Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL ANGGARAN
Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga ISBN 978-602-17675-5-9 Hak Cipta @ 2015 Direktorat Penyusunan APBN, Direktorat Jenderal Anggaran, Kementerian Keuangan
Pengarah: Askolani Editor: Purwiyanto Kunta W.D. Nugraha Kontributor: Kurnia Chairi, Didik Kusnaini, Adinugroho Dwi utomo, Heru Wibowo, Agus Kuswantoro, Wawan Sunarjo Penulisan: Achmad Zunaidi Agung Hidayat Purwanto Diana Setyawati Lay out: Lisno Setiawan Cover: Kanda Aditya Pracetak: Didik Prasetyo Hak Cipta dilindungi undang-undang Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku tanpa izin
DAFTAR ISI
Daftar Isi
ii
Daftar Tabel
v
Daftar Gambar
vi
Sambutan Menteri Keuangan
viii
Kata Pengantar Direktur Jenderal Anggaran
x
Kata Pengantar Tim Penyusun
xii
BAB 1 PENDAHULUAN
1
Latar Belakang Peran Pemerintah
1
Struktur APBN
8
Kapasitas Fiskal (Resource Envelope) dalam Postur APBN
12
Siklus Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
20
BAB 2 PENYUSUNAN PAGU INDIKATIF
26
Penetapan Arah Kebijakan dan Prioritas Pembangunan Nasional
28
Evaluasi Angka Dasar dan Penyusunan Rencana Inisiatif Baru
32 ii
Pra trilateral Meeting
53
Kementerian Keuangan menyusun prakiraan kapasitas fiskal
57
Menteri PPN dan Menteri Keuangan Menetapkan Pagu Indikatif
63
BAB 3 PENYUSUNAN PAGU ANGGARAN
70
Kementerian Negara/Lembaga Menyusun Rencana Kerja (Renja)
71
Pertemuan tiga pihak (trilateral meeting)
74
Penetapan Pagu Anggaran Kementerian Negara/Lembaga
81
BAB 4 ALOKASI ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA
82
Penyusunan RKA-K/L
83
Proses Penelaahan RKA-K/L
87
Kementerian Keuangan Menghimpun Hasil Penelaahan dan Menyusun NK, RAPBN, RUU APBN
89
Pembahasan dan Penetapan APBN dan UU APBN
98
iii
Surat Menteri Keuangan tentang Alokasi Anggaran K/L hasil Pembahasan DPR
103
BAB 5 ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN
106
Latar Belakang
106
Mekanisme Penyusunan APBN Perubahan
112
Kebijakan APBNP 2012-2014
120
Lampiran Daftar Pustaka
iv
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Struktur APBN dan Asumsi Dasar Ekonomi Makro
11
Tabel 2.1 Informasi dalam Pagu Indikatif
26
Tabel 2.2 Penetapan Arah Kebijakan
30
Tabel 2.3 Pelaksanaan Trilateral Meeting
54
Tabel 2.4 Pihak yang Terlibat dalamTrilateral Meeting
56
Tabel 2.5 Postur Dalam Rangka Penyusunan Kapasitas Fiskal
60
Tabel 5.1 Siklus dan Latar Belakang Kebijakan APBNP
122
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Mekanisme Penyusunan Postur APBN
16
Gambar 1.2 Mekanisme Penyusunan RKP
22
Gambar 1.3 Proses dan Tahapan Penganggaran
25
Gambar 2.1 Tahapan Penting Dalam Proses Penyusunan Pagu Indikatif
27
Gambar 2.2 Cara Kerja KPJM
42
Gambar 2.3 Struktur Anggaran
49
Gambar 2.4 Mekanisme dan Proses Review Angka Dasar
54
Gambar 2.5 Kedudukan Trilateral Meeting
47
Gambar 3.1 Titik Penting Dalam Proses Penyusunan Anggaran belanja K/L
62
Gambar 3.2 Mekanisme Penyusunan Renja K/L
65
Gambar 3.3 Peran Stakeholder Dalam Trilateral Meeting
67
Gambar 4.1 Proses Alokasi Anggaran Belanja K/L
82
vi
Gambar 5.1 Pengaruh Asumsi Makro Dalam Proyeksi APBN Gambar 5.2 Mekanisme Penyusunan APBNP
vii
112 113
SAMBUTAN Menteri Keuangan Republik Indonesia Kami bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmat dan karunia-Nya, karena saat ini kami masih diberi kesempatan untuk menjalankan darma bakti kepada
negara,
khususnya
melaksanakan
tugas
pemerintahan di bidang keuangan negara untuk menyejahterakan rakyat. Pencapaian kesejahteraan rakyat memerlukan persepsi dan reaksi yang sinergis dari rakyat sebagai subyek pembangunan. Oleh karena itu,
pemahaman
dari
berbagai
pihak
mengenai
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menduduki posisi yang strategis, khususnya bahwa APBN bukan hanya mengenai jumlah anggaran tetapi juga menggambarkan kebijakan fiskal, kemampuan keuangan negara, upaya menjaga kesinambungan fiskal serta akuntabilitas Pemerintah. Sehubungan dengan itu, buku ini diharapkan dapat memberikan potret yang lebih luas dan dalam mengenai pengelolaan APBN, khususnya mengenai proses dan mekanisme penyusunan anggaran belanja viii
Kementerian
Negara/Lembaga.
Untuk
itu
saya
menyambut baik upaya dari Direktorat Jenderal Anggaran untuk menyusun buku ”Pokok-Pokok Proses Penyusunan
Anggaran
Negara/Lembaga” merupakan
salah
.
Belanja
Penyusunan satu
upaya
Kementerian buku
tersebut
penting
untuk
mewujudkan transparansi dalam penyelenggaraan pengelolaan
keuangan
negara, memberikan
batu
pijakan awal untuk memahami pengelolaan belanja negara, serta dapat melengkapi referensi-referensi yang telah disusun sebelumnya. Harapan kami, keberadaan buku ini dapat menjadi penutup gap pengetahuan bagi masyarakat pada umumnya
serta
dapat
memperkaya
khasanah
pengetahuan masyarakat mengenai keuangan sektor publik. Jakarta,
Februari 2015
Bambang P.S. Brodjonegoro
ix
KATA PENGANTAR Direktur Jenderal Anggaran
Pengelolaan keuangan negara cenderung dipandang sebagai hal yang ekslusif, karena lebih dipahami oleh pihak-pihak
tertentu
saja
terutama
yang
telah
berkecimpung lama dalam proses bisnisnya. Buku ini mencoba memberikan gambaran terkini mengenai salah satu sisi dari pengelolaan keuangan negara, khususnya berkenaan dengan hal-hal pokok mengenai penyusunan
anggaran
belanja
K/L
mengingat
perubahan/perkembangan keuangan negara sangat dinamis. Dinamika pengelolaan keuangan negara ini dapat kita saksikan dalam berbagai kasus, seperti perubahan prioritas pembangunan, perubahan nomenklatur K/L dan perubahan proses pembahasan anggaran belanja negara di DPR setelah adanya keputusan Mahkamah Konstitusi
yang
menganulir
penetapan
alokasi
anggaran oleh DPR berdasarkan jenis belanja dan kegiatan, tetapi penetapan alokasi tersebut hanya sampai tingkat program, dengan harapan pembahasan yang dilakukan dapat lebih strategis. x
Penyusunan buku “Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran
Belanja
Kementerian
Negara/Lembaga”
merupakan upaya Direktorat Jenderal Anggaran untuk menyajikan informasi mengenai penyusunan anggaran belanja K/L secara transparan dan prudent (hati-hati). Akhirnya kami berharap agar keberadaan buku ini dapat memberikan manfaat bagi masyarakat yang ingin mendapatkan
pengetahuan
mengenai
praktek
penyusunan anggaran belanja K/L di Indonesia. Untuk itu kami menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang telah berkontribusi dan memberikan dukungan dalam proses penyusunan hingga penerbitan buku ini.
Jakarta,
Februari 2015
Askolani
xi
KATA PENGANTAR Tim Penyusun Pemahaman
yang
baik
mengenai
mekanisme
Penyusunan Anggaran belanja K/L sangat penting untuk dipahami oleh berbagai pihak, utamanya dalam rangka pencapaian kesejahteraan rakyat yang optimal. Buku “Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga” diharapkan membantu sharing knowledge mengenai mekanisme maupun proses penyusunan anggaran belanja K/L. Tim penyusun sangat menghargai bantuan kerjasama
dari
berbagai
pihak
dalam
dan
proses
penyelesaian buku ini. Secara khusus, penghargaan dan terima kasih kami sampaikan kepada Bapak Askolani, Direktur Jenderal Anggaran yang memberikan arahan terkait dengan materi buku dan kepada Bapak Purwiyanto, Staff Ahli Menteri Keuangan Bidang Pengeluaran atas masukan/koreksinya. Terima kasih juga kami sampaikan kepada para direktur di lingkungan
Ditjen
Anggaran,
para
Kasubdit
di
lingkungan Direktorat Penyusunan APBN, dan seluruh xii
rekan-rekan Direktorat Penyusunan APBN yang telah membantu dalam berbagai kegiatan terkait, baik dalam diskusi, pengumpulan bahan, maupun koreksi materi. Penyusun menyadari bahwa buku ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami sangat mengharapkan dan terbuka terhadap kritik dan saran untuk perbaikan dan penyempurnaan buku ini di masa yang akan datang.
Jakarta,
Februari 2015
Tim Penyusun
xiii
BAB 1 PENDAHULUAN
Sektor-Sektor Prioritas Pembangunan Nasional
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang Peran Pemerintah Penyelenggaraan pemerintahan bertujuan untuk membantu tercapainya kesejahteraan rakyat melalui penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dengan APBN, Pemerintah akan menghimpun pendapatan melalui penerimaan perpajakan dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Untuk selanjutnya penerimaan tersebut akan didistribusikan untuk mendanai program dan kegiatan (biasa juga disebut program pembangunan nasional) yang hasilnya antara lain berupa jalan, rumah sakit, ataupun sekolah. Harapannya, hasil program dan kegiatan tersebut akan meningkatkan taraf hidup masyarakat sesuai dengan yang diharapkan. Di sisi yang lain, kondisi perekonomian di masyarakat mengharuskan Pemerintah untuk terlibat. Penyebabnya, ada berbagai hal yang tidak dapat dilakukan sepenuhnya secara optimal oleh masyarakat itu sendiri seperti yang dihasilkan oleh program dan kegiatan di atas. Maksud dan tujuan keberadaan APBN tersebut dapat kita temukan dalam Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, yaitu APBN dimaksudkan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat.
Pendahuluan
Secara konseptual dan teoritis ilmu ekonomi modern, keterlibatan pemerintah dalam perekonomian dapat dilihat dalam persamaan Y = C + I + G + (X – M), dimana Y = pendapatan nasional, C = konsumsi masyarakat, I= investasi, G = pengeluaran pemerintah, X = ekspor, dan M = Impor. Dari persamaan pendapatan nasional tersebut dapat kita lihat bahwa besaran pengeluaran pemerintah atau ‘G’ mempunyai pengaruh terhadap besaran pendapatan nasional atau ‘Y’. Artinya, semakin besar ‘G’ semakin besar pula ‘Y’. Selanjutnya menurut John Maynard Keynes, perekonomian kapitalis memiliki kelemahan. Kelemahan ini berupa kegagalan pasar (market failure) sehingga memerlukan campur tangan Pemerintah. Campur tangan ini bukan sekedar seperti penjaga malam saja. Pemerintah ikut langsung menentukan dan mengarahkan perekonomian ke arah yang lebih baik dan benar melalui kebijakan ekonomi. Dalam perekonomian, pihak swasta tidak sepenuhnya diberikan kekuasaan untuk mengelola perekonomian, karena pada kondisi tertentu, swasta selalu mementingkan diri sendiri yaitu mendapatkan keuntungan. Oleh karena itu, agar swasta dapat terjamin berada pada jalur yang tepat, Pemerintah dapat mengontrol dan mengaturnya. Dalam kondisi perekonomian yang mengalami depresi, pengangguran, dan tingkat inflasi yang tinggi, pihak swasta tentu tidak peduli akan hal ini, malah kadang memanfaatkan situasi tersebut agar tetap mendapat keuntungan.
Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
2
Pendahuluan
Agar kepentingan orang banyak dapat dilindungi, maka Pemerintah dapat melakukan campur tangan menangani masalah-masalah yang oleh pihak swasta tidak menarik perhatiannya, misalkan saja dalam kondisi pengangguran yang tinggi, maka untuk menciptakan lapangan pekerjaan baru, atau manakala inflasi relatif tinggi maka Pemerintah dapat mengeluarkan kebijakan atau peraturan untuk mengatur suplai barang dan permintaan uang dengan kebijakan moneternya atau dengan kebijakan fiskalnya. Masih dalam kaitannya dengan persamaan pendapatan nasional, persentase perubahan positif (penambahan atau kenaikan) besaran ‘Y’ dari tahun ke tahun menunjukkan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Dalam konteks besaran komponen ‘G’, Pemerintah menyusun atau merencanakan program dan kegiatan yang akan dilaksanakan agar mendukung pertumbuhan ekonomi tercapai. Program dan kegiatan beserta anggarannya inilah yang terinci dalam belanja kementerian negara/lembaga sebagai bagian dari APBN setiap tahunnya. Dari sisi permintaan, penggunaan faktor-faktor produksi menentukan kegiatan perekonomian negara, utamanya tingkat permintaan efektif (permintaan yang disertai dengan kemampuan membayar barang dan jasa yang diminta). Dengan demikian, dalam jangka pendek, tinggi rendahnya tingkat pengangguran tergantung dari tinggi rendahnya permintaan efektif. Manakala permintaan efektif semakin besar, berarti daya beli masyarakat semakin tinggi. Produsen mengimbanginya dengan cara Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
3
Pendahuluan
memperbesar produksinya dan untuk itu dibutuhkan tenaga kerja baru. Permintaan efektif ini dianalisis dari berbagai pelaku ekonomi suatu suatu negara. Hal ini sesuai dengan teori ekonomi mengenai multiplier effect pada pengeluaran Pemerintah, yaitu: ∆ = (
)
× ∆
dimana
Marginal Propensity to
Consume (MPC) adalah cerminan dari efek multiplier terhadap permintaan efektif, dimana (
)
merupakan
kunci peningkatan MPC, inipun juga tergantung dari jenis G-nya. Jika G-nya lebih produktif maka efek multiplier-nya akan lebih besar dan berkesinambungan, sebaliknya jika Gnya kurang produktif maka efek multiplier-nya kurang besar dan sesaat. Contoh G yang produktif adalah pembangunan infrastruktur seperti jalan, jembatan, pelabuhan, pembangkit tenaga listrik dan lain-lain. Sementara contoh G yang kurang produktif seperti subsidi yang tidak tepat sasaran atau biaya operasional kantor. Dari sisi permintaan efektif dalam masyarakat mungkin saja terjadi gangguan oleh kekurangan dana sehingga membutuhkan suntikan dan campur tangan dari Pemerintah. Dalam hal permintaan dianggap rendah, dan dalam rangka mendorong permintaan, biasanya Pemerintah melakukan kebijakan anggaran ekspansif, yaitu membelanjakan uangnya untuk merangsang perekonomian agar dapat seimbang (meskipun untuk ini anggaran pemerintah menjadi defisit). Misalkan saja dengan cara membuka lapangan kerja yang padat karya dan/atau Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
4
Pendahuluan
memberikan subsidi. Manakala perekonomian kelebihan permintaan sehingga perekonomian menjadi ‘terlalu panas’ (overheating) karena produksi tidak mampu memenuhinya dan menstabilkan kondisi perekonomian yang terlalu cepat, tindakan yang diambil biasanya adalah mengurangi belanja pemerintah dan menaikkan pungutan pajak. Penjelasan lanjutannya, ekonomi dapat tumbuh bila ada pembangunan, yang mengakibatkan pergerakan sektorsektor ekonomi (perdagangan, jasa, dan industri). Di sektor industri dan perdagangan misalnya, pendirian pabrikpabrik baru dan meningkatnya kegiatan ekspor akan berdampak pada peningkatan pendapatan masyarakat. Pendapatan yang meningkat bagi pemilik modal dan buruh merupakan sumber potensial pajak yang akan dipungut Pemerintah. Sektor pertanian juga akan meningkat melalui pembangunan di bidang sarana dan prasarana irigasi, jalan, atau jembatan. Hasil-hasil pertanian akan dapat dipasarkan dengan lebih lancar dan dengan jangkauan yang luas. Dampaknya, pendapatan petani meningkat. Intinya, perubahan-perubahan pada berbagai sektor akan mengakibatkan terjadinya pertumbuhan ekonomi yang ditandai dengan naiknya produksi nasional, pendapatan nasional, dan pendapatan perkapita. Mengapa Pemerintah terlibat dalam kegiatan ekonomi? Mengapa tidak Pemerintah menyerahkan kepada mekanisme pasar saja? Berikut ini adalah penjelasan mengenai keterlibatan Pemerintah dalam kegiatan ekonomi di masyarakat. Pertama, Pemerintah sebagai Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
5
Pendahuluan
pengendali inflasi dan deflasi. Keadaan perekonomian tidak dapat diatasi langsung oleh masyarakat dan mekanisme pasar, tetapi harus dilakukan oleh pemerintah dengan menggunakan instrumen berupa kebijakan moneter dan kebijakan fiskal. Dalam keadaan inflasi yang membesar pemerintah melakukan pengurangan pengeluaran dan peningkatan penerimaan dan mengeluarkan kebijakan uang ketat, dan sebaliknya pada saat deflasi. Kedua, Pemerintah menyediakan barang-barang publik, yaitu barang-barang yang tidak dapat disediakan oleh masyarakat (perusahaan ataupun perorangan). Penyediaan barang-barang publik, yang mencakup infrastruktur dan suprastruktur bagi kebutuhan masyarakat luas, seperti jembatan, jalan, keamanan, pertahan nasional, dan lain-lain. Ketiga, Pemerintah mencegah adanya monopoli dan monopsoni yang merugikan masyarakat. Monopoli dan monopsoni, merupakan penguasaan pasar secara tunggal dan penguasaan sumber/pasokan secara tunggal, hal ini bila dikuasai oleh sektor swasta akan memberikan suasana yang tidak sehat apalagi untuk kebutuhan masyarakat luas, pemerintah harus mencegah terjadinya hal tersebut, khususnya terkait barang/jasa yang nilainya strategis bagi kebutuhan masyarakat luas. Keempat, Pemerintah menjaga stabilitas produksi, kurangnya barang/jasa produksi maka akan mengakibatkan meningkatnya inflasi, namun semua ini sebenarnya dapat dicegah oleh turunnya permintaan pasar, Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
6
Pendahuluan
yang penting pemerintah perlu mengatur tingkat stabilitas dan kontinuitas barang/jasa bagi kebutuhan masyarakat luas. Kelima, Pemerintah mengambil alih risiko ekonomi. Pada umumnya masyarakat sangat mendambakan kesejahteraan dan berbagai kemudahan dalam memperoleh berbagai kebutuhan, namun secara individu masyarakat biasa cenderung tidak ingin terjun dalam kegiatan usaha yang berisiko tinggi. Oleh karena itu, risiko ekonomi harus ditanggung oleh pemerintah, seperti riset teknologi, penanggulangan bencana alam, distribusi barang konsumsi, penjaminan deposito dan lain-lain. Keenam, Pemerintah menanggung adanya biaya ekternal dari perekonomian. Kenyataannya banyak perusahaan yang tidak mampu mengukur faktor-faktor eksternal yang berkaitan dengan tanggung jawab sosial, dan tidak memperhitungkannya dalam pembiayaan usaha dari hasil produksinya. Bagi perusahaan harga di pasar menjadi dasar pertimbangan untuk mengukur biaya dan penetapan kebijakan harga, di mana dari padanya ia mengukur kemungkinan keuntungan yang dapat diperoleh. Sebagai contoh dari hasil limbah yang ada pada suatu perusahaan, sering kali pihak perusahaan tidak ingin memperhitungkan biaya penanggulangan limbah tersebut sebagai bagian dari biaya produksi, sehingga pemerintah harus melakukan regulasi untuk menanggulangi sebagai perlindungan kepada masyarakat. Oleh karena itu biaya-biaya yang
Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
7
Pendahuluan
berkaitan dengan social benefit harus ditanggulangi oleh pemerintah. Ketujuh, Pemerintah menjaga keseimbangan pendapatan masyarakat. Kesenjangan atau perbedaan pendapatan yang terjadi di masyarakat merupakan hal yang terjadi secara alamiah yang ditimbulkan oleh kurangnya kesempatan dalam menggunakan fasilitas yang tersedia, rendahnya pendidikan/keterampilan, kurangnya kreativitas dan inovasi orang-perorangan. Faktor kemalasan, kondisi lingkungan dan kecilnya kesempatan kerja, hal ini menjadi tanggung jawab pihak pemerintah mengingat akan mempengaruhi hubungan sosial dalam masyarakat dan tersendatnya perkembangan perekonomian. Struktur APBN Sebagaimana dijelaskan pada bagian sebelumnya, peran APBN sangat penting bagi upaya pencapaian kesejahteraan rakyat. Angka-angka belanja dalam APBN, menunjukkan sektor-sektor prioritas apa yang mendapat perhatian dari pemerintah pada tahun yang direncanakan. Jadi, apakah APBN itu? Mungkin pembaca mempunyai gambaran sedikit mengenai APBN ini berdasarkan penjelasan di awal. Menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). APBN merupakan wujud pengelolaan keuangan negara sebagai konsekuensi
Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
8
Pendahuluan
penyelenggaraan pemerintahan yang menimbulkan hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang. APBN adalah undang-undang yang merupakan kesepakatan antara Pemerintah dan DPR. Hal ini disebutkan dalam pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945, yaitu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sementara Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Pasal 1 menyatakan bahwa APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Penyusunan APBN ini dilaksanakan setiap tahun dalam rangka penyelenggaraan fungsi pemerintahan untuk mencapai tujuan bernegara. Secara fisik, APBN ini berwujud dokumen yang berisi UndangUndang tentang APBN. Definisi APBN sebagai rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang ditetapkan dengan undangundang juga ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (7) UU Nomor 17 tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (MD3). Selain itu, berdasarkan pasal 2 ayat (1) PP Nomor 90 tahun 2010 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga, penyusunan APBN setiap tahun oleh Pemerintah dilakukan dalam rangka Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
9
Pendahuluan
penyelenggaraan fungsi pemerintahan untuk mencapai tujuan bernegara. Wujud APBN dapat diwakili oleh struktur APBN yang dapat dilihat pada Tabel 1.1, yaitu tabel yang berisikan komponen-komponen yang secara garis besar yang terdiri dari: (a) Pendapatan Negara dan Hibah, (b) Belanja Negara, (c) Keseimbangan Primer, (d) Surplus/Defisit Anggaran, dan (e) Pembiayaan anggaran. Dengan format ini, pendapatan disajikan pada urutan teratas yang kemudian dikurangi dengan belanja negara sehingga dapat diketahui surplus atau defisit. Apabila defisit, disajikan unsur-unsur pembiayaan untuk menutup defisit tersebut. Bentuk tersebut memberikan kejelasan mengenai transparansi dalam penyusunan dan pengelolaan APBN, sekalipun kemudahan analisis seperti misalnya perbandingan dengan APBN negara-negara lain yang juga menerapkan standar Government Financial Statistic, dan kemudahan pelaksanaan perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
10
Pendahuluan
STRUKTUR APBN A. PENDAPATAN NEGARA I.
PENDAPATAN DALAM NEGERI 1. PENERIMAAN PERPAJAKAN a. Pendapatan Pajak Dalam Negeri b. Pendapatan Pajak Perdagangan Internasional 2.
PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK a. Penerimaan SDA 1) SDA Migas 2) Non Migas b. Pendapatan Bagian Laba BUMN c. PNBP Lainnya d. Pendapatan BLU
II. PENERIMAAN HIBAH
B. BELANJA NEGARA I.
BELANJA PEMERINTAH PUSAT 1.
Belanja K/L a. b. c. d.
2.
Belanja Pegawai Belanja Barang Belanja Modal Bantuan Sosial
Belanja Non KL a. Program Pengelolaan Utang Negara b. Program Pengelolaan Hibah Negara c. Program Pengelolaan Subsidi d. Program Pengelolaan Belanja Lainnya e. Program Pengelolaan Transaksi Khusus
II. TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA 1.
2.
