LAW ENFORCEMENT INTELLIGENCE
Disusun oleh Laksda TNI (Purn) Aa Kustia, SE
Program Studi Kajian Ketahanan Nasional Kekhususan Kajian Stratejik Intelijen Program Pascasarjana Universitas Indonesia.
1
Daftar Isi BAB I
: Intelijen Kontemporer untuk Organisasi Intelijen Penegakan Hukum
3
BAB 11
: Latar belakang pengmbangan Law Enforcement Intelligence
21
BAB III
: Konsep Intelligence Led-Policing
34
BAB IV
: Pengembangan dan Implementsi ILP
66
BAB V
: Pemolisian Model IACP dalam Intelijen Kriminal
88
BAB VI
: Proses Intelijen
93
BAB VII
: Intelijen berdasarkan sifat analisis
. 116
BAB VIII : Tehnik Penanganan Kriminalitas
131
BAB IX
: Panataan Intelijen Penegakan Hukum
144
BAB X
: Pengawasan Intelijen
158
Lampiran : Pendekatan Penilaian dan Manajemen Resiko .
173
(A Risk Assessment and Management Approach)
Daftar Pustaka
182
2
BAB I INTELIJEN KONTEMPORER UNTUK ORGANISASI INTELIJEN PENEGAKAN HUKUM. Definisi tentang Intelijen menjadi problematik karena konteks, tradisi, dan penggunaan bahasa yang berbeda oleh spesialis dan generalis. Oleh sebab itu perlu ditetapkan rumusan yang baku dan dapat diterima secara umum oleh komunitas intelijen penegakan hukum. Banyak pemahaman yang keliru tentang intelijen baik arti maupun aplikasinya, tidak hanya dikalangan awam tetapi juga dikalangan penegak hukum. Hal ini sebagai akibat dari selama bertahun-tahun komunitas intelijen dan komunitas penegak hukum berada pada posisi yang berbeda dan kadang-kadang berada pada posisi hubungan yang antagonistik. Ini disebabkan oleh perbedaan peran, tanggung jawab, tujuan serta sasarannya, juga tentang manajemen, perlakuan serta penggunaan dari bahan keterangan atau informasi yang diperoleh oleh kedua komunitas tersebut. . Salah satu contoh yang mendasar adalah pemahaman yang berkembang dikalangan penegak hukum di Amerika Serikat tentang istilah informasi dan intelijen sering diartikan sama. Meskipun terdapat perbedaan antara kedua komunitas ini baik dalam peraturan, prosedur, sasaran, penggunaan sumber daya manusia serta standar yang berhubungan dengan kualitas dan kuantitas informasi yang dikumpulkan, upaya-upaya untuk menumbuhkan pemahaman yang benar dilingkungan komunitas intelijen dan komunitas penegak hukum terus dikembangkan. Sebagai bahan rujukan, intelijen secara garis besar dikelompokan kedalam 2 katagori. Pertama, dalam arti “disiplin” , intelijen yang berhubungan dengan aturan-aturan, proses, dan leksikon atau rujukan dari fungsi-fungsi intelijen. Dalam lingkup katagori ini ada 3 tipe intelijen yaitu, Intelijen penegakan hukum (Law enforcement – atau Criminal Intelligence), Intelijen Keamanan Dalam Negeri (Homeland Security Intelligence) atau dikenal juga sebagai Intelijen untuk semua yang berbahaya (“ All Hazards” Intelligence) dan Intelijen untuk Keamanan Nasional (National Security Intelligence). Meskipun ada persamaan dari ketiga tipe intelijen ini ada juga perbedaan. Kedua, katagori yang lebih luas adalah menyangkut aplikasi intelijen yang berhubungan dengan pengetahuan tentang tipe kejahatan yang spesifik. Analisis intelijen yang menghasilkan pengetahuan tentang metode baru dan indikatorindikatornya, misalnya penggunaan alat dan bahan peledak dengan teknologi baru yang digunakan oleh teroris. Pengetahuan ini yang disebut aplikasi dari intelijen (application of intelligence) Contoh lain adalah indikator-indikator yang dihasilkan dari analisis transaksi internasional dalam bidang keuangan yang merupakan karakteristik usaha pencucian uang. Yang paling penting untuk aplikasi intelijen adalah pemahaman dari sifat dan unsur-unsur dari fenomena sebuah kejahatan yang sedang menjadi perhatian.
3
Sebagai contoh, bila masyarakat terancam oleh kegiatan sebuah gang yang melakukan tindak kejahatan, pemahaman tentang sifat dan karakter gang tersebut, tanda dan simbolsimbol, hirarchi, serta sifat-sifat khusus lainnya merupakan bahan yang penting untuk seorang analis, dan para para petugas penegak hukum dalam mengatasi kejahatan tersebut secara efektif. Untuk tujuan pelatihan dan aplikasinya kedua katagori tersebut tidak dapat dipisahkan, meskipun demikian penting untuk memahami aspek kekhususan dari masing-masing katagori tersebut
Intelijen Penegakan Hukum. Sebelum melihat pengertian intelijen, sangat penting untuk memahami arti “informasi” dalam konteks proses intelijen. Informasi dapat diartikan sebagai “bahan mentah”, data yang belum dianalisis menyangkut orang, bukti-bukti, dan peristiwa-peristiwa atau mengilustrasikan sebuah proses yang mengindikasikan sebuah peristiwa kriminal, saksi-saksi, atau bukti dari sebuah peristiwa. Potongan – potongan informasi yang didapat dari berbagai sumber seperti hasil penyadapan telepon, berita yang disampaikan oleh informan, bank data, atau hasil pengamatan hanyalah bahan mentah yang kadang – kadang tidak memiliki arti bila dilihat secara sendiri-sendiri. Terminologi “law enforcement intelligence” sering digunakan sebagai padanan dari “intelijen kriminal atau criminal intelligence” yang sering ditemui dalam diskusi-diskusi tentang penegakan hukum. Di Amerika Serikat sering ditemui dalam diskusi tentang peran polisi dalam keamanan dalam negeri dalam konteks “homeland security”. Padahal ada perbedaan yang mendasar. Criminal Intelligence adalah intelijen yang berhubungan dengan perbuatan tindak kejahatan atau kriminalitas. Polisi atau penegak hukum hanya mengumpulkan informasi yang tidak berhubungan dengan masalah politik. International Association of Chief of Police mendefinisikan, Criminal Intelligence : Information compiled, analyzed and / or disseminated in effort to anticipate, prevent, or monitor criminal activity. (Intelijen Kriminal adalah informasi yang dikumpulkan, dianalisis dan / atau disebarkan dalam upaya untuk mengantisipasi, mencegah dan memonitor aktifitas kriminal). Sedangkan Law Enforcement Intelligence adalah intelijen yang berhubungan dengan keamanan nasional seperti terorisme yang selalu berlatar belakang politik, tetapi menggunakan cara-cara – cara kriminal dalam melakukan serangan.1 Ada perbedaan antara kriminalitas biasa dengan terorisme seperti digambarkan dibawah ini.
1
.Jonathan R.White – Defence the Homeland: Domestic Intelligence, Law Enforcement, and Security. Hal 13.
4
PERBEDAAN ANTARA TERORIS DAN KRIMINAL BIASA Teroris adalah Kriminal biasa adalah · Berlatar belakang politik. · Berlatar belakang keuntungan materil · Memiliki rencana dan tujuan atau psikologis. · Ada dampak yang diharapkan dari · Opportunistik. tindakannya. · Tidak mengharapkan dampak dari · Berorientasi pada kelompok. perbuatannya · Disiplin. · Berdiri sendiri. · Terlatih. · Tidak disiplin. · Melakukan penyerangan atas target. · Tidak terlatih. · Cenderung melarikan diri.
Philip Heyman menyimpulkan: "Sebagai tindakan kriminal, terorisme berbeda. Kebanyakan tindakan kriminal biasa disebabkan oleh kerakusan, kemarahan, cemburu, atau keinginan menguasai, dihargai, atau memperoleh kedudukan dalam satu kelompok dan bukan suatu keinginan untuk merubah dunia atau bangsa dan negara tertentu. Kebanyakan tindakan kriminal biasa tidak mempunyai tujuan untuk merubah suatu pemerintahan atau struktur dasar dan ideologi suatu bangsa. Sebagian akan membantah bahwa kekerasan yang dilakukan dengan tujuan politik adalah tindakan yang hanya mementingkan diri sendiri, yang lain mungkin menyetujuinya. Tetapi semua akan setuju bahwa kekerasan politik adalah alat pelaku yang berbeda dengan tindakan kriminal biasa, yaitu untuk memaksakan perubahan suatu pemerintahan, rakyatnya, struktur bahkan ideologi, apapun tujuan dan motivasinya". Dalam banyak hal sering istilah intelijen dan informasi digunakan secara tidak tepat. Sering sekali intelijen dipandang secara salah, dan dilihat sebagai keterangan tentang orang, tempat, atau peristiwa yang dapat digunakan untuk melihat lebih dalam tentang kriminalitas, atau ancaman kriminal. Lebih dari itu kadang-kadang tidak dapat membedakan antara law enforcement intelligence dengan intelijen nasional. Intelijen adalah sekumpulan informasi yang telah dinilai tingkat kebenaran dan kepercayaannya, dipilah sesuai dengan isu yang ingin dicari jawabannya, dan diolah sesuai metode analisis melalui proses pemaknaan yang logis baik secara induktif maupun deduktif. Dengan demikian Law enforcement intelligence adalah hasil dari sebuah proses analisis yang memberikan gambaran yang utuh terintegrasi dari berbagai informasi yang berbeda tentang kejahatan, kecenderungan tentang suatu kejahatan, ancaman terhadap keamanan, dan kondisi yang berkaitan dengan sebuah kejahatan. Sering kali terjadi “pertukaran informasi” dan “pertukaran intelijen” digunakan secara keliru oleh orang yang tidak mengetahui secara benar pengertian intelijen dan informasi. Pemahaman secara benar tentang perbedaan itu sangat diperlukan karena mempunyai perbedaan perlakuan dan aturan serta implikasi hukum yang berbeda, seperti tertera dalam tabel dibawah ini.
5
Informasi . Riwayat sebuah tindak kejahatan
Intelijen . Laporan oleh seorang analis yang menyimpulkan tentang tanggung jawab . Data- data registrasi kendaraan bermotor, seseorang yang terlibat kejahatan perahu bermotor, pesawat terbang. berdasarkan hasil analisis atas berbagai informasi yang diperoleh dari hasil . Catatan tindakan penyerangan investigasi maupun riset, .
. Pernyataan oleh seorang informan, saksi atau tersangka.
. Hasil observasi tentang sifat dan insiden, dari tim pengamat atau dari masyarakat.
Hasil analisis tentang kecenderungan tindakan kejahatan atau terror dengan sebuah kesimpulan yang menggambarkan tentang karakteristik pelaku kejahatan atau terror, dan kemungkinan tindakan kejahatan atau aksi terror pada masa yang akan datang serta pola penanganan serta pencegahannya.
. Keterangan tentang Bank, investasi, Laporan kredit, atau Laporan keuangan lainnya. . Perkiraan tentang potensi kerusakan , kerugian dan jatuhnya korban dari sebuah tindakan kejahatan / terror sebagai hasil analisis dari informasi yang terbatas dan didasarkan pengalaman masa lalu - Perkiraan penghasilan seseorang yang diperoleh dari kejahatan bisnis berdasarkan analisis pasar dan lalu lintas komoditi illegal. Pengertian dasar intelijen untuk penegakan hukum adalah produk dari sebuah proses analisis yang mengevaluasi berbagai bahan keterangan yang dikumpulkan dari berbagai sumber, setelah melalui tahapan pemilahan dan pengintegrasian bahan keterangan yang relevan. Hasil proses analisis ini berbentuk sebuah kesimpulan atau perkiraan tentang fenomena kriminal, dengan menggunakan pendekatan ilmiah dalam pemecahan masalah. Intelijen adalah sebuah produk sinergi yang digunakan oleh pembuat keputusan dalam menentukan cara bertindak menghadapi problem berbagai bentuk kriminalitas, ekstrimisme, dan terorisme. Seperti telah dijelaskan dalam awal tulisan ini Intelijen untuk penegakan hukum merupakan kebutuhan yang sangat penting dalam proses pengambilan keputusan (decisionmaking), perencanaan (planning), penentuan sasaran strategik (strategic targeting), dan tindakan pencegahan (crime prevention).
6
Pertama, proses pengambilan keputusan (decision making). Kegiatan pengumpulan informasi dan menentukan apa yang harus dilakukan dengan informasi tersebut adalah kegiatan yang biasa terjadi dalam operasi penegakan hukum. Meskipun petugas penegak hukum serta para pimpinannya dikelilingi setumpuk besar informasi, sering terjadi keputusan yang dihasikan tidak didasari oleh informasi yang cukup dan lengkap, akurat, dan menyesatkan. Perkiraan yang baik sangat tergantung kepada proses dan analisis intelijen, mulai pengumpulan bahan keterangan/informasi hingga proses pengambilan atau pembuatan keputusan. Kedua, perencanaan dan alokasi sumber daya. Intelijen merupakan unsur penting untuk penyusunan perencanaan yang efektif dan cara bertindak yang tepat. Sering terjadi institusi penegak hukum dalam menyusun perencanaan tanpa memahami persoalan kejahatan yang dihadapi dan tanpa masukan yang cukup. Menyediakan intelijen bagi pembuat keputusan tentang perubahan sifat ancaman, karakteristik serta pola ancaman serta bentuk ancaman baru sebagai dasar penyusunan strategi penangkalan (response strategies) dan penyusunan alokasi sumber daya yang tepat agar dapat dilakukan tindakan pencegahan yang efektif. Fungsi intelijen ini disebut intelijen strategis (strategic intelligence) Investigasi atau penyelidikan jelas merupakan bagian dari kegiatan pengumpulan bahan keterangan, fungsi intelijen dengan derajat penulusuran dan fokus yang lebih luas, dari investigasi kriminal. Sebagai contoh, institusi penegak hukum mempunyai alasan yang cukup untuk mencurigai seseorang atau sekelompok orang bahwa mereka memiliki niat, kemampuan, dan komitmen yang kuat untuk melakukan perbuatan kriminal atau kegiatan terror. Namun tidak cukup bukti untuk melakukan penahanan dengan alasan percobaan perbuatan kriminal atau persekongkolan. Tetapi ada keadaan yang memaksa demi keselamatan masyarakat luas sehingga tetap terbuka untuk melakukan identifikasi terhadap pelaku kriminal terutama pemimpin atau senjata yang akan dipergunakan. Disebabkan oleh peran yang luas ini maka perlu panduan untuk pengamanan terhadap bahan keterangan atau informasi dan keperluan untuk menyimpan catatan orang perorang dimana bukti-bukti keterlibatannya dalam tindak kriminal belum jelas. Panduan itu diperlukan agar tidak melanggar hak konstitusional warga, sementara itu institusi penegak hukum diijinkan untuk melakukan penyelidikan demi keamanan masyarakat. Ketiga, penentuan sasaran strategis (Strategic Targeting). Peran intelijen penting lainnya adalah dalam penentuan sasaran strategik dan penentuan prioritas. Institusi penegak hukum yang mendapatkan alokasi anggaran yang ketat serta keterbatasan personal harus dapat menggunakan sumber daya yang tersedia secara hatihati, penentuan sasaran perorangan, lokasi, serta operasi, agar dapat dicapai hasil yang optimal serta dapat membuka peluang keberhasilan yang tinggi.
7
Beban tugas yang tidak terukur dapat mengurangi tingkat efisiensi penyelidikan, kecuali para penyelidik dapat mengidentifikasi sasaran dengan tingkat keberhasilan yang tinggi. Intelijen yang memungkinkan para penyelidik dapat bekerja dengan efisien. Sebagai salah satu contoh dapat dikemukakan hal sebagai berikut: Untuk menanggulangi tindakan terror dan ektrimis Pasukan Anti Teror Detasemen 88 Polri melakukan kajian tentang karakteristik kelompok, sifat kejahatan, analisis sasaran, dan dampak dari tindakan intervensi yang mungkin dilakukan, untuk menentukan kelompok mana yang dapat menampilkan ancaman yang paling besar terhadap keamanan negara. Dengan melakukan kajian serta membandingkan informasi-informasi diatas Den 88 dapat menentukan sasaran terpilih tentang kelompok mana yang perlu segera diatasi. Selain itu tindakan strategik dapat dipilih yang didasarkan kepada pengetahuan dan pemahaman tentang aktifitas kelompok dan sumber daya yang tersedia. Keempat, pencegahan tindak kejahatan (Crime Prevention). Intelijen untuk penegakan hukum merupakan hal penting untuk keberhasilan dalam upaya pencegahan terhadap tindakan kejahatan. Menggunakan intelijen dari tindakan kejahatan yang sudah pernah terjadi dapat membantu dalam menetapkan indikator-indikator tindak kejahatan, dan mengantisipasi kecenderungan terjadinya tindak kejahatan sehingga badan yang berwenang dapat melakukan tindakan-tindakan pencegahan dan mengurangi dampak yang mungkin timbul. Menyediakan intelijen yang terpercaya yang berhubungan dengan ancaman teroris atau perbuatan kejahatan lainnya, yang digunakan untuk menangkal dan menangkap pelaku, perkuatan dan perlindungan sasaran, serta digunakan sebagai dasar penyusunan strategi dalam upaya menggagalkan atau mengurangi ancaman. Fungsi intelijen ini disebut sebagai intelijen taktik (tactical intelligence). Tindakan pencegahan bisa gagal dilakukan apabila terjadi hal-hal sebagai berikut: a. Intelijen merupakan subordinasi kebijakan. Sumber kesalahan atau bias intelijen yang banyak didiskusikan dalam analisis intelijen adalah adanya kemungkinan intelijen memberikan pertimbangan intelijen kepada pengguna yang merupakan atasan intelijen, didasarkan kepada apa yang ingin didengar oleh atasan, bukan kepada apa yang diindikasikan oleh fakta atau bukti yang diperoleh. Yang menjadi pertanyaan adalah apa peranan intelijen dalam proses pengambilan keputusan. Apakah harus ditarik garis yang tegas yang memisahkan fungsi dan tanggung jawab pembuat keputusan di satu sisi dan intelijen disisi yang lain. Yang jelas kebijakan dan keputusan harus dituntun dan didasarkan kepada intelijen yang baik dan benar. Akan berbahaya bila penentu kebijakan dan pembuat keputusan mengabaikan fakta-fakta yang telah diuji dan mengambil tindakan hanya didasarkan kepada pandangan dan intuisi pribadi tanpa dukungan pengetahuan yang benar dan teruji. Meskipun tidak dipungkiri bahwa dalam beberapa kasus, pendapat dan analisis pribadi pembuat keputusan terbukti menghasilkan suatu keputusan yang benar dan tepat, tetapi kasus ini bukan merupakan alasan pembenar untuk mengabaikan intelijen yang baik.
8
Namun satu yang pasti, para pengambil keputusan yang berwenang tetap harus memikul tanggung jawab penuh terhadap langkah dan tindakan yang diambil, apakah didasarkan kepada intelijen yang disiapkan oleh badan intelijen atau bukan. Dari persepektif intelijen, kesulitan muncul dari pembuat keputusan yang cenderung mengabaikan laporan intelijen yang dianggap tidak mendukung kebijakan yang akan mereka tetapkan atau telah ditetapkan. Sebaliknya dari sudut pandang perumus kebijakan dan pembuat keputusan, melihat bahwa intelijen sering membuat pertimbangan yang miskin dan tidak membantu mereka dalam merumuskan kebijakan dan membuat keputusan, namun orang intelijen memberlakukan laporan intelijen mereka seolah-olah “sabda para nabi” atau “titah raja (imperial intelligence) “ yang tidak bisa salah, sehingga dianggap salah bila perumus kebijakan dan pembuat keputusan tidak menggunakannya. b..Intelijen tidak dapat diperoleh tepat waktu dan tepat tempat ketika diperlukan. Organisasi intelijen yang luas dengan kompartementasi yang ketat, yang melibatkan sistem pengumpulan bahan keterangan, sistem pengolahan dan analisis, serta sistem penyebarannya merupakan salah satu persoalan yang memungkinkan terhambatnya intelijen sampai kepada pengguna dengan tepat waktu dan tepat tempat. Terhambatnya intelijen sampai kepada pengguna dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya dapat disebabkan oleh aturan pengamanan yang menetapkan pembatasan yang ketat terhadap penyebaran intelijen yang berklasifikasi tinggi dan sensitif, kecemburuan dan persaingan birokrasi sehingga memperlakukan informasi sebagai senjata untuk memenangkan persaingan, atau kekurang sadaran (lack of awareness) dari birokrasi yang memiliki data-data dan bahan keterangan terhadap birokrasi lain yang membutuhkan informasi sehingga kebutuhan tersebut terabaikan. Persoalan yang sama bisa muncul bila organisasi yang bertanggung jawab untuk pengelolaan dan analisis tidak memiliki akses terhadap informasi atau bahan keterangan yang relevan dengan isu yang sedang dianalisis. Oleh sebab itu harus ada organisasi yang mengendalikan kedua kegiatan ini. c. Pengaruh opini yang terbentuk. Intelijen yang baik adalah hasil proses kegiatan yang dilakukan sesuai dengan prosedur dan kaidah intelijen mulai tahap pengumpulan bahan keterangan, penilaian tingkat kepercayaan terhadap sumber dan kebenaran bahan keterangan maupun proses pengolahan dan analisis. Meskipun proses ini telah ditempuh, tidak akan menghasilkan intelijen yang bermutu bila dalam proses intelektual ini dipengaruhi oleh opini yang telah terbentuk (received opinion). d. Bercermin dari bayangan ( Miror Imaging). Miror imaging adalah sikap mental yang menyederhanakan dalam menarik suatu kesimpulan atau membuat perkiraan dari suatu keadaan yang belum dikenalnya dengan menganalogikan dirinya dalam posisi yang dikenalnya. Dalam konteks intelijen diartikan, dalam menganalisis atau membuat perkiraan tentang kemungkinan tindakan yang dilakukan, misalnya oleh sebuah kelompok
9
teroris dengan cara mendudukkan dirinya dalam posisi yang sama dengan pengambil keputusan dari kelompok teroris tersebut yang akan melakukan sebuah serangan. Dalam beberapa kasus kegagalan intelijen tidak selalu berhubungan dengan pendadakan oleh pihak pelaku kejahatan seperti serangan teroris, namun dapat juga berupa hilangnya kesempatan untuk memperoleh keuntungan bagi pihak sendiri. Richard Betts mengemukakan argumen tentang kegagalan intelijen sebagai berikut: 2 In the best-known cases of intelligence failure, the most crucial mistakes been made by collectors of raw information, occasionally by professionals who produce finished analyses, but more often by the decision makers who consumes the products of intelligence services. Policy premises constrict perception, and administrative workloads constrain reflection. Intelligence failure is political and psychological more often than organizational. (Dari kegagalan intelijen yang diketahui secara luas, kesalahan yang paling krusial sering sekali dilakukan oleh pengumpul bahan keterangan, kadang-kadang dilakukan oleh para profesional yang melakukan analisis, tetapi yang paling sering disebabkan oleh para pembuat keputusan yang menggunakan intelijen yang dihasilkan oleh badan intelijen. Kebijakan cenderung membatasi persepsi, dan beban administratif juga membatasi pertimbangan. Kegagalan intelijen lebih disebabkan oleh masalah politik dan psikologi daripada masalah organisasi). Richard Betts melukiskannya dalam sebuah diagram seperti dibawah ini.:
Decision makers Source of failure Analysis Collectors
Gambar ini menunjukan kegagalan intelijen paling banyak dilakukan oleh para pembuat keputusan sebagai pengguna intelijen. Hal ini disebabkan adanya dilema hubungan pemimpin sebagai pembuat keputusan dengan intelijen. Beberapa hal yang menjadi dilema hubungan pemimpin sebagai pembuat keputusan dengan intelijen adalah; 3 2 3
. Peter Gill and Mark Phythian- Intelligence in an Insecure World. Hal 144. . Michael I. Handel - Leaders and Intelligence. Hal 5.
10
1. Apabila pemimpin adalah tipe dogmatis, dia tidak mudah menerima informasi baru atau informasi yang tidak sejalan dengan apa yang dia pikirkan atau dengan keputusan atau kebijakan yang telah dia tetapkan. Namun sebaliknya apabila pemimpin itu terlalu "open minded " dia akan terlalu sering berubah pikiran, sehingga dia tidak mampu menunjukan kepemimpinan yang jelas. 2. Hubungan antara pemimpin dan intelijen harus berada dalam posisi yang baik namun seimbang, dalam arti dekat tetapi tidak terlalu rapat, jauh namun tidak terlalu terlepas.. . Hubungan yang terlalu dekat akan berbahaya karena ada kemungkinan intelijen terpengaruh oleh kebijakan dan keputusan yang telah dikeluarkan pimpinan, sehingga intelijen akan kehilangan objektifitasnya. Sebaliknya hubungan yang terlalu jauh akan membuat pimpinan terlalu bebas, dengan akibat putusnya hubungan pimpinan dengan komunitas intelijen. 3. Apabila pimpinan memiliki penasehat intelijen yang terlalu dominan atau hanya tergantung kepada satu sumber intelijen, pimpinan akan menerima informasi yang terbatas atau bias, namun sebaliknya apabila pimpinan menerima masukan dari sumber yang banyak dia akan menjadi korban dan akan mengeluarkan keputusan atau kebijaan yang bias dan kehilangan ketepatan. Memiliki penasehat yang banyak ada kemungkinan pimpinan hanya akan memilih alternatif yang memperkuat pemikiran yang telah dia tetapkan. Lebih jauh lagi ada kemungkinan pimpinan akan tergoda (secara tidak sadar) menerapkan taktik "divide and - rule" dengan memanipulasi agar penasehat intelijennya menyampaikan informasi yang akan mendukung kebijakannya atau konsep yang telah dia pikirkan. Apabila dia belum menetapkan atau memikirkan satu kebijakan ada kemungkinan dia akan mengkompromikan semua informasi sehingga akan menghasilkan kebijakan yang kurang efektif. Demikian juga sumber intelijen yang banyak akan menyulitkan kordinasi sehingga akan menghambat proses pengambilan keputusan dan hanya akan membuang-buang waktu dan sumber daya. 4.Sementara itu pimpinan memerlukan akses langsung kepada - raw intelligence-, namun apabila dia terjerat terlalu sering dalam urusan detail dilapisan bawah, ada resiko dia menjadikan dirinya sebagai petugas intelijen sehingga akan disibukan oleh urusan yang bukan urusannya dan akan mengabaikan urusan utamanya, yang pada ujungnya akan kehilangan ketajaman dalam membuat keputusan atau kebijakan. Namun diakui bahwa pimpinan sampai derajat tertentu memerlukan pemahaman terhadap raw intelligence yang penting dalam mengembangkan kesadaran tentang tugas intelijen. 5. Apabila pimpinan dibanjiri terlalu banyak oleh informasi, pimpinan tidak akan mempunyai waktu untuk mendalami informasi yang diterimanya dengan serius. Pimpinan juga akan menggantungkan terlalu jauh kepada intelijen untuk membantu membuat keputusan yang berakibat kepada terlambatnya membuat keputusankeputusan penting. Sebaliknya apabila menerima informasi yang terlalu sedikit akan mengurangi ketepatan dan ketajaman sebuah kebijakan atau keputusan
11
6. Untuk pimpinan komunitas intelijen atau penasehat intelijen menghadapi dilema sebagai berikut. Apabila dia terlalu jujur dan terlalu objektif kemungkinan besar dia akan kehilangan akses kepada pimpinan.. Namun sebaliknya bila dia membuat intelijen yang tidak menyenangkan dengan cara memilih dan menyusunkan dengan baik sehingga menjadi menyenangkan dia akan meningkatkan pengaruhnya kepada pimpinan namun dibalik itu akan mengakibatkan berkurangnya nilai intelijen. Kunci untuk mengatasi dilema ini adalah Kualitas Pimpinan yang paripurna.
Intelijen Keamanan Dalam Negeri (Homeland Security Intelligence). Istilah – Homeland Security Intelligence – merupakan istilah yang relatif baru di Amerika Serikat, yang mengintegrasikan tanggung jawab institusi penegak hukum, terutama menyangkut fungsi pemeliharaan ketertiban. Tanggung jawab intelijen baru ini muncul dalam kerangka keamanan dalam negeri yang menuntut kegiatan intelijen pada tingkat provinsi atau negara bagian dan dibawahnya melakukan antisipasi dan menganalisis kemungkinan ancaman dari semua bentuk bahaya atau disebut “all hazard”. Meskipun ada “daerah abu-abu” dalam kerangka keamanan dalam negeri ini, faktor utama untuk institusi penegak hukum adalah fokus kepada ancaman bahaya yang berimplikasi terhadap tanggung jawab atas keselamatan masyarakat dan pemeliharaan ketertiban. Dalam konteks ini David L.Carter mendefinisikan, intelijen keamanan dalam negeri (homeland security intelligence) adalah – “the collection and analysis of information concern with noncriminal domestic threat to critical infrastructure, community health and public safety for the purpose of preventing the threat or mitigating the effects of the threat”.4 (pengumpulan dan analisis bahan keterangan yang berhubungan dengan ancaman kejahatan bukan domestik, terhadap infrastruktur kritis, kesehatan masyarakat, dan keselamatan masyarakat dengan tujuan untuk pencegahan dan mengurangi dampak dari ancaman tersebut). Dalam menghadapi keadaan darurat baik yang mengancam kesehatan masyarakat maupun bencana alam, ada keperluan untuk melibatkan institusi penegak hukum untuk memelihara ketertiban dan melakukan kegiatan untuk memelihara ketertiban masyarakat sampai keadaan dapat diatasi. Intelijen keamanan dalam negeri harus melakukan identifikasi kerawanan terhadap keselamatan masyarakat yang ditimbulkan oleh keadaan darurat atau bencana dan meneruskannya kepada institusi penegak hukum sehingga dapat diambil langkah-langkah yang tepat. Dalam kasus tertentu dapat saja informasi yang disampaikan dapat berupa intelijen keamanan dalam negeri dan kemudian menjadi intelijen penegakan hukum, seperti ancaman terhadap infrastruktur yang tadinya bersifat umum berubah menjadi intelijen penegakan hukum ketika ada seseorang yang diidentifikasikan. 4
. David L.Carter- Law Enforcement Intelligence: A Guide for State, Local and Tribal Law Enforcement Agencies. Hal 14.
12
Bila seseorang diidentifikasi terlibat atau ada hubungannya dengan ancaman terhadap infrastruktur kritis, berarti hubungan kejahatan sudah muncul dan intelijen penegakan hukum dapat menetapkan kebutuhan intelijen dan dapat bekerjasama dengan intelijen keamanan dalam negeri. Bentuk intelijen ini memunculkan persoalan karena disatu sisi ini bukan merupakan kejahatan atau kriminal murni tetapi menjadi tanggung jawab institusi penegak hukum yang berurusan dengan masyarakat. Disisi lain intelijen keamanan dalam negeri tidak jelas merumuskan baik dalam hubungan hukum maupun kebijakan, tetapi memiliki kekuasaan lebih sebagai akibat tanggung jawab Departemen Keamanan Dalam Negeri (Department of Homeland Security) terutama dalam ranah infrastruktur kritis. Dari sini nampak bahwa dalam kasus-kasus tertentu bisa terjadi tumpang tindih. Meskipun Intelijen Keamanan Dalam Negeri (Homeland Security Intelligence atau AllHazards Intelligence) mempunyai lingkup yang luas, telah muncul pula inisiatif-inisiatf baru dalam bentuk-bentuk intelijen baru yaitu : a. Intelijen Dinas Pemadam Kebakaran (Fire Service Intelligence Enterprise). Gagasan ini muncul dan menguat setelah terjadi peristiwa 11 September 2001, dan berdasarkan kenyataan bahwa dalam mengatasi setiap peristiwa seperti serangan teroris, bencana alam, kecelakaan industri, dan setiap keadaan darurat Dinas Pemadam Kebakaran selalu menjadi yang pertama yang dilibatkan untuk mengatasi dampaknya Namun demikian kalangan penegak hukum masih belum dapat merumuskan dengan jelas informasi apa yang dapat dipertukarkan dengan dinas pemadam kebakaran. b. Intelijen Medik (Medical Intelligence). Intelijen Medik merupakan satu unsur yang sedang tumbuh dalam konteks intelijen keamanan dalam negeri yang mempunyai tanggung jawab mengatasi semua ancaman bahaya (all hazards responsibilities). Intelijen medik mempunyai tanggung jawab yang berhubungan dengan ancaman terhadap kesehatan masyarakat. Intelijen Medik menganalisis perkembangan dan kecenderungan kesehatan masyarakat, organisasi, dan kejadian-kejadian yang dapat mempengaruhi kesehatan masyarakat Hal-hal penting yang dapat dicatat dari perkembangan ini adalah: 1). Nampak kecenderungan penting Intelijen Medik sebagai alat untuk membantu untuk perlindungan masyarakat. 2). Intelijen Medik akan berkembang menjadi intelijen yang penting sebagai unsur yang bertanggung jawab terhadap semua ancaman bahaya. 3). Amerika Serikat memiliki sumber-sumber yang dapat membantu mengidentifikasi ancaman terhadap kesehatan masyarakat, seperti Pusat Intelijen Medik Angkatan Perang ( The Armed Forces Medical Intelligence Center), The WWW Virtual Library collection on Epidemilogy, The Biodefense and Public Health Database, serta The Centers for Disease Control and Prevention (CDC) Wonder Database of Health and Risks.
13
c. Intelijen Geng (Gang Intelligence) Bila mendengar kata “geng” yang terbayangkan kepada kita adalah sekumpulan anak muda, yang sering membuat keributan seperti balapan sepeda motor (turf battles) ditengah keramaian kota, mencorat-coret dan menggambari dinding dengan semprotan cat yang menggambarkan simbol-simbol kelompoknya, membuat keributan dan melakukan tindakan kekerasan yang sering menimbulkan kematian, atau perkelahian dengan kelompok pemuda lainnya. Seperti di Indonesia salah satunya ada yang disebut geng motor yang sering membuat keributan dan menimbulkan korban. Geng motor ini yang sudah ada sejak tahun 1970-an. Seperti geng motor Pacinko atau Pasukan Cina Kota dilahirkan pada tahun 1970-an oleh John Indo. Geng ini anggotanya kebanyakan anak keturunan Tionghoa. Geng ini sekarang sudah tidak ada, tetapi penggantinya bermunculan seperti Gamshi (Gabungan Anak Muda berprestasi yang jago ngetrek), MGZT (Mangga Besar Anak Ibliz), Hanoman, Aligator dan Green Eagle. Hanya Wild Boys yang anggotanya kebanyakan bukan keturunan Tionghoa., dan banyak lagi seperti Y-GEN atau Young Generation, XTC (Exalt to Coitus), BRIGEZZ, GBR, M2R (Moonraker), NERO atau yang sering diartikan "neko-neko dikeroyok". Selain geng motor ada kelompok lain yang di Indonesia lebih dikenal dengan kelompok preman. Mereka umumnya bersembunyi dibalik perkumpulan etnis seperti kelompok Ambon, Kelompok Kei, Flores, Papua, Betawi, Banten. Kelompok-kelompok ini umumnya bergerak dibidang jasa pengamanan atau penagih utang. Namun kejahatan geng ini skalanya masih kecil bila dibandingkan dengan misalkan Amerika Serikat Amerika Serikat selama bertahun - tahun mengalami kegagalan dalam upaya mengatasi kejahatan yang dilakukan geng-geng jalanan. Berbagai program telah dicoba untuk memerangi kejahatan geng. Pada tahun 1977 Los Angeles Police Department (LAPD) mengenalkan program yang dianggap akan dapat mengatasi problem kejahatan geng dengan tuntas yaitu yang disebut CRASH ( Community Resources Against Street Hoodlums). Dan pada waktu yang bersamaan Los Angeles Sheriff 's Department (LASD) mengenalkan program yang disebut OSS (Operation Safe Streets) Kedua program yang dianggap baik ini dan telah menghabiskan anggaran jutaan dolar, diawaki oleh perwira-perwira dan anggota pilihan yang terlatih baik dengan latihan khusus, semua problem kejahatan geng telah terpetakan dengan baik. Namun program tersebut ternyata tidak berhasil mengatasi geng jalanan. Pada permulaan tahun 1987 CRASH melancarkan operasi yang disebut "Operation Hammer" untuk memberantas kekerasan yang dilakukan geng di South Central Los Angeles yang telah menimbulkan 7 orang terbunuh. Pada puncak operasi bulan April 1988, CRASH telah mengerahkan sebanyak seribu orang dalam satu minggu dan berhasil menangkap dan menahan 1453 orang.
14
Disamping keberhasilan operasi ini mendapat kritik dan tuduhan rasialis karena Operation Hammer sasarannya hanya anak-anak muda Afrika Amerika dan Hispanic yang dijuluki sebagai "Urban Terrorist" dan "Ruthless Killers". CRASH dibubarkan pada tahun 2000. The National Gang Threat Assessment membagi geng ini dalam beberapa katagori yaitu: 1). National and Regional Street Gangs. 2). Gangs and Organized Crime, yang dikelompokkan kedalam Asian Organized Crime dan Russian Organized Crime. 3). Gangs and Terrorist Organizations, yang dikelompokkan kedalam Domestic Terrorist Groups dan International Terrorist Groups. 4). Prison Gangs. 5). Hispanic Gangs. 6). Outlaw Motorcycle Gangs. National Gang Intelligence Center - Amerika Serikat mendefinisikan gang sebagai berikut: 5
Gang Street (Jalanan) Prison (Penjara )
Outlaw Motorcycle (OMGs) atau Gang Motor
5
Definisi Street Gangs are criminal organizations formed on the street operating throughout the United States. (Geng Jalanan adalah organisasi kriminal yang terbentuk di jalanan dan beroperasi diseluruh wilayah Amerika Serikat) Prisons Gangs are criminal organizations that originated within penal system and operate within correctional facilities throughout the United States, although released members may operating on the street. Prison gangs are also self-perpetuating criminal entities that can continue their criminal operations outside the confines of the penal system. (Geng Penjara adalah organisasi kriminal yang semula muncul dalam sistem pemayarakatan (penal system) dan beroperasi dilingkungan lembaga pemasyarakatan di Amerika Serikat, meskipun anggota yang sudah bebas dari lembaga pemasyarakatan mungkin beroperasi di jalanan. Geng Penjara juga merupakan kelompok kriminal yang mandiri keabadiannya yang dapat melanjutkan kegiatan kriminalnya diluar sistem pemasyarakatan). OMGs are organizations whose members use their motorcycle clubs as conduits for criminal enterprises. Although some law enforcement agencies regard only One Percenters as OMGs, the NGIC, for the purpose of this assessment, covers all OMG criminal organizations, including OMG support and puppet clubs. ( OMG s adalah organisasi yang anggotanya menggunakan klubklub motor sebagai kelompok kejahatan. Meskipun sebagian institusi penegak hukum menyatakan hanya 1% (One Percenters) sebagai OMGs, NGIC untuk keperluan pengkajian memasukan semua OMG sebagai organisasi kriminal, termasuk pendukung
. National Gang Intelligence Center : National Gang Threat Assessment - Emerging Trends. Hal 5.
15
One Percenter OMGs
Neighborhood / Local
OMG dan semua klub-klub bonekanya.) ATF defines One Percenters as any group of motorcyclists who have voluntarily made a commitment to band together to abide by their organization"s rules enforced by violence and who engage in activities that bring them and their club into repeated and serious conflict with society and the law. The group must be an ongoing organization, association of three (3) or more persons which have a common interest and / or activity characterized by commission of or involvement in a pattern of criminal or deliquent conduct. ATF estimates there are approximately 300 One Percenter OMGs in the United States. (ATF mendefinisikan One Percenters sebagai kelompok bermotor yang secara sukarela berkomitmen mengikatkan diri dalam satu wadah yang diikat oleh satu aturan organisasi dan melakukan tindakan kekerasan serta kegiatan yang sering mengakibatkan konflik dengan masyarakat dan hukum. Kelompok ini beranggotakan yang terdiri dari tiga (3) orang atau lebih yang memiliki kepentingan yang sama dan / atau kegiatan yang ditandai oleh imbalan atas keterlibatannya dalam perbuatan kriminal atau perbuatan yang melanggar hukum. ATF memperkirakan kurang lebih ada sekitar 300 One Percenters Geng Motor diseluruh Amerka Serikat Neighborhood or Local street gangs are confined to specific neighborhoods and jurisdictions and often imitate larger, more powerful national gangs. The primary purpose for many neighborhood gangs is drug distribution and sales. (Geng Jalanan yang beroperasi dalam wilayah tertentu atau lokal yang dibatasi oleh wilayah dan jurisdiksi yang spesifik dan sering lebih luas, dan merupakan geng yang bersifat nasional dan berkuasa. Tujuan utama dari geng yang bersifat kewilayahan adalah peredaran dan penjualan narkoba).
Kini telah terjadi kecenderungan baru seperti terlihat dari katagori diatas perbedaan antara geng dan kejahatan terorganisasi nampak samar. Seperti yang terjadi di Meksiko sering terjadi perang antar geng narkoba. Tamaulipas adalah kawasan perang antar geng narkoba paling berdarah di Meksiko. Lebih dari 55.000 orang tewas dalam konflik berdarah sejak Presiden Meksiko Felipe Calderon menurunkan tentara untuk memerangi kartel narkoba. Desember 2006, pemerintah Meksiko menyalahkan perang brutal antara kartel Zetas, yang didirikan oleh sejumlah desertir militer, dan kartel Sinaloa yang dipimpin penjahat paling dicari di Meksiko, Joacquin "Shorty"Guzman, atas meningkatnya pembunuhan warga sipil. Demikian juga batas antara geng dan terroris sulit ditentukan karena sama-sama menggunakan taktik intimidasi dan menimbulkan rasa takut untuk mencapai tujuannya.
16
Beberapa kecenderungan dapat digambarkan sebagai berikut: - Geng dan penyelundupan orang asing, perdagangan manusia, prostitusi. Keterlibatan geng dalam penyelundupan orang asing, perdagangan manusia serta prostitusi terutama didorong oleh perhitungan keuntungan yang besar dengan resiko yang lebih kecil dibandingkan dengan perdagangan narkotik dan senjata. Geng juga ditengarai telah terlibat dalam memfasilitasi pergerakan imigran gelap.. Prostitusi dimanfaatkan oleh geng sebagai sumber keuangan. FBI melaporkan bahwa prostitusi merupakan sumber keuangan terbesar kedua bagi geng-geng di San Diego, California. 6 Mereka bertindak misalnya sebagai mucikari. Cara lain dengan membujuk atau memaksa wanita-wanita muda untuk menjadi pelacur. Geng-geng ini mengendalikan korban-korbannya dengan kekerasan maupun tekanan psikologis. Banyak korban prostitusi ini adalah yang masih tergolong anak-anak. Untuk melindunginya institusi penegak hukum dengan FBI sebagai penjuru melaksanakan operasi dengan nama Cross Country Operation. Dalam Cross Country Operation pada bulan Juni 2012 selama tiga hari telah dijaring sebanyak79 anak dan menahan lebih dari 100 orang mucikari Sejak dilancarkannya operasi ini diseluruh Amerika Serikat, FBI dengan dibantu lebih dari 414 institusi penegak hukum dari berbagai tingkatan dan melibatkan lebih dari 8500 personal, telah berhasil menyelamatkan lebih dari 2200 anak-anak. - Geng dan organisasi kriminal. Banyak geng-geng yang berbasis di Amerika Serikat menjalin hubungan yang kuat dengan kartel-kartel narkoba di Amerika Tengah dan Meksiko. Mereka melakukan penyelundupan narkoba melalui perbatasan Amerika Serikat dengan Meksiko maupun perbatasan Amerika Serikat dengan Kanada. Mexican Drug Trafficking Organizations (MDTOs) mengendalikan penyelundupan kokain, heroin, methamphetamine, dan marijuana dari Meksiko. - Geng dan kelompok organisasi kriminal. Pada Januari 2010 FBI mengeluarkan laporan yang mengindikasikan adanya kerjasama yang erat antara organisasi kriminal Afrika, Asia, Eurasia, dan Itali dengan kelompok kelompok geng di Amerika Serikat dalam kegiatan pencucian uang, jasa penagih utang (debt collector), pemerasan maupun melakukan tindakan kekerasan. Siapa saja yang dapat dikatagorikan sebagai anggota geng?. Ada semacam petunjuk yang dikeluarkan oleh VGTOF (Violent Gang and Terrorist Organization File) yang merupakan bagian dari NCIC (National Crime Information Center). Anggota geng harus ditandai paling tidak oleh 2 dari kriteria sebagai berikut. - Telah teridentifikasi sebagai anggota geng oleh seseorang yang tingkat kepercayaannya telah terbukti. 6
. Ibid - Hal 25.
17
-
-
Telah teridentifikasi sebagai anggota geng oleh seseorang yang belum diketahui tingkat kepercayaannya namun informasinya telah dikuatkan oleh sumber-sumber yang dapat dipercaya. Telah diamati oleh petugas penegak hukum didaerah yang dikenal sebagai daerah geng, ada hubungannya dengan anggota geng lainnya yang telah teridentifikasi, bertingkah laku seperti gaya geng yang dapat dilihat dari cara berpakaian, tato, semboyan, dan simbol-simbol. Telah mengalami penahanan lebih dari satu kali bersama anggota geng lainnya yang telah dikenal karena melakukan kegiatan geng. Telah diakui sebagai anggota geng pada waktu tertentu, selain ketika ditahan atau dihukum.
Intelijen geng memberi tantangan tersendiri terhadap intelijen penegakan hukum dalam hal pemahaman dan aplikasi dari hukum yang berlaku, peraturan-peraturan, kebijakan, dan praktek-praktek intelijen penegakan hukum. Seperti telah disinggung terdahulu intelijen adalah keluaran dari sebuah proses analitik, namun bagi mereka yang spesialis menangani investigasi terhadap geng, terminologi “intelijen” umumnya digunakan lebih luas. Biasanya spesialis geng menambahkan ”indikator-indikator” dibawah rubrik intelijen, seperti sifat dan peri laku geng, tanda-tanda dan simbol-simbol dari geng yang berbeda (warna dan tag), modus operandi dari masing-masing geng, kecenderungan dari aktifitas masing-masing geng. Kebanyakan laporan ini dianalisis namun tidak serumit proses analisis intelijen pada umumnya. Banyak geng kriminal yang mempunyai lingkup transjurisdictional, sehingga proses analisis ancaman dan pertukaran informasi menjadi penting. Sarana dan sumber-sumber intelijen merupakan faktor-faktor yang penting untuk menghadapi persoalan geng secara efektif.
Intelijen Keamanan Nasional (National Security Intelligence). Untuk lebih memahami pengertian intelijen secara luas dan membedakannya dari intelijen penegakan hukum (law enforcement intelligence) dicontohkan pengertian intelijen yang digunakan oleh National Security Intelligence – Amerika Serikat seperti berikut: “ the collection and analysis of information concerned with relationship and homeostasis of the United States with foreign power, organizations, and person with regard to political and economic factor as well as the maintenance of the United States sovereign principles”.7 (Pengumpulan dan analisis bahan keterangan yang berhubungan dengan stabilitas dan hubungan Amerika Serikat dengan kekuatan luar, organisasi, orang perorang dengan memperhatikan faktor politik dan ekonomi serta mempertahankan prinsip-prnisip kedaulatan Amerika Serikat). National Security Intelligence (NSI) bekerja dalam kerangka memelihara dan menjaga Amerika Serikat sebagai sebuah republik kapitalis yang bebas dengan segala aturan 7
. David L.Carter - Law Enforcement Intelligence : A Guide for State, Local,, and Tribal Law Enforcement Agencies. Hal 15.
18
hukum dan kelembagaannya yang utuh, serta mengidentifikasi dan menetralisir setiap bentuk ancaman atau kegiatan yang dapat mengancam “way of life” bangsa Amerika. NSI meliputi intelijen keamanan (policy intelligence) dan intelijen pertahanan atau militer (military intelligence). Intelijen keamanan berhubungan dengan langkah, tindakan, kegiatan, dan ancaman kelompok atau negara yang memusuhi Amerika Serikat., sedangkan intelijen militer terpusat pada kelompok atau negara yang memusuhi Amerika Serikat, menyangkut sistem persenjataan, kemampuan perang, dan Order Of Battle (OOB) atau Susunan Bertempur musuh.. Sejak runtuhnya Uni Sovyet dan munculnya ancaman dari kelompok teroris, baik intelijen keamanan maupun intelijen militer telah sama-sama terlibat dalam mengantisipasi dan menghadapi perubahan karakter ancaman bentuk baru. Organisasi yang bertanggung jawab untuk NSI secara kolektif dikenal dengan Intelligence Community (IC). Anggota Intelligence Community adalah badan dalam pemerintahan federal, militer, dan organisasi lain dalam pemerintah yang berperan dalam Intelijen Nasional seperti: - Central Intelligence Agency (CIA). - Defence Intelligence Agency (DIA). - National Security Agency (NSA). - Army Intelligence. - Navy Intelligence. - Air Forces Intelligence. - Marines Corps Intelligence. - Cost Guard Intelligence. - Federal Bureau of Investigation. - National Reconnaissance Office. - Departement of Homeland Security. - Department of States. - Department of Treasury. - Departement of Energy. - National Geospatial - Intelligence Agency. Institusi Penegak Hukum di Amerika Serikat tidak memiliki hubungan langsung dengan NSI, namun ini tidak berarti tidak ada hubungan dengan NSI atau menerima tugas pengumpulan untuk mendukung NSI. Melihat bahwa FBI adalah anggota IC, tidak menutup kemungkinan petugas yang bertugas di Joint Terrorism Task Force akan terlibat dalam NSI. Seperti juga petugas yang terlibat dalam Organized Crime Drug Enforcement Task Force (OCDETF). Dalam kedua contoh diatas para petugas secara khusus akan memiliki identitas dengan klasifikasi Sangat Rahasia (Top Secret) atau Rahasia (Secret) untuk memperoleh intelijen. Meskipun demikian hal ini akan menempatkan anggota institusi penegak hukum dalam kondisi sulit karena intelijen yang didapat untuk penyelidikan kriminal tidak akan dapat digunakan dalam proses pengadilan karena metode pengumpulan informasi oleh NSI yang tidak sesuai dengan undang-undang tentang pengadilan kriminal. Bahkan apabila dapat memenuhi standar perundang-undanganpun, masih mungkin menemui persoalan dalam menggunakan informasi untuk tujuan penyelidikan kriminal.
19
Karena dalam proses hukum tertuduh memiliki hak untuk dikonfrontir oleh penuduh. Praktek ini sulit dilaksanakan karena pengumpul informasi memegang klasifikasi tertentu yaitu Sangat Rahasia atau Rahasia. Isu yang lain berhubungan dengan perundang-undangan. Kalau informasi diperoleh dan dikumpulkan melalui sumber-sumber NSI yang tidak sesuai dengan perundang-undangan dan hukum, maka semua informasi tersebut harus ditolak. Ini seperti didasarkan kepada “Fruits of the Poisonous Tree Doctrine”, yaitu sebuah kiasan hukum di Amerika Serikat untuk menjelaskan tentang bukti-bukti hukum yang diperoleh secara tidak sah karena tidak sesuai dengan undang-undang dan ketentuan hukum. Logika terminologi ini adalah apabila sumber bukti (pohon atau “tree”) ternoda maka semua yang dihasilkan dari pohon tersebut juga ternoda (buah atau “fruit”).8 Doktrin ini dikecualikan bila: a. Bukti yang didapat merupakan bagian dari bukti yang didapat dari sumber lain yang didapat secara sah menurut hukum. b.. Bukti yang cukup telah ditemukan meskipun berasal dari sumber yang cacat hukum. c. Rantai sebab akibat antara tindakan yang melanggar hukum dengan bukti yang tercederai sangat tipis atau kabur. d. Perintah pencaharian yang tidak didasarkan kepada alasan yang kurang tepat, dilaksanakan oleh agen-agen pemerintah yang dapat dipercaya.
8
Ibid – hal 17..
20
BAB II. LATAR BELAKANG PENGEMBANGAN LAW ENFORCEMENT INTELLIGENCE. Rumusan dibanyak negara tentang kewenangan intelijen menyatakan bahwa masalah kebijakan luar negeri atau kebijakan pertahanan negara adalah wilayah intelijen negara dan militer, sedangkan intelijen penegakan hukum berada dalam urutan berikutnya. Sebaliknya bila menyangkut masalah keamanan dalam negeri adalah wilayah institusi penegak hukum. Di Amerika Serikat berdasarkan kewenangan yang ditetapkan dalam National Security Act – tahun 1947, Executive Order 12333, berbagai keputusan yang dikeluarkan oleh Direktur Pusat Intelijen (Director of Central Intelligence), serta panduan yang dikeluarkan oleh Kejaksaan Agung, menetapkan bahwa Federal Bureau of Investigation (FBI) adalah institusi yang paling depan dalam pengumpulan intelijen dalam negeri. Ini penting agar semua institusi penegak hukum mulai tingkat pusat dan daerah memahami perbedaan kewenangan antara FBI dalam kegiatan pengumpulan dan produksi intelijen dalam negeri, dengan kewenangan Central Intelligence Agency (CIA), Badan Keamanan Nasional atau National Security Agency (NSA), dan anggota Komunitas Intelijen lainnya yang melakukan kegiatan intelijen di luar negeri. Departemen Keamanan Dalam Negeri (the Department of Homeland Security) dapat menyebarkan intelijen yang dihasilkannya kepada institusi penegak hukum baik pada tingkat pusat dan daerah maupun yang lebih rendah. Namun sebaliknya institusi intelijen yang bergerak di luar negeri dilarang bekerjasama dengan institusi penegak hukum dari negara mitra dalam kegiatan yang dapat dikatagorikan sebagai pengumpulan informasi. Sebagai akibatnya institusi penegak hukum dalam pengumpulan informasi harus mengandalkan pada kerjasama dengan FBI. 9 Dalam era “Homeland Security” terutama setelah peristiwa 11 September, telah muncul kebutuhan baru dalam upaya penegakan hukum yaitu membangun kemitraan global dan bekerjasama secara erat dengan institusi penegakan hukum dalam mengatasi kriminalitas dan terorisme. Homeland Security sebenarnya bukan sama sekali baru. Kementerian seperti ini sudah ada di beberapa negara Amerika Latin dan disebut dengan Ministry of Home Affair and Public Security atau dalam bahasa setempat disebut Ministerio del Interior y Segundad Publica. Indonesia pernah memiliki Badan semacam ini yang disebut Badan Koordinasi Stabilitas Keamanan Nasional atau disingkat Bakorstanas. Kementerian atau Badan ini yang merumuskan kebijakan nasional menghadapi ancaman yang dapat mengganggu stabilitas keamanan dalam negeri, yang meliputi mulai dari ancaman terorisme hingga keadaan yang mengancam stabilitas keamanan dalam negeri sebagai akibat bencana alam dan akibat perbuatan manusia. Sebagai contoh adalah keberhasilan pengungkapan pemboman stasion kereta api di Madrid (11 Maret 2004) dan London (7 Juli 2005) adalah buah kerjasama kemitraan sehingga para tersangka dapat ditangkap baik yang berada di Kanada, Inggris, dan di 9
. David L.Carter, PhD - Law Enforcement Intelligence - A Guide for State, Local, and Tribal Law Agencies. Hal 16
21
Amerika Serikat. Kunci keberhasilan ini adalah kerjasama antar institusi penegak hukum dari berbagai negara, yang telah memungkinkan pengumpulan informasi dari berbagai sumber. Di beberapa negara pemisahan ini tidak kaku termasuk di Indonesia yang menganut sistem yang berbeda karena perbedaan hakekat ancaman, namun setelah berpisahnya POLRI dari atap ABRI pemisahan fungsi intelijen nampak terasa meskipun tidak kaku. Militer kini hanya mengurusi ranah militer dalam arti urusan pertahanan sedangkan POLRI menangani urusan keamanan. Untuk Intelijen negara masih ada keterlibatan dalam urusan keamanan dalam negeri maupun luar negeri meskipun tidak mengambil alih fungsi fungsi yang lain.. Undang-Undang Republik Indonesia - Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara membagi ruang lingkup Intelijen Negara sebagai berikut: a. Intelijen dalam negeri dan luar negeri, diselenggarakan oleh penyelenggara Intelijen Negara dalam negeri dan luar negeri yaitu Badan Intelijen Negara. b. Intelijen pertahanan dan / atau militer, diselenggarakan oleh penyelenggara Intelijen Negara pertahanan dan / atau militer yaitu Intelijen Tentara Nasional Indonesia. c. Intelijen Kepolisian, diselenggarakan oleh penyelenggara Intelijen Negara dalam rangka pelaksanaan tugas kepolisian yaitu Intelijen Kepolisian Negara Republik Indonesia. d. Intelijen Penegakan Hukum, diselenggarakan oleh penyelenggara Intelijen Negara dalam rangka penegakan hukum yaitu Intelijen Kejaksaan Republik Indonesia. e. Intelijen Kementerian / lembaga pemerintah non kementerian, diselenggarakan oleh penyelenggara Intelijen Negara dalam rangka pelaksanaan tugas kementerian/lembaga pemerintah non kementerian. Jenis dan bentuk kejahatan selalu berkembang dari waktu ke waktu seiring dengan dinamika sosial yang berkembang dalam masyarakat. Pola dan modus kejahatan juga kian berkembang sebagai dampak kemajuan teknologi. Kompleksitas gangguan keamanan saat ini tidak lagi bersifat konvensional, namun telah berkembang dalam bentuk-bentuk kejahatan lintas negara (transnational crimes), seperti pembajakan (piracy), kejahatan pencucian uang (money laundering), perdagangan gelap narkotika dan senjata (illicit drugs and arm), perdagangan manusia (trafficking-in persons), penyelundupan barang (smuggling), kejahatan mayantara (cybercrime), illegal logging, illegal mining, illegal fishing hingga berkembangnya jaringan terorisme internasional. Dampak dinamika perkembangan lingkungan strategik dewasa ini, ragam pola dan bentuk kejahatan terus mengalami perkembangan yang luar biasa. Dalam konteks Indonesia kondisi ini tentu berimplikasi terhadap meningkatnya beban tugas dan tanggung jawab POLRI sebagai penyelenggara negara di bidang keamanan dalam negeri (Kamdagri). Untuk itu, Polri membagi kejahatan ke dalam 4 (empat) golongan / jenis yaitu: a. Kejahatan konvensional, seperti kejahatan jalanan, premanisme, banditisme, perjudian dan lain-lain. b. Kejahatan transnasional, yaitu terorisme, perdagangan gelap narkotika (illicit drugs trafficking), perdagangan manusia (trafficking in persons) , pencucian uang (money laundering), pembajakan dan perompakan bersenjata dilaut (sea piracy and armed
22
robbery at sea), penyelundupan senjata (arms smuggling), kejahatan mayantara (cyber crime) dan kejahatan ekonomi internasional (international economic crime). c. Kejahatan terhadap kekayaan negara seperti korupsi, illegal logging, illegal fishing, illegal mining, penyelundupan barang, penggelapan pajak, penyelundupan BBM d. Kejahatan yang berimplikasi kontijensi adalah : SARA, separatisme, konflik horizontal dan vertikal, unjuk rasa anarkis, dan lain-lain Mengamati dinamika dalam konteks strategis, baik global, maupun regional, atau domestik, hakekat ancaman yang akan dihadapi Indonesia kedepan dapat berupa ancaman keamanan tradisional dan ancaman keamanan non-tradisional. a. Ancaman keamanan tradisional berupa invasi atau agresi militer dari negara lain terhadap Indonesia, yang diperkirakan kecil kemungkinannya. b. Ancaman Non Tradisional yang dapat berupa kejahatan terorganisasi lintas negara yang dilakukan oleh aktor-aktor non negara, dengan memanfaatkan kondisi dalam negeri. Ancaman ini dapat dalam bentuk terorisme, gerakan separatis, kejahatan mayantara (cyber crime), kejahatan lintas negara seperti penyelundupan dan pencurian ikan, pencemaran dan perusakan ekosistem, imigran gelap, pembajakan / perampokan, aksi radikalisme, konflik komunal, serta dampak becana alam. Munculnya law enforcement intelligence sebenarnya bukan baru namun makin mengemuka ketika muncul ancaman baru yang didefinisikan dengan istilah Non Traditional Security seperti terorisme yang makin canggih baik dalam peralatan, metode, daya hancur serta makin luas dan beragamnya sasaran. Bila pada masa lalu kegiatan teroris lebih banyak ditujukan kepada upaya untuk menarik perhatian dan menunjukan eksistensinya dengan menyebarkan rasa takut, sehingga korban manusia bukan menjadi tujuan utama. Namun sekarang kegiatan dan sasarannya sudah semakin luas. Robert Bunker mengkatagorikan sasaran teroris meliputi : - Masyarakat umum (general public). - Instalasi militer dan polisi termasuk institusi lain yang menangani terorisme. - Infrastruktur termasuk kendaraan. - Pejabat-pejabat penting (VIP). - Serta serangan terhadap tempat atau objek yang merupakan simbol (symbolic venue) Inipun terjadi di Indonesia seperti peristiwa pemboman pada masa yang lalu maupun rencana sasaran kelompok teroris baru yang menamakan dirinya HASMI ( Harakah Sunni Untuk Masyarakat Indonesia ) - Solo, pimpinan Abu Hanifah yaitu Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta, Konsulat Jenderal Amerika Serikat di Surabaya, Plaza 89 didepan Kedutaan Besar Australia di Jakarta, Kantor Freeport Indonesia, Markas Komando Brimob - Sondol, Semarang. Perubahan ini disebabkan atau didorong oleh beberapa alasan.10 Pertama, teroris meyakini bahwa metode dengan cara menarik perhatian bukan lagi cara yang efektif. Dalam pikiran teroris masyarakat dan media sudah terbiasa dan sudah tidak sensitif lagi dengan cara ini, sehingga efek spiral dari tindak kekerasan yang dahulu efektif sudah tidak akan memiliki dampak yang signifikan lagi. 10
. Ian O.Lesser -Countering The New Terrorism, RAND's Project AIR FORCE. Hal 13.
