perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
UJI DOSIS EKSTRAK ETANOL KELOPAK BUNGA ROSELA (Hibiscus sabdariffa L.) SEBAGAI DIURETIK PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus)
SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
ADRIAN ARNASAPUTRA G0008191
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET Surakarta 2011 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Hipertensi merupakan salah satu penyebab utama kematian di dunia. Komplikasi hipertensi antara lain penyakit jantung koroner, stroke, serta gagal ginjal (Bustan, 1997). Pada tahun 2000, sebanyak 972 juta (26 %) orang dewasa di dunia baik negara maju maupun negara berkembang mengalami hipertensi. Prevalensi hipertensi terus meningkat sejalan dengan perubahaan gaya hidup tidak sehat (Darmojo, 2001). Di Indonesia, hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga tahun 2001 menunjukkan peningkatan prevalensi hipertensi yaitu dari 96 per 1000 penduduk pada tahun 1995 menjadi 110 per 1000 penduduk pada tahun 2001. Prevalensi hipertensi pada penduduk golongan usia di atas 25 tahun ke atas meningkat dari 8 % pada tahun 1995 menjadi 28 % pada tahun 2001 (Hapsara, 2004). Masalah utama pada hipertensi adalah 90 % lebih dari penderita hipertensi merupakan hipertensi esensial yang tidak diketahui penyebabnya (Darmojo, 2001).
Salah satu cara mengatasi masalah pada hipertensi adalah dengan diuretik. Diuretik adalah suatu zat yang meningkatkan laju pengeluaran volume urin. Secara klinis, diuretik bekerja dengan menurunkan laju reabsorbsi natrium dari tubulus sehingga menyebabkan natriuresis (peningkatan keluaran natrium) dan kemudian menimbulkan diuresis (peningkatan pengeluaran air) (Guyton dan Hall, 2008a). Penggunaan obat diuretik terutama hidroklorotiazid dapat menimbulkan berbagai macam efek samping seperti gangguan elektrolit commit to user (hipokalemia, hiponatremia, dan hiperkalsemia) serta insufisiensi ginjal
1
perpustakaan.uns.ac.id
2 digilib.uns.ac.id
(Nafrialdi, 2007). Oleh sebab itu, penggunaan bahan-bahan dari alam yang mempunyai fungsi diuretik sebagai pengobatan tradisional pada kasus hipertensi perlu dipertimbangkan. Di Indonesia, pengobatan tradisional sudah dilakukan sejak ratusan tahun yang lalu. Hal ini disebabkan Indonesia mempunyai banyak tanaman obat dan keanekaragaman hayati lain yang dapat digunakan sebagai alternatif pengobatan. Adapun pengertian pengobatan tradisional adalah suatu upaya kesehatan dengan alternatif lain dari ilmu kedokteran dan berdasarkan pengetahuan yang diturunkan secara lisan maupun tulisan yang berasal dari Indonesia atau mancanegara, sedangkan pengertian tanaman obat adalah obat yang dibuat dari bahan atau perpaduan bahan-bahan yang diperoleh dari tanaman yang belum berupa zat murni dan digunakan secara turun-temurun (Suprapto, 1992). Tanaman obat relatif mudah didapat, murah, dan efek sampingnya relatif rendah. Satu tanaman obat bisa memiliki efek farmakologi lebih dari satu. Namun, tanaman obat memiliki beberapa kelemahan, antara lain sebagian besar efek farmakologisnya yang lemah, belum ada bahan baku standar, belum dilakukan uji klinik, dan mudah tercemar berbagai jenis mikroorganisme (Katno, 2004). Salah satu tanaman yang telah digunakan sebagai obat tradisional adalah bunga rosela (Hibiscus sabdariffa L.). Kelopak bunga rosela yang telah digunakan dalam pengobatan tradisional diyakini bermanfaat sebagai diuretik, antiseptik, antimikroba, antihelmintik, sebagai obat untuk pireksia (demam), sariawan, serta hipertensi (Perry, 1980; Olalelye, 2007; Okasha et al., 2008; commit to user
3 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Mardiah et al., 2009). Kelopak bunga rosela memiliki kandungan senyawa kimia seperti antosianin, flavonoid, dan polifenol yang dapat memberikan manfaat terutama untuk pengobatan alternatif (Oppel, 2007). Flavonoid adalah salah satu dari sekian banyak zat kimia yang telah terbukti secara eksperimental dapat berfungsi sebagai diuretik alami (Xiao et al., 2005). Flavonoid menyebabkan peningkatan ekskresi elektrolit seperti Na+ dan Clpada tubulus sehingga menimbulkan efek diuresis (Chodera et al., 1991; Juniora et al., 2010). Saat ini, penelitian mengenai berapa dosis kelopak bunga rosela yang efektif sebagai diuretik masih jarang ditemukan. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan uji dosis ekstrak etanol kelopak bunga rosela sebagai diuretik pada tikus putih jantan (Rattus norvegicus).
B. Rumusan Masalah Berapakah dosis ekstrak etanol kelopak bunga rosela (Hibiscus sabdariffa L.) yang paling efektif sebagai diuretik pada tikus putih jantan (Rattus norvegicus) pada penelitian ini?
C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dosis ekstrak etanol kelopak bunga rosela (Hibiscus sabdariffa L.) yang paling efektif sebagai diuretik pada tikus putih jantan (Rattus norvegicus). commit to user
4 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
D. Manfaat Penelitian 1. Aspek Teoretis Penelitian ini dapat memberikan informasi ilmiah mengenai dosis ekstrak etanol kelopak bunga rosela (Hibiscus sabdariffa L.) yang paling efektif sebagai diuretik pada tikus putih jantan (Rattus norvegicus). 2. Aspek Aplikatif Penelitian ini dapat menjadi referensi bagi peneliti selanjutnya mengenai uji dosis ekstrak etanol kelopak bunga rosela (Hibiscus sabdariffa L.) sebagai diuretik pada hewan yang tingkatannya lebih tinggi dengan dosis yang lebih besar.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Ginjal a. Anatomi Makroskopis dan Mikroskopis Ginjal merupakan sepasang organ berbentuk seperti kacang, terletak setinggi vertebra torakalis XII-vertebra lumbalis III pada rongga retroperitoneal. Bagian lateral ginjal berbentuk cembung sedangkan bagian medialnya berbentuk cekung. Pada bagian medial ginjal terdapat hilus yang merupakan tempat keluar masuknya pembuluh darah, saraf, dan ureter (Mutschler, 1991). Ginjal terdiri dari dua bagian utama yaitu korteks dan medulla. Medulla ginjal tersusun atas beberapa massa jaringan berbentuk kerucut disebut piramid. Apeks dari tiap piramid membentuk duktus papilaris Bellini. Setiap duktus papilaris Bellini masuk ke dalam kantong disebut kaliks minor. Beberapa kaliks minor bersatu membentuk kaliks mayor dan selanjutnya membentuk pelvis ginjal (Price and Wilson, 2006). Ginjal tersusun oleh sekitar 1 juta nefron yang bertanggung jawab dalam mekanisme pembentukan urin. Tiap nefron terdiri dari korpus dan tubulus. Korpus ginjal terdiri atas satu kapsul Bowman dan kumpulan kapiler glomerolus. Tubulus terdiri atas tubulus proksimal dengan bagian pars konvulata dan pars rekta, bagian penghantar, tubulus distal dengan commit to user
5
6 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
bagian pars konvulata dan pars rekta, serta tubulus penampung. Bagian yang lurus dari tubulus proksimal, distal, serta penghantar dinamakan ansa Henle (Mutschler, 1991). b. Fungsi Ginjal Fungsi ginjal adalah membuang bahan-bahan sisa metabolisme serta mengontrol volume dan komposisi cairan tubuh (Sherwood, 2001; Guyton and Hall, 2008b). Menurut Mutschler (1991), ginjal juga menjalankan beberapa fungsi antara lain: 1) Ekskresi zat-zat metabolisme melalui urin, misalnya urea dan kreatinin. 2) Pengaturan kebutuhan air dan elektrolit serta keseimbangan asam basa. 3) Pengaturan (hormonal) volume cairan ekstra sel dan tekanan darah arteri. 4) Sintesis
eritropoetin
dan
dengan
demikian
mempengaruhi
menjadi
1,25-dihidroksi-
pembentukan eritrosit. 5) Hidroksilasi
25-hidroksi-kolekalsiferol
kolekalsiferol yang berperan pada metabolisme kalsium dan fosfat. c. Proses Pembentukan Urin Pembentukan urin terdiri dari filtrasi glomerulus, reabsorpsi tubulus, dan sekresi tubulus. Filtrasi glomerulus dimulai ketika sejumlah besar cairan dari kapiler glomerulus menuju ke kapsula Bowman (Sherwood, 2001, Guyton and Hall, 2008b). Di glomerulus, dinding commit to user
7 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
glomerulus bekerja sebagai saringan halus yang secara pasif dapat dilintasi air, garam-garam, dan glukosa (Tjay dan Rahardja, 2002). Cairan yang telah difiltrasi meninggalkan kapsula Bowman dan melewati tubulus. Di sini terjadi penarikan kembali secara aktif air dan komponen seperti glukosa dan garam-garam (reabsorbsi tubulus) sehingga terbentuk filtrat (Sherwood, 2001; Tjay dan Rahardja, 2002). Selain itu, pada tubulus terjadi penambahan zat-zat tertentu seperti H+ dan K+ ke dalam filtrat melalui proses sekresi tubulus (Sherwood, 2001). Akhirnya, filtrat dari tubulus ditampung di suatu saluran pengumpul (ductus coligentes) serta disalurkan dan ditampung ke kandung kemih sebagai urin (Tjay dan Rahardja, 2002). Pembentukan urin pada orang dewasa normal rata-rata sebanyak 1 ml per menit atau 1,5 liter per hari (Sherwood, 2001). Rata-rata di daerah tropis volume urin dalam sehari antara 800-1300 ml untuk orang dewasa Beberapa faktor dapat mempengaruhi volume urin seperti umur, berat badan, jenis kelamin, makanan dan minuman, suhu badan, iklim dan aktivitas orang yang bersangkutan (Wirawan et al., 1995).