Transfer ke Daerah a. Dana Perimbangan b. Dana Otonomi Khusus c. Dana Keistimewaan DIY d. Dana Transfer Lainnya Dana Desa
C. KESEIMBANGAN PRIMER D. SURPLUS DEFISIT ANGGARAN (A - B) % Defisit terhadap PDB E. PEMBIAYAAN (I + II) I.
PEMBIAYAAN DALAM NEGERI 1. 2.
Perbankan dalam negeri Non-perbankan dalam negeri
II. PEMBIAYAAN LUAR NEGERI (neto) 1. 2.
Penarikan Pinjaman LN (bruto) Penerusan Pinjaman (SLA)
3.
Pembayaran Cicilan Pokok Utang LN
KELEBIHAN/(KEKURANGAN) PEMBIAYAAN -
Produk Domestik Bruto (miliar Rp)
-
Pertumbuhan ekonomi (%) Inflasi (%) y-o-y Tkt bunga SPN 3 bulan (%) Nilai tukar (Rp/US$1) Harga minyak (US$/barel)
-
Lifting Minyak (ribu barel/hari) Lifting Gas (MBOEPD) Volume konsumsi BBM bersubsidi (juta KL)
Asumsi Dasar Ekonomi Makro
Tabel 1.1 Struktur APBN dan Asumsi Dasar Ekonomi Makro
Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
11
Pendahuluan
Kapasitas Fiskal (Resource Envelope) dalam Postur APBN
Kapasitas Fiskal (Resource Envelope) adalah kemampuan keuangan negara yang dihimpun dari pendapatan negara untuk mendanai pengeluaran negara, baik belanja negara maupun pengeluaran pembiayaan. Kemampuan Keuangan Negara juga memperhitungkan penerimaan pembiayaan (non utang). Belanja Negara dalam hal ini adalah belanja pemerintah pusat (K/L dan non K/L) dan transfer ke daerah. Dari sisi materi, penyusunan kapasitas fiskal pada dasarnya merupakan penyusunan postur APBN (I-account) secara utuh yang dilakukan dalam rangka menyusun pagu indikasi kemampuan negara yang pada tahap selanjutnya mengalami penyesuaian atau perubahan sesuai dinamika internal pemerintahan sepanjang proses penyusunannya menuju Rancangan APBN. Kapasitas fiskal dalam postur APBN lengkap harus disetujui oleh sidang kabinet. Kemudian, kapasitas fiskal disampaikan kepada Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas untuk menyusun pagu indikatif belanja K/L. Hal tersebut sejalan dengan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 90 tahun 2010 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga, “Kementerian Keuangan menyampaikan kapasitas fiskal kepada Bappenas pertengahan Pebruari”;.
Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
12
Pendahuluan
Penyusunan kapasitas fiskal tersebut, tidak hanya dilakukan untuk tahun yang direncanakan tetapi termasuk kapasitas untuk jangka menengah (Medium Term Budget Framework), misal ketika menyusun kapasitas fiskal RAPBN 2016 pada triwulan I 2015 juga disusun kapasitas fiskal untuk 2017 – 2019. Konteks penyusunan ini adalah dalam kerangka membuat perkiraan mengenai kapasitas fiskal yang ada pada tahun yang direncanakan dan proyeksi untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun sesudahnya. Mekanisme penyusunan ini merupakan bagian tidak terpisahkan dari proses penyusunan RAPBN. Dengan gambaran utuh postur APBN inilah kapasitas fiskal dapat diketahui. Pembentukan postur APBN dalam rangka penyusunan kapasitas fiskal mencakup lima langkah utama, yaitu (1) me-review atas MTEF dan realisasi terkait (misal kebijakan) dan besaran pendapatan, belanja, defisit, serta financing; (2) menyusun asumsi dasar ekonomi makro berdasarkan prospek perekonomian global dan domestik yang realistis; (3) mengindentifikasi dan memproyeksi pendapatan negara; (4) merumuskan usulan berbagai kebijakan APBN, baik di sisi pendapatan, belanja, keseimbangan umum, dan pembiayaan (penerimaan dan pengeluaran) serta identifikasi potensi belanja negara terkait inisiatif baru; dan (5) mengidentifikasi kebutuhan belanja untuk kebutuhan penyelenggaraan negara. Dalam proses penganggaran, masing-masing besaran komponen postur APBN ini ditentukan atau dipengaruhi oleh asumsi dasar ekonomi makro. Komponen pendapatan Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
13
Pendahuluan
dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi, inflasi, kurs, ICP, lifting gas dan lifting minyak. Komponen belanja dipengaruhi oleh inflasi dan kurs. Komponen defisit (surplus belum pernah terjadi dalam pembentukan postur APBN selama ini, jadi tidak dijelaskan) tidak dipengaruhi langsung oleh asumsi dasar ekonomi makro tetapi oleh kondisi keseimbangan antara belanja-pendapatan. Sementara itu, komponen pembiayaan dipengaruhi langsung oleh besaran defisit, kebijakan investasi pemerintah, dan kurs. Dampak perubahan asumsi dasar ekonomi makro terhadap postur APBN dijelaskan lebih lanjut pada Bab 3. Berdasarkan pengaruh asumsi dasar ekonomi makro ini masing-masing komponen postur APBN diperkirakan besaran angkanya. Penghitungan masing-masing komponen postur APBN dilakukan secara paralel atau bersamaan. Baru kemudian masing-masing komponen ini diharmonisasikan menjadi postur APBN utuh dan ideal. Acuan harmonisasi postur APBN antara lain antisipasi gejolak ekonomi dunia, besaran defisit, kebutuhan belanja yang berkeadilan, atau risiko fiskal dan antisipasi bencana alam. Penghitungan komponen postur APBN juga memperhatikan karakteristik yang dimiliki tiap komponen. Pendapatan dapat dipastikan merupakan perkiraan maksimal yang dapat ditarik pemerintah dari pajak, PNBP, dan hibah. Untuk belanja, harus mempertimbangkan pengeluaran pemerintah untuk membiayai kebutuhan Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
14
Pendahuluan
penyelenggaraan operasional dan pengeluran wajib seperti belanja pegawai, pembayaran bunga utang, belanja barang operasional, subsidi dan lain-lain, termasuk cadangan untuk darurat/mendesak dan risiko fiskal. Sedangkan untuk defisit harus mempertimbangkan batasan yang diperbolehkan (amanat Undang-Undang nomor 17 tahun 2003) dibatasi 3% dari PDB untuk konsolidasi APBN dan APBD. Dalam hal pembiayaan, ini merupakan perkiraan maksimal yang dapat diperoleh pemerintah melalui utang. Kapasitas fiskal yang disampaikan kepada Bappenas tersebut berupa informasi mengenai potensi belanja yang nantinya dapat digunakan untuk mendanai kegiatankegiatan K/L yang meliputi belanja operasional dan pembangunan yang merupakan prioritas nasional. Dalam informasi tersebut terinci berapa kapasitas fiskal yang tersedia untuk belanja K/L, berapa yang merupakan angka dasar, dan berapa yang merupakan potensi fiskal yang dapat digunakan untuk mendanai berbagai usulan inisiatif baru. Dalam proses penghitungan tiap komponen, komponen belanja telah memperhitungkan biaya operasional, pengeluaran wajib (non discretionary spending), belanja antisipasi untuk berbagai keperluan dan cadangan sebagai angka dasar. Jika masih ada potensi anggaran belanja yang belum digunakan, potensi tersebut digunakan untuk menambah pendanaan inisiatif baru.
Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
15
Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
16
inflasi, kurs, SPN 3 bulan, ICP, dan lifting minyak
(dipengaruhi oleh pendapatan - belanja)
Kurs
Belanja
Defisit
Pembiayaan
perkiraan maksimal
maksimal 2,5% dari PDB
Biaya operasional diperkirakan mencapai 80% dari total belanja pemerintah pusat
perkiraan maksimal
Karakteristik
Pembiayaan
Defisit
Non-K/L ……………
Angka Dasar……… o Operasional … o Non –ops……… Inisiatif Baru……….
Belanja K/L ……………………
Pendapatan
Komponen
diharmonisasikan dalam Postur APBN utuh dan ideal
150
150
1.450 595 566 198 368 29 855
1.300
Jumlah (triliun Rupiah)
Untuk mencapai angka defisit 150 (sama dg kemampuan pembiayaan), belanja dipangkas sebesar 41 pada bagian inisiatif baru. Angka kapasitas fiskal yang disampaikan ke Bappenas adalah 368 + 29 = 397
150
Pembiayaan Angka defisit dengan pembiayaan harus sama.
191
1.491 636 566 198 368 70 855
1.300
Jumlah (triliun Rupiah)
Defisit
Non-K/L ……………
Angka Dasar……… o Operasional … o Non –ops……… Inisiatif Baru……….
Belanja K/L ……………………
Pendapatan
Komponen
Penghitungan tiap Komponen
Gambar 1.1 Mekanisme Penyusunan Postur APBN
pertumbuhan ekonomi, inflasi, kurs, ICP, dan lifting minyak
Pengaruh ADEM
Pendapatan
Komponen
Pengaruh Asumsi Dasar Ekonomi Makro (ADEM) dan Karakteristik Komponen
Pendahuluan
Pendahuluan
Dari contoh pembentukan postur APBN yang telah diharmonisasikan tersebut dapat diketahui kapasitas fiskal belanja K/L untuk tahun yang direncanakan sebesarRp595 triliun dengan rincian: sebesar Rp566 triliun untuk baseline belanja K/L (angka dasar) dan sebesar Rp29 triliun merupakan potensi untuk inisiatif baru. Pada angka dasar masih dapat dirinci menjadi belanja operasional sebesar Rp198 triliun dan non-operasional sebesar Rp368 triliun. BOKS 1.1 Penyusunan Postur APBN Berdasarkan Komponen Pembentuknya Pendapatan Negara Secara sederhana, penentuan target pendapatan negara (salah satunya) dipengaruhi oleh asumsi pertumbuhan ekonomi pada tahun yang direncanakan. Pertumbuhan ekonomi dan inflasi pada tahun yang direncanakan, berkorelasi positif terhadap pendapatan negara yang berasal dari pajak yang akan menjadi penerimaan negara. Mengapa? Besaran pertumbuhan ekonomi dan inflasi mencerminkan kegiatan ekonomi bergerak/berkembang dari satu periode ke periode berikutnya. Pergerakan ekonomi yang merupakan dasar pemungutan penerimaan negara menjadi acuan untuk merencanakan target pendapatan negara. Target-target pendapatan inilah yang nantinya menjadi basis perhitungan penerimaan pajak yang merupakan sumber penerimaan negara.
Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
17
Pendahuluan
Belanja Negara Secara umum, proyeksi belanja negara pada tahun yang direncanakan memperhatikan realisasi belanja negara tahun-tahun sebelumnya, pengaruh asumsi dasar ekonomi makro yang digunakan beserta risikonya, berbagai parameter belanja Negara, serta kebijakankebijakan yang diusulkan untuk ditempuh di bidang belanja negara beserta risikonya. Pada tahap awal, Ditjen Anggaran c.q. Dit P-APBN menyusun proyeksi besaran belanja negara per jenis belanja (pegawai, barang, modal, pembayaran bunga utang, subsidi, belanja hibah, bantuan sosial, belanja lain-lain, belanja transfer ke daerah). Sebagai acuan awal proyeksi kebutuhan per jenis belanja tersebut dilakukan dengan memberikan alokasi belanja untuk kebutuhan-kebutuhan yang bersifat wajib (nondiscretionary) seperti belanja pegawai (gaji dan tunjangan serta kontribusi sosial/iuran asuransi kesehatan dan pensiun), belanja barang operasional, subsidi, pembayaran bunga utang, serta memperhitungkan kewajiban-kewajiban yang belum terpenuhi (kurang bayar) pada tahun-tahun sebelumnya (contoh : kurang bayar tunjangan profesi guru, kurang bayar subsidi). Tahap selanjutnya, jumlah kebutuhan alokasi yang dihasilkan dari proses tersebut kemudian dikonsolidasikan dengan sumber pendanaan yang tersedia melalui tahap-tahap sebagai berikut: 1.
2.
3.
4.
Identifikasi sumber-sumber pendanaan dari tiap-tiap jenis belanja yang sumber pendanaannya sudah tersedia secara earmark, yaitu: PHLN, PNBP, BLU, SBSN. Komponen belanja yang sumber pendanaannya belum terpenuhi dari tahap 1, akan dipenuhi dari rupiah murni (RM) yaitu kapasitas fiskal neto yang tersedia Bila terdapat kebutuhan yang belum tersedia pendanaannya (dalam batasan defisit yang disepakati) akan dipenuhi dari pendanaan yang diidentifikasi tahap selanjutnya. Namun apabila setelah tahap 3 diselesaikan masih terdapat dana yang tersedia, maka akan di exercise untuk dialokasikan pada
Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
18
Pendahuluan
belanja prioritas, anggaran antisipasi krisis atau pengurangan defisit. Namun bila justru sebaliknya terdapat kekurangan maka akan dilakukan identifikasi sumber pendanaan melalui langkahlangkah: (a) pengurangan alokasi/realokasi belanja, (b) identifikasi sumber pendapatan tambahan, atau (c) identifikasi sumber pembiayaan tambahan, atau (d) kombinasi dari ketiganya. Selanjutnya proyeksi masing-masing jenis belanja tersebut dikompilasi dan dikelompokkan dalam alokasi belanja pemerintah pusat dan alokasi transfer ke daerah. Untuk belanja pemerintah pusat, terdapat rincian mengenai proyeksi total kebutuhan masing-masing jenis belanja, baik yang merupakan bagian dari belanja K/L maupun NonK/L. Rincian Belanja KL mencakup belanja pegawai, barang, modal, dan bantuan sosial. Untuk Belanja non KL mencakup pembayaran Bunga Utang, Subsidi, belanja pegawai khusus yang berkaitan dengan kontribusi sosial dan dana transito, Bantuan Sosial untuk Dana darurat/penanggulangan bencana alam, belanja lain-lain untuk kebutuhan mendesak, Cadangan untuk mengantisipasi perubahan kebijakan (policy measures), transfer ke daerah, dan cadangan risiko fiskal. Proyeksi kapasitas fiskal yang disampaikan oleh Menteri Keuangan kepada Menteri Perencanaan utamanya menjelaskan mengenai indikasi kapasitas fiskal yang tersedia untuk pagu belanja K/L (pagu indikatif). Indikasi belanja tersebut mencakup angka baseline (menampung kebutuhan untuk belanja operasional dan biaya non-operasional) dan potensi anggaran untuk insiatif baru beserta indikasi peruntukannya. Peruntukan inisiatif baru difokuskan pada kegiatan-kegiatan prioritas dengan kriteria: (i) memenuhi target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang belum tercapai, dan (ii) arahan Presiden seperti hasil Sidang Kabinet atau memenuhi amanat ketentuan peraturan perundang-undangan seperti Instruksi Presiden atau Keputusan Presiden. Pembiayaan Dalam proses penyusunan kapasitas fiskal juga memerlukan proyeksi pembiayaan anggaran yang secara total merupakan konsekuensi dari Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
19
Pendahuluan
adanya defisit dan secara rinci merupakan konsekuensi dari posisi ketersediaan sumber-sumbernya. Oleh karena itu, pada pekan pertama dan kedua di bulan Februari, Dit. P-APBN melakukan penyusunan usulan kebijakan dan exercise Pembiayaan Anggaran RAPBN. Pembiayaan juga ditentukan oleh rencana dan kebijakan investasi pemerintah.
Siklus Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga Penyusunan anggaran belanja kementerian negara/lembaga (KL) secara garis besar dibagi dalam tahapan perencanaan dan penganggaran. Namun pada tahapan perencanaan juga terdapat tahapan penganggaran (penyusunan kapasitas fiskal). Bahkan pada akhirnya kedua tahapan bersinggungan pada saat penetapan pagu indikatif. Urutan proses dan tahapan perencanaan dimaksud terdiri dari: 1. 2.
3.
Penyusunan arah kebijakan dan prioritas pembangunan nasional; Kementerian Negara/Lembaga (KL) melakukan evaluasi pelaksanaan program dan kegiatan pada tahun berjalan, menyusun rencana inisiatif baru, dan indikasi kebutuhan anggaran; Kementerian Perencanaan dan Kementerian Keuangan mengevaluasi pelaksanaan program dan kegiatan yang sedang berjalan, mengkaji usulan inisiatif baru berdasarkan prioritas pembangunan, serta
Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
20
Pendahuluan
menganalisa pemenuhan kelayakan dan efisiensi indikasi kebutuhan dananya; 4. Penyusunan kapasitas fiskal yang menjadi bahan penetapan pagu indikatif; 5. Pertemuan Pra tiga pihak (pra trilateral meeting) 6. Pagu indikatif dan penetapan rancangan awal Rencana Kerja Pemerintah; 7. KL menyusun rencana kerja (Renja); 8. Pertemuan tiga pihak (trilateral meeting) antara Kementerian Negara/Lembaga, Kementerian Perencanaan, dan Kementerian Keuangan; 9. Penyempurnaan rancangan awal RKP; 10. Pembahasan RKP dalam pembicaraan pendahuluan antara Pemerintah dengan DPR; 11. Penetapan RKP. Dari proses di atas, terdapat juga dokumen perencanaan selain RKP yang dihasilkan dalam proses perencanaan, yaitu Rencana Kerja Kementerian Negara/Lembaga (Renja K/L). Renja adalah dokumen perencanaan tahunan yang merupakan penjabaran dari RKP dan akan digunakan sebagai masukan dalam penyusunan RKP. Renja memuat sasaran-sasaran yang akan dicapai oleh KL, arah kebijakan, program, kegiatan pembangunan, dan kebutuhan pendanaannya baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah, maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat. Bagi K/Lyang terkait langsung dengan pencapaian prioritas pembangunan nasional pada tahun tertentu, program dan kegiatannya harus dapat secara langsung mencerminkan pencapaian prioritas Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
21
Pendahuluan
pembangunan nasional yang telah ditetapkan. Informasi yang ada di dalam dokumen Renja meupakan perencanaan yang sifatnya strategis. Yaitu, pencapaian positif yang sifatnya mendasar sebagai hasil program/kegiatan yang dilaksanakan oleh unit eselon I KL. Contoh mekanisme secara sederhana penyusunan draft awal RKP pada Program Anak Usia Dini dapat dilihat pada Gambar 1.2.
Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
22
Pendahuluan
Penjelasannya, untuk prioritas pembangunan sumber daya manusia (SDM), Program Pendidikan Anak Usia Dini berencana untuk mengubah rasio anak usia dini yang bersekolah menjadi 1:3. Angka atau rasio 1:3 ini diperoleh melalui evaluasi pelaksanaan program tahun sebelumnya (misal rasionya 1:4) dan harapan memperbaiki kondisi pendidikan anak usia dini pada tahun yang direncanakan. Pada kolom paling kanan dari gambar di atas terdapat pagu indikatif. Pagu indikatif ini merupakan ancar-ancar alokasi anggaran usulan pemerintah. Ruang lingkup pagu indikatif yang ada dalam draft awal pagu anggaran belanja dalam rangka pencapaian prioritas nasional saja, tidak termasuk anggaran untuk kebutuhan biaya operasional seperti belanja gaji pegawai atau operasional kementerian/lembaga. Dalam hal anggaran total K/L, alokasi anggaran belanja suatu K/L secara keseluruhan (biaya operasional dan rencana pencapaian kinerja prioritas nasional ) bisa kita lihat dalam surat bersama Kementerian Keuangan dan Bappenas mengenai pagu indikatif. Selanjutnya, penyusunan anggaran belanja K/L menginjak tahapan penganggaran. Berikut ini merupakan tahap penganggaran yang meliputi: 1. Penetapan arah kebijakan dan prioritas pembangunan nasional yang menghasilkan konsep kebijakan RAPBN;
Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
23
Pendahuluan
2. Penyusunan kapasitas fiskal (resource envelope) sebagai bahan penyusunan pagu indikatif dan konsep kebijakan fiskal; 3. Penyusunan pagu indikatif yang kemudian diterbitkan surat edaran bersama Menteri Keuangan dengan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas; dan 4. Perumusan pokok-pokok kebijakan fiskal, kebijakan ekonomi makro dan rencana kerja pemerintah. 5. Penyusunan pagu anggaran yang digunakan sebagai bahan penyusunan Nota Keuangan dan RUU RAPBN 6. Penyampaian RAPBN oleh Pemerintah ke DPR, pembahasan Rancangan APBN dan Rancangan UndangUndang APBN 7. Persetujuan DPR setelah Pembahasan RAPBN dan RUU APBN ditetapkan menjadi Undang-Undang APBN. 8. Setelah UU APBN disahkan oleh DPR, Pemerintah menerbitkan Keppres tentang Rincian Alokasi Anggaran Belanja Pemerintah Pusat. 9. Pemerintah menerbitkan DIPA untuk diserahkan ke masing-masing Satker. Proses dan tahapan penganggaran memperlihatkan beberapa dokumen anggaran yang dihasilkan atau ditetapkan. Beberapa dokumen ini meliputi: SEB Menteri Keuangan dan Menteri PPN/Bappenas, Peraturan Presiden tentang Rencana Kerja Pemerintah, UU APBN, persetujuan anggaran oleh DPR, dan RKAKL.
Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
24
Pendahuluan
Secara ringkas, proses penganggaran (sampai dengan penetapannya sebagai UU APBN) diilustrasikan sebagaimana Gambar 1.3.
Gambar 1.3 Proses dan Tahapan Penganggaran
Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
25
BAB 2 PENYUSUNAN PAGU INDIKATIF
Sektor-Sektor Prioritas Pembangunan Nasional
BAB 2 PENYUSUNAN PAGU INDIKATIF
Penyusunan pagu indikatif sebagai bagian dari penyusunan anggaran belanja K/L merupakan suatu proses yang menghasilkan keluaran berupa surat bersama Menteri Keuangan dengan Menteri PPN/Kepala Bappenas tentang Pagu Indikatif dan rancangan awal RKP. Substansi materi surat ini berisikan Informasi mengenai indikasi pagu belanja tiap-tiap K/L. Pagu belanja tersebut masih dirinci lagi dalam program dan sumber dana sebagaimana contoh Tabel 2.1. Tabel 2.1 Informasi dalam Pagu Indikatif (Miliar Rupiah)
No
1
Kementerian Negara/Lembaga (K/L)
Program
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Program Pendidikan Tinggi
2.000
Program Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Kementerian Dikbud
Rupiah Murni
Sub total 2
Kementerian Kesehatan
Sumber Dana
dst
PNBP dan BLU
Jumlah
Pinja man Luar Negeri
Hibah Luar Negeri
500
100
50
2.650
1.000
15
0
20
1.035
3.000
515
100
70
3.685
Penyusunan Pagu Indikatif
Yang menarik atau ingin diketahui bukan pada besaran anggaran untuk tiap program tetapi bagaimana proses penentuan atau penetapan besaran anggaran tersebut dilakukan. Jika menunjuk tabel di atas, bagaimana proyeksi anggaran untuk Program Pendidikan Tinggi tersebut sebesar Rp2.650 miliar, bukan Rp1.000 miliar; pertimbangan apa yang melatarbelakangi penentuan angka tersebut. Jawaban atas pertanyaan tersebut akan terjawab melalui pemahaman atas proses penyusunan pagu indikatif sebagaimana gambaran prosesnya yang terdiri dari beberapa tahapan penting berikut ini (Gambar 2.1).
