Damianus Journal of Medicine; Vol.10 No.1 Februari 2011: hlm. 46–50.
DAMIANUS Journal of Medicine
LAPORAN KASUS
LATIHAN PEREGANGAN DAN PENGUATAN OTOT TUNGKAI MEMPERCEPAT PENURUNAN NYERI PADA JUMPER’S KNEE Monika Adisuhanto*
*
Departemen Ilmu Bedah, Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya, Jl. Pluit Raya No. 2, Jakarta Utara 14440.
ABSTRACT Introduction: Diagnosing and treating jumper's knee is not complicated. However, without appropriate attention, diagnosis could be missed and treatment would be less appropriate leading to healing time extension and chronic injury. Case: A high jump athlete, 17-year-old male, came with pain on his knee since 5 months ago. At first, pain was only felt after exercise but then also occurred before exercise after getting injury from athletic championship. Pain disappeared during exercise and all daily activities. Physical examination found tenderness on the upper insertion of patellar tendon. Treatment by ultrasound had been applied but it didn't reduce pain whereas exercise program was still going on. He was encouraged to cease jumping and to undergo exercise therapy consists of stretching and thigh muscle strengthening. Pain disappeared after treatment for one month. Conclusions: Pain in this case, according to its characteristics, was very typical sign for jumper's knee grade II. Treatment must include withdrawing from activity triggering pain. Combination of ultrasound and exercise therapy, thigh muscle stretching and strengthening, help to reduce pain and to speed healing. Key words: patellar tendinosis, eccentric contraction, stretching, muscle strengthening
PENDAHULUAN
proksimal tendon patela pada kutub inferior patela.1
Nyeri lutut bagian anterior merupakan gejala yang cukup banyak ditemukan pada atlet. Nyeri lutut bagian anterior dapat disebabkan oleh kelainan pada patela, tendon patela, bursa, ligamen, meniskus, maupun kartilago sendi. Beberapa penyakit yang sering menyebabkan nyeri pada lutut bagian anterior antara lain sindroma patelofemoral, penyakit Osgood-Schlatter, bursitis patela, osteokondritis disekan, dan jumper's knee.1 Pada atlet, prevalensi jumper's knee mencapai 14,2%.2
Mekanisme utama penyebab jumper's knee adalah pembebanan kronik sendi lutut oleh fleksi tungkai yang terjadi secara eksplosif sehingga menimbulkan regangan perlekatan tendo patela dengan patela.4 Kelainan tendon patela pada jumper's knee lebih berupa degeneratif dibanding inflamasi. 5 Diagnosis dan penatalaksanaan jumper's knee biasanya tidak terlalu sulit sehingga kelainan pada tendon dan nyeri dapat dengan segera disembuhkan. Namun demikian, apabila proses diagnosis dan penatalaksanaan tidak dilakukan dengan adekuat maka akan memper-panjang waktu penyembuhan.
Jumper's knee, dikenal dengan nama tendinosis patela, tendinopati patela, dan tendinitis patela, me-rupakan degenerasi tendon patela pada perlekatan tendon dengan patela. Blazina et.al pertama kali menggunakan istilah jumper's knee untuk menjelas-kan tendinopati insersional yang ditemukan pada patela atlet pelompat.3 Berbeda dengan Osgood-Schlatter di mana inflamasi terjadi pada perlekatan tendon patela dengan tulang tibia dan secara klinik akan tampak benjolan di bawah lutut, pada jumper's knee inflamasi terjadi pada insersio
46
PRESENTASI KASUS Anamnesis dan pemeriksaan fisik Seorang remaja laki-laki, 17 tahun, atlet lompat tinggi, datang dengan keluhan nyeri pada lutut kiri bagian bawah sejak 5 bulan yang lalu. Pada mulanya nyeri pada lutut kiri tersebut hanya dirasakan setelah latihan, sehingga pasien tidak berobat. Empat bulan lalu pa-
DAM J Med Volume 10, Nomor 1, 2011
