LESSON STUDY SEBAGAI BENTUK PROGRAM CONTINUING PROFESSIONAL DEVELOPMENT (CPD) DAN PENINGKATAN PEMBELAJARAN SISWA
Siti Zubaidah
[email protected] Jurusan Biologi FMIPA UM Abstrak: Pengembangan keprofesian guru sangat penting karena berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa guru adalah faktor terbesar dalam pencapaian hasil belajar siswa, dan adanya hubungan antara pengembangan keprofesian guru dengan hasil belajar siswa. Lesson study memenuhi kriteria sebagai bentuk pengembangan keprofesian guru yang efektif karena beberapa alasan, antara lain berfokus pada hasil belajar siswa, terkait pada praktik pembelajaran, kolaboratif, terdapat proses refleksi, serta berdasar data. Pada tulisan ini dipaparkan tentang fakta pembelajaran yang memerlukan pengembangan, kriteria pengembangan keprofesian yang efektif, lesson study sebagai bentuk pengembangan keprofesian yang efektif, pengetahuan yang diperoleh melalui lesson study, dan bagaimana lesson study menghasilkan peningkatan pembelajaran. Kata kunci: lesson study, CPD, pengembangan keprofesian berkelanjutan
Pendidikan memegang peran sangat penting dalam proses peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM). Peningkatan kualitas pendidikan merupakan suatu proses yang terintegrasi dengan proses peningkatan kualitas SDM itu sendiri. Pemerintah dan kalangan swasta telah dan terus berupaya mewujudkan upaya peningkatan kualitas SDM tersebut melalui berbagai usaha, antara lain melalui pengembangan dan perbaikan kurikulum dan sistem evaluasi, perbaikan sarana pendidikan, pengembangan dan pengadaan materi ajar, serta pelatihan bagi guru dan tenaga kependidikan lainnya. Pemerintah juga tidak pernah berhenti berupaya meningkatkan keprofesionalan guru dan kesejahteraan guru melalui langkah-langkah strategis dalam kerangka peningkatan kualifikasi, kompetensi, kesejahteraan, serta perlindungan hukum dan perlindungan profesi guru. Kesemua upaya tersebut bermuara pada tujuan peningkatan kualitas pembelajaran siswa dan kualitas pendidikan pada umumnya.
Pada kenyataannya, secara umum hasil dari upaya peningkatan kualitas pendidikan masih jauh dari yang diharapkan. Salah satu faktor penentu hal tersebut adalah guru yang masih belum memiliki budaya untuk terus menerus belajar. Hal tersebut juga dialami oleh beberapa negara, yang ditengarai disebabkan oleh beberapa hal. Coe (2010) mengkaji berbagai hasil penelitian dari berbagai negara, dan menyimpulkan bahwa budaya pengajaran di kelas pada umumnya adalah suatu praktik yang terisolir atau „tertutup untuk orang lain‟. Gambarannya, pertama, sekali masuk kelas, guru akan menutup pintu kelasnya (untuk orang lain). Sebagian besar guru merasa nyaman dengan kebebasan dan otonomi penuh terhadap kelasnya, tanpa keterlibatan orang lain. Gambaran kedua, mengajar adalah tugas yang dinilai tidak memerlukan kerjasama guru-guru untuk membangun kekuatan satu sama lain atau membantu kekurangan orang lain. Gambaran ketiga, bila terdapat keberhasilan praktik pembe-
103
104, J-TEQIP, Tahun IV, Nomor 2, November 2013
lajaran dalam suatu kelas tidak dapat diketahui, disebarluaskan atau dibagikan kepada orang lain. Keberhasilan tersebut hanya akan digunakan untuk dirinya sendiri. Coe (2010) juga memaparkan berbagai alasan terjadinya praktik pengajaran terisolir tersebut, seperti berikut ini. Pertama, guru diasumsikan sudah memiliki kompetensi pada saat telah menyelesaikan pendidikan keguruannya. Kedua, mengajar masih dianggap sebagai aksi peran tunggal, yang hanya diobservasi, dihargai dan dinilai oleh para muridnya. Ketiga, guru kuatir dikritik oleh para sejawat dan pengawas, karena tidak yakin dengan keterampilannya dan enggan dibandingkan dengan guru lainnya. Keempat, guru jarang berhubungan dengan sesama kolega (tentang masalah pembelajaran di kelas), pintu kelas jarang „dibuka‟ untuk orang lain, dan guru di sekolah yang sama bahkan pada tingkatan kelas atau mata pelajaran yang sama, nampaknya sama-sama menyembunyikan ketidaktahuannya. Kelima, kelas pada umumnya merupakan tempat terisolasi di mana guru bertahan dari campur tangan orang lain. Sebagai seorang profesional, guru diharapkan dapat memelihara kekinian pengetahuan tentang materi ajar maupun pengetahuan tentang pedagogik. Mengutip pernyataan Mc Cormack dkk. (2006), Mc Donalds (2009) menyatakan bahwa mengajar adalah suatu profesi yang dinamis, membutuhkan tidak hanya pengembangan identitas profesi namun juga pembentukan pengetahuan dan praktik profesi melalui pembelajaran keprofesian yang berkesinambungan. Yamnitzky (2010) memaparkan berbagai hasil penelitian dari berbagai sumber rujukan. Pada prinsipnya, terdapat hubungan antara pengembangan keprofesian guru dengan hasil belajar siswa.
Guru-guru yang melakukan „reformasi pendidikan‟ terkait dengan pengembangan keprofesian, ternyata lebih mampu mengarahkan siswanya untuk meningkatkan hasil belajar. Suatu kajian di Texas bahkan menunjukkan bahwa faktor guru adalah faktor terbesar dalam pencapaian hasil belajar siswa, selain faktor keluarga. Kajian lain menyebutkan bahwa pencapaian hasil belajar siswa terkait langsung dengan pendidikan, kemampuan, dan pengalaman guru. Guru yang „good‟ dan guru yang „bad‟ dapat mempengaruhi perkembangan hasil belajar siswa. Guruguru yang „baik‟ mampu meningkatkan hasil belajar siswa, sebaliknya guru-guru yang „tidak atau kurang efektif‟ cenderung menurunkan hasil belajar siswa. Pengembangan keprofesian bagi guru bagaimana yang dapat memberikan „keuntungan‟ bagi siswa? Yamnitzky (2010) menyebutkan hasil kajian Kennedy (1999) terhadap ragam program pengembangan keprofesian guru matematika, bahwa pengembangan keprofesian yang „menguntungkan‟ bagi siswa adalah yang berfokus pada pengetahuan atau pendalaman materi dan pengetahuan tentang bagaimana siswa berpikir dan belajar. Mendukung hal tersebut, Mc Donalds (2009) menyimpulkan beberapa kriteria program pengembangan keprofesian guru yang efektif, diantaranya: (a) berfokus pada hasil belajar siswa, (b) berfokus dan terkait pada praktik pembelajaran, (c) kolaboratif, melibatkan proses refleksi dan umpan balik, (d) berdasar data, dan data tersebut digunakan sebagai acuan pengembangan dan pengukuran dampak, (e) on going, terdukung dan terintegrasi pada budaya sekolah, daerah, maupun secara nasional, dan (f) adanya pertanggungjawaban individu dan kelompok dalam semua tingkatan sistem.
