ISBN : 978-602-19421-0-9 Prosiding Seminar Nasional Kimia 2013
EFEK SUHU DAN LAMA PEMANASAN TERHADAP SIFAT FISIKA-KIMIA BUBUK PEWARNA DARI KELOPAK BUNGA ROSELA (Hibiscuss sabdariffa L.) YANG DIHASILKAN
ABSTRACT Roselle (Hibiscus sabdariffa L.) calyces can be used as natural food colorant. The objective of this study is to observe the effect of drying time and temperature on physical and chemical characteristic of rosela calyces powder. The experiment is arranged in Completely Randomized Design and each treatment is replicated by three times. The factors are drying temperature (60, 70, 80 C) and drying time (5, 7, 9 h). The results showed that the combined treatment of drying temperature at 80 C and drying time for 5 h gave the best result, i.e yield of 9.46 %, water absorption of 1.92 g/g sampel, color intensity of 1 % rosella calyces powder solution showed an absorbance of 0.28 at 605 nm, water content 6.42 %, ash content 0.51 %, and total acid of 5.14 % as malic acid. Keywords : natural food colorant, water absorption, color intensity, malic acid
PENDAHULUAN Rosela (Hibiscuss sabdariffa L.) saat ini telah menjadi tanaman yang begitu populer di tengah masyarakat. Tanaman ini selain menarik juga mempunyai manfaat dan khasiat yang sangat baik bagi tubuh. Hampir setiap bagian tanaman memiliki fungsi dan manfaat yang berkhasiat untuk pengobatan. Kandungan senyawa yang ada dalam rosela mampu untuk mengobati berbagai penyakit seperti, anticacing, antikanker, batuk, tekanan darah tinggi, maag, demam, sariawan dan diabetes ( Mardiah dkk., 2009 ). Di Indonesia pemanfaatan tanaman ini mulai banyak dilakukan oleh industri rumah tangga maupun industri besar. Seluruh bagian tanaman mulai buah, kelopak, bunga, dan daunnya dapat dimakan. Di luar negeri tanaman ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan minuman, sari buah, salad, sirup, puding dan asinan. (Maryani & Kristiana, 2005). Pengolahan bunga rosela dapat dilakukan dalam bentuk kering maupun dalam bentuk segar. Dalam bentuk kering rosela dapat dijadikan sebagai teh dengan mengeringkan kelopak bunganya. Dalam bentuk kering rosela juga dapat dijadikan sebagai bubuk pewarna. Penggunaan rosela dalam bentuk bubuk pada dasarnya dimanfaatkan sebagai bahan pewarna dan pencipta rasa dari aneka makanan. Sementara dalam bentuk segar rosela dapat diolah menjadi, jus, sirup, permen jeli dan produk – produk lain melalui proses ekstraksi (Mardiah dkk., 2009). Antosianin merupakan komponen warna yang ada dalam rosela yang berperan sebagai antioksidan dalam tubuh. Penambahan bubuk rosela kedalam komponen pangan contohnya dapat diaplikasikan pada pengolahan cake, cookies dan aneka makanan lainnya. Penambahan rosela dalam bentuk bubuk pewarna mampu memberikan hasil yang baik dalam segi warna dan kenampakan (Mardiah dkk., 2009).
METODE PENELITIAN Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah kelopak bunga rosela yang diperoleh dari Sekolah Pertanian Menengah Atas (SPMA) Samarinda. Sedangkan alat yang digunakan untuk mengolah bubuk pewarna rosela adalah, pisau, saringan, blender, baskom, stoples, timbangan dan alat untuk analisis sifat fisikio-kimia seperti oven, spectro fotometer, hot plate, desikator, dan peralatan gelas kimia.
