FITRI AYU NINGTIYAS 16709251037 PPs Pendidikan Matematika Kelas B 2016 Filsafat Ilmu
LEBIH DEKAT BERSAMA FILSAFAT ILMU FILSAFAT ILMU PERTEMUAN PERTAMA (5 September 2016) Perkuliahan pertama di hari pertama dan di minggu pertama yang saya jalani adalah mata kuliah Filsafat Ilmu. Perkuliahan dimulai pada hari Senin, 5 September 2016 pada pukul 15.30, ini juga merupakan hari pertama saya dan teman-teman sekelas bertatap muka secara utuh untuk mengenal siapa saja wajah-wajah yang mengisi pendidikan matematika kelas B. Perkuliahan hari ini dimulai dengan penjelasan Bapak Marsigit tentang perkuliahan filsafat. Dalam perkuliahan ini ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Yang pertama, terdapat perbedaan pada level pendidikan S1, S2 dan S3. Perbedaan tersebut dapat diuji, dilihat dari kurikulum kualifikasi nasional Indonesia (KKNI). Bapak Marsigit membuat strategi untuk setiap orang yang diajak berkomunikasi, karena menurut pandangan beliau filsafat itu prerequisite (prasyaratnya) berupa pengalaman. Sedangkan pengalaman sendiri sangat luas, jadi tidak ada spesifik tertentu, atau konsep tertentu yang mendahului dan sebagainya. Jika kita ingin pergi ke pasar dulu atau ke bank dulu itu adalah sesuatu yang bersifat kontekstual, tidak ada konsep bank prasyaratnya harus ke pasar terlebih dahulu atau sebaliknya, seperti itulah kira kira gambaran filsafat. Hal lainnya hanya berupa kedalaman dan intensitasnya saja. Jadi prerequisite tadi berupa pengalaman, Sehingga dalam perkuliahan ini muncul beberapa asumsi-asumsi yang perlu diketahui bersama. Karena perkuliahan yang seharusnya memiliki waktu yang terbatas dan ruang yang terbatas maka Bapak Marsigit mencoba untuk mengambil peran tetapi tidak berarti mengurangi atau menghilangkan peran mahasiswa, tetapi menambah dan melebih-lebihkan peran mahasiswa. Jika waktu perkuliahan lebih banyak dimanfaatkan oleh Bapak Marsigit untuk mengajar, hal ini menjadi sesuatu yang tidak baik. Faktanya, sebagian dari kita memiliki persepsi yang berbeda beda. Oleh karena itu, jika perkuliahan hanya berlangsung pada rentang saat ini, dan tidak ada yang lain, jika dilihat dari sisi waktu dan jika Bapak Marsigit adalah guru yang otoriter, berarti waktu yang ada akan digunakan semua oleh beliau artinya 100% Bapak Marsigit
aktif dan 100% dari kita pasif. Jika Bapak Marsigit ingin demokratis maka bisa jadi 50% beliau 50% mahasiswa. Jika beliau mengurangi lagi perannya 10% dan mahasiswa naik menjadi 90 % atau bahkan beliau 0% perannya dan kita 100%, mahasiswa tidak akan mendapatkan waktu yang banyak karena tetap harus dibagi sejumlah mahasiswa dan mahasiswa akan mendapatkan waktu yang tidak efisien. Keadaan ini adalah reduksi, Bapak Marsigit kemudian menyederhanakan bahwa hidup ini dari pemanfaatan waktu saja. Tetapi hidup tidak seperti itu, tidak hanya masalah uang saja, waktu saja, kekayaan saja. Sehingga, beliau mengambil strategi sebagai berikut. Mungkin saja ketika beliau bercerita banyak, hingga seluruh mahasiswa tidak kebagian waktu 100%, Bapak Marsigit menyarankan agar mahasiswa perlu mencari waktu yang lain supaya memiliki waktu selain dari perkuliahan dikelas. Masing-masing independen, merdeka antara satu dengan yang lain. Jadi, peran mahasiswa dapat dioptimalkan pada suasana dan tempat tertentu dimana mahasiswa bisa merdeka berbicara, berpikir, dan sebagainya selain perkuliahan dikelas. Selanjutnya, Bapak Marsigit menerangkan bahwa di daerah tertentu, orang yang dari lahir sampai tua tidak pernah menjadi dewasa. Namun, ada juga anak kecil yang masih duduk di bangku SD tingkatan kedewasaannya sudah melebihi batas umurnya. Kemudian Bapak bertanya apakah ada diantara kita yang berangkat ke kampus masih diantar oleh Orang Tua?.Jika tidak ada, itu artinya anda sudah independen, merdeka dan mandiri. |Disini, yang terlihat lebih dewasa bisa juga masih anak-anak atau belum dewasa. Tidak melakukan apapun disini, sebagai contoh : dosen datang dan komputer belum menyala, tidak ada yang peduli. Artinya tidak ada yang peduli dengan lingkungan, jika tidak ada yang memberi pengertian tidak ada yang mau bekerja. Itu salah satu contoh bentuk, tidak perlu jauh jauh, mulailah dengan melihat diri sendiri. Ternyata, jiwa penjajah sampai saat ini masih membayang spirit, maka selamanya tidak akan pernah maju jika masih tidak mau mengambil peran. Oleh karena itu asumsi yang pertama dalam perkuliahan ini adalah dewasa. Tetapi terbukti bahwa menjadi dewasa itu tidak mudah. Bagaimana dengan contoh yang lain? Bapak Marisigit mengajak mahasiswa Pendidikan Matematika kelas B untuk menengok ke bawah, apakah ada bungkus permen? Ketika coba dicari, ternyata terdapat tisu dilantai, dan ini memberikan arti bahwa mahasiswa belum dewasa dari sisi memanage tisu. Jadi sekali lagi asumsi dalam perkuliahan ini adalah bahwa kita itu dewasa. Seperti di Jepang, jika kita duduk dalam ruangan ini, maka kita bertanggung jawab terhadap kebersihan yang ada diruangan ini. Sedangkan yang terjadi kebanyakan dari kita melaksanakan karena diperintah,
karena takut dan itu tidak dewasa. Ketika Bapak Marsigit masuk Hotel yang ada di Jepang, jika tidak ada tamu yang datang, receptionist jalan-jalan membersihkan jendela, sehingga hampir tidak ada debu. Coba lihat ruangan ini, pasti banyak sekali debunya. Siapa yang akan bertanggung jawab? Jadi dari sisi memanage debu pun belum dewasa. Padahal dewasa merupakan asumsi dari perkuliahan filsafat. Dewasa dalam artian sebenar benar dewasa. Dalam perkuliahan hari ini, Bapak Marsigit memberikan pemaparan bahwa beliau tidak akan memberikan ilmu kepada mahasiswa, tetapi mahasiswalah yang akan mencari sendiri ilmu itu. Karena jika beliau memberikan filsafat, berarti bertentangan dengan hakekat ilmu dan hakekat filsafat itu sendiri. Karena, jika beliau memberikan itu berarti beliau punya ekspektasi, padahal yang namanya bergaul itu ekspektasi. Begitu Bapak Marsigit mencoba datang ke ranah itu, sosok seperti beliau datang ke dalam dunia itu, mahasiswa sudah langsung terangsang terpengaruh, atau kita sudah memiliki ekspektasi terhadap Bapak Marsigit, atau perkiraan penilaian terhadap diri bapak Marsigit. Dengan ekspektasi itulah mahasiswa mampu merespon, melakukan komunikasi, melihat, mendengar, dan seterusnya. Jika Bapak Marsigit memberikan semua setiap konsep demi konsep yang diberikan kepada mahasiswa, itu berarti pikiran mahasiswa dikendalikan oleh ekspektasi beliau, kita tidak memiliki ekspektasi peta konsep sama sekali. Secara psikologi, ini merupakan hal yang bertentangan. Tidak sesuai dengan kodrat hidup manusia, bahwa manusia hidup adalah memiliki usaha dari dalam diri sendiri untuk menjadi diri anda masing-masing. Jika Bapak Marsigit berbicara terus menerus maka sama saja itu beliau sedang berusaha menjadikan diri mahasiswa seperti diri beliau dan itu tidak cocok dengan kodratnya. Karena kodratnya, diri mahasiswa dengan diri beliau. Kodrat manusia tidak ada yang sama, dan Bapak Marsigit harus berusaha keras untuk menyamakan walaupun hanya dalam bentuk pikiran, konsep, pendengaran, penglihatan dan sebagainya. Karena didalam filsafat, beda sama dengan sama, separuh beda separuh sama, jika dijumlahkan menjadi hidup yang utuh karena harus ada beda harus ada sama. Perlu adanya kesempatan dalam perbedaan itu. Seharian penuh, sebulan, setahun, seumur hidup kita saling mencari persamaan didalam diri kita, maka hal ini tidak akan pernah selesai, demikian pula yang berbeda. Jadi hidup itu adalah sama dan beda. Sehingga Bapak Marsigit tidak ingin memaksa pemikiran mahasiswa sama dengan pemikiran beliau. Asumsi yang kedua adalah bahwa mahasiswa pelu mencari perbedaan dengan dirinya sendiri karena bapak Marsigit tidak ingin sepenuhnya memberikan ilmu, tetapi bagaimana bentuk tanggung jawab beliau sebagai orang tua, sebagai dosen. Bedanya tua dan muda, bedanya
yang dewasa dan yang belum dewasa, bedanya anak-anak dan orang dewasa, dan masih banyak lagi. Bedanya adalah karena adanya perbedaan skema. Skema merupakan struktur atau bangunan. Jepang begitu karena mereka sudah memiliki skema atau strukturnya. Disini tidak ada strukturnya, semua rapuh bercerai berai, karena adanya masyarakat yang heterogen tetapi belum dikaji, atau terpengaruh sisi negatif nenek moyang sedangkan nenek moyang orang Indonesia diwarnai dengan rasa takut. Budaya Bangsa Indonesia sendiri diwarnai oleh rasa takut, diwarnai oleh rasa dikuasai sehingga manusia hidup dengan rasa ketakutan. Karena serba ketakutan, maka manusia tidak melakukan apapun dan kehilangan orientasi. Bapak Marsigit menjelaskan bahwa perbedaan beliau dengan mahasiswa ada pada struktur. Terdapat ciri-ciri atau indikasi, yang dilihat secara spesifik bahwa ada struktur ada skema yang berbeda seperti bentuk fisik. Struktur itulah yang membedakan secara formal yang terkandung pada semua aspek. Jika meninjau substansi, maka perlu didiskusikan, tetapi bentuk formalnya tidak sembarangan diletakkan dalam pembahasan, pembicaraan mengenai substansi itu sendiri. Seperti sebuah nama yang menggunakan gelar Prof, Dr, Gr, dan sebagainya memiliki bentuk formal yang sama, tetapi tedapat struktur pembentuknya dimana struktur itu sendiri seperti sebuah bangunan, sedang struktur alami seperti gunung. Struktur keilmuan itu sendiri sama seperti gunung. Maka ketika Bapak Marsigit mengahadapi mahasiswa beliau menggunakan skema dan struktur yang sebenarnya sudah ada dan perlu digali lagi oleh masing-masing mahasiswa. Sehingga bapak Marsigit telah menyediakan skema bagi mahasiswa untuk membangun hidup masing-masing. Selanjutnya, Bapak Marsigit memberi penjelasan mengenai website beliau yang mewakili diri beliau dan yang menjadi wadah mahasiswa dalam mengolah dan memperoleh ilmunya sendiri. Syarat yang pertama untuk memenuhi tugas dan membuka website Bapak Marsigit adalah memulai dengan berdoa agar ikhlas didalam hati dan doa menjadi motivasi yang tinggi didalam hati. Syarat kedua, membaca itu berusaha untuk mengerti dan memahami yang nantinya bisa menjadi ikhlas didalam pikir. Bagi individu yang belum memahami tulisan di Blog Bapak Marsigit, bisa jadi dianggap sebagai tumpukan rubbish tetapi faktanya tumpukan rubbish juga bermanfaat bagi pemulung. Seseorang yang mencari ilmu juga bisa disebut pemulung yang mencari ilmu. Jika seseorang mencari ilmu dengan kesombongan maka ia tidak akan mendapatkan apapun didalam pikirannya apalagi didalam hatinya. Berdoa pun dengan kesombongan juga tidak akan dikabulkan doanya. Karena Tuhan tidak menyukai orang yang
