PENGKAJIAN TEKNOLOGI TEPAT GUNA BUDIDAYA KRISAN DI LOKASI PRIMA TANI KABUPATEN SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Assessment of Appropriate Technology for Chrysant Cultivation in Prima Tani Location in Sleman Regency, Yogyakarta Hano Hanafi dan Tri Martini Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta Karangsari, Wedomartani, Ngemplak, Sleman, Yogyakarta
ABSTRACT Due to land ownership by farmers within Northern part of Sleman District is low, needs to find commodities alternatives of which have high economic value in order to increase welfare of farmer’s household. Chrysanthemum cultivation was introduced in year 2005 by AIAT Yogyakarta in collaboration with The Center for Ornamental Plant Research of Cipanas, West Java. Even in handling more complicated, but Chrysanthemum cultivation in controlled environment could benefit community within village area with relatively high additional income. The objective of research implementation is to assess and data collection from several researches and technology assessment by researchers team to the farmers cooperator of the government in order to support the success of dissemination of innovation technology produced by The Agency for Agricultural Research and Development five years ago (2005) until now (2009). Purposive method used to determination of location with consideration that Hargobinangun Village, Sleman District as PRIMA TANI activities. The basic method of this research is descriptive analysis, of which the research based on existing actual problems solving. The result of this research is creates diversification of commodities cultivation; incomes added of which undirectly increase of farmer’s welfare; interesting jobs for youth in village are; highly self confidence of youth and change of mindset to live as a farmer within village are; and initiated of agro-industry within village area through another farming activities as multiplyer effect from Chrysantemum farming activity. Key words : inovation, commodity with high economic value, chrysantemum cultivation, controlled environment, Prima Tani ABSTRAK Berdasarkan data kepemilikan lahan yang sempit di Kabupaten Sleman Utara, perlu dicari alternatif komoditas yang bernilai ekonomi tinggi untuk mempermudah peningkatan kesejahteraan petani. Budidaya bunga krisan pertama kali dikenalkan tahun 2005 oleh BPTP Yogyakarta bekerja sama dengan BALITHI Cipanas. Meski perlu penanganan yang lebih rumit, namun budidaya krisan dalam lingkungan terkendali ini dapat memberikan tambahan pendapatan yang relatif tinggi di perdesaan. Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk melakukan penilaian dan pengumpulan data dari sejumlah penelitian dan pengkajian yang telah dilakukan oleh tim pengkaji terhadap petani kooperator yang telah menjadi mitra pemerintah dalam turut mendukung keberhasilan penyebarluasan inovasi teknologi dari Badan Litbang Pertanian sejak lima tahun yang lalu (2005) hingga berkembang kini (2009). Penentuan lokasi menggunakan metode purposif dengan pertimbangan yaitu Desa Hargobinangun sebagai lokasi kegiatan PRIMA TANI di Kabupaten Sleman. Metode dasar dalam penelitian ini adalah deskriptif analisis, yaitu
Hano Hanafi dan Tri Martini
penelitian yang didasarkan pada pemecahan masalah-masalah aktual yang ada pada masa sekarang. Dari hasil dari penelitian ini dapat diketahui telah tercipta diversifikasi komoditas; penambahan pendapatan/penghasilan yang secara tidak langsung menambah kesejahteraan petani; terciptanya lapangan pekerjaan yang menarik bagi kaum muda di perdesaan; rasa percaya diri yang lebih tinggi bagi para pemuda di perdesaan sehingga tercipta pola pikir layak hidup sebagai petani di perdesaan; serta terinisiasinya agroindustri di perdesaan melalui berbagai kegiatan usaha tani lain sebagai multiplyer effect dari kegiatan usaha tani bunga potong krisan. Kata kunci : inovasi, komoditas bernilai ekonomi tinggi, budidaya krisan, lingkungan terkendali, Prima Tani
PENDAHULUAN
Masyarakat petani di daerah dataran tinggi Kabupaten Sleman (Sleman Utara), khususnya di Desa Hargobinangun, rata-rata kepemilikan lahan pertaniannya sangat sempit, yaitu di bawah 2000 m². Sehingga petani di daerah tersebut kebanyakan termasuk dalam kategori petani pra sejahtera. Dengan kepemilikan lahan yang demikian sempit sangatlah mustahil petani bisa mendapat kehidupan yang layak tanpa adanya inovasi usaha tani. Salah satu cara inovasi adalah dengan mencari alternatif komoditas yang bernilai ekonomi tinggi. Teknologi budidaya krisan yang diterapkan petani di Desa Hargobinangun saat ini di pandang sebagai teknologi yang diperlukan oleh petani sehingga dapat dikatakan sebagai teknologi tepat guna (TTG), karena selain dapat menambah tingkat penghasilan bagi petani juga dapat berpengaruh positif terhadap nilai sosial dan budaya setempat. Pada awalnya teknologi