BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Penelitian Komoditas hortikultura tergolong komoditas yang bernilai ekonomi tinggi
dan menjadi salah satu sumber pertumbuhan ekonomi wilayah (Badan Litbang Pertanian Jatim, 2010). Komoditas hortikultura meliputi sayur-sayuran, buahbuahan, tanaman hias, dan tanaman obat-obatan. Pada tanaman sayuran, sebagian besar usahataninya memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif karena efesien secara finansial dalam pemanfaatan sumber daya domestik (Arsanti dan Boehme, 2006). Kondisi usahatani sayuran dan usahatani tanaman pangan tentunya berbeda, usahatani sayuran lebih dinamis dalam memenuhi keinginan dan tren pasar atau konsumen. Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa secara finansial usahatani berbasis tanaman sayuran memberikan keuntungan yang jauh lebih besar dibandingkan dengan usahatani tanaman pangan maupun kebun campuran, yaitu bisa mencapai 25 sampai 45 kali lebih besar dibanding usahatani tanaman pangan dan kebun campuran (Dariah dan Husen, 2008). Dengan demikian, usahatani sayuran memiliki peluang dan prospek yang baik untuk dikembangkan. Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan salah satu dari lima komoditas unggulan sayuran semusim. Kelima komoditas unggulan sayuran semusim tersebut terdiri atas : kubis, kentang, bawang merah, tomat, dan cabe besar (BPS, 2009). Kentang banyak mengandung karbohidrat yang sangat
1
2
bermanfaat bagi tubuh. Tingginya kandungan karbohidrat menyebabkan kentang dikenal sebagai bahan pangan yang dapat mensubtitusi sumber karbohidrat (beras, jagung, dan gandum). Setiap 100 gram kentang mengandung kalori 347 kal., protein 0,3 g, lemak 0,1 g, karbohidrat 85,6 g, kalsium 20 mg, fosfor 30 mg, zat besi 0,5 mg, dan vitamin B 0,04 mg. Kentang dapat dikonsumsi dalam bentuk berbagai macam olahan. Misalnya, kentang rebus, kentang goreng, aneka snack, perkedel, dan berbagai jenis makanan lainnya (Samadi, 2007). Kentang juga merupakan salah satu pangan utama dunia setelah padi, gandum, dan jagung (Wattimena, 2000). Komoditas kentang juga termasuk ke dalam komoditas yang bernilai ekonomi tinggi. Oleh karena itu, banyak petani ataupun investor mulai menanamkan modal untuk membudidayakannya. Penggunaannya yang cukup bervariasi ditambah perannya yang sangat penting bagi penderita diabetes membuatnya banyak dicari dan berharga cukup tinggi diantara komoditas pertanian yang lain (Samadi, 2007). Tabel 1. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Kentang di Indonesia Tahun 2007-2010 Tahun 2007 2008 2009 2010
Luas Panen (Ha) 62.375 64.151 71.238 66.531
Produksi (Ton) 1.003.733 1.071.543 1.176.304 1.060.805
Produktivitas (Ton/Ha) 16,09 16,70 16,51 15,94
Sumber : Badan Pusat Statistik (2010)
Tabel 1 menunjukkan bahwa luas panen, produksi, dan produktivitas tanaman kentang di Indonesia dari tahun 2007 sampai ke tahun 2009 selalu mengalami kenaikan. Pada tahun 2010 tanaman kentang nasional mengalami
3
penurunan baik pada luas panen, produksi, dan produktivitasnya, walaupun penurunannya memang relatif tidak signifikan. Jawa Barat dikenal sebagai provinsi yang kaya akan hasil pertaniannya dan juga merupakan provinsi penghasil kentang terbesar di Indonesia. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2009 Jawa Barat menyumbang produksi kentang nasional sebesar 27,25 persen, Jawa Tengah sebesar 24,54 persen, Sulawesi Utara sebesar 12,08 persen, Sumatera Utara sebesar 11,02 persen, dan Jawa Timur sebesar 10,70 persen. Dari kelima provinsi yang telah disebutkan, Jawa Barat dan Jawa Tengah merupakan penyumbang kentang terbesar nasional, namun produksi kentang di Jawa Barat masih lebih tinggi dibandingkan produksi kentang di Jawa Tengah. Tabel 2. Perbandingan Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Kentang di Jawa Barat dan Jawa Tengah Tahun 2007-2010 Tahun 2007 2008 2009 2010
