ANALISIS PENGARUH PROGRAM PEMERINTAH TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN RUMAH TANGGA DI PEDESAAN MELALUI PROGRAM BANTUAN LANGSUNG TUNAI (BLT) DAN RAKSA DESA (Kasus Desa Cibatok Satu, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat)
LEONARD DHARMAWAN A14204035
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN LEONARD DHARMAWAN. Pengaruh Program Pemerintah Terhadap Tingkat Kemiskinan Rumah Tangga di Pedesaan Melalui Bantuan Langsung Tunai dan Raksa Desa. Kasus Desa Cibatok Satu Kecamatan Cibungbulang Kab. Bogor Propinsi Jawa Barat. Dibawah bimbingan SAID RUSLI.
Pembangunan di Indonesia selama beberapa pelita sejak tahun 1969 sampai masa reformasi memfokuskan pada upaya pengentasan kemiskinan. Namun sampai sekarang masalah kemiskinan masih perlu dituntaskan mengingat jumlah penduduk yang masih berada dibawah garis kemiskinan cukup besar. Dalam tahun-tahun belakangan pemerintah melaksanakan program Bantuan Langsung Tunai (BLT). Pemerintah daerah Jawa Barat juga melaksanakan program Raksa Desa. Tujuan penelitian ini adalah (1) Menelaah karakteristik kemiskinan rumah tangga di Desa Cibatok Satu dan faktor-faktor apa yang menyebabkan masih banyak penduduk miskin, (2) Menganalisis wujud program Bantuan Langsung Tunai
(BLT)
dan
program
Pemerintah
Daerah
(Raksa
Desa)
dalam
pelaksanaannya dan (3) Menganalisis pengaruh kedua program tersebut terhadap pengurangan tingkat kemiskinan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif (metode survei) dan pendekatan kualitatif. Untuk metode survei dipilih secara acak 40 orang responden penerima BLT dan 40 orang responden peserta program Raksa Desa. Data primer juga dikumpulkan dari sejumlah informan. Lokasi penelitian adalah Desa Cibatok Satu Kecamatan Cibungbulang Kab. Bogor Propinsi Jawa Barat. Pada tahun 2004 desa ini telah mendapat
program Raksa Desa dari Pemerintah Daerah Jawa Barat dan tahun 2005 desa Cibatok Satu juga mendapat program Bantuan Langsung Tunai (BLT). Hasil Penelitian menunjukkan Karakteristik kemiskinan yang dominan adalah Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari delapan m2 per orang, Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga tidak sekolah/ tidak tamat SD/ hanya tamatan SD, Tidak punya tabungan/ barang yang mudah dijual dengan nilai minimal Rp. 500.000,00 seperti sepeda motor (kredit maupun bukan kredit), emas, perhiasan, perahu motor dan barang modal lainnya, Bahan bakar untuk memasak berupa kayu bakar/ arang/ minyak tanah, Jenis lantai bangunan tempat tinggal adalah tanah/bambu/kayu murahan, Konsumsi daging/ayam/susu/per minggu adalah satu kali atau dua kali seminggu, Lapangan pekerjaan utama kepala rumah tangga adalah petani dengan luas lahan kurang dari 0,5 Ha/buruh tani/ nelayan/ butuh bangunan/ pekerjaan lainnya dengan pendapatan rumah tangga dibawah Rp. 600.000,00 per bulan. Diantara faktor internal penyebab kemiskinan yang paling dominan adalah terbatasnya kepemilikan dan akses lahan sedangkan faktor eksternalnya adalah buruknta mutu pangan yang dapat diperoleh oleh rumah tangga miskin. Menelaah pelaksanaan program, lebih dari 60 persen dana program BLT dan Raksa Desa sesuai dengan syarat penerima (BLT) maupun peminjam dana (Raksa Desa). Program Raksa Desa memiliki pendamping program sedangkan BLT tidak memiliki pendamping program. Ketidaksesuaian penerima cenderung lebih besar dialami oleh program Raksa Desa dari pada Program BLT.
Berdasarkan hasil penelitian dilapangan kelancaran dalam distribusi program BLT dinilai lancar oleh seluruh responden, sedangkan dalam program Raksa Desa seluruh responden Raksa Desa menyatakan tidak lancar atau lebih tepatnya berkendala. Tingkat sosialisasi program Raksa Desa cukup tinggi dari pada program BLT yang nyaris tidak ada sosialisasi. Dalam kesesuaian penggunaan dana, rata-rata responden kedua program mengatakan penggunaan dana telah sesuai dengan tujuan program. Hal ini dapat dilihat dimana lebih dari 60 persen responden mengatakan kedua program tersebut relatif sesuai dengan tujuan program. Sehingga dapat dikatakan program BLT dan Raksa Desa relatif tepat implementasinya. Hasil penelitian menunjukan program BLT dan Program Raksa Desa di Desa Cibatok Satu memiliki pengaruh yang positif. Hal ini dapat dilihat dari perubahan karakteristik kemiskinan. Hal ini terjadi juga pada responden penerima program Raksa Desa dimana terjadi perubahan dalam peningkatan pendapatan, penambahan kepemilikan aset, peningkatan pola konsumsi dan daya beli, penambahan pada modal usaha, dan peningkatan pada akses terhadap sumber daya.
ANALISIS PENGARUH PROGRAM PEMERINTAH TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN RUMAH TANGGA DI PEDESAAN MELALUI PROGRAM BANTUAN LANGSUNG TUNAI (BLT) DAN RAKSA DESA (Kasus Desa Cibatok Satu, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat)
LEONARD DHARMAWAN A14204035
Skripsi Sebagai Bagian Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
DEPARTEMEN ILMU-ILMU SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi oleh: Nama Mahasiswa : Leonard Dharmawan Nomor Pokok : A14204035 Judul : Analisis Pengaruh Program Pemerintah Terhadap Tingkat Kemiskinan Rumah Tangga Di Pedesaan Melalui Program Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dan Raksa Desa. Kasus Desa Cibatok Satu Kecamatan Cibungbulang Kab. Bogor Propinsi Jawa Barat. Dapat diterima sebagai syarat gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Ir. Said Rusli M.A NIP. 130 345 011
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019
Tanggal Lulus Ujian :
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI BERJUDUL ANALISIS PENGARUH PROGRAM PEMERINTAH TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN RUMAH TANGGA DI PEDESAAN MELALUI PROGRAM BANTUAN LANGSUNG TUNAI (BLT) DAN RAKSA DESA. KASUS DESA CIBATOK
SATU
KECAMATAN
CIBUNGBULANG
KAB.
BOGOR
PROPINSI JAWA BARAT. ADALAH HASIL KARYA SAYA SENDIRI DENGAN ARAHAN DOSEN PEMBIMBING DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI MANAPUN ATAU LEMBAGA AKADEMIK LAIN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. BAHAN RUJUKAN BERASAL ATAU DIKUTIP DARI KARYA YANG DITERBITKAN ATAUPUN YANG TIDAK DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN.
Bogor, Juni 2008
Leonard Dharmawan A14204035
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 29 Mei 1987, merupakan putra pertama dari pasangan Prof. Dr. Ir. Sumardjo MS. dan Ir. Tri Sawarni. Penulis menempuh pendidikan SD Negeri Polisi V Bogor (1992-1998), kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 1 Bogor (1998-2001), kemudian ke SMU Negeri 5 Bogor (2001-2004) dan pada tahun 2004 penulis diterima di program S1 Institut Pertanian Bogor, Fakultas Pertanian, Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat melalui Jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Selama menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor, penulis aktif dalam berbagai organisasi kampus seperti UKM (unit kegiatan Mahasiswa) Bola Basket, HIMPRO (Himpunan Profesi) MISETA sebagai sekertaris umum periode 20052006 dan DPM (Dewan Permusyawaratan Mahasiswa) FAPERTA sebagai ketua divisi hubungan Eksternal periode 2006-2007. Selain itu penulis juga pernah menjadi Asisten Praktikum mata kuliah Dasar-dasar Komunikasi selama satu semester.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas karunia dan hidayah-Nyalah kami dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Pengaruh Program Pemerintah Terhadap Tingkat Kemiskinan Rumah Tangga Di Pedesaan Melalui Program Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan Raksa Desa Kasus Desa Cibatok Satu Kecamatan Cibungbulang Kab. Bogor Propinsi Jawa ini tepat waktu. Skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan program studi Sarjana di Departemen Sosial Ekonomi Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Pertanian IPB. Selain itu dengan penyusunan skripsi ini semoga dapat memberikan wawasan
tentang
pelaksanaan
program-program
pemerintah
dalam
penanggulangan kemiskinan. Skripsi ini dilakukan untuk melihat pengaruh dari program Pemerintah dalam tingkat kemiskinan di Indonesia. Penelitian ini menganalisis dua program pemerintah agar dapat dibandingkan untuk saling melengkapi. Harapan penulis semoga Skripsi ini dapat berguna bagi penelitian lanjutan tentang kemiskinan dimasa yang akan datang.
Bogor, Juni 2008
Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada : 1. Allah SWT atas segala anugrah berupa rizki dan kekuatan yang diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 2. Bapak Ir. Said Rusli, MA. selaku dosen pembimbing yang sejak menyusun studi pustaka hingga Skripsi penuh dedikasi dalam berbagi ide dan pemikiran, serta membimbing penulis pada tiap proses dalam rangka penyelesaian Skripsi ini dengan penuh kesabaran. 3. Bapak Ir. Murdianto, M.S selaku dosen pembimbing akademik atas dukungan dan pertimbangannya terutama dalam bidang akademik. 4. Bapak Dr. Ir. Lala M. Kolopaking, MS. selaku dosen penguji utama atas semua koreksi, saran dan kritikannya. 5. Bapak Martua Sihaloho, Msi sebagai dosen penguji wakil departemen atas semua koreksi dan masukannya. 6. Kedua orang tua, Bapak Prof. Dr. Ir. Sumardjo MS dan ibu Ir Tri Sawarni atas
kehadirannya
menginspirasi,
mendoakan,
kasih
sayangnya,
pembelajaran dan dukungannya. 7. Adik Manikharda atas dukungan dan doanya 8. Artanti Yulaika Iriani atas segala doa, perhatian, masukan dan dukungannya kepada penulis. 9. Bapak Acep dan Bapak Erik Setiawan atas kerjasama, bantuan dan dukungannya 10. Bapak Asep Hidayat atas semua informasinya 11. Para Pemuda Desa yang telah berpanas-panasan bersama penulis mendatangi rumah responden.
12. Semua Responden BLT dan Raksa Desa yang telah bekerja sama dengan penulis memberikan informasi yang mendalam 13. Sahabat-sahabatku Nurina, Nani, Eno, Andrew, Bobby dan semua temanteman penulis yang memberikan motivasi dan inspirasi kepada penulis. 14. Teman satu bimbingan Ilham dan Devi atas masukannya, BEY sebagai teman berbagi sesama peneliti kemiskinan 15. Teman-teman di KPM 41 atas masukan dan motivasinya 16. Terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satupersatu. atas segala bantuannya baik moril maupun materil sehingga pembuatan laporan Skripsi ini terselesaikan dengan baik.
Bogor, Juni 2008
Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..................................................................................................... vii DAFTAR TABEL ............................................................................................ x DAFTAR GAMBAR........................................................................................ xi DAFTAR DIAGRAM ...................................................................................... xii BAB I
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1 1.2 Perumusan Masalah ..................................................................... 6 1.3 Tujuan Penulisan……………………………………………. .... 8 1.4 Manfaat Penulisan………………………………………………. 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Konsep dan Pengertian Kemiskinan ............................................ 9 2.2 Peranan Pemerintah Dalam Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia .................................................................................. 11 2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan di Indonesia.................................................................................. 14 2.4 Program Bantuan Langsung Tunai (BLT).................................... 18 2.5 Program Raksa Desa ................................................................... 20 2.6 Kerangka Pemikiran Konseptual.................................................. 23 2.7 Hipotesis Pengarah…. .................................................................. 26 2.8 Definisi Operasional..................................................................... 27
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Strategi Penelitian ......................................................................... 30 3.2 Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................... 30 3.3 Teknik Pengumpulan Data ............................................................ 31 3.4 Teknik Analisis Data ..................................................................... 32 BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Gambaran Lokasi Desa.................................................................. 33
vii
4.2 Potensi Sumber Daya, Sarana dan Prasaran Desa ......................... 33 4.3 Kependudukan............................................................................... 34 4.4 Latar Belakang Program Kemiskinan Desa .................................. 35
BAB V KARAKTERISTIK KEMISKINAN DAN FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KEMISKINAN RUMAH TANGGA DESA CIBATOK SATU 5.1 Karakteristik Kemiskinan Rumah Tangga Desa Cibatok Satu....... 36 5.2 Faktor-Faktor Internal Penyebab Kemiskinan Rumah Tangga Di Desa Cibatok Satu ..................................................................... 40 5.3 Faktor-Faktor Eksternal Penyebab Kemiskinan Rumah Tangga di Desa Cibatok Satu ...................................................................... 43 5.4 Ikhtisar ............................................................................................ 46
BAB VI WUJUD PROGRAM BANTUAN LANGSUNG TUNAI (BLT) DAN PROGRAM PEMERINTAH DAERAH (RAKSA DESA) DALAM PELAKSANAANNYA 6.1 Wujud Program Bantuan Langsung Tunai (BLT) dalam Pelaksanaannya.................................................................... 47 6.2 Wujud Program Pemerintah Daerah (Raksa Desa) dalam Pelaksanaannya.................................................................... 51 6.3 Ikhtisar ............................................................................................ 58
BAB VII PENGARUH PELAKSANAAN PROGRAM BANTUAN LANGSUNG TUNAI (BLT) DAN PROGRAM PEMERINTAH DAERAH RAKSA DESA TERHADAP PENGURANGAN TINGKAT KEMISKINAN DI DESA CIBATOK SATU 7.1 Pengaruh Pelaksanaan Program Bantuan Langsung Tunai (BLT) terhadap Pengurangan Tingkat Kemiskinan Di Desa Cibatok Satu ................................................................................... 60 7.2 Pengaruh Pelaksanaan Program Pemerintah daerah (Raksa Desa) terhadap Pengurangan Tingkat Kemiskinan Di Desa Cibatok Satu ..................................................................... 65 7.3 Ikhtisar ............................................................................................ 69 viii
BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN 8.1 Kesimpulan..................................................................................... 70 8.2 Saran ............................................................................................... 72
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Karakteristik Rumah Tangga Miskin BPS (2005) ............................... 20 Tabel 2. Jumlah Responden Menurut Variabel Kemiskinan dan Karakteristik Kemiskinan Rumah Tangga Desa Cibatok Satu Penerima Bantuan Sebelum Program ................................................................................. 38 Tabel 3. Karakteristik Kemiskinan Rumah Tangga di Desa Cibatok Satu ........ 39 Tabel 4. Hubungan Antara Frekuensi makan keluarga dan Jumlah Tanggungan Keluarga Terhadap karakteristik Rumah Tangga Pola Makan Keluarga ................................................................................... 46 Tabel 5. Jumlah Responden Menurut Variabel Kemiskinan dan Karakteristik Kemiskinan Rumah Tangga Desa Cibatok Satu Penerima Bantuan Setelah Program.................................................................................... 62 Tabel 6. Persentase Perubahan Kondisi Responden Program BLT terhadap Penanggulangan Kemiskinan ............................................................... 63
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar. 1 Kerangka Pemikiran Konseptual...................................................... 25
xi
DAFTAR DIAGRAM
Diagram 1. Faktor-Faktor Internal Kemiskinan Rumah Tangga di Desa Cibatok Satu ...................................................................... 42 Diagram 2. Faktor-Faktor Eksternal Kemiskinan Rumah Tangga di Desa Cibatok Satu ...................................................................... 45 Diagram 3. Pelaksanaan Teknis BLT dalam Rumah Tangga ............................ 48 Diagram 4. Pelaksanaan Teknis Program Raksa Desa dalam Rumah Tangga .. 53 Diagram 5. Pengaruh Program Raksa Desa dalam Rumah Tangga................... 66
xii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang sangat luas, banyak penduduknya dan terdiri dari beragam suku bangsa. Penduduknya tersebar tidak merata, antara lain karena kesenjangan penyebaran pelaksanaan pembangunan antar pedesaan dan perkotaan maupun antar kawasan. Pembangunan sarana dan prasarana yang diupayakan untuk dapat menjangkau ke berbagai daerah dirasakan belum optimal karena keterbatasan dana pemerintah dan luasnya wilayah yang harus dijangkau. Sejak pertengahan tahun 1997, Indonesia dilanda krisis moneter yang sangat berat dan berdampak luas pada krisis ekonomi dan krisis sosial yang biasa disebut sebagai krisis multidimensi. Titik puncaknya terjadi pada tahun 1998 ditandai dengan pertumbuhan ekonomi negatif dan inflasi yang tinggi. Salah satu dampak yang paling parah adalah memperburuk kemiskinan yang telah terjadi. Jumlah penduduk miskin di Indonesia sebelum krisis berhasil diturunkan dari 54,2 juta pada pertengahan tahun 1970an menjadi 22,5 juta pada tahun 1996 tetapi pada tahun 1998 kembali naik menjadi 49,5 juta (BPS 2000). Peningkatan kemiskinan terjadi lebih cepat di pedesaan dari pada di perkotaan. Data Komisi Penanggulang Kemiskinan, Kantor Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat tahun 2004 menunjukkan, sampai saat itu masih terdapat 38 juta penduduk Indonesia yang berada di bawah garis kemiskinan. Lebih dari 70 persen total penduduk miskin tersebut berada di pedesaan, sedangkan sisanya di perkotaan.
1
Usaha untuk menanggulangi kemiskinan di Indonesia, khususnya di perkotaan, menjelang terjadinya krisis moneter dan ekonomi tahun 1997, telah cukup menunjukkan hasilnya dalam mengurangi kemiskinan. Sungguh pun jumlah penduduk perkotaan yang selalu cenderung bertambah dari tahun ke tahun, tapi jumlah penduduk miskin di perkotaan tidak meningkat secara proporsional yang jika pada tahun 1976 sebanyak 10,5 juta, ternyata kemudian menurun menjadi 8,3 juta (1978); 9,5 juta (1980) dan seterusnya tetap berada di bawah 10 juta, yaitu rata-rata 8,9 juta per tahun hingga pada tahun 1996 (Hardjono, 2003). Penduduk miskin itu telah cenderung menurun dari 38,8 persen (1976); menjadi 30,8 persen (1980); 23,1 persen (1984); 16,8 persen (1990) dan seterusnya hingga mencapai 9,7 persen pada tahun 1996 menurut standar perhitungan lama atau 13,6 persen menurut standar perhitungan tahun 1998 (Rachman, 2004). Konferensi dunia untuk pembangunan sosial di Kopenhagen 1995 (Kementerian Koordinator Bidang Kesra, 2002 dalam Sahdan 2005) kemiskinan dalam arti luas di negara-negara berkembang memiliki wujud yang multidimensi yang meliputi sangat rendahnya tingkat pendapatan dan sumberdaya produktif yang menjamin kehidupan berkesinambungan; kelaparan dan kekurangan gizi; keterbatasan dan kurangnya akses kepada pendidikan dan layanan-layanan pokok lainnya; kondisi tak wajar dan kematian akibat penyakit yang terus meningkat; kehidupan bergelandang dan tempat tinggal yang jauh dari memadai; lingkungan yang tidak aman; serta diskriminasi dan keterasingan sosial. Wujud kemiskinan sebagaimana yang dikemukakan di atas tercermin pada rumah tangga miskin yang terdapat di Indonesia, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Dalam hubungan ini Badan Pusat Statistik (BPS, 2005) mengemukakan
2
karakteristik rumahtangga miskin dapat dilihat dari jumlah pekerja dan tempat tinggal, pemilikan dan penguasaan tanah (pertanian), tingkat pendidikan dan jam kerja kepala rumah tangga, serta jenis dan status pekerjaan kepala rumah tangga. Dikemukakan, pertama-tama bahwa rumah tangga miskin hanya mempunyai satu orang pekerja yang menghasilkan pendapatan. Sebagian besar kondisi tempat tinggal mereka belum memenuhi persyaratan kesehatan yang memadai. Rumah tangga miskin hanya memiliki lahan (pertanian) yang sangat kecil atau bahkan banyak diantaranya tidak memilikinya sama sekali. Tingkat pendidikan kepala rumah tangganya sangat rendah. Jam kerja mereka rata-rata per minggu relatif jauh lebih lama. Di samping itu jenis dan status pekerjaan kepala rumah tangga di pedesaan sebagian besar adalah petani kecil atau buruh tani dan di perkotaan berupa usaha atau kegiatan sendiri kecilkecilan, terutama sektor informal baik yang legal maupun yang ilegal1 . Sebagaimana yang dikemukakan oleh Hart (1973), sebagai ilustrasi, sektor informal yang legal itu adalah berupa tukang kayu/batu, pedagang kecil eceran dan asongan, tukang ojek/becak, tukang cukur, tukang sol/semir sepatu, dan sebagainya. Sedangkan sektor informal yang ilegal adalah seperti pencopet, pencuri, penadah barang curian, prostitusi, penyelundup, dan lain-lain. Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 dan Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah telah melahirkan paradigma baru dalam pelaksanaan otonomi daerah, yang meletakkan otonomi penuh, luas dan bertanggung jawab pada Daerah Kabupaten dan Kota. Perubahan ini dimaksudkan untuk meningkatkan efektivitas pelayanan masyarakat, menumbuhkan semangat 1
Keith Hart. 1973. Kemiskinan di Indonesia. http://www.jurnalkemiskinan.com/id/index.php=1230 3
demokratisasi dan pelaksanaan pembangunan daerah secara berkelanjutan, dan lebih jauh diharapkan akan menjamin tercapainya keseimbangan kewenangan dan tanggung jawab antara pusat dan daerah. Lahirnya kedua UU ini juga akan memberikan implikasi positif bagi dinamika aspirasi masyarakat setempat. Kebijakan daerah tidak lagi bersifat “given” dan “uniform” (selalu menerima dan seragam) dari Pemerintah Pusat, namun justru Pemerintah Daerah yang mesti mengambil inisiatif dalam merumuskan kebijakan daerah yang sesuai dengan aspirasi, potensi dan sosiokultural masyarakat setempat. UU ini juga membuka jalan bagi terselenggaranya pemerintahan yang baik (good governance) di satu pihak dan pemberdayaan ekonomi rakyat di pihak lain. Ekonomi rakyat memerlukan perhatian, dukungan, dan kepercayaan dari pemerintah agar mampu berkembang sesuai dengan potensi yang dimiliki. Mungkin tidak selalu “uang” yang diperlukan, dan kalaupun harus dalam bentuk “uang” kebutuhan mereka jelas berbeda-beda. (Subagyo 2003) Krisis moneter yang mengguncang iklim usaha (ekonomi) nasional beberapa tahun terakhir semakin menyadarkan banyak pihak akan pentingnya pemberdayaan ekonomi rakyat. Sebuah paradigma pembangunan yang tidak memutlakkan dasar pertumbuhan pada peran penguasa-penguasa ekonomi, melainkan pada semua pihak terutama pada peran ekonomi rakyat. Kemiskinan telah membatasi hak rakyat khususnya warga di daerah pedesaan (BPS 2007) untuk (1) memperoleh pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan; (2) Hak rakyat untuk memperoleh perlindungan hukum; (3) Hak rakyat untuk memperoleh rasa aman; (4) Hak rakyat untuk memperoleh akses atas
4
kebutuhan hidup (sandang, pangan, dan papan) yang terjangkau; (5) Hak rakyat untuk memperoleh akses atas kebutuhan pendidikan; (6) Hak rakyat untuk memperoleh akses atas kebutuhan kesehatan; (7) Hak rakyat untuk memperoleh keadilan; (8) Hak rakyat untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan publik dan pemerintahan; (9) Hak rakyat untuk berinovasi; (10) Hak rakyat menjalankan hubungan spiritualnya dengan Tuhan; dan (11) Hak rakyat untuk berpartisipasi dalam menata dan mengelola pemerintahan dengan baik. Pemerintah telah berupaya memadukan berbagai faktor penyebab kemiskinan tersebut dan menyusun strategi penanggulangan kemiskinan yang dituangkan
dalam
bentuk
dokumen
Strategi
Nasional
Penanggulangan
Kemiskinan (SNPK), yang telah diresmikan pada tanggal 27 April 2005 oleh Presiden RI, H. Susilo Bambang Yudhoyono. SNPK berusaha secara holistik memetakan masalah kemiskinan yang ada dan memusatkan strategi pada lima tonggak pengurangan kemiskinan, yaitu 1. Menciptakan peluang kerja (creating opportunity); 2. Memberdayakan masyarakat (community empowerment); 3. Mengembangkan kemampuan (capacity building); 4. Menciptakan perlindungan sosial (social protection); dan 5. Membina kemitraan global (forging global partnership) Kendati sejak krisis moneter telah diluncurkan berbagai program penanggulangan kemiskinan. Penduduk miskin di Indonesia diperkirakan masih berjumlah sekitar 39 juta jiwa pada tahun 2006 dan Maret 2007 sebesar 37,17 juta (16,58 persen). Dari jumlah penduduk miskin di Indonesia, sebagian besar (sekitar 63 persen) berada di daerah pedesaan (BPS 2007).
5
Salah satu pertanyaan adalah seberapa jauhkah efektifitas peranan pemerintah melalui program yang telah diluncurkan dalam upaya penanggulangan kemiskinan? Bagaimanakah hasil program-program yang telah diluncurkan untuk mengatasi kemiskinan dalam upaya pemberdayaan masyarakat? Apakah programprogram yang telah dilaksanakan berbasis pemberdayaan masyarakat? Penelaahan-penelaahan terhadap kemiskinan telah banyak dilakukan tetapi penelaahan perlu terus dilakukan mengingat urgensi masalah kemiskinan untuk diatasi. Meskipun pemerintah telah membentuk SNPK, peranan berbagai lembaga, khususnya peranan pemerintah dalam upaya penanggulangan kemiskinan perlu terus dipelajari hingga jumlah penduduk (rumah tangga) miskin dapat dikurangi menjadi seminimal mungkin.
