Optimasi Hasil Gliserol dari Minyak/Lemak Limbah Industri Krimer ditinjau dari Suhu Pemanasan, Konsentrasi Katalis, dan Lama Pemanasan Devy Kartika Ratnasari 1,*, A. Ign. Kristijanto 1, Sri Hartini 1 1
Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, Indonesia
*Keperluan korespondensi, tel/fax: 081902867600, email:
[email protected]
ABSTRAK Tujuan penelitian adalah menentukan optimasi hasil gliserol dari minyak/lemak limbah industri krimer ditinjau dari suhu pemanasan, konsentrasi katalis, lama pemanasan, dan interaksi ketiga faktor tersebut. Data hasil penelitian dianalisis dengan rancangan perlakuan Faktorial 2x3x3 dengan rancangan dasar Rancangan Acak Kelompok (RAK), 3 kali ulangan dan sebagai kelompok waktu analisis. Sebagai faktor I konsentrasi katalis terdiri dari 2 aras: 0,5% dan 1,5%, 0 0 0 faktor II suhu pemanasan terdiri dari 3 aras suhu 40 , 60 , dan 75 C, sedangkan faktor III lama pemanasan terdiri dari 3 aras: 30, 45, dan 60 menit. Pengujian antar rataan perlakuan dilakukan dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) dengan tingkat kebermaknaan 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi katalis optimum untuk memperoleh 109,35 gram gliserol pada konsentrasi 1,5% sedangkan suhu optimum untuk memperoleh 109,03 gram 0 gliserol pada suhu pemanasan 75 C. Lama pemanasan tidak berbeda secara bermakna dalam hasil gliserol. Interaksi antara suhu pemanasan dan konsentrasi katalis dalam hasil gliserol yang dihasilkan. Gliserol dengan bobot maksimum 112,01 gram diperoleh pada penggunaan 0 konsentrasi katalis 1,5% dengan suhu pemanasan 75 C. Kata kunci: gliserol, industri krimer, limbah, minyak/lemak, optimasi 1.160.407 ton [2]. Kebutuhan Indonesia akan
PENDAHULUAN Istilah gliserol digunakan untuk zat
gliserol tinggi, namun tidak diimbangi dengan
kimia yang murni, sedangkan gliserin
peningkatan produksi gliserol. Oleh karena itu,
digunakan untuk istilah hasil pemurnian
sumber-sumber
secara komersial. Dewasa ini, pemakaian
dikembangkan.
gliserol
berpotensi
untuk
gliserin untuk berbagai keperluan industri
Salah satu industri yang ada di Kota
sudah sangat luas. Gliserin adalah bahan
Salatiga adalah industri krimer di Dukuh
yang
resin
Cabean, Kelurahan Mangunsari, Kecamatan
(36%), kosmetik (30%), produk tembakau
Sidomukti. Warga setempat mengeluhkan bau
(16%), bahan makanan dan minuman
tidak sedap dari pabrik tersebut [3]. Areal
(10%), industri kimia (8%), larutan anti
persawahan di Dukuh Cabean, Kelurahan
beku, dan tinta printer [1].
Mangunsari, Kecamatan Sidomukti pun diduga
dibutuhkan
pada
industri
Total produksi gliserol di Indonesia
tercemar limbah pabrik. Akibatnya, beberapa
tahun 2005 mencapai 6.746.039 ton.
petak yang sudah ditanami padi, akarnya
Sementara konsumsi gliserol pada tahun
membusuk dan akhirnya mati [4].
yang sama mencapai 8.036.626 ton, sehingga
untuk
memenuhi
konsumsi
gliserol, Indonesia mengimpor
gliserol
Untuk menjawab persoalan pencemaran lingkungan
oleh
industri
krimer
dapat
dilakukan dengan cara menerapkan prinsip
dan aktivitas nir limbah (zero waste)
Mangunsari,
dalam
Berdasarkan
Salatiga.
zero
waste
1.2. Piranti
“aktivitas
Piranti
proses
industri.