Dalam kaitannya dengan pembahasan tiap-tiap subbagian, uraian penjelasannya mengacu pada proses penyusunan pagu indikatif sebagaimana Gambar 2.1. Namun demikian, proses pada evaluasi angka dasar dan penyusunan inisiatif baru dimaksud disatukan dalam pembahasan, mengingat materi yang disajikan sama. Pembedanya hanya peran dari Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
27
Penyusunan Pagu Indikatif
masing-masing pihak (K/L, Kementerian PPN, dan Kementerian Keuangan) sesuai tugas dan fungsinya. Oleh karena itu, penyajian subbagian dalam bab ini merupakan perpaduan berdasarkan topik dan proses sehingga menjadi: Penetapan Arah Kebijakan dan Prioritas Pembangunan Nasional; Evaluasi Angka Dasar dan Penyusunan Rencana Inisiatif Baru; Pra-trilateral Meeting; Penyusunan Perkiraan Kapasitas Fiskal; dan Penetapan Pagu Indikatif. Penetapan Arah Kebijakan dan Prioritas Pembangunan Nasional Penyusunan APBN untuk tahun yang direncanakan diawali dengan penetapan arah kebijakan dan prioritas pembangunan nasional oleh Presiden berdasarkan hasil evaluasi kebijakan berjalan (Pasal 7 ayat 1, Peraturan Pemerintah nomor 90 tahun 2010 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga). Penetapan Arah Kebijakan ini dilakukan pada bulan Januari. Berdasarkan Pasal 1 ayat (5) masih dalam Peraturan Pemerintah nomor 90 tahun 2010, arah kebijakan adalah penjabaran urusan pemerintahan dan/atau prioritas pembangungan sesuai dengan visi dan misi Presiden yang rumusannya mencerminkan bidang urusan tertentu dalam pemerintahan yang menjadi tanggung jawab kementerian negara/lembaga. Oleh karena itu, arah kebijakan ini berisi satu atau beberapa program untuk mencapai sasaran strategis penyelenggaraan pemerintahan dan Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
28
Penyusunan Pagu Indikatif
pembangunan dengan indikator kinerja yang terukur. Selain itu, penetapan arah kebijakan ini juga menjadi dasar penyusunan kebijakan fiskal dalam RAPBN untuk pembicaraan pendahuluan antara Pemerintah dengan DPR. Penyusunan konsep arah kebijakan untuk tahun anggaran yang direncanakan dimulai sejak bulan November dua tahun sebelum tahun anggaran berjalan (tahun t-2). Misalnya, untuk arah kebijakan tahun anggaran 2014, maka penyusunan konsep arah kebijakan dimulai sejak bulan November 2012 sehingga dapat disampaikan oleh Presiden pada bulan Januari 2013. Dengan demikian, arahan tersebut didasarkan pada berbagai kondisi dan kebijakan yang terjadi di tahun 2012 dengan rencana di tahun 2013. Menteri Keuangan khususnya Direktorat Jenderal Anggaran memegang peranan penting dalam menyusun usulan konsep arah kebijakan tersebut. Kegiatan penyusunan konsep arah kebijakan diawali dengan inventarisasi berbagai arahan Presiden pada berbagai forum melalui berbagai dokumen risalah sidang kabinet, rapat terbatas, retreat, atau acara rapat pimpinan lainnya. Selanjutnya, rumusan arahan tersebut digunakan sebagai bahan acuan dan pertimbangan dalam penyusunan usulan arah, prioritas, dan kebijakan tahunan yang direncanakan dalam RAPBN. Berdasarkan bahan-bahan yang dikumpulkan melalui inventarisasi dan klasifikasi arahan menurut tema dan bidang, Ditjen Anggaran memformulasikan konsep usulan arah kebijakan kepada Kementerian Keuangan. Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
29
Penyusunan Pagu Indikatif
Selanjutnya, Menteri Keuangan menyampaikan usulan arah kebijakan kepada Presiden yang nantinya merupakan bahan acuan untuk kebijakan umum RAPBN dalam sidang kabinet tentang persiapan penyusunan RAPBN tahun yang direncanakan. Tahapan penyusunan Arah Kebijakan beserta Pemangku Kepentingan dan output-nya dideskripsikan dalam Tabel 2.2. Tabel 2.2 Penetapan Arah Kebijakan No. 1.
Kegiatan
Output
Penyusunan Konsep Usulan Arahan Presiden untuk RAPBN tahun t+1:
Usulan arahan Presiden, kebijakan fiskal dan prioritas pembanguna n RAPBN
Disampaikan kepada Menteri Keuangan
a. Inventarisasi bahan arahan Presiden dari risalah sidang kabinet/rapat terbatas/retreat/ acara rapim lainnya
Hasil kesepakatan Konsep Arahan Presiden
Dipaparkan di Ditjen dalam Rapim DJA pada bulan November tahun t-2
Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
30
Keterangan
Penyusunan Pagu Indikatif
b. Klasifikasi arahan presiden menurut tema/bidang
Usulan tema RKP, Tema Kebijakan Fiskal, Strategi Kebijakan Fiskal dan Prioritas Aksi per Bidang
c. Formulasi konsep usulan arahan Presiden, kebijakan fiskal dan prioritas pembangunan nasional
Konsep usulan arahan Presiden RAPBN tahun t sebagai bahan acuan untuk Kebijakan umum RAPBN tahun t+1
Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
31
Disampaikan Kepada Menteri Keuangan untuk selanjutnya diusulkan dalam kesempatan sidang kabinet dan forum setingkat lainnya.
Penyusunan Pagu Indikatif
2.
Surat Menteri Keuangan tentang usulan arah kebijakan fiskal dan prioritas pembangunan nasional
Usulan arah kebijakan fiskal dan prioritas pembanguna n nasional.
Disampaikan kepada Presiden melalui Menko Perekonomian dan Wapres di bulan Januari
Apabila melihat materi dari arahan kebijakan Presiden, arahan dimaksud pada dasarnya merupakan cikal-bakal kebijakan fiskal untuk RAPBN tahun yang direncanakan dan untuk pertama kali dikomunikasikan dengan DPR dalam Pembicaraan Pendahuluan melalui Kebijakan Ekonomi Makro (KEM) dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (PPKF). Evaluasi Angka Dasar dan Penyusunan Rencana Inisiatif Baru Tahap penting dalam proses penyusunan anggaran belanja K/L adalah K/L melakukan evaluasi dan menyampaikan atas angka dasar dan mengusulkan adanya inisiatif baru (jika ada). Untuk selanjutnya, berdasarkan evaluasi K/L tersebut, Kementerian Keuangan dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN) melakukan evaluasi/menetapkan angka dasar dan menilai usulan inisiatif baru yang diajukan oleh K/L.
Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
32
Penyusunan Pagu Indikatif
Pada dasarnya antara substansi kegiatan yang dilakukan oleh K/L dan kegiatan yang dilakukan oleh Kementerian Keuangan beserta Kementerian PPN dalam rangka evaluasi (review) angka dasar dan usulan inisiatif baru adalah hal yang sama. Yang membedakan adalah masalah kewenangannya (K/L mengusulkan; Kementerian Keuangan dan Kementerian PPN menilai/menetapkan). Evaluasi (review) angka dasar dan inisiatif baru merupakan mekanisme atau cara kerja dari salah satu pendekatan dalam penganggaran, yaitu Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM). Mengingat sebagai suatu mekanisme atau cara, tentunya pemahaman atas cara ini harus didahului dengan pemahaman mengenai KPJM itu sendiri. Salah satunya adalah landasan konseptual yang membentuk pendekatan KPJM. Box 2.1 Penganggaran dalam Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) Pengertian pendekatan KPJM adalah pendekatan penganggaran berdasarkan kebijakan. Artinya, pengambilan keputusan terhadap kebijakan tersebut harus mempertimbangkan dampak anggarannya dalam perspektif lebih dari satu tahun anggaran. Implikasi biaya atau anggaran atas keputusan tersebut dituangkan dalam besaran angka prakiraan maju. Pengertian KPJM tersebut di atas menunjukkan bahwa ada 2 (dua) hal pokok terkait dengan penerapannya: kredibilitas kebijakan yang tinggi dan kebijakan fiskal yang handal. Kredibilitas kebijakan yang tinggi dapat tercapai apabila K/L mempunyai fleksibilitas dalam penentuan kebijakan dan Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
33
Penyusunan Pagu Indikatif
prioritasnya. Pada saat yang bersamaan K/L mempunyai informasi mengenai sumber daya yang tersedia. Informasi atas ketersediaan sumber daya tersebut dimaksudkan untuk mengurangi ketidakpastian penyediaan dana di masa yang akan datang, serta untuk membiayai berbagai kebijakan baru dengan memperhitungkan implikasi kebijakan baru terhadap kesinambungan fiskal. Dengan demikian K/L dapat memusatkan perhatian pada kebijakan yang dapat dibiayai, dan pada akhirnya disiplin fiskal terjaga. Berikut ini adalah contoh keberhasilan penerapan KPJM di 2 (dua) negara dalam mendukung disiplin fiskal yang pada gilirannya mendukung adanya kesinambungan fiskal (fiscal sustainability). Defisit anggaran belanja negara Swedia setelah penerapan KPJM dalam proses penganggarannya mengalami perubahan yang mendasar (significant), semula defisit 10,8 % dari Product Domestic Bruto, menjadi surplus 4,8 % pada tahun 2001. Investasi pemerintah Inggris mengalami peningkatan secara significant dari 20 miliar pounds pada tahun 1997, menjadi 31 miliar pounds pada tahun 2003 setelah penerapan KPJM. Bagaimana penerapan KPJM dalam sistem penganggaran di Indonesia? Penerapan KPJM di Indonesia sampai dengan tahun anggaran 2009 masih sebatas himbauan agar K/L mengisi pada kolom-kolom dalam dokumen penganggaran (RKA-K/L). Seandainya kolom-kolom yang terkait dengan KPJM sudah diisi, masih perlu diuji lebih lanjut apakah pengisian kolom KPJM tersebut dapat digunakan sebagai acuan dalam penyusunan alokasi anggaran pada tahun sesudah tahun anggaran yang direncanakan. Hal ini dapat dimaklumi karena Kementerian Keuangan belum dapat menyampaikan prakiraan anggaran untuk jangka menengah (Medium Term Budget Framework)
Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
34
Penyusunan Pagu Indikatif
kepada K/L sebagai batasan anggaran (budget constrain) pada masing-masing program/kegiatan yang akan dilaksanakan K/L pada tahun-tahun mendatang melalui prakiraan kedepan (forward estimate), baik dari sisi capaian kinerja maupun anggaran.
Hal pertama berkaitan dengan pengertian KPJM. KPJM atau Medium Term Expenditure Framework (MTEF) ialah pendekatan penganggaran berdasarkan kebijakan dengan pengambilan keputusan yang m enimbulkan implikasi anggaran dalam jangka waktu lebih dari satu tahun anggaran. Kebijakan dalam konteks sistem penganggaran tersebut melekat pada output yang dihasilkan oleh kegiatan. Hal kedua berupa tujuan dari penerapan KPJM. Tujuan penerapan KPJM mencakup beberapa hal sebagai berikut. 1. Pengalokasian sumber daya anggaran yang lebih efisien (allocative efficiency) mengingat telah mempertimbangkan pilihan penggunaan sumber daya yang lebih ekonomis. 2. Peningkatan kualitas perencanaan penganggaran (to improve quality of planning) dengan memasukkan pertimbangan mengenai kesinambungan pencapaian target dan ketersediaan anggaran. 3. Lebih fokus terhadap pilihan kebijakan prioritas (best policy option) karena memperbaiki alokasi pendanaan yang sesuai dengan urutan penting-tidaknya dari target yang hendak dicapai. Disamping itu juga, ada kepastian
Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
35
Penyusunan Pagu Indikatif
akan alokasi anggaran, apalagi jika kebutuhannya bersifat multiyears. 4. Meningkatkan disiplin fiskal (fiscal discipline) karena memberi batasan (hard budget constraint) dalam hal usulan anggaran. 5. Menjamin adanya kesinambungan fiskal (fiscal sustainability) karena meningkatkan keseimbangan makroekonomi dengan mengembangkan kerangka ketersediaan dana yang konsisten dan realistis. Hal ketiga adalah mengenai landasan konseptual yang mendasari pemikiran pendekatan KPJM. Dari sisi konsep pemikiran, ada lima hal mendasar yang membentuk konsep KPJM ini: anggaran bergulir (rolling budget); angka dasar; penyesuaian angka dasar; parameter; tambahan anggaran bagi kebijakan baru. Masing-masing kerangka pemikiran pembentuk konsep KPJM akan dijelaskan lebih lanjut. Anggaran bergulir (rolling budget) sebagai suatu praktik yang lazim di sektor privat atau perusahaan swasta. Istilah ini juga berkaitan dengan sifat yang berkesinambungan dari suatu anggaran. Secara bebas, pengertian anggaran bergulir adalah menggabungkan perubahan dari periode tahun anggaran sebelumnya ke periode anggaran tahun yang direncanakan. Anggaran bergulir ini mempertimbangkan perubahan yang akan terjadi selama periode proyeksi. Anggaran bergulir tidak memerlukan sumber daya banyak (dari sisi usaha, waktu, dan dana) dalam proses perencanaan anggarannya. Yang diperlukan ialah penggabungan perubahan dari periode sebelumnya. Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
36
Penyusunan Pagu Indikatif
Dengan demikian, penyusunan proyeksi anggaran untuk tahun yang direncanakan lebih menghemat biaya dan waktu. Intinya, perencana anggaran tidak perlu lagi menyusun proyeksi anggaran pada tahun yang direncanakan memulai lagi dari nol. Contohnya adalah output Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dalam Kegiatan Peningkatan Akses Pendidikan Dasar. Dalam proses perencanaan untuk menghasilkan besaran anggaran belanja BOS pada tahun yang direncanakan (2015), perencana memperhatikan kebijakan BOS pada tahun berjalan sebagai angka dasar (2014). Misal, terdapat 1.000 siswa penerima BOS @ Rp1.000.000,00; alokasi anggaran BOS sebesar Rp1.000.000.000,00. Selanjutnya, Pemerintah berencana menaikkan BOS pada tahun 2015 untuk tiap siswa yang semula Rp1.000.000,00 menjadi 1.300.000,00 karena ada tambahan komponen berupa seragam sekolah. Jadi, proyeksi besaran anggaran belanja BOS pada tahun yang direncanakan adalah: - Angka dasar (sebagai dasar kebijakan) - Tambahan kenaikan BOS (sebagai kebijakan baru) Proyeksi anggaran BOS
Rp1.000.000.000,00 Rp 300.000.000,00 + Rp1.300.000.000,00
Konsep anggaran bergulirnya terletak pada perencana tidak lagi memikirkan berapa angka BOS pada tahun yang direncanakan mulai dari awal, seperti apa saja komponennya; berapa biaya masing-masing komponen Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
37
Penyusunan Pagu Indikatif
tersebut; apa yang dipakai sebagai dasar perhitungan masing-masing komponen. Perencana sudah mempunyai modal (dasar kebijakan) berupa angka BOS sebesar Rp1.000.000,00 per siswa/tahun dan informasi mengenai komponennya. Perencana tinggal mengakomodir adanya perubahan kebijakan tadi (tambahan komponen seragam siswa yang sebelumnya tidak ada). Intinya, perencana hanya menggulirkan kebijakan lama untuk diubah/disesuaikan menjadi kebijakan baru. Dalam hal angka dasar, sebenarnya antara landasan konseptual KPJM pertama dan kedua mempunyai substansi hampir mirip, hanya saja sudut pandangnya (angle) agak berbeda. Sudut pandang landasan konseptual pertama (anggaran bergulir) mengambil aspek kebijakan. Sementara sudut pandang kedua (angka dasar) mengambil aspek alokasi anggarannya. Sebagai contoh proyeksi anggaran BOS di atas, yang dimaksud dengan angka dasar adalah besaran alokasi anggaran Rp1.000.000.000,00. Angka ini diambil dari data alokasai anggaran kegiatan yang menghasilkan output BOS pada tahun berjalan (tahun t)1. Setelah diketahui angka dasar, perlu adanya mekanisme penyesuaian angka dasar. Dasar kebijakan yang berdampak pada penghitungan angka dasar masih mungkin mengalami perubahan atau tidak bersifat tetap dari tahun ke tahun karena dinamika kondisi yang mempengaruhinya. Dasar 1
Maksud istilah yang digunakan: tahun t-1=satu tahun sebelum tahun berjalan; tahun t=tahun berjalan; dan tahun t+1=satu tahun setelah tahun berjalan dst. Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
38
Penyusunan Pagu Indikatif
kebijakan tersebut harus dievaluasi setiap tahunnya pada saat memproyeksikan/merencanakan anggaran pada tahun direncanakan. Masih mengambil contoh anggaran belanja output BOS di atas, hasil evaluasi menemukan adanya 100 dari 1.000 siswa yang telah lulus sekolah. Hal ini berarti ada 100 orang yang harus dihapus dari target penerima BOS pada tahun yang direncanakan. Dengan kata lain, pada tahun yang direncanakan hanya ada 900 siswa saja sebagai target. Jadi, penyesuaian angka dasar adalah penyesuaian besaran angka dasar karena adanya perubahan target penerima BOS setelah ada evaluasi, semula Rp1.000.000,00 X 1.000 = Rp1.000.000.000,00 menjadi Rp1.000.000,00 X 900 = Rp900.000.000,00. Salah satu yang mengharuskan adanya penyesuaian adalah parameter. Yang dimaksud dengan parameter dalam kaitannya dengan KPJM adalah angka ataupun indeks yang dijadikan acuan dalam penghitungan angka dasar dan penyesuaiannya. Dalam contoh kasus alokasi anggaran BOS di atas, parameternya adalah besaran biaya sebesar Rp1.000.000,00 tiap siswa/tahun. Setelah diketahui angka dasar hasil penyesuaian, tentu ada pertanyaan bagaimana mendanai kebijakan baru pada tahun yang direncanakan. Oleh karena itu perlu adanya mekanisme usulan tambahan anggaran bagi kebijakan baru (new initiatives). Sekali lagi pendekatan KPJM berhubungan dengan kebijakan. Apabila ada kebijakan baru kemungkinan besar berpengaruh kepada alokasi anggaran. Oleh karena itu, Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
39
Penyusunan Pagu Indikatif
pendekatan KPJM ini memberikan peluang adanya tambahan anggaran karena adanya kebijakan baru (inisiatif baru). Misalnya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengusulkan adanya tambahan penerima BOS semula 1.000 siswa menjadi 1.500 siswa pada tahun yang direncanakan. Tentunya usulan tambahan 500 siswa sebagai target penerima BOS mempunyai dampak penambahan anggaran. Perhitungan anggaran BOS berdasarkan kebijakan ini adalah Rp1.000.000,00 X 1.500 = Rp1.500.000.000,00 dengan rincian Rp1.000.000.000,00 merupakan angka dasar dan Rp500.000.000,00 merupakan tambahan anggaran sebagai inisiatif baru. Jadi berdasarkan contoh kasus di atas, yang dimaksud dengan angka dasar ialah indikasi awal (ancar-ancar) kebutuhan anggaran yang harus disediakan untuk melaksanakan program/kegiatan sesuai kebijakan Pemerintah dengan target kinerja tertentu yang telah ditetapkan. Meskipun demikian, istilah angka dasar ini banyak dipakai dalam berbagai konteks, seperti dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional, Rencana Kerja Pemerintah, Rencana Pendapatan dan Belanja Negara, serta Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-K/L). Dalam pembahasan bahan pembelajaran ini, angka dasar dimaksud merujuk pada istilah yang digunakan dalam dokumen RKA-K/L yaitu angka dasar dalam tahun yang direncanakan dan 3 tahun berikutnya dari tahun yang direncanakan.
Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
40
Penyusunan Pagu Indikatif
Mekanisme penerapan angka dasar dan inisiatif baru sebagai bagian dari kerangka berpikir KPJM dalam proses penganggaran dapat dijelaskan berdasarkan Gambar 2.2. Ada dua bagian dalam diagram tersebut. Bagian atas menjelaskan mengenai dampak suatu kebijakan terhadap implikasi pendanaan atau anggarannya. Jika kita menghitung proyeksi besaran anggaran belanja dari suatu kebijakan pada tahun yang direncanakan (termasuk besaran angka prakiraan majunya), ada pertanyaan mendasar yang menjadi perhatian, yaitu status kebijakan yang sedang berjalan: apakah masih dilanjutkan pada tahun yang direncanakan; apakah kebijakan tersebut selamanya dilaksanakan sepanjang berdirinya organisasi; atau kapan kebijakan tersebut selesai atau berhenti. Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
41
Penyusunan Pagu Indikatif
Diagram tersebut mengandaikan bahwa ada kebijakan pada tahun anggaran yang sedang berjalan (2011). Selanjutnya, kebijakan tersebut dilanjutkan pada tahun yang direncanakan (2012) serta pada prakiraan maju 2013-2014. Bagian kedua, diagram mengenai konteks perencanaan yang berdimensi lebih dari satu tahun anggaran. Dimensi penganggaran pemerintah pusat terkait penerapan KPJM adalah 3 tahun. Satu tahun dari tahun yang berjalan adalah tahun yang direncanakan (2012). Dua tahun dari tahun yang sedang berjalan (2013-2014) adalah prakiraan maju. Dalam uraian dan penjelasan di atas, ada sedikit informasi bahwa angka dasar pada tahun yang direncanakan harus disesuaikan melalui proses evaluasi atau review. Proses review adalah melihat kembali kebijakan dan dampak anggarannya untuk digunakan sebagai dasar pengalokasain anggaran pada tahun yang direncanakan (tahun t+1) maupun proyeksi 2 tahun mendatang (tahun t+2 dan tahun t+3 yang dikenal sebagai prakiraan maju atau forward estimate). Konteks kebijakan dimaksud diletakkan dalam kerangka struktur anggaran. Untuk ini, perencana harus melihat kembali struktur anggaran sebagai sebagaimana Gambar 2.3.
Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
42
Penyusunan Pagu Indikatif
Secara umum struktur anggaran terdiri dari program yang menghasilkan outcome dan kegiatan yang menghasilkan output. Dalam rangka menghasilkan output kegiatan dimaksud, proses pencapaiannya melalui tahapan yang disebut komponen. Komponen ini ada yang bersifat utama atau penunjang. Komponen utama adalah komponen yang mempengaruhi volume output secara langsung. Sebaliknya, komponen penunjang adalah komponen yang tidak berpengaruh secara langsung kepada volume output. Letak kebijakan dalam konteks penganggaran, khususnya berkenaaan dengan penghitungan prakiraan maju berada pada tingkat output kegiatan. Karena pendekatan penganggaran KPJM ini mengacu pada kebijakan yang akan dilaksanakan pada tahun yang akan
Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
43
Penyusunan Pagu Indikatif
datang, tentunya kebijakan tersebut harus diteliti kembali. Beberapa pertanyaan yang merupakan bagian dari review angka dasar adalah apakah kebijakan yang sama akan dilaksanakan lagi; apakah kebijakan tersebut ada perubahan; apakah kebijakan lama diganti dengan kebijakan yang sama sekali baru. Dalam proses review angka dasar dimaksud, perencana wajib memperhatikan beberapa kondisi yang mempengaruhi pertimbangan dalam melakukan review berikut ini. 1. Adanya alokasi anggaran belanja pada tahun berjalan (tahun t) yang akan menjadi faktor pengurang angka dasar karena peruntukannya sebagai cadangan atau hanya ada pada tahun berjalan antara lain berupa: tambahan pagu anggaran/RAPBN yang bersumber dari hasil optimalisasi pembahasan APBN (karena perubahan postur) dengan DPR; alokasi anggaran untuk Output Cadangan; alokasi anggaran dalam belanja transito; alokasi anggaran yang berasal dari pengalihan dari Bagian Anggaran Bendaharawan Umum Negara (BA BUN dengan kode BA 999.08); alokasi anggaran untuk pembayaran tunggakan; alokasi anggaran dalam rangka penugasan. 2. Adanya tambahan biaya dan alokasi anggaran belanja pada tahun berjalan yang bersifat ‘terus-menerus’ atau ‘berlanjut’, seperti tunjangan kinerja/remunerasi K/L atau alokasi anggaran untuk multiyears project. Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
44
Penyusunan Pagu Indikatif
3. Realisasi penyerapan anggaran belanja K/L tahun t-1 dan realisasi output untuk masing-masing program/kegiatan sebagai bahan pertimbangan penyesuaian besaran alokasi anggarannya. 4. Adanya deviasi lebih dari 10% dari alokasi anggaran tahun berjalan (tahun t) dalam dokumen RKA-K/L yang mengindikasikan adanya perubahan kebijakan sehingga perlu diteliti atau memang ada kesalahan pencantuman target output/alokasi anggaran. Pada akhirnya review angka dasar menghasilkan proyeksi besaran anggaran untuk suatu output kegiatan pada tahun t+1 (tahun yang direncanakan) dan angka prakiraan maju beberapa tahun ke depan (tahun t+2 dan tahun t+3). Untuk lebih mudahnya, contoh berikut ini akan memberikan gambaran. Misal, Pagu Anggaran K/L tahun anggaran 2011 (sebagai tahun t+1) telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan untuk tiap-tiap K/L yang terinci sampai dengan program. Tugas kementerian (c.q. Bagian Perencanaan tiaptiap unit eselon I) meneliti kembali angka prakiraan maju dari program, kegiatan sampai dengan output yang ada dalam dokumen RKA-K/L tahun t (2010). Penelitian ini dilakukan untuk mendapat umpan balik berupa informasi: adakah output-ouput kegiatan masih terus dilaksanakan pada tahun t+1 (berlanjut dan diberi tanda on atau berhenti dan diberi tanda off). Hasil penelitian tersebut berupa program, kegiatan, dan output yang masih berlanjut atau masih dilaksanakan pada tahun t+1.
Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
45
Penyusunan Pagu Indikatif
Langkah berikutnya adalah proses penghitungan anggaran biaya dari output kegiatan (costing process). Dalam proses ini, urutan langkahnya berikut ini. Pertama, perencana mempertimbangkan seberapa prioritas output kegiatan tersebut. Salah satu urutan prioritas ini adalah kebutuhan dasar terkait dengan running cost, tunggakan, multi year contract. Dalam penghitungan ini semua biaya yang mendasar harus terpenuhi. Running cost anggaran yang sifatnya rutin dianggarkan seperti belanja gaji dan operasional perkantoran. Sedangkan tunggakan adalah berkaitan dengan kewajiban yang harus dibayar oleh Pemerintah c.q. K/L yang bersangkutan, seperti tunggakan langganan daya (listrik, air, atau telepon). Sedangkan dalam hal multi year contract, ini merupakan komitmen K/L dalam menyediakan anggaran atas kegiatan yang batas penyelesaiannya lebih dari 12 bulan. Kedua, perencana mengkaitkan dengan biaya riil yang berlaku sekarang atau standar biaya yang berlaku pada tahun t+1 untuk menghasilkan output kegiatan. Dari hasil costing process di atas, Perencana melakukan penghitungan kembali (penyesuaian) dengan melihat parameter (yang telah ditetapkan untuk tahun t+1 dan terkait) dan menggunakannya dalam penghitungan. Hasilnya berupa besaran angka dasar untuk suatu output kegiatan pada tahun t+1. Angka dasar tersebut juga merupakan bahan dalam melakukan penghitungan angka yang akan dimasukkan dalam kolom prakiraan maju (tahun t+2 dan tahun t+3). Untuk memasukkan angka dalam Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
46
Penyusunan Pagu Indikatif
kolom prakiraan maju, perencana harus melihat parameter yang ditetapkan untuk tahun t+2 dan tahun t+3 dan terkait dengan output dan target-target capaian dari output tersebut (apabila ada). Untuk melengkapi penjelasan ini, Gambar 2.5 di bawah ini diharapkan membantu pemahaman para perencana. Dimana kedudukan Kementerian Keuangan c.q. Ditjen Anggaran (selanjutnya disebut Ditjen Anggaran) dalam Gambar 2.5 tersebut? Tentu saja, Ditjen Anggaran sesuai dengan tugas dan kewenangannya adalah meneliti ulang atau menilai kembali usulan alokasi anggaran atas output kegiatan dari K/L. Caranya sama dengan yang dilakukan oleh para perencana anggaran K/L. Misalnya, Ditjen Anggaran menanyakan, apakah kebutuhan mendasar telah dialokasikan. Jika benar, Ditjen Anggaran mengkalkulasi dengan parameter yang digunakan pada tahun t+1. Parameter ini ada yang bersifat ekonomi dan nonekonomi. Bersifat ekonomi jika berkaitan dengan perhitungan dengan rincian dan mempunyai dampak langsung kepada output kegiatan. Untuk parameter nonekonomi, parameter merupakan suatu kebijakan umum seperti inflasi atau kurs. Contoh, anggaran BOS kepada siswa merupakan parameter ekonomi. Bila ditemukan adanya kesalahan penghitungan biaya karena kesalahan menerapkan review angka dasar, Ditjen Anggaran mencoret besaran anggaran biaya tersebut dan memperbaiki penghitungannya. Dampak penilaian ulang tersebut dapat berupa perubahan alokasi anggaran atas
Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
47
Penyusunan Pagu Indikatif
pencapaian output kegiatan baik pada tahun t+1 atau untuk prakiraan maju (tahun t+2 dan tahun t=3). Contoh, hasil penelitian ulang tersebut kadang menemukan adanya output kegiatan yang seharusnya ‘off’ tapi dilabeli dengan ‘on’ ( ini harus dicoret). Bila sudah bersih dari output yang seharusnya ‘off’, fokus Ditjen Anggaran selanjutnya adalah mendalami rincian biaya dari output yang sifatnya ‘on’ ini (langkah nomor 2 pada Gambar 2.4).
Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
48
Penyusunan Pagu Indikatif
BOKS 2.2 Angka Dasar Tahun 2015 Dalam rangka penyusunan angka dasar tahun 2015 (sebagai tahun t+1 atau tahun yang direncanakan) yang disusun pada tahun 2014, ada empat kebutuhan anggaran yang diberi label angka dasar belanja K/L yang terinci di bawah ini: 1. Rutin Penyelenggaran Pemerintahan antara lain berupa: -
gaji pokok dan tunjangan yang melekat pada gaji antara lain uang makan, lembur, tunjangan kinerja, tunjangan beras, tunjangan pajak dan sejenisnya.
-
langganan listrik, telepon, air; pemeliharaan gedung, kendaraan, inventaris; perjalanan dinas tetap, dll.
2. Rutin Pelayanan Umum -
BOS, BOK, Kesehatan Dasar, Lansia, Jaminan & Perlindungan Sosial Dasar, Pemeliharaan Jalan, Jembatan, Infrastruktur Dasar
-
Operasional keamanan, ketertiban, LP
3. Amanat Peraturan Perundangan (Mandatory Spending) -
BPJS, Anggaran Pendidikan, Kesehatan, Target RPJP, Multi Years Contract (MYC)
4. Sangat Urgent -
Tagihan/tunggakan, inkracht, yang penundaannya menimbulkan dampak fiskal yang besar
Tabel berikut ini merupakan gambaran hasil identifikasi angka dasar pada tahun 2015.
Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
49
Penyusunan Pagu Indikatif
No
Uraian
Keterangan
A
BASELINE
1
Belanja Pegawai Operasional (komp 001) sebesar Rp xxx.xxx,xx miliar Termasuk telah menampung : kebutuhan Tunj. Kinerja 27 K/L (2013) dan 25 K/L (2014) pengadaan pegawai baru yg gaji dibayarkan Jan 2014 Pansel Hakim dan sejenisnya Tunggakan Tunjangan Profesi Guru (TPG), TPG yang lulus sertifikasi (NRG) 2014 Kebutuhan gaji & tunjangan yang terkait perpanjangan masa pensiun PNS Penambahan pegawai yang sudah definitif (sudah dibayarkan gajinya di TA 2014) Accress dan kenaikan gaji di TA 2014
2
Belanja Barang (komponen 002) xxx.xxx,xx miliar
Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
50
Operasional sebesar Rp
Tidak termasuk atau belum menampung • Kebutuhan tunjangan kinerja untuk K/L yang baru akan mendapat tunjangan kinerja di TA 2014 • Rencana penerimaan pegawai di TA 2015, • Accress dan kenaikan gaji di TA 2015
Penyusunan Pagu Indikatif
Termasuk telah menampung anggaran operasional untuk kegiatan/kebijakan yang dilakukan di 2014 dan berdampak di tahun 2015 atau berkesinambungan, (al.pembukaan kantor baru 2014, perubahan neto Barang Milik Negara tahun 2014) 3
Tidak termasuk atau belum menampung Tunggakan pembayaran
Belanja Non Operasional sebesar Rp xxx.xxx,xx miliar Termasuk telah menampung :
Tidak termasuk :
kebutuhan anggaran pelaksanaan tugas-fungsi
untuk
Program /kegiatan prioritas nasional/bidang al. PBI, MEF, P4S, PNPM, Double2 track, rehab/rekon bencana Multy Year Contract (MYC) cost table 2015 Antisipasi terhadap /peraturan al. UU Desa
Kebijakan
Telah memperhitungkan (mengurangi) kegiatan di 2014 sebesar Rp xxx.xxx,xx miliar : • Rupiah Murni pendamping untuk PLN closed 2014
Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
51
• lanjutan kegiatan direktif presiden diluar Inpres P4B • kebijakan baru • Kegiatan yang dibiayai dari dana optimalisasi 2014
Penyusunan Pagu Indikatif
• Kegiatan adhoc (al. dukungan untuk pelaksanaan Pemilu 2014, SEA/ASEAN Games, MYC TA 2014 tahun terakhir) • Pengalihan kegiatan Dekon/Tugas Pembantuan ke Dana Alokasi Khusus • pembayaran tunggakan • Kegiatan 2014 yg tidak dilaksanakan a.l. loopline B
dapat
BEBERAPA PROGRAM/KEGIATAN YANG PENDANAANNYA SUDAH TERMASUK BASELINE 2015 1) Bantuan Operasional Sekolah, TPG Non Pegawai Negeri Sipil (Non PNS) 2) Biaya Operasional Perguruan Tinggi Negeri, TPG Non PNS, BOP Pendidikan Anak Usia Dini 3) Multy Years Contrac Proyek 4) Penerima Bantuan Iuran BPJS
Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
52
Penyusunan Pagu Indikatif
Gambar 2.5 Kedudukan Trilateral Meeting Pra Trilateral Meeting Sebagaimana dijelaskan pada bahasan awal bahwa di antara tahapan evaluasi yang dilakukan K/L pada satu sisi dan Kementerian PPN beserta Kementerian Keuangan pada sisi yang lain terdapat tahapan Pra Trilateral Meeting. Tahapan ini dimunculkan pada proses penyusunan anggaran belanja K/L tahun 2015 dan merupakan langkah awal koordinasi untuk proyeksi ketersediaan anggaran dan penetapan pagu indikatif nantinya. Untuk lebih jelasnya, Tabel 2.3 menjelaskan posisi tahapan Pra Trilateral Meeting dalam proses penyusunan Pagu Indikatif tahun 2015. Hasil koordinasi dalam Pra Trilateral Meeting akan menjadi bahan bagi Kementerian Keuangan c.q. Ditjen Anggaran dan Kementerian PPN/Bappenas dalam harmonisasi/sinkronisasi di dalam mekanisme penyusunan Review Baseline, termasuk dalam menyusun resource envelope, dan Pagu Indikatif 2015.
Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
53
Penyusunan Pagu Indikatif
Tabel 2.3 Pelaksanaan Trilateral Meeting TANGGAL
KEGIATAN
CATATAN
24 Februari 2014
Rapat Koordinasi antara DJAdan Bappenas
Level Eselon I
25-28 Februari 2014
PelaksanaanPraTrilateral Meeting antara K/ L, Bappenas dan Kemenkeu
Dilaksanakanuntuk seluruh K/ L PenggunaAnggaran (86 K/ L)
3 – 7 Maret 2014
Review baseline K/ L
Bappenasdan Kemenkeu
10 – 17 Maret 2014
Penyelesaian dan Bappenasdan Kemenkeu penandatanganansurat bersamaPagu Indikatif K/ L 2015
Beberapa pokok materi yang menjadi bahan diskusi dalam forum ini antara lain: penyerapan anggaran, kebutuhan anggaran atas kebijakan yang masih berjalan, serta peningkatan dan penajaman kualitas belanja K/L. Dalam hal penyerapan anggaran, beberapa pertanyaan yang harus terjawab adalah: apakah belanja K/L sudah maksimal atau belum; berapa persentase penyerapan anggaran belanja K/L; apa saja hambatan dalam penyerapan anggaran. Berkenaan dengan kebutuhan anggaran atas kebijakan yang masih berjalan (on going policy), beberapa pertanyaan mendasar berupa: apakah ada program prioritas; apakah ada direktif Presiden; berapa kebutuhan belanja operasional K/L; berapa mandatory spending yang perlu dibiayai secara optimal pada tahun t+1 (seperti anggaran pendidikan, kesehatan, atau Dana Desa). Disamping itu, forum koordinasi ini juga membicarakan upaya peningkatan dan penajaman kualitas belanja K/L, baik dari sisi efektivitas dan efisiensi alokasi. Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
54
Penyusunan Pagu Indikatif
Dengan melihat isi materi diskusi, tujuan yang diharapkan forum Pra Trilateral Meeting, tujuan antara lain berupa: 1. Meningkatkan koordinasi antara K/L, Kementerian PPN/Bappenas, dan Kementerian Keuangan dalam rangka penyusunan Resource Envelope dan Pagu Indikatif tahun t+1. 2. Menggali informasi dan evaluasi atas pelaksanaan APBN tahun t-1 dan outlook tahun t, termasuk evaluasi atas “hasil trilateral meeting” sebelumnya. 3. Memastikan penyusunan Resource Envelope dan Pagu Indikatif tahun t+1 sehingga dapat mengakomodir halhal: a. Program/Kegiatan/Ouput Prioritas Nasional yang bersifat baseline; b. Pemenuhan Biaya Operasional dan mandatory spending yang perlu dibiayai di secara optimal di TA 2015 (a.l. anggaran pendidikan, kesehatan, D/TP yang akan dialihkan ke DAK, dana desa); c. Kesesuaian dengan Sumber Dana, termasuk rekonfirmasi rencana penarikan PHLN; d. Meningkatkan penajaman kualitas belanja K/L dari sisi efektivitas dan efisiensi alokasi e. Memperoleh bahan untuk harmonisasi/sinkronisasi di dalam mekanisme review baseline. Tiap-tiap pihak (sebagaimana table 2.4) mempunyai perannya masing-masing. K/L menyampaikan hasil evaluasi atas capaian program/kegiatan prioritas tahun t-1 dan outlook tahun t, langkah-langkah perbaikan serta
Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
55
Penyusunan Pagu Indikatif
efisiensi yang dilakukan, dan indikasi program dan kebutuhan pendanaan sebagai baseline di tahun t+1. Kementerian PPN/Bappenas menyampaikan sasaran dan target pembangunan nasional yang perlu diperhatikan. Kementerian Keuangan menyampaikan outlook fiskal terkini, indikasi pendanaan yang perlu dan harus diperhitungkan sebagai baseline tahun t+1, serta hasil evaluasi atas pelaksanaan anggaran belanja K/L. Tabel 2.4 Pihak yang Terlibat Dalam Trilateral Meeting
Dalam rangka penyusunan anggaran belanja K/L tahun Peserta
Pihak Yang Terlibat
K/ L
Eselon I selaku penanggung jawab program
KemenPPN/ Bappenas
Deputi Sektoral terkait
Kemenkeu cq. DJA
DitjenAnggaran
Ket
A123 (lead), PAPBN, PNBP
2015, fokus pembahasan dalam forum Pra Trilateral Meeting antara lain: 1. Evaluasi atas kinerja dan capaian TA 2013 (tahun t-1) dan langkah perbaikan di TA 2014 (tahun t); 2. Target, sasaran dan program/kegiatan prioritas yang perlu diperhitungkan sebagai baseline di TA 2015 (tahun t+1); 3. Penyelesaian dan kelanjutan program/kegiatan prioritas yang terkait dengan direktif Presiden, kebijakan sidang kabinet, dan lain-lain 4. Identifikasi atas Pemenuhan Biaya Operasional; 5. Identifikasi kebutuhan biaya yang sifatnya insidentil dan mandatory di masing-masing K/L (contoh : seleksi Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
56
Penyusunan Pagu Indikatif
komisioner di lembaga negara, Bantuan Operasional Sekolah, Tunjangan Profesi Guru, Uang Lauk Pauk, tunggakan, inkracht, dll.) 6. Proyeksi Sumber Dana APBN 2015 (sumber dana PNBP/Badan Layanan Umum berasal dari Dit.PNBP, sementara sumber dana Pinjaman Hibah Luar Negeri/SBSN berasal dari Ditjen Pengelolaan Utang); 7. Antisipasi adanya kebutuhan atau Usulan Inisiatif Baru. Kementerian Keuangan menyusun Prakiraan Kapasitas Fiskal Output dari tahapan ini adalah Postur Sementara RAPBN, kebijakan dan parameternya yang direncanakan dalam RAPBN. Setelah memperoleh bahan mengenai proyeksi asumsi dasar ekonomi makro beserta parameternya, proyeksi pendapatan dan hibah, belanja pemerintah pusat yang terdiri dari belanja K/L dan Bendahara Umum Negara, serta pembiayaan, maka langkah selanjutnya, DJA dalam hal ini diwakili oleh Dit. P-APBN melakukan penyusunan postur RAPBN Tahun Anggaran 2014. Caranya, semua proyeksi dari mulai pendapatan sampai dengan pembiayaan disusun dalam sebuah postur I-Account. Penyusunan postur dalam tahap tersebut akan menghasilkan postur awal. Penyusunan postur tersebut bukan semata kompilasi dari hasil proyeksi yang ada pada masing-masing komponen (perpajakan, PNBP, maupun belanja). Namun penyusunan Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
57
Penyusunan Pagu Indikatif
ini berkaitan dengan pengelolaan berbagai formula yang ada dalam postur, seperti formula dampak transfer ke daerah (dana bagi hasil, dana alokasi umum, dana desa), formula dampak anggaran pendidikan, serta formula dampak keseimbangan primer terhadap defisit, pembiayaan dan sisa lebih/kurang pembiayaan (SILPA/SIKPA). Kemudian postur awal RAPBN tersebut dikomunikasikan dan dikoordinasikan dengan instansi terkait, yang meliputi tahapan kegiatan sebagai berikut: 1. Penyusunan exercise postur RAPBN dalam rangka
penyusunan kapasitas fiskal pada tingkat eselon II pada pekan kedua Februari. Dalam tahap ini, dilakukan koordinasi antara masing-masing subdirektorat di lingkungan Dit. P-APBN dengan instansi terkait yang meliputi: a. Konfirmasi mengenai defisit beserta kebijakannya dengan BKF; b. Konfirmasi mengenai asumsi dasar ekonomi makro beserta parameternya berikut kebijakannya dengan BKF, BPS, Kementerian ESDM, dan Bappenas; c. Konfirmasi mengenai pendapatan dan hibah beserta kebijakannya dengan Dit. PNBP, DJP, DJBC dan DJPU; d. Konfirmasi mengenai belanja K/L beserta kebijakannya dengan Dit. Anggaran I, II, III; e. Konfirmasi mengenai belanja Non K/L beserta kebijakannya dengan para PPA BUN; dan
Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
58
Penyusunan Pagu Indikatif
f. Konfirmasi mengenai pembiayaan beserta kebijakannya dengan BKF, DJPK, DJPU dan DJPb. 2. Postur RAPBN yang dihasilkan dari exercise di Dit. PAPBN setelah melalui tahapan konfirmasi tersebut kemudian disampaikan kepada Direktur Jenderal Anggaran pada rentang waktu yang sama, yaitu pekan kedua Februari. Pada tahap ini, Dirjen Anggaran melakukan harmonisasi kebijakan dan besaran APBN, usulan penggunaan SILPA/cara menutup SIKPA sehingga postur pada akhir tahap ini sudah tidak mengandung SILPA/SIKPA lagi. 3. Postur RAPBN hasil exercise dalam rangka penyusunan kapasitas fiskal tersebut kemudian dibahas pada forum eselon I di pekan kedua Februari, dan sekali lagi Dit. PAPBN melakukan konfirmasi mengenai hal-hal sebagai berikut: a. Konfirmasi mengenai defisit dengan BKF; b. Konfirmasi mengenai asumsi dasar ekonomi makro dengan BKF; c. Konfirmasi mengenai pendapatan dengan BKF, DJP dan DJBC; d. Konfirmasi mengenai belanja Negara dengan Dit. Anggaran I, Dit. Anggaran II, dan Dit. Anggaran III di lingkungan DJA; dan e. Konfirmasi mengenai pembiayaan dengan BKF, DJPU dan DJPb. Pada tahap ini pembahasan masih mungkin menimbulkan perubahan kebijakan dan postur proyeksi RAPBN Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
59
Penyusunan Pagu Indikatif
4. Postur ini selanjutnya disampaikan oleh Direktur
Jenderal Anggaran kepada Menteri Keuangan untuk dibahas di dalam Rapat Pimpinan antar unit eselon I yang dipimpin oleh Menteri Keuangan. Dalam kesempatan rapat pimpinan ini, dibahas juga besaran defisit yang akan dicapai. Jika defisit ditetapkan diperbesar atau diperkecil, maka dilakukan exercise kembali sebelum dibahas pada sidang kabinet. Exercise kembali yang dilakukan bisa merubah sisi pendapatan, belanja, defisit maupun pembiayaan. Tabel di bawah ini menggambarkan secara ringkas postur hasil exercise dalam rangka penyusunan kapasitas fiskal: APBN 2014 (dalam triliun rupiah) 2014
Uraian A. PENDAPATAN NEGARA
1,754,499.1
I.
PENDAPATAN DALAM NEGERI 1. PENERIMAAN PERPAJAKAN 2. PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK II. PENERIMAAN HIBAH B. BELANJA NEGARA I
Surat Res.Env ke Bappenas
1,752,649.2 1,368,908.6 383,740.6 1,849.9 1,876,991.3
Belanja Pemerintah Pusat 1. Belanja K/L
1,270,424.5 547,103.3
2. Belanja Non KL a.l Subsidi BBM, LPG & BBN II. TRANSFER KE DAERAH 1. Dana Perimbangan 2. Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian Total Anggaran Pendidikan Rasio Anggaran Pendidikan T otal (%) C. KESEIMBANGAN PRIMER
723,321.2 256,537.9 606,566.8 503,481.1 103,085.8 375.4 20.0 201.9
D. SURPLUS DEFISIT ANGGARAN (A - B) % Defisit terhadap PDB
(122,492.2) (1.19)
E. PEMBIAYAAN (I + II) I. PEMBIAYAAN DALAM NEGERI II. PEMBIAYAAN LUAR NEGERI (ne to)
122,492.2 145,209.8 (22,717.6)
KELEBIHAN/(KEKURANGAN) PEMBIAYAAN
(0.0)
Tabel 2.5 Postur Dalam Rangka Penyusunan Kapasitas Fiskal
5. Selanjutnya, Menteri Keuangan menyampaikan postur
RAPBN kepada Presiden untuk dibahas pada sidang kabinet. Sekali lagi, besaran defisit ditentukan apakah Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
60
Penyusunan Pagu Indikatif
diperbesar atau diperkecil. Jika telah ditentukan, maka Dit. P-APBN kembali melakukan exercise untuk penyusunan postur RAPBN. Hasil Sidang Kabinet tentang postur merupakan dasar penyusunan surat Menteri Keuangan ke Bappenas. Output dari tahapan ini dokumen surat Menteri Keuangan kepada Menteri PPN/Kepala Bappenas mengenai resoursce envelope pagu indikatif RAPBN. Berdasarkan postur, Dit. P-APBN menyiapkan konsep surat Direktur Jenderal Anggaran kepada Menteri Keuangan mengenai Resource Envelope/kapasitas fiskal pagu indikatif belanja K/L RAPBN tahun anggaran yang direncanakan. Konsep surat tersebut disiapkan dan disampaikan oleh Direktur Jenderal Anggaran kepada Menteri Keuangan beserta konsep surat Menteri Keuangan kepada Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas di pekan keempat Februari. Selanjutnya, konsep surat Menteri Keuangan mengenai penyampaian resource envelope/kapasitas fiskal yang telah disiapkan disampaikan kepada Menteri PPN/Kepala Bappenas pada pekan kedua di bulan Maret. Dalam surat mengenai kapasitas fiskal tersebut dijelaskan secara tegas mengenai peruntukan pagu indikatif sesuai dengan arah kebijakan dan prioritas pembangunan nasional. Selanjutnya, surat tersebut juga berisi lampiran yang terdiri dari: a. Lampiran I
Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
:
Arah Kebijakan dan Prioritas Pembangunan Nasional
61
Penyusunan Pagu Indikatif
tahun direncanakan; b. Lampiran II RAPBN direncanakan; c. Lampiran III
per d. Lampiran IV tahun e. Lampiran V Kementerian
Proyeksi tahun
:
Baseline Belanja Kementerian Negara/Lembaga tahun anggaran yang direncanakan Jenis Belanja; Proyeksi Anggaran Pendidikan anggaran yang direncanakan; Pinjaman Luar Negeri Negara/Lembaga tahun anggaran yang direncanakan; Rencana Penarikan Hibah Luar Negeri ; Surat Berharga Syariah Negara Project Based Sukuk(SBSN); Pagu Penggunaan PNBP/BLU Kementerian Negara/Lembaga anggaran yang direncanakan; Kontrak Tahun Jamak.