Zubaidah, Lesson Study sebagai Bentuk Program CPD, 105
CONTINUING PROFESSIONAL DEVELOPMENT (CPD) Terkait dengan pengembangan keprofesian berkesinambungan, terdapat beberapa istilah di antaranya Continuing Professional Development (CPD), Pengembangan Profesional Berkelanjutan (PPB) atau pengembangan keprofesian berkelanjutan (PKB). Coe (2010) menggunakan istilah CPTD (Continuous Teacher Professional Development). Beberapa negara menggunakan istilah CTPD, misalnya di Afrika Selatan. CPD merupakan konsep yang luas, melibatkan pendidikan dan pembelajaran yang profesional selama masa transisi seseorang dari pemula untuk menjadi ahli (dalam berbagai bidang), sedangkan istilah CPTD lebih difokuskan kepada guru. Pada tulisan ini istilah CPD, PBB, PKB, dan CPTD digunakan bergantian tergantung sumber rujukan, sekalipun secara pribadi penulis lebih condong ke istilah CPTD karena langsung terfokus pada pengembangan keprofesian guru berkelanjutan. Menurut Kemdikbud (2012) Pengembangan keprofesian berkelanjutan adalah pengembangan kompetensi guru yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan, secara bertahap, berkelanjutan untuk meningkatkan profesionalitas guru. Dengan demikian, guru dapat memelihara, meningkatkan, dan memperluas pengetahuan dan keterampilannya untuk melaksanakan proses pembelajaran secara profesional. Pembelajaran yang berkualitas diharapkan mampu meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap peserta didik. Pengembangan keprofesian berkelanjutan mencakup kegiatan perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan refleksi yang didesain untuk meningkatkan karakteristik, pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan. Melalui siklus evaluasi, refleksi pengalaman belajar, perencanaan dan implementasi kegiatan pengembangan
keprofesian guru secara berkelanjutan, maka diharapkan guru akan mampu mempercepat pengembangan kompetensi pedagogik, profesional, sosial, dan kepribadian untuk kemajuan karirnya. Menurut Kemdiknas (2010), PKB adalah bentuk pembelajaran berkelanjutan bagi guru yang merupakan kendaraan utama dalam upaya membawa perubahan yang diinginkan berkaitan dengan keberhasilan siswa. Seperti telah disebutkan, aktivitas pengembangan profesi guru bersifat terusmenerus, tiada henti, dan tidak ada titik puncak kemampuan profesional yang benar-benar final. Di sinilah esensi bahwa guru harus menjalani proses CPD. CPD memuat tiga istilah utama, yaitu continuing, professional, dan development. Disebut continuing (berkelanjutan) karena belajar tidak pernah berhenti tanpa memperhatikan usia maupan senioritas. Disebut professional (profesional) karena CPD difokuskan pada kompetensi-kompetensi profesional dalam sebuah peran profesional. Disebut development (pengembangan) karena tujuannya adalah untuk memperbaiki kinerja seseorang dan untuk memperkuat kemajuan karir seseorang yang jauh lebih luas dari sekedar pendidikan dan pelatihan formal biasa. CDP yang efektif adalah CPD yang memiliki ciri-ciri berikut ini. 1. Setiap aktivitas CPD adalah bagian dari sebuah rencana jangka panjang yang koheren yang memberi kesempatan pada peserta CPD untuk menerapkan apa yang mereka pelajari, mengevaluasi dampak pada praktik pembelajaran mereka, dan mengembangkan praktik-praktik mereka. 2. CPD direncanakan dengan visi yang jelas tentang praktik-praktik yang efektif atau yang dikembangkan. Visi dipahami bersama oleh semua pemangku kepentingan CPD dan oleh Pimpinan dan Staf Pendukung CPD.
106, J-TEQIP, Tahun IV, Nomor 2, November 2013
3. CPD memungkinkan peserta untuk mengembangkan keterampilan, pengetahuan, dan pemahaman yang praktis, relevan, dan dapat diterapkan pada peran atau karir saat ini dan masa depan. 4. CPD harus disiapkan oleh orang berpengalaman, berkeahlian, dan berketerampilan. 5. CPD didasarkan pada bukti-bukti terbaik yang tersedia tentang praktik pembelajaran. 6. CPD mempertimbangkan pengetahuan dan pengalaman peserta. 7. CPD ditunjang oleh pembinaan atau mentoring oleh teman sejawat yang berpengalaman baik dari dalam sekolah itu sendiri maupun dari luar. 8. CPD dapat menggunakan hasil observasi kelas sebagai dasar pengembangan fokus CPD dan dampak CPD. 9. CPD merupakan pemodelan pembelajaran efektif dan pemodelan strategi pembelajaran. 10. CPD memunculkan secara terus menerus rasa ingin tahu dan kemampuan problem solving dalam kehidupan sehari-hari di sekolah. 11. Dampak CDP pada proses pembelajaran terus menerus dievaluasi, dan hasil evaluasi ini mengarahkan pengembangan aktivitas profesional secara terus menerus. Menurut Lam dkk. (2002), secara umum, CPTD belum berhasil dengan memuaskan dalam mengubah budaya pengajaran dari budaya isolasi menjadi suatu kolaborasi yang bermakna di antara para guru. Selama beberapa dekade, terdapat stigma bahwa para guru tidak profesional. Masih belum menjadi budaya bagi para guru untuk saling berbagi pengetahuan dan pengalaman bersama teman dan koleganya. Perbaikan yang umumnya dilakukan adalah seminar,