pengertiannya,
aktivitas
didefinisikan
sebagai
Kecamatan
yang
Sidomukti,
digunakan,
Kota
antara
lain
meniadakan limbah dari suatu proses
beaker glass, corong pisah, neraca digital,
produksi dengan cara pengelolaan proses
kolom, silica gel, rotary evaporator, set reaktor
produksi
batch kepala tiga, waterbath, stirer, dan
yang
terintegrasi
dengan
minimisasi, segregasi dan pengolahan
termometer.
limbah”. Dengan kata lain, pelaku industri
2.
harus
2.1. Ekstraksi Minyak/Lemak dari Limbah
berupaya
agar
meminimalkan
Metoda
limbah yang dihasilkan dan apabila masih
Industri Krimer
tetap dihasilkan limbah maka diupayakan
Limbah industri krimer dilarutkan dalam
untuk diolah sehingga menjadi produk
akuades
dengan
yang aman namun masih memiliki nilai
dengan
cara
ekonomis [5].
campuran larutan disaring dengan kapas
Limbah
padat
dididihkan.
1:1
(b/b)
Selanjutnya,
krimer
untuk memisahkan air dan minyak/lemak dari
mengandung minyak/lemak (40%) dan
pengotor. Campuran air dan minyak/lemak
berpotensi untuk menjawab pencemaran
yang didapat dimasukkan ke dalam corong
lingkungan yang ditimbulkan dengan cara
pisah
mengolahnya kembali menjadi gliserol.
minyak/lemak dari air.
Perolehan
2.2. Separasi
kembali
industri
perbandingan
(recovery)
limbah
untuk
dilakukan
pemisahan
Minyak/Lemak
dengan
industri krimer tersebut selain memiliki
Kromatografi Kolom [6]
nilai guna, juga memiliki nilai ekonomis,
Netral lipid, glikolipid, dan fosfolipid dari
yaitu limbah yang sudah tidak terpakai
minyak/lemak
dapat diubah menjadi produk yang laku
dipisahkan dengan menggunakan metode
untuk
tanpa
kromatografi kolom menggunakan fase gerak
mengeluarkan tambahan biaya produksi
kloroform dan sebagai fase diam berupa silica
yang besar. Tambahan pula, produk yang
gel. Hasil pemisahan diuapkan dengan rotary
dihasilkan ramah lingkungan sehingga
evaporator, kemudian dihitung persentase
penggunaannya
netral lipid, glikolipid, dan fosfolipid.
diperdagangkan,
akan
digemari
masyarakat Barat yang melek pelestarian lingkungan.
limbah
industri
krimer
2.3. Gliserol [7] Mula-mula dilakukan preparasi katalis (NaOH)
dengan
METODE PENELITIAN
metanol
96%
1.
natrium metoksida (NaO-CH3) dan air, dengan
Bahan dan Piranti
1.1. Bahan Bahan yang digunakan, yaitu limbah
cara
volume
melarutkan untuk
dalam
membentuk
reaksi: NaOH + CH3OH NaOCH3 + H2O
industri krimer dari pabrik krimer yang
NaOCH3 yang diperoleh dicampur dalam
berlokasi di Dukuh Cabean, Kelurahan
reaktor batch kaca berkepala tiga dengan minyak dari limbah industri krimer dan Poli
Etilen Glikol (PEG) dalam jumlah mol yang
baik pada suhu tinggi karena suhu dapat
sama.
lalu
meningkatkan homogenitas campuran reaksi
waterbath.
