PROCEE EDING The Secon nd International Seminar S on Sciencce Education “Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation”
ISBN: 978-979-985466-4-2
S SCI-01
QUALIT TY IMPROV VEMENT OF F LEARNING G PROCESS S AND BAS SIC COMPE ETENCY OF STUDEN NT’S PHYSICS IN USIN NG " 5E" MODELS M OF LEARNING G A. Istri Ra ai Sudiatmika a (Fa aculty of Math hs and Science e Education Ganesha G Univversity of Educcation Singara aja Bali
[email protected] m)
ABS STRACT The aim off this research h was to 1) im mprove learniing process, 2) 2 promote basic ba competen ency of sciencce among thee students, and a 3) describ be their respo onses toward ds 5E model of o learning. This T study waas conducted d at Class II/E E SLTP Negerri 6 Singaraja by involving g 35 students ts. This was an a action baseed co of 2 cycles with the t topics resp spectively: tem emperature (Cy Cycle 1) and heat h (Cycle 2). 2) research consisted The data on o the learnin ng process were w collected d by using an n observation n guide, masttery of physiccs concepts were collectted by a testt, life skills (imvolving (i per ersonal, acadeemic, social and a vocationa nal t 5 E models m by usiing quetionary ry. skills) and the studentss’ responses toward The resultt showed thatt: (1) there was w an improvve on learning ng process, (2 2) increase on n the studentts’ mpetency scie ence, and (3 3) the studen ents’ responsees were su ufficiently pos ositive to th he basic com implementtation of 5E models m of leaarning. Keywords s: 5E models of learning, learning proce ess, physics concepts. c PENDAHULU UAN Model pembe elajaran meru upakan salah h satu kompo onen penduku ung keberhassilan proses belajar b meng gajar (Sunarno, 19 998). Salah sa atu model pembelajaran yang y dapat diterapkan ada alah model pe embelajaran "5E" " (Collete & Ch hiappetta, 19 994; Eisenkra aft, 1997). Model M pembe elajaran "5E" merupakan perwujudan dari f filosofi konstrruktivisme tentang belajarr dan pembe elajaran denga an asumsi ba ahwa "pengettahuan diban ngun d dalam pikiran n pelajar". Model M pembellajaran ini ke emudian diela aborasi ke dalam inkuiri (Suastra, 2002). Dengan dem mikian secara tidak langsu ung keuntung gan dari pend dekatan inkuiri dalam pembelajaran akan a d dapat diperolleh melalui pe enerapan mo odel pembelajjaran "5E". Ad dapun keuntu ungan dari pe endekatan inkkuiri a adalah sebag gai berikut: 1)) Pengajaran menjadi berpusat pada siswa s (student nt-centered); 2) 2 Proses bellajar melalui inkuirri dapat membentuk dan mengembangk m kan konsep diri; d 3) Tingka at pengharapa an bertambah h; 4) Belajar inkuirri dapat meng gembangkan bakat kemam mpuan individ du; 5) Mengh hindarkan sisw wa dari cara-ccara dan belajar tradissional yang ce endrung men nghafal; 6) Memberikan M w waktu bagi sisswa untuk mengasimilasi m mengakomod dasi informasi. Mode el pembelajarran "5E" men ngandung lim ma fase pemb belajaran yan ng meliputi fase fa Engagem ment (pengikutserttaan), Eksplorasi, Eksplana asi, Elaborasii dan Evaluassi. Melalui lima fase dala am pembelaja aran maka diharap pkan nantiny ya akan dapa at memfasilita asi siswa unttuk meningka atkan aktifitasnya baik da alam melakukan percobaan, p mengemukakan n pendapat serta s mengajjukan pertanyyaan dalam menemukan dan mengkonstruksi sendiri pengetahuann p nya. Bruner (Sadia, ( 1996) menyataka an bahwa pe engetahuan yang y d diperoleh den ngan belajar penemuan p memiliki bebera apa kebaikan. Pertama, pe engetahuan ittu bertahan la ama a atau lama da apat diingat, atau lebih mudah m diinga at, dibanding gkan dengan pengetahuan n yang dipela ajari d dengan cara lain. Kedua, hasil belajar penemuan memiliki m efek transfer t yang lebih baik diibandingkan hasil h belajar lainnyya. Ketiga, se ecara menyeluruh belajarr penemuan dapat d mening gkatkan pena alaran siswa dan kemampuan untuk berpik kir secara beb bas. Disampiing itu juga, secara khusu us belajar pe enemuan mellatih keterampilan--keterampilan n kognitif sisw wa untuk me enemukan da an memecahkan masalah secara man ndiri. Keterampilan kognitif yang g digunakan oleh o para sain ntis sebagai pendekatan p sistimatik dalam m menyelesaikan 38
PR ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon “C Current Issues on Research R and Teaaching in Science Education”
ISBN: 978-9799-98546-4-2
masalah h adalah merupakan keterrampilan prosses (Kurniati,, 2001). De engan demikiian, ketiga asspek dari kompete ensi dasar fissika (pengeta ahuan, keterrampilan dan sikap) akan n dapat terin ntegrasi dalam m proses pembela ajaran. Hal ini nantinya aka an berdampak pada menin ngkatnya kom mpetensi dasar fisika siswa. Berdasarkan permasalaha an tersebut di d atas, maka tujuan yang g ingin dicapa ai dalam penelitian ini adalah sebagai s beriku ut. 1. Meningkatkan kualitas pro oses pembelajjaran fisika di kelas IIE SLT TP Negeri 6 Singaraja. 2. Meningkatkan kompetensi dasar fisika siswa kelas IIIE SLTP Nege eri 6 Singaraja a. 3. Mendeskripsiikan dan men nganalisis resspon siswa te erhadap imple ementasi mod del pembelaja aran "5E" pada pelajara an fisika. METOD DE PENELITIIAN Penelitia an tindakan kelas k ini dilakkukan di kelass IIE SLTP Negeri N 6 Singa araja dengan melibatkan 35 orang siswa. Penelitian P ini meliputi m dua siklus s dengan rincian kegia atan setiap sikklusnya sebag gai berikut. Siklus II: Materi Kalor Persia apan Pelakssanaan Tindakkan Evalua asi Reflekksi
Siklus I: Mate S eri Suhu P Persiapan P Pelaksanaan Tindakan T E Evaluasi R Refleksi
Persiap pan Observa asi terhadap kegiatan k belajjar mengajar sains di kelas dan interviu u dengan gurru untuk mendapatkan informassi apakah gu uru mengeksp plorasi penge etahuan awal siswa maup pun mengemb bangkan kete erampilan proses sains, s serta apa kendala--kendala yan ng dihadapi selama s meng gajar sains di kelas ? Selanjutnya memanttapkan pengu uasaan konsep p-konsep tenttang suhu se erta keteramp pilan bagi gurru pengajar dii kelas II. Peneliti bersama gurru menyusun program da an skenario pembelajaran p serta memp persiapkan peralatan dan ba ahan yang diperlukan dalam d kegiata an. Contoh ra ancangan mo odel pembelajjaran 5E dap pat dilihat pada tab bel berikut. T Tabel 1: Sinttaks Model Pe embelajaran 5E 5 Ta ahap
Enga-g gement
Ke egiatan • Pada fase in ni guru memu usatkan perha atian siswa pa ada konsep, prinsip atau masalah m yang akan di pelajari. Aktivitas A ini dapat berben ntuk pertanya aan, ketidakccocokan suatu fenom mena fisis, in nterpretasi siswa terhadap p suatu masa alah, teka-teki, atau strategi lain n yang dapat digunakan untuk meng gikutsertakan dan memfo okuskan siswa pada a tugas pem mbelajarannya a. Rasa terta arik akan menjadi m dasarr untuk menumbuhkembangkan minat dan motivasi belajar siswa. Hal H ini secarra tidak langsung akan memban ntu guru untu uk mengidenttifikasi konsep-konsep aw wal yang dimilki siswa. ontoh pertan nyaan penda ahuluan untu uk menggali prakonsepsi siswa • Sebagai co misalnya: Dapatkah D tang gan dipakai un ntuk mengukkur suhu? s ada ya ang menjawa ab dapat, dengan alasan kalau merekka sakit • Beberapa siswa panas ibu meraba m kepala anya dengan tangannya. gaan siswa, guru tidak pe erlu menyalah hkan atau me embenarkan jawaban • Apapun dug siswa. Biarla ah siswa men njawabnya me elalui penyelid dikan pada fa ase berikutya. 39
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar S on Sciencce Education “Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation”
ISBN: 978-979-985466-4-2
Exploration
• Sela ama fase eksplorasi, siswa a mengumpulkan informassi, mengetes ide-ide merekka, merrekam hasil pengamatan, melakukan m ekksperimen dan sebagainya, sehingga pa ara sisw wa akan mem mpunyai peng galaman yang g umum dan konkret, dan n mereka mu ulai mem mbangun kon nsep-konsep serta s keteram mpilan-keteram mpilan. • Gurru mengawali aktivitas dan n memberika an siswa wakktu dan kese empatan unttuk men nginvestigasi objek, mate eri, dan situa asi berdasarkkan ide-ide dari masin ngmassing siswa te entang fenome ena tersebut.. • Gurru menyarankkan kepada siiswa untuk merancang m sua atu eksperime en/penyelidikkan untu uk menjawab b permasalaha an yang munccul pada fase engagementt. • Gurru menyarankkan agar sisw wa mencatat data d hasil pen ngamatannya a dan kemudiian melaporkannya sebagai s bagia an dari tugas kelompok. • Gurru memberika an bimbingan seperlunya untuk u melakukkan investigasi objek, matteri dan n situasi dan mencatat ha asil pengamatan berdasarrkan ide-ide mereka m sendiri. Fase e ini adalah untuk menyyediakan pem merolehan pengalaman nyyata bagi sisw wa dimana mengaja ak siswa secara langsung pada p fenomena atau situa asi yang mere eka selid diki.
Explanation
• Gurru memberika an kesempattan kepada siswa untukk melakukan diskusi unttuk men njelaskan da an memberikkan komentar terhadap hasil pengam matan masin ngmassing kelompo ok dengan menggunaka an ide dan kata-kata mereka m sendiri. bagi Keg giatan ini memberi m ke esempatan sisw wa untuk mengekpresik m kan pem mahamannya dan menerim ma umpan balik dari orang g lain. • Sisw wa disarankan n untuk mene emukan pola, keterkaitan antar a konsep, dan menjaw wab perm masalahan-pe ermasalahan yang ditemukkan.
Elaboration
• Gurru memberika an klarifikasi atas gagasan n siswa yang masih bersiffat miskonsep psi dan n memberi ke esempatan kepada k siswa untuk mem mbuat jalinan konsep dala am stru uktur kognitiffnya dengan cara mengaitkan atau u mengembangkan konse epkonsep dan ke eterampilan-ke eterampilan yang dipero olehnya pada a situasi yang berb beda. Aplikassi informasi atau a keteram mpilan baru ya ang mereka peroleh adallah merrupakan ump pan balik dala am konteks baru, b dengan demikian membuat belajjar men njadi lebih be ermakna. • Fase e elaborasi da apat dilakukan berulang un ntuk memperrkuat kognisi siswa. s
Evaluation
• Fase e ini dimakksudkan untu uk memangg gil kembali ide-ide, pengetahuan attau kete erampilan sisw wa yang telah mereka pelajari. Aktivita as ini juga un ntuk memban ntu men ngumpan baliik hasil belaja ar siswa. • Con ntoh pertanyaan evaluasi yang y dapat dia ajukan oleh guru: g • Apa akah yang terjjadi jika sege elas air dingin dicampur dengan segelass air panas? • Lakukan pengukuran terhadap segelas airr dingin dan segelas s air pa anas. Kemudiian ukur pula suhu air a setelah ked duanya dicam mpur. Apakah h kesimpulanm mu?
Selanjutnya, melatih guru yang akan ditugaskan S d untuk mengim mplementasikkan model pembelajaran n 5E y yang telah disusun. d Pelaksanaan Tindakan Pada tahap in ni mengimple ementasikan model m pembe elajaran 5E ya ang telah dirrancang pada tahap persia apan d dengan topikk suhu. Selam ma proses pem mbelajaran ju uga dilakukan observasi ca ara belajar sisswa dan aktivvitas belajar meng gajar di kelas yang meliputi m kema ampuan mem mahamai konsep, melakukan eksperim men, membuat lap poran, bertany ya/menjawab pertanyaan guru g atau tem man lainnya. 40
PR ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon “C Current Issues on Research R and Teaaching in Science Education”
ISBN: 978-9799-98546-4-2
Evaluas si Evaluasii tindakan pad da siklus I meliputi m pengu uasaan konssep fisika sisw wa, sikap sisw wa, kinerja sisswa, dan respon siswa s terhada ap pembelajarran 5E. Refleks si Refleksi dilakukan un ntuk menjawa ab pertanyaan yang berka aitan dengan implementassi model pembelajaran 5E dalam pelajaran fisika, seperrti aktivitas belajar b siswa a, kompetenssi dasar sisw wa, dan kend dala yang ditemui selama pemb belajaran. Ha asil refleksi ini digunakan untuk u perbaikkan pada siklus II dengan n tahapan yang sam ma dengan siiklus I tetapi topiknya t adallah kalor. Penguasaan konsep siswa a pada setiap siklusnya dikkumpulkan de engan tes hasil belajar buatan guru. Keteram mpilan prosess sains sisw wa dikumpulkkan dengan teknik obse ervasi dengan bantuan pedoman observassi. Aspek--aspek keterrampilan pro oses sains meliputi (1) merencana akan percoba aan, (2) melaksa anakan prose edur percoba aan, (3) pengumpulan data percobaan, (4) me embuat lapo oran, (5) mengkomunikasikan hasil secara verbal. v Sikap siswa yang diamatii dalam pemb belajaran fisikka dengan model m 5E meliiputi : (1) me enyajikan data sessuai dengan fakta yang diamati d (obye ektivitas), (2)) kritis terhadap temuan,, pendapat siswa dan guru, (3 3) mau mengu ubah pandang gannya bila ada a fakta baru u muncul, dan n (4) tekun be ekerja dan tid dak cepat putus assa. Respon siswa a terhadap pe elaksanaan pembelajaran p model 5E dikkumpulkan de engan kuesio oner yang terdiri da ari 10 item. Tiap T item memiliki skor ma aksimal 5 dan n skor minima al 1. Seluruh data a penelitian dianalisis d secara deskriptiff dan dilaporrkan secara deskriptif d dan n naratif. Kriteria keberhasilan penelitian tin ndakan adalah h (1) prestasi belajar siswa (penguasaa an konsep dan aplikasi konsep) berada dalam m kategori ba aik dan ketun ntasan klasika al minimal 85 %; (2) rerata keterampila an proses sains be erada dalam kategori k baik. HASIL DAN PEMBA AHASAN Dalam penelitian p tin ndakan kelas yang dilaku ukan pada ke elas IIE SLTP P Negeri 6 Singaraja, pe ertemuan pertama a peneliti mem mbagi siswa dalam d tujuh kelompok k yan ng masing-ma asing kelompo ok terdiri darri 5 orang siswa. Pembentukan P kelompok sepenuhnya s d diserahkan ke epada siswa untuk menccari teman ya ang akan diajak dalam satu kellompok. Dalam proses pembelajarran, kegiatan yang dilakukkan disesuaika an dengan fa ase-fase pembelajaran menurutt model pem mbelajaran "5E". " Setiap saat peneliiti memonito or dan mem mbimbing sisw wa yang menemu ukan kesulitan n dan permassalahan baik ketika k mereka a melakukan percobaan maupun m saat berdiskusi b kelompo ok. Berdasarkan hasil pengam matan penelitti, pada fase engagementt berbagai ga agasan/ide aw wal siswa muncul terkait denga an konsep yan ng akan diaja arkan. Sebaga ai contoh, kettika siswa dita anya dapatka ah tangan digunakkan untuk me engukur suhu? Beberapa siswa s ada yang menjawab b dapat deng gan alasan ka alau sakit panas ib bu biasanya meraba m kepala adik dengan tangannya.. Di sisi lain, pada fase ekksplorasi ada beberapa kelompo ok yang belu um memahami petunjuk kerja yang termuat dalam LKS seh hingga mereka harus membacca dan mema ahami petunju uk kerja terleb bih dahulu. Hal H ini membuat alokasi waktu w yang dib butuhkan menjadi lebih lama dari yang telah h direncanaka an. Hasil observa asi keterampilan proses sains siswa sela ama dilaksana akan pembela ajaran 5E sep perti pada tabel di bawah ini. Berdasarkan Tabel T 2 ketera ampilan prose es sains pada a siklus I sebe esar 2,06 dan n siklus II sebesar 2,27. Berarti mengalam mi peningkata an, akan teta api sama-sam ma berkualifikkasi baik. Jika a kriteria keberhasilan ditinjau dari keteram mpilan proses sains telah memenuhi. m Na amun, pada pelaksanaann p nya masih 41
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar S on Sciencce Education “Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation”
ISBN: 978-979-985466-4-2
banyak kend dala yang pe erlu diatasi untuk penye empurnaan selanjutnya, s t terutama pada keteramp pilan menyusun lap poran dan me engkomunikasikan secara verbal. Hasil observasi sikkap siswa dala am pembelaja aran 5E diperoleh rerata sebessar 2,0 (berada dalam kategori baik). Selanjutnya pada siklus II I dengan re erata s skor 2,27 (be erada dalam kualifikasi k san ngat baik). Sikkap siswa yan ng masih kura ang berkemba ang pada sikllus I a adalah sikap kritis. Tab bel 2: Data Keterampilan K P Proses Sains Siklus S I dan Siklus S II No
Aktivita as Inkuiri Te erbimbing
Rerata Skor S Siklus II 2,66
1.
Meren ncanakan perccobaan
Rerata Skor R Siklus I 2,2 23
2.
Melakksanakan prossedur percoba aan
2,4 46
2,63
3.
Pengu umpulan data percobaan
2,1 11
2,31
4.
Memb buat laporan percobaan p
1,8 83
2,14
5.
Mengkkomunikasika an hasil secara a verbal
1,5 57
1,89
Rata-rrata Skor Tota al
2,0 06
2,27
Ditinjjau dari presttasi belajar siswa, s pada siklus I rerata skornya 6,7 75 dan sikluss II sebesar 6,88 6 ssama-sama berkualifikasi b baik namun n sudah ada peningkatan n. Hal ini terjadi t karena a tindakan yang y d diberikan telah mampu membangkitka m an motivasi belajar b siswa melalui berb bagai aktivitass 5E. Di samp ping itu, sikap siswa dalam pembelajara an yang baik, memberikkan kontribusi pada pre estasi belajarrnya (penguasaan konsepnya). Namun, dilih hat ketuntasa an belajar kla asikal siswa, pada p siklus I belum menca apai 8 %. Hal ini menandakan 85 n perlu dilakukan refleksi untuk u memperbaiki tindaka an selanjutnya a (siklus II). Masih belum m tercapainya ketuntasan klasikal dise ebabkan kare ena beberapa a kendala da an permasala ahan s seperti telah peneliti ura aikan pada hasil h refleksi siklus I. Pad da proses pe embelajaran siklus I, pen neliti memberikan kebebasan ke . Peneliti bera epada siswa dalam memilih anaggota kelompoknya k anggapan bahwa d dengan diberrikan kebebassan dalam me enentukan an nggota kelompoknya, makka siswa akan n cendrung un ntuk memilih reka annya yang sudah s biasa diajak d belajar bersama. Dengan D demiikian akan te erjadi komoniikasi y yang saling tiimbal balik dia antara anggo ota kelompok tersebut Akan tetapi tindak kan yang pen neliti tempuh ini membawa a dampak yan ng tidak diharrapkan. Terda apat beberapa ora ang siswa yan ng tingkat kem mampuannya a relatif lebih baik dibandin ngkan dengan n siswa yang lain mengumpul hanya pada kelompok tertentu. Di sissi lain, terdap pat beberapa a siswa yang kemampuan nnya h terkumpul dalam d satu kelompok. k Ha al ini menyeb babkan terjadinya dominassi oleh kelom mpok relatif rendah t tertentu pad da proses pe embelajaran. Kelompok yang y memilikki tingkat kem mampuan ya ang lebih tin nggi, c cendrung lebih aktif dan mendominasi m d dalam setiap kegiatan diskkusi maupun saat s melakukkan percobaan n. S Selain perma asalahan diattas, terdapat pula perma asalahan lain yang muncu ul pada siklu us I antara lain: l t tersitanya wa aktu belajar hanya untuk memahami petunjuk kerrja yang ada pada LKS. Permasalahan P n ini muncul karen na kesalahan n peneliti yan ng membagikkan LKS beg gitu kegiatan pembelajara an akan dimu ulai; Kurangnya motivasi m dari lu uar menyebab bkan sebagian siswa masih enggan unttuk terlibat se ecara aktif da alam s setiap fase pe embelajaran. Sebagian dari mereka ma asih berangga apan bahwa keaktifan k merreka dalam se etiap kegiatan pem mbelajaran tidak memperoleh penilaian. Anggapan siswa ini juga menyebabkan m n mereka eng ggan untuk menge emukakan pe ertanyaan kettika mereka menemukan m kesulitan/perrmasalahan. Untuk U menga atasi permasalahan n-permasalah han seperti di atas, penelitti melakukan beberapa tindakan perbaikan seperti te elah peneliti uraikkan pada hassil refleksi sikklus I. Setela ah diadakan penyempurn naan dan perrbaikan terha adap kendala dan permasalahan n yang ditem mukan, pada siklus s II skor yang diperole eh siswa pada masing-masing 42
PR ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon “C Current Issues on Research R and Teaaching in Science Education”
ISBN: 978-9799-98546-4-2
aspek (kkognitif, afekttif dan psikom motor) sudah h lebih baik dibandingkan d dengan skor yang diperoleh siswa pada sikklus I. Pada pelaksanaan tindakan sikklus II, diperroleh pengua asaan konsep p siswa denga an rerata kelas se ebesar 6,88 (kualifiaksi ( ba aik) dan ketu untasan klasikkalnya 91 %. Jika diban ndingkan deng gan hasil yang dip peroleh pada a siklus I, ma aka hasil yang g diperoleh pada p siklus III ini mengala ami peningkatan yang cukup berarti. Sehubungan dengan respon siswa, sisw wa memiliki tanggapan yang baik terha adap penerapa an model pembela ajaran "5E" di d kelasnya. Hal ini dapatt dilihat dari skor rerata yang diperoleh sebesar 42, yang termasu uk dalam kattegori positiff. Sebagian besar dari mereka m menyyatakan bahw wa penerapa an model pembela ajaran "5E" da apat memban ntu mereka da alam memaha ami konsep-kkonsep fisika, menambah wawasan, w materi dapat d diingat lebih lama, tertuntun t dan n mereka juga a menyatakan n bahwa mod del pembelaja aran "5E" perlu ditterapkan pada a pembelajara an fisika berikkutnya. Keberha asilan yang dicapai d ini sallah satunya disebabkan d o oleh tindakan n perbaikan yang y peneliti lakukan. Disamping itu juga, berhasilnya penelitian ya ang dilakukan karena ad danya bebera apa faktor pe endukung seperti: (1) jumlah siswa seban nyak 35 oran ng, akan me emberikan ke emudahan ke epada peneliti dalam mengop ptimalkan pen ngelolaan kela as dan menga ases keteram mpilan proses dan sikap, (2 2) tersedianya a fasilitas penduku ung seperti sarana s laboratorium sains yang cukup memadai turrut berkontrib busi terhadap p kualitas pembela ajaran 5E. SIMPUL LAN Berdasarkan hasil analisiss dan pemba ahasan di ata as, dapat dissimpulkan: 1)) implementa asi model pembela ajaran “5E” dapat menin ngkatkan kua alitas proses pembelajara an fisika; 2) Implementasi model pembela ajaran "5E" dalam d pembe elajaran fisika dapat menin ngkatkan kom mpetensi dasar fisika (pen nguasaan proses sains) siswa kelass IIE SLTP Negeri 6 Sin konsep, sikap dan keterampilan k ngaraja; dan 3) siswa memberrikan respon yang positif terhadap im mplementasi model m pembe elajaran "5E" dalam pembelajaran fisika. DA AFTAR PUSTA AKA Collete, T. A. dan Ch hiappetta, L. E. E 1994. Science Instructio on In The Mid ddle And Seccondary Schoo ols, Third Edition. New wyork: Macmilllan Publising Company Eisenkra aft, A. (1997). Expanding the t 5E Model. http://www.its-about-time.com/iat/5e..pdf. Kurniati,, T. 2001. "Pembelajaran Pendekatan Ketrampilan Proses P Sains Untuk Menin ngkatkan Kete erampilan wa". Tesis (D Diajukan Untu uk Memenuhi Sebagian Syarat S Mempe eroleh Gelar Magister Berpikir Sisw Pendidikan Bidang B Studi Pendidikan Biologi B Sekola ah Lanjutan). Universitas Pendidikan In ndonesia, Bandung Puskur, Balitbang Depdiknas (a). 2002. 2 Kompe etensi Dasar Mata M Pelajara an Fisika di SLLTP dan MTS.. Jakarta: Depdiknas W. 1996. "Pe engaruh Prior Knowledge Dan Strategi Conceptual Change Dalam Pembelaja aran Ilmu Sadia, W pengetahuan n Alam (IPA) Di Sekolah h Menengah Pertama". LLaporan Penelitian. STKIP Negeri Singaraja Suastra,, W. 2002 "M Mengembangkkan Inkuiri Ilmiah I Melalu ui Demonstrassi Terbimbing g Dalam Pembelajaran Fisika". Maka alah. Universittas Pendidika an Indonesia, Bandung Sunarno o, W. (1998)). Model Rem mediasi Misko onsepsi Dina amika dengan n menggunakan Animasi Simulasi dengan Komputer. Deserttasi pada IKIP P Bandung: tidak diterbitka an. Trowbrid dge dan Bybe ee. 1990. Beccoming A Seco ondary Schoo ol Science Tea acher 5th ed. USA: Merill Publishing P Company. 43
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar S on Sciencce Education “Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation”
ISBN: 978-979-985466-4-2
S SCI-02
DUAL MO ODE INSERV VICE TRAIN NING AS AN ALTERNA ATIVE TEAC CHERS PRO OFESSIONA AL D DEVELOPME ENT PROGR RAM Ari Widodo, Rian ndi, dan Nuru ul Hana (FPM MIPA UPI)
ABS STRACT Teachers professional p development d h been a ceentral focus of has o the Indones esian governm ment, especiallly in the last st few years following thee issue of teeachers certiffication. Indeeed, a numbe ber of teacher ers professiona nal developme ent program have h been laaunched by th he governmeent. However,, it seems tha hat they gave very little im mpact on the improvement i t of teachers teaching t pracctice. Teacher ers professiona nal developmeent programss always enco ountered with h difficult prob blems, partlyy due to limiteed budget, th he number of o the teach chers, and geographical g hindrance. An alternattive teacherss professiona nal developmeent is needed d to the existting teachers professional developmentt program. This T paper dea eal with a duaal mode inser ervice program m. The resultt presented is the result of o the first year ye study of a three-yearr research proj oject. PENDAHULU UAN G Guru sebagi ujung u tombak k pendidikan merupakan salah satu fakttor penting ya ang menentu ukan keberhassilan pendidikan. Oleh O karena ittu muncul be erbagai usaha a untuk menin ngkatkan proffesionalisme guru. g Pembin naan professionalissme guru di Indonesia dilaksanakan oleh o berbaga ai pihak, mullai dari tingkkat pemerinta ahan pusat (Depdiknas), pemerrintahan daerrah (Dinas), dan tingkatan sekolah. Se elain unsur yang y berasal dari kelembagaan n pemerintah, terdapat pulla yang berassal dari organ nisasi profesi seperti s PGRI, ISPI, HISPPIIPAI maupun dari pihak lain, misalnya m perg guruan tinggi. Semua pih hak tersebut pada dasarnyya ikut berpe eran s serta dalam pembinaan profesionalism me guru. Pe embinaan pro ofessionalisme e guru pada tingkat seko olah d dilakukan ole eh kepala sek kolah dan MG GMP sekolah yang dalam pelaksanaan nnya dilakuka an dalam ben ntuk pertemuan pe eriodik untuk k mendiskusikkan peningkattan kualitas pembelajaran. Pembinaan yang y berasal dari pihak lain dila akukan dalam m berbagai bentuk, baik itu u seminar, lokkakarya, dan penataran. p Sekalipun sudah banyak b progrram peningka atan profesion nalisme guru yang telah dilakukan, d nam mun kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa b kualita as pembelajaran di dalam m kelas tidak banyak berub bah. S Setelah meng gikuti suatu kegiatan pen nataran, cara guru menga ajar tetap sajja seperti sebelum mengikuti kegiatan pen nataran. Bah hkan hasil pelatihan p yan ng sudah berhasil b baik ternyata ju uga tidak da apat d dipertahanka n keberlanjutannya (Adeyy, 2004). Be erdasarkan survei yang telah t kami la akukan (Wido odo, Riandi, Ampra asto & Ana Ra atna Wulan, 2006) 2 diperoleh hasil sebagai berikut 1. Program peningkatan n profesionalitas guru hendaknya memperhatikan aspek peme erataan. Kelu uhan yang serring diungkap pkan oleh pa ara guru ada alah bahwa ada a orang-orrang tertentu u yang sering gkali mendapa atkan kesempatan untukk mengikuti berbagai ke egiatan seda angkan seba agian yang lain tidak/jara ang mendapatkan kesempa atan. 2. Program--program pe eningkatan profesionalism p me guru-guru u sains yan ng telah ada jarang se ekali membaha as permasala ahan yang ada a di lapang gan. Walaup pun materi yang y disajikan n bisa dipah hami dengan baik b oleh para a guru namun n sulit diimplementasikan. 3. Program--program pen ningkatan pro ofesionalisme guru-guru sains s yang te elah ada jaran ng sekali diikuti dengan monitoring m dan evaluasi. 4 Pengayaa 4. an materi sains terkini dan metode pe embelajaran merupakan m d dua topik keg giatan yang perlu p dilakukan n. Penelitian yang y dilakuka an oleh Jeanpierre, Oberh hauser dan Freeman F (200 05) menunjukkkan 44
PR ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon “C Current Issues on Research R and Teaaching in Science Education”
ISBN: 978-9799-98546-4-2
bahw wa peningkatan penguasaan guru akkan materi be erpengaruh keberhasilan k program pen ningkatan proffesionalisme guru. g Secara tekniss pelaksanaan n program pe eningkatan profesionalisme e yang konvensional sering gkali juga berhada apan dengan beberapa permasalahan p n terkait kem mampuan pe emberi layanan dan juga a kondisi geografiis Indonesia. 1. Jum mlah guru ya ang harus mendapatlan m layanan pengembangan profesionalisme jauh leb bih besar diba andingkan de engan kemam mpuan lembag ga-lembaga (LPMP, ( P4TK,, dan perguruan tinggi) yang y bisa mem mberikan laya anan. Akibattnya dengan sistem yang g telah ada,, hanya sediikit sekali gu uru yang men ndapatkan ke esempatan mengikuti m pro ogram pening gkatan profe esionalisme. Sebagian be esar guru juste eru belum be erkesempatan mengikuti ke egiatan-kegiattan dalam ran ngka peningkkatan profesio onalisme. 2. Kondisi geografiss Indonesia yang sangatt luas dan medan m yang berat menye ebabkan banyyak guru (teru utama guru-g guru yang tin nggal di daerah terpencil) seringkali tid dak pernah mendapat m kessempatan men ngikuti progra am yang ditaw warkan. Tujuan umum m penelitian ini i adalah unttuk meningka atkan profesio onalitas guru--guru biologi sehingga pada gilirannya bisa a meningkatkkan kualitas dan d hasil pembelajaran biologi b di sekkolah. Adapu un tujuan khusus yang y akan diccapai adalah: 1. Mem mperluas jang gkauan pembe erian layanan n profesional kepada k guru-guru biologi. 2. Men ningkatkan pe emahaman ko onsep guru-gu uru, terutama a tentang perkkembangan biologi b terkini. 3. Men ningkatkan pe engetahuan guru-guru tenttang pendeka atan dan meto ode pembelajaran terkini. 4. Men ningkatkan ke emampuan gu uru dalam menggunakan media m pembelajaran, teruta ama ICT. Keterbatasan n penyelengga ara dan guru dalam hal waktu, w tenaga a, dana, sumb ber dan daya manusia merupakkan salah satu faktor pen nghambat un ntuk melakukkan program peningkatan profesionalissme guru sebagaim mana yang diuraikan d di atas. Dengan memanfaatkan kemajuan teknologi komunikasi saat ini, sesungg guhnya keterb batasan-keterrbatasan terssebut bisa dittekan. Dengan memanfaattkan fasilitas internet, program m-program peningkatan p profesionalism me guru da apat dilakukkan dengan model dua al mode. Maksudn nya, bagian-b bagian terten ntu dalam prrogram penin ngkatan profe esionalisme guru g dilakuka an secara konvenssional melaluii tatap muka dan ada bag gian-bagian tertentu t yang g dilakukan dengan mema anfaatkan internet. Program bela ajar dengan memanfaatka m an teknologi internet (e-lea earning) sesun ngguhnya sud dah mulai banyak dilakukan. Meskipun M dem mikian e-learn ning belum banyak dilakukan untuk prrogram inserv rvice bagi guru-guru. Penggun naan e-learn ning sebagai bagian daari program dual modee untuk pen ningkatan profesionalisme guru u bisa meng gatasi keterba atasan mode el program peningkatan p profesionalism me yang konvenssional. Pertama, dengan sistem dual mode, faktor waktu tidak terlalu menjadi masalah. m Gurru terikat dengan tugas menga ajar yang terte entu waktunyya. Sungguh tidak t mungkin n apabila guru harus meniinggalkan kelas da alam waktu lama karena ha arus mengiku uti program pe eningkatan prrofesionalisme e. Dengan sisstem dual mode, guru g tidak pe erlu terlalu la ama meningg galkan sekolah. Hanya pad da tahap aw wal program saja s guru harus meninggalkan m kelas. Pada tahap implem mentasi program guru bissa mengikuti program pen ningkatan profesionalisme deng gan memanfaa atkan fasilitass internet. Kedua, kond disi Indonesia a yang sang gat luas, me embuat jarakk menjadi pe ermasalahan penting. Sungguh h tidak efisien n dari segi waktu w maupun n biaya apabiila guru-guru harus melakkukan perjalan nan yang jauh han nya unrtuk mengikuti m suattu pertemuan n yang hanya berlangsung g beberapa ja am atau bebe erapa hari saja. De engan meman nfaatkan internet, guru tid dak peru melakukan hal in ni lagi sebab program pen ningkatan profesionalisme guru bisa diperole ehnya melalui internet.
45
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar S on Sciencce Education “Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation”
ISBN: 978-979-985466-4-2
Ketig ga, monitoring g keterlaksan naan program m dan dukung gan pasca program merup pakan salah satu s ffaktor penting g yang meny yebabkan guru tidak dapatt menerapkan n apa yang te elah diperoleh h dalam prog gram peningkatan profesionalissme. Dengan sistem dua al mode penyyelenggara dan d guru ma asih dapat te erus berkomunikassi dan membe erikan dukung gan. Keem mpat, salah sa atu kelemahan n sistem peng gembangan profesionalism p me guru yang telah ada ada alah kurangnya perhatian p te erhadap keb butuhan indivvidual setiap p guru. Pro ogram-progra am peningka atan profesionalism me guru yan ng telah ada a pada umu umnya berisikkan sesuatu yang dinilaii diperlukan//bisa d dilakukan ole eh semua guru u. Permasalah han pembelajjaran yang dihadapi setiap p guru sangattlah beragam dan s seringkali bersifat khususs. Oleh karen na itu progra am peningkattan profesion nalisme guru hendaknya bisa memberikan ruang untuk k mengakomo odasi kebutuhan guru ya ang sifatnya relatif individ dual. Model dual d mode akan bisa melaku ukan ini seba ab guru bisa a memilih je enis program m yang lebih h sesuai den ngan kebutuhannya a dan bisa me elakukan kontak secara leb bih individual dengan pelaksana program. METODE PE ENELITIAN Pendekatan yang y digunak kan juga men ngikuti prinsip Developme ental Researcch (Borg & Gall, G 1989), yang y t terdiri dari 3 tahap. t Renca ana kegiatan penelitian p pad da setiap taha apnya adalah sebagai berikkut. T Tahap Perta ama T Tahap ini me erupakan tahap analisis ke ebutuhan guru-guru biolo ogi. Langkah-langkah yang g akan ditem mpuh pada tahap ini i adalah: 1). Melakukan n analisis kom mpetensi proffesional guru u-guru biologi; 2). Melaku ukan need assessm sment untuk menggali keebutuhan pro ofesional guru u-guru biolog gi; dan 3). Mengembang gkan blueprint mod del inservice dual d mode. T Tahap Kedu ua T Tahap kedua merupakan tahap pengembangan dan n pengujian model m inservice dual mode e. Pada tahap p ini a akan dilakukkan hal-hal berikut: 1). Mengembangk M kan model in nservice dual mode; 2). Mengembang gkan paket-paket program pelatihan tatap p muka; 3). Mengemban ngkan paket-paket pelatihan online; 4). Penyiapan website; 5). Melakukan M pelatihan dual mode secara terbatas; da an 6) Melaku ukan analisis dan perbaikan. T Tahap Ketig ga T Tahap ketiga a merupakan n tahap uji efektivitas produk p yang dikembangkkan dan dila anjutkan den ngan penyempurna aan produk. Pada P tahap in ni akan dilaku ukan hal-hal berikut: b 1). Melakukan M pen ngujian lapan ngan d dengan skala penuh; 2). 2 Melakukan analisis hasil; h 3). Me elakukan pe enyempurnaan n model segala kelengkapann nya; dan 4). penyebarluasa p an model. HASIL DAN PEMBAHAS SAN Hasil yang disajikan d dala am tulisan in ni adalah sebagian hasil di tahun pe ertama. Seba agai bagian dari penelitian di tahun pertam ma, telah dilakkukan need assessment a te erhadap guru-guru biologi untuk menja aring hal apa saja yang y mereka butuhkan untuk meningka atkan kompettensi mereka. JJenis progra am peningkatan profesi yang diperrlukan guru biologi S Sebagaimana a terlihat dala am Tabel 1, workshop/pel w latihan dan pelatihan p melalui internet merupakan jenis program pela atihan yang diiminati guru. Hal ini memp perkuat dugaa an awal bahw wa pelatihan sistem s dual-m mode y yang menggabungkan an ntara kegiata an tatap muka dan komunikasi via internet i merupakan prog gram peningkatan profesionalita as yang dihara apkan guru.
46
PR ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon “C Current Issues on Research R and Teaaching in Science Education”
ISBN: 978-9799-98546-4-2
Tab bel 1: Jenis program penin ngkatan profe esi yang diperrlukan guru biiologi No
Jen nis program
Persen ntase
a.
Se eminar
36
b.
Lokakarya
22
c.
Wo orkshop/pelattihan
88
d.
Ku ursus
21
e.
Pe enataran
30
f.
Pe elatihan melalui internet
47
Materi pelatihan ya ang paling diperlukan d g guru Pelatihan tentang konsep-konse k p biologi, ke ependidikan, dan komputer merupakkan tiga matteri yang diperlukkan guru (liha at Tabel 2). Tingginya kebutuhan k gu uru terhadap pelatihan te entang konse ep-konsep biologi menunjukkan n bahwa gurru memang merasa m perlu u adanya upd pdate pengetaahuan biologi. Hal ini sangat wajar w sebab perkembanga an biologi san ngat pesat dan tentunya bekal yang diperoleh d guru selama kuliah te entu tidak me emadai lagi se ehingga mere eka perlu sena antiasa meng--update peng getahuan merreka. Tab bel 2: Materi pelatihan yan ng diperlukan guru No
Ma ateri pelatihan n
Persen ntase
a.
Pe elatihan tentan ng materi/ ko onsep
84
b.
Pe elatihan materri kependidika an
44
c.
Pe elatihan tentan ng komputer
67
Materi untuk meningkatkan ko ompetensi pedagogi p Secara umum u guru memerlukan m h hampir semua a aspek yang g terkait kompetensi pedag gogi (Tabel 3). 3 Hanya dua hal yang kurang diminati guru u yaitu perencanaan penga ajaran dan evvaluasi pembe elajaran. Pere encanaan pengajaran kurang diminati seb bab pelatihan n-pelatihan ya ang diikuti guru g selama ini seringka ali terkait kurikulum dan perenccanaan. Tab bel 3: Materi pedagogi yan ng diperlukan guru Ma ateri pedagog gi
Persen ntase
A
Pe erencanaan pe engajaran
33
B
Mo odel-model pe embelajaran
75
c
Ev valuasi pembe elajaran
31
d
Pe engelolaan pra aktikum
63
e
Me edia pembelajjaran
66
f
Pe emanfaatan co omputer dan internet dalam m pembelajarran
60
No
Konsep p biologi yang perlu pen ndalaman Genetika a dan biotek knologi merupakan materri biologi yan ng paling dib butuhkan guru (Tabel 4)). Hal ini memang g sangat beralasan b se ebab kedua bidang inii merupakan n bidang yang y kemaju uan dan perkemb bangannya sa angat pesat dalam beberrapa tahun te erakhir. Selain itu kedua konsep terse ebut juga dipandang sebagai ko onsep yang sulit (Johnson & Stewart, 2002; 2 Venville e, Bribble & Do onovan, 2005 5).
47
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar S on Sciencce Education “Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation”
ISBN: 978-979-985466-4-2
Tabel 4: 4 Materi biolo ogi yang dipe erlukan guru No
Konsep
Persentase
a
Sel dan jaringan
38
b
Strukturr dan fungsi tumbuhan t
33
c
Strukturr dan fungsi hewan h
32
d
Mikrobio ologi
53
e
Genetik ka
64
f
Evolusi
34
g
Bioteknologi
75
H
Ekologi
29
Pengetahua an/keterampilan guru dalam d pengg gunaan kom mputer Kemampuan menggunakan komputer merupakan m sa alah satu kete erampilan pen nting yang ha arus dimiliki guru. T Tabel 5 menu unjukkan adanya keragaman yang besa ar dalam hal kemampuan k g guru menggunakan kompu uter. S Sekalipun ada a beberapa orang o guru ya ang bisa mela akukan pemprrograman, na amun masih banyak b juga guru g y yang sama se ekali belum bisa mengguna akan kompute er. Tabel 5: Keterampila an penggunaa an komputer No
Keteram mpilan
Persentase
a
Hanya terbatas t pada a pengolah ka ata (word)
72
b
Presenttasi (power po oint)
40
c
Tabulassi dan kalkulassi (excel)
32
d
Grafis (photoshop)
5
e
Pempro ograman anim masi (macrome edia)
5
F
Sama se ekali tidak bissa
19
Pengetahua an guru tenttang interne et Dari hasil angket tentang pengetahuan guru dalam m menggunakkan internet terungkap ad danya perbed daan y yang cukup besar. Ada beberapa b gurru yang sudah cukup baikk dalam peng ggunaan inte ernet namun ada banyak guru yang sama se ekali belum bisa b menggunakan internett. Tabel 6: 6 Kemampua an menggunakkan internet No
Kemampuan internett
Persentase
a
Bisa me enggunakan untuk u mencarri sumber info ormasi
52
b
Bisa me enggunakan untuk u komunikasi (e-mail)
26
c
Bisa me enggunakan sebagai s sarana pembelajarran
24
d
Bisa me embuat blog/w website
8
e
Belum bisa b
45
Fasilitas Tek knologi Info ormasi dan Komunikasi K (ICT) yang dimiliki Sek kolah Dalam penelitian ini juga dijaring fasilittas ICT yang dimiliki guru u dan sekolah h (Tabel 7). Terungkap T bahwa s sebagian bessar sekolah memiliki m fasilita as komputer tetapi hanya sebagian keccil saja sekola ah yang mem miliki lab multimedia dan konekssi internet.
48
PR ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon “C Current Issues on Research R and Teaaching in Science Education”
ISBN: 978-9799-98546-4-2
Tabel 7: 7 Fasilitas ICT T sekolah No
Fasilitas
Persen ntase
a
Ko omputer
90
b
Lab Multimedia
18
c
Ko oneksi interne et
23
d
Ad da lab multime edia dan fasilitas internet
22
E
Tid dak ada
3
Secara umum m hasil need assessment menunjukkan m n bahwa guru u memang me embutuhkan pelatihan dan pellatihan melallui internet memang mo oda pelatihan n yang diharrapkan guru. Meskipun demikian, d kemamp puan yang dimiliki guru (baik peralattan maupun pengetahuan n) tentang ko omputer dan n internet sangat beragam. b Seb bagian guru memiliki fasillitas kompute er dan interne et dan juga memiliki peng getahuan dan kete erampilan yan ng baik, namu un banyak jug ga guru yang tidak memiliki fasilitas komputer dan juga tidak bisa menggunakan ko omputer. Pelatihan dua al mode mem mang tidak se eperti e-learn ning yang bia asa diterapkan n di pergurua an tinggi. Ada beb berapa perbe edaan mendasar antara e--learning dan n dual mode. Pertama, ka arakteristik peserta elearning bersifat hom mogen baik dari sisi usia, kemampuan,, dan kebutuh han. Sebalikn nya guru-guru u peserta pelatihan dual mode memiliki latar belakan ng yang bera agam. Kedua a, waktu yang dimiliki guru g dan mahasisswa sangat be erbeda. Maha asiswa pada umumnya u me emiliki jadwal yang relatif sama s sedang gkan guru memilikii kegiatan yang y sangat beragam. Oleh O karena itu pelatihan n dengan du ual mode ha arus bisa mengakkomodasi kera agaman yang dimiliki para guru dan me emanfaatkann nya sebagi seb buah potensi.. Dari hassil need assesssmen terungkap bahwa 90 0% sekolah memiliki m fasilittas komputerr. Hal ini menunjukkan bahwa peluang p untuk dilakukannyya pelatihan dengan dual mode cukup terbuka. Walaupun W seko olah yang memilikii fasilitas inte ernet masih terbatas jum mlahnya, nam mun sesunggu uhnya akses internet bisa a dengan mudah diusahakan d oleh guru mau upun sekolah. Keterbatasan n kemampuan guru dalam m hal kompu uter dan inte ernet menun ntut adanya pelatihan tentang komputer da an internet. Oleh O karena itu u sekalipun pelatihan p komputer dan intternet tidak ada dalam rencana awal penelitian namun se ebagai langka ah awal pelatihan guru-gurru akan diberi pelatihan pe engunaan kompute er dan intern net. Kemamp puan guru ya ang beragam m juga menu untut agar website w pelatiihan bisa didesain n sesederhana a mungkin sehingga guru-g guru bisa den ngan mudah memanfaatka m annya. Penggunaan internet dalam pelatihan n dual mode ini sesungguhnya bukan n hanya dima aksudkan untuk mengatasi m ma asalah jangka auan dan fle eksibilitas aksses bagi guru. Hasil kajia an terhadap program peningkkatan profesio onalisme gurru yang telah lalu menu unjukkan bah hwa program m-program ya ang telah dilakuka an kurang me endorong kem mandirian guru u. Penggunaa an internet dih harapkan lebiih membuka wawasan guru te entang sumb ber informassi yang pad da akhirnya mendorong g mereka untuk mandirri dalam mengem mbangkan dirii (Yumuk, 200 02). Karena guru membutuhka an pelatihan tentang t konse ep-konsep bio ologi dan pem mbelajarannya a (modelmodel pembelajaran n, media pe embelajaran, pengelolaan praktikum, dan pengajjaran biologi dengan menggu unakan komp puter), pelatih han dual mo ode ini akan n menyajikan n kedua hal tersebut. Sa alah satu kelemah han pelatihan yang sebelum mnya adalah memisahkan antara isi dan pembelajarran. Pemisaha an antara isi dan pembelajaran p n kurang mem mbantu guru untuk menerapkan dalam m pembelajarran (Gunstone e, 1999). Karena ini i dalam pela atihan dual mode m ini, isi da an pembelajaran akan dipa adukan.
49
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar S on Sciencce Education “Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation”
ISBN: 978-979-985466-4-2
SIMPULAN S Hasil need assessment terhadap guru-guru bio ologi mengu ungkapkan bahwa b progra am peningka atan profesionalism me dengan model m dual mode m merupakkan program yang diharap pkan guru. Kemampuan K g guru d dalam mengg gunakan kom mputer dan in nternet ternyyata sangat beragam. b Ole eh karena itu perlu perlakkuan khusus bagi guru-guru ya ang penguassaan kompute er dan intern netnya masih rendah. Seccara umum guru g memerlukan update penge etahuan dan keterampilan baik terkait konten k (materi) maupun pembelajarann nya.
DAFTAR R PUSTAKA A Adey, P. (20 004). The Professional De evelopment of o Teachers: Practice and d Theory. Do ordrecht: Klu uwer Acad demic Publishe ers. Borg, W. R., & Gall, M. D. (1989). Educcational Resea arch: An Intro oduction. New w York: Longm man. Gunstone, R.. (1999). Con G ntent knowled dge, reflection and their intertwining: A response to t the paper set. Scien nce Education n, 83(3), 393--396. JJeanpierre, B., B Oberhause er, K. & Fre eeman, C. (2005). Characcteristics of professional p d development that effecct change in secondary sccience teache ers’ classroom m practice. Jo ournal of Ressearch in Scie ence Teacching, 42(6), 668-690. 6 JJohnson, S. K. K & Stewart,, J. (2002). Revising R and assessing exxplanatory mo odels in a hig gh school gen netic classs: A comparisson of unsucccessful and successful perrformance. Sccience Educattion, 86(4), 4634 480. Venville, G., Bribble, V B S. J. & Donovan, J. J (2005). An exploration of o young child den’s understtandings of ge etics concpts from onto ological and epistemologica e al perspective es. Science Ed ducation, 89(7 7), 614-633. W Widodo, A. Riandi, Amprrasto & Wula an, A. R. (2006). Analisis dampak program-progrram peningka atan esionalisme guru sains terhadap pening gkatan kualita as pembelajaran sains di sekolah. s Lapo oran profe pene elitian Hibah Kebijakan K Baliitbang Depdikknas. Y Yumuk, A. (2002). ( Lettin ng go of con ntrol to the learners: Th he role of in nternet in pro omoting a more m auton nomous view of learning in an academ mic translaton course. Educcational Resea arch, 44(2), 1411 156. Ucapan terima kasih Penelitian ini dilaksanakan n dengan menggunakan dana d Hibah Ko ompetensi ya ang diberikan oleh DP2M Dikti D t tahun angara an 2008.
50
PR ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon “C Current Issues on Research R and Teaaching in Science Education”
ISBN: 978-9799-98546-4-2
SCI-03
SCL (STUDEN NT CENTERE ED LEARNIING) BASED D LEARNIN NG A PROB BLEM SOLVIING MODEL L TO INCRE EASE ELEM MENTARY STUDENT S A ABILITY TO O SOLVE NATURAL SCIENCE PROBLEMS P S Ha airida and Erlina (FKIP Un niversitas Tanjjungpura)
ABSTRACT T Theree is a comm munity concers rs about the science teacching learning ng process in n Kalimantan Barat, Mostly ly, the instru uction was raather teacherr centered th han student centered. c Ass a result, sttudents proble lem solving ability a was inaadequate as well w as their creativity an nd theie critica cal thinking ab bilities. The classroom c acttion research based on pro oblem solving model condu ucted at SDN No. 24 Pontiaanak in st the 1 semester of the 2008 8/2009 acadeemic year is directed to meet m this con ncern. Twentty four perso on 5th grade students parrticipated in this t two-cyclees study. It is found thatt those studen nts are moree active and crreative. Theirr problem solvving abilities is also increassed. Keyw words : mode el
stu udent problem ms solving ab bility, SCL (S Student Cente ered Learning g), problem solving s
PENDAHULUAN ekolah Dasar sekarang s ini terkesan t seb bagai pengajaran IPA yang terbatas pad da produk Pengajaran IPA di Se atau fakkta, konsep, dan d teori saja a, sehingga siiswa mengan nggap IPA ad dalah pelajara an yang harus dihafal. Ditamba ah lagi banyak knya konsep yang abstrakk dalam penga ajaran IPA maka siswa beranggapan ba ahwa IPA itu sulit.. Hasil observ vasi terhadap pembelajara an yang dilaku ukan guru IPA A pada siswa a kelas IV SDN No. 24 dan 01 Pontianak P pad da bulan Peb bruari-Maret 2007 2 menunjukkan bahwa a proses belajar-mengajar IPA yang dilakuka an kurang be erkualitas, dimana guru mendominasi dalam pem mbelajaran se edangkan sisswa lebih banyak mendengark kan/mencatat,, guru tidak melatihkan keterampilan k proses IPA dalam pemb belajaran, tidak ad da persoalan yang menan ntang siswa untuk u dipecah hkan melalui kegiatan ekssploratif. Seakan-akan IPA han nya membaha as konsep-ko onsep yang ada dalam bu uku, jauh darri kehidupan siswa sehari--hari dan tidak prroblematik. Ko ondisi yang demikian d dap pat membuatt siswa tidak menyenangi belajar IPA sehingga pada akkhirnya nilai IPAnya I menja adi rendah. Banyak fakto or yang dapatt mempengarruhi keberhassilan pembela ajaran yang dilakukan oleh h seorang guru. Se ecara tidak disadari, karen na rutinitas kadang k guru kurang k memp perhatikan ap pakah siswanya sudah memilikii kemampuan n berbuat sessuatu dengan n konsep yang g dimilikinya atau belum. Keadaan ini disinyalir terjadi akibat a sistem pembelajaran yang digun nakan masih berjalan seca ara tradisiona al ((teacher centered) c . Ciri utam ma dari pend dekatan antarra lain: tidak ada penekan nan pada pen nanaman konssep terlebih dahulu d di awal PBM, tidak ada pembelajaran n strategi pem mecahan massalah, kurangn nya keterlibattan siswa seccara aktif dalam proses p belajarr mengajar, proses p belaja ar mengajar terpusat t pada a guru, dan interaksi anta ara siswa dengan guru dan den ngan sesaman nya dalam pro oses belajar mengajar m san ngat jarang te erjadi. Pembela ajaran IPA merupakan pro oses aktif, arttinya pembellajaran IPA merupakan m se esuatu yang dilakukan d siswa, bukan b sesuatu u yang dilaku ukan untuk sisswa. Proses aktif a berimplikasi terhadap p antivitas me ental dan fisik. Ha ands-on activities tidak cukkup, siswa jug ga harus mem miliki pengala aman-pengala aman minds-o on. Untuk itu perlu u dipikirkan agar pembelajaran dapatt merangsang g siswa untu uk berpikir krritis dan krea atif serta berlangssung “problem matik”, antara a lain dengan n menerapkan n model prob blem solving berbasis b SCL.. Banyak permasa alahan sehari--hari yang da apat digunaka an dalam bela ajar IPA. Misa alnya bagaima ana memanfa aatkan air untuk energi e alterna atif? Permasa alahan sederh hana ini dapa at melatih ke eterampilan dan d memotiva asi siswa untuk be elajar IPA. Sisswa dapat be elajar memahami suatu ma asalah, menemukan dan memilih m altern natif yang 51
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar S on Sciencce Education “Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation”
ISBN: 978-979-985466-4-2
ttepat, meran ngkai alat, melakukan ujiccoba, mengko omunikasikan n percobaan, dan mencarri informasi dari permasalahan n sehari-harii yang sede erhana, sehin ngga keteram mpilan berpiikir kritis sisswa juga da apat d dikembangka an. Untuk itu pembela ajaran berbassis Student Centered C Learrning (SCL) deengan model Problem Solv lving d dianggap tep pat digunakan saat ini, karena k dalam pembelajara an tersebut siswa secara aktif menccoba memecahkan n permasalahan sehari-hari IPA dan siswa s ditempa atkan sebaga ai subyek pem mbelajaran yang y berhak untukk belajar dala am arti sesun ngguhnya. Guru G tidak lag gi hanya seba agai pengajarr (teacher) te etapi j juga sebagai mitra (fasilta ator) dalam pembelajaran. p . Strategi SCLL memiliki ciri khas siswa senantiasa ha arus berpartisipasii secara aktif dalam prosess pembelajara an. Melalui strategi SCL, peran p guru akkan bergeser dari menentukan ”apa yang ak kan dipelajari”” ke ”bagaima ana menyedia akan dan mem mperkaya pen ngalaman bellajar s siswa” (Balitb bang Depdiknas, 2003). Dalam m buku Kurik kulum 2004 Sttandar Kompetensi Edisi 2003, 2 disebutkan bahwa pendekatan p y yang s sangat disara ankan dalam pembelajarran IPA ada alah pembela ajaran sains berorientasi pada siswa atau a S Science Cente tered Learning g (SCL), salah h diantaranya a melalui pem mecahan masa alah (problem m solving). Mo odel p problem solvi ving David Joh hnson & Johnsson dapat dia aplikasikan da alam pembela ajaran IPA yan ng mengguna akan s strategi SCL.. Model prob blem solving menurut Johnson & Joh hnson yang menekankan pada kelom mpok merupakan pembelajaran p n dengan lima tahap, yaitu: y (1) ta ahap mendeffinisikan massalah, (2) ta ahap mendiagnosiss masalah, (3 3) tahap meru umuskan alte ernatif strateg gi, (4) tahap menentukan m dan menerap pkan s strategi, serta a (5) tahap mengevaluasi m keberhasilan n strategi (Gulo, 2002:117--122). Dalam model ini, siiswa d dituntut berpartisipasi seca ara aktif dan ditantang me emiliki daya pikir p kritis, ma ampu mengan nalisis, dan da apat memecahkan n masalahnya a sendiri. Jad di model ini sangat coco ok diaplikasikkan dalam pe embelajaran IPA menggunakan strategi SC CL. Berka aitan dengan upaya menin ngkatkan SDM M (Sumber Daya D Manusia) dan kualita as proses bela ajar, y yang terus digalakkan pem merintah, makka penelitian tentang pene erapan strateg gi SCL dengan model prob blem s solving David d Johnson & Johnson ini dirasa amat relevan dan urgen. Hal ini diperkuatt dengan tem muan penelitian Sla amet, dkk (20 001) bahwa ke emampuan siswa SD dalam m memecahkkan masalah dan d keteramp pilan proses menin ngkat melalui metode prob blem solving. Belum diperoleh jam minan tentan ng manfaat dan e efektivitas se erta belum dik kenal secara meluas oleh guru-guru IP PA SD tentang g pembelaja aran IPA berb basis S dengan model proble SCL em solving Daavid Johnson & Johnson, maka penelitian ini dipand dang perlu un ntuk d dilakukan. Pe enelitian ini diharapkan da apat meningka atkan kualitass sumber dayya manusia (guru dan sisw wa). S Secara umum m, penelitian ini untuk men njawab permasalahan : ”A Apakah kemampuan meme ecahkan masa alah IPA sehari-ha ari siswa dap pat meningkatt menggunakkan pembelaja aran berbasiss SCL dengan n model prob blem s solving?” METODE PE ENELITIAN Sesuai denga S an tujuan pen nelitian yaitu untuk mening gkatkan kema ampuan mem mecahkan massalah IPA seh harihari. siswa kelas k V SDN No. 24 Ponttianak melalu ui pembelajaran berbasis SCL dengan n model prob blem s solving, maka a penelitian ini mengguna akan metode penelitian tiindakan kelass (classroom action resea arch) d dengan 2 (du ua) siklus. Lo okasi penelitia an adalah SD DN No. 24 keccamatan Pontianak Selatan. Pelaksan naan penelitian dila akukan pada pada bulan April A 2008 – September 20 008. Partisipa an dalam pen nelitian ini ada alah s siswa kelas V sebanyak 24 4 orang dan 2 orang guru mata pelajarran IPA sebag gai kolaborato or peneliti. Instru umen yang digunakan d da alam penelitia an ini meliputi: lembar ob bservasi prosses pembelaja aran (aktivitas gurru dan siswa)), angket, lem mbar penilaian n diskusi kelo ompok, kuis atau tes presstasi belajar, dan c catatan anekd dotal interakssi guru dan sisswa. Pro osedur penelittian tindakan kelas ini terd diri dari 2 sikklus, 52
PR ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon “C Current Issues on Research R and Teaaching in Science Education”
ISBN: 978-9799-98546-4-2
setiap siklus terdiri dari d 2 kali perrtemuan. Setiap siklus dila aksanakan sessuai perubaha an yang ingin n dicapai. Secara lengkap, prosedur penelitia an tindakan dapat d dijabarkkan sebagai berikut: b
Pratind dakan Pelaksan naan penelitia an diawali dengan observa asi, memberikkan pretest da an wawancarra. Hasilnya digunakan d untuk re efleksi awal pe erencanaan siklus s I
Perenca canaan a.
Menyiapkan pera angkat pembe elajaran bersa ama-sama (g guru dan dose en), yaitu: 1) Menelaah Kurikulum/silabus SD dengan 2) Membuat sk kenario pembe elajaran yang g merujuk pada p pembelajaran berb basis SCL problem solvving, bahan ajjar/LKS. 3) Membuat lem mbar observa asi, gunanyya untuk me engamati proses p pembe elajaran, kete erampilan proses IPA siiswa selama proses p pembe elajaran berlangsung. 4) Membuat ang gket untuk menjaring data a tentang resp pon guru dan siswa. 5) Merancang kuis k dan tes untuk melihat tingkatan kog gnisi siswa. 6) Menyiapkan catatan c anekd dotal interakssi guru dan sisswa b. Melakukan peer teaching dan n pemodelan penerapan skenario pem mbelajaran se erta mendisku usikannya berrsama-sama dengan d guru.
Tindaka kan Tindakan berupa pela aksanakan skkenario pembe elajaran berbasis SCL deng gan problem solving dilaku ukan oleh 1 (satu) orang guru IPA. I
Observ vasi Selama tahap tindaka an, observer (peneliti dan n guru IPA ya ang lain) mela akukan penga amatan meng ggunakan lembar observasi o dan n catatan anekdotal.
Reflekssi Pada tah hap refleksi ini, guru IPA (pengajar dan observer) berdiskusi b den ngan tim peneliti untuk mengkaji hasil obsservasi meng genai keaktifan siswa dalam m diskusi kelo ompok, prese entasi, menja awab soal dalam LKS, partisipa asi dalam pro oses pembela ajaran, kesessuaian skenarrio pembelaja aran berbasiss SCL meng ggunakan problem m solving den ngan pelaksan naan kegiatan pembelajaran, hasil pre esentasi dan quis serta kaitannya k dengan kegiatan ke elompok. Hassil diskusi dig gunakan untu uk merencana akan siklus berikutnya. b Pa ada akhir es. siklus dilaksanakan te Hipotesis tindakan dalam m penelitian ini adalah :“P Pembelajaran n IPA menggunakan pembelajaran berbasiss SCL (Studen nt Centered Learning) L den ngan model problem solvin ng maka kemampuan mem mecahkan masalah h dalam IPA siswa SDN nomor n 24 kela as V dapat me eningkat” Pengumpulan n data tenta ang keaktifan siswa dan n proses pe embelajaran yang y dilakukkan guru dikumpu ulkan melaluii observasi, wawancara, w perekaman dan d catatan lapangan. Da ata tentang tingkatan t kognisi, keterampilan n proses, dan respon dikum mpulkan mela alui tes, lemb baran observa asi, dan angkket HASIL DAN PEMBA AHASAN Siklus 1 Pertemua an 1 Kegiatan n diawali den ngan perenca anaan. Dalam m kegiatan pe erencanaan ini dirancan ng RPP meng ggunakan pembela ajaran berbassis SCL (Student-Centered d-Learning) de engan model problem solvving, LKS, in nstrumen tes, dan n lembar obse ervasi. Selanju utnya dilakuka an peer teach hing atau pem modelan.
53
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar S on Sciencce Education “Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation”
ISBN: 978-979-985466-4-2
Dalam m kegiatan tindakan, t matteri yang dissajikan adala ah Daur Air menggunaka an pembelaja aran berbasis SCL dengan mod del problem solving s selam ma 2 x 35 me enit. Sehari sebelumnya s d dilakukan pre etest s selama 35 me enit. Obse ervasi kegiata an proses be elajar-mengaja ar dilakukan oleh 2 (dua a) orang pen neliti lainnya dan d dibantu oleh 1 (satu) oran ng guru. Seca ara lengkap hasilnya sebag gai berikut: (a). Penyam mpaian matteri yang dilakukan d gurru belum sessuai dengan langkah-lang gkah dalam RPP mengg gunakan mode el problem so olving. Guru le ebih banyak menjelaskan. Materi. Kead daan kelas be elum terkend dali. Sebanya ak 65% dari jumlah sisw wa di kelas, masih “sibukk” dengan urrusannya sen ndiri. Kurang g memperhatikan penjelassan guru. Pe embelajaran yang y dilaksan nakan oleh gu uru belum se esuai dengan n alokasi wak ktu yang sudah direncanaka an. (b). Guru kurang k memb bimbing siswa a dalam mela akukan penga amatan. Dalam m ke-lompokk tidak semua anya menge erjakan tugas yang diberikkan, 1 atau 2 orang saja yang y bekerja. Kelompok yang y benar-be enar aktif berdiskusi b hanya 1 kelom mpok, kelom mpok lainnya a cenderung lebih banya ak bergurau dan mengo obrol saja. terrlihat sebagia an besar kelo ompok masih bingung dala am menemukkan penyelesa aian masala ah secara tepat. Banyak ke elompok yang g masih salah h dalam meng ganalisis massalah yang ad da di LKS, sehingga s hassil pengumpullan datanya kurang k baik dan d kesimpullan yang dibu uat belum se esuai dengan n masalah. (c) Pertanyyaan diajukan guru kurang merangsa ang siswa melakukan inte eraksi dengan siswa lainn nya. Pengajjar belum memberikan stim mulus yang dapat meranga asng siswa un ntuk bertanya a, sehingga kelas k terkesa an ”sepi”. Siswa S yang aktif a belum banyak. b Pada tahap awal, siswa yang mengajukan per tanyaan tidak ada. Setelah kegiatan pembelajaran p n selesai dilakksanakan, dila anjutkan deng gan refleksi untuk u memba ahas hasil observasi yang telah dilakukan. Setelah dilakukan refleksi, terungkap t ba ahwa pengaja ar terlihat ”ka aku” d dalam menya ampaikan materi di awal pembelajaran p karena model problem so olving ini belum terbiasa bagi g guru. Selain itu, adanya a observer di kelas membu uat guru merrasa tidak ”nyyaman” saat mengajar. Guru G j juga merasa bahwa dalam m membimbin ng kelompok masih kurang g. Hal ini dise ebabkan adan nya kekahwattiran t tidak cukupnyya waktu yan ng tersedia. Dalam D kegiata an refleksi 1 ini disepakati antara guru u dan tim pen neliti bahwa dalam m pertemuan 2, model ya ang digunakan tidak berubah dan RPP P tetap meng gacu pada mo odel problem solvving. Hanya perlu peneg gasan-penegasan dan perrbaikan dalam m pelaksanaannya, misalnya t tentang aloka asi waktu, pe engurangan dominasi d guru u, pembimbin ngan pada settiap kelompokk saat melaku ukan pengamatan. Siklus 1 Perrtemuan 2 S Kegiatan pere encanaan ini merupakan kelanjutan da ari kegiatan refleksi tindakan pada pertemuan 1. Hasil H d diskusi ini tim m peneliti, disimpulkan d b bahwa hal-ha al yang ditem mukan saat observasi o pada pertemua an 1 d diupayakan u untuk diperke ecil. RPP untu uk tindakan 2 dirancang berdasarkan hasil refleksii ini. Pendeka atan y yang digunakkan masih sam ma, yaitu pem mbelajaran be erbasis SCL de engan model problem solvving. Dalam m kegiatan tindakan 2, ma ateri yang dissampaikan ad dalah peristiw wa-peristiwa alam a yang terrjadi d Indonesia menggunak di kan pembelajjaran berbassis SCL deng gan model problem p solvving. Selanjuttnya d dilaksanakan posttest selama menit 35 5 menit pada pertemuan berikutnya. O Observasi keg giatan prosess belajar-mengajar dilakukkan oleh 2 (du ua) orang dossen (tim pene eliti) dan 1 (satu) o orang guru IP PA di SDN 24. Secara leng gkap hasilnya sebagai berikut: (a). Penyamp paian materi yang dila akukan guru sudah meng gikuti tahap-tahap dalam model prob blem solving. Penggunaan waktu untukk kegiatan sud dah sesuai de engan yang direncanakan, d namun terke esan “hati-hatti” dalam settiap tahap. Hal H ini menye ebabkan ada tahap yang belum tunta as dalam pro oses 54
PR ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon “C Current Issues on Research R and Teaaching in Science Education”
ISBN: 978-9799-98546-4-2
pem mbelajarn, miisalnya pada tahap pemeccahan masala ah, ada siswa a yang memin nta kejelasan tentang masalah, kurang ditanggapi oleh guru. (b). Guru sudah berusaha untuk membimbing g semua kelom mpok saat me elakukan peng-amatan dan n diskusi. Nam mun, belum semua kelom mpok dapat dibimbing, karena k waktu unya tidak cu ukup. Kelomp pok yang ben nar-benar akttif berdiskusi hanya seban nyak 3 kelompok (dari 6 kelompok). Kelompok in ni terlihat sem mangat dalam m mengerjakan tugas-tugass yang diberikkan. (c) Gurru sudah mencoba meran ngsang interaksi siswa me elalui pertanya aan-pertanyaan, namun sebagaian s bessar siswa belum menangg gapi. Pertanyyaan guru su udah mulai ba anyak (10 orrang) ditangg gapi oleh sisw wa, namun interaksi siswa dengan siswa lainnya belu um tampak. Untuk melen ngkapi hasil refleksi, dilakkukan wawan ncara, pembe erian angket respon untu uk siswa, analisis terhadap LK KS yang suda ah dikerjakan n siswa dan tes. Hasil wawancara w de engan 4 orang siswa ditemukkan bahwa me ereka belum pernah diajarr dengan cara a seperti yang telah dilaku ukan oleh tim m peneliti. Mereka belum terbia asa berdiskussi dalam kelo ompok untuk menemukan n suatu konse ep atau mem mecahkan masalah h. Mereka juga ada yang merasa m kesulittan untuk membimbing tem mannya yang g tidak aktif be erdiskusi. Selain ittu, ada juga siswa yang tersinggung t d dengan ucapa an siswa lainnya, karena jawabannya langsung disalahkkan. Selain itu u, hasil angkket menunju ukkan ada pe eningkatan siikap siswa da alam IPA seb belumnya (pratindakan = 50%)), yaitu sebessar 70% sisw wa (target 60% %) bersikap positif terhad dap pembelaja aran IPA. Hasil LKS menunju ukkan, ketera ampilan melakukan peng gamatan, pe engumpulan data dan membuat m kesimpu ulan siswa ma asih rendah. Sebanyak S 4 kelompok k (dari 6 kelompokk) menulis ha asil pengamattan sama dengan yang ada di d buku pake et. Semua kelompok k belum tepat da alam membu uat kesimpula an. Pada pertemu uan berikutny ya, dilakukan posttest sela ama 35 menitt. Hasilnya menunjukkan m bahwa targett capaian yang sud dah ditentuka an belum terccapai. Refleksi pada a pertemuan 2 ini dilaksa anakan seban nyak 2 kali pe ertemuan. Re efleksi 1 dilaksanakan setelah kegiatan pem mbelajaran se elesai dilaksa anakan. Refle eksi 2 dilaksanakan setelah wawancara a dnegan siswa, analisis a LKS dan d tes. Ha asil dari kegia atan refleksi 1 dan 2 digunakan d untuk merancang siklus berikutn nya. Secara le engkap hasil kegiatan k refleksi 2 sebagai berikut : (a). Guru G perlu me elakukan latih han mengajarr lagi, agar terbiasa t deng gan kegiatan-kegiatan bela ajar yang ad da dalam pem mbelajaran be erbasis SCL de engan model problem solvving. (b). Se ebelum mate eri disampaika an, siswa diberi tugas me embaca dan membuat m ran ng-kuman materi yang be erkaitan deng gan materi ya ang akan diaja arkan. Melalu ui cara ini diha arapkan siswa a aktif untuk bertanya da an berdiskusi dalam kelom mpok, serta merangsang mereka untu uk mengerjakkan tugas-tug gas yang diiberikan secara cepat. Selain itu, untuk merangsang agar siswa aktif dalam berdiskusi, guru g akan m memberitahu secara s eksplissit tentang cara-cara berko omunikasi seccara efektif. (c) Guru mengurangi banyak pe enjelasan saa at mengajar. (d) Guru meningka atkan bimbing gan saat sisw wa melakukan pengamatan. (e) Pe erlu dilanjutka an lagi tindakkan pada siklus berikutnya a. Siklus II I Pertemua an 1 Untuk menyelesaikan m n masalah dallam siklus I (pertemuan 2)), tim penelitii berdiskusi dengan d guru IPA. I Hasil diskusi digunakan d untuk merencan nakan RPP se elanjutnya. Da alam siklus II,, dilaksanakan pembelajarran dalam 2 kali pe ertemuan. Kegiatan ini merupakan kelanjutan k darri kegiatan se ebelumnya (siiklus I pertem muan 2. Dari beberapa permasa alahan dan so olusi yang su udah didiskusiikan tim pene eliti, dirancan nglah kegiatan n pembelajarran untuk pertemu uan 1 siklus II mengguna akan pembela ajaran berbassis SCL deng gan problem solving. Nam mun pada kegiatan n pratindakan n, siswa ditug gaskan memb baca materi yang y akan dia ajarkan. 55
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar S on Sciencce Education “Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation”
ISBN: 978-979-985466-4-2
Dalam kegiattan pembelajaran tindakan 1 siklus II,, materi yang g disampaika an adalah Sum mber Daya Alam A y yang dapat Diperbaharuii. Pelaksanaa an pembelaja aran dalam waktu 2 x 35 menit. Dalam D pelakssaan t tindakan, tim peneliti dan guru IPA lain nnya sebagai observer. Secarra lengkap ha asil observasi dalam pembe elajaran di sikklus II pertem muan 1 sebagai berikut: (a). Penyam mpaian mate eri yang dilakkukan guru su udah mengiku uti langkah-lan ngkah pem-b belajaran berb basis SCL de engan pendek katan problem m solving. Pe enggunaan wa aktu untuk kegiatan k pemb belajaran se esuai dengan n yang direnccanakan. Guru u sudah tidakk merasa terga anggu dnegan adanya obsserver di kelass. (b). Guru sudah berusah ha untuk mem mbimbing sem mua kelompokk saat melaku ukan pengamatan dan diskkusi. Kelomp pok yang akttif berdiskusi bertambah sebanyak 4 kelompok k (da ari 6 kelompo ok). Kelompokk ini terlihatt bersemanga at dalam mengerjakan tuga as-tugas yang g diberikan. Untuk melengkap pi hasil refle eksi, dilakukkan wawanca ara, analisis terhadap LKS L yang su udah d dikerjakan sisswa. Hasil wawancara w de engan kelomp pok yang bellum aktif (2 kelompok) ditemukan bahwa mereka belum m mengerti dengan tugas--tugas yang ada a dalam LKS S. Mereka be elum terbiasa berdiskusi da alam kelompok unttuk memecah hkan masalah. Hasil LKS menunjjukkan, keterrampilan mellakukan peng gamatan sisw wa sudah cukkup baik. Hal ini t terlihat dari LKS yang diisi, sudah mulai m lengkap p berdasarkan pengamata an (3 kelompok). Namun n, 3 kelompok lain nnya masih belum b berkem mbang ketera ampilan peng gamatannya. Sebanyak 1 kelompok su udah menuliskan kesimpulan k ya ang sesuai den ngan masalah h, tetapi masiih perlu direvisi bahasanya a. Setelah kegiatan pembelajaran p n selesai dilakksanakan, dila anjutkan deng gan refleksi untuk u memba ahas hasil observasi yang telah dilakukan. Se ecara lengkap p hasil dari refleksi sebagai berikut: (a) Guru lebih intensiff lagi dalam melakukan bimbingan b terhadap kelom mpok yang masih m belum baik keteram mpilan penga amtannya. (b) Kegiata an apersepsi dalam perte emuan beriku utnya dibahass lagi tentang g hal-hal yan ng harus diam mati oleh sisswa dan cara membuat ke esimpulan. Siklus II Pe S ertemuan 2 Kegiatan ini merupakan kelanjutan dari d kegiatan sebelumnya (siklus II pertemuan p 1)). Dari beberrapa permasalahan n dan solusi yang y sudah didiskusikan d t peneliti, dirancanglah tim d kegiatan pem mbelajaran un ntuk pertemuan 2 siklus II. Kegiatan pembelajaran p sama deng gan siklus I mengikuti langkah-lang gkah pembelajaran n berbasis SC CL dengan problem p solving. Dalam apersepsi a dittambahkan la agi konsep yang y belum dipaha ami oleh siswa a tentang ma ateri sebelumn nya. Dalam m kegiatan pembelajaran tindakan 2 siklus II, mate eri yang disam mpaikan adalah Sumber Daya D Secara lengkap hasil observasi A Alam yang tidak dapat Diperbaharui. D o dala am pembelajaran di siklus II pertemuan 2 sebagai berik kut: (a). Penyam mpaian mate eri yang dilakkukan guru su udah mengiku uti langkah-lan ngkah pem-b belajaran berb basis SCL de engan pendek katan problem m solving. Pe enggunaan wa aktu untuk kegiatan k pemb belajaran se esuai dengan n yang dire encanakan. Gu uru semakin terbiasa deng gan model prroblem solving. Hal ini terllihat dari dominasi guru u yang semakin berkura ang dan lang gkah-langkah h pembelajarran dilaksana akan dengan n baik dan lan ncar. (b). Semua a kelompok terlihat sudah h aktif semua anya. Kelomp pok yang belum aktif pad da pembelaja aran sebelum mnya, terliha at sudah berssemangat dalam diskusi dan d mengerjakan LKS. Gu uru lebih ban nyak melaku ukan bimbinga an pada kelom mpok ini. Untuk melengkap pi hasil refleksi, dilakukan pemberian n angket resspon untuk siswa s dan guru, ada w wawncara, an nalisis terhada ap LKS yang sudah dikerja akan siswa da an tes. Hasil angket a juga menunjukkan m peningkatan sikap siswa dalam IPA, yaitu sebesa ar 85% siswa a (target 60% %) bersikap positif terha adap 56
PR ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon “C Current Issues on Research R and Teaaching in Science Education”
ISBN: 978-9799-98546-4-2
pembela ajaran IPA. Setelah S dilakkukan wawan ncara dengan n 6 orang siswa s (dipilih 1 orang da ari setiap kelompo ok), ditemuka an bahwa selama ini merreka belum pernah p diajar untuk meme ecahkan massalah IPA secara berkelompok.. Diskusi kelas sangat ja arang sekali dilaksanakan oleh guru. Hal ini terbu ukti, dari wawanccara mempero oleh respon guru g terhadap pembelajarran yang sud dah dilaksanakan didapat informasi bahwa guru g sangat ja arang menerrapkan diskussi kelompok karena k adanya a kekhwatiran n waktu pembelajaran tidak cu ukup dan ma ateri tidak terrsampaiakan semuanya. Dari D hasil wa awancara terrsebut, juga diperoleh informassi bahwa gu uru sangat se enang sekali dengan d mode el problem so olving berbasis SCL ini. Se elama ini, guru me erasa bahwa tidak ada ma asalah dalam pembelajaran n IPA yang sudah dilaksan nakan, ternya ata masih banyak kelemahan ya ang harus dip perbaiki. Hasil LKS menunjukkan keterampilan melakukan pengamatan dan pengum m-pulan data semakin baik. Sebanyak 5 kelo ompok sudah h lengkap men nuliskan hasil pengamatan nnya dan 1 ke elompok lainnya belum lengkap. Keterampila an membuat kesimpulan masih perlu dilatih lagi pada siswa. Masih M guru ya ang lebih emukan kesimpulan hasiil pengamata an. Pada pe ertemuan be erikutnya, banyak berinisiatif dalam mene dilakuka an posttest se elama 35 men nit dan hasilnya menunjukkkan bahwa kemampuan k m memecahkan n masalah siswa su udah sesuai in ndikator keberhasilan. Refleksi pada a pertemuan 2 ini dilaksa anakan seban nyak 2 kali pe ertemuan. Re efleksi 1 dilaksanakan setelah kegiatan pe embelajaran selesai dilaksanakan. Refleksi R 2 diilaksanakan setelah dilaksanakan wawanccara dengan siswa, analissis LKS dan tes. Hasil kegiatan k ini adalah : sikklus selanjutn nya tidak dilanjutkkan lagi, karena sudah mencapai indikator keb berhasilan ya ang sudah ditentukan, d w walaupun keteram mpilan siswa dalam d membu uat kesimpula an belum sesu uai dengan in ndikator. Dari hasil kegiatan refleksi ini disep pakati bahwa keterampilan proses tetap p dilatih oleh guru g IPA dala am pembelaja aran IPA selan njutnya. SIMPUL LAN Berdasarkan hasil tindakan yang telah t dilakuka an dalam siklu us I dan II disimpulkan se ebagai berikut: 1. Sikllus I a. Dalam pembe elajaran berb basis SCL deng gan problem solving pada siklus I kogn nisi pengetahu uan siswa lebih berkem mbang jika dib bandingkan dngan hasil ke egiatan pratin ndakan. Namun, hasil yang dicapai belum sesuaii dengan indikkator keberha asilan. b. Keterampilan sehingga n melakukan pengamata an dan men nyimpulkan siswa s masih kurang, pengumpulan n datanya tida ak lengkap. c. Hasil angkett menunjukka sebelum an ada peniingkatan respon siswa dalam d IPA dibandingkan d dilakukan tind dakan. 2. Sikllus II a. Kemampuan K memecahkan m masalah IPA A sehari-hari siswa s sudah mencapai m indikator keberha asilan. b. Keterampilan n melakukan pengamatan n dan pengum mpulan data siswa s mengalami peningkkatan dari siklus sebelu umnya. Dari 6 kelompok, hanya 1 kelompok siswa s yang tidak lengka ap dalam menuliskan hasil h pengamatan di LKS. Keterampilan n membuat kesimpulan k m masih perlu dilatih lagi pada siswa. Guru G yang leb bih banyak be erinisiatif dala am menemuka an kesimpulan hasil penga amatan. c. Hasil angkett menunjukka an ada penin ngkatan respo on siswa dala am IPA yang lebih baik dari d siklus sebelumnya, yaitu sebesar 85% siswa (target 60%)) bersikap possitif terhadap pembelajaran n IPA.