pelatihan dan lokakarya dengan menawarkan ide-ide dan strategi untuk mendorong guru untuk bekerja sama, yang disajikan oleh apa para ahli atau pakar pendidikan (instruktur) pada suatu kegiatan di suatu tempat (di luar kelas) dan ada kalanya juga sedikit waktu di dalam kelas. Sekalipun mungkin materi yang disampaikan kepada guru oleh instruktur selama pelatihan sangat berharga, namun sedikit yang membawa pengaruh bagi guru untuk melakukan transisi dari ruang presentasi ke dalam kelasnya (Stigler & Hiebert, 1999), dan sedikit dari apa yang disajikan benar-benar menjadi bagian dari praktik guru (Lam, dkk, 2002). Burney (2004) berpendapat bahwa seringkali guru hanya diberitahu untuk mengubah ini itu, melakukan ini itu, atau menghadiri lebih banyak program pengembangan profesional, yang adakalanya tidak memiliki hubungan dengan pekerjaan mereka dan tidak mengatasi masalah dalam profesi mereka. Berman dkk. (2000) berpendapat bahwa banyak program pengembangan profesional yang ditawarkan kepada para guru, namun tidak memenuhi tantangan reformasi. Banyak program CPTD yang hanya disajikan didasarkan pada asumsi bahwa guru akan mengambil strategi yang telah diberikan dan dapat segera menerapkannya ke dalam pembelajaran di kelas. Joyce dan Showers (1982) berpendapat bahwa guru tidak bisa langsung dengan mudah mentransfer dengan trampil hal-hal yang diperoleh selama pelatihan ke dalam kelas, sebab keberhasilan melakukan transfer membutuhkan periode berlatih sampai ke tingkat yang diharapkan. Berman dkk. (2000) menemukan bahwa program CPTD yang disajikan dalam "format tradisional” saat ini dikritik karena tidak memberikan waktu, kegiatan, dan konten yang diperlukan guru untuk meningkatkan pengetahuan dan untuk mendorong perubahan yang berarti
Zubaidah, Lesson Study sebagai Bentuk Program CPD, 107
dalam praktik di kelas mereka. Schmoker (2004) mengklaim bahwa sangat sedikit dari apa yang disajikan dalam program CPTD benar-benar menjadi praktik di kelas. Program yang diharapkan akan dimasukkan ke dalam pembelajaran di kelas, jarang dipantau efektivitasnya. Biasanya ada beberapa jenis survei umpan balik dari peserta guru pada saat penutupan pelatihan. Salah satunya mungkin menanyakan tentang rencana mereka setelah pelatihan, namun kita tidak pernah tahu apakah materi yang disampaikan selama sesi CPTD memang benar-benar dimasukkan ke dalam praktik di kelas. Menurut Stigler dan Hiebert (1999), apa yang diharapkan oleh peneliti atau instruktur tentang sebaiknya pembelajaran di kelas setelah sesi pelatihan, tidak selalu dapat diases informasinya bagaimana guru menghadapi siswa untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Selama CPTD, guru perlu memiliki waktu untuk menganalisis strategi perbaikan yang disarankan serta kesempatan untuk menerima umpan balik dari para sejawat. Peer coaching antar sejawat dapat menjadi salah satu cara untuk menjembatani kesenjangan antara sesi CPTD dan pembelajaran di kelas. Hal tersebut diharapkan dapat menjadi cara yang efektif untuk mendorong guru berpindah dari budaya isolasi diri (Joyce & Showers, 1982). Melalui CPTD guru diharapkan akan dapat meningkatkan kompetensi secara berkelanjutan sesuai dengan perkembangan Iptek. CPTD juga diharapkan membantu terwujudnya sistem pengembangan kompetensi profesional guru yang berkelanjutan dan memberikan kemudahan dalam pembinaan, pengelolaan, pengadministrasian, penugasan, dan pengembangan kompetensi profesional guru dan mekanisme yang jelas tentang karir guru yang kondusif, serta memudahkan sekolah dalam mengatur tugas guru
pada peningkatan pelayanan pendidikan yang lebih profesional. LESSON STUDY Terdapat beberapa definisi dari lesson study. Lesson study adalah suatu program pengembangan keprofesionalan guru berbasis kolaborasi (Lewis dkk., 2006). Menurut Hollingsworth & Oliver (2005), lesson study adalah suatu model pembelajaran guru (bukan model pembelajaran siswa), yang melibatkan kelompok-kelompok kecil guru untuk melakukan pertemuan secara berkala dan rutin secara kolaboratif dalam proses menyusun perencanaan pembelajaran, mengimplementasikan dan mengevaluasi pelaksanaan, serta melakukan perbaikan. Lesson study bukan suatu strategi atau metode dalam pembelajaran, tetapi merupakan salah satu upaya pembinaan untuk meningkatkan proses pembelajaran yang dilakukan oleh sekelompok guru secara kolaboratif dan berkesinambungan, dalam merencanakan, melaksanakan, mengobservasi dan melaporkan hasil pembelajaran. Lesson study bukan sebuah proyek sesaat, tetapi merupakan kegiatan terus menerus yang tiada henti dan merupakan sebuah upaya untuk mengaplikasikan prinsip-prinsip dalam Total Quality Management, yakni memperbaiki proses dan hasil pembelajaran siswa secara terus-menerus, berdasarkan data. Lesson study merupakan kegiatan yang dapat mendorong terbentuknya sebuah komunitas belajar (learning society) yang secara konsisten dan sistematis melakukan perbaikan diri, baik pada tataran individual maupun manajerial. Lesson study adalah salah satu model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan pada prinsip-prinsip kolegialitas dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar.
108, J-TEQIP, Tahun IV, Nomor 2, November 2013
Stepanek (2003a) menjelaskan bahwa lesson study adalah suatu proses kolaboratif di mana sekelompok guru mengidentifikasi suatu masalah pembelajaran dan merancang suatu skenario pembelajaran (tahap plan), membelajarkan siswa sesuai skenario yang dilakukan salah seorang guru melaksanakan pembelajaran sementara yang lain mengamati (tahap do), merefleksi, mengevaluasi dan merevisi skenario pembelajaran (tahap see yang dilanjutkan refleksi dan evaluasi). Tahap berikutnya, yang mungkin tidak dilakukan dengan segera pada kelas dan sekolah yang sama, akan tetapi dapat dilakukan pada kelas atau sekolah yang lain adalah membelajarkan lagi skenario pembelajaran yang telah direvisi, mengevaluasi lagi pembelajaran dan membagikan hasilnya dengan guru-guru lain (mendesiminasikannya). Di Indonesia, Saito, dkk (2005) mengenalkan lesson study yang dilaksanakan tersebut terdiri atas 3 tahap pokok. (1) Merencanakan pembelajaran dengan penggalian akademis pada topik dan alatalat pembelajaran yang digunakan, yang selanjutnya disebut tahap Plan. (2) melaksanakan pembelajaran yang mengacu pada rencana pembelajaran dan alat-alat yang disediakan, serta mengundang rekanrekan sejawat untuk mengamati, disebut tahap Do. (3) melaksanakan refleksi melalui berbagai pendapat/tanggapan dan diskusi bersama pengamat/observer, disebut tahap See. Tahapan plan do see tersebut merupakan suatu siklus, yang seringkali juga dijelaskan dengan beberapa rincian yang tidak jauh berbeda esensinya. Sebagai contoh, Allen dkk. (2004) merinci siklus lesson study menjadi lima tahapan yaitu goal setting, lesson selection and planning, teaching the lesson with peer observation, debriefing the lesson dan consolidation of learning. Sedangkan Stepanek (2001)