Jawa Barat Luas Panen Produksi (Ha) (Ton) 16.499 337.368 13.766 292.253 15.344 320.542 13.553 275.101
Produktivitas (Ton/Ha) 20,45 21,23 20,89 20,3
Jawa Tengah Luas Panen Produksi (Ha) (Ton) 15.651 255.481 15.850 263.147 18.655 288.654 17.499 265.123
Produktivitas (Ton/Ha) 16,32 16,60 15,47 15,15
Sumber : Badan Pusat Statistik (2010)
Berdasarkan Tabel 2, terlihat bahwa luas panen tanaman kentang di Jawa Barat setiap tahunnya selalu lebih rendah dibandingkan luas panen di Jawa Tengah, namun produksi dan produktivitas tanaman kentang di Jawa Barat setiap tahunnya selalu lebih tinggi. Hal ini sebenarnya menunjukkan bahwa Jawa Barat merupakan daerah yang potensial untuk dijadikan pengembangan usaha agribisnis kentang. Penyebaran tanaman kentang di Jawa Barat tersebar di beberapa
4
kabupaten diantaranya Kabupaten Bandung, Kabupaten Garut, dan Kabupaten Majalengka. Sebaran penanaman kentang di Jawa Barat dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 3. Luas Tanam Kentang (Ha) pada Berbagai Sentra di Jawa Barat Wilayah Kab. Bandung Kab. Garut Kab. Majalengka Kab. Lain
2005 10.955 5.459 119 13.961
2006 11.511 4.585 750 447
Tahun 2007 9.669 5.086 1.103 2.771
2008 7.145 5.761 1.100 352
2009 7.007 4.933 897 424
Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat, 2010
Dapat terlihat dari Tabel 3, Kabupaten Bandung merupakan wilayah yang paling sesuai untuk pengembangan tanaman kentang, karena memiliki lahan kering dataran tinggi yang cukup luas. Menurut Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat, sentra produksi tanaman kentang untuk wilayah Kabupaten Bandung berada pada 3 kecamatan, yaitu Kecamatan Pangalengan, Kecamatan Kertasari, dan Kecamatan Cimenyan. Kecamatan Pangalengan terletak di sebelah selatan Kota Bandung dan termasuk dalam wilayah Kabupaten Bandung. Tanah di Pangalengan relatif subur dan mengandung banyak humus, sementara iklim di daerah ini adalah basah hingga kering, yang cocok untuk budidaya tanaman sayuran. Tanaman kentang tumbuh pada dataran tinggi atau daerah pegunungan dengan ketinggian 1.0003.000 m dpl. Ketinggian tempat yang ideal berkisar antara 1.000-1.300 m dpl. Kecamatan Pangalengan memiliki ketinggian 1000-2000 m dpl, sehingga daerah ini cocok untuk menanam atau berbudidaya tanaman kentang. Untuk itu sebagian besar masyarakat di Kecamatan Pangalengan bermata pencaharian sebagai petani
5
kentang, dan Pangalengan juga dikenal sebagai salah satu sentra usahatani kentang yang cukup besar di Jawa Barat (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jabar, 2010). Desa Pulosari merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Pangalengan. Sebagian besar masyarakat Desa Pulosari bermata pencaharian sebagai petani dan peternak. Komoditas pertanian yang paling dominan adalah komoditas hortikultura, seperti kentang, sawi, tomat, dan kubis. Kultivar kentang yang sebagian besar ditanam oleh petani kentang Desa Pulosari adalah Kultivar Granola. Jenis kentang ini termasuk kentang sayur karena kebanyakan dikonsumsi sebagai sayur. Para petani kentang Desa Pulosari menyatakan mereka lebih memilih membudidayakan kentang Kultivar Granola karena jenis kentang ini memiliki beberapa keunggulan. Keunggulan yang pertama yaitu bibit yang lebih mudah didapatkan. Keunggulan yang kedua yaitu kentang Kultivar Granola tahan terhadap beberapa jenis penyakit yang sering menyerang tanaman kentang. Kelemahan kentang Kultivar Granola sendiri adalah harga jual yang berfluktuasi (Lampiran 5). Menurut data yang didapatkan dari profil Desa Pulosari tahun 2011, produktivitas untuk tanaman kentang Kultivar Granola berkisar antara 19–20 ton/ha, sedangkan menurut Samadi (2007) menyatakan bahwa kentang Kultivar Granola berpotensi produksi yang tinggi yaitu mencapai 30–35 ton/ha. Salah satu penyebab rendahnya tingkat produktivitas kentang adalah masalah penyediaan bibit kentang, baik dalam kualitas maupun kuantitas (Wattimena, 2000). Untuk masalah kuantitas penyediaan bibit kentang di Desa Pulosari sendiri tidak menjadi