57
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar S on Sciencce Education “Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation”
ISBN: 978-979-985466-4-2
DAFTAR R PUSTAKA A Agus Jauhari. (2006). Pen ningkatan Pen nguasaan Kon nsep dan Skilll Problem Sollving pada Ma ata kuliah Listriknet dengan menggunakan Pendekata an Pembelaja aran Konsepttual yang dip padukan den ngan Magn Peng gajaran Strate egi Problem Solving. S Makalah disampaikkan pada Sem minar nasiona al Pendidikan IPA di Pa ascasarjana UPI bandung, 16 Septembe er 2006. A Afiatin, T. 2004. Pembelajaran Berbasiss Student Cen ntered Learning. Focus gro oup Discussio on: Kearifan Guru G Besar, Keteladana an/Budaya Panutan. Yogya akarta:Universsitas Gajah Mada. pdiknas. (200 03). Kurikulum m Berbasis Ko ompetensi. Jakkarta Pusat. Balitbang Dep C Copley, JV. (1 1994). Proble em Solving forr the Young Children. C Texa as:University of o Ho outson. Depdiknas, (2 2003), Pedom man Khusus Pe engembangan Silabus Matta Pelajaran Kimia, K
Jaka arta, Depdikna as.
Ennis. (1996)). Critical Thin nking. New Je ersey-Prentice e. Hall, Uper Saddle S River. G Gulo, M. 2002 2. Strategi Be elajar Mengaja ar. Jakarta:Grrasindo. Harsono. 200 04. Kearifan dalam Transfformasi Pemb belajaran darri Teacher-Ce entered ke Sttudents-Cente ered Learn ning. Focus group Discussion.: Ke earifan Guru u Besar, Ke eteladanan/Budaya Panu utan. Yogyyakarta:Universitas Gajah Mada. M M. Hollabaugh. (1995). Pro oblem Solving g in Cooperattive Group. Un niversity of Minnesota. M P. Heller & K.. Heller. (1999). Cooperative Group Pro oblem Solving g in Phsysics. Research rep port. Universitty of Minnesota. L Sains dan d Teknolog gi serta Penge embangannya a di Poedjiadi, Anna, (1992). Literasi M disam mpaikan disam mpaikan pada a Temukarya Pendidikan dan d Musyawa arah Nasional III Indonesia. Makalah ISPI di Sawangan Bogior, 15-18 Juni 1994. S Slamet S, dkkk. (2001). Me eningkatkan Kemampuan K S Siswa SD untuk Memecahkkan Masalah Sains (Improvving The Abilities of Primary P Scho oool Studentss on Problem m Solving in Science Thrrough a Prob blem n matematika a dan Sains No. N 2, Th.VI/2 2001 ISSN : 1410 1 Solving Teaching Method). Jurnal Pendidkan 66 - 186
58
PR ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon “C Current Issues on Research R and Teaaching in Science Education”
ISBN: 978-9799-98546-4-2
SCI-04
THE IMPROVEMENT OF THE T QUALIT TY STUDEN NTS’ ACHIE EVEMENT AND A STUDE ENTS’ INTER REST TOWA ARD SCIENCE THROUG GH THE IM MPLEMENTA ATION OF THE T INTEG GRATED TE EACHING-L LEARNING APPROACH H IN PRIMA ARY SCHOOL Haratua TM.S Silitonga, Erw wina Octaviantty (Unive ersitas Tanjun ngpura)
ABSTRACT T This study s was aimed a to incre rease the quaality of studen nts’ understan anding and th he students’ interest in towarrd science. Through T the implementatio i ion of Develo opmentally Ap ppropriate Pra ractice (DAP) in the integrrated teaching ng and learnin ng approach in Indonesian n, Math, Socia ial Studies and an Science. Twenty T two of o Ist grade students s of SDN S 24 Ponti tianak particip pated in two cycles of the he Classroom Action Reseaarch. There were w four type pes of instrum ments to be used u in collect cting data, succh us : the concept co under erstanding test st, wood puzzl zles, guided ob bservation an nd field notes. s. Results indic icates that sttudents under erstanding and d students intterest are inccreased. In general, ge the integrated i teaaching and leearning appro oach improve e students. ach hievement an nd students’ in nterest toward rd science. Keyw words: DAP, Teaching T and d Learning Ap pproach
PENDAHULUAN k Internasional menunjukkan bahwa a mutu pe endidikan di Indonesia kurang Data komparasi mengge embirakan, dim mana Human n Developmen nt Index (HDI) yang meng gukur pengettahuan dan kesehatan k hidup menunjukkan m bahwa b Indone esia mendudu uki peringkat 102 dari 105 5 negara yang g disurvai, sattu tingkat di bawa ah Vietnam (Kompas, ( 2 Mei 2003). Menurut M Taskker (1981, dalam d Osborn ne & Wittrocck, 1983) penyeba ab rendahnya a hasil belaja ar siswa adallah karena minat m dan pe erhatian siswa a yang renda ah dalam pembela ajaran. Menurut Kline (dalam Megawangi dkk,, 2004), hal yang dapat menyebabkan n matinya ga airah atau insting belajar b pada anak a adalah kesalahan k sikkap orang tua dan guru yang tidak patu ut dalam mendidik dan memperrlakukan anak k serta sistem m pembelajara an sekolah ya ang tidak me enarik anak. Hal H ini terutam ma dapat terjadi pada anak usia u dini yaittu yang beru usia di bawa ah 9 tahun. Menurut Me egawangi dkkk (2004), pendidikkan yang patut adalah pendidikan p ya ang sesuai dengan d umurr, perkemban ngan psikologis serta kebutuh han spesifik an nak atau yang g sesuai konssep Developm mentally Appro opriate Practicces (DAP). Berdasarkan uraian dan hasil h kajian di atas, tim pen neliti memand dang perlu un ntuk mengem mbangkan suatu model m pemb belajaran yan ng diharapka an dapat meningkatkan m hasil dan minat siswa dalam pembela ajaran di seko olah. Penelitia an ini menera apkan model belajar b pembelajaran terin ntegrasi denga an model tematik yang memad dukan pembe elajaran Sainss dengan pela ajaran Bahasa a Indonesia, Matematika, dan IPS di kelas I sekolah Da asar dengan memperhatika m an unsur kepa atutan sesuaii dengan kara akteristik sisw wa. Untuk menyesu uaikan denga an tingkat perrkembangan mental m siswa yang masih berada pada tahap pra op perasional minat siswa dalam belaja (Piaget,D Dahar,1996) dan untuk meningkatkan m ar, pembelaja aran dilakukan n dengan metoda permainan menggunakan n alat perag ga puzzle kayyu yang sesu uai dengan tema t yang diberikan. d Pembela ajaran diupay yakan untuk meningkatkan m kualitas hasil dan minat siswa s dalam proses p pembelajaran. Konsep Deve elopmentally Appropriate Practices (D DAP) dapat diartikan d seba agai pendidikkan yang patut ka arena disesuaikan dengan memperhatikkan usur tingkkat perkembangan peserta didik. M Menurut Bredeka amp (1987) terdapat t tiga a dimensi dalam pembah hasan kepatuttan menurutt konsep DA AP, yaitu kepatuta an menurut umur, u kepatutan menurut lingkungan sosial s dan bud daya dan kep patutan menu urut anak 59
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar S on Sciencce Education “Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation”
ISBN: 978-979-985466-4-2
ssebagai indivvidu yang unik. Prinsip kepatutan k me enurut umur didasari dari teori Perkem mbangan Kog gnitif o oleh Piaget (Novak, ( 1979 9) yang mem mbagi fase-fasse perkembangan mental atau perkem mbangan kog gnitif s seseorang. Anakk kelas 1 SD umumnya u berrusia 6 hingga a 7 tahun, sehingga pada umumnya ma asih berada pada p f fase Pra-Ope erasional ataupun mulai memasuki m fase e Operasional kongkrit. Pada fase ini, anak masih be elum mampu melakukan operassi mental, nam mun kemamp puan anak unttuk berpikir te entang objek// benda, kejad dian a atau orang la ain mulai berk kembang, seh hingga umumn nya cara berp pikir anak masih sederhana a dan terganttung pada objek ya ang konkrit untuk dapat memahami m sua atu konsep. Ilmuw wan lain yang g juga menda asari konsep DAP adalah teori t Vigotskyy tentang Teo ori Sosio-Kulttural y yang sejalan dengan pend dapat Piaget bahwa anakk akan lebih mudah m mema ahami suatu konsep baru jika mereka diberri kesempatan n memecahka an suatu masa alah dengan objek o yang ko onkrit (Megaw wangi, 2004). yang patut bagi Dari prinsip penerapan p DAP dalam pe embelajaran terlihat t bahw wa kegiatan pembelajaran p a anak usia ke elas I SD ada alah kegiatan yang diranca ang sesuai dengan tahapa an perkemba angan anak pada p usia tersebutt, yaitu anak diharapkan d belajar dengan n bantuan suatu peraga ya ang konkret untuk u memba antu a anak memah hami konsep yang diberikkan. Proses pembelajaran p n juga henda aknya menariik dan dilaku ukan d dengan suatu u kegiatan ya ang disenang gi anak sepertti belajar sam mbil bermain.. Penyelesaian suatu masa alah j juga hendakknya dengan cara melibatkan anak bekerja b denga an teman da alam suatu kelompok, k un ntuk memberi ana ak kesempata an membangu un pengetahu uan berdasarr kegiatan da an interaksinyya dengan orrang lain. Dengan pembelajaran n seperti ini diharapkan d miinat siswa dallam belajar dapat meningkkat. Pemb belajaran terrintegrasi ata au pembelaja aran terpadu merupakan pendekatan yang diang ggap s sesuai diterapkan di Seko olah Dasar. Salah satu mo odel pembelajjaran terpadu u yang dapatt dilaksanakan di S Sekolah Dasa ar adalah mod del Integrated d. Pembelajarran terpadu model m integra ated merupakkan pembelaja aran y yang memad dukan beberrapa mata pelajaran p den ngan memprrioritaskan konsep-konsep k p, keterampiilanketerampilan dan sikap ya ang dapat dipadukan dari masing-massing mata pe elajaran (Foga arty,1991; da alam Rustaman,20 003). Pemaduan beberapa mata pelajarran dapat dila akukan denga an memilih sa atu tema terte entu s sebagai peme ersatu atau se ecara tematikk. Imple ementasi pem mbelajaran te erintegrasi dalam penelitian ini dilakuka an dengan memadukan m antar bidang studi yang berbeda a dalam satu kelas. Dalam m pelaksanaan nnya, keterpa aduan diharap pkan tidak ha anya d dalam dalam segi materi saja, tetapi juga terpadu dalam prosess dan kebutuhan siswa. Bidang B studi yang y d dipadukan da alam penelitia an ini adalah Sains (IPA) dengan d Matem matika, Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dan Bahasa Indon nesia (BI) den ngan tema se entral “Menge enal Diriku” .K Keterpaduan dilakukan pa ada tema tenttang Mengenal Diriku. Dengan n pelaksanaa an pembelaja aran seperti ini diharapka an anak dap pat lebih mu udah memahami pelajaran karena merupaka an suatu hal yang y bersifat menyeluruh m d tidak terkkotak-kotak. dan METODE PE ENELITIAN JJenis penelitia an yang dilak kukan adalah penelitian tindakan kelas. Penelitian dilakukan secarra kolaborasi oleh o t peneliti dengan guru kelas tim k 1 SDN 24 2 Kotamadya a Pontianak. Siswa S kelas 1 terdiri dari 22 2 orang sisw wa. Pengumpulan data a dalam pene elitian ini dilakkukan dengan n cara sebaga ai berikut ; O Observasi, dilakukan untuk k mengamati proses pemb belajaran yang g terjadi. Catatan Lapangan, untuk k memperoleh deskripsi yang y berhubu ungan dengan n kegiatan yang indikatorrnya t tidak termuatt dalam lemba ar pedoman observasi. o T Tes, untuk memperoleh m da ata pemaham man konsep siswa. Penelitian ini terdiri dari 2 siklu us, dimana se etiap siklus mengikuti m alurr kegiatan me engikuti konssepsi Kemmis dan Mc Taggart tentang pene elitian tindaka an kelas (Are ends,2000) yang terdiri da ari perencana aan, t tindakan, obsservasi dan re efleksi. Adapu un sasaran pe embelajaran yang y ingin dica apai setiap siklus adalah: 60
PR ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon “C Current Issues on Research R and Teaaching in Science Education”
ISBN: 978-9799-98546-4-2
1) Pem mbelajaran te erintegrasi yang y memfo okuskan pad da terlaksana anya pembe elajaran yan ng dapat mem mbangkitkan minat siswa untuk u aktif 2) Pem mbelajaran terrintegrasi yang memfokuskkan pemaham man tentang tema t Mengenal Diri. Pelaksanaan siklus 1 dianggap berhasil jika siswa a berminat untuk terlibat dalam pemb belajaran, nat adalah jikka siswa mau dan mampu terlibat aktif dalam prose es pembelajarran. Yang dimana indikator min terlihat dari proporsi aktivitas sisw wa dalam pem mbelajaran le ebih dari 50 %Tingkat % keb berhasilan unttuk siklus ke-2 ada alah bila minimal 70% sisw wa mampu me enjawab deng gan benar paling tidak 65% % dari soal ya ang ada. HASIL DAN PEMBA AHASAN naan tindakan n dalam pene elitian ini dila akukan dalam m 2 (dua) sikklus, yaitu sikklus ke-1 men nekankan Pelaksan pada peningkatan kualitas prosses belajar dengan men ningkatkan minat m siswa melalui pela aksanaan pembela ajaran terinte egrasi denga an mengguna akan alat pe eraga puzzle e. Siklus ke-2 menekankkan pada pemahaman konsep tentang t Meng genal Diriku. Kualitas prosses pembelajjaran pada siklus s ke-1 dilihat d dari akktifitas siswa selama pela aksanaan proses pembelajaran p n dengan menggunakan le embar pedom man observassi pembelajara an. Hasil pen ngamatan pembela ajaran yang dilakukan d dide eskripsikan pa ada table berikut : Tabel 1: Deskripsi Aktiivitas Siswa Indikattor 1). Melakukan ekssplorasi te erhadap fenomena 2). Melaksanakan tugas yang y diberika an guru 3). Melakuk kan Diskusi 4). Melakuk kan ketrampila am proses 5). Mengaju ukan pertanya aan 6). Menjawa ab Pertanyaan n 7). Mempresentasi Hasil Diskusi Jumlah dan persentase
Pertemuan 1-3 P 1 Tidak A Ada da ad 3 3 2 1 3 2 1 1 2 3 17
4
Pers sentase (%) Tidak k Ada a ada 28 14.2 14.2 28 11,4 43 2,86 14.2 28 11.4 43 2.86 8.57 7 5.71 14.2 28 88,57 7%
11,43% %
Dari tabel di atas, ternya ata persentasse aktifitas siswa s dalam pembelajaran n cukup tingg gi, hal ini terlihat dari persenta ase aktifitas siswa s berdasa ar indicator aktivitas a yang ditentukan. Karena sesua ai criteria pencapa aian keberhassilan siklus bahwa aktifita as lebih dari 50 % tercap pai maka pem mbelajaran dilanjutkan pada sikklus berikutny ya. Pada siklus 1, pembelaja aran difokuskkan pada pela aksanaan pembelajaran yang y aktif kre eatif dan menyenangkan. Pem 2(dua) kali pe mbelajaran pa ada siklus ini dilaksanakan d ertemuan. Pembela ajaran pertam ma dilakukan n dengan memadukan m kompetensi pelajaran Ba ahasa Indonesia dan Matematika. Pertemu uan di awali dengan me engajak anakk bernyanyi lagu ”Anak Baru B Masuk Sekolah”, S kemudia an guru mem minta bebera apa siswa memperkenalk m kan dirinya. Pembelajaran n di lakukan n dengan menggu unakan alat pe eraga kayu ya ang menunjukkkan gambar ayah, ibu, da an anaknya. Pembelajaran n berikutnya dilakukan dengan meng genalkan nam ma bagian tu ubuh dan jum mlah dari masing-masing bagia an tubuh. Pe engenalan ba agian tubuh di lakukan dengan d meng ggunakan ala at peraga puzzle kayu k yang me enunjukkan ba agian tubuh dan d namanya a. Pembelajara an ini diawali dengan men nyanyikan lagu ”Du ua mata saya”.
61
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar S on Sciencce Education “Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation”
ISBN: 978-979-985466-4-2
Penerapan pembe elajaran terp padu pada dasarnya berffungsi untuk memudahka an siswa bellajar dengan mem d mbangun send diri pengetahu uannya secarra utuh. Dalam pembelaja aran siswa da alam terlihat aktif a d dan antusias dan aktif mengikuti m prosses penbelaja aran yang diilakukan oleh h guru secara a terpadu. Siiswa s saling bertanyya dan berdisskusi saling memecahkan m permasalah yang y diberikan n oleh guru sehingga s merreka d dengan kreattif dan senang gnya mengerjjakan tugas yang y diberikan n oleh guru. Suasa ana kelas te erlihat hidup dan menyenangkan. Ke egiatan memo otivasi siswa dilakukan guru g d dengan bervvariasi dianta aranya deng gan mengaw wali kegiatan n dengan be ernyanyi, be ercerita atau upun menunjukkan n alat perag ga sederhana a berupa pu uzzle kayu yang y sengaja di rancan ng untuk mo odel dan pembelajaran n ini. Siswa juga diminta berlatih mela akukan diskussi dengan tem man dalam kelompoknya k kemudian salah seorang mempresentas m sikan hasil disskusinya. Kesulitan yang ma asih terlihat pada p awal pe elaksanaan ke egiatan yaitu adanya bebe erapa siswa yang y malu untuk menyajikan m pendapatnya, p serta ada sisswa yang cen nderung ingin n mendomina asi pehatian guru g d dalam melaku ukan aktivitass.Karena crite eria keberhasiilan tindakan telah tercapa ai kegiatan dillanjutkan den ngan s siklus kedua. Pada siklus II, pembelajaran difokuskan pada p tercapa ainya hasil be elajar yang diharapkan d y yaitu pemahaman konsep siswa a dan menga aktifkan siswa a yang masih malu bertan nya. Pembelajjaran pada siiklus ini dilaksanakkan 4(empat) kali pertemu uan. Proses pe embelajaran dilakukan ole eh guru denga an mengguna akan a alat peraga berupa b puzzle e kayu, dianttaranya berupa gambar binatang, b bua ah-buahan, se erta pohon buah b y yang bertuliskkan angka da an contoh ben nda nyata. Pada pertemuan pertama, pro oses pembelajjaran di awali dengan be ernyanyi lagu ”Bangun Tid dur”. Pembelajaran n ini memad dukan kompe etensi Bahasa a Indonesia tentang memahami tekss dan memb baca d dengan komp petensi IPA tentang t kegu unaan dan merawat m angg gota tubuh. Cara C merawa at tubuh den ngan mandi dan menggosok m gig gi serta menccuci rambut dengan d shamp po menjadi bahan bacaan teks, sedang gkan s shampo, sabun dan sikat gigi dengan pastanya dittunjukkan ke epada siswa. Agar siswa lebih memaha ami, beberapa sisw wa diminta mendemonstra m asikan dengan n bimbingan guru g cara men nyikat gigi yang baik. Pembelajaran n ke-2 dalam siklus ini me emadukan kompetensi Bah hasa Indonessia tentang pe engenalan be enda d dengan kompetensi Ilmu Pengetahuan Sosial tenttang Keluarga a. Pembelaja aran ini meng ggunakan pu uzzle kayu besar ya ang menun ju ukkan model keluarga inti dan puzzle binatang b serta a buah-buaha an. Pembelaja aran ke-3 dan ke--4 memaduka an kompetensi Bahasa Indonesia dan Matematika. Alat peraga yang diguna akan d diantaranya a adalah pohon angka. Pada akhir pembe elajaran diberiikan tes pema ahaman konssep siswa. S Siswa terlihatt aktif dalam m pembelajara an dan antussias. Karena kriteria ketun ntasan bahwa a lebih dari 70% 7 s siswa dapat menjawab benar b minima al 65% dari keseluruhan soal, maka tindakan t untu uk pembelaja aran d dianggap sud dah selesai. Hasil wawancara dengan bebe erapa siswa tentang prosses pembelajaran mengun ngkapkan bahwa s siswa merassa senang dalam d belaja ar, karena proses p pemb belajaran me enarik.Pada umumnya u siiswa menyatakan bahwa belajjar dengan menyanyi m me enyenangkan,, hanya ada seorang sisw wa yang kurrang s senang sebab merasa ma alu karena tidak bisa berrnyanyi. Semua siswa me enyatakan bahwa alat perraga berupa puzzle kayu memudahkan dan n menyenang gkan. Beberap pa siswa lain juga menge emukakan bahwa mereka mera asa puas dan n bangga kare ena diberi ke esempatan mempresentas m sikan hasil ke erja kelompokknya s serta pemberian applaus dari teman sebagai pem mberian peng ghargaan bag gi siswa yang g menyelesaikan penyajiannya a. Melallui observasi pelaksanaan pembelajara an dan hasil diskusi d denga an guru di te empat penelittian, t terlihat bah hwa pembelajaran terp padu dengan n model tematik yang g mengaplikasikan kon nsep Developmenttally Appropriiate Practicess (DAP) dapa at memotivassi siswa untu uk memberikkan perhatian nnya
62
PR ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon “C Current Issues on Research R and Teaaching in Science Education”
ISBN: 978-9799-98546-4-2
serta terlibat aktif da alam tiap tah hapan pembe elajaran. Kedu ua hal ini me enurut Osborrne & Wittrocck (1983) merupakkan hal yang penting dalam m menentuka an keberhasila an belajar sisw wa. Melalui data a tentang re ekapitulasi hasil h siswa tentang t pem mahaman ko onsep terlihat bahwa pemahaman konsepssi siswa telah h mencapai crriteria ketunta asan belajar yang telah ditetapkan, ya aitu 70 % m sko or minimal 65 5, dimana da ari data terliihat bahwa skor s rata-rata a siswa untu uk ketiga siswa mencapai pembela ajaran adalah 9,17 dengan n skor rata-ratta terendah 8 dan tertingg gi 10. SIMPUL LAN Pada um mumnya profiil konsepsi sisswa tentang tema Mengen nal Diri pada akhir pembe elajaran pada keempat pelajaran yaitu Bahassa Indonesia,,Matematika, IPS dan IPA (Sains) telah h sesuai deng gan konsepsi ilmuwan. Hal ini terlihat dari skor rata-rata yang dicapai d oleh siswa pada tes yang dilakukan d pa ada akhir pembela ajaran, yaitu skor rata-rata a 9,17. Pemb belajaran dian nggap efektif dalam menin ngkatkan kualitas hasil belajar siswa s karena dapat menca apai ketuntasa an pemahama an konsep yaitu minimal 70 7 % siswa menjawab m benar minimal m 65%. Penerapan konsep k Develo opmentally Appropriate A P Practices (DAP P) pada pem mbelajaran terintegrasi (terpadu u) dapat men ningkatkan minat siswa da an kualitas pe embelajaran, khususnya tentang t aktifittas siswa yang te erlihat melalu ui analisis pedoman kegia atan siswa berdasarkan b indicator yang ditentukan n, terlihat bahwa rata-rata r aktivitas siswa adalah a 88,57% %. Pembela ajaran juga dapat meningkatkan kreatiifitas dan minat siiswa dari ana alisis hasil wawancara terh hadap guru dan siswa. Pem mbelajaran dianggap d efekktif dalam meningkkatkan kualita as proses pe embelajaran karena k dapat mencapai crriteria ketunttasan tindaka an bahwa aktivitass siswa lebih dari d 50 %. Model pemb belajaran terrpadu efektiff dalam men ningkatkan kualitas k hasil belajar dan n proses pembela ajaran, karen na dalam pen nerapannya dapat d memotivasi siswa untuk u terlibat aktif dalam kegiatan pembela ajaran. Adapu un kesulitan yang y dialami dalam penera apan pembela ajaran ini ada alah adanya beberapa siswa ya ang masih ma alu untuk men nyampaikan pendapatnya. p Dari ha asil penelitian n yang dilakkukan, telihatt bahwa penerapan kon nsep Develop pmentally Ap ppropriate Practicess (DAP) pa ada proses pembelajara an terintegrrasi (terpadu u) efektif dalam d meningkatkan meningkkatkan kualita as hasil belaja ar dan prose es pembelajarran, maka dih harapkan parra guru Sekolah Dasar khususn nya guru kela as dapat men ngembangkan nnya sebagai alternatif dalam pembelajjaran di seko olah. Dan penggun naan alat pera aga sederhan na hendaknya a dapat selalu dilakukan un ntuk menyampaikan pembe elajaran. DA AFTAR PUST TAKA
idikan Kecakap apan Hidup. Baandung:Alfab beta. Anwar.(2004), Pendid amp,S.(Eds)(1 1987), Develo lopmentally Appropriate A Practice in Early E Childho ood Program m serving Bredeka Children from m Birth Throu ugh Age 8, Washington W : NAEYC. N Brass, K. K & Duke,M.(1994) , “Prim mary Science in i an Integratted Curriculum m”, Dalam Th he Content off Science: A Constructivvist Approach h to Its Teach hing and Learn ning, London:: The Falmer Press. Black,P. & Atkin,J.M. (Eds)(1996),, Innovationss in Science, Mathematics M a Technolo and ogy Education n, London : Routledge. R. & Oldham,V V., (1986), A Constructivistt Approach to o Curriculum Developmentt in Science, Studies S in Driver,R Science Educcation, 13, 10 05-106. Dahar,R R.W. (1996), Teori-Teori T Beelajar, Jakartaa : Erlangga. DePorte er, Bobbi & He ernacki,M, (19 999), Quantu um Learning, Bandung B : Kaifa. -------------, (2001), Quantum Q Teacching, Bandun ng : Kaifa. 63
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar S on Sciencce Education “Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation”
ISBN: 978-979-985466-4-2
Depdiknas, (2 2002) , Mode el Pembelajaraan, Jakarta : Depdiknas Fogarty, Robiin. (1991), Ho ow to Integraade the Curriccula, Illinois : Skylight Publishing.Inc. G Gagne, R.M. (1985), The Conditions C off Learning, Canada : CBS College C Publish hing.
anah Pengajaaran IPA, I (4)), 13-16. Hidayat,E.M,((1997), “Pembelajaran Terrpadu”, Khaza Hernowo, (2005), Menjad adi Guru yang ng Mau dan Mampu Men ngajar Secaraa Menyenang gkan, Bandun ng : Pene erbit MLC. Irawati,S, (19 999), Bermain n dan Belajar, r, Ujungpandaang : PPLH Taakalar. J Jacobson, W..J & Bergman, A.B, (1983), Science Acti tivities for Chiildren, London n : Prentice Hall. H J Joni, T. Raka. (1996), Pem mbelajaran ter erpadu, Jakarta : Dirjen Dikkti Bagian Proyek PPG R dkk, (2004 4), Pendidika an Yang patu ut dan Menyyenangkan, Jakarta J : Ind donesia Herittage Megawangi,R Foun ndation. Rustaman, N.Y & Saefullah, C. (2003), Pembelajara an terpadu Model Mo Integratted Bertema Teknologi T , Da alam epdiknas. Fasiliitator Edisi VII, Jakarta : De S Semiawan, (1 1990), Memup upuk Bakat daan Kreativitas Anak Sekolah h, Rosda : Ban ndung. ------------,(20 003), Menyia iapkan Pendi didikan yang Berkualitas Harus Mem mbuat agar Belajar Men njadi menyyenangkan, dalam d Fasilitattor Edisi V: Ja akarta. S Saptono, S. (2003), ( Hasill Kajian pengeembangan Model Mo Pembelaajaran dalam Rangka Imp plementasi KB BK di SD, Dalam D Fasilita ator Edisi VI , Jakarta : Dep pdiknas. S Sukadi, AM, (2003), ( Menyyanyi Memban ngkitkan Motiv ivasi Belajar Siswa S kelas Rendah Re di SD, Dalam Fasilittator Edisi V , Jakarta : Depdiknas. S Sukandi,U, dkkk. (2003), Belajar Be Aktif daan Terpadu, Jakarta J : Duta a Graha Pusta aka S Sutirjo & Ma amik, SI, 200 05, Tematik: Pembelajara an Efektif daalam Kurikulu um 2004, Malang, Bayumedia Publishing.
64
PR ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon “C Current Issues on Research R and Teaaching in Science Education”
ISBN: 978-9799-98546-4-2
SCI-05
TEACHIING SCIENCE MODEL FOR DEVE ELOVING STUDEN NTS' CREAT TIVE THINK KING ABILIITY IN ELE EMENTARY SCHOOL I Wayan Suasttra MIPA Undiksha Singaraja) (Fakultas M
ABSTRACT T This research aim m to analysee requiremen nt of studentt in learning science to be b used as base b in gning model study s of scien nce for develo loving student nts' creative thinking th ability ty. Data collec ected in desig this research re are: (1) creative thinking t abilit ity aspects, (2 2) approach, method, sourrce of learnin ng, role of teaacher, and asssessment syystem which suited s for stu udy of sciencce to develop ping thinking ability. Data collected to through refeerence study, intensive disscussion expeerts team, ob bervation, inteerview, q Data Da analysed descriptively. y. and quesionery. In the view of data analy lysis, some conclusions c as follows can n be drawn. 1) There aree four bility that can n be developed ed in science teaching t and d learning proccess at aspeccts of creativve thinking ab the primary p schoo ol, i.e, fluent thinking, flexxible thinking, g, original thin nking and elaborative e th hinking and their t indicator ors; 2) the best b suitable approach for fo science teeaching and learning l proce cess is Conteextual Teach hing Learning (CTL); 3) the th appropriatte methods for fo science teaaching and leearning proceess at the priimary school are a inquiry, demonstratio d on, and discusssion; 4) learn ning resourcees that are relevant re to th he developme ment of scien nce teaching and a learning process aree natural and d social enviro onments, texxtbooks, and audio visuall aids; and 5) 5 the appro ropriate assesssment system ems for sciencce teaching and a learning for developin ing creative thinking abillity are non-t -test (perform mance, produ uct, and portf tfolio ) and tes est. In the light of o the findings gs of the study dy, there is a very v felt need d to design sccience teachin ing and m for pro omoting studeents’ creativee thinking. The T teaching and a learning model learniing process model shoulld be verified in terms of itts feasibility, validity, v and effectiveness. e Keyw word: science e teaching lea arning model, creative thinking ability PENDAHULUAN Menyong gsong era industrialisasi dan globa alisasi yang dengan perssaingan yang g semakin ketat maka peranan ya faktor penguasaan teknologi memegang m ang penting.. Tantangan n ini meng ghajatkan n sumber daya manusia a Indonesia yang handal dan berkualitas, yang hanya dapatt dicapai kesiapan melalui pendidikan. Pendidikan P M MIPA berpote ensi untuk me emainkan peranan strateg gis dalam me enyiapkan sumber daya manusia untuk men nghadapi era industrialisassi dan globa alisasi. Potenssi ini dapat terwujud apabila pendidikan MIPA mampu melahirkan n siswa yang kuat dalam MIPA dan be erhasil menumbuhkan kemamp puan berpikirr logis, berrpikir kritis, kreatif, berin nisiatif, dan adaptif a terha adap perubahan dan perkemb bangan. Namun, dew wasa ini pemb belajaran yang g dikembangkkan di sekola ah-sekolah me emiliki kecend derungan antara lain l (1) peng gulangan dan n hafalan, (2)) siswa belajjar dengan ketakutan k aka an berbuat salah, s (3) kurang mendorong siswa untuk berpikir kreatif, k dan (4) jarang melatihkan pemecahan masalah (Suderadjat, 2003:65 5; Suastra, 2003; 2 Sadia, dkk,2003 ). Hal ini sesu uai dengan pandangannya p a Habibie (Ruindungan, 1996:8 8) dalam ha asil pengamattannya meng gatakan bahw wa sistem pendidikan kitta belum memberri ruang yang g lebih luas bagi pengem mbangan kem mampuan berrpikir kreatif, khusunya kreativitas k berpikir siswa. Munandar (1992::xiv) mengata akan bahwa pihak sekolah belum atau u kurang merangsang kemamp puan berpikirr kreatif sisw wa. Lebih tegas lagi, Zamroni (2000:1) mengataka an bahwa dew wasa ini, pendidikkan cenderung menjadi sarana "stratifikkasi sosial" da an sistem persekolahan yang hanya me entransfer kepada peserta didik k apa yang dissebut sebaga ai dead know owledge, yaitu u pengetahuan yang terlalu u bersifat 65
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar S on Sciencce Education “Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation”
ISBN: 978-979-985466-4-2
hafalan (text xtbookish), seh hingga bagaikkan sudah dicceraikan dari akar sumberrnya dan aplikkasinya. Kead daan s seperti ini te entu kurang menguntungkkan bagi dun nia pendidikan khususnya bagi pengem mbangan bid dang s sains dan tekknologi. Namp paknya diperlukan transfo ormasi pendid dikan IPA da alam mengha adapi era baru u pembangun nan. Dari belajar secara "m menghafal" ke k belajar "berpikir". " D Dari belajar secara "dan ngkal" ke bellajar s secara "mend dalam" atau “kompleks”. Dari orienta asi pada “trransfer penge etahuan” ke “pengemban ngan keterampilan, dan watak”. Men pengetahuan, njadi tugas segenap pa akar pendidiikan IPA un ntuk mengembang gkan kurikulu um pendidikkan IPA dan n sistem pen ngujian yang terarah pad da haluan baru b t tersebut, serrta menyebarrluaskan pen ngetahuan te entang meto ode dan teknik t pembe elajaran IPA yang y e efektif untuk tujuan itu. Segala S upaya a itu tidak ada a artinya apabila para gu uru IPA di lapangan seba agai pemegang "p peran utama",, tidak mewu ujudkan pend didikan IPA be ercorak itu di kelasnya. Melihat kenya ataan sepertii ini, tampaknya perlu dilakukan reforrmasi pendidikan ke arah yang lebih baik. b Reformasi te ersebut perlu u difokuskan n pada: pe erubahan pro oses belajar— —bukan seke edar—peruba ahan krurikulum, perubahan p da ari sistem pem mbelajaran ya ang mengutamakan meng gingat dan me enghafal ke arah a mengutamakkan pemaham man secara me endalam, perrubahan proses yang cend derung memb beri tahu ke arah a pembelajaran n yang men ncari, mengo olah, dan menemukan m s sendiri (inkuiri), perubah han dari pro oses pembelajaran n dari guru aktif a ke siswa a aktif, dan n perubahan dari tanggun ng jawab guru menuju pada p t tanggung jawab siswa terhadap ha asil belajarnyya sendiri. Oleh karena a itu, melalu ui penelitian ini d dikembangka an model pem mbelajaran IPA A yang berorientasi pada pengembanga p an kemampua an berpikir kre eatif s siswa. METODE PE ENELITIAN Penelitian inii merupakan penelitian analisis a kebuttuhan yang nantinya n digu unakan sebagai dasar da alam merancang model m pembelajaran IPA un ntuk mengem mbangkan kem mmapuan berrpikir kreatif siswa. s Guru yang y d dijadikan sam mpel penelitia an ini adalah sebanyak 58 orang guru SD yang men ngajar IPA ya ang tersebar di 9 kecamatan ya ang ada di ka abupaten Bule eleng. Data ya ang dikumpullkan dalam pe enelitian ini meliputi m 1) asp peka aspek kemam mpuan berpik kir kreatif ya ang dapat dikembangkan di SD, 2) pendekatan, p metode, sum mber belajar, penilaian, dan peran guru dalam pem mbelajaran IP PA yang cocok untuk mengembang m gkan kemampuan berpikir kreatif siswa. Datta dikumpulkkan dengan cara diskusi in ntensif denga an tim pakar dan g guru inti IPA A, pemberian n angket pad da guru yang mengajar IPA, observa asi guru mengajar IPA, dan w wawancara d dengan guru IPA. I Data sela anjutnya dianalisis secara deskriptif. d HASIL DAN PEMBAHAS SAN enelitian ini, berikut diuraikan hasil pe enelitian: ana alisis Berdasarkan permasalahan yang diajukan dalam pe k b berpikir kreattif dapat dike embangkangkkan dalam pe embelajaran IPA, kebutuhan asspek-aspek kemampuan pendekatan, metode, su umber belajar, peran gu uru dalam pembelajaran dan sistem penilaian yang y c cocok/sesuai untuk dikemb bangkan dala am pembelaja aran IPA sebagai berikut. Berda asarkan hasil analisis data a kemampuan n berpikir kre eatif siswa dittemukan ada 4 aspek berp pikir kreatif yang dapat dikem mbangkan da alam pembela ajaran IPA yaitu y berpikir lancar, luwe es, orisinal, dan e elaboratif. Da ari keempat aspek berpikir kreatif terseb but, dari 25 in ndikator yang g diajukan terrnyata 7 indikkator t tidak cocok dan d 18 indikattor sesuai unttuk dikembangkan dalam pembelajaran p di SD. Pendekatan yang paling cocok digunakan da alam pembela ajaran IPA sebagai upaya mengembang m gkan kemampuan berpikir krea atif siswa di SD S adalah pe endekatan ko ontekstual (C CTL) dengan skor rerata 4,72 4 (kualifikasi sa angat cocok). 66
PR ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon “C Current Issues on Research R and Teaaching in Science Education”
ISBN: 978-9799-98546-4-2
Dari 6 metod de yang diaju ukan, ternyata a 3 metode yang y dapat digunakan d dallam pembelajjaran IPA sebagai upaya mengembangkan kemampuan k b berpikir kreatif siswa yaitu metode inku uiri dengan skkor rerata 4,67 (ku ualifikasi san ngat baik), metode m demo onstrasi deng gan skor rera ata 4,45 (kualifikasi coco ok), serta metode diskusi denga an skor rerata a 3,81 (kualifiikasi cocok). Dari 4 sumb ber belajar ya ang diajukan n, ternyata 2 sumber bela ajar yang da apat digunaka an dalam pembela ajaran IPA ba agi pengemb bangan kemampuan berpikir kreatif sisswa yaitu ling gkungan alam miah dan sosial dengan d skor rerata 4,79 (kualifikasi sangat s cocokk) dan audio o visual deng gan skor rerrata 4,19 (kualifikasi cocok). Sistem penila aian yang rele evan digunakkan dalam pem mbelajaran IP PA sebagai up paya mengem mbangkan kemamp puan berpikir kreatif siswa a non-tes dengan skor rerata r 4,76 (kualifikaksi sangat cocok)) dan tes dengan skor rerata 3,71 (kualifikasi cocok). Berdasarkan studi ke elayakan dan analisis kebu utuhan yang hasil-hasilnya a sudah dipa aparkan di ata as, maka disusun rancangan model pembe elajaran IPA untuk pengembangan kemampuan k b berpikir kreattif siswa. Model pembelajaran p IPA yang dira ancang dan akan a dikemba angkan serta diuji efektivittasnya pada penelitian p tahun III adalah sebagai berikut. Agar kemampuan berpikirr kreatif siswa a dapat berke embangan sesuai dengan potensinya, maka m ada beberap pa persyaratan n yang perlu dipenuhi guru u IPA dalam pembelajaran p n sebagai berikut. 1. Guru u harus meng guasai materi ajar secara baik b dan kom mprehensif, arttinya selain guru g menguassai materi yang g diajarkan, mereka juga a harus meng guasai hubun ngan antara materi satu dengan yang g lainnya kare ena tidak terrtutup kemun ngkinanan satu topik yang dipelajari akan dapat berkembang ke topik lainn nya yang rele evan. 2. Guru u hendaknya tidak mempo osisikan diri sebagai s sumb ber otoritas pe engetahuan/informasi, teta api harus selalu memposissikan diri seb bagai fasilitattor dan mediiator pembela ajaran yang g cerdas, kre eatif, dan bijakksana. 3. Guru u harus sadar bahwa siiswa bukanla ah penerima pasif dalam m suatu pem mbelajaran, melainkan m merrupakan suatu subjek yang y aktif baik secara fisik maup pun mental dalam mem mbangun peng getahuannya dan bertangg gung jawab atas a pembelajjarannya. 4. Guru u harus berrupaya meng gali gagasan--gagasan ata au ide-ide awal a siswa serta s menelu usuri dan mem mahamainya. 5. Gagasan atau ide e awal siswa hendaknya dijadikan acua an dalam merrancang dan mengimpleme m entasikan pem mbelajaran. 6. Guru u hendaknya mampu men nyiapkan dan n mengkondissikan pembelajaran yang memungkinkkan siswa men ngembangkan n kemampuan n berpikir krea atifnya, denga an cara: a. Memberikan kesempatan kepada siswa a untuk meng gungkapkan id de/gagasannyya, meskipun n berbeda pada umumn nya atau tak lazim. b. Menghargai setiap s ide/gag gasan siswa, walaupun berbeda dengan n pada umum mnya. c. Menghargai setiap s pertanyyaan siswa, meskipun m berb beda dengan pada umumn nya. d. Memberikan kesempatan kepada siswa a untuk mela akukan penye elidikan denga an berbagai cara c yang mereka angg gap benar. e. Memberikan kesempatan kepada sisw wa untuk men nghubungkan materi yang dipelajarinya a dengan masalah-massalah kehidup pan sehari-harri atau bahkan di luar pelajjaran IPA. f. Mengajukan pertanyaan terbuka t (open n ended) yan ng memungkinkan jawaban yang berag gam/lebih dari satu jaw waban. g. Memberikan kesempatan n kepada sisswa untuk mempresenta m asikan hasil penyelidikan nnya dan mendiskusika an hasilnya de engan teman dan guru. 67
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar S on Sciencce Education “Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation”
ISBN: 978-979-985466-4-2
Berdasarkkan analisis kebutuhan yang dipero oleh di atass, maka alu ur pembela ajaran IPA bagi pengembangan kemampu uan berpikir kreatif k sepertii tampak pad da Gambar 1. Ada 5 tahap pan pokok da alam pembelajaran n meliputi 1) fase awal, 2) 2 fase eksplo orasi, 3) fase e pengenalan dan pemanttapan konsep p, 4) f fase aplikasi konsep, dan 5) fase akhirr. Pada fase eksplorasi e dib bagi ke dalam m 3 tahapan yaitu y (1) sebe elum e eksplorasi, (2 2) selama eksplorasi, dan (3) ( setelah ekksplorasi. Fase e Awal Guru men nyampaikan kompetensi dasar da an tujuan belajar Mengajuk kan pertanyaan atau a permasalaha an terkait dengan n konsep yang akan dipelajari Meminta siswa s mengomen ntari suatu peristtiwa, kejadian, objek, gambar yang terkait denga an topik yang g akan dipelajari Guru tidak k membenarkan atau menyalahkkan gagasan sisw wa
Fase Ek ksplorasi
Sebelum m Eksplorasi Siswa dengan d kelompokk kecilnya (3-5 orrang) diminta me enuliskan dugaan n sementara (hipotessis) terhadap sua atu permasalahan/ kejadian yang g diajukan guru pada Lembar Ke erja Siswa (LKS) Guru tid dak memberikan komentar terhad dap hipotesis sisswa
Selama Eksplorasi Siswa dalam d kelompokn nya diminta mela akukan eksplorassi dengan cara mereka m sendiri Guru membantu m siswa yang y mengalami kesulitan dalam eksplorasi Guru menyarankan m kepada siswa agar menulis m hasil ekssplorasinya
Setelah Eksplorasi Siswa diminta d mendisku usikan hasil eksplorasinya dengan n teman satu kelompoknya Siswa diminta d menuliska an hasil diskusinya pada LKS Setiap kelompok k dimintta melaporkan ha asil eksplorasinya a dan siswa lainn nya membri komenttar atau bertanya a Guru memandu m diskusi kelas
Fase Pen ngenalan dan n Pemantapan n Konsep
Guru memperkanalkan m konsep-konsep yang y ditemukan siswa Siswa yang y masih miskkonsepsi atau sala ah dibimbing me enuju konsepsi ilm miah (benar) dan n memanta apkan konsepsi siswa yang suda ah ilmiah
Fase Aplik kasi Konsep
Guru meng gajukan pertanya aan-pertanyaan yang y bersifat ope en ended untuk mengecek m kemampua an berpikir kreatiff siswa terkait de engan topik yang g telah dipelajarin nya. Guru memb beri kesempatan n kepada siswa berkomentar, men ngajukan pertanyyaan, dan mengklarik kiasi topik yang dipelajari. d
Fase e Akhir
Guru bersama siswa meran ngkum isi pembellajaran Guru memiinta siswa untuk melakukan refle eksi terhadap bela ajarnya Guru meng gajukan pertanya aan terbuka seba agai bentuk feed back Guru memb berikan tugas rum mah kepada sisw wa dalam bentukk pengayaan materi yang g telah dipelajarii
ar 1: Alur keg giatan pembe elajaran IPA Gamba 68
PR ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon “C Current Issues on Research R and Teaaching in Science Education”
ISBN: 978-9799-98546-4-2
Berdasarkan kajian pustakka, diskusi mendalam dengan 3 orang pakar, serta penyebaran kuesioner k kebutuh han pembelaja aran IPA dipe eroleh data te entang aspekk-aspek kema ampuan berpiikir kreatif sisswa yang dapat dikembangkan d n dalam pem mbelajaran IPA A di sekolah dasar. Aspe ek-aspek tersebut meliputti berpikir lancar, berpikir, luwe es, berpikir orisinal, o dan berpikir elabo oratif. Keemp pat aspek be erpikir kreatif tersebut njadi 25 indikkator. Dari ha asil analisis empirik e ternya ata keempat aspek terseb but masih telah dijjabarkan men tetap be ertahan atau sesuai denga an kebutuhan, tetapi hanya a 18 indikator yang masih h bertahan, se edangkan sisanya lagi 7 indikattor dianggap gugur atau tiidak akan dig gunakan pada a penelitian ta ahap kedua (u uji coba). Berdasarkan hasil penelusuran terrhadap penge embangan ke emampuan be erpikir kreatif siswa, baik pakar p dan praktisi menganggap p bahwa krea ativitas khsuu usnya kreativiitas berpikir merupakan m s suatu hal yan ng sangat penting untuk dikembangkan di sekolah dasar. Mengingat selama s ini pe embelajaran IPA I hanya berorientasi pada pe enguasaan se ejumlah peng getahuan saja a dan kurang g diarahkan pada pengem mbangan kem mampuan berpikir.. Hal ini sesua ai dengan pen ndapatnya Se emiawan,et al a (1998:61) yang y menyata akan bahwa kreativitas k sebagai suatu kemam mpuan manussia yang sang gat penting, baik b dalam arrti personal maupun m kulturral. Lebih lanjut Munandar M (19 985:88-90) memberikan m d deskripsi tenttang empat unsur u berpikiir kreatif ya ang perlu dikemba angkan dalam m pembelajara an di sekolah h seperti berp pikir lancar, berpikir luwes,, berpikir orissinal, dan berpikir elaboratif. Hal ini diangga ap penting un ntuk dikemba angkan karena a berpikir kre eatif merupakkan unsur esensial kreativitas se eseorang. Settiap tindakan kreatif selalu u melibatkan kemampuan k berpikir kreattif. Begitu saling mengkaitnya m aspek a berpikiir kreatif den ngan kreativittas seseorang g, tidaklah sa alah apabila ada a yang mengata akan bahwa kreativitas k itu pada dasarnya adalah berpikir kreatif. Berdasarkan hasil analisiss kebutuhan pembelajaran p n IPA bagi pe engembangan n kemampuan n berpikir kreatif siswa, s pendekatan yang paling p sesuaii adalah pend dekatan konttekstual (CTLL). Temuan ini sesuai dengan pandangann nya Suastra (2004) yang menyatakan bahwa pendekatan CTL sanga at cocok dikemba angkan di SD D mengingat tingkat berpikir siswa be erada pada operasional o k konkret. Pembelajaran konteksttual adalah pembelajaran n yang mem mbantu guru mengaitkan materi (con ntent) yang diajarkan dengan situasi dunia nyata (conte ext) dan mend dorong siswa a membuat hu ubungan anta ara pengetahuan yang dimilikin nya dengan penerapannyya dalam kehidupan k m mereka seharri-hari (Johnsson, 2002). Dengan pendeka atan CTL in ni, siswa akkan mempero oleh kesemp patan untuk menguatkan n, memperlu uas, dan menerap pkan pengeta ahuan dan keterampilan k akademik mereka m dalam m berbagai macam m tatana an dalam sekolah dan luar sek kolah agar da apat memeca ahkan masala ah-masalah dunia d nyata atau a masalah-masalah ekstual adalah pembelajarran yang terrjadi dalam hubungan h yang dissimulasikan. Jadi, pembelajaran konte yang errat dengan pengalaman p s siswa sesung gguhnya. Pro oses pembelajaran berlang gsung alamia ah dalam bentuk kegiatan sisw wa bekerja da an mengalam mi, bukan tran nsfer pengeta ahuan dari gu uru ke siswa. Dengan demikian n, kemampua an berpikir kreatif k siswa kan k tumbuh dan berkemb bang sesuai dengan potensi siswa sendiri. Metode pembelajaran yan ng cocok untuk digunakan n dalam pembelajaran IPA A bagi pengembangan kemamp puan berpikir kreatif siswa SD adalah metode m inkuirii/penyelidikan n ( x = 4,67 ), ) metode dem monstrasi ( x = 4,45 4 ), dan meetode diskusi/ttanya jawab ( x = 3,81 ). Dalam peneliitian ini, ketigga metode yaang cocok digunakkan secara prroporsional se esuai dengan n strategi yan ng dirancang g. Ketiga mettode ini yaitu u metode inkuiri, demonstrasi, d dan diskusi merupakan m me etode penting g dan cocok diterapkan d dalam pembelajjaran IPA dalam upaya mengem mbangkan ketteampilan pro oses sains ata au sering dise ebut keteramp pilan berpikir (thinking skill) (Haarlen, 1992; Trowbridge T & Bybee, 1990 0; Dahar, 198 89; Carin & Su und, 1975). Sumber belajjar yang coco ok digunakan n dalam pemb belajaran IPA A bagi pengem mbangan kem mampuan berpikir kreatif siswa a adalah ling gkungan alam miah dan sossial ( x = 4,79 9 ), audio vissual ( x = 4,00 0 ), dan buku-bu uku teks/buku u pelajaran ( x = 4,19 ), se edangkan inte ernet belum dianggap d sesu uai dengan ke ebutuhan siswa SD D untuk saat ini. Dalam pe enelitian untu uk tahap selan njutnya, sumber belajar ya ang digunaka an adalah 69
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar S on Sciencce Education “Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation”
ISBN: 978-979-985466-4-2
lingkungan alamiah a dan sosial, s audio visual, dan buku teks/bu uku pelajaran n sesuai deng gan hasil ana alisis bahwa untuk siswa SD sumber kebutuhan in ni. Hasil ini menunjukkan m s belajar yang palin ng sesuai ada alah lingkungan alamiah dan sosial s siswa, di d samping audio a visual dan d buku pela ajaran/buku teks. t Lingkun ngan a alamiah dan sosial merup pakan sumbe er belajar yan ng ada di sekkitar siswa ya ang dapat dimanfaatkan oleh o g guru dalam merancang m pembelajaran sesuai denga an materi pelajaran yang dibelajarkan. Melalui sum mber belajar alamiah, siswa aka an lebih mudah menghubu ungkan pelaja aran yang se edang mereka a pelajari den ngan kehidupan mereka m sehari--hari. Oleh karena itu, gu uru memiliki peran penting dalam merrancang kegia atan pembelajaran n dengan memanfaatkan lingkungan l alamiah dan sosial s siswa sebagai sumber belajar. Au udio v visual diangg gap cocok dim manfaatkan dalam d pembe elajaran IPA SD menging ggat dewasa ini sudah cu ukup banyak media audio visual yang ada di sekolah maupun m di pasaran yang dapat diman nfaatkan seba agai s sumber belajar dalam pem mbelajaran IP PA. Hal ini dib butuhkan teru utama dalam menjelaskan suatu fenom mena y yang sulit un ntuk dilihat se ecara langsun ng, seperti peredaran darrah, denyut jantung. Deng gan media au udio v visual, prosess kerja peredaran adarah, denyut jantu ung, bayi dala am kandunga an akan dapa at terlihat den ngan j jelas dalam tayangan t vide eo. Pembelaja aran dengan bantuan aud dio visual ini tentu akan memotivasi m siiswa belajar dan sudah s barang g tentu meran ngsang pikiran siswa karen na mereka se ecara nyata dapat d mengam mati s secara langssung proses-p proses alamia ah. Buku-buku sumber merupakan sumber bela ajar yang su udah t terbiasa digunakan para guru dalam pe embelajaran IPA. Sistem penilaian yang cocok untuk pembe eljaran IPA bagi b pengem mbangan kem mampuan berpikir kreatif siswa adalah non tes dan tes. Ini berarti kedua bentu uk penilaian yang y dapat digunakan d da alam mengembang gkan kemamp puan berpikir kreatif siswa a dalam pemb belajaran IPA A di SD. Hal ini sesuai den ngan t temuan Suasstra (2006) yang menga atakan bahw wa penilaian otentik cukkup efektif digunakan d da alam pembelajaran n sains (Fisik ka). Hal ini mengindikasik m kan bahwa te erdapat perge eseran panda angan guru akan a pentingnya penilaian p non tes dalam pe embelajaran IPA. I Selama ini i dan dari hasil h wawanca ara dengan guru, t dianggap sebagai satu-satunya alatt penilai keberhasilan belajjar siswa. Den tes ngan diterapkkannya kuriku ulum t tingkat satuan pendidikan,, guru telah banyak b memp peroleh wawa asan melalui penataran-pen p nataran sehin ngga kesadaran akkan pentingny ya non tes mulai bangkit. Hasil kuesion ner penelitian n ini menunju ukkan bahwa non t mempero tes oleh rerata leb bih tinggi dari tes. Ini bera arti ada perge eseran pandangan tentang g pentingnya non t dalam pem tes mbelajaran IP PA yang selam ma ini terabaiikan. S SIMPULAN asalah, tujuan n penelitian dan d hasil ana alisis data se eperti yang te elah diuraikan di Berdasarkan rumusan ma a atas, maka da apat diambil kesimpulan se ebagai beriku ut. Pertaama, melalui diskusi yang g mendalam tim peneliti dengan tim m pakar, guru-guru SD yang y mengajar IPA A maka dapa at diidentifika asi sejumlah aspek kema ampuan berpikir kreatif siiswa yang da apat d dikembangka an dalam pem mbelajaran IPA di SD. Adapun aspekk-aspek kema ampuan berp pikir kreatif yang y d dapat dikemb bangkan meliputi kemam mpuan berpikkir lancar, berrpikir luwes, berpikir orisinal, dan berp pikir e elaboratif. Keedua, pendeka atan yang paling cocok untuk pembelajjaran IPA bag gi pengemban ngan kemamp puan berpikir krea atif siswa SD D adalah CT TL. Ketiga, metode yan ng cocok un ntuk pembela ajaran IPA bagi pengembangan kemampu uan berpikir kreatif sisw wa SD adalah metode inkuiri/penye elidikan, mettode d demonstrasi, dan metod de diskusi/tanya jawab, yang y ketigan nya digunakan secara pro oporsional da alam pembelajaran n. Keempat, sumber bela ajar yang coccok untuk me endukung keg giatan pembe elajaran IPA bagi pengembangan kemampu uan berpikir kreatif k siswa SD S adalah lin ngkungan alam miah dan sossial, audio vissual, d dan buku tekks/buku pelajaran. Ketiga sumber belajjar ini diguna akan dalam penelitian p tahun kedua seccara proporsional sesuai deng gan karakterisstik materi, karakteristik siswa, dan strategi pem mbelajaran yang y 70
PR ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon “C Current Issues on Research R and Teaaching in Science Education”
ISBN: 978-9799-98546-4-2
digunakkan. Kelima, bentuk b penilaian yang coco ok untuk mengembangkan kemampuan berpikir krea atif dalam pembela ajaran IPA di SD adalah non n tes dan tes. Non tes digunakan untuk u menilaii kemampuan n berpikir kreatif siswa s dalam melakukan kerja ilmiah selama prosses pembelajaran berlang gsung, sedangkan tes digunakkan untuk menilai kemamp puan berpikir kreatif siswa pada akhir pembelajaran n. Keenam, guru g yang akan mengimplemen ntasikan mod del pembelaja aran IPA bag gi pengemba angan kemam mpuan berpikkir kreatif sebaiknyya 1) mengua asai materi ajjar IPA secara a baik dan ko omprehensif, 2) tidak mem mposisikan dirri sebagai otoritas pembelajara an, melainkan n sebagai fa asilitator dan mediator yang y cerdas, kreatif, dan n arif, 3) berupayya selalu menggali konsepssi awal siswa sebelum pem mbelajaran, 4) 4 menyiapkan n dan mengko ondisikan pembela ajaran yang mendorong siswa menge embangkan kemampuan berpikir krea atif. Ketujuah ah, model konseptual pembela ajaran IPA ba agi pengemba angan kemam mpuan berpikkir kreatif sisw wa meliputi 5 tahapan kegiatan n. Kelima taha apan meliputi: 1) fase awa al, 2) fase ekksplorasi (sebe elum eksplora asi, selama eksplorasi, dan sete elah eksplorasi), 3) fase pengenalan p da an pemantapa an konsep, 4) 4 fase aplikassi konsep, dan 5) fase akhir. Berdasarkan temuan pen nelitian ini, maka m dapat diiajukan saran n sebagai berrikut. Pertam ma, dalam rangka meningkatkan n kualitas pe embelajaran IPA I di SD perlu dilakukan sosialisasi se ecara intensiff tentang model-m model pembellajaran inovattif. Penambah han wawasan n dan keteram mpilan guru dalam d meranccang dan melaksa anakan pemb belajaran aka an dapat me eningkatkan kualitas prosses pembela ajaran IPA dan d pada akhirnya a akan meningkatkan presttasi belajar IP PA siswa. Unttuk mengatassi permasalahan ini dapat dilakukan d melalui kegiatan wo orkshop, loka akarya, melakkukan PTK, lesson studyy, dan sebag gainya. Kedu ua, masih lemahnyya pemaham man guru terrhadap konse ep IPA SD perlu ditinda aklanjuti oleh h pemerintah h melalui kelompo ok-kelompok kerja guru. Bentuk-ben ntuk kegiatan dapat be erupa pengayyaan materi dengan mendata angkan pakarr dari Perguru uan Tinggi, melakukan m keg giatan lesson n study, atau kegiatan lainnya yang memfokkuskan pada penguasaan n materi aja ar IPA SD. Ketiga, masih terbatasnyya sarana prasarana p penduku ung pembelajjaran IPA perrlu disikapi olleh pemerinta ah melalui ba antuan-bantua an baik dalam m bentuk dana blo lock grant ma aupun sarana a laboratorium m IPA. Kegia atan pembelajjaran IPA tan npa didukung g dengan sarana baik berupa alat, bahan,, gambar, media m audio visual, v tidak akan dapat berlangsung g dengan menarikk dan menantang. Guru juga dapatt membuat alat-alat sed derhana yan ng dapat me enunjang pembela ajaran IPA dengan d mema anfaatkan ba arang bekas, seperti mem mbuat sistem m pernapasan n, model pemuaia an, sistem kerrja jantung, dan d lain sebag gainya. DA AFTAR PUSTA AKA Adang, JS. J (1995) Me engembangka an Kreativitass dalam Berpiikir Melalui Pe engajaran Sains. Jurnal Pe engajaran MIPA. Bandu ung: IKIP. Carin, A.A. A Sund, R.B B. (1975). Tea aching Sciencce Through Discovery Di . Ohio o: Charles E. Merril Publish her. Dahar. R.W. R (1989). Teori-teori Belajar Be . Jakarta a: Penerbit Errlangga. Harlen, W. (1992). The T Teaching of o Science. Lo ondon: David Fulton Publisshers. el,J.R & Walle en, N.E. (199 93). How to Design D and Evaluate E Rese search in Educ ucation. New York: Mc Fraenke Graw Hill. Johnson n,E.B. (2002). Contextual Teaching T Learrning. Californ nia: Corwin Prress. Munandar, U,S.C. (1 1992). Menge embangkan Bakat B dan Krreativitas Anaak sekolah. Jakarta: PT. Gramedia G Widiasarana Indonesia. 999). Kreativi vitas dan Kebe berbakatan: Strategi S Mewu ujudkan Poten ensi Kreatif daan Bakat. Munandar, S.C.U (19 Jakarta: PT. Gramedia Pustaka. 71
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar S on Sciencce Education “Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation”
ISBN: 978-979-985466-4-2
S Semiawan, C,, dkk. (1998). Dimensi Kre eatif dalam Fililsafat Ilmu. Bandung: B PT. Rosdakarya. S Semiawan, C. Dkk. (1992)). Mengemban ngkan Bakat dan d Kreativitaas Anak Seko olah.: PT. Gram media. S Suastra, I,W. Dkk. (2003). Implementa asi Pembelaja aran Sains Berrbasis Inkuiri di SLTP. Lap paoran Penelittian. IKIP Negeri Singaraja. S Suastra, I.W & Kariasa, N. (2000). Pen ngembangan Kreativitas Be erpikir Siswa Melalui Pemb belajaran den ngan Mode el Karya Ilmia ah di SD. Lapo oran Penelitia an. IKIP Negeri Singaraja. S Suastra,
I..W. (2004)). Impleme entasi Pem mbelajaran ntekstual S Sebagai Up paya Sains Kon Peng gembangan Kecakapan K Hidup di SD Laboratorium m IKIP Negerri Singaraja. Penelitian. IKIP I Nege eri Singaraja.
S Suastra,W (2006). Belajarr dan Pembela ajaran Sains. Singaraja: Un ndiksha. Suastra,I. W. S W (2003). Im mplementasi Pembelajaran n Sains Berb basis Inkuiri di SLTP. Laaporan Peneliitian Rese earch Grand IK KIP Negeri Singaraja. S Suastra, I,W.. dkk. (2006)). Pengemban ngan Asesme en Otentik da alam Pembela ajaran Fisika di SMA. Lapo oran Peneelitian. Undiksha Singaraja.. Trawbridge, L & Rodger W Bybee. (19 T 990). Becomin ng a Seconda ary School Sciience Teacher. London: Merril M Publishing Company. Z Zamroni. (200 00). Paradigm ma Pendidikan n Masa Depan n. Yogyakartaa: Bigraf Publiishing.
72
PR ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon “C Current Issues on Research R and Teaaching in Science Education”
ISBN: 978-9799-98546-4-2
SCI-06
D DESIGNIN G THE VAR RIOUS OF EDUCATIVE E E GAMES FOR DEVELO OPMENT OF ’EDU UCATIVE PARK’ Joni Rokhma at (Program Studi S Pendidikkan Fisika, Jurusan Pendidikan MIPA, FKIP F Universittas Mataram Jl. Majap pahit 62 Ma ataram 8312 25; telp. 0370623873 0 Hp: 08 81805738694 4; email: jrokh hmat62@gma ail.com)
ABSTRACTS TS “Tam man Edukatif” is a scientificc media even as a a source of o study based d on joyful leaarning for all people p includ ding studentss. In a great perspective, “Taman Eduk ukatif” is builtt able by cen ntral, provincce, and districct governmen nts, whereas, for small peerspective, is built able in the school and an class unitt for all levelss. The holly of o “Taman Edukatif” Ed be able a consists of various educative ed gam mes, subject matter equip pments, the equipments e o basic techn of nology, practi tice and popu ular technolog gy, electrical media, virtuaal lab and ICT T, also “Educa cative Game Show”. S This article a will disc scus various educative e gam mes for suppo orting the devvelopment off “Taman Educcatif”. Keyw words: "tama an edukatif", educative ga ames. PENDAHULUAN U T 1989 tentang Siste em Pendidikan n Nasional, antara a lain, diisebutkan Dalam Undang-unda ng Nomor 2 Tahun bahwa pendidikan adalah a usaha a sadar untu uk menyiapka an peserta didik d melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/ata au latihan ba agi peranann nya pada ma asa yang akkan datang (Depdikbud, 1989:3). Pendidikkan nasional berfungsi un ntuk mengem mbangkan kem mampuan serrta meningka atkan mutu kehidupan k dan martabat manussia Indonesia dalam rangkka/upaya mew wujudkan tujuan nasional, yaitu, (seba agaimana termaktu ub dalam alin nea IV Undan ng-undang Dasar D 1945): (a) melindun ngi segenap bangsa b Indon nesia dan seluruh tumpah darah Indonesia a; (b) mema ajukan keseja ahteraan umu um; (c) men ncerdaskan kehidupan k bangsa; dan (d) ikut melaksanaka an ketertiban dunia. Sedangkan dalam d Peraturran Pemerinta ah no 19 tah hun 2005 tentang Standarr Nasional Pe endidikan, bab 1, pasal 1, ayatt 8 disebutka an bahwa yan ng dimaksud dengan stan ndar sarana dan d prasaran na adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan de engan kriteria minimal tenttang ruang be elajar, tempa at berolah raga, tempat beribad dah, perpusta akan, laborato orium, bengke el kerja, temp pat bermain, tempat berkreasi dan berekrea asi, serta sum mber belajar lain, yang diiperlukan unttuk menunjan ng proses pembelajaran, termasuk t penggun naan teknolo ogi informasi dan komunikasi. Berkena aan dengan peraturan in ni, pengadaan n tempat bermain n, berkreasi, berekreasi, serta s sumberr belajar adalah termasukk dalam unsu ur penting pe enunjang proses pembelajaran p . Mulyasa (20 005) menyattakan bahwa a menciptaka an pembelajjaran yang efektif, krea atif, dan menyenangkan, hend daknya tidak membatasi pada p pembela ajaran klasikal yang dibata asi oleh empa at dinding kelas, te etapi proses pembelajaran n dianjurkan dilakukan de engan variasi situasi, misa alnya di laboratorium, halaman n sekolah, ke ebun, dan seb bagainya, bah hkan strategi pembelajara annya pun pe erlu divariasikkan untuk menghin ndari rasa jenuh siswa. Ilmu pengetahuan dan tekknologi selalu u secara aktiif berkemban ng seiring dengan kemajuan ilm mu pengetahu uan dan tekn nologi sehingg ga kuantitas informasi keilmuan semakin besar ang disediakkan bagi sisw wa tidak berubah, ini dan varriatif. Sementara, alokasi waktu belajjar formal ya menyebabkan adanya a kesenjanga an rasio jumla ah informasi keilmuan k dan alokasi waktu belajar, yaiitu terlalu banyak materi yang harus h dikuasa ai siswa dalam m waktu yang g relatif singka at. Prilaku dan gaya g mengaja ar guru dapatt menghasilka an perbedaan n penting pad da poses bela ajar siswa (Centra & Potter: 1980; McDaniell: 1981; Wentzel: 2002), dalam d Marie at a all (2006).. Gaya menga ajar yang 73
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar S on Sciencce Education “Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation”
ISBN: 978-979-985466-4-2
monoton ce enderung memunculkan m sikap bosan pada diri d siswa. John Dewe ey dalam teori t konstruktivism menya meng gatakan bahw wa pendidik yang cakap harus me elaksanakan pengajaran dan pembelajaran n sebagai proses menyusun atau memb bina pengalam man secara be erkesinambun ngan. Beliau juga j menekankan pentingnya penyertaan p m murid di dalam m setiap aktiviitas pengajara an dan pemb belajaran, ano onim mentara ahli teori t yang lain, Rutherford dan Ahlgre en, berpendap pat bahwa murid m mempunyai 1(1999). Sem idea mereka sendiri tentan ng hampir sem mua perkara, anonim 2 (19 999). Georg ge (tanpa ta ahun): Dalam m pembelaja aran konstrukktivis menga anggap bahw wa peserta didik d membangun pengetahuan nnya berbasiss pada intera aksi dengan lingkungannyya. Ia menge emukakan bahwa t terdapat emp pat asumsi ep pistemology, yaitu; y 1) peng getahuan seccara fisik terbentuk oleh pe eserta didik yang y t terlibat dalam m pembelajaran yang aktiff, 2) Pengetahuan secara simbolis diba angun oleh pe eserta didik yang y membuat re epresentasi aksinya, a 3) pengetahuan n secara sosial dibangun oleh pese erta didik yang y menyebarkan n pengertiann nya kepada peserta p didik lain, dan 4) pengetahuan secara teori dibangun oleh o peserta didik yang berusah ha menjelaskkan kepada mereka yang kurang k menge erti. S Sedangkan B Bruner dalam (Kearsley, 1999) dalam Huitt H (2003) mengemukakkan tiga prinssip pembelaja aran konstruktivis,, yaitu bahwa a pembelajara an: 1) harus dikaitkan d deng gan pengalam man dan kontteks agar pesserta d didik termotivvasi untuk be elajar, 2) haru us disusun se edemikian rup pa sehingga dapat d dengan n mudah diku uasai o oleh peserta didik (organ nisasi spiral), dan 3) seba aiknya diranccang untuk ekstrapolasi e fa asilitas dan atau a mengisi kesen njangan. Merujuk pada pem mahaman kon nstruktivisme di atas, ilmu pengetahuan n tidak boleh dipindahkan dari g guru kepada a peserta did dik dalam be entuk yang utuh. u Peserta a didik perlu membangun ng sendiri su uatu pengetahuan dengan me elibatkan pen ngalaman ma asing-masing. Pembelajarran adalah hasil h dari ussaha peserta didik itu sendiri. Tidakk dapat dipun ngkiri bahwa pada p usia pen ndidikan dasa ar merupakan suatu masa yang tidak da apat lepas dari “b bermain”. Sua atu model pe embelajaran yang y “serius”” tidak mudah h untuk diterrapkan, teruta ama bagi anak pa ada usia SD. Dalam satu hari, porsi waktu w bagi an nak-anak taha ap ini umumn nya lebih ban nyak d digunakan un ntuk bermain n, Bahkan kettika mereka ada a di sekola ah pun, selalu u mencari ce elah waktu un ntuk bermain kare ena ini sudah menjadi kara akteristiknya. Untuk anak pada jejang pendidikan yang y lebih tin nggi, bahkan orang dewasa se ekalipun, dap pat disaksikan aneka pro ogram transfo ormasi iptek yang dipadu ukan d dengan program-program m hiburan, baik di ruang kelas, k forum umum, maup pun program-program tayyang lewat televisi. Berla andaskan rasionalisasi di atas, maka melalui tulisan ini ditawarkan suatu konsep “Tam man Edukatif”, yaiitu suatu sara ana atau med dia bagi setiap anggota masyarakat, m te erutama untuk anak-anak usia s sekolah, aga ar secara intrinsik memiliki rasa ingin n tahu yang tinggi tenta ang keilmuan n sehingga pada p a akhirnya me empunyai mo otivasi yang tinggi untukk mempelaja arinya. Perlu ditekankan bahwa “Tam man Edukatif” ada alah berbasis pada kegiata an bermain bukan kegiatan belajar. Jad di pada dasarnya pengunjjung d dibiarkan untuk bermain,, tetapi, kare ena setiap fa asilitas pemb bangunnya se elalu dimuati dengan ma ateri keilmuan makka setiap aktivitas dalam ta aman itu men njadi bersifat edukatif. “Tam man Edukatif” cocok diberikkan kepada masyarakat, m t terutama anak usia sekolah, dengan wa aktu y yang tidak te erikat oleh pem mbelajaran fo ormal, sehingg ga sangat coccok dijadikan sebagai sara ana pembelaja aran s suplemen. Na amun, jika “T Taman Edukkatif” dibangu un dalam ling gkungan seko olah, maka “T Taman Edukkatif” j juga dapat be erfungsi sebagai variasi da alam pembelajaran formal. Wuju ud dari “Tam man Edukatiff” dapat dib buat bermaca am-macam. Pada sekala besar, “Tam man Edukatif” dap pat berupa sebuah s taman yang menempati area cukup luas dan pemban ngunannya da apat d dibebankan k kepada pemerintah pusat dan d daerah, baik daerah tingkat t satu (provinsi) ( mau upun tingkat dua (kota dan kabupaten) hin ngga tingkat kecamatan. k S Sedangkan da alam sekala kecil, k “Taman n Edukatif” da apat 74
PR ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon “C Current Issues on Research R and Teaaching in Science Education”
ISBN: 978-9799-98546-4-2
dibangun oleh satuan sekolah, dari sekolah menengah m ata as hingga, menengah m perrtama sampa ai dengan sekolah dasar. Tentu desainnya diisesuaikan de engan tingkat perkembangan pengguna anya. Gagasan “Ta aman Edukatif” telah dimu unculkan anta ara lain oleh Rokhmat (20 001) melalui artikelnya a tentang kartu fisika untuk pem mbelajaran su uplemen, sed dangkan efekktivitas permainan edukatif untuk alan sain poko ok bahasan físika f serta sain secara umum (IPA) tela ah terbukti, yaitu y melalui penelitian p pengena yang dilakukan oleh penulis dari 10 1 mahasiswa a bimbingan langsung l pen nulis, dari tahun 2002 hing gga 2008. Dalam penelitian p terrsebut terbukkti bahwa mo odel pembelajjaran melalui permainan kartu remi, monopoli, m ular tangga , kartu domino, bukku saku, kartu u kuartet, kartu berberpad danan, dan kartu k bergambar serta melalui permainan komik k lipat se ederhana, ka amus istilah, dan berbag gai jenis puzzzle, seperti crossword c puzzle, one-way o puzzzle, mission puzzle, p multim imission puzzlle, parallel pu uzzle, termassuk audio lag gu dapat meningkkatkan presta asi, menumbu uhkan sikap dan d kinerja ya ang positip ba agi siswa dalam belajar siiswa baik melalui pembelajaran n suplemen maupun m pemb belajaran form mal. PERMA AINAN EDUK KASI Sesuai dengan judul, ma aka pada ke esempatan in ni akan dibah has bagaima ana mendesain aneka permain nan edukatif sebagai s unsurr pendukung pengembang gan “Taman Edukatif”. E Khu ususnya, pem mbahasan desain aneka a alat permainan p ed dukatif termasuk audio la agu untuk pe embelajaran. Yaitu melipu uti aneka permain nan edukatif berbasis b puzzzle, kartu, perrmainan edukkatif ular tang gga berkartu, monopoli, ko omik lipat sederhana, scrabble, serta audio lagu. Permainan Edukas si Berbasis Puzzle P Jenis media m berbasiis puzzle yang telah dan sedang dikembangkan oleh penuliis antara lain n adalah crosswo ord puzzle, on neway puzzle, parallel puzzzle, mission puzzle, pu dan mu ultimission pu uzzle.
Crosswo ord Puzzle Mengacu u pada definiisi puzzle di atas, maka crossword c puz uzzle adalah analog a dengan n permainan teka teki silang atau TTS teta api berbasis puzzle p . Jadi sebagai s alat media pembe elajaran, cros ossword puzzlle didesai sebagai kotak-kotak atau bangun tertentu ya ang berisi in nformasi ilmu pengetahua an dan haruss disusun dengan aturan terten ntu, dapat se ecara mendattar atau menu urun, dan an ntara kata yan ng satu dan yang y lain dapat be erpotongan. Sebagai S pema andu, disedia akan sejumlah h pertanyaan atau pernyattaan sedangkkan untuk mencari jawaban ata au padanan dari pernyataa an di atas dissediakan huru uf-huruf yang ditempel pad da kotakkotak ke ecil untuk dissusun menjad di jawaban attau padanan pernyataan tersebut. t Pem mandu sekund der dapat pula dipasang denah dari crosswo ord puzzle ini.