: :
:
g. Lampiran VII
:
h. Lampiran VIII
:
i.
:
Resource anggaran
yang
:
f. Lampiran VI
tahun Lampiran IX
anggaran
Envelope yang
Dalam rangka penyusunan surat kapasitas fiskal Menteri Keuangan kepada Menteri PPN, Dit. P-APBN juga berkoordinasi dengan Direktorat terkait di lingkungan DJA terutama: (i) Dit. PNBP untuk keandalan data-data pada Lampiran I, II, dan III; (ii) Direktorat Anggaran I, II, dan III untuk keandalan data-data pada Lampiran I, II, III, IV, V, VI, dan IX; (iii) Direktorat Harmonisasi dan Peraturan Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
62
Penyusunan Pagu Indikatif
Penganggaran (Dit. HPP) dan Direktorat Sistem Penganggaran (DSP) terkait data-data pada Lampiran I. Menteri PPN dan Menteri Keuangan Menetapkan Pagu Indikatif Output dari tahapan ini adalah surat bersama Menteri Keuangan dengan Menteri PPN/Kepala Bappenas tentang Pagu Indikatif K/L. Setelah disampaikannya surat Menteri Keuangan kepada Menteri PPN mengenai kapasitas fiskal dan kebijakan APBN, maka kegiatan selanjutnya yang harus dilakukan sesuai amanat PP 90 tahun 2010 adalah penyusunan Pagu Indikatif masing-masing K/L oleh Menteri Keuangan bersama Menteri Perencanaan, dengan memperhatikan kapasitas fiskal dan pemenuhan prioritas pembangunan nasional. Berdasarkan definisi dalam PP No. 90 tahun 2010, Pagu Indikatif adalah ancar-ancar pagu anggaran yang diberikan kepada Kementerian/Lembaga sebagai pedoman dalam penyusunan Rencana Kerja Kementerian Negara/Lembaga. Kegiatan dalam rangka penyusunan pagu indikatif diawali sejak pekan kedua atau ketiga Januari dengan dilakukannya roadshow kepada unit di lingkungan Kementerian Keuangan dan Kementerian Negara/Lembaga. Dari roadshow ini diharapkan diperoleh keluaran berupa usulan program dan belanja prioritas Kementerian Negara/Lembaga yang dapat diusulkan termasuk untuk
Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
63
Penyusunan Pagu Indikatif
inisiatif baru (new initiative). Kegiatan ini diselesaikan pada pekan kesatu Februari dengan pemangku kepentingan Direktorat Anggaran I, II, III, Direktorat P-APBN, dan Direktorat Sistem Penganggaran. Dalam periode bulan Januari dan berakhir pada pekan pertama Februari, DJA melakukan monitoring dan evaluasi kinerja pelaksanaan anggaran Kementerian Negara/Lembaga. Kegiatan ini memperhatikan prasyarat dari prioritas pembangunan nasional dan kemungkinan terdapatnya inisiatif baru dengan melakukan reviu atas baseline Kementerian/Lembaga. Kegiatan ini dilakukan oleh Direktorat Sistem Penganggaran, Direktorat Anggaran I, II, III, dan Direktorat P-APBN dengan keluaran berupa baseline belanja Kementerian Negara/Lembaga operasional dan nonoperasional. Setelah melakukan monitoring dan evaluasi, kegiatan selanjutnya adalah penyusunan usulan rancangan pagu indikatif belanja Kementerian Negara/Lembaga dalam bulan Februari sampai dengan Maret. Kegiatan ini dilaksanakan oleh Dit. Anggaran I, II, III dan Dit. P-APBN dengan beberapa Kementerian Negara/Lembaga. Dari kegiatan ini dihasilkan konsep rancangan pagu inidikatif belanja Kementerian Negara/Lembaga. Dalam rangka penyusunan usulan rancangan pagu indikatif ini, DJA juga melakukan koordinasi dengan Bappenas untuk mencapai kesimpulan hasil koordinasi tentang pagu indikatif RAPBN tahun anggaran yang direncanakan. Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
64
Penyusunan Pagu Indikatif
Koordinasi ini dilakukan pada pekan kedua dan ketiga Februari dimana DJA diwakili oleh Dit. P-APBN dan Dit. Sistem Penganggaran. Selanjutnya, diselenggarakan rapat pimpinan Kementerian Negara/Lembaga membahas resource envelope untuk pagu indikatif dan rancangan kebijakan RAPBN tahun anggaran yang direncanakan. Rapat pimpinan dilaksanakan pada pekan kedua Februari dan melibatkan Dit. P-APBN, Dit.PNBP, Dit. Anggaran I, II, III, Dit. HPP dan Dit. Sistem Penganggaran. Keluarannya berupa keputusan rapat pimpinan tentang resource envelope untuk pagu indikatif dan rancangan kebijakan RAPBN tahun anggaran yang direncanakan. Dalam rapim ini dilakukan penyusunan bahan paparan Menteri Keuangan oleh Dit. P-APBN serta penyusunan draft Surat Edaran Bersama (SEB) dengan Bappenas tentang Pagu Indikatif RAPBN tahun yang direncanakan. Penyusunan draft SEB juga melibatkan Dit. P-APBN, Dit.PNBP, Dit. Anggaran I, II, III, Dit. HPP dan Dit. Sistem Penganggaran dengan dikoordinir oleh Dit. P-APBN. Keputusan rapim berupa resource envelope untuk pagu indikatif dan rancangan RAPBN tahun anggaran yang direncanakan kemudian disampaikan Menteri Keuangan kepada Menteri Koordinator Perekonomian dan Wakil Presiden. Kegiatan ini menghasilkan keluaran berupa paparan Menteri Keuangan dan dijadwalkan dilaksanakan pada pekan ketiga Februari. Bahan paparan Menteri Keuangan disiapkan oleh Dit. P-APBN yang melakukan
Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
65
Penyusunan Pagu Indikatif
koordinasi dengan Dit. PNBP, Dit Anggaran I, II, III, Dit. Sistem Penganggaran, Setjen, BKF, DJPU, dan DJPK. Sidang Kabinet untuk membahas resource envelope untuk pagu indikatif rancangan kebijakan RAPBN dilakukan pada pekan keempat Februari. Penanggung jawab kegiatan ini sama dengan sidang kabinet terbatas, yaitu Dit. P-APBN dan Pushaka. Keluaran dari kegiatan ini adalah Keputusan mengenai resource envelope dan kebijakan untuk pagu indikatif dan rancangan kebijakan RAPBN tahun anggaran yang direncanakan. Setelah Menteri Keuangan menyampaikan surat tentang resource envelope untuk pagu indikatif belanja Kementerian Negara/Lembaga dan rancangan kebijakan belanja Pemerintah Pusat RAPBN tahun anggaran yang direncanakan kepada Menteri PPN/Kepala Bappenas pada pekan kedua Maret, dilaksanakan rapat koordinasi pembangunan pemerintah pusat (Rakorbangpus) pada akhir Maret. Penanggung Jawab kegiatan ini adalah Bappenas. Dalam Rakorbangpus ini Dit. P-APBN menyiapkan bahan paparan Menteri Keuangan berupa arahan mengenai kebijakan Pemerintah Pusat dan Dit Anggaran I, II, III menyiapkan bahan paparan Direktur Jenderal Anggaran tentang kebijakan belanja Kementerian Negara/Lembaga. Langkah selanjutnya adalah penetapan Pagu Indikatif RAPBN tahun anggaran yang direncanakan melalui Surat Bersama Menteri Keuangan dan Menteri PPN/Kepala Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
66
Penyusunan Pagu Indikatif
Bappenas yang untuk RAPBN TA 2014 dilakukan pada tanggal 5 April 2013. Pagu indikatif ini dirinci menurut organisasi, program, kegiatan, dan indikasi pendanaan untuk mendukung arah kebijakan yang telah ditetapkan oleh Presiden. Surat yang ditandatangani Menteri Keuangan bersama Menteri Perencanaan mengenai Pagu Indikatif yang sudah ditetapkan tersebut disertai dengan prioritas pembangunan nasional yang dituangkan dalam rancangan awal RKP dan disampaikan kepada Kementerian Negara/Lembaga. Setelah penetapan Surat Bersama, diselenggarakan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional yang dikoordinir oleh Bappenas di Bulan April. Pada kesempatan ini, Menteri Keuangan memberikan arahan tentang Kebijakan Belanja Negara. Bahan paparan Menteri Keuangan tersebut disiapkan oleh Dit P-APBN. Selanjutnya, menyusuli penetapan Surat Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) tentang Pagu Indikatif dan Rancangan Awal RKP, dilakukan trilateral meeting antara Kementerian Negara PPN/Bappenas, Kementerian Keuangan (Direktorat Jenderal Anggaran/DJA) dan K/L. Trilateral meeting dilakukan untuk menyelaraskan program dan kegiatan prioritas serta pagu indikatif K/L untuk Tahun Anggaran yang direncanakan, dan diharapkan dapat dilakukan konsolidasi dan koordinasi sejak awal sehingga sasaransasaran pembangunan dalam koridor kebijakan fiskal dapat diwujudkan. Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
67
Penyusunan Pagu Indikatif
Materi yang dibahas dalam trilateral meeting adalah prioritas nasional, program dan kegiatan prioritas serta pendanaannya. Pembahasan akan mencakup pencapaian sasaran prioritas pembangunan nasional yang akan dituangkan dalam RKP, konsistensi kebijakan yang ada dalam dokumen perencanaan dengan dokumen penganggaran (antara RPJMN, RKP, Renja K/L dan RKAK/L ), dan komitmen bersama atas penyempurnaan yang perlu dilakukan terhadap Rancangan Awal RKP. Salah satu peran Bappenas dalam trilateral meeting adalah penyampaian kepada K/L mengenai prioritas pembangunan nasional. Prioritas pembangunan nasional dirinci ke dalam program dan kegiatan prioritas serta target sasaran yang hendak dicapai ke masing-masing K/L sesuai tugas dan fungsinya yang mengacu pada RPJMN. Kementerian Keuangan akan menyampaikan kebijakan penganggaran dengan mengacu pada kaidah penganggaran, efektifitas dan efisiensi pendanaan bagi program dan kegiatan K/L untuk jangka menengah sesuai dengan kebutuhan pendanaan K/L. Peran lain adalah menyempurnakan kebijakan anggaran yang terbagi kedalam jenis belanja dan satuan biaya yang dianggap perlu untuk disesuaikan dengan masukan yang diperoleh dalam trilateral meeting. Selanjutnya, Menteri/Pimpinan Lembaga menyampaikan Renja-K/L kepada Kementerian Perencanaan dan Kementerian Keuangan untuk bahan penyempurnaan Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
68
Penyusunan Pagu Indikatif
rancangan awal RKP dan penyusunan rincian pagu menurut unit organisasi, fungsi, dan program sebagai bagian dari bahan pembicaraan pendahuluan Rancangan APBN yang merupakan tahapan penyusunan APBN yang akan dijelaskan pada bagian selanjutnya.
Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
69
BAB 3 PENYUSUNAN PAGU ANGGARAN
Sektor-Sektor Prioritas Pembangunan Nasional
BAB 3 PENYUSUNAN PAGU ANGGARAN Hasil proses tahapan Penyusunan Pagu Anggaran K/L (selanjutnya disebut Pagu Anggaran) berupa alokasi anggaran untuk tiap-tiap bagian anggaran, termasuk Bagian Anggaran Bendaharawan Umum Negara (BUN). Dalam perjalanan menuju Pagu Anggaran, terdapat proses perencanaan yang berisikan substansi program dan kegiatan yang akan dilaksanakan pada tahun t+1. Secara garis besar titik-titik penting dalam proses penyusunan pagu anggaran K/L sebagaimana Gambar 3.1.
Penyusunan Pagu Anggaran
Tentunya, tahapan Penyusunan Pagu Anggaran ini sangat erat dengan hasil tahapan Penyusunan Pagu Indikatif yang telah diuraikan pada bab sebelumnya. Apa yang membedakan antara kedua tahapan (Tahapan Penyusunan Pagu Indikatif dan Tahapan Penyusunan Pagu Anggaran)? Pagu Indikatif merupakan perhitungan awal atau exercise alokasi anggaran K/L dengan referensi angka berasal dari angka prakiraan maju (Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah) yang ada dalam dokumen RKAK/L dan evaluasi. Sementara Pagu Anggaran merupakan penetapan pagu alokasi anggaran K/L dengan kondisi aktual dan dinamis yang ada. Intinya, pagu alokasi anggaran K/L berdasarkan Pagu Indikatif tersebut dilihat dan diteliti kembali apakah ada kebijakan-kebijakan prioritas atau inisiatif baru yang belum diakomodir. Dalam proses menuju Pagu Anggaran K/L ini, dokumen dan istilah dalam perencanaan pembangunan nasional sangat akrab sebagai topik bahasan, yaitu Rencana Kerja (Renja) K/L dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP). Kementerian Negara/Lembaga Menyusun Rencana Kerja (Renja) Setelah K/L menerima alokasi anggaran belanja berdasarkan Pagu Indikatif dan rancangan awal Rencana Kerja Pemerintah, K/L akan menyusun Rencana Kerja K/L pada tahun t +1. Renja ini disusun oleh kementerian/lembaga yang merupakan penjabaran lebih lanjut dari RKP. Sebagai tambahan penjelasan RKP merupakan dokumen perencanaan tahunan yang Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
71
Penyusunan Pagu Anggaran
digunakan sebagai acuan dalam penyusunan RAPBN dan dasar pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan oleh Pemerintah melalui Kementerian Negara/Lembaga. RKP merupakan penjabaran dari RPJM Nasional yang memuat prioritas pembangunan, rancangan kerangka ekonomi makro yang mencakup gambaran perekonomian secara menyeluruh termasuk arah kebijakan fiskal, serta program Kementerian Negara/Lembaga, lintas Kementerian Negara/lembaga, kewilayahan dalam bentuk kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif. Rencana Kerja Kementerian Negara/Lembaga (Renja K/L) adalah dokumen perencanaan tahunan yang merupakan penjabaran dari RKP, yang akan digunakan sebagai masukan dalam penyusunan RKP. Renja-K/L memuat sasaran-sasaran yang akan dicapai oleh K/L, arah kebijakan, program, kegiatan pembangunan, dan kebutuhan pendanaannya baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah, maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat. Bagi Kementerian Negara/Lembaga yang terkait langsung dengan pencapaian Prioritas Pembangunan Nasional pada tahun tertentu, maka program dan kegiatannya harus dapat secara langsung mencerminkan pencapaian Prioritas Pembangunan Nasional yang telah ditetapkan. Sebagaimana penjelasan di bagian pembuka, perencanaan merupakan langkah awal dalam proses penganggaran. Cara perumusan dan penetapan kinerja, dalam hal ini indikator Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
72
Penyusunan Pagu Anggaran
kinerjanya juga sejalan dengan pendekatan penganggaran berbasis kinerja. Informasi yang ada di dalam dokumen Renja merupakan perencanaan yang sifatnya strategis. Yaitu, hal-hal yang mendasar yang ingin dicapai oleh unit eselon I dari suatu kementerian Negara/lembaga yang melaksanakan program. Secara nyata yang ingin diwujudkan suatu program berupa dampak positif setelah pelaksanaan suatu program. Berikut ini disajikan Gambar 3.2, mekanisme secara teknis penyusunan Renja K/L pada Program Anak Usia Dini sebagai gambaran sederhana.
Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
73
Penyusunan Pagu Anggaran
Berdasarkan arahan Presiden, Pemerintah memberi prioritas kepada usaha-usaha pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM). Salah satu pembantu Presiden yang mengurusi pembangunan SDM adalah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pendidikan. Untuk itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan merancang Program Pendidikan Anak Usia Dini dengan hasil (outcome) berupa rasio anak usia dini dengan anak usia dini yang bersekolah, 1 dibanding 3. Untuk mencapai outcome tersebut, Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sebagai penanggungjawab program, merencanakan kegiatan berupa pembangunan 5 unit sekolah baru. Harapannya, jumlah anak yang terlayani mencapai 400 anak dan indikasi dana untuk kegiatan ini sebesar Rp500 miliar. Ruang lingkup pagu indikatif yang menjadi isian dalam formulir Renja K/L hanyalah pagu anggaran belanja dalam rangka pencapaian prioritas nasional saja. Bagaimana dengan anggaran untuk kebutuhan biaya operasional dan pencapaian prioritas kementerian Negara/lembaga? Alokasi anggaran belanja secara keseluruhan dari suatu kementerian Negara/lembaga (termasuk biaya operasional) bisa kita lihat pada dokumen RKAK/L. Pertemuan Tiga Pihak (Trilateral Meeting) Pertemuan tiga pihak memperkuat keterkaitan Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
dilakukan sebagai upaya antara perencanaan dan
74
Penyusunan Pagu Anggaran
penganggaran secara nasional, yang dikoordinasikan Kementerian PPN/Bappenas dan Kementerian Keuangan, dengan perencanaan dan penganggaran yang disusun oleh setiap K/L. Pertemuan tiga pihak merupakan sebuah forum pembahasan bersama yang dilakukan antara Kementerian PPN/Bappenas, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Negara/Lembaga guna melakukan konsolidasi dan penajaman Prioritas Nasional berikut pendanaan yang diperlukan untuk melaksanakan prioritas-prioritas tersebut, yang selanjutnya akan dituangkan secara konsisten dalam RKP dan Renja K/L. Tujuan dari pelaksanaan pertemuan tiga pihak adalah untuk (1) meningkatkan koordinasi dan kesepahaman antara tiga pihak terkait dengan pencapaian sasaransasaran prioritas pembangunan nasional yang akan dituangkan dalam RKP, pokok-pokok kebijakan fiskal dan kebijakan belanja tahun anggaran bersangkutan; (2) menjaga konsistensi kebijakan pada RPJM, RKP, Renja K/L dan RKA-K/L; serta (3) mendapatkan komitmen bersama atas penyempurnaan yang perlu dilakukan terhadap rancangan awal RKP, yaitu kepastian mengenai program/kegiatan, output prioritas beserta target dan besaran anggarannya, pemenuhan biaya operasional, penuangan sumber dana, penelaahan dokumen pendukung (TOR dan RAB) khususnya untuk inisiatif baru dan merupakan kegiatan/output prioritas nasional, Identifikasi Tematik APBN, Pengalihan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan, Usulan Inisiatif Baru dan Tambahan Rupiah Murni. Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
75
Penyusunan Pagu Anggaran
Dalam pertemuan tiga pihak, dilakukan kegiatan: 1. Kementerian PPN/Bappenas dengan mengacu pada
rancangan awal RKP, menyampaikan Sasaran Prioritas Pembangunan Nasional dan Kegiatan Prioritas dengan target sasaran dan pendanaannya termasuk Inisiatif Baru yang disetujui. 2. Kementerian Keuangan, menyampaikan kebijakan anggaran yang meliputi: kebijakan di bidang belanja negara, kelompok biaya, jenis belanja, dan satuan biaya. Disamping itu, juga memberikan masukan atas kepatutan penggunaan anggaran dan pelaksanaan efisiensi yang dapat dilakukan oleh Kementerian Negara/Lembaga.
Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
76
Penyusunan Pagu Anggaran
3. Kementerian Negara/Lembaga, menyampaikan arah
kebijakan, rencana program dan kegiatan prioritas yang merupakan penjabaran dari Renstra K/L termasuk kebijakan-kebijakan baru yang belum tertampung dalam Renstra. 4. Dari pelaksanaan yang bersifat mengikat tiga pihak diharapkan menghasilkan suatu dokumen kesepakatan yang bersifat mengikat tiga pihak. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pertemuan tiga pihak adalah: a. Pagu indikatif yang telah ditetapkan melalui surat yang ditanda tangani oleh Menteri PPN/Kepala Bappenas bersama Menteri Keuangan merupakan batas atas belanja masing-masing K/L yang tidak dapat dilampaui, dan merupakan akumulasi dari angka dasar (baseline) dan inisiatif baru (New Initiatives). b. Terkait dengan Inisiatif Baru yang telah disetujui sebagaimana terlampir dalam surat Bersama Pagu Indikatif: i. Alokasi anggaran Inisiatif Baru yang sudah dialokasikan dalam Surat Bersama Menteri PPN/Kepala Bappenas dan Menteri Keuangan tidak dapat berkurang dan pemanfaatannya tidak dapat digunakan untuk membiayai kegiatan lainnya di luar yang telah disetujui; ii. K/L wajib menyusun TOR RAB dilevel Output, khusus untuk melengkapi usulan Inisiatif Baru yang telah mendapatkan alokasi sesuai
Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
77
Penyusunan Pagu Anggaran
Surat Bersama Menteri PPN/Kepala Bappenas dan Menteri Keuangan; iii. TOR dan RAB akan dibahas guna memastikan/menjamin konsistensi dan kesesuaian target kinerja serta kelayakan dan kewajaran anggarannya; iv. Dalam hal K/L tidak dapat menyampaikan TOR dan RAB pada saat trilateral meeting, maka alokasi anggaran yang telah ditetapkan akan dikurangi dari pagu anggaran K/L yang bersangkutan; v. K/L yang mendapatkan tambahan alokasi anggaran untuk inisiatif Baru berdasarkan direktif Presiden namun belum mengajukan proposal Inisiatif Baru, maka diharapkan dapat segera mengajukan proposal Inisiatif Baru sebelum ditetapkannya pagu anggaran K/L; c. Perubahan pagu antar program dan antar kegiatan dalam Pagu Indikatif masih dimungkinkan, sepanjang sesuai dengan pencapaian Prioritas Pembangunan Nasional d. Penambahan dan Pengurangan Kegiatan Prioritas dapat dilakukan dengan mempertimbangkan pencapaian Prioritas Pembangunan Nasional atau Kementerian Negara/Lembaga; e. Penambahan dan pengurangan keluaran Kegiatan Prioritas dapat dilakukan dengan mempertimbangkan pencapaian Prioritas
Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
78
Penyusunan Pagu Anggaran
Pembangunan Nasional atau capaian prioritas Kementerian Negara/Lembaga beserta alokasi anggarannya; f. Kebutuhan belanja pegawai dan operasional harus dipenuhi dan menjadi prioritas utama; g. Pergeseran alokasi dari Rupiah Murni menjaid PHLN atau sebaliknya tidak dapat dilakukan, demikian pula pergeseran dari Pinjaman Luar Negeri (PLN) menjadi Hibah Luar Negeri. Usulan perubahan ini dapat dilakukan pada Matriks Pembahasan dalam dokumen kesepakatan; h. Kelebihan atau kekurangan alokasi PHLN ditampung dalam Matriks Pembahasan dalam dokumen kesepakatan; i. Memberikan prioritas utama untuk kebutuhan dana pendamping PHLN yang akan diserap dan kegiatan yang disetujui sebagai multiyears. j. Pengalokasian anggaran pada program dan kegiatan harus mempertimbangkan kemampuan pelaksanaan dan penyerapan anggaran; k. Usulan penambahan pagu Kementerian Negara/Lembaga serta penggunaannya dapat disampaikan dalam Matriks Pembahasan pada dokumen kesepakatan pembahasan Pertemuan Tiga Pihak; l. Memperhatikan kewenangan pusat dan daerah. 5. Dokumen kesepakatan yang telah disetujui bersama antara Kementerian PPN/Bappenas, Kementerian Keuangan dan Kementerian Negara/Lembaga dijadikan
Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
79
Penyusunan Pagu Anggaran
dasar untuk penyusunan Renja K/L, penyempurnaan Rancangan Awal RKP 2014, dan penyusunan Pagu Anggaran. 6. Kementerian Negara/Lembaga menyampaikan Renja K/L yang telah disusun berdasarkan dokumen kesepakatan kepada Kementerian PPN/Bappenas dan kementerian Keuangan. 7. Apabila dalam Pertemuan Tiga Pihak terjadi ketidaksepakatan antara Kementerian PPN/Bappenas, kementerian Keuangan, dan Kementerian Negara/Lembaga, maka dapat dilakukan alternatif tindakan sebagai berikut: a. Butir-butir ketidaksepakatan dibahas kembali bersama-sama dengan memperhatikan prinsip musyawarah untuk mencapai mufakat. b. Butir-butir ketidaksepakatan dijadikan catatan pembahasan dalam dokumen kesepakatan pertemuan tiga pihak dan tidak perlu untuk diputuskan dalam forum ini. c. Butir-butir ketidaksepakatan yang dianggap perlu dan penting untuk diputuskan dapat dibawa dan diputuskan di tingkat yang lebih tinggi (Eselon I). Namun demikian perlu diperhatikan keterbatasan waktu yang tersedia untuk menyusun Renja K/L Seluruh catatan pembahasan yang ada dalam dokumen kesepakatan Pertemuan Tiga Pihak akan menjadi dasar pertimbangan dalam penyusunan Pagu Anggaran dan Penelaahan RKA-K/L yang akan ditetapkan oleh Kementerian Keuangan. Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
80
Penyusunan Pagu Anggaran
Penetapan Pagu Negara/Lembaga
Anggaran
Kementerian
Setelah dihasilkan pengesahan RKP dan Rancangan kebijakan APBN dari pembicaraan pendahuluan, Menteri Keuangan menyampaikan Surat Edaran mengenai pagu Anggaran Kementerian Negara/Lembaga. Sesuai dengan Pasal 9 ayat (1) PP No.90 tahun 2010, Menteri Keuangan menetapkan Pagu anggaran Kementerian Negara/Lembaga dalam rangka penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-K/L) dengan berpedoman pada kapasitas fiskal, besaran pagu indikatif, Renja-K/L dan hasil evaluasi kinerja Kementerian Negara/Lembaga. Pagu Anggaran ini disampaikan kepada setiap Kementerian Negara/Lembaga paling lambat akhir bulan Juni dan dirinci paling sedikit menurut: (a) unit organisasi; dan (b) program. Sementara itu, Menteri/Pimpinan Lembaga menyusun RKA-K/L berdasarkan: (a) Pagu Anggaran Kementerian Negara/Lembaga; (b) Renja K/L; (c) RKP hasil kesepakatan Pemerintah dan DPR dalam pembicaraan pendahuluan Rancangan APBN; dan (d) standar biaya. RKA-K/L yang disusun oleh Kementerian Negara/Lembaga termasuk menampung usulan inisiatif baru. Setelah ditelaah dalam forum penelaahan antara Kementerian Negara/Lembaga dengan Kementerian Keuangan dan Kementerian Perencanaan, RKA-K/L menjadi bahan penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang APBN.
Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
81
BAB 4 ALOKASI ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA
Sektor-Sektor Prioritas Pembangunan Nasional
BAB 4 ALOKASI ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA
Output yang dihasilkan dari tahapan ini adalah ketetapan atas RUU APBN menjadi UU APBN dan RKAKL. Wujud persetujuan DPR atas APBN berupa UU APBN. Selanjutnya persetujuan untuk tiap-tiap bagian anggaran atau K/L tercantum dalam Peraturan Presiden tentang rincian APBN tahun t+1 sebagai cerminan RKA-K/L hasil pembahasan tiap-tiap K/L dengan mitra kerjanya di DPR (Komisi).
Secara garis besar proses penetapan pagu anggaran K/L menjadi alokasi anggaran K/L terinci dalam titik-titik penting selama proses penetapan sebagaimana Gambar 4.1. Sebagai catatan, diagram tersebut diambil berdasarkan
Alokasi Anggaran Kementerian Negara/Lembaga
perspektif tahap demi tahap. Sedangkan kenyataannya, tahapan tersebut terlaksana secara simultan. Oleh karena itu, pembahasannya tidak per tahapan tetapi berdasarkan kedekatan topik. Penyusunan RKA-K/L Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-K/L) merupakan dokumen rencana keuangan tahunan bagi K/L yang disusun menurut bagian anggaran. Dalam kaitannya dengan pelaksanaan program dan kegiatan yang akan dilaksanakan pada tahun t+1, RKAK/L menjadi acuan dalam penyusunan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) yang digunakan sebagai dasar pelaksanaan anggaran. Oleh karena itu, penyusunan RKA-K/L merupakan bagian terpenting dalam penganggaran, karena menentukan efektifitas dan efisiensi pada suatu kegiatan. RKA-K/L juga merupakan dokumen tindak lanjut dari dokumen perencanaan, karena dasar dari penyusunan RKA-K/L adalah dokumen perencanaan, Renja K/L. Sebagaimana tercantum dalam Peraturan Pemerintah nomor 90 tentang Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-K/L), penyusunan RKA-K/L merupakan tanggung jawab KL sebagai Chief Operational Officer dalam pengelolaan keuangan negara. Beberapa kaidah yang harus dipenuhi dalam penyusunan dokumen rencana keuangan tahunan bagi K/L, adalah sebagi berikut:
Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
83
Alokasi Anggaran Kementerian Negara/Lembaga
1. Adanya informasi sasaran kinerja yang mencakup volume keluaran kegiatan dan indikator kinerja kegiatan yang sejalan dengan Renja K/L maupun RKP; 2. Kesesuaian dengan pagu anggaran K/L yang mencakup, baik total pagu anggaran tiap-tiap KL maupun rincian tiap sumber dananya (rupiah murni, PNBP, pinjaman/hibah luar negeri, pinjaman/hibah dalam negeri, surat berharga syariah Negara, dan Badan Layanan Umum); 3. Kelayakan anggaran dan pemenuhan ketentuan pengalokasian anggaran yang mencakup: a. Penerapan standar biaya masukan dan standar biaya keluaran dalam perincian biaya ouput kegiatan; b. Rincian biaya tersebut sesuai jenis belanja dan akun; c. Memperhatikan hal-hal yang dibatasi dalam penganggaran (perjalanan dinas, pembangunan gedung-gedung pemerintahan, atau kegiatan seminar dan rapat-rapat); d. Ketentuan pengalokasian anggaran untuk kegiatan yang didanai dari PNBP, pinjaman/hibah luar negeri, pinjaman/hibah dalam negeri, surat berharga syariah Negara, dan Badan Layanan Umum; e. Ketentuan pengalokasian anggaran untuk kontrak tahun jamak; f. Ketentuan pengalokasian anggaran yang akan diserahkan menjadi penyertaan modal negara pada BUMN; dan
Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
84
Alokasi Anggaran Kementerian Negara/Lembaga
g. Pencantuman tematik APBN pada tingkat keluaran, seperti infrastruktur, ketahanan pangan, atau anggaran pendidikan. Penyusunan dokumen RKA-K/L di atas melalui proses berjenjang dari bawah ke atas. Dimulai dari satuan kerja (Satker)/unit eselon II menyusun RKA-K/L pada tingkat unit operasional. Kemudian, RKA-K/L tersebut disampaikan kepada unit eselon I (dalam hal ini Bagian Perencanaan) untuk selanjutnya dihimpun dan diharmonisasi sebagai RKA-K/L unit eselon I. Unit eselon I menyampaikan RKA-K/L unit eselon I tersebut kepada Biro Perencanaan Sekretariat Jenderal (Setjen) yang selanjutnya menghimpun dan mengharmonisasi sebagai RKA-K/L tingkat K/L. RKA-K/L yang telah diteliti dan diharmonisasi ini disampaikan kepada Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) untuk di-review. Peran masing-masing pihak di internal K/L dalam rangka penelitian RKA-K/L sebagai berikut. Biro Perencanaan Setjen pada tingkat K/L melakukan penelitian RKA-K/L dengan cara mem-verifikasi atas kelengkapan dan kebenaran dokumen yang dipersyaratkan serta kepatuhan dalam penerapan kaidah-kaidah perencanaan penganggaran. Yang dimaksud verifikasi secara rinci mencakup: 1. Konsistensi pencantuman sasaran kinerja yang meliputi: volume keluaran dan indikator kinerja kegiatan dalam RKA-K/L harus sesuai dengan sasaran kinerja yang ada dalam Renja K/L dan RKP.
Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
85
Alokasi Anggaran Kementerian Negara/Lembaga
2. Kesesuaian total pagu dalam RKA-K/L dengan pagu anggaran K/L. 3. Kesesuaian sumber dana dalam RKA-K/L dengan sumber dana yang ditetapkan dalam pagu anggaran K/L. 4. Kepatuhan dalam pencantuman tematik APBN pada tingkat keluaran (output). 5. Kelengkapan dokumen pendukung RKA-K/L antara lain: RKA Satuan Kerja, TOR/RAB, dan dokumen pendukung terkait lainnya. Apabila ada ketidaksesuaian dalam proses penelitian tersebut, Biro Perencanaan Setjen melakukan koordinasi dengan unit eselon 1 bersangkutan dan/atau memperbaiki RKA-K/L terlebih dahulu. Selanjutnya, hasil verifikasi RKA-K/L unit eselon 1 oleh Biro Perencanaan (Setjen) K/L disampaikan kepada APIP K/L untuk di-review. Tujuan review adalah untuk memberikan keyakinan terbatas (limited assurance) dan memastikan kepatuhan penerapan kaidah-kaidah perencanaan penganggaran. Focus review dimaksud mencakup: 1. Kelayakan anggaran untuk menghasilkan sebuah keluaran 2. Kepatuhan dalam penerapan kaidah-kaidah perencanaan penganggaran, antara lain: a. Penerapan standar biaya masukan dan standar biaya keluaran; b. Penggunaan akun belanja; c. Hal-hal yang dibatasi;
Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
86
Alokasi Anggaran Kementerian Negara/Lembaga
d. Pengalokasian anggaran yang akan diserahkan menjadi penyertaan modal negara pada BUMN. 3. Kelengkapan dokumen pendukung RKA-K/L. 4. Rincian anggaran yang digunakan untuk mendanai inisiatif baru dan/atau rincian anggaran angka dasar yang mengalami perubahan pada level komponen. Apabila ada ketidaksesuaian dalam proses review tersebut, Biro Perencanaan Setjen harus memperbaiki RKA-K/L atau melakukan koordinasi dengan Bagian Perencanaan pada unit eselon 1 terlebih dahulu dalam upaya perbaikan dimaksud. Berdasarkan kedua tahap tersebut, RKA-K/L akan disampaikan kepada Kementerian Keuangan c.q. Ditjen Anggaran untuk ditelaah lebih lanjut. Karena RKA-KL tersebut menjadi bahan Nota Keuangan dan Rancangan Undang-Undang APBN pada tahun t+1. Proses Penelaahan RKA-K/L Penelaahan RKA-K/L, sebagaimana diamanatkan dalam pasal 10 ayat (4) PP nomor 90 tahun 2010, dikoordinasikan oleh Menteri Keuangan c.q. Ditjen Anggaran yang dalam hal ini diwakili oleh Direktorat Anggaran I, II, dan III. Proses penelaahan dilakukan secara terintegrasi. Ruang lingkup dalam melakukan penelaahan dibagi menjadi 2 kriteria, yaitu kriteria administratif dan kriteria substantif. Pada kriteria administrasi, penelaahan mencakup aspek terpenuhinya kelengkapan persyaratan administratif, antara lain: RKA-K/L yang telah diteliti oleh Aparat Pengawas Intern Pemerintah K/L (APIP K/L), disertai surat Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
87
Alokasi Anggaran Kementerian Negara/Lembaga
pengantar dan surat pernyataan pejabat eselon I atau pejabat lain yang memiliki alokasi anggaran dan sebagai penanggung jawab program serta Arsip Data Komputer (ADK) RKA-K/L. Selanjutnya, kriteria substantif bertujuan untuk meneliti kesesuaian, relevansi, dan/atau konsistensi dari setiap bagian anggaran RKA-K/L, antara lain terdiri atas penelaahan terhadap kesesuaian data dalam RKA-K/L dengan Pagu Anggaran/Alokasi Anggaran K/L, kesesuaian antara kegiatan, keluaran dan anggarannya, relevansi antara komponen/tahapan dengan keluaran (untuk keluaran yang belum ditetapkan menteri keuangan sebagai SBK), konsistensi pencantuman sasaran kinerja K/L dengan RKP, serta konsistensi pencantuman prakiraan maju untuk 3 (tiga) tahun ke depan. Kesesuaian antara komponen kegiatan dan keluaran serta anggarannya untuk memastikan bahwa aktivitas yang dilakukan dan dibiayai merupakan bagian dari pencapaian keluaran kegiatan yang bersangkutan. Sebagai contoh, komponen kegiatan berupa expose peraturan merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan untuk mendapatkan keluaran berupa sebuah rumusan peraturan. Selain itu, jumlah keluaran di dalam RKA-K/L juga harus sesuai dengan indikator keluaran yang tercantum di dalam Renja K/L, karena rujukan untuk penyusunan adalah RKA-K/L merupakan dokumen Renja K/L. Kedua dokumen tersebut saling berkaitan dan tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Selanjutnya, dalam melakukan penelaahan, instrumen yang digunakan sebagai acuan adalah:
Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
88
Alokasi Anggaran Kementerian Negara/Lembaga
1. Keputusan Menteri Keuangan tentang Pagu Anggaran. 2. Peraturan Menteri Keuangan tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan RKA-K/L. 3. Hasil reviu angka dasar. 4. Peraturan-peraturan terkait pengalokasian anggaran. 5. Renja K/L dan RKP tahun yang direncanakan. 6. Hasil kesepakatan Trilateral Meeting. 7. Standar Biaya Keluaran (SBK). 8. Hasil pembahasan proposal inisiatif baru (jika ada) 9. Gender Budget Statement (jika ada) Dari penelahaan tersebut, dokumen yang dihasilkan berupa himpunan RKA-K/L beserta keluaran/output cadangan (jika ada) yang menampung alokasi anggaran yang belum jelas peruntukannya dan tanda “@” yang dicantumkan pada alokasi anggaran K/L yang sudah jelas peruntukannya namun antara lain belum ada dasar hukum pengalokasiannya, belum ada naskah perjanjian (PHLN/PHDN) dan nomor register. Hasil penelaahan RKAK/L dituangkan dalam Catatan Hasil Penelaahan dan ditandatangani oleh Pejabat perwakilan K/L, Kementerian PPN/Bappenas dan Kementerian Keuangan. Kementerian Keuangan Menghimpun Hasil Penelaahan dan Menyusun NK, RAPBN, RUU APBN Proses penyusunan rancangan APBN dibarengi dengan kegiatan penulisan draft Nota Keuangan dan RAPBN beserta RUU APBN tahun anggaran yang direncanakan (t+1) secara simultan dengan proses pembahasan RKA-K/L. Institusi di lingkungan Kementerian Keuangan yang menjadi pemangku kepentingan utama dalam kegiatan ini Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
89
Alokasi Anggaran Kementerian Negara/Lembaga
adalah DJA (untuk penulisan belanja pemerintah pusat), BKF (untuk penulisan asumsi dasar ekonomi makro dan pendapatan), DJPK (untuk penulisan transfer ke daerah dan dana desa), serta DJPU dan DJKN (untuk pembiayaan). Bersamaan dengan penyusunan Nota Keuangan dan RAPBN disusun pula Postur RAPBN. Selanjutnya diselenggarakan rapat pimpinan Kementerian Keuangan untuk membahas dan menetapkan Postur RAPBN. Keluaran dari ini berupa hasil pembahasan Postur RAPBN. Hasil pembahasan ini kemudian dibahas dalam Sidang Kabinet Terbatas. Dalam rangka penyusunan draft Nota Keuangan RAPBN tahun anggaran yang direncanakan, DJA c.q Dit. PAPBN mengoordinasikan masukan-masukan dari instansi terkait seperti BKF, DJPK, dan DJPU. Keluaran dari aktivitas ini berupa draft awal hasil penggabungan Nota Keuangan RAPBN. Kemudian, Dit. PAPBN menyusun draft penggabungan menjadi draft buku Nota Keuangan dan RUU APBN tahun anggaran yang kemudian disampaikan ke Eselon I terkait yaitu BKF, DJPK, dan DJPU untuk koreksi ulang dan penyempurnaan. Selanjutnya Draft final buku Nota Keuangan dan RUU APBN disampaikan ke Menteri Keuangan untuk dikoreksi. Sementara itu, penyusunan himpunan RKA-K/L oleh Kementerian keuangan dilakukan sebagai bahan penyusunan Nota Keuangan, Rancangan Undang-Undang APBN, Rancangan APBN, dan dokumen pendukung pembahasan RAPBN. DJA menjadi penanggung jawab
Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
90
Alokasi Anggaran Kementerian Negara/Lembaga
kegiatan ini dengan keluaran berupa himpunan RKA-K/L tahun anggaran yang direncanakan (t+1). Setelah Menteri Keuangan memberikan koreksi terhadap draft buku Nota Keuangan dan RUU APBN, DJA melakukan finalisasi dan menghasilkan keluaran berupa Nota Keuangan dan Rancangan Undang-Undang (RUU) APBN. Buku Nota Keuangan dan RAPBN ini kemudian dibahas dalam sidang kabinet paripurna dalam rangka pengesahan RAPBN dengan keluaran berupa hasil sidang kabinet pengesahan Nota Keuangan dan RUU APBN yang disampaikan kepada DPR. Selanjutnya, DJA berkoordinasi dengan Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan untuk melakukan pencetakan Buku Himpunan RKA-KL dan Buku Nota Keuangan serta RUU APBN. Kegiatan ini menghasilkan keluaran berupa buku himpunan RKA-K/L dan Buku Nota Keuangan serta RUU APBN. Bersama dengan proses penyusunan bahan RAPBN dan Nota Keuangan, DJA juga menyiapkan penyusunan advertorial RAPBN. Sebelum disampaikan kepada DPR, Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan menyampaikan dokumen Nota Keuangan dan RUU APBN ke Sekretariat Negara untuk mendapatkan Amanat Presiden (Ampres). Selanjutnya, Kementerian Keuangan c.q Sekretariat Jenderal menyampaikan buku Nota Keuangan dan RUU APBN beserta Himpunan RKA-K/L ke DPR.
Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
91
Alokasi Anggaran Kementerian Negara/Lembaga
BOKS 4.1 PEMBICARAAN PENDAHULUAN Berdasarkan Renja-K/L dari Kementerian dan Lembaga dan sesuai dengan pasal 7 ayat (1) PP Nomor 20 tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah, Presiden kemudian menetapkan Keputusan Presiden tentang RKP yang akan digunakan sebagai bahan pembahasan kebijakan umum dan prioritas anggaran di DPR sebagaimana amanat 176 ayat (3) UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (selanjutnya disebut dengan UU MD3). Di samping itu, Menteri Keuangan c.q. BKF menyiapkan dokumen Kerangka ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal yang disampaikan kepada DPR sebagaimana amanat Pasal 178 Ayat (2) UU MD3. Selanjutnya, Pemerintah dan DPR RI membahas Kerangka ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal yang diajukan oleh pemerintah dalam forum pembicaraan pendahuluan rancangan APBN tahun anggaran yang direncanakan. Fraksi-fraksi menyampaikan pandangan fraksi atas kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal RAPBN (yang diajukan Pemerintah) dalam rapat paripurna DPR dan dilanjutkan dengan tanggapan Pemerintah terhadap pandangan fraksi-fraksi tersebut dalam rapat paripurna. Selanjutnya, dilaksanakan rapat kerja Badan Anggaran DPR dengan Pemerintah dengan agenda: (1) penyampaian RKP, (2) penyampaian Kerangka ekonomi Makro dan Pokok-Pokok
Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
92
Alokasi Anggaran Kementerian Negara/Lembaga
Kebijakan Fiskal, dan (3) pembentukan Panitia Kerja (Panja). Panitia Kerja (Panja) yang dibentuk terdiri dari: (1) Panja Asumsi Dasar, Kebijakan Fiskal, Pendapatan, Defisit dan Pembiayaan RAPBN TA 2015; (2) Panja RKP dan Prioritas Anggaran TA 2015; (3) Panja Kebijakan Belanja Pemerintah Pusat RAPBN TA 2015; (4) Panja Kebijakan Transfer ke Daerah RAPBN TA 2015. Selanjutnya, masing-masing Panja membentuk Tim Perumus Laporan Panja dan kesimpulan banggar. Berdasarkan UU MD3 juga, Badan Anggaran DPR melakukan pembahasan Pembicaraan Pendahuluan Penyusunan RAPBN. Sesuai peraturan Tata Tertib DPR RI, pembahasan ini harus selesai paling lambat pada bulan Juli. Pembahasan mengenai hal tersebut dilakukan dengan Menteri Keuangan, Menteri PPN/Kepala Bappenas, dan Gubernur Bank Indonesia. Selanjutnya, pembahasan dilanjutkan dengan rapat kerja/RDP Komisi I sampai dengan Komisi XI dengan mitra kerjanya untuk membahas RKA-K/L. Pada waktu yang bersamaan, diselenggarakan rapat kerja komisi VII dan komisi XI dengan mitra kerjanya untuk membahas asumsi dasar RAPBN 2015. Hasil pembahasan tersebut disampaikan kepada Badan Anggaran secara tertulis untuk disinkronisasi. Pada tahap ini, K/L dimungkinkan untuk menyampaikan usulan kegiatan inisiatif baru kepada DPR. Persetujuan kegiatan inisiatif baru ini tergantung pada skala prioritas pembangunan dan ketersediaan dana yang salah satunya bersumber dari hasil optimalisasi pembahasan pada rapat Banggar dengan Pemerintah. Setelah diadakan rapat panja-panja sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan, komisi I-XI melakukan rapat pembahasan dengan mitra kerjanya untuk menyempurnakan alokasi anggaran menurut fungsi, dan program. Kemudian diselenggarakan rapat internal Badan Anggaran untuk Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
93
Alokasi Anggaran Kementerian Negara/Lembaga
melakukan sinkronisasi hasil panja. Setelah masing-masing panja melaporkan hasil pembahasan, Banggar melakukan rapat kerja dengan Menteri Keuangan, Menteri PPN/Bappenas, dan Gubernur BI dengan agenda pengesahan hasil Panja. Tahap akhir dari pembicaraan pendahuluan ini adalah rapat paripurna dengan agenda penyampaian laporan hasil pembahasan tentang RKP dan Pembicaraan Pendahuluan RAPBN TA 2015 di Banggar yang selanjutnya akan digunakan oleh Menteri Keuangan sebagai bahan penyusunan RUU APBN. Sebagai gambaran, berikut ini merupakan sebagian hasil Kesepakatan Rapat Kerja Badan Anggaran DPR RI dengan Pemerintah dan Bank Indonesia dalam rangka pembahasan RKP Tahun 2015 dan Pembicaraan Pendahuluan Penyusunan RAPBN TA 2015. A. Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2015 1. Tema RKP 2015 adalah: melanjutkan reformasi pembangunan bagi percepatan pembangunan ekonomi yang berkeadilan. 2. Sebagai penjabaran Tema RKP 2015 pada butir 1, terdapat 25 (dua puluh lima) isu strategis yang dikelompokkan menurut bidang-bidang pembangunan yang digariskan dalam RPJPN 2005-2025. Salah satu bidang dimaksud adalah Bidang Sosial Budaya Dan Kehidupan Beragama dengan prioritas berupa Reformasi Pembangunan Kesehatan yang mencakup: a. Sistem Jaminan Sosial Nasional (Demand and Supply) ; b. Penurunan Angka Kematian Ibu dan Bayi. 3. Sasaran Dan Arah Kebijakan Dari Isu Strategis RKP Tahun 2015, khususnya mengenai Reformasi Pembangunan
Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
94
Alokasi Anggaran Kementerian Negara/Lembaga
Kesehatan – Sistem Jaminan Sosial Nasional mempunyai Sasaran: a. Meningkatnya kepesertaan jaminan kesehatan. b. Meningkatnya jumlah Puskesmas, RS dan klinik mandiri yang bekerjasama dengan Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) termasuk pemenuhan tenaga kesehatannya yang terstandardisasi (supply). c. Terjaganya kesinambungan pelaksanaan SJSN, termasuk keberlanjutan keuangan BPJS. d. Terbentuknya health technology assessment (HTA). e. Terbentuknya sistem monitoring dan evaluasi JKN. f. Terlaksananya program jaminan ketenagakerjaan melalui beroperasinya BPJS Ketenagakerjaan. g. Meningkatnya kerjasama BPJS dan layanan asuransi dengan manfaat tersier yang dapat melengkapi layanan dasar yang diselenggarakan melalui SJSN. B. Arah Kebijakan: 1. Penyempurnaan strategi perluasan kepesertaan SJSN 2. Peningkatan kerjasama dengan provider non pemerintah, 3. Pengembangan standar provider JKN dan sistem rujukan, 4. Pengembangan Health Technology Assesment (HTA) untuk kendali mutu dan biaya 5. Pengembangan sistem monitoring, dan evaluasi termasuk operation research, 6. Penyempurnaan skema iuran dan sistem pembayaran provider dan insentif tenaga kesehatan untuk mendorong peningkatan upaya kesehatan primer dan pemerataan tenaga kesehatan di terpencil, sangat terpencil dan DTPK, 7. Penyusunan skema koordinasi manfaat, Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
95
Alokasi Anggaran Kementerian Negara/Lembaga
8. Pengembangan dan penguatan regulasi pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional, 9. Penguatan kelembagaan jaminan sosial, termasuk pengembangan skema monitoring dan evaluasi terpadu, serta penguatan kelembagaan DJSN dan BPJS, 10. Pengembangan skema perlindungan sosial selain asuransi, bagi masyarakat yang belum dicakup oleh SJSN. C. Asumsi Dasar Disepakati Asumsi Dasar dalam RAPBN 2015 sebagai berikut: No.
