lik pipi untuk memastikan lampu kilat di sekeliling lensa memang menerangi bagian dalam mulut. Sejauh ini, prosedur tersebut hanya ia saksikan dalam peragaan oleh instruktur forensik. Starling memperhatikan gambar geraham muncul pada foto polaroid pertama. Kemudian ia mengatur pencahayaan dan mencobanya sekali lagi. Kali ini hasilnya lebih baik. Sangat baik, malah. "Ada sesuatu di tenggorokannya," ujar Starling. Crawford mengamati foto itu. Ia melihat benda gelap menyerupai selongsong, tepat di belakang langit-langit lunak. "Coba ambilkan senter." "Pada mayat terapung sering kali ada daun atau benda lainnya di dalam mulut," Lamar berkomentar. Starling mengambil tang dari tas perlengkapan. Ia menatap Crawford, yang lalu mengangguk singkat. Dalam sekejap Starling sudah berhasil mengeluarkan benda tersebut. "Apa itu, semacam buah?" tanya Crawford. "Bukan, Sir, ini kepompong," jawab Lamar, benar. Starling menyimpannya dalam stoples. "Ada baiknya kepompong ini Anda perlihatkan kepada Chief Deputy," ujar Lamar. Starling tidak mengalami kesulitan dalam mengambil sidik jari. Semula ia telah bersiap-siap menghadapi kemungkinan terburuk, namun ternyata ia tidak perlu menggunakan berbagai teknik khusus yang rumit dan merepotkan. Sidik jari korban diambilnya dengan kartu dpis yang dipegang oleh alat berbentuk tapal kuda. Ia juga mengambil sidik telapak kaki, sebab ada kemungkinan satu-satunya referensi mereka hanya sidik telapak kaki bayi dari sebuah rumah sakit. Pada kedua bahu korban terdapat dua luka berbentuk segitiga, di tempat kulitnya diambil. Starling segera memotret. "Ukur sekalian," kata Crawford. "Gadis dari Akron juga terluka ketika Bill mencopot bajunya. Sebenarnya hanya luka gores, tapi bentuknya cocok dengan irisan di blusnya yang ditemukan di tepi jalan. Tapi ini sesuatu yang baru. Aku belum pernah melihatnya." "Sepertinya ada luka bakar di bagian belakang betisnya," ujar Starling. "Orang-orang tua sering mengalaminya," Lamar menimpali. "Apa?" tanya Crawford. "SAYA BILANG ORANG-ORANG TUA SERING MENGALAMINYA." "Saya tidak tuli, saya minta penjelasan. Ada apa dengan orang-orang tua?" "Kadang-kadang ada orang tua yang meninggal ketika sedang memakai bantal pemanas, dan setelah "tereka mati, bantal itu menimbulkan luka bakar, padahal tidak seberapa panas. Soalnya tak ada sirkulasi di bawah bantal." ”Kita minta ahli patologi di Claxton memeriksanya untuk melihat apakah ini luka postmortem—setelah kematian," Crawford berkata kepada Starling. "Kemungkinan besar gara-gara knalpot mobil," Lamar menambahkan. "Apa?"
"KNALPOT MOBIL—knalpot mobil. Seperti waktu Billy Petrie mati tertembak dan dia ditaruh di bagasi mobilnya. Istrinya mencari dia selama dua atau tiga hari, berputar-putar naik mobil itu. Waktu Billy akhirnya dibawa ke sini, knalpot mobilnya yang panas sudah menimbulkan luka bakar persis seperti ini, tapi di pinggang," Lamar menerangkan. "Saya sendiri tak pernah menaruh belanjaan di bagasi, takut es krimnya meleleh." "Pemikiran bagus, Lamar. Sayang kau tidak bekerja untuk saya," sahut Crawford. "Kau tahu siapa yang menemukan korban di sungai?" "Jabbo Franklin dan saudaranya, Bubba." "Apa pekerjaan mereka?" "Berkelahi di the Moose, mengganggu orang-orang yang tidak punya urusan dengan mereka— seseorang datang ke the Moose untuk cari minum setelah seharian berada di tengah orang berduka, dan langsung 'Duduk di situ, Lamar, dan mainkan Filipino Baby. Orang dipaksa memainkan Filipino Baby berulang-ulang di piano tua yang lengket. Itu kesukaan Jabbo. 'Bikin saja lirik baru kalau kau tidak hafal. Ia bilang, 'dan awas kalau kata-katanya tidak bersajak. Dia veteran perang. Sudah lima belas tahun saya menunggu dia dibaringkan di meja ini." "Kita perlu tes serotonin untuk luka bekas mata kail," ujar Crawford. "Saya akan memberitahu ahli patologi di Claxton." "Kail-kail ini terlalu rapat," Lamar berkomentar. "Bagaimana?"
"Kakak-adik Franklin memasang tali pancingan dengan kail-kail terlalu dekat satu sama lain. Ini melanggar hukum. Mungkin ini sebabnya mereka baru melapor tadi pagi." "Sheriff mengatakan mereka pemburu bebek." "Mereka pasti bilang begitu," balas Lamar. "Dua-duanya pembohong kelas dunia." "Menurutmu, apa yang terjadi, Lamar?" "Kakak-adik Franklin memasang tali pancingan dengan kail-kail yang rapat, dan mereka mengangkatnya untuk melihat apa sudah ada yang tertangkap." "Kenapa kau berpendapat begitu?" "Melihat kondisi korban, belum waktunya dia mengapung." "Memang." "Berarti mereka takkan menemukannya kalau mereka tidak mengangkat tali pancingan. Mereka pasti ketakutan dan akhirnya melapor polisi. Rasanya Dinas Kehutanan juga perlu diberitahu soal ini." "Ya, rasanya begitu," sahut Crawford. "Mereka sering bawa telepon engkol di balik jok Ramcharger mereka. Itu juga bisa dihukum denda atau kurungan di sini." Crawford mengerutkan alis. ”Untuk menelepon ikan," ujar Starling. "Ikan-ikan akan tersengat arus listrik kalau kabelnya dimasukkan ke air dan engkolnya diputar. Ikannya mengambang dan tinggal diangkat."
”Betul," kata Lamar. "Anda dari daerah sini?" "Cara itu dipakai di banyak tempat," jawab Starling. Starling sebenarnya ingin mengatakan sesuatu sebelum kantong jenazah ditutup kembali, untuk menunjukkan komitmen. Namun akhirnya ia hanya menggelengkan kepala dan sibuk memasukkan semua sampel ke dalam tas. Keadaannya langsung berubah setelah jenazah korban tak lagi di depan mata. Baru sekarang Starling menyadari benar apa yang baru saja dikerjakannya. Ia melepaskan sarung tangan dan membuka kran di tempat cuci tangan. Sambil membelakangi ruangan, ia membiarkan airnya membasahi pergelangan tangan. Air yang keluar dari kran tidak seberapa dingin. Lamar, yang memperhatikannya sejak tadi, keluar ke koridor. Ia kembali dengan membawa sekaleng Coke dari mesin otomat di luar. Kaleng yang belum dibuka dan terselubung bunga es itu disodorkannya pada Starling. "Tidak, terima kasih," ujar Starling. "Nanti saja." "Bukan, ini untuk ditaruh di tengkuk," balas Lamar, "di bawah tonjolan di belakang kepala. Anda akan merasa lebih enak. Saya selalu begitu."
Ketika Starling selesai menempelkan memo untuk ahli patologi pada ritsleting kantong jenazah, transmiter sidik jari Crawford sudah berdetik-detik di meja tulis. Mereka beruntung korban ini ditemukan tak lama setelah kematiannya. Crawford bertekad mengidentifikasi korban selekas mungkin, lalu mulai mencari saksi di sekitar tempat tinggalnya. Metode tersebut memang merepotkan bagi semua pihak yang terlibat, namun sangat cepat. Crawford membawa transmiter sidik jari Litton policefax. Berbeda dengan mesin faksimile FBI, policefax ini kompatibel dengan sebagian besar sistem yang digunakan dinas kepolisian di kota-kota besar. Kartu sidik jari yang dibuat Starling belum kering benar. "Kau saja yang masukkan kartunya, Starling. Tanganmu lebih terampil." Jangan sampai tercoreng, itu maksud sesungguhnya. Bukan pekerjaan mudah memasang kartu komposit tersebut pada rol kecil, sementara enam operator di berbagai penjuru telah menunggu, tapi Starling bisa melakukannya dengan baik. Crawford sudah menghubungi operator telepon di markas FBI dan Washington. "Dorothy, sudah siap semua? Oke, sekarang gambarnya kita perkecil sampai satu banding dua puluh supaya tetap tajam— perhatikan, satu banding dua puluh. Bagaimana Atlanta? Oke, tolong saluran gambar... sekarang." Kemudian rol mesin faks di meja mulai berputar pelan dan serentak mengirimkan sidik jari korban ke operator FBI dan markas-markas polisi di kota-kota utama di daerah Timur. Jika Chicago, Detroit, Atlanta, atau kota-kota lain menemukan sidik jari yang cocok dalam komputer mereka, pencarian saksi akan segera dimulai. Setelah itu Crawford mengirim foto gigi dan wajah korban. Kepala korban telah diselubungi handuk oleh Starling, untuk berjaga-jaga seandainya foto tersebut jatuh ke tangan koran kuning. Tiga petugas dari West Virginia State Police Criminal Investigation Section tiba dari Charleston ketika mereka sudah mau pergi. Crawford sibuk bersalaman dan membagi-bagikan kartu nama dengan nomor hot line National Crime Information Center. Starling terkagum-kagum betapa cepat Crawford berhasil menjalin keakraban sebagai sesama pria. Ketiga orang pasti akan menelepon jika mereka memperoleh sesuatu Sekian dan
terima kasih. Barangkali ini bukan soal kekompakan sesama pria, kata Starling dalam hati; ia sendiri juga terpengaruh. Lamar melambaikan tangan ketika Crawford dan Starling berangkat ke Sungai Elk bersama deputi yang menjemput mereka tadi. Kaleng Coke di tangan Lamar masih lumayan dingin. Ia masuk ke gudang dan menuangkan isi kaleng itu ke dalam gelas.
