JTM Vol. XVI No. 2 /2009
ANALISIS KEHANDALAN PIPA PRODUCED WATER MENGGUNAKAN METODE FITNESS FOR SERVICE DAN FIRST ORDER SECOND MOMENT MELALUI INSPEKSI LONG RANGE ULTRASONIC TESTING Leo Yulyardi1, Akhmad A. Korda1 Sari Jaringan pipa produced water Jalur Gathering Station X – Steam Station Y, Prov. Riau, telah beroperasi sejak tahun 1987. Umur operasi ini telah menyebabkan pipa sepanjang 11,36 km dengan tekanan operasi 300 psi ini mengalami degradasi kualitas yang disebabkan oleh korosi. Untuk menentukan pipadapat beroperasi dengan aman dalam jangka waktu tertentu maka diperlukan analisis kehandalan dengan metode inspeksi yang akurat den efisien. Long Range Ultrasonic Testing (LRUT) merupakan metode inspeksi yang lebih cepat dalam mengumpulkan data, efisien,ekonomis, dan flexible dibandingkan dengan metode in-line inspection. Data hasil inspeksi Long Range Ultrasonic Testing digunakan dalam analisis kehandalan metode First Order Second Moment (FOSM) dengan limit state g = σys – σHSdilakukan. Limit state ini digunakan untuk menghitung nilai kehandalan tiap segmen jaringan. Probability of Failure (PoF) aktual pipa dapat dihitung dari nilai kehandalan tersebut. Batas PoF yang diijinkan ditentukan untuk menghitung nilai kehandalan minimum yang diijinkan. Sebagai perbandingan denganFirst Order Second Moment dilakukananalisis kehandalan dengan menggunakan metode Fitness For Service (FFS) dengan limit statenilai ketebalan pada pipa terkorositidak melebihi nilai ketebalan dari ketebalan minimum pipa yang diperlukan atau diijinkan (t ≥ tmin). Pada LRUT nilai mekanisme korosi yang terjadi dalam analisis kehandalan adalah general corrosion. Hasil analisis menunjukan terdapat perbedaan yang mencolok ditemukan antara hasil prediksi umur sisa dengan FOSM dan dengan metode FFS. Hasil prediksi umur sisa minimum dengan FFS pada jaringan pipa adalah 8.25 tahun pada Km 6-8. Sedangkan hasil prediksi umur sisa minimum dengan evaluasi probabilistic FOSM adalah 40 tahun pada Km 0-2. Beberapa faktor penyebab perbedaan tersebut antara lain: penentuanlimit state function, kurangnya data lapangan, dan data LRUT yang sifatnya kualitatif. Metode FOSM ini tidak dapat memprediksi umur sisa melalui limit state g = σys – σHS dengan baik dibandingkan dengan metode FFS ketika tekanan operasinya dibawah 60% SMYS-nya. Dari prediksi umur sisa dengan analisis FFS dapat ditentukan interval inspeksi yang lebih aman untuk keberlangsungan proses dibandingkan dengan hasil dari FOSM. Kata Kunci: Fitness for Service, First Order Second Moment Method, Long Range Ultrasonic Testing. Abstract Gathering Station X – Steam Station Y, Riau Province, produced water pipeline has been operating since 1987. The operation age had caused 11.36 Km pipeline that operating with pressure 300 psi suffered quality degradation due to corrosion. To determine whether the pipeline can operate safely for some intended period, reliability analysis with an accurate and efficient inspection method is needed. Long Range Ultrasonic Testing is an inspection method to collect data faster, efficient, economic, and flexible compared to in-line inspectionII method. Using The Long Range Ultrasonic Testing output, analysis with First Order Second Moment Method is conducted with limit state function g = σys – σHS. With this limit state function the reliability value of pipeline in each segment can be calculated. The actual Probability of Failure (PoF) can be calculated from the reliable value. By applying the limitation of permitted PoF, the minimum reliability value of pipeline can be determined. As comparison from the First Order Second Moment, the reliability analysis using Fitness For Service with limit state function the value of wall thickness is not smaller than the required wall thickness (t ≥ tmin). The measured value thickness that LRUT read is the same for one test point, that’s why the assumption of general corrosion mechanism is made. The analysis show that there are differences between First Order Second Moment and Fitness For Service Method in predicting the remaining life. The minimum remaining life of the pipeline using Fitness For Service is 8.2 years at KM 6 – 8 while the remaining life of the pipeline using First Order Second Moment is 40 uears. This difference could be caused by the determination of limit state function, lack of data, and LRUT output data qualitative measured the damage. The FOSM method with the limit state g = σys – σHScannot predict the remaining life better than FFS when the operating temperature is below 60% ofit SMYS. Form the remaining life prediction with Firness For Service, a safer inspection interval could be determined comparedto the result from the First Order Second Moment Method. Keywords: Fitness for Service, First Order Second Moment Method, Long Range Ultrasonic Testing. 1)
Teknik Metalurgi, Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan. Email:
[email protected]
119
Leo Yulyardi, Akhmad A Korda
I. PENDAHULUAN Pipa merupakan aset yang penting pada industri migas. Pada industri migas, selain sebagai komponen dalam sistem penyaluran minyak dan gas bumi, pipa juga penting dalam pendistribusian air (hot produced water). Pipa yang mengalami kegagalan akan menyebabkan kerugian yang besar bagi semua pihak yang terkait industri tersebut. Kegagalan pada pipa hot produced water sebagai contoh, akan membuat sumur produksi yang menggunakan injeksi air ataupun uap (steam) dalam proses pengambilan minyak bumi akan terganggu. Oleh karena itu, analisis kehandalan terhadap jaringan tersebut sangat dibutuhkan untuk menghindari terjadinya kegagalan pipa pada saat beroperasi.
