3
Relief menjadi media penyampaian pesan karena merupakan media yang lebih cepat dan mudah dikenal oleh masyarakat luas daripada teks. Membaca teks lebih sulit karena diperlukan pengetahuan tentang bahasa teks, lagipula teks lebih sulit di dapat (Wijanarko, 2009: 3). Suatu hal yang menjadi fokus perhatian dalam penelitian ini adalah mengenai penyampaian pesan dalam relief. Penulis mencoba memberi salah satu bentuk penyampaian relief melalui cerita binatang yang ada di Candi Borobudur. Relief pada Candi Borobudur terdiri dari 1.460 panil relief cerita yang disusun dalam 11 deretan mengitari bangunan candi dan relief dekoratif berupa relief hias sejumlah 1.212 panil. Candi Borobudur dibagi secara filosofis meliputi Kamadatu, Rupadhatu dan Arupadhatu. Pada tingkat Rupadhatu dipahatkan sekitar 1.300 panil yang terdiri dari Relief Lalitavistara, Jataka, Avadana, dan Gandawyuha.
Tiap
relief
memiliki
cerita
tersendiri,
Relief
Lalitavistara
menggambarkan riwayat hidup Sang Budha Gautama yang terdiri dari 120 panil relief. Jataka dan Avada kisah kehidupan sang Budha di masa lalu. Gandawyuha menceritakan riwayat Bodhisattva Maitreya sebagai calon Budha yang akan datang (candi-borobudur.html, 2011) Cerita relief yang menjadi fokus masalah pada penelitian ini adalah cerita binatang pada relief Jataka. Untuk memudahkan dalam analisis diperlukan acuan nomer seri, acuan tersebut menggunakan penomoran yang telah dibuat oleh N.J. Krom dan Van Erp. Berikut penomoran relief di Candi Borobudur yang terpahat pada bagian dinding candi dan pagar : 1. Seri 0
: cerita Karmawibhangga pada kaki tertutup
2. Seri I.a.
: cerita Lalitasvistara pada dinding bagian lorong I
3. Seri I.b.
: cerita Jataka-Avadana pada dinding bagian lorong I
4
4. Seri I.B.a
: cerita Jataka-Avadana pada pagar langkan bagian atas lorong I
5. Seri I.B.b
: cerita Jataka-Avadana pada pagar langkan bagian bawah lorong I
6. Seri II B
: cerita Jataka-Avadana pada bagian langkan lorong II
7. Seri II
: cerita Gandavyuha pada dinding pagar dinding lorong II
8. Seri III
: cerita Gandavyuha kisah Maitreya pada pagar langkan lorong III
9. Seri III.B
: cerita Gandavyuha dengan kisah Maitreya pada pagar langkan lorong III
10. Seri IV
: cerita Gandavyuha dengan kisah Samanthabhadra pada dinding lorong IV.
11. Seri IV.B : cerita Gandavyuha dengan kisah Maitreya dan Bodhisatwa pada dinding pagar langkan lorong IV. (Atmadi dalam Adi, 2005: 5). Cerita binatang Relief Jataka dipahatkan pada bangunan tingkat I di langkan bawah, terdiri 137 panil. Relief Jataka adalah cerita sang Budha sebelum dilahirkan sebagai pangeran Sidharta. Isi pokoknya adalah penonjolan perbuatan baik yang membedakan sang Bodhisattwa dari makhluk-makhluk lainnya. Sang Budha sendiri dalam kisahnya telah berulang-ulang dilahirkan kembali sampai ratusan kali, baik sebagai binatang maupun manusia. Kisah-kisah tersebut dibukukan sebagai satu himpunan dan yang paling terkenal adalah Jatakamala atau “untaian kisah Jataka” karya penyair Ashura yang hidup pada abad IV M (Joesoef, 2004: 118). . Cerita binatang merupakan salah satu media dalam penyampaian pesan moral kepada penerima pesan yaitu masyarakat pendukung pada jamannya dengan bentuk cerita seekor binatang Dari uraian tadi di atas telah disebutkan mengenai adanya sebuah pesan yang akan disampaikan melalui cerita di dalam relief di candi, salah satunya Relief
5
Jataka di Candi Borobudur. Hal tersebut menjadi pembeda dengan cerita pada panil relief lainnya yang lebih mengetengahkan manusia sebagai tokoh utama. Bentuk penggambaran tokoh utama serta pesan yang disampaikan sang tokoh lewat panil membuat penulis tertarik untuk membahasnya lebih lanjut. Ada 18 kisah binatang yang ada di relief Jataka Candi Borobudur ini dan seluruhnya akan dijadikan sebagai fokus kajian dalam penelitian ini. Fokus permasalahan penelitian ini adalah melihat bagaimana bentuk penyajian binatang dalam relief Jataka dan perannya yang tercermin dari gambar pada relief tersebut
B. RUM USAN M ASALAH Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Jenis binatang apa saja yang digambarkan dalam relief Jataka di Candi Borobudur dan bagaimana bentuk penggambarannya dalam relief Jataka? 2. Bagaimana peran tokoh binatang pada cerita binatang relief Jataka di Candi Borobudur?
