LAPORAN TUGAS AKHIR
PERENCANAAN EMBUNG TAMBABOYO KABUPATEN SLEMAN D.I.Y (Design of Tambakboyo Small Dam Sleman D.I.Y Area ) Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana (Strata-1) Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Semarang
Disusun Oleh : ALEXANDER
NIM L2A004013
SYARIFUDDIN HARAHAB
NIM L2A004119
JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2009
HALAMAN PENGESAHAN
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN EMBUNG TAMBAKBOYO KABUPATEN SLEMAN D.I.Y (Design of Tambakboyo Small Dam Sleman D.I.Y Area ) Disusun Oleh : ALEXANDER
NIM L2A004013
SYARIFUDDIN HARAHAB
NIM L2A004119
Semarang,
Januari 2009
Dosen Pembimbing I,
Dosen Pembimbing II,
Ir. Hj. Sri Eko Wahyuni, MS NIP. 130 898 929
Ir. Salamun, MS. NIP.131 596 956
Mengetahui, Ketua Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Diponegoro
Ir. Sri Sangkawati, MS. NIP. 130 872 030
ii
Kata Pengantar
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penyusunan Laporan Tugas Akhir dengan judul “Perencanaan
Embung
Tambakboyo
Kabupaten
Sleman
D.I.Y”
dapat
terselesaikan. Penyusunan Laporan Tugas Akhir ini merupakan salah satu syarat yang harus ditempuh setiap mahasiswa dan merupakan tahap akhir dalam menyelesaikan pendidikan tingkat sarjana program strata satu (S1) pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Semarang. Dalam penyusunan Laporan Tugas Akhir ini tidak lepas dari bimbingan dan bantuan dari beberapa pihak, maka pada kesempatan ini ingin menyampaikan rasa terima kasih sebesar-besarnya kepada : 1.
Ibu Ir. Sri Sangkawati, MS., selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Diponegoro.
2.
Ibu Ir. Hj. Sri Eko Wahyuni, MS, selaku Dosen Pembimbing I.
3.
Bapak Ir. Salamun, MT, selaku Dosen Pembimbing II.
4.
Bapak Ir. M. Agung Wibowo, MM. M.Sc. Phd, selaku dosen wali (2153).
5.
Bapak Priyo Nugroho. ST. M.Eng, selaku dosen wali (2157).
6.
Seluruh Dosen Program Strata Satu (S1) Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Diponegoro.
7.
Seluruh staf administrasi Program Strata Satu (S1) Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Diponegoro.
8.
Orang tua dan keluarga tercinta atas do’a, dukungan, dan energi yang selalu terus diberikan selama ini kepada penyusun.
9.
Rekan-rekan Mahasiswa Teknik Sipil UNDIP Angkatan 2004 yang telah memberikan dukungan dan bantuannya, semoga kita semua sukses di masa depan.
iii
Kata Pengantar
10. Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu yang telah membantu secara moral dan material dalam menyelesaikan penulisan laporan Tugas Akhir ini. Kami menyadari bahwa dalam menyusun Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna, baik dari segi pembahasan, segi pengkajian maupun cara penyusunan, hal tersebut karena keterbatasan kemampuan kami, maka dari itu kami harapkan pendapat, saran dan kritik yang membangun demi penyusunan masa yang akan datang. Akhir harapan kami, semoga laporan Tugas Akhir ini bermanfaat bagi kita semua dan terutama bagi penyusun sendiri untuk pedoman dan bekal kami melakukan tugas.
Semarang, Januari 2009 Penyusun
1. Alexander L2A 004 013 2. Syarifuddin Harahab L2A 004 119
iv
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
...................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN
...................................................... ii
DAFTAR ISI
...................................................... iii
DAFTAR TABEL
...................................................... v
DAFTAR GAMBAR
...................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan umum ....................................................................... 1 1.2. Latar Belakang ........................................................................ 1 1.3. Maksud dan Tujuan Perencanaan ............................................ 2 1.4. Lokasi Perencanaan. ................................................................. 2 1.5. Ruang Lingkup Penulisan Tugas Akhir ................................... 3 1.6. Sistematika Penulisan .............................................................. 3 BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum ....................................................................... 5 2.2. Analisis Hidrologi ................................................................... 5 2.2.1. Daerah Aliran Sungai (DAS) ........................................ 6 2.2.2. Curah Hujan Rencana ................................................... 6 2.2.3. Perhitungan Curah hujan Rencana................................ 10 2.2.4. Intensitas Curah Hujan ................................................ 28 2.2.5. Hujan Berpeluang Maksimum (PMP) ......................... 30 2.2.6. Banjir Berpeluang Maksimum (PMF) ......................... 32 2.2.7. Debit Banjir Rencana .................................................... 33 2.2.8. Analisis Debit Andalan ................................................. 40 2.2.9. Analisis Sedimen .......................................................... 42 2.3. Analisis Kebutuhan Air ........................................................... 48 2.3.1. Kebutuhan Air Baku ..................................................... 48 2.4. Neraca Air ............................................................................... 51 2.5. Penelusuran Banjir (Flood Routing) ....................................... 51 2.5.1. Penelusuran Banjir Melalui Pelimpah .......................... 52 iii
DAFTAR ISI
2.6. Perhitungan Volume Tampungan Embung ............................. 53 2.6.1. Volume Tampungan Hidup Untuk Kebutuhan ............. 53 2.6.2. Volume Oleh Penguapan .............................................. 53 2.6.3. Volume Resapan Embung ............................................ 54 2.7. Embung ................................................................................... 54 2.7.1. Pemilihan Lokasi Embung ............................................ 54 2.7.2. Tipe Embung ............................................................... 55 2.7.3. Rencana Teknik Pondasi .............................................. 58 2.7.4. Perencanaan Tubuh Embung ....................................... 60 2.7.5. Stabilitas Lereng Embung ............................................ 66 2.7.6. Rencana Teknis Bangunan Pelimpah (Spillway) .......... 80 2.7.7. Rencana Teknis Bangunan Penyadap ........................... 95
BAB III METODOLOGI 3.1. Tinjauan Umum ...................................................................... 100 3.2. Pengumpulan Data ................................................................... 100 3.3. Metodologi Perencanaan Embung .......................................... 102 3.4. Bagan Alir Tugas Akhir .......................................................... 104
iv
DAFTAR TABEL
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Pedoman Pemilihan Sebaran Tabel 2.2. Reduced mean (Yn) untuk Metode Sebaran Gumbel Tipe 1 Tabel 2.3. Reduced Standard Deviation (Sn) untuk Metode Sebaran Gumbel Tipe 1 Tabel 2.4. Reduced Variate (YT) untuk Metode Sebaran Gumbel Tipe 1 Tabel 2.5. Harga K untuk Metode Sebaran Log Pearson III Tabel 2.6. Wilayah Luas Di bawah Kurva Normal Tabel 2.7. Standard Variable (Kt) untuk Metode Sebaran Log Normal Tabel 2.8. Nilai χ 2 kritis untuk uji kecocokan Chi-Square Tabel 2.9. Nilai D0 kritis untuk uji kecocokan Smirnov-Kolmogorof Tabel 2.10.Tabel Kategori Kebutuhan Air Non Domestik Tabel 2.11.Tabel Kebutuhan air non domestik kota kategori I,II,II dan IV Tabel 2.12.Tabel Kebutuhan air bersih kategori V Tabel 2.13.Tabel Kebutuhan air bersih domestik kategori lain Tabel 2.14.Lebar Puncak Bendungan Kecil (Embung) yang Dianjurkan Tabel 2.15. Kemiringan Lereng Urugan Tabel 2.16. Angka Aman Minimum Dalam Tinjauan Stabilitas Lereng Sebagai Fungsi dari Tegangan Geser. (*) Tabel 2.17. Angka Aman Minimum Untuk Analisis Stabilitas Lereng. Tabel 2.18. Percepatan gempa horizontal Tabel 2.19. Sudut-sudut petunjuk menurut Fellenius Tabel 2.20. Harga-harga koefisien kontraksi pilar (Kp) Tabel 2.21. Harga-harga koefisien kontraksi pangkal bendung (Ka) Tabel 4.1. Luas Pengaruh Stasiun Hujan Terhadap DAS Sungai Tambakboyo Tabel 4.2. Hujan harian maksimum rata-ratA Tabel 4.3. Persyaratan metode sebaran Tabel 4.4. Perhitungan distribusi curah hujan (statistik) Tabel 4.5. Perhitungan distribusi curah hujan (logaritma) Tabel 4.6. Rekapitulasi hasil analisis frekuensi Tabel 4.7. Metode Chi-Kuadrat Tabel 4.8. Perhitungan uji sebaran Smirnov-Kolmogorov Tabel 4.9. Koefisien sebaran Metode Log Pearson III
v
DAFTAR TABEL
Tabel 4.10. Curah hujan rencana Metode Log Pearson III untuk periode ulang T tahun Tabel 4.11. Intesitas curah hujan Tabel 4.12. Perhitungan debit banjir rencana Metode Haspers Tabel 4.13. Debit rencana periode ulang T tahun Metode Der Weduwen Tabel 4.14. Perhitungan resesi unit hidrograf Tabel 4.15. Intesitas curah hujan jam-jaman Metode Gama I Tabel 4.16. Perhitungan hidrograf banjir periode ulang 2 tahun Tabel 4.17. Perhitungan hidrograf banjir periode ulang 5 tahun Tabel 4.18. Perhitungan hidrograf banjir periode ulang `10 tahun Tabel 4.19. Perhitungan hidrograf banjir periode ulang 25 tahun Tabel 4.20. Perhitungan hidrograf banjir periode ulang 50 tahun Tabel 4.21. Perhitungan hidrograf banjir periode ulang 100 tahun Tabel 4.22. Perhitungan hidrograf banjir periode ulang 200 tahun Tabel 4.23. Perhitungan hidrograf banjir periode ulang 1000 tahun Tabel 4.24 Perhitungan hidrograf banjir PMP Tabel 4.25 Rekapitulasi perhitungan banjir rancangan Metode HSS Gama I Tabel 4.26 Debit rencana periode ulang T tahun metode HSS gama I Tabel 4.27. Rekapitulasi debit banjir rencana Tabel 4.28. Curah hujan bulanan rata-rata stasiun Beran. Santan dan Bronggang Tabel 4.29. Kelembaman relatif Stasiun Klimatologi Plunyon Tabel 4.30. Kelembaman relatif Stasiun Klimatologi Plambongan Tabel 4.31. Rata-rata kelembaman relatif Tabel 4.32. Suhu udara (oC) Stasiun Klimatologi Plunyon Tabel 4.33. Suhu udara (oC) Stasiun Klimatologi Plambongan Tabel 4.34. Rata-rata suhu udara (oC) Tabel 4.35. Kecepatan angin (km/hari) Stasiun Klimatologi Plunyon Tabel 4.36. Kecepatan angin (km/hari) Stasiun Klimatologi Plambongan Tabel 4.37. Rata-rata kecepatan angin (km/hari) Tabel 4.38. Sinar matahari (%) Stasiun Klimatologi Plunyon Tabel 4.39. Sinar matahari (%) Stasiun Klimatologi Plambongan Tabel 4.40. Rata-rata sinar matahari (%) Tabel 4.41. Perhitungan evaporasi Metode Penman Tabel 4.42. Perhitungan debit andalan tahun 1987 Tabel 4.43. Perhitungan debit andalan tahun 1988 vi
DAFTAR TABEL
Tabel 4.44. Perhitungan debit andalan tahun 1989 Tabel 4.45. Perhitungan debit andalan tahun 1990 Tabel 4.46. Perhitungan debit andalan tahun 1991 Tabel 4.47. Perhitungan debit andalan tahun 1992 Tabel 4.48. Perhitungan debit andalan tahun 1993 Tabel 4.49. Perhitungan debit andalan tahun 1994 Tabel 4.50. Perhitungan debit andalan tahun 1995 Tabel 4.51. Perhitungan debit andalan tahun 1996 Tabel 4.52. Perhitungan debit andalan tahun 1997 Tabel 4.53. Perhitungan debit andalan tahun 1998 Tabel 4.54. Perhitungan debit andalan tahun 1999 Tabel 4.55. Perhitungan debit andalan tahun 2000 Tabel 4.56. Perhitungan debit andalan tahun 2001 Tabel 4.57. Perhitungan debit andalan tahun 2002 Tabel 4.58. Perhitungan debit andalan tahun 2003 Tabel 4.59. Perhitungan debit andalan tahun 2004 Tabel 4.60. Perhitungan debit andalan tahun 2005 Tabel 4.61. Perhitungan debit andalan tahun 2006 Tabel 4.62. Rekapitulasi debit andalan Tabel 4.63. Penentuan debit andalan untuk kebutuhan air baku Tabel 4.64. Perhitungan hubungan elevasi, luas dan volume daerah genangan Tabel 4.65. Hubungan elevasi, luas dan volume daerah genangan Tabel 4.66. Perhitungan flood routing periode ulang 50 tahun Tabel 4.67. Perhitungan flood routing periode PMF Tabel 4.68. Perhitungan flood routing periode ulang 1000 tahun Tabel 4.69.Perhitungan volume kehilangan air akibat evaporasi Tabel.4.70. Perhitungan sedimentasi Tabel 4.71. Perhitungan neraca air Embung Tambakboyo Tabel 4.72. Tabel kategori kebutuhan air non domestik Tabel 4.73. Perhitungan jumlah kebutuhan air per jiwa Tabel 5.1. Perhitungan Fetch efektif Tabel 5.2. Tinggi jagaan Embung Urugan Tabel 5.3. Ketinggian spillway berdasarkan lengkung Harold Tabel 5.4. Nilai Froude dengan asumsi kecepatan aliran yang berbeda vii
DAFTAR TABEL
Tabel 5.5. Peralatan dan Fasilitas Keamanan Embung Tabel 5.6. Kemiringan tanggul hulu dan hilir Tabel 5.7. Ketebalan hamparan pelindung dan gradasi batuan untuk kemiringan lereng 1:3 Tabel 5.8. Ukuran batu dan ketebalan hamparan pelindung rip-rap Tabel 5.9. Perhitungan harga X dan Y Tabel 5.10. Perhitungan harga X Tabel 5.11. Kondisi perencanaan teknis material urugan sebagai dasar perhitungan Tabel 5.12. Perhitungan stabilitas lereng kondisi embung selesai dibangun Tabel 5.13. Perhitungan stabilitas lereng kondisi saat air turun mendadak (Rapid drow down) Tabel 5.14. Perhitungan stabilitas lereng kondisi embung penuh Tabel 5.15. Beban bangunan atas pada pilar Tabel 5.16. Perhitungan Gaya Akibat Berat Pilar Tabel 5.17. Beban bangunan atas pada pilar Tabel 5.18. Koefisien aliran (k) Tabel 5.19. Kombinasi Pembebanan Tabel 5.20. Nilai-nilai daya dukung Terzaghi Tabel 5.21. Kombinasi I (M + (H + K) + Ta + Tu) Tabel 5.22. Kombinasi II (M + Ta + Ah + Gg + A + SR + Tm) Tabel 5.23. Kombinasi III (Kombinasi (1) + Rm + Gg + A + SR + Tm + S) Tabel 5.24. Kombinasi IV (M + Gh + Tag + Gg + AHg + Tu) Tabel 5.25. Rekapitulasi kombinasi pembebanan Tabel 5.26. Perhitungan Gaya Akibat Berat Abutment Tabel 5.27. Beban bangunan atas pada abutment Tabel 5.28. Beban akibat tanah Tabel 5.29. Kombinasi Pembebanan Abutmen Tabel 5.30. Nilai-nilai daya dukung Terzaghi Tabel 5.31. Kombinasi I (M + (H + K) + Ta + Tu) Tabel 5.32. Kombinasi II (M + Ta + Ah + Gg + A + SR + Tm) Tabel 5.33. Kombinasi III (Kombinasi (1) + Rm + Gg + A + SR + Tm + S) Tabel 5.34. Kombinasi IV (M + Gh + Tag + Gg + AHg + Tu) Tabel 5.35. Rekapitulasi kombinasi pembebanan abutmen Tabel 5.36. Perhitungan gaya akibat berat sendiri Tabel 5.37. Perhitungan gaya akibat gempa Tabel 5.38. Perhitungan rembesan dan tekanan air tanah kondisi muka air normal viii
DAFTAR TABEL
Tabel 5.39. Pehitungan gaya uplift pressure kondisi muka air normal Tabel 5.40. Perhitungan gaya hidrostatis keadaan muka air normal Tabel 5.41. Perhitungan tekanan tanah Tabel 5.42. Rekapitulasi gaya pada tubuh pelimpah keadaan normal Tabel 5.43. Perhitungan gaya akibat berat sendiri Tabel 5.44 . Perhitungan gaya akibat gempa Tabel 5.45. Perhitungan rembesan dan tekanan air tanah kondisi muka air banjir Tabel 5.46. Pehitungan gaya uplift pressure kondisi muka air banjir Tabel 5.47. Perhitungan gaya hidrostatis Tabel 5.48. Perhitungan tekanan tanah Tabel 5.49. Rekapitulasi gaya-gaya yang bekerja pada tubuh pelimpah Tabel 5.50. Perhitungan garis rembesan lane kondisi Normal Tabel 5.51. Perhitungan Debit Berdasarkan Prosentase Bukaan Pintu Tabel 6.1. Mutu Beton Tabel 6.2. Ukuran dan Bentuk Penahan Air Tabel 6.3. Perletakan Lantai Jembatan Tabel 7.1. Perhitungan Volume Pekerjaan Tabel 7.2. Daftar Harga Satuan Upah Pekerja Tabel 7.3. Daftar Harga Satuan Sewa Alat Tabel 7.4. Daftar Harga Satuan Bahan Bangunan Tabel 7.5. Daftar Harga Satuan Pekerjaan Pembersihan dan Pembongkaran Tabel 7.6. Daftar Harga Satuan Pekerjaan Pengukuran dan Pematokan Tabel 7.7. Daftar Harga Satuan Pekerjaan Pasangan batu kosong tanpa pasir Tabel 7.8. Daftar Harga Satuan Pekerjaan Pasangan batu 1 : 4 (termasuk siar 1:3) dengan pasir muntilan Tabel 7.9. Daftar Harga Satuan Pekerjaan Bekisting (acuan beton) Tabel 7.10.Daftar Harga Satuan Pekerjaan Beton K-225 Tabel 7.11. Daftar Harga Satuan Pekerjaan Baja tulangan U-24 Tabel 7.12. Daftar Harga Satuan Pekerjaan Pipa Ralling Jembatan Tabel 7.13. Daftar Harga Satuan Pekerjaan Pasang Paving Block abu-abu K-400, dengan tebal pas muntilan 6 cm Tabel 7.14. Daftar Harga Satuan Pekerjaan Gebalan Rumput Tabel 7.15. Daftar Harga Satuan Pekerjaan galian tanah biasa dibuang di sekitar lokasi proyek (dengan alat) ix
DAFTAR TABEL
Tabel 7.16. Daftar Harga Satuan Pekerjaan urugan bekas tanah galian(dipadatkan dengan alat sederhana) Tabel 7.17. Rekapitulasi Harga Satuan Pekerjaan Tabel 7.18. Perhitungan Rencana Anggaran Biaya (RAB) Tabel 7.19. Rekapitulasi Rencana Anggaran Biaya (RAB) Tabel 7.20. Analisis Kebutuhan Tenaga Kerja
x
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1. Lokasi perencanaan Embung Tambakboyo .............................................
2
Gambar 2.1. Metode poligon Thiessen .........................................................................
8
Gambar 2.2. Metode Isohyet .........................................................................................
9
Gambar 2.3
Koefisien Kurtosis....................................................................................
10
Gambar 2.4. Sketsa hidrograf satuan sintetik Gama I ..................................................
36
Gambar 2.5. Sketsa penetapan WF ...............................................................................
38
Gambar 2.6. Sketsa penetapan RUA.............................................................................
38
Gambar 2.7. Embung on stream ...................................................................................
56
Gambar 2.8. Embung off stream ...................................................................................
57
Gambar 2.9. Embung urugan ........................................................................................
59
Gambar 2.10. Tipe-tipe embung beton ...........................................................................
60
Gambar 2.11. Tinggi embung .........................................................................................
62
Gambar 2.12. Tinggi jagaan pada mercu embung ..........................................................
62
Gambar 2.13. Berat bahan yang terletak di bawah garis depresi ....................................
69
Gambar 2.14. Gaya tekanan hidrostatis pada bidang luncur ..........................................
72
Gambar 2.15. Skema pembebanan yang disebabkan oleh tekanan hidrostatis yang bekerja pada bidang luncur ...........................................
73
Gambar 2.16. Cara menentukan harga-harga N dan T ...................................................
75
Gambar 2.17. Skema perhitungan bidang luncur dalam kondisi embung penuh air ..................................................................................................
77
Gambar 2.18. Skema perhitungan bidang luncur dalam kondisi penurunan air embung tiba-tiba ................................................................................
77
Gambar 2.19. Lokasi pusat busur longsor kritis pada tanah kohesif (c-soil) ..................
78
Gambar 2.20. Posisi titik pusat busur longsor pada garis O0-K .....................................
79
Gambar 2.21. Garis depresi pada embung homogen ......................................................
80
Gambar 2.22. Garis depresi pada embung homogen (sesuai dengan garis parabola).....
81
Gambar 2.23. Grafik hubungan antara sudut bidang singgung ( α ) dengan
∆a a + ∆a
.................................................................................................................
82
Gambar 2.24. Formasi garis depresi ...............................................................................
83
Gambar 2.25. Saluran pengarah aliran dan ambang pengatur debit pada sebuah vi
DAFTAR GAMBAR
pelimpah ..................................................................................................
87
Gambar 2.26. Penampang memanjang bangunan pelimpah ...........................................
87
Gambar 2.27. Ambang bebas (Sodibyo,1993) ...............................................................
88
Gambar 2.28. Ambang bebas (Sodibyo,1993) ...............................................................
89
Gambar 2.29. Skema penampang memanjang saluran peluncur ....................................
90
Gambar 2.30. Bagian berbentuk terompet dari saluran peluncur pada bangunan pelimpah .................................................................................
91
Gambar 2.31. Bentuk kolam olakan datar tipe I USBR..................................................
93
Gambar 2.32. Bentuk kolam olakan datar tipe II USBR ................................................
94
Gambar 2.33. Bentuk kolam olakan datar tipe III USBR ...............................................
95
Gambar 2.34. Bentuk kolam olakan datar tipe IV USBR ...............................................
96
Gambar 2.35. Peredam energi tipe bak tenggelam (Bucket) .........................................
96
Gambar 2.36. Grafik untuk mencari jari-jari minimum (Rmin) bak ..............................
97
Gambar 2.37. Grafik untuk mencari batas minimum tinggi air hilir ..............................
97
Gambar 2.38. Batas minimum tinggi air hilir .................................................................
98
Gambar 2.39. Komponen bangunan penyadap tipe standar ...........................................
100
Gambar 2.40. Skema perhitungan untuk lubang-lubang penyadap ................................
103
Gambar 2.38. Bangunan penyadap menara ....................................................................
104
Gambar 2.39. Tekanan hidrostatis yang bekerja pada bidang bulat yang miring .............................................................................................
105
Gambar 3.1. Bagan alir tugas akhir ..............................................................................
112
Gambar 4.1. Pengaruh 4 dan 3 stasiun hujan dan DAS Embung Tambakboyo ............
114
Gambar 4.2. Sketsa penentuan jumlah dan pertemuan sungai ...................................
134
Gambar 4.3. Grafik hidrograf Satuan Sintetis (HSS) Gama I ....................................
137
Gambar 4.4. Rekapitulasi hidrograf banjir rancangan ..................................................
149
Gambar 4.5. Potongan melintang Bendung Pulodadi ...................................................
150
Gambar 4.6. Grafik hubungan elevasi dengan volume genangan dan luas ..................
183
Gambar 4.7. Grafik flood routing periode ulang 50 tahun ............................................
187
Gambar 4.8. Grafik flood routing PMF .........................................................................
190
Gambar 4.9. Grafik flood routing periode ulang 1000 tahun ........................................
193
Gambar 4.10. Neraca Air Embung Tambakboyo ...........................................................
200
Gambar 5.1. Tinggi jagaan (free board) .......................................................................
203
Gambar 5.2. Panjang lintasan ombak effektif ...............................................................
205
Gambar 5.3. Grafik perhitungan metode SMB (Suyono Sosrodarsono, 1989) ............
207 vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 5.4. Pembagian zone gempa di Indonesia .......................................................
210
Gambar 5.5. Tinggi tampungan Embung Tambakboyo................................................
215
Gambar 5.6. Saluran pengarah aliran dan ambang pengatur debit pada bangunan Pelimpah .................................................................................................
215
Gambar 5.7. Koordinat penampang memanjang ambang penyadap saluran pengatur Debit ........................................................................................................
216
Gambar 5.8. Skema penampang memanjang saluran (Gunadharma, 1997) ..............
218
Gambar 5.9. Grafik untuk perencanaan ukuran batu kosong........................................
240
Gambar 5.10. Penampang memanjang spillway, kolam olak dan pasangan batu untuk Gerusan....................................................................................................
242
Gambar 5.11. Gradasi bahan yang dapat dipergunakan untuk penimbunan zone kedap air embung urugan homogen ...................................................................
246
Gambar 5.12. Pelapisan embung urugan .......................................................................
248
Gambar 5.13. Sket Garis Depresi Embung Tambakboyo ..............................................
249
Gambar 5.14. Sket Garis Depresi Embung Tambakboyo dengan Drainase Kaki .........
251
Gambar 5.15. Hubungan antara sudut bidang singgung (α) dengan C .......................
253
Gambar 5.16. Sliding metode irisan bidang luncur, kondisi selesai dibangun ............
257
Gambar 5.17. Sliding metode irisan bidang luncur, kondisi saat air turun mendadak (Rapid drow down) .................................................................................
259
Gambar 5.18. Sliding metode irisan bidang luncur, kondisi saat air penuh .................
261
Gambar 5.19. Penampang melintang tiang sandaran ...................................................
263
Gambar 5.20. Penulangan tiang sandaran ....................................................................
267
Gambar 5.21. Pelat bagian dalam (inner slab) ...........................................................
268
Gambar 5.22. Potongan A-A ........................................................................................
269
Gambar 5.23. Muatan T ................................................................................................
269
Gambar 5.24. Penyebaran muatan T pada lantai .......................................................
270
Gambar 5.25. Bidang kontak dihitung atas 2 bagian .................................................
271
Gambar 5.26. Tinjauan terhadap beban angin ..............................................................
272
Gambar 5.27. Distribusi pembebanan ........................................................................
276
Gambar 5.28. Gelagar Jembatan (Balok T) ................................................................
277
Gambar 5.29. Penulangan pelat lantai kendaraan ......................................................
281
Gambar 5.30. Potongan melintang Spillway dan melintang jembatan
.....................
282
Gambar 5.31. Pilar Jembatan ........................................................................................
285
Gambar 5.32. Abutmen Jembatan ................................................................................
285 viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 5.33. Pilar Jembatan
..................................................................................
Gambar 5.34. Beban sendiri pilar
............................................................................
Gambar 5.35. Beban bangunan atas pada pilar
286 286
.........................................................
288
Gambar 5.36. Beban terbagi rata dan garis pada pilar ...............................................
289
Gambar 5.37. Beban akibat gaya rem dan traksi
289
Gambar 5.38
......................................................
Beban akibat gaya geser tumpuan dengan girder
.............................
290
...............................................................
291
Gambar 5.40. Akibat aliran air dan tumbukan benda-benda hanyutan .......................
292
Gambar 5.41. Abutment Jembatan ..............................................................................
298
Gambar 5.42. Beban sendiri abutmen .........................................................................
298
Gambar 5.43. Beban bangunan atas pada abutmen ...................................................
300
Gambar 5.44. Beban terbagi rata dan kejut pada abutmen ........................................
301
Gambar 5.45. Beban Akibat tanah diatasnya ...............................................................
301
Gambar 5.46. Beban akibat gaya rem dan traksi .........................................................
302
Gambar 5.47. Beban akibat gaya geser tumpuan dengan girder ................................
303
Gambar 5.48. Beban gempa terhadap abutmen
........................................................
303
Gambar 5.49. Beban tanah aktif terhadap abutmen ...................................................
304
Gambar 5.50. Diagram kondisi air normal ................................................................
321
Gambar 5.51. Diagram kondisi air banjir .................................................................
331
Gambar 5.52. Komponen bangunan penyadap
.........................................................
334
Gambar 5.53. Skema pengaliran dalam penyalur kondisi pintu terbuka 80% ..............
335
Gambar 5.54. Gaya tekanan air yang terjadi pada pintu ..............................................
338
Gambar 5.39. Beban gempa terhadap pilar
Gambar 5.55. Skema tekanan hidrolis dari plat baja yang didukung oleh balok-balok cabang vertika .....................................................................................
338
Gambar 5.56. Pemodelan beban pada balok vertikal ...................................................
339
ix
BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Tinjauan Umum
Air merupakan elemen yang sangat mempengaruhi kehidupan di alam. Semua makhluk hidup sangat memerlukan air dalam perkembangan dan pertumbuhannya. Siklus hidrologi yang terjadi menyebabkan jumlah volume air yang ada di dunia ini adalah tetap. Akan tetapi, dipandang dari aspek ruang dan waktu distribusi air secara alamiah tidaklah ideal. Sebagai contoh, dalam usaha sumber air baku. Jika tidak ada usaha pengendalian air pada musim hujan, maka akan meyebabkan terjadinya erosi dan banjir sedang pada musim kemarau akan kekeringan dan kesulitan mendapatkan sumber air baku. Hal tersebut di atas merupakan salah satu permasalahan yang timbul dalam usaha pengembangan dan pengendalian sumber daya air. Permasalahan tersebut perlu secepatnya diatasi. Untuk itu diperlukan suatu manajemen yang baik terhadap pengembangan dan pengelolaan sumber daya air agar potensi bencana yang disebabkan oleh air tersebut dapat dicegah. Pengelolaan sumber daya air yang baik akan berdampak pada kelestarian dan keseimbangan lingkungan hidup baik sekarang maupun akan datang. Kegiatan-kegiatan yang
dapat dilakukan dengan membuat sistem teknis seperti
penghijauan, perkuatan tebing, bendung, bendungan, embung, dan sebagainya maupun dengan sistem non teknis seperti membuat perundang-undangan.
1.2
Latar Belakang
Jumlah penduduk yang semakin meningkat setiap tahunnya di Daerah Kabupaten Sleman dan aktifitas masyarakat di sekitar daerah aliran sungai (DAS) yang semakin beragam serta kebutuhan akan air semakin meningkat menyebabkan persoalan keseimbangan antara kebutuhan air dan ketersediaan air, menurunnya kualitas air sumur dangkal yang dikonsumsi masyarakat serta kebutuhan akan rekreasi kota. Hal tersebut merupakan permasalahan yang dihadapi oleh Daerah Kabupaten Sleman khususnya dan DIY umumnya. Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman mengambil langkah-langkah untuk menghadapi permasalahan tersebut dengan mengusahakan mengembalikan fungsi daerah resapan, serta mengembangkan kawasan tesebut sebagai kawasan rekreasi taman bernuansa air. Dengan melaksanakan hal tersebut diharapkan akan terbentuk basis keunggulan suatu kawasan (multifield economic effect).
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
1
BAB I PENDAHULUAN
1.3
Maksud dan Tujuan Perencanaan
Maksud dilakukan perencanaan Embung Tambakboyo ini adalah untuk memperoleh rencana konstruksi embung yang handal dan komprehensif dan bangunan multiguna. Adapun tujuan dari dibangunnya Embung Tambakboyo ini adalah untuk : 1. Konservasi sumber daya air dan konservasi lingkungan di DPS Tambakboyo. 2. Menaikkan tinggi muka air tanah. 3. Persediaan air baku untuk Kabupaten Sleman. 4. Mendukung potensi wisata di Daerah Istimewa Yogyakarta. 5. Meningkatkan perekonomian masyarakat sekitarnya sehingga menambah Pendapatan Asli Daerah.
1.4
Lokasi Perencanaan
Lokasi embung terletak pada posisi 7o45’431” – 7 45’703” LS dan 110o 24’739” – 110 25’066”
BT di meandering Sungai Tambakboyo, Kelurahan Wedomartani, Kecamatan
Ngemplak, Kabupaten Sleman, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Untuk lebih jelasnya lokasi tersebut dapat dilihat pada gambar berikut.
Lokasi Proyek
Gambar 1.1 Lokasi perencanaan Embung Tambakboyo
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
2
BAB I PENDAHULUAN
1.5
Ruang Lingkup Penulisan Tugas Akhir
Ruang lingkup pembahasan dalam penyusunan perencanaan Embung Tambakboyo Kelurahan Wedomartani, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) adalah sebagai berikut : a. Observasi Lapangan b. Identifikasi Masalah c. Unit Hidrograf dan Debit Banjir Rencana d. Analisis Debit Andalan e. Analisis Sedimen f. Neraca Air Dan Optimasi Embung g. Flood Routing untuk Spillway h. Analisis Struktur i. Gambar Perencanaan j. Spesifikasi Teknik k. Rencana Anggaran Biaya l. Network Planning, Time Schedule dan Man Power
1.6
Sistematis Penulisan
Laporan Tugas Akhir ini disusun dalam 8 bab, di mana pokok bahasan untuk tiap bab adalah sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN Menguraikan mengenai tinjauan umum, latar belakang, maksud dan tujuan, lokasi perencanaan, ruang lingkup penulisan serta sistematika penulisan. BAB II DASAR TEORI Menguraikan secara global teori–teori dan dasar–dasar perhitungan yang akan digunakan untuk pemecahan permasalahan yang ada, baik untuk menganalisis faktor-faktor dan datadata pendukung maupun perhitungan teknis perencanaan embung. BAB III METODOLOGI Menguraikan tentang metode secara berurutan dalam penyelesaian laporan Tugas Akhir yang berisi tentang perencanaan Embung Tambakboyo.
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
3
BAB I PENDAHULUAN
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI Tentang tinjauan umum, analisis hidrologi, analisis data curah hujan, debit banjir rencana, analisis debit andalan, analisis sedimen dan analisis hidrolika. BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI Menguraikan tentang tinjauan umum, perhitungan konstruksi embung dan stabilitas embung. BAB VI RENCANA KERJA DAN SYARAT-SYARAT Tentang syarat-syarat umum, syarat-syarat administrasi dan syarat-syarat teknis. BAB VII RENCANA ANGGARAN BIAYA Menguraikan tentang analisis harga satuan, analisis satuan volume pekerjaan, daftar harga bahan dan upah, rencana anggaran biaya, network planning, time schedule, man power dan kurva S. BAB VIII PENUTUP Berisi tentang kesimpulan dan saran yang diperoleh dari hasil analisis perencanaan Embung Tambakboyo.
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
4
BAB II DASAR TEORI
BAB II DASAR TEORI
2.1
Tinjauan Umum
Perencanaan embung memerlukan bidang-bidang ilmu pengetahuan lain yang dapat mendukung untuk memperoleh hasil perencanaan konstruksi embung yang handal dan komprehensif dan bangunan multiguna. Ilmu geologi, hidrologi, hidrolika dan mekanika tanah merupakan beberapa ilmu yang akan digunakan dalam perencanaan embung ini yang saling berhubungan. Dasar teori ini dimaksudkan untuk memaparkan secara singkat mengenai dasar-dasar teori perencanaan embung yang akan digunakan dalam perhitungan konstruksi dan bangunan pelengkapnya. Dalam perhitungan dan perencanaan embung, ada beberapa acuan yang harus dipertimbangkan untuk mengambil suatu keputusan. Untuk melengkapi perencanaan embung ini, maka digunakan beberapa standar antara lain : Tata Cara Penghitungan Struktur Beton SK SNI T-15-1991-03, Penentuan Beban Gempa pada Bangunan Pengairan, 1999/2000, Panduan Perencanaan Bendungan Urugan, Juli 1999, Peraturan Muatan Indonesia 1970 serta beberapa standar lainnya.
2.2
Analisis Hidrologi
Hidrologi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari sistem kejadian air di atas, pada permukaan dan di dalam tanah. Definisi tersebut terbatas pada hidrologi rekayasa. Secara luas hidrologi meliputi pula berbagai bentuk air termasuk transformasi antara keadaan cair, padat, dan gas dalam atmosfir, di atas dan di bawah permukaan tanah. Di dalamnya tercakup pula air laut yang merupakan sumber dan penyimpan air yang mengaktifkan kehidupan di planet bumi ini. Curah hujan pada suatu daerah merupakan faktor yang menentukan besarnya debit banjir yang terjadi pada daerah yang menerimanya. Analisis hidrologi dilakukan untuk mendapatkan karakteristik hidrologi dan meteorologi daerah aliran sungai. Tujuannya adalah untuk mengetahui karakteristik hujan, debit air yang ekstrim maupun yang wajar yang akan digunakan sebagai dasar analisis selanjutnya dalam pelaksanaan detail desain.
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
5
BAB II DASAR TEORI
2.2.1 Daerah Aliran Sungai (DAS) DAS adalah suatu daerah yang dibatasi oleh pemisah topografi yang menerima hujan, menampung, menyimpan dan mengalirkan ke sungai dan seterusnya ke danau atau ke laut. Komponen masukan dalam DAS adalah curah hujan, sedangkan keluarannya terdiri dari debit air dan muatan sedimen (Suripin, 2004). Konsep Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan dasar dari semua perencanaan hidrologi tersusun dari DAS-DAS kecil, dan DAS kecil ini juga tersusun dari DAS-DAS yang lebih kecil lagi sehingga dapat didefinisikan sebagai suatu wilayah yang dibatasi oleh batas alam seperti punggung bukitbukit atau gunung, maupun batas buatan seperti jalan atau tanggul dimana air hujan yang turun di wilayah tersebut memberi kontribusi aliran ke titik kontrol (outlet).
2.2.2
Curah Hujan Rencana
2.2.2.1
Curah Hujan Area
Data curah hujan dan debit merupakan data yang paling fundamental dalam perencanaan pembuatan embung. Ketetapan dalam memilih lokasi dan peralatan baik curah hujan maupun debit merupakan faktor yang menentukan kualitas data yang diperoleh. Analisis data hujan dimaksudkan untuk mendapatkan besaran curah hujan dan analisis statistik yang diperhitungkan dalam perhitungan debit banjir rencana. Data curah hujan yang dipakai untuk perhitungan debit banjir adalah hujan yang terjadi pada daerah aliran sungai pada waktu yang sama. Curah hujan yang diperlukan untuk penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air dan rancangan pengendalian banjir adalah curah hujan rata-rata di seluruh daerah yang bersangkutan, bukan curah hujan pada suatu titik tertentu. Curah hujan ini disebut curah hujan area dan dinyatakan dalam mm (Sosrodarsono, 2003). Curah hujan area ini harus diperkirakan dari beberapa titik pengamatan curah hujan. Berikut metode perhitungan curah hujan area dari pengamatan curah hujan di beberapa titik :
a.
Metode Rata-Rata Aljabar
Metode perhitungan dengan mengambil nilai rata-rata hitung (arithmetic mean) pengukuran curah hujan di stasiun hujan di dalam area tersebut dengan mengasumsikan bahwa semua stasiun hujan mempunyai pengaruh yang setara. Metode ini akan memberikan hasil yang dapat dipercaya jika topografi rata atau datar, stasiun hujan banyak dan tersebar secara merata di area tersebut serta hasil penakaran LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
6
BAB II DASAR TEORI
masing-masing stasiun hujan tidak menyimpang jauh dari nilai rata-rata seluruh stasiun hujan di seluruh area.
R =
R1 R2 ... Rn = n
n
Ri
n
............................................................................ (2.01)
i 1
Dimana :
=
R
curah hujan rata-rata DAS (mm)
R1, R2, Rn =
curah hujan pada setiap stasiun hujan (mm)
n
banyaknya stasiun hujan
=
b. Metode Poligon Thiessen Metode perhitungan berdasarkan rata-rata timbang (weighted average). Metode ini memberikan proporsi luasan daerah pengaruh stasiun hujan untuk mengakomodasi ketidakseragaman jarak. Daerah pengaruh dibentuk dengan menggambarkan garisgaris sumbu tegak lurus terhadap garis penghubung antara dua stasiun hujan terdekat. Metode ini didasarkan pada asumsi bahwa variasi hujan antara stasiun hujan yang satu dengan lainnya adalah linear dan stasiun hujannya dianggap dapat mewakili kawasan terdekat (Suripin, 2004). Metode ini cocok jika stasiun hujan tidak tersebar merata dan jumlahnya terbatas dibanding luasnya. Cara ini adalah dengan memasukkan faktor pengaruh daerah yang mewakili oleh stasiun hujan yang disebut faktor pembobot atau koefisien Thiessen. Untuk pemilihan stasiun hujan yang dipilih harus meliputi daerah aliran sungai yang akan dibangun. Besarnya koefisien Thiessen dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut (CD.Soemarto, 1999) : C =
Ai Atotal
......................................................................................................
(2.02)
Dimana : C
=
Koefisien Thiessen
Ai
=
Luas daerah pengaruh dari stasiun pengamatan i (km2)
Atotal =
Luas total dari DAS (km2)
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
7
BAB II DASAR TEORI
Langkah-langkah metode Thiessen sebagai berikut : 1.
Lokasi stasiun hujan di plot pada peta DAS. Antar stasiun dibuat garis lurus penghubung.
2.
Tarik garis tegak lurus di tengah-tengah tiap garis penghubung sedemikian rupa, sehingga membentuk poligon Thiessen. Semua titik dalam satu poligon akan mempunyai jarak terdekat dengan stasiun yang ada di dalamnya dibandingkan dengan jarak terhadap stasiun lainnya. Selanjutnya, curah hujan pada stasiun tersebut dianggap representasi hujan pada kawasan dalam poligon yang bersangkutan.
3.
Luas areal pada tiap-tiap poligon dapat diukur dengan planimeter dan luas total DAS (A) dapat diketahui dengan menjumlahkan luas poligon.
4.
Hujan rata-rata DAS dapat dihitung dengan rumus :
A1 R1 A2 R2 ... An Rn ................... ......................................... (2.03) A1 A2 ... An
R = Dimana :
R
= Curah hujan rata-rata DAS (mm)
A 1 ,A 2 ,...,A n
= Luas daerah pengaruh dari setiap stasiun hujan (km2)
R 1 ,R 2 ,...,R n
= Curah hujan pada setiap stasiun hujan (mm)
n
= Banyaknya stasiun hujan
2 A2 1
3
A4
A1
A3
4 A5
A6 5
6
A7
7
Gambar 2.1 Metode Poligon Thiessen
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
8
BAB II DASAR TEORI
c.
Metode Rata – Rata Isohyet
Metode perhitungan dengan memperhitungkan secara aktual pengaruh tiap-tiap stasiun hujan dengan kata lain asumsi metode Thiessen yang menganggap bahwa tiaptiap stasiun hujan mencatat kedalaman yang sama untuk daerah sekitarnya dapat dikoreksi. Metode ini cocok untuk daerah berbukit dan tidak teratur (Suripin, 2004). Prosedur penerapan metode ini meliputi langkah-langkah sebagai berikut : 1.
Plot data kedalaman air hujan untuk tiap stasiun hujan pada peta.
2.
Gambar kontur kedalaman air hujan dengan menghubungkan titik-titik yang mempunyai kedalaman air hujan yang sama. Interval Isohyet yang umum dipakai adalah 10 mm.
3.
Hitung luas area antara dua garis Isohyet yang berdekatan dengan menggunakan planimeter. Kalikan masing-masing luas areal dengan rata-rata hujan antara dua Isohyet yang berdekatan.
4.
Hitung hujan rata-rata DAS dengan rumus : R1 R2 R R4 R Rn1 A1 3 A2 ................ n An 2 2 2 .......................... (2.04) R A1 A2 ....... An
Dimana : R
= Curah hujan rata-rata (mm)
R1, R2, ......., Rn = Curah hujan di garis Isohyet (mm) A1, A2, ….. , An = Luas bagian yang dibatasi oleh Isohyet-Isohyet (km2)
Jika stasiun hujannya relatif lebih padat dan memungkinkan untuk membuat garis Isohyet maka metode ini akan menghasilkan hasil yang lebih teliti. Peta Isohyet harus mencantumkan sungai-sungai utamanya, garis-garis kontur dan mempertimbangkan topografi, arah angin, dan lain-lain di daerah bersangkutan. Jadi untuk membuat peta Isohyet yang baik, diperlukan pengetahuan, keahlian dan pengalaman yang cukup (Sosrodarsono, 2003).
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
9
BAB II DASAR TEORI Batas DAS Stasiun hujan Kontur tinggi hujan
A3
A1
A5
A4
A6
A2
50 mm 10 mm 20 mm
60 mm
70 mm
40 mm 30 mm
Gambar 2.2 Metode Isohyet
2.2.2.2
Curah Hujan Maksimum Harian Rata-Rata
Metode/cara yang dapat digunakan untuk mendapatkan hujan maksimum harian ratarata DAS adalah sebagai berikut : a.
Tentukan hujan maksimum harian pada tahun tertentu di salah satu pos hujan.
b.
Cari besarnya curah hujan pada tanggal-bulan-tahun yang sama untuk pos hujan yang lain.
c.
Hitung hujan DAS dengan salah satu cara yang dipilih.
d.
Tentukan hujan maksimum harian (seperti langkah 1) pada tahun yang sama untuk pos hujan yang lain.
e.
Ulangi langkah 2 dan 3 setiap tahun.
Dari hasil rata-rata yang diperoleh (sesuai dengan jumlah pos hujan) dipilih yang tertinggi setiap tahun. Data hujan yang terpilih setiap tahun merupakan hujan maksimum harian DAS untuk tahun yang bersangkutan (Suripin, 2004).
2.2.3
Perhitungan Curah Hujan Rencana
Perhitungan curah hujan rencana digunakan untuk meramalkan besarnya hujan dengan periode ulang tertentu (Soewarno, 1995). Berdasarkan curah hujan rencana dapat dicari besarnya intesitas hujan (analisis frekuensi) yang digunakan untuk mencari debit banjir rencana. Analisis frekuensi ini dilakukan dengan menggunakan sebaran kemungkinan teori probability distribution dan yang biasa digunakan adalah sebaran Gumbel tipe I, sebaran Log Pearson tipe III, sebaran Normal dan sebaran Log Normal. Secara sistematis metode
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
10
BAB II DASAR TEORI
analisis frekuensi perhitungan hujan rencana ini dilakukan secara berurutan sebagai berikut : a.
Parameter statistik
b.
Pemilihan jenis sebaran
c.
Uji kecocokan sebaran
d.
Perhitungan hujan rencana
a.
Parameter Statistik
Parameter yang digunakan dalam perhitungan analisis frekuensi meliputi parameter nilai rata-rata ( X ), standar deviasi ( S d ), koefisien variasi (Cv), koefisien kemiringan (Cs) dan koefisien kurtosis (Ck).Perhitungan parameter tersebut didasarkan pada data catatan tinggi hujan harian rata-rata maksimum 20 tahun terakhir.
Nilai rata-rata
X
X
i
............................................................................................ (2.05)
n
Dimana : X
= nilai rata-rata curah hujan
Xi
= nilai pengukuran dari suatu curah hujan ke-i
N
= jumlah data curah hujan
Standar deviasi Ukuran sebaran yang paling banyak digunakan adalah deviasi standar. Apabila penyebaran sangat besar terhadap nilai rata-rata maka nilai Sd akan besar, akan tetapi apabila penyebaran data sangat kecil terhadap nilai rata-rata maka nilai Sd akan kecil. Jika dirumuskan dalam suatu persamaan adalah sebagi berikut (Soewarno, 1995) :
X n
Sd
i
X
i 1
n 1
2
.......................................................................... ..... (2.06)
Dimana : Sd
= standar deviasi curah hujan
X
= nilai rata-rata curah hujan
Xi
= nilai pengukuran dari suatu curah hujan ke-i
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
11
BAB II DASAR TEORI
n
= jumlah data curah hujan
Koefisien variasi Koefisien variasi (coefficient of variation) adalah nilai perbandingan antara standar deviasi dengan nilai rata-rata dari suatu sebaran. Koefisien variasi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut (Soewarno, 1995) : Cv
=
Sd X
.............................................................................................. (2.07)
Dimana : Cv
= koefisien variasi curah hujan
Sd
= standar deviasi curah hujan = nilai rata-rata curah hujan
X
Koefisien kemencengan Koefisien kemencengan (coefficient of skewness) adalah suatu nilai yang menunjukkan derajat ketidak simetrisan (assymetry) dari suatu bentuk distribusi. Jika dirumuskan dalam suatu persamaan adalah sebagi berikut (Soewarno, 1995) : Untuk populasi
: Cs
3
Untuk sampel
: Cs
a Sd
................................................................. (2.08)
3
................................................................. (2.09)
3
1 n X i n i 1
a
n n Xi X n 1n 2 i 1
................................................................. (2.10)
3
................................................................. (2.11)
Dimana : Cs
= koefisien kemencengan curah hujan
= standar deviasi dari populasi curah hujan
Sd
= standar deviasi dari sampel curah hujan
= nilai rata-rata dari data populasi curah hujan
X
= nilai rata-rata dari data sampel curah hujan
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
12
BAB II DASAR TEORI
Xi
= curah hujan ke i
n
= jumlah data curah hujan
a,
= parameter kemencengan
Koefisien kurtosis Koefisien kurtosis adalah suatu nilai yang menunjukkan keruncingan dari bentuk kurva distribusi, yang umumnya dibandingkan dengan distribusi normal yang mempunyai Ck = 3 yang dinamakan mesokurtik, Ck < 3 berpuncak tajam yang dinamakan leptokurtik, sedangkan Ck > 3 berpuncak datar dinamakan platikurtik. Leptokurtik Leptokurtik Mesokurtik
Mesokurtik
Platikurtik
Gambar 2.3 Koefisien Kurtosis
Koefisien Kurtosis biasanya digunakan untuk menentukan keruncingan kurva distribusi, dan dapat dirumuskan sebagai berikut :
Ck
MA4 Sd
4
.............................................................................................
(2.12)
Dimana : Ck
= koefisien kurtosis
MA(4) = momen ke-4 terhadap nilai rata-rata Sd
= standar deviasi
Untuk data yang belum dikelompokkan, maka :
1 n Xi X n C k i 1 4 Sd
4
................................................................................
(2.13)
dan untuk data yang sudah dikelompokkan LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
13
BAB II DASAR TEORI
1 n Xi X n i 1 Ck 4 Sd
4
fi
........................................................... ................
(2.14)
Dimana : Ck
= koefisien kurtosis curah hujan
n
= jumlah data curah hujan
Xi
= curah hujan ke i
X
= nilai rata-rata dari data sampel
fi
= nilai frekuensi variat ke i
Sd
= standar deviasi
b. Pemilihan Jenis Sebaran Masing-masing sebaran memiliki sifat-sifat khas sehingga harus diuji kesesuaiannya dengan sifat statistik masing-masing sebaran tersebut Pemilihan sebaran yang tidak benar dapat mengundang kesalahan perkiraan yang cukup besar. Pengambilan sebaran secara sembarang tanpa pengujian data hidrologi sangat tidak dianjurkan. Penentuan jenis sebaran yang akan digunakan untuk analisis frekuensi dapat dipakai beberapa cara sebagai berikut. Tabel pedoman pemilihan sebaran Sebaran Gumbel Tipe I Sebaran Log Pearson tipe III Sebaran Normal Sebaran Log Normal
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
14
BAB II DASAR TEORI Tabel 2.1. Pedoman Pemilihan Sebaran Jenis Sebaran
Syarat Cs ≈ 0
Normal
Ck ≈ 3 Cs ≤ 1,1396
Gumbel Tipe I
Ck ≤ 5,4002 Cs ≠ 0 Ck ≈1,5Cs2+3
Log Pearson Tipe III Log normal
Cs ≈ 3Cv + Cv3 Cv ≈ 0 (Sumber : Sutiono. dkk)
Sebaran Gumbel Tipe I Digunakan untuk analisis data maksimum, misal untuk analisis frekuensi banjir. Untuk menghitung curah hujan rencana dengan metode sebaran Gumbel Tipe I digunakan persamaan distribusi frekuensi empiris sebagai berikut (CD.Soemarto, 1999) : XT = X
S
S YT Yn ............................................................................................... (2.15) Sn
( X
=
i
X )2
n 1
................................................................................................ (2.16)
Hubungan antara periode ulang T dengan YT dapat dihitung dengan rumus : untuk T 20, maka : Y
Y = ln T
T 1 = -ln ln ................................................................................................ (2.17) T
Dimana : XT
= nilai hujan rencana dengan data ukur T tahun.
X
= nilai rata-rata hujan
S
= standar deviasi (simpangan baku)
YT
= nilai reduksi variat ( reduced variate ) dari variabel yang diharapkan terjadi pada periode ulang T tahun. Tabel 2.4.
Yn
= nilai rata-rata dari reduksi variat (reduce mean) nilainya tergantung dari jumlah data (n). Tabel 2.2.
Sn
= deviasi standar dari reduksi variat (reduced standart deviation) nilainya
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
15
BAB II DASAR TEORI
tergantung dari jumlah data (n). Tabel 2.3. Tabel 2.2 Reduced mean (Yn) untuk Metode Sebaran Gumbel Tipe 1 N
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
0,4952
0,4996
0,5035
0,5070
0,5100
0,5128
0,5157
0,5181
0,5202
0,5220
20
0,5236
0,5252
0,5268
0,5283
0,5296
0,5300
0,5820
0,5882
0,5343
0,5353
30
0,5363
0,5371
0,5380
0,5388
0,5396
0,5400
0,5410
0,5418
0,5424
0,5430
40
0,5463
0,5442
0,5448
0,5453
0,5458
0,5468
0,5468
0,5473
0,5477
0,5481
50
0,5485
0,5489
0,5493
0,5497
0,5501
0,5504
0,5508
0,5511
0,5515
0,5518
60
0,5521
0,5524
0,5527
0,5530
0,5533
0,5535
0,5538
0,5540
0,5543
0,5545
70
0,5548
0,5550
0,5552
0,5555
0,5557
0,5559
0,5561
0,5563
0,5565
0,5567
80
0.5569
0,5570
0,5572
0,5574
0,5576
0,5578
0,5580
0,5581
0,5583
0,5585
90
0,5586
0,5587
0,5589
0,5591
0,5592
0,5593
0,5595
0,5596
0,5598
0,5599
100
0,5600 ( Sumber:CD. Soemarto,1999)
Tabel 2.3 Reduced Standard Deviation (Sn) untuk Metode Sebaran Gumbel Tipe 1 N
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
0,9496
0,9676
0,9833
0,9971
1,0095
1,0206
1,0316
1,0411
1,0493
1,0565
20
1,0628
1,0696
1,0754
1,0811
1,0864
1,0315
1,0961
1,1004
1,1047
1,1080
30
1,1124
1,1159
1,1193
1,1226
1,1255
1,1285
1,1313
1,1339
1,1363
1,1388
40
1,1413
1,1436
1,1458
1,1480
1,1499
1,1519
1,1538
1,1557
1,1574
1,1590
50
1,1607
1,1923
1,1638
1,1658
1,1667
1,1681
1,1696
1,1708
1,1721
1,1734
60
1,1747
1,1759
1,1770
1,1782
1,1793
1,1803
1,1814
1,1824
1,1834
1,1844
70
1,1854
1,1863
1,1873
1,1881
1,1890
1,1898
1,1906
1,1915
1,1923
1,1930
80
1,1938
1,1945
1,1953
1,1959
1,1967
1,1973
1,1980
1,1987
1,1994
1,2001
90
1,2007
1,2013
1,2026
1,2032
1,2038
1,2044
1,2046
1,2049
1,2055
1,2060
100
1,2065 ( Sumber:CD.Soemarto, 1999)
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
16
BAB II DASAR TEORI Tabel 2.4 Reduced Variate (YT) untuk Metode Sebaran Gumbel Tipe 1 Periode Ulang (Tahun)
Reduced Variate
2
0,3665
5
1,4999
10
2,2502
20
2,9606
25
3,1985
50
3,9019
100
4,6001
200
5,2960
500
6,2140
1000
6,9190
5000
8,5390
10000
9,9210
(Sumber : CD.Soemarto,1999) Sebaran Log-Pearson Tipe III Digunakan dalam analisis hidrologi, terutama dalam analisis data maksimum (banjir) dan minimum (debit minimum) dengan nilai ekstrim. Bentuk sebaran Log-Pearson tipe III merupakan hasil transformasi dari sebaran Pearson tipe III dengan menggantikan variat menjadi nilai logaritmik. Metode Log-Pearson tipe III apabila digambarkan pada kertas peluang logaritmik akan merupakan persamaan garis lurus, sehingga dapat dinyatakan sebagai model matematik dengan persamaan sebagai berikut (CD.Soemarto, 1999) : Y
= Y + K.S ……………………………………………………….....…......
(2.18)
Dimana : Y
= nilai logaritmik dari X atau log (X)
X
= data curah hujan
_
Y
= rata-rata hitung (lebih baik rata-rata geometrik) nilai Y
S
= deviasi standar nilai Y
K
=
karakteristik distribusi peluang Log-Pearson tipe III
Langkah-langkah perhitungannya adalah sebagai berikut : 1.
Mengubah data curah hujan sebanyak n buah X1,X2,X3,...Xn menjadi log ( X1 ), log (X2 ), log ( X3 ),...., log ( Xn ).
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
17
BAB II DASAR TEORI
2. Menghitung harga rata-ratanya dengan rumus : n
log Xi i 1
log(X )
………………………………………….........……...
n
(2.19)
Dimana :
log(X ) = harga rata-rata logaritmik n
= jumlah data
Xi
= nilai curah hujan tiap-tiap tahun (R24 maks)
3. Menghitung harga standar deviasinya dengan rumus berikut :
log Xi log X n
Sd
2
i 1
………………………………….....…….....
n 1
(2.20)
Dimana : Sd 4.
= standar deviasi
Menghitung koefisien skewness (Cs) dengan rumus :
log Xi log( X ) n
Cs
3
i 1
…..………………………………….......…...... (2.21)
n 1n 2Sd 3
Dimana : Cs 5.
= koefisien skewness
Menghitung logaritma hujan rencana dengan periode ulang T tahun dengan rumus : Log (XT) = log(X) + K .Sd
……………………………….......…………...... (2.22)
Dimana :
6.
XT
= curah hujan rencana periode ulang T tahun
K
= harga yang diperoleh berdasarkan nilai Cs
Menghitung koefisien kurtosis (Ck) dengan rumus : n
Ck
n 2 log Xi log( X ) i 1
n 1n 2n 3Sd 4
4
…………………………………......……….... (2.23)
Dimana : Ck
= koefisien kurtosis
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
18
BAB II DASAR TEORI
7.
Menghitung koefisien variasi (Cv) dengan rumus : Cv
Sd log(X )
……………………………………………………………….......
(2.24)
Dimana : Cv
= koefisien variasi
Sd
= standar deviasi Tabel 2.5 Harga K untuk Metode Sebaran Log Pearson III Periode Ulang Tahun
Koefisien
2
5
10
25
50
100
200
1000
Kemencengan Peluang (%)
(Cs) 50
20
10
4
2
1
0,5
0,1
3,0
-0,396
0,420
1,180
2,278
3,152
4,051
4,970
7,250
2,5
-0,360
0,518
1,250
2,262
3,048
3,845
4,652
6,600
2,2
-0,330
0,574
1,284
2,240
2,970
3,705
4,444
6,200
2,0
-0,307
0,609
1,302
2,219
2,912
3,605
4,298
5,910
1,8
-0,282
0,643
1,318
2,193
2,848
3,499
4,147
5,660
1,6
-0,254
0,675
1,329
2,163
2,780
3,388
3,990
5,390
1,4
-0,225
0,705
1,337
2,128
2,706
3,271
3,828
5,110
1,2
-0,195
0,732
1,340
2,087
2,626
3,149
3,661
4,820
1,0
-0,164
0,758
1,340
2,043
2,542
3,022
3,489
4,540
0,9
-0,148
0,769
1,339
2,018
2,498
2,957
3,401
4,395
0,8
-0,132
0,780
1,336
2,998
2,453
2,891
3,312
4,250
0,7
-0,116
0,790
1,333
2,967
2,407
2,824
3,223
4,105
0,6
-0,099
0,800
1,328
2,939
2,359
2,755
3,132
3,960
0,5
-0,083
0,808
1,323
2,910
2,311
2,686
3,041
3,815
0,4
-0,066
0,816
1,317
2,880
2,261
2,615
2,949
3,670
0,3
-0,050
0,824
1,309
2,849
2,211
2,544
2,856
3,525
0.2
-0,033
0,830
1,301
2,818
2,159
2,472
2,763
3,380
0,1
-0,017
0,836
1,292
2,785
2,107
2,400
2,670
3,235
0,0
0,000
0,842
1,282
2,751
2,054
2,326
2,576
3,090
-0,1
0,017
0,836
1,270
2,761
2,000
2,252
2,482
3,950
-0,2
0,033
0,850
1,258
1,680
1,945
2,178
2,388
2,810
-0,3
0,050
0,853
1,245
1,643
1,890
2,104
2,294
2,675
-0,4
0,066
0,855
1,231
1,606
1,834
2,029
2,201
2,540
-0,5
0,083
0,856
1,216
1,567
1,777
1,955
2,108
2,400
-0,6
0,099
0,857
1,200
1,528
1,720
1, 880
2,016
2,275
-0,7
0,116
0,857
1,183
1,488
1,663
1,806
1,926
2,150
-0,8
0,132
0,856
1,166
1,488
1,606
1,733
1,837
2,035
-0,9
0,148
0,854
1,147
1,407
1,549
1,660
1,749
1,910
-1,0
0,164
0,852
1,128
1,366
1,492
1,588
1,664
1,800
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
19
BAB II DASAR TEORI (Lanjutan Tabel 2.5) Periode Ulang Tahun Koefisien
2
5
10
50
20
10
-1,2
0,195
0,844
-1,4
0,225
0,832
-1,6
0,254
-1,8 -2,0
25
50
100
200
1000
4
2
1
0,5
0,1
1,086
1,282
1,379
1,449
1,501
1,625
1,041
1,198
1,270
1,318
1,351
1,465
0,817
0,994
1,116
1,166
1,200
1,216
1,280
0,282
0,799
0,945
0,035
1,069
1,089
1,097
1,130
0,307
0,777
0,895
0,959
0,980
0,990
1,995
1,000
-2,2
0,330
0,752
0,844
0,888
0,900
0,905
0,907
0,910
-2,5
0,360
0,711
0,771
0,793
0,798
0,799
0,800
0,802
-3,0
0,396
0,636
0,660
0,666
0,666
0,667
0,667
0,668
Kemencengan Peluang (%)
(Cs)
(Sumber :CD. Soemarto,1999)
Sebaran Normal Digunakan dalam analisis hidrologi, misal dalam analisis frekuensi curah hujan, analisis statistik dari distribusi rata-rata curah hujan tahunan, debit rata-rata tahunan dan sebagainya. Sebaran normal atau kurva normal disebut pula sebaran Gauss. Probability Density Function dari sebaran normal adalah :
P X
1
2
e
1 X _ 2
2
.................................................................................