Onewayy Puzzle Pada da asarnya desa ain oneway puzzle sama a dengan cro ossword puzz zzle. Perbedaannya adalah bahwa kelompo ok pertanyaan atau pernyyataan tersebut berkorela asi satu-satu dengan kelompok jawab ban atau pernyata aan yang da apat berupa kata atau frasa kata. Ke elompok perttanyaan atau pernyataan tersebut dipasang g pada papan n utama di setiap s sel, sed dangkan kelo ompok jawaba an, kata, atau frasa kata dipasang pada ba agian bawah dari papan sekunder yang y berbentuk kotak-ko otak kecil. Te etapi pemasa angan ini sifatnya tidak mutlak k, artinya tempat pemasangannya dapat ditukar atau u juga dapat bersifat rando om. Pada bagian atas a dari papa an sekunder tersebut t dipasang potonga an-potongan gambar dan apabila seluru uh papan sekunde er tertentu terrsebut sudah dipasang den ngan benar maka m akan terrbentuk pola tertentu. t Pola a tersebut dapat berupa b gamb bar atau sisttem pewarna aan tertentu u, tetapi yan ng paling pe enting adalah h bahwa pewarna aan atau gam mbar tersebut harus menarik perhatian siswa. s
Parallel puzzle p
75
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar S on Sciencce Education “Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation”
ISBN: 978-979-985466-4-2
Dibandingkan n dengan jen nis lainnya, parallel p puzzzle adalah jen nis puzzle ya ang paling sederhana. s Sa ama d dengan dua jenis j sebelum mnya, puzzle ini terdiri atas papan utam ma dan papan n sekunder ya ang dapat berrupa lingkaran-ling gkaran dan ko otak-kotak ke ecil. Namun demikian, kegunaannya dalam pembelajjaran lebih lu uwes karena satu papan p utama dapat dipasangkan dengan set papan sekunder s den ngan materi pengetahuan p a atau s materi ya sub ang berbeda-b beda. Ilmu pengetahuan n yang akan dijadikan ma ateri pembela ajaran dalam puzzle ini ditempelkan d p pada papan sekunder. Materi pembelajaran p n yang disajikkan dapat be erupa pasang gan pertanyaa an dan jawab ban. Kelompok pe ertanyaan dittempel pada kelompok pa apan sekund der yang berbentuk lingka aran, sedang gkan kelompok jaw waban diuraik kan dalam be entuk huruf-huruf dan dite empelkan pad da papan sekkunder berben ntuk kotak. Berbeda dengan dua d jenis puzzzle sebelumn nya, papan sekunder, teru utama untuk yang berben ntuk lingkaran, pada puzzle in ni dapat dibuat lebih banyyak dari jumla ah celah atau u lubang, tida ak tembus, yang y d disediakannya a pada papan n utama.
Mission puzzlle Sesuai denga S an namanya, puzzle ini me empunyai sua atu misi terte entu. Pada da asarnya desain puzzle jeniss ini d dapat berma acam-macam sangat berg gantung pad da kreativitass desainermyya. Sama de engan tiga jenis s sebelumnya, puzzle ini terrdiri dari dua bagian, yaitu u papan utam ma dan papan sekunder. Se epintas puzzle le ini mirip dengan n oneway puzzzle tetapi atu uran permaina annya lebih kompleks, k yaittu untuk mem mperoleh misinya pemakai (pem main) harus mampu melewati rintang gan yang berrupa pencaria an jawaban atau pernyattaan y yang cocok dengan pertan nyaan atau pe ernyataan yan ng diberikan secara s berjenjang.
Multimissionss puzzle Puzzle ini meempunyai lebiih dari satu misi. m Pada dasarnya desain n puzzle jeniss ini dapat be ermacam-macam s sangat berga antung pada kreativitas de esainermya. Sama S dengan n jenis-jenis sebelumnya, s puzzle ini teerdiri d dari dua bag gian, yaitu pa apan utama dan papan sekunder. s Sep perti halnya mission puzzzle, multimisssions p puzzle mirip dengan onew way puzzle teetapi aturan permainannya p a lebih komplleks, yaitu un ntuk mempero oleh misinya pem makai (pemain) harus ma ampu melew wati rintangan n yang beru upa pencarian jawaban atau a pernyataan yang y cocok de engan pertanyyaan atau perrnyataan yang g diberikan se ecara berjenja ang. Permainan Edukatif Berbasis Kartu u Kartu, sebaga ai permainan edukatif, ad dalah setiap permainan karrtu yang dimu uati dengan ilmu pengetah huan d dan atau tekknologi sehin ngga untuk memainkanny m ya diperlukan n prasyarat kompetensi tertentu t tenttang pengetahuan tersebut, atau a proses permainan atau a pemakaiannya memberikan dam mpak dikuasainya kompetensi pengetahuan p tertentu t bagi para pemaka ai atau pemain tersebut. J Jenis permain nan kartu seb bagai media edukatif e tidakk terbatas pad da permainan n kartu yanag g sudah ada yang y s sudah populer di masya arakat. Jeniss lain dapat dibuat sesu uai dengan kemampuan dan kreativvitas d desainernya. A Adapun jeniss permainan edukatif berb basis permain nan kartu ya ang telah dan n sedang dikkembangkan oleh o penulis antara lain adalah kartu ku uartet, kartu berpadanan, kartu remi, kartu dom mino, dan kartu k bergambar.
Kartu Kuartett Kartu kuartett didesain dalam sejumlah h set kartu de engan setiap setnya terdirri atas 4 buah h kartu sepad dan. S Sedangkan ju umlah set ka artu tidak terrtentu, dapat disesuaikan dengan keperluan, dan tidak t ada ind deks untuk menya atakan urutan n tingkat. Den ngan mengga anti padanan tersebut dengan informa asi pengetahu uan, maka kartu tersebut menjadi m alat media pemb belajaran be erbentuk perrmainan karttu kuartet yang y menyenangka an.
76
PR ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon “C Current Issues on Research R and Teaaching in Science Education”
ISBN: 978-9799-98546-4-2
Kartu Berpadanan Be Kartu be erpadanan le ebih sederhan na dibanding gkan dengan kartu kuarte et di atas ka arena desain kartu ini dalam se ejumlah set tertentu t dengan setiap setn nya hanya terrdiri atas dua kartu sepada an. Adapun ju umlah set kartu te ersebut sifatn nya bebas, tid dak ada kete entuan khusus, jadi dapatt dibuat deng gan jumlah set sesuai dengan kebutuhan. Dengan me engganti pad danan terseb but dengan informasi pe engetahuan dan d atau teknolog gi, maka karttu tersebut menjadi m alat media m pembellajaran berbe entuk permain nan kartu berrpadanan yang me enyenangkan.
Kartu Remi Re Kartu re emi sebagai alat a media pembelajaran dapat d didesain n dalam 4 sett kartu dan sa atu setnya te erdiri atas 13 kartu u sepadan se ehingga seluruhnya ada 52 kartu. Seda angkan setiap set kartu tersebut t diberri indeks, misalnya a dengan huruf kecil di salah s satu su udut, untuk menentukan m t tingkatan darri setiap set tersebut. Tingkata an ini analog dengan indeks pada kartu u remi, yaitu angka 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, J, Q, K, dan A (As). Pa ada indeks ini secara bertu urutan dari te erendah hingg ga tertinggi. Namun N demikkian pemberia an indeks ini sifatn nya tidak muttlak karena penggunaan kartu k ini tidak harus sama dengan peng ggunaan kartu u aslinya. Dengan mengganti padanan p terse ebut dengan informasi pen ngetahuan da an atau tekno ologi, maka ka artu remi ini menjadi alat media pembelajarran berbasis permainan p kartu yang men nyenangkan.
Kartu Domino Do Satu sett kartu domino terdiri atas 28 kartu. Settiap kartu me empunyai dua a sisi dan setia ap sisinya dapat berisi bulatan merah seban nyak 0, 1, 2, 3, 4, 5, dan 6, (0 berartti tidak terdap pat bulatan merah). m Apabila angka jumlah 0 s.d. 6 terssebut dipand dang sebagai 7 buah karakter beda, maka dalam setiap kartu u domino terdapatt dua karakte er dengan kom mbinasi terten ntu. Jadi dala am satu set ka artu domino terdapat t 28 kombinasi k pasanga an yang khas dari karakterr 0, 1, 2, 3, 4, 4 5, dan 6. Se etiap karakter dalam komb binasi itu akan muncul sebanya ak 8 kali. Den ngan mengga anti karakter ini dengan in nformasi peng getahuan dan n atau teknologi yang sepadan n maka kartu u ini menjadi alat media berbasis perrmainan kartu u yang menyyenangkan da an dapat dimainka an seperti permainan kartu u domino. Permainan Edukatif Ular Tang gga Permain nan ini menga acu pada perm mainan ular tangga t yang sudah popule er di anak-an nak. Desain pe ermainan ini untukk pembelajara an, terutama dengan cara menambahka an permainan n ini dengan kartu, k yang te erdiri dari dua pakket. Paket pertama terdiri atas kartu-ka artu pertanya aan dan yang g kedua terdiri dari kartu jawaban. Pada ba agian muka kartu pertanyyaan diberi indeks atau kode khas dan d indeks atau a kode yang sama dicantum mkan pula pa ada bagan be elakang kartu jawabannya,, yaitu indekss atau kode pada p pasanga an karatu pertanya aan dan kartu u jawaban harus sama.
Permain nan Edukatif Monopoli M Permain nan monopoli adalah sejenis permainan strategi berb bisnis. Desain n alat permain nan ini terdiri atas dua bagian pokok, p pertam ma bagian ala as dapat dari papan atau karton. Sedang bagian ke edua adalah tiga paket kartu, yaitu paket ka artu kesempattan, paket ka artu dana um mum, serta pa aket kartu kep pemilikan. Paket kartu ketiga ini terdiri attas beberapa a kelompok, sesuai den ngan jumlah kelompok fasilitas umu um yang dicantum mkan pada bagian b alas alat a permaina an ini. Pada alas, bagian pinggir diba agi kedalam beberapa kotak, misalnya m 28 kotak, kemu udian kotak--kotak ini dib bagi atas be eberapa kelom mpok fasilitass umum, misalnya a setiap kelo ompok terdiri atas 3 kottak, dan kelo ompok ini da apat berupa fasilitas tran nsportasi, penginapan atau perrhotelan, hibu uran, dan pendidikan. Kem mudian terda apat kotak-kotak tunggal yang y diisi dengan kesempatan,, dana umum m, dan kartu hukuman te ertentu, seperrti penjara se elama jumlah h putaran tertentu atau harus mundur m sejum mlah langkah tertentu. Ada apun kotak ke esempatan da an dana umum adalah terkait dengan d pake et kartu kese empatan dan n dana umum m, artinya di pemain ha arus mengam mbil kartu tersebutt ketika masuk pada kotakk di atas. 77
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar S on Sciencce Education “Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation”
ISBN: 978-979-985466-4-2
Pemu uatan keilmua an dalam permainan ini antara a lain de engan mengiisi setiap karttu dengan su uatu pertanyaan kemudian k pe emain yang mendapatan kartu terseb but berkewajjiban membe eri jawaban dari pertanyaan tersebut t seba agai syarat untuk mempe eroleh suatu keuntungan dalam perma ainan itu, sep perti s syarat untuk mendapatkan bantuan da ana umum attau untuk me emiliki paket-p paket fasiltas di atas. Den ngan d demikian, pe ermainan mo onopoli ini menjadi m salah satu media pembelajara an berbasis permainan yang y menyenangka an. Permainan Edukatif Komik Lipat Se ederhana S Sesuai denga an namanya, komik ini da apat dilipat, bentuknya b se ederhana, dan ukurannya kecil. Pemua atan materi keilm muan dalam komik ini adalah denga an cara meb buat cerita yang y dikaitka an dengan ilmu pengetahuan dan atau teknologi. Dengan D demikian, perma ainan ini me enjadi bersifa at edukatif dan menyenangka an. Permainan Edukatif Scr crabble h populer seb bagai permain nan edukatif bahasa b Inggrris. Pengemba angan permaiinan Permainan sccrabble sudah ini untuk materi pembelajaran pada a dasarnya sama s dengan n untuk bah hasa Inggris.. Intinya ada alah permainan in ni harus dilen ngkapi denga an kamus isttilah untuk. Pemain bertu ugas menyussun kata den ngan huruf-huruf yang y dimilikinya, tetapi, se etelah kata itu u disusun ia harus h menjela asan makna atau a arti dari ata itu dan kemudian jawabannya dicocokkkan menggun naan kamus isstilah. Strate egi implemen ntasi permain nan ini adala ah pemberian n sistem bon nus. Bonus diberikan d apa abila pemain dapatt menjelasan makna atau arti dari kata yang disusun n sesuai deng gan yang terte era dalam kamus istilah. Apabilla penjelasannya benar, maka m pemain akan mendap pat point bon nus dari fasilittas double let etter, t tripple letter, r, double worrd, atau tripp ple word seccara penuh sebaliknya s jikka salah makka pemain ha anya mendapat po oint itu sesuai dengan jumlah angka yan ng tercantum pada huruf penyusunnya. p A Audio lagu A Audio lagu untuk pembela ajaran sudah banyak dike embangan, te etapi pada um mumnya massih terkonsenttrasi pada pengeta ahuan popule er. Desain aud dio lagu untukk pembelajara an dapat dilakkukan dengan n cara mengg ganti lirik suatu la agu, usahaka an yang populer untuk siswa, s dengan materi sua atu mata pe elajaran. Den ngan d demikian, lag gu ini menjadii bersifat edukatif dan tenttu akan sanga at digemari olleh siswa. S SIMPULAN ainan edukatif sebagai pendukung pen ngembangan “Taman edukkatif” dapat dilakukan d den ngan Desain perma memuati perm mainan itu de engan materi pembelajaran n. Pada dasarrnya konstrukksinya tidak te erlalu sulit, te etapi bahwa alat media perlu tetap diperhatikan d m edukattif ini harus berbasis men nyenangkan, baik secara fisik maupun mua atan materi yang y dimasukkkan. Impelem mentasi alat permainan p ini harus berm motokan ”Berm main S Sambil Belaja ar” bukan sebaliknya, seh hingga pemakkai, terutama a anak-anak, tidak akan merasa m terbebani o oleh suatu kegiatan k belajjar tetapi seb baliknya, merreka merasa sedang berm main. Permainan edukatiff ini, d dalam prosess pebelajaran,, cocok untukk penguatan, media, dan ju uga sumber yang y berbasis menyenangkkan. Pengembangn ”Ta aman Edukattif” secara utu uh tidak cuku up hanya didukung oleh aneka a permaiinan e edukatif ini, tetapi t harus dilengkapi d den ngan unsur-unsur lainnya, seperti anekka alat peraga a mata pelajaran, a alat teknolog gi dasar, alatt teknologi praktis, p labora atorium, labo oratorium virrtual, serta dilengkapi d sarrana t teknologi info ormasi dan ko omunikasi. DAFTAR R PUSTAKA A Anonim 1, 19 999, Teori Ko onstruktivismee. Tersedia paada http://ww ww.teachersro ock.net, Diaksses pada tang ggal 28 Ju uli 2007. A Anonim 2, 19 999. Construct ctivism. Tersed dia pada stein n@installdude e.com, Diakse es pada tangg gal 28 Juli 200 07
78
PR ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon “C Current Issues on Research R and Teaaching in Science Education”
ISBN: 978-9799-98546-4-2
Anonim 3. tanpa tahun. Strategi dan d Gaya Bellajar. Tersediaa pada http:///www.ut.ac.id./html. Diakkses pada tanggal 12 April A 2008. ahun, Komput uter dan Mediia Pembelajarran di SD. Teersedia pada
[email protected]. Asra, D..M., tanpa ta Diakses pada a tanggal 28 Juli J 2007. Conway, J., 1997.. Eductionall Technology gy’s Effect on Models of Instructtion. Tersed dia http://coplan nd.udel.edu/~ ~jconway/EDS ST666.htm. Diakses D tanggal 3 Agustus 2007.
pada
Dalyono o, M, 2001. Pssikologi Pendiidikan. Rineka a Cipta. Jakartta. Darmadjjo, Hendro, 1992. 1 Pendidikkan IPA 2. Deepdikbud. Jakkarta. Elisabeth h K. Wilson, 2006. 2 The Im mpact of an Alternative Al Mod odel of Studen nt Teacher Su upervision: Vie iew of the participants. Teachin ng and Teacher Education 22: Tersedia pada http://www.e elsevier.com//locate/tate. Diakses D pada tanggal 12 Pe ebruari 2006. George, W. G, Jr, at. All., tanpa ta ahun, Constru uctivist Learniing Design. Tersedia T pada a m/cld/cldp.htm ml. Diakses pada p tanggal 5 Agustus 200 07. http://www..prainbow.com W., 2003. Cons nstructivism. Tersedia T pada http://chiron n.valdosta.edu u/whuitt/col/ccogsys/constrruct.html. Huitt, W Diakses pada a tanggal 3 Ag gustus 2007. Hurlock,, Elizabeth B, Tanpa tahun n. Psikologi Pe erkembangan n. Erlangga. Jaakarta. Husain, A. R., 1995. Penyelenggarraan Sistem Pendidikan P Naasional. C.V. Aneka. A Solo.
ivist and Teaching Te – The Sosio-ccultural Cont ntext. Tersed dia pada Jaworskki, B, 1996.. Constructiv http://www.g grout.demon..co.uk/Barbarra/chreods.htm m. Diakses pa ada tanggal 6 Agustus 200 07. Marie-Ch hristine Opde enakker, Jan n Van Damm me; 2006. Te Teacher Chara racteristics an nd Teaching Style of Effectivenesss Enhancing factors of Classroom C Pr Practice , Teacching and Te eacher Educa ation 22: Tersedia pda a http://www..elsevier.com//locate/tate . Diakses pada a tanggal 12 Pebruari 2006 6 Mulyasa a, 2005. Menja jadi Guru Proffesional, Band dung: PT Rem maja Rosdakarrya. Pakasi, S, 1981. Pela lajaran Sain di d Taman Kan nak-Kanak daan kelas I, II, II III SD. Bhaaratara Karyaa Aksara. Jakarta. at, J., 2001, Kartu K Fisika sebagai s bagiaan dari Kartu Sain merupak akan Model Peembelajaran suplemen s Rokhma di Tingkat SD D dan SMP, Ju urnal Ilmu Pe endidikan, Tah hun XIV Mare et. Rokhma at, J., 2006, Pengembanga P an ”Taman Edukatif” E Berb basis Permain nan untuk Peembelajaran di d TK dan SD, Jurnal Dinamika Pend didikan, Volum me 2 No. 1, Mei. M Rokhma at, dkk, 200 06, Pengemb mbangan Prottotype Perm mainan Eduka katif Model Kartu K Kuarte tet untuk Pembelajaran an Sains Fisikaa di SD, Unram m: Laporan penelitian. Rokhma at, dkk, 2006 6, Pengenalan n Penggunaan an Alat Mediaa Puzzle untu uk Pembelajaaran Sains Fissika Pada Siswa Kelas 3 SD Negeri 27 2 Ampenan, Unram: Lapo oran pengabd dian pada massyarakat. Rokhma at, J., 2007, Pengembanga P an Permainan n Puzzle untu uk Media Pem mbelajaran IPA PA Fisika di SD D sebagai Pendukung Program P ”Tam man Edukatif””, Jurnal Pijar MIPA, Volum me II No. 1, Maret. Setiawan, D. dkk., 2005. Komp puter dan Meedia Pembelaajaran. Pusatt Penerbitan Universitas Terbuka. Jakarta. at, dkk, 2008, Pengemban ngan Permain nan Puzzle Untuk Un Media Pembelajaran P Aktif, Kreatif if, Efektif, Rokhma Dan Menyen nangkan (Pake kem) Dalam Peelajaran IPA Fisika F SD, Unrram: Laporan penelitian. Skinner,, B.F. tanpa tahun. Blockh head Behaviorrism: B. F. Skkinner and the he Perversion of o a Science. Tersedia owstead/file/p pavlov/jpg.htm m. Diakses pada p tanggal 28 Juli pada http:///www.homesttead.com./flo 2007. Trilling, B & P. Hood. 1999. Learniing Tchnologyy and Education Reform in n the Nowledg geAge or We’’re Wired, d Windowed, Now What? Journal of Ed ducation Tech hnology. Mayy – June, 199 99, p: 5 – Webbed, and 18.
tasi Baru dalam m Psikologi Pembelajaran. Pe Jakarta: Bum mi Aksara. Uno, B. 2006. Orienta
79
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar S on Sciencce Education “Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation”
ISBN: 978-979-985466-4-2
S SCI-07
CORE BUSI SINESS PEMBELAJARAN N IPA: MENIINGKATKAN KREATIVIT TAS GURU MENGAJAR M IPA DENGAN INKU UIRI DI SD DALAM D KON NTEKS PENDIDIKAN TIN NGGI JARAK K JAUH A.A. Ketut Budiastra (kbudias
[email protected] Universsitas Terbuka))
ABS STRACT This studyy aimed to describe d thee effectivenesss of the str trategy TDPSP SPM on tutorrial started by b observing video recorde ded modeling,, discussion, creating lesso son plan, simu ulation in thee form of peeer g in real situ tuation in eleementary sch hool setting. The model of o teaching, enrichment, and teaching instruction n on this stud dy was emph hasized on im mproving the ability of teaachers to teaach science by b ypes of inquirry approach such as scieence process skills, sciencce technologyy and society ty, various typ learning cyycles, and inttegrated apprroach in the contexts of distance d educcation mode. Modules werre used as main m learning sources s and video v recordeed modeling as a an educati tional media with w the use of o research and a developm ment (R & D) cycles. This study s involveed 63 element ntary school teachers te in on ne of regional al office of Un niversitas Terb buka with thee use of one group g pretestt posttest dessign during th he year of 20 006 until 2007 7. The result of the study showed thatt the use of modules m and video v recordeed modeling with w this strat ategy improveed teacher’s creativities c an nd their abilitiies in preparin ing lesson plaan as well ass in impleme enting sciencee instruction by inquiry in i elementaryy school. The he problems in i implementting the mode el of instructio on in elementa tary school weere also discu ussed. Keywords s: TDPSPM sttrategy, inquirry, distance education, e R & D and creattivities
PENDAHULU UAN Secara nasio S onal hasil belajar IPA belu um menunjukkan hasil ya ang menggembirakan. Pe endapat ini le ebih d didasarkan pe encapaian ha asil belajar me enurut standa ar kelulusan UAN U maupun n NEM yang diterapkan d seccara nasional pada a tahun-tahun n belakangan n ini. Jalil (200 03) mengatakkan bahwa mutu m pendidika an kita tidak saja rendah, tetap pi juga mena ampakkan ge ejala menukikk dari tahun ke tahun. Beberapa B hal yang selama a ini d dianggap sangat mempe engaruhi ren ndahnya dayya serap sisw wa terhadap p mata pela ajaran, terma asuk d didalamnya y yang mempen ngaruhi rendahnya daya serap s mata pelajaran p IPA A antara lain materi pelaja aran t terlalu padat dan dikemas kurang me enarik, kemam mpuan penga ajar dalam menguasai m dan n menyampaikan materi, serta sarana dan prasarana pendukung p prroses pembellajaran. Pang gkal penyebab b dari semua a ini t tentu sangatt banyak, te etapi tudinga an utama ba anyak ditujukkan kepada guru, karen na gurulah yang y merupakan ujung tombak di lapangan yang y bertem mu dengan sisw wa secara terrprogram (Wa ardani, 1999). uan, dkk. (20 003), menyeb butkan bahwa a banyak perrmasalahan yang y dihadapi guru SD da alam Hindu mengajarkan IPA, meliputti: 1) jumlah siswa SD dalam satu kela as cenderung besar terutam ma di kota be esar s seperti Bandu ung, bahkan ada yang mencapai m 70 siswa s dalam satu kelas; 2) 2 isi kurikulu um terlalu pa adat, berorientasi pada p tuntutan n disiplin ilmu u dan hanya cocok c untuk siswa s dengan kemampuan di atas rata--rata d dan superior,, guru terpak ksa mengejarr target kurikkulum dan melupakan m kettuntasan bela ajar siswa da alam s satu ungkapa an “luas 1 km m persegi den ngan kedalam man satu senttimeter”, peru ubahan kuriku ulum nampakknya belum berhassil “melangsin ngkan kurikulum secara berarti”; b 3) pe engaruh oran ng tua murid yang berlebiihan s sehingga dap pat menimbulkan pengaruh negatif; dan 4) perlengkkapan dan alo okasi dana masih m perlu diitata kembali. Dari studi penda ahuluan yang g dilakukan Hinduan, et. et al. (2001) mengidenttifikasi beberrapa kelemahan pe elaksanaan perkuliahan p bidang studi IP PA di pendidikkan Prajabata an guru SD dengan d kuriku ulum t tersebut, yaiitu: 1) para mahasiswa calon guru seringkali tiidak diberi peluang p yang g optimal un ntuk berpartisifasi memadukan konsep IPA dan cara me engajarkannyya di SD kare ena bekal untuk itu diajarrkan 80
PR ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon “C Current Issues on Research R and Teaaching in Science Education”
ISBN: 978-9799-98546-4-2
dalam dua d matakulia ah terpisah; 2) kuliah bid dang studi IP PA hampir sem mua diajarkan n melalui cera amah; 3) kuliah bidang b studi IPA sebagian besar diampu u oleh dosen yang tidak memiliki m peng galaman meng gajar IPA di SD, sehingga s tidak dapat mem mberikan conttoh; 4) penga ayaan materii dinilai terlalu akademis, sehingga 5) waktu pendidikan dirasakan sulit dip pahami maha asiswa dan tid dak relevan bagi peserta didik, dan d sangat pendek, p yaitu dua tahun. Program m S1 PGSD merupakan m ke elanjutan darri program D-II PGSD yan ng dimaksudkan untuk membantu m para guru lulusan D--II PGSD (Guru Kelas) gun na mengemba angkan dan meningkatkan m n kualitas dirii menjadi guru SD D yang professional (Pedom man Pengelola aan PGSD UT T, 2005: 1). Dalam D UU No o. 20 Tahun 2003, 2 PP No. 19 Tahun 2005, Permen No.. 16 Tahun 2007, 2 dan Pe ermen No. 18 8 Tahun 2007 7, disebutka an bahwa pendidikk pada SD/M MI, atau benttuk lain yang g sederajat harus h memilikki kualifikasi akademik pe endidikan minimum m diploma em mpat (D-IV) atau sarjana a (S1). Hal in ni berarti bah hwa pada sa aat yang akan datang lulusan D-II PGSD su udah tidak me emadai lagi untuk u mengajjar di SD, walaupun dalam m kenyataann nya masih u-guru SD yang berijasah D I, DII, dan bahkan ada yang masih ta amatan SLTA A (Kuswaya, 1997). 1 ada guru Interaksi anttara dosen/tuttor pada prog gram PGSD UT U tidak seinttensif interakssi yang dilaku ukan oleh dosen pada p program m PGSD prajabatan. Untukk mengantisifa asi keterbatassan waktu interaksi terseb but maka dalam penelitian p ini demonstrasi d tentang cara memadukan m m materi dengan cara menga ajarkannya di SD yang di dalam m program PG GSD prajabattan dilaksanakan langsung g oleh dosen,, digantikan dengan d meng ggunakan tayangan program video v Buku Materi M Pokokk (BMP) yang g dirancang khusus untuk itu. Adapu un model pembela ajaran dalam penelitian in ni menggunakan strategi tayangan pro ogram video,, diskusi, pen nyusunan renpel, simulasi s meng gajar teman sejawat, s peng gayaan, dan mengajar m riil di d SD (TDPSP PM). Istilah pende ekatan inkuirri yang digu unakan dalam m proses pem mbelajaran IPA I dalam tu ulisan ini dimaksu udkan sebaga ai strategi yan ng diterapkan n oleh guru yang y menghe endaki pesertta didik untuk terlibat aktif un ntuk mengekssplorasi fenom mena yang ada a di lingku ungan/alam sekitar s merekka. Kegiatan ini akan mengara ahkan merek ka untuk men ngajukan perttanyaan, melakukan penyyelidikan, men narik kesimpu ulan, dan mengkomunikasikan hasilnya kep pada orang lain (Harlen, et al, 2005)). Selanjutnya a, dalam ma akalah ini dibahas antara lain efektifitas model pemb belajaran den ngan menera apkan strateg gi TDPSPM terhadap kemamp puan guru me erencanakan pembelajaran n dan melaksanakan pemb belajaran untu uk bidang stu udi IPA di SD; hall-hal yang perlu p diperhatikan dalam penyiapan guru IPA SD D; dan penttingnya inquiiri dalam pembela ajaran IPA di SD. HASIL DAN PEMBA AHASAN Peningkatan kemampuan mahasiswa m d dalam mem mbuat renc cana pembe elajaran (R RP) dan melaks sanakan pem mbelajaran di d SD Dalam Tabel 1 disa ajikan skor dan hasil analisis kema ampuan mahasiswa dalam m membuat rencana pembela ajaran (Renpe el) dan kema ampuan maha asiswa untuk melaksanakan pembelajarran di SD sebe elum dan setelah diberikan perrlakuan dalam m tutorial. Dissajikan juga dalam d tabel te ersebut hasil uji statistik pe erbedaan rerata antara skor pre etest dan sko or posttest (ujji Mann-Whitn ney), dan sign nifikansi per kelompok k yan ng diuji. Ada tujuh komponen yang g dinilai dalam m perencanaa an pembelajarran atau APKG G I, yaitu: 1) Sasaran, mencanttumkan stand dar kompetensi, kompete ensi dasar, da an indikator, serta menca antumkan efe ek iringan dan sikkap ilmiah; 2) 2 Bahan ajar, kesesuaiannya denga an silabus, standar kom mpetensi, dan n tingkat perkemb bangan siswa a; 3) Strateg gi pembelajarran, sesuai dengan d kondiisi, urutan & prasyarat, isu-isu i di lingkung gan, alokasi waktu, w dan da apat mengakttifkan siswa; 4) Merancan ng kegiatan la aboratorium/hands-on, h menentu ukan masalah/gejala, me emilih alat/ba ahan, menenttukan langka ah kegiatan, membimbing g sampai kesimpu ulan, dan mengkomunik m kasikan hasill; 5) Media a, sesuai de engan mate eri pelajaran, tujuan 81
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar S on Sciencce Education “Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation”
ISBN: 978-979-985466-4-2
pembelajaran n, dan prinsip p pembuatan media; 6) Evvaluasi, sesua ai dengan tujjuan/indikator, merencana akan e evaluasi kine erja, menyiapkan kunci jaw waban; dan 7) 7 Tampilan fisik dokumen, kebersihan n dan kerapih han, s serta penggunaan bahasa tulis. Sedangkan kemam mpuan yang dinilai dalam m melaksanaka an pembelaja aran (APKG II) I meliputi tu ujuh komponen, yaitu: y 1) Ape ersepsi yang dilakukan guru untuk mengawali m pe embelajaran; 2) Arahan guru g kepada siswa a untuk melakukan kegia atan laborato orium (handss-on activities es); 3) Aktivittas siswa daalam pembelajaran n di kelas; 4)) Pendekatan n yang digunakan guru da alam pembelajaran sains;; 5) Kemamp puan g guru dalam pembelajaran p ; 6) Penilaian n yang dilaku ukan guru terrhadap capaia an siswa seca ara individu atau a kelas; dan 7)) Kegiatan guru dalam menutup m pelajjaran. Adapun ringkasan skor mahasisswa dan hasil uji beda rataan kelompok k ujiccoba adalah sebagai s beriku ut. Tabel 1: Riingkasan Skor Mahasiswa dan Uji Beda Rataan Prete est dan Postte est Kompone en-komponen n APKG I dan APKG II Kelo ompok Uji Validasi (n=24) Pretest P Komponen n
Mean M
Posttes st SD
Mean
N N_Gain SD
M Mean
SD
Uji beda rataan n
Keputusa an
APKG I A - Sasaran 4,63 4 0,88 8 5,17 0,64 0 0,13 0,20 0 185,50 Signifikan B - Bahan Ajar A 9,21 9 2,08 8 11,29 0,81 0 0,56 0,49 9 109,00 Signifikan C - Strategi Signifikan 15,96 1 2,03 3 19,00 0,98 0 0,72 0,27 7 34,00 ajaran Pembela D - Kegiatan n Lab 12,25 1 2,52 2 16,08 2,50 0 0,45 0,38 8 81,00 Signifikan E - Media 9,17 9 1,97 7 10,21 0,66 0 0,21 0,42 2 167,50 Signifikan E - Evaluasi 6,88 6 2,09 9 9,13 2,07 0 0,40 0,36 6 125,50 Signifikan F - Tampilan n Fisik Tidak 6,88 6 0,45 5 7,08 0,28 0 0,13 0,27 7 232,00 dokume en Signifikan APKG II A - Apersepssi 16,17 1 1,31 1 17,75 0,85 0 0,36 0,27 7 86,00 Signifikan B - Arahan guru g 13,33 1 2,65 5 18,29 1,99 0 0,70 0,35 5 38,00 Signifikan C - Aktifitas siswa 7,96 7 1,12 2 10,63 0,71 0 0,63 0,24 4 20,50 Signifikan D - Pendeka atan Signifikan guru 11,08 1 1,25 5 14,25 1,36 0 0,64 0,27 7 29,50 E - Proses Signifikan ajaran 13,00 1 1,59 9 15,13 1,03 0 0,62 0,41 1 68,50 pembela F - Penilaian n siswa 7,46 7 1,56 6 9,04 1,55 0 0,34 0,28 8 138,50 Signifikan G - Menutup p Signifikan pelajara an 6,63 6 1,01 1 7,54 0,59 0 0,55 0,49 9 127,50 * Berdasarka an tabel nilai uji Mann Whitney W (U) yang y disajikan n pada Lamp piran 16, Sprrent (1991: 283) 2 d dengan α = 0,05 didapatt U = 195. Keputusan K peningkatan ke emampuan mengajar dinya atakan signiffikan j jika U-hitung < 195 atau U-hitung < U-tabel U atau U-kritis U (Ruse effendi, 1998: 398-401) Dari Tabel 1, dap pat dilihat ba ahwa berdasa arkan nilai ya ang dihitung dalam uji be eda rataan un ntuk komponen-ko omponen kem mampuan merencanakan m n pembelajarran (APKG I) I dan komp ponen-kompo onen kemampuan melaksanakan pembelajarran (APKG II)) untuk kelom mpok uji valida asi, dari bebe erapa aspek yang y d diamati mah hasiswa yang g diberikan perlakuan berupa b pene erapan strate egi TDPSPM dalam tuto orial memperlihatkkan skor postttest kemamp puan mengaja ar secara signifikan (α = 0,,05) lebih ting ggi daripada skor s pretest. Hal ini berarti ba ahwa model tutorial t dengan menerapkkan strategi TDPSPM T dala am pembelaja aran d dapat menin ngkatkan prrestasi maha asiswa untukk komponen n-komponen kemampuan n merencana akan pembelajaran n dan kompon nen-kompone en kemampua an melaksanakan pembelajjaran IPA di SD. S 82
PR ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon “C Current Issues on Research R and Teaaching in Science Education”
ISBN: 978-9799-98546-4-2
Mengajar dengan inkuiri seperti s yang dilaksanakan d dalam penelitian ini, tidakk saja membu uat siswa lebih terrmotivasi untuk belajar IPA A, akan tetap pi juga memb buat para gurru lebih sema angat untuk mengajar. m Hal ini terungkap t da ari hasil waw wancara yang dilakukan de engan bebera apa orang gu uru yang mengatakan bahwa ”bila ” anak-ana ak terlihat se enang dan semangat untuk belajar IPA A maka guru pun akan iku ut merasa senang untuk meng gajar IPA”. Hanya H saja mengajar m den ngan inkuiri memerlukan m persiapan ya ang lebih banyak dari guru, menuntut m kre eativitas guru u, dan adan nya dukungan n alat perag ga atau kit IPA I yang memada ai. Disamping g itu, dengan mengajar IPA A dengan inku uiri memerlukkan waktu yan ng lebih banyyak untuk mengaja arkan topik ya ang sama bila a dibandingka an bila topik te ersebut diajarkan dengan metode ceram mah atau demonsttrasi saja. Berdasarkan nilai korelassi untuk me erencanakan dan melaksa anakan pemb belajaran anttara skor pretest dan skor po osttest kelom mpok uji valiidasi diperole eh angka 0,0 01. Hal ini berarti bahw wa model pembela ajaran denga an menerapkkan strategi TDPSPM dalam tutorial dapat menin ngkatkan kem mampuan mahasisswa tidak sa aja mahasisw wa yang memiliki m kema ampuan awal tinggi, aka an tetapi jug ga dapat meningkkatkan kemampuan maha asiswa yang memiliki kem mampuan aw wal kurang maupun m sedan ng untuk pembelajara merenca anakan dan melaksanakan m an IPA di SD. Penyiap pan Guru IP PA SD Menurutt American Association A off Physics Tea acher (1988),, “Pemegang peran paling g penting pa ada mutu pendidikkan adalah gu uru”. Guru ad dalah kunci dalam d usaha untuk menin ngkatkan muttu pendidikan n. Senada dengan pendapat tersebut, Mund dilarto (2001)) dalam hasil penelitiannya a diketahui bahwa b kecend derungan rendahn nya mutu pen ndidikan teru utama pada mata m pelajara an IPA semakin jelas pad da jenjang pe endidikan yang leb bih tinggi. Mu utu pendidikan n di suatu tingkat ditentukkan oleh mutu u pendidikan di tingkat seb belumnya dan yan ng menjadi pe enentu mutu pendidikan adalah mutu guru. g Oleh ka arena itu, lang gkah strategiss ke arah peningkkatan mutu pe endidikan harus ditujukan pada upaya untuk u meningkatkan mutu guru SD. yang dilaku Dari studi pendahuluan p ukan Hindua an, et al. (2001) ( meng gidentifikasi beberapa kelemah han pelaksana aan perkuliah han bidang studi IPA di pe endidikan Prajjabatan guru SD dengan kurikulum k tersebutt, yaitu: 1) para mahassiswa calon guru g seringkkali tidak dib beri peluang yang optim mal untuk berpartissifasi memad dukan konsep p IPA dan cara mengajarkkannya di SD D karena beka al untuk itu diajarkan dalam dua d matakulia ah terpisah; 2) 2 kuliah bida ang studi IPA A hampir sem mua diajarkan n melalui cera amah; 3) kuliah bidang b studi IPA sebagian besar diampu u oleh dosen yang tidak memiliki m peng galaman meng gajar IPA di SD, sehingga s tidak dapat mem mberikan conttoh; 4) penga ayaan materii dinilai terlalu akademis, sehingga sulit dipahami mahassiswa dan tida ak relevan ba agi peserta didik, dan 5) waktu w pendidikan dirasaka an sangat pendek, yaitu dua tah hun. Tytler (1996) menya atakan bahwa a pemisahan antara Konssep-konsep Dasar D IPA da an Pendidikan n IPA SD memilikii beberapa ke elemahan, ya aitu: 1) materi yang diberrikan pada ko onsep-konsep p Dasar IPA terbingkai t murni pada p disiplin keilmuan, be eberapa topikk tidak releva an dengan pe engajaran IPA A di SD, matteri yang diberikan diposisikan n ke dalam disiplin yang g terpisah; 2) cara penyu usunan mata akuliah yang pertama menghe endaki pendek katan mengajjar yang form mal; 3) mataku uliah tersebutt menawarkan n model meng gajar IPA yang kurang tepat un ntuk diberikan n di SD. Dalam NSES (NRC, 1996)) disebutkan guru yang professional se eharusnya da apat menginte egrasikan antara pengetahuan n tentang IP PA, belajar, pedagogi, siswa, s dan aplikasi a dari pengetahua an dalam mengaja arkan IPA. Be eberapa hal yang y perlu dip perhatikan an ntara lain: 1) belajar IPA melalui m investtigasi dan inquiri; 2) 2 menginteg grasikan antarra IPA dan pe engetahuan mengajar; m 3) mengintegrassikan teori da an praktik di kelas;; 4) pengemb bangan aktivittas profession nal yang bervvariasi; dan 5) 5 guru sebag gai anggota komunitas k yang pro ofesional. 83
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar S on Sciencce Education “Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation”
ISBN: 978-979-985466-4-2
Tabel 2: 2 Perubahan Penekanan dalam d Konten dan Pembela ajaran Sains No. Kurang Menekankan Pada P Perubahan Pe enekanan dalam Konten Sa ains 1. Menge etahui fakta dan informasi ilmiah 2. 3. 4 4. 5.
Mempe elajari disiplin materi sub bjek (Fisik, ilmu ha ayat, ilmu bumi) hanya un ntuk bidang ilmu itu u sendiri Memisahkan penge etahuan tentang sains dan prroses sains Memua at banyak top pic sains Menerttapkan inkuiri sebagai sebuah s set dari prroses
Perubahan Pe enekanan dalam Pembelajaran Sains No. Kurang g Menekankan n Pada 1. Kegiata an untuk mendemonstr m rasian dan memve erifikasi konte en sains 2. Penyellidikan hanya meyakinkan dalan satu periode e klas 3. Keterampilan proses diluar konte en sains 4 4. Menekkankan pada a keterampilan proses secara individu seperti s observasi atau nsi inferen 5. Menda apatkan jawab ban 6. 6 7. 8 8. 9 9.
10. 11. 12.
Sains sebagai s eksplorasi dan ekssperimen Menye ediakan jaw waban untukk tentang konten n sains Siswa secara ind dividu atau kelompok analisis dan mensintesis data d tanpa menga ada du ukungan kesim mpulan Melaku ukan penyellidikan yang g terbatas dalam usaha untuk mengkover sejumlah k sains besar konten Menyim mpulkan inku uiri dengan hasil dari eksperrimen Menge elola material dan peralatan Komun nikasi secara privat tenta ang ide-ide siswa dan d kesimpulan kepada gu uru
Lebih Mene ekankan Pad da Memahami konsep ilm miah dan mengembangk m kan kemampuan untuk melakkukan inkuiri Mempelajari disiplin ma ateri subjek dalam konttek inkuiri, tekn nologi, sains dalam perspektif person nal dan social, sejarah s dan ha akikat sains Mengintegra asikan semua aspek dari ko onten sains Mempelajari hanya se edikit konsep p sains yang mendasar Menerapkan inkuiri seb bagai strategi instruksion nal, kemampuan, dan ide-ide yang akan diipelajarai.
Lebih Menekkankan Pada Kegiatan untuk u menyyelidiki dan menganalisis pertanyaan sains s Penyelidikan n dilaksanakan n dalam perio ode waktu yang lama Keterampilan n proses dalam kontek sain ns Menggunaka an beragam keterampilan k proses sainss – manipulasi, kognbitif, k dan n sesuai prose edur Menggunaka an bukti dan strrategi mengemban ngkan atau me erevisi penjelasan Sains sebaga ai argument dan d penjelasa an Mengkomunikasikan penjelasan dari sa ains
unttuk
Kelompok siswa biassanya menganalisis dan d h ada dukungan kesimpula an mensintesis data sesudah Melakukan lebih l banyakk penyelidikan n dalam usa aha untuk meng gembangkan pemahaman n, kemampua an, nilai dari in nkuiri dan pe engetahuan tentang t kontten sains Mengaplikassikan hasil dari eksperimen unttuk argumentasii dan penjelassan ilmiah Mengelola id de-ide dan penjelasan Ide-ide siswa dikomunika asi kepada se emua siswa dan d gan teman se ekelas. bekerja deng
McDe ermot (2000)), menyebutkkan bahwa gu uru yang pro ofesional seha arusnya mem miliki pemaham man yyang mendalam terhadap p bidang stu udi Fisika, da an kesadaran n tentang su ulitnya materi tersebut un ntuk d diajarkan pad da siswa. Apa abila para gurru tidak diperrsiapkan untu uk mengajarkkan bidang stu udi tersebut, ada kecenderunga an guru akan n mengajar seperti s yang diajarkan kepada mereka a. Bila merekka diajari den ngan c ceramah makka mereka akan mengaja ar dengan metode ceramah, meskipun n cara terseb but kurang te epat
((Teachers ten end to teach as a they were taught. If the hey were ttaug ght through lecture l , theyy likely to lectture, e even if such instruction i is inappropriatee for their stud udents).
84
PR ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon “C Current Issues on Research R and Teaaching in Science Education”
ISBN: 978-9799-98546-4-2
Pembelajaran n IPA untu uk anak-anakk telah dikketahui lebih h efektif bila dibangun dengan menggu unakan benda a-benda kong gkrit sebagai dasar untuk membangun n konsep-konssep ilmiah. Para P guru hendakn nya memiliki pemahaman yang sangat mendalam te erhadap mate eri yang dipelajari bila dib badingkan dengan apa yang ak kan dikuasai oleh o siswa. Apakah sebaga ai sesuatu ya ang diharapka an atau tidakk, metode ar dipelajari melalui conttoh yang dib berikan. Bila kemampuan n untuk men ngajar denga an inkuiri mengaja menjadi suatu tujuan, maka guru harus merefleksikan se emangat terse ebut melalui serangkaian kegiatan yang diperlukan. Sebagai S conto oh, untuk menyiapkan m guru menga ajarkan rang gkaian listrik dengan menggu unakan inquiri, kita harus melibatkan mereka m pada serangkaian kegiatan tah hap demi tahap untuk memban ngun model kualitatif ya ang antara lain dapat mereka m guna akan untuk memprediksiikan dan menjelaskan rangkaia an sederhana a yang terdiri dari bateri, la ampu, dan kabel (McDermo ott, 2000). Hinduan, dkk k. (2003), me enyebutkan bahwa b model pengajaran yang diberika an kepada ca alon guru SD seba aiknya meme enuhi karakte eristik berikut: 1) memadu ukan pengeta ahuan tentan ng konsep-konsep IPA dan pen ngetahuan ten ntang cara me engajarkannyya; 2) membe erikan contoh h konkrit tenta ang cara men ngajarkan suatu to opik dengan menerapkan m t teori pengajaran yang aka an dibahas pa ada waktu itu u. Contoh itu diberikan dalam bentuk b demon nstrasi oleh dosen; d 3) pe embahasan se ecara rinci te eori yang pen nerapannya baru b saja didemon nstrasikan; 4) 4 memberi kesempatan k pada calon guru untuk berlatih me emperaktekkannya; 5) memberrikan pengaya aan dalam pe engetahuan IPA yang dipe erlukan guru untuk dapat mengajar IPA A dengan baik. Sejalan deng gan penelitian n Hinduan, dkkk. (2003) un ntuk calon guru SD di Prog gram D-II Pra ajabatan, berdasarkan penelitia an ini secara umum dapat disimpulkan bahwa prinsiip-prinsip pem mbekalan bida ang studi IPA pad da mahasiswa a program S1 1 PGSD melalui PTJJ agar dalam pelakksanaannya berlangsung b e efektif: 1) dilaksan nakan secara terintegrasi antara konse ep-konsep da asar IPA dan n metodologi pembelajara annya; 2) diberikan contoh lan ngsung tentan ng pembelaja aran IPA untu uk SD yang dikemas d dala am bentuk modul m dan program m Video BMP;; 3) iberikan peluang seb banyak mungkkin kepada mahasiswa m un ntuk mengem mbangkan keteram mpilan-keteram mpilan mengajarnya mela alui peningka atan jumlah dan kualitass pelaksanaa an peer teaching g; dan 4) diberikan d kessempatan se ebanyak mun ngkin kepada a mahasiswa a untuk menerapkan keteram mpilan-keteram mpilan meng gajar yang diperoleh d pa ada saat pe eer teaching dalam situaasi yang sebenarrnya di SD yan ng juga berfu ungsi sebagai laboratorium pendidikan. gnya Inkuirii dalam Pem mbelajaran IPA I Penting Berdasarkan kecende erungan yang g ditemukan McDermot (1 1990) pada para p guru, ba ahwa ”Apabila a mereka belajar melalui kuliah didominasii ceramah, walaupun w ben ntuk perkuliahan ini tidakk tepat, mere eka akan ceramah h pula kepada a siswa merekka”, maka mo odel mengajar dalam perku uliahan haruss diberikan yang paling tepat da an bervariasii. Sesungguh hnya ada dua kutub bela ajar dalam pendidikan, p y yaitu tabula rasa dan konstrukktivisme. Men nurut rujukan n tabula rasa, siswa diibaratkan sebag gai kertas puttih yang dapa at ditulisi apa saja a atau ibaratt wadah koso ong yang da apat diisi apa a saja oleh gurunya. g Den ngan kata lain, dalam rujukan tabula rasa siswa s seakan--akan pasif da an memiliki keterbatasan k d dalam belajarr. Sedangkan menurut rujukan konstruktivissme, setiap orang o yang belajar b sesung gguhnya mem mbangun pen ngetahuannya a sendiri. Jadi sisw wanya aktif dan d dapat me eningkatkan diri d dalam kon ndisi tertentu (Rustaman, 2003, dalam Sutarno, dkk, 200 03; Lie, 2004)). Menurut Nattional Science e Education Standard S (NR RC, 1996) pen ngembangan profesional bagi b guru sains pe erlu memaduk kan pengetah huan sains, pe embelajaran, pedagogi, da an siswa. Sela ain itu pengembangan profesional guru sains juga perrlu mengaplikkasikan peng getahuan ke dalam peng gajaran sainss melalui penyelid dikan dan ink kuiri (The Na ational Reseaarch Council, NRC, 1996). Selanjutnyaa ditinjau darri tingkat komplekksitasnya, pembelajaran dengan d inkuirri dibedakan menjadi tiga a tingkatan (Trowbridge ( & Bybee, 85
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar S on Sciencce Education “Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation”
ISBN: 978-979-985466-4-2
1990, dalam Rustaman, 2003). 2 Tingkattan pertama adalah pemb belajaran pene emuan (disco overy). Tingkaatan kedua adalah h pembelajara an inkuiri terrbimbing (guiided inquiry).. Tingkatan paling p komple eks adalah in nkuri t terbuka atau bebas (open n inquiry). Oleeh karena itu u, perkuliahan n bidang stud di IPA pada pendidikan p da alam j jabatan guru u SD sewajarnya menghindari dom minasi cerama ah dan men nggunakan variasi v cara-ccara mengajarkan IPA yang tep pat lainnya. Pada dasarnya ilm mu pengetah huan alam (IPA) atau saiins dapat dip pandang seba agai produk dan proses. Sebag gai produk sa ains merupaka an ilmu pengetahuan yang g terstruktur yang diperole eh melalui pro oses a aktif, dinamiis dan eksploratif dari kegiatan k induktif (Carin, 1997). Sela anjutnya pem mbelajaran sains s d didasarkan p pada teori belajar b konstrruktivis yang g berpandang gan bahwa belajar meru upakan kegia atan membangun pengetahuan yang dilakkukan sendirri oleh siswa a berdasarkan pengalama an yang dim miliki (Ramsey, 19 s sebelumnya 993). Melakkukan kegiattan sains de engan kemam mpuan dasarr bekerja ilm miah memberikan pemahaman terhadap pengetahuan, berpikirr dasar da an berpikir tingkat tin nggi, mengembang gkan sikap krritis, logis, sisstematis, disiplin, objektif,, terbuka dan n jujur, koop peratif, rasa in ngin t tahu, dan se enang belajar sains. Kem mampuan, sikkap, dan ketterampilan te ersebut dapat menumbuh hkan `science disp position`, yaittu keinginan, kesadaran daan dedikasi teerhadap sainss yang diperlu ukan dalam abad a t teknologi ini (Rustaman, ( 2005). 2 Keterrampilan prosses sains tida ak dapat dipissahkan dari pembelajaran p IPA berbasiss inkuiri. Menurut Beyer (1971 1) melalui inkuiri, dimungkinkan pe embelajaran yang melibatkan proses, produk atau a pengetahuan (content orr knowledge) dengan kontteks dan nilai (context, va alues, and afffective). Den ngan kata lain, belajar konsep IPA I saja atau u belajar keterampilan saja a (proses sain ns, berpikir krritis), tidak da apat memecahkan n persoalan. Mengalami pembelajarran IPA yang memung gkinkan sisw wa belajar aktif a membangun konsep dan keterampilan n sedemikian n rupa terinte ernalisasi seh hingga menja adi miliknya dan menjadi kebiiasaannya, merupakan m ta arget yang pe erlu dituju dan d dicapai oleh o para pendidik, terma asuk pendidik di LP PTK yang menyiapkan calo on gurunya (R Rustaman, 20 005). Siswa a SD memp punyai usia antara a 7 - 11 tahun ya ang pada umumnya berrada pada taraf t perkembanga an intelektual operasional kongkrit. Pad da fase ini ana ak mampu me elakukan ope erasi atau berpikir logis tetapi hanya denga an kehadiran benda-bend da kongkrit. Menurut Gag ge & Berline er (1978), da alam mempelajari IPA sebaikn nya kepada siswa SD dihadirkan be enda nyata atau a benda tiruannya un ntuk memberikan kesempatan kepada siswa a menyentuh h, melakukan tindakan, melihat dan merasakan ben ndabenda yang dihadapinya d sehingga membantu siswa a memperole eh dan mema ahami konsep p yang dipela ajari. Disamping itu, mengingat usia anak SD berada pada p taraf pe erkembangan n operasionall kongkrit, maka m s sebaiknya pembelajaranny yapun tidak te erlalu akadem mis dan verbalistik tetapi de engan benda kongkrit. Dalam m kenyataann nya setiap ind dividu siswa memiliki m varia asi dalam asp pek fisik maup pun dalam asspek psikologis. Ad danya variasi dalam aspe ek fisik sanga at mudah dikkenali misalnyya dari ukura an tinggi bad dan, bentuk badan n, warna kulitt, bentuk muka, warna rambut, dan se ebagainya. Da ari sisi aspek psikologis, siiswa S dapat dikkenali dari sisii tingkah laku SD u yang merekka tampilkan seperti kecerriannya, lincah, banyak ge erak, pendiam, dan n sebagainya.. Untuk melih hat perbedaan n aspek individual dari sisw wa SD menurrut Bloom (19 976) d dapat dilihat dari aspek atau fenomena yang dapatt diukur, dap pat diprediksi,, dapat diuba ah dan dijelasskan d dengan berba agai cara. Yager (1996), me enyarankan agar pembelajjaran IPA di SD dapat be erlangsung de engan baik maka m s sebaiknya: 1) guru mene erima dan mendorong m in nisiatif dan gagasan dari siswa; 2) da alam meranccang kegiatan pem mbelajaran, guru mengidentifikasi sekaligus mempe ertimbangkan respon siswa a; 3) mendorrong s siswa untuk berinteraksi b baik b dengan te emannya mau upun dengan guru; 4) perttanyaan yang g dilontarkan oleh o g guru mendorong siswa un ntuk berpikir; dan 5) melib batkan siswa dalam d melaku ukan suatu akktivitas kemud dian mendorong siswa s mereflek ksikan kegiata an yang telah h dilakukan da alam kehidupannya sehari--hari. 86
PR ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon “C Current Issues on Research R and Teaaching in Science Education”
ISBN: 978-9799-98546-4-2
Namun dem mikian pendid dikan IPA dii sekolah da asar juga ha arus konsiste en berorienta asi pada pengem mbangan kete erampilan pro oses, pengem mbangan kon nsep, aplikasii konsep, da an isu-isu sossial yang berdasarkan pada sains. Selan njutnya untu uk mencapai tujuan pe embelajaran IPA, Yager (1996), menyara ankan bagaim mana sebaikn nya pembelajjaran IPA di sekolah dasa ar berlangsun ng, yang me eliputi: 1) guru menerima m dan n mendorong g inisiatif dan gagasan dari siswa;; 2) dalam merancang kegiatan pembela ajaran, guru mengidentifik m kasi sekaliguss memperttimbangkan respon r siswa;; 3) mendoro ong siswa untuk berinteraksi b baik b dengan temannya t ma aupun denga an guru; 4) pertanyaan p y yang dilontarkan guru mendoro ong siswa un ntuk berpikir;; dan 5) mellibatkan sisw wa dalam keg giatan kemudian mendoro ong siswa mereflekksikan kegiata an dalam keh hidupan seharri-hari. PENUTU UP Model pembelajaran p dalam pene elitian dengan n menggunakkan strategi tayangan pro ogram video,, diskusi, penyusu unan renpel, simulasi s mengajar teman sejawat, pen ngayaan, dan mengajar riil di SD (TDPS SPM) ada indikasi dapat mening gkatkan kema ampuan guru u untuk meren ncanakan pem mbelajaran da an untuk men ngajarkan IPA den ngan inkuiri di d SD. Inkuirii bagi guru IPA I difokuska an pada prosses belajar mengajar m dengan cara memban ntu siswa un ntuk mempe eroleh penge ertian tentang g alam sekitar mereka. Adapun tujuan dari mengaja arkan IPA de engan inkuiri adalah: 1) untuk memelihara rasa ing gin tahu dari siswa; 2) melibatkan m siswa da alam pembela ajaran yang melibatkan m ke egiatan labora atorium secarra sederhana (hands-on activities a ); 3) meng gembangkan sikap positiff siswa terhadap IPA; dan n 4) menyed diakan pengallaman konkrit kepada siswa. Pada dasarny ya profesi gurru bisa dikata akan profesi yang y sangat berat b karena mendapat m sorrotan dan perhatia an yang luar biasa dari banyak b pihakk. Tetapi disa amping itu, profesi p guru juga dapat dikatakan d Besarnya so sebagai profesi yan ng “cukup dimanja” kare ena selalu diperhatikan. d orotan guru tersebut hendakn nya menjadik kan seorang guru memiliki komitmen yang tinggi untuk selalu mengem mbangkan wawasan dan pengettahuan agar dapat d memen nuhi tuntutan dari pihak-pihak yang berrkepentingan terhadap kemajua an pendidikan n. Bahkan Paul Sartre dala am Sobari (19 994), mengattakan bahwa ‘neraka adalah orang lain’ me erupakan ung gkapan yang tepat bagi guru. g Guru se ering menderita batin karrena orang la ain. Satu langkah guru melan nggar norma masyarakat yang dianutt, seribu mulut mencerca anya. Lain se ekali jika n oleh orang lain yang buka an berprofesi sebagai guru u. langkah itu dilakukan
DA AFTAR PUSTA AKA Beyer, B B. K., (1971). Inquiry in the t Social Stu tudies Classro oom: A Strateegy for Teach hing. Ohio: Charles C E. Merril Publish hing Companyy. Carin, A A. A. (1993). Teaching T Scieence Through h Discovery. Seventh S Editio on. New York: Macmillan Publishing P Company. Esler, W W. K., Esler, M.K. (1993). Teaching Elementary Science. Sixtth Edition. California: C Wadsworth Publishing Co ompany. Harlen, W. (1985). Teaching Te and Learning L Prim mary Science. London: Harper & Row Lttd. n, A.A. dan Se etia Adi, D. (1997). ( Prima ary school science educatio on PPS IKIP Bandung. Asssignment Hinduan Report. Depa artemen Pend didikan dan Kejuruan, K Pro ogram Pascassarjana Institu ut Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Unpublished. U Hinduan n, A. A., Liliiasari., Rusta aman, N., Hidayat, H E. M., M Setia Ad di, D., Rasyid din, W. (200 01). The developmentt of teaching g and learning g science at primary sch hool and prrimary schoo ol teacher
87
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar S on Sciencce Education “Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation”
ISBN: 978-979-985466-4-2
educcation. Final Report URGE E Project. Lo oan IBRD No o. 3754-IND Graduate Pro ogram Indon nesia Unive ersity of Educcation: Unpub blished. J Jalil, A. (2003 3). Meningkattkan Prestasi Akademik Sisswa: Sebagaii Salah Satu Tugas T Mendes esak dan Realilistis. Pape er. (Staf Akade emik Senior FKIP-UT). F McDermott, Lilian L C., Shafffer, Peter S., Constantinou u, CP. (2000)). Preparing Teachers T to Te each Physics and Physical Science by b Inquiry. Ph hysics Education Journal, 35 3 (6), 411-41 16. E (2002). The e relationship p between ma athematics prreparation an nd conceptuall learning gain in Meltzer, D. E. physics: a possib ble ‘hidden va ariable’ in dia agnostic prettest scores. American A Jou urnal Physics, s, 70 (12),, 1259-1267. Mendiknas. (2007a). ( Pera aturan Menteeri Pendidikan n Nasional Re Republik Indon onesia Nomorr 16 Tahun 2007 2 Tenta tang Standar Kualifikasi K Aka kademik dan Kompetensi K G . Jakarta: Mendiknas. Guru Mendiknas. (2007b). ( Pera aturan Menteeri Pendidikan n Nasional Republik Re Indon onesia Nomorr 18 Tahun 2007 2 Tenta tang Sertifikassi Bagi Guru dalam d Jabatan n. Jakarta: Meendiknas. NSTA (1998)). Standardss for Science e Teacher P Preparation. National N Scie ence Teacher Association n in Collaboration with h the Associattion for the Ed ducation of Te eachers in Sccience.
N Scieence Educatio on Standardss. Washingto on, DC: Natio onal National Ressearch Counccil, (1996). National Acad demy Press. Rustaman, N. Y. (2005). Perkembanga an Penelitian Pembelajaran n Berbasis In nkuiri dalam Pendidikan P Saains. alah dipresen ntasikan dalam Seminar Nasional N II Himpunan H Ikkatan Sarjana a dan Pemerrhati Maka Pend didikan IPA In ndonesia Beke erjasama den ngan FMIPA Universitas U Pe endidikan Ind donesia Bandu ung, 22-23 3 Juli 2005.. Fakultas Pendidikan P M Matematika d dan Ilmu Pe engetahuan Alam A Universsitas Pend didikan Indone esia. Rustaman, N. Y. (1995). Peranan P Prakt ktikum dalam Pembelajaran n Biologi. Bah han Pelatihan bagi Teknisi dan oran Perguru uan Tinggi. Kerjasama FPMIPA F IKIP P Bandung dengan Dire ektorat Jend deral Labo Pend didikan Tinggi. Bandung: FPMIPA IKIP. Wardhani, I G.A.K., (199 W 99). Pening gkatan Kualifi fikasi Guru dan da Program Penyetaraan n. (Diambil dari Kump pulan Makalah Dalam Pend didikan Terbu uka dan Jarakk jauh). Unive ersitas Terbukka. Wihardit, K. (1997). Kem W mampuan kog gnitif awal gu uru SD sebellum mengikuti program penyetaraan p D-II PGSD D. Laporan Pe enelitian. Jakaarta: Fakultass Keguruan daan Ilmu Pendiidikan, Univerrsitas Terbukaa. T Trowbridge, Leslie W., da an Bybee, Ro odger W. (19 990). Becomiing A Second dary School Science S Teaccher. (Fifth h Ed.). Columbus: MacmillaanPublishing Company. C
88
PR ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon “C Current Issues on Research R and Teaaching in Science Education”
ISBN: 978-9799-98546-4-2
SCI-08
D DEVELOPIN NG INQUIRY Y MODEL LESSON L WIITH CONTE EXTUAL TEA ACHING AN ND LEA ARNING AP PPROACH TO T INCREASE UNDERS STANDING G SCIENCE CONCEPTS S OF S STUDENT IN PRIMAR RY SCHOOL Kurnia Ningsih & Ekka Ariyati (Stafff Pengajar Pe endidikan Biolo ogi FKIP Univversitas Tanju ungpura, Ponttianak)
ABSTRACT T The aim a of the re esearch is kn nown effectivi vity of inquiryy model lesso on with conteextual teachin ng and learniing approach h to increase understandin ng science co oncepts of stu tudent in prim mary school. Cause, C increaasing understtanding scien nce concepts of primary school sc studentt must be maastered by sttudent. This research use ed quasy exp periment desig ign with prete test – posttesst nonequivallent control design. d di off two group. The T result of this researcch was Data analyzed byy uji-t statisttic to see differences wn significantly ly different on n understandi ding science concepts co prim mary school sttudent. The student s show teach hed with inquiry in modeel lesson wit ith contextuaal teaching and learning g approach than conveentional. Stattistically requi uired thitung > ttabel (2,53 > 1,67). Key words w : Inqu uiry model lessson, understa anding sciencce concepts.
PENDAHULUAN Peningkkatan mutu pembelajaran p Ilmu Pengettahuan Alam (IPA) atau Sains S di Seko olah Dasar (S SD) telah banyak diupayakan oleh o pemerinttah, antara la ain melalui pe enataran guru u, pelatihan guru, g pengada aan buku paket, alat a peraga, dan lain sebag gainya. Tetapi upaya tersebut masih be elum terjangka au untuk sem mua SD di seluruh pelosok (dae erah), khususnya di Kalim mantan Barat. Sebagai con ntoh alat pera aga IPA (Sain ns) ada di sekolah,, tetapi guru tidak menggunakannya karena belum m pernah me engikuti pela atihan atau penataran p tentang alat peraga. Sesungguhny ya dalam men ngajarkan IPA A (Sains) di SD S banyak hal yang menja adi kendala. Dalam D hal ini diad dakan Analisis masalah dalam d menga ajarkan IPA (dengan me enggunakan kartu masallah yang dibagika an kepada se etiap guru, da an setiap gurru menuliskan permasalah hannya dalam m mengajar IPA I pada kartu te ersebut). Hal ini dilakukan terhadap 50 orang guru SD S Kabupaten Sanggau Kalimantan K Ba arat (hasil survei 23 2 Januari 20 004) diperoleh h sebagai be erikut: dari lim ma masalah hasil survei, ada 3 (tiga) masalah penting yang mend desak untuk segera dipe ecahkan yaittu metode/p pendekatan/sttrategi pemb belajaran, peralata an dan antisipasi, pengua asaan materi.. Hal ini san ngat berhubu ungan dengan n hasil belaja ar siswa, sekarang g NEM siswa dituntut untu uk ≥ 4,26 battas lulus pada a setiap bidang studi. Unttuk itu kami menjajaki m pada gu uru SD yang ada di Kota a Pontianak (salah ( satu guru g SDN 17 Pontianak) untuk menya ampaikan masalah h-masalah yang diperoleh dari teman--teman guru di daerah, apakah juga terjadi di Pontianak. Ternyata a hasilnya juga seperti ya ang telah dikkemukakan tidak hanya di daerah, di SDN 17 massih belum mengen nal model-mo odel pembelajjaran, alat peraga p terbattas dan belum m memanfaa atkan fenome ena alam menjadi bahan pemb belajaran. Kalau alat pe eraga atau alat a praktek tidak t ada, da apat diupayakkan dengan menggunakan bahanbahan yang y ada ling gkungan anak untuk men ngajarkan ma ateri tertentu... Tetapi guru harus krea atif untuk membua at/merancang g dan meman nfaatkan bah han-bahan yang ada di lin ngkungan ana ak dan meng ggunakan model yang y tepat unttuk mengajarrkan topik-top pik tersebut. Pada um mumnya guru u telah meng getahui banyyak faktor yang mempeng garuhi keberh hasilan pemb belajaran, seperti penguasaan konsep, pem milihan media,, pengemban ngan dan pelaksanaan pendekatan pem mgajaran 89
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar S on Sciencce Education “Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation”
ISBN: 978-979-985466-4-2
(Kardi, 1996 6). Untuk me eningkatan keterampilan k guru SD da alam meranccang pembelajaran IPA dan meningkatkan n pemahama an siswa da alam mengu uasai konsep p-konsep IPA A (Sains) maka m diupaya akan pengembangan model pem mbelajaran inquiry melalui pendekatan kontekstual. Mode el pembelajarran inquiry be ertolak dari an nak selalu me emiliki rasa in ngin tahu (Winataputra, 19 994) karena itu dikembangkan n melalui pen ndekatan kon ntekstual. Pen ndekatan ini telah diterap pkan di Ame erika S Serikat dan hasilnya cuk kup menggem mbirakan (Maisuri, 2002)). Model inquiry memilikki lima fase: (1) menghadapka an masalah, (2) mencari dan meng gkaji data, (3) mencari data dan eksperimen, (4) mengorganisa asikan, meru umuskan dan n menjelaskan n, (5) menganalisis prose es penelitian n (Joyce & Weil, W 1986). Dari hasil diskusi dengan gurru SD 34 Po ontianak kam mi tertarik un ntuk mengem mbangkan mo odel pembelajaran n tersebut, karena k ditinja au dari lingku ungan di sekkolah sangat mendukung dilaksanakan nnya pembelajaran n kontekstual. Pembelajara an kontekstual menempattkan siswa da alam kontekss bermakna yang y menghubungkan pengeta ahuan awal siswa deng gan materi yang sedan ng dipelajarii dan sekaligus memperhatikkan faktor keb butuhan siswaa dan peran guru g (Nurhadii, 2003). Hasil belajar optim mal yang dima aksudkan dala am penelitian n ini, apabila 85% 8 dari pese erta tes (sam mpel) penelitian tela ah memperolleh nilai ≥ 7 (standar ( penilaian Diknas setempat). s M Model Inqury didefinisikan d o oleh Piaget (Sund & Trowbridg ge, 1990) sebagai “Pembelajaran yang g mempersiapkan situasi bagi anak un ntuk melakukan ekksperimen se endiri. Dalam arti luaus ing gin melihat apa yang terja adi, ingin me elakukan sesu uatu, ingin mengg gunakan simbol-simbol dan d mencari jawaban attas pertanyaan sendiri, menghubung gkan penemuan ya ang satu den ngan penemu uan yang lain n, membandingkan apa yang y ditemukkan dengan yang y d ditemukan orrang lain. Kusla an Stone (Da ahar, 1993) mendefinisikan m n model inqu uiry sebagai pengajaran dimana d guru dan a anak mempe elajari peristiw wa-peristiwa dan d gejala-ge ejala ilmiah dengan d pende ekatan dan jiiwa para ilmu uan. Model ini dira ancang untuk k melibatkan para pelajar dalam prosess penalaran sebab s akibat, dan menjadikan dan mereka lebih fasih dan cermat dalam mengajukan m p pertanyaan, m membangun k konsep, dan merumuskan m mengetes hip potesis. Penge embang mode el ini adalah Richard R Suchm man (Winatap putra, 1995). Pemb belajaran kon ntekstual (Contextual Co Teeaching and Learning)ataau CTL adalaah suatu sisstem pengajaran yang y di dasarrkan pada ala asan bahwa pengertian atau a makna muncul m dari hubungan h antara konten dan konteks, k kontteks memberri makna terh hadap konten n. Pemahama an yang baikk terhadap su uatu konten dapatt dicapai sisw wa jika diberiikan konteks yang luas, dimana d didala amnya siswa dapat memb buat hubungan-hu ubungan. Me enemukan makna m atau pengertian dalam peng getahuan da an keteramp pilan mengarahkan n pada pengu uasaan pengettahuan dan keterampilan-k k keterampilan (Johnson, 20 002). Pendekatan peng gajaran konttekstual men nekankan pada problem--based learn ning yaitu su uatu pendekatan yang y menggunakan masa alah dunia nyata sebagaii suatu konte eks bagi sisw wa untuk bellajar t tentang berp pikir kritis da an keterampilan pemecah han masalah h, serta untu uk memperoleh pengetah huan konsep yang esensi dari materi m pelajarran. Pendekattan kontekstu ual mencakup pengumpula an informasi yang y berkaitan de engan pertan nyaan, mensiintesa, dan mempresenta asikan penem muannya kep pada orang lain (Moffitt, 2001 1). Pendekatan atau pembelajarran konteksttual (CTL) adalah a konse ep belajar yang y memba antu g guru/dosen u untuk mengaitkan materi//konsep yang diajarkan de engan situasii dunia nyata a mahasiswa dan mendorong mahasiswa m un ntuk membuat hubungan antara a pengettahuan yang dimiliki denga an penerapan nnya d dalam kehidu upan sehari-h hari. Pendekattan CTL melib batkan tujuh komponen utama u pembelajaran, yaitu u (1) konstruktivism me (Construcctivism), (2) menemukan m (Inquiry), (3)) bertanya (Q Questioning), (4) masyaraakatbelajar (Learrning Commu unity), (5) pemodelan (M Modeling), (6 6) refleksi (R Reflection), daan (8) penilaaian a autentik (Autthentic Assesssment) (Umaeedi, 2002).