budidaya krisan ini agak menimbulkan pesimisme bagi petani, karena selain minimnya pengalaman dalam mengelola juga banyak faktor kendala antara lain modal yang sangat menentukan bagi kelangsungan agribisnis. Namun berkat ketekunan, kerjasama yang baik dan penuh tanggungjawab antar kelembagaan terkait, semuanya berjalan lancar. Kerjasama yang membangun antar kelembagaan terkait antara lain BPTP dan BALITHI sebagai penghasil teknologi, juga dukungan Dinas Pertanian dan Kehutanan tingkat Provinsi maupun kabupaten di DIY, serta pemerintah daerah setempat mulai kabupaten, kecamatan sampai tingkat desa sangat positif mendukung program ini. Dalam proses diseminasi selama kegiatan PRIMATANI berlangsung BPTP selalu melibatkan kelembagaan terkait guna perlunya rasa saling memiliki dan dukungan positif berupa bimbingan dan arahan dari berbagai pihak berupa teknologi, sarana prasarana, dana maupun solusi prospek pemasaran. Hal yang sangat positif adalah semangat dari petani muda yang sangat antusias dalam menekuni agribisnis krisan melalui pengkajian adaptif tahun 2005 mampu mengikuti inovasi teknologi yang dibawa oleh BPTP dan BALITHI terjadi transformasi teknologi berdialog untuk dapat diimplementasikan secara bertahap di lapangan. Sesuai dengan pendapat Riady A. Gani (1997) menyatakan bahwa Teknologi Tepat Guna (TTG) hanya akan berperan secara efektif apabila diimplementasikan dalam bentuk proses yang bertahap. Tahapan tersebut
148
Pengkajian Teknologi Tepat Guna Budidaya Krisan di Lokasi Prima Tani Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta
sepatutnya berawal dari teknologi yang sudah tumbuh dalam masyarakat, yang perlu disempurnakan melalui inovasi-inovasi tertentu untuk mendorong petani mencapai kapasitas ekonomi yang memungkinkan mereka mengadopsi teknologi yang lebih maju. Teknnologi maju yang dimaksudkan disini adalah teknologi yang memiliki keunggulan-keunggulan dibanding sebelumnya (yang lama), namun tetap merujuk dengan kondisi lokal sehingga mewujudkan suatu proses transformasi teknologi yang tidak mengejutkan dan sekaligus dapat meningkatkan produksi dan produktivitas. Budidaya bunga krisan pertama kali dikenalkan oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Daerah Istimewa Yogyakarta bekerja sama dengan Balai Penelitian Tanaman Hias Cipanas. Awalnya pada tahun 2005 dilakukan pengkajian budidaya tanaman hias Mawar, Krisan dan Anggrek di Kelompok Tani Udi Makmur Dusun Wonokerso, Hargobinangun, Pakem, Sleman, Yogyakarta. Tetapi dari tiga komoditas tersebut ternyata yang paling dianggap cocok dengan kondisi alam setempat dan juga dianggap paling mudah oleh petani adalah komoditas bunga krisan potong. Komoditas krisan merupakan komoditas pertanian yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan masih relatif baru dibudidayakan di wilayah Kabupaten Sleman, khususnya di Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem. Walaupun demikian perkembangan usaha tani komoditas ini tergolong cukup pesat. Potensi wilayah pengembangan yang cukup mendukung, serta potensi pasar bunga di Daerah Istimewa Yogyakarta yang relatif tinggi menjadi perangsang pengembangan usaha tani komoditas bunga krisan. Untuk mensosialisasikan usaha baru ke masyarakat petani bukanlah hal yang mudah, perlu waktu dan cara penyampaian yang tepat sesuai dengan kondisi sosial budaya setempat. Dalam hal ini diperlukan kegigihan dan kesabaran yang maksimal agar program peningkatan kesejahteraan masyarakat petani bisa terwujud dengan mengenalkan komoditas alternatif yang bernilai ekonomi tinggi. Kegiatan pengkajian lanjutan dilakukan pada tahun 2006 dengan tujuan untuk melakukan inisiasi Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) bekerjasama dengan BALITHI Cipanas. Dengan melihat potensi sumber daya alam Desa Hargobinangun yang cukup mendukung untuk pengembangan komoditas krisan serta luasan kepemilikan lahan petani yang sangat sempit, maka perlu dilakukan rencana dan strategi yang matang agar kendala dan permasalahan yang sering terjadi dalam mengenalkan komoditas baru kepada petani bisa diminimalisir, sehingga peningkatan kesejahteraan petani melalui pengembangan usaha tani krisan bisa terwujud. Berdasarkan hal tersebut di atas tulisan ini disusun dengan tujuan untuk melakukan penilaian dan pengumpulan data dari sejumlah penelitian dan pengkajian yang telah dilakukan oleh tim pengkaji yang terdiri dari peneliti dan penyuluh dari berbagai disiplin ilmu serta petani kooperator yang telah menjadi mitra pemerintah dalam turut mendukung keberhasilan penyebarluasan inovasi teknologi dari Badan Litbang Pertanian. Program usaha tani bunga potong krisan yang telah dilakukan oleh petani akan semakin berkembang lagi dengan adanya dukungan dan fasilitas dari berbagai instansi baik dari Dinas Pertanian Dan Kehutanan Kabupaten Sleman, Dinas Pertanian Provinsi DIY dan stakeholders lainnya.