1.2. Perumusan Masalah Penelitian Peran pemerintah dalam penanggulangan kemiskinan telah diwujudkan dalam banyak program. Tetapi banyak program yang belum berhasil dan tidak berkelanjutan. Program penanggulangan kemiskinan seharusnya sesuai dengan kebutuhan masyarakat, dan program penanggulangan kemiskinan dilaksanakan secara partisipatif. Pemerintah saat ini masih melaksanakan program kemiskinan secara terpusat yaitu secara general. Akan tetapi pemerintah daerah dengan adanya otonomi daerah, mereka juga membuat program penanngulangan kemiskinan untuk daerahnya, misalnya disamping Bantuan Langsung Tunai (BLT) pemerintah Daerah Jawa Barat membuat program kemiskinan Raksa Desa. Pada kenyataannya, sebagaimana telah diungkapkan, hingga kini masih cukup banyak penduduk miskin di desa-desa (daerah pedesaan) seperti yang terdapat di
6
desa Cibatok Satu. Terdapat 712 rumah tangga miskin dari 1989 rumah tangga di Desa Cibatok Satu, sekitar 35,8 persen keluarga di Cibatok Satu tergolong keluarga miskin. Mereka belum berhasil keluar dari “perangkap kemiskinan” meskipun
mereka
telah
menjadi
sasaran
(pemanfaat)
program-program
penanggulangan kemiskinan itu. Hal ini mungkin terkait dengan karakteristik kemiskinan (penduduk miskin) itu sendiri disamping karakteristik dan keterbatasan (kelemahan) program-program penanggulangan kemiskinan yang dilaksanakan seperti program BLT dan Raksa Desa yang dilaksanakan di Desa Cibatok Satu. Berdasarkan hal tersebut perumusan masalah penelitian yang saya ajukan adalah sebagai berikut; 1. Seperti apa karakteristik kemiskinan rumah tangga di Desa Cibatok Satu dan faktor-faktor apa yang menyebabkan masih banyak penduduk miskin? 2. Bagaimanakah wujud program Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan program Pemerintah Daerah (Raksa Desa) dalam pelaksanaannya? 3. Bagaimanakah pengaruh pelaksanaan kedua program tersebut terhadap pengurangan tingkat kemiskinan?
7
1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah diatas maka tujuan dari penelitian ini adalah 1. Menelaah karakteristik kemiskinan rumah tangga di Desa Cibatok Satu dan faktor-faktor apa yang menyebabkan masih banyak rumah tangga miskin 2. Menganalisis wujud program Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan program Pemerintah Daerah (Raksa Desa) dalam pelaksanaannya 3. Menganalisis Pengaruh kedua program tersebut terhadap pengurangan tingkat kemiskinan
1.4. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penulisan hasil dari penelitian ini diharapkan berguna untuk: 1. Bagi mahasiswa akan berguna sebagai rujukan dan wawasan dalam menyusun penelitian dimasa yang akan datang 2. Bagi
civitas
akademika
berguna
sebagai
bahan
reverensi
yang
memperkaya wawasan tentang studi kemiskinan 3. Bagi masyarakat umum berguna sebagai pertibangan dan wawasan tentang peran pemerintah mengenai kemiskinan di Indonesia 4. Mengetahui kebutuhan penelitian, khususnya tentang peranan pemerintah dalam penanggulangan kemiskinan.
8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Konsep dan Pengertian Kemiskinan Pembangunan di Indonesia selama beberapa pelita sejak tahun 1969 sampai masa reformasi memfokuskan pada upaya pengentasan kemiskinan namun sampai sekarang masalah kemiskinan masih perlu dituntaskan mengingat jumlah penduduk yang masih berada dalam garis kemiskinan cukup besar. Dari sejumlah tulisan yang telah di ikhtisarkan, ternyata pengertian kemiskinan itu sendiri sering menjadi perdebatan. Kemiskinan dapat merupakan kemiskinan absolut ataupun kemiskinan relatif. Kemiskinan dapat pula diartikan secara sempit maupun secara luas. Namun intinya kemiskinan merupakan kondisi yang tidak memuaskan ataupun kondisi yang tidak diinginkan yang memiliki indikator-indikator penyebab ketidak berdayaan. Menurut Bappenas 2002 sebagaimana dikutip oleh Yudhoyono dan Harniati (2004) kemiskinan adalah suatu situasi atau kondisi yang dialami seseorang atau kelompok orang yang tidak mampu menyelenggarakan hidupnya sampai suatu taraf yang dianggap manusiawi. Menurut Sahdan konsep tentang kemiskinan sangat beragam, mulai dari sekedar ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar dan memperbaiki keadaan, kurangnya kesempatan berusaha, hingga pengertian yang lebih luas yang memasukkan aspek sosial dan moral. Misalnya, ada pendapat yang mengatakan bahwa kemiskinan terkait dengan sikap, budaya hidup, dan lingkungan dalam suatu masyarakat. Berbagai
9
aspek yang menunjukkan kemiskinan menurut world Bank adalah kemiskinan tidak dapat membaca karena tidak mampu bersekolah, tidak memiliki pekerjaan, takut dalam menghadapi masa depan, kehilangan anak akibat sakit karena serana kesehatan buruk. Word Bank dalam Mubyarto (2003) juga menyatakan bahwa kemiskinan adalah ketidak berdayaan, terpinggirkan dan tidak memiliki rasa bebas. Kemiskinan
menurut
BPS
sebagaimana
dikutip
oleh
komite
penanggulangan kemiskinan adalah kondisi seseorang hanya dapat memenuhi makannya kurang dari 2100 kalori per kapita per hari. Dalam ranah keluarga menurut BKKBN sebagaimana dikutip oleh Sugiono (2003) kemiskinan adalah keluarga miskin prasejahtera jika tidak dapat melaksanakan ibadah menurut agamanya, tidak mampu makan dua kali sehari, tidak memiliki pakaian berbeda untuk dirumah, bekerja dan berpergian, rumah berlantai tanah dan tidak mampu membawa keluarganya ke sarana kesehatan. Pengertian BKKBN diartikan lebih lanjut menjadi keluarga miskin. Keluarga miskin menurut BKKBN adalah paling kurang satu kali seminggu keluarga makan daging/telur/ikan, satu tahun sekali anggota keluarga memperoleh pakaian baru, luas lantai rumah paling kurang 8 meter2 untuk tiap penghuni. Sedangkan keluarga miskin menurut World Bank adalah kepala keluarga tidak dapat mencapai penghasilan US $ 1 per hari. Kemiskinan memiliki beberapa pengertian dan kondisi di dalamnya sesuai dengan tingkatan dan jenisnya. Masyarakat miskin dapat dilihat pada berbagai aspek berikut; 1. Miskin secara politik, mereka yang tidak memiliki akses ke pengambilan keputusan yang menyangkut hidup mereka (politik)
10
2. Secara sosial, tersingkir dari institusi masyarakat yang ada 3. Secara ekonomi, rendahnya kualitas SDM termasuk kesehatan, pendidikan, keterampilan yang berdampak kepada penghasilan 4. Secara budaya dan tata nilai, terperangkap dalam budaya rendahnya kualitas SDM seperti rendahnya etos kerja, berpikir pendek dalam fatalism (budaya dan nilai) 5. Secara lingkungan hidup, rendahnya pemilikan asset fisik termasuk asset lingkungan hidup seperti air bersih dan penerangan
2.2. Peranan Pemerintah Dalam Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia Peranan pemerintah dalam penanggulangan kemiskinan, dapat dinyatakan bahwa peranan menurut Maiolo et al. (1991) adalah hak dan kewajiban yang berkaitan atau melekat pada status yang didefinisikan secara sosial. Berdasarkan pengertian ini peranan pemerintah dapat dipandang sebagai hak dan kewajiban suatu badan tertinggi dalam negara untuk mengelola negara secara baik dan teratur sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Untuk mewujudkan pemerintahan yang baik (good governance) diperlukan kajian mendalam yang mencakup masalah kelembagaan sehingga dapat ditentukan secara jelas tugas dan tanggung jawab (role and responsibility) setiap unsur kelembagaan baik pemerintah maupun unsur masyarakat lainnya. Pemerintahan yang baik dapat dicapai melalui upaya terpadu dari pemerintah daerah, masyarakat madani, dan sektor swasta untuk menempatkan pembangunan berkelanjutan sebagai tujuan utama pembangunan. Namun kebijakan ini memang mudah untuk dinyatakan dalam tingkatan yang umum, tetapi sulit untuk dioperasionalkan dalam keputusan
11
program. Ciri-ciri tata pemerintahan yang baik
adalah: 1) Mengikutsertakan
semua pihak. 2) Transparan dan bertanggung jawab. 3) Efektif dan adil. 4) Menjamin adanya supremasi hukum. 5) Menjamin bahwa prioritas-prioritas politik, sosial, dan ekonomi didasarkan pada konsensus masyarakat. Tim Crescent (2002) dalam tulisannya menawarkan strategi dan model yang menurut mereka cocok untuk memandirikan masyarakat dimana diterangkan dengan berbagai aspek dan cara yang baik untuk kebutuhan memandirikan masyarakat Indonesia. Menurut Yudhoyono dan Harniati (2004) penanggulangan kemiskinan di Indonesia secara garis besar dilakukan melalui pendekatan pendekatan community development dan social safety net with community based approach, pemerintah mengimplementasikan berbagai program berikut village infrastructure program, urban poverty program, integrate movement for poverty eradication, and community recovery program. sedangkan dalam social safety net terdapat program program yaitu food security, social protection, education, social protection, health, and income generation including community empowerment fund. Salah satu peranan pemerintah dalam menanggulangi kemiskinan adalah pada tahun 2002 pemerintah membentuk KPK (komite penanggulangan kemiskinan) dengan kepres no 124 tahun 2002 yang berupaya menurunkan kemiskinan dengan cara : (1)peningkatan pendapatan masyarakat miskin agar masyarakat
miskin
mempunyai
peluang,
kemampuan
pengelolaan,
dan
perlindungan untuk memperoleh hasil yang lebih baik, dalam berbagai kegiatan ekonomi, social budaya, politik, hukum, dan keamanan; (2)pengurangan pengeluaran masyarakat miskin dalam mengakses kebutuhan dasar seperti
12
kesehatan, pendidikan, kesehatan, dan infastruktur yang mempermudah dan mendukung kegiatan sosial ekonomi. Menurut Tim Crescent (2002), peran-peran yang telah dilakukan pemerintah diantaranya adalah program penyelamatan diantaranya program dalam bidang
pangan, pendidikan, padat karya, pemberdayaan masyarakat, layanan
kesehatan dan program lainnya. Dalam bidang pangan, program ini memiliki kegiatan; operasi pasar khusus beras yang diluncurkan saat krisis ekonomi dan musim keamarau. Dalam perkembangannya program ini tidak lagi menyalurkan melalui pasar melainkan langsung kepada penerima manfaat, juga ditujukan bagi stabilitas harga pasar. Kemudian bidang pendidikan terdapat program beasiswa dan dana operasional sekolah untuk mempertahankan pelayanan pendidikan kepada masyarakat sehubungan dengan naiknya harga-harga kebutuhan sekolah. Program dana operasional sekolah ini juga dilakukan pada pendidikan tinggi yaitu tingkat kemahasiswaan. Program operasional dan perawatan fasilitas pendidikan dasar menengah. Program ini dikategorikan sebagai program rutin, dan terakhir untuk pendidikan yaitu rehabilitasi dana operasional dan pemeliharaan yang berfungsi untuk menjaga dan meningkatkan fasilitas gedung pendidikan sekolah. Program yang juga termasuk dalam program penyelamatan adalah program padat karya. Dimana padat karya ini dapat dirinci sebagai berikut; program prakarsa khusus bagi penganggur perempuan yang dibuat karena kebanyakan program penanggulangan perempuan tidak memberi kesempatan kepada perempuan dan program pemberdayaan masyarakat. Hal ini dilakukan untuk mengatasi dampak krisis dengan tujuan meningkatkan kemampuan daya
13
beli masyarakat miskin di pedesaan dan menggerakkan kembali ekonomi rakyat serta meningkatkan fungsi sarana dan prasarana social. Program layanan kesehatan, terdiri dari program-program sebagai berikut; pelayanan kesehatan bagi yang tidak mampu berdasarkan perhitungan hari rawat inap kelas III, pelayanan sosial berupa penetapan alokasi berdasarkan jumlah anak dan lansia terlantar serta penyandang cacat, obat generik , dan pengadaan vaksinvaksin untuk mencegah virus dalam tingkat nasional. Adapun program lainnya adalah program subsidi angkutan umum yaitu pengurangan ongkos anggkutan umum dalam kendaraan laut dan darat, program penyediaan sarana air bersih di perkotaan yang disebabkan kesulitan mata air karena sulitnya mendapat air tanah karena semua lahan telah dikonversi. Program penyediaan dana bergulir dan terakhir dari program penyelamatan adalah program pemberdayaan masyarakat pesisir. Kemudian pemerintah juga menerapkan proyek pemukiman dengan meningkatkan kualitas pemukiman diperkotaan, membuka lahan baru untuk menampung masyarakat miskin, membuka lapangan kerja di dalamnya serta membangun konstruksi sarana dan prasarana perkotaan.
2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan di Indonesia Faktor-faktor utama yang menyebabkan kemiskinan menurut Bank Dunia adalah kepemilikan tanah dan modal yang terbatas, terbatasnya sarana dan prasarana yang dibutuhkan, pembangunan yang bias kota, perbedaan kesempatan di antara anggota masyarakat, perbedaan sumber daya manusia dan sektor ekonomi, rendahnya produktivitas, budaya hidup yang jelek, tata pemerintahan yang buruk, dan pengelolaan sumber daya alam yang berlebihan.
14
Menurut Sugiono (1999) indikator kemiskinan di Indonesia dari segi rumah tangga dapat dilihat dari beberapa ukuran. Pertama, ukuran banyaknya anggota rumah tangga, menurut penelitian penulis semakin besar ukuran banyaknya anggota rumah tangga dari suatu rumah tangga semakin besar pula perentase rumah tangga miskinnya maka sangat wajar pemerintah menekankan program Keluarga Berencana sehingga mengurangi kemiskinan tak lain salah satunya adalah menggendalikan laju pertumbuhan. Penyebab yang kedua adalah jenis kelamin rumah tangga, dimana menunjukkan dengan kepala rumah tangga seorang laki-laki cenderung memiliki tigkat kemiskinan lebih tinggi dibandingkan dengan rumah tangga dengan kepala rumah tangganya seorang perempuan. Fenomena tersebut wajar karena status social perempuan telah berubah fungsi dari status istri menjadi status kepala rumah tangga yang bias terjadi karena berbagai sebab misalnya cerai atau tidak menikah. Ketiga, status perkawianan kepala rumah tangga, rumah tangga yang berstatus kawin memiliki tingkat kemiskinan yang lebih tinggi dibandingkan dengan rumah tangga yang berstatus belum kawin atau cerai. Hal ini karena dalam status single maka biaya hidupnya berkurang sedangkan kepala rumah tangga yang cerai atau janda biasanya biaya hidup lebih banyak di topang oleh anaknya. Dalam hubungan ini dapat diajukan pertanyaan bila status single kepala rumah tangga cerai, apakah tidak akan maka akan kesulitan mencari nafkah dan mengurus rumah tangga jika mereka single parent?. Keempat adalah usia kepala rumah tangga, dimana tingkat kemiskinan dinyatakan oleh penulis bahwa usia tua lebih rendah tingkat kemiskinannya
15
dibanding usia muda, dimungkinkan karena usia muda banyak terjadi pengangguran. Disamping itu kemiskinan tertinggi di raih oleh usia mapan, kemungkinan ini karena adanya imbas PHK, karyawan-karyawan saat krisis ekonomi sehingga usia mapan yang telah memiliki keluarga inti lebih dari dua orang akan kesulitan. Kelima adalah pengaruh sektor usaha kepala rumah tangga. Penulis mengkategorikan dengan usaha serabutan, pertanian, perdagangan dan industri, transportasi dan jasa lainnya. Dapat di duga lemahnya pertanian di Indonesia membuat para kepala rumah tangga yang bekerja sebagai petani adalah rumah tangga yang tingkat kemiskinannya paling tinggi tercatat 23,4 persen, sedangkan pada industri sekitar 13 persen dan transportasi sekitar 11,6 persen. Yang terakhir adalah tingkat pendidikan tertinggi yang dicapai oleh seorang kepala rumah tangga, dalam penelitian penulis dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan kepala rumah tangga sangat menentukan tingkat kemiskinan rumah tangga yaitu semakin rendahnya jenjang pendidikan yang ditamatkan kepala rumah tangga, maka persentase kemiskinan rumah tangganya semakin besar. Maka wajar pula jika pemerintah mewajibkan pendidikan belajar sembilan tahun. Variabel-variabel yang berpengaruh terhadap kemiskinan daerah beragam. Misalnya untuk kasus propinsi Jawa tengah dan Jawa Timur masing-masing dianalisis 14 variabel yang meliputi kepadatan penduduk, tingkat pengangguran, realisasi ipeda, luas tanah pertanian, tanah rusak, luas panen bahan makanan, jumlah pemilik tanah, nilai ternak, panjang dan lebar jalan kendaraan roda empat, rumah permanen dan semi permanen dan jumlah anak per kepala keluarga, tanah pertanian rakyat, jumlah anak per penduduk (Direktorat Tata Guna Tanah Dirjen
16
Agraria Departemen Dalam Negeri sebagai mana dikutip Rusli et al. (2002)). Daerah miskin diklasifikasikan sebagai berikut; 1. Miskin sekali, daerah-daerah yang pendapatan perkapita penduduknya dibawah 75 persen dari kebutuhan hidup minimum 2. Miskin adalah daerah-daerah yang pendapatan perkapita penduduknya 25 persen kurang, tepat di garis kemiskinan atau 25 persen lebih dari pada kebutuhan hidup minimum 3. Hampir miskin adalah daerah-daerah yang pendapatan perkapita penduduknya 25 persen lebih dari pada kebutuhan hidup minimum sampai mencapai kebutuhan hidup sekunder (200 persen) 4. Tidak
miskin
adalah
daerah-daerah
yang
pendapatan
perkapita
penduduknya melebihi kebutuhan hidup sekunder.
Faktor utama kemiskinan di Indonesia menurut BPS (2004) dalam Sahdan (2005) adalah; (1) terbatasnya kecukupan dan mutu pangan; (2) terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan kesehatan; (3) terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan pendidikan; (4) terbatasnya kesempatan kerja dan berusaha; (5) lemahnya perlindungan terhadap aset usaha, dan perbedaan upah; (6) terbatasnya akses layanan perumahan dan sanitasi; (7) terbatasnya akses terhadap air bersih; (8) lemahnya kepastian kepemilikan dan penguasaan tanah; (9) memburuknya kondisi lingkungan hidup dan sumberdaya alam, serta terbatasnya akses masyarakat terhadap sumber daya alam; (10) lemahnya jaminan rasa aman; (11) lemahnya partisipasi; (12) besarnya beban kependudukan yang disebabkan oleh besarnya tanggungan keluarga; (13) tata kelola pemerintahan yang buruk yang
17
menyebabkan inefisiensi dan inefektivitas dalam pelayanan publik, meluasnya korupsi dan rendahnya jaminan sosial terhadap masyarakat. Kenyataan menunjukkan bahwa kemiskinan tidak bisa didefinisikan secara sederhana, karena tidak hanya berhubungan dengan kemampuan memenuhi kebutuhan material, tetapi juga sangat berkaitan dengan dimensi kehidupan manusia yang lain. Karenanya, kemiskinan hanya dapat ditanggulangi apabila dimensi-dimensi lain itu diperhitungkan. Menurut Bank Dunia (2003), penyebab dasar kemiskinan adalah: (1) Kegagalan kepemilikan terutama tanah dan modal; (2) Terbatasnya ketersediaan bahan kebutuhan dasar, sarana dan prasarana; (3) Kebijakan pembangunan yang bias perkotaan dan bias sektor; (4)Adanya perbedaan kesempatan di antara anggota masyarakat dan sistem yang kurang mendukung; (5) Adanya perbedaan sumber daya manusia dan perbedaan antara sektor ekonomi (ekonomi tradisional versus ekonomi modern); (6) Rendahnya produktivitas dan tingkat pembentukan modal dalam masyarakat; (7) Budaya hidup yang dikaitkan dengan kemampuan seseorang mengelola sumber daya alam dan lingkunganya; (8) Tidak adanya tata pemerintahan yang bersih dan baik (good governance); (9) Pengelolaan sumber daya alam yang berlebihan dan tidak berwawasan lingkungan.
2.4. Program Bantuan Langsung Tunai (BLT) Program BLT adalah salah satu Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak (PKPS-BBM). Program ini dimaksudkan pemerintah untuk membantu warga miskin sesudah adanya kenaikan harga BBM yang berakibat terhadap kenaikan biaya hidup. Penduduk yang tergolong keluarga
18
miskin (gakin) dianggap layak mendapat uang tunai Rp 1,2 juta per keluarga per tahun (Rp 100.000 per bulan) dan diberikan melalui empat tahap. Penyaluran BLT tahap pertama sebesar Rp 300.000 per keluarga yang dilakukan Oktober 2005 adalah dana bantuan untuk bulan Oktober, November, dan Desember 2005. Total anggaran PKPS-BBM Rp 18,13 triliun diambil dari APBN Perubahan 2005. Program BLT tahun 2005 menyerap Rp 4,64 triliun dan berlanjut sampai tahun 2006. Selebihnya untuk pendidikan (Rp 6,27 triliun), kesehatan (Rp 3,87 triliun), dan infrastruktur (Rp 3,34 triliun). Bantuan dana ini diberikan kepada 15,5 juta keluarga miskin yang tersebar di seluruh Indonesia. Angka 15,5 juta itu diperoleh dari pendataan yang dilakukan BPS bekerja sama dengan aparat pemerintah daerah, Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), dan ketua rukun tetangga (RT). Syarat mendapatkan dana bantuan langsung tunai rumah tangga harus memenuhi 14 kriteria rumah tangga miskin BPS 2005 dan rumah tangga tersebut memenuhi minimal 8 kriteria. Adapun kriteria rumah tangga miskin tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Karakteristik Rumah Tangga Miskin
19
No. 1 2 3
Variabel kemiskinan Luas lantai bangunan tempat tinggal Jenis lantai bangunan tempat tinggal Jenis dinding bangunan tempat tinggal
4 5 6
Fasilitas tempat buang air besar Sumber penerangan rumah tangga Sumber air minum
7 8 9
Bahan bakar untuk memasak Konsumsi daging/ayam/susu/per minggu Pembelian pakaian baru setiap anggota rumah tangga setiap tahun Frekuensi makan dalam sehari Kemampuan membayar untuk berobat ke puskesmas atau dokter Lapangan pekerjaan utama kepala rumah tangga
10 11 12
13
Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga
14
Pemilikan aset/harta bergerak maupun tidak bergerak
Karakteristik Kemiskinan Kurang dari 8 m2 per orang Tanah/bambu/kayu murahan Bambu/rumbai/kayu kualitas rendah/ tembok tanpa plester Tidak ada, menumpang rumah lain Bukan listrik Sumur, mata air tidak terlindung/ sungai/ air hujan Kayu bakar/ arang/ minyak tanah Satu kali atau dua kali seminggu Tidak pernah membeli/satu stel Satu kali/ dua kali sehari Tidak mampu membayar Petani dengan luas lahan kurang dari 0,5 Ha/buruh tani/ nelayan/ butuh bangunan/ pekerjaan lainnya dengan pendapatan rumah tangga dibawah Rp. 600.000,00 per bulan Tidak sekolah/ tidak tamat SD/ hanya tamatan SD Tidak punya tabungan/ barang yang mudah dijual dengan nilai minimal Rp. 500.000,00 seperti sepeda motor (kredit maupun bukan kredit), emas, perhiasan, perahu motor dan barang modal lainnya.
Sumber : BPS 2005
2.5. Program Raksa Desa Program penanggulangan kemiskinan Raksa Desa adalah program penanggulangan kemiskinan dari pemerintah Daerah Jawa Barat tahun 2004. Menurut petunjuk teknis program Raksa Desa salah satu dasar hukum program Raksa Desa adalah peraturan pemerintah nomor 52 tahun 2001 tentang penyelenggaraan tugas pembantuan (lembaran negara tahun 2001 nomor 77, tambahan lembaran negara nomor 4016). Sasaran dari raksa desa adalah meningkatkan kuantitas dan kualitas infrastruktur pedesaan, meningkatkan perekonomian masyarakat pedesaan, meningkatnya angka melek huruf dan rata-
20
rata lama sekolah masyarakat pedesaan, meningkatnya cakupan pelayanan kesehatan dasar khususnya bagi ibu hamil dan bayi. Program ini menurut undang-undang nomor 22 tahun 1999 pasal 100 dan pasal 107 ayat 1c menyatakan bahwa tugas pembantuan dari pemerintah, pemerintah propinsi dan pemerintah kabupaten disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana serta sumberdaya manusia. Untuk mewujudkan program tersebut maka rincian dari program Raksa Desa adalah 1. Aspek pendidikan dengan target angka melek huruf masyarakat harus mencapai angka 95 persen dan rata-rata lama sekolah masyarakat harus mencapai 7,9 tahun pada tahun 2004. Kegiatan pendukung bagi program tersebut adalah (1) Pemberantasan buta aksara bagi seluruh masyarakat dengan kegiatan kejar paket A, B berikut sarana dan prasarananya. (2) Pengenalan pendidikan usia 0-4 tahun di desa melalui posyandu. (3) Bantuan Prasarana dan sarana sekolah di desa, yang meliputi pemberian bantuan dana langsung kepada sekolah dasar dan SLTP di desa dan kegiatan pemberian subsidi atau beasiswa. Untuk menghindari dan menurunkan angka drop out pendidikan wajib sembilan tahun. 2. Aspek kesehatan dengan tujuan menurunkan angka kematian bayi baru lahir dan angka kematian ibu. Dalam rangka pencapaian umur harapan hidup (UHH) 67,1 pada tahun 2008 dengan target menurunkan angka kematian ibu (AKI), angka kemtian bayi (AKB), angka kemtian Balita (AKABA) dan angka kematian kasar (AKK). Maka kegiatan yang mendukung tujuan tersebut adalah (1) Peningkatan fungsi PUSKESMAS untuk dapat melayani pelayanan kegawat daruratan dasar kebidanan
21
(PONED).
(2)
Peningkatan
pembangunan
sarana
sanitasi
dasar
berdasarkan masalah kesehatan di desa. (3) Pelayanan kegiatan dasar (Imunisasi, penanggulangan diare, pemberian vitamin A, dan lain-lain). (4) Penempatan program pendidikan Dokter spesialis di PUSKESMAS terpilih. 3. Aspek daya beli masyarakat yaitu dengan meningkatkan aktivitas ekonomi yang berkembang di lingkungan terdekat. Faktor keterkaitan ekonomi dengan pihak luar penting untuk meningkatkan produksi desa dan produktivitas masyarakat. Untuk itu kegiatan yang dilakukan dalam aspek daya beli adalah (1) Kegiatan penyediaan modal bagi usaha kecil dan menengah potensial. (2) Kegiatan penguatan keterkaitan usaha kecil dan menengah desa. (3) Kegiatan peningkatan bantuan teknis bagi usaha kecil dan menengah di desa. 4. Aspek sarana dan prasarana dasar adalah peningkatan kesejahteraan hidup masyarakat dengan penyediaan fasilitas yang utama seperti jalan, air bersih, sanitasi, listrik, dan telekomunikasi. Target untuk tahun 2004 semua desa Jawa Barat teraliri listrik. Untuk itu kegiatan yang mendukung diantaranya (1) kegiatan peningkatan penyediaan air bersih dan sanitasi pedesaan. (2) kegiatan penyediaan sambungan listrik pedesaan. (3) kegiatan peningkatan saluran irigasi pedesaan. (4) Kegiatan peningkatan sarana perhubungan. (5) Kegiatan peningkatan pasar desa dan kegiatan ekonomi desa lainnya (pinjaman dan lainnya). Program ini memiliki dana Rp. 100.000.000,00 per desa dengan alokasi 60 persen untuk kegiatan Kesehatan, Pendidikan dan prasarana sedangkan 40
22
persen untuk kegiatan daya beli masyarakat. Program tersebut harus dilaksanakan
dengan
tramsparan,
menggunakan
pendamping
atau
fasilitator, terdapat pemantauan kegiatan oleh satuan pelaksana, dan pertanggungjawaban
secara
teknis
administratif,
transparan,
dan
partisipatif.