90
PR ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon “C Current Issues on Research R and Teaaching in Science Education”
ISBN: 978-9799-98546-4-2
Model Pembelajaran inqu uiry melalui CTL C yang dim maksud dalam m penelitian ini meliputi lima l fase yaitu: fa ase pertama,, menghadap pkan masalah h diawali den ngan suatu fe enomena , menggali m peng getahuan awal sisswa untuk me emunculkan suatu permasalahan (bisa a dari siswa/guru) yang berhubungan n dengan topik/ma ateri yang ak kan diajarkan,, fase kedua, merumuskan n hipotesis (jaawaban semeentara siswa) sebelum melakukkan eksperime en, fase ketig ga melakukan n eksperimen n untuk memb buktikan jawa aban sementa ara siswa (hipotessis) apakah su udah tepat maka m dilaksana akan kegiatan n dengan me elakukan eksp perimen atau simulasi, fase kee empat merum muskan kesim mpulan yaitu menarik kessimpulan untu uk menjawab b masalah/pe ertanyaan (pembukktian fase du ua), fase kelima mengana alisis yaitu menganalisis kegiatan k yang g telah dilaku ukan baik prosedur maupun hasil, dan pemb berian pemantapan (dapat berupa pene erapan materii IPA dalam kehidupan k sehari-h hari, memberikan tugas/PR R, dan evaluassi). TIM peneliti menggunakan Buku Perco obaan IPA yan ng telah diujiccobakan oleh Direktorat Pe endidikan Taman Kanak-kanak dan Sekolah h Dasar Ditjen n Dikdasmen Depdiknas melalui m Bagian Proyek Pen ningkatan elajaran IPA (S SEQIP) yang hasilnya cuku up menggemb birakan (Suprrapto, 2002). Mutu Pe dipilih berda Materi pembelajaran p asarkan kese epakatan anta ara guru dan peneliti, yaitu Perkemba angbiakan Pada Tu umbuhan. Ma ateri ini diajarrkan di Kelass VI sesuai de engan kuriku ulum yang be erlaku/yang digunakan d disekolah tersebut (K Kurikulum 200 04). Adapun matteri Perkemba angbiakan pa ada Tumbuhan mempunyyai dua cara a yaitu cara vegetatif (aseksua al) dan cara generatif g (sekksual). Perkem mbangbiakan n secara vege etatif adalah bila b terjadinya a individu baru tan npa didahului peleburan dua d sel yang sesuai. Dala am perkemba angbiakan veg getatif dibeda akan dua macam yaitu: (a) Pe erkembangbia akan vegetattif alami: pem mbelahan dirri misalnya pada bakteri, euglena, ganggan ng bersel tunggal; pemben ntukan spora pada tumbu uhan paku; rh hizoma atau akar a tinggal (rimpang) ( pada len ngkuas, bung ga tasbih, kunyit, dan lain n-lain; stolon atau geragih h pada pegag gan (tapak kuda) dan abei; um mbi batang pa ada kentang; umbi lapis pa ada bawang merah, m bawan ng putih, dan bunga bakun ng; tunas pada ba ambu dan pissang. (b) Perrkembangbiakkan secara ve egetatif buata an: misalnya cangkok pad da pohon mangga a, jeruk, dan jambu; stek batang pada a singkong (u ubi kayu); ste ek daun pada begonia; merunduk m pada bu unga melati, alamanda, a ma awar, dan lain n-lain. Perkembangb biakan tumbu uhan secara vegetatif v buattan terjadi apa abila cara perrbanyakannya a sengaja dilakuka an oleh ma anusia. Seda ang untuk perkembangb p biakan vegettatif alami terjadi apab bila cara perbanyyakannya terjadi dengan sendirinya, s de engan kata la ain tidak diba antu oleh ma anusia. Menem mpel dan menyam mbung tidak dikategorikan d sebagai perke embangbiaka an, tetapi ditu ujukan untuk memperbaiki m sifat. METOD DE PENELITIIAN Sesuai dengan massalah penelitian yang dikemukan, maka m dalam penelitian in ni digunakan metode eksperim men dengan bentuk pene elitian semu (Quasy Eksp periment Desi sign). Bentuk eksperimen semu ini dipilih karena k kegiata an mengajar di kelas cen nderung meru upakan kegia atan yang bersifat sosial, sehingga disarankkan untuk melakuukan m k kontrol secara a ketat varia able-variabel yang berpen ngaruh pada variable terikat. Model rancan ngan eksperim men yang aka an digunakan n adalah Prettest-Posttest Nonequivalen N nt Control Group Design D (Sutrisno, 1992) Populasi dala am penelitian ini adalah siiswa kelas VII SDN 17 di Pontianak P yan ng terdiri dari 4 kelas. Pengam mbilan sampell dilakukan dengan d cara diundi. Kelass yang terpilih adalah ke elas pemband ding VI-A (kelomp pok pembanding), dan VI-B B sebagai kela as eksperimen n (kelompok eksperimen). Variabel bebas pada a penelitian ini adalah model m pembe elajaran inquiry melalui pendekatan p C CTL, dan pembela ajaran konven nsional. Variabel terikat pa ada penelitian ini adalah ha asil belajar sisswa dalam memahami konsep-konsep IPA (Sains) di SD. Variabel kontrol yang perlu dikendalika an secara ketat dalam pen nelitian ini 91
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar S on Sciencce Education “Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation”
ISBN: 978-979-985466-4-2
meliputi: materi pelajaran n yang diberikan pada kedua k kelompok sama ya aitu perkemb bangbiakan pada p t tumbuhan, k kemampuan awal a siswa pada p kedua kelompok da apat dikataka an sama kare ena setelah diuji d s secara statisstik sama-sam ma berdistrib busi normal dan dari ke edua kelas tersebut tida ak menunjukkkan perbedaan ya ang signifikan n Instru umen yang digunakan d da alam penelitia an ini berupa a tes hasil belajar b IPA (S Sains). Tes hasil h belajar ini dikembangkan d n untuk men ngukur efektifitas model pembelajara an inquiry melalui m CTL pada p pemahaman konsep-konsep IPA (Sains), mengukur kemampuan siswa dalam memaham mi konsep-kon nsep S Sains yang diipelajari, dan untuk menge etahui kontrib busi model pe embelajaran yang y digunaka an terhadap hasil h belajar siswa. Tes akan diujikan d kepad da siswa sebe elum dan sessudah perlaku uan. Pengembangan butirr tes berpedoman pada kurikulu um SD yang berlaku. b Validitas instrume en ditentukan n menurut validitas v isi. Arikunto A (199 93) mengatakan, sebuah tes memiliki valid ditas isi apabila mengukur tujuan khusu us tertentu yang sejajar de engan materi atau a isi pelaja aran y yang diberika an Reliabilitas tes ditentuka an dengan me engujicobakan tes tersebu ut. Suatu tes dikatakan d relia abel j jika tes terseb but dipakai be erulang-ulang g akan memp peroleh hasil yang y sama (S Sutrisno, 1992 2). Reliabilitass tes s secara keselu uruhan dilakukan dengan menggunakan m n rumus alpha ha, karena rum mus ini dapat digunakan un ntuk menghitung koefisien reliiabilitas tes yang y penskorrannya lebih umum (tidak hanya 1 dan d 0) (Sutrissno, 1992). Dari hasil h uji coba diperoleh d perhitungan relia abitasnya (r = 0,65) tergollong tinggi. Untuk meliha at perbedaan n dari dua ke elompok digu unakan Analissis data statistic Uji-t. Un ntuk menentu ukan e efektifitas mo odel pembelajjaran inguiry berbasis konttekstual meng ggunakan rum mus effect sizze (ES). HASIL DAN PEMBAHAS SAN Data hasil penelitian p ini berbentuk skor siswa yang diperolleh dari dua a kelompok, yaitu kelom mpok e eksperimen ( (siswa yang diajar dengan model pem mbelajaran inquiry) dan kelompok k kon ntrol (siswa yang y d diajar dengan n model konv vensional). Da ata tersebut dapat d dilihat pada tabel 1 berupa skor pre-tes p dan postp t tes. Pada tabel 1 terlih hat bahwa skkor rata-rata pre-tes pada a kelompok eksperimen 4,17, sedang ratar rata pada ke elompok kontrrol 5,07 . Sta andar deviasi pada kelomp pok eksperim men 2,02, dan n pada kelom mpok kontrol 1,81. Dengan varriasi pada ke elompok eksp perrimen 4, 04, 0 sedang va ariasi pada kelompok k kon ntrol 3,28. Skor rata-rata pos-tes p pada kelompok eksperime en 7,83 (setelah diajar dengan mo odel pembelajaran n inquiry), pa ada kelompokk kontrol 6,87 7 (setelah dia ajar dengan model m konven nsional). Stan ndar d deviasi pada kelompok ek ksperimen dip peroleh 1,61 dan pada kelompok kontrrol 1,31. Den ngan variasi pada p kelompok ekssperimen 2,5 59 sedang pa ada kelompokk kontrol variasinya sebesar 1,72. Untu uk lebih jelassnya d dapat dilihatt pada tabel 1. Dari tab bel 1 diperg gunakan juga a untuk me enganalisis proses p pengu ujian normalitas, homogenitas, dan uji perbe edaan maupun n penentuan efektifitas seccara statistik T Tabel 1: Rangkuman Pero olehan Skor Kelompok K Eksp perimen dan Kelompok Kontrol Kelomp pok men Eksperim
Kontrol
Skorr Mean X1 SD1 S1 2 Mean X2
Pre etes 4,,17 2,,02 4,,08 5,,07
Postes 7,83 1,61 2,59 6,87
SD2 S2 2
1,,81 3,,28
1,31 1,72
92
PR ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon “C Current Issues on Research R and Teaaching in Science Education”
ISBN: 978-9799-98546-4-2
Berdasarkan uji normalita as dan homo ogenitas, dua kelompok berdistribusi b n normal dan homogen. h selanjutnya untuk menentukan m apakah kedu ua kelompokk tersebut te erdapat perbedaan secara berarti dilakuka an pengujian dengan uji- t. Setelah dilakukan pengujian statisttik dengan ta araf signifikan n α 5 % diperole eh bahwa t hittung < t tabel (-1,81 < 1,,67) berarti tidak t terdapatt perbedaan yang y signifika an antara kelompo ok eksperimen n dan kelomp pok kontrol pa ada kemampu uan awal sisw wa. Berdasarkan tabel 1 dapa at dilihat bah hwa skor rata a-rata pada postes pada kelompok ekkspermen 7,83 dan n kelompok kontrol k 6,87. Hal ini menun njukkan bahw wa hasil belaja ar siswa yang g diajar denga an model pembela ajaran inquiry y pada materri perkemban ngbiakan pada tumbuhan lebih tinggi dibandingkan n dengan hasil be elajar siswa yang y diajar de engan modell konvensiona al. Selanjutnyya dilakukan mengetahui seberapa besar tingkat t keberhasilan mod del problem best instruction dalam pengajaran, yaitu pada a materi Pencemaran Lingkungan. Dengan hasil Efek Size (ES = 0,65) termasuk kategori seda ang. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pembelajaran dengan model inqua ari melalui pe endekatan kontekstual pad da materi perkemb bangbiakan tu umbuhan ada alah efektif, dan hasil belajjar optimal. Pad da pelaksanaan penelitian n berlangsung g ada bebera apa siswa pada p kelas te erpilih tidak dijadikan sampel penelitian, ka arena ada ya ang tidak had dir pada saat pelaksanaan n pembelajara an, pretes da an postes (sakit, ijjin, alpa, tidak menuliskan n nama pada saat pertes maupun m posttes). Siswa te ersebut tidak dijadikan sampel penelitian. Dallam pelaksanaan pembela ajaran dengan n menggunakkan model in nquari, dipero oleh gambara an bahwa guru dalam mengaw wali pembelaja aran telah me emberikan mo otivasi denga an menanyaka an kepada sisswa jenis tumbuha an yang dibaw wa oleh guru, kemudian dilanjutkan dengan mengga ali pengetahu uan siswa tenttang cara perkemb bangbiakan setiap s tumbuhan. Dengan n demikian guru g dapat mengarahkan m siswa pada masalah pokok dalam pembela ajaran. Sela anjutnya dilakukan kegiattan kelompokk siswa dalam m mengamatii setiap jenis tumbuhan dalam d hal cara perrkembangbiak kannya, deng gan disedikan n lembar kerja a siswa untukk menuntun pengamatan sehingga siswa memperoleh m data d untuk menyimpulkan m n setiap jeniis tumbuhan dan cara perkembangbi p iakannya. Dengan mengetahui cara perkem mbangbiakan pada tumbuhan diharap pkan siswa dapat d memperbanyak sesuai dengan d cara perkembangbi p iakannya. UP PENUTU Berdasarkan analisis data yang dip peroleh, dari hasil penelitia an ini dapat ditarik d kesimpulan sebagai berikut. Untuk merancang Sains (IPA)) dengan model m pembelajaran p m inquiry melalui pendekatan ko ontekstual (contexttual teching and learning) melalui tahapan: t (a)) menggali pengetahuan p awal siswa a dengan mengha adapkan masa alah, (b) Untu uk memecahkkan masalah diperlukan pe engamatan, mencari m dan mengkaji atau menyimpulkan, data, (cc) selanjutnya a melakukan eksperimen, (d) mengorg ganisasikan, merumuskan m dan men njelaskan, (e)) menerapkan n pembelajara an dengan an nalisis. Hasil belajar siswa setelah diajar deng gan model inq quiry melalui pendekatan kontekstual diperoleh skor ratta-rata 7,83.. Hal ini men nunjukkan ba ahwa kemampuan siswa dalam d mempelajari konse ep-konsep pencemaran lingkung gan dikatakan n baik. Dari skor s yang dip peroleh tiap siswa s yang memperoleh m s skor ≥ 6 sebanya ak 27 orang (9 90 %) menun njukkan bahw wa kemampua an belajar sisw wa telah optim mal. Terdapat perbedaan yang g signifikan hasil h belajar siswa pada konsep-konse ep perkemba angbiakan pada tumbuhan yang g diajar deng gan model inq quiry melalui pendekatan kontekstual dan d siswa ya ang diajar dengan model konv vensional, seccara statistik dapat dinya atakan thitungg > t tabel (2,53 > 1,67). Pembela ajaran dengan n model inquiry melalui pe endekatan ko ontekstual pad da materi perkembangbiakan pada tumbuha an memiliki tingkat efekttivitas tergolo ong sedang dengan ES (Efek ( Size) sebesar s 0,65.. Dengan 93
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar S on Sciencce Education “Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation”
ISBN: 978-979-985466-4-2
ttingginya ekttifitas pembe elajaran menu unjukkan bah hwa semakin baik mode el inquiry me elalui pendeka atan kontekstual dapat men ningkatkan ha asil belajar siswa pada konsep-konssep perkemb bangbiakan pada p t tumbuhan. DAFTAR PUSTAKA A Ananda S., (2001). “Autthentic Assess ssment”. A. Web-based W Syystem for thee Profesionall Developmen nt of Teaccher in Contexxtual Teaching ng and Learnin ng Project. US SA:Bowling Grreen State Un niversity. A Arikunto S., (1993). ( Dasarr-dasarEvaluaasi Pendidikan n. Jakarta:Bum mi Aksara. Depdiknas, (2 2004). Kuriku ulum 2004 Maata Pelajaran Sains S Sekolah h Dasar. Jakarta:Depdiknass. Dahar RW., (1993). Teori--teori Belajar. Jakarta:Erlan ngga 2001). “Quest stioning”. ”. A. A Web-based d System for the t Profesiona nal Developmeent of Teacheer in Frazee, B., (2 Conte textual Teachi hing and Learn ning Project. USA:Bowling U Green State University. U Hamalik O., (1991). ( Tekniik Pengukuran n dan Evaluassi Pendidikan.. Bandung:Maandar Maju J Johnson E. B., (2002). Contextual Teaching T and nd Learning. What it is and why it’s ’s here to Stay. S ornia:Corwin Press., Inc. Califo J Joyce & Weil,, (1986). Mod dels of Teachi hing, New Yorkk:John Willey and Son Kardi. S., (19 996). Upaya Peningkatan P K Kualitas Pembelajaran IPA di d SD. Lapora an Penelitian. Surabaya:IKIIP Maesuri P. S., (2002). Hands-on Activity A dalam m Contextua al Teaching and Learnin ng (CTL) da alam belajaran Mattematika dan n IPA. Makala ah disajikan pada p pelatihaan TOT Pemb belajaran Kon nteks Pemb tual untuk u instrukt ktur guru dan dosen 24 Pro opimsi. Jakartta:Dirjen Pend dasmen Dikna as. Mooffitt M., (2001). ( “Probl blem-based Leearning”. ”. A. Web-based System for th he Profesionaal Developmen nt of Teaccher in Contexxtual Teaching ng and Learnin ng Project. US SA:Bowling Grreen State Un niversity. dkkk, (2003). Pembelajara an Kontekstu tual (Contexttual Teachin ng and Leaarning/CTL) dan Peneerapannya dallam KBK. Malaang:Universittas Negeri Maalang
Nurhadi,
S Siegel S., (19 990). Statistik k Non Paramet etrik. Jakarta:G Gramedia. Suprapto, (2002). Buku Percobaan S P IP PA (Pedoman n untuk Guru u SD Kelas 4). 4 Jakarta:Diirjen Pendasm men h Dasar Bagiian Proyek Pe eningkatan Mutu M Direkktorat Pendidikan Taman Kanak-kanakk dan Sekolah Pelajaran IPA (SEQ QIP). S Soedjana N., (1993). Meto ode Statistika. a. Bandung:Teersito. S Soetrisno L., (1992). Validitas Penelitian n Rancangan Percobaan. Makalah M . Ponttianak:FKIP UNTAN. U 02). Manajem men Peningkaatan Mutu Beerbasis Sekolaah. Buku 5. Pembelajaran P n dan Pengaja jaran Umaedi, (200 Konte tekstual. Jakar arta: Dirjrn Pendasmen Diknas. W Winataputra U.S., dkk, (19 995). Strategii Belajar Meng ngajar IPA. Mo odul 1 – 9. Jakarta:Universsitas Terbuka..
94
PR ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon “C Current Issues on Research R and Teaaching in Science Education”
ISBN: 978-9799-98546-4-2
SCI-09 T TEACHING SCIENCE S TO DEVELOP SCIENTIFIC S ABILITIES IN I SCIENCE E EDUCATIO ON Nurryani Y. Rusta aman (Faculty y of Mathema atics & Sciencce Education Indonesia I University of Education)
ABSTRACT T A con ntinuous stud dy on Biotech hnology conccerning scienttific abilities has been caarried out bassed on prelim minary study about a difficult lty and importtance of Bioteech at varietyy level (second dary and terti tiary) of educaation. Traditio onal Biotech which w has beeen introduced d to students since s lower secondary, se ext xtended in up pper seconda ary and applie ied in Applicaation of Biolo ogy is potenttial to develo op scientific abilites a amon ng students and a prospectiv ive teachers, as well as am mong sciencee teachers thr hrough lesson study. Experrimen in pro oducing donu ut among sttudents had challenged science s teach chers at kabu bupaten Sumeedang to do preparation p (o outsourcing donut do experts,, tried out by themselves, overcome lim mitation of tim me and equip ipment, usin ng local mateerial) and invvolved other science teacchers as obse servers. Mean nwhile, observ rvation during g planning, questionnaire q es and analys ysis results towards to life science s teach hers, it was fo ound that com mponents of scientific sc abilitties have not been totally mastered, m esp pecially on variable va identtification and d manipulatio on. Further study s aboutt science teaachers need to be condu ucted and tra aining materiaals to applied scientific abillities as capab bilities for scieencing and teeaching naturre based scien nce with its an nimations neeed to be prep pared, written nly and electro onically. Keyw words: scien ntific abilities, variables, local materials,, biotechnolog gy, science based d lesson study y
teacher asso osiation
PENDAHULUAN b mampuan ke erja ilmiah dilakukan d Studi berkelanjutan pada topik Bioteknologi berkenaan dengan kem berdasarkan hasil sttudi pendahuluan bahwa topik Biotekn nologi dirasakan sulit dan n penting di berbagai jenjang pendidikan (SMP, SMA, LPTK). Biotteknologi kon nvensional ya ang diperken nalkan sejak di SMP, diperluas di SMA da an diterapkan dalam Bio ologi Terapan n di LPTK berpotensi b un ntuk mengem mbangkan kemamp puan kerja ilm miah di kalangan pelajar di d sekolah, ca alon guru di LPTK, L serta guru melalui program Lesson Study S berbasiis Musyawara ah Guru Mata Pelajaran (MGMP). Kemampuan kerja ilmiah h (scientific abilities a ) merrupakan salah satu hasil belajar sain ns jangka g (learning outcomes) yang y perlu dikembangka an pada siswa, calon guru dan gurunya. panjang Pengem mbangan kema ampuan kerja a ilmiah pada a siswa melibatkan guru sains di seko olah dan hal ini tidak mudah dilaksanakan. d . Lesson stud dy (berbasis musyawarah m guru mata pe elajaran atau MGMP) sebagai suatu model pembinaan p prrofesi pendidiik melalui pen ngkajian pem mbelajaran se ecara kolabora atif dan berkelanjutan ”learning com berlanda askan prinsip p-prinsip kole egialitas dan mutual learn ning untuk membangun m mmunity” berpoten nsi untuk dibe erdayakan. Melalui M kegiata an Lesson Stu udy berbasis MGMP M masala ah pembelaja aran sains (misalnyya topik Bioteknologi) yan ng dihadapi guru-guru dimungkinkan untuk diatassi bersama, sekaligus solusi ya ang digagas untuk menga atasinya dimu ungkinkan terrsebar luas di kalangan guru sains SM MP karena sejumlah h besar gurru terlibat dalam kegiata annya, sebag gai guru mo odel dan sebagai observver pada keseluru uhan proses. Bioteknologi di SMP rela atif baru bag gi guru sainss SMP dan pembelajaran nnya pada umumnya u dilakuka an dengan ceramah dan penugasan. Alasan guru-gu uru untuk pem mbelajaran biioteknologi dii kelas IX tidak cukup waktunya a apabila dilaksanakan den ngan metode eksperimen. Bioteknologi sendiri sesun ngguhnya merupakkan topik me enarik karena merupakan aplikasi aktivvitas mikroorg ganisme, siste em dan proses dalam industri barang dan jasa untuk kepentingan k m manusia (Royyal Society, 1981 1 dalam Henderson H & Knutton, 1990) se erta terkait de engan kehidu upan sehari-ha ari (Purwianin ngsih, 2007). 95
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar S on Sciencce Education “Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation”
ISBN: 978-979-985466-4-2
Dengan demiikian dirumusskan masalah: ”Bagaimana a membekalkkan kemampuan bekerja ilm miah di kalan ngan g guru agar siswa s mempu unyai pengalaman belaja ar yang mem mberdayakan kemampuan n bekerja ilm miah t tersebut?”. Be eberapa perta anyaan penelitian yang dijabarkan dari rumusan massalah di atas adalah: (1) Apa tang ggapan siswa dan guru-gu uru sains settelah belajar bioteknologi yang melaku ukan eksperim men pembuattan donut den ngan variasi perbandingan p n bahan dasarrnya? (2) Bagaimanakah hasil pembelajaran p bioteknologi melalui pemb buatan donut?? (3) Kendala apa yang dialami d guru-guru sains SMP S yang te ergabung dala am kegiatan lesson study dy di Kabupatten Sumedang g? METODE PE ENELITIAN n pada level SMP dipilih sa Dari berbagai pembelajara an pada topikk Bioteknologi yang telah dikembangka d alah s satu untuk dicobakan d seccara lebih lua as di kalangan guru SMP berbarengan dengan imp plementasi lessson s study di Kabupaten Sume edang. Diteta apkan tiga sekolah s yang terlibat setelah ada pembicaraan den ngan pihak guru ya ang akan me elaksanakan dan d nara sum mbernya yang g terdapat di zona Tanjungsari, Sumed dang d dan Jatinangor. Agar para a guru yang akan melaksa anakan mera asa nyaman, pada awal ke egiatan diberikan perangkat pe embelajarann nya secara le engkap dan ditawarkan untuk u dipilih yang paling mungkin un ntuk d dilaksanakan di SMP. Para a guru memilih pembuata an donat seba agai topik pembelajaran Bioteknologi B y yang a akan dicobakkan pada sisw wa-siswa di SM MP di tiga lokkasi tersebut.. Dua sekolah h melaksanakkan pembelaja aran persis sepertti yang dirancang oleh pe enelitinya (Ag gustina, 2006 6), sedangka an satu sekollah memodifiikasi rencana pembelajarannya setelah dibahas di dalam kelompok guru-guru sain ns SMP yang mengikuti lessson s study di salah h satu zona. Khusus di sekola ah yang ke elompok guru sainsnya melakukan modifikasi pembelajarann p nya, perencanaan dan ujicoba tampaknya dilakukan de engan sunggu uh-sungguh. Variasi perb bandingan ba ahan d dasar (terigu dan kentang g) dijadikan variabel v bebass, sedangkan ukuran peng gembangan dan d tekstur do onut menjadi varia abel terikat. Adapun A penge endalian varia abel dilakukan dengan me engatur waktu dari mengu uleni hingga digore eng, Pada tah hap uji coba oleh calon gu uru model be ersama guru-g guru sains lainnya melaku ukan persiapan-persiapan yang g diperlukan, seperti men ndatangkan pakar p donat, mencoba se endiri, menyia asati keterbatasan waktu dan alat, menggun nakan bahan lokal. l Pada saat implem mentasi diseb barkan lemba ar observasi oleh fasilitattor MGMP untuk mengam mati interaksi kelompok dalam m kelas me elalui pendisttribusian obsserver pada sejumlah kelompok k sisswa. S Sementara ittu dari peneliti disebarkan n angket unttuk diisi oleh h para observver khusus biologi b (terma asuk f fasilitator MG GMPnya) dan lembar obserrvasi untuk digunakan d ole eh nara sumb ber dari UPI ( 2 orang), se elain rambu-rambu u wawancara a untuk siswa a, guru obse erver dan guru model dari tim MONE EV Lesson stu udy. Lembar observasi yang te erisi langsung dikumpulkan n segera sete elah selesai pe embelajaran, juga wawanccara kepada siswa a. Wawancarra kepada gu uru observerr dan guru model m dilakukkan setelah kegiatan reflleksi s selesai. Angkket untuk diisi oleh parra guru obse erver sains/b biologi diberii waktu satu u minggu un ntuk d dikumpulkan, , karena diminta masukan n bukan hanyya untuk pem mbelajaran yang y telah be erlangsung te etapi j juga untuk CD C pembelajaran yang merupakan m ba agian dari pe erangkat pem mbelajaran bioteknologi yang y lengkap. Sebelum dan sete elah pembelajjaran siswa diberi d tes yan ng disiapkan secara s khusu us. Sementara a itu hasil pekerjaa an siswa (LKS S yang sudah terisi) dan do onut dinilai oleh guru yang g mengajar.
96
PR ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon “C Current Issues on Research R and Teaaching in Science Education”
ISBN: 978-9799-98546-4-2
HASIL DAN PEMBA AHASAN Hasil pe embelajaran bioteknologi b m melalui pemb buatan donat dibedakan berdasarkan b h hasil pengamatan dan LKS, serrta berdasark kan hasil tes. Hasil penga--matan selam ma pembelaja aran dan LKS S menunjukka an bahwa baik sisw wa maupun guru g pengama at antusias terhadap pelakksanaan pemb belajaran biotteknologi mela alui pembuatan donat. d Guru-g guru sains da an kepala sekkolah menyam mbut baik pela aksanaan pem mbelajaran sa ains yang melibatkkan siswa den ngan kegiatan n yang menye enangkan (ha ands-on), dan n sekaligus melibatkan pem mahaman konsep bioteknologi sebagai ha asil pemaknaan (minds-o on) berdasarkkan kegiatan n siswa. Darri lembar observassi yang diisii oleh nara sumber (do osen UPI) diiperoleh hasil bahwa sisswa berani bertanya, b menjelaskan kepada anggota kelo ompok, inisiatif mengatasi masalah, ken neranian meng gemukakan pendapat, p memperrhatikan penjelasan guru, tidak meninggalkan peke erjaan kelompok saat keg giatan praktikkum. Dari hasil wa awancara den ngan siswa diketahui mere eka belum pe ernah belajar semacam itu u. Mereka me enyatakan bahwa ternyata t pelajjaran sains ju uga dapat dib buat menyenangkan karen na mereka diiajak terlibat langsung melakukkan proses sa ains sekaligus memperoleh hasilnya dan n dapat ditera apkan dalam kehidupan k se ehari-hari. Mereka juga dapat le ebih bekerjassama dalam mencapai m keb berhasilan pra aktikum. Merreka berharap p metode serupa itu diberikan juga j kepada guru-guru g lain nnya. Tab bel 1: Hasil Im mplementasi Pembelajaran n Bioteknolog gi Bermuatan Nilai di Tiga SMP S di Kabup paten Sumedang Aspek yan ng dibandingk kan Pe enguasaan Ko onsep
mbelajaran Bioteknolog B al Pem i Tradisiona Tan npa modifikasi SEDANG < RENDAH H
Deng gan modifikas si
Ko omponen KDB BI
Kecerdasan Intelekktual & Keccerdasan Emosi
TINGGII < SEDANG < RENDAH Kecerda asan Intelektual & Kecerrdasan Emosi
Pe engembangan n Niilai
Ada
Tidak je elas
K Keterangan erlu dilibatkan n dalam Guru pe merencan nakan pemb belajaran berbasis Inkuiri
Dari LKS ya ang diisi sisw wa diketahuii bahwa sisw wa dilibatkan n dalam me elakukan perh hitungan, penguku uran, observa asi, mencata at data pada a tabel dan mengubahnyya ke dalam bentuk graffik (KPS: berkomu unikasi) serta a menyimpulkkan (interprettasi). Sementtara peroleha an hasil belajjar siswa berrdasarkan hasil tess pembelajaran bioteknolo ogi adalah se ebagai beriku ut. Pertama, penguasaan konsep siswa berada pada re entang rendah–sedang un ntuk pembela ajaran biotekknologi tradissional yang tanpa t modifikkasi, dan rendah-ssedang-tinggi untuk pem mbelajaran ya ang dengan modifikasi. Kedua, pada kedua pendekatan tersebutt dapat dikem mbangkan kem mampuan kerjja ilmiah (keccerdasan intellektual dan ke ecerdasan em mosional). Ketiga, pengembanga p an nilai tidak jelas pada pe embelajaran bioteknologi b t tradisional yan ng dimodifika asi. Kendala yan ng dialami gu uru-guru sain ns SMP yang g tergabung dalam kegiatan lesson study di Kabupatten Sumedan ng dalam pen ngembangan kemampuan kerja ilmiah h melalui pem mbuatan donat yang terdetekksi saat kegiiatan refelekssi antara laiin adalah se ebagai beriku ut. Menurutt guru mode el, waktu persiapa annya cukup lama dan me embutuhkan perhatian penuh, dan biaya untuk pen ngadaan baha an cukup mahal. Kepala sekola ah mendukun ng kegiatan pembelajaran p n dengan memfasilitasi ko ompor dan pe engadaan bahan untuk u siswa. Dalam pelakksanaannya sebagaimana s juga disadari oleh guru model, pem manfaatan waktu kurang k efisien n karena peng gadukan (menguleni) terla alu lama dan jumlah bahan terlalu banyyak, juga jumlah kompor yang g digunakan tidak perlu untuk setiap kelompok. Selain itu penulisan p da ata dapat dilakuka an sambil men nghias donat, dan pre tes dapat d dilaksanakan di luarr jam pelajara an. Dari hasil wawancara w d dengan guru diketahui tentang t kesu ulitan mempe erkirakan wa aktu dan melaksa anakan pembe elajaran tepatt waktu, karena karakter siswa s bervaria asi dan inisiatif siswa masih h kurang. 97
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar S on Sciencce Education “Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation”
ISBN: 978-979-985466-4-2
JJuga diketah hui bahwa gu uru masih mengalami m kebingungan untuk mengem mbangkan ke emampuan kerja k ilmiah karena a tidak ada dalam kuriku ulum berbasiis komptensi (KBK) maup pun dalam kurikulum k ting gkat s satuan pendiidikan (KTSP). Mereka juga belum menyadari perrbedaan pembelajaran dengan peneka anan pada kompottensi dengan pada materi pelajaran. Mereka M akan tetap t menera apkan pembelajaran semaccam y yang dicontohkan dengan n beberapa re evisi. Ternyata keberhasila an pembelajaran tidak sem mata-mata up paya meningkatkan n kualitas pe embelajaran dan d kemamp puan gurunya a, tetapi juga a memerlukan n dukungan dan kolaborasi de engan berbaga ai pihak (kepa ala sekolah, siswa, s MGMP)). Kend dala lain yan ng dideteksi dari hasil pe engamatan selam s pembe elajaran adalah bahwa guru g t tampaknya m masih ragu-rag gu (belum be egitu mantap dalam menga angkat hasil kegiatan k siswa a menuju kep pada konsep ferme entasi yang melibatkan m akttivitas mikroo organisme dalam proses pe embuatan don nat. Mereka le ebih t terbiasa men nerangkan du ulu teorinya baru dilanju utkan dengan n pembuktian n melalui pra aktikum. Hakkikat pembelajaran n inkuiri secarra induktif bellum dipahamii oleh sebagia an guru sains. Kend dala lain yang g ditemukan melalui m jawab ban hasil pen ngkajian terha adap angket diperoleh ke esan bahwa sebag gian besar guru masih belum memaham mi benar makkna variabel, identifikasi je enis variabel dan pengendalian n variabel. Va ariabel kontro ol masih tertu ukar dengan variabel v terika at. Mereka ku urang menya adari manfaat men ngendalikan variabel v agar pengaruh varriabel bebas atau a variabel manipulasi (variasi kompo osisi bahan dasar donat) dapa at lebih jelas tampak pada a variabel terikat (ukuran n pengembangan adonan dan t tekstur)nya. Kema ampuan kerja a ilmiah dapat dibekalkan dengan cara melibatkan guru-guru g dallam perencan naan pembelajaran n (dan evalua asinya) untukk mengatasi masalah nya ata yang me ereka hadapi. Guru-guru juga j d dilibatkan dallam menguji coba, melakssanakan pemb belajaran dan n melakukan refleksi setela ah pembelajaran. Dengan dem mikian kesenjangan temua an Rustaman n dkk (2007) tentang kecerdasan emosional e da apat d dicarikan solu usinya dalam hal keinginan n mencoba se endiri. Penelitian Rustam man dan kaw wan-kawan (2 2006) menghasilkan kema ampuan dasa ar bekerja ilm miah (KDBI) sebag gai perpadua an antara ke ecerdasan inttelektual (inttelectual inte elegence) den ngan kecerda asan e emosional (emotional e int ntelligence). KDBI K tersebu ut melibatkan n keterampillan proses sains s (KPS) dan kemampuan generik (KG)). Keduanya termasuk ke e dalam intele egensi intelekktual. Melalui pengemban ngan KPS dan KG,, sikap ilmiah h siswa akan n ikut dikemb bangkan. Perrnyataan ini dikuat oleh pendapat Ha arlen (1985) bahw wa dari dua jenis scientific ic attitude (at attitude towarrd science daan attitude of o science), sikap ilmiah yang sering s diungk kapkan dalam m belajar sainss adalah ”atttitude of scie ence’ atau sikkap yang mele ekat pada sains. Berbeda dengan sikap p ilmiah, ke ecerdasan em mosional tidak begitu saja s dapat ikut t terkembangk kan. Kecerdasan emosion nal ini perlu u secara terencana diran ncang sebelu um dan sela ama pembelajaran n sains. Temu uan sementara berkenaan n dengan keccerdasan inte elektual pada guru sains di d SMP dan SMA S menunjukkan n bahwa tiga dari 10 asp pek kecerdasa an emosionall tidak tinggi profilnya. Aspek A kecerda asan e emosional ya ang dimaksud d adalah keinginan menccoba sendiri, kreativitas mengembang m gkan konsep dan kreativitas me engembangka an kemampua an inkuiri. Me elalui kegiatan n Lesson stud dy berbasis MGMP yang daalam t tahapannya ada perenca anaan, ujico oba, pelaksaa an dan observasi, dan refleksi dap pat memperkkecil kesenjangan dan keeng gganan guru u melakukan hal-hal ya ang kurang mendukung pengemban ngan kemampuan dasar kerja ilmiah. Penelitian ini massih memerlukkan implemen ntasi diperlua as supaya leb bih jelas profilnya dan da apat d dijadikan masukan untuk perbaikan dalam pembin naan calon gu urunya. Hasil ini sekaliguss juga memb buka peluang baru u untuk kola aborasi dose en dan guru u dalam MGM MP (LPTK dan sekolah) seperti berlatih mengembang gkan kemamp puan bekerja ilmiah melalui beberapa contoh pemb belajaran yan ng dikembang gkan bersama. 98
PR ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon “C Current Issues on Research R and Teaaching in Science Education”
ISBN: 978-9799-98546-4-2
PENUTU UP Silabus dan Rancang gan Program Pembelajara an bioteknolo ogi yang suda ah diuji coba a (dan direvisi) dapat digunakkan oleh para a guru sains di sekolah masing-masing m g, dan juga digunakan d un ntuk diteliti le ebih jauh melalui penelitian kelas k dan penelitian p tindakan kelas,, dan dapatt dijadikan salah satu alternatif pembela ajaran untuk topik t Biotekno ologi. Pembelajaran n sains akan lebih cepat berkembang apabila dala am setiap keg giatannya terrkait juga kegiatan n penelitian. Umpamanya U u upaya mempe erbaiki kualita as pembelajarran sains melalui lesson sttudy akan lebih be erhasil apabila a diikuti deng gan kegiatan n penelitian. Penelitian yang baik biasanya belum diketahui jawaban nnya. Begitu pula penelitia an yang berkkenaan denga an pembelaja aran sains. Oleh O karena penelitian p pendidikkan pada umu umnya tidak dapat dikend dalikan sepenuhnya, maka a penelitian pendidikan san ngat baik dilaksan nakan dalam natural n setting ng. Namun dissadari juga su ulitnya menem mukan pembe elajaran dalam m natural setting. Kegiatan lessson study berbasis MGMP dapat diberd dayakan seba agai wahana untuk tujuan tersebut sekaligu us memperken nalkan contoh pembelajarran yang sesu uai dengan hakikat h sains dan pembela ajarannya dengan (inkuiri). Forum terrsebut efektif digunakan n untuk mensosialisasika an inovasi pembelajaran p melibatkkan guru sains di lapangan n dalam rangkka membekalkan kemampu uan kerja ilmiah (scientificc abilities) beserta atributnya. Penelitian pe endidikan sain ns diupayaka an yang berm manfaat bagi kehidupan dan memberikkan bekal pengem mbangan kemampuan, term masuk kemam mpuan bekerrja ilmiah (sccientific ability ty) dengan peenyisipan sikap ilm miah (scientifi fic attitude) daan nilai-nilai yang y terdapat di dalamnya a. Penelitian pendidikan sa ains tidak terbatass pada penelitian di dalam m kelas tenta ang pembelajjaran. Terdap pat aspek laiin yang dapa at diteliti, seperti bagaimana b membelajarkan m n sesama gurru peserta less sson study pen ngalaman dan n kemampuan n bekerja ilmiah. Pemberdayaa P n bahan dasa ar setempat sebagai s teach hing material, atau pemanffaatan IT (infformation technolo ogy) sebagai pembelajaran berbantuaan komputer,, program an nimasi, dan pengembanga p an media elektron nik untuk ko onsep-konsep p sains yang g abstrak (g genetika, sel ultra-strukttur), yang prosesnya p memerlu ukan waktu la ama (kultur jaringan, j evo olusi, perkemb bangan embrryo), atau wa aktunya terlalu singkat (pembellahan sel), ata au cakupannyya terlalu luass (biosfer). Studi lanjutan mengenai kemampuan k k kerja ilmiah di d kalangan guru sains perrlu dilakukan sekaligus juga upa aya menyiapk kan bahan pe elatihan untukk menerapkan n kemampuan n kerja ilmiah h sebagai bekal belajar sains (sciencing c ) dan n mengajarkan n sains sesua ai hakikat sain ns, baik berup pa bahan terttulis maupun bahan elearning g lengkap dengan animasin nya.
DA AFTAR PUSTA AKA
Agustin na, T.W. (20 006). Pembe belajaran Bio oteknologi bermuatan b N Nilai Sains untuk u menin ngkatkan Penguasaa an Konsep, Berpikir Kritis, K dan Sikap S Ilmiaah Siswa SMP. SM Tesis Magister Pendidikan n IPA. PPs UPI. Bandung g: Tidak dite erbitkan. Harlen, W. (1985). Assessmentt in Science Education. London. L Henderrson, J. & Knutton, S. (1990). Biotechnolog B gy in Schoo ol: A Handb dbook for Teachers. T undsbury Pre ess Ltd. Buckingham: St. Edmu Listiawa ati, M. (2006 6). Pembelaj ajaran Biotekknologi melaalui Pendekaatan Inkuiri u untuk Menin ngkatkan Keterampiilan Kerja Ilm miah dan Peenguasaan Konsep K Sisw wa SMP Kelaas IX. Tesis Magister pada PPS UPI. U Bandun ng : Tidak diiterbitkan. 99
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar S on Sciencce Education “Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation”
ISBN: 978-979-985466-4-2
Purwianingssih, W. (2007 7). Observassi Pembelaja aran Materi B Bioteknologii di SMPN 1 Pamulihan P Kab bupaten Sum medang mela lalui kegiatan n Lesson Stu udy. Laporan n Field Studyy pada Progrram Stu udi Pendidika an IPA Sekolah Pascasarrjana Universsitas Pendidikan Indonesia. Rustaman, N.Y. N (2007).. Basic Scien nce Inquiry in i Science Education E an nd Its Assesssment. Makaalah utama dipresentasikan pada sidang pleno p The First F Interna ational Semiinar of Scie ence Edu ucation on “Science “ Edu ucation Faciing aginst the cahllenges of the 21th 2 centuryy. di Aud ditorium FPM MIPA UPI di Bandung. Rustaman, N.Y., N Arifin, M. & Permanasari, A. (2 2007). Meng gefektifkan Pembelajaran Pe n Sains dan
Aniimasinya unttuk Mengem mbangkan Keemampuan Dasar D Bekerjja Ilmiah den engan berbag gai Met etode. Lapora an Penelitian n Hibah Pascca, didanai DP2M D Ditjen Dikti. Rustaman, N.Y. N & Agusttina, T.W. (2 2007). Imple ementasi Pem embelajaran Bioteknologi B i Bermuatan n Nilaai Sains untu uk Mengemb bangkan Kem mampuan Keerja Ilmiah siswa s SMP di Kabupaten n Sum medang. Lap poran Penelitian. Bandun ng: Tidak ditterbitkan.
100
PR ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon “C Current Issues on Research R and Teaaching in Science Education”
ISBN: 978-9799-98546-4-2
SCI-10 LEVANCE OF F SCIENCE EDUCATION E : LISTENING G TO PUPILS’ VOICE THE REL -AN INDO ONESIAN PILOT PROJEC CT COMPAR RED TO INTE ERNATIONAL L STUDIES T Tatang Suratn no n Indonesia; tatangsan@y t yahoo.com) (Universittas Pendidikan
ABSTRACT T The argument a of this paper iss that the lacck of relevancce of sciencee education from fr pupil’s point po of view may hinder pupils’ learn ning and inte terest in thee subject. Th his pre-liminaary study aim med at mining young people’s view w to science and technolo ogy (ST), theeir future and d environmen nt, and exam their experiences with w school science. sc Using g a cross-cultu tural standard dised survey method m to tarrget 15 year old student populations p in Cianjur reg gency (aboutt 114 pupils), the author then t compare red the ngs to the similar s studies es conducted in several countries c und der the ROS SE project (Sj Sjoberg findin &Sche hereiner, 2007 7). The studyy revealed thaat relatively Cianjur’s C pupils ls viewed S&T &T was importa tant for societ ety, they conce cerned to enviironment prottection, they have h interestt to school scie ience and they ey were keen to work for money m and with w somethin ng important and a meaning gful as well. These T findings gs were ively similar to t other parrticipating deeveloping cou untries but in most parti ticipating devveloped relativ counttries pupils te ended to be skeptic, s did not n like sciencce better than n other subjeect, and weree rarely eagerr to works ass scientist. Geender differen nces also con nsidered thatt the boys weere relatively a little agreee with S&T, greater g trust with w science, less concern ned about thee environment nt, and positivve view to sch chool science and working g with sciencee and techno ology than girrls. From deeeper analysis of the resultts suggest th hat science educators e sho ould carefullyy address the he pupils’ iden entitiy in deveeloping sciencce education curriculum an nd program. Keyw words: releva ance of sciencce education, Indonesian pupil’s p view, comparative c s study. PENDAHULUAN m the he Relevance of Science Education E (se elanjutnya diisebut ROSE project) diriintis oleh Kajian mengenai kolega saya s Prof. Sve ein Sjoberg dibantu oleh Dr. D Camilla Scchereiner dari Faculty of Education, Ed Univ iversity of Oslo. Melalui eksplorrasi ROSE weebsite serta komunikasi k personal via e-mail e (Mei 2008), kami berdiskusi b tentang sejarah, rasio onal dan mettodologi penelitian ROSE project serta saya s meminta a izin untuk melakukan m t di In ndonesia. Rosse Project dikkembangkan pertama kalii pada tahun 2001 atas dukungan d projek tersebut dari lem mbaga pemerintah Norwegia. Projek serrupa telah dillaksanakan le ebih dari 60 negara n dan 38 3 negara diantara anya telah me erampungkan kajiannya (Schereiner & Sjober, S 2004). ROSE projectt merupakan kajian kompa aratif internasional berska ala besar yang g mirip denga an projek seperti PISA P dan TIM MMS yang banyak mengga ali aspek-aspe ek dari pendiidikan sains. Jika TIMMS dan d PISA cenderung mengkaji penguasaan (achievemen nt) materi sains dan tekno ologi (S&T) siiswa, maka fo okus dari ROSE project p adalah h mengkaji aspek a emosional/motivasii, sikap, min nat/pilihan da an pengalaman siswa terhadap p S&T (Scherreiner & Sjobe er, 2004; Sjob berg, 2004; Sjoberg Sj & Schereiner, 2005 5). Perbedaan fokus f ROSE ini didasarka an pada argumen bahwa a: 1) terjadi paradoks sains s dan pembela ajaran sains dimana S&T menjadi ele emen kunci peradaban p mo odern di era global tetap pi kurang diminati oleh siswa; 2) kurangnyya relevansi dalam kuriku ulum S&T da apat menjadi penghambatt kualitas pembela ajaran dan minat m siswa te erhadap mata a pelajaran sains; s dan 3) reorientasi makna m Sciencce for All bukan berbasis b kurikulum stand dar belaka, tetapi t berdassarkan penga alaman belaja ar siswa yan ng dapat menghu ubungkan asp pek kehidupan nnya dengan lingkungannyya (Schereiner & Sjober, 2004). Oleh ka arena itu, ROSE project menco oba memfoku uskan pada fa aktor sikap dan d keragama an budaya da alam perspekktif siswa dengan asumsi siswa memilikiorientasi terten ntu dalam pe embelajaran sains s dan ini yang kurang g banyak 101
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar S on Sciencce Education “Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation”
ISBN: 978-979-985466-4-2
diperhatikan oleh pendidik d k sains. Melalui studi ini diharapkan d da apat menghasilkan informasi yang berssifat komplimen te erhadap stand dard, benchm mark ataupun indikator yang dihasilkan oleh o studi lain nnya. Makn na relevansi dalam d studi in ni adalah pen nyikapan sisw wa terhadap pendidikan p sa ains. Oleh karrena itu, rumusan masalahnya adalah ‘baga aimana releva ansi pendidika an sains dala am pandanga an siswa?’ Seccara s spesifik, isu relevansi r yang g dielaborasi meliputi: m • Aspek apa saja ya ang ingin dipe elajari oleh sisswa? • Apa minat m pekerja aan siswa di masa m depan? • Bagaimana perspe ektif siswa terrhadap isu pe elestarian lingkungan? • Bagaimana pandangan siswa te erhadap prose es pembelajaran sains di kelas k mereka?? • Bagaimana pendapat siswa ten ntang peran dan d fungsi darri S&T dalam masyarakat? • Bagaimana siswa memandang dirinya jika ia a kelak menja adi saintis? Perm masalahan terssebut tidak berdiri b secara a eksklusif da an pada dasarnya mengga ali aspek tenttang a afeksi siswa terhadap kon nteks dan ko onten dari pe embelajaran sains, s keperca ayaan merekka terhadap S&T, S masa depan mereka, kontribusi merekka terhadap lingkungan da an pengalama an mereka mempelajari m s sains baik di sekola ah maupun di d luar sekola ah. Melalui sttudi ini dihara apkan dapat menghasilkan n informasi yang y bersifat komp plimen terhad dap standard d, benchmarkk ataupun ind dikator yang dihasilkan oleh studi lain nnya s sehingga lebiih memperka aya formulasi kurikulum, pedagogi p dan asesmen dalam praksis pendidikan p sa ains. S Selain itu, hasil yang diperroleh dari sam mpel siswa di Cianjur ini ke emudian dibandingkan den ngan hasil sejenis d beberapa negara di n yang telah t melakukan study serrupa (cf Sjobe erg, 2007). In ni tentunya untuk memeta akan posisi pandan ngan siswa In ndonesia dan serta kecend derungan afekksi siswa linta as budaya un ntuk memperkkaya pengembangan kurikulum sains di masa depan. METODE PE ENELITIAN Studi ini men S nggunakan ku uisioner stand dar yang telah h dikembangkkan oleh Proff. Sjoberg dkkk di Universitty of O Oslo, Norwayy (Schereinerr & Sjoberg, 2004). Seca ara keseluruh han kuisionerr ini memuatt 250 item yang y t tersebar ke dalam 7 tem ma dan menggunakan skkala Likert 4 poin (Disag gree-Agree daan Never-Oftten). S Sebaran item m di 7 tema te ersebut melip puti: My out-o of-school exp periences (61)); What I wan ant to learn ab bout (108); My fu uture job (26 6); Me and the t environm ment (18); Myy science claasses (16); My M opinion ab bout s science and technology (16); ( My selff as scientistt (open writte ten response). Instrumen ini telah dikklaim penggunaann nya untuk lin ntas budaya sehingga s tida ak ada item yang y dirubah h untuk ujico oba di Indone esia. O Oleh karena itu, setelah mendapat m izin dari Prof. Sjo oberg maka saya s melakukkan proses tra anslasi instrum men ke dalam bahasa b Indon nesia dan proofread dila akukan oleh kolega sayya yang dipa andang mem miliki kemampuan sains dan ba ahasa Inggriss yang baik. Selanjutnya dilakukan uji keterbacaan n secara terba atas untuk revisi kata-kata k yang g masih bias. Setelah tahap pe ersiapan instrrumen, langkkah selanjutn nya adalah mengontak m ko olega guru yang y bersedia men njadikan siswanya sebagaii partisipan sttudi ini. Partissipan dari survei ini adalah siswa berumur 15 tahun yan ng di Indone esia sebagaian besar seda ang menemp puh pendidian n SMA kelas 10. Karakterristik partisipan te ersebut didassarkan bahwa pada usia a tersebut siiswa belum mengambil jurusan j terte entu s sehingga dipa andang memiiliki pandanga an netral terhadap pelajara an sains dan mata m pelajara an lainnya. Dari hasil kontak tersebut terd dapat tiga sekolah yang bersedia b masiing-masing di daerah Cian njur, Pandeglang dan d Bogor. Ke epada tiga daerah tersebutt disebar massing-masing 100 1 salin kuessioner dan kolega d diperbolehkan n untuk mena ambah salina an jika diperlu ukan. Dikaren nakan terbatasnya waktu untuk u seminar ini maka kuesion ner yang dari sekolah di Cianjur C yang dapat menge embalikan 114 sampel di bulan b Septem mber
102
ISBN: 978-9799-98546-4-2
PR ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon “C Current Issues on Research R and Teaaching in Science Education”
20081. (Kendala ( disttribusi dan waktu w pengam mbilan yang mepet m mengh hambat pengembalian sam mpel dari dua dae erah lainnya). Oleh karena itu, sifat dari study ini ada alah pre-limin nary dengan berbagai b kete erbatasan yang dim milikinya sehingga tidak dapat d diklaim m sebagai me ewakili popula asi Indonesia. Selain itu, sifat dari study ini adalah pilotting sebagai persiapan p awa al untuk surve ei skala nasio onal yang aka an dilaksanaka an dalam d Namun n demikian, te emuan tentattif ini setidakn nya dapat me emberikan ga ambaran awal tentang waktu dekat. ‘suara’ siswa s terhadap relevansi pe endidikan sains di Indonessia. Data dianalisis mean-nya a sesuai den ngan kaidah analisis Likkert yang ke emudian diintterpretasi kecende erungannya. Hasil H interpre etasi ini kemu udian dibandiingkan denga an hasil serup pa yang dike emukakan oleh Sjo oberg & Scherreiner (2007) yang telah melakukan m stu udi perbandingan terhadap p hasil ROSE project p di 40 negara partisipa an. Hasil intterpretasi da an perbandin ngan ini kem mudian diba ahas terutam ma untuk memeta akan suara sisswa dan kontrribusinya terh hadap formula asi kurikulum dan pembela ajaran sains. HASIL DAN PEMBA AHASAN Aspek apa a saja yan ng ingin dipelajari oleh siswa? Hasil da ari pengisian responden siswa terhad dap 108 item m tentang asspek ini makka dapat diid dentifikasi beberap pa topik yang dipandang in ngin mereka pelajari p dan to opik apa saja yang tidak diiminati. Tabel 1: Top pik yang dipandang ingin dipelajari d sisw wa responden No
T Topik paling diminati d resp ponden (mean) (
Top pik paling dim minati respon nden laki-laki (mean)
1
C Cara kerja kom mputer (3.33)
Cara a kerja HP (3.39 9)
2
R Radiasi HP dan komputer (3.2 25)
Cara a kerja kompute er (3.38)
3
Binta ang, planet, tatta surya (3.36))
4
Udara dan air mimum yang bersih U ( (3.24) M Meteor, komet dan asteroid (3 3.23)
5
J Jenis kelamin dan d reproduksi (3.23)
6 7
Bintang, planett, tata surya (3.20) B T Tubuh ringan/weightless di d luar a angkasa (3.20)
Tubu uh ringan/we eightless di luar angkkasa (3.32) Binta ang berkelip da an langit biru (3.29) Cara a kerja mesin kendaraan k (3.27 7) Mete eor, komet dan n asteroid (3.25 5)
Topik paling dim minati mpuan responden perem (mean) Bintang berkelip dan d langit 3.34) biru (3 Jenis kelamin dan reproduksi (3.31) Cara kerja k komputer (3.29) Udara dan air mimum bersih (3.28) Radiassi HP dan komputer (3.26) Cara kerja k HP (3.24) Astrolo ogi dan horosko op (3.21)
Tabel 1 memperlihatkan ketertarikan n responden di Cianjur terhadap t asp pek-aspek sa ains yang mereka temui seharii-hari (misaln nya pengguna aan komputerr dan HP) da an benda lua ar angkasa. Selain S itu, sebenarrnya, siswa ju uga menunjukkkan ketertariikan terhadap p topik-topik yang y bersifat sosio-saintifik (isu-isu sains di masyarakat)) seperti klon ning, bencana a alam, energ gi, dsb. Temu uan ini menu unjukkan bahw wa siswa responden ingin mem mpelajari ban nyak hal dari sains (lihat juga j Tabel 5). Secara spe esifik, para re esponden pria cen nderung meny yukai topik-to opik IPBA dan n rekayasa, sementara s ressponden pere empuan selain tertarik pada to opik IPBA (Ilm mu Pengetah huan Bumi dan d Antariksa a), mereka ju uga tertarik dengan d topikk seputar gadget dan d kesehatan reproduksi (biologi). Kecenderung gan minat terrhadap materi sains respon nden Cianjur secara umum m relatif mirip p dengan kecende erungan mina at responden dari budaya lain (cf. Sjob berg & Scherreiner, 2007) (lihar Tabel 2). Pada umumnyya siswa dari berbagai ne egara memilikki minat yang g tinggi terha adap IPBA (m materi yang dianggap engaging ng). Selain itu u, siswa laki-la aki cenderung g menyukai gadget g (misalnya HP dan komputer), listrik dan rekayasa a/teknologi (m misalnya messin), sementarra siswa pere empuan cende erung menyukkai biologi, ke esehatan,
1
Status so osial ekonomi ressponden menuru ut parameter kep pemilikan buku sa ains tergolong menengah m kebawah dengan kepem milikikan buku 1-10 0 buah sebesar 39%.
103
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar S on Sciencce Education “Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation”
ISBN: 978-979-985466-4-2
perawatan (caring c ), estettika, etikal da an filosofi (da an New Age) (misalnya kehidupan k saintis) (Sjoberrg & S Schereiner, 2 2007). Tabel 2: Topik sains yang y paling diiminati siswa responden ROSE R diberbag gai negara (Sjjoberg, 2007)) No
Topiik paling diminati respond den Tubuh ringan/weig ightless di angkassa Kemun ngkinan hidup di d luar bumi
1 2 3
luar
Pendarratan di bulan dan eksplorassi luar angkassa Bintang berkelip dan langit biru
4 5
Roket, satelit angkassa
dan n
perjalanan
Topik paling diminati T d responden la aki-laki Listrik,, produkksi dan penggu unaannya Cara kerja k mesin ken ndaraan Bahan kimia mudah meledak m Cara kerja k bom atom m
Topik pa aling diminatti responde en perempua an Makanan un ntuk kesehatan n dan kebugaran Kelainan makan m (anore eksia, bulimia) Radiasi mata ahari terhadap kulit Kehidupan terkemuka
tentang
sa aintis
luar
Tabel 3: T Topik sains ya ang paling tid dak diminati re esponden sisw wa di Cianjur dibandingkan n dengan hassil survei serupa di beberapa a negara parttisipan ROSE (Sjoberg & Scchereiner, 200 07) No
Topik k paling tidak k dimin nati responde en (Beb berapa negara a partisipan ROSE))
Topik pa aling tidak dim minati respo onden (Cianju ur)
1
Atom dan d Molekul
Atom dan molekul (2.42))
2
Unsur,, sifat dan reak ksi
Pengaruh radioaktivitas (2.48)
To opik paling tidak dim minati respon nden lakii-laki (mean) (Cjr)
Pertu umbuhan&repro oduksi
Atom m
tumb buhan (2.43)
(2.38 8)
Atom m dan molekul (2.46) (
Peng garuh
kimia 3 4
Tumbu uhan di sekitar
pik paling tida ak Top diminati responden p perempuan (mean) (Cjr) dan
molekkul
radio oaktivitas (2.47 7) Pertumbuhan dan reprroduksi
Kesim metrian
n (2.5) tumbuhan
daun n (2.48)
dan
pola
Unsu ur,
sifat
d dan
reakssi kimia (2.48)
Unsur, siffat dan reaksii kimia
Unsu ur, sifat dan reaksi
Cara
(2.52)
kimia a (2.55)
daraan (2.52) kend
kerja
mesin
Seme entara itu, ha asil Tabel 3 menunjukkan n bahwa resp ponden siswa a di Cianjur kurang berm minat t terhadap top pik-topik tradiisional dan te eoretikal. Dalam hal ini, materi atom,, sifat dan unsur kimia serta s t tumbuhan me erupakan ma ateri standar dari kurikulum m sains. Sem mentara itu, re esponden sisw wa laki-laki tidak menyukai top pik teoritis te erutama di bidang b biolog gi dan kimia,, sebaliknya responden siswa peremp puan c cenderung ku urang menyukai topik reka ayasa (misaln nya mesin). Temuan ini pun p relatif sa ama dengan hasil h s studi perband dingan ROSE project (Sjob berg & Schereiner, 2007) dimana umumnya siswa kurang k menyukai t topik-topik tra adisional kurikulum sains terutama t yang g bersifat teo oretikal everyd yday applicatio on. Dari 108 item yan ng diberikan diperoleh rerrata tingkat minat m siswa responden r terrhadap pelaja aran s sains, yaitu sebesar s 2.93 dimana dapa at dikatakan memiliki minat yang baikk. Nilai rerata tersebut kurrang lebih sama de engan nilai re erata negara berkembang partisipan RO OSE project dan d lebih baikk dari rerata yang y d diperoleh neg gara maju pa artisipan projjek ini (Tabell 5). Sjoberg & Schereine er (2007) me enyatakan bahwa profil minat siswa berbed da berdasarkkan tingkat kemajuan k bud dayanya. Sisswa dari negara berkemb bang c cenderung m memiliki minat terhadap ma ateri sains yan ng baik namu um menunjukkkan kecenderrungan keinginan mereka untu uk mempelaja ari semua materi m tersebu ut. Sebaliknyya, siswa darri negara ma aju relatif da apat memilih topikk tertentu yang mereka se enangi dan umumnya u berrbeda secara jender: pere empuan berm minat pada biologi dan kesehata an; laki-laki berminat b pada mesin dan bahan muda ah meledak. Tampilan T lain nnya 104
PR ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon “C Current Issues on Research R and Teaaching in Science Education”
ISBN: 978-9799-98546-4-2
adalah kecenderunga k an materi sain ns tradisional yang relatif tidak t banyak diminati oleh siswa. Sementara itu, materi yang y menjadi top prioritie es siswa adallah IPBA, kessehatan, tekn nologi (gadge et), sosio-sain ntifik dan misteri tak t terpecahk kan (cf. Sjoberg & Scherein ner, 2007).
Gamba ar 1: Tingkatt minat para siswa s negara partisipan RO OSE (Indonesia (Cianjur) ditunjukkan d olleh garis m merah, m=2.9 93) Apa minat pekerjaan siswa di masa depan n? Item un ntuk aspek in ni tidak meng garah pada su uatu profesi tertentu, teta api lebih kepa ada karakteriistik daru suatu pekerjaan. p Ta abel 5 menya ajikan minat pekerjaan re esponden sisswa Cianjur dan d hasil stu udi ROSE (Sjoberg g & Schereine er, 2007). Tem muan ini men nunjukkan ba ahwa siswa Ciianjur terutam ma laki-laki ce enderung Ina bersifat materialistis yang y diiringi oleh o kemauan n yang kuat, sementara sisswa perempu uan cenderung g bersifat misalnya mem mbantu orang g lain). Seme entara itu, pe erbandingan antar budaya a menunjukkkan minat sosial (m pekerjaa an berdasarka an tata nilai –terutama siswa perempu uan- yang dia anut –terutam ma siswa perrempuansebagaim mana juga terlihat t dari respon siswa a Cianjur. Dii lain pihak, siswa pria di Cianjur ce enderung bermina at pada pekerjjaan yang ‘ng gulik’ atau berrsifat rekayassa. Ta abel 5: Karak kteristik pekerrjaan yang dim minati siswa di d Cianjur dan n hasil studi ROSE R (Sjoberg g& Scchereiner, 200 07) No
1
2
Karakteistik ang pekerjaan ya diminati respo onden ( (Beberapa ne egara p partisipan RO OSE)
kerjaan Karrakteistik pek yang diminati re esponden (Cia anjur)
arakteistik pe ekerjaan Ka yang dimin nati re esponden responden la aki-laki (mean n) (Cjr)
Mengerjakan sesuatu s ng sesuai dengan yan sika ap dan nilaii yang diyakini Mengerjakan sesuatu s
Menghasilkan banyyak uang meningkatkan dan getahuan (3.37 7) peng
enghasilkan banyak Me uang dan meningkatkan 4) pengetahuan (3.4
Mem manfaatkan ba akat dan
Bekerja
105
dengan n
mesin
Karakteisttik pekerjaan yang y d diminati respo onden responde en p perempuan (m mean) (Cjr) embantu oran ng lain Me (3..47) Me engerjakan
sesuatu
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar S on Sciencce Education “Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation”
3
yang penting da an bermakna Bekerja dengan oran ng a daripada dengan benda
4
Membanttu orang lain
5
Membuatt ata au memperb baiki sesuattu sendiri Bekerja menggunaka an au alat mesin ata
6
kemampuan (3.33) Membantu u (3.32)
atau alatt (3.39)
orang
lain
Memanfa aatkan bakat dan d kemamp puan (3.39)
Mengerjakkan sesuatu ya ang penting dan bermakkna (3.31) Mengerjakkan sesuatu ya ang sesuai de engan sikap dan d nilai yang diyakini (3.18)) Bekerja dengan ora ang nda daripada dengan ben (3..16)
Mengerja akan sesu uatu yang mudah d dan na (3.29) sederhan 29) Menjadi pemimpin (3.2 Membua at, meranca ang dan men nemukan sesu uatu (3.14)
ISBN: 978-979-985466-4-2
yang penting d dan na (3.4) bermakn Mengerja akan sesua atu yang sesuai deng gan d nilai ya ang sikap dan diyakini (3.38) Menghassilkan banyyak uang da an meningkatkkan pengetahuan (3.36) Memanfa aatkan bakat dan d kemamp puan (3.33) Membua at, meranca ang dan men nemukan sesua atu (3.12)
Bagaimana perspektif siswa s terhad dap isu pele estarian ling gkungan? Berdasarkan respon terha adap item-ite em ini, siswa a di Cianjur memiliki m kepe edulian yang tinggi terha adap pelestarian lingkungan terutama siswa a perempuan (cf Sjoberg &Schereiner,, 2007) (Graffik 1). Selain itu, s siswa perem mpuan meyak kini bahwa setiap s orang dapat make ke a differen nce dalam up paya pelesta arian lingkungan da an mereka ju uga menunjukkkan perlunya a tanggung ja awab. Sebalikknya, siswa laki-laki cenderrung reluctant dan n mempercaya akan isu lingkkungan kepad da ahlinya. Enam m hal yang me enjadi perhattian utama sisswa Cianjur (Grafik 1) (cf. Sjoberg & Scchereiner, 2007), y yaitu: 1) settiap orang pe erlu menyada ari pentingnyya pelestarian n lingkungan (item no 10 0); 2) solusi isu lingkungan dapat d ditemu ukan (item no n 7); 3) se etiap orang dapat berkon ntribusi terha adap pelesta arian lingkungan (iitem no 12); 4) optimis te erhadap massa depan dun nia (item no 14); 1 5) kerussakan lingkun ngan t tanggung jaw wab bersama a (item no 1 (-)); dan 6). 6 Permasala ahan lingkung gan bukanlah h omong kossong belaka (item no 3).
D. Me and the envirronmental challanges c 4.00
response (m)
3.50 3.00
m
2.50
Girl Boy
2.00 1.50 1.00 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12 13 1 14 15 16 17 18
My cha allanges ...
ar 2: Respon siswa Cianjur terhadap isu u pelestarian lingkungan Gamba adap proses s pembelajaran sains di kelas mere eka? Bagaimana pandangan siswa terha Item-item da alam aspek in ni berkenaan dengan kesan siswa terha adap pengala aman belajar sains di seko olah. Berdasarkan grafik 2, pela ajaran sains dipandang: d 1 meningkatkkan apresiasi terhadap ala 1) am (item no 12); 2) membangkitkan rasa in ngin tahu (no o 10); 3) me enyadarkan pe entingnya saiins untuk keh hidupan (no 12); 106
PR ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon “C Current Issues on Research R and Teaaching in Science Education”
ISBN: 978-9799-98546-4-2
dan 4) membuka m waw wasan tentan ng pekerjaan di masa depa an. Secara um mum, kesan siswa s Cianjur terhadap pelajaran sains relatif baik seba agaimana ke esan para sisswa dari neg gara berkem mbang, hal se ebaliknya cenderung dialami pa ara siswa darii negara maju u (cf. Sjoberg & Schereinerr, 2007). F. My science e classes 4.00 0
response (m)
3.50 0 3.00 0
m
2.50 0
G Girl B Boy
2.00 0 1.50 0 1.00 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12 2
13
14
15 5
16
My science class c ...
Gambar 3: 3 Kesan siswa a Cianjur terh hadap kelas sains mereka Bagaim mana pendap pat siswa te entang peran n dan fungs si dari S&T dalam d masya arakat? Aspek in ni mencoba mengkaji m kete ertarikan sisw wa Cianjur terhadap S&T dan kontribussinya bagi ke ehidupan. Respond den mengang ggap bahwa S&T: 1) pen nting bagi masyarakat m (n no 1); 2) dap pat menemukan obat seperti untuk HIV attau kanker; 3) menyediakan kesempa atan untuk ke ehidupan leb bih baik bagi generasi muda; dan d 4) dapat menanggulan ngi kemiskina an. Secara um mum, persepssi responden di Cianjur baik dan ini sejalan dengan temu uan Sjoberg & Schereiner (2007) untukk kasus di neg gara berkemb bang. Namun, Sjoberg & Schereiner menem mukan kecenderungan skep ptis siswa terh hadap saintis dan sedikit yang y memilikii persepsi scientism m (persepsi laki-laki). Ini terlihat dari rendahnya persepsi p tenta ang pernyata aan bahwa S& &T dapat memeca ahkan hampirr semua masa alah (no 8) (te emuan di Cian njur tidak me enunjukkan ke ecenderungan n ini). Namun demikian, secara umum terdapat t kesa amaan panda angan siswa di d berbagai budaya b bahwa a mereka memilikii minat yang netral (negarra berkemban ng) hingga tid dak berminat (negara majju) terhadap pelajaran sains jikka dibandingkan dengan mata m pelajaran n lain. Ini artin nya walaupun n pandangan mereka baik terhadap pelajaran sains tetap pi tidak menja adikan pelajarran sains lebih diminati da aripada pelajaran lainnya.. Temuan ini men njadi tantangan bagaiman na menjadika an pelajaran sains lebih diminati lag gi dibandingkkan mata pelajaran lain. G. My M opinion abo out Science and d Technology 4.00 response (m)
3.50 3.00
m
2.50
Girl
2.00
Boy
1.50 1.00 1
2
3
4
5
6
7
8
My o pinion about ...
Gam mbar 4: Pend dapat respond den terhadap p S&T 107
9
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar S on Sciencce Education “Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation”
ISBN: 978-979-985466-4-2
Bagaimana siswa memandang dirinya jika ia kelak k menja adi saintis? A Aspek ini digali dengan menggunakan m pertanyaan terbuka t dan hasil rekapitu ulasi respon terungkap t bahwa s secara umum m terdapat pe erbedaan orientasi spesialissasi keilmuan n. Responden laki-laki cend derung menyukai t tema antarikssa (no 3), bumi (no 2), ga adget (HP/lap ptop) (no. 6) dan mesin (n no 13). Sebaliiknya, respon nden perempuan cenderung c be erminat meng gkaji hal-hal yang berken naan dengan kesehatan dan d penyakit, hal y yang menggu ugah rasa ing gin tahu (7), hal yang dianggap berguna (no 1), da an lingkungan n (no 15). Se elain itu, tidak ada a responden perempuan yang y berminat menjadi ilm muwan di bida ang mesin (n no 13), listrik (no 14) dan energ gi alternatif. Sementara S itu u, proporsi re esponden yang tidak memiiliki kejelasan tentang renccana bidang keahlian sains (no o 18) relatif banyak yang g menunjukka an responden n kategori ini belum mem miliki w wawasan tentang rencana a keahlian jika a mereka men njadi ilmuwan n. Me as Sc cientist 20.0 00 18.0 00 16.0 00 14.0 00 12.0 00
Me as Scientist (G Girl)
10.0 00
Me as Scientist (B oy)
8.0 00 6.0 00 4.0 00 2.0 00 0.0 00 1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Gambar 5: Grafik panda angan siswa sebagai s ilmuw wan Temu uan dari stud di awal ROSE E project dise ertai dengan perbandingan terhadap penelitian p serrupa memberikan gambaran tentang ‘suarra’ siswa terh hadap S&T dan d pendidikkan S&T di sekolah. s Hal ini, s setidaknya, d dapat membe erikan gambarran seberapa jauh tingkatt relevansi pe endidikan sain ns di mata sisswa, bagaimana kiita menilai pa andangan merreka dan apa yang perlu dilakukan seba agai tindak lanjut. Pengembangan muatan m kurikkulum sains yang dilaku ukan secara seksama oleh o para pa akar pendidikan dan pakar sains rupanya masih m menyim mpan kesenja angan di mata siswa. Me elimpahnya alliran m wacana sainss yang merekka bawa ke da alam kelas. Akan A informasi memungkinkan siswa untuk memperoleh t tetapi, rupanyya orientasi minat m kajian sains s oleh sisswa berbeda dengan keterrsediaan materi yang terse edia d kurikulum.. Contohnya adalah materi IPBA yang memiliki pro di oporsi yang tidak t terlalu banyak di da alam kurikulum cenderung dimiinati oleh sisw wa, sementarra materi trad disional seperrti atom dan molekul men njadi materi yang kurang dimin nati. Terhadap p temuan ini,, Sjoberg & Schereiner S (2007) mengajukan pertanyyaan a apakah materi IPBA dapatt menjembata ani kesenjang gan antara minat siswa de engan muatan n kurikulum yang y berisi materi yang dipanda ang tradisiona al oleh siswa?? Tentu unya kita tida ak serta merrta mengguna akan temuan ini dan hasil ROSE proje ect lainnya un ntuk merombak to otal kurikulum m, namun setid daknya kita menyadari m aka an nilai dan prioritas p dari penyikapan p siiswa t terhadap sain ns dan pendiidikan sains. Satu hal yan ng dapat dipe ertimbangkan n adalah men nganalisis matterimateri yang dianggap d pen nting secara pengembanga p an kurikulum sekaligus dip pandang enga aging oleh sisswa. Pemilahan in ni penting ag gar tidak terje ebak untuk menyajikan m m materi sains secara berlebihan (overlo oad) s sehingga sisw wa dibingung gkan oleh ban nyaknya pilihan seperti te erungkap dala am studi ini: siswa di neg gara berkembang cenderung in ngin mempela ajari semua hal h (cf. Sjoberrg & Scherein ner, 2007). Issu lainnya ada alah bagaimana mengajarkanny m ya?
108
PR ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon “C Current Issues on Research R and Teaaching in Science Education”
ISBN: 978-9799-98546-4-2
Isu tersebut berkaitan de engan isu ba ahwa siswa tidak terlalu berminat b terh hadap mata pelajaran sains jikka dibandingk kan terhadap p mata pelaja aran lainnya. Siswa mema ang memand dang bahwa pelajaran sains menarik, m men nggugah rasa a ingin tahu u dan berko ontribusi terh hadap kehidu upan mereka a. Untuk menjem mbatani kesen njangan ini diperlukan pemahaman p bahwa sainss –seperti ha alnya mata pelajaran lainnya- merupakan bagian dari budaya dan n aktivitas hid dup masyara akat. Inti darri kebudayaan adalah interaksi diantara anggota a kom munitasnya. Oleh O karena itu, pendidikan sains di d sekolah sebaiknya s menekankan pada pe emberdayaan dan otonomi individu (cf Sjoberg & Scchereiner, 200 07) untuk menentukan pilihan secara s bertanggungjawab. Isu pilihan ya ang mendasa ari kriteria rellevansi ini sejjalan dengan tujuan lain pendidikan p sa ains yaitu memban ngun demok krasi dan ekuiti dan kew warganegaraa an dalam ko onteks globalisasi. Dalam m hal ini diperlukkan persepsi yang realistikk dan kritis terhadap t orie entasi pendid dikan sains (S Sjoberg & Scchereiner, 2007). Hal H ini dapat diarahkan d pad da upaya pen ningkatan parrtisipasi (enga agement) unttuk saling memberikan pilihan dan argumen ntasi terhada ap pilihan ya ang diambil. Dalam konte eks pengajaran sains orie entasinya adalah mendekatkan m n bahan ajar ke dalam ke ehidupan seh hari-hari siswa a (relevansi terhadap t materi yang engaging ng) dan menga ajarkan siswa a berargumen ntasi. Kehidupan sehari-hari sisswa tidak terrlepas dari issu di lingkung gannya: apa yang terjadii di alam sekitarnyya dan masya arakat di seke elilingnya. Terhadap isu ini siswa mema andang secara a positif peran n mereka terhadap p upaya pele estarian lingkkungan. Seme entara itu, pandangan p sisswa tentang pentingnya teknologi dalam masyarakat m menunjukkan m bahwa bagi mereka S&T T memiliki pe engaruh terhadap masyarrakat (cf. Scherein ner & Sjoberg g, 2006; Sjob berg & Schereiner, 2006). Lantas, apa yang akan diperankan d oleh siswa kelak? Isu ini berken naan dengan pilihan pekerrjaan dan gam mbaran bagaiimana seanda ainya mereka a menjadi saintis. Secara umum m memang minat untuk menjadi saintis relatif sedang (Grafiik 2 no. 14). Namun demikian n, terdapat perbedaan antara a minatt kajian anta ara siswa la aki-laki denga an siswa pe erempuan seandain nya mereka menjadi m sainttis seperti dikkemukakan pa ada bagian Hasil. Kecende erungan ini se etidaknya memberrikan gambara an jender unttuk rekrutmen calon saintis pada bidan ng tertentu; IPBA merekrut laki-laki dan kese ehatan merek krut perempu uan. Selain itu u, negara berkkembang memiliki potensi untuk merekkrut calon saintis karena k siswa di d budaya ini lebih bermina at menjadi sa aintis daripada a siswa dari negara n maju, terutama siswa prria. Hal serup pa terjadi untu uk pekerjaan di bidang tekknologi (cf. Schereiner S &Sj Sjoberg, 2006; Sjoberg & Scherreiner, 2006). Hal ini memberikan gamb baran bahwa berkarir di bidang b sains bukanlah b iden ntitas dan prioritass mereka. Nam mun demikian n, secara umum siswa cen nderung mem milih pekerjaan yang sesua ai dengan nilai dan n pandangan yang mereka a anut. Hal ini menunjukkkan bahwa mereka m memilliki identitas tersendiri t terhadap p pekerjaan mereka m kelak (pengecualia an di Cianjur dimana d nilai materialisme m m masih kuat). Temuan dala am studi ini mencerminkan m n ‘suara hati’’ yang memb bentuk identita as siswa, yaittu minat, nilai, priioritas, terhad dap pendidika an sains. Perrmasalahannyya adalah bag gaimana men nempatkan te emuan ini ke dalam pengemba angan kuriku ulum pendidikan sains? Gambarannya G a adalah sela ama ini telah terjadi kesenjan ngan antara relevansi r darii sudut panda ang pakar saiins dan pendiidikan sains vs v relevansi dari d sudut pandang g siswa terha adap sains pendidikan sain ns. Tidak men ngherankan jiika minat sisw wa terhadap pelajaran sains cu ukup rendah,, dan ini mu ungkin salah satu penye ebabnya. Tug gas mendasa ar dari isu in ni adalah bagaima ana menjemb batani kesenjjangan ini melalui m penge embangan ku urikulum dan program pe endidikan sains? Issu ini perlu ditangani seca ara bijak dan seksama kare ena menyang gkut bagaiman na memaduka an kedua sudut pandang p (pa akar vs. sisw wa). Namun demikian, temuan t ini tidak serta merta meng garahkan pengem mbangan kurik kulum karena a kita tidak dapat d begitu saja menjadiikan hasil poling siswa ini sebagai acuan pengembangan kurikulum dan d program pendidikan sa ains (cf. Sche ereiner & Sjob berg, 2006).
109
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar S on Sciencce Education “Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation”
ISBN: 978-979-985466-4-2
Kecenderungan minat m siswa tentang t mate eri IPBA –missalnya- meng ggugah kita tentang priorritas materi yang ingin mereka pelajari. Nam mun demikian n kita masih perlu memasstikan apakah h memang ma ateri IPBA dapat menjadi m jemb batan dari ke esenjangan ittu? Materi IP PBA sebenarn nya jauh dari konteks realitas s sehari-hari siswa; materi ini kiranya bersifat b imajin natif. Apakah materi IPBA A cukup meng gobati kejenu uhan s siswa terhad dap materi trradisional saiins? Temuan n yang cukup p memberika an angin seg gar adalah siiswa mendasarkan n pilihannya atas a nilai dan kebermaknaa an. Ini terliha at dari minat mereka terha adap hal-hal baru b t terutama berrkenaan deng gan isu sosio--saintifik (missalnya kloning g, AIDS, pem manasan globa al) dan tekno ologi baru (gadget, t, internet). Sifat dari isu sossio-saintifik ad dalah ragam persepsi dan konsepsi dalam d arti sisswa menemu ukan keragaman wacana w baik dari d media maupun m dari sekitarnya, s um mumnya di lu uar sekolah. Isu I sosio-sain ntifik ini seringkalli dibawa ke k dalam ke elas (cf. Su uratno, 2006 6). Permasala ahannya ada alah bagaim mana mengembang gkan pedagog gi-didaktik terrhadap kecen nderungan sisswa membaw wa isu sosio-ssaintifik ke da alam kelas? Kajian n terkini dari Suratno (200 06) dan Osbo orne & Simon (2005) me emberikan pe encerahan bahwa a aspek argume entasi menjad di dasar dari pengajaran dan d pembelaja aran sains. Siifat keragama an perspektif dari isu sosio-sain ntifik memerlu ukan logika dasar yang me endasari pem milihan suatu penjelasan p ya ang akan diru ujuk. Proses ini san ngat bergantu ung dari kema ampuan berarrgumentasi. Kajian ‘suara hatii’ siswa tenta ang pendidika an sains mellalui ROSE project ini dip pandang mem miliki lifelong persp pective jika diibandingkan dengan d kajian n achievemen nt siswa sepeerti studi TIMM MS dan PISA (cf. S Sjoiberg & Scchereiner, 2007). Pandang gan ini didasa arkan pada argumen berikkut: 1) pada beberapa neg gara y yang memilikki skor PISA/T TIMMS menun njukkan kecen nderungan minat siswa yang rendah te erhadap pelaja aran s sains; 2) Sikkap dan nilai merupakan tujuan belajjar yang pen nting sekaligu us penentu perilaku p di masa m d datang, wala aupun siswa tidak t bermakksud berkarir di bidang S& &T; 3) konse ep sains mung gkin saja mu udah lupa, tetapi etos e dan atm mosfir dari pe elajaran sainss cenderung terus t membe ekas; 4) mina ar berkelanju utan, a apresiasi dan n respek terrhadap S&T menjadi fokkus perhatian, bukan se ekadar achiev evement; dan n 5) menekankan pada pemah haman hakika at sains, nilai (juga keterb batasan) yang g terkandung g dalam S&T dan S S&T sebagai bagian dari budaya. b Kelim ma argumenta asi tersebut begitu bermakkna dan sebaiiknya mendassari pengemb bangan kuriku ulum d dan program m pendidikan sains –teruta ama ditengah h arus standa ararisasi kurikkulum dan te es yang mung gkin menghambatt belajar sisw wa. Oleh kare ena itu, temu uan awal ini –dengan – berrbagai keterba atasannya- perlu p d diperluas den ngan skala pe enelitian yang g lebih repressentatif dan mantap untuk konteks Indonesia. Den ngan d demikian diha arapkan dapa at memberikan evidence based b yang da apat meyakinkkan komunita as pendidik sa ains, pemangku ke ebijakan dan masyarakat. m PENUTUP Temuan dan pembahasan T n dari studi aw wal ROSE pro oject ini meng ggugah kita se ebagai pendid dik sains tenttang ‘ ‘suara hati’ siswa terhadap p sains dan pe endidikan sains. Hal ini yang membentu uk identitas, nilai n dan priorritas s siswa terhada ap sains dan pendidikan sains s di sekola ah. Faktor-faktor inilah ya ang dipandang g mempenga aruhi minat belajarr siswa terhad dap S&T (cf. Sjoberg S & Sch hereiner, 2007 7). Studii ini juga me emberikan ga ambaran adan nya kesenjan ngan tak berkkesudahan an ntara pendidikan s sains dengan kontruksi ide entitas siswa (cf. Schereiner & Sjoberg,, 2006). Siswa menginginkkan sesuatu yang y bermakna, yang y sesuai dengan d nilai identitas me ereka dan in ni kiranya be elum mereka temukan da alam pendidikan sa ains maupun untuk kelak berkarir di bidang b sains. Oleh karena itu, sifat darri studi ini be elum memosisikan apakah sud dah sampai kepada kessimpulan ata au justru me enjadi awal dari reorien ntasi pendidikan sa ains yang me encoba agar ‘u user friendly’?? Bagaimana kita dapat memecahkan masalah m ini ta anpa 110
PR ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon “C Current Issues on Research R and Teaaching in Science Education”
ISBN: 978-9799-98546-4-2
merusakk tujuan luhur dari S&T T itu sendiri?? Kiranya inilah tantanga an dari peng gembangan kurikulum k pendidikkan sains. Penulis mengucapkan n terima kasih h kepada Pro ofesor Svein Sjoberg S dari University U of Oslo, O Norwayy atas izin berikan untuk k menggunaka an dan mengembangkan perangkat p inte elektual dari penelitian ini –rujukan yang dib dan insttrumen- pada a konteks In ndonesia Terima kasih jug ga kepada Prrof. Jonathan n Osborne da ari King’s College London yang g telah memberikan pema ahaman awal tentang kajjan argumenttasi dalam pe endidikan sains da an trend Scien nce for Publicc Understandin ing.