mengacu dengan berdasarkan pada kode standar API RP 579. Pada metode ini, pendekatan enjinering dilakukan dengan melihat mekanisme kerusakan yang terjadi pada material dan bagaimana kerusakan tersebut dapat mempengaruhi kekuatan material dalam sebuah proses operasi.
Kehandalan didefinisikan sebagai peluang suatu komponen atau sistem untuk dapat beroperasi dengan baik atau aman tanpa mengalami kegagalan dalam kurun waktu tertentu. Metode analisis kehandalan dan metode inspeksi merupakan hal yang sangat penting dalam menentukan kehandalan suatu jaringan pipa. Pemilihan metode analisis yang cocok, efisien, dan akurat sangat diperlukan dalam suatu analisis kehandalan. Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk melihat dan menganalisis kehandalan suatu sistem, antara lain metode probabilistikFirst Order Second Moment(FOSM)(FFS) dengan menggunakan pendekatan API RP 579.
Evaluasi dengan metode FFS adalah suatu analisis enjinering multi disiplin terhadap suatu komponen atau sarana untuk menentukan suatu komponen tersebut masih cukup baik untuk melanjutkan proses operasi sampai suatu periode operasi tertentu[6]. Latar belakang yang umum dalam melakukan evaluasi dengan FFS antara lain yaitu adanya penemuan cacat seperti korosi lokal atau locallized thinned area (LTA), kegagalan apabila operasi dilanjutkan dengan parameter standar, dan rencana untuk operasi dalam kondisi yang lebih ekstrim dari parameter operasi standar. Hasil utama dari evaluasi FFS adalah:
2.2. Prosedur Pendekatan Fitness for Service Pendekatan dengan metode FFS membantu operator memutuskan apakah mereka dapat melanjutkan proses operasi atau produksi dengan sarana yang ada, yang mungkin telah berusia tua, ataupun telah terjadi korosi, secara aman dan handal dengan menggunakan prinsipprinsip enjinering yang baku dan telah diakui.
1. Inspeksi yang akurat dan efisien sangat diperlukan sebagai data masukan suatu analisis kehandalan. Salah satu metode yang digunakan dalam inspeksi adalah Long Range Ultrasonic Testing(LRUT). LRUT merupakan metode inspeksi menggunakan prinsip gelombang ultrasonik yang pengoperasiannya lebih cepat dalam mengumpulkan data, efisien, dan ekonomisdibandingkan dengan metode in-line inspection. Pada penelitian studi kasus ini, analisis kehandalan dilakukan terhadap jaringan pipa produced water Jalur Gathering Station X – Steam Station Y, di Provinsi Riau. Jaringan pipa ini telah dipasang semenjak tahun 1987. Penelitian dilakukan untuk membandingkan metode analisis kehandalan pipa yang menggunakan metode FOSMdengan metode FFS API RP 579 yang berdasar pada hasil inspeksi menggunakanLRUT. II. DASAR TEORI 2.1. Metode Fitness for Service Metode Fitness for Service (FFS) yang telah dikembangkan selama ini adalah metode yang 120
2.
Keputusan untuk melanjutkan pemakaian komponen, penggantian keseluruhan komponen, perbaikan komponen, atau pengawasan komponen, dan Arahan interval inspeksi terhadap komponen tersebut.