Rancangan percobaan Penelitian ini menggunakan analisis faktorial (3x3) yang disusun dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 ulangan. Sebagai faktor pertama adalah suhu pemanasan (S) yang terdiri dari 3 taraf yaitu: S1 = 60 oC, S2 = 70 o C, S3 = 80 oC. Sedangkan faktor kedua adalah lama pemanasan (L) yang terdiri dari 3 taraf yaitu: L1 = 5 jam, L2 = 7 jam, L3 = 9 jam. Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA). Bila terdapat perbedaan nyata pada taraf 5% pada sidik ragam maka dilakukan uji lanjut Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5%.
Pengolahan bubuk pewarna rosela Bunga rosela disortasi berdasarkan kriteria warna, yaitu berwarna merah tua dan masih segar. Kelopak bunga dipisahkan dari bijinya dan dibersihkan dengan air, dan untuk selanjutnya diolah menjadi bubuk pewarna.
117
ISBN : 978-602-19421-0-9 978 Prosiding Seminar Nasional Kimia 2013 Kelopak rosela yang telah ditiriskan kemudain dilakukan dilakukan pengeringan dalam oven sesuai dengan perlakuan suhu : 60 0C, 70 0C, 80 0C dengan lama pemanasan peman 5 jam, 7 jam dan 9 jam. Kelopak rosela yang telah kering dihaluskan menggunakan blender. Selanjutnya dilakukan pengayakan agar menghasilkan bubuk pewarna pewarn yang benar-benar benar halus. Bubuk pewarna yang telah jadi, kemudian di analisa rendemen dan sifat fisika-kimianya. Analisis daya serap air dilakukan berdasarkan metode Lidiasari, dkk., (2006), (2006), intensitas warna diuji menurut metode Bolade, dkk dk (2009), kadar air dan kadar abu mengikuti metode Apriantono, dkk (1989), serta pengujian total asam berdasarkan met metode Hargis (1988).
HASIL DAN PEMBAHASAN Rendemen Berdasarkan sidik ragam (ANOVA) diketahui bahwa perlakuan perlakuan suhu pemanasan (S), perlakuan lama pemanasan (L) dan interaksinya (S x L) memberikan pengaruh nyata nyata terhadap rendemen bubuk pewarna rosela. Dari grafik dapat dilihat bahwa semakin makin tinggi suhu pemanasan akan menyebabkan rendemen rendem bubuk pewarna rosela akan semakin menurun, begitupula dengan lama pemanasan akan mempengaruhi susut bahan sehingga rrendeman yang dihasilkan akan semakin menurun.
Rendemen (%)
25
a
20 15
b
b c
c
10
c
c
c
c 5 jam
7 jam
9 jam
5 0 60
70
80
Suhu Pemanasan (oC)
Gambar 5. Pengaruh perlakuan interaksi suhu pemanasan pemanasan dan lama pemanasan (S x L) terhadap rendemen bub bubuk pewarna rosela. Poligon yang diikuti dengan huruf yang yang sama menunujukkan tidak berbeda nyata pada uji BNJ taraf 5% (SxL = 1,43). Pada interaksi perlakuan akuan suhu 60 oC terlihat bahwa terjadi penurunan rendemen yang cukup cu tinggi dengan semakin meningkatnya lama pemanasan. Akan tetapi penurunan penurunan rendemen akan berkurang pada lama pemanasan 7 dan 9 jam, hal ini disebabkan kandungan air pada bahan mulai berkurang. ang. Sedangkan interaksi perlakuan pada suhu 70 oC penurunan rendemen tidak terlalu tinggi. Pada lama pemanasan 7 dan 9 jam rendeman yang dihasilkan cenderung cend sama yakni berkisar 10,41 % sedangkan pemanasan selama 5 jam rendemen yang dihasilkan terbilang ttinggi yakni 12,61 %. Sementara interaksi perlakuan pada suhu 80 oC rendemen yang dihasilkan cenderung sama yakni berkisar ber 9,12 %. Tidak terjadinya perbedaan rendemen dari lama pemasanan pemasanan yang berbeda, hal ini disebabkan bahan sud sudah berada pada titik jenuh dalam proses penguapan air sehingga hasil akhir rendemen ren tidak berbeda nyata. Penurunan nilai rendeman ini erat kaitannya dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan. Semakin la lama pemanasan dan menggunakan suhu yang tinggi, kandungan kandung air pada bahan akan semakin menurun sehingga berat bahan akan mengalami penurunan yang di akibatkan kehilangan kehilangan air pada saat pengeringan (Winarti,dkk. 2011).