[10]. Semakin homogen campuran, semakin
Reaktor
diletakkan
tersebut
di
ditutup
dalam
Sebelumnya, campuran diaduk dengan
banyak
stirer dan reaksi ini dilakukan dengan
menghasilkan produk. Gliserol yang polar
0
0
0
molekul
yang
bertumbukan
dan
variasi suhu (45 C, 60 C, dan 75 C), lama
harus ditingkatkan kelarutannya pada minyak
pemanasan (30, 45, dan 60 menit), dan
yang cenderung bersifat non polar, yaitu
bobot katalis (0,5% dan 1,5% dari bobot
dengan menaikkan suhu reaksi. Pada kondisi
minyak).
kamar, kurang lebih hanya 4% gliserol saja
Gliserol
hasil
transesterifikasi
yang bisa terlarut dalam minyak tanpa adanya
dipisahkan dari campuran menggunakan
pelarut.
corong
diperlukan
pisah.
Hasil
gliserolisis
Temperatur untuk
cukup
meningkatkan
ditambahkan dietil eter dan asam sitrat
Semakin banyak gliserol yang larut dan
sehingga terbentuk dua lapisan, lapisan
bereaksi dengan minyak, makin besar pula
atas dicuci dengan akuades dan dietil eter
konversi yang diperoleh.
yang
diperoleh
kemudian dikeringkan dengan alat vakum.
Selain
(fase
kelarutan
gliserol
Residu
minyak
tinggi
dimasukkan ke dalam corong pisah dan
diuapkan.
dalam
yang
meningkatkan
trigliserida).
kelarutan
PEG
dalam trigliserida, kenaikan suhu pemanasan menyebabkan
molekul-molekul
mendapat
HASIL DAN PEMBAHASAN
energi dan bergerak lebih efektif sehingga
1.
terjadi tumbuhan yang menyebabkan reaksi
Pengaruh
Suhu
Pemanasan
terhadap Hasil Gliserol
berjalan lebih cepat [11]. Semakin tinggi suhu
Purata hasil gliserol (dalam gram ±
pemanasan, tumbukan antar molekul semakin
0
SE) antar berbagai suhu pemanasan (40 , 0
0
sering
terjadi
karena
molekul-molekul
60 , dan 75 C) berkisar antara 104,89 ±
mendapat energi untuk bergerak lebih besar,
2,65 gram dan 109,03 ± 2,57 gram. Hasil
sehingga hasil gliserol yang diperoleh semakin
uji BNJ 5% menunjukkan bahwa purata
besar.
hasil gliserol dari minyak/lemak limbah
Kondisi optimum untuk menghasilkan
industri krimer berbeda secara bermakna
yield DAG (diasilgliserol) 48,44% dari minyak
antar suhu pemanasan (Tabel 1.).
safflower dengan katalis enzim lipase, yaitu 0
Penggunaan Poli Etilen Glikol (PEG)
reaksi pada suhu 46,9 C [12]. Reaksi tidak
dalam reaksi bertujuan untuk mengurangi
berlangsung pada suhu tinggi karena katalis
terbentuknya kembali trigliserida dalam
enzim lipase akan rusak pada suhu tinggi
minyak/lemak
sehingga hasil optimum yield gliserol jenis
limbah
industri
krimer
karena dengan penambahan PEG ke
DAG
dalam
penelitian ini, yield gliserol semakin tinggi
reaksi
maka
trigliserida
akan
mengalami gliserolisis untuk membentuk gliserol
[8].
Suhu
berpengaruh
pada
kelarutan PEG dalam trigliserida [9]. Gliserolisis (sintesis gliserol) berjalan
hanya
mencapai
48,44%.
Pada
seiring dengan peningkatan suhu. Dalam dengan
reaksi
katalis
peningkatan
suhu,
transesterifikasi
MgO maka
sejalan
CPO dengan
molekul-molekul
mendapatkan energi dan bebas bergerak
maka reaksi gliserolisis akan semakin cepat
sehingga
berlangsung
menimbulkan
tumbukan
yang
Lebih lanjut 0
terjadinya
menghasilkan
diperoleh
reaksi.
hasil
gliserolisis
yang
diperoleh semakin banyak.
suhu optimum
0
dan
Gliserolisis
merupakan
reaksi
yang
antara 70 -90 C untuk mendapatkan yield
berjalan lambat tanpa adanya katalis. Katalis
gliserol sampai 97% dan hasil tersebut
berperan dalam meningkatkan laju reaksi.
sesuai dengan hasil penelitian ini.