23
Karena itu kelompok teroris merasa bahwa dampak yang diharapkan akan dapat dicapai hanya dengan melakukan tindakan kekerasan yang lebih dramatik dengan tingkat kehancuran yang tinggi. Kedua, teroris telah belajar dari pengalaman masa lalu dan telah mahir dalam melakukan pembunuhan. Bukan hanya karena senjata mereka yang makin kecil, lebih canggih, dan lebih mematikan, tetapi juga akses kelompok teroris untuk memperoleh senjata telah semakin luas. Ketiga, kemampuan dan daya rusak kelompok teroris yang makin tinggi disebabkan oleh adanya dukungan dari negara-negara tertentu terhadap kelompok dan kegiatan teroris. Dengan dukungan ini kelompok teroris memiliki sumber daya yang besar sehingga meningkatkan kemampuan perencanaan, intelijen, logistik, pelatihan, keuangan, serta kecanggihan. Keempat, bila sebelumnya kegiatan kelompok teroris lebih dilatar belakangi dan didorong oleh masalah agama, kini telah muncul pola dan ancaman baru dengan latar belakang, motivasi, dan taktik yang berbeda. Hubungan latar belakang agama dengan teroris bukan masalah baru, tetapi dalam dekade terakhir telah terjadi pertemuan dengan berbagai kegiatan teroris yang dilatar belakangi oleh masalah etnik, nasionalisme, separatisme, serta ideologi. Kelima, meningkatnya para amatir yang terlibat dalam aksi terror telah meningkatkan kemampuan teroris dalam melakukan aksinya baik luas sasaran maupun daya hancur. Pada masa lalu teroris tidak cukup hanya mempunyai keinginan dan motivasi, tetapi juga kesiapan dan kemampuan melakukan aksinya, untuk itu diperlukan persiapan dan latihan yang serius yang biasanya dilakukan di camp - camp, akses untuk memperoleh senjata, dan pengetahuan operasi.. Sekarang pengetahuan itu baik mengenai metode maupun peralatan dengan mudah dapat diperoleh baik di toko buku, melalui pesanan kepada penerbit buku, atau melalui CDROM, atau lewat Internet. Belajar dari buku manual untuk membuat bom, teroris amatir dapat lebih berbahaya dan destruktif dan sulit untuk dilacak dan diantisipasi. Sebagai contoh dapat dicatat kegiatan kelompok teroris baru di Indonesia yang menamakan dirinya sebagai HASMI ( Harakah Sunni Untuk Masyarakat Indonesia) Solo, pimpinan Abu Hanifah, telah mampu membuat bom dengan daya ledak tinggi hanya berdasarkan buku panduan. Pada bulan Oktober 2012 POLRI telah berhasil menangkap sebanyak 11 orang yang dicurigai sebagai anggota kelompok HASMI - Solo. Demikian juga dengan kejahatan lintas negara dan terorganisasi seperti kejahatan perdagangan, kriminalitas dunia maya (cyber criminal), narkoba (narkotik, psikotropika, dan obat atau bahan/zat adiktif lainnya), perdagangan manusia (human trafficking). Untuk konflik dengan intensitas rendah ini peneliti RAND- John Arquilla dan David Ronfeldt mengusulkan istilah Netwar. Istilah Netwar dikembangkan oleh peneliti RAND tersebut untuk menjelaskan munculnya konflik dengan intensitas rendah (low intensity conflict), kriminalitas, dan gerakan yang didorong oleh aktor jaringan sosial. Tipe aktor Netwar termasuk teroris lintas negara, organisasi kriminal, kelompok penggiat, dan gerakan sosial yang menggunakan struktur jaringan yang didesentralisasi dan lentur. Terminologi ini diusulkan untuk memfokuskan khusus pada tebaran struktur organisasi yang berbasiskan jaringan pada seluruh konflik sosial dengan spektrum intensitas rendah.
24
Alasan lain bahwa istilah yang digunakan pada konflik era teknologi informasi seperti “perang informasi” tidak cukup dan fokusnya terlalu sempit hanya pada isu teknologi sehingga menghilangkan transformasi sosial yang lebih luas yang dihasilkan oleh kemajuan teknologi. Ada 3 tipe dasar yang digunakan oleh aktor Netwar: 1. Chain network (Jaringan rantai) – khususnya untuk jaringan penyelundupan, dimana pertukaran ujung ke ujung seperti informasi, kontraban atau perdagangan gelap, harus berjalan melalui simpul-simpul perantara. 2. Hub or Star network (Jaringan Poros atau Bintang) – aktoraktor yang berbeda terikat ke simpul poros meskipun tidak harus bertingkat (hirarhi), dan semua komunikasi harus melalui simpul pusat 3. All Channel Network (Jaringan seluruh alur) setiap aktor bebas berhubungan dengan semua simpul dalam jaringan. Law enforcement intelligence dibangun untuk menghasilkan intelijen bagi institusi penegak hukum yang dapat dijadikan acuan terpercaya bagi pengambil keputusan dan penentu kebijakan untuk melakukan tindakan operasional, dan mampu memberi ruang dan waktu untuk tindakan antisipasi sebelum serangan terjadi. Law Enforcement Intelligence pada dasarnya mempunyai 2 fungsi utama yaitu: a. Pencegahan(Prevention) dengan meningkatkan dan mengembangkan informasi yang berhubungan dengan ancaman teroris atau kejahatan lainnya dan menggunakan informasi tersebut untuk mengambil langkah-langkah pencegahannya. Secara garis besar ada 2 jenis intelijen yang secara khusus ditujukan untuk tindakan pencegahan. 1). Intelijen Taktis (Tactical Intelligence) Adalah intelijen tentang ancaman yang mungkin terjadi dengan segera atau dalam waktu dekat, yang didiseminasikan kepada jajaran institusi penegak hukum
25
dengan tujuan untuk ditindak lanjuti dan dijadikan dasar dalam mengambil langkah-langkah pencegahannya dan / atau mengurangi derajat ancaman, rencana tindakan dan kegiatan. 2). Intelijen Operasi (Operational Intelligence). Adalah intelijen tentang ancaman yang mungkin terjadi dalam jangka waktu yang lebih lama yang digunakan untuk mengembangkan dan menyusun upaya penanggulangannya. Biasanya, intelijen operasi digunakan untuk persiapan jangka lama dalam menghadapi kelompok kejahatan (criminal enterprises) yang dicurigai serta kejahatan multijurisdiksi yang rumit. b. Untuk penyusunan rencana dan alokasi sumber daya serta menyajikan intelijen tentang perubahan sifat ancaman, karakteristik serta metodologi ancaman, dan munculnya keanehan-keanehan dari ancaman, untuk kemudian dijadikan dasar untuk menetapkan tindakan penanggulangan strategik dan merealokasikan sumber daya sesuai keperluan agar dapat dilakukan tindakan pencegahan secara efektif. Ini dikenal dengan istilah intelijen strategik. Intelijen ini disajikan kepada manajemen institusi penegak hukum dan berisi penilaian dari perubahan ancaman, sebagai dasar penyusunan rencana dan alokasi sumber daya yang disesuaikan dengan besarnya tingkat ancaman. POLRI merumuskan tugas pokok Intelkam - Kepolisian R.I dalam empat kegiatan sebagai berikut:11 a. Melakukan deteksi terhadap segala perubahan kehidupan sosial dalam masyarakat serta perkembangannya di bidang ideologi, politik, sosial budaya, pertahanan dan keamanan untuk dapat menandai kemungkinan adanya aspek-aspek kriminogen, selanjutnya mangadakan identifikasi hakikat ancaman terhadap Kamtibmas. b. Menyelenggarakan fungsi intelijen yang diarahkan ke dalam tubuh POLRI sendiri dengan sasaran pengamanan material, personil dan bahan keterangan serta kegiatan badan/kesatuan, terhadap kemungkinan adanya tantangan yang bersumber dari luar maupun dari dalam tubuh POLRI agar POLRI tidak terhalang atau terganggu dalam melaksanakan tugas pokoknya. c. Melakukan penggalangan dalam rangka menciptakan kondisi tertentu dalam masyarakat yang menguntungkan bagi pelaksanaan tugas pokok POLRI. d. Melakukan pengamanan terhadap sasaran-sasaran tertentu dalam rangka mencegah kemungkinan adanya pihak-pihak tertentu memperoleh peluang dan dapat memanfaatkan kelemahan-kelemahan dalam bidang Ipleksosbud Hankam, sebagai sarana ekploitasi untuk menciptakan suasana pertentangan pasif menjadi aktif, sehingga menimbulkan ancaman atau gangguan di bidang Kamtibmas Sesuai dengan tugas pokok tersebut di atas, dirumuskann empat peran yang diemban oleh Intelkam POLRI yaitu: a. Melakukan deteksi dini agar mengetahui segala perubahan kehidupan sosial yang terjadi dalam masyarakat serta perkembangan selanjutnya, mengidetifikasikan hakekat ancaman yang tengah dan akan dihadapi, kemudian memberikan peringatan 11
. Saronto dan Karwita :Intelijen: Teori, Aplikasi dan Modernisasi (2001). Hal 126-127.
26
b.
c.
dini sebagai bahan dasar serta penentuan arah bagi kabijaksanaan dan pengambilan keputusan/tindakan oleh pimpinan POLRI. Melakukan penggalangan terhadap individu sebagai informal leader atau kelompok masyarakat tertentu yang diketahui sebagai sumber ancaman/gangguan agar minimal tidak berbuat sesuatu yang merugikan, maksimal berbuat sesuatu yang menguntungkan bagi pelaksanaan tugas pokok POLRI. Mengamankan semua kebijaksanaan yang telah dan atau akan digariskan pimpinan POLRI di pusat maupun di daerah. Untuk kepentingan tugas tersebut, intelijen bergerak dengan orientasi ke depan, bertujuan agar dapat mengungkapkan motivasi pelaku serta latar belakang timbulnya gejala dan kecenderungan yg mengarah pada timbulnya ancaman/gangguan.
Hal yang penting lainnya adalah bagaimana membangun akses informasi yang luas dengan membangun kerjasama antara institusi penegak hukum, intelijen dan masyarakat. Menghadapi terorisme, tantangan bagi penegak hukum adalah bagaimana mendapatkan informasi tentang teroris baik menyangkut lokasi, komposisi, kemampuan, rencana serta niatnya. Perbedaan besaran, pola, bentuk, sifat ancaman, keamanan konvensional dengan keamanan non tradisional membawa akibat pada perubahan pendekatan, agar aparat penegak hukum mampu memperoleh informasi secara lengkap dan menyajikan Law Enforcement Intelligence tentang terorisme secara utuh, terpercaya dan tepat waktu. Pada masa lalu kegiatan intelijen lebih dipusatkan pada ancaman militer dari negara lain, dan masalah terorisme menjadi bagian institusi penegak hukum. Dari pengalaman menghadapi terorisme ternyata tidak mungkin hanya meletakkan kepada institusi penegak hukum yang obyek hukumnya orang. Masalah lain tidak tersedianya database orang perorang yang terpusat sehingga sulit untuk dilakukan pemantauan dan pengecekan. Masalah ini memunculkan gagasan bahwa institusi penegak hukum perlu memiliki akses pada informasi yang diperoleh oleh badan intelijen tentang aktifitas teroris yang potensial baik di dalam maupun diluar negeri. Hubungan kegiatan intelijen dan penegakan hukum dalam menghadapi terorisme memang tidak sederhana, yang disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, jenis informasi yang digunakan dalam pengadilan berbeda dengan informasi yang dikumpulkan oleh badan intelijen. Informasi yang digunakan dalam pengadilan umumnya berupa bukti-bukti yang terjadi sebagai akibat perbuatan kriminal. Sedangkan intelijen umumnya menggunakan informasi awal yang berupa indikasi dan kecenderungan, yang digunakan untuk tindakan pencegahan sebelum dilakukan tindakan lanjutan berdasarkan situasi yang berkembang. Dalam melihat kasus kekerasan bersenjata di Poso pada waktu yang lalu, Badan Intelijen Negara (BIN) secara tegas mengatakan keterlibatan Jamaah Islamiah (JI) dalam kerusuhan Poso. Hal ini didasarkan pada hasil temuan bahwa banyak yang terlibat dalam kerusuhan Poso ditengarai anggota JI. Tetapi institusi penegak hukum, dalam hal ini POLRI tidak pernah menyatakan keterlibatan JI, karena belum memiliki bukti hukum yang menguatkan eksistensi dan keterlibatan JI dalam kasus kekerasan bersenjata di Poso, meskipun diyakini POLRI memiliki informasi tentang aktifitas JI. Kedua, pola dan metode pengumpulan bahan keterangan berbeda, demikian juga penanganannya. Informasi untuk kepentingan hukum harus mengalami pengujian
27
sehingga dalam pembuktiannya harus selalu ada pihak yang menentangnya. Jaksa Penuntut Umum selalu berhadapan dengan Pembela. Pola badan intelijen dalam melakukan pengumpulan informasi dilakukan dengan agresif dan aktif, dengan tujuan pencegahan sehingga sesuatu yang tidak diharapkan terjadi bisa dihindarkan dan dicegah. Sedangkan institusi penegak hukum hanya bereaksi terhadap informasi yang diberikan secara sukarela. Pencarian informasi dengan paksaan adalah cacat secara hukum, sehingga aparat hukum selalu bertindak dalam koridor hukum. Sebaliknya aparat intelijen sering bekerja dalam celah-celah hukum. Ketiga, untuk saling memberikan informasi antara institusi penegak hukum dan badan intelijen terbentur pada masalah administrasi dan perundang-undangan, karena obyek dan subyeknya yang berbeda. Bagi penegak hukum, obyek dan subyek hukumnya orang, sehingga akan berbahaya bila pola intelijen digunakan untuk pola penegakan hukum dan sama berbahayanya bila institusi penegak hukum digunakan sebagai instrumen intelijen terutama sebagai instrumen politik luar negeri. Keempat, dalam organisasi intelijen terdapat kompartementasi yang ketat sehingga infomasi yang berhasil dikumpulkan oleh badan pengumpul, kemudian diolah oleh bagian analisa dan produksi untuk menjadi intelijen, cenderung dirahasiakan untuk kepentingan keamanan. Penyebaran dilakukan dengan pembatasan yang sangat ketat. Demikian juga pada badan atau institusi penegak hukum, informasi harus dijaga ketat untuk kepentingan penuntutan. Kontroversi sempat muncul di Indonesia ketika dalam penyusunan Rencana UndangUndang Intelijen. Badan Intelijen Negara meminta untuk memasukkan klausul yang memberi kewenangan kepada BIN untuk menahan dan menginterogasi seseorang yang dicurigai sebagai teroris selama 4X24 jam. Para pendukung hukum pada umumnya menolak kewenangan tersebut karena khawatir akan menimbulkan ekses negatif dan bertendensi menimbulkan “abuse of power” atau penyalah gunaan kekuasaan, tetapi ada pula yang memahami kewenangan tersebut yang diperlukan dalam upaya pencegahan. Itu baru dari sisi terorisme. Bentuk lain dari non traditional security adalah bentuk kriminalitas yang makin kompleks seperti bentuk kejahatan perdagangan internasional , kelompok ekstremis, perdagangan narkoba, serta kejahatan terorganisasi (Criminal Enterprises atau Organized Crime) FBI mendefinisikan Criminal Enterprises adalah -" As a group of individuals with an identified hierarchy, or comparable structure, engaged in significant criminal activity. These organizations often engage in multiple criminal activities and have extensive supporting networks". (Adalah sekelompok orang yang memiliki dan ditandai dengan adanya hirarhi yang jelas, atau struktur yang dapat dibandingkan, yang terlibat dalam kegiatan kriminal yang signifikan. Organisasi ini sering terlibat dalam berbagai kegiatan krimina dan memiliki jaringan pendukung yang luas). Sedangkan Organized Crime adalah - "As any group having some manner of formalized structure and whose primary objective is to obtain money through illegal activities. Such groups maintain their position through the use of actual or threatened violence, corrupt public officials, graft, or extortion, and generally have significant impact on the people in their locales, region, or country as a whole". (Kelompok yang ditandai dengan sifat struktur yang diformalkan dengan tujuan utamanya adalah memperoleh uang melalui kegiatan yang illegal. Kelompok-kelompok
28
seperti ini mempertahankan keberadannya melalui ancaman dan tindakan kekerasan, pejabat publik yang korup, penyogokan, atau pemerasan, dan umumnya menimbulkan dampak yang signifikan terhadap orang-orang dilokasi kejadian, diwilayah, atau diseluruh negara). Namun dalam penggunaannya kedua terminologi tersebut sering diartikan sama. Kebijakan narkoba merupakan wilayah yang tidak mudah ditangani. Tujuan utama adalah mencegah penggunaan narkoba oleh orang perorang yang dianggap menimbulkan kecanduan dan membahayakan. Hampir setiap orang yang pernah bekerja dan berhubungan dengan masalah kebijakan tentang narkoba selalu dihadapkan kepada anggapan bahwa masalah narkoba merupakan masalah domestik, bukan isu yang menyangkut kebijakan yang bersifat internasional. Juga dihadapkan kepada fakta-fakta bahwa seseorang menggunakan narkoba karena berbagai alasan, sehingga upaya pencegahan merupakan persoalan yang tidak mudah. Namun untuk alasan politis dan alasan praktis, narkoba telah diangkat menjadi isu yang menyangkut kebijakan internasional. Seperti Indonesia saat ini bukan lagi menjadi lintasan perdagangan narkoba namun telah menjadi negara tujuan, sehingga perlu ada upaya-upaya internasional untuk mencegah narkoba masuk ke Indonesia dan upaya-upaya untuk menurunkan produksi di wilayah – wilayah tertentu di dunia yang ditengarai sebagai produsen narkoba. Komunitas intelijen harus dapat diberdayakan untuk kegiatan pengumpulan dan analisis intelijen yang berhubungan dengan perdagangan gelap narkoba. Daerah-daerah produsen bahan narkoba dalam jumlah besar yang telah dikenal adalah Wilayah Andean di Amerika Selatan sebagai penghasil coca. Popies sebagai bahan dasar heroin ditanam di Afganistan dan Myanmar. Kerjasama intelijen dapat dilakukan dalam upaya pengumpulan bahan keterangan, menganalisis dan memproduksinya menjadi intelijen. Persoalan yang dihadapi adalah bagaimana intelijen dapat diubah menjadi kebijakan yang berhasil. Upaya untuk memberantas tanaman bahan narkoba dan diganti oleh tanaman ekonomis pengganti akan berhadapan dengan kepentingan petani candu. Tanaman candu dapat menghasilkan uang yang lebih banyak dibandingkan dengan tanaman pangan yang lain. Dalam jumlah yang sedikit dapat menghasilkan uang yang banyak, mudah dibawa dan dikapalkan sehingga secara ekonomis bisnis narkoba sangat menggiurkan. Keuntungan ekonomis yang besar ini yang menyulitkan untuk memberantas narkoba di tempat asalnya. Upaya yang dilakukan banyak negara adalah “domestic answer” yaitu melalui upaya yang intensif didalam negeri untuk menekan penggunaannya. Pada tahun 1997 Indonesia telah meratifikasi United Nation Convention Against Illicit Traffic in Narcotic Drugs And Psychotropic Substances, dengan Undang Undang Nomor - 7 Tahun 1997 tentang Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika dan Psikotropika. Pasal 3 Ayat 6 dari Undang Undang tersebut mengisyaratkan pengenaan hukuman maksimum terhadap pelanggaran narkotika. Indonesia secara konsisten telah menerapkan hukuman maksimum yaitu hukuman mati terhadap sejumlah gembong pengedar narkotika meskipun diprotes oleh beberapa negara terutama negara yang warga negaranya dijatuhi hukuman mati.
29
Dalam bidang ekonomi dapat dibagi kedalam beberapa isu seperti persaingan ekonomi yang melahirhan upaya – upaya untuk meningkatkan daya saing ekonomi melalui kegiatan-kegiatan intelijen, hubungan perdagangan luar negeri, kegiatan mata-mata asing dalam bidang ekonomi industri, serta langkah-langkah pencegahannya, serta kegiatan intelijen untuk meramalkan pergeseran dalam hubungan ekonomi yang dapat mempengaruhi kepentingan ekonomi nasional negara-negara yang berkepentingan. Sebagai contoh adalah program National Security Agency (NSA) – Amerika Serikat yang diberi code ECHELON yang melakukan pengumpulan informasi tentang ekonomi dan perdagangan negara lain dengan memanfaatkan teknologi signal yang disebut SIGINT (Signal Intelligence). Beberapa negara Eropa menuduh Amerika Serikat telah memanfaatkan program ECHELON untuk mencuri rahasia teknologi canggih dari beberapa negara Eropa, dan kemudian diberikan kepada beberapa perusahaan Amerika Serikat untuk meningkatkan daya saing produksinya. Kegiatan NSA yang menyangkut Indonesia adalah ketika NSA melakukan penyadapan pembicaraan telepon antara pejabat Indonesia dengan pejabat perusahaan Jepang NEC Corporation pada tahun 1990. Dari hasil penyadapan tersebut terindikasi bahwa Indonesia akan memberikan proyek tersebut kepada NEC, padahal perusahaan Amerika Serikat AT&T Corporation juga mengikuti tender untuk proyek yang sama. Dari hasil penyadapan tersebut Amerika Serikat mengintervensi untuk memenangkan proyek terebut. Pemerintah Indonesia akhirnya membagi proyek senilai 200 juta dollar AS antara NEC Corporation dengan AT&T Corporation. Kegiatan intelijen Australia di Indonesia dikenal dengan program STATEROOM, yang dioperasikan oleh Australian Defence Signal Bureau, yang sekarang menjadi Defence Signals Directorate. STATEROOM adalah nama sandi program penyadapan sinyal radio, telekomunikasi, dan lalu lintas internet yang digelar oleh Amerika Serikat dan para mitranya yang tergabung dalam jaringan "Lima Mata" atau "Five Eyes" yakni Inggris, Australia, Kanada, dan Selandia Baru. Demikian juga kegiatan intelijen ekonomi negara lain di Amerika Serikat seperti yang dituduhkan oleh penegak hukum Amerika Serikat terhadap Republik Rakyat China. Pada bulan Februari 2012 lima orang dan lima perusahaan dituduh telah melakukan kegiatan intelijen ekonomi untuk kepentingan Republik Rakyat China.dalam pencurian informasi tentang produksi Titanium dioksida (titanium dioxide). Titanium dioksida dikembangkan oleh perusahaan Du Pont yang berbasis di Wilmington, Daleware. Cyber Criminal atau kriminalitas dalam dunia maya juga sudah berkembang demikian canggih sehingga diperlukan upaya - upaya pencegahan, perlindungan informasi serta upaya pemberantasannya. Upaya ini bukan merupakan upaya yang sederhana karena selain menyangkut penggunaan teknologi canggih diperlukan pula kerjasama intelijen secara internasional. Sebagai contoh kejahatan siber / dunia maya di Indonesia adalah Sindikat Nigeria yang berhasil diringkus POLRI pada bulan Oktober 2013, yang membajak surat elektronik atau e - mail terkait transaksi bisnis perusahaan di Indonesia yaitu PT Citra Logam Alpha Sejahtera (CLAS) dan perusahaan di Belgia yaitu Metallo Chimique. Sindikat ini berhasil meraup 4 milyar rupiah dengan cara meng- intercept e-mail perusahaan Metallo Chimique dan memberitahukan bahwa pembayaran kepada PT CLAS
30
agar dilakukan melalui Bank Mandiri.. Pihak Metallo Chimique meyakini bahwa pengirim e-mail tersebut adalah pihak CLAS. Demikian juga Sindikat Kejahatan Siber dari Kelompok warga negara China dan Taiwan yang beroperasi dari Jakarta berhasil digulung oleh Polda Metro Jaya pada bulan Mei 2015. Sasaran kelompok ini adalah warga negara China dan Taiwan Sasaran kejahatan dunia maya bukan hanya bidang ekonomi tetapi juga berkembang kepada bisnis informasi yang menyangkut keamanan nasional seperti informasi senjata dan kesenjataan termasuk senjata pemusnah massal. Salah satu contoh kejahatan dunia maya dalam bidang ekonomi adalah jual beli informasi kartu kredit. Pada bulan Juni 2012 Amerika Serikat melalui FBI melancarkan operasi dengan kerjasama internasional yang disebut "Operation Card Shop". Operasi ini untuk memburu pelaku kriminal terorganisasi yang biasa menjual informasiinformasi curian dari berbagai kartu kredit, menguras kartu kredit, memalsukan dokumen, dengan menggunakan peralatan canggih guna membajak informasi-informasi tersebut. Operasi ini melibatkan agen penegak hukum di Inggris, Australia, Bosnia, Bulgaria, Denmark, Kanada, Perancis, Jerman, Italia,Jepang, Macedonia, dan Norwegia. Operasi ini berhasil menangkap 24 orang. Operasi ini ditaksir telah berhasil menyelamatkan lebih dari 2 trlliun rupiah atau 205 juta dollar AS lebih. Kini telah berkembang pula peretasan rekening nasabah melalui transaksi online. Bila versi virus sebelumnya baru pada tahap mencuri data untuk masuk (log on) ke situs transaksi perbankan, varian virus perangkat lunak terbaru dengan nama Zeus dan SpyEye dapat secara otomatis memerintahkan transfer berkala dana dari rekening nasabah ke rekening yang dikuasai oleh kelompok peretas tadi. Kasus ini telah merugikan nasabah di Eropa, Amerika Latin, dan Amerika Serikat. Alasan lain perlunya pengembangan law enforcement intelligence adalah evolusi sosial yang terjadi pada masyarakat terutama di Amerika Serikat akibat gerakan hak-hak sipil. Polisi tidak lagi dapat mengandalkan informasi yang dimilikinya hanya berdasarkan kecurigaan. Pada masa lalu Polisi Amerika Serikat menyimpan file perorangan yang disebut “dossier system” hanya berdasarkan dugaan dan kecurigaan tanpa bukti keterlibatan dalam perbuatan kriminal atau hanya karena diduga anti Amerika. Sebagai akibatnya banyak kasus masyarakat yang mengadukan polisi ke pengadilan, dan hak ini dilindungi oleh Undang-Undang. Adanya jaminan dan perlindungan hak azasi manusia yang merupakan hak kodrati setiap individu, dan dalam sistem hukum Amerika Serikat tidak memungkinkan adanya ketentuan-ketentuan dan tindakan-tindakan yang menyebabkan dehumanisasi. Dibanyak negara, misalnya di Kroasia dan Belanda warga negara diberi akses untuk meminta data diri mereka yang disimpan badan intelijen melalui lembaga terkait, terutama dengan lembaga yang mengawasi badan intelijen. Mereka dapat mengoreksi ketidak akuratan data diri mereka yang dimiliki oleh badan intelijen.12 Pada tahun 1960-an dan 1970-an di Amerika Serikat pernah dihebohkan dengan adanya tuduhan kepada FBI dan Badan Investigasi Kriminal lainnya yang telah melakukan pelanggaran hukum terhadap kelompok politik yang tidak melakukan tindakan kriminal. 12
. Mudzakir – Intelijen dan HAM, Harian Kompas 28 Maret 2011
31
Buntut dari tuduhan ini berujung kepada penyelidikan oleh Komite Senat yang dipimpin oleh Frank Church yang kemudian dikenal dengan sebutan Komite Church. Komite Church berhasil menemukan bukti pelanggaran oleh FBI yaitu: Pertama, FBI di Markas Besarnya telah menyimpan file dalam jumlah yang sangat banyak tentang detail kegiatan politik perorangan. Kedua, FBI telah melakukan penyelidikan terhadap kelompok-kelompok politik didalam negeri. Ketiga, melakukan infiltrasi terhadap kelompok tersebut dan melakukan pengamatan terhadap afiliasi politik perorangan maupun kelompok, yang tidak ada hubungannya dengan perbuatan kriminal. Hasil penyelidikan Senat ini berujung kepada reformasi yang sangat signifikan hampir selama 7 tahun sejak dengar pendapat dengan Komite Church, diantaranya peraturan yang dikeluarkan oleh Kejaksaan Agung yang dinamakan :The Attorney General's Guidelines on General Crimes, Racketeering Enterprise and Domestic Security / Terrorism Investigations. Inti dari Guidelines ini adalah menyeimbangkan antara kebutuhan penyelidikan dalam rangka penegakan hukum dalam menghadapi kejahatan yang makin canggih dengan perlindungan terhadap hak-hak individu. Gejala inipun sudah muncul di Indonesia. Menurut Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, sepanjang tahun 2014 periode Januari hingga November Kepolisian Negara Republik Indonesia menjadi Lembaga yang paling sering diadukan masyarakat ke KOMNAS HAM dengan 2200 berkas, meningkat dibanding tahun 2013 dengan 1845 berkas.. Sifat kegiatan, operasi dan isu-isu intelijen, serta alasan yang mendasarinya telah menimbulkan perdebatan luas menyangkut masalah etika dan moral intelijen, yaitu apakah tujuan menghalalkan segala cara sebagai alat untuk mencapai tujuan. Kalau demikian kegiatan intelijen tidak boleh dilakukan diluar bingkai hukum dan tuntutan ini mengharuskan intelijen melakukan adaptasi nilai moral dan etika intelijen. Isu-isu yang sering bertabrakan dengan masalah etika dan moral adalah kegiatan yang berhubungan dengan pengumpulan data dan bahan keterangan dan kegiatan atau operasi rahasia. Kegiatan dan operasi rahasia sering dianggap menimbulkan konflik dengan cita-cita kemanusiaan dan keyakinan pribadi perorangan, sehingga selain memunculkan pertanyaan tentang etika dan moral intelijen, juga tuntutan perlunya pengawasan terhadap intelijen. Organisasi intelijen Inggris seperti MI5 diberi wewenang melakukan pengintaian langsung, intrusif, dan melakukan penyadapan komunikasi terhadap orang-orang yang dicurigai dan diduga melakukan kegiatan yang melanggar hukum. Demikian juga badan intelijen yang mengurusi masalah intelijen dalam negeri seperti Australian Security Intelligence Organisation (ASIO) diberi wewenang melakukan penyadapan komunikasi, menggunakan pelacak dan pendengar, mengakses komputer, memeriksa surat-surat, dan melakukan interogasi terhadap seseorang yang dianggap atau terkait terorisme.
32
BAB II1. KONSEP INTELLIGENCE LED – POLICING.
33
Intelijen merupakan hal yang sangat penting untuk menetapkan sebuah keputusan, perencanaan, penentuan sasaran strategik, serta pencegahan kejahatan. Institusi penegak hukum dalam semua tingkat tidak akan dapat melaksanakan tugas dan fungsinya dengan efektif tanpa didukung oleh operasi intelijen melalui pengumpulan bahan keterangan, pengolahan serta penggunaan intelijen secara tepat. Sebagai jawaban terhadap perkembangan yang terjadi insttitusi penegak hukum di Inggris, Amerika Serikat, Australia serta beberapa negara lainnya telah mengembangkan strategi baru yang disebut Intelligence Led - Policing (ILP) dalam upaya menggabungkan pemolisian masyarakat (community policing) dengan upaya pencegahan dan pemberantasan kejahatan baru. Intelligence-Led Policing atau dikenal juga dengan istilah Intelligence-Driven Policing muncul sebagai strategi pemolisian baru sejak tahun 1990-an. Strategi pemolisian ini muncul ditengah meningkatnya tindak kejahatan di Inggris pada akhir tahun 1980-an dan awal tahun 1990-an serta tuntutan agar polisi dapat bertindak lebih efektif dan efisien dalam penggunaan anggaran. Selain tuntutan tersebut munculnya strategi pemolisian baru ini didorong pula baik oleh faktor eksternal maupun faktor internal.13 Faktor eksternal adalah ketidak mampuan pemolisian tradisional sebagai pemolisian model reaktif (reactive model) mengatasi perubahan yang cepat akibat globalisasi yang telah meningkatkan peluang kejahatan lintas negara yang terorganisasi melewati batas-batas domain kepolisian baik fisik maupun teknologi. Faktor internal polisi mengakui bahwa telah terjadi hubungan yang dinamik antara industri yang bergerak dibidang keamanan dengan polisi. Hubungan dinamik ini seolah-olah polisi telah kehilangan palagan tradisionalnya seperti pengamanan ruang-ruang tertentu serta polisi seolah-olah telah kehilangan kepercayaan publik. . Intelligence Led – Policing (ILP) dipandang sebagai alat untuk pertukaran intelijen yang akan memperkuat kemampuan institusi penegak hukum dalam mengindentifikasi ancaman dan mempersiapkan langkah yang diperlukan untuk mencegah terjadinya ancaman tersebut. Jadi tujuan utama Intelligence Led – Policing adalah memberi informasi yang diperlukan oleh pengambil keputusan yang bertanggung jawab terhadap keamanan dan keselamatan jiwa dan properti masyarakat Intelligence Led – Policing (ILP) adalah sebuah model dan pendekatan baru penegak hukum yang menekankan kepada “risk assessment dan risk management”. Risk Assessment dan Risk Management adalah antisipasi, pemahaman dan penilaian terhadap sebuah resiko dan tindakan awal untuk menghilangkan resiko atau mengurangi kemungkinan munculnya kerugian hingga pada tingkat yang bisa diterima.14 Dengan kata lain Risk Assessment dan Risk Management adalah proses pengelolaan resiko yang meliputi identifikasi, evaluasi dan pengendalian resiko yang mungkin dihadapi.
13
. Jerry Ratcliffe - Intelligence-Led Policing , Australian Institute of Criminology, April 2003. Hal2. . LCKI - Memahami Pencegahan Kejahatan, 2010. Hal 76.
14
34
Dilihat dari sisi keuntungan dan kerugian dikenal dua jenis resiko yaitu: - Resiko spekulatif atau speculative risk adalah resiko yang berkaitan dengan dua kemungkinan, yaitu peluang mengalami kerugian finansial atau memperoleh keuntungan. Contohnya adalah investasi. - Resiko murni atau pure risk adalah ketidakpastian terjadinya suatu kerugian atau dengan kata lain hanya ada satu peluang yaitu merugi dan bukan peluang keuntungan. Resiko murni adalah suatu resiko yang apabila terjadi akan menimbulkan kerugian dan apabila tidak terjadi tidak menimbulkan kerugian namun juga tidak menimbulkan keuntungan. Contoh adalah tindak kejahatan, bencana alam atau kebakaran. Dalam hal ini semua yang dapat dilakukan adalah tindakan untuk menghilangkan atau meminimalisir kemungkinan bagi munculnya kerugian. Namun demikian dalam pendekatan sistem manajemen resiko, langkah-langkah yang dilakukan untuk menangani resiko kejahatan murni dapat mengurangi kemungkinan munculnya kerugian dan dapat juga menciptakan kemungkinan munculnya keuntungan. Sebagai ilustrasi digambarkan dalam contoh sebagai berikut: Sebuah toko sepatu di New Yersey telah memasang CCTV sebagai langkah pencegahan terhadap pengutilan. Hasilnya sungguh mengejutkan pemilik toko, karena setelah pemasangan CCTV tersebut banyak pembeli yang datang dan banyak pula transaksi pembelian yang terjadi. Dari hasil wawancara dengan pembeli dan hasilnya meyakinkan pemilik toko bahwa kamera CCTV tersebut selain membuat para pengutil takut tetapi juga telah membuat para pembeli merasa lebih aman dari tindakan para pencopet atau tindak kriminal lainnya. Dari ilustrasi ini dapat disimpulkan bahwa keuntungan yang dperoleh dari langkah pengamanan tersebut lebih berupa faktor kebetulan. 15 Intelligence Led-Policing baik istilah maupun model pemolisian baru ini pertama kali berkembang di Inggris. Kepolisian Wilayah Kent – Inggris mengembangkan konsep pemolisian baru untuk menjawab meningkatnya kejahatan terhadap harta milik masyarakat, disaat polisi dihadapkan kepada pemangkasan anggaran serta rasio jumlah penegak hukum yang kecil dibandingkan besarnya tindak kejahatan. Kondisi ini telah mendorong para pejabat kepolisian khususnya di Kent berpikir bahwa polisi harus mampu memberi efek yang terbaik bagi ketertiban masyarakat dengan memusatkan perhatian kepada tindak kejahatan yang paling besar di wilayah kerjanya serta penggunaan anggaran yang lebih efisien... Model pemolisian ini semula disebut dengan istilah The Kent Policing Model, yang menekankan kepada pemilihan prioritas tindakan kepolisian. Polisi akan menangani kejahatan yang benar-benar serius, sedangkan yang dianggap ringan akan diserahkan kepada institusi penegak hukum yang lain. Dengan demikian polisi memiliki waktu yang cukup bagi unit intelijen untuk memusatkan perhatiannya kepada kejahatan terhadap harta milik masyarakat. Inggris mempunyai pengalaman yang lebih lama dalam mengembangkan intelijen penegakan hukum, sehingga Inggris memiliki sistem yang lebih canggih dibandingkan Amerika Serikat. 15
. Ibid. Hal 77.
35
Semua institusi kepolisian pada tingkat provinsi di Inggris memiliki unit-unit intelijen penegakan hukum yang berurusan dengan kejahatan terorganisir, narkotika, dan bentukbentuk kejahatan yang unik yang terjadi di wilayah jurisdiksinya. Sebagai contoh, banyak institusi kepolisian di Inggris mempunyai unit intelijen sepak bola (Football Intelligence Unit) yang berurusan dengan kerusuhan – kerusuhan sepak bola atau hooliganisme. Pada tahun 1980-an untuk tingkat nasional telah dibentuk Unit Intelijen Nasional Urusan Narkotik (National Drugs Intelligence Unit) karena makin meningkatnya perdagangan narkotik lintas negara demikian juga dengan kejahatan pencucian uang lintas negara. Pada tahun 1992 unit intelijen ini diperluas dan namanya menjadi National Criminal Intelligence Service (NCIS) yang berurusan dengan semua bentuk kejahatan terorganisasi (organized crime). Pembentukan badan intelijen ini juga didorong oleh perubahan kondisi politik yang berhubungan dengan Uni Eropa, diantaranya karena penghapusan pos – pos pemeriksaan imigrasi dan bea cukai untuk lalu lintas orang diantara negara-negara anggota Uni Eropa. Intelligence Led-Policing memusatkan perhatiannya kepada kegiatan kunci tindak kejahatan. Ketika persoalan tindak kejahatan telah teridentifikasi dan dimatangkan melalui kajian dan analisis intelijen, kunci tindak kejahatan dapat ditetapkan untuk ditindak lanjuti dengan kegiatan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan. Meskipun belum ada pemahaman yang universal tentang apa intelligence led – policing, bahkan sebagian pemikir mengatakan istilah ILP itu sendiri sudah menjelaskan artinya (the term speaks for itself). Namun demikian dapat diartikan ILP mengandung pemahaman – “pengendalian tindak kejahatan yang bersifat strategis, berorientasi kedepan, memfokuskan kepada pengidentifikasian, analisis dan manajemen problem dan resiko yang dihadapi maupun yang sedang berkembang”. United Kingdom National Intelligence Model untuk keperluan pengkajian tentang proses pengurangan tindak kejahatan (crime reduction) melalui ILP, mendefinisikan ILP sebagai berikut: " Intelligence-led policing is application of criminal intelligence analysis as an objective decision making tool in order to facilitate and prevention through effective policing strategies and external partnership drawn from an evidential base". (Intelligence-led policing adalah aplikasi dari analisis intelijen kriminal sebagai dasar untuk menetapkan kebijakan yang objektif dalam memperlancar upaya pengurangan tindak kejahatan:serta upaya pencegahannya melalui strategi pemolisian yang efektif dan kemitraan dengan institusi diluar kepolisian yang didasarkan kepada bukti-bukti). Untuk definisi ini Pawson dan Tilley (1997) menegaskan bahwa penting untuk menjelaskan bagaimana "mekanisme" untuk setiap upaya pengurangan tindak kejahatn serta upaya pencegahan dapat berjalan. Gambar dibawah ini menunjukkan sebuah model untuk proses upaya pengurangan tindakan kejahatan dan upaya pencegahan menurut Pawson dan Tilley. Gambar : Intelligence-led policing dan proses pengurangan kejahatan.
36
Lingkungan kejahatan (Criminal environment) Model ini mengasumsikan bahwa lingkungan kejahatan ( criminal environment) adalah gambaran yang permanen atau tetap dari lingkungan operasional kepolisian. Meskipun lingkungan kejahatan adalah sesuatu yang dinamis dan cair, selalu berubah dalam bentuk, komposisi dan besaran, tetapi tetap sebuah keniscayaan bahwa lingkungan kejahatan adalah sesuatu yang harus dipahami oleh polisi agar tindakan dan operasi kepolisian dapat dilakukan secara efektif. Untuk tingkatan pemolisian yang berbeda, lingkungan kejahatan yang harus dipelajari juga berbeda. Sebagai contoh, lingkungan kejahatan pada tingkat POLSEK akan berbeda bila dibandingkan misalkan dengan Unit strategis pemberantasan narkoba pada tingkat nasional. Namun demikian tetap memiliki prinsip-prinsip yang sama, meskipun terdapat perbedaan yang penting dalam memahami tipe lingkungan kejahatan. Setiap tingkatan akan dihadapkan kepada lingkungan kejahatan yang dinamis, memiliki keanggotaan dan struktur yang berbeda, yang diharapkan dapat dipengaruhi dan dirubah oleh strategi yang dijalankan oleh polisi. Intelijen. Intelijen dapat didefinisikan sebagai - "a value-added product, derived from the collection and processing of all relevant information relating to clint needs, which is immediately or potentially significant to clint decision-making". (produk nilai tambah yang dihasilkan dari pengumpulan dan pengolahan bahan keterangan yang sesuai dengan kebutuhan pengguna, dan penting bagi pengguna untuk menentukan sebuah kebijakan atau keputusan).. Dalam pandangan yang lebih luas pengertian intelijen sejalan dengan pandangan yang menyatakan intelijen dapat dilihat sebagai organisasi, proses, dan sebuah produk. Dalam jajaran kepolisian unit intelijen dalam pandangan internal dilihat sebagai sebuah organisasi yang diawaki oleh manusia, yang memiliki kecakapan, metoda serta struktur organisasi.
37
Intelijen juga merupakan sebuah proses dari siklus yang berlanjut mulai penerimaan tugas, pengumpulan data dan bahan keterangan, pemilahan dan pembandingan (collation), analisis, penyebaran dan umpan balik. Proses atau siklus yang berlanjut ini dimaksudkan untuk menjaga kemutakhiran produk, yang fungsinya dirancang untuk "membentuk" jalan pikiran pembuat keputusan. Karena itu intelijen seperti terlihat dari gambar model diatas memerlukan sebuah struktur organisasi yang dapat bekerja secara efektif baik dalam menginterpretasikan lingkungan kejahatan dan menyebarkan produk yang dapat membentuk pikiran pembuat keputusan. Dan sudah pasti intelijen sebagai pengarah (intelligence-led)) yang merupakan tahap pertama dari model ini harus dapat menafsirkan (interpret) lingkungan kejahatan. Ini dilakukan oleh satuan atau unit-unit intelijen, yang mengandalkan kepada berbagai sumber informasi baik dari dalam kepolisian sendiri maupun diluar institusi kepolisian. Informasi atau bahan keterangan yang diperoleh oleh unit-unit intelijen tentang lingkungan kejahatan setelah diolah diteruskan dalam bentuk intelijen lingkungan kejahatan kepada pihak-pihak yang dapat memberi dampak positif (impact) kepada lingkungan kejahatan (tangga kedua dari model) Jadi tahap ini seperti telah dijelaskan memerlukan struktur intelijen yang mampu mengidentifikasi dan mempengaruhi (influence) pembuat keputusan (decision makers). Perlu dicatat bahwa keperluan ini menyangkut kemampuan mengidentifikasi pembuat keputusan, juga mempengaruhi pikiran mereka tentang tipe strategi pengurangan kejahatan yang akan dilaksanakannya. Terakhir model ini membutuhkan seorang pengambil keputusan yang mempunyai semangat serta kecakapan untuk mencari dan menemukan cara untuk mengurangi kejahatan dan mempunyai dampak yang positif (positive impact) terhadap lingkungan kejahatan. Tidak jarang seorang Pemimpin sebagai pembuat keputusan dihadapkan kepada berbagai tekanan. Sebagai contoh seorang Komandan menerima intelijen tentang sebuah kelompok yang diduga akan melakukan tindakan kejahatan. Tetapi polisi dihadapkan pula kepada kemungkinan reaksi balik dari kelompok tersebut, tekanan dari media atau dihadapkan kepada keterbatasan anggaran. Menginterpretasikan lingkungan kejahatan ( Criminal environment) Seberapa jauh sistem, manusia, perangkat analisis serta pemahaman bersama dapat melakukan interpretasi sebuah lingkungan kejahatan. Sebuah sistem yang effektif membutuhkan investasi dalam bentuk manusia, perangkat serta sistemnya. Selain itu diperlukan juga pemahaman dari fungsi serta keterbatasan yang dimiliki oleh sistem intelijen. Ini terjadi terutama pada kasus dengan cara polisi yang lebih menekankan kepda pelaku kejahatan ( criminal) dan bukan kepada perbuatan melakukan kejahatan (crime) Harapan yang tidak realistik juga dapat menurunkan semangat dalam melakukan operasi yang dilakukan berdasarkan intelijen (intelligence-led operation). Sebagai contoh bila hasil analisis intelijen tidak mampu meramalkan sebuah kejahatan kapan akan terjadi baik hari dan jamnya serta dimana kejahatan tersebut akan dilakukan. Ini terjadi karena awak intelijen tidak memahami tentang intelligence-led policing. Dalam tingkat yang lebih strategik juga diperlukan kemampuan staf untuk melakukan pertukaran intelijen dengan badan diluar organisasinya.
38
Pembuat keputusan (The decisions-makers) Semua pemimpin organisasi kepolisian pada semua tingkat baik tingkat pusat dan daerah serta pemimpin lapangan memiliki kemampuan untuk mempengaruhi lingkungan kejahatan. Komandan sebagai pemimpin mengendalikan semua sumber daya, namun bagi pemimpin yang baru biasanya lebih banyak menghabiskan waktunya dilapangan. Penetapan sasaran yang tepat dari kegiatan polisi ke daerah -"hot spots" - dan "hot times" kejahatan, memiliki andil yang sangat penting terhadap tehnik pengurangan kejahatan (Sherman et al.1998), namun ini memerlukan intelijen yang tepat (dalam contoh ini adalah "hot-spots" dan "hot times") yang dapat sampai kepada pemimpin dan dapat meyakinkan pemimpin sehingga pemimpin sebagai pembuat keputusan memahami secara benar intelijen yang disampaikan dan menanggapi interlijen tersebut dengan tepat. Mempengaruhi pembuat keputusan (Influencing the decision-makers) Diseminasi atau penyebaran adalah sebuah metoda untuk menyampaikan intelijen kepada pengguna intelijen, namun menyampaikan intelijen yang menarik perhatian pengguna intelijen adalah sebuah seni. Berangkali merupakan hal yang tidak mungkin untuk menghitung berapa banyak kegagalan organisasi intelijen yang gagal karena ketidak mampuannya "menjual" produknya, atau kegagalan pengguna sebagai pengambil keputusan untuk memahami nilai intelijen yang diterimanya. Intelijen juga harus "bersaing" dengan tekanan yang dialami oleh seorang pembuat keputusan. Sebagai contoh seorang Kepala Resor Kepolisian menerima intelijen dari Satuan Intelijen Keamanan yang merekomendasikan target operasi sebuah kelompok kejahatan tertentu, mungkin terkendala oleh sifat ketertutupan organisasi tersebut atau oleh tuntutan yang lain, misal reaksi balik dari kelompok tersebut, tekanan media, atau keterbatasan anggaran. Bahkan intelijen yang baikpun harus bersaing dalam mempengaruhi pembuat keputusan. Dampak terhadap lingkungan kejahatan ( Impacting on criminal environment) Seluruh proses akan mempunyai nilai yang tidak berarti apabila pada tahap terakhir, pembuat keputusan, misalkan Kepala Polisi pada tingkat apapun tidak mampu mempengaruhi lingkungan kejahatan yang berdampak pada pengurangan kejahatan. Ada keterbatasan kemampuan polisi yang signifikan untuk merubah angka kejahatan, namun ini tidak berarti polisi tidak dapat mencapai penurunan angka kejahatan, dan polisi tidak dapat mencapai efesiensi secara maksimum. Telah terbukti bahwa beberapa jenis pemolisian yang difokuskan kepada segi taktik telah memberi manfaat untuk mencegah kejahatan, termasuk peningkatan patroli yang diarahkan terhadap kejahatan jalanan serta penangkapan yang proaktif terhadap penjahat kambuhan (residivis). Namun ada kecenderungan bahwa apa yang oleh polisi dianggap berhasil, dibayangi oleh skema dan tuntutan masyarakat yang meragukan bukti keberhasialan polisi dalam menurunkan angka kejahatan. BJA (Bureau of Justice Assistance) dalam dokumennya secara umum mendefinisikan ILP adalah – “a collaborative law enforcement approach combining problem – solving
39
policing, information sharing and police accountability, with enhanced intelligence operation”. (pendekatan kolaboratif penegakan hukum yang menggabungkan pemecahan masalah pemolisian, pertukaran informasi dan tanggung jawab polisi, dengan meningkatkan operasi intelijen). Dalam definisi yang lebih khusus BJA mendefinisikan ILP adalah – “executive implementation of intelligence cycle to support proactive decision making for resource allocation and crime prevention. In order to successfully implement this business process, police executives must have cleary defined priorities as part of their policing strategies”. (wujud pelaksanaan dari perputaran intelijen untuk mendukung proses pengambilan keputusan yang proaktif dalam menentukan alokasi sumber daya dan tindakan pencegahan kejahatan. Untuk berhasilnya pelaksanaan kegiatan ini, pejabat kepolisian harus secara jelas mendefinisikan prioritas sebagai bagian dari strategi pemolisian). Berlandaskan kepada definisi-definisi ini David L.Carter mengusulkan definisi operasional ILP sebagai berikut: “The collection and analysis of information related to crime and conditions that contribute to crime, resulting in an actionable intelligence product intended to aid law enforcement in developing tactical responses to threats and / or strategic planning related to emerging or changing threats”. (Pengumpulan dan analisis informasi yang ada kaitan dengan kejahatan dan kondisi yang mendukungnya, berbentuk produk intelijen yang dapat digunakan untuk membantu penegakan hukum dalam mengembangkan respon taktis terhadap ancaman dan/atau perencanaan strategik yang berhubungan dengan muncul atau berubahnya ancaman). Untuk memberi gambaran yang lebih jelas, David L.Carter menguraikan komponenkomponen kritis dari definisi operasional tersebut, sebagai berikut.16 a. Pengumpulan (Collection). Bagian yang sangat penting dari proses intelijen adalah pengumpulan bahan keterangan atau informasi sebagai bahan mentah untuk digunakan dalam analisis. Pengumpulan harus fokus untuk mengidentifikasi dan memahami ancaman yang muncul dalam suatu wilayah yurisdiksi. Fokus ini sering ditentukan oleh analis yang akan merumuskan kebutuhan intelijen (intelligence requirement), yang didasarkan kepada informasi yang diterima dari petugas lapangan, sumber-sumber yang konfidensial, dari penduduk dalam bentuk pemberian keterangan, atau Laporan Kegiatan Yang Mencurigakan (Suspicious Activity Reports) Kuncinya adalah pengumpulan bahan keterangan sebagai bahan mentah dalam batasan yang telah ditetapkan merupakan hal yang sangat penting untuk kegiatan analisis yang efektif. b. Analisis (Analysis) Analisis adalah pendekatan ilmiah untuk pemecahan masalah. Analisis dilakukan dengan pendekatan deduktif dan induktif dalam merumuskan kebutuhan dan membuat perkiraan ancaman. Analisis dapat dalam bentuk kuantitatif, terutama untuk analisis
16
. David L.Carter PhD – Law Enforcement Intelligence , A Guide fo State, Local, and Tribal Law Enforcement Agencies. Hal 80
40
strategik tetapi lebih sering dalam bentuk kualitatif, baik untuk analisis taktik maupun strategik.. The Office of the Director of National Intelligence (ODNI) – Amerika Serikat, mendefinisikan analisis adalah – “ a process in the production of intelligence in which intelligence information is subjected to systematic examination in order to identify significant facts and derive conclusions”. (Sebuah proses dalam produksi intelijen dimana informasi intelijen dikaji secara sistematik untuk mengidentifikasi fakta-fakta yang signifikan serta dapat ditarik suatu kesimpulan). ODNI juga membedakan antara raw information (bahan keterangan) dengan informasi yang telah dianalisis (intelijen). Bahan keterangan -Memberi masukan. -Membangun kewaspadaan.
Intelijen - Memberi pemahaman. - Mengurangi ketidak pastian. - Memungkinkan untuk membuat keputusan yang lebih baik.
Proses analitik merupakan proses yang sinergistik, memberi arti yang utuh, dan membentuk satu pengetahuan yang dibangun dari berbagai fakta yang masih harus diuji. Lebih dari itu analisis digunakan untuk merumuskan “kesenjangan intelijen atau intelligence gap” dan mengartikulasikan “kebutuhan atau requirement”. c..Kejahatan dan kondisi yang mendukungnya. ILP menitik beratkan kepada ancaman-ancaman dan ini menjadi sangat penting untuk mengidentifikasi berbagai variabel dalam masyarakat serta wilayah sekelilingnya yang dapat mendukung berkembang dan makin matangnya tindakan kejahatan. Variabel ini bisa mencakup rentang yang luas, seperti; Munculnya unsur-unsur kejahatan terorganisasi dalam satu wilayah yang memperdagangkan narkotika atau senjata. Munculnya kelompok ekstrimis yang menganjurkan kebencian dan tindakan kekerasan. Munculnya konflik dalam satu wilayah yang dapat dimanfaatkan untuk menimbulkan konflik antar ras, suku, atau kelompok agama. Berbagai karakter unik dan dianggap aneh seperti pada kelompok tertentu yang dekat dengan perbatasan internasional. Ini penting karena informasi yang dikumpulkan dapat memberi masukan untuk lebih memahami tentang kondisi yang ada, dan faktor-faktor yang mungkin memperburuk kondisi atau orang yang berniat melakukan terror atau perbuatan kriminal. d..Intelijen yang dapat digunakan (Actionable Intelligence). Mantan pejabat FBI Maureen Baginski menyatakan bahwa intelijen membantu pejabat yang berwenang dalam membuat keputusan.
41
Oleh sebab itu agar intelijen dapat digunakan, hal yang sangat esensial adalah intelijen harus dapat memberi arah untuk mengembangkan dan melaksanakan sebuah rencana. Institusi penegak hukum harus dapat menggunakan laporan intelijen, dan melakukan langkah-langkah untuk mencegah atau mengurangi terjadinya tindakan kejahatan. Ini berarti bahwa intelijen yang dihasilkan oleh analis akan mendorong langkahlangkah operasional sebagai jawaban terhadap kejahatan, dan juga untuk pembuatan perencanaan strategik dalam menghadapi kejahatan. Dengan intelijen yang dapat digunakan, institusi penegak hukum telah mendapat informasi yang cukup dan matang untuk mengambil langkah-langkah dan tindakan pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya tindakan kejahatan. Laporan intelijen harus berisi dan menjelaskan baik ancaman terhadap masyarakat atau wilayah yang harus segera diatasi, orang dalam pencaharian penegak hukum yang dapat menimbulkan ancaman, atau pola-pola ancaman yang harus diwaspadai oleh petugas penegak hukum. Premise dasarnya adalah institusi penegak hukum harus dapat menggunakan intelijen dengan berbagai cara. Lebih dari itu intelijen yang dapat digunakan harus dapat dijamin bahwa informasi yang tepat jatuh ketangan orang yang dapat berbuat sesuatu dalam menghadapi ancaman. e. Respon taktik terhadap ancaman. Baik intelijen taktik maupun intelijen strategik merupakan penjabaran dari intelijen yang dapat digunakan (actionable intelligence). Tergantung dari sifat ancaman, respon taktik yang luas dianggap tepat, mulai dari peningkatan prosedur pengamanan pada kerumunan masa hingga kewaspadaan terhadap kegiatan yang mencurigakan pada sasaran intelijen potensial. Intelijen taktik merupakan kebutuhan untuk pencegahan yaitu penggunaan informasi yang berhubungan dengan ancaman terror dan kejahatan lainnya dalam menetapkan strategi untuk mengurangi atau mencegah ancaman jangka pendek (short term) atau yang harus segera diatasi (immediate). Intelijen taktik merupakan inti dari pertanyaan: Jenis operasi taktik apa yang dapat dikembangkan dengan menggunakan intelijen ini?. f. Perencanaan strategik yang berhubungan dengan munculnya atau berubahnya ancaman. Ancaman dalam masyarakat mempunyai ciri yaitu selalu berubah seiring waktu. Analisis strategik terutama digunakan sebagai dasar perencanaan dan alokasi sumber daya, untuk memahami gambaran dari perubahan sifat ancaman. Informasi yang disampaikan kepada pengambil keputusan menyangkut perubahan sifat, karakteristik, dan metodologi ancaman dan munculnya ancaman yang aneh atau belum dikenal sebelumnya, dengan demikian dapat dikembangkan rencana tindakan strategik dan merealokasi sumber daya. Sebagai contoh, selama ini suatu kelompok masyarakat tidak mempunyai persoalan menyangkut hak hidup sebuah kelompok Islam garis keras. Bila kemudian komunitas tersebut merencanakan mendidirikan sebuah klinik bersalin yang memberi pelayanan pengguguran kandungan.
42
Analisis strategik akan dapat memberi pemahaman yang mendalam apakah klinik tersebut berikut semua personal pendukungnya akan menjadi sasaran kekerasan dari kelompok tersebut. Dengan menggunakan analisis strategik, dapat dikembangkan rencana tindakan untuk pencegahannya. Ini merupakan inti jawaban terhadap pertanyaan: Apa rencana dan alokasi sumberdaya yang harus disiapkan pada masa yang akan datang, untuk menghadapi ancaman yang dirumuskan dalam analisis strategik?. Dalam banyak hal ILP sebenarnya merupakan bentuk dan dimensi baru dari pemolisian atau perpolisian masyarakat (community policing) yang sudah menjadi acuan penegak hukum selama ini terutama dinegara maju, yang dikembangkan dari taktik dan metodologis selama penerapan pemolisian masyarakat. Community policing adalah model pemolisian protagonis yang berpihak kepada masyarakat dengan kedekatan polisi dan masyarakat sebagai pilar utamanya, melalui upaya-upaya yang lebih pro aktif menuju terwujudnya kerjasama yang efektif antara polisi dalam pembinaan keamanan dan ketertiban masyarakat 17 Pemolisian masyarakat adalah esensi dari bersatunya kesadaran masyarakat dan polisi tentang pentingnya tanggung jawab dalam menekan angka kriminilitas dan pengamanan wilayah.18 Paradigma yang menyerahkan tanggung jawab hanya kepada negara tidak lagi relevan dengan masyarakat modern. Model Pemolisian atau Perpolisian Masyarakat merupakan bentuk pemolisian yang dikembangkan dibanyak negara demokrasi. Di Afrika Selatan Community Policing disebut dengan istilah Democratic Policing sebagai bentuk transformasi dari Pemolisian Tradisional, Demikian juga dengan Indonesia yang telah mengadopsi Community Policing yang dalam istilah Indonesia disebut Pemolisian Masyarakat sebagai upaya meningkatkan kinerja Polri dan menciptakan polisi sipil. Untuk itu Polri telah membangun Program Pemolisian Masyarakat. Program ini ditegaskan dalam berbagai Peraturan dan terhitung ada lima produk hukum seperti: a..Skep Kapolri No. Skep /737/X/2005 tentang Kebijakan dan Strategi Penerapan Model Perpolisian Masyarakat Dalam Pennyelenggaraan Tugas Polisi.. b. Skep Kapolri No Pol: Skep / 431 /VII/ 2006, tentang Pedoman Pembinaan Personel Pengemban Fungsi Polmas, c. Skep Kapolri No. Pol. Skep /432 / VII / 2006, tentang Panduan Pelaksanaan Fungsi Operasional Polri dengan Pendekatan Polmas. d..Skep Kapolri No. Pol. Skep / 433 / VII / 2006, tentang Pembentukan dan Operasionalisasi Polmas; Kebijakan dan Strategi Percepatan dan Pemantapan Implementasi Polmas. e. Peraturan Kapolri No. 7 Tahun 2008 tentang Pedoman Dasar Strategi dan Implementasi Pemolisian Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Tugas Polri.
17 18
.http://mediator-skripsi.blogspot.com/2009/08. .Muradi - Polmas dan profesionalisme POLRI. Hal25.
43
Community policing adalah sebuah filosofi dari kebijakan pelayanan total, dimana petugas polisi yang sama melakukan patroli dan bekerja dalam area yang sama secara permanen, dari tempat yang didesentralisasikan, bekerja sama dengan para warga masyarakat di area / daerah tersebut untuk mengidentifikasikan dan memecahkan masalah yang dihadapi. 19 Meskipun demikian Pemolisian Masyarakat dalam implementasinya memiliki perbedaan, yang sangat tergantung kepada kekhasan dan kultur organisasi di negara masing-masing. Sebagai contoh adalah implementasi Pemolisian Masyarakat di Inggris dan Amerika Serikat berbeda meskipun baik Inggris maupun Amerika Serikat sama-sama berbasis kepada Anglo - Policing. Jika di Inggris lebih menekankan kepada upaya menekan gerakan separatisme Irlandia Utara dan kejahatan ras, maka di Amerika Serikat sangat erat dengan kejahatan berbasis ras, khususnya antara orang kulit putih, Afro Amerika, dan Hispanik. Dalam konteks Polri, hakekat Polmas adalah kemitraan dengan masyarakat, sekaligus menjadi pemecahan masalah yang terjadi di masyarakat. Sasaran utama yang ingin dicapai adalah :20 Pertama, mengutamakan pencegahan. Kedua, bersama masyarakat mengidentifikasi masalah serta mencari solusinya. Ketiga, mengurangi rasa ketakutan masyarakat akan adanya gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat. Ada persamaan karakteristik yang penting antara Pemolisian Masyarakat dengan ILP yaitu penekanan pada proses pengambilan keputusan yang beretika. Dalam pemolisian masyarakat proses pengambilan keputusan yang beretika salah satunya didasarkan kepada kebutuhan untuk mengembangkan sikap saling mempercayai antara polisi dengan masyarakat. Bila rasa dan sikap saling percaya tidak terbangun diantara polisi dan masyarakat maka masyarakat tidak akan mau membeikan informasi-informasi yang penting dan kritis dalam upaya pengendalian kejahatan. Proses pengambilan keputusan yang beretika dalam ILP juga sebuah kebutuhan namun lebih dari itu. Ada perbedaan antara pemolisian tradisional dengan pemolisian masyarakat. Pemolisian tradisional memfokuskan pada aspek investigasi dan penahanan yang merupakan bagian dari pengendalian kejahatan, dimana pencegahan kejahatan bukan merupakan prioritas pertama. Pemolisian masyarakat sebagai pemolisian modern sangat sesuai dengan aliran pemikiran kontemporer yang menempatkan pencegahan kejahatan sebagai upaya yang paling utama. Aliran pemikiran "kontemporer" berpendapat bahwa sebuah model pemolisian baru harus dikembangkan, yaitu dengan mendahulukan upaya pencegahan sebelum sebuah tindak kejahatan terjadi. Dalam tubuh POLRI paradigma pemolisian modern yang disebut Pemolisian Masyarakat dijelashan dalam tugas pokok dan peran Intekam POLRI yang dirumuskan dalam 4 19
.www.jalur berita co cc/2009/08 – mengutip Eko Erpangi,2003.