DA AFTAR PUSTA AKA Millar, R R. & Osborn ne, J. 1998. Beyond 200 00. Science Education fo or the Future e: A report with ten recommenda ations. The re eport of a sem minar series fu unded by the Nuffield Foun ndation. King’’s College London Scho ool of Educatio on. OECD. 2 2000. Measuring student knowledge k and skills. The PISA P 2000 assessment of reading, math hematical and scientificc literacy. Parris: OECD. Osborne e, J. 2005. Sccience Education for All: Ra adical vision or o hopeless fa antasy. Inaug gural Lecture at King’s College Lond don Osborne e, J. Erduran, S. & Simon n, S. 2004. Enhancing th he quality of argumentation in school science. esearch in Sccience Teaching. Vol 00 No.00, pp 1-27 7. Sent by Prrof. Jonathan Osborne Journal of Re [
[email protected]] to Tatan ng Suratno [ta atangsan@ya ahoo.com]. Ju uni 2005. Scherein ner, C & Sjo oberg, S. 200 06. Science education an nd young pe eople’s identitty constructio on –Two mutually inco ompatible pro oject? A paperr. Scherein ner, C. & Sjo oberg, S. 20 004. Sowing the seeds of o ROSE. Bacckground, rationale, quesstionnaire developmentt and data collection for RO OSE (Relevan nce of Science e Education) – A comparattive study of students’ views v of scien nce and scien nce education. Sjoberg,, S & Schere einer, C. 2007 7. ROSE Reacching the minds and hearts of young people. Pressentation. Internationall Space Science Institute. Bern, B June 20 007. Sjoberg,, S. 2007. PIISA and ‘real life challang ges’: Mission Imposible. Contribution to o Hopman (E Ed): PISA according to PISA Revised d Version Oct 2007. Suratno,, T. 2006. Pengembangan pedagogi be erbasis wacan na argumentatif untuk pem mbelajaran sains di era nferensi Guru u Indonesia yang y diselenggarakan oleh h Teacher informasi. Makalah disajikkan pada Kon mpoerna Foun ndation dan Provisi P Education. Jakarta 26-27 2 Novemb ber 2006. Institute Sam
111
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar S on Sciencce Education “Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation”
ISBN: 978-979-985466-4-2
S SCI-11
DEVE ELOPMENT OF STUDENT ACTIVITY SHEETS S (LKS) AT SUBJECT SCIENCE S ORIENT TED DIRECT T INSTRUC CTIONAL FO OR SENIOR R HIGH SCH HOOL WITH SPECIAL L NEED EDUCATION E N (DEAF) (S SMALB-B) Sri Poe edjiastoeti (Facu ulty of Mathem matics and Scciences, Surab baya State Un niversity)
The aim of research wa as to develop p LKS, orienteed direct instr tructional for student s SMAL ALB-B with foo od additive to opic. This rese earch is referrring to 4-D models m (Defin ne, Design, Develop, D and Dissemination D n) by Thiagarrajan, limited d until phase Develop. Syn ntaxs or phasses in direct instructional in a are: (1) Clarif ify goal and establish e set, (2) Demonstr trate knowledg dge or skill, (3 3) Provide guiided practice,, (4) Check for fo understand ding and provvide feedbackk, (5) Provide extending pra ractice. Three LKS S were deve eloped: (1) Chemical C in food, f (2) Preeservation su ubstance in food, f and (3 3) Chemical efect e in food. The results of limited fieeld-test showeed, that stude dent SMALB-B B gives positivve response, can do activ ivities trained d, and report rts result of observation. o ng The constraaint at makin n and answerss question, so o that still requ quire intensiveely guided. conclusion Key-word: d: student activ ivity sheets, 4-D 4 models, direct d Instructtional, deaf sttudent, food additive. a
PENDAHULU UAN UU RI No.20 Tahun 2003 Tentang Sisttem Pendidikkan Nasional Bab B IV Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 32 ayat a (1) menyeb butkan bahwa a “Warga Ne egara yang memiliki m kelaiinan fisik, em mosional, me ental, intelekttual, d dan/atau sossial berhak memperoleh m p pendidikan khusus”. Berdasarkan PP RII No.19 Tahu un 2005 Tenttang S Standar Nasiional Pendidikan dalam beberapa b passal dan ayatn nya menjelasskan bahwa, kelompok mata m pelajaran, be eban belajar, pendidikan kecakapan hidup, kurikkulum, kualifikkasi pendidikk, yang disajikan untuk Tingkat Satuan Pend didikan bagi peserta p didik normal juga berlaku untukk pendidikan khusus. Menu urut BSNP (2006), SMALB B-B merupaka an satuan tingkat pendidikkan untuk pe eserta didik yang y berkelainan ”tunarungu” tanpa diserttai dengan kemampuan k intelektual di d bawah ratta-rata. Menurut s standar isi un ntuk SMALB-B B, materi kimia terdapat da a-lam mata pe elajaran IPA. Sedangkan Peraturan P Men nteri Pendidikan Nasional N Repu ublik Indonessia Nomor 1 Tahun T 2008 tentang Sta andar Proses untuk SMALB-B, memberikan pedoman perangkat pembelajaran yan ng perlu diren ncanakan, dib buat, dan diimplementasi--kan untuk menun njang PBM settiap mata pela ajaran. Berda asarkan hasill studi lapang gan penguassaan materi IPA I guru IPA A SMALB-B pada p materi IPA, khususnya Kiimia kurang memadai, m karrena berlatar belakang PLB B, namun me empunyai ded dikasi yang tin nggi d dan ingin melakukan m ino ovasi-inovasi dalam menyyajikan mata pelajaran IP PA baik di kelas k maupun n di laboratorium.. Poedjiastoe eti, dkk (200 07) berkolab borasi dengan n guru IPA SMALB-B Negeri N Gedan ngan memberikan pengenalan alat a laboratorium kimia unttuk siswa SMALB-B, dipero oleh hasil ada anya peningka atan kemampuan dan keteram mpilan guru IPA dalam menyajikan IPA dan menggunakan m n beberapa alat laboratorium kimia. Demikian juga terrlihat adanya a respon yang positif dari siswa dalam m mengikuti dan melakukan ke eterampilan menggunakan m n beberapa ala at laboratoriu um kimia. Pemb belajaran Kim mia atau IPA A bagi siswa tunarungu untuk u berbag gai jenjang pendidikan p diiluar negeri telah banyak dilaku ukan dan dite eliti (Sale, 20 002; Panselina, 2002; Lan ng & Steely ,2 2004; Lundsfford, 2006; Lang, 2006; Roa ald, 2006). Selain itu peningkatatan p n akses lab boratorium IP PA untuk siiswa berkebutuhan n khusus (tu unanetra, tun narungu, dan tunadaksa) juga telah dilakukan d ole eh proyek CLLASS
112
PR ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon “C Current Issues on Research R and Teaaching in Science Education”
ISBN: 978-9799-98546-4-2
(Creating ng Laboratoryy Access for Science Stud dents) bekerja secara pro ofesional dan berkolaborassi Wright State Un niversity (WSU U). Mata pelajarran IPA di SMALB-B berissi materi Bio ologi, Fisika, dan Kimia yang y disajikan n melalui penyampaian informa asi dan kegia atan praktikum untuk beb berapa topik yang y relevan. Standar Ko ompetensi (SK) ma ata pelajaran IPA di kelas X, X yang berisi materi Kimia a adalah ”Men ngidentifikasi,, mengumpulkkan data, dan me enyimpulkan kegunaan dan efek sam mping bahan kimia di se ekitar serta mengkomuniikasikan”. Kompete ensi Dasar (K KD): “(1) Me engumpulkan data bahan kimia di rum mah tangga, (2) Mengi-d dentifikasi kegunaa an dan efek samping penggunaan baha an kimia di sekitar, (3) Men nyim-pulkan bahan b kimia alami a dan buatan dalam kema asan yang terdapat t dala am bahan makanan m (pe ewarna, pemanis, pengaw wet, dan penyeda ap), dan (4) Mengkomunikasikan ke-gunaan dan efek e samping bahan kimia a terhadap lin ngkungan sekitar” (BSNP: 2006) Penyajian materi dengan topik zat ad ditif makanan n menunjang pencapaian SK dan KD tersebut, apabila dilaksanakan melalui kegiatan siswa ya ang dihubung gkan dengan bahan-bahan n yang ada di d sekitar dan seriing dijumpai, akan berman nfaat dalam kehidupannya k a sehari-hari. Produk-produ uk pangan me erupakan contoh yang y sesuai dipilih d untuk mengembang m gkan LKS den ngan alat dan bahan yang mudah diperroleh dan tidak be erbahaya. Orie entasi penyajjiannya meng gacu pada pe embelajaran la angsung sesu uai dengan ke ebutuhan dan kete erbatasan sisw wa SMALB-B dalam memp peroleh dan mengolah m informasi yang memerlukan m bimbingan setahap demi setahap dan terstruktur mengikuti fase-fase atau sintaksnyya. Bagi siswa tu unarungu, dam mpak lain yan ng ditimbulkan sebagai akiibat ketunaru unguan memp pengaruhi dalam hal h masalah persepsi p audiitif, bahasa dan d komunika asi, intelektua al dan kognittif, pendidikan, sosial, emosi, bahkan b vokassional. Menurrut Lewton da an Mackey (1 1969), dalam penelitiannyya menjelaska an bahwa keterbelakangan atau hambatan kognisi anakk tunarungu ada hubunga annya dengan n kemiskinan n bahasa, peroleha an informasi yang kurang g menyebabkkan daya absstraksi dan imajinasinya mengalami hambatan h pula. Se edangkan rendahnya intele egensi rata-ra ata anak gang gguan pendengaran diban ndingkan deng gan anak yang no ormal pendeng garan menuru ut Backwin (1 1985) disebab bkan ganggua an bicaranya, karena ternyyata pada tes tanp pa verbal mem mperoleh skorr yang mende ekati (Sadjaah h, 2005). Seperti yang g diutarakan oleh Pressleyy dan Levin (Moores, 2001: 166), pe er-kembangan n kognitif secara fungsional f tid dak hanya te erkait dengan kemampua an-kemampua an kognisinya a tetapi juga a dengan pengeta ahuannya ketiika menerapkkan pe-ngetah huan atau strrategi tertentu u. Karchmer dan d Belmont (Moores, 2001:16 66) dalam penelitiannya p tentang me emori jangka a pendek, menemukan m bahwa kinerrja siswa tunarung gu dibawah tingkat t siswa mendengar. Akan A tetapi setelah diajar menggunaka an strategi yan ng sesuai ternyata a siswa tunaru ungu memperoleh hasil se etingkat dengan yang men ndengar. Pene elitian tentang g kognisi, seorang pendidikkan, dan tun narungu (Martin, 1985, 1991), 1 melap porkan bahw wa hasilnya mendukung m tunarung gu mempuny yai kemampu unan intelekttual yang no ormal, meskipun kekuran ngan pada kinerjanya k kadang--kadang timbu ul. Dalam rangk ka melaksanakkan amanat UU U RI tentang g Sisdiknas dan Permen te entang standa ar isi dan standar proses, ma aka perlu segera s dilaku ukan pengem mbangan pe erangkat pem mbelajaran IPA I agar pelaksan naan PBM IP PA di SMALB--B dapat sege era direncana akan, disiapkkan, dan dapa at diimpleme entasikan. Berdasarkan uraian di atas, diupayakan “Pe engembangan n LKS mata a pelajaran IPA I yang berorientasi pembela ajaran langsung untuk sisw wa SMALB-B dengan d topikk zat aditif pad da makanan””. METOD DE PENELITIIAN LKS merupakan sala ah satu bahan ajar berup pa media ceta ak yang dike embangkan untuk meman ndu siswa melakukkan latihan, tugas, t praktikkum/kegiatan laboratorium m dan dapat digunakan d un ntuk melengkkapi buku 113
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar S on Sciencce Education “Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation”
ISBN: 978-979-985466-4-2
pelajaran (Ba alai Pengemba angan Teknologi Pendidika an Dinas Pendidikan Propinsi Jabar, 20 005). Penyusu unan LKS perlu me emperhatikan n beberapa ha al, antara lain n: kesesuaian nnya dengan kompetensi dasar d dan ma ateri pokok yang harus dikuassai sesuai de engan kurikullum yang be erlaku, dileng gkapi dengan petunjuk un ntuk memudahkan n, menarik da alam segi pen nulisan dan tu ugas serta pe enilaian, mem manfaatkan lin ngkungan sekkitar, s serta dapat mengembangk m kan pengetah huan dan waw wasan siswa. Penelitian pengem mbangan atau u Research an nd Developmeent (R&D) meerupakan prosses atau langkkahlangkah untu uk mengemba angkan suatu u produk baru u atau menye empurnakan produk yang telah ada, yang y d dapat diperta anggung jawa abkan. Produkk tersebut tid dak selalu berrupa perangkkat keras sepe erti buku, mo odul, a alat bantu pembelajaran di kelas atau laboratoriu um, tetapi da apat juga berrupa perangkkat lunak sep perti program kom mputer untuk k pengolahan n data, pembelajaran di kelas, laborratorium, atau perpustaka aan, pembelajaran a ataupun mo odel-model pendidikan, p n, pelatihan,, bimbingan,, evaluasi, manajemen, dll (Sukmadinata a, 2007) Menu urut Gall da an Borg (20 003), penelittian dan pe engembangan n pendidikan n mengguna akan pendekatan sistem s Dick & Carey. Langkkah-langkah tersebut t dimo odifikasi oleh Sukmadinata a (2007), men njadi t tiga langkah berdasarkan n pengalamannya melaku ukan penelitia an dan peng gembangan, yaitu: (1) Studi S pendahuluan yang melipu uti studi literatur, studi lap pangan, dan penysunan p drraft awal prod duk, (2) uji coba c t terbatas dan uji coba lebih h luas, (3) uji produk melalui eksperime en dan sosialissasi produk. Penelitian ini merupakan penelitian pe engembangan n yang menga acu pada mo odel 4-D menurut Thiagara ajan (1974) terdirii dari tahap Define, D Design gn, Develop, dan d Dissemina nation. Pada taahap define dilakukan d ana alisis s siswa, analisiis konsep, se erta analisis tugas mengaccu pada kurikkulum yang berlaku b di SM MALB-B, sehin ngga d dapat ditentu ukan perumussan tujuan sessuai dengan materi m dalam LKS yang aka an dikembang gkan. Pada tahap desig gn, dilakukan perancangan n LKS yang akan a dikemba angkan sesua ai dengan tujjuan d dan materi yang y telah ditentukan. d M Menyususn ra ancangan na askah yang berdasarkan b format terte entu. Dilanjutkan dengan d menyiapkan alat da an bahan yang diperlukan,, dihasilkan draf d I. Pada tahap devellop, diawali dengan d telaah h dan revisi naskah, sehingga dihasilkkan naskah yang y s siap untuk dicetak, selanju utnya hasil ce etak LKS me erupakan dra af II yang aka an di uji coba secara terba atas. Hasil uji coba a terbatas dan validasi dra af II mengha asilkan protottipe LKS yang g dikembangkkan. Penelitian n ini d dibatasi samp pai pada taha ap develop. Mode el pembelajarran langsung (Direct Instr tructional) dilaandasi teori belajar b sosiall dan pemode elan t tingkah laku oleh o Albert Ba andura, hasil belajar yang dicapai berup pa pengetahu uan prosedura al atau deklarratif, mengikuti fase atau sinttak tertentu. Fase atau sintaknya, te erdiri dari: (1) ( penyampa aian tujuan dan penyiapan sisswa, (2) dem monstrasi pengetahuan ata au keterampillan, (3) latiha an terbimbing g, (4) pembe erian umpan bali, dan d (5) latihan lanjutan (A Arends, 2004).. LKS yang dike embangkan berorientasi pada pem mbelajaran langsung, sehingga s da alam penyusunann nya mengikuti fase-fase di dalamnya. Pada P fase perrtama, disajikkan tujuan da ari kegiatan yang y a akan dilakuka an sesuai den ngan SK dan KD, serta in ndikator hasil belajar yang g ingin dicapa ai, selain itu juga j menyiapkan siswa, Fase kedua, demo onstrasi peng getahuan atau keterampilan dengan cara c memberikan materi dan contoh selan ngkah demi selangkah apa yang yan ng akan dila atihkan. Fase e ketiga, latihan t terbimbing diilakukan oleh siswa denga an cara meng gikuti apa yan ng telah dicon ntohkan, tetap pi dengan ma ateri s serupa tetapi tidak sama. Fase keemp pat, umpan balik b diberika an dengan ca ara memerikssa kegiatan yang y d dilakukan ole eh siswa dan memberikan n jawaban yang benar. Se elanjutnya pada fase kelim ma, latihan la anjut d diberikan unttuk lebih mem mantapkan ap pa yang dipero oleh pada situ uasi lain. LKS berorien ntasi pembelajaran langssung, sesuai disajikan untuk siswa tunarungu untuk u menga atasi keterbatasannya, terutam ma dalam perrkembangan kognitifnya. Melalui M latiha an selangkah demi selang gkah
114
PR ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon “C Current Issues on Research R and Teaaching in Science Education”
ISBN: 978-9799-98546-4-2
dan dibe erikan secara a terbimbing, serta pembe erian umpan balik segera, akan dipero oleh pengetahan atau keteram mpilan yang diharapkan, sehingga dapatt melakukan kegiatan k pada a situasi lain saat s latihan la anjutan. Sasaran penelitian ini ada alah LKS yan ng dikembang gkan, sumberr data diperoleh dari paka ar bidang studi, pa akar PLB, gurru IPA dan sisswa SMALB-B B Karya Mulya a Surabaya. Instrumen I penelitian terdirri dari (1) lembar validasi LKS S, untuk memperoleh penilaian p ten ntang LKS yang y dikemb bangkan. (2)) lembar pengam matan aktivitass siswa, untuk memperole eh data siswa selama proses belajar me engajar meng ggunakan LKS. (3)) Angket resp pon siswa, un ntuk mempero oleh pendapa at siswa selam ma mengguna akan LKS. (4)) Laporan terntang g data penga amatan, kesim mpulan, jawa aban pertanya aan, keteram mpilan siswa selama men ngerjakan LKS. HASIL DAN PEMBA AHASAN ng dikembang gkan sebanya ak tiga buah.. LKS-1: Bahan kimia dala am produk pangan, p LKS-2 2: Bahan LKS yan pengawe et dalam mak kanan, dan LK KS-3: Efek samping bahan kimia dalam makanan dan n minuman. • LKS-1, siswa a melakukan kegiatan mengidentitikasii bahan kimia a yang ada dalam d produkk pangan dengan cara melihai kom mposisinya da alam label ke emasan, mem milah yang te erma-suk bah han aditif makanan (pe emanis, penye edap, pewarn na, dan penga awet) alami attau buatan. • LKS-2, siswa a melakukan n kegiatan percobaan menggunakan m n beberapa alat sederhana dan mengidentitik kasi adanya boraks sebag gai pengawett dan pengen nyal yang dig gunakan pad da bakso. Dalam kegiatan ini tidak ada kesulita an selama me enguji ada attau tidaknya boraks dalam m bakso, akan tetapi kesulitan k untu uk membuat kesimpulan k da an menjawab b pertanyaan. • LKS-3, siswa a mengisi LK KS tentang efek e samping g bahan kimiia dalam ma akanan dan minuman berdasarkan tabel yang diisajikan. Hasil validasi LKS-1, 2, 2 dan 3 disajjikanpada tab bel berikut, se ehingga dapatt dilihat kelayyakannya. Tabel 1. Hasil Validasi LK KS -1,2, dan 3 No.
Aspek ya ang dinilai
Perrsentase kelayakan (%)) LKS-1 1
LKS--2
LKS S-3
1
Komponen K
80,33
79,67
82,36
2
Penyajian P
83,33
85,83
84.17
3
Bahasa B
81,11
81,11
78,89
4
Ilustrasi I
84.44
84.44
84.44
5
Kecermatan K issi
83,33
84.44
83,33
6
Keterbacaan K
83,33
80,00
80,00
7
Kesesuaian K de engan Pembelajaran P n langsung
82,67
82,67
73,99
Ketterangan: ke elayakan mem menuhi (61-80 0)%; sangat memenuhi m (81-100)% Berdasarkan data yang diperoleh, d ma aka ketiga LKS L yang dike embangkan memenuhi m ke elayakan. Khususn nya LKS-1 dan LKS-2, 6 dari d 7 aspek yang y dinilai menunjukkan m kelayakannya sangat memenuhi, kecuali aspek komponen untuk LKS-1 dan aspek a keterbacaan untuk LKS-2, kela ayakannya me emenuhi. Sedangkkan LKS-3, aspek baha asa, keterba acaan, dan kesesuaian dengan pembelajaran langsung kelayaka annya meme enuhi dan ya ang lain san ngat memenu uhi. Hal terssebut pada LKS-3 kegiattan yang dilakuka an berbeda dengan d yang lain karena hanya melakkukan latihan n berdasarkan n ateri yang disajikan pada tabel, sedangka an LKS-1 ban nyak pengamatan yang dilakukan terha adap kemasan produk pan ngan dan LKS-2 melakukan m keg giatan identiffikasi zat aditif (pengawet)) pada makan nan. Dari kettiga LKS menunjukkan
115
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar S on Sciencce Education “Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation”
ISBN: 978-979-985466-4-2
ilustrasi yang g sangat me emenuhi, karrena disajika an materi se esungguhnya dalambentu foto berwarna, s sehingga mem mberi kejelasan terhadap konsep. k Data tentang aktiv vitas siswa se elama mengerrjakan LKS, da apat dilihat pada tabel 2 berikut. b Ta abel 2. Persen ntasi aktivitass siswa Perse entase aktiv vitas (%)
No.
K Kategori Pen ngamatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Memperhatikan M n penjelasan guru M Mempelajari rin ngkasan mate eri dan contoh M Mengerjakan la atihan awal M Menggunakan alat dan baha an dengan ba aik M Mengisis tabel data pengam matan M Mengecek jawa aban M Menjawab perttanyaan Be ertanya pada guru M Menyimpulkan Ke egiatan yang tidak relevan n To otal
LKS-1 1 11 12 2,5 15 4,,5 10 4 25 5,5 7,,5 6 4 10 00
LKS--2 12 14 1 15,5 5 1 10,5 5 2 26,5 3 6 6,5 2 1 100
LKS S-3 18,5 15,5 20 9 32,5 2,5 2 100
Data tentang resp pon siswa sela ama mengerja akan LKS, dap pat dilihat pad da tabel 3 berikut. Tabel 3. Respon R siswa selama meng ggunakan LKS No.
Aspek k
P Persentase ( (%)
1
Penam mpilan LKS me enarik
8 84
2
Isi LKS S menarik
9 92
3
Gamb bar mudah dip pahami
9 90
4
Materi mudah dipahami
8 86
5
Cara kerja/petunju k k jelas
8 86
6
Tabel dan pertanya aan jelas
9 94
Rata-rrata
8 88,67
y domina an selama mengerjakan m LKS-1, 2, dan d 3, tamp pak pada wa aktu Aktivitas siswa yang n latihan awal, dan menjaw wab memperhatikkan penjelasan guru. Mempelajari ringkkasan materi, mengerjakan pertanyaan, sedangkan s pa ada mengisi tabel t lebih se edikit sesuai dengan d tugass yang dikerja akan, sedang gkan pada LKS-3 tidak ada kegiiata tersebut,, demikian jug ga mengguna akan alat dan bahan tidak ada pada LK KS-3. A Aktivitas terrsebut menu unjukkan ba ahwa siswa tunarungu cenderung untuk lebih h berkonsenttrasi mengerjakan sesuatu, dib bandingkan berkomunikasi b i antar sesam ma. Sesuai de engan respon n siswa terha adap LKS selama melakukan kegiatan yan ng menunjukkkan respon yang sanga at positif, terrlihat juga pada p Namun dala a aktivitasnya. am beberapa a hal terutam ma menyimp pulkan dan menjawab m pe ertanyaan masih kesulitan hal tersebut dapa at terlihat darri laporan keg giatan siswa yang y tertuang g dalam pengisian LKS. PENUTUP Berdasarkan data yang diperoleh, tiga a LKS yang dikembangkan d n dengan top pik khususnya a zat aditif pada p makanan, sisswa dapat mengidentifik m kasi adanya bahan kimia a dalam kem masan produk makanan dan minuman, za at aditif alami dan buatan n yang terdap pat makanan, serta efek bahan kimia dalam maka anan memenuhi kriteria layak digunakan. Kegiatan K dala am LKS dapa at dilaksanakkan dengan baik dan resspon positif siswa selama meng gerjakan LKS S, namun ma asih perlu bim mbingan seca ara intensif dalam pembua atan 116
PR ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon “C Current Issues on Research R and Teaaching in Science Education”
ISBN: 978-9799-98546-4-2
kesimpu ulan dan me enjawab perttanyaan. Hal tersebut menunjukkan m keterampilan psikomoto orik anak tunarung gu lebih menonjol daripada kemampuan kognitifnya Penelitian se elanjutnya dapat mengam mbil topik bah han kimia dissekitar yang lain, misalnya a produk pemberssih, obat, atau pupuk, sehingga meleng gkapi LKS yan ng sudah ada dan penyajia annya lebih bervariasi. b Selain ittu perlu dikaji perkembang gan kemampu uan kognitif siswa tunarung gu melalui berbagai penyajjian. DA AFTAR PUSTA AKA Anonim.. (2006). UU RI No.14 Tahun T 2005 tentang Gurru dan Dosen n serta UU RI R No.20 Tah hun 2003 tentang SISD DIKNAS beserrta penjelasan nnya. Bandun ng: Citra Umb bara. Arends, R.I. (2004). Guided to Field F Experien nces and Port rtofolio Develo opment to acccompany Lea earning to Teach. New York: Y McGraw w Hill. engembangan n Teknologi P Pendidikan Dinas Pendidika an Propinsi Jabar. J (2005). Penyusunan n Naskah Balai Pe Bahan Ajar Tori T dan Prakt ktek. Bandung. BSNP.(2 2006). Standa ar Isi. Jakarta:: Depdiknas Depdikn nas. (2008). Peraturan P Meenteri Pendidi dikan Nasionaal RI No.1 Taahun 2008 teentang Standa dar Proses Pendidikan Khusus K Tunan netra, Tunarun ngu, Tunagraahita, Tunadaaksa, dan Tuna nalaras. Jakartta. Gall, M.D., Gall, Y.P., Borg, W.R. (2003). Educcational Rese earch an Intro oduction. Sevventh Ed. NY:: Pearson Education Inc. T,J.( Editor). (1993). Teacching Chemisttry to Student nts with Disab bilities. 3th ed. ISBN 0-8412 2-2734-9. Kucera,T American Chemical Societty, Committee e on Chemist with Disabilitties. Lang, H.G. H (2006).Science Edu ucation for Deaf D Student nts: Prioritiess for Researrch and Inst structional Development nt.NY: Departm ment of Rese earch and Tea acher Edu-cattion National Technical Insstitute for the Deaf Ro ochester Insttitute of Tecchnology 96 Lomb Memo orial Drive Rochester, R NY Y 146235604.Email:
[email protected] Lang, H H.G., Steely, D.(2003).Web D b-based scien nce instructio on for deaf student:What s research sayys to the teacher*.Insstructional Scie ience 31 : 27 77 – 298, 2003 Lunsford d, S.K., Barge erhuff, M.E. (2 2006). A Proyyect To Make the Laborato ory More Acce essible to Stud dent with Dissability. Journal Jo of Cheemical Educattion. Vol. 83. No.3 N March 2006. 2 p: 407-4 409 Moores, N.F. (2001)). Educating the Deaf. Psychology, Ps Pr Principle, and Pravtice. Fiftth Ed.USA: Houghton H Mifflin Company. an Novita. (2007).Recogn gnation of Ch hemistry Labo boratory Equip pment to Poedjiasstoeti, S., Miiseri, dan Dia Increase Stu udy Science at Senior High h School for Special Sp Educattion (Deaf). Prosceeding P off the first Internationall Seminar of Science S Educa ation. ISBN: 979-25-05999 -7. Sadjaah, E. (2005). Pendidikan Bahasa bag gi Anak Gang gguan Pendeengaran dalaam Keluarga. Jakarta: Depdiknas. Ditjen D Dikti. Direktorat D P2T TK dan KPT. C.,Wynne, D.., MacDonald,G. (2002) De eaf Students,, Teachers, and a Inter-pretters in Chemiistry Lab. Sale, B.C Journal of Ch hemical Educa cation. Vol.79. No.2. Februaari 2002 (Reseearch: Sciencce and Educattion) Silvestre e,N., Ramspottt, A., Pareto,, I.D. (2007). Conversation nal Skills in Se emi-structure ed Interview and SelfConcept in Deaf D Student. Journal of De eaf Studies an nd Deaf Educa cation 12:1 Winter 2007. p: 38-54. Sukmadinata, N.S. (2 2007). Metode de Penelitian Pendidikan P . Ba andung: SPS--UPI & PT Rem maja Rosdaka arya Thiagara ajan,S., Semm mel, P.P. & Semmel, S M.I. (1974). Insttruction Exceptional Children C . Indiana: Indiana University.
117
Dev evelopment fo or Training Teacher Te of
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar S on Sciencce Education “Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation”
ISBN: 978-979-985466-4-2
S SCI-12
DEVELOPIING OF SCIIENCE LEA ARNING MA ATERIAL ON N LOWER CLASS C OF ELEMENTAR E RY STUDENTS: INTEGRATIN NG WITH AN NOTHER SU UBJECT Suryanti & Wahono W Wido odo (State Univerrsity of Suraba aya)
ABS STRACT Integrating g science con ncepts with other o subject cts is one of prominent problems p on lower class of o elementaryy teaching. However, H thee integrating methods imp plemented on n learning material m and its it effectiveneess in improvving student’ss achievementts is less stud died. The objjective of thee research is to t develop sccience learnin ng material integrated i wi another subject with s by th hematic appro roach that caan improve sttudent’s achie evements. The he learning maaterials develo loped are stud dents book an nd assessmen nt instrumentts. The learn ning materialss have been developed with w four-D models, m i.e. define, d design n, develop, and a dissemina ate. Implemeentation of th he four-D mod odel were: a) competency analysis on all a subjects in n semester one o on first grade g element ntary school and a obtaining g the theme; b) developin ng students book b and asse essment instrruments appro ropriate with the t theme; c)) validation; and a d) try ou ut. Science co oncepts are in ntegrated with th other subjeects by themees: I, environ nment, needs, s, and hobbies es. The resultt showed, that at learning maaterial: a) be “good” on co ontents, perfo ormance, lang guage, learnin ng n; b) responde ed positive byy students an nd teacher, an nd c) can imp prove studentts achievemen nt innovation; on sciencee as well as th he other subjeect. Keywords s: learning material, thema atic, studentss achievementt on science PENDAHULU UAN Mutu dan ha asil pembelaja aran IPA pad da berbagai jenjang j masih h perlu diting gkatkan (Bele en, 2000; An nam, 2001; TIMSS S, 1999; PIS SA, 2003). Oleh O karena jenjang SD merupakan dasar bagi jenjang-jenjjang pendidikan se elanjutnya, maka m salah sa atu strategi piilihan adalah meningkatka an mutu pemb belajaran IPA A SD pada kelas rendah. r Menu urut Depdikna as (2002:1), sebagian be esar siswa tid dak mampu menghubung gkan a antara apa yang y mereka a pelajari de engan bagaim mana pengettahuan terseb but akan dip pergunakan atau a d dimanfaatkan n. Siswa mem miliki kesulita an untuk mem mahami konssep akademikk sebagaiman na mereka biasa b d diajarkan, ya aitu menggun nakan sesuatu u yang abstrrak dan meto ode ceramah.. Mereka san ngat memerlu ukan s sesuatu untu uk memahami konsep-konssep yang berrhubungan de engan tempa at kerja dan masyarakat m p pada umumnya di mana mereka a akan hidup dan bekerja. Salah h satu cara yang y dapat ditempuh d unttuk menjawab pertanyaan n-pertanyaan tersebut ada alah perlunya peningkatan kualitas pembela ajaran, yang secara s mikro, harus ditemu ukan strategi atau pendeka atan pembelajaran n yang efektiif di kelas, yang lebih me emberdayaka an potensi sisswa. Untuk kelas k rendah SD, pendekatan tersebut ada alah pembela ajaran terpad du, yakni pendekatan pe embelajaran yang y melibattkan berbagai bida ang studi unttuk memberikkan pengalam man yang bermakna kepa ada siswa, ka arena siswa akan a memahami konsep-konse k p yang mere eka pelajari melalui m penga alaman langsung dan men nghubungkan nnya d dengan konssep lain yang sudah dipah hami. Menuru ut Piaget (dalam Joni, 1996), kemamp puan anak un ntuk bergaul deng gan hal-hal ya ang bersifat abstrak yang diperlukan d un ntuk mencernakan gagasan n-gagasan da alam berbagai matta pelajaran akademik um mumnya baru terbentuk pada usia ke etika mereka a duduk di kelas k t terakhir SD, dan berkemb bang lebih lan njut pada usiia SMP. Oleh sebab itu, cara pengema asan pengalam man belajar yang dirancang un ntuk para sisswa akan san ngat berpenga aruh terhadap kebermakn naan pengalam man t tersebut bagi mereka. Pen ngalaman bela ajar yang lebiih menunjukkkan kaitan unssur-unsur kon nseptualnya, baik intra maupun n antar bidan ng studi, aka an meningkattkan peluang bagi terjadin nya pembelajjaran yang le ebih 118
PR ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon “C Current Issues on Research R and Teaaching in Science Education”
ISBN: 978-9799-98546-4-2
efektif. Artinya, kaita an konseptua al dari apa yang y tengah dipelajari de engan semakkin banyak sisi dalam bidang yang y sama, dan bahkan de engan bidang yang lain, se emakin terhayyati oleh para a pebelajar. Joni (1996) berdasarkan rumusan in ntegrasi kurikkulum Forgatty (1991) me engemukakan n, bahwa impleme entasi pembe elajaran terpa adu dapat dib bayangkan se ebagai suatu kontinum. Pa ada kutub ya ang satu, bentuk implementasi i nya adalah pe engaitan konseptual intra dan/atau anttar bidang stu udi yang terja adi secara spontan, dan kutub yang lain adalah pengin ntegrasian se ecara total ba aik materi maupun m peserrta didik. Menurutt Joni (1996 6), pembelaja aran terpadu u yang kegia atan belajarn nya terorganisasikan seca ara lebih terstrukttur dapat te erwujud, apabila kegiatan n belajar-men ngajar yang diselenggara akan itu seca ara lebih eksplisitt bertolak darii tema-tema. Dalam kajian n ini, model yang digunakkan adalah model m terjala (model web bbed) atau yaang biasa disebut model tematik, karena menggunakan m n tema dalam m merencana akan pembellajaran. Pembelajaran tematik merupakan suatu strattegi pembela ajaran yang melibatkan beberapa mata m pelajara an untuk memberrikan pengala aman yang be ermakna kepa ada siswa. Ke eterpaduan da alam pembela ajaran ini dap pat dilihat dari asp pek proses atau waktu, asspek kurikulum m, dan aspekk belajar men ngajar. Denga an model ini,, konsepkonsep dan d kompetensi IPA dipad dukan dengan n konsep-kon nsep dan kom mpetensi mata a pelajaran lain melalui tema-tema yang telah dirumuskan n sebelumnya a. Menurut Kovalik K dan McGeehan M (1999), tema yang dipilih menyediakan struktu ur jalan pijaka an ke konsep p-konsep yan ng penting ya ang membantu siswa mellihat pola dan membuat hubun ngan-hubunga an di antara fakta-fakta dan d ide-ide ya ang berbeda.. Hasil-hasil penelitian p tentang penerapan model pemb belajaran tem matik, misalnyya yang dila aporkan Buecchler (1993),, Morgan (1998), Ruth (1998)), memberika an gambaran n bahwa model ini memberi pengaru uh yang bera arti pada peningkkatan proses dan hasil be elajar, sehing gga model tersebut t dapa at menjadi suatu s alterna atif untuk dikemba angkan dan diimplementassikan dalam pembelajaran p IPA SD, khussusnya di kela as 1. Penelitian in ni dimaksudkkan untuk mengembang m gkan perangkkat pembela ajaran temattik untuk meningkkatkan kualita as pembelaja aran IPA berssama-sama dengan mata pelajaran lain di kelas re endah SD (khususnya kelas I). Penelitian in ni bertujuan untuk menge etahui apakah h perangkat pembelajaran n tematik yang dikkembangkan telah memen nuhi persyara atan untuk dig gunakan dilih hat dari aspekk materi, keb bahasaan, dan pen nyajian; apak kah perangka at pembelajarran tematik yang y dikemb bangkan dapa at dibaca dan mudah dipaham mi siswa; apa akah perangkkat pembelaja aran tematik yang dikem mbangkan memberikan kemudahan bagi gurru dalam mellaksanakan pembelajaran di kelas; dan n apakah pera angkat pemb belajaran tema atik yang dikemba angkan mamp pu meningkattkan prestasi belajar IPA siswa selaras dengan d mata pelajaran lain n. METOD DE PENELITIIAN Penelitia an pada tahu un pertama in ni adalah me engembangan n perangkat pembelajaran p n tematik unttuk siswa kelas I SD yang mengintegra asikan IPA dengan d matta pelajaran lain. Penge embangan perangkat p pembela ajaran model tematik in ni mengguna akan four-D models yakkni define, design, d deveelop, dan dissemin nate (Thiagarrajan, Semmeel & Semmel, 1974). Kegiatan utama dari tahap define adallah merancan ng model pera angkat pemb belajaran tema atik yang didahulu ui dengan an nalisis siswa dan analisis kurikulum yang y mengha asilkan analisis konsep da an bagan n yang dilanjjutkan penyu konsep dari semua matapelajara m usunan tema.. Tema yang berhasil diid dentifikasi pada se emester I adalah a diri sendiri, s kelua arga, kebutu uhan, kegem maran, binata ang, dan tu umbuhan. Kompete ensi IPA yang g bersesuaian n dengan tema tersebut diiintegrasikan dengan d komp petensi mata pelajaran lain, sebagai contoh h ditunjukkan n dalam Gambar 1. Lan ngkah beriku utnya adalah menentukan n format perangkkat yang akan n dikembangkkan yang dila anjutkan deng gan menuang gkan tema terrsebut ke dallam Buku Siswa da an alat penila aian. 119
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar S on Sciencce Education “Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation”
ISBN: 978-979-985466-4-2
Penulisan perangk kat pembelaja aran tematik yang y dikemba angkan oleh peneliti p menccakup Buku Siiswa dan alat pe d enilaian berb basis kelas. Setelah pe erangkat pem mbelajaran tematik t berh hasil ditulis dan menghasilkan n Draft I, se elanjutnya dia adakan kegiatan telaah. Sebagai S pene elaah pakar-p pakar pendidikan y yang berkompeten di bidangnya, yakni ahli pendidikkan dan guru SD kelas I.
Gambar 1: 1 Contoh hassil pengintegra asian kompetensi IPA kelass I SD dengan mata pelaja aran lain dalam tema “lingkungan” untuk melih Kegia atan telaah dimaksudkan d hat aspek ma ateri, kebaha asaan, penya ajian dan ino ovasi d dalam pening gkatan KBM. Aspek materii yang dinilai meliputi keb benaran konte en, kemutakh hiran konten, dan s sistematika s sesuai dengan n struktur ke eilmuan. Aspe ek kebahasaan meliputi ba ahasa yang digunakan d se esuai d dengan usia siswa, menggunakan bah hasa yang baiik dan benar,, istilah yang digunakan tepat t dan mu udah d dipahami dan penggunaa an istilah da an simbol secara ajeg. Aspek A penyajjian meliputi membangkittkan motivasi/mina at/rasa ingin tahu, sesuai dengan taraff berpikir dan n kemampuan n membaca siiswa, mendorrong s siswa terliba at aktif, da an memperh hatikan sisw wa dengan kemampuan n/gaya belajar siswa serta s menarik/men nyenangkan. Aspek inovassi peningkata an KBM meliputi kesesua aian tema de engan kurikullum, kesesuaian buku b dengan tema, menekankan dunia a nyata, KBM M yang stude ent centered, dan menunjjang t terlaksananya a KBM yang bervariasi. b Berda asarkan hasiil telaah dila akukan revissi dan meng ghasilkan Dra aft II. Draftt II selanjuttkan d diujicobakan di kelas I SD yang terbiassa dipakai seb bagai ujicoba inovasi pemb belajaran di Surabaya, S den ngan j jumlah subye ek 28 siswa. Ujicoba dilakkukan dengan metode on ne shot case study. Hasil ujicoba terbatas d digunakan un ntuk mengeta ahui apakah perangkat p pem mbelajaran te ematik yang digunakan dap pat menghasilkan pencapaian hasil h belajar yang y memada ai untuk IPA dan d mata pela ajaran lain, se erta untuk me erevisi perang gkat y yang telah dihasilkan.
120
PR ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon “C Current Issues on Research R and Teaaching in Science Education”
ISBN: 978-9799-98546-4-2
HASIL DAN PEMBA AHASAN engembang gan Perangk kat Pembelajjaran Temattik Hasil Pe Sesuai dengan d tahap pan pengemba angan perang gkat pembelajjaran yakni model m 4-D, ma aka pada taha ap define telah dirrumuskan tem ma-tema yan ng ada dalam m kelas I SD semester s I yakni y tema diiri sendiri, ling ngkungan, kebutuh han, dan keg egemaran. Beerdasarkan teema yang telah t ditentukan, langkah h selanjutnya a adalah mengem mbangkan perangkat pem mbelajaran yang terdiri da ari buku sisw wa dan alat penilaian p untu uk setiap tema. Karakteristik K buku b siswa dikembangkan d n dengan me engacu pada a kebutuhan anak SD yan ng masih tahap operasional o konkrit k dan ketertarikan k anak pada gambar-gamb g bar yang me enarik dan berwarna. b Dengan disertai gam mbar-gambar yang menarrik dan berwa arna diharapkan mampu menumbuhka an minat anak untuk membaca a dan mudah memahami konsep k yang terkandung t di dalamnya. Selain itu, buku b dikembangkan berd dasarkan prin nsip dari yan ng sederhana a menuju ya ang lebih komplekks, dari yang dekat dengan dunia anakk menuju ke yang y relatif ja auh dengan dunianya, d dan n konteks yang disajikan berka aitan dengan kehidupan keseharian anak. a Berdasa arkan teori belajar b sosial Bandura (Slavin, 1995), yakni anak dapat belajar b melalu ui pemodelan n, maka buku siswa juga dikembangkan d n dengan mengete engahkan seo orang anak ya ang ideal seb bagai tokoh ya ang diharapka an dapat digu unakan sebag gai model oleh sisw wa. Tokoh yang dikembangkan ini berje enis kelamin berbeda b untu uk tema yang berbeda. Nam ma tokoh diupayakan mewakili huruf yang akan dilatihka an pada setia ap tema dan mewakili keb beragaman In ndonesia. Untuk te ema diri sen ndiri, tokoh yaang dikembangkan bernama Nina. Un ntuk tema lin ngkungan, tokkoh yang dikemba angkan berna ama Musa. Tokoh T yang bernama Tomas untuk tema t kebutuh han, dan tokkoh yang bernama a Windi untuk k tema kegem maran. Peran setiap orang yang ada di dalam m buku siswa diupayakan menghindari m t timbulnya bia as jender. Sebagi contoh, alih--alih laki-lakii, tokoh yang menghapu us papan tullis pada tem ma lingkunga an adalah perempu uan Selain ittu, kalimat dan ilustrasi Dodi D dan Mussa membantu u ibu menyiap pkan makanaan, dalam tema lin ngkungan digu unakan untukk mendekonsttruksi bias jen nder yang lazzim timbul ba ahwa memasa ak adalah urusan perempuan. p Hasil Va alidasi Perangkat Pemb belajaran Te ematik Setelah perangkat pembelajaran n tematik ya ang terdiri dari d buku siswa dan alat penilaian berhasil angkan langkah selanjuttnya dilakukkan validasi oleh ahli/ praktisi pen ndidikan. Validasi ini dikemba dimaksu udkan untuk melihat m keben naran materi,, kebahasaan n dan penyajia annya. Peran ngkat pembela ajaran ini telah divalidasi oleh 6 orang ahli dan praktissi pendidikan n. Berdasarka an validasi, diperoleh d hassil bahwa perangkkat yang dike embangkan dilihat d dari asspek materi, kebahasaan, penyajian, dan d peningka atan KBM dinilai baik b oleh validator. Namun demikian terdapat t bebe erapa catatan yang direkkomendasikan n sebagai bahan re evisi perangk kat yakni pada a awal anak belum b dikenallkan dengan huruf h kapital,, tempat menulis perlu dibuat garis g seperti menulis halu us, diperbanyyak aktivitas siswa, dan adanya bias jender (misa alnya Ani bermain n boneka, Tono T bermain n kelereng). Masukan ini sebagai bahan revisii perangkat sebelum diujicoba akan kepada siswa di kelass. Hasil Ujjicoba Terba atas Perang gkat Pembellajaran Tematik Untuk mengetahui m bagaimana b ke eterbacaan perangkat p pembelajaran tematik t yang telah dikem mbangkan maka dilakukan ujicoba terbatass pada siswa kelas I SD.. Setelah pem mbelajaran dengan d meng ggunakan perangkkat pembelaja aran tematikk siswa diberi angket te entang penda apatnya tenta ang buku siswa dan pemahaman mereka melalui tes.. Hasil analissis angket me enunjukkan, menurut pen ndapat siswa isi buku menarikk, penampilan n buku menarrik, tidak ada uraian/penje elasan yang sulit s dipahami dan ilustrassi/gambar 121
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar S on Sciencce Education “Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation”
ISBN: 978-979-985466-4-2
mempermuda ah pemahaman. Berdasarrkan komenta ar bebas dari siswa diperroleh bahwa buku tematikk ini bagus, menarik, dan muda ah dipahami.
Gambarr 2: Grafik rerrata hasil bela ajar IPA dan empat e mata pelajaran p lain Gamb bar 2 mempe erlihatkan hisstogram reratta hasil belaja ar IPA siswa dibandingkan dengan em mpat mata pelajaran lain (Matematika, IPS S, Bahasa Ind donesia, dan PPKn) untukk dua tema (diri sendiri dan lingkungan. Rerata R hasil belajar IPA siswa adalah h 93.7353 de engan standa ar deviasi 9,4 4590, sedang gkan rerata untukk empat matta pelajaran lain adalah h 90,2059 de engan standar deviasi 9,0513. 9 Data a ini memperlihatkkan bahwa ha asil belajar IP PA dengan model m tematikk yang dibanttu dengan bu uku siswa jauh di a atas Kriteria Ketuntasan K Minimal M (KKM)) ideal sebesa ar 75, dan tidak kalah dengan mata pellajaran lain. Hasil H a analisis infere ensial dengan n uji t mempe erlihatkan bah hwa rerata ha asil belajar IP PA tidak berbe beda secara nyata ny d dengan rerata a hasil belajar empat mata a pelajaran lain (t = 1,688;; df = 33; p = 0,101) Hasil angket yang g diberikan kepada k guru menunjukkan n bahwa pera angkat pemb belajaran tem matik y yang telah dikembangkan d n memudahkkan guru dala am melaksan nakan pembe elajaran di ke elas. Kemuda ahan t tersebut dilih hat dari aspek membuat perencanaan,, melaksanakkan KBM, pem mberian tuga as kepada sisswa, melakukan penilaian, dan pemotivasian siswa untu uk belajar. Na amun untuk pemberian tu ugas masih perlu p t tambahan dalam hal soal-ssoal latihan. PEMBAHASA AN HASIL PENELITIAN Hasil penelitiian memperliihatkan bahw wa perangkatt pembelajara an tematik memberikan m h hasil belajar IPA y yang relatif tiinggi pada sisswa kelas I SD, tidak kalah h dengan mata pelajaran lain. Hasil ini mengindikasikan bahwa pemb belajaran tem matik yang dilengkapi den ngan perangkkat pembelaja aran tematik cukup mem mberi peluang pelib batan berbaga ai pengalama an siswa, kare ena tema-tema yang dian ngkat dipilih dari d hal-hal yang y d dikemukakan siswa, yang g mungkin be ertolak dari pengalaman p s sebelumnya, serta berdasa arkan kebutu uhan y yang dirasaka an siswa (fel elt need). Hassil ini sesuai dengan d temu uan Hendrik (dalam ( Koste elink, 1991) yang y menyatakan bahwa tema a membantu anak-anak mengembang m gkan semua pemikirannya a dalam bela ajar. Melalui pemb belajaran tem matik, anak-an nak membang gun hubunga an di antara informasi yan ng terpisah-p pisah untuk membe entuk konsep yang lebih ko ompleks dan abstrak (Osb born dan Osbo orn, dalam Ko ostelink, 1991 1). 122
PR ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon “C Current Issues on Research R and Teaaching in Science Education”
ISBN: 978-9799-98546-4-2
Penerapan pembelajaran tematik yang g menghasilka an hasil belajjar yang relattif tinggi ini ternyata konsiste en dengan tem muan program CLASS, yang melaporka an hasil skor ISTEP (India ana Statewide de Testing for Educcational Progrress) pada sisswa SD yang menerapkan n pembelajara an tematik leb bih tinggi darripada SD yang lain di negara tersebut, da an bahwa skkor pada SD CLASS teruss meningkat dari waktu ke k waktu er, M., 1993 3). Hasil pen nelitian ini ju uga selaras dengan pen nelitian perba andingan anttara skor (Buechle membacca siswa pada a SD yang me enerapkan pe embelajaran te ematik terpad du dengan skkor siswa pada a sekolah kontrol. Selama periode dua tahun, skor sisw wa yang men nggunakan pe embelajaran tematik menunjukkan peningkkatan sebesarr 16%, seda angkan sekola ah kontrol ha anya mencapa ai peningkata an sebesar 3% % (Ruth, 1998). pendapat Selarasnya hasil h penelitia an ini dengan n hasil-hasil penelitian se ebelumnya, memperkuat m Rohde, et.al. e (1991) yang menyattakan bahwa (1) tema me emberikan pen ngalaman lan ngsung denga an obyekobyek yang nyata ba agi anak untuk memanipula asinya; (2) te ema mencipta akan kegiatan n yang memu ungkinkan ntuk menggun nakan pemikirannya; (3) membangun kegiatan sekkitar minat-m minat umum anak; a (4) anak un menyediakan kegiata an dan kebiassaan yang menghubungka an semua asp pek perkemba angan kognittif, sosial, emosi, dan d fisik; (5) mengakomod dasi kebutuha an anak-anakk untuk berge erak dan melakukan kegia atan fisik, interaksi sosial, kem mandirian, da an harga diri yang positif; (6) men nghargai individu, latar belakang kebudayyaan, dan pen ngalaman di keluarga yang g dibawa ana ak-anak ke ke elasnya; dan (7) menemukkan caracara unttuk melibatkan anggota ke eluarga anak. SIMPUL LAN DAN SA ARAN Berdasarkan analisis data dan pe embahasan ha asil penelitian n maka dapat ditarik simp pulan sebagai berikut: (1) Pera angkat pembe elajaran tema atik yang telah dikembangkan berkateg gori baik ditinjjau dari aspe ek materi, kebahassaan, penyajia an, dan inova asi pelaksanaan pembelaja aran; (2) pera angkat pemb belajaran tema atik yang telah dikkembangkan direspon posiitif oleh siswa a yakni menarrik, mudah dipahami, bagu us, dan tidak ada yang sulit dip pahami; (3) Perangkat P pem mbelajaran te ematik yang telah dikemb bangkan mem mberi kemuda ahan bagi guru da alam hal mere encanakan, melaksanakan m n KBM, pemb berian tugas, evaluasi, dan pemotivasian untuk belajar, dan (4) Hasil ujicoba terb batas pada sisswa kelas I SD D untuk dua tema t membe erikan hasil be elajar IPA siswa ya ang tinggi, da an tidak kalah dengan emp pat mata pelajjaran lain. Penelitia an lanjutan da apat dilakukan pada skala yang lebih lu uas dengan ka arakteristik se ekolah yang beragam, b perlu diilihat pengaru uhnya terhad dap hasil belajar siswa dengan d meng ggunakan kelas pemband ding, dan melihat secara detil ketuntasan k tia ap kompetenssi IPA. DA AFTAR PUSTA AKA Anam, M M.C. (2001). Kurikulum K dan n Perkembangannya. Maka kalah disampaikan dalam Seminar dan Lokakarya L Optimalisasi Pembelajara an IPA-Fisika Menyongson ng Otonomi Sekolah di Jurusan J Fisikka FMIPA Unesa tanggal 17 Februarri 2001. Belen, S. S (2000). Mensinergikan E Ebtanas, Kurikkulum, dan Buku Pelajaran n dalam Sindh hunata (Ed) Membuka M Masa Depan n Anak-anak Kita K . pp:49-65. Jogjakarta: Penerbit Kanisius. Buechler, M. 1993. Connecting Learning L Assu sures Successsful Students:: a Study off the CLASS program. Bloomington, In: Indiana Education Po olicy Center. bud, Dikti. 19 996. Pembela ajaran Terpad du (Bahan Penataran P Pel elatihan Pengeelola PGSD).Bandung: B Depdikb Bagian Proye ek Pengembangan Pendidikan Guru SD.. Depdikb bud. 2000. Pe embelajaran Terpadu T Modeel Jaring Labaa-laba (Webbeed). Bandung: PPPG Fogarty,, Robin. 1991. The mindfu ul school: How w to integratee the curriculaa. Illinois: Skylight Publishin ng. 123
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar S on Sciencce Education “Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation”
ISBN: 978-979-985466-4-2
Grisham, D.LL. 1995, April. Integrating G g the curriculu um: The casee of an awarrd-winning ele lementary sch hool. Pape er presented at the annual meeting of the Ame erican Educa ational Resea arch Associattion, Berke eley, CA. http p://www.kovvalik.com. J Joni, T. Raka. 1996. Pemb belajaran terp padu. Naskah Program Pelaatihan Guru Pamong, P BP3GSD PPTG Diitjen Dikti,, 1996. Kostelink, Ma ayorie J. 1991.Teaching Yo oung Children n Using Themees. USA: Mich higan State Un niversity. Kovalik, Susa an J. dan Jan ne R. McGeeh han. 1999. In ntegrated the ematic instruction: from brain b research h to application. Instr tructional-Desi sign Theoriess and Modeels. II. New Jersey: Law wrence Erlba aum Assocciates Publish hers. 371-396 6 Morgan, W. 1998. The im mpact of CLA ASS on teachi hing and learn ning in Indian ana. Blooming gton, IN: Indiana ersity. http:///www.kovaliik.com. Unive Ruth, N.S. 19 998. A compa arative study of o Integrated d Thematic Insstruction (ITI) I) and non-inttegrated them matic instru ruction. Doctoral dissertatio on, Texas A&M M University. http://www..kovalik.com m. S., Doroty S. Semmel, da T Thiagarajan, an Melvyn I. Semmel. 197 74. Instructio onal Developm ment for Train ining Teacchers of Excep eptional Childr dren. Source Book. B Bloomin nton: Center for Innovatio on on Theach hing the Handicapped. H T TIMSS. (199 99). The Thiird Internatio onal Mathem matics and Science Sc Studyy-Repeat 199 99. Jakarta:Pusat Peng gujian Balitban ng Depdiknass.
124
PR ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon “C Current Issues on Research R and Teaaching in Science Education”
ISBN: 978-9799-98546-4-2
SCI-13 THE TEACH HING AND LEARNING L P PROCESS OF F SCIENCE IN N GIFTED CLASS AT SD D MUH HAMMADIY YAH SAPEN YOGYAKART Y TA (PROBLEM & SOLUTIION) Suwandi (Physics Teaccher at MAN Yogyakarta Y IIII Jl. Mag gelang KM 4 Yogyakarta Y 55284 Telp (02 274) 513 613 3 / HP. 08121585195 kahamana@ @gmail.com) Email : ask
ABSTRACK K Evideence shows th hat the teach hing and learn ning process of o science att elementary is still sciencee story and it is not fact or o reality. Thee reality that the t competen nce of sciencee teachers wh ho did not gra raduate from science majo or is now. ng and learnin ng of sciencee in elementarry becomes the th basic of sccience teachin ing and In facct the teachin learniing process at a school in next n level. Acccording Yohaannes Surya, there are many ma gifted sttudents who become the e country hu uman resourc rces. The ed ducation shou uld be adap pted from sttudents petencies. The e assumption is there will be b gifted stud dents in Indon nesia. comp The problem p are : “How is the teaching and d learning pro ocess for the gifted g studen nts?” and “Wh hat are the problems, p pro rospects, and d solution fro om them?”. That is whyy it is needeed to researc rch the experriences of SD D Muhammadiy iyah Sapen byy using teachiing and learni ning process of o science met ethod in gifted d class. Keyw words: Gifted d student, tea aching and lea arning process PENDAHULUAN Fakta ya ang ada menu unjukkan bah hwa rata-rata di SD tak ada laboratorium m IPA. Sehing gga pembelajjaran IPA lebih pa ada ‘cerita’ IP PA dan bukan fakta IPA. Guru G yang ada pun guru kelas k dengan segala keleb bihan dan kekurangannya dan bukan b guru bidang b studi. Kebijakan guru SD dengan n guru kelas rupanya perlu u ditinjau kembali dengan segala konsekue ensinya. Kini yang ada, guru g SD adallah alumni ahli madya pe endidikan (Ama.Pd d) dari PGSD D atau sarjan na pendidika an (S.Pd.) da an belum Sa arjana Pendid dikan Sains (S.Pd.Si). Akibatnyya pembelajaran IPA belum m berjalan sebagaimana hakikat IPA itu u sendiri. Di sisi lain pe embelajaran IPA I mengend daki adanya pandangan p ba ahwa hakikat IPA meliputti produk, proses, dan pengemb bangan sikap p ilmiah (Sri Sulistyorini, S 2007:9). Dalam m pembelajarran IPA, guru u dituntut untuk dapat mengaja ak peserta diidiknya mema anfaatkan ala am sekitar se ebagai sumbe er belajar, ap palagi bila tak ada lab. di seko olahnya. Sela ain itu meskki di SD, atau malah justtru sejak SD D siswa haruss pernah melakukkan penelitian n sederhana, sehingga ad da proses me enemukan fakkta IPA. Menurut J. Brune er (1961) proses penemuan p pe enting bagi prroses belajar siswa, denga an empat alasan; yakni da apat mengem mbangkan kemamp puan intelektual siswa, mendapatkan m motivasi intriinsik, menghayati bagaim mana ilmu itu didapat, dan mem mperoleh day ya ingat yang lebih lama re etensinya (Sri Sulistyorini, 2007:10). Sedangkan IPA sebagai wahana pe emupukan sikap, menuru ut Wynne Harlen H dalam m Hendro Darmodjjo (1993), se etidaknya ada sembilan sikkap ilmiah yan ng dapat dike embangkan pada p anak usiia SD/MI, yaitu sikkap-sikap ing gin tahu, ingin mendapatkkan sesuatu yang baru, kerja k sama, tidak t putus asa, a tidak berprasa angka, mawa as diri, bertanggungjawa ab, berpikir bebas, dan kedisiplinan diri (Sri Su ulistyorini, 2007:10 0). Kesembila an sikap ini mustahil aka an didapatkan n siswa jika pembelajaran IPA hanya a dengan metode ceramah saja a (chalk and talk t ). Padahal penguasaan n IPA, baik pro oduk, proses dan pemupukkan sikap ilmiah di SD akan me endasari sikap p ilmiah di sekkolah yang leb bih tinggi. Tidak se edikit dari ana ak yang suka IPA termasu uk anak yang berbakat. Te entu saja saya ang jika mere eka disiasiakan tidak mendapa at hak pendid dikan sebagaimana mestinyya. 125
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar S on Sciencce Education “Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation”
ISBN: 978-979-985466-4-2
Memang jum mlah anak berbakat tidak banyak. Men nurut Prof. Yohanes Surrya, perintis dan d pembimb bing T TOFI, siswa yang dibina ikut olimpiad de internasion nal hanyalah 0,0001 perse en dari popu ulasi atau ‘hanya’ s satu dari tiap p sejuta anak, sekitar 30 000 anak. Me eski tergolong g sedikit, nam mun mereka merupakan aset a mahal. Jika dijumlah d seca ara total tidakk hanya Fisikka saja – Inte ernational Phy hysics Olimpiaad (IPho), nam mun j juga Internaational Mathe ematical Olim mpiad (IMO),, Internationa nal Biology Olimpiad O (IBO O), Internatio ional C Chemistry Ol Olimpiad (IChO O), dan Interrnational Astr tronomy Olimp mpiad (IAO), maka m untuk tahun 2007 saja kontingen Ind donesia berha asil menyabett 51 medali em mas dari berb bagai olimpiad de Sains terse ebut. Perta anyaannya, akan diapakan n anak berbakat ini? Kalau u mereka bissa dididik seccara khusus, baik kelas khusus maupun sek kolah khusus,, tanpa menim mbulkan sika ap elitis dan eksklusif e dan tidak tercera abut d akar bud dari dayanya, kena apa tidak? Be elajar dari keb berhasilan AS S menjelajah ruang angkassa, yang bera awal d dari rasa iri atas a rivalnya,, Rusia yang sukses melun ncurkan Sputtniknya di tah hun 1959. Be egitu malunya a AS d dengan keka alahan ini, maka m serta-m merta kurikullum Fisika sebagai s basiss teknologi ditinjau d kembali. T Terutama ole eh JR. Zacharrias dari MIT dengan kerja a kelompok Matematika M da ari Stanford University U (Kittano & Kirby, 199 92 dalam Co onny Semiaw wan (1997:26 6). Di tahun 1958, Amerika mengad dakan Konferrensi Pendidikan untuk mencari siswa yang berbakat, da an didukung oleh guru-gu urunya pun disiapkan. Kini AS t malu lagi dengan Rusia tak a. berbagai Di negara-nega ara maju, terdapat jenis prrogram pendidikan y yang memiliki dan ke luar d ditujukan untuk mellayani sisw wa yang kemampuan ecerdasan biasa (Getls dan d Dillon, dalam Hallaha an dan Kaufm man, 1982). Hasilnya H manusia unggul dan d negara akan a unggul. Sehin ngga tidak me engherankan bila Prof Dr Conny C R. Sem miawan mengiingatkan bahw wa hanya neg gara d dan bangsa yang memiliki keunggula an teknologi yang akan tetap t mampu u bertahan dalam persain ngan g global. Bagi negara yan ng tertinggal yang tidak mengoptima alkan SDM-nyya akan me enjadi konsum men t teknologi ne egara maju (Paulus Hariyono, 2008 8:201). Proff Suyanto, M.Ed, Ph.D (2000:39) pun mengingatkan bila peserta a didik berbakkat tidak ditangani secara baik akan mengalami pen nurunan presttasi. Bagaimana dengan d kece enderungan pendidikan ke k depan? Akan A halnya trend pend didikan, Proff Dr Komaruddin Hidayat meny yatakan bahw wa di abad 21 nampaknyya lebih bero orientasi pada a pengemban ngan potensi manu usia, bukan la agi pada eksplorasi alam. Berdasar B neurroscience, pottensi otak maanusia baru 10 0% y yang dioptima alkan. (Mel Silberman, 200 01:ix). Untuk itu sudah tidak t saatnya lagi berpole emik mana ya ang harus did dahulukan an ntara pemerattaan gan layanan anak berbaka at (excellence ce). Sebenarnya sejak tahu un 1980-an telah t ada pro oyek (equity) deng pengembangan pendidika an anak berb bakat di Ind donesia. Pilott Project di Jakarta oleh h Badan Litb bang Depdikbud, mengidentifika m asi dan meng gadakan sele eksi anak berrbakat dari 40 0 SD, belasan SMP dan SMU S (1982). Saya ang karena alasan finansia al, kegiatan ini i terhenti. Sehingga S han nya sekitar 50 anak berba akat y yang dikirim belajar ke luar negeri oleh o pemerinttah, c.q. Balitbang (1986)), sementara BPPT meng girim s sekitar 100 orang. Padahal bila diban ndingkan pen nting mana antara SDM dan SDA? Nisccaya lebih pe enting SDM. Atas A d dasar dua variabel utama itu, negara dan d bangsa di d dunia ini da apat diklasifikkasi menjadi empat e kelomp pok. Pertama, neg gara kaya SDA S dengan mutu SDM yang tinggi melahirkan negara maju dan makm mur. C Contohnya Am merika, Kanad da, dan Cina.. Kedua, nega ara miskin SD DA dengan mu utu SDM rend dah menghasilkan negara miskin, seperti kebanyakan neg gara Afrika, Bangladesh. B Ketiga, negarra miskin SDA A tetapi mem miliki S SDM mumpu uni, menghassilkan negara maju dan makmur m juga a, seperti Jep pang, Jerman n, Swiss, Korsel, S Singapura, da an Taiwan. Keempat Ke , nega ara dengan SDA melimpah h, tetapi mutu u SDM rendah h, lahirlah neg gara berkembang dengan kesenjangan yang g tinggi antarrkelompok kaya dengan miskin m (Rokhm min Dahuri, Koran Ko S SINDO , Senin n 29 Septemb ber 2008, hala aman 6).
126
PR ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon “C Current Issues on Research R and Teaaching in Science Education”
ISBN: 978-9799-98546-4-2
Pertanyaan yang y muncul, dimana posisi Indonesia?? Tidak sulit menjawab m pe ertanyaan ini, jika mau jujur, maka m posisi RII masih di po osisi keempat. Semoga dengan sikap ju ujur ini akan memacu dan n memicu kita untu uk terus maju u dan bermuttu menjadi ne egara tipe nom mor satu, SDA A maupun SD DM unggul. Ba agaimana caranya? Salah satu bahkan satu u-satunya jallan adalah melalui m pendid dikan, khusussnya pendidikkan anak npa mengaba aikan pemera ataan pendidikkan, pendidikkan untuk sem mua (educatio ion for all berbakat, dengan tan /EFA). Dengan D syara at utama sem mua untuk pe endidikan (alll for educatio on/AFE), baikk pemerintah maupun rakyat. Kita patut be ersyukur, kini pemerintah sadar konstittusi dengan menganggark m kan 20 % APBN/APBD untuk pe endidikan, me eski masih te ermasuk gaji guru g dan dossen serta tena aga kependid dikan lainnya. Harapan yang ada, semoga pe endidikan ana ak berbakat ke embali menda apat tempat. Bahkan kare ena meningka atnya kesada aran warga dan d kemampu uan finansial kaum mene engah ke atas, kin ni kian banya ak warga ma asyarakat yan ng ikut andil menyelengga arakan pendiidikan anak berbakat, b dengan nama beragam. Atau me enyekolahkan n anaknya di lembaga yang melayani anak berbakkat meski at. Hingga terrkesan sekola ah mahal, karrena hampir semua s biaya ditanggung orang o tua dengan biaya berlipa siswa. Salah satu contohnya c ad dalah SD Muh hammadiyah Sapen Yogya akarta. SDM Sapen mema ang telah lama dikkenal tampil beda b dengan inovasi kurikkulumnya, sep perti adanya Kelas K PATAS atau Kelas Akselerasi. Kini mun ncul rintisan baru b : Kelas Cerdas C Istime ewa MIPA (gif ifted class). Tulisan deskrip ptif ini akan menyoroti m tiga massalah: 1) agaimana prosess pembelajara an IPA bagi anak a gifted?; 2) apa saja problem, p prosspek, dan solusi pe embelajaran IPA anak giftted?; dan 3)b bagaimana kia atnya agar tak ada efek ne egatif adanya a kelas CI MIPA? DE PENELITIIAN METOD Jenis pe enelitian yang g dipakai ada alah penelitian n deskriptif, suatu s penelitiian yang sekkedar mengga ambarkan fenomen na apa adany ya, baik fenom mena alamiah h maupun rekkayasa manussia, yang berlangsung saat ini atau yang lam mpau, tanpa ada a perlakuan n (treatment) (Nana Syaod dih Sukmadinata, 2007:72)). Selanjutnya Prof Dr Nana a Syaodih S menyebutkan n ada bebera apa jenis info ormasii yang diperoleh dengan penelitian deskriptif d ba agi pemecaan masalah: Informasi te entang keada aan saat ini (present conditio on), Informasi yang kita ing ginkan (whatt we may want nt), Bagaimanaa mencapainyya (how to geet there)? AHASAN HASIL DAN PEMBA an fakta yang g ada dalam tulisan t ini dip peroleh antara lain dari : berita koran Kedaulatan Rakyat, R 8 Data da Septemb ber 2008, halaman 17 “Sai aijan S.Ag, Juaara II Kasek Berprestasi B Na Nasional – Jadi di Kepala Seko olah Sejak Umur 26 Tahun” , Wawancara W la angsung deng gan Saijan, S.Ag. S Senin, 29 Septembe er 2008, pukul 08.0009.00 di Ruang 01 – Ruang Kase ek dan Wakassek, Dokume en makalah “Pengelolaan P K Kelas MIPA bagi b Anak Cerdas Istimewa : Sebuah S Rintisa san” oleh Saijan, S.Ag., daan observasi PBM. Hasil penelitian p desskriptif ini akan dittampilkan dengan prinsip jurnalistik: 5W 5 + 1H ata au ASIKADIM MEGA (Apa SIapa S KApan DImana MEngap pa baGAimana). • Apa? Kelas CI C MIPA • Siapa? SD Mu uhammadiyah h Sapen Yogyyakarta • Misi Sekolah : Dengan Sad dar Mutu, Meenjadi Sekolah h Unggul dan Model • Kapan? Tahu un Ajaran 20 008/2009. Dasar Hukum: Surat Keputu usan Direkturr Jenderal Diikdasmen Depdiknas No o.: 509/C/K Kep/MN/200 02 Tanggal 6 Mei 2002. • Dimana? Jl. Bimokurd do 33 Yo ogyakarta Telp T (0274)) 556674 Fax.(0274) 586031 http://www.s sdmuhsapen n-yog.sch.id, E-mail : info o@sdmuhsa apen-yog.sch h.id 127
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar S on Sciencce Education “Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation”
ISBN: 978-979-985466-4-2
•
Meng gapa? Dalam rangka men ngembangkan n bakat sisw wa-siswa yang g memiliki po otensi di bid dang MIPA A, sebagai pen ngembangan dari Kelas Ce erdas Istimew wa yang suda ah berjalan se ebelumnya, yakni Kelass Akselerasi. Dengan D perbe edaan kelas akselerasi a 5 ta ahun, sedangkkan kelas CI MIPA M 6 tahun n. • Bagaimana? T Tahapan Op perasional Dengan latarr belakang ad danya keinginan untuk memberikan m la ayanan pendidikan yang berkeadilan bagi s seluruh peserta didik di sekolah, s dan memberikan kesempatan bagi peserta a didik yang memiliki pottensi kecerdasan dan d bakat istimewa (CI/BI)), maka diben ntuklah kelass MIPA. Tujua an lain agar siswa s program m ini mampu meng gembangkan kemampuan berfikir dan bernalar yang lebih komp prehensif seca ara optimal, juga j d dapat menge embangkan seluruh s kreativitasnya den ngan baik. Ad dapun tahapan operasion nal pembentu ukan kelas MIPA de engan merancang hal-hal sebagai berikkut: 1. Aloka asi jam belaja ar 2. Strukktur program 3. Strate egi pembelaja aran 4. Lama a belajar 5. Layan nan Bimbinga an Konseling 6. Sistem evaluasi 7. Laporan hasil bela ajar 8. Sistem kenaikan kelas k 9. Indikkator keberhassilan 10. Rekru uitmen siswa 11. Guru 12. Upayya peningkatan mutu guru Alasan Pem A milihan Strate egi Berdasar pen ngalaman empiris bahwa SD S Muhamam mdiyah Sapen n sudah mem mberi kesemp patan pada siiswa untuk dapat mengoptimalkan potensinya melalui prrogram aksele erasi yang du ulu diberi nam ma PATAS (Ce epat T Tuntas). Kela as CI MIPA mengguna akan kurikulu um plus den ngan sistem perluasan (enrichment e ) dan pendalaman (to deepen) materi pada bidang studi Matematika dan IPA sertta penguatan n Bahasa Ingg gris. nggunakan ko onsep pembe elajaran learn ning by doing dan Dalam praktikknya, pembellajaran kelas CI MIPA men mastery of learning l dan pengantar pembelajaran p dengan kon nsep bilingua al, diharapkan n siswa mem miliki kompetensi dalam d ketiga bidang b studi tersebut t serta a penguasaan n bahasa Ingg gris baik aktif maupun pasiif. Fasilitas Kela as CI MIPA dilengkapi den ngan multi media m terkone eksi dengan internet maup pun intranet dan ruangan yang g nyaman ber-AC. Untuk referensi sisw wa, telah dise ediakan ruang gan perpustakkaan multi me edia y yang memilikki fasilitas pu ustaka yang sangat lengkkap baik pustaka digital yang y meliputti pustaka vid deo, a audio, pdf, im mage maupun pustaka maanual dengan n jumlah kole eksi 3600 bukku yang terdiiri dari buku fiksi d nonfiksi. dan Siswa a CI MIPA da alam kesehariannya dipantau baik dala am hal kesehatan fisik ma aupun psikis oleh o t tim dokter SD S Muhammadiyah Sapen dan psiko olog dari Fakkultas Psikolo ogi UGM. Un ntuk mendukkung kelancaran proses p penyellenggaraan kelas k CI MIPA A, telah diad dakan kerja sama s (MoU) dengan Faku ultas Psikologi UGM M dan Fakulta as MIPA UNY. Prose es rekruitmen siswa kelass CI MIPA tela ah dilakukan beberapa wa aktu yang lalu u dengan me elalui beberapa tah hap, yaitu : tahap t psikotes, tahap tes akademik 3 bidang studi meliputi Mate ematika, IPA dan Bahasa Inggrris, tahap tess kesehatan, dan surat ke esanggupan orangtua. o Dari 424 siswa a yang mengikuti
128
PR ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon “C Current Issues on Research R and Teaaching in Science Education”
ISBN: 978-9799-98546-4-2
tahapan n tes di atas, jumlah sisw wa yang lolo os seleksi rekkruitmen prog gram CI MIPA A untuk tahu un ajaran 2008/20 009 berjumlah h 30 siswa. Pengelo olaan Kelas MIPA Alokasi jam m belajar Waktu belaja ar tatap muka a diatur sama dengan prog gram reguler Struktur pro ogram Kurikulum ya ang digunakan kurikulum nasional yang g standar, na amun dilakukkan improvisasi alokasi waktunya se esuai dengan tuntutan be elajar peserta a didik yang memiliki keccepatan bela ajar serta motivasi bela ajar lebih tinggi dibanding gkan dengan n siswa seusianya. Kurikulum kelas MIIPA pada dasarnya sam ma dengan prrogram regula ar, perbedaan nnya adalah : a. Terletak pada p penyusu unan program m pengajaran (Program Tah hunan dan Prrogram Semesster) b. Terletak pada penyusun nan silabus (p pemilihan materi esensial dan d materi ku urang esensia al) mbelajaran Strategi pem a. Menekank kan kemampuan intelektual tinggi b. Metode pe embelajaran : hafalan se edapat mung gkin dihindarii dengan me emberii tekan nan pada inovasi/pe enemuan(disccovery oriente ted). Dengan harapan tum mbuhnya kem mandirian sisw wa dalam belajar. c. Guru mera ancang kegia atan belajar de engan mengg gunakan berb bagai macam metode yang g relevan: diskusi, ek ksperimen, sttudi lapangan, dsb. d. Materi non n esensial dila aksanakan di luar tatap mu uka/berupa pe enugasan. Lama belaja ar Sama dengan n kelas regula ar (diselesaika an dalam wakktu 6 tahun) Layanan Bim mbingan Ko onseling a. Dilakukan agar potenssi keberbakatan tinggi ya ang dimiliki siswa, s dapatt dikembang gkan dan tersalur se ecara optimall. b. Diperlukan n untuk me enjaga terjadinya keseim mbangan an ntara perkem mbangan ke ecerdasan intelektua al, emosional dan d spiritual serta s sosial. c. Diperlukan untuk menccegah dan me engatasi mun nculnya potensi negatif darri diri siswa. Sistem evalluasi a. Aspek ko ognitif, dibe erikan dalam bentuk ulan ngan harian ditambah tu ugas, ulangan umum semester, serta ujian nasional n tulis b. Aspek psik komotorik, diberikan dalam bentuk ujian praktik, nilai inovasi, diskusi, dem monstrasi, studi lapangan/studi ka asus, dan seb bagainya. c. Aspek afe ektif dengan ketuntasan k ba aik. Laporan hasil belajar Pembagian ra apor dilaksanakan setiap akhir a semeste er sesuai deng gan schedule . Sistem kena aikan kelas a. Bila seora ang siswa tida ak memenuhi kriteria ketun ntasan belajar, maka dilakukan remedia al b. Siswa dap pat kembali ke kelas regula ar, bila : 1) Atas pe ermintaan sen ndiri dari sisw wa dan orang tua. 2) Sesuai pengamatan dan hasil eva aluasi bahwa siswa tersebu ut tidak layakk meneruskan n. Indikator keberhasilan k n Dari pemanttauan selama a ini dengan n out come: 90% diterim ma di SMP ternama, t unttuk kelas akselerasi sebelumnya, un ntuk kelas CI MIPA diharap pkan lebih tinggi.
129
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar S on Sciencce Education “Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation”
ISBN: 978-979-985466-4-2
Rekrrutmen sisw wa a. Pe enjaringan Siswa diselek ksi secara ketat, me enggunakan kriteria da an prosedur yang da apat dipertanggungjjawabkan. b. Krriteria selekssi : informasi data diri objektif o (akad demik, hasil pemeriksaan psikologis) dan informasi data diri subjektif (kesehatan, persetujuan p o orang tua, pengamatan dan wawancara a) c. Akkademik 1)) Nilai raport 5 bidang stud di rata-rata minimal m 8,50 2)) Nilai tes Aka ademik minim mal 8,0 d. Hasil H pemerikssaan Psikolog gis (psiko-tes)). Guru u Guru akselerasi adalah guru ya ang : M pema ahaman tenta ang perlunya layanan pend didikan bagi anak a berbaka at/unggul a. Memiliki b. Memiliki M ketrrampilan mem milih strategi pembelajara an, menyusun program kerja, k melaku ukan e evaluasi pembelajaran bag gi siswa akseleran c. Kemampuan K untuk me entransformassi pengetahuan, sikap, ketrampilan, dan seg gala k kemampuann nya kepada sisswa d. Memiliki M komitmen dalam melaksanakan tugas. Upay ya peningka atan mutu guru a. Pelatihan P guru akseleran : pelatihan pendahulua an sebelum mengajar m (in nformasi tenttang P Penyusunan Program P Kerja a, Kalender Akademik, A Stra ategi Pembela ajaran, dan Evaluasi) E b. Pelatihan P Pen ningkatan Muttu c. MGMP M guru akseleran se ecara berkala a : pengembangan teknikk dan metod de pembelajaran, p pemilihan ma ateri esensial dan d non esen nsial, dan lain-lain. 7. Ke eterangan Tambahan: T K Kendala, Solusi, dan Faktor Pendukung a. Kurikulum K : keterbatsan k w waktu dan sarat materi, diisiasati denga an memili ma ateri esensial dan n nonesensial. b. Pengalaman P belajar b siswa : pengemban ngan diri relattif kurang karrena harus memahami materi, l latihan soal, dan d evaluasi, diatasi selalu u ada evaluasi program. c. Kondisi K psiko ologis siswa : adaptasi 3 bulan b pertama rata-rata siswa stres, so osialisasi den ngan t teman-teman n reguler kurrang. Diatasi dengan sela alu menginga atkan kerjaka an tugas den ngan s sesegera mungkin sebaga ai konsekuen nsi di kelas CI C MIPA, aga ar setela tugas selesai da apat b berbaur deng gan teman lain n. d. Faktor F pendu ukung : input, kurikulum m, tenaga ke ependdikan, fasilitas, dana, manajem men, l lingkungan, dan d PBM.