commit to user
8 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 1. Proses Pembentukan Urin (Filtrasi, Reabsorsi, dan Sekresi) (Sherwood, 2001) 2. Diuretik Diuretik adalah zat-zat yang dapat menyebabkan bertambahnya pengeluaran urin melalui mekanisme kerja langsung terhadap ginjal. Diuresis memiliki dua pengertian yaitu menunjukkan adanya penambahan volume urin serta menunjukkan jumlah pengeluaran (kehilangan) zat-zat terlarut dan air (Tjay dan Rahardja, 2002). Secara umum diuretik dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu penghambat mekanisme transpor elektrolit (benzotiazid, diuretik kuat, diuretik hemat kalium, dan penghambat karbonik anhidrase) dan diuretik osmotik (manitol, gliserin, dan isosorbid) (Nafrialdi, 2007). Jenis-jenis diuretik serta tempat kerja dan cara kerja terangkum dalam tabel di bawah ini: commit to user
9 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 1. Obat, Tempat, dan Cara Kerja Diuretik (Nafrialdi, 2007) Obat
Tempat kerja utama
Cara kerja
Diuretik
(1) Tubuli proksimal
Penghambatan reabsorbsi natrium
osmotik
dan air melalui daya osmotiknya. (2) Ansa henle
Penghambatan reabsorbsi natrium dan air oleh karena hipertonis daerah medula menurun.
(3) Duktus koligentes
Penghambatan reabsorbsi natrium dan air akibat adanya kecepatan aliran filtrate yang tinggi.
Penghambat
Tubuli proksimal
enzim karbonik
Penghambatan terhadap reabsorbsi bikarbonat
anhidrase Tiazid
Hulu tubuli distal
Penghambatan terhadap reabsorbsi natrium klorida
Diuretik hemat
Hilir tubuli distal dan
Penghambatan reabsorbsi natrium
kalium
duktus koligentes
dan sekresi kalium dengan jalan
daerah korteks
antagonisme kompetitif (spironolakton) atau secara langsung (triamteren dan amilorid)
Diuretik kuat
Ansa henle bagian
Penghambatan terhadap transport
asenden pada bagian
elektrolit natrium, kalium dan
dengan epitel tebal
klorida.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
10 digilib.uns.ac.id
Ada tiga faktor utama yang mempengaruhi respon diuretik. Pertama, tempat kerja diuretik di ginjal. Diuretik yang bekerja pada daerah dengan reabsorbsi natrium sedikit akan lebih kecil memberikan efek dibandingkan diuretik yang bekerja pada daerah dengan reabsorbsi natrium banyak. Kedua, status fisiologi dari organ seperti dekompensasi jantung, sirosis hati, gagal ginjal sehingga memberikan respon yang berbeda terhadap diuretik. Ketiga, interaksi antara obat dengan reseptor (Siregar, 1987). 3. Hidroklorotiazid (HCT) Hidroklorotiazid merupakan diuretik terpilih untuk pengobatan udem akibat payah jantung ringan sampai sedang. Karena daya hipotensinya lebih kuat, hidroklorotiazid banyak digunakan sebagai pilihan pertama untuk hipertensi ringan sampai sedang (Tjay dan Rahardja, 2002). a. Farmakodinamik Efek farmakodinamik dari tiazid adalah meningkatkan ekskresi Na+, Cl- dan sejumlah air. Peningkatan ekskresi ini disebabkan oleh mekanisme tiazid dalam menghambat reabsorbsi Na+ dan Cl- pada hulu tubulus distal (Anderson et al., 2002; Nafrialdi, 2007). b. Farmakokinetik Tiazid diabsorpsi dengan baik melalui saluran cerna dan diekskresi melalui filtrasi glomerolus maupun sekresi aktif dalam tubulus proksimal. Hidroklorotiazid bekerja mulai dari 2 jam setelah pemberian secara oral, kadar plasma tertinggi dicapai dalam 4-6 jam, dengan masa kerja 6-12 jam (Mutschler, 1991; Nafrialdi, 2007). Hidroklorotiazid commit to user
11 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
hampir tidak dimetabolisme oleh tubuh. Kurang lebih 95% dari hidroklorotiazid yang masuk dalam tubuh manusia diekskresikan dalam bentuk asalnya (Anderson et al., 2002). c. Indikasi dan Kontraindikasi Indikasi utama tiazid adalah hipertensi, gagal jantung kongestif, nefrolitiasis yang disebabkan hiperkalsiuria idiopatik, diabetes insipidus nefrogenik, toksisitas, alkalosis metabolik hipokalemi dan hiperurisemia, penurunan
toleransi
glukosa,
hiperlipidemia,
serta
hiponatremi.
Sedangkan kontraindikasi tiazid adalah anuria, kehamilan, edema yang sangat berat, serta alergi terhadap derivat sulfonamid (Anderson et al., 2002; Nafrialdi, 2007). d. Efek Samping 1) Gangguan Toleransi Karbohidrat Dapat terjadi hiperglikemia baik pada pasien diabetes atau bahkan pada uji toleransi glukosa tidak normal yang ringan. Efek tersebut berkaitan dengan hambatan pelepasan insulin pakreatik dan penurunan penggunaan glukosa oleh jaringan (Katzung, 2001). 2) Hiperlipidemia Tiazid menyebabkan peningkatan 5-15 % kolesterol serum dan menurunkan Low Density Lipoprotein (LDL) (Katzung, 2001). 3) Hiponatremia Disebabkan kombinasi antara peningkatan antidiuretik hormon (ADH) yang mengiduksi hipovolemia, penurunan kapasitas pelarutan ginjal commit to user
12 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dan menyebabkan haus (Katzung, 2001). 4) Reaksi Alergi Tiazid adalah sulfonamid dan mempunyai reaktivitas silang dengan anggota lain dari kelompoknya (Katzung, 2001). 5) Lain-lain Kelemahan, kelelahan, dan parestesia dapat menyerupai penghambat karboanhidrase lain (Katzung, 2001). e. Dosis Hidroklorotiazid tersedia dalam sediaan tablet 25 dan 50 mg. Dosis yang biasa digunakan untuk hipertensi adalah 12,5-25 mg per hari dan untuk gagal jantung kongestif 25-100 mg per hari (Katzung, 2001). Dosis yang dianjurkan untuk diuretik adalah 25 mg per hari (Nafrialdi, 2007). 4. Bunga Rosela Bunga rosela (Hibiscus sabdariffa L.) memiliki lebih dari 300 spesies yang tersebar di daerah tropis dan nontropis. Nama lain bunga rosela antara rozelle, red sorrel, sour-sour, lemon bush, florida cranberry, oseille rouge (Perancis), quimbombo chino (Spanyol), karkad (Afrika Utara), bisap (Senegal) (Hutapea, 2001). a. Klasifikasi Divisi
: Spermatophyta
Sub Divisi
: Angiospremae
Kelas
: Dicotyledoneae commit to user
13 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Bangsa
: Malvales
Famili
: Malvaceae
Genus
: Hibiscus
Spesies
: Hibiscus sabdariffa L. (Hutapea, 2001)
b. Ciri Morfologi Tanaman rosela (Hibiscus sabdariffa L.) berbentuk semak, tegak, dan tingginya 0,5-5 m. Batangnya bulat, tegak, berkayu, dan berwarna merah. Daunnya tunggal, pertulangan menjari, ujung tumpul, tepi beringgit, penampang bulat, dan berwarna hijau. Bunganya tunggal, terletak di ketiak daun, kelopak bunga dibentuk dari lima helai daun kelopak, pangkal berlekatan, berwarna merah, serta mahkota bunga berbentuk corong. Buahnya bebentuk kotak, berambut, dan berwarna merah. Akarnya tunggang dan berwarna putih (Hutapea, 2001).
Gambar 2. Tanaman Rosela (Hibiscus sabdariffa L.) (Yan and Wong, 2009)
commit to user
14 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. Kandungan Senyawa Kandungan senyawa yang terdapat pada kelopak bunga rosela adalah flavonoid. Flavonoid kelopak bunga rosela terdiri dari flavonol dan pigmen antosianin. Antosianin pada kelopak bunga rosela berada dalam bentuk glukosida yang terdiri dari cyanidin-3-sambubioside, delphinidin-3-glucose, dan delphinidin-3-sambubioside. Flavonol terdiri dari gossypectin, hibiscin, dan quercetia (Mardiah et al., 2009). Kelopak bunga rosela juga mengandung alkaloid, L-ascorbic acid, anisaldehid, antosianin, beta karoten, protocathecuic acid, beta sitosterol, asam sitrat, galaktosa, polifenol, cyaniding-3-rutinoside,
mukopolisakarida,
pektin,
polisakarida,
asam
stearat, dan lilin (Hirunpanich, 2005). Zat gizi lain yang tak kalah penting terkandung dalam kelopak bunga rosela adalah kalsium, niasin, riboflavin, dan besi yang cukup tinggi. Kandungan besi pada kelopak segar bunga rosela dapat mencapai 8,98 mg/100 gr. Selain itu, kelopak bunga rosela mengandung 1,12 % protein, 12 % serat kasar, 21,89 mg sodium, vitamin C, dan vitamin A (Mardiah et al., 2009).