Bab Tiga Belas
"ANTAR saya ke lab Jeff" Crawford berkata kepada pengemudi mobilnya. "Setelah itu tunggu Officer Starling di Smithsonian. Dari sana dia langsung ke Quantico." "Baik, Sir." Mereka sedang menyeberangi Sungai Potomac, berlawanan arah dengan arus lalu lintas after-dinner, dalam perjalanan dari National Airport menuju pusat kota Washington. Anak muda di belakang kemudi tampak penuh hormat kepada Crawford dan menyetir dengan amat hati-hati. Starling tidak menyalahkannya; semua orang di Academy tahu bahwa orang terakhir yang membuat kekacauan di bawah komando Crawford kini ditugasi menyelidiki rangkaian kasus pencurian pada instalasi-instalasi DEW di sepanjang Lingkar Kutub Utara. Crawford sendiri tampak muram. Sembilan jam telah berlalu sejak ia mengirimkan sidik jari dan foto korban, tapi korban belum juga berhasil diidentifikasi. Bersama para polisi West Virginia, ia dan Starling telah memeriksa jembatan dan tepi sungai sampai gelap, namun tanpa hasil. Starling sempat mendengarnya menelepon dari pesawat untuk meminta juru rawat bertugas malam di rumah. Sedan FBI tanpa tanda pengenal yang mereka tumpangi terasa tenang sekali dibandingkan Blue Canoe, dan mereka tak lagi perlu berteriak-teriak. "Aku akan menyiapkan hotline dan Latent Descriptor Index setelah membawa sidik jarinya ke ID" ujar Crawford. "Siapkan sisipan untuk berkas kasus Sisipan, bukan 302—kau tahu caranya?" "Aku tahu." "Misalkan aku jadi Index, coba ceritakan apa yang baru." Starling butuh beberapa detik untuk mengumpulkan informasi tersebut—ia bersyukur Crawford tampak tertarik pada perancah-perancah di Jefferson Memorial yang sedang mereka lewati. Latent Descriptor Index pada komputer Identification Section berfungsi membandingkan ciri-ciri kejahatan yang tengah diusut dengan kebiasaan-kebiasaan para penjahat yang tercantum dalam arsip. Jika terdapat kemiripan mencolok, program tersebut akan menyusun daftar tersangka lengkap dengan sidik jari. Operator komputer lalu membandingkan sidik jari dari arsip dengan sidik jari yang ditemukan di tempat kejadian perkara. Sampai sekarang FBI belum mendapatkan sidik jari Buffalo Bill, tapi Crawford ingin berjaga-jaga. Sistem itu membutuhkan informasi singkat dan jelas. Starling berusaha menyusun keterangan yang memenuhi syarat.
"Wanita kulit putih, usia sekitar dua puluh, tewas tertembak, tubuh bagian bawah dan paha dikuliti-"Starling, Index sudah tahu dia membunuh wanita muda berkulit putih dan menguliti tubuh mereka. Juga bahwa mayat korban dibuang ke sungai. Yang dibutuhkan adalah informasi baru. Apa yang baru di sini, Starling?" "Ini korban keenam, yang pertama dengan kepala dikuliti, yang pertama dengan kulit terkelupas berbentuk segi tiga pada bagian belakang pundak, yang pertama ditembak di dada, yang pertama dengan kepompong tersangkut di tenggorokan." "Kau lupa kuku tangan yang patah." "Tidak, Sir, dia korban kedua dengan kuku patah." "Kau benar. Begini, dalam sisipanmu untuk berkas kasus, cantumkan bahwa kepompong itu informasi rahasia. Kita akan menggunakannya untuk menangkal pengakuan palsu." "Mungkinkah dia sudah pernah melakukannya sebelum ini—menaruh kepompong atau serangga?" ujar Starling. "Detail kecil seperti ini mudah terlewat dalam autopsi, terutama pada mayat terapung. Maksudku, penyebab kematian sudah terlihat jelas, ruangannya panas, petugas visum ingin secepatnya merampungkan pekerjaan... bisa kita cek itu?" ”Kalau perlu. Tapi para petugas visum tentu akan menyangkal bahwa ada yang luput dari perhatian mereka. Mayat tak dikenal dari Kentucky masih di-titipkan dalam lemari pendingin di sana. Aku akan minta dia diperiksa lagi, tapi keempat korban lainnya sudah dikubur. Penggalian mayat selalu menimbulkan enebohan. Dulu langkah itu terpaksa diambil terhadap pasien yang meninggal dalam perawatan Dr. Lecter, sekadar untuk memastikan penyebab kematian mereka. Asal tahu saja, ini sangat merepotkan dan pasti akan mengundang protes keras dari sanak saudara korban.Aku akan melakukannya lagi kalau tak ada pilihan tapi sebelumnya kita lihat dulu apa yang bisa kau peroleh di Smithsonian." "Mengambil kulit kepala... itu agak janggal bukan?" "Ya, itu memang tidak lazim," jawab Crawford. "Tapi Dr. Lecter sudah meramalkan bahwa Buffalo Bill akan melakukannya. Dari mana dia tahu?" "Sebenarnya dia tidak tahu." "Tapi dia bilang begitu." "Ini bukan sesuatu yang mengejutkan, Starling. Aku tidak kaget waktu mendengarnya. Seharusnya tadi aku berkata bahwa mengambil kulit kepala jarang dilakukan sebelum kasus Mengel, masih ingat? Orang yang menguliti kepala para wanita yang menjadi korbannya. Setelah itu ada dua atau tiga orang yang ikut-ikutan. Pihak pers, waktu mereka bermain-main dengan julukan Buffalo Bill, menegaskan lebih dari satu kali bahwa pembunuh ini tidak menguliti kepala korbannya. Itulah sebabnya aku tidak kaget— Buffalo Bill tentu mengikuti pemberitaan mengenai dirinya. Lecter sekadar menebak. Dia tidak menjelaskan kapan itu akan terjadi, sehingga dia tidak mungkin salah. Seandainya kita berhasil menangkap si pembunuh dan ternyata tak ada korban yang
kepalanya dikuliti. Lecter bisa berdalih bahwa kita menangkap Bill sebelum dia sempat melakukannya." "Dr. Lecter juga menyinggung bahwa Buffalo Bill tinggal di rumah bertingkat. Aku tak sempat membahasnya lebih lanjut. Kenapa dia bilang begitu?" "Kalau yang ini bukan tebakan. Kemungkinan besar dia benar, dan sebetulnya dia juga bisa menyebutkan alasannya, tapi dia ingin bermain-main denganmu. Ini satusatunya kelemahannya—dia harus kelihatan pandai, lebih pandai dari orang lain. Sudah bertahun-tahun dia melakukannya." "Anda pernah bilang aku harus bertanya kalau ada yang tidak aku mengerti—nah, aku perlu penjelasan mengenai ini." "Oke, dua korban mati digantung, bukan? Luka lecet bekas tali di sekeliling leher, pergeseran tulang tengkuk, semuanya menunjukkan korban digantung. Dr. Lecter tahu dari pengalaman bahwa menggantung orang secara paksa bukan pekerjaan mudah. Orang sering gantung diri pada tombol pintu. Mereka gantung diri sambil duduk, itu mudah. Menggantung orang lain jauh lebih sulit—biarpun diikat, mereka pasti akan berdiri kalau ada tempat berpijak. Tangga lipat membuat mereka curiga. Korban takkan mau memanjatnya dengan mata tertutup, apalagi kalau bisa melihat jeratnya. Cara yang tepat adalah diajak ke lantai atas. Orang takkan curiga kalau disuruh naik tangga. Katakan saja mereka mau dibawa ke kamar mandi, misalnya, lalu giring mereka ke atas dengan mata tertutup. Setelah sampai di atas, tinggal pasang jerat, kemudian tendang mereka dari puncak tangga dengan tali terikat ke pagar bordes. Itu satu-satunya cara ampuh di dalam rumah. Seseorang di California mempopulerkan cara ini. Seandainya tidak ada tangga di rumah Bill, dia pasti akan menggunakan cara lain untuk menghabisi korbannya. Sekarang tolong berikan nama deputi senior di Potter dan petugas polisi yang pegang komando itu." Starling membolak-balik halaman buku notesnya sambil menggigit senter kecil, lalu menyebutkan nama-nama yang diminta. "Oke," ujar Crawford. "Setiap kali kau pasang telepon, Starling, selalu sebutkan nama petugas yang terlibat. Kalau mendengar nama sendiri, mereka jadi lebih mudah diajak bekerja sama. Dengan cara itu, mereka takkan lupa menghubungi kita kalau ada informasi baru. Bagaimana kesimpulanmu tentang luka bakar itu?" "Tergantung apakah lukanya postmortem atau tidak." "Kalau ya?"
"Berarti si pembunuh punya mobil boks atau van atau station wagon, pokoknya kendaraan yang pancang" "Kenapa?" "Karena lukanya melintang di bagian belakang betis korban." Mereka berada di persimpangan Tenth dan Pennsylvania, di depan markas besar FBI yang baru. Gedung itu sebenarnya diberi nama J. Edgar Hoover Building, namun nama tersebut nyaris tak pernah digunakan dalam percakapan. "Jeff, saya turun di sini saja," kata Crawford. "Tak perlu masuk ke basement.
Dan kau tak perlu turun, Jeff, tapi tolong bukakan bagasi. Ayo, Starling, coba tunjukkan." Starling menunggu sementara Crawford mengeluarkan datafax dan tas kerja dari bagasi. "Bill mengangkut korban dengan kendaraan cukup panjang untuk membaringkan jenazahnya dalam posisi telentang dengan kaki lurus," kata Starling. "Hanya dalam posisi itu bagian belakang betis bisa menempel di lantai, di atas pipa knalpot. Dalam bagasi sedan seperti ini, jenazah terpaksa dibaringkan miring dengan kaki tertekuk dan... " "Yeah, kupikir juga begitu," Crawford memotong. Starling mendadak sadar Crawford mengajaknya turun agar dapat bicara empat mata. "Kau kesal, bukan, waktu aku memberitahu si deputi bahwa dia dan aku sebaiknya jangan bicara di hadapan wanita?" "Tentu saja." "Itu hanya siasat. Aku perlu bicara berdua saja dengannya." "Aku tahu." "Oke." Crawford menutup bagasi dan membalikkan badan. Starling belum puas. "Ini bukan persoalan sepele, Mr. Crawford." Crawford kembali berpaling, sambil membawa mesin fax dan tas kerja. Ia menatap Starling. "Petugas-petugas itu tahu siapa Anda," Starling menjelaskan. "Anda merupakan tokoh panutan bagi mereka." Tanpa berkedip ia membalas tatapan Crawford. Ia telah mengeluarkan uneg-unegnya, dan apa yang dikatakannya memang benar. "Komentarmu akan kuperhatikan, Starling. Sekarang lanjutkan penyelidikan." Starling memperhatikannya menjauh—pria setengah baya dengan pakaian lusuh karena lama duduk di pesawat dan ujung lengan baju kotor terkena lumpur sungai; pria yang pulang sambil membawa tas-tas, siap menghadapi hal-hal yang menantinya di rumah. Saat itulah Starling sadar ia bersedia melakukan apa saja demi orang itu, bahkan membunuh sekali. Itulah salah satu kelebihan Crawford yang paling menonjol.