DAFTAR R PUSTAKA
C Conny Semiawan. 1997. Perspektif P Pen ndidikan Anakk Berbakat. Jakarta : PT Grrasindo. Hallahan Dan niel P & M. James Kaufffman. 1982. Exceptional Children C . New w Jersey: Prrentice- Hall Inc. Engle ewood Cliffs. Mel Silberman. 2001. Acti tive Learning 101 Strategi Pembelaaran n Aktif. Yogyaakarta : Yapp pendis – Yaya asan Peng gkajian dan Pe engembangan n Ilmu-ilmu Pendidikan P Isla am. Nana Syaodih h S. 2007. Me etode Penelitia ian Pendidikan n. Bandung : PT Remaja Rosdakarya R – UPI. 130
PR ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon “C Current Issues on Research R and Teaaching in Science Education”
ISBN: 978-9799-98546-4-2
Paulus Hariyono H – Ed d. 2008. Mend dongkrak Kuaalitas Pendidikkan. Semarang : Mutiara Wacana. W Saijan.2008. Pengelo lolaan Pembeelajaran MIPA PA bagi Anakk Cerdas Isttimewa: Sebu buah Rintisan n : Tidak Diterbitkan.
elajaran IPA Sekolah S Dasaar dan Penerap apannya dalam m KTSP. Yog gyakarta : Sri Sulsttyorini.2007. Model Pembe Tiara Wacana – FIP Jurussan PGSD Unn nes. Suyanto o & Dihad Hissyam.2000. Refleksi R dan Reformasi Peendidikan di Indonesia Memasuki Me Mileenium III. Yogyakarta : Adicita.
131
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar S on Sciencce Education “Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation”
ISBN: 978-979-985466-4-2
S SCI-14
IMPLEME ENTATION EXPERIME ENT APPLIE ES INQUIR RY MODEL TO T IMPROV VE SCIENC CE PROCESS P S SKILL OF XI X LEVEL SMA STUDENTS Aguss Suyatna (Ph hysic Educatio on Study Prog gram The Univversity of Lam mpung)
ABS STRACT The aim of o this study were: (1) to o improve scie ience processs skill of XI Level L SMA sttudents, (2) to t increase th he percentage e of physics mastery m learn ning, (3) wan nts to know th he students comment co abou ut applies exp periment usin ng guided inq quiry model. This T study waas an action research r whicch was done in i SMAN IX Bandar B Lamp pung. This reesearch was divided d into 3 cycles, eacch cycle conssist of 4 steps ps, which were re planning, im mplementing,, observating,, and reflectin ng. The resullts of the stud dy shows: ( 1) 1 there is up plifting of scie ence process skill including g ability to fo ormulate hypo othesis, does measuremen nt, executes experiment e procedure, pr doees observatio on, process and an data analy lysis, interpret etation of data ta, concludes,, writes reporrt and commu unicates the result of expe periment to cla lassmate and d teacher, from m cycle to cyycle; ( 2) 75% % student obttains score more m than 75; 5; and ( 3) The he impression of students to t implementtation of expe eriment appliees inquiry mod del is positivee Keywords s: experimentt applies inqu uiry model, science processs skill PENDAHULU UAN Berdasarkan hasil diskusi dengan d guru kelas XI IPA SMAN 9 Band dar Lampung dan observassi yang dilaku ukan melalui kunju ungan ke sek kolah, diperoleh kenyataan n bahwa kete erampilan pro oses IPA/fisikka siswa kelass XI IPA masih re endah. Pad da umumnya siswa belum m dapat men nyusun hipottesis, melaku ukan penguku uran d dengan benar, melaksanakan prosedurr eksperimen dengan bena ar, melakukan pengamata an dengan be enar, mengolah da an mengana alisis data, menginterpre m etasi data dan menarik kesimpulan dengan be enar. Eksperimen sangat jaran ng dilaksanakkan. Selama semester genap tahun pelajaran 2005/2006 ha anya d dilaksanakan satu kali untuk topik Fluid da. Eksperime en yang dilakksanakan sela ama ini sifatnyya verifikasi yaitu y untuk membuktikan teori yang sudah diajarkan se ebelumnya dii kelas. Itupu un hasilnya le ebih sering tidak s sesuai denga an teori. Hal ini i disebabkan siswa tidakk melakukan kalibrasi alat terlebih dahulu sebelum alat t tersebut digu unakan serta a kurang telitti dalam melakukan peng gamatan dan n keliru dalam m melaksana akan prosedur perccobaan. Siswa a belum dapa at menganalissis data denga an benar. Siswa juga belum dapat men narik kesimpulan dengan d benar.. Walaupun rata-ratta baru 43% % siswa yang mencapai ke etuntasan belajar (mempe eroleh nilai sa ama d dengan atau lebih besar 75), 7 namun de emikian kema ampuan kogn nitif siswa cukkup baik, berd dasarkan hasiil uji blok 1, uji blo ok 2, dan uji blok 3 mata pelajaran Fisiika diperoleh nilai rata-rata a 72,5. Menu urut hasil ana alisis g guru Fisika kelas k XI IPA A bersama-sa ama dengan dosen mitra, rendahnya keterampilan proses IPA dan t tingginya kem mampuan kog gnitif dimungkkinkan karena a proses pemb belajaran Fisika selama inii lebih didominasi o oleh metode e ceramah dan d latihan soal. s Dalam m proses pembelajaran di d kelas, guru lebih ban nyak menjelaskan penurunan rumus-rumus fisika dan ca ara mengguna akan rumus tersebut t untu uk menyelesaikan s soal-soal hitu ungan. Di sam mping itu, seb bagian besar siswa s mengikkuti bimbingan n belajar Fisikka pada lemb baga kursus di luarr sekolah. De engan demikia an siswa men njadi terampil menyelesaikkan soal-soal hitungan, nam mun kurang memiliki keterampilan proses IP PA. Menu urut guru Fisika, selama in ni kegiatan ekksperimen be elum berjalan n efektif dikarrenakan berba agai kendala antarra lain: (1) Te erbatasnya ju umlah dan rag gam peralatan n laboratorium m Fisika, sehingga eksperim men hanya bisa diilaksanakan secara s terbata as. (2) Eksperrimen memerrlukan waktu yang cukup la ama karena guru g 132
PR ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon “C Current Issues on Research R and Teaaching in Science Education”
ISBN: 978-9799-98546-4-2
perlu wa aktu yang cukup untuk memberikan pe enjelasan kep pada siswa. Sehingga S eksp perimen belum m selesai dilaksan nakan, waktu belajar sudah h habis. Kalau dijadwalkan n di luar jam pelajaran Fissika sulit dilaksanakan karena kesibukan gu uru dan aktivvitas siswa ya ang cukup pa adat. (3) Belu um memiliki pedoman ekksperimen yang ba aik. Pedoman n eksperimen n yang ada bersifat b mem mverifikasi sua atu teori yan ng sebelumnyya sudah disampa aikan kepada siswa. Eksp perimen belum m mengarah kepada men nemukan sua atu jawaban terhadap permasa alahan dan be elum mengara ah kepada pe enumbuhan ke eterampilan proses p IPA. Salah satu fu ungsi dan tuju uan mata pela ajaran fisika di d SMA dan MA M adalah seb bagai sarana memberi pengalaman untuk dapat d mengajukan dan me enguji hipotesis melalui pe ercobaan: me erancang dan n merakit instrume en percobaan, mengump pulkan, meng golah, dan menafsirkan m data, menyususn lapora an, serta mengkomunikasikan hasil percobaan secara lisan dan terttulis (Depdikn nas, 2003). Tanpa melakksanakan eksperim men yang seb benarnya makka maksud, fungsi, dan tu ujuan pembe elajaran fisika di SMA dan MA tidak akan me encapai sasarran. Berdasarkan hasil diskusi dosen deng gan guru Fissika kelas XI X IPA SMAN 9 Bandar Lampung, L disepaka ati untuk men ningkatkan ke eterampilan proses p IPA/fissika siswa ke elas XI IPA de engan menge efektifkan kegiatan n eksperimen n dalam pem mbelajaran Fissika. Kendala yang terjad di selama ini dalam melaksanakan eksperim men akan diccari solusinya a dengan carra menerapka an model inkkuiri terbimbing. Melalui kegiatan masalah, eksperim men dengan model pemb belajaran inkkuiri terbimbing, siswa akkan dilatih merumuskan m menyusun hipotesis, melaksanaka an prosedur percobaan, p me elakukan pengukuran, me elakukan peng gamatan, mengola ah dan menganalisis datta, menginterpretasi data a dan menarrik kesimpula an. Dengan demikian diharapkkan keteramp pilan proses IP PA/fisika sisw wa dapat terbe entuk. Berdasarkan uraian di d atas maka dirumuskan d m masalah sebag gai berikut: 1) Apakah den ngan menera apkan mode el inkuiri te erbimbing pa ada kegiatan n eksperimen n dalam pembelajaran n Fisika dapatt meningkatka an keterampilan proses IP PA? 2) Apakah siswa a dapat meng guasai materi dengan baikk setelah men ngikuti pembe elajaran denga an model inkuiri terbim mbing pada ke egiatan ekspe erimen? 3) Bagaimana sikap siswa terhadap penerrapan model inkuiri i terbimbing pada kegiatan eksperrimen? Rendahnya keterrampilan prosses IPA/Fisika dimungkinka an karena keg giatan eksperiimen yang me erupakan jantungn nya pembela ajaran Fisika belum berja alan secara efektif. Oleh h karena itu untuk meningkatkan keteram mpilan prosess IPA/Fisika siswa kelas XI IPA akan dilakukan dengan men ngefektifkan kegiatan eksperim men. Pelaksan naan eksperim men selama ini i belum berrjalan efektif dikarenakan ada sejumlah h kendala dalam pelaksanaanny p ya sebagaima ana yang telah h diuraikan pa ada pendahuluan. Untuk mengefektifka m an pelaksana aan eksperimen perlu dikkembangkan sejumlah pro osedur atau langkahlangkah inovatif untu uk mengatasi berbagai ken ndala yang se elama ini terja adi dalam pelaksanaan ekksperimen di SMAN 9 Banda ar Lampung.. Dengan de emikian, tida ak ada alasa an bagi guru u Fisika unttuk tidak melaksa anakan ekspe erimen deng gan benar. Efektivitas eksperimen e ditunjukkan melalui pen ningkatan keteram mpilan proses IPA siswa darri siklus ke sikklus. Indikator darri keterampila an proses IPA A yaitu siswa a dapat menyyusun hipote esis yang tepa at, dapat melakukkan pengukuran dengan benar, melaksanakan pro osedur ekspe erimen denga an benar, melakukan m pengam matan dengan n benar, dapa at mengolah dan menganalisis data, dapat meng ginterpretasi data d dan menarikk kesimpulan dengan benar. Langkah--langkah di atas a merupakkan tahapan kegiatan pad da model pembela ajaran inkuiri. Dengan me emadukan ke egiatan ekspe erimen pada model pemb belajaran inku uiri maka diharapkkan dapat me eningkatkan keterampilan k p proses IPA. IPA merupakan kumpula an pengetah huan tentang g obyek ata au gejala ala am yang te elah diuji kebenarrannya (Hung geford et al., 1990). IPA mencakup m dua a aspek yaitu u IPA sebagaii proses, yang dikenal dengan metode ilmia ah dan IPA se ebagai produk yang diken nal dengan bo ody of knowle ledge (Trowbrridge and 133
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar S on Sciencce Education “Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation”
ISBN: 978-979-985466-4-2
Bybee, 1990)). IPA juga memiliki m nilai--nilai ilmiah atau a value off science yang g melekat pa ada pengetah huan ilmiah (NSTA A, 1997; Trow wbridge and Bybee, 1990 0). IPA sebagai proses berrawal dari ob bservasi terha adap f fenomena ala am dengan ca ara kerja seba agaimana yan ng dilakukan oleh para saintis (Rutherfford and Ahlgren, 1990). Oleh karena itu pembelajaran p materi IPA sebaiknya dimulai d dari observasi o terh hadap fenom mena a alam. Melaluii proses ilmiah dapat dikem mbangkan sikkap ilmiah sisswa. Sikap ilm miah tersebutt mencakup sikap ingin tahu, menghargai m pembuktian, berpikir krittis, kreatif, berbicara b berrdasarkan ke epada bukti-b bukti konkrit atau data, dan pe eduli terhadap p lingkungan.. Melalui prosses IPA dapatt dikembangkkan keteramp pilan mengobserva asi, menjelask kan, berpikir, memecahkan n masalah, da an membuat keputusan k (Ya ager, 1996). Ditinjjau dari segi proses, p maka IPA memiliki berbagai ketterampilan sains misalnya: • Meng gidentifikasi dan menentuk kan variabel bebas b dan teriikat • Mene entukan apa yang y diukur • Keterrampilan mengamati men nggunakan sebanyak s mungkin indera, mengumpu ulkan fakta yang y releva an, mencari kesamaan k dan n perbedaan, serta mengklasifikasikan • Keterrampilan dala am menafsirk kan hasil peng gamatan sepe erti mencatatt secara terp pisah setiap jenis peng gamatan, dan n dapat meng ghubung-hubungkan hasil pengamatan n • Keterrampilan men nemukan sua atu pola dalam m seri pengamatan • Keterrampilan dalam meramalka an apa yang akan a terjadi berdasarkan b h hasil-hasil pen ngamatan • Keterrampilan men nggunakan allat atau bahan dan menga apa alat atau bahan itu dig gunakan. • Keterrampilan dala am berkomun nikasi seperti: menyusun la aporan secara sistematis, menjelaskan m h hasil perco obaan atau pengamatan (BSNP, 2006) Towle e dalam BSNP P (2006) meng gatakan bahw wa jika prosess-proses seperti disebutkan n di atas disu usun d dalam suatu urutan terte entu dan dig gunakan untu uk memecah hkan permasa alahan yang dihadapi, maka m rangkaian pro oses ini akan menjadi suatu u metode ilmiiah. Cavendissh dalam BSN NP (2006) me enyatakan bah hwa keterampilan proses IPA A meliputi ke egiatan mela akukan obserrvasi, memilih kegiatan obeservasi o y yang relevan dengan penyelid dikan lebih lanjut, men nemukan dan mengiden ntifikasi pola--pola baru dan menghubung gkannya deng gan pola-pola yang ada, mendesain dan melaksa anakan perco obaan, memakai peralatan den ngan efektif dan hati-hati, menggunak kan pengetah huan untuk melaksanakan m n investigasi, dan menggunakan pengetahuannya untuk memecahkan n problem-problem yang berkaitan b dengan teknologi. Pembelajaran n sains didassarkan pada teori belajar konstruktiv vis memanda ang belajar sebagai s kegia atan membangun pengetahuan yang dilak kukan sendirri oleh siswa a berdasarka an pengalama an yang dim miliki (Ramsey, 1993). s sebelumnya 1 Pemb belajaran be erdasarkan rujukan r konsstruktivisme memberi siswa pengalaman sebagai sara ana untuk membentuk m pe engetahuan. Dalam pelak ksanaan pem mbelajaran sa ains, s siswa dituntu ut mengemba angkan keterrampilan prosses sains, be erpikir induktif, sikap ilmia ah, keteramp pilan manipulasi alat, keterampilan komuniikasi yang se emuanya teriintegrasi dala am keteramp pilan dasar kerja k ilmiah (Rusta aman, 2003). Sains mem miliki karakte eristik dalam cara mempelajarinya, ke etika belum ada pendidikan fo ormal, orang-orang mempelajarinya dengan d berintteraksi langssung dengan alam, kemud dian berangsur-an ngsur hasilny ya dicatat dan n dikomunika asikan kepad da orang ban nyak. Cara mempelajari m sains t ternyata men ngalami perg geseran ketik ka pengetahu uan sebagai produk sainss itu menjadi makin bany yak. Pengetahuan n tersebut diinformasikan melalui berrbagai cara, sehingga ora ang-orang ya ang mempela ajari dan s sains selanjutnya lebih terrpaku pada hasil h atau produk sains. De engan makin banyaknya pengetahuan p begitu berke embangnya sains, makin tidak mungk kin orang me empelajari sa ains dengan cara seperti itu. Pembelajaran n seyoganya menekankan n pengemban ngan kemamp puan untuk memproses m da an menghasilkan pengetahuan n sekaligus dengan d damp pak pengiring yang men nyertainya, atau a dikenal dengan pro oses, produk dan nilai n (Rustama an, 2005).
134
PR ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon “C Current Issues on Research R and Teaaching in Science Education”
ISBN: 978-9799-98546-4-2
Model meng gajar inkuirii merupakan n salah satu model ko ognitif yang diunggulka an untuk pembela ajaran sains di sekolah. Perlunya gu uru sains merancang prrogram pemb belajaran sains yang berbasiss inkuiri telah ditekankan n sejak lama a oleh para pakar p pendid dikan dan pa akar pendidik kan sains (NRC, 1996; 1 Rutherrford & Ahlgrreen, 1990; Trowbridge & Bybee, 19 990). Trowbriidge & Bybee (1990) memperrkenalkan mo odel inkuiri se ebagai suatu u proses pend definisian dan n penyelidika an masalah, formulasi f hipotesis, merencan nakan ekspe erimen, me engumpulkan data, dan membuat kesimpulan. Inkuiri merupakan suatu proses p bagi siswa untuk k memecahk kan masalah,, merencana akan dan melakukan eksperim men, mengum mpulkan dan n menganalissis data, dan menarik kessimpulan (Ru ustaman, 200 05). Jadi, dalam pembelajaran p n berbasis ink kuiri, siswa terlibat t secara mental dan n secara fisik k untuk mem mecahkan masalah h yang dibe erikan guru. Mengajar sains melalui inkuiri memerlukan m suatu metode yang melibatk kan siswa da alam pembe elajaran. Artin nya strategi inkuiri men nempatkan siswa s sebaga ai subjek belajar. Siswa berpe eran untuk menemukan m s sendiri inti da ari materi pela ajaran itu sen ndiri. Sedang gkan guru ertindak seba agai agen pe erubahan, membantu m pe engembangan n perubahan dalam men ngajarkan sains be sains, menyiapkan m peralatan p dan n bahan, duk kungan moral, dan memb beri motivasi. Implikasi da ari inkuiri dalam pembelajaran p n sains men nuntut guru untuk meny yiapkan kegiatan yang memungkinka m an siswa mengide entifikasi dan n mereviu informasi seca ara kritis. Dalam pembelajjaran inkuiri guru bertinda ak bukan sebagai sumber bela ajar, tetapi sebagai fasilittator dan mo otivator belaja ar siswa. Men nurut Sanjaya a (2007), kriteria keberhasilan dari proses pembelajara an inkuiri buk kan ditentuka an oleh sejau uh mana sisw wa dapat mengua asai materi pelajaran, p akan tetapi sejauh s mana a siswa beraktivitas menccari dan me enemukan sesuatu.. Sebagian bessar penelitian pembelajara an berbasis inkuiri sudah dilakukan dala am bidang stu udi Fisika, antara lain sebagai berikut: Ra asagama (20 007) melaku ukan eksperim men dengan n menerapkan model pembela ajaran inkuiri terbimbing pokok p bahasa an proses lito osfer dan atm mosfer bumi untuk meningkatkan Hasil pen pemahaman konsep p dan keterrampilan berrpikir kritis siswa SMP. nelitian menunjukkan pembela keterampilan berpikir krritis siswa le ajaran metod de inkuiri terrbimbing meningkatkan m ebih baik dibandin ng metode ce eramah. Saraswati (2003) melakukan penelitian tindakan kelas k dengan menerapkan model latiha an inkuiri (MLI) pada konsep Rangkaian lisstrik dalam upaya u menum mbuhkan keb beranian sisw wa untuk mengajukan pertanya aan dan mengemukakan gagasan g siswa kelas 3 SLT TP, setelah pe embelajaran dengan MLI sebanyak s dua sikllus dengan dua d tindakan n untuk masiing-masing siklus, s dan lim ma tahap tin ndakan pada masingmasingn nya yaitu: (a)) menyajikan n masalah, (b b) pengumpu ulan data, (c)) eksperimen ntasi, (d) pe erumusan penjelassan, dan (e) analisis inku uiri, diperoleh h hasil telah h tumbuh keb beranian sisw wa untuk mengajukan pertanya aan dan men ngemukakan gagasan g selama dua siklus dengan hassil pada siklus satu 42% dan d pada siklus dua meningka at menjadi 55 5%. Namun penerapan MLI M ini belum m dapat mendorong siswa a kelas 3 mencapai ketuntasan n belajar seca ara peroranga an maupun se ecara klasikal sesuai standa ar Depdiknas. Kendala utama yang y dihadapii guru adalah siswa masih mengalami kesulitan k untu uk menemuka an sendiri kon nsep yang sedang dibelajarkan sehingga peran p guru yang y seharussnya hanya sebagai s fasilitator belum tercapai sepenuh hnya karena masih m harus membantu m sisswa dalam proses penemu uan konsep. Respon R siswa terhadap model la atihan inkuiri baik. MLI di SLTP untuk menin Limba (2004 4) mencoba menerapkan m ngkatkan kete erampilan proses dan penguassaan konsep p perpindah han kalor, dan sekalig gus mengun ngkap penge embangan semangat s berkreattivitas siswa. Di samping itu, penelitia an ini juga dilakukan d unttuk mengembangkan kem mampuan penyelid dikan siswa secara s sistem matis berdasarrkan fakta ya ang akrab de engan kehidu upan sehari-hari. Hasil penelitia an menunjukkan bahwa peningkatan p k keterampilan proses sainss dan pengua asaan konsep p setelah siswa te erlibat dalam pembelajaran konsep perrpindahan ka alor dengan menggunakan m n model latiha an inkuiri 135
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar S on Sciencce Education “Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation”
ISBN: 978-979-985466-4-2
lebih baik se ecara signifik kan daripada a siswa yang g mengalami pembelajarran biasa. Siswa S mengalami peningkatan semangat be erkreativitas. Kendala yan ng dihadapi yaitu waktu pembelajaran kurang se esuai d dengan yang direncanakan n dalam renca ana pembelajjaran. Yusra an (2003) mengembangk m kan dan men nerapkan pem mbelajaran berbasis b inku uiri pada kon nsep Fluida Tak Be ergerak untuk k meningkatkkan penguasaa an konsep sisswa SMU. Hasil penelitian ini menunjukkkan a adanya penin ngkatan peng guasaan konssep siswa ya ang terlibat dalam d pembe elajaran berb basis inkuiri le ebih t tinggi dari pa ada yang terllibat dalam pembelajaran p biasa pada taraf t signifika ansi 5%, dengan peningka atan rata-rata kela as eksperime en 21% dan kelas kontrol 13%. Pada umumnya siswa s menyukkai pembelaja aran berbasis inku uiri. Faktor pe engalaman da an kemauan siswa dalam m belajar serta a menggunakkan LKS men njadi kendala selam ma pelaksanaan pembelaja aran ini. Deng gan menerapk kan pembelajjaran inkuiri, siswa dihada apkan pada pengalaman p k kongkrit sehin ngga s siswa belajar secara aktif, dengan tingkkat kemampu uan yang berb beda dapat bekerja pada masalah-masa m alah s sejenis dan berkolaborassi untuk men nemukan pem mecahannya, mengemban ngkan ketera ampilan mene eliti, mengambil ke eputusan. De engan menera apkan pembe elajaran ini, maka m keteram mpilan proses sains siswa akan a meningkat. Dengan D duku ungan teori dan melihatt hasil-hasil penelitian te erdahulu yan ng menunjukkkan pembelajaran n inkuri dap pat meningkatkan pem mahaman ko onsep dan keterampilan berpikir krritis, menumbuhka an keberania an siswa untuk u mengajukan perttanyaan dan n mengemukkakan gagasan, meningkatkan n keterampila an proses sa ains dan peng guasaan konsep, maka penerapan p mo odel inkuiri pada p kegiatan eksp perimen, di sa amping akan dapat mening gkatkan keterrampilan prosses IPA/Fisika a juga akan da apat meningkatkan n penguasaan n materi siswa a. METODE PE ENELITIAN Penelitian dilaksanakan secara s kolabo oratif antara dua orang guru fisika kelas XI den ngan satu orrang d dosen Pendidikan Fisika FKIP Unila. Penelitian dilaksanakan di Laborattorium Fisika a SMA Nege eri 9 Bandar Lampung. Waktu u penelitian mulai dari persiapan, perencanaan, p , sampai de engan pelapo oran d dilakukan se elama 7 bulan. Persiap pan dilaksana akan mulai bulan Mei sampai den ngan Juli 20 008. Pelaksanaan tindakan diimulai pada bulan Agusttus sampai dengan Septtember 2008 8. Materi yang y d dibelajarkan adalah materi kelas XI se emester ganjil KTSP SMA Negeri N 9 Bandar Lampung g. S Subjek pene elitian adalah h siswa kelass XI IPA5 SM MA Negeri 9 Bandar Lampung. Jum mlah siswa kelas k t tersebut seba anyak 42 ora ang yang terd diri dari 16 siswa laki-laki dan 26 pere empuan. Kem mampuan kog gnitif s siswa beraga am, ada yan ng pintar, se edang, dan kurang. Pad da umumnya kemampuan n kognitif siswa s sedang. Kete erampilan pro oses IPA sisw wa rata-rata re endah. Pene elitian ini merupakan pene elitian tindaka an kelas (PTK K) yang dilakssanakan seba anyak tiga sik klus. S Setiap sikluss terdiri dari tahap peren ncanaan, pellaksanaan tin ndakan, obse ervasi-evalua asi, dan refle eksi. Masing-masin ng siklus dila aksanakan da alam tiga perrtemuan. Pad da tahap pere encanaan dissusun RPP. yang y memuat pe erumusan tujuan/kompe t etensi, pem milihan dan pengorgan nisasian ma ateri, pemiliihan s sumber/med ia pembelaja aran, skenario o pembelajarran, dan penilaian hasil belajar. b RPP disusun d bersa ama o oleh guru fissika kelas XI dan dosen mitra. m Penyussunan RPP dimulai denga an diskusi gurru fisika kelas XI d dan dosen mitra. m Pelaksa anaan tindak kan pembelajjaran dimula ai dengan me enunjukkan suatu fenom mena f fisika, kemudian mengajjukan pertan nyaan-pertan nyaan kepada a siswa untuk mengetahui penguassaan s siswa terhad dap konsep te ersebut. Berd dasarkan fen nomena yang g ditunjukkan n tersebut gu uru merumusskan beberapa ma asalah untuk k dicarikan jawabannya melalui kegiatan eksperiimen. Melalui diskusi kelas k d disusun hipo otesis atau ja awaban seme entara terhad dap masalah yang diajuka an. Selanjutn nya siswa dib bagi d dalam sepulu uh kelompok k. Setiap kelo ompok terdirri dari empatt sampai lima a orang yang g kepandaian nnya bervariasi (p penentuannya a berdasarkan kepada nillai raport kelas X semestter genap). Setiap S kelom mpok 136
PR ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon “C Current Issues on Research R and Teaaching in Science Education”
ISBN: 978-9799-98546-4-2
dengan bantuan LKS S melakukan n serangkaian n kegiatan (e eksperimen) untuk meng guji hipotesis. Selama kegiatan n eksperimen n berlangsun ng, guru mem mberikan ara ahan dan bim mbingan kep pada siswa. Demikian D juga pa ada waktu penarikan kesimpulan, k guru meng gajukan perttanyaan-perttanyaan yan ng dapat mengara ahkan siswa kepada pena arikan kesimp pulan. Pada a akhir setiap p eksperimen salah satu kelompok k mempre esentasikan hasil h percobaannya di dep pan kelas. Ob bservasi prosses pembelajaran dilakuka an terusmenerus oleh dosen n dan salah seorang guru selama kegiatan pemb belajaran berlangsung. Observasi O mencak kup pengama atan aspek keterampilan n proses IPA A/Fisika setia ap individu siswa, pen ngamatan terhadap pelaksanaa an guru mengajar, pengu uasaan materri yang dibela ajarkan, dan sikap siswa terhadap model pembelajaran p n yang diterap pkan. Dua orrang guru anggota penelittian ini bertugas sebagai pengajar dan pen ngamat. Sed dangkan dossen bertindak k sebagai pengamat dan mereview pelaksanaan p t tindakan. Pada ak khir setiap siklus s dilaksa anakan tes fo ormatif. Peningkatan ketterampilan proses p IPA/Fisika dan tingkat penguasaan materi siswa a merupakan indikator keb berhasilan prrogram penge embangan in ni. Aspek ukur adalah kemampuan: k : merumuskan hipotesis, melakukan m pe engukuran, melaksanakan m prosedur yang diu eksperim men, melakuk kan pengama atan, mengolah dan menganalisis data a, menginterrpretasi data, menarik kesimpu ulan, menulis laporan dan mengkomunikasikan hasil eksperimen n kepada tem man sekelas dan d guru, serta pe enguasaan materi. m Pada akhir setiap siklus dilakssanakan refle eksi dalam bentuk b diskussi antara dosen mitra, m guru, dan d wakil sisw wa. Pada disk kusi dibicarak kan berbagai kelemahan yang y masih dirasakan d pada pe elaksanaan pembelajaran p n pada suatu siklus dan upaya yang perlu dilakuk kan untuk mengatasi m kelemah han tersebut untuk perba aikan pada siklus berikutn nya. Diskusi didasarkan d ke epada hasil observasi o dan eva aluasi. Data hasil te es formatif diianalisis seca ara kuantitatiff dengan me enghitung sko or rata-rata kelas k dan persenta ase siswa ya ang sudah mencapai ketu untasan belajjar, yaitu me emperoleh sk kor 75 atau lebih dari skor ma aksimum 100 0. Data hasil observasi ke eterampilan proses p IPA dianalisis d deng gan menghittung skor rata-rata a dan persen ntase siswa ya ang sudah te erampil (mem mperoleh skorr 3 ke atas da ari skor makssimum 4) untuk setiap komponen keteram mpilan proses IPA. Data hasil kuesion ner dianalisiss dengan me enghitung persenta ase siswa yang menyatak kan ”sangat tidak t setuju”,, ”tidak setuju” , ”setuju””, dan ”sanga at setuju” pada se etiap pernyata aan kuesione er. HASIL DAN PEMBA AHASAN ses IPA Keterampilan Pros Keteram mpilan prosess IPA siswa diukur dari asspek-aspek merumuskan m h hipotesis, me elakukan pengukuran, melakuk kan pengama atan, melakssanakan prossedur, mengo olah dan me enganalisis da ata, mengintterpretasi data, menarik m kesim mpulan, men nulis laporan dan mengk komunikasikan hasil eksp perimen. Berd dasarkan hasil pe engamatan dan laporan percobaan p diperoleh hasil seperti pad da Tabel 1. Pada tabel tersebut, dari siklus ke nampak k semua asp pek keteramp pilan proses IPA siswa mengalami m p peningkatan k siklus walaupu un skor yang diperoleh ma asih belum memuaskan m y yaitu pada sik klus ketiga dip peroleh skor rata-rata 2,5 dari skor maksiimum 4 atau u 59% sisw wa dapat dik kategorikan memiliki m kete erampilan pro oses IPA sedang sampai baik k. Aspek-aspe ek yang suda ah dapat dila akukan oleh sebagian bessar siswa pada siklus ketiga yaitu y melaku ukan penguk kuran, melak kukan penga amatan, mela aksanakan prosedur p ekssperimen, mengola ah dan menganalisis data, d mengin nterpretasi data, d dan menarik m kessimpulan. Se edangkan merumu uskan hipotessis, menulis laporan, dan mengkomun nikasikan hasil eksperimen n belum dikuasai oleh sebagian besar sisw wa. Sampai dengan sikluss ketiga seba agian besar siswa s masih perlu dituntu un dalam merumu uskan hipotessis. Laporan yang ditulis siswa s pada umumnya u ma asih kurang sistematis s dan kurang lengkap p. Sebagian kecil siswa belum b dapatt menyerahka an laporan tepat t waktu.. Diskusi pa ada saat presenta asi hasil eksperimen massih searah ya aitu dari pen nyaji ke pese erta. Sebagia an besar sisw wa masih 137
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar S on Sciencce Education “Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation”
ISBN: 978-979-985466-4-2
berperan seb bagai pende engar setia. Baru sebagia an kecil sisw wa yang ma au dan mam mpu memberiikan t tanggapan te erhadap peny yajian hasil ek ksperimen. Ta abel 1: Data a keterampilan proses IPA A siswa setiap p siklus % skor ≥ 3 Skor rata-rrata per siklu us No Aspek 1
2
3
1
2
3
1
Me erumuskan hipotesis
0
7
45
1 1,1
2,0
2,3
2
Me elakukan pen ngukuran
10
37
88
2 2,1
2,3
2,9
3
Me elakukan pen ngamatan
0
32
79
2
2,2
3,0
4
Me elaksanakan prosedur p
0
15
67
2
2,0
2,7
5
Me engolah dan menganalisiss data
0
12
86
2
1,9
2,8
6
Me enginterpreta asi data
10
10
60
1 1,3
1,3
2,4
7
Me enarik kesimp pulan
0
7
60
1
1,3
2,5
8
Me enulis laporan n dan
0
7
31
1
1,3
2,2
9
Me engkomunika asikan hasil
0
0
19
1
1,1
1,4
Ra ata-rata
2
14
59
1 1,5
1,7
2,5
Sema angat, ketek kunan, keserriusan dan kerja k keras dalam mela aksanakan ek ksperimen pada p pertemuan pertama p siklus pertama masih m tampak k sangat kura ang. Namun secara s perlah han-lahan terrjadi perubahan setelah guru berkeliling dari satu kelo ompok ke kelompok lain untuk mengo ontrol kemajjuan pekerjaan sisswa, membe erikan bimbin ngan, dan menegaskan m p pentingnya m memiliki kete erampilan pro oses IPA untuk masa depan mereka. m Pada awalnya sisw wa belum terrampil melaksanakan prossedur percob baan s sehingga unttuk satu perccobaan saja pada p pertemu uan yang perrtama, dibutu uhkan waktu hampir dua jam pelajaran. Siswa melakuk kan percobaa an dan meng gikuti prosed dur tanpa me engetahui ma aksudnya. Siswa j juga kurang berinisiatif untuk u menga atasi kendala a yang terjadi pada alatt yang merek ka pakai. Ke etika d diminta untu uk membuatt dugaan se ementara ata au hipotesis, siswa nam mpak bingung g. Mereka tidak t terbiasa dengan cara pembelajaran seperti s ini. Untuk U mengatasi hal ini, pada siklus kedua dilaku ukan perbaikan LK KS. Pada LKS S yang baru, siswa tidak membuat pe erumusan hip potesis dari nol, n tetapi siswa t tinggal melen ngkapi kalima at sehingga menjadi hipo otesis yang le engkap. Dem mikian juga ta abel pengama atan y yang semula harus diranccang sendiri oleh siswa, pada LKS yang baru telah disediakan tabel yang siap Untuk men siswa dalam d diisi berdasa arkan hasil pengukuran. p ningkatkan kemampuan k m mengolah dan menganalisiss data, pada siklus ketiga dilakukan perbaikan p LKS S yaitu disiap pkan tempat untuk memb buat g grafik hubun ngan antara dua variabell yang diama ati. Sumbu-ssumbunya telah dibuatkan, siswa ting ggal menggambarrkan grafikny ya berdasarka an kepada tab bel hasil peng gamatan dan n perhitungan n. Pada awalnya sisw wa merespon n negatif yaittu menyoraki kelompok lain yang mem mbuat kesalah han. G Guru tidak menegur m sisw wa yang membuat kesalah han maupun siswa yang menyoraki. m G Guru juga be elum f fokus dalam m membimbing siswa karena k belum biasa melaksanakan m pembelajarran seperti ini. Pelaksanaan percobaan pada pertem muan kedua a masih perrlu waktu ya ang cukup lama l (satu jam pelajaran), namun n sudah h lebih baik dibandingkan pertemuan n yang perta ama. Pada akhir pertemu uan, g guru mengarrahkan siswa untuk pembuatan laporan dan menya ampaikan sisttematika lapo oran.
138
PR ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon “C Current Issues on Research R and Teaaching in Science Education”
ISBN: 978-9799-98546-4-2
Keberha asilan tindaka an kelas sang gat dipengaru uhi oleh guru u dalam meng gelola kelas. Selama pela aksanaan tindakan n siswa sang gat perlu perhatian dan bimbingan guru. g Walaup pun pembela ajaran berpussat pada siswa te etapi peran guru g untuk menciptakan m s suasana belajar masih sangat penting g. Guru haruss mampu bertinda ak sebagai fa asilitator dan motivator. Ia harus men nyediakan dirri sepenuhnya a untuk mem mbimbing siswa. Saran-saran S perbaikan p pe engelolaan ke elas dari dose en mitra dan n hasil diskussi pada tahap p refleksi telah me emperbaiki kinerja k guru dari d siklus ke siklus. Hal ini berdampak juga pada kinerja siswa a. Mereka menjadii lebih serius, bersunggu uh-sungguh, kerja kerass, dan lebih disiplin, serrta dapat me engambil inisiatif untuk menga atasi masalah h yang terjadi pada alat ya ang mereka gunakan. g Hasil be elajar siswa a Hasil be elajar siswa pada ranah ko ognitif diperolleh dari hasil tes formatif menggunakan soal essay.. Soal tes berkaita an erat denga an eksperime en yang telah h dilakukan siswa. s Kalau siswa melakukan eksperimen dan membua at kesimpulan n laporan den ngan benar, maka m hampir bisa b dipastika an siswa akan dapat menja awab soal tes deng gan baik. T Tabel 2: Ha asil tes formattif setiap siklu us Hasil tes s formatif se etiap siklus
Aspek
1
2
3
Rata-rata a nilai formattif
5,0
6,0
7,0
SD
2,37
1,17
1,27 7
Tertinggi
10
9
10
Terendah
3
5
5
18%
19%
60% %
% tuntass (memperole eh skor ≥75)
Pada Tabel 2 dapat dilihatt rata-rata nilai formatif da ari siklus ke siiklus mengala ami peningkattan. Pada siklus pe ertama dipero oleh rata-rata a skor tes form matif 5 dari skala s 10, deng gan nilai tertiinggi 10 dan terendah 3 dan hanya h 18% siswa berhasill mencapai angka a ketunta asan belajar. Pada sikluss kedua terjadi sedikit peningkkatan yaitu diiperoleh rata-rata skor te es formatif 6,, dengan nila ai tertinggi 9 dan terenda ah 5 dan hanya 19% siswa berhasil mencap pai angka kettuntasan bela ajar. Pada sikllus ketiga terjjadi peningka atan yang eroleh rata-ratta skor tes fo ormatif 7, den ngan nilai tertinggi 10 dan terendah 5 dan sudah cukup baik yaitu dipe 60% sisswa berhasil mencapai angka a ketunttasan belajarr. Kalau diba andingkan de engan perkembangan keteram mpilan proses IPA siswa dari siklus ke siklus, maka na ampak pening gkatan hasil tes t formatif in ni sejalan dengan peningkatan keterampilan proses IPA A. Artinya ap pabila siswa dapat meng ginterpretasi data d dan menarikk kesimpulan dengan bena ar maka siswa a akan dapat menyelesaika an permasala ahan pada tess formatif dengan baik. Sikap siswa s terhad dap penerap pan eksperim men model inkuiri i terbimbing Berdasarkan pengala aman penelitian ini, mene erapkan mode el inkuiri terb bimbing pada kegiatan ekksperimen selama tiga siklus atau 9 kali pe ertemuan yan ng mencakup p enam maca am eksperim men memerlukkan lebih banyak waktu diband dingkan dengan pembelaja aran topik yan ng sama deng gan cara cera amah dan latihan soal. Ceramah h dan latihan soal cukup efektif e untuk meningkatkan m n kemampuan n kognitif sisw wa namun tida ak efektif untuk menumbuhkan m n keterampilan n proses IPA. 139
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar S on Sciencce Education “Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation”
ISBN: 978-979-985466-4-2
T Tabel 3: Tanggapan sisw wa terhadap im mplementasi eksperimen menggunakan m n model inkuiri terbimbing Tangg gapan No. 1 2 3 4 5 6
7 8 9
10 11 12 13 14 15
16 17
Pern nyataan Perma asalahan yg dia angkat untuk setiap s LKS menan ntang untuk dik kerjakan Waktu u yg disediakan n untuk mengerrjakan LKS mencu ukupi Denga an mengikuti prosedur eksperimen e pada LKS, saya dap pat menemukan n jawaban ermasalahan dari pe Prosed dur yang haruss dikerjakan cukup jelas dan da apat dipahami Pertan nyaan-pertanya aan yang dimiinta untuk didisku usikan menun ntun saya unttuk dapat mema ahami materi Denga an mengikuti prosedur eksperimen e yang ada a pada LKS, saya dapat me emutuskan apakah hipotesis yang y diajukan n diterima d atau ditolak Saya merasa m diajak untuk u aktif berpikir Belajar Fisika denga an cara ini me enarik dan m tidak membosankan Saya tidak perlu men nghapalkan p/prinsip pada a materi Fisikka karena konsep konsep p/prinsip yan ng diperoleh h selama pembe elajaran sepe erti ini tidak akan terlupa akan Sebelu um pembelajarran seperti ini saya tidak menge etahui baga aimana me erumuskan hipote esis Sekara ang saya mengetahui m b bagaimana merum muskan hipotessis Pada pelajaran IP PA/Fisika di SMP S saya h mengalami pembelajaran p se eperti ini pernah Baru sekarang inilah saya bela ajar fisika an cara seperti ini denga Denga an belajar Fiisika seperti ini, saya menja adi memahami cara kerja ilmia ah Pada awalnya saya a tidak dapatt menarik pulan, setelah h praktik bebe erapa kali kesimp saya dapat d membua at kesimpulan dari data yg perroleh Sekara ang saya bisa dan berani menyajikan m hasil eksperimen e di depan d kawan-kkawan dan guru Setelah saya belajarr Fisika dengan cara ini, m ga agasan untuk melakukan m saya memperoleh penelittian dalam bida ang Fisika Rata-rrata
SS J Jmh % 6 16
S Jmh 32
% 84
TS Jmh % 0 0
STS Jmh % 0 0
1
3
6
16
29
76
2
5
8
21
22
58
8
21
0
0
2
5
30
81
5
14
0
0
3
8
33
87
2
5
0
0
5
13
31
82
2
5
0
0
9 9
24 24
24 27
63 71
5 1
13 3
0 1
0 3
2
5
10
26
22
58
4
11
1
3
23
61
14
37
0
0
5
13
30
79
3
8
0
0
3
8
18
47
15
39
2
5
2
5
15
39
19
50
2
5
9
24
26
68
3
8
0
0
7
18
26
68
5
13
0
0
4
11
21
55
13
34
0
0
5
13
21
55
12
32
0
0
4 4,8
12,5
23,2
61,3
9,3
24,5
0,6
1,7 7
Keterangan n: S Sangat se SS: etuju, S : Setuju, TS: Tidakk setuju, STS S: Sangat tidak setuju Berda asarkan pada a Tabel 3, da apat diketahui secara umu um (73,8%) siswa s membe erikan tangga apan yyang positif terhadap t implementasi ekssperimen men nggunakan model m inkuiri terbimbing. t W Walaupun merreka 140
PR ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon “C Current Issues on Research R and Teaaching in Science Education”
ISBN: 978-9799-98546-4-2
merasa waktu yang disediakan untuk melakukkan eksperim men tidak men ncukupi. Men nurut siswa, LKS L yang disusun cukup baik, permasalahan p n yang diangkkat cukup menantang untu uk dikerjakan,, prosedur ekksperimen mengara ahkan siswa untuk mene emukan jawab ban dari permasalahan dan d memutusskan apakah hipotesis yang diajukan diterrima atau ditolak. Siswa a setuju bah hwa belajar dengan carra ini menarrik, tidak m unttuk berpikir. Sebagian be esar siswa me enyatakan bah hwa belajar seperti s ini membossankan, dan mengajak merupakkan pengalam man baru bagi mereka. Me ereka menjadi memahami cara kerja ilm miah, bahkan sebagian besar siiswa menyata akan, sekaran ng saya bisa dan berani menyajikan hasil h eksperim men di depan n kawankawan dan d guru serta a merasa mem mperoleh gag gasan untuk melakukan m pe enelitian dalam m bidang fisikka. PENUTU UP Berdasarkan hasil dan pembahasa an maka dapa at disimpulkan n sebagai berikut: 1. Pen nerapan mode el inkuiri terb bimbing pada kegiatan eksperimen dalam pembelaja aran Fisika settelah tiga siklus yang te erdiri dari enam macam m eksperimen, dapat menumbuhkan m n dan meningkatkan keterampilan proses p IPA yang menca akup kemam mpuan mela akukan peng gukuran, melakukan pen ngamatan, melaksanaka an prosedu ur eksperim men, mengo olah dan menganalisis data, me enginterpretassi data, dan n menarik kesimpulan. k Sedangkan merumuskan n hipotesis, menulis laporan, dan me engkomunika asikan hasil eksperimen masih m perlu dilatih lebih lan njut. 2. Settelah mengiku uti pembelajaran dengan model m inkuiri terbimbing pa ada kegiatan eksperimen, rata-rata nila ai formatif siswa dari sikluss pertama sampai siklus ketiga k menga alami peningkkatan berturut-turut 5, 6, dan 7. Dem mikian juga ketuntasan k be elajarnya, ya aitu yang me emperoleh nilai ≥ 7,5 mengalami m pen ningkatan berrturut-turut 18 8%, 19%, dan 60%. 3. Sika ap siswa terh hadap penera apan model inkuiri terbim mbing pada kegiatan k eksp perimen posittif. Siswa setuju bahwa belajar b dengan cara ini menarik, tidak membosankkan, dan men ngajak untuk berpikir. Mereka menjadii memahami cara kerja ilmiah, bahka an sebagian besar b siswa menyatakan bisa dan berrani menyajik kan hasil ekksperimen di depan kela as serta merrasa memperoleh gagasa an untuk melakukan pene elitian dalam bidang b fisika. AFTAR PUSTA AKA DA BSNP. ((2006). Mode el Silabus Mata ta Pelajaran Ilm lmu Pengetahu huan Alam Sekkolah Menenga ah Pertama. Jakarta: J D Depdiknas Depdikn nas. (2003). Standar S Komp petensi Mata Pelajaran P Fisik ika SMA & MA A. Jakarta: Pussat Kurikulum m, Ba alitbang Depd diknas Hungefo ord .(1990). Science-Techn S nology-Society ty: Investigatiing and Evalu uating STS Isssues and Solu ution. Illlinois: STIPES S Publ. Limba, A. A (2004). Pen ngembangan Model Pembe elajaran Latih han Inkuiri un ntuk Meningka atkan keteram mpilan Prroses Sains, Penguasaan P K Konsep dan Se emangat Berkkreativitas Sisswa SLTP pad da Konsep Pe erpindahan Kalor. K Tesis Ma agister. Progrram Pascasarjjana UPI. Ban ndung:tidak diterbitkan. d NRC. (19 996). Nationa al Science Edu ucation Stand dards. Washin ngton DC: Nattional Academ my Press. NSTA (1 1998). Standa dar for Sciencee Teacher Preeparation, NST TA and AETS Ramsey, J., (1993). “Reform “ Move ement Implica ation Social Responsibility” R ”. Science Edu ucation, 77(2)). 23558. 25 Rasagam ma, I.G. (2007). Model Pembelajara an Inkuiri Te erbimbing Po okok Bahasan n Proses Lito osfer dan Attmosfer Bumii untuk Meningkatkan Pem mahaman Kon nsep dan Kete erampilan Berpikir Kritis Siiswa SMP Te esis Magister.. PPS UPI. Bandung: tidak diterbitkan.
141
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar S on Sciencce Education “Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation”
ISBN: 978-979-985466-4-2
Rustaman, N.Y., (2003), Kemampuan K D Dasar Bekerja a Ilmiah dalam m Sains, Maka alah disusun untuk u disajika an dalam Seminar Pend didikan Biolog gi, Bandung. P n Penelitian Pembelajaran P Inkuiri dalam m Pendidikan Sains. S Prosidi ding Rustaman, N.Y., (2005), Perkembangan Seminaar Pendidikan n IPA II HISPP PIPAI. Bandun ng: FPMIPA UPI U Rutherford, F.J. F and Ahlgren, A (1990).. Science for All A Americanss. New York: Oxford O Univerrsity Press S Sanjaya, Wina. (2007). Str trategi Pembeelajaran Berorrientasi Standa dar Proses Pen ndidikan. Jakaarta: Kencanaa. Saraswati, S.L. (2003). “U S Upaya Menum mbuhkan Kebe eranian Siswa a SLTP untukk Mengajukan n Pertanyaan dan ui Model Lattihan Inkuiri, Penelitian Tindakan T Kelas pada Kon nsep Mengemukakan Gagasan melalu Rangka aian Listrik”. Tesis T Magiste er. PPS UPI. Bandung: B tidak diterbitkan. Trowbridge, L.W T L and Bybe ee, R.W. (199 90). Becoming g a Secondaryy School Scien ence Teacher. Columbus: Merrill Publishing Co ompany Y Yager, E. Rob bert, Ed. (199 96). Science/T Technology/So Society As Refo form In Scienc nce Education. Albany: Statte Univerrsity of New York Y Press Yusran. (2003 Y 3). “Pembelajjaran Fluida Tak T Bergerak yang Berbasis Inkuiri untu uk Meningkatkkan Penguasa aan Konsep p Siswa SMU””. Tesis Magister. PPS UPI. Bandung: tid dak diterbitkan.
142
PR ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon “C Current Issues on Research R and Teaaching in Science Education”
ISBN: 978-9799-98546-4-2
SCI-15
MOD DELS OF RE EASONING G ASSESSME ENT BY SCIENCE TEA ACHERS: LE EADING SENIOR HIGH SCHOOL PERFORMANCE E IN BATAM M ISLAND Ana A Ratna Wu ulan (FPMIPA UPI; Email : ana_ratna_up
[email protected] m)
ABSTRACT T A quaalitative studyy about modeels of reason ning assessm ment in sciencce teaching an nd learning process p was conducted c att leading senio or high schoo ol in Batam Island. Is The reespondents in nvolved in thee study were five science e teachers of various su ubjects. Thee study was conducted in i the schoo ol year 7/2008. Data were collect cted from: qu uestionnaires, s, interview, performancee abservations ns, and 2007/ analyysis of lesson plans,. Dataa analysis wer ere done by descriptive d an nd qualitativee analysis. Bassed on the reesults, there were w three models m of reassoning assesssment that deeveloped in th hat school. Th he best modeel involved sttudents on reflective r and d peer assess ssment. The best model assessment a t targets involvved the whol ole higher ord der thinking skills i.e. anaalysis, evaluaation, and syynthesize. Th he best perfo ormance teach her used prob blem based reeasoning item ms. Keyw words: reasoning assessm ment, science teaching t and learning, Battam Island
PENDAHULUAN bangan ilmu dan teknolog gi pada abad d ke 21 telah h menyebabkkan dampak--dampak negatif pada Perkemb lingkung gan. Kemamp puan penalaran (berpikirr kritis) dipe erlukan untukk menganalissis dan mem mecahkan masalah h-masalah lingkungan. Ke emampuan pe enalaran yan ng dibutuhkan n menurut Marzano M et al. a (1994) meliputi kemampuan n membuat keputusan k dan kemampua an memecahkkan masalah. Kemampuan n berpikir kritis meliputi kemam mpuan meng ganalisis, men nsintesis, me embuat keputtusan, meme ecahkan massalah dan kemamp puan melakuk kan evaluasi secara s kritis. Kemampuan bernalar me erupakan keterampilan be erpikir yang dibutuhkan d o oleh siswa da an warga negara untuk hidup di lingkungan n keluarga, se ekolah, dan masyarakat m se ecara berkulittas. Kerangka a berpikir kritis menuntun m an nggota masya arakat untukk berpikir se ecara sistem matis, analisiss dan sintesis yang menuntu unnya untuk k terampil memecahkan n masalah dan d membuat keputusa an-keputusan penting (Rutherfford & Ahlgren, 1990). Kemampuan penalaran (reasoning ability) seriing dikemukkakan denga an istilah la ain yaitu kemamp puan berpikir kritis. Kemam mpuan berpikkir kritis adala ah kemampua an berpikir ma asuk akal dan n reflektif yang difokuskan pad da pemecaha an masalah dan d pengambilan keputusan. Tujuan berpikir kritiis adalah mengevvaluasi tindaka an atau keyakkinan yang te erbaik (Ennis, 1996). Hasil penelittian sebelumnya menunju ukkan bahwa a para guru di sekolah sangat s kuran ng dalam menggu unakan soal-ssoal berpikir tingkat t tinggii. Para guru pada umumn nya hanya menggunakan soal-soal untuk menilai m level berpikir b yang rendah (Gab bel, 1993). Ha asil penelitian n Wulan (200 07) juga menunjukkan bahwa pada p umumny ya calon guru u biologi hanyya menilai ke emampuan be erpikir pada le evel pengetah huan dan pemahaman. Implementassi kurikulum di sekolah se ering hanya mengembang gkan keteram mpilan berpikiir tingkat rendah (lower-order cognitive skilills, LOCS) yaitu kemampua an mengingatt informasi se ederhana atau u aplikasi sederhana dari pen ngetahuan atau teori pada situasi attau konteks yang mirip. Padahal kem mampuan penalara an siswa dapa at dikembang gkan melalui tugas-tugas, latihan, dan masalah-massalah yang be ersifat illdefined//structured atau a open ended. en Masala ah yang diajjukan terseb but semestinyya bersifat baru b dan menanta ang proses berpikir b analissis, sintesis, dan d evaluatiff. Strategi ase esmen yang dikembangka an dalam impleme entasi kurikulum di kelas sangat s mene entukan bagi pengembang gan kemampu uan penalaran n peserta 143
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar S on Sciencce Education “Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation”
ISBN: 978-979-985466-4-2
didik tersebutt. Beberapa ahli d a telah men nsyaratkan assesmen penalaran pada levvel kemampu uan menganallisis, mensintesis, dan mengeva aluasi (Marzan no et al., 1994; Stiggins, 1994; 1 Anderso on & Krathwo ohl, 2001) Berda asarkan latarr belakang penelitian p tersebut, maka a dirumuskan suatu massalah penelittian: “ “Bagaimanak kah penerapan n asesmen pe enalaran pada a pembelajara an sains di Se ekolah Mene engah Atas (S SMA) unggulan Pulau Batam?” Rumusan masalah m terse ebut dirumuskan ke dalam m dua pertanyaan peneliitian berikut: 1) ke emampuan pe enalaran pada a level apakah yang telah dinilai pada pembelajaran p n sains di Seko olah Menengah Attas (SMA) un nggulan Pulau u Batam?; 2) model-mode el asesmen pe enalaran sepe erti apakah yang y t telah dikemba angkan pada pembelajaran n sains di Sekkolah Meneng gah Atas (SM MA) unggulan Pulau Batam?? METODE PE ENELITIAN Metode penelitian yang dig gunakan adalah deskriptif.. Penelitian in ni dilaksanaka an di suatu Se ekolah Menen ngah A Atas unggula an di Pulau Batam. Sekkolah tersebu ut dipilih seba agai tempat penelitian ka arena merupa akan s salah satu model pengem mbangan kurikkulum berbassis penalaran (berpikir kritis) di Pulau Batam. B Peneliitian d dilaksanakan pada tahun ajaran 2007/2008. Subyekk penelitian adalah a lima orrang guru saiins yang massingmasing meng gampu mata apelajaran ya ang berbeda (fisika, kimia a, biologi). Pengumpulan P n data dilaku ukan melalui angkket, wawanca ara, observassi pembelajarran dan pela aksanaan ase esmen serta analisis renccana pembelajaran n dan soal-soa al evaluasi. Analisis data dilakukan seca ara deskriptif kualitatif. HASIL DAN PEMBAHAS SAN Hasil penelitia an ini menun njukkan bahw wa asesmen penalaran p (rea easoning asses essment) telah h dilaksanaka an di s sekolah terse ebut. Para guru sains (100 0 %) pernah atau telah menggunakan m soal-soal penalaran pada a tes f formatif atau u sumatif. Pada umumnya a guru-guru sains s tersebu ut menggunakkan soal-soal penalaran pada p level analisis (60 %), seba agian guru tellah mengguna akan soal-soa al penalaran pada p level ana alisis dan sinttesis (20 %), seda angkan guru yang y lainnya (20 %) telah h menggunakkan strategi assesmen pena alaran untuk level kemampuan menganalisiss, mensintessis, dan men ngevaluasi. Guru G sains dengan d perfo formance terbaik menggunakan soal-soal be erbasis masalah (problem m based reason oning items) yang menun ntut kemamp puan s siswa pada le evel analisis, evaluasi, e dan sintesis. Model Asesm men Penalaran 1 Pada model asesmen pen nalaran yang pertama, gu uru menggun nakan soal-so oal penalaran n yang telah ada pada Bank Soal. S Guru kadang-kadan k ng mengujico obakan dahu ulu soal-soal tersebut untuk kepentin ngan a analisis dan perbaikan soal, s tetapi kadang-kadan k ng mengguna akan langsun ng soal-soal tersebut. Mo odel a asesmen ini digunakan d oleh guru untu uk pelaksanaa an tes formattif dan sumattif. Model ase esmen penala aran y yang dikemba angkan oleh guru g disajikan n pada Gamba ar 1. Model Asesm men Penalaran 2 Pada model asesmen a penalaran yang kedua, k guru menyusun m se endiri soal-soa al penalaran dengan d meng gacu pada kurikulum/ SK (S Standar Kom mpetensi) da an KD (Kom mpetensi Da asar). Guru kadang-kad dang mengujicobakkan dahulu soal-soal terse ebut untuk ke epentingan analisis a dan perbaikan p soal, tetapi kada angkadang juga menggunaka an langsung soal-soal terrsebut. Seperrti halnya pada model assesmen perta ama, Model asesmen ini diguna akan oleh guru untuk pelakksanaan tes formatif f dan sumatif. s Pada a model asesm men ini, guru serringkali kesulitan dalam menyusun m so oal-soal penalaran (higherr order thinkking skills). Pada P penerapan model m asesme en tersebut, guru menga aku seringkali tidak puass terhadap kualitas k soal--soal 144
PR ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon “C Current Issues on Research R and Teaaching in Science Education”
ISBN: 978-9799-98546-4-2
penalara an yang dibu uatnya. Model asesmen penalaran yang y dikemba angkan oleh guru disajikkan pada Gambar 2.
1 Guruu memilih soal-soaal penalaran
Bank so oal
2
Pengalamann belajar sisw wa
Guru G menguujicobakan soal penalaran p
3 Guru menganalisis m hasil uji coba
4
5
S Siswa mengerrjakan soalsoal
Guru memeriksa m hasil pekerjaan p s siswa
6 Guru membberi umpan balik b G Gambar 1: Model M Asesme en Penalaran 1 Model Asesmen A Pe enalaran 3 Pada mo odel asesmen n penalaran yang y ketiga, guru memilih h soal penalaran dari bankk soal atau menyusun m dan KD sendiri soal-soal pe enalaran den ngan mengacu pada ku urikulum/ SK K (Standar Kompetensi) K (Kompettensi Dasar). Guru kadang-kadang me engujicobakan n dahulu soa al-soal tersebut untuk kep pentingan analisis dan perbaik kan soal, tetapi kadang--kadang juga a menggunakan langsung soal-soal tersebut. Asesmen n dilaksanaka an secara berrkelompok da an digunakan n oleh guru te ersebut untukk asesmen se ehari-hari (formati tive assessme ent). Pada pelaksanaan p asesmen terrsebut, siswa a dalam kelo ompok diminta untuk memerikksa kembali soal-soal ya ang telah dikkerjakan oleh h kelompoknyya. Diantara kelompok kemudian k bertukarr hasil pekerjaan. Kelom mpok tersebu ut kemudian memeriksa hasil jawaba an kelompok lainnya, mengan nalisis pekerja aan tersebutt, dan mene emukan kesa alahan-kesala ahan (bila ada) untuk kemudian k dikomun nikasikan kepada kelomp pok yang pekerjaannya p diperiksa. Model asesm men penalarran yang dikemba angkan oleh guru g disajikan n pada Gamba ar 3. 145
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar S on Sciencce Education “Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation”
ISBN: 978-979-985466-4-2
1 Guru menyyusun ssoal-soal pennalaran
Kurikulum K SK / KD
2
Penggalaman belajjar siswa
Guru mengujicobbakan soal penallaran
3 Guru mengaanalisis G hasil uji coba c
4
5
Siswaa mengerjakann soalsoal
Guru memeeriksa hasil pekerrjaan siswaa
6 Guruu memberi um mpan balik Gambar 2. Mo G odel Asesmen n Penalaran 2 Berdasarkan data hasil pe enelitian, terd dapat tiga model m asesme en penalaran yang telah dikembangka d n di s sekolah terse ebut. Model asesmen a penalaran ketiga a merupakan model asesm men penalaran terbaik karrena t telah melibattkan siswa da alam proses asesmen. a Mod del asesmen ketiga meliba atkan siswa untuk u melaku ukan penilaian dirii (self assesssment) terhadap penalara annya dan pe enilaian seba aya (peer ass ssessment) un ntuk menilai penallaran siswa la ain. Dengan menilai m kemam mpuan berpikkir (penalaran)) siswa lain, setiap s siswa akan a mengembang gkan penalarrannya send diri. Penilaian n diri yang dilakukan membuat m sisswa sadar atas a kemampuan penalarannya a sehingga dapat d mempe erbaiki kelem mahannya. Be erkaitan deng gan hal terse ebut beberapa sum mber (Stiggin ns, 1994; NR RC, 1996, NS STA, 1998) telah t mengem mukakan ten ntang penting gnya reflective asssessment/selff assessment sebagai s saran na asesmen yang otentik dan d bermakna a bagi siswa. Model asesm men ketiga ju uga dipandan ng unggul karena k guru banyak men nggunakan so oal-soal berb basis masalah (pro oblem based d items). Messkipun memiliki banyak keunggulan, k m model asesmen ketiga masih memiliki kele emahan karen na keterbatasannya dalam menilai pena alaran secara individual. Aktivitas A asesm men s secara kelom mpok tersebutt masih didom minasi oleh siswa-siswa s t tertentu (sisw wa-siswa palin ng pandai da alam kelompoknya). Padahal Grrace dan Cath hy (1992) me enyatakan bah hwa feedbackk asesmen semestinya berssifat individu agar dapat menge embangkan potensi p setiap peserta didikk. 146
PR ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon “C Current Issues on Research R and Teaaching in Science Education”
ISBN: 978-9799-98546-4-2
Meskipu un masih mem mpunyai kelemahan, mode el asesmen tersebut t meru upakan suatu u model pemb baharuan asesmen n alternatif un ntuk kemamp puan penalara an dalam sain ns. Beberapa modifikasi masih m diperlukkan untuk mengem mbangkan mo odel ketiga te ersebut ke arah a asesmen n penalaran secara s individ dual. Para gu uru sains lainnya dapat d meniru u atau mengembangkan model asesmen n ini untuk pe embelajaran sains s sehari-hari. Model asesmen a kedu ua memiliki keunggulan k k karena guru menyusun m se endiri soal-soa al penalaran. Cara ini memilikii keuntungan n karena gurru dapat me enyesuaikan asesmennya dengan pen ngalaman bellajar dan karakterristik siswa. Kemauan K guru menyusun n sendiri soal-soal penalaran menunju ukkan komitm men yang besar da ari guru terha adap asesmen n. Bank soal yang digun nakan guru untuk model asesmen a pena alaran pertam ma sebagian besar b adalah bank b soal untuk se eleksi masuk perguruan tin nggi. Dengan demikian, be eberapa soal penalaran dittemukan terla alu tinggi/ melampaui tuntutan kurikulum SM MA. Dalam ha al ini masih diiperlukan kem mampuan dan n kepekaan guru sains dalam memilih m soal-ssoal yang sessuai dengan tuntutan SK dan KD pada le evel SMA.
1 Bannk soaal
Guru mem milih soal penallaran
Guru membbuat soal penalaaran
Kurikuluum & pembelaj ajaran
2 Guru meemodifikasi soal s
3
Guru m mengujicobak kan soal Guuru menganallisis soal
Siswa dalam m kelompok meengerjakan soal s Sisw wa memeriksaa kembbali hasilnyaa
Guuru memberi umpan balik
4
9
Keelompok sisw wa (yg diperiksa & yg memerikssa mendiskusikann hasil pemeriksaaan)
8
Siswa meengkomunikkasikan keesalahan keloompok yg diperiksaanya
5 Siiswa mengannalisis kessalahan penggerjaan sooal kelompook lain
Kelompok lain K m memeriksa haasil peengerjaan sooal
Gambar 3. Model ase esmen penalaran 3
Selff assessment
10
7
6
Peer asseessment
Kesimp pulan Hasil pe enelitian ini menunjukkan bahwa b asesm men penalaran n telah dikembangkan di SMA S unggulan n di Pulau Batam pada p berbaga ai level penalaran. Dari ke etiga model asesmen pen nalaran yang telah dikembangkan, 147
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar S on Sciencce Education “Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation”
ISBN: 978-979-985466-4-2
model asesm men ketiga merupakan model asesm men terbaik karena tela ah melibatka an siswa da alam melaksanakan self assesssment dan peer assesssment. Bebe erapa modifikkasi masih diperlukan d un ntuk mengembang gkan model asesmen a terse ebut dari ase esmen penala aran kelompok menuju ase esmen penala aran individual. Pa ara guru sain ns masih me enghadapi ke esulitan dalam m menyusun n sendiri soal-soal penalaran. S Sebagian gurru sains masih perlu men ngembangkan n kemampuan n dan kepeka aan dalam memilih m soal--soal penalaran dari bank soal yang y sesuai dengan tuntutan SK dan KD D pada level SMA. S
DAFTAR PUSTAKA Anderson, L.W A W. & Krathwo ohl, D.R. (20 001). A Taxon nomy for Leaarning, Teachi hing and Asses essing. New York: Y Long gman. Ennis, R.H. (1 1996). Critica al Thinking. Neew Jersey: Prrentice Hall. G Gabel, D.L. (1993). ( Hand dbook of Res esearch on Sccience Teach hing and Leaarning. New York: Y Maccmillan Comp pany. G Grace & Cath hy. (1992). Po ortofolio and its i use: A Dev evelopmentallyy Appropriatee Assessment. Washington DC: Office e of Educational Research and Improve ement (ED). Marzano, R.JJ., Pickering, D, Mctighe, J. (1994). A Assessing Stud udent Outcom mes: Performaance Assessm ment Using g the Dimenssions of Learrning Model. Alexandria: Association A fo or Supervison n and Curricu ulum Deve elopment. NRC (Nationa al Research Council). (19 996). Nationa al Science Ed ducation Stan ndards. Wash hington: Natio onal Acad demy Press. NSTA (Nation nal Science Teacher T Assocciation) & AET TS. (1998). Standards S for Science Teaccher Preparati tion. Rutherford, F.J. F (1990). Science Sc for All Americans: Scientific S Literracy. New Yorrk: Oxford Un niversity. Stiggins, R.J. (1994). Stu S udent-Centereed Classroom m Assessmentt. New York : Macmillan College C Publish hing Comp pany W Wulan, A.R. (2007). Pemb bekalan Kemaampuan Perfo formance Asse sessment kepaada Calon Gu uru Biologi daalam Meniilai Kemampu uan Inquiry. Disertasi. D Band dung: UPI.
148
PR ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon “C Current Issues on Research R and Teaaching in Science Education”
ISBN: 978-9799-98546-4-2
SCI-17
ENHANCIN NG SCIENCE ASSESME ENT BY PIO ONERING WORK W OF SCHOOL S OF INTER RNATIONA AL LEVEL AS SSISTANSH HIP PROGR RAM ON SE ECONDARY Y LEVEL: HO OW TO MEASUR RE STUDENT PERFORM MANCE IN SCIENCE Arif Hidayyat1, Cece Suparya2, Nikki Rizki3, Wandi Praginda4 S Utari6, Omang Wirasasmita5, Setiya 1,5,6)
2)
D Department off Physics Educcation, UPI, Bandung B Math T Teacher, RSBII Chairman Prrogram, SMPN N 1 Cimahi 4) P3G Jawa Ba arat 3) Physics Teacher, T SMU UN 1 Cianjur
ABSTRACT T In ord rder to improvve the qualityy of education n and on the make m success ss of 12 year basic b educatio ion and 3 yea ear for nest level in Ind donesia, the governmentt keep mainttain efforts to t increase school achiev evement so th hat can meett a demand with w Nationall Education Standard S in particular pa on 1st-3rd 1 secon ndary level (S SMP) which sta tandard itemss are : content nt, process, co ompetence off graduate, ed ducator man power, facililities and infr frastructures, managemen nt, defrayal, and educatio on assesmen nt shall ne with a good od program-lin ne and perio odic especiallyy for mathem matics and scie ience subjects ts. How incline mathe hematics and science aree taught and d and learned ed especially important to o measure student s perfo ormance in sciience. The program ass ssesed the 10 00 Cimahi and an Cianjur secondary s levvel student’ss ability to perform p nging from th hose that affe fect their perssonal lives to o wider scienttific tasks in a variety of situation, ran issues es for the com mmunity to the th world thatt are : identi tifying scientiffic issues, exp planing pheno nomena scienttifically and using scientif ific evidence, which root oted in the concept co of sccientific literaacy i.e: posseesses scientifi fic knowledgee, understand d the characte teristic feature res of sciencee, show awarreness, and engages e in sci cientific-related ed issues with h the result: sm mile and frow wn reported. Keyw words : science assessmen nt. Scientific literacy l INTROD DUCTION Today, knowledge of o science an nd about scie ence is more e important than ever. Science S is relevant to everyone’s life and an understa anding of sccience is an essential to ool for peop ple in achievving their goals(UN NESCO: 2002 2, OECD: 2003). One of th he 8 most imp portant aspecct of Educatio on National Standar S in Indonessia is Educatio onal Assesment, with pione eering work of o School of International I Level (RSBI) tends on science.This makes how h science iss taught and learned espe ecially importa ant to be a sp pesific progra am that is held for regular (OEC CD: 2003). This program m examines th he performances of 15-yea ar-olds in keyy subject area as (science) as a wider range off learning sysstem outcome es in the scho ool for spesiffic and education system for f a large in terms of student achievement, within a com mmon OECD (Organisation n for Economiic Cooperation n and Develompment) or international fram mework accorrding to the The RSBI Te echnical Guid delines from the governm ment. The assistanship program m is one of in nitiative from the school to o collaborate with universsity as a conssultant to assist th heir daily work ks to develop and keep in tracks as well. The Program m’s assessmen nt of studentss’ scientific knowledge and skills is roo oted in the co oncept of scientific ic literacy, deffined as the extent e to whicch an individual:
149
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar S on Sciencce Education “Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation”
ISBN: 978-979-985466-4-2
•
Posse esses scientiffic knowledg ge and uses that knowle edge to iden ntify question ns, acquire new know wledge, explain scientific phenomena and draw evvidence-based d conclusionss about scien ncerelate ed issues. features of sccience as a fo • Unde erstands the characteristic c orm of human n knowledge and a enquiry. • Show ws awarenesss of how scie ence and tecchnology sha ape our mate erial, intellecttual and culttural envirronments. • Engages in science e-related issu ues and with the t ideas of science, s as a reflective r citizzen. The Program P asse essed studentts’ ability to perform scienttific tasks in a variety of situations, rang ging f from those that affect the eir personal lives to wide er issues for the t communiity or the wo orld. These ta asks measured stu udents’ perfo ormance in relation r both to their scie ence compete encies and to t their scien ntific knowledge. The T Program assessed a thre ee broad scien nce competen ncies: • Identtifying scienttific issues. This T required d students to o recognise issues that can c be explo ored scien ntifically, and to t recognise the t key features of a scien ntific investiga ation. • Expla aining pheno omena scienti tifically. Studeents had to apply knowledge of scieence in a given situattion to describe or interpre et phenomena a scientificallyy and predict changes. • Using g scientific evidence. ev Thiss meant interrpreting the evidence to draw conclusions, to exp plain them m, to identify the assumptiions, evidencce and reason ning that und derpin them and a to reflectt on their implications. It is important, but b not sufficcient, for students to und derstand scie entific theorie es and facts well e enough to exxplain phenom mena scientiffically. They must m also be able to recog gnise which questions q can n be a addressed scientifically an nd see how re esults can be used, in orde er to apply th heir scientific knowledge. This T c competencies s require stud dents to demo onstrate, on the t one hand,, knowledge, cognitive abiilities, and on the o other, attitudes, values an nd motivation as they meett and respond d to science-related issues. Curre ent thingking about desire ed outcomes of science education e emphasises scie entific knowle edge (including kn nowledge of scientific s app proach to enq quiry) and an n appreciation n of science’’s contribution n of s society. This outcomes req quire an unde erstanding off important co oncepts and explanation e o science, and of of t strength and limitation the ns of science in the world. They impy a critical stan nce and reflecctive approach to s science (Milla ar and Orsbo orne, 1998). Such goals provide an orientation o and emphasis for the scie ence e education of all people (F Fensham, 1985) KNO OWLEDGE -
t involve Life situation that
-
id dentify scienctificc issues
-
E Explaining
science and tecchnology
the
n natural
world
(knowledge of science) s
COMPE ETENCIES CONTEXT
About
-
About
sciencce
it
(knowledge abo out science)
pheniomena
scientifically -
U scientific evid Use dence
ATT TITUDES Resp ponses to science e issues - inte erest and respon nsibility - sup pport for scientific enquiry
Figu ure 1. Framew work Program m’s for Science e Assesment
150
self
PR ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon “C Current Issues on Research R and Teaaching in Science Education”
• • •
ISBN: 978-9799-98546-4-2
The outcome es are hoped i.e: A basic profile of knowledge and skills among 15-ye ear-oled-stude ents Trend indicattor showing how h results ch hange overtim me A valuable kn nowledge basse for policy analysis a and re esearch
RESEAR RCH METHO OD This pro ogram examin nes the perforrmances of 15 5-year-olds in n key subject areas (sciencce), collects co ontextual data fro om students school in Cimahi and Cianjur (both are cities in West Java) which repre esentative sampless of 100 (75% % in Cianjur and 25% in Cimahi), 15-yyear-olds, stu udents drawn n in both citie es and its regularitty with updattes are expeccted every th hree years. While W most young people in Cimahi and d Cianjur, also in Indonesia, I continue their in nitial educatio on beyond the age of 15, this is norma ally close to th he end of the initia al period of basic b schooling in which alomost young people follow w a broadly common c curriculum. It is useful to determine e, at that stag ge, the exten nd to which th hey have acquired knowled dge and skillss that will have the em in the futu ure, including g the individua alised paths of o further learrning they ma ay follow. The knowled dge and skillss tested are defined d not primarly p in te erms of a com mmon denom minator of national curricula butt in terms of what w skills arre deemed to be essential for future life e, and this is the most fundame ental feature of program. School curricula are tradittionally constrructed largelyy in terms of bodies of informattion and tech hniques to be e mastered. They T tradition nally focus lesss, within currriculum areas, on the skills to be developed d in each dom main for use generally g in adult a life. The ey focus even n less on more e general compete encies, develo oped accros the t curriculum m, to solve problems p and apply ideas and understa anding to situasion ns encounte ered in life. The assesm ment doesn’’t exclude curriculum-ba c ased knowled dge and understa anding, but it tests for itt mainly in te erms of acqu uisition of bro oad conceptss and skills th hat allow knowled dge to be app plied. The ten quesstions of pape er-and-pencil tests are use ed, with assessments lasting g a total of an n hour for each stu udent, emph hasizes on tessting in termss of mastery and broad co oncepts is particularly sign nificant in life of the t concern among city to develop human capita al, which de efines as: The T knowledg ge, skills, compete encies and other o attributtes embodied d in individuals that are relevant to personal, so ocial and economic well-being a starting from f establish hing the assesment framew works, develo oping the How the program works are instrume ents, analysin ng and interpreting the ressults with in-depths teacher peer revie ews, and supp ported by teacher and school consultant c bassed on OECD D assesment as a suggested by The RSBII Technical Gu uidelines. The pro ogram have been b run since e 2 months ago a with currrent step havve finished de evelop the insstrument, contentss and science e assessment expert sharing. All of the t instumen nts are readyy to be teste ed to the studentss with scaled student proficiency in scie ence well prep pared. RESULT TS AND DISCUSSION The Prog gram tasks re equired scienttific knowledg ge of two kind ds: • Knowledge of o science. This T entailed an understa anding of fun ndamental sccientific concepts and theories, in core scientiffic areas. Th he four conte ent areas co overed in pro ogram were “Physical systems”, “Living systemss”, “Earth and space systtems”, and “T Technology systems”, representing key aspects of o understand ding the naturral world. • Knowledge about a science ce. This inclu uded understanding the purposes p and d nature of scientific enquiry and understandin ng scientific explanations, e which are the results of scientific s enqu uiry. One 151
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar S on Sciencce Education “Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation”
ISBN: 978-979-985466-4-2
can think t of enquiry as the me eans of sciencce (how scien ntists obtain evidence) e and d of explanattions as the goals of science (how sccientists use data). d A sample off program sc cience questtions T The three sccience questio ons shown here h illustrate e the range of o questions used in the program, in n six d different dime ensions: 1. First, the ey show the different com mpetencies th hat students needed. The e CLOTHES question q invo olves identifyin ng which issu ues can be sccientifically in nvestigated and a the GREE EENHOUSE question relates to scientific explanationss, while ACID D RAIN requirees understanding of how to use evidence to suppo ort a conclusio on. 2. Second, they t are of different d diffic iculty levels, ranging r from the very diffficult GREENH NHOUSE questtion, which re equires students not only to understa and scientific methods bu ut also to de eal with absttract concepts and relationsships, to the much easier ACID RAIN question, q whe ere several ob bvious cues allow students to draw a sim mple conclusio on. 3. Third, they require diifferent know wledge catego ories. CLOTHE ES involves knowledge k ab bout science (the nature off scientific enq quiry) and GR REENHOUSE and a ACID RAI AIN knowledgee of science (““Earth and sp pace systems”” and “Physica al systems”, re espectively). 4 Fourth, they 4. t represent three are eas of scienttific applicatio on, specifically “Frontiers of science and technolog gy” (CLOTHES ES), “Environm ment” (GREEN NHOUSE) and “Hazards” (ACID A RAIN). 5. Fifth, the ey are drawn from differe ent contexts. The issues they raise are e of social (CLOTHES C ), glo lobal (GREENH HOUSE) and personal p (ACID ID RAIN) relevvance. Finallly, these exa amples show the main question qu typess used in thee pogramme: multiple-choice q questions in simple and complex c form ms (ACID RAI AIN and CLOT THES, respecttively) and an n open respo onse q question (GR REENHOUSE). The items are a organised d in group based on a passage settin ng out a reall-life s situation. Th hose example es are provided in appe endix A and the assessm ment program catagoriess of knowledge off science and konledge abo bout science caan be found in appendix B. B Figure2. Stud dents Proficien ncy in Science e S Smiles that ca an be discussses are: • Teachers are enth husiastic with the program,, including the e principal in Cimahi with a good suppo ort. t contents, we are help ped by sciencce expert fro om Colorado Spring, US and a Universityy of • For the Warssaw, Poland for f their sugg gested sciencce assessmen nt format and d reasons acccording to OECD PISA results so that the quesstion have sim milar or equiivalent qualities with international scie ence assesssment • We also a have a great g concern with the matters m for itts contents and good responses from the schoo ols • Frowns that we fo ound are: • Even we are goin ng to impleme ent the progrram in Schoo ol of Internattional Level (S SBI), we are not sure for 100 % that student can understand d the question n that is delive er in English-formatted texxt. • One hand, it is a good progresss while the questions q havve an internattional level, but b in other hand h we sttill consider about a it difficu ulty level for the t pupils. It is a hard cho oice to imagin ne for the ressults that we are pred dicted. In other hand, we w shall do such s things to t recognize our educatio onal proce esses and com mpare it with others based d on the resultt of the assesssment
152
PR ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon “C Current Issues on Research R and Teaaching in Science Education”
ISBN: 978-9799-98546-4-2
F Figure 2: Stu udents Proficie ency in Sciencce
CONCLUSION ain for the firsst time in prog gram. A majo or innovation is to include students’ Science is the major testing doma nal responsess towards scie enctific issuess, not just in accompaniying questionn naire but in additional a attitudin question ns about attitu udes in scienccetific issues juxtaposed j w test questtion relating to with t the same isssues. The definition of science literacy has its i origin in the t consideration of what 15-year-old- students should know, k value and a be able to t do as prep paredness for life in moderrn society witth central of definition 153
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar S on Sciencce Education “Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation”
ISBN: 978-979-985466-4-2
are the comp a petencies tha at are characcteristic of sccience nd scie entific enquirry. The abilitty of students to perform thesse competencces depends on o their scien ntific knowled dge, both knowledge of the t natural world w a knowledg and ge about science it self,and d their attitud des towards science-relate s d issues. The ratio r of items assessing their knowledge e about scien nce enable sep parated scale es, with descriibed proficiency le evels, to be constructed c e each of the competencies c s, or for the two types off knowledge and a attitudes thatt are assessed d with embed dded items. A Acknowledge ements T The author thanks for SMPN 1 Cimahi and SMAN S 1 scie ence teacherr for useful discussion and e encourageme ent, Rodger Bybee B and sciience expert group for pro oviding copiess of their pap pers, Ewa Barrtnik f suggestin for ng some of th he examples included i in th he present pa aper, I Made Padri and Physics P Educa ation Department for f the supports inside. REFE ERENCE Fensham, P.JJ (1985), “Scie ence for All: A Reflective Essay”. E Journaal of Curriculu um Studies 17 7(4) Fensham, P.JJ (2000), “T Time to Chan nges Drivers for Scientificc Literacy”, Canadian C Jou urnal of Scieence, Math hematics and Technology Education E 2, 9-24. 9 Fleming, R. (1989), “Litera acy for a Tech hnological Age e”, Science Education Ed 73 (4) ( G Gardner, P.L. (1975), “ Atttitudes to Scie ence: A Revie ew”, Studies in i Science Edu ducation 2 S for The Effectivve Domain in n Relation to Science Edu ucation”, Scie ence Klopfer , L ((1971), “ A Structure Educcation 60 Law, N. (200 02), “Scientifiss Literacy: Ch harting the Te errains of Mu ultifaceted Entterprise”, Can nadian Journaal of Scien nce, Mathema atics and Tecn nology Educat ation 2, 151-1 176 O OECD (1999)), Measuring Student S Know wledge and Skkills: A New Framework F forr Assesment, OECD, Paris O OECD (2000 0), Measuring ng Student K Knowledge and a Skills: The T PISA 20 000 Assesmeent of Read ding, Math hematical, and d Scientific Lit iteracy, OECD, Paris O OECD (2001)), Knowledge and Skills forr Life: First res esult from PISA SA 2000, OECD D, Paris O OECD (2002)), Reading forr Change- Perrformance and nd Engagemen nt Across Cou untries, OECD,, Paris O OECD (2003a a), The PISA 2003 2 Assesm ment Framewo ork: Mathemat atics, Reading, g, Science and d Problem Solv lving Know wledge and Skills, Sk OECD, Paris P O OECD (2003 3b), Definitio on and Selecction of Com mpetencies: Theoretical and Concept ptual Foundattion, Summ mary of The e Final Report “Key Com mpetencies fo or a Succesfu ull Life and Well-Function ning Socie ety”, OECD, Paris P O OECD (2004)), Learning fo or Tomorrow’ss World – First st Results from m PISA 2003, OECD, Paris O OECD (2005)), Are Studentts Ready for A Technologyy-Rich World?? What PISA Studies S Tell Us, Us OECD, Paris O Osborne, J., Simson and S. S Collin (200 03) “Attitudess towards Sciience: “ A Re eview of the Literature L and d its Implilications”, Inte ernational Jou urnal of Scien nce Education 25 (9) UNESCO (19 993), Interna ational Forum m on Sciencttific and Tecchnological Literacy Li for All: A Final Rep port, UNES SCO, Paris UNESCO (200 03), “UNESCO O and the Intternational Deecade of Educcation for Susstainable Devvelopment (20 20052015 5)”,UNESCO International I Sciecnce, Teechnology & Environmenttal Education n Newsletter, vol. XXVIIII, no. 1-2, UNESCO, U Pariss UNESCO (20 005), Interna ational Impleementation Scheme S for the UN Deccade of Edu ucationa and d for Susta tainable Devellopment, UNE ESCO, Paris
154
PR ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon “C Current Issues on Research R and Teaaching in Science Education”
ISBN: 978-9799-98546-4-2
SCI-18
IDENT TIFICATION N OF SCIEN NCE MISCO ONCEPTION N THROUGH H PROCESS S SKILL EXERCISE Sarrwanto*, Achmad A. Hindu uan**, A. Russli** Unpar) (*UNS, **IEU, **U
ABSTRACT T Learn ning science in elementaryy school is the he basis formin ing of fundam mental concep pt. Misconcep ption at elemeentary schooll students wiill be broughtt at ladder education. ed Man any misconcep ption at elem mentary schoo ol teachers are a found byy science pro ocess skill prractice. Misco onception at elementary school teach hers are caussed by the teachers te havee never donee experiment, t, mistakes when w they giv ive the mean ning of bookks, and wron ng prediction n to naturall phenomenaa. Practice of o process skill sk for elemeentary schoo ol teachers effectively ef to lessen the misconception m on. Identifying g of misconcception causee the teacher very enthusiaastic to follow w the practicee of process skkill. Keyw word: practicce of processs skill, learniing science in i elementaryy schools, elementary te eachers misco onception.