d. Manfaat Kelopak bunga rosela yang telah digunakan dalam pengobatan tradisional diyakini bermanfaat sebagai diuretik, antiseptik, antimikroba, antihelmintik, sebagai obat untuk pireksia (demam), sariawan, serta hipertensi (Perry, 1980; Olalelye, 2007; Okasha et al., 2008; Mardiah et al., 2009). Di Thailand, bunga rosela digunakan sebagai terapi pengobatan dan pencegahan batu ginjal (Prasongwatana et al., 2008). commit to user
15 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pemberian ekstrak rosela juga dapat menurunkan kadar Low Dencity Lipoprotein (LDL) (Fasoyiro et al., 2005). e. Cara Pemakaian Kelopak bunga rosela yang sudah dikeringkan direbus hingga warna bunga memudar. Setelah itu, air rebusan disaring dan siap dikonsumsi (Widyanto, 2008). Referensi lain menyebutkan, seduh atau rebus 5-10 gr kelopak kering bunga rosela dengan 300 cc air hingga mendidih, saring, lalu minum airnya hangat-hangat sebagai teh dua kali sehari (Wijayakusuma, 2008).
f. Kelopak Bunga Rosela (Hibiscus sabdariffa L.) sebagai Diuretik Peran kelopak bunga rosela sebagai diuretik dipengaruhi oleh senyawa flavonoid yang dikandungnya. Flavonoid adalah salah satu dari sekian banyak zat kimia yang telah terbukti secara eksperimental dapat berfungsi sebagai diuretik alami (Xiao et al., 2005). Flavonoid menyebabkan peningkatan ekskresi elektrolit seperti Na+ dan Cl- pada tubulus sehingga menimbulkan efek diuresis (Chodera et al., 1991; Juniora et al., 2010).
commit to user
16 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Kerangka Pikir
Ginjal Variabel Pengganggu Terkendali (Makanan dan Mnimuman)
Glomeruli
Filtrasi
Filtrat Tikus Putih
Ekstrak Etanol Kelopak Bunga Rosela (Flavonoid) Tubulus
Variabel Pengganggu Tak Terkendali (Genetika, Keadaan Ginjal, Stres)
Penghambatan Reabsorbsi Na+ dan Cl-
Volume Urin Meningkat
Keterangan: : berlangsung proses : menuju ke : menghambat : menyebabkan commit to user
Diuretik Golongan Tiazid (Hidroklorotiazid)
17 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
C. Hipotesis Dosis tertinggi ekstrak etanol kelopak bunga rosela (Hibiscus sabdariffa L.) pada penelitian ini merupakan dosis yang paling efektif sebagai diuretik pada tikus putih jantan (Rattus norvegicus).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental laboratorium dengan rancangan penelitian the post test only with control group design. B. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengembangan dan Penelitian Terpadu (LPPT) Universitas Gajah Mada Yogyakarta. C. Subjek Penelitian 1. Populasi : Tikus putih jantan (Rattus norvegicus) 2. Sampel : Tikus putih jantan (Rattus norvegicus) di Laboratorium Pengembangan dan Penelitian Terpadu (LPPT) Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Adapun kriteria inklusi dan eksklusi adalah sebagai berikut: a. Kriteria inklusi: 1) Galur Wistar 2) Umur ± 3 bulan 3) Berat badan ± 200 gram (toleransi 10 %) b. Kriteria eksklusi yaitu cacat fisik
commit to user
18
19 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
D. Teknik Sampling Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling yaitu pemilihan subyek berdasarkan atas ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang berkaitan dengan karakteristik populasi hewan uji (Taufiqurahman, 2009). E. Besar Sampel Menurut Maryanto dan Fatimah (2004), besar sampel dapat ditentukan dengan menggunakan rumus Federer. Rumus Federer : (n-1) x (t-1) > 15
Keterangan: n = besar sampel tiap kelompok t = banyaknya kelompok Pada penelitian ini banyaknya kelompok adalah 5 kelompok, maka besarnya sampel tiap kelompok adalah: (n-1) x (5-1) > 15 (n-1) x 4 > 15 n - 1 > 3,75 n > 4,75 Dengan demikian, setiap kelompok penelitian minimal memerlukan sampel sebanyak 5 ekor tikus putih jantan. Pada penelitian ini digunakan 5 ekor tikus putih jantan per kelompok sehingga besar sampel total sebanyak 25 ekor tikus putih jantan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
20 digilib.uns.ac.id
F. Identifikasi Variabel Penelitian 1. Variabel Bebas Variabel bebas pada penelitian ini adalah ekstrak etanol kelopak bunga rosela (Hibiscus sabdariffa L.) dan hidroklorotiazid (HCT). 2. Variabel Terikat Variabel terikat pada penelitian ini adalah volume urin tikus putih (Rattus norvegicus). 3. Variabel Pengganggu a. Variabel pengganggu yang terkendali Makanan dan minuman b. Variabel pengganggu yang tidak terkendali 1) Variasi kepekaan (genetik) tikus putih terhadap zat dan obat yang digunakan 2) Keadaan ginjal dari tikus putih 3) Stres G. Definisi Operasional Variabel 1. Ekstrak Etanol Kelopak Bunga Rosela (Hibiscus sabdariffa L.) Ekstrak etanol kelopak bunga rosela adalah hasil ekstraksi kelopak bunga rosela dengan metode sokhletasi menggunakan pelarut etanol 70%. Kelopak bunga rosela yang memiliki karakteristik antara lain terdiri dari lima helai daun kelopak, pangkalnya saling berlekatan, berwarna merah, dan mahkota bunga berbentuk corong didapatkan serta dikeringkan, kemudian diekstraksi di Laboratorium Penelitian dan Pengembangan Terpadu (LPPT) commit to user
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta. Ekstraksi dilakukan dengan metode sokhletasi karena beberapa keuntungan yang dimilikinya, yaitu bahan pelarut yang digunakan tidak banyak dan pelarut yang digunakan selalu baru (Voight, 1994). Skala pengukuran yang digunakan adalah ordinal. 2. Hidroklorotiazid (HCT) Hidroklorotiazid adalah obat diuretik derivat dari tiazid yang bekerja dengan meningkatkan ekskresi natrium, klorida, dan sejumlah air dengan mekanisme menghambat reasorbsi aktif natrium, klorida, dan air pada tubuli distal. Hidroklorotiazid mempunyai lama kerja 6-12 jam (Nafrialdi, 2007). Hidroklorotiazid digunakan sebagai pilihan pertama untuk pengobatan hipertensi ringan sampai sedang karena daya hipotensinya (Tjay dan Rahardja, 2002). Skala pengukuran yang digunakan adalah nominal. 3. Volume Urin Volume urin adalah jumlah urin tampung yang dihitung dari nilai rata-rata pengeluaran urin tikus putih selama 16 jam dimana pengamatan dilakukan setiap 4 jam sampai 4 kali setelah pemberian perlakuan. Jika volume urin yang dihasilkan lebih besar dari volume urin kontrol negatif atau sama besar dengan volume urin pada kontrol positif, efek diuresis dapat diasumsikan. Pengukuran volume urin menggunakan injection spuit dan penghitungan waktu menggunakan stopwatch. Skala pengukuran yang digunakan adalah rasio. commit to user
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
H. Rancangan Penelitian
Tikus putih jantan (25 ekor)
Diadaptasikan selama 7 hari
Dipuasakan dari makanan selama 6 jam, tetap diberikan air minum
Kelompok I (5 ekor)
Kelompok II (5 ekor)
Kelompok III (5 ekor)
Kelompok IV (5 ekor)
Kelompok V (5 ekor)
+ Aquadest 2,5 ml
+ HCT 0,3 mg/200 gr BB tikus putih/2,5 ml
+ Ekstrak kelopak bunga rosela dosis 1 (65 mg/200 gr BB tikus putih/2,5 ml)
+ Ekstrak kelopak bunga rosela dosis 2 (130 mg/200 gr BB tikus putih/2,5 ml)
+ Ekstrak kelopak bunga rosela dosis 3 (260 mg/200 gr BB tikus putih/2,5 ml)
Penampungan urin selama 4 jam
Pengukuran volume urin tiap 4 jam dan pengukuran intake cairan selama 16 jam
Analisis data dengan uji statistik commit to user
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
I. Instrumen Penelitian 1. Metabolic cage complete set for rats: tempat uji diuretik untuk masingmasing tikus putih. 2. Kandang tikus: tempat untuk mengadaptasikan tikus putih pada tempat percobaan. 3. Timbangan hewan: timbangan duduk dan timbangan neraca untuk menimbang berat badan tikus putih. 4. Spuit pencekok: alat untuk memasukkan bahan uji pada tikus putih secara peroral. 5. Bekker glass: alat untuk membuat ekstrak etanol kelopak bunga rosela. 6. Stop watch: alat untuk mengetahui waktu pengukuran volume urin tikus. 7. Injection spuit: alat untuk mengukur volume urin hasil uji diuretik. J. Bahan Penelitian 1. Pelet sebagai bahan makanan untuk tikus putih 2. Ekstrak kelopak bunga rosela sebagai bahan uji 3. Aquadest sebagai kontrol negatif 4. Hidroklorotiazid sebagai kontrol positif K. Cara Kerja 1. Membuat ekstrak etanol kelopak bunga rosela (Hibiscus sabdariffa L.) Ekstrak pada percobaan ini dibuat di Lembaga Penelitian dan Pengembangan
Terpadu
(LPPT)
Universitas
Gajah
Mada
(UGM)
Yogyakarta. Ekstrak dibuat dengan metode sokhletasi dengan pelarut etanol commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
24 digilib.uns.ac.id