Bab Empat Belas
The Smithsonian's National Museum of Natural History telah tutup beberapa jam lalu, tapi sebelumnya Crawford sudah menelepon dan kini seorang penjaga menunggu kedatangan Clarice Starling di pintu masuk di Constitution Avenue. Lampu-lampu di museum diredupkan dan udaranya terasa pengap. Hanya patung kepala suku Laut Selatan di dekat pintu masuk yang cukup tinggi, sehingga wajahnya dapat diterangi cahaya lampu di langit-langit. Orang yang mengantar Starling adalah pria kulit hitam berbadan besar yang mengenakan seragam rapi Penjaga Smithsonian. Starling menyadari kemiripannya dengan kepala patung tadi ketika orang itu mendongak dan mengamati lampu lift.
Tingkat dua terletak di atas gajah besar yang diawetkan, sebuah ruangan luas yang tertutup untuk umum, ditempati bersama oleh departemen Antropologi & Entomologi. Para ahli antropologi menyebutnya lantai empat. Para ahli entomologi bersikeras lantai ltu lantai tiga. Beberapa ilmuwan dari departemen Arsitektur mengaku bisa membuktikan lantai tersebut sesungguhnya lantai enam. Mengingat bangunan tua itu telah berulang kali mengalami penambahan dan pembagian ruangan, masing-masing pendapat ada benarnya. Starling mengikuti penjaga yang mengantarnya menyusuri koridor-koridor yang diapit tumpukan peti berisi spesimen antropologi di kedua sisi. Satu-satunya cara mengetahui isi peti-peti tersebut adalah dengan membaca label yang menempel. "Ribuan orang ada di dalam kotak-kotak ini," si penjaga berkata. "Kami punya empat puluh ribu spesimen." Dengan senternya ia menyoroti nomor yang menempel pada setiap pintu kantor yang mereka lewati. Gendongan bayi dan tengkorak upacara suku Dayak digantikan oleh Kutu, dan mereka meninggalkan bagian Manusia, memasuki dunia Serangga yang lebih tua dan lebih teratur. Kini koridor diapit kotak-kotak logam berukuran besar yang dicat hijau pucat. "Tiga puluh juta serangga—belum termasuk labah-labah. Jangan campur adukkan labah-labah dengan serangga," si penjaga mewanti-wanti. "Para ahli labah-labah bisa marah besar. Tuh, ruangan yang lampunya masih menyala. Jangan pulang sendiri kalau sudah selesai nanti. Kalau Anda tidak diantar keluar, hubungi saya di nomor ini. Ini nomor extension untuk pos jaga. Saya akan menjemput Anda." Ia menyodorkan kartu nama, lalu meninggalkannya.
Starling berada di tengah-tengah departemen Entomologi, di ruang bundar jauh di atas gajah besar tadi. Ada satu ruang kerja dengan lampu menyala dan pintu terbuka. "Ayo, Pilch!" Suara laki-laki, melengking karena terlampau bersemangat. "Ayo, cepat!" Starling berhenti di ambang pintu. Dua pria sedang bermain catur di sebuah meja lab. Keduanya berusia sekitar tiga puluh, satunya langsing dan berambut hitam, yang lainnya gemuk pendek dengan rambut merah menyerupai kawat halus. Segenap perhatian mereka tertuju pada papan catur. Kedua-duanya tidak menyadari kedatangan Starling. Mereka pun seakan-akan tidak memedulikan kumbang badak raksasa yang pelan-pelan melintasi papan sambil menyusup di antara buah catur. Kemudian kumbang itu sampai di tepi papan. "Giliranmu, Roden," si langsing berkata seketika. Rekannya yang gemuk pendek menjalankan gajah dan langsung memutar si kumbang yang kemudian mulai menuju tepi seberang. "Apakah giliran juga berganti kalau kumbangnya sekadar melintas di pojok?" tanya Starling. "Tentu saja," si gemuk pendek menyahut keras-keras, tanpa menoleh. "Dengan sendirinya. Bagaimana cara Anda bermain? Anda menunggu dia melintasi seluruh papan? Memangnya siapa lawan Anda? Kung-kang?" "Saya membawa spesimen yang diceritakan Agen Khusus Crawford." ”Aneh, kami tidak mendengar sirene Anda," ujar Si gemuk pendek. "Sepanjang malam kami menunggu sini untuk mengidentifikasi kumbang untuk FBI.
Kumbang, itu pekerjaan kami. Kami tak tahu-menahu soal spesimen Agen Khusus Crawford. Seharusnya spesimennya diperiksa oleh dokter pribadinya. Giliranmu, Pilch” "Kapan-kapan saya mau mendengarkan seluruh lawakan Anda," kata Starling, "tapi masalah ini mendesak, jadi mari kita kerjakan sekarang juga , Giliranmu, Pilch." Si rambut hitam menoleh dan melihat Sterling bersandar ke kusen pintu sambil membawa tas kerja Kumbang tadi ditaruhnya di kotak kayu dan ditutupi daun selada. Ia bangkit dari kursi, dan ternyata ia berbadan jangkung. "Saya Noble Pilcher," ia memperkenalkan diri. "Itu Albert Roden. Anda bawa serangga yang perlu diidentifikasi? Kami dengan senang hati akan membantu Anda." Wajah Pilcher yang panjang berkesan ramah, tapi matanya yang hitam agak menyeramkan dan sedikit terlalu rapat. Ia tidak mengulurkan tangan untuk bersalaman. "Anda...?" "Clarice Starling."
"Coba lihat apa yang Anda bawa." Pilcher mengamati isi stoples kecil yang diserahkan Starling. Roden menghampirinya. "Di mana Anda menemukannya? Anda menembaknya dengan pistol? Anda melihat mamanya?" Starling tergoda untuk menghantam rahang Roden dengan sikunya. "Ssst," desis Pilcher. "Tolong ceritakan di mana Anda menemukannya. Barangkali menempel pada sesuatu—ranting atau daun, misalnya—atau di dalam tanah?" "Hmm," Starling bergumam. "Rupanya Anda belum mendapat penjelasan." "Kami diminta bekerja lembur oleh pimpinan untuk mengidentifikasi kumbang untuk FBI," sahut Pilcher. "Disuruh" Roden menimpali. "Kami disuruh lembur." "Kami sering membantu Bea Cukai dan Departemen pertanian," Pilcher menambahkan. "Tapi bukan di tengah malam buta," ujar Roden. "Saya perlu memberitahukan beberapa hal yang berkaitan dengan suatu kasus kejahatan," kata Starling. "Saya berwenang menyampaikan informasi tersebut, asal Anda merahasiakannya sampai kasus ini selesai diusut. Ini sangat penting. Nyawa orang lain taruhannya, dan ini bukan sekadar omong kosong. Dr. Roden, dapatkah Anda menjamin akan menjaga rahasia ini?" "Saya bukan dokter. Apakah ada yang perlu saya tanda tangani?" ”Tidak, kalau janji Anda bisa dipegang. Saya hanya minta tanda terima untuk spesimen ini, seandainya Anda perlu menahannya di sini, itu saja." "Tentu saja saya akan membantu. Saya bukan orang yang tidak pedulian." "Dr. Pilcher?"
"Benar," sahut Pilcher, "dia bukan orang yang tidak pedulian." "Maksudnya, soal informasi rahasia itu?" "Mulut saya terkunci rapat." "Pilch juga belum meraih gelar dokter," ujar Roden. Tingkat pendidikan kami setara. Tapi perhatikan, dia Membiarkan Anda menyapanya dengan gelar itu." Roden menempelkan ujung jari telunjuk ke dagunya, seakan-akan hendak menegaskan roman mukanya yang bijak. "Berikan semua detail yang Anda ketahui Sesuatu yang tidak relevan bagi Anda mungkin justru petunjuk berharga bagi seorang ahli." "Serangga ini ditemukan tersangkut di tenggorokan korban pembunuhan. Saya tidak tahu bagaimana bisa masuk ke situ.
Mayatnya ditemukan di Sungai Elk di West Virginia dan diperkirakan tewas beberapa hari sebelumnya." "Ini perbuatan Buffalo Bill, saya mendengarnya di radio," kata Roden. "Serangga ini tidak disinggung di radio, bukan?" Starling bertanya. "Tidak, tapi penyiarnya menyebutkan Sungai Elk— Anda langsung dari sana, itu sebabnya Anda datang malam-malam?" "Ya," sahut Starling. "Anda tentu lelah. Mau minum kopi?" Roden menawarkan. "Tidak, terima kasih." "Air putih?" "Tidak." "Coke?" "Juga tidak. Kami ingin tahu di mana korban disekap dan di mana dia dibunuh. Kami berharap serangga ini mempunyai habitat khas, atau hidup hanya di wilayah tertentu, atau tidur di satu jenis pohon saja—kami ingin tahu dari mana serangga ini berasal. Saya minta Anda merahasiakan ini, sebab jika serangga ini memang sengaja diselipkan, yang mengetahuinya hanya si pelaku, dan kami dapat memanfaatkan ini untuk menangkal pengakuan palsu dan menghemat waktu. Dia sudah enam kali membunuh, paling tidak. Kami mulai kehabisan waktu." "Jangan-jangan dia sedang menyekap wanita lain, sementara kita mengamati serangga ini?" Roden bertanya kepada Starling. Matanya terbelalak dan ia terbengong-bengong. Starling bisa melihat ke dalam mulutnya, dan segera mengalihkan pandang. "Entahlah." Nada suaranya sedikit terlalu melengking. "Entahlah," ia berkata sekali lagi, kali ini lebih tenang. "Dia akan mengulangi perbuatannya begitu ada kesempatan." "Jadi, kami harus bekerja secepat mungkin," Pilcher menanggapinya.