(2.25)
Dimana : P ( X ) = nilai logaritmik dari X atau log (X)
= 3,14156
E
= 2,71828
X
= variabel acak kontinu
= rata-rata nilai X
= standar deviasi nilai X
Untuk analisis kurva normal cukup menggunakan parameter statistik dan . Bentuk kurvanya simetris terhadap X =
dan grafiknya selalu di atas sumbu datar X, serta
mendekati (berasimtot) sumbu datar X, dimulai dari X = + 3 dan X-3 . Nilai mean = modus = median. Nilai X mempunyai batas - <X<+ . Luas dari kurva normal selalu sama dengan satu unit, sehingga :
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
20
BAB II DASAR TEORI
P X
1
2
e
1 X _ 2
2
dx 1,0
................................................. (2.26)
Untuk menentukan peluang nilai X antara X = x1 dan X = x 2 , adalah : x2
P X 1 X X 2
x1
1
2
e
1 X _ 2
2
dx ............................................................ (2.27)
Apabila nilai X adalah standar, dengan kata lain nilai rata-rata = 0 dan deviasi standar = 1,0, maka Persamaan 2.29 dapat ditulis sebagai berikut :
Pt
1 2
e
1 t2 2
..................................................................................................... (2.28)
Dengan
t
X ................................................................................. ............... ................ (2.29)
Persamaan 2.28 disebut dengan sebaran normal standar (standard normal distribution). Tabel 2.6 menunjukkan wilayah luas di bawah kurva normal, yang merupakan luas dari bentuk kumulatif (cumulative form) dan sebaran normal. Tabel 2.6 Wilayah Luas Di bawah Kurva Normal 1
0
0,01
0,02
0,03
0,04
0,05
0,06
0,07
0,08
0,09
-3,4
0,0003
0,0003
0,0003
0,0003
0,0003
0,0003
0,0003
0,0003
0,0003
0,0002
-3,3
0,0005
0,0005
0,0005
0,0004
0,0004
0,0004
0,0004
0,0004
0,0004
0,0003
-3,2
0,0007
0,0007
0,0006
0,0006
0,0006
0,0006
0,0006
0,0005
0,0005
0,0005
-3,1
0,0010
0,0009
0,0009
0,0009
0,0008
0,0008
0,0008
0,0008
0,0007
0,0007
-3,0
0,0013
0,0013
0,0013
0,0012
0,0012
0,0011
0,0011
0,0011
0,0010
0,0010
-2,9
0,0019
0,0018
0,0017
0,0017
0,0016
0,0016
0,0015
0,0015
0,0014
0,0014
-2,8
0,0026
0,0025
0,0024
0,0023
0,0022
0,0022
0,0021
0,0021
0,0020
0,0019
-2,7
0,0036
0,0034
0,0033
0,0032
0,0030
0,0030
0,0029
0,0028
0,0027
0,0026
-2,6
0,0047
0,0045
0,0044
0,0043
0,0040
0,0040
0,0039
0,0038
0,0037
0,0036
-2,5
0,0062
0,0060
0,0059
0,0057
0,0055
0,0054
0,0052
0,0051
0,0049
0,0048
-2,4
0,0082
0,0080
0,0078
0,0075
0,0073
0,0071
0,0069
0,0068
0,0066
0,0064
-2,3
0,0107
0,0104
0,0102
0,0099
0,0096
0,0094
0,0094
0,0089
0,0087
0,0084
-2,2
0,0139
0,0136
0,0132
0,0129
0,0125
0,0122
0,01119
0,0116
0,0113
0,0110
-2,1
0,0179
0,0174
0,0170
0,0166
0,0162
0,0158
0,0154
0,0150
0,0146
0,0143
-2,0
0,0228
0,0222
0,0217
0,0212
0,0207
0,0202
0,0197
0,0192
0,0188
0,0183
-1,9
0,0287
0,0281
0,0274
0,0268
0,0262
0,0256
0,0250
0,0244
0,0239
0,0233
-1,8
0,0359
0,0352
0,0344
0,0336
0,0329
0,0322
0,0314
0,0307
0,0301
0,0294
-1,7
0,0446
0,0436
0,0427
0,0418
0,0409
0,0401
0,0392
0,0384
0,0375
0,0367
-1,6
0,0548
0,0537
0,0526
0,0516
0,0505
0,0495
0,0485
0,0475
0,0465
0,0455
-1,5
0,0668
0,0655
0,0643
0,0630
0,0618
0,0606
0,0594
0,0582
0,0571
0,0559
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
21
BAB II DASAR TEORI (Lanjutan Tabel 2.6) 1
0
0,01
0,02
0,03
0,04
0,05
0,06
0,07
0,08
0,09
-1,4
0,0808
0,0793
0,0778
0,0764
0,0749
0,0735
0,0722
0,0708
0,0694
0,0681
-1,3
0,0968
0,0951
0,0934
0,0918
0,0901
0,0885
0,0869
0,0853
0,0838
0,0823
-1,2
0,1151
0,1131
0,1112
0,01093
0,1075
0,1056
0,1038
0,1020
0,1003
0,0985
-1,1
0,1357
0,1335
0,1314
0,1292
0,1271
0,1251
0,1230
0,1210
0,1190
0,1170
-1,0
0,1587
0,1562
0,1539
0,1515
0,1492
0,1469
0,1446
0,1423
0,1401
0,1379
-0,9
0,1841
0,1814
0,1788
0,1762
0,1736
0,711
0,1685
0,1660
0,1635
0,1611
-0,8
0,2119
0,2090
0,2061
0,2033
0,2005
0,1977
0,1949
0,1922
0,1894
0,1867
-0,7
0,2420
0,2389
0,2358
0,2327
0,2296
0,2266
0,2236
0,2206
0,2177
0,2148
-0,6
0,2743
0,2709
0,2676
0,2643
0,2611
0,2578
0,2546
0,2514
0,2483
0,2451
-0,5
0,3085
0,3050
0,3015
0,2981
0,2946
0,2912
0,2877
0,2843
0,2810
0,2776
-0,4
0,3446
0,3409
0,3372
0,3336
0,3300
0,3264
0,3228
0,3192
0,3156
0,3121
-0,3
0,3821
0,3783
0,3745
0,3707
0,3669
0,3632
0,3594
0,3557
0,3520
0,3483
-0,2
0,4207
0,4168
0,4129
0,4090
0,4052
0,4013
0,3974
0,3936
0,3897
0,3859
-0,1
0,4602
0,4562
0,4522
0,4483
0,4443
0,4404
0,4364
0,4325
0,4286
0,4247
0,0
0,5000
0,4960
0,4920
0,4880
0,4840
0,4801
0,4761
0,4721
0,4681
0,4641
0,0
0,5000
0,50470
0,5080
0,5120
0,5160
0,5199
0,5239
0,5279
0,5319
0,5359
0,1
0,5398
0,5438
0,5478
0,5517
0,5557
0,5596
0,5636
0,5675
0,5714
0,5753
0,2
0,5793
0,5832
0,5871
0,5910
0,5948
0,5987
0,6026
0,6064
0,6103
0,6141
0,3
0,6179
0,6217
0,6255
0,6293
0,6331
0,6368
0,6406
0,6443
0,6480
0,6517
0,4
0,6554
0,6591
0,6628
0,6664
0,6700
0,6736
0,6772
0,6808
0,6844
0,6879
0,5
0,6915
0,6950
0,6985
0,7019
0,7054
0,7088
0,7123
0,7157
0,7190
0,7224
0,6
0,7257
0,7291
0,7324
0,7357
0,7389
0,7422
0,7454
0,7486
0,7517
0,7549
0,7
0,7580
0,7611
0,7642
0,7673
0,7704
0,7734
0,7764
0,7794
0,7823
0,7852
0,8
0,7881
0,7910
0,7939
0,7967
0,7995
0,8023
0,8051
0,8078
0,8106
0,8133
0,9
0,8159
0,8186
0,8212
0,8238
0,8264
0,8289
0,8315
0,8340
0,8365
0,8389
1,0
0,8413
0,8438
0,8461
0,8485
0,8505
0,8531
0,8554
0,8577
0,8599
0,8621
1,1
0,8643
0,8665
0,8686
0,8708
0,8729
0,8749
0,8770
0,8790
0,8810
0,8830
1,2
0,8849
0,8869
0,8888
0,8907
0,8925
0,8944
0,8962
0,8980
0,8997
0,9015
1,3
0,9032
0,9049
0,9066
0,9082
0,9099
0,9115
0,9131
0,9147
0,9162
0,9177
1,4
0,9192
0,9207
0,9222
0,9236
0,9251
0,9265
0,9278
0,9292
0,9306
0,9319
1,5
0,9332
0,9345
0,9357
0,9370
0,9382
0,9394
0,9406
0,9418
0,9429
0,9441
1,6
0,9452
0,9463
0,9474
0,9484
0,9495
0,9505
0,9515
0,9525
0,9535
0,9545
1,7
0,9554
0,9564
0,9573
0,9582
0,9591
0,9599
0,9608
0,9616
0,9625
0,9633
1,8
0,9541
0,9649
0,9656
0,9664
0,9671
0,9678
0,9686
0,9693
0,9699
0,9706
1,9
0,9713
0,9719
0,9726
0,9732
0,9738
0,9744
0,9750
0,9756
0,9761
0,9767
2,0
0,9772
0,9778
0,9783
0,9788
0,9793
0,9798
0,9803
0,9808
0,9812
0,9817
2,1
0,9821
0,9826
0,9830
0,9834
0,9838
0,9842
0,9846
0,9850
0,9854
0,9857
2,2
0,9861
0,9864
0,9868
0,9871
0,9875
0,9878
0,9891
0,9884
0,9887
0,9890
2,3
0,9893
0,9896
0,9896
0,9901
0,999904
0,999906
0,9909
0,9911
0,9913
0,9916
2,4
0,9918
0,9920
0,9922
0,9925
0,9927
0,9929
0,9931
0,9932
0,9934
0,9936
2,5
0,9938
0,9940
0,9941
0,9943
0,9945
0,9946
0,9948
0,9949
0,9951
0,9952
2,6
0,9953
0,9955
0,9956
0,9957
0,9959
0,9960
0,9961
0,9962
0,9963
0,9964
2,7
0,9965
0,9966
0,9967
0,9968
0,9969
0,9970
0,9971
0,9972
0,9973
0,9974
2,8
0,9974
0,9975
0,9976
0,9977
0,9977
0,9978
0,9979
0,9979
0,9980
0,9981
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
22
BAB II DASAR TEORI (Lanjutan Tabel 2.6) 1
0
0,01
0,02
0,03
0,04
0,05
0,06
0,07
0,08
0,09
2,9
0,9981
0,9982
0,9982
0,9983
0,9984
0,9984
0,9985
0,9985
0,9986
0,9986
3,0
0,9987
0,9987
0,9987
0,9988
0,9988
0,9989
0,9989
0,9989
0,9990
0,9990
3,1
0,9990
0,9991
0,9991
0,9991
0,9992
0,9992
0,9992
0,9992
0,9993
0,9993
3,2
0,9993
0,9993
0,9994
0,9994
0,9994
0,9994
0,9994
0,9995
0,9995
0,9995
3,3
0,9995
0,9995
0,9995
0,9996
0,9996
0,9996
0,9996
0,9996
0,9996
0,9997
3,4
0,9997
0,9997
0,9997
0,9997
0,9997
0,9997
0,9997
0,9997
0,9997
0,9998
(Sumber :Soewarno,1995) Tabel 2.7 Penentuan Nilai K pada Sebaran Normal Periode Ulang
Peluang
k
1,001
0,999
-3,05
1,005
0,995
-2,58
1,010
0,990
-2,33
1,050
0,950
-1,64
1,110
0,900
-1,28
1,250
0,800
-0,84
1,330
0,750
-0,67
1,430
0,700
-0,52
1,670
0,600
-0,25
2,000
0,500
0
2,500
0,400
0,25
3,330
0,300
0,52
4,000
0,250
0,67
T (tahun)
5,000
0,200
0,84
10,000
0,100
1,28
20,000
0,050
1,64
50,000
0,200
2,05
100,000
0,010
2,33
200,000
0,005
2,58
500,000
0,002
2,88
1000,000
0,001
3,09
(Sumber :Soewarno,1995)
Sebaran Log Normal Sebaran log normal merupakan hasil transformasi dari sebaran normal, yaitu dengan mengubah nilai variat X menjadi nilai logaritmik variat X. Sebaran log-Pearson III akan menjadi sebaran log normal apabila nilai koefisien kemencengan Cs = 0,00. Metode log normal apabila digambarkan pada kertas peluang logaritmik akan merupakan persamaan garis lurus, sehingga dapat dinyatakan sebagai model matematik dangan persamaan sebagai berikut (Soewarno, 1995): _
XT = X Kt .S ............................................................................................... ... ..... LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
(2.30) 23
BAB II DASAR TEORI
Dimana : XT
= besarnya curah hujan dengan periode ulang T tahun.
X
= curah hujan rata-rata (mm)
S
= Standar Deviasi data hujan harian maksimum
Kt
= Standard Variable untuk periode ulang t tahun yang besarnya diberikan pada Tabel 2.8 Tabel 2.8 Standard Variable (Kt) untuk Metode Sebaran Log Normal T
Kt
T (Tahun)
Kt
T (Tahun)
Kt
1
-1.86
20
2
-0.22
25
1.89
90
3.34
2.10
100
3
0.17
3.45
30
2.27
110
3.53
4 5
0.44
35
2.41
120
3.62
0.64
40
2.54
130
3.70
6
0.81
45
2.65
140
3.77
7
0.95
50
2.75
150
3.84
8
1.06
55
2.86
160
3.91
(Tahun)
9
1.17
60
2.93
170
3.97
10
1.26
65
3.02
180
4.03
11
1.35
70
3.08
190
4.09
12
1.43
75
3.60
200
4.14
13
1.50
80
3.21
221
4.24
14
1.57
85
3.28
240
4.33
15
1.63
90
3.33
260
4.42
( Sumber : CD.Soemarto,1999)
c.
Uji Kecocokan Sebaran
Uji sebaran dilakukan dengan uji kecocokan distribusi yang dimaksudkan untuk menentukan apakah persamaan sebaran peluang yang telah dipilih dapat menggambarkan atau mewakili dari sebaran statistik sampel data yang dianalisis tersebut (Soemarto, 1999). Ada dua jenis uji kecocokan (Goodness of fit test) yaitu uji kecocokan Chi-Square dan Smirnov-Kolmogorof. Umumnya pengujian dilaksanakan dengan cara mengambarkan data pada kertas peluang dan menentukan apakah data tersebut merupakan garis lurus, atau dengan membandingkan kurva frekuensi dari data pengamatan terhadap kurva frekuensi teoritisnya (Soewarno, 1995).
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
24
BAB II DASAR TEORI
Uji Kecocokan Chi-Square Uji kecocokan Chi-Square dimaksudkan untuk menentukan apakah persamaan sebaran peluang yang telah dipilih dapat mewakili dari distribusi statistik sampel data yang dianalisis didasarkan pada jumlah pengamatan yang diharapkan pada pembagian kelas dan ditentukan terhadap jumlah data pengamatan yang terbaca di dalam kelas tersebut atau dengan membandingkan nilai Chi-Square ( 2 ) dengan nilai Chi-Square kritis ( 2 cr). Uji kecocokan Chi-Square menggunakan rumus (Soewarno, 1995): G
h 2
i 1
(Oi Ei ) 2 ................................................................................... .......... (2.31) Ei
Dimana :
h
2
= harga Chi-Square terhitung
Oi
= jumlah data yang teramati terdapat pada sub kelompok ke-i
Ei
= jumlah data yang secara teoritis terdapat pada sub kelompok ke-i
G
= jumlah sub kelompok
2
2
Parameter h merupakan variabel acak. Peluang untuk mencapai nilai h sama atau lebih besar dari pada nilai Chi-Square yang sebenarnya ( 2 ). Suatu distrisbusi dikatakan selaras jika nilai 2 hitung < 2 kritis. Nilai 2 kritis dapat dilihat di Tabel 2.8. Dari hasil pengamatan yang didapat dicari penyimpangannya dengan Chi-Square kritis paling kecil. Untuk suatu nilai nyata tertentu (level of significant) yang sering diambil adalah 5 %. Prosedur uji kecocokan Chi-Square adalah : 1.
Urutkan data pengamatan (dari besar ke kecil atau sebaliknya).
2.
Kelompokkan data menjadi G sub-group, tiap-tiap sub-group minimal terdapat lima buah data pengamatan.
3.
Hitung jumlah pengamatan yang teramati di dalam tiap-tiap sub-group (Oi).
4.
Hitung jumlah atau banyaknya data yang secara teoritis ada di tiap-tiap sub-group (Ei).
5.
Tiap-tiap sub-group hitung nilai :
Oi Ei dan
(Oi Ei ) 2 Ei
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
25
BAB II DASAR TEORI
6.
Jumlah seluruh G sub-group nilai
(Oi Ei ) 2 untuk menentukan nilai ChiEi
Square hitung. 7.
Tentukan derajat kebebasan dk = G-R-1 (nilai R=2, untuk distribusi normal dan binomial, dan nilai R=1, untuk distribusi Poisson) (Soewarno, 1995).
Derajat kebebasan yang digunakan pada perhitungan ini adalah dengan rumus sebagai berikut : Dk = n – 3
................................................................................................... (2.32)
Dimana : Dk
= derajat kebebasan
n
= banyaknya data
Adapun kriteria penilaian hasilnya adalah sebagai berikut :
Apabila peluang lebih dari 5%, maka persamaan distribusi teoritis yang digunakan dapat diterima.
Apabila peluang lebih kecil dari 1%, maka persamaan distribusi teoritis yang digunakan tidak dapat diterima.
Apabila peluang lebih kecil dari 1%-5%, maka tidak mungkin mengambil keputusan, misal perlu penambahan data.
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
26
BAB II DASAR TEORI
Tabel 2.9 Nilai
2 kritis untuk uji kecocokan Chi-Square α Derajat keprcayan
dk 0,995
0,99
0,975
0,95
0,05
0,025
0,01
0,005
1
0,0000393
0,000157
0,000982
0,00393
3,841
5,024
6,635
7,879
2
0,0100
0,0201
0,0506
0,103
5,991
7,378
9,210
10,597
3
0,0717
0,115
0,216
0,352
7,815
9,348
11,345
12,838
4
0,207
0,297
0,484
0,711
9,488
11,143
13,277
14,860
5
0,412
0,554
0,831
1,145
11,070
12,832
15,086
16,750
6
0,676
0,872
1,237
1,635
12,592
14,449
16,812
18,548
7
0,989
1,239
1,690
2,167
14,067
16,013
18,475
20,278
8
1,344
1,646
2,180
2,733
15,507
17,535
20,090
21,955
9
1,735
2,088
2,700
3,325
16,919
19,023
21,666
23,589
10
2,156
2,558
3,247
3,940
18,307
20,483
23,209
25,188
11
2,603
3,053
3,816
4,575
19,675
21,920
24,725
26,757
12
3,074
3,571
4,404
5,226
21,026
23,337
26,217
28,300
13
3,565
4,107
5,009
5,892
22,362
24,736
27,688
29,819
14
4,075
4,660
5,629
6,571
23,685
26,119
29,141
31,319
15
4,601
5,229
6,262
7,261
24,996
27,488
30,578
32,801
16
5,142
5,812
6,908
7,962
26,296
28,845
32,000
34,267
17
5,697
6,408
7,564
8,672
27,587
30,191
33,409
35,718
18
6,265
7,015
8,231
9,390
28,869
31,526
34,805
37,156
19
6,844
7,633
8,907
10,117
30,144
32,852
36,191
38,582
20
7,434
8,260
9,591
10,851
31,41
34,170
37,566
39,997
21
8,034
8,897
10,283
11,591
32,671
35,479
38,932
41,401
22
8,643
9,542
10,982
12,338
33,924
36,781
40,289
42,796
23
9,260
10,196
11,689
13,091
36,172
38,076
41,683
44,181
24
9,886
10,856
12,401
13,848
36,415
39,364
42,980
45,558
25
10,520
11,524
13,120
14,611
37,652
40,646
44,314
46,928
26
11,160
12,198
13,844
15,379
38,885
41,923
45,642
48,290
27
11,808
12,879
14,573
16,151
40,113
43,194
46,963
49,645
28
12,461
13,565
15,308
16,928
41,337
44,461
48,278
50,993
29
13,121
14,256
16,047
17,708
42,557
45,722
49,588
52,336
30
13,787
14,953
16,791
18,493
43,773
46,979
50,892
53,672
( Sumber : Soewarno, 1995)
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
27
BAB II DASAR TEORI
Uji Kecocokan Smirnov-Kolmogorof Uji kecocokan Smirnov-Kolmogorof
dilakukan dengan membandingkan probabilitas
untuk tiap-tiap variabel dari distribusi empiris dan teoritis didapat perbedaan (∆). Perbedaan maksimum yang dihitung (∆ maks) dibandingkan dengan perbedaan kritis (∆cr) untuk suatu derajat nyata dan banyaknya variat tertentu, maka sebaran sesuai jika (∆maks)< (∆cr). Rumus yang dipakai (Soewarno, 1995) =
Pmax P xi P x Cr
.....................................................................................................
(2.33)
Prosedur uji kecocokan Smirnov-Kolmogorof adalah : 1. Urutkan data (dari besar ke kecil atau sebaliknya) dan tentukan besarnya nilai masingmasing data tersebut : X1 → P(X1) X2 → P(X2) Xm → P(Xm) Xn → P(Xn) 2. Tentukan nilai masing-masing peluang teoritis dari hasil penggambaran data (persamaan distribusinya) : X1 → P’(X1) X2 → P’(X2) Xm → P’(Xm) Xn → P’(Xn) 3. Dari kedua nilai peluang tersebut, tentukan selisih terbesarnya antara peluang pengamatan dengan peluang teoritis. D = maksimum [ P(Xm) – P`(Xm)] 4.
Berdasarkan tabel nilai kritis (Smirnov – Kolmogorof test), tentukan harga D0 (Tabel 2.10).
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
28
BAB II DASAR TEORI Tabel 2.10 Nilai D0 kritis untuk uji kecocokan Smirnov-Kolmogorof α derajat kepercayaan
Jumlah data N
0,20
0,10
0,05
0,01
5
0,45
0,51
0,56
0,67
10
0,32
0,37
0,41
0,49
15
0,27
0,30
0,34
0,40
20
0,23
0,26
0,29
0,36
25
0,21
0,24
0,27
0,32
30
0,19
0,22
0,24
0,29
35
0,18
0,20
0,23
0,27
40
0,17
0,19
0,21
0,25
45
0,16
0,18
0,20
0,24
50
0,15
0,17
0,19
0,23
n>50
1,07/n
1,22/n
1,36/n
1,63/n
( Sumber : Soewarno,1995) Dimana α = derajat kepercayaan
2.2.4 Intensitas Curah Hujan Intensitas hujan adalah tinggi atau kedalaman air hujan per satuan waktu. Sifat umum hujan adalah makin singkat hujan berlangsung intensitasnya cenderung makin tinggi dan makin besar periode ulangnya makin tinggi pula intensitasnya. Analisis intesitas curah hujan ini dapat diproses dari data curah hujan yang telah terjadi pada masa lampau. Rumus-rumus yang dapat dipakai :
a. Menurut Dr. Mononobe Jika data curah hujan yang ada hanya curah hujan harian. Rumus yang digunakan (sosrodarsono, 2003) : 2
R I = 24 24
24 3 ......................................................................................................... (2.34) t
Dimana : I
= Intensitas curah hujan (mm/jam)
t
= lamanya curah hujan (jam)
R24
= curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm)
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
29
BAB II DASAR TEORI
b. Menurut Sherman Rumus yang digunakan (Soemarto, 1999) : I=
a tb
....................................................................................................................... (2.35)
n
n
n
i 1
i 1
n
(log(i)) (log(t ))2 (log(t ) log(i)) (log(t )) log a =
i 1
i 1
n (log(t )) (log(t )) i 1 i 1 n
n
2
……......... ....... (2.36)
2
n
n
n
(log(i)) (log(t )) n (log(t ) log(i)) b =
i 1
i 1
i 1
n (log(t ))2 (log(t )) i 1 i 1 n
n
………………….......................... (2.37)
2
Dimana : I
= intensitas curah hujan (mm/jam)
t
= lamanya curah hujan (menit)
a,b
= konstanta yang tergantung pada lama curah hujan yang terjadi di daerah aliran.
n
= banyaknya pasangan data i dan t.
c. Menurut Talbot Rumus yang dipakai (Soemarto, 1999) : I
=
a .................................................................................................... (2.38) (t b )
n
n
j 1
j 1
n
i n
(i.t ) i 2 i 2 .t a
=
n
n
j 1
j 1
n
n i i j 1
b
=
j 1
................................................................... (2.39)
2
j 1
i 1
2
n
n
j 1
( i ) i .t n i 2 .t n
n i 2 j 1
n i j 1
2
.............................................................. (2.40)
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
30
BAB II DASAR TEORI
Dimana : I
= intensitas curah hujan (mm/jam)
t
= lamanya curah hujan (menit)
a,b
= konstanta yang tergantung pada lama curah hujan yang terjadi di daerah aliran
n
= banyaknya pasangan data i dan t
d. Menurut Ishiguro Rumus yang digunakan (Soemarto, 1999) : a
I=
..........................................................................................................
t b n
( i. a=
j 1
n
i
t ) i 2 j 1
n
n i 2 j 1
n
b=
j 1
n
n
i n
2
. t
j 1
j 1
n i j 1
n
n
n i j 1
2
j 1
............................................................. (2.42)
2
(i ) i. t n i 2 . t j 1
(2.41)
n i j 1
2
.............................................................. (2.43)
Dimana : I
= intensitas curah hujan (mm/jam)
t
= lamanya curah hujan (menit)
a,b
= konstanta yang tergantung pada lama curah hujan yang terjadi di daerah aliran
n
= banyaknya pasangan data i dan t
2.2.5 Hujan Berpeluang Maksimum (Probable Maximum Precipitation, PMP) PMP didefinisikan sebagai tinggi terbesar hujan dengan durasi tertentu yang secara meteorologis dimungkinkan bagi suatu daerah pengaliran dalam suatu waktu dalam tahun, tanpa adanya kelonggaran yang dibuat untuk trend klimatologis jangka panjang.(C.D Soemarto, 1995). Secara teoritis dapat didefinisikan sebagai ketebalan hujan maksimum untuk lama waktu tertentu yang secara fisik mungkin terjadi dalam suatu wilayah aliran dalam kurun waktu tertentu (American Meteoroligical Society, 1959). Ada 2 metode LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
31
BAB II DASAR TEORI
pendekatan yang dapat digunakan untuk memperkirakan besarnya PMP (Chay Asdak, 1995), yaitu :
a.
Cara Maksimisasi dan Transposisi Kejadian Hujan
Teknik maksimisasi melibatkan prakiraan batas maksimum konsentrasi kelembaman di udara yang mengalir ke dalam atmosfer di atas suatu DAS. Pada batas maksimum tersebut, hembusan angin akan membawa serta udara lembab ke atmosfer di atas DAS yang bersangkutan dan batas maksimum fraksi dari aliran uap air yang akan menjadi hujan. Perkiraan besarnya PMP di daerah dengan tipe hujan orografik terbatas biasanya dilakukan dengan cara maksimisasi dan transposisi hujan yang sesungguhnya. Sementara di daerah dengan pengaruh hujan orografik kuat, kejadian hujan yang dihasilkan dari simulasi model lebih banyak dimanfaatkan untuk prosedur maksimisasi untuk kejadian hujan jangka panjang yang meliputi wilayah luas. (Weisner, 1970)
b. Cara Analisis Statistika untuk kejadian hujan ekstrim Hersfield mengajukan rumus yang didasarkan atas persamaan frekuensi umum, dikembangkan oleh Chow (1951) dalam Ward dan Robinson (1990). Rumus ini mengaitkan antara besarnya PMP untuk lama waktu hujan tertentu terhadap nilai tengah (Xn) dan standar deviasi (Sn).
PMP Xn Km.Sn ………………………………………………………………
(2.44)
Dimana : PMP = Probable Maximum Precipitation Km = faktor pengali terhadap standar deviasi Xn
= nilai tengah (mean) data hujan maksimum tahunan
Sn
= standar deviasi data hujan maksimum tahunan
Km = faktor pengali terhadap standar deviasi
Besarnya parameter Km biasanya ditentukan 20, namun dilapangan umumnya bervariasi tergantung nilai tengah data hujan maksimum tahunan (Xn) dan lama waktu hujan. Keuntungan teknik ini mudah dalam pemakaiannya dan didasarkan pada pencatatan data hujan di lapangan, sedangkan kekurangannya adalah teknik PMP memerlukan data hujan
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
32
BAB II DASAR TEORI
yang berjangka panjang dan besarnya Km juga ditentukan oleh faktor lain selain nilai tengah data hujan tahunan maksimum dan lama waktunya hujan. Besarnya PMP untuk perencanaan embung adalah PMP/3, sedangkan untuk perencanaan DAM sama dengan besarnya PMP.
2.2.6 Banjir Berpeluang Maksimum (Probable Maximum Precipitation, PMF) Besaran debit maksimum yang masih dipikirkan yang ditimbulkan oleh semua faktor meteorologis yang terburuk akibatnya debit yang diperoleh menjadi sangat besar dan berarti bangunan menjadi sangat mahal. Oleh sebab itu cara ini umumnya hanya untuk digunakan pada bagian bangunan yang sangat penting dan kegagalan fungsional ini dapat mengakibatkan hal-hal yang sangat membahayakan, misal pada bangunan pelimpah (spillway) pada sebuah embung. Apabila data debit tidak tersedia maka probable Maximum Precipitation (PMP) dapat didekati dengan memasukkan data tersebut kedalam model. Konsep ini muncul diawali oleh ketidakyakinan analisis bahwa suatu rancangan yang didasarkan pada suatu analisis frekuensi akan betul-betul aman, meskipun hasil analisis frekuensi selama ini dianggap yang terbaik dibandingkan dengan besaran lain yang diturunkan dari model, akan tetapi keselamatan manusia ikut tersangkut, maka analisis tersebut dipandang belum mencukupi. Apapun alasannya keselamatan manusia harus diletakkan urutan ke atas. (Sri Harto, 1993)
2.2.7
Debit Banjir Rencana
Untuk mencari debit banjir rencana dapat digunakan beberapa metode diantaranya hubungan empiris antara curah hujan dengan limpasan. Metode ini paling banyak di kembangkan sehingga didapat beberapa rumus, diantaranya adalah :
2.2.7.1
Metode Der Weduwen
Metode Der Weduwen digunakan untuk luas DAS ≤ 100 km2 dan t = 1/6 jam sampai 12 jam digunakan rumus (Loebis, 1987) : Qt . .q n A
t 0,25LQt
.................................................................................................. (2.45)
0,125 0, 25
I
.....................................................................................
(2.46)
120 ((t 1)(t 9)) A ............................................................................... 120 A
(2.47)
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
33
BAB II DASAR TEORI
qn
Rn 67,65 240 t 1,45 4,1 q n 7
1
............................................................................................. (2.48) ................................................................................................ (2.49)
Dimana : Qt
= Debit banjir rencana (m3/det)
Rn
= Curah hujan maksimum (mm/hari) dengan kemungkinan tak terpenuhi n%
= Koefisien pengaliran atau limpasan (run off) air hujan
= Koefisien pengurangan daerah untuk curah hujan DAS
qn
= Debit persatuan luas atau curah hujan dari hasil perhitungan Rn (m3/det.km2)
2.2.7.2
t
= Waktu konsentrasi (jam)
A
= Luas daerah pengaliran (km2) sampai 100 km2
L
= Panjang sungai (km)
I
= Gradien sungai atau medan
Metode Haspers
Untuk menghitung besarnya debit dengan metode Haspers digunakan persamaan sebagai berikut (Loebis, 1987) : Qt . .q n A ...................................................................................................... (2.50)
Koefisien Run Off ( )
1 0.012 f 0.7 ............................................................................................... (2.51) 1 0.75 f 0.7
Koefisien Reduksi ( )
1 t 3.7 x10 0.4t f 3 / 4 1 x ............................................................................. (2.52) 12 t 2 15 Waktu konsentrasi ( t ) t = 0.1 L0.8 I-0.3...................................................................................................
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
(2.53)
34
BAB II DASAR TEORI
Dimana : f
= luas ellips yang mengelilingi DPS dengan sumbu panjang tidak lebih dari 1,5 kali sumbu pendek (km 2 )
t
= waktu konsentrasi (jam)
L
= Panjang sungai (Km)
I
= kemiringan rata-rata sungai
Intensitas Hujan
Untuk t < 2 jam
Rt
Untuk 2 jam t <19 jam
Rt
tR 24 ....................................................... (2.54) t 1 0.0008 (260 R 24)(2 t ) 2
tR 24 ....................................................................................................... (2.55) t 1
Untuk 19 jam t 30 jam Rt 0.707 R 24 t 1 ..................................................................................... (2.56)
dimana t dalam jam dan Rt, R24 (mm)
Hujan maksimum ( q n ) qn
Rn 3,6 t
....................................................................................................... (2.57)
Dimana : t
= Waktu konsentrasi (jam)
Qt
= Debit banjir rencana (m3/det)
Rn
= Curah hujan maksimum (mm/hari)
qn
= Debit persatuan luas (m3/det.km2)
Adapun langkah-langkah dalam menghitung debit puncaknya adalah sebagai berikut (Loebis, 1987) : a.
Menentukan besarnya curah hujan sehari (Rh rencana) untuk periode ulang rencana yang dipilih.
b.
Menentukan koefisien run off untuk daerah aliran sungai.
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
35
BAB II DASAR TEORI
c.
Menghitung luas daerah pengaliran, panjang sungai dan gradien sungai untuk DAS.
d.
Menghitung nilai waktu konsentrasi.
e.
Menghitung koefisien reduksi, intensitas hujan, debit persatuan luas dan debit rencana.
2.2.7.3
Metode FSR Jawa dan Sumatra
Pada tahun 1982-1983, IOH (Institute of Hydrology), Wallingford, Oxon, Inggris bersama-sama dengan DPMA (Direktorat Penyelidikan Masalah Air) telah melaksanakan penelitian untuk menghitung debit puncak banjir yang diharapkan terjadi pada peluang atau periode ulang tertentu berdasarkan ketersediaan data debit banjir dengan cara analisis statistik untuk Jawa dan Sumatra. Untuk mendapatkan debit banjir puncak banjir pada periode ulang tertentu, maka dapat dikelompokkan menjadi dua tahap perhitungan, yaitu : 1.
Perhitungan debit puncak banjir tahunan rata-rata (mean annual flood = MAF)
2.
Penggunaan faktor pembesar (Growth factor = GF) terhadap nilai MAF untuk menghitung debit puncak banjir sesuai dengan periode ulang yang diinginkan.
Perkiraan debit puncak banjir tahunan rata-rata, berdasarkan ketersediaan data dari suatu DPS, dengan ketentuan : 1.
Apabila tersedia data debit, minimal 10 tahun data runtut waktu maka, MAF dihitung berdasarkan data serial debit puncak banjir tahunan.
2.
Apabila tersedia data debit kurang dari 10 tahun data runtut waktu, maka MAF dihitung berdasarkan metode puncak banjir di atas ambang (Peak over a threshold = POT).
3.
Apabila dari DPS tersebut, belum tersedia data debit, maka MAF ditentukan dengan persamaan regresi, berdasarkan data luas DPS (AREA), rata-rata tahunan dari curah hujan terbesar dalam satu hari (APBAR), kemiringan sungai (SIMS), dan indeks dari luas genangan seperti luas danau, genangan air, waduk (LAKE).
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
36
BAB II DASAR TEORI
QT
= GF.(T.AREA) x MAF (m3/dtk)....................................................... (2.58)
MAF
= 86 ( AREA )V x( APBAR ) 2.445 xSIMS 0.117 x(1 LAKE ) 0.85 ......................... (2.59) 10
V
= 1.02 - 0.0275. log(AREA)............................................................. (2.60)
SIMS
=
APBAR
= PBAR x ARF (mm)........................................................................ (2.62)
H (m/km)............................................................................... (2.61) MSL
Dimana : AREA
= Luas DAS.(km2)
PBAR
= Hujan terpusat rerata maksimum tahunan selama 24 jam. (mm), dicari dari peta isohyet.
APBAR = Hujan rerata maksimum tahunan yang mewakili DAS selama 24 jam.(mm) ARF
= Faktor reduksi.
MSL
= Jarak terjauh dari tempat pengamatan sampai hulu sungai.(Km)
SIMS
= Indek kemiringan
LAKE
= Index danau ( 0 s/d 0.25).
MAF
= Debit rerata maximum tahunan.(m3/dtk)
QT
= Debit rancangan. (m3/dtk)
GF
= Growth faktor
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
37
BAB II DASAR TEORI Tabel 2.11 Growth Faktor (GF)
Periode Ulang 5 10 20 50 100 200 500 1000
<160 1.26 1.56 1.88 2.35 2.75 3.27 4.01 4.68
300 1.27 1.54 1.88 2.30 2.72 3.20 3.92 4.58
Luas DAS (Km2) 600 900 1200 1.24 1.22 1.19 1.48 1.44 1.41 1.75 1.70 1.64 2.18 2.10 2.03 2.57 2.47 2.67 3.01 2.89 2.78 3.70 3.56 3.41 4.32 4.16 4.01
>1500 1.17 1.37 1.59 1.95 2.27 2.66 3.27 3.85
(Sumber : Joesron Loebis,1987)
2.2.7.4
Hidrograf Satuan Sintetik GAMA I
Cara ini dipakai sebagai upaya memperoleh hidrograf satuan suatu DAS yang belum pernah diukur. Dengan pengertian lain tidak tersedia data pengukuran debit maupun data AWLR (Automatic Water Level Recorder) pada suatu tempat tertentu dalam sebuah DAS yang tidak ada stasiun hidrometernya (Soemarto, 1999). Cara ini dikembangkan oleh Synder pada tahun 1938 yang memanfaatkan parameter DAS untuk memperoleh hidrograf satuan sintetik. Hal tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa pengalihragaman hujan menjadi aliran baik pengaruh translasi maupun tampungannya dapat dijelaskan dipengaruhi oleh sistem DAS-nya. Hidrograf satuan Sintetik Gama I dibentuk oleh empat variabel pokok yaitu waktu naik (TR), debit puncak (Qp), waktu dasar (TB) dan koefisien tampungan (k) (Sri Harto,1993). Kurva naik merupakan garis lurus, sedangkan kurva turun dibentuk oleh persamaan sebagai berikut : t
Qt Qp e k ................................................................................................... (2.63)
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
38
BAB II DASAR TEORI
tr
(-t/k)
T
Qt = Qp.e
t tp
Qp t TR
t Tb
Gambar 2.4 Sketsa Hidrograf satuan sintetik Gama I
Dimana : Qt
= debit yang diukur dalam jam ke-t sesudah debit puncak dalam (m³/det)
Qp
= debit puncak dalam (m³/det)
T
= waktu yang diukur dari saat terjadinya debit puncak (jam)
K
= koefisien tampungan dalam jam
Waktu naik (TR) 3
L T R 0,43 1,0665SIM 1,2775 …...................................................... (2.64) 100.SF
Dimana : TR
= waktu naik (jam)
L
= panjang sungai (km)
SF
= faktor sumber yaitu perbandingan antara jumlah panjang sungai tingkat I dengan panjang sungai semua tingkat
SIM
= faktor simetri ditetapkan sebagai hasil kali antara faktor lebar (WF) dengan luas relatif DAS sebelah hulu (RUA)
WF
= faktor lebar adalah perbandingan antara lebar DAS yang diukur dari titik di sungai yang berjarak 0,75 L dan lebar DAS yang diukur dari titik yang berjarak 0,25 L dari tempat pengukuran, lihat Gambar 2.4
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
39
BAB II DASAR TEORI
Debit puncak (QP)
Qp 0,1836A0,5886.TR0, 4008.JN 0,5886
..................................... ..................... (2.65)
Dimana : Qp
= debit puncak (m3/det)
JN
= jumlah pertemuan sungai yaitu jumlah seluruh pertemuan sungai di dalam DAS
TR
= waktu naik (jam)
A
= luas DAS (km2).
Waktu dasar (TB) TB 27,4132 TR 0,1457 S 0,0986 SN 0,7344 RUA 0, 2574
..................................
(2.66)
Dimana : TB
= waktu dasar (jam)
TR
= waktu naik (jam)
S
= landai sungai rata-rata
SN
= nilai sumber adalah perbandingan antara jumlah segmen sungaisungai tingkat 1(satu) dengan jumlah sungai semua tingkat untuk penetapan tingkat sungai
RUA
= luas DAS sebelah hulu (km2), yaitu perbandingan antara luas DAS yang diukur di hulu garis yang ditarik tegak lurus garis hubung antara stasiun hidrometri dengan titik yang paling dekat dengan titik berat DAS (Au), dengan luas seluruh DAS, lihat Gambar 2.6.
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
40
BAB II DASAR TEORI
X-A=0,25L X-B=0,75L WF=WU/WL
WL B A
WU
X
Gambar 2.5 Sketsa Penetapan WF
Au
RUA=Au/A Gambar 2.6 Sketsa Penetapan RUA
Dimana : WU
= Lebar DAS diukur di titik sungai berjarak 0,75 L dari titik kontrol (km)
WL
= Lebar DAS diukur di titik sungai berjarak 0,25 L dari titik kontrol (km)
A
= Luas Daerah Aliran Sungai (km2)
AU
= Luas Daerah Aliran Sungai di hulu garis yang ditarik tegak lurus garis hubung antara titik kontrol dengan titik dalam sungai, dekat titik berat DAS (km2)
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
41
BAB II DASAR TEORI
H
= Beda tinggi antar titik terjauh sungai dengan titik kontrol (m)
WF
= WU/ WL
RUA = AU /DAS SN
= Jml L1/L = Nilai banding antara jumlah segmen sungai tingkat satu dengan jumlah segmen sungai semua tingkat = Kerapatan jaringan = Nilai banding panjang sungai dan luas DAS
JN
= Jumlah pertemuan anak sungai didalam DAS
Koefisien tampungan(k) k 0,5617.A 0,1798 .S 0,1446 .SF 1, 0897 .D 0,0452 ............................................................ (2.67)
Dimana : A
= Luas Daerah Aliran Sungai (km2)
S
= Kemiringan Rata-rata sungai diukur dari titik kontrol
SF
= Faktor sumber yaitu nilai banding antara panjang sungai tingkat satu dan jumlah panjang sungai semua tingkat
D
= Jml L/DAS
Dalam pemakaian cara ini masih ada hal-hal lain yang perlu diperhatikan, di antaranya sebagai berikut : 1. Penetapan hujan efektif untuk memperoleh hidrograf dilakukan dengan menggunakan indeks-infiltrasi. Ø index adalah menunjukkan laju kehilangan air hujan akibat depresion storage, inflitrasi dan sebagainya. Untuk memperoleh indeks ini agak sulit, untuk itu dipergunakan pendekatan tertentu (Barnes, 1959). Perkiraan dilakukan dengan mempertimbangkan pengaruh parameter DAS yang secara hidrologi dapat diketahui pengaruhnya terhadap indeks infiltrasi (Sri Harto, 1993): Persamaan pendekatannya adalah sebagai berikut : = 10,4903 3,859 x106. A2 1,6985 x10 13 ( A / SN ) 4 ................................... (2.68)
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
42
BAB II DASAR TEORI
2. Untuk memperkirakan aliran dasar digunakan persamaan pendekatan berikut ini. Persamaan ini merupakan pendekatan untuk aliran dasar yang tetap, besarnya dapat dihitung dengan rumus : Qb = 0, 4751 A 0, 6444 D 0 ,9430 .......................................................................... (2.69) Dimana : Qb
= aliran dasar
A
= luas DAS (km²)
D
= kerapatan jaringan kuras (drainage density) atau indeks kerapatan sungai yaitu
perbandingan jumlah panjang sungai semua tingkat
dibagi dengan luas DAS
2.2.7.5
Model HEC-HMS
HEC-HMS adalah software yang dikembangkan oleh U.S Army Corps of Engineering. Software ini digunakan untuk analisis hidrologi dengan mensimulasikan proses curah hujan dan limpasan langsung (run off) dari sebuah wilayah sungai. HEC-HMS di desain untuk bisa diaplikasikan dalam area geografik yang sangat luas untuk menyelesaikan masalah, meliputi suplai air daerah pengaliran sungai, hidrologi banjir dan limpasan air di daerah kota kecil ataupun kawasan tangkapan air alami. Hidrograf satuan yang dihasilkan dapat digunakan langsung ataupun digabungkan dengan software lain yang digunakan dalam ketersediaan air, drainase perkotaan, ramalan dampak urbanisasi, desain pelimpah, pengurangan kerusakan banjir, regulasi penanganan banjir dan sistem operasi hidrologi (U.S Army Corps of Engineering, 2001). Model HEC – HMS dapat memberikan simulasi hidrologi dari puncak aliran harian untuk perhitungan debit banjir rencana dari
suatu DAS (Daerah Aliran
Sungai). Model HEC-HMS mengemas berbagai macam metode yang digunakan dalam analisis hidrologi. Dalam pengoperasiannya menggunakan basis sistem windows, sehingga model ini menjadi mudah dipelajari dan mudah untuk digunakan, tetapi tetap dilakukan dengan pendalaman dan pemahaman dengan model yang digunakan. Di dalam model HEC-HMS mengangkat teori klasik hidrograf satuan untuk digunakan dalam permodelannya, antara lain hidrograf satuan sintetik Synder, Clark, SCS, ataupun kita dapat mengembangkan hidrograf satuan lain dengan menggunakan fasilitas user define hydrograph (U.S Army Corps of Engineering,
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
43
BAB II DASAR TEORI
2001). Sedangkan untuk menyelesaikan analisis hidrologi ini, digunakan hidrograf satuan sintetik dari SCS (soil conservation service) dengan menganalisis beberapa parameternya, maka hidrograf ini dapat disesuaikan dengan kondisi di Pulau Jawa.
2.2.8 Analisis Debit Andalan Debit andalan merupakan debit minimal yang sudah ditentukan yang dapat dipakai untuk memenuhi kebutuhan air. Perhitungan ini menggunakan cara analisis water balance dari Dr. F.J Mock berdasarkan data cuarah hujan bulanan, jumlah hari hujan, evapotranspirasi dan karakteristik hidrologi daerah pengaliran. Prinsip perhitungan ini adalah bahwa hujan yang jatuh diatas tanah (presipitasi) sebagian akan hilang karena penguapan (evaporasi), sebagian akan hilang menjadi aliran permukaan (direct run off) dan sebagian akan masuk tanah (infiltrasi). Infiltrasi mula-mula menjenuhkan permukaaan (top soil) yang kemudian menjadi perkolasi dan akhirnya keluar ke sungai sebagai base flow. Perhitungan debit andalan meliputi :
a.
Data Curah Hujan
R20 = curah hujan bulanan N
= jumlah hari hujan
b.
Evapotranspirasi
Evapotranspirasi terbatas dihitung dari evapotranpirasi potensial Metode Penman, dE/Eto
= (m/20) x (18-n)
............................................................................... (2.70)
dE
= (m/20) x (18-n) x Eto
Etl
= Eto – dE
....................................................... ......... (2.71)
........................................................................................
(2.72)
Dimana : dE
= selisih evapotranspirasi potensial dan evapotranspirasi terbatas.
Eto = evapotranspirasi potensial. Etl
= evapotranspirasi terbatas.
m
= prosentase lahan yang tidak ditutupi vegetasi. = 10 - 40 % untuk lahan yang tererosi. = 30 – 50 % untuk lahan pertanian yang diolah.
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
44
BAB II DASAR TEORI
c.
Keseimbangan Air pada Permukaan Tanah
Rumus mengenai air hujan yang mencapai permukaan tanah. S
= Rs – Etl
......................................................................................
(2.73)
SMC(n)
= SMC(n-1) + IS(n) ..........................................................................
(2.74)
WS
= S – IS
(2.75)
.....................................................................................
Dimana : S
= kandungan air tanah.
Rs
= curah hujan bulanan.
Etl
= evapotranspirasi terbatas.
IS
= tampungan awal / soil storage (mm)
IS (n)
= tampungan awal / soil storage moisture (mm) di ambil antara 50250 mm.
SMC(n) = kelembaman tanah bulan ke-n. SMC(n-1) = kelembaman tanah bulan ke- (n-1) WS
= water suplus / volume air bersih.
d. Limpasan (run off) dan tampungan air tanah (ground water storage) V (n)
= k.V (n-1) + 0,5 (l-k).I(n)
............................................................
(2.76)
dVn
= V (n) – V (n-1)
...........................................................................
(2.77)
Dimana : V (n)
= volume air bulan ke-n
V (n-1) = volume air tanah bulan ke-(n-1) k
= faktor resesi aliran tanah diambil antara 0 – 0,1
I
= koefisien infiltrasi diambil antara 0 – 1,0
Harga k yang tinggi akan memberikan resesi lambat seperti kondisi geologi lapisan bawah yang lulus air. Koefisien infiltrasi ditaksir berdasarkan kondisi porositas tanah dan kemiringan lahan. Lahan porus mempunyai infiltrasi yang lebih tinggi dibandingkan tanah lempung berat. Lahan yang terjal menyebabkan air tidak sempat berinfiltrasi ke dalam tanah sehingga koefisien infiltrasi akan kecil.
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
45
BAB II DASAR TEORI
e.
Aliran Sungai
Aliran dasar B (n)
= infiltasi – perubahan volume air dalam tanah.
= I – dV (n)
………………………………………………. ……....
(2.78)
Aliran permukaan = volume air lebih – infiltrasi. D (ro)
= WS – I …………………………………………………… …………
Aliran sungai
= aliran permukaan + aliran dasar
Run off
= D (ro) + B (n)
Debit
=
2.2.9
Analisis Sedimen
2.2.9.1
(2.79)
……………………………………………….
aliransungai xluasDAS satubulan(dtk )
………………………………
(2.80) (2.81)
Tinjauan Umum
Pendekatan terbaik untuk menghitung laju sedimentasi adalah dengan pengukuran sedimen transpor (transport sediment) di lokasi tapak embung. Namun karena pekerjaan tersebut belum pernah dilakukan, maka estimasi sedimentasi dilakukan pendekatan secara empiris. Perkiraan laju sedimentasi dalam studi ini dimaksudkan untuk memperoleh angka sedimentasi dalam satuan m3/tahun, guna memberikan perkiraan angka yang lebih pasti untuk penentuan ruang sedimen.
2.2.9.2
Laju Erosi dan Sediment Yield Metode USLE
memperkirakan laju sedimentasi digunakan metode Wischmeier dan Smith. Metode ini akan menghasilkan perkiraan besarnya erosi gross. Untuk menetapkan besarnya sedimen yang sampai di lokasi embung, erosi gross akan dikalikan dengan ratio pelepasan sedimen (sediment delivery ratio). Metode ini atau lebih dikenal metode USLE (universal soil losses equation) yang telah diteliti lebih lanjut jenis tanah dan kondisi di indonesia oleh Balai Penelitian Tanah Bogor. Perhitungan perkiraan laju sedimentasi meliputi :
1.
Erosivitas Hujan
Penyebab utama erosi tanah adalah pengaruh pukulan air hujan pada tanah. Hujan menyebabkan erosi tanah melalui dua jalan, yaitu pelepasan butiran tanah oleh pukulan air hujan pada permukaan tanah dan kontribusi hujan terhadap aliran. Pada metode USLE, prakiraan besarnya erosi dalam kurun waktu per tahun (tahunan), dan LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
46
BAB II DASAR TEORI
dengan demikian, angka rata-rata faktor R dihitung dari data curah hujan tahunan sebanyak mungkin dengan menggunakan persamaan : n
R EI / 100 X
........................................................................................
(2.82)
i 1
Dimana : R
= erosivitas hujan rata-rata tahunan
n
= jumlah kejadian hujan dalam kurun waktu satu tahun (musim hujan)
X
= jumlah tahun atau musim hujan yang digunakan sebagai dasar Perhitungan
Besarnya EI proporsional dengan curah hujan total untuk kejadian hujan dikalikan dengan intensitas hujan maksimum 30 menit. Faktor erosivitas hujan didefinisikan sebagai jumlah satuan indeks erosi hujan dalam setahun. Nilai R yang merupakan daya rusak hujan dapat ditentukan dengan persamaan yang dilaporkan Bols (1978) dengan menggunakan data curah hujan bulanan di 47 stasiun penakar hujan di Pulau Jawa dan Madura yang dikumpulkan selama 38 tahun. Persamaannya sebagai berikut (Asdak, 2002) : n
R i 1
EI30 X
............................................................................ ...................
EI 30 6,119Pb
1, 211
.N 0,474 .Pmax
0 , 526
............................................................
(2.83)
(2.84)
Dimana : R
= indeks erosivitas hujan (KJ/ha/tahun)
n
= jumlah kejadian hujan dalam kurun waktu satu tahun
EI 30
= indeks erosi bulanan (KJ/ha)
X
= jumlah tahun yang digunakan sebagai dasar perhitungan
Pb
= curah hujan rata-rata tahunan(cm)
N
= jumlah hari hujan rata-rata per tahun
Pmax
= curah hujan maksimum harian rata-rata (dalam 24 jam) per bulan untuk kurun waktu satu tahun
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
47
BAB II DASAR TEORI
2.
Erodibilitas Tanah (K)
Faktor erodibilitas tanah (K) merupakan tingkat rembesan suatu tanah yang tererosi akibat curah hujan. Tanah yang mudah tererosi pada saat dipukul oleh butir-butir hujan mempunyai erodibilitas tinggi dan dapat dipelajari hanya kalau terjadi erosi. Erodibilitas dari berbagai macam tanah hanya dapat diukur dan dibandingkan pada saat terjadi hujan. Besarnya erodibilitas tergantung pada topografi, kemiringan lereng, kemiringan permukaan tanah, kecepatan penggerusan (scour velocity), besarnya gangguan oleh manusia dan juga ditentukan oleh karakteristik tanah seperti tekstur tanah, stabilitas agregat tanah, kapasitas infiltrasi, dan kandungan organik dan kimia tanah. Tanah yang mempunyai erodibilitas tinggi akan tererosi lebih cepat dibandingkan dengan tanah yang mempunyai erodibilitas rendah, dengan intensitas hujan yang sama. Juga tanah yang mudah dipisahkan (dispersive) akan tererosi lebih cepat daripada tanah yang terikat (flocculated). Erodibilitas tanah dapat dinilai berdasarkan sifat-sifat fisik tanah sebagai berikut : a.
Tekstur tanah yang meliputi : fraksi debu (ukuran 2 – 50 µ m) fraksi pasir sangat halus (50 – 100 µ m) fraksi pasir (100 – 2000 µ m)
c.
Kadar bahan organik yang dinyatakan dalam %.
c.
Permeabilitas yang dinyatakan sebagai berikut : sangat lambat (< 0,12 cm/jam) lambat (0,125 – 0,5 cm/jam) agak lambat (0,5 – 2,0 cm/jam) sedang (2,0 – 6,25 cm/jam) agak cepat (6,25 – 12,25 cm/jam) cepat (> 12,5 cm/jam)
d.
Struktur dinyatakan sebagai berikut : granular sangat halus : tanah liat berdebu granular halus
: tanah liat berpasir
granular sedang
: lempung berdebu
granular kasar
: lempung berpasir
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
48
BAB II DASAR TEORI
3.
Faktor Panjang dan Kemiringan Lereng
Proses erosi dapat terjadi pada lahan dengan kemiringan lebih besar dari 2 %. Derajat kemiringan lereng sangat penting, karena kecepatan air dan kemampuan untuk memecah/melepas dan mengangkut partikel-partikel tanah tersebut akan bertambah besar secara eksponensial dari sudut kemiringan lereng. Secara matematis dapat ditulis : Kehilangan tanah = c. Sk Dimana : C
= konsatanta
K
= konsatanta
S
= kemiringan lereng (%)
Sudah ada kondisi tanah yang sudah dibajak tetapi tidak ditanami, eksponen K berkisar antara 1,1 s/d 1,2. Menurut Weischmer menyatakan bahawa nilai faktor LS dapat dihitung dengan menggunakan rumus : a.
Untuk kemiringan lereng lebih kecil 20 % :
LS
L x(0,76 0,53 0,076S 2 ) ............................................................... (2.85) 100
Dalam sistem metrik rumus :
LS
b.
L x(1,36 0,965S 0,138S 2 ) ................................................. .......... (2.86) 100
Untuk kemiringan lereng lebih besar dari 20 % L LS 22,1
0,6
1, 4
S x ................................................................................ 9
(2.87)
Dimana : L
= panjang lereng (m)
S
= Kemiringan lereng (%)
Nilai faktor LS sama dengan 1 jika panjang lereng 22 meter dan kemiringan lereng 9 %. Panjang lereng dapat diukur pada peta topografi, tetapi untuk menentukan batas awal dan ujung dari lereng mengalami kesukaran. Atas dasar pengertian bahwa erosi dapat terjadi dengan adanya run off (overland flow), maka panjang lereng dapat diartikan sebagai panjang lereng overland flow. LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
49
BAB II DASAR TEORI
4.
Faktor Penutup Lahan (C)
Faktor C merupakan faktor yang menunjukan keseluruhan pengaruh dari faktor vegetasi, seresah, kondisi permukaan tanah, dan pengelolaan lahan terhadap besarnya tanah yang hilang (erosi). Faktor ini mengukur kombinasi pengaruh tanaman dan pengelolaannya. Besar nilai C pada penelitian ini diambil dengan melakukan perhitungan prosentase luas dari tiap jenis pengelolaan tanaman yang ada pada tiap sub DAS. Nilai C yang diambil adalah nilai C rata - rata dari berbagi jenis pengelolaan tanaman dalam satu sub DAS, dikaitkan dengan prosentase luasannya. Adapun bentuk matematis dari perhitungan nilai C rata-rata tiap sub DAS adalah: n
C DAS
(A i 1
i
Ci )
n
A
.................................................................….....
(2.88)
i
i 1
Untuk suatu sub DAS yang memiliki komposisi tata guna lahan/ vegetasi tanaman yang cenderung homogen, maka nilai C dari tata guna lahan/ vegetasi yang dominan tersebut akan diambil sebagai nilai C rata – rata.
5.
Pendugaan Laju Erosi Potensial (E-Pot)
Erosi potensial adalah erosi maksimum yang mungkin terjadi di suatu tempat dengan keadaan permukaan tanah gundul sempurna, sehingga terjadinya proses erosi hanya disebabkan oleh faktor alam (tanpa keterlibatan manusia, tumbuhan, dan sebagainya), yaitu iklim, khususnya curah hujan, sifat-sifat internal tanah dan keadaan topografi tanah. Pendugaan erosi potensial dapat dihitung dengan pendekatan rumus berikut : E-Pot = R x K x LS x A
............................................................................. (2.89)
Dimana : E-Pot = erosi potensial (ton/tahun) R
= indeks erosivitas hujan
K
= erodibilitas tanah
LS
= faktor panjang dan kemiringan lereng
A
= luas daerah aliran sungai (ha)
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
50
BAB II DASAR TEORI
6.