sombong. Filsafat sendiri tidak dapat dihindari dari spiritual. Sehingga pengolahan rubbish yang baik bisa mengubah wujudnya menjadi sesuatu yang bermakna. Jika mengalami kekacauan dalam berfikir dan dalam membaca maka berarti sudah belajar bermakna. Karena sebenarnya benar kacau adalah proses berfikir. Jika masih kacau jangan diteruskan hingga kacau didalam hati yang terjadi, nanti pikiran akan mengalami degradasi dan hati menjadi kering. Filsafat adalah kacaunya pikiran dan belajar filsafat adalah dengan menemukan sendiri, karena filsafat adalah dirimu sendiri. Dan seseorang yang merasa dia adalah ahli filsafat sebenar benarnya dia bukan filsuf. Bapak Marsigit menambahkan agar kita jangan memaksa orang lain untuk mengerti, melihat mengakui tentang kebesaran diri kita sendiri., cukup biarkan semuanya ikhlas didalam hati. Jika kita berkarya maka akan dengan sendiri tercatat didalam sejarah tanpa perlu paksaan meminta pengakuan dari orang lain. Perkuliahan hari ini diakhiri oleh saya dan teman-teman dengan pandangan baru mengenai apa itu filsafat ilmu. Pandangan yang membuat saya ingin menggali lebih dalam tentang apa yang akan saya pelajari. FILSAFAT ILMU PERTEMUAN KEDUA (19 September 2016) Perkuliahan filsafat hari ini merupakan perkuliahan kedua, karena minggu sebelumnya perkuliahan ditiadakan karena adanya hari libur nasional perihal hari raya Idul Adha. Perkuliahan ini dimulai dengan perasaan masih ingin menggali apa yang terdapat dalam filsafat untuk terus dipelajari. Filsafat masih membuat saya ingin mengkaji hal-hal yang dapat saya petik dan ambil dari ilmu ini. Perkuliahan dilanjutkan dengan sesi tanya jawab singkat dari Bapak Marsigit kepada mahasiswa yang tidak memberikan hasil yang baik. Selanjutnya, Bapak Marsigit mempersilahkan kepada para mahasiswa untuk menanyakan hal-hal apa saja yang ingin ditanyakan terkait filsafat. Pertanyaan pertama dari Saudari Nizwa Ayuni adalah jika setiap Thesis itu memiliki Anti Thesis, maka apa Anti Thesis dari Thesis bahwa Tuhan itu ada? Bapak Marsigit memberikan saran bahwa dalam belajar filsafat, jangan terlalu royal dalam berbicara mengenai Tuhan karena sifatnya berbahaya. Oleh karena itu sebelum belajar
filsafat, perlu berdoa dan istighfar terlebih dahulu. Memohon ampun karena akan mengembarakan suatu pikiran, pikiran yang tertambat dalam hati, dan hati adalah tempat keyakinan, spiritual tempat agama, iman tempat ibadah dan akidah. Sehingga sejauh jauh pikiran tetap bisa kembali. Jadi ibarat kebun disana ada batu, disana ada tanah yang subur, disana ada kolam air, dan sebagainya menanam pohon juga melihat bagaiamana kebunnya. Tidak semena mena karena diperbolehkan menanam, salah satunya jika menanam diatas batu maka pohon tersebut tidak berkembang dan akan mati. Filsafat pun demikian, hidup pun juga demikian. Kemudian, Bapak Marsigit berbagi cerita pengalaman saat beliau masih muda ketika masih dilingkupi ideal, waktu tetap sama meskipun menjadi sesuatu yang digunakan dalam mencapai keinginan, baik dari pagi sore siang sampai malam. Karena terus belajar dari pengalaman terus menerus dan sebagainya, kemudian dari beribadah dan sebagainya ternyata setiap detik itu berbeda. Menuju setiap detik itu dimulai dari pagi dan sore, siang dan malam. Suara serangga diwaktu pagi hari berbeda dengan suara serangga di sore hari. Suara binatang di malam hari juga berbeda dengan suara binatang di siang hari. Hari Senin dengan hari Jumat juga berbeda. Tengah malam yang sepi adalah waktu yang tepat untuk melakukan ibadah, begitu juga ditempat yang sunyi dan terpencil akan meningkatkan kekhusyukan beribadah. Kecuali seseorang yang berkurang orientasinya terhadap ruang dan waktu, contohnya orang yang sudah tua. Jadi pada intinya kita perlu mengembara pemikiran yang lain terlebih dahulu, sebelum masuk ke area spiritual. Karena berfilsafat adalah olah pikir sejauh batas batas kelaziman, etik dan estetika, dan hanya hati masing masing yang mengizinkan kita perlu berfikir sampai kesana atau tidak. Jadi yang menyangkut tentang masalah eksistensi Tuhan dan sebagainya, jika sudah sampai kepada sifat sifat eksistensi Tuhan yang harusnya memang didalam hati, maka berlaku hokum karena tidak
semua pikiran kita bisa mengerti relung hati kita. Pikiran tidak bisa
mengetahui unsur semua Tuhan itu. Coba turunkan Thesis menjadi anti Thesis. Jika Thesisnya saya maka anti thesisnya adalah bukan saya, bukan saya adalah termasuk Tuhan tetapi jika ditingkatkan menjadi spiritual antara saya dan bukan saya, bukan saya termasuk Tuhan, berarti saya dengan Tuhan , Tuhan yang ada jauh disana ini menjadi kontradiksi yang artinya bahwa Tuhan tidak berada di dalam diri atau di dalam hati, dan ini menjadi sesuatu yang salah. Pertanyaan kedua dari Saudara Budiyanto adalah sebelum belajar filsafat, maka alangkah baiknya untuk memperdalam ilmu agama itu sendiri. Sedangkan tugas mata kuliah yang berhubungan dengan tugas membuat komentar minimal 600 pada blog Bapak Marsigit menurut
Saudara Budiyanto bisa menyita bagian waktu beribadah. Mengapa kita perlu melakukan ini? Dan apakah sesuatu yang ada itu harus memiliki wujud dan bentuk? Bapak Marsigit menjelaskan bahwa terlalu bnyak poin poin yang terdapat didalam pikiran tersebut. Ini hanya masalah tentang management waktu, dimana waktu adalah milik pribadi masing masing. Jika sampai mengurangi waktu ibadah, maka usahakanlah untuk tidak mengurangi waktu ibadah tersebut. Harapannya hal ini dapat menjadi support dalam meningkatkan spiritual masing masing. Tetapi bukan berarti kita menjadi mudah memfitnah atau mencari dalih tetapi diusahakan dan dicari. Segala sesuatu perlu ada syarat perlu dan syarat cukup, semua tergantung pada pengaturan waktunya, jadi jangan mudah untuk menjatuhkan sesuatu atau membuat stigma negatif. Sesuatu yang ada belum tentu memiliki bentuk. Bentuk sendiri memiliki berbagai arti. Sesuatu yang dikatakan itu berstruktur, hirarki dunia, sedangkan yang mengatakan atau yang berkata itu juga berstruktur, hirarki dunia artinya terdapat dua dunia yang saling menilai. Jika kita berada pada posisi melihat dua dunia yang sedang berinteraksi, dan posisi kita berada di dunia yang berbeda, maka jika sesuatu yang ada itu berbentuk timbullah beberapa pemahaman. Sebagai contoh adanya orang awam adalah adanya anak kecil, adanya anak kecil itu adalah sesuatu yang konkrit. Konkrit itu adalah suatu benda, benda itu berupa material. Seperti itulah sesuatu yang ada, dan jika tidak ada ibarat sebuah kaca mata, ketika tidak nampak atau disembunyikan maka kaca mata itu berarti tidak ada. Jadi adanya untuk anak anak adalah sesuatu yang realis murni, ketika tetap dipantau dalam pendengaran dan dalam penglihatan. Berbeda konteksnya jika sesuatu yang tidak dilihat, dipegang, diraba bisa menjadi sesuatu yang ada bagi orang dewasa. Sehingga tidak selalu sesuatu yang ada itu berbentuk. Berfilsafat itu ketika diturunkan munculah zero options, bisa meluas dan tidak menjadi salah. Jika berfikir terlalu ideal atau mempertahankan argumen, maka bisa jadi tidak mendapatkan apapun dalam berfilsafat. Elegi Bapak Marsigit memfasilitasi mahasiswa agar menemukan zero options dalam berfilsafat. Pertanyaan ketiga dari Saudari Asma' Khiyarunnisa’ adalah antara ideal dan realita, bagaimana mengantisipasinya ketika keduanya tidak sinkron? Apakah tetap pada ideal atau menyerah pada realita? Bapak Marsigit menjawab pertanyaan ini dengan ideal dan realita tidak akan pernah sinkron. Sinkron dapat bermakna bertemu, artinya ideal dan realita tidak akan pernah bertemu.
Karena antara ideal dan realita berjarak, jaraknya adalah awal dan akhir zaman. Sebagai contoh awal dimana seseorang bertanya dan akhir dimana seseorang bertanya, itu berada pada awal akhir zaman. Awal perkuliahan dan akhir perkuliahan juga berada pada awal akhir zaman. Awal mata berkedip sampai akhir mata berkedip juga menjadi bagian dari awal akhir zaman. Karena mereka berjarak maka ideal dan realita tidak akan bertemu. Pertanyaan keempat dari Saudari Nilza Humaira adalah mengapa Bapak Marsigit tertarik melanjutkan studi S3 jurusan Filsafat Ilmu? Bapak Marsigit menjelaskan pertanyaan ini dimulai dengan mengajukan beberapa pertanyaan yaitu siapa dirimu? apa dirimu? kenapa, mengapa dan sebagainya. Sesungguhnya karena diri kita yang fatal dan diri kita yang fital. Mengapa anda dilahirkan di tempat anda lahir? Mengapa anda tidak memilih tempat dimana anda akan dilahirkan? Semua tidak bisa terjadi seperti yang diinginkan karena semua telah dipilih dan manusia bersifat fatal, artinya takdirnya dipilih oleh Tuhan. Hal
tersebut perlu disyukuri, sebab manusia tidak akan ada duanya.
Sehingga tentang semua yang mengapa terjadi disebabkan karena manusia bersifat fatal dan fital yang memiliki potensi. Dalam kondisi ini, kita semua sedang mengembangkan fatal dan fital masing masing. Sebenar benarnya hidup adalah interaksi antara fatal dan fital. Jadi, nasib kita akan dirubah oleh Tuhan kecuali kita berdoa pada Tuhan dan berusaha. Pertanyaan selanjutnya dari Saudari Riska Ayu Ardani adalah mengapa kita belajar filsafat ada unsur spiritual didalamnya? Filsafat adalah diri kita masing-masing, terserah mengenai apapun tentang diri kita masingmasing. Seperti agama, baik mereka yang islam, nasrani, budha, yahudi dan bahkan yang kafir mereka berhak berfilsafat tetapi yang terpenting mereka memiliki pemikiran karena filsafat itu sendiri merupakan olah pikir. Olah pikir tersebut bersifat refleksif. Sehingga orang kafir pun bisa berfilsafat. Kondisi ini menjadi berbahaya ketika belajar filsafat dan kemudian dengan mudah kita menggadaikan iman dan taqwa. Oleh karena itu, sebelum berfilsafat maka perlu diperkokohkan hati kita terlebih dahulu agar tidak mudah terjerumus. Jika orang yang beriman belajar filsafat maka diharapkan semakin kuat imannya tetapi menjalankan semuanya perlu dengan rasa ikhlas, istiqomah, sabar dan jangan menghujat.