merinci siklus lesson study menjadi delapan tahapan yaitu focusing the lesson, planning the lesson, teaching the lesson, reflecting and evaluating, revising the lesson, teaching the revised lesson, reflecting and evaluating, dan sharing results. Murata dan Takahashi (2002), menjelaskan bahwa pada lesson study, sekelompok guru menetapkan tujuan pembelajaran (dapat menyertakan hasil pra-asesmen siswa), merencanakan pembelajaran (dengan memeriksa kurikulum, standar kompetensi, dan materi pelajaran), melakukan pembelajaran (dilakukan oleh salah seorang guru, sementara guru-guru) yang lain mengamati dan mengumpulkan data), mendiskusikan pembelajaran (berdasarkan data yang dikumpulkan), dan melakukan refleksi terhadap pembelajaran tersebut. Pada proses tersebut, para guru memiliki kesempatan ganda untuk berpikir secara mendalam tentang berbagai aspek pembelajaran, mengekspresikan atau mengungkapkan apa yang mereka mungkin tidak yakin, mengajukan pertanyaan dan mendapatkan jawaban dari rekan-rekan mereka dan orang lain yang lebih berpengetahuan, membahas dan mempelajari lebih lanjut tentang proses dan materi belajar siswa secara bersama-sama. Lesson study pada awalnya dikembangkan di Jepang (Lewis dkk., 2006). Menurut Lewis (2003) rata-rata guru di Jepang mengikuti sekitar sepuluh lesson study setiap tahun. Konsep dan praktik lesson study pertama kali dikembangkan oleh para guru pendidikan dasar di Jepang, yang dalam bahasa Jepang-nya disebut dengan istilah kenkyuu jugyo. Makoto Yoshida adalah orang yang dianggap berjasa besar dalam mengembangkan kenkyuu jugyo di Jepang. Meski pada awalnya, lesson study dikembangkan pada pendidikan dasar, namun saat ini ada kecenderungan untuk diterapkan pula pada
Zubaidah, Lesson Study sebagai Bentuk Program CPD, 109
pendidikan menengah dan bahkan pendidikan tinggi. Keberhasilan Jepang dalam mengembangkan lesson study kemudian diikuti oleh beberapa negara lain, termasuk di Amerika Serikat yang secara gigih dikembangkan dan dipopulerkan oleh Catherine Lewis yang telah melakukan penelitian tentang lesson study di Jepang sejak tahun 1993. Pengembangan lesson study di berbagai negara, tidak selalu berjalan mulus sesuai yang diharapkan. Sebagai contoh, ternyata di Amerika ditemukan „ancaman‟ yang paling mengejutkan, bahwa lesson study pada awalnya menjadi tumpuan harapan sebagai wahana untuk melihat pembelajaran yang sempurna dan kekuatiran guru diremehkan bila tidak dapat melakukan pembelajaran yang sempurna (Stigler dan Hiebert, 1999). Premis yang mendasari lesson study menurut Stigler & Hiebert (1999) sederhana: jika kita ingin meningkatkan pembelajaran dan mengatasi masalah pembelajaran, yang paling efektif adalah pembelajaran di kelas. Perbaikan juga dilakukan pada kelas yang „bermasalah‟. Tantangannya sekarang adalah bagaimana menentukan macam perubahan siswa yang ingin diubah atau ingin diperbaiki? Jika masalah jenis perubahan sudah diketahui dan ditentukan, masalah tersebut kemudian dibahas bersama dengan guru lain yang menghadapi masalah serupa. Hal mendasar yang menjadi fokus lesson study adalah pada peningkatan pembelajaran, melalui pengamatan terhadap siswa, agar dapat dipikirkan cara-cara untuk meningkatkan kegiatan belajar dan kegiatan berfikir siswa, serta bukan pada kegiatan guru. Pertanyaan yang umumnya diajukan dalam lesson study adalah: bagaimana pemahaman siswa mengenai materi pembelajarannya? Apakah siswa tertarik untuk belajar? Apakah mereka memperhatikan ide siswa lainnya? Menu-
rut Stepanek (2003b), secara singkat, setidaknya pada saat lesson study perlu dikumpulkan data mengenai siswa meliputi lima hal yaitu hasil belajar akademis, motivasi dan persepsi, tingkah laku sosial, sikap terhadap belajar, dan interaksi gurusiswa dalam proses pembelajaran. Di Jepang, lesson study sangat bernilai dan dianggap poros dari suatu proses perbaikan. Hal ini karena lesson study memungkinkan peningkatan yang stabil dari guru dan pembelajaran, melalui perbaikan secara bertahap terhadap guru, juga melalui pengetahuan yang dikembangkan dan dibagikan selama proses lesson study. Stigler dan Hiebert (1999) menyoroti kebijakan dan budaya yang mengesankan di Jepang. Jepang memiliki budaya sangat menghargai pengetahuan dan pembelajaran guru, dan menemukan sebuah sistem untuk mengembangkan ideide guru, kemudian mengevaluasinya, mengadaptasinya, mengumpulkannya menjadi sebuah landasan pengetahuan yang profesional, dan membagikan ide-ide tersebut. Orang Jepang telah menciptakan sebuah sistem „research and development‟ secara nasional, berdasarkan pengalaman guru, yang dapat menjamin peningkatan pembelajaran secara bertahap dari waktu ke waktu (Stigler & Hiebert, 1999). Stigler dan Hiebert (1999) juga menjelaskan bahwa lesson study merupakan proses yang menghasilkan perbaikan sedikit demi sedikit dalam jangka waktu yang lama, bukan proses reformasi yang seketika jadi. Lewis (2002) juga memperingatkan tentang lambannya proses perbaikan dalam lesson study. Lesson study bukanlah proses perbaikan yang instan atau cepat, melainkan lambat tetapi pasti, sebagai sarana yang kuat bagi guru untuk meningkatkan pembelajarannya, dan untuk membangun budaya sekolah atau wilayah yang difokuskan pada penyelidikan dan perbaikan.