Pendugaan Laju Erosi Aktual (E-Akt)
Erosi aktual terjadi karena adanya campur tangan manusia dalam kegiatannya seharihari, misalnya pengolahan tanah untuk pertanian dan adanya unsur-unsur penutup tanah. Penutupan permukaan tanah gundul dengan tanaman akan memperkecil terjadinya erosi, sehingga dapat dikatakan bahwa laju erosi aktual selalu lebih kecil dari pada laju erosi potensial. Ini berarti bahwa adanya keterlibatan manusia akan memperkecil laju erosi potensial. Dapat dikatakan bahwa erosi aktual adalah hasil ganda antara erosi potensial dengan pola penggunaan lahan tertentu, sehingga dapat dihitung dengan rumus berikut: E-Akt = E - Pot x C x P
................................................................,,,,,..... .......... (2.90)
Dimana : E-Akt
= erosi aktual di DAS (ton/ha/tahun)
E-Pot = erosi potensial (ton/ha/th)
7.
C
= faktor penutup lahan
P
= faktor konservasi tanah
Pendugaan Laju Sedimentasi Potensial
Sedimentasi potensial adalah proses pengangkutan sedimen hasil dari proses erosi potensial untuk diendapkan di jaringan irigasi dan lahan persawahan atau tempattempat tertentu. Tidak semua sedimen yang dihasilkan erosi aktual menjadi sedimen, hanya sebagian kecil material sedimen yang tererosi di lahan (DAS) mencapai outlet basin tersebut atau sungai atau saluran terdekat. Perbandingan antara sedimen yang terukur di outlet dan erosi di lahan biasa disebut nisbah pengangkutan sedimen atau Sedimen Delivery Ratio (SDR). Sedimen yang dihasilkan erosi aktual pun tidak semuanya menjadi sedimen, hal ini tergantung dari perbandingan antara volume sedimen hasil erosi aktual yang mampu mencapai aliran sungai dengan volume sedimen yang bisa diendapkan dari lahan di atasnya (SDR). Nilai SDR tergantung dari luas DAS, yang erat hubungannya dengan pola penggunaan lahan. Nilai SDR dihitung dengan persamaan sebagai berikut: SDR
=
S ( 1 0,8683 A 0,2018 ) 0,8683 A 0,2018 2 (S 50n)
........................................
(2.91)
Dimana : SDR = rasio pelepasan sedimen, nilainya 0 < SDR < 1 LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
51
BAB II DASAR TEORI
A
= luas DAS (ha)
S
= kemiringan lereng rata-rata permukaan DAS (%)
n
= koefisien kekasaran Manning
Pendugaan laju sedimentasi potensial yang terjadi di suatu DAS dihitung dengan persamaan Weischmeier dan Smith, 1958 sebagai berikut : S-Pot = E-Akt x SDR...............................................................................................
(2.92)
Dimana : SDR = Sedimen Delivery Ratio S-Pot = sedimentasi potensial E-Akt = erosi aktual (erosi yang tejadi
2.3
Analisis Kebutuhan Air Baku
2.3.1 Standar Kebutuhan Air Baku Kebutuhan air baku disini dititik beratkan pada penyediaan air baku untuk diolah menjadi air bersih. Standar kebutuhan air ada 2 (dua) macam yaitu : (Ditjen Cipta Karya, 2000)
a.
Standar Kebutuhan Air Domestik
Standar kebutuhan air domestik yaitu kebutuhan air yang digunakan pada tempat-tempat hunian pribadi untuk memenuhi keperluan sehari-hari : memasak, minum, mencuci dan keperluan rumah tangga lainnya. Satuan yang dipakai liter/orang/hari.
b.
Standar Kebutuhan Air Non Domestik
Standar kebutuhan air non domestik adalah kebutuhan air bersih diluar keperluan rumah tangga, antara lain : 1.
Pengguna komersil dan industri Yaitu pengguna air oleh badan-badan komersil dan industri.
2.
Pengguna umum Yaitu pengguna air untuk bangunan-bangunan pemerintah, rumah sakit dan tempattempat, ibadah.
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
52
BAB II DASAR TEORI
Kebutuhan air non domestik untuk kota dapat dibagi dalam beberapa kategori antara lain : (Ditjen Cipta Karya, 2000) Kota kategori I (metro) Kota kategori II (kota besar) Kota kategori III (kota sedang) Kota kategori IV (kota kecil) Kota kategori V (desa) Tabel 2.12 Kategori Kebutuhan Air Non Domestik KATEGORI KOTA BERDASARKAN JUMLAH JIWA >1.000.000 No
URAIAN
500.000
100.000
20.000
S/D
S/D
S/D
1.000.000
500.000
100.000
METRO 1
Konsumsi unit sambungan rumah (SR)
BESAR
SEDANG
<20.000
KECIL
DESA
190
170
130
100
80
l/o/h 2
Konsumsi unit hidran umum (HU) l/o/h
30
30
30
30
30
3
Konsumsi unit non domestic l/o/h (%)
20-30
20-30
20-30
20-30
20-30
4
Kehilangan air (%)
20-30
20-30
20-30
20-30
20-30
5
Factor hari maksimum
1,2
1,2
1,2
1,2
1,2
6
Factor jam puncak
1,5
1,5
1,5
1,5
1,5
7
Jumlah per SR
5
5
5
5
5
8
Jumlah jiwa per HU
100
100
100
100
100
9
Sisa tekan di penyediaan distribusi
10
10
10
10
10
(mka) 10
Jam operasi
24
24
24
24
24
11
Volume reservoir (%max day demand)
20
20
20
20
20
12
SR:HR
50:50
50:50
80:20
70:30
70:30
S/D
S/D
80:20
80:20
*)90
90
90
90
**)70
13
Cakupan pelayanan(%)
*) 60 % perpipanan, 30 % non perpipanan
(sumber : Ditjen Cipta Karya, tahun 2000)
**) 25 % perpipanan, 45 % non perpipanan
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
53
BAB II DASAR TEORI
Kebutuhan air bersih non domestik untuk kategori I sampai dengan V dan beberapa sektor lain adalah sebagai berikut: Tabel 2.13 Kebutuhan air non domestik kota kategori I,II,II dan IV No
SEKTOR
NILAI
SATUAN
1
Sekolah
10
Liter/murid/hari
2
Rumah sakit
200
Liter/bed/hari
3
Puskesmas
2000
Liter/hari
4
Masjid
3000
Liter/hari
5
Kantor
10
Liter/pegawai/hari
6
Pasar
12000
Liter/hektar/hari
7
Hotel
150
Liter/bed/hari
8
Rumah makan
100
Liter/tempat duduk/hari
9
Kompleks militer
60
Liter/orang/hari
10
Kawasan industri
0,2-0,8
Liter/detik/hari
11
Kawasan pariwisata
0,1-0,3
Liter/detik/hari
Tabel 2.14 Kebutuhan air bersih kategori V No
SEKTOR
NILAI
SATUAN
1
Sekolah
5
Liter/murid/hari
2
Rumah sakit
200
Liter/bed/hari
3
Puskesmas
1200
Liter/hari
4
Hotel/losmen
90
Liter/hari
5
Komersial/industri
10
Liter/hari
Tabel 2.15 Kebutuhan air bersih domestik kategori lain No
SEKTOR
NILAI
SATUAN
1
Lapangan terbang
10
Liter/det
2
Pelabuhan
50
Liter/det
3
Stasiun KA-Terminal bus
1200
Liter/det
4
Kawasan industri
0,75
Liter/det/Ha
2.3.2 Proyeksi Kebutuhan Air Bersih Proyeksi kebutuhan air bersih dapat ditentukan dengan memperhatikan pertumbuhan penduduk untuk diproyeksikan terhadap kebutuhan air bersih sampai dengan lima puluh tahun mendatang atau tergantung dari proyeksi yang dikehendaki (Soemarto, 1999). Adapun yang berkaitan dengan proyeksi kebutuhan tersebut adalah:
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
54
BAB II DASAR TEORI
a.
Angka Pertumbuhan Penduduk
Angka pertumbuhan penduduk dihitung dengan prosentase memakai rumus:
Angka pertumbuhan penduduk (&)
penduduk n - penduduk n - 1 x100% ……..(2.93) penduduk n - 1
b. Proyeksi Jumlah Penduduk Dari angka pertumbuhan penduduk diatas dalan persen digunakan untuk memproyeksikan jumlah penduduk sampai dengan lima puluh tahun mendatang. Meskipun dalan kenyataannya tidak selalu tepat, tetapi perkiraan ini dapat dijadikan dasar perhitungan volume kebutuhan air di masa mendatang. Ada beberapa metode yang digunakan untuk memproyeksikan jumlah penduduk antara lain yaitu:
Metode Geometrical Increase (Soemarto,1999) Pn Po (1 r ) n
…………………………………………………………
(2.94)
Dimana : Pn
= Jumlah penduduk pada tahun ke-n
Po
= jumlah penduduk pada awal tahun
R
= Prosentase pertumbuhan geometrical penduduk tiap tahun
n
= Periode waktu yang ditinjau
Metode Arithmetical Increase (Soemarto,1999) Pn = Po n.r
………………………………………………………………….. (2.95)
Po Pt t
…………………………………………………………………. (2.96)
R =
Dimana : Pn
= Jumlah penduduk pada tahun ke-n
Po
= jumlah penduduk pada awal tahun
r
= angka pertumbuhan penduduk tiap tahun
n
= Periode waktu yang ditinjau
t
= Banyak tahun sebelum tahun analisis
Pt
= Jumlah penduduk pada tahun ke-t
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
55
BAB II DASAR TEORI
2.4
Neraca Air
Perhitungan neraca air dilakukan untuk mengecek apakah air yang tersedia cukur memadai untuk memenuhi kebutuhan air baku atau tidak. Perhitungan neraca air ini pada akhirnya akan menghasilkan kesimpulan mengenai ketersediaan air sebagai air baku yang nantinya akan diolah. Ada tiga unsur pokok dalam perhitungan neraca air yaitu: Kebutuhan Air Tersedianya Air Neraca Air
2.5
Penelusuran Banjir (Flood Routing)
Penelusuran banjir dimaksudkan untuk mengetahui karakteristik Indrogral. Outflow/keluaran, yang sangat diperlukan dalam pengendalian banjir. Perubahan hidrograf banjir antara inflow (I) dan outflow (0) karena adanya faktor tampungan atau adanya penampang sungai yang tidak seragam atau akibat adanya meander sungai. Jadi penelusuran banjir ada dua, untuk mengetahui perubahan inflow dan outflow pada waduk dan inflow pada suatu titik dengan suatu titik di tempat lain pada sungai.Perubahan inflow dan outflow akibat adanya tampungan. Maka pada suatu waduk terdapat inflow banjir (I) akibat adanya banjir dan outflow (0) apabila muka air waduk naik, di atas spillway (terdapat limpasan).
I > O tampungan waduk naik Elevasi muka air waduk naik. I < 0 tampungan waduk turun Elevasi muka waduk turun.
Pada penelusuran banjir berlaku persamaan kontinuitas : I – O = ∆S
……………………………………………………………………
(2.97)
AS = Perubahan tampungan air di embung Persamaan kontinuitas pada periode ∆t = t1 – t2 adalah :
I1 I 2 O1 O 2 2 t 2 xt S 2 S1
................................................................. (2.98)
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
56
BAB II DASAR TEORI
2.5.1 Penelusuran Banjir Melalui Pelimpah Penelusuran banjir melalui pelimpah bertujuan untuk mengetahui dimensi pelimpah (lebar dan tinggi pelimpah). Dan debit banjir yang digunakan dalam perhitungan flood routing metode step by step adalah Q50 tahun. Prinsip dari perhitungan ini adalah dengan menetapkan salah satu parameter hitung apakah B (lebar pelimpah) atau H (tinggi pelimpah). Jika B ditentukan maka variabel H harus di trial sehingga mendapatkan tinggi limpasan air banjir maksimum yang cukup dan efisien. Tingi spillway didapatkan dari elevasi muka air limpasan maksimum – tinggi jagaan rencana. Perhitungan ini terhenti ketika elevasi muka air limpasan sudah mengalami penurunan dan volume kumulatif mulai berkurang dari volume kumulatif sebelumnya atau ∆V negatif yang artinya Q outflow > Q inflow. Prosedur perhitungan flood routing spillway sebagai berikut ; a.
Memasukkan data jam ke-n (jam)
b.
Selisih waktu (∆t) dalam detik
c.
Q inflow
d.
Q inflow rerata = (Q inflow n + Q inflow (n-1))/2 dalam m3/dt.
e.
Volume inflow = Q inflow rerata x ∆t (m3/dt).
f.
Asumsi muka air hulu dengan cara men-trial dan dimulai dari elevasi spillway
= Q 50 tahun banjir rencana (m3 /dt).
coba-coba (m). g.
H = tinggi muka air hulu – tinggi elevasi spillway.
h.
Q outflow = ⅔ x B x √ ⅔g x H 3/2 (m3/dt).
i.
Q outflow rerata = ( Q output n + Q output (n-1))/2 dalam m3/dt.
j.
Volume outflow = Q outflow rerata x ∆t (m3/dt).
k.
∆V = selisih volume (Q inflow rerata – Q outflow rerata).
l.
Volume kumulatif yaitu volume tampungan tiap tinggi muka air limpasan yang terjadi. V kum = V n + V (n+1) dalam m3.
m. Elevasi muka air limpasan, harus sama dengan elevasi muka air coba-coba.
2.6
Perhitungan Volume Tampungan Embung
Kapasitas tampung yang diperlukan untuk sebuah embung adalah : Vn = Vu + Ve + Vi + Vs
…………………………………………………. ..........
(2.99)
Dimana : Vn
= volume tampungan embung total (m3)
Vu
= volume hidup untuk melayani berbagai kebutuhan (m3)
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
57
BAB II DASAR TEORI
Ve
= volume penguapan dari kolam embung (m3)
Vi
= jumlah resapan melalui dasar, dinding, dan tubuh embung (m 3)
Vs
= ruangan yang disediakan untuk sedimen (m3)
2.6.1 Volume Tampungan Hidup Untuk Melayani Kebutuhan Penentuan volume tampungan embung dapat digambarkan pada mass curve kapasitas tampungan. Volume tampungan merupakan selisih maksimum yang terjadi antara komulatif kebutuhan terhadap kumulatif inflow.
2.6.2 Volume Air Oleh Penguapan Untuk mengetahui besarnya volume penguapan yang terjadi pada muka embung dihitung dengan rumus : Ve = Ea x S x Ag x d
……………………………………….…......
(2.100)
Dimana : Ve
= volume air yang menguap tiap bulan (m3)
Ea
= evaporasi hasil perhitungan (mm/hari)
S
= penyinaran matahari hasii pengamatan (%)
Ag
= luas permukaan kolam embung pada setengah tinggi tubuh embung (m2)
d
= jumlah hari dalam satu bulan
Untuk memperoleh nilai evaporasi dihitung dengan rumus sebagai berikut : Ea = 0,35(ea – ed) (1 – 0,01V)
………………………………………...……..... (2.101)
Dimana : ea
= tekanan uap jenuh pada suhu rata-rata harian (mm/Hg)
ed
= tekanan uap sebenarnya (mm/Hg)
V
= kecepatan angin pada ketinggian 2 m di atas permuk.aan tanah
2.6.3 Volume Resapan Embung Besarnya volume kehilangan air akibat resapan melalui dasar, dinding dan tubuh embung tergantung dari sifat lulus air material dasar dan dinding kolam. Sedangkan sifat ini tergantung pada jenis butiran tanah atau struktur batu pembentuk dasar dan dinding kolam.
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
58
BAB II DASAR TEORI
Perhitungan resapan air ini megggunakan Rumus praktis untuk menentukan besarnya volume resapan air kolam embung, sebagai berikut : Vi = K .Vu ……………………………………………………………………....... (2.102) Dimana : Vi
= jumlah resapan tahunan (m3)
Vu
= volume hidup untuk melayani berbagai kebutuhan (m3)
K
= faktor yang nilainya tergantung dari sifat lulus air material dasar dan dinding kolam embung.
K
= 10%, bila dasar dan dinding kolam embung praktis rapat air (k < 10-5 cm/d) termasuk
penggunaan
lapisan
buatan
(selimut
lempung,
geomembran,"rubbersheet" semen tanah).
2.7
Embung
2.7.1
Pemilihan Lokasi Embung
Embung adalah suatu bangunan yang berfungsi untuk menampung kelebihan air pada saat debit tinggi dan melepaskannya pada saat dibutuhkan. Embung merupakan salah satu bagian dari proyek secara keseluruhan maka letaknya juga dipengaruhi oleh bangunanbangunan lain seperti bangunan pelimpah, bangunan penyadap, bangunan pengeluaran, bangunan untuk pembelokan sungai dan lain-lain (Soedibyo, 1993).
Untuk menentukan lokasi dan denah embung harus memperhatikan beberapa faktor yaitu (Soedibyo, 1993) : 1.
Tempat embung merupakan cekungan yang cukup untuk menampung air, terutama pada lokasi yang keadaan geotekniknya tidak lulus air, sehingga kehilangan airnya hanya sedikit.
2.
Lokasinya terletak di daerah manfaat yang memerlukan air sehingga jaringan distribusinya tidak begitu panjang dan tidak banyak kehilangan energi.
3.
Lokasi embung terletak di dekat jalan, sehingga jalan masuk (access road) tidak begitu panjang dan lebih mudah ditempuh.
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
59
BAB II DASAR TEORI
Sedangkan faktor yang menentukan didalam pemilihan tipe embung adalah (Soedibyo, 1993) : 1.
Tujuan pembangunan proyek
2.
Keadaan klimatologi setempat
3.
Keadaan hidrologi setempat
4.
Keadaan di daerah genangan
5.
Keadaan geologi setempat
6.
Tersedianya bahan bangunan
7.
Hubungan dengan bangunan pelengkap
8.
Keperluan untuk pengoperasian embung
9.
Keadaan lingkungan setempat
10. Biaya proyek
2.7.2 Tipe Embung Tipe embung dapat dikelompokkan menjadi empat keadaan yaitu (Soedibyo, 1993) : 1.
Tipe Embung Berdasar Tujuan Pembangunannya
Ada dua tipe Embung dengan tujuan tunggal dan embung serbaguna : (a). Embung dengan tujuan tunggal (single purpose dams) adalah embung yang dibangun untuk memenuhi satu tujuan saja, misalnya untuk kebutuhan air baku atau irigasi (pengairan) atau perikanan darat atau tujuan lainnya tetapi hanya satu tujuan saja. (b). Embung serbaguna (multipurpose dams) adalah embung yang dibangun untuk memenuhi beberapa tujuan misalnya : irigasi (pengairan), air minum dan PLTA, pariwisata dan irigasi dan lain-lain.
2.
Tipe Embung Berdasar Penggunaannya
Ada 3 tipe yang berbeda berdasarkan penggunaannya yaitu : (a). Embung penampung air (storage dams) adalah embung yang digunakan untuk menyimpan air pada masa surplus dan dipergunakan pada masa kekurangan. Termasuk dalam embung penampung air adalah untuk tujuan rekreasi, perikanan, pengendalian banjir dan lain-lain.
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
60
BAB II DASAR TEORI
(b). Embung pembelok (diversion dams) adalah embung yang digunakan untuk meninggikan muka air, biasanya untuk keperluan mengalirkan air ke dalam sistem aliran menuju ke tempat yang memerlukan. (c). Embung penahan (detention dams) adalah embung yang digunakan untuk memperlambat dan mengusahakan seoptimal mungkin efek aliran banjir yang mendadak. Air ditampung secara berkala atau sementara, dialirkan melalui pelepasan (outlet). Air ditahan selama mungkin dan dibiarkan meresap ke daerah sekitarnya.
3.
Tipe Embung Berdasar Letaknya Terhadap Aliran Air
Ada dua tipe yaitu embung yaitu embung pada aliran (on stream) dan embung di luar aliran air (off stream) yaitu : (a). Embung pada aliran air (on stream) adalah embung yang dibangun untuk menampung air, misalnya pada bangunan pelimpah (spillway).
Embung
Gambar 2.7 Embung on stream
(b). Embung di luar aliran air (off stream) adalah embung yang umumnya tidak dilengkapi spillway, karena biasanya air dibendung terlebih dahulu di on stream-nya baru disuplesi ke tampungan. Kedua tipe ini biasanya dibangun berbatasan dan dibuat dari beton, pasangan batu atau pasangan bata.
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
61
BAB II DASAR TEORI
Embung Tampungan
Gambar 2.8 Embung off stream
4.
Tipe Embung Berdasar Material Pembentuknya
Ada 2 tipe yaitu embung urugan, embung beton dan embung lainnya. (a). Embung Urugan ( Fill Dams, Embankment Dams ) Embung urugan adalah embung yang dibangun dari penggalian bahan (material) tanpa tambahan bahan lain bersifat campuran secara kimia jadi bahan pembentuk embung asli. Embung ini dibagi menjadi dua yaitu embung urugan serba sama (homogeneous dams) adalah embung apabila bahan yang membentuk tubuh embung tersebut terdiri dari tanah sejenis dan gradasinya (susunan ukuran butirannya) hampir seragam. Yang kedua adalah embung zonal adalah embung apabila timbunan terdiri dari batuan dengan gradasi (susunan ukuran butiran) yang berbeda-beda dalam urutan-urutan pelapisan tertentu.
Zone kedap air Zone lolos air
Drainase Gambar 2.9 Embung Urugan
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
62
BAB II DASAR TEORI
(b). Embung Beton ( Concrete Dam ) Embung beton adalah embung yang dibuat dari konstruksi beton baik dengan tulangan maupun tidak. Kemiringan permukaan hulu dan hilir tidak sama pada umumnya bagian hilir lebih landai dan bagian hulu mendekati vertikal dan bentuknya lebih ramping. Embung ini masih dibagi lagi menjadi embung beton berdasar berat sendiri stabilitas tergantung pada massanya, embung beton dengan penyangga (buttress dam) permukaan hulu menerus dan dihilirnya pada jarak tertentu ditahan, embung beton berbentuk lengkung dan embung beton kombinasi. Tampak Atas
Tampak Samping
m l a. Embung Beton Dengan Gaya Berat (Gravity Dams) Tampak Atas
Tampak Samping
m l
b. Embung Beton Dengan Dinding Penahan (Buttress Dams)
R
R
c. Embung Beton Lengkung (Arch Dams)
Gambar 2.10 Tipe-tipe embung beton
2.7.3 Rencana Teknis Pondasi Keadaan geologi pada pondasi embung sangat mempengaruhi pemilihan tipe embung, oleh karena itu penelitian dan penyelidikan geologi perlu dilaksanakan dengan baik. Pondasi suatu embung harus memenuhi 3 (tiga) persyaratan penting yaitu (Soedibyo, 1993) :
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
63
BAB II DASAR TEORI
1.
Mempunyai daya dukung yang mampu menahan bahan dari tubuh embung dalam berbagai kondisi.
2.
Mempunyai kemampuan penghambat aliran filtrasi yang memadai sesuai dengan fungsinya sebagai penahan air.
3.
Mempunyai ketahanan terhadap gejala-gejala sufosi (piping) dan sembulan (boiling) yang disebabkan oleh aliran filtrasi yang melalui lapisan-lapisan pondasi tersebut.
Sesuai dengan jenis batuan yang membentuk lapisan pondasi, maka secara umum pondasi embung dapat dibedakan menjadi 3 jenis yaitu (Soedibyo, 1993) : 1.
Pondasi batuan (Rock foundation)
2.
Pondasi pasir atau kerikil
3.
Pondasi tanah. a. Daya dukung tanah (bearing capacity) adalah kemampuan tanah untuk mendukung beban baik dari segi struktur pondasi maupun bangunan diatasnya tanpa terjadinya keruntuhan geser. b. Daya dukung batas (ultimate bearing capacity) adalah daya dukung terbesar dari tanah mendukung beban dan diasumsikan tanah mulai terjadi keruntuhan. Besarnya daya dukung batas terutama ditentukan oleh : 1. Parameter kekuatan geser tanah terdiri dari kohesi (C) dan sudut geser dalam (). 2. Berat isi tanah () 3. Kedalaman pondasi dari permukaan tanah (Zf) 4. Lebar dasar pondasi (B)
Besarnya daya dukung yang diijinkan sama dengan daya dukung batas dibagi angka keamanan dan dapat dirumuskan sebagai berikut (Pondasi Dangkal dan Pondasi Dalam, Rekayasa Pondasi II, 1997) :
qa
qult FK
.............................................................................................. (2.103)
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
64
BAB II DASAR TEORI
Perhitungan daya dukung batas untuk pondasi dangkal pada kondisi umum : 1.
Pondasi menerus
B qult= c.Nc .D.Nq . .N 2 2.
......................................... ……….. (2.104)
Pondasi persegi B qult = c.Nc1 0,3. .D.Nq B.0.4 .N 2 Dimana
................................. (2.105)
:
qa
= kapasitas daya dukung ijin
q ult
= kapasitas daya dukung maximum
FK
= faktor keamanan (safety factor)
Nc,Nq,Nγ
= faktor kapasitas daya dukung Terzaghi
c
= kohesi tanah
γ
= berat isi tanah
B
= dimensi untuk pondasi menerus dan persegi (m)
2.7.4 Perencanaan Tubuh Embung Beberapa istilah penting mengenai tubuh embung : 1.
Tinggi Embung
Tinggi embung adalah perbedaan antara elevasi permukaan pondasi dan elevasi mercu embung. Apabila pada embung dasar dinding kedap air atau zona kedap air, maka yang dianggap permukaan pondasi adalah garis perpotongan antara bidang vertikal yang melalui hulu mercu embung dengan permukaan pondasi alas embung tersebut. Tinggi maksimal untuk embung adalah 20 m (Loebis, 1987). Mercu embung
Tinggi embung
Gambar 2.11 Tinggi embung
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
65
BAB II DASAR TEORI
2.
Tinggi Jagaan (free board)
Tinggi jagaan adalah perbedaan antara elevasi permukaan maksimum rencana air dalam embung dan elevasi mercu embung. Elevasi permukaan air maksimum rencana biasanya merupakan elevasi banjir rencana embung.
Mercu embung Tinggi jagaan
Gambar 2.12 Tinggi jagaan pada mercu embung
Tinggi jagaan dimaksudkan untuk menghindari terjadinya peristiwa pelimpasan air melewati puncak bendungan sebagai akibat diantaranya dari: a.
Debit banjir yang masuk embung.
b.
Gelombang akibat angin.
c.
Pengaruh pelongsoran tebing-tebing di sekeliling embung.
d.
Gempa.
e.
Penurunan tubuh bendungan.
f.
Kesalahan di dalam pengoperasian pintu.
Tinggi jagaan adalah jarak vertikal antara puncak bendungan dengan permukaan air reservoir. Tinggi jagaan normal diperoleh sebagai perbedaan antara elevasi puncak bendungan dengan elevasi tinggi muka air normal di embung. Tinggi jagaan minimum diperoleh sebagai perbedaan antara elevasi puncak bendungan dengan elevasi tinggi muka air maksimum di reservoir yang disebabkan oleh debit banjir rencana saat pelimpah bekerja normal. Tinggi tambahan adalah sebagai perbedaan antara tinggi jagaan normal dengan tinggi jagaan minimum.
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
66
BAB II DASAR TEORI
Kriteria I
:
h H f h hw atau e ha hi .......................................................................... (2.106) 2 Kriteria II : H f hw
he ha hi .......................................................................................... 2
(2.107)
Dimana : Hf
= tinggi jagaan (m)
hw
= tinggi ombak akibat tiupan angin (m)
he
= tinggi ombak akibat gempa (m)
ha
= perkiraan tambahan tinggi akibat penurunan tubuh bendungan (m)
hi
= tinggi tambahan (m)
h
= tinggi kemungkinan kenaikan permukaan air embung yang terjadi timbulnya banjir abnormal
Tambahan tinggi akibat gelombang (Hw) dihitung berdasarkan pada kecepatan angin, jarak seret gelombang (fecth) dan sudut lereng hulu dari bendungan. Digunakan rumus (Soedibyo, 1993) : Δh =
2 Q0 3 Q
h ...…...……………………..…................... ...................... (2.108) h 1 QT
Dimana : Qo
= debit banjir rencana
Q
= kapasitas rencana
= 0,2 untuk bangunan pelimpah terbuka
= 1,0 untuk bangunan pelimpah tertutup
h
= kedalaman pelimpah rencana
A
= luas permukaan air embung pada elevasi banjir rencana
Tinggi ombak yang disebabkan oleh gempa (he) (Soedibyo, 1993) he =
e.
g.h0 ...................................................................................................... (2.109)
Dimana :
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
67
BAB II DASAR TEORI
e
= Intensitas seismis horizontal
= Siklus seismis
h0
= Kedalaman air di dalam embung
Kenaikan permukaan air embung yang disebabkan oleh ketidaknormalan operasi pintu bangunan (ha). Sebagai standar biasanya diambil ha = 0,5 m. Angka tambahan tinggi jagaan yang didasarkan pada tipe embung (hi). Karena limpasan melalui mercu embung urugan sangat berbahaya maka untuk embung tipe ini angka tambahan tinggi jagaan (hi) ditentukan sebesar 1,0 m (hi = 1,0 m). Apabila didasarkan pada tinggi embung yang direncanakan, maka standar tinggi jagaan embung urugan adalah sebagai berikut (Soedibyo, 1993) : Tabel 2.16 Tinggi jagaan embung urugan
3.
Lebih rendah dari 50 m
Hf 2 m
Dengan tinggi antara 50-100 m
Hf 3 m
Lebih tinggi dari 100 m
Hf 3,5 m
Lebar Mercu Embung
Lebar mercu embung yang memadai diperlukan agar puncak embung dapat tahan terhadap hempasan ombak dan dapat tahan terhadap aliran filtrasi yang melalui puncak tubuh embung. Disamping itu, pada penentuan lebar mercu perlu diperhatikan kegunaannya sebagai jalan inspeksi dan pemeliharaan embung. Penentuan lebar mercu dirumuskan sebagai berikut (Sosrodarsono, 1989) : 1
b = 3,6 H 3 – 3 ........................................................................................................ (2.110) Dimana : b
= lebar mercu
H
= tinggi embung
Lebar puncak dari embung tipe urugan ditentukan berdasarkan pertimbangan sebagai berikut ini. Bahan timbunan asli (alam) dan jarak minimum garis rembesan melalui timbunan pada elevasi muka air normal. Pengaruh tekanan gelombang di bagian permukaan lereng hulu.
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
68
BAB II DASAR TEORI
Tinggi dan tingkat kepentingan dari konstruksi bendungan. Kemungkinan puncak bendungan untuk jalan penghubung. Pertimbangan praktis dalam pelaksanaan konstruksi.
Formula yang digunakan untuk menentukan lebar puncak pada bendungan urugan sebagai berikut (USBR, 1987, p.253) :
w
z 10 .......................................................................................................... 5
(2.111)
Dimana : w
= lebar puncak bendungan (feet)
z
= tinggi bendungan di atas dasar sungai (feet)
Untuk bendungan-bendungan kecil (embung) yang diatasnya akan dimanfaatkan untuk jalan raya, lebar minimumnya adalah 4 meter. Sementara untuk jalan biasa cukup 2,5 meter. Lebar bendungan kecil dapat digunakan pedoman sebagai berikut Tabel 2.17
Tabel 2.17 Lebar puncak bendungan kecil (embung) yang dianjurkan Tinggi Embung (m)
Lebar Puncak (m)
2,0 - 4,5
2,50
4,5 - 6,0
2,75
6,0 - 7,5
3,00
7,5 - 9,0
4,00 ( Sumber : Suyono Sosrodarsono, 1977)
4.
Panjang Embung
Panjang embung adalah seluruh panjang mercu embung yang bersangkutan termasuk bagian yang digali pada tebing-tebing sungai di kedua ujung mercu tersebut. Apabila bangunan pelimpah atau bangunan penyadap terdapat pada ujung-ujung mercu, maka lebar bangunan-bangunan pelimpah tersebut diperhitungkan pula dalam menentukan panjang embung (Sosrodarsono, 1989).
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
69
BAB II DASAR TEORI
5.
Volume Embung
Seluruh jumlah volume konstruksi yang dibuat dalam rangka pembangunan tubuh embung termasuk
semua
bangunan
pelengkapnya
dianggap
sebagai
volume
embung
(Sosrodarsono, 1989).
6.
Kemiringan Lereng (Slope Gradient)
Kemiringan rata-rata lereng embung (lereng hulu dan lereng hilir) adalah perbandingan antara panjang garis vertikal yang melalui tumit masing-masing lereng tersebut. Berm lawan dan drainase prisma biasanya dimasukkan dalam perhitungan penentuan kemiringan lereng, akan tetapi alas kedap air biasanya diabaikan (Soedibyo, 1993). Kemiringan lereng urugan harus ditentukan sedemikian rupa agar stabil terhadap longsoran. Hal ini sangat tergantung pada jenis material urugan yang dipakai, Tabel 2.18. Kestabilan urugan harus diperhitungkan terhadap frekuensi naik turunnya muka air, rembesan, dan harus tahan terhadap gempa (Sosrodarsono, 1989). Tabel 2.18 Kemiringan lereng urugan Kemiringan Lereng Material Urugan
a.
Material Utama
Urugan homogen
Vertikal : Horisontal Hulu
Hilir
1 : 3
1 : 2,25
Pecahan batu
1 : 1,50
1 : 1,25
Kerikil-kerakal
1 : 2,50
1 : 1,75
CH CL SC GC GM SM
b.
Urugan majemuk a. Urugan batu dengan inti lempung
atau
dinding
diafragma b. Kerikil-kerakal
dengan
inti lempung atau dinding diafragma (Sumber :(Sosrodarsono, 1989)
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
70
BAB II DASAR TEORI
7.
Penimbunan Ekstra (Extra Banking)
Sehubungan dengan terjadinya gejala konsolidasi tubuh embung yang prosesnya berjalan lama sesudah pembangunan embung tersebut diadakan penimbunan ekstra melebihi tinggi dan volume rencana dengan perhitungan agar sesudah proses konsolidasi berakhir maka penurunan tinggi dan penyusutan volume akan mendekati tinggi dan volume rencana embung (Sosrodarsono, 1989).
8.
Perhitungan Hubungan Elevasi terhadap Volume Embung
Seluruh jumlah volume konstruksi yang dibuat dalam rangka pembangunan tubuh embung termasuk semua bangunan pelengkapnya dianggap sebagai volume embung. Analisis keandalan embung sebagai sumber air menyangkut volume air yang tersedia, debit pengeluaran untuk kebutuhan air untuk air baku (PDAM), pangendalian banjir dan debit air untuk keperluan lain-lain selama waktu yang diperlukan. Analisis keandalan embung diperlukan perhitungan-perhitungan diantaranya adalah perhitungan kapasitas embung yaitu volume tampungan air maksimum dihitung berdasarkan elevasi muka air maksimum, kedalaman air dan luas genangannya. Perkiraan kedalaman air dan luas genangan memerlukan adanya data elevasi dasar embung yang berupa peta topografi dasar embung. Penggambaran peta topografi dasar embung didasarkan pada hasil pengukuran topografi. Perhitungan ini didasarkan pada data peta topografi dengan skala 1:1.000 dan beda tinggi kontur 1m. Cari luas permukaan embung yang dibatasi garis kontur, kemudian dicari volume yang dibatasi oleh 2 garis kontur yang berurutan dengan menggunakan rumus pendekatan volume sebagai berikut (Bangunan Utama KP-02, 1986) :
Vx
1 xZx( Fy Fx Fy Fx ) ........................................................................ 3
(2.112)
Dimana : (m3)
Vx
= Volume pada kontur X
Z
= Beda tinggi antar kontur (m)
Fy
= Luas pada kontur Y
(km2)
Fx
= Luas pada kontur X
(km2)
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
71
BAB II DASAR TEORI
2.7.5 Stabilitas Lereng Embung Merupakan perhitungan konstruksi untuk menentukan ukuran (dimensi) embung agar mampu menahan muatan-muatan dan gaya-gaya yang bekerja padanya dalam keadaan apapun juga. Konstruksi harus aman terhadap geseran, penurunan embung, rembesan dan keadaan embung kosong (k), penuh air (sub) maupun permukaan air turun tiba-tiba rapid draw-down (sat) (Sosrodarsono, 1989). Salah satu tinjauan keamanan embung adalah menentukan apakah embung dalam kondisi stabil, sehingga beberapa faktor yang harus ditentukan adalah sebagai berikut : Kondisi beban yang dialami oleh embung. Karakteristik bahan atau material tubuh embung termasuk tegangan dan density. Besar dan variasi tegangan air pori pada tubuh embung dan di dasar embung. Angka aman minimum (SF) yang diperbolehkan untuk setiap kondisi beban yang digunakan.
Kemiringan timbunan embung pada dasarnya tergantung pada stabilitas bahan timbunan. Semakin besar stabilitas bahannya, maka kemiringan timbunan dapat makin terjal. Bahan yang kurang stabil memerlukan kemiringan yang lebih landai. Sebagai acuan dapat disebutkan bahwa kemiringan lereng depan (upstream) berkisar antara 1: 2,5 sampai 1 : 3,5 , sedangkan bagian belakang (downstream) antara 1: 2 sampai 1: 3. Kemiringan lereng yang efisien untuk bagian hulu maupun bagian hilir masing-masing dapat ditentukan dengan rumus berikut (Sosrodarsono, 1989) :
m k . " Sf tan m k .m. "
............................................................. ....................
n k. Sf tan n k .n ................................................................................................
(2.113) (2.114)
Dimana : Sf
= faktor keamanan (dapat diambil 1,1) m dan n masing-masing kemiringan lereng hulu dan hilir.
k
= koefien gempa dan ” =
sat sub
Angka aman stabilitas lereng embung di bagian lereng hulu dan hilir dengan variasi beban yang digunakan, diperhitungkan berdasarkan pada analisis keseimbangan batas (limit LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
72
BAB II DASAR TEORI
equilibrium analysis). Geometri lereng tubuh embung disesuaikan dengan hasil analisis tersebut, sehingga diperoleh angka aman ( S f ) yang sama atau lebih besar dari angka aman minimum yang persyaratkan. Kemiringan lereng baik di sisi hilir maupun di sisi hulu embung harus cukup stabil baik pada saat konstruksi, pengoperasian yaitu pada saat embung kosong, embung penuh, saat embung mengalami rapid draw down dan ditinjau saat ada pengaruh gempa. Sehingga kondisi beban harus diperhitungkan berdasarkan rencana konstruksi, pengoperasian reservoir, menjaga elevasi muka air normal di dalam reservoir dan kondisi emergency, flood storage dan rencana melepas air dalam reservoir, antisipasi pengaruh tekanan air pori dalam tubuh bendungan dan tanah dasar fondasi. Tinjauan stabilitas bendungan dilakukan dalam berbagai kondisi sebagai berikut :
a.
Steady-State Seepage Stabilitas lereng di bagian hulu di analisis pada kondisi muka air di reservoir yang menimbulkan terjadinya aliran rembesan melalui tubuh Embung. Elevasi muka air pada kondisi ini umumnya dinyatakan sebagai elevasi muka air normal (Normal High Water Level).
b.
Operation Pada kondisi ini, muka air dalam reservoir maksimum (penuh-lebih tinggi dari elevasi muka air normal). Stabilitas lereng di sebelah hulu dianalisis dengan kondisi muka air tertinggi dimana dalam masa operasi muka air mengalami turun dengan tiba-tiba (sudden draw down) dari elevasi dari muka air maksimum (tertinggi) menjadi muka air terendah (LWL). Angka aman yang digunakan untuk tinjauan stabilitas lereng embung dengan berbagai kondisi beban dan tegangan geser yang digunakan seperti dalam Tabel 2.19 Secara umum angka aman minimum untuk lereng hilir dan hulu juga dicantumkan pada Tabel 2.20.
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
73
BAB II DASAR TEORI Tabel 2.19 Angka aman minimum dalam tinjauan stabilitas lereng sebagai fungsi dari tegangan geser. (*) Kriteria
I
Kondisi Tinjauan
Lereng
Tegangan
Koef.
geser
Gempa
Hulu
CU
0%
1,50
Hulu
CU
100%
1,20
Muka air penuh
Hulu
CU
0%
1,50
(banjir)
Hulu
CU
100%
1,20
Steady State Seepage
Hilir
CU
0%
1,50
Hilir
CU
100%
1,20
Rapid drawdown
II
III
SF min.
(*) : Engineering and Design Stability of Earth and Rock-fill Dams, EM 1110-2-1902, 1970, p. 25. Catatan : CU : Consolidated Undrained Test
Tabel 2.20 Angka aman minimum untuk analisis stabilitas lereng. Keadaan Rancangan / Tinjauan
Angka Aman Minimum Lereng hilir
Lereng Hulu
(D/S)
(U/S)
akhir
1,25
1,25
2. Saat pengoperasian embung dan saat
1,50
1,50
-
1,20
1,10
1,10
1. Saat
konstruksi
dan
konstruksi
embung penuh 3. Rapid draw down 4. Saat gempa
( Sumber : Sosrodarsono, 1989)
Secara prinsip, analisis kestabilan lereng didasarkan pada keseimbangan antara masa tanah aktif (potential runtuh) dengan gaya-gaya penahan runtuhan di bidang runtuh. Perbandingan gaya-gaya di atas menghasilkan faktor aman (Sf) yang didefinisikan sebagai berikut: Sf =
............................................................................................................
(2.115)
Dimana :
= gaya-gaya penahan
τ
= gaya-gaya aktif penyebab runtuhan
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
74
BAB II DASAR TEORI
Analisis ini dilakukan pada segala kemungkinan bidang permukaan runtuhan dan pada berbagai keadaan embung di atas. Nilai angka aman hasil perhitungan (SF hitungan) tersebut di atas harus lebih besar dari nilai angka aman minimum (SF minimum) seperti tertera pada Tabel 2.19 dan Tabel 2.20. Gaya-gaya yang bekerja pada embung urugan :
1.
Berat Tubuh Embung Sendiri
Berat tubuh embung dihitung dalam beberapa kondisi yang tidak menguntungkan yaitu : a.
Pada kondisi lembab segera setelah tubuh pondasi selesai dibangun.
b.
Pada kondisi sesudah permukaan embung mencapai elevasi penuh dimana bagian embung yang terletak disebelah atas garis depresi dalam keadaan jenuh.
c.
Pada kondisi dimana terjadi gejala penurunan mendadak (Rapid drow-down) permukaan air embung, sehingga semua bagian embung yang semula terletak di sebelah bawah garis depresi tetap dianggap jenuh.
Berat dalam keadaan lembab
Garis depresi dalam keadaan air embung penuh
W
Berat dalam keadaan jenuh
Gambar 2.13 Berat bahan yang terletak dibawah garis depresi
Gaya-gaya atau beban-beban utama yang bekerja pada embung urugan yang akan mempengaruhi stabilitas tubuh embung dan pondasi embung tersebut adalah : a.
Berat tubuh embung itu sendiri yang membebani lapisan-lapisan yang lebih bawah dari tubuh embung dan membebani pondasi.
b.
Tekanan hidrostatis yang akan membebani tubuh embung dan pondasinya baik dari air yang terdapat didalam embung di hulunya maupun dari air didalam sungai di hilirnya.
c.
Tekanan air pori yang terkandung diantara butiran dari zone-zone tubuh embung.
d.
Gaya seismic yang menimbulkan beban-beban dinamika baik yang bekerja pada tubuh embung maupun pondasinya.
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
75
BAB II DASAR TEORI
2.
Tekanan Hidrostatis
Pada perhitungan stabilitas embung dengan metode irisan (slice methode) biasanya beban hidrostatis yang bekerja pada lereng sebelah hulu embung dapat digambarkan dalam tiga cara pembebanan. Pemilihan cara pembebanan yang cocok untuk suatu perhitungan harus disesuaikan dengan semua pola gaya–gaya yang bekerja pada embung yang akan diikut sertakan dalam perhitungan (Sosrodarsono, 1989).
Pada kondisi dimana garis depresi mendekati bentuk horizontal, maka dalam perhitungan langsung dapat dianggap horizontal dan berat bagian tubuh embung yang terletak dibawah garis depresi tersebut diperhitungkan sebagai berat bahan yang terletak dalam air. Tetapi dalam kondisi perhitungan yang berhubungan dengan gempa biasanya berat bagian ini dianggap dalam kondisi jenuh (Soedibyo, 1993).
(a)
(b)
(c)
Gambar 2.14 Gaya tekanan hidrostatis pada bidang luncur O
U1 Ww
U1 U2 U
( U = Ww = V w) U2
Gambar 2.15 Skema pembebanan yang disebabkan oleh tekanan hidrostatis yang bekerja pada bidang luncur
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
76
BAB II DASAR TEORI
3.
Tekanan Air Pori
Gaya-gaya yang timbul dari tekanan air pori di embung terhadap lingkaran bidang luncur. Tekanan air pori dihitung dengan beberapa kondisi yaitu (Soedibyo, 1993): a.
Gaya-gaya yang timbul dari tekanan air pori dalam kondisi tubuh embung baru dibangun.
b. Gaya-gaya yang timbul dari tekanan air pori dalam kondisi embung telah terisi penuh dan permukaan air sedang menurun secara berangsur-angsur. c.
Gaya-gaya yang timbul dari tekanan air pori dalam kondisi terjadinya penurunan mendadak permukaan embung hingga mencapai permukaaan terendah, sehingga besarnya tekanan air pori dalam tubuh embung masih dalam kondisi embung terisi penuh.
4.
Beban Seismis ( Seismic Force )
Beban seismis akan timbul pada saat terjadinya gempa bumi dan penetapan suatu kapasitas beban seismis secara pasti sangat sukar. Faktor-faktor yang menentukan besarnya beban seismis pada embung urugan adalah (Sosrodarsono, 1989): a.
Karakteristik, lamanya dan kekuatan gempa yang terjadi.
b.
Karakteristik dari pondasi embung.
c.
Karakteristik bahan pembentuk tubuh embung.
d.
Tipe embung.
Komponen horizontal beban seismis dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Sosrodarsono, 1989) : M . α = e ( M . g ) ............................................................................................
(2.116)
Dimana : M
= massa tubuh embung (ton)
α
= percepatan horizontal (m/s2)
e
= intensitas seismic horizontal (0,10-0,25)
g
= percepatan gravitasi bumi (m/s2)
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
77
BAB II DASAR TEORI Tabel 2.21 Percepatan gempa horizontal Intensitas Seismis
Gal
Jenis Pondasi Batuan
Luar biasa 7 Sangat Kuat 6 Kuat 5 Sedang 4 (ket : 1 gal = 1cm/det2)
5.
400 400-200 200-100 100
0,20 g 0,15 g 0,12 g 0,10 g
Tanah 0,25 g 0,20 g 0,15 g 0,12 g ( Sumber:Sosrodarsono, 1989)
Stabilitas Lereng Embung Urugan Menggunakan Metode Irisan Bidang Luncur Bundar
Metode analisis stabilitas lereng untuk embung tipe tanah urugan (earth fill type dam) dan timbunan batu (rock fill type dam) didasarkan pada bidang longsor bentuk lingkaran. Faktor keamanan dari kemungkinan terjadinya longsoran dapat diperoleh dengan menggunakan rumus keseimbangan sebagai berikut (Soedibyo, 1993) :
C.l N U Ne tan T Te C.l .Acos e.sin V tan .Asin e.cos
Fs
.....................................................
(2.117)
Dimana : Fs
= faktor keamanan
N
= beban komponen vertikal yang timbul dari berat setiap irisan bidang luncur
.A. cos T
= beban komponen tangensial yang timbul dari berat setiap irisan bidang luncur .A.sin
U
= tekanan air pori yang bekerja pada setiap irisan bidang luncur
Ne
= komponen vertikal beban seismic yang bekerja pada setiap irisan bidang luncur e. . A.sin
Te
= komponen tangensial beban seismic yang bekerja pada setiap irisan bidang luncur e. . A. cos
= sudut gesekan dalam bahan yang membentuk dasar setiap irisan bidang luncur.
C
= Angka kohesi bahan yang membentuk dasar setiap irisan bidang luncur
Z
= lebar setiap irisan bidang luncur
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
78
BAB II DASAR TEORI
E
= intensitas seismis horisontal
= berat isi dari setiap bahan pembentuk irisan bidang luncur
A
= luas dari setiap bahan pembentuk irisan bidang luncur
= sudut kemiringan rata-rata dasar setiap irisan bidang luncur
V
= tekanan air pori
Ne=e.W.sin α U
N = W.cos α i = b/cos α T = W.sinα
e.W = e.r.A Te = e.W.cos α W=
γA
Bidang Luncur S=C+(N-U-Ne )tan ф
( Sosrodarsono, 1989) Gambar 2.16 Cara menentukan harga-harga N dan T
Prosedur perhitungan metode irisan bidang luncur bundar (Soedibyo, 1993): 1.
Andaikan bidang luncur bundar dibagi menjadi beberapa irisan vertikal dan walaupun bukan merupakan persyaratan yang mutlak, biasanya setiap irisan lebarnya dibuat sama. Disarankan agar irisan bidang luncur tersebut dapat melintasi perbatasan dari dua buah zone penimbunan atau supaya memotong garis depresi aliran filtrasi.
2.
Gaya-gaya yang bekerja pada setiap irisan adalah sebagai berikut : a.
Berat irisan ( W ), dihitung berdasarkan hasil perkalian antara luas irisan ( A ) dengan berat isi bahan pembentuk irisan ( γ ), jadi W=A. γ
b.
Beban berat komponen vertikal yang pada dasar irisan ( N ) dapat diperoleh dari hasil perkalian antara berat irisan ( W ) dengan cosinus sudut rata-rata tumpuan ( α ) pada dasar irisan yang bersangkutan jadi N = W.cos α
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
79
BAB II DASAR TEORI
c.
Beban dari tekanan hidrostatis yang bekerja pada dasar irisan ( U ) dapat diperoleh dari hasil perkalian antara panjang dasar irisan (b) dengan tekanan air rata-rata (U/cosα ) pada dasar irisan tersebut, jadi U =
d.
U .b cos
Berat beban komponen tangensial ( T ) diperoleh dari hasil perkalian antara berat irisan (W) dengan sinus sudut rata-rata tumpuan dasar irisan tersebut jadi T = Wsin α
e.
Kekuatan tahanan kohesi terhadap gejala peluncuran ( C ) diperoleh dari hasil perkalian antara angka kohesi bahan ( c’ ) dengan panjang dasar irisan ( b ) dibagi lagi dengan cos α, jadi C =
3.
c'.b cos
Kekuatan tahanan geseran terhadap gejala peluncuran irisan adalah kekuatan tahanan geser yang terjadi pada saat irisan akan meluncur meninggalkan tumpuannya
4.
Kemudian jumlahkan semua kekuatan-kekuatan yang menahan ( T ) dan gaya-gaya yang mendorong ( S ) dari setiap irisan bidang luncur, dimana T dan S dari masingmasing irisan dinyatakan sebagai T = W Sin α dan S = C+(N-U) tan Ф
5.
Faktor keamanan dari bidang luncur tersebut adalah perbandingan antara jumlah gaya pendorong dan jumlah gaya penahan yang dirumuskan : Fs
S T
...............................................................................................
(2.118)
Dimana : Fs
S T
= faktor aman = jumlah gaya pendorong = jumlah gaya penahan
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
80
BAB II DASAR TEORI
o
Gambar 2.17 Skema perhitungan bidang luncur dalam kondisi embung penuh air
Gambar 2.18 Skema perhitungan bidang luncur dalam kondisi penurunan air embung tiba-tiba
6.
Penentuan Lokasi Titik Pusat Bidang Longsor Untuk memudahkan usaha trial dan error terhadap stabilitas lereng, maka titik-titik pusat bidang longsor yang berupa busur lingkaran harus ditentukan dahulu melalui suatu pendekatan. Fellenius memberikan petunjuk-petunjuk untuk menentukan lokasi titik pusat busur longsor kritis yang melalui tumit suatu lereng pada tanah kohesif (csoil) seperti pada tabel berikut :
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
81
BAB II DASAR TEORI
O
ßB
B
C
1:n H ßA A
θ
Gambar 2.19 Lokasi pusat busur longsor kritis pada tanah kohesif (c-soil)
Tabel 2.22 Sudut-sudut petunjuk menurut Fellenius Lereng
Sudut Lereng
Sudut-sudut petunjuk
1:n
θ
βA
βB
√3 : 1
60°
-29°
-40°
1:1
45°
-28°
-38°
1 : 1,5
33°41’
-26°
-35°
1:2
25°34’
-25°
-35°
1:3
18°26’
-25°
-35°
1:5
11°19’
-25°
-37°
Pada tanah Ø-c untuk menentukan letak titik pada pusat busur lingkaran sebagai bidang longsor yang melalui tumit lereng dilakukan secara coba-coba dimulai dengan bantuan sudut-sudut petunjuk dari Fellenius untuk tanah kohesif (Ø=0). Grafik Fellenius menunjukkan bahwa dengan meningkatnya nilai sudut geser (Ø) maka titik pusat busur longsor akan bergerak naik dari O o yang merupakan titik pusat busur longsor tanah c(Ø=0) sepanjang garis O o-K yaitu O1, O2, 03,…….On. Titik K merupakan koordinat pendekatan dimana x = 4,5H dan z = 2H, dan pada sepanjang garis Oo-K diperkirakan terletak titik-titik pusat busur longsor. Tiap-tiap titik pusat busur longsor tersebut dianalisis angka keamanannya untuk memperoleh nilai Fk yang paling minimum sebagai indikasi bidang longsor kritis.
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
82
BAB II DASAR TEORI
On
O2
O3
O1 O0
R B H
A
2H
O
+X H
K(4.5H , 2H) +Z
4.5H
Gambar 2.20 Posisi titik pusat busur longsor pada garis O0-K
7.
Stabilitas Embung Terhadap Aliran Filtrasi Baik embung maupun pondasinya diharuskan mampu menahan gaya-gaya yang ditimbulkan oleh adanya air filtrasi yang mengalir melalui celah-celah antara butiranbutiran tanah pembentuk tubuh embung dan pondasi tersebut. Hal tersebut dapat diketahui dengan mendapatkan formasi garis depresi (seepage flow–net ) yang terjadi dalam tubuh dan pondasi embung tersebut (Soedibyo, 1993). Garis depresi didapat dengan persamaan parabola bentuk dasar seperti di bawah ini :
(B 2-C 0-A0) - garis depresi B2 h
0,3 l1
B B1
a+ a = y0 /(1-cos C0
y
E d l1
y0 A A0
l2
x
a0
Gambar 2.21 Garis depresi pada embung homogen
Untuk perhitungan selanjutnya maka digunakan persamaan-persamaan berikut : x =
y 2 y02 .............................................................................................. 2y0
(2.119)
y0 =
h2 d 2 - d ......................................................................................
(2.120)
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
83
BAB II DASAR TEORI
Untuk zone inti kedap air garis depresi digambarkan sebagai kurva dengan persamaan berikut: 2 y0 x y02 .........................................................................................
y =
(2.121)
Dimana : h
= jarah vertikal antara titik A dan B
d
= jarak horisontal antara titik B2 dan A
l1
= jarak horisontal antara titik B dan E
l2
= jarak horisontal antara titik B dan A
A
= ujung tumit hilir embung
B
= titik perpotongan permukaan air embung dan lereng hulu embung.
A1
= titik perpotongan antara parabola bentuk besar garis depresi dengan garis vertikal melalui titik B
B2
= titik yang terletak sejauh 0,3 l1 horisontal kearah hulu dari titik B
Akan tetapi garis parabola bentuk dasar (B2-C0-A0) yang diperoleh dari persamaan tersebut bukanlah garis depresi yang sesungguhnya. Sehingga masih diperlukan penyesuaian menjadi garis B-C-A yang merupakan bentuk garis depresi yang sesungguhnya, seperti tertera pada gambar 2.21 sebagai berikut (Sosrodarsono, 1989). Garis depresi didapat dengan persamaan parabola bentuk dasar pada Gambar 2.22 dibawah ini. A1
= titik perpotongan antara parabola bentuk besar garis depresi dengan garis vertikal melalui titik B
B2
= titik yang terletak sejauh 0,3 l1 horisontal ke arah hulu dari titik B
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
84
BAB II DASAR TEORI
(B2-C0-A0)-garis depresi
0,3h B B2
a + ∆a = y0/(1-cosα)
B1
h
y
C0
Y0= h2 d 2 d
α
E h
I2 d x
A0 a0=Y0/2
Gambar 2.22 Garis depresi pada Embung homogen (sesuai dengan garis parabola)
Pada titik permulaan, garis depresi berpotongan tegak lurus dengan lereng hulu embung dan dengan demikian titik Co dipindahkan ke titik C sepanjang ∆a. Panjang ∆a tergantung dari kemiringan lereng hilir embung, dimana air filtrasi tersembul keluar yang dapat dihitung dengan rumus berikut (Sosrodarsono,1989) : a + ∆a =
0 ........................................................................................ 1 cos
(2.122)
Dimana : a
= jarak AC (m)
∆a
= jarak C0 C (m)
α
= sudut kemiringan lereng hilir embung
Untuk memperoleh nilai a dan ∆a dapat dicari berdasarkan nilai α dengan menggunakan grafik sebagai berikut (Sosrodarsono, 1989) :
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
85
BAB II DASAR TEORI
60 0 < α < 80 0 0 .4 Bidang vertika
0 .3
C = ∆a/(a+∆a)
0 .2 0 .1
30 0
60
0
90
α
0
120 0
150 0
1 8 00
= S u d u t b id a n g sin g g u n g
Gambar 2.23 Grafik hubungan antara sudut bidang singgung (α ) dengan
8.
0 ,0
a a a
Gejala Sufosi ( Piping ) dan Sembulan ( Boiling ) Agar gaya-gaya hydrodinamis yang timbul pada aliran filtrasi tidak akan menyebabkan gejala sufosi dan sembulan yang sangat membahayakan baik tubuh embung maupun pondasinya, maka kecepatan aliran filtrasi dalam tubuh dan pondasi embung tersebut pada tingkat-tingkat tertentu perlu dibatasi. Kecepatan aliran keluar ke atas permukaan lereng hilir yang komponen vertikalnya dapat mengakibatkan terjadinya perpindahan butiran-butiran bahan embung, kecepatannya dirumuskan sebagai berikut (Sosrodarsono, 1989) : C
w1 .g .................................................................................................. F .
(2.123)
Dimana :
9.
C
= kecepatan kritis
w1
= berat butiran bahan dalam air
F
= luas permukaan yang menampung aliran filtrasi
γ
= berat isi air
Kapasitas Aliran Filtrasi Memperkirakan besarnya kapasitas filtrasi yang mengalir melalui tubuh dan pondasi embung yang didasarkan pada jaringan trayektori aliran filtrasi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut (Soedibyo, 1993) :
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
86
BAB II DASAR TEORI
Garis aliran filtrasi
Garis equipotensial
Gambar 2.24 Formasi garis depresi
Qf =
N
f
N
p
. K . H . L ................................................................................
(2.124)
Dimana: Qf
= kapasitas aliran filtrasi
Nf
= angka pembagi dari garis trayektori aliran filtrasi
Np
= angka pembagi dari garis equipotensial
K
= koefisien filtrasi
H
= tinggi tekan air total
L
= panjang profil melintang tubuh embung
10. Rembesan Air dalam Tanah Semua tanah terdiri dari butir-butir dengan ruangan-ruangan yang disebut pori (voids) antara butir-butir tersebut. Pori-pori ini selalu berhubungan satu dengan yang lain sehingga air dapat mengalir melalui ruangan pori tersebut. Proses ini disebut rembesan (seepage).Tidak ada bendungan urugan yang dapat dianggap kedap air, sehingga
jumlah
rembesan
melalui
bendungan
dan
pondasinya
haruslah
diperhitungkan. Bila laju turunnya tekanan akibat rembesan melampaui daya tahan suatu partikel tanah terhadap gerakan, maka partikel tanah tersebut akan cenderung untuk bergerak. Hasilnya adalah erosi bawah tanah, yaitu terbuangnya partikelpartikel kecil dari daerah tepat dihilir ”ujung jari” (toe) bendungan (Ray K Linsley,
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
87
BAB II DASAR TEORI
Joseph B Franzini, hal 196, thn 1989). Hal tersebut dapat diketahui dengan pembuatan flownet yang terjadi dalam tubuh dan pondasi embung tersebut. Ketinggian tegangan suatu titik dinyatakan dengan rumus: h
u y γw
.....................................................................................................