2.3.Parameter Standar Fitness for Service Parameter yang digunakan dalam prosedur FFS dengan API RP 579 untuk pendekatan General Metal Loss ada dua yaitu Remaining Thickness Ratio (Rt), dan COV (Coefficient of Variation) yang dinyatakan sebagai berikut: =
(1)
(2)
=
= [{ − !"#$ − %&)( ) *+,]..0 "#$ − %& =
1
(3) (4)
2+ = ∑ 56+(5 )
(5)
( 2( = ∑ 56+(5 )
(6)
Analisis Kehandalan Pipa Produced Water Menggunakan Metode Fitness For Service dan First Order Second Moment melalui Inspeksi Long Range Ultrasonic Testing dimana: =
untuk evaluasi level 1, dan bernilai RSFa untuk evaluasi level 2.
Selain parameter-parameter yang telah disebutkan diatas, terdapat pula data lain yang perlu diperhitungkan dalam evaluasi dengan API RP 579 FFS ini, yaitu future corrosion allowance (FCA). FCA adalah jumlahlogam (dalam hal ini tebal dinding) yang diperbolehkan terkorosi selama periode operasi tertentu atau sampai dengan inspeksi berikutnya. Penentuan FCA dapat berdasarkan pada informasi inspeksi sebelumnya, atau merujuk kepada material yang terletak pada lingkungan yang hampir sama. FCA didapatkan dari hasil perkalian laju korosi dengan jangka waktu sampai inspeksi berikutnya.
N
minimum required thickness dari pipa = minimum measured thickness dari material yang terkorosi = Jumlah total dari ketebalan yang tercatat
Parameter Rt diperhitungkan jika data profil ketebalan kritis digunakan dalam perhitungan, namun jika pembacaan ketebalan titik yang digunakan, maka parameter COV yang diperhitungkan.Prosedur dalam API RP 579 FFS juga mengakomodasi penentuan tekanan operasi maksimum untuk pressure vessel, piping, dan tangki setelah komponen mengalami kerusakan. Untuk pressure vessel, dan piping, menggunakan persamaan berikut : 7&89: = 7&89(;2% ⁄;2%" ) , untuk RSF < RSFa (7) 7&89: = 7&89 , untuk RSF ≥ RSFa.
(8)
Dimana MAWPr adalah reduced maximum allowable working pressure, MAWP adalah original maximum allowable working pressure, dan RSFa adalah allowable remaining strength factor (umumnya 0.9[6]). Untuk tangki penyimpanan, persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut: 7%=: = 7%=(;2% ⁄;2%" ) , untuk RSF < RSFa (9) 7%=: = 7%= , untuk RSF ≥ RSFa
10)
dimana MFHr adalah reduced maximum fill height, dan MFH adalah original maximum fill height. Kerusakan akibat general metal loss, effective corrosion allowance (CAe) dinyatakan melalui persamaan sebagai berikut: &> = ?@ + ; ∙ CDE
(11)
dimana tloss adalah jumlah metal loss pada saat inspeksi, CR adalah laju korosi, dan time adalah waktu operasi yang akan datang. Remaining life (RL), persamaan berikut:
H∙
dihitung
melalui
GIJ ;F = ( G ) (12) K dimana tam adalah ketebalan rata-rata pada saat inspeksi, tmin adalah ketebalan minimum yang diijinkan, dan K adalah faktor yang bernilai 1
4.4. Metode Analisis First Order Second Method (FOSM) Metode FOSM menggunakan turunan pertama dari pendekatan deret Taylor untuk melinearkan fungsi dari nilai rata- rata variabel acak. Metoda ini menggunakan dua besaran statistik dari variabel acak, yaitu rata-rata dan koefisien varian. Dalam analisis kehandalan, metode FOSM menggunakan suatu fungsi kondisi batas atau limit state function. 2.5. Limit State Function Metode ini menganggap bahwa kehandalan (R) suatu komponen sistem dipengaruhi oleh beban operasi (load) yang dikerjakan pada komponen serta ketahanan (resistance) dari komponen itu sendiri. Besaran ketahanan (r) dan besaran beban operasi memiliki sifat acak (random) dan mengandung ketidakpastian (uncertainty). Dari Gambar 1 dapat dilihat bahwa pada saat pemasangan, komponen (pipa) masih bekerja dalam daerah yang aman. Tidak terdapat daerah perpotongan antara kurva beban operasi dengan kurva ketahanan komponen. Namun seiring dengan bertambahnya waktu, nilai besaran beban operasi ini semakin membesar, sehingga mendekati kurva ketahanan dan pada akhirnya kedua kurva akan saling berpotongan. Luas daerah yang dibatasi oleh kurva beban operasi, kurva ketahanan dan sumbu-x adalah nilai dari peluang kegagalan (probability of failure, PoF). 2.6. Prosedur Pendekatan Limit State Function Pendekatanlimit state mencakup beberapa tahapan dibawah ini: 1. Pengumpulan data 2. Analisis modus kegagalan Terdapat dua model limit state yang berlaku pada pipa yaitu: 121