Pertanyaan berikutnya dari Saudara Rhomiy Handican adalah apakah perlu adanya bakat dalam menjadi ahli filsafat? Jawaban yang diberikan Bapak Marsigit adalah Filsafat tidak memiliki ahli dan tidak ada keberadaan filsuf itu . Filsuf tidak ada kecuali orang lain yang menilai dan mengatakannya. Tidak pernah ada ijazah bagi seorang filsuf sehingga tidak perlu ragu dalam belajar filsafat . Filsafat itu mengenai diri kita sendiri. Bagaimana kita bisa menjelaskan sesuatu, karena sebenar benarnya filsafat adalah penjelasan kita masing-masing. Selanjutnya adalah pertanyaan ketujuh dari Saudara Rizal Rezky sebagai berikut. Dalam filsafat yang diatas merupakan subjek dan yang dibawah merupakan objek. Subjek dikatakan selalu benar dan objek selalu salah berdasarkan elegi menggapai subjek. Bagaimana penjelasan mengenai hal ini? Bapak Marsigit mengatakan bahwa pada saat membaca elegi, diharapkan tidak memberikan pemikiran yang liniear untuk mencari kebenaran dari sesuatu dan sebagainya. Hal yang lain, ketika kita bisa menjawab dengan benar atau mengalami peningkatan, semua tidak sekedar karena membaca elegi meskipun membaca elegi mampu membangun chemistry atau memperoleh athmosphere ibarat datangnya hujan tidak sekedar satu hari sampai dua hari. Jadi perlu terus dikembangkan, bahwa tidak sekedar hanya satu sampai dua hari belajar mengenai filsafat. Seperti halnya tes jawab singkat yang dilaksanakan tiap pertemuan, semata-mata tidak mengenai nilai saja melainkan sebuah cara bagaiamana berkomunikasi dan sadar bahwa diantara kita terdapat perbedaan. Operasional yang terukur adanya perbedaan sebagai contoh, Bapak Marsigit mengharapkan semua mahasiswa mendapat nilai 100 tetapi faktanya hanya mendapatkan nilai 15,12, bahkan 0 dan sebagainya. Dengan demikian, segala sesuatunya sudah transparan tidak ada yang ditutup-tutupi dan harapannya ego pemikiran meluruh atau secara kata-kata harfiah artinya meluruhkan kesombongan. Karena belajar itu jika dengan kesombongan, maka tidak akan mendapatkan apa apa. Pertanyaan kedelapan dari saya, Fitri Ayu Ningtiyas yaitu bagaimana cara mengusir keragu-raguan dalam diri dalam pandangan filsafat? Penjelasan yang diberikan Bapak Marsigit adalah ragu-ragu ada dua jenisnya dalam filsafat. Pertama, ragu dalam hati dan kedua ragu dalam pikiran. Ragu di dalam pikiran itu
pertanda bahwa kita akan mendapatkan ilmu. Namun jangan sesekali kita ragu dalam hati, karena keraguan dalam hati walaupun satu, itu sebenar-benarnya adalah godaan setan. Tidak ada seseorang yang mampu mengusir setan kecuali atas pertolongan Tuhan. Jadi, jika kita ragu dalam hati, maka berdoalah dan minta pertolongan kepada Tuhan. Kesedihan, keragu-raguan, kebencian, dan sebagainya yang bersifat buruk adalah godaan setan dan itu semua terjadi apabila tidak ada ikhlas di dalam hati. Selanjutnya, pertanyaan kesembilan adalah dari Saudari Ulfa Lu’luilmaknun bagaimana pandangan filsafat mengenai pemikiran anak anak yang sudah dewasa? Penjelasan yang diberikan Bapak Marsigit adalah anak-anak itu berdimensi, dewasa juga berdimensi. Anak–anak itu sifat, dan dewasa itu sifat. Berarti hidup ini adalah sifat yang jatuh kepada sifat. Manusia itu sifat, karena manusia memiliki sifat. Mata itu adalah sifat, karena mata itu adalah milik daripada diri kita. Sehingga segala sesuatu yang merupakan milik diri kita adalah sifat yang digunakan untuk melihat individu yang lain, maka terjadilah sifat yang dijatuhi oleh sifat. Kondisi anak pun bisa bermacam-macam. Jika kita hanya mendapat nilai 0 saat test jawab singkat, maka diri kita dapat dianggap oleh Bapak Marsigit seperti anak-anak. Jika sudah sampai spiritual, konteksnya jadi berbeda. Hidup itu berstruktur dan berhirarki, metodenya bisa berubah-ubah sesuai dengan jamannya. Jika sudah sampai jauh kesana-sana, maka anak dan orang tua itu ukurannya keihklasan dan amalnya. Bisa jadi anak yang berumur 20 tahun sudah ikhlas tetapi belum tentu untuk terus ikhlas karena hidup itu siklik. Jadi, bisa juga anak yang berumur 20 tahun sudah dewasa, atau sebaliknya orang yang sudah dewasa tetapi masih memiliki sifat anak-anak. Pertanyaan kesepuluh berasal dari Saudari Ressy Rustanuarsi adalah bagaimana caranya melatih diri kita untuk menjawab pertanyaan dengan pemikiran filosofis? Kembali Bapak Marsigit menjawab pentingnya baca, baca dan teruslah membaca. Ilmu sosial itu berkaitan dengan hidup yang dijalani, ini merupakan filsafat yang jika hanya dijalani saja belum tentu cukup. Perlu tindakan untuk menjalankan, memikirkan, merefleksikan, menanyakan, mengkomunikasikan, menguji, dan sebagainya. Makna yang diperoleh dalam suatu pengetahuan bisa jadi tidak hanya pada waktu saaat ini mungkin beberapa waktu kedepan agar makna itu ditemukan dan dirasakan. Sehingga yang terpenting adalah sesuatu itu harus sesuai
dengan ruang dan waktunya, sesuai diperuntukkannya, sesuai dengan tujuannya, sesuai dengan tugasmya. Oleh karena itu, bacalah kodenya, kode yang dimulai dari satu huruf, satu tulisan, satu kata sampai satu kalimat dan kode yang telah diberikan adalah kode yang jelas petunjuknya. Pertanyaan selanjutnya adalah dari Saudari Annisa Eprila Fauziah apakah ada hubunganya filsafat dengan sastra? Bapak Marsigit menjawab hal ini dengan mengibaratkan apakah ada hubungannya Presiden Amerika dengan sebutir telur? Jika dipandang dalam filsafat memiliki hubungan, yaitu sama sama sedang dipikirkan, itulah hubungannya. Tidak ada didunia ini yang tidak saling berhubungan, semua pasti berhubungan. Begitu pula filsafat dengan sastra. Filsafat lebih halus daripada ester dan lebih cepat daripada kilat, sehingga seperti itulah filsafat begitu cepat berada dalam pikiran kita. Pertanyaan kedua belas berasal dari Saudara Nanang Ade Putra Yaman yaitu apa ada tanda atau kriteria yang bisa dilihat kita sedang dan telah berfilsafat? Penjelasan yang diberikan Bapak Marsigit adalah manusia berstruktur dan berhirarki, yang dipikirkan pun berstruktur dan berhirarki. Sifat manusia itu sendiri juga berstruktur dan berhirarki, sehingga secara otomatis filsafatnya berstruktur dan berhirarki. Struktur memiliki tingkatan-tingkatanya, setiap tingkatan memiliki dunia. Tidak hanya tingkatan saja, bahkan segala sesuatu yang ada dapat mewakili dunia. Maka pada setiap yang ada itu, dapat dikatakan didahului dengan dunia. Mulai dari dunia filsafat, dunia manusia, dan seterusnya. Apa yang tidak bisa dicari atau dikatakan? Dunia A, dunia B, semua bisa. Berfilsafat adalah berfikir yang refleksif. Selalu tidak ada yang benar dunia itu, kecuali kebenaran Tuhan. Sebagai contoh, berfilsafat adalah berfikir refleksif, refleksif itu dapat menjawab pertanyaan mengapa, hal ini boleh saja terjadi tetapi juga tidak benar juga tergantung seberapa jauh refleksifnya. Jadi ciri-ciri telah berfilsafat adalah berpikir refleksif, refleksif disini adalah salah satu contoh yang berarti memikirkan pikiran dan masih terdapat lagi 1000 kriteria Pertanyaan ketiga belas dari Saudari Ika Dewi adalah apa arti impian dari segi filsafat? Bapak Marsigit menjelaskan bahwa Impian seorang de Cartes dengan impian kita, disini dan di Eropa berbeda, beda konteksnya. mimpinya de Cartes karena konteksnya sama, sampai ia
tidak dapat membedakan apakah ini mimpi atau kenyataan. Saat ini yang menjadi masalah adalah bagaimana membedakannya itu. Ternyata kondisi ini melahirkan aliran filsafat, de Cartes sampai tidak bisa membuktikan apakah ia berada di dalam mimpi atau kenyataan, karena tidak ada buktinya. De Cartes ingin mecari sebuah kepastian, sampai ia tak percaya bahwa adanya Tuhan. Pada akhirnya, setelah membantah segala argumen, ada satu hal yang tidak bisa dibantah yaitu kenyataan bahwa sesungguhnya ia sedang bertanya. Karena sadar kita sedang bertanya, maka itulah kita tidak sedang bermimpi. Maka lahirlah togitoergozu, saya ada karena saya berfikir. Adanya sesuatu menjadi sangat penting, maka dalam filsafat dijabarkan, diuraikan secara terpukul antara ada, tidak ada, dan yang mungkin ada. Pertanyaan keempat belas berasal dari Saudari Asma' Khiyarunnisa’ tentang bagaimana filsafat memandang mengenai keadilan? Bapak Marsigit memberi jawaban dalam bentuk pertanyaan kenapa sebagai manusia tidak bisa berlaku adil, karena manusia tidak bisa memandang ke depan sekaligus memandang ke belakang. Sehingga sebenar-benarnya manusia tidak pernah adil terhadap pandangan di belakang. Hal ini berlaku sejak lahir sampai mati. Andai kata tidak adil adalah sebuah dosa, diam saja berarti sudah berdosa. Jadi sebenar-benarnya manusia adalah ketidakadilan itu sendiri. Namun, manusia diberi potensi untuk melakukan keadilan tersebut yang berupa intuisi satu dua. Semua matematika benar karena intuisi satu dua, ketika mengerjakan bukti suatu rumus, maka terdapat intuisi tentang bagaiamana teringat mengenai tulisan atau langkah pembuktian sebelumnya, jika hal ini lupa maka rumus matematika tidak bisa dibuktikan. Manusia hidup karena memiliki intuisi, jika seseorang berbicara kemudian lupa apa yang dibicarakan maka apa yang akan terjadi? Jadi terdapat intuisi didalam diri manusia. Manusia memang terlahir untuk tidak bisa adil, dan manusia lahir itu karena dipilih. Tetapi tidak baik jika kita mengatakan bahwa Tuhan itu tidak adil karena jika diteruskan sampai kesana dapat dikatakan sebagai kuasa Tuhan. Jadi hidup ini adalah adil dalam ketidakadilan, dan ketidakadilan didalam keadilan. Manusia itu sempurna didalam ketidaksemupurnaannya begitu pula sebaliknya. Itulah sebenar benar hidup adalah kontradiksi, ketika kita masih di dunia, kontradiksi hukummnya. Kontradiksi itu tidak akan pernah sama. Hanya identitas yang berlaku di dalam pikiran. Pertanyaan kelima belas dari Saudara Budiyanto : filsafat turunannya berupa pengetahuan kemudian bagaiamana kedudukan ilmu dengan filsafat?
Bapak Marsigit menanggapi pertanyaan ini dengan mengatakan jangan langsung membuat hubungan antara filsafat dengan ilmu, tetapi ilmu dengan pengetahuan.