110, J-TEQIP, Tahun IV, Nomor 2, November 2013
LESSON STUDY SEBAGAI BENTUK CPTD Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah (UU no 14 tahun 2005 Bab I Pasal 1). Kompetensi guru tersebut perlu selalu ditingatkan untuk memenuhi amanat UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Upaya peningkatan guru bukan hanya kegiatan sesaat, tetapi lebih merupakan kegiatan berkelanjutan, yang dilaksanakan sesuai dengan konsep CPD. Salah satu kegiatan yang diharapkan dapat dimasukkan dalam kegiatan Kelompok Kerja Guru (KKG) dan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) adalah lesson study, karena para guru akan melakukan proses pembelajaran secara kolegial dan bersamasama untuk meningkatkan kompetensinya. Ibrohim (2012) menginformasikan bahwa perkembangan terakhir, pihak Kemendiknas telah menetapkan lesson study sebagai salah satu alternatif pendekatan dalam pembinaan guru baru (CPNS) melalui Program Induksi Guru Pemula (Permen Diknas Nomor 27 Tahun 2010. Terkait dengan implementasi permen tersebut, dijelaskan bahwa mulai tahun 2013 setiap guru yang baru diangkat (CPNS) oleh pemerintah harus mengikuti prajabatan dan program induksi di sekolah tempat bekerja minimal selama satu tahun dan dapat diperpanjang satu tahun. Pada program induksi tersebut seorang guru baru akan dibimbing untuk menjadi guru profesional oleh seorang guru senior, kepala sekolah, dan pengawas. Pembimbingan diberikan dalam hal penyusunan rencana pembelajaran, pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran, serta pengayaan dan pelaksanaan tugas-tugas guru yang relevan. Pembimbingan guru pemula ini
disarankan dilakukan dengan pendekatan lesson study. Seorang guru CPNS dinyatakan lulus dan dapat diangkat menjadi PNS guru jika memperoleh penilaian baik dari ketiga pembimbing secara terpadu yang dinyatakan dengan surat rekomendasi oleh dinas pendidikan. Jika selama 2 tahun berturut-turut tidak dapat memperoleh nilai baik maka CPNS guru tersebut tidak dapat diangkat menjadi PNS guru, dan kemudian dikembalikan ke BKD (Balai Kepegawaian Daerah) untuk ditetapkan menjadi PNS non guru. Terdapat beberapa hal penting lain yang dapat diperoleh guru melalui kegiatan lesson study. Pertama, para guru akan lebih terbuka dengan dunia luar. Ruang kelasnya tidak dikunci sendiri untuk tidak boleh menerima guru lain untuk melihat apa saja yang dilakukan guru itu setiap hari kerja dalam proses pembelajaran yang dilaksanakannya. Guru juga perlu melihat apa yang dilakukan koleganya dalam proses pembelajaran. Kedua, para guru akan saling belajar dan saling bekerjasama dalam meningkatkan kualitas proses pembelajarannya melalui peningkatan pemahaman bukan hanya tentang materi, tetapi juga metode, media dan alat bantu pembelajaran, tetapi juga teknik penilaian yang digunakan dalam proses pembelajaran. Dengan demikian, fokus kegiatan lesson study adalah kajian pembelajaran sehingga dapat menemukan praktik terbaik (best practices), berdasarkan pengalamanpengalaman yang diamati dalam beberapa tahapan pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Ketiga, dengan praktik terbaik tersebut, para guru akan dilatih untuk dapat mencoba untuk menghasilkan inovasi baru dalam pembelajaran, melalui usulan tentang saran perbaikan yang diberikan oleh koleganya, juga melalui kreativitaskreativitas yang kemudian muncul dalam praktik pembelajaran. Keempat, hasil akhir yang diharapkan dapat diperoleh
Zubaidah, Lesson Study sebagai Bentuk Program CPD, 111
melalui lesson study ini adalah proses pembelajaran yang lebih efektif dan efisien, yang dengan demikian diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa (student achievement). Menurut Lewis dkk. (2003) kegiatan lesson study ternyata dapat mendatangkan banyak manfaat yaitu meliputi meningkatnya pengetahuan guru tentang materi ajar dan pembelajarannya, meningkatnya pengetahuan guru tentang cara mengobservasi aktivitas belajar siswa, menguatnya hubungan kolegalitas baik antar guru maupun dengan observer selain guru, menguatnya hubungan antara pelaksanaan pembelajaran sehari-hari dengan tujuan pembelajaran jangka panjang, meningkatnya motivasi guru untuk senantiasa berkembang, dan meningkatnya kualitas rencana pembelajaran (termasuk komponen-komponennya seperti bahan ajar, teaching materials, dan strategi pembelajaran. Lesson study sangat bermanfaat dalam pengembangan keprofesionalan guru dikarenakan beberapa alasan yang dikemukakan Lewis (2002a) berikut. (1) Merupakan suatu cara efektif yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran yang dilakukan guru dan aktivitas belajar siswa. Hal tersebut disebabkan: (a) pengembangan lesson study dilakukan dan didasarkan pada hasil sharing pengetahuan profesional yang berlandaskan pada praktik dan hasil pengajaran yang dilaksanakan para guru; (b) penekanan mendasar pada pelaksanaan suatu lesson study adalah agar para siswa memiliki kualitas belajar; (c) kompetensi yang diharapkan dimiliki siswa, dijadikan fokus dan titik perhatian utama dalam pembelajaran di kelas; (d) berdasarkan pengalaman real di kelas, lesson study mampu menjadi landasan bagi pengembangan pembelajaran; dan (e) lesson study akan menempatkan peran para guru sebagai
peneliti pembelajaran. (2) Lesson study yang didesain dengan baik akan menjadikan guru yang profesional dan inovatif. Pelaksanakan lesson study akan dapat meningkatkan kemampuan guru dalam hal berikut. (1) Menentukan kompetensi yang perlu dimiliki siswa, merencanakan dan melaksanakan pembelajaran (lesson) yang efektif. (2) Mengkaji dan meningkatkan pelajaran yang bermanfaat bagi siswa. (3) Memperdalam pengetahuan tentang mata pelajaran yang disajikan para guru. (4) Menentukan standar kompetensi yang akan dicapai para siswa. (5) merencanakan pelajaran secara kolaboratif. (6) Mengkaji secara teliti belajar dan perilaku siswa. (7) Mengembangkan pengetahuan pembelajaran yang dapat diandalkan. (8) Melakukan refleksi terhadap pengajaran yang dilaksanakannya berdasarkan pandangan siswa dan koleganya. Wang-Iverson dan Yoshida (2005) mengatakan bahwa lesson study memiliki beberapa manfaat berikut. (1) Mengurangi keterasingan guru (dari komunitasnya). (2) Membantu guru untuk mengobservasi dan mengkritisi pembelajarannya. (3) Memperdalam pemahaman guru tentang materi pelajaran, cakupan dan urutan materi dalam kurikulum. (4) Membantu guru memfokuskan bantuannya pada seluruh aktivitas belajar siswa. (5) Menciptakan terjadinya pertukaran pengetahuan tentang pemahaman berpikir dan belajar siswa. (6) Meningkatkan kolaborasi pada sesama guru. JALUR PEMBELAJARAN INDIVIDU GURU DAN KELOMPOK GURU DALAM LESSON STUDY Lewis (2002b) mengemukakan bahwa lesson study sangat efektif bagi guru karena telah memberikan keuntungan dan kesempatan kepada para guru untuk
112, J-TEQIP, Tahun IV, Nomor 2, November 2013