"Jangan kuatir, kami memang ahlinya. Anda datang ke orang-orang yang tepat. "Dengan tang kecil ia mengeluarkan benda cokelat itu dari dalam stoples, lalu meletakkannya pada selembar kertas putih di bawah lampu. Kemudian ia menarik kaca pembesar yang terpasang pada lengan fleksibel. Serangga itu panjang dan menyerupai mumi. Tubuhnya terselubung lapisan semi tembus pandang yang secara garis besar mengikuti bentuk tubuhnya, bagaikan sarkofagus—peti mayat dari batu. Anggota badannya menempel rapat pada tubuhnya, sehingga mirip ukiran menonjol. Wajahnya yang mungil tampak bijaksana. "Pertama-tama, ini bukan jenis serangga yang biasa mengganggu manusia di alam terbuka, dan serangga ini juga tidak hidup di air," ujar Pilcher. "Saya tidak tahu seberapa dalam pengetahuan Anda mengenai serangga, atau seberapa banyak yang ingin Anda dengar." ”Anggap saja saya tidak tahu apa-apa. Saya minta Anda menjelaskan semuanya." ”Oke, yang Anda temukan ini adalah pupa, serangga muda yang belum berkembang sempurna, di dalam chrysalis—kepompong yang membungkusnya selam proses metamorfosis dari larva ke serangga dewasa" Pilcher menerangkan. "Pupa berkulit keras, Pilch?" Roden mengerutkan hidung agar kacamatanya tidak merosot. "Yeah, kelihatannya begitu. Coba ambilkan buku Chu tentang serangga muda. Oke, ini tahap pupa dari serangga berukuran besar. Hampir semua serangga golongan tinggi mengalami tahap pupa. Banyak yang melewatkan musim dingin dengan cara ini." "Baca atau kaca, Pilch?" tanya Roden. "Kaca." Pilcher membawa spesimen itu ke sebuah mikroskop, lalu mengintip melalui lensa pembesar, la mengamati serangga tersebut sambil menggenggam batang logam dengan ujung berbentuk kaitan, seperti yang biasa digunakan dokter gigi. "Oke, kita mulai saja: tidak terlihat organ respirasi di daerah pertemuan kepala dan badan, pada mesothorax ada lubang pernapasan dan sejumlah lempeng perut." "Hmm," Roden bergumam sambil membalik-balik halaman sebuah manual kecil. "Rahang jepit fungsional?" "Tidak." "Galeae of maxillae pada ventro mesori" "Yap, yap." "Di mana letak sungutnya?" "Berdekatan dengan mesal margin sayapnya. Dua pasang sayap, pasangan sebelah dalam sepenuhnya tertutup. Hanya tiga lempeng perut paling belakang yang terbuka. Pengait kecil dan runcing di bagian perut—sepertinya Lepidoptera." ”Di sini juga ditulis begitu," ujar Roden. "Famili yang meliputi kupu-kupu dan ngengat. Banyak sekali kemungkinan," Pilcher berkomentar. "Kita bakal menemui kesulitan kalau sayapnya jaket. Aku ambil buku referensi dulu," kata Roden. "Rasanya aku tak mungkin mencegah kalian membicarakanku selama aku pergi." "Kelihatannya begitu," sahut Pilcher. "Roden sebenarnya cukup menyenangkan," ia
memberitahu Starling begitu rekannya meninggalkan ruangan. "Saya percaya."
"O ya?" Pilcher tersenyum sendiri. "Kami kuliah bersama-sama. Setiap tawaran beasiswa yang ada langsung kami sambar. Roden dapat beasiswa yang mengharuskannya duduk di tambang batubara sambil memantau peluruhan proton. Dia terlalu lama duduk dalam gelap. Tapi dia cukup menyenangkan. Asal Anda tidak menyinggung peluruhan proton." "Saya akan berusaha." Pilcher berpaling dari lampu yang terang. "Lepidoptera itu sebuah famili besar. Kira-kira meliputi tiga puluh ribu jenis kupu-kupu dan seratus tiga puluh ribu jenis ngengat. Serangga ini perlu dikeluarkan dari kepompong—tak ada cara lain untuk memastikan jenisnya." "Oke. Anda bisa mengeluarkannya dalam keadaan utuh?" "Saya kira bisa. Lihat, yang ini sebenarnya sudah mau keluar sendiri, tapi keburu mati. Kepompongnya Audah mulai retak di sini. Ini mungkin membutuhkan waktu agak lama." Pilcher merenggangkan retakan itu. Dengan hatiga muda yang belum berkembang sempurna, di dalam chrysalis—kepompong yang membungkusnya selam proses metamorfosis dari larva ke serangga dewasa" Pilcher menerangkan. Pilcher merenggangkan retakan itu. Dengan hatihati ia menarik serangga di dalam kepompong. Sayap sayap serangga tersebut saling menempel. Merentangkan sayapsayap itu tak ubahnya merentangkan jaringan kulit yang basah dan menggumpal. Roden kembali dengan membawa sejumlah buku. "Siap?" tanya Pilcher. "Oke, femur pada lempeng dada pertama tertutup." "Tonjolan berbulu di kedua sisi mulut?" "Tidak ada," jawab Pilcher. "Tolong matikan lampu, Officer Starling." Starling menunggu di samping sakelar sampai Pilcher menyalakan senternya yang kecil. Ilmuwan itu mundur dari meja dan menyorot spesimen yang sedang mereka teliti. Mata serangga itu tampak berpendar dalam gelap, memantulkan berkas cahaya senter. "Owlet," Roden menyimpulkan. "Bisa jadi, tapi yang mana?" ujar Pilcher. "Lampunya tolong dinyalakan lagi. Ini Noctuid, Officer Starling—ngengat malam. Ada berapa banyak Noctuid, Roden?" "Dua ribu enam ratus... ehm... sampai saat ini dikenal sekitar dua ribu enam ratus jenis." "Tapi tidak banyak yang sebesar ini. Oke, tunjukkan kehebatanmu."
Roden membungkuk dan mengintip lewat mikroskop.
"Kita masuk ke chaetaxy sekarang—kita teliti kulitnya untuk menentukan spesiesnya," Pilcher menjelaskan. "Rodenlah yang terbaik dalam bidang ini." Starling mendapat kesan ucapan itu merupakan pujian tulus. Roden menanggapinya dengan mengajak Pilcher berdebat apakah larval warts spesimen itu tersusun melingkar atau tidak. Perdebatan mereka yang sengit lalu berlanjut ke pola pertumbuhan bulu pada perut. "Erebus odora," Roden akhirnya berkata. "Coba kita lihat," ujar Pilcher. Mereka membawa spesimen itu ke lift, turun ke tingkat di atas gajah besar, lalu masuk ke ruangan luas yang penuh kotak-kotak berwarna hijau pucat. Ruangan yang semula berupa bangsal besar itu kini telah dibagi menjadi dua tingkat untuk menampung koleksi serangga Smithsonian. Mereka ada di bagian Neo-Tropis sekarang, dan beralih ke bagian Noctuid. Pilcher mengamati catatannya dan berhenti di hadapan peti setinggi dada. "Anda harus berhati-hati," katanya sambil melepaskan tutup logam yang berat dan menaruhnya di lantai. "Kalau kaki Anda sampai tertimpa, Anda bakal pincang selama seminggu." Dengan jari telunjuk ia menyusuri tumpukan laci, memilih salah satu, dan menariknya keluar. Pada baki di dalam laci terdapat telur-telur mungil yang telah diawetkan, ulat di dalam tabung kaca berisi alkohol, kepompong yang telah dikelupas dari spesimen yang mirip sekali dengan spesimen Starling, serta serangga yang sudah dewasa—ngengat berwarna cokelat-hitam dengan rentang sayap hampir lima belas senti, tubuh berbulu, dan sungut langsing. "Erebus odora," Pilcher berkata sekali lagi. "Ngengat Black Witch." Roden sudah membuka buku. '"Spesies tropis, yang kadang-kadang bisa mencapai Kanada pada musim gugur,'" ia membaca. "Larvanya makan daun akasia, catclaw, dan tumbuh-tumbuhan sejenis. Daerah penyebaran meliputi Hindia. Barat, Amerika Serikat bagian selatan, dan dianggap hama di Hawaii." Brengsek, Starling mengumpat dalam hati. "Serangga ini hidup di mana-mana." "Tapi tidak terus-menerus." Pilcher menundukkan kepala. Ia menarik-narik dagu. "Roden, ngengat ini bertelur dua kali setahun, bukan?" "Tunggu sebentar... yeah, di ujung selatan Florida dan Texas bagian selatan." "Kapan?" "Mei dan Agustus."
"Hmm," Pilcher bergumam. "Spesimen Anda sudah mencapai tahap perkembangan yang lebih lanjut dibandingkan spesimen kami, dan masih segar. Dia sudah mulai berusaha keluar dari kepompong. Di kawasan Hindia Barat atau Hawaii, saya takkan heran, tapi di sini sedang musim dingin. Dia pasti akan menunggu tiga bulan lagi sebelum keluar. Kecuali kalau dia kebetulan tumbuh di rumah kaca, atau sengaja
dikembangbiakkan." "Dikembangbiakkan bagaimana?" "Dalam kandang, di tempat hangat, dengan beberapa daun akasia sebagai makanan, sampai larvanya siap membuat kepompong. Tidak terlalu sulit." "Apakah ini hobi yang populer? Apakah banyak orang yang melakukannya, selain untuk keperluan penelitian?" "Tidak. Pada umumnya hanya para ahli entomologi yang ingin memperoleh spesimen sempurna, mungkin beberapa kolektor. Lalu ada industri sutra, mereka juga mengembangbiakkan ngengat, tapi bukan jenis ini." "Para ahli entomologi tentu punya majalah khusus, mal profesi, atau orang-orang yang menjual perlengkapan," ujar Starling. "Tentu, dan sebagian besar terbitan dikirim kesini." "Saya akan menyusun catatan untuk Anda," kata Roden. "Beberapa orang di sini juga berlangganan laporan berkala, tapi disimpan dalam lemari terkunci. Itu baru bisa saya dapatkan besok pagi." "Saya akan mengirim orang untuk mengambil semuanya, terima kasih, Mr. Roden." Pilcher membuat fotokopi referensi mengenai Erebus odora dan memberikannya kepada Starling, berikut serangganya. "Saya akan mengantar Anda ke bawah," katanya. Mereka menunggu lift. "Hampir semua orang menyukai kupu-kupu, tapi membenci ngengat," ujarnya. "Tapi ngengat lebih... menarik, memancing rasa ingin tahu." "Ngengat berperilaku merusak." "Memang ada yang begitu, banyak malah, tapi mereka hidup dengan aneka macam cara. Seperti kita." Hening sejenak. "Ada satu jenis ngengat, lebih dari satu malah, yang hidup hanya dari air mata," Pilcher menjelaskan. "Hanya itu yang dimakan atau diminum." "Air mata siapa?" "Air mata mamalia darat besar, kurang-lebih sebesar manusia. Dulu ngengat didefinisikan sebagai segala sesuatu yang secara berangsur-angsur dan tatipa suara makan, mengkonsumsi, atau merusak barang lain. Inikah kesibukan Anda sepanjang waktu— Memburu Buffalo Bill?"