70% dan hasilnya berupa ekstrak kering. Ekstrak kering kemudian dilarutkan dengan aquadest dan diberikan secara per oral pada tikus. 2. Penentuan dosis a. Dosis ekstrak etanol kelopak bunga rosela Volume cairan maksimal yang dapat diberikan secara per oral pada tikus adalah 5 ml/100 gr (Ngatidjan, 1991). Disarankan takaran dosis tidak sampai melebihi setengah kali volume maksimalnya (Imono dan Nurlaila, 1986). Pada orang Indonesia, dosis kelopak bunga rosela yang digunakan adalah dosis yang biasa dipakai di masyarakat, yaitu 3-4 kuntum kelopak bunga rosela, jika dikonversi menjadi ± 10 gr atau ± 10000 mg (Wijayakusuma, 2008). Berdasarkan tabel konversi perhitungan dosis untuk berbagai spesies dan manusia, konversi dosis manusia dengan berat badan 70 kg pada tikus dengan berat 200 gr adalah 0,018 (Ngatidjan, 1991). Pada orang Indonesia dengan berat rata-rata 50 kg, maka dosis kelopak bunga rosela untuk tikus yaitu: = (10000 mg x 0,018 x 50/70)/200 gr BB tikus putih = 128,571 mg/200 gr BB tikus putih = 128,6 mg/200 gr BB tikus putih » 130 mg/200 gr BB tikus putih Dalam percobaan ini, dosis ekstrak etanol kelopak bunga rosela dibuat bertingkat: Kelompok I: Dosis rendah/dosis 1 = 0,5 x 130 mg/200 gr BB = 65 mg/200 gr BB tikus putih commit to user
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Ekstrak etanol kelopak bunga rosela 65 mg kemudian dilarutkan dengan 2,5 ml aquadest sehingga dalam 2,5 ml larutan terdapat konsentrasi ekstrak etanol kelopak bunga rosela sebanyak 65 mg. Kelompok II: Dosis sedang/dosis 2 = 1 x 130 mg/200 gr BB = 130 mg/200 gr BB tikus putih Ekstrak etanol kelopak bunga rosela 130 mg kemudian dilarutkan dengan 2,5 ml aquadest sehingga dalam 2,5 ml larutan terdapat konsentrasi ekstrak etanol kelopak bunga rosela sebanyak 130 mg. Kelompok III: Dosis tinggi/dosis 3 = 2 x 130 mg/200 g BB = 260 mg/200 g BB tikus putih Ekstrak etanol kelopak bunga rosela 260 mg kemudian dilarutkan dengan 2,5 ml aquadest sehingga dalam 2,5 ml larutan terdapat konsentrasi ekstrak etanol kelopak bunga rosela sebanyak 260 mg. b. Dosis hidroklorotiazid Berdasarkan tabel konversi perhitungan dosis untuk berbagai spesies dan manusia, konversi dosis manusia dengan berat badan 70 kg pada tikus dengan berat 200 g adalah 0,018. Volume cairan maksimal yang dapat diberikan per oral pada tikus adalah 5 ml/ 100 g BB (Ngatidjan, 1991). Disarankan takaran dosis tidak sampai melebihi setengah kali volume maksimalnya (Imono dan Nurlaila, 1986). Menurut Nafrialdi (2007), dosis hidroklorotiazid yang dianjurkan sebagai diuretik adalah 25 mg/ hari. Dengan demikian, dosis hidroklorotiazid untuk tikus putih yaitu:
commit to user
26 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
= (25 mg x 0,018 x 50/70)/200 g BB tikus putih = 0,32 mg/200 g BB tikus putih » 0,3 mg/200 g BB tikus putih Hidroklorotiazid 0,3 mg kemudian dilarutkan dengan 2,5 ml aquadest
sehingga
dalam
2,5
ml
larutan
terdapat
konsentrasi
hidroklorotiazid sebanyak 0,3 mg. 3. Langkah Penelitian a. Sebelum Perlakuan Hewan diadaptasi selama kurang lebih 1 minggu di tempat percobaan dan dipuasakan dari makanan selama 6 jam sebelum perlakuan. Hewan uji kemudian dibagi secara acak ke dalam 5 kelompok masing-masing terdiri atas 5 ekor tikus putih. Kemudian tikus putih ditimbang dengan menggunakan timbangan hewan dan diberi perlakuan. b. Pemberian Perlakuan 1) Kelompok I: tikus putih diberi aquadest 2,5 ml sebagai kontrol negatif. 2) Kelompok II: tikus putih diberi hidroklorotiazid dosis 0,3 mg/200 g BB tikus putih/2,5 ml. 3) Kelompok III: tikus putih diberi ekstrak etanol kelopak bunga rosela 65 mg/200 g BB tikus putih/2,5 ml.
4) Kelompok IV: tikus putih diberi ekstrak etanol kelopak bunga rosela 130 mg/200 g BB tikus putih/2,5 ml.
5) Kelompok V: tikus putih diberi ekstrak etanol kelopak bunga rosela 260 mg/200 g BB tikus putih/2,5 ml. commit to user
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. Sesudah Perlakuan Setiap tikus putih langsung dimasukkan ke dalam kandang khusus untuk uji diuretik (metabolic cage complete set for rats). Penampungan dan pengukuran urin tikus putih dilakukan setiap 4 jam, selama 16 jam. L. Teknik Analisis Data Data (volume urin dan intake cairan) yang diperoleh ditabulasi dalam tabel dan grafik. Selanjutnya data (volume urin dan intake cairan) dianalisis apakah memenuhi syarat uji parametrik yaitu dengan diuji normalitas dan homogenitas variansinya. Uji normalitas dilakukan dengan uji Shapiro-Wilk karena jumlah sampel yang kecil (< 50). Uji homogenitas varians antar kelompok menggunakan uji Levene. Bila didapatkan p > 0,05 pada kedua uji tersebut, berari distribusi data nominal dan varians antar kelompok homogen. Selanjutnya, data diuji dengan dengan uji one-way Anova. Bila didapat hasil yang signifikan (p < 0,05), data diuji lebih lanjut dengan uji post-hoc untuk mengetahui manakah di antara kelompok percobaan yang berbeda secara signifikan. Bila syarat uji parametrik tidak terpenuhi (distribusi data tidak normal dan varians antar kelompok tidak homogen), data dianalisis dengan uji statistik non-parametrik yang sebanding dengan uji one-way Anova, yaitu uji KruskalWallis. Bila terdapat perbedaan signifikan, data selanjutnya diuji dengan uji Mann-Whitney. Analisis statistik dilakukan dengan SPSS v.17.0.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Data Hasil Penelitian Penelitian uji dosis ekstrak etanol kelopak bunga rosela (Hibiscus sabdariffa L.) sebagai diuretik pada tikus putih jantan (Rattus norvegicus) ini menggunakan 25 ekor tikus putih jantan, galur Wistar, dan berat badan ± 200 gram. Tikus-tikus tersebut dibagi dalam lima kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 5 ekor tikus putih. Kelompok I sebagai kontrol negatif diberikan aquadest (2,5 ml). Kelompok II sebagai kontrol positif diberikan hidroklorotiazid (0,3 mg/200 gr BB/2,5 ml). Kelompok III, IV, dan V berturutturut diberi perlakuan dengan ekstrak etanol kelopak bunga rosela dosis 1 (65 mg/200 gr BB/2,5 ml), dosis 2 (130 mg/200 gr BB/2,5 ml), dosis 3 (260 mg/200 gr BB/2,5 ml). Pengamatan dan pengukuran dilakukan dengan cara menampung volume urin setiap 4 jam beserta intake cairan selama 16 jam. Hasil pengamatan pada penelitian uji dosis ekstrak etanol kelopak bunga rosela (Hibiscus sabdariffa L.) sebagai diuretik pada tikus putih jantan (Rattus norvegicus) dirangkum dalam Tabel 2 dan Tabel 3 berikut ini.
commit to user
28
29 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 2. Pengukuran Volume Urin (ml) Tiap 4 Jam Rerata ± Standar Deviasi Volume Urin (ml) Kelompok
4 jam I
4 jam II
4 jam III
4 jam IV
Kontrol Negatif
2,72 ± 1,17
6,06 ± 1,88
4,36 ± 2,38
2,62 ± 2,20
Kontrol Positif
5,48 ± 1,54
6,44 ± 2,56
5,36 ± 2,09
2,72 ± 1,77
Dosis 1 Rosela
1,96 ± 0,86
1,12 ± 1,15
1,98 ± 1,08
2,46 ± 1,51
Dosis 2 Rosela
2,36 ± 0,83
2,92 ± 2,27
2,48 ± 1,17
1,98 ± 1,96
Dosis 3 Rosela
2,36 ± 0,77
6,72 ± 5,63
7,76 ± 4,42
1,56 ± 0,92
Pada tabel di atas diketahui saat pengukuran 4 jam I rerata volume urin kelompok kontrol positif paling banyak dibandingkan kelompok lainnya. Saat pengukuran 4 Jam II, rerata volume urin kelompok kontrol negatif dan dosis 3 ekstrak etanol kelopak bunga rosela meningkat hampir sama dengan kelompok kontrol positif. Pada saat yang sama, rerata volume urin kelompok dosis 1 ekstrak etanol kelopak bunga rosela justru menurun. Saat pengukuran 4 jam III, rerata volume urin kelompok dosis 3 ekstrak kelopak bunga rosela meningkat melebihi kelompok kontrol positif. Saat pengukuran 4 jam IV, rerata volume urin sebagian besar kelompok mengalami penuruan kecuali pada kelompok dosis 1 ekstrak etanol kelopak bunga rosela yang terjadi sedikit peningkatan. Penurunan drastis terlihat jelas pada kelompok dosis 3 ekstrak etanol kelopak bunga rosela. Penjelasan di atas terlihat jelas pada Gambar 3 berikut ini.
commit to user
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 3. Grafik Volume Urin Tiap Kelompok pada Berbagai Waktu dan Status Perlakuan Secara garis besar, gambar di atas menunjukkan bahwa kelompok kontrol negatif dan dosis 3 ekstrak kelopak bunga rosela mampu menghasilkan volume urin yang sebanding dengan kelompok kontrol positif sedangkan kelompok dosis 1 dan 2 ekstrak kelopak bunga rosela tidak. Volume urin kelompok kontrol negatif dan dosis 3 ekstrak etanol kelopak bunga rosela meningkat drastis pada saat 4 jam II. Pada saat yang sama, volume urin kelompok dosis 1 ekstrak kelopak bunga rosela
commit to user
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 3. Perbandingan Rerata Volume Urin (ml) dan Intake Cairan (ml) Tiap Kelompok selama 16 Jam Rerata (ml) Kelompok
Intake Cairan
Volume Urin
Kontrol Negatif
32,00
15,76
Kontrol Positif
27,40
20,00
Dosis 1 Rosela
17,60
7,52
Dosis 2 Rosela
27,60
9,74
Dosis 3 Rosela
33,40
18,4
Tabel di atas menunjukkan perbandingan antara rerata volume urin dengan rerata jumlah intake cairan pada tiap-tiap kelompok. Secara garis besar, peningkatan intake cairan akan mempengaruhi peningkatan volume urin yang dihasilkan. B. Analisis Data Data (jumlah volume urin dan intake cairan) yang diperoleh selama 16 jam kemudian dianalisis dengan SPSS v.17.0 apakah memenuhi syarat uji parametrik
yaitu
diuji
homogenitas
varians
dan
normalitasnya.