(2.125)
Dimana : h
= ketinggian tegangan (pressure head)
u
= tegangan air
y
= ketinggian titik diatas suatu datum tertentu
Menurut (Soedibyo, hal 80, 1993) banyaknya air yang merembes dan tegangan air pori dapat dihitung dengan rumus:
k h Nf Ne
Q
............................................................................... (2.126)
Dimana : Q
= jumlah air yang merembes
k
= koefisien rembesan
h
= beda ketinggian air sepanjang flownet
Ne
= jumlah equipotensial
Nf
= jumlah aliran
Tegangan Pori (U)
u γ w D Ne2 h
................................................................................ 2.127)
Dimana : u
= tegangan pori
h
= beda tinggi energi hulu dengan hilir
D
= jarak muka air terhadap titik yang ditinjau
2.7.6 Rencana Teknis Bangunan Pelimpah ( Spillway ) Suatu pelimpah banjir merupakan katup pengaman untuk suatu embung. Maka pelimpah banjir seharusnya mempunyai kapasitas untuk mengalirkan banjir-banjir besar tanpa merusak embung atau bangunan-bangunan pelengkapnya, selain itu juga menjaga embung LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
88
BAB II DASAR TEORI
agar tetap berada dibawah ketinggian maksimum yang ditetapkan. Suatu pelimpah banjir yang dapat terkendali maupun yang tidak dapat terkendali dilengkapi dengan pintu air mercu atau sarana-sarana lainnya, sehingga laju aliran keluarnya dapat diatur (Soedibyo, 1993). Pada hakekatnya untuk embung terdapat berbagai tipe bangunan pelimpah dan untuk menentukan tipe yang sesuai diperlukan suatu studi yang luas dan mendalam, sehingga diperoleh alternatif yang paling ekonomis. Bangunan pelimpah yang biasa digunakan yaitu bangunan pelimpah terbuka dengan ambang tetap (Soedibyo, 1993). Ada berbagai macam jenis spillway, baik yang berpintu maupun yang bebas, side channel spillway, chute spillway dan syphon spillway. Jenis-jenis ini dirancang dalam upaya untuk mendapatkan jenis Spillway yang mampu mengalirkan air sebanyak-banyaknya. Pemilihan jenis spillway ini disamping terletak pada pertimbangan hidrolika, pertimbangan ekonomis serta operasional dan pemeliharaannya. Pada prinsipnya bangunan spillway terdiri dari 3 bagian utama, yaitu : Saluran pengarah dan pengatur aliran Saluaran peluncur Peredam energi
2.7.6.1
Saluran Pengarah dan Pengatur Aliran
Bagian ini berfungsi sebagai penuntun dan pengarah aliran agar aliran tersebut senantiasa dalam kondisi hidrolika yang baik. Pada saluran pengarah aliran ini, kecepatan masuknya aliran air supaya tidak melebihi 4 m/det dan lebar saluran makin mengecil ke arah hilir. Kedalaman dasar saluran pengarah aliran biasanya diambil lebih besar dari 1/5 X tinggi rencana limpasan di atas mercu ambang pelimpah, periksa gambar 2.22 Saluran pengarah aliran dan ambang debit pada sebuah bangunan pelimpah. Kapasitas debit air sangat dipengaruhi oleh bentuk ambang. Terdapat 3 ambang yaitu: ambang bebas, ambang berbentuk bendung pelimpah, dan ambang bentuk bendung pelimpas penggantung (Soedibyo, 1993). Bangunan pelimpah harus dapat mengalirkan debit banjir rencana dengan aman. Rumus umum yang dipakai untuk menghitung kapasitas bangunan pelimpah adalah (Bangunan Utama KP-02, 1986) : 2 Q .Cd .Bx 3
2 3.g.h
3 2
................................................................................
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
(2.128)
89
BAB II DASAR TEORI
Dimana : Q
= debit aliran (m3/s)
Cd
= koefisien limpahan
B
= lebar efektif ambang (m)
g
= percepatan gravitasi (m/s)
h
= tinggi energi di atas ambang (m)
Lebar efektif ambang dapat dihitung dengan rumus (Sosrodarsono, 1989) : Le=L–2(N.Kp+Ka).H
....................................................................................
(2.129)
Dimana : Le
= lebar efektif ambang (m)
L
= lebar ambang sebenarnya (m)
N
= jumlah pilar
Kp
= koefisien konstraksi pilar
Ka
= koefisien konstraksi pada dinding samping ambang
H
= tinggi energi di atas ambang (m) Tabel 2.23 Harga-harga koefisien kontraksi pilar (Kp) Keterangan
No 1
Untuk pilar berujung segi empat dengan sudut-sudut yang bulat pada jari-jari
Kp 0,02
yang hampir sama dengan 0,1 dari tebal pilar 2
Untuk pilar berujung bulat
0,01
3
Untuk pilar berujung runcing
0,00 Sumber : Joetata dkk (1997)
No
Tabel 2.24 Harga-harga koefisien kontraksi pangkal bendung (Ka) Keterangan
Ka
1
Untuk pangkal tembok segi empat dengan tembok hulu pada 90º ke arah aliran
0,20
2
Untuk pangkal tembok bulat dengan tembok hulu pada 90º ke arah aliran dengan
0,10
0,5 H1 > r > 0,15 H1 3
Untuk pangkal tembok bulat dimana r > 0,5 H1 dan tembok hulu tidak lebih dari
0,00
45º ke arah aliran Sumber : Joetata dkk (1997)
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
90
BAB II DASAR TEORI
H
V
Saluran pengarah aliran Ambang pengatur debit
W V < 4 m/det
Gambar 2.25 Saluran pengarah aliran dan ambang pengatur debit pada sebuah pelimpah
h1 h2
5
1
2
3
4
Gambar 2.26 Penampang memanjang bangunan pelimpah
Keterangan gambar : 1.
Saluran pengarah dan pengatur aliran
2.
Saluran peluncur
3.
Bangunan peredam energi
4.
Ambang
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
91
BAB II DASAR TEORI
(a). Ambang Bebas Ambang bebas digunakan untuk debit air yang kecil dengan bentuk sederhana. Bagian hulu dapat berbentuk tegak atau miring (1 tegak : 1 horisontal atau 2 tegak : 1 horisontal), kemudian horizontal dan akhirnya berbentuk lengkung (Soedibyo, 1993). Apabila berbentuk tegak selalu diikuti dengan lingkaran yang jari-jarinya
2/3h 1
h1
h1
1/3h 1
1/3h1
1 h2 . 2
2/3h1
1/2 h 2
h2 1/2 h 2
Gambar 2.27 Ambang bebas (Soedibyo, 1993)
Untuk menentukan lebar ambang biasanya digunakan rumus sebagai berikut : Q
=1,704.b.c.(h1)
3 2
................................................................................... (2.130)
Dimana : Q
= debit air (m/detik)
b
= panjang ambang (m)
h1
= kedalaman air tertinggi disebelah hulu ambang (m)
c
= angka koefisien untuk bentuk empat persegi panjang = 0,82.
(b). Ambang Berbentuk Bendung Pelimpah (Overflow Weir) Digunakan untuk debit air yang besar. Permukaan bendung berbentuk lengkung disesuasikan dengan aliran air agar tidak ada air yang lepas dari dasar bendung. Rumus untuk bendung pelimpah menurut JANCOLD (The Javanese National Committee on Large Dams) adalah sebagai berikut : 1
Q = c.(L - K H N).H 2
...............................................................................
(2.131)
Dimana : Q
= debit air (m3/det)
L
= panjang mercu pelimpah (m)
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
92
BAB II DASAR TEORI
K
= koefisien kontraksi
H
=
C
= angka koefisien
N
= jumlah pilar
kedalaman air tertinggi disebelah hulu bendung (m)
Hv
0,282 Hd 0,175 Hd
He
titik nol dari koordinatX,Y Hd
x x o y
poros bendungan R = 0,2 Hd X 1,85 = 2 Hd 0,85 Y
R = 0,5 Hd y
Gambar 2.28 Ambang bebas (Soedibyo, 1993)
2.7.6.2
Saluran Peluncur
Saluran peluncur merupakan bangunan transisi antara ambang dan bangunan peredam. Biasanya bagian ini mempunyai kemiringan yang terjal dan alirannya adalah super kritis. Hal yang perlu diperhatikan pada perencanaan bagian ini adalah terjadinya kavitasi. Dalam merencanakan saluran peluncur (flood way) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut (Gunadharma, 1997) : Agar air yang melimpah dari saluran pengatur mengalir dengan lancar tanpa hambatan-hambatan. Agar konstrksi saluran peluncur cukup kokoh dan stabil dalam menampung semua beban yang timbul. Agar biaya konstruksi diusahakan seekonomis mungkin.
Guna memenuhi persyaratan tersebut maka diusahakan agar tampak atasnya selurus mungkin. Jika bentuk yang melengkung tidak dapat dihindarkan, maka diusahakan lengkungan terbatas dan dengan radius yang besar. Biasanya aliran tak seragam terjadi pada saluran peluncur yang tampak atasnya melengkung, terutama terjadi pada bagian saluran yang paling curam dan apabila pada bagian ini terjadi suatu kejutan gelombang hidrolis, peredam energi akan terganggu (Gunadharma, 1997).
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
93
BAB II DASAR TEORI
hL
hv1 V1 hd1
hv2
h1
1
l1
V2 hd2 2
l Gambar 2.29 Skema penampang memanjang saluran peluncur (Gunadharma, 1997)
2.7.6.3
Bagian Yang Berbentuk Terompet Pada Ujung Hilir Saluran Peluncur
Semakin kecil penampang lintang saluran peluncur, maka akan memberikan keuntungan ditinjau dari segi volume pekerjaan, tetapi akan menimbulkan masalahmasalah yang lebih besar pada usaha peredam energi yang timbul per-unit lebar aliran tersebut. Sebaliknya pelebaran penampang lintang saluran akan mengakibatkan besarnya volume pekerjaan untuk pembuatan saluran peluncur, tetapi peredaman energi per-unit lebar alirannyan akan lebih ringan (Gunadharma, 1997). Berdasarkan pada pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas, maka saluran peluncur dibuat melebar (berbentuk terompet) sebelum dihubungkan dengan peredam energi. Pelebaran tersebut diperlukan agar aliran super-kritis dengan kecepatan tinggi yang meluncur dari saluran peluncur dan memasuki bagian ini, sedikit demi sedikit dapat dikurangi akibat melebarnya aliran dan aliran tersebut menjadi semakin stabil sebelum mengalir masuk ke dalam peredam energi.
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
94
BAB II DASAR TEORI
Gambar 2.30 Bagian berbentuk terompet dari saluran peluncur pada bangunan
2.7.6.4
Peredam Energi
Aliran air setelah keluar dari saluran peluncur biasanya mempunyai kecepatan atau energi yang cukup tinggi yang dapat menyebabkan erosi di hilirnya dan menyebabkan distabilitas bangunan spillway. Oleh karenanya perlu dibuatkan bangunan peredam energi sehingga air yang keluar dari bangunan peredam cukup aman. Sebelum aliran yang melintasi bangunan pelimpah dikembalikan lagi ke dalam sungai, maka aliran dengan kecepatan yang tinggi dalam kondisi super kritis tersebut harus diperlambat dan dirubah pada kondisi aliran sub kritis. Dengan demikian kandungan energi dengan daya penggerus sangat kuat yang timbul dalam aliran tersebut harus diredusir hingga mencapai tingkat yang normal kembali, sehingga aliran tersebut kembali ke dalam sungai tanpa membahayakan kestabilan alur sungai yang bersangkutan (Soedibyo, 1993). Guna meredusir energi yang terdapat didalam aliran tersebut, maka diujung hilir saluran peluncur biasanya dibuat suatu bangunan yang disebut peredam energi pencegah gerusan. Untuk meyakinkan kemampuan dan keamanan dari peredam energi, maka pada saat melaksanakan pembuatan rencana teknisnya diperlukan pengujian kemampuannya. Apabila alur sungai disebelah hilir bangunan pelimpah kurang stabil, maka kemampuan peredam energi supaya direncanakan untuk dapat menampung debit banjir dengan probabilitas 2% (atau dengan perulangan 50 tahun). Angka tersebut akan ekonomis dan memadai tetapi dengan pertimbangan bahwa apabila terjadi debit banjir yang lebih besar, maka kerusakan-kerusakan yang mungkin timbul pada peredam energi tidak akan membahayakan kestabilan tubuh embungnya (Gunadharma, 1997). Kedalaman dan kecepatan air pada bagian sebelah
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
95
BAB II DASAR TEORI
hulu dan sebelah hilir loncatan hidrolis tersebut dapat diperoleh dari rumus sebagai berikut :
q
Q ............................................................................................................. B
v
q ............................................................................................................. (2.133) D1
(2.132)
D2 0,5 1 8Fr 2 1 ........................................................................ ........... (2.134) D1 v
Fr1
g . D1
.....................................................................................
(2.135)
Dimana : Q
= Debit pelimpah (m3/det)
B
= Lebar bendung (m)
Fr
= Bilangan Froude
v
= Kecepatan awal loncatan (m/dt)
g
= Percepatan gravitasi
(m²/det )
D1,2 = Tinggi konjugasi D1
= kedalaman air di awal kolam (m)
D2
= kadalaman air di akhir kolam (m)
Ada beberapa tipe bangunan peredam energi yang pemakaiannya tergantung dari kondisi hidrolis yang dinyatakan dalam bilangan Froude. Dalam perencanaan dipakai tipe kolam olakan dan yang paling umum dipergunakan adalah kolam olakan datar. Macam tipe kolam olakan datar yaitu
(a) Kolam Olakan Datar Tipe I Kolam olakan datar tipe I adalah suatu kolam olakan dengan dasar yang datar dan terjadinya peredaman energi yang terkandung dalam aliran air dengan benturan secara langsung aliran tersebut ke atas permukaan dasar kolam. Benturan langsung tersebut menghasilkan peredaman energi yang cukup tinggi, sehingga perlengkapan-perlengkapan lainnya guna penyempurnaan peredaman tidak diperlukan lagi pada kolam olakan tersebut (Gunadharma, 1997). Karena LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
96
BAB II DASAR TEORI
penyempurnaan redamannya terjadi akibat gesekan-gesekan yang terjadi antara molekul-molekul air di dalam kolam olakan, sehingga air yang meninggalkan kolam tersebut mengalir memasuki alur sungai dengan kondisi yang sudah tenang. Akan tetapi kolam olakan menjadi lebih panjang dan karenanya tipe I ini hanya sesuai untuk mengalirkan debit yang relatif kecil dengan kapasitas peredaman energi yang kecil pula dan kolam olakannyapun akan berdimensi kecil. Dan kolam olakan tipe I ini biasanya dibangun untuk suatu kondisi yang tidak memungkinkan pembuatan perlengkapan-perlengkapan lainnya pada kolam olakan tersebut.
V1 D1
V2 D2
L Loncatan hidrolis pada saluran datar
Gambar 2.31 Bentuk kolam olakan datar tipe I USBR (Soedibyo, 1993)
(b) Kolam Olakan Datar Tipe II Kolam olakan datar tipe II ini cocok untuk aliran dengan tekanan hidrostatis yang tinggi dan dengan debit yang besar (q > 45 m3/dt/m, tekanan hidrostatis > 60 m dan bilangan Froude > 4,5). Kolam olakan tipe ini sangat sesuai untuk bendungan urugan dan penggunaannyapun cukup luas (Soedibyo, 1993).
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
97
BAB II DASAR TEORI
D2 D1
0.2 D1
L
Gigi pemencar aliran
Ambang melengkung
L Kemiringan 2 : 1
Gambar 2.32 Bentuk kolam olakan datar Tipe II USBR (Soedibyo, 1993)
(c) Kolam Olakan Datar Tipe III Pada hakekatnya prinsip kerja dari kolam olakan ini sangat mirip dengan sistim kerja dari kolam olakan datar tipe II, akan tetapi lebih sesuai untuk mengalirkan air dengan tekanan hidrostatis yang rendah dan debit yang agak kecil (q < 18,5 m3/dt/m, V < 18,0 m/dt dan bilangan Froude > 4,5). Untuk mengurangi panjang kolam olakan biasanya dibuatkan gigi pemencar aliran di tepi hulu dasar kolam, gigi penghadang aliran (gigi benturan) pada dasar kolam olakan. Kolam olakan tipe ini biasanya untuk bangunan pelimpah pada bendungan urugan rendah (Gunadharma, 1997).
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
98
BAB II DASAR TEORI
D2 D1
L
Gigi pemencar aliran aliran
Kemiringan 2:1
Gigi benturan Ambang perata
L
Kemiringan 2 : 1
Gambar 2.33 Bentuk kolam olakan datar Tipe III USBR (Gunadharma, 1997)
(d) Kolam Olakan Datar Tipe IV Sistem kerja kolam olakan tipe ini sama dengan sistem kerja kolam olakan tipe III, akan tetapi penggunaannya yang paling cocok adalah untuk aliran dengan tekanan hidrostatis yang rendah dan debit yang besar per-unit lebar, yaitu untuk aliran dalam kondisi super kritis dengan bilangan Froude antara 2,5 s/d 4,5.Biasanya kolam olakan tipe ini dipergunakan pada bangunan-bangunan pelimpah suatu bendungan urugan yang sangat rendah atau bendung-bendung penyadap, bendung-bendung konsolidasi, bendung-bendung penyangga dan lainlain.
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
99
BAB II DASAR TEORI
Gigi pemencar aliran aliran
Ambang perata aliran
L
Gambar 2.34 Bentuk kolam olakan datar Tipe IV USBR
2.7.6.5
Peredam Energi Tipe Bak Tenggelam ( Bucket )
Tipe peredam energi ini dipakai bila kedalaman konjugasi hilir, yaitu kedalaman air pada saat peralihan air dari super ke sub kritis, dari loncatan air terlalu tinggi dibanding kedalaman air normal hilir atau kalau diperkirakan akan terjadi kerusakan pada lantai kolam akibat batu-batu besar yang terangkut lewat atas embung. Dimensidimensi umum sebuah bak yang berjari-jari besar diperlihatkan oleh Gambar 2.35 berikut :
tinggi kecepatan H muka air hilir
q
hc
+184 1
+183
1
R 90°
a = 0.1 R lantai lindung T
elevasi dasar lengkungan
Gambar 2.35 Peradam energi tipe bak tenggelam (bucket)
Parameter-parameter perencanaan yang sebagaimana diberikan oleh USBR sulit untuk diterapkan bagi perencanaan kolam olak tipe ini. Oleh karena itu, parameterparameter dasar seperti jari-jari bak, tinggi energi dan kedalaman air harus dirubah menjadi parameter-parameter tanpa dimensi dengan cara membaginya dengan kedalam kritis (h c ) dengan persamaan kedalaman kritis adalah sebagai berikut :
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
100
BAB II DASAR TEORI
hc 3
q2 g
................................................................................................
(2.136)
Dimana : hc = kedalaman kritis (m) q
= debit per lebar satuan (m3/det.m)
g
= percepatan gravitasi (m2/dt) (=9,81)
Jari-jari minimum yang paling diijinkan (Rmin) dapat ditentukan dengan menggunakan perbandingan beda muka air hulu dan hilir (∆H) dengan ketinggian kritis (hc) seperti yang ditunjukkan dengan Gambar 2.36 berikut :
Gambar 2.36 Grafik Untuk Mencari Jari-jari Minimum (Rmin) Bak
Demikian pula dengan batas minimum tinggi air hilir (Tmin). Tmin diberikan pada Gambar 2.37 berikut :
Gambar 2.37 Grafik Untuk Mencari Batas Minimum Tinggi Air Hilir
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
101
BAB II DASAR TEORI
Untuk nilai
H di atas 2,4 garis tersebut merupakan batas maksimum untuk hc
menentukan besarnya nilai Tmin. Sedangkan untuk nilai
H yang lebih kecil dari 2,4 hc
maka diambil nilai kedalaman konjugasi sebagai kedalaman minimum hilir, dengan pertimbangan bahwa untuk nilai
H yang lebih kecil dari 2,4 adalah diluar hc
jangkauan percobaan USBR. Besarnya peredam energi ditentukan oleh perbandingan
h2 2 lebih besar dari , maka tidak ada efek h1 3
h2 dan h1 Gambar 2.38. Apabila ternyata
peredaman yang bisa diharapkan. Terlepas dari itu, pengalaman telah menunjukkan bahwa banyak embung rusak sebagai akibat dari gerusan lokal yang terjadi di sebelah hilir, terutama akibat degradasi dasar sungai. Oleh karena itu, dianjurkan dalam menentukan kedalaman minimum air hilir juga berdasarkan degradasi dasar sungai yang akan terjadi dimasa datang.
h2 dalam m
3 h1
h2 2
/3 =2 1 /h h2
1
bias yang dipakai 0 0
2 3 1 h1 dalam m
4
5
Gambar 2.38 Batas Maksimum tinggi air hilir
2.7.6.6
Spillway Samping (Side Spillway)
Suatu bangunan pelimpah yang saluran peluncurnya berposisi menyamping terhadap saluran pengatur aliran di hulunya/udiknya. Sering juga disebut saluran pengatur aliran type pelimpah samping (regulation part of sideward over flow type) dilengkapi dengan suatu bendung pengatur dan kadang-kadang dipasang pintu. Side Spillway ini direncanakan untuk mengatasi/menampung debit banjir abnormal (1,2 kali debit banjir LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
102
BAB II DASAR TEORI
rencana). Aliran yang melintasi Side Spillway seolah-olah terbagi menjadi 2 tingkatan dengan 2 buah peredam energi yaitu terletak dibagian akhir saluran pengatur dan peredam energi dibagian akhir dari bangunan pelimpah.
Persyaratan yang perlu diperhatikan pada bangunan pelimpah tipe ini agar debit yang melintasi tidak menyebabkan aliran yang menenggelamkan bendung pada saluran pengatur maka saluran samping dibuat cukup rendah terhadap bendung tersebut. Bangunan direncanakan sedemikian rupa agar pada saat mengalirkan debit banjir abnormal perbedaan elevasi permukaan air diudiknya/hulunya dan di hilir bending tidak kurang 2/3 kali tinggi di atas mercu bendung tersebut. Semakin besar kemiringan sisi saluran samping akan lebih baik karena dapat mengurangi volume galian. Akan tetapi harus diingat bahwa tinggi jatuhnya berkas aliran air dari bendung ke dalam aliran tersebut, sehingga kekuatan batuan di atas bangunan pelimpah yang akan dibangun perlu diperhatikan. Untuk Pertimbangan stabilitas dan kemudahan dalam pelaksanaan konstruksi. Maka disarankan lebar dasar Side Spillway diambil sekecil mungkin dengan lebar dasar yang sempit sehingga volume pernggalian akan berkurang dan akan mempunyai efek peredam energi yang tinggi. Pada bangunan pelimpah yang kecil, biasanya lebar dasar sepanjang dasar saluran samping dibuat seragam. Sedangkan pada bangunan pelimpah yang besar, biasanya lebar dasar kolam akan semakin besar ke hilir. Sehingga saat melewatkan debit banjir rencana, permukaan air di dalam kolam tersebut membentuk bidang yang hampir datar dengan penampang basah paling efektif. Untuk saluran samping pada bangunan pelimpah samping, rumus dari I. Hinds sebagai dasar perencanaan. Rumus I. Hinds adalah sebagai berikut : Q x q .x
……………………………………………………………...
(2.137)
v a .x n ………………………………………………………………………
(2.138)
y
n 1 . h v …………………………………………………………….. n
(1.139)
Dimana : Qx = debit pada titik x (m3/dt)
q
= debit banjir tepi udik bendung dengan suatu titik pada mercu bendung
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
103
BAB II DASAR TEORI
tersebut (m) v
= kecepatan rata-rata aliran air di dalam saluran samping pada suatu titik tertentu (m/dt)
N
= exponent untuk kecepatan aliran air didalam saluran samping (anatara 0,4 s/d 0,8)
Y
= perbedaan elevasi antara mercu bendung dengan permukaan air di dalam saluran samping pada bidang Ax yang melalui titik tersebut.
Hv = tinggi tekanan kecepatan aliran (hv=v2/2g).
2.7.7 Rencana Teknis Bangunan Penyadap Komponen terpenting bangunan penyadap pada embung urugan adalah penyadap, pengatur dan penyalur aliran (DPU, 1970). Pada hakekatnya bangunan penyadap sangat banyak macamnya tetapi yang sering digunakan ada 2 macam yaitu bangunan penyadap tipe sandar dan bangunan penyadap tipe menara.
2.7.7.1
Bangunan Penyadap Sandar (Inclined Outlet Conduit).
Pintu dan saringan lubang penyadap Pintu penggelontor sedimen Ruang operasional
Saluran pengelak
pipa penyalur
Gambar 2.39 Komponen bangunan penyadap tipe sandar
Bangunan penyadap sandar adalah bangunan penyadap yang bagian pengaturnya terdiri dari terowongan miring yang berlubang-lubang dan bersandar pada tebing sungai. Karena terletak pada tebing sungai maka diperlukan pondasi batuan atau pondasi yang terdiri dari lapisan yang kokoh untuk menghindari kemungkinan keruntuhan pada konstruksi sandaran oleh pengaruh fluktuasi dari permukaan air dan LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
104
BAB II DASAR TEORI
kelongsoran embung. Sudut kemiringan pondasi sandaran sibuat tidak lebih dari 60 o kecuali pondasinya terdiri dari batuan yang cukup kokoh (DPU, 1970).
Berat timbunan tubuh embung biasanya mengakibatkan terjadinya penurunanpenurunan tubuh terowongan. Untuk mencegah terjadinya penurunan yang membahayakan, maka baik pada terowongan penyadap maupun pada pipa penyalur datar dibuatkan penyangga (supporting pole) yang berfungsi pula sebagai tempat sambungan bagian-bagian pipa yang bersangkutan. Beban-beban luar yang bekerja pada terowongan penyadap adalah : 1.) Tekanan air yang besarnya sama dengan tinggi permukaan air embung dalam keadaan penuh. 2.) Tekanan timbunan tanah pada terowongan. 3.) Berat pintu dan penyaring serta fasilitas-fasilitas pengangkatnya serta kekuatan operasi dan fasilitas pengangkatnya. 4.) Gaya-gaya hidrodinamis yang timbul akibat adanya aliran air dalam terowongan. 5.) Kekuatan apung terowongan yang dihitung 100% terhadap volume terowongan luar. 6.) Apabila
terjadi vakum
di dalam
terowongan,
maka
gaya-gaya
yang
ditimbulkannya, merupakan tekanan-tekanan negatif. 7.) Gaya-gaya seismic dan gaya-gaya dinamis lainnya.
Lubang Penyadap Kapasitas lubang-lubang penyadap dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : 1.
Untuk lubang penyadap yang kecil.
C. A. 2gh ......................................................................................
Q =
(2.140)
Dimana : Q
=
debit penyadap sebuah lubang (m3/det)
C
=
koefisien debit, ±0,62
A
=
luas penampang lubang (m2)
g
=
gravitasi (9,8 m/det2)
H
=
tinggi air dari titik tengah lubang ke permukaan (m)
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
105
BAB II DASAR TEORI
2.
Untuk lubang penyadap yang besar. 3 2 3 B.C. 2 g H 2 ha 2 H 1 ha 3 ............................................. 2
Q =
(2.141)
Dimana : B
=
lebar lubang penyadap (m)
H1 =
kedalaman air pada tepi atas lubang (m)
H2 =
kedalaman air pada tepi bawah lubang (m)
ha
=
tinggi tekanan kecapatan didepan lubang penyadap (m)
=
V a2 2g
Va = kecepatan aliran air sebelum masuk kedalam lubang penyadap (m/det) Biasanya dianggap harga Va = 0, sehingga rumus diatas berubah menjadi : Q=
2 3 2 B.C. 2 g H 22 H 13 ................................................................. 3
(2.142)
Apabila lubang penyadap yang miring membentuk sudut θ dengan bidang horisontal, maka : Qi =
3.
Q sec θ........................................................................................
(2.143)
Untuk lubang penyadap dengan penampang bulat. C . . r 2 . 2 gH ......................................................................
Q =
(2.144)
Dimana : r
=
radius lubang penyadap (m)
Rumus tersebut berlaku untuk
H >3 r
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
106
BAB II DASAR TEORI a.
Lubang penyadap yang kecil (bujur sangkar)
b. Lubang
penyadap yang besar (persegi empat)
H
H1
c.
Lubang penyadap yang besar (lingkaran)
H
H2 L
(Sumber : Suyono Sosrodarsono), )1977 Gambar 2.40 Skema perhitungan untuk lubang-lubang penyadap
Ketinggian lubang penyadap ditentukan oleh perkiraan tinggi sedimen selama umur ekonomis embung.
2.7.7.2
Bangunan Penyadap Menara (outlet tower)
Bangunan penyadap menara adalah bangunan penyadap yang bagian pengaturnya terdiri dari suatu menara yang berongga di dalamnya dan pada dinding menara tersebut terdapat lubang-lubang penyadap yang dilengkapi pintu-pintu. Pada hakekatnya konstruksinya sangat kompleks serta biayanya pun tinggi. Hal ini di sebabkan oleh hal-hal penting yang mengakibatkan adanya keterbatasan yaitu : a.
Bangunan penyadap menara merupakan bangunan yang berdiri sendiri, sehingga semua beban luar yang bekerja pada menara tersebut harus ditampung keseluruhan.
b. Bangunan penyadap menara merupakan bangunan yang berat, sehingga membutuhkan pondasi yang kokoh dengan kemampuan daya dukung yang besar. c.
Bangunan didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan ekonomis dan bangunan, pembuat bangunan penyadap menara kurang menguntungkan apalagi bila menara yang dibutuhkan cukup tinggi.
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
107
BAB II DASAR TEORI
Gambar 2.41 Bangunan Penyadap Menara
2.7.7.3
Pintu-pintu Air dan Katub pada Bangunan Penyadap
Perbedaan anatara pintu-pintu air dan katub adalah pintu air terdiri dari dua bagian yang terpisah yaitu pintu yang bergerak dan bingkai yang merupakan tempat dimana pintu dipasang. Sedangkan pada katub antara katub yang bergerak dan dinding katub (yang berfungsi sebagai bingkai) merupakan satu kesatuan. Perhitungan konstruksi pintu air dan katub didasarkan pada beban-beban yang bekerja yaitu : Berat daun pintu sendiri Tekanan hidrostatis pada pintu Tekanan sedimen Kekuatan apung Kelembaman dan tekanan hidrodinamika pada saat terjadinya gempa bumi
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
108
BAB II DASAR TEORI
Tekanan air yang bekerja pada bidang bulat yang miring (P 0), dengan skema pada Gambar 2.42
H
D
Gambar 2.42 Tekanan hidrostatis yang bekerja pada bidang bulat yang miring
Dimana : P
= Resultan seluruh tekanan air (t)
γ
= berat per unit volume air (l t/m3)
B
= lebar daun pintu yang menampung tekanan air (m)
H
= tinggi daun pintu yang menampung tekanan air (m)
H1
= tinggi air di udik daun pintu (m)
H2
= perbedaaan antara elevasi air di udik dan hilir daun pintu (m)
H3
= tinggi air di hilir daun pintu (m)
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
109
BAB III METODOLOGI
BAB III METODOLOGI
3.1
Tinjauan Umum
Perencanaan embung diawali dengan melakukan survey dan investigasi di lokasi yang bersangkutan untuk memperoleh data perencanaan yang lengkap dan teliti. Metodologi yang baik dan benar merupakan acuan untuk menentukan langkah-langkah kegiatan yang perlu diambil dalam perencanaan (Soedibyo, 1993). Metodologi penyusunan perencanaan Embung Tambakboyo sebagai berikut : Survey dan investigasi pendahuluan Identifikasi masalah Studi pustaka Pengumpulan data Analisis hidrologi Perencanaan konstruksi embung Stabilitas konstruksi embung Gambar Konstruksi RKS Dan Rencana Anggaran Biaya (RAB) Time Schedule, Network Planning dan man power
3.2
Pengumpulan Data
Setiap perencanaan akan membutuhkan data-data pendukung baik data primer maupun data sekunder (Soedibyo, 1993). 3.2.1 Data Primer Data primer didapat dari pihak-pihak yang berkepentingan dan data-data aktual lainnya yang berkaitan dengan kondisi saat ini. Metode pengumpulan data primer adalah sebagai berikut :
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
110
BAB III METODOLOGI
a.
Metode Observasi
Dengan survey langsung ke lapangan, agar dapat diketahui kondisi real di lapangan secara garis besar, untuk data detailnya bisa diperoleh dari instansi yang terkait . b.
Metode Wawancara
Yaitu dengan mewawancarai narasumber yang dapat dipercaya untuk memperoleh data yang diperlukan.
3.2.2 Data Sekunder Data sekunder yaitu data-data kearsipan yang diperoleh dari instansi terkait, serta data-data yang berpengaruh pada perencanaan. Adapun data sekunder antara lain : a.
Data Topografi
Untuk menentukan elevasi dan tata letak lokasi di mana akan didirikan embung dan luas daerah aliran sungai b.
Data Geologi
Data geologi dapat berupa data fisiografi, morfologi batuan, kondisi sedimen serta kondisi litologi pada batuan. Data tersebut digunakan untuk memperhitungkan tipe pondasi yang akan dipilih dan sebagai bahan pertimbangan dalam perencanaan embung. c.
Data Tanah
Data yang dihasilkan dari penyelidikan tanah di sekitar willayah embung. Data ini digunakan untuk mengetahui struktur dan tipe dari tanah maupun batuan yang ada, permeabilitas tanah, sifat-sifat fisik tanah, penentuan dan perhitungan jenis pondasi yang dipilih serta daya dukung tanah terhadap konstruksi embung. Adapun data yang diperoleh dari data tanah antara lain : Data sondir Test CBR Direct Shear Test Soil Test, dsb.
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
111
BAB III METODOLOGI
d.
Data Hidrologi
Data ini berupa data klimatologi yang berupa data curah hujan, evapotranspirasi dan datadata pendukung lainnya. e.
Data Penduduk.
Untuk menentukan proyeksi penduduk pada beberapa tahun ke depan dan mengetahui pertumbuhan penduduk pada daerah tersebut. Data ini dapat diperoleh melalui instansi terkait yaitu instansi Biro Pusat Statistik. f.
Data Klimatologi
Data Klimatologi meliputi : Data temperatur bulanan rata-rata (oC) Kecepatan angin rata-rata (m/det) Kelembaman udara relative rata-rata (%) Lama penyinaran matahari rata-rata (%)
3.3
Metodologi Perencanaan Embung
Metode perencanaan digunakan untuk menentukan langkah-langkah yang akan dilakukan dalam perencanaan Embung Tambakboyo. Adapun metodologi perencanaan yang digunakan adalah : 3.3.1 Survey dan Investigasi Pendahuluan Survey dan investigasi pendahuluan dilakukan untuk mengetahui keadaan sosial, ekonomi, budaya masyarakat dan pengamatan lokasi di lapangan serta tanggapan masyarakat terhadap rencana pembangunan embung. 3.3.2 Identifikasi Masalah Untuk dapat mengatasi permasalahan secara tepat maka pokok permasalahan harus diketahui terlebih dahulu. Solusi masalah yang akan dibuat harus mengacu pada permasalahan yang terjadi.
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
112
BAB III METODOLOGI
3.3.3 Studi Pustaka Studi pustaka ini dilakukan untuk mendapatkan metode dalam analisis data, perhitungan dan perencanaan embung yang telah terbukti kebenarannya 3.3.4 Pengumpulan Data Data digunakan untuk mengetahui penyebab masalah dan untuk merencanakan embung yang akan dibuat. Data yang diperoleh berupa data primer dan sekunder. 3.3.5 Analisis Data Data yang telah didapat diolah dan dianalisis sesuai dengan kebutuhannya. Masing-masing data berbeda dalam pengolahan dan analisisnya. Pengolahan dan analisis yang sesuai akan diperoleh variabel-variabel yang akan digunakan dalam perencanaan embung. 3.3.6 Perencanaan Konstruksi Embung Hasil dari analisis data digunakan untuk menentukan perencanaan konstruksi embung yang sesuai, dan tepat disesuaikan dengan kondisi-kondisi lapangan yang mendukung konstruksi embung tersebut. 3.3.7 Stabilitas Konstruksi Embung Dalam perencanaan konstruksi embung perlu adanya pengecekan apakah konstruksi tersebut sudah aman dari pengaruh gaya-gaya luar maupun beban yang diakibatkan dari konstruksi itu sendiri (Sosrodarsono, 1989). Pengecekan stabilitas konstruksi pada tubuh bendungan merupakan usaha untuk dapat mengetahui keamanan konstruksi. Gaya-gaya yang bekerja dikontrol terhadap tiga penyebab runtuhnya bangunan gravitasi. Tiga penyebab runtuhnya bangunan gravitasi adalah gelincir, guling dan erosi bawah tanah (Soedibyo, 1993). 3.3.8 Gambar Konstruksi Hasil perencanaan dan stabilitas konstuksi embung diwujudkan dalam bentuk gambar yang detail dengan ukuran, bentuk dan skala yang ditentukan 3.3.9 RKS dan RAB Sebelum pelaksanaan pekerjaan pada pembangunan suatu bangunan konstruksi sangat diperlukan RKS. Hal ini untuk membantu kelancaran proyek terutama syarat-syarat
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
113
BAB III METODOLOGI
spesifikasi. Dalam RKS pada perencanaan embung terdiri atas syarat-syarat umum, syaratsyarat teknis dan pengawasan kualitas bahan. RAB disusun dengan tujuan untuk memperoleh nilai / harga satuan pekerjaan berdasarkan harga upah dan bahan yang berlaku di lokasi pekerjaan, analisa harga satuan dan kuantitas / volume. 3.3.10 Time schedule, Network Planning dan Man Power Time Schedule adalah suatu pembagian waktu terperinci yang disediakan untuk masingmasing bagian pekerjaan, mulai dari pekerjaan awal sampai pekerjaan akhir serta sebagai sarana koordinasi suatu jenis pekerjaan. Network Planning merupakan gambar yang memperlihatkan susunan urutan pekerjaan dan logika ketergantungan antara kegiatan yang satu dengan yang lainnya beserta waktu pelaksanaan. Man Power merupakan terkait dengan jumlah sumber daya manusia yang akan digunakan dalam pelaksanaan pembangunan.
3.4
Bagan Alir Tugas Akhir
Keandalan hasil perencanaan erat kaitannya dengan alur kerja yang jelas, metoda analisis yang tepat dan kelengkapan data pendukung di dalam merencanakan embung. Adapun tahaptahap analisis Perencanaan Embung adalah sebagai berikut :
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
114
BAB III METODOLOGI
Mulai mulai
Survei Dan Investigasi Pendahuluan
Identifikasi Masalah
Studi Pustaka
Pengumpulan Data
Memenuhi Memggghhh Syarat enuhi syarat
T
Y
` Analisis Hidrologi
A
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
115
BAB III METODOLOGI
A
Analisis Hidrolika
Perencanaan Konstuksi Embung
Stabilitas Konstruksi Embung
T Aman
Y Gambar Konstruksi
Rencana Anggaran Biaya (RAB)
Rencana Kerja Dan Syarat (RKS)
Time Schedule,Network Planning dan Man Power
selesai
Gambar 3.1 Bagan alir tugas akhir
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
116
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI
4.1
Tinjauan Umum
Data hidrologi adalah kumpulan keterangan atau fakta mengenai fenomena hidrologi (hydrologic phenomena). Kumpulan data hidrologi dapat disusun dalam bentuk daftar atau tabel. Sering pula daftar atau tabel tersebut disertai dengan gambar-gambar yang biasa disebut diagram atau grafik, dan dapat disajikan dalam bentuk peta tematik, seperti peta curah hujan dan peta tinggi muka air dengan maksud supaya lebih dapat menjelaskan tentang persoalan yang dipelajari.
Secara umum analisis hidrologi merupakan satu bagian analisis awal dalam perancangan bangunan-bangunan hidraulik. Analisis hidrologi diperlukan untuk mengetahui karakteristik hidrologi di lokasi Embung Tambakboyo. Analisis hidrologi digunakan untuk menentukan besarnya debit banjir rencana pada suatu perencanaan bangunan air. Data untuk penentuan debit banjir rencana pada tugas akhir ini adalah data curah hujan, dimana curah hujan merupakan salah satu dari beberapa data yang dapat digunakan untuk memperkirakan besarnya debit banjir rencana.
4.2
Analisis Hidrologi
Dasar penentuan/perencanaan bangunan air adalah banjir rencana (design flood). Design flood merupakan debit banjir rencana di sungai atau saluran alamiah dengan peride ulang tertentu misalnya 2, 5, 10, 20, 50 dan 100 tahun yang dapat dialirkan tanpa membahayakan lingkungan sekitar dan stabilitas bangunan sungai. Ada beberapa cara untuk mendapatkan debit banjir rencana antara lain yaitu : a.
Menganalisis debit banjir di sungai dengan melakukan pengukuran langsung di lapangan yang mencakup fluktasi aliran setiap hari.
b.
Menganalisis data hujan maksimum pada daerah aliran sungai atau stasiun pengamat terdekat dengan mengubahnya menjadi intesitas hujan untuk menghitung debit banjir rencana.
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
117
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI
Dalam perencanaan Embung Tambakboyo ini, untuk mendapatkan debit rencana dipakai analisis data curah hujan maksimum yang turun pada daerah aliran sungai.
4.2.1 Penentuan Daerah Aliran Sungai (DAS) Penentuan daerah aliran sungai (DAS) dilakukan berdasarkan pada peta rupa bumi. Adapun cara yang dapat digunakan untuk menentukan luasan DAS dengan menggunakan program AutoCad atau mengeplotkan pada peta kemudian pengukuran selanjutnya menggunakan alat Planimeter. Penentuan Luas DAS pada penyusunan tugas akhir ini menggunakan Program AutoCad.
Gambar 4.1 Pengaruh 4 dan 3 stasiun hujan dan DAS Embung Tambakboyo
Penentuan luasan pengaruh stasiun DAS untuk Perencanaan Embung Tambakboyo menggunakan 3 stasiun hujan yaitu Stasiun Beran, Stasiun Santan dan Stasiun Bronggang. Pengaruh luasan daerah dengan 3 stasiun hujan lebik baik dibandingkan dengan 4 stasiun hujan. Hal tersebut dapat dilihat dari gambar di atas dengan memperhatikan luasan pengaruh masing-masing stasiun hujan. Berdasarkan peta Topografi daerah aliran Sungai Tambakboyo mempunyai luasan 20,33 km2. Berikut tabel luas pengaruh stasiun hujan terhadap DAS Sungai Tambakboyo.
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
118
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI Tabel 4.1 Luas pengaruh stasiun hujan terhadap DAS Sungai Tambakboyo
No 1 2 3
Nama Stasiun Bronggang Beran Santan Luas Total
Luas Das (km2)
C
15,34 3,22 1,77 20,33
0,755 0,158 0,087 1
(Sumber : Perhitungan)
4.2.2 Curah Hujan Maksimum Harian Rata-Rata DAS Besarnya curah hujan maksimum harian rata-rata DAS dihitung dengan metode Thiessen. Metode ini mempertimbangkan daerah pengaruh tiap titik pengamatan. Penggunaan metode Thiessen karena kondisi topografi dan jumlah stasiun memenuhi syarat untuk digunakan metode ini. Cara yang ditempuh untuk mendapatkan hujan maksimum harian rata-rata DAS adalah sebagai berikut : Tentukan hujan maksimum harian pada tahun tertentu di salah satu pos hujan. Cari besarnya curah hujan pada tanggal-bulan-tahun yang sama untuk pos hujan yang lain. Hitung hujan DAS dengan salah satu cara yang dipilih. Tentukan hujan maksimum harian (seperti langkah 1) pada tahun yang sama untuk pos hujan yang lain. Ulangi langkah 2 dan 3 setiap tahun.
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
119
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI Tabel 4.2 Hujan harian maksimum rata-rata Stasiun Pencatat Hujan Santan No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Tahun
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
Hujan
Bronggang
Tanggal
Beran
Rata-rata Harian (mm)
Bobot
27/11/1987
Curah Hujan 107
20/01/1987
89
9
Curah Hujan 18
14
Curah Hujan 87
14
37
8
173
131
73
12
150
0.087
0.754
0.158
Hujan Max Harian Ratarata (mm)
15/11/1987
6
1
31
23
89
14
38
13/02/1988
119
10
57
43
19
3
56
19/11/1988
49
4
98
74
54
9
87
02/03/1988
8
1
49
37
87
14
51
23/04/1989
121
11
11
8
29
5
23
19/12/1989
91
8
137
103
60
10
121
24/03/1989
10
1
13
10
70
11
22
28/03/1990
96
8
40
30
73
12
50
22/04/1990
33
3
126
95
13
2
100
04/12/1990
60
5
15
11
112
18
34
23/01/1991
135
12
60
45
43
7
64
07/12/1991
0
0
112
85
0
0
85
28/11/1991
8
1
30
23
125
20
43
04/01/1992
147
13
91
69
70
11
93
23/01/1992
81
7
109
82
55
9
98
06/12/1992
35
3
66
50
107
17
70
03/01/1993
48
4
0
0
0
0
4
05/04/1993
0
0
114
86
45
7
93
15/11/1993
6
1
89
67
119
19
87
12/03/1994
123
11
7
5
19
3
19
07/12/1994
10
1
171
129
55
9
139
06/03/1994
7
1
56
42
82
13
56
21/11/1995
138
12
23
17
21
3
33
15/11/1995
0
0
157
118
131
21
139
15/11/1995
0
0
157
118
131
21
139
22/01/1996
78
7
0
0
0
0
7
12/12/1996
60
5
130
98
25
4
107
17/04/1996
0
0
13
10
54
9
18
11/04/1997
90
8
0
0
0
0
8
12/02/1997
0
0
180
136
148
23
159
12/02/1997
0
0
180
136
148
23
159
16/06/1998
118
10
14
11
3
0
21
06/12/1998
0
0
131
99
0
0
99
31/01/1998
69
6
0
0
124
20
26
150
87
121
100
85
98
93
139
139
107
159
99
(Sumber : Perhitungan)
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
120
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI (Sambungan Tabel 4.2) Stasiun Pencatat Hujan No.
13
14
15
16
17
18
19
20
Tahun
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
Tanggal
Santan
Bronggang Bobot Curah 0.754 Hujan 6 5
Rata-rata
Hujan Max Harian
Harian (mm)
Rata-rata
Hujan Beran
17/04/1999
Curah Hujan 114
13/12/1999
82
7
122
92
11/03/1999
11
1
10
8
20/03/2000
82
7
50
38
02/04/2000
40
3
107
81
11/12/2000
39
3
8
6
07/01/2001
129
11
31
23
28
03/12/2001
22
2
192
145
06/11/2001
37
3
23
17
22/01/2002
90
8
19
14
49
8
30
06/02/2002
61
5
108
81
94
15
102
25/12/2002
101
9
9
7
6
1
17
27/02/2003
196
17
37
28
22
3
48
03/05/2003
60
5
75
57
37
6
68
26/02/2003
192
17
69
52
94
15
84
30/01/2004
110
10
57
43
18
3
55
01/02/2004
48
4
95
72
30
5
81
27/12/2004
86
7
89
67
169
27
101
10/12/2005
70
6
10
8
144
23
36
23/02/2005
43
4
162
122
66
10
136
15/02/2005
90
8
6
5
10
2
14
22/12/2006
5
0
46
35
84
13
48
27/02/2006
92
8
2
2
2
0
10
10/04/2006
34
3
111
84
35
6
92 (Sumber : Perhitungan)
0.087 10
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
Curah Hujan 22
0.158
(mm)
3
18
59
9
109
86
14
22
82
13
58
38
6
90
114
18
27
4
39
29
5
151
134
21
42
109
90
151
102
84
101
136
92
121
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI
4.2.3 Analisis Frekuensi Curah Hujan Rencana Data yang digunakan dalam analisis curah hujan rencana adalah intensitas hujan maksimum harian rata-rata DAS Sungai Tambakboyo berdasarkan waktu konsentrasi (tc).
4.2.3.1 Pengukuran Dispersi Tidak semua nilai dari suatu variabel hidrologi terletak atau sama dengan nilai rataratanya. tetapi kemungkinan ada nilai yang lebih besar atau kecil dari nilai rataratanya. Besarnya dispersi dilakukan dengan pengukuran dispersi. yakni melalui perhitungan parametrik statistik untuk (Xi–X). (Xi–X)2. (Xi–X)3. (Xi–X)4 terlebih dahulu. Dimana : Xi
= Besarnya curah hujan DAS (mm)
X
= Rata-rata curah hujan maksimum daerah (mm)
Tabel 4.3 menunjukkan beberapa parameter yang menjadi syarat penggunaan suatu metode sebaran. Dari tabel tersebut ditunjukkan beberapa nilai C s. Cv. dan Ck yang menjadi persyaratan dari penggunaan empat jenis metode sebaran. Tabel 4.3. Persyaratan metode sebaran
Jenis Sebaran Normal Gumbel Tipe I
Syarat Cs ≈ 0 Ck ≈ 3 Cs ≤ 1,1396 Ck ≤ 5,4002
Log Pearson Tipe III
Cs ≠ 0 Ck ≈1,5Cs²+3
Log normal
Cs ≈ 3Cv + Cv3 Cv ≈ 0 (Sutiono. dkk)
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
122
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI Tabel 4.4 Perhitungan distribusi curah hujan (statistik)
No. Tahun 1 1987 2 1988 3 1989 4 1990 5 1991 6 1992 7 1993 8 1994 9 1995 10 1996 11 1997 12 1998 13 1999 14 2000 15 2001 16 2002 17 2003 18 2004 19 2005 20 2006 Rata-rata Jumlah
Ri (Ri-Rrt)² (Ri-Rrt)³ (Ri-Rrt)4 150 1425 53807 2031364 87 642 -16253 411696 121 76 659 5739 100 146 -1767 21365 85 761 -20992 579086 98 198 -2795 39369 93 359 -6804 128936 139 703 18640 494238 139 735 19941 540759 107 23 -112 540 159 2225 104919 4948484 99 176 -2326 30816 109 13 -45 160 90 478 -10442 228238 151 1543 60637 2382244 102 108 -1126 11720 84 808 -22972 653010 101 114 -1220 13038 136 592 14418 350918 92 393 -7806 3601 112 11519 178362 12875323 (Sumber : Perhitungan)
Sd
= 24,62
Cs = 0,04 Cv = 0,22 Ck = 1,752
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
123
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI
4.2.4 Pemilihan Jenis Sebaran Metode yang digunakan diatas yang paling mendekati adalah metode sebaran Normal dengan nilai Cs = 0,04 ≈ 0 dan Ck = 1,752 ≈ 3. Dari jenis sebaran yang telah memenuhi syarat tersebut perlu diuji kecocokan sebarannya dengan beberapa metode. Hasil uji kecocokan sebaran menunjukkan sebarannya dapat diterima atau tidak. 4.2.5 Uji Kecocokan Sebaran 4.2.5.1
Uji Sebaran Chi-Kuadrat (Chi-Square Test)
Untuk menguji kecocokan sebaran normal dengan metode Uji Chi-Kuadrat (ChiSquare Test). Maka dapat dibuat sub kelompok. setiap sub kelompok minimal terdapat lima buah data pengamatan (Soewarno. 1995). Untuk menguji kecocokan suatu distribusi sebaran data curah hujan yang menggunakan metode uji Chi Kuadrat (Chi-Square Test). digunakan rumus sebagai berikut: Jumlah data
= 20
Taraf signifikan (α)
= 5%
K = 1 + 3,322 log n
= 1+3,322 log 20
= 5,322 ≈ 6
DK = K-(P+1)
= 6-(2+1)
=3
f2 =
(Ei Oi )2 Ei
Ei = n / K
= 20/6
= 3,33
∆X = (Xmaks- Xmin )/G-1 Xawal = Xmin - ½ ∆X
= (159 – 84)/6 – 1 = 84 – (0,5 x 15)
= 15 = 76,5
Xakhir = Xmax + ½ ∆X
= 159+ (0,5 x 15)
= 166,5
Dimana : K
= jumlah Kelas
DK = Derajad Kebebasan = K-(P+1) P
= Nilai untuk Distribusi normal dan binomial P = 2 dan untuk Distribusi poisson P = 1
n 2
= Jumlah Data
f
= Harga Chi Square
Oi
= Jumlah nilai pengamatan pada sub kelompok ke-1
Ei
= Jumlah nilai teoritis pada sub kelompok ke-1
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
124
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI
Nilai f2 dicari pada tabel 2.9 dengan menggunakan nilai DK = 3 dan derajad kepercayaan 5% kemudian dibandingkan dengan nilai f2 hasil perhitungan pada tabel 4.5 Syarat yang harus dipenuhi yaitu f2 hitungan < f2 tabel. Perhitungan nilai f2 disajikan pada tabel 4.5 sebagai berikut : Tabel 4.5 Metode Chi-Kuadrat
No. Nilai batas sub kelompok
Jumlah Data Oi
1 2 3 4 5 6
76,5< x ≤ 91,5 91,5 < x ≤ 106,5 106,5 < x ≤ 121,5 121,5< x ≤ 136,5 136,5 < x ≤ 151,5 151,5< x < 166,5 Jumlah
4 7 3 1 4 1 20
Ei 3,33 3,33 3,33 3,33 3,33 3,33 20
Oi - Ei (Oi-Ei)²/Ei 0,67 3,67 -0,33 -2,33 0,67 -2,33
0,135 4,045 0,033 1,630 0,135 1,630 7,608
(Sumber : Perhitungan)
Chi Square Hitungan (f2) N
= 20
K
=6
Derajat Kebebasan (DK)
= 7,608
=3
DK = Derajat Signifikasi (%) = 5 Chi Square kritis (f2cr)
= 7,815
f2 < f2cr
Hipotesa Diterima
4.2.5.2 Uji Sebaran Smirnov-Kolmogorov Uji kecocokan Smirnov-Kolmogorov sering juga disebut uji kecocokan non parametrik (non parametric test) karena pengujiannya tidak menggunakan fungsi distribusi tertentu. Hasil perhitungan uji kecocokan sebaran dengan SmirnovKolmogorov untuk metode sebaran normal dapat dilihat pada Tabel 4.6.
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
125
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI Tabel 4.6 Perhitungan uji sebaran Smirnov-Kolmogorov
No (1) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Xi (2) 84 85 87 90 92 93 98 99 100 101 102 105 109 121 136 139 139 150 151 159
m P(x) = m/(n+1) P(x<) k= (Xi-Xrt)/Sx (3) (3) (4) = 1 - (3) (5) 1 0,048 0,952 -1,1 2 0,095 0,905 -1,1 3 0,143 0,857 -1,0 4 0,190 0,810 -0,9 5 0,238 0,762 -0,8 6 0,286 0,714 -0,8 7 0,333 0,667 -0,6 8 0,381 0,619 -0,5 9 0,429 0,571 -0,5 10 0,476 0,524 -0,4 11 0,524 0,476 -0,4 12 0,571 0,429 -0,3 13 0,619 0,381 -0,1 14 0,667 0,333 0,4 15 0,714 0,286 1,0 16 0,762 0,238 1,1 17 0,810 0,190 1,1 18 0,857 0,143 1,5 19 0,905 0,095 1,6 20 0,952 0,048 1,9
P'(x) P'(x<) D (6) (7) = 1 - (6) (8) = (7) - (4) 0,129 0,871 -0,081 0,129 0,871 -0,034 0,152 0,848 -0,009 0,175 0,825 0,015 0,197 0,803 0,041 0,197 0,803 0,089 0,255 0,745 0,078 0,290 0,710 0,091 0,290 0,710 0,139 0,327 0,673 0,149 0,327 0,673 0,197 0,364 0,636 0,207 0,441 0,559 0,178 0,674 0,326 -0,007 0,848 0,152 -0,134 0,870 0,130 -0,108 0,870 0,130 -0,060 0,937 0,063 -0,080 0,951 0,049 -0,046 0,974 0,026 -0,022 (Sumber : Perhitungan )
Jumlah
= 2240
n
= 20
Rata-rata
= 112 mm
Sd
= 24,559
D max
= 0,207
Dcr
= 0,29
Dmax < Dcr
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
Hipotesa Diterima
126
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI
4.2.6 Perhitungan Curah Hujan Metode Terpilih (Metode Sebaran Normal) Perhitungan curah hujan rencana dengan metode sebaran normal : Xrt = Hujan periode ulang T tahun
= 112,10
Sd = Standar deviasi
= 24,62
Cs = Koefisien Skewness
= 0,04
k
= koefisien sebaran Tabel 4.7 Koefisien sebaran metode sebaran normal
Periode Ulang (tahun) 2 5 10 20 50 K 0,000 0,840 1,280 1,640 2,050
100 2,330
(Sumber : Perhitungan ) Tabel 4.8 Curah hujan rencana metode sebaran normal untuk periode ulang T tahun
No 1 2 3 4 5 6
T (Tahun) 2 5 10 20 50 100
Xrt
Sd
112,10 112,10 112,10 112,10 112,10 112,10
24,62 24,62 24,62 24,62 24,62 24,62
k Normal 0,000 0,840 1,280 1,640 2,050 2,330
Xt (mm) 112,10 132,78 143,61 152,48 162,57 169,47
(Sumber : Perhitungan )
4.2.7 Intensitas Curah Hujan Intensitas hujan adalah tinggi atau kedalaman air hujan per satuan waktu. Sifat umum hujan adalah makin singkat hujan berlangsung intensitasnya cenderung makin tinggi dan makin besar periode ulangnya makin tinggi pula intensitasnya. Analisis intesitas curah hujan ini dapat diproses dari data curah hujan yang telah terjadi pada masa lampau. Rumus yang digunakan Menurut Dr. Mononobe yaitu : 2
R I = 24 24
24 3 t
Dimana : I
= Intensitas curah hujan (mm/jam)
t
= lamanya curah hujan (jam)
R24 = curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm)
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
127
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI Tabel 4.9 Intesitas curah hujan
Intensitas Curah Hujan ( I ) Waktu Jam 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
R2 112,10 mm 2 38,86 24,48 18,68 15,42 13,29 11,77 10,62 9,72 8,98 8,37 7,86 7,41 7,03 6,69 6,39 6,12 5,88 5,66 5,46 5,27 5,11 4,95 4,81 4,67
R5 132,78 mm 3 46,03 29,00 22,13 18,27 15,74 13,94 12,58 11,51 10,64 9,92 9,31 8,78 8,33 7,92 7,57 7,25 6,96 6,70 6,46 6,25 6,05 5,86 5,69 5,53
R10 143,61 mm 4 49,79 30,03 22,92 18,92 16,30 14,44 13,03 11,92 11,02 10,27 9,64 9,10 8,62 8,21 7,84 7,51 7,21 6,94 6,70 6,47 6,26 6,07 5,89 5,73
R20 152,48 mm 5 52,86 33,30 25,41 20,98 18,08 16,01 14,45 13,22 12,22 11,39 10,69 10,09 9,56 9,10 8,69 8,33 8,00 7,70 7,42 7,17 6,94 6,73 6,54 6,35
R50 162,57 mm 6 56,36 35,50 27,10 22,37 19,28 17,07 15,40 14,09 13,03 12,14 11,39 10,75 10,19 9,70 9,27 8,88 8,52 8,21 7,92 7,65 7,40 7,18 6,97 6,77
R100 169,47 mm 7 58,75 37,01 28,24 23,32 20,09 17,79 16,06 14,69 13,58 12,66 11,88 11,21 10,63 10,11 9,66 9,25 8,89 8,55 8,25 7,97 7,72 7,48 7,26 7,06
PMP 201,52 mm 8 69,86 44,01 33,59 27,72 23,89 21,16 19,09 17,47 16,15 15,05 14,12 13,33 12,64 12,03 11,49 11,00 10,57 10,17 9,81 9,48 9,18 8,90 8,64 8,40
(Sumber : Perhitungan )
4.2.8 Hujan Berpeluang Maksimum (Probable Maximum Precipitation,PMP) Berdasarkan rumus Hersfield yang didasarkan atas persamaan frekuensi umum. dikembangkan oleh Chow (1951) dalam Ward dan Robinson (1990). Rumus ini mengaitkan antara besarnya PMP untuk lama waktu hujan tertentu terhadap nilai tengah (Xn) dan standar deviasi (S n).
PMP Xn Km.Sn Dimana : PMP = Probable Maximum Precipitation
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
128
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI
Km
= faktor pengali terhadap standar deviasi. Km = 20
Xn
= nilai tengah (mean) data hujan maksimum tahunan
Sn
= standar deviasi data hujan maksimum tahunan
Km
= faktor pengali terhadap standar deviasi
Diketahui : Xn = 112,10 mm Sn = 24,62 Km = 20 PMP
= 112,10 + (20 x 24,62) = 604,54 mm
Untuk perencanaan embung, besarnya PMP yang akan digunakan untk perhitungan PMF adalah sebesar 1/3 PMP. 1/3 PMP
= 201,516 mm
4.2.9 Banjir Berpeluang Maksimum (Probable Maximum Precipitation, PMF) Probable Maximum Precipitation muncul diawali oleh ketidakyakinan analisis bahwa suatu rancangan yang didasarkan pada suatu analisis frekuensi akan betul-betul aman. meskipun hasil analisis frekuensi selama ini dianggap yang terbaik dibandingkan dengan besaran lain yang diturunkan dari model. akan tetapi keselamatan manusia ikut tersangkut. maka analisis tersebut dipandang belum mencukupi. Apapun alasannya keselamatan manusia harus diletakan urutan ke atas. (Sri Harto. 1993). Besarnya Debit PMF pada perencanaan Embung Tambakboyo ini dihitung menggunakan Metode HSS Gama I. Data curah hujannya berdasarkan data yang diperoleh dari perhitungan 1/3PMP sebesar 201,516 mm.