"Saya berusaha sekuat tenaga." Pilcher memoles giginya dengan lidah. "Anda tidak keluar untuk makan cheeseburger dan bir?" "Belakangan ini tidak." "Maukah Anda menemani saya sekarang? Tempatnya tidak terlalu jauh."
"Tidak, tapi saya akan mentraktir Anda kalau urusan ini sudah selesai—Mr. Roden tentu saja juga boleh ikut." "Bertiga terlalu ramai," ujar Pilcher. Lalu, di pintu ia menyambung, "Mudahmudahan Anda bisa segera menyelesaikan kasus ini, Officer Starling." Starling bergegas ke mobil yang sudah menunggunya.
Ardelia Mapp telah menaruh surat-surat untuk Starling di tempat tidurnya, berikut permen Mounds yang tinggal setengah. Mapp sudah tidur. Starling membawa mesin tiknya ke ruang cuci, menaruhnya di meja untuk melipat pakaian, lalu memasukkan kertas berkarbon. Laporan mengenai Erebus odora telah ia susun di luar kepala dalam perjalanan pulang ke Quantico, dan kini ia mengetikkannya dengan cepat. Kemudian ia menghabiskan sisa Mounds dan menulis memo kepada Crawford, berisi saran untuk mengadakan cek silang antara daftar langganan terbitan entomologi dan berkas FBI mengenai pelaku kejahatan serta arsip di kota-kota yang terdekat dengan lokasilokasi penculikan, ditambah arsip narapidana dan pelaku kejahatan seks di Metro Dade, San Antonio, dan Houston, daerah-daerah yang merupakan wilayah penyebaran utama ngengat itu. Lalu ada satu hal lagi yang perlu ia kemukakan untuk kedua kali: Dr. Lecter perlu ditanya kenapa ia berpendapat si pelaku akan mulai mengambil kulit kepala korban-korbannya. Starling menyerahkan memo itu kepada penjaga yang berdinas malam, kemudian menjatuhkan diri ke tempat tidur. Berbagai suara masih terngiang-ngiang di telinganya, lebih pelan dibandingkan suara napas Mapp di seberang ruangan. Di tengah kegelapan ia melihat wajah ngengat yang mungil dan berkesan bijak. Matanya yang berpendar itu pernah menatap Buffalo Bill. Dan hal terakhir yang terlintas dalam benaknya adalah: Di dunia yang aneh ini, di belahan dunia yang kini gelap, aku harus memburu makhluk yang hidup dari air mata.
Bab Lima Belas
Di Memphis Timur, Tennessee, Catherine Baker Martin sedang berkunjung ke apartemen pacarnya. Malam telah larut, dan mereka menonton TV sambil bergantian mengisap pipa berisi hasyis. Film yang tengah diputar semakin sering diselingi iklan, dan selingan-selingan itu pun semakin panjang. "Aku lapar, kau mau popcorn?” tanya Catherine. "Biar aku saja yang ambil. Mana kuncimu?" "Kau di sini saja. Aku sekalian mau lihat apakah ibuku menelepon." Ia bangkit dari sofa. Ia wanita muda yang jangkung, dengan tubuh sintal menjurus gemuk dan rambut terawat rapi. Ia mengambil sepatunya di bawah meja dan keluar dari apartemen. Udara malam bulan Februari tidak terlalu dingin. Kabut tipis dari Sungai Mississippi menyelubungi pelataran parkir yang luas. Tepat di atas ia melihat bulan yang pucat dan melengkung setipis tulang ikan. Kepalanya agak pusing ketika mendongak. Ia mulai melintasi pelataran parkir, menuju apartemennya sendiri yang berjarak sekitar seratus meter. Sebuah mobil boks berwarna cokelat berhenti di dekat pintu apartemennya, di antara sejumlah karavan dan trailer yang mengangkut perahu. Ia memperhatikannya
karena kendaraan tersebut menyerupai mobil pengantar bingkisan yang sering membawakan hadiah dari ibunya. Sebuah lampu dinyalakan di tengah kabut ketika ia melintas di samping mobil itu. Lampu itu lampu berdiri yang ditaruh di aspal di belakang mobil. Di bawahnya ada kursi santai dengan jok tebal berwarna merah. Kedua barang tersebut tampak seperti susunan perabot di etalase toko mebel. Catherine Baker Martin berkedip beberapa kali dan terus berjalan. Kata surreal muncul dalam benaknya, dan ia menyalahkan hasyis yang diisapnya tadi. Namun ia baik-baik saja. Seseorang baru pindah. Selalu saja ada orang pindah di Stonehinge Villas. Tirai di apartemennya bergoyang, dan ia melihat kucingnya duduk di ambang jendela sambil membungkuk dan menempelkan badan ke kaca. Ia mengeluarkan kunci, tapi sebelum membuka pintu, ia menoleh ke belakang. Seorang pria turun dari pintu belakang mobil boks. Dalam cahaya lampu, tangannya tampak dibalut gips dan disangga kain yang dikalungkan ke leher. Catherine Martin Baker masuk ke apartemennya dan mengunci pintu, lalu mengintip dari balik tirai. Pria di luar sedang berusaha menaikkan kursi tadi. Dipegangnya kursi itu dengan tangannya yang sehat, lalu didorong dengan lututnya, namun kemudian terbalik. Pria itu mengangkatnya lagi. Setelah membasahi ujung jarinya dengan ludah, ia menggosok noda pada jok. Catherine keluar.
"Mari saya bantu." Nada suaranya ramah, tapi tidak berlebihan. "Oh. Thanks." Suara pria itu aneh dan tegang. Bukan logat setempat. Lampu di aspal menerangi wajahnya dari bawah sehingga menimbulkan distorsi, tapi badannya kelihatan jelas. Pria itu mengenakan celana khaki dan kemeja dari bahan kulit tipis, dibiarkan terbuka di dada. Dagu dan pipinya tak berbulu, selicin dagu dan pipi wanita, sementara matanya tampak gelap. Ia membalas tatapan Catherine, dan Catherine merasa kurang senang. Kaum pria sering kali terkejut setelah menyadari ukuran tubuhnya yang besar; ada yang sanggup menutup-nutupinya, ada pula yang hanya terbengong-bengong. "Bagus," kata pria itu singkat. Catherine mencium bau tidak menyenangkan dari tubuh pria itu, dan dengan jijik ia memperhatikan bahwa kemeja kulitnya masih berbulu di sana-sini, pada pundak dan di ketiak. Keduanya dengan mudah mengangkat kursi tadi ke mobil boks. "Bisa bantu menggesernya ke depan sekalian?" Pria itu memanjat dan memindahkan sejumlah barang, antara lain bejana pipih untuk menguras oli mesin, dan katrol kecil yang diputar dengan tangan. Kursi itu mereka dorong sampai ke belakang tempat duduk pengemudi. "Ukuran Anda sekitar empat belas?" pria itu bertanya. "Apa?" "Tolong tali itu, yang di dekat kaki Anda." Ketika Catherine membungkuk, pria itu mengangkat tangannya yang terbalut gips, lalu menghantam kepala Catherine dari belakang. Catherine menyangka kepalanya terbentur, dan ia baru hendak mengusapnya ketika pria itu memukul lagi, kali ini di belakang telinga, dan lagi, berulang-ulang, namun tidak terlalu keras, sampai Catherine roboh dan tergeletak menyamping di lantai. Pria itu mengamatinya sejenak, lalu melepaskan gips dan kain pengikat lengan. Cepat-cepat ia memasukkan lampu dan menutup pintu belakang kendaraannya. Kemudian ia menarik kerah blus Catherine dan menyorot label ukurannya dengan senter. "Bagus," komentarnya.
Punggung blus dibelahnya dengan gunting, lalu dibuka. Tangan Catherine diborgol di belakang. Setelah menggelar alas di lantai, pria itu membalikkannya. Catherine tidak memakai bra. Pria itu menekan-nekan payudaranya yang besar, memeriksa berat dan kekenyalannya. "Bagus," ia kembali berkata. Pada payudara kiri ada noda pink bekas isapan. Pria itu menjilat jari dan menggosok-gosok noda itu seperti dilakukannya pada jok kursi tadi. Ia mengangguk-angguk ketika melihat noda itu lenyap waktu ditekan. Kemudian ia menelungkupkan Catherine dan memeriksa kepalanya. Hantaman gips tadi tidak menimbulkan luka. Ia menempelkan dua jari pada sisi leher untuk memeriksa denyut nadi, yang ternyata kuat dan berirama. "Baguus," katanya. Perjalanan ke rumahnya yang bertingkat dua cukup jauh, dan ia lebih suka bekerja di rumah. Kucing Catherine Baker Martin masih menonton di jendela ketika mobil boks itu berangkat. Pesawat telepon di belakang kucing itu berdering. Mesin penerima telepon di kamar tidur menyala secara otomatis, lampunya yang merah kerkedip-kedip dalam gelap. Penelepon itu ibu Catherine, senator yunior dari Tennesse.
Bab Enam Belas
Pada tahun 1980-an, zaman Keemasan Terorisme, pihak berwajib memberlakukan prosedur standar untuk menangani penculikan yang menimpa anggota Kongres: Pukul 02.45 dini hari, agen khusus yang memimpin perwakilan FBI di Memphis melaporkan ke markas besar di Washington bahwa putri tunggal Senator Ruth Martin menghilang. Pukul 03.00 dini hari, dua van tanpa tanda khusus keluar dari garasi bawah tanah perwakilan Washington, Buzzard's Point. Sam menuju Senate Office Building, di mana teknisi sedang menyambungkan alat-alat pantau dan rekam pada pesawat-pesawat telepon di ruang kerja Senator Martin dan memasang alat penyadap Title 3 pada telepon-telepon umum yang berdekatan. Pihak Departemen Kehakiman membangunkan anggota paling junior dari Senate Select Intelligence Committee untuk menyampaikan pemberitahuan wajib mengenai penyadapan tersebut. Kendaraan yang satu lagi, yang dilengkapi kaca satu arah dan perlengkapan pengintaian, diparkir di Virginia Avenue untuk mengawasi bagian depan Water gate West, kediaman Senator Martin di Washington Dua penumpang van masuk ke dalam bangunan untuk menyambungkan alat-alat pantau pada telepon pribadi sang senator. Pihak Bell Atlantic memperkirakan waktu yang diperlukan untuk melacak telepon dari domestic digital switching system sekitar tujuh puluh detik. Reactive Squad di Buzzard's Point disiagakan dua puluh empat jam sehari, guna mengantisipasi pembayaran uang tebusan di wilayah Washington. Setiap komunikasi dilakukan dengan menggunakan sandi rahasia, untuk mengamankan proses penukaran sandera dari gangguan helikopter pers—tindakan tak bertanggung jawab semacam itu memang jarang terjadi, tapi bukannya tidak mungkin. Hostage Rescue Team pun siap bergerak setiap saat.