C. TUJUAN PENELITIAN 1. Penelitian ini bertujuan untuk menginventarisasi binatang yang menjadi tokoh dalam cerita binatang Jataka di Candi Borobudur 2. Mengetahui peran tokoh binatang sekaligus latar belakang pemilihan binatang pada cerita relief dan keterkaitan binatang tersebut dalam konsep Buddhisme
6
D. TINJUAN PUSTAKA Studi mengenai relief binatang di Candi Borobudur telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Nugrahani (1988) menulis mengenai jenis-jenis binatang yang ada pada masa Jawa kuno berdasarkan relief di Candi Prambanan dan Candi Borobudur. Dalam tulisannya Nugrahani membahas mengenai gambaran hewan dalam relief serta peranannya dalam relief dan aspek pemanfaatannya oleh manusia seperti yang tertera dalam relief. Tulisan lain dibuat oleh Arif Riyanto (2000) yang menulis mengenai penggambaran gajah pada relief cerita Borobudur. Febri Wijanarko (2009) membahas mengenai pemanfaatan kuda pada masa Jawa kuno berdasarkan relief Candi Borobudur. Topik yang dibahas dalam tulisannya adalah mengenai fungsi kuda, atributnya serta kaitannya dengan status sosial pada masa tersebut. Ketiga tulisan di atas lebih banyak membahas mengenai penggambaran binatang dalam relief di Candi Borobudur. Adapaun tulisan lain dengan tema relief binatang telah ditulis oleh beberapa orang. Di antaranya Djoko Dwiyanto (1988) mengenai peran fauna dalam telaah ilmu arkeologi. Kemudian Kadarsan (1980) mengenai fauna asing dalam relief yang membuktikan adanya migrasi fauna pada masa tersebut. Tulisan lain mengenai relief binatang dengan penyampaiannya sebagai pesan moral ditulis oleh Asdi. S. Dipodjojo (1983) objek penelitiannya di Candi Mendut dan Candi Sodjiwan. Umumnya tulisan binatang dalam relief Candi Borobudur belum membahas mengenai peran binatang dalam relief Jataka. Peran binatang yang dibahas oleh Nugrahani (1988), Riyanto (2000) dan Wijanarko (2009) cenderung lebih
7
mengetengahkan peran secara teknis bukan kaitannya dengan filosofi dari cerita relief. Penelitian mengenai penggambaran binatang dalam relief Jataka di Candi Borobudur belum ada, sedangkan pembahasan mengenai relief Jataka diterbitkan oleh Balai Konservasi Borobudur. Penelitian tersebut berisi mengenai kisah moral yang pada relief Jataka, yang kedua adalah karya dari Dewanti berjudul “Studi Relief Jataka”, isinya mengenai pembahasan mengenai latar belakang dipahatnya relief jataka di Candi Borobudur. Tulisan ini akan lebih mengetengahkan penggambaran peran binatang dalam menyampaikan pesan moral pada relief Jataka di Candi Borobudur. Perbedaan dengan tulisan ini lebih pada fokus kisah binatang saja, serta peran tokoh binatang pada cerita binatang pada relief Jataka di Candi Borobudur. E. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan penalaran induktif, yaitu penalaran yang bergerak dari kajian-kajian fakta-fakta atau gejala-gejala khusus untuk disimpulkan secara umum. Penalaran ini menjadi dasar penelitian yang mengutamakan pengkajian dan sebagai pangkal totak kesimpulan (Tanudirjo 1988-1989, hal 34). Penelitian ini dimulai dari tahap pengambilan data. Proses pengumpulan data ini dengan mengambil gambar atau foto relief Jataka yang ada di Candi Borobudur sebanyak ± 40 panel relief. Semua Data dari penelitian ini adalah cerita binatang relief Jataka di Candi Borobudur Penyajian data selain dilakuakan dengan cara verbal juga dilakukan dengan penyajian foto tiap panil relief. Foto untuk memperjelas dan memahami data relief tersebut. Studi pustaka untuk mengetahui latar belakang cerita yang ada dalam data atau relief. Data akan didapatkan dari buku karya N.J. Krom berjudul “Barabudur:
8