149
Hano Hanafi dan Tri Martini
METODOLOGI
Penelitian klaster tanaman hias khususnya bunga potong krisan mulai dilaksanakan pada tahun 2005 hingga berlanjut sampai sekarang pada program PRIMATANI dan PUAP di Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Yogyakarta. Penentuan lokasi menggunakan metode purposif dengan pertimbangan yaitu sebagai daerah yang dijadikan tempat kegiatan PRIMA TANI. Metode dasar dalam penelitian ini adalah deskriptif analisis, yaitu penelitian yang didasarkan pada pemecahan masalah-masalah aktual yang ada pada masa sekarang. Data yang dikumpulkan disusun, dijelaskan kemudian dianalisis (Singarimbun, 1995).
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Wilayah Desa Hargobinangun Desa Hargobinangun termasuk dalam wilayah pemerintahan Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, berada pada ketinggian berkisar 500-1.325 m dpl., atau termasuk dalam kategori dataran medium sampai dengan tinggi dan memiliki suhu rata-rata + 26°C.
Gambar 1. Peta Pewilayahan Komoditas Hargobinangun, Pakem, Sleman
150
Berdasarkan
Zona
Agroekologi
Desa
Pengkajian Teknologi Tepat Guna Budidaya Krisan di Lokasi Prima Tani Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta
Jenis tanah regosol dengan topografi wilayah datar sampai berlereng 40 persen dan tingkat kesuburan sedang. Luas wilayah Desa Hargobinangun 1.430 ha terdiri dari lahan sawah 40,500 ha, lahan kering (termasuk pekarangan dan tegalan) 623,9455 ha. Tabel 1. Tata guna lahan Desa Hargobinangun Tata Guna Lahan
Luas (ha)
Tanah sawah • Irigasi sederhana 40,5000 • Irigasi setengah teknis 224,3825 Tanah kering • Pekarangan 361,4415 • Perladangan 246,5325 • Tegalan 137,2040 Tempat rekreasi 125,3000 Lain-lain 204,6395 Sumber: Monografi Desa Hargobinangun, 2006
Penduduk Desa Hargobinangun sesuai zonasi ketinggian lokasinya dapat dibagi menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama adalah penduduk di lokasi paling tinggi, yaitu daerah Kaliurang dan Boyong. Rata-rata penduduk di lokasi ini mengandalkan hidupnya dari ramainya pengunjung wisata Kaliurang, yaitu dengan menyediakan penginapan, warung makan, olahan hasil, cinderamata, dan tanaman hias. Sebagian lagi menjalankan usaha ternak sapi perah. Sehingga lahan dan tegalan di lokasi ini sebagian besar merupakan pemukiman dan bangunan penginapan, sementara lahan berlereng ditanami tanaman hijauan untuk pakan ternak. Zonasi kedua, yaitu meliputi dusun Ngipiksari, Banteng, Sidorejo, Purworejo, Panggeran, Tanen, Wonorejo, Sawungan, Wonokerso dan Randu. Penduduk di lokasi ini sebagian besar mengandalkan tanaman perkebunan dan tanaman horti, termasuk jamur, aneka tanaman sayur, bunga dan daun potong. Sebagian lagi masih mengutamakan tanaman pangan. Zonasi yang ketiga meliputi dusun Pandanpuro, Gondanglegi dan Jetisan. Sebagian besar penduduk di lokasi ini menjalankan usaha tani yang pokok adalah tanaman pangan, walaupun demikian pada saat musim kemarau karena ketersediaan air terbatas banyak juga yang mengusahakan tanaman Cabe. Desa Hargobinangun memiliki pola hujan yang dipengaruhi oleh sistem monsoon yang dicirikan dengan satu puncak hujan yaitu pada bulan November – April, sedangkan bulan Juni – September merupakan bulan-bulan kering dengan curah hujan kurang dari 100 mm. Puncak Musim hujan pada bulan Januari-Maret dan puncak musim kemarau pada bulan Juli-September. Dengan pola hujan monsoonal tersebut, maka wilayah ini tergolong rentan terhadap pengaruh El Nino sehingga perlu dilakukan penyesuaian pola tanam pada tahun yang diprediksi akan terjadi penyimpangan iklim El Nino.