Setiap
individu, pasti memiliki pengetahuan yang terpisah-pisah. Sehingga yang namanya ilmu pengetahuan, itu sudah terstruktur, atau sudah ada bangunannya. Ilmu pengetahuan disusun oleh komponen pengetahuan-pengetahuan. Filsafat berdimensi, karena filsafat sebagai pengetahuan, filsafat sebagai ilmu, filsafat sebagai landasan, dan seterusnya adalah berdimensi. Filsafat sebagai spiritual, atau sebaliknya spiritual sebagai filsafat, semua tergantung bagaimana kita menyikapinya. Pertanyaan keenam belas yang berasal dari Saudara Nanang Ade Putra Yaman adalah apakah belajar itu berfilsafat? Bagaimana belajar yang bermakna, jika terbatas oleh ruang dan waktu? Belajar belum tentu berfilsafat. Belajar yang baik adalah mendekati sunnatullah, sesuai dengan kodrat yang diberikan oleh Tuhan, maka kita wajibnya mencari fenomena alam yang seperti apa yang sesuai dengan prinsip-prinsip belajar. Sehingga fenomena alam yang dapat digunakan untuk belajar adalah hidup itu adalah hidup. Belajar itu hidup, berfilsafat itu hidup, tidur pun hidup. Bagaimana tidur bisa hidup, yaitu dengan berdoa didalam hati. Bagaimana belajar bisa hidup, yaitu dengan involve (menmceburkan diri) atau masuk kedalam putaran itu, selalu masuk dalam kondisi itu yaitu menerjemahkan dan diterjemahkan. Tidak bisa belajar dipandang jauh disana, filsafat itu sendiri bukan apa apa yang ada disana melainkan apa yang ada disini. Bagaiamana cirri hidup, yaitu bersifat continue, berinteraksi, menggunakan hati dan menggunakan pikiran dimana kontekstual sesuai dengan ruang dan waktu. Pertanyaan ketujuh belas dari Nizwa Ayuni adalah bagaimana filsafat menyikapi dan menjelaskan tentang reinkarnasi? Bapak Marsigit memberi gambaran bahwa hidup tidak seperti sebuah panah yang dilemparkan begitu saja, tetapi itu hanya sebagian kecil. Seperti bumi itu tidak pernah menempati tempat yang sama sepanjang hayat bumi. Manusia juga begitu karena manusia menempati bumi. Seperti halnya ketika kita bertanya maka yang lain menjawab, disaat mereka bertanya kita yang menjawab, yang mulanya jawaban menjadi sebuah pertanyaan balik, jadi seperti inilah reinkarnasi dalam hidup. Seperti seorang anak yang memiliki sifat, sifat ini
merupakan reinkarnasi sifat dari orang tuanya. Tidak perlu mencari jauh jauh renkarnasi itu, disini juga sudah ada tentang renkarnasi itu sendiri.
FILSAFAT ILMU PERTEMUAN KETIGA (26 SEPTEMBER 2016) Perkuliahan pertemuan ketiga dimulai sebagaimana biasanya, di hari Senin pukul 15.30. tes jawab singkat tetap dijalankan seperti biasa dengan hasil yang masi sama saja. Perkuliahan kemudian dilanjutkan dengan sesi tanya jawab dari mahasiswa kepada Bapak Marsigit. Pertanyaan-pertanyaan tersebut diberikan dalam penjabaran berikut. Pertanyaan pertama dari Saudara Budiyanto apa bedanya intuisi dengan perkiraan? Bapak Marsigit menjelaskan bahwa bisa memperkirakan karena mempunyai intuisi. Intuisi memiliki banyak manfaat. Sedang intuisi itu sendiri banyak manfaatnya dan salah satunya dapat digunakan untuk memperkirakan. Pertanyaan kedua dari Ulfa Lu’luilmaknun adalah banyak orang yang mengatakan untuk mengikuti kata hati, karena kata hati itu selalu benar. Andaikan saya mengikuti kata hati saya, ternyata terjadi kekeliruan, bagaimana menyikapi hal ini? Bapak Marsigit memberi pandangan bahwa selama masih di dunia seseorang terikat ruang dan waktu, apapun tanpa terkecuali. Terikat oleh ruang dan waktu dalam arti sedalamdalamnya dan seluas-luasnya. Belajar filsafat itu metodenya intensif dan ekstensi, kali sedalamdalamnya dan kembangkan seluas-luasnya. Struktur di dunia itu ada yang tetap dan ada yang berubah, namun jika diteruskan bisa melampaui dunianya. Jadi kita bisa mengidentifikasi apa yang tetap dan apa yang berubah, apa yang bebas dan apa yang tidak bebas dalam ruang dan waktu. Semua benda yang dapat kita lihat, itu semua tidak bebas ruang dan waktu. Agar seseorang mampu mendifinisikan atau mengetahui ruang maka perlu waktu dan begitu pula sebaliknya. Batu pun terikat oleh ruang gelap dan ruang terang. Prinsip yang dikatakan orang adalah bertingkat-tingkat. Mulai dari benda, aturan-aturan, pikiran, hati, kemudian spiritual. Jika seseorang masih hidup, lengkap ada materialnya, ada formalnya, ada normatifnya, dan ada spiritualnya. Tetapi berbeda dengan orang yang sudah meninggal dunia, maka unsur-unsur dunianya sudah dikurangi terkecuali amal dan ibadahnya yang tidak terikat oleh ruang dan
waktu. Sehingga tidak mudah mencari yang bersifat prinsip seperti turuti kata hatimu. Hal tersebut merupakan prinsip orang lain, dan itu menjadi kesalahan seseorang dalam mencari ilmu. Orang mencari ilmu, terdapat adanya penggoda, penggoda sesuatu yang menarik, yang berbinarbinar dan namanya Idol. Itulah godaan orang mencari ilmu. Sebagai contoh, saat kita berada dalam langkah mencari ilmu, godaan yang pertama adalah tidak bisa meninggalkan adat dan budaya sebelumnya. Kedua, ketika berjalan ditengah jalan, orang lain berkata turuti kata hatimu, dan kita percaya saja, disini kita belum mencapai kebenaran tetapi ditengah jalan sudah digoda oleh kebenaran di jalan. Kebenaran sendiri berada dimanapun, termasuk kebenaran Bapak Marsigit yang bersifat otoritas yang sifatnya juga dimiliki oleh kebenaran manusia yang lain. Sehingga manusia yang mana yang kebenarannya kuat, kokoh, tinggi dan luas, dimana semakin umum berarti semakin luas. Kebenaran agama adalah kebenaran absolute, maka tidak bisa dibantah lagi. Firman tuhan itu adalah absolute tidak bisa dibantah lagi, seperti kitab suci yang bersifat absolute juga. Jika prinsip tadi yang mengatakan itu adalah kitab suci maka jalani saja, seperti sesuatu yang diyakini. Karena setiap orang bisa membuat aturan, membuat hukum tentang turuti kata hatimu saja, sedangkan hati itu sendiri, terdapat hati, pikiran dan kenyataan, jika itu hanya 3 hal maka masih saja sepertiga dunia. Padahal masih banyak lagi aspek yang bisa ditinjau, seperti fatal, spiritual, transen, inner, dan sebagainya. Jadi jika hanya berpedoman pada hati saja, mungkin saja ketika hati itu sempit maka hanya berpedoman seperseribu sekian dari fenomena hidup kita. Jika hati dijadikan satu satunya yang utama, hanya hati saja, maka kalau kita pikirkan hati, pikiran, kenyataan itu baru sepertiga dunia. Namun jika kita anggap dunia ini adalah hati dan pikiran, tergantung bagaimana kita memandangnya, tergantung struktur dunia yang akan kita bangun seperti apa. Andaikan kita sedang fokus pada struktur yang dunia itu terdiri dari hati dan pikiran, berarti hati itu separuh dunia. Seseorang yang hanya mengikuti hatinya saja, maka ia tidak mampu memikirkan. Ketika seseorang sedang membesar-besarkan hati tetapi tidak memperhatikan pikiran, suatu ketika ia terkena pikiran maka hati tidak akan mampu berfikir, hati hanya mampu merasakan saja. Rasa sedih, gundah kecewa, susah , bahagia, sakit hati dan sebagainya, jika saat merasakan itu maka kita yang hanya memandang hati adalah setengah dunia, maka kita tidak akan mampu melawan perasaan tersebut. Hal ini merupakan gambaran orang-orang yang hanya mengikuti kata hati. Melalui sudut pandang filsafat, hati itu terdiri dari dua hal, hati positif dan hati negatif. Sedang hati nol atau netral adalah keikhlasan.
Pertanyaan ketiga dari Saudari Asma' Khiyarunnisa’ adalah dalam dunia ini memang keadilan itu tidak ada, bagaimana pandangan filsafat mengenai keadilan? Bapak Marsigit mengatakan bahwa adil yang sebenar-benarnya dan seluas-luasnya. Adil adalah ontologis. Ontologis sendiri memiliki makna bahwa sudah tidak terbantahkan lagi. Sebagai contoh, kita tidak pernah adil dengan bagian belakang kepala, karena kita tidak pernah melihat bagian belakang kepala kita kecuali menggunkan cermin. Selama ini apa yang kita lihat hanya bagian depannya saja, padahal dunia memiliki hak yang sama untuk dilihat tetapi kita tidak mampu untuk melihatnya. Jadi manusia itu terlahir tidak adil untuk dirinya sendiri tetapi dengan begitulah manusia itu bisa hidup. Manusia tidak sempurna dalam ketidaksempurnaanya, begitu pula sebalikny. Hal tersebut merupakan sisi ontologisnya, sedang epistimologinya adalah berupa metodenya, sumber-sumbernya, sumber filsafat keadilan. Keadaan adil ini merentang di dalam perjalanan sejarah dari Yunani sampai sekarang. Jadi konsep adil adalah adil sesuai dengan fungsi, peran dan sebagainya. Filsafat disamping memandang dari segi ontologis dan epistimologinya, memandang juga etik dan estetikanya. Jadi terdapat etik dan estetikanya antara adil dengan kebenarannya, benar dengan keadilannya, serta adil dan kepantasanya. Manusia justru tidak akan pernah adil dengan dirinya sendiri dibandingkan dengan orang lain. Pertanyaan keempat dari Saudari Riska Ayu Ardani adalah sebenarnya dalam kehidupan ini, yang kita jalani ini merupakan sebuah pilihan atau sebuah takdir? Bapak Marsigit menjelaskan melalui filsafat beliau, takdir itu merupakan sesuatu yang dipilih. Sedangkan ikhtiar itu adalah memilih. Hidup ini hanya mengenai tentang dipilih dan memilih. Ini hanya penyederhanaan dari dunia yang begitu besar dan berinteraksi yang kemudian hanya diartikan sebagai memilih dan dipilih. Seperti halnya ketika kita berkata-kata , kata yang muncul adalah sesuatu yang dipilih dan kita yang memilih. Takdirnya manusia itu bahwa berkata merupakan sesuatu yang linear, berkata itu seri atau berurutan. Pikiran manusia membuktikan bahwa dunia tidak memiliki akhir. Sehingga Immanuel Kant membuktikan bahwa dunia ada awal sekaligus tidak memiliki awal, ada akhir sekaligus tidak memiliki akhir. Maka berfilsafat itu berbahaya, jika tidak dilandasi dengan spiritual yang kokoh. Keseluruhan hidup ini adalah tentang memilih dan dipilihkan.
Pertanyaan kelima dari Saudara Budiyanto adalah Bagaimana kita bisa memilih sumbersumber yang baik dan benar, atau pendapat yang benar sedangkan kita tidak memiliki pengetahuan yang lebih dari itu? Jawaban yang diberikan Bapak Marsigit adalah jangan berbicara memilih jika belum menjalaninya. Dijalani, dilakukan, baru kemudian secara intuitif mampu memilih. Bagaimana mungkin jika saya akan memilih tetapi belum tau mana yang akan dipilih dan belum ada yang bisa dipilih. Tidak ada pemikiran yang terbaik, benar dan salah pun juga tidak ada dalam filsafat. Sesuatu yang ada dalam filsafat adalah sesuatu yang sesuai dengan ruang dan waktu. 2 + 2 = 0 benar, jika itu berbasis 4, ini benar karena sesuai dengan ruang dan waktu. Pertanyaan keenam dari Saudara Nanang Ade Putra Yaman adalah mengapa pemikirpemikir filsafat cenderung banyak yang lahir dibarat? Bapak Marsigit menjabarkan bahwa pertama, karena barat itu cederung melakukan budaya menulis, sehingga ada dokumennya, ada bukunya. Kedua, barat itu yang menginisiatif, menguasai dunia. Sehingga siapa yang berkuasa, ialah yang menjadi kebenaran, karena mengikuti oranng yang berkuasa. Seperti di dalam ekonomi, orang yang memiliki modal adalah orang yang berkuasa. Orang yang berkuasa walaupun salah, maka ia dianggap tetap benar. Karena barat berkuasa menguasai timur, yang didukung dengan karya tulis-karya tulis maka dianggap benar mereka itu. Pertanyaan ketujuh dari Saudari Fatiyah adalah bila barat dengan budaya menulis bisa berkembang, kemudian bagaimana dengan tasawuf dibagian timur? Bapak Marsigit Tasawuf adalah sebuah metode didalam agama islam dimana dilakukan untuk mendekatkan diri sebagai umat kepada Tuhan secara intensif dan bersifat tertutup. Hanya orang tertentu, spesifik dan yang diseleksi yang menjadi umat tasawuf, karena ada tahap-tahap yang harus dilalui, dan tidak bisa orang umum mencoba kecuali mempelajari terlebih dahulu dari umum-khusus atau sebaliknya. Sehingga tasawuf hanya sebuah metodologi, dalam olah pikir sebagai epistimologinya.