Daya Serap Air Hasil sidik ragam (Annova)) menunjukkan bahwa perlakuan suhu pemanasan (S) dan dan perlakuan lama pemanasan (L) berpengaruh nyata terhadap daya serap air bubuk pewarna pew rosela. Sedangkan interaksi nteraksi antara kedua perlakuan (S x L) tidak berpengaruh nyata terhadap daya serap air bubuk pewarna rosela. Dari hasil uji lanjut BNJ taraf 5% menunjukkan bahwa perlakuan lama pemanasan akan memberikan mem perbedaan yang nyata terhadap daya serap air bubuk pewarna rosela. Dari uji lanjut diketahui bahwa semakin sem tinggi suhu pemanasan maka akan mengakibatkan penurunan kemampuan ke daya serap bahan, hal ini karena bahan berada dalam titik jenuh dalam penyerapan air akibat pemanasan pema dengan suhu tinggi.
118
ISBN : 978-602-19421-0-9 Prosiding Seminar Nasional Kimia 2013
Daya Serap Air (gr air/gr sampel)
3 2,5 a
2
b
1,5
c
1 0,5 0 60
70 80 Suhu Pemanasan (oC) Gambar 6 .Pengaruh perlakuan suhu pemanasan (S ) terhadap daya serap air bubuk pewarna rosela. Titik yang diikuti dengan huruf yang sama menunujukkan tidak berbeda nyata pada uji BNJ taraf 5% (S= 0,06). Lidiasari dkk., (2006) menjelaskan bahwa pengeringan pada suhu 80 0C memiliki daya serap air yang lebih rendah dibanding pengeringan pada suhu 70 0C terhadap tepung tapai. Hal ini disebabkan bahan yang dikeringkan pada suhu tinggi mengalami titik jenuh terhadap penyerapan air. Sehingga kemampuan bahan untuk dapat menyerap berkurang, karena bahan berada dalam titik jenuh penyerapan air. Pada Pemanasan 5 jam berbeda nyata dengan pemanasan selama 9 jam, tetapi tidak berbeda nyata dengan lama pemanasan 7 jam. Hal ini disebabkan semakin lama pemanasan akan menyebabkan kandungan air pada bahan akan berkurang. Pengurangan kadar air ini akan berpengaruh terhadap daya serap air oleh bahan, sebab bahan berada pada titik jenuh.
Daya Serap Air (gr air/gr sampel)
3 2,5 2
a
ab
b
5
7 Lama Pemanasan (jam)
9
1,5 1 0,5 0
Gambar 7. Pengaruh perlakuan lama pemanasan (L ) terhadap daya serap air bubuk pewarna rosela. Titik yang diikuti dengan huruf yang sama menunujukkan tidak berbeda nyata pada uji BNJ taraf 5% (L= 0,06). Daya serap air dari suatu bahan pangan mencerminkan kualitas dari bahan pangan tersebut terutama bahan pangan yang mudah menyerap air seperti bubuk pewarna dan aneka tepung-tepungan. Semakin rendah kemampuan bahan untuk menyerap air dari lingkungannya, maka kualitas bahan pangan tersebut akan semakin baik bila diabandingkan dengan bahan yang memiliki kemampuan daya serap air yang tinggi. Daya serap air yang tinggi akan menyebabkan bahan mudah mengalami kerusakan baik secara fisik, kimia maupun secara mikrobiologis. Winarno (2008), menjelaskan bahwa bahan yang memiliki kandungan air yang tinggi mudah mengalami kerusakan fisik dan kimia terlebih kerusakan secara mikrobiologis.