2.6. Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian ini mengkaji peran pemerintah (pusat dan daerah) dalam penanggulangan kemikinan dengan fokus pada pengaruh program Kemiskinan BLT dan Raksa Desa dalam mengatasi kemiskinan rumah tangga. Di Desa Cibatok Satu program Raksa Desa dilaksanakan pada tahun 2004 hingga 2005 dan program BLT dari tahun 2005 hingga 2006. Pengukuran karakteristik kemiskinan rumah tangga dilakukan dengan mengacu pada standar rumah tangga miskin dari BPS 2005. Sesuai dengan kriteria BKKBN untuk kepentingan penelitian ini kemiskinan rumah tangga diartikan keluarga miskin prasejahtera jika, tidak mampu makan dua kali sehari, tidak memiliki pakaian berbeda untuk dirumah, tidak bekerja dan berpergian, rumah berlantai tanah dan tidak mampu membawa keluarganya ke sarana kesehatan. Kemiskinan rumah tangga Desa Cibatok Satu telah terjadi sejak Desa tersebut didirikan. Kemiskinan di Desa Cibatok Satu dipengaruhi oleh beberapa faktor. Dalam penelitian ini faktor tersebut dibedakan menjadi dua, yaitu faktor kemiskinan internal rumah tangga dan faktor kemiskinan eksternal rumah tangga termasuk program Pemerintah. Faktor kemiskinan internal dan eksternal rumah tangga yang dipakai dalam penelitian ini meliputi; (1) terbatasnya kecukupan dan
23
mutu pangan; (2) terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan kesehatan; (3) terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan pendidikan; (4) terbatasnya kesempatan kerja dan berusaha; (5) lemahnya perlindungan terhadap aset usaha; (6) terbatasnya akses layanan perumahan dan sanitasi; (7) terbatasnya akses terhadap air bersih; (8) lemahnya kepastian kepemilikan dan penguasaan tanah; (9) buruknya kondisi lingkungan hidup dan sumberdaya alam, serta terbatasnya akses masyarakat terhadap sumber daya alam; (10) lemahnya jaminan rasa aman; (11) lemahnya partisipasi; (12) besarnya beban kependudukan yang disebabkan oleh besarnya tanggungan keluarga; (13) tata kelola pemerintahan desa yang buruk. Program Raksa Desa dan BLT adalah program yang mempengaruhi kemiskinan rumah tangga Desa Cibatok Satu secara eksternal. Analisis Program BLT dan Raksa Desa dilakukan secara terpisah dengan responden yang berbeda untuk mengetahui kinerja dan pengaruh dari masing-masing program. Analisis pengaruh program BLT dan Raksa Desa dalam mengatasi kemiskinan rumah tangga dilakukan dengan mengkaji indikator; 1. Perubahan pada tingkat pendapatan 2. Perubahan pada kepemilikan aset kepemilikan 3. Perubahan pada pola konsumsi pangan 4. Perubahan pada tingkat mata pencaharian dan modal usaha 5. Perubahan pada tingkat akses terhadap sumber daya. Secara skematis kerangka pemikiran konseptual yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.
24
Faktor Internal yang mempengaruhi kemiskinan Rumah tangga
Faktor eksternal yang mempengaruhi kemiskinan Rumah tangga
-BLT -Raksa Desa
Keterangan;
Kemiskinan rumah tangga di Desa Cibatok Satu sebelum menjadi peserta program BLT dan Raksa Desa
Pelaksanaan Program BLT dan Raksa Desa
Dianalisis dengan karakteristik rumah tangga miskin BPS2005
Indikator Mempengaruhi
Kemiskinan rumah tangga di Desa Cibatok Satu setelah menjadi peserta program BLT dan Raksa Desa
Dianalisis dengan indikator; 1. Perubahan pada tingkat pendapatan 2. Perubahan pada kepemilikan aset 3. Perubahan pada pola konsumsi 4. Perubahan pada mata pencaharian dan modal usaha 5. Perubahan pada akses terhadap sumber daya.
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Konseptual
25
2.7. Hipotesis Pengarah Mengarahkan penelitian ini dalam pengumpulan, penggalian dan analisis data, maka dirumuskan hipotesis umum dan beberapa hipotesis spesifik sebagai berikut. Hipotesis Umum Program BLT dan Raksa Desa berpengaruh positif terhadap upaya penanggulangan kemiskinan di Desa Cibatok Satu Hipotesis Spesifik 1. Kemiskinan rumah tangga di Desa Cibatok Satu dicirikan oleh sejumlah karakteristik yang dominan. 2. Faktor eksternal penyebab kemiskinan rumah tangga di Desa Cibatok Satu adalah tata kelola pemerintahan desa yang buruk 3. Faktor internal penyebab kemiskinan rumah tangga Desa Cibatok Satu adalah tidak memiliki akses terhadap lahan 4. Program BLT dan program Raksa Desa cenderung kurang tepat dalam pelaksanaannya di lapangan. 5. Penggunaan dana dari program BLT oleh rumah tangga cenderung bersifat konsumtif untuk mengatasi kemiskinan yang dialaminya. 6. Penggunaan dana dari program Raksa Desa oleh rumah tangga cenderung digunakan untuk usaha ekonomi produktif. 7. Program BLT berpengaruh positif terhadap pengurangan angka kemiskinan di Desa Cibatok Satu. 8. Program Raksa Desa berpengaruh positif terhadap pengurangan angka kemiskinan di Desa Cibatok Satu.
26
2.8. Definisi Operasional 1. Bantuan langsung Tunai adalah program dari pemerintah pusat berupa bantuan dana tunai senilai Rp. 100.000,00 per bulan kepada masyarakat yang tidak mampu per kepala keluarga. 2. Program Raksa Desa adalah program penanggulangan kemiskinan dari pemerintah Daerah Jawa Barat. Berupa bantuan dana kepada setiap Desa untuk membangun sarana kesehatan, sarana pendidikan, prasarana umum dan simpan pinjam. 3. Pendapatan adalah jumlah penghasilan kotor yang diperoleh selama satu bulan, baik yang diperoleh dari usaha pokok maupun usaha sampingan, maupun dari sumber-sumber lain. Pendapatan diberi sangat miskin apabila
Rp. 350.000,00-600.000,- juta dan hampir miskin 5 orang dalam satu keluarga. 5. Pekerjaan kepala keluarga adalah sumber pandapatan seorang pemimpin rumah tangga. 6. Tingkat pendidikan kepala rumah tangga adalah jenjang pendidikan terakir yang ditempuh oleh seorang kepala rumah tangga 7. Faktor yang mempengaruhi kemiskinan Rumah tangga Internal adalah halhal yang secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan kemiskinan rumah tangga oleh hal keadaan responden yang terdapat pada
27
faktor kemiskinan rumah tangga menurut BPS 2004. Diantaranya akses pada terbatasnya kecukupan pangan keluarga, terbatasnya akses kesehatan, terbatasnya akses pada pendidikan, terbatasnya kesempatan bekerja, lemahnya akses modal usaha, lemahnya perlindungan aset usaha, terbatasnya akses terhadap air bersih, terbatasnya akses pada kepemilikan lahan, lemahnya partisipasi, banyaknya tanggungan keluarga. 8. Faktor yang mempengaruhi kemiskinan Rumah tangga eksternal (program pemerintah adalah hal-hal yang secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan kemiskinan Rumah tangga terdapat pada faktor kemiskinan rumah tangga menurut BPS 2004 dan oleh pemerintah. Diantaranya buruknya mutu pangan, rendahnya mutu layanan kesehatan, rendahnya mutu
layanan
pendidikan,
buruknya
mutu
layanan
perumahan,
memburuknya kondisi lingkungan hidup, lingkungan yang tidak aman, tata kelola pemerintahan desa yang buruk dan atau korupsi. 9. Wujud program dalam pelaksanannya adalah pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan dalam masyarakat dan pemanfaatan dana penanggulangan kemiskinan tersebut oleh penerima Dana 10. Pengaruh program Pemerintah adalah keadaan rumah tangga setelah kedua program selesai di laksanakan (setelah program berakhir). 11. Perubahan pada tingkat pendapatan adalah adalah kenaikan maupun penurunan pada penghasilan keseluruhan kepala rumah tangga dalam sebuah rumah tangga setelah menerima program
28
12. Perubahan pada pemilikan aset adalah bertambah ataupun berkurangnya aset rumah tangga (keluarga) dalam suatu rumah tangga. Seperti : pembangunan rumah, tanah, perabotan, kendaraan. 13. Perubahan pada pola konsumsi adalah bertambah ataupun berkurangnya perilaku konsumif dari keluarga dalam suatu rumah tangga. Misal pola makan bertambah, pola belanja bertambah, daya beli meningkat. 14. Perubahan pada mata pencaharian dan modal usaha adalah bertambah ataupun berkurang pekerjaan untuk menghidupi keluarga yang dimiliki kepala rumah tangga dan aset yang untuk mencari nafkah (misal toko, motor untuk “ngojeg”) 15. Perubahan pada akses terhadap sumber daya bertambah ataupun berkurangnya
kemampuan keluarga untuk menjangkau sumber daya
untuk menunjang hidupnya baik prasarana maupun sumber dari alam.
29
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Strategi Penelitian Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kuantitatif (metode survei) dan metode pendekatan kualitatif. Hal ini dilakukan untuk mengetahui gambaran kemiskinan rumah tangga Desa Cibatok Satu, menganalisis program Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan Raksa Desa yang telah berjalan dan pengaruhnya di desa Cibatok Satu secara mendalam. Penelitian ini menggunakan strategi studi kasus, dimana studi kasus yang dipilih adalah studi kasus instumental yaitu studi kasus yang dilakukan karena peneliti ingin mengkaji atas suatu kasus khusus untuk memperoleh wawasan atas suatu isu sebagai pendukung atas instrumen untuk membantu peneliti dalam memahami konsep Bantuan Langsung Tunai dan Raksa Desa.
3.2. Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja karena lokasi tersebut merupakan lokasi tempat dilaksanakannya program kemiskinan Bantuan Langsung Tunai (BLT) pada tahun 2005 hingga tahun 2006 dan Raksa Desa pada tahun 2004 hingga tahun 2005. Selain itu agar peneliti dapat melakukan kajian lebih mendalam karena peneliti telah mengenal desa tersebut dengan baik. Proses penelitian ini berlangsung mulai dari bulan April sampai dengan bulan Juni 2008.
30
3.3 Teknik Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui hasil kuesioner dan wawancara mendalam kepada responden dan informan serta dengan melakukan observasi lapang. 1. Penyebaran kuesioner merupakan teknik pengumpulan data dengan menyebarkan kuesioner kepada 40 orang responden (kepala keluarga) diantaranya lima orang merangkap sebagai informan dari penerima bantuan program penanggulangan kemiskinan Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan 40 orang responden dengan lima orang diantaranya sebagai informan penerima bantuan program penanggulangan kemiskinan Raksa Desa serta lima orang informan kunci secara sengaja. Pemilihan responden yaitu kepala rumah tangga penerima bantuan program dilakukan dengan teknik acak terproporsi dimana, responden diambil sesuai proporsi sebaran banyaknya rumah tangga miskin dan responden tersebut dan diambil secara acak. 2. Wawancara mendalam merupakan teknik pengambilan data dengan melakukan percakapan dua arah dalam suasana kesetaraan dan akrab. Melakukan wawancara mendalam dimaksudkan adalah “temu muka” berulang antara peneliti dan tineliti dalam rangka memahami pandangan tineliti mengenai hidupnya, pengalamannya ataupun situasi sosial sebagaimana yang ia ungkapkan dalam bahasanya sendiri. Wawancara mendalam akan dilakukan kepada informan yang dipilih secara purposif berkaitan dengan penelitian ini. Informan didapat dari teknik
31
snowballing, yaitu teknik untuk mencari nara sumber dengan cara berantai yang dimulai dengan aparat pemerintah seperti kepala desa. 3. Pengamatan. Pengamatan dilakukan agar peneliti dapat melihat, merasakan, dan memaknai dunia beserta ragam peristiwa dan gejala sosial didalamnya sebagaimana tineliti melihat, merasakan dan memaknainya dan dapat memungkinkan pembentukan pengetahuan secara bersama oleh peneliti dan tineliti. Teknik pengumpulan data sekunder atau analisis data sekunder diperoleh dari dokumen tentang kondisi umum daerah penelitian dan data tentang tata cara pelaksanaan program BLT dan Raksa Desa.
3.4 Teknik Analisis Data Teknik Analisis menggunakan tabel frekuensi dan tabulasi silang yang digunakan untuk menelaah karakteristik dan faktor kemiskinan rumah tangga serta sejauhmana warga Desa Cibatok Satu mendapat manfaat dari program Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan Raksa Desa. Penelitian ini juga menggunakan matrik analisis data yaitu mengkategorikan data-data yang sesuai dan dijabarkan secara subyektif sesuai dengan sudut pandang informan dan responden. Penelitian direkam dan dicatat melalui teknik pengamatan langsung dan wawancara mendalam. Dokumentasi juga digunakan sebagai teknik pengumpulan data penunjang. Pada saat penelitian berjalan, penulis melakukan analisis data bersamaan dengan proses pengumpulan data.
32
BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
4.1. Gambaran Lokasi Desa Desa Cibatok Satu merupakan salah satu desa yang ada di Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Jarak dari Desa Cibatok Satu ke Institut Pertanian Bogor (IPB) adalah 10 kilometer, yang dapat ditempuh dengan kendaran roda dua selama 10-15 menit dan dengan kendaraan roda empat selama 30 menit. Luas wilayah Desa Cibatok Satu adalah 174 hektar (sekitar 100 hektar digunakan untuk pertanian) dengan ketinggian 250 m diatas permukaan laut dengan jumlah dan curah hujan 236 m3. Wilayah desa Cibatok Satu dibatasi oleh Desa Cimanggu Dua di sebelah utara, Desa Cibatok Dua di sebelah selatan, Desa Cicadas di sebelah timur, dan Desa Cemplang di sebelah barat.
4.2. Potensi Sumber Daya, Sarana dan Prasarana Desa Sumber daya alam yang dominan ditemukan di Desa Cibatok Satu adalah sungai dan sumber mata air. Sungai-sungai utama yang mengalir di desa ini yaitu Sungai Cibungbulang, Sungai Ciaruteun, dan Sungai Leuwi Jengkol. Sungaisungai ini menjadi sumber irigasi pertanian di samping sumber mata air. Sumber daya alam yang lain misalnya batu, kerikil, dan pasir dari sungai, ikan, hasil-hasil alam lainnya. (lihat Lampiran 1). Sarana dan prasarana yang tersedia di desa ini dapat dibilang lengkap. Dimulai dari sarana transportasi yang tersedia yaitu jalan-jalan beraspal, angkutan desa (angdes), yang hanya beroprasi dari pukul 06.00 hingga pukul 19.00 dan ojek 33
yang beroperasi lebih lama dari angdes. Masjid, pesantren sebagai sarana tempat peribadatan, gedung sekolah sebagai sarana pendidikan, puskesmas sebagai sarana kesehatan, kios-kios, koramil mudah ditemukan dan dijangkau oleh masyarakat. (lihat Lampiran 1) Ketersedian air bersih cukup memadai yang diperoleh dari sumur gali, mata air dan sumur pompa. Sarana pembuangan sampah masih belum baik sehingga sebagian besar penduduk setampat membuang sampah sembarangan. Hal ini akan mengakibatkan tingginya potensi serangan berbagai macam penyakit yang tidak diinginkan. Sektor unggulan Desa Cibatok Satu adalah pertanian. Hampir 60 persen wilayahnya adalah areal pertanian. Komoditas pertanian yang dihasilkannya antara lain padi, singkong, ubi jalar, jagung kacang panjang, terong, cabai, ketimun, dan pepaya. Meskipun sektor unggulan desa ini adalah pertanian tapi sebagian besar masyarakatnya bekerja sebagai pedagang. Hal ini dikarenakan petani di desa ini juga merangkap sebagai pedagang. Selain kedua sektor tersebut, sektor peternakan juga dapat ditemukan di desa ini.
4.3. Kependudukan Desa Cibatok Satu pada tahun 2007 memiliki jumlah penduduk adalah 8083 jiwa dengan jumlah keluarga 1825 Kepala Keluarga (KK). Penduduk sebagian besar bermata pencaharian rangkap yaitu sebagai petani dan sekaligus pedagang. Desa ini memiliki tiga dusun, 9 RW, dan 28 RT. Pada tahun 2008 Jumlah penduduk adalah 8136 jiwa dengan jumlah lakilaki 4123 jiwa dan perempuan sebanyak 4013 jiwa. Sedangkan jumlah keluarga 34
adalah 1947 KK diantaranya; keluarga Pra sejahtera sebanyak 746 KK, keluarga sejahtera satu sebanyak 337 KK, keluarga sejahtera dua sebanyak 44 KK, keluarga sejahtera tiga sebanyak 331 KK dan keluarga sejahtera tiga plus sebanyak 91 KK.
4.4. Latar Belakang Program Kemiskinan Desa .
Desa Cibatok Satu sebelum mendapat program Raksa Desa pada tahun
2004 dan program BLT pada tahun 2005. Desa Cibatok Satu mendapat juga pernah program kemiskinan, diantaranya program Inpres Desa Tertinggal (IDT) pada tahun 1989 sampai tahun 1991, kemudian Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam (UEDSP) pada tahun 1997 sampai tahun 1999, dan program padat karya pada tahun 2000 sampai dengan tahun 2001. Program-program kemiskinan tersebut menurut informan yang dinilai cukup berhasil adalah program padat karya dan program Raksa Desa, sedang program UEDSP tidak berhasil karena para peminjam tidak mampu mengembalikan pinjaman sehingga program tersebut dananya tidak lagi bergulir. Kemudian pada tahun 2004 masuk Program Raksa Desa dengan peserta program sebanyak 320 orang dan tahun 2005 masuk program BLT dengan peserta sebanyak 712 kepala rumah tangga. Rumah tangga miskin di Desa Cibatok Satu termasuk desa yang memiliki rumah tangga miskin yang besar karena mencapai 39 persen rumah tangga di desa Cibatok Satu yang tergolong tidak mampu (rumah tangga miskin).
35
BAB V KARAKTERISTIK KEMISKINAN DAN FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KEMISKINAN RUMAH TANGGA DI DESA CIBATOK SATU
5.1. Karakteristik Kemiskinan Rumah Tangga Desa Cibatok Satu Berdasarkan
hasil penelitian dapat diketahui kesesuaian antara rumah
tangga miskin (40 orang responden) di Desa Cibatok Satu dengan kriteria kemiskinan sebelum diterapkannya program yaitu terdapat 92,5 persen dari keseluruhan responden yang luas lantai bangunan tempat tinggalnya kurang dari delapan m2 per orang, terdapat 75 persen dari keseluruhan responden yang jenis lantai bangunan tempat tinggalnya dari tanah/bambu/kayu murahan, terdapat 67,5 persen dari keseluruhan responden yang jenis dinding bangunan tempat tinggalnya dari bambu/rumbai/kayu kualitas rendah/ tembok tanpa plester, terdapat 65 persen dari keseluruhan responden yang fasilitas tempat buang air besarnya tidak ada/menumpang rumah lain, terdapat 15 persen dari keseluruhan responden yang sumber penerangan rumah tangganya bukan listrik, seluruh responden sumber air minumnya berasal dari sumur, mata air tidak terlindung/ sungai/ air hujan dan terdapat 77,5 persen dari keseluruhan responden yang bahan bakar untuk memasaknya kayu bakar/ arang/ minyak tanah. Selain itu juga terdapat 75 persen dari keseluruhan responden yang konsumsi daging/ayam/susu/per minggunya satu kali atau dua kali seminggu, terdapat 72,5 persen dari keseluruhan responden yang tidak pernah membeli atau satu stel pakaian baru setiap anggota rumah tangga setiap tahun, terdapat 65 persen dari keseluruhan responden yang frekuensi makan dalam seharinya satu 36
kali/ dua kali sehari, terdapat 67,5 persen dari keseluruhan responden yang tidak mampu membayar untuk berobat ke puskesmas atau dokter, terdapat 75 persen dari keseluruhan responden yang lapangan pekerjaan utamanya petani dengan luas lahan kurang dari 0,5 hektar/buruh tani/ nelayan/ butuh bangunan/ pekerjaan lainnya dengan pendapatan rumah tangga dibawah Rp. 600.000,00 per bulan, terdapat 90 persen dari keseluruhan responden yang pendidikan tertinggi kepala rumah tangganya tidak sekolah/ tidak tamat SD/ hanya tamatan SD dan terdapat 90 persen dari keseluruhan responden yang tidak punya tabungan/ barang yang mudah dijual dengan nilai minimal Rp. 500.000,00 seperti sepeda motor (kredit maupun bukan kredit), emas, perhiasan, perahu motor dan barang modal lainnya. Karakteristik kemiskinan yang dominan ( > 75 persen) di Cibatok Satu adalah Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari delapan m2 per orang, pendidikan tertinggi kepala rumah tangga tidak sekolah/ tidak tamat SD/ hanya tamatan SD, tidak punya tabungan/ barang yang mudah dijual dengan nilai minimal Rp. 500.000,00 seperti sepeda motor (kredit maupun bukan kredit), emas, perhiasan, perahu motor dan barang modal lainnya, bahan bakar untuk memasak berupa kayu bakar/ arang/ minyak tanah, jenis lantai bangunan tempat tinggal adalah tanah/bambu/kayu murahan, konsumsi daging/ayam/susu/per minggu adalah satu kali atau dua kali seminggu, lapangan pekerjaan utama kepala rumah tangga adalah petani dengan luas lahan kurang dari 0,5 hektar/buruh tani/ nelayan/ butuh bangunan/ pekerjaan lainnya dengan pendapatan rumah tangga dibawah Rp. 600.000,00 per bulan. Keterangan lebih lanjut dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel. 2. Jumlah Responden Menurut Variabel Kemiskinan dan Karakteristik Kemiskinan Rumah Tangga Desa Cibatok Satu Penerima Bantuan Sebelum Program dilaksanakan
37
No .
Variabel kemiskinan
Karakteristik Kemiskinan
1
Luas lantai tempat tinggal
bangunan
Kurang dari delapan m2 per orang
2
Jenis lantai tempat tinggal
bangunan
Tanah/bambu/kayu murahan
3
Jenis dinding bangunan tempat tinggal
Bambu/rumbai/kayu kualitas rendah/ tembok tanpa plester
4
Fasilitas tempat buang air besar
Tidak ada, menumpang rumah lain
5
Sumber penerangan rumah tangga
Bukan listrik
6
Sumber air minum
Sumur, mata air tidak terlindung/ sungai/ air hujan
7
Bahan bakar memasak
8
Konsumsi daging/ayam/susu/per minggu Pembelian pakaian baru setiap anggota rumah tangga setiap tahun Frekuensi makan dalam sehari
Satu kali atau dua kali seminggu
Kemampuan membayar untuk berobat ke puskesmas atau dokter Lapangan pekerjaan utama kepala rumah tangga
Tidak mampu membayar
13
Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga
Tidak sekolah/ tidak tamat SD/ hanya tamatan SD
14
Pemilikan aset/harta bergerak maupun tidak bergerak
Tidak punya tabungan/ barang yang mudah dijual dengan nilai minimal Rp. 500.000,00 seperti sepeda motor (kredit maupun bukan kredit), emas, perhiasan, perahu motor dan barang modal lainnya.
9
10 11
12
untuk
Kayu tanah
bakar/
arang/
Responden
Persentase
37
92,5
30
75
27
67,5
26
65
6
15
40
100
31
77,5
30
75
29
72,5
26
65
27
67,5
30
75
36
90
36
90
minyak
Tidak pernah membeli/satu stel
Satu kali/ dua kali sehari
Petani dengan luas lahan kurang dari 0,5 hektar/buruh tani/ nelayan/ butuh bangunan/ pekerjaan lainnya dengan pendapatan rumah tangga dibawah Rp. 600.000,00 per bulan
Karakteristik kemiskinan tersebut dapat diperjelas. Berikut ini merupakan Tabel karakteristik kemiskinan rumah tangga di Desa Cibatok Satu yang
38
didasarkan pada Tabel 3 sesuai urutan jumlah yang tertinggi
karakteristik
kemiskinan yang dimiliki oleh responden. Tabel 3. Karakteristik Kemiskinan Rumah Tangga di Desa Cibatok Satu No. 1. 2. 3. 4.
5. 6. 7. 8.
9. 10. 11. 12. 13. 14.
Karakteristik Kemiskinan Sumber air minum berupa sumur, mata air tidak terlindung/ sungai/ air hujan Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga tidak sekolah/ tidak tamat SD/ hanya tamatan SD Tidak punya tabungan/ barang yang mudah dijual dengan nilai minimal Rp. 500.000,00 seperti sepeda motor (kredit maupun bukan kredit), emas, perhiasan, perahu motor dan barang modal lainnya; Bahan bakar untuk memasak berupa kayu bakar/ arang/ minyak tanah Jenis lantai bangunan tempat tinggal adalah tanah/bambu/kayu murahan Konsumsi daging/ayam/susu/per minggu adalah satu kali atau dua kali seminggu Lapangan pekerjaan utama kepala rumah tangga adalah petani dengan luas lahan kurang dari 0,5 hektar/buruh tani/ nelayan/ butuh bangunan/ pekerjaan lainnya dengan pendapatan rumah tangga dibawah Rp. 600.000,00 per bulan Tidak pernah membeli/satu stel pakaian baru setiap anggota rumah tangga setiap tahun; Jenis dinding bangunan tempat tinggal adalah bambu/rumbai/kayu kualitas rendah/ tembok tanpa plester Tidak mampu membayar untuk berobat ke puskesmas atau dokter Fasilitas tempat buang air besar tidak ada, sehingga ada diantara penduduk miskin yang menumpang rumah lain Frekuensi makan dalam sehari adalah satu kali/ dua kali sehari Sumber penerangan rumah tangga bukan listrik.
persen 100 92,5 90 90
77,5 75 75 75
72,5 67,5 67,5 65 65 15
Tabel 3 menunjukkan karakteristik kemiskinan yang paling dominan di Desa Cibatok Satu adalah sumber air minum warga berupa mata air tak terlindungi. Sumur adalah tempat utama bagi warga desa untuk memperoleh air.