Pertanyaan kedelapan dari Fitri Ayu Ningtiyas adalah Bagaimana caranya agar siswa dikelas memiliki pemahaman yang sama, padahal setiap guru tahu bahwa siswa memiliki kemampuan yang berbeda? Bapak Marsigit memberikan penjelasan bahwa kita sebagai guru, sebagai orang yang bertanya adalah sebuah dunia sedang siswa sendiri juga merupakan dunia. Dunia menerjemahkan dunia, lengkap. Jika kita menerjemahkan dunia yang lain dan ingin dunia yang lain tersebut sama seperti dunia kita, itu merupakan sesuatu yang menyalahi kodrat. Kita sudah meletakkan sesuatu yang bertentangan dengan kodrat pada kalimat kita sendiri, sehingga dengan adanya filsafat kita dapat melakukan refleksi. Mengapa kita perlu memaksakan orang lain mengetahui sama seperti apa yang kita pikirkan. Sama seperti elegi yang dibuat oleh Bapak Marsigit, beliau tidak merasa perlu melajutkannya. Apa yang kita pikirkan adalah bebas, begitu pula jika memilki interpretasi yang berbeda-beda. Bapak Marsigit hanya ingin memfasilitasi belajar filsafat, dan filsafat adalah diri kita sendiri. Jika suatu saat diantara mahasiswa bertanya, tidak akan menjadi sesuatu yang berguna jika tidak membaca elegi terlebuh dahulu, syarat bertanya ketika seletah membaca maka orang lain juga perlu membacanya terlebih dahulu agar setidaknya mampu mencapai pemahaman yang sama. Pertanyaan kesembilan dari Saudari Asma' Khiyarunnisa’ adalah pada proses pembelajaran, setiap anak memiliki kemampuannya masing-masing. Apakah sebagai guru wajib memfasilitasi setiap kemampuan siswa tersebut? Penjelasan Bapak Marsigit adalah dunia berstruktur, karena dunia berstruktur maka pendidikan juga berkonteks. Antara sesuatu yang ideal, dimana ideal itu sendiri tidak bisa didefinisikan karena setiap orang punya idealnya masing-masing. Tetapi jika kita berbicara dari fenomena alam, belajar mendidik itu sesuai dengan ide fenomena alam. Fenomena alam adalah bagaimana belajar itu membangun. Belajar itu hermentika dan karena hermentika itu membangun maka guru harus memfasilitasi bagaimana siswa membangun matematika. Siswa harus berhementika atau belajar matematika dengan fasilitas yang telah disiapkan oleh guru. Sebagai contoh, jika kita sudah mampu berfilsafat maka Bapak Marsigit tidak berharap bahwa kita harus memiliki pemikiran yang sama dengan beliau tetapi struktur itu ada harapannya serta sama memiliki strukturnya, struktur yang kuat, struktur kehidupan, struktur yang ada dan yang mungkin ada.
Pertanyaan kesepuluh dari Saudari Nizwa Ayuni adalah bagaimana kita menyikapi persoalan yang tidak dapat dijelaskan oleh logika atau yang bertentangan dengan logika? Bapak Marsigit menjawab struktur dunia itu materi, diatasnya itu formal, diatasnya normative, diatasnya spiritual. Jika kita sudah sampai pada taraf spiritual, dimana spiritual merupakan tahapan paling atas dan telah melingkupi semuanya, maka tidak ada satu pun yang terlewatkan. Sehingga semua itu menjadi spiritual dan sakral. Semua benda adalah sakral, artinya spiritual turun sampai kepada benda tersebut. Jika didalam filsafat maka contohnya adalah batu yang sedang berdoa, tasbih. Benda berstruktur, perasaan berstruktur dan yang memikirkan pun juga berstruktur. Jadi tiadalah desah nafas walaupun sepenggal adalah terbebas kuasa dari Tuhan, jika sudah seperti ini maka persoalan apapun kita kembalikan lagi dengan yang diatas. Seseorang hanya bisa merefleksikan dirinya sendiri, meminta pertolongan kepada Tuhan atas permasalahannya. Pertanyaan kesebelas dari Saudara Nanang Ade Putra Yaman adalah apakah terdapat kriteria bahwa kita sedang atau suda menyampaikan ilmu atau mengajar dengan baik? Bapak Marsigit menjelaskan bahwa urusan dunia itu tidak ada yang terbaik, maka tidak ada cara mengajar yang baik dari sisi metodologis, hanya ada kecenderungan yang mendekatai yang baik adaialah yang dekat, yang cocok dan yang sesuai denngan kodratnya. Sehingga belajar adalah proses terjemah dan menerjemahkan. Belajar harus dalam suasana merdeka. Ibarat sebuah tanaman jika tertutup terlalu rapat maka tanaman tersebut akan mati. Pertanyaan kedua belas dari Saudari Ressy banyak orang yang mengatakan bahwa kegagalan adalah keberhasilan yang tertunda. Bagaimana filsafat memendang ungkapan tersebut? Jawaban yang dinukilkan Bapak Marsigit adalah karena manusia berhermentika, maka hal tersebut adalah unsur unsur spiritual atau unsur unsur kecerdasan figur, tetapi sekarang ini dunia kontemporer sudah mulai menyempit dan memanjang, dimana berhenti saja tidak bisa apalagi harus belok. Didalam kehidupan orang barat tidak ada istilah mundur atau bahkan belok, terus linear. Sebagai contoh Obama ketika menasehati rakyatnya, memotivasi rakyatnya dengan menunjukkan bahwa disana masih terdapat bintang bintang yang belum memiliki nama. Berbeda dengan rakyat Indonesia yang menyatu padukan penanggalan baik penanggalan jawa maupun
penanggalan nasional, agar hari senin bertemu lagi dengan hari senin maka ada sesuatu yang melingkar dan melingkarnya maju karena tanggalnya menjadi berbeda pasti terdapat lingkaran yang tertarik yaitu terdapat spiral kehidupan tidak lain tidak bukan adalah lintasan bumi mengelilingi matahari dan inilah hermenetika hidup. Mengulang senin menjadi hari senin lagi adalah sesuatu yang perlu disyukuri. Kegagalan menjadi kesuksessan yang tertunda. Ketika kita mengalami kegagalan maka kita jangan patah semangat, karena dengan kegagalan ini kita akan dijadikan atau diberikan kesuksessan yang lebih. Dengan bersyukur akan memberikan daya tahan, tidak akan merasa gagal namun akan membuat kita termotivasi untuk terus berusaha. Pertanyaan selanjutnya dari Saudari Nizwa Ayuni adalah apakah bisa dikatakan bahwa setiap kegiatan berfikir itu adalah kegiatan berfilsafat? Bapak Marsigit mendefinisikan bahwa filsafat itu yang ada dan yang mungkin ada. Kita pun demikian, orang barat mendefinisikan filsafat sebagai olah pikir, sedangkan kalau sampai ketimur tidak cukup sampai pada olah pikir saja. Kita tidak akan pernah bertemu dengan Tuhan jika kita hanya berfikir saja. Ketemu dengan Tuhan adalah dengan ibadah, shalat. Jika diijinkan bertemu maka kita akan bertemu. Maka di timur ada ontology gerak, dibarat tidak ada. Jadi di timur filsafat tidak sekedar berfikir tetapi pengoalahan hati dan pengolahan pikir, menjadi bijaksana, maka bijaksana timur dan barat berbeda. Bijaksana orang barat adalah mencari, sedang orang timur adalah memberi.
FILSAFAT ILMU PERTEMUAN KEEMPAT (3 Oktober 2016) Perkuliahan Filsafat Ilmu hari ini dimulai sebagaimana biasanya. Waktu perkuliahan yang dimulai sore hari tidak menyurutkan niat saya untuk mengikuti perkuliahan dengan seksama. Memang, Filsafat Ilmu adalah sesuatu yang baru bagi saya, tetapi perkuliahan ini menggelitik pikiran saya untuk menuju kekacauan dalam pikir. Karena dari pengetahuan yang saya peroleh dari Bapak Marsigit, sebenar-benar berpikir adalah kacau dalam pikiran. Dengan kacau dalam pikiran, proses berpikir dimulai dan pengetahuan baru dibentuk untuk dipelajari. Perkuliahan dimulai dengan 50 soal tanya jawab singkat dengan hasil dari saya dan temanteman yang menimbulkan penyesalan dalam hati karena begitu banyak ilmu yang belum saya
miliki dan pelajari. Perkuliahan dilanjutkan dengan sesi tanya jawab dari mahasiswa kepada Bapak Marsigit. Pertanyaan dimulai dari Saudara Budiyanto yang menanyakan tentang “Bagaimana filsafat memandang kejadian hipnotis?”. Bapak Marsigit menjelaskan bahwa “hipnotis sudah memiliki berbagai macam terapi apa yang akan terjadi jika seseorang diberi perlakuan sesuatu akan terjadi kejadian A, dan jika diberi perlakuan lain akan terjadi hal B, dengan kata lain sudah memiliki rumus tersendiri dimana rumus tidak selalu dalam bentuk misalkan rumus ABC, tetapi juga dalam bentuk penjabaran atau indikator terhadap sifat-sifat yang dimiliki oleh seseorang dan terapi-terapi yang mungkin diberikan kepadanya. Sama halnya dengan pelaku kuda lumping yang keserupan. Kesurupan merupakan gejala jiwa karena dipengaruhi oleh intuisi tertentu, dimana satu intuisi menutup intuisi yang l.ain sehingga dapat menimbulkan gejala tertentu. Manusia memiliki bermilyarmilyar intuisi meliputi yang ada dan yang mungkin ada seperti intuisi handphone, kacamata, kertas, ruang, waktu, lawan, senjata, yang ada dan mungkin ada dan intuisi lain sebagainya. Prinsip hipnotis maupun kesurupan adalah intuisi yang lain dimunculkan satu dan didominasikan dengan dilatih. Tetapi kembali, pelaku yang dikenakan terapi tidak akan bisa menjelaskan apa yang terjadi karena ia hanya melaksanakan apa yang diperintahkan karena ia tidak sadar. Dunia lain selain kesurupan direduksi sehingga masuk ke dunia kesurupan. Dunia kesurupan memiliki ikon yakni suara yang berirama, bertalu-talu, kemudian doa-doa untuk menenangkan kekhusyukan hati dan sebagainya dengan cara menciptakan suasana yang dapat menarik intuisi tersebut. Mengapa orang-orang bisa tertipu? Jawabannya adalah karena sodaqoh, berpesiar, keluarga dan semua direduksi menjadi uang. Jadi, dapat disimpulksn bahwa hidup adalah permainan intuisi. Misalkan ketika memiliki handphone baru hingga menghilangkan intuisi ruang dan waktu, tidak perduli apapun selain handphone yang dimiliki. Intuisi adalah pengalaman, Dalam istilah psikologi, intuisi disebut indera keenam”. Pertanyaan kedua diajukan oleh Saudari Asma Khairunnisa “Apakah Bapak setuju dengan pembelajaran yang menggunakan metode santifik?”. Bapak Marsigit menjawab bahwa “filsafat itu bukanlah perkara setuju dan tidak setuju, tetapi filsafat itu adalah seberapa jauh seseorang mampu menjelaskan metode santifik tersebut,
karena sebenar-benar filsafat adalah penjelasan tersebut. Jika seseorang tersebut bersikukuh maka ia akan jatuh kepada mitos, dan jika ia mulai fanatik, ia akan terjebak dalam ruang waktu yang gelap. Karena metode saintifik hanya satu dari sekian banyak metode yang ada yang bisa digunakan. Itulah kekurangan kurikulum 2013 yang merujuk seluruh mata pelajaran menuju metode saintifik”. Selanjutnya pertanyaan ketiga dari Saudara Khomarudin Fahuzan berbunyi “bagaimana kriteria seseorang yang berhasil menuntut ilmu?”. Jawaban yang diutarakan oleh Bapak Marsigit adalah “setiap saat orang berhasil dan setiap saat orang mengalami kegagalan. Dia hanya tidak merasa, karena apabila ia merasa berhasil, akan merugilah separuh dunia karena ia tidak menyadari kegagalannya. Dan jika ia merasa gagal, merugi pulalah separuh dunia karena ia tidak menyadari keberhasilannya. Jadi, filsafat itu harus selalu berlaku adil, seimbang, sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya”. Pertanyaan selanjutnya diajukan oleh Saudari Ika “Bagaimana konsep siap menurut filsafat?”. Jawaban yang dinukilkan oleh Bapak Marsigit adalah “siap menurut filsafat berarti refleksi diri untuk ke depan. Diturunkan dalam semi psikologi, persiapan adalah komunikasi internal dalam diri manusia dan diturunkan menjadi readyness. Kesiapan juga mengandung unsur timeline yang berarti berjalannya potensi dan ikhtiar. Jadi kesiapan adalah bagian dari hermeneutical, dan kesiapan tidak ada yang bersifat tetap dan berhenti. Karena sebenar-benar kesiapan adalah bergoyang-goyang (berhermenitika). Jika ada orang yang ditanya sudah siap dan menjawab sudah, itu adalah mitos karena tidak ada orang yang benar-benar sudah siap dalam filsafat, yang ada hanyalah sedang bersiap-siap yang tidak ada akhirnya. Karena akhir juga hanyalah mitos sebab tiadalah sebenar-benar akhir kecuali akhir absolut yang disebut dogma agama. Kiamat merupakan akhir absolut. Dan bahkan ternyata setelah kiamatpun masih dilanjutkan dengan pertimbangan-pertimbangan amal perbuatan. Pertanyaan dilanjutkan dari Saudari Fatya Azizah “Bagaimana filsuf memandang surga dan neraka jika tidak ada yang salah dalam filsafat?”.