4.2.10 Debit Banjir Rencana 4.2.10.1 Metode Haspers Metode ini digunakan dengan syarat luas DAS < 100 km2. Untuk menghitung besarnya debit dengan metode Haspers digunakan persamaan sebagai berikut (Loebis. 1987) :
Qt . .q n A
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
129
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI
Koefisien run off ( )
1 0,012 f 0,7 1 0,75 f 0, 7
1 0,012 x 20,33 0 ,7 1 0,75 x 20,33 0 ,7
0,679
Waktu konsentrasi ( t ) t = 0,1 x L0,8 x I-0,3 Diketahui : L = 16,51 km I = 0,024228 t = 0,1 x 16,51 x 0,024228 = 2,877 jam
Koefisien reduksi ( )
1 t 3,7 x10 0.4t f 3 / 4 1 x t 2 15 12 1 2,877 3,7 x10 0, 4 x 2,877 20,333 / 4 1 x 2,877 2 15 12 β = 0,903
Dimana : f = luas ellips yang mengelilingi DPS dengan sumbu panjang tidak lebih dari 1.5 kali sumbu pendek (km 2 ) t = waktu konsentrasi (jam) L = Panjang sungai (km) I = kemiringan rata-rata sungai
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
130
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI
Intensitas hujan Untuk t < 2 jam
Rn
tR24 t 1 0.0008 (260 R24 )( 2 t ) 2
Untuk 2 jam t <19 jam
Rn
tR 24 t 1
Untuk 19 jam t 30 jam
Rn 0.707 R24 t 1
dimana t dalam jam dan Rt.R24 (mm)
Hujan maksimum ( q n )
tR24 t 1
Rn
2,877 x112,10 2,877 1
= 83,181 (mm/hari) qn
Rn 3,6 t 20,877 x97,740 3,6 x 2,877
= 8,032 (m3/det.km2)
Debit banjir rencana
Qt . .q n A
0,679 x 0,903x8,032 x 20,33 = 100,16 m3/det Dimana : t
= Waktu konsentrasi (jam)
Qt
= Debit banjir rencana (m3/det)
Rn
= Curah hujan maksimum (mm/hari)
qn
= Debit persatuan luas (m3/det.Km2)
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
131
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI Tabel 4.10 Perhitungan debit banjir rencana Metode Haspers
No Periode Ulang 1 2 2 5 3 10 4 20 5 50 6 100
R24 112,10 132,78 143,61 152,48 162,57 169,47
A 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33
α 0,679 0,679 0,679 0,679 0,679 0,679
β 0,903 0,903 0,903 0,903 0,903 0,903
Rn 83,181 98,529 106,568 113,146 120,637 125,753
qn 8,032 9,514 10,290 10,925 11,649 12,143
Q 100,16 118,64 128,32 136,24 145,26 151,42
(Sumber : Perhitungan )
4.2.10.2 Metode Der Weduwen Perhitungan Debit banjir rencana dengan Metode Der weduwen. Qn = q A α = 1
4. 1 .q 7
t 1 .A t9 120 A
120
=
Rn 67.65 x 240 t 1.45
qn =
t = 0,25xLxQ0,125xI 0,25 Is
H L
Dimana : Qn = debit banjir (m³/det) dengan kemungkinan tak terpenuhi n % Rn = curah hujan harian maksimum (mm/hari) dengan kemungkinan tidak terpenuhi n %.
= koefisien limpasan air hujan (run off)
= koefisien pengurangan daerah untuk curah hujan DAS
q n = curah hujan (m³/det/km²) A = luas daerah aliran (km²) sampai 100 km² t
= lamanya curah hujan (jam) yaitu pada saat-saat kritis curah hujan yang mengacu pada terjadinya debit puncak
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
132
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI
L
= panjang sungai (km)
Is
= gradien sungai atau medan
H = beda tinggi (m)
Perhitungan : Periode ulang 2 tahun Untuk R2 = 112,10 Asumsi t = 6,479 jam
Is
H 400 0,024228 L 16510 6,506 1 x20,33 6,506 9 0,9253 120 20,33
120
q
112,10 67,65 x 3,985 (m³/det/km²) 240 6,479 1,45
1
4,1 0,6163 (0,9253x3,985) 7
Q 0,6163x0,9253x3,985 x 20,33 46,194m 3 / det t 0,25 x16,51x 46,194 0 ,125 0,024228 0,25
t = 6,4794 jam……(ok)
Periode ulang 5 tahun R5
= 132,78 mm
Asumsi t
= 6,292 jam
β = 0,9242 q
= 4,8343 (m³/det/km²)
α = 0,6425 Q = 58,3577 m³/det t = 6,2928 jam
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
133
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI
Periode ulang 10 tahun R10
= 143,61 mm
Asumsi t
= 6,207 jam
β = 0,9238 q = 5,2868m³/det/km² α = 0,6550 Q = 65,0333 m³/det t
= 6,2082 jam
Periode ulang 20 tahun R20
= 152,48 mm
Asumsi t
= 6,140 jam
β = 0,9234 q = 5,6626 m³/det/km² α = 0,6647 Q = 70,6670 m³/det t = 6,1441 jam
Periode ulang 50 tahun R50
= 162,57 mm
Asumsi t
= 6,071 jam
β = 0,9231 q = 6,0929 m³/det/km² α = 0,6752 Q = 77,2084 m³/det t = 6,0765 jam
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
134
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI
Periode ulang 100 tahun R100
= 169,47 mm
Asumsi t
= 6,026
β = 0,9229 q = 6,3896 m³/det/km² α = 0,6821 Q = 81,769 m³/det t = 6,033 jam
Tabel 4.11 Debit rencana periode ulang T tahun Metode Der Weduwen
No Periode Rn (mm) Q (m3/det) 1 2 112,10 46,19 2 5 132,78 58,36 3 10 143,61 65,03 4 25 152,48 70,67 5 50 162,57 77,21 6 100 169,47 81,77 (Sumber : Perhitungan )
4.2.10.3 Metode FSR Jawa-Sumatera Diketahui : AREA
= 20,33 km2
MSL
= 16,51 km
H
= 400 m
PBAR
= 132,78 mm Tabel 4.12 Faktor Reduksi Luas (ARF)
DPS (Km 2 )
ARF
1-10
0,99
10-30
0,97
30-30,000
1,152-0,12330 log AREA (Sumber : Joesron Loebis,1987)
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
135
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI
Perhitungan : V
= 1,02 - 0,0275, log(AREA) = 1,02 – 0,0275 log 20,33 = 0,98403 400 H = = 24,2277 m/km MSL 16,51
SIMS
=
APBAR
= PBAR x ARF = 132,78 x 0,97 = 128,795 mm
MAF
=
8 ( AREA)V x( APBAR) 2.445 xSIMS 0.117 x(1 LAKE ) 0.85 6 10
=
8 (20,33) 0,997 x (128,795) 2.445 x 24,2277 0.117 x(1 0) 0.85 6 10
= 32,424 m3/dtk
Berdasarkan Tabel 2.11 maka bisa ditentukan nilai Growth Factor yang diambil berdasarkan periode dan luas DAS, Berikut disajikan hasil perhitungan debit banjir rencana : QT
= GF(T,AREA) x MAF
Untuk T
= 2 tahun, nilai GF = 1,26
QT
= 1,26 x 32,424 = 40,87 m3/dtk Tabel 4.13 Hasil Perhitungan dengan Metode FSR Jawa-Sumatra
Periode (tahun)
PBAR(R24)
APBAR
MAF
GF
Luas DAS (km2)
QT (m3/dtk)
5 10 20 50 100
132,78 143,61 152,48 162,57 169,47
128,795 139,304 147,902 157,695 164,382
32,434 39,290 45,487 53,206 58,893
1,26 1,56 2,35 2,75 3,27
20,33 20,33 20,33 20,33 20,33
40,87 61,29 106,89 146,32 192,58
(Sumber : Perhitungan)
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
136
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI
4.2.10.4 Metode Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) Gama I Metode Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) Gama I banyak digunakan untuk mengetahui hidrograf banjir di Indonesia. Metode ini memang bisa dikondisikan terhadap kondisi topografi sungai-sungai di Indonesia bila dibandingkan cara-cara lain. Untuk rumus-rumus dapat dilihat pada bab II. L1
= panjang sungai tingkat 1
= 22,927 km
Lst
= panjang sungai semua tingkat
= 55,908 km
L
= panjang sungai utama
= 16,908 km
N1
= jumlah sungai tingkat 1
= 17 buah
N
= jumlah sungai semua tingkat
= 33
JN
= jumlah pertemuan anak sungai
= 15
Wl
= lebar DAS pada 0,25L
= 1,939 km
Wu
= lebar DAS pada 0,75L
= 1,616 km
Au
= luas DAS atas
= 10,473 km2
A
= luas total DAS
= 20,33 km2
S
= kemiringan sungai rata-rata
= 0,024228
Gambar 4.2 Sketsa penentuan jumlah dan pertemuan sungai
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
137
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI
SF
L1 22,927 0,410084 Lst 55,908
SN
N 1 17 0,515 N 33
WF
Wu 1,616 0,0833419 Wl 1,939
RUA
Au 10,473 0,51516 A 20,33
SIM WF RUA 0,393939x0,51516 0,429444
D
Lst 55,908 2,75 A 20,33
Perhitungan : a.
Waktu mencapai puncak TR = 0,43 (L/100SF)3 + 1,0665 SIM + 1,2775 = 0,43 (16,908/100 x 0,410084)3 +1,0665 x 0,429444 + 1,2775 = 1,763451 jam
b.
Debit puncak QP = 0,1836 A0,5886 TR-0,4008 JN0,2381 = 0,1836 x (20,33)0,5886 x (1,763451)-0,4008 x (15)0,2381 = 1,641071 m3/det
c.
Waktu dasar TB = 27,4132 TR0,1457 S-0,0986 SN 0,7344 RUA0,2574 = 27,4132 x (1,763451)0,1457x (0,024228)-0,0986x (0,515) 0,7344 x (0,51516)0,2574 = 20,302 jam
d.
Koefisien tampungan K
= 0,5617 A0,1798 S-0,1446 SF-1,0897 D0,0452 = 0,5617 x (20,33)0,1798 x (0,024228)-0,1446 x (0,410084) -1,0897 x (2,75)0,0452 = 4,571365
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
138
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI
e.
indeks Φ
= 10,4903 – 3,859,10-6A2 + 1,6985,10-13 (A/SN)4 = 10,4903 – 3,859,10-6 (20,33)2 + 1,6985,10-13 (20,33/0.515)4 = 10,489 mm/jam
f.
Aliran dasar QB = 0,4751 A0,6444D0,9430 =0,4751 x 20,330,6444 x 2,750,9430 = 8,591 m3/det
g.
Unit Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) Gama-I Kurva hidrograf merupakan garis lurus sampai pada debit puncak (Qp). Sedangkan untuk debit yang terjadi pada jam ke-t dan setelahnya (setelah TR pada sumbu horizontal). maka ditentukan dengan persamaan berikut (Sri Harto. 1981) :
Qt Q p .e
t
k
Dimana : Qt
= Debit yang terjadi pada jam ke-t
Qp
= Debit puncak
t
= Waktu
k
= Faktor tampungan
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
139
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI Tabel 4.14 Perhitungan resesi unit hidrograf
t (jam) 0 1 1,763 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
k
4,5714 4,5714 4,5714 4,5714 4,5714 4,5714 4,5714 4,5714 4,5714 4,5714 4,5714 4,5714 4,5714 4,5714 4,5714 4,5714 4,5714 4,5714 4,5714 4,5714 4,5714 4,5714 4,5714
t/k
0,0517 0,2705 0,4893 0,7080 0,9268 1,1455 1,3643 1,5830 1,8018 2,0205 2,2393 2,4580 2,6768 2,8955 3,1143 3,3330 3,5518 3,7705 3,9893 4,2081 4,4268 4,6456 4,8643
Qp
Qt
1,6411 1,6411 1,6411 1,6411 1,6411 1,6411 1,6411 1,6411 1,6411 1,6411 1,6411 1,6411 1,6411 1,6411 1,6411 1,6411 1,6411 1,6411 1,6411 1,6411 1,6411 1,6411 1,6411
0,0000 0,9310 1,6411 1,5583 1,2521 1,0061 0,8084 0,6496 0,5220 0,4194 0,3370 0,2708 0,2176 0,1748 0,1405 0,1129 0,0907 0,0729 0,0586 0,0471 0,0378 0,0304 0,0244 0,0196 0,0158 0,0127
(Sumber : Perhitungan)
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
140
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI
Gambar 4.2 Grafik hidrograf satuan sintetis (HSS) Gama I
Gambar 4.2 Grafik Hidrograf Satuan Sintetis (HSS) Gama I
Gambar 4.3 Grafik hidrograf Satuan Sintetis (HSS) Gama I
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
141
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI Tabel 4.15 Intesitas curah hujan jam-jaman Metode Gama I Intensitas Curah Hujan ( I ) Jam
R2
R5
R10
R20
R50
R100
1/3 PMP
112,10
132,78
143,61
152,48
162,57
169,47
201,52
Φ R
Re
R
Re
R
Re
R
Re
R
Re
R
Re
R
Re
1
10,49
38,86
28,37
46,03
35,54
49,79
39,30
52,86
42,37
56,36
45,87
58,75
48,26
69,86
59,37
2
10,49
24,48
13,99
29,00
18,51
30,03
19,54
33,30
22,81
35,50
25,02
37,01
26,52
44,01
33,52
3
10,49
18,68
8,19
22,13
11,64
22,92
12,43
25,41
14,92
27,10
16,61
28,24
17,76
33,59
23,10
4
10,49
15,42
4,93
18,27
7,78
18,92
8,43
20,98
10,49
22,37
11,88
23,32
12,83
27,72
17,24
5
10,49
13,29
2,80
15,74
5,25
16,30
5,81
18,08
7,59
19,28
8,79
20,09
9,60
23,89
13,40
6
10,49
11,77
1,28
13,94
3,45
14,44
3,95
16,01
5,52
17,07
6,58
17,79
7,30
21,16
10,67
7
10,49
10,62
0,13
12,58
2,09
13,03
2,54
14,45
3,96
15,40
4,91
16,06
5,57
19,09
8,60
8
10,49
9,72
0,00
11,51
1,02
11,92
1,43
13,22
2,73
14,09
3,60
14,69
4,20
17,47
6,98
9
10,49
8,98
0,00
10,64
0,15
11,02
0,53
12,22
1,73
13,03
2,54
13,58
3,09
16,15
5,66
10
10,49
8,37
0,00
9,92
0,00
10,27
0,00
11,39
0,90
12,14
1,65
12,66
2,17
15,05
4,56
11
10,49
7,86
0,00
9,31
0,00
9,64
0,00
10,69
0,20
11,39
0,91
11,88
1,39
14,12
3,64
12
10,49
7,41
0,00
8,78
0,00
9,10
0,00
10,09
0,00
10,75
0,26
11,21
0,72
13,33
2,84
13
10,49
7,03
0,00
8,33
0,00
8,62
0,00
9,56
0,00
10,19
0,00
10,63
0,14
12,64
2,15
14
10,49
6,69
0,00
7,92
0,00
8,21
0,00
9,10
0,00
9,70
0,00
10,11
0,00
12,03
1,54
15
10,49
6,39
0,00
7,57
0,00
7,84
0,00
8,69
0,00
9,27
0,00
9,66
0,00
11,49
1,00
16
10,49
6,12
0,00
7,25
0,00
7,51
0,00
8,33
0,00
8,88
0,00
9,25
0,00
11,00
0,51
17
10,49
5,88
0,00
6,96
0,00
7,21
0,00
8,00
0,00
8,52
0,00
8,89
0,00
10,57
0,08
18
10,49
5,66
0,00
6,70
0,00
6,94
0,00
7,70
0,00
8,21
0,00
8,55
0,00
10,17
0,00
19
10,49
5,46
0,00
6,46
0,00
6,70
0,00
7,42
0,00
7,92
0,00
8,25
0,00
9,81
0,00
20
10,49
5,27
0,00
6,25
0,00
6,47
0,00
7,17
0,00
7,65
0,00
7,97
0,00
9,48
0,00
21
10,49
5,11
0,00
6,05
0,00
6,26
0,00
6,94
0,00
7,40
0,00
7,72
0,00
9,18
0,00
22
10,49
4,95
0,00
5,86
0,00
6,07
0,00
6,73
0,00
7,18
0,00
7,48
0,00
8,90
0,00
23
10,49
4,81
0,00
5,69
0,00
5,89
0,00
6,54
0,00
6,97
0,00
7,26
0,00
8,64
0,00
24
10,49
4,67
0,00
5,53
0,00
5,73
0,00
6,35
0,00
6,77
0,00
7,06
0,00
8,40
0,00
(Sumber : Perhitungan)
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
142
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI Tabel 4.16 Perhitungan hidrograf banjir periode ulang 2 tahun Qt x Re
Jam
UHSS
0
0,00
1
0,93
26,4
2
1,56
44,2
13,0
3
1,25
35,5
21,8
7,6
4
1,01
28,5
17,5
12,8
4,6
5
0,81
22,9
14,1
10,3
7,7
2,6
6
0,65
18,4
11,3
8,2
6,2
4,4
1,2
7
0,52
14,8
9,1
6,6
5,0
3,5
2,0
0,1
8
0,42
11,9
7,3
5,3
4,0
2,8
1,6
0,2
0
28,37
13,99
8,19
4,93
2,80
1,28
0,13
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
9
0,34
9,6
5,9
4,3
3,2
2,3
1,3
0,2
0
0
10
0,27
7,7
4,7
3,4
2,6
1,8
1,0
0,1
0
0
0
11
0,22
6,2
3,8
2,8
2,1
1,5
0,8
0,1
0
0
0
0
12
0,17
5,0
3,0
2,2
1,7
1,2
0,7
0,1
0
0
0
0
0
13
0,14
4,0
2,4
1,8
1,3
0,9
0,5
0,1
0
0
0
0
0
0
14
0,11
3,2
2,0
1,4
1,1
0,8
0,4
0,1
0
0
0
0
0
0
0
15
0,09
2,6
1,6
1,2
0,9
0,6
0,3
0,0
0
0
0
0
0
0
0
0
16
0,07
2,1
1,3
0,9
0,7
0,5
0,3
0,0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
17
0,06
1,7
1,0
0,7
0,6
0,4
0,2
0,0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
18
0,05
1,3
0,8
0,6
0,4
0,3
0,2
0,0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
19
0,04
1,1
0,7
0,5
0,4
0,3
0,1
0,0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
20
0,03
0,9
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0,0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
21
0,02
0,7
0,4
0,3
0,2
0,2
0,1
0,0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
22
0,02
0,6
0,3
0,2
0,2
0,1
0,1
0,0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
23
0,02
0,4
0,3
0,2
0,1
0,1
0,1
0,0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
24
0,01
0,4
0,2
0,2
0,1
0,1
0,0
0,0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
QB
QP
8,59
8,59
8,59
35,01
8,59
65,83
8,59
73,55
8,59
72,02
8,59
66,16
8,59
58,31
8,59
49,70
8,59
41,73
8,59
35,22
8,59
29,99
8,59
25,78
8,59
22,41
8,59
19,69
8,59
17,51
8,59
15,76
8,59
14,35
8,59
13,22
8,59
12,31
8,59
11,58
8,59
10,99
8,59
10,52
8,59
10,14
8,59
9,84
8,59
9,59
(Sumber : Perhitungan) LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
143
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI Tabel 4.17 Perhitungan hidrograf banjir periode ulang 5 tahun Jam UHSS
Qt x Re 35,54 18,51 11,64 7,78 5,25 3,45 2,09 1,02 0,15 0
0
0 0
0 0 0
0
0
0
0
0
0
0
0
QB
QP
0
0,00
8,59 8,59
1
0,93
33,1
8,59 41,68
2
1,56
55,4 17,2
8,59 81,21
3
1,25
44,5 28,8
10,8
8,59 92,78
4
1,01
35,8 23,2
18,1 7,2
8,59 92,91
5
0,81
28,7 18,6
14,6 12,1 4,9
8,59 87,54
6
0,65
23,1 15,0
11,7 9,7 8,2 3,2
8,59 79,50
7
0,52
18,6 12,0
9,4
7,8 6,6 5,4
1,9
8,59 70,31
8
0,42
14,9
9,7
7,6
6,3 5,3 4,3
3,3 0,9
8,59 60,83
9
0,34
12,0
7,8
6,1
5,1 4,2 3,5
2,6 1,6 0,14
8,59 51,53
10
0,27
9,6
6,2
4,9
4,1 3,4 2,8
2,1 1,3 0,23 0
8,59 43,21
11
0,22
7,7
5,0
3,9
3,3 2,7 2,2
1,7 1,0 0,19 0
0
12
0,17
6,2
4,0
3,2
2,6 2,2 1,8
1,4 0,8 0,15 0
0
0
8,59 30,94
13
0,14
5,0
3,2
2,5
2,1 1,8 1,4
1,1 0,7 0,12 0
0
0 0
8,59 26,55
14
0,11
4,0
2,6
2,0
1,7 1,4 1,2
0,9 0,5 0,10 0
0
0 0
0
8,59 23,02
15
0,09
3,2
2,1
1,6
1,4 1,1 0,9
0,7 0,4 0,08 0
0
0 0
0 0
8,59 20,19
16
0,07
2,6
1,7
1,3
1,1 0,9 0,8
0,6 0,3 0,06 0
0
0 0
0 0 0
8,59 17,91
17
0,06
2,1
1,3
1,1
0,9 0,7 0,6
0,5 0,3 0,05 0
0
0 0
0 0 0
0
18
0,05
1,7
1,1
0,8
0,7 0,6 0,5
0,4 0,2 0,04 0
0
0 0
0 0 0
0
0
19
0,04
1,3
0,9
0,7
0,6 0,5 0,4
0,3 0,2 0,03 0
0
0 0
0 0 0
0
0
0
20
0,03
1,1
0,7
0,5
0,5 0,4 0,3
0,2 0,1 0,03 0
0
0 0
0 0 0
0
0
0
0
21
0,02
0,9
0,6
0,4
0,4 0,3 0,3
0,2 0,1 0,02 0
0
0 0
0 0 0
0
0
0
0
0
22
0,02
0,7
0,5
0,4
0,3 0,2 0,2
0,2 0,1 0,02 0
0
0 0
0 0 0
0
0
0
0
0
0
23
0,02
0,6
0,4
0,3
0,2 0,2 0,2
0,1 0,1 0,01 0
0
0 0
0 0 0
0
0
0
0
0
0
0
8,59 10,61
24
0,01
0,5
0,3
0,2
0,2 0,2 0,1
0,1 0,1 0,01 0
0
0 0
0 0 0
0
0
0
0
0
0
0
0 8,59 10,21
8,59 36,41
8,59 16,08 8,59 14,61 8,59 13,43 8,59 12,48 8,59 11,71 8,59 11,10
(Sumber : Perhitungan) LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
144
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI Tabel 4.18 Perhitungan hidrograf banjir periode ulang 10 tahun Jam UHSS
Qt x Re 39,30 19,54 12,43 8,43 5,81 3,95 2,54 1,43 0,53 0
0
0 0
0 0 0
0
0
0
0
0
0
0
0
QB
QP
0
0,00
8,59 8,59
1
0,93
36,6
8,59 45,18
2
1,56
61,2 18,2
8,59 88,03
3
1,25
49,2 30,5
11,6
8,59 99,82
4
1,01
39,5 24,5
19,4 7,8
8,59 99,82
5
0,81
31,8 19,7
15,6 13,1 5,4
8,59 94,14
6
0,65
25,5 15,8
12,5 10,6 9,1 3,7
8,59 85,72
7
0,52
20,5 12,7
10,0 8,5 7,3 6,2
2,4
8,59 76,13
8
0,42
16,5 10,2
8,1
6,8 5,9 4,9
4,0 1,3
8,59 66,25
9
0,34
13,2
8,2
6,5
5,5 4,7 4,0
3,2 2,2 0,5
8,59 56,57
10
0,27
10,6
6,6
5,2
4,4 3,8 3,2
2,6 1,8 0,8
0
11
0,22
8,6
5,3
4,2
3,5 3,0 2,6
2,1 1,4 0,7
0
0
12
0,17
6,9
4,3
3,4
2,8 2,4 2,1
1,6 1,2 0,5
0
0
0
8,59 33,76
13
0,14
5,5
3,4
2,7
2,3 2,0 1,7
1,3 0,9 0,4
0
0
0 0
8,59 28,81
14
0,11
4,4
2,7
2,2
1,8 1,6 1,3
1,1 0,7 0,3
0
0
0 0
0
8,59 24,84
15
0,09
3,6
2,2
1,7
1,5 1,3 1,1
0,9 0,6 0,3
0
0
0 0
0 0
8,59 21,65
16
0,07
2,9
1,8
1,4
1,2 1,0 0,9
0,7 0,5 0,2
0
0
0 0
0 0 0
8,59 19,08
17
0,06
2,3
1,4
1,1
1,0 0,8 0,7
0,6 0,4 0,2
0
0
0 0
0 0 0
0
18
0,05
1,8
1,1
0,9
0,8 0,7 0,6
0,4 0,3 0,1
0
0
0 0
0 0 0
0
0
19
0,04
1,5
0,9
0,7
0,6 0,5 0,4
0,4 0,2 0,1
0
0
0 0
0 0 0
0
0
0
20
0,03
1,2
0,7
0,6
0,5 0,4 0,4
0,3 0,2 0,1
0
0
0 0
0 0 0
0
0
0
0
21
0,02
1,0
0,6
0,5
0,4 0,3 0,3
0,2 0,2 0,1
0
0
0 0
0 0 0
0
0
0
0
0
22
0,02
0,8
0,5
0,4
0,3 0,3 0,2
0,2 0,1 0,1
0
0
0 0
0 0 0
0
0
0
0
0
0
23
0,02
0,6
0,4
0,3
0,3 0,2 0,2
0,1 0,1 0,0
0
0
0 0
0 0 0
0
0
0
0
0
0
0
8,59 10,86
24
0,01
0,5
0,3
0,2
0,2 0,2 0,1
0,1 0,1 0,0
0
0
0 0
0 0 0
0
0
0
0
0
0
0
0 8,59 10,41
8,59 47,57 8,59 39,91
8,59 17,02 8,59 15,36 8,59 14,03 8,59 12,96 8,59 12,10 8,59 11,41
(Sumber : Perhitungan) LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
145
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI Tabel 4.19 Perhitungan hidrograf banjir periode ulang 20 tahun Jam UHSS
Qt x Re 42,37 22,81 14,92 10,49 7,59 5,52 3,96 2,73 1,73 0,90 0,20
0
0
0 0 0
0
0
0
0
0
0
0
0
QB
QP
0
0,00
8,59 8,59
1
0,93
39,4
2
1,56
66,0
21,2
8,59 95,86
3
1,25
53,1
35,5 13,9
8,59 111,09
4
1,01
42,6
28,6 23,3
5
0,81
34,3
23,0 18,7 16,3
6
0,65
27,5
18,4 15,0 13,1 11,8 5,1
8,59 99,67
7
0,52
22,1
14,8 12,1 10,6
9,5 8,6 3,7
8,59 89,93
8
0,42
17,8
11,9
9,7
8,5
7,6 6,9 6,2
2,5
8,59 79,70
9
0,34
14,3
9,6
7,8
6,8
6,1 5,6 5,0
4,2 1,6
8,59 69,54
10
0,27
11,5
7,7
6,3
5,5
4,9 4,5 4,0
3,4 2,7 0,8
8,59 59,81
11
0,22
9,2
6,2
5,0
4,4
4,0 3,6 3,2
2,7 2,2 1,4 0,2
8,59 50,66
12
0,17
7,4
5,0
4,0
3,5
3,2 2,9 2,6
2,2 1,7 1,1 0,3
0
13
0,14
6,0
4,0
3,2
2,8
2,6 2,3 2,1
1,8 1,4 0,9 0,2
0
0
14
0,11
4,8
3,2
2,6
2,3
2,1 1,9 1,7
1,4 1,1 0,7 0,2
0
0
0
8,59 30,52
15
0,09
3,8
2,6
2,1
1,8
1,7 1,5 1,3
1,1 0,9 0,6 0,2
0
0
0 0
8,59 26,21
16
0,07
3,1
2,1
1,7
1,5
1,3 1,2 1,1
0,9 0,7 0,5 0,1
0
0
0 0 0
8,59 22,75
17
0,06
2,5
1,7
1,4
1,2
1,1 1,0 0,9
0,7 0,6 0,4 0,1
0
0
0 0 0
0
18
0,05
2,0
1,3
1,1
1,0
0,9 0,8 0,7
0,6 0,5 0,3 0,1
0
0
0 0 0
0
0
19
0,04
1,6
1,1
0,9
0,8
0,7 0,6 0,6
0,5 0,4 0,2 0,1
0
0
0 0 0
0
0
0
20
0,03
1,3
0,9
0,7
0,6
0,6 0,5 0,4
0,4 0,3 0,2 0,1
0
0
0 0 0
0
0
0
0
21
0,02
1,0
0,7
0,6
0,5
0,4 0,4 0,4
0,3 0,2 0,2 0,0
0
0
0 0 0
0
0
0
0
0
22
0,02
0,8
0,6
0,5
0,4
0,4 0,3 0,3
0,2 0,2 0,1 0,0
0
0
0 0 0
0
0
0
0
0
0
23
0,02
0,7
0,4
0,4
0,3
0,3 0,3 0,2
0,2 0,2 0,1 0,0
0
0
0 0 0
0
0
0
0
0
0
0
8,59 11,65
24
0,01
0,5
0,4
0,3
0,3
0,2 0,2 0,2
0,2 0,1 0,1 0,0
0
0
0 0 0
0
0
0
0
0
0
0
0 8,59 11,05
8,59 48,04
9,8
8,59 112,81 7,1
8,59 107,89
8,59 42,55 8,59 35,88
8,59 19,97 8,59 17,73 8,59 15,94 8,59 14,49 8,59 13,33 8,59 12,40
(Sumber : Perhitungan) LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
146
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI Tabel 4.20 Perhitungan hidrograf banjir periode ulang 50 tahun Jam UHSS
Qt x Re 45,87 25,02 16,61 11,88 8,79 6,58 4,91 3,60 2,54 1,65 0,91 0,26
0
0
0 0
0
0
0
0
0
0
0
0
QB
QP
0
0,00
8,59 8,59
1
0,93
42,7
2
1,56
71,5
23,3
8,59 103,36
3
1,25
57,4
39,0 15,5
8,59 120,47
4
1,01
46,2
31,3 25,9 11,1
8,59 123,00
5
0,81
37,1
25,2 20,8 18,5 8,2
8,59 118,33
6
0,65
29,8
20,2 16,7 14,9 13,7 6,1
8,59 110,01
7
0,52
23,9
16,3 13,4 12,0 11,0 10,3 4,6
8,59 99,99
8
0,42
19,2
13,1 10,8
9,6
8,8 8,2
7,7
3,4
8,59 89,37
9
0,34
15,5
10,5
8,7
7,7
7,1 6,6
6,2
5,6 2,4
8,59 78,78
10
0,27
12,4
8,4
7,0
6,2
5,7 5,3
4,9
4,5 4,0 1,5
8,59 68,58
11
0,22
10,0
6,8
5,6
5,0
4,6 4,3
4,0
3,6 3,2 2,6
0,8
8,59 58,98
12
0,17
8,0
5,4
4,5
4,0
3,7 3,4
3,2
2,9 2,6 2,1
1,4 0,2
8,59 50,06
13
0,14
6,4
4,4
3,6
3,2
3,0 2,8
2,6
2,3 2,1 1,7
1,1 0,4
0
14
0,11
5,2
3,5
2,9
2,6
2,4 2,2
2,1
1,9 1,6 1,3
0,9 0,3
0
0
15
0,09
4,2
2,8
2,3
2,1
1,9 1,8
1,7
1,5 1,3 1,1
0,7 0,3
0
0
0
8,59 30,44
16
0,07
3,3
2,3
1,9
1,7
1,5 1,4
1,3
1,2 1,1 0,9
0,6 0,2
0
0
0 0
8,59 26,25
17
0,06
2,7
1,8
1,5
1,3
1,2 1,2
1,1
1,0 0,9 0,7
0,5 0,2
0
0
0 0
0
18
0,05
2,2
1,5
1,2
1,1
1,0 0,9
0,9
0,8 0,7 0,6
0,4 0,1
0
0
0 0
0
0
19
0,04
1,7
1,2
1,0
0,9
0,8 0,7
0,7
0,6 0,6 0,4
0,3 0,1
0
0
0 0
0
0
0
20
0,03
1,4
0,9
0,8
0,7
0,6 0,6
0,6
0,5 0,4 0,4
0,2 0,1
0
0
0 0
0
0
0
0
21
0,02
1,1
0,8
0,6
0,6
0,5 0,5
0,4
0,4 0,4 0,3
0,2 0,1
0
0
0 0
0
0
0
0
0
22
0,02
0,9
0,6
0,5
0,4
0,4 0,4
0,4
0,3 0,3 0,2
0,2 0,1
0
0
0 0
0
0
0
0
0
0
23
0,02
0,7
0,5
0,4
0,4
0,3 0,3
0,3
0,3 0,2 0,2
0,1 0,0
0
0
0 0
0
0
0
0
0
0
0
8,59 12,42
24
0,01
0,6
0,4
0,3
0,3
0,3 0,2
0,2
0,2 0,2 0,2
0,1 0,0
0
0
0 0
0
0
0
0
0
0
0
0 8,59 11,67
8,59 51,30
8,59 42,12 8,59 35,62
8,59 22,83 8,59 20,03 8,59 17,78 8,59 15,98 8,59 14,53 8,59 13,36
(Sumber : Perhitungan) LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
147
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI Tabel 4.21 Perhitungan hidrograf banjir periode ulang 100 tahun Jam UHSS
Qt x Re 48,26 26,52 17,76 12,83 9,60 7,30 5,57 4,20 3,09 2,17 1,39 0,72 0,14
0
0 0
0
0
0
0
0
0
0
0
QB
QP
0
0,00
8,59 8,59
1
0,93
44,9
8,59 53,52
2
1,56
75,2 24,7
8,59 108,49
3
1,25
60,4 41,3
16,5
8,59 126,88
4
1,01
48,6 33,2
27,7 11,9
8,59 129,97
5
0,81
39,0 26,7
22,2 20,0
8,9
8,59 125,45
6
0,65
31,4 21,4
17,9 16,1
15,0 6,8
8,59 117,07
7
0,52
25,2 17,2
14,4 12,9
12,0 11,4 5,2
8,59 106,86
8
0,42
20,2 13,8
11,5 10,4
9,7
9,1 8,7 3,9
8,59 95,97
9
0,34
16,3 11,1
9,3
8,3
7,8
7,3 7,0 6,5
2,9
8,59 85,08
10
0,27
13,1
8,9
7,4
6,7
6,2
5,9 5,6 5,3
4,8 2,0
8,59 74,57
11
0,22
10,5
7,2
6,0
5,4
5,0
4,7 4,5 4,2
3,9 3,4 1,3
8,59 64,66
12
0,17
8,4
5,8
4,8
4,3
4,0
3,8 3,6 3,4
3,1 2,7 2,2
0,7
8,59 55,44
13
0,14
6,8
4,6
3,9
3,5
3,2
3,1 2,9 2,7
2,5 2,2 1,7
1,1 0,1
8,59 46,95
14
0,11
5,4
3,7
3,1
2,8
2,6
2,5 2,3 2,2
2,0 1,8 1,4
0,9 0,2
0
15
0,09
4,4
3,0
2,5
2,2
2,1
2,0 1,9 1,8
1,6 1,4 1,1
0,7 0,2
0
0
8,59 33,51
16
0,07
3,5
2,4
2,0
1,8
1,7
1,6 1,5 1,4
1,3 1,1 0,9
0,6 0,1
0
0 0
8,59 28,72
17
0,06
2,8
1,9
1,6
1,4
1,3
1,3 1,2 1,1
1,0 0,9 0,7
0,5 0,1
0
0 0
0
18
0,05
2,3
1,6
1,3
1,2
1,1
1,0 1,0 0,9
0,8 0,7 0,6
0,4 0,1
0
0 0
0
0
19
0,04
1,8
1,2
1,0
0,9
0,9
0,8 0,8 0,7
0,7 0,6 0,5
0,3 0,1
0
0 0
0
0
0
20
0,03
1,5
1,0
0,8
0,8
0,7
0,7 0,6 0,6
0,5 0,5 0,4
0,2 0,1
0
0 0
0
0
0
0
21
0,02
1,2
0,8
0,7
0,6
0,6
0,5 0,5 0,5
0,4 0,4 0,3
0,2 0,0
0
0 0
0
0
0
0
0
22
0,02
0,9
0,6
0,5
0,5
0,5
0,4 0,4 0,4
0,3 0,3 0,2
0,2 0,0
0
0 0
0
0
0
0
0
0
23
0,02
0,8
0,5
0,4
0,4
0,4
0,3 0,3 0,3
0,3 0,2 0,2
0,1 0,0
0
0 0
0
0
0
0
0
0
0
8,59 12,96
24
0,01
0,6
0,4
0,3
0,3
0,3
0,3 0,3 0,2
0,2 0,2 0,2
0,1 0,0
0
0 0
0
0
0
0
0
0
0
0 8,59 12,10
8,59 39,52
8,59 24,81 8,59 21,62 8,59 19,06 8,59 17,00 8,59 15,35 8,59 14,02
(Sumber : Perhitungan) LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
148
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI Tabel 4.22 Perhitungan hidrograf banjir PMP Jam UHSS
Qt x Re 59,37 33,52 23,10 17,24 13,40 10,67 8,60 6,98 5,66 4,56 3,64 2,84 2,15 1,54 1,00 0,51 0,08
0
0
0
0
0
0
0
QB
QP
0
0,00
8,59 8,59
1
0,93
55,3
2
1,56
92,5
31,2
8,59 132,32
3
1,25
74,3
52,2 21,5
8,59 156,67
4
1,01
59,7
42,0 36,0 16,0
8,59 162,34
5
0,81
48,0
33,7 28,9 26,9 12,5
8,59 158,58
6
0,65
38,6
27,1 23,2 21,6 20,9
7
0,52
31,0
21,8 18,7 17,3 16,8 16,6 8,0
8,59 138,79
8
0,42
24,9
17,5 15,0 13,9 13,5 13,4 13,4 6,5
8,59 126,67
9
0,34
20,0
14,1 12,1 11,2 10,8 10,7 10,8 10,9 5,3
8,59 114,39
10
0,27
16,1
11,3
9,7
9,0
8,7
8,6
8,7 8,7
8,8 4,2
8,59 102,44
11
0,22
12,9
9,1
7,8
7,2
7,0
6,9
7,0 7,0
7,1 7,1
3,4
8,59 91,08
12
0,17
10,4
7,3
6,3
5,8
5,6
5,6
5,6 5,6
5,7 5,7
5,7 2,6
8,59 80,46
13
0,14
8,3
5,9
5,0
4,7
4,5
4,5
4,5 4,5
4,6 4,6
4,6 4,4 2,0
8,59 70,64
14
0,11
6,7
4,7
4,0
3,8
3,6
3,6
3,6 3,6
3,7 3,7
3,7 3,6 3,3
1,4
8,59 61,62
15
0,09
5,4
3,8
3,2
3,0
2,9
2,9
2,9 2,9
3,0 3,0
2,9 2,9 2,7
2,4 0,9
8,59 53,38
16
0,07
4,3
3,0
2,6
2,4
2,3
2,3
2,3 2,4
2,4 2,4
2,4 2,3 2,2
1,9 1,6 0,5
8,59 45,86
17
0,06
3,5
2,4
2,1
1,9
1,9
1,9
1,9 1,9
1,9 1,9
1,9 1,8 1,7
1,5 1,2 0,8
0,1
18
0,05
2,8
2,0
1,7
1,6
1,5
1,5
1,5 1,5
1,5 1,5
1,5 1,5 1,4
1,2 1,0 0,6
0,1
0
19
0,04
2,2
1,6
1,4
1,3
1,2
1,2
1,2 1,2
1,2 1,2
1,2 1,2 1,1
1,0 0,8 0,5
0,1
0
0
20
0,03
1,8
1,3
1,1
1,0
1,0
1,0
1,0 1,0
1,0 1,0
1,0 1,0 0,9
0,8 0,6 0,4
0,1
0
0
0
21
0,02
1,4
1,0
0,9
0,8
0,8
0,8
0,8 0,8
0,8 0,8
0,8 0,8 0,7
0,6 0,5 0,3
0,1
0
0
0
0
22
0,02
1,2
0,8
0,7
0,7
0,6
0,6
0,6 0,6
0,6 0,6
0,6 0,6 0,6
0,5 0,4 0,3
0,1
0
0
0
0
0
23
0,02
0,9
0,7
0,6
0,5
0,5
0,5
0,5 0,5
0,5 0,5
0,5 0,5 0,5
0,4 0,3 0,2
0,0
0
0
0
0
0
0
8,59 16,80
24
0,01
0,8
0,5
0,5
0,4
0,4
0,4
0,4 0,4
0,4 0,4
0,4 0,4 0,4
0,3 0,3 0,2
0,0
0
0
0
0
0
0
0 8,59 15,19
8,59 63,87
9,9
8,59 149,90
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
8,59 39,03 8,59 33,11 8,59 28,29 8,59 24,42 8,59 21,31 8,59 18,81
149
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI Tabel 4.23 Rekapitulasi perhitungan banjir rancangan Metode HSS Gama I Debit Banjir T 20 T50 tahun tahun 3 m /det m3/det
T2 tahun m3/det
T5 tahun m3/det
0
8,59
8,59
8,59
8,59
1
35,01
41,68
45,18
48,04
51,30
53,52
63,87
2
65,83
81,21
88,03
95,86
103,36
108,49
132,32
3
73,55
92,78
99,82
111,09
120,47
126,88
156,67
4
72,02
92,91
99,82
112,81
123,00
129,97
162,34
5
66,16
87,54
94,14
107,89
118,33
125,45
158,58
6
58,31
79,50
85,72
99,67
110,01
117,07
149,90
7
49,70
70,31
76,13
89,93
99,99
106,86
138,79
8
41,73
60,83
66,25
79,70
89,37
95,97
126,67
Jam
T10 tahun 3
m /det
8,59
T100 tahun m3/det
m3/det
8,59
8,59
PMF
9
35,22
51,53
56,57
69,54
78,78
85,08
114,39
10
29,99
43,21
47,57
59,81
68,58
74,57
102,44
11
25,78
36,41
39,91
50,66
58,98
64,66
91,08
12
22,41
30,94
33,76
42,55
50,06
55,44
80,46
13
19,69
26,55
28,81
35,88
42,12
46,95
70,64
14
17,51
23,02
24,84
30,52
35,62
39,52
61,62
15
15,76
20,19
21,65
26,21
30,44
33,51
53,38
16
14,35
17,91
19,08
22,75
26,25
28,72
45,86
17
13,22
16,08
17,02
19,97
22,83
24,81
39,03
18
12,31
14,61
15,36
17,73
20,03
21,62
33,11
19
11,58
13,43
14,03
15,94
17,78
19,06
28,29
20
10,99
12,48
12,96
14,49
15,98
17,00
24,42
21
10,52
11,71
12,10
13,33
14,53
15,35
21,31
22
10,14
11,10
11,41
12,40
13,36
14,02
18,81
23
9,84
10,61
10,86
11,65
12,42
12,96
16,80
24
9,59
10,21
10,41
11,05
11,67
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
12,10 15,19 (Sumber : Perhitungan )
150
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI
Gambar 4.4 Rekapitulasi hidrograf banjir rancangan
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
151
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI Tabel 4.24 Debit rencana periode ulang T tahun metode HSS gama I
No 1 2 3 4 5 6 9
Periode BF Q Tahun (m3/det) (m3/det) 2 8,59 73,55 5 8,59 92,91 10 8,59 99,82 25 8,59 112,81 50 8,59 123,00 100 8,59 129,97 PMF 8,59 162,34
4.2.11 Perhitungan Debit Banjir Rencana dengan Metode Passing Capacity Metode passing capacity digunakan sebagai control terhadap hasil perhitungan debit banjir rencana yang diperoleh dari data hujan. Langkah-langkah perhitungan passing capacity adalah sebagai berikut :
Gambar 4.5 Potongan melintang Bendung Pulodadi
Menentukan kemiringan dasar sungai dengan mengambil elevasi sungai pada jarak 100 m dari as tubuh embung di sebelah hulu dan hilir. di dapat :
I
h = 0,004 L
Menentukan besaran koefisien manning berdasarkan kondisi dasar sungai, ditentukan. n = 0,02 Menentukan luas tampang aliran : A = 30 m2
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
152
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI
Menentukan keliling basah : P = 23 m Menghitung jari-jari hidraulis : R = 1,30 m Menghitung debit aliran Q = 1/n x R2/3 x I1/2 x A = 113,26 m3/det 4.2.12 Penentuan Debit Rencana Hasil perhitungan debit banjir rencana yang dilakukan dengan beberapa metode disajikan dalam tabel berikut ini : Tabel 4.25 Rekapitulasi debit banjir rencana
No 1 2 3 4 5 8
Periode Ulang Haspers Weduwen HSS Gama I FSR PMF Passing Capacity 3 3 3 3 3 Tahun (m /det) (m /det) (m /det) (m /det) (m /det) (m3/det) 2 100,16 46,19 73,55 5 118,64 58,36 92,91 40,87 10 128,32 65,03 99,82 61,29 162,34 113,26 20 136,24 70,67 112,81 106,89 50 145,26 77,21 123,00 146,32 100 151,42 81,77 129,97 192,58
Berdasarkan pertimbangan efisiensi. ketidakpastian besarnya debit banjir yang terjadi di daerah tersebut, tingkat ketelitian perhitungan dan mendekati dengan Passing Capacity serta pertimbangan untuk perhitungan flood routing yang menggunakan parameter waktu dalam hitungan jam-jaman maka debit rencana yang digunakan berdasarkan perhitungan Metode HSS Gama I
dengan periode ulang 50 tahun sebesar 123,00 m3/dtk untuk
bangunan pelimpah.
4.3
Perhitungan Debit Andalan
Debit andalan merupakan debit minimal yang sudah ditentukan yang dapat dipakai untuk memenuhi kebutuhan air. Perhitungan ini menggunakan cara analisis water balance dari Dr. F.J Mock berdasarkan data cuarah hujan bulanan. jumlah hari hujan. evapotranspirasi dan karakteristik hidrologi daerah pengaliran.
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
153
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI
4.3.1 Data Curah Hujan Data curah hujan diambil dari data curah hujan bulanan dari Stasiun Beran, Santan dan Bronggang Tabel 4.26 Curah hujan bulanan rata-rata stasiun Beran. Santan dan Bronggang No
Tahun
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
1 Jan 633 576 528 856 1023 975 469 502 606 374 365 424 518 447 455 590 250 447 431 399
2 Peb 499 825 708 465 1106 952 313 697 681 275 456 659 355 538 379 703 535 419 362 444
3 Mar 315 746 470 564 249 832 478 890 475 223 98 514 437 361 629 340 273 355 264 312
Curah Hujan Bulanan (mm/bln) 4 5 6 7 8 9 Apr Mei Jun Jul Ags Sep 130 113 26 10 1 1 225 407 184 19 16 53 226 179 433 541 145 10 240 117 63 49 109 11 520 38 8 0 0 0 533 260 113 92 336 184 391 145 104 0 10 0 236 82 0 0 0 0 245 87 241 72 0 4 170 47 38 1 24 0 196 120 0 6 0 0 404 95 317 285 33 67 334 214 44 66 1 15 483 139 123 26 67 10 352 128 199 76 6 2 257 125 98 60 6 4 103 154 103 103 103 103 116 272 10 50 4 15 245 34 43 40 34 35 450 220 29 102 3 35
10 Okt 5 522 314 77 12 257 16 39 182 329 1 620 229 159 461 324 103 61 178 128
11 Nop 282 424 418 209 271 320 438 205 729 570 93 684 396 308 631 306 295 327 245 80
12 Des 352 360 387 682 545 281 489 321 399 426 317 326 561 213 163 400 345 693 650 644
4.3.2 Evapotranspirasi Evapotranspirasi terbatas dihitung dari evapotranpirasi potensial Metode Penman. dE/Eto
= (m/20) x (18-n)
dE
= (m/20) x (18-n) x Eto
Etl
= Eto – dE
Dimana : dE = selisih evapotranspirasi potensial dan evapotranspirasi terbatas. Eto = evapotranspirasi potensil. Etl = evapotranspirasi terbatas. m
= prosentase lahan yang tidak ditutupi vegetasi. = 10 - 40 % untuk lahan yang tererosi. = 30 – 50 % untuk lahan pertanian yang diolah.
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
154
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI
4.3.3 Keseimbangan Air pada Permukaan Tanah Rumus mengenai air hujan yang mencapai permukaan tanah. S
= Rs – Etl
SMC(n)
= SMC(n-1) + IS(n)
WS
= S – IS
Dimana : S
= kandungan air tanah.
Rs
= curah hujan bulanan.
Etl
= evapotranspirasi terbatas.
IS
= tampungan awal / soil storage (mm)
IS (n)
= tampungan awal / soil storage moisture (mm) di ambil antara 50250 mm.
SMC(n)
= kelembaman tanah bulan ke-n.
SMC(n-1)
= kelembaman tanah bulan ke- (n-1)
WS
= water suplus / volume air bersih.
4.3.4 Limpasan (Run Off) dan Tampungan Air Tanah (Ground Water Storage) V (n)
= k.V (n-1) + 0.5 (l-k).I
dVn
= V (n) – V (n-1)
Dimana : V (n)
= volume air bulan ke-n
V (n-1)
= volume air tanah bulan ke-(n-1)
k
= faktor resesi aliran tanah diambil antara 0 – 0,1
I
= koefisien infiltrasi diambil antara 0 – 1,0
Harga k yang tinggi akan memberikan resesi lambat seperti kondisi geologi lapisan bawah yang lulus air. Koefisien infiltrasi ditaksir berdasarkan kondisi porositas tanah dan kemiringan lahan. Lahan porus mempunyai infiltrasi yang lebih tinggi dibandingkan tanah lempung berat. Lahan yang terjal menyebabkan air tidak sempat berinfiltrasi ke dalam tanah sehingga koefisien infiltrasi akan kecil.
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
155
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI
4.3.5 Aliran Sungai Aliran dasar
= infiltasi – perubahan volume air dalam tanah.