dapat melakukan hal-hal berikut. (1) Memikirkan secara lebih teliti lagi tentang tujuan, materi tertentu yang akan dibelajarkan kepada siswa. (2) Memikirkan secara mendalam tentang tujuan-tujuan pembelajaran untuk kepentingan masa depan siswa, misalnya tentang arti penting sebuah persahabatan, pengembangan perspektif dan cara berfikir siswa, serta kegandrungan siswa terhadap ilmu pengetahuan. (3) Mengkaji tentang hal-hal terbaik yang dapat digunakan dalam pembelajaran melalui belajar dari para guru lain (peserta atau partisipan lesson study). (4) Belajar tentang isi atau materi pelajaran dari guru lain sehingga dapat menambah pengetahuan tentang apa yang harus diberikan kepada siswa. (5) Mengembangkan keahlian dalam mengajar, baik pada saat merencanakan pembelajaran maupun selama berlangsungnya kegiatan pembelajaran. (6) Membangun kemampuan melalui pembelajaran kolegial, dalam arti para guru bisa saling belajar tentang apa-apa yang dirasakan masih kurang, baik tentang pengetahuan maupun keterampilannya dalam membelajarkan siswa. (7) Mengembangkan “The Eyes to See Students” (kodomo wo miru me), dalam arti dengan dihadirkannya para pengamat (observer), pengamatan tentang perilaku belajar siswa bisa semakin rinci dan jelas. Murata (2009) menjelaskan bahwa pengembangan sumber belajar atau pembelajaran hanya sebagian kecil manfaat yang diperoleh dari proses dalam lesson study. Banyak manfaat lain yang dapat diperoleh, antara lain guru dapat mengembangkan pengetahuan tentang materi ajar atau tentang proses pembelajaran, pergeseran
keyakinan para guru tentang bagaimana cara terbaik untuk mendukung pembelajaran siswa, dan berbagi pengalaman dalam komunitas guru tentang akuntabilitas bersama dan tentang norma-norma yang menekankan pada penemuan fakta dan pengembangan keprofesian berkelanjutan. Namun demikian, setiap guru akan mengambil aspek yang berbeda dari pengalamannya dalam ber-lesson study. Pendapat Murata tersebut memperjelas pendapat Lewis dkk. (2006) dan Murata dkk. (2004), bahwa lesson study mendukung pertumbuhan profesional guru dengan membantu mengembangkan 1) pengetahuan dan keyakinan, 2) komunitas profesional, dan 3) sumber belajar. Murata (2009) mengamati proses individu-individu guru yang belajar bersama, di mana interaksi di antara mereka dapat diamati sebagai suatu usaha belajar bersama dalam lesson study. Murata menggambarkan proses tersebut sebagai suatu jalur pada Gambar 1. Pada gambar tersebut ditunjukkan kemungkinan bagaimana jalur individu guru dan kelompok guru berinteraksi dalam proses lesson study. Gambar lingkaran tidak terarsir di tengah lingkaran besar terarsir adalah suatu jalur pembelajaran berdasarkan pada pengembangan sumber belajar (dengan keyakinan bahwa guru akan belajar dengan mengembangkan sumbersumber belajar konkrit yang terkait langsung dengan praktik keseharian mereka). Lingkaran tengah tidak terarsir dikelilingi oleh lingkaran terarsir yang menunjukkan bahwa guru memiliki perbedaan-perbedaan latar belakang pengetahuan (gambar sebelah kiri).
Zubaidah, Lesson Study sebagai Bentuk Program CPD, 113
Kemungkinan jalur pengembangan individual
Pengembangan pembelajaran/ sumber belajar*
Permulaan Lesson Study
Penentuan tujuan
Perencanaan pembelajaran (materi ajar, dsb)
Pembelajaran/ Observasi
Refleksi
Akhir Lesson Study
WAKTU Gambar 1. Kerangka Jalur Pembelajaran Individu dan Kelompok dalam Lesson Sudy (Murata, 2009). Tanda bintang (*) menunjukkan kemungkinan (meskipun tidak menyeluruh) macam pengetahuan yang dibawa guru ke dalam konteks lesson study. Semua pengetahuan tersebut ‘mewarnai’ proses lesson study. Tanda panah menunjukkan contoh kemungkinan jalur pembelajaran individu guru yang berinteraksi dengan jalur pembelajaran kelompok guru (ditunjukkan dengan jalur pada silinder).
Pada perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, biasanya guru cenderung berpikir sendiri tentang kelompok siswanya, kurikulum baru yang mereka adopsi, atau kebijakan lokal yang mempengaruhi pembelajaran mereka (ditampilkan sebagai segmen-segmen pada lingkaran terarsir). Pada proses lesson study, guru-guru akan berinteraksi satu sama lain dengan ide-ide yang berbeda dan berkolaborasi dalam beberapa jalur atau cara (ditunjukkan dengan tanda panah), dan interaksi tersebut mendukung pembelajaran mereka, baik sebagai individu maupun sebagai anggota kelompok. Silinder pada Gambar 1. menunjukkan gambaran dari proses belajar kelompok guru tersebut. Pada Gambar 1., Murata (2009) juga menjelaskan bahwa pada jalur belajar seorang guru, mungkin memiliki bekal awal pengetahuan lebih dari satu segmen
atau macam pengetahuan pada saat tertentu, yang kemudian akan berproses bergerak maju untuk membuat keterkaitan yang lebih baik dari berbagai jenis pengetahuan yang diperolehnya selama lesson study. Panah juga menunjukkan adanya interaksi guru dengan guru lain dalam kelompok untuk saling memunculkan berbagai ide dan memperkaya pemikiran satu sama lain. Pada suatu saat, jalur individu dapat „bergerak ke luar‟ dari jalur kelompok belajar, tetapi konteks penyelidikan kolaboratif dan interaktif akan menarik guru untuk tetap belajar bersama. Pada jalur tersebut, kelompok guru saling mendorong dan saling memperluas dalam proses belajar dengan mengajukan pertanyaan, berbagi ide, dan menerima umpan balik, dengan fokus pembelajaran mereka. Murata (2009) juga menjelaskan bahwa seorang guru yang sedang belajar
114, J-TEQIP, Tahun IV, Nomor 2, November 2013
(dengan lesson study), kemungkinan akan memperoleh pengalaman yang berbeda berdasarkan minat, latar belakang, keyakinan, dan pengetahuan mereka sebelumnya. Keanekaragaman pengalaman dan pola atau tingkat berpikir para guru merupakan bahan dasar dalam pembelajaran kolaboratif dalam lesson study. Perbedaan jalur pembelajaran individu guru akan berinteraksi dengan jalur pembelajaran individu guru lainnya, dan interaksi tersebut akan menghasilkan pembelajaran bersama yang lebih meluas. Pada proses diskusi kolaboratif, para guru yang berbeda tersebut akan saling mendorong dan memperluas pengalaman dan pengetahuan satu sama lain, dan interaksi tersebut akan membantu semua orang untuk memahami topik pembelajaran yang lebih baik. LESSON STUDY DALAM PENINGKATAN PEMBELAJARAN SISWA Bagaimana lesson study dapat memperbaiki pembelajaran, ditunjukkan oleh Lewis dkk. (2009) pada Gambar 2. Kegiatan lesson study pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran. Lebih lanjut diharapkan peningkatan kualitas proses pembelajaran ini dapat memberikan dampak yang positif bagi peningkatan kualitas hasil belajar siswa. Kegiatan ini cukup potensial dalam membangun komunitas insan pendidikan secara efektif serta membangun kolaborasi antara guru dengan guru (baik dalam satu bidang studi maupun lintas bidang studi), juga antara sekolah yang satu dengan dengan sekolah yang lain. Setidaknya lesson study memiliki 4 (empat) tujuan utama berikut ini. (1) Memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana siswa belajar dan guru mengajar. (2) Memperoleh hasil-hasil tertentu yang dapat dimanfaatkan oleh para guru lainnya, di luar peserta lesson study.