Uji
homogenitas varians antar kelompok dilakukan dengan uji Levene sedangkan uji normalitas dilakukan dengan uji Shapiro-Wilk. 1. Intake Cairan a) Uji Normalitas Hasil uji normalitas data intake cairan disajikan pada tabel 3 berikut ini.
commit to user
32 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4. Uji Normalitas Intake Cairan Kelompok
Nilai p
Kontrol Negatif
0,758
Kontrol Positif
0,153
Dosis 1 Ekstrak Rosela
0,795
Dosis 2 Ekstrak Rosela
0,402
Dosis 3 Ekstrak Rosela
0,533
Intepretasi dari uji normalitas data di atas adalah distribusi data dari tiap-tiap kelompok adalah normal karena semua kelompok mempunyai nilai p > 0,05. b) Uji Homogenitas Hasil uji homogenitas data intake cairan didapatkan nilai p = 0,709 (lampiran 4). Intepretasi dari uji homogenitas varians dimana p > 0,05 adalah berarti tidak ada perbedaan varians data yang bermakna antar kelompok. Dengan kata lain, varians data intake cairan homogen. Kedua uji statistik di awal menunjukkan bahwa distribusi data normal dan varians data homogen sehingga syarat uji parametrik (uji Anova) terpenuhi. c) Uji Anova Hasil uji anova menunjukkan nilai p = 0,081 (lampiran 4). Intepretasi dari uji anova dimana p > 0,05 adalah tidak terdapat perbedaan intake cairan yang bermakna antara kelompok perlakuan. Dengan kata lain, intake cairan antar kelompok sama. commit to user
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Volume Urin a) Uji Normalitas Hasil uji normalitas data volume urin dirangkum pada tabel 5 berikut ini. Tabel 5. Rangkuman Hasil Uji Normalitas Volume Urin Nilai p Kelompok
4 Jam I
4 Jam II
4 Jam III
4 Jam IV
Kontrol Negatif
0,845
0,157
0,301
0,264
Kontrol Positif
0,096
0,414
0,468
0,351
Dosis 1 Rosela
0,730
0,397
0,121
0,141
Dosis 2 Rosela
0,557
0,497
0,821
0,127
Dosis 3 Rosela
0,415
0,875
0,820
0,145
Interpretasi hasil uji normalitas adalah jika p > 0.05 berarti distribusi data normal. Tabel 5 menunjukkan bahwa data volume urin 4 jam I, II, III dan IV mempunyai distribusi data normal. b) Uji Homogenitas Hasil uji homogenitas terhadap data volume urin dirangkum dalam Tabel 6 berikut ini. Tabel 6. Rangkuman Hasil Uji Homogenitas Volume Urin Nilai p Volume Urin 4 Jam I
0,756
Volume Urin 4 Jam II
0,027
Volume Urin 4 Jam III
0,025
Volume Urin 4 Jam IV
0,290
commit to user
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Interpretasi uji homogenitas adalah jika p > 0,05 berarti varians data antar kelompok homogen. Dari Tabel 6 menunjukkan bahwa volume urin 4 jam I dan IV antar kelompok tidak terdapat perbedaan yang bermakna (varians datanya homogen) sedangkan volume urin 4 jam II dan III terdapat perbedaan (varians data tidak homogen). Data volume urin 4 jam I dan IV mempunyai varians data homogen dan distribusi data normal sehingga data tersebut diuji statistik dengan uji Anova sedangan data volume urin 4 jam II dan III mempunyai varians data tidak homogen dan distribusi data normal sehingga data tersebut diuji statistik dengan uji Kruskal-Wallis. c) Uji Anova Uji Anova digunakan untuk melihat adakah terdapat perbedaan volume urin 4 jam I dan IV yang bermakna antar kelompok perlakuan. Adapun hasil uji Anova dirangkum dalam tabel 7 berikut ini. Tabel 7. Rangkuman Hasil Uji Anova Volume Urin Nilai p Volume Urin 4 Jam I
0,000
Volume Urin 4 Jam IV
0,809
Intepretasi dari uji Anova dimana p < 0,05 adalah terdapat perbedaan total volume urin yang bermakna antar kelompok perlakuan. Dari Tabel 7 menunjukkan bahwa volume urin 4 jam I terdapat perbedaan yang bermakna sedangkan volume urin 4 jam IV tidak. Data volume urin 4 jam I selanjutnya diuji statistik dengan uji post-hoc untuk commit to user mengetahui kelompok mana yang memiliki perbedaan bermakna.
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
d) Uji Post-Hoc Hasil uji post-hoc volume urin 4 jam I dirangkum dalam tabel 8 berikut ini. Tabel 8. Rangkuman Uji Post-Hoc Volume Urin 4 Jam I Perbandingan Kelompok
Nilai p
Negatif vs Positif
0,001
Negatif vs Dosis 1
0,277
Negatif vs Dosis 2
0,602
Negatif vs Dosis 3
0,602
Positif vs Dosis 1
0,000
Positif vs Dosis 2
0,000
Positif vs Dosis 3
0,000
Dosis 1 vs Dosis 2
0,563
Dosis 1 vs Dosis 3
0,563
Dosis 2 vs Dosis 3
1,000
Intepretasi uji post-hoc menunjukkan volume urin yang dihasilkan oleh kelompok kontrol positif (hidroklorotiazid) paling banyak dibandingkan kelompok perlakuan lainnya saat pengukuran 4 jam I. e) Uji Kruskal-Wallis Uji Kruskall-Wallis digunakan untuk melihat adakah terdapat perbedaan volume urin yang bermakna antar kelompok perlakuan saat pengukuran 4 jam II dan III. Adapun hasil uji Kruskal-Wallis dirangkum dalam tabel 9 berikut ini.
commit to user
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 9. Rangkuman Hasil Uji Kruskal-Wallis Nilai p Volume Urin 4 Jam II
0,030
Volume Urin 4 Jam III
0,015
Intepretasi dari uji Anova dimana p < 0,05 adalah terdapat perbedaan total volume urin yang bermakna antar kelompok perlakuan. Dari Tabel 9 menunjukkan bahwa volume urin 4 jam II dan III terdapat perbedaan yang bermakna. Data volume urin 4 jam II dan III selanjutnya diuji statistik dengan uji Mann-Whitney untuk mengetahui kelompok mana yang memiliki perbedaan bermakna. f) Uji Mann-Whitney Hasil uji Mann-Whitney volume urin 4 jam II dan III dirangkum dalam tabel 10 berikut ini. Tabel 10. Rangkuman Uji Mann-Whitney Nilai p Perbandingan Kelompok
4 Jam II
4 Jam III
Negatif vs Positif
0,751
0,600
Negatif vs Dosis 1
0,009
0,075
Negatif vs Dosis 2
0,076
0,169
Negatif vs Dosis 3
0,754
0,116
Positif vs Dosis 1
0,009
0,016
Positif vs Dosis 2
0,075
0,028
Positif vs Dosis 3
0,917
0,465
Dosis 1 vs Dosis 2
0,172
0,530
Dosis 1 vs Dosis 3
0,076
0,021
Dosis 2 vs Dosis 3
0,295
0,021
commit to user
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Intepretasi uji Mann-Whitney 4 jam II menunjukkan bahwa volume urin yang dihasilkan oleh kelompok dosis 2 dan 3 ekstrak etanol kelopak bunga rosela sebanding dengan kelompok kontrol positif (hidroklorotiazid) yaitu nilai p > 0,05. Intepretasi uji Mann-Whitney 4 jam III menunjukkan bahwa volume urin yang dihasilkan oleh kelompok dosis 3 ekstrak etanol kelopak bunga rosela sebanding dengan kelompok kontrol positif (hidroklorotiazid) yaitu nilai p > 0,05.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V PEMBAHASAN
Volume urin selama 16 jam antara kelompok I (kontrol negatif), II (kontrol positif), III (dosis 1 ekstrak etanol kelopak bunga rosela), IV (dosis 2 ekstrak etanol kelopak bunga rosela), dan V (dosis 3 ekstrak etanol kelopak bunga rosela) terlihat pada Tabel 2 dan Gambar 3. Pengukuran 4 jam I menunjukkan bahwa kelompok kontrol positif menghasilkan volume urin yang paling banyak dibandingkan dengan kelompok perlakuan lainnya. Hasil ini sesuai dengan pendapat Nafrildi (2007) yang menyatakan bahwa hidroklorotiazid bekerja mulai dari 2 jam setelah pemberian secara oral. Pengukuran 4 jam I ini juga menunjukkan bahwa kelompok dengan pemberian ekstrak etanol kelopak bunga rosela belum memperlihatkan adanya efek diuresis. Pengukuran 4 jam II menunjukkan bahwa volume urin kelompok kontrol negatif, kontrol positif, dosis 2 dan 3 ekstrak etanol kelopak bunga rosela mengalami peningkatan. Volume urin kelompok kontrol negatif meningkat hampir menyamai volume urin kelompok kontrol positif sedangkan volume urin kelomppk dosis 3 ekstrak etanol kelopak bunga rosela meningkat sedikit melebihi kelompok kontrol positif. Peningkatan volume urin pada kelompok kontrol negatif terjadi karena aquades memiliki sifat sebagai diuretik fisiologis. Aquades akan meningkatkan volume cairan intravaskular. Efek hemodinamik dari peningkatan tersebut selanjutnya meningkatkan filtrasi glomerulus. Filtrasi glomerulus yang meningkat akan mengakibatkan peningkatan volume urin (Sherwood, 2001). commit to user
38
perpustakaan.uns.ac.id
39 digilib.uns.ac.id