20
.Dr Susaningtyas , MSi - Komunikasi dalam Kinerja Intelijen Keamanan. Hal 75.
44
(empat) kegiatan, khususnya dalam kegiatan yang pertama yang masing-masing berbunyi sebagai berikut: Rumusan tugas pokok yang pertama berbunyi:- "Melakukan deteksi terhadap segala perubahan kehidupan sosial dalam msyarakat serta perkembangannya dibidang ideologi, politik, sosial budaya, petahanan dan keamanan untuk dapat menandai kemungkinan adanya aspek-aspek kriminogen, selanjutnya mengadakan identifikasi hakekat ancaman terhadapKamtibmas". Sedangkan peran pertama Intelkam POLRI berbunyi - "Melakukan deteksi dini agar mengetahui segala perubahan kehidupan sosial yang terjadi dalam masyarakat serta perkembangan selanjutnya, mengidentifikasi hakekat ancaman yang tengah dan akan dihadapi, kemudian memberikan peringatan dini sebagaibahan dasar serta penentuan arah kebijaksanaan dan pengambilan keputusan / tindakan oleh pimpinan POLRI". Dalam matriks perbedaan antara Pemolisian Masyarakat dengan Pemolisian Tradisional dapat digambarkan seperti dibawah ini.21 Pemolisian Masyarakat
Pemolisian Tradisional
Proaktif untuk menyelesaikan masalah masyarakat Diperluas sehingga meliputi identifikasi dan penyelesaian masalah masyarakat Kekuatan pada sumber daya yang ada di masyarakat Informasi dari masyarakat datang dari berbagai sumber Desentralisasi kewenangan dan otonomi ke petugas lini depan Penghargaan evaluasi kinerja yang juga didasarkan pada kegiatan memberikan pelayanan. Gaya pelayanan berorientasi pada masyarakat Patroli yang terlihat dan berinteraksi dengan masyarakat
Bersifat reaktif terhadap kejadian Terbatas atas respon terhadap kejadian yang diterima saja. Terfokus pada sumber daya internal Informasi dari masyarakat terbatas Orientsi melakukan supervisi adalah untuk pengawasan Penghargaan berdasarkan pemecahan kasus. Strategi memberantas kejahatan secara hukum Patroli acak bermobil untuk merespon kejahatan
Dalam pengertian yang lebih sederhana ILP adalah sebuah paradigma baru dimana intelijen harus menjadi dasar, penuntun dan petunjuk bagi institusi penegak hukum dalam setiap kegiatan atau operasi, serta lebih mendasarkan kepada hasil kegiatan analisis. Dapat dikatakan bahwa ILP adalah model pemolisian yang menempatkan intelijen dan analisis sebagai kunci dalam operasi kepolisian, sehingga akan terjadi efisiensi dalam penggunaan sumber daya, menghasilkan rumusan strategi yang dapat diaplikasikan serta melandasi keberhasilan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan. 21
. Irwan Fauzi - irwanmarine87.blogspot.com
45
Inteligence Led – Policing merupakan upaya bersama untuk meningkatkan intelijen operasi, penegak hukum yang berorientasi kepada masyarakat serta pemecahan masalah. Untuk mengimplementasikan ILP, organisasi penegak hukum harus mengevaluasi kembali berbagai kebijakan dan peraturan-peraturan. Intelijen harus menjadi bagian dari setiap proses perencanaan yang mencerminkan persoalan dan isu-isu masyarakat. Pertukaran informasi harus menjadi kebijakan baku, tidak lagi menjadi sekedar kegiatan yang informal. Yang paling penting, intelijen harus menjadi bagian dari proses analisis yang bermutu. Pengembangan kemampuan pengumpulan bahan keterangan, tehnik analisis, pelatihan, dan bantuan tehnik harus ditingkatkan. Memasyarakatkan ILP kedalam institusi penegak hukum bukan tanpa persoalan, bahkan Amerika Serikat sebagai negara majupun menghadapi hal yang sama. Persoalan tersebut antara lain disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut: Pertama, banyak institusi penegak hukum tidak memahami apa intelijen itu dan bagaimana me ”manaje” nya. Kedua, institusi penegak hukum disibukkan dengan kegiatan harian dalam upaya pencegahan dan penindakan tindak kejahatan tradisional, dan pada waktu yang bersamaan harus melakukan kegiatan pencegahan munculnya tindak kejahatan terorisme. Ketiga, adalah kenyataan dalam menerapkan ILP sering dihadapkan kepada masalah anggaran dan sumber daya manusia. Meskipun saat ini operasi intelijen penegakan hukum masih terkendala dari keterlibatanya secara aktif, namun persoalan ini bukan hal yang tidak bisa diatasi. Matriks dibawah ini menggambarkan ILP maupun Community Policing. 22 No Perihal 1 Manajemen Informasi
22
Community policing Informasi yang diperoleh dari masyarakat akan membantu menggambarkan parameter persoalan yang dihadapi masyarakat.
Intelligence Led – Policing Informasi masyarakat adalah masukan yang sangat penting dari analisis intelijen
.David L.Carter PhD – Law Enforcement Intelligence, A Guide for State, Local,and Tribal Law Enforcement Agencies. Hal 87
46
2
Komunikasi timbal balik dengan masyarakat
3
Pemecahan masalah
4
Informasi dari masyarakat tentang pelanggaran hukum. Mengkomunikasikan hal yang kritik kepada masyarakat akan dapat meningkatkan tindakan pencegahan kejahatan dan mengurangi ketakutan dan kecemasan masyarakat.
Komunikasi dari masyarakat akan memberikan informasi yang bernilai dalam proses intelijen. Ketika ancaman digambarkan dengan informasi yang spesifik, mengkomunikasikan informasi yang kritik kepada masyarakat akan membantu terhadap upaya pencegahan serangan teroris, seperti juga community policing akan mengurangi ketakutan dan kecemasan masyarakat Proses yang sama digunakan oleh intelijen untuk menggabungkan faktor-faktor yang berkaitan dengan kerawanan sasaran dan peredaran komoditi illegal
Dalam pemecahan masalah biasanya menggabungkan faktor-faktor kondisi masyarakat yang dapat dijadikan petunjuk adanya kejahatan atau gangguan dalam masyarakat. Analisis data Analisis kejahatan (crime Analisis intelijen merupakan berdasarkan analysis) merupakan unsur unsur yang sangat penting dalam ilmu yang sangat penting dalam manajemen ancaman. pengetahuan proses Statistik Komputer.
Ada kesamaan antara community policing dengan ILP agar dapat efektif yaitu keduanya memerlukan umpan balik baik berupa analisis kejahatan (criminal analysis) atau analisis intelijen (intelligence analysis) Dalam hubungan ini informasi apa yang dibutuhkan oleh petugas lapangan dari unit intelijen?. - Ancaman datang dari siapa?. Ini mengidentifikasi dan menjelaskan orang-orang dalam satu gerakan atau ideologi yang dapat menampilkan ancaman terhadap keselamatan masyarakat. - Siapa melakukan apa dengan siapa?. Ini termasuk identitas, penjelasan, dan karakteristik dari konspirator atau orang yang memberi dukungan logistik terhadap terorisme atau kejahatan terorganisasi. - Apa modus operandi dari ancaman?. Bagaimana kejahatan terorganisasi ini beroperasi?. Apa tipe sasaran utama dari kelompok teroris atau kelompok ekstrem dan apa metode yang umum digunakan dalam melakukan serangan?. Bagaimana cara anggota kelompok ekstremis berbaur dengan masyarakat dalam upaya menyembunyikan diri?. - Apa yang diperlukan untuk menangkap pelaku dan mencegah terjadinya tindakan kejahatan atau kecenderungannya?. Jenis informasi spesifik seperti apa yang harus dicari oleh unit intelijen untuk membantu membuat analisis ancaman secara luas?.
47
Kesamaan antara Community policing dengan ILP dapat dilihat dari “tool” Community policing yaitu CompStat (COMPuterized STATistic). 23 Proses CompStat yang semula dikembangkan di Departemen Kepolisian New York, telah menjadi alat yang efektif bagi institusi penegak hukum dalam mengatasi persoalan kejahatan dan dalam waktu yang tepat. CompStat adalah sebuah model dari proses manajemen kinerja yang menganalisis data-data kejahatan, pelanggaran terhadap keamanan dan ketertiban, pemecahan masalah strategik, serta struktur pertanggung jawaban yang jelas. Secara ideal CompStat mempermudah analisis kejahatan dan pelanggaran terhadap keamanan dan ketertiban dengan akurat dan tepat waktu, yang digunakan untuk mengidentifikasi persoalan dan pola kejahatan. Berdasarkan hasil analisis ini dapat dilakukan tindakan yang cepat dan tepat baik dalam pengerahan personal maupun pengalokasian sumber daya lainnya. Proses CompStat dituntun oleh 4 prinsip yaitu: Pertama, adanya intelijen yang akurat dan tepat waktu - Know what is happening. Kedua, Taktik yang efektif - Have a plan. Ketiga, pengerahan personal dan sumber daya lainnya yang cepat - Do it quickly. Keempat, lakukan sampai persoalan terselesaikan dan lakukan kaji ulang - Relentless follow up and assessment. Model ini telah diterapkan dengan sukses diseluruh wilayah Amerika Serikat dan juga dibeberapa negara lainnya, baik bagi institusi penegak hukum skala menengah maupun besar. Landasan yang kuat dalam riset telah memperkuat CompStat sebagai alat dari Crime – Management dan telah membuktikan nilai dari pendekatan inovatif dalam mengatasi persoalan yang dihadapi institusi penegak hukum. Untuk menghasilkan kinerja yang optimal Compstat harus memiliki 2 unsur utama yaitu: a. Tim manajerial yang berfungsi dan bertugas dalam pengerahan sumber daya manusia. b. Tim Teknologi Informasi yang berfungsi dan bertugas dengan yang ada hubungannya dengan sistem komputerisasi informasi seperti proses maping, analisis, dan membuat laporan tepat waktu dan akurat.24 Di Indonesia model ini belum berkembang dengan baik, karena statistik kriminal yang dikeluarkan kepolisian, umumnya memuat data yang berkualitas rendah. Deviasinya besar, karena penyusunannya hingga menghasilkan berbagai profil kejahatan dilakukan secara tidak serius.25 Dengan munculnya ILP banyak yang menganggap bahwa ILP sama dengan CompStat. Tidak dapat disangkal ada persamaan yang penting yang akan membantu dalam menerapkan ILP, meskipun ada juga perbedaan yang fundamental secara substantif yang harus dipahami. Metodologi dan fokus dari ILP berbeda dan lebih sulit dari CompStat karena perbedaan dari data dan bahan keterangan (raw data). Namun intinya secara faktual CompStat dan ILP berbeda karena berbagai variable fungsional, seperti digambarkan dalam matrik dibawah ini. Perbandingan CompStat dengan Intelligence – Led Policing 23
. Ibid – hal 90. . Habib Ozdemir - Compstat : Strategic Police Management for Effective Crime Deterrence in New York City. Working Paper no 18. International Police Executive Symposium. March 2011 25 . Adrianus Meliala – Harian Kompas – tanggal 30 Oktober 2011. 24
48
CompStat Kesamaan Intelligence- Led Policing . Wilayah hukum tunggal . Sama-sama bertujuan . Bermacam wilayah (single jurisdiction) untuk pencegahan. hukum (multijurisdiction). , Penggeraknya adalah .Masing-masing . Penggeraknya adalah peristiwa . memerlukan: ancaman. . Kejahatan jalanan dan - Organisasi yang . Kejahatan terorganisir pencurian. lentur. dan terorisme. . Pemetaan tentang - Masukan informasi . Commodity flow; kejahatan. yang berlanjut. trafficking and transiting . Waktu merupakan faktor - Merupakan logistics. yang sensitif (umpan balik komponen analisis . Strategik. dan langkah tindak dalam yang penting. . Memberantas kejahatan 24 jam). .“Bottom–up” driven terorganisasi. . Memberantas jaringan dengan tetap . Gelar operasi: kejahatan seperti jaringan memperhatikan kebutuhan - JTTF/ BNPT perampok. operasi. - Penyelidikan . Gelar operasi: kejahatan - Patroli. terorganisasi. - Satuan taktis. - Satuan Tugas. - Penyelidik . Analisis Modus Operandi . Analisis Modus Operandi dari pelaku kejahatan. dari kejahatan terorganisir. Tujuan dan metodologi yang berkaitan kedua konsep ini dapat saling mengisi. Dari matriks diatas dapat dilihat bahwa ILP berkepentingan dengan “all crimes and all threat”, tidak hanya masalah terorisme, meskipun demikian sifat dari kejahatan yang menjadi fokus ILP meliputi “multijurisdiction” dan sering berupa kejahatan yang rumit dan kompleks seperti kejahatan terorganisasi (criminal enterprises). Sedangkan kegunaan dari CompStat adalah pengidentifikasian terhadap munculnya serangkaian kejahatan yang serius dan signifikan dalam satu wilayah hukum, yang didasarkan kepada laporan kejadian dan analisis yang tepat waktu. Analisis dari data-data yang didapat dari laporan kejahatan dapat memberikan informasi penting – seperti parameter geografi, dan modus operandi, yang dapat digunakan untuk meramalkan kejahatan lanjutan dalam waktu dekat, membantu dalam pemecahan masalah, memberi informasi yang lebih lengkap, seperti perilaku, sasaran, instrumen kejahatan, sehingga unit-unit operasional dapat mengatasinya dengan tepat. Jadi ILP lebih memusatkan perhatian kepada ancaman, daripada kejahatan yang sudah terjadi (meskipun ancaman dapat pula berarti ancaman yang timbul dari kejahatan berantai, seperti pembunuhan berantai). Pendidikan masyarakat. Telah disinggung bahwa pendidikan masyarakat merupakan hal yang sangat penting untuk efektifnya ILP. Pelajaran dari pemolisian masyarakat dapat dijadikan acuan dalam pengembangan ILP. Masyarakat terdiri dari bermacam-macam kelompok, demikian juga dengan latar belakang pendidikannya, sehingga diperlukan pendekatan yang sesuai dengan latar belakangnya.
49
Sebagai contoh, apa yang ingin dicapai oleh institusi penegak hukum dengan program pendidikan masyarakat?. - Apakah untuk mengurangi rasa kecemasan dan ketakutan masyarakat, atau menghilangkan ketegangan dalam masyarakat?. - Apakah untuk meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam membantu tugas kepolisian?. - Apakah tujuannya hanya untuk memberikan informasi kepada masyarakat tentang tanda-tanda terorisme dan kejahatan lainnya untuk membantu upaya pencegahan? Yang penting adalah adanya keterkaitan antara inisiatif pendidikan dengan sasaran spesifik yang ingin dicapai. Dalam menyusun program pendidikan masyarakat harus disusun pengelompokan masyarakat agar dapat disampaikan jenis informasi yang tepat sesuai dengan pengelompokannya. Siapa saja kelompok masyarakat yang menjadi sasaran pendidikan masyarakat ?. Apakah kelompok masyarakat pengusaha, kelompok keagamaan, pegawai negeri diluar pegawai institusi penegak hukum, mahasiswa, guru, masyarakat umum, atau berdasarkan kelompok kependudukan?. Atau lulusan program Akademi Polisi Masyarakat (Citizen Police Academy) seperti yang dilakukan di Amerika Serikat, yaitu program yang ditujukan untuk membangun komunikasi antara masyarakat dengan polisi. Sasaran dari Akademi Polisi Masyarakat bukan untuk menjadikan masyarakat menjadi polisi, namun untuk membangun masyarakat yang berinformasi. Lulusan Akademi Polisi Masyarakat dapat menjadi sukarelawan ketika ada krisis atau untuk meningkatkan kesiagaan. Setiap kelompok masyarakat mempunyai kebutuhan informasi yang berbeda. Kelompok masyarakat ini dapat dikelompokan lagi secara lebih spesifik kedalam kelompokkelompok khusus seperti pengusaha atau industriawan bidang telekomunikasi, pembangkit listrik tenaga nuklir, pabrik pengolahan daging, pusat riset, dan lain-lain. Institusi penegak hukum harus melakukan analisis ancaman untuk dapat memahami secara tepat karakteristik ancaman dalam kelompok masyarakat, juga untuk dapat memahami intelijen yang diperlukan oleh institusi intelijen. Pendidikan masyarakat juga harus dapat menghasilkan keluaran yang spesifik sesuai dengan sasaran yang telah ditetapkan. Pendidikan masyarakat juga harus dapat menyatukan 5 faktor yang berhubungan dengan fungsi intelijen, yaitu: a. Mengetahui bagaimana cara mengamati. b. Mengerti dan memahami apa yang dianggap mencurigakan. c. Mengerti cara membuat laporan. d. Mengerti apa yang harus dilaporkan. e. Mengerti apa yang akan terjadi kemudian. Untuk memaksimalkan kualitas dan kuantitas laporan yang disampaikan oleh masyarakat, penegak hukum harus memberikan kerangka pengetahuan yang tepat. Makin luas jangkauan pendidikan masyarakat, makin meningkat pula umpan balik dari masyarakat. Matrik dibawah ini adalah contoh muatan dan tindakan yang dapat dilakukan masyarakat dalam pendidikan masyarakat.
50
Muatan dalam Program Pendidikan Masyarakat . Memahami tentang terorisme. . Apa yang sudah dilakukan pada tingkat . Apa terorisme itu? (Dijelaskan dan nasional. diterangkan) - Tingkat nasional. . Mengapa orang melakukan terror. Strategi nasional yang sudah . Perspektif terorisme. dikembangkan. . Perang assimetrik. - Analisis Ancaman Nasional yang . Tindakan terror didefinisikan dari sisi sudah disiapkan oleh Badan yang korban. berwenang. . Bagaimana terorisme dapat menyentuh - Institusi Penegak Hukum tingkat sebuah komuniti atau kelompok Nasional menetapkan prioritas dan masyarakat. mereorganisasi bantuan kepada - Sebagai sasaran. daerah dan institusi yang lebih - Logistik dan dukungan yang rendah. diberikan kepada kelompok teroris. . Apa yang sudah dilakukan pada tingkat - Kegiatan yang membiayai daerah dan institusi yang lebih rendah. kelompok teroris. - Keterlibatan dalam Satuan Tugas - Persiapan sumber daya baru untuk Anti Teror. pelayanan keadaan darurat setempat - Anggota yang menerima pelatihan anti terror Sistem komunikasi dan pertukaran informasi, yang memberi akses yang lebih luas kepada penegak hukum pada institusi yang lebih rendah Tindakan yang dapat dilakukan masyarakat. . Masyarakat harus diberi tahu tentang apa . Informasi tentang bagaimana melindungi yang harus diawasi dan dilaporkan keluarga (Harus ada jaringan internet kepada polisi. yang dapat diakses masyarakat). . Penegak hukum harus disiapkan untuk . Petunjuk penyelamatan. saling memberi informasi dengan . Komunikasi informasi masyarakat. . Apa maknanya “Kesiagaan dan . Harus waspada, namun harus tetap jujur. kesadaran”. . Harus mengenal tentang ancaman, . Jelaskan tentang “Sistem Kesiagaan” namun harus menghindarkan sikap . Bagaimana menenangkan anak-anak dari “stereotyping” dan melebih-lebihkan. ketakutan. . Informasi bagaimana berkomunikasi . Isu-isu tentang keselamatan. dengan anak-anak tentang terorisme. . Daftar perlengkapan dan sumberdaya. (Polisi harus menyiapkan jaringan internet yang dapat diakses masyarakat) Sering kali timbul pertanyaan dari anggota masyarakat apa yang dapat mereka lakukan untuk membantu penegak hukum dalam mengatasi terorisme. Salah satu unsur yang penting adalah membantu sebagai sukarelawan untuk institusi penegak hukum. Pengalaman dibeberapa negara membuktikan bahwa kehadiran
51
sukarelawan dapat meringankan beban anggaran institusi penegak hukum selain membantu memberikan keakhlian yang unik. Meskipun demikian institusi penegak hukum perlu mengembangkan sistem penyaringan, semacam perjanjian kesanggupan, serta sistem pengendalian administratif ketika mereka melakukan tugas. Sukarelawan dengan pengalaman kerja dan jabatan tertentu akan sangat bermanfaat bagi bekerjanya fungsi intelijen. Jaksa, akuntan, para peneliti, dan cendikiawan adalah gambaran sukarelawan yang professional yang dapat memberikan bantuan sangat penting terhadap fungsi-fungsi intelijen. Hak – hak sipil dan kebebasan individu (privacy). Intelijen Penegakan hukum merupakan unsur yang sangat penting dalam penyusunan rencana memerangi tindak kejahatan atau kriminalitas. Teroris, perdagangan narkotik lintas negara dan kegiatan kelompok kejahatan terorganisasi telah mampu mengembangkan cara-cara baru dalam melakukan aktifitasnya demikian juga untuk menyembunyikan kegiatannya. Hanya dengan menangkap dan menghukum anggota kelompok kejahatan yang melakukan tindak kejahatan tidak akan dapat mengurangi ancaman kejahatan kalau organisasinya yang lebih besar masih eksis dan masih mampu untik melakukan kejahatan. Namun demikian operasi intelijen dalam masyarakat demokrasi yang menjunjung tinggi kebebasan, menghadapi resiko yang tidak kecil. Hal ini disebabkan oleh beberapa alasan yaitu: Pertama, intelijen bekerja dalam senyap dan rahasia sehingga sulit untuk dimonitor. Kedua, kegiatan intelijen dihadapkan kepada resiko melanggar hak-hak orang atau kelompok yang tidak bersalah karena seringnya kelompok yang sah menjadi sasaran intelijen. Hal ini terjadi karena kelompok kejahatan terorganisasi sering menyamarkan kegiatannya dengan menggunakan kelompok bisnis atau organisasi lainnya yang sah Ketiga, kegiatan intelijen terutama bila dipusatkan kepada kelompok yang diduga mencari keuntungan politik dengan melakukan kekacauan, berresiko dalam menetapkan sasaran kepada kelompok tersebut seolah-olah melakukan perbuatan melanggar hukum padahal kegiatan tersebut dilakukan dengan sah . Sebagai contoh, tehnik intelijen yang sebenarnya sesuai dengan kaidah intelijen namun beresiko melanggar hak berdemokrasi yaitu: a. Operasi penyusupan kedalam kelompok politik. b. Mengawasi dan memonitor demonstrasi yang berlatar belakang politik. . Dalam proses menciptakan keamanan masyarakat, tanggung jawab yang melekat pada semua institusi penegak hukum adalah perlindungan terhadap hak sipil dari semua warga negara, dan tidak terkecuali kegiatan intelijen. Undang-Undang Republik Indonesia -Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara dengan jelas mengisyaratkan hal ini yang berbunyi : " bahwa untuk melakukan deteksi dini dan peringatan dini guna mencegah terjadinya pendadakan dari berbagai ancaman, diperlukan Intelijen Negara yang tangguh dan
52
profesional, serta penguatan kerjasama dan koordinasi Intelijen Negara dengan menghormati hukum, nilai-nilai demokrasi, dan hak asasi manusia sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945". Selain itu Undang-Undang ini dalam pasal 15 menetapkan tentang rehabilitasi, kompensasi, dan restitusi. Secara lengkap pasal 15 berbunyi : (1). Setiap orang yang dirugikan akibat pelaksanaan fungsi Intelijen dapat mengajukan permohonan rehabilitasi, kompensasi, dan restitusi. (2)Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Hak sipil diartikan bahwa negara memiliki kewajiban untuk menjamin semua warga negara mendapatkan perlindungan hukum yang sama tanpa membedakan ras,agama,jenis kelamin,dan karakteristik lain yang berhubungan dengan posisi seseorang, untuk melakukan kebebasannya.sebagai warga negara.26 Hak sipil adalah kebebasan fundamental yang diperoleh sebagai hakikat dari keberadaan seorang manusia. Yang termasuk hak-hak sipil meliputi: (1). Hak hidup (2). Hak bebas dari siksaan, perlakuan atau penghukuman yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat. (3). Hak bebas dari perbudakan. (4). Hak bebas dari penangkapan atau penahanan secara sewenang-wenang. (5). Hak memilih tempat tinggalnya, untuk meninggalkan negara manapun termasuk negara sendiri. (6). Hak persamaan di depan peradilan dan badan peradilan. (7). Hak atas praduga tidak bersalah. (8). Hak kebebasan berpikir. (9). Hak berkeyakinan ( consciense) dan beragama. (10). Hak untuk mempunyai pendapat tanpa campur tangan pihak lain. (11) Hak atas kebebasan untuk menyatakan pendapat. (12) Hak atas perkawinan/membentuk keluarga. (13) Hak anak atas perlindungan yang dibutuhkan oleh statusnya sebagai anak dibawah umur, keharusan segera didaftarkannya setiap anak setelah lahir dan keharusan mempunyai nama, dan hak anak atas kewarganegaraan. (14). Hak persamaan kedudukan semua orang didepan hukum. (15) Hak atas perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminas. Meskipun ada perbedaan persepsi pada dasarnya setiap insan penegak hukum menerima tanggung jawab ini. Mereka memahami bahwa perlindungan terhadap hak dan kebebasan sipil sama pentingnya dengan perlindungan masyarakat dari tindakan kejahatan dan terorisme. Meskipun demikian muncul perdebatan bagaimana menarik garis yang jelas antara kewenangan pemerintah dalam derajat tertentu untuk melakukan "gangguan" atau 26
. David L.Carter, Ph.D- Law Enforcement Intelligence: A Guide for State, Local, and Tribal Law Enforcement Agencies . Hal 133
53
mengurangi kebebasan individu dan hak sipil warga negara dalam upaya pemerintah untuk melindungi kedaulatan negara dan keselamatan masyarakat luas terhadap ancaman luar seperti terorisme. Istilah kebebasan individu (privacy) mengacu kepada kepentingan individu untuk melindungi dirinya dari perbuatan yang tidak sah terhadap pengumpulan identitas diri, penggunaan dan penyebaran oleh pihak lain. Termasuk pula tata laku individu, komunikasi pribadi. Konsep kebebasan individu sangat luas mencakup perbedaan nilai pribadi (personal values) dan kepentingannya. 27 Seperti di Amerika Serikat yang mengagungkan kebebasan dan hak pribadi dihadapkan kepada perlindungan ribuan manusia terhadap serangan teroris. Meskipun muncul perdebatan seperti itu namun petugas penegak hukum tidak perlu terlibat dalam perdebatan filosofis tersebut, namun harus lebih memusatkan perhatian kepada perundang-undangan yang ada untuk menjamin perlindungan hukum bagi setiap warga negara. Penegakan hukum merupakan unsur demokrasi yang mendasar dan sangat penting. Badan Intelijen dapat disebut absah (legitimate) hanya jika dibangun oleh hukum dan bekerja sesuai hukum serta memperoleh kekuasaan dari pemerintah yang sah. Oleh sebab itu Badan Intelijen untuk penegakan hukum harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: - Penegakan hukum tidak diperkenankan dengan mengumpulkan informasi dan/atau data-data pribadi untuk kegiatan intelijen, kecuali bila ada bukti yang cukup disertai kesimpulan yang rasional dari fakta dan bukti tersebut yang mengarah kepada kemungkinan yang masuk akal bahwa sasaran intelijen tersebut terlibat dalam kegiatan kejahatan atau terorisme. - Semua bahan keterangan yang dikumpulkan tentang perorangan untuk tujuan intelijen harus dilakukan sesuai prosedur hukum yang berlaku. - Informasi tentang orang perorang yang dikumpulkan tidak boleh disimpan selamanya, kecuali bila ada informasi yang dapat dipercaya yang memperkuat bukti keterlibatan atau kemungkinan keterlibatannya dalam tindak kejahatan atau terorisme. - Institusi penegak hukum memiliki tanggung jawab untuk melindungi kerahasiaan informasi yang dikumpulkan tentang seseorang dalam hubungannya dengan operasi intelijen. Perlindungan disini termasuk penyebaran informasi hanya diberikan kepada mereka yang berhak mengetahui atau perlu mengetahui untuk penyelidikan tindak kejahatan. - Apabila tidak ada bukti tentang keterlibatan atau kemungkinan keterlibatan seseorang dalam kegiatan kejahatan atau teror, semua catatan informasi dan data intelijen seseorang harus dihancurkan. Dengan makin mengemukanya perlindungan hak sipil dan kebebasan individu, maka harus ada peningkatan yang signifikan dalam kegiatan intelijen penegakan hukum, untuk menjamin bahwa informasi yang dikumpulkan, digunakan, disimpan, maupun yang disebarkan telah dilakukan dengan benar. 27
. Ibid - hal 133.
54
Meskipun demikian masih banyak kritik terhadap intelijen bukan hanya kepada pelanggaran yang terjadi tetapi terhadap hal-hal yang berpotensi terjadinya pelanggaran hak-hak sipil dan kebebasan individu. Potensi terhadap terjadinya pelanggaran (potential for abuse) bukan berarti pelanggaran akan terjadi, tetapi lebih kepada adanya kesempatan untuk melakukan pelanggaran apabila tidak ada faktor pengendali untuk menghindarkan terjadinya pelanggaran. Tiga faktor yang paling menonjol adalah: a. Kebijakan (policy). Kebijakan membangun batas-batas falsafah organisasi, standar, harapan, dan pengambilan keputusan dari tugas dan tanggung jawab organisasi. b. Pelatihan (training). Pelatihan memberi pengetahuan, kecakapan dan keterampilan, serta kemampuan untuk melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawab seseorang atau kelompok. Ini menyangkut metoda pelaksanaan tugas, apa yang harus dilakukan, bagaimana tugas tersebut harus dilaksanakan, dan apa yang tidak boleh dilakukan. Ini menggambarkan pelaksanaan dari kebijakan dan secara khusus memberitahukan kepada setiap personal tentang akibat dan hukuman yang akan diterima apabila tugas tidak dapat dilaksanakan secara benar. c. Pengawasan dan tanggung jawab (supervision and accountability). Pengawasan dan tanggung jawab adalah mekanisme organisasi untuk menjamin bahwa kebijakan organisasi telah diikuti dengan benar dan dilaksanakan sesuai dengan apa yang telah disampaikan dalam pelatihan. Kegiatan dan tingkah laku setiap anggota diawasi oleh atasannya agar setiap anggota melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sesuai dengan prosedur dan petunjuk yang ditetapkan. Dengan merumuskan kebijakan yang jelas, pelatihan yang efektif, dan pengawasan yang bertanggung jawab, potensi pelanggaran dapat dikurangi secara signifikan. Ada faktor lain yang juga dapat menimbulkan potensi pelanggaran, yaitu: a. Tipe orang yang mengawaki organisasi. Apa kebutuhan dan persyaratannya yang ditentukan organisasi?. Karakter atau sifat apa yang terlihat dari pegawai baru?. Faktor-faktor apa dalam proses seleksi yang akan membentuk orang-orang yang akan dipekerjakan oleh organisasi?. Manusia terpilih yang dibentuk menjadi petugas penegak hukum akan dapat mempengaruhi secara signifikan efektifitas kebijakan, pelatihan, dan pengawasan. b. Kepemimpinan organisasi. Kepemimpinan dan juga harapan dari seorang pemimpin organisasi akan nampak dari tingkah laku pegawai atau anak buah dari organisasi tersebut. Seorang pemimpin yang menegakkan harapannya secara jelas tentang apa yang harus dicapai oleh bawahannya serta memberi dukungan untuk pencapaian tersebut dan sebaliknya memberi sanksi bila harapannya tidak tercapai akan dapat menghindarkan kemungkinan terjadinya pelanggaran. . Potensi pelanggaran terdapat pada hampir semua penugasan penegakan hukum, tidak hanya intelijen.
55
Penegakan hukum modern seperti saat ini harus selalu berpegang kepada fungsi penegakan hukum yang bertanggung jawab dan sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku serta dilakukan secara profesional. Kesamaan karakteristik penting lainnya baik dalam pemolisian masyarakat (community policing) maupun ILP adalah pengambilan keputusan yang beretika. Dalam pemolisian masyarakat keperluan untuk pengambilan keputusan yang beretika, salah satunya didasarkan kepada keperluan untuk membangun kepercayaan timbal balik antara polisi dan masyarakat. Tanpa ada kepercayaan, masyarakat tidak akan membantu polisi dengan memberi informasi kritis yang diperlukan untuk pengendalian tindak kejahatan. Demikian juga adanya keperluan untuk membangun pengambilan keputusan yang beretika dalam ILP, malah lebih jauh dari itu. Ini disebabkan oleh macam atau jenis informasi yang dikumpulkan oleh penegak hukum dan bagaimana informasi tersebut disimpan dalam catatan penegak hukum. Yang menjadi kepentingan masyarakat adalah bahwa penegak hukum tidak melanggar hak-hak sipil dan kebebasan individu dalam mengumpulkan informasi tentang teroris dengan melakukan pertanyaan-pertanyaan terhadap orang. Oleh sebab itu “aura” pengambilan keputusan yang beretika serta langkah yang tepat dan tidak melanggar hak-hak sipil adalah hal yang tidak bisa ditawar-tawar lagi dalam fungsi intelijen penegakan hukum. Masalah hak-hak sipil pasti akan menjadi bahan pembahasan bila berbicara tentang law enforcement intelligence Dalam proses memberi perlindungan untuk keselamatan masyarakat, tanggung jawab yang tidak bisa dipisahkan dari institusi penegak hukum adalah perlindungan terhadap hak sipil, tidak terkecuali kegiatan intelijen. Sebagai contoh Amerika Serikat memiliki FISA (Foreign Intelligence Surveillance Act) yang berlaku sejak 1978, yang memberikan kewenangan pengumpulan bahan keterangan atau informasi yang berkaitan dengan jaminan keamanan Amerika Serikat. Proses untuk mendapatkan jaminan bertindak berdasarkan FISA berbeda dengan UndangUndang Kriminal biasa baik prosedur maupun pengadilannya. Prosedur FISA ini mendapatkan kritikan karena dianggap menghambat badan intelijen dalam melakukan penyelidikan atau pengumpulan informasi, namun banyak juga yang menyokong. FISA kemudian disempurnakan menjadi Patriot Act.(P.L. 107 50) USA PATRIOT ACT singkatan dari Uniting and Strengthening America by Providing Appropriate Tools Required to Intercept and Obstruct Terrorism Act, yaitu Undang Undang Federal Amerika Serikat yang memberi wewenang kepada pemerintah Amerika Serikat untuk mengatasi terrorisme. Kelahiran Patriot Act tidak luput dari tentangan sebagian masyarakat Amerika Serikat yang menganggap pemberian kekuasaan kepada pemerintah untuk mendapatkan akses terhadap hak-hak yang bersifat pribadi akan mengancam kebebasan pribadi yang fundamental yang dilindungi Undang-Undang. Kekuasaan pemerintah yang dianggap mengancam kebebasan pribadi itu adalah kekuasaan untuk memeriksa data dan catatan kesehatan pribadi, dokumen dan catatan pajak pribadi, informasi tentang buku yang dicetak, dibeli atau dipinjam oleh seseorang, memasuki rumah seseorang dan melakukan penggeledahan tanpa pemberitahuan sebelumnya. Juga kewenangan untuk melakukan penyadapan telepon, rekaman, dan komputer oleh pemerintah.
56
Patriot Act ini juga mengijinkan kepada Badan Keamanan Nasional ( National Security Agency) untuk menyadap telepon warga negara Amerika Serikat sendiri. Namun pada hari Kamis tanggal 7 Mei 2015 pengadilan banding Manhattan memutuskan bahwa Undang Undang Patriot (Patriot Act) tidak mengijinkan NSA untuk menyadap dan mengumpulkan data-data telepon penduduk secara besar-besaran. Pengadilan menetapkan bahwa Pasal 215 Undang-Undang Patriot memang memungkinkan FBI untuk melakukan pengumpulan rekaman bisnis namun pasal ini tidak bisa diinterpretasikan sebagai ijin kepada NSA untuk melakukan penyadapan dan mengumpulkan rekaman telpon dalam jumlah besar-besaran. Patriot Act berakhir pada tanggal 1 Juni 2015 dan sekarang ada inisiatif baru untuk mengganti Patriot Act dengan Freedom Act yang telah diloloskan Senat pada tanggal 2 Juni 2015 dan diharapkan Presiden akan segera menanda tanganinya. USA Freedom Act yang berarti Uniting and Strengthening America by Fulfilling Rights and Ending Eavesdropping, Dragnet-Collection and Online Monitoring Act, yang pada intinya mengadopsi Patriot Act hanya membatasi kewenangan NSA dalam hal penyadapan. Di Indonesia Undang- Undang Anti Subversi (UU-No.11 / PNPS/ 1963) dianggap produk undang-undang yang merampas dan melanggar hak azasi manusia. Hal serupa terjadi di Malaysia dan Singapura yang memiliki Internal Security Act yang tujuannya untuk menegakkan “public order and public interest” atas nama keamanan negara. Namun para penggiat hak azasi manusia menuduh pemahaman “public order and public interest“, sangat tergantung dari kepentingan pemerintah. Banyak pasal-pasal yang dianggap melanggar hak azasi manusia, diantaranya yang memberi wewenang kepada aparat penegak hukum “ without warrant” untuk menangkap orang yang- “in manner prejudicial to security of Malaysia or any part of thereof or to the maintenance of essential services therein or to the economic life thereof” Mereka yang dicurigai akan ditahan selama 60 hari dan tidak memperoleh akses untuk bantuan hukum dan tidak boleh kontak keluarga. Yang juga menjadi isu hangat pada pertengahan tahun 2015 terutama yang dilontarkan oleh sebagian anggota DPR RI salah satunya adalah kewenangan penyadapan yang dimiliki Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sehingga muncul gagasan untuk merevisi Undang-Undang KPK. Gagasan ini dilatar belakangi oleh pandangan bahwa kewenangan penyadapan oleh KPK diamggap melanggar HAM dan dikhawatirkan KPK akan melakukan abush of power. Gagasan untuk merevisi Undang- Undang KPK ini dipandang berbeda oleh sebagian pihak yaitu sebagai upaya pelemahan KPK dan nampaknya pemerintahpun berada dalam posisi menolak seperti yang disampaikan oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo yang menolak revisi Undang - Undang KPK. Namun demikian DPR RI tetap memasukan revisi UU No 30/2002 tentang KPK kedalam Program Legislasi Nasional Prioritas 2015 kendati Presiden Joko Widodo sudah menolak ikut membahas revisi tersebut. Meskipun demikian sangat tergantung kepada konsistensi sikap Presiden Joko Widodo karena tanpa keterlibatan pemerintah revisi sulit dilakukan. Pertanyaan tentang standar etika dan moral merupakan tantangan dan dilemma bagi organisasi dan pelaku penegak hukum maupun intelijen.
57
Tantangan yang unik bagi ILP adalah bagaimana dapat menjaga dan melindungi hak sipil seseorang. CompStat dan analisis kriminal masing-masing memiliki perangkat undang-undang dan peraturan yang berbeda. CompStat berhubungan dengan pengumpulan data tentang tindakan kejahatan dan sifat yang menandai tindakan kejahatan tersebut. Dalam analisis tersebut orang perorang tidak diidentifikasi, karena itu hak-hak sipil tidak melekat pada data-data tersebut. Kalau analisis kriminal fokus pada data-data individual, data-data individual tersebut muncul dari bukti-bukti yang didapat dalam investigasi kriminal yang dapat menggiring kepada kemungkinan penahanan. Dalam sistem hukum Amerika Serikat, undang- undang tentang bukti kejahatan dan prosedur, diterapkan dalam pengumpulan bukti-bukti lanjutan, dan informasinya disimpan dalam manajemen sistem pencatatan institusi penegak hukum (the law enforcement agency’s records management system atau RMS), yang mengatur tentang keluasan untuk menyimpan informasi tentang tersangka kejahatan, saksi, dan korban. Sebaliknya seperti telah disinggung, ILP berhubungan dengan ancaman dan kondisi yang memberi ruang kepada ancaman tersebut. Dalam hal ini tidak ada masalah yang dapat mengakibatkan terlanggarnya hak-hak sipil. Namun karena dalam proses intelijen ada pengidentifikasian terhadap individu dan organisasi, karena itu hanya kepada mereka yang dengan cukup alasan dapat diduga kuat dapat melakukan tindakan kejahatan pada masa mendatang, informasinya dikatagorikan sebagai “informasi intelijen kriminal”. Informasi dengan katagori ini harus disimpan dalam catatan penegak hukum yang disebut - sistem pencatatan intelijen kriminal (criminal intelligence records system), yang terpisah dari RMS. Apabila institusi penegak hukum tidak melakukan prosedur ini maka terbuka kemungkinan diminta pertanggungan jawab pelanggaran terhadap hak sipil. Sifat kegiatan, operasi dan isu-isu intelijen, serta alasan yang mendasarinya menimbulkan perdebatan luas menyangkut masalah moral dan etika intelijen, yaitu: Pertama, kerahasiaan. Untuk memperoleh informasi yang kritis umumnya kegiatan dan operasi intelijen dilakukan secara rahasia. Pertanyaan yang mendasar adalah apakah kerahasiaan memang diperlukan dalam kegiatan dan operasi intelijen ?. Kalau memang diperlukan sejauh mana dan seluas apa kerahasiaan itu dibenarkan dan apa yang menjadi dasar dan dorongan perlunya kerahasiaan itu, dan apa dampak serta kerugian yang ditimbulkannya. Pemerintah umumnya menyatakan bahwa pemerintah memerlukan informasi untuk melindungi kepentingan dan keamanan pemerintah dan masyarakat, namun informasi itu tidak secara mudah diperoleh karena disembunyikan pihak lain atau pihak lain tersebut menolak memberikan informasi. Jadi kerahasiaan tidak hanya berhubungan erat dengan apa yang dikerjakan oleh badan intelijen dalam kegiatan pengumpulan dan kegiatan rahasia, tetapi juga berhubungan dengan informasi yang sengaja dilindungi atau dicegah oleh pihak tertentu agar tidak jatuh ketangan pemerintah.
58
Alasan lain adalah upaya perlindungan informasi yang dilakukan oleh pemerintah yang tidak menghendaki pihak atau negara lain mengetahui lingkup dan sasaran kepentingan pemerintah sendiri. Diluar alasan perlunya kerahasiaan adalah dampak atau akibat yang ditimbulkan oleh kerahasiaan tersebut terhadap kepentingan masyarakat, bukan kerugian materil dan finansial tetapi yang penting adalah akses pengawasan oleh masyarakat. Kedua, alat dan tujuan. Pertanyaan yang klasik adalah apakah tujuan menghalalkan segala cara sebagai alat untuk mencapai tujuan. Jawabannya pasti – tidak. Kalau itu jawabannya lalu bagaimana ?. Para pembuat keputusan akan menghadapi pilihan sulit ketika cara sebagai alat dipertentangkan dengan tujuan. Sebagai contoh, penangkapan oleh penegak hukum terhadap orang yang dicurigai sebagai pengikut sebuah kelompok kejahatan. Disatu sisi penangkapan tersebut dapat dianggap melanggar kebebasan seseorang yang dilindungi Undang-Undang, namun disisi lain diperlukan untuk mengungkap jaringan dan rencana kejahatan, dalam upaya melindungi keselamatan dan keamanan masyarakat. Ketiga, hakikat dan sifat pelaku kejahatan (Offender). Apakah cara bertindak pelaku kejahatan akan mempengaruhi cara bertindak sendiri. Di satu sisi alangkah bodohnya bila mengabaikan taktik dan alat yang digunakan pelaku kejahatan yang dapat membahayakan keamanan negara maupun keamanan dan keselamatan masyarakat. Disisi lain apakah kita tidak kehilangan kesempatan ketika kita tenggelam dalam nilai moral ketika berhadapan dengan pelaku kejahatan yang jelas-jelas tidak memiliki moral. Keempat, kepentingan nasional. Apakah konsep kepentingan nasional sudah memadai sebagai tuntunan etika dan moral bagi intelijen. Di satu sisi konsep kepentingan nasional hanya merupakan petunjuk. Kalau kegiatan dan operasi intelijen dilakukan tidak dengan dukungan pemerintah yang sah, hasilnya akan sia-sia dan tidak memiliki arti atau merupakan operasi intelijen yang kasar dan berbahaya. Disisi yang lain pemerintah yang sah meskipun dengan patuh memegang prinsip-prinsip dan idealisme demokrasi kadang-kadang dapat mengambil keputusan dan bertindak yang secara moral dan etika dipertanyakan. Contoh perang Amerika Serikat di Afganistan dengan dalih melindungi kepentingan nasional dari ancaman teroris. Kelima, telah terjadi pergeseran dalam etika dan moral. Masalah etika dan moral selalu terjadi perubahan sepanjang jaman. Salah satu contoh yang mulai berkembang di Indonesia adalah penggunaan cadar penutup muka bagi wanita. Penggunaan cadar tidak dilarang oleh undang-undang di Indonesia yang juga umum dipakai wanita di negara-negara Islam tertentu. Untuk keperluan identifikasi terhadap gerak-gerik yang mencurigakan pengenalan muka sangat penting, karena bisa saja yang bersembunyi dibalik cadar adalah seorang pria.
59
Tetapi menjadi persoalan ketika meminta “sasaran” tersebut membuka cadar karena tidak sesuai dengan etika dan moral, padahal disisi lain pengenalan muka penting dalam kegiatan pengamatan. Isu-isu yang sering bertabrakan dengan masalah etika dan moral adalah kegiatan yang berhubungan dengan pengumpulan data dan bahan keterangan serta kegiatan dan operasi rahasia. a. Human Intelligence. Kegiatan pengumpulan bahan keterangan dengan penggunaan tenaga manusia atau lazim disebut Human Intelligence adalah pemanfaatan manusia sebagai sumber informasi. Untuk itu diperlukan tehnik-tehnik dan pemahaman psikologi untuk meningkatkan tingkat kepercayaan, termasuk simpati, empati, pembujukan, pembohongan dan penipuan. Metode yang lebih langsung untuk memperoleh kepercayaan, kedekatan dan kerjasama dari sasaran adalah melalui tehnik penyuapan, blackmail, sex, dan pemerasan Apakah kegiatan seperti ini sah dan memiliki legitimasi baik secara moral, etika, maupun hukum untuk dilakukan terhadap “sasaran” baik warga negara sendiri maupun terhadap warga negara dari negara lain apakah itu musuh atau bukan. Persoalan lain adalah tanggung jawab pemerintah dalam melakukan perekrutan sumber-sumber informasi. Pertama, sejauh mana tanggung jawab pemerintah dalam hal perekrutan sumber informasi. Kedua, sejauh mana kewajiban pemerintah dalam hal perekrutan. Apakah pemerintah ikut menanggung akibat dari kewajibannya. Ketiga, apakah asset Humint sudah disetujui. Sejauh mana perekrut diberi wewenang untuk menjamin keamanan asset. Apakah kewajiban ini juga termasuk keluarga asset?. Keempat, bagaimana bila asset tersebut ternyata tidak produktif. Berapa lama pemerintah berkewajiban untuk melindungi asset ketika diputuskan tidak akan digunakan lagi. Kelima, apakah pemerintah masih mempunyai kewajiban terhadap asset, apabila asset tidak produktif karena ternyata asset tidak memiliki kemampuan seperti yang diakuinya. Isu lain yang sangat spesifik dan sangat tergantung kepada Humint untuk mendapatkan intelijen yang baik adalah masalah terorisme dan kejahatan narkotika. Untuk menjaga hubungan dan kontak, intelijen sangat sering menggunakan uang untuk menyuap anggota teroris atau anggota organisasi jaringan narkotika internasional. Ada yang berpendapat bahwa cara seperti ini tidak etis dan melanggar nilai-nilai moral. Sebaliknya para pelaku intelijen dan para pembuat keputusan dihadapkan kepada pilihan yang sulit antara membuka akses kepada informasi yang sulit dan tidak
60
mungkin didapat melalui cara-cara yang lain, dengan cara membayar teroris maupun pengedar narkotika meskipun cara inipun tidak disukai namun memberi akses yang baik terhadap informasi yang diperlukan. b. Kegiatan pengumpulan bahan keterangan dengan pola lainnya. Selain melakukan perekrutan terhadap asset manusia sebagai sumber informasi, intelijen menggunakan juga tehnik-tehnik tertentu untuk mengumpulkan bahan keterangan seperti pencurian dokumen atau material, juga penyadapan yang dapat dikatagorikan pelanggaran hukum. Apa yang menjadi legitimasi intelijen melakukan kegiatan seperti itu yang melanggar hak dan kebebasan seseorang?. Dasar hukum untuk melakukan kegiatan seperti ini sangat beragam dan berbeda dari satu negara kenegara yang lain. Di Indonesia kewenangan Badan Intelijen Negara untuk melakukan penyadapan, pemeriksaan aliran dana, dan penggalian informasi terhadap sasaran dijamin oleh Undang-Undang Republik Indonesia tentang Intelijen Negara, khususnya pasal 31, terutama yang terkait dengan: 1). Kegiatan yang mengancam kepentingan dan keamanan nasional meliputi ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan, dan sektor kehidupan masyarakat lainnya, termasuk pangan, energi, sumber daya alam, dan lingkungan hidup; dan/atau 2). Kegiatan terorisme, separatisme, spionase, dan sabotase yang mengancam keselamatan, keamanan, dan kedaulatan nasional, termasuk yang sedang menjalani proses hukum. Kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk melakukan penyadapan sempat menimbulkan kontroversi dan dianggap melanggar kebebasan seseorang dan pelanggaran hukum karena tidak didukung oleh dasar hukum yang kuat. Sebagian beranggapan bahwa Peraturan Menteri Komunikasi dan Informasi dapat dipakai sebagai dasar hukum, namun hal ini dibantah oleh pihak lain yang menganggap Peraturan Menteri dalam hirarhi per undang-undangan di Indonesia tidak bisa dijadikan dasar hukum KPK dalam melakukan penyadapan. Di Amerika Serikat setiap aparat intelijen dan penegak hukum harus mendapat perintah pengadilan (Court Order) untuk melakukan penyadapan dan tehnik-tehnik lainnya. Perintah pengadilan juga diperlukan untuk melakukan kegiatan pengumpulan bahan keterangan dan data-data tentang mata-mata yang dicurigai. c. Kegiatan rahasia. Kegiatan rahasia meliputi kegiatan baik yang bersifat politik atau bukan tergantung dari kepentingannya baik terhadap sasaran perorangan, organisasi maupun negara. Isu dasar etika adalah tentang legitimasi kegiatan dan operasi ini, karena kegiatan rahasia dapat menimbulkan konflik dengan cita-cita kemanusiaan dan keyakinan pribadi seseorang. Kegiatan rahasia meliputi kegiatan yang bersifat politik, ekonomi, dan pertahanan keamanan.
61
Dengan alasan demi kepentingan nasional Amerika Serikat pernah memasok narkotika untuk melemahkan pasukan Uni Sovyet dalam perang di Afganistan, sementara itu Amerika Serikat juga mengkampanyekan anti narkoba. Apakah perbuatan itu dapat dipandang sebagai perbuatan yang etis dan bermoral?. d. Pembunuhan dan penyiksaan. Sebelum peristiwa 11 September 2001 yang meluluh lantakan World Trade Center di New York, pelarangan terhadap pembunuhan sebagai metode operasi rahasia mendapat dukungan luas. Tetapi setelah terjadi tragedi 11 September 2001 mulai muncul keinginan untuk menghidupkan kembali metode penghilangan terhadap teroris dengan sasaran terpilih. Pilihan ini tentu tidak mudah dilihat dari sisi etika dan moral. Selain itu metode pembunuhan bukan merupakan cara yang efektif, tetapi sebaliknya telah menimbulkan gelombang pembalasan yang akan menghancurkan bingkaibingkai hukum dan norma kemanusiaan dari kedua belah pihak. Pernyataan perang Amerika Serikat terhadap teroris ada yang menduga sebagai upaya untuk memberi legitimasi pembunuhan terhadap pemimpin teroris sebagai korban perang. Langkah-langkah untuk menjamin perlindungan hak sipil warga negara.28 a.. Implementasi kebijakan. Setiap institusi penegak hukum harus menerapkan kebijakan hak-kebebasan individu, kebijakan keamanan, dab Sistem filing dan pendataan yang sesuai dengan hukum dan peraturan yang berlaku. Hal ini memberi keuntungan ganda. Pertama, menunjukkan kepada masyarakat bahwa institusi penegak hukum memiliki kebijakan intelijen yang tidak melanggar hukum dan sesuai dengan ketentuan yang baku. Kedua, bila menghadapi gugatan, dapat digunakan untuk pembelaan bahwa kebijakan yang diterapkan telah sesuai dengan hukum dan aturan yang berlaku dan dilaksanakan secara profesional. b. Pelatihan. Pelatihan memiliki 3 tingkat yang fundamental. Pertama, setiap institusi penegak hukum harus mengikuti pelatihan tentang intelijen. Di Amerika Serikat pelatihan ini direkomendasikan sesuai NCISP (National Criminal Intelligence Sharing Plan ) dan MCITS (Minimal Criminal Intelligence Training Standards) termasuk program pelatihan tentang kesadaran intelijen (intelligence awareness) bagi semua personal. Kedua, disamping standar pelatihan semua personal dalam institusi perlu mendapat pelatihan tentang kebijakan organisasi dalam semua aspek yang berkaitan dengan fungsi intelijen. Penekanan khusus perlu diberikan kepada kegiatan pengumpulan informasi, penyimpanan, serta penyebaran intelijen. 28
. Ibid - hal 163
62
Ketiga, setiap personal yang disumpah, seperti disebutkan diatas harus memperhatikan dengan sungguh-sungguh hal-hal yang berkaitan dengan pelanggaran hukum seperti dalam kegiatan pengumpulan informasi. Kebijakan ini menunjukkan kepada semua personal penegak hukum dan juga masyarakat bahwa pelanggaran terhadap hak sipil dan hak individu adalah hal yang tidak bisa ditolerir. c. Pengawasan.. Kebijakan dan pelatihan yang baik, bila dipersamakan hanyalah merupakan sebagian dari unsur sebuah persamaan. Artinya organisasi harus dapat menjamin bahwa kebijakan, pelatihan dan prosedur harus dapat memenuhi dan sesuai dengan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan organisasi. Apabila personal organisasi tidak mengikuti kebijakan yang telah ditetapkan atau salah menerjemahkan, berarti ada kelemahan tanggung jawab yang sistemik dan menyeluruh terutama bila dihubungkan dengan disiplin. Adalah tugas para atasan sebagai pengawas termasuk pengawas lapangan untuk menjaga dengan baik agar komitmen organisasi dan pemolisian yang sesuai dengan hukum dipatuhi dengan baik oleh semua personal organisasi dan bekerja secara profesional terutama bila berhubungan dengan kegiatan pengumpulan informasi. Dalam sistem hukum di Amerika Serikat bila dalam kurun waktu tertentu diketahui ada praktek dan pola pelanggaran terhadap hak-hak sipil, maka polisi dapat diadukan ke pengadilan. d. Pendidikan masyarakat. Unsur yang kritis untuk keberhasilan intelijen untuk penegakan hukum adalah pemahaman masyarakat tentang fungsi dan kegiatan intelijen penegakan hukum. Ada dua alasan utama, yaitu: Pertama, pendidikan masyarakat tentang fungsi dan kegiatan intelijen akan mengurangi asumsi masyarakat yang keliru tentang intelijen. Masyarakat sering mengasumsikan bahwa kegiatan intelijen penegakan hukum juga melakukan kegiatan klandestin seperti dilakukan intelijen negara atau militer dalam kegiatan pengumpulan informasi.. Kedua, pendidikan masyarakat juga digunakan sebagai media komunikasi dalam memberi pengetahuan kepada masyarakat tentang simbol-simbol dan tanda-tanda terorisme, juga menyiapkan masyarakat tentang apa yang perlu dilihat dan bagaimana melaporkannya. Pendidikan masyarakat ini diharapkan akan dapat membantu penegak hukum dalam proses pengumpulan informasi. Model ini akan menimbulkan rasa ikut berpartisipasi pada masyarakat dalam menjaga keamanan masyarakat sendiri dan membantu mengurangi rasa tidak percaya masyarakat kepada penegak hukum dalam memerangi kejahatan dan terorisme. e. Proses yang transparan.
63
Fungsi intelijen, seperti juga semua aspek dari institusi penegak hukum haruslah dilakukan melalui proses yang masuk akal dan dapat dimengerti serta transparan. Sementara informasi tertentu yang digunakan dalam fungsi intelijen harus dirahasiakan, tetapi proses penggunaan informasi tersebut tetap harus terbuka. Kritik yang selama ini muncul terhadap intelijen penegakan hukum adalah proses intelijen selalu dirahasiakan sehingga muncul anggapan bahwa intelijen penegak hukum memata-matai warganya sendiri. Anggapan seperti ini dapat dinetralisir apabila institusi penegak hukum dapat menunjukkan dengan terbuka dan transparan bagaimana proses intelijen dilakukan, termasuk kerjasama yang erat dengan institusi lain. Tanpa memberitahukan kepada masyarakat tentang substansi catatan atau file intelijen, upaya institusi penegak hukum untuk mendidik masyarakat tentang langkah-langkah prosedural yang dilakukan dalam kegiatan pengumpulan bahan keterangan atau informasi serta kebijakan penyimpanan data, upaya institusi penegak hukum untuk menanamkan kesadaran tentang pemolisian akan sangat sulit dicapai. f.. Audit yang bertanggung jawab. Merupakan keharusan untuk melakukan audit internal secara berkala tentang proses intelijen dalam institusi penegak hukum. Ada dua langkah proses yang harus dilakukan. Langkah pertama adalah pengawas atau kepala unit organisasi yang diaudit harus melakukan review dan mendokumentasikan proses intelijen menindak lanjuti laporan pemeriksaan. Setelah itu langkah selanjutnya harus dilakukan pemeriksaan oleh auditor luar (external auditor) yang akan mengajukan pertanyaan-pertanyaan baik kepada auditor internal maupun kepada pimpinan institusi. Penting pula dipahami secara positif bahwa audit adalah proses kegiatan yang dirancang untuk mengidentifikasi kelemahan dan kekurangan yang harus diperbaiki sehingga institusi dapat berjalan sesuai dengan aturan dan ketentuan yang sesuai dengan undang - undang yang diamanatkan. g. Selalu bertindak dengan benar. Semua kegiatan dan tindakan institusi penegak hukum dan seluruh personalnya harus menunjukkan bahwa semua keputusan dari proses intelijen telah mencerminkan niat yang sesuai dengan standar hukum yang berlaku. Tindakan yang benar dapat ditunjukkan dengan berbagai cara termasuk mengimplementasikan kebijakan dan prosedur, pelatihan personal, dan menjamin bahwa pengawasan telah dilakukan dengan benar dan baik. Banyak ruang kebebasan dalam proses intelijen sehingga sering terbuka ruang untuk mengabaikan petunjuk hukum. Apabila kerangka kerja telah tersusun untuk membantu personal dalam membuat keputusan yang baik yang melindungi hak-hak individu dan sekaligus juga menjaga ketertiban dan keselamatan masyarakat, sehingga kemungkinan terjadi pengabaian hukum dapat dikurangi melalui tindakan yang benar.
64
h. Bantuan konsultan hukum.. Dalam kasus hukum yang menyangkut pelanggaran yang dilakukan personal kepolisian, tergantung kepada konsep praktek pemolisian yang baik, masuk akal, dan juga berbagai pertimbangan, tanpa menimbulkan kebencian ketika mengadili pelanggaran yang dilakukan personal polisi pada masa lalu. Hakim biasanya tidak ingin mencari kesalahan petugas yang melakukan pelanggaran atau melanggar kebijakan yang telah ditetapkan. Namun tanpa adanya kebijakan yang jelas, rencana pelatihan yang mendalam dan bukti yang menunjukkan bahwa institusi telah melaksanakan kegiatan yang sesuai dengan undang-undang, penasehat hukum akan mendapat kesulitan membela personalnya menghadapi tuduhan pelanggaran hak sipil di pengadilan.
BAB IV. 65
PENGEMBANGAN DAN IMPLEMENTASI ILP. Pada dasarnya tidak ada sebuah model yang sama dalam mengimplementasikan ILP pada setiap institusi, karena hal ini sangat dipengaruhi oleh variabel lingkungan dan sumber daya. Namun demikian ada semacam pendekatan yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi keperluan adanya intelijen dalam sebuah institusi, dan kemudian merancang sebuah kebijakan dan memprosesnya untuk memfungsikan ILP dalam institusi. Pada intinya intelijen adalah bagaimana mengelola informasi, terutama informasi yang dibutuhkan untuk mengidentifikasi ancaman – ancaman terhadap masyarakat, dan mendapatkan informasi yang cukup sebagai dasar untuk melakukan tindakan pencegahan terhadap ancaman. Seperti digambarkan dalam skema dibawah ini ada 3 fase proses yang berkaitan dengan pengintegrasian ILP kedalam organisasi penegakan hukum.29 Tiga fase pengembangan ILP kedalam organisasi penegakan hukum.
Membangun kerangka kerja untuk Prioritas strategis dan Pengolahan informasi : Perencanaan Manajemen Informasi Kerangka kerja manajemen informasi adalah “business plan” yang menjadi petunjuk dan mengarahkan serangkaian proses intelijen untuk fungsi intelijen. Perencanaan ini mengidentifikasi masalah-masalah yang menjadi prioritas dan melembagakan sebuah proses untuk memonitor masalah-masalah tersebut dengan menggunakan 7 (tujuh) unsur-unsur kritis. Pendekatan elementer digunakan seperti digambarkan dalam tabel dibawah ini, untuk menjelaskan setiap unsur dengan menyusun pertanyaan, yang harus dijawab serta organisasi yang bertanggung jawab untuk menjawabnya. Tujuh unsur dari Perencanaan Manajemen Informasi. 30 KONSEP 29 30
PERTANYAAN
PENANGGUNG JAWAB
.Ibid - hal 99. . Ibid - hal 100.