5.2. Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan Internal Rumah Tangga Di Desa Cibatok Satu
39
Terdapat faktor-faktor yang menyebabkan masih banyak penduduk miskin di Desa Cibatok Satu yang meliputi faktor-faktor kemiskinan internal rumah tangga dan faktor-faktor kemiskinan eksternal rumah tangga yang dianalisis berdasarkan BPS 2004. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan kemiskinan internal rumah tangga di Desa Cibatok Satu yaitu : 1. Masih terdapat 97,5 persen dari seluruh rumah tangga miskin (40 orang responden rumah tangga miskin) yang memiliki keterbatasan pada akses kepemilikan lahan, 2. Masih terdapat 95 persen dari seluruh rumah tangga miskin (40 orang responden rumah tangga miskin) yang tidak memperoleh kesempatan bekerja. 3. Masih terdapat 92,5 persen dari seluruh rumah tangga miskin (40 orang responden rumah tangga miskin) yang berpendidikan rendah (keterbatasan pada akses pendidikan). 4. Masih terdapat 80 persen dari seluruh rumah tangga miskin (40 orang responden rumah tangga miskin) yang memiliki keterbatasan pada akses kesehatan. 5. Masih terdapat 60 persen dari seluruh rumah tangga miskin (40 orang responden rumah tangga miskin) yang memiliki keterbatasan pada kecukupan pangan keluarga. 6. Masih terdapat 60 persen dari seluruh rumah tangga miskin (40 orang responden rumah tangga miskin) yang memiliki keterbatasan akses pada air bersih. 7. Masih terdapat 52,5 persen dari seluruh rumah tangga miskin (40 orang responden rumah tangga miskin) yang memiliki banyak tanggungan keluarga. 40
8. Masih terdapat 30 persen dari seluruh rumah tangga miskin (40 orang responden rumah tangga miskin) yang memiliki keterbatasan modal usaha 9. Masih terdapat 10 persen dari seluruh rumah tangga miskin (40 orang responden
rumah
tangga
miskin)
yang
memiliki
keterbatasan
pada
perlindungan terhadap aset usaha. Hasil penelitian dapat dilihat faktor internal rumah tangga yang paling dominan adalah keterbatasan akses terhadap lahan sesuai dengan hipotesis dari penelitian.
Berikut ini merupakan diagram batang yang menjelaskan faktor-faktor yang menyebabkan kemiskinan internal rumah tangga di Desa Cibatok Satu :
41
Diagram 1. Faktor-Faktor Internal Kemiskinan Rumah Tangga Di Desa Cibatok Satu
5.3. Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan Eksternal Rumah Tangga Di Desa Cibatok Satu
42
Faktor-faktor yang menyebabkan kemiskinan eksternal rumah tangga di Desa Cibatok Satu antara lain : 1. Terdapat 75 persen dari seluruh rumah tangga miskin (40 orang responden rumah tangga miskin) yang menyatakan bahwa mutu layanan perumahan di Desa Cibatok Satu buruk 2. Terdapat 45 persen dari seluruh rumah tangga miskin (40 orang responden rumah tangga miskin) yang menyatakan bahwa mutu pangan di Desa Cibatok Satu buruk 3. Terdapat 30 persen dari seluruh rumah tangga miskin (40 orang responden rumah tangga miskin) yang menyatakan bahwa kondisi lingkungan hidup di Desa Cibatok Satu memburuk. 4. Terdapat 25 persen dari seluruh rumah tangga miskin (40 orang responden rumah tangga miskin) yang menyatakan bahwa layanan kesehatan di Desa Cibatok Satu rendah 5. Terdapat 12,5 persen dari seluruh rumah tangga miskin (40 orang responden rumah tangga miskin) yang menyatakan bahwa mutu layanan pendidikan di Desa Cibatok Satu rendah 6. Terdapat 17,5 persen dari seluruh rumah tangga miskin (40 orang responden rumah tangga miskin) yang menyatakan bahwa tata kelola pemerintahan Desa Cibatok Satu buruk dan atau menjalani praktik korupsi
7. Terdapat 5 persen dari seluruh rumah tangga miskin (40 orang responden rumah tangga miskin) yang menyatakan bahwa lingkungan di Desa Cibatok Satu tidak aman 43
Faktor eksternal rumah tangga yang paling dominan sebagai penyebab kemiskinan adalah layanan perumahan di Desa Cibatok Satu yang buruk. Akan tetapi buruknya layanan perumahan bukan merupakan faktor penyebab kemiskinan yang sesungguhnya karena layanan perumahan yang buruk diakibatkan oleh faktor-faktor lain seperti kurangnya peluang berusaha dan bekerja
untuk
memperoleh
pendapatan
yang
memadai
dan
kurangnya
kelembagaan yang diperlukan sehingga mereka tidak akses terhadap layanan perumahan. Dalam hubungan ini faktor eksternal kemiskinan rumah tangga yang menyebabkan kemiskinan di Desa Cibatok Satu adalah buruknya mutu pangan yang dapat dijangkau oleh rumah tangga miskin.
Dibawah ini merupakan diagram batang yang menjelaskan faktor-faktor yang menyebabkan kemiskinan eksternal rumah tangga di Desa Cibatok Satu :
44
Diagram 2. Faktor-Faktor Eksternal Kemiskinan Rumah Tangga Di Desa Cibatok Satu
Karakteristik kemiskinan dan penyebab kemiskinan di desa Cibatok Satu maka terdapat hubungan. Hasil penelitian menunjukan bahwa besarnya tanggungan keluarga mempengaruhi frekuensi makan keluarga. Dimana semakin besar jumlah tanggungan keluarga maka semakin sedikit frekuensi makan keluarga tersebut. Dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Hubungan Antara Frekuensi makan keluarga dan Jumlah Tanggungan Keluarga Terhadap karakteristik Rumah Tangga Pola Makan Keluarga
Jumlah tanggungan
Frekuensi makan keluarga
Total
45
keluarga 1 sampai 3 4 sampai 5 >5
1 sampai 2 kali 1 25% 8 50,3% 17 80,95%
3 7 4
3 kali 75% 46,7% 19,05%
4 100% 15 100% 21 100%
5.4. Ikhtisar Hasil penelitian menunjukkan di Desa Cibatok Satu, karakteristik kemiskinan rumah tangga di Desa Cibatok Satu yang dominan adalah sumber air minum berupa sumur, mata air tidak terlindungi/sungai/air hujan. Hal ini tidak dapat disebut kemiskinan karena sumber mata air sumur merupakan tradisi warga dalam memperoleh air. Penyebab dari kemiskinan internal rumah tangga yang paling dominan adalah masyarakat tidak memiliki akses terhadap kepemilikan sumberdaya lahan. Hal ini terjadi karena sebagian lahan di Desa Cibatok Satu dimiliki oleh pendatang, sehingga warga di Desa Cibatok Satu kesulitan memperoleh lapangan pekerjaan. Faktor eksternal dari kemiskinan rumah tangga di Desa Cibatok Satu yang paling dominan adalah buruknya mutu pangan yang dapat dijangkau oleh rumah tangga miskin. Sedangkan buruknya layanan perumahan di Desa Cibatok Satu tampak terkait dengan berbagai faktor, seperti kurangnya peluang untuk meningkatkan pendapatan rumah tangga dan Pemerintah Desa memang tidak menyediakan layanan perumahan yang layak. Dalam hal ini pemukiman adat Sunda memang rapat dan tetangga biasanya kerabat sehingga tidak tersusun layaknya perumahan kompleks. Berdasarkan hasil penelitian terdapat hubungan antara karakteristik kemiskinan dan penyebab kemiskinan. Semakin besar jumlah tanggungan keluarga maka semakin sedikit frekuensi makan keluarga tersebut. BAB VI WUJUD PROGRAM BANTUAN LANGSUNG TUNAI (BLT) 46
DAN PROGRAM PEMERINTAH DAERAH (RAKSA DESA) DALAM PELAKSANAANNYA
6.1. Wujud Program Bantuan Langsung Tunai (BLT) dalam Pelaksanaannya Program penanggulangan Bantuan Langsung Tunai adalah adalah salah satu Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak (PKPSBBM). Program ini dimaksudkan pemerintah untuk membantu warga miskin sesudah adanya kenaikan harga BBM yang berakibat terhadap kenaikan biaya hidup. Penduduk yang tergolong keluarga miskin (gakin) dianggap layak mendapat uang tunai Rp 1,2 juta per keluarga per tahun (Rp 100.000 per bulan) dan diberikan melalui empat tahap. Program bantuan langsung tunai memiliki 14 kriteria untuk penerima bantuan, diantaranya yang harus dipenuhi minimal delapan kriteria. Dalam pelaksanaan Program BLT dilapangan yang pertama dilihat kesesuaian penerima bantuan, dari seluruh responden (40 orang), 95 persen menyatakan bahwa penerima bantuan telah sesuai, dengan melihat hasil dari kuisioner mereka terdapat dua orang responden yang sebetulnya tidak memenuhi syarat untuk menerima BLT. Untuk sosialisasi program, lima persen responden mengatakan ada sosialisasi, sedangkan pendampingan untuk pemanfaatan program responden seluruhnya menyatakan tidak ada pendampingan, untuk distribusi bantuan seluruh responden mengatakan distribusi lancar, 97,5 persen tidak mengalami kesulitan dalam menerima bantuan, dan 87,5 persen bantuan tersebut digunakan sesuai dengan tujuan program. Untuk gambaran pelaksanaan program BLT dapat dilihat pada diagram 3.
47
Diagram 3. Pelaksanaan Teknis BLT dalam Rumah Tangga
Hasil wawancara mendalam dengan lima orang responden dan lima 0rang informan BLT wujud program pemerintah dalam pelaksanaannya secara keseluruhan dapat dikatakan kurang baik. Hal ini diketahui dari beberapa pendapat informan dan responden. Untuk kesesuaian bantuan langsung tunai ternyata masih ada yang seharusnya tidak mendapatkan tetapi mendapatkan bantuan walaupun 95 persen dari responden telah sesuai. Berdasarkan hasil wawancara dengan ERK (33 tahun) sekertaris sebagai berikut. “ Program BLT tuh belum memenuhi standar jadi kalau mau dibilang, program BLT mah tidak tepat sasaran, kalau ngacunya ke standar ya. Soalnya kalo mengacu sama minimal 8 dari 14 kriteria itu namanya Fakir bukan miskin lagi. ”
Berdasarkan wawancara dengan pak ITK (47 tahun) sebagai penerima bantuan sebagai berikut. “ Rata-rata mah dek sebagian besar sesuai, jadi gini dek yang pastinya mesti meunang bantuan mah didieu beneran meunang eta BLT tapi nu miskin tapi nteu memenuhi kriteria tea mah beunang oge, tapi rata-rata mah bener kaya
48
saya misalnya rumah ga berlantai, tembok ga di cor makan juga de alakadarnya kalo ada rejeki 3 kali kalo ga ada mah malem ngopi aja.”
Diakui oleh ERK selaku sekertaris desa bahwa beliau tidak mendapat sama sekali sosialisasi program dan langsung memberikan nama penerima. Begitu pula dengan penerima bantuan SPR, beliau mengatakan hal yang serupa dengan ERK (sekertaris Desa). Berdasarkan hasil wawancara dengan SPR (49 tahun) sebagai penerima BLT sebagai berikut. “ Ga ada dek,(sambil bertanya pada pemandu saya) eweuh nyak? (pemandu saya mengiyaan) ga ada dek langsung aja di bagi kartu sama tempel stiker tea, teu ngomong-ngomong heula. ”
Mengenai pendampingan program dengan wawancara mendalam baik dengan informan maupun responden diketahui memang tidak terdapat pendampingan, sehingga wajar jika uang BLT tersebut terjadi ketidaksesuaian dengan tujuan program. Untuk distibusi program berdasarkan hasil wawancara mendalam menyatakan bahwa program didistribusikan dengan baik dan lancar tanpa ada keributan atau masalah di Cibatok Satu yang dapat diambil di kantor pos yang dekat dengan kantor kelurahan Cibungbulang. Untuk menerima bantuan sebagian besar menyatakan mudah dalam pengambilan dan dapat diwakilkan bahkan dapat dipindah tangankan. Berdasarkan hasil wawancara dengan SPR sebagai penerima BLT sebagai berikut. “ Lancar dek, ngambil ge gampang ga ada masalah, kalo di Cibatok Satu mah ga ada yang sampe berantem-berantem dek, tapi kalo yang jual kartunya ke orang lain ada dek, misalnya pak X. ”
Terakhir adalah dengan melihat kesesuaian pemanfaatan program BLT oleh penerima bantuan. Sebagian besar responden memakainya dengan benar sesuai dengan tujuan program, mereka mengaku dana tersebut hanya dipakainya untuk makan tetapi terdapat juga yang menggunakan untuk membayar hutang dan 49
membeli perlengkapan saat lebaran. Berdasarkan hasil wawancara dengan NHT (50 tahun) sebagai penerima BLT sebagai berikut. “ Ya untuk makan dek, kadang buat nambahin bayaran anak sekolah, soalnya ga enak kalo minjem melulu sama tetangga. ”
NHT juga menyatakan sebagai berikut. “ Yah ada lah dek dikit mah untuk biaya sekolah anak dari pada minjem khan lumayan, kadang uangnya ibu pake juga buat bayarin utang. ”
Penggunaan dana untuk membayar hutang tidak hanya dilakukan oleh NHT tetapi terjadi juga di RW Dua. Hal ini sebagaimana dituturkan oleh MHR (68 tahun) selaku ketua RW Dua sebagai berikut. “ Waktu denger namanya masuk BLT pak H langsung minjem duit ke temennya, dengan kata lain pinjam duit dulu deh nanti diganti saat dana BLT sudah turun. ” Hal tersebut menandakan bahwa ketika warga menerima uang mereka cenderung menggunakan uang tersebut untuk keperluan yang lebih mendesak. Seperti yang diungkapkan SRY sebagai penerima program BLT mengatakan sebagai berikut. “ Ada sih kepake dikit-dikit pas lebaran, yah buat bliin kaos anak neng.”
Hal yang sama dikatakan oleh juga UNG selaku ketua RW Satu, beliau menceritakan keadaan warga di RW Satu ketika masih menerima program BLT. UNG menceritakan dana tersebut memang tidak hanya digunakan untuk makan saja. Hal ini sesuai dengan yang dituturkan UNG (49 tahun) sebagai berikut. “ Sebagian besar sih untuk makan, tapi yang benerin rumah, buat modal dagang kecil-kecilan, bayar utang, beli baju buat anak mah ada aja. ”
Hasil menyatakan penelitian pemanfaatan dana BLT pada sampel 40 responden menunjukkan bahwa peserta program memiliki berbagai macam kebutuhan yang berbeda-beda. Kebutuhan tersebut diantaranya untuk makan sehari-hari 87,5 persen, membeli pakaian (keperluan sandang) 2,5 persen, 50
keperluan hari raya 10 persen, membayar hutang 5 persen dan memperbaiki rumah sebanyak 20 persen.
6.2. Wujud Program Pemerintah Daerah (Raksa Desa) dalam Pelaksanaannya
Program penanggulangan kemiskinan Raksa Desa adalah program peningkatan kesejahteraan dari pemerintah Daerah Jawa Barat tahun 2004. Sasaran dari raksa desa ini adalah meningkatkan kuantitas dan kualitas infrastruktur pedesaan, meningkatkan perekonomian masyarakat pedesaan, meningkatnya angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah masyarakat pedesaan, serta meningkatnya cakupan pelayanan kesehatan dasar khususnya bagi ibu hamil dan bayi. Mewujudkan program tersebut diperlukan beberapa hal yang harus dilaksanakan pada beberapa aspek antara lain aspek pendidikan dengan target angka melek huruf masyarakat harus mencapai angka 95 persen dan rata-rata lama sekolah masyarakat harus mencapai 7,9 tahun pada tahun 2004, aspek kesehatan dengan tujuan menurunkan angka kematian bayi baru lahir dan angka kematian ibu, aspek sarana dan prasarana dasar adalah peningkatan kesejahteraan hidup masyarakat dengan penyediaan fasilitas yang utama seperti jalan, air bersih, sanitasi, listrik, dan telekomunikasi serta aspek daya beli masyarakat yaitu dengan meningkatkan aktivitas ekonomi yang berkembang di lingkungan terdekat. Pelaksanaan program Raksa Desa di lapangan sebelumnya dilakukan sosialisasi mengenai program raksa desa. Mengenai program sosialisasi tersebut terdapat 95 persen dari seluruh jumlah responden (40 orang) penerima raksa desa 51
menyatakan terdapat sosialisasi program. Dalam teknis pelaksanaan program raksa desa seluruh responden menyatakan bahwa; terdapat kendala dalam penyaluran dana program raksa desa; terdapat 82,5 persen dari keseluruhan responden yang menyatakan bahwa ada kesesuaian dalam penerimaan bantuan dana bergulir; terdapat 10 persen dari keseluruhan responden yang menyatakan bahwa ada pendampingan program. Sebanyak 67,5 persen dari keseluruhan responden yang menyatakan terdapat alokasi pada aspek kesehatan; sebanyak 55 persen dari keseluruhan responden yang menyatakan terdapat alokasi pada aspek pendidikan; sebanyak 85 persen dari keseluruhan responden yang menyatakan terdapat alokasi pada aspek sarana penunjang umum; sebanyak 72,5 persen dari keseluruhan responden yang menyatakan terdapat kesesuaian antara pemanfataan dana bergulir oleh penerima; sebanyak 87,5 persen dari keseluruhan responden yang menyatakan terdapat kendala dalam peminjaman; sebanyak 32,5 persen dari keseluruhan responden yang menyatakan terdapat kesesuaian antara distibusi dan proporsi dana raksa desa, untuk kesesuaian proporsi 67,5 persen menyatakan tidak tahu. Dapat dilihat pada diagram 4 yang menggambarkan pelaksanaan teknis program raksa desa dalam rumah tangga.
52
Diagram 4. Pelaksanaan Teknis Program Raksa Desa dalam Rumah Tangga
Hasil wawancara mendalam yang dilakukan kepada 8 orang responden dan informan, wujud program pemerintah daerah (raksa desa) dalam pelaksanaannya secara keseluruhan dapat dikatakan baik. Hal tersebut dikarenakan sosialisasi program raksa desa dijalankan seperti dengan diadakannya rapat-rapat sampai tiga kali dengan mengundang ketua RT dan RW, kemudian ketua RT dan RW tersebut memberitahukan kepada warga mereka mengenai program raksa desa. Dalam pelaksanaan program raksa desa ini mengalami kendala dalam hal penyaluran dana. Kendala tersebut disebabkan karena distribusi dana pinjaman raksa desa yang tidak lancar. Berdasarkan hasil wawancara disebutkan bahwa untuk distribusi dana dinilai tidak lancar karena macet setelah perguliran ke empat kali dana bergulir macet dikarenakan selain tidak adanya kesadaran dan menganggap 53
bantuan ini hibah dari Pemerintah. Kemudian ada juga kasus bahwa dana tersebut tidak dikembalikan karena ketua kelompoknya belum mengembalikan maka, anggotanya secara otomatis tidak ditagih maka dianggap tidak mengembalikan. Berdasarkan hasil wawancara dengan ASH (48 tahun) yang merupakan Ketua Satlak Raksa Desa sebagai berikut. “ Gimana mau pada balikin orang desa laen juga ada yang belum balikin, itu desa sebelah juga belum ngebalikin sabar dulu dong ni juga kita belum dapet untung. Waktu saya ketemu sama peminjem saya tanya “eh kunaon encan balikan duit raksa desa?” Tapi katanya udah dibalikin ke ketuana, pas saya tanya ketuanya ternyata duitna kepake dulu katanya. Dari situ lah maka perguliran sempat tidak lancar sekitar 30 juta dan sampai sekarang tentunya uangnya sudah tidak bergulir dikarenakan dana tidak kembali lagi.”
Hal ini yang kemudian membuat seluruh responden menjawab terjadi kendala dalam peminjaman karena peminjaman tersebut tertunda bahkan berhenti bergulir dikarenakan banyak yang tidak mengembalikan. Terdapat Rp. 50.763.900,- yang diketahui masih belum dikembalikan (lihat lampiran 15). Terdapat beberapa alasan mengapa warga tidak mengembalikan diantaranya karena mereka menganggap bahwa itu uang pemerintah, dimana uang tersebut memang untuk mereka, maka mereka bersikap kurang peduli. Mengenai kesesuaian antara penerima dengan bantuan dana bergulir dari program raksa desa, dinilai cukup sesuai walaupun belum sepenuhnya sesuai karena yang menerima dana bergulir adalah mereka yang memiliki memiliki usaha dan berada dalam kelompok minimal 10 kelompok. Jika kurang maka akan digabungkan dengan kelompok lain. Kelompok yang kurang misal baru enam orang maka di gabung sama kelompok yang baru tujuh jadi kan lebih dari 10 orang. Kesesuaian pemanfaatan dana Raksa Desa oleh penerima Dana bergulir menurut ASH beliau mengecek berkeliling sambil melihat apakah benar-benar 54
mereka menggunakan dana tersebut sesuai dengan yang mereka ajukan pada saat meminjam. Hal tersebut dilakukan oleh ASH karena merupakan tugas beliau, sambil beliau menagih pinjaman yang jatuh tempo. Beliau tidak sendiri mengerjakannya tetapi juga dibantu oleh aparat desa. Berdasarkan hasil wawancara dengan ASH sebagai berikut.
“ Kalo dagang, misalnya dagang pecel, bakso, gorengan, bensin eceran, toko kelontong. Itu juga saya cek misalnya tukang pecel, bener ga dia jualan pecel, oh ternyata bener. ”
Akan tetapi, ada juga pemanfaatan dana bergulir dari Raksa Desa yang tidak sesuai, sebagian dari warga masyarakat yang menggunakan dana raksa desa untuk keperluan pribadi seperti berobat dan membeli keperluan sehari-hari. Hal ini terjadi karena menurut ASH, Kepala Desa yang memiliki wewenang dalam mengatur dana. Berdasarkan wawancara dengan ASH satlak Raksa Desa. “ Kejadian seperti ini menurut AH merupakan pengaruh juga dari kebijakan kades, ada juga RT yang dipinjami uang untuk keluarganya yang sakit, tapi karena kades mamaksa mau tidak mau AH harus setuju juga. Ketika RT itu tidak mengembalikan maka yang lain juga ikut tidak mengembalikan.”
Aspek pendampingan program dinilai kurang sesuai dengan harapan, karena penerima program hanya empat orang yang mengakui adanya pendampingan program oleh sarjana pendamping dalam program Raksa Desa. Hal ini dikarenakan karena sarjana pendamping kurang optimal dalam menjalankan tugasnya, seperti dikatakan oleh sekretaris Desa ERK. Berdasarkan hasil wawancara dengan ERK yang merupakan sekretaris desa Cibatok Satu mengatakan bahwa “ Ya ada lek, kamu udah baca petunjuk teknisnya khan? Kalo di kecamatan ini namanya pak Babay tetapi tugas dari sarjana pendamping mah cuma ikutan ngabisin uang juga. ”
55
Aspek kesehatan yang merupakan salah satu sasaran dari program raksa desa yaitu untuk meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan dasar khususnya bagi ibu hamil dan bayi juga diterapkan pelaksanaannya di Desa Cibatok Satu. Wujud pelaksanaannya adalah dengan dikelola oleh posyandu yaitu dengan membantu biaya ibu hamil yang menjalani operasi cesar, balita kurang gizi, balita yang dirawat, kesehatan khususnya ibu hamil, balita yang di rawat dan kebutuhan posyandu. Ditinjau pada aspek pendidikan, program raksa desa juga berpengaruh bagi peningkatan mutu pendidikan di Desa Cibatok Satu. Dalam bidang pendidikan, dana dari program raksa desa bukan tersalur pada beasiswa tetapi pada program Keaksaraan Fungsional (KF) untuk pemberantasan buta huruf diikuti oleh ibu-ibu dan bapak-bapak. Berdasarkan hasil wawancara dengan ERK yang merupakan sekretaris Desa Cibatok Satu mengatakan bahwa “ Pada kenyataanya dipakai buat ibu-ibu sama bapak-bapak yang ga bisa baca untuk pemberantasan buta aksara tapi kalo program yang dulu ada beasiswa untuk siswa yang ga mampu langsung ke SPPnya kalo raksa desa ga ada beasiswa. beliau juga menambahkan kesehatan khususnya ibu hamil dan balita bukan untuk posyandu uangnya tapi buat biaya operasi melahirkan, biaya rawat ibu dan anak. ”
Kegiatan KF ini berlangsung sebanyak satu minggu dua kali, dalam program KF ini juga diadakan tes. Selain itu, juga diadakan program Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Program Raksa Desa juga berperan pada pembangunan infrastruktur desa. Hal tersebut diketahui dari hasil wawancara mendalam yang dilakukan. Para nara sumber menyebutkan bahwa telah dibangun jembatan di RW 1 jembatan tersebut diberi nama jembatan dukuh. Selain jembatan, juga dibangun sarana
MCK
(mandi cuci kakus) yang dibangun di Kampung Kalurahan, sarana air bersih yang dialirkan sampai ke masjid serta pembangunan jalan beton. 56
Adanya alokasi dana untuk pembangunan infrastruktur desa menyebabkan akses terhadap sumberdaya menjadi lebih mudah. Adanya program KF membuat penduduk yang sebelumnya buta huruf menjadi melek huruf dan mendapatkan kesempatan untuk mengelola sumberdaya yang membutuhkan kemampuan baca dan tulis. Dibangunnya sarana MCK dan saluran air bersih yang dialirkan sampai ke masjid memudahkan penduduk untuk akses terhadap air bersih dan hidup sehat. Adanya jembatan Dukuh mempermudah akses warga ke rumah sakit dan akses ke kuburan, dimana dulu hanya bisa dilewati oleh empat orang sekarang juga bisa dilewati mobil. Jembatan Dukuh itu juga dipakai untuk menanggulangi banjir dengan sanitasi (parit-parit) di Dukuh. Akses untuk ke kantor desa lebih dekat setelah jembatan dukuh dibangun. Perbaikan jalan menjadi beton mempermudah transportasi di Desa Cibatok Satu sehingga akses terhadap daerah luar desa menjadi lebih mudah. Kendala dalam peminjaman dana selain telah diungkapkan diatas, kendala tersebut adalah dalam hal bantuan dana bergulir. Dimana dana bergulir tersebut mengalami kemacetan dikarenakan banyak peminjam yang tidak mengembalikan dana dan sebagian dana tersebut ada yang dipakai tidak sesuai dengan kesepakatan saat rapat. Menurut ASH hal itu menyebabkan kemacetan bagi peminjam pada perguliran berikutnya, sehingga responden mengaku kesulitan saat meminjam karena mereka mendapat pinjaman kadang telat dari yang telah di jadwalkan ASH. Wujud pelaksanaan dalam hal kesesuaian antara proporsi distribusi dana raksa desa dinilai sudah cukup sesuai. Alokasi dana program raksa desa ini adalah 60 persen yaitu sekitar 60 juta untuk dana modal bergulir dan 40 persennya yaitu 57
sekitar 40 juta untuk dana pembangunan infrastruktur. Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan ERK yang merupakan sekertaris Desa “ 60 persen untuk dana bergulir tadi, untuk yang 40 persen saya tau khan saya ikut rapatnya, 40 persen pada kenyataanya dipakai buat ibuibu sama bapak-bapak yang ga bisa baca untuk pemberantasan buta aksara tapi kalo program yang dulu ada beasiswa untuk siswa yang ga mampu langsung ke SPPnya kalo raksa desa ga ada beasiswa.” Kemudian beliau juga menambahkan “ Kesehatan khususnya ibu hamil dan balita bukan untuk posyandu uangnya tapi buat biaya operasi melahirkan, biaya rawat ibu dan anak.” Hal ini dikatakan cukup sesuai karena menurut para informan dan dengan melihat data sekunder berupa laporan akhir penggunaan dana dari program Raksa Desa, yang disusun oleh sarjana pendamping Babay Sofyan, Sag (lihat lampiran 12), menunjukan bahwa dana tersebut sesuai dengan ketentuan yang ditentukan oleh buku petunjuk pelaksanaan teknis program Raksa Desa.