B (n)
= I – dV (n)
Aliran permukaan = volume air lebih – infiltrasi. D (ro)
= WS – I
Aliran sungai = aliran permukaan + aliran dasar Run off Debit
= D (ro) + B (n) =
aliransungai xluasDAS satubulan(dtk )
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
156
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI Tabel 4.27 Kelembaman relatif Stasiun Klimatologi Plunyon
No Tahun 1 2 3 4 5
2002 2003 2004 2005 2006
Jan 1 89,00 88,87 89,48 90,00 89,74
Peb 2 88,04 91,96 89,72 89,82 89,71
Mar 3 89,39 91,84 89,68 89,65 89,68
Apr 4 90,13 92,67 89,37 89,50 89,50
Kelembaman Relatif (%) Mei Jun Jul Ags 5 6 7 8 92,58 92,63 85,26 89,13 91,77 91,27 45,68 88,42 89,55 89,03 89,00 89,00 89,26 89,17 89,16 89,06 89,13 89,00 89,00 89,00
Sep 9 89,29 88,60 89,00 89,23 91,00
Okt 10 78,29 89,45 89,45 89,52 91,00
Nop 11 89,50 90,00 89,93 89,43 91,00
Des 12 87,58 90,00 89,58 89,77 89,03
Okt 10 99,32 99,74 99,53 96,19 86,16
Nop 11 99,60 99,70 99,65 99,59 99,40
Des 12 99,84 99,48 97,66 99,20 99,82
Tabel 4.28 Kelembaman relatif Stasiun Klimatologi Plambongan
No Tahun 1 2 3 4 5
2002 2003 2004 2005 2006
Jan 1 99,16 99,52 99,34 99,18 98,68
Peb 2 98,54 99,54 97,04 96,61 91,32
Mar 3 99,68 99,48 98,58 97,08 90,58
Apr 4 99,27 99,90 94,50 98,73 90,10
Kelembaman Relatif (%) Mei Jun Jul Ags 5 6 7 8 98,71 98,53 99,39 99,52 99,97 99,77 99,81 99,48 96,34 96,15 93,60 97,50 98,43 98,53 97,94 99,05 98,69 99,65 98,96 99,71
Sep 9 98,90 99,50 98,20 98,78 98,52
Tabel 4.29 Rata-rata kelembaman relatif
No 1 2
Tahun
Kelembaman Relatif (%)
Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des Plunyon 89,42 89,85 90,05 90,23 90,46 90,22 79,62 88,92 89,42 87,54 89,97 89,19 Plambongan 99,18 96,61 97,08 96,50 98,43 98,53 97,94 99,05 98,78 96,19 99,59 99,20 Rata-rata 94,30 93,23 93,56 93,37 94,44 94,37 88,78 93,99 94,10 91,86 94,78 94,20
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
157
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI Tabel 4.30 Suhu udara (oC) Stasiun Klimatologi Plunyon
Suhu Udara (oC) No Tahun 1 2 3 4 5
2002 2003 2004 2005 2006
Jan 1 22,69 25,09 22,39 23,74 23,34
Peb 2 23,44 21,93 22,64 23,73 24,41
Mar 3 23,55 21,90 22,26 23,92 24,61
Apr 4 23,55 23,33 22,03 23,65 23,98
Mei 5 22,35 23,48 21,55 23,76 23,85
Jun 6 17,22 22,37 20,02 24,03 23,37
Jul 7 17,02 22,21 23,37 23,68 22,92
Ags 8 21,00 22,53 26,26 23,69 23,15
Sep 9 23,40 22,53 24,15 24,18 23,82
Okt 10 24,01 22,60 24,48 24,02 24,08
Nop 11 25,34 22,30 24,32 24,37 24,28
Des 12 26,23 22,63 24,23 23,97 23,90
Okt 10 26,20 25,99 26,99 27,33 28,45
Nop 11 26,38 26,02 26,95 27,26 28,14
Des 12 26,36 25,94 26,67 26,91 27,46
Tabel 4.31 Suhu udara (oC) Stasiun Klimatologi Plambongan
Suhu Udara (oC) No Tahun 1 2 3 4 5
2002 2003 2004 2005 2006
Jan 1 26,30 26,08 26,58 26,74 27,18
Peb 2 26,18 26,19 26,59 26,72 27,26
Mar 3 26,60 26,86 26,85 26,84 27,08
Apr 4 26,50 27,11 22,58 21,08 15,65
Mei 5 26,58 26,35 26,40 26,42 26,26
Jun 6 25,67 26,20 25,41 25,15 24,63
Jul 7 25,23 23,94 24,74 25,01 24,79
Ags 8 24,64 24,54 24,43 24,39 24,14
Sep 9 25,07 25,93 25,43 25,26 25,45
Tabel 4.32 Rata-rata suhu udara (oC)
No
Tahun
Jan 1 Plunyon 23,45 2 Plambongan 26,58 Rata-rata 25,01
Suhu Udara (oC) Peb 23,23 26,59 24,91
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
Mar 23,25 26,85 25,05
Apr 23,31 22,58 22,95
Mei 23,00 26,40 24,70
Jun 21,40 25,41 23,41
Jul 21,84 24,74 23,29
Ags 23,33 24,43 23,88
Sep 23,62 25,43 24,52
Okt 23,80 26,99 25,39
Nop 24,12 26,95 25,54
Des 24,19 26,67 25,43
158
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI Tabel 4.33 Kecepatan angin (km/hari) Stasiun Klimatologi Plunyon
Kecepatan angin (km/hari) No
Tahun
1 2 3 4 5
2002 2003 2004 2005 2006
Jan 1 55,26 57,59 56,79 49,89 54,88
Peb 2 124,61 125,65 87,14 90,37 112,47
Mar 3 27,65 29,45 29,68 32,12 29,73
Apr 4 59,10 61,46 55,57 57,89 58,51
Mei 5 41,81 43,63 42,45 45,84 43,43
Jun 6 42,93 45,62 44,27 47,12 44,99
Jul 7 60,16 61,79 60,54 59,71 60,55
Ags 8 56,68 58,79 57,47 55,68 57,16
Sep 9 66,00 68,30 67,45 65,38 66,78
Okt 10 31,87 33,60 32,45 34,70 33,16
Nop 11 22,70 24,68 23,49 25,01 23,97
Des 12 26,00 28,52 27,43 26,98 27,23
Okt 10 55,35 44,75 49,50 51,10 45,83
Nop 11 45,12 34,67 37,65 39,24 30,57
Des 12 45,75 30,72 36,25 37,84 29,69
Tabel 4.34 Kecepatan angin (km/hari) Stasiun Klimatologi Plambongan
No
Tahun
1 2 3 4 5
2002 2003 2004 2005 2006
Jan 1 36,71 49,35 42,43 44,03 38,65
Peb 2 29,13 39,01 35,46 37,06 35,67
Mar 3 28,99 31,34 31,20 32,79 30,68
Apr 4 35,89 28,49 31,51 33,10 27,56
Kecepatan angin (km/hari) Mei Jun Jul Ags 5 6 7 8 24,98 22,5 36,15 52,35 32,98 30,19 30,24 44,29 31,40 28,68 33,10 47,48 32,99 30,28 34,70 49,08 33,65 30,78 30,34 43,23
Sep 9 56,15 49,62 52,01 53,61 47,69
Tabel 4.35 Rata-rata kecepatan angin (km/hari)
No
Tahun
1 Plunyon 2 Plambongan Rata-rata
Kecepatan Angin (km/hari) Jan 54,88 42,23 48,56
Peb 112,47 35,27 73,87
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
Mar 29,73 31,00 30,36
Apr 58,51 31,31 44,91
Mei 43,43 31,20 37,32
Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des 44,99 60,55 57,16 66,78 33,16 23,97 27,23 28,49 32,91 47,29 51,82 49,31 37,45 36,05 36,74 46,73 52,22 59,30 41,23 30,71 31,64
159
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI Tabel 4.36 Sinar matahari (%) Stasiun Klimatologi Plunyon
Sinar Matahari (%) No
Tahun
1 2 3 4 5
2002 2003 2004 2005 2006
Jan 1 22,00 26,76 24,11 27,25 18,64
Peb 2 23,14 22,05 19,02 25,32 24,47
Mar 3 56,39 31,35 25,37 27,97 18,72
Apr 4 27,99 36,18 25,48 30,00 18,00
Mei 5 33,61 37,00 16,00 21,00 26,00
Jun 6 32,15 44,00 29,00 27,00 30,00
Jul 7 35,28 36,89 38,80 35,34 27,78
Ags 8 44,06 48,15 40,56 27,77 39,87
Sep 9 30,00 32,03 31,96 32,03 36,63
Okt 10 19,06 16,02 43,21 22,36 44,77
Nop 11 20,00 18,00 28,00 22,00 39,00
Des 12 23,00 14,00 30,00 10,00 19,00
Sep 9 70,09 58,99 64,54 67,58 73,64
Okt 10 69,88 36,66 53,27 58,82 72,41
Nop 11 51,78 41,96 46,87 49,56 54,59
Des 12 49,00 37,00 43,00 46,01 52,00
Tabel 4.37 Sinar matahari (%) Stasiun Klimatologi Plambongan
No
Tahun
1 2 3 4 5
2002 2003 2004 2005 2006
Jan 1 43,97 51,21 47,59 48,07 46,46
Peb 2 39,04 36,93 37,99 39,92 42,67
Mar 3 52,56 54,18 53,37 54,73 55,78
Apr 4 54,76 67,47 61,12 61,28 58,73
Sinar Matahari (%) Mei Jun Jul 5 6 7 73,06 69,66 71,74 64,18 70,50 74,23 68,62 70,08 72,99 71,36 71,45 74,08 76,52 72,53 74,32
Ags 8 75,08 73,39 74,24 76,16 78,89
Tabel 4.38 Rata-rata sinar matahari (%)
No
Tahun
1 Plunyon 2 Plambongan Rata-rata
Sinar Matahari (%) Jan 23,75 47,46 35,61
Peb 22,80 39,31 31,05
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
Mar 31,96 54,12 43,04
Apr 27,53 60,67 44,10
Mei 26,72 70,75 48,73
Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des 32,43 34,82 40,08 32,53 29,08 25,40 19,20 70,84 73,47 75,55 66,97 58,21 48,95 45,40 51,64 54,14 57,82 49,75 43,65 37,18 32,30
160
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI Tabel 4.39 Perhitungan evaporasi Metode Penman No
Dasar
Jan
Peb
C % m/s %
25,0 94,30 0,562 35,61 0,25 31,436
1 2 3 4 5 6
Suhu Udara Kelembaban Relatif Kecepatan Angin (U) Penyinaran Matahari 8 Jam (Q1) Albedo (r) Transfer ke 12 Jam = 0, 786 Q1+ 3,45
7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
Tabel 2a dan 2b dengan (1) f(Tai) x 10-2 8,96 -1 2 Tabel 2a dan 2b dengan (1) L x 10 2,43 wa Tabel 2a dan 2b dengan (1) Pz ,Jsa mmHg 23,75 Tabel 2a dan 2b dengan (1) 1,91 wa (2) x (9) Pz mmHg 22,4 Tabel 3 dengan (11) f(Tdp) 0,123 wa wa (9) - (11) Pz , Jsa - Pz mmHg 1,355 Tabel 4 dengan (3) x f(U2) 0,138 (13) x(14) 0,187 H -2 Tabel 5 dengan Lintang ca sh x 10 9,12 Tabel 6 dengan (6) ash x f(r) 0,338 (16) x (17) 3,087 8 x [1 - (6)] 5,485 1 - [(19)/10] 0,451 (7) x (12) x (20) 0,498 (18) - (21) 2,589 (8) x (22) 6,292 (15) + (23) 6,479 (24) : (10) Eto mm/hari 3,392 Jumlah Hari hari 31 Evaporasi mm/bulan 105,15
%
Mar
Apr
Mei
Jun
24,9 25,0 22,9 24,7 93,23 93,56 93,37 94,44 0,855 0,351 0,520 0,432 31,05 43,04 44,10 48,73 0,25 0,25 0,25 0,25 27,859 37,281 38,113 41,755 Perhitungan (Prosida/Penman) 8,95 8,96 8,71 8,93 2,42 2,43 2,17 2,40 23,60 23,75 20,93 23,31 1,90 1,91 1,76 1,89 22,0 22,2 19,5 22,0 0,127 0,125 0,153 0,127 1,598 1,529 1,388 1,295 0,165 0,118 0,134 0,126 0,264 0,181 0,186 0,163 9,16 8,90 8,32 7,64 0,325 0,361 0,365 0,379 2,973 3,215 3,033 2,893 5,771 5,018 4,951 4,660 0,423 0,498 0,505 0,534 0,481 0,558 0,673 0,606 2,492 2,657 2,360 2,288 6,031 6,457 5,121 5,491 6,294 6,638 5,307 5,654 3,313 3,475 3,015 2,991 28 31 30 31 92,756 107,739 90,46 92,731
Jul
Ags
Sep
Okt
Nop
Des
Jan
23,4 94,37 0,425 51,64 0,25 44,037
23,3 88,78 0,541 54,14 0,25 46,007
23,9 93,99 0,604 57,82 0,25 48,894
24,5 94,10 0,686 49,75 0,25 42,552
25,4 91,86 0,477 43,65 0,25 37,755
25,5 25,4 94,78 94,20 0,355 0,366 37,18 32,30 0,25 0,25 32,670 28,839
8,77 2,23 21,58 1,80 20,4 0,144 1,214 0,125 0,152 7,25 0,388 2,810 4,477 0,552 0,697 2,113 4,712 4,863 2,702 30 81,058
8,76 2,22 21,45 1,79 19,0 0,157 2,407 0,136 0,327 7,37 0,395 2,913 4,319 0,568 0,781 2,132 4,733 5,060 2,827 31 87,637
8,83 2,29 22,23 1,83 20,9 0,139 1,337 0,142 0,189 7,93 0,407 3,224 4,089 0,591 0,726 2,498 5,722 5,911 3,230 31 100,13
8,90 2,37 23,05 1,87 21,7 0,130 1,359 0,149 0,203 8,59 0,382 3,280 4,596 0,540 0,625 2,655 6,292 6,495 3,473 30 104,19
9,01 2,49 24,35 1,94 22,4 0,123 1,981 0,130 0,257 8,99 0,363 3,264 4,980 0,502 0,556 2,708 6,743 7,00 3,609 31 111,87
9,02 9,01 2,50 2,49 24,49 24,35 1,95 1,94 23,2 22,9 0,114 0,117 1,278 1,413 0,119 0,120 0,152 0,169 9,08 9,06 0,343 0,328 3,117 2,975 5,386 5,693 0,461 0,431 0,474 0,454 2,643 2,521 6,607 6,277 6,758 6,446 3,466 3,323 30 31 103,98 103,0019
(Sumber : Perhitungan )
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
161
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI Tabel 4.40 Perhitungan debit andalan tahun 1987 C
Uraian
Satuan
Bulan Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Ags
Sep
Okt
Nov
Des
1 1
1 1
5 4
282 13
352 18
[1] CURAH HUJAN (P) [2] JUMLAH HARI HUJAN (N) Limited Evapotranpiration [3] Evapotranpiration (Eto) [4] Exposed Surface (m) [5] (m/20) * (18 - N) [6] dE [5] x [3] [7] Etl = Eto -dE [3] - [6] WATER BALANCE [8] P - Etl [1] - [7] [9] SOIL STORAGE [10] SOIL MOISTURE [11] WATER SURPLUS [8] - [9] RUN OFF AND GROUND WATER STORAGE
mm hr
633 17
499 16
315 14
130 12
113 11
26 8
10 5
mm % mm mm
105,15 30 0,015 1,58 103,58
92,76 30 0,030 2,78 89,97
107,74 30 0,060 6,46 101,27
90,46 40 0,120 10,86 79,60
92,73 40 0,140 12,98 79,75
81,06 50 0,250 20,26 60,79
87,64 50 0,325 28,48 59,15
100,13 104,19 111,87 103,98 103,00 50 50 50 40 30 0,425 0,425 0,350 0,100 0,000 42,56 44,28 39,15 10,40 0,00 57,58 59,91 72,71 93,58 103,00
mm mm mm mm
529,42 409,03 0 0 50 50 529,42 409,03
213,73 0 50 213,73
50,40 0 50 50,40
33,25 0 50 33,25
-34,79 34,79 50 0
-49,15 49,15 50 0
-56,58 56,58 50 0
-58,91 58,91 50 0
-67,71 67,71 50 0
[12] INFILTRATION [13] 0,5 x (1 + k) x 1 x [12] [14] K x (Vn-1)
0,3 x [11]
mm mm
158,83 122,71 138,97 107,37 298,00 327,73
64,12 56,10
15,12 13,23
9,98 8,73
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
56,53 49,46
74,70 65,36
326,32
286,82 225,04 175,32 131,49
98,62
73,96
55,47
41,61
68,30
[15] [16] [17] [18] [19]
STORAGE VOLUME dVn = Vn - Vn-1 BASE FLOW DIRECT RUNOFF RUN OFF
[13] + [14]
435,10 -1,87 124,58 286,32 410,90
382,43 -52,67 116,79 149,61 266,40
300,05 233,77 175,32 131,49 -82,38 -66,28 -58,44 -43,83 97,50 76,26 58,44 43,83 35,28 23 0 0 132,77 99,54 58,44 43,83
98,62 -32,87 32,87 0 32,87
73,96 -24,65 24,65 0 24,65
55,47 -18,49 18,49 0 18,49
91,07 133,66 35,59 42,60 20,93 32,10 131,90 174,30 152,83 206,40
[20] [21] [22] [23]
RUN OFF CA DEBIT EFEKTIF DEBIT EFEKTIF
[17]+[18]
[12] - [16] [11] - [12] [17]+[18]
[19] x A [19] x A
mm mm mm mm mm mm
436,97 1,35 157,48 370,60 528,07
188,42 249,00 0 0 50 50 188,42 249,00
m³/dt 2,0E-04 1,6E-04 1,0E-04 5,1E-05 3,8E-05 2,3E-05 1,7E-05 1,3E-05 9,5E-06 7,1E-06 5,9E-05 8,0E-05 km2 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 lt/dt 4141,88 3222,84 2089,45 1041,39 780,69 458,38 343,78 257,84 193,38 145,03 1198,70 1618,89 3,22 2,09 1,04 0,78 0,46 0,34 0,26 0,19 0,15 1,20 1,62 m³/dt 4,14
(Sumber : Perhitungan )
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
162
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI Tabel 4.41 Perhitungan debit andalan tahun 1988 C
Uraian
[1] CURAH HUJAN [2] JUMLAH HARI HUJAN Limited Evapotranpiration [3] Evapotranpiration [4] Exposed Surface [5] (m/20) * (18 - N) [6] dE [7] Etl = Eto -dE WATER BALANCE [8] P - Etl [9] SOIL STORAGE [10] SOIL MOISTURE [11] WATER SURPLUS RUN OFF AND GROUND WATER STORAGE
Satuan
Bulan Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Ags
Sep
Okt
Nov
Des
16 3
53 8
522 14
424 13
360 14
(P) (N)
mm hr
576 15
825 18
746 17
225 13
407 16
184 9
19 4
(Eto) (m)
mm %
[5] x [3] [3] - [6]
mm mm
105,15 30 0,045 4,73 100,42
92,76 30 0,060 5,57 87,19
107,74 30 0,090 9,70 98,04
90,46 40 0,160 14,47 75,99
92,73 30 0,075 6,95 85,78
81,06 40 0,240 19,45 61,60
87,64 50 0,375 32,86 54,77
100,13 104,19 111,87 50 50 30 0,450 0,450 0,165 45,06 46,89 18,46 55,07 57,31 93,41
103,98 103,00 30 30 0,105 0,075 10,92 7,73 93,06 95,28
[1] - [7]
mm mm mm mm
475,58 0 50 475,58
737,81 647,96 149,01 321,22 0 0 0 0 50 50 50 50 737,81 647,96 149,01 321,22
122,40 0 50 122,40
-35,77 42,35 50 0
-39,07 57,10 50 0
-4,31 23,06 50 0
428,59 0 50 428,59
330,94 264,72 0 0 50 50 330,94 264,72
mm mm
142,67 124,84
221,34 194,39 193,67 170,09
36,72 32,13
0 0
0 0
0 0
128,58 112,51
99,28 86,87
mm
298,00
317,13 383,10 414,89 340,51
318,62 263,06 197,30 147,97 110,98
167,61 190,86
422,84 14,67 128,00 332,91 460,91
510,80 87,97 133,38 516,47 649,84
350,75 263,06 197,30 147,97 223,49 -74,08 -87,69 -65,77 -49,32 75,51 110,80 87,69 65,77 49,32 53,07 85,68 0 0 0 300,01 196,47 87,69 65,77 49,32 353,08
254,49 260,35 31,00 5,87 68,28 73,55 231,66 185,31 299,94 258,85
[8] - [9]
44,70 39,12
96,37 84,32
79,42 69,49
[12] INFILTRATION [13] 0,5 x (1 + k) x 1 x [12] [14] K x (Vn-1)
0,3 x [11]
[15] [16] [17] [18] [19]
STORAGE VOLUME dVn = Vn - Vn-1 BASE FLOW DIRECT RUNOFF RUN OFF
[13] + [14] [12] - [16] [11] - [12] [17]+[18]
mm mm mm mm mm
[20] [21] [22] [23]
RUN OFF CA DEBIT EFEKTIF DEBIT EFEKTIF
[17]+[18]
m³/dt 1,8E-04 2,5E-04 2,3E-04 9,6E-05 1,4E-04 7,6E-05 3,4E-05 2,5E-05 1,9E-05 1,4E-04 1,2E-04 1,0E-04
[19] x A [19] x A
km2 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 lt/dt 3615,07 5096,96 4749,71 1946,69 2748,36 1541,02 687,77 515,82 386,87 2769,34 2352,54 2030,29 m³/dt 3,62 5,10 4,75 1,95 2,75 1,54 0,69 0,52 0,39 2,77 2,35 2,03
553,19 42,39 152,00 453,57 605,57
454,01 -99,18 143,89 104,31 248,20
424,83 -29,18 125,55 224,86 350,41
(Sumber : Perhitungan )
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
163
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI Tabel 4.42 Perhitungan debit andalan tahun 1989 C
Uraian
Satuan
Bulan Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Ags
Sep
Okt
Nov
Des
145 12
10 6
314 15
418 15
387 13
[1] CURAH HUJAN (P) [2] JUMLAH HARI HUJAN (N) Limited Evapotranpiration [3] Evapotranpiration (Eto) [4] Exposed Surface (m) [5] (m/20) * (18 - N) [6] dE [5] x [3] [7] Etl = Eto -dE [3] - [6] WATER BALANCE [8] P - Etl [1] - [7] [9] SOIL STORAGE [10] SOIL MOISTURE [11] WATER SURPLUS [8] - [9] RUN OFF AND GROUND WATER STORAGE
mm hr
528 17
708 19
470 15
226 13
179 12
433 15
541 16
mm % mm mm
105,15 30 0,015 1,58 101,65
92,76 30 -0,015 -1,39 89,26
107,74 30 0,045 4,85 104,24
90,46 40 0,100 9,05 86,96
92,73 40 0,120 11,13 89,23
81,06 30 0,045 3,65 77,56
87,64 30 0,030 2,63 84,14
mm mm mm mm
426,35 618,74 0 0 50 50 426,35 618,74
365,76 139,04 0 0 50 50 365,76 139,04
89,77 0 50 89,77
355,44 456,86 0 0 50 50 355,44 456,86
[12] INFILTRATION [13] 0,5 x (1 + k) x 1 x [12] [14] K x (Vn-1)
0,3 x [11]
mm mm
127,90 185,62 111,92 162,42
109,73 96,01
mm
298,00 307,44
[15] [16] [17] [18] [19]
STORAGE VOLUME dVn = Vn - Vn-1 BASE FLOW DIRECT RUNOFF RUN OFF
[13] + [14] [12] - [16] [11] - [12] [17]+[18]
mm mm mm mm mm
409,92 -23,40 151,30 298,44 449,75
[20] [21] [22] [23]
RUN OFF CA DEBIT EFEKTIF DEBIT EFEKTIF
[17]+[18]
m³/dt 1,7E-04 2,2E-04 1,5E-04 8,3E-05 6,1E-05 1,3E-04 1,6E-04 4,9E-05 2,7E-05 7,9E-05 1,1E-04 1,1E-04
[19] x A [19] x A
km2 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 lt/dt 3527,53 4382,89 3037,06 1683,53 1250,27 2650,51 3271,52 986,54 554,96 1605,71 2254,72 2139,97 m³/dt 3,53 4,38 3,04 1,68 1,25 2,65 3,27 0,99 0,55 1,61 2,25 2,14
469,86 59,94 125,68 433,12 558,80
41,71 36,50
27 24
107 93
137 120
100,13 104,19 111,87 103,98 40 50 30 30 0,120 0,300 0,045 0,045 12,02 31,26 5,03 4,68 96,63 100,69 108,37 100,48
103,00 30 0,075 7,73 99,50
48,37 0 50 48,37
-90,69 90,69 50 0
287,50 0 50 287,50
15 13
0 0
205,63 317,52 0 0 50 50 205,63 317,52
62 54
95,26 83,35
86,25 75,47
352,39 336,30 279,60
227,37 240,51 270,33 212,27 159,20 159,88
182,43
448,41 372,80 303,17 -21,45 -75,60 -69,64 131,18 117,32 96,57 256,03 97,33 63 387,21 214,64 159,41
320,68 360,44 283,02 212,27 213,18 243,23 17,51 39,76 -77,41 -70,76 0,91 30,06 89,12 97,30 91,92 70,76 60,78 65,20 249 320 34 0 144 222,27 337,93 417,11 125,78 70,76 204,72 287,47
257,89 14,66 71,59 201,25 272,84
(Sumber : Perhitungan )
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
164
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI Tabel 4.43 Perhitungan debit andalan tahun 1990 C
Uraian
Satuan
Bulan Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Ags
Sep
Okt
Nov
Des
109 10
11 3
77 8
209 11
682 17
[1] CURAH HUJAN (P) [2] JUMLAH HARI HUJAN (N) Limited Evapotranpiration [3] Evapotranpiration (Eto) [4] Exposed Surface (m) [5] (m/20) * (18 - N) [6] dE [5] x [3] [7] Etl = Eto -dE [3] - [6] WATER BALANCE [8] P - Etl [1] - [7] [9] SOIL STORAGE [10] SOIL MOISTURE [11] WATER SURPLUS [8] - [9] RUN OFF AND GROUND WATER STORAGE
mm hr
856 19
465 13
564 16
240 12
117 11
63 7
49 6
mm % mm mm
105,15 30 -0,015 -1,58 101,65
92,76 30 0,075 6,96 89,26
107,74 30 0,030 3,23 104,24
90,46 40 0,120 10,86 86,96
92,73 40 0,140 12,98 89,23
81,06 50 0,275 22,29 77,56
87,64 50 0,300 26,29 84,14
100,13 104,19 111,87 103,98 103,00 50 50 50 40 30 0,200 0,375 0,250 0,140 0,015 20,03 39,07 27,97 14,56 1,55 96,63 100,69 108,37 100,48 99,50
mm mm mm mm
754,35 0 50 754,35
375,74 459,76 0 0 50 50 375,74 459,76
153,04 0 50 153,04
27,77 0 50 27,77
-14,56 14,56 50 0
-35,14 83,14 50 0
12,37 0,00 50 12,37
-89,69 89,69 50 0
-31,37 31,37 50 0
[12] INFILTRATION [13] 0,5 x (1 + k) x 1 x [12] [14] K x (Vn-1)
0,3 x [11]
mm mm
226,30 198,02
112,72 137,93 98,63 120,69
45,91 40,17
8 7
0 0
0 0
4 3
0 0
0 0
32,56 28,49
174,75 152,91
mm
298,00
372,01 352,98
355,25 296,57 227,89 170,92 128,19
98,58
73,93
55,45
62,95
[15] [16] [17] [18] [19]
STORAGE VOLUME dVn = Vn - Vn-1 BASE FLOW DIRECT RUNOFF RUN OFF
[13] + [14] [12] - [16] [11] - [12] [17]+[18]
mm mm mm mm mm
496,02 -23,40 249,70 528,04 777,75
470,64 -25,37 138,09 263,02 401,11
395,43 303,86 227,89 170,92 131,44 -78,24 -91,57 -75,96 -56,97 -39,48 124,16 99,90 75,96 56,97 43,19 107,13 19 0 0 9 231,29 119,34 75,96 56,97 51,85
98,58 -32,86 32,86 0 32,86
73,93 -24,64 24,64 0 24,64
83,94 10,00 22,55 75,97 98,52
215,86 131,92 42,83 407,75 450,58
[20] [21] [22] [23]
RUN OFF CA DEBIT EFEKTIF DEBIT EFEKTIF
[17]+[18]
m³/dt 3,0E-04 1,5E-04 1,8E-04 8,9E-05 4,6E-05 2,9E-05 2,2E-05 2,0E-05 1,3E-05 9,5E-06 3,8E-05 1,7E-04
[19] x A [19] x A
km2 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 lt/dt 6100,15 3146,09 3582,34 1814,05 936,00 595,82 446,86 406,69 257,73 193,30 772,73 3534,04 m³/dt 6,10 3,15 3,58 1,81 0,94 0,60 0,45 0,41 0,26 0,19 0,77 3,53
473,67 3,03 134,90 321,83 456,74
108,52 582,50 0 0 50 50 108,52 582,50
(Sumber : Perhitungan )
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
165
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI Tabel 4.44 Perhitungan debit andalan tahun 1991 C
Uraian
Satuan
Bulan Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Ags
Sep
Okt
Nov
Des
0 0
0 0
12 7
271 11
545 13
[1] CURAH HUJAN (P) [2] JUMLAH HARI HUJAN (N) Limited Evapotranpiration [3] Evapotranpiration (Eto) [4] Exposed Surface (m) [5] (m/20) * (18 - N) [6] dE [5] x [3] [7] Etl = Eto -dE [3] - [6] WATER BALANCE [8] P - Etl [1] - [7] [9] SOIL STORAGE [10] SOIL MOISTURE [11] WATER SURPLUS [8] - [9] RUN OFF AND GROUND WATER STORAGE
mm hr
1023 20
1106 21
249 11
520 14
38 8
8 4
0 0
mm % mm mm
105,15 30 -0,030 -3,15 101,65
92,76 30 -0,045 -4,17 89,26
107,74 40 0,140 15,08 104,24
90,46 30 0,060 5,43 86,96
92,73 50 0,250 23,18 89,23
81,06 50 0,350 28,37 77,56
87,64 50 0,450 39,44 84,14
100,13 104,19 111,87 103,98 50 50 50 40 0,450 0,450 0,275 0,140 45,06 46,89 30,76 14,56 96,63 100,69 108,37 100,48
103,00 30 0,075 7,73 99,50
mm mm mm mm
921,35 1016,74 144,76 433,04 0 0 0 0 50 50 50 50 921,35 1016,74 144,76 433,04
-51,23 51,23 50 0
-69,56 69,56 50 0
-84,14 84,14 50 0
-96,63 -100,69 -96,37 96,63 100,69 96,37 50 50 50 0 0 0
170,52 0 50 170,52
445,50 0 50 445,50
[12] INFILTRATION [13] 0,5 x (1 + k) x 1 x [12] [14] K x (Vn-1)
0,3 x [11]
mm mm
276,40 305,02 241,85 266,90 298,00 404,89
0 0 92,56
51,16 44,76 69,42
133,65 116,94 85,64
[15] [16] [17] [18] [19]
STORAGE VOLUME dVn = Vn - Vn-1 BASE FLOW DIRECT RUNOFF RUN OFF
[13] + [14]
671,79 541,84 520,05 390,04 292,53 219,40 164,55 123,41 92,56 131,93 -129,95 -21,79 -130,01 -97,51 -73,13 -54,85 -41,14 -30,85 173,09 173,37 151,70 130,01 97,51 73,13 54,85 41,14 30,85 711,72 101,33 303,13 0 0 0 0 0 0 884,81 274,71 454,83 130,01 97,51 73,13 54,85 41,14 30,85
114,18 21,62 29,53 119,37 148,90
202,58 88,40 45,25 311,85 357,10
[20] [21] [22] [23]
RUN OFF CA DEBIT EFEKTIF DEBIT EFEKTIF
[17]+[18]
[12] - [16] [11] - [12] [17]+[18]
[19] x A [19] x A
mm mm mm mm mm mm
539,85 -23,40 299,80 644,94 944,75
43,43 129,91 0 0 0 0 0 38,00 113,67 0 0 0 0 0 503,84 406,38 390,04 292,53 219,40 164,55 123,41
m³/dt 3,6E-04 3,4E-04 1,1E-04 1,8E-04 5,0E-05 3,8E-05 2,8E-05 2,1E-05 1,6E-05 1,2E-05 5,7E-05 1,4E-04 km2 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 lt/dt 7409,99 6939,90 2154,63 3567,37 1019,74 764,80 573,60 430,20 322,65 241,99 1167,88 2800,87 m³/dt 7,41 6,94 2,15 3,57 1,02 0,76 0,57 0,43 0,32 0,24 1,17 2,80
(Sumber : Perhitungan )
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
166
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI Tabel 4.45 Perhitungan debit andalan tahun 1992 C
Uraian
Satuan
Bulan Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Ags
Sep
Okt
Nov
Des
257 14
320 15
281 14
[1] CURAH HUJAN (P) [2] JUMLAH HARI HUJAN (N) Limited Evapotranpiration [3] Evapotranpiration (Eto) [4] Exposed Surface (m) [5] (m/20) * (18 - N) [6] dE [5] x [3] [7] Etl = Eto -dE [3] - [6] WATER BALANCE [8] P - Etl [1] - [7] [9] SOIL STORAGE [10] SOIL MOISTURE [11] WATER SURPLUS [8] - [9] RUN OFF AND GROUND WATER STORAGE
mm hr
975 16
952 14
832 15
533 14
260 13
113 7
92 6
336 12
184 11
mm % mm mm
105,15 30 0,030 3,15 101,65
92,76 30 0,060 5,57 89,26
107,74 30 0,045 4,85 104,24
90,46 30 0,060 5,43 86,96
92,73 40 0,100 9,27 89,23
81,06 40 0,220 17,83 77,56
87,64 50 0,300 26,29 84,14
100,13 30 0,090 9,01 96,63
104,19 40 0,140 14,59 100,69
111,87 103,98 40 30 0,080 0,045 8,95 4,68 108,37 100,48
103,00 40 0,080 8,24 99,50
mm mm mm mm
873,35 0 50 873,35
862,74 0 50 862,74
727,76 446,04 0 0 50 50 727,76 446,04
170,77 0 50 170,77
35,44 0 50 35,44
7,86 0 50 7,86
239,37 0 50 239,37
83,31 0 50 83,31
148,63 219,52 0 0 50 50 148,63 219,52
181,50 0 50 181,50
[12] INFILTRATION [13] 0,5 x (1 + k) x 1 x [12] [14] K x (Vn-1)
0,3 x [11]
mm mm
262,00 229,25 298,00
258,82 226,47 395,44
218,33 133,81 191,04 117,09 466,43 493,10
51 11 2 72 45 9 2 63 457,64 376,85 289,62 218,76
25 22 211,20
45 65,86 39 57,63 174,80 160,36
54,45 47,64 163,49
[15] [16] [17] [18] [19]
STORAGE VOLUME dVn = Vn - Vn-1 BASE FLOW DIRECT RUNOFF RUN OFF
[13] + [14]
527,25 -23,40 285,40 611,34 896,75
621,91 94,66 164,17 603,92 768,09
657,47 35,56 182,77 509,43 692,20
610,19 502,47 386,15 291,68 281,59 -47,28 -107,72 -116,31 -94,47 -10,09 181,09 158,95 126,95 96,83 81,90 312,23 120 25 6 168 493,32 278,49 151,76 102,34 249,45
233,06 -48,53 73,52 58 131,84
213,81 217,99 -19,25 4,17 63,84 61,69 104 153,67 167,88 215,35
211,13 -6,85 61,30 127,05 188,35
[20] [21] [22] [23]
RUN OFF CA DEBIT EFEKTIF DEBIT EFEKTIF
[17]+[18]
[12] - [16] [11] - [12] [17]+[18]
[19] x A [19] x A
mm mm mm mm mm mm
m³/dt 3,5E-04 3,0E-04 2,7E-04 1,9E-04 1,1E-04 5,9E-05 3,9E-05 9,6E-05 5,1E-05 6,5E-05 8,3E-05 7,3E-05 km2 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 lt/dt 7033,51 6024,38 5429,19 3869,31 2184,29 1190,28 802,67 1956,56 1034,06 1316,78 1689,09 1477,31 m³/dt 7,03 6,02 5,43 3,87 2,18 1,19 0,80 1,96 1,03 1,32 1,69 1,48
(Sumber : Perhitungan )
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
167
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI Tabel 4.46 Perhitungan debit andalan tahun 1993 C
Uraian
Satuan
Bulan Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Ags
Sep
Okt
Nov
Des
10 3
0 0
16 4
438 13
489 14
[1] CURAH HUJAN (P) [2] JUMLAH HARI HUJAN (N) Limited Evapotranpiration [3] Evapotranpiration (Eto) [4] Exposed Surface (m) [5] (m/20) * (18 - N) [6] dE [5] x [3] [7] Etl = Eto -dE [3] - [6] WATER BALANCE [8] P - Etl [1] - [7] [9] SOIL STORAGE [10] SOIL MOISTURE [11] WATER SURPLUS [8] - [9] RUN OFF AND GROUND WATER STORAGE
mm hr
469 14
313 14
478 14
391 13
145 12
104 8
0 1
mm % mm mm
105,15 30 0,060 6,31 101,65
92,76 30 0,060 5,57 89,26
107,74 30 0,060 6,46 104,24
90,46 30 0,075 6,78 86,96
92,73 40 0,120 11,13 89,23
81,06 40 0,200 16,21 77,56
87,64 50 0,425 37,25 84,14
100,13 104,19 111,87 103,98 50 50 50 30 0,375 0,450 0,350 0,075 37,55 46,89 39,15 7,80 96,63 100,69 108,37 100,48
103,00 30 0,060 6,18 99,50
mm mm mm mm
367,35 223,74 0 0 50 50 367,35 223,74
373,76 304,04 0 0 50 50 373,76 304,04
55,77 0 50 55,77
26,44 0 50 26,44
-84,14 83,14 50 0
-86,63 -100,69 -92,37 86,63 100,69 92,37 50 50 50 0 0 0
337,52 0 50 337,52
389,50 0 50 389,50
[12] INFILTRATION [13] 0,5 x (1 + k) x 1 x [12] [14] K x (Vn-1)
0,3 x [11]
mm mm
110,20 96,43
112,13 98,11
17 15
8 7
0 0
mm
298,00 295,82
[15] [16] [17] [18] [19]
STORAGE VOLUME dVn = Vn - Vn-1 BASE FLOW DIRECT RUNOFF RUN OFF
[13] + [14] [12] - [16] [11] - [12] [17]+[18]
mm mm mm mm mm
394,43 -23,40 133,60 257,14 390,75
[20] [21] [22] [23]
RUN OFF CA DEBIT EFEKTIF DEBIT EFEKTIF
[17]+[18]
m³/dt 1,5E-04 1,0E-04 1,4E-04 1,2E-04 5,0E-05 3,4E-05 2,1E-05 1,6E-05 1,2E-05 8,8E-06 1,0E-04 1,2E-04
[19] x A [19] x A
km2 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 lt/dt 3064,77 2067,65 2857,24 2472,52 1014,44 700,55 424,30 318,23 238,67 179,00 2086,65 2527,46 m³/dt 3,06 2,07 2,86 2,47 1,01 0,70 0,42 0,32 0,24 0,18 2,09 2,53
67,12 58,73 354,55 -39,87 107,00 156,62 263,62
91,21 79,81
0 0
0 0
0 0
101,26 88,60
116,85 102,24
265,92 273,02 264,62 209,45 162,29 121,72
91,29
68,47
51,35
104,96
364,03 9,47 102,65 261,63 364,29
91,29 -30,43 30,43 0 30,43
68,47 -22,82 22,82 0 22,82
139,95 71,48 29,77 236,27 266,04
207,21 67,26 49,59 272,65 322,24
352,83 279,26 216,39 162,29 121,72 -11,20 -73,57 -62,87 -54,10 -40,57 102,41 90,30 70,81 54,10 40,57 212,83 39 19 0 0 315,24 129,34 89,32 54,10 40,57
(Sumber : Perhitungan )
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
168
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI Tabel 4.47 Perhitungan debit andalan tahun 1994 C
Uraian
Satuan
Bulan Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Ags
Sep
Okt
Nov
Des
0 0
0 0
39 5
205 8
321 11
[1] CURAH HUJAN (P) [2] JUMLAH HARI HUJAN (N) Limited Evapotranpiration [3] Evapotranpiration (Eto) [4] Exposed Surface (m) [5] (m/20) * (18 - N) [6] dE [5] x [3] [7] Etl = Eto -dE [3] - [6] WATER BALANCE [8] P - Etl [1] - [7] [9] SOIL STORAGE [10] SOIL MOISTURE [11] WATER SURPLUS [8] - [9] RUN OFF AND GROUND WATER STORAGE
mm hr
502 14
697 15
890 16
236 10
82 6
0 0
0 0
mm % mm mm
105,15 30 0,060 6,31 101,65
92,76 30 0,045 4,17 89,26
107,74 30 0,030 3,23 104,24
90,46 40 0,160 14,47 86,96
92,73 50 0,300 27,82 89,23
81,06 50 0,450 36,48 77,56
87,64 50 0,450 39,44 84,14
100,13 104,19 111,87 103,98 103,00 50 50 50 40 30 0,450 0,450 0,325 0,200 0,105 45,06 46,89 36,36 20,80 10,82 96,63 100,69 108,37 100,48 99,50
mm mm mm mm
400,35 0 50 400,35
607,74 785,76 0 0 50 50 607,74 785,76
149,04 0 50 149,04
-7,23 7,23 50 0
-77,56 77,56 50 0
-84,14 83,14 50 0
-96,63 -100,69 -69,37 96,63 100,69 69,37 50 50 50 0 0 0
[12] INFILTRATION [13] 0,5 x (1 + k) x 1 x [12] [14] K x (Vn-1)
0,3 x [11]
mm mm
120,10 105,09 298,00
182,32 235,73 159,53 206,26 302,32 346,39
44,71 0 0 0 0 0 39,12 0 0 0 0 0 414,49 340,21 255,16 191,37 143,53 107,64
[15] [16] [17] [18] [19]
STORAGE VOLUME dVn = Vn - Vn-1 BASE FLOW DIRECT RUNOFF RUN OFF
[13] + [14]
403,09 -23,40 143,50 280,24 423,75
461,85 58,76 123,56 425,42 548,98
453,61 -99,04 143,75 104,33 248,08
[20] [21] [22] [23]
RUN OFF CA DEBIT EFEKTIF DEBIT EFEKTIF
[17]+[18]
[12] - [16] [11] - [12] [17]+[18]
[19] x A [19] x A
mm mm mm mm mm mm
552,65 90,80 144,93 550,03 694,96
340,21 -113,40 113,40 0 113,40
104,52 221,50 0 0 50 50 104,52 221,50
0 0 80,73
31,36 27,44 60,55
66,45 58,14 65,99
255,16 191,37 143,53 107,64 80,73 -85,05 -63,79 -47,84 -35,88 -26,91 85,05 63,79 47,84 35,88 26,91 0 0 0 0 0 85,05 63,79 47,84 35,88 26,91
87,99 7,25 24,10 73,17 97,27
124,13 36,15 30,30 155,05 185,35
m³/dt 1,6E-04 2,1E-04 2,7E-04 9,6E-05 4,4E-05 3,3E-05 2,5E-05 1,8E-05 1,4E-05 1,0E-05 3,8E-05 7,2E-05 km2 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 lt/dt 3323,60 4305,88 5450,84 1945,78 889,46 667,09 500,32 375,24 281,43 211,07 762,92 1453,78 m³/dt 3,32 4,31 5,45 1,95 0,89 0,67 0,50 0,38 0,28 0,21 0,76 1,45
(Sumber : Perhitungan )
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
169
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI Tabel 4.48 Perhitungan debit andalan tahun 1995 C
Uraian
Satuan
Bulan Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Ags
Sep
Okt
Nov
Des
0 0
4 2
182 8
729 16
399 13
[1] CURAH HUJAN (P) [2] JUMLAH HARI HUJAN (N) Limited Evapotranpiration [3] Evapotranpiration (Eto) [4] Exposed Surface (m) [5] (m/20) * (18 - N) [6] dE [5] x [3] [7] Etl = Eto -dE [3] - [6] WATER BALANCE [8] P - Etl [1] - [7] [9] SOIL STORAGE [10] SOIL MOISTURE [11] WATER SURPLUS [8] - [9] RUN OFF AND GROUND WATER STORAGE
mm hr
606 15
681 16
475 12
245 10
87 8
241 12
72 6
mm % mm mm
105,15 30 0,045 4,73 101,65
92,76 30 0,030 2,78 89,26
107,74 30 0,090 9,70 104,24
90,46 40 0,160 14,47 86,96
92,73 50 0,250 23,18 89,23
81,06 40 0,120 9,73 77,56
87,64 50 0,300 26,29 84,14
100,13 104,19 111,87 103,98 50 50 40 30 0,450 0,400 0,200 0,030 45,06 41,68 22,37 3,12 96,63 100,69 108,37 100,48
103,00 40 0,100 10,30 99,50
mm mm mm mm
504,35 591,74 0 0 50 50 504,35 591,74
370,76 158,04 0 0 50 50 370,76 158,04
-2,23 2,23 50 0,00
163,44 67,56 50 95,88
-12,14 12,14 50 0
-96,63 97,63 50 0
-96,69 96,69 50 0
73,63 0,00 50 73,63
628,52 0 50 628,52
299,50 0 50 299,50
[12] INFILTRATION [13] 0,5 x (1 + k) x 1 x [12] [14] K x (Vn-1)
0,3 x [11]
mm mm
151,30 177,52 132,39 155,33
111,23 97,32
0 0
29 25
0 0
0 0
0 0
22 19
188,56 164,99
89,85 78,62
mm
298,00 322,79
358,59 341,94 287,57 215,68 180,63 135,48 101,61
76,21
71,65
177,48
[15] [16] [17] [18] [19]
STORAGE VOLUME dVn = Vn - Vn-1 BASE FLOW DIRECT RUNOFF RUN OFF
[13] + [14] [12] - [16] [11] - [12] [17]+[18]
mm mm mm mm mm
430,39 -23,40 174,70 353,04 527,75
455,92 -22,21 133,44 259,53 392,97
95,53 -6,07 28,16 52 79,71
236,64 141,10 47,45 439,97 487,42
256,10 19,46 70,39 209,65 280,04
[20] [21] [22] [23]
RUN OFF CA DEBIT EFEKTIF DEBIT EFEKTIF
[17]+[18]
m³/dt 2,0E-04 2,1E-04 1,5E-04 8,9E-05 3,7E-05 5,5E-05 2,3E-05 1,7E-05 1,3E-05 3,1E-05 1,9E-04 1,1E-04
[19] x A [19] x A
km2 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 lt/dt 4139,31 4266,86 3082,19 1808,17 751,84 1118,51 472,26 354,20 265,65 625,17 3823,01 2196,45 m³/dt 4,14 4,27 3,08 1,81 0,75 1,12 0,47 0,35 0,27 0,63 3,82 2,20
478,13 47,73 129,79 414,22 544,01
47,41 41,49
383,43 287,57 240,85 180,63 135,48 101,61 -72,49 -95,86 -46,72 -60,21 -45,16 -33,87 119,91 95,86 75,49 60,21 45,16 33,87 110,63 0 67 0 0 0 230,53 95,86 142,61 60,21 45,16 33,87
(Sumber : Perhitungan )
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
170
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI Tabel 4.49 Perhitungan debit andalan tahun 1996 C
Uraian
Satuan
Bulan Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Ags
Sep
Okt
Nov
Des
24 4
0 0
329 12
570 15
426 14
[1] CURAH HUJAN (P) [2] JUMLAH HARI HUJAN (N) Limited Evapotranpiration [3] Evapotranpiration (Eto) [4] Exposed Surface (m) [5] (m/20) * (18 - N) [6] dE [5] x [3] [7] Etl = Eto -dE [3] - [6] WATER BALANCE [8] P - Etl [1] - [7] [9] SOIL STORAGE [10] SOIL MOISTURE [11] WATER SURPLUS [8] - [9] RUN OFF AND GROUND WATER STORAGE
mm hr
374 13
275 12
223 12
170 10
47 6
38 4
1 1
mm % mm mm
105,15 30 0,075 7,89 101,65
92,76 40 0,120 11,13 89,26
107,74 40 0,120 12,93 104,24
90,46 40 0,160 14,47 86,96
92,73 50 0,300 27,82 89,23
81,06 50 0,350 28,37 77,56
87,64 50 0,425 37,25 84,14
100,13 104,19 111,87 103,98 50 50 30 30 0,350 0,450 0,090 0,045 35,05 46,89 10,07 4,68 96,63 100,69 108,37 100,48
103,00 40 0,080 8,24 99,50
mm mm mm mm
272,35 185,74 0 0 50 50 272,35 185,74
118,76 0 50 118,76
83,04 0 50 83,04
-42,23 42,23 50 0
-39,56 39,56 50 0
-83,14 83,14 50 0
-72,63 -100,69 220,63 469,52 72,63 100,69 0 0 50 50 50 50 0 0 220,63 469,52
326,50 0 50 326,50
[12] INFILTRATION [13] 0,5 x (1 + k) x 1 x [12] [14] K x (Vn-1)
0,3 x [11]
mm mm
81,70 71,49
35,63 31,17
24,91 21,80
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
66 58
140,86 123,25
97,95 85,71
mm
298,00 277,12
244,41 206,69 171,36 128,52
96,39
72,29
54,22
40,67
73,94
147,89
[15] [16] [17] [18] [19]
STORAGE VOLUME dVn = Vn - Vn-1 BASE FLOW DIRECT RUNOFF RUN OFF
[13] + [14] [12] - [16] [11] - [12] [17]+[18]
mm mm mm mm mm
369,49 325,88 -23,40 -43,62 105,10 99,34 190,64 130,02 295,75 229,36
275,58 228,48 171,36 128,52 -50,29 -47,10 -57,12 -42,84 85,92 72,01 57,12 42,84 83,13 58,13 0 0 169,06 130,14 57,12 42,84
96,39 -32,13 32,13 0 32,13
72,29 -24,10 24,10 0 24,10
54,22 -18,07 18,07 0 18,07
98,58 197,19 44,36 98,60 21,83 42,25 154 328,67 176,27 370,92
233,60 36,41 61,54 228,55 290,09
[20] [21] [22] [23]
RUN OFF CA DEBIT EFEKTIF DEBIT EFEKTIF
[17]+[18]
m³/dt 1,1E-04 8,8E-05 6,5E-05 5,0E-05 2,2E-05 1,7E-05 1,2E-05 9,3E-06 7,0E-06 6,8E-05 1,4E-04 1,1E-04
[19] x A [19] x A
km2 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 lt/dt 2319,65 1798,94 1325,96 1020,72 448,02 336,02 252,01 189,01 141,76 1382,57 2909,26 2275,27 m³/dt 2,32 1,80 1,33 1,02 0,45 0,34 0,25 0,19 0,14 1,38 2,91 2,28
55,72 48,76
(Sumber : Perhitungan )
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
171
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI Tabel 4.50 Perhitungan debit andalan tahun 1997 C
Uraian
Satuan
Bulan Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Ags
Sep
Okt
Nov
Des
0 0
0 0
1 1
93 7
317 12
[1] CURAH HUJAN (P) [2] JUMLAH HARI HUJAN (N) Limited Evapotranpiration [3] Evapotranpiration (Eto) [4] Exposed Surface (m) [5] (m/20) * (18 - N) [6] dE [5] x [3] [7] Etl = Eto -dE [3] - [6] WATER BALANCE [8] P - Etl [1] - [7] [9] SOIL STORAGE [10] SOIL MOISTURE [11] WATER SURPLUS [8] - [9] RUN OFF AND GROUND WATER STORAGE
mm hr
365 14
456 15
98 8
196 12
120 11
0 0
6 2
mm % mm mm
105,15 30 0,060 6,31 101,65
92,76 30 0,045 4,17 89,26
107,74 50 0,250 26,93 104,24
90,46 40 0,120 10,86 86,96
92,73 40 0,140 12,98 89,23
81,06 50 0,450 36,48 77,56
87,64 50 0,400 35,05 84,14
100,13 104,19 111,87 103,98 103,00 50 50 50 50 30 0,450 0,450 0,425 0,275 0,090 45,06 46,89 47,54 28,59 9,27 96,63 100,69 108,37 100,48 99,50
mm mm mm mm
263,35 0 50 263,35
366,74 0 50 366,74
-6,24 6,24 50 0,00
109,04 0 50 109,04
30,77 0 50 30,77
-77,56 77,56 50 0
-78,14 78,14 50 0
-96,63 -100,69 -107,37 96,63 100,69 107,37 50 50 50 0 0 0
[12] INFILTRATION [13] 0,5 x (1 + k) x 1 x [12] [14] K x (Vn-1)
0,3 x [11]
mm mm
79,00 69,13
110,02 96,27
0,00 0,00
32,71 28,62
9 8
0 0
0 0
298,00
[15] [16] [17] [18] [19]
STORAGE VOLUME dVn = Vn - Vn-1 BASE FLOW DIRECT RUNOFF RUN OFF
[13] + [14]
mm mm mm mm mm mm
367,13 -23,40 102,40 184,34 286,75
[20] [21] [22] [23]
RUN OFF CA DEBIT EFEKTIF DEBIT EFEKTIF
[17]+[18]
[12] - [16] [11] - [12] [17]+[18]
[19] x A [19] x A
-7,48 7,48 50 0
217,50 0 50 217,50
0 0
0 0
0 0
0 0
65,25 57,09
275,35 278,71 209,03 178,24 139,74 104,80
78,60
58,95
44,21
33,16
24,87
371,62 278,71 237,66 186,32 139,74 104,80 4,49 -92,90 -41,05 -51,34 -46,58 -34,93 105,54 92,90 73,77 60,57 46,58 34,93 256,72 0,00 76,33 22 0 0 362,26 92,90 150,10 82,11 46,58 34,93
78,60 -26,20 26,20 0 26,20
58,95 -19,65 19,65 0 19,65
44,21 -14,74 14,74 0 14,74
33,16 -11,05 11,05 0,00 11,05
81,96 48,80 16,45 152,25 168,70
m³/dt 1,1E-04 1,4E-04 3,6E-05 5,8E-05 3,2E-05 1,8E-05 1,3E-05 1,0E-05 7,6E-06 5,7E-06 4,3E-06 6,5E-05 km2 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 lt/dt 2249,06 2841,30 728,68 1177,25 643,99 365,34 274,01 205,51 154,13 115,60 86,70 1323,14 2,84 0,73 1,18 0,64 0,37 0,27 0,21 0,15 0,12 0,09 1,32 m³/dt 2,25
(Sumber : Perhitungan )
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
172
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI Tabel 4.51 Perhitungan debit andalan tahun 1998 C
Uraian
Satuan
Bulan Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Ags
Sep
Okt
Nov
Des
33 5
67 7
620 17
684 18
326 13
[1] CURAH HUJAN (P) [2] JUMLAH HARI HUJAN (N) Limited Evapotranpiration [3] Evapotranpiration (Eto) [4] Exposed Surface (m) [5] (m/20) * (18 - N) [6] dE [5] x [3] [7] Etl = Eto -dE [3] - [6] WATER BALANCE [8] P - Etl [1] - [7] [9] SOIL STORAGE [10] SOIL MOISTURE [11] WATER SURPLUS [8] - [9] RUN OFF AND GROUND WATER STORAGE
mm hr
424 16
659 17
514 16
404 14
95 8
317 12
285 11
mm % mm mm
105,15 30 0,030 3,15 101,65
92,76 30 0,015 1,39 89,26
107,74 30 0,030 3,23 104,24
90,46 30 0,060 5,43 86,96
92,73 50 0,250 23,18 89,23
81,06 30 0,090 7,30 77,56
87,64 40 0,140 12,27 84,14
mm mm mm mm
322,35 569,74 0 0 50 50 322,35 569,74
409,76 0 50 409,76
317,04 0 50 317,04
5,77 7,23 50 0
239,44 200,86 67,56 83,14 50 50 0 0
[12] INFILTRATION [13] 0,5 x (1 + k) x 1 x [12] [14] K x (Vn-1)
0,3 x [11]
mm mm
96,70 84,62
170,92 149,56
122,93 107,56
95,11 83,22
0 0
298,00 286,96
327,39
[15] [16] [17] [18] [19]
STORAGE VOLUME dVn = Vn - Vn-1 BASE FLOW DIRECT RUNOFF RUN OFF
[13] + [14]
mm mm mm mm mm mm
382,62 -23,40 120,10 225,64 345,75
434,95 -1,57 124,50 286,83 411,33
[20] [21] [22] [23]
RUN OFF CA DEBIT EFEKTIF DEBIT EFEKTIF
[17]+[18]
[12] - [16] [11] - [12] [17]+[18]
[19] x A [19] x A
436,52 53,90 117,02 398,82 515,84
0 0
0 0
100,13 104,19 111,87 103,98 103,00 50 50 30 30 40 0,325 0,275 0,015 0,000 0,100 32,54 28,65 1,68 0,00 10,30 96,63 100,69 108,37 100,48 99,50 -63,63 97,63 50 0
0 0
-33,69 511,63 583,52 226,50 101,69 92,37 0 0 50 50 50 50 0 0 583,52 226,50
0 0
0 0
175,06 153,18
67,95 59,46
326,21 307,08 230,31 172,73 129,55
97,16
72,87
54,65
155,87
409,44 -25,51 120,63 221,93 342,56
97,16 -32,39 32,39 0 32,39
72,87 -24,29 24,29 0 24,29
207,83 215,33 134,96 7,50 40,10 60,45 408,47 158,55 448,57 219,00
307,08 230,31 172,73 129,55 -102,36 -76,77 -57,58 -43,18 102,36 76,77 57,58 43,18 0 0 0 0 102,36 76,77 57,58 43,18
m³/dt 1,3E-04 2,0E-04 1,6E-04 1,3E-04 3,9E-05 3,0E-05 2,2E-05 1,7E-05 1,2E-05 9,4E-06 1,7E-04 8,4E-05 km2 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 lt/dt 2711,82 4045,92 3226,20 2686,79 802,84 602,13 451,60 338,70 254,02 190,52 3518,27 1717,69 4,05 3,23 2,69 0,80 0,60 0,45 0,34 0,25 0,19 3,52 1,72 m³/dt 2,71
(Sumber : Perhitungan )
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
173
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI Tabel 4.52 Perhitungan debit andalan tahun 1999 C
Uraian
Satuan
Bulan Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Ags
Sep
Okt
Nov
Des
1 1
15 3
229 9
396 13
561 15
[1] CURAH HUJAN (P) [2] JUMLAH HARI HUJAN (N) Limited Evapotranpiration [3] Evapotranpiration (Eto) [4] Exposed Surface (m) [5] (m/20) * (18 - N) [6] dE [5] x [3] [7] Etl = Eto -dE [3] - [6] WATER BALANCE [8] P - Etl [1] - [7] [9] SOIL STORAGE [10] SOIL MOISTURE [11] WATER SURPLUS [8] - [9] RUN OFF AND GROUND WATER STORAGE
mm hr
518 14
355 13
437 14
334 12
214 11
44 4
66 5
mm % mm mm
105,15 30 0,060 6,31 101,65
92,76 30 0,075 6,96 89,26
107,74 30 0,060 6,46 104,24
90,46 30 0,090 8,14 86,96
92,73 40 0,140 12,98 89,23
81,06 50 0,350 28,37 77,56
87,64 50 0,325 28,48 84,14
100,13 104,19 111,87 103,98 50 50 40 30 0,425 0,375 0,180 0,075 42,56 39,07 20,14 7,80 96,63 100,69 108,37 100,48
103,00 30 0,045 4,64 99,50
mm mm mm mm
416,35 265,74 0 0 50 50 416,35 265,74
332,76 247,04 124,77 0 0 0,00 50 50 50 332,76 247,04 124,77
-33,56 33,56 50 0,00
-18,14 18,14 50 0,00
-95,63 95,63 50 0,00
-85,69 85,69 50 0,00
461,50 0 50 461,50
[12] INFILTRATION [13] 0,5 x (1 + k) x 1 x [12] [14] K x (Vn-1)
0,3 x [11]
mm mm
124,90 109,29
99,83 87,35
0 0
0 0
0 0
0 0
36 32
88,66 77,58
138,45 121,14
298,00 305,47
281,42 276,58 256,07 216,62 162,46 121,85
91,38
68,54
75,15
114,55
[15] [16] [17] [18] [19]
STORAGE VOLUME dVn = Vn - Vn-1 BASE FLOW DIRECT RUNOFF RUN OFF
[13] + [14]
mm mm mm mm mm mm
407,29 -23,40 148,30 291,44 439,75
368,77 -6,46 106,29 232,93 339,22
91,38 -30,46 30,46 0 30,46
100,21 152,73 8,82 52,52 27,37 36,13 84 206,87 111,81 243,00
235,69 82,96 55,49 323,05 378,54
[20] [21] [22] [23]
RUN OFF CA DEBIT EFEKTIF DEBIT EFEKTIF
[17]+[18]
[12] - [16] [11] - [12] [17]+[18]
[19] x A [19] x A
79,72 69,76 375,23 -32,07 111,79 186,02 297,81
74,11 64,85
37 33
341,43 288,82 216,62 162,46 121,85 -27,34 -52,60 -72,21 -54,15 -40,62 101,46 90,04 72,21 54,15 40,62 172,93 87 0 0 0 274,38 177,37 72,21 54,15 40,62
120,63 295,52 0,00 0 50 50 120,63 295,52
m³/dt 1,7E-04 1,1E-04 1,3E-04 1,1E-04 6,8E-05 2,8E-05 2,1E-05 1,6E-05 1,2E-05 4,3E-05 9,4E-05 1,5E-04 km2 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 lt/dt 3449,09 2335,82 2660,61 2152,10 1391,20 566,33 424,75 318,56 238,92 877,00 1905,94 2969,00 2,34 2,66 2,15 1,39 0,57 0,42 0,32 0,24 0,88 1,91 2,97 m³/dt 3,45
(Sumber : Perhitungan )
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
174
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI Tabel 4.53 Perhitungan debit andalan tahun 2000 C
Uraian
Satuan
Bulan Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Ags
Sep
Okt
Nov
Des
67 8
10 3
159 12
308 13
213 12
[1] CURAH HUJAN (P) [2] JUMLAH HARI HUJAN (N) Limited Evapotranpiration [3] Evapotranpiration (Eto) [4] Exposed Surface (m) [5] (m/20) * (18 - N) [6] dE [5] x [3] [7] Etl = Eto -dE [3] - [6] WATER BALANCE [8] P - Etl [1] - [7] [9] SOIL STORAGE [10] SOIL MOISTURE [11] WATER SURPLUS [8] - [9] RUN OFF AND GROUND WATER STORAGE
mm hr
447 15
538 16
361 13
483 14
139 12
123 11
26 6
mm % mm mm
105,15 30 0,045 4,73 101,65
92,76 30 0,030 2,78 89,26
107,74 30 0,075 8,08 104,24
90,46 30 0,060 5,43 86,96
92,73 40 0,120 11,13 89,23
81,06 40 0,140 11,35 77,56
87,64 50 0,300 26,29 84,14
100,13 104,19 111,87 103,98 103,00 50 50 40 30 40 0,250 0,375 0,120 0,075 0,120 25,03 39,07 13,42 7,80 12,36 96,63 100,69 108,37 100,48 99,50
mm mm mm mm
345,35 448,74 0 0 50 50 345,35 448,74
256,76 0 50 256,76
396,04 0 50 396,04
49,77 0,00 50 49,77
45,44 0,00 50 45,44
-58,14 58,14 50 0,00
-29,63 29,63 50 0,00
-90,69 90,69 50 0,00
50,63 0,00 50 50,63
[12] INFILTRATION [13] 0,5 x (1 + k) x 1 x [12] [14] K x (Vn-1)
0,3 x [11]
mm mm
103,60 134,62 90,65 117,80
77,03 67,40
118,81 103,96
15 13
14 12
0 0
0 0
0 0
15 13
62,26 54,48
34,05 29,79
298,00 291,49
306,96
280,77 288,55 226,21 178,60 133,95 100,47
75,35
66,48
90,72
[15] [16] [17] [18] [19]
STORAGE VOLUME dVn = Vn - Vn-1 BASE FLOW DIRECT RUNOFF RUN OFF
[13] + [14]
mm mm mm mm mm mm
388,65 -23,40 127,00 241,74 368,75
374,36 -34,92 111,95 179,73 291,68
384,73 301,61 238,14 178,60 133,95 100,47 10,37 -83,12 -63,48 -59,53 -44,65 -33,49 108,44 98,05 77,11 59,53 44,65 33,49 277,23 35 32 0 0 0 385,67 132,89 108,92 59,53 44,65 33,49
88,64 -11,82 27,02 35 62,46
120,96 120,51 32,31 -0,45 29,94 34,50 145,27 79,45 175,21 113,94
[20] [21] [22] [23]
RUN OFF CA DEBIT EFEKTIF DEBIT EFEKTIF
[17]+[18]
[12] - [16] [11] - [12] [17]+[18]
[19] x A [19] x A
409,29 20,63 113,99 314,12 428,11
207,52 113,50 0 0 50 50 207,52 113,50
m³/dt 1,4E-04 1,7E-04 1,1E-04 1,5E-04 5,1E-05 4,2E-05 2,3E-05 1,7E-05 1,3E-05 2,4E-05 6,8E-05 4,4E-05 km2 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 lt/dt 2892,22 3357,84 2287,77 3024,96 1042,29 854,28 466,95 350,22 262,66 489,89 1374,23 893,70 3,36 2,29 3,02 1,04 0,85 0,47 0,35 0,26 0,49 1,37 0,89 m³/dt 2,89
(Sumber : Perhitungan )
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
175
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI Tabel 4.54 Perhitungan debit andalan tahun 2001 C
Uraian
Satuan
Bulan Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Ags
Sep
Okt
Nov
Des
6 2
2 1
461 15
631 16
163 11
[1] CURAH HUJAN (P) [2] JUMLAH HARI HUJAN (N) Limited Evapotranpiration [3] Evapotranpiration (Eto) [4] Exposed Surface (m) [5] (m/20) * (18 - N) [6] dE [5] x [3] [7] Etl = Eto -dE [3] - [6] WATER BALANCE [8] P - Etl [1] - [7] [9] SOIL STORAGE [10] SOIL MOISTURE [11] WATER SURPLUS [8] - [9] RUN OFF AND GROUND WATER STORAGE
mm hr
455 15
379 14
629 16
352 13
128 11
199 12
76 6
mm % mm mm
105,15 30 0,045 4,73 101,65
92,76 30 0,030 2,78 89,26
107,74 30 0,075 8,08 104,24
90,46 30 0,060 5,43 86,96
92,73 40 0,120 11,13 89,23
81,06 40 0,140 11,35 77,56
87,64 50 0,300 26,29 84,14
100,13 104,19 111,87 50 50 40 0,250 0,375 0,120 25,03 39,07 13,42 96,63 100,69 108,37
103,98 103,00 30 40 0,075 0,120 7,80 12,36 100,48 99,50
mm mm mm mm
353,35 289,74 0 0 50 50 353,35 289,74
524,76 265,04 0 0 50 50 524,76 265,04
38,77 0 50 38,77
121,44 0 50 121,44
-8,14 8 50 0
-90,63 91 50 0
-98,69 99 50 0
352,63 0 50 352,63
530,52 0 50 530,52
63,50 0 50 63,50
[12] INFILTRATION [13] 0,5 x (1 + k) x 1 x [12] [14] K x (Vn-1)
0,3 x [11]
mm mm
106,00 92,75
157,43 137,75
12 10
36 32
0 0
0 0
0 0
106 93
159,16 139,26
19,05 16,67
mm
298,00 293,07
276,84 310,94 285,39 221,67 190,16 142,62 106,97
80,23
129,59 201,64
[15] [16] [17] [18] [19]
STORAGE VOLUME dVn = Vn - Vn-1 BASE FLOW DIRECT RUNOFF RUN OFF
[13] + [14] [12] - [16] [11] - [12] [17]+[18]
mm mm mm mm mm
390,75 -23,40 129,40 247,34 376,75
414,59 45,47 111,96 367,33 479,29
380,52 295,56 253,55 190,16 142,62 106,97 172,79 -34,07 -84,95 -42,01 -63,39 -47,54 -35,66 65,82 113,59 96,58 78,45 63,39 47,54 35,66 39,97 185,53 27 85 0 0 0 247 299,12 123,72 163,45 63,39 47,54 35,66 286,81
268,86 218,31 96,06 -50,55 63,09 69,60 371,37 44,45 434,46 114,04
[20] [21] [22] [23]
RUN OFF CA DEBIT EFEKTIF DEBIT EFEKTIF
[17]+[18]
m³/dt 1,5E-04 1,2E-04 1,8E-04 1,2E-04 4,8E-05 6,3E-05 2,4E-05 1,8E-05 1,4E-05 1,1E-04 1,7E-04 4,4E-05
[19] x A [19] x A
km2 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 lt/dt 2954,96 2442,22 3759,26 2346,07 970,39 1282,04 497,18 372,88 279,66 2249,55 3407,62 894,49 m³/dt 2,95 2,44 3,76 2,35 0,97 1,28 0,50 0,37 0,28 2,25 3,41 0,89
86,92 76,06 369,12 -21,63 108,55 202,82 311,37
79,51 69,57
(Sumber : Perhitungan )
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
176
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI Tabel 4.55 Perhitungan debit andalan tahun 2002 C
Uraian
Satuan
Bulan Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Ags
Sep
Okt
Nov
Des
6 2
4 1
324 11
306 11
400 14
[1] CURAH HUJAN (P) [2] JUMLAH HARI HUJAN (N) Limited Evapotranpiration [3] Evapotranpiration (Eto) [4] Exposed Surface (m) [5] (m/20) * (18 - N) [6] dE [5] x [3] [7] Etl = Eto -dE [3] - [6] WATER BALANCE [8] P - Etl [1] - [7] [9] SOIL STORAGE [10] SOIL MOISTURE [11] WATER SURPLUS [8] - [9] RUN OFF AND GROUND WATER STORAGE