Leo Yulyardi, Akhmad A Korda
• Ultimate Limit State (ULS),yaitu kondisi dimana pipa akan kehilangan integritas struktur dan tidak dapat lagi mengalirkan fluida. Kondisi ini memiliki dampak terhadap keamanan dan lingkungan. Contoh dari kondisi batas ini adalah bocor (leak) dan pecah (rupture). • Serviceability Limit State (SLS),yaitu kondisi dimana pipa tidak lagi memenuhi persyaratan desain secara keseluruhan tetapi masih dapat mengalirkan fluida. Kondisi ini tidak mempunyai dampak terhadap keamanan. Contoh dari kondisi batas ini seperti pipa penyok (denting). Limit state dimodelkan dalam sebuah fungsi yang menggambarkan hubungan matematis antara parameter-parameter yang terkait dengan modus kegagalan yang terjadi. Fungsi limit state yang digunakan pada proses penipisan dinding pipa yang diakibatkan oleh korosi dinyatakan oleh persamaan berikut:
P.D g = σ ys − 2.t
t = t0 − CR.(T − T0 ) (14) dimana: T = tahun pengukuran akhir T0 = tahun pengukuran awal t0 = ketebalan dinding pipa awal (mm) CR = Corrosion Rate/laju korosi (mm/tahun), diperoleh dari perhitungan sesuai persamaan (15)
1 (Low)
1.10-4
2 (Normal)
1.10-5
3 (High)
1.10-6
4 (Very High)
1.10-7
Tabel 3. Klasifikasi fluida berdasarkan standar ISO 16708 Kategori A
Fluida yang tidak dapat terbakar.
Kategori B
Fluida yang dapat terbakar dan/atau beracun, berbentuk cair pada temperatur kamar dan tekanan atmosfir. Contoh: minyak dan produk hasil pengolahan minyak mentah. Metanol merupakan contoh fluida jenis ini yang dapat terbakar dan beracun.
Kategori C
Fluida yang tidak dapat terbakar dan tidak beracun, berbentuk gas pada temperatur kamar dan tekanan atmosfir. Contoh : nitrogen, argon, karbondioksida.
Kategori D
Fluida yang berbentuk gas berfasa tunggal dan tidak beracun.
Kategori E
Fluida yang dapat terbakar dan/atau beracun, berbentuk gas pada temperatur kamar dan tekanan atmosfir. Contoh: hidrogen, etana, etilena, propana, butana.
(15)
dimana: d = ketebalan korosi akhir (mm) d0 = ketebalan korosi awal (mm) 3. Analisis ketidakpastian Beberapa tipe distribusi yang banyak digunakan untuk analisis ketidakpastian antara lain; Distribusi normal, Distribusi lognormal, Distribusi Weibull, dan Distribusi extreme value atau Distribusi Gumbell. 122
Tabel 2. Target PoF terhadap location class ASME Target Probability of Failure (per Km per Year) Location Class
(13)
Persamaan 13 tersebut menggambarkan hubungan antara ketahanan komponen pipa terhadap tegangan yang bekerja pada dinding pipa, dimana: g = fungsi limit state σys = Yield Strength (psi) P = tekanan rata-rata operasi (psi) D = diameter pipa (mm) t = prediksi ketebalan sisa (mm),
d − d0 CR = T − T0
4. Analisis kehandalan Pada tahap ini, penggunaan First Order Second Moment Method (FOSM) digunakan untuk menentukan nilai kehandalan jaringan pipa. Perhitungan dilakukan secara manual dengan menentukan terlebih dahulu nilai parameter cornell safety index atau reliability index yang dinotasikan dengan beta (β). 5. Prediksi umur pakai pipa Batas peluang kegagalan (PoF) yang diijinkan dapat ditentukan dengan beberapa kriteria yang diajukan oleh beberapa standar. Tabel 2 memperlihatkan standar ISO 16708 yang dapat digunakan dalam menetapkan batas PoF.
Analisis Kehandalan Pipa Produced Water Menggunakan Metode Fitness For Service dan First Order Second Moment melalui Inspeksi Long Range Ultrasonic Testing
Tabel 4. Klasifikasi lokasi berdasarkan standar ISO 16708 [12] Kelas 1
Lokasi dengan densitas populasi < 50 orang per km2.
Kelas 2
Lokasi dengan densitas populasi dalam rentang 50 – 250 orang per km2.
Kelas 3
Lokasi dengan densitas populasi > 250 orang per km2.
Kelas 4
Lokasi yang terdiri dari banyak bangunan, pusat perbelanjaan, lalu lintas yang padat dan memiliki banyak fasilitas bawah tanah.
