemunduran panen akibat ketersediaan benih sebar yang sering tertunda. Dengan melihat pengalaman tersebut dapat diketahui bahwa ketersediaan benih sebar bagi petani harus terjamin agar pasar yang sudah terjalin tidak hilang . Oleh karena itu Kelompok Tani Udi Makmur ( Klantum ) di Dusun Wonokerso telah mulai merintis usaha perbenihan krisan secara intensif. Lebih-lebih setelah adanya pencanangan Yogyakarta sebagai ”Seed Center City”, kelompok tani ini semakin giat dan inovatif untuk ikut berpartisipasi dalam mensukseskan program tersebut. Benih merupakan pangkal penentu keberhasilan agribisnis, karena itu pemilihan jenis, varietas, mutu, waktu, kualitas, ketersediaan dan kesesuaian benih dengan lokasi dan agroekosistem sangat menentukan pada tingkat produksi. Peran benih dalam agribisnis hortikultura sangat penting, selain untuk mensuplai kebutuhan produksi hortikultura itu sendiri, menentukan pada nilai tambah yang akan didapatkan, juga terkait dengan berbagai program pengembangan lainnya. Pengembangan usaha dan produksi hortikultura, memerlukan dukungan yang kuat dari aspek penyediaan benih bermutu varietas unggul. Sampai sekarang produsen benih belum dapat mengimbangi permintaan tersebut, sehingga sebagian benih harus didatangkan dari luar negeri (impor) dan lebih banyak lagi menggunakan benih asalan. Kesadaran dan kepedulian sebagian petani dalam menggunakan benih unggul masih rendah, sehingga kurang merangsang pada perkembangan industri benih nasional. Dalam perkembangan agribisnis hortikultura dewasa ini, usaha perbenihan bukan lagi dipandang sebagai suatu aspek pendukung dalam sistem agribisnis, sebagaimana sarana produksi lainnya, namun sudah berkembang menjadi suatu usaha yang sejajar dengan usaha produksi komoditas hortikultura. Industri perbenihan (nursery and seed industry) telah menjadi pilihan bisnis yang menguntungkan, mempunyai nilai tambah, prospek dan peluang yang tidak kalah dengan usaha budidaya. Dalam menangkap dan memanfaatkan peluang ekonomi tersebut maka diperlukan upaya khusus untuk pengembangan usaha perbenihan, sehingga usaha perbenihan secara komersial dapat sepenuhnya ditangani oleh pihak swasta, mulai aspek produksi, pengadaan, penyaluran dan pemasarannya. Kegiatan pengembangan perbenihan dilakukan berdasarkan pertimbangan kebutuhan, ketersediaan, kemampuan institusi dan penangkar benih. Sasaran pengembangannya adalah petani petani yang tergabung dalam kelompok tani yang belum memiliki komoditas unggulan. Terutama petani dengan kepemilikan lahan yang sempit dan tentu saja dengan memperhatikan syarat tumbuh tanaman krisan. Wilayah Desa Hargobinangun yang berada pada ketinggian antara 500 – 1325 meter dari permukaan air laut ini sangatlah mendukung dalam pengembangan usaha tani krisan. Dengan melihat rata-rata kepemilikan lahan petani di Desa Hargobinangun yang tidak 11
lebih dari 2000 m², maka pengenalan komoditas alternatif yang bernilai ekonomi tinggi seperti tanaman krisan bisa dikatakan cukup mendesak agar peningkatan kesejahteraan petani segera bisa terwujud. Usaha tani krisan di Desa Hargobinangun sangat mungkin dikembangkan di beberapa dusun dan kelompok tani seperti tabel berikut. Tabel 4. Rencana Lokasi Pengembangan Krisan Berdasarkan Zona Agroekologi
Wonorejo
Jumlah Kelompok Tani/Ternak 2
Sidorejo
1
20
3 ha
700 m
Ngipiksari
1
15
1 ha
800 m
Boyong Kaliurang Timur Kaliurang Barat
2
40
2 ha
850 m
2
30
0,5 ha
900 m
1
15
0,5 ha
900 m
Nama Dusun
Jumlah Petani
Luas wilayah pengembangan
Ketinggian Lokasi
40
3 ha
700 m