66
Prioritas Strategis (Strategic Priority) Kebutuhan Intelijen (Intelligence Requirement) Rencana Pengumpulan (Collection Plan ). Analisis (Analysis) Produk intelijen (Intelligence Product) Operasi yang perlu dilakukan (Operasional Responses) Proses pengkajian ulang ( Process Review)
Masalah apa yang penting dan menonjol bagi Pembuat saya ?. kebijakan Informasi tambahan apa yang saya perlukan Pembuat untuk lebih memahami setiap masalah, penyebab kebijakan, dan dampaknya?. Pemimpin petugas lapangan,dan Analis. Dimana (sumber informasi) dan bagaimana Pemimpin (metode) saya akan mendapatkan informasi petugas lapangan tambahan yang saya butuhkan untuk lebih dan Analis. memahami masalah?. Secara kolektif, apa makna dan arti dari Analis, dengan informasi baru dan pemahaman baru apa yang kupasan oleh muncul atas masalah?. Supervisor. Informasi yang dapat digunakan (actionable Analis dengan information) mana yang saya butuhkan yang masukan dari perlu saya teruskan kepada orang atau pihak lain pemimpin untuk tindakan pencegahan atau pengendalian petugas lapangan. masalah. Kegiatan operasi yang tepat seperti apa yang Komandan harus dilakukan untuk mencegah munculnya intelijen dan masalah yang menjadi prioritas?. Sumber daya Komandan apa yang diperlukan?. Operasi Dari proses ini: Komandan - Apakah informasi yang diperoleh akurat Intelijen dan dan berguna?. Komandan - Apakah masalah yang ada dapat diatasi Operasi, untuk sebagai hasil dari informasi tersebut?. disampaikan - Apa yang dapat membuat proses lebih kepada Pembuat baik?. kebijakan sebagai umpan balik.
Terintegarsi kedalam perencanaan manajemen informasi adalah proses intelijen. Enam tahap dari Roda Perputaran Intelijen adalah operasionalisasi pencaharian dan proses informasi yang diperlukan untuk fungsi intelijen. Unsur – unsur dari manajemen informasi secara kolektif membentuk Perencanaan Manajemen Informasi. Roda Perputaran Intelijen adalah mekanisme untuk menjamin bahwa informasi yang dikumpulkan, dianalisis secara ilmiah, dan konsisten dengan praktek-praktek yang telah berlaku. Seperti digambarkan dalam skema dibawah ini proses intelijen merupakan subsistem yang penting dari Perencanaan Manajemen Informasi
67
Struktur Perencanaan Manajemen Informasi.
Perencanaan Manajemen Informasi. Tujuh unsur utama dari Perencanaan Manajemen Informasi mengintegrasikan fungsi intelijen dengan semua institusi yang bertanggung jawab. Ini harus ditekankan bahwa ini adalah unsur-unsur manajemen, dan dengan demikian bukan komponen-komponen fungsional. Sebagai contoh, komponen “analisis” dari perencanaan manajemen fokus kepada peran “analisis” yang dilakukan pada manajemen informasi. Sebaliknya tahap analisis dari proses intelijen fokus pada pengembangan bahan keterangan yang masih mentah menjadi intelijen. Dalam penjelasan selanjutnya akan dijelaskan secara singkat dari setiap unsur perencanaan manajemen informasi a. Membangun Prioritas Strategis untuk Intelligence Led –Policing.. Prioritas strategis dari intelijen adalah ancaman teroris dan ancaman tindak kejahatan yang dinyatakan, yang harus dimonitor dan diurus oleh institusi penegak hukum yang dapat menimbulkan dampak terhadap keselamatan dan keamanan publik Prioritas strategis harus dinyatakan secara spesifik dalam kontek komunitas setempat dan rencana langkah-langkah institusi penegak hukum dalam mengelola prioritas tersebut.
68
Merumuskan prioritas strategis merupakan proses yang komplek karena organisasi penegak hukum mempunyai rentang tanggung jawab yang luas mulai dari pengaturan lalu lintas sampai anti terror. Namun dengan alasan pragmatis, seperti disebabkan oleh keterbatasan sumber daya, maka tidak semua tanggung jawab yang diembannya dapat ditangani secara seimbang. Pada setiap bentuk tanggung jawab harus ditentukan prioritasnya yang akan menjadi acuan dalam menentukan alokasi sumber daya dan besaran upaya organisasi yang perlu dibangun dalam menghadapi masalahnya. Bahkan dalam setiap bentuk tanggung jawab tersebut akan muncul prioritas-prioritas tambahan atau subprioritas. Sebagai contoh: Polisi lalu lintas menetapkan prioritas strategisnya yang berhubungan dengan pengaturan lalu lintas (traffic control). Didalam prioritas strategis pengaturan lalu lintas tersebut ada subprioritas seperti: - Investigasi kecelakaan lalu lintas. - Mengemudi sesuai dengan peraturan lalu lintas. - Penegakan hukum dalam hal pengendalian kecepatan kendaraan. - Pendaftaran kendaran dan peraturan penegakan hukum berlalu lintas. - Peraturan parkir. Prioritas strategis dipengaruhi oleh pengaruh sistemik dari beberapa faktor lingkungan, seperti: - Pemahaman tentang ancaman terhadap keselamatan publik. - Tingkat keseriusan dari setiap ancaman. - Prioritas politik dalam masyarakat. - Sumber daya dari institusi penegak hukum. - Kemahiran dari institusi penegak hukum. - Prioritas pribadi atau professional dari pejabat eksekutif institusi penegak hukum. - Kewajiban dalam kesepakatan kemitraan dengan institusi penegak hukum lain, institusi yang berhubungan dengan keselamatan publik, atau sektor swasta. - Kewajiban dana khusus.
Contoh Prioritas Strategis dari ILP. Prioritas Strategis untuk ILP dari Institusi Kepolisian tingkat kota - Terrorisme . . Kelompok teroris yang berafiliasi internasional. . Tindakan radikal perorangan yang mendukung ideologi kelompok teroris yang berafiliasi internasional.
69
. . -
-
-
Ekstrimis kejahatan sayap kanan. Ektrimis kejahatan lingkungan.
Homeland Security. . Infrastruktur kritis. . Instalasi tenaga listrik. . Instalasi air minum. . Instalasi militer. . Sumber daya penting. . Pabrik mobil. . Gudang dan pusat penyimpanan logistik. Kekerasan dengan menggunakan senjata api. . Perampokan. . Pembunuhan. . Penyerangan. Geng. . Semua jenis kejahatan geng. Kegiatan kejahatan terorganisasi. . Rentenir. . Pemalsuan kredit card.
b. Kebutuhan intelijen (intelligence requirement). Perumusan dan penggunaan kebutuhan intelijen adalah hal yang lazim dalam dunia intelijen, namun relatif baru dalam dunia penegakan hukum. Ini disebabkan oleh perbedaan jurisdiksi, aplikasi kebutuhanpun sedikit berbeda dalam dunia penegakan hukum. Informasi yang “hilang” yang diperlukan untuk dapat lebih memahami ancaman, sasaran, dan yang dicurigai dusebut dengan “intelligence gap” atau celah intelijen. Informasi yang diidentifikasi untuk mengisi celah tersebut yang disebut dengan “intelligence requirement” atau kebutuhan intelijen. Kebutuhan ini dapat membantu para eksekutif atau administrator membuat keputusan, dan keputusan tersebut terbentang dalam rentang yang luas, seperti contoh dibawah ini. - Menentukan apakah yang pantas dicurigai memang ada. - Sumber daya apa yang dikerahkan. - Apakah menyiapkan untuk ancaman baru. - Menentukan apakah ada sasaran baru dalam sebuah komunitas. - Alternatif persiapan untuk menghadapi ancaman atau bahaya baru. - Menentukan apakah kemitraan baru diperlukan untuk mengembangkan upaya dalam menghadapi gambaran perubahan ancaman. - Menentukan apakah perlu dibentuk keakhlian atau spesialisasi baru untuk menghadapi ancaman. - Mengidentifikasi pelatihan baru untuk personal yang diperlukan dalam menghadapi perubahan gambaran tersebut.
70
Hal penting yang harus dicatat adalah, kebutuhan (requirement) mendefinisikan tentang jenis informasi yang harus dikumpulkan yang berhubungan dengan prioritas strategis. Pengumpulan informasi untuk menjawab kebutuhan intelijen harus dilakukan dengan pengerahan sumber daya yang proaktif. Pengumpulan informasi ini dilakukan termasuk dari sumber informasi terbuka, sistem informasi penegakan hukum dan intelijen, kegiatan tertutup, informan, petugas patroli, kemitraan dengan swasta, kemitraan dengan masyarakat, termasuk pengamatan dengan menggunakan teknologi. Semua itu diartikulasikan dalam rencana pengumpulan (collection plan). c. Rencana pengumpulan. Rencana pengumpulan adalah prosedur sistematik untuk mengumpulkan informasi yang relevan dari sumber-sumber yang legal, untuk menjawab kebutuhan intelijen dalam menghasilkan produk intelijen. Biasanya dalam rencana pengumpulan informasi ditetapkan kerangka waktunya, meskipun untuk kebutuhan intelijen yang bersifat tetap, kerangka waktunya berkelanjutan. Rencana pengumpulan berhubungan dengan prioritas strategis melalui kebutuhan intelijen dengan mengumpulkan informasi yang ditargetkan tentang ancaman baik yang bersifat taktis maupun yang bersifat strategis. Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam rencana pengumpulan adalah: - Apakah kebutuhan intelijen telah dirumuskan dengan jelas dalam menetapkan lokasi dan identitas khusus dari informasi yang dibutuhkan?. - Apakah sumber-sumber terbuka telah digunakan sebagai pilihan pertama?. - Adakah dari informasi yang harus dikumpulkan, yang telah tersedia baik dari masyarakat atau Laporan Aktifitas yang mencurigakan (Suspicious Activity Report)?. - Apakah mitra yang ada dapat membantu menjawab kebutuhan intelijen yang telah ditetapkan?. (Sebagai contoh mitra dari sektor swasta, kemitraan dengan masyarakat, dan sebagainya). - Apabila tidak memungkinkan mendapat informasi dari sumber-sumber terbuka atau dari informasi yang telah dikumpulkan, metode apa yang harus digunakan untuk mengumpulkan informasi?. - Sumber apa yang akan digunakan untuk pengumpulan informasi?. - Adakah metode teknologi khusus, kalau ada apakah diperlukan untuk pengumpulan informasi?. - Apakah ada hambatan administratif maupun hukum dalam pengumpulan informasi?. - Apakah diperlukan notifikasi atau ijin untuk mengumpulkan jenis informasi yang spesifik?. - Apakah validitas sumber dan tingkat kepercayaan terhadap informasi dapat dinilai dengan akurat?. Apabila tidak maka sumber-sumber lain harus dicari. Informasi yang telah dikumpulkan dan telah menjawab kebutuhan intelijen serta kaidahkaidah informasi lainnya, dianalisis,dan hasilnya berupa produk intelijen digunakan untuk memonitor prioritas strategis, dan menetapkan langkah-langkah operasional apa yang harus dilakukan sebagai respon terhadap ancaman dari setiap prioritas strategis.
71
Salah satu isu yang sangat penting dalam pengumpulan informasi adalah pengkajian tentang metode yang digunakan dalam pengumpulan informasi. Ketika institusi penegak hukum melakukan pengumpulan informasi, harus melalui suatu proses yang tidak melanggar hukum. Metode pengumpulan informasi yang tidak melanggar hukum ini penting disebabkan oleh 3 (tiga) alasan : Pertama, adalah jaminan konstitusional bahwa semua petugas penegak hukum telah disumpah untuk tidak melanggar hukum dalam menjalankan tugasnya dan fungsinya. Kedua, dalam pengadilan kriminal bukti penting bisa diabaikan bila diperoleh dengan cara melanggar hukum. Ketiga, bila kemudian diketahui bahwa pengumpulan informasi dilakukan dengan pola yang melanggar hukum institusi penegak hukum akan menghadapi tuduhan telah melakukan pelanggaran hak-hak sipil. d. Analisis. Data-data dan informasi yang masih mentah yang dikumpulkan sesuai dengan rencana pengumpulan memiliki nilai yang rendah, kecuali telah mengalami proses analisis. Berpedoman kepada pendekatan ilmiah dalam proses pemecahan masalah, alasan yang logik, dan interpretasi data yang objektif, proses analisis menghasilkan arti yang utuh terintegrasi dari berbagai informasi yang terpisah-pisah. Analisis membangun keterkaitan antara data-data yang berbeda, sebab dan akibat, serta korelasi dari kegiatan dan tata laku. Pengetahuan baru yang didapat dari analisis dapat memberikan pemahaman terhadap datang atau munculnya ancaman, serta metode intervensi yang potensil. Sudah tentu sasaran dari analisis yang efektif adalah untuk menjamin bahwa kesimpulan yang dirumuskan dari proses tersebut dapat digunakan (actionable), dalam arti bila hasil analisis tersebut diberikan kepada unit-unit operasional institusi penegak hukum, telah tersedia detail yang cukup bagi unit-unit operasional untuk mengembangkan sebuah rencana bertindak untuk mencegah atau mengatasi ancaman. Informasi yang dapat digunakan ini disajikan dalam format tertulis disebut dengan produk intelijen. e. Produk Intelijen. Produk intelijen adalah sebuah laporan dan mekanisme penyebaran yang berisi dan menyampaikan hasil proses analisis. Idealnya setiap unit intelijen atau unit intelijen gabungan harus dapat menghasilkan produk intelijen yang dapat memenuhi kebutuhan khusus yang diperlukan oleh pengguna yang berbeda-beda. Laporan harus memiliki format dan tampilan yang tetap (sebagai “brand”) yang akan membantu pengguna memilih produk yang tepat yang sesuai dengan tanggung jawabnya. Sebagai contoh, ketika sebuah ancaman teridentifikasi dan dilaporkan, para pemimpin membutuhkan informasi yang berbeda dengan petugas dilapangan. Kewaspadaan yang sesuai dengan situasi yang berkembang (situational awareness), analisis strategik, dan indikator taktis merupakan produk intelijen yang mempunyai fokus yang berbeda terhadap ancaman yang sama.
72
Setiap unit intelijen dan kantor unit gabungan akan menentukan jenis produk intelijen yang akan diproduksi. Penting untuk diperhatikan bahwa produk intelijen merupakan metode yang utama dimana fungsi intelijen akan berinteraksi dengan pengguna intelijen. Manfaat dan kegunaan dari unit intelijen akan dinilai dari produk intelijen yang disebarkannya. Produk intelijen harus memenuhi kriteria, cukup dari sisi kualitas, substansi, dan tingkat kegunaannya, sehingga unit-unit operasional akan dapat mengembangkan taktik dan strategi untuk mencegah terjadinya atau berwujudnya ancaman. Dengan menjaga terpenuhinya karakteristik tersebut pada setiap produk intelijen, maka akan dapat memaksimalkan penggunaan produk intelijen, yang pada gilirannya akan terpeliharanya keamanan, ketertiban dan keselamatan masyarakat. f. Operasi penanggulangan. Mengidentifikasi ancaman lewat Proses Intelijen merupakan resep yang penting untuk keselamatan masyarakat. Intelijen bagaimanapun hanya merupakan salah satu dari masalah keamanan. Unsur kritis berikutnya adalah komandan unit-unit operasional yang mengembangkan rencana tindakan yang dapat menghentikan atau menggagalkan ancaman. Sebagian operasi penanggulangan mungkin sangat sederhana, seperti memberikan indikator-indikator tentang ancaman, sehingga para petugas dapat meningkatkan kewaspadaan selama melakukan tugas dan tanggung jawab sehari-hari. Tindakan penanggulangan lain mungkin lebih rumit seperti melakukan taktik penekanan Seperti melakukan patroli yang intensif dan ekstensif, intervensi proaktif seperti pemeriksaan kendaraan serta melakukan wawancara lapangan terhadap orang dan kelompoknya yang diduga merupakan bagian dari ancaman, perkuatan sasaran, pelatihan bagi masyarakat, membentuk satuan tugas, melakukan investigasi yang progresif untuk mengidentifikasi dan menangkap para pelanggar. Penting untuk dicatat bahwa unit operasional harus menyandarkan kepada fungsi intelijen sebagai acuan ketika mengembangkan intervensi strategis. Analis yang memiliki pemahaman yang komprehensif terhadap ancaman dapat memberikan umpan balik yang bernilai untuk perencanaan operasi. Hal yang tidak dapat dihindari dalam melaksanakan operasi penanggulangan adalah pembiayaan. Dalam kontek ini masalah alokasi sumber daya adalah tanggung jawab pimpinan operasi ketika mengembangkan metode operasi, fungsi intelijen dapat membantu dengan mengembangkan prioritas dan fokus strategis, sehingga dapat dilakukan efisiensi penggunaan sumber daya.
g. Kaji ulang dari proses. Langkah terakhir dari perencanaan manajemen informasi adalah melakukan review terhadap seluruh proses yang telah dilakukan untuk melihat tentang intelijen yang telah dihasilkan dan juga apabila muncul celah intelijen yang baru. Untuk itu perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut: - Apakah informasi atau intelijen sudah akurat?. - Apakah ancaman telah diidentifikasi dengan akurat?.
73
- Apakah sifat dan karakteristik ancaman telah diidentifikasi dengan akurat?. - Apakah sasaran telah diidentifikasi dengan akurat?. - Apakah kerawanan sasaran telah diidentifikasi dengan akurat?. - Apa yang telah dapat dipelajari dari korban, saksi, pelaku pelanggaran / kejahatan, dan dari tempat kejadian perkara?. - Apakah ada intelijen yang dapat digunakan baik dari intelijen tehnik atau dari kegiatan pengamatan?. - Apa yang telah dipelajari dari celah intelijen dan apakah ada informasi yang dapat dikumpulkan dari sumber yang tetap untuk menghindari celah intelijen dikemudian hari?. - Apakah terjadi perubahan ancaman setelah dilakukan operasi penanggulangan?. Kalau terjadi, apa sebabnya?. - Apakah operasi penanggulangan yang telah dilakukan menyebabkan perubahan posisi ancaman, yang pada gilirannya menimbulkan ancaman baru diwilayah yang berbeda?. - Operasi penanggulangan apa yang digunakan dan apakah dapat mengatasi kelemahan ancaman bila operasi serupa dilakukan pada masa yang akan datang?. - Apakah ada ancaman baru atau apakah ancaman baru sudah teridentifikasi?. - Apakah institusi lain sebagai mitra (termasuk sektor swasta) terlibat dalam setiap aspek pengumpulan informasi atau operasi penangulangan?. - Keuntungan apa yang didapat?. - Umpan balik apa yang telah mereka berikan?. - Umpan balik apa yang telah diberikan kepada mereka? - Langkah-langkah apa yang telah dilakukan untuk mencegah ancaman muncul kembali?.
Infrastruktur Organisasi ILP. Sebelum ILP diterapkan kedalam institusi penegak hukum, terlebih dahulu harus dikembangkan beberapa variabel seperti tertulis dibawah ini. Kerumitan dan rincian dari rumusan ini sangat berbeda antara satu institusi dengan institusi lainnya. Ini sangat tergantung dari faktor-faktor dibawah ini: - Besarnya institusi. - Sumber daya. - Demografi dari wilayah jurisdiksi. - Lokasi jurisdiksi. - Karakter wilayah (industri, pusat kota, wilayah pinggiran kota, penduduk yang berpindah). - Hubungan dengan masyarakat (cenderung konflik, mendukung, banyak penduduk yang tidak terdata). - Pandangan para pejabat wilayah dan pemimpin masyarakat terhadap intelijen. Penilaian dari variabel-variabel diatas, yang dalam banyak hal sangat tergantung dari masing-masing institusi, akan dapat membantu dalam mengembangkan ILP. Komponen ILP.
74
Komitmen terhadap konsep (termasuk sumber daya)
Kemitraan (Masyarakat dan sektor swasta)
Proses Rencana pertukaran Operasi informasi (intra dan ekstern)
Kemampuan Alterrnatif Analisis operasi penanggulangan yang bersifat taktis dan strategis.
Komitmen. Memberdayakan ILP harus dimulai oleh pimpinan institusi dahulu, melalui pemahaman konsep ILP, karena bila pimpinan institusi penegak hukum tidak memahami dan tidak komit terhadap konsep, tidak mungkin ILP berfungsi dengan baik. Selain itu komitmen ini harus diartikulasikan dalam bentuk kebijakan. Komitmen pimpinan ini harus diwujudkan dalam pengalokasian sumber daya baik personel maupun finansial untuk membangun dan mengimplementasian konsep ILP. Apabila anggota dari institusi tidak meyakini komitmen pimpinannya terhadap program baru ini, maka segala upaya untuk mengimplementasikan ILP tidak akan berjalan efektif. Kemitraan. Untuk mewujudkan ILP yang efektif perlu membangun kemitraan yang luas. Kemitraan ini perlu dibangun baik dengan institusi pemerintah yang lain diluar institusi penegak hukum maupun dengan sektor swasta, serta juga dengan masyarakat. Masing-masing dapat memberikan kontribusi penting dalam memberikan informasi yang penting untuk proses intelijen. Yang penting untuk kemitraan dengan sektor publik adalah mereka memahami apa yang harus di kenali dan bagaimana melaporkannya kepada penegak hukum. Makin tinggi tingkat kemungkinan partisipasi masyarakat dalam melaporkan informasi kepada penegak hukum, maka makin tinggi pula kemungkinan untuk menggagalkan tindakan terorisme dan kejahatan terorganisasi. Kemitraan seperti ini telah dikembangkan di Kepolisian Inggris khususnya di London, Turki dan Israel agar masyarakat dapat melaporkan informasi yang spesifik berupa – Kebutuhan Intelijen atau Intelligence Requirement kepada polisi untuk membantu pencegahan terorisme. Regional Community Policing Institute - Amerika Serikat mengembangkan pilot project program ini melalui Wichita State University yang memberi pelatihan – Public awareness dan dihadiri sekitar 600 peserta. Ada beberapa faktor kunci agar kemitraan ini dapat berjalan efektif. - Institusi penegak hukum harus membangun kemitraan yang dapat dipercaya oleh masyarakat dan saling percaya ini akan tumbuh melalui dialog, tidak cukup hanya dengan “meet and greet”
75
-
-
-
Sekali saling percaya ini terbangun, komunikasi dua arah yang efektif perlu dibangun melalui orang perorang, bisa melalui sarana e-mail, telepon, atau mungkin ada orang yang lebih suka bertatap muka dengan mitra petugas yang dipercayainya. Kepada masyarakat perlu diperkenalkan tanda-tanda, simbol ataupun kode-kode yang biasa dipakai oleh kelompok teroris ataupun kejahatan terorganisir, demikian juga tingkah laku yang aneh yang mengarah kepada kegiatan terorisme atau kejahatan terorganisir, dalam upaya meningkatkan kewaspadaan masyarakat. Dalam pelatihan harus pula diberitahukan tentang jenis informasi yang harus didokumentasikan yang dilaporkan kepada penegak hukum. Sedangkan tentang tingkah laku, bukti, kendaraan, atau diskripsi tentang orang bukan kebiasaan dari masyarakat tetapi tugas dari kepolisian. Jadi harus dijelaskan kepada mitra tentang apa yang perlu dilaporkan disertai waktu, tanggal, dan tempat Institusi penegak hukum harus membangun sistem dan proses perlindungan bagi keamanan mitra baik perorangan maupun kelompok
Kemitraan masyarakat. Seperti juga masalah kriminalitas yang lain serta problem kemasyarakatan, pengerahan dukungan masyarakat merupakan hal yang penting. Dalam dunia intelijen ada dua faktor penting yang membuat masalah dukungan menjadi lebih menantang. Pertama, institusi penegak hukum sangat berkepentingan terhadap ancaman. Kedua, banyak anggota masyarakat tidak menginginkan peran intelijen dalam penegakan hukum. Dalam hal ancaman tidak cukup hanya dengan mengingatkan masyarakat agar waspada terhadap hal yang mencurigakan, tetapi Petunjuk dan pengarahan diperlukan. Sebagai contoh khususnya di Amerika Serikat, masyarakat dihimbau untuk melaporkan bila ada orang bertampang Timur Tengah yang memotret atau mengawasi obyek vital Dalam hal ini masyarakat sering bersikap stereotip baik disengaja atau tidak. Untuk ini perlu ada petunjuk khusus yang lebih jelas tentang tingkah laku yang bagaimana yang dianggap mencurigakan sehingga informasi yang disampaikan masyarakat memiliki nilai intelijen dan berguna bagi institusi penegakan hukum. Petunjuk yang jelas ini akan mengurangi sikap stereotip yang menyamakan semua orang yang bertampang Timur Tengah sebagai sosok yang berbahaya. Untuk mengajak masyarakat berperan dalam bidang intelijen bukan hal yang mudah, karena banyak anggota masyarakat merasa seolah-olah dijadikan informan termasuk memata-matai tetangganya meskipun merekapun menghargai peran intelijen. Mereka merasa melanggar hak-hak sipil dan hak individu. Untuk itu diperlukan pelatihan masyarakat agar tumbuh pemahaman yang benar tentang peran intelijen dalam penegakan hukum. Pelatihan ini harus memberikan wawasan kepada masyarakat tentang apa yang harus dilihat, informasi apa yang perlu didokumentasikan dan diperlukan oleh penegak hukum, dan bagaimana melaporkan informasi kepada petugas atau institusi penegak hukum. Selain itu hal yang sangat penting adalah bagaimana menjalin jalur komunikasi dan membangun sikap saling percaya antara institusi penegak hukum dengan masyarakat.
76
Kemitraan dengan swasta. Kemitraan dengan sektor swasta lebih terstruktur dibandingkan dengan kemitraan dengan masyarakat. Semua sektor bisnis adalah subyek dari kemitraan, namun bagi yang cenderung rawan terhadap ancaman perlu diberikan prioritas yang tinggi. Sektor swasta memiliki sumber informasi yang besar yang dapat dimanfaatkan secara berdaya guna dalam pertukaran informasi, terutama karena banyak yang memiliki kontak serta jaringan komunikasi global sehingga berguna dan bernilai dalam upaya penegakan hukum. Pertukaran informasi dapat dilakukan melalui delivery persons yang dapat bersiap siaga terhadap hal-hal yang mencurigakan, personal pengamanan dari perusahaan, atau personal bagian pemasaran yang dapat memantau pembelian yang mencurigakan dan tidak biasa, sehingga pertukaran informasi dengan sektor swasta akan makin menguat. Dalam kasus tertentu institusi penegak hukum dapat membangun penghubung (liaison) intelijen dengan perusahaan untuk memfasilitasi pertukaran informasi antara kedua belah pihak. Bentuk kemitraan ini akan meningkatkan efisiensi dan efektifitas proses pertukaran informasi. Seperti pada kemitraan dengan masyarakat, institusi penegak hukum perlu memberikan pelatihan, dan dalam kasus-kasus tertentu dapat memberikan pelatihan khusus yang unik untuk perusahaan tertentu. Agar intelijen untuk penegakan hukum dapat fokus kepada semua bentuk kejahatan dan semua ancaman, penghubung intelijen harus menaruh perhatian yang lebih besar dari sekedar masalah terorisme. Ketika institusi penegak hukum bekerjasama secara erat dengan perusahaan swasta dan informasi yang detail dipertukarkan, ada dua masalah penting yang harus diperhatikan. Pertama, perlindungan terhadap hak privat warga negara. Sebagai contoh ketika identitas pribadi seorang warga negara atau orang yang tidak melanggar hukum diberikan kepada sebuah perusahaan, misalnya antara institusi penegak hukum dengan perusahaan penerbangan. Meskipun dipandang penting dan ada alasan yang jelas untuk memberikan identitas pribadi kepada pihak lain, kehati-hatian harus tetap dijaga untuk menjamin kebenaran dan ketepatan tentang informasi pribadi yang disampaikan serta melindungi hak privat seseorang. . Kedua, adalah isu tentang perlindungan hak informasi perusahaan. Sebagai contoh perusahaan dapat memberikan informasi tentang produk dan proses bisnis perusahaan kepada pihak penegak hukum sebagai sarana untuk mendeteksi dan mengurangi kemungkinan ancaman. Ini merupakan kewajiban bagi institusi penegak hukum untuk melindungi hak informasi perusahaan. Bentuk kemitraan. Kemitraan dapat dibangun dalam bentuk yang berbeda tergantung dari sumber daya, ancaman, dan informasi yang diperlukan. Semua akan ditentukan oleh faktor-faktor seperti sifat ancaman dalam masyarakat, jenis infrastruktur kritis, dan sumber daya yang vital dalam satu wilayah dan kerawanannya,
77
yang juga penting adalah kehendak dan niat dari masyarakat serta pemimpin organisasi swasta untuk menjadi mitra dalam pertukaran informasi. a. Kemitraan penuh melalui penugasan personal. Kemitraan penuh adalah ketika seorang personal dari sektor swasta ditempatkan secara full-time kedalam organisasi intelijen. Personal tersebut biasanya akan mewakili sektor bisnis atau asosiasi bisnis, tidak hanya mewakili perusahaan darimana dia berasal. Sebagai contoh Boeing Corporation telah menempatkan seorang analis intelijen yang telah mendapat Security Clearance dari Departemen Pertahanan, di Pusat Analisis Bersama di Washington atau Washington Joint Analysis Center (WAJAC). Analis ini tidak hanya mewakili Boeing tetapi mewakili seluruh industri pesawat terbang termasuk supplier. Ketentuan ini untuk menghindari tuduhan menganak emaskan salah satu perusahaan selain untuk tujuan efisiensi dan efektifitas dengan menempatkan satu orang yang mewakili bisnis sejenis, dari pada menempatkan banyak orang untuk perusahaan yang sejenis. Masalahnya adalah mendapatkan jaminan bahwa perwakilan di sektor tersebut telah memiliki persetujuan dari perusahaan lainnya untuk melakukan pertukaran informasi yang diperlukan. Untuk penugasan kemitraan penuh minimal harus dilakukan beberapa ketentuan yaitu – pengusutan latar belakang dari personal yang ditugaskan, memorandum kesepakatan dengan masyarakat maupun sektor swasta yang memerinci tentang tugas, tanggung jawab, dan proses dari kedua entitas tersebut yang berhubungan dengan penugasan personal, serta kesepakatan khusus (nondisclosure agreement) yang ditanda tangani. Intelijen penegakan hukum perlu melakukan penilaian tentang sektor kritik di wilayahnya masing-masing untuk menetapkan sektor mana yang harus diwakili b. Kemitraan penuh melalui pertukaran informasi. Melalui pengaturan waktu penuh terjadi pertukaran informasi dua arah antara penegak hukum dengan mitra sektor swasta secara berlanjut seperti yang terjadi antar sesama penegak hukum. Perbedaan bentuk ini dengan bentuk kemitraan penuh adalah dalam bentuk ini personal yang ditugaskan mewakili sektor swasta atau masyarakat tidak ditempatkan di unit intelijen, tetapi tetap bekerja sebagai pegawai ditempatnya bekerja. Ini terutama bermanfaat bila kebutuhan intelijen yang tetap berkaitan dengan sector swasta. Model yang biasa digunakan adalah program penghubung intelijen atau Intelligence Liaison Officer (ILO). Konsep ILO akan membangun hubungan formal dengan sektor swasta yang menugaskan seseorang sebagai contact point dalam pertukaran informasi dua arah. ILO dibentuk untuk tujuan keamanan, mendapat pelatihan bersama petugas intelijen dari institusi penegakan hukum tentang intelijen, kontra terorisme, dan intelijen tentang keamanan dalam negeri, juga diberikan wilayah tanggung jawab untuk pertukaran informasi, serta diberikan akses untuk mengamankan system e-mail untuk pertukaran intelijen. Meskipun ILO tetap berada di kantornya namun harus secara
78
berkala bertemu dengan kelompok intelijen untuk mendiskusikan isu-isu dalam upaya memaksimalkan efektifitas pertukaran informasi, juga untuk memelihara hubungan timbal balik yang sangat penting dalam program ILO. Karena ILO tetap berada ditempatnya masing-masing maka pengamanan informasi menjadi sangat penting. Program ILO ini biasanya ditempuh bila sektor swasta tidak mempunyai cukup personal untuk diperbantukan kepada institusi penegak hukum. c. Kemitraan yang bersifat Ad Hoc atau sementara. Kemitraan bentuk ini dibentuk sesuai keperluan (as-needed basis). Ini terutama dibentuk bila tidak ada kebutuhan intelijen yang bersifat tetap yang diperlukan dari industri sektor swasta. Ketika ditengarai ada ancaman yang berhubungan dengan sektor swasta atau organisasi tertentu, kemitraan dibangun dan ditetapkan mekanismenya agar pertukaran informasi dapat dilakukan dengan cepat. Dalam kasus yang ekstrem, perwakilan sektor swasta diperbantukan untuk sementara di institusi penegakan hukum. Prosedur yang berlaku dalam program ILO harus tetap diberlakukan dalam bentuk kemitraan ad hoc Kemitraan penegak hukum dengan sektor swasta dalam prakteknya menghadapi beberapa kendala. a. Hambatan dalam pertukaran informasi menyangkut ketidak jelasan tentang jenis informasi apa yang bisa dipertukarkan dengan sektor swasta karena kepentingan perlindungan hak-sipil dan pribadi. Demikian juga tentang informasi dengan katagori hanya untuk penegak hukum. Selain itu penetapan metode yang dapat diterima untuk pertukaran informasi yang sensitif dan intelijen b. Lemahnya tingkat kepercayaan antara sektor swasta dengan penegak hukum. Sering kedua belah pihak melihat bahwa masing-masing memiliki tujuan yang berbeda dan wilayah yang berbeda. Wilayah penegak hukum adalah masyarakat yang dilayaninya, sedangkan sektor swasta selain masyarakat, juga para investor yang berada diluar komunitas lokal. Sering juga timbul hal ketidak percaya dari masing-masing pihak yaitu bila satu pihak berlaku koperatif apakah pihak lain juga akan bersikap sama. c. Misinformasi dan kesalah pahaman. Masalah ini timbul sebagai akibat tidak terbangunnya saling percaya antara kedua belah pihak. Sering sekali terjadi masing-masing pihak tidak saling memahami dengan benar apa yang dilakukan atau dapat dilakukan oleh pihak lain. Dan ini sering dilihat oleh kedua belah pihak sebagai hal yang tidak dapat diperbaiki. Ada semacam penuntun yang direkomendasikan untuk menghilangkan kendala itu yaitu: 6. Komunikasi (Communication) – Sasaran atau tujuan, perencanaan, jenis informasi yang dipertukarkan, dan kepentingan masing-masing harus ditegaskan secara jelas dan dibicarakan oleh kedua belah pihak agar tidak menimbulkan kesalah pahaman.
79
b. Kerjasama (Cooperation) – Upaya-upaya yang jelas dan terbuka harus dilakukan untuk dapat bekerjasama dengan pihak lain. Dalam kerjasama pasti masing-masing pihak akan mendapat keuntungan atau menderita kerugian. Mencari cara-cara yang kreatif harus merupakan hal yang paling penting agar dapat terbangun hubungan yang saling percaya. c. Koordinasi (Coordination) – Pastikan bahwa kegiatan dan tanggung jawab masingmasing pihak diartikulasikan secara jelas untuk menjamin tidak terjadi duplikasi dan semua kegiatan dapat dilakukan dengan baik. d.. Kolaborasi (Collaboration) – Tidak hanya bekerja bersama, tetapi juga membuat perencanaan bersama. Masing - masing pihak harus dapat memanfaatkan keakhlian dan kekuatan pihak lain. Proses pertukaran informasi. Inti dari intelijen yang efektif adalah mendapatkan serta melakukan pertukaran informasi atau bahan keterangan yang kritis. Adalah hal yang logis bila setiap institusi penegakan hukum harus mengembangkan tata cara atau mekanisme untuk mendokumentasikan, dan mengelola begitu banyak informasi baik jumlah maupun macam informasi yang diperoleh,.yang berbeda atau terpisah dari sistem manajemen dokumentasi yang ada. Mekanisme ini akan berbeda dari satu institusi penegak hukum dengan institusi penegak hukum yamg lain, tergantung dari besarnya organisasi serta ketersediaan sumber daya. Meskipun ada perbedaan, sejumlah pertanyaan harus dijawab ketika mengembangkan kemampuan sistem dokumentasi intelijen atau informasi yang sensitif. Pertanyaan – pertanyaan itu diantaranya adalah: - Dimana dan bagaimana informasi disimpan?. Perlu dicatat di Amerika Serikat sebagai negara yang sudah maju masih terdapat sistem penyimpanan yang sederhana seperti melalui pencatatan dibuku, fotokopi, atau melalui fax Ini terjadi karena organisasi yang kecil, dan berada diwilayah terpencil. - Bagaimana kepercayaan terhadap sumber informasi dan validitas informasi dievaluasi. - Bagaimana keakuratan seluruh informasi dapat dijamin. - Bagaimana pengamanan informasi dilakukan?. - Siapa yang memiliki akses terhadap informasi dan dalam kondisi apa akses tersebut diberikan?. - Siapa yang mempunyai wewenang memasukkan informasi kedalam sistem?. - Bagaimana aturan pertukaran informasi, dan siapa yang memiliki kewenangan untuk menentukan diseminasi informasi?. - Apakah telah diambil langkah-langkah yang cukup untuk pengamanan informasi?. Pertanyaan ini semua harus dapat dijawab dan dijabarkan sebagai bagian dari pembentukan struktur ILP. Penting untuk diperhatikan bahwa sistem dokumentasi yang akan dibangun harus dijamin telah sesuai dengan peraturan dan hukum yang berlaku. Rencana operasi. Sebagian besar institusi penegak hukum mempunyai rencana operasi, termasuk didalamnya pernyataan tentang misi, sasaran, tujuan, dan sistem pengarahannya. Semua unsur-unsur ini diaplikasikan kedalam ILP tanpa perubahan.
80
Sebagai contoh adalah keseragaman bagi semua institusi penegak hukum untuk standar peri laku personal penegak hukum dan petunjuk keselamatan bagi petugas. Unsur-unsur dari rencana operasi ini sebenarnya tipikal ditujukan untuk investigasi kriminal serta operasi penangkapan. Jadi rencana operasi ILP harus berkaitan dengan komponen operasional untuk memenej ancaman. Sasaran dan tujuan dari ILP harus secara jelas diartikulasikan. Operasi intelijen dan investigasi harus dirumuskan secara jelas dan dipisahkan karena ada perbedaan, seperti hubungan ILP dengan misi institusi penegak hukum untuk operasi penangkapan. Rencana operasi ILP harus dikembangkan sebagai petunjuk kegiatan intelijen. Rencana operasi merupakan “road map” untuk melaksanakan ILP sebagai strategi institusi. Kemampuan analisis. Tanpa analisis pasti tidak ada intelijen, namun kebanyakan institusi penegak hukum di Amerika Serikat tidak memiliki analis hanya karena alasan tidak tersedianya anggaran untuk itu. Selain itu ada hambatan politik bila institusi penegak hukum ingin mendapatkan atau menyewa seorang analis. Sebagai contoh bagi institusi penegak hukum tingkat kota kecil di Amerika Serikat tidak mudah untuk meyakinkan masyarakat bahkan anggota Dewan Kota, bahwa membayar analis sangat diperlukan ketika tindak kejahatan menunjukkan kecenderungan meningkat, sehingga anggaran perlu dialokasikan. Selain itu ada kesulitan untuk menambah pegawai sebagai analis yang tidak disumpah di institusi kepolisian. Oleh sebab itu banyak institusi dengan ukuran organisasi yang kecil yang harus mencari cara dalam upaya meningkatkan kemampuan analisisnya, seperti saling meminjamkan analis antar institusi, penggunaan analis sukarela. Cara ini memang tidak tepat dan kurang efektif, tetapi pilihan kreatif seperti ini merupakan satu-satunya cara yang dapat dikembangkan. Alternatif operasi penanggulangan yang bersifat taktis dan strategis. Mengembangkan alternatif operasi penanggulangan terhadap ancaman kejahatan atau kriminalitas menggambarkan cara berpikir yang berbeda tentang kejahatan. Sebagai contoh dahulu Divisi Kontra Terorisme FBI dalam mengatasi kasus kejahatan terror dengan melakukan penangkapan dan penahanan sesegera mungkin ketika kemungkinan penyebabnya telah dikembangkan.. Sekarang ketika pendekatan intelijen digunakan sebagai acuan (intelligence – led approach), Divisi Kontra Terrorisme menggunakannya untuk menambah sebanyak mungkin informasi tentang sasaran investigasi dan tidak lagi cepat-cepat melakukan penangkapan dan penahanan. Salah satu cara yang digunakan adalah “membalik” sasaran menjadi informan, dengan tetap membiarkan sasaran melakukan kegiatannya. Dalam kasus lain sasaran dibiarkan namun tetap berada dalam pengawasan yang ketat, meskipun mungkin akan menimbulkan hal lain, namun institusi penegak hukum dapat memonitor dan mengidentifikasi sebanyak mungkin kelompok-kelompok lainnya yang berhubungan dengan sasaran.
81
Tujuan lain adalah untuk mengetahui dan memahami bagaimana sasaran melakukan komunikasi, dari mana sasaran memperoleh dukungan finasial, dan bagaimana sasaran mengendalikan kelompoknya, sehingga dapat dilakukan operasi penanggulangan dan melumpuhkan organisasi kejahatan. Tindakan selanjutnya mungkin akan berlanjut dengan penahanan, namun seperti dalam banyak kasus tujuan ILP bukan pada penahanan, tetapi lebih kepada upaya melumpuhkan organisasi kejahatan untuk menghilangkan ancaman. Ini seperti dikemukakan oleh Ratcliffe dan Guidetti: “Intelligence – Led Policing is a conceptual framework for conducting the business of policing. It is not a tactic in a way saturation patrolling is, nor is it a crime – reduction strategy in the way situational crime prevention is. Rather, it is a business model (John and Maguire, 2003) and an information – organizing process that allows police agencies to better understand their crime problems and take a measure of the resources available to able to decide on an enforcement tactic or prevention strategy best designed to control crime”. 31 (Intelijen – Led Policing adalah kerangka kerja konseptual untuk melaksanakan urusan pemolisian. Ini bukan taktik seperti patroli pemeriksaan, atau strategi untuk mengurangi tindak kejahatan seperti pencegahan situasional terhadap tindak kejahatan. Ini merupakan model kerja dan proses pengorganisasian informasi agar institusi kepolisian mempunyai pemahaman yang lebih baik akan masalah kejahatan yang dihadapinya dan mengambil langkah-langkah dengan menggunakan sumber daya yang tersedia sehingga dapat menentukan taktik penegakan hukum atau menyusun strategi yang terbaik untuk mengontrol kejahatan)
Implementasi. Sering institusi penegak hukum menanyakan model yang baku bagaimana mengimplementasikan ILP. Dalam kenyataannya tidak ada model yang baku dan universal. Yang harus dilakukan oleh institusi penegak hukum adalah menguji dan mendalami filosofi ILP serta komponen-komponen kritis, kemudian merancang skema implementasinya yang sejalan dengan tingkat keperluan, sumber daya yang tersedia, sasaran yang ditetapkan, dan dikaitkan dengan pelaksanaan ILP dari keperluan yang telah dirumuskan. Proses implementasi adalah percobaan dalam perubahan organisasi agar komponenkomponen tersebut bekerja.
Penilaian sendiri (self assessment) terhadap kemampuan intelijen. Untuk menguji kemampuan intelijen institusi penegak hukum, David L.Carter,PhD membagi kedalam 4 (empat) katagori skala kualitatif yang didasarkan kepada kebijakan, keakhlian, kemampuan dalam pertukaran informasi. 31
. Ibid – hal 119
82
Empat katagori tersebut adalah:32 - Tidak memiliki kemampuan intelijen sama sekali. - Memiliki kemampuan dasar intelijen untuk pertukaran informasi. - Memiliki kemampuan intelijen yang lebih baik termasuk sistem dokumentasinya. - Memiliki kemampuan intelijen yang lengkap. Waktu dan sumberdaya, termasuk tersedianya tenaga akhli merupakan hal yang penting untuk mengembangkan infrastruktur dan pengetahuan institusi penegak hukum agar intelijen dapat berfungsi dengan baik. Katagori yang membedakan kemampuan intelijen diatas bukan perbedaan yang hitam putih namun melalui suatu proses yang berlanjut. Ini tergantung dari karakteristik operasional fungsi intelijen. Skema rangkaian variable. Continuation of Intelligence Capacity
Resource Increase
Resources to Implement ILP (Proportional)
No Intelligence Capacity
Basic Intelligence Capacity for Information Sharing
Advance Intelligence Capacity Including Record System
Mature Full – Service Intelligence Capacity
Need of External Assistance
Time Required to Implement ILP
Time Increase
Makin rendah kemampuan intelijen yang dimiliki sebuah institusi makin besar keperluan bantuan dari luar serta sumber daya untuk mengembangkan kemampuan intelijen ke tahap yang diperlukan oleh sebuah institusi Untuk menentukan tingkat kemampuan intelijen, dan dimulainya pengembangan atau merancang fungsi intelijen, institusi penegak hukum harus melakukan penilaian sendiri atau self assessment terhadap variabel kritis yang tertera dalam tabel dibawah ini. 32
. Ibid – hal 120.
83
Penilaian sendiri terhadap faktor organisasi dari ILP. Tidak memiliki kemampuan intelijen
Memiliki kemampuan dasar intelijen untuk pertukaran informasi
Karakteristik operasional. - Tidak ada pelatihan yang sistematik bagi anggota. - Tidak memiliki kebijakan serta prosedur dalam bidang intelijen. - Tidak ada keterkaitan dengan sistem dokumentasi intelijen. - Tidak ada prakarsa yang sistematik dalam bidang intelijen, selain menerima dari institusi penegak hukum yang lain.
Karakteristik operasional. - Pelatihan intelijen yang terbatas, terutama untuk investigator. - Kebijakan intelijen yang sangat dasar. - Tidak memiliki sistem dokumentasi intelijen kriminal. - Tidak memiliki ataupun ada sangat terbatas keterkaitan dengan system dokumentasi intelijen. - Kegiatan intelijen terbatas pada kegiatan identifikasi satu atau dua sasaran serta pertukaran intelijen terbatas. Langkah tindakan. - Kaji ulang kebijakan yang berhubungan dengan Rencana Operasi Intelijen. - Pelatihan untuk seluruh personal sesuai standar minimum. - Bangun kemitraan dengan sektor swasta. - Bangun kemitraan dengan masyarakat. - Jamin bahwa penanganan CUI(Controlled
Langkah tindakan. - Mengembangkan kemampuan intelijen sesuai standar pertukaran intelijen nasional. Amerika Serikat menggunakan standar National Criminal Intelligence Sharing Plan. (NCISP) - Pelatihan untuk anggota sesuai standar minimum.
Memiliki kemampuan intelijen yang lebih baik termasuk sistem dokumentasinya Karakteristik operasional. - Memiliki satu atau dua analis intelijen. - Memiliki sistem dokumentasi kriminal. Mempunyai hubungan dan ketersambungan dengan Sistem pertukaran Informasi institusi penegak hukum yang lain.
Memiliki kemampuan intelijen yang lengkap
Langkah tindakan - Sistem dokumentasi intelijen harus sudah sesuai dengan UndangUndang atau Peraturan lainnya. - Susun atau kaji ulang kebijakan tentang kerahasiaan (privacy policy) yang sesuai dengan UndangUndang atau peraturan yang berlaku. - Pastikan bahwa semua petugas
Langkah tindakan. - Pastikan bahwa semua telah sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. - Pelatihan analis tingkat lanjutan. - Program pelatihan untuk petugas penghubung. - Kemitraan dengan masyarakat telah terbangun. - Kemitraan dengan sektor swasta telah terbangun. - Telah terbangun jaringan pertukaran
Karakteristik operasional. - Memiliki kelompok analis. - Terhubung dengan beberapa sumber informasi. - Pelatihan analis yang lebih tinggi. - Memiliki sistem dokumentasi yang komprehensif.
84
Amerika Serikat menggunakan Minimum Criminal Intelligence Training Standards for United States Law Enforcement and Other Criminal Justice Agencies (Minimum Standards). - Mengembangkan Rencana Operasi. Menyiapkan logistik untuk menerima dan menyimpan Controlled Unclassified Information (CUI) . - Siapkan kebijakan tentang ke rahasiaan (privacy policy) - Siapkan personal penghubung. - Bangun kemitraan dengan masyarakat. - Bangun jaringan komunikasi online dengan institusi penegak hukm lainnya.
-
-
Unclasified Information) telah memenuhi standar keamanan. Jamin bahwa kebijakan tentang kerahasiaan (privacy policy) sudah ada. Siapkan petugas penghubung atau Liaison Officer.
-
-
-
telah mendapat pelatihan kesiagaan intelijen. Lakukan kaji ulang terhadap Rencana Operasi yang sesuai dengan standar pertukaran intelijen yang ditetapkan. Pastikan bahwa pelatihan analis telah sesuai dengan standar minimum. Siapkan petugas penghubung (liaison officer). Kemitraan dengan masyarakat sudah terbangun. Kemitraan dengan sektor swasta telah terbangun.
-
intelijen dengan institusi penegak hukum lainnya. Kaji ulang kebijakan tentang kerahasiaan (privacy policy) yang sesuai dengan UndangUndang dan ketetapan yang berlaku.
Titik awal implementasi ILP. Setiap inisiatif baru harus ditentukan titik awal dimulainya pelaksanaan inisiatif tersebut sehingga dapat memberi gambaran yang akurat tentang tingkat pengetahuan dan kemampuan organisasi saat dimulainya inisiatf baru tersebut. Untuk menentukan titik awal, ada beberapa pertanyaan yang harus dijawab oleh setiap organisasi penegak hukum. - Bagaimana tingkat pengetahuan dari pemimpin organisasi serta anggotanya tentang filosofi dan praktek intelijen untuk penegakan hukum, termasuk ILP?. - Apakah ada unit intelijen atau kemampuan intelijen dalam institusi penegak hukum?.
85
-
- Apakah kemampuan intelijen saat ini telah berjalan sesuai dengan praktek intelijen yang seharusnya, seperti misalnya di Amerika Serikat sesuai ketentuan National Criminal Intelligence Sharing Plan dan Standar Minimum yang ditetapkan oleh Counterterrorism Training Coordination Working Group. - Apakah kemampuan intelijen saat ini telah mengembangkan kebijakan tentang kerahasiaan?. - Proses apa yang telah dilakukan dan dipertimbangkan dalam mengembangkan kemampuan intelijen menuju ILP? - Apakah institusi penegak hukum telah diakreditasi oleh Komisi Akreditasi untuk Institusi Penegak Hukum (Commision on Accredttation for Law Enforcement Agencies). Kalau sudah komitmen dan kebijakan apa yang telah ditetapkan yang sesuai dengan standar intelijen yang ditetapkan oleh Komisi .Ini berlaku di Amerika Serikat. Bagaimana secara umum tingkat kesadaran dan pengetahuan dari personal penegak hukum mengenai intelijen untuk penegakan hukum. Bagaimana tingkat ketersediaan sumberdaya internal untuk membantu mengembangkan dan mengimplementasikan ILP?. Bagaimana tingkat ketersediaan sumberdaya eksternal untuk membantu mengembangkan dan mengimplementasikan ILP?. Apakah ada kesulitan dan hambatan yang harus diatasi sebelum mengimplementasikan ILP?.
Tujuan dari pertanyaan ini adalah untuk mendapat gambaran yang menyeluruh tentang institusi penegak hukum. Penilaian terhadap jawaban atas pertanyaan ini akan membantu dan menuntun institusi penegak hukum dalam melakukan langkah berikutnya dalam proses implementasi ILP. Perubahan adalah proses yang tidak mudah dan biasanya kebanyakan orang menentangnya, oleh sebab itu langkah awal dalam proses “memasarkan” ILP adalah menghilangkan sikap resistensi atau dogmatisme. Cara yang paling efektif adalah dengan membangun pemahaman tentang ILP dan mendemonstrasikan manfaat perubahan baik untuk perorangan maupun untuk organisasi. Intinya personal pada semua tingkat harus dibentuk dalam semangat perubahan, dalam hal ini adalah ILP. Merubah sikap, nilai dan keyakinan merupakan masalah yang sulit sehingga memerlukan inisiatif yang proaktif, kesabaran, kegigihan, konsistensi dan menerima kenyataan bahwa tidak semua orang mau menerima perubahan. Salah satu metode kunci untuk membantu proses sosialisasi adalah mendemonstrasikan komitmen dan menyediakan sumber daya untuk ILP. Selama proses resosialisasi ILP berjalan, rencana operasi harus disiapkan yang mengartikulasikan misi serta proses kemampuan intelijen. Rencana operasi ini akan bersifat unik bagi masing-masing institusi penegak hukum. Disamping ada beberapa unsur tertentu yang dapat dijadikan model, ada perbedaan yang besar antar institusi penegak hukum yang akan mengurangi penggunaan model rencana operasi yang sama. Setelah pelatihan diberikan dan rencana operasi disusun dan disebarkan kepada seluruh anggota dalam institusi penegak hukum, rencana harus diimplementasikan melalui
86
notifikasi resmi kepada seluruh anggota. Tanpa melihat tingkat perencanaan mungkin ada beberapa aspek dari rencana yang tidak berjalan, sehingga umpan balik dari semua personal akan sangat penting untuk melihat mana yang sudah berjalan dan mana yang belum berjalan. Rencana yang tidak berjalan jangan dipandang sebagai kegagalan, tetapi harus dilihat sebagai bagian dari proses untuk membuat perencanaan berjalan seefektif mungkin. Yang juga penting diperhatikan agar ILP berjalan efektif adalah alat yang kadang-kadang dilupakan yaitu sistem penilaian dan evaluasi kinerja untuk memberi pengakuan dan penghargaan kepada individu yang mempraktekkan ILP, juga penilaian kinerja untuk seluruh inisiatif dalam mengimplementasikan ILP. Dalam sistem evaluasi tradisional di Amerika Serikat untuk menilai kinerja perorangan, penilaian dilakukan berdasarkan variabel kuantitatif seperti jumlah laporan yang dibuat, jumlah penahanan yang dilakukan, jumlah respon yang telah dilakukan terhadap panggilan, dan sebagainya, sehingga penilaian kualitatif dari kegiatan anggota diabaikan. Agar ILP dapat dilaksanakan dengan baik maka penilaian kualitatif terhadap kinerja perorangan juga harus dilakukan, karena keberhasilan organisasi tidak terlepas dari proses evaluasi.
BAB V PEMOLISIAN MODEL IACP DALAM INTELIJEN KRIMINAL.
87
The International Association of Chiefs of Police (IACP) adalah sebuah Asosiasi Kepolisian yang dibentuk pada tahun 1893 di Chicago dengan nama the National Chiefs of Police Union. Tujuan utama dari organisasi ini adalah untuk menangkap dan mengembalikan pelaku kejahatan yang melarikan diri dari wilayah jurisdiksi dimana pelaku kejahatan dicari dan tempat kejahatan dilakukan. Organisasi ini kemudian dikembangkan dan diperluas dengan tujuan Pertama, untuk meningkatkan dan mengembangkan ilmu dan seni kepolisian. Kedua, mengembangkan dan menyebarluaskan tehmik dan operasional kepolisian, administrasi, serta meningkatkan penggunaannya dalam kegiatan dan operasi kepolisian. Ketiga, meningkatkan kerjasama kepolisian, pertukaran informasi dan pengalaman sesama instansi kepolisian dari seluruh dunia. Keempat, melakukan perekrutan dan pelatihan untuk meningkatkan profesionalisme dan kemampuan personal polisi. Kelima, mendorong personal kepolisian untuk mencapai standar profesi yang tinggi baik dari sisi kecakapan maupun dari sisi tingkah laku. IACP juga telah memainkan perannya secara proaktif dalam semua aspek untuk mengembangkan kemampuan intelijen kontemporer dari semua institusi penegak hukum di Amerika Serikat serta lebih dari 100 negara anggota lainnya. Pemolisian Model IACP untuk Intelijen Kriminal telah memberikan petunjuk dan prosedur yang jelas dan mempermudah tugas dan fungsi intelijen terutama untuk organisasi dan agensi yang kecil. IACP National Law Enforcement Policy Center mengusulkan misi untuk fungsi intelijen penegakan hukum sebagai berikut: 33 “ It is the mission of the intelligence function to gather information from all sources in a manner consistent with the law in support of efforts to provide tactical or strategic information on the existence, identities, and capabilities of criminal suspects and enterprises generally and, in particular, to further crime prevention and enforcement objectives / priorities identified by this agency”. (Ini adalah bagian dari fungsi intelijen untuk mengumpulkan informasi dari semua sumber yang sejalan dengan Undang-Undang untuk memberikan informasi yang bersifat taktis maupun strategis tentang keberadaan, identitas, dan kemampuan dari sasaran yang dicurigai sebagai pelaku tindak kejahatan, terutama untuk tujuan pencegahan kejahatan / dan prioritas yang ditetapkan oleh badan yang berwenang). Sebagai tambahan terhadap rumusan diatas IACP mengusulkan 2 (dua) hal yang perlu mendapat perhatian yaitu.: Pertama, “Information gathering in support of intelligence function is the responsibility of each member of this agency although specific assignments may be made as deemed necessary by officer-in-charge (OIC) of the intelligence authority”. ( Pengumpulan informasi untuk mendukung fungsi intelijen adalah tanggung jawab dari setiap bagian dari institusi meskipun tugas yang spesifik adalah suatu keharusan yang harus ditetapkan oleh pejabat yang ditetapkan olen Otoritas Intelijen). 33
IACP National Law Enforcement Policy Center – Criminal Intelligence. Hal 4.
88
Kedua, “ Information that implicates, suggests implication or complicity of any public official in criminal activity or corruption shall be immediately reported to this agency’s chief executive officer or another appropriate agency.” (Informasi yang berimplikasi atau diduga berimplikasi atau keterlibatan dari setiap pejabat publik dalam tindakan kejahatan atau korupsi harus segera dilaporkan kepada Pimpinan Institusi atau atau Institusi lain yng tepat) Untuk kasus yang menyangkut model yang berbeda, bahasa pemolisian model IACP memerlukan penyesuaian untuk dapat memenuhi keperluan jurisdiksi yang berbeda. Namun begitu model ini telah membangun pijakan dan landasan yang baik untuk memulai proses selanjutnya. IACP juga melihat bahwa operasi Intelijen Penegakan Hukum (Law Enforcement Intelligence) merupakan sarana yang penting untuk mengembangkan sarana sistem pemolisian yang lebih proaktif. Sebagai contoh dalam operasi intelijen penegakan hukum petugas dapat melakukan intervensi lebih efektif kedalam organisasi kriminal yang dikelola seperti perusahaan (criminal enterprise) dan melakukan penyelidikan dan pengusutan terhadap aktifitasnya. Namun demikian tetap perlu diorganisasikan secara baik agar tidak melanggar hukum dan hak-hak perorangan. Untuk itu direkomendasi 4 macam panduan.34 Pertama, pengumpulan informasi untuk keperluan intelijen tentang orang atau organisasi tertentu, terlebih dahulu harus didasarkan kepada kecurigaan yang cukup beralasan bahwa orang atau organisasi tersebut merencanakan atau terlibat dalam suatu tindak kejahatan. (Information gathering for intelligence purposes shall be premised on circumstances that provide a reasonable suspicion that specific individual or organizations may be planning or engaging in criminal activity). Sebagai contoh untuk membuka file seseorang dan menginisiasi penyelidikan intelijen harus didasarkan kepada alasan pembenar yang cukup. Dengan alasan yang cukup, penyelidikan intelijen pendahuluan dapat dilakukan untuk menentukan apakah ada fakta untuk dilakukan penyelidikan intelijen yang lebih mendalam. Beberapa parameter yang diusulkan untuk melakukan penyelidikan intelijen pendahuluan adalah catatan kriminal baik pada tingkat nasional ataupun lokal, keterangan informan, pengamatan fisik, dan wawancara terhadap saksi dan korban. Kedua, tehnik investigasi yang dilakukan tidak boleh melanggar undang-undang yang berlaku dan tindakan yang lebih jauh untuk mengumpulkan informasi yang cukup hanya dilakukan untuk mencegah dilakukannya tindak kejahatan atau rencana tindak kejahatan. (Investigative techniques employed shall be lawful and only so intrusive as to gather sufficient information to prevent criminal conduct or the planning of criminal conduct). Untuk ini diperlukan pengawasan administratif yang matang dan pertimbangan yang baik. Ini terutama dalam kasus dimana operasi intelijen dilibatkan untuk pengumpulan informasi terhadap perbuatan kriminal yang mungkin dilakukan, dan ini berlawanan 34
. Ibid – hal 6.
89
dengan tindakan penegakan hukum tradisional yang dilakukan setelah perbuatan kriminal terjadi. Sesuai dengan sifat operasi intelijen pada umumnya yang bersifat antisipatif, operasi intelijen penegakan hukum biasanya kurang fokus. Maka dikatakan intelijen sering menggunakan prinsip – “The fishing net rather than the fishing spear”. Namun demikian untuk mendapatkan informasi yang seluas-luasnya dalam upaya melakukan tindakan investigasi yang lebih aktif dan mendalam, petugas intelijen dapat mengembangkan berbagai tehnik. Dalam operasi yang demikian pertanyaan yang sering muncul adalah sejauh mana petugas intelijen dapat melakukan tindakan yang lebih aktif dan agresif dalam pengumpulan informasi. Seorang superviser intelijen yang berpengalaman harus membuat “judgment “yang tepat dalam membaca situasi yang dihadapinya. Karena itu diperlukan adanya petunjuk yang bersifat umum sebagai bingkai pengawasan yang dapat menakar kegiatan intelijen yang dianggap mengganggu dalam pengumpulan informasi dihadapkan kepada tingkat bahaya dari kegiatan perbuatan kejahatan yang potensil atau dugaan. Sebagai contoh di Amerika Serikat dikenal dengan apa yang disebut dengan “sneak and peek search warrant”. Sneak and peek search warrant atau disebut juga Covert entry search warrant atau Surreptitious entry search warrant adalah surat kuasa atau surat perintah yang memberi wewenang kepada petugas penegak hukum untuk melakukan penggeladahan fisik dengan diam-diam dan memasuki rumah pribadi seseorang tanpa harus mendapat ijin atau sepengetahuan dari penghuni. Namun petugas penegak hukum yang melakukan penggeladahan diam-diam dilarang mengambil barang-barang apapun dari rumah tersebut. Cara ini sangat bermanfaat terutama untuk menyelidiki pabrik narkotika ilegal, karena dapat melihat bahan-bahan kimia dan perlengkapan yang dicurigai, kemudian petugas kembali lagi dengan surat perintah penggeladahan biasa. Cara ini dikukuhkan dalam Patriot Act – Section 213, Under Title II atau The Enchanced Surveillance Procedures. Ketiga, melakukan segala upaya untuk menjamin bahwa informasi tambahan yang diperoleh untuk memperkuat informasi dasar intelijen kriminal, relevan dengan penyelidikan yang sedang berjalan dan produknya didapat dari sumber yang dapat dipercaya. Sumber dari mana informasi diperoleh dan dipelihara berdasarkan fungsi intelijen.harus disimpan. (shall make every effort to ensure that information added to the criminal intelligence base is relevant to the current or on-going investigation and the product of dependable and trustworthy source of information. A record shall be kept of the source of all information received and maintained by the intelligence function). Intinya standar professional ini adalah upaya untuk meningkatkan kendali mutu. Dari sudut pandang standar professional, kegagalan untuk menetapkan standar kendali mutu dapat menimbulkan problem yang serius.