151
Hano Hanafi dan Tri Martini
450
440 388
387
T in g g i h u jan (m m )
400 350
376 306
285
300
240
250 200 116
150
88
100
35
50
21
25
0 JA N
FE B
MAR APR MEY
JUN
JUL
AGT
SEP
OKT
NO P
DE S
Bu la n
Diagram 1. Pola hujan monsoonal di Desa Hargobinangun
Air untuk kebutuhan konsumsi rumah tangga maupun untuk pertanian berasal dari sumber mata air di lereng Gunung Merapi. Air tersebut disalurkan ke dalam bak penampung di dekat pemukiman penduduk, kemudian dialirkan ke rumah-rumah penduduk dan kolam plastik. Bangunan atau sarana pengairan yang ada di Desa Hargobinangun meliputi cek dam 8 buah (mampu mengairi lahan 3 ha), saluran irigasi 7.000 m, dan gorong-gorong 56 buah. Pada saat ini kondisi tata air di Desa Hargobinangun sudah mengalami penurunan dibandingkan tahuntahun sebelumnya. Kondisi saluran irigasi sudah mengalami kerusakan sehingga tidak berfungsi secara optimal. Pada tahun terakhir ini petani Desa Hargobinangun bagian Selatan mengalami kekurangan air untuk usaha tani pada musim kemarau. Desa Hargobinangun memiliki beberapa sumber air (umbul lanang, umbul wadon, tlogo putri, tlogo nirmolo) dan kawasan konservasi (hutan), yang merupakan daerah penyangga air untuk wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Karena debit air dari mata air yang ada sebagian digunakan untuk mencukupi kebutuhan air bersih baik di Desa Hargobinangun maupun di luar Hargobinangun, maka sedikit banyak hal tersebut mempengaruhi ketersediaan air irigasi pertanian. Di Desa Hargobinangun yang terletak di lereng selatan merapi dengan kondisi lahan yang sebagian merupakan lokasi berlereng, masyarakatnya telah menerapkan sistem konservasi lahan yang baik dengan teras bangku dan penanaman tanaman hijauan pakan ternak pada bibir teras yang berfungsi sebagai penahan erosi. Sementara tanah persawahan dan tegalan banyak ditanami tanaman pangan dan tanaman sayur. Jenis tanaman hias yang diusahakan di Desa Hargobinangun adalah tanaman hias daun, pot, dan bunga potong (anthurium, krisan, phylodendron, sansiviera). Pada umumnya anthurium dan krisan ditanam secara monokultur di bawah rumah plastik di lahan sawah. Sedangkan sansiviera ditanam di lahan sawah dan pekarangan. Sementara phylodendron saat ini mulai ditanam di lahan persawahan oleh anggota kelompok tani krisan di Dusun Wonokerso. Selain itu, tanaman hias dalam pot sudah mulai dikembangkan oleh beberapa kelompok tani
152
Pengkajian Teknologi Tepat Guna Budidaya Krisan di Lokasi Prima Tani Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta
tanaman hias di daerah Kaliurang dan diletakkan di kios-kios bunga dan di pekarangan rumah.
Prospek Usaha Krisan Sejak dikenalkannya usaha tani bunga potong krisan oleh BPTP DIY dan BALITHI di Desa Hargobinangun pada bulan Mei tahun 2005, usaha tani ini berkembang cukup pesat. Data dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 2. Sebaran Data Perkembangan Kelompok Tani dan Keragaan Budidaya Krisan di Desa Hargobinangun dari Tahun 2005- 2009 2005
2006
2007
2008
2009
Perkembangan (%) 2005 - 2009
Jml kelompok tani
1
1
2
6
6
600
Jml petani aktif
6
6
10
38
69
1.150
220
550
1.996
4.196
7.200
3.272
11.000
27.500
182.000
263.000
369.000
3.354,5
Luas lahan indukan (m²)
100
220
380
630
1.230
1.230
Kapasitas indukan (btg)
1.000
2.500
4.500
8.000
18.150
1.815
Rumah pengakaran (m²)
18
38
100
250
280
1.555,6
7.500
23.500
52.500
70.000
1.866,7
15.000
47.000
105.000
120.000
1.600
Tahun
Luas lahan bunga (m²) Kapasitas produksi / musim (tangkai)
Kapasitas rumah 3.750 pengakaran (stek) Produksi bibit/bulan 7.500 (stek) Sumber: Data primer hasil pengkajian
Meskipun teknik budidaya krisan membutuhkan keahlian yang khusus dan masukan investasi yang tinggi yakni dengan mengkondisikan lingkungan yang terkendali di dalam rumah plastik, namun melihat data pada Tabel 2 dapat diketahui bahwa dari tahun ke tahun semakin banyak masyarakat petani di Desa Hargobinangun yang tertarik untuk menjalankan usaha tani bunga krisan. Produksi bunga potong krisan dapat dilakukan sepanjang tahun karena lingkungan dapat diatur sedemikian rupa sehingga proses produksi dapat terus dilakukan. Manipulasi panjang hari dan pengaturan suhu serta kelembaban menjadi dasar inovasi teknologi yang harus diterapkan. Kapasitas produksi bunga tidak lagi tergantung pada musim dan perubahan iklim, namun lebih tergantung pada luas kubung yang dapat dibangun untuk menambah lahan produksi. Sejak tahun 2005 telah terbentuk kelompok tani bunga krisan dengan jumlah anggota baru 6 orang, hingga tahun 2009 jumlah kelompok tani bertambah menjadi 6 kelompok (naik 600%) dan dengan jumlah anggota menjadi 69 orang (naik 1.150%), pertambahan kelompok dan jumlah anggota kelompok sejalan
153
Hano Hanafi dan Tri Martini
dengan penambahan luas areal produksi. Hal ini menandakan bahwa usaha tani krisan sangat diminati petani di Hargobinangun. Berikut ini hasil studi kelayakan usaha bunga potong krisan yang terhitung pada bulan Juni 2009. - Studi Kelayakan Usaha Bunga Krisan Potong I. Data usaha tani 1. Luas lahan garapan
: 200 m²
2. Sewa tanah
: Rp 120.000-/ tahun atau Rp 40.000,-/musim
3. Biaya usaha tani/musim o o o o o o o o
Benih produksi Pupuk organik Pupuk Urea Pupuk SP36 Pupuk KCl Pupuk daun Insektisida Fungisida
4. Tenaga kerja o o o
Olah lahan Tanam Perawatan
5. Lain-lain o o o o
: : 10.000 btg x Rp 175: 300 kg x Rp 500: 15 kg x Rp 2000: 15 kg x Rp 4000: 5 kg x Rp 7500: 1 lt : 10 klgx Rp12.500: 10 ktg x Rp 750 JUMLAH
=Rp1.750.000=Rp 150.000=Rp 30.000=Rp 60.000=Rp 37.500=Rp 20.000=Rp 125.000=Rp 75.000=Rp2.247.500
: : 2 HOK, @ Rp 20.000: 2 HOK, @ Rp 20.000: 20 HOK @Rp 20.000JUMLAH
=Rp 40.000=Rp 40.000=Rp 400.000=Rp 480.000-
:
Panen : 5 HOK,@ Rp 20.000Packing dan pascapanen: Listrik : 1 musim Penyusutan rumah : 1 musim JUMLAH