Berdasarkan data dari BPP Pakem, luas tanam dan produksi beberapa komoditas tanaman hias dan jumlah kelompok tani tanaman hias di Desa Hargobinangun semakin bertambah. Pada bulan Mei 2007, kelompok tani tanaman hias (krisan) di Dusun Wonokerso (Randu) Desa Hargobinangun mendapat kunjungan Menteri Pertanian dan beberapa pejabat lingkup Departemen Pertanian dalam rangka kunjungan kerja di Kabupaten Sleman. Tanggapan sangat positif dan apresiasi kepada kelompok tani makin mempertebal kepercayaan diri kelompok tani dan PPL setempat untuk mewujudkan wilayah Desa Hargobinangun sebagai kawasan agrowisata pegunungan seperti di Cipanas, Batu Malang, Kopeng, Bandungan dan lainnya. Saat ini sudah mulai dirintis pembentukan Asosiasi Petani Krisan Yogyakarta ( “ Aprista “ ) yang didirikan oleh gabungan dari 6 kelompok tani di Desa Hargobinangun ditambah beberapa individu pelaku agribisnis krisan di luar Hargobinangun. Selain bunga potong krisan, anggota Aprista juga mulai membudidayakan aneka daun potong sebagai produk pendukung bunga krisan. Dengan merangkul organisasi pemuda di sekitar lokasi budidaya sebagai mitra dalam melakukan usaha tani daun potong, maka di desa Hargobinangun semakin banyak masyarakat yang terlibat dan mendapatkan manfaat dari adanya usaha tani bunga krisan. Terlebih saat ini asosiasi tersebut ( Aprista ) mulai merintis adanya agrowisata bunga yang terletak di Dusun Wonokerso. Diharapkan dengan adanya lokasi agrowisata bunga akan memberikan dampak manfaat yang lebih riil bagi masyarakat sekitar, khususnya bagi ibu-ibu dasawisma dan PKK yang mempunyai usaha olahan hasil akan semakin mudah untuk memasarkan produknya. 12
Komoditas krisan adalah sesuatu yang baru bagi petani Desa Hargobinangun. Rencana pengembangan kawasan krisan yang akan dilakukan haruslah benar-benar di persiapkan dari semua aspek sehingga masyarakat petani yang menjadi sasaran pengembangan akan bisa menerima dan dengan cepat memahami alih teknologinya. Usaha tani krisan sangatlah berbeda dengan usaha tani yang biasa dijalankan oleh petani Desa Hargobinangun. Dalam usaha yang memiliki resiko cukup tinggi dan memerlukan biaya produksi yang dipandang cukup besar oleh petani, maka persiapan dan peningkatan kualitas sumberdaya manusianya harus benar-benar matang agar dapat memperkecil resiko yang ada. Mengingat usaha pertanian menuntut dipenuhinya berbagai persyaratan operasional teknis, agar diperoleh efisiensi produksi yang tinggi, mutu produk yang baik, keuntungan yang optimal dan produk berkelanjutan serta sumberdaya alam yang lestari, maka dalam upaya pengembangan usahatani bunga krisan yang berwawasan agribisnis perlu dilakukan melalui pendekatan yang komprehensif, terpadu serta spesifik lokasi dengan didasarkan pada potensi sumberdaya lahan dan sosial ekonomi daerah, permasalahan dan kebutuhan petani. Demikian, semoga dengan pengembangan kawasan bunga krisan di Desa Hargobinangun akan memberikan manfaat yang nyata bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat petani. Amin ! KESIMPULAN Melalui kegiatan penelitian dan pengkajian tanaman hias khususnya bunga potong krisan dapat diketahui telah tercipta : 1. Diversifikasi komoditas di Desa Hargobinangun, Pakem, Sleman. 2. Penambahan pendapatan / penghasilan, yang secara tidak langsung menambah kesejahteraan petani. 3. Lapangan pekerjaan yang menarik bagi kaum muda di pedesaan. 4. Rasa percaya diri yang lebih tinggi bagi para pemuda di pedesaan sehingga tercipta pola pikir layak hidup sebagai petani di pedesaan. 5. Agroindustri di pedesaan serta kegiatan usahatani lain sebagai multiplyer effect dari kegiatan usahatani bunga potong krisan. DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Perbenihan Dan Sarana Produksi, 2008. Prosedur Oprasional Standar ( POS ) Produksi Benih Krisan ( Dendrathema grandiflora, Tzvlev Syn.).27 hal. Dinas Pertanian Dan Kehutanan Kabupaten Sleman, 2008.Survey Pasar Krisan. 105 hal. 13
Masyhudi MF, Tri Martini, R Hendrata, dan EW Wiranti. 2005. Pengkajian Potensi Agribisnis Tanaman Hias di Daerah Istimewa Yogyakarta. Laporan Penelitian Kegiatan Litbang Pertanian Propinsi DIY. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta. Pemerintah Desa Hargobinangun, 2008. Data Peta Wiayah Dan peruntukan Lahan. Prima Tani Sleman, 2007. Budidaya Tanaman Krisan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta. 22 hal. Susanawati, 2001. Efisiensi Produksi Emping Melinjo di Kecamatan Banguntapan Kabupaten Bantul. Jurnal Ilmu Pertanian UMY Yogyakarta. 79 hal.
14