PENDAHULUAN k kon nsep pada mahasiswa m pendidikan Fisikka FKIP Univversitas Sebellas Maret Ditemukkan banyak kesalahan Surakartta. Kesalahan n konsep ini teridentifikassi saat para mahasiswa m m melakukan latihan mengaja ar (mikro teaching g). Dilakukan penelusuran kesalahan ko onsep ini ke jenjang pendiidikan yang le ebih rendah (SMA ( dan SMP). Dilakukan D juga a penelusuran n identifikasi kesalahan k kon nsep pada guru sekolah da asar. Fakta yang terjadi t di lapangan menunjukkan pem mbelajaran IPA A di Indonessia khususnya a sekolah dasar masih m banyak dilakukan seccara verbalisttik, disajikan dengan meto ode ceramah yang menun ntut siswa untuk mengenal m ba anyak peristtilahan IPA secara hafa alan tanpa makna m (Lilia asari, 2007). Metode pembela ajaran IPA yang tidak tepa at ini dapat memicu m timbulnya miskonse epsi (Wilantarra, 2003). Misskonsepsi adalah pengertian yang y tidak akkurat akan ko onsep, pengg gunaan konsep yang sala ah, klasifikasii contohcontoh yang y salah, kekacauan k ko onsep-konsep yang berbed da dan hubun ngan hierarkiss konsep-konsep yang tidak be enar (Suparno o, 1998). Misskonsepsi aka an mengakib batkan interprretasi konsep p-konsep dala am suatu pernyata aan yang tid dak dapat diterima d (Novvak, 1984), tidak sesuaii dengan pe engertian ilm miah atau pengertiian yang diterrima oleh parra ilmuwan (V Van den Berg,, 1991). Demikian jug ga pembelajarran IPA guru sekolah dasa ar di Indonesiia pada umum mnya dilakuka an secara ceramah h. Ini dilaku ukan dengan n berbagai alasan, a antarra lain wakttu, peralatan n, dan keterampilan. Keteram mpilan melaku ukan percoba aan bagi gurru sekolah da asar ternyata a yang paling g perlu untu uk segera dengan diperbaiki. Sehingga a dilakukan pelatihan keterampilan k melakukan kegiatan pembelajaran p pendeka atan keteram mpilan prosess. Diharapkan n setelah me engikuti latihan keteramp pilan proses ini, guru mampu melakukan percobaan p dengan baik, membuat m med dia pembelaja aran, dan mam mpu mengelo ola waktu pembela ajaran dengan n baik. Kegiatan latih han keteramp pilan proses ini diselengga arakan selama a sembilan ha ari dibagi men njadi tiga tahap. Masing-masin M g tahap pela atihan adalah tiga hari. Se elang waktu antara a tahap pelatihan ad dalah dua minggu.. Ini dimaksud dkan agar hassil pelatihan dapat d diimplementasikan dalam d pembellajaran di kela as. Selain itu juga memberikan n kesempatan n kepada guru untuk me engenali perm masalahan yang ditemukan n selama impleme entasi, dan da apat dipecahkkan saat kemb bali mengikutti pelatihan pa ada tahap berrikutnya. Saat me elakukan keg giatan latihan n keterampila an proses ini, ditemukan banyak seka ali kesalahan n konsep. Berbaga ai alasan diungkapkan oleh h guru sehingga terjadi kessalahan konse ep. Oleh kare ena itu dalam makalah 155
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar S on Sciencce Education “Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation”
ISBN: 978-979-985466-4-2
ini akan dibah has mengena ai tipe kesalah han konsep ya ang ditemuka an dan cara memperbaiki m k kesalahan kon nsep t tersebut. Selain n faktor mettode pembela ajaran, misko onsepsi juga dapat muncu ul dari intuisi yang salah dari pengalaman sehari-hari, fa aktor bahasa (Wilantara, 2003), 2 penafssiran umum melalui m penga amatan langssung y yang tidak sesuai dengan n ilmuwan (V Van den Berg g, 1991). Misskonsepsi mu ungkin pula diperoleh d me elalui proses pemb belajaran pad da jenjang pe endidikan seb belumnya. Se ejumlah miskkonsepsi berssifat sangat sulit d dihilangkan ( (resistan), wa alaupun telah h diusahakan n untuk menyangkalnya dengan d pena alaran yang logis d dengan menu unjukkan perbedaannya de engan pengamatan-penga amatan seben narnya. Penye ebab dari seb buah miskonsepsi resistan pad da seseorang g karena settiap orang membangun m pengetahuan n persis den ngan pengalamann nya. Pengetahuan yan ng dibangun n dari inform masi verbal atau dari membaca rentan r terha adap miskonsepsi. Penafsiran yang salah terhadap t info ormasi verba al maupun bacaan b muda ah memunculkan erjadi pada guru sekolah dasar. d Sebag gian besar gu uru sekolah dasar bukan guru g miskonsepsi. Ini sering te bidang studi tetapi guru kelas. k Sebaga ai guru kelas,, mereka diharapkan mem miliki kompete ensi pada sem mua mata pelajara an. Sedikit se ekali guru ya ang mampu menguasai m ba aik isi maupu un strategi pe embelajaran dari masing-masin ng mata pelajjaran (Darma adji, 2003; Ha adara, 2003).. Rendahnya penguasaan konsep IPA guru g s sekolah dasar memungkinkan terjadinyya miskonsepssi. Misko onsepsi dapatt diidentifikassi dan didetekksi dengan pe eta konsep, tes t essai, inte erview klinis, dan d diskusi kelas. Kegiatan pe embelajaran yang dimulai dengan kon nflik kognitif juga dapat digunakan d un ntuk mengidentifikkasi miskonse epsi. Orang akan menun njukkan konssepsi yang ada a dalam pikirannya p ke etika mendapatkan n konflik kogn nitif. Jika seseeorang ragu terhadap kebenaaran gagasannyya, maka dapaat diharapkan akan a m merekonstruks si gagasan ataau konsepsinyaa sehingga paada akhir prosses pembelajarran akan diperroleh pengetahhuan i ilmiah. Penge etahuan ilmiah h ini memilikii konsistensi internal i yang tinggi sehing gga dapat dia adaptasikan pada p permasalahan n lain yang id dentik. Salah h satu cara untuk u mengub bah miskonse epsi adalah dengan d jalan mengkonstru uksi konsep baru b y yang lebih sesuai s (Bodne er, 1986). Ke egiatan perco obaan, demo onstrasi, mau upun simulasii yang dilaku ukan d dengan keterampilan pro oses dapat digunakan untuk mengkon nstruksi konssep baru. Ko onsep baru yang y d dibangun me elalui kegiatan n keterampila an proses akkan memiliki daya tahan yang y lama dan lebih man ntap d dibandingkan n informasi ve erbal serta me enghindarkan dari terjadinyya miskonsep psi. METODE PE ENELITIAN Penelitian ini dilakukan de engan metode e diskriptif an nalitik. Sampe el terdiri atas guru-guru se ejumlah 34 orrang d dari salah sa atu kecamattan di kabup paten Wonog giri. Penelitian n dilakukan selama 3 bulan, mulai dari identifikasi masalah m hingga a implementa asi pada pemb belajaran di kelas. k HASIL DAN PEMBAHAS SAN Guru sudah memiliki kon G nsep IPA yan ng diperolehnya ketika belajar b di sekkolah menen ngah dan kuliah. Hambatan ya ang ditemuk kan pada pe elatihan keterrampilan pro oses adalah kebiasaan da alam melaku ukan percobaan. Guru G cenderun ng ingin sege era dapat hassilnya dan sud dah menebakk hal yang akkan terjadi da alam percobaan se esuai konsep yang dimilikinya. Akibatnyya observasi selama berlangsungnya percobaan p kurrang Keadaan ini terjadi pada d diperhatikan. a kegiatan aw wal pelatihan.. Hambatan yang y ditemukkan ini diperb baiki d dengan melattih kesabaran n dan ketelitia an guru pada saat melakukkan percobaan n. Hamb batan latihan n keterampila an proses yang lain berhubungan den ngan karakte eristik pendidikan o orang dewassa. Orang de ewasa dalam belajar mem miliki pengala aman, konse ep diri, kesia apan belajar dan o orientasi bela ajar. Sehingg ga dalam me elakukan perrcobaan banyyak ditemuka an kesalahan-kesalahan yang y 156
PR ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon “C Current Issues on Research R and Teaaching in Science Education”
ISBN: 978-9799-98546-4-2
berhubu ungan dengan n pengalaman nnya. Kesalah han-kesalahan n yang teriden ntifikasi saat melakukan percobaan dirangku um pada tabe el 1. Tabel 1: Kesalah han Konsep ya ang Teridentifikasi Upaya mem No Konten Penyebab b mperbaiki 1
Issi te ermometer
Belum pernah m membandingka an d raksa dengan termomete er termometer dari dari alkohol
Menunjukkan termometer dari alkohol dan raksa dan membandingkkan sifat fisisnyya
2
Cara C m menggunakan te ermometer
Meniru para amedis ketika menggunaka an termometer badan b
Mengidenttifikasi perbeda aan termomete er badan dan termo ometer percoba aan (kit)
3
Je enis skala te ermometer
Termometer yang ada di sekolah hanyya u jenis skala memiliki satu
4
M Mendidih
5
Pemanasan P u udara
6
P Pemuaian air
7
Gaya G satu etap te
pada katrol
8
Rotasi R d dan b bumi
bulan rotasi
9
Gerhana G b bulan
Media demo onstrasi geraka an bumi, bulan, dan mataha ari di sekolah h menunjukka an setiap purnam ma terjadi gerh hana bulan
10
Gerak semu G m matahari
Bumi dian nggap meng galami gera ak ”mengangguk” yang period dik setiap tahu un hat bergeser. agar lintasan matahari terlih
11
Arah A b bumi
12
Perubahan P k kenampakan b bulan
13
Tinggi rendah T b bunyi dari sumber botol
14
Bayangan B y yang dibentuk cermin datar
15
Nyala lampu N p pada ra angkaian seri
16
Susunan S b baterai
rotasi
Kurang jelasnya perbedaan antarra n menguap mendidih dan Belum men ngetahui perrbedaan ruan ng terbuka dan n ruang terttutup terhada ap tekanan udarra yang dipana askan Turunnya pe ermukaan air dalam bejan na sesaat dipa anaskan dian nggap sebag gai peristiwa ano omali air Mengangkat beban menggunakan sattu k katrol tetap dengan arah gaya tarikan ke asa lebih mudah daripad da bawah tera diangkat lang gsung Menganggap p rotasi bulan lebih cepa at daripada rota asi bumi, karen na bulan adala ah satelit bumi.
Posisi kutub utara pada globe selalu di ga saat berotassi selalu tampa ak atas, sehingg berlawanan putar p jarum jam m. Fase-fase bulan terbe entuk karen na perubahan bayang-bayan ng bumi yan ng menutupi perrmukaan bulan n Botol yang dibunyikan dengan cara nghasilkan bunyyi yang berbed da berbeda men Bayangan ta angan kanan dan d kiri tampa ak terbalik ke etika bercermin sehingg ga dianggap siffat bayangan yang dibentu uk cermin datar adalah terbalikk kanan-kiri. Menganggap p lampu yang dekat denga an kutub + men ndapat arus listtrik lebih dahulu dan lebih be esar sehingga menyala palin ng terang Kebiasaan menggunakan dua baterrai aian, ketika sa alah satu baterrai dalam rangka dibalik dian nggap muatan n listrik salin ng bertumbukan n sehingga arus tida ak mengalir.
157
Menunjukkan sebuah termometerr yang d mencari hubungan memiliki 2 jenis skala dan antara ked dua skala Melakukan n percobaan pemanasan p airr sampai menunjukkkan air dalam keadaan mend didih Membandingkan percobaan pemanasa an ruang terbuka da an ruang tertuttup Mendiskussikan proses berpindahnya kalor k dari pembakarr spiritus ke air. Melakukan pe ercobaan anomali air ngangkat Menunjukkan besar gayya untuk men enggunakan satu katrol tetap p dengan beban me berbagai arah a gaya tarikkan. b yang menghadap Mengamatti permukaan bulan bumi sela alu tetap, dan mendemonsstrasikan gerakan bulan bersam ma bumi men ngelilingi matahari Menyimula asikan geraka an bumi, bullan dan matahari dengan bid dang ekliptika a bulan uk sudut 6o terrhadap bidang ekliptika membentu bumi. g gerakan bum mi saat Mendemonstrasikan an globe. Arah h sumbu berevolusii menggunaka rotasi glo obe dan kem miringan tetap selama berevolusii. Mengubah h posisi pengam mat tidak selalu u di atas kutub utarra, tetapi juga diatas kutub se elatan. g bulan saat Mendemonstrasikan gerakan mengelilin ngi bumi dan n mengamati daerah terang dan n daerah gelap p di bulan terse ebut. Mengidenttifikasi getaran n pada benda tersebut yang menyebabkan jadi sumber bunyi. engan spidol dalam Mendemonstrasikan de atar dan posisi sejjajar permukaan cermin da mengamati bayangannya a Mendemonstrasikan beb berapa lampu dirangkai d seri dan mengukur kua at arus yang mengalir pada tiap lampu. Mendemonstrasikan rangkaian tiga baterai erai dibalik,, dan dengan satu bate membandingkannya den ngan nyala lam mpu dari satu baterrai.
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar S on Sciencce Education “Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation”
ISBN: 978-979-985466-4-2
Berda asarkan hasill temuan di atas, penyebab kesalaha an konsep pa ada guru da apat diidentifiikasi menjadi: 1). Meniru oran ng yang men nggunakan alat a yang me emiliki karakte eristik tidak sama. 2). Tidak a adanya saran na pembelaja aran yang sessuai dengan konsep, sehingga guru hanya beberap pa peristiwa fisis d diungkapkan berdasarkan intuisi guru. 3). Kurangn nya bahan ba acaan/buku te eks bagi guru u SD, buku yang y d dipakai guru mengajar sama dengan buku b yang dip pakai siswa dalam belajar.. 4). Kurang tanggapnya t g guru t terhadap periistiwa alam dilingkungannyya. Kesalahan konsep p yang teride entifikasi ini dapat diperb baiki melalui latihan keterampilan pro oses. Latihan keterrampilan proses ini dapat dilakukan d den ngan percobaa an, demonstra asi, dan simu ulasi. Pengalam man ketika melakkukan percob baan untuk mengkonstru m ksi konsep-kkonsep baru merupakan salah satu cara c mengubah ke esalahan kon nsep (Bodnerr, 1986). Terridentifikasinyya kesalahan konsep juga a menumbuh hkan motivasi intrinsik yang cuk kup tinggi bag gi peserta pelatihan. Guru memberikan n komentar, se eharusnya da alam melakukan pembelajaran IPA sangat diperlukan d ke egiatan perco obaan agar tid dak banyak terjadi t kesala ahan konsep. Kit IP PA diperlukan sebagai sara ana untuk me elakukan latihan keterampiilan proses sa ains. Pelatihan n ini t telah menumbuhkan kesad daran pada guru dan kepa ala sekolah te erhadap arti penting p sebuah kit IPA seba agai komponen pe ercobaan dan n media pemb belajaran IPA (tabel 2). Pa ada dasarnya semua sekolah sudah perrnah mempunyai kit k IPA melalui proyek inpres (sehingga kit ini sering juga din namakan kit inpres). Nam mun, pemberian ba antuan kit terrsebut tidak diikuti d dengan pelatihan pe enggunaannya a dalam pemb belajaran. Kit IPA t tersebut jara ang dipakai sebagai s med dia pembelaja aran. Sebaga ai contoh, sa aat awal pela atihan hanya a 15 s sekolah dari 34 sekolah yang y memilikki kit dalam kondisi baik dan lengkap p, empat seko olah diantara anya memiliki kit baru dan ba aru dibuka pada p hari ke edua pelatiha an. Sebelas sekolah mela akukan “kaniibal” beberapa kit agar diperole eh satu kit yang y baik. Satu sekolah tidak memiliki kit IPA, kem mudian menda apat pinjaman dari kantor cab bang dinas pendidikan. p S Setelah pelatiihan tahap pertama p selessai, tiga seko olah membeli kit baru denga an dana BOS S (Bantuan Operasional Sekolah). Ja adi, tidak ad danya sosialiisasi penggunaan kit mengakib batkan tidak digunakannyya kit IPA dalam pembelajaran IPA. Dengan D demikkian, pemberian bantuan b peralatan ke sekkolah harus diikuti d denga an sosialisasi penggunaan nnya agar da apat d dimanfaatkan n secara optimum. Keadaan ini tidak hanya terjad di di lokasi pe enelitian, teta api juga daerahd daerah lain di Indonesia se ebagaimana dilaporkan d ole eh Subijanto (2001). ( Tabel 2: Me edia Pembelajjaran yang Be elum Digunakkan No 1 2 3 4 5
Nama Media a Pembelajara an Model bola langit Apron tatasurya t Mikroskkup siswa Koleksii Batuan Higrom meter
Peng ggunaan Me enunjukkan leta ak rasi-rasi binttang Me edia simulasi sisstem tata surya a Me engamati benda a-benda kecil Me engenal jenis-je enis batuan Me engukur kelemb baban udara
A Alasan belum m digunakan Belum m tahu cara me enggunakannya Belum m tahu cara me elakukan simulasi Berja amur, takut me erusakkan alat Belum m tahu cara me enggunakannya Belum m tahu cara me enggunakannya
Selain n kit IPA, beb berapa sekola ah memiliki media m pembela ajaran IPA tettapi belum pe ernah digunakkan. Media terseb but disajikan pada p tabel 2. Alat-alat ini pada umum mnya sudah dimiliki d oleh sekolah lebih dari lima tahun. Namun, N karena tidak ada sosialisasi alat a ini belum m digunakan sebagai s media pembelajaran. Media-media tersebut dilatihkan pengg gunaannya pa ada pelatihan tahap dua da an tahap tiga. Media lain yang y s sudah ada dii sekolah dan n sering dipakkai guru untu uk media pem mbelajaran IP PA adalah glo obe, namun guru g mengalami kesulitan k dala am pengguna aannya. Banyyaknya kesalahan dalam melakukan percobaan yang y berhubungan n dengan med dia dan sumbe er belajar sud dah disadari oleh o guru sebe elum pelaksanaan pelatiha an.
158
PR ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon “C Current Issues on Research R and Teaaching in Science Education”
ISBN: 978-9799-98546-4-2
KESIMP PULAN Kesalaha an konsep IP PA tidak hanya a terjadi pada a siswa saja tetapi t juga be erasal dari gu uru. Kesalahan konsep yang te erjadi pada guru khusussnya guru SD D akan men nyebabkan ke esalahan kon nsep pada siswanya. s Kesalaha an konsep inii dapat diiden ntifikasi denga an latihan ke eterapilan proses. Untuk memperbaiki m k kesalahan konsep dapat d dilakuk kan dengan ke eterampilan proses p melalui percobaan, simulasi dan demonstrasi.
DA AFTAR PUSTA AKA Bodner, G. M. (198 86). Construcctivism a the eory of know wledge. Purdu ue Universityy. Journal of Chemical Education. 63 3, (10). endongkrak nilai n ujian kendali mutu den ngan tim suksses di SDN Wotsogo W 01 Ke ecamatan Darmadjji. (2007). Me Jatirogo. Lap poran Penelitia ian Dinas Pendidikan Kabupaten Tuban.. Tidak Dipublikasikan. Hadara, A. (2003). Pe elajaran muattan lokal. Ma akalah disamp paikan pada Kongres K kebud dayaan V Tah hun 2003. Bukittinggi, 20 2 - 23 Oktob ber 2003 epts and Gen neric Science Skills Relatio onship in the 21st Centuryy Science Liliasari. (2007). “Sciientific Conce Education”. Makalah M Seminar Internasiional Pendidikkan IPA. Band dung tanggal 27 Oktober 2007. Novak, J.D J and Bob Gowin. G 1985. Learning How w to Learn. Cambridge Univversity Press. Suparno o, S.J. (1998 8). Miskonsep psi (Konsep Alternatif) Siswa Si SMU dalam da Bidang g Fisika. Yogyyakarta : Kanisius Van den n Berg, Ed. (1991). Miskon nsepsi Fisika dan d Remidiasii. Salatiga: Un niversitas Krissten Satya Wa acana Wilantarra, I. P. E. (2003). Implementasi mo odel belajar konstruktivis dalam pemb belajaran fisika untuk m ditinjau darri penalaran formal sisw wa. Laporan Penelitian PPS P IKIP mengubah miskonsepsi Singaraja. [O Online], Terse edia: http://www.damandirri.or.id/file/ipu utuekaikipsing gbab4.pdf.
159
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar S on Sciencce Education “Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation”
ISBN: 978-979-985466-4-2
S SCI-19
THE STUDY S OF SCANNING S G EFFECTIV VENESS MA ANAGEMENT T OF SMA SCIENCE S LA ABORATOR RY AS A TRA AINING DE EVELOPMEN NT PROGR RAM NECESSITY Mamatt Supriatna (P4TK IP PA Bandung)
This reseaarch entitles " The Study of o Scanning Effectiveness Ef M Management t of SMA Scien nce Laboratorry as a Traini ning developm ment program m necessity". The T problem m are how heaadmaster sup pporter factors rs, science tea eacher, and education e peersonnel effec ectively arrang ged Science laboratory management m i in cultivate school sc of P4TK TK IPA? Whatt constraints pursuing p the arrangement a t of managem ment of sciencce laboratoryy in SMA as a cultivate scchool of P4TK K IPA? And what w is educaation and traaining program m P IPA to increase i man nagement effe fectiveness off science labor oratory in SMA A? characterisstic done by P4TK This resear arch is a surve ey study of management m e effectiveness ory in SMA tha hat scanning scieence laborato has an aim m to obtain a description about manag gement effect ctiveness of science s laboraatory in Senio or High Schoo ool in the case e of planning, execution, and a observatio on of manageement of scieence laboratorry in SMA. The T theories are a around the t meaning of laboratoryy, Laboratoryy function, Effectiveness Ef o of Laboratoryy function, Science S Labor oratory Manag gement, relev evant researcch which co onducted, an nd training pro rogram in PPP PPTK IPA. The finding ngs are (1) in n general P4T 4TK Cultivate School of SM MAN has inad dequate scien ence laboratorry rooms; ( 2) 2 in generall the quality of the manag agement of every ev SMAN that th doesn’t constructed c b by P4TK IPA still s needs to be improved; d; (3) the man nagement acttivity does’nt based b on stan ndard or cleaar managemeent guidance e; (4) most off SMA Cultivaate School don n't have perso sonal laborato ory organizer;; ( 5) Reparattion equipme ents and labo oratory techni nician do not available; ( 6) 6 inexistence ce of the sam me perception n among scho ool personnel involving att laboratory management nt; and ( 7) the t importancce of perform ming a training g program fo or laboratory organizer o bassed on requirrement and leevel of sciencce teacher th hinking. In th he effort of fulfilling f and increasing arrangement ar o managemeent of sciencce of laboratoryy in SMA is sub bmitted by so ome suggestio ions as follows ws : It is neede ded a standard d of laboratorry ment nationalllly, the centeer of laborato ory equipmen nt reparation n of which caan managemeent arrangem increase th he fund efficie iency which must m be releassed by school ol in obtaining g laboratory equipment, eq an nd it is expec ected there iss further stud udy to constrruct every peersonnel invo olved in scien nce laboratorry managemeent (Headma aster, Sciencee Teachers, and a Laborato ory assistancee) in choosing ng the trainin ng requiremen ent. Keywords s: Effectivene ess, Science Laboratory, L Re equirement Analysis, A trainiing program PENDAHULU UAN Penelitian ini berjudul "S Studi Penellusuran Kee efektifan Pe engelolaan Laboratoriu um Sains SMA S s sebagai An nalisis Kebu utuhan Peng gembangan Program Diklat" D yang g didasarkan pada pemikkiran bahwa pengelolaan laboratorium yan ng baik dan efektif akan n menunjang g pencapaian n proses bellajar mengajar Saiins dengan baik dan efekttif pula sesua ai dengan tun ntutan kurikulum yang berrlaku serta da alam rangka meng gusahakan terrcapainya ting gkat pemaham man dalam pembelajaran p Sains yang optimal o sehin ngga mencakup ca ara belajar mengajar m Sains yang aktif, kreatif, dan menyenangkkan di sekola ah sesuai den ngan kemajuan di bidang IPTEK K. m penangana an diklat peng gelola laborattorium diperlukan perenccanaan yang g dimulai den ngan Dalam melakukan “self assessm ment”, meng ganalisis kebutuhan, dan merumuska an masalah yang kemud dian d dikonseptuali sasikan dalam visi ke depan, d dan disusun d prog gram-program m yang jelass yang mam mpu mengakomod dasi perkemb bangan di lapangan. Pe enelitian ini bertujuan un ntuk: 1) mengetahui ting gkat e efektivitas pe engelolaan la aboratorium Sains yang dilakukan ole eh pengelola a laboratorium m Sains SMA A di 160
PR ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon “C Current Issues on Research R and Teaaching in Science Education”
ISBN: 978-9799-98546-4-2
sekolah;; 2) mengetahui faktor-fakktor pendudu ung Kepala Se ekolah, guru sains, dan personil p lainnya dalam pelaksan naan pengelo olaan laborattorium IPA di d sekolah Binaan P4TK IPA; I 2) mendeskripsikan kendalakendala dalam pelak ksanaan pengelolaan laborratorium sainss di SMA bina aan P4TK IPA A; 3) mendesskripsikan karakterristik program m pendidikan dan d latihan yang y dibutuhkkan oleh guru u Sains dan pengelola p labo oratorium Sains (p pengelola/tekn nisi) untuk me eningkatkan efektivitas e pengelolaan lab boratorium Sa ains di SMA. METOD DE PENELITIIAN Penelitia an ini dimakssudkan untukk meneliti pe engaruh pengelolaan labo oratorium Sa ains di SMA terhadap efektivittas pemakaian n laboratorium m Sains di SM MA. Untuk mencap pai maksud tersebut, digunakan metode survey dengan mendeskkripsikan sertta menganalissis efektifitass pengelolaan n laboratorium m di SMA Binaan P4TK P IPA. Populasi penelittian ini adalah h SMA binaa an P4TK IPA yang y tersebarr di 7 propinssi. Sesuai dengan dana dan waktu w yang terrsedia ditetap pkan yaitu 18 1 SMA sebag gai sampel pe enelitian yang diambil dari 6 prropinsi. Sumber informasi dari penelittian ini adala ah guru sainss yang menja adi binaan P4TK IPA, Kepala Sekolah, S labo oran, dan situ uasi tiap laborratorium sainss yang berada a di sekolah binaan b tersebut. Informasi-informasi dari d guru sain ns, kepala se ekolah, dan la aboran dikum mpulkan melalui teknik wa awancara. Informasi dari guru dan d laboran dikumpulkan d juga melalui angket, seda angkan inform masi mengen nai situasi laborato melalui observasi langsun orium sains dikumpulkan d ng. Teknik pe engumpulan data yang digunakan untuk mem adalah melalui m angke et, wawancara, observasi, dan studi dokumentasi d mperoleh data a tentang pendapa at pengelola laboratorium m, guru sainss, kepala se ekolah, dan laboran l sainss tentang ke eefektifan pemanfa aatan laboratorium dalam pembelajaran n Sains. Sara an-saran dari guru, kepala sekolah, labo oran, dan unsur-un nsur yang terrkait akan dideskripsikan menurut m dafta ar deskriptor yang y tercantu um dalam kue esioner. HASIL DAN PEMBA AHASAN Peninjau uan laboratorrium SMA bin naan PPPPTK K IPA yang tersebar t di 7 provinsi, un ntuk meliat efektivitas e pengelolaan laborato oriumnya sertta alternatif untuk u penang ggulangannya a. Ada empatt aspek yang dibahas, yaitu ko ondisi laborato orium sains, pentingnya keberadaan k p petunjuk pelaksanaan pengelolaan labo oratorium sains, pe erlunya keberradaan unit perbaikan (rep parasi) alat, serta s pembina aan pengelola aan laboratorium. Kondisii Laboratorium Pendidik kan Sains SMA di Sekollah binaan P4TK P IPA Menurutt hasil obserrvasi, tiap SMAN binaan yang menja adi objek pe enelitian telah h memiliki bangunan b laborato orium sains. Untuk U laborattorium fisika (100%) dan kimia dan biologi bi yang terpisah te hanya ya 11,1%. Gabunga gan antara lab b biologi dan kimia k adalah (88,8%). Permasalahan yang tamp pak dari kondisi laboratoriu um yang diam mati di antarranya adalah sebagian besar se ekolah menda apat kesulitan n dalam penga aturan jadwal penggunaan n laboratorium mnya, pembag gian alat, dan men ngadakan persiapan di da alam laboratorium yang be elum terpisah h antar bidang g studi yang sebagian besar masih m bergabung. Sarana labo oratorium yang perlu ad da tambahan n/dilengkapi adalah pera alatan prosess belajar mengaja ar yang dituntut dalam (sttandar isi dan n standar kom mpetensi) sertta tututan pen nilaan proses ilmiah di dalam la aporan siswa bidang studi sains. Peralatan tersebutt yang lebih penting buka an semata-ma ata harus berkualittas tinggi, namun dapat menjelaskan m k konsep yang akan a diterapka an terhadap anak a didik. Di dalam labo oratorium sains, terdapat pula p peralatan elektronik yang y sangat peka p dan mud dah rusak jika terkkena uap be erasal dari za at-zat kimia yang ada di d sekitarnya. Untuk mem melihara alat tersebut diperlukkan penempattan khusus ya aitu dengan adanya a penam mbahan lemarri. Hal lain ya ang dipandang g penting adalah perlu adanya a rehabilitasi bak cuci ka arena bak cu uci ini sesuattu yang palin ng penting adanya di 161
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar S on Sciencce Education “Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation”
ISBN: 978-979-985466-4-2
laboratorium.. Data lapang gan menunjukkan bahwa kerusakan alat-alat labora atorium di an ntaranya berm mula karena perala atan tidak dicuci akibat kurrang lancarnyya pasokan air a di bak cuci. Pentingnya Standar Pelaksanaan bagi Pengellolaan Laborratorium Sa ains asil observasi menunjukkkan bahwa pola p pengelola aan laborato orium sains sangat s berag gam. Data dari ha Kebebasan mengembangk m kan pola pen ngelolaan lab boratorium sa ains yang se esuai dengan kondisi seko olah memang perllu ditumbuhka an dengan sisstem MPMBS.. Akan tetapi,, hendaknya pola p pengelolaan laboratorrium s sains yang diikembangkan di tiap sekolah binaan tid dak menurunkkan kualitas pengelolaan p itu sendiri karrena t terlalu terdete erminasi oleh h kondisi seko olah dan dana a sekolah untu uk pelaksanaa an oprasional laboratorium m. A yang perrlu diperhatik Ada kan dalam ma asalah struktu ur organisasi pengelolaan laboratorium.. 55,5% SMAN di s sekolah binaan yang me empunyai stru uktur organissasi laboratorium sains yang y tertulis secara eksp plisit. S Sementara itu u 27,7 % SMA AN mengkom munikasikan sttruktur organisasi secara liisan dalam ra apat sekolah, dan 16,6% malah han tidak men nentukan struktur organisa asi laboratoriu um. Bukan dalam aspe ek organisasi saja ketidaksseragaman pe engelolaan lab boratorium lainnya pun terrjadi hal serupa. Pada P aspek perencanaan p misalnya, 47,2% 4 SMAN binaan men ngharuskan penangung jaw wab laboratorium membuat ren ncana tertuliss pembelian alat a dan zat. 17% SMAN hanya h menunttut rencana yang y d dikomunikasi kan secara lisan dalam ra apat dinas se ekolah. Seme entara itu, 34% 3 mengharuskan tiap jenis laboratorium bidang studi mengajukan rencana massing-masing se ecara tertulis dan terprogrram. Perangkat ad dminsitrasi alat a dan zatt yang dib buat pengelola laboratorium sains SMA umumnya da apat d dipandang b belum memad dai. Hanya sekitar s 24% yang dapatt dipandang lengkap. Se ekitar 20% cara c pencatatannyya tidak te eratur, dan bahkan se ekitar 16% la aboratorium SMAN binaan tidak da apat menunjukkan n buku catatan inventaris alat. a Pada aspek pelap poran kepada Kepala Seko olah, 40,7% SMAN men nuntut adanya a laporan terrtulis s setiap akhir tahun ajara an. Sisanya cukup c berupa a catatan tenttang alat yang rusak. Bahkan B ada pula y yang tidak dituntut d dari pengelola la aborarorium laporan dari hasil h kerjanya. Dalam hal pe enyediaan dan na, umumnya a (73,6%) SM MA binaan menganut m pola a pemberian dana d atas usu ulan d dari tiap koordinator laboratorium bida ang studi. Jum mlah dana ya ang diberikan n bergantung pada keputu usan Kepala Sekollah setelah melihat m kebuttuhan yang diajukan gurru. Sementarra itu, pengu usulan pembe elian barang dapatt, dilakukan pada p waktu ya ang tak terten ntu. Hanya 16 6,2% SMAN yang y menyediakan dana ru utin, baik dari segii jumlah maup pun waktu pe ernbeiannya. Gamb baran kelem mahan penge elolaan laboratorium yang diuraikan di atas, ba aik pada asspek sangat mung perencanaan. pengorganissasian, pelakssanaan, dan pengawasan, p gkin terjadi se ebagai akibat dari ketidakjelasan penuntun atau petun njuk pengelolaan laboratorium yang baku (stand dar Pengelolaan Laboratorium m). Kebe eradaan stand dar pedoman n pengelolaa an laboratoriu um sains SMA A berfungsi ganda. Perta ama, j juklak tersebut menjadi pedoman p tekn nis bagi peke erjaan setiap personil labo oratorium. Kedua memberikan kejelasan ten ntang apa yang harus dilakukan d tiap p poersonil laboratorium untuk memu udahkan .Kepala S Sekolah dalam m mengevalu uasi prestasi kerja k anak buahnya serta mengadakan m supervisi tenttang pengelolaan laboratorium,, sebagaimana yang menja adi tugas proffesinya. Pentingnya Unit Perbaiikan (Repara asi) Alat lab boratorium Berlandaskan n dari pandan ngan guru-gu uru sains bah hwa kerusaka an alat-alat, kurang tersedianya perala atan reparasi di sekolah, s dan ketidakmam mpuan guru dan teknisi laboratorium memperbaikknya merupa akan kendala utama atas keberlangsung k gan praktiku um. Maka adanya a unit reparasi dipandang d p perlu
162
PR ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon “C Current Issues on Research R and Teaaching in Science Education”
ISBN: 978-9799-98546-4-2
keberadaannya unit reparasi r (ben ngkel kerja), karena k merup pakan satu ba agian yang pe enting di dala am upaya meningkkatkan efisien nsi penggunaa an dana bagi fasilitas laborratorium sainss. Penting gnya Diklat dan Pembin naan Penge elola Laborattorium Personil yang terliba at dalam pela aksanaan pengelolaan lab boratorium sa ains SMA di sekolah bina aan ialah Pengawa as dari Dinass Propinsi atau Kabuten/Ko ota, Kepala Sekolah, Wakil Kepala Seko olah Bidang Kurikulum K dan Sarrana, Guru-gu uru sains, La aboran, dan Pesuruh. Kendala-kendala a dalam pela aksanaan pen ngelolaan laborato orium berkaita an dengan kebijakan Kepala Sekolah, ke etenagaan, fa asilitas/sarana a, dan sumbe er dana. Temuan n yang menun njukkan telah adanya upayya dalam pela aksanaan pengelolaan labo oratorium sain ns di SMA binaan masih perlu ditingkatkan dan dioptimalkan. Kele engkapan sa arana admin nistrasi pen ngelolaan masih perlu peningkatan yang terus-meneru t s, patokan perencanaan p penggunaan n laboratoriu um sains dan pem mbagian jadw wal pengguna aan laboratoriium yang lab boratoriumnnyya bergabung g, masih pe erlu juga dibenahi. Dalam pe enyediaan da an pembuata an laporan pertanggungjjawaban labo oratorium, pe erlu lebih teratur waktu w pelakpssanaannya, bentuknya, b da an cakupannyya. PENUTU UP Berdasarkan hasil pe embahasan te erhadap berbagai temuan dari penelitia an ini , beberrapa kesimpu ulan yang dapat diitarik adalah sebagai s berikut. 1. Pad da umumnya SMAN binaa an P4TK IPA telah memilliki laboratoriium sains yang y dapat digunakan d unttuk praktikum m. Sedikit sekkali (11,1%) yang terpisah h untuk masing-masing bidang b studi, sebagian bessar (88,9%) dipakai d bersama (dua bida ang studi) terrutama kimia dan biologi. Fasilitas labo oratorium sain ns yang massih dipandang g kurang mem madai adalah h keadaan ba ak cuci, lema ari alat/zat, pemadam p keb bakaran, perle engkapan PPP PK, dan alat perbaikan. p 2. Pad da umumnya tiap SMAN yang y dibina oleh P4TK IPA A telah melakksanakan pen ngelolaan labo oratorium seccara umum, akan tetapii sebagian besar b kualita as pengelolaa annya masih h perlu ditin ngkatkan. Perrangkat admin nistrasi labora atorium sains umumnya diipandang belu um memenuh hi standar pen ngelolaan labo oratorium. Srrandar yag be elum dipenuh hi adalah pere encanaan, pe engaturan pelaksanaan, pe encatatan alatt dan zat, dan n pelaporan. Dari aspek pa aling teknis yang dipandan ng masih belu um memadai terutama dala am segi pena ataan alat da an zat, pemanfaatan fasilitas laboratorrium, pemelih haraan, dan perbaikan p alatt- alat labora atorium yang rusak. 3. Kom mponen yang g terkait dalam pengelolaa an laboratoriu um (Kepala Sekolah, S Guru u Sains, dan Laboran) dala am melaksan nakan kegiattan pengelolaannya kura ang didasarkkan pada sta andar atau pedoman pen ngelolaan ya ang jelas, dan kebijakkan pengelo olaan labora atorium sain ns. Pada umumnya u pen ngelolaannya diserahkan pada p guru bid dang studi (kkimia, fisika, biologi). b Di be eberapa SMA AN binaan tida ak pula tersed dia tenaga lab boran, sedang gkan keberadaannya sanga at dibutuhkan n. 4. Di beberapa SM MAN ditemukkan banyak peralatan ya ang rusak da an tidak dip perbaiki, kare ena tidak terssedianya pera alatan perbaikkan/reparasi dan d teknisi laboratorium ya ang memperb baikinya. 5. Ken ndala-kendala a yang dihad dapi dalam pe engelolaan la aboratorium sains s di SMA AN ialah tidakk adanya perrsepsi yang sa ama di antara a personil sekkolah yang terlibat pada pe engelolaam ia aboratorium dalam d hal pen ntingnya kegia atan laborato orium dan asp pek-aspek yan ng mendukung kelancaran PBM sains. 6. Pro ogram diklat untuk u pengelo ola laboratorium didasarka an pada kebu utuhan dan tingkat pemha aman dari gurru sains adalah Cara me engadministra asikan alat dan d bahan, Pengetahuan P Penggunaan n Alat di Lab boratorium IP PA , Cara merrawat peralata an khusus di laboratorium biologi, fisika a, atau kimia, Standar pro osedur operassional bekerja a di laboratoriium, Pertolon ngan pertama pada kecela akaan di laboratorium, Kea amanan dan n keselamata an kerja di laboratorium, Pengawa asan aspek-a aspek yang ada di 163
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar S on Sciencce Education “Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation”
ISBN: 978-979-985466-4-2
laboratorium, Standar minimal sarrana dan prassarana laborattorium, serta alat/bahan yang y harus ad da di dalamnyya, Cara men nangani kece elakaan di lab boratorium, dan d Penataan n laboratorium secara um mum serta Peranan Labora atorium dalam m pembelajara an IPA Dalam m upaya mem menuhi dan meningkatkan pelaksanaa an pengelolaa an laboratoriu um sains di SMA S d diajukan bebe erapa saran sebagai s beriku ut. 1. Perlu adanya standar Pelaksan naan (Juklak) pengelolaan laboratorium yang baku se ecara nasiona al. 2. Kebe eradaan pusatt-pusat perba aikan alat labo oratorium saiins merupaka an kebutuhan n yang mende esak untukk diadakan. 3. Untuk meningkatk kan mutu pengelolaan lab boratorium, dipandang d pe erlu adanya pengkajian p la anjut untukk pembinaan n terhadap tia ap personil ya ang terlibat da alam pengelolaan laboratorium IPA (Kepala Sekolah, Guru-gurru Sains, dan Laboran). DAFTAR R PUSTAKA Depdikbud. (1999). Penge elolaan Laboraatorium Sekol olah dan Manu ual Alat Ilmu Pengetahuan P n Alam: Jakarta. _ ___________ ______; (2000), Pengelola aan Laboratorrium Sains: Direktorat Pendidikan Dasar dan Meneng gah. n Menengah Umum: U Jakarrta. Derektorrat Pendidikan C Creedy, John. (1978). A Laboratory La Maanual for Scho ools and Colleg eges. London : Heinemann Education Bo ooks Limited.. w, Rolland B an nd Crawlwey,, Frank E, 198 80, Science Laboratory L Bartholomew Brown, Byron C. (2004). Enviromental E l Health and Safety S . Medica al College of Georgia. G C Corder, Anton ny, (1988). Teknik Te Manajeemen Pemelih haraan ( diterjjemahkan oleeh Kusnul Had di). Jakarta: Erlangga a. Dana, Charless A. (2002). Science S Facilit ities Standards ds. Texas Educcation Agencyy. Depdilbud. (1 1993). Buku Katalog K Alat Laboratorium L Sains untuk SMA S . Jakarta a : Dikmenum m. Depdiknas (1 1999) Pelatiha an Manajemeen Pendidikan n bagi Kepala Sekolah Men nengah Umum m se Indonesi sia di Surabaya ya. Jakarta; Deepdikbud. Kertawidjaja, Ion. (dkk) (1990). ( Studii Pelaksanaan n, Pengelolaaan Laboratoriu ium Pendidikaan Sains, SMA MA di Provinsi Jawa Barat. FPMIPA F IKIP Bandung. ono (2004). Modul M Pengad dministrasian Alat A dan Bahaan Sains, Jakaarta: Dikmenjjur. Momo Rosbio Purba, Janilus P. ; (1989)), Pengaruh Pengelolaan P L Laboratorium, , Kondisi Peraalatan, dan Kemampuan K G Guru
terhadap p Efektivitas Pemanfaatan P n Laboratorium m Sains bagi Siswa Kelas II SMA Negeeri di Kota Mad adya Bandung g: FPS IKIP Baandung.
S Simpson, Ron nald D. dan Anderson, A No orman D. Scie ience Studentts, and Schoo ol: A Guide for fo the Midlle and Scondarri Schools Teaacher: John Wiley W and Son ns; New York. Falah Producction.Suprapto o; 1981, Lap poran Evaluassi tentang Peenggunaan, Pemeliharaan, P , dan Perbaaikan Alat-alat at Pengajaran Sains di SMA A: BP3: Depdikkbud. S Syansuddin, M. Abin (1 1996); Analissis Posisi Pembangunan Pe Pendidikan. Jakarta. Biiro Perencan naan Depdikb bud. T Penelitian Tim n dan Pengem mbangan PPP PPTK IPA, 199 99. Upaya Pengembangan Pe n Program PP PPPTK IPA T Tobing, Rang gke L. 1982, Cara C Menilai Kegiatan K Labo boratorium: Pu usat Pengemb bangan Penattaran Guru Saains; Bandung g. Umaedi & Gu uyub, Haryantto, 1999 Gag gasan dan Saaran-saran Pen engembangan n PPPPTK IPA A sebagai “Scieence Teachin ng Center” Beertaraf Internaational. PPPPT TK IPA Bandu ung. 164
PR ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon “C Current Issues on Research R and Teaaching in Science Education”
ISBN: 978-9799-98546-4-2
SCI-20
DEVEL LOPING OF VIDEO-BA ASED COAC CHING PACK KAGE: RES SULTS OF THE SECOND D YEAR RESE EARCH PRO OJECT Riandi, Ari Wid dodo and Bam mbang Supriattno nt of Biology Education FP PMIPA UPI; ria
[email protected]) (Departmen
ABSTRACT T This paper p presen nts results off the second d phase of a three-year research re proje ject on video o-based coach hing. The pro roject aims at developing g a video-bassed coaching g program to o improve tea eachers’ teach hing skills. Ass part of the project p a coac aching packag ge was develo oped. The paackage consist sts of a video o software (vi video analyzerr) and a num mber of video o on biology lessons speci cially chosen for f the coach hing purpose. This paper discusses d asseessment of th he package an nd revisions done d to impro ove the packaage both in te erms of the so oftware and the t videos. In n the second year y the Videeoanalyzer is revised r to maake it more ussers friendly and a the video os now also in nclude a speci cially arranged d lesson. Keyw words: video--based coaching, teaching skills, users friendly, f video o analyzer PENDAHULUAN Program m coaching me erupakan sua atu program yang y dirancan ng untuk mem mbantu guru menemukan m k kelebihan dan kekkurangannya serta membe erikan saran untuk meningkatkannya (Fischler, ( 200 04). Program tersebut diharapkkan dapat me emperbaiki program-progrram peningka atan kualitas yang selama a ini banyak dilakukan d seperti penataran dan d pelatihan n. Umumnya setelah me engikuti suatu u kegiatan penataran, p ca ara guru mengaja ar tetap saja a seperti sebelum mengikkuti kegiatan penataran (Widodo, ( Riandi, Amprastto & Ana Ratna Wulan, W 2006). Kondisi in ni jelas menuntut perlun nya alternatiff baru dalam m usaha pen ningkatan kemamp puan mengaja ar guru/calon n guru (Hindu uan, 2005). Pada P coaching g berbasis vid deo, melalui pemilihan p cuplikan n rekaman vid deo pembelajjaran yang te epat dan men nyajikannya secara s terprog gram, guru akan a tahu betul ap pa yang haruss diperbaiki dan d bagaiman na memperba aikinya. Pengetahuan baru u yang dipero oleh guru melalui program coa oaching juga lebih aplikattif sebab pen ngetahuan te ersebut adala ah pengalama an nyata sesama guru dan buk kan penjelasa an teoritis atasan, ahli, atau penatar Coaching me erupakan istila ah yang umu um digunakan n dalam bidan ng pengemba angan profesionalisme seseoran ng dalam bidang pekerjaa annya. Coachi hing banyak digunakan dalaam industri dan d manajeme en dalam meningkkatkan kemam mpuan profe esional individ du-individu da alam suatu perusahaan. p Pemanfaatan n metode coaching g dalam penin ngkatan profe esionalisme guru g masih sa angat jarang sebab s pening gkatan profesionalisme guru bia asanya masih dilakukan seccara massal melalui m penata aran, dan wo orkshop. Coaching me erupakan laya anan individua al terhadap se eseorang yan ng ingin meningkatkan kem mampuan profesionalnya dalam m bidang peke erjaannya (Lo oos dalam Fisschler, Schroe eder, Tonhae euser & Zedle er, 2002). Coaching ng bagi guru-g guru merupakkan sebuah proses p layana an ahli kepada a guru dalam m usaha meningkatkan kemamp puan profesio onal guru. Se ecara metodo ologi semua proses yang g terjadi dala am kegiatan coaching dilakuka an dengan me emperhatikan prinsip-prinssip pemberian n layanan proffesional pada guru. Secara umum m coaching berlangsung dalam empat tahapan yang y terstruktur, yaitu: orientasi, klarifikassi, pemecahan/perubahan,, dan penutup p (Schröder & Fischler, 200 03). Tahap orientasi: o Tah hap ini merup pakan tahap perkenalan dan d tahap pe engkondisian agar tercipta suasana yang saling memperccayai. Berdasarkan kesepa akatan bersam ma antara coa achee (guru) dan coach ditentukan hal-hal yang akan menjadi m fokuss utama kegiiatan coachin ng. Dalam ko onteks coach hing berbasis rekaman video pe embelajaran, rekaman pe embelajaran yang y telah dilakukan d gurru tersebut menjadi m baha an utama 165
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar S on Sciencce Education “Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation”
ISBN: 978-979-985466-4-2
untuk menen ntukan perbaikan yang aka an dilakukan. Coach akan membantu m gu uru untuk me enemukan hall-hal a yang perrlu diubah/dip apa perbaiki. Tahap klarifikasi: Pada tahap ini i dilakukan analisis perm masalahan. Ma asalah yang akan dipecah hkan mana yang akan dipecah d diuraikan seh hingga jelas mana m permassalahan utama a dan juga permasalahan p hkan t terlebih dahu ulu. Berdasark kan rekaman video yang te elah dianalisiss bersama, co oach akan meembantu coacchee mencari akar permasalaha an (permasala ahan utama) yang y perlu te erlebih dahulu u dicari solusin nya. Tahap pemecahan n (perubahan): Pada tahap p ini coachee e dengan bantuan coach berusaha b men ncari s solusi terhada ap permasala ahan yang dih hadapi. Coacch berusaha memberikan m s saran dan altternatif-altern natif, namun coach chee sendirilah yang haru us mengemba angkan solussi permasalah han yang dih hadapinya. Pa aket program coac aching yang berisi b cuplikan n rekaman vid deo pembelajjaran yang “b baik” dan yan ng “kurang baik” b a akan diputar agar coache ee bisa meng gembangkan ide guna me engatasi perm masalahan ya ang dihadapin nya. dan C Coach juga akan a memberrikan saran da an masukan kepada k coach hee untuk meeningkatkan pengetahuan p keterampilannya. Tahap penutup: Pada P tahap in ni dilakukan evaluasi e terha adap apa yan ng telah dica apai coachee dari proses coach hing. Hal-hal yang pada tahap t pendah huluan disepakati untuk diubah/diperb d baiki akan dinilai a apakah tujua an tersebut te elah tercapai. Ketika coacchee tampil mengajar, m coa oach akan meengobservasi dan merekam keg giatan pembelajaran terssebut sehingg ga coach ma aupun coache hee dapat meengamatinya dan menilai kema ajuan yang tellah dicapai. Coacching, terlebih h lagi coachin ng berbasis reekaman video pembelajarran, belum banyak dilakukkan. Penelitian yan ng dilakukan oleh sebuah tim peneliti di d Free Univerrsity of Berlin,, Jerman (Fischler, Schroe eder, & Zedler, 200 T Tonhaeuser, 02; Schröder & Fischler, 20 003) mengun ngkapkan bahwa guru yang g telah mengikuti c coaching memerlihatkan peningkatan p yang berarti dalam cara mengajarnya a. Setelah me engikuti coach ching pandangan guru tentang cara c mengaja ar yang efektiif jadi beruba ah dan hal terrsebut diperlih hatkannya da alam kegiatan pem mbelajaran ya ang berubah dari pembe elajaran yang berpusat pa ada guru (ce eramah) men njadi pembelajaran n yang berpu usat pada sisswa. Analisis terhadap ke egiatan pemb belajaran gurru tersebut juga j memperlihatkkan bahwa gu uru mengajarr dengan menggunakan metode m pembelajaran yang g lebih bervariasi (Schroeder & Fischler, 200 03). rekaman vid Ide pemanfaatan p deo pembelajjaran untuk coaching c tern nyata juga menarik m perha atian kelompok pe eneliti lain un ntuk melakukkan hal serup pa (Duit, Euler, Friege, Komorek, K & Mikelskis-Seiffert, 2003). Deng gan memanfa aatkan sejum mlah rekaman n video pem mbelajaran ya ang telah dikkumpulkan, para p peneliti ini merancang m untuk melakukan coaching g berbasis video pembelaajaran. Hal ini menunjukkkan bahwa coach ching bisa menjadi m strategi yang te epat untuk mengembang m gkan pemaha aman guru dan peningkatan praktek men ngajarnya, ya ang keduanya a memang harus h dikemb bangkan seca ara paralel (D Duit, W Widodo, & Mu ueller, 2007).. Hasil uji coba terrbatas menun njukkan bahw wa paket pro ogram coachin ng yang telah dikembang gkan d dapat diguna akan walaupun masih mem merlukan beberapa penyem mpurnaan. Be eberapa hal yang y masih perlu p penyempurna aan antara lain adalah kua alitas video, tampilan, t dan n petunjuk pe engoperasian. Sekalipun pa aket program coacching yang te elah dikemba angkan masih h memiliki beb berapa kelam mahan, namun n dalam uji coba c t terbatas teru ungkap bahw wa paket prog gram coachin ng tersebut bisa b memban ntu coachee (terutama guru) untuk menya adari kelemah han dalam dirrinya yang pe erlu diperbaikii, mendapatkkan ide untuk memperbaikkinya kelemahan ya ang dimiliki, dan d memotiva asi mereka un ntuk meningkkatkan kemam mpuan diri. METODE PE ENELITIAN Penelitian yan ng dilakukan merupakan penelitian p pen ngembangan (R & D). Hasiil yang disajikkan dalam tulisan ini merupaka an sebagian hasil yang telah dicapai dari penelitian tahun kedua (proye ek penelitian n ini
166
PR ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon “C Current Issues on Research R and Teaaching in Science Education”
ISBN: 978-9799-98546-4-2
direncan nakan berlang gsung selama a 3 tahun). Secara S utuh tahapan t pene elitian yang dilakukan d dap pat dilihat pada bagan alur pene elitian pada Gambar G 1 berikut ini.
Gambar 1: Prosedurr dan langkah h penelitian
167
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar S on Sciencce Education “Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation”
ISBN: 978-979-985466-4-2
HASIL DAN PEMBAHAS SAN Salah satu ta S ahapan pentin ng dalam pen nelitian tahap p II ini adalah h penyempurn naan paket program p coach hing y yang telah dikembangka d n pada taha ap I (V.1). Untuk keperluan ini telah dilakukan penyempurn naan t terhadap Vide eoanalyzer ve ersi 1 (V.1) menjadi m Videoanalyzer verssi 2 (V.2). Ben ntuk penyemp purnaan terse ebut t terutama pa ada penamba ahan menu baru yaitu Komentar ahli ah Menu tersebut t dim maksudkan un ntuk memudahkan n para user (guru dan ca alon guru) dalam melaku ukan perbaika an atau peniingkatan kualitas pembembelajjaran yang selama s ini dillakukannya. Gambar G 2 menyajikan m tampilan Video oanalyzer verrsi 2 (V.2) yang te elah disempurrnakan.
G Gambar 2: Tampilan T prog gram Videoan nalyzer V.2 ya ang telah dise empurnakan Pakett program co oaching yang g telah disem mpurnakan te elah diujicoba akan penggunaannya kep pada mahasiswa, guru g pemula dan guru ya ang cukup be erpengalaman n. Dalam uji coba c terbatass pada peneliitian t tahap II ini kepada k respo onden disajika an sejumlah cuplikan vide eo pembelaja aran dan vide eo rujukan un ntuk kegiatan me embuka dan menutup pelajaran. Vid deo rujukan adalah vide eo pembelaja aran yang te elah d diskenariokan n, dishooting dan diedit un ntuk disesuaikan dengan kebutuhan. k Selanjutnya re esponden dim minta untuk membe erikan komen ntar terhadap p kegiatan pe embelajaran tersebut t serta a memberikan n nilai. Sekaliipun d dalam kegaia atn ini respon nden diminta untuk meberrikan komenttar dan nilai, namun tujua an sesungguh hnya a adalah agarr responden dapat men ngidentifikasi kelemahan dan kelebihan dirinya dan sekaligus mendapatkan n ide tentan ng bagaiman na guru-guru lain mengajar. Untukk keperluan perbaikan dan penyempurna aan paket pro ogram coachin ng yang dikem mbangkan da alam tahap II ini dimintaka an judgemen dari a dan kom ahli mentar respon nden. Hasil ju udgemen ahli sebagai massukan yang dapat d dijadika an pertimbang gan, metrik produ uk yang digunakan d diisederhanakan dengan menilai m Grap phical User Interface (G GUI), Berdasarkan GUI tersebut, beberapa ha al yang perlu dipertimbankkan untuk me emperlancar interkasi manusia d kompute dan er (Human Computer Intera action) adalah h sebagai berrikut: 1. Ukuran n huruf kurang proporsion nal, antara hu uruf yang ada di menu program, dengan n huruf yang ada di dala am layar uta ama. Huruf, tombol dan input teks dapat dibua at sederhana a sehingga tidak 168
PR ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon “C Current Issues on Research R and Teaaching in Science Education”
2.
3.
ISBN: 978-9799-98546-4-2
menghabiskan ruang yan m ng terlalu be esar dalam layar utama dengan tetap t mempe erhatikan fu ungsionalitas dan tampilan n yang menarrik. Misalnya dengan d memunculkan efek 3D dalam huruf h dan to ombol; Ta ampilan layar tampak terpisah cukup p jauh antara a menu prog gram dengan n menu layar utama. diisarankan sebaiknya tampilan berada dalam satu layar penuh h sehingga mata m penggu una tidak diilelahkan dengan melihat dua d tampilan tersebut yang g terpisah cukup jauh. Pe emilihan mod del warna dari d aplikasi sebaiknya dipertimbangkkan, hal terssebut didasarri karena pe engguna akan n menggunakkan aplikasi in ni dalam dura asi waktu yang g cukup lama a. Setelah melihat satu ta ayangan, pen ngguna akan melihat tamp pilan aplikassi secara penuh saat itu mata m pengguna dapat m melakukan relaksasi deng gan melihat tampilan wa arna yang ja auh lebih menarik m dan terkesan m mencerahkan.
PENUTU UP Berdasarkan hasil uji coba terbata as dan judgem ment ahli, pakket program coaching c yang g telah dikem mbangkan menunju ukkan bahwa a secara um mum paket te ersebut suda ah bisa digun nakan untuk keperluan coaching. c Beberap pa hal yang masih m perlu disempurnakan n adalah tam mpilan program m (perangkatt lunak) Video oanalyzer V.2. Tam mpilan dimak ksud berdasarrkan judgeme ent ahli menyyangkut perb bandingan ukkuran video dan d huruf dengan melihat ruang tampilan ya ang muncul. Selain S itu warrna dan disain n tombol-tom mbol menu ma asih perlu disempu urnakan agar lebih menarrik dan tidakk melelahkan pengguna. Paket P program m coaching ini masih terus dissempurnakan dan akan diu uji coba penggunaannya se ecara lebih lu uas pada tahu un mendatang g. DA AFTAR PUSTA AKA M & Mikelskkis-Seifert, S.. (2003). Phy hysik im Kon ntext. Ein Duit, R.., Euler, M., Friege, G., Komorek, M.,
Programm zur z Verbesser erung der naaturwissenscha haftlichen Gru undbildung durch d Physiku unterricht [Physics in Context C - A program p to improve im scien ntific literacy in physics in nstruction]. Occational O Paper. IPN Kiel K - Germany.
Duit, R., Widodo, A., & Wodzinsski, C. T. (20 007). Concep ptual change ideas: Teach hers' views and a their ou (Ed.). Re eframing the Conceptual Change App proach in instructional practice. In S. Vosniado d Instruction. Amsterdam: Elsevier. Learning and e fachdidaktisschen Coachings [Dasar-dasar coachiing untuk pe endidikan Fischler,, H. (2004). Grundsaetze di]. In A. Pitton (E Ed.), Chemie ie- und ph hysikdidaktiscche Forschu ung und bidang stud naturwissensschaftliche Bild ldung (pp. 176-178). Muen nster: LIT Verrlag. Fischler,, H., & Schrö öder, H.-J. (2 2003). Fachd didaktisches coaching c für Lehrende in der Physik [Subjectrelated coach hing for physics teachers]. Zeitschrift fü ür Didaktik deer Naturwissen nschaften, 9, 43-62. Fischler,, H., Schroede er, H.-J., Ton nhaeuser, C., & Zedler, P. (2002). ( Unterrrichtssckriptss und Lehrere expertise: Bedingungen n ihrer Modifikkation. Zeitsch chrift für Paeda dagogik, 45, 157-172. Hinduan n, A. A. (2005 5). Meningkat atkan Profesio onalisme Guru u IPA Sekolah h. Paper pressented at the Seminar Nasional Him mpunan sarjan na dan Pemerrhati pendidikkan Indonesia, Bandung. Schröde er, H.-J., & Fischler, H. (2003). Sub bject-related pedagogicall coaching: A case study dy. Paper presented at the ESERA Conference, C Noordwijkerho out, The Nethe erlands. Schroed der, H.-J., & Fischler, H. (2004). Fach hdidaktisches Coaching: Methoden M der Beratung an a einem hysikdidaktisch he Forschun ng und Fallbeispliel. In A. Pitton (Ed.), Chemie-- und phy naturwissensschaftliche Bild ldung (pp. 179 9-181). Muen nster: LIT Verrlag. Widodo,, A. Riandi, Amprasto A & Ana Ratna Wu ulan. (2006). Analisis A damp pak program--program pen ningkatan profesionalism me guru sain ns terhadap peningkatan p k kualitas pemb belajaran sain ns di sekolah. Laporan penelitian Hib bah Kebijakan n Balitbang Depdiknas. D 169
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar S on Sciencce Education “Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation”
ISBN: 978-979-985466-4-2
S SCI-21
THE IMPL LEMENTATIION OF BIIOLOGY TEA ACHING IN N HIGH SCH HOOL (CAS SE STUDY IN I TH HE HIGH SC CHOOL, ME ELOBOURN NE, AUSTRA ALIA) Achmad d Munandar, (Jurusan Pen ndidikan Biolo ogi FPMIA, Un niversitas Pen ndidikan Indon nesia, Bandun ng)
ABS STRACT The object ctive of the research r as product of observation, o d discussion, lec ecturing, semiinar in Biolog gy teaching of o High Schoo ol, Australia. The T activitiess of the reseaarch at La Tro robe and Mon nash Universit ity and the Highschool, H Melbourne. Me The he focus of th he research on o the Biologyy teaching. The T case stud dy carried out ut in the Gove ernment and d Private (Cath tholic) High School S at Ben ndigo district about 150 km from Melbo bourne. The re esearch carrieed out 2002, 2007 by obsservation and d literature stu udy. The observvation of teac aching-learning ng process at high school, especially e on Biology is beg egun by gettin ng the inform mation by the e teacher using ng video; disccussion and sm mall seminar concerning the th topic of th he subject maatter and then n carry out to t observation n, practicum and a to do thee report. By the currriculum of biology b teachi hing, the teach cher could dev eveloped lesso on plan etc. The T curriculum m contains of o : curriculu lum focus, fo or exampless the contextt of subject matter, m durattion, learnin ng activities, skills, s process sses and proccedures. The student asseessment by the th the repo port of activity ty, writing and d oral examin nation, practiccum test and asiggnment a i. poster or by i.e b multimediaa etc. The researrch is descript ptive research h with cooperaation of the FPMIPA F lecture rer and the Madrasah Ma Aliyaah (MAN) teac acher. Keywords s: The teach her information, discussio on, small se eminar, writing and oral examination n, practicum test, field study and assign nment report.
UAN PENDAHULU Penelitian ini dilakukan di Sekolah Menengah Austra alia (High Sch hool) Australia a, pada tahun n tahun 2000 dan d dilanjutkan p pada tahun 2007/2008 me elalui studi litteratur.Lokasii penelitian in ni pada SMA yang terletak di d daerah Bendiigo kurang le ebih 150 km dari d kota Melb bourne. Seko olah tersebut adalah SMA A Negeri dan SMA S S Swasta (Kath holik School). Penelitian ini difokuskan pada p mata pellajaran Sainss Biologi pada a kelas II. Landasan teori belajar yang digunakan d guru-guru, sam ma seperti di Indonesia I anttara lain me elalui pendekatan inkuairi i (inqu uiry approach h), contextuaal learning, leearning by exxperience, lea earning by do oing, s system appro oach, compre ehensive appr proach, group p learning, peeer teaching, team teachin ing dsb. Adaapun metode meng gajar yang digunakan ada alah : cerama ah; diskusi; eksperimen; e t tanya jawab, praktikum; studi s lapangan/ karyawisata. Te eori belajar yang diguna akan seperti yang telah disebutkan di muka, yang y umumnya se eperti apa yang y dilakukan di Indonessia, karena be erasal dari sumber yang sama yaitu dari A Amerika (USA A) dan Eropa a Barat. Hanya dalam implementasinyya dalam ben ntuk teknik mengajar m merreka melakukannyya secara deta ail dan sungg guh-sungguh.. Teori belaja ar (Konsep) Æ Satuan Aca ara Pembelaja aran / /Pesiapan Me engajar Æ Pe elaksanaan Pe embelajaranÆ Æ EvaluasiÆ umpan balikk (feed-back) Æ diskusi antar pengajar pad da bidang yan ng sama. Dengan demikian n yang dibicarrakan bukan diskusi d mengenai teori bellajar melainkan ba agaimana melaksanakan te eori belajar te ersebut dalam m proses belajar mengajar. METODE PE ENELITAN Metoda pene elitian ini ad dalah studi ka asus (qualitat ative research h), dengan melakukan m obsservasi : kea adan kelas; kegiattan guru; kurikulum k ; buku-buku pelajaran yang digunakan, wawancarra dengan guru; mengikuti keg giatan di labo oratorium; prraktikum dan studi lapanga an. 170
PR ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon “C Current Issues on Research R and Teaaching in Science Education”
ISBN: 978-9799-98546-4-2
HASIL DAN PEMBA AHASAN Keadaan Ke elas. Umumn nya kelas mem mpunyai stan ndar yang sam ma, yaitu yan ng dapat men nampung b 25 ora ang siswa da an setiap kela as dilengka api dengan pe erangkat multimedia, nam mun tidak paling banyak melupakkan yang trad disional seperti papan tu ulis (bkack-bo oard), kapur tulis (chalk), OHP. Masih h banyak guru-guru yang men ngajar hanya dengan men nggunakan papan p tulis da an kapur, terutama dalam m bidang studi Fiisika dan Mattematika. Messkipun demikkian guru-guru u diminta perrtangung-jaw waban terhada ap proses belajar mengajar m dan n hasil belajarr, terutama da alam ujian na asional. Kegiatan Guru. G Men ngajar, Mem mbuat Persiap pan Mengaja ar, Evaluasi Belajar, Pra aktimum, Mengore eksi hasil tes/evaluasi bela ajar dsb., semuanya dilakkukan di seko olah dalam dengan d kata lain l tidak diperken nankan memb bawa pekerjaan ke rumah.. Mereka bera anggapn bahw wa rumah seb bagai tempat istirahat. Kurikulum. Kurikulum mengacu pada a kurikulum sttandar nasion nal. Setiap 4 (empat) ( tahun se ekali kurikulu um tersebut di d evaluasi da an direvisi berdasarkan ma asukkan semuan pihak, kh hususnya dari guru-guru, peme erintah dan masyarakat. m R Revisi dan eva aluasi tersebu ut konsinten menurut m jangka waktu tersebutt. Buku Acuan n. Pemerintah h menentukan n buku acuan n yang diguna akan di sekola ah. Banyak bu uku-buku biologi yang y ditulis para p ahli (sw wasta) namun n telah mend dapat rekome endasi dari pe emerintah ya ang layak digunakkan. Buku-buk ku tersebut ba aik yang masiih baru maup pun buku beka as (used bookk) banyak da an mudah diperole eh di toko buk ku. Kegiatan Gu uru dan Sisw wa. Praktikum m, studi lapan ngan merupa akan bagian yang y tidak terrpisahkan dari teori. Kegiatan antara teorri dan praktekk/observasi mereka berupaya untuk berimbang dan d siswa dituntut mengimplme entasikannya dalam kehid dupan sehari--hari. Pendidikan kemandirrian sudah ditekankan sejak mereka m masuk k ke taman kanak-kanakk dan belajarr mematuhi aturan a setem mpat. Dalam kegiatan laborato ortium dan sttudi lapangan aktivitas siswa dimonittor oleh guru u dan atau oleh o para gu uru. Cara menanamkan disiplin n dimulai darii para guru. Sebagai conttoh dalam me elaksanakan tugas t menga ajar guruguru dituntut tepat waktu w sesua ai dengan jadw wal yang tela ah ditetapkan. Hasil yang sangat s menarik dalam penelitia an ini ialah pertama, pa ada pembah hasan bidang g studi Biolo ogi terdapat bagian yang g secara kompreh hensif dihub bungkan dan n dibahas de engan masala ah pertanian, ekonomi dan keaungan, industri, dunia ke erja, pertaha anan dan p politik yang dilakukan d me elalui pendeka atan lingkung gan dan pendekatan sistem. Pengajaran tiim dilakukan oleh semua guru g yang terrlibat, dari gurru senior dan yunior terdirri dari 4-5 orang guru. Mereka sangat s solid dalam d kelomp pok berdasarkkan pada kea ahlian yang sa ama maupun berbeda. Karya siswa dalam bentuk b hasil observasi o maupun karya lain antara lain poster, maket m sangatt dihargai oleh gurru, siswa dan pimpinan sekkolah. PENUTU UP asi, kemandirrian guru me erupakan fon ndamen utam ma dalam melakukan m Keahlian, dissiplin, motiva proses belajar b mengajar di sekola ah. Komitmen n antara para a guru dalam m pengajaran n tim harus mendapat m perhatia an untuk mencapai tujuan n yang diteta apkan sesuai dengan tujuan yang te elah ditetapka an dalam kurikulum. Berpikir deduktif dan n induktif yan ng dilakukan dalam penga amatan/ penelitian Biolo ogi perlu dilengka api dengan be erfikir sistem dan kompre ehensif, yang dapat mengh hasilkan waw wasan yang le ebih luas. Menghargai karya sisswa, yang didasarkan pada a penilaian ya ang obyektif dari d para evaluator sekolah h.
171
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar S on Sciencce Education “Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation”
ISBN: 978-979-985466-4-2
DAFTAR R PUSTAKA Ballatine, Jea ane H. (2000). School and society. Lond don : Mayfield d. Baron, Roberrt A., Byrne D. and Griffit W. W (2000). So ocial Psycholog ogy. Boston, MA: M Allyn and Bacon. Cresswell, Joh C hn W. 1994. Research Dessign : Qualitat ative & Quanti titave Approacch. Thousand Oaks, Califo ornia : Sag ge Publication ns, Inc. Down, Rogerrs N. (1999). Image and Environment, E cognitive maapping and spatial sp behavio ior. Chicago. IL.: Aldin ne. Eiser. J. Richa ard (1998). Cognitive C Socia ial Psychologyy. London :Mcc.GrawHill La Trobe Univversity Union. 2000. Annua ua Report, Ban ndoora Vic. www,union,Lattrobe.edu.au.