90
Sebagai contoh, kurangnya pengendalian mutu dapat menyebabkan informasi tambahan yang tidak benar dalam catatan dan file intelijen dan ini dapat menimbulkan akibat kepada seseorang dalam kegiatan kriminal. Kesalahan ini dapat dianggap sebagai pelanggaran terhadap hak individu dan hak sipil dan berpotensi untuk dibawa ke pengadilan sipil, terutama bila informasi ini digunakan sebagai dasar untuk melakukan operasi intelijen secara tertutup atau operasi intelijen yang lebih intrusif. Informasi yang salah dan tidak mempunyai dasar dan alasan yang benar juga akan menyebabkan kerugian bagi sumber informasi yang memberikannya karena bisa menyebabkan mereka menjadi sasaran penyelidikan. Yang harus menjadi prioritas dan perhatian utama adalah kendali mutu yang menyangkut validitas dan nilai kebenaran atau tingkat kepercayaan informasi dalam file intelijen. Namun selain itu standar professional juga mensyaratkan bahwa informasi yang di file harus relevan dengan investigasi atau penyelidikan yang sedang berlangsung. Untuk membantu menetapkan validitas dan nilai kebenaran atau tingkat kepercayaan informasi serta mempertahankan akuntabilitasnya, otoritas intelijen harus juga menyimpan dan memelihara sumber-sumber informasi. Keempat, yang berkenaan dengan penyebaran informasi IACP merekomendasikan sebagai berikut: “Informasi yang dikumpulkan dan dipelihara institusi untuk keperluan intelijen hanya disebarkan kepada orang yang tepat untuk tujuan penegakan hukum yang sesuai dengan undang-undang dan prosedur yang ditetapkan oleh institusi tersebut. Buku catatan tentang penyebaran informasi tersebut harus disimpan, baik yang mencatat penyebaran kepada orang didalam institusi tersebut maupun kepada institusi penegak hukum yang lain”. (Information gathered and maintained by this agency for intelligence purposes may be dessimainated only to appropriate persons for legitimate law enforcement purposes in accordance with law and procedures established by this agency. A record shall be kept regarding the dissemination of such information to persons within this or another law enforcement agency). Petunjuk ini dirancang untuk menjamin keamanan informasi yang dikembangkan dan dipelihara berdasarkan fungsi intelijen. Informasi yang telah menjadi intelijen selalu bersifat sensitif. Oleh sebab itu penyebaran intelijen hanya terbatas kepada orang atau institusi yang memang membutuhkan dan berhak mendapatkan (need and right) intelijen. Intelijen harus dan hanya disampaikan kepada personal penegak hukum yang telah mendapat otorisasi, yang dapat menjamin bahwa intelijen yang didapat digunakan untuk tujuan penegakan hukum. Di Amerika Serikat setiap negara bagian biasanya memiliki persyaratan khusus untuk mengeluarkan atau menyebarkan intelijen, oleh sebab itu personal intelijen harus memahami benar perundang-undangan yang relevan terhadap sebuah issu. Untuk mengembangkan sistem pemeriksaan dan penelusuran, institusi yang menyebarkan intelijen harus menyimpan dan memelihara catatan (records) perorangan atau institusi dengan siapa telah melakukan pertukaran intelijen. Demikian juga sebaliknya institusi yang menerima intelijen harus mencatat institusi intelijen dari mana intelijen tersebut berasal dan memelihara catatannya
91
BAB VI. .
PROSES INTELIJEN.
Telah disinggung bahwa intelijen adalah informasi yang telah mengalami proses analisis. Proses untuk menghasilkan intelijen yang terpercaya adalah kunci suksesnya fungsi penegakan hukum.
92
Analis mengorganisasikan dan menyajikan intelijen untuk meningkatkan keberhasilan dalam memerangi kejahatan terorganisasi. Analis mengidentifikasi dan membuat perkiraan tentang kecenderungan, pola atau situasi yang memerlukan sebuah tindakan. Kebanyakan institusi penegak hukum terutama pada institusi yang besar memiliki unit intelijen, namun kebanyakan tidak dimanfaatkan secara optimal karena masalah struktur dan petunjuk yang tidak jelas. Dalam kebanyakan kasus kegiatan pengumpulan dilaksanakan tetapi tidak dilakukan proses analisa. Informasi yang berhasil dikumpulkan hanya tersimpan dalam data base menunggu diakses. Informasi yang tersimpan secara pasif dalam data base akan memberi manfaat yang kecil. Sebaliknya apabila informasi yang dikumpulkan dari agen-agen lapangan oleh unit intelijen dipelajari, diolah dan dianalisa serta dibandingkan dengan informasi lainnya, maka informasi tersebut akan dapat digunakan secara lebih efektif. Unit intelijen yang hanya melayani permintaan informasi tetapi tidak secara proaktif melakukan analisis dan menyajikan informasi yang telah memiliki nilai, maka unit intelijen tersebut bukan merupakan sebuah unit yang “hidup”. Juga sangat sering terjadi ketika unit intelijen melakukan analisis, tidak mampu untuk membedakan tipe intelijen apa yang sebenarnya menjadi kewajibannya sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan institusi untuk menyelesaikan tugasnya. Kadang kala juga unit intelijen ditempatkan secara tidak tepat dalam organisasi dan hanya dipandang sebagai satuan pendukung sehingga sering dipandang sebagai bagian yang tidak penting. Analisis intelijen dimulai dari tingkat yang sangat dasar yaitu pengumpulan bahan keterangan tentang segitiga kejahatan (crime triangle) yaitu pelaku, korban / komoditi, dan lokasi . Sebagai contoh dalam serangan teroris, melakukan
pengumpulan informasi / bahan keterangan serta analisis tentang korban dan lokasi akan memberi petunjuk dan informasi tentang pelaku. Karena kelompok teroris biasanya memiliki motif, metode, dan sasaran yang berbeda, maka informasi yang berhasil
93
dikumpulkan tentang korban dan lokasi dapat memberi petunjuk tentang kelompok mana yang melakukannya. Dalam kejahatan bisnis korban dapat berarti komoditas. Dari contoh-contoh diatas informasi yang dicari harus didasarkan kepada intelligence requirement. Merumuskan kebutuhan informasi (requirement) dengan tepat akan menghasilkan intelijen yang tepat pula. Contoh lain, serangan teroris dalam deret waktu kurun tertentu, dilakukan terhadap sasaran-sasaran dan kepentingan – kepentingan yang berbau Amerika Serikat, maka dapat diduga dilakukan oleh kelompok-kelompok teroris Anti Amerika Serikat. Kegiatan pengumpulan informasi dan kegiatan riset dan analisis selalu berjalan seiring. Yang satu tidak akan memiliki arti tanpa kegiatan yang lain. Kegiatan pengumpulan informasi dan analisis semuanya ditujukan untuk menjawab pertanyaan terhadap masalah yang dihadapi, meskipun antara agen pengumpul bahan keterangan dan analis secara professional terdapat perbedaan yang besar. Agen lapangan yang bertugas mengumpulkan bahan keterangan mencari jawaban terhadap pertanyaan spesifik (intelligence requirement) melalui sumber-sumber yang dianggap memiliki keterangan yang diperlukan. Sedangkan analis mencari jawaban yang sama melalui serangkaian proses deduktif, atau induktif, atau pendekatan gabungan, setelah menelaah semua bahan keterangan yang diperlukan. Seperti telah dijelaskan diatas bahwa informasi yang belum diolah memiliki nilai kegunaan yang kecil, namun tergantung dari kondisi aktual. Sebagai contoh, apakah serangan yang dilancarkan terhadap sistem pembangkit tenaga listrik musuh berhasil atau tidak. Indikatornya apabila listrik masih menyala dapat disimpulkan bahwa serangan gagal tanpa memerlukan analisis lebih jauh. Dalam kasus ini kondisinya sangat khusus dan unik, yaitu bila sistem pembangkit listrik hanya satu. Kejadian seperti ini sangat jarang terjadi. Penggunaan intelijen sebagai hasil pengolahan dan analisis intelijen oleh pengguna intelijen, ditentukan oleh 3 (tiga) faktor utama yaitu mutu intelijen, sikap pengguna intelijen dan ketepatan pengguna intelijen menentukan sejumlah kebutuhan intelijen (intelligence requirement) yang dirumuskan oleh pengguna intelijen untuk dicari jawabannya oleh intelijen. Collation O.S Reliability 1. Mutu intelijen sebagai keluaranSource proses analisis. Mutu intelijen mempunyai pengaruh yang paling dominan terhadap kualitas Collection Evaluation sebuah keputusan dan kebijakan. Kualitas keputusan atau kebijakan adalah Info dilaksanakan dapat apakah keputusan yang telah ditetapkan, dan kemudian Information Validity C.S. Segr dengan tepat menyelesaikan persoalan yang dihadapi, baik dilihat dari sisi substansi maupun waktu. Untuk menghasilkan keluaran yang bermutu, intelijen Commodity Flow harus mengalami suatu yang disebut dengan siklus Index& intelijen seperti Activity proses Flow Storage 35 tergambar dibawah ini: Analysis Link Analysis Logical Reasoning Hypothesis Testing. 35
Conclusion
. David L.Carter - Law Enforcement Local, and Tribal Law ReportingIntelligence : A Guide for State, Dissemination s Enforcement Agencies .(Edisi 1-2004). Hal 64. Protections
Estimate s
Feedback and Reevaluation.
Tactica l
Strategi c
Periodic
R.D.
RTR
94
Catatan . Info.Seg. – Information Segregation. O.S – Overt Sources C.S - Covert Sources. R.D – Routine Distribution. RTR - Response to Request. a. Penyusunan rencana dan Petunjuk ( Planning and Direction) Perencanaan bagaimana data dan informasi diperoleh adalah kunci dari proses intelijen. Perencanaan yang efektif adalah mengolah data yang tersedia dan harus dapat menjamin bahwa data tambahan dapat melengkapi data yang telah ada. Sehingga ada motto yang mengatakan :’Jangan beritahu yang saya ketahui, tetapi beritahu yang belum saya ketahui”. Agar pengumpulan data atau bahan keterangan berjalan efektif, maka perencanaan pengumpulan harus dirancang secara terarah dan fokus, metode pengumpulan harus dikoordinasikan, harus ditegaskan agar pengumpulan data dan bahan keterangan tidak melanggar hukum. Pengumpulan bahan keterangan yang tidak terarah akan menghasilkan intelijen yang menyesatkan, meskipun dilakukan dengan metode analisis yang benar dan analis yang cakap. Dalam penyusunan rencana pengumpulan harus dapat diidentifikasi tentang apa yang ingin dicapai. Identifikasi akan mengarahkan para agen lapangan tentang lingkup kegiatan investigasi yang akan dilaksanakannya. Sebagai contoh misalnya: Mengidentifikasi kelompok kejahatan / kriminal di daerah tertentu, atau mengidentifikasi kemungkinan kelompok ekstrimis tertentu menyerang tamu negara.
95
b, Pengumpulan (Collection). Analis intelijen memerlukan data dan bahan keterangan yang cukup sebagai bahan pengolahan. Pengumpulan data dilihat dari aspek proses intelijen merupakan kegiatan yang “most labor-intensive”. Secara tradisional manusia merupakan unsur yang penting dalam kegiatan pengumpulan data atau bahan keterangan. Teknologi baru, undang-undang baru atau yang disempurnakan hanya sebagai alat bantu. Manusia belum mampu digantikan oleh sistem apapun karena manusia memiliki beberapa kemampuan dan kelebihan yaitu, berakal (Inventive), dapat berhubungan (communicative), cerdik (manipulative), memiliki daya imajinasi (imagination), tangkas (dexterous), abadi (self perpetuating), mandiri (Need no operator), memiliki daya nalar (common sense), cerdas (intelligence), kemampuan melihat kedepan (foresee problems), dan kemampuan memecahkan masalah (solve problem). Catatan dibawah ini tercatat bentuk kegiatan pengumpulan data atau bahan keterangan pada masa lalu yang dilakukan oleh unit - unit intelijen: - Pengamatan fisik (oleh manusia atau menggunakan videotape). - Pengamatan elektronik (menggunakan trap and trace atau penyadapan) - Menggunakan tenaga informan. - Kegiatan rahasia. - Laporan dari Surat Kabar ( sekarang ditambah dari Internet) - Dokumen publik (Public records), seperti Akte, catatan pajak. c. Prosesing dan pemilahan (Processing / Collation). Processing / Collation adalah kegiatan pemilahan / penyaringan untuk mendapatkan data dan bahan keterangan yang diperlukan dan relevan dengan masalah yang dihadapi dan menyusun data dalam urutan yang logis. Kegiatan ini akan memudahkan identifikasi data dan bahan keterangan yang ada hubungannya dengan masalah yang sedang dipecahkan. Saat ini kegiatan penyaringan dapat dilakukan melalui data base yang canggih dengan kemampuan pencarian data yang cepat. Rancang bangun data base merupakan hal yang kritis dalam pencarian dan pembandingan data-data. Banyak pembuat perangkat lunak komputer yang menawarkan data base, tetapi yang dibutuhkan adalah yang memenuhi kebutuhan institusi penegak hukum. Dalam kegiatan prossesing dan pemilahan / penyaringan juga dilakukan evaluasi terhadap data-data yang akan disimpan, untuk dinilai tingkat kepercayaan terhadap sumber dan nilai kebenaran terhadap data-data atau bahan keterangan. Setiap data atau bahan keterangan yang disimpan dalam sistem intelijen harus memenuhi standar relevansinya, misalkan harus ada hubungan yang relevan antara perbuatan kejahatan dengan sumber informasi / informan. d. Analisis ( Analysis).
96
Analisis adalah tahapan merubah informasi atau bahan keterangan menjadi intelijen. Tahapan ini sangat penting karena hasil analisis sebagai keluaran harus memberi arti dan makna yang jelas. Intelijen yang tidak memberi makna hanyalah sekumpulan berkas. Analisis adalah sebuah proses pemaknaan dari data-data dan bahan keterangan. Dalam intelijen operasi untuk penegakan hukum, data dianalisis untuk memberi petunjuk lebih lanjut dalam kegiatan penyelidikan, menyajikan hipotesa tentang siapa yang melakukan tindakan kejahatan atau bagaimana kejahatan dilakukan, membuat perkiraan pola kejahatan yang mungkin dilakukan pada masa yang akan datang, Analisis termasuk juga membuat sintesa dari data-data, membuat kesimpulan, dan menyajikan tested knowledge of the fact atau pengetahuan berdasarkan fakta-fakta yang telah teruji. Yang dimaksud fakta-fakta adalah kemampuan calon pelaku kejahatan, kebijakan negara sponsor atau pendukung bila ada (the policies of other nation), niat pelaku atau calon pelaku kejahatan. Intelijen dalam pemikiran Donovan dapat memberikan rekomendasi tetapi tidak boleh menyarankan suatu kebijakan atau cara bertindak, namun setelah berakhirnya Perang Dingin, diskusi tentang “red line” antara intelijen dengan pembuat kebijakan / pengambil keputusan mulai ramai dipertanyakan terutama di Amerika Serikat. Hal ini disebabkan munculnya ancaman baru seperti terror yang dianggap sebagai – intelligence intensive, time sensitive, and tactical in nature, sehingga diperlukan “kedekatan” antara intelijen dengan pembuat keputusan.36 Tehnik dan metode analisis telah berhasil mendukung upaya penegakan hukum.: 1). Analisis kejahatan (Crime Analysis) : Analisis pola kejahatan (Crime pattern analysis), analisis geografik (Geographic analysis), analisis deret waktu ( time-series analysis ), analisis kekerapan distribusi (Frequency-distribution analysis), analisis tata laku (Behavioral analysis), analisis statistik (statistical analysis). 2). Analisis Investigatif/Pembuktian(Investigative/Evidential Analysis): Analisis Jejaring (Network Analysis), Analisis Catatan Telepon (Telephone record analysis), Analisis catatan kegiatan usaha (Business record analysis), Analisis muatan (Content analysis), Analisis kasus (Case analysis), Analisis pasca penangkapan (Postseizure analysis), Analisis percakapan (Conversation analysis). 3). Analisis strategik (Strategic Analysis): Analisis ancaman (Threat assesment), Analisis pendahuluan (Premonitories), Analisis kerawanan (Vulnerability assessment), Analisis resiko (Risk assessment), perkiraan (Estimates), Analisis secara menyeluruh 36
. http://www.guisd.org/redline.pdf ᄃ . Hal 6.
97
(General assessment), Peringatan (Warning), Bentuk dan sifat persoalan (Problem profiles), Bentuk dan sifat sasaran (Target profiles), Penilaian Sasaran strategik (Strategic targeting) Sebagai contoh dalam membuat analisis ancaman (Threat Assesment) ada 4 variabel kunci yaitu: 1.) Daftar Ancaman (Threat Inventory). Daftar Ancaman (Threat Inventory) adalah catatan tentang perorangan maupun kelompok yang diidentifikasi oleh penegak hukum didalam wilayah kewenangannya yang diduga dapat menjadi ancaman. Mereka bisa kelompok teroris internasional, lokal, ekstreemis, atau jaringan kejahatan terorganisir baik lokal maupun transnasional. Jenis informasi yang diperlukan adalah jawaban terhadap pertanyaan sebagai berikut: a) Siapa orang-orang yang terlibat?. b). Mereka berafiliasi kepada kelompok apa?. c). Kalau berafiliasi apa yang menjadi keyakinan mereka?. Untuk memahami gerakan atau kelompok ekstreemis perlu didalami tentang motivasi, metode gerakan, serta sasarannya. Dalam kelompok kejahatan perdagangan informasi yang perlu dicari dan didalami adalah metode kegiatannya, komoditi yang diperdagangkan, dan lokasi. Dalam kasus-kasus tersebut memahami tentang bagaimana mereka melakukan kegiatannya akan sangat berguna dalam melakukan pengawasan terhadap kemampuan operasi mereka. Dalam melakukan penyelidikan harus dilakukan dengan sangat hati-hati. 2.) Analisis ancaman (Threat Assessment). Setiap bentuk ancaman yang tercatat dalam daftar ancaman harus dikaji dengan memperhatikan derajat ancaman, karena mungkin ada seseorang yang melakukan ancaman tetapi belum tentu “menghadirkan “ ancaman. Dan sebaliknya mungkin saja ada perorangan atau kelompok dapat menjadi ancaman tanpa mengancam. Untuk mengkaji tentang kapasitas ancaman ada beberapa faktor yang harus dipelajari. a). b).
Bagaimana latar belakang dan riwayat kelompok-kelompok?. Apakah kelompok-kelompok ini pernah terlibat dalam penyerangan atau perbuatan kriminal pada masa lalu? c). Kalau ya, bagaimana Modus Operandi dan ciri-ciri kegiatannya? d). Apakah kelompok – kelompok mempunyai kemampuan untuk melakukan tindakan terror atau kriminal?. e). Kalau ya, berapa besar kemampuannya? 98
f).
Apakah ada keadaan khusus yang menjadi peluang bagi kelompok untuk melakukan tindakannya? g). Apa yang menjadi komitmen dan keteguhan hati kelompok untuk melaksanakan tujuannya. Faktor-faktor diatas dapat membantu mengembangkan gambaran untuk menentukan ciri-ciri dan karakteristik ancaman oleh kelompok atau perorangan yang dicatat dalan Daftar Ancaman. 3). Analisis Sasaran (Target Assessment) Dengan mempelajari sifat dan karakter kelompok yang terdapat dalam Daftar Ancaman, akan dapat diidentifikasi kemungkinan obyek sasaran dalam wilayah tertentu. Sangat jarang sasaran yang spesifik dapat ditentukan, namun dari riwayat kelompok, pernyataanpernyataan, ancaman, serta dari afiliasi ideologinya, bentangan sasaran dapat dipersempit. 4.) Kerawanan sasaran (TargetVulnerability) Variabel terakhir adalah menentukan tentang tingkat kerawanan sasaran terhadap serangan. Dalam melakukan analisis kerawanan sasaran sering kali melibatkan sektor swasta dan akhli pencegahan tindakan kriminal dari institusi penegak hukum. Menyadari kesulitan untuk mengidentifikasi sasaran secara spesifik, maka tujuan analisis sasaran adalah untuk memberikan jaminan perlindungan dan perkuatan terhadap sasaran-sasaran potensil e. Penyebaran (Dissemination). Diseminasi atau penyebaran adalah penyampaian intelijen kepada mereka yang memerlukan dan berhak untuk mengetahui serta menggunakannya sesuai dengan kaidah - "Right to know and Need to know". Intelijen yang hanya disimpan sendiri oleh institusi intelijen adalah produk yang tidak ada artinya dan intelijen dianggap gagal melakukan misinya. Kebanyakan yang memerlukan dan menggunakan intelijen adalah institusi diluar badan intelijen. Intelijen yang telah disampaikan di nilai kembali (re – evaluasi) oleh penerima atau pengguna apakah intelijen dapat digunakan secara efektif. Salah satu bentuk re-evaluasi adalah umpan balik dari setiap intelijen yang telah disebarkan. Intelijen selain disampaikan kepada institusi diluar intelijen, juga disampaikan kepada sesama institusi penegakan hukum yang disebut pertukaran intelijen. Perlu ditetapkan sebuah kebijakan yang mengatur tentang jenis informasi apa yang dapat dipertukarkan dan kepada siapa. Persoalan kritis dalam penyebaran informasi adalah adanya pemahaman tentang siapa yang berhak mengetahui (right to know) dan siapa yang memerlukan informasi (need to know), baik dalam lingkungan institusi sendiri maupun antar institusi.
99
Dalam beberapa kasus mungkin untuk satu produk diperlukan informasi dalam versi yang berbeda. Sebagai contoh: Ada satu laporan versi publik tentang kemungkinan adanya ancaman. Laporan ini disebar luaskan dengan maksud untuk menggugah kewaspadaan warga terhadap kemungkinan adanya sebuah ancaman. Versi yang lain terhadap kasus yang sama adalah laporan yang lebih bernuansa “Sensitifitas Penegak Hukum” yang berisi laporan yang lebih rinci yang menyebutkan tentang pelaku yang potensial melakukan ancaman. Laporan ini tidak tepat untuk disebar luaskan. Ada satu kaidah bila menyangkut intelijen yang sensitif, penegak hukum harus memberlakukan yang disebut “Third Agency Rule”, yaitu si penerima dilarang untuk menyebarkan intelijen yang diterima kepada pihak lain. Pertukaran informasi yang paling efisien adalah dengan menggunakan jejaring elektronik. Dengan menggunakan sistem pengaman tertentu pertukaran informasi melalui jejaring elektronik selain efisien, juga cepat dan mudah. Amerika Serikat mengembangkan sistem elektronik untuk pertukaran informasi, seperti RISS (Regional Information Sharing System) untuk penegak hukum, atau FBI mengembangkan yang disebut Law Enforcement On line (LEO), Joint Regional Information Exchange System (JRIES) untuk United States of Homeland Security. RISS dan LEO telah terhubung dan telah disetujui masuk dalam NCISP (National Criminal Intelligence Sharing Plan), demikian juga JRIES dan RISS dalam JITF-CT RISS (Joint Task Forse – Counter Terrorism RISS) Information Exchange. POLRI memiliki Sistem Informasi & Komunikasi, yang untuk lalu lintas tingkat nasional terintegrasi dengan PIKNAS (Pusat Informasi Kriminal Nasional) yang disebut NTMC (National Traffic Management Center), untuk tingkat Provinsi RTMC ( Regional Traffic Management Center) dan pada tingkat Kabupaten /Kota disebut TMC. Beberapa kelemahan dalam pertukaran informasi dan intelijen adalah: 1). Institusi penegak hukum dan intelijen umumnya enggan untuk bertukar informasi atau intelijen, mengakibatkan kurangnya komunikasi antar institusi penegak hukum. 2). Kelemahan dalam teknologi untuk mengembangkan sistem data nasional. 3). Masih belum ada ukuran baku dan kebijakan yang menyangkut isu intelijen. 4). Tenaga analis yang belum memadai. Intelijen sebagai hasil akhir suatu proses harus berisi unsur-unsur 5W + 1H – Why, When, Who, What , Where, dan How. Sumber informasi dapat digambarkan sebagai berikut.37 37
.David L.Carter- Law Enforcement Intelligence: A Guide for State, Local, and Tribal Enforcement Agencies(2009). Hal 11.
100
Kegiatan intelijen tertutup. Bahan-bahan keterangan sebagai bahan dasar untuk pengolahan intelijen hampIr sebagian besar didapat dari sumber-sumber dan cara terbuka. Untuk kelengkapannya dan bila masih ada bahan keterangan yang penting, dilakukan dengan cara-cara tertutup (Covert means) atau disebut juga kegiatan rahasia. Intelijen tertutup atau covert intelligence adalah pengumpulan intelijen tanpa sepengetahuan sasaran. Pengumpulan bahan keterangan dengan cara tertutup bukan kegiatan yang mudah dilakukan, oleh sebab itu cara ini dilakukan dengan persiapan panjang dan hati-hati dengan sasaran terpilih. Dengan sifat dan fungsi yang demikian, informasi tentang organisasi yang melakukan kegiatan tertutup selalu sulit untuk diungkap, dan apabila ada publikasi tentang organisasi dan kegiatannya, biasanya publikasi tersebut tidak memiliki nilai lagi. Pengumpulan bahan keterangan dengan cara tertutup, dengan alat dan metode apapun membutuhkan organisasi yang besar dan mahal, dan nilai dari hasil yang diperoleh sangat tergantung dengan sarana dan metode yang digunakannya serta kadang-kadang sulit membandingkan dengan biaya yang dikeluarkan. Membangun organisasi semacam ini memerlukan proses panjang karena diperlukan kehati-hatian yang tinggi pada setiap tahapan manajemen kegiatan, mulai seleksi dan perekrutan agen-agen, pelatihan, penempatan dan pengendalian operasinya. Penyiapan pada setiap tahapan bukan merupakan hal yang sederhana, tetapi memiliki tingkat kerumitan yang sangat tinggi. Secara umum kegiatan tertutup dilakukan oleh manusia yang disebut Human Intelligence (HUMINT ) atau dengan menggunakan teknologi Kegiatan intelijen terbuka. 101
Bahan keterangan atau informasi hampir sebagian besar dengan mudah dapat diakses dari sumber terbuka (Open-source intelligence), meskipun secara tradisional sumber terbuka dianggap sebagai sumber informasi yang memiliki nilai rendah (under valued resources) dan dikatagorikan sebagai sumber informasi kelas dua (second class status) Penilaian ini terjadi karena asumsi yang keliru yang menganggap bahwa informasi tentang orang, gerakan-gerakan, dan kondisi yang dapat menimbulkan ancaman, terutama yang menyangkut niat, karakteristik, dan perilaku, tidak mungkin diperoleh dari sumber-sumber terbuka. Asumsi yang keliru ini didasarkan kepada 6 (enam) alasan mendasar yang sering-sering tidak dipahami yaitu:38 Pertama, orang perorang atau kelompok yang dapat menampilkan ancaman adalah mereka yang menganut ideologi ekstrem, bahkan juga mereka yang mendukung tindakan kekerasan untuk mencapai tujuan ideologinya – dan khususnya bila mereka ingin menyebarkan keyakinan dan tujuannya, biasanya dengan mendekati orang atau kelompok lain untuk ikut bergabung. Untuk itu mereka akan menggunakan berbagai sarana baik melalui web site, bahan cetakan, media penyiaran atau media elektronik yang lain. Contoh media yang mendukung World Jihad bisa diakses melalui - www.memri.org. Kedua, pelaku kejahatan menggunakan jaringan tanpa identitas untuk melakukan aktifitas perdagangan gelap. Pelaku dengan mudah dapat mencapai pasar didalam negeri dari luar negeri, dengan menggunakan tehnik-tehnik tertentu sehingga sulit dilacak. Ketiga, jenis informasi tertentu yang berguna untuk proses intelijen, termasuk informasi tentang identitas perorangan, dapat diperoleh secara terbuka karena kebijakan, peraturan, atau undang-undang yang membolehkan informasiinformasi tersebut dibuka kepada publik di wilayah-wilayah tertentu. Sebagai contoh database yang berisi informasi tentang surat kendaraan bermotor, kepemilikan property, pendaftaran pemilih, pelanggaran seksual, daftar gaji pekerja publik, dan sejumlah informasi lainnya sulit diperoleh masyarakat, kalaupun dapat diperoleh dengan pengendalian ketat saat dipublikasikan. Keempat, masyarakat menginginkan informasi yang terpilih yang dipublikasikan. Ini disebabkan oleh berbagai alasan: nomor telepon, kartu nama dan alamat, laporan riset, dan pemasaran adalah dari sedikit contoh Sebuah informasi dapat memberi pengetahuan, tetapi setumpuk informasi akan memberi pemahaman yang lebih mendalam apabila telah mengalami proses analisis. Kelima, komunitas bukan penegak hukum, seperti media atau kelompok advokasi, dapat melakukan penyelidikan yang kemudian menjadi sumber terbuka. Sumber-sumber ini dapat memberikan informasi perorangan (personal information), penjelasan tentang perilaku, hubungan personal, kegiatan dari kelompok tertentu, dan penjelasan tentang sebuah peristiwa dalam memenuhi tujuan bisnisnya atau sebab-sebab lain. 38
. Ibid – Hal 284.
102
Terakhir, informasi sering kali menjadi terbuka karena kelalaian. Misalkan seorang politisi membuat pernyataan yang mengganggu didepan mikrofon yang lupa dimatikan. Seperti yang dilakukan Presiden George W.Bush, ketika menggunakan katakata yang tidak pantas diucapkan seorang Chief Diplomat sebuah negara besar. Ketika itu Bush berbisik kepada Perdana Menteri Inggris – Tony Blair dan tertangkap mikrofon yang lupa dimatikan. Bush mengatakan : “See the irony is what they need to do is to get Syria to get Hezbollah to stop doing this shit and it’s over”. Namun dalam banyak hal informasi yang diperoleh dari sumber terbuka ternyata banyak yang memiliki nilai yang tinggi untuk intelijen karena memiliki informasi yang dapat dipercaya dan dapat digunakan sebagai bahan analisis, serta dapat diperoleh dari sumber yang luas. Informasi dari sumber terbuka adalah informasi yang diperoleh dari sumbersumber terbuka secara legal tentang orang perorang, kelompok, lokasi, kejadian, atau kecenderungan. Bahan keterangan atau informasi tersebut secara terpisah belum dapat memberikan kejelasan yang berarti, namun ketika bahan keterangan yang diperoleh dari sumber terbuka itu dievaluasi, diintegrasikan, dan dianalisis akan dapat memberikan gambaran baru tentang sasaran dan kecenderungan. Sumber bahan keterangan dari sumber terbuka sangat beragam seperti: - Semua media cetak dan media elektronik. - Database yang dipublikasikan. - Buku-buku Petunjuk (Directories). - Database tentang orang, tempat, dan kejadian-kejadian. - Diskusi terbuka, baik dalam bentuk forum, kelas, atau diskusi lewat mayatara (on-line), bulletin, atau percakapan umum. - Laporan pemerintah atau dokumen-dokumen terbuka lainnya. - Statistik. Websites yang terbuka untuk umum. - Mesin pencari di Internet. - Publikasi komersil. Kemudahan dalam memperoleh informasi dari sumber terbuka tidak ada masalah hukum yang dihadapi serta tidak memerlukan tehnik pengumpulan dengan cara tertutup. Bahan keterangan telah ada dalam sumber terbuka, dan telah berkembang sejalan dengan kemajuan teknologi. Sebagai contoh – kalau seorang analis akan menyiapkan intelijen strategik tentang perkembangan dan kecenderungan terorisme, seorang analis dapat mengakses dengan mudah , misalnya Department of State Counterterrorism Office – Amerika Serikat, laporan FBI tentang terorisme, atau kantor manapun yang menangani terorisme. POLRI saat ini sedang menyiapkan database yang memungkinkan masyarakat mengakses informasi yang berhubungan dengan tugas dan fungsi kepolisian.
103
Sumber informasi baik manusia maupun alat hasil teknologi dinilai menurut kriteria Reliability of Source atau tingkat kepercayaan terhadap sumber. Tingkat kepercayaan ditentukan sebagai berikut : A. Sangat dipercaya (Completely reliable). B. Biasanya dapat dipercaya (Ussually reliable). C. Agak dapat dipercaya (Fairly reliable). D. Biasanya tidak dapat dipercaya (Not usually reliable) E. Tidak dapat dipercaya (Unreliable). F Tidak diketahui (Unknow or No Judgment). Kebenaran bahan keterangan (probable accuracy of information) dinilai menurut kriteria sebagai berikut.: 1. Kebenarannya dikuatkan oleh sumber lain ( Confirm by other source). 2. Benar ( Probably true). 3. Mungkin benar ( Posibly true). 4. Diragukan ( Doubtful). 5. Sangat diragukan (Improbable). 6. Tidak diketahui ( Unknown or No Judgment). Dalam melakukan analisis perlu kehati-hatian yang tinggi serta tersedianya bahan keterangan yang diperoleh dari sumber dengan tingkat kepercayaan yang tinggi serta tingkat kebenaran bahan keterangan yang tinggi pula, agar setiap keputusan dan tindakan yang diambil dapat dilakukan secara objektif. Meskipun proses intelijen merupakan siklus yang tidak terputus, namun terjadi pemisahan (kompartementasi) yang ketat antar tahap. Pengumpulan bahan keterangan / informasi terpisah dari proses pengolahan dan nalisis , demikian juga untuk penyebaran. Untuk proses pengolahan dan analisis perlu tersedia bahan keterangan / informasi yang cukup, baik yang merupakan latar belakang atau basic intelligence maupun bahan keterangan aktual atau current intelligence. Dengan kedua jenis bahan keterangan ini analis intelijen melakukan pengolahan dan analisis sehingga dapat menyajikan intelijen baik berupa perkiraan (estimasi) maupun peringatan dini (early warning). Hasil akhir yang berupa intelijen disebarkan kepada pengguna intelijen. Kegunaan intelijen harus memenuhi syarat tepat masalah, tepat waktu, dan tepat sasaran. Intelijen yang disampaikan kepada pengguna intelijen yang tidak memenuhi ketiga syarat diatas, sudah tidak memiliki arti dan nilai intelijen, tetapi hanya sebagai berita biasa. 2. Sikap pengguna intelijen. Seseorang yang disebut pengguna intelijen adalah mereka yang membuat keputusan dan melakukan kegiatan operasi. Mereka tersebar pada berbagai tingkatan organisasi mulai dari tingkat pusat, daerah maupun sampai pada tingkat paling bawah.
104
Intelijen yang dibutuhkan pada tiap tingkatan berbeda sesuai keperluan sesuai tingkat kewenangan organisasi. Para pengguna intelijen memiliki power, sehinggga mereka dapat mempengaruhi peran organisasi intelijen dalam arti mereka memilki kekuasaan apakah mereka akan menggunakan intelijen yang disiapkan oleh organisasi intelijen atau disiapkan oleh para pembantunya. Jadi manfaat intelijen tergantung dari sikap pengguna intelijen, yaitu apakah dia mempercayai intelijen dan apakah mereka membutuhkannya. Ketepatan pemanfaatan intelijen selain ditentukan oleh mutu intelijen tergantung juga kepada sikap pengguna intelijen tadi. Ini menyangkut Need and Trust. Sikap ini yang krusial dalam meletakkan produk intelijen dalam tataran pengambilan keputusan. R.Hilsman dalam surveynya mengklasifikasikan pengguna intelijen yang disebut Operator ke dalam 3 (tiga) katagori yaitu: Activism, Simplism, dan Organizational Tinkering. 39 Pertama tipe Activism adalah mereka yang rajin dan bekerja keras. Pemimpin dan pengguna intelijen tipe ini umumnya teliti (conscientious), bersungguh-sungguh (serious), ambisius (ambitious), dan seorang pekerja keras (hard working). Pemimpin tipe ini orientasinya kepada bertindak dan menyelesaikan pekerjaannya dengan cepat dan tuntas. Tidak mengherankan pengguna intelijen tipe ini adalah orang yang tidak sabar untuk membaca laporan yang panjang-panjang yang memuat berbagai alternatif. Mereka cenderung untuk menyelesaikan persoalan dengan berbuat dan bertindak, bukan berpikir lama-lama. Tipe kedua disebut simplism. Pemimpin dan pengguna intelijen tipe ini tidak suka kepada pola penyelesaian yang rumit. Ini disebabkan oleh orientasinya pada tindakan dan berada pada tekanan pekerjaan. Mereka tidak suka kepada penyelesaian yang rumit, juga tidak menyukai solusi dengan berbagai persyaratan, alasan yang tidak jelas dan terlalu akademik. Mereka lebih menyukai penyelesaian masalah dengan alasan yang praktis, masuk akal dan langsung meskipun mereka juga menghargai pemikiran para analis. Mereka tidak suka dengan laporan dan analisis yang panjang karena mereka memiliki waktu yang sedikit untuk membaca. Satu halaman padat sudah cukup bagi mereka. Tipe ketiga disebut Organizational Tinkering. Pemimpin dan pengguna intelijen tipe ini meyakini bahwa kinerja yang baik terjadi karena kesempurnaan organisasi.. Kesempurnaan menyangkut rantai komando, pembagian kerja yang jelas, sentralisasi atau desentralisasi dalam pembuatan kebijakan dan sebagainya. Organisasi yang rumit akan menghambat aliran informasi, oleh sebab itu tipe ini menganggap organisasi yang sederhana dan pembagian kerja yang tidak berteletele akan meningkatkan kinerja. Tugas-tugas yang menyangkut riset dan analisis dalam organisasi cenderung dianggap penghambat kinerja, karena pada dasarnya analisis dapat dikerjakan oleh bagian-bagian tanpa perlu yang khusus. R.Hilsman mengkatagorikan tipe diatas sebagai sikap pengguna yang memiliki pengaruh tidak langsung terhadap pemanfaatan intelijen sebagai hasil pengolahan dan analisis. 39
. R.Hilsman - Strategic Intelligence and National Decision. Hal 57.
105
Pengguna intelijen yang mempunyai pengaruh langsung terhadap pemanfaatan intelijen sebagai hasil pengolahan dan analisis adalah mereka yang disebut sebagai Anti Intelectualism. Pengguna intelijen tipe ini sangat percaya kepada pengalaman praktis lapangan, sehingga tidak mengherankan bila tipe ini memandang sebelah mata kepada para analis intelijen. Mereka berpandangan bahwa para analis adalah pemimpi (bookish dreamer), yang lebih menekankan pada idealisme ketimbang hal-hal praktis yang dapat dilaksanakan dilapangan. 3. Ketepatan menetapkan Intelligence Requirement. Ketepatan dan manfaat intelijen yang disampaikan kepada pengguna intelijen tergantung kepada ketepatan menentukan Kebutuhan Intelijen (Intelligence Requirement) atau umum juga disebut Unsur Utama Keterangan (UUK) atau Essential Element of Information (EEI). Inteligence Requiremant adalah sejumlah kebutuhan dalam bentuk pertanyaan yang disampaikan kepada badan intelijen untuk dicari jawabannya, yang akan digunakan oleh pengguna intelijen dalam menetapkan kebijakan atau langkah tindakan yang diperlukan yang berhubungan dengan kejahatan dan ancaman terorisme. Tersedianya informasi yang sesuai dengan keperluan analisis akan menghasilkan intelijen yang bermutu. Makin baik mutu intelijen yang disajikan makin baik pula keputusan atau kebijakan yang dihasilkan. Tidak memiliki informasi yang cukup dan terarah yang sesuai dengan masalah yang dihadapi akan makin menyulitkan didalam proses pengambilan keputusan bahkan akan menimbulkan resiko. Penyusunan kebutuhan intelijen adalah tanggung jawab pengguna intelijen. Berdasarkan Intelligence Requirement, intelijen akan menyusun suatu rencana kegiatan baik untuk pengumpulan bahan keterangan maupun untuk kegiatan riset dan analisis. Dalam prakteknya sangat jarang para penentu kebijakan atau pengambil keputusan melakukannya, sehingga umumnya kebutuhan intelijen ini disusun sendiri oleh intelijen dengan membaca kecenderungan arah kebijakan yang mungkin diambil dan situasi yang berkembang. Resiko praktek seperti ini adalah tidak tepatnya intelijen yang disajikan yang mengakibatkan resiko terhadap keputusan atau tindakan yang diambil Proses pengumpulan bahan keterangan atau informasi harus fokus dan terarah sehingga kebutuhan terhadap informasi yang spesifik dapat dipenuhi. Ini akan meningkatkan efesiensi dalam proses analisis dan menjamin bahwa informasi yang diperlukan telah dipenuhi. Pada masa lalu sering kali digunakan pendekatan “dragnet” atau “dragnet approach” dalam proses pengumpulan informasi, dan analis dan para penyelidik akan mempelajari informasi yang dikumpulkan dengan harapan mendapatkan sesuatu yang bermanfaat. “Dragnet Approach” adalah pendekatan yang hanya mengandalkan pada pencarian fakta.
106
Pengumpulan informasi saat ini sudah menggunakan pendekatan yang berbeda dalam pengumpulan informasi dengan istilah – “Requirement Approach” yang lebih ilmiah, lebih objektif, lebih berhasil guna, dan tidak menimbulkan masalah terutama yang berhubungan dengan hak-hak sipil. Dibawah ini digambarkan perbedaan pengumpulan informasi secara tradisional dengan pengumpulan informasi yang didasarkan kepada intelligence requirement. Pengumpulan Tradisional
Pengumpulan berdasarkan Intelligence Requirements . Penekanan pada – data . Penekanan pada Analisis. . Bersifat mencari. (Exploratory). . Bersifat – olah intelektual melalui proses berpikir (Contemplative). . Menekankan pada data sebanyak- . Menekankan pada analisis data. banyaknya. . Menyimpulkan perbuatan kriminal . . Menyimpulkan pelaku kriminalitas dari orang yang dicurigai (Suspected yang dicurigai dari peristiwa kriminal. persons) . Dalam pengumpulan informasi, . Dalam pengumpulan informasi, menggunakan pendekatan menggunakan pendekatan sasaran secara pengumpulan data sebanyak- terarah dan spesifik yang ada kaitannya banyaknya dengan peristiwa kejahatan yang dicurigai. . Mempelajari semua referensi . Mempelajari secara terpilih kejahatan tentang tindak kejahatan yang yang menonjol berdasarkan prioritas potensial. dan bukti. . . Mempelajari semua informasi yang. Menjawab pertanyaan dengan terhimpun untuk melihat bila ada mengumpulkan dan menganalisis pertanyaan yang harus dijawab. informasi. . Membangun file intelijen untuk . Mengembangkan file intelijen untuk kontijensi mendukung penyelidikan kejahatan yang aktif. . Statistik disusun untuk tujuan. Stastistik disusun untuk proses penjelasan pengambilan keputusan. Karena ini merupakan proses ilmiah, fungsi intelijen dapat menggunakan protokol kualitatif untuk pengumpulan bahan keterangan atau informasi yang diperlukan untuk memenuhi “requirement”. Protokol ini untuk menyempurnakan proses pengumpulan bahan keterangan yang merupakan bagian dari siklus intelijen. Beberapa langkah dibawah ini adalah tindakan-tindakan dalam protokol, sebagai gambaran petunjuk-petunjuk. Ini bukan merupakan sebuah model, tetapi sebuah proses dimana setiap institusi atau badan perlu mengembangkannya untuk dapat memenuhi karakteristik masing-masing. a. Memahami tujuan intelijen anda.
107
b. c.
d.
e.
f.
. Menahan teroris dan / atau kriminal. . Mencegah atau mengurangi kesempatan serangan teroris. . Menghentikan beroperasinya “criminal enterprise”. Membangun strategi analitik. . Tipe informasi apa yang diperlukan. . Bagaimana informasi yang diperlukan di kumpulkan. Tentukan jejaring dan lingkungan sosial. . Siapa yang menjadi lingkaran atau lingkungan sosial dari sasaran. . Siapa saja yang secara regular beraktifitas dalam lingkungan sosial dari sasaran. . Siapa yang memiliki akses kepada sasaran untuk mendapatkan informasi dan untuk melakukan observasi. . Apa yang menjadi hobi, kesukaan, karakteristik atau ciri-ciri sasaran yang dapat memberikan atau membuka peluang untuk mendapatkan informasi, pengamatan, atau penyusupan. Tentukan jejaring logistiknya. . Bagaimana jaringan atau kelompok beroperasi. . Sumber pedanaannya. Jaringan dan sumber-sumber komunikasi. Dukungan logistik dan suplainya. Tentukan jaringan fisik. . Rumah. . Kantor. . Ruang penyimpanan dan pangkalan. Tugas dari proses pengumpulan bahan keterangan atau informasi. . Tentukan metode yang paling baik untuk mendapatkan bahan keterangan (pengamatan, informan, penyadapan dan sebagainya). . Cari informasi.
Contoh penyusunan Intelligence requirement, Intelligence Information Needs (IINs).
yang
Intelligence Information Needs Requesting (IINs) Organization (Badan Pengumpul) Laporan Analisa Ancaman - Badan. tingkat nasional, dan daerah. - Departemen. - Tingkat kepercayaan dan - Organisasi. kebenaran dari informasi yang diterima.
dijabarkan kedalam
Dissemination Instruction (Instruksi Penyebaran). - Nama pengguna. - Jabatan. - Alamat. korespodensi
108
-
Rencana serangan dari kelompok teroris. Sasaran. Mengapa sasaran itu dipilih. Perkiraan metode serangan Senjata yang akan digunakan dalam serangan. Perkiraan waktu serangan.
-
Nomor kontak. Alamat e-mail pejabat Penegak hukum atau pegawai lainnya.
Laporan kecenderungan global, nasional, daerah tentang organisasi, dan struktur teroris yang aktif, kriminal, narkoba, dan kelompok pengacau lainnya. - Identitas dari kelompok yang dicurigai dan peranan mereka di daerah. - Jangkauan territorial dari kelompok-kelompok tersebut. - Proses pengambilan keputusan; derajat otonomi kelompokkelompok. - Komando-PengendalianKomunikasi (C-3) dari sisi tehnik, peralatan, dan jaringan.
Laporan kecenderungan global, nasional, dan daerah
109
tentang kemampuan, niat, modes operandi dari kelompok yang dicurigai. - Tipe senjata, bahan peledak, atau senjata pemusnah massal. - Metode pergeseran, penyimpanan, dan penyembunyian senjata, perdagangan gelap, perdagangan manusia. - Kemampuan dan tehnik khusus yang dimiliki kelompok . Kegiatan illegal / pelanggaran hukum dari kelompok yang dicurigai dalam jurisdiksi daerah. - Produksi dan pengadaan secara illegal bahan-bahan kimia, biologi, radiologi, nuklir, bahan peledak; narkoba, bahan terlarang lainnya. - Perdagangan senjata illegal, pencurian, penyesatan, penyelundupan orang asing, teroris, atau barangbarang terlarang, dan perdagangan manusia. - Kejahatan lingkungan, perdagangan dan penyelundupan yang membahayakan kelestarian spesies yang dilindungi. - Keterkaitan kelompok kriminal dengan
110
kelompok teroris atau organisasi intelijen asing; penyuapan / pemerasan / korupsi oleh pejabat publik. Identitas, peranan warga negara sendiri maupun asing yang mensponsori / mendukung kegiatan kriminal, teroris, spionase di wilayah hukum daerah. - Kegiatan kriminal yang diperankan oleh setiap kelompok di daerah serta keluasan jangkauannya keluar daerah. - Kelompok bisnis / yayasan yang ada hubungannya dengan kelompok yang dicurigai; organisasi samaran. - Rantai pengamannya dalam pengiriman teknologi yang kritik, barang / orang yang illegal. - Hubungan dengan kelompok di luar negeri baik resmi, tidak resmi atau perorangan; kelompok simpatisan. - Ketergantungan finansial; tingkat ketergantungan kelompok kepada dukungan luar, pembiayaan. Kegiatan
intelijen
/
111
pengamanan dari kelompok yang dicurigai. - Pengamatan, penyelidikan, penyembunyian diri, penyamaran kegiatan, safe-house. - Tehnik serta taktik kontra intelijen dan pengamanan fisik. - Operasi pengamanan komunikasi (COMSEC), kemampuan memonitor komunikasi lokal atau Local Exchange Carrier (LEC) Communication. - Jejaring informan yang dimiliki kelompok yang dicurigai. - Kemampuan untuk membuat dokumen dan identitas palsu. - Tehnik penyamaran, dan operasi penyesatan informasi. Mode angkutan (darat, laut, udara) dan pengiriman. - Menggunakan angkutan komersial / kurir/ pengapalan . - Menggunakan tranportasi pribadi / sistem angkutan non-komersil. - Tipe / identifikasi kontener barang, modifikasi. - Rute, jadwal; rute yang paling menguntungkan;
112
-
-
titik pemberangkatan, negara transit. Simpul-simpul / titik-titik pemindahan muatan; tehnik pelintasan perbatasan. Tehnik pengamanan rantai pengaman kurir secara berlapis ; ketibaan dan tehnik pengambilan muatan.
Sumber keuangan kelompok yang dicurigai. - Jejaring pendukung; Negara sponsor atau sponsor perorangan; perusahaan pelindung. - Tehnik pencucian uang; pengiriman uang secara inkonvensional. - Perusahaan pelindung; Sponsor Yayasan kemanusiaan dan penyamarannya. - Kejahatan dalam bidang keuangan untuk meningkatkan pendapatan; pemerasan terhadap sasaran- sasaran rawan. - Bentuk kerjasama, memfasilitasai institusi keuangan atau pelayanan. - Penghubung keuangan antara organisasi kriminal atau perusahaan dengan pejabat publik,
113
-
kelompok yang tidak disukai. Pengendalian kelompok kriminal atas publik, asset keuangan dan kekayaan desa.
Dampak dari upaya Penegak hukum atau pemerintah untuk memberantas kegiatan kelompok yang dicurigai. - Infiltrasi; kompromi; penghancuran; pemecah belahan. - Taktik apa yang paling / kurang efektif; bukti perubahan taktik, tehnik dan sasaran dari kelompok yang dicurigai. - Efektifitas kerja penegak hukum diluar negeri. - Respon dari kelompok yang dicurigai terhadap upaya Penegak Hukum (Countermeasures) - Upaya kelompok yang dicurigai dalam korupsi oleh pejabat publik / penegak hukum. Bukti dari kemampuan penegak hukum asing / luar untuk melakukan upaya bersama atau kerjasama operasi. - Bukti dan tanda-tanda sikap dan kebijaksanaan luar negeri yang membawa dampak terhadap toleransi dan
114
kebebasan bergerak dari kelompok yang dicurigai dalam lingkungan asing. Perekrutan ; latihan ; kerjasama oleh kelompok yang dicurigai. - Tehnik perekrutan dan sasaran prioritas. - Pelatihan yang dilakukan: tipe , lokasi , yang memberi pelatihan , kurikulum , fasilitas. Taktik penekanan (intimidasi), pelanggaran hak-hak sipil. - Sasaran dari kelompok pembenci, organisasi etnik ekstrem. - Insiden kekerasan atau gangguan terhadap individu, kelompok, tempat ibadah, sekolah, kelompok usaha golongan minoritas baik secara etnik maupun secara politik. Kemampuan, rencana, niat, modus operandi dari kelompok yang dicurigai untuk melakukan gangguan dan serangan terhadap sistem komputer dan database Hacker – hacker yang aktif. Di negara maju pertukaran informasi dan intelijen sudah lebih terstandarisasi dan intelijen penegakan hukum (law enforcement intelligence) sebagai sebuah disiplin sudah lebih professional, semua institusi penegakan hukum pada semua tingkatan melakukan proses intelijen dengan pendekatan - “requirement driven”. Meskipun demikian Robert Taylor berbeda pendapat dan melihat dua kelemahan utama dalam sistem intelijen Amerika Serikat, yaitu:40 - Hasil analisis intelijen masih belum sempurna. 40
. Jonathan R. White – Defending the Homeland: Domestic Intelligence, Law Enforcement, and Security. Hal 80.
115
-
Institusi penegak hukum belum melakukan pertukaran intelijen secara terkoordinasi Padahal menurut Chad Nelson dan Tod Burke institusi penegak hukum adalah institusi yang paling bertanggung jawab untuk melindungi Amerika Serikat dari serangan teroris melalui pertukaran intelijen yang baik. Untuk meningkatkan dan menyempurnakan pertukaran intelijen, Homeland Defense Intelligence, atau David L. Carter menyebutnya Homeland Security Intelligence mengeluarkan semacam instruksi seperti tertera dalam tabel dibawah ini.41 HOMELAND DEFENSE INTELLIGENCE The National Strategy for Homeland Security menghimbau kepada institusi pemerintah pada semua tingkat untuk. · Melakukan pertukaran informasi. · Meningkatkan sistem pertukaran informasi baik pada tingkat federal, negara bagian dan wilayah · Mengembangkan standar bersama untuk data elektronik. · Meningkatkan komunikasi keamanan dan kesehatan masyarakat. · Membangun lima prinsip untuk pertukaran informasi, yaitu: - Keseimbangan antara kebutuhan keamanan dengan kebebasan individu. - Melihat pemerintah pusat (federal), Negara bagian, dan wilayah sebagai satu kesatuan. - Pengumpulan informasi oleh satu sumber yang akan didistribusikan di banyak tempat. - Membangun database informasi tentang ancaman. - Secara teratur mengkemas – kinikan (up-date) informasi
BAB VII. INTELIJEN BERDASARKAN SIFAT ANALISIS. Didasarkan kepada prosesnya dikenal dua istilah intelijen yaitu – “raw intelligence” dan “finished intelligence”. Raw Intelligence adalah informasi yang diperoleh dari sumber-sumber yang umumnya dapat dipercaya. Jenis intelijen ini dianggap valid dan memenuhi syarat bukan karena diperoleh dari sumber yang dipercaya tetapi karena cocok atau sesuai dengan informasi lain yang telah diketahui. Meskipun demikian raw intelligence memiliki kelemahan dilihat dari sisi waktu dan masa berlakunya, tingkat validitasnya relatif pendek dan akan menurun seiring waktu. Karena masalah waktu merupakan masalah yang sensitif dan kritis dihubungkan dengan 41
. Ibid. Hal 80.
116
keselamatan masyarakat ataupun perorangan, disarankan disebarkan hanya sebagai mekanisme pencegahan. Finished Intelligence adalah raw intelligence yang telah diolah dan dianalisis. Produk intelijen ini harus disebarkan secara teratur supaya nilai gunanya dapat ditingkatkan. Perbedaan bentuk dari laporan intelijen yang telah diolah untuk memenuhi kebutuhan pengguna yang berbeda disebut produk intelijen.
Produk Intelijen. Kebanyakan petugas penegak hukum sangat memahami tentang laporan investigasi atau catatan investigasi, namun sering kurang memahami produk atau laporan intelijen. Keduanya memiliki perbedaan yang harus dipahami oleh pengguna, seperti tergambar dibawah ini. Investigasi Kriminal. Intelijen Penegakan Hukum. Laporan dan Catatan. Laporan, Catatan, dan Produk. - Tujuan utama adalah penuntutan. - Tujuan utama adalah pencegahan - Laporan berupa dokumentasi terhadap ancaman. tindakan kriminal yang terjadi. - Laporan focus kepada ancaman - Laporan merupakan catatan resmi kriminal yang dicurigai. dan berisi bukti-bukti. - Laporan berisi informasi yang - Motif tidak relevan sebagai unsur berhubungan dengan pertanyaan hukum dari tindak kejahatan. tentang ancaman. - Bukti didokumentasikan untuk - Motif merupakan unsur penting membuktikan corpus delicti (barang untuk membuat perkiraan. yang digunakan untuk melakukan - Informasi didokumentasikan suatu kejahatan atau hasil dari suatu untuk membangun hipotesa kejahatan). tentang ancaman tindak kejahatan. Keluaran atau produk Intelijen penegakan hukum terbagi kedalam dua tipe yaitu “Case Intelligence” atau Intelijen Kasus dan “Intelligence Advisory Product”. Ciri yang kritikal dari Case Intelligence adalah mengidentifikasi orang perorang atau organisasi. Secara konseptual tujuan yang paling tinggi adalah menahan dan mengadili sasaran sebagai alat untuk mencegah terlaksananya ancaman. Faktor penting yang harus dicatat dari Case Intelligence adalah hak-hak sipil yang melekat pada orang perorang yang diidentifikasi pada setiap laporan. Sedangkan pada tipe kedua yaitu “Intelligence Advisory Product” berisi indikatorindikator tindakan kejahatan dan ancaman secara umum agar para petugas menjadi waspada. Jadi tujuannya adalah untuk menggugah kewaspadaan para personil penegak hukum tentang indikator-indikator, sehingga apabila ada indikasi-indikasi dilapangan , dapat dilakukan tindakan pencegahan yang tepat untuk menjamin keselamatan masyarakat dan pencegahan terhadap tindakan kriminal. Sebagai perbandingan dapat digambarkan sebagai berikut, Case Intelligence - Seseorang diidentifikasi.
Intelligence Advisory Product - Kecenderungan dalam
tindak
117
-
Kejahatan yang spesifik diidentifikasi. Intelijen mengembangkan bukti sehingga dapat dipertanggung jawabkan secara hukum. Pengembangan kasus untuk tujuan penuntutan.
-
kejahatan / atau metodologinya diidentifikasi. Perubahan kecenderungan tindak kejahatan di perkirakan (forecast). Indikator dari tipe kejahatan baru diidentifikasi untuk diwaspadai para petugas penegak hukum. Tujuannya untuk pencegahan agar tindak kejahatan tidak terjadi..
Untuk dapat memenuhi tujuannya, intelijen dan informasi-informasi yang sangat penting harus disusun dalam format laporan agar dapat digunakan secara berdaya dan bernilai guna Laporan tersebut harus, - Dapat mengidentifikasi pelanggan / pengguna yang memerlukan informasi seperti petugas patroli, administrator, anggota satuan tugas dan lainnya. - Dapat menyampaikan pesan atau informasi penting dan kritis secara jelas. - Dapat mengidentifikasi parameter waktu dimana intelijen ditindak lanjuti. - Memberikan perkiraan, rekomendasi tetapi bukan cara bertindak. Produk intelijen akan bermanfaat bila setiap produk intelijen menunjukan sasaran dan tujuan yang spesifik, konsisten, jelas, dan memenuhi estetika laporan, memuat informasi yang kritis yang benar-benar diperlukan oleh pengguna dan tidak berisi informasi yang tidak bermanfaat. Produk intelijen ini akan berbeda sesuai dengan besarnya lembaga yang memproduksinya apakah tingkat pusat, daerah atau satuan yang lebih rendah selain juga kemampuan pengumpulan dan analisis dari personal yang tersedia. Sebagai aturan yang umum hanya 3 (tiga) jenis produk yang diperlukan yaitu: - Laporan yang memberi perkuatan kepada upaya investigasi dan pencegahan. - Laporan yang menyajikan perkiraan tentang ancaman dalam upaya memperkuat pengamanan sasaran. - Laporan yang berisi analisis strategik yang dapat memberi masukan untuk penyusunan perencanaan dan penentuan alokasi sumber daya. Selain itu produk intelijen harus memenuhi karakteristik sebagai berikut: 42 - Dapat ditindak lanjuti (Actionable). Setiap produk intelijen harus dapat memberi muatan yang cukup sehingga kegiatan operasi ataupun respon dapat dilakukan berdasarkan intelijen tersebut - Akurat (Accurate). Proses analisis sering-sering bersifat probabilistik (kemungkinan-kemungkinan), sehingga jarang sekali terumuskan kesimpulan atau ramalan yang konkrit. Meskipun demikian segala upaya dan kemampuan harus dilakukan agar dapat dihasilkan produk yang seakurat mungkin - Objektif (Objective). 42
. David L.Carter- Law Enforcement Intelligence: A Guide for State, Local, and Tribal Law Enforcement Agencies(2009). Hal 275..
118
-
-
-
Produk intelijen harus terhindar dari bias. Semua informasi harus diperlakukan secara seimbang sehingga dapat dihasilkan intelijen yang dapat menggambarkan apa yang diketahui maupun apa yang tidak diketahui, juga kekuatan dan kelemahan dari analisis. Relevan (Relevant). Analisis dan produk harus fokus kepada ancaman yang menjadi bagian dari prioritas yang strategis atau ancaman yang muncul dan berkembang yang dapat memberi dampak kepada keselamatan masyarakat dalam wilayah tertentu. Tepat waktu (Timely). Waktu memiliki 2 komponen. Pertama produk intelijen harus menjawab tentang ancaman yang sedang menjadi perhatian saat itu. Kedua, yang bersifat praktis yaitu intelijen harus dapat memberi waktu sejauh mungkin sehingga unit-unit operasional memiliki waktu yang cukup untuk mempersiapkan rencana tindakan dan pelaksanaannya. Luas dan lengkap (Comprehensive). Intelijen harus dapat memberi muatan sebanyak mungkin tentang seluruh dimensi dari sebuah ancaman.
Tiga hal mendasar yang harus dihindarkan dalam membuat produk intelijen. Pertama, jangan menjiplak produk intelijen dari organisasi lain. Kebanyakan organisasi intelijen akan menerima produk intelijen yang asli, oleh karena itu menjiplak akan merupakan duplikat dan akan membingungkan. Produk jiplakan memiliki nilai yang rendah dan dapat menyesatkan bila intelijen yang sama didistribusikan sebagai produk dari institusi yang berbeda. Apabila satu institusi mengeluarkan produk jiplakan maka institusi tersebut akan menemui kesulitan bila diminta tindak lanjut laporan yang lebih detail. Kedua, jangan menyebarkan semua intelijen kepada setiap orang. Terlalu banyak menerima informasi tidak akan efektif, sama halnya dengan tidak menerima informasi sama sekali. Apabila seseorang dibanjiri oleh aliran informasi yang kurang bernilai, maka akan ada kecenderungan mereka mengabaikan setiap informasi. Intelijen harus mampu memisahkan sekam dari gandum. Hal yang kritis adalah penyebaran intelijen harus ditujukan kepada mereka yang benarbenar memerlukan Ketiga, jangan mengembangkan sikap berkarya atau binasa (“publish or perish”). Hampir semua pimpinan intelijen pada semua tingkatan ingin melihat produktifitas para analisnya. Namun produktifitas dalam fungsi intelijen sulit mengukurnya. Banyak yang menggunakan jumlah produk sebagai ukuran produktifitas, padahal banyaknya produk tidak bisa diukur tersendiri sebagai sebuah ukuran keberhasilan. Meskipun sebuah produk intelijen nampak “menarik” namun apabila tidak bisa dilaksanakan dan ditindak lanjuti tidak memiliki nilai.