Dalam
Pengaruh
suhu
pada
reaksi
transesterifikasi
CPO
proses
menunjukkan konsentrasi katali MgO pada
gliserolisis minyak sawit dengan butanol
kisaran 1,5-5,0% optimum untuk mendapatkan
dan katalis MgO menunjukkan bahwa
konversi gliserol dari CPO 97,87% [10].
suhu optimum untuk memperoleh konversi 0
gliserol 94-98% berada pada kisaran 70 0
Semakin banyak katalis, konversi reaksi menjadi gliserol semakin meningkat karena
100 C [13]. Hasil tersebut selaras dengan
katalis dapat menurunkan energi aktivasi dan
hasil penelitian ini.
mempercepat
reaksi.
Dalam
gliserolisis
Penelitian lain menunjukkan kondisi
minyak sawit dengan butanol, konsentrasi
optimum dalam gliserolisis stearin minyak
katalis MgO pada kisaran 2,5-4,0% optimum
0
sawit terjadi pada suhu 200 C dengan
untuk
katalis NaOH 2% dan hasil monogliseroda
Penelitian lain menunjukkan kondisi optimum
yang diperoleh mencapai 62% [14]. Dalam
dalam gliserolisis minyak safflower
penelitian
yield
katalis enzim lipase 0,75% dari bobot minyak
gliserol lebih tinggi pada suhu lebih
dan yield DAG (diasilgliserol) yang diperoleh
rendah, sehingga lebih ekonomis energi.
48,44% [12]. Pada penelitian ini, katalis
2.
NaOCH3
ini
diperoleh
Pengaruh
persen
Konsentrasi
Katalis
memperoleh
(NaOH
terhadap Hasil Gliserol
merupakan
Purata hasil gliserol (dalam gram ±
peningkatan
gliserol
dalam
katalis
94-98%
pelarut
yang
konsentrasi
[13].
pada
metanol)
tepat
karena
katalis
dapat
SE) antar konsentrasi katalis berkisar
meningkatkan perolehan gliserol.
antara 104,42 ± 1,81 gram dan 109,35 ±
3.
Purata Hasil Gliserol ditinjau dari
1,78 gram. Hasil uji BNJ 5% menunjukkan
Interaksi
bahwa hasil gliserol dari minyak/lemak
Pemanasan dan Konsentrasi Katalis
limbah industri krimer antar berbagai
Purata hasil gliserol (gram ± SE) ditinjau
konsentrasi
katalis
berbeda
secara
bermakna (Tabel 2.). Hasil
Berbagai
Suhu
dari interaksi antara suhu pemanasan dan konsentrasi katalis berkisar antara 102,26 ±
seiring
3,67 gram dan 112,01 ± 2,61 gram. Hasil uji
dengan peningkatan konsentrasi katalis
BNJ 5% menunjukkan adanya interaksi antara
(Tabel
suhu pemanasan dan konsentrasi katalis pada
2.).
mengurangi
gliserol
antara
Katalis energi
meningkat
berfungsi aktivasi
untuk
sehingga
reaksi lebih mudah berlangsung. Namun,
bobot gliserol yang dihasilkan (Tabel 3.). Dalam
setiap katalis
suhu 1,5%
pemanasan,
katalis juga berfungsi untuk mengarahkan
pemakaian
menunjukkan
gugus OH ke arah pembentukan gliserol
peningkatan rataan hasil gliserol. Demikian
[15]. Semakin besar konsentrasi katalis,
juga halnya penggunaan katalis antar suhu
pemanasan menunjukkan hasil gliserol 0
pada suhu 75 C, baik pada penggunaan
DAFTAR RUJUKAN [1]
katalis 0,5% maupun 1,5% lebih tinggi dari 0
Mahani, Farida N. C., dan Denny V. 2008. Perancangan Pabrik Gliserol dari Crude
0
pada suhu 40 dan 60 C (Gambar 1.).