6.3. Ikhtisar Hasil analisis yang telah dipaparkan dapat diketahui, untuk kesesuaian penerima bantuan program BLT dengan melihat kriteria penerima, terdapat sekitar 95 persen atau 38 orang yang sesuai dengan syarat penerima. Sedangkan dalam Program Raksa Desa terdapat 82,5 persen atau 33 orang responden yang sesuai dengan kriteria. Dalam hal ini Program Raksa Desa memiliki pendamping program yaitu seorang sarjana pendamping sedangkan BLT tidak memiliki pendamping program. Akan tetapi ketidaksesuaian penerima cenderung lebih besar dialami oleh program Raksa Desa dari program BLT yang tidak memiliki pendampingan program. Hal ini dikarenakan karena pendampingan program 58
cenderung tidak dirasakan oleh peserta Program Raksa Desa, bahkan menurut informan pendamping ikut “makan” uang program tersebut. Hasil penelitian lapangan menunjukkan kelancaran dalam distribusi program BLT relatif lancar, sedangkan dalam program Raksa Desa seluruh responden Raksa Desa menyatakan tidak lancar. Hal ini sebagaimana dikatakan sebelumnya hambatan dalam program Raksa Desa adalah peminjam sebelumnya yang terlambat mengembalikan dan tidak mengembalikan. Dalam hal ini tingkat sosialisasi program Raksa Desa cukup tinggi program BLT yang nyaris tidak ada sosialisasi. Kesesuaian penggunaan dana menunjukan lebih dari 60 persen, responden kedua program mengatakan penggunaan dana masih dapat dioptimalkan pelaksanaannya. Dapat dikatakan program BLT dan Raksa Desa relatif tepat implementasinya.
59
BAB VII PENGARUH PELAKSANAAN PROGRAM BANTUAN LANGSUNG TUNAI (BLT) DAN PROGRAM PEMERINTAH DAERAH (RAKSA DESA) TERHADAP PENGURANGAN TINGKAT KEMISKINAN DIDESA CIBATOK SATU
7.1. Pengaruh Pelaksanaan Program Bantuan Langsung Tunai (BLT) terhadap Pengurangan Tingkat Kemiskinan Di Desa Cibatok Satu Berdasarkan kesesuaian antara rumah tangga miskin di Desa Cibatok Satu dengan kriteria kemiskinan setelah diterapkannya program yaitu terdapat 92,5 persen dari keseluruhan responden yang luas lantai bangunan tempat tinggalnya kurang dari delapan meter2 per orang, terdapat 65 persen dari keseluruhan responden yang jenis lantai bangunan tempat tinggalnya dari tanah/bambu/kayu murahan, terdapat 62,5 persen dari keseluruhan responden yang jenis dinding bangunan tempat tinggalnya dari bambu/rumbai/kayu kualitas rendah/ tembok tanpa plester, terdapat 57,5 persen dari keseluruhan responden yang fasilitas tempat buang air besarnya tidak ada/menumpang rumah lain, terdapat 15 persen dari keseluruhan responden yang sumber penerangan rumah tangganya bukan listrik, seluruh responden sumber air minumnya berasal dari sumur, mata air tidak terlindung/ sungai/ air hujan, terdapat 77,5 persen dari keseluruhan responden yang bahan bakar untuk memasaknya kayu bakar dan minyak tanah. Selain itu juga terdapat 75 persen dari keseluruhan responden yang konsumsi daging/ayam/susu/per minggunya satu kali atau dua kali seminggu, terdapat 72,5 persen dari keseluruhan responden yang tidak pernah membeli/satu stel pakaian baru setiap anggota rumah tangga setiap tahun, terdapat 65 persen dari keseluruhan responden yang frekuensi makan dalam seharinya satu kali/ dua 60
kali sehari, terdapat 67,5 persen dari keseluruhan responden yang tidak mampu membayar untuk berobat ke puskesmas atau dokter, terdapat 75 persen dari keseluruhan responden yang lapangan pekerjaan utamanya petani dengan luas lahan kurang dari 0,5 hektar/buruh tani/ nelayan/ butuh bangunan/ pekerjaan lainnya dengan pendapatan rumah tangga dibawah Rp. 600.000,00 per bulan, terdapat 90 persen dari keseluruhan responden yang pendidikan tertinggi kepala rumah tangganya tidak sekolah/ tidak tamat SD/ hanya tamatan SD, terdapat 90 persen dari keseluruhan responden yang tidak punya tabungan/ barang yang mudah dijual dengan nilai minimal Rp. 500.000,00 seperti sepeda motor (kredit maupun bukan kredit), emas, perhiasan, perahu motor dan barang modal lainnya. Berikut ini merupakan Tabel 5 yang merangkum uraian diatas.
61
Tabel 5. Jumlah Responden Menurut Variabel Kemiskinan dan Karakteristik Kemiskinan Rumah Tangga Desa Cibatok Satu Penerima Bantuan Setelah Program berakhir No. 1
Variabel kemiskinan
Karakteristik Kemiskinan
6 7
Bahan bakar untuk memasak
8
Konsumsi daging/ayam/susu/per minggu Pembelian pakaian baru setiap anggota rumah tangga setiap tahun Frekuensi makan dalam sehari
Satu kali atau dua kali seminggu
Kemampuan membayar untuk berobat ke puskesmas atau dokter Lapangan pekerjaan utama kepala rumah tangga
Tidak mampu membayar
Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga Pemilikan aset/harta bergerak maupun tidak bergerak
Tidak sekolah/ tidak tamat SD/ hanya tamatan SD Tidak punya tabungan/ barang yang mudah dijual dengan nilai minimal Rp. 500.000,00 seperti sepeda motor (kredit maupun bukan kredit), emas, perhiasan, perahu motor dan barang modal lainnya.
2 3 4 5
9
10 11
12
13 14
Responden
Persentase
37
92,5
26
65
25
62,5
23
57,5
6
15
40
100
31
77,5
30
75
29
72,5
26
65
27
67,5
30
75
36
90
36
90
Kurang dari 8 m2 per orang
Luas lantai bangunan tempat tinggal Jenis lantai bangunan tempat tinggal Jenis dinding bangunan tempat tinggal Fasilitas tempat buang air besar Sumber penerangan rumah tangga Sumber air minum
Tanah/bambu/kayu murahan Bambu/rumbai/kayu kualitas rendah/ tembok tanpa plester Tidak ada, menumpang rumah lain Bukan listrik Sumur, mata air tidak terlindung/ sungai/ air hujan Kayu bakar/ arang/ minyak tanah
Tidak pernah membeli/satu stel
Satu kali/ dua kali sehari
Petani dengan luas lahan kurang dari 0,5 Ha/buruh tani/ nelayan/ butuh bangunan/ pekerjaan lainnya dengan pendapatan rumah tangga dibawah Rp. 600.000,00 per bulan
Kondisi sebelum dan sesudah diterapkannya program BLT terdapat perbedaan pada beberapa hal yaitu jenis lantai bangunan tempat tinggal berupa tanah dan kayu murahan, fasilitas tempat buang air besar tidak ada, menumpang rumah lain, jenis dinding bangunan tempat tinggal berupa bambu/rumbai/kayu kualitas rendah/ tembok tanpa plester. Berikut merupakan tabel perbandingan
62
kriteria kemiskinan rumah tangga Desa Cibatok Satu dan kesesuaian penerima bantuan sebelum dan setelah program BLT :
Tabel 6. Persentase Perubahan Kondisi Responden Program BLT Terhadap Penanggulangan Kemiskinan No.
Variabel kemiskinan
Karakteristik Kemiskinan
1.
Jenis lantai bangunan tempat tinggal
Tanah/bambu/kayu murahan
2.
Jenis dinding bangunan tempat tinggal
Bambu/rumbai/kayu kualitas rendah/ tembok tanpa plester
3.
Fasilitas tempat buang air besar
Tidak ada, menumpang rumah lain
Persentase kondisi sebelum dan setelah program BLT kondisi kondisi
Persentase tingkat perubahan
sebelum
setelah
75%
65%
10%
67,5%
62,5%
5%
65%
57,5%
7,5%
Berdasarkan Tabel 6 dapat dijelaskan bahwa sebelum dilaksanakannya program BLT terdapat 75 persen dari keseluruhan responden yang jenis lantai bangunan tempat tinggalnya dari tanah/bambu/kayu murahan, terdapat 67,5 persen dari keseluruhan responden yang jenis dinding bangunan tempat tinggalnya dari bambu, kayu kualitas rendah dan tembok tanpa plester, terdapat 65 persen dari keseluruhan responden yang fasilitas tempat buang air besarnya tidak ada dan menumpang rumah lain. Pengaruh setelah program BLT dilaksanakan terdapat 65 persen dari keseluruhan responden yang jenis lantai bangunan tempat tinggalnya dari tanah/bambu/kayu murahan, terdapat 62,5 persen dari keseluruhan responden yang jenis dinding bangunan tempat tinggalnya dari bambu, kayu kualitas rendah dan tembok tanpa plester, terdapat 57,5 persen dari keseluruhan responden yang fasilitas tempat buang air besarnya tidak ada/menumpang rumah lain. Dapat 63
disimpulkan terdapat penurunan jumlah jenis lantai bangunan tempat tinggal berupa tanah/bambu/kayu murahan sebesar 10 persen, penurunan jumlah rumah tangga yang fasilitas tempat buang air besarnya tidak ada, menumpang rumah lain sebesar 0,5 persen, penurunan jumlah jenis dinding bangunan tempat tinggal berupa bambu/rumbai/kayu kualitas rendah/ tembok tanpa plester sebesar 7,5 persen. Jadi, program BLT berpengaruh positif terhadap penurunan tingkat kemiskinan di Desa Cibatok Satu. Pelaksanaan program BLT tidak memiliki pengaruh secara berkelanjutan dan tingkat skala yang benar-benar merubah. Hal ini dinyatakan oleh responden dalam wawancara mendalam yang mengaku tidak mengalami perubahan apapun ketika program BLT berakhir. Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan OPK (38 tahun) yang merupakan penerima program BLT sebagai berikut. “ Ketika program BLT dihentikan maka keadaan OPK kembali seperti dahulu saat belum menerima program tetapi beliau menerangkan bahwa dana program BLT tidak beliau gunakan untuk keperluan modal usaha akan tetapi semuanya telah habis digunakan untuk konsumsi. ”
Melihat dari wujud program BLT, ketika BLT dilaksanakan program BLT terasa bermanfaat, hal ini dapat dikatakan bahwa BLT merupakan “P3K” (pertolongan pertama pada kecelakaan) kepada orang-orang miskin agar mereka mampu bertahan hidup dari pengaruh kenaikan BBM. Hal tersebut yang menyebabkan tidak ada kenaikan pada karakteristik kemiskinan rumah tangga, karakteristik kemiskinan menurun walaupun dalam jumlah yang sedikit.
64
7.2. Pengaruh Pelaksanaan Program Pemerintah daerah (Raksa Desa) terhadap Pengurangan Tingkat Kemiskinan Di Desa Cibatok Satu Berdasarkan hasil kuisioner dari 40 orang responden penerima program Raksa Desa khususnya dana bergulir, 65 persen menyatakan mengalami perubahan pada tingkat pendapatan. Untuk pengaruh pada kepemilikan aset modal dan aset bergerak maupun tidak bergerak, 57,5 persen mengatakan terdapat perubahan, sedangkan untuk pola konsumsi pangan maupun daya beli, 80 persen menyatakan tidak mengalami perubahan sama sekali. Untuk perubahan pada mata pencaharian dan penambahan pada modal usaha hanya 35 persen mengalami perubahan, artinya dengan perubahan modal yang sedikit mereka dapat meningkatkan pendapatan. Sedangkan untuk akses terhadap sumberdaya 42,5 persen mengalami perubahan terhadap pencapaian akses terhadap sumberdaya seperti pendidikan, akses terhadap kesehatan air bersih dan lainnya. Untuk gambaran lebih jelas dapat dilihat pada Diagram 5.
65
Diagram 5. Pengaruh Program Raksa Desa dalam Rumah Tangga
Pada aspek pendapatan, menurut nara sumber yang diwawancarai terjadi peningkatan pendapatan pada beberapa orang tertentu. Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan ASH yang merupakan Ketua Satlak Raksa Desa menyebutkan bahwa “ Pak D, dia dagang dari modal Rp.650.000,00 sekarang perbulannya bisa dapet 1,5 juta. ”
Kasus peningkatan pendapatan lainnya juga dialami oleh LIL, sampai 50 persen karena modalnya bertambah juga sehingga beliau mendapat penghasilan lebih. Dalam hal peningkatan pendapatan UDN mengaku mengalami kenaikan sebesar 20-30 persen karena beliau mengaku dapat membeli tempat eskrim, kulkas eskrim kemudian di tokonya bertambah ada kios pulsa sehingga pendapatan beliau menjadi meningkat. RUN juga mengalami peningkatan pendapatan. Penghasilan 66
perbulannya setelah mendapat pinjaman beliau yang tadinya satu bulan mendapat keuntungan 250 ribu maka setelah menerima bantuan raksa desa menjadi kurang lebih 350 ribu per bulan. Selain itu, USH mengaku mendapat tambahan sekitar 30 persen dari sebelum menerima raksa desa. Pengaruh pada aspek daya beli, beberapa responden menyatakan bahwa terjadi peningkatan. Hal tersebut terlihat pada banyaknya dagangan yang kini berkembang diantaranya ada tukang pecel, tukang gado-gado, warung kelontong, toko pertanian, industri rumah tangga seperti pengrajin anyaman, keripik singkong, bensin eceran, dan gerobak mie ayam. Adanya perubahan pada hal pola konsumsi pangan juga menunjukkan perubahan daya beli masyarakat terhadap kebutuhan pangan. Salah satu dari responden yaitu LIL menyatakan bahwa dalam pola konsumsi pangan di keluarganya mengalami perubahan dari segi menu makanan yaitu menjadi lebih bervariasi. Namun, sebagian besar responden menyatakan bahwa untuk pola konsumsi pangan dalam keluarga mereka tetap. Selain pada pola konsumsi pangan juga terjadi perubahan pada pemilikan aset (modal). Dampak pada pemilikan aset (modal) sudah jelas terdapat bentuk fisik nyata diantaranya adanya home Industry yang sebelumnya hanya menjual singkong, sekarang bisa menjual keripik singkong karena memiliki peralatan lebih seperti kompor, lalu toko yang menjual pupuk dapat menambah modalnya untuk menambah stok. Penambahan modal dagang sehingga dapat berdagang rokok, kebutuhan sehari-hari dan dagang minuman juga menunjukkan terjadinya peningkatan pada pemilikan modal. Peningkatan pemilikan aset (modal) juga dialami oleh USH, yang sekarang memiliki lemari es minuman setelah mendapat 67
keuntungan dari pinjaman raksa desa. DDY juga demikian, beliau memiliki tambahan peralatan seperti set untuk memperbaiki alat elektonik dan beberapa set kunci-kunci. Berikut hasil wawancara mendalam dengan DDY (57 tahun). “ Untuk pribadi dalam hal peningkatan pendapatan DDY mengakui ada perubahan karena dapat membeli sparepart maka bisa atau berani menerima service barang yang lebih mahal karena bisa membeli sparepart elektronik yang dimaksud. Sedangkan perubahan dalam hal kepemilikan modal DDY mengaku sempat membeli beberapa peralatan seperti set untuk memperbaiki alat elektonik dan beberapa set kunci-kunci. ”
Sementara itu, untuk perubahan pada aset bergerak dan tidak bergerak, terdapat pada LIL, sekarang ini telah memiliki motor dari hasil keuntungan dagangannya serta membuka kios bensin eceran di sebelah tokonya. Hal ini juga terjadi pada UDN, beliau memiliki kios pulsa di sebelah toko beliau. Berdasarkan hasil wawancara dengan UDN (50 tahun) ketua RW empat sekaligus penerima program dana bergulir Raksa Desa sebagai berikut. ” Kalo keuntunganana jeung sebagian uang dari Raksa Desa teh palingpaling nu aya bekasna, kulkas ieu jeung kios pulsa disebelah. Itu juga punya bapak dek, pake uang Raksa Desa oge. ”
Hasil penelitian mengatakan dalam kepemilikan aset (modal) ada juga yang tidak bertambah tergantung usaha masing-masing dari pamanfaat dana. Beberapa penerima dana ada yang kurang berhasil dalam menjalankan usahanya sehingga ada yang bangkrut, ada juga yang tidak mengalami perubahan dalam kepemilikan aset (modalnya). Wujud lain dari kesesuaian antara pemanfataan dana bergulir dan penerima dana bergulir adalah perubahan mata pencaharian dari penerima dana bergulir tersebut. Hal tersebut terlihat dari semakin banyaknya warga penerima dana bergulir yang membuka usaha sampingan. Sehingga jenisjenis mata pencaharian di Desa Cibatok Satu menjadi lebih kompleks. Seperti UDN yang dulunya hanya berjualan toko sekarang juga berjualan pulsa, DDY staf 68
desa yang juga jasa service elektronik dan LIL yang berdagang saprotan juga berjualan bensin eceran.
7.3. Ikhtisar Pelaksanaan program BLT dan Program Raksa Desa di Desa Cibatok Satu memiliki pengaruh yang positif. Hal ini dapat dilihat dari perubahan karakteristik kemiskinan, berupa perubahan jenis lantai jenis lantai dari tanah menjadi ubin sebesar 10 persen, perubahan dinding tempat tinggal dari bambu atau tanpa plester menjadi tembok sebeser 5 persen, dan ketersediaan tempat buang air besar sebesar 7,5 persen. Dimana pada program BLT tidak ditemukan penambahan karakteristik kemiskinan rumah tangga artinya program BLT berhasil menahan memburuknya kondisi kemiskinan rumah tangga setelah kenaikan harga BBM. Hal ini terjadi juga pada responden penerima program Raksa Desa dimana terjadi perubahan dalam peningkatan pendapatan, penambahan kepemilikan aset, peningkatan pola konsumsi dan daya beli, penambahan pada modal usaha, dan peningkatan pada akses terhadap sumber daya. Selain dari bantuan dana bergulir mereka juga terbantu oleh pembangunan fisik dalam Program Raksa Desa.
69
BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN
8.1. Kesimpulan Mengacu
pada
pembahasan
dalam
bab-bab
sebelumnya
dapat
dikemukakan kesimpulan berikut. 1. Karakteristik kemiskinan yang dominan dalam rumah tangga miskin di desa Cibatok Satu adalah luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari delapan meter2 per orang, pendidikan tertinggi kepala rumah tangga tidak tamat SD dan hanya tamatan SD, tidak punya tabungan, barang yang mudah dijual dengan nilai minimal Rp. 500.000,00 dan barang modal lainnya, bahan bakar untuk memasak berupa kayu bakar dan minyak tanah, jenis lantai bangunan tempat tinggal adalah tanah, konsumsi daging/ayam/susu/per minggu adalah satu kali atau dua kali seminggu, lapangan pekerjaan utama kepala rumah tangga adalah petani dengan luas lahan kurang dari 0,5 hektar, buruh tani, buruh bangunan dan pekerjaan lainnya dengan pendapatan rumah tangga dibawah Rp. 600.000,00 per bulan. 2. Kemiskinan rumah tangga di Desa Cibatok Satu disebabkan oleh berbagai faktor yang terdiri dari faktor internal dan eksternal. Faktor internal penyebab kemiskinan yang paling dominan adalah keterbatasan akses terhadap kepemilikan lahan, Sedangkan faktor eksternal penyebab kemiskinan yang paling dominan adalah buruknya mutu pangan yang dapat terjangkau oleh rumah tangga miskin. 70
3. Wujud pelaksanaan Program BLT dan Raksa Desa relatif sudah sesuai dengan ketentuan. Jumlah penerima dana Program yang sesuai dengan kriteria yang ditentukan mencapai 95 persen pada program BLT dan 82,5 persen pada program Raksa Desa. Program Raksa Desa memiliki pendamping program sedangkan BLT tidak memiliki pendamping program. Distribusi dari program BLT berjalan lancar, sedangkan program Raksa Desa mengalami hambatan perguliran, karena ketidaktaatan perserta dalam pengembalian dana pinjaman yang diterima. Dalam kesesuaian penggunaan dana, rata-rata dana kedua program tersebut relatif sesuai dengan tujuan program. Kedua program tersebut masih dapat dioptimalkan 4. Pengaruh dari program BLT setelah program tersebut dihentikan tidak mengalami perubahan yang berarti terutama dalam bidang karakteristik hanya beberapa orang saja yang mengalami perubahan. Dana program BLT bermanfaat ketika program tersebut masih berjalan karena tidak meningkatkan keberdayaan masyarakat miskin secara berkelanjutan. BLT merupakan program yang diberikan agar rumah tangga miskin dapat bertahan hidup. Sedangkan pengaruh Program Raksa Desa pada tingkat pendapatan sebagian besar responden mengalami peningkatan karena memiliki penambahan modal usaha dan aset usaha yang juga bertambah, sehingga dapat melakukan sedikit perubahan pada pola konsumsi. Pengaruh Program Raksa Desa dalam tingkat akses terhadap sumber daya adalah manfaat dari pembangunan prasarana umum program Raksa Desa berupa, jembatan MCK, juga sarana belajar membaca dan menulis dalam program KF (keaksaraan funsional). 71
8.2. Saran Dalam rangka penanggulangan kemiskinan, berdasarkan hasil pembahasan dan kesimpulan dari penelitian ini, dapat dikemukakan saran-saran berikut. 1. Kriteria (ciri-ciri kemiskinan) dan penyebab kemiskinan rumah tangga di suatu daerah hendaknya tidak dilakukan generalisasi atau menyamaratakan kriteria kemiskinan 2. Sebaiknya ketika akan melaksanakan program kemiskinan pemerintah melakukan sosialisasi dari tingkat RT sampai tingkat desa seperti yang dilakukan saat program Raksa Desa sebelum menentukan peserta program. Hal ini berguna karena aparat desa lebih mengetahui keadaan rumah tangga miskin di desanya melalui RT dan RW setempat sehingga dana yang disalurkan tidak terbuang ke “tangan” yang kurang membutuhkan. Aparat desa sebaiknya melakukan musyawarah dengan tokoh dan warga masyarakat lainnya dalam menentukan penerima bantuan maupun pinjaman dan alokasi dari dana Program. Perlu ketegasan dalam menerapkan hasil musyawarah tersebut, agar program yang dilaksanakan dapat berjalan lancar. 3. Setiap program pemerintah sebaiknya difasilitasi sarjana pendamping program minimal satu orang setiap desa. Hal tersebut diperlukan untuk menghindari kesalahan dan penyelewengan.
72
4. Perlu
dipertimbangkan
agar
program-program
penanggulangan
kemiskinan seperti, program BLT bersinergi dengan program-program penanggulangan kemiskinan lainnya, sehingga dapat memberikan manfaat yang lebih besar untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.
73
DAFTAR PUSTAKA
BPS. 2000. Indikator kesejahteraan Masyarakat. Jakarta. Badan Pusat Statistik. BPS.
2005. Strategi Nasional Penanggulangan Penanggulangan Kemiskinan. Jakarta.
Kemiskinan
Komite
BPS. 2007. Tingkat Kemiskinan di Indonesia. Berita Resmi Statistik. Nomor 38/07/Th. X, 2 Juli 2007 Comb, P. H & Ahmed, M. 1999. Memerangi Kemiskinan di Pedesaan Melalui Pendidikan Non-Formal. Jakarta. CV. Rajawali. Hardjono. 2004. Mengurangi Kemiskinan dengan Teknologi Komunikasi. Jakarta. Makalah Penanggulangan kemiskinan.http//:[email protected]. (diakses tanggal 20 Mei 2007) Hart, Keith. 1973. Kemiskinan di Indonesia. http://www.jurnalkemiskinan.com/id/index.php=1230. Komite
Penanggulangan Kemiskinan. Buku Pedoman Pendampingan Penanggulangan kemiskinan Tahun 2003. Jakarta. Sekretarian Komite Penanggulangan Kemiskinan.
Mubyarto. 2003. “Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia”. Jurnal Ekonomi Rakyat. Th. II - No. 2 - April 2003 Mubyarto. 2003. “Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia”. Jurnal Ekonomi Rakyat. Th. II - No. 2 April 2003. Mubyarto. 2002. LSM SEBAGAI ELIT DESA HARUS MEMBELA KAUM MISKIN. Jurnal Ekonomi Rakyat. Ekonomi Rakyat dan Kemiskinan – Tahun I. no 7. September 2002. Rachmat. 2004. Perkembangan Penduduk Miskin. Bandung: Humaniora Utama Pers. Rusli, S. et al. 2002 Komunitas Permukiman Miskin di Jakarta. Bogor. Pusat Kajian Agraria Lembaga Penelitian IPB dan ISJ Rusli, S. et al. 1995 Metodologi Identifikasi Golongan dan Daerah Miskin. PT Gramedia Widiasarana. Jakarta.