JUMLAH KESELURUHAN BIAYA
=Rp 100.000=Rp 125.000=Rp 50.000=Rp 600.000=Rp 875.000=Rp3.642.500-
II. Hasil produksi 1. 2. 3.
Rata-rata keberhasilan Harga rata-rata/btg Hasil kotor
: 75 % x 10.000 btg : Rp 800: Rp 800- x 7500 btg
= 7500 btg =Rp 6.000.000-
III. Keuntungan Hasil kotor – Total biaya : Rp6.000.000- - Rp3.642.500-= Rp2.357.500-
154
Pengkajian Teknologi Tepat Guna Budidaya Krisan di Lokasi Prima Tani Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta
Keterangan: Dalam waktu 1 musim tanam (+ 4 bulan) diperoleh keuntungan bersih Rp. 2.357.500,- sehingga per bulan petani mendapatkan tambahan income sebesar 2 Rp. 589.375,- untuk produksi bunga pada kubung seluas 200 m .
- Studi Kelayakan Usaha Perbenihan Krisan
A. Biaya tetap
:
Sewa lahan r. Induk 500 m²: Rp 350.000/tahun Penyusutan r.induk 400 m² : Rp 3.600.000/tahun
B. Biaya variabel
Tanaman induk 8000 btg Pupuk organik 4 ton Pupuk NPK 1000 kg Pupuk organik cair 100 ltr Insectisida Fungisida Bacterisida ZPT Listrik Arang sekam
C. Lain-lain
: x2
: Rp 24.000.000,: Rp 4.000.000,: Rp 1.750.000.: Rp 1.000.000,: Rp 1.500.000,: Rp 1.800.000,: Rp 1.000.000,: Rp 1.080.000,: Rp 1.200.000,: Rp 1.000.000,-
:
2 org tenaga olah lahan 2 org perawatan harian Sarana panen Jumlah biaya
: Rp 300.000,: Rp 12.000.000,: Rp 500.000,: Rp 55.080.000,-
Hasil Panen Stek : Rata-rata 1 tanaman induk menghasilkan stek 60 batang/musim induk ( 6 bln ) Hasil panen stek selama 1 tahun : 60 x 2 x 8000 = 960.000 btg Hasil penjualan benih sebar @ Rp 175,- x 960.000 btg = Rp 168.000.000,Keuntungan perbenihan dengan kapasitas tanaman induk 8000 btg dalam setahun = Rp 168.000.000,- - Rp 55.080.000,= Rp 112.920.000,-
Prospek usaha tani bunga krisan memang cukup baik, ditambah lagi lokasi budidaya yang sangat dekat dengan pusat kota Yogyakarta yang memilki potensi pasar cukup tinggi. Daerah Istimewa Yogyakarta dengan keistimewaannya adalah provinsi bernuansa kerajaan dan merupakan kota pariwisata yang tidak pernah
155
Hano Hanafi dan Tri Martini
terlepas dari kebutuhan bunga. Kebutuhan bunga dan tanaman hias di Yogyakarta relatif cukup tinggi, terutama pada waktu-waktu tertentu seperti, Tahun Baru, Natal, Lebaran dan upacara pernikahan, kebutuhan bunga meningkat sangat tajam, sehingga sering diikuti dengan naiknya harga bunga yang kadang-kadang sampai lebih dari dua kali lipat harganya dari hari-hari biasa. Bahkan petani bunga di DIY dan Jawa Tengah sering tidak dapat memenuhi kebutuhan pasar, sehingga harus di datangkan dari Jawa Barat. Sementara produksi Jawa Barat sendiri, pada waktu-waktu tertentu hasil produksi bunganya terserap untuk memenuhi kebutuhan pasar di Jawa Barat maupun DKI Jakarta. Dari hasil survei pasar yang dilakukan oleh Dipertahut Sleman dan Universitas Pembangunan Nasional Yogyakarta, dapat diketahui bahwa kebutuhan pasar bunga di Daerah Istimewa Yogyakarta cukup tinggi sesuai tabel berikut. Tabel 3. Hasil Survei Kebutuhan Toko Bunga Krisan di Kota Baru,Yogyakarta pada Hari Biasa (satuan ikat) Nama Florist Senin Selasa Rabu Kamis Jum’at Sabtu Toko Puspa 3 50 50 50 30 50 100 Toko Asri 30 50 30 20 50 150 Toko Vloneta 20 30 20 20 50 50 Toko Dewi 1 10 20 10 10 10 20 Toko Taman Sari 1 10 30 20 10 10 40 Toko Mawar 20 20 20 10 20 30 Toko Taman Sari 2 20 20 30 20 30 50 Toko Dahlia 10 30 20 20 40 40 Toko Purwo 1 10 20 20 10 30 30 Toko Sakura 10 20 20 10 20 30 Toko Rosnita 10 10 20 10 10 30 Toko Amad 50 30 40 30 50 70 Toko Dewi 2 10 10 20 10 10 30 Toko Agung 10 10 10 10 30 Toko Puspa 20 30 30 20 50 50 Toko Kusuma 30 40 40 20 50 100 Toko Purwo 2 30 30 30 20 50 70 Toko Sudirham 30 30 50 30 50 100 Toko Daryono 20 30 20 10 30 50 Toko Ratna Sari 10 20 20 10 30 30 Toko Edi Peni 10 20 20 10 20 30 Total kebutuhan 420 550 540 330 660 1130 Sumber: Buku Survei pasar krisan, Dipertahut, Kabupaten Sleman, 2008.