2.7. Kegagalan pada pipa logam Kegagalan pipa dapat diakibatkan karena adanya cacat saat penggunaan. Penyebabnya antara lain kerusakan mekanik, perubahan bentuk komponen, pengaruh lingkungan, pengaruh beban siklik, temperatur, dan lain sebagainya. 2.8. Kegagalan Akibat Kerusakan Mekanik Pipa yang mengalami perubahan bentuk fisik seperti penyok (dent), menonjol (bugle), tertekuk (buckle), dapat mempengaruhi kekuatan mekaniknya. Pada bagian yang mengalami perubahan tersebut, akan terjadi peningkatan tegangan akibat beban operasi yang kemudian memicu kegagalan. Kerusakan fisik ini dapat terjadi akibat pipa terbentur benda logam lain yang sama keras ataupun lebih keras, misalnya pada saat penggalian pipabawah tanah. Alat penggali yang mengenai pipa secara langsung dapat mengakibatkan penyok meskipun kadang-kadang tidak kasat mata. Perubahan bentuk fisik pipa dalam skala kecil tidak banyak mempengaruhi kekuatan materialnya, akan tetapi hal ini tetap harus diwaspadai karena kegagalan dapat pula terjadi dari sebab-sebab berikut[7]: • Low-cycle high-stress • Hydrogen-stress crack terutama pada material high strength • Supplemental load, membuat pipa mengalami bending atau tension • Weldment to the Pipe. • Wrinkles, Bends, Buckle 2.9. Kegagalan Akibat Pengaruh Lingkungan Kegagalan pada pipa dapat disebabkan oleh dampak dari interaksi material pipa dengan lingkungan. Interaksi dengan lingkungan yang dapat menyebabkan kegagalan pada umumnya diakibatkan oleh korosi. Korosi dapat terjadi pada suhu tinggi maupun suhu rendah. Korosi
aqueous (korosi suhu rendah) biasa terjadi pada jaringan pipa yang mempunyai temperatur operasi yang rendah, yaitu dibawah setengah temperatur leleh material pipanya (T < 1/2Tm). Sedangkan korosi temperatur tinggi melibatkan suatu material yang bekerja pada suhu tinggi, diatas setengah dari temperatur lelehnya (T > 1/2Tm). 2.10 Non Destructive Testing NDT (Non-Destructive Testing) adalah suatu teknik pengujian material tanpa merusak benda ujinya. Pengujian tersebut dapat mendeteksi timbulnya retak atau cacat pada material tanpa menunggu material tesebut gagal saatberoperasi. Retak dapat dibedakan menurut posisinya, yaitu: retak permukaan dan retak pada bagian dalam. Metode yang digunakan untuk menguji retak pada bagian dalam antara lain:radiography, ultrasonic testing, dan accoustic emission. Sementara metode untuk menguji retak permukaan antara lain: visual optical, liquid penetrant, dan magnetic particle. 2.11 Long Range Ultrasonic Testing (LRUT) LRUT telah secara komersial beredar di pasaran pada tahun 1998 untuk memonitor unjuk kerja pipa dan jaringan pipa. Teknologi ini hadiruntuk menjawab kebutuhan pipeline integrity assessment serta adanya kebutuhan inspeksi untuk pipa-pipa yang tidak bisa diinspeksi dengan in-line inspection. Pada prinsipnya LRUT ini menghasilkan sinyal ultrasonik. Transducer dibiarkan beberapa milidetik untuk menunggu dan menerima sinyal pantulan. Jika pemantul sinyal meliputi satu area lingkaran penuh, contohnya sambungan lasan pipa, maka akan memberikan sinyal pantulan yang axi-simetris dengan sinyal yang ditransmisikan. Tetapi jika pemantul sinyal tidak meliputi suatu daerah lingkaran penuh (korosi atau cacat yang lain) maka sinyal pantulannya tidak berbentuk axi-simetris dengan sinyal yang ditransmisikan, melainkan flexural. 2.12 LRUT vs UT Konvensional PadaUT konvensional,gelombang yang lurus dari transducer digunakan untuk melihat dan mengukur cacat pada titik itu saja, sedangkan sistem LRUT menggunakan transducer yang mengelilingi pipa dan menghasilkan gelombang 360° secara axial menelusuri pipa. Pipa itu sendiri yang kemudian menjadi “guided wave” untuk gelombang tersebut. III. DATA DAN PENGOLAHAN DATA 3.1 Data Lapangan dan LRUT Tabel 5 memperlihatkan data dan dimensi pipa yang diteliti serta fluida yang mengalir. Pipa 123