Semua orang berharap menghilangnya Catherine Baker Martin berkaitan dengan penculikan profesional untuk minta uang tebusan; jika memang itu yang terjadi, peluangnya untuk selamat cukup besar. Tak seorang pun menyinggung kemungkinan terburuk. Kemudian, beberapa saat sebelum tengah hari di Memphis, seorang petugas polisi yang tengah menyelidiki laporan pencurian di Winchester Avenue mencegat laki-laki tua yang sedang mengumpulkan kaleng bekas. Di dalam kereta dorong orang tua itu ia menemukan blus wanita yang masih terkancing. Bagian belakangnya terbelah bagaikan baju untuk pemakaman. Nama yang tercantum pada label binatu adalah Catherine Baker Martin.
Pukul 06.30 pagi, Jack Crawford sedang menuju ke selatan dari rumahnya di Arlington ketika telepon di mobilnya berdering untuk kedua kali dalam dua menit. "Sembilan dua dua empat puluh." "Empat puluh stand by untuk Alpha 4." Crawford melihat tempat istirahat di pinggir jalan raya, menepi, lalu berhenti untuk memusatkan perhatian pada pesawat teleponnya. Alpha 4 adalah sandi untuk direktur FBI. "Jack, sudah dengar soal Catherine Martin?" "Baru saja ada telepon dari petugas piket malam." "Kalau begitu, kau sudah tahu soal blusnya. Bagaimana perkembangannya?" "Buzzard's Point sudah disiagakan," ujar Crawford. "Semua pesawat telepon sudah dipasangi alat pantau dan rekam. Kita belum tahu pasti apakah ini perbuatan Buffalo Bill atau bukan. Kalau ini ulah orang yang ikut-ikutan, dia mungkin menelepon untuk minta tebusan. Siapa yang memantau dan melacak telepon di Tennessee, kita atau mereka?" "Mereka. Polisi negara bagian. Mereka cukup berpengalaman. Phil Adler menelepon dari Gedung Putih. Dia bilang Presiden terus mengikuti perkembangan. Ada baiknya kalau kita berhasil, Jack." "Sebaiknya memang begitu. Di mana Senator Martin sekarang?" "Dalam perjalanan ke Memphis. Dia meneleponku & rumah semenit yang lalu. Tahu sendirilah." "Ya." Crawford mengenal Senator Martin dari rapat-rapat penyusunan anggaran. "Dia menggunakan segenap kekuasaannya."
"Tak bisa disalahkan." "Memang," ujar atasannya. "Aku memberitahunya bahwa kita akan berusaha sekuat tenaga. Dia... dia memahami situasi pribadimu dan menawarkan pesawat untukmu, supaya kau bisa pulang malam." "Oke. Tapi Senator Martin terkenal keras, Tommy. Kalau dia mau mengambil alih kendali, kita bakal beradu kepala." "Aku tahu. Kalau perlu, bilang saja kau dapat perintah langsung dariku. Berapa banyak waktu yang kita punya, Jack---enam, tujuh hari?" "Entahlah. Kalau penculiknya panik setelah tahu siapa korbannya, bisa jadi dia langsung menghabisinya." "Di mana kau sekarang?" "Dua mil dari Quantico." "Pesawat Lear bisa mendarat di sana?" "Ya." "Dua puluh menit." "Ya, Sir."
Crawford menekan beberapa angka pada teleponnya, lalu kembali bergabung dengan lalu lintas.
BAB TUJUH BELAS
Seluruh tubuh Starling terasa pegal akibat tidur tidak tenang. Ia berdiri dengan kimono dan sandal kelinci, handuk tersampir di bahu, menunggu giliran memakai kamar mandi yang digunakannya bersama Mapp dan kedua siswa di kamar sebelah. Berita dari Memphis yang ia dengar di radio membuatnya menahan napas sejenak. ”Ya Tuhan," ia bergumam. "Gawat. OKE! SIAPA PUN YANG ADA DI DALAM! KAMAR MANDI INI DISITA. KELUARLAH DENGAN MEMAKAI CELANA. INI BUKAN LATIHAN!" Ia masuk ke shower tanpa menghiraukan protes tetangganya yang kaget. "Geser sedikit. Gracie, dan tolong sabunnya." Sambil menjepitkan gagang telepon ke telinga dengan bahu. ia berkemas untuk bermalam dan menaruh tas berisi peralatan forensik di dekat pintu. Ia memastikan operator telepon tahu ia berada di kamarnya, dan tidak ikut sarapan agar dapat menunggui pesawat telepon. Namun sepuluh menit menjelang jam pelajaran dimulai belum juga ada kabar, dan ia bergegas ke seksi Ilmu Perilaku sambil membawa perlengkapannya. ;
"Mr. Crawford berangkat ke Memphis empat puluh lima menit lalu," kata sekretaris yang ditemuinya dengan manis. "Burroughs ikut, dan Stafford dari lab berangkat dari National." "Semalam saya menaruh laporan untuk Mr Crawford di sini. Apakah dia meninggalkan pesan untuk saya? Saya Clarice Starling." "Ya, saya tahu siapa Anda. Saya punya tiga copy nomor telepon Anda di sini, dan di meja Mr. Crawford ada beberapa lagi, kalau saya tidak salah. Tapi dia tidak meninggalkan apa pun untuk Anda, Clarice." Wanita itu menatap barang bawaan Starling. "Barangkali ada pesan yang bisa saya sampaikan kalau Mr. Crawford menelepon?" "Apakah dia meninggalkan nomor telepon di Memphis, tempat dia bisa dihubungi?" "Tidak. Dia yang akan menelepon ke sini. Bukankah Anda ada pelajaran hari ini, Clarice? Anda sedang mengikuti pendidikan, bukan?" "Ya." Starling terlambat sampai di ruang kelas. Kedatangannya disambut wajah cemberut Gracie Pitman, wanita muda yang diusirnya dari shower tadi. Gracie Pitman duduk persis di belakang Starling, dan ia terus mengerutkan kening ketika Starling menuju kursinya. Tanpa sarapan Starling duduk selama dua jam, mengikuti kuliah "The Good-Faith Warrant Exception to the Exclusionary Rule in Search and Seizure.' Baru setelah itu ia bisa pergi ke mesin otomat untuk membeli segelas Coke.
Pada jam istirahat siang ia memeriksa kotak suratnya, tapi ternyata tak ada pesan apa pun. Saat itulah ia kembali menyadari bahwa rasa frustrasi mirip sekali dengan rasa obat paten bernama Fleet's yang harus diminumnya ketika ia masih kecil. Pada hari tertentu kita bangun sebagai orang yang berbeda. Hari ini seperti itulah rasanya bagi Starling. Apa yang kemarin dilihatnya di Potter Funeral Home telah menyebabkan perubahan kecil namun mendasar dalam dirinya. Starling mempelajari psikologi dan kriminologi di sekolah bermutu. Sudah berkali-kali ia menyaksikan hal-hal mengerikan yang terjadi di dunia ini. Tapi baru sekarang ia benar-benar tahu: sesekali muncul makhluk yang berlindung di balik wajah manusia, yang mendapatkan kesenangan dari tubuh yang kini tergolek di meja autopsi di Potter, West Virginia, di ruangan dengan wallpaper bermotif bunga mawar. Starling tahu ia akan terus dihantui oleh pengetahuan itu, dan ia perlu membuat dirinya kebal jika ingin bertahan. Kesibukan belajar tak dapat mengalihkan pikirannya. Sepanjang hari ia merasa hal-hal penting sedang terjadi di luar jangkauannya. Ia seolah-olah dikelilingi gemuruh yang terdengar sayup-sayup, bagaikan suara dari stadion di kejaiman. Hal-hal kecil, seperti orang berjalan di koridor, awan melintas di langit, atau suara kapal terbang, membuatnya tersentak. Seusai jam pelajaran, Starling berlari terlalu lama, kemudian berenang. Ia berenang sampai teringat mayat-mayat terapung, dan setelah itu ia tak mau lagi berada di dalam air. Bersama Mapp dan selusin siswa ia menonton siaran berita jam tujuh di ruang rekreasi. Penculikan Putri Senator Martin bukan berita utama, namun ditayangkan
pertama sesudah liputan mengenai pembicaraan pengurangan senjata yang berlangsung di Jenewa. Ada film dari Memphis, dimulai dengan papan nama Stonehinge Villas, yang diambil dari balik lampu mobil patroli yang berkedap-kedip. Media massa memberikan perhatian besar pada kasus tersebut, tapi karena tak ada berita baru, para wartawan saling mewawancara di pelataran parkir di Stonehinge. Pihak berwajib Memphis dan Shelby County tampil di hadapan jajaran mikrofon. Di tengah kegaduhan, mereka menyebutkan hal-hal yang belum diketahui. Para juru foto kalang-kabut setiap kali ada petugas yang masuk atau keluar apartemen Catherine Baker Martin. Sorak-sorai ironis sempat menghangatkan ruang rekreasi ketika wajah Crawford muncul sejenak di jendela apartemen. Starling tersenyum tipis. Dalam hati ia bertanya-tanya, apakah Buffalo Bill sedang menonton. Ia bertanyatanya, bagaimana kesan orang itu mengenai wajah Crawford, atau apakah ia tahu siapa Crawford sebenarnya. Beberapa rekan Starling tampaknya menyimpan pertanyaan serupa.