119
Jadi yang menjadi ukuran bukan jumlah produk, namun mutu dan kegunaannya (quality and utility). Memang hal ini bukan perkara yang mudah dan bersifat subyektif.. Produk intelijen yang tidak memenuhi kriteria diatas hanya merupakan kertas yang tidak berguna. a. Intelijen operasi - Non product . Institusi penegak hukum baik pada tingkat pusat, daerah maupun pada tingkat yang lebih rendah sering kali dihadapkan pada kebutuhan untuk menyimpan intelijen baik yang berupa raw intelligence maupun finished intelligence yang menghadapkannya pada situasi kontroversi. Untuk kepentingan keamanan masyarakat, penegak hukum harus menyimpan informasi tentang orang - orang maupun organisasi tertentu dengan 2 alasan utama; 1).Mereka memiliki potensi untuk melakukan tindakan kejahatan. 2).Mereka dapat menampilkan ancaman yang serius, meskipun untuk menentukan parameter ancaman secara spesifik sering kali tidak mudah dilakukan. Langkah, tindakan – tindakan serta jaringan mereka dimonitor untuk mencegah perbuatan kejahatan dikemudian hari. Persoalan yang mendasar tentang kejahatan yang mungkin dilakukan di kemudian hari adalah apa yang menjadi dasar dan alasan rasional untuk menyimpan data dan informasi seseorang yang tidak berbuat kejahatan, hanya dengan dasar “mungkin berbuat kejahatan”. Yang paling penting, kalau ada kepentingan yang memaksa demi kepentingan keamanan masyarakat, alasan yang tepat untuk dapat menyimpan informasi orang perorang atau kelompok adalah adanya alasan pembenar yang masuk akal yang menghubungkan kegiatan orang dimaksud dengan perbuatan kejahatan / kriminal. Intelijen tipe ini tidak dalam bentuk produk tetapi secara berkala disiapkan dan disebarkan dalam catatan operasional tentang keterkaitan orang atau kelompok dengan kegiatan terror atau kejahatan terorganisasi. Yang terpenting meskipun sulit, diperlukan keseimbangan untuk menjamin tidak ada pelanggaran undang-undang selama proses berlangsung dengan tetap memelihara sumber informasi yang dapat dipercaya untuk mencapai tujuan penegakan hukum yang “legitimate”. Sebagai contoh: Demonstran yang menganjurkan bertindak anarkis, dibubarkan oleh polisi. Pembubaran demonstrasi oleh polisi dapat dianggap melanggar hak demonstran yang dijamin Undang – Undang. Demonstrasi pada hakekatnya merupakan ekspresi untuk mengeluarkan pendapat dan kebebasan berbicara yang dijamin oleh Undang-Undang, sehingga operasi intelijen untuk mengatasi para pelaku demonstrasi adalah tindakan yang tidak tepat. Namun tindakan anarkis yang membahayakan keamanan properti dan keselamatan masyarakat, tindakan intelijen operasi menjadi penting karena potensil terjadi tindakan pelanggaran terhadap undang-undang kriminal. Bila penganjur tindakan anarkis melakukan rapat, akan lebih baik bagi intelijen untuk menghadirkan agen-agennya secara tertutup, mencatat poin-poin penting, mencatat
120
para peserta rapat, dan membuat catatan yang lebih terperinci dan memasukkannya kedalam sistem data intelijen. b. Intelijen berdasarkan proses analisis. Secara umum intelijen untuk institusi penegak hukum baik pada tingkat pusat, daerah, atau pada tingkat yang lebih rendah, dari hasil analisis dapat dilihat apakah untuk kepentingan taktis atau strategis. Sering sekali terjadi salah pengertian tentang perbedaan antara intelijen taktis dan intelijen strategis. Intelijen taktis memberikan arah dan petunjuk langsung kepada sebuah tindakan, sedangkan intelijen strategis berevolusi sejalan waktu dan eksplorasi dalam jangka panjang, serta menjadi dasar pemecahan masalah dengan lingkup yang luas. . Sebagian professional ada yang menggunakan istilah intelijen berdasarkan bukti atau “evidential intelligence”, dimana dari sebagian bukti yang ada dapat diperoleh buktibukti lain yang ada hubungannya dengan peristiwa yang sedang diselidiki. Intelijen berdasarkan bukti atau “evidential intelligence” dapat membantu untuk mengungkapkan sebuah tindakan kejahatan atau memberi petunjuk dan arah untuk tindakan penyelidikan selanjutnya. Terminologi intelijen operasi atau “Operational Intelligence” sering dipakai untuk jenis intelijen yang digunakan untuk mendukung penyelidikan jangka panjang dengan sasaran banyak dan sejenis. Intelijen operasi terutama berhubungan dengan kegiatan identifikasi, penentuan sasaran, deteksi, dan intervensi dalam kegiatan kriminal. 43 1). Intelijen Taktis (Tactical Intelligence). Intelijen taktis digunakan untuk pengembangan kasus yang kritik, biasanya kejahatan terorganisir, kejahatan lintas negara, atau investigasi kasus kejahatan yang rumit, seperti terorisme. Intelijen taktis mengumpulkan dan memanaje informasi yang bermacam-macam untuk keberhasilan menyelesaikan sasaran intelijen. Intelijen taktis digunakan juga sebagai dasar pengambilan keputusan yang spesifik atau pemecahan masalah untuk menangani krisis dengan segera. Intelijen taktis memberikan kontribusi langsung kepada keberhasilan kegiatan penyelidikan IACP National Enforcement Policy Center mendefinisikan Intelijen Taktis sebagai berikut; Tactical Intelligence is defined in the model policy as: ‘ Information regarding a specific criminal event that can be used immediately by operational units to further a criminal investigation, plan tactical operations and provide for officer safety”44 (Informasi yang berhubungan dengan peristiwa kejahatan yang dapat digunakan dengan segera oleh unit-unit operasional untuk tindakan 43
. Marilyn Peterson – Intelligence Led Policing: The New Intelligence Architecture. Bureau of Justice Assistance – US Department of Justice. Hal 3. 44 . IACP National Law Enforcement Policy Center – Criminal Intelligence. Hal 3
121
investigasi selanjutnya, perencanaan operasi taktis dan keselamatan petugas). Tidak seperti intelijen strategis, intelijen taktis lebih siap untuk digunakan dalam operasi penegakan hukum. Meskipun demikian seperti juga intelijen strategis informasi dapat diperoleh dari hasil investigasi kriminal, pengamatan (surveillance), operasi tertutup, informan , atau dari sumber-sumber lain. Namun sifat dari informasi membuat informasi ini segera dapat digunakan untuk keperluan operasi penegakan hukum. Sebagai contoh: Bila diketahui ada ancaman teroris terhadap sasaran tertentu, tugas utama intelijen taktis adalah mendalami tentang sifat ancaman maupun sasaran teroris. Hasilnya digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan untuk pengamanan sasaran dan melumpuhkan serangan teroris. 2). Intelijen Strategis (Strategic Intelligence). Intelijen strategis berhubungan dengan gambaran masalah yang lebih besar atau “big picture issues”, seperti kegiatan perencanaan dan alokasi sumber daya manusia. Intelijen Strategis mempelajari dan mendalami pola dan kecenderungan sebuah kejahatan yang akan digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan, pengembangan sumber daya, pengalokasian sumber daya, dan perencanaan kebijakan. IACP National Law Enforcement Policy Center mendefinisikan intelijen strategis sebagai berikut: The model policy defines strategic intelligence as :” Information concerning existing pattern or emerging trends of criminal activity design to assist in criminal apprehension and crime control strategies, for both short-and long term investigative goals”.45 ( ......: Informasi yang berhubungan dengan pola dan kecenderungan yang berkembang tentang aktifitas kriminalitas, yang dirancang untuk membantu strategi dalam mengatasi dan mengendalikan kriminalitas baik untuk sasaran investigasi jangka pendek maupun jangka panjang). Intelijen strategis merupakan sintesa dari berbagai informasi tentang tipe dan tindakan kejahatan dan digunakan untuk melihat kecenderungan (trend), indikator-indikator, peramalan (forecast) dan proyeksi tentang kegiatan kejahatan dilihat dari berbagai perspektif. Karena intelijen strategis bersifat umum dan luas, informasi yang dikumpulkan untuk menghasilkan intelijen strategis dikumpulkan berdasarkan kurun waktu tertentu. Seperti analisa kriminal (crime analysis), intelijen strategis menitik beratkan kepada kejahatan yang spesifik seperti kejahatan terorganisir, terorisme, peredaran narkoba, dan bentuk kejahatan lain yang rumit. Intelijen strategis juga menyajikan informasi secara rinci dan detail tentang bentuk kejahatan yang spesifik, seperti penjelasan tentang sel – sel kelompok teroris yang ada 45
Ibid – hal 3.
122
kaitannya dengan Al-Qaeda di Indonesia menyangkut sruktur, karakteristik, filosofi, jumlah anggota, lokasi, dan karakteristik lain. Laporan intelijen strategis memungkinkan polisi untuk mengembangkan pemahaman tentang motivasi dari sasaran intelijen dan dapat membantu dalam pengerahan sumber daya untuk investigasi, mengembangkan program pelatihan agar setiap anggota polisi lebih memahami tentang bentuk ancaman, dan pendalaman yang memungkinkan dilakukan tindakan perkuatan pengamanan sasaran teroris. Intelijen strategis akan meningkatkan kewaspadaan polisi terhadap ancaman dan potensi tindakan kejahatan. Setiap bentuk intelijen memiliki peran yang berbeda. Apabila intelijen dilakukan dengan benar, setiap intelijen yang berbeda akan menjadi petunjuk penyelidikan, memberi petunjuk secara mendalam dalam pengalokasian sumber daya, memberi saran terhadap mana yang harus diprioritaskan untuk dikembangkan, mana yang harus diubah, memberikan saran bagaimana pelatihan baru dan prosedur baru harus dikembangkan menghadapi perubahan sifat dan bentuk ancaman baru, memberi ruang untuk melakukan pendalaman bila terjadi perubahan tingkat ancaman dalam komunitas tertentu atau didaerah tertentu.
Tingkat Intelijen. Agar intelijen dapat bekerja secaa efektif, intelijen harus menjadi fungsi setiap institusi dan dapat menggunakannya tanpa memandang besar kecilnya. Secara umum institusi intelijen dapat dikatagorikan berdasarkan kepada 4 tingkatan operasi intelijen.. Dalam katagori berikut digambarkan kamampuan institusi meskipun tidak dapat dikatakan tepat Kemampuan intelijen dari setiap institusi pada dasarnya berbeda, dan menjelaskan kemampuan dilihat dari besar kecilnya organisasi hanya salah satu cara untuk menggambarkan perbedaan tersebut. Untuk menjelaskan hal tersebut katagori dibawah ini digunakan untuk mengidentifikasi rencana kegiatan (plan of action).46 a. Intelijen tingkat 1. Intelijen tingkat 1 adalah tingkatan intelijen paling tinggi, merupakan skenario ILP yang ideal dimana institusi tersebut memproduksi intelijen taktis dan strategis untuk kepentingan Departemennya sendiri atau institusi penegak hukum lainnya. Institusi penegak hukum pada tingkat ini diawaki dengan seorang pemimpin, beberapa pegawai, serta beberapa analis intelijen professional. Contoh institusi intelijen tingkat I yang terdapat dalam sistem intelijen penegak hukum di Amerika Serikat adalah the High Intensity Drug Trafficking Area (HIDTA) Intelligence Support Centers, the Financial Crimes Enforcement Network, dan beberapa institusi lain yang dapat memberikan produk intelijen atas permintaan, kepada institusi penegak hukum pada tingkat daerah, seperti the Californian Department of Justice, the Florida Department of Law Enforcement, the Arizona 46
. Marilyn Peterson – Intelligence – Led Policing: The New Intelligence Architecture. Bureau of Justice Assistance – US Department of Justice. Hal 12.
123
Department of Public Safety, the Illinois State Police. Di Amerika Serikat diperkirakan ada sekitar 300 institusi yang beroperasi pada tingkat 1. Institusi ini memiliki pegawai disumpah ratusan orang bahkan mungkin ribuan. The National Drug Intelligence Center (NDIC) adalah contoh lain dari intelijen operasi tingkat 1. NDIC yang memiliki rasio analis disumpah yang paling tinggi dibandingkan institusi lain di Amerika Serikat, menghasilkan baik intelijen taktis maupun strategis untuk mendukung institusi lain. NDIC memproduksi analisis ancaman narkotika untuk masing-masing negara bagian serta analisis ancaman narkotika untuk tingkat nasional. NDIC juga mengoperasikan “kelompok terbang analis” atau “flying team” untuk melakukan analisis terhadap dokumen-dokumen yang berhasil dikumpulkan selama penyelidikan. Meskipun demikian NDIC tidak mempunyai fungsi penyelidikan seperti yang dimiliki institusi kepolisian. b.Intelijen tingkat 2. Intelijen tingkat 2 termasuk institusi kepolisian yang memproduksi intelijen untuk keperluan sendiri baik intelijen taktis maupun strategis. Umumnya intelijen yang diproduksi intelijen tingkat 2 digunakan sebagai bahan untuk mendukung kegiatan penyelidikan dan bukan untuk mengarahkan suatu operasi. Institusi setingkat ini harus memiliki komputer data-base yang dapat diakses oleh institusi lain, namun tidak menugaskan personal khusus untuk memberikan produk intelijen penting kepada institusi lain. Institusi tingkat ini memiliki unit intelijen dengan sejumlah personal intelijen, sejumlah analis dan dipimpin seorang kepala unit. Beberapa contoh intelijen tingkat 2 adalah institusi kepolisian pada tingkat negara bagian / provinsi atau di Indonesia disebut Kepolisian Daerah, institusi atau Lembaga Kepolisian pada tingkat kota besar, dan beberapa Komisi Penyelidikan (Investigating Commissions) Institusi pada tingkat ini memiliki ribuan personal disumpah. Di Amerika Serikat sedikitnya ada sekitar 500 institusi yang beroperasi pada tingkat ini. Salah satu contoh institusi tipe ini adalah institusi penegak hukum pada tingkat daerah / provinsi dengan kekuasaan polisional dan penuntutan. Institusi pada tingkat ini memiliki para analis untuk mendukung penyelidikan tindakan kriminal yang komplek dan rumit seperti kejahatan terorganisasi, kejahatan asuransi, serta kejahatan lingkungan. Institusi pada tingkat ini secara berkala membuat analisis ancaman atau produk strategik lainnya untuk membantu upaya penyelidikan. Kebanyakan upaya penyelidikan dilakukan secara independen, meskipun kadang-kadang juga melakukan operasi dalam satuan tugas gabungan. c. Intelijen tingkat 3. Institusi intelijen tingkat 3 adalah institusi dengan fungsi intelijen yang paling umum di Amerika Serikat. Ini termasuk institusi penegak hukum dengan petugas disumpah yang mencapai jumlah puluhan hingga ratusan personal. Institusiinstitusi ini mampu menghasilkan produk intelijen secara mandiri untuk
124
kepentingan internal, namun umumnya institusi ini lebih menggantungkan intelijen kepada mitra institusi lain, seperti RISS (Regional Information Sharing System), HIDTA (High Intensity Drug Trafficking Areas), Institusi Intelijen pada tingkat Pusat seperti Federal Intelligence Centers, Intelijen pada tingkat daerah. Intelijen tingkat 3 umumnya dalam menganalisis kasus yang rumit dan komplek menggunakan analis dari luar institusinya. Dalam struktur organisasi intelijen tingkat 3 tidak terdapat bagian analis intelijen, tetapi menunjuk pegawai atau petugas disumpah sebagai “pejabat intelijen” yang dilatih secara khusus dalam bidang intelijen dan analis. d. Intelijen tingkat 4. Institusi-institusi ini hanya diawaki oleh puluhan orang petugas atau kurang, dan tidak mempunyai anggota dengan kualifikasi intelijen. Apabila institusi ini menugaskan petugasnya untuk melakukan operasi intelijen, biasanya petugas ini memiliki tanggung jawab yang banyak dan kebanyakan merupakan petugas bidang narkotika, petugas dalam mengurusi bandit-bandit, atau petugas kontra terorisme. Meskipun sebagian dari institusi ini merupakan anggota dari RISS, keterlibatannya dalam pertukaran informasi terbatas pada wilayah hukum tingkat provinsi/negara bagian (state) atau wilayah (county). Beberapa dari institusi pada tingkat ini telah menerima pelatihan kesiagaan intelijen (intelligence awareness) dan dapat melakukan interpretasi produk analisis. Institusi dengan katagori ini meskipun tidak memiliki pengetahuan dan menggunakan analisis intelijen, tetap harus berusaha untuk memiliki kemampuan intelijen dasar melalui on-line training atau mengirim ke tempat pelatihan. Apabila upaya ini dapat dilakukan dengan baik institusi katagori ini akan dapat menggunakan intelijen yang diterima dari institusi lain atau dari institusi yang lebih tinggi, serta dapat mengaplikasikan tehnik-tehnik intelijen dasar.
Klasifikasi Informasi. Pemerintah mempunyai tanggung jawab terhadap kelangsungan hidup bangsa dan rakyat. Salah satu upaya dalam rangka mengamankan kelangsungan hidup bangsa adalah dengan cara menetapkan klasifikasi informasi serta membatasi akses terhadapnya. Oleh sebab itu klasifikasi informasi sering disebut sebagai “cornerstone” dari keamanan nasional. Klasifikasi mengidentifikasi informasi mana yang harus dirahasiakan terhadap pihak-pihak yang tidak berhak. Perbedaan yang utama dari informasi yang tidak berklasifikasi dengan yang berklasifikasi adalah pada “sumber (source) dan metoda (methode)”. Undang-Undang Republik Indonesia - Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara, pasal 25 mengkatagorikan Rahasia Intelijen dapat: a. Membahayakan pertahanan dan keamanan negara. b. Mengungkapkan kekayaan alam Indonesia yang masuk dalam katagori dilindungi kerahasiaannya. c. Merugikan ketahanan ekonomi nasional. d. Merugikan kepentingan politik luar negeri dan hubungan luar negeri.
125
e. Mengungkapkan memorandum atau surat yang menurut sifatnya perlu dirahasiakan. f. Membahayakan sistem Intelijen Negara. g. Membahayakan akses, agen, dan sumber yang berkaitan dengan pelaksanaan fungsi Intelijen. h. Membahayakan keselamatan Personel Intelijen Negara, atau i. Mengungkapkan rencana dan pelaksanaan yang berkaitan dengan penyelenggaraan fungsi Intelijen. Undang - Undang ini tidak menetapkan derajat kerahasiaan. Beberapa definisi yang ditetapkan dalam Executive Order – 12958 – Amerika Serikat mendefinisikan sebagai berikut: . “Top Secret” atau Sangat Rahasia - diberlakukan terhadap informasi, yang jika jatuh ketangan pihak yang tidak berhak diperkirakan akan menimbulkan dampak yang luar biasa terhadap keamanan nasional. .
“Secret“ atau Rahasia - diberlakukan terhadap informasi, yang jika jatuh ketangan yang tidak berhak diperkirakan akan menimbulkan dampak yang serius terhadap keamanan nasional.
. “Confidential” – diberlakukan terhadap informasi yang jika jatuh ketangan yang tidak berhak diperkirakan akan menimbulkan dampak terhadap keamanan nasional. Ada beberapa ketentuan dalam menetapkan klasifikasi yaitu: - Bila terdapat keraguan apakah sebuah informasi harus diklasifikasi atau tidak, maka langkah yang harus dilakukan adalah memberi klasifikasi sampai ada ketentuan lain dari pejabat yang berhak memberi klasifikasi, paling lambat dalam waktu 30 hari. - Jika terdapat keraguan dalam menetapkan tingkat klasifikasi sebuah informasi, maka langkah yang harus dilakukan adalah menetapkan dengan klasifikasi yang lebih tinggi sampai ada ketentuan dari pejabat yang berhak memberikan klasifikasi, paling lambat dalam waktu 30 hari. Apabila seorang analis menerima informasi dasar (raw information), langkah pertama yang harus dilakukan adalah melakukan penilaian terhadap tingkat kepercayaan sumber informasi serta validitas informasinya. Derajat hasil penilaian terhadap kedua variabel tersebut serta kesimpulannya akan memberi gambaran yang mendalam terhadap kredibilitas dan pentingnya informasi tersebut. Makin tinggi kredibilitas sumber serta validitas informasi, akan makin tinggi pula ketepatan (accuracy) informasi tersebut. Secara utuh bila kredibilitas makin meningkat maka akan memberi keyakinan kepada pengambil keputusan untuk melakukan respon terhadap informasi tersebut.. Sebagai contoh, Badan Intelijen Negara menerima informasi tentang kemungkinan adanya serangan teroris. Apabila penilaian terhadap informasi tersebut rendah baik mengenai kredibilitas sumber informasi maupun validitas informasinya, maka
126
kepercayaan terhadap kemungkinan adanya serangan teroris itupun akan ditempatkan pada derajat yang rendah pula. Meskipun demikian Badan Intelijen Negara akan tetap mengembangkannya serta menyusun rencana penanggulangannya. Ketika tingkat kepercayaan dan validitas meningkat terutama bila ada faktor-faktor penguat lain maka BIN akan mengembangkan kebijakan penanggulangannya. Kebijakan penanggulangan meliputi kegiatan penyelidikan, memperkuat sasaran, serta mendorong kesiagaan semua elemen pemerintah pada semua tingkat. Contoh ini memang nampak sangat sederhana, namun maksud ilustrasi ini untuk menggambarkan pentingnya seorang analis mengetahui sumber dan metode informasi sehingga para analis dapat membuat kesimpulan yang benar dan tepat dalam analisisnya. Selain analis, para penyelidik juga penting untuk mengerti sumber dan metode kerja yang menjadi petunjuk kerja mereka. Di Amerika Serikat anggota Joint Terrorism Task Forces (JTTF) memerlukan Security Clearance agar mereka dapat melakukan kegiatan penyelidikan secara efektif. Apakah anggota institusi penegak hukum yang lain memerlukan Security Clearance. Tidak semuanya, namun mereka yang menerima Clearance tergantung kepada beberapa faktor. Sebagai aturan umum semua eksekutif dari institusi penegak hukum pada semua tingkatan dapat melamar untuk mendapat clearance dengan ketentuan sebagai berikut: - Mengerti dan memahami secara utuh sifat ancaman dalam jurisdiksinya. - Menyusun keputusan manajemen, mulai dari penugasan personil untuk kegiatan penyelidikan, hingga perpanjangan penugasan dan pembatalan cuti apabila keadaan menghendaki karena ada ancaman. - Sebagai penghargaan kepada para eksekutif yang telah memberikan kontribusinya baik berupa personil maupun sumber daya untuk kegiatan counter terrorism. Penghargaan ini untuk penghormatan terhadap tanggung jawab para eksekutif. Kewenangan penetapan Klasifikasi. a. Sangat Rahasia. 1). Presiden. 2). Kepala – kepala Lembaga dan Pejabat-pejabat yang ditunjuk Presiden dan dimasukkan ke dalam daftar tersendiri. 3). Pejabat – pejabat yang diberi pendelegasian wewenang oleh Presiden yang jumlahnya sangat dibatasi. b. Rahasia. 1). Kepala – kepala Lembaga dan pejabat – pejabat yang termasuk dalam daftar. 2). Pejabat – pejabat yang berwenang menentukan klasifikasi Sangat Rahasia. 3). Pejabat – pejabat yang diberi pendelegasian wewenang oleh Presiden yang jumlahnya sangat dibatasi. c. Konfidensial.
127
1). Kepala – kepala Lembaga dan pejabat – pejabat termasuk daftar. 2). Pejabat – pejabat yang berwenang menentukan klasifikasi Sangat Rahasia dan Rahasia. 3). Pejabat – pejabat yang diberi pendelegasian wewenang oleh Presiden yang jumlahnya sangat sedikit. Dalam institusi penegak hukum Amerika Serikat, diluar ketiga klasifikasi diatas ada yang disebut – Sensitive But Unclasified (SBU) Information. Mekasisme ini digunakan agar petugas memiliki akses kepada informasi yang kritis tanpa membahayakan informasi yang berklasifikasi. Prosedur ini ditempuh karena tidak mungkin setiap anggota penegak hukum memegang security clearance agar memiliki akses kepada dokumen atau informasi yang sensitif. telijen, dimana mengambil yang penting tetapi menghapus data-data yang berklasifikasi. Meskipun demikian terhadap informasi dengan katagori SBU tetap dilindungi agar tidak jatuh kepada yang tidak berhak dengan beberapa alasan, namun tetap bisa diakses oleh penegak hukum, organisasi keamanan swasta, atau kepada badan atau orang yang mempunyai tugas melindungi masyarakat Tidak ada keseragaman perlakuan terhadap dokumen SBU pada setiap negara bagian.
Manajemen Informasi dan Intelijen. Dalam era komunikasi dan jejaring yang serba digital, adalah suatu yang tidak mungkin untuk menafikan implikasi teknologi dalam manajemen dan pertukaran informasi dan intelijen, Seperti dalam manajemen kepolisian, “Penurunan” klasifikasi ini dilakukan dengan dua cara. Pertama, dengan menggunakan “tear line” report, yaitu dengan menyingkat laporan pada laporan kritis, serta menghapuskan sumber-sumber informasinya. Kedua, dengan menyingkat laporan in banyak juga vendor yang menawarkan perangkat lunak untuk penyimpanan data intelijen, analisis, dan penyebaran intelijen dengan sistem pengamanannya. Namun sistem yang canggih umumnya biaya pengadaan dan pemeliharaannya sangat mahal terutama untuk organisasi yang tidak besar, sehingga penerapan teknologi yang canggih bukan pilihan yang tepat dihadapkan kepada keterbatasan biaya. Oleh sebab itu penggunaan “off-the-shelf software” yang penggunaannya sudah meluas akan dapat meningkatkan fungsi intelijen. Seperti program “word prosessing and presentation” digunakan untuk sistem pelaporan dan briefing. Diluar sistem ini beberapa program yang dapat digunakan yang dapat membantu meningkatkan fungsi intelijen, seperti: - Database Institusi penegak hukum dapat menggunakan database yang dapat dengan mudah diperoleh dipasaran untuk membangun sistem pencatatan dan penyimpanan data. -
Spreadsheet Kapasitas analisis dari perangkat lunak versi spreadsheet sudah menunjukkan kegunaan yang cukup baik.Sebagai contoh – data dari pen-register (alat pencatat nomor telepon dan komunikasi lewat internet) dapat dimasukan, dibandingkan,
128
lengkap dengan grafik untuk mengidentifikasi sebuah keterkaitan dan kecenderungan. Setiap data dapat dianalisis dan dirubah kedalam bentuk grafik kotak, plot tersebar, grafik garis, peta daerah, grafik radar, surface chart dan bentuk grafik lain untuk membantu interpretasi data dan penyajiannya. -
Program Pemetaan (Mapping programs). Perangkat lunak pemetaan yang tidak mahal seperti program Microsoft Streets and Maps. Dapat digunakan baik untuk analisis maupun untuk penyajian data intelijen. Map dapat digunakan untuk penggambaran intelijen strategis dalam memetakan wilayah kepentingan yang berbeda, seperti orang perorang, kelompok, pertemuan, peredaran komoditi, lalu lintas perdagangan gelap. . - Program statistik (Statistical Programs). Untuk analisis strategik, program ini dengan kemampuan tampilan grafik sangat berguna. Perangkat lunak untuk kepentingan ini yang banyak digunakan dan cukup handal adalah SPSS (Statistical Package for Social Sciences). - Perangkat Lunak Analisis Intelijen (Intelligence Analysis Software). Program yang digunakan untuk membantu dalam proses analisis intelijen mulai pemilahan (collating), integrasi (integrating), dan penyajian (presenting) data yang digunakan untuk analisis.
Manajemen Teknologi Informasi.. Dengan munculnya kejahatan komputer dan masuknya jaringan komputer yang illegal, perlu dibangun satu sistem pengamanannya. Pertumbuhan jaringan nir kabel (wireless) yang cukup signifikan dan penggunaan Bluetooth selain membawa dampak yang positif telah memunculkan pula terhadap masalah keamanan jaringan. Diantara isu-isu tersebut yang harus mendapat perhatian dan penanganan adalah: a
Manual Assurance of Data Handling. Sampai derajat tertentu semua data pada dasarnya ditangani secara manual. Oleh sebab itu perlu ada satu ketentuan yang mengatur penanganan data, informasi, maupun intelijen agar tidak jatuh ke tangan yang tidak berhak. Demikian juga ketentuan yang mengatur kualitas data yang dimasukkan kedalam sistem.
b. Pengamanan fisik (Physical Security). Perlu ada langkah-langkah yang efektif dalam pengamanan ruang-ruang komputer dimana komputer-komputer dioperasikan, server, atau perangkat keras lainnya yang terhubung sistem dan memiliki akses terhadap sistem. c. Pengamanan operasi (Operations Security). Tindakan penelitian terhadap personal yang mengoperasikan sistem, juga sistem monitoring terhadap yang memiliki akses di daerah tertentu dimana komputer, server, disimpan dan dioperasikan. Termasuk juga personal untuk pemeliharaan
129
dan perbaikan perangkat keras, dan personal lainnya yang memiliki akses ke daerah tertentu. d.. . . . . .
Manajemen pengawasan (Management – Initiated Control). Manajemen pengawasan dari operasi sistem. Kebijakan yang mengatur akses terhadap komputer dan penggunaannya. Pengaturan penggunaan web-site umum disediakan. Membuat manajemen kebijakan yang mengatur keamanan data. Membuat peraturan klasifikasi d ata untuk pengawasan dan akses.
e. Sistem Pengamanan Komputer (Computer Security System). Pengawasan yang ketat terhadap akses ke komputer dilakukan melalui, - Penetapan personal yang diberi akses terhadap komputer (Authorization of personel) - Mengoperasikan perangkat lunak untuk sistem pengamanan komputer (Software acces control) - Pengamanan sistem dan inokulasi.( System protection and inoculation) Seluruh jaringan sistem harus dilengkapi dengan sistem pengamanan berlapis dan secara rutin harus selalu meng up-date perangkat lunak anti- virus. f. Persandian untuk peralatan jaringan nir kabel (Encryption for wireless de vices) Harus tersedia sistem persandian apabila menggunakan mesin-mesin nir kabel baik untuk sistem recording intelijen maupun untuk komunikasi intelijen g. Sistem pengawasan dan pengendalian akses (Access Audit Control). Sistem auditing dalam waktu yang sesungguhnya (real time auditing) harus dapat mengawasi dan memonitor semua akses terhadap sistem, identifikasi pengguna, kegiatan pengguna dalam waktu tertentu, nomor IP akses komputer terhadap sistem. h. Pengawasan terhadap media penyimpanan data terpisah (Control of remote storage media). Perlu disusun suatu ketentuan dan juga penerapan teknologi untuk mengatur pengawasan dan penggunaan data rahasia yang tersimpan dalam sistem penyimpanan yang terpisah seperti disc, CD dan yang sejenis.
130
BAB VIII TEHNIK PENANGANAN KRIMINALITAS . Kriminalitas atau kejahatan merupakan perbuatan yang sangat merugikan baik dalam konteks orang perorang maupun masyarakat. Kerugian bisa dalam bentuk kerugian materil seperti hilangnya barang berharga, keuangan dan psikologis, bahkan penderitaan fisik seperti terluka atau kematian. Kenyamanan dan ketenangan adalah tuntutan setiap orang untuk dapat menjalankan kehidupan secara layak dan wajar. Namun berharap untuk hilangnya sama sekali tindakan kejahatan adalah hal sangat tidak mungkin. Akan tetapi adalah masuk akal untuk meyakini sebuah pandangan bahwa kejahatan dan perasaan takut akan tindak kejahatan bisa dikurangi dan dikontrol.
131
Untuk tujuan itu upaya pencegahan menjadi unsur utama dari upaya pengendalian kejahatan. Pencegahan kejahatan adalah sebuah pendekatan langsung dan sederhana tetapi elegan yang bisa melindungi calon korban dari serangan kejahatan. Robert L. O’Block menyatakan bahwa kejahatan adalah masalah sosial, maka usaha pencegahan kejahatan merupakan usaha yang melibatkan berbagai pihak. Konsep pencegahan kejahatan (crime prevention) menurut The National Crime Prevention Institute adalah - " the anticipation, recognition and appraisal of a crime risk and the initiation of some action to remove or reduce it". ( antisipasi, identifikasi dan estimasi resiko akan terjadinya kejahatan dan melakukan inisiasi atau sejumlah tindakan untuk menghilangkan atau mengurangi kejahatan). Sedangkan Venstermark dan Blauvelt mendefinisikan konsep pencegahan kejahatan yaitu- " crime prevention means, practically reducing the probability criminal activity". (pencegahan kejahatan berarti mengurangi kemungkinan atas terjadinya aksi kejahatan).. Sedangkan Fisher mengemukakan pendapatnya tentang syarat dalam melakukan tindakan pencegahan kejahatan yaitu - " to determine the amount of force a security officer may use to prevent crime, the court have consider circumstances, the seriousness of the crime prevented and the possibility of preventing the crime by other means". . ( Untuk menentukan jumlah kekuatan petugas pengamanan yang dapat digunakan untuk mencegah kejahatan, pengelola mempertimbangkan keadaan, keseriusan kejahatan yang harus dicegah dan kemungkinan mencegah kejahatan dengan cara lain). Pencegahan itu dilakukan dengan cara mengantisipasi kemungkinan yang akan terjadi dan seterusnya menghilangkan atau mengurangi peluang akan munculnya tindak kejahatan serta mengantisipasi kemungkinan yang akan membahayakan bagi seseorang ataupun kemungkinan hilangnya harta benda bila memang tindak kejahatan terjadi.47 Ada berbagai cara dan ragam pendekatan dalam mengatasi kejahatan yaitu: a. Social Based Crime Prevention merupakan pendekatan untuk mencegah kejahatan dengan cara mengubah pola kehidupan sosial daripada bentuk fisik dari lingkungan. b. Situational Crime Prevention: pendekatan ini pada dasarnya lebih menekankan bagaimana caranya mengurangi kesempatan bagi pelaku untuk melakukan kejahatan c. Community Based Crime Prevention adalah pencegahan berupa operasi dalam masyarakat dengan melibatkan masyarakat secara aktif bekerja sama dengan lembaga lokal pemerintah untuk menangani masalah-masalah yang berkontribusi untuk terjadinya kejahatan, kenakalan, dan gangguan kepada masyarakat. George Richard dalam bukunya - Understanding Crime Prevention - yang diterjemahkan oleh Lembaga Cegah Kejahatan Indonesia, menjelaskan bahwa kejahatan akan terjadi bila ada tiga unsur utama yaitu: Pertama :. Keinginan atau motivasi dari pelaku tindak kejahatan. Kedua :. Keterampilan dan tersedianya alat-alat yang diperlukan untuk melakukan tindak kejahatan. Ketiga :. Peluang atau kesempatan. Ketiga unsur utama tejadinya tindak kejahatan tersebut digambarkan sebagai berikut
47
.LCKI - Memahami pencegahan kejahatan. Hal 2.
132
ᄃ Routine activity theory untuk Crime prevention yang merupakan teori utama dari masalah kriminalitas atau kejahatan merumuskan hal yang sama dengan wording yang berbeda. Menurut teori ini kejahatan dapat terjadi apabila ketiga unsur utama kejahatan datang bersamaan pada waktu dan tempat tertentu. Unsur-unsur tersebut adalah: Pertama : Sasaran yang bisa diakses ( an accessable target) Sasaran yang bisa diakses dapat berupa orang, barang atau tempat. Akronim dibawah ini dapat digunakan untuk menjelaskan sasaran yang bisa diakses. * VIVA - Value, Inertia, Visibility, Access. * CRAVED - Concealable, Removable, Available, Valuable, Enjoyable, Disposable. Routine activity theory sebagai metode pencegahan kejahatan fokus pada unsur-unsur penting yang menyebabkan terjadinya kejahatan. Teori ini memberi kerangka pencegahan kejahatan dengan mengubah paling tidak satu dari unsur-unsur penting tersebut yaitu pelaku kejahatan, sasaran kejahatan atau penjagaan yang baik. Strategi pencegahan kejahatan yang paling efektif tentu akan fokus kepada ketiga unsur tersebut. Kedua, ketiadaan pengawalan yang baik yang dapat melakukan tindakan pencegahan (Absence of capable guardian that could intervene) Unsur pengawalan yang baik memiliki " unsur manusia" biasanya mereka yang sering hadir akan menimbulkan efek tangkal terhadap pelaku potensial yang berniat melakukan tindakan kejahatan.. Pengawalan yang baik juga dapat berupa CCTV asalkan ditempatkan ditempat yang tepat dan selalu dimonitor.. Contoh yang termasuk pengawalan adalah patroli polisi, satuan pengamanan, penjaga pintu, teman atau tetangga. Beberapa dari bentuk pengawalan bersifat formal seperti satuan pengamanan (Satpam), tetapi ada juga yang bersifat informal dan tidak disengaja seperti tetangga tetapi pasti tidak efektif. Ketiga, adanya pelaku kejahatan yang termotivasi ( the presence of a motivated offender). Routine activity theory melihat kejahatan dari sudut pandang pelaku kejahatan. Kejahatan hanya akan dilakukan apabila pelaku kejahatan melihat sasaran yang tepat serta tidak adanya pengawalan. Ini merupakan analisis situasi dari pelaku kejahatan apakah kejahatan akan dilakukan atau tidak. Pencegahan kejahatan dimaksudkan untuk mempersempit peluang terjadinya tindak kejahatan ketimbang menghambat keinginan seseorang untuk melakukan tindak kejahatan. Strategi Kepolisian Republik Indonesia dalam Pencegahan Kejahatan:
133
Pertama, Pre-emtif yaitu kebijakan yang melihat akar masalah utama penyebab terjadinya kejahatan melalui pendekatan sosial, pendekatan situasional dan pendekatan kemasyarakatan untuk menghilangkan unsur Potensi Gangguan (Faktor Korelatif Kriminogen). Kedua, Preventif yaitu upaya pencegahan munculnya Ambang Gangguan (police hazard), agar tidak berlanjut menjadi gangguan nyata / Ancaman Faktual (crime) . Ketiga, Represif yaitu upaya penegakan hukum terhadap Gangguan Nyata / Ancaman Faktual berupa penindakan/pemberantasan/ penumpasan setelah terjadinya kejahatan atau pelanggaran hukum. Tujuan dari langkah represif ini adalah untuk memberikan contoh (Social Learning) dan menimbulkan Efek Deterence agar dapat mengantisipasi para pelaku melakukan / mengulangi perbuatannya. Alan M. Dershowitz merumuskan beberapa tehnik dalam penanganan kriminalitas: 48 Pertama, yang disebut dengan tehnik – Disincentive The Act atau Deter The Actor yaitu tehnik untuk meyakinkan pelaku kriminal bahwa tindakannya akan mendatangkan kerugian yang lebih besar dibandingkan keuntungan yang diperoleh. Tehnik Disincentive adalah untuk mengurangi sejauh mungkin keuntungan atau manfaat yang diperoleh oleh pelaku kriminal. Ronald V. Clarke menyebutnya dengan Denying Benefit. Kedua, yang disebut dengan tehnik – Incapacitate yaitu suatu tindakan melumpuhkan pelaku atau memperkecil atau menghilangkan peluang atau kesempatan sehingga pelaku kriminal tidak dapat melakukan rencananya, karena berkurangnya kemampuan. Dalam tehnik ini yang dilakukan bukan mengubah keinginannya tetapi menciptakan penghalang yang sulit ditembus antara pelaku kejahatan dan sasaran. Ketiga, yang disebut tehnik - Proactive Prevention. Kata Prevention menggambarkan implikasi yang luas, termasuk membatasi dalam mengurangi penyebab tindakan kriminal. Dalam arti yang spesifik prevention adalah kegiatan pencegahan dengan mengumpulkan intelijen tentang rencana atau ancaman tindakan kejahatan.. Keempat, yang disebut tehnik – Persuade. Tehnik pembujukan ini dilakukan agar pelaku tidak melakukan tindakan kriminal dengan meyakinkan pelaku bahwa tindakannya salah. Ronald V. Clarke menyebutnya dengan tehnik Reducing Temptation yaitu usaha untuk mengurangi suatu keinginan pelaku untuk melakukan tindak kejahatan. Dalam praktek penggunaan tehnik – tehnik tersebut kadang – kadang tidak dapat dipisahkan secara hitam putih. Apakah tehnik tehnik ini dapat digunakan dalam menghadapi terorisme?. Alan M.Deshowitz menjelaskan bahwa untuk memerangi terorisme dapat ditempuh pendekatan makro dan pendekatan mikro.
48
. Alan M. Dershowitz – Why Terrorism Works : Understanding the Threat, Responding to the Challenge. Scribe Publication, Melbourne. Hal 16.
134
Dalam pendekatan makro diperlukan pikiran dan upaya bersama untuk memerangi bahkan menghilangkan hal-hal yang memacu dan mendorong berkembangnya terorisme atau disebut “ disincentive”. Pendekatan makro lebih ditujukan kepada para pemimpin teroris yang berusaha untuk mengukuhkan pembenaran terhadap sebab-sebab dilakukannya tindakan terror. Upaya untuk menghilangkan hal yang mendorong, memperkuat dan memperluas terorisme hanya dapat dilakukan melalui kerjasama antar negara. Untuk lebih meningkatkan perlawanan terhadap terorisme tidak mungkin dilakukan hanya dengan pendekatan makro tetapi juga pendekatan mikro. Pendekatan mikro adalah upaya perlawanan terhadap terorisme yang lebih ditujukan terhadap kelompok teroris daripada para pemimpinnya. Upaya mikro misalnya kegiatan pengumpulan intelijen, penyusupan kedalam sel-sel organisasi teroris, pengintaian elektronik dan satelit serta tindakan – tindakan pengamanan lainnya. Penyusupan agen kedalam organisasi teroris merupakan cara yang terbaik karena informasi tentang rencana dan niat teroris hanya dapat diperoleh melalui Human Intelligence, meskipun tindakan penyusupan kedalam organisasi teroris merupakan hal yang tersulit dan paling berbahaya. Dalam mendeteksi rencana teroris tidak pernah bisa dilakukan dengan sempurna, tetapi dapat mengurangi dan tidak dapat dikatakan gagal. Diantara pendekatan makro dan mikro terbentang strategi – strategi pencegahan lainnya, selain tindakan penyusupan agen, seperti penyogokan bahkan pemerasan terhadap anggota – anggota teroris agar dapat menjadi agen ganda (double agent). Kadang – kadang melakukan tindakan dengan mendorong kegiatan kriminal agar jaringannya dapat dibuka. Semua kegiatan ini masuk dalam tehnik Proactive Prevention. Cara terbaik adalah gabungan tehnik – tehnik makro dan mikro. Ronald V. Clarke merumuskan pencegahan kejahatan dengan pendekatan Situational Crime Prevention sebagai berikut:49 1. Target Hardening ( Penguatan Sasaran). Sering sekali cara yang sangat efektif untuk mengurangi peluang kejahatan dengan menggunakan hambatan fisik seperti pemasangan pagar, penggunaan kunci, brankas, Layar Pemantau atau perkuatan materil lainnya. Misalnya dengan melakukan perubahan rancang bangun pada Mesin Penolak Koin Palsu (Slug rejecter) ditempat-tempat parkir yang telah berhasil mengurangi penggunaan koin palsu di New York Parking Meter.(Decker 1992), dan juga Mesin Tiket di London Underground (Clarke dkk., 1994). Pelindung transparan untuk melindungi pengemudi bus telah berhasil secara signifikan mengurangi serangan dalam salah satu sistem angkutan. (Poyner et al ,. 1988); atau pelindung anti-bandit yang dipasang di Loket Pelayanan kantor pos di London pada tahun 1980-an yang diperkirakan telah berhasil menurunkan aksi perampokan sekitar 40%. 2. Pengawasan Akses ( Access Control). Pengawasan Akses adalah langkah-langkah yang dimaksudkan untuk mencegah pelaku kejahatan potensial di tempat - tempat seperti kantor, pabrik, atau apaartment.
49
.Ronald V.Clarke - Situational Crime Prevention (Second Edition) - Harrow and Heston PublishersNew York. Hal 17.
135
Pintu yang dapat dinaikkan dan diturunkan (The portcullises), Parit dan Jembatan yang bisa diangkat dan diturunkan (drawbridges) dari Kastil Abad Pertengahan merupakan contoh dari sistem Pencegahan yang mungkin sama Pengawasan Akses sekarang telah berkembang sesuai perkembangan teknologi seperti penggunaan Nomor Identifikasi Pribadi elektronik (PIN), yang dibutuhkan untuk masuk kedalam ruangan atau akses ke Sistem komputer dan Rekening Bank. Poyner dan Webb (1987b) menemukan bahwa kombinasi dari Pengawasan Akses (Acces Control) yang dioperasikan di Perumahan di London Selatan termasuk entry phone ( sistem telepon untuk masuk), pagar disekitar blok Apartemen dan Pemantau Akses ke garasi parkir, menunjukan hasil yang signifikan dalam mengurangi aksi vadalisme serta pencurian Mereka juga menemukan bahwa penempatan Meja Resepsionis di Lantai Dasar blok menara menyebabkan menurunnya tindakan vandalisme, corat - coret dan juga perbuatan-perbuatan yang melanggar tata tertib 3. Menyimpangkan Pelaku (Deflecting Offenders). Pada pertandingan sepak bola di Inggris, Kelompok Pendukung dari tim yang berbeda telah dipisahkan di stadion untuk mengurangi kemungkinan terjadi perkelahian, demikian juga kedatangan dan keberangkatan mereka telah dijadwalkan untuk menghindari bentrok saat menunggu pertandingan dimulai.(Clarke, 1983). Penjadwalan bus terakhir yang meninggalkan segera setelah waktu penutupan Pub, dimaksudkan untuk mengalihkan kebiasaan yang tidak diinginkan dan sering terjadi di Inggris yaitu keributan sat penutupan Pub. (Hope, 1985) menyarankan cara lain, yaitu untuk mengurangi gerombolan anak muda yang mabuk dijalanan setelah Pub ditutup dapat dikurangi dengan menghindarkan konsentrasi Pub-Pub ditempat-tempat tertentu dalam kota. Belland Burke (1989) juga menunjukkan bahwa kemacetan parah yang terjadi dijalanjalan sekitar tempat parkir di Arlington, Texas pada setiap malam akhir pekan, sehingga menimbulkan kerawanan terjadinya tindak kejahatan, dapat dikurangi dengan mengadakan acara khusus untuk kegiatan para remaja. Ini semua merupakan contoh cara menjauhkan para penjahat atau yang berpotensi melakukan kejahatan dari sasaran kejahatan, tehnik situasional yang disarankan oleh teori kegiatan rutin ( routine activity theory) Foynerr dan Webb (1987a) juga menunjukkan bahwa pencurian dengan menggunakan kantong belanja di Pasar kota Birmingham, Inggris, dapat dikurangi secara substansial dengan menghindarkan kerumunan disekitar kios-kios yang dapat mempersulit pencopet atau pencuri lainnya dalam melakukan aksinya. 4. Mengontrol fasilitator (Controlling Facilitators). Salon-salon di Wild West mewajibkan pelanggannya untuk menyerahkan senjata api pada saat mereka memasuki Salon untuk menghindari perkelahian bersenjata karena mabuk. Sekarang sudah mulai disuarakan agar pabrik - pabrik senjata membuat "Senjata Yang Kurang Mematikan " seperti senjata dengan peluru lilin, listrik atau yang hanya membuat pingsan. (Hemenway Dan Weil, 1990). Dewan Kejahatan Skotlandia (1975) menyatakan bahwa di beberapa pub bir harus disajikan dalam cangkir plastik untuk mencegah penggunaan cangkir sebagai senjata.
136
Studi terbaru di Inggris tentang potensi cedera oleh berbagai jenis pecahan kaca telah melahirkan rekomendasi tentang penggunaan bahan kaca yang kuat untuk gelas bir. (Shepherd dan Brickley, 1992). Pengontrolan pada fasilitator yang digunakan pada berbagai jenis kejahatan telah diusulkan termasuk cek dan Kartu Kredit (yang dapat digunakan untuk penipuan), atau telepon (Yang dapat memfasilitasi transaksi narkoba, penipuan dan pelecehan seksual). Untuk mengurangi peredaran narkoba, Telepon Umum Berbayar telah dihapus dari tempat yang diduga tempat berkumpulnya pengedar narkoba, atau telah diubah untuk mereka legih mempersulit penggunaannya. (Natarajan et al. , 1996). Sebuah sistem telepon terkomputerisasi baru di Penjara Pulau Rikers secara substansial telah mengurangi panggilan telepon terlarang yang dilakukan oleh kelompok nara pidana dipenjara dar juga bermanfaat tak terduga telah mengurangi perkelahian yang disebabkan oleh akses ke ponsel (La Vigne, 1994). Dua Studi kasus ini menggambarkan manfat dari pengontrolan telepon. Dalam Studi Kasus # 5, Clarke (1990) menunjukkan bahwa pengenalan Caller ID di New Jersey yang memungkinkan penerima telepon membaca nomor Panggilan, mengakibatkan penurunan dari panggilan telepon yang tidak bertanggung jawab.dan mengganggu. Bichler Dan Clarke (1996) menunjukkan bahwa pemograman - kembali (re-programing telepon ) bayar di Terminal Bus Port Authority di Manhattan telah dapat mencegah Akses terlarang ke Jalur tol, dan mencegah peluang penipuan multi-juta Dolar yang dilakukan penjahat (Studi Kasus # 6). Akhirnya, Knutsson Dan Kuhlhorn (1981)menunjukkan bahwa Pengenalan Prosedur identifikasi di Swedia menghasilkan penurunan angka penipuan cek yang dilaporkan (Studi Kasus 7 #). 5. Skrining Masuk / Keluar ( Entry / Exit Screening). Skrining masuk berbeda dengan Kontrol Akses (Access Control), yang tujuannya adalah kurang lebih kepada upaya untuk menyingkirkan penjahat potensial dibandingkan upaya meningkatkan pendeteksian mereka yang tidak memenuhi syarat untuk masuk. Persyaratan ini mungkin berhubungan dengan barang atau objek yang dilarang, atau kepemilikan dokumen atau tiket. Sebaliknya skrining keluar, tujuan utamanya adalah untuk mencegah pencurian dengan mendeteksi benda-benda tertentu tetap berada ditempat-tempat tertentu yang dilindungi. seperti barang-barang ditoko yang tidak dijual. Perkembangan teknologi elektronik telah mengakibatkan meningkatnya penggunaan teknik-teknik situasional ditoko ritel, seperti pelabelan barang dagangan (merchandise tagging) , bar - coding dan titik jual elektronik (electronic point of sales) yaitu pelayanan mandiri, komputerisasi peralatan ᄃ yang melakukan semua tugas ᄃ dari toko ᄃ. Hal ini memungkinkan pembayaran ᄃ oleh Bank ᄃ atau kartu kredit ᄃ , memverifikasi transaksi ᄃ , menyediakan ᄃ laporan penjualan ᄃ , koordina ᄃ si persediaan ᄃ data, dan melakukan beberapa layanan ᄃ lainnya yang biasanya dilakukan oleh karyawan ᄃ 6. Pengawasan formal (Formal Surveillance). Pengawasan formal dilakukan oleh Polisi, Satuan Pengamanan Pusat Belanja, kantor, perumahan serta pusat-pusat kegiatan lainnya. . Fungsi utamanya adalah untuk memberikan daya tangkal
137
Personel keamanan ini dalam menjalankan tugasnya kadang-kadang dilengkapi dengan alat alat elektronik seperti alarm (burglar alarm) atau CCTV. Dalam salah satu studi kasus penggunaan alarm ini telah membantu polisi dalam menurunkan anggaran operasional polisi dalam mengatasi kejahatan.. 7. Pengawasan oleh karyawan (Surveillance by Employees) Disamping tugas utamanya sebagian karyawan ditugasi fungsi pengawasan terutama yang berhubungan dengan publik selain juga dilihat kepantasan posisi mereka yang memungkinkan.. Ini termasuk beberapa "manajer setempat" .seperti Penjaga toko, Penjaga Pintu Hotel, Penjaga Parkir, Kondektur Kereta Api. Semua karyawan itu ditugasi untuk melakukan pengawasan disekitar tempat mereka bekerja. Sebuah penelitian di Kanada menunjukkan bahwa blok Apartemen dengan Penjaga Pintu lebih aman terhadap tindakan pencurian dibandingkan dengan blok Apartmen tanpa penjaga Pintu (Waller Dan Okihiro, 1979). Di Inggris, vandalisme jarang terjadi dalam bus yang mengoperasikan Kondektur (Mayhew et al., 1976) atau di Komplek Perumahan yang ada Pembantu Rumah tangganya.(Departemen Lingkungan, 1977). Telepon Umum di Inggris yang terawasi baik di Stasion Kereta Api, Pub atau Fasilitas publik lainnya lebih aman karena keterlibatan karyawan setempat dalam pengawasan. (Markus, 1984). Kasir juga sangat berperan dalam membantu mencegah penggunaan Kartu Kredit palsu atau penggunaan Kartu Kredit Curian. Survey telah membuktikan peran tambahan kasir ini telah menyelamatkan kerugian tahunan hampir $ 1 juta Dolar di sebuah toko elektronik di New Jersey (Masuda, 1993). 8. Pengawasan Alamiah (Natural Surveillance). Penghuni rumah dapat memangkas semak-semak di depan dan samping rumah mereka sehingga pandangan dari dalam rumah tidak terhalangi demikian juga bagi orang-orang yang berlalu lalang seperti petugas keamanan , pedagang dan pejalan kaki dapat melihat keadaan rumah dan sekitarnya. Untuk meningkatkan Pengawasan Alamiah dapat dilakukan dengan pemasangan atau perbaikan Lampu penerangan jalan (Tien et al ,. 1979; Ramsay, 1991a), ruang yang sengaja dikosongkan, (Mayhew, 1979; Coleman, 1985), dan yang memungkinkan tetangga ikut mengawasi atau neighborhood watch (Bennett, 1990; Rosenbaum, 1988) Meskipun hasilnya belum merata secara positif namun manfaat dari Pengawasan Alamiah in telah dilaporkan. 9.. Penghapusan sasaran (Target Removal). Adalah upaya menghindari tindakan kejahatan dengan cara sasaran kejahatan direkayasa sedemikian rupa sehingga sasaran kejahatan teramankan. Contoh penerapan tehnik pencegahan situasional ini dilakukan oleh sebuah Perusahaan tambang perak yang membentuk perak olahan dam bentuk kubus dengan berat 400 pound dan dengan ukuran sisinya masing-masing satu kaki. Berat dan ukuran seperti ini akan sulit bagi pencuri untuk mencurinya.
138
Kasus lain adalah dengan mengurangi transaksi kontan (Cash) di toko-toko atau pembayaran tiket untuk bis. Sasaran penting pencurian seperti brankas diamankan dengan penggunaan kunci waktu (time lock). "Teknologi sederhana" yang dapat dilakukan misalnya dengan menghimbau pasen-pasen yang dirawat dirumah sakit untuk tidak membawa barang-barang berharga ke rumah sakit. 10. Menandai Properti (Identifying Property). Menulis nāma seseorang pada sebuah buku adalah bentuk sederhana dari tehnik "Menandai Properti" dimana ruang disediakan dalam buku itu untuk maksud tersebut. Program yang lebih maju untuk tehnik "Menandai Properti" berhubungan dengan kendaraan. Registrasi kendaraan bermotor telah dilakukan di hampir semua negara. Di Ameruika Serikat semua mobil yang dijual di Amerika Serikat diwajibkan memiliki Vehicle Identification Number (VIN) Motor Vehicle Theft Law Enforcement 1984 telah mengamanatkan untuk memberi tanda kepada semua bagian penting dari sebuah mobil. 11. Mengurangi godaan (Reducing Temptation) Adalah salah satu tehnik pencegahan situasional, sebagai upaya untuk mengurangi keinginan pelaku melakukan tindak kejahatan. Di jalan-jalan umum dikota adalah tidak bijaksana untk memakai gelang emas yang mencolok atau meninggalkan mobil diparkir yang menarik perhatian.para pengemudi yang lalu lalang tanpa tujuan (Joyriders) Godaan lain yang nampaknya tidak begitu menonjol adalah direktori telepon genggam yang netral gender dapat memancing panggilan telepon gelap terhadap wanita. Demikian juga telah ditemukan dalam salah satu riset bahwa kepemilikan senjata api telah memicu sikap agresif kepada pemiliknya, yang disebut dengan - "weapon effect" (Berkowitz dan LePage, 1967). 12. Menghilangkan Manfaat (Dennying Benefit). Masih ada kaitan dengan tehnik "Mengurangi godaan", tetapi secara konsep berbeda yaitu mengurangi manfaat bagi pelaku tindak kejahatan.. Perkembangan terbaru adalah kode keamanan dari radio mobil. Si pecuri harus tahu terlebih dahulu nomor PIN radio yang dicurinya sebelum dipasang di mobil lain merupakan contoh yang sangat baik dari prinsip ini. Penelitian di Australia menemukan bahwa mobil dilengkapi yang dilengkapi dengan teknologi tersebut jarang menjadi sasaran pencurian (NRMA Asuransi Ltd 1990) dan juga di Jerman dan Amerika (Braga Dan Clarke, 1994). Keberhasilan ini menunjukkan bahwa prinsip yang sama mungkin dapat diterapkan ke VCR dan TV sehingga dapat mengurangi manfaat bagi pencuri, Teknologi lain adalah yang disebut - "Ink Tag". Ink tag digantungkan di baju, tas, sepatu atau barang yang dijual untuk mencegah pencurian. Apabila ink tag dilepas dengan paksa maka tinta nya akan merusak barang-barang tersebut sehingga tidak bisa digunakan atau dijual.
139
13. Membuat peraturan (Rule Setting). Semua organisasi pasti memerlukan Aturan yang mengatur tentang perilaku dalam melaksanakan kewajiban sesuai dengan bidang masing-masing . Sebagai contoh, semua perusahaan besar akan mengatur penggunaan telepon oleh karyawan begitu pula perusahaan ritel akan mengatur semua karyawannya untuk mengikuti aturan dengan ketat tentang penanganan uang kontan (cash) dan prosedur pengawasan persediaan (stock).. Organisasi seperti Rumah Sakit, Sekolah, Hotel, Perusahaan transportasi, Restoran akan mengatur para pelanggannya agar mereka puas tetapi disamping itu perusahaan tidak mengalami kerugian yang diakibatkan oleh penipuan atau kecurangan. Contoh lain adalah peraturan tentang penggunaan Tanda Pengenal, Larangan bagi orang yang tidak berkepentingan masuk dalam daerah tertentu di Rumah Sakit atau Kantor. 14. Merangsang hati nurani (Stimulating conscience). Teknik situasional ini dapat dibedakan dari Kontrol sosial informal dalam masyarakat dengan fokus pada kejahatan spesifik yang berbeda, dengan seting yang sangat terbatas. (Clarke Dan Homel, 1997). Daripada berusaha untuk melakukan perubahan yang lama dan berusaha merubah tingkah laku yang melawan hukum secara umum, tehnik situasional ini lebih mudah dilakukan dengan cara merangsang kesadaran terhadap kejahatan yang spesifik. Misalnya memasang tanda di Pintu masuk sebuah toko yang bertuliskan "Mengutil adalah Mencuri", atau tanda di Terminal Bus yang bertuliskan "Merokok disini adalah melanggar hukum, Egois dan Kasar." Untuk mengingatkan para pengemudi mobil polisi Australia bekerja sama dengan beberapa institusi terkait membuat slogan yang bertuliskan - "Good mates don't let mates drink and drive". 15. Mengendalikan disinhibitors (Controlling disinhibitors). Adalah tehnik pencegahan situasional dengan cara mengendalikan faktor-faktor yang dapat mendorong perilaku secara fisik maupun psikologis. Kejahatan tidak hanya difasilitasi oleh alat-alat seperti senjata, tetapi juga faktor psikologis, seperti:: a. Minuman keras dan obat-obatan, yang dapat mengganggu kontrol sosial dan nilai moral, merusak persepsi dan kognisi sehingga pelaku pelanggaran tidak menyadari melanggar hukum (White dan Humeniuk, 1994). b. Propaganda, yang dapat diarahkan untuk tindkan dehumanisasi terhadap kelompokkelompok tertentu., c. Kekerasan yang disebabkan oleh pengaruh Televisi, seperti propaganda, yang dapat mengurangi atau merusak pengendalian diri yang diajarkan oleh orang tua atau lembaga-lembaga sosial .. (Belson, 1978: 17). 16. Facilitating Compliance (Memfasilitasi Kepatuhan). Merupakan salah satu tehnik pencegahan situasional untuk mengurangi keadaan yang dapat digunakan sebagai alasan untuk melakukan kejahatan.