Leo Yulyardi, Akhmad A Korda
dibagi menjadi dua segmen yaitu A dan B. Kedua segmen pipa tersebut pada akhirnya menyatu pada satu jaringan. Pembagian segmen tersebut didasarkan pada perbedaan ketebalan dinding pipa. Tabel 5. Data pipa Data Diameter Nominal Grade Pipa
Tipe Pipa
Segmen A
Segmen B
762 mm
762 mm
dilanjutkan masuk ke segmen pipa B sampai Km 1,429. Dari segmen pipa B ini hot produced water memasuki lagi segmen pipa A hingga Km 11,36. Tabel 6. Detil peralatan inspeksi LRUT: Teletest Unit
T 33
Unit ID
TT31003 Series 3 Multi Mode Modules, 30mm L
Tool Type API 5L Grade B
API 5L Grade B
spiral seam
spiral seam
Torsional Ring Spacing
30 mm
Longitudinal Ring Spacing
30 mm
Mode operasi
Tebal dinding nominal
8.74 mm
9.53 mm
Tekanan desain
480 psi
528 psi
Multimode
Number of Transducer per Ring
72
Number of Segments
8 Variasi dari 20 kHz sampai 80 kHz
Test Frequencies SMYS
Panjang
241 MPa
241 MPa
11,212 km
0,154 km
1987
1987
Produced water
Produced water
300 psi
300 psi
Inspeksi Sebelumnya
tidak ada
tidak ada
Orientasi Pipa
horisontal
horisontal
180°F
180°F
Tahun Mulai Operasi Fluida Tekanan Operasi
Temperatur Operasi
No. Variabel / Asumsi 1 2 3
Jaringan pipa tersebut mengalirkan hot produced water, yaitu air yang dihasilkan dari proses pemisahan minyak bumi dengan air. Hot produced water ini akan dikirimkan dari Gathering Station X menuju Steam Station Y, di Provinsi Riau.Hot produced water dihasilkan dari separator kemudian dikumpulkan digathering station dan dialirkan kesteam station dengan menggunakan jaringan pipa yang terintegrasi. Tabel 6 memperlihatkan data perlengkapan LRUT yang digunakan. Dari Gathering Station X, hot produced water dialirkan melewati segmen pipa A sepanjang 1,265 km, lalu 124
3.2 Variabel-Variabel Global Sebelum melakukan perhitungan, variabelvariabel yang sering diulang sebagai input persamaan-persamaan harus ditentukan terlebih dulu. Variabel-variabel global tersebut diperlihatkan pada Tabel 7.Berdasarkan Tabel 5 dan 8, jaringan pipa ferritic steelsGathering Station X – Steam Station Y beroperasi padatemperatur yang relatif rendah (180°F) dan memiliki koefisien temperatur sebesar 0,4. Tabel 7. Variabel global untuk pipa Pipa 30 "
Ketebalan dinding untuk supplemental loads, tSL Allowable Remaining Strength Factor, RSFa Allowable Stress from Original Construction Code, S
0 0,9 174 MPa
4
Faktor kualitas, E
0,95
5
Mechanical Allowance, MA
0,5
6
Koefisien temperature, Y
0,4
Tabel 8. Koefisien temperatur untuk material dan temperatur tertentu berdasarkan API RP 579 Fitness for Service Temperatur (°F) Material ≤900
950
1000
1050
1100
Ferritic Steels
0,4
0,5
0,7
0,7
0,7
Austenitic Steels
0,4
0,4
0,4
0,4
0,5
Analisis Kehandalan Pipa Produced Water Menggunakan Metode Fitness For Service dan First Order Second Moment melalui Inspeksi Long Range Ultrasonic Testing Other Ductile Metals
0,4
0,4
0,4
0,4
0,4
Cast Iron
0,4
-
-
-
-
3.3 Perhitungan Berikut adalah suatu contoh prosedur perhitungan yang dilakukan pada titik uji 15 (Km 1.195-1.265). Titik uji ini merupakan salah satu lokasi dengan laju korosi yang tinggi. Gambar 3 memperlihatkan output LRUT (Data Scan A-Graph) pada posisi uji 15 pada pipa Segmen A yang kemudian telah diolah menjadi data hasil uji yang ditunjukkan pada Tabel 9. Titik uji yang diperoleh dalam penelitian ini adalah sebanyak 185 titik uji yang diolah dengan menggunakan prosedur FOSM (Gambar 4) dan Fitness for Service (Gambar 5). Tabel 9. Data Tes Poin 15 Coverage Length 70 (m)
Jam 3 8,1 mm
Measured Value Thickness Jam 6 Jam 9 Jam 12 8 mm 8,2 mm 8,2 mm