Minggu 30 20 20 10 10 20 30 20 10 10 10 30 10 10 20 30 20 50 10 10 10 390
Dampak Budidaya Krisan terhadap Tanaman Hias Lainnya Sejak berkembangnya budidaya krisan di Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem memacu berkembangnya usaha tani tanaman hias lainnya yang merupakan dampak dari agribisnis krisan. Secara kebetulan wilayah sentra krisan di DIY merupakan lokasi tujuan wisata Kaliurang, dengan agroekosistem yang sangat mendukung untuk dikembangkannya tanaman hias seperti Anthurium, berbagai jenis Puring, Phylodendron, dan Sansivera. Ada kelompok tani yang
156
Pengkajian Teknologi Tepat Guna Budidaya Krisan di Lokasi Prima Tani Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta
khusus mengembangkan berbagai jenis tanaman hias, selain krisan seperti KOTHIKA (Komunitas Tanaman Hias Kaliurang), yang mengusahakan tanaman hias dalam bentuk pot plant. Kreativitas kelompok petani tanaman hias di wilayah Kaliurang ini memberi kesempatan kepada para pengunjung untuk membeli tanaman hias sebagai oleh-oleh selain cindera mata dan berbagai jenis makanan khas Kaliurang. Jenis tanaman hias yang diusahakan di Desa Hargobinangun adalah tanaman hias daun, pot, dan bunga potong (anthurium, krisan, phylodendron, sansiviera). Pada umumnya anthurium dan krisan ditanam secara monokultur di bawah rumah plastik di lahan sawah. Sedangkan sansiviera ditanam di lahan sawah dan pekarangan. Sementara phylodendron saat ini mulai ditanam di lahan persawahan oleh anggota kelompok tani krisan di Dusun Wonokerso. Selain itu, tanaman hias dalam pot sudah mulai dikembangkan oleh beberapa kelompok tani tanaman hias di daerah Kaliurang dan diletakkan di kios-kios bunga dan di pekarangan rumah.
Rencana Pengembangan Usaha Krisan Desa Hargobinangun Dalam melakukan perencanaan pengembangan usaha tani komoditas krisan di Desa Hargobinangun tentunya harus mempertimbangkan berbagai aspek, baik aspek sosial, aspek ekonomi, aspek budaya, dan aspek teknis. Desa Hargobinangun memiliki penduduk yang cukup heterogen. Untuk penduduk di daerah lokasi wisata Kaliurang sebagian besar penduduknya menyandarkan kehidupannya dari sektor pariwisata. sehingga di lokasi ini sebagian besar penduduk melakukan usaha penginapan. Dengan adanya Kaliurang sebagai daerah tujuan wisata baik wisatawan domestik maupun mancanegara, tentu saja akan memberikan keuntungan yang cukup besar bagi sektor pertanian. Pengembangan sektor pertanian di Desa Hargobinangun, khususnya komoditas krisan akan semakin cepat mewujudkan program peningkatan kesejahteraan petani dengan memanfaatkan ramainya wisatawan yang berkunjung ke Kaliurang. Selain itu, hotel dan penginapan yang ada akan semakin indah dan akan memberikan nuansa dan kenangan yang istimewa kepada tamu yang menginap seandainya setiap ruangan dihiasi dengan indahnya bunga-bunga krisan segar. Dengan mempertimbangkan hal tersebut maka pengembangan usaha tani krisan di Desa Hargobinangun masih memiliki prospek yang cukup cerah. Untuk meminimalisir kendala dalam budidaya tanaman krisan, maka arah pengembangan usaha tani komoditas ini harus benar-benar memperhatikan syarat tumbuh yang dibutuhkan oleh tanaman krisan. Dengan menentukan lokasi yang memiliki iklim yang memang sesuai dengan kebutuhan krisan, maka petani pelaku usaha tani krisan akan lebih mudah untuk mendapatkan produk bunga yang berkualitas dan memperkecil tingkat serangan hama dan penyakit, selanjutnya akan memperkecil risiko kegagalan produksi. Walaupun demikian, penyesuaian sumber daya manusia sebagai pelaku usaha krisan yang paling menentukan dalam keberhasilan usaha tani ini. Baik pola kerja, pola pikir, wawasan dan pengetahuan teknologi budidaya harus benar-benar dipersiapkan terlebih dahulu agar pengembangan usaha tani krisan dapat berkelanjutan.