140
Misalnya, tidak memiliki tempat sampah umum dapat digunakan sebagai alasan untuk membuang sampah sembarangan, antrian panjang sebagai alasan untuk masuk tanpa membayar atau penampilan bobrok sebagai alasan untuk vandalisme. Langkah-langkah yang dapat dilakukan misalnya dengan menyediakan tempat sampah yang cukup, memasang 'papan grafiti' di mana pesan dapat dituangkan dipapan tersebut, menyediakan toilet umum, program rehabilitasi untuk pecandu George Walker Bush ketika masih menjadi Presiden Amerika Serikat menyatakan intelijen harus dibangun agar mampu mendukung strategi memerangi terorisme yang dikenal dengan istilah 4 D yaitu Defeat, Deny, Diminish, dan Defend. Defeat dilakukan melalui tindakan langsung atau tidak langsung dengan menggunakan unsur kekuatan nasional seperti diplomasi, ekonomi, informasi, hukum, keuangan, intelijen, dan militer. Dari sejarah perlawanan terhadap terorisme dapat ditarik pelajaran bahwa cara yang terbaik dalam strategi ini adalah melakukan tindakan isolasi dan lokalisasi terhadap aktivitas teroris dan menghancurkannya melalui tindakan yang intensif dan berkelanjutan. Namun dengan berkembangnya organisasi teroris baik dilihat dari sisi kecanggihan maupun jangkauannya, maka yang harus dilakukan adalah mengurangi lingkup operasi dan kemampuannya. Tugas intelijen dalam tahap ini adalah melakukan identifikasi terhadap teroris, mencari dan menemukan serta melokalisasi persembunyiannya, sehingga dapat menghancurkan kemampuan teroris untuk merencanakan dan melakukan aksinya. Identifikasi teroris dan organisasinya adalah upaya untuk mengetahui secara jelas identitas satu organisasi teroris. Dalam perang rumusan “know your enemy” adalah paling utama. Komunitas intelijen penegakan hukum harus mampu mengidentifikasi organisasi teroris, peta rantai komandonya, serta infrastuktur pendukungnya. Tugas intelijen lainnya adalah harus mampu mengidentifikasi dan memusatkan perhatian kepada kelompok yang paling berbahaya. Sifat organisasi teroris yang tidak jelas, menyulitkan dalam membuat analisis tentang niat dan kemampuan organisasi teroris secara tepat. Untuk mencapai keberhasilan dalam menghancurkan teroris, intelijen tidak cukup hanya bertumpu pada intelijen tehnik saja, tetapi harus mengembangkan kemampuan lain yang mampu menembus organisasi teroris, melokalisasi persembunyiannya serta menggagalkan rencana aksinya. Intelijen harus mampu menyajikan intelijen yang menyangkut kepemimpinan, niat, rencana, modus operandi, sumber pendanaan, komunikasi dan perekrutan. Selain itu intelijen juga harus mampu mengembangkan kerjasama dengan mitranya dinegara lain, untuk memperoleh intelijen yang lengkap. Menghancurkan teroris dengan organisasinya adalah dengan menggunakan semua unsur kekuatan nasional untuk mengurangi dan menghancurkan kemampuan teroris sehingga tidak mampu melaksanakan aksinya. Dalam tahap ini intelijen harus mampu mendukung: a. Upaya untuk menemukan, menangkap, menahan dan membawa teroris ke pengadilan. b. Mendukung upaya penggunaan kekuatan militer dalam menghancurkan sarang – sarang teroris.
141
c. Mengembangkan kerjasama internasional untuk memutus sumber – sumber keuangan teroris. Deny – ditujukan untuk memotong dan menghilangkan dukungan, sponsor maupun tempat konsentrasi kelompok teroris, yang memungkinkan kelompok teroris tetap eksis dan berkembang. Dengan strategi ini diharapkan teroris akan “kehilangan kemampuannya karena terputusnya akses komunikasi, transportasi, dana, pelatihan dan teknologi” Upaya ini akan berhasil apabila ada kerjasama internasional dan kemauan bersama untuk memerangi terorisme. Peran intelijen dalam strategi ini sangat menentukan dengan menyajikan intelijen tepat waktu, tepat sasaran, sehingga dapat dilakukan tindakan-tindakan dengan segera dan pada sasaran yang tepat. Untuk mendukung strategi Deny dilakukan dengan beberapa cara. a. Memutus dukungan negara sponsor kepada kelompok atau organisasi terorisme Disini harus dilakukan tehnik disincentives dan incapacitate. Apabila negara sponsor tidak memberi respons yang positip, langkah-langkah yang tegas perlu dilakukan. b. Membangun dan memelihara tanggung jawab internasional dalam memerangi terorisme. Kerjasama ini diperlukan untuk membendung aktivitas teroris, termasuk mencegah mengalirnya bantuan keuangan terhadap kelompok-kelompok teroris, mencegah terbangunnya persembunyian dan basis-basis teroris di suatu negara serta mencegah pergerakan kelompok-kelompok teroris. Kerjasama ini sudah memiliki legitimasi seperti ditunjukan oleh berbagai konvensi, protokol, maupun hukum internasional untuk memerangi terorisme secara internasional. Kerjasama internasional ini juga memberi kesempatan kepada negara yang lemah untuk memperoleh bantuan dalam menghadapi terorisme baik dalam kerangka hukum, pelatihan, intelijen maupun militer. Diminsh – yaitu upaya bersama untuk mengurangi atau menghilangkan faktor-faktor yang dapat dieksploitasi oleh teroris. Kondisi yang dapat dieksploitasi misalnya masalah kemiskinan, kehilangan hak politik dan sosial, konflik politik dan regional yang tidak terselesaikan. Kondisi ini dapat dimanfaatkan oleh kelompok teroris untuk kepentingannya. Strategi ini sama dengan tehnik Proactive Prevention. Strategi ini dapat dilakukan bila dibangun kemitraan masyarakat internasional untuk mewujudkan keadilan. Harus sudah dihilangkan ketimpangan-ketimpangan yang terjadi selama ini antara negara maju dan negara berkembang. Kepincangan hanya akan menumbuhkan instabilitas, suatu kondisi yang dapat dieksploitasi oleh kelompok teroris. Upaya lain yang harus dilakukan adalah memenangkan “the war of ideas”, yaitu upaya untuk meyakinkan bahwa tindakan terror adalah tidak sah dan melanggar hukum dan kemanusiaan sehingga tercipta kondisi yang tidak menguntungkan bagi teroris. Defend, yaitu upaya melindungi keutuhan teritorial, kedaulatan, dan kepentingan nasional, termasuk perlindungan kekayaan negara dan penduduk.
142
Terorisme merupakan musuh yang sulit dihitung karena mudah menyesuaikan diri dengan lingkungannya, didukung oleh kemajuan teknologi, dan mereka memegang inisiatif sehingga dapat menghindari kekuatan yang dihadapinya dan memanfaatkan kerawanan dan kelengahan yang dilihatnya. Kemajuan teknologi telah memungkinkan saling keterkaitan antar kelompok teroris sehingga jarak dan waktu bukan menjadi penghalang bagi kelompok teroris. Oleh sebab itu berlaku hukum “pertahanan yang terbaik adalah serangan yang baik”. Maknanya adalah dengan meningkatkan dan mengkoordinasikan indikasi-indikasi dan peringatan dini, akan dapat mendeteksi rencana teroris sebelum sempat melakukan aksiaksinya. Intelijen yang baik yang mampu mendeteksi organisasi teroris akan dapat mematahkan kemampuan teroris dan menghancurkannya. Ini berarti investasi pemerintah dalam mengembangkan kemampuan intelijen baik menyangkut sumber daya manusia maupun teknologi harus dilakukan dalam skala besar. Investasi teknologi pada alat pelacak sangat menolong, tetapi yang paling penting adalah peningkatan Humint, begitu pula dalam kemampuan analisis. Yang merupakan kelemahan yang dialami oleh hampir semua organisasi intelijen.
BAB IX PENATAAN INTELIJEN PENEGAKAN HUKUM. . Penataan intelijen sebenarnya merupakan isu biasa yang selalu terjadi, karena penataan intelijen selalu dilakukan dihadapkan kepada perubahan lingkungan strategik, hakekat ancaman, serta kepentingan nasional. Ada sebuah pendekatan yang dirumuskan oleh David L.Carter yang disebut dengan R³ atau R-Cubed Approach yaitu Reassessing, Refocusing, dan Reallocating.50 Tujuan dari R³ adalah menggambarkan kerangka untuk penataan organisasi yang berkaitan dengan tanggung jawab intelijen. Ini membutuhkan penilaian atau kajian internal (self assessmant) yang kritis tentang tanggung jawab dan juga sumber daya, objektivitas yang jauh dari kepentingan-kepentingan tertentu, perspektif yang realistik, pertimbangan taktis dan strategis dari tanggung jawab pemolisian tradisional maupun yang baru, serta metoda (termasuk anggaran) bagaimana semua tanggung jawab pemolisian dapat diselesaikan. Upaya penataan adalah upaya yang tidak mudah sehingga perlu dilakukan dengan hatihati dan tidak terburu-buru. 50
. David L.Carter,PhD - Law Enforcement Intelligence: A Guide for State, Local,and Tribal Law Agencies (2009). Hal 415..
143
Reassessing (penilaian kembali) Menguji prioritas intelijen baik yang sedang berjalan maupun prioritas baru, untuk menentukan kegiatan apa yang perlu dilanjutkan untuk memelihara keamanan masyarakat dan untuk menjalankan misi penegak hukum yang berhubungan dengan kriminalitas, pemeliharaan ketertiban, dan kontra terorisme. Penilaian ini harus juga memasukkan pertimbangan dari sejumlah variabel seperti: - Bagaimana volume panggilan tugas yang diterima oleh institusi penegak hukum dan bagaimana kemampuan menanganinya. - Bagaimana spesialisasi yang ada di kepolisian saat ini seperti : geng, narkoba, program sekolah, bagaimana inisiatif menghadapi orang-orang lanjut usia, lalu lintas, dan lainlainnya dan apa kebutuhan nyata untuk setiap spesialisasi tersebut. - Objektivitas merupakan faktor yang sangat penting, karena masuknya kepentingankepentingan tertentu akan membelokkan dari tujuan penataan yang diharapkan akan meningkatkan kemampuan institusi penegak hukum. - Spesialisasi yang perlu dikembangkan, seperti kemampuan intelijen, first responder (termasuk senjata pemusnah massal), pencegahan terhadap kejahatan komputer / teror dunia maya (cyberterrorism), keakhlian dalam bidang investigasi, kemampuan investigasi untuk terorisme, tenaga akhli dalam menghadapi berbagai ancaman (all hazard) yang membahayakan keselamatan dan ketertiban masyarakat. - Sumber daya yang dapat digunakan untuk membantu tugas dan tanggung jawab polisi dalam berbagai bentuk, seperti polisi cadangan, sukarelawan, tenaga akhli dari institusi lain, organisasi masyarakat. - Penilaian yang objektif tentang ancaman dan sasaran potensial dalam masyarakat dan wilayah tertentu. Kedua yang terakhir termasuk bagaimana ancaman kejahatan multijurisdiksi dan teroris menimbulkan dampak terhadap institusi baik langsung maupun tidak langsung, termasuk tugas dan kewajiban memberikan bantuan timbal balik. - Kecakapan dan praktek intelijen saat ini, termasuk pertukaran intelijen, dan keperluan untuk merubah praktek intelijen yang sudah berjalan, termasuk juga memasukkan unsur sektor swasta kedalam infrastruktur kritik. - Mandat politik dari pejabat dan atau masyarakat tidak boleh diabaikan, karena harapan dan keinginan dari kelompok ini harus dipertimbangkan dalam proses penilaian Refocusing ( memfokuskan kembali). Dipedomani oleh hasil penilaian kembali, lembaga penegak hukum mengembangkan rencana perubahan yang menekankan kepada prioritas baru. Dalam proses "refocusing", yang harus dilakukan oleh institusi adalah:
harus
Pertama merumuskan prioritas baru dengan melakukan penilaian kembali (reassessing) dan evaluasi terhadap tugas dan tanggung jawab. Dari sana dapat dilakukan refocus terhadap prioritas-prioritas tersebut apabila diperlukan.. Bila penilaian kembali (reassessment) meliputi pengumpulan bahan keterangan dan menganalisisnya, memfokuskan kembali (refocussing) adalah pengembangan dan implementasi dari langkah-langkah kebijakan agar perubahan dapat berjalan.
144
Kedua, setiap wilayah tanggung jawab harus diukur dan ditimbang. Langkah ini untuk menentukan besarnya beban tugas dan tanggung jawab dan menetapkan wilayah tanggung jawab mana yang harus mendapatkan perhatian. Hampir pada setiap institusi kepolisian memenuhi panggilan tugas masih selalu merupakan prioritas utama. Namun tidak berlebihan dan merupakan tindakan yang realistik bila prioritas itu dirubah dengan menambahkan pada fungsi intelijen. Ketiga, perubahan ini diimplementasikan melalui penetapan kebijakan, prosedur, dan perintah-perintah yang baru. Juga penting dicatat bahwa dalam melakukan perubahan komunikasi juga memegang peran penting. Reallocating (pengalokasian kembali) Ketika keputusan refocusing telah ditetapkan, institusi penegak hukum harus melakukan pengalokasian kembali sumber daya untuk memenuhi prioritas yang telah ditetapkan. Ini termasuk sumber daya manusia, anggaran operasional, perlengkapan seperti mobil, radio, komputer, ruang kantor sesuai kebutuhan baru. Kesulitan dalam proses realokasi adalah "perlawanan", seperti perpecahan dalam organisasi karena perbedaan orientasi. Oleh sebab itu dalam proses realokasi diperlukan kepemimpinan yang efektif untuk memimpin organisasi dan memotivasi personal untuk memahami pentingnya perubahan dan manfaat perubahan tersebut bagi masyarakat. Tidak ada resep yang eksplisit untuk perubahan suatu organisasi. Begitu juga dalam bidang intelijen ketika proses ini tidak dipahami oleh sebagian besar personel. Namun ada sedikit petunjuk yaitu waktu yang diperlukan dalam proses perubahan ini. Institusi harus menggunakan waktu secara hati-hati untuk mempertimbangkan semua tugas dan tanggung jawab baru, yang diimbangi oleh tuntutan yang muncul dalam organisasi sejauh tidak bertentangan dengan ketentuan yang berlaku, dan lakukanlah langkah-langkah yang jelas menuju organisasi yang telah disesuaikan dengan perubahan yang telah ditetapkan.
Implementasi penataan intelijen . Intelijen untuk penegakan hukum atau Law Enforcement Intelligence adalah pendekatan baru dalam mengamankan kepentingan nasional, keamanan dan ketertiban masyarakat dari bentuk ancaman yang telah berubah. Penataan Law Enforcement Intelligence diarahkan kepada pembangunan sistem baik dalam tataran perundang-undangan, kelembagaan, perangkat keras dan perangkat lunak sebagai kelengkapan sistem. Indonesia perlu melakukan upaya-upaya yang sungguhsungguh karena Law Enforcement Intelligence di Indonesia pada dasarnya belum terbangun dengan sempurna. Penataan ini perlu dilakukan dengan makin mengemukanya bentuk ancaman baru seperti terorisme, kejahatan transnasional terorganisir, pelintasan dan perdagangan manusia dan narkoba (human and drug trafficking). Serentetan serangan teroris seperti serangan teroris di asrama tentara Amerika Serikat di Khobar, Saudi Arabia tahun 1996, pemboman Kedutaan Besar Amerika Serikat di Kenya dan Tanzania pada tahun 1998, serangan terhadap USS “COLE” pada Oktober 2000, serangan 11 September 2001, serangan bom di Stasion kereta api Spanyol, adalah
145
peristiwa-peristiwa yang harus segera diantisipasi melalui upaya pencegahan agar tidak terulang kembali. Demikian juga dengan peristiwa terorisme di Indonesia yang makin meningkat baik dilihat dari korban yang jatuh dari orang-orang yang tidak berdosa maupun sasaransasarannya. Bila pada tahun 1981 serangan terror baru pada tahap pembajakan pesawat terbang, maka pada tahun 2005, setelah serentetan tindakan terorisme sebelumnya yang terjadi hampir pada setiap tahun, telah terjadi tindak kekerasan terorisme di Bali yang telah menelan korban 22 orang tewas dan 102 orang lainnya mengalami luka-luka akibat ledakan bom yang terjadi di RAJA’s Bar dan Restaurant, Kuta Square, di daerah Pantai Kuta dan di Nyoman Café – Jimbaran. Hal lain adalah bagaimana produk intelijen dapat dijadikan acuan terpercaya bagi para pengambil keputusan dan penentu kebijakan sehingga mampu memberi ruang dan waktu sebelum serangan terjadi, serta bagaimana membangun akses informasi yang luas dengan membangun kerjasama antara institusi penegak hukum dengan intelijen. Pendekatan ini diperlukan karena ada kecenderungan organisasi teroris memanfaatkan atau saling memafaatkan dengan organisasi kriminal. Alasan lain adalah batas antara isu-isu domestik dan internasional, kalaupun ada kadangkadang sudah menjadi kabur. Salah satu contoh mudahnya manusia dan narkoba keluar masuk antar negara. Organisasi teroris dengan dukungan teknologi akan mampu melaksanakan operasi secara simultan didalam negeri dan diluar negeri. Aliran uang di dalam negeri maupun antar negara dapat dengan mudah dilakukan dan dapat digunakan untuk mendukung kegiatankegiatan illegal. Pencurian teknologi juga merupakan kasus yang melibatkan masalah domestik dan antar negara. Kepentingan kerjasama institusi intelijen dan institusi penegak hukum yang makin meningkat, telah memunculkan beberapa pemikiran yaitu: Pertama, melebur institusi intelijen dan penegak hukum dan menempatkannya dibawah institusi penegak hukum. Kedua, melebur kedua institusi tersebut dan menempatkannya dibawah institusi intelijen. Ketiga, koordinasi operasi antara institusi penegak hukum dan institusi intelijen serta perluasan fungsi penegak hukum Indonesia di luar negeri perlu mendapatkan prioritas. Dilihat dari sisi per Undang – Undangan dimana tiap institusi mempunyai kewenangan yang sama seperti TNI dan POLRI dalam menangani terorisme, penataan intelijen yang mendesak dilakukan adalah pada koordinasi dalam bentuk pertukaran intelijen antar lembaga penegak hukum maupun dengan institusi intelijen, pengumpulan bahan keterangan dan pada sistem analisis, karena memang pada ketiga sistem itulah yang akan menentukan mutu intelijen. Semua upaya penataan intelijen pada dasarnya selalu ditujukan agar dapat dihasilkan intelijen yang bermutu dan dapat dipercaya sehingga tidak akan terjadi pendadakan. a. Peningkatan koordinasi.
146
Masalah pertukaran intelijen antar institusi penegak hukum adalah bagaimana mendekatkan dan saling mengisi antar institusi penegak hukum dan antara institusi penegak hukum dengan intelijen, terutama dalam menghadapi keamanan non tradisional seperti isu terorisme dan kegiatan kejahatan terorganisasi dan lintas negara. Koordinasi nampaknya merupakan masalah yang mudah secara konsep, namun tidak sederhana dalam pelaksanaannya. Dalam prakteknya merupakan masalah yang sulit sekaligus menantang bila dihadapkan kepada berbagai aturan masing – masing institusi namun koordinasi saat ini merupakan keperluan yang perlu dicari jalan keluarnya, baik menyangkut perundang-undangan, mekanisme maupun prosedur. Sebagai contoh dalam masalah penanggulangan terorisme, sekarang Indonesia sudah memiliki sebuah Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) yaitu Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 - Tahun 2010. Namun Peraturan Pemerintah ini masih bersifat umum dan tidak menjelaskan secara rinci departemen yang terlibat dalam BNPT, berikut tugas, wewenang dan peran masing-masing. Kebijakan penanggulangan terorisme setidaknya harus mencakup dua aspek utama yaitu kebijakan Anti Terorisme dan kebijakan Kontra Terrorisme. Anti Terorisme adalah seluruh kebijakan untuk mencegah dan menghilangkan peluang tumbuhnya terorisme, sedangkan Kontra Terorisme segenap instrumen yang menitik beratkan pada aspek penindakan. BNPT memiliki kedua kewenangan tersebut, namun ini akan menimbulkan kerumitan tersendiri dalam operasionalisasinya dan akan terjadi tumpang tindih. Pasal 7 Undang-Undang nomor 34 tahun 2004 tentang TNI menyebutkan bahwa salah satu tugas pokok TNI adalah melakukan operasi militer selain perang, termasuk mengatasi aksi terorisme, sedangkan Undang – Undang Nomor 15 tahun 2003 tentang penanggulangan tindak pidana terorisme disebutkan bahwa terror termasuk tindak kejahatan khusus yang masuk dalam domain penegakan hukum. Dari sini jelas bahwa lembaga lain termasuk TNI tidak dapat berkordinasi. Kerumitan ini sulit terpecahkan bila mengacu pada salah satu tugas BNPT yaitu – “Melaksanakan kebijakan di bidang penanggulangan terorisme dengan membentuk Satuan – Satuan Tugas yang terdiri dari instansi pemerintah terkait sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing”. Bagaimana pelaksanaannya bila Undang-Undang yang lebih tinggi kedudukan hukumnya dari Peraturan Pemerintah sudah memagari terorisme sebagai domain penegakan hukum yang tidak dimiliki oleh TNI. Langkah-langkah teknis yang dapat dilakukan dalam peningkatan koordinasi adalah: . Menetapkan – “focal points” seperti kantor penghubung antara institusi penegak hukum dengan institusi intelijen. . Menetapkan prosedur yang mengatur permintaan intelijen yang mungkin dapat menghasilkan keterangan yang dapat digunakan di pengadilan. . Institusi penegak hukum perlu menyampaikan pemberitahuan kepada penuntut, bila ada kepentingan intelijen.
147
.
Langkah-langkah menyangkut pengamanan identitas dari anggota intelijen yang memiliki identitas yang dirahasiakan. . Perlu disusun ketentuan atau prosedur yang menetapkan klasifikasi informasi atau intelijen yang mungkin belum termasuk dalam ketentuan sebelumnya. . Perlu dibuat semacam Memorandun of Understanding antara intelijen dan institusi penegak hukum, seperti antara Badan Intelijen Negara dengan Kejaksaan Agung. . Perlu dibangun pusat latihan bersama antar institusi penegak hukum dengan institusi intelijen untuk memfasilitasi koordinasi. Badan Intelijen Negara dapat mengambil peran aktif dalam meningkatkan koordinasi diantara komunitas intelijen untuk meningkatkan efektifitas penanggulangan terorisme, kejahatan narkotika, kejahatan terorganisir. b. Badan pengumpul. Dari beberapa kajian yang dilakukan negara maju seperti Amerika Serikat disimpulkan bahwa Humint yang penting dalam menghadapi terorisme sempat terkesampingkan. Penggunaan intelijen tehnik dan elektronik dalam pengumpulan bahan keterangan tentang terorisme meskipun memberi manfaat namun tidak mampu mengungkapkan niat teroris. Ini hanya dapat dilakukan oleh Humint, seperti agen rahasia dan informan. Peningkatan Human Intelligence adalah keniscayaan yang harus didukung oleh kemauan politik yang kuat. Penyiapan Humint dan perekrutan agen-agen bukan masalah mudah, karena resiko yang dihadapi mereka dalam melaksanakan tugasnya kelak, serta penyiapan yang panjang dalam menyiapkan agen yang paripurna. Peningkatan kegiatan Humint memang dilematis antara keniscayaan dan resiko. Keniscayaan tersebut bukan saja pada keharusan meningkatan Humint dalam pengertian ekstensitas, yaitu memperluas penggunaan agen dalam katagori Non Official Cover, seperti penyamaran. Resikonya apabila kedok agen tersebut terbuka, mereka tidak dapat dilindungi oleh kekebalan diplomatik. Begitu pula bila kedok agen dengan katagori Official Cover terbuka akan mengganggu hubungan diplomatik. Tuntutan untuk membentuk agen yang paripurna bukan masalah yang sederhana. Agen-agen harus secara khusus dibentuk dan disesuaikan dengan sasaran dimana mereka akan ditugaskan. Diperlukan persiapan panjang terutama dalam penyiapan kemampuan penguasaan bahasa setempat dengan sempurna, adat istiadat setempat serta keterangan – keterangan dasar lainnya. Perekrutan yang terbaik adalah bila mendapatkan calon-calon agen dari daerah atau etnik tertentu dimana mereka akan dioperasikan, meskipun ada kesulitan dan hambatan psikologis terutama bila didaerah sasaran mereka mempunyai sanak saudara. c.
Peningkatan kemampuan analisis.
148
Ada 5(lima) tipe analisis yang termasuk dalam analisis kejahatan.51 Semua tipe analisis tersebut secara umum memiliki karakteristik analisis kejahatan yang sama. Perbedaannya terletak kepada data dan tehnik analisis yang digunakan sesuai dengan sasaran yang ingin dicapai oleh setiap tipe analisis. Tipe-tipe analisis tersebut adalah: 1). Analisis Intelijen (Intelligence Analysis} Studi tentang aktifitas kejahatan terorganisasi, baik yang dilaporkan maupun yang tidak dilaporkan kepada penegak hukum, untuk membantu personal yang terlibat dalam kegiatan investigasi dalam melihat hubungan antara orang, kejadian dan properti. Tujuannya adalah untuk mengkaitkan semua informasi yanng diperoleh, menentukan informasi yang menjadi prioritas, mengidentifikasi hubungannya, dan mengidentifikasi daerah untuk investigasi selanjutnya dan meletakkan dalam kerangka analisis yang lebih mudah dipahami. 2). Analisis Investigatif Kriminal (Criminal Investigative Analysis). Studi tentang kejahatan berantai, korban, dan/atau peristiwa kejahatan, serta karakteristik fisik, sosio-demografis, psikologi dan geografi untuk mengembangkan pola-pola yang akan membantu untuk menghubungkan dan memecahkan kejahatan berantai yang terjadi. Tipe analisis ini disebut juga dengan - profiling - yaitu proses untuk mengkonstruksi "profil" pelaku kejahatan yang tidak diketahui, didasarkan kepada sifat kejahatan, fakta-fakta dari kejadian, dan karakteristik dari korban. Analisis tipe ini dilakukan pada institusi penegak hukum tingkat pusat karena kejahatan yang terjadi bersifat khusus. Dan lintas jurisdiksi. 3). Analisis Kejahatan Taktis (Tactical Crime Analysis). Studi tentang kejahatan yang terjadi serta aktifitas kriminal yang potensial dengan mempelajari dan menguji karakteristik kejahatan seperti bagaimana, kapan, dan dimana kejahatan itu terjadi. Analisis tipe ini digunakan untuk membantu pemecahan masalah dengan mengembangkan pola dan kecenderungan, identifikasi tersangka atau terduga, dan memperjelas kasus yang terjadi. Analisis Kejahatan Taktis fokus pada informasi dari kejahatan yang "baru" terjadi. "Baru " disini dapat diartikan beberapa bulan yang lalu atau lebih lama untuk persoalan spesifik yang sedang terjadi. Analisis Kejahatan Taktis juga fokus pada informasi spesifik dari setiap kejahatan yang terjadi seperti cara dimulainya tindak kejahatan (method of entry), titik dimulainya kejahatan, kegiatan tersangka, tipe korban, jenis dan tipe senjata yang digunakan, juga tentang tanggal, waktu, lokasi . 4). Analisis Kejahatan Strategis ( Strategic Crime Analysis) Studi tentang kejahatan dan informasi penegakan hukum yang terintegrasi dengan sosio demografis dan faktor-faktor spasial untuk menentukan pola kejahatan dalam jangka panjang, untuk membntu pemecahan persoalan, juga untuk 51
. Rachel Boba, PhD - Introduction to Crime Analysis and Mapping. Hal 11
149
penelitian dan evaluasi prosedur serta langkah-langkah penanggulangan suatu kasus kejahatan. Analisis Kejahatan Strategis terutama menggunakan Analisis Kuantitatif dari data dan informasi yang dikumpulkan. Tujuan utama Analisis Kejahatan Strategis adalah: a). Membantu untuk mengidentifikasi dan menganalisis masalah kejahatan dalam jangka panjang seperti kejahatan narkoba ataupencurian. b). Melakukan studi untuk menginvestigasi atau mengevaluasi prosedur serta langkah penanggulangan yang sesuai. 5). Analisis Kejahatan Administratif ( Administrative Crime Analysis) Penyajian temuan dari hasil riset atas kejahatan yang menonjol dan analisis yang didasarkan kepada hukum, politik, dan hal-hal praktis lainnya yang berkaitan. Hasil studi ini disampaikan kepada lingkungan penegak hukum, pemerintah serta masyarakat. Analisis ini bersifat umum dan tidak mengungkapkan kasus secara khusus dan rinci. Tujuan analisis ini adalah memberikan informasi kepada pihak yang berkepentingan untuk memahami fenomena kejahatan yang terjadi dan kemudian mengambil kebijakan baik yang bersifat strategis maupun operasional bagi pihakpihak yang menggunakan hasil analisis ini. Analis intelijen adalah seorang professional yang mengumpulkan berbagai fakta, dokumen-dokumen, bukti - bukti, hasil wawancara, dan berbagai bahan keterangan yang terkait dengan masalah kriminal dan menyusunnya dalam urutan logis, untuk mengembangkan kasus kriminal, menjelaskan fenomena kriminal, dan menguraikan masalah kriminal dan kecenderungannya. Kesulitan utama para analis adalah menghasilkan produk intelijen yang mampu menggambarkan dengan jelas aktifitas kejahatan. Dalam kasus teror misalnya kesulitan dalam menggambarkan aktifitas teroris, jaringan, rencana, terutama mengindikasikan kapan dan dimana serangan akan dilakukan. Seorang analis harus memiliki pendidikan paling tidak setingkat S-1 dan telah mengikuti pelatihan dalam proses intelijen, prosedur dan hukum pidana, analisis statistik, analisis fakta dan pembuktian. Seorang analis harus seorang obyektif, pemikir analitis, serta memiliki kemampuan menulis dan penyajian yang baik. Seorang analis adalah seorang yang memiliki pengetahuan dan keakhlian analisis karena akumulasi pengalamannya sebagai analis selama penugasannya. Kebanyakan seorang analis memperoleh keakhlian substantif (tentang manusia, pola kriminal, lokasi dan sebagainya) dari pekerjaannya dalam menganalisis berbagai masalah. Seorang analis harus melihat masalah kriminal dari gambaran yang luas – gambaran yang secara tepatnya dilihat dari pengalaman lapangan penegakan hukum selama bertahun-tahun. Keluaran intelijen yang bermutu hanya akan didapat dari pekerjaan seorang analis yang professional, bukan seorang analis yang menduduki jabatannya hanya karena hadiah dari institusinya yang didasarkan kepada balas jasa semata-mata karena seseorang telah dianggap berjasa kepada institusinya.
150
Berbagai pemikiran muncul dalam upaya menghasilkan hasil analisis yang berkualitas. Salah satu adalah membawa analis yang berkelas dari luar institusi ke dalam proses intelijen, meskipun pola ini mengandung resiko keamanan terutama akses kepada intelijen dengan klasifikasi tinggi. Namun gagasan ini umumnya kurang mendapat perhatian karena posisi seorang analis adalah posisi yang – “highly experiental”, yang merupakan – subject matter expertise – tidak semata-mata hanya penguasaan metodologi analisis. Untuk menjadi seorang analis intelijen yang professional Sherman Kent menyarankan seorang analis menjauhkan diri dari sorotan publik. Dia tidak boleh memberikan wawancara, bahkan ketika mereka sudah pensiun. Kent melihat seorang analis intelijen adalah pemasok informasi sekaligus “pengawas” bagi pembuat keputusan dan pelaksana operasi. Frans Bax menyusun sebuah doktrin bagi seorang analis intelijen yang disebutnya sebagai Doktrin Analisis Kent (Kent”s Analytic Doctrine), sebagai berikut: 52 Pertama, fokus kepada apa yang menjadi perhatian pembuat keputusan yang dilayaninya (Focus on Policymaker Concerns). Lingkaran pembuat kebijakan memerlukan analis karena mereka dapat membantu memecahkan persoalan dan tantangan yang dihadapi para pembuat kebijakan, karena kemampuan serta latar belakang pengetahuannya, kemampuan evaluasi, dan menyusun bahan-bahan dari berbagai sumber, serta pemahamannya dalam kegiatan rahasia. Sambil memperhatikan persoalan yang belum dapat digambarkan oleh pembuat kebijakan, tanggung jawab pertama analis adalah membantu pengguna intelijen dengan memberikan kajian tentang masalah yang harus dipecahkan dan tetap focus pada kurva belajar (learning curve). Kurva belajar adalah kemampuan individu untuk meningkatkan kinerja dengan berlalunya waktu, karena mereka melakukannya dengan baik. Dengan penumpukan pengalaman dalam melakukan tugas tertentu, diharapkan individu itu akan mampu melakukan tugas itu lebih cepat dan lebih baik. Seorang analis harus juga mampu memberi intelijen yang “actionable” yang dapat digunakan untuk menggagalkan ancaman dan mengambil peluang dalam menetapkan sebuah kebijakan. Kedua, menghindarkan diri dari agenda kebijakan yang bersifat pribadi (Avoidance of a Personal Policy Agenda). . Analis harus mampu memberi hasil analisis dan evaluasi yang dapat mendekatkan perbedaan-perbedaan yang disebabkan oleh agenda-agenda pribadi dalam membuat kebijakan. Artinya seorang analis harus objektif, netral dan dituntun oleh kepentingan organisasi semata-mata. Analis harus menghindarkan diri dari “pesanan” yang akan digunakan oleh satu kelompok yang terlibat dalam perumusan kebijakan untuk memaksakan pandangannya secara sepihak kepada pihak lainnya yang sama-sama terlibat dalam proses pembuatan kebijakan. 52
. Jack Davis – Occasional Paper : Vol 1, Number 5, Nov 02, The Sherman Kent for Intelligence Analysis.
151
Untuk analisis sebagai bahan pembuatan perkiraan (estimate analysis), analis harus secara serius memusatkan perhatiannya kepada yang nampaknya akan mempengaruhi keluarannya. Untuk analisis sebagai dasar sebuah tindakan (action analysis) analis harus mampu mengidentifikasi dan mengevaluasi beberapa alternatif, namun tidak menyarankan tetapi membiarkan pembuat keputusan membuat rekomendasi atau memilihnya sendiri. Ketiga, kemapanan intelektual ( Intellectual Rigor ). Analisis yang baik adalah kunci dalam proses pembuatan kebijakan / keputusan. Dalam doktrin Kent informasi harus mengalami proses evaluasi yang baku dan ketat untuk menentukan validitas sumber informasi, untuk mencegah adanya penyesatan (deception) dan penolakan (denial), serta penilaian terhadap kebenaran informasinya. Perkiraan atau estimasi dibuat berdasarkan pengorganisasian dan evaluasi data yang benar, keakhlian yang tidak berpihak, perumusan asumsi yang baik dan terbuka. Ketidak pastian serta kesenjangan dalam informasi akan sangat mempengaruhi dalam membuat perkiraan yang baik Keempat, kesadaran upaya untuk menghindari penyimpangan analisis (Concious Effort to Avoid Analytic Biases). Penyimpangan politik atau kebijakan (policy or political bias) adalah kesalahan yang tidak bisa ditolerir. Namun disadari penyimpangan analitik dan penyimpangan kognitif adalah proses mental yang biasa dan sulit dihindari dalam menganalisis dan mengevaluasi masalah yang kompleks dan cair. Oleh sebab itu diperlukan upaya yang terus menerus, berlanjut serta sungguhsungguh untuk meminimalkannya. Salah satu cara yang dianjurkan Kent untuk mengurangi penyimpangan analitik dan kognitif adalah menguji asumsi telah ditegakkan secara sungguh-sungguh. Kelima, kesediaan untuk mempertimbangkan pendapat orang lain (Willingness to Consider Other Judgments). Dalam menegakkan hasil analisis yang baik diperlukan tidak hanya kesepahaman tetapi juga perbedaan pendapat. Pendapat yang berbeda perlu dipertimbangkan selama dasar, alasan, dan argumentasinya jelas seperti kepercayaan terhadap asumsi alternatif atau perbedaan interpretasi terhadap satu informasi. Sebelum teknologi informasi berkembang, pada masa lalu biasa dilakukan rapat bersama para analis dari berbagai disiplin yang ada hubungan dengan masalah yang dikaji. Keenam, pemanfaatan tenaga akhli dari luar institusi secara sistematik (Systematic Use Outside Experts). Sebagai uji tambahan terhadap kemungkinan penyimpangan analisis dan kemungkinan ada hal-hal yang tidak tertinjau dalam proses analisis masalah yang kompleks dan sulit, perlu dipertimbangkan pendapat lain dari luar institusi.
152
Tentu seorang analis harus memegang teguh dan memelihara kerahasiaan hasil analisis yang disiapkan untuk pengguna intelijen yang dilayaninya. Pendapat lain itu tidak harus selalu sependapat, namun yang diperlukan adalah kemungkinan munculnya data dan bahan keterangan tambahan dan analisis dari asumsi yang mendasarinya. Berita-berita di media atau jurnal-jurnal khusus harus dipelajari untuk keperluan yang sama. Seorang analis juga harus menggali dan mengembangkan hubungan dengan kalangan lain baik dalam bidang pengajaran, riset, dan bisnis yang melakukan kegiatan serupa. Ketujuh, hasil analisis adalah tanggung jawab bersama (Collective Responsibility for Judgement). Analisis beserta pendapat yang disimpulkan pada dasarnya adalah produk institusi dan bukan kerja perorangan. Ketika seorang analis berhadapan dengan pengguna intelijen, harus dapat menampilkan dan mempertahankan ciri dan pandangan kebersamaan. Namun ketika keadaan mengharuskan adanya pendapat pribadi, seorang analis harus dapat menjelaskan sumber yang memberi wewenang kepadanya untuk berbicara tentang isu tertentu. Kedelapan, kebijakan komunikasi yang efektif dari informasi pendukung dan hasil analisis.(Effective communication of policy-support information and judgements) Bagi seorang pembuat keputusan yang sibuk, analisis yang pendek akan lebih baik. Namun demikian kejelasan pendapat yang disampaikan analis juga merupakan hal yang esensial. Dalam proses analisis persoalan yang kompleks dan cair, faktor ketidak pastian adalah hal yang tidak bisa dihindarkan. Meskipun demikian yang juga penting diperhatikan adalah harus dihindarkan sikap benar sendiri. Apabila timbul kebingungan karena dihadapkan kepada pilihan apakah harus memperpanjang analisis atau membiarkannya singkat, berikanlah detail yang terukur dan hati-hati. Kesembilan, mau mengakui kesalahan dengan jujur (Candid Admission of Mistakes). Analis harus selalu berusaha untuk menguasai substansi dan praktek analisis dengan baik, meskipun tidak ada aturan dan teori analisis yang dapat menjamin keberhasilan dalam menangani persoalan yang berat dan rumit, atau menghilangkan apa yang disebut dengan bahaya dalam membuat perkiraan (perils of estimating). Menurut Sherman Kent seorang analis harus secara sistimatik melihat kembali kinerjanya untuk mencari cara meningkatkan kemampuan dalam membuat analisis, juga untuk mempelajari kesalahan-kesalahan. Kesalahan mungkin saja terjadi, tetapi seorang analis dapat pelajaran penting dengan melihat kembali secara kritis kegagalan-kegagalan yang terjadi, terutama dari penilaian kembali tersebut dapat ditemukan kesalahan-kesalahan yang berulang dengan pola yang sama, seperti melihat dari bayangan (mirror imaging), atau asumsiasumsi yang tidak berubah meskipun lingkungan telah berubah.
153
Manajemen Fungsi Intelijen. Tidak semua institusi penegakan hukum memiliki unit intelijen yang terstruktur dan formal, namun tetap menjalankan fungsi intelijen. Tidak dapat dipungkiri dengan berkembangnya tindak kejahatan baik dalam modus operandi maupun jangkauan operasinya, yang diakibatkan oleh kemajuan teknologi informasi dan transportasi. Kerjasama intelijen antar institusi penegakan hukum maupun dengan institusi lain menjadi sebuah keniscayaan untuk meningkatkan kemampuan intelijen dalam upaya memelihara keamanan nasional dan keamanan masyarakat. Untuk keperluan tersebut ada beberapa hal yang harus menjadi perhatian pimpinan institusi penegakan hukum : a. Menyesuaikan kembali struktur organisasi dan prosesnya terhadap tuntutan baru. b. Mengembangkan visi bersama tentang ancaman teroris dan kejahatan lainnya. c. Berperan serta dalam proses intelijen dan menindak lanjuti dengan informasi mengenai ancaman. d. Menyediakan sumber daya, waktu, dan upaya untuk optimalisasi fungsi intelijen. e. Membangun semangat untuk proaktif dan kreatif agar mampu mengidentifikasi apa “yang tidak kita ketahui” tentang terorisme dan kejahatan internasional terorganisir. f. Membangun budaya dalam masyarakat penegakan hukum agar terbiasa dengan “think globally and act locally”. g. Menampilkan kepemimpinan yang berjiwa pelopor, sabar, dan waspada. Untuk menjabarkannya kedalam mekanisme fungsi intelijen, institusi penegak hukum dari berbagai tingkatan minimal memerlukan komponen operasional sebagai berikut: a. Anggota yang ditugaskan sebagai “focal point” yang berhubungan dengan institusi diluar institusi penegakan hukum yang dapat secara langsung menerima permintaan keperluan dari institusi diluar institusi penegakan hukum (inquiries), menerima informasi, peringatan (warning), atau saran-saran lainnya. Petugas ini harus mendapatkan pelatihan yang cukup dalam bidang bahasa, proses, dan regulasi yang ada dalam komunitas intelijen penegakan hukum. b. Sistem komunikasi yang aman untuk mengirim dan menerima informasi yang sensitif (Law Enforcement Sensitive atau LES) atau informasi resmi untuk kepentingan pengguna tertentu (For Official Use Only atau FOUO). c. Menetapkan kebijakan dalam pengumpulan bahan keterangan / informasi, pembuatan laporan dan penyebaran. Apabila institusi penegakan hukum akan menyimpan dan memelihara dokumen apapun tingkat organisasinya, institusi yang bersangkutan harus menetapkan kebijakan atau petunjuk pengamanannya ( Law Enforcement Intelligence Unit – File Guideline) . d. Membangun kemampuan untuk menentukan jenis informasi / intelijen yang dapat digunakan secara efektif untuk mencegah terorisme dan menghancurkan kelompok kriminal. Masalah ini bukan hal yang mudah karena memerlukan investasi sumber daya yang besar. Memahami tentang ancaman dan sasaran dalam sebuah komunitas serta membangun kekuatan untuk menetralisirnya merupakan hal yang sangat penting.
154
Diluar faktor – faktor diatas, faktor – faktor manajemen lainpun perlu dipertimbangkan untuk meningkatkan kemampuan intelijen.
Membangun Kerangka Organisasi. Seperti juga fungsi lain dalam institusi penegakan hukum, perhatian dalam organisasi harus juga diberikan kepada struktur administratif dari unit intelijen penegakan hukum. Para pengelola organisasi harus mempelajari hal-hal sebagai berikut. a. Kebutuhan untuk unit Intelijen Penegakan Hukum. b. Bagaimana memfungsikannya setiap hari. c. Isu yang menyangkut pengadaan sumber daya, penugasan , dan manajemen. d. Kebutuhan fungsi intelijen institusi penegakan hukum pada masa yang akan datang. Fungsi intelijen dalam organisasi yang pengorganisasian dan pengawakannya dilakukan dengan tepat akan dapat befungsi sebagai “konsultan internal” bagi manajemen dalam pengerahan sumber daya. Ini harus dirancang sebagai unsur organik dan integral dari organisasi penegakan hukum, bukan fungsi yang terpisah dan berbeda. Intelijen merumuskan ruang lingkup dan dimensi tindak kejahatan yang komplek – termasuk terorisme – dan memberikan alternatif dalam merumuskan kebijakan penanggulangan problem yang dihadapi. Yang juga penting adalah berfungsi sebagai – focal point – untuk berbagi informasi dan penyebarannya dalam upaya memaksimalkan keamanan masyarakat. Ada kecenderungan keengganan pada beberapa institusi penegakan hukum untuk mengembangkan unit intelijen – baik untuk kepentingan intelijen taktis maupun intelijen strategis dengan beberapa alasan. Alasan paling utama dalam pengalaman institusi penegakan hukum di Amerika Serikat adalah seringnya mereka diadukan masyarakat karena dianggap melakukan pelanggaran hak sipil. Ini terjadi akibat buruknya pengorganisasian dan manajemen kegiatan intelijen. Dalam banyak kasus para pimpinan institusi penegakan hukum sengaja tidak memfungsikan bahkan menghilangkan unit intelijen. Tujuannya adalah untuk mengurangi tanggung jawab dan meminimalisir kritik dan pengaduan masyarakat yang sebenarnya tidak memahami peranan intelijen atau masyarakat yang menolak fungsi penegakan hukum dengan alasan filosofis. Hal yang sama adalah kebutuhan, nilai serta manfaat Unit Intelijen untuk penegakan hukum belum dipahami secara utuh dan menyeluruh oleh para pimpinan yang tidak mengerti bahwa fungsi intelijen sangat penting sebagai sumber perencanaan dan operasi. Sebagai contoh , analis intelijen sering diberi tugas hanya sebagai pegawai kantor yang tidak ada hubungannya dengan analisis dan bukan diberi tugas sebagai analis yang proaktif. Ini disebabkan para pimpinan institusi tidak mengakui dan memahami nilai sebuah analisis intelijen sebagai salah satu sumber dalam proses manajemen. Sekarang jaman berubah dan setelah dunia dihadapkan pada kenyataan baru dalam menghadapi kejahatan baru seperti serangan teroris terhadap WTC – New York, dan serangan – serangan lain dibelahan bumi yang lain termasuk di Indonesia, kejahatan internasional terorganisir, muncul semangat – “Zeitgeist” atau “Spirit of the times” dalam institusi penegakan hukum. Zeitgeist artinya setiap jaman memiliki ruh jaman tersendiri dan semangat jaman menjelaskan tentang semangat “on becoming” dalam satu ruang dan waktu. Sering
155
diartikan juga sebagai karakter yang dicirikan oleh kesadaran terhadap harapan dan kesadaran percepatan masa depan. Kini ada kesadaran baru dalam institusi penegakan hukum tentang pentingnya Intelijen untuk penegakan hukum (Law Enforcement Intelligence). Kini institusi penegakan hukum di negara-negara maju secara proaktif melakukan penegakan hukum dengan menggunakan pendekatan pemolisian masyarakat ( community policing) melalui proses pemecahan masalah secara proaktif, CompStat, analisis kriminal, komunikasi internal dan eksternal yang efektif, penanggulangan kejahatan melalui pendekatan multidisiplin, pendekatan “bottom up” untuk gelar operasi. Selain itu terutama sejak peristiwa 11 September telah terlihat kemajuan yang sangat penting terutama dalam sumber daya dan pelatihan sehingga fungsi intelijen penegakan hukum sudah lebih mudah diadaptasi kedalam sistem. Kondisi ini menyebabkan fungsi intelijen penegakan hukum sudah menjadi professional, juga didorong oleh keterlibatan secara intensif dari kalangan akademisi, serta upaya yang panjang yang dilakukan International Association of Law Enforcement Inteligence Analysts (IALEIA) atau Asosiasi Analis Intelijen Penegakan Hukum dan juga Unit Intelijen.
Pen - “Charter” – an Unit Intelijen. Langkah pertama yang dapat dilakukan dalam membangun unit intelijen adalah dengan pen-charter-an fungsi. Langkah ini termasuk hal-hal sebagai berikut: a. Menetapkan prioritas organisasi dan penempatannya. b. Alokasi sumber daya. c. Merumuskan misi dan sasarannya. d. Menetapkan kewenangan dan tanggung jawab dari unit intelijen. Membentuk unit intelijen harus dilakukan melalui pengkajian yang berdasarkan keperluan. Ini termasuk mengidentifikasi current intelligence yang berhubungan dengan kemampuan institusi penegakan hukum dan kemampuan yang diharapkan. Salah satu keluaran dari pengkajian didasarkan keperluan yang efektif adalah dapat mengidentifikasi bagaimana unit intelijen dapat memberi pengaruh untuk mendorong efisiensi dan daya tanggap organisasi. Kajian ini juga penting untuk menetapkan dan merumuskan keperluan sumber daya. Alokasi sumber daya bukan masalah yang mudah prosesnya karena inisiatif untuk membangun unit yang baru biasanya menghilangkan atau mengurangi fungsi yang satu untuk mengembangkan fungsi yang lain. Dalam pengalaman untuk membangun unit yang baru biasanya pada tahap-tahap awal sulit untuk mendapatkan alokasi sumber daya secara penuh. Itu sebabnya diperlukan penetapan prioritas dari institusi penegakan hukum mana yang akan didahulukan dalam pembentukan unit intelijen. Harus pula dirumuskan tentang misi dari unit intelijen yaitu peran yang dilakukan oleh unit intelijen untuk mendukung misi institusi penegakan hukum secara umum. Perumusan misi unit intelijen dijelaskan secara spesifik dalam bahasa yang jelas tentang apa yang ingin dicapai dan arahan serta tanggung jawab dari unit intelijen, sehingga dapat ditetapkan dukungan administratif serta kegiatannya untuk mencapai misi yang telah dirumuskan.
156
Sasaran adalah ujungnya dimana seluruh aktifitas intelijen diarahkan dan yang penting sasaran harus – mission oriented – yaitu pencapaian sasaran intelijen akan mendukung pencapaian misi yang lebih luas dari institusi penegakan hukum. Contoh tentang perumusan Misi dan Sasaran dari Unit Intelijen. Misi Intelijen Misi dari Unit Intelijen dari Bagian Penelitian – POLRES –Jakarta Timur ialah mengumpulkan, mengevaluasi, menganalisis, dan menyebarkan intelijen tentang kegiatan kriminal di wilayah hukum Jakarta Timur atau kejahatan di wilayah hukum lain yang dapat membawa akibat terhadap keamanan di wilayah hukum Jakarta Timur. Termasuk juga kegiatan melakukan proses pemilahan dan analisis informasi yang dikumpulkan oleh unit operasi. Unit intelijen akan melengkapi data-data yang diperlukan oleh Kapolres, agar Unit Operasi yang bertanggung jawab terhadap penangkapan dapat melakukan tindakan yang diperlukan. Sasaran Intelijen 1. Unit Intelijen akan memasok Kapolres dengan data intelijen, baik intelijen taktis maupun strategis yang akurat agar Kapolres selalu dapat mengikuti perkembangan dan dinamika keamanan di wilayah hukum Jakarta Timur. 2. Unit Intelijen akan memberi laporan analisis intelijen secara lengkap dan terperinci tentang sistem kejahatan terorganisir yang beroperasi di wilayah hukum Jakarta Timur kepada Unit Operasi dengan data-data yang diperlukan untuk mengidentifikasi kelompok kejahatan terorganisir maupun perorangan yang terlibat dalam kelompok kejahatan teroganisir. 3. Unit Intelijen akan memusatkan perhatiannya kepada kejahatan sebagai berikut: a. Kelompok ekstrim “Jamaah Islamiah” yang mendukung terorisme menyangkut kegiatan, pengikut, pendanaan, dan dukungan logistik, yang bersifat kegiatan kriminal.. b Kelompok ekstrimis di wilayah hukum Jakarta Timur yang mendukung tindakan kejahatan menyangkut kegiatan, pengikut, pendanaan, dukungan logistik, yang semuanya bersifat tindakan kriminal. c Kegiatan buruh / pemogokan – melakukan monitoring dan mengumpulkan intelijen strategis dan disampaikan kepada Biro Operasi yang berhubungan dengan kegiatannya. d. Kejahatan terorganisir – identifikasi kejahatan dan pengikutnya, termasuk identifikasi kelompok kejahatan yang baru muncul. e. Penyebar Narkoba yang besar – menyampaikan intelijen taktis dan analisis informasi kepada Biro Operasi tentang orang yang teridentifikasi terlibat dalam perdagangan narkoba. Unit Intelijen mengerti perlunya keseimbangan antara hak-hak individu warga negara dengan keperluan penegakan hukum yang sah secara hukum. Dengan pemahaman ini Unit Intelijen akan melaksanakan kegiatan intelijen sesuai dengan keseimbangan diatas secara konsisten.
157
BAB X PENGAWASAN INTELIJEN Pengertian pengawasan dari terminologi control, review, dan oversight sempat menjadi perdebatan hangat ketika merumuskan fungsi pengawasan. Ini bukan merupakan debat semantik tetapi lebih kepada akses terhadap informasi dari Badan atau Institusi Intelijen. Perbedaan yang nampak lebih jelas adalah antara control dengan oversight. Dalam bahasa Indonesia control diartikan pengendalian, sedangkan oversight diartikan pengawasan. Sudah umum dipahami bahwa seorang pemimpin sebuah organisasi memerlukan kekuasaan yang cukup untuk mengatur dan mengarahkan kegiatan dan operasi dari institusi tersebut, ini yang dimaksud dengan Control. Sedangkan oversight lebih kepada proses supervisi terhadap kegiatan yang menjadi tugas dan tanggung jawab sebuah institusi bukan kepada manajemen harian (day to day management), tetapi untuk menjamin bahwa seluruh kebijakan, kegiatan dan metode yang dijalankan institusi tersebut sejalan dengan mandat undang-undang terkait.
158
Isu pengawasan terhadap Institusi intelijen makin menguat sejalan dengan tuntutan demokratisasi intelijen. Yang menjadi pertanyaan adalah mungkinkah melakukan demokratisasi intelijen melihat sifat intelijen yang menonjol yaitu melakukan kegiatannya dengan senyap dan penuh kerahasiaan. Ada dua hal yang berhadapan yaitu transparansi dan akuntabilitas dengan kerahasian, sehingga ini bisa dipandang sebagai sebuah oxymoronic. Pengawasan publik atas badan intelijen dalam sistem demokrasi dianggap penting karena alasan-alasan sebagai berikut:53 Pertama, berseberangan dengan konsep keterbukaan dan transparansi yang menjadi hal yang sangat penting dari pengawasan demokratis, badan intelijen seringkali beroperasi secara rahasia. Karena kerahasiaan dapat menutupi operasi mereka dari pengamatan publik, maka menjadi penting bagi legislatif dan khususnya eksekutif untuk memperhatikan dengan seksama operasi-operasi badan tersebut. Kedua, badan intelijen memiliki kemampuan khusus untuk memasuki wilayah hak milik pribadi atau komunikasi yang jelas-jelas dapat melanggar prinsip hak azasi manusia. Oleh sebab itu pegawasan menjadi masalah yang sangat penting dalam sistem demokrasi. Ketiga, badan intelijen sedang mengalami penyesuaian dengan munculnya ancaman baru yang disebut Ancaman Non Tradisional yang dapat berupa kejahatan terorganisasi lintas negara yang dilakukan oleh aktor-aktor non negara, dengan memanfaatkan kondisi dalam negeri. Ancaman ini dapat dalam bentuk terorisme, gerakan separatis, kejahatan dunia maya (Cybercrime), kejahatan lintas negara seperti penyelundupan dan pencurian ikan, pencemaran dan perusakan ekosistem, imigran gelap, pembajakan / perampokan, aksi radikalisme, konflik komunal, serta dampak bencana alam Proses penyesuaian ini seharusnya berada dibawah pengawasan otoritas sipil yang dapat menjamin proses penyesuaian ini akan berjalan sesuai dengan sistem demokrasi. Pengawasan oleh legislatif dan eksekutif harus memastikan perubahan yang diinginkan, diterapkan dengan cara yang efisien, karena badan intelijen merupakan badan birokrasi yang memiliki daya tolak terhadap perubahan dan tingkat kemapanan birokratis tertentu. Keempat, badan intelijen bertugas untuk mengumpulkan informasi dan membuat analisis ancaman serta melakukan penilaian tentang adanya ancaman. Karena penilaian ancaman merupakan titik awal bagi rencana tindakan pasukan keamanan (militer, polisi dan pasukan penjaga perbatasan) , maka merupakan hal penting bila penilaian ancaman ini dilakukan dibawah acuan demokratis. Hal ini relevan terutama karena penilaian ancaman ini berimplikasi terhadap penentuan prioritas ancaman yang dapat mengakibatkan dampak politis yang besar. Kelima, berlaku bagi negara-negara yang berada dibawah rezim otoriter dan dalam proses transisi menuju demokrasi. Pada masa lalu tugas utama badan intelijen dinegara-negara tersebut adalah melindungi dan menjaga keamanan para pemimpinnya dari rakyat
53
. Bob S. Hadiwinata (Editor), Hans Born dan Ian Leigh - Mendorong Akuntabilitas Intelijen::Dasar Hukum dan Praktik Terbaik dari Pengawasan Intelijen. Hal 33.
159
mereka. Badan intelijen terutama berperan untuk memenuhi dan menjalankan fungsifungsi represif. Dalam proses menuju sistem yang demokratis, yang semula lebih menekankan kepasda pendekatan yang bersifat represif menjadi alat kebijakan keamanan yang modern menuntut adanya pengawasan yang ketat oleh eksekutif dan legislatif.
Demokratisasi intelijen. Dalam pemerintahan yang otoriter tujuan dari institusi intelijen adalah mengabdi kepada kekuasaan dan menekan serta membungkam oposisi. Dalam posisi ysng demikian institusi intelijen berada dalam kendali partai yang berkuasa atau menjadi "bagian" dari struktur komando militer atau sebagai badan yang otonom dalam negara, layaknya "state within state". Selain itu institusi intelijen dalam rejim otoriter tidak berada dalam pengawasan yang independen.54 Dalam negara yang menganut sistem demokrasi, pemantauan terhadap musuh negara tetap menjadi tugas dari institusi intelijen keamanan. Namun perbedaan rejim otoriter dengan rejim demokratis terletak pada adanya kebebasan berpolitik serta kebebasan berkompetisi. Perbedaan yang lain adalah semua kegiatan intelijen harus berada dalam pengawasan agar dapat berfungsi secara efektif, efisien, tidak melanggar undang-undang dan etika. Demokratisasi adalah sebuah proses yang panjang dan bergejolak oleh sebab itu mungkin prosesnya mandek atau malah kembali kearah semula. Pertanyaan yang selalu muncul adalah bagaimana karakter bidang keamanan termasuk intelijen dalam sistem pemerintahan yang demokratis?. Laurie Nathan menggambarkan 6 (enam) faktor yang harus dipenuhi untuk dapat disebut memenuhi standar demokrasi.55 Keenam faktor tersebut ialah: *. Supremasi Sipil di Sektor Keamanan ( Civil Supremacy over the Security Sector). Pimpinan didalam negara demokratis mereprentasikan kalangan sipil yang dipilih melalui proses pemilihan umum, maka sektor keamanan (sebagai bagian dari eksekutif) berada pada tanggung jawab kalangan sipil. Mekanismenya adalah bahwa pemimpin tertinggi militer dan Menteri Pertahanan hendaknya dari kalangan sipil; dan lembaga keamanan harus mempertanggungjawabkan setiap tindakannya - termasuk anggaran belaja - kepada badan legislatif. * Pembagian tanggung jawab ( Division of Responsibility) Harus ada pembagian yang tegas antara kelompok sipil dan militer. Sementara kelompok sipil bergerak di bidang politik dan kepemimpinan nasional, kelompok militer berkonsentrasi dibidang keamanan nasional. Untuk menjaga profesionalitas militer, maka militer seharusnya tidak melibatkan diri di dalam urusan politik dan perebutan kekuasaan politik. Sebagai bagian dari pemerintahan demokratis, kalangan militer maupun sipil harus bersama-sama mempertanggungjawabkan tindakannya kepada badan pengawas di badabn legislatif yang dipilih oleh rakyat. 54 55
.Peter Gill and Mark Phythian - Intelligence in an Insecure World. Hal 173. .Bob S. Hadiwinata (Editor), Hans Born dan Ian Leigh - Mendorong Akuntabilitas Intelijen: Dasar Hukum dan Praktik Terbaik dari Pengawasan. Intelijen. Hal 17..
160
* Legalitas ( Legality) Dalam rangka untuk memperoleh pengakuan dan legitimasi dari rakyat, maka sektor keamanan harus tunduk pada prinsip penegakan hukum (rule of law) Artinya, lembaga keamanan - termasuk intelijen - harus beroperasi atas dasar perangkat aturan hukum ( Undang-Undang) yang jelas. Undang-Undang juga dapat memberikan parameter yang jelas bagi operasi-operasi sektor keanananan. * Kepatuhan terhadap Hak Asasi Manusia ( Respect for Human Rights), Sekalipun pada waktu tertentu lembaga keamanan dihadapkan pada suatu situasi dimana dia harus menggunakan kekuatan penuh ( maximum force), dalam pemerintahan demokratis mereka tetap harus patuh terhadap prinsip universal tentang Hak Azasi Manusia, terutama hak setiap orang untuk hidup, bebas dari penyiksaan, dan bebas dari perlakuan semena-mena. Kegagalan untuk memenuhi hal tersebut, dapat memiliki akibat hukum (nasional maupun internasional) * Ketidak berpihakan politik (Political Non-partisanship ) Sebagai suatu organ vital pertahanan negara, lembaga keamanan harus mampu menjaga diri untuk tidak berpihak-baik secara diam-diam maupun terus terang kepada salah satu kekuatan politik, termasuk partai politik. Keegagalan untuk menjaga netralitas akan berakibat fatal, karena legitimasi dan integritas lembaga tersebut dimata masyarakat luas menjadi terancam. * Transparansi ( Transparency) Dalam rangka memenuhi prinsip sistem administrasi modern yang menekankan pada akuntabilitas adan transparansi, maka lembaga keamanan harus bersedia menyediakan informasi yang memadai mengenai aspek-aspek pertahanan negara, terutama kepada lembaga pengawas di badan legislatif yang dipilih rakyat. Kesediaan untuk menerapkan prinsip transparansi tidak saja meningkatkan pamor lembaga pertahanan dimata rakyat, tetapi juga semakin mendekatkan manajemen sektor keamanan pada prinsip good governance. Sejak tahun 1980-an ketika negara-negara Eropa Timur dan beberapa negara dikawasan yang lain, demokratisasi intelijen terutama dalam reformasi hukum lebih nampak sebagai simbolik daripada perubahan yang benar-benar. Dibalik pemerintahan baru para perancang perubahan nampaknya belum menyentuh secara utuh masalah hukum, terutama kerangka hukum untuk intelijen keamanan Kerangka hukum untuk intelijen keamanan adalah keniscayaan dalam sistem demokrasi, namun itu tidak cukup dalam pengawasan demokrasi. Standar pengawasan demokrasi tidak hanya menyangkut bidang hukum, namun termasuk isu yang lebih luas yaitu isu tata - laku termasuk isu hak asasi manusia dan etika . Namun demikian ada semacam dilematik antara kebebasan dan pembatasan terhadap kebebasan. European Convention on Human Rights (ECHR) pada pasal 8 - 11, secara umum mencantumkan ada dua alasan utama dimana "kekuasaan khusus" dibolehkan melakukan tindakan yang membatasi hak (right) .56
56
.Peter Gill and Mark Phythian - Intelligence in an Insecure World . Hal 176.