Bapak Marsigit menegaskan jawabannya bahwa “jangan salah, jadi filsafat itu adalah hakikat, metodologi, etik, estetika yang terdiri dari benar baik dan indah. Tiga hal dari benar baik dan indah jika dikombinasikan bisa menjadi sangat banyak jika dilakukan eksperimen seperti benar baik indah, benar baik tidak indah, benar tidak baik indah dan seterusnya. Dimana etik adalah baik buruk, dan estetika adalah keindahan. Epistimologi benar salah, ontologi hakekatnya. Tidak ada yang benar dan tidak ada yang salah merujuk pada terjebak pada ruang yang gelap, tetapi bersyukur dibuka jendela yakni sintesis untuk mampu bertanya. Sehingga itu adalah pikiran, benar dan salah didalam pikiran. Jadi, benar dan salah tergantung ruang dan waktu yang masih berupa pikiran, belum menuju surga dan neraka. Karena benar dan salah adalah domain pikiran sedangkan surga dan neraka adalah domain hati”. Pertanyaan berikutnya dari Saudara Azwar Anwar adalah “bagaimana pengaruh filsafat terhadap perkembangan teknologi?”. Jawaban Bapak Marsigit adalah sebagai berikut “Hubungan filsafat dan teknologi adalah cerita Resi Gutawa. Pada zaman dahulu kala, hiduplah Resi Gutawa, Resi yang maha sakti dimana kata-katanya bisa menjadi kenyataan. Contohnya seperti presiden itu adalah orang yang sakti karena kata-katanya bisa menjadi kenyataan. Zaman dahulu, omongan yang dapat berubah menjadi kenyataan disebut resi. Resi Gutawa mempunyai istri yang sangat cantik,bernama Dewi Windarti yang bahkan disukai oleh para dewa, walaupun para dewa tau bahwa wanita cantik ini telah bersuamikan Resi Gutawa. Kemudian, seorang dewa yang memiliki kekuatan yang juga sakti memiliki “cupu manik astagina” ber merk Samsung. Dewa ini memberikan cupu manik astagina ini kepada Dewi Windrarti. Dewi Windarti sangat tertarik dengan pemberian ini hingga membuatnya lupa akan semua hal, termasuk lupa akan suami, ibadah, dan lupa akan anakanaknya. Tetapi Resi Gutawa menyadari bahwa istrinya tidak mengerti apapun tentang pemberian ini. Suaminya bertanya banyak hal termasuk pertanyaan sedang bermain apa, ada berapa file di cupunya, jumlah kapasitas whatsapp, jumlah kontak, jumlah byte sinyal serta ROM dan RAM. Tetapi Dewi Windrarti hanya diam saja tidak mengerti apa yang digunakannya. Kekesalan Resi Gutawa karena istrinya tidak menjawab satupun pertanyaannya membuat Resi Gutawa mengutuk istrinya menjadi batu sehingga istrinya berubah menjadi batu seketika itu juga. Inilah yang dinamakan antara kata dan kenyataan menjadi satu bagi orang sakti. Resi Gutawa kemudian melempar cupu manik milik istrinya hingga jatuh ke Bengawan, tetapi
sayangnya 3 anak Resi Gutawa yang dua pria tampan dan satu wanita malah berlarian mengejar untuk mendapatkan cupu manik tersebut. Mereka menceburkan diri ke dalam air Bengawan dan seketika itu juga ketiga anaknya berubah wujud menjadi kera. Pelajaran yang dapat dipetik dari kisah ini sama seperti ketika manusia memiliki handphone baru, ia menjadi tidak memperdulikan lingkungan, bahkan sampai meninggalkan ibadah. Dari hal ini terlihat bahwa cita-cita kontemporer telah tercapai yakni patungisasi masyarakat dan memasyarakatkan patung dimana kita semua telah menjadi patung-patung kehidupan kontemporer apabila kita mempunyai teknologi tetapi tidak mampu mengerti apa yang kita gunakan dengan bijaksana. Hikmah yang dapat dipetik dari cerita diatas adalah bahwa hati bersih dan pikiran jernih ketika kita baru bangun dari tidur dan beribadah, janganlah dikotori dengan penggunaaan teknologi yang tidak bijaksana. Sesi tanya jawab dilanjutkan oleh pertanyaan dari Saudara Rhomiy mengenai perkawinan sejenis. Bapak Marsigit mengutarakan bahwa ada baiknya hal ini tidak perlu dibahas, tetapi Bapak tetap memberikan gambaran penting mengenai pertanyaan ini yaitu mulanya kondisi ini berupa paksaan, kemudian orang tersebut tidak menyadarinya, lalu diberi toleransi didalam pikiran untuk mendiskusikannya dan seterusnya. Kalau sudah menyangkut karakter, karakter diri kita haruslah ditunjukkan, apapun filsafatnya. Dalam hal ini sama dengan jika mengetahui hal tersebut dosa, maka jangan diteruskan. Karena berfilsafat ada batasnya, dan tidak semua hal bisa ditanyakan. Bapak Marsigit kemudian menambahkan bahwa orang yang tertipu itu dari sifat bertemu dengan sifat. Penipu bertemu dengan orang yang bisa ditipu. Maka agar kita tidak tertipu dan tidak melakukan dosa, cara yang tepat adalah dengan berdo’a. Karena berdoa adalah cegah tangkal dini. Tuhan menjamin jika kita berdoa maka akan dimasukkan kedalam kapsul Tuhan, dan jika doa telah masuk dalam kapsul Tuhan maka keselamatan kita akan terjamin dunia dan akhirat. Bapak Marsigit melanjutkan jawaban dari pertanyaan Saudara Rhomiy bahwa The Power of Mind yang berarti kekuatan pikiran bisa membentuk karakter seseorang. The power of mind yang tidak dibatasi agama mendatangkan kebimbangan dan kemudaratan bagi diri manusia. Sebelum mengendalikan pikiran, kendalikan melalui agama dengan berdoa agar dapat memilah yang baik dan yang buruk adalah salah satu pesan penting yang disampaikan oleh Bapak Marsigit. Sehingga, pada akhirnya kunci terpenting adalah agama.
FILSAFAT PERTEMUAN KELIMA (10 Oktober 2016) Kembali, perkuliahan dimulai pukul setengah 4 sore di hari senin. Perkuliahan dimulai kembali dengan sesi tanya jawab. Sebelum memulai tanya jawab mahasiswa kepada Bapak Marsigit, beliau memberi masukan yang sarat dengan makna. Pesan tersebut berbunyi “ kerjakanlah pikiranmu dan pikirkanlah pekerjaanmu, pikirkanlah doamu dan doakanlah pikiranmu, kerjakanlah doamu dan doakanlah pekerjaanmu”. Perkuliahan dilanjutkan dengan sesi tanya jawab kepada Bapak Marsigit sebagai berikut. Pertanyaan pertama diberikan oleh Saudari Asma yaitu apa konsep pengabdian? Penjelasan yang diberikan Bapak Marsigit adalah apapun dalam filsafat berbicara tentang struktur berdimensi didalam pikiran. Dan pikiran adalah pintu gerbang menuju dunia masingmasing. Tetapi, pikiran saja tidak cukup, karena hati juga menjadi pintu gerbang masing-masing orang. Maka baik buruk dunia tergantung hatimu dan makna dari dunia tergantung pikiran. Semua yang ada dan mungkin ada, yang ada paling genus (paling sederhana) itu adalah yang ada, juga berstruktur. Strukturnya meliputi forma bentuk dan substan isi dengan forma sebagai wadah. Sehingga konsep pengabdian dalam filsafat dengan yang bertanya berstruktur berhirarki, yang ditanya juga berstruktur berhirarki dan pengabdian juga berstruktur berhirarki. Maka karena pengabdian berstruktur berhirarki, apa pengabdian paling sederhana, apa pengabdian yang paling rendah dan apa pengabdian paling tinggi. Pengabdian yang paling rendah bertemu genusnya, genus itu merupakan potensinya, potensi itu cikal bakal, bibit kawit atau gatranya. Ada dua macam gatra yaitu gatra takdir dan gatra ikhtiar. Maka abdi, pengabdian dan pengadian diri merupakan gatra takdir dan gatra pengabdian. Pengabdian juga meliputi sifat manusia, sebagai suatu keadaan atau sifat manusia. Dalam filsafat disebut genus, dalam biologi disebut genetika. Genetika yang diteliti orang adalah genetika diam, sedangkan misalnya seseorang bisa mempengaruhi keturunannya dengan perilaku yang sekarang disebut genetika berjalan (genus yang berjalan). Sehingga misalkan sekarang kita rajin mengaji dan kemudian menjadi kiai hebat, maka tidak menutup kemungkinan anak atau cucu kesekian juga akan menjadi kiai hebat. Begitu pula dengan Bapak Marsigit yang kini menjadi Profesor, akan memiliki kemungkinan memiliki anak, cucu ataupun buyut yang nantinya juga menjadi professor. Demikian pula pengabdian yang
merupakan suatu sifat, sifat dari keadaan obyek terhadap subyeknya. Mengabdi sebenarnya bukan istilah filsafat, mengabdi merupakan istilah sosiologi dan psikologi. Dalam filsafat mengabdi hanya merupakan suatu sifat, hubungan antara sifat satu dengan sifat yang lain. Keadaan ini digambarkan oleh etik dan estetika. Ukurannya adalah etik dan estetika. Etika benar salah, sedangkan estetika keindahan. Maka filsafat itu adalah hakekat kebenaran dan keindahan yang kemudian di mix, hakekat yang benar indah, benar tidak indah, demikian seterusnya. Itulah filsafat, bila dinaikkan sedikit menjadi spiritual, doamu tentang siapa dirimu, kebenaranmu yang baik dan tidak. Tetapi keindahan bersifat subyektif. Pengabdian jika ditelusuri memiliki kaitan dengan sosiologi, sosioantropologi. Itulah konsep pengabdian didalam filsafat. Pertanyaan selanjutnya dari Saudara Budiyanto adalah apa pandangan filsafat tentang multiple intelligence? Bapak Marsigit menjelaskan bahwa didalam filsafat tidak hanya kecerdasan ganda (multiple intelligence) tetapi lebih dari itu yakni unlimited multiple. Kecerdasan tentang yang ada dan yang mungkin ada. Cerdas tehadap istri, suami, rumah tangga, sekitar, lingkungan, terhadap kata-katanya sendiri dan cerdas terhadap yang ada dan mungkin ada. Ini merupakan istilah psikologi, filsafatnya seperti itu, maka untuk menembus ruang dan waktunya tau sopan santunnya dengan baca, baca dan baca. Beda filsafat dan psikologi adalah kalau filsafat duduk di lobi, seangkan psikologi sudah masuk ke gang-gang, lorong-lorong. Sehingga psikologi ada dua macam yaitu psikologi terapan dan psikologi wacana. Sebagian dari psikologi wacana atau naratif merupakan filsafat. Sehingga jika di breakdown kecerdasan kalau hanya multiple menurut Howard Gagner, kecerdasan itu ada delapan, sedangkan dalam filsafat meliputi yang ada dan yang mungkin ada. Intelligence dijabarkan lagi, filsafat semangatnya diperdalam dan diekstensikan. Jika dijabarkan intelligence sebagai penglihatan maka dapat dilihat yang ada dan yang mungkin ada, dan seterusnya. Jadi intelligence nya berstruktur berhirarki, yang dipikirkan juga berstruktur berhirarki. Dunia bertemu dunia terwakili oleh iconicnya, jika digali merupakan gunung es, maka bacalah elegi menggapai dasar gunung es. Bapak Marsigit menambahkan bahwa beliau hanya sebagai fasilitator. Perkara, mahasiswa merasa Bapak Marsigit luar biasa, terlalu dominan dan sebagainya diimbangi dengan cara membaca agar berdaya. Sebab jika tidak mau membaca blog Bapak Marsigit, mahasiswa tidak akan berdaya, sekali jatuh akan terus jatuh, tertimpa, padahal Bapak Marsigit menjatuhkan stigma-stigma, mitos-mitos. Berfilsafat itu