157
Hano Hanafi dan Tri Martini
Pengembangan kawasan bunga krisan di Desa Hargobinangun tentu saja tidak bisa lepas dari kebutuhan benih sebar krisan. Kelompok tani krisan di Dusun Wonokerso yang merupakan kelompok tani pertama dalam usaha krisan, pada awalnya kebutuhan benih sebar banyak bergantung kepada penangkar benih dari daerah lain seperti Jawa Barat dan Ambarawa. Tetapi dengan ketergantungan ini ternyata sedikit banyak menghambat kelancaran usaha yang dijalankan. Jadwal tanam yang telah dibuat untuk setiap minggunya seringkali tidak bisa tepat waktu oleh karena tidak tersedianya benih sebar. Hal ini tentu saja menimbulkan permasalahan lain di kemudian hari. Dengan jadwal tanam yang sering tertunda, pada akhirnya menimbulkan permasalahan di pemasaran bunga krisan yang telah dirintis. Konsumen ataupun florist yang telah menjalin kemitraan dengan kelompok sering kecewa karena terjadinya kemunduran panen akibat ketersediaan benih sebar yang sering tertunda. Dengan melihat pengalaman tersebut dapat diketahui bahwa ketersediaan benih sebar bagi petani harus terjamin agar pasar yang sudah terjalin tidak hilang. Oleh karena itu Kelompok Tani Udi Makmur (Klantum) di Dusun Wonokerso telah mulai merintis usaha perbenihan krisan secara intensif. Lebih-lebih setelah adanya pencanangan Yogyakarta sebagai ”Seed Center City”, kelompok tani ini semakin giat dan inovatif untuk ikut berpartisipasi dalam mensukseskan program tersebut. Benih merupakan pangkal penentu keberhasilan agribisnis, karena itu pemilihan jenis, varietas, mutu, waktu, kualitas, ketersediaan dan kesesuaian benih dengan lokasi dan agroekosistem sangat menentukan pada tingkat produksi. Peran benih dalam agribisnis hortikultura sangat penting, selain untuk mensuplai kebutuhan produksi hortikultura itu sendiri, menentukan pada nilai tambah yang akan didapatkan, juga terkait dengan berbagai program pengembangan lainnya. Pengembangan usaha dan produksi hortikultura, memerlukan dukungan yang kuat dari aspek penyediaan benih bermutu varietas unggul. Sampai sekarang produsen benih belum dapat mengimbangi permintaan tersebut, sehingga sebagian benih harus didatangkan dari luar negeri (impor) dan lebih banyak lagi menggunakan benih asalan. Kesadaran dan kepedulian sebagian petani dalam menggunakan benih unggul masih rendah, sehingga kurang merangsang pada perkembangan industri benih nasional. Dalam perkembangan agribisnis hortikultura dewasa ini, usaha perbenihan bukan lagi dipandang sebagai suatu aspek pendukung dalam sistem agribisnis, sebagaimana sarana produksi lainnya, namun sudah berkembang menjadi suatu usaha yang sejajar dengan usaha produksi komoditas hortikultura. Industri perbenihan (nursery and seed industry) telah menjadi pilihan bisnis yang menguntungkan, mempunyai nilai tambah, prospek dan peluang yang tidak kalah dengan usaha budidaya. Dalam menangkap dan memanfaatkan peluang ekonomi tersebut maka diperlukan upaya khusus untuk pengembangan usaha perbenihan, sehingga usaha perbenihan secara komersial dapat sepenuhnya ditangani oleh pihak swasta, mulai aspek produksi, pengadaan, penyaluran dan pemasarannya. Kegiatan pengembangan perbenihan dilakukan berdasarkan pertimbangan kebutuhan, ketersediaan, kemampuan institusi dan penangkar benih.