172
PR ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon “C Current Issues on Research R and Teaaching in Science Education”
ISBN: 978-9799-98546-4-2
SCI-22
THE LEARNING SC CIENCE BA ASE HUMAN NISTICS Sudarto (Makasssar State University)
ABSTRACT T The question q in this t research h was ”how the model of o learning science sc basess humanisticss could increaase the stud dents’ learnin ing outcomess and grows ws their emo otional, spiritu tual, and creeativity poten ntial?” The aiims of this reesearch was producted leearning tools of science base ba humanist stics by develo lopment proce cess. This study s was de evelopment reesearch. Prod duct desired in this researc rch was yieldin ing the studyy model periph pheral of scien nce bases on special s human anistics for graade VII SMP. Devel elopment proccess of study model of scieence bases on n humanisticss through fou ur phases, thaat was: definee, design, de evelop, and disseminate. d I this first year, In y developm pment processs until develo opment stagee. Later after research of third t year haas just come up with phasse disseminatte. At define phase, reseaarcher team did d observatio on about stud dy of sciencee in SMP, esp pecially situati tion that is fac aced by teach her, student characteristic, c concepts wh hich will be tau aught, and forrmulation of purpose p of stu udy. At desig gn phase, rese earcher team m did things: audition a of meedium, auditio ion of format, writing of teeaching matteer, study sce enarios, the planning of learning aplilication, the sheet s of stu udent learning g, and equip pment of eva aluation. At development d t stage, perfo formed test to t peripheral als which hass been comp piled and plan nned. Result of o this, herein nafter was made ma perfect based b on inpu ut from teach her and studeent. PENDAHULUAN Pendidikkan merupak kan ujung tombak kualita as sumber da aya manusia. Hal ini sen nada dengan pasal 3 Undang--undang Siste em Pendidika an Nasional Nomor N 20 Tahun 2003 yang menyatakkan bahwa Pe endidikan Nasional berfungsi mengembang m kan kemamp puan dan me embentuk wattak serta perradaban bang gsa yang bermarttabat dalam rangka menccerdaskan ke ehidupan ban ngsa, bertujua an untuk be erkembangnya a potensi peserta didik agar menjadi manussia Indonesia yang berima an dan bertakkwa kepada Tuhan T Yang Maha M Esa (Allah SWT), S berakh hlak mulia, se ehat jasmani dan rohani, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara n yang cinta c musyaw warah serta be ertanggung ja awab. Denga an demikian, terlihat t bahw wa melalui pendidikkan nasional diharapkan terbentuk manusia m Indon nesia yang berkualitas b tinggi, baik dalam hal materil maupun spirrituil. Karena itu pendidikan nasional harus menjadi prioritas utama u dalam agendaagenda pembaharuan nasional. Warna W kehidup pan yang nan ntinya kita da apat rasakan tergantung corak c dan mutu pe endidikan nasional yang ditterapkan seka arang. Bagaima ana sebenarn nya mutu pen ndidikan nasio onal kita? Apa akah sudah mencapai m ting gkat yang diharapkan? Untuk menjawab m pe ertanyaan ini, kita harus melihat m minim mal empat asspek yang mana m aspek in ni sangat berkaita an dengan pe endidikan. Asp pek pertama adalah aspekk intelektual atau a aspek ya ang berkaitan n dengan kecerdassan intelektu ual (IQ). Muttu pendidikan n nasional da alam kaca mata m intelektu ual, khususnyya dalam bidang sains s dapat daikatakan d ba ahwa mutu pendidikan ma asih rendah. Hal ini ditand dai dengan re endahnya dengan sisw kinerja siswa Indone esia dalam biidang sains dibandingkan d wa bangsa la ain sebagaima ana yang dilaporkkan oleh TIMS SS tahun 199 99, yakni perringkat ke-32 dari 38 nega ara (berada di d bawah Tha ailan dan Malaysia a) dengan sko or 435 dari skkor total 650.. Begitu pula pada tahun 2003 2 menurut laporan TIM MSS, lagilagi presstasi sains an nak Indonesia a masih renda ah, yakni urutan ke-32 dari 45 negara dengan skorr 420 dari skor tottal 650 (Rusttaman dalam Anggraeni, 2006). Sedangkan menurrut laporan terbaru, t yaitu u laporan
173
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar S on Sciencce Education “Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation”
ISBN: 978-979-985466-4-2
ttahun 2007 dari d survei PISA yang dilakkukan oleh OECD O pada tahun 2006, skkor sains anakk-anak Indon nesia berada jauh di d bawah rata a-rata skor. Dari pernyata aan di atas, terlihat t bahwa a secara intelektual, baik dalam hal sains maupun dalam d hal seccara umum, prestasi pendidika an Indonesia sangatlah rendah. Adapun prestasi pe endidikan terttinggi diraih oleh o pa rahasia suk kses pendidikkan Finlandia?? Sistem pen ndidikan Finlandia memang g unik. Reme edial Finlandia. Ap t tidaklah dian nggap sebaga ai kegagalan tapi untuk perbaikan. Orientasi O dibuat untuk tujuan-tujuan yang y harus dicapai. Penekanan n ada di prosses, bukan pada p hasil. PR R dan ujian tak musti dikerjakan den ngan s sempurna-ya ng penting murid m menunjjukkan adanyya usaha. Ujian justru dip pandang sebagai penghan ncur mental siswa. Sejak awal, murid diajarri bertanggung jawab men ngevaluasi dirrinya sendiri. Mereka didorrong untuk bekerjja secara ind dependen. Guru tidak mesti selalu mengontrol m m mereka. Prose es pembelaja aran berjalan dua arah. Suasan na sekolah bo oleh dibilang jadi j lebih cairr, fleksibel, da an menyenangkan dan efe ektif. G Guru juga tak pernah mengkritik murid d yang justru u dinilai membuat murid malu m dan men nghambat pro oses n itu sendirii. Murid “bo oleh” berbuatt kesalahan, namun guru akan me emintanya un ntuk pembelajaran membandingkan dengan hasil h sebelumnya. Finlandia a sukses men nggabungkan kompetensi guru g yang tin nggi, kesabaran, toleransi t dan komitmen pada p keberhasilan melalu ui tanggung jawab pribadi. Di Finlan ndia, perbedaan an ntara murid berprestasi baik b dan murrid yang kura ang sangatlah h kecil. Kata seorang guru di Finlandia, “Ka alau saya gag gal dalam mengajar seoran ng murid, maka itu berarti ada yang tid dak beres den ngan pengajaran sa aya!” A Aspek kedua yang harus dipandang d ad dalah aspek emosional. e Aspek ini rupan nya sangat tid dak terperhatikan d dalam dunia pendidikan kiita selama ini. Aspek ini se eolah bukan tugas utama pendidikan. p R Rupanya aspek ini d dibiarkan beg gitu saja selama ini. Wajar saja kecerd dasan emosional para anak didik kita dan d mantan anak a d didik kita sangat rendah. Hal H ini ditanda ai dengan serringnya anak--anak didik kitta tawuran. Dapatkah kita a bangsa Indonesia “sedikkit” meniru sisstem pendidikkan Finlandia a? Jika kita melihat peruba ahan kurikulum pendidikan nasiional khususn nya kurikulum m pendidikan dasar d dan me enengah, yakni dari Kuriku ulum Berbasis Tujuan (Objectiv ives Based Curriculum C ) menjadi m Kurikkulum Berbassis Kompeten nsi (Compete ency Based Curricu ulum) yang se elanjutnya me enjelma menjjadi Kurikulum m Tingkat Sattuan Pendidikkan (KTSP), maka m pola-pola pe endidikan Finlandia men njadi lebih mudah diad daptasi. Nam mun, tidaklah h mungkin kita mengadaptassi semuanya secara langsu ung, perlu ta ahapan. Nah, salah satu ta ahapan yang perlu diadap ptasi a adalah dalam m hal pembelajaran, khussusnya dalam m pembelajarran sains. Un ntuk itu kita perlu menen ngok bagaimana se eharusnya ke egiatan pembelajaran Sains dilakukan berdasarkan b k kurikulum pen ndidikan nasio onal y yang baru. Nah, pembelajaran Sainss dalam Kurikulum Nasio onal yang ba aru disaranka an agar pem mbelajaran Sains S berlangsung dalam rangk ka pembentukan watak, peradaban dan d peningkatan mutu ke ehidupan pesserta kan semua potensi pese d didik. Kegiattan pembelajjaran Sains hendaknya memberdaya m erta didik un ntuk menguasai kompetensi k yang y diharapkan, kegiatan pembelajaran mengem mbangkan kemampuan un ntuk mengetahui, memahami, melakukan sesuatu, hidup dalam ke ebersamaan dan mengakktualisasikan diri. Dengan demikian kegiatan n pembelajarran perlu: berrpusat pada peserta didikk, mengemban ngkan kreativvitas peserta didikk, menciptakan kondisi yan ng menyenan ngkan dan me enantang, be ermuatan nilai, etika, estettika, logika, dan kinestetik, dan d menyediakan pengallaman belaja ar yang bera agam. Pelakssanaan kegia atan pembelajaran n menerapka an berbagai strategi dan metode. Pe embelajaran menyenangkkan, konteksttual, e efektif, efisie en dan berm makna. Dalam m hal ini ke egiatan pem mbelajaran mampu m mengembangkan dan meningkatkan n kompetenssi, kreativita as, kemandirrian, kerjasama, solidarittas, kepemim mpinan, emp pati, t toleransi dan kecakapan hidup h peserta a didik guna membentuk watak w serta meningkatkan m n peradaban dan martabat ban ngsa. Terlihatt bahwa ”ruh h” pembelajarran sains yan ng dikehenda aki oleh kurikkulum pendidikan nasional san ngat senada dengan sua asana pembelajaran di Finlandia. Terlihat T bahw wa pembelaja aran 174
PR ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon “C Current Issues on Research R and Teaaching in Science Education”
ISBN: 978-9799-98546-4-2
hendakn nya bersifat memanusiakan (human nistis). Karen na itu perlu u rupanya dikembangkan d n model pembela ajaran (khusu usnya pada mata pelajaran n sains sebaga ai uji coba) ya ang berbasis humanistis. METOD DE PENELITIIAN Penelitia an ini bertuju uan untuk menghasilkan suatu s paket pengembang gan perangka at pembelajarran Sains Berbasiss Humanistis di Sekolah Menengah M Pe ertama berup pa Buku yang g terdiri dari materi ajar, skenario pembela ajaran, RPP, LPS, L dan alat evaluasi. Ada apun prosedur pengemban ngan model te ersebut adalah melalui tahap-ta ahap sebagaim mana tahap-ttahap yang diiperkenalkan oleh Thiagara ajan (1975:5)) yang dikena al dengan istilah Four-D F Mod del (define, design, dev velope, dan n disseminatte) atau dalaam bahasa Indonesia I diterjem mahkan men njadi Mode el-4P (pendefinisian,, perancan ngan, pen ngembangan n, dan pendise eminasian). Pada tahap pendefinisia p an, tim peneliti melakukan n observasi te entang pembe elajaran sainss di SMP, terutama situasi yang dihadapi guru, karakkteristik sisw wa, konsep-ko onsep yang akan diajarkkan, dan perumussan tujuan pe embelajaran. Pada tahap perancanga an, tim pene eliti melakukan hal-hal: pe emilihan med dia, pemilihan n format, penulisa an materi ajarr, skenario pe embelajaran, RPP, R LPS, dan n alat evaluassi. Pada tahap pengembang p gan, diadaka an ujicoba terrhadap perangkat-perangkkat yang telah h disusun dan dire encanakan. Ha asilnya, selan njutnya disempurnakan berrdasarkan ma asukan dari gu uru dan siswa a. Pada tahap pendisemin nasian, peran ngkat-perangkat yang tela ah dianggap baku, diseba arluaskan untuk diijadikan acuan. Pada pe enelitian tahap p pertama inii, baru sampa ai pada tahap p pengembang gan, yaitu ujii coba perang gkat yang telah direncanakan d atau disussun. Hasil-ha asil yang diidapatkan pa ada tahap pertama ini setelah disempu urnakan (direv visi) berdasarrkan masukan n dari siswa dan guru nan ntinya akan diterapkan d pa ada tahun kedua sesuai s rencana penelitian ini. i Sementarra penerapan hasil penyem mpurnaan perangkat pembelajaran berbasiss humanistis yang y diujicob bakan di tahun pertama pa ada tahun ke edua, maka di tahun kedua a ini pula diadakan n juga uji cob ba perangkatt pembelajara an berbasis humanistis tah hap dua deng gan sasaran kelas k VIII dan IX SMP S pada sek kolah yang sa ama pada tah hap pertama. Pada tahun ketiga, k diadakkan ujicoba perangkat p 1,2, da an 3 di sek kolah yang berbeda de engan sekola ah pada tahap 1 dan 2, tetapi diadakan penerap pan/pengemba angan perang gkat pembela ajaran 2 dan 3 di sekolah h yang sama dengan seko olah pada tahap 1 dan 2. Gamb baran rancang gan penelitian n tersebut dap pat dilihat pad da Gambar 1.. HASIL DAN PEMBA AHASAN Pad da penelitian ini dihasilkan empat bundel perangkat pembelajaran n sains berba asis humanisttis. Setiap bundel terdiri t dari : materi m ajar, skenario s pembelajaran, RP PP, LPS, dan alat evaluasi.. Perangkat-p perangkat ini telah mengalami sedikit s perbaikkan berdasarkkan masukan siswa dan gu uru mitra di la apangan. Pada penelitian ini dihasilkan beberapa an ngket dari gu uru maupun siswa s sekaita ann dengan perangkat p pembela ajaran sains berbasis b huma anistis yang te elah dibuat dan dilaksanakkan, seperti berikut: b (1) Berd dasarkan hasil Angket Respon Guru Terrhadap Perangkat Pembela ajaran Sains Berb basis Humanistis Secara Umum U maka dapat disimp pulkan bahwa a: Perangkat Pembelajarran Sains Berb basis Humanistis yang Dike embangkan memudahkan m pembelajaran sains dan memotivasi m gu uru untuk mem mbelajarkan sains. s (2) Berd dasarkan hasil Angket Respon Guru Terrhadap Perangkat Model Pembelajaran Sains Berb basis Human nistis dalam Kaitannya dengan d Peng gembangan Potensi P Emosional, Spirittual, dan krea ativitas Siswa maka dapat disimpulkan bahwa: Peran ngkat Pemb belajaran Sain ns Berbasis Hu umanistis yang g Dikembang gkan menjadi guru semakin n sadar akan pentingnya potensi-potens p si tersebut 175
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar S on Sciencce Education “Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation”
ISBN: 978-979-985466-4-2
Garis Besar Tahap Penge embangan Pakket Pembelaja aran Sains Hu umanistis (PSH) Selama 3 Tahun Tahun I 200 08 (Tahap I)
Penulisan PSH 1 untuk kelass VII
Ujicoba PS SH 1 (KBM ditanngani Guru Mitrra)
Tahun I 200 08 (Tahap II)
Tahun II 2009 (Tahap I)
R Revisi
P Penulisan PSH 2 & 3 unntuk kelas VIII dan IX
Ujicoba PSH 2 & 3 (KBM ditanngani Guru Mitrra)
Tahun II 2009 (Tahap II)
Pengembangan P PSH 1
R Revisi
Ujicoba PSH 1 sd 3 (KBM ditanngani Guru Mitrra)
Tahun III 20 010 (Tahap I)
Tahun III 20 010 (Tahap II)
Paket PSH 1
Paket PSH 2 & 3
Pengembangan P PSH 2 & 3
Lapooran Akhir daan Paket Pem mbelajaran
Diseminaasi
K Keterangan n: : Jenis Kegiatan
: Urutann Kegiatan
: Hasil Kegiatan
: Lanjuttan Kegiatann
: Koord dinasi Gam mbar 1: Gariss besar alur penelitian
176
PR ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon “C Current Issues on Research R and Teaaching in Science Education”
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
ISBN: 978-9799-98546-4-2
ditu umbuhkembangkan dala am pembela ajaran sainss dan membuka waw wasan guru u dalam menumbuhkakembangkan po otensi-potensi tersebut dalam pembelajaran. Berd dasarkan hasil Angket Respon Perasaan n Siswa Selam ma Mengikuti Pembelajaran n Sains Berb basis Humanistis maka dip peroleh hasil: 55 orang (91 1,7%) siswa merasa m senagng, 5 oran ng (8,3%) sisswa merasa biasa b dan 0 % siswa yang tidak t senang. Berd dasarkan hasil Angket Pendapat Siswa terhadap t Pera angkat Pembe elajaran Sainss Berb basis Humanistis maka dip peroleh hasil: (100%) siswa a berpendapa at bahwaPera angkat Pem mbelajaran Sains Berbasis Humanistis H m memudahkan p pemahaman s siswa dan (10 00%) sisw wa berpendap pat bahwaPera angkat Pembe elajaran Sainss Berbasis Hu umanistis mem mbuat sisw wa termotivasi untuk belaja ar. Berd dasarkan hasil Angket Pendapat Siswa Terhadap T Perrangkat Mode el Pembelajara an Sains Berb basis Human nistis dalam Kaitannya dengan d Peng gembangan Potensi P Emosional, Spirittual, dan krea ativitas Siswa maka dapat disimpulkan bahwa: Peran ngkat Pemb belajaran Sain ns Berbasis Hu umanistis yang g Dikembangkan menja adi siswa se emakin sadar akan pen ntingnya potensi-potensi tersebut ditumbuhkemban ngkan dalam m pembelajjaran sains dan mem mbuka waw wasan siswa a dalam men numbuhkakem mbangkan potensi-potensi tersebut dala am kehidupan n sehari-hari mereka. m Berd dasarkan ha asil Angkett Pendapat Siswa Pe erlu Tidaknyya Model Pembelajaran Sains Berb basis Huma anistis Dilanju utkan, maka diperoleh ha asil: 83,3% berpendapat b s sangat perlu,, 16,7 % berp pendapat perlu, dan 0% berpendapat tidak perlu. Berd dasarkan hasil Angket Pendapat Siswa Tentang T Perla akuan Guru yang y Diterima Sisw wa Seiring Ciri-Ciri Model Pembelajaran P n Sains Berbassis Humanistis maka dipero oleh hassil bahwa pad da umumnya guru g telah me engajar dengan menerapkkan prinsip-priinsip kem manusiaan da alam mengaja ar. Hassil evaluasi sisswa dapat dilihat sebagai berikut: Tabel 1: 1 Hasil Evaluasi siswa Rentang g Skor
K Kategori
Jumlah
90 – 100
Sangat ting ggi
8 oran ng (13,33%)
80 – 89
Tinggi
48 ora ang (80%)
65 – 79
Sedang
4 oran ng (6,67%)
55 – 64
Rendah
0
0 - 54
Sangat ren ndah
0
Berdasarkan masukan-ma asukan guru mitra m dan tem muan di lapan ngan, maka dapat dikataka an bahwa perangkkat pembelaja aran sains berbasis b hum manistis yang g telah dibuat sangat memabnt m gurru dalam mengaja ar dan memudahkan guru g dalam mengajar. Guru mitra a merasakan tantangan n dalam mengop ptimalkan kre eativitas sisw wa. Hal ini karena k guru mitra sendirri selama ini juga belum m banyak memaha ami bagaiman na mengkreatifkan siswa tersebut. t Berrdasarkan ma asukan ini ma aka kiranya kreativitas k para guru perlu dilattihkan dan ditingkatkan dalam d rangka mengkreatiffkan siswa. Suatu S hal yan ng sangat mengge embirakan adalah bahwa siswa-siswa kelas k VII yan ng lain yang tidak terlibat dalam pene elitian ini sangat berharap b diajar dengan pe erangkat mod del embelajarran sains berbasis humaniistis yang tela ah dibuat ini. Mere eka iri karena a mengangga ap bahwa pe erangkat yang g telah dibuat dalam pene elitian ini ben nar-benar menyenangkan dan memudahkan m siswa dalam belajar sainss. PENUTU UP Perangkkat yang dihassilkan 1. Memudahkan n guru untuk membelajarkkan sains. 177
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar S on Sciencce Education “Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation”
ISBN: 978-979-985466-4-2
2. Memotivasi guru untuk u membe elajarkan sainss. 3. Menjadikan guru semakin sada ar akan penttingnya poten nsi emosionall siswa ditum mbuhkembang gkan dalam m pembelajarran sains. 4. Menjadikan guru semakin sad dar akan pen ntingnya pote ensi spiritual siswa ditum mbuhkembang gkan dalam m pembelajarran sains. 5. Menjadikan guru semakin sada ar akan penttingnya poten nsi kreativitass siswa ditum mbuhkembang gkan dalam m pembelajarran sains. 6. Perassaan siswa se elama mengikkuti pembelajjaran sains berbasis b huma anistis adalah h: 91,7% sen nang dan hanya h 8,3% yang y merasa biasa. 7. Pendapat siswa terhadap pe erangkat pem mbelajaran sains berbasiss humanistiss adalah: 10 00% berpe endapat bahw wa perangkatt pembelajara an sains berbasis humanisstis memudah hkan pemaham man siswa a dan memotiivasi siswa un ntuk belajar. 8. Pendapat siswa terhadap t perrangkat pembelajaran sains berbasis humanistis dalam kaitan nnya dengan pengemb bangan poten nsi emosional siswa adala ah: 96,7% be erpendapat bahwa b perang gkat pemb belajaran saiins berbasis humanistis menjadikan siswa paham tentang emosional dan menjadikan siswa a semakin memahami m arrti hidup dalam kaitannyya dengan perlunya semakin memahami diri sendiri dan oran ng lain.. 9. Pendapat siswa terhadap t perrangkat pembelajaran sains berbasis humanistis dalam kaitan nnya dengan pengemb bangan poten nsi spiritual siswa adalah h: 93,3% be erpendapat bahwa b perang gkat pemb belajaran sain ns berbasis humanistis me enjadikan sisw wa paham tentang spiritu ual, 96,7% siiswa berpe endapat bahw wa perangkatt pembelajara an sains berba asis humanisttis menjadika an siswa semakin memahami kebera adaan Tuhan YME dalam hidup h ini dan pentingnya beribadah b kep pada Tuhan YME, Y 6,7% % siswa berpe endapat bahw wa perangkat pembelajaran n sains berbasis humanistiis tidak memb buat siswa a paham ten ntang spiritu ual, dan han nya 3,3% sisswa yang be erpendapat bahwa b perang gkat pemb belajaran sain ns berbasis humanistis h tid dak menjadikan siswa sem makin memah hami keberad daan Tuha an YME dalam m hidup ini dan n pentingnya beribadah ke epada Tuhan YME. 10. Pendapat siswa terhadap t perrangkat pembelajaran sains berbasis humanistis dalam kaitan nnya dengan pengemb bangan potensi kreativita as siswa adalah: 91,7% % siswa berp pendapat bahwa peran ngkat pembe elajaran sainss berbasis humanistis me enjadikan sisswa semakin paham tenttang kreattivitas, 95% siswa berpendapat bahw wa perangkatt pembelajara an sains berrbasis human nistis menjadikan siswa semakin kre eatif, 8,3% sisswa berpenda apat bahwa perangkat p pembelajaran sains s berba asis humanisttis tidak men njadikan siswa a semakin pa aham tentang g kreativitass, dan hanya 5% siswa a yang berp pendapat ba ahwa perang gkat pembelajaran sainss berbasis humanistis h t tidak menjadikan siswa semakin krea atif. 11. Pendapat siswa te erhadap peran ngkat pembellajaran sains berbasis hum manistis tentan ng perlu tidakknya mode el pembelajaran sains be erbasis humanistis dilanjutkan adalah: 83,3% berp pendapat san ngat perlu, sedang perlu dan 16,7% siswa yang berpendapat b gkan yang be erpendapat tidak perlu ada alah 0%. 12. Pada umumnya siswa berpenda apat bahwa guru g telah me emperlakukan n diri mereka sebagai manusia sebag gaimana ciri model m pembe elajaran sains berbasis hum manistis. 13. Peran ngkat pembelajaran sains berbasis hum manistis pada a dasarnya su udah sempurn na di mata siiswa dan guru. g Hal ini ditandai d deng gan sedikitnya a perbaikan ya ang ditawarka an oleh mereka. 14. Hasil evaluasi sisw wa menunjukkkan bahwa siswa s yang memperoleh m s skor berkateg gori sangat tin nggi adala ah 13,33%; siswa s yang memperoleh m skor berkate egori tinggi adalah a 80%, dan siswa yang y memperoleh skor berkategori sedang s hanya a 6,67%. 178
PR ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon “C Current Issues on Research R and Teaaching in Science Education”
ISBN: 978-9799-98546-4-2
Berdasarkan hasil da an temuan ya ang diperoleh h dalam penelitian ini, dike emukakan be eberapa saran n sebagai berikut: 1. Perangkat pe erangkat pem mbelajaran saiins berbasis humanistis h inii kiranya sege era disebarka an karena siswa lain se elain siswa yang y menjadi sampel dallam penelitian ini sangat menyukai perangkat p pembelajaran n sains be erbasis hum manistis yang g dikemaba angkan ini dan merekka ingin menggunaka annya juga. 2. Dalam mode el pembelajarran sains berrbasis human nistis ini, guru harus sena antiasa berlattih untuk memunculkan kreativitas--kreativitas ba aru yang berkkaitan dengan n materi sainss yang akan diajarkan sehingga kre eativitas-kreattivitas itu nanttinya memotivasi siswa un ntuk lebih krea atif lagi. 3. Dalam mode el pembelajaran sains be erbasis huma anistis ini, gu uru harus se enantiasa me emperluas wawasannya tentang ke ecerdasan em mosional, spirritual, dan kreativitas k di samping ke ecerdasan intelektual. 4. Dalam mode el pembelajaran sains be erbasis huma anistis ini, gu uru harus se enantiasa me emperluas wawasannya tentang hakiikat manusia dan perkemb bangannya. 5. Bagi guru sains yang lain yang ingin mengembang kan model in m ni, maka pera angkat yang dihasilkan d dalam penelitian ini dapatt dijadikan acu uan. 6. Bagi peneliti yang bermin nat melanjutkkan penelitian n ini di temp pat lain dihara apkan agar menelaah m segala kelem mahan dan keterbatasan k penelitian ini sehingga penelitian p yan ng dilakukan nantinya benar-benar dapat lebih menyempurna m akan hasil pen nelitian ini. DA AFTAR PUSTA AKA Drijakara a, N. 1978. Filsafat F Nanussia. Yogyakartta. Kanisius Hartoko, Dick (ed). 1985. Memanu usiakan Manu usia Muda. Yo ogyakarta. Kan nisius upriyono. 200 03. Strategi Pembelajaran Pe Fisika. Malang g. JICA. Koes, Su Nurdin, M. 2005. Pen ndidikan yang g Menyebalkan n.Yogyakarta.. Ar Ruzz
kulu 2004, Perrtanyaan dan Jawaban. Jakkarta. Grasind do Nurhadi. 2004. Kuriku martana. 1986 6. Evaluasi Pendidikan Pe . Usaha Nasional. Surabaya. Nurkanccana, Wayan, dan PPN Sum Thiagara ajan, S. Dorotthy S Semme el, and Melvyn n I, Semmel. !975. Instruct ctional Deve velopment forr Training Teachers of Exceptional Children C , A So ourcebook, Bloomin ngton. Cente er for Innovvation on Teaching the e Handicapped d _______ __. 2003. Sta andar Kompete tensi Mata Pel elajaran Sains Sekolah Mene nengah
Pertama dan Tsanawiyah. Jakarta. Dep pdiknas _______ __. 2006. Sisd diknas 2006. Bandung. FOKUSMEDIA http://no ofieiman.com m/2007/05/pendidikan-indo onesia-terbaikk-di-dunia/
179
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar S on Sciencce Education “Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation”
ISBN: 978-979-985466-4-2
S SCI-23 IMPROVE EMENT OF THE T SCIENCE INSTRU UCTION AC CTIVITIES IN I SMP BASED ON THE FIV VE DOMAINS OF SCIE ENCE Zuhdan K. Prasetyo, P Ana asufi Banawi, Bibiana Estri P, Esti Y. Widayanti., Puji R. S., Suyono
ABS STRACT The main purpose of this t research is increasing g the effectiveeness of scien ence instructio on by applyin ng m based on Domain of o Science Ed ducation, so that t the activvity, creativityy, and positivve teaching model attitude to o learn science e in class at SMP S Negeri 2 Depok Slemaan Yogyakartaa grows. This action n research was wa applied ussing the modi dification of Su usan Loucks-H Horsley (SLH) H) model whicch has four phases, p i.e.: (1) ( invite, (2)) explore, (3)) propose exp planations and d solutions, (4) (4 take action n. The resear arch was cond ducted in 2 cycles c and th he actions weere based on n the result of collaboratio on between leecturers and teachers t invo olved in the research. re Thee data, the ch hange processs instruction of o Active, Creeative, Effectiv ive, and Fun (PAKEM), ( waas obtained th hrough the ob bservation ussing instrumen nt which havve been prep pared. The information i o obtained by using u the insstrument and d the result of o researcherrs’ interview with w the stude dents express three main aspects, a that are learning, students, an nd teacher act ctivities, where re expressed in i these threee aspects show ow PAKEM crite terion. The resultt shows thatt by applying science instr truction based d on five dom mains of scieence with SLLH eativity, and positive p attitud de toward sciience instructtion grows. Itt was indicateed model, thee activity, crea by the inccreasing perccentage in in nstruction, sttudents and teacher activvities. Instrucction activitiees increases 25%, with average a of improvement im on activities equal e to 12,,5%. Student nts of instructio e improvementt equal to 43,75%, 4 with h average off improvemen nt of student nts activities experienced activity eq qual to 21,8 88%. The teeacher activitties improved d equal to 33,33%, witth average of o improvemeent of teacher er activities eq qual to 16,67% %. Keyword : Five domain ns of science,, Model SLH, and PAKEM
PENDAHULU UAN Selam ma ini, sebag gian besar dari berbagai pembelajaran p termasuk IPA A didasarkan pada tiga ra anah T Taksonomi B Bloom, yaitu kognitif, affektif dan psiko omotorik dan n telah diusahakan berorie entasi baik pada p c contents mau upun processs. Dalam pelaksanaannya a, pembelajarran berbasis ranah Bloom m tidak seimb bang y yaitu umumn nya hanya me enitikberatkan n pada ranah kognitif, sehiingga kecenderungan-kece enderungan yang y t terekam darii hasil observ vasi peneliti dan banyak dikeluhkan guru-guru g IPA A di SMPN 2 Depok Slem man Y Yogyakarta d diantaranya adalah a pembe elajaran berla angsung: (1) tidak menye enangkan, me enimbulkan sikap negatif terha adap mata pe elajaran IPA; (2) pasif, diidominasi cerramah guru; (3) monoton n, tidak mem mberi peluang peng gembangan kreatifitas; k da an (4) tidak efektif, e jumlah waktu yang g disediakan belum maksimal t termanfaatka an bagi pencapaian kompetensi peserta didik. Bebe erapa dekade e terakhir da alam pendidikkan sains, McCormack M da an Yager sejjak Tahun 1989 1 mengembang gkan lima ran nah dalam ta aksonomi pen ndidikan sainss yang lebih luas dan mendalam darip pada c contents and d process (MaccCormack, 19 995: 24), yaitu: knowledge e, process off science, creaativity, attitud dinal, a applicatio and ions and conn nections domaain (lima dom main pendidika an sains). Lim ma ranah pen ndidikan sainss itu d dapat dipand dang merupak kan perluasan n, pengemba angan dan pe endalaman tig ga ranah Bloo om yang mam mpu meningkatkan n aktivitas pembelajaran p IPA di kelas dan meng gembangkan sikap positip p terhadap mata m pelajaran itu (Susan Louck ks-Horsley, dkkk. 1990).
180
PR ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon “C Current Issues on Research R and Teaaching in Science Education”
ISBN: 978-9799-98546-4-2
Oleh karena itu, lima ranah pendidikkan sains perlu dikemban ngkan sebaga ai acuan pela aksanaan pembela ajaran IPA di sekolah-seko olah, walaupu un untuk tiga a ranah Bloom m saja belum m optimal dim munculkan dalam setiap kebanyakan pembela ajaran. Mela alui mata pela ajaran IPA be erbasis lima ra anah pendidikkan sains peserta didik dihara apkan tidak saja s dapat meningkatkan m n pengetahua an dan keterampilan, tettapi juga berkemb bang sikap po ositip terhada ap IPA itu sen ndiri maupun dengan lingkkungannya, serta s menerap pkan dan menghu ubungkannya dalam kehid dupan sehari--hari secara lebih l aktif. Pembelajaran n berbasis lim ma ranah pendidikkan sains mellalui mata pe elajaran IPA akan a meningkkatkan kemam mpuan minim mal peserta did dik, yang tercermiin dalam lima a ranah terse ebut, yaitu pe engetahuan, keterampilan, k , kreativitas, sikap, dan pe enerapan sains yang dikaitkan dalam kehidu upan nyata. Berdasarkan uraian di atas, beberap pa permasalahan dapat dikemukakan d dalam pene elitian ini, bahwa pembelajaran IPA di kelas pada SMPN 2 Depok Slem p man Yogyakartta: 1) Aktivvitas peserta didik belum optimal men nuju pengemb bangan kegia atan yang dila andasi mindss-on dan hand nds-on science e. 2) Krea atifitas pesertta didik dalam m membangun n ide atau kon nsep IPA belu um terfasilitassi secara mem madai. 3) Keeffektifannya belum maksim mal menuju ke etuntasan bela ajar yang diru umuskan. 4) Akib bat ketiga pe ermasalahan itu, peserta didik pasif, guru g monoton dan pembelajaran tidak efektif, makka memunculk kan sikap neg gatif terhadap p IPA itu send diri dan sciencce is fun jauh h dari kenyata aan. Mengacu beberapa permasalahan terssebut, maka perlu dilakukan tindakan n tertentu di kelas itu melalui penelitian inii. Tindakan yang y akan dillaksanakan dalam penelitiian ini, setela ah ditawarkan n peneliti kepada para guru pe engampu di sekolah s itu dan d melalui diskusi d yang intensif sebag gai bentuk ko olaborasi, adalah menerapkan m penggunaan p m model pembe elajaran IPA berbasis b Domaain of Educattion for Sciencce (Susan Loucks-H Horsley, et.al). Dengan ha arapan, penggunaan mode el pembelaara an IPA Susan Loucks-Horssley ini, di SMPN 2 Depok Slem man Yogyakarrta dapat me ewujudkan pe embelajaran IPA yang me enumbuhkan aktifitas, kreatifita as, efektifitas, dan benar-b benar bahwa science is fun n. Takson nomi untuk Pendidikan P S Sains Taksono omi untuk Pendidikan Sain ns terdiri atass lima domain n sebagai berrikut: (1) Dom main I – Know owing and Understa tanding (know wledge domaain) disebut juga ranah pengetahuan, (2) Domain n II – Explo oring and Discover ering (processs of science do omain), pengg gunaan beberapa proses sains s untuk be elajar bagaim mana para saintis berpikir b dan bekerja, yang g kemudian dikenal d pula sebagai kete erampilan pro oses sains. Beberapa B proses sains s (Rezba, 1995: 23) ad dalah: Prosess sains dasar:: observasi, komunikasi, k k klarifikasi, pen ngukuran, inferenssi, dan predik ksi; Proses sains s terpadu u: identifikasi variabel, pe enyusunan ta abel data, pe embuatan grafik, diskripsi hub bungan anta ar variabel, penyediaan dan pemro osesan data, analisis invvestigasi, penyusu unan hipotesiss, definisi ope erasional variabel, desain n investigasi, dan eksperim men, (3) Dom main III – Imaginin ing and Creati ting (creativity ty domain), (4 4) Domain IV – Felling and d Valuing (atttitudinal domaain), rasa kemanusiaan, nilai-n nilai, dan ketrampilan pen ngambilan-keputusan, (5) Domain V – Using and Applying (applicat ations and con nnections dom main), mengg gunakan prosses sains dala am memecah hkan masalah-masalah yang terrjadi dalam ke ehidupan sehari-hari. Model pembelajara p an SLH Model pembela ajaran yang dikembangka d n Susan Louccks-Horsley (SLH) dan kaw wan-kawan (1990) ( ini dipandang sebagai salah s satu model m pembelajaran beroriientasi konstruktivistik yang bagus. Model M ini mereflekksikan keunik kan kualitas sa ains dan tekn nologi secara bersamaan melalui m empat tahap pemb belajaran, sebagai berikut: (1) Tahap 1 - in nvite, mengajjak peserta didik d belajar. Tahap ini da apat dilakukan n melalui penyajia an demonstra asi discrepan nt events (FFriedl, 1991: 4), gejala-gejala aneh,, atau gamb bar yang 181
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar S on Sciencce Education “Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation”
ISBN: 978-979-985466-4-2
memunculkan n berbagai pertanyaan atau kebingungan, mela alui pengalam man hands-o on, atau seccara s sederhana m melalui pertanyaan-pertan nyaan guru; (2) Tahap 2 - explore e, kesempataan peserta didik d melakukan eksplorasi e unttuk menjawa ab pertanyaan n mereka se endiri melalui observasi, pengukuran p a atau e eksperimen; (3) Tahap 3 - Propose exxplanations an nd Solutions, peserta didikk menyiapkan n penjelasan dan ksanakan, ap pa yang merreka pelajari;; (4) Tahap 4 – Take Action A , mem mberi penyelesaian,, dan melak kesempatan peserta didik k mencari keg gunaan temu uan mereka, dan menerapkan apa yang telah merreka pelajari. Dalam penelitian ini, pembelajarran IPA di ke elas berlangssung dalam beberapa b siklu us untuk sam mpai pada keberla angsungan pe embelajaran IPA yang effektif di kelass. Penerapan n model pem mbelajaran da alam s setiap siklus merupakan konseptualisa asi proses pe enelitian tinda akan yang pe ertamakali diikemukakan oleh o Lewin (1952)) dan kemudia an dikembang gkan oleh Kolb (1984), Carrr dan Kemmis (1986) dan n lainnya. Seccara s singkat tahap pan dalam se etiap siklus tin ndakan dalam m penelitian ini terdiri dari empat mom men utama: plan, p a observe dan act, d reflect (Z Zuber-Skerrittt, 1992:13). Empat tahap itu, yaitu tahap perrencanaan, tin ndakan, obse ervasi, evaluassi-refleksi, dilanjutkan den ngan perencanaan kembali untu uk melaksana akan tindakan n pada sikluss berikutnya (Suharsimi, ( 2 2006; 17) sam mpai pembelajaran n efektif terw wujud. Keefe ektifan pembe elajaran IPA di kelas diten ntukan berda asarkan penila aian t terhadap asp pek kegiatan n, peserta didik dan guru dalam pe embelajaran (Lawson, 19 995: 122) yang y instrumennya a disajikan dalam Lampiran n 1.
METODE PE ENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian p tind dakan dengan n subyek penelitian ini ada alah peserta didik d kelas VIIII di S SMPN 2 Depo ok Sleman Yo ogyakarta. Pe enelitian ini berlangsung b s selama 6 bula an dengan ku urun waktu April A s s.d. Sepembe er 2008. Pela aksanaan pen nelitian dilaku ukan pada ja am efektif se elama 2 bulan n, April s.d. Juni 2008, yaitu merekam m prosses pembelajjaran, menganalisis data, dan menyem minarkan hasil penelitian. Data D d diperoleh melalui observ vasi, terhada ap perubaha an proses Pembelajaran Aktif, Kreattif, Efektif, dan Menyenangka an (PAKEM) dengan meng ggunakan insttrumen yang sudah disiapkan. Informasi yang dipero oleh d dengan men nggunakan in nstrumen yan nd ada dan hasil wawa ancara dosen n-guru denga an peserta didik d mengungkap tiga aspek utama u dalam pembelajaran n, yaitu aktiviitas pembelajjaran, peserta a didik, dan guru g n proses pem mbelajaran dila aksanakan pa ada setiap siklus s dari dua a siklus tinda akan (lampiran 1).. Perekaman d dalam setiap pembelajaran IPA. Langkkah-langkah penelitian p yan ng dilaksanakkan dalam dua siklus tinda akan masing-masin ng terdiri ata as tahap perrencanaan, pelaksanaan tindakan, t obsservasi, dan evaluasi-refle eksi. Data yang dip peroleh diana alisis dengan teknik persen ntase dan hassilnya dijadika an sebagai ba ahan penyusu unan perencanaan tindakan pada siklus berikutnya. b A Apa yang te erungkap dallam tiga asp pek itulah yang y menunjukkan n proses dan hasil pembela ajaran telah memenuhi m kritteria PAKEM. Dengan meng ggunakan rum mus mencari nilai tiap aspe ek dari tiga asspek yang ada, yaitu: (1)
NilaiK Konversi =
JJumlahSkor x100% SkorTotal
182
PR ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon “C Current Issues on Research R and Teaaching in Science Education”
ISBN: 978-9799-98546-4-2
HASIL DAN PEMBA AHASAN Setelah guru melaku ukan langkah h-langkah pe emecahan ma asalah selama a 2 siklus, maka m hasilnyya adalah seperti yang y terlihat pada Tabel 1. Tabe el 1 : Data Pe ersentase Aktiivitas: Pembe elajaran, Pese erta Didik, dan n Guru dallam Pembelajjaran Sains de engan Model SLH No.
Ura aian
Pra AR A
S Siklus I
Siklus II
Rerrata
1
K Kegiatan Pem mbelajaran
50% %
5 57,14%
75%
12,5 5%
2
K Kegiatan Pese erta Didik
37,5% %
5 56,25%
81,25%
21,8 88%
3
K Kegiatan Guru u
45,83 3%
5 58,33%
79,16%
16,6 67%
Pada a Tabel 1, terrlihat adanya a peningkatan n aktivitas pe embelajaran dari d pra actio on sampai paada siklus II sebesar 25%. Pening gkatan aktivitas pembelaja aran terlihat dari d siklus ke siklus, pening gkatan yang paling besar terjadi pada p siklus III sebesar 17,,86% dengan n rata-rata pe eningkatan akktivitas pemb belajaran sebe esar 12,5%. Aktivitass peserta didik yang semula 37,5%, pada akhir siklu us II menjadi 81,25% atau u mengalami peningkatan sebesar 43,75%, pe eningkatan yang y paling besar terjadii pada sikluss II sebesarr 25% denga an rata-rata peningkkatan aktivitass peserta did dik sebesar 21,88%. Seme entara itu, akktivitas guru yang semula a 45,83% di akhir sikklus II menjad di 79,16% attau mengalam mi peningkata an sebesar 33 3,33%, pening gkatan yang paling besar terjadi pada p siklus II sebesar 20,8 83% dengan rata-rata r peniingkatan aktivvitas guru seb besar 16,67% %. Gambaran peningkkatan aktivitass pembelajara an, aktivitas peserta p didik, dan aktivitas guru nampakk pada Grafikk 1.
90 80 P Persentase t
70 60 50 40
Pra AR
30
Siklus I
20
Siklus II
10 0
1
2
3
Aspek
Gam mbar 1 : Grafik Aktivitas : Pembelajara an, Peserta Didik, dan Guru u tiap Siklus Dalam setiap s siklus terjadi t pening gkatan aktivittas pembelaja aran, aktivitas peserta did dik dan aktivitas guru, yang ditunjukkan d dengan berttambahnya persentase kenaikan tig ga aspek yang y diukur dengan menggu unakan instrumen yang su udah disiapkan dalam pene elitian ini. Secara deskripttif gambaran kenaikan persenta ase tiga asp pek tersebut tampak dala am Grafik 2. Dari grafikk, menunjukkkan proses dan d hasil pembela ajaran telah memenuhi m kritteria PAKEM sebagaimana s yang diinginkkan.
183
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar S on Sciencce Education “Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation”
ISBN: 978-979-985466-4-2
90 80 Persentase
70 60 50 40 30
Guru u
20
Pese erta Didik
10
Pem mbelajaran
0 Aspek dala am tiap siklus
Gambar 2 : Grafik Pen ningkatan Akttivitas: Pembe elajaran, Pese erta Didik, da an Guru
Untuk menge etahui lebih je elas kegiatan tiap siklus seccara rinci seb bagai berikut: S Siklus I Pada siiklus I terpotrret adanya pe eningkatan akktivitas pemb belajaran bila dibandingkan n sebelum penelitian d diadakan sebesar 7,14% %, minat siswa s dalam belajar IPA A juga men ningkat ini ditunjukkan d d dengan meningkatnya a aktivitas peserta p didik sebesar 18,,75%, semen ntara keaktifa an guru men ningkat 12,5% dari s sebelumnya. Pada topik t “Sistem Pernapasan pada Manusia” dalam perencanaan p dan penerap pan penggun naan s siklus pembe elajaran, tam mpak bahwa guru terlebiih dahulu mengajukan m p pertanyaan in nvestigasi/seb babmusabab yan ng diajukan dalam tahap in nvite, walaupun pertanyaaan lebih banyaak mengarah ke pengetah huan kontekstual dan d sedangka an yang prose edural belum m optimal. Pesserta didik, te elah menunju ukkkan kemajjuan d dalam melakksanakan ekssplorasi yang kemudian ju uga menimbu ulkan sedikit pertanyaan sebab-musab bab. Dalam diskussi kelas, hipo otesis belum juga mampu u berkembang g dan walaupun peserta didik lebih aktif. a Penarikan ke esimpulan dapat diajukan beberapa ka ali, setelah mereka m menillai kesimpulan yang diaju ukan s sebelumnya t tidak meyakin nkan. Pelaksa anaan eksperimen meningkkat aktivitasnyya, meskipun n lebih cenderrung d disebut coba--coba, bukan eksperimen. Hasil analisis a dan refleksi r pada siklus I, yan ng perlu dipe erhatikan seb bagai action plan pada siiklus berikutnya ad dalah: 1. Masih re endahnya mo otivasi siswa dalam belaja ar, baru seba agian kecil siswa s yang te ermotivasi un ntuk belajar dan d aktif (gu uru perlu leb bih menantan ng siswa dala am belajar dan d memberiikan iming-im ming hadiah) 2. Rendahnyya keterampilan proses sisswa ini terbukkti dengan ku urangnya inisiiatif untuk belajar dan bekkerja mandiri dengan d LKS yang telah ada a (siswa perlu p dilatih supaya s terbia asa bekerja/b bereksperimen n di laboratorrium sendiri dan diawasi oleh guru) 3. Aktifitas siswa dalam kelas belum sepenuhnya terkontrol se ebab siswa be elum dibagi dalam d kelomp pokkelompokk permanen (perlu ada nam ma kelompokk) 4 Siswa passif dan lamba 4. at dalam beke erja/bereksperimen (perlu adanya batassan waktu) 5. Siswa be elum mampu menganalisiss, menginterp pretasi dan mengevaluasi m d data sendiri, dalam kelom mpok (perlu bim mbingan yang g terarah dari guru) 184
PR ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon “C Current Issues on Research R and Teaaching in Science Education”
ISBN: 978-9799-98546-4-2
De engan demikian, tahap-tahap lain dalam siklus pem mbelajaran da alam topik ini telah dapat berjalan, walaupu un belum opttimal. Sekalii lagi, telah terjadi t perubahan perwujudan struktur siklus pembelajaran pada top pik ini. I Siklus II Pa ada akhir siklus II tampakk bahwa aktivvitas pembela ajaran telah mencapai m 75% % meningkatt 17,86% dari siklu us I dan 25% % dari pra acttion. Minat sisswa dalam be elajar IPA men ningk ini ditunjukkan oleh aktivitas peserta didik menca apai 81,25% meningkat 25% 2 dari sikllus I dan 43 3,75% dari pra p action, seementara keaktifan guru menca apai 79,16% meningkat 20 0,83% dari siklus I dan 33,33% pra acttion. Pe eserta didik, telah menunjjukkkan kemajuan dalam melaksanaka an eksplorasi yang kemud dian juga menimb bulkan bebera apa pertanyaa an sebab-musabab. Pada a tahap ini pe eserta didik lebih antusiass, atraktif dan sen nang dalam belajar/bereks b sperimen dala am kelompokknya masing-m masing dan lebih mandiri,, cekatan serta su udah menjaga a keselamatan n diri dan me enjaga alat prraktikum. Ha ampir sebagia an besar pese erta didik yang pa ada awalnya tampak pasif dan nakal di kelas, kini menjadi leb bih aktif dan lebih antusia as dalam melaksa anakan ekspe erimen. Dala am diskusi kelas, hipottesis sudah mampu berrkembang. Penarikan P kesimpu ulan sudah sesuai deng gan hasil pe ercobaan dan n meyakinka an. Peserta didik dimintta untuk mengem mukakan hasill percobaannyya di depan kelas k dengan bahasa sendiri. PENUTU UP Be erdasarkan hasil penelitian n ini disimpu ulkan bahwa penggunanan n pembelajarran IPA berbasis lima domain Sains dengan n model SLH dapat menin ngkatkan aktivvitas pembela ajaran IPA di SMP Negeri 2 Depok Sleman Yogyakarta yang y ditandai dengan men ningkatnya pe ersentase aktivitas: pembe elajaran, pese erta didik, dan gurru. Aktivitas pembelajaran p meningkat dari d pra actio on sampai pada siklus II sebesar s 25%, dengan rata-rata a peningkatan n aktivitas pe embelajaran sebesar s 12,5% %. Aktivitas peserta didikk yang semula a 37,5%, pada akkhir siklus II menjadi 81,,25% atau mengalami m pe eningkatan se ebesar 43,75 5%, dengan rata-rata peningkkatan aktivitass peserta didik sebesar 21,88%. Semen ntara itu, aktivitas guru ya ang semula 45 5,83% di akhir siiklus II men njadi 79,16% % atau men ngalami peniingkatan seb besar 33,33% %, dengan rata-rata peningkkatan aktivitass guru sebessar 16,67%. Dengan dem mikian pembe elajaran IPA berbasis lima a domain Sains de engan model SLH cukup effektif untuk mewujudkan m p pembelajaran n IPA yang me enumbuhkan aktifitas, kreatifita as, efektifitas, dan benar-b benar bahwa science is fun n atau atau mewujudkan m P PAKEM. Un ntuk itu disara ankan : 1. Pem mbelajaran IPA berbasis lima domain Sains S dengan n model SLH cukup efekttif untuk mew wujudkan pem mbelajaran IPA A yang menumbuhkan akttifitas, kreatifiitas, efektifita as, dan benarr-benar bahwa science is fun fu atau atau mewujudkan n PAKEM, maka kelas-kela as lain diharapkan dapat menerapkan m model ini untu uk mewujudka an PAKEM sehingga dapatt meningkatka an hasil belaja ar IPA nantinyya. 2. Pene elitian ini baru melihat tiga a aspek aktiviitas, yaitu: pe embelajaran, peserta didik, dan guru diharapkan ada penelitian lan njutan untuk melihat hasil belajar IPA dari d peserta didik. 3. Insttrumen penelitian tingkat validitasnya masih belum m memuaskan n, diharapkan n pada penellitian lain dapa at digunakan instrumen ya ang validitas dan d reliabilitasnya telah teruji.
185
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar S on Sciencce Education “Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation”
ISBN: 978-979-985466-4-2
DAFTA AR PUSTAKA A C Carr, W, and d Kemmis, S. (1986). Beccoming Critica al: Education,, Knowledge and Action Research R , Fallmer Presss, Besingstoke e, Hants. Friedl, Alfred E. (1991). Teaching T Scie ience to Child dren an Integ grated Approa oach. New Yo ork: Mc Graw w-Hill Bookk Co. Kolb, D. (198 84). Experien ntial Learning,, Experience as the Sourcce of Learning g and Develo opment, PrentticeHall, Englewood Cliffs, C New Jerrsey.
ence Teaching g and the Devvelopment off Thinking. California: Wadssworth Pub.Co. Lawson, A. E. (1995). Scie T in So ocial Science, e, Selected Th heoretical Pa apers edited by D. Cartright. Lewin, K. (1952). Field Theory Tavisstock Publicattions, London. Loucks-Horsle ey, S., et al. (1990). ( Elemeentary School ol Science for the t ’90’s. And dover, MA: Ne etwork. MacCormack,, Allan J. (19 995). Trends and Issues in i Science Cu urriculum. Neew York: Krau uss Internasio onal Publications. prague, Rona ald L. Fiel, H.. James Funkk. (1995). Lea earning and Assessing A Scieence Rezba, R.J., Constance Sp Proce cess Skills. Dub buque, Iowa: Hunt Publish hing Companyy. S Suharsimi, Arrikunta, Suharrdjono, dan Supardi. S (2006 6). Penelitian n Tindakan Keelas. Jakarta: Bumi Aksara Zuber-Skerrittt, Ortrun, (1 Z 1992). Action n Research in n Higher Edu ucation: Exam mples and Reflections Re . Ko ogan Page e, London.
186
PR ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon “C Current Issues on Research R and Teaaching in Science Education”
ISBN: 978-9799-98546-4-2
SCI-24 4 T THE DEVELO OPMENT OF TAXONOMY-BASED D ASSESMENT UNIT FO OR SCIENC CE EDU UCATION IN N APPRENT TICE TEACH HER PROGR RAM IN OR RDER TO IM MPROVING G THE PROFESION P NALISM OF F PHYSICS EDUACTIO ON STUDEN NT Zu uhdan K Prase etyo Supriyadi Eko Widodo o Yogy yakarta State University, Fa aculty of Mathematic and Science S Education, Department of Physics Education, Sttudy Program m of Science October 18, 20 008
ABSTRACT T Assesssment forma at matters were w complexx ones, includ uding the asssessment form rmat for app prentice teach her program (or PPL) in physics educcation departtment. This assessment a w an attem was mpt to formu ulating the PPL P assessmeent format with w aimed at a obtaining the result of o content ind ndicator develo lopment form m assessmen nt items, whi hich have to be able to reflecting the th physics teacher t profes essionalism an nd obtaining the t form of fo ormat develop pment which include the PPL P assessmeent unit of ph hysics educattion student that describi bing all domaains, which conform c with h science edu ucation taxon nomy. The research r wass perform with wi referencee study, asseessment form mat developm ment and triaal from assesssment format at that defined d based on observation, ob q questioner and d interview. This research h using reseaarch and deve elopment meth thod and desccriptive-qualita tative analysiss. The summary s obt btained from this t research h was that itt can be dete termined thatt the McCorm mack & Yagerr’s science ed ducation taxon onomy-based PPL assessme ment developm ment include following f indic icators. In the he lesson plan n (or RPP) th hese indicatorrs were the suitability s betw tween standar ard competenc nce and objecctive; betwee en competen nce standard d and basic competence;; between in ndicator and d basic comp petence; betw ween teaching g material and d indicator; between be learniing steps and d indicator; beetween learniing model and nd learning ste teps; between n unit and maaterial and tea eaching materrial, between source and learning l proccess; betweeen evaluation n unit and ind ndicator and learning proccess; and th he last, refereences suitabi bility. In teach ching and leaarning proces ess these ind dicators weree the way to o drive motivvation based on o psycholog gical condition n and environ nment; the waay to give dire rection to be able a to find the t problems;; the way to give g direction n to be able to stating the hypothesis; the t way giving ng spirit to stu udy continuou usly; the wayy giving stimu ulation so thatt the studentt able to creattive; the wayy giving directtion to studyy correctly; th he way giving g direction to o be able to stating the conclusion; c th he way giving g aid for stud dent to solve their t problem ms, to lead thee class discusssion with ressponsibility; th he way to faairly selecting g student to express thei eir work; thee way giving reward for student with h good achiev evement; the way giving punishment to t student fairly fa and able le to determiine the assesssment formaat that include e the indicato or and score based b on, for example, Like kert scale, whi hich used effecctively. Keyw words : science education domain-base ed assessmen nt indicator –a assessment fo ormat-, PPL su ubject.
PENDAHULUAN Selama ini penilaian dalam berb bagai mata kuliah k pendidikan fisika te ermasuk penilaian dalam Program Pengalaman Lapanga an (PPL) dilakkukan berdassarkan takson nomi Bloom yang y meliputi ranah kognittif, ranah psikomo otor, dan rana ah afektif. Pe erkembangan n selanjutnya tokoh pendid dikan sains McCormack M dan Yager pada tahun 1989 me engembangka an lima ranah dalam pen ndidikan sainss yang yang lebih luas da an dalam 187
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar S on Sciencce Education “Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation”
ISBN: 978-979-985466-4-2
s serta tidak ha anya fokus pa ada content and a process (McCormack, 1995 : 24). Kelima K ranah tersebut ada alah: knowledge, process p of scie ience, creativi vity, attitudinaal, and applicaations and co onnections domain. Walau upun s secara definit itive penilaian berbasis ranah Bloom dig gunakan, nam mun nampaknya ranah ini belum b diguna akan s seluruhnya s secara seimb bang, hanya mengutamakkan salah sa atu ranah dan ranah lainnya diabaikkan. Penilaian berrbasis lima ra anah pendidikkan sains dap pat dinyatakan sebagai pe erluasan, pengembangan, dan pendalaman dari d tiga rana ah Bloom itu. Bilam mana dicerma ati PPL meng ggali secara simultan s sega ala aspek pembelajaran yang y dimuara akan pada pelaksa anaan proses belajar men ngajar di kela as. Aspek ata au ranah itu tidak sekeda ar aspek kogn nitif, psikomotoir dan d afektif, namun n masih terdapat asp pek – aspek lain yang me engikutinya. Beberapa asspek lain misalnya a kreatifitas, aspek a sikap terhadap t fisikka atau sainss, dan aspek aplikasi dan koneksi den ngan lingkungan dan d teknologii. Oleh kare ena itu, di dalam d PPL pe enilaian maha asiswa mestinya tidak ha anya s sekedar penillaian dari ran nah Bloom tettapi juga lebih dari ranah tersebut yaittu yang tergabung dalam lima ranah yang dikembangkan d n dalam pendidikan sains di d atas. Form mat penilaian dalam PPL yang y digunakkan selama in ni masih terp pusat pada asspek ketramp pilan d dasar menga ajar yaitu: ke etrampilan membuka m pela ajaran, ketra ampilan melaksanakan pe embelajaran, dan ketrampilan menutup pe elajaran. Pe enilaian yang g lain adalah penilaian laporan perssekolahan, yang y menitikberatkkan pada seg gi administrattif sekolah da an persekolahan. Penilaian PPL samp pai saat ini tidak nampak seca ara utuh kepro ofesionalan guru g fisika yan ng harus ada a, yaitu kepro ofesionalan da alam menyiap pkan pembelajaran n, keprofesio onalan dala am melaksanakan pembelajaran, dan d keprofe esionalan da alam persekolahan n. Dapat dik katakan penilaian yang ad da belum me erupakan pen nilaian yang menyeluruh dari s segala aspek,, sehingga ha asilnya tidak mencerminka m an penilaian secara keselurruhan. Dalam m pelaksanaan nnya penilaian masih sangat su ubyektif. Pen nilaian ini adalah sangat mungkin merugikan bagi mahasiswa, dan j juga sebalikn nya mungkin n sangat men nguntungkan mahasiswa. Penilaian semacam itu u, secara ma akro penilaian yan ng ada kurang g dapat menccerminkan guru Fisika yang profesional. Berdasarka an kondisi sep perti y yang telah diutarakan, pen nelitian untukk mengemban ngkan model penilaian PPLL yang sesuaii dengan hake ekat ranah mutakkhir yang kom mprehensif pe erlu dilakukan. Model pe enilaian PPL ini diharapka an dapat dipakai untuk mening gkatkan kepro ofesionalan gu uru Fisika sep perti yang dih hasilkan dari penelitian p ini. Meng gacu pada be erbagai perm masalahan di atas, maka permasalahan p n penelitian ini dibatasi pada p indikator yan ng sesuai den ngan mata ku uliah PPL berrdasar takson nomi pendidikkan sains, da an bentuk forrmat y yang dapat digunakan d di dalam penillaian PPL ma ahasiswa juru usan pendidikkan fisika FM MIPA UNY. Oleh O karena rumussan masalah yang dapat dikemukakan d adalah: (1) Apa A indikator isi dari butir – butir penila aian y yang harus ada pada pe enilaian PPL yang sesuai dengan selu uruh ranah pendidikan p sa ains yang da apat mencerminka an keprofesion nalan guru IP PA Fisika? dan n (2) Apa ben ntuk format ya ang berisi perrangkat penila aian PPL mahasisw wa pendidika an fisika yang g dapat men nggambarkan seluruh ranah sesuai de engan takson nomi pendidikan sa ains? Sesua ai dengan ma asalah di atass tujuan pene elitian ini adalah: (1) Mend dapatkan hasiil pengemban ngan indikator isi dari d butir – butir b penilaian yang haruss ada pada penilaian p PPLL yang sesuaii dengan selu uruh ranah pendid dikan sains ya ang dapat me encerminkan keprofesionalan guru IPA Fisika, dan (2) ( Mendapattkan bentuk penge embangan forrmat yang be erisi perangkat penilaian PP PL mahasiswa a pendidikan fisika yang da apat menggambarrkan seluruh ranah r sesuai dengan d takso onomi pendidiikan sains Adan nya hasil peng gembangan in ndikator isi da ari butir – buttir penilaian yang y harus da an bentuk forrmat y yang berisi perangkat p pe enilaian PPL mahasiswa pendidikan p fissika yang da apat menggam mbarkan selu uruh ranah sesuai dengan takssonomi pend didikan sains, dapat dimanfaatkan unttuk: (1) Hasil pengemban ngan indikator isi dari d butir – butir b penilaian n yang sesuai dengan selu uruh ranah pendidikan saiins dapat dip pakai s sebagai baha an pengetahu uan atau bah han kajian ba agi pemerhatti pendidikan fisika, dan (2) ( Format yang y 188
PR ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon “C Current Issues on Research R and Teaaching in Science Education”
ISBN: 978-9799-98546-4-2
dikemba angkan yang menggamba arkan seluruh h ranah sesu uai dengan ta aksonomi pendidikan sain ns, dapat digunakkan di dalam penilaian p PPL mahasiswa pendidikan p fisika. Program Pen ngalaman Lap pangan (PPL) adalah suatu u bentuk perkkuliahan prakttik dimana mahasiswa m praktik menjadi guru u mengajar di d kelas nyatta. Apa yan ng dilakukan mahasiswa dalam d perkulliahan ini ma berlatih un ntuk menjadii guru yang profesional. Mahasiswa berdiri di mu uka kelas dengan tujuan utam membaw wakan suatu topik fisika dan d melakukkan proses be elajar mengajjar sebagaim mana guru pro ofesional. Segala apa a yang dik kerjakan mah hasiswa di da alam PPL sessuai dengan segala apa yang y dikerjakkan guru. Tindakan tersebut seperti s halnya a membuat kurikulum, membuat m RPP P, menyiapa akan alat da an bahan percobaan, melaksa anakan pemb belajaran sessuai dengan n RPP, mela akukan evalu uasi, dan melakukan m pekerjaa an adminstrattif sekolah. Dapat dinyatakan pula ba ahwa PPL bag gi mahasiswa a calon guru termasuk t calon gu uru fisika (T Tim, 2006), sewajarnya s m mampu dinilai secara khusus. Penilaia an harus efe ektif, oleh karena itu format dan d lembar penilaian p saatt menilai ren ncana pembe elajaran, saatt pengamatan proses ajaran, dan saat s menilai hubungan h antara mahasisswa dengan sekolah s atau praktik perse ekolahan, pembela dapat menghasilkan m gambaran g seccara kompreh hensif kompettensi calon gu uru fisika yang efektif. Tujuan instruksional adalah tujuan ya ang akan diccapai di dala am proses pe embelajaran. Menurut Bloom yang y diutaraka an oleh Alfred d T. Collete (1989 ( – 371),, tujuan instru uksional ini meliputi m ranah h kognitif, ranah affektif, dan ranah psikomotor. Ranah kognitif k sendiri berhubungan dengan ke emampuan in ntelektual atau keilmuan. Ran nah afektif berhubungan dengan sikap p, kepercayaan, minat, dan d nilai-nilai. Ranah psikomo otor meliputi ketrampilan motorik dan koordinasi antara a mata dengan tang gan. Dengan n kondisi belajar melliputi penilaia taksonomi Bloom in ni jelas bahwa penilai keberhasilan k an proses dan d hasil kognitifn nya. Tujuan instru uksional adala ah tujuan yan ng akan dicap pai di dalam proses p pembe elajaran. Men nurut Ten Brink (1 1990, p75) krriteria keberh hasilan dalam proses belajjar mengajar meliputi 4 kondisi k yaitu: orientasi pada sisswa, deskripsi hasil pembe elajaran, dapa at dimengerti dan dapat diamati. Oleh h karena itu, mestinya di dalam m membuat krriteria dan be entuk form sua atu penilaian harus lengka ap. Pada ranah atau a domain pendidikan sains s bentuk baru seperti yang dinyata akan oleh MccCormack dan Yag ger pada tahu un 1989 (McC Cormack & Yager, 1995 : 24), 2 pakar terrsebut menge embangkan lim ma ranah ranah ya ang lebih lua as dalam pend didikan sains yang tidak hanya h conten nt and processs. Nampakn nya ranah yang dikembangkan oleh McCorrmack dan Yager Y ini dap pat dipakai sebagai s anuta an para peng gembang R itu ad dalah ranah knowledge, process p of science, s creattivity, attitud dinal, and pendidikkan sains. Ranah applicati tions and conn nnections. Berikut ini adalaah lima domaain dan beberrapa contohnyya yang dapaat dipakai sebagai panduan un ntuk pengemb bangan penilaian di dalam m pendidikan n IPA, yaitu: (1) domain I: ranah pengeta ahuan diantarranya fakta dan konsep, (2) ( domain III: ranah keterampilan prosses sains yaittu antara lain obsservasi, peng gamatan, klassifikasi, dan pengukuran, (3) domain III: ranah h kreatifitas, misalnya dan mengha mengha asilkan bayang gan mental, memimpikan, m asilkan gagasa an yang luar biasa, (4) do omain IV: ranah siikap, misalny ya sikap mem mbangun terha adap sains, dan d sikap possitif terhadap p keprofesiona alan, dan domain V: ranah penggunaan da an penerapan n, sebagai co ontoh adalah menggunaka an materi saiins untuk kepentin ngan kehidupan sehari-harri dan teknolo ogi. Berdasarkan tiga ranah yang y dikemba angkan Bloom m dan lima ra anah McCormack & Yager,, nampak bahwasa anya di dalam pembelaja aran, dapat dikembangka d an berbagai macam m penillaian di sega ala aspek pendidikkan. Dasar pengembanga p an tersebut dapat d dipakai dari pendapa at yang dikem mukakan oleh h Lawson (Lawson n, 1995 : 212 2) yaitu: a. Menggunakan M n bahan – ba ahan dan akttifitas yang menarik m bagi siswa, b. Menggunakan bahan n – bahan dan d aktifitas yang yang membawa m sisswa untuk berfikir, bertanya, dan mendiskkusikan makn nanya, c. Me emberi kesem mpatan untu uk melakukan n investigasi yang menumbuhkan inisiatif individu, i d. Issi dari materi disesuaikan dengan d tingka at perkemban ngan mental siswa, s e. Men nyertakan 189
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar S on Sciencce Education “Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation”
ISBN: 978-979-985466-4-2
konsep dasar untuk men ngembangkan n pemahaman n teori, f. Ba acan bacaan yang sesuaii dengan kon ndisi s siswa, dan g. Alat yang efe ektif yang dip pilih untuk dig gunakan. Didalam penilaian terdapat dua a macam alatt penilaian ya aitu tes dan non n tes Alatt penilaian da alam ujud tes digu unakan dalam m bidang cogn nitive, sedang gkan pada pen nilaian non te es digunakan antara lain pada p kondisi mampu dan tidak k mampu sese eorang melakksanakan sua atu jenis peke erjaan. Dapa at pula penila aian non tes digunakan untuk mendata ko ondisi seseora ang dalam su uatu sistem dan d keadaan.. Penilaian PPL t termasuk pen nilaian kondissi sesorang da alam melaksa anakan suatu perkerjaan setelah menda apatkan berba agai macam mate eri pembelajaran. Evaluassi yang ada je elas mengacu u pada penila aian non tes yang didasarrkan j juga pada pe enilaian dari segi kognitif. Penilaian dalam d ujud non tes ini da apat berupa daftar d isian yang y berisi kriteria a yang harus dinilai sesua ai dengan tujuan dari pem mbelajaran. Daftar isian ini i sudah barrang t tentu lengkap p dengan sko or yang diambil berdasarkkan skala Like ert. Keterincian dan ketep patan dari da aftar isian lengkap dengan skala a Likert, menjjadikan alat ukur u non tes ini dapat dipa akai efektif di lapangan. asarkan kurik kulum 2002 yang y berlaku sampai saat ini mata kulia ah PPL di Jurrusan Pendidikan Berda Fisika FMIPA UNY, dilakuk kan di semestter enam. Issi perkuliahan n termasuk pe enilaian sesua ai dengan sila abus y yang dikemba angkan di ma asing – masin ng jurusan. Oleh O karena ittu dengan sen ndirinya benttuk penilaian baik isi maupun fo ormat penilaiian PPL dapa at dikembang gkan. Pada silabi s kurikulu um 2004 yang berlaku PP PL di J Jurusan Pend didikan Fisika a FMIPA UNY Y sampai sekkarang ini, nampak n penilaian baik isi maupun forrmat penilaian PP PL belum terstandar t (K Kurikulum, 2007: 2 130) yang y dapat dipakai seb bagai tolok ukur u ketercapaian kompetensi mahasiswa m da alam perkuliahan PPL. Sam mpai saat ini rambu r isi dan format penila aian PPL masih menggunakan m n penilaian PPL P dengan rambu isi dan format untuk seluru uh jurusan yang y d dikoordinasik kan oleh lemb baga yang mengkordinasi m i pelaksanaan n KKN dan PPL. P Denga an mengguna akan rambu forma at dan isi yang umum, den ngan sendirin nya banyak ha al yang tidakk sesuai dengan pembelaja aran Fisika yang diharapkan. METODE PE ENELITIAN Penelitian dilakukan di La aboratorium Pendidikan P Fisika FMIPA UNY dan sekkolah – sekolah yang dipakai untuk PPL mahasiswa Waktu peneliitian m jurusan pendidikan fisika tah hun 2007 di SMP Kodia Yogyakarta. Y a adalah: selam ma PPL mahassiswa jurusan n pendidikan fisika f tahun 2007. 2 Subyekk penelitian ad dalah mahasiiswa j jurusan pendidikan fisika MIPA M UNY yan ng melaksana akan PPL tah hun 2007. Dissain penelitian n melalui R&D D ini hapnya digambarkan denga an gambar se ebagai berikutt. beberapa tah
Studi Pustakka Taksonomi Studi Pustakka Kurikulum
Format Pe enilaian Mata Kuliah PPL Hassil Pengemb bangan
Uji Coba Format F Penilaian Mata M Kuliah PPLL Hasil Pengemba angan
Studi Pusta aka Format Penillaian PPL yang g dikembangkkan Gamb bar 1 : Beberrapa tahap da alam R&D
190
Perangkatt Format Penilaian yang Sesuai dengan Mata Kuliah PPLL
PR ROCEEDING Thee Second Internattional Seminar on n Science Educatioon “C Current Issues on Research R and Teaaching in Science Education”
ISBN: 978-9799-98546-4-2
Instrumen pe enelitian terdiri atas kisi – kisi untuk menjaring m indiikator sesuai taksonomi Blloom dan taksonomi pendidikan n sains yang dipakai saat kaji pustaka.. Instrumen la ainnya adalah h instrumen observasi, o instrume en angket, da an instrumen dokumentasi. HASIL DAN PEMBA AHASAN Hasil penelitiian yang beru upa kondisi persiapan p pem mbelajaran ha asil pengama atan dokumen ntasi RPP yang dibuat pada praktik perssekolahan da an hasil ang gket dalam rangka pem mbuatan RPP beserta kemungkinan yang perlu p diisikan pada format. Hasil penelitian yang berupa kondisi proses pembelajaran hasil pe engamatan dan hasil ang gket dalam ra angka pengissian format penilaian di dalam prose es belajar mengaja ar beserta ke emungkinan yang y perlu diissikan pada fo ormat. Mengacu pada hasil pen nelitian terseb but, maka se ecara menyeluruh indikator isi dari butir–butir penilaian n harus sesu uai dengan isi materi dari silabus perkkuliahan. Kon ndisi materi pada perkulia ahan PPL melipuri aspek kognitif, psikomoto or, dan afektif. Bentuk pe enilaian yang diminta oleh h silabus juga a meliputi aspek ko ognitif, afektiif dan psikom motor seperti tabel t terlamp pir. Berdasarrkan hasil pen nelitian forma at bentuk dan isi dari format penilaian p yan ng ada pada kurikulum tid dak sesuai lagi dengan ko ondisi PPL di sekolah. Oleh karrena itu perlu u pengembang gan format ya ang lebih jelas dan lebih le engkap. Ditinjau dari proses perku uliahan PPL yang y meliputi perencanaan n dan praktik jelas sekali deskripsi penilaian n tidak sesua ai dengan sen nyatanya dala am proses pe erkuliahan. Hirarkhi keilm muan dalam PPL P yang bertitik tolak pada praktik jelas sekali maha asiswa haruss mampu me embuat perencanaan pela aksanaan pembela ajaran yang meliputi pen nguasaan ma ateri ajar, pe enguasaan metoda m pembelajaran, pen nguasaan media pembelajaran, p , dan pengua asaan alat eva aluasi, maka model seperrti tergambar dapat diubah h dengan model yang y berorie entasi pada kompetensi yang y dirunutt, dan dengan melihat indikator yan ng dapat dikemba angkan berda asarkan hirarkhi taksonom mi yang dianu ut. Bailaman na ranah yan ng dianut diu ubah dari taksonomi Bloom ranah berdasarkan b B menja adi ranah pendidikan p sa ains yang didasarkan d ta aksonomi pendidikkan sains den ngan sendirin nya jumlah in ndikator disessuaikan deng gan ranah yang dirunut. Misalnya saja pa ada ranah pe engetahuan diantaranya fakta dan konsep k untuk persiapan pembelajara an dapat dinyatakkan indikator yang ada ada alah: Kesesua aian materi ajar dengan ind dikator yang dibuat pada persiapan p mengaja ar dalam ujud d RPP. Indikkator yang dapat dinyatakan untuk RP PP adalah ke esesuaian: ko ompetensi standar dengan tujjuan, standar mompeten nsi dengan kompetensi dasar, indika ator dengan stangar ensi, materi ajar a dengan indikator, lan ngkah pembe elajaran deng gan indikator,, model pembelajaran kompete dengan langkah pem mbelajaran, alat dan bahan n dengan materi ajar, sum mber dengan proses pemb belajaran, alat evaluasi dengan indikator dan n proses pemb belajaran, dan daftar pusta aka. Indikator yan ng dapat din nyatakan untu uk proses belajar mengajar adalah cara memberi: motivasi atas dassar psikologiss dan lingkun ngan, arahan n untuk dapa at memunculkkan masalah,, arahan untuk dapat menyata akan hipotesiis, semangatt untuk belajjar terus menerus, stimulan agar sisw wa mampu berkreasi, b arahan untuk bekerja dengan be enar, arahan untuk dapat menyatakan n kesimpulan,, bantuan pa ada siswa yang me engalami kesu ulitan, arahan n diskusi kelass secara berta anggung jawa ab, kesempattan siswa untuk tampil berkarya a secara adil, ”ganjaran” kepada siswa yang belajar dengan ba aik, dan ”hukkuman” kepa ada siswa yang be erhak secara baik. Pembe erian skor digunakan den ngan skala Likert, misalnyya sangat se esuai dan lengkap antara mate eri ajar deng gan indikator diberi skor 4 yang berarti sempurna a. Bilamana tidak t ada keterkaitan antara in ndikator dengan materi diberikan d nila ai 0, dan bilamana berad da antara se esuai dan lengkap dengan tida ak ada keterkkaitannya dib berikan nilai anatara a 1 ya ang berarti ku urang, 2 yan ng berarti sedang, dan 3 yang berarti b baik te etapi belum sangat baik. Dari data ang gket dan waw wancara serta a dokumentasi, nampak bahwa b semua indikator yan ng sesuai dengan kajian pusta aka tidak se elalu muncul karena fakktor keterbata asan pengua asaan keilmu uan yang 191
PROCEE EDING The Secon nd International Seminar S on Sciencce Education “Current Issues on Researrch and Teaching in Science Educaation”
ISBN: 978-979-985466-4-2
berhubungan n dengan carra membuat RPP, dan masih m miskinn nya pengalam man di dalam m proses bellajar mengajar. Se emua indikato or itu akan muncul pada guru yang ben nar–benar tela ah profesiona al. PENUTUP mbahasan pen nelitian dapatt disimpulkan bahwa: Berdasarkan hasil dan pem 1. Dapat ditentukan d ind dikator yang terdapat pa ada pengemb bangan penillaian PPL de engan takson nomi pendidikan sa ains dari McCo ormack & Yag ger yang berisikan: a Untuk RP a. PP mempuny yai indikator kesesuaian: (a) kompete ensi standar dengan tuju uan; (b) stan ndar mompete ensi dengan kompetensi k d dasar; (c) ind dikator denga an stangar ko ompetensi; Ke esesuaian ma ateri ajar deng gan indikator; (d) langkah h pembelajara an dengan in ndikator; (e) model pemb belajaran den ngan langkah pembelajaran; (f) alat dan bahan dengan materi ajar; (g) sumber dengan pro oses pembelajjaran; (h) alatt evaluasi den ngan indikator dan proses pembelajaran n, dan (i) dafttar pustaka. b. Untuk prroses belajar mengajar me empunyai ind dikator, berup pa cara mem mberi: (a) mo otivasi atas da asar psikologiss dan lingkun ngan; (b) ara ahan untuk dapat d memun nculkan masa alah; (c) arah han untuk da apat menyatakkan hipotesiss; (d) semang gat untuk be elajar terus menerus; m (e) stimulan aga ar siswa mam mpu berkreasii; (f) arahan untuk bekerjja dengan be enar; (g) arah han untuk da apat menyata akan kesimpu ulan; (h) bantu uan pada sisswa yang me engalami kesu ulitan; (i) kesempatan me emimpin diskkusi kelas seccara bertanggung jawab; (j) ( kesempata an memilih siswa untuk ta ampil berkaryya secara adiil; (k) ”ganjaran” kepada siswa s yang belajar b denga an baik; dan (l) ”hukuma an” kepada siswa s yang bertindak b di luar ketentuan n. 2. Dapat dittentukan suattu bentuk format penilaian n yang berisikkan indikator dan skor den ngan skala Likkert, yang dap pat digunaka an secara effektif pada penilaian p PPLL sesuai den ngan ranah pendidikan yang y dikemban ngkan seperti format pada lampiran I dan lampiran II. I Disamping g itu, dalam hal h ini disaran nkan untuk: (1 1) pembuatan n format lain sesuai s dengan n taksonomi yang y dikemba angkan, (2) pemakaian p forrmat penilaian perlu disesu uaikan denga an pemberika an bobot pad da masing kegiatan k sehin ngga mahasiiswa mendapa atkan penilaian yang adil, dan d (3) penila aian pada pem mbelajaran mikro m perlu dissesuaikan den ngan penilaian pada PPL, karena k dari ke edua perkulia ahan itu peng gajaran mikro o merupakan prasyarat un ntuk PPL. DAFTAR R PUSTAKA C Collette, A.T.. and Chiappe etta, L.E. Sci cience Instruc uction in The Middle and Secondary S Scchools. Toron nto : Maxw well Macmillan n Canada. C Cuevas M. Ma api. And Lamb. G. William.. 1994. Physic ical Science. New N York : Ho olt, Rinehart and a Sons. Darmodjo He endro. 1992 . Pendidikan IPA IP .Jakarta : Depdikbud Dikti Edison T., A. 1988. EASY AND A INCRIDIIBLE EXPERIM MENTS. New York. Y John Wiley and Sonss, Inc. Kurikulum. 20 007. Kurikulum m 2002 FMIP PA. Yogyakarta: UNY Lawson, A E. 1995. Sciencce Teaching and a the develo lopment of Th hinking. Califo ornia : Wadwo orth Pub Co. 95. Trend an nd Issues in Science Currriculum. New w York : Krau uss Internatio onal MacCormack,, Allan J. 199 Publications. egfried, R. An nd Dennison John, J M. 1965. Concepts in i PHYSICALL SCIENCE. Neew York : Harper Rosen, S. Sie and Row. R S Serway R.A. and a Faughn J.S. J 1985. Colllege Physics. San Franciscco : Saunders College Publishing. S Supriyadi. 2006. Alat Perag aga Fisika Sed derhana dan Konsepsual. K Y Yogyakarta : Pustaka P Temp pelsari S Supriyadi. 2003. Kajian Pe enilaian Pencaapaian Belajarr Fisika. Yogyyakarta : FMIP PA UNY JICA ............ 2006 6. Panduan PPL P UPPL UNY Y. Yogyakarta : UNY ............ 2003 3. Kurikulum dan Silabi Fissika Pre-servicce. Yogyakartta : JICA – FM MIPA UNY 192