transeden, dengan metode metafisik. Dalam filsafat ada, dalam bahasa jawa sosrobau, sosro itu seribu dan bau itu pundak, pundak seribu kalau berperang. Kalau berpikir multiple intelligence yang merupakan psikologi. Kalau filsafat berstruktur berhirarki meliputi yang ada dan yang mungkin ada. Karena filsafat jauh melampaui batas, obatilah diri sendiri dan percayalah pada Tuhan. Pertanyaan ketiga dari Saudari Ika Dewi adalah bagaimana konsep doa dalam filsafat? Bapak Marsigit mengingatkan kembali bahwa semua pertanyaan yang diberikan sudah ada jawabannya didalam blog beliau diimana jawabannya bisa jadi tidak tampak. Filsafat itu dipikirkan bukan dihapalkan, dengan dipikirkan berkali-kali lama kelamaan akan menjadi hapal. Kemudian Bapak Marsigit melanjutkan dengan memberikan ulasan mengenai konsep doa. Ulasan yang diberikan Bapak Marsigit adalah kakiku didefenisikan, tanganku mendefenisikan, mataku sedang mendefenisikan apa itu doa, pikiranku juga sedang mendefenisikan, seluruh hidupku dari yang ada dan mungkin ada itulah defenisi Bapak Marsigit tentang doa. Sebagian bisa dilihat dalam elegi menggapai ritual ikhlas dari 1-40. Karena jikapun diterangkan tuntas dari lahir hingga sekarang, Bapak Marsigit mengatakan bahwa beliau sudah berubah menjadi besok, dan bagaimana cara menjelaskan dari sekarang menuju besok. Maka sebenar-benar filsafat adalah penjelasanmu, sebenar-benar penjelasanmu adalah aktivitasmu. Jadi, nonsense jika belajar filsafat tanpa membaca. Filsafat itu ikhlas tanpa tipu. Jangan menjadi orang lain dan cukup jadi diri sendiri. Dimas kanjeng merupakan gambar ari ikonik akibat krisis dari seluruh dunia dimana menginginkan hidup yang enak, murah, cepat dengan hasil yang besar. Itulah pentingnya berpikir kritis (critical). Karena spritualnya spiritual adalah spiritual, materialnya material adalah material. Selanjutnya, Saudari Nilza Humaira mengajukan pertanyaan bahwa bagaimana kedudukan ilmu pengetahuan dalam filsafat? Bapak Marsigit memberi penjelasan bahwa sejak awal filsafat sampai akhir zaman nanti adalah tentang pengetahuan dan ilmu pengetahuan karena merupakan olah pikir. Persoalan didalam filsafat ada dua macam, kedua macam persoalan ini tidak pernah tercapai oleh manusia, manusia hanya bisa berusaha mencapai, tetapi tidak pernah benar-benar tercapai. Pertama, menjelaskan apa yang engkau ketahui yang ada didalam pikiranmu. Sebenar-benar manusia tidak
ada yang bisa menjelaskan apa yang dipikirkan, hanya berusaha saja menjelaskan dengan cara reduksi menyebut beberapa sifat kunci dalam batas tertentu dimana semua orang satu dengan yang lain memiliki pengetahuan yang sama. Adanya suatu pengetahuan didalam pikiran karena melalui rasio dan pengalaman, berhermeneutika. Persoalan kedua adalah mengetahui apa yang diluar pikiran seseorang. Yang masih diluar pikiran adalah yang masih mungkin ada. Maka sebenar-benar hidup adalah mengadakan yang mungkin ada. Maka kerjakanlah hidup itu dan jangan malas. Bapak Marsigit menambahkan bahwa pengikut itu adalah bayangan. Omongan adalah bayangan pikiran. Karena kita perlu hijrah untuk mendapatkan pengetahuan baru sesuai dengan levelnya. Hebat itu juga sesuai dengan ruang dan waktunya. Keren itu tergantung lingkungannya. Sehebat-hebat orang sesuai dengan ruang dan waktunya. Ketika saatnya dimintakan
menunjukkan,
itulah
hebat.
Maka,
pikiran
manusia
macam-macam
perkembangannya, mulai dari awal hingga akhir zaman. Kedudukan pengetahuan dari awal sampai akhir, dan sebenar-benar pengetahuan adalah epistimologi atau filsafat ilmu. Tetapi filsafat ilmu tidak ada apa-apanya kalau tidak ada ontologi dan aksiologi yang merupakan satu kesatuan. Berikutnya, pertanyaan kelima dari Saudari Mega Puspita adalah apakah dalam berfilsafat seseorang pasti menemukan kebenarannya? Jawaban yang diperoleh dari Bapak Marsigit adalah berdasarkan elegi jebakan filsafat yang berarti sebagian besar komentar yang diberikan mahasiswa adalah salah, karena tidak sesuai dengan pikiran Bapak Marsigit. Karena mahasiswa merasa seakan-akan sudah mengerti. Itulah manusia, merasa bisa mengerti, merasa bisa pandai tetapi tidak pandai bisa merasa. Maka disini berpacu, Bapak Marsigit mengatakan bahwa disini berpacu, berpacu dengan penjelasan beliau, dan mahasiswa berpacu dengan membaca blog, membuat komen. Temukanlah dirimu sendiri dan berkiprah disana. Spiritualitas kalau berziarah itu zohir. Sebenar-benar ziarah dalam filsafat adalah mempelajari pikiran para ahli seperti Socrates dan sebagainya dengan cara membaca. Maka jika ini dianalogkan dengan spiritual, sebenar-benar ziarah spiritual juga begitu, lihat ke hatimu masing-masing. Maka dengan kaitannya dengan keilmuan pada levelnya masingmasing, banyak diantara orang yang tidak menepati ruang dan waktunya. Maka pada ruang dan waktu filsafat, filsuf mengatakan “aku melihat diantara hiruk pikuk orang yang berada di Jalan Gejayan itu, banyak orang-orang yang sudah meninggalkan dunia atau mati, karena sebenar-
benar mereka tidak mau berfikir”. Berfikir untuk memberikan kesempatan. Naik tingkatannya menjadi kiai/ustad/ulama yang melihat banyak mayat-mayat berjalan kesana kemari karena sebenar-benar mereka tidak dalam keadaan berdoa. Pemilik bank-bank juga mengatakan “ini sudah semakin tanggal tua, aku melihat dikampus banyak mayat-mayat berjalan karena banyak diantara mereka tidak memiliki uang, hidup matinya kapital adalah dari sisi uang. Sifat bertemu sifat, sifat mencari sifat, sesuai ruang dan waktunya. Itulah maksudnya relativitas dalam filsafat. Pertanyaan selanjutnya dari Saudari Ulfa adalah Manakah yang lebih baik banyak pilihan atau sedikit pilihan? Penjelasan yang diberikan Bapak Marsigit adalah kalau seperti ini, kamu akan menetapkan hidupmu, dan ketetapan itu akan mempersulit dirimu. Akan terhindar dari yang telah diberi kemurahan oleh yang membuat pilihan itu. Jadi, mana yang lebih baik tergantung pada ruang dan waktunya. Sedikit pilihan tergantung ruang dan waktu, memilih apa, kapan dan dimana. Pertanyaan terakhir yakni pertanyaan ketujuh adalah tentang bagaimana pandangan filsafat tentang kematian? Bapak Marsigit menekankan bahwa filsafat berbahaya jika tidak dilandasi dengan spiritual. Mati menurut filsafat adalah mitos. Karena ternyata dibaca ayat suci dan hadistnya, mati hanyalah fisiknya sementara jiwanya masih hidup dimana setelah alam kubur ada kehidupan disana. Jadi adalah mitos, mitos terperangkap disana. Selamanya jika tidak berpikir, mati tetap mati, itulah yang namanya mitos. Itulah kebodohan, terjebak didalam ruang dan waktu. Maka bangkit dari mitos menuju logos artinya apa yang dimaksud dengan mati yaitu mati raganya, mati jiwanya, amal dan perbuatannya dihitung, mati menurut kitab, mati menurut hadist dan sebagainya.
FILSAFAT ILMU PERTEMUAN KEENAM (17 Oktober 2016) Perkuliahan dimulai pada pukul 15.30 di hari senin seperti biasanya diadakan tes tanya jawab singkat. Perkuliahan dilanjutkan dengan tanya jawab mahasiswa kepada Bapak Marsigit dengan setiap mahasiswa menuliskan setiap pertanyaan dikertasnya masing-masing lalu dikumpulkan pada Bapak Marsigit.
Pertanyaan dari annisa Eprilla : Bagaimana filsafat memandang adanya zodiac atau ramalan hidup? Penjelasan dari Bapak Marsigit adalah sebagai berikut fakta menunjukkan bahwa ketika hidup di khatulistiwa dengan hidup di kutub akan berbeda perilaku, akibat, dampak dan seterusnya. Bapak Marsigit menambahkan bahwa ketika beliau di Inggris terdapat keadaan dimana cuaca disana sangat dingin dan bersalju. Ketika di Indonesia jika dingin maka penyakit rematik beliau akan kambuh. Ternyata, ada hal yang beliau sadari bahwa ketika dingin di Indonesia itu cuacanya lembab berbeda dengan di Inggris yang kering sehingga tidak memunculkan penyakit rematik beliau sama sekali ketika di Inggris. Dan karena cuaca dingin di Inggris membuat wajah dan kuliat beliau lembut, berbeda halnya ketika beliau kembali ke Indonesia. Sehingga beliau mengatakan bahwa tempat tinggal menentukan tabiat (karakter orang). Sehingga pada dasarnya zodiak adalah seperti hal yang telah beliau gambarkan. Dari sisi filsafat, zodiak adalah pikiran manusia. Pergeseran matahari dari paling utara menuju paling selatan dalam dua belas bulan sesuai dengan jumlah zodiak yang ada. Perbedaan karakter dari tempat tinggal setiap orang dilambangkan dengan zodiak. Gambar bintang di langit yang membentuk berbagai macam gambar seperti kepiting, singa, dan sebagainya disebut horoscop. Pertanyaan dari saya adalah bagaimana filsafat memandang tentang hemat? Bapak Marsigit menjelaskan bahwa hemat berarti perhitungan, ketelitian menembus ruang dan waktu. Teliti didalam menembus ruang dan waktu. Hemat menurut psikologi merupakan kesadaran dalam ruang tertentu yang terikat dengan ruang-ruang yang lain. Apabila tidak cocok ruang dan waktunya hemat akan berubah menjadi pelit dan semua yang ada dan mungkin ada itu berstruktur, sehingga hemat pun berstruktur yakni hemat material, formal, normatif hingga spiritual. Agama juga mengajarkan kita agar jangan berfoya-foya. Ditengah perbincangan kelas, Bapak Marsigit memberikan pandangan bahwa cita-cita aalah ideal, dengan ideal adalah pikiran. Bagaimana pandangan Bapak tentang Pendidikan Profesi Guru (PPG)? Bapak Marsigit menyatakan bahwa sekarang lulusan LPTK terancam tidak bisa bekerja menjadi guru. Lulusan pendidikan guru sendiri ada sekitar 1.000.000-1.500.000 setiap tahunnya dengan
kebutuhan hanya 150.000 pengangkatan pertahunnya. Sepuluh tahun yang lalu, lembaga yang memproduksi guru yang ada hanya LPTK, UT, FKIP Universitas yang jumlahnya tidak lebih dari 20. Kemudian karena gaji guru sertifikasi, banyak orang yang berbondong-bondong menjadi guru. Akibatnya muncul universitas-universitas swasta STKIP dari sabang sampai merauke hingga mencapai lebih dari 200. Apabila dilihat ke daerah, hal ini logis karena masyarakatnya juga membutuhkan. Kembali lagi masalahnya adalah bagaimana skema dari pemerintah dimana terdapat spirit yang makin sulit untuk pengangkatan guru. Guru-guru yang sudah mengajar akan PLPG, tetapi setelah PLPG juga tidak ada jaminan akan diangkat menjadi guru karena harus kembali mengikuti Ujian Tulis Nasional (UTN) dengan standar nilai 80. Karena itu merupakan jalur S1 yaitu PPG. Pertanyaan berikutnya dari Saudara Nanang adalah bagaimana menggapai ikhlas dalam ketidakadilan perlakuan kepada kita? Penjelasan Bapak Marsigit adalah keadilan dan ketidakadilan itu merupakan hermeneutika yang merupakan istilah filsafat barat, dimana di timur disebut silaturahim, dan dalam pembelajaran disebut interaksi pembelajaran. Dalam kehidupan rumah tangga juga ada dinamika, baik susah, sedih, senang, kacau, berantakan dan sebagainya, karena tidak ada kehidupan bahagia sepanjang masa dan tidak pula akan sedih sepanjang masa. Keadaan berantakan hati dan pikiran, berantakan pikiran adalah ilmu. Kunci dari semua ini adalah komunikasi. Pertanyaan berikutnya berbunyi bagaimana filsafat memandang suatu kesimpulan? Jawaban Bapak Marsigit adalah sebagai berikut : Kesimpulan merupakan suatu formulasi keadaan pada suatu ruang dan waktu tertentu. Sebenar-benar kesimpulan duduk di pikiran. Maka sebenar-benar
kesimpulan
adalah
pikiran.