Palm Oil (CPO) dan Air dengan Proses
Semakin tinggi suhu pemanasan,
Continuous Fat Splitting Kapasitas 44.000
kelarutan PEG dalam trigliserida semakin
Ton/Tahun.
besar sehingga reaksi berjalan semakin
Kimia,
cepat. Tingginya suhu pemanasan pun
Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.
memberikan energi pada molekul-molekul untuk
bergerak
dan
sehingga
hasil
semakin
meningkat
[2]
bertumbukan
gliserol
yang
seiring
mempercepat terutama
Proses Continuous Fat Splitting. Tugas
katalis
terbentuknya
gliserol,
katalis
basa
Fakultas
yang
diperoleh
yang
terarah
pada
[3]
Industri,
Institut
Suara Merdeka, Agustus 28, 2009. Bau Busuk, Pabrik Kiviet Diprotes Warga.
[4]
Suara
Merdeka,
Februari
23,
2010.
Limbah PT Kiviet Diduga Cemari Sawah [5]
KESIMPULAN gliserol
Teknologi
Teknologi Sepuluh November, Surabaya.
pembentukan gliserol.
Hasil
F. S., dam
dengan
konsentrasi
gliserol
OH
E.
Minyak Kelapa Sawit (CPO) dengan
semakin besar karena semakin banyak gugus
Yanuarta G., Fajar
Universitas
Akhir, Program Studi DIII Teknik Kimia,
penggunaan
hasil
Teknik,
Teknik
didapat
(NaOCH3). Semakin besar konsentrasi katalis,
Fakultas
Jurusan
Subyakto A. 2011. Pabrik Gliserol dari
peningkatan suhu. Kenaikan
Skripsi,
Sulaeman, D. 2008. Zero Waste: Prinsip Menerapkan
Agro-industri
Lingkungan.
Jakarta:
Ramah
Departemen
Pertanian. dari
minyak/lemak
[6]
Bawa, M. P. A. 2009. Komposisi Asam
limbah industri krimer dipengaruhi oleh
Lemak dari Minyak Biji dan Aktivitas
suhu
Penangkapan Radikal Bebas
pemanasan,
konsentrasi
katalis,
Ekstrak
tidak
Metanol Biji Delima (Punica granatum L.).
berpengaruh terhadap hasil gliserol. Hasil
Salatiga: Program Studi Kimia, Fakultas
gliserol maksimum 112,01 gram pada
Sains
sedangkan
lama
pemanasan
0
suhu pemanasan 75 C dengan katalis NaOCH3 1,5%.
dan
Matematika,
Universitas
Kristen Satya Wacana. [7]
Arbianti, R., Tania S. U., dan Astri N. 2008. Isolasi Metil Laurat dari Minyak Kelapa sebagai Bahan Baku Surfaktan
UCAPAN TERIMA KASIH
Fatty Alcohol Sulfate (FAS). Makara,
Terima kasih kepada Bapak A. Ign.
Teknologi, 12, II: 61-64.
Kristijanto yang telah membimbing penulis dalam penelitian dan penulisan, serta Ibu
[8]
Noureddini, H. dan Medikonduru. 1997.
Sri Hartini atas saran dan rekomendasi
Glycerolysis of Fats and Methyl Esters,
yang diberikan.
Papers in Biochemicals, Paper 11. [9]
Noureddini, H., Harkey, dan Gutsman. 2004. A Continous Process for the
Glycerolysis of Soybean Oil, Papers
Food, Nutririon, and Public Health, Vol. 5,
in Biochemicals, Paper 15.
No. 4: 295-306.
[10] Pramana, Y. S. dan Sri M. ?. Proses
[13] Anggoro, D. D. dan Faleh S. B. 2008.