Latihan peregangan dan penguatan otot tungkai mempercepat penurunan nyeri pada jumper’s knee
sien mengikuti kejuaraan atletik, melakukan beberapa kali lompatan, tetapi mengambil awalan yang kurang baik saat melompat. Setelah itu pasien merasakan nyeri pada lututnya semakin bertambah, bahkan juga dirasakan saat sebelum mulai latihan yaitu ketika melakukan pemanasan. Nyeri justru menghilang pada saat latihan inti yaitu ketika pasien berlari maupun melakukan lompatan, tetapi muncul kembali setelah latihan selesai. Pasien juga merasakan nyeri di luar aktivitas latihan, yaitu ketika naik tangga atau berdiri dari posisi jongkok. Pada awalnya, pengobatan dilakukan dengan memberikan kompres dingin selama 3 hari dan analgesik. Nyeri berkurang tetapi timbul lagi bila pasien hendak melakukan latihan. Sejak empat bulan lalu, setelah mengikuti kejuaraan, pasien mulai menjalani pengobatan fisioterapi dengan ultrasound dosis 1 Mhz selama 5 menit, dua hingga tiga kali per minggu. Selama menjalani terapi, pasien tetap melakukan latihan seperti biasa. Pasien telah satu tahun menjalani program latihan sebagai seorang atlet lompat tinggi. Pasien menjalani latihan 10 sesi atau kurang lebih 25 jam perminggu. Pasien mengaku melakukan peregangan dan pemanasan selama sekitar 30 menit sebelum latihan inti. Pasien biasa menggunakan tungkai kiri sebagai tumpuan untuk melompat. Hasil pemeriksaan fisik, tekanan darah 124/76 mmHg, laju jantung 64 x/menit, berat badan 75,6 kg, tinggi badan 188,7 cm, indeks massa tubuh 21,2 kg/m2. Pemeriksaan lutut dalam posisi berbaring, tidak tampak pembengkakan pada lutut kiri, dan tidak tampak benjolan pada insersio tendo kuadrisep di tuberositas tibia pada kedua sisi. Pada perabaan, tidak ditemukan krepitus pada lutut kiri dan kanan. Pada lutut fleksi 30, nyeri tekan di bagian tepi bawah patela kiri sekitar insersio tendo patela. Lingkup gerak sendi lutut ekstensi dan fleksi kiri dan kanan sama (ekstensi 0, fleksi 135). Pada gerakan fleksi pasif tidak timbul rasa nyeri. Pemeriksaan antropometri posisi berdiri, postur kirikanan sejajar, lingkar paha atas 55 cm, sudut Q 10. Pada posisi berbaring, panjang tungkai kiri dan kanan sama (true length=108 cm, apparent length=114cm). Riwayat pengobatan Pemberian kompres dingin dan analgesik diberikan pada awal mulai ada keluhan. Pasien kemudian dianjurkan untuk menjalani terapi tambahan disam-ping pemberian ultrasound yaitu dengan latihan fisik yang sesuai. Latihan fisik dilakukan di poliklinik di ba-wah
pengawasan dokter dan fisioterapis. Latihan fisik meliputi latihan peregangan m. kuadriseps, m. aduktor, m. kuadriseps, selama 30 detik untuk tiap gerakan, serta latihan kekuatan untuk otot kudriseps (knee extension, squat) dan hamstring (hamstring curl, hip extension) dilakukan sebanyak 3 set masing-masing 8 repetisi. Latihan peregangan maupun kekuatan dilakukan pada lingkup gerak sendi bebas nyeri. Setelah progam latihan fisik dan pemberian ultrasound selama sebulan, nyeri menghilang. DISKUSI Jumper's knee atau tendinosis patela merupakan satu di antara beberapa tendinosis insersional yang sering terjadi pada atlet. Sebanyak 14,2% atlet dari berbagai cabang olahraga dan lebih banyak lagi pada cabang olahraga dengan gerakan melompat menderita gangguan ini.2 Tendinosis patela lebih banyak pada lakilaki, dengan perbandingan 2:1, mungkin karena elastisitas tendo lebih rendah dan gerakan lebih eksplosif dibandingkan perempuan.2 Beban berlebihan kronik pada beberapa cabang olahraga tertentu berupa gerakan fleksi lutut men-dadak dan berulang adalah penyebab utama tendi-nosis patela.4,6 Gerakan fleksi misalnya pada