Sahdan, G. Penanggulangan Kemiskinan Desa. Jurnal Ekonomi Rakyat. Ekonomi Rakyat dan Kemiskinan - Maret 2005. Th II no. 16 Sahdan, G. 2005. Menanggulangi Kemiskinan Desa. Jurnal Ekonomi Rakyat. Jakarta. Sajogyo (Ed.). 1997. Menciptakan Visi Mendukung Perkembangan Kelompok Swadaya Mandiri Dalam Gerakan Nasional PPK. Jakarta. PUSPA SWARA dan Pusat P3R-YAE. Sayogyo. 2003. Dua Jenis Pertemuan Apakah Sambungan?. Jurnal Ekonomi Rakyat. Ekonomi Rakyat dan Kemiskinan –Tahun I. no 11. Januari 2003 Subagyo, Herry. 2003. Pusat Pengkajian dan Pengembangan Perekonomian Rakyat. Bogor. Pusat P3R. Sugiyono, L. 1999. Karakteristik Kemiskinan dan Pemetaan Penduduk Miskin propinsi Jawa Barat (Studi Kasus dua Desa Tertinggal kecamatan Lamasi Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Sulekale, D. D. 2004. ”Pemberdayaan Masyarakat Miskin di Indonesia di Era Otonomi Daerah”. Jurnal Ekonomi Rakyat. Th. II - No. 2 - April 2004. Summase, I. 1999. Dinamika Kelompok Masyarakat Penerima Dana Bantuan IDT (studi kasus desa tertinggal di kecamatan Lamasi Kabupaten Luwu Sulawesi Selatan). Tesis. Institut Pertanian Bogor. Tim Crescent. 2003. Menuju Masyarakat Mandiri dengan pengembangan model sistem keterjaminan sosial. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama. Tim Crescent. 2002. Upaya Pengembangan Kemiskinan di Era Otonomi Daerah. Dalam Bab III Program yang Telah Dilaksanakan Pemerintah. Jakarta. PT Gramedia. Yudhoyono, S.B. dan Harniati. 2004. Pengurangan Kemiskinan di Indonesia. Jakarta. Brighten Press.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Potensi Sumber Daya, Sarana dan Prasarana Desa SUMBER DAYA ALAM DESA CIBATOK SATU I. RW 01, 02, 08 NO JENIS SUMBERDAYA ALAM
LOKASI RW 01
RW 02
RW 08
Sungai 1 Cibungbulang
x
v
x
2 Batu kali
x
v
x
3 Pasir
x
v
x
4 Ikan
x
v
x
v (12)
v (6)
v (7)
6 Lahan (Kebun)
v
v
v
7 Lahan(sawah)
v
v
v
5 Mata air
II. RW 07 JENIS SUMBERDAYA NO ALAM 1 Sungai Cibungbulang
5
KETERANGAN
RT 01 x
LOKASI RT 02 RT 03 x v
2 Batu kali
x
x
v
3 Pasir
x
x
v
4 Ikan
x
x
v
v
x
v
6 Lahan (Kebun)
v
v
v
7 Lahan(sawah)
v
v
v
Mata air
Masih Digunakan Sdh Banyak Berkurang Dan Kecil-Kecil, Digunakan Untuk Bangunan Dan Di Jual Masyarakat Dijual Dan Digunakan Sendiri Berkurang Akibat Di Racun Dan Sisa Buangan Pestisida Sawah Digunakan Untuk Segala Kebutuhan Rumah Tangga, Berkurang Akibat Perumahan Dan Fasilitas Umum Sebagian(50%)Lahan Milik Orang Luar Desa
KETERANGAN masih digunakan digunakan untuk kebutuhan wrga dijual dan digunakan sendiri dipancing oleh penduduk setmpat digunakan untuk segala kebutuhan rumah tangga ditanam tanaman pertanian musiman sebagian(50%)lahan milik orang luar desa
III. RW 03 NO
JENIS LOKASI SUMBERDAYA RT 01 RT 02 1. Persawahan 3 Ha Tidak ada 2 Kebun campuran 1 Ha 2 Ha 3 Saluran irigasi a) 2 km 2 km 4 Sumber mata air 1 titik Tidak ada 5 Sungai/kali 1 km Tidak ada 6 Kolam ikan 0,5 Ha Tidak ada keterangan: a) Berfungsi sebagai batas RT 01 dan RT 02
JUMLAH 3 Ha 3 Ha 2km 1 titik 1 km 0,5
IV. RW 04 NO.
JENIS SUMBERDAYA 1. Sawah 2. Kebun 3. Kolam
01 -
3. Mata Air 4. Sungai/Irigasi
V. RW 05 NO
4. 5.
JENIS SUMBERDAYA Lahan sawah Kebun kosong Wahangan/sungai ciarueten Batu kerikil Batu besar
6.
Pasir
1. 2. 3.
7.
Air sungai (mandi, cuci, kakus) 8. Udang 9. Ikan lele 10. Kepiting 11. Mata air (sawah, minum, mck) 12. Rumput Pohon
LOKASI (RT) 02 03 1 ha 2000m2 1000m2 1000m2
04 2,5 ha 7500m2 4200m2
-
-
-
1
ada
Ada
-
ada
RT 01 8 Ha 1 Ha Ada
LOKASI RT 02 20 Ha Tidak ada Tidak ada
RT 03 5 Ha Tidak ada Ada
Ada Ada
Tidak ada Ada
Ada Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
2
2
1
Ada
Ada
Ada
KETERANGAN Pemilik orang kota Tidak produktif Saluran air rusak Pemilik orang kota Tidak ada pengelola Sapak Saluran menyempit
KETERANGAN Wakaf 1 km Tidak diambil Kebutuhan warga RW 05 , dijual untuk warga Kebutuhan warga RW 05, dijual untuk warga Umum
Rumpun bambu
VI. RW 06 Jenis RT 01 1. Mata Air ada 2 RT 01 RT 02 Mata air: Di sini ada 2 atau 4 mata air yang bertempat, 2 di cikarat dan2 di cikidul gunanya untuk keperluan para penduduk, yang digunakannya untuk mandi, cuci, dan apa saja
Ada
Lokasi RT 02
ada (1)
(1)
Keterangan Mata air disini cukup bagus bagi masyarakat disini dan juga banyak kegunaannya. Contohnya Buat mandi, cuci, minum, dan keperluaan masyarakat lainnya. RT 01 => sudah dibangun RT 02 => masih dialami
2. Sungai Sungai Leumi Jengkol: Sangat banyak digunakan oleh warga 01/06 misalnya: Untuk mandi, mencuci pakaian ,mencuci piring, dan juga ada jenis ikan , batu dan pasir. Disini juga jenis ikannya hampir punah, kalau dulu jenis ikannya banyak tetapi sekarang hampir tidak ada karena banyak orang yang meracunnya.
Ada
Tidak ada
Sungai banyak digunakan untuk mandi, cuci piring, cuci pakaian. Keadaan: Sedikit memburuk karena banyak buang sampah di sungai, kotoran binatang, dan kotoran manusia. Untuk irigasi: Untuk perkebunan dan saluran
3. Ikan sering diracun Hampir habis
Ada
Tidak ada
4. Udang hampir habis
Ada
Kalau dulu sangat banyak tetapi sekarang hampir punahkarena banyak orang yang meracuni, sehingga ikan sekarang susah didapat. Contohnya ikannya: Udang, lele, benter, dan jeler
Tidak ada
5. Batu-batu di kali Ciasutan
Ada
Tidak ada
6. Pasir RT 02
Ada
Tidak ada
7. Lahan - perumahan - singkong
Ada
ada
Batu sekarang hampir habis karena banyak yang diambil untuk dijual dan keperluan sendiri misalnya: Untuk rumah dan jalan Pasir hampir habis karena diambil hampir setiap hari jadi keadaan pasir yang ada di sungai hampir buruk Perumahan, kebun singkong, kebun pepaya, kebun campuran/tumpang sari, sawah.
VII. RW 09 SUMBER DAYA Kali/sungai ) Batu kali ) Pasir ) Kelikir ) Tanah lempung - Bahan semen - Bahan cat ) Ikan
LOKASI RT 01 RT 02 2 1 v v v v v v 1 1 v v
Lahan ) Sawah ) Kebun ) Pemukiman
v v v
v v v
Mata air
6
5
KETERANGAN ) Keperluan warga
SUMBER DAYA BUATAN DESA CIBATOK SATU I. RW 01,02, 08 LOKASI NO
POTENSI
KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Sekolah Dasar TK/TPA Gang /jln setapak Balai Desa Pemakaman umum Sawah Perkebunan Penggilingan padi MCK/Pancuran Masjid Jami' Al-Falah
RW 01 x x v x v v v x v x
RW 02 x x x x v v v x v v
RW 08 v v v v v v v v v x
11
Saluran pembuangan air
x
x
v
12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Musholla Al-Amin Kandang kerbau dan ternak Sekolah MIN Jembatan bambu Pondok Pesantren Empang/kolam Rumah Walet Bendungan Wartel Listrik Telepon rumah
v v x v x x x x v v v
v v v v x v v v x v v
v v x x v x x x v v v
Kekurangan bangku murid dibutuhkan bangunan milik pribadi masih terlalu sempit Masih kurang memadai Luas sawah banyak berkurang banyak berkurang Daya tampung jumatan kurang Dari RW -2 ke RW 08 menuju kali, belum di semen Di RT 04 RW 02
II. RW 03 NO JENIS SUMBERDAYA 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Masjid Mushollah Madrasah Pesantren Majelis Ta’lim Kantor BRI Ruko Kios warung Penggilingan padi Waletl Perbengkelan Lapangan polly ball Lapangan T. Meja Kandang domba Kandang ayam
JUMLAH POTENSI SDB (unit) RT 01 RT 02 Jumlah Tidak ada 1 1 1 1 2 Tidak ada 1 1 1 Tidak ada 1 Tidak ada 2 2 1 Tidak ada 1 2 6 4 15 19 Tidak ada 1 1 Tidak ad 1 1 1 Tidak ada 1 1 Tidak ada 1 1 Tidak ada 1 Tidak ada 1 1 10 5 15
III. RW 04 NO.
JENIS SUMBERDAYA 1. Masjid 2. Mushalla 3. Pasar 4. Sekolah 5. Wartel 6. Kios 7. Terminal 8. Pesantren 9. Puskesmas 10. Majdlis 11.Koramil
IV. RW 05 N JENIS O SUMBERDAYA 1 Rumah 2 3
Mesjid Musola Majlis Ta’lim Jalan umum Gang/jalan umum
01 1 7 1 1 1
LOKASI (RT) 02 03 1 1 3 2 1 1 -
04 2 2 -
RT 01 75
LOKASI RT 02 55
RT 03 51
Tidak ada 1 2 200 m 350 m
1 1 Tidak ada 300 m 150 m
Tidak ada Tidak ada 1 200 m 200 m
KETERANGAN
KETERANGA N RT 01 =1 RT 02 =1 RT 03 =1
Rusak 75 m rusak berat Rt 02 150 m rusak berat Rt02 100 m rusak berat RT 01
4
6
Selokan Got Kandang ayam Kandang kambing Kolam ikan
600 m 200 m 40 6 2
7
MCK
8 9 10
Jembatan Bendungan Kebun pepaya Kebun singkong ubi Sawah Campuran
5
3 (1 permanen) 4 (2 rusak) 2 (a. 3x3 m) 2,5 Ha 4 ha
300 m 200 m 35 Tidak ada 6 (3 tidak dipakai) 2 (1 permanen) 4 (3 rusak) 2 (a.5x5 m) 5 Ha 6 ha
300 m Rusak 100 m Tidak layak 20 9 2 (1 dipakai) 2 (1 permanen) 1 rusak 1 (5x5 m) 1,5 ha 1,5 ha
1 Ha 0,5 Ha
7 Ha 2 Ha
1 Ha 1 Ha
V. RW 06 SUMBER DAYA Rumah Jembatan Jalan desa Mesjid Sawah Tanaman pepaya Kolam ikan Tanaman padi
LOKASI
KETERANGAN
RT 01 ada ada (1) ada ada
RT 02 ada tidak ada ada ada
ada tidak ada ada (2)
ada ada ada (2)
ada
ada
Bagus, milik P= 15 m, L= 2,5 bagus Rusak Sedang di bangun (belum selesai) Padi, holtikultura Masih porduktif Ada yang tidak diusahakan modal kurang Produksi kurang, HPT, sistem tradisional, tidak ada penyuluhan & bantuan Sudah bangkrut Sudah bangkrut RT 02 belum dibangun Aktif Rusak, tersumbat Tidak diperbaiki kbn Mengganggu jalanan
Sekolah Madrasah MCK Pos ronda Gorong-gorong
Tidak ada Ada Ada (1) Tidak ada Ada (1)
Tidak ada Tidak ada Ada (1) Ada (1) Tidak ada
Saluran irigasi Bendungan Tempat pengajian anak-anak Pengilingan padi Kandang kerbau
Tidak ada Ada Ada
Tidak ada Ada Ada
Hancur Bagus
Ada Tidak ada
Ada Ada
Bagus Bagus
VI. RW 07 NO 1
POTENSI
3
Sawah (padi) Kebun (tanaman pertanian) Bendungan air irigasi
4
Mesjid Nur Ihwan
2
LOKASI RT 01 RT 02 RT 03 v V v
2 kali panen setahun
v
V
v
bagus/baik
v
V
v
v
X
x
bagus/baik, ada Tabir (pembatas Jemaah Laki-laki perempan)
KETERANGAN
v
X
x
bagus/baik
6
SMA Negeri Cibungbulang Rumah penduduk
v
V
v
7
MCK
v
X
v
8 9 10 11
Lapangan bulu tangkis Jalan Dusun/RW Gang /jln setapak Pekuburan Wakap Empang ikan mas,dan nila
v v v x
X V V V
x v v x
x
V
v
Peternakan
v
V
v
belum merata,tanpa aturan 2 buah, dimanfaatkan 1, masih kurang. bagus/baik kurang lebar, masih diproses baik/sudah sesuai hanya 80 m , kurang luas. saluran air got kurang lancar, tapi masih di manfaatkan ternak kambing, ayam kampung, itik dan kerbau.
5
12 13
VII. RW 09 SUMBER DAYA Rumah pemukiman ) Permanen ) Sederhana ) Sangat sederhana Selokan ) Besar ) Sedang ) Kecil Masjid Sekolah Pesantren TPA Jembatan ) Besar ) Kecil Jalan setapak
LOKASI RT 01 RT 02 55 40 3 2 50 13 2 25 1 1 1 2 1 1 1 1 1 2
1 1 1 1 1 2 1 1 1
KETERANGAN
Lampiran 2. Jadwal Penelitian No.
kegiatan
Maret 1
I
II
Proposal dan kolokium 1. Penyusunan draft dan revisi 2. Konsultasi proposal 3. Observasi lapang 4. Kolokium dan Perbaikan Studi Lapangan 1. Pengumpulan Data 2.Analisis Data
III
Penulisan Skirpsi
IV
1.penyusunan draft dan revisi 2.Konsultasi skripsi Ujian Skripsi 1.Ujian 2.Perbaikan Skripsi
April 2
3
4
1
Mei 2
3
4
1
Juni 2
3
4
1
Juli 2
3
4
Lampiran 3. Peta Lokasi Penelitian
PETA DESA CIBATOK SATU KECAMATAN CIBUNGBULANG KABUPATEN BOGOR SKALA 1 : 15000
683000
683500
684000
684500
685000
9273000
9273000
Ki bojem
Johar Kongsi
Gumbira Hariang
Sami Kaum
Kongsi
Dempok
Hariang
Saung
Sukamaju
9272500
k ba m Ta
Randu
Alik in
9272500
Tengah
an
Suka Bagus Batutumpang
Bukti
Denok
Peuteuy
Lame
Ledeng
Jaya
Sukahati
Pa Solihin
Harkat
Sehat
Ailem
Mesjid
9272000
9272000
Pengki Dukuh
Setra
Panganten
Mektos
Jaisin
Sukabungah Astana
Payung
Nusajati Pa b
ua
ran
Wuduk
Nusajaya
9271500 Momon ggor
9271500
Sadi
RW . 01 RW . 02 RW . 03 RW . 04 RW . 05 RW . 06 RW . 07 RW . 08 RW . 09
Mencos
9271000
683000
300
683500
0
300
684000
684500
9271000
685000
600 Meters
BR_ERK_MMN_ADM_MCH_062005
Lampiran 4. Dokumentasi Bantuan langsung Tunai
Lampiran 6. Wujud Program Bantuan Langsung Tunai
No
Pelaksanaan Program BLT
persentase
jumlah responden
1
Apakah Penerima Bantuan telah sesuai
95
38
2
Apakah diadakannya Sosialisasi Program
5
2
3
Apakah diakannya pendampingan Program
0
0
4
Apakah pengelola mendistribusikan bantuan dengan baik
100
40
5
Apakah menerima bantuan dengan lancar Apakah dana program BLT telah dimanfaatkan sesuai dengan tujuan Program
97.5
39
6
87.5
35
Lampiran 7. Catatan Harian Program BLT
PROGRAM BLT Nama
: Muchtar
Umur
: 58 tahun
Pekerjaan
: pedagang dan petani
Jabatan
: Ketua RW 2
Pendidikan
: tidak Tamat SD
Hari/ tgl
: selasa/ 1 april 2008
Waktu
: 13.45-15.15
Wujud Program Menurut Pak Muchtar jika dibilang sesuai penerima BLT hampir tepat sasaran karena menurut beliau program tersebut menjangkau warga miskin tetapi tidak semua memenuhi minimal ke delapan kriteria BPS dari 14 kriteria yang diajukan BPS. Beliau berkata “ kalo di bilang tepat sasaran sih ga terlalu soalnya ga terlalu sesuai sa ma nu delapan kriteria tea, nah lamun terpenuhi delapan mah atuh miskin na miskin kacida atuh?” Menurut beliau program raksa desa tersebut tidak disosialisasikan kepada warga, baik RT, RW maupun Kades. Program tersebut langsung dilakukan oleh pihak BPS pusat untuk menentukan siapa saja yang dianggap berhak menerima bantuan langsung tunai. Dana program BLT pendistribusiannya lancar di RW dua ini beliau mengatakan bahwa bantuan dapat diambil langsung di kantor pos dan data tersebut di urus oleh kecamatan. Pemanfaatan dana bantuan langsung tunai menurut belum sesuai, karena dana BLT dipakai tidak untuk subsidi bahan pangan atau kebutuhan belanja kehidupan sehari-hari. Beliau berkata “waktu denger namanya masuk BLT pak H langsung minjem duit ke temennya dengan berkata “pinjem duit dulu deuh ntar lagi urang meunang dana BLT ntar digantian””. Beliau mengatakan dana BLT selain ada yang dipakai untuk makan sehari-hari dan bayar hutang ada juga yang dipakai untuk belanja modal dagang nambah-nambahin modal. Dalam hal hambatan memperoleh dana tidak ada hambatan sama sekali karena dana tersebut dapat diwakilkan dan dapat diambil walaupu sudah telat
tetap dilayani. Beliau berkata “ yah untuk pengambilan dana BLT mah nteu di persulit lamu telat ge bisa diwakilan, kartu bantuanna ge bisa dijual kuurang pan”. Jadi tidak ada komplain atau hambatan apaun ketika diambilkan oleh orang lain.
Dampak Program Dalam hal tingkat pendapatan menurut pak Muchtar di RW 2 tidak terdapat perubahan dalam hal pendapatan. Beliau berkata “ biasa aja pendapatan mah balik deu miskin-miskin deui. Nu aya malah tambah males”. Menurut beiau tidak ada perubahan pendapatan setelah BLT berakhir mereka kembali menjadi warga miskin setelah program selesai. Pengaruh untuk program dalam pemilikan aset bergerak dan tidak bergerak di RW 2 ini terdapat pengaruh program BLT diantaranya dalam hal rumah. Beliau berkata “ada juga yang make dana BLT buat betulin imah, nambal sulam. Yah dikit-dikit lah betulin rumah. Saya mah taunya dari pak A waktu itu bilang dana yang ke 2 atau 3 gitu dia pake buat betulin rumah”. Jadi dana tersebut menghasilkan bentuk nyata berupa perbaikan rumah secara fisik. Dalam hal pola konsumsi tidak ada perubahan dalam hal pangan maupun belanja kebutuhan sehari-hari. Menurut beliau warga setelah program berakhir konsumsinya kembali seperti semula. Beliau berkata “ yah balik lagi makan ikan asin, ga ada tuh juga yang ganti pake kompor gas, kaya gini aja ada yang ngasih uang beli ikan mas ga ada yang ngasih mah makan ikan asin lagi”. Dalam modal dagang menurut beliau ada juga yang jadi punya gerobak baru. Beliau berkata “ pak S tea gerobak es na di betulin make dana BLT lain? Kamari mah bilang ke saya betulin roda gerobakna meulina aya make dana BLT kitu”. Sedangkan dalam akses terhadap sumber daya beliau tidak melihat berubahan apapun termasuk akses terhadap pendidikan, kesehatan, maupun lahan beliau hanya melihat warga RW 2 memakai dana untuk makan dan untuk memperbaiki asetnya saja. Itu pun sebagian saja sebagian besar habis dipakai makan.
Nama
: Erick Setiawan
Umur
: 33 tahun
Pekerjaan
: sekertaris Desa
Jabatan
: sekertaris Desa
Pendidikan
: SMA
Hari/ tgl
: selasa/ 1 april 2008
Waktu
: 15.20-17.00
Wujud Program Menurut pak erik program BLT dalam penyalurannya belum tepat sasaran dikarenakan belum memenuhi standar yang BPS tetapkan sendiri. beliau berkata “ program BLT tuh belum memenuhi standar jadi kalau mau dibilang program BLT mahtidak tepat sasaran, kalau ngacunya ke standar ya?”. Beliau juga berkata “soalnya kalo mengacu sama minimal 8 dari 14 kriteria itu namanya Fakir bukan miskin lagi.” Beliau menyatakan bahwa BLT tidak ada sosialisasi sama sekali dan langsung mengumumkan nama-nama orang yang terpilih dan menentukan kapan program turun. Beliau berkata “ desa mah ga tau apa-apa kita Cuma ngumumin aja hasil dari orang-orang BPS”. Beliau juga berkata “salah mereka tuh ga sosialisasi dulu sama kita, jadi mereka ga tau gimana keadaan desa, yang tau keadaan desa khan ya kita RW, RT iya ga?”. Di desa tersebut terdapat surat yang tertulis mengetahui hanya pendata saja sedangkan kepala desa tidak ada mengetahui hal ini. Dalam pendistribusian dana BLT pada masyarakat berjalan lancar dan tidak mengalami hambatan karena diurus oleh kacamatan yang dapat diambil oleh warga langsung di kantor pos. di kantor desa peserta BLT hanya mengambil kartu pesera BLT saja. Untuk pemanfaatan dana oleh masyarakat masyarakat menggunakannya tidak untuk makan saja tetapi mereka menggunakannya untuk bayar hutang dan untuk biaya lebaran. Pak erik berkata “waktu BLT ada juga yang langsung dipake bwt bayar utang, atau cicilan motor, tapi yang paling kelihatan pas lebaran sampe penuh tuh pasar lewi liang ada yang beli baju lebaran, makanan buat suguhan lebaran, pokoknya kebanyakan bantuan pas tahap ke 2 habis untuk keperluan lebaran, hahaha… ada yang dipake pulang kampung”.
Dalam penerimaan dana menurut pak erik tidak mengalami kendala, tidak dipersulit, pengambilan dananya pun mudah bisa diwakilkan, terlambat pengambilan pun tetap dilayani. Menurut pak erik dari desa cibatok satu tidak pernah ada keluhan tentang sulit dana cair.
Dampak program Menurut pak erik program BLT tidak merubah apapun secara keberlanjutan terutama pada tingkat pendapatan beliau berkata “ah program BLT mah ngga ngerubah apa-apa pendapatan ya pas program itu masih jalan aja ada uang Rp. 300.000 masuk tapi pas udah beres mah bailk lagi. Tetangga saya yang dapet juga balik lagi makan ikan asin.” Menurut pak erik bantuan tersebut habis untuk membayar hutang dan makan beliau berkata “ yang tadi di bilang uangnya abis buat bayar utang, itu juga kalo masih sisa kadang-kadang BLT abis aja utangnya belum abis juga, ya kalo aset kaya perabotan barang-barang baru gitu mah paling baju lebaran, kalo tukang gerobak ada yang dipake ganti ban”. Pada pola konsumsi tidak mengalami perubahan pak erik sendiri yang sering mengobrol dengan warga ketika di balai desa dengan orang-orang, karena balai desa di tempat ini selalu ramai untuk orang yang sekedar main ngobrol, berbagi cerita sehingga pak erik mengetahui setelah program “bekasnya” apa mereka “mengatakan pas programnya jalan mah sempet makan ikan gabus sempet blanja lebih untuk stok sama buat nambahin modal. Untuk tingkat mata pencaharian tidak ada perubahan yang berarti di sana pak erik berkata “ ga ada tuh yang habis dapet BLT trus jadi punya modal kerja, yang tadinya buruh tani tetep buruh tani ga ada perubahan deh pokoknya.” Untuk bidang pendidikan ada juga yang sempat membayarkan uang BLT untuk SPP anaknya sehingga mereka tidak putus sekolah. Pak erik berkata “ untuk bekas akses ke sumber daya paling pendidikan ada yang buat bayar spp anaknya jadi sekarang bisa sekolah lagi tuh anaknya udah SMP.”
Nama
: UDIN
Umur
: 49 tahun
Pekerjaan
: pedagang
Jabatan
: Ketua RW 1
Pendidikan
: SMP
Hari/ tgl
: sabtu/ 5 april 2008
Waktu
: 10.00-12.15
Wujud program Kondisi ketika itu sedang diadakan persiapan untuk hari minggu esok dimana akan diadakan acara Budaya padi yang akan diikuti oleh seluruh warga desa. Acara yang dilakukan untuk membangun pola pikir masyarakat khususnya pemuda dan pemudi tentang pentingnya pertanian dan padi sebagai warga negara indonesia. Program Bantuan langsung tunai di RW 1 menurut pak Udin jika dilihat dari segi penerima bantuan dapat dibilang “bener-bener tapi nggak juga” karena terdapat anggota masyarakat di RW 1 memang sangat layak menerima bantuan tetapi ada juga yang menurut pak udin ada juga yang tidak mencukupi kriteria BPS tetapi perlu dana. Sebagaimana dikatakan pak udin “yang bener-bener layak mah sebagian besar dek, tapi yang ga menuhin kriteria BPS tea mah aya we… soalna manehna menurut bapa ge emang butuh.” Seperti yang telah dikatakan pak sekdes di RW 1 pak udin juga tidak mendapat pemberitahuan akan diadakan pendataan BLT yang beliau sadar hanya terdapat daftar yang berhak menerima kartu miskin untuk menerima bantuan langsung tunai. Beliau berkata “Waktu BLT mah dek saya juga ga tau kalo warga saya di data tau-tau ada undangan ke desa suruh ngambil daftar keluarga miskin BPS tea, kesaya mah ga ada lapor, ke pa kades juga ga ada cenah…” “Untuk pengambilan program BLT diambilnya di kantor pos deket kelurahan tinggal ngambil aja…. Bisa, bisa diwakilin” sahut pak udin, beliau juga berkata bahwa ga ada masalah yang seperti rusuh maupun konflik beliau tidak melihatnya di RW 1. Untuk pemanfaatan program BLT sepengetahuan pak udin di RW 1 ada yang memakainya untuk makan. Beliau berkata “sebagian besar sih untuk makan, tapi yang benerin rumah, buat modal dagang kecil-kecilan, bayar utang, bli baju buat anak mah ada aja”
Dampak program Pada tingkat pendapatan secara berkelanjutan diakui oleh pak udin di RW beliau tidak mengalami peningkatan. Pada saat bantuan BLT masih berjalan saja bantuan tersebut memberikan pengaruh pada pendapatan keluarga per tiga bulan tetapi setelah bantuan tersebut dihentikan maka kembali lagi seperti semua. Beliau berkata “kaya pak D kan udah ga kerja lagi, makan juga dari kiriman anaknya, kadang-kadang mbabat, pas ada BLT kan otomatis jadi ada pendapatan iya gak? Sekarang mah balik kaya dulu lagi.” Untuk penambahan aset modal membeli barang-barang tidak ada, yang ada hanya yang memperbaiki atap rumah. Sebagaimana dikatakan pak udin “ jangankan buat belanja baju dek buat makan aja masih kurang, kalo lebih juga paling buat betulin rumah atap-atap ato anyaman yang rusak”. Untuk perubahan pada pola kosumsi beliau hanya menjawab “ga-ga ada itu makan aja udah empot-empotan jangankan belanja, pas bantuan aja kali makannya dua kali kadang tiga kali itu pun yang tiga kali seminggu paling dua kali.” Mata pencaharian juga ga ada “kalo raksa desa setau saya ada.” Akses terhadap sumberdaya seperti air bersih, maupun sumberdaya yang berupa sarana seperti rumah sakit, sekolah tidak ada peningkatan maupun perubahan.