(3) Meningkatkan pembelajaran secara sistematis melalui inkuiri kolaboratif. (4) Membangun sebuah pengetahuan pedagogis, dimana seorang guru dapat menimba pengetahuan dari guru lainnya. Kegiatan lesson study dapat berperan pula dalam sharing experience di antara guru. Seorang guru yang melaksanakan lesson study akan belajar dari kegiatan pembelajaran yang telah dilakukannya melalui refleksi dari para observer atau pengamat. Guru dapat memperoleh masukan tentang bagaimana cara mengatasi kelemahan yang muncul dalam proses pembelajaran. Demikian pula, para pengamat yang terdiri dari guru dan para undangan mendapatkan manfaat langsung dari kegiatan tersebut. Bila guru yang tampil menunjukkan kinerja yang baik dalam membangun interaksi siswa, maka hal tersebut dapat menjadi acuan bagi guru lainnya. Bila tampilan guru kurang dapat membangun interaksi di dalam kelas, maka ini juga merupakan bahan pertimbangan untuk memikirkan model pembelajaran lain yang lebih interaktif. Kegiatan ini dapat juga dijadikan wahana untuk mengimplementasikan inovasi-inovasi pembelajaran yang semakin berkembang. Lesson study memiliki peran yang cukup besar dalam melakukan perubahan secara sistemik. Lesson study tidak hanya memberikan sumbangan terhadap pengetahuan keprofesionalan guru, tetapi juga terhadap peningkatan sistem pendidikan yang lebih luas. Melalui lesson study, guru secara kolaboratif berupaya menterjemahkan tujuan dan standar pendidikan ke alam nyata di kelas. Mereka berupaya merancang pembelajaran sedemikian sehingga siswa dapat dibantu untuk mengetahui kompetensi dasar yang diharapkan. Selain itu, mereka berupaya merancang suatu skenario pembelajaran yang memperhatikan kompetensi dasar dan pengem-
Zubaidah, Lesson Study sebagai Bentuk Program CPD, 115
bangan kebiasaan berpikir ilmiah, dimana siswa diajak untuk mengendalikan variable dan juga memperoleh pengetahuan tertentu yang terkait dengan materi yang dibela-
jarkan. Setelah itu rancangan pembelajaran dilaksanakan, diamati, didiskusikan, direvisi, dan jika perlu dibelajarkan lagi di kelas lainnya.
Ciri-ciri Lesson Study 1. Investigasi a. Mempertimbangkan karakteristik siswa b. Mempertimbangkan tujuan jangka panjang pembelajaran dan pengembangan siswa c. Mempelajari materi: konsep-konsep kunci, kurikulum terkini, standar-standar dan lintasan pembelajaran 2. Perencanaan a. Memilih dan mengembangkan kajian pembelajaran b. Mengkaji permasalahan untuk mengantisipasi penyelesaian dari siswa c. Menulis RPP, termasuk tujuan pembelajaran dan pengembangan siswa, mengantisipasi pemikiran siswa, memfokuskan pengumpulan data, memilih desain pembelajaran, dan menghubungkan tujuan jangka panjang pembelajaran 3. Kajian Pembelajaran a. Melaksanakan kajian pembelajaran b. Mengobservasi dan mengumpulkan data secara selama kajian pembelajaran 4. Refleksi a. Sharing dan diskusi data yang diperoleh dari kajian pembelajaran yang telah dilakukan b. Anggota tim, para observer, dan komentator dari luar menyampaian dampak pembelajaran untuk menyusun perbaikan bagi desain pembelajaran berikutnya untuk pembelajaran yang lebih luas, dan perbaikan untuk pemahaman siswa maupun materi pelajaran c. Menarik kesimpulan yang diperoleh dari siklus ini, untuk dijadikan masukan pada pembelajaran berikutnya d. [Melakukan revisi dan pembelajaran ulang]* kegiatan optional
Proses Perubahan dalam Hal: 1. Pengetahuan dan Keyakinan Guru tentang: a. Materi pelajaran b. Kemampuan pedagogik c. Kemampuan berpikir siswa dan bagaimana mendapatkannya d. Tujuan pembelajaran jangka panjang untuk pengembangan siswa dan bagaimana mengkaitkannya dengan kehidupan sehari-hari 2. Komitmen komunitas guru untuk peningkatan pembelajaran, misalnya: a. Memberi motivasi dan memperbaiki pembelajaran, keyakinan bahwa perbaikan pembelajaran sangat diperlukan, memungkinkan untuk dilakukan, kepuasan kerja, dan yakin bahwa lesson study dapat membantu perbaikan proses b. Identitas sebagai seorang yang terus belajar c. Kemampuan bekerja sama dengan kolega yang saling membantu pembelajaran d. Rasa tanggungjawab kepada kolega untuk mempersiapkan pembelajaran yang berkualitas dalam kelas
Peningkatan Pembelajaran
Pembelajaran Siswa
3. Sumber belajar mengajar, misalnya: a. Tugas-tugas yang dapat membuka kemampuan berpikir siswa b. Instrumen pengumpulan data yang dapat menangkap „elemen kunci‟ proses pembelajaran siswa c. Perlengkapan yang mendukung pertukaran ide-ide pembelajaran yang produktif di antara para guru d. RPP yang mendorong kemampuan pembelajaran siswa
Gambar 2. Bagaimana Lesson Study Menghasilkan Peningkatan Pembelajaran (Lewis dkk., 2009)
Penyelenggaraan proses belajar mengajar menuntut guru untuk menguasai isi atau materi bidang studi yang akan diajarkan serta wawasan yang berhubungan dengan materi tersebut. Sebagai penyelenggara proses belajar-mengajar guru juga harus bersikap profesional. Guru harus dapat mengembangkan sikap positif dalam pembelajaran dan dapat merespon ide-ide siswa. Melalui lesson study, guru
dapat mengamati pelaksanaan pembelajaran yang diteliti (research lesson) dan juga dapat mengadopsi pembelajaran yang sejenis setelah mengamati respon siswa yang tertarik dan termotivasi untuk belajar dengan cara seperti yang dilaksanakan melalui pengamatan langsung terhadap pembelajaran yang diteliti maupun laporan tertulis, video, ataupun berbagi pengalaman dengan kolega. Sehingga dengan
116, J-TEQIP, Tahun IV, Nomor 2, November 2013
adanya lesson study, guru dapat memperbaiki mutu pengajarannya di kelas serta meningkatkan keprofesionalan guru. Melalui lesson study, guru dapat mengkaji dan mengembangkan pembelajaran yang terbaik yang dapat dikembangkan. Hasil lesson study dapat disebarkan melalui rapat, tulisan di koran atau jurnal, atau diseminarkan. Dalam penyebaran hasil lesson study tersebut dapat juga dijelaskan tujuan jangka panjang yang ingin dicapai, filosofi pembelajaran yang dianut, diberikan rancangan pembelajaran dan rancangan seluruh unit, contoh hasil kerja siswa, hasil refleksi mengenai kekuatan dan kesulitan dalam pembelajaran, serta petunjuk praktis bagi guru yang ingin mencoba pembelajaran tersebut. Kalau guru lain mencoba membelajarkan ajaran ini, menambah, menguji, dan melaporkan perbaikan yang mereka lakukan, maka kualitas pembelajaran itu akan meningkat. Pada lesson study guru juga juga dapat memperdalam pengetahuan mengenai materi pokok yang diajarkan. Dengan melaksanakan lesson study, guru dapat mengidentifikasi dan mengorganisasi informasi apa yang mereka perlukan untuk memecahkan masalah pembelajaran yang menjadi fokus kajian dalam lesson study. Melalui lesson study guru secara bersamasama berkesempatan untuk memikirkan pengetahuan yang mana yang penting, apa DAFTAR RUJUKAN Allen, D., Donham, R., and Tanner, K. 2004. Approaches to Biology Teaching and Learning: Lesson study – Building Communities of Learning Among Educators. Cell Biology Education. Spring. Vol 3: 001-007. Berman, B.F., Desimone, L., Porter, A.C. & Garet, M.S. 2000. Designing professional development that