mm hr
590 14
703 16
340 12
257 11
125 10
98 7
60 3
mm % mm mm
105,15 30 0,060 6,31 101,65
92,76 30 0,030 2,78 89,26
107,74 30 0,090 9,70 104,24
90,46 40 0,140 12,66 86,96
92,73 50 0,200 18,55 89,23
81,06 50 0,275 22,29 77,56
87,64 50 0,375 32,86 84,14
100,13 104,19 111,87 103,98 50 50 30 30 0,400 0,425 0,105 0,105 40,05 44,28 11,75 10,92 96,63 100,69 108,37 100,48
103,00 30 0,060 6,18 99,50
mm mm mm mm
488,35 613,74 0 0 50 50 488,35 613,74
235,76 170,04 0 0 50 50 235,76 170,04
35,77 0 50 35,77
20,44 0 50 20,44
-24,14 24,14 50 0
-90,63 90,63 50 0
-96,69 96,69 50 0
300,50 0 50 300,50
[12] INFILTRATION [13] 0,5 x (1 + k) x 1 x [12] [14] K x (Vn-1)
0,3 x [11]
mm mm
146,50 184,12 128,19 161,11
70,73 61,89
11 9
6 5
0 0
0 0
0 0
65 57
61,66 53,95
90,15 78,88
mm
298,00 319,64
360,56 316,84 271,11 210,37 161,80 121,35
91,01
68,26
93,65
110,70
[15] [16] [17] [18] [19]
STORAGE VOLUME dVn = Vn - Vn-1 BASE FLOW DIRECT RUNOFF RUN OFF
[13] + [14] [12] - [16] [11] - [12] [17]+[18]
mm mm mm mm mm
426,19 -23,40 169,90 341,84 511,75
422,45 -58,30 129,03 165,03 294,06
91,01 -30,34 30,34 0 30,34
124,86 147,60 33,85 22,73 30,84 38,92 151 143,87 181,78 182,79
189,58 41,98 48,17 210,35 258,52
[20] [21] [22] [23]
RUN OFF CA DEBIT EFEKTIF DEBIT EFEKTIF
[17]+[18]
m³/dt 2,0E-04 2,2E-04 1,1E-04 8,9E-05 4,5E-05 3,3E-05 2,1E-05 1,6E-05 1,2E-05 7,0E-05 7,1E-05 1,0E-04
[19] x A [19] x A
km2 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 lt/dt 4013,82 4385,88 2306,43 1811,95 915,70 668,25 423,03 317,27 237,95 1425,80 1433,69 2027,64 m³/dt 4,01 4,39 2,31 1,81 0,92 0,67 0,42 0,32 0,24 1,43 1,43 2,03
480,75 54,56 129,56 429,62 559,18
51,01 44,64
361,47 280,49 215,74 161,80 121,35 -60,98 -80,98 -64,76 -53,93 -40,45 111,99 91,71 70,89 53,93 40,45 119,03 25 14 0 0 231,02 116,75 85,20 53,93 40,45
215,63 205,52 0 0 50 50 215,63 205,52
(Sumber : Perhitungan )
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
177
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI Tabel 4.56 Perhitungan debit andalan tahun 2003 C
Uraian
Satuan
Bulan Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Ags
Sep
Okt
Nov
Des
103 6
103 5
103 6
295 11
345 13
[1] CURAH HUJAN (P) [2] JUMLAH HARI HUJAN (N) Limited Evapotranpiration [3] Evapotranpiration (Eto) [4] Exposed Surface (m) [5] (m/20) * (18 - N) [6] dE [5] x [3] [7] Etl = Eto -dE [3] - [6] WATER BALANCE [8] P - Etl [1] - [7] [9] SOIL STORAGE [10] SOIL MOISTURE [11] WATER SURPLUS [8] - [9] RUN OFF AND GROUND WATER STORAGE
mm hr
250 13
535 15
273 12
103 10
154 11
103 11
103 9
mm % mm mm
105,15 40 0,100 10,52 101,65
92,76 30 0,045 4,17 89,26
107,74 40 0,120 12,93 104,24
90,46 50 0,200 18,09 86,96
92,73 50 0,175 16,23 89,23
81,06 50 0,175 14,19 77,56
87,64 50 0,225 19,72 84,14
mm mm mm mm
148,35 0 50 148,35
445,74 168,76 0 0 50 50 445,74 168,76
16,04 0 50 16,04
64,77 0 50 64,77
25,44 0 50 25,44
18,86 0 50 18,86
6,37 0 50 6,37
2,31 0 50 2,31
-5,37 5,37 50 0
194,52 245,50 0 0 50 50 194,52 245,50
[12] INFILTRATION [13] 0,5 x (1 + k) x 1 x [12] [14] K x (Vn-1)
0,3 x [11]
mm mm
44,50 38,94 298,00
133,72 50,63 4,81 19 8 6 117,01 44,30 4,21 17 7 5 252,71 277,29 241,19 184,05 150,79 118,10
2 2 92,29
1 1 70,47
0 0 53,31
58,36 51,06 39,98
[15] [16] [17] [18] [19]
STORAGE VOLUME dVn = Vn - Vn-1 BASE FLOW DIRECT RUNOFF RUN OFF
[13] + [14]
336,94 -23,40 67,90 103,84 171,75
369,71 321,58 245,40 201,05 157,47 123,05 32,77 -48,13 -76,19 -44,35 -43,58 -34,42 100,95 98,76 81,00 63,78 51,22 40,07 312,02 118,13 11,23 45 18 13 412,97 216,89 92,23 109,12 69,03 53,28
93,96 -29,09 31,00 4 35,46
71,08 -22,88 23,58 2 25,19
53,31 -17,77 17,77 0 17,77
91,04 132,73 37,74 41,68 20,62 31,97 136,17 171,85 156,79 203,82
[20] [21] [22] [23]
RUN OFF CA DEBIT EFEKTIF DEBIT EFEKTIF
[17]+[18]
[12] - [16] [11] - [12] [17]+[18]
[19] x A [19] x A
mm mm mm mm mm mm
100,13 104,19 111,87 103,98 103,00 50 50 50 40 40 0,300 0,325 0,300 0,140 0,100 30,04 33,86 33,56 14,56 10,30 96,63 100,69 108,37 100,48 99,50
73,65 64,44 68,28
m³/dt 6,6E-05 1,6E-04 8,4E-05 3,6E-05 4,2E-05 2,7E-05 2,1E-05 1,4E-05 9,7E-06 6,9E-06 6,0E-05 7,9E-05 km2 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 lt/dt 1347,07 3239,08 1701,15 723,36 855,84 541,40 417,88 278,12 197,60 139,37 1229,75 1598,60 m³/dt 1,35 3,24 1,70 0,72 0,86 0,54 0,42 0,28 0,20 0,14 1,23 1,60
(Sumber : Perhitungan )
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
178
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI Tabel 4.57 Perhitungan debit andalan tahun 2004 C
Uraian
Satuan
Bulan Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Ags
Sep
Okt
Nov
Des
4 2
15 3
61 6
327 14
693 16
[1] CURAH HUJAN (P) [2] JUMLAH HARI HUJAN (N) Limited Evapotranpiration [3] Evapotranpiration (Eto) [4] Exposed Surface (m) [5] (m/20) * (18 - N) [6] dE [5] x [3] [7] Etl = Eto -dE [3] - [6] WATER BALANCE [8] P - Etl [1] - [7] [9] SOIL STORAGE [10] SOIL MOISTURE [11] WATER SURPLUS [8] - [9] RUN OFF AND GROUND WATER STORAGE
mm hr
447 15
419 14
355 12
116 10
272 13
10 6
50 7
mm % mm mm
105,15 30 0,045 4,73 101,65
92,76 30 0,060 5,57 89,26
107,74 30 0,090 9,70 104,24
90,46 40 0,160 14,47 86,96
92,73 40 0,100 9,27 89,23
81,06 50 0,300 24,32 77,56
87,64 50 0,275 24,10 84,14
100,13 104,19 111,87 103,98 103,00 50 50 50 30 30 0,400 0,375 0,300 0,060 0,030 40,05 39,07 33,56 6,24 3,09 96,63 100,69 108,37 100,48 99,50
mm mm mm mm
345,35 329,74 0 0 50 50 345,35 329,74
250,76 0 50 250,76
29,04 0 50 29,04
182,77 0 50 182,77
-67,56 67,56 50 0
-34,14 34,14 50 0
-92,63 92,63 50 0
-85,69 85,69 50 0
-47,37 47,37 50 0
[12] INFILTRATION [13] 0,5 x (1 + k) x 1 x [12] [14] K x (Vn-1)
0,3 x [11]
mm mm
103,60 90,65
75,23 65,82
8,71 7,62
55 48
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
67,96 59,46
178,05 155,79
298,00 291,49
283,54 262,02 202,23 187,66 140,74 105,56
79,17
59,38
44,53
78,00
[15] [16] [17] [18] [19]
STORAGE VOLUME dVn = Vn - Vn-1 BASE FLOW DIRECT RUNOFF RUN OFF
[13] + [14]
mm mm mm mm mm mm
388,65 -23,40 127,00 241,74 368,75
349,36 269,64 250,21 187,66 140,74 105,56 -28,69 -79,72 -19,43 -62,55 -46,91 -35,19 103,92 88,43 74,26 62,55 46,91 35,19 175,53 20,33 128 0 0 0 279,45 108,76 202,20 62,55 46,91 35,19
79,17 -26,39 26,39 0 26,39
59,38 -19,79 19,79 0 19,79
103,99 44,62 23,34 158,57 181,91
233,79 129,79 48,25 415,45 463,70
[20] [21] [22] [23]
RUN OFF CA DEBIT EFEKTIF DEBIT EFEKTIF
[17]+[18]
[12] - [16] [11] - [12] [17]+[18]
[19] x A [19] x A
98,92 86,56 378,05 -10,61 109,53 230,82 340,35
226,52 593,50 0 0 50 50 226,52 593,50
m³/dt 1,4E-04 1,3E-04 1,1E-04 4,2E-05 7,8E-05 2,4E-05 1,8E-05 1,4E-05 1,0E-05 7,6E-06 7,0E-05 1,8E-04 km2 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 lt/dt 2892,22 2669,48 2191,82 853,02 1585,95 490,62 367,97 275,97 206,98 155,24 1426,75 3637,00 2,67 2,19 0,85 1,59 0,49 0,37 0,28 0,21 0,16 1,43 3,64 m³/dt 2,89
(Sumber : Perhitungan )
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
179
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI Tabel 4.58 Perhitungan debit andalan tahun 2005 C
Uraian
Satuan
Bulan Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Ags
Sep
Okt
Nov
Des
34 0
35 0
178 7
245 11
650 13
[1] CURAH HUJAN (P) [2] JUMLAH HARI HUJAN (N) Limited Evapotranpiration [3] Evapotranpiration (Eto) [4] Exposed Surface (m) [5] (m/20) * (18 - N) [6] dE [5] x [3] [7] Etl = Eto -dE [3] - [6] WATER BALANCE [8] P - Etl [1] - [7] [9] SOIL STORAGE [10] SOIL MOISTURE [11] WATER SURPLUS [8] - [9] RUN OFF AND GROUND WATER STORAGE
mm hr
431 15
362 14
264 12
245 10
34 13
43 6
40 3
mm % mm mm
105,15 30 0,045 4,73 101,65
92,76 40 0,080 7,42 89,26
107,74 40 0,120 12,93 104,24
90,46 40 0,160 14,47 86,96
92,73 50 0,125 11,59 89,23
81,06 50 0,300 24,32 77,56
87,64 50 0,375 32,86 84,14
100,13 104,19 111,87 103,98 103,00 50 50 30 30 30 0,450 0,450 0,165 0,105 0,075 45,06 46,89 18,46 10,92 7,73 96,63 100,69 108,37 100,48 99,50
mm mm mm mm
329,35 0 50 329,35
272,74 159,76 0 0 50 50 272,74 159,76
158,04 0 50 158,04
-55,23 55,23 50 0
-34,56 34,56 50 0
-44,14 44,14 50 0
-62,63 62,63 50 0
-65,69 65,69 50 0
69,63 0,00 50 69,63
[12] INFILTRATION [13] 0,5 x (1 + k) x 1 x [12] [14] K x (Vn-1)
0,3 x [11]
mm mm
98,80 86,45
81,82 71,60
47,41 41,49
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
21 18
43,36 37,94
165,15 144,51
mm
298,00
288,34 269,95
233,92 206,55 154,91 116,19
87,14
65,35
49,02
50,47
66,31
[15] [16] [17] [18] [19]
STORAGE VOLUME dVn = Vn - Vn-1 BASE FLOW DIRECT RUNOFF RUN OFF
[13] + [14] [12] - [16] [11] - [12] [17]+[18]
mm mm mm mm mm
384,45 -23,40 122,20 230,54 352,75
359,94 311,89 -24,52 -48,05 106,34 95,97 190,92 111,83 297,26 207,81
275,40 206,55 154,91 116,19 -36,49 -68,85 -51,64 -38,73 83,90 68,85 51,64 38,73 110,63 0 0 0 194,53 68,85 51,64 38,73
87,14 -29,05 29,05 0 29,05
65,35 -21,78 21,78 0 21,78
67,29 1,94 18,95 49 67,69
88,41 21,11 22,24 101,17 123,41
210,81 122,40 42,75 385,35 428,09
[20] [21] [22] [23]
RUN OFF CA DEBIT EFEKTIF DEBIT EFEKTIF
[17]+[18]
m³/dt 1,4E-04 1,1E-04 8,0E-05 7,5E-05 2,7E-05 2,0E-05 1,5E-05 1,1E-05 8,4E-06 2,6E-05 4,8E-05 1,7E-04
[19] x A [19] x A
km2 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 lt/dt 2766,72 2331,53 1629,91 1525,75 540,02 405,02 303,76 227,82 170,87 530,95 967,95 3357,70 m³/dt 2,77 2,33 1,63 1,53 0,54 0,41 0,30 0,23 0,17 0,53 0,97 3,36
47,93 41,94
144,52 550,50 0 0 50 50 144,52 550,50
(Sumber : Perhitungan )
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
180
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI Tabel 4.59 Perhitungan debit andalan tahun 2006 C
Uraian
Satuan
Bulan Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Ags
Sep
Okt
Nov
Des
34 0
35 0
178 7
245 11
650 13
[1] CURAH HUJAN (P) [2] JUMLAH HARI HUJAN (N) Limited Evapotranpiration [3] Evapotranpiration (Eto) [4] Exposed Surface (m) [5] (m/20) * (18 - N) [6] dE [5] x [3] [7] Etl = Eto -dE [3] - [6] WATER BALANCE [8] P - Etl [1] - [7] [9] SOIL STORAGE [10] SOIL MOISTURE [11] WATER SURPLUS [8] - [9] RUN OFF AND GROUND WATER STORAGE
mm hr
431 15
362 14
264 12
245 10
34 13
43 6
40 3
mm % mm mm
105,15 30 0,045 4,73 101,65
92,76 30 0,060 5,57 89,26
107,74 30 0,090 9,70 104,24
90,46 30 0,120 10,86 86,96
92,73 40 0,100 9,27 89,23
81,06 50 0,300 24,32 77,56
87,64 50 0,375 32,86 84,14
100,13 104,19 111,87 103,98 103,00 50 50 40 40 30 0,425 0,325 0,120 0,140 0,030 42,56 33,86 13,42 14,56 3,09 96,63 100,69 108,37 100,48 99,50
mm mm mm mm
297,35 354,74 0 0 50 50 297,35 354,74
207,76 0 50 207,76
363,04 130,77 0 0,00 50 50 363,04 130,77
-48,56 48,56 50 0
17,86 0,00 50 17,86
-93,63 93,63 50 0
-65,69 65,69 50 0
19,63 0,00 50 19,63
-20,48 20,48 50 0,00
544,50 0 50 544,50
[12] INFILTRATION [13] 0,5 x (1 + k) x 1 x [12] [14] K x (Vn-1)
0,3 x [11]
mm mm
89,20 78,05
106,42 93,12
62,33 54,54
108,91 95,30
0 0
5 5
0 0
0 0
6 5
0 0
163,35 142,93
mm
298,00 282,04
281,37
251,93 260,42 221,06 165,80 127,86
95,90
71,92
57,81
43,36
[15] [16] [17] [18] [19]
STORAGE VOLUME dVn = Vn - Vn-1 BASE FLOW DIRECT RUNOFF RUN OFF
[13] + [14] [12] - [16] [11] - [12] [17]+[18]
mm mm mm mm mm
376,05 -23,40 112,60 208,14 320,75
335,91 -39,25 101,58 145,43 247,01
347,23 294,75 221,06 170,49 127,86 11,32 -52,48 -73,69 -50,58 -42,62 97,59 91,71 73,69 55,94 42,62 254,13 92 0 13 0 351,72 183,25 73,69 68,44 42,62
95,90 -31,97 31,97 0 31,97
77,08 -18,82 24,71 14 38,45
57,81 -19,27 19,27 0,00 19,27
186,29 128,48 34,87 381,15 416,02
[20] [21] [22] [23]
RUN OFF CA DEBIT EFEKTIF DEBIT EFEKTIF
[17]+[18]
m³/dt 1,2E-04 1,4E-04 9,5E-05 1,4E-04 7,1E-05 2,8E-05 2,6E-05 1,6E-05 1,2E-05 1,5E-05 7,4E-06 1,6E-04
[19] x A [19] x A
km2 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 20,33 lt/dt 2515,73 2789,39 1937,42 2758,66 1437,29 577,95 536,80 334,29 250,72 301,62 151,14 3262,99 m³/dt 2,52 2,79 1,94 2,76 1,44 0,58 0,54 0,33 0,25 0,30 0,15 3,26
375,16 -0,89 107,32 248,32 355,64
39 34
(Sumber : Perhitungan )
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
181
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI Tabel 4.60 Rekapitulasi debit andalan No
Tahun
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
Jan 4,14 3,62 3,53 6,10 7,41 7,03 3,06 3,32 4,14 2,32 2,25 2,71 3,45 2,89 2,95 4,01 1,35 2,89 2,77 2,52
Feb 3,22 5,10 4,38 3,15 6,94 6,02 2,07 4,31 4,27 1,80 2,84 4,05 2,34 3,36 2,44 4,39 3,24 2,67 2,33 2,79
Mar 2,09 4,75 3,04 3,58 2,15 5,43 2,86 5,45 3,08 1,33 0,73 3,23 2,66 2,29 3,76 2,31 1,70 2,19 1,63 1,94
Apr 1,04 1,95 1,68 1,81 3,57 3,87 2,47 1,95 1,81 1,02 1,18 2,69 2,15 3,02 2,35 1,81 0,72 0,85 1,53 2,76
Debit Andalan (m³/detik) Bulan Mei Jun Jul Ags 0,78 0,46 0,34 0,26 2,75 1,54 0,69 0,52 1,25 2,65 3,27 0,99 0,94 0,60 0,45 0,41 1,02 0,76 0,57 0,43 2,18 1,19 0,80 1,96 1,01 0,70 0,42 0,32 0,89 0,67 0,50 0,38 0,75 1,12 0,47 0,35 0,45 0,34 0,25 0,19 0,64 0,37 0,27 0,21 0,80 0,60 0,45 0,34 1,39 0,57 0,42 0,32 1,04 0,85 0,47 0,35 0,97 1,28 0,50 0,37 0,92 0,67 0,42 0,32 0,86 0,54 0,42 0,28 1,59 0,49 0,37 0,28 0,54 0,41 0,30 0,23 1,44 0,58 0,54 0,33
Sep 0,19 0,39 0,55 0,26 0,32 1,03 0,24 0,28 0,27 0,14 0,15 0,25 0,24 0,26 0,28 0,24 0,20 0,21 0,17 0,25
Okt 0,15 2,77 1,61 0,19 0,24 1,32 0,18 0,21 0,63 1,38 0,12 0,19 0,88 0,49 2,25 1,43 0,14 0,16 0,53 0,30
Nov 1,20 2,35 2,25 0,77 1,17 1,69 2,09 0,76 3,82 2,91 0,09 3,52 1,91 1,37 3,41 1,43 1,23 1,43 0,97 0,15
Des 1,62 2,03 2,14 3,53 2,80 1,48 2,53 1,45 2,20 2,28 1,32 1,72 2,97 0,89 0,89 2,03 1,60 3,64 3,36 3,26
(Sumber : Perhitungan ) Tabel 4.61 Penentuan debit andalan untuk kebutuhan air baku Debit Andalan (m³/detik) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Jan 1,35 2,25 2,32 2,52 2,71 2,77 2,89 2,89 2,95 3,06 3,32 3,45 3,53 3,62 4,01 4,14 4,14 6,10 7,03 7,41
Feb 1,80 2,07 2,33 2,34 2,44 2,67 2,79 2,84 3,15 3,22 3,24 3,36 4,05 4,27 4,31 4,38 4,39 5,10 6,02 6,94
Mar 0,73 1,33 1,63 1,70 1,94 2,09 2,15 2,19 2,29 2,31 2,66 2,86 3,04 3,08 3,23 3,58 3,76 4,75 5,43 5,45
Apr 3,87 3,57 3,02 2,76 2,69 2,47 2,35 2,15 1,95 1,95 1,81 1,81 1,81 1,68 1,53 1,18 1,04 1,02 0,85 0,72
Mei 0,45 0,54 0,64 0,75 0,78 0,80 0,86 0,89 0,92 0,94 0,97 1,01 1,02 1,04 1,25 1,39 1,44 1,59 2,18 2,75
Bulan Jun Jul 0,34 0,25 0,37 0,27 0,41 0,30 0,46 0,34 0,49 0,37 0,54 0,42 0,57 0,42 0,58 0,42 0,60 0,42 0,60 0,45 0,67 0,45 0,67 0,47 0,70 0,47 0,76 0,50 0,85 0,50 1,12 0,54 1,19 0,57 1,28 0,69 1,54 0,80 2,65 3,27
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
Ags 1,96 0,99 0,52 0,43 0,41 0,38 0,37 0,35 0,35 0,34 0,33 0,32 0,32 0,32 0,28 0,28 0,26 0,23 0,21 0,19
Sep 0,14 0,15 0,17 0,19 0,20 0,21 0,24 0,24 0,24 0,25 0,25 0,26 0,26 0,27 0,28 0,28 0,32 0,39 0,55 1,03
Okt 0,12 0,14 0,15 0,16 0,18 0,19 0,19 0,21 0,24 0,30 0,49 0,53 0,63 0,88 1,32 1,38 1,43 1,61 2,25 2,77
Nov 0,09 0,15 0,76 0,77 0,97 1,17 1,20 1,23 1,37 1,43 1,43 1,69 1,91 2,09 2,25 2,35 2,91 3,41 3,52 3,82
Des 0,89 0,89 1,32 1,45 1,48 1,60 1,62 1,72 2,03 2,03 2,14 2,20 2,28 2,53 2,80 2,97 3,26 3,36 3,53 3,64
182
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI
Dari tabel di atas untuk perhitungan debit andalan digunakan curah hujan 90 % tak terpenuhi pada data ke-m dimana : M
= 0,9 x N = 0,9x 20 = 18 (Data debit andalan yang digunakan pada urutan ke-18)
4.4
Analisis Hubungan Elevasi dengan Volume Embung
Perhitungan ini didasarkan pada peta dengan skala 1 : 1000 dan beda tinggi kontur 1m. cari luas permukaan genangan embung yang dibatasi garis kontur. kemudian dicari volume yang dibatasi oleh dua garis kontur yang berurutan dengan menggunakan persamaan pendekatan volume (Soedibyo. 1993)
1 Vx xZx Fy Fx Fy Fx 3 Dimana :
Vx
= Volume pada kontur (m3)
Z
= Beda tinggi antar kontur (m)
Fy
= Luas pada kontur Y (m2)
Fx
= Luas pada kontur X (m2)
Dari perhitungan tersebut di atas. kemudian dibuat grafik hubungan antara elevasi volume embung. dari grafik tersebut dapat dicari luas dari volume embung setiap elevasi terntentu dari embung. Tabel 4.62 Perhitungan hubungan elevasi, luas dan volume daerah genangan
Elevasi Embung
Luas Permukaan
(m)
(m²)
140
0,00
141
27911,79
142
35440,99
Jumlah Luas Permukaan (m²)
h
Volume Embung
Volume Komulatif
(m)
(m³)
(m³)
27911,79
1,00
13955,90
0,00 13955,90 63352,78
1,00
31676,39 45632,29
75598,08
1,00
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
37799,04
183
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI
(Lanjutan Tabel 4.62)
Elevasi Embung
Luas Permukaan
(m)
(m²)
143
40157,09
144
45145,29
145
50026,34
Jumlah Luas Permukaan (m²)
h
Volume Embung
Volume Komulatif
(m)
(m³)
(m³)
85302,38
1,00
42651,19
83431,33 126082,52 95171,63
146
1,00
47585,82 173668,33
105394,18
1,00
52697,09
119075,13
1,00
59537,57
137200,00
1,00
68600,00
55367,84
147
226365,42
63707,29
148
73492,71
149
82468,47
285902,99 354502,99 155961,18
150
1,00
77980,59 432483,58
172318,34
1,00
86159,17
186525,21
1,00
93262,61
89849,87
151
96675,34
152
104353,38
518642,75 611905,35 201028,72
1,00
100514,36 712419,71 (Sumber : Perhitungan )
Tabel 4.63 Hubungan elevasi, luas dan volume daerah genangan
Elevasi Embung Luas Permukaan Volume Storage (m) (m²) (m³) 140 0,00 0,00 141 27911,79 13955,90 142 35440,99 45632,29 143 40157,09 83431,33 144 45145,29 126082,52 145 50026,34 173668,33 146 55367,84 226365,42 147 63707,29 285902,99 148 73492,71 354502,99 149 82468,47 432483,58 150 89849,87 518642,75 151 96675,34 611905,35 152 104353,38 712419,71
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
184
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI
Gambar 4.6 Grafik hubungan elevasi dengan volume genangan dan luas
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
185
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI
4.5
Penelusuran Banjir (Flood Routing)
4.5.1 Penelusuran Banjir Melalui Pelimpah Penentuan elevasi mercu spillway dengan menggunakan grafik hubungan elevasi dengan luas tampungan dan volume genangan. = 285.902,99 m3 = + 147 m
Volume Elevasi
Debit yang melimpah melalui spillway diperhitungkan atas dasar debit banjir rencana dengan periode ulang 50 tahun. Dalam hal ini spillway dianggap sebagai ambang lebar dan direncanakan Spillway bentuk Ogge tipe terbukadengan : Cd
= 1,3
B rencana
= 25 m
Rumus pengaliran untuk spillway 3
2 2 Qoutflow .Cd.B g .H 2 3 3 (CD. Soemarto, 1999)
Dimana : Cd
= koefisien debit yang melimpah
B
= lebar spillway
g
= percepatan gravitasi 9,81 m/det2
h
= elevasi air yang melimpah melalui pelimpah/spillway (trial error).
sehingga didapat : 3
2 2 Qoutflow .Cd.B g .H 2 3 3 3
2 2 Qoutflow .1,3.25 9,81.H 2 3 3 Elevasi puncak dam Elevasi puncak dam dipengaruhi oleh : Debit rencana banjir Debit rencana banjir akan mengakibatkan muka air danau mencapai ketinggian maksimum. Disini digunakan debit banjir dengan periode u;ang 50 tahun. Debit ini disebut inflow.
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
186
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI
Debit spillway Debit spillway merupakan debit banjir yang melimpah secara bertahap melalui spillway. Debit ini disebut debit outflow. Puncak optimal embung yang diperoleh pada saat debit inflow sama dengan debit outflow yang dihitung dengan penelusuran banjir (flood routing). Perhitungan flood routing dilakukan dengan menggunakan tabel. Tabel 4.64 Perhitungan flood routing periode ulang 50 tahun Jam
t
Jam
det
1
2
0
Q Inflow 3
Q Rerata 3
Q Rerata x t 3
m /det
m /det
m
3
4
5
8,59 3600
1
29,94
107799,53
77,33
278390,28
51,30 3600
2 3600
111,92
3600
121,74
5
120,67
434396,64
114,17
411011,68
118,33 3600
6 3600 7
105,00
3600 8
94,68
340842,29
84,07
302655,66
73,68
265243,03
89,37 3600
9
10 3600
63,78
12
54,52
196265,70
46,09
165929,46
50,06 3600
13
4,10
14777,14
13,90
50039,27
26,02
93673,92
39,49
142152,86
50,55
181985,12
54,17
195003,33
52,53
189109,70
49,31
177506,81
45,75
164699,24
42,67
153601,24
40,03
144090,00
37,81
136112,19
35,28
127013,54
33,15
119344,75
19,59
147,700
32,45
147,890
46,52
54,58
147,980
53,76
147,950
51,31 47,31 44,19
147,820
41,14
147,790
38,91
147,720 38,87
8,21
147,500
147,760
42,12 3600
9
229607,38
58,98 3600
8
147,860
68,58
11
7 0,00
147,900
78,78 3600
6 147,000
378004,62
99,99
139932,21
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
3
Q Outrerata x t m3
147,990
110,01
Q Outrerata m /det
438256,90
123,00 3600
3
402904,92
120,47
4
Q Outflow m /det
m
147,280
103,36
3
Asumsi elevasi
36,71 33,85
187
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI (Lanjutan Tabel 4.64) Jam
t
Q Inflow
Q Rerata
Q Rerata x t
Asumsi elevasi
Q Outflow
Q Outrerata
Q Outrerata x t
Jam
det
m3/det
m3/det
m3
m
m3/det
m3/det
m3
1
2
3
4
5
6
7
8
9
147,700
32,45
33,03
118896,73
31,76
114338,19
30,73
110623,67
30,05
108174,56
29,37
105743,80
28,70
103331,52
28,04
100937,88
27,38
98563,00
26,72
96207,05
26,08
93870,18
25,43
91552,55
14
35,62 3600
15
30,44 3600
16
28,35
17
18
88342,92
21,43
77142,18
19
18,91
68061,94
3600
16,88
21
15,25
54903,17
13,94
50192,44
14,53 3600
22 3600
12,89 12,05 11,67
28,37
147,630
27,71 27,05
147,610
26,40
147,600
25,75
46407,28
12,42 3600
29,04
147,640
147,620
13,36
23
29,71
60765,78
15,98 3600
30,39
147,650
17,78
20
147,670
147,660
20,03 3600
24
24,54 22,83
3600
31,07
102043,54
26,25 3600
147,680
43365,83 147,590
25,11
(Sumber : Perhitungan )
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
188
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI
Gambar 4.7 Grafik flood routing periode ulang 50 tahun LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
189
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI Tabel 4.65 Perhitungan flood routing periode PMF Jam
t
Jam
det
1
2
0
Q Inflow 3
3
Q Rerata x t 3
m /det
m /det
m
3
4
5
8,591 3600
1
36,23
2
98,09
353139,23
144,50
520192,20
132,321 3600
3 3600
159,51
3600
160,46
6
154,24
555254,95
144,34
519639,54
149,900 3600
7 3600
132,73
3600 9
120,53
433919,06
108,41
390293,00
114,393 3600
10 3600
96,76
3600
85,77
13
75,55
271986,16
66,13
238072,71
70,641 3600
14 3600
57,50
16
49,62
178634,16
42,45
152808,84
45,864 3600
17
36,07 33,112
57371,88
31,434
113161,60
50,918
183306,51
71,215
256374,65
86,013
309647,17
90,805
326899,39
82,246
296084,02
68,860
247897,44
59,649
214735,44
53,774
193586,55
49,703
178930,02
46,532
167513,85
44,193
159093,77
42,660
153576,75
40,773
146782,76
38,909
140071,64
37,441
134786,70
23,220
147,800
39,648
148,080
62,189
148,280
80,241
91,785
148,380
89,825
148,220
74,666 63,055
148,010
56,242
147,950
51,306
147,910
48,100 44,963
147,850
43,422
147,830
41,898
147,800
39,030 3600
15,937
206997,34
53,377 3600
15575,80
8,653
147,870
61,621
15
4,327 147,290
308775,54
80,462 3600
9
348329,52
91,080
12
8
7 0,000
148,090
102,437
11
m3
6
39,648
147,780
38,170
147,760
36,711
129855,52
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
3
Q Outrerata x t
m /det
477832,40
126,673
Q Outrerata
m /det
147,000
148,400
138,789
8
3
577647,68
158,575 3600
Q Outflow
574226,09
162,340
5
m
147,560
156,675
4
Asumsi elevasi
130424,92
63,867 3600
18
Q Rerata
190
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI (Lanjutan Tabel 4.65) Jam Jam 1
t
Q Inflow 3
det
m /det
2
3
3600 19
3
m /det
Q Rerata x t 3
20 3600
6
7
4
5 110531,94
26,36
94891,28
147,750
22
20,06
72225,39
17,81
64111,20
16,00
57591,28
18,813 3600
23
16,804 3600 15,191
147,740
35,272
147,730
34,559
147,720
147,710 147,700
Q Outrerata 3
m /det
Q Outrerata x t m3
8
9
36,350
130861,24
35,631
128270,04
34,916
125696,16
34,205
123139,74
33,500
120600,89
32,800
118079,73
35,989
82323,70
21,312 3600
3
m /det
30,70
22,87
Q Outflow
m
24,423
21
Asumsi elevasi
m
28,294 3600
24
Q Rerata
33,852
33,149 32,451
(Sumber : Perhitungan )
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
191
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI
Gambar 4.8 Grafik flood routing PMF
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
192
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI
4.6
Volume Air Oleh Penguapan (Evaporasi)
Untuk mengetahui besarnya volume penguapan yang terjadi pada muka embung dihitung dengan rumus : Ve = Ea x S x Ag x d Dimana : Ve
= Volume air yang menguap tiap bulan (m 3)
Ea
= Evaporasi hasil perhitungan (mm/hari)
Ag
= Luas permukaan Embung pada setengah tinggi tubuh embung (m 2 )
d
= Jumlah hari dalam 1 bulan
Penguapan atau evaporasi dipengaruhi oleh suhu air. suhu udara (Atmosfer). kelembaman. kecepatan angin. tekanan udara. sinar matahari dan lain-lain yang saling berhubungan. Rumus yang digunakan rumus empiris Penman : Ea = 0,35(ea – ed) (1 – 0,01V) Dimana : ea
= tekanan uap jenuh pada suhu rata-rata harian (mm/Hg)
ed
= tekanan uap sebenarnya (mm/Hg)
V
= kecepatan angin pada ketinggian 2 m di atas permukaan tanah
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
193
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI Tabel 4.66 Perhitungan volume kehilangan air akibat evaporasi Bulan No
Uraian
Satuan
Jan 1
Peb 2
1 2 3
Kelembaman Relatif Suhu Udara Kecepatan angin
4 5 6 7 8
Sinar Matahari Tekanan Uap Jenuh (ea) Tekanan Uap Sebenarnya (ed) Evaporasi (E) Jumlah Hari (1 bulan)
% °C m/dt mile/hr (%) mm/Hg mm/Hg mm/hr Hari
94,30 25,01 0,56 30,35 35,61 26,85 25,32 0,70 31
m/dt
8,09E-09
93,23 24,91 0,85 46,17 31,05 26,85 25,03 0,93 28 1,08E08
m3 m3
42145,29
912,79
Total kehilangan selama 1 tahun
Mar 3
Apr 4
Mei 5
93,56 93,37 94,44 25,05 22,95 24,70 0,35 0,52 0,43 18,98 28,07 23,32 43,04 44,10 48,73 27,13 27,99 28,13 25,38 26,13 26,57 0,73 0,83 0,67 31 30 31 8,42E9,63E7,81E09 09 09 Evaporasi tiap bulan dalam m3 1097,38 949,96 1052,18
Jun 6
Jul 7
Ags 8
Sep 9
Okt 10
Nop 11
Des 12
94,37 23,41 0,43 22,96 51,64 26,99 25,47 0,65 30 7,57E09
88,78 23,29 0,54 29,21 54,14 26,13 23,20 1,33 31 1,53E08
93,99 23,88 0,60 32,64 57,82 25,99 24,43 0,73 31 8,40E09
94,10 24,52 0,69 37,06 49,75 27,13 25,53 0,77 30 8,88E09
91,86 25,39 0,48 25,77 43,65 28,42 26,11 1,02 31 1,18E08
94,78 25,54 0,36 19,19 37,18 27,71 26,26 0,60 30 6,98E09
94,20 25,43 0,37 19,78 32,30 21,84 20,57 0,53 31 6,15E09
881,56 826,46 12157,79
1732,17
947,82
970,53
1329,68
762,99
(Sumber : Perhitungan )
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
194
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI
4.7
Volume Yang Disediakan Untuk Angkutan Sedimen
Perkiraan laju sedimentasi dalam studi ini dimaksudkan untuk memperoleh angka sedimentasi dalam satuan m3/tahu, guna memberikan perkiraan yang lebih pasti untuk penentuan ruang sedimen dan untuk memperkirakan umur rencana embung. Data atau parameter yang digunakan dalam analisis sedimentasi adalah sebagai berikut: Luas DAS
= 20,33 km2
Curah hujan (R)
= 162,57 mm
Koefisien kekasaran manning (n)
= 0,02
Indeks erodibilitas tanah (K)
= 0,4
Factor CP
= 0,43
γ sedimen
= 2,2 ton/m3
Contah perhitungan : Indek erosivitas hujan
= 2,21x Rb1,36 = 2,21 x (162,57 x 10-3)1,36 = 0,187 ton.m/ha.th
Untuk kemiringan lebih kecil dari 20% = LS = L/100(1,36+0,965S+0,138S2) Erosi potensial
= R x K x LS x A
Erosi aktual
= erosi potensial x CP
SDR
=
S-pot
= erosi aktual x SDR
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
S 1 0,8683A 0, 2018 0,8683A 0 , 2018 2S 50n
195
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI Tabel. 4.67 Perhitungan sedimentasi Elevasi
Slope Rerata
Panjang Lereng
Luas
Ls
Erosi pot
Erosi aktual
SDR
Sedimentasi pot
m
%
m
Ha
m
(ton/th/ha)
(ton/th)
1
480<
13,7
1.233,329
151,295
18,438
254,832
109,578
0,357
2
400-480
2
1.610,724
256,115
22,224
519,964
223,585
0,291
65,063
3
320-400
6,7
1.829,168
397,759
26,069
947,241
407,314
0,283
115,270
4
240-320
5,1
2.045,730
552,162
28,843
1454,866
625,592
0,261
163,280
5
160-240
1,6
2.186,008
676,008
30,067
1856,770
798,411
0,239
190,820
N0
Jumlah
2033,339
(ton/th)
39,119
573,552 (Sumber : Perhitungan )
Volume sedimen pada embung tergantung pada umur rencana embung. Embung Tambakboyo direncanakan mempunyai umur rencana 50 tahun, dan berat jenis dari material sedimen adalah 2,2 ton/m3. = (573,552 (ton/th) / 2,2 ton/m3) x 50 th
Volume sedimen
= 13035,27 m3
4.8
Volume Resapan Embung
Besarnya volume kehilangan air akibat resapan melalui dasar, dinding, dan tubuh embung tergantung dari sifat lulu air material dasar dan dinding kolam. Sedangkan sifat ini tergantung pada jenis butiran tanah atau struktur batu pembentuk dasar dan dinding kolam. Perhitungan resapan air ini megggunakan Rumus praktis untuk menentukan besarnya volume resapan air kolam embung, sebagai berikut : Vi
= K .Vu
Dimana : Vi
= jumlah resapan tahunan (m3)
Vu
= volume hidup untuk melayani berbagai kebutuhan (m3)
K
= faktor yang nilainya tergantung dari sifat lulus air material dasar dan dinding kolam embung.
K
= 10%, bila dasar dan dinding kolam embung praktis rapat air (k < 10 -5 cm/d) termasuk
penggunaan
lapisan
buatan
(selimut
lempung,
geomembran,"rubbersheet" semen tanah).
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
196
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI
4.9
Volume Tampungan Untuk Melayani Kebutuhan
Volume Tampungan Untuk Melayani Kebutuhan Air Baku di sebut juga Volume Efektif storage. Volume efektif storage adalah besarnya volume penyimpanan air di dalam embung untuk memenuhi kebutuhan air baku. Volume storage dihitung berdasarkan besarnya debit andalan yang ada. Ketinggian air dipertahankan pada elevasi + 144 m untuk kegiatan pariwisata dan selebihnya direncanakan untuk kebutuhan air baku. Diketahui : Volume Tampungan Embung ketinggian + 147 m (Vt147)
= 285.902,99 m3
Volume Tampungan Embung ketinggian + 144 m (Vt144)
= 126.082,52 m3
Volume Evaporasi (Ve)
= 12.157,79
m3
Volume Sedimen (Vs)
= 13.035,27
m3
Volume Air Mati
= Vt144 – Vs = 126.082,52 - 13.035,27 = 113.047,25 m3
Volume Air efektif
= (Vt +147 – Vt +144 ) – Ve – Vs = (285.902,99 –126.082,52) – 12.157,79 – 13.035,27 = 134.627,41 m3
Volume Resapan
= 10% x Volume Air efektif = 10% x 134.627,41 m3 = 13.462,741 m3
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
197
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI
4.10 Neraca Air Penentuan neraca air embung didasarkan atas pendekatan yang paling nyata menyangkut perhitungan neraca air (water budget). Caranya dengan mengandaikan bahwa : S
= Inflow –Outflow
S
= I + P – Og – Pc – E – Ip- Osp
Dimana : S
= Storage (simpanan)
I
= Inflow embung
P
= Presipitasi
Pc
= Perkolasi
E
= Evaporasi
Ip
= Pengambilan air melaui intake
Osp
= Outflow (aliran keluar melalui spillway)
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
198
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI Tabel 4.68 Perhitungan neraca air Embung Tambakboyo Inflow Bulan
hari
Debit m3/dt
m3/dt
Kebutuhan Rembesan Sedimen
Komulatif
Air baku
Pariwisata
Evaporasi
m3 /dt
m3/dt
m3/dt
m3/dt
m3/dt
Jumlah
Kumulatif
Surflus (+) Defisit (-)
m3 /dt
m3/dt
m3/dt
m3/dt
Jan
31
6.10
527053.05
527053.05
82000
113047.25
912.79
13462.74
1086.27
210509.05
210509.05
316544.00
Feb
28
5.10
440377.62
967430.67
82000
113047.25
1097.38
13462.74
1086.27
210693.64
421202.68
546227.98
Mar
31
4.75
410374.63
1377805.29
82000
113047.25
949.96
13462.74
1086.27
210546.22
631748.90
746056.39
Apr Mei
30 31
1.02 1.59
88190.03 137026.31
1465995.33 1603021.63
82000 82000
113047.25 113047.25
1052.18 881.56
13462.74 13462.74
1086.27 1086.27
210648.44 210477.82
842397.34 1052875.16
623597.99 550146.48
Jun
30
1.28
110767.96
1713789.59
82000
113047.25
826.46
13462.74
1086.27
210422.71
1263297.87
450491.72
Jul Agust
31 31
0.69 0.23
59423.03 19683.73
1773212.62 1792896.35
82000 82000
113047.25 113047.25
1732.17 947.82
13462.74 13462.74
1086.27 1086.27
211328.43 210544.08
1474626.30 1685170.38
298586.32 107725.97
Sep Okt
30 31
0.39 1.61
33425.45 138733.51
1826321.80 1965055.32
82000 82000
113047.25 113047.25
970.53 1329.68
13462.74 13462.74
1086.27 1086.27
210566.79 210925.94
1895737.17 2106663.11
-69415.37 -141607.80
Nop Des
30 31
3.41 3.36
294418.72 290105.40
2259474.04 2549579.44
82000 82000
113047.25 113047.25
762.99 694.27
13462.74 13462.74
1086.27 1086.27
210359.25 210290.53
2317022.36 2527312.89
-57548.32 22266.55
(Sumber : Perhitungan )
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
199
BAB IV ANALISIS HIDROLOGI
Gambar 4.9 Neraca Air Embung Tambakboyo
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
200
BAB IV ANALISA HIDROLOGI Tabel 4.69 Tabel kategori kebutuhan air non domestik KATEGORI KOTA BERDASARKAN JUMLAH JIWA
URAIAN
No
1
2
500.000
100.000
20.000
S/D
S/D
S/D
1.000.000
500.000
100.000
METRO
BESAR
SEDANG
KECIL
DESA
190
170
130
100
80
30
30
30
30
30
>1.000.000
Konsumsi unit sambungan rumah (SR) l/org/hr Konsumsi unit hidran umum (HU) l/org/hr
<20.000
3
Konsumsi unit non domestic (%)
20-30
20-30
20-30
20-30
20-30
4
Kehilangan air (%)
20-30
20-30
20-30
20-30
20-30
5
Factor hari maksimum
1,2
1,2
1,2
1,2
1,2
6
Factor jam puncak
1,5
1,5
1,5
1,5
1,5
7
Jumlah per SR
5
5
5
5
5
8
Jumlah jiwa per HU
100
100
100
100
100
9
Sisa tekan di penyediaan distribusi (mka)
10
10
10
10
10
10
Jam operasi
24
24
24
24
24
11
Volume reservoir (% max day demand)
20
20
20
20
20
50:50
50:50
S/D
S/D
80:20
70:30
70:30
80:20
80:20
*)90
90
90
90
**)70
12
13
SR:HR
Cakupan pelayanan(%)
(sumber : Ditjen Cipta Karya, tahun 2000) *) 60 % perpipanan, 30 % non perpipanan **) 25 % perpipanan, 45 % non perpipanan
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
201
BAB IV ANALISA HIDROLOGI
Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman masuk pada kota kategori kota sedang sehingga diperoleh data sebagai berikut : Tabel 4.70 Perhitungan jumlah kebutuhan air per jiwa
NO
Uraian
l/org/hr
1
Konsumsi unit sambungan rumah (SR) 130 l/org/h
130
2
Konsumsi unit hidran umum (HU)
30 l/org/h
30
4
Kehilangan air
25%
40
5
Faktor hari maksimum
1,2
240
6
Faktor jam puncak
1,5
360
7
Cakupan pelayanan
90 %
324
Kebutuhan Air Baku 324 l/o/hr
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa besarnya kebutuhan air sebesar 324 l/org/hr. Untuk kebutuhan air baku per bulan sebesar : Kebutuhan air baku per jiwa
= 324 l/org/hr = 324 x 30 = 9.720 l/org = 9,72 m3/org
Berdasarkan perhitungan neraca air jumlah volume air yang dapat digunakan untuk kebutuhan air baku sebesar 82.000 m3. Sehinga dapat diperoleh jumlah penduduk yang terpenuhi kebutuhan air bakunya per bulan. Jumlah penduduk terpenuhi
= Volume Air : Kebutuhan Air = 82.000 m3 : 9,72 m3/org = 8436 orang
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
202
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
5.1
Penentuan Tinggi Jagaan
Tinggi jagaan adalah jarak bebas antara mercu embung dengan permukaan air maksimum rencana. Tinggi jagaan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
H f h (hw atau H f hw
he ) ha hi 2
he ha hi 2
Dimana : Hf = tinggi jagaan (m) ∆h = yang terjadi akibat timbulnya banjir abnormal (m) hw = tinggi ombak akibat kenaikan (m) he = tinggi jagaan ombak akibat gempa (m) ha = tinggi kemungkinan kenaikan permukaan air, apabila terjadi kemacetan pada pintu bangunan pelimpah (m) hi = tinggi tambahan yang didasarkan pada tingkat urgensi embung (m)
Puncak embung Tinggi jagaan
Gambar 5.1 Tinggi jagaan (free board)
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
203
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
5.1.1 Tinggi Kenaikan Permukaan Air yang Disebabkan oleh Banjir Abnormal (h) Dihitung Berdasarkan Persamaan Sebagai berikut :
h
2 Q0 3 Q
h Ah 1 Q
Dimana : Qo = debit banjir rencana (m3/det) Q = kapasitas rencana (m3/det)
= 0,2 untuk bangunan pelimpah terbuka
= 1,0 untuk bangunan pelimpah tertutup
H = kedalaman pelimpah rencana (m) A = luas permukaan air pada elevasi banjir rencana (km2) T
= durasi terjadinya banjir abnormal (biasanya antara 1 s/d 3 jam)
Untuk perhitungan digunakan data-data sebagai berikut : Qo =
123,00 m3/detik
Q
54,58
=
m3/detik
H =
0,99 ≈ 1 m
A =
0,0735 km²
1,00 h = 2 0,2 123,00 0 , 0735 1,00 3 54,58 1 54,58(3 x3600)
h = 5.1.2
0,3 m
Tinggi Ombak yang Disebabkan oleh Angin (hw)
Tinggi ombak yang disebabkan oleh angin ini perhitungannya sangat dipengaruhi oleh panjangnya lintasan ombak (F) dan kecepatan angin di atas permukaan air embung. Panjang lintasan ombak yang dipakai adalah Fetch efektif sebesar 109,45 m (Gambar 5.2.). Sedangkan kecepatan angin di atas permukaan air embung diambil dari data di stasiun BMG DIY yaitu 20 m/det. Perhitungan tinggi ombak (hw) ini menggunakan grafik
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
204
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
metode SMB yang dikombinasikan dengan metode Saville. Dengan kemiringan hulu 1:3, tinggi jangkauan ombak (hw) yang didapat adalah 0,071 m .
Gambar 5.2 Panjang lintasan ombak effektif
Perhitungan
fetch
efektif
rata-rata
digunakan
persamaan
berikut
(Bambang
Triatmojo,1996) : Feff
X i . Cos Cos
Dimana : Feff
= fetch rerata efektif
Xi
= panjang fetch yang diukur dari titik observasi gelombang ke ujung akhir fetch.
α
= deviasi mbahan 60 sampai sudut sebesar 840 pada kedua sisi dari arah angin.
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
205
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI Tabel 5.1 Perhitungan Fetch efektif α (°)
Cos α
X (m)
X cos α
84
0,105
30,19
3,170
78
0,208
29,83
6,205
72
0,309
29,63
9,156
66
0,407
30,89
12,572
60
0,500
32,47
16,235
54
0,588
35,49
20,868
48
0,669
43,26
28,941
42
0,743
47,31
35,151
36
0,809
50,37
40,749
30
0,866
57,73
49,994
24
0,914
64,97
59,383
18
0,951
64,67
61,501
12
0,978
72,27
70,680
6
0,995
290,6
289,147
0
1
202,93
202,930
6
0,995
161,39
160,583
12
0,978
142,48
139,345
18
0,951
228,66
217,456
24
0,914
187,77
171,622
30
0,866
161,6
139,946
36
0,809
125,88
101,837
42
0,743
106,66
79,248
48
0,669
93,66
62,659
54
0,588
76,22
44,817
60
0,500
61,03
30,515
66
0,407
35,68
14,522
72
0,309
32,2
9,950
78
0,208
30,45
6,334
84
0,105
30
3,150
Jumlah
19,084
2088,665
(Sumber : Hasil Perhitungan)
Feff
X i . Cos 2088,665 109,45m Cos 19,084
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
206
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
Gambar 5.3 Grafik perhitungan metode SMB (Suyono Sosrodarsono, 1989)
5.1.3 Tinggi Ombak yang Disebabkan oleh Gempa (he)
Gambar 5.4 Pembagian zone gempa di Indonesia
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
207
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
Koefisien gempa (z)
= 0,8
Percepatan dasar gempa (Ac)
= 151,72 cm/dt²
Faktor koreksi (V)
= 1,1
Percepatan gravitasi (g)
= 980 cm/dt²
Perhitungan intensitas seismis horizontal dihitung dengan persamaan sebagai berikut : e = z . Ac .
V g
1 e = 0,80 151,72 980 e = 0,124 Didapatkan tinggi ombak yang disebabkan oleh gempa adalah :
he
e .
g . h0
Dimana : e = Intensitas seismis horizontal = Siklus seismis ( 1 detik ) h0 = Kedalaman air di dalam embung = elv.HWL – elv.dasar kolam = +147,99 - (+140) = + 7,99 (MSL) =
0,124 1 9,8 7,99 = 0,349 m 3,14
Jadi tinggi puncak ombak di atas permukaan air rata-rata
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
he = 0,175 m. 2
208
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
5.1.4 Kenaikan Permukaan Air Embung yang Disebabkan oleh Ketidaknormalan Operasi Pintu Bangunan (ha) Kenaikan permukaan air embung yang disebabkan oleh ketidaknormalan operasi pintupintu bangunan sebagai standar biasanya diambil h a = 0,5 m ( Suyono Sosrodarsono, 1981).
5.1.5 Angka Tambahan Tinggi Jagaan yang Didasarkan pada Tipe Bendungan (hi) Mengingat limpasan melalui mercu bendungan urugan akan sangat berbahaya, maka untuk bendungan type ini angka tambahan tinggi jagaan (hi) diambil sebesar 1,0 m (Suyono Sosrodarsono, 1981). Berdasarkan data perhitungan tersebut di atas di mana :
h
= 0,3 m
hw
= 0,071 m
he 2
= 0,175 m
ha
= 0,5 m
hi
= 1,0 m
Maka tinggi jagaan dapat ditentukan , yang hasilnya adalah sebagai berikut : Hf
= 0,3 + 0,071 + 0,5 + 1,0 = 1,271 m
Hf
= 0,3 + 0,175 + 0,5 + 1,0 = 1,975 m
Hf
= 0,071 + 0,175 + 0,5 = 0,746 m
Dari ketiga alternatif tinggi jagaan tersebut diambil tinggi jagaan 1,975 m. Angka standard untuk tinggi jagaan pada bendungan urugan adalah sebagai berikut : Tabel 5.2 Tinggi jagaan Embung Urugan Lebih rendah dari 50 m
Hf 2 m
Dengan tinggi antara 50-100 m
Hf 3 m
Lebih tinggi dari 100 m
Hf 3,5 m (Suyono Sosrodarsono, 1981)
Berdasarkan tabel di atas, maka tinggi jagaan yang diambil sebesar 2 m.
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
209
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
5.2 Tinggi Embung Besarnya tinggi tubuh embung sangat dipengaruhi oleh besarnya masing-masing tampungan yang ada. Tampungan tersebut adalah : a.
Tampungan mati (dead storage) merupakan tampungan untuk sedimen yang diendapkan selama usia guna embung. Berdasarkan hasil perhitungan akumulasi pengendapan sedimen, didapatkan dead storage selama 50 tahun sebesar 13.035,27 m3 pada elevasi + 140,81 m. Muka air terendah di Embung Tambakboyo dipertahankan pada elevasi +144 m untuk memenuhi kebutuhan kegiatan pariwisata.
b.
Tampungan efektif (effective storage), merupakan tampungan untuk memenuhi kebutuhan air baku.
c.
Tinggi crest pelimpah (MAN) ditentukan berdasarkan kapasitas desain kolam embung terpilih sebesar 285.902,99 m3 pada elevasi +147 m. Dari hasil flood routing didapat elevasi muka air banjir (MAB) pada elevasi +147,99 m atau dengan ketinggian 0,99 m di atas pelimpah (spillway).
Maka tinggi embung (H)
= Elv.MAB – Elv. Dasar kolam + tinggi jagaan = 147,99 – 140 + 2 = 9,99 m ≈ 10 m
Elevasi puncak mercu embung
= 140 + 10 = +150 m
Crest = +150 m HWL = + 147,99 m Flood storage
NWL = + 147 m
LWL = + 144 m
Effective storage
+ 140,81 m Dead storage + 140 m
Gambar 5.5 Tinggi tampungan Embung Tambakboyo
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
210
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
5.3
Lebar Mercu Embung
Lebar mercu embung yang memadai diperlukan agar mercu embung dapat bertahan terhadap hempasan ombak diatas permukaan lereng yang berdekatan dengan mercu tersebut dan dapat bertahan terhadap aliran filtrasi yang melalui bagian mercu tubuh embung yang bersangkutan. Disamping itu, pada penentuan lebar mercu perlu diperhatikan kegunaannya sebagai jalan eksploitasi dan pemeliharaan.
Untuk memperoleh lebar minimum mercu embung, dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut ; = 3,60 (H)1/3 – 3,00
B Dimana : B
= Lebar puncak embung (m).
H
= Tinggi embung (= 10 m).
B
= 3,60 (H)1/3 – 3,00 = 3,60 x 10 1/3 – 3,00 = 4,697 m 5,00 meter
Berdasarkan perhitungan diatas diperoleh lebar mercu embung minimum 5 meter. 5.4
Panjang Dasar Embung
Panjang tubuh mercu embung yang dimaksud adalah seluruh panjang mercu embung yang membentang dari ujung kiri sampai dengan ujung kanan tebing termasuk dengan gaIian yang masuk ke masing-masing ujung tebing, dan apabila bangunan pelimpah ataupun penyadap terdapat pada bagian dari mercu embung maka lebar bangunan-bangunan tersebut juga diperhitungkan sebagai panjang embung sehingga panjang mercu utama 50 meter.
5.5
Penimbunan ekstra
Penimbunan ekstra pada tubuh embung dimaksudkan untuk mengimbangi penurunan mercu embung yang disebabkan oleh adanya proses konsolidasi. Sesudah tubuh embung dibangun maka proses konsolidasi ini masih terus berlangsung untuk beberapa waktu lamanya. Penimbunan ekstra dimaksudkan agar sesudah proses konsolidasi tersebut selesai, maka elevasi puncak/mercu embung diharapkan dapat mencapai elevasi sesuai rencana (Elevasi rencana). Penurunan tubuh embung yang disebabkan oleh proses konsolidasi didalam tubuh embung tersebut, biasanya berkisar antara 0,20 sampai 0,40 % dari tinggi embung. Penimbunan ekstra telah diperhitungkan dalam perhitungan tinggi jagaan (Free board). LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
211
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
5.6
Bangunan Pelimpah (Spillway)
Pada embung tipe urugan tidak diperbolehkan terjadi limpasan air (over topping) pada saat terjadi debit banjir. Kelebihan debit pada saat banjir terjadi, harus dibuang melalui pelimpah. Pelimpah banjir pada Embung Tambakboyo direncanakan dengan Pelimpah Ogee Tipe Terbuka (overflow spillway). Secara umum pelimpah jenis ini terdiri dari empat bagian, yakni : saluran pengarah aliran saluran pengatur aliran saluran transisi saluran peluncur, dan peredam energi
5.6.1 Data Teknis Perencanaan Debit banjir rencana (Q50 TH)
= 123,00 m3/dt
Debit outflow spillway
= 54,58 m3/dt
Lebar total pelimpah (B')
= 25 m
Tinggi Jagaan
= 2m
Kemiringan pelimpah hulu
= vertikal (900)
Elevasi rencana crest pelimpah
= +150 m
Elevasi dasar embung
= +140 m
Pelimpah banjir diletakkan pada tebing sebelah kiri embung, pondasi bagian kiri sungai mempunyai daya dukung yang baik, profil ambang yang digunakan adalah ambang overflow atau pelimpah bebas dengan tipe OGEE yang mercunya mengikuti lengkung Harold.
Dalam pra desain ini lebar pelimpah banjir direncanakan sebesar 25,00 m, dimana nilai ini merupakan hasil yang dianggap paling sesuai dari beberapa alternatif dimensi yang telah dianalisis, sedangkan puncak atau crest pelimpah berada pada elevasi + 150 m. Pelimpah direncanakan dengan debit outflow spillway sebesar 54,58 m3/dt
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
212
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
5.6.2 Lebar Efektif Spillway Untuk menghitung lebar efektif spillway embung digunakan rumus sebagai berikut: Rumus : Be = B – 2(n.Kp + Ka).He Dimana : Be = lebar efektif spillway embung (m) B
= lebar spillway embung (m) = 25 m
Kp = koefisien kontraksi pilar = 0,01 Ka = koefisien kontraksi pangkal bendung (abutment bulat) = 0,2 n
= jumlah pilar = 2
He = tinggi energi (m)
Jadi lebar efektif spillway embung adalah : Be = 25 – 2(2 x 0,01 + 0,2) x He) Be = 25– (0,44 x He) 5.6.3 Tinggi Air Banjir di Atas Mercu Spillway Perhitungan tinggi energi di atas mercu menggunakan rumus debit embung dengan mercu bulat sebagai berikut : Q Cd .
3 2 2 .g .Be .H e 2 3 3
Dimana : Q
= debit (m3/detik) = 54,58 m3/s
Cd
= koefisien debit = C0*C1*C2
Untuk nilai C0 = 1,3 (Konstanta) KP – 02 hal 49
Untuk nilai C1 = 1
Untuk nilai C2 = 1
g
= percepatan gravitasi (m/det2)
Be
= lebar efektif mecu pelimpah (m)
He
= tinggi energi di atas mercu pelimpah (m)
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
213
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
54,58 1,3 x
3 2 2 x x 9,81x (25 0,44 xH e ) xH e 2 3 3
Dengan cara coba-coba diperoleh He = 1,17 m Be = 25 – (0.44 x 1,17) Be = 24,485 m Tinggi air banjir di atas bendung : Hd = He – k Dimana : k
= tinggi kecepatan = V2/2g
V
= Q/A = Q/(Be x He) = 54,58 / (24,485 x 1,17) = 1,905 m/detik
k
= V2/2g = 1,905 2/(2 x 9.,8) = 0,185 m
Hd = He – k = 1,17 – 0,185 = 0,985 m ≈ 0,99 m Jadi tinggi air banjir di atas mercu pelimpah (Hd) = 0,99 m
5.6.4 Saluran Pengarah Aliran Bangunan Pelimpah Saluran pengarah aliran dimaksudkan agar aliran air senantiasa dalam kondisi hidrolika yang baik dengan mengatur kecepatan alirannya tidak melebihi 4 m/det dengan lebar semakin mengecil ke arah hilir. Apabila kecepatan aliran melebihi 4 m/det, maka aliran akan bersifat helisoidal dan kapasitas alirannya akan menurun. Disamping itu aliran helisoidal tersebut akan mengakibatkan peningkatan beban hidrodinamis pada bangunan pelimpah tersebut. Berdasarkan pengujian-pengujian yang ada saluran pengaruh aliran ditentukan sebagai berikut :
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
214
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
H
Ambang pengatur debit
V
V < 4 m/det W Saluran pengarah aliran
Gambar 5.6 Saluran pengarah aliran dan ambang pengatur debit pada bangunan Pelimpah
Dari analisis data sebelumnya di mana didapat :
Ketinggian air di atas mercu (H) = 147,99 – 147 m = 0,99 m
Qout yang melewati spillway 1 .H 5 W = 0,198 m.