Intensitas Warna Hasil sidik ragam (Annova) menunjukkan bahwa perlakuan suhu pemanasan (S) dan perlakuan lama pemanasan (L) memberikan pengaruh terhadap intensitas warna bubuk pewarna rosela. Sedangkan interaksi kedua perlakuan (S x L) tidak memberikan pengaruh terhadap intensitas warna bubuk pewarna rosela. Hasil uji lanjut BNJ taraf 5% menunjukkan bahwa perlakuan suhu pemanasan memberikan pengaruh yang nyata terhadap absorbansi larutan pewarna rosela yang dihasilkan. Absorbansi tertinggi terletak pada suhu 60 0C yakni sebesar 0,29 dan terendah terletak pada suhu 80 0C sebesar 0,27.
119
Intensitas warna (Absorbansi)
ISBN : 978-602-19421-0-9 Prosiding Seminar Nasional Kimia 2013
0,35 0,3 0,25 0,2 0,15 0,1 0,05 0
ab
a
b
5
7
9
Lama pemanasan (jam) Gambar 8.Pengaruh perlakuan suhu pemanasan (S) terhadap intensitas warna bubuk pewarna rosela Titik yang diikuti dengan huruf yang sama menunujukkan tidak berbeda nyata pada uji BNJ taraf 5% (S= 0,01).
Intensitas warna (Absorbansi)
Dari gambar 8 diatas diketahui bahwa warna larutan pewarna dalam rosela mengalami penurunan dengan semakin meningkatnya suhu pemanasan dalam pembuatan bubuk pewarna rosela. Pada suhu 60 0C adalah perlakuan dimana nilai absorbansi bubuk pewarna rosela paling tinggi yakni sebesar 0,29 absorbansi dan akan mengalami penurunan semakin meningkatnya suhu pemanasan. Suhu 80 0C merupakan suhu dengan nilai absorbansi terendah. Komponen warna yang utama dalam kelopak bunga rosela adalah senyawa flavonoid yang berupa anthosianin yang memberikan pigmen warna merah pada rosela. Penurunan intensitas warna pada pigmen antosianin ini kemungkinan terjadi akibat dekomposisi antosianin dari bentuk aglikon menjadi kalkon (tidak bewarna) (Winarti,dkk. 2010). Winarti,dkk. (2008) menyebutkan proses pemanasan sampai suhu 80 0C akan menyebabkan penurunan stabilitas warna pada ekstrak zat warna merah pada ubi jalar ungu. Hal ini terjadi akibat kerusakan gugus kromofor pigmen antosianin sehingga terjadi pemucatan warna. Selain itu pigmen warna merah antosianin juga tidak stabil dan mudah rusak pada proses pemanasan. Kandungan pigmen antosianin akan mengalami penurunan seiring meningkatnya suhu dan adanya oksigen akan mengakibatkan kerusakan yang lebih besar (deMan, 1989). Sementara hasil uji lanjut BNJ 5% pada perlakuan lama pemanasan bubuk pewarna rosela menunjukkan bahwa pada perlakuan lama pemanasan 7 jam berbeda nyata dengan perlakuan pada suhu 9 jam. Tetapi kedua perlakuan berbeda tidak nyata pada perlakuan lama pemanasan selama 5 jam. Pada gambar 9 diketahui bahwa lama pemanasan cenderung menurunkan nilai intensitas warna dari bubuk pewarna rosela. Nilai absorbansi terendah terletak pada lama pemanasan 9 jam dengan nilai sebesar 0.28 dan berbeda nyata dengan lama pemanasan 7 jam. Akan tetapi keduannya tidak berbeda nyata pada lama pemanasan 5 jam. 0,35 0,3 0,25 0,2 0,15 0,1 0,05 0
ab
a
b
5
7
9
Lama pemanasan (jam) Gambar 9.Pengaruh perlakuan lama pemanasan (L) terhadap intensitas warna bubuk pewarna rosela. Titik yang diikuti dengan huruf yang sama menunujukkan tidak berbeda nyata pada uji BNJ taraf 5% (L= 0,01). Winarti,dkk. (2008) menyebutkan bahwa semakin lama pemanasan akan menyebabkan pigmen antosianin mengalami dekomposisi dan nilai absorbansinya cenderung akan menurun seiring dengan lamanya pemanasan.