USULAN KESEPAKATAN PEMERINTAH
ASUMSI
1.
Pertumbuhan Ekonomi (%)
5,5 - 6,0
5,5 – 6,0
2.
Inflasi (%)
3,0 – 5,0
3,0 – 5,0
3.
Nilai Tukar (Rp/US$)
11.500,0 – 12.000,0
4.
Tingkat Suku bunga SPN 3 Bln (%)
6,0 – 6,5
6,0 – 6,5
5.
Harga Minyak/ICP (US$/barel)
95,0 - 110,0
95,0 – 110,0
6.
Lifting Minyak (ribu barel/hari)
900,0 – 920,0
830,0 – 920,0
7.
Lifting Gas Bumi(ribu barel setara minyak/hari)
1.200,0 – 1.250,0
1.200,0 – 1.260,0
Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
96
11.500,0 – 12.100,0
Alokasi Anggaran Kementerian Negara/Lembaga
8.
Lifting Minyak dan Gas Bumi (ribu barel setara minyak/hari)
2.100,0 – 2.170,0
2.030,0 – 2.180,0
KEM & PPKF : Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal D. Kebijakan Fiskal Tahun 2015 Tema arah kebijakan fiskal pada tahun 2015 adalah ”Penguatan Kebijakan Fiskal dalam Rangka Percepatan Pertumbuhan Ekonomi yang Berkelanjutan dan Berkeadilan”. Untuk itu, strategi kebijakan fiskal diarahkan untuk memperkuat stimulus fiskal guna mendorong akselerasi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan sekaligus perbaikan pemerataan hasil-hasil pembangunan nasional agar memenuhi aspek keadilan dengan tetap mengendalikan risiko dan menjaga kesinambungan fiskal. Langkah-langkah yang akan dilakukan adalah: 1. Mengendalikan defisit dalam batas aman, melalui optimalisasi pendapatan dengan tetap menjaga iklim investasi dan menjaga konservasi lingkungan, meningkatkan kualitas belanja dan memperbaiki struktur belanja. 2. Pengendalian rasio utang terhadap PDB melalui pengendalian pembiayaan yang bersumber dari utang dalam batas yang aman dan terjaga (manageable, negative net flow), serta mengarahkan pemanfaatan utang untuk kegiatan produktif. Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
97
Alokasi Anggaran Kementerian Negara/Lembaga
3. Mengendalikan risiko fiskal dalam batas aman, yang ditempuh antara lain melalui pengendalian rasio utang terhadap pendapatan dalam negeri, debt service ratio terhadap pendapatan dalam negeri, rasio utang terhadap PDB, dan menjaga komposisi utang dalam batas aman serta penjaminan yang terukur.
Pembahasan dan Penetapan APBN dan UU APBN Pembahasan RAPBN antara Pemerintah dengan DPR diawali dengan pidato Presiden menyampaikan RUU APBN tahun anggaran yang direncanakan beserta nota keuangannya. Untuk Nota Keuangan dan RUU APBN, Presiden dijadwalkan menyampaikan pidato pada pekan ketiga Agustus dalam rapat Paripurna DPR RI. Dalam pembahasan RUU APBN dan Nota Keuangan ini, Pimpinan DPR menyampaikan pemberitahuan kepada Dewan Perwakilan Daerah (DPD) tentang rencana pembahasan RUU APBN. DPD mengadakan rapat dengar pendapat dengan Pemerintah dan menyampaikan pertimbangan tertulis paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum diambil persetujuan bersama antara DPR dan Presiden. Pertimbangan tertulis DPD selanjutnya ditindaklanjuti oleh Pimpinan DPR. Hal ini sesuai dengan Pasal 157 ayat 4 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib. Setelah mempelajari Nota Keuangan dan RUU APBN yang disampaikan oleh Presiden, masing-masing Fraksi
Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
98
Alokasi Anggaran Kementerian Negara/Lembaga
memberikan pemandangan umum atas RUU APBN beserta Nota Keuangannya. Pemandangan umum Fraksi-fraksi ini meliputi pendapat dan tanggapan masing-masing Fraksi atas Nota Keuangan dan RUU APBN yang disampaikan oleh Pemerintah kepada DPR. Pemandangan umum ini disampaikan dalam rapat paripurna pada pekan keempat Agustus. Terhadap pemandangan umum Fraksi-fraksi tersebut, DJA menyiapkan tanggapan pemerintah. Dalam proses penyiapan ini, DJA menyampaikan surat kepada instansiinstansi terkait yang bidang atau programnya menjadi obyek pemandangan umum dari Fraksi untuk meminta sumbangan jawaban banggar. Misalnya, terkait iklim investasi dan usaha, maka sumber jawaban berasal dari Kementerian Keuangan, Kementerian Koordinator Perekonomian, dan Kementerian Perdagangan. Atau jika mengenai anggaran pendidikan, maka sumber jawaban berasal dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama, Bappenas, Menko Perekonomian dan Kementerian Keuangan cq Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan. Tanggapan Pemerintah ini dikompilasi sehingga menjadi dokumen resmi berupa tanggapan pemerintah yang disampaikan pada rapat paripurna DPR RI pada pekan kelima Agustus. Pembahasan dilanjutkan dengan Rapat Kerja Badan Anggaran DPR-RI dengan pemerintah (Menteri Keuangan, Bappenas, Kepala BPS dan Gubernur Bank Indonesia pada pekan kelima Agustus. Penanggung jawab rapat kerja ini dari pihak Kementerian Keuangan adalah DJA, BKF, dan Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
99
Alokasi Anggaran Kementerian Negara/Lembaga
DJPK). Agenda rapat kerja ini berupa Penyampaian pokokpokok RUU APBN dan Pembentukan Panitia Kerja (Panja) yang terdiri dari: (i) Panja Asumsi dasar, Pendapatan, Defisit dan Pembiayaan RUU APBN; (ii) Panja Belanja Pemerintah Pusat RUU APBN; (iii) Panja Transfer ke Daerah RUU APBN; dan (iv) Panja Perumus Draft RUU APBN. Selanjutnya, Badan Anggaran mengadakan rapat internal untuk membahas postur RAPBN. Dalam kegiatan rapat ini, tidak ada pihak pemerintah yang terlibat. Setelah itu, Menteri Keuangan melakukan rapat dengan Badan Anggaran untuk menetapkan postur sementara RAPBN. Secara bersamaan tiap-tiap komisi DPR juga melaksanakan pembahasan dengan mitra kerjanya, yaitu K/L sesuai bidang tugasnya. Sebagai contoh, Komisi XI DPR membidangi masalah keuangan, perencanaan pembangunan, dan perbankan. Mitra kerja komisi tersebut adalah K/L: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Kementerian Keuangan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Badan Pemeriksa Keuangan Badan Pusat Statistik Bank Indonesia Perbankan Kliring Penjaminan Efek Indonesia Lembaga kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Otoritas Jasa Keuangan
Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
100
Alokasi Anggaran Kementerian Negara/Lembaga
Dalam konteks pembahasan RKA-K/L dan penetapan alokasi anggaran K/L, pembahasan dan pemberian persetujuan alokasi anggaran oleh DPR hanya sampai tingkat program, fungsi, dan organisasi. Hal ini mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi nomor 35/PUUXI/2013 tanggal 22 Mei 2014. Substansi putusan Mahkamah Konstitusi sebagai berikut: “Frasa ‘kegiatan dan jenis belanja’ dalam Pasal 15 ayat (5) UU nomor 17 tahun 2003 bertentangan dengan UUD 1945 dan dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Dengan demikian Pasal 15 (5) selengkapnya berbunyi: ‘APBN yang disetujui oleh DPR terinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, dan program’. Hal yang sama berlaku terhadap Pasal 107, 157, dan 159 Undang-Undang nomor 27 tahun 2009.” Konsekuensi logis atas putusan Mahkamah Konstitusi tersebut adalah lingkup pembahasan anggaran antara Pemerintah dan DPR yang semula sangat detil sampai dengan kegiatan dan jenis belanja/satuan 3, bahkan sampai alokasi per Satker, berubah menjadi sampai level strategis saja, yaitu program. Artinya, pada saat proses pembahasan APBN, K/L dan mitra kerjanya (komisi) menggunakan dokumen RKA-K/L tingkat unit eselon I sebagai bahan pembahasan dan untuk selanjutnya mendapat pesetujuan hanya sampai tingkat program. Sementara itu, pembahasan rincian anggaran sampai dengan tingkat kegiatan dan jenis belanja dalam APBN merupakan implementasi program atas perencanaan yang merupakan wilayah kewenangan Presiden.
Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
101
Alokasi Anggaran Kementerian Negara/Lembaga
Gambaran penetapan alokasi anggaran suatu kementerian negara/lembaga sebagaimana tabel di bawah. 015 Kementerian Keuangan No. PROGRAM Pagu Anggaran 2014 1 015.01.01 Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kementerian Keuangan 7.048.626.726.000 2 015.02.03 Program Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Kementerian Keuangan 109.044.868.000 3 015.03.07 Program Pengelolaan Anggaran Negara 4 015.04.12 Program Peningkatan dan Pengamanan Penerimaan Pajak 5 015.05.13 Program Pengawasan, Pelayanan, dan Penerimaan di Bidang Kepabeanan dan Cukai 6 015.06.08 Program Peningkatan Pengelolaan Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah 7 015.07.14 Program Pengelolaan dan Pembiayaan Utang 8 015.08.09 Program Pengelolaan Perbendaharaan Negara 9 015.09.10 Program Pengelolaan Kekayaan Negara, Penyelesaian Pengurusan Piutang Negara dan Pelayanan Lelang 10 015.11.04 Program Pendidikan dan Pelatihan Aparatur di Bidang Keuangan Negara 11 015.12.11 Program Perumusan Kebijakan Fiskal Jumlah
171.781.463.000 5.460.890.244.000 2.809.268.381.000 107.299.994.000 78.934.704.000 1.615.020.349.000 633.719.919.000 537.659.152.000 139.428.593.000 18.711.674.393.000
Dalam proses penyusunan RUU APBN, DPR dapat memberikan usulan sesuai dengan hak budget yang dimilikinya. Oleh karena itu, RKA-K/L sebagai bahan penyusunan RUU APBN dapat dilakukan penyesuaian. Penyesuaian RKA-K/L sesuai hasil pembahasan Badan Anggaran dilakukan dalam rapat kerja masing-masing komisi dengan mitra kerjanya. Keluaran dari rapat kerja ini berupa usulan untuk penyesuaian RKA-K/L sesuai hasil rapat kerja komisi. Tahapan penyampaian dan pembahasan RUU APBN oleh DPR bersama Pemerintah diakhiri oleh rapat paripurna pengesahan UU APBN. Sebelum menetapkan RUU APBN, rapat paripurna ini didahului dengan:
Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
102
Alokasi Anggaran Kementerian Negara/Lembaga
a. Penyampaian laporan yang berisi proses, pendapat mini sebagai sikap akhir fraksi, dan hasil Pembicaraan Tingkat I; b. Pernyataan persetujuan atau penolakan dari tiap-tiap fraksi dan anggota secara lisan yang diminta oleh pimpinan rapat paripurna; dan c. Pendapat akhir pemerintah yang disampaikan oleh Menteri Keuangan disertai lampiran berupa Laporan kesepakatan Badan Anggaran dan pendapat akhir Pemerintah. Hasil pembahasan dituangkan dalam berita acara hasil kesepakatan pembahasan Rancangan APBN dan RUU tentang APBN yang berupa Laporan Panitia Kerja (ditandatangani oleh Pimpinan Panitia Kerja Banggar dan Direktur Jenderal) selaku koordinator panja dari pemerintah, dan Kesimpulan Badan Anggaran (ditandatangani oleh pimpinan Banggar, Menteri Keuangan selaku wakil pemerintah) dengan disertai lampiran angka dasar belanja Kementerian Negara/Lembaga (ditandatangani Direktur Jenderal Anggaran). Selain itu, hasil penetapan RKA-K/L disampaikan kepada Menteri Keuangan, dengan terlebih dahulu disetujui dan ditandatangani oleh pimpinan komisi terkait. Surat Menteri Keuangan Tentang Alokasi Anggaran K/L hasil Pembahasan DPR Setelah UU APBN dan RKA-K/L ditetapkan, maka Menteri Keuangan menerbitkan surat kepada Kementerian Negara/Lembaga sesuai dengan berita acara hasil
Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
103
Alokasi Anggaran Kementerian Negara/Lembaga
kesepakatan pembahasan RAPBN antara Pemerintah dengan DPR. Surat ini menjadi dasar alokasi anggaran untuk Kementerian Negara/Lembaga sebagai batas tertinggi anggaran pengeluaran yang dialokasikan kepada Kementerian Negara/Lembaga. Selanjutnya, dilakukan forum penelaahan RKA-K/L khususnya yang mengalami perubahan oleh DJA dengan Dit, Anggaran I, II, dan III sebagai penanggung jawab. Penelaahan ini untuk memastikan kesesuaian antara RKA-K/L dengan alokasi anggaran hasil kesepakatan dengan DPR. Selain itu, penelaahan juga meneliti kesesuaian RKA-K/L dengan: 1. Hasil pembahasan DPR (komisi terkait) mengenai Pagu Alokasi Anggaran 2. Hasil pembahasan proposal inisiatif baru (jika ada) 3. Standar Biaya umum (SBU) 4. Standar Biaya Keluaran (SBK). RKA-K/L hasil penelaahan tersebut, kemudian dihimpun oleh Kementerian Keuangan c.q DJA untuk dijadikan bahan penyusunan Peraturan Presiden tentang Rincian APBN. Penyusunan dan penetapan Perpres ini paling lambat tanggal 30 November tahun berjalan. Berdasarkan Peraturan Presiden yang ditetapkan dan RKA-K/L, Kementerian Negara/Lembaga menyusun dokumen pelaksanaan anggaran (DIPA). Paling lambat tanggal 31 Desember, Menteri Keuangan harus sudah mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran untuk menjadi dasar bagi Kementerian Negara/Lembaga melaksanakan kegiatan/programnya. Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
104
Alokasi Anggaran Kementerian Negara/Lembaga
Dari kiri ke kanan Gubernur Bank Indonesia, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/kepala Bappenas, Menteri Keuangan dan Menteri BUMN saat menghadiri Rapat Kerja Badan Anggaran DPR RI membahas APBNP Tahun 2015 tanggal 13 Februari 2015
Menteri Keuangan menyampaikan pendapat akhir pemerintah mengenai APBNP 2015 pada Sidang Paripurna DPR RI tanggal 13 Februari 2015
Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
105
BAB 5 ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN
Sektor-Sektor Prioritas Pembangunan Sektor-Sektor Prioritas Pembangunan Nasional
BAB 5 ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN
Latar Belakang Disadari, APBN merupakan sebuah rencana berupa proyeksi baik dari sisi pendapatan, belanja, dan pembiayaan termasuk target defisit yang akan dijaga. APBN 2016 disusun tahun 2015 berdasar perkiraan realisasi tahun 2014, padahal perkembangan perekonomian selalu bergerak dinamis. Tentunya, hasil dari rencana terkadang sesuai dengan yang diharapkan atau tidak tercapai seperti yang diharapkan. Oleh karena itu, Pemerintah melakukan evaluasi dan monitoring atas pelaksanaan APBN. Tujuannya, APBN berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Apabila ada kondisi perekonomian (seperti resesi) yang berakibat pada rencana-rencana dalam APBN tidak tercapai, Pemerintah dapat mengantisipasinya. Oleh karena itu pada pelaksanaan APBN tahun berjalan, Kementerian Keuangan selaku pengelola fiskal melakukan monitoring dan evaluasi atas realisasi asumsi dasar ekonomi makro dan besaran komponen-komponen APBN. Proses monitoring dan evaluasi dilakukan sejak bulan Januari dan dilakukan secara berkala baik bulanan, triwulan, maupun semester. Pokok-pokok yang dievaluasi antara lain sebagai berikut. Pertama, indikator ekonomi makro. Indikator ekonomi
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan
makro yang dijadikan dasar perhitungan APBN adalah pertumbuhan ekonomi, inflasi, nilai tukar, suku bunga SPN 3 bulan, harga minyak mentah, serta lifting minyak dan gas bumi. Realisasi beberapa indikator ekonomi ini kemudian akan dievaluasi dan diproyeksi pencapaiannya sampai dengan akhir tahun. Kedua, target pendapatan negara, yang terdiri dari penerimaan perpajakan, penerimaan negara bukan pajak (PNBP), dan penerimaan hibah. Realisasi pendapatan negara sangat dipengaruhi oleh perkembangan kondisi perekonomian, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Beberapa indikator yang dapat mempengaruhi besaran pencapaian target pendapatan negara, antara lain adalah pertumbuhan ekonomi, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, harga minyak mentah, serta lifting minyak dan gas bumi. Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi realisasi pendapatan negara. Pemerintah melakukan exercise terhadap besaran pendapatan negara sampai dengan akhir tahun. Ketiga, besaran belanja negara, yang terdiri dari belanja pemerintah pusat dan transfer ke daerah. Realisasi belanja negara juga dipengaruhi oleh perkembangan kondisi perekonomian. Komponen belanja negara yang dipengaruhi oleh perkembangan indikator ekonomi antara lain: (1) subsidi BBM dan listrik yang dipengaruhi oleh nilai tukar dan harga minyak mentah; (2) bunga utang yang dipengaruhi oleh nilai tukar dan tingkat bunga SPN; dan (3) dana bagi hasil minyak bumi dan gas alam yang sangat tergantung pada gas alam, yang dipengaruhi oleh asumsi Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
107
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan
ICP, kurs, dan lifting. Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi belanja negara, Pemerintah melakukan exercise terhadap besaran belanja negara sampai dengan akhir tahun. Keempat, defisit anggaran dan sumber-sumber pembiayaannya. Perubahan indikator ekonomi makro yang disertai dengan perubahan exercise di pos pendapatan negara dan belanja negara akan menyebabkan melesetnya perkiraan defisit anggaran sebagaimana telah ditetapkan dalam UU APBN. Dalam pasal 12 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara disebutkan bahwa ambang batas maksimum akumulasi defisit APBN dan APBD adalah sebesar 3,0 persen terhadap PDB. Oleh karena itu, Penyusunan exercise APBN ini dilakukan dengan memperhatikan besaran target defisit dan sumber-sumber pendanaannya. Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi terhadap indikator ekonomi makro, target pendapatan negara, dan besaran belanja negara yang ditetapkan dalam APBN, pemerintah melakukan upaya berikut. Pertama, Pemerintah melakukan usulan revisi atas besaran asumsi dasar ekonomi makro apabila hasil evaluasi dan proyeksi tersebut menunjukkan ketidaksesuaian dengan pencapaian asumsi dasar ekonomi makro yang telah ditetapkan dalam APBN dan berpengaruh signifikan terhadap besaranbesaran APBN. Kedua, Pemerintah dapat melakukan usulan penyesuaian/perubahan atas besaran target pendapatan negara dan besaran belanja negara apabila hasil exercise terhadap besaran pendapatan negara dan belanja negara Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
108
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan
sampai dengan akhir tahun menunjukkan deviasi yang besar terhadap target pendapatan negara dan belanja negara yang telah ditetapkan dalam APBN. Penyesuaian belanja negara juga memperhitungkan adanya kewajiban Pemerintah atas kurang bayar tagihan tahun sebelumnya dan perubahan kebijakan fiskal dengan tetap menjaga kesinambungan fiskal. Dalam rangka menjaga defisit pada batas yang aman, perlu dilakukan langkah-langkah pengendalian dan pengamanan pelaksanaan APBN, antara lain: (1) optimalisasi penerimaan perpajakan, (2) efisiensi dan pengendalian belanja subsidi, dan (3) kebijakan pemotongan belanja K/L. Dalam hal terdapat exercise peningkatan defisit anggaran, diperlukan tambahan pembiayaan anggaran. Sehubungan dengan keterbatasan penggunaan Sisa Anggaran Lebih dan pembiayaan nonutang, sumber pendanaan defisit anggaran dapat dilakukan melalui penerbitan surat utang. Sumber utama pembiayaan utang tersebut berasal dari penerbitan surat berharga negara (SBN) dan penarikan pinjaman. Sesuai Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Pemerintah menyusun laporan realisasi Semester I yang disampaikan selambatlambatnya pada bulan Juli APBN tahun berjalan. Dalam laporan tersebut juga disampaikan prognosis semester II yang disusun berdasarkan evaluasi atas perkiraan asumsi dasar ekonomi makro dan exercise perubahan postur APBN. Dari hasil evaluasi asumsi ekonomi makro dan exercise perubahan postur APBN tersebut akan menjadi Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
109
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan
dasar kebijakan bagi Pemerintah untuk memutuskan perlu tidaknya mengajukan usulan perubahan/penyesuaian atas APBN kepada DPR. Meskipun demikian, Pemerintah dapat mengajukan percepatan pengajuan usulan perubahan/penyesuaian atas APBN, tanpa harus menunggu penyampaian laporan semester I tahun berjalan. Usulan tersebut dilakukan apabila terjadi perkembangan dinamika perekonomian yang menyebabkan beberapa indikator ekonomi makro berbeda cukup signifikan. Dengan berbagai perkembangan tersebut, diperkirakan akan dapat memberikan tekanan yang berat terhadap pelaksanaan APBN, baik dari sisi pendapatan maupun belanja negara. Pengajuan penyesuaian/perubahan APBN diatur dalam Pasal 27 ayat (3) Undang-undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Pasal 182 Undang-undang No. 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Dalam Undang-undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Pasal 27 ayat (3) menyatakan bahwa Penyesuaian APBN dengan perkembangan dan/atau perubahan keadaan dibahas bersama DPR dengan Pemerintah Pusat dalam rangka penyusunan prakiraan perubahan atas APBN tahun anggaran yang bersangkutan, apabila terjadi: a. perkembangan ekonomi makro yang tidak sesuai dengan asumsi yang digunakan dalam APBN; b. perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal;
Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
110
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan
c. keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antarunit organisasi dan antarprogram (tidak termasuk antar jenis dengan mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi nomor 35/PUU-XI/2013 tanggal 22 Mei 2014); d. keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya harus digunakan untuk pembiayaan anggaran yang berjalan.” Selanjutnya dalam Undang-undang No. 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, Pasal 182 menyatakan bahwa: Dalam hal terjadi perubahan asumsi ekonomi makro dan/atau perubahan postur APBN yang sangat signifikan, Pemerintah mengajukan rancangan undangundang tentang perubahan APBN tahun anggaran berjalan. Besaran prognosis perubahan asumsi ekonomi makro dan postur APBN yang signifikan disajikan pada Gambar 5.1. Tentu saja, perubahan-perubahan yang terdapat dalam postur APBN melalui mekanisme APBN Perubahan dapat mengakibatkan perubahan dalam alokasi belanja K/L. Perubahan tersebut dapat berupa penambahan anggaran, pemotongan anggaran, dan realokasi anggaran dalam lingkup belanja negara.
Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
111
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan
Perubahan asumsi ekonomi makro yang sangat signifikan berupa prognosis:
Perubahan postur APBN yang sangat signifikan berupa prognosis:
•
Penurunan pertumbuhan ekonomi, minimal 1% di bawah asumsi yang telah ditetapkan; dan/atau
•
Deviasi asumsi ekonomi makro lainnya minimal 10% dari asumsi yang telah ditetapkan.