158
Pengkajian Teknologi Tepat Guna Budidaya Krisan di Lokasi Prima Tani Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta
Sasaran pengembangannya adalah petani petani yang tergabung dalam kelompok tani yang belum memiliki komoditas unggulan. Terutama petani dengan kepemilikan lahan yang sempit dan tentu saja dengan memperhatikan syarat tumbuh tanaman krisan. Wilayah Desa Hargobinangun yang berada pada ketinggian antara 500 – 1325 meter dari permukaan air laut ini sangatlah mendukung dalam pengembangan usaha tani krisan. Dengan melihat rata-rata kepemilikan lahan petani di Desa Hargobinangun yang tidak lebih dari 2000 m², maka pengenalan komoditas alternatif yang dapat menambah penghasilan petani seperti tanaman krisan bisa dikatakan cukup mendesak agar peningkatan kesejahteraan petani segera bisa terwujud. Usaha tani krisan di Desa Hargobinangun sangat mungkin dikembangkan di beberapa dusun dan kelompok tani seperti tabel berikut. Tabel 4. Rencana Lokasi Pengembangan Krisan Berdasarkan Zona Agroekologi Jumlah Kelompok Tani/Ternak Wonorejo 2 Sidorejo 1 Ngipiksari 1 Boyong 2 Kaliurang Timur 2 Kaliurang Barat 1 Sumber: Data primer hasil pengkajian Nama Dusun
Jumlah Petani 40 20 15 40 30 15
Luas wilayah pengembangan (Ha) 3 3 1 2 0,5 0,5
Ketinggian Lokasi (meter dpl) 700 700 800 850 900 900
Berdasarkan data dari BPP Pakem, luas tanam dan produksi beberapa komoditas tanaman hias dan jumlah kelompok tani tanaman hias di Desa Hargobinangun semakin bertambah. Pada bulan Mei 2007, kelompok tani tanaman hias (krisan) di Dusun Wonokerso, Desa Hargobinangun mendapat kunjungan Menteri Pertanian dan beberapa pejabat lingkup Departemen Pertanian dalam rangka kunjungan kerja di Kabupaten Sleman. Tanggapan sangat positif dan apresiasi kepada kelompok tani makin mempertebal kepercayaan diri kelompok tani dan PPL setempat untuk mewujudkan wilayah Desa Hargobinangun sebagai kawasan agrowisata pegunungan seperti di Cipanas, Batu Malang, Kopeng, dan Bandungan. Saat ini sudah mulai dirintis pembentukan Asosiasi Petani Krisan Yogyakarta (APRISTA) yang didirikan oleh gabungan dari 6 kelompok tani di Desa Hargobinangun ditambah beberapa individu pelaku agribisnis krisan di luar Hargobinangun. Selain bunga potong krisan, anggota APRISTA juga mulai membudidayakan aneka daun potong sebagai produk pendukung bunga krisan. Dengan merangkul organisasi pemuda di sekitar lokasi budidaya sebagai mitra dalam melakukan usaha tani daun potong, maka di Desa Hargobinangun semakin banyak masyarakat yang terlibat dan mendapatkan manfaat dari adanya usaha tani bunga krisan. Terlebih saat ini asosiasi tersebut (APRISTA) mulai merintis adanya agrowisata bunga yang terletak di Dusun Wonokerso. Diharapkan dengan adanya lokasi agrowisata bunga akan memberikan dampak manfaat yang lebih riil bagi masyarakat sekitar, khususnya bagi ibu-ibu dasawisma dan PKK yang mempunyai usaha olahan hasil akan semakin mudah untuk memasarkan produknya.
159
Hano Hanafi dan Tri Martini
Komoditas krisan adalah sesuatu yang baru bagi petani Desa Hargobinangun. Rencana pengembangan kawasan krisan yang akan dilakukan haruslah benar-benar di persiapkan dari semua aspek sehingga masyarakat petani yang menjadi sasaran pengembangan akan bisa menerima dan dengan cepat memahami alih teknologinya. Usaha tani krisan sangatlah berbeda dengan usaha tani yang biasa dijalankan oleh petani Desa Hargobinangun. Dalam usaha yang memiliki risiko cukup tinggi dan memerlukan biaya produksi yang dipandang cukup besar oleh petani, maka persiapan dan peningkatan kualitas sumber daya manusianya harus benar-benar matang agar dapat memperkecil risiko yang ada. Mengingat usaha pertanian menuntut dipenuhinya berbagai persyaratan operasional teknis, agar diperoleh efisiensi produksi yang tinggi, mutu produk yang baik, keuntungan yang optimal dan produk berkelanjutan serta sumber daya alam yang lestari, maka dalam upaya pengembangan usaha tani bunga krisan yang berwawasan agribisnis perlu dilakukan melalui pendekatan yang komprehensif, terpadu serta spesifik lokasi dengan didasarkan pada potensi sumber daya lahan dan sosial ekonomi daerah, permasalahan dan kebutuhan petani.
KESIMPULAN 1. Inovasi teknologi budidaya krisan yang didiseminasikan melalui kegiatan PRIMATANI di Desa Hargobinangun, Kabupaten Sleman, DIY merupakan teknologi tepat guna (TTG), terbukti telah diterapkan secara lumintu sesuai dengan konsep Agro Industrial Perdesaan. 2. Agribisnis budidaya krisan dapat memacu berkembangnya usaha komoditas lain (diversifikasi usaha) seperti pembuatan arang sekam, pengolahan pupuk organik, kelembagaan saprotan dan agribisnis tanaman hias lainnya dalam mendukung wisata Kaliurang. 3. Agribisnis budidaya krisan dapat menambah pendapatan dan menciptakan lapangan pekerjaan bagi petani. DAFTAR PUSTAKA Dinas Pertanian Dan Kehutanan Kabupaten Sleman, 2008.Survey Pasar Krisan. 105 hal. Direktorat Perbenihan Dan Sarana Produksi, 2008. Prosedur Oprasional Standar ( POS ) Produksi Benih Krisan ( Dendrathema grandiflora, Tzvlev Syn.).27 hal. Masyhudi MF, Tri Martini, R Hendrata, dan EW Wiranti. 2005. Pengkajian Potensi Agribisnis Tanaman Hias di Daerah Istimewa Yogyakarta. Laporan Penelitian Kegiatan Litbang Pertanian Provinsi DIY. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta. Pemerintah Desa Hargobinangun, 2008. Data Peta Wiayah Dan peruntukan Lahan. PRIMA TANI Sleman, 2007. Budidaya Tanaman Krisan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta. 22 hal. Singarimbun, M. dan Sofian Effendi. 1995. Metode Penelitian Survei. LP3ES. Jakarta.
160