Pikiran
tersebut
berstruktur,
berhirarki,
berhermeneutika antara wadah dan isinya pikiran. Kesimpulan itu memiliki wadah yakni katakata maupun tulisan. Maka sebenar-benar yang ada dan mungkin ada adalah kesimpulan. Selanjutnya, pertanyaan dari Saudara Budiyanto yang berbunyi : bagaimana filsafat memandang pergeseran moralitas budaya daerah?
Bapak Marsigit memberi penjelasan bahwa budaya dalam filsafat berstruktur dan berhirarki. Budaya hidup melakukan perjalanan, timeline waktu lampau sekarang dan akan dating, berhermeneutika, bersilaturahim antara wadah dan isinya. Wadah meliputi yang ada da nisi meliputi yang ada dan yang mungkin ada. Pertanyaan berikutnya berasal dari Saudara Sumbaji : bagaimana seharusnya guru bersikap antara kebijakan dan kenyataan? Bapak Marsigit memberi gambaran bahwa cerdas berarti sopan santun terhadap ruang dan waktu. Guru sebagai pegawai pemerintah memiliki tugas menjalankan kebijakan pemerintah yang merupakan wadah. Sementara isi adalah kreeativitas guru melayani kebutuhan siswa. Guru yang bijak membuat siswa tetap aktif dengan berbagai macam teknologi dan sebagainya. Guru yang cerdas adalah guru yang bijaksana yang mampu mencari celah dan peluang dengan tetap mengembangkan metode pembelajaran sebagaimana mestinya menterjemahkan, berinteraksi, berhirarki, berhermeneutika awal akhir zaman. Pertanyaan selanjutnya yaitu bagaimana filsafat memandang kehidupan setelah kematian? Pemaparan dari Bapak Marsigit adalah bahwa filsafat jika sedikit dinaikkan merupakan spiritual, diturunkan kembali jadi filsafat. Filsafat merupakan olah pikir tergantung individu masing masing. Maka sebenar-benar filsafat adalah penjelasan diri masing-masing tentang kehidupan setelah kematian. Kematian dari sisi fenomena ada yang dapat dipikir dan tidak dapat dipikir. Secara filsafat yang bisa dipikirkan merupakan fenomena, dan yang tidak bisa difikir disebut nomena. Saudari Ressy memberikan pertanyaan selanjutnya kepada Bapak Marsigit yaitu ketika belajar Pendidikan Kewarganegaraan dikatakan bahwa pancasila merupakan filsafat bangsa, maka apakah sama filsafat bangsa ini dengan pola pikir? Jawaban yang diutarakan Bapak Marsigit adalah filsafat itu berstruktur dan berdimensi material, formal dan normatifnya. Setiap yang berstruktur dan berdimensi berkomunikasi, dan seringkali komunikasi tersebut tidak memiliki titik temu. Filsafat seorang yang sudah tua, muda, yang berpengalaman maupun yang tidak, itu berbeda satu sama lain. Filsafat diriku dan diri kita
juga berbeda, karena filsafat diriku adalah subjektif dan filsafat diri kita adalah objektif. Demikian pula dengan pancasila. Bapak Marsigit mengatakan bahwa sebenar-benar pancasila adalah dirimu sendiri mengenai ketuhanan YME, keberadaban, kerakyatan dan seterusnya. Begitu juga dengan sebenar-benar kitab suci ada di dalam hatimu. Sedangkan filsafat pancasila adalah monodualis, dengan mono merupakan habluminallah (hubungan antara manusia dengan Allah) dan habluminannas (hubungan antara manusia dengan manusia lainnya). Sehingga disini terlihat bahwa pancasila itu lengkap sehingga bisa digunakan untuk pedoman berbangsa. Pertanyaan selanjutnya berasal dari Saudari Ulfa adalah apakah seseorang yang hidupnya instan itu adalah seseorang yang mudah menyerah? Bapak Marsigit mengulas jawaban beliau bahwa pertanyaan ini memerlukan penelitian (tesis) untuk menjawabnya seperti hubungan antara budaya instan dengan budaya tahan menyerah dan tidak dicari korelasi, regresi dan sebagainya. Tidak ada suatu ide yang terisolasi. Mudah menyerah merupakan gejala jiwa dalam ilmu psikologi, sedangkan budaya instan merupakan budaya yang lebih mendasari dan diatas budaya tersebut terdapat psikologi. Ada kaitan yang bisa dicari, ada breakdown, juga dapat dicari dari referensi, secara intuitif dan secara logika antara budaya instan dan mudah menyerah. Saudari Ika Dewi memberikan pertanyaan selanjutnya yang berbunyi bagaimana menumbuhkan sikap percaya diri pada siswa untuk menyampaikan pendapat? Ulasan jawaban dari Bapak Marsigit adalah pertanyaan dari saudari Ika adalah budaya. Bapak Marsigit juga mengingatkan bahwa yang mahasiswa kerjakan juga dapat diceritakan yakni bagaimana beliau menumbuhkan sikap percaya diri mahasiswa dengan Bapak Marsigit memfasilitasi mahasiswa untuk secara mandiri membaca blog beliau. Selanjutnya, Saudari Fatya menanyakan apakah filsafat ada batasnya? Penjelasan Bapak Marsigit adalah sebagai berikut : filsafat itu memiliki batas juga tidak memiliki batas. Immanuel Kant membuktikan bahwa dunia ini ada awal sekaligus tidak ada awal, ada akhir sekaligus tidak ada akhir. Jika dilihat dari sisi spiritual, hal ini bertentangan dengan agama, karena ia membahas tentang dunia hanya dari segi logika pikiran saja. Sebenarbenar manusia dalam keadaan terbatas dan tidak sempurna didalam kesempurnaan, dan
sempurna didalam ketidaksempurnaan. Karena manusia tidak akan bisa memikirkan apa yang tidak bisa dipikirkannya. Itulah batas pikiran manusia. Karena filsafat kenudian adalah mengetahui siapa diriku. Socrates juga meyimpulkan bahwa ternyata diriku tidak mengerti apapun. Pertanyaan dari Nilza Humaira adalah berdasarkan penyampaian Bapak Marsigit bahwa filsuf itu sebenarnya tidak ada, kecuali pengakuan dari orang lain. Lalu apa ciri-ciri seseorang dapat diakui sebagai filsuf? Penjelasan dari Bapak Marsigit adalah seorang filsuf memiliki ciri : 1) Menulis sendiri atau ditulis oleh orang lain. Seperti Socrates yang tidak menulis tetapi
karyanya ditulis oleh muridnya Plato 2) Merangkum dunia dan mengalir. Dengan kata lain jika belum ada pengetahuan maka
batulah ia, dan jika sudah mulai ada kesadaran maka pecahlah batu itu, dan jika sudah mulai banyak pengetahuan maka berhancur-hancuranlah batu tersebut ibarat kerikil, kemudian menjadi debu dan udara sehingga meliuk-liuk kemanapun. Pertanyaan selanjutnya yang berasal dari Riska Ayu adalah bagaimana asal usul terbentuknya matematika? Bapak Marsigit memberi penjelasan bahwa asal usul terbentuknya matematika adalah dari orang melihat, kebutuhan hidup. Awalnya di lembah sungai Nil, sawah yang dimiliki setiap orang terkena banjir lalu kemudian terjadi pertengkaran karena hal ini karena semua mengakui sawah milik masing-masing. Pada akhirnya masing-masing dari petani memasang tali untuk menandai sawah milik masing-masing dengan berbagai macam bentuk ukuran sawah seperti bentuk persegi dan lain sebagainya. Disini, terlihat bahwa terdapat ilmu geometri. Selanjutnya ada pula piramida-piramida. Tingkat berikutnya dibawa ke zaman Yunani dibuktikan ada rumusnya yang merupakan rumus pertama, demikian seterusnya direvisi hingga muncul geometri modern. Selanjutnya muncul perkembangan matematika formal aksiomatik Gilbertianisme. Kita adalah pengikut Gilbert, matematika perguruan tinggi berdasarkan aksiomatik hingga sekarang, muncul macam-macam teori matematika, mulai dari teori group dan sebagainya. Dari sinilah dimulai analisisnya.
Pertanyaan terakhir berasal dari Saudari Kartika yaitu bagaimana filsafat memandang susunan pembentuk manusia ideal? Penjelasan dari Bapak Marsigit adalah semua berstruktur dimulai dari yang ada sampai yang mungkin ada. Ilmuwan jepang mendapat hadiah nobel karena bisa memfoto atau mengidentifikasi, mengetahui bagaimana sel dapat hidup, makan, buang air kecil, besar dan sebagainya. Hidup kita terkumpul dari bermiliar-miliar sel yang masing-masing hidup. Demikian pula alam semesta terbungkus material yang terdiri dari kita manusia yang masing-masing juga hidup. Dan ternyata atom dan molekul juga hidup. Dan itulah ciptaan Tuhan. Pertanyaan terakhir mengenai aliran-aliran filsafat yang melandasi teori pendidikan Penjelasan yang diberikan Bapak Marsigit adalah aliran filsafat munculnya berdasarkan objeknya. Didalam pikiran disebut idealism. Rasio-rasiolisme. Empiris-empirisme. Melandasi pendidikan tidak cukup hanya dengan filsafat tetapi juga dengan ideologi. Maka negara industri juga akan menghasilkan generasi muda industri.yaitu industrialism, juga menghasilkan teknologi pragmatis menggunakan pengguna industry Indonesia. Ada yang bersifat konservatif, progresif, public. Dan ternyata Indonesia tidak konsisten disatu kolom, seperti halnya demokratis tetapi tidak benar-benar demokratis. Sehingga gambar peta pendidikan Indonesia berakibat tidak memiliki pola. Kembali lagi, Indonesia adalah negara yang besar, multikultur. Tentu akan sangat mudah mengatur Negara-negara yang monokultur seperti Singapura, Jepang, Korea, Finlandia dan sebagainya. Dan andai kata Indonesia mampu, maka Indonesia akan memiliki potensi yang lebih besar dari negara-negara tersebut.
Demikianlah refleksi perkuliahan filsafat pertemuan 1-6 yang diampu oleh Bapak Marsigit. Sejauh ini, perkuliahan ini mengajarkan banyak hal kepada saya, termasuk hal-hal yang ada dan mungkin ada. Semoga kedepannya, saya dapat mengikuti perkuliahan filsafat dengan lebih baik lagi.