Archaelogical Description” serta pustaka lain yang mendukung jalannya penelitian. Buku karya Krom tersebut digunakan sebagai acuan dalam memahami cerita relief karena merupakan karya tulis pertama dalam pendeskripsian relief di Candi Borobudur dan sampai sekarang masih digunakan sebagai rujukan data dalam penulisan tentang relief Candi Borobudur. Pada tahap pengolahan data untuk memudahkan penelitian terlebih dahulu akan dilakukan pendeskripsian terhadap relief cerita Jataka di Candi Borobudur. Deskripsi data dilakukan tiap panil relief dengan cara membagi dua bahasan yaitu, deskripsi cerita relief dan deskripsi dari kenampakan relief. Deskripsi cerita meliputi cerita pada tiap panil relief sedangkan deskripsi kenampakan relief akan dilihat bentuk penggambaran tokh cerita pada relief. Tahap selanjutnya adalah analisis berdasarkan permasalahan yang diajukan. Analisis data akan meliputi analisis komparatif dan analisis menggunakan teori alegori. Metode komparatif metode yang digunakan dalam penelitian yang diarahkan untuk mengetahui apakah antara dua variable ada perbedaan dalam suatu aspek yang diteliti. Dua variable yang dibandingkan adalah antara penampakan relief dan kisah cerita pada naskah. Metode ini digunakan untuk membahas masalah yang diajukan, yaitu jenis binatang yang ada dalam relief dan bentuk penggambarannya dalam relief. Metode alegori adalah metode penyampaian gagasan lewat karya tokoh fiksi , yang tokoh dan tingkah lakunya dimaksudkan sebagai lambang kehidupan yang sebenarnya, dengan makna yang lebih dalam daripada yang tampak sekilas yang sering dijumpai dalam fabel. Metode ini digunakan untuk menjelaskan mengenai peran binatang sebagai penyampaian pesan dalam relief. Peran binatang dalam konteks sebagai penyampaian pesan relief Jataka di Candi
9
Borobudur kemudian akan dibandingkan dengan peranan binatang dalam simbol agama Buddha menggunakan data tertulis yang relevan. Tahap kesimpulan berisi interpretasi serta beberapa kesimpulan hasil dari seluruh
proses
penelitian.
Tahap
kesimpulan
merupakan
jawaban
dari
permasalahan yang diajukan. Dalam tahap ini dipaparkan secara jelas mengenai jenis dan peran binatang dalam relief Jataka di Candi Borobudur.
BAB II TINJAUAN UM UM A.
RELIEF CANDI BOROBUDUR
Candi Borobudur terletak di Desa Borobudur, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Propinsi Jawa Tengah. Lokasi Candi Borobudur dikelilingi oleh Gunung Merapi dan Merbabu di sebelah Timur, di sebelah utara adalah Gunung
Sindoro
dan
Sumbing,
sementara
di
sebelah
selatan
adalah
pegunungan Menoreh. Candi Borobudur juga terletak di antara dua sungai yaitu Sungai Progo dan Elo. Menurut pendapat Soekmono, berdasarkan letak geografis Candi Borobudur yang terletak diantara dua sungai dapat diasumsikan sebagai dua daerah suci karena di lokasi tersebut terdapat beberapa tinggalan masa klasik diantaranya berbagai bangunan candi baik yang sudah tidak utuh lagi seperti Candi Banon dan juga candi yang berdiri tegak seperti Candi Borobudur, Pawon dan Mendut (Soekmono, 1976: 11-12). Candi Borobudur diperkirakan dibangun pada pertengahan abad ke 8 M dan pertengahan abad ke 9 M. Pendapat tersebut diperoleh dari tulisan singkat yang dipahatkan di atas panil relief kaki asli candi yang menunjukkan huruf-huruf sejenis yang biasa dipahatkan pada prasasti pada abad tersebut. Pada periode tersebut di Jawa merupakan masa Dinasti Syailendra sehingga banyak pendapat kemudian manyatakan bahwa pendirian Candi Borobudur berada dibawah pemerintahan wangsa Syailendra (Soekmono, 1976: 28). Pada Candi Borobudur terdapat pahatan panil relief yang meliputi luas tidak kurang 2.500 meter persegi, yang terdiri dari 1.460 panil relief cerita yang tersusun dalam 11 deretan mengitari bangunan candi dan relief dekoratif berupa
10
11
relief hias sejumlah 1.212 panil. Berikut dibawah ini merupakan illustrasi relief di Candi Borobudur:
Gambar 2.1. Ilustrasi relief candi Borobudur Sumber: www.borobudur.tv Relief cerita pada tingkat Kamadhatu (kaki candi) mewakili dunia manusia menggambarkan perilaku manusia yang masih terikat oleh nafsu duniawi. Hal ini terlihat pada dinding kaki candi yang asli terpahatkan 160 panil relief. Karmawibhangga
yang
menggambarkan
hukum
sebab
akibat.
Tingkat
Rupadhatu (badan candi) mewakili dunia antara, menggambarkan perilaku manusia yang sudah mulai meninggalkan keinginan duniawi, akan tetapi masih terikat oleh suatu pengertian dunia nyata. Pada tingkatan ini dipahatkan 1.300 panil yang terdiri dari relief Lalitavistara, Jataka, Avadana, dan Gandawyuha. Setiap cerita dalam relief mempunyai kisah yang berbeda-beda antara satu dengan lainnya. Lalitavistara menceritakan kisah sang Buddha mulai dari turunnya sang Buddha dari sorga Tusita dan berakhir dengan wejangan pertama di Taman Rusa dekat kota Banaras. Jataka merupakan kisah sang Buddha