Kadar Air Kadar air produk pangan sering dihubungkan dengan kualitas produk secara fisik maupun secara mikrobiologis. Selain mempengaruhi kualitas produk, kadar air juga mempengaruhi tingkat keawetan produk itu sendiri. Hasil sidik ragam (Annova) menunjukkan bahwa perlakuan suhu pemanasan (S), perlakuan lama pemanasan (L) dan interaksinya (S x L) memberikan pengaruh nyata terhadap kadar air bubuk pewarna rosela.
120
ISBN : 978-602-19421-0-9 978 Prosiding Seminar Nasional Kimia 2013
Kadar Air (%)
Dari hasil uji lanjut BNJ 5% 5 menunjukkan bahwa perlakuan suhu pemanasan akan memberikan mem penurunan kadar air yang berbeda. Semakin tinggi suhu pemanasan pemanas akan mengakibatkan gakibatkan kandungan air pada bahan akan semakin berkurang. 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
a 5 jam
b
Suhu ruang
9 jam
b c
cd de
60
7 jam
70
de e de 80
Suhu Pemanasan (oC) Gambar 12.Pengaruh perlakuan interaksi suhu pemanasan pemanasan dan lama pemanasan (S x L) terhadap kadar air bu bubuk pewarna rosela. Poligon yang diikuti dengan huruf yang yang sama menunujukkan tidak berbeda nyata pada uji BNJ taraf 5% (SxL= 2,43). Dari grafik dapat dilihat bahwa kadar air terendah/paling baik terletak pada perlakuan pemanasan pada suhu 80 C dengan selang waktu pemanasan 7 jam dengan nilai 5.06 % dan kadar air paling tinggi terletak pada perlakuan pemanasan pada suhu 60 0C dengan selang waktu pemanasan pemanas 5 jam dengan nilai 59.73 %.. Dari Gambar 3 di atas dapat dilihat bahwa semakin tinggi tinggi suhu dan lama pemanasan yang digunakan maka kkadar air yang ada dalam bahan akan semakin berkurang (menurun),sedangkan (menurun),sedangkan semakin rendah suhu dan lama peman pemanasan yang digunakan kan maka kandungan kadar air yang ada pada bahan hanya hanya akan mengalami pengurangan yang tidak terlalu tinggi. Makin tinggi suhu udara pengering, makin besar besar energi panas yang dibawa udara sehingga makin bbanyak jumlah masa cairan yang diuapkan dari permukaan bahan yang dikeringkan (Winarti, 2011). 0
Kadar Abu Kadar abu dapat diartikan sebagai bahan mineral-mineral mineral mineral anorganik yang tidak terbakar ter selama proses pembakaran. Dari sidik ragam diketahui bahwa perbedaan perlakuan perlakua lama pemanasan (L) memberikan pengaruh nyata terhadap kadar abu bubuk pewarna rosela. Sementara suhu pemanasan (S) dan interaksi antara suhu pemanasan dan d lama pemanasan (SxL) tidak berpengaruh nyata terhadap kadar abu bubuk pewarna rosela yang dihasilkan. 0,6 Kadar abu (%)
0,5 0,4
b
a
a
0,3 0,2 0,1 0 5
7 9 Lama Pemanasan (jam) Gambar 13. Pengaruh perlakuan lama pemanasan (L) ) terhadap kadar abu bubuk pewarna rosela.Titik rosela yang diikuti dengan huruf yang sama menunujukkan tidak berbeda nyata nyata pada uji BNJ taraf 5% (L= 0,01). Hasil uji BNJ taraf 5% % terlihat adanya perbedaan perbed diantara perlakuan lama pemanasan yang berbeda. Kadar abu pada lama pemanasan 5 jam berbeda nyata dengan kadar kadar abu dengan lama pemanasan 7 dan 9 jam, tetapi perbedaannya per tidak signifikan. Sedangkan lama pemanasan selama 7 jam tidak berbeda nyata dengan kadar abu dengan lama pemanasan 9 jam. Perbedaan kandungan kadar abu dalam bubuk pewarna rosela rosela ini kemungkinan terjadi akibat kurang teliti dalam proses penimbangan. Dimungkinkan pula pada saat penimbangan penimbangan bahan menyerap air dari lingkungan sekitar sehingga mempengaruhi berat akhir dari abu tersebut.