IV. HASIL DAN ANALISIS Hasil pengujian menunjukkan bahwa dari 185 titik ujiterdapat tiga kategori temuan yang kemudian disebut sebagai minor to moderate anomaly (kategori 1), moderate to severe anomaly (kategori 20 dan severe anomaly (kategori 3) sebagaimana yang ditunjukkan pada gambar 6. Laju korosi pada pipa per titik uji dihitung untuk meneruskan perhitungan selanjutnya pada FFS dan FOSM. Laju korosi pada jaringan pipa tersebut diperlihatkan pada Gambar 7. Dari perhitungan laju korosi tersebut pengolahan data dengan menggunakan FFS dan FOSM dapat dilakukan. Gambar 8 menunjukan hasil perhitungan umur sisa jaringan pipa dengan metoda FFS dan sementara Gambar 9 adalah hasil perhitungan dengan metoda FOSM. Pada Gambar 8 terlihat bahwa bahwa daerah paling kritis pada jaringan pipa tersebut adalah pada Km 0-2. Pada daerah tersebut umur jaringan pipa diprediksi 0-1 tahun. Sementara itu penentuan umur sisa dengan metoda FOSM memberikan nilai beta minimum 3,79 (sesuai dengan syarat pada Tabel 2), oleh karenanya menggunakan metoda ini umur pakai pipa adalah hingga tahun 2062, sebagaimana yang diperlihatkan pada Gambar 9. 4.1 Analisis Perbandingan Hasil Metode Fitness for Service dan First Order Second Moment Terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara metode FFS dengan metode FOSM dalam memprediksi umur sisa dari pipa. Metode deterministik seperti FFS melibatkan
banyak parameter operasi dalam perhitungannya. Hal ini menjadikan metode FFS memiliki derajat keakurasian yang lebih tinggi daripada metode FOSM. Pada metode FFS digunakan fungsi limit state ketebalan minimum, dimana pipa akan dikatakan gagal jika fungsi pembatas ini sama dengan ketebalan minimum yang disyaratkan. Pada metode FOSM variabel pembatasnya adalah tegangan luluhnya, sementara hoop stress menjadi variable bebasnya. Kegagalan menurut metode FOSM ini adalah pada saat nilai hoop stress melebihi tegangan luluhnya sehingga persamaan 13 menjadi lebih kecil atau sama dengan nol. Oleh karenanya metode FOSM memberikan prediksi umur sisa yang lebih panjang dibandingkan dengan perhitungan dengan menggunakan metode FFS. Tabel 10 memperlihatkan perbandingan hasil perhitungan umur sisa dengan menggunakan metode FFS dan FOSM untuk tiap segmen pipa sepanjang 2 km. Pada hasil tabel tersebut dapat dilihat bahwa umur sisa minimum terdapat pada segmen Km 0 – 2, yaitu di titik uji 13 (Km 0,55 –1,335) dengan umur sisa sekitar 0.14 tahun. Tabel 10 Perbandingan prediksi umur sisa Segmen Prediksi Umur pipa Sisa dengan FFS (km) ( Selang Tahun) 0-2 0.14 - 53 2-4 3.7 – 21.9 4-6 5.1 – 31.1 6-8 4.3 – 31.1 8 - 10 7 – 14.5 10 - 11,36 8.9 – 39.8
Prediksi Umur Sisa dengan FOSM (Tahun) 40 52 62 62 62 64
Pada Gambar 10 dapat dilihat adanya perbedaan umur sisa rata-rata antara metode FFS dan FOSM yang diperoleh dengan merata-ratakan prediksi umur sisa yang didapat pada tiap titik uji di setiap segmen. Dalam prakteknya, umur sisa segmen pipa harus dilihat menurut daerah kritis di tiap segmen sebagaimana yang diperlihatkan pada Tabel 11. Hal ini dikarenakan kegagalan tiap segmen ditentukan oleh kegagalan di setiap titik yang ada didalam segmen tersebut. Pada jaringan pipa produced water Gathering Station X – Steam Station Y tidak terdapat nilai ketebalan rata-rata yang lebih kecil dari nilai ketebalan minimum yang disyaratkan. Oleh karenanya dapat dikatakan jaringan pipa masih layak untuk dioperasikan (fit for service), namun banyak titik pada jaringan pipa yang keadaannya sudah cukup kritis, seperti pada titik uji 13 yang mempunyai prediksi umur sisa sekitar 0,14 tahun. Titik ini perlu mendapatkan perhatian yang lebih dalam program inspeksi. 125
Leo Yulyardi, Akhmad A Korda
Program
mitigasi
perlu
diambil
untuk
Tabel 11. Daerah kritis pada tiap segmen pipa Segmen Lokasi Daerah Kritis (meter Umur Sisa pipa (km) ke-) (Tahun) 0-2 550-1335 0-1 2-4 2884, 3114 3- 5 4-6 5872 4-5 6-8 5932, 7067 4-5 8 - 10 8928, 9108, 9268, 9963 7 10 - 11,36 10083 - 10148, 10956 - 11051 7 - 10