Peningkatan volume urin kelompok dosis 2 dan 3 ekstrak etanol kelopak bunga rosela kemungkinan bisa terjadi karena kandungan flavonoidnya. Flavonoid menyebabkan peningkatan ekskresi elektrolit seperti Na+ dan Cl- pada tubulus sehingga menimbulkan efek diuresis (Chodera et al., 1991; Juniora et al., 2010). Peningkatan volume urin pada kelompok dosis 3 ekstrak etanol kelopak bunga rosela lebih tinggi dibandingkan kelompok dosis 2 kemungkinan disebabkan kandungan flavonoidnya yang lebih banyak sehingga efek diuresis yang dihasilkan juga lebih kuat. Saat pengukuran 4 jam II, volume urin kelompok dosis 1 ekstrak etanol kelopak bunga rosela justru menurun. Hal ini kemungkinan disebabkan intake cairan selama 4 jam II lebih sedikit dibandingkan intake cairan selama 4 jam I sehingga urin yang dihasilkan berkurang. Pengukuran 4 jam II ini juga menunjukkan bahwa kelompok dosis 2 dan 3 ekstrak etanol kelopak bunga rosela memperlihatkan adanya efek diuresis sedangkan kelompok dosis 1 tidak.. Pengukuran 4 jam III menunjukkan bahwa volume urin kelompok kontrol negatif, kontrol positif dan dosis 2 ekstrak etanol kelopak bunga rosela mengalami penurunan sedangkan kelompok dosis 1 dan 3 meningkat. Penurunan volume urin pada kelompok kontrol positif disebabkan masa kerja hidroklorotiazid sudah mendekati akhir yaitu 12 jam (Nafrialdi, 2007). Penurunan volume urin pada dosis 2 ekstrak etanol kelopak bunga rosela kemungkinan disebabkan kandungan flavonoidnya sudah berkurang sehingga efek diuresis yang dihasilkan juga menurun. Peningkatan volume urin kelompok dosis 3 ekstrak kelopak bunga rosela kemungkinan menunjukkan bahwa kandungan flavonoid dalam dosis tersebut masih banyak sehingga masih mampu menghasilkan efek diuresis. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
40 digilib.uns.ac.id
Peningkatan volume urin kelompok dosis 1 ekstrak etanol kelopak bunga rosela kemungkinan disebabkan intake cairannya bertambah. Pengukuran 4 jam III menunjukkan bahwa kelompok dosis 3 ekstrak etanol kelopak bunga rosela masih mampu menghasilkan efek diuresis dibandingkan dengan dosis 1 dan 2. Pengukuran 4 jam IV terlihat volume urin sebagian besar kelompok perlakuan mengalami penurunan kecuali kelompok dosis 1 ekstrak etanol kelopak bunga rosela. Hal ini terjadi karena efek dari pemberian perlakuan pada tiap-tiap kelompok sudah berkurang. Penurunan tajam terjadi pada kelompok dosis 3 ekstrak etanol kelopak bunga rosela. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh dua hal yaitu kandungan flavonoid yang berkurang dan intake cairan pada saat tersebut juga berkurang. Peningkatan volume urin kelompok dosis 1 ekstrak etanol kelopak bunga rosela kemungkinan disebabkan intake cairan pada saat 4 jam IV sedikit bertambah. Pada penelitian ini, intake cairan dapat berpengaruh terhadap volume urin yang dihasilkan. Tabel 3 menunjukkan perbandingan rerata volume urin dengan rerata intake cairan selama 16 jam tiap-tiap kelompok perlakuan. Tabel 3 menunjukkan bahwa intake cairan pada kelompok kontrol negatif dan dosis 3 ekstrak etanol kelopak bunga rosela lebih banyak dibandingkan kelompok kontrol positif. Hal ini kemungkinan besar menyebabkan pengeluaran urin pada kedua kelompok tersebut meningkat sehingga menyamai kelompok kontrol positif. Perbandingan rerata volume urin dengan intake cairan antara kelompok dosis 2 ekstrak kelopak bunga rosela dengan kelompok kontrol positif menunjukkan bahwa dosis 2 ekstrak etanol kelopak bunga rosela belum efektif dalam commit to user
41 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menghasilkan efek diuresis sebab volume urin yang dihasilkan lebih sedikit padahal intake cairannya hampir sama. Perbandingan rerata volume urin dengan rerata intake cairan antara kelompok dosis 1 ekstrak etanol kelopak bunga rosela dengan kelompok kontrol positif menunjukkan pengaruh intake cairan terhadap volume urin yang dihasilkan. Secara keseluruhan, hasil penelitian ini menunjukkan adanya efek diuretik pada tikus putih jantan saat 4 jam II setelah pemberian dosis 2 dan dosis 3 ekstrak etanol kelopak bunga rosela. Hal ini terlihat dari dosis 2 dan 3 ekstrak kelopak bunga rosela yang mempunyai rerata volume urin sebanding dengan kontrol positif. Selanjutnya, efek diuretik dosis 3 ekstrak kelopak bunga rosela mampu bertahan hingga 4 jam III sedangkan dosis 2 tidak. Pada penelitian ini, peneliti membuat hipotesis yaitu dosis tertinggi ekstrak etanol kelopak bunga rosela merupakan dosis yang paling efektif sebagai diuretik pada tikus putih jantan. Hipotesis ini diterima sebab selama 16 jam, volume urin kelompok dosis 3 ekstrak etanol kelopak bunga rosela sebanding dengan kelompok kontrol positif (hidroklorotiazid) pada 4 jam II dan III sehingga dapat diasumsikan bahwa efek diuresisnya lebih efektif dan bertahan lebih lama dibandingkan dosis lainnya. Hasil penelitian ini mendukung pendapat Chodera (1991) yang menyatakan bahwa flavonoid adalah salah satu dari sekian banyak zat kimia yang telah terbukti secara eksperimental dapat berfungsi sebagai diuretik alami. Namun, hasil penelitian ini masih perlu dibuktikan lagi kebenarannya sebab masih sedikit sekali bukti-bukti dari penelitian sebelumnya mengenai efek diuretik dari kelopak bunga rosela.
commit to user
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kelemahan pada penelitian ini adalah data intake cairan hanya diukur pada akhir penelitian (16 jam) padahal setiap 4 jam pengukuran intake cairan pada tiaptiap kelompok bisa saja berbeda. Oleh karena itu, hasil pengukuran total volume urin tiap 4 jam tidak bisa dikaji ulang untuk dihubungkan dengan berapa banyak intake cairan yang masuk pada tiap kelompok untuk tiap 4 jamnya. Selain itu, penelitian ini terdapat data yang tidak akurat pada kelompok kontrol negatif (aquades) dan dosis 2 ekstrak etanol kelopak bunga rosela. Pada uji statistik 4 jam II dan III, perbandingan volume urin kelompok kontrol negatif tidak didapatkan perbedaan yang bermakna dengan kontrol positif. Hal ini menyebabkan aquades yang bersifat fisiologis tidak bisa dijadikan kontrol negatif sebagai pembanding dengan kelompok lainnya. Pengukuran 4 jam II juga terlihat bahwa volume urin pada kelompok dosis 1 ekstrak etanol kelopak bunga rosela terjadi penurunan. Setelah dikaji ulang dengan hasil penelitian, tikus dalam kelompok tersebut ada yang tidak menghasilkan volume urin sehingga hal ini akan mempengaruhi jumlah rata-rata volume urin. Hasil ini kemungkinan bisa disebabkan faktor-faktor seperti kesalahan dalam pengamatan, kondisi alat, atau karena intake cairan yang berkurang.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan Simpulan penelitian ini adalah dosis 260 mg/200 gr BB/2,5 ml ekstrak etanol kelopak bunga rosela pada penelitian ini merupakan dosis yang paling efektif sebagai diuretik terhadap tikus putih jantan.
B. Saran Dengan mempertimbangkan hasil penelitian ini, peneliti memberi saran sebagai berikut: 1. Dapat dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengidentifikasi zat-zat yang terkandung dalam kelopak bunga rosela yang berfungsi sebagai diuretik. 2. Dapat dilakukan penelitian lanjutan mengenai ekstrak kelopak bunga rosela sebagai diuretik pada hewan uji yang sama atau lebih tinggi dengan metode yang berbeda dan dosis yang lebih besar. 3. Sebaiknya intake cairan tiap pengukuran juga diukur.
commit to user
43
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR PUSTAKA
Anderson P., Knoben J., Troutman W. 2002. Handbook of Clinical Drug Data. 10th ed. Newyork: Mc Graw Hill Company, pp: 722-723.
Bustan N.M. 1997. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: PT Rineka Cipta, pp: 31-9.
Chodera A., Dabrowska K., Sloderbach A., Skrzypazak L., Budzianawski J. 1991. Effect of Flavonoid Fraction of Solidago virgaurea L. on Diuresis and Levels of Electrolytes. http://www.sv.sbm.com/abstracts/solidago-AB.text (7 Desember 2011)
Darmojo B. 2001. Mengamati Perjalanan Epidemiologi Hpertensi di Indonesia. Jakarta: Medika, pp: (7) 442-448.