saat mendarat dari lompatan (basket, bola voli), melompat dengan fleksi sebagai awalan (lompat tinggi, lompat jauh), dan gaya dari benda saat ditendang (sepak bo-la).7 Fleksi lutut pada gerakan tersebut menyebabkan regangan atau tarikan pada tendo patela dan insersio-nya. 8 Regangan pada awalnya menimbulkan reaksi inflamasi, tetapi akan menjadi proses degene-ratif bila berlangsung lama dan tidak mendapat pe-nanganan yang benar.5 Pada tendinosis patela, kelainan pada jaringan in-sersio tendo lebih menunjukkan suatu proses dege-neratif daripada inflamasi.5 Penelitian oleh Khan et.al pada kadaver yang memiliki gambaran USG dan MRI sama dengan penderita tendinosis menunjukkan de-generasi mukoid.9 Secara seluler, Lian et.al menemu-kan peningkatan apoptosis pada tendon yang ditandai dengan peningkatan indeks apoptosis.10 Gambaran histopatologi dan seluler pada tendinosis patela dianggap sebagai suatu proses kegagalan penyembuhan atau adaptasi sebagai respon jaringan terhadap trauma kronik.6,11 Beberapa keadaan menjadi faktor risiko, baik intrinsik maupun ekstrinsik, untuk terjadinya tendinosis patela. Faktor intrinsik meliputi jenis kelamin, berat badan, genu varum, genu valgum, sudut Q (Q angle) yang
DAM J Med Volume 10, Nomor 1, 2011
47
DAMIANUS Journal of Medicine
besar, patela alta dan patela baja, panjang tungkai berbeda, kelemahan otot tungkai, dan fleksibilitas.1 Faktor risiko ekstrinsik meliputi fleksi berlebihan berulang, dan permukaan yang keras. Penelitian oleh Witvrouw menunjukkan kekurangan fleksibilitas m. kuadriseps dan m. hamstring merupakan faktor terbesar penyebab tendinosis patela.12 Selain tendinosis patela, keluhan nyeri lutut anterior dapat ditimbulkan oleh beberapa penyakit antara lain kondromalasia patela, penyakit Osgood-Schlatter (Osgood-Schlatter disease-OSD), penyakit SindingLarsen-Johansson (SLJ). Kondromalasia patela adalah kerusakan lapisan tulang rawan permukaan patela bagian belakang. Nyeri biasanya dicetuskan oleh kompresi patela pada posisi fleksi lama misalnya duduk. Penyakit OSD dan SLJ merupakan apofisitis tendon patela di tuberositas tibia, sering ditemukan pada remaja yang mengalami pertumbuhan cepat. Pada OSD dan SLJ, tampak benjolan insersio tendon patela di tuberositas tibia yang nyeri bila ditekan.13,14 Nyeri pada tendinosis patela terasa di insersio tendon patela di kutub bawah patela dan bersifat sangat khas. Nyeri dicetuskan oleh melompat, mendarat se-telah melompat, atau menendang. Pada stadium satu, nyeri hanya muncul setelah berolahraga. Pada stadium dua, nyeri muncul sebelum dan setelah, tetapi tidak selama berolahraga. Pada stadium tiga, nyeri menetap sehingga mengganggu aktivitas harian. Pada stadium empat, terjadi robekan total tendon patela. Pada kasus ini, penderita mengalami tendinosis patela stadium satu karena nyeri pada awalnya dirasakan hanya setelah olahraga, tetapi kemudian menjadi stadium dua, karena penanganan yang kurang adekuat.1,3,7 Jumper’s knee Cross-section of knee in flexion
Quadriceps muscle
Patella (kneecap)
Pada tendinosis patela, terdapat nyeri tekan di insersio tendon pada kutub bawah patela, meskipun biasanya tidak tampak benjolan.1,13 Diagnosis tendinosis patela biasanya dapat ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Namun kadang-kadang perlu dilakukan pemeriksaan tambahn misalnya ultrasonografi, CT scan, atau MRI untuk menilai tingkat kerusakan tendon, gambaran histopatologi, serta untuk menyingkirkan diagnosis banding.7,9 Pengobatan tendinosis patela stadium satu dan dua biasanya tidak sulit. Pada fase akut, dapat diberikan pengobatan seperti cedera muskuloskeletal lain dengan