121
ISBN : 978-602-19421-0-9 Prosiding Seminar Nasional Kimia 2013 Pada dasarnya berat abu dari bubuk pewarna rosela ini seharusnya tidak berbeda nyata karena bahan tidak mengalami penambahan bahan lain pada saat proses pengolahan bubuk pewarna rosela. Sebagian besar bahan makanan, yaitu sekitar 96% terdiri dari bahan organik dan air. Sisanya terdiri dari unsurunsur mineral. Unsur mineral juga di kenal sebagai zat anorganik atau kadar abu. Dalam proses pembakaran, bahanbahan organik terbakar tetapi zat anorganiknya tidak, karena itulah disebut abu (Winarno, 1992).
Total Asam Asam malat dan asam sitrat adalah 2 komponen asam organik yang paling dominan didalam rosela (Maryani & Kristiana, 2005). Asam organik ini akan mengalami degradasi seiring meningkatnya suhu pemanasan. Berdasarkan sidik ragam (Annova) menunjukkan bahwa perlakuan suhu pemanasan (S), perlakuan lama pemanasan (L) dan interaksinya (S x L) memberikan pengaruh nyata terhadap total asam bubuk pewarna rosela. Dari gambar 19 diatas diketahui bahwa kandungan total asam pada bubuk pewarna rosela cenderung semakin menurun seiring dengan meningkatnya suhu pemanasan dan lama pemanasan. Interaksi suhu pemanasan 60 0C dengan lama pemanasan 5 jam memiliki nilai total asam yang tertinggi yakni sebesar 20,10 % dan tidak berbeda nyata pada lama pemanasan 7 jam dengan suhu yang sama. Sedangkan nilai terendah diperoleh dari interaksi suhu pemanasan 80 0C dengan lama pemanasan 9 jam sebesar 1,33 %. 35 Total Asam (%)
30 25
a
a
20 15
b
cd bc d
5 jam
7 jam
9 jam
10
e
e
5
e
0 Suhu ruang
60
70
80
Suhu Pemanasan (C)
Gambar 19. Pengaruh perlakuan interaksi suhu pemanasan dan lama pemanasan (S x L) terhadap total asam bubuk pewarna rosela. Poligon yang diikuti dengan huruf yang sama menunujukkan tidak berbeda nyata pada uji BNJ taraf 5% (S x L = 1,88). Pada perlakuan suhu 80 0C dengan lama pemanasan yang berbeda-beda menunjukkan tidak berbeda nyata untuk total asam bubuk pewarna rosela. Hal ini diduga erat kaitannya dengan proses penguapan kadar air pada bahan, pada suhu tersebut proses kehilangan air berada dalam titik jenuh sehingga proses kehilangan bahan organik, termasuk komponen asam dalam bahan berlangsung relatif lebih lambat (Lidiasari, 2006). Sementara suhu pemanasan 70 0C dengan lama pemanasan 9 jam pada sidak ragam menunjukkan berbeda tidak nyata dengan lama pemanasan 5 jam dan 7 jam. Senyawa-senyawa organik akan mengalami oksidasi dan kerusakan bila dipanaskan dengan suhu yang cukup tinggi, kerusakan ini akan menyebabkan semakin menurunnya senyawa asam organik yang ada pada bahan (Winarno, 2008). Mardiah, dkk. (2005) menyebutkan bahwa terdapat dua senyawa asam yang ada pada rosela, yakni asam malat dan asam sitrat. Kedua senyawa asam ini mampu memberikan rasa masam segar pada rosela.