Fasoyiro S.B., Ashaye O.A., Adeola A., Samuel F.O. 2005. Chemical and storability of fruit-flavoured (Hibiscus sabdariffa L.) drinks. World J. Agri. Sci. 1(2): 165-168.
Guyton A.C., dan Hall J.E. 2008a. Penyakit ginjal dan diuretik. In: Luqman Y.R., Huriawati H., Andita N., Nanda W. (eds). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, pp: 421-429.
Guyton A.C., dan Hall J.E. 2008b. Pembentukan urin oleh ginjal. In: Luqman Y.R., Huriawati H., Andita N., Nanda W. (eds). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, pp: 324335.
commit to user
44
45 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Hapsara H. 2004. Pembangunan Kesehatan di Indonesia, Prinsip Dasar, Kebijakan, Perencanaan dan Kajian Masa Depannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Hirunpanich V., Utaipat A., Noppawan P.M., Nuntavan B., Hitoshi S., Angkana H., Chuthamanee S. 2005. Antioxidant effect of aqueous extracts from dried calyx of Hibiscus sabdariffa linn (roselle) in vitro using rat low density lipoprotein (LDL). Bio. Pharm. Bull. 28(3): 481-484.
Hutapea JR (ed). 2001. Inventaris Tanaman Obat Indonesia (I) Jilid 2. Jakarta: Bakti Husada. pp: 124-125.
Imono A.D., dan Nurlaila, 1986. Obat Tradisional dan Fitoterapi Uji Toksikologi. Yogyakarta: Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, pp: 4-11.
Juniora A.G., Gasparottoa F.M., Boffoa M.A., Lourencoa E.L.B., Stefanellod M.E.A., Salvadore M.J., Silva-Santosc J.E., et al. 2010. Diuretic and potassium-sparing effect of isoquercitrin-an active flavonoid of Tropaeolum majus L. Journal of Ethnopharmacology. 134 (2): 210-215.
Katno. 2004. Tingkat Manfaat dan Keamanan Tanaman Obat dan Obat Tradisional. http://cintaialam.tripod.com/keamanan_obat%20tradisional.pdf. (15 Januari 2011).
Katzung B.G. 2001. Tiazid. In: Agoes H.A (ed). Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi VI. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, pp: 255-256.
Mardiah, Sawarni H., Ashadi R.W., Rahayu A. 2009. Budi Daya dan Pengolahan Rosela si Merah Segudang Manfaat. Jakarta: Agromedia Pustaka, pp: 5-29. commit to user
46 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Maryanto dan Fatimah. 2004. Pengaruh pemberian jambu biji (Psidium guajava L.) pada lipidemia serum tikus (Sprague Dawley) hiperkolesterolemia. Media Medika Indonesia. 39: 105-111
Mutschler E. 1991. Dinamika Obat, Buku Ajar Farmakologi dan Toksikologi Edisi 5. Bandung: Penerbit Institut Teknologi Bandung, pp: 552553,566,570,571.
Nafrialdi. 2007. Diuretik dan Antidiuretik dalam Farmakologi dan Terapi. Edisi V. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, pp: 392-96.
Ngatidjan.
1991.
Petunjuk
Laboratorium
Metode
Laboratorium
dalam
Toksikologi. Yogyakarta: Pusat Antar Universitas Bioteknologi Universitas Gadjah Mada, pp: 94-152.
Okasha M.A.M., Abubakar M.S., Bako I.G. 2008. Study of the effect of aqueous Hibiscus sabdariffa Linn seed extract on serum prolactin level of lactating female albino rats. European Journal of Scientific Research. 22(4): 575583.
Olaleye M.T. 2007. Cytotoxicity and antibacterial activity of methanolic extract of Hibiscus sabdariffa. J Med Plants Research. 1(1): 009-013.
Oppel M. 2007. Hibiscus tea may have cholesterol-lowering effects. Herbclip. http://www.herbalgram.org (11 Januari 2011)
Perry J.M. 1980. Medicinal Plants of East and Southeast Asia: Attributed Properties and Uses. Cambridge: MIT Press, pp: 334-360. commit to user
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Prasongwatana V., Woottisin S., Sriboonlue P., Kukongviriyapan V. 2008. Uricosuric effect of roselle (Hibiscus sabdariffa) in normal and renal-stone former subjects. J Ethnopharmacol. 117(3): 491-495.
Price S.A., and Wilson L.M. 2006. Anatomi dan fisiologi ginjal dan saluran kemih. In: Hartanto H., Susi N., Wulansari P., Mahanani D.A. (eds). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 2. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, pp: 868-869.
Sherwood L. 2001. Sistem kemih. In: Santoso B.I. (eds). Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, pp: 462502.
Siregar P., Wiguno P., Oesman R., Sidabutar R.P. 1987. Masalah penggunaan diuretika. Cermin Dunia Kedokteran No. 47 Tahun 1987, pp: 25-27.
Suprapto. 1992. Bertanam Kedelai. Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya, pp: 1-16.
Taufiqurohman M.A. 2009. Pengantar Metodologi Penelitian untuk Ilmu Kesehatan. Surakarta: Lembaga Pengembangan Pendidikan (LPP) dan UPT Penerbitan dan Percetakan UNS (UNS Press) Universitas Sebelas Maret, p: 63.
Tjay T.H., dan Rahardja K. 2002. Obat-Obat Penting, Khasiat dan Penggunaannya. Edisi V. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, pp: 661663.
Voight R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta: Penerbit UGM Press, pp: 561-564. commit to user
48 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Widodo U. 1993. Kumpulan Data Klinik Farmakologik. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Pess, pp: 561-567.
Wijayakusuma H. 2008. Ramuan Herbal Penurun Kolesterol. Jakarta: Pustaka Bunda, pp: 15-16.
Wirawan.1995. Penilaian Hasil Pemeriksaan Urin. Cermin Dunia Kedokteran No. 30
Tahun
1995,
pp:
35-38.
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/file-
s/12_PenilaianHasilPemeriksaanUrin.pdf/12_PenilaianHasilPemeriksaanUri n.html (15-5-2011)
Xiao J., Jiang X., Chen X. 2005. Antibacterial, anti-inflammatory, and diuretic effect of flavonoids from Marchantia convoluta. African Journal. Traditional, Complementary and Alternative Medicines. 2 (3): 244-252.
Yan K., and Wong J. 2009. Malvaceae – Fruit of Roselle (Hibiscus sabdariffa L.). http://www.flickr.com/photos/33623636@N08/4036311973/ (diakses tanggal 25 Maret 2011)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
LAMPIRAN
Lampiran 1. Tabel Berat Badan (gram) Tikus Putih Jantan (Rattus norvegicus) Tiap Kelompok Kelompok Tikus
Kontrol
Kontrol
Dosis 1
Dosis 2
Dosis 3
Positif
Negatif
Rosela
Rosela
Rosela
1
223,0
204,2
211,2
213,1
214,7
2
215,9
206,0
216,4
203,0
196,6
3
224,2
214,4
202,9
202,4
207,9
4
223,5
206,2
200,0
197,4
192,9
5
216,9
217,0
216,3
212,8
201,9
Rerata
220,7
209,6
209,4
205,7
202,8
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Lampiran 2. Tabel Intake Cairan (ml) Tikus Putih Jantan (Rattus norvegicus) Selama 16 jam Kelompok Tikus
Kontrol
Kontrol
Dosis 1
Dosis 2
Dosis 3
Negatif
Positif
Rosela
Rosela
Rosela
1
45
36
16
25
33
2
20
35
20
25
25
3
35
20
12
15
41
4
25
26
25
28
45
5
35
20
15
45
23
Rerata
32
28,6
17,6
27,6
33,4
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Lampiran 3. Pengukuran Volume Urin (ml) Tikus Putih Jantan (Rattus norvegicus) Tiap 4 Jam 4 jam I Kelompok Tikus
Kontrol
Kontrol
Dosis 1
Dosis 2
Dosis 3
Negatif
Positif
Rosela
Rosela
Rosela
1
1,1
5,1
1,0
2,1
3,1
2
3,1
5,0
3,2
1,3
1,4
3
3,1
4,0
1,3
2,0
3,2
4
2,1
5,2
2,2
3,1
2,1
5
4,2
8,1
2,1
3,3
2,0
Rerata
2,72
5,48
1,96
2,36
2,36
4 jam II Kelompok Tikus Jantan
Kontrol
Kontrol
Dosis 1
Dosis 2
Dosis 3
Negatif
Positif
Rosela
Rosela
Rosela
1
7,0
8,0
0,4
3,0
5,2
2
4,0
6,0
1,2
5,3
4,2
3
7,1
4,1
0
1,2
15,0
4
4,1
4,1
1,0
5,0
9,1
5
8,1
10,0
3,0
0,1
0,1
Rerata
6,06
6,44
1,12
2,92
6,72
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4 jam III Kelompok Tikus Jantan
Kontrol
Kontrol
Dosis 1
Dosis 2
Dosis 3
Negatif
Positif
Rosela
Rosela
Rosela
1
4,0
6,0
1,0
4,2
7,4
2
2,1
6,2
1,4
3,0
3,0
3
7,3
3,1
1,2
1,1
14,0
4
2,1
3,4
3,3
2,0
10,0
5
6,3
8,1
3,0
2,1
4,4
Rerata
4,36
5,36
1,98
2,48
7,76
4 jam IV Kelompok Tikus Jantan
Kontrol
Kontrol
Dosis 1
Dosis 2
Dosis 3
Negatif
Positif
Rosela
Rosela
Rosela
1
5,0
5,1
4,0
1,1
2,2
2
0,2
2,2
1,0
2,1
0,2
3
4,2
1,1
2,1
0,3
2,1
4
0,4
1,0
4,1
1,1
1,0
5
3,3
1,2
1,1
5,3
2,3
Rerata
2,62
2,72
2,46
1,98
1,56
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Lampiran 4. Uji Statistik Intake Cairan Selama 16 Jam Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova Kelompok IntakeCairan
Statistic
df
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
Kontrol Negatif
.221
5
.200*
.953
5
.758
Kontrol Positif
.235
5
.200*
.836
5
.153
Dosis 1 Rosela
.225
5
.200*
.958
5
.795
Dosis 2 Rosela
.285
5
.200*
.899
5
.402
Dosis 3 Rosela
.208
5
.200*
.920
5
.533
a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance.