prinsip RICE (Rest, Ice, Compression, Elevation). Istirahat dari aktivitas pencetus nyeri dapat mencegah kerusakan tendon lebih lanjut. Kompres dingin dapat membantu mengurangi pembengkakan dan nyeri.1 Kompresi dan elevasi pada pasien ini tidak terlalu dibutuhkan karena area cedera kecil. Analgesik dan antiinflamasi non-steroid (AINS) dapat diberikan untuk mengurangi nyeri terutama bila nyeri menetap. Pasien mendapat RICE, AINS, dan ultrasound 1 Mhz selama 5 menit tiga kali seminggu. Pemberian ultrasound intensitas rendah (low intensity pulsed ultrasoundLIPUS), menurut Warden et.al, tidak mening-katkan efektivitas penyembuhan tendinopati patela kronik dibanding plasebo.15 Pada kasus ini, pasien ter-nyata memang masih merasakan nyeri walaupun telah menjalani beberapa bulan pemberian LIPUS. Hal ini disebabkan karena pasien masih terus menjalani program latihan biasa, sehingga tidak ada saat istirahat bagi tendon yang sakit. Pasien dianjurkan untuk menjalani terapi latihan yang berbeda dengan program latihan biasa karena gerakan yang dilakukan bebas nyeri, disamping pemberian LIPUS. Kombinasi LIPUS dengan terapi latihan ini sangat efektif mengurangi nyeri dan memperbaiki jaringan tendon dibandingkan LIPUS atau terapi latihan saja.16 Terapi latihan terdiri dari latihan peregangan dan kekuatan m. kuadriseps dan m. hamstring.
Femur (thingbone)
Patellar tendinitis Tibia (shinbone)
Patellar tendon
Gambar 1. Lokasi peradangan jumper's knee pada tendon patela.10
48
Latihan eksentrik merupakan latihan terbaik bagi penderita tendinosis patela.17,18 Latihan eksentrik adalah latihan yang memanjangkan serat otot (kontraksi eksentrik). Pada kasus ini, latihan eksentrik untuk m. kuadriseps dan tendon patela adalah fleksi lutut, sedangkan untuk m. hamstring adalah fleksi panggul dengan lutut ekstensi. Latihan peregangan yang efektif dilakukan secara lembut dan dipertahankan selama 30 detik, merupakan durasi optimal untuk peregangan. Latihan kekuatan dengan kontraksi eksentrik untuk m. kuadriseps misalnya squat dan leg curl.19 Kombinasi
DAM J Med Volume 10, Nomor 1, 2011
Latihan peregangan dan penguatan otot tungkai mempercepat penurunan nyeri pada jumper’s knee
latihan eksentrik dan LIPUS ini dapat meningkatkan remodeling jaringan kolagen tendon patela.16 Kombinasi terapi latihan dan LIPUS pada tendinosis patela stadium 2 memberikan hasil yang baik, bahkan hanya dalam waktu sebulan pasien ini telah bebas nyeri. Pada stadium 3 kadang-kadang diperlukan tindakan invasif minimal untuk eksisi jaringan fibrosis, membuang jaringan nekrotik, menemukan lesi intratendon, serta memperbaiki vaskularisasi. Teknik operasi misalnya endoskopi atau elektrokoagulasi juga dilakukan untuk menghilangkan nyeri akibat inervasi baru yang mencetuskan nyeri. Operasi dilakukan bila terapi non-operatif selama 6–12 bulan tidak berhasil dan pasien tetap merasakan nyeri.16
4.
Schmid MR, Hodler J, Cathrein P, Duewell S, Jacob HAC, Romero J. Is impingement the cause of jumper's knee? Dynamic and static magnetic resonance imaging of patellar tendinitis in an open-configuration system. Am J Sports Med. 2002;30:388– 95.
5.
Anonym. Current concepts in the management of tendon disorders. Rheumatol 2006;45:508–21.
6.
Rees JD, Maffulli N, Cook J. Management of tendinopathy. Am J Sports Med 2009;37(9):1855-67.
7.
Baker CL. Sports medicine Philadelphia:Williams & Wilkins;1995.
8.
Lavagnino M, Arnoczky SP, Elvin N, Dodds J. Patellar tendon strain is increased at the site of the jumper's knee lesion during knee flexion and tendon loading: results and cadaveric testing of a computational model. Am J Sports Med 2008;36:2110–8.