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian studi kasus kehandalan jaringan pipa produced water Jalur Gathering Station X – Steam Station Y menggunakan metode FOSMdan FFS API RP 579 maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Menggunakan metode FSS maka diperoleh umur sisa pipa pada Km 0-2, Km 2-4, Km 4-6, Km 6-8, Km 8-10, Km 10-11,36 berturut-turut adalah 0-1, 3-5, 4-5, 4-5, 5-7, 7-10 tahun. 2. Mengunakan metode FSS, dapat diketahui bahwa nilai kehandalan minimum jaringan pipa tersebut adalah pada Km 0,55 –1,335, Km 2,534 – 2,594, Km 2,824 – 2,934. Area ini memerlukan program mitigasi untuk mencegah terjadinya kegagalan. 3. Menggunakan metode FOSM maka diperoleh umur sisa pipa pada Km 0-2, Km 2-4, Km 4-6, Km 6-8, Km 8-10, Km 1011,36 berturut-turut adalah 40, 52, 62, 62, 62, 64 tahun. 4. Metode FFS memberikan hasil yang lebih aman dan akurat namun lebih rumit dibandingkan metode FOSM. 5. Metode inspeksi LRUTmerupakan metode inspeksi yang cepat, efisien, dan relatif murah, cocok untuk diaplikasikan pada tahap penyaringan kerusakan. DAFTAR PUSTAKA 1. Haldar, A. & Mahadevan S., 2000, Probability, Reliability and Statistical Methods in Engineering Design. John Wiley & Sons. Inc, New York. 2. A.W. Peabody, 2001, Control of Pipeline Corrosion, Second Edition, NACE International The corrosion Society. 3. Sumi, Lisa, 2005, Oil and Gas Accountability Project, Presentation at the 2005 People’s Oil and Gas Summit Farmington, New Mexico. 4. Kowaka, M., 1994, Intoduction to Life Prediction of Industrial Plant Material, Application of the Extreme Value Statistical Method for Corrosion Analysis. Allerston Press. Inc. 126
mencegah terjadinya kegagalan pipa. API RP 579.2000.Fitness-for-Service 1st Edition.American Petroleum Institute, 1220 L Street, Northwest, Washington, D.C. 20005-4070. 6. Jaske, Carl E., 2001.Process Equipment Fitness for Service Assessment Using API RP 579.Process and Power Plant Reliability Conference. 7. Afriyanto, Lidyan, 2008, Analisis Kehandalan Jaringan Pipa Gas Jenis API 5L X-52 Yang Terkorosi Jalur Rambutan Betung, Skripsi Metalurgi ITB. 8. www.pipelineandgasjournalonline.com, June 2002 9. Jones, Denny.A, 1991, Principles and Prevention of Corrosion, Macmillan, New York. 10. Ahhamed M. and Melchers R.E., 1996, Reliability Estimation of Pressurized Pipelines Subject to Localized Corrosion defects. Int. J. Pres. Ves. & Piping. 11. ISO/DIS 16708, 2004, Pertoleum and Natural Gas Industries, Pipeline Transportation Systems, Reliability based Limit State Methods, ISO, Geneva. 12. ASME B 31.3.2002. Process Piping American Society of Mechanical Engineer, Three Park Avenue, New York, NY 10016 – 5990.
5.
Analisis Kehandalan Pipa Produced Water Menggunakan Metode Fitness For Service dan First Order Second Moment melalui Inspeksi Long Range Ultrasonic Testing
Gambar 1.Keadaan beban operasi pada waktu t terhadap ketahanan komponen
Gambar 2. Perbedaan cara kerja LRUT dengan UT konvensional
127
Leo Yulyardi, Akhmad A Korda
Gambar 3. Data LRUT A-Scan Tes Poin 15
Gambar 4. Prosedur umum dalam metoda FOSM
128
Analisis Kehandalan Pipa Produced Water Menggunakan Metode Fitness For Service dan First Order Second Moment melalui Inspeksi Long Range Ultrasonic Testing
Gambar 5. Prosedur umum mum metode Fitness for Service level 1 untuk general metal loss l
Laju Korosi (mm/tahun)
Gambar 6. Jumlah anomali pada jaringan pipa
Jarak (m)
Gambar 7. Laju korosi pada jaringan pipa
129
Prediksi Umur Sisa (Tahun)
Leo Yulyardi, Akhmad A Korda
Jarak (m)
Nilai Beta
Gambar 8. Prediksi umur sisa dengan metoda FFS
y = -0.067x + 141.8 R² = 0.994
Tahun Gambar 9. 9 Prediksi umur sisa dengan metoda FOSM
Gambar 10. Perbandingan rata-rata FFS dengan FOSM
130