6
masalah yang berarti, karena petani dapat menyediakan bibit dengan cara menyisihkan produksi dari hasil panen sebelumnya, dan banyaknya penangkar benih yang berada di sekitar Desa Pulosari maupun yang berada di wilayah Kecamatan Pangalengan. Kendala yang dihadapi petani kentang Desa Pulosari tidak hanya produktivitas kentang yang rendah, namun juga masuknya kentang impor dari negara China dengan jumlah yang cukup besar. Selama ini pemerintah mengklaim bahwa kentang impor yang masuk merupakan kentang industri. Hal tersebut tampaknya berbeda dengan kenyataan yang ada di lapangan. Menurut ketua umum Asosasi Petani Kentang Dataran Tinggi Dieng Banjarnegara, Muhamad Mudasir menyatakan kentang impor yang berasal dari China merupakan kentang sayur.1 Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat hingga September 2011 total impor kentang mencapai 70,11 ribu ton dengan total nilai US$ 43,56 juta. Padahal impor kentang sepanjang tahun lalu hanya mencapai US$ 17 juta dengan volume 26.929 ton. Sementara kentang dari Australia menduduki peringkat kedua dengan total sebanyak 10,6 ribu ton kentang yang telah masuk hingga September 2011 dengan nilai US$ 8,1 juta. Setelah impor kentang marak terjadi di Indonesia, harga jual kentang petani lokal menjadi turun hingga Rp 4.000,- per kilogram. Yang istimewa, kentang impor bisa dijual dengan harga Rp 2.200,- per kilogram.2 Dari segi impor, umumnya kentang yang masuk ke Indonesia mempunyai kualitas yang lebih baik dibandingkan dengan produksi dalam negeri. Kelebihan lainnya, produksi pertanian luar negeri dari segi fisik lebih menarik dan 1 2
http://finance.detik.com diakses 11 Juni 2012 http://metrokota.bps.go.id diakses 20 Februari 2012
7
mempunyai kesinambungan produksi dibandingkan dengan produksi dalam negeri (Idawati, 2012). Berdasarkan uraian di atas, peneliti terdorong untuk melakukan penelitian tentang keragaan agribisnis kentang (Solanum tuberosum L.) Kultivar Granola. Sebagai tempat penelitian, peneliti mengambil Desa Pulosari yang terletak di Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung Selatan, sebagai tempat penelitian.
1.2
Identifikasi masalah Berdasarkan uraian dari latar belakang penelitian di atas, maka dapat
dikemukakan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana keragaan agribisnis kentang Kultivar Granola yang terjadi di Desa Pulosari Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung Selatan. 2. Berapa besar pendapatan usahatani pada petani kentang Kultivar Granola per hektar untuk satu periode musim tanam.
1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, maka tujuan yang ingin dicapai
dalam penelitian adalah sebagai berikut : 1. Menganalisa proses keragaan agribisnis kentang Kultivar Granola yang terjadi di Desa Pulosari Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung Selatan. 2. Menganalisa besarnya pendapatan usahatani pada petani kentang Kultivar Granola per hektar untuk satu periode musim tanam.
8
1.4
Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi beberapa pihak, antara
lain : 1. Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan penulis tentang keragaan agribisnis kentang. 2. Bagi petani, penelitian ini dapat dijadikan sebagai tambahan ilmu, bahan masukan ataupun saran untuk proses pertanian yang berkelanjutan. 3. Bagi kalangan akademis, dapat menambah ilmu pengetahuan serta dapat dipakai sebagai bahan referensi bagi penelitian selanjutnya. 4. Bagi masyarakat umum, dapat dijadikan sebagai bahan bacaan dan acuan dalam melaksanakan kegiatan agibisnis kentang.