9.
Khan KM, Bonar F, Desmond PM, Cook JL, Young DA, Visentini PJ, et al. Patellar tendinosis (jumper's knee): findings at histopathologic examination, US, and MR imaging. Victorian Institute of Sport Tendon Study Group. Radiol 1996;200:821–7.
Saat ini telah dikembangkan beberapa metode pengobatan tendinosis patela yang kelak mungkin akan memberikan hasil baik tanpa tindakan invasif. Beberapa metode pengobatan tersebut antara lain nitrit oksida, meskipun efektivitasnya belum mantap. Injeksi plasma kaya trombosit (platelet rich plasma), matriks metalloproteinase, sel punca, faktor pertum-buhan, dan transfer gen merupakan metode-metode yang sedang dikembangkan untuk pengobatan ten-dinosis di masa
10. Lian Ø, Scott A, Engebretsen L, Bahr R, Duronios V, Khan K. Excessive apoptosis in patellar tendinopathy in athletes. Am J Sports Med. 2007;35:605–11. 11. Hamilton B, Purdam C. Patellar tendinosis as an adaptive process: a new hypothesis. Br J Spots Med. 2004;38:758–61.
depan.6,18 KESIMPULAN Tendinosis patela atau jumper's knee merupakan salah satu tendinopati yang tersering pada atlet terutama yang berasal dari cabang olahraga yang banyak melakukan gerakan melompat atau menendang dengan hentakan. Nyeri pada tendinosis patela sangat khas sehingga mudah untuk mendiagnosis. Istirahat dari aktivitas yang mencetuskan nyeri, kombinasi LIPUS dan terapi latihan dapat mempercepat penyembuhan. Terapi latihan baik peregangan maupun kekuatan dengan kontraksi eksentrik paling sesuai untuk penyembuhan tendinosis patela. DAFTAR PUSTAKA 1.
McMahon PJ. Current diagnosis and treatment in sports medicine. 1st ed. International edition:McGrawHill Companies;2007.
2.
Øystein B. Lian, Lars Engebretsen, Roald Bahr. Prevalence of jumper's knee among elite athletes from different sports. A cross-sectional study. Am J Sports Med 2005;33:561–7.
3.
book.
Blazina ME, Kerlan RK, Jobe FW, Carter VS, Carlson GJ. Jumper's knee. Orthop Clin North Am 1973;4:665–8.
12. Witvrouw E, Bellemans J, Lysens R, Danneels L, Cambier D. Intrinsic risk factors for the development of patellar tendinitis in an athletic population. A twoyear prospective study. Am J Sports Med. 2001;29:190–5. 13. Houghton KM. Review for the generalist: evaluation of anterior knee pain. Common causes of chronic anterior knee pain. Pediatr Rheumatol Online J. 2007; 5: 8. 14. Mann G, Constantini N, Hetsroni I, Meidan O, Dolev E, Morgenstern D, Mann A, Nyska M. Anterior kneepain syndrome. Adolesc Med State Art Rev. 2007;18:192–220. 15. Warden SJ, Metcalf BR, Kiss ZS, Cook JL, Purdam CR, Bennell KL, et al. Low-intensity pulsed ultrasound for chronic patellar tendinopathy: a randomized, double-blind, placebo-controlled trial. Rheumatol 2008;47:467–71. 16. Maffulli N, Longo UG, Denaro V. Novel approaches for the management of tendinopathy. JBJS 2010;92:2604–13. 17. Rees JD, Wolman RL, Wilson A. Eccentric exercise; why do they work, what are the problems and how can we improve them?. Br J Sports Med 2009;43:242– 6.
DAM J Med Volume 10, Nomor 1, 2011
49
DAMIANUS Journal of Medicine
18. Kaeding C, Best TM. Tendinosis: pathophysiology and nonoperative treatment. Sports Health 2009;1:284–92.
50
19. Bandy WD, Sanders B. Therapeutic exercise for physical therapist assistants. Techniques for intervention. 2nd ed. Philadelphia:Wolters Kluwer-Lippincott Williams & Wilkins;2008.
DAM J Med Volume 10, Nomor 1, 2011