Gliserolis CPO menjadi Mono dan
Proses Gliserolisi Minyak Kelapa Sawit
Diacyl Gliserol dengan Pelarut Tert-
Mono dan Diacyl Gliserol dengan Pelarut
Butanol dan Katalis MgO. Semarang:
Butanol dan Katalis MgO, Reaktor, Vol.
Jurusan
12, No. 1: 22-28.
Teknik
Kimia,
Fakultas
Teknik, Universitas Diponegoro. [11] Harismawati Produksi
dan
Mono-
Prasetyo.
?.
2007.
Synthesis
of
High
Purity
Digliserida
Monoglycerides from Crude Glycerol and
Gliserolisis
Palm Stearin, Songklanakarin Journal of
Pseudohomogen dari Minyak Goreng
Science and Technology, 30 (4): 515-521.
Bekas. Semarang: Jurusan Teknik
[15] Purwaningtyas, E. F. dan Bambang P.
dengan
Proses
dan
[14] Chetpattananondh, P. dan Chakrit T.
Kimia, Fakultas Teknik, Universitas
2009.
Pembuatan
Diponegoro.
Polyoxyethylene
dari
Surfaktan Minyak
Sawit:
[12] Sahafi, S. M., Sayed A. H. G., dan
Pengaruh Rasio Mono-Digliserida dan
Mahdi K. 2012. Production of A
Polyethylene Glykol. Jurnal Reaktor, 12,
Diacylglycerol-Enriched Safflower Oil
III:175-182. Semarang: Jurusan Teknik
Using Lipase-Catalyzed Glycerolysis:
Kimia,
Optimization by Response Surface
Diponegoro.
Methodology, International Journal of
Fakultas
Teknik,
Universitas
LAMPIRAN Tabel 1.
Purata Hasil Gliserol (gram ± SE) dari Minyak/Lemak Limbah Industri Krimer antar berbagai Suhu Pemanasan 0 Suhu Pemanasan ( C) 40 60 75 𝑋 ± SE
104,89 ± 2,65
106,74 ± 1,89
109,03 ± 2,57
W = 2,87
(a)
(ab)
(b)
Keterangan: * Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan antar perlakuan tidak berbeda secara bermakna, sebaliknya angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama menunjukkan antar perlakuan berbeda bermakna. Keterangan ini berlaku juga untuk Tabel 2. Tabel 2.
Purata Hasil Gliserol (gram ± SE) dari Minyak/Lemak Limbah Industri Krimer Antar Berbagai Konsentrasi Katalis Konsentrasi Katalis (%) 0,5 1,5 𝑋 ± SE
104,42 ± 1,81
109,35 ± 1,78
W = 1,95
(a)
(b)
Tabel 3.
Purata Hasil Gliserol (gram ± SE) ditinjau dari Interaksi antara Berbagai Suhu Pemanasan dan Konsentrasi Katalis Konsentrasi Katalis (%) 0 Suhu ( C) 0,5 1,5 40
60
75
102,26 ± 3,67 (a)
107,53 ± 3,82 (a)
(a)
(b)
104,97 ± 1,996 (ab)
108,52 ± 3,26 (a)
(a)
(b)
106,04 ± 4,18 (b)
112,01 ± 2,61 (b)
(a)
(b)
Purata Hasil Gliserol (gram)
Keterangan: * Angka-angka yang diikui oleh huruf yang sama, baik pada lajur maupun baris yang sama, menunjukkan antar perlakuan tidak berbeda bermakna, sebaliknya angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan antar perlakuan berbeda bermakna. * W = 3,36 untuk uji BNJ 5% antar suhu pemanasan dalam setiap konsentrasi katalis. * W = 2,29 untuk uji BNJ 5% antar konsentrasi katalis dalam setiap suhu pemanasan.
115 110 105 100
1,5
95
0,5 40
Konsentrasi Katalis (%)
60 75 Suhu Pemanasan (0C)
Gambar 1. Hasil Gliserol ditinjau dari Interaksi antara Berbagai Suhu Pemanasan dan Konsentrasi Katalis