Oleh Responden Nama
: SRIYANTI
Umur
: 53 tahun
Pekerjaan
: PRT
ART
: 11
Pendidikan
: tidak tamat SD
Hari/ tgl
: senin/ 7 april 2008
Waktu
: 09.00-10.20
Wujud Program Saya memulai pertanyaan dengan masalah ketepatan penerima bantuan menurut pandangan bu Sriyanti beliau menjawab kurang mengerti tentang tepat atau tidaknya. Beliau berkata “… ibu mah kurang tau neng ibu mah taunya dapet kartu aja… alhamdulilah sih neng buat nambah-nambah…” kemudian saya melanjutkan dengan “biasanya buat nambah apa bu?”. Beliau menjawab “…ya untuk nambah-nambah uang makan neng…” kemudian saya menanyakan untuk apa sajakah dana BLT yang beliau peroleh, beliau menegaskan “…untuk makan neng, kan ibu kerjanya cuma yang kerja pembantu, anak ibu di kerja di kios bensin…suka kurang neng…” tetapi ketika saya singgung tentang lebaran ibu itu menjawab “ ada sih kepake dikit-dikit pas lebaran, yah buat bliin kaos anak neng…” Kemudian saya menanyakan kembali tentang program menurut pandangan beliau. Saya menanyakan tentang sosialisasi program, beliau menjawab “ga ada neng, tau-tau ibu udah dapet kartu dari pak RT…” kemudian ibu sriyanti juga mengatakan bahwa dalam pengambilannya pun tidak ada masalah (mudah), hanya tinggal membawa kartu BLT dana dapat cair. Dampak Program Kemudian saya beralih kepada dampak dari program terhadap peningkatan pendapatan, setelah program BLT ibu Sri mengaku tidak mengalami peningkatan sama sekali setelah program berakhir tetapi tidak juga berkurang, “biasa aja” sebut beliau. Hal itu juga terjadi pada kepemilikan aset modal. Hal ini terjadi karena memang dana BLT telah habis di konsumsi. Pada perubahaan pada pola konsumsi beliau hanya menjawab “ ya pas program aja neng biasanya makan ikan asin jadi bisa makan ikan gabus atau telur”. Hal itu terjadi sejak program masih berjalan tetapi setelah itu ibu sri mengaku kembali makan apa adanya.
Nama
: OPIK
Umur
: 38 tahun
Pekerjaan
: tukang babat
ART
:4
Pendidikan
: tamatan SD
Hari/ tgl
: senin/ 7 april 2008
Waktu
: 13.40-15.15
Wujud program Untuk awalan setelah diperkenalkan dengan pemandu saya. Saya memulai pertanyaan dengan menanyakan apakah BLT ada pemberitahuan atau sosialisasi sebelumnya, beliau menjawab “ga ada dek,(sambil bertanya pada pemandu saya) eweuh nyak? (pemandu saya mengiyaan) ga ada dek langsung aja di bagi kartu sama tempel stiker tea, teu ngomong-ngomong heula., ha..”. kemudian saya menanyakan “menurut bapak apakah udah sesuai, yang pada dapet BLT”. Beliau menjawab “aduh saya mah kurang tau dek, coba adek tanya pak erik he.. tapi setau bapak mah rata-rata semua dapet kok”. Kemudian ketika ditanya tentang masalah pendistribuaian dana beliau menjawab “ga ada masalah setau bapak sih, ga ada ribut-ribut gitu protes-protes, aman-aman aja dek.. yah lancar, ngambil juga gampang tinggal bawa kartuna tea ke kantor pos”. Kemudian saya menanyakan penggunaan dana tersebut, beliau menjawab “ ya kalo saya sih untuk makan aja dek ssehari-hari ga ada yang lain, nambahnambahin aja biar dapur ngebul kitu”. Ketika saya menanyakan bantuan yang berdekatan dengan lebaran beliau menjawab “nggak lebaran mah uangnya udah abis duluan sebelum lebaran dek”. Dampak Program Dalam tingkat pendapatan pak opik mengaku tidak mendapatkan tambahan setelah dana BLT berakhir, beliau mengatakan “memang uangnya udah abis ya balik lagi dek kaya dulu, he eu sup?”. Saya juga menanyakan tentang dana tersebut dipakai untuk apa saja yang sampai sekarang ada bekasnya, tetapi jawaban beliau sama beliau menjawab “ ga ada dek semua habis dipakai untuk makan”. Sedangkan ketika ditanya ada perubahan dalam pola konsumsi beliau hanya memberikan jawaban seperti peserta lainnya yaitu ada saat program tersebut masih berjalan. Sedangkan untuk perubahan pada akses terhadap sumber daya beliau mengaku tidak mendapat perubahan sama sekali.
Nama
: SAPRI
Umur
: 49 tahun
Pekerjaan
: dagang (gorengan)
ART
:7
Pendidikan
: tamatan SD
Hari/ tgl
: senin/ 7 april 2008
Waktu
: 19.15-20.05
Wujud Program Saya menanyakan kepada pak sapri tentang ketepatan program pada sasarannya atau tidak menurut pak sapri beliau menjawab kurang mengetahui tetapi bila melihat dari jawaban beliau dalam kuisioner beliau termasuk orang yang membutuhkan dana dari program tersebut. Ketika ditanya apakah program tersebut ada pemberitahuan terlebih dahulu. Beliau menjawab “ga ada dari RT juga ga ada kabar Cuma tau-tau disebut nama terus disuruh ngambil kartu kitu”. Kemudian saya menanyakan adakah kesulitan penerima dalam menerima dana, beliau menjawab “lancar dek.. ngambil ge gampang ga ada masalah, kalo di cibatok satu mah ga ada yang sampe berantem-berantem dek, tapi kalo yang jual kartunya ke orang lain ada dek, misalnya pak X, ..”. kemudian saya menanyakan “pak dana BLT kemaren dipake untuk apa saja?” beliau menjawab “yah, Cuma dipake buat makan aja dek, ga ada lagi bapak mah gini-gini aja”. Dampak Program Kemudian saya menanyakan dampak setelah program tersebut berakhir. Saya menanyakannya pada pengkatan pendapatan terlebih dahulu. Beliau menjawab tidak ada karena beliau tidak mamakainya sebagai modal atau pun ditabung. Beliau mengaku uang tersebut beliau pakai untuk makan sehari-hari, untuk tambahan makan sehari-hari. Sehingga tidak menghasilkan wujud nyata sampai sekarang. Dalam pola konsumsi pak sapri mengaku mengalami perubahan pada saat program tersebut berlangsung, beliau berkata “ yah dek sekarang kan harga-harga udah pada naek, pas bantuan BLT berenti mah harga-harga kan udah naek meureun sup”. Sedangkan akses terhadap sumber daya beliau mengaku tidak mendapatkannya dari program BLT tetapi dari Program Imbal swadaya, yaitu akses ke air bersih, biasanya beliau mandi di tempat tetangga, atau di kali jika buang air.
Nama
: ITOK
Umur
: 47 tahun
Pekerjaan
: tani (buruh)
ART
:7
Pendidikan
: tidak tamat SD
Hari/ tgl
: selasa/8 april 2008
Waktu
: 08.45-10.05
Wujud program Ketika itu pukul 07.00 saya telah menunggu pak itok bekerja di sawah pak Mirda, pada pukul 08.30. pak Itok sedang istirahat membersihkan sawah jagung, beliau mulai “ngarit” ladang pukul 06.00. pembicaraan berjalan dengan santai karena kehadiran saya telah di konfirmasikan oleh salah seorang teman namanya Cemong (bukan nama asli) di desa cibatok yang juga anggota kelompok remaja, dia juga menemani saya selama ini untuk berkeliling mencari responden dan informan. Saya memulai pertanyaan dengan kesesuian program karena diisukan oleh media bahwa program BLT menuai protes karena tidak sesuai. Pak itok mengatakan bahwa program BLT sesuai menurut beliau tapi ada juga yang tidak sesuai dengan aturannya “ rata-rata mah dek sebagian besar sesuai, jadi gini dek yang pastinya mesti meunang bantuan mah didieu beneran meunang eta BLT tapi nu miskin tapi nteu memenuhi kriteria tea mah beunang oge, tapi rata-rata mah bener kaya saya misalnya rumah ga berlantai, tembok ga di cor makan juga de alakadarnya kalo ada rejeki 3 kali kalo ga ada mah malem ngopi aja” Distri busi bantuan menurut pak itok sepengetahuan beliau lancar dan tidak bermasalah. Beliau berkata “bantuan mah distribusinya saya kurang tau de tapi yang saya rasain sih lancar teknisnya coba tanya erik sekdes”. Tentang sosialisasi program pak itok mengaku tidak ada sosialsasi program seperti pemberitahuan sebelumnya akan ada BLT jadi pak itok mengaku tidak ada persiapan untuk pura pura miskin. Pemanfaatan program BLT pak itok mengaku “dana BLT mah kalo bapak mah dek buat ngebulin dapur, buat masak kitu maksudnya”. Pak itok mengaku bahwa dana BLT hanya dipakai untuk makan, beli lauk dan beli beras sehingga tidak memiliki wujud atau hasil yang membekas setalah program. Dalam penerimaan dana pak itok mengaku tidak ada masalah beliau hanya menjawab “lancar ngambil dana bisa diwakilkan kalo disini asalkan bawa kartunya”.
Dampak program Menurut Pak itok dampak dalam tingkat pendapatan beliau rasakan hanya ketika program berjalan setelah itu sudah tidak ada hasilnya lagi. Untuk pemilikan aset beliau mengatakan tidak ada karena semua uang BLT habis digunakan untuk makan sehari-hari. Pak itok mengaku tidak perlu bekerja terlalu keras saja dampak program BLT saat masih dilaksanakan (pada tingkat matapencaharian) tetapi setelah program dihentikan beliau sangat menyayangkannya.
Nama
: NURHAYATI
Umur
: 50 tahun
Pekerjaan
: dagang (warung)
ART
:5
Pendidikan
: tidak tamat SD
Hari/ tgl
: selasa/ 8 april 2008
Waktu
: 14.05-15.35
Wujud program Ketika ditanya tentang kesesuaian penerima bantuan, ibu nurhayati mengaku tidak mengetahui tentang masalah tersebut, ibu nurhayati termasuk orang yang mencurigai kedatangan saya. Kemudian saya menanyakan tentang cara pendistribusian program BLT, kemudian beliau menjawab “lancar, ga ada masalah kalo disini mah ga ada masalah ga kaya di desa Cimanggu katanya ada yang protes-protes gitu”. Kemudian saya menanyakan tentang apakah terdapat kesulitan dalam mendapatkan bantuan BLT beliau menjawab “ ga sulit kok orang ngambil duitnya tinggal ke kecamatan bawa kartunya, pokoknya disini mah lancar..”. kemudian saya menanyakan untuk apa saja dana BLT tersebut digunakan, bu nur menjawab “ ya untuk makan dek, kadang buat nambahin bayaran anak sekolah, soalnya ga enak kalo minjem melulu sama tetangga”. Bu nur melanjutkan “ yah adalah dek dikit mah untuk biaya sekolah anak, dari pada saya minjem kan lumayan, kadang uangnya ibu pake juga buat bayarin utang”. Dampak Program Pada tingkat pendapatan beliau mengaku tidak mengalami peningkatan dan tetap seperti dulu yang tergantung pada pendapatan harian dari warungnya dan tidak ada penambahan dari tingkat mata pencaharian karena dana inu nur lebih banyak dihabiskan untuk makan dan membayar hutang untuk biaya sekolah anaknya. Sehingga bagi ibu nurhayati dana BLT hanya berpengaruh untuk akses kepada pendidikan karena bu nur mengatakan “ ya BLT mah yang paling kepake juga buat makan sama bayaran sekolah anak” sehingga dalam pola konsumsi secara berkelanjutan bu nurhayati tidak mengalami perubahan berkelanjutan setelah Dana BLT dihentikan.
Lampiran 8. Pelaksanaan Teknis Program Raksa Desa
no.
Pelaksanaan Program Raksa Desa
1
terdapat sosialisasi program
2
persentase
jumlah responden
95
38
Kendala dalam Penyaluran Dana
100
40
3
Kesesuaian penerima bantuan dana bergulir
82.5
33
4
Terdapat pendampingan Program
10
4
5
Terdapat alokasi pada aspek kesehatan
67.5
27
6
Terdapat alokasi Pada aspek pendidikan
55
22
7
Terdapat Alokasi pada aspek sarana penunjang umum
85
34
8
Kesesuaian pemanfatan dana bergulir oleh penerima
72.5
29
9
Terdapat kendala dalam peminjaman
87.5
35
32.5
13
10
Kesesuaian distibusi dan proporsi dana Raksa desa
Lampiran 9. Pengaruh Program Raksa Desa
No
Pengaruh Program Raksa Desa bagi Rumah tangga persentase
1
Terdapat perubahan pada tingkat pendapatan
2
Terdapat Pengaruh pada kepemilikan aset
3
Terdapat Perubahan pada pola konsumsi (daya beli)
4
Terdapat Perubahan pada mata pencaharian dan modal usaha Terdapat Perubahan pada tingkat akses terhadap sumber daya
5
jumlah responden 65
26
57.5
23
20
8
35
14
42.5
17
Lampiran 10. Daftar Usulan Kegiatan Fisik Program Raksa Desa PROGRAM RAKSA DESA PROPINSI JAWA BARAT DAFTAR USULAN KEGIATAN FISIK / INFRASTRUKTUR DESA Desa : Cibatok satu Kecamatan : Cibungbulang Kabupaten : Bogor No 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Kegiatan 2 Pembuatan MCK Pembuatan MCK Pembuatan MCK Pembuatan MCK Pembangunan MCK Pembuatan Jalan Pemukiman Pembuatan Jalan Pemukiman Pembuatan Jalan Pemukiman Pembangunan Jembatan Pembuatan MCK Pembuatan Jalan Pemukiman Pembuatan Jalan Pemukiman Pembuatan MCK
Jenis 3 Rehab Rehab Rehab Rehab Baru Rehab Rehab Rehab Baru Rehab Rehab Rehab Rehab
Volume (Unit/Buah) 4 1 Unit 1 Unit 1 Unit 1 Unit 1 Unit 1 Unit 1 Unit 1 Unit 1 Unit 1 Unit 1 Unit 1 Unit 1 Unit
Ukuran 5 (3,80x7) m (3x5) m ( 5x6) m (3x3) m (3x3) m 100 m² 45 m² 103 m² (1,5x4,5) m (4x5) m (1,5x54) m 63 m² (2x3) m²
FORM D – 1A
Lokasi 6 Kp. Cisauk RT. 02/07 Kp. Kalurahan RT. 01/06 Kp. Kalurahan RT. 02/05 Kp. Kalurahan RT. 01/05 Kp. Timbul RT. 02/06 Kp. Cibojem RT. 03/06 Kp. Cibatok RT. 01/01 Kp. Babakan Cibatok RT. 01/03 Kp. Cibatok RT. 03/01 Kp. Cibatok RT. 07/01 Kp. Cibatok RT. 04/02 Kp. Babakan Cibatok RT02,04/04 Kp. Babakan Cibatok RT 03/04
Biaya ( Rp ) 7 2.855.000,3.072.000,2.550.000,2.595.400,3.072.000,5.216.200,1.923.000,3.055.000,3.560.000,3.317.000,3.240.000,3.973.800,1.570.000,-
TOTAL
40.000.000,-
Lampiran 11. Daftar Penetapan Usulan Kegiatan Fisik Program Raksa Desa
PROGRAM RAKSA DESA PROPINSI JAWA BARAT PENETAPAN USULAN KEGIATAN FISIK/INFRASTUKTUR DESA ( DAFTAR ISIAN KEGIATAN ) Desa Kecamatan Kabupaten Jenis
: Cibatok Satu : Cibungbulang : Bogor
No
Kegiatan
Volume
Ukuran
Lokasi
Biaya (Rp) 3.560.000
1.
Pembangunan Jembatan Dukuh
Pembangunan Baru
1 Buah
4.5 m X 1.5 m = 6.75 m²
RT. 03/01
2.
Pembangunan MCK
Pembangunan baru
7 Buah
3 m X 4 m = 12 m²
RT. 07/01 RT. 03/04 RT. 01/05 RT. 02/05 RT. 01/06 RT. 02/06 RT. 02/07
19.031.400
3.
Betonisasi Jalan Pemukiman
Pembangunan baru dan Rehab
7 Buah
200 m X 1m = 200 m²
RT. 01/01 RT. 04/02 RT. 02,04/04 RT. 03/06 RT. 01/03
17.408.600
Lampiran 12. Perguliran dana Raksa Desa FORM D – 10 B PROGRAM RAKSA DESA PROPINSI JAWA BARAT LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA EKONOMI DAN PERGULIRAN DANA TRIWULAN KE : SATU KABUPATEN BOGOR DESA CIBATOK SATU No
Jenis Usaha
1
2
KECAMATAN CIBUNGBULANG
Orang 3
Rencana Biaya 4
Orang 5
Realisasi Biaya 6
Orang 7
Perguliran Biaya (Rp) % (dari kolom 8 & 4) 8 9
1.
PERDAGANGAN
204
43.500.000,-
87
24.200.000,-
15
3.400.000,-
7,86 %
2.
JASA
38
13.400.000,-
15
5.500.000,-
2
600.000,-
4,5 %
3.
PERTANIAN
3
700.000,-
-
4.
INDUSTRI RUMAH TANGGA
7
2.400.000,-
1
Jumlah
252
60.000.000,-
103
300.000,-
30.000.000,-
-
-
-
-
-
-
17
4.000.000,-
Ket 10
FORM D – 10 B
PROGRAM RAKSA DESA PROPINSI JAWA BARAT LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA EKONOMI DAN PERGULIRAN DANA BULAN : JANUARI 2005 KABUPATEN BOGOR DESA CIBATOK SATU No
Jenis Usaha
1
2
KECAMATAN CIBUNGBULANG
Orang 3
Rencana Biaya 4
Orang 5
Realisasi Biaya 6
Orang 7
Perguliran Biaya (Rp) % (dari kolom 8 & 4) 8 9
1.
PERDAGANGAN
204
43.500.000,-
183
45.900.000,-
23
12.000.000,-
2.
JASA
38
13.400.000,-
35
11.400.000,-
-
-
3.
PERTANIAN
3
700.000,-
3
700.000,-
1
4.
INDUSTRI RUMAH TANGGA
7
2.400.000,-
5
1.800.000,-
-
-
226
60.000.000,-
24
12.200.000,-
Jumlah
252
60.000.000,-
200.000,-
27,9 %
29 %
Ket 10
FORM D – 10 B
PROGRAM RAKSA DESA PROPINSI JAWA BARAT LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA EKONOMI DAN PERGULIRAN DANA BULAN : JANUARI 2005 KABUPATEN BOGOR DESA CIBATOK SATU No
Jenis Usaha
1
2
KECAMATAN CIBUNGBULANG
Orang 3
Rencana Biaya 4
Orang 5
Realisasi Biaya 6
Orang 7
Perguliran Biaya (Rp) % (dari kolom 8 & 4) 8 9
1.
PERDAGANGAN
204
43.500.000,-
288
80.200.000,-
23
5.000.000,-
8,7 %
2.
JASA
38
13.400.000,-
31
13.700.000,-
4
1.000.000,-
13,4 %
3.
PERTANIAN
3
700.000,-
4
1.000.000,-
1
100.000,-
7%
4.
INDUSTRI RUMAH TANGGA
7
2.400.000,-
7
2.200.000,-
2
300.000,-
8%
330
97.100.000,-
30
6.400.000,-
Jumlah
252
60.000.000,-
Ket 10
FORM D – 10 B
PROGRAM RAKSA DESA PROPINSI JAWA BARAT LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA EKONOMI DAN PERGULIRAN DANA BULAN : APRIL 2005 KABUPATEN BOGOR DESA CIBATOK SATU No
Jenis Usaha
1
2
KECAMATAN CIBUNGBULANG
Rencana Orang Biaya 3 4
Realisasi Orang Biaya 5 6
Orang 7
Perguliran Biaya (Rp) % (dari kolom 8 & 4) 8 9
1.
PERDAGANGAN
204
43.500.000,-
6
2.200.000,-
-
-
2.
JASA
38
13.400.000,-
3
1.500.000,-
-
-
3.
PERTANIAN
3
700.000,-
-
-
-
-
4.
INDUSTRI RUMAH TANGGA
7
2.400.000,-
1
500.000,-
-
-
10
4.200.000,-
Jumlah
252
60.000.000,-
Ket 10
FORM D – 10 B PROGRAM RAKSA DESA PROPINSI JAWA BARAT LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA EKONOMI DAN PERGULIRAN DANA BULAN : MEI 2005 KABUPATEN BOGOR DESA CIBATOK SATU No
Jenis Usaha
1
2
KECAMATAN CIBUNGBULANG
Rencana Orang Biaya 3 4
Realisasi Orang Biaya 5 6
Orang 7
Perguliran Biaya (Rp) % (dari kolom 8 & 4) 8 9
1.
PERDAGANGAN
204
43.500.000,-
27
9.500.000,-
-
-
2.
JASA
38
13.400.000,-
2
900.000,-
1
500.000,-
3.
PERTANIAN
3
700.000,-
1
500.000,-
-
-
4.
INDUSTRI RUMAH TANGGA
7
2.400.000,-
-
-
-
Jumlah
252
60.000.000,-
30
10.900.000,-
1
500.000,-
0.3 %
Ket 10
Sarjana Pendamping Kecamatan Cibungbulang
Ketua Satlak Desa Cibatok Satu
Cibatok Satu, Juni 2005 Ketua Bidang Ekonomi Satlak Desa Cibatok Satu
Babay Sofyan. SAg
Acep Sukendar
Asep Hidayat
Lampiran 13. Dana Bergulir Raksa Desa dan Nama Peminjam yang terekam PROGRAM RAKSA DESA PROPINSI JAWA BARAT PENETAPAN USULAN KEGIATAN USAHA EKONOMI PRODUKTIF/PERMODALAN ( DAFTAR ISIAN KEGIATAN/ DIK ) Desa Kecamatan Kabupaten
: Cibatok Satu : Cibungbulang : Bogor
No
Nama
L/P
Alamat
Jenis Usaha
1
2
3
4
5
No 1 2 3 4
Uraian Jenis Usaha Pertanian Perdagangan Industri Rumah Tangga Jasa Lainnya Jumlah
Modal Awal ( Rp ) 6
Pinjaman Modal ( Rp ) 7
Jumlah KK
Biaya ( Rp )
102 1 17
-
120
27.600.000,300.000,6.100.000,34.000.000,-
Mengetahui, Ketua Satlak Kecamatan Cibungbulang
Cibatok Satu, 7 Oktober 2004 Ketua Satlak Desa Cibatok Satu
Roy E Khaerudin
Acep Sukendar
Keterangan 8
NIP. 010.111.600
PROGRAM RAKSA DESA PROPINSI JAWA BARAT PENETAPAN USULAN KEGIATAN USAHA EKONOMI PRODUKTIF/PERMODALAN ( DAFTAR ISIAN KEGIATAN/ DIK ) Desa Kecamatan Kabupaten
: Cibatok Satu : Cibungbulang : Bogor
No
Nama
L/P
Alamat
Jenis Usaha
1
2
3
4
5
No 1 2 3 4
Uraian Jenis Usaha Pertanian Perdagangan Industri Rumah Tangga Jasa Lainnya Jumlah
Jumlah KK
Modal Awal ( Rp ) 6
Pinjaman Modal Keterangan ( Rp ) 7 8
Biaya ( Rp )
4 206 5 35
900.000,57..900.000,1.800.000,11.400.000,-
250
72.200.000,-
Mengetahui, Ketua Satlak Kecamatan Cibungbulang
Cibatok Satu, 7 Oktober 2005 Ketua Satlak Desa Cibatok Satu
Roy E Khaerudin NIP. 010.111.600
Acep Sukendar
Lampiran 14. Catatan Harian Program Raksa Desa
PROGRAM RAKSA DESA Nama
: ASEP HIDAYAT
Umur
: 48 tahun
Pekerjaan
: pengusaha koprasi
Jabatan
: Ketua Bidang ekonomi/ satlak Raksa Desa
Pendidikan
: SMU
Hari/ tgl
: Rabu/ 2 april 2008
Waktu
: 13.40-16.30
Wujud Program Sebelum membicarakan masalah Raksa desa saya menerangkan akan meneliti BLT juga yang kemudian akan dilihat pengaruh dari kedua program. Pak asep memberikan komentar bahwa program Raksa Desa lebih baik dari program BLT. Beliau menjelaskan ulang terlebih dahulu bahwa dana bergulir raksa desa sebenarnya untuk menghindari pemodal kecil dalam menggunakan jasa rentenir. Dana itu digunakan untuk permodalan, dagang, pertanian. Beliau berkata” kalo dana untuk permodalan misalnya untuk nambahin modal orang yang dagang baju keliling, kalo dagang misalnya dagang pecel, bakso, gorengan, bensin eceran, toko kelontong. Itu juga saya cek misalnya tukang pecel, bener ga dia jualan pecel, oh ternyata bener.” Kemudian untuk pertanian dilakukan secara khusus dengan perjanjian misal dipinjamkan saat musim tanam untuk membeli pupuk, bibit dan obat, 100 hari baru dikembalikan tepatnya saat panen. Alokasi dana raksa desa menurut pak asep telah sesuai untuk setiap dusun sudah terealisasi semua dana bergulir, alokasi dana telah 60 persen sekitar 60 juta untuk dana modal bergulir dan 40 juta untuk dana prasarana seperti jembatan, pendidikan, kesehatan. Dana bergulir sampe 4 kali perguliran masih lancar sekitar 4 bulan sekarang sudah jalan setahun dana ada yang tidak kembali. Karena ada yang bayar terus dan ada juga yang tidak pernah bayar belum pernah kembali. Penerima bantuan sesuai karena menurut pak asep mereka yang meminjam memiliki usaha dan berada dalam kelompok minimal 10 kelompok. Jika kurang maka akan digabungkan dengan kelompok lain. Pak asep berkata “ kelompok yang kurang misal baru enam orang maka di gabung sama kelompok yang baru 7 jadi kan lebih dari 10 orang”. “dalam kelompok itu memiliki ketua kelompok nah
ketua kelompok itu yang biasa saya tagih trus dia yang nagihin anggotaanggaotanya yang belum.” Pak asep juga menjelaskan bahwa program ini dengan sosialisasi yang sangat matang, penentuan kelompok, penentuan maksimal dana 500 ribu untuk satu orang per kelompok . pak asep berkata “ sosialisasi ya jelas ada ga kaya BLT kalo ini sosialisasinya aja rapat tingkat desa sampai 4 kali buat nentuin batas pinjaman, nentuin mana-mana aja yang dibangun, untuk posyandu brapa, untuk KF brapa riciannya udah saya bundel” Untuk distribusi dinilai tidak lancar karena macet setelah perguliran ke 4 kali menurut pak asep dana bergulir macet dikarenakan selain tidak adanya kesadaran karena menganggap bantuan ini hibah dari pemerintah. Pak asep mengatakan “ gimana mau pada balikin orang desa laen juga ada yang belum balikin, jadinya mereka pada ngomong “itu desa sebelah juga belum ngebalikin sabar dulu dong ni juga kita belum dapet untung””, kemudian ada juga kasus bahwa dana tersebut tidak dikembalikan karena ketua kelompoknya belum mengembalikan maka anggotanya secara otomatis tidak ditagih dan tidak mengembalikan. Pak asep juga mengatakan “waktu saya ketemu sama peminjem saya tanya “eh kunaon encan balikan duit raksa desa?” tapi tatanya udah dibalikin ke ketuana, pas saya tanya ketuanya ternyata duitna kepake dulu katanya.” Dari situ lah maka perguliran sempat tidak lancar sekitar 30 juta dan sampai sekarang tentunya uangnya sudah tidak bergulir dikarenakan dana tidak kembali lagi. Dalam bidang pendidikan pak asep telah mengikuti prosedur yang dilakukan, iya memberikan dana pada ibu PKK yang di asuh oleh istrinya membuat KF (keaksaraan fungsional) disana kebetulan ada istri beliau dan membenarkan. Dalam bidang pendidikan bukan tersalur pada beasiswa tetapi pada program KF untuk pemberantasan buta huruf diikuti oleh ibu-ibu dan bapakbapak, yang kegiatannya masih berjalan hanya waktunya hanya menjadi 1 minggu 2 kali program ini juga mengadakan tes. Untuk bidang kesehatan pak asep memberikannya pada posyandu dengan cara melaporkan jika ada yang akan melahirkan, akan operasi cesar, balita yang kurang gizi, dan balita yang di rawat. Wujud dan pengaruh program Untuk sarana umum itu jembatan di RW 1 jembatan baru namanya jembatan dukuh jadi warga akses ke rumah sakit di bawah lebih deket, dipakai juga untuk menanggulangi banjir dengan sanitasi(parit-parit),pembuatan jalan beton di beberapa RW dan pembuatan MCK (mandi cuci Kakus) penyediaan sarana air bersih. Rincian dana ada dalam dokumen pak asep Untuk aspek daya beli pak asep sudah terlihat ada banyak, menurut pak asep banyak terdapat beberapa dagangan yang kini berkembang diantarnya ada
tukang pecel, tukang gado-gado, warung kelontong, toko pertanian, industri rumah tangga seperti pengrajin anyaman, kripik singkong, bensin eceran, gerobak mie ayam, dan lainnya. Dalam hal pendapatan rumah tangga menurut pak asep tentu yang pinjamannya lancar berpengaruh. Beliau berkata “yang saya tahu pak D dia dagang dari modal 650 ribu sekarang perbulannya bisa dapet 1,5 juta”. Akan tetapi ada juga yang tidak menambah pengasilannya atau yang belum mengembalikan menurut pak asep “ada saya juga tau yang minjem dana trus dibuat bayar utang, penghasilannya mah tetep aja segitu, cuma utangnya mungkin udah lunas.” Dalam pemilikan aset modal sudah jelas terdapat bentuk fisik nyata diantaranya adanya home industri yang sebelumnya hanya menjual sengkong kini bisa jual kripik singkong karena memiliki peralatan lebih seperti kompor, lalu toko yang menjual pupuk dapat menambah modalnya untuk menambah stok. Dalam hal mata pencaharian pak asep berkata “kemungkinan tidak berubah ya kalo mata pencaharian, maksud ade ganti kerja atau yang nganggur jd kerja, spengetahuan bapak sih ga ada, yang minjem dana ini kan harus udah punya usaha kecil dan menengah (UKM)”.