Test of Homogeneity of Variances IntakeCairan Levene Statistic
df1
.539
df2 4
Sig. 20
.709
ANOVA IntakeCairan Sum of Squares Between Groups
df
Mean Square
765.200
4
191.300
Within Groups
1570.800
20
78.540
Total
2336.000
24
commit to user
F 2.436
Sig. .081
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Lampiran 5. Uji Statistik Volume Urin 4 Jam I Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova Kelompok Urin
Statistic
df
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
Kontrol Negatif
.227
5
.200*
.965
5
.845
Kontrol Positif
.372
5
.023
.809
5
.096
Dosis 1 Rosela
.190
5
.200*
.949
5
.730
Dosis 2 Rosela
.223
5
.200*
.924
5
.557
Dosis 3 Rosela
.232
5
.200*
.901
5
.415
a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance.
Test of Homogeneity of Variances Urin Levene Statistic
df1
.471
df2 4
Sig. 20
.756
ANOVA Urin Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups
40.634
4
10.158
Within Groups
23.092
20
1.155
Total
63.726
24
commit to user
F 8.798
Sig. .000
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Multiple Comparisons Urin LSD 95% Confidence Interval
Mean Difference (I) Kelompok
(J) Kelompok
Kontrol Negatif
Kontrol Positif
Kontrol Positif
Dosis 1 Rosela
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
.67959
.001
-4.1776
-1.3424
Dosis 1 Rosela
.76000
.67959
.277
-.6576
2.1776
Dosis 2 Rosela
.36000
.67959
.602
-1.0576
1.7776
Dosis 3 Rosela
.36000
.67959
.602
-1.0576
1.7776
Kontrol Negatif
2.76000*
.67959
.001
1.3424
4.1776
Dosis 1 Rosela
3.52000*
.67959
.000
2.1024
4.9376
Dosis 2 Rosela
3.12000*
.67959
.000
1.7024
4.5376
Dosis 3 Rosela
3.12000*
.67959
.000
1.7024
4.5376
Kontrol Negatif
-.76000
.67959
.277
-2.1776
.6576
-3.52000*
.67959
.000
-4.9376
-2.1024
Dosis 2 Rosela
-.40000
.67959
.563
-1.8176
1.0176
Dosis 3 Rosela
-.40000
.67959
.563
-1.8176
1.0176
Kontrol Negatif
-.36000
.67959
.602
-1.7776
1.0576
-3.12000*
.67959
.000
-4.5376
-1.7024
Dosis 1 Rosela
.40000
.67959
.563
-1.0176
1.8176
Dosis 3 Rosela
.00000
.67959
1.000
-1.4176
1.4176
Kontrol Negatif
-.36000
.67959
.602
-1.7776
1.0576
-3.12000*
.67959
.000
-4.5376
-1.7024
Dosis 1 Rosela
.40000
.67959
.563
-1.0176
1.8176
Dosis 2 Rosela
.00000
.67959
1.000
-1.4176
1.4176
Kontrol Positif
Dosis 3 Rosela
Std. Error
-2.76000*
Kontrol Positif
Dosis 2 Rosela
(I-J)
Kontrol Positif
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Lampiran 6. Uji Statistik Volume Urin 4 Jam II Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova Kelompok Urin
Statistic
df
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
Kontrol Negatif
.291
5
.193
.837
5
.157
Kontrol Positif
.219
5
.200*
.901
5
.414
Dosis 1 Rosela
.272
5
.200*
.898
5
.397
Dosis 2 Rosela
.219
5
.200*
.915
5
.497
Dosis 3 Rosela
.206
5
.200*
.970
5
.875
a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance.
Test of Homogeneity of Variances Urin Levene Statistic
df1
3.436
df2 4
Sig. 20
Test Statisticsa,b Urin Chi-Square
10.694
df
4
Asymp. Sig. a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Kelompok
commit to user
.030
.027
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Test Statistics
Uji Mann-Whitney 4 Jam II
Asymp. Sig (2-tailed) (p)
Kontrol Negatif vs Kontrol Positif
0,751
Kontrol Negatif vs Dosis 1 Rosela
0,009
Kontrol Negatif vs Dosis 2 Rosela
0,076
Kontrol Negatif vs Dosis 3 Rosela
0,754
Kontrol Positif vs Dosis 1 Rosela
0,009
Kontrol Positif vs Dosis 2 Rosela
0,075
Kontrol Positif vs Dosis 3 Rosela
0,917
Dosis 1 Rosela vs Dosis 2 Rosela
0,172
Dosis 1 Rosela vs Dosis 3 Rosela
0,076
Dosis 2 Rosela vs Dosis 3 Rosela
0,295
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Lampiran 7. Uji Statistik Volume Urin 4 Jam III Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova Kelompok Urin
Statistic
df
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
Kontrol Negatif
.228
5
.200*
.878
5
.301
Kontrol Positif
.225
5
.200*
.910
5
.468
Dosis 1 Rosela
.304
5
.147
.822
5
.121
Dosis 2 Rosela
.227
5
.200*
.962
5
.821
Dosis 3 Rosela
.177
5
.200*
.962
5
.820
a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance.
Test of Homogeneity of Variances Urin Levene Statistic
df1
3.520
df2 4
Sig. 20
Test Statisticsa,b Urin Chi-Square
12.356
df
4
Asymp. Sig. a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Kelompok
commit to user
.015
.025
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Test Statistics
Uji Mann-Whitney 4 Jam III
Asymp. Sig (2-tailed) (p)
Kontrol Negatif vs Kontrol Positif
0,600
Kontrol Negatif vs Dosis 1 Rosela
0,075
Kontrol Negatif vs Dosis 2 Rosela
0,169
Kontrol Negatif vs Dosis 3 Rosela
0,116
Kontrol Positif vs Dosis 1 Rosela
0,016
Kontrol Positif vs Dosis 2 Rosela
0,028
Kontrol Positif vs Dosis 3 Rosela
0,465
Dosis 1 Rosela vs Dosis 2 Rosela
0,530
Dosis 1 Rosela vs Dosis 3 Rosela
0,021
Dosis 2 Rosela vs Dosis 3 Rosela
0,021
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Lampiran 8. Uji Statistik Volume Urin 4 Jam IV Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova Kelompok Urin
Statistic
df
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
Kontrol Negatif
.243
5
.200*
.869
5
.264
Kontrol Positif
.216
5
.200*
.889
5
.351
Dosis 1 Rosela
.245
5
.200*
.831
5
.141
Dosis 2 Rosela
.276
5
.200*
.825
5
.127
Dosis 3 Rosela
.321
5
.102
.832
5
.145
a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance.
Test of Homogeneity of Variances Urin Levene Statistic
df1
1.340
df2 4
Sig. 20
.290
ANOVA Urin Sum of Squares Between Groups
df
Mean Square
4.746
4
1.187
Within Groups
59.908
20
2.995
Total
64.654
24
commit to user
F
Sig. .396
.809
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Lampiran 9. Tabel Konversi Dosis untuk Manusia dan Hewan Mencit Tikus Marmot Kelinci Kucing Kera Anjing Manusia 20 g
200 g
400 g
1,5 kg
2 kg
4 kg
12 kg
70 kg
1,0
7,0
12,25
27,8
29,7
64,1
124,2
387,9
0,14
1,0
1,74
3,9
4,2
9,2
17,8
56,0
0,08
0,57
1,0
2,25
2,4
5,2
10,2
31,5
0,04
0,25
0,44
1,0
1,08
2,4
4,5
14,2
0,03
0,23
0,41
0,92
1,0
2,2
4,1
13,0
0,016
0,11
0,19
0,42
0,45
1,0
1,9
6,1
0,008
0,06
0,1
0,22
0,24
0,52
1,0
3,1
Manusia 0,0026
0,018
0,031
0,07
0,076
0,16
0,32
1,0
Mencit 20 g Tikus 200 g Marmot 400 g Kelinci 1,5 kg Kucing 2 kg Kera 4 kg Anjing 12 kg
70 kg (Ngatidjan, 1991)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Lampiran 10. Tabel Volume Maksimal Larutan Obat yang Dapat Diberikan pada Berbagai Hewan Volume maksimal (ml) sesuai jalur pemberian Hewan
Mencit
Intravena
Intra
Intra
Subkutan
Per Oral
Muskular
Parenteral
0,5
0,01
1,0
0,5-1,0
1,0
1,0
0,1
2,0-5,0
2,0-5,0
5,0
-
0,1
1,0-2,0
2,5
2,5
-
0,25
2,0-5,0
5,0
10,0
2,0
0,5
2,0
2,0
10,0
5,0-10,0
0,5
10,0-20,0
5,0-10,0
20,0
5,0-10,0
1,0
10,0-20,0
5,0-10,0
50,0
10,0-20,0
5,0
20,0-50,0
10,0
100,0
(20-30 mg) Tikus (100 g) Hamster (50 g) Marmot (250 g) Merpati (300 g) Kelinci (2,5 kg) Kucing (3 kg) Anjing (5 kg) (Imuno dan Nurlaila, 1986)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Lampiran 11. Foto-Foto Penelitian
Ekstrak Dosis 1 Rosela
Ekstrak Dosis 3 Rosela
Ekstrak Dosis 2 Rosela
Larutan Hidroklorotiazid
commit Cage to user Metabolic Rats
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Lampiran 12. Surat Keterangan Kelaikan Etik
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Lampiran 13. Surat Keterangan Penelitian
commit to user