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Perbedaan suhu dan lama pemanasan dalam pembuatan bubuk pewarna rosela mempengaruhi kualitas bubuk pewarna yang dihasilkan. 2. Perbedaan suhu dan lama pemanasan berpengaruh terhadap penurunan daya serap air, kadar air, , total asam, intensitas warna dan rendemen pada bubuk pewarna rosela yang dihasilkan. Sementara kadar abu hanya dipengaruhi oleh perlakuan lama pemanasan. 3. Perlakuan yang terbaik dari pengolahan bubuk pewarna rosela pada interaksi perlakuan pada suhu 80 0C dengan lama pemanasan selama 5 jam dengan nilai parameter pengujian : rendemen 9,46 %, daya serap air 1,92 g air/g sampel, intensitas warna dengan nilai absorbansi 0,28, kadar air 6,42 %, kadar abu 0,51% dan total asam 5,14 %.
122
ISBN : 978-602-19421-0-9 Prosiding Seminar Nasional Kimia 2013 DAFTAR PUSTAKA Apriantono A, Fardiaz D, Puspitasari NL, Sedarnawati, dan Budiyanto S. 1989. Analisa Pangan. IPB-Press. Bogor. Bolade MK, Oluwalana IB, and Ojo O. 2009. Comercial Practice of Roselle (Hibiscus sabdariffa L.) Beverage Production: Optimization of Hot Water Extraction and Swetbess Level. World Journal of Agricultural Scince, 5(1):126-131. deMan JM. 1989. Kimia Makanan, Alih Bahasa Kosasih Padwinata. Penerbit ITB, Bandung. Lidiasari E, Syahfutri MI, dan Syaiful F. 2006. Pengaruh Perbedaan Suhu Pengeringan Tepung Tapai Ubi Kayu Terhadap Mutu Fisik dan Kimia yang Dihasilkan. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian Indonesia, 8(2) : 141-146. Mardiah, Hasibuan S, Rahayu A, dan Ashadi RW. 2009. Budi Daya dan Pengolahan Rosela Si Merah Segudang Manfaat. Agromedia Pustaka, Jakarta. Maryani H. dan Kristiana L. 2005. Khasiat dan Manfaat Rosela. Agromedia Pustaka, Jakarta. Safaryani N, Haryati S, dan Hastuti ED. 2007. Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan terhadap Vitamin C Brokoli (Brassica oleracea L). Buletin Anatomi dan Fisiologi, 15(2): 39-46. Suryanti, Hadi S, dan Paranginangin R. 2006. Ekstraksi Gelatin dari Tulang Kakap Merah secara Asam. Jurnal Pasca Panen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan. Bogor. 1(1) : 27-28. Winarno FG.1992. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Winarno FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. M-Brio Press, Bogor. Winarti S, Sarofa U, dan Anggrahini D. 2008. Ekstraksi dan Stabilitas Warna Ubi Jalar Ungu (Ipomoes batatas L.,) sebagai Pewarna Alami. Jurnal Teknik Kimia, 3(1) : 207-214. Winarti S, Sudaryanti dan Usman DS. 2011. Karakteristik dan Aktifitas Antioksidan Rosela Kering (Hibiscus sabdariffa L.). Seminar Nasional PATPI, 15-17 september. Winarti S. dan Firdaus A. 2010. Stabilitas Warna Merah Ekstrak Bunga Rosela untuk Pewarna Makanan dan Minuman. Jurnal Teknologi Pertanian , 11(2): 87-93.
123