Senin, 7 april 2008 Waktu : 15.35-16.15 Kondisi ketika di rumah pak Asep Hidayat, disini saya ingin meminta data tentang Raksa desa yaitu rincian alokasi dana. Disini pak asep menyinggung masalah macetnya dana yang disebabkan oleh beberapa orang tidak mengembalikan dana tersebut. Pak Asep juga menerangkan bahwa di desa ini terdapat pengaruh politik tertentu sehingga bantuan bisa dibilang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pak asep mengatakan “ ada pak RT RD ga pernah datang ke desa, ga pernah nginjekin kaki ke kantor desa, eh begitu denger ada kaya gini (program raksa desa) dia dateng, dia punya usaha di pasar induk dia minta uang 300ribu tidak saya kasih saya kasihnya 100ribu, eh dia bilang kalo 100ribu buat apa?!, kemudian dia lapor ke pak kades trus saya dikasih memo saya kades akhirnya saya tanda tangan, sampe dana cair saya salaman sampe sekarang belum pernah saya salaman lagi sama dia, ga perna dia baliki seribu-seribu acan, bilangnya katanya dibayar tiap bulan.” Kejadian seperti ini menurut pak asep merupakan pengaruh juga dari kebijakan kades, ada juga RT yang dipinjami uang untuk keluarganya yang sakit, tapi karena kades mamaksa mau tidak mau pak asep harus setuju juga. Ketika RT itu tidak mengembalikan maka yang lain juga ikut tidak mengembalikan. Pak asep berkata “si RT we encan mayar ngke heula we atuh”
terkadang pak asep menanyakan pada perorangan ketika bertemu si anggota kelompok sekian kemudian dia katakan sudah bayar pada ketua kelompok, tetapi ketua kelompok tersebut memakainya untuk kepentingannya terlebih dahulu. “saya udah tanya anggotanya udah di setor ke ketua kelompok eh duitnya kepake sama ketua Rtnya gimana mau jalan tuh dana bergulir, kemudian menjadi sebuah isyu serentak yang lain juga jadi ga mau bayar, dengan alasan ah RT anu ge ncan mayar kemudian semua ikut nunggak tidak bayar” sahut pak asep. Sebenarnya pak asep sudah membuat surat panggilan tetapi surat tersebut tidak ditanggapi oleh peminjam yang mogok tadi, malah ada yang mengatakan bahwa “pak asep rewel amat duit-duit pemerentah oge.” Ada juga yang diberi pinjam secara perseorangan karena itu tadi wewenang kades. Sebenarnya pak asep bersama BPD ingin membuat surat panggilan siapa-siapa yang menunggak lalu di pasang di papan-papan pengumuman supaya mereka malu, tetapi hal tersebut kades nilai tidak kekeluargaan dan tidak akan ada gunanya sehingga niat tersebut diurungkan. Pak asep mangatakan “ sebenernya ini kalo dikelola dengan bener dan tegas mah udah ada kali duit 100juta lebih mah. Dari bunga tiga persen itu pastinya.” Pak asep menyadari bahwa kesalahan dalam pengelolaan raksa desa ini adalah ketidak tegasan dalam memanajemen. Beliau berkata “ kalo saya berlaku kaya dep kolektor ga bisa bayar jatoh tempo HP, atau tidak TV saya mabil saya yakin pasti oran-orang mau bayar. Tetapi saya ga mungkin kan kaya gitu. Saya sebenarnya tidak masalah toh bukan uang saya uang pemerentah. Tetapi dana ini kan bergulir, kasian yang belum dapet udah antri, ini blangko-blangko yang disini ga kebagian jadinya.”
Nama
: Erik Setiawan
Umur
: 33 tahun
Pekerjaan
: sekertaris Desa
Jabatan
: sekertaris Desa
Pendidikan
: SMA
Hari/ tgl
: selasa/ 1 april 2008
Waktu
: 15.20-17.00
Wujud program Wawancara ini dilakukan ketika sedang akan diadakan lomba desa. Menurut pak erik program raksa desa alokasi dana telah sesuai dengan juklak dan juknis. Bahkan telaah dipersiapkan dengan sangat matang, pak erik mengatakan “untuk alokasi dana yang 60-40 uda sesuai bisa ditanyain sama pak asep dia satlaknya untuk program raksa desa jadi dia tau soal raksa desa” beliau juga mengatakan “program raksa desa telah dilakukan rapat tingkat desa namanya MUSREMBANG itu yang hadir ketua RT, Ketua RW sarjana pendamping, saya, pa kades, dan pa Asep. Rapatnya sampe 4 kali malah. Mengingat dananya gede.” Untuk ketepatan sasaran program sepengetahuan pak erik sudah tepat karena semua penerima bantuan adalah orang yang memilki UKM bukan orang yang coba-coba untuk membuka usaha. Untuk sasaran sarana umum pak erik mengatakan “nah kalo untuk bangun jembatan ama jalan kita kasih bahan-bahan dalam bentuk materialnya, kalo ga gitu warga ga akan jalan kerjanya. Untuk pendidikan, kesehatan itu yang ibu-ibu dan balita, itu mah tanya ke pak asep untuk lebih jelasnya le.” Pendistribusian menurut pak erik telah sesuai dengan mekanisme hanya saja terjadi kemacetan, pak erik mengatakan “harusnya sih lancar kalo yang ngembaliin dananya benermah kalo dari sistem yang kta buat si lancar sampe berapa kali bergulir masih lancar sekarang berenti soalnya banyak yang belum ngembaliin dananya.” Kemudian saya menanyakan tentang apakah terdapat pendampingan program dalam raksa desa pada pak erik hal ini saya tanyakan pada pak erik karena pak erik sudah seperti sahabat dan sangat terbuka pada saya. Pak erik menjawab “ya ada le, kamu udah baca petunjuk teknisnya khan? Kalo di kecamatan ini namanya pak Babay” lalu saya menambahkan “apa saja kerjanya pak?” pak erik mengatakan “ah sarjana pendamping mah Cuma ikutan ngabisin uang juga”.
Program atau dana raksa desa sepengetahuan pak erik sebagai sekdes hanya dipakai untuk dagang dan usaha selebihnya mungkin untuk membangun tempat usaha dan membeli modal dagangan karena beliau tidak terlalu mengetahui dan merujukkan kepada ketua pelaksanaan untuk mendapatkan informasi lebih lanjut. Pak erik juga menambahkan “ 60 persen untuk dana bergulir tadi, untuk yang 40 persen saya tau khan saya ikut rapatnya, 40 persen pada kenyataanya dipakai buat ibu-ibu sama bapak-bapak yang ga bisa baca untuk pemberantasan buta aksara tp kalo program yang dulu ada beasiswa untuk siswa yang ga mampu langsung ke SPPnya kalo raksa desa ga ada beasiswa.” Kemudian beliau juga menambahkan “kesehatan khususnya ibu hamil dan balita bukan untuk posyandu uangnya tapi buat biaya operasi melahirkan, biaya rawat ibu dan anak..” Jika berbicara pengaruh program raksa desa yang berpengaruh sepengetahuan pak erik setelah program tersebut berakhir tahun 2005 adalah aspek jual beli dan aspek akses terhadap sumber daya. Untuk aspek jual beli pak erik mengatakan “itu di depan sekarang tukang gorengan sekarang udah jual uduk juga jual kopi juga, di bawah ada industri rumah tangga kripik singkong” Dalam hal akses terhadap sumberdaya pak erik mengatakan “ yang negbekas sih jembatan ama jalan itu akses ke rumah sakit sama akses ke kuburan kalo dulu Cuma bisa lewat 4 orang sekarang mobil juga bisa lewat, akses kesehatan tentunya untuk ibu yang hamil dulu harus operasi tea ditanggung sama desa, kalo pendidikan bisa baca khan aksesnya kemana-mana” pak erik juga menambahkan “oia untuk air bersih juga dibikin MCK di kampung kalurahan untuk akses ke air bersih, lebih jelasnya coba tanya pak asep satlak raksa desa”.
Informan sekaligus Responden Nama
: Daday Hidayat
Umur
: 57 tahun
Pekerjaan
: staf Desa
Jabatan
: sekertaris pelaksana Raksa Desa
Pendidikan
: STM
Hari/ tgl
: senin/ 21 april 2008
Waktu
: 10.05-11.56
Wujud program Pak daday adalah seorang staf desa, pagi itu beliau sedang tidak ada tugas, kemudian beliau mengatakan bahwa dana raksa desa intinya untuk pemberdayaan masyarakat menengah kebawah, membangun infrastruktur desa, dan masyarakat yang kekurangan. Sedangkan mengenai alokasi dana tersebut beliau mengakui telah sesuai sebagian. Beliau tidak mengetahui persis karena beliau menangani raksa desa saat setengah jalan. Beliau mengatakan sebagian benar karena beliau juga menyebutkan mengenai persentase 60 untuk dana bergulir dan 40 juta untuk perbaikan infrastruktur desa walaupun beliau mengatakan tidak persis 40-60 tapi sesuai dengan kondisinya menurut data sudah tepat. pak Daday mengatakan bahwa program raksa desa ada yang sudah tepat ada juga yang belum, karena dalam hal penerimaan beliau mengakui bahwa program raksa desa tidak semuanya untuk Usaha kecil menengah, ada juga yang dipakai untuk berobat, biaya hidup sehari-hari. Beliau menceritakan bagaimana uang tersebut dalam asumsi masyarakat adalah uang pemerintah dan katanya penanggulangan kemiskinan sehingga ketika ada orang yang meminta uang tersebut untuk berobat, atau untuk biaya hidup maka pak kades tidak enak jika tidak memberikannya pada mereka karena mereka memintanya seperti memaksa. Sedangkan pak daday sendiri juga meminjam uang tersebut, beliau mengaku meminjam Rp. 300.000,untuk jasa service elektronik seperti TV dan radio. Pak daday mengaku telah melunasi uang pinjaman tersebut beliau hanya kebagian 1 kali meminjam. Beliau mengatakan bahwa uang tersebut digunakan untuk membeli spare part elektronik saat itu. Sedangkan apakah program tersebut telah disosialisasikan oleh pemerintah beliau mengaku sudah dengan adanya rapat-rapat sampai 3 kali saat itu yang mengundang RT dan RW. Untuk pendistribusian dana program tersebut pak daday mengatakan hanya sampai perguliran ketiga dana sudah macet untuk seterusnya dikarenakan para peminjam tidak mengembalikan dana tersebut mereka menganggap bahwa
itu adalah dana dari pemerintah jadi buat apa harus dikembalikan. Seperti yang meminjam uang untuk berobat atau biaya hidup juga tidak ada yang mengembalikan sampai sekarang. Dana program bantuan raksa desa sepengetahuan beliau digunakan untuk usaha pengerajin, usaha kripik, kue-kue basah, berobat, biaya hidup, usaha jasa kreditan. Dalam hal pembagunan infrastruktur desa dalam hal pendidikan telah diadakan pendidikan usia dini dan keaksaraan fungsional dan dalam hal sarana prasarana beliau mengatakan jembatan, MCK, dan jalan. Dalam hal kesehatan beliau mengatakan hanya di posyandu untuk ibu hamil dan balita,seperti berupa tunjangan. Dampak program Untuk pribadi dalam hal peningkatan pendapatan pak daday mengakui ada perubahan karena dapat membeli sparepart maka bisa atau berani menerima service barang yang lebih mahal karena bisa membeli sparepart elektronik yang dimaksud. Untuk peningkatnya pak daday tidak mengetahui secara rinci. Sedangkan perubahan dalam hal kepemilikan modal pak daday mengaku sempat membeli beberapa peralatan seperti set untuk memperbaiki alat elektonik dan beberapa set kunci-kunci selain itu beliau tidak menghasilkan apa-apa dari program raksa desa karena hanya dapat 1 kali meminjam. Pak daday mengakui pola konsumsi beliau tetap setelah meminjam dana raksa desa, beliau mengatakan bahwa dari dulu seperti itu. Dalam hal mata pencaharian pak daday mengakui tadinya hanya iseng lalu terima pesanan teman, lama kelamaan jadi membuka usaha sampingan. Dalam aspek akses terhadap sumberdaya beliau mengakui akses untuk ke kantor desa lebih dekat setelah jembatan dukuh di bangun sehingga beliau tidak perlu jalan lebih jauh memutar.
Nama
: Pak Lili
Umur
: 45 tahun
Pekerjaan
: pedagang
Pendidikan
: SMU
Hari/ tgl
: selasa/ 29 april 2008
Waktu
: 8.45-09.30
Wujud program Pak lili mengaku uang raksa desa beliau gunakan untuk menambah modal usahanya dalam dagang saprotan. Ketika ditanya mengenai hal program raksa desa beliau hanya mengetahui raksa desa mengadakan program KF dan pembangunan jembatan dukuh. Pak lili baru menerima 2 kali dana bergulir sepengetahuan beliau dana tersebut macet karena banyak warga yang tidak mengembalikan dan itu jumlahnya besar-besar, beliau mengaku bahwa dirinya nya dalam program ini telah melunasi pinjaman pada ketua kelompok tetapi tidak tahu kalau kelompoknya telah melunasi atau belum. Untuk dampak dari program tersebut beliau mengakui terdapat peningkatan pendapatan sampai 50 persen karena modalnya bertambah juga sehingga beliau mendapat penghasilan lebih. Dana tersebut beliau gunakan untuk menambah modal yaitu dengan membeli pakan ternak dan kelengkapan memancing. Awalnya pak lili hanya menjual pupuk dan alat-alat pertanian. Kemudian pak lili meminjam 1 juta dalam dua kali peminjaman sehingga beliau bisa menambah dagangannya. Modal yang dimiliki setelah raksa desa adalah beliau dapat menyicil motor dari keuntungan. Motor tersebut dipakai untuk membeli dagangan dan mengentar pada pembeli. Sedang dalam pola konsumsi beliau mengaku terjadi perubahan terutama dalam hal menu makanan. Sedangkan dalam tingkat mata pencaharian pak lili mengaku dirasakan tokonya sekarang lebih lengkap dan di sebelah juga sambil membuka usaha bensin eceran tetapi saat ini sedang sulit karena bensin eceran dilarang, pom bensin tidak menerima pembelian dengan drum tetapi harus dengan mobil seperti angkot. Untuk hal akses terhadap sumber daya beliau mengakui lebih akses terhadap pendidikan anaknya dan kesehatan.
Nama : UDIN SUDIRJA Umur
: 50 tahun
Pekerjaan
: pedagang toko
Jabatan
: ketua RW 04
Pendidikan
: SMP
Hari/ tgl
: selasa/ 29 april 2008
Waktu
: 09.45-10.56
Wujud program Secara kebetulan bapak udin ini ketua RW 04 dan mengikuti rapat-rapat raksa desa dan juga beliau memakai uang raksa desa untuk menambah modal toko miliknya. Beliau mengatakan secara jelas bahwa program raksa desa adalah program dari propinsi jawa barat yang 40 persen untuk infrastruktur dan 60 persen untuk dana bergulir. Menurut beliau dana raksa desa bisa dibilang alokasinya telah sesuai karena dalam hal infrastruktur juga sudah dirasakan walaupun bukan di RW beliau tetapi beliau dapat menyebutkan untuk MCK, membangun jembatan dan jalan betonisasi, beliau juga mengatakan bahwa penerima bantuan di RW nya telah sesuai, beliau berkata “… saya ga mau ngomong RW lain ya dek tapi kalo di rw saya mah udah seuai kok… maksudnya yang bener-bener punya usaha sekarang…” untuk sosiali sasi program pak udin mengaku bahwa beliau sendiri yang melakukan sosialisasi “ wah kalo sosiali sasi dek udah banyak tuh rapatrapat tiga kali kalo ga salah saya ikut semua… saya juga yang ngasih imbauan ke RT sama warga buat minjem dana, takutnya ga kebagian gitu takut dibilang saya ga ngasih tau…”. Ketika ditanya apakah pendistribusian dana berjalan lancar beliau mengatakan “ …macet dek wah banyak yang gak ngembaliin di RW saya ada satu kelompok yang belum lunas ga tau uth katanya belum ada uang, ada yang bilang ntar diganti bukan uang desa ieu cenah dek…” beliau mengatakan hanya sampai 3 kali perguliran kalau tidak salah karena beliau sempat meminjam 2 kali sejumlah satu juta totalnya. Pak udin mengaku dana raksa desa hanya dipakai untuk menambah modal dagang melengkapi dagangan saja. Untuk bidang pendidikan beliau menjawab tidak yakin ada karena beliau tidak mendengar ada beasisiwa kemudian dalam hal infrastruktur desa beliau menyebutkan jembatan, jalan dan mCK. Untuk bidang kesehatan beliau mengatakan “ setau saya untuk kesehatan raksa desa mah diurus sama posyandu tiap RW. Sedangkan dampak yang dirasakan dalam aspek daya beli masyarakat pak udin menjawab dalam hal daya beli perekonomian yah betambah toko-toko kecil dan warung-warung nasi.
Dampak program Dalam hal tingkat pendapatan pak udin mengaku mengalami kenaikan sebesar 20-30 persen karena beliau mengaku dapat membeli tempat eskrim, kulkas eskrim kemudian di tokonya bertambah ada kios pulsa sehingga pendapatan beliau menjadi meningkat.seperti dikatan oleh beliau “kalo keuntungan sama sebagian uang dari Raksa Desa teh paling-paling nu aya bekasna, kulkas ieu jeung kios pulsa disebelah…. Itu juga punya bapak dek, pake uang Raksa Desa oge” Sedangkan untuk perubahan pada pola konsumsi dalam hal pangan beliau mengatakan “…tidak ada kalau dalam hal pangan tetapi dalam hal belanja saya ngerasa ada perubahan kalo belanja bulanan…”. Dalam hal mata pencaharian beliau mengaku sempat jasa kredit tetapi berhenti dan keuntungan dari usaha jasa tersebut dia pakai untuk usaha pulsa yang bertempat juga ditokonya. Untuk akses terhadap sumber daya beliau mengaku tidak merasakan hal tersebut. Tetapi dirasakan oleh warganya yang mengikuti program KF sehingga mereka akses terhadap sumberdaya di sekitarnya, untuk pembangunan MCK, air bersih yang airnya sampai ke masjid.
Nama : RUMNI Umur
: 45 tahun
Pekerjaan
: pedagang nasi
Pendidikan
: SD
Hari/ tgl
: selasa/ 29 april 2008
Waktu
: 11.05-11.45
Ibu Rumni adalah seorang padagang nasi beliau meminjam uang 300 ribu untuk menambah modal dari dagangannya, manfaat yang beliau rasakan adalah beliau bisa melengkapi dagangannya menambah menu makanan pada jualannya. Penghasilan perbulan setelah mendapat pinjaman beliau yang tadinya 1 bulan mendapat keuntungan 250 ribu maka setelah menerima bantuan raksa desa menjadi 350an ribu per bulan. Ketika ditanya apakah ibu sudah melunasi pinjaman raksa desa ibu Rumni menjawab sudahmelunasinya bahkan kelompoknya sudah melunasinya. Bu rumni berkata “…saya mah udah beres bayar pinjeman kelompok ibu juga uda beres, ada juga yang lain yang belum itu warung yang di RW 02 ibu Y belum bayar sampe sekarang juga, trus pak N yang di RW 01 yang bwt berobat sodaranya mana ada dia balikin uang belum pernah…” ibu rumni juga mengatakan bahwa program raksa desa juga bermanfaat dalam hal pendidikan karena ibu Rumni ini juga kebetulan peserta KF (keaksaraan funsional) dan telah lulus, “… wah waktu raksa desa mah ibu ikutan KF neng alhamdulililah sekarang jadi bisa baca sama nulis yah lumayan dari pada ga bisa baca sekarang mah ibu-ibu bukan cap jempol lagi tapi tanda tangan” kemudian saya menanyakan tentang apakah ada pemberitahuan tentang adanya program raksa desa ibu Rumni menjawab “…oh kalo raksa desa ada KF saya diajakin sama ibu RT dari bu RT juga saya tau ada program raksa desa neng…ke bapakbapaknya sih udah dikasih taau sama pa RT” Untuk pola konsumsi pangan setelah program raksa desa berakhir ibu rumni mengaku tidak ada perubahan “… yah makan mah gini-gini aja neng paling kalo ga sehari dua kali ya tiga kali… kalo konsumsi maksud ade belanja iya selanja buat dagangan ibu…”. Dampak untuk akses terhadap sumber daya ibu Rumni Cuma mengatakan program KF dan akses terhadap kesehatan yang dikelola oleh posyandu yaitu dengan membantu biaya ibu hamil cesar, anak kurang gizi dan kebutuhan posyandu.
Nama : USNIAH Umur
: 50 tahun
Pekerjaan
: pedagang nasi uduk+gorengan+warung
Pendidikan
: SD
Hari/ tgl
: selasa/ 29 april 2008
Waktu
: 13.25-14.45
Ibu Usniah adalah ketua kelompok raksa desa di RT 01 RW 02, ibu usniah mengaku meminjam uang 600 ribu. Beliau mengetahui adanya program raksa desa dari pemberitahuan dari RT sehingga ibu usniah berinisiatif untuk meminjam dana tersebut. Akan tepi ibu usniah baru meminjam 2 kali dana tersebut sudah macet menrut ibu Usniah dana tersebut macet karena banyak yang tidak mengembalikan sedangkan ibu usniah dipercaya mengelola kelompoknya akan tetapi beliau menghimbau kepada anggota kelompoknya untuk meminjam tidak terlalu besar sehingga mengembalikannya tidak sulit nantinya. Ibu usniah mengaku bahwa usahanya lancar. Dan pembayaran pinjaman di kelompoknya juga lancar dikarenakan bila ada kekurangan dari anggota ibu usniah menambakannya lebih dahulu shingga tidak lewat dari jatuh tempo kepada pak asep. Hal ini beliau lakukan agar nama baik beliau tidak kotor sehingga bila ada bantuan lagi beliau dan kawan-kawan tidak di blacklist. Sehingga ibu usniah biasanya nambahin kekurangan supaya tepat waktu saat membayar. Menurut ibu uaniah beliau mendapatkan manfaat yang cukup besar untuk usahanya tersebut. Dalam hal pendapatan usahanya ibu usniah mengaku mendapat tambahan sekitar 30 persen dari sebelum menerima raksa desa. Sedangkan aset yang didapat dari program raksa desa adalah berupa penambahan modal dagang seperti dapat berdagang rokok, kebutuhan sehari-hari dan dagang minuman sehingga ibu Usniah memilikilemari es minuman hasil setelah mendapat keuntungan dari pinjaman raksa desa. Beliau mengaku bahwa pinjaman raksa desa telah dipakai untuk menambah modal belanja, hasilnya untuk bayaran sekolah dan untuk nambahin juga modal bapak dagang soto. Untuk pola konsumsi ibu usniah mengaku tidak ada yang spesial tetap seperti biasa pola makan seadanya dan kadang 2-3 kali sehari. Perubahan pada mata pencaharian terdapat pada suami yang tadinya dagang roti sekarang dagang soto, kemudian ibu usniah yang tadinya hanya berjualan uduk dan gorengan sekarang telah memiliki warung kebutuhan sehari-hari. Dari hasil raksa desa tersebut ibu usniah mengaku sekarang dapat menyekolahkan anak. “.. kalo dulu agak susah beli buat kebutuhan sekolah anak tapi sekarang sudah lumayan…” kata bu usniah. Biasanya jika berobat juga bu
usniah biasanya ngutang sama pak dokter di kantor desa atau tidak pinjam sama tetangga tetapi sekarang karena usaha sudah lumayan ibu usniah tidak lagi meminjam dan mampu berobat dengan penghasilannya sendiri.