saja yang belum mereka ketahui mengenai hal itu, dan berusaha mencari informasi yang mereka perlukan untuk membelajarkan siswa. PENUTUP Seorang guru dituntut untuk dapat memelihara, meningkatkan, dan memperluas pengetahuan dan keterampilannya agar dapat melaksanakan proses pembelajaran yang berkualitas, sehingga mampu meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap peserta didik. Sebagai suatu profesi yang dinamis, guru memerlukan pengembangan profesi yang berkesinambungan yang mencakup kegiatan perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan refleksi yang didesain untuk meningkatkan karakteristik, pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan para guru. Salah satu bentuk implementasi yang dapat dilakukan dari pengembangan profesi berkelanjutan tersebut adalah dengan lesson study. Melalui lesson study diharapkan guru akan mampu mempercepat pengembangan kompetensi pedagogik, profesional, sosial, dan kepribadian untuk kemajuan karirnya, dan membawa perubahan yang diinginkan berkaitan dengan keberhasilan siswa. Namun demikian, perlu disadari bahwa lesson study merupakan proses yang menghasilkan perbaikan sedikit demi sedikit dalam jangka waktu yang lama, bukan suatu proses perbaikan yang instan.
works. Educational Leadership, 57(8), 28-33. Burney, D. (2004). Craft knowledge: The road to transforming schools. Phi Delta Kappan, 85(7), 526-531. Coe, K.L. 2010. The Process Of Lesson Study as a Strategy For The Development of Teaching In Primary Schools: A Case Study In The Western Cape Province, South
Zubaidah, Lesson Study sebagai Bentuk Program CPD, 117
Africa. Faculty of Education Stellenbosch University: Dissertation. Hollingsworth, H and Oliver, D. 2005. Lesson Study: A professional learning model that actually makes a difference. MAV Annual Conference 2005. Ibrohim. 2012. PPL Berbasis Lesson study: sebagai Pola Alternatif untuk Meningkatkan Efektivitas Praktik Pengalaman Mengajar Mahasiswa Calon Guru. Makalah pada Workshop Lesson study untuk Mahasiswa, Guru, dan Dosen FMIPA Universitas Negeri Malang pada 2 Juli 2012 di FMIPA UM. Joyce, B. & Showers, B. 1982. The coaching of teaching. Educational Leadership, 40(1), 4-10. Kemdikbud. 2012. Pedoman Pengelolaan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaand Dan Penjaminan Mutu Pendidikan, Pusat Pengembangan Profesi Pendidik. Kemdiknas. 2010. Pedoman Pengelolaan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB). Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik Dan Tenaga Kependidikan. Lam, S., Yim, P. & Lam, W. (2002). Transforming school culture: Can true collaboration be initiated? Educational Leadership, 44(2), 181-195. Lewis, C. C. 2003. The Essential Elements of Lesson Study. Northwest Teacher. Spring. Vol. 4 No. 3: 6-8. Lewis, C.C. 2002a. Does Lesson Study Have a Future in the United
States? Nagoya Journal of Education and Human Development. January No. 1:1-23. Lewis, C.C. 2002b. Lesson Study: A Handbook of Teacher-Led Instructional Change. Philadelphia, PA: Research for Better Schools, Inc. Lewis, C.C., Perry, R., and Murata, A. 2006. How should research contribute to instructional improvement: The case of lesson study. Educational researcher, 35(3). 314. Lewis, C.C., Perry, R.R., and Hurd, J. 2009. Improving mathematics instruction through lesson study: a theoretical model and North American case. J Math Teacher Educ. 12:285–304. McDonalds, S.E. 2009. A Model of Teacher Professional Development Based on The Principles of Lesson study. Queensland University of Technology: Thesis. Murata, A. 2009. Individual and Group Learning Paths in Lesson Study. Notes for STRIDE conference, May 2009. Murata, A. and Takahashi, A. 2002. District-level Lesson Study: How Japanese teachers improve their teaching of elementary mathematics. Paper presented at the research presession of National Council of Teachers of Mathematics annual meeting. Las Vegas, NV. Murata, A., Lewis, C., and Perry, R. 2004. Teacher learning and Lesson Study: Developing efficacy through experiencing student learning. In D. McDougall. (Ed.). Proceedings of the twenty-sixth annual meeting of North American chapter of the international group of the Psychology of Mathematics
118, J-TEQIP, Tahun IV, Nomor 2, November 2013
Education. Columbus, OH: ERIC Clearinghouse for Science, Mathematics, and Environmental Education. pp. 985 – 992 Saito, E., Imansyah, H. dan Ibrohim. Penerapan Studi Pembelajaran di Indonesia: Studi Kasus dari IMSTEP. Mimbar Pendidikan, No.3. Th. XXIV: 24-32, 2005. Schmoker, M. 2004. Tipping point: From freckles reform to substantive instructional improvement. Phi Delta Kappan, 85(6), 424-432. Stepanek, J. 2001. A New View of Professional Development. Northwest Teacher. Spring. Vol. 2 No. 2: 2-5. Stepanek, J. 2003a. A Lesson Study Team Steps into the Spotlight. Northwest Teacher. Spring. Vol. 4 No. 3: 911. Stepanek, J. 2003b. Researchers in Every Classroom. Northwest Teacher. Spring. Vol. 4 No. 3:2-5.
Stigler, J.W. & Hiebert, J. (1999). The Teaching Gap: Best Ideas from The World’s Teachers for Improving Education in The Classroom. New York: The Free Press. Wang-Iverson, P. & Yoshida, M. 2005. Building Our Understanding of Lesson Study. Philadelphia: Research for Better Schools. Weeks, D.J. 2001. Creating Happy Memories. Northwest Teacher. Spring. Vol. 2 No. 2: 6-11. Yamnitzky, G.S. 2010. Elementary Teachers’ Perspectives on The Impact That Lesson study Participation Had on Their Mathematical Content and Pedagogical-Content Knowledge. University of Pittsburgh: Dissertation.