161
Pertama, pembatasan terhadap kebebasan seseorang (privacy), kebebasan untuk mengemukakan pendapat, berserikat, dibolehkan asal tidak bertentangan dengan Undang Undang dan "diperlukan dalam masyarakat demokratis". Pembatasan terhadap hak seseorang juga dibolehkan apabila dimaksudkan untuk melindungi keamanan nasional, melindungi moral bangsa, hak orang lain dan keamanan masyarakat. Kedua, pembatasan juga dapat dilakukan dalam keadaan khusus seperti negara dalam keadaan perang atau keadaan darurat (public emergency) yang mengancam kelangsungan hidup bangsa, meskipun tetap dilarang untuk melakukan penyiksaan dan tindakantindakan lain yang tidak manusiawi.. Sedangkan UU Republik Indonesia No 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, menjelaskan pembatasan terhadap hak asasi seperti tertulis dalam pasal 70 dan 73 yang berbunyi sebagai berikut: Pasal 70 - Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan Undang-Undang dengan maksud untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis. Pasal 73 - Hak dan kebebasan yang diatur dalam Undang-Undang ini hanya dapat dibatasi oleh dan berdasarkan Undang-Undang, semata-mata untuk menjamin pengakuan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia serta kebebasan dasar orang lain, kesusilaan, ketertiban umum dan kepentingan bangsa. Menyangkut masalah etika intelijen ada yang meragukan, bagaimana mungkin menggabungkan etika dan intelijen. Michael Herman mendefinisikan etika sebagai gabungan dari moralitas pribadi dan utilitas sosial, sedangkan Michael Andregg memandang bahwa etika adalah studi logika dan paradigma moral. Dalam kehidupan sehari-hari nilai moral kuno seperti harus jujur, jangan mencuri, jangan membunuh, menghormati tetangga dan sebagainya dapat ditemui dan ditaati. Keraguan dan sikap skeptis ini disebabkan oleh beberapa alasan. Pertama, selama ini intelijen dilihat sebagai institusi yang tidak mengindahkan masalah etika dan moral karena bagi mereka yang penting bukan kejujuran tetapi tujuan tercapai sehingga berbohong dan tindakan mengeksploitasi orang lain bukan hal yang harus menghalangi kegiatan intelijen. Bagi intelijen seolah berlaku semboyan - Het doel heiligt de middelen, yang artinya tujuan menyucikan (menghalalkan) cara. Kedua, meskipun intelijen dijustifikasi demi kepentingan keamanan nasional, namun penggunaan dimasa damai dipandang sebagai hal yang tidak patut. Namun dunia intelijen yang berada dalam wilayah abu-abu dalam pemikiran tentang moral dan menghasilkan dilema dimana intelijen harus menyeimbangkan kepentingan keamanan nasional yang harus mereka lindungi dengan niali-nilai moral ortodoks yang melarang berbohong, mencuri, membunuh dan lainnya.
162
Karena itu Michael Andregg mengatakan bahwa etika tidak bisa disamaratakan. Ini disebabkan oleh dua sudut pandang yang berbeda antara masyarakat diluar intelijen dan intelijen. Didalam intelijen sendiri mempunyai pandangan yang berbeda menyangkut nilai moralitas kebajikan disebabkan tipe profesional intelijen yang berbeda. Pertama, bagi pengumpul bahan keterangan (collectors) atau badan pengumpul, mereka memandang bahwa nilai moral terpenting adalah melindungi metode, sumber keterangan, dan anonimitas nereka. Kedua, para analis memandang bahwa nilai moral bagi mereka adalah menghindari produk yang mereka hasilkan sebagai cook intelligence yang dibuat hanya untuk memenuhi pesanan pengguna. Bagi analis produk intelijen harus Useful yang bermakna tepat waktu, akurat, relevan, dan actionable bagi pengguna atau pembuat kebijakan. Ketiga, operator yaitu mereka yang pergi ke berbagai tempat dan melakukan berbagai hal. Merekalah yang mengendalikan agen-agen untuk melakukan tindakan penetrasi ke kandang musuh seperti kelompok teroris, melakukan pembunuhan, dan pekerjaan lain yang penuh resiko. Bagi mereka nilai moral tertinggi adalah keselamatan dan keamanan operasi mereka termasuk keselamatan para agen dan dirinya sendiri. Keempat, manajer yang mengorganisasikan pekerjaan termasuk pendanaannya bagi seluruh kegiatan organisasi serta profesional yang disebutkn diatas. Nilai moral tertinggi mereka adalah keberhasilan organisasi ditengah tantangan persaingan dengan para birokrat. Kelima, pembuat kebijakan yang membuat kebijakan yang membawa efek yang paling besar. Secara teoritis semua profesional intelijen adalah mendukung kebijakan yang dibuat oleh pembuat kebijakan. Namun karena umumnya pembuat kebijakan adalah para politisi maka bertolak belakang dengan para analis. "Kebenaran" bagi mereka tidak begitu penting dibandingkan dengan "kemanfaatan" dan kepraktisan perangkat mereka dalam pertarungan politik. Berdasarkan hal-hal diatas maka dalam menetapkan suatu perangkat etika sebagai aspek pengawasan bagi intelijen tidak boleh menafikan aspek-aspek intelijen yaitu: Pertama intelijen sebagai pengetahuan, kegiatan dan organisasi. Kedua, intelijen dengan karakter kerahasiaannya. Ketiga, kompartemetasi dalam organisasi intelijen
Sistem pengawasan.
163
Sistem pengawasan intelijen berbeda dari satu negara dengan negara lainnya. Ini sangat tergantung kepada sistem politik, pemerintahan, budaya dan sistem hukum yang dianutnya. Negara-negara yang dipengaruhi oleh tradisi sistem hukum Anglo Saxon atau dikenal dengan Common Law atau Unwritten Law, cenderung lebih menekankan kepada aspek pengawasan dan pengendalian yudisial. Sedangkan negara-negara Eropa daratan yang dipengaruhi Sistem Hukum Kontinental atau dikenal dengan istilah Civil Law lebih mengedepankan pengawasan legislatif, meskipun seperti Perancis yang belum menginginkan parlemen untuk terlibat dalam pengawasan intelijen. Amerika Serikat meskipun dipengaruhi tradisi Hukum Anglo Saxon lebih mengedepankan pengawasan legislatif, sedangkan Kanada yang juga dipengaruhi tradisi hukum Anglo Saxon memilih bentuk Komisi yaitu Komisi Peninjauan Intelijen Keamanan (Security Intelligence Review Committee).. Lain lagi dengan negara-negara Nordik seperti Norwegia yang memiliki sebuah Komisi Independen untuk mengawasi badan intelijen. Anggota Komisi Independen ini dipilih oleh Parlemen.. Komisi Independen ini setiap tahun membuat laporan tahunan kepada Parlemen serta laporan khusus sesuai keperluan. Dalam masyarakat demokratis yang modern, ada kebutuhan akan sistem pengawasan yang memastikan kepatuhan kepada hukum yang mengatur kegiatan badan intelijen.
Pengawasan Intelijen menurut Peter Gill.57 Level of Control / Oversight Form of control
1. Agencies
Guidelines
2. Executive branch Ministerial directions
3. Other 4. Citizens state and groups institutions Statutes, cases
Manifestos
drawn up by 57
. Peter Gill - Policing Politic:Security Intelligence and Liberal Democratic State. Hal 252 Ibid - h al 173
56.
164
Institutions of control
e.g. Director
e.g. Attorney General
Assemblies, Courts
Political Parties, NGOs
report to
Institutions Of oversight
e.g. Office of Professional Responsibility
e.g. Inspector General
e.g. Oversight . committees Media / Commissions Citizens
Secrecy Seperti telah diuraikan bahwa pengawasan diartikan sebagai proses manajemen yang tidak berhubungan dengan kegiatan manajemen harian, tetapi lebih kepada untuk menjamin bahwa kebijakan dan kegiatan serta metode yang dikerjakan oleh badan intelijen tidak menyimpang dan tidak bertentangan dengan Undang-Undang. Prinsip pengawasan ini sesuai dengan peribahasa yang berbunyi - "stable doors should be shut before the horses can bolt".58 Peter Gill dan Mark Phythian membagi pengawasan kedalam 2 kelompok utama yaitu: a. Pengawasan Internal yang terdiri dari pengawas Internal Badan Intelijen sendiri serta kekuasaan Eksekutif lainnya,. b. Pengawasan Eksternal yang terdiri dari institusi negara lainnya yaitu kekuasaan legislatif dan yudikatif, serta pengawasan masyarakat dan media.. Sedangkan Aleksius Jemadu memformulasikan tugas pengawasan sebagai berikut;59 a..Kekuasaan eksekutif untuk mengawasi manajemen badan intelijen. b..Kekuasaan judikatif untuk menghukum tiap pelanggaran hukum. c. Kekuasaan legislatif bertanggung jawab untuk menyediakan kerangka kerja legal bagi badan intelijen dan untuk memeriksa dengan teliti kepatuhan badan intelijen terhadap Undang-Undang Masalah pengawasan terhadap intelijen merupakan persoalan dibanyak negara, terutama setelah gencar-gencarnya kampanye hak-hak sipil. Sebagian masyarakat yang belum memahami peran dan fungsi intelijen, mengganggu hak – hak individu.mengkhawatirkan kegiatan intelijen terutama kegiatan tertutup akan melanggar dan mengganggu hak-hak individu. Ada yang berpendapat sebaiknya organisasi intelijen ditempatkan dibawah DPR seperti dilontarkan oleh Amin Rais. Sistem ini seperti yang dianut negara-negara Eropa daratan yang menempatkan pengawasan legislatif berada didepan. 58 59
. Praktek - praktek Intelijen dan Pengawasan Demokratis (2007)- Pandangan Praktisi, Editor - Aleksius Jemadu.
165
Tetapi ada juga yang berpendapat bahwa intelijen harus ditempatkan sesuai fungsinya yaitu melayani kebutuhan pengambil keputusan dan penentu kebijakan yaitu pemerintah yang berarti lebih menekankan kepada pengawasan eksekutif.. Pendapat ini didasarkan kepada tugas utama intelijen yaitu : Pertama, menyediakan dan memasok informasi yang telah diolah dengan bahan keterangan yang cukup, mutakhir, dan tepat waktu, kepada penentu kebijakan sebagai dasar pengambilan keputusan. Kedua, intelijen harus mampu menyediakan intelijen yang telah teruji, tentang perkembangan dan kecenderungan yang dapat atau mungkin membahayakan atau mengganggu kepentingan nasional dan keamanan masyarakat. Yang terpenting intelijen yang disampaikan harus memenuhi persyaratan kelengkapan dan dapat dipercaya. Ketiga, penentu kebijakan ataupun para perencana memerlukan berbagai perkiraan atau estimate tentang sesuatu hal pada masa tertentu. Ada satu pemahaman bahwa penguasaan informasi merupakan unsur kekuatan yang sangat penting bagi suatu negara, terlepas dari sistem pemerintahan yang dianut apakah sistem demokrasi atau despotik. Informasi yang tidak mudah diperoleh dan dicari dengan cara lain serta pembatasan terhadap penyebaran intelijen merupakan pilar utama dalam dunia intelijen. Dengan menguasai informasi yang diperoleh dengan cara-cara tertutup seperti kegiatan spionase ataupun bentuk operasi-operasi yang lain, penyadapan, dan bergerak dalam kerahasiaan, aparat intelijen dipandang memiliki kemampuan yang luar biasa. Namun sebaliknya apabila dilepas tanpa pengawasan mempunyai potensi yang dapat membahayakan pemerintah sendiri dan tidak mustahil digunakan untuk mengkhianati atau menyesatkan pengambil keputusan. Peran ini dianggap sangat berbahaya bila dilakukan tanpa pengawasan dalam arti bila intelijen membuat cook intelligence yang dapat menyesatkan penentu kebijakan dalam merumuskan kebijakan. Oleh sebab itu kemampuan kekuasaan eksekutif untuk mengawasi intelijen secara efektif merupakan hal yang sangat vital. Persoalannya adalah bagaimana dan sejauh mana pengawasan terhadap intelijen dapat dilakukan karena menentukan parameter sistem pengawasan intelijen bukan perkara yang mudah. Dalam negara yang menganut sistem demokrasi pengawasan terhadap intelijen dilakukan bersama antara kekuasaan legislatif dan kekuasaan eksekutif. Sebagai contoh, dalam penetapan anggaran dan pengalokasiannya yang bersifat umum mungkin tidak akan mendapat tantangan berat dari badan legislatif , berbeda dengan pengawasan terhadap kegiatan rahasia yang mungkin dianggap mengganggu dan melanggar hak warganegara mengingat sifat operasi yang tertutup, namun badan legislatif menganggap hal ini perlu dilakukan sebagai langkah politik yang penting. Tingkat kerahasiaan dan pengamanan yang tinggi yang melekat pada sifat intelijen menimbulkan pembatasan tertentu kepada anggota legislatif dalam melaksanakan fungsinya. Setiap anggota legislatif yang berhubungan langsung dengan pengawasan memerlukan Security Clearance sampai klasifikasi “Sangat Rahasia”. Yang mengeluarkan Security Clearance adalah kekuasaan eksekutif, tetapi eksekutif tidak memiliki landasan atau dasar untuk memberi atau menolak Security Clearance bagi
166
anggota legislatif karena itu akan melanggar azas pemisahan kekuasaan. Dalam waktu yang bersamaan anggota yang telah memperoleh Security Clearance tidak berarti memiliki akses kepada seluruh aktifitas intelijen. Pembatasan juga berlaku bagi penyebaran intelijen sehingga informasi yang berklasifikasi tinggi hanya boleh diberikan kepada mereka yang berada dalam Komite Intelijen di badan legislatif. Bentuk pengawasan lain yang sering dilakukan adalah dengan membentuk Komisi. Masalah penting yang menjadi isu utama pengawasan adalah mengenai: anggaran, ketanggap segeraan intelijen terhadap kebutuhan pengambil keputusan / penentu kebijakan, kualitas produk intelijen sebagai hasil analisis, kegiatan operasi intelijen, dan sisi-sisi kelayakan dan kepatutan dalam melakukan aktifitasnya. Amerika Serikat memiliki keunikan dalam pengawasan intelijen dengan memberi tanggung jawab pengawasan yang luas kepada kekuasaan legislatif yaitu Kongres.
Isu pengawasan oleh kekuasaan eksekutif. Titik sentral isu pengawasan oleh eksekutif adalah apakah komunitas intelijen telah melakukan fungsinya secara benar yaitu apakah intelijen telah mampu memasok kebutuhan intelijen kepada pengambil keputusan atau penentu kebijakan sesuai dengan kebutuhan baik dari sisi substansi maupun waktu, kepatuhan terhadap norma-norma dan kaidah intelijen dalam melakukan analisis, dan kemampuan yang diperlukan untuk melakukan kegiatan intelijen seperti kegiatan pengumpulan bahan keterangan baik secara terbuka maupun tertutup. Pembuat keputusan tidak dapat meletakkan kepercayaan sepenuhnya terhadap intelijen, dan dilain pihak pejabat tinggi pemerintah yang mempunyai hubungan erat dengan kegiatan intelijen seperti – Menteri Pertahanan, Menteri Luar Negeri, Menteri Hukum dan HAM atau Presiden sendiri tidak mungkin “mengawasi dan mewaspadai” komunitas intelijen sepanjang waktu. Sistem pengawasan kekuasaan eksekutif terhadap intelijen di Amerika Serikat dilakukan oleh Dewan Keamanan Nasional – untuk Program Intelijen atau National Security Council – Office of Intelligence Program. Dewan Keamanan Nasional merupakan badan pengawas eksekutif tertinggi yang melakukan pengawasan sehari-hari terhadap kegiatan intelijen di samping menetapkan kebijakan dalam bidang intelijen. Sejak pemerintahan Dwight D.Eisenhower fungsi pengawasan intelijen diletakkan kepada satu badan yang disebut President’s Foreign Intelligence Advisory Board (PFIAB) sebagai badan pengawas yang lebih tinggi dan lebih terarah dari apa yang dilakukan oleh National Security Council – Office of Intelligence Program. Keanggotaan PFIAB ditunjuk oleh Presiden, biasanya terdiri dari mantan pejabat senior pemerintah yang berkecimpung dalam proses penentuan kebijakan serta perorangan yang memiliki latar belakang dalam bidang perdagangan yang relevan. Hubungan PFIAB dengan pembuat kebijakan kadang-kadang berada dalam situasi yang tidak menyenangkan seperti hubungan intelijen dengan pembuat kebijakan, padahal hubungan antara intelijen disatu sisi dengan pembuat kebijakan disisi lain memiliki kepentingan yang krusial dan memerlukan perhatian khusus. Ketidak serasian itu terjadi kalau pembuat kebijakan tidak sejalan dengan PFIAB, karena PFIAB memiliki ruang untuk tidak sejalan dengan pemerintah sesuai fungsinya yaitu
167
merespon berbagai persoalan intelijen atau membuat inisiatif untuk satu kegiatan intelijen. Undang-Undang Intelijen Amerika Serikat 2004 telah menambahkan badan pengawas baru dalam jajaran kekuasaan eksekutif, dan lahirlah yang disebut Dewan Komunitas Intelijen Gabungan atau Joint Intelligence Community Council (JICC). JICC dipimpin oleh Direktur Intelijen Nasional (DNI) dengan keanggotaannya termasuk: Menteri Luar Negeri, Keuangan, Pertahanan, Energi, Keamanan Dalam Negeri, dan Jaksa Agung. JICC bertindak sebagai penasihat dan memberi masukan kepada DNI dalam masalah kebutuhan intelijen, anggaran, kinerja, dan evaluasi. Meskipun demikian setiap anggota JICC dapat menyampaikan pendapat dan masukan yang berbeda kepada Presiden dalam suatu masalah, dengan apa yang disampaikan oleh DNI kepada Presiden. Kewenangan seperti ini menyulitkan DNI, karena kedudukan anggota kabinet jelas lebih tinggi dengan kewenangan yang lebih besar dibanding DNI. Kekuasaan eksekutif di Amerika Serikat cenderung untuk menitik beratkan pengawasan kepada isu yang berhubungan dengan spionase atau kegiatan tertutup lainnya, meskipun isu-isu yang berhubungan dengan hasil analisispun tidak dikesampingkan. Semua kegiatan tertutup harus dengan persetujuan Presiden. Karena berbagai tekanan politik dalam masa pemerintahan George W.Bush dibentuk Komisi yang bertugas untuk melakukan penilaian terhadap kinerja intelijen. Meningkatnya pemanfaatan Komisi telah memunculkan berbagai pertanyaan dan keraguan: Pertama, secara definisi pembentukan Komisi lebih bersifat politis, pembentukan Komisi adalah upaya pemerintah untuk mendapatkan keuntungan politik dan meredam tekanan politik. Kedua, Komisi yang dibentuk pemerintah selalu menimbulkan pertanyaan tentang obyektifasnya, karena biasanya anggota Komisi terdiri dari individu dengan latar belakang dan pandangan politik yang beragam. Ketiga, dengan keadaan seperti itu menimbulkan pertanyaan tentang tingkat profesionalisme dan bagaimana tingkat pemahaman dan kepakarannya dalam menghadapi isu inrelijen. Intelijen seperti juga profesi lain memiliki kamus, kaidah, norma, dan praktek-praktek sendiri yang tidak mudah dimengerti dan dipahami oleh komunitas diluar intelijen. Dengan demikian hasil investigasi Komisi akan diragukan validitasnya sehingga tingkat kegunaannya pun akan minimal. Sebaliknya apabila terlalu banyak mantan-mantan intelijen dilibatkan didalam Komisi akan menimbulkan penilaian yang bias terhadap Komisi. Di Indonesia ketentuan pengawasan oleh kekuasaan eksekutif tidak dirumuskan dengan jelas. Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara - pasal 43 , ayat (1) tentang Pengawasan hanya menjelaskan bahwa pengawasan internal untuk setiap penyelenggara Intelijen Negara dilakukan oleh pimpinan masing-masing.
Isu pengawasan oleh kekuasaan legislatif. Pendekatan pengawasan intelijen oleh kekuasaan legislatif dilakukan dari perspektif yang berbeda namun setara dengan pengawasan yang dilakukan oleh kekuasaan eksekutif.
168
Kesulitan dan perbedaan pengawasan oleh kekuasaan legislatif terletak kepada tidak satunya suara kekuasaan legislatif, yang berbeda dengan kekuasaan eksekutif yang selalu satu suara. Sebagai akibat dari tidak adanya satu suara dan untuk mencapai kesepakatan selalu dilakukan melalui voting, sehingga menimbulkan pertanyaan tentang apakah kekuasaan legislatif bekerja berdasarkan kenyataan atau dilatar belakangi oleh kepentingan lain. Namun kekuasaan legislatif memiliki daya ungkit untuk melakukan fungsi pengawasan. Pertama, pengawasan anggaran. Pengawasan terhadap anggaran pemerintah merupakan daya ungkit kekuasaan legislatif yang paling penting. Secara tehnis dapat dikatakan pengalokasian anggaran program hanya dapat diberikan untuk program yang telah mendapat otorisasi. Kedua, forum dengar pendapat Dengar pendapat merupakan alat yang penting dalam proses pengawasan dengan meminta keterangan dan penjelasan dari pejabat yang bertanggung jawab, serta mencari pandangan lain dari sumber yang relevan. Dengar pendapat dapat dibuka kepada publik atau tertutup tergantung substansi yang dibahas. Pemerintah biasanya menggunakan forum dengar pendapat untuk menyampaikan pilihan kebijakan dan merupakan kesempatan untuk menjual pilihan kebijakan tersebut. Pejabat intelijen umumnya tidak menggunakan kesempatan dengar pendapat untuk menjual kebijakan baik mendukung atau menolak suatu kebijakan, tetapi lebih kepada penyampaian pandangan komunitas intelijen tentang suatu isu tanpa menyentuh masalah kebijakan yang telah ditetapkan. Dengan demikian intelijen akan terlindung dari tuduhan legislatif akan netralitasnya karena ada rambu-rambu pemisah yang jelas antara kebijakan dan intelijen, kecuali bila intelijen dipandang telah melanggar rambu-rambu itu. Ketiga, nominasi. Kekuasaan Legislatif dalam Sistem pemisahan kekuasaan seperti di Amerika Serikat, khususnya Komite Pemilihan Senat untuk intelijen memiliki kekuatan politik untuk menyetujui atau menolak pencalonan pejabat intelijen. Kritik terhadap proses nominasi ini muncul bukan hanya dalam proses nominasi pejabat intelijen, namun lebih luas. Proses nominasi oleh Senat dilihat lebih bersifat politis dan pribadi, tidak ada keterkaitannya dengan masalah profesionalisme atau tepatkah seseorang untuk jabatan tertentu, karena keputusan lolos atau tidaknya calon ditentukan oleh suara mayoritas Komite Pemilihan Senat. Para pendukung kewenangan ini menjelaskan bahwa proses nominasi memang proses politik dan Senat tidak hanya menjadi tukang stempel, namun melakukan pemilihan melalui proses yang hati-hati meskipun mungkin nampak dan terasa mengganggu. Terlepas dari pro dan kontra terhadap kewenangan ini dan siapa yang benar atau yang salah, yang pasti kewenangan nominasi Senat telah menunjukan kapasitasnya dan kekuasaannya. Keempat, perjanjian atau Treaty. Kewenangan dan kekuasaan Senat lainnya adalah memberi masukan dan persetujuan terhadap ratifikasi sebuah perjanjian.
169
Tidak seperti nominasi yang memerlukan suara mayoritas dari anggota Senat yang hadir, pada masalah “perjanjian” diperlukan suara dua pertiga dari yang hadir. Komite Pemilihan Senat untuk Intelijen diberi tugas dan tanggung jawab untuk melakukan evaluasi terhadap kemampuan komunitas intelijen dalam memonitor perjanjian. Memonitor pelaksanaan sebuah perjanjian adalah fungsi intelijen, terutama untuk melihat, meneliti, memonitor adanya kemungkinan penyimpangan pelaksanaan sebuah perjanjian. Kelima, keperluan terhadap laporan. Pemisahan kekuasaan antara kekuasaan legislatif dengan kekuasaan eksekutif telah menempatkan informasi pada posisi khusus. Kekuasaan eksekutif cenderung menyampaikan informasi yang dapat mendukung kebijakannya. Sebaliknya kekuasaan legislatif menginginkan informasi yang lebih luas dari yang dilaporkan oleh kekuasaan eksekutif sebagai dasar pengambilan keputusan. Untuk memperluas akses kekuasaan legislatif, Kongres di Amerika Serikat telah melembagakan dengan mengharuskan kekuasaan eksekutif membuat laporan baik secara berkala ataupun sesuai keperluan, dengan apa yang disebut Congresionally Directed Actions atau CDAs. CDAs kebanyakan merupakan kajian yang dilakukan oleh Intelijen Komuniti atas permintaan Kongres. Landasan yang digunakan adalah Intelligence Authorization Act. CDAs merupakan kesempatan bagi Kongres untuk mendapatkan informasi yang diinginkan dari kekuasaan eksekutif. Sebagai sebuah peraturan CDAs dirasakan mengganggu bagi bagian yang membuat laporan terutama dari sisi waktu yang dipergunakan. Timbul pula pertanyaan tentang sejauh mana laporan ini digunakan dan dimanfaatkan oleh Kongres secara substantif. Keenam, investigasi dan pelaporan. Salah satu fungsi Legislatif adalah investigasi. Laporan investigasi pada umumnya memuat hasil temuan dan rekomendasi untuk melakukan perubahan-perubahan yang diperlukan. Oleh sebab itu investigasi dianggap alat yang penting untuk mengungkapkan kekurangan atau kelemahan dan pelanggaran-pelanggaran serta membantu kekuasaan eksekutif untuk menetapkan arah kebijakan baru. Laporan sebuah investigasi tentang intelijen biasanya singkat karena pertimbangan keamanan dan kerahasiaan. Namun demikian Komite Intelijen yang melakukan investigasi harus dapat meyakinkan anggota legislatif yang lain dan juga masyarakat bahwa investigasi telah dilaksanakan dengan mengeluarkan semacam dokumen kebijakan yang berisi hal-hal yang harus dilakukan dan ditindak lanjuti oleh pemerintah. Hal ini disebabkan oleh sifat legislatif yang merupakan tempat para partisan, yang terdiri dari partai pendukung pemerintah dan partai yang bersikap oposisi terhadap pemerintah. Situasi ini dapat memberi pengaruh terhadap kegiatan dan hasil investigasi, sehingga kemampuan legislatif untuk bersikap obyektif selalu dipertanyakan. Padahal legislatif memiliki tanggung jawab terhadap tampilan dan kinerja intelijen dalam melakukan pengawasan yang baik dan objektif dan penyediaan anggaran yang cukup.
170
Ketujuh, penyanderaan. Yang dimaksud dengan penyanderaan adalah sifat yang sering digunakan legislatif untuk mencapai kesepakatan dengan pemerintah, dengan menempatkan pemerintah pada posisi yang tidak mudah dalam melaksanakan suatu kebijakan yang telah ditetapkan. Tindakan legislatif ini misalnya dengan menahan atau menunda persetujuan terhadap anggaran intelijen yang diajukan pemerintah sampai pemerintah membuka ruang untuk mengubah kebijakan sesuai dengan tuntutan legislatif. Sikap ini menimbulkan kritik dan dianggap sikap yang tidak cerdas. Namun para pendukung sikap ini menjelaskan bahwa cara ini hanya akan digunakan legislatif apabila cara-cara lain tidak memberi hasil. Kedelapan, pemberitahuan pendahuluan tentang kegiatan tertutup. Legislatif menghendaki adanya pemberitahuan pendahuluan tentang rencana kegiatan tertutup.Meskipun legislatif menyatakan hal ini sebagai suatu ketentuan, namun umumnya pemerintah keberatan tentang hal ini sehingga menimbulkan potensi perselisihan antara pemerintah dengan legislatif. Pengawasan oleh kekuasaan legislatif di Indonesia ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 17 tahun 2011 tentang Intelijen Negara -pasal 43, ayat (2), (3) dan (4) yang berbunyi sebagai berikut: (2). Pengawasan eksternal penyelenggara Intelijen Negara dilakukan oleh komisi di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang khusus menangani bidang Intelijen. (3) Dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), komisi membentuk tim pengawas tetap yang terdiri atas perwakilan fraksi dan pimpinan komisi di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang khusus menangani bidang Intelijen serta keanggotaannya disahkan dan disumpah dalam Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dengan ketentuan wajib menjaga Rahasia Intelijen. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan tim pengawas tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Isu pengawasan oleh kekuasaan yudikatif atau Yudisial. Pengendalian dan pengawasan yudisial tidak seluas pengawasan eksekutif ataupun legislatif. Lembaga yudikatif menangani isu-isu legal, dan bukan isu-isu kebijakan. Yudikatif meninjau dan mengartikan kesesuaian perundangan dengan konstitusi. Tugas yudikatif dalam pengawasan dan pengendalian intelijen terlihat sangat sederhana, namun dari waktu ke waktu dapat menjadi signifikan ketika sedang dilakukan peninjauan terhadap tata cara pelaksanaan kegiatan dan operasi intelijen. Oleh karena kegiatan dan operasi intelijen dapat menjadi objek peninjauan pengadilan yang independen, suatu pengendalian antisipatif dapat terbentuk. Meskipun judikatif lebih merujuk kepada badan eksekutif menyangkut masalah-masalah intelijen, pengendalian yudisial dapat berperan sebagai pihak yang menentukan tingkat kerahasiaan pemerintah dengan cara-cra yang efektif.
171
Pengawasan yudisial pada dasarnya untuk meletakkan bahwa intelijen tidak berada diatas hukum sehingga setiap kegiatan dan operasi intelijen tidak melanggar ketertiban konstitusional. Ketertiban konstitusional mencakup berbagai kebebasan dasar dan hak asasi. Badan intelijen tidak boleh melanggar dan mengancam kemerdekaan dan hak asasi dengan cara melawan hukum. Dalam negara yang demokratis, badan intelijen dilarang oleh hukum untuk melakukan wewenang dan tindakan polisional atau kewenangan penegakan hukum lainnya. Salah satu cara untuk mengawasi badan intelijen dan untuk melindungi hak-hak sipil adalah dengan membentuk kantor Ombudsman..
Isu pengawasan publik. Publik dapat berperan secara tidak langsung dalam pengawasan intelijen, agar badan intelijen bergerak dalam alur yang benar dalam arti tidak melanggar hukum ataupun melanggar hak asasi manusia dan hak sipil. Oleh sebab itu peran organisasi masyarakat sipil - organisasi non pemerintah serta media menjadi penting dalam melakukan pengawasan. Untuk dapat melakukan pengawasan dengan efektif maka publik perlu mendapatkan akses yang cukup terhadap informasi yang dimiliki oleh badan intelijen. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa kerahasiaan merupakan keniscayaan bagi dunia intelijen, sehingga tidak semua informasi dapat diakses secara leluasa oleh publik. Disisi lain trasparansi merupakan tuntutan dalam sistem demokrasi. Organisasi masyarakat sipil memainkan peran penting dalam mengartikulasikan kepentingan untuk mewujudkan pemerintah yang bertanggung jawab dan dapat menjelaskan kepada publik apabila terjadi pelanggaran terhadap kebebasan sipil dan hak asasi manusia. Oleh sebab itu tingkat kerahasiaan intelijen diatur oleh Undang-Undang sehingga dapat ditetapkan informasi mana yang terbuka kepada publik dan mana yang tidak
Bagaimana sistem pengawasan intelijen Indonesia sebaiknya ditata. Sistem pengawasan intelijen Indonesia perlu segera disesuaikan dengan perkembangan sistem demokrasi Indonesia yaitu keseimbangan pengawasan oleh DPR dan Pemerintah, namun bukan melalui sistem pemisahan kekuasaan antara legislatif dan eksekutif seperti yang umumnya dianut negara-negara barat, tetapi berdasarkan azas pembagian kekuasaan sehingga tercipta kemitraan antara DPR dengan Pemerintah. Meskipun pengawasan dilakukan baik oleh DPR maupun oleh Pemerintah, organisasi intelijen sebaiknya tetap ditempatkan di bawah kekuasaan eksekutif dengan pertimbangan kerahasiaan dan kecepatan bertindak, selain tugas utama intelijen adalah memasok keperluan intelijen bagi pengambil keputusan yaitu pemerintah. Penempatan intelijen dibawah DPR akan mengganggu kecepatan dan kerahasiaan kegiatan intelijen, mengingat setiap keputusan di DPR dilakukan melalui voting dan kepemimpinan yang tersebar. Selama ini DPR sudah menjalankan fungsi pengawasan melalui Komisi I – DPR dengan segala kewenangan yang dimiliki DPR namun nampak belum efektif, demikian juga fungsi pengawasan oleh Pemerintah. Organisasi Intelijen Negara di Indonesia yaitu BIN, Panglima TNI yang membawahi BAIS -TNI, Kapolri dengan Badan Keamanan Intelijen Polri - nya, maupun Jaksa Agung
172
selama ini bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Dalam satu saat pernah Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) berpangkat Menteri. Dengan pola struktur seperti itu pengawasan oleh kekuasaan eksekutif tidak akan berjalan secara optimal mengingat ruang lingkup tugas dan kesibukan Presiden. Pola pengawasan oleh kekuasaan eksekutif dapat dijalankan melalui beberapa pola. Salah satu diantaranya ialah menempatkan pengawasan oleh pemerintah melalui satu Badan atau Komite Tetap yang terdiri dari Menteri Sekretaris Kabinet, Kepala Badan Intelijen Negara, Kepala Sandi Negara, Panglima TNI, Menteri Luar Negeri, Menteri Keuangan dan Mantan Pejabat negara yang kompeten dalam bidang intelijen sesuai keperluan. Badan atau Komite Tetap ini diketuai oleh Menteri Sekretaris Kabinet dengan tugas sebagai berikut: - Melakukan supervisi dalam bidang anggaran intelijen. - Melakukan supervisi terhadap Komunitas Intelijen Nasional secara luas. - Memberi persetujuan terhadap prioritas kegiatan intelijen lintas Kementerian.
Lampiran.
Pendekatan Penilaian dan Manajemen Resiko . (A Risk Assessment and Management Approach) 60 Pendekatan Penilaian dan Manajemen Resiko membutuhkan tahapan langkah sebagai berikut: 1. Infrastruktur kritis dan kelompok asset kunci (Critical infrastructure and key asset inventory). 2. Penilaian kritikalitas (Criticality assessment). 3. Penilaian ancaman (Threat assessment). 4. Penilaian kerawanan (Vulnerability assessment). 5. Kalkulasi resiko (Risk calculation). 6. Tindakan kontra identifikasi (Countermeasure Identification). 60
. Assessing and Managing the Terrorism Threat - Bureau of Justice Assistance, US Department of Justice.
173
Setiap Lembaga dan berbagai literatur berbeda dalam menetapkan langkah yang harus dilalui.
I. Penilaian Resiko (Risk Assessment). I.1. Penilaian kritikalitas: Evaluasi Asssets. Departement of Homeland Security – Amerika Serikat mendefinisikan Penilaian Kritikalitas (Critically Assesment) sebagai berikut: “Upaya secara sistimatik untuk mengidentifikasikan dan mengevaluasi asset penting dan kritis dalam wilayah hukum tertentu. Penilaian kritikalitas dapat membantu para perencana untuk menetapkan asset yang relatif penting, membantu menetapkan prioritas untuk mengalokasikan sumber daya ke asset yang paling kritis”. Bagian yang paling esensial dari persamaan resiko (risk equation) adalah mempertimbangkan konsekuensi dari kehilangan atau kerusakan yang serius dari infrastuktur penting, sistem atau asset lainnya. Mengukur kritikalitas, atau nilai asset, menentukan kepentingan paling tinggi dari asset. Kehilangan jiwa dan kehancuran dari asset penting adalah hal-hal yang paling penting dari para pelaksana penegakan hukum. Kerusakan dan kehilangan dari sasaran-sasaran simbolik, yang dapat menjadi peliputan pers secara luas dan yang diinginkan teroris juga penting, karena dapat menghancurkan kepercayaan masyarakat terhadap kemampuan penegak hukum dan pemerintah dalam melindungi kepentingan publik. Dalam melakukan penilaian kritikalitas dalam derajat tertentu dapat melibatkan subjektifitas. Penilaian harus didasarkan kepada pengetahuan yang dipahami secara professional oleh institusi penegak hukum dan institusi lain yang terkait untuk mengukur tingkat kepentingan dari setiap sasaran potensil. Bagaimanapun penilaian yang jernih dan objektif adalah keharusan bila menyangkut kemungkinan jatuhnya korban manusia. Fasilitas tertentu yang dipandang rawan dan harus dilihat sebagai infrastruktur kritis atau asset kunci oleh penegak hukum: -
Fasilitas transportasi, terminal, dan daerah tertentu yang merupakan konsentrasi manusia. Fasilitas publik – listrk, air, gas alam, dan pengelolaan limbah. Fasilitas publik dan pemerintah, bangunan simbolik, balai kota, gedung-gedung, kator polisi, pemadam kebakaran, gedung sekolah, stadion, museum, dan monumen. Lembaga keuangan dan per bank-an. Kementerian Pertahanan serta industri dan pusat-pusat riset yang berhubungan dengan masalah pertahanan. Pendukung sistem transportasi – radar, jembatan, terowongan-terowongan, dermaga, dan alat bantu navigasi.. Rumah sakit dan fasilitas kesehatan baik milik swasta maupun pemerintah. 174
-
Bangunan serta fasilitas pelayanan teknologi informasi / cyber.
I.2. Kalkulasi kritikalitas (Calculating Criticality). Skala lima titik (Five Point Scale) dapat digunakan untuk membuat perkiraan (estimate) dampak kerugian jiwa manusia maupun properti, terganggunya penggunaan fasilitas atau asset lainnya, atau keuntungan yang diperoleh oleh musuh. a. Ekstrim (Extreme) atau Skala 5. Kerugian dalam bentuk kehilangan jiwa yang substansial atau kerusakan fasilitas yang permanen serta tidak dapat diperbaiki lagi atau memerlukan perbaikan yang sangat mahal. Kerusakan dan berkurangnya kemampuan sistem akan memberi keuntungan yang tidak ternilai kepada musuh. (liputan pers, keuntungan politik, atau keuntungan taktik yang diperoleh musuh dalam melakukan tujuannya lebih lanjut). b. Tinggi (High) atau Skala 4. Kerusakan yang serius dengan kerugian yang sangat besar terhadap fasilitas, atau menimbulkan dampak yang positif bagi musuh.. Tidak ada korban jiwa, c. Sedang (Medium) atau Skala 3. Menimbulkan gangguan pada operasi sistem dan fasilitas untuk sementara waktu, perbaikan meskipun mahal tidak akan menimbulkan kehilangan kemampuan fasilitas secara signifikan. Tidak ada korban jiwa. d. Rendah (Low) atau Skala 2. Mengakibatkan gangguan kecil pada pengoperasian dan kemampuan fasilitas, namun tidak menimbulkan keuntungan material apapun bagi pihak lawan. Tidak ada korban jiwa. e. Diabaikan (Negligible) atau Skala 1. Menimbulkan kerusakan atau kerugian yang tidak berarti.bagi pengoperasian sistem atau fasilitas maupun terhadap biaya. Tidak ada korban jiwa. Kritikalitas Ekstrem dan tinggi merupakan concern yang paling tinggi. Ketika dengan tingkat ancaman yangtinggi serta kerawanan yang tinggi, maka diperlukan tindakan perlawanan (counteraction).
I.3.Penilaian ancaman (Threat Assessment). Department of Home Security- Amerika Serikat mendefinisikan Penilaian Ancaman sebagai berikut: “Upaya sistematik untuk mengidentufikasikan ancaman nyata atau potensil teroris di
wilayah hukum tertentu beserta obyek sasarannya.. Karena kesulitan dalam melakukan penilaian secara tepat dan akurat tentang kemampuan teroris, niat, dan taktik, penilaian ancaman hanya memberikan informasi yang bersifat umum tentang resiko potensial yang mungkin ditimbulkannya”
175
Penilaian ancaman ini mempertimbangkan spektrum ancaman secara luas, seperti bencana alam, kegiatan kriminal, dan kecelakaan yang besar, dan juga kegiatan terorisme. Fused Intelligence (Intelijen Pemacu). Proses intelijen merupakan kunci dan hal yang sangat penting dalam melakukan penilaian ancaman. Pencarian informasi secara sistematik dengan hal-hal yang ada kaitannya dengan kejahatan akan dapat memberi petunjuk dan arah serta membantu evaluasi dan analisis tentang terorisme dan kelompok - kelompok teroris. Tentang siapa (who), apa (what), dimana (where), kapan (when) serta bagaimana (how) keterikatan , kedekatan serta hubungan natara kelompok-kelompok teroris. Kegiatan intelijen akan membantu menghasilkan tindakan atau respon yang dapat dipercaya dan dapat menjawab persoalan secara tepat. Tanpa proses seperti itu penilaian terhadap ancaman sulit dirumuskan secara tepat dan dapat dipercaya. Penilaian ancaman harus dilakukan melalui serangkaian riset dan analisis yang komprehensif dan kerja keras serta taat kaidah. Penegak hukum tidak dapat bekerja sendirian. Penilaian ancaman yang tidak berkait antara pengetahuan, penilaian, dan pemahaman dari institusi penegak hukum, organisasi swasta atau institusi lainnnya dengan potensi ancaman dinilai sebagai tidak lengkap daun tidak utuh. Sebagai contoh : Penilaian ancaman terhadap suatu fasilitas air minum harus dilengkapi data yang komprehensif yang didapat dari berbagai instansi seperti dari polisi, dinas pemadam kebakaran, dinas kesehatan , badan atau organisasi penanggulangan darurat, juga semua lembaga yang dapat terpengaruh oleh rusaknya fasilitas dan infrastruktur air minum oleh serangan teroris atau oleh sebab-sebab lain. Penilaian ancaman juga harus memperhatikan informasi intelijen yang ada kaitannya dengan ancaman yang sedang dinilai sebagai tambahan informasi meskipun sumbernya berasal dari luar institusi sendiri atau sumber-sumber terbuka. Yang penting juga menjadi perhatian, penilaian ancaman harus dapat memberikan dan membangkitkan kesadaran dan pemahaman tentang perubahan bentuk ancaman dan perubahan lingkungan yang dihadapi pemerintah. Data-data yang penting yang harus dikumpulkan sebelum melakukan penilaian ancaman adalah: a. Tipe musuh yang dihadapi: Teroris, aktivis, buruh atau bentuk atau kelompok lainnya. b. Katagori musuh: asing atau domestik, teroris atau kriminal, unsur luar /atau dalam dari suatu organisasi. c. Sasaran dari masing-masing musuh: pencurian, sabotase, perusakan masal, (dengan korban maksimum), pernyataan yang bermuatan masalah sosial – politik.
176
d. Jumlah musuh dari setiap katagori: Bom bunuh diri yang berdiri sendiri, kelompok atau merupakan sel dari kelompok teroris, bandit, atau bentuk lain. e. Sasaran yang dipilih musuh: Infrastruktur kritis, gedung pemerintah, monumen nasional, atau lainnya. f. Tipe dari kegiatan perencanaan yang disiapkan untuk menyelesaikan misinya: “Cassing” jangka panjang, pemotretan, memonitor pola operasi dan patroli polisi dan petugas keamanan lainnya. g. Kemungkinan waktu serangan “terburuk” yang dilakukan musuh: Apakah ketika sasaran sedang dihuni secara optimal, pada waktu jam sibuk, malam atau waktu lainnya. h. Rentang taktik yang digunakan musuh: Secara senyap, pemaksaan dengan kekuatan, penipuan dan pengelabuan atau kombinasi. i. Kemampuan musuh: Pengetahuan dan pemahaman akan target, motivasi, kecakapan,senjta serta perlengkapan lainnya. Untuk menyelesaikan tugas intelijen dalam penilaian ancaman, para atasan institusi penegak hukum harus dapat menjamin bahwa anggotanya telah dsiapkan, dilatih dan diberi tugas untuk mengidentifikasi sasaran musuh yang potensil, dan dapat memberikan rekomendasi untuk meningkatkan pengamanan sasaran-sasaran potensil tadi.
I.4. Mengukur Ancaman (Calculating Threat) Tingkat ancaman didasarkan kepada derajat gabungan faktor-faktor sebagai berikut: a. Eksistensi: Apakah kelompok teroris itu ada, atau dapat menambah akses dalam wilayah operasi yang dipilihnya. b. Kemampuan: Kemampuan kelompok teroris dalam melakukan serangan sudah dinilai dan pernah dilakukan nsebelumnya. c. Niat: Bukti dari aktifitas kelompok teroris, termasuk penilaian niat untuk melakukann kegiatannya. d. History: Kegiatan teroris pada masa lalu yang pernah terpantau atau tercatat. e. Penetapan sasaran: Informasi yang dapat dipercaya atau kegiatan yang terpantau yang menunjukan adanya persiapan operasi teroris yang spesifik – pengumpulan data intelijen yang dilakukan oleh kelompok yang “dicurigai”, persiapan dan penyediaan alat penghancur, serta kegiatan lainnya. f. Situasi keamanan: Pelajari bagaimana postur politik dan keamanan dari wilayah yang diperkirakan menjadi sasaran teroris, dapat mempengaruhi kemampuan teroris untuk melaksanakan niatnya. Perhatikan wilayah tertentu yang menjadi perhatian teroris dan apakah telah diambil langkah-langkah proaktif yang serius untuk menghadapi ancaman teroris tersebut. Untuk mengukur tingkat keseriusan ancaman teroris, kritikalitas, ancaman dan kerawanan dapat dinilai dari hal-hal sebagai berikut (Proteus Security Group, 1997). a. Kritis (Critical) - (5): Eksistensi, kemampuan, dan sasaran nyata. Meskipun history dan niat tidak nampak. b. Tinggi (High) - (4): Eksistensi, history dan niat nyata.
177
c. Menengah (Medium) - (3): Eksistensi, kemampuan, dan history nyata. Namun Niat tidak nampak. d. Rendah (Low) – (2) : Eksistensi dan kemampuan nyata. History tidak nampak. e. Diabaikan (Negligible) – (1): Eksistensi dan kemampuan tidak nyata. Identifikasi ancaman merupakan sebuah proses yang rumit sehingga sering terjadi ada hal-hal yang tidak terpantau karena tidak dipahaminya secara benar proses penilaian ancaman (threat assessment). Proses penilaian ancaman sering dilihat secara tehnis merupakan hal yang sulit dijangkau. Banyak sumber-sumber baik didalam ataupun diluar komunitas penegak hukum yang dapat dimanfaatkan untuk membantu institusi penegak hukum dalam melaksanakan tugas ini, dan menggunakan sumber-sumber tersebut merupakan hal yang penting.
I.5. Penilaian Kerawanan (Vulnerability Assessment). Department of Homeland Security (DHS) – Amerika Serikat merumuskan Penilaian Kerawanan sebagai berikut: “Identifikasi kelemahan dilihat dari struktur fisik, sistem perlindungan manusia, proses, atau bidang lain yang dapat dieksploitasi oleh teroris. Penilaian kerawanan dapat memberikan saran untuk mengurangi atau menhilangkan sisi kelemahan”. Kerawanan sebenarnya sangat sulit diukur secara objektif. Namun ada beberapa faktor yang dapat dipertimbangkan ketika menentukan Kerawanan . a. Lokasi (Location): Lokasi geografik dari sasaran - sasaran potensial atau fasilitas, serta rute jalan-jalan masuk dan jalan-jalan keluar; jarak relatif sasaran atau fasilitas dari dari tempat-tempat umum (public areas); jalur transportasi, atau daerah yang mudah dipecah-pecah. b. Aksesiblitas (Accesibility): Bagaimana aksesibilitas musuh (perusak, teroris, atau unsur-unsur subversif) ke fasilitas atau sasaran yang dituju. Berapa mudah seseorang untuk masuk, melakukan operasi, mengumpulkan bahan keterangan, dan menghindari tindakan perlawanan dari pasukan pengamanan. c. Kecukupan (Adequacy). Kecukupan gudang perlengkapan, penjagaan dan perlindungan, dan daya tolak akses terhadap asset yang berharga dan sensitif seperti material berbahaya, persenjataan, kendaraan dan alat berat, bahan peledak atau material lain yang dapat digunakan dengan mudah dan leluasa oleh baik perorangan maupun kelompok yang dapat membahayakan. d. Ketersediaan (Availability): Ketersediaan perlengkapan, pasukan pengawal/penindak yang cukup dan langkah-langkah pengamanan fisik secara umum.
I.6. Mengukur Kerawanan (Calculating Vulnerability). Tingkat kerawanan ditetapkan dalam skala – 5 dengan menggunakan perkiraan kecukupan perlindungan atau aksesibilitas seperti tertulis dalam daftar faktor-faktor sebagai berikut:
178
a. Tingkat kerawanan tinggi (Highly vulnerable) – 5: Gabungan dari dua atau lebih hal-hal dibawah ini dengan memperhitungkan tingkat ancaman. 1). Akses langsung kepada fasilitas atau asset sangat dimungkinkan melalui satu atau lebih jaringan jalan raya. Wilayah perairan atau jalan pendekat melalui air juga terbuka atau adanya daratan ruang terbuka tidak berpenghuni dan tidak terjaga yang letaknya berdampingan, atau jalan pendekat yang bebas digunakan untuk keluar masuk. 2). Fasilitas atau asset terbuka, tak terawasi dan tidak berpenerangan, atau.sistem keamanan yang tidak baik sehingga unsur-unsur ancaman dapat melakukan kegiatannya dengan leluasa seperti pengumpulan intelijen, melakukan operasi, menghindari pasukan pengamanan. Patroli, sistem monitoring elektronik, alarm mudah dilumpuhkan atau dibuat tidak dapat beroperasi sepenuhnya. 3). Sistem pengaman dari tiap-tiap fasilitas seperti untuk barang berbahaya, senjata, bahan peledak, atau kendaraan, dapat dengan mudah ditembus dan didekati dengan kekuatan yang minimum atau kemungkinan untuk mendeteksi. 4). Unit penanggulangan yang kurang efektif untuk menghadapi tingkat ancaman yang berpengalaman. Pengamanan fisik yang tidak dapat memberikan pengamanan yang seimbang dengan tingkat ancaman yang diperkirakan. b. Tingkat kerawanan sedang (Moderatly vulnerable) – 3. Merupakan gabungan dua dari hal-hal dibawah ini. 1). Akses langsung ke fasilitas atau asset dimungkinkan melalui satu atau lebih sistem jalan raya, namun lalu lintasnya terbatas dan adanya sistem patroli. Wilayah perairan atau jalan pendekat melalui air juga terbuka atau adanya daratan ruang terbuka tidak berpenghuni yang letaknya berdampingan, namun ada hambatan geografik seperti alur yang panjang. 2). Fasilitas atau asset – terbuka, tidak terawasi atau tidak berpenerangan, atau pengamanan yang dapat menghambat unsur-unsur ancaman, di deteksi, atau dapat mengaktifkan sistem pengaman jarak jauh (remote) seperti alarm. Akses musuh untuk mengumpulkan intelijen, melakukan operasi, atau menghindari pasukan pengamanan akan terkendala sebagian. Patroli, sistem monitor elektronik, sistem alarm masih dapat dilumpuhkan sebagian sehingga tidak dapat beroperasi sepenuhnya. 3). Sistem pengaman dari tiap-tiap fasilitas atau asset seperti untuk barang berbahaya, senjata, bahan peledak, atau kendaraan dapat ditembus dengan kekuatan sedang, atau menghadapi bahaya ketika melaakukan deteksi. 4). Unit penanggulangan dapat melakukan fungsinya dengan efektif untuk menghadapi tingkat ancaman berpengalaman. Langkah-langkah pengamanan fisik
179
tidak mampu memberi perlindungan yang sesuai dengan tingkat ancaman yang diperkirakan. c. Tingkat kerawanan rendah (Low Vulnerable) – 1. Merupakan gabungan dari dua atau lebih hal-hal dibawah ini, dan memberikan kesadaran untuk terus menerus mengantisipasi tingkat ancaman yang diperkirakan. 1). Fasilitas atau asset sulit didekati dari jalan raya atau jaringan jalan lainnya, atau akses lainnya terhalang oleh faktor geografi. 2). Fasilitas atau asset memiliki akses pengawasan yang cukup. Patroli, kamera, remote sensor, serta sistem pelaporan lainnya cukup untuk merintangi masuknya unsur atau orang yang tidak berhak, berkeliling, melakukan pemotretan, atau akses ke daerah terlarang. 3). Pengawalan telah dilakukan dengan benar untuk mencegah dan menghalangi akses ke material yang sensitif. Pengawalan dan penjagaan telah dilakukan secara seimbang dengan tingkat sensitifitas material yang diamankan dan tingkat ancaman . 4) Pasukan penanggulangan dapat dengan tepat merespon setiap ancaman yang terjadi dengan kelengkapan personal, persenjataan, dan waktu yang tepat.
I.7. Perhitungan penilaian resiko (Risk Assessment Calculation). Penilaian resiko merupakan gabungan dari penilaian - penilaian diatas: kritikalitas, ancaman, dan kerawanan untuk memberi gambaran yang utuh tentang resiko dari asset asset atau fasilitas. Ada beberapa tehnik yang digunakan intuk menghitung resiko, mulai dari sistem kualitatif sederhana hingga ke sistem dengan rumus-rumus kualitatif yang rumit, Gambaran umum dari kebanyakan metodologis adalah dari input yang digunakan. Hampir semua tehnik mengedepankan 3 pertanyaan berikut untuk mengumpulkan informasi yang diperoleh dari setiap langkah penilaian. a. Kritikalitas : Tanyakan apa dampak yang mungkin terjadi apabila asset yang diidetifikasi hancur atau rusak oleh kejadian yang tidak diinginkan yang telah diidentifikasi. b. Ancaman: Tanyakan bagaimana musuh akan menyerang asset yang telah diidentifikasi. c. Kerawanan: Tanyakan apa yang paling rawan yang akan digunakan musuh untuk sasaran dari asset yang diidentufikasi. Pejabat penegak hukum atau perorangan yang ditugasi untuk melakukan analisis dapat menggunakan metoda seperti dijelaskan diatas untuk menjelaskan resiko dari serangan yang tidak diharapkan terhadap setiap asset atau fasilitas. Hasil yang komprehensif dari setiap penilaian dapat disimpulkan menjadi Penilaian Resiko (Risk Assessment) dengan tingkatan angka. Persamaan resiko dapat menggunakan rumus yang paling sederhana seperti dibawah ini.
180
Risk = Threat x Vulnerability x Criticality
II. Manajemen Resiko. II.I. Identifikasi ancaman. Agar pembuat keputusan dapat mengidentifikasi ancaman yang dapat dilakukan oleh kelompok militan atau teroris, menilai bagaimana kelompok tersebut beradaptasi dan berubah, serta mengidentifikasi kelemahan dan kerawanannya, Cargin dan Daly 61 menggambarkan kemampuan yang mempengaruhi kelompok militant atau teroris dalam matrix sebagai berikut. Organizational Tools Ideology Leadership Recruitment Tools Publicity
Operational Tools Command and Control Weapons Operational Space Training Intelligence Technical expertise and specialists External weapons sources Sanctuary Money Deception Skills
II.2. Identifikasi Langkah Pencegahan. Langkah Pencegahan adalah tindakan, sarana, atau sistem yang digunakan untuk menghilangkan, mengurangi, atau meringankan resiko dan kerawanan. Untuk membantu mempelajari pengambilan keputusan yang dapat mendukung secara berlanjut, paket atau kumpulan tindakan pencegahan secara berganda harus disiapkan. Opsi-opsi dapat dikelompokan sebagai berikut: a. Paket menghilangkan resiko (Risk averse package) Pilihan atau opsi yang paling baik, yang tidak terhalangi oleh pertimbangan politik maupun finansial. Paket ini memberikan peluang anggaran yang diperlukan untuk mengurangi resiko secara efekfif. Opsi ini dirancang untuk dapat mengurangi derajat resiko sebesar mungkin. a. Paket dengan toleransi resiko (Risk tolerant package). Pilihan atau opsi yang mempertimbangkan keseimbangan antara keperluan keamanan dan perlindungan dengan ketersediaan anggaran dan hambatan politik . b. Paket dengan penerimaan resiko (Risk acceptance package). 61
. Amir Dhia - The Information Age and Diplomacy, An Emerging Strategic Vision in World Affairs, Dissertation.Com. Hal 251.
181
Pilihan atau opsi yang paling tidak dikehendaki, yang menggambarkan penerimaan terhadap resiko yang paling tinggi, tetapi menggambarkan biaya yang paling rendah. Langkah Pencegahan seperti penambahan staf, pemasangan peralatan dengan teknologi baru, memperkuat sasaran, harus selalu dievaluasi atau diuji secara berkala untuk memastikan bahwa sistem telah meningkat seperti yang diinginkan. Evaluasi dan pungujian ini untuk mem-verifikasi bahwa prosedur dan kebijakan telah benar, untuk memandu bagaimana langkah pencegahan ini akan dilakukan. Langkah pencegahan termasuk pengamanan fisik, pengamanan cyber atau teknologi informasi, pengamanan personal, dan metode proaktif lainnya yang digunakan untuk mengamankan infrastruktur kritis.
Daftar Pustaka 1. Aa Kustia - Intelien : Dilema dan Tantangan. 2. Alan M. Dershowitz - Why Terrorism Works : Understanding the threat, responding to the challenge, Scribe Publications, Melbourne. 3. Aleksius Jemadu (Editor) - Praktek-Praktek Intelijen Dan Pengawasn Demokratis Pandangan Praktisi, Publikasi DCAF -FES SSR Vol II, Jakarta, 2007. 4. Amir Dhia - The Information Age and Diplomacy: An Emerging Strategic Vision in World Affair - Dissertation. Com, Boca Raton, Florida, USA. 5. Bob S. Hadiwinata (Editor), Hans Born dan Ian Leigh - Mendorong Akuntabilitas Intelijen: Dasar Hukum dan Praktik Terbaik dari Pengawasan Intelijen Publishing House Parlemen Norwegia, Oslo.
182
6. David L. Carter, Ph D - .Law Enforcement Intelligence: A Guide for State, Local, and Tribe Law Enforcement Agencies. - School of Criminal Justice, Michigan State University. 7. Habib Ozdemir - Compstat : Strategic Police Management for Effective Crime Deterrence in New York City - International Police Executive Symposium, Working Paper No 38. 8. Marilyn Peterson - Intelligence – Led Policing: The New Intelligence Architecture - Bureau of Justice Assistance – U.S. Department of Justice. 9. Mark M.Lowenthal - Intelligence: From Secret to Policy - cq Press, A Division of Congressional Quarterlly, Washington DC . 10. Michael I. Handel - Leaders and Intelligence - Frank Cass & Co. Ltd , Abingdon, Oxon. 11. Muradi - Polmas dan Profesionalisme Polri - PSKN UNPAD & LCKI 12. National Gang Threat Assessment : Emerging Trends - National Gang Intelligence Center. 13. Peter Gill and Mark Phythian - Intelligence in insecure World - Polity Press,Malden, MA , USA. 2012. 14. Rachel Boba, PhD - Introductory Guide to Crime Analysis and Mapping (2001) Community Oriented Policing - US Department of Justice.. 15. R.Hilsman - Strategic Intelligence and National Decisions – Free Press, Glencoe, Illinois, Michigan, USA. 16. Ronald V.Clarke - Situationl Crime Prevention- Successful Case Studies (Second Edition) - Harrow and Heston Publishers, Guilderland - New York . 17. Susaningtyas, Dr - Komunikasi dalam kinerja Intelijen Keamanan - PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 18. Y.Wahyu Saronto dan Jasir Karwita: Intelijen: Teori, Aplikasi dan Modernisasi Ekalaya Saputra. 19. Publikasi lainnya - Jerry Ratcliffe - Intelligence -Led Policing : Trends& Issues in crime and criminal justice - Australian Institute of Criminology, April 2003. :
183
Profile Penulis.
184
Nama
: Aa Kustia Sukarnaprawira, SE
Tempat/Tgl lahir : Bandung - 28 Mei 1944 Pangkat : Mililiter Diplomatik
: Laksamana Muda TNI (Purnawirawan) : Duta Besar LB&BP
Pendidikan Militer. - Akademi Angkatan Laut – Lulus Tahun 1967. - Pendidikan Lanjutan Perwira Tingkat I/ Sekolah Intelijen Angkatan Laut – Tahun 1971. - Pendidikan Lanjutan Perwira Tingkat II – Tahun 1978. - Sekolah Staf dan Komando Angkatan Laut – 1983. - LEMHANNAS – Tahun 1991. Umum. - Universitas Terbuka – Jurusan Ekonomi Manajemen – Tahun 1998. Kursus. - Kursus Intelijen Hankam, Cilendek – Bogor – Tahun 1970. - Special Intelligence Course – Woodside – Australia – Tahun 1973. - Kursus Atase Pertahanan – Tahun 1984.
Riwayat Penugasan. Militer. - Perwira Elektro, Fregat KRI “ Slamet Riyadi”, Komando Jenis Jelajah dan Pemburu – Armada RI -Tahun 1968 – 1970. - Perwira Intelijen – Bidang Pengamanan Materil, Staf Umum Armada /I – Tahun 1971 – 1975. - Kepala Hubungan Luar Negeri – Dinas Pengamanan TNI-AL, MABESAL – Tahun 1975 – 1978. - Pewira Pembantu Utama – Bidang Perencanaan – Staf Intelijen Daerah Angkatan Laut 7 / Ujung Pandang – Tahun 1978 – 1980. - Perwira Pembantu Utama – Bidang Perencanaan Umum – Staf Pengamanan KASAL – Tahun 1980 – 1982 dan 1983 – 1984. - Atase Pertahanan Urusan Laut di Malaysia – Tahun 1985 – 1988. - Perwira Pembantu Utama – Urusan Asia Pasifik, Direktorat B/Luar Negeri – BAIS ABRI – Tahun 1988 (3 bulan ). - Perwira Pembantu Utama Kerjasama Keamanan Perbatasan – Staf Operasi MABES ABRI – Tahun 1988 -1990. - Direktur B/Luar Negeri – BAIS ABRI – Tahun 1992 – 1994. - Staf Akhli Panglima ABRI, Tingkat III – Bidang Kesra – Tahun 1992 – 1994. - Kordinator Staf Akhli Kepala Staf TNI-AL – Tahun 1994 – 1996. 185
Sipil - Inspektur Jenderal Departemen Luar Negeri – Tahun 1996 – 1998. - Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh untuk Republik Rakyat China merangkap Republik Marshal Islands – Tahun 2001 – 2005.
Pekerjaan saat ini - Senior Partner - Law Office Hardi & Associate. - Direktur PT Century Investment Futures. - Penasehat - KADIN Indonesia Komite Tiongkok. - Pengajar Program Pasca Sarjana - Universitas Indonesia. Karya tulis. - Intelijen :Dilema dan Tantangan. - China : Peluang atau Ancaman - Perdagangan Berjangka (Konsep)
186
187