Lalu Senator Martin muncul di TV dalam siaran langsung bersama Peter Jennings. Ia berdiri di kamar putrinya, dengan poster-poster yang menampilkan Wile E. Coyote dan Equal Rights Amendment pada dinding di belakangnya. Ia wanita jangkung dengan wajah berkesan keras. "Saya ingin mengimbau orang yang menyekap putri saya," ujarnya. Ia berjalan mendekati kamera, memaksa juru kamera mengadakan perubahan fokus di luar rencana. Apa yang dikatakannya tak akan ia ucapkan kepada seorang teroris. "Anda mempunyai kekuasaan untuk melepaskan putri saya dalam keadaan selamat. Namanya Catherine, ia sangat lembut dan penuh pengertian. Saya mohon lepaskan putri saya, lepaskan dia dalam keadaan selamat. Anda yang mengendalikan situasi. Anda mempunyai kekuatan. Anda yang berkuasa. Saya tahu Anda mengenal cinta dan kasih sayang. Anda bisa melindungi dia dari apa pun yang mungkin ingin mencelakakannya. Anda kini berkesempatan membuktikan kepada dunia bahwa Anda dapat bermurah hati, bahwa Anda berjiwa besar dan tidak membalas perlakuan orang lain terhadap Anda dengan cara yang sama. Namanya Catherine." Pandangan Senator Martin beralih dari kamera, dan layar TV menampilkan rekaman gadis cilik yang berjalan tertatih-tatih sambil berpegangan pada bulu leher seekor anjing collie. Suara Senator Martin kembali terdengar, "Ini Catherine ketika masih kecil. Saya mohon, lepaskan dia. Lepaskan dia di mana pun di negeri ini, dan Anda akan memperoleh bantuan dan persahabatan saya." Kini serangkaian foto—Catherine pada usia delapan tahun, memegang batang kemudi perahu layar. Perahu itu berada di dok, dan ayah Catherine sedang mencat lambungnya. Dua foto baru setelah ia tumbuh menjadi seorang wanita muda, satu foto seluruh badan dan satu close up wajahnya. Kamera beralih kembali pada Senator Martin, "Saya berjanji di hadapan seluruh negeri, Anda akan memperoleh segala bantuan yang Anda butuhkan. Saya dapat membantu Anda. Saya senator Amerika Serikat Saya bertugas pada Armed Services Committee. Saya terlibat dalam Strategic Defense Initiative, sistem persenjataan ruang angkasa yang lazim disebut 'Star Wars'. Jika Anda mempunyai musuh, saya akan melawan mereka. Kalau ada yang mengganggu Anda saya akan menghentikannya. Anda bisa menelepon saya kapan saja, siang atau malam. Catherine nama anak saya. Saya
mohon, tunjukkanlah kekuatan Anda." Senator Martin berkata sebagai penutup, "Lepaskanlah Catherine dalam keadaan selamat." "Wah, cerdik sekali," ujar Starling. Ia gemetaran bagaikan anjing terrier. "Benar-benar cerdik."
"Apa, soal Star Wars itu?" tanya Mapp. "Kalau makhluk luar angkasa berusaha mengendalikan pikiran Buffalo Bill dari planet lain, maka Senator Martin bisa melindunginya—itu maksudnya?" Starling mengangguk. "Banyak paranoid schizophrenics yang mengalami halusinasi ini— pengendalian oleh makhluk luar angkasa. Kalau memang itu masalah Bill, barangkali pendekatan ini bisa memancingnya keluar dari tempat persembunyiannya. Paling tidak, Catherine mendapat tambahan waktu beberapa hari. Dan kita punya waktu untuk menyelidiki Bill. Tapi mungkin juga tidak; Crawford berpendapat selang waktu Bill beraksi semakin singkat. Tapi tak ada salahnya dicoba." "Aku pasti mau mencoba apa saja seandainya anggota keluargaku yang disekap. Kenapa dia terus berkata 'Catherine'? Kenapa dia terus mengulangi nama itu?" "Dia berusaha agar Buffalo Bill memandang Catherine sebagai manusia. Banyak pembunuh berantai memberi keterangan di penjara bahwa mereka harus melihat korban sebagai benda sebelum bisa menyembelihnya. Mereka bilang mereka serasa berhadapan dengan boneka." "Mungkinkah pernyataan Senator Martin ini didalangi oleh Crawford?" "Mungkin, mungkin juga oleh Dr. Bloom—itu dia," ujar Starling. Mapp menoleh ke layar TV dan melihat wawancara dengan Dr. Alan Bloom dari University of Chicago mengenai pembunuh berantai, yang direkam beberapa minggu sebelumnya. Dr. Bloom tidak mau membandingkan Buffalo Bill dengan Francis Dolarhyde atau Garrett Hobbs, atau para pembunuh berantai lain yang tercatat dalam sejarah. Ia juga tidak mau menggunakan istilah "Buffalo Bill". Sesungguhnya ia tidak banyak bicara, namun ia dikenal sebagai pakar terkemuka dalam bidang ini dan pihak jaringan TV ingin menampilkan wajahnya. Ucapan penutupnya digunakan sebagai "gong" di akhir laporan, "Segala sesuatu yang mungkin kita gunakan untuk mengancamnya masih kalah mengerikan dibandingkan apa yang harus dia hadapi setiap hari. Yang bisa kita lakukan adalah mengimbau agar dia mendatangi kita. Kita bisa menjanjikan perlakuan baik dan bantuan, dan kita bisa menjanjikannya dengan hati tulus." "Hah, omong'kosong. Kata-kata manis tanpa makna. Dia tidak menceritakan apa-apa, tapi di pihak lain, dia juga tidak membuat Bill gelisah." "Aku tidak bisa melupakan gadis di West Virginia itu," ujar Starling. "Dia selalu terbayang-bayang di depan mata." Pada waktu makan malam, Mapp menghibur Starling dengan komentar-komentarnya yang Jenaka, dan membuat orang-orang yang menguping percakapan mereka terkagum-kagum mendengarnya menciptakan plesetan dari karya-karya Stevie Wonder dan Emily Dickinson.
Ketika mereka kembali ke kamar, Starling memeriksa kotak suratnya dan menemukan pesan berikut: Harap hubungi Albert Roden, ditambah nomor telepon. "Ini satu bukti lagi bahwa teoriku benar," katanya kepada Mapp ketika mereka menjatuhkan diri di tempat tidur masing-masing. "Teori apa?" "Kalau kita ketemu dua laki-laki, bisa dipastikan yang menelepon bukan orang yang diharapkan." "Itu sih aku sudah tahu." Pesawat telepon berdering. Mapp menempelkan ujung pensil ke hidungnya. "Kalau itu Hot Bobby Lowrance, tolong beritahu dia aku lagi di perpustakaan, oke?" ujar Mapp. "Bilang saja aku akan menelepon dia besok." Peneleponnya ternyata Crawford. Ia menelepon dari pesawat terbang dan suaranya berkeresek. "Starling, berkemaslah untuk dua malam dan temui aku satu jam lagi." Starling menyangka Crawford sudah memutuskan hubungan, sebab ia hanya mendengar bunyi mendengung, namun sekonyong-konyong suara atasannya terdengar lagi "—tidak perlu bawa perlengkapan, pakaian saja." "Di mana aku harus menemui Anda?" "Di Smithsonian." Crawford mulai bicara dengan orang lain sebelum mematikan pesawat teleponnya. "Jack Crawford," kata Starling sambil menaikkan tas pakaiannya ke atas tempat tidur. Mapp mengintip dari balik Federal Code of Criminal Procedure yang tengah dibacanya. Ia memperhatikan Starling berkemas sambil mengerutkan kening. "Aku bukannya mau menambah pikiranmu," ujarnya. "Sudahlah, jangan banyak basa-basi," sahut Starling- Ia sudah tahu apa yang akan dikatakan rekannya itu. Mapp berhasil masuk Law Review di University of Maryland, meskipun bekerja sambil kuliah. Peringkat akademisnya di Academy adalah nomor dua di kelas mereka, dan kalau sudah menghadapi buku, ia selalu siap berjibaku. "Seharusnya kau ikut ujian Criminal Code besok dan tes PE dua hari lagi. Pastikan Supremo Crawford tahu kau bisa disuruh mengulang dari awal kalau dia tidak hati-hati. Begitu dia berkata, 'Terima kasih atas bantuanmu. Siswa Starling,' kau jangan cuma bilang, 'Sama-sama.' Tatap wajahnya dan tegaskan, 'Saya minta Anda memastikan secara pribadi bahwa saya tidak disuruh mengulang karena tidak mengikuti ujian.' Mengerti'.'" "Aku bisa ikut ujian susulan," ujar Starling sambil membuka jepitan rambut dengan giginya. "Yeah, dan kalau kau gagal karena tidak sempat belajar, kaupikir kau takkan disuruh mengulang? Yang benar saja! Kau akan dicampakkan sebelum sempat berkedip. Rasa terima kasih tidak bertahan lama Clarice. Paksa dia memberi jaminan bahwa kau tak perlu mengulang apa pun. Nilai-nilaimu bagus suruh dia mengatakan itu. Aku tak mau kehilangan teman sekamar yang bisa menyetrika secepat kau dalam keadaan kepepet."
Starling menjalankan Pinto tuanya dengan kecepatan tetap di jalan raya berjalur empat, satu mil per jam di bawah kecepatan yang biasa membuat kemudinya bergetar. Bau apak bercampur bau oli panas, suara kertak-kertak dari bawah, serta desing transmisi membuatnya teringat pada pickup ayahnya. Ia pun terkenang bagaimana ia duduk di samping ayahnya sementara saudara-saudaranya terus membuat gaduh.
Kini ia yang pegang kemudi, menyetir menembus kegelapan malam. Pikirannya menerawang. Rasa takut seakan-akan mencengkeram tengkuknya; berbagai kenangan dari kejadian yang belum lama lewat mendesak-desaknya dari samping. Starling kuatir mayat Catherine Baker Martin telah ditemukan. Buffalo Bill mungkin panik ketika mengetahui siapa korbannya. Mungkin saja ia telah menghabisi Catherine dan membuangnya dengan kepompong tersangkut di tenggorokan. Barangkali kepompong itu dibawa Crawford untuk diidentifikasi. Kalau bukan karena itu kenapa ia minta Starling datang ke Smithsonian? Tapi urusan sepele seperti itu tak perlu ditangani Crawford; kurir FBI pun sanggup melakukannya. Dan Crawford telah menyuruhnya berkemas untuk dua hari. Starling mengerti kenapa Crawford tidak memberikan penjelasan melalui saluran radio yang tidak diamankan, namun ia tetap saja penasaran. Ia menemukan stasiun radio khusus berita dan menunggu sampai penyiarnya selesai membacakan laporan cuaca. Tapi berita yang menyusul ternyata tidak membantu. Berita dari Memphis itu sekadar mengulangi berita pukul tujuh tadi. Putri Senator Martin dilaporkan hilang. Blusnya ditemukan dalam keadaan tersayat di punggung, ciri khas Buffalo Bill. Tak ada saksi mata. Sementara itu korban yang ditemukan di West Virginia tetap belum berhasil diidentifikasi. West Virginia. Di antara hal-hal yang diingat Clarice Starling mengenai Potter Funeral Home terdapat sesuatu yang amat berguna. Sesuatu yang abadi, bersinar-sinar di tengah kesuraman. Sesuatu yang patut disimpan. Starling sengaja mengingat-ingatnya sekarang, dan ia menyadari ia bisa menggenggamnya bagaikan jimat. Di Potter Funeral Home, saat berdiri di tempat cuci tangan, ia memperoleh kekuatan dari sumber yang membuatnya terkejut sekaligus senang—kenangan mengenai ibunya.