• Penurunan penerimaan perpajakan minimal 10% (sepuluh persen) dari pagu yang telah ditetapkan; • Kenaikan atau penurunan belanja kementerian/lembaga minimal 10% (sepuluh persen) dari pagu yang telah ditetapkan; • Kebutuhan belanja yang bersifat mendesak dan belum tersedia pagu anggarannya; dan/atau • Kenaikan defisit minimal 10% (sepuluh persen) dari rasio defisit APBN terhadap produk domestik bruto (PDB) yang telah ditetapkan.
Gambar 5.1 Pengaruh Asumsi Makro Dalam Proyeksi APBN
Mekanisme Penyusunan APBN Perubahan Penyusunan APBN Perubahan secara garis besar terdiri atas langkah-langkah: (1) Review asumsi dasar ekonomi makro dan realisasi APBN; (2) Perumusan angka pencapaian asumsi dasar ekonomi makro sampai dengan akhir tahun; (3) Perumusan exercise postur APBN Perubahan baik di sisi pendapatan, belanja negara, maupun defisit anggaran beserta sumber-sumber pembiayaannya; dan (4) Perumusan kebijakan-kebijakan fiskal dalam APBN Perubahan. Mekanisme penyusunan APBN Perubahan pada tahap kegiatan perencanaan dan penganggaran sampai dengan penetapan APBN Perubahan secara ringkas diilustrasikan pada Gambar 5.2.
Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
112
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan
Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
113
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan
Penyusunan APBN Perubahan diawali dengan review asumsi dasar ekonomi makro yang dilaksanakan pada mulai awal tahun. Selanjutnya, Pemerintah menyusun perkiraan postur APBN Perubahan hingga akhir tahun sesuai dengan perkembangan ekonomi dan review asumsi dasar ekonomi makro. Apabila terdapat beberapa indikator ekonomi makro dan exercise postur APBN Perubahan yang berbeda cukup signifikan dengan yang ditetapkan dalam APBN, Pemerintah akan merumuskan kebijakan-kebijakan fiskal dan exercise postur APBN Perubahan. Perumusan kebijakan fiskal dan exercise postur tersebut dilakukan dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN dan menjaga kesinambungan fiskal baik dalam jangka panjang maupun jangka menengah. Penetapan kebijakan dan postur usulan APBN Perubahan tersebut diputuskan dalam sidang kabinet. Berdasarkan hasil sidang kabinet, pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan akan menyusun Nota Keuangan dan Rancangan Undang-Undang APBN Perubahan. Selanjutnya, Pemerintah akan menyampaikan usulan Nota Keuangan dan RUU APBN Perubahan kepada DPR untuk mendapat persetujuan DPR. Dalam proses persetujuan tersebut, Pemerintah dan DPR membahas terlebih dahulu adanya perubahan dalam APBN yan telah ditetapkan sebelumnya. Pembahasan ini mengidentifikasi perubahan anggaran yang ada di K/L dan BA-BUN. Pembahasan perubahan anggaran K/L dilakukan di Komisi DPR RI untuk mendapat persetujuan.
Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
114
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan
Ada hal yang perlu mendapatkan perhatian dalam hal pembahasan dan penetapan RUU APBN Perubahan, yaitu jangka waktu proses pembahasan dan penetapannya. Berdasarkan pasal 182 ayat (4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014, pembahasan dan penetapan RUU APBN Perubahan dilaksanakan paling lama 1 (satu) bulan dalam masa siding setelah diajukan Pemerintah oleh DPR. Adapun proses pembahasan dan penetapan RUU tentang APBN Perubahan akan dijelaskan lebih lanjut dalam Box 5.1. Setelah UU APBN Perubahan ditetapkan, proses selanjutnya adalah revisi Rencana Kerja Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-K/L) sesuai dengan hasil penetapan UU APBN Perubahan. BOKS 5.1 Proses Pembahasan dan Penetapan RUU tentang APBNP Proses pembahasan RUU perubahan APBN hampir sama dengan proses pembahasan RUU APBN, namun demikian pada pembahasan RUU perubahan APBN proses pembahasan diawali dengan penyampaian dokumen nota keuangan dan RUU APBNP kepada DPR untuk kemudian dibahas oleh DPR dalam rapat paripurna. Dalam rapat paripurna tersebut akan diumumkan tentang RUU perubahan APBN beserta Nota Perubahannya yang akan dibahas oleh Badan Anggaran dan Komisi terkait. Kemudian akan dilanjutkan dengan penyampaian pokok-pokok RUU perubahan APBN besarta Nota Perubahannya oleh Pemerintah kepada DPR melalui Rapat Kerja Badan Anggaran dengan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia. Adapun proses pembahasan dan penetapan RUU perubahan APBN tidak boleh lebih dari 1 bulan setelah proses penyampaian NK dan RUU APBNP. Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
115
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan
Siklus pembahasan dan penetapan RUU perubahan APBN diilustrasikan dalam Tabel berikut. No
Uraian
Agenda
Keterangan
1
Penyampaian Dokumen NK dan Nota Keuangan RUU APBNP dan RUU APBNP kepada DPR
-
2
Rapat Paripurna Pengumuman DPR RI pembahasan RUU APBNP beserta Nota Perubahannya oleh Badan Anggaran dan komisi terkait
Minggu I
3
Rapat Kerja Badan Penyampaian Anggaran dengan Pokok-pokok RUU Menteri Perubahan APBN Keuangan, TA 2013 Bappenas, dan Pembentukan: Gubernur Bank a. Panja Asumsi Indonesia Dasar, Kebijakan Fiskal, Pendapatan, Defisit dan Pembiayaan RUU Perubahan APBN b. Panja Belanja Pemerintah Pusat RUU APBN-P
Minggu I
Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
116
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan
c. Panja Belanja Transfer ke Daerah RUU APBN-P Tim Perumus Draft RUU Perubahan APBN 4
DPD menyampaikan pengawasan atas pelaksanaan APBN kepada DPR sebagai bahan pertimbangan
Laporan DPD
5
Raker komisi VII dan Komisi XI dg mitra kerjanya
Asumsi dasar ekonomi Makro: pertumbuhan ekonomi, inflasi, tingkat suku bunga SPN Parameter lainnya: Lifting minyak dan gas, ICP
Minggu I-II
6
Raker komisi I s.d Perubahan RKA-KL Komisi XI dg mitra APBNP kerjanya
Minggu I-II
7
Komisi Laporan hasil rapat menyampaikan kerja komisi dengan hasil Rapat Kerja mitra kerjanya dengan mitra kerjanya kepada Badan Anggaran
Minggu I-II
Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
117
Minggu I
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan
8
Rapat Panja Asumsi dasar Minggu II-III Asumsi Dasar, ekonomi makro Pendapatan, Defisit & Besaran Pembiayaan pendapatan dalam RUU negara Perubahan Besaran subsidi energi Besaran defisit anggaran Besaran pembiayaan anggaran Besaran dana optimalisasi (jika ada) Besaran postur sementara APBNP
9
Rapat Kerja Panja Asumsi Dasar, Pendapatan, Defisit dan Pembiayaan
10
11
Penetapan Sementara Rapat Kerja
Postur Minggu II-III Hasil
Anggaran Belanja 1. Rapat Panja Pemerintah Pusat Belanja Anggaran transfer Pemerintah daerah Pusat 2. Rapat Panja Transfer ke Daerah Raker komisi I s.d Komisi XI dg mitra kerjanya
Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
Perubahan RKA K/L sesuai hasil pembahasan di Badan Anggaran
118
Minggu III
Minggu III
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan
12
Rapat Panja Pembahasan draft Perumus Draft RUU perubahan RUU Perubahan APBN APBN
Minggu III
14
Rapat Internal Sinkronisasi hasil Badan Anggaran Panja-Panja dan Timus Draft RUU Perubahan APBN
Minggu IV
15
Rapat Kerja Badan Penyampaian Anggaran dengan laporan & Pemerintah pengesahan hasil (Menteri Panja-Panja dan Keuangan dan Tim Perumus Bappenas), dan Draft RUU Gubernur Bank Perubahan APBN Indonesia Pendapat akhir mini Fraksi sbg sikap akhir Pendapat Pemerintah Pengambilan keputusan untuk dilanjutkan ke Tk.II ttg RUU Perubahan APBN
Minggu IV
16
Rapat Paripurna Penyampaian DPR RI laporan hasil pembahasan Tk.I RUU Perubahan APBN Pernyataan persetujuan/penol
Minggu IV
Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
119
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan
akan dari setiap Fraksi secara lisan yang diminta oleh Pimpinan Rapat Paripurna Penyampaian pendapat akhir Pemerintah atas RUU Perubahan APBN
Kebijakan APBNP tahun 2012-2014 Dalam pelaksanaan APBN, hampir setiap tahun Pemerintah mengusulkan adanya penyesuaian/perubahan APBN. Penyesuaian/perubahan APBN tersebut didasarkan atas hasil evaluasi asumsi ekonomi makro dan exercise besaran postur APBN. Berikut ini disampaikan perbandingan siklus APBN Perubahan beserta latar belakang dan kebijakan penyesuaian/perubahannya pada tahun 2012-2014 yang disajikan pada Tabel 5.1. Dari ilustrasi, dapat disampaikan bahwa melesetnya perkiraan asumsi ekonomi makro telah menyebabkan pergerakan postur APBN tahun berjalan, baik di sisi pendapatan negara maupun di sisi belanja negara. Pada tahun 2012-2014, perubahan perkiraan asumsi ekonomi makro diperkirakan menyebabkan penurunan pendapatan negara dan peningkatan belanja negara.
Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
120
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan
Dengan demikian, dalam postur APBN diperkirakan akan terjadi peningkatan defisit anggaran, sehingga dilakukan kebijakan pemenuhan sumber pembiayaan APBN dan upaya pengamanan pelaksanaan APBN. Upaya pengamanan pelaksanaan APBN antara lain dilakukan melalui kebijakan pemotongan anggaran belanja K/L. Pemotongan belanja K/L tersebut diterapkan kepada seluruh K/L dengan prinsip pembagian partisipasi (sharing the burden) dengan pengecualian alokasi tetap menjaga rasio anggaran pendidikan.
Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
121
Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
UU Nomor 12 Tahun 2014 (Ditetapkan Tanggal 30 Juni 2014)
Undang-Undang APBNP
122
Melesetnya perkembangan indikator makro ekonomi (a.l. perlambatan pertumbuhan ekonomi, pelemahan nilai tukar, rendahnya realisasi lifting minyak)
Penurunan target penerimaan perpajakan Kenaikan subsidi energi Peningkatan defisit anggaran
Exercise Postur APBN
Latar Belakang danKebijakan APBN Perubahan
Dasar Pertimbangan
II.
Keppres Nomor 25 Tahun 2014 (Ditetapkan Tanggal 15 Juli 2014)
18 Juni 2014
Penetapan RUU APBNP
Keppres Rincian Belanja Pemerintah Pusat
20 Mei 2014 s.d 18 Juni 2014
Penurunan target penerimaan perpajakan Kenaikan anggaran belanja subsidi Peningkatan defisit anggaran
Melesetnya perkembangan indikator makro ekonomi
UU Nomor 15 Tahun 2013 (Ditetapkan Tanggal 18 Juni 2013) -
17 Juni 2014
20 Mei 2014 s.d 15 Juni 2013
17 Mei 2013 (Surat Presiden Nomor R-18/ Pres/05/2013)
APBNP 2013
APBNP 2012
Penurunan target penerimaan perpajakan dan dari sektor migas Meningkatnya beban subsidi BBM dan listrik Peningkatan defisit anggaran
Melesetnya perkembangan indikator makro ekonomi (dipengaruhi juga oleh perekonomian dunia)
-
UU Nomor 4 Tahun 2012 (Ditetapkan Tanggal 31 Maret 2014)
30 Juni 2014
6 Maret 2012 s.d 30 Maret 2014
29 Februari 2012 (Surat Presiden Nomor R-25/ Pres/02/2012)
Siklus dan Latar Belakang Kebijakan APBNP
Pembahasan RUU APBNP
Tabel 5.1
19 Mei 2014 (Surat Presiden Nomor R-30/ Pres/05/2014)
Siklus APBN Perubahan
APBNP 2014
Penyampaian NK dan RUU APBNP
I.
Uraian
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan
Kebijakan APBN Perubahan
Uraian
Pengendalian volume subsidi energi Penghematan subsidi listrik (a.l. kenaikan tarif secara bertahap) Tambahan anggaran mendesak (a.l. tunggakan Jamkesmas, kurang bayar TPG, dana on call bencana alam) Pemotongan belanja K/L sebesar Rp43,0 T. Pelebaran defisit APBN dari semula 1,69% menjadi 2,4 %.
APBNP 2014 Pengendalian subsidi BBM Pelaksanaan program P4S, BLSM, dan pembangunan infrastruktur dasar Pemotongan belanja K/L sebesar Rp13,2 T. Pemberian penghargaan dan sanksi atas pelaksanaan anggaran belanja K/L tahun 2012. Penggunaan Saldo Anggaran Lebih (SAL) Pelebaran defisit APBN dari semula 1,65% menjadi 2,48 %.
APBNP 2013 Optimalisasi pendapatan negara Perubahan besaran subsidi Program kompensasi perubahan subsidi Penambahan dana infrastruktur Pemotongan belanja K/L sebesar Rp18,9 T Penggunaan Saldo Anggaran Lebih (SAL) Pelebaran defisit APBN dari semula 1,53% menjadi 2,23 %.
APBNP 2012
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan
Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
123
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan
Pada tahun 2014, kebijakan pemotongan anggaran belanja K/L utamanya dilakukan dengan: (1) memaksimalkan pemotongan belanja barang dan belanja perjalanan dinas; (2) meminimumkan pemotongan belanja perjalanan dinas yang menjadi tugas dan fungsi pokok dari K/L; (3) meminimumkan pemotongan bantuan sosial yang menjadi prioritas; serta(4) meminimumkan pemotongan belanja modal. Penghematan/pemotongan anggaran tidak dilakukan terhadap: (1) anggaran pendidikan; (2) anggaran yang bersumber dari pinjaman dan hibah; (3) anggaran yang bersumber dari penerimaan negara bukan pajak badan layanan umum (PNBP-BLU). Berkaitan dengan kebijakan pemotongan anggaran belanja K/L tersebut, Pemerintah telah menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2014 tentang langkah-Langkah Penghematan dan Pemotongan Belanja Kementerian Negara/Lembaga dalam rangka pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2014 (ditetapkan tanggal 19 Mei 2014). Berdasarkan instruksi Presiden tersebut, ditetapkan bahwa mekanisme teknis pelaksanaan pemotongan anggaran belanja K/L dilakukan melalui pemblokiran anggaran masing-masing K/L (self blocking) yang kemudian akan ditindaklanjuti dengan melakukan revisi RKA-KL setelah adanya penetapan APBNP.
Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
124
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan
BOKS 5.2 Proses Revisi RKA-KL APBN Perubahan Tahun 2014 Berdasarkan amanat Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2014 dalam pasal 8 ayat (4), maka rincian anggaran belanja Pemerintah Pusat dalam APBNP tahun 2014 akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden yang ditetapkan paling lambat pertengahan bulan Juli 2014. Keputusan Presiden tersebut akan merinci Belanja Pemerintah Pusat menurut organisasi dan menurut fungsi. Oleh karena itu, Pemerintah menyiapkan langkah-langkah untuk proses penyelesaian RKA-KL hasil penetapan APBNP 2014 sebagai berikut: NO
KEGIATAN
13
14
15
16
17
18
19
20
JUNI 2014 21 22 23
24
25
26
27
28
29
1 Rapat Panja Belanja Pemerintah Pusat Surat Menteri Keuangan tentang Perubahan Alokasi Anggaran Belanja K/L 2 APBNP 2014 (Surat MK No. S-347/MK.02/2014) 3 Penyusunan dan Penyesuaian RKA-K/L APBNP oleh K/L 4 Pembahasan dan Persetujuan RKA-K/L APBNP 2014 oleh Komisi DPR 5 Rapat Kerja Badan Anggaran dengan Pemerintah 6 Rapat Paripurna Pengesahan RUU APBNP Penyampaian RKA-K/L APBNP TA 2014 dan Penelaahan antara DJA7 Bappenas dan K/L 8 Pengesahan Revisi Anggaran APBNP 2014 Konsolidasi Data RKA-K/L dalam rangka Penyusunan Keppres RABPP 9 APBNP 2014 10 Penerbitan Keppres RABPP APBNP 2014
Namun demikian, dalam proses penyelesaian Keppres terdapat kendala penyelesaian revisi RKA-KL dan konsolidasi data RKAK/L, sehingga Keppres mengenai rincian anggaran Belanja Pemerintah Pusat baru ditetapkan tanggal 15 Juli 2014 melalui Keppres Nomor 25 Tahun 2014 (telah memenuhi ketentuan dalam pasal 8 ayat (4) UU Nomor 12 Tahun 2014). Sebagai catatan, proses penyusunan APBNP terkadang mempunyai keterkaitan dengan belanja K/L. dengan kata lain, tidak mesti APBNP itu mempunyai dampak berupa perubahan terhadap belanja K/L. dalam hal ada perubahan terhadap belanja K/L, perubahan tersebut meliputi tambahan anggaran, pemotongan anggaran, atau pergeseran antarunit organisasi/antarprogram.
Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
125
30
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan
Badan Anggaran dan Komisi yang merupakan unit di DPR berperan dalam proses perubahan anggaran belanja K/L. Badan Anggaran membahas/menetapkan perubahan-perubahan belanja K/L. Atas dasar keptusan Badan Anggaran tersebut, Komisi DPR dan mitra kerjanya (K/L) membahas dan menetapkan perubahan dimaksud. Setelah ada kesepakatan antara Komisi DPR K/L (formalnya berupa Surat Menteri Keuangan tentang Perubahan Alokasi Anggaran Belanja K/L dalam APBNP). Selanjutnya, K/L melakukan penyesuaian alokasi anggaran belanja K/L dalam dokumen RKA-K/L sebagaimana surat Menteri Keuangan dimaksud. Dokumen RKA-K/L tersebut selanjutnya disampaikan kepada Ditjen Anggaran untuk ditelaah. prossespenelaahan ini berupa mencocokkan hasil kesepakatan Pemerintah dan Komisi DPR.
Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
126
LAMPIRAN BELANJA KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA, APBN 2015 (Miliar Rupiah)
NO
KODE BA
1
001
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
2
002
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
3.556,7
3
004
BADAN PEMERIKSA KEUANGAN
2.915,5
4
005
MAHKAMAH AGUNG
7.037,9
5
006
KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA
4.208,9
6
007
KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA
2.054,8
7
010
KEMENTERIAN DALAM NEGERI
7.240,9
8
011
KEMENTERIAN LUAR NEGERI
5.533,9
9
012
KEMENTERIAN PERTAHANAN
96.935,7
10
013
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA RI
11
015
KEMENTERIAN KEUANGAN
18.727,2
12
018
KEMENTERIAN PERTANIAN
15.879,3
13
019
KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN
14
020
KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
10.023,5
15
022
KEMENTERIAN PERHUBUNGAN
44.933,9
16
023
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
88.309,1
17
024
KEMENTERIAN KESEHATAN
47.758,8
18
025
KEMENTERIAN AGAMA
56.440,0
19
026
KEMENTERIAN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
5.251,9
20
027
KEMENTERIAN SOSIAL
8.079,4
21
029
KEMENTERIAN KEHUTANAN
5.643,2
22
032
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
23
033
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
24
034
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG POLITIK, HUKUM DAN KEAMANAN
449,6
25
035
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN
305,9
26
036
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT
27
040
KEMENTERIAN PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF
28
041
KEMENTERIAN BADAN USAHA MILIK NEGARA
133,8
29
042
KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI
747,5
30
043
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP
31
044
KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH
32
047
33
048
34
050
KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA
KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK KEMENTERIAN PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI BADAN INTELIJEN NEGARA
APBN 2015 612,3
9.688,7
2.743,3
6.726,0 81.338,2
295,8 1.715,9
825,0 1.453,9 217,7 195,9 2.416,6
NO
KODE BA
35
051
LEMBAGA SANDI NEGARA
36
052
DEWAN KETAHANAN NASIONAL
37
054
BADAN PUSAT STATISTIK
3.930,8
38
055
KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/BAPPENAS
1.088,1
39
056
BADAN PERTANAHAN NASIONAL
4.576,3
40
057
PERPUSTAKAAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA
41
059
KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA
42
060
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
43
063
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
44
064
LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL
278,9
45
065
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
635,9
46
066
BADAN NARKOTIKA NASIONAL
47
067
KEMENTERIAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL
1.386,8
48
068
BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL
3.294,7
49
074
KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA
50
075
BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA
1.763,5
51
076
KOMISI PEMILIHAN UMUM
1.134,2
52
077
MAHKAMAH KONSTITUSI RI
53
078
PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN
54
079
LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA
55
080
BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL
819,9
56
081
BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
858,4
57
082
LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL
673,1
58
083
BADAN INFORMASI GEOSPASIAL
721,0
59
084
BADAN STANDARDISASI NASIONAL
164,8
60
085
BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR
137,1
61
086
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA
269,8
62
087
ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA
172,1
63
088
BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA
64
089
BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN
1.528,4
65
090
KEMENTERIAN PERDAGANGAN
2.495,3
66
091
KEMENTERIAN PERUMAHAN RAKYAT
4.621,5
67
092
KEMENTERIAN PEMUDA DAN OLAH RAGA
1.781,2
68
093
KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI
898,9
69
095
DEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPD)
763,9
70
100
KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA
119,6
KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA
APBN 2015 1.456,6 44,3
473,5 4.859,8 51.594,5 1.221,6
903,2
72,2
214,5 76,5 1.147,6
614,1
NO
KODE BA
71
103
72
104
73
105
BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA BADAN NASIONAL PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA BADAN PENANGGULANGAN LUMPUR SIDOARJO (BPLS)
74
106
LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH
75
107
BADAN SAR NASIONAL
76
108
KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA
100,6
77
109
BADAN PENGEMBANGAN WILAYAH SURAMADU
195,5
78
110
OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA
79
111
80
112
81
113
BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN TERORISME
82
114
SEKRETARIAT KABINET
183,1
83
115
BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM
457,0
84
116
LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK RADIO REPUBLIK INDONESIA
889,0
85
117
866,6
86
118
LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK TELEVISI REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS SABANG
KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA
JUM L AH Keterangan: APBN tahun 2015 masih menggunakan nomenklatur lama
APBN 2015 1.681,6 393,3 843,2 158,4 2.420,0
66,3 210,6 1.097,2 311,8
246,5 647.309,9
DAFTAR PUSTAKA Republik Indonesia. 2003. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara Republik Indonesia. 2014. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (MD3) Republik Indonesia. 2013. Undang-Undang Nomor 23 tahun 2013 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2014 Republik Indonesia. 2014. Undang-Undang Nomor 12 tahun 2014 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 23 tahun 2013 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2014 Republik Indonesia. 2010. Peraturan Pemerintah nomor 90 tahun 2010 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga sebagai pengganti PP nomor 21 tahun 2004 Republik Indonesia. 2004. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah Republik Indonesia. 2010. Peraturan Presiden Nomor 5 tahun 2010 tentang RPJMN Tahun 2010-2014
Republik Indonesia. 2014. Instruksi Presiden nomor 4 tahun 2014 tentang Langkah-langkah Penghematan dan Pemotongan Belanja K/L dalam Rangka Pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2014 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 136 Tahun 2014 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga Surat Menteri Keuangan Nomor S-347/MK.02/2014 tanggal 14 Juni 2014 tentang Perubahan Pagu Anggaran Belanja K/L dalam APBNP Tahun 2014 Direktorat Jenderal Anggaran, Reformasi Sistem Penganggaran: Konsep dan Implementasi 20052007. Jakarta: Direktorat Jenderal Anggaran, 2006 Direktorat Penyusunan APBN, Dasar-Dasar Praktek Penyusunan APBN Edisi II. Jakarta: Direktorat Jenderal Anggaran, 2014 Direktorat Penyusunan APBN, Pokok-Pokok Siklus APBN di Indonesia. Jakarta: Direktorat Jenderal Anggaran, 2014 Direktorat Penyusunan APBN, Postur APBN Indonesia, Jakarta: Direktorat Jenderal Anggaran, 2014 www.kemenkeu.go.id www.anggaran.depkeu.go.id