Ia memarkir Pinto-nya di bawah markas besar FBI di persimpangan Tenth dan Pennsylvania. Dua kru TV telah memasang peralatan mereka di trotoar; para reporter tampak terlalu rapi di bawah sorot lampu-lampu. Mereka sedang memberikan laporan dengan J. Edgar Hoover Building sebagai latar belakang. Starling menghindari lampu-lampu itu dan berjalan kaki Sejauh dua blok ke Smithsonian's National Museum Natural History. Ia melihat beberapa jendela terang di gedung tua itu. Sebuah van bertanda Baltimore County P0i1Ce tampak berhenti di jalan masuk yang berbentuk setengah lingkaran. Pengemudi Crawford, Jeff, menunggu di balik kemudi van pengintai di belakangnya. Ketika melihat Starling mendekat, ia mengatakan sesuatu melalui radio komunikasi yang digenggamnya
Bab Delapan Belas
Penjaga pintu Smithsonian's mengantar Clarice Starling ke tingkat dua di atas gajah besar. Pintu lift membuka dan mereka melangkah Starling ke tingkat dua di atas gajah besar. Pintu lift membuka dan mereka melangkah ke ruangan yang luas dan remang-remang. Crawford sudah menunggu dengan tangan terselip dalam kantong jas hujan. "Malam, Starling." "Halo." Crawford menoleh kepada penjaga. "Kami sudah tahu jalannya, Officer, terima kasih." Crawford dan Starling berdampingan menyusuri koridor yang diapit tumpukan peti dan kotak berisi spesimen-spesimen antropologi. Beberapa lampu di langit-langit menyala, tapi tidak banyak. Starling berjalan sambil menundukkan kepala dan merenung, seperti yang biasa dilakukan orang saat melintasi kampus, dan tiba-tiba ia menyadari bahwa Crawford hendak meletakkan tangan pada pundaknya, dan Crawford akan melakukannya kalau saja hubungan mereka memungkinkannya. Ia menunggu Crawford angkat bicara. Akhirnya ia herhenti dan menyelipkan tangan ke dalam kantong. Mereka saling berhadapan di tengah koridor yang sunyi. Crawford menyandarkan kepala pada tumpukan peti dan menarik napas panjang. "Kemungkinan besar Catherine Martin masih hidup," katanya. Starling mengangguk-angguk, lalu menundukkan kepala. Barangkali Crawford lebih mudah bicara kalau tidak ditatap langsung. Roman mukanya tampak biasa, namun sepertinya ada sesuatu yang membuatnya tertekan. Sepintas lalu Starling menyangka istrinya meninggal. Namun mungkin juga Crawford menjadi murung karena menghabiskan satu hari bersama ibu Catherine yang tengah tertimpa musibah. "Tak banyak yang kuperoleh di Memphis," kata Crawford. "Tampaknya korban diculik di pelataran parkir. Tak ada yang melihat kejadiannya. Dia masuk ke apartemennya dan entah kenapa kemudian keluar lagi. Sepertinya dia tidak bermaksud berlama-lama—pintu apartemennya dibiarkan terbuka dengan memasang pengaman deadlock agar jangan sampai terkunci secara tidak sengaja. Kunci pintunya ditemukan di atas pesawat TV. Tak ada yang diotak-atik. Kelihatannya dia hanya sebentar di dalam. Dia tidak sempat memeriksa mesin penjawab telepon di kamar tidur. Lampunya masih menyala ketika pacarnya akhirnya memanggil polisi. "Catherine ada di tangannya sekarang, Starling. Jaringan-jaringan TV setuju untuk tidak mengadakan countdown pada siaran berita malam—Dr. Bloom kuatir itu akan memicu Bill untuk bertindak. Tapi beberapa tabloid mungkin tak bisa dicegah." Pada salah satu kasus penculikan sebelumnya, polisi menemukan baju yang tersayat di punggung dan berbasi mengidentifikasi korban sementara ia masih ditawan.
Starling masih ingat countdown bertepi hitam yang terpampang pada halaman depan koran-koran kuning. Countdown itu mencapai hitungan kedelapan belas sebelum korban ditemukan mengambang di sungai. "Jadi, Catherine Baker Martin sedang menanti nasib di tempat tetirah Bill, dan kita punya waktu sekitar satu minggu. Itu batas maksimal—Bloom berpendapat selang waktu Bill beraksi semakin singkat." Tidak biasanya Crawford bicara panjang-lebar seperti itu. Dan istilah "tempat tetirah" terasa dibuat-buat. Starling tak sabar menunggu Crawford menjelaskan maksud sesungguhnya, dan ia tak perlu menunggu lama-lama. "Tapi kali ini. Starling, kali ini kita mungkin agak beruntung." Starling menatapnya sambil mengerutkan kening, penuh harapan namun sekaligus waspada. "Kita menemukan serangga lagi. Kawan-kawanmu, Pilcher dan... yang satu lagi." "Roden." "Mereka sedang menelitinya." "Di mana Anda mendapatkannya—Kentucky?—gadis di kamar pendingin itu?" "Bukan. Mari, biar kutunjukkan. Aku ingin tahu pendapatmu mengenai ini." "Bagian Entomologi ada di sebelah sana, Mr.Crawford." "Aku tahu," jawab Crawford. Mereka membelok ke pintu Antropologi. Cahaya dan suara-suara menembus pintu berkaca susu itu Starling melangkah masuk. Tiga pria dengan jas lab bekerja pada meja di tengah ruangan, di bawah lampu yang terang-benderang. Dari tempat Starling berdiri, tidak terlihat apa yang sedang mereka lakukan. Jerry Burroughs dari seksi Ilmu Perilaku mengamati tindak-tanduk mereka sambil membuat catatan pada clipboard. Starling mencium bau yang terasa sudah dikenalnya. Kemudian salah satu pria berbaju putih memindahkan sesuatu ke tempat cuci tangan dan Starling segera mengenalinya. Pada nampan baja tahan karat di meja ia melihat "Klaus," kepala yang ditemukannya di Split City Mini-Storage. "Serangga yang kuceritakan tadi berasal dari tenggorokan Klaus," ujar Crawford. "Tunggu sebentar, Starling. Jerry, kau sedang bicara dengan ruang operator?"
Burroughs sedang membacakan catatan pada clipboard sambil menjepit gagang telepon. Dengan sebelah tangan ia menutup pesawat. "Yeah, Jack, gambar rekaan Klaus sedang dikeringkan." Crawford mengambil alih telepon. "Bobby, jangan tunggu sambungan Interpol. Buka saluran gambar dan kirim foto-fotonya sekarang juga, berikut laporan medis. Negara-negara Skandinavia, Jerman Barat, Belanda. Jangan lupa sebutkan bahwa Klaus mungkin awak kapal dagang yang kabur dari kapalnya. Dan tambahkan bahwa Asuransi Kesehatan Nasional mereka mungkin punya klaim untuk tulang pipi yang retak. Apa itu namanya, zygomatic arch. Sekalian kirimkan kedua bagan gigi, universal dan Federation pentaire. Memang sudah kedaluwarsa, tapi lumayan untuk perkiraan kasar." Ia mengembalikan telepon kepada Burroughs. "Mana barang-
barangmu, Starling'" "Di ruang penjaga di bawah." "Johns Hopkins yang menemukan serangga itu," Crawford berkata ketika mereka menunggu lift. "Mereka memeriksa kepalanya untuk kepolisian Baltimore County. Serangga itu tersangkut di tenggorokan, persis seperti pada gadis di West Virginia." "Seperti di West Virginia." "'Sepertinya kau ragu. Johns Hopkins menemukan serangga itu pukul tujuh malam tadi. Aku dihubungi Kejaksaan Baltimore di pesawat. Mereka mengirimnya ke sini. berikut Klaus, supaya kita bisa melihatnya in situ. Mereka juga minta pendapat Dr. Angel mengenai usia Klaus dan berapa usianya ketika tulang pipinya retak. Mereka biasa berkonsultasi dengan Smithsonian, sama seperti kita." "Tunggu sebentar. Ini harus kucerna dulu. Maksud Anda. Buffalo Bill mungkin membunuh Klaus? Bertahun-tahun lalu?" "Apakah dugaan ini terlalu mengada-ada, terlalu serba kebetulan?" "Begitulah kesanku saat ini." "Pikirkanlah beberapa waktu." "Dr. Lecter memberitahuku di mana Klaus bisa temukan." ujar Starling. "Memang." "Dr. Lecter juga memberitahukan bahwa pasiennya, Menjamin Raspail, mengaku membunuh Klaus. Tapi Lecter cenderung menganggap Klaus mati tercekik tanpa disengaja saat berhubungan intim." "Itu kata dia." "Anda menduga Lecter tahu persis bagaimana Klaus tewas, dan bukan karena Raspail, bukan pula karena dicekik?" "Di tenggorokan Klaus ada serangga, di tenggorokan gadis dari West Virginia ada serangga. Aku belum pernah melihat itu di tempat lain. Aku belum pernah membaca soal itu, dan belum pernah mendengarnya. Bagaimana menurutmu?" "Anda menyuruhku berkemas untuk dua hari. Anda ingin aku bertanya langsung kepada Lecter, bukan?" "Kaulah satu-satunya yang bisa mengajaknya bicara, Starling." Starring mengangguk. "Kita bicara sambil menuju rumah sakit jiwa," Crawford menambahkan.
Bab Sembilan Belas
Dr. lecter bertahun-tahun menjalankan praktek psikiatri yang sukses sebelum kita menangkapnya karena pembunuhan," Crawford menjelaskan. "Berulang kali dia membuat evaluasi psikiatris untuk pengadilan Maryland dan Virginia dan sejumlah pengadilan lain di sepanjang Pantai Timur. Dia sering menangani pelaku kejahatan
yang tidak waras. Itu salah satu penjelasan bagaimana dia tahu. Kecuali itu,