= 54,58 m/det³
Maka :
W
Maka W yang dipakai = 7 m > 0,198 m
5.6.5 Penampang Mercu Ambang Penyadap Dipakai tipe pelimpah dengan menggunakan metode yang dikembangkan oleh Civil Engineering Department U.S. Army. Dasar-dasar yang digunakan dalam metode ini adalah penentuan bentuk penampang lintang embung dengan persamaan empiris, tetapi didukung oleh angka kooefisien limpahan (C) yang diperoleh dari hasil eksperimen. Persamaan– persamaan yang digunakan untuk menghitung penampang lintang embung dengan metode C.E.D.U.S. Army terdiri dari 2 (dua) bagian sebagai berikut: a. Penampang lintang sebelah hulu dapat diperoleh dengan persamaan sebagai berikut:
r1 0,5 Hd
r 2 0,2 H d
a 0,175 H d
b 0,282 H d
Dimana : Hd = tinggi muka air banjir di hulu pada saat banjir = 0,99 m
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
215
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
Dari penjelasan di atas didapat lengkung mercu spillway bagian hulu sebagai berikut: a
= 0,175
× 0,99
= 0,173
m
b
= 0,282
× 0,99
= 0,279
m
r1 = 0,5 × 0,99 = 0,495 m r2 = 0,2 × 0,99 = 0,198 m Hv = 0,185 m
0,282 Hd = 0,279 m 0,175 Hd = 0,173 m
He = 1,14 m
Hd = 0,99 m
titik nol dari koordinat X,Y
x +147
y +141 poros embung r 2= 0,2 Hd = 0,198 m X ^1,85 = 2 (Hd^0,85 )Y
r 1 = 0,5 Hd = 0,495 m
Gambar 5.7 Koordinat penampang memanjang ambang penyadap saluran pengatur debit
b.
Penampang lintang sebelah hilir dari titik tertinggi mercu pelimpah dapat diperoleh dengan persamaan lengkung Harold sebagai berikut: X 1.85 2 H d
0.85
Y
Y
X 1.85 2 H d0.85
Dimana: Hd
= tinggi tekanan rencana (m)
X
= jarak horisontal dari titik tertinggi mercu embung ke titik di permukaan mercu di sebelah hilirnya (m)
Y
= jarak vertikal dari titik tertinggi mercu embung ke titik permukaan mercu sebelah hilirnya (m)
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
216
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI Tabel 5.3 Ketinggian spillway berdasarkan lengkung Harold
Koordinat Lengkung X
Hd
Y
Elevasi
0,20
0,99
0,03
146,97
0,40
0,99
0,09
146,91
0,60
0,99
0,20
146,80
0,80
0,99
0,33
146,67
1,00
0,99
0,50
146,50
1,20
0,99
0,71
146,29
1,40
0,99
0,94
146,06
1,60
0,99
1,20
145,80
1,80
0,99
1,50
145,50
2,00
0,99
1,82
145,18
2,20
0,99
2,17
144,83
2,40
0,99
2,55
144,45
2,60
0,99
2,95
144,05
2,80
0,99
3,39
143,61
3,00
0,99
3,85
143,15
3,20
0,99
4,34
142,66
3,40
0,99
4,85
142,15
3,60
0,99
5,39
141,61
3,80
0,99
5,96
141,04
4,00
0,99
6,55
140,45
4,20
0,99
7,17
139,83
4,40
0,99
7,82
139,18
4,60
0,99
8,49
138,51
4,80
0,99
9,18
137,82
5,00
0,99
9,90
137,10
Koordinat X = 1 m dan Y = 0,5 m merupakan titik pertemuan antara lengkung dengan garis lurus.
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
217
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
5.6.6
Rencana Teknis Hidrolis
Garis dasar saluran ditentukan dengan perhitungan hidrolik yang dilakukan dengan rumus Bernoulli sebagai berikut :
hL
hv1 V1 hd1
hv2
h1
A l1
V2
L
hd2 B
Gambar 5.8 Skema penampang memanjang saluran (Gunadharma, 1997)
Elevasi ambang hilir = elevasi ambang udik V2 V2 hd1 hd 2 he 2g 2g he
V12 V22 n 2 . V 2 . l1 2 g 2g R4 / 3
S
n2 . V 2 R4 / 3
hL = S . ∆l1
Dimana : V1
= kecepatan aliran air pada bidang 1
V2
= kecepatan aliran pada bidang 2
hd 1
= kedalaman air pada bidang 1
hd 2
= kedalaman air pada bidang 2
∆l1
= panjang lereng dasar diantara bidang 1 dan bidang 2
∆l
= jarak horisontal diantara bidang 1 dan bidang 2
R
= radius (jari-jari) hidrolika rata-rata pada potongan saluran yang diambil
S0
= Kemiringan dasar saluran
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
218
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
S
= kemiringan permukaan aliran
h1
= kehilangan energi karena gesekan dan lain-lain
he
= perbedaan tinggi antara garis energi dengan permukaan air
n
= angka kekasaran saluran = 0,012
hL
= kehilangan energi karena dasar saluran
Di titik A : Kecepatan aliran
V1 = 2,252 m/det
Tinggi tekanan kecepatan aliran
hv1 = 0,185 m
Tinggi aliran
hd1 = 0,66 m
Jari-jari bidrolis rata-rata
R
= A/(2Hd+b) = 0,626 m
Dengan menggunakan rumus : Di titik B
Tinggi potencial bidang di bidang B = hd1 + he2 = 0,66 + (147-140,5) = 7,16 m
Diasumsikan bahwa kecepatan aliran di B (V2) = 7,5 m/det, maka : hd 2
Q 54 ,58 0 , 291 m b 2 .V 2 25 . 7 , 5
A2 = 25 x 0,291 = 7,277 m2 R2
A2 7,277 0,284 m (2.hd 2 b2 ) ( 2.0,291 25)
Rr
(0,916 0,284 ) 0,600 m 2
Vr
( 2,252 7,5) m 4,876 2 det
V22 V12 n 2 .V 2 l1 4 2g 2g 3 R = 3,258 m
he 2
Dengam demikian tinggi tekanan total diperoleh : Hd 2 + he2 = 0,291 + 3,258 = 3,55 m < 7,16 m
Dicoba lagi dengan asumsi kecepatan aliran yang berbeda
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
219
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI Tabel 5.4 Nilai Froude dengan asumsi kecepatan aliran yang berbeda V2
b2
hd2
A2
R2
R rata2
V rata2
hv1
hl
hv2
he2
he2+hd2
bil Froude
7,5
25
0,291
7,277
0,284
0,455
4,876
0,258
0,133
2,867
3,258
3,55
4,438
7,9
25
0,276
6,909
0,270
0,448
5,076
0,258
0,147
3,181
3,586
3,86
4,798
8,4
25
0,260
6,498
0,255
0,440
5,326
0,258
0,166
3,596
4,020
4,28
5,261
8,9
25
0,245
6,133
0,241
0,433
5,576
0,258
0,185
4,037
4,481
4,73
5,737
9,3
25
0,235
5,869
0,230
0,428
5,776
0,258
0,202
4,408
4,869
5,10
6,128
10
25
0,218
5,458
0,215
0,420
6,126
0,258
0,233
5,097
5,588
5,81
6,833
11
25
0,198
4,962
0,195
0,411
6,626
0,258
0,281
6,167
6,707
6,91
7,883
11,1
25
0,197
4,917
0,194
0,410
6,676
0,258
0,286
6,280
6,825
7,02
7,991
11,2
25
0,195
4,873
0,192
0,409
6,726
0,258
0,291
6,393
6,943
7,14
8,099
11,22
25
0,195
4,865
0,192
0,409
6,736
0,258
0,292
6,416
6,967
7,16
8,121
Dari hasil perhitungan di atas dengan V2 = 11,22 m/det didapatkan hd + he = 7,16 m (sesuai dengan asumsi yang diambil), maka : he = (hd+he2) – hd2 = 7,160 – 0,195 = 6,965 m hv = he – hl = 6,965 – 0,292 = 6,673 m
Froude number pada titik B adalah : Fr
V2 g .hd 2
11,22 9,81.0,195
8,121
5.6.7 Perencanaan Kolam Olak / Peredam Energi Sebelum aliran air yang melintasi bangunan pelimpah dikembalikan ke sungai, maka aliran dengan kecepatan yang tinggi dalam kondisi super kritis tersebut harus diperlambat dan dirubah pada kondisi aliran sub kritis. Guna meredusir energi yang terdapat di dalam aliran tersebut, maka di ujung hilir saluran peluncur harus dibuat suatu bangunan yang disebut peredam energi (stilling basin). Ada beberapa tipe peredam energi yang sangat tergantung pada karakteristik hidrolis aliran seperti kecepatan aliran (v), bilangan froude (Fr), dan debit persatuan lebar (q) dan harus aman dari banjir 50 tahunan. Berdasarkan perhitungan di atas diperoleh bilangan Froude (Fr) sebesar 8,328 > 4,5 dan V = 11,41 m/det < 18 m/det, sehingga kolam olak yang digunakan adalah kolam olak tipe USBR tipe III (Suyono Sosrodarsono, 1981).
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
220
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
5.6.7.1
Kedalaman Loncatan Hidrolis dalam Kolam Olakan (Suyono Sosrodarsono, 1981)
Dipakai rumus sebagai berikut :
d1 d1 2 V 2 d1 2 4 g 2
d2 atau :
d1 d 2 V 2 d1 1 2 4 g d1 2
d2
2
Bila : 2
F1
2
V1 g . d1
maka :
d2 1 1 2 2 F1 d1 2 4 atau : d2 1 2 1 8 F1 1 d1 2
Didapatkan hasil perhitungan sebagai berikut : hd2
= d1 = 0,195 m
Fr
= 8,121
d2 1 1 2 8,1212 0,195 2 4 d2
5.6.7.2
= 2,14 m
Panjang Kolam Olakan
Ukuran panjang kolam olak USBR tipe III tergantung pada bilangan Froude aliran yang akan melintasi kolam tersebut. Dengan Fr = 8,121, didapatkan nilai L/d2 = 2,81 L = 2,81 x 2,16 = 6,07 ≈ 6,5 m Jadi panjang kolam olak USBR tipe III sebesar 6,5 m.
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
221
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
5.6.7.3
Gigi-Gigi Pemencar Aliran, Gigi-Gigi Benturan dan Ambang Ujung Hilir Kolam Olakan
Gigi-gigi pemencar aliran berfungsi sebagai berkas aliran, terletak di ujung saluran masuk ke dalam olakan. Gigi-gigi benturan berfungsi sebagai penghadang aliran serta mendeformir loncatan hidrolis menjadi pendek, terletak pada dasar kolam olakan sedangkan ambang ujung hilir kolam olakan dibuat tanpa bergerigi.
5.6.7.4
Dimensi Kolam Olakan (Suyono Sosrodarsono, 1981).
Ukuran kolam olakan adalah 25 m x 6,5 m Gigi-gigi pemencar Ukuran gigi-pemencar (d 1)
= 0,195 m ≈ 0,2 m
Lebar kolam olak
= 25 m
Jumlah gigi-gigi dibuat
= 62 bh @ 20 cm
Jarak antara gigi-gigi (d1)
= 20 cm
Jarak ke dinding masing-masing = 20 cm. Cek jumlah jarak = (62 x 0,2) + (61 x 0,2) + (2 x 0,2) = 25 m
Gigi-gigi pembentur nilai h3/d1
= 2. (berdasarkan bilangan Froude )
h3
= 0,39 m ≈ 0,4 m
Lebar kolam olak
= 25 m
Jumlah gigi-gigi dibuat
= 35 bh @ 40 cm
Jarak antara gigi-gigi (0,75h3)
= 30 cm
Jarak ke dinding masing-masing = 40 cm. Kemiringan
=1:1
Cek jumlah jarak = (35 x 0,4) + (34 x 0,3) + (2 x 0,4) = 25 m Ambang ujung hilir kolam olakan Nilai h4/ d 1
= 1,5 (berdasarkan bilangan Froude)
h4
= 0,293 m ≈ 0,3 m
Kemiringan
=1:2
Jarak antara gigi-gigi pemencar aliran sampai dengan gigi-gigi benturan adalah 0,8 x d 2 = 0,8 x 2,14 = 1,712 m ≈ 2 m LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
222
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
5.6.7.5
Tinggi Jagaan (Suyono Sosrodarsono, 1981).
Tinggi jagaan pada bangunan pelimpah (spillway), dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Fb = c . v . d atau Fb = 0,6 + 0,037 . v. d1/3 Fb minimal = 0,5 s/d 0,6 m di atas permukaan aliran
Dimana : Fb
= tinggi jagaan
c
= koefisien = 0,1 untuk penampang saluran berbentuk persegi panjang, dan 0,13 untuk penampang berbentuk trapesium
v
= kecepatan aliran (m/det)
d
= kedalaman air di dalam saluran (m)
Tinggi jagaan pada kolam olakan adalah sebagai berikut : d 2 = 2,14 m b = 25 m A = 2,14 x 25 = 53,5 m² v
54,58 Q = = 1,02 m/det A 53,5
Tinggi jagaan : Fb = 0,10 x 1,02 x 2,14 = 0,218 m atau Fb = 0,6 + (0,037 x 1,02 x 2,14 1/3) = 0,648 m Dipakai nilai tertinggi yaitu Fb = 0,648 m dibulatkan Fb = 1,00 m.
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
223
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
5.6.8 Tinjauan Terjadinya Scouring Tinjauan scouring diperlukan untuk mengantisipasi adanya gerusan lokal di ujung hilir pelimpah. Untuk mengantisipasi hal tersebut dipasang apron yang berupa pasangan batu kosong. Batu yang dipakai untuk apron harus keras, padat, awet, serta mempunyai berat jenis 2,4 T/m3. Panjang apron diambil 4 kali kedalaman gerusan atau scouring (KP – 02 hal 104). Rumus yang digunakan adalah rumus Lacey untuk menghitung kedalaman lubang gerusan : 1/ 3
Q R 0,47 f Dimana : R
= kedalaman gerusan di bawah permukaan air banjir (m)
Q
= debit outflow spiilway (m3/det)
f
= faktor lumpur Lacey = 1,76 . Dm0,5
Dm = diameter nilai tengah (mean) untuk bahan jelek (mm)
Untuk menghitung turbulensi dan aliran yang tidak stabil, R ditambah 1,5 nya lagi (data empiris).Tebal lapisan pasangan batu kosong sebaiknya diambil 2 sampai 3 kali d 40 dicari dari kecepatan rata-rata aliran dengan bantuan Gambar 5.9. Gambar 5.9 dapat dipakai untuk menentukan d40 dari campuran pasangan batu kosong dari kecepatan rata-rata selama terjadi debit rencana diatas ambang bangunan.
Gambar 5.9 Grafik untuk perencanaan ukuran batu kosong LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
224
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
Data : Qoutflow
= 54,58 m3/det
V rata-rata = Qoutflow / A penampang A penampang =
Beff . Hd = 24,485 . 0,99 = 24,24 m2
V rata-rata = 54,58 / 24,24 = 2,25 m/det Dari grafik pada Gambar 5.9 didapat Dm = 0,3 m f
54,58 R = 0,47 0,96
= 1,76 Dm0,5 = 1,76 (0,3)0,5
1/ 3
= 1,78 m
= 0,96 Maka kedalaman gerusan dibawah permukaan air banjir adalah 1,78 m ≈ 1,8 m. Untuk keamanan dari turbulensi dan aliran tidak stabil R = 1,5 x 1,8 = 2,7 m Panjang lindungan dari pasangan batu kosong = 4 x R = 4 x 2,7 = 10,8 m Diambil panjang lindungan pasangan batu kosong 11 m.
5.6.9 Ketinggian Air di Hilir Batu Kosong Diketahui berdasarkan perhitungan sebelumnya : V
= 11,22 m/det
B
= 25 m
n
= 0,002
I
= 0,0158
R
= 25h / (25 +2h)
Berdasarkan rumus manning diperoleh V
= 1/n x R2/3 x I1/2
11,22
= 1/0,002 x (25h/(25+2h))2/3 x (0,0158)1/2
0,9566 x (25 + 2h) = 25h h
=1,02 m
(di atas permukaan tanah)
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
225
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
hv hd
0.19 0.99
+ 147 2/3 hd = 0,66 m
W
1 : 1,5
7.00
H
7.00
+ 140 1.02 + 139,75 d2 2.14 0.20
2.70 0.30 d1
0.40
+ 138,86
1.14
Batu kosong
0.50 2.00
L Mercu 12.82
4.50
L Kolam Olak 6.50
Batu kosong 11.00
Gambar 5.10 Penampang memanjang spillway, kolam olak dan pasangan batu untuk gerusan
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
226
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
5.7
Fasilitas Keamanan Embung
Fasilitas dan peralatan untuk memonitor perilaku embung yang berkaitan dengan keamanan embung selama dan setelah konstruksi. Peralatan fasilitas tersebut digunakan untuk mengetahui dan mengukur kejadian-kejadian yang sudah direncanakan maupun yang tidak terencana pada embung. Peralatan dan fasilitas tersebut diantaranya adalah : Tabel 5.5 Peralatan dan Fasilitas Keamanan Embung Peralatan
Kegunaan
Keterangan
Mengukur tekanan air pori di tubuh embung
Di pasang tiap potongan 10 m dari
dan pondasinya
potongan 3 titik
Alat Pengukur
Mengukur dan memantau rembesan pada
Di pasang 2 tempat
Rembesan
timbunan tubuh embung
Peil Schaal
Untuk memantau ketinggian air yang ada di
Di pasang di dua tempat yaitu di
embung
menara dan spillway
Untuk memantau pergeseran yang terjadi
Di pasang pada puncak mercu dan
pada tubuh embung
down stream embung.
Piezometer
Patok Geser
5.8
Kemiringan Tubuh Tanggul
Kemiringan Lereng direncanakan sedemikian rupa agar lereng stabil terhadap longsoran. Hal ini sangat tergantung pada jenis material urugan yang dipakai. Besarnya diestiminasi dengan persamaan sebagai berikut : Fs u/s
m k ' tg 1,10 1 km '
Fs d/s
nk tg 1,10 1 kn
Dimana : Fs
= safety factor (u/s = up stream, d/s = down stream)
m.n = kemiringan lereng
= sudut geser dalam
'
= sat sub
k = koefesien gempa, k = 1,0
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
227
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
Kemiringan lereng tanggul adalah perbandingan antara panjang garis vertikal yang melalui puncak dengan panjang garis horizontal yang melalui tumit masing masing. Dari data teknis yang ada, kemiringan Embung Tambakboyo direncanakan : a.
Kemiringan lereng hulu (m) = 1: 3,00
b.
Kemiringan lereng hilir (n)
= 1: 2,25
Tabel 5.6 Kemiringan tanggul hulu dan hilir
No Material Timbunan
Slope Hulu Slope Hilir
1 Homogen Well Graded
1 : 2,5
1 : 2,0
2 Homogen Course Silt
1 : 3,0
1 : 2,25
H<15 m
1 : 2,5
1 : 2,5
H>15 m
1 : 3,0
1 : 3,0
1 : 2,5
1 : 2,0
3 Homogen Silty Clay
4 Sand atau Sand Gravel
(Sumber : Suyono Sosrodarsono, 1989)
Dari data tanah yang ada, diketahui bahwa jenis tanah di sekitar Embung Tambakboyo adalah Homogen Course Silt sehingga kemiringan hulu diambil 1:3,0 dan hilir 1:2,25.
5.9
Pelindung Lereng Embung
5.9.1 Pelindung Lereng Hulu Tubuh Embung Guna mengantisipasi hempasan ombak serta penurunan mendadak permukaan air embung yang akan menggerus permukaan lereng, direncanakan pelindung lereng hulu embung (up stream) dengan konstruksi hamparan batu pelindung atau rip-rap, konstruksi tersebut dipilih berdasarkan :
Fleksibel mengikuti penurunan tubuh embung
Mereduksi hempasan ombak
Stabil terhadap pengaruh fluktuasi muka air embung dan gerakan ombak.
Konstruksi dapat dikerjakan secara mekanis.
Lokasi bahan batu dekat dan mudah untuk mengangkutnya.
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
228
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
Mencermati peta situasi rencana Embung Tambakboyo, jarak tepi embung yang saling berhadapan maksimum 290,6 meter dan kemiringan lereng hulu embung direncanakan pada kemiringan 1 : 3,00. Untuk merencanakan ketebalan dan ukuran batu-batu hamparan dapat digunakan ketentuan di bawah ini (Tabel 5.7). Tabel 5.7 Ketebalan hamparan pelindung dan gradasi batuan untuk kemiringan lereng 1:3 Jarak Tepi Yang
Ketebalan
Berat Ukuran
Berhadapan
Vertical
Maksimum
( Km )
Hamparan
( Kg )
25 % > Dari
45 – 75 % Terletak Antara ( Kg )
25 % < Dari ( Kg )
( Cm ) 1.6
46
450
135
135 – 4.5
4.5
4.0 8.0
61
630
270
270 – 13.5
13.5
76
1125
450
450 – 22.5
16.0
22.5
91
2250
900
900 – 45.0
45
( Sumber: Embung Type urugan, Ir. Suyono Sosrodarsono, 1981)
5.9.2 Pelindung Lereng Hilir Tubuh Embung Pelindung lereng hilir (Down Stream) direncanakan untuk untuk mengurangi erosi lereng, memperkecil rekahan permukaan dan memperkecil kecenderungan memancarnya air ke permukaan pada bahan–bahan organik dalam kandungan tanah yang mudah mengikat air serta memperkecil fluktuasi yang luas pada kandungan atau memperkecil kadar permukaan air, untuk embung ini direncanakan memakai gebalan rumput dengan kemiringan 1 : 2,25 bertujuan untuk : Melindungi lereng dari gerusan terhadap angin. Melindungi lereng dari pengaruh cuaca, temperatur, dan sinar matahari.
5.10 Material Konstruksi 5.10.1 Lapisan Kedap Air (Imprevious Zone) Bahan yang dipakai untuk lapisan kedap air dapat berasal dari tanah dan tanah liat (clay), baik tanpa campuran maupun dicampur dengan pasir dengan perbandingan tertentu berdasarkan hasil percobaan penimbunan (trial embankment). Tanah ataupun tanah liat yang dipakai sebagai bahan timbunan lapisan kedap air ini haruslah memenuhi persyaratan utama untuk bahan kedap air yaitu : a.
Koefisien filtrasi serta kekuatan geser yang diinginkan.
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
229
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
b.
Tingkat deformasi yang rendah
c.
Mudah pelaksanaan pemadatannya
d.
Tidak mengandung zat-zat organis serta bahan mineral yang mudah terurai
Lapisan kedap air harus mempunyai tingkat permeabilitas yang rendah, hal ini ditentukan oleh nilai koefisien filtrasinya. Sebagai standar koefisien filtrasi (k) bahan nilainya 1 x 10 -5 cm/dt. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya rembesan air melalui lapisan kedap air yang bersangkutan. Untuk mendapatkan nilai (k) yang memenuhi syarat untuk lapis kedap air biasanya diperkirakan berdasarkan prosentase butiran tanah yang lolos saringan No.300 (Suyono Sosrodarsono, 1989). Gradasi bahan kedap air biasanya mempunyai ukuran butiran seperti tertera pada Gambar 5.11.
Gambar 5.11 Gradasi bahan yang dapat dipergunakan untuk penimbunan zone kedap air embung urugan homogen
5.10.2 Perlindungan Lereng Lereng sebelah hulu dari Embung Tambakboyo dilindungi oleh lapisan timbunan batu (rip-rap) setebal 0,5 m, yang bertujuan untuk melindungi lereng dari pengaruh kekuatan
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
230
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
ombak dan aliran air. Kondisi batu untuk perlindungan lereng ini harus baik dan tidak mudah lapuk.
Perlindungan lereng bagian hulu ini dimulai dari batas tertinggi gerakan gelombang (mercu) sampai ke permukaan genangan terendah (LWL). Dalam pelaksanaannya lapisan timbunan batu ini diletakkan di atas suatu lapisan saringan yang terdiri dari batu pasir dengan ukuran butir yang teratur. Lapisan saringan ini memiliki ketebalan sebesar 0,2 m. Penempatan lapisan saringan ini di bawah lapisan timbunan batu, bertujuan mencegah tergerusnya bahan-bahan halus dari embung ke dalam tumpukan batu. Pengggunaan riprap sebagai lapisan pelindung mempunyai kelebihan, antara lain : 1. Dapat mengikuti penurunan tubuh embung 2. Mempunyai kemampuan reduksi hempasan ombak yang besar 3. Cukup stabil terhadap pengaruh-pengaruh fluktuasi permukaan air dan gerakan ombak 4. Konstruksinya dapat dikerjakan secara mekanis.
Selain kelebihan-kelebihan seperti di atas, rip-rap juga mempunyai kekurang-kekurangan, yaitu antara lain : a. Dibutuhkan banyak bahan batu b. Memerlukan lapisan filter yang relatif tebal.
Tabel 5.8 Ukuran batu dan ketebalan hamparan pelindung rip-rap
Tinggi
Diameter rata-rata batu
Ketebalan minimum
Ketebalan minimum
Gelombang
hamparan pelindung (D 50 cm)
hamparan batu pelindung
lapisan filter
(cm)
(cm)
(m) 0,0 – 0,6
25
40
15
0,6 – 1,2
30
45
15
1,2 – 1,8
38
60
23
1,8 – 2,4
45
75
23
2,4 – 3,0
52
90
30 (Sumber : Suyono Sosrodarsono, 1989)
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
231
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
Pelapisan (zoning) embung dapat dilihat pada Gambar 5.12 sebagai berikut :
Rip-Rap
3 1
Lapisan Kedap Air Urugan Tanah Liat
2.25 1
Drainase Kaki
Gambar 5.12 Pelapisan embung urugan
Keterangan: A = Lapisan kedap air (impervious zone) B = Rip-rap
Dari hasil hitungan tinggi gelombang sebesar 0,071 m didapat ketebalan minimum untuk riprap 40 cm, ketebalan minimum lapisan filter 15 cm (dapat dilihat pada Tabel 5.8).
5.11 Perhitungan Stabilitas Embung 5.11.1 Stabilitas Embung Terhadap Aliran Filtrasi Stabilitas lereng embung terhadap rembesan ditinjau dengan cara sebagai berikut: a.
Formasi Garis Depresi Tubuh Bendung Kondisi Tanpa Menggunakan Chimney
Diketahui : H
= 7,99 m
l1
= 23,97 m
l2
= 33,53 m
d
= 0,3 x l1 + l2 = (0,3x23,97) + 33,53 = 40,721 m
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
232
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
CRE ST+150
7.19 HWL + 147,99
3
10.00 1
4.41 4.56
Mu ka tanah ASLI + 140
8.22
0.34
40.72
23.97
33.53 57.50
Gambar 5.13 Sket garis depresi Embung Tambakboyo
Persamaan parabola Seepage Line :
Yo
h
Yo
7,99
2
d2 d 2
40,7212 40,721
= 0,776 m Ao
Yo 2
= 0,388 m Maka garis parabola bentuk dasar dapat diperoleh dengan persamaan :
Y 2.Yo. x Yo 2 Y 2.0,776. x 0,776 2 Y 1,552. x 0,602 2
Dengan memasukkan nilai - nilai
X
pada persamaan tersebut diperoleh nilai kurva
Seepage sebagai berikut :
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
233
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI Tabel 5.9 Perhitungan harga X dan Y
X
Y
X
Y
X
Y
X
Y
-0,338
0
15 4,887 31 6,980 47 8,576
0
0,776 16 5,043 32 7,090 48 8,666
1
1,468 17 5,195 33 7,198 49 8,755
2
1,925 18 5,342 34 7,305 50 8,843
3
2,293 19 5,485 35 7,411 51 8,931
4
2,610 20 5,625 36 7,515 52 9,017
5
2,892 21 5,761 37 7,617 53 9,103
6
3,149 22 5,895 38 7,719 54 9,187
7
3,386 23 6,025 39 7,819 55 9,272
8
3,608 24 6,152 40 7,917 56 9,355
9
3,817 25 6,277 41 8,015 57 9,437
10
4,015 26 6,400 42 8,111 58 9,519
11
4,204 27 6,520 43 8,206 59 9,601
12
4,385 28 6,638 44 8,300 60 9,681
13
4,558 29 6,754 45 8,393 61 9,761
14
4,725 30 6,867 46 8,485 62 9,840 (Sumber : Perhitungan )
Permukaan aliran keluar untuk d = 240 (< 300), adalah : 2
a
d d h cos cos sin 2
2
40,721 40,721 7,99 cos 24 cos 24 sin 24
2
= 4,562 m a a
Y0 1 cos
4,562 a
0,776 1 cos 24
a 4,414m
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
234
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
b. Formasi Garis Depresi Tubuh Embung Kondisi Menggunakan Drainase Kaki Diketahui : H
= 7,99 m
l1
= 23,97 m
l2
= 23,53 m
d
= 0,3 x l1 + l2 = (0,3 x 23,97) + 23,53 = 30,721 m
CREST+150
7.19 2,25
HWL + 147,99
1
3
10.00 1
Muka tanah ASLI + 140
30.72 23.97
10.00 23.53
Gambar 5.14 Sket garis depresi Embung Tambakboyo dengan drainase kaki
Persamaan parabola Seepage Line
Yo Yo
h d d 7,99 30,721 30,721 2
2
2
2
= 1,022 m Maka garis parabola bentuk dasar dapat diperoleh dengan persamaan :
Y 2.Yo. x Yo 2 Y 2.1,022. x 1,022 2
Y 2,044. x 1,045
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
235
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
Dengan memasukkan nilai - nilai
X
pada persamaan tersebut diperoleh nilai kurva
Seepage sebagai berikut : Tabel 5.10 Perhitungan harga X
X
Y
X
Y
X
Y
X
Y
0
1,022 16 5,809 32 8,152 48
9,958
1
1,758 17 5,983 33 8,276 49 10,060
2
2,266 18 6,151 34 8,399 50 10,161
3
2,679 19 6,315 35 8,520 51 10,261
4
3,037 20 6,475 36 8,639 52 10,360
5
3,356 21 6,631 37 8,756 53 10,458
6
3,648 22 6,783 38 8,872 54 10,556
7
3,918 23 6,932 39 8,987 55 10,652
8
4,171 24 7,078 40 9,100 56 10,748
9
4,409 25 7,221 41 9,211 57 10,842
10 4,635 26 7,361 42 9,322 58 10,936 11 4,851 27 7,499 43 9,431 59 11,029 12 5,057 28 7,634 44 9,538 60 11,121 13 5,255 29 7,767 45 9,645 61 11,213 14 5,446 30 7,897 46 9,750 62 11,304 15 5,631 31 8,026 47 9,855 63 11,394 (Sumber : Perhitungan )
Permukaan aliran keluar dapat dihitung dengan rumus :
a a
Y0 1 cos
a a
1,022 1 cos 124
= 0,655 m Permukaan aliran keluar, d = 1240 (< 300), nilai C (∆a/(a + ∆a) dapat dicari dengan :
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
236
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
600 < α < 0
0.4 Bidang vertika
0.3
α = 124o
0.2 0.1
30 0
60
0
90 0
α
120 0
150 0
0,0 1800
= Sudut bidang singgung
Gambar 5.15 Hubungan antara sudut bidang singgung (α) dengan C
Dari gambar 5.15 didapat nilai C = 0,19, maka dapat diperoleh :
C
a a a
0,19
a a a
Dimana :
a a 0,655m Maka :
0,19
a 0,655
a 0,1244m Subtitusi :
a 0,1244 0,655m a 0,531m c.
Jaringan Trayektori Aliran Filtrasi (Seepage Flow-Net)
Kapasitas aliran filtrasi asumsi Kh = Kv Dengan menggunakan persamaan jaringan trayektori aliran sebagai berikut : Qf
Nf Ne
k H L
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
237
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
Dimana : Qf = kapasitas aliran filtrasi (kapasitas rembesan) Nf = angka pembagi dari garis trayektori aliran filtrasi Ne = angka pembagi dari garis equipotensial k = koefisien filtrasi H = tinggi tekanan air total L = panjang profil melintang tubuh embung Dari data yang ada di dapat : Nf = 3 Ne = 10 k
= 4 x 10 -5 cm/det = 4 x 10-6 m/det
H
= 7,99 m
L = 57,5 m
Maka debit aliran filtrasi adalah sebagai berikut : 3 Qf = x 4 x10 6 x 7,99 x57,5 10
= 5,51 x 10-4 m³/dt Syarat Q lebih kecil dari 2% Qinflow rata-rata embung (0,02 x 54,58 = 1,09 m³/dt ).
5.11.2 Stabilitas Embung terhadap Longsor Stabilitas lereng embung ditinjau dalam tiga keadaan yaitu pada saat air embung mencapai elevasi penuh, pada saat embung baru selesai dibangun dan sebelum dialiri air dan pada saat air embung mengalami penurunan mendadak. Data Teknis : Tinggi Embung
= 10 m
Lebar Mercu Embung
=5m
Kemiringan Hulu
=1:3
Kemiringan Hilir
= 1 : 2,25
Elevasi Air embung
= + 147.99 m (M.A.B)
Tinggi Air
= 7,99 m
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
238
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI Tabel 5.11 Kondisi perencanaan teknis material urugan sebagai dasar perhitungan
embung
γ timbunan dalam beberapa
Kekuatan Geser
Zone tubuh
C (kg/cm2)
θ
kondisi (ton/m3) kering
basah
Jenuh
(γd)
(γb)
(γsat)
Zone kedap air
4,6
38,18
0,91
1,39
1,54
Zone lulus air
0,02
36,36
1,22
1,55
1,77
Metode analisis stabilitas lereng untuk embung tipe tanah urugan (earth fill type dam) dan timbunan batu (rock fill type dam) didasarkan pada bidang longsor bentuk lingkaran. Faktor keamanan dari kemungkinan terjadinya longsoran dapat diperoleh dengan menggunakan rumus keseimbangan sebagai berikut (Suyono Sosrodarsono, 1981) :
C.l N U Ne tan T Te C.l . Acos e.sin V tan . Asin e.cos
Fs
Dimana : Fs
= faktor keamanan
N
= beban komponen vertikal yang timbul dari berat setiap irisan bidang luncur
.A. cos T
= beban komponen tangensial yang timbul dari berat setiap irisan bidang luncur .A.sin
U
= tekanan air pori yang bekerja pada setiap irisan bidang luncur
Ne = komponen vertikal beban seismic yang bekerja pada setiap irisan bidang luncur e. . A.sin Te = komponen tangensial beban seismic yang bekerja pada setiap irisan bidang luncur e. . A. cos
= sudut gesekan dalam bahan yang membentuk dasar setiap irisan bidang luncur.
C
= Angka kohesi bahan yang membentuk dasar setiap irisan bidang luncur
Z
= lebar setiap irisan bidang luncur
E
= intensitas seismis horisontal
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
239
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
= berat isi dari setiap bahan pembentuk irisan bidang luncur
A
= luas dari setiap bahan pembentuk irisan bidang luncur
V
= tekanan air pori
= sudut kemiringan rata-rata dasar setiap irisan bidang luncur
Stabilitas embung terhadap longsor dilihat pada keadaan 3 kondisi yaitu : a.
Pada saat embung baru selesai dibangun (belum terisi air)
Dalam kondisi ini, stabilitas lereng yang ditinjau adalah lereng sebelah hulu dan hilir.Tanah timbunan masih mengandung air pada saat proses pemadatan timbunan. Hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 5.12 dan Gambar 5.16.
b. Pada saat air embung mencapai elevasi penuh Dalam kondisi ini, stabilitas lereng yang ditinjau adalah sebelah hulu dan hilir. Hasil perhitungannya dapat dilihat pada Tabel 5.14 dan Gambar 5.18
c.
Pada saat embung mengalami penurunan air mendadak (Rapid Down)
Dalam kondisi ini stabilitas lereng yang ditinjau adalah lereng sebelah hulu. Tanah timbunan masih mengandung air yang sangat lambat merembes keluar dan masih membasahi timbunan. Hasil perhitungannya dapat dilihat pada Tabel 5.13 dan Gambar 5.17.
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
240
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
o
3
Gambar. 5.16 Sliding metode irisan bidang luncur, kondisi selesai dibangun
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
241
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI Tabel 5.12 Perhitungan stabilitas lereng kondisi embung selesai dibangun Irisan A (m²)
γ
W (Ton/m)
α
Sin α
Cos α
T = W. Sin α
N = W.Cos α
Tg ø
Ne = e.W. Sin α
Te = e.W. Cos α
U = u.b / Cos α
1
4,79 0,91
4,36
57
0,838
0,545
3,65
2,38
0,786
0,37
0,24
0,00
2
12,59 0,91
11,46
44
0,694
0,720
7,96
8,24
0,786
0,80
0,82
0,00
3
16,61 0,91
23,09
34
0,559
0,829
12,90
19,14
0,786
1,29
1,91
4
18,00 0,91
16,38
24
0,407
0,914
6,66
14,97
0,786
0,67
1,50
5
18,19 0,91
25,28
15
0,259
0,966
6,54
24,42
0,786
0,65
2,44
6
17,38 0,91
15,82
7
0,122
0,993
1,93
15,70
0,786
0,19
1,57
7
15,62 0,91
21,71
1
0,017
1,000
0,38
21,71
0,786
0,04
2,17
8
13,04 0,91
11,87
-15
-0,259
0,966
-3,07
11,46
0,786
-0,31
1,15
9
9,50 0,91
13,21
-21
-0,358
0,934
-4,73
12,33
0,786
-0,47
1,23
10
5,23 0,91
8,05
-27
-0,454
0,891
-3,65
7,18
0,786
-0,37
0,72
0,00
28,57
137,53
7,86
2,86
13,75
0,00
Jumlah
Fs
C.l N U Netan T Te
Fs
140,21 (137,53 2,86 0) x 0,786 = 5,815 > 1,2 (Aman) 28,57 13,75
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
CL
0,00 140,21
0,00
0,00
140,21
242
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
o
3
Gambar. 5.17 Sliding metode irisan bidang luncur, kondisi saat air turun mendadak (Rapid drow down)
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
243
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI Tabel 5.13 Perhitungan stabilitas lereng kondisi saat air turun mendadak (Rapid drow down) Irisan
A (m²)
γ
1
4,79
0,91
2
10,27
W
α
Sin α
Cos α
T = W. Sin α
N = W. Cos α
Tg ø
Ne = e.W.Sin α
Te = e.W. Cos α
U = u.b / Cos α
4,36
57
0,838
0,545
3,65
2,38
0,786
0,37
0,24
0,00
0,91
9,35
44
0,694
0,720
6,49
6,73
0,786
0,65
0,67
4,59
2,32
1,39
3,22
44
0,694
0,720
2,24
2,32
0,786
0,22
0,23
8,22
0,91
7,48
34
0,559
0,829
4,18
6,20
0,786
0,42
0,62
8,39
1,39
11,66
34
0,559
0,829
6,52
9,67
0,786
0,65
0,97
4,68
0,91
4,26
24
0,407
0,914
1,73
3,89
0,786
0,17
0,39
13,32
1,39
18,51
24
0,407
0,914
7,53
16,92
0,786
0,75
1,69
0,57
0,91
0,52
15
0,259
0,966
0,13
0,50
0,786
0,01
0,05
17,62
1,39
24,49
15
0,259
0,966
6,34
23,66
0,786
0,63
2,37
6
17,38
1,54
26,77
7
0,122
0,993
3,26
26,57
0,786
0,33
2,66
20,47
7
15,62
1,54
24,05
1
0,017
1,000
0,42
24,05
0,786
0,04
2,41
20,12
8
13,04
1,54
20,08
-15
-0,259
0,966
-5,19
19,40
0,786
-0,52
1,94
19,60
9
9,50
1,54
14,63
-21
-0,358
0,934
-5,24
13,66
0,786
-0,52
1,37
18,79
10
5,23
1,54
8,05
-27
-0,454
0,891
-3,65
7,18
0,786
-0,37
0,72
16,74
28,40
163,11
11,00
2,84
16,31
148,37
3
4
5
(Ton/m)
Jumlah
Fs
11,92
15,89 140,21
20,25
140,21
C.l N U Ne tan = 140,21 (163,11 2,84 148,37) x0,786 = 3,345 > 1,2 (Aman) 28,40 16,31 T Te
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
CL
244
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
o
3
Gambar. 5.18 Sliding metode irisan bidang luncur, kondisi saat air penuh
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
245
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI Tabel 5.14 Perhitungan stabilitas lereng kondisi embung penuh Irisan A (m²)
γ
W (Ton/m)
α
Sin α
Cos α
T = W. Sin α
N = W.Cos α
Tg ø
Ne = e.W.Sin α
Te = e.W.Cos α
U = u.b / Cos α
1
4,94
0,91
4,50
57
0,838
0,545
3,77
2,45
0,786
0,38
0,25
0,00
2
11,41 0,91
10,38
43
0,682
0,732
7,08
7,60
0,786
0,71
0,76
2,12
1,37
1,39
1,90
43
0,682
0,732
1,30
1,39
0,786
0,13
0,14
11,37 0,91
10,35
30
0,500
0,866
5,17
8,96
0,786
0,52
0,90
4,61
1,39
6,41
30
0,500
0,866
3,20
5,55
0,786
0,32
0,56
9,98
0,91
9,08
19
0,325
0,946
2,96
8,59
0,786
0,30
0,86
6,27
1,39
8,72
19
0,325
0,946
2,84
8,24
0,786
0,28
0,82
8,80
0,91
8,01
9
0,156
0,988
1,25
7,91
0,786
0,13
0,79
6,37
1,39
8,85
9
0,156
0,988
1,38
8,75
0,786
0,14
0,87
7,98
0,91
7,26
-1
-0,017
1,000
-0,13
7,26
0,786
-0,01
0,73
5,02
1,39
6,98
-1
-0,017
1,000
-0,12
6,98
0,786
-0,01
0,70
8,06
0,91
7,33
-10
-0,174
0,985
-1,27
7,22
0,786
-0,13
0,72
1,74
1,39
2,42
-10
-0,174
0,985
-0,42
2,38
0,786
-0,04
0,24
4,45
0,91
4,05
-18
-0,309
0,951
-1,25
3,85
0,786
-0,13
0,39
0,00
25,75
87,13
11,00
2,58
8,71
29,73
3
4
5
6
7
8
Jumlah
Fs
C.l N U Ne tan = 117,02 (87,13 2,58 29,73) x0,786 = 4,645 > 1,2 25,75 8,71 T Te
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
CL
7,22
6,50 117,02 6,53
5,23
2,13
117,02
(Aman)
246
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
5.12 Perencanaan Jembatan 5.12.1 Struktur Atas (Upper Structure) Struktur atas merupakan struktur dari jembatan yang terletak dibagian atas dari jembatan. Struktur jembatan bagian atas meliputi : 5.12.1.1 Sandaran Merupakan pembatas antara kendaraan dengan pinggiran jembatan yang berfungsi sebagai pengaman bagi pemakai lalu lintas yang melewati jembatan tersebut. Konstruksi sandaran terdiri dari : − Tiang sandaran (Raill Pos) , biasanya dibuat dari beton bertulang untuk jembatan girder beton, sedangkan untuk jembatan rangka tiang sandaran menyatu dengan struktur rangka tersebut. − Sandaran ( Hand Raill) , biasanya dari pipa besi, kayu dan beton bertulang.
Beban yang bekerja pada sandaran adalah beban sebesar 100 kg yang bekerja dalam arah horisontal setinggi 0,9 meter.
200 10 11
10
36
45
1
52
45
1
1
10
20
10
16
25
Pot I-I
Pot II- II
1
20
50
60
40
130
40
130
40
60
Gambar 5.19 Penampang melintang tiang sandaran
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
247
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
a.
Perencanaan Tiang Sandaran :
Mutu beton
= K-225 ( f ‘c = 22,5 Mpa )
Mutu baja
= BJTP –24 ( fy = 240 Mpa )
Tinggi sandaran = 1,00 meter
Jarak sandaran = 2,00 meter
Dimensi sandaran
= - bagian atas ( 100 x 160 ) mm - bagian bawah ( 100 x 250 ) mm
Tebal selimut
= 20 mm
tul. utama
= 10 mm
tul. sengkang = 8 mm
Tinggi efektif ( d )
= h – p – 0,5 x tul. utama - tul. sengkang = 250 – 20 – 0,5 x 10 – 8 = 217 mm
Penentuan karakteristik bahan :
Untuk K-225 ( f ‘c = 22,5 Mpa ) dan BJTP 24 ( fy = 240 Mpa )
ρ min
1,4 1,4 0,0058 fy 240
0,85 f ' c 600 ρ max 0,75 x 1 x dan 1 0,85 600 fy fy
600 0,85x 22,5 0,75 x 0,85 x 0,0362 600 240 240
b. Penentuan Pembebanan Muatan horisontal H = 100 kg / m’ ( Letak H = 90 cm dari trotoir ) P
= H x L = 100 x 2,00 = 200 kg
Gaya momen H sampai ujung lantai jembatan ( h ) = 90 = 0,9 m M
=P x h = 200 x 0,9
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
248
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
= 90 kgm = 900 Nmm.
c.
Perhitungan Tulangan Tiang Sandaran
k
= M /Ф. b .d2 = 900 x 103/(0,8 x 100 x 217 2) = 0,239 mm2
ρ perlu
0,85 f ' c 1 fy
ρ perlu
0,85 x 22,5 1 240
2k 1 0,85 f ' c 2 x0,239 1 0,85 x 22,5
=1,002 x 10 -3 perlu < min, = min = 0,0058 As
=xbxd = 0,0058 x 217 x 100 = 125,86 mm2
Dipakai tulangan 2 Ø 10 (As =157 mm2)
d. Kontrol Kapasitas Momen Dianggap baja tulangan telah luluh pada saat beton mulai retak (εc = 0,003, fs =fy) a
=
min
As. fy 0,85. f ' c.b
=
157 x 240 0,85x 22,5x100
= 19,7 mm c
=
a 1
=
19,7 0,85
= 23,176 mm
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
249
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
d c =600 x c
fs
217 23,176 = 600 x 23,176 = 5017,88 Mpa > fy = 240 Mpa
(Aman)
a = As x fy x d 2
Mn
19,7 = 157 x 240 x 217 2
= 7.805.412 N.mm = 7.805,412 N.m
Mn 7.805,412 8,67 Mu 900
e.
(Aman)
Perencanaan Tulangan Geser
Vu
= 2000 N
Vc
=
1 3
=
1 22,5 x 217 x100 3
f ' c .b.d
= 34.310,71 N 1 x xVc 2
= 0,5 x 0,6 x 34.310,71 = 8.577,677 N > Vu (Aman)
Walaupun secara toeritis tidak perlu sengkang tetapi untuk kestabilan struktur dan peraturan mensyaratkan dipasang tulangan minimum. s maksimum
= 0,5 x d = 0,5 x 217 = 108,5 mm
Atau s maksimum
= 600 mm
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
250
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
Digunakan jarak = 108,5 mm dengan luas tulangan minimum : Av min
=
f 'c b.s fy
1 x 3
1 22,5 = x 100 x108,5 3 240 = 71,48 mm2 Dipakai tulangan Ø 8 mm, (Av = 100,531 mm2) dengan jarak sengkang s
=
=
Av. fy 1x f ' c .b 3
100,531x 240 1x 22,5 x100 3
= 152,59 mm Jadi dipakai tulangan Ø 8 -100 untuk tulangan geser dan 2 Ø 10 untuk tulangan lentur. 16 10
45 Ø8-100
Ø8-100
2Ø10
2Ø10
10
10 25
16
Pot II-II
Pot I-I
45
20
Gambar 5.20 Penulangan tiang sandaran
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
251
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
5.12.1.2 Perencanaan Pelat
A
5.00
A 8.30
8.30
8.40
Gambar 5.21 Pelat bagian dalam (inner slab)
a.
Perencanaan Pelat
Mutu beton
= K-225 ( f ‘c = 22,5 Mpa )
Mutu baja
= BJTP –24 ( fy = 240 Mpa )
Tebal selimut
= 40 mm
tul. utama
= 12 mm
Tinggi efektif ( d )
= h – p – 0,5 x tul. utama = 200 – 40 – 0,5 x 12 = 154 mm
b. Pembebanan Pelat Beban mati Berat pelat
= 0,2 x 2400 kg/m3
= 480 kg/m2
Berat aspal
= 0,1 x 2200 kg/m3
= 220 kg/m2
Berat air hujan
= 0,05 x 1000 kg/m3
= 50
Total beban mati (q DL)
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
kg/m2
= 750 kg/m2
252
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
A 1/16
B
C
1/9
1/16
1/14
1/14 0.55
0.80
1.70
1.70
0.80
Gambar 5.22 Potongan A-A
Menurut SKSNI T15-1991-03 : MA = MC = Momen tumpuan tepi =1/16 x 750 x 1,7 2
kgm = 135 kgm = 1,35 kNm
=1/9 x 750 x 1,72
MB = Momen tumpuan tengah
MAB = MBC = Momen lapangan = 1/14 x 750 x 1,7
kgm =241 kgm = 2,41 kNm 2
kgm =155 kgm = 1,35 kNm
Beban hidup Beban Akibat Muatan "T" pada Lantai Kendaraan
5 50 25 125 mm
125
200 mm 25
0.5 m 1.75
4 -9m 200 kN 100
2.75 m
200 100 kN 500
200 mm
500 mm 2.75m
200 mm
500 mm 100
0.5 m
500 mm 100 kN
Gambar 5.23 Muatan T
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
253
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
Beban roda
: T
= 100 kN
Bidang roda
: bx = 50 + 2 (20) = 90 cm = 0,9 m by = 20 + 2 (20) = 60 cm = 0,6 m : bxy = 0,6 x 0,9 = 0,540 m2
Bidang kontak koefisien kejut
:
k
= 1 + 20/(50 + 8300) = 1,0023
Muatan T disebarkan : T
= (100 x 1,0023) / 0,540 =185,61 kN/m2 20 cm
50 cm
45 o
90 cm
10 cm 20 cm
60 cm
Gambar 5.24 Penyebaran muatan T pada lantai
Digunakan tabel Bittner ( dari DR. Ernst Bitnner ), dengan ; lx = 170 ly = ( karena tidak menumpu pada gelagar melintang ) dan setelah di interpolasi, hasilnya sebagai berikut : Momen pada saat 1 ( satu ) roda berada pada tengah-tengah plat tx = 90
tx / lx = 0,529
fxm = 0,1414
ty / lx = 0,353
fym = 0,0768
lx = 170 ty = 60 lx = 170
Mxm = 0,1414 x 185,61 x 0,6 x 0,9 = 14,17 kNm Mym = 0,0768 x 185,61 x 0,6 x 0,9 = 7,69 kNm Momen total ( beban mati + muatan T) LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
254
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
Arah - x :
Mxm = 1,55 + 14,17
Arah - y :
Mym = 7,69 kNm
= 15,72 kNm
Momen pada saat 2 ( dua ) roda berdekatan dengan jarak antara as ke as minimum = 1,00 meter. Luas bidang kontak dapat di hitung atas 2 bagian ( I & II ) sebagai berikut :
60
87,5 10 87,5
10
185 (I)
( II
) Gambar 5.25 Bidang kontak dihitung atas 2 bagian
Bagian - I : tx = 185
tx / lx = 1
fxm = 0,0837
ty / lx = 0,353
fym = 0,0525
lx = 170 ty = 60 lx = 170
Mxm = 0,0837 x 185,61 x 0,6 x 1,85 = 17,24 kNm Mym = 0,0525 x 185,61 x 0,6 x 1,85 = 10,82 kNm
Bagian – II : tx = 10
tx / lx = 0,058
fxm = 0,2355
ty / lx = 0,353
fym = 0,0345
lx = 170 ty = 60 lx = 170
Mxm = 0,2355 x 185,61 x 0,6 x 0,1 = 2,62 kNm Mym = 0,0345 x 185,61 x 0,6 x 0,1 = 0,38 kNm
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
255
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
Jadi : Mxm = I – II = 14,62 kNm Mym = I – II = 10,44 kNm
Momen total ( beban mati + muatan T ) Mxm = 1,55 + 14,62 = 16,17 kNm Mym = 10,72 kNm
Akibat beban sementara Beban sementara adalah beban angin yang bekerja pada kendaraan sebesar q = 150 kg/m2 pada arah horizontal setinggi 2 (dua ) meter dari lantai
q = 150 kg/m2
2m
1,75 m
Gambar 5.26 Tinjauan terhadap beban angin
Reaksi pada roda = ( 2 x 4 x 150 ) / 1,75 = 685,7 kg = 6,86 kN Sehingga beban roda, T = 100 + 6,86 = 106,86 kN Beban T disebarkan = 106,86 : ( 0,6 x 0,9 ) = 197,88 kN
Di tinjau akibat beban 1 ( satu ) roda ( yang menentukan ) pada tengah-tengah plat. Mxm = 0,1414 x 197,88 x 0,6 x 0,9 = 15,11 kNm Mym = 0,0768 x 197,88 x 0,6 x 0,9 = 8,21 kNm Momen total ( beban mati + beban sementra ) ; Mxm = 1,55 + 15,11 = 16,66 kNm
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
256
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
Mym = 8,49 kNm Momen desain di pakai momen yang terbesar Mxm = 16,66 kNm Mym = 10,44 kNm
c.
Perhitungan Tulangan Pelat 1.
Penulangan Lapangan Arah-X Mxm
= 16,66 kNm = 16.660 Nm
hf
= 200 mm,
d
= h – p – 0,5 Ø = 200 – 40 – 0,5 x 12 = 154 mm
k
= Mxm/( .b.d2) = (16.660 ) / (0,8 x 1000 x 1542) = 8,78 x 10-4
ρ perlu
0,85 f ' c 1 fy
ρ perlu
0,85 x 22,5 1 240
2k 1 0,85 f ' c 2 x8,78 x10 4 1 0,85 x 22,5
= 1,48 x 10-6 perlu < min,
= min = 0,0058
As = x b x d = 0,0058 x 1000 x 154 = 893,2 mm2 Di pakai tulangan Ø 12 (As = 113,04 mm2) dengan jarak antar tulangan S perlu
=
113,04 x1000 893,2
= 126,58 mm Dipakai tulangan Ø 12 – 100 mm.
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
257
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
2.
Penulangan Lapangan Arah-Y Mxm
= 10,44 kNm = 10.440 Nm
hf
= 200 mm,
d
= h – p – 0,5 Ø = 200 – 40 – 0,5 x 12 = 154 mm
k
= Mxm/( .b.d2) = (10.440 ) / (0,8 x 1000 x 1542) = 5,50 x 10-4
ρ perlu
0,85 f ' c 1 fy
ρ perlu
0,85 x 22,5 1 240
2k 1 0 , 85 f ' c 2 x5,50 x10 4 1 0,85 x 22,5
= 2,29 x 10-6 perlu < min,
= min = 0,0058
As = x b x d = 0,0058 x 1000 x 154 = 893,2 mm2 Di pakai tulangan Ø 12 (As = 113,04 mm2) dengan jarak antar tulangan S perlu
=
113,04 x1000 893,2
= 126,58 mm Dipakai tulangan Ø 12 – 100 mm.
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
258
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
3.
Penulangan Tumpuan Dari PBI ‘ 71 pasal 8. 5. ( 2 ) “ …tulangan momen negatif paling sedikit 1/3 (sepertiga) dari tulangan tarik total yang diperlukan di atas tumpuan… “ Mtx total
= 2,41 + ( 1/3 x 16,66 ) = 2,41 + 5, 553 = 7,963 kNm =7.963 Nm
hf
= 200 mm,
d
= h – p – 0,5 Ø = 200 – 40 – 0,5 x 12 = 154 mm
k
= Mxm/( .b.d2) = (7.963 ) / (0,8 x 1000 x 154 2) = 4,19 x 10-4
ρ perlu
0,85 f ' c 1 fy
ρperlu
0,85x 22,5 1 240
2k 1 0 , 85 f ' c
2 x 4,19 x10 4 1 0,85x 22,5
= 1,74 x 10-6 perlu < min,
= min = 0,0058
As = x b x d = 0,0058 x 1000 x 154 = 893,2 mm2 Di pakai tulangan Ø 12 (As = 113,04 mm2) dengan jarak antar tulangan S perlu
=
113,04 x1000 893,2
= 126,58 mm Dipakai tulangan Ø 12 – 100 mm.
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
259
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
5.12.1.3 Perencanaan Gelagar Jembatan (Balok T)
Pelat Gelagar
Gambar 5.27 Distribusi pembebanan
a.
Perencanaan Gelagar Jembatan (Balok T)
Mutu beton
= K-225 ( f ‘c = 22,5 Mpa )
Mutu baja
= BJTP –24 ( fy = 240 Mpa )
b. Pembebanan Gelagar Jembatan (Balok T) Beban mati Berat Plat
= 0,2 x 1,7 x 2400 = 816
kg/m
Berat Gelagar
= 0,4 x 0,55 x 2400 = 528
kg/m
Berat Aspal
= 0,1 x 1,7 x 2200 = 374
kg/m
Berat air hujan
= 0,05 x 1,7 x 1000 = 85
kg/m
Beban hidup Beban merata
= 1,7 x 2200
= 3740 kg/m
Beban terpusat
= 12 ton
= 12000 kg/m
Total beban merata = 816 + 526 + 374 + 85 = 5543 kg/m Total beban terpusat =12000 kg
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
260
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
Momen maksimal
=
1 1 xqxL2 xPxL 8 4
= 47732,159 + 24900 = 72632,159 kg.m Geser maksimal
=
1 1 xqxL xP 2 2
1 1 x5543x8,3 x12000 2 2
= 29003,45 kg c.
Penulangan Gelagar Jembatan (Balok T)
Direncanakan gelagar jembatan berupa balok T
Bef 0,2 0,55 0,4 Gambar 5.28 Gelagar Jembatan (Balok T)
Bef
= 6 ho + bo = 6 x 0,2 + 0,4 = 1,6 m = 160 cm
Bef
= bo + L/2 = 0,4 + 8,3/2 = 2,06 m = 206 cm
Bef
= bo + Lo/10 + Bk/2 = 0,4 + 8,3/10 + 1,7/2 = 2,08 m = 208 cm
Bef yang dipakai adalah yang terkecil = 160 cm
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
261
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
1.
Perhitungan Tulangan Lentur Periksa letak bagian beton tertekan M
= Mu/Ø =
72632,159 0,8
= 90790,199 kg.m Mflens = RI x b x hf x ( d - hf/2)
Gelagar : fc’ = 35 Mpa fy = 240 Mpa β1 = 0,81
RI
= 0,81 x 350 = 283,5 kg/cm2
d
= 70 cm
Mflens
= 283,5 x 160 x 20 x (70x 10) = 54432000 kg.cm =544320 kg.m
Karena Mflens > Mu/Ø, maka penampang dihitung sebagai penampang persegi K
=
M b.d 2 .RI
=
9079019,9 160x70 2 x283,5
= 0,0408 F
= 1 1 2K = 1 1 2 x 0,0408 = 0,0417
F max = =
1x 4500 600 fy 0,81x 4500 600 2400
= 0,4339 LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
262
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
Karena F > Fmax, maka tulangan tarik under reinforced As
=
FxbxdxRI fy
=
0,0417 x160 x70 x 283,5 2400
= 55,169 cm2 Maka dipakai tulangan 10 Ø 28 (As = 61,57 cm2)
2.
Perhitungan Tulangan Geser Vn
Vu
= =
29003,45 0,6
= 48339,083 kg = 483,390 kN = 0,17 x fc ' xbwxd
Vc
= 0,17 x 35x 400x 700 = 281,605 kN Vn – Vc = 201,785 kN 2 2 x fc ' xbwxd x 35 x 400 x 700 3 3
=1104,334 kN Karena (Vn-Vc) <
2 x fc ' xbwxd , maka penampang mencukupi 3
Perhitungan perlu tidaknya tulangan geser : Vu
= 290,034
kN
ØVc/2
= 84,48
kN
Karena Vu > ØVc/2, maka diperlukan tulangan geser Digunakan tulangan geser Ø10 Av = jumlah luas penampang dua kali sengkang = 157 mm2 S
=
Avxdxfy d Vn Vc 2
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
263
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
=
157 x700x 240 700 201785,44 2
= 130,71 mm < 350 mm Dipakai tulangan Ø10-100
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
264
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI Ø 12-100
Ø 12-100
10 Ø 28
0.20
Ø 12-100 Ø 12-100 0.80
Ø 12-100
1/16 A
1.70
1/14
Ø 12-100
Ø 12-100
Ø 12-100
Ø 12-100
Ø 12-100 Ø 12-100 1/9 B
Ø 12-100 1.70
1/14
10 Ø 28
Ø 12-100
1/16 C Ø 12-100
0.80
Ø 12-100
0.55 8.30
Gambar 5.29 Penulangan pelat lantai kendaraan
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
265
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
5.13 Perhitungan Struktur Bawah Fungsi utama bangunan bawah jembatan adalah untuk menyalurkan semua beban yang bekerja pada bangunan atas ke tanah. Perhitungan struktur bawah meliputi :
Perhitungan Abutment.
Perhitungan Pilar (Pier)
Perencanaan elemen-elemen struktural pembentuk konstruksi bangunan bawah jembatan, secara detail akan disajikan dalam sub-sub bab sesuai dengan jenis elemennya.
Gambar 5.30 Potongan melintang spillway dan melintang jembatan
Pilar identik dengan abutmen perbedaannya hanya pada
letak konstruksinya saja.
Sedangkan fungsi pilar adalah untuk memperpendek bentang jembatan yang terlalu panjang. Dalam mendesain pilar dilakukan dengan urutan sebagai berikut : 1.
Menentukan bentuk dan dimensi rencana penampang pilar.
2.
Menentukan pembebanan yang terjadi pada pilar : a.
Beban mati berupa gelagar induk, lantai jembatan, , trotoir, perkerasan jembatan ( pavement), sandaran, dan air hujan
b.
Beban hidup.
c.
Beban sekunder berupa beban gempa, rem dan traksi, koefisien kejut, beban angin dan beban akibat aliran dan tumbukan benda – benda hanyutan.
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
266
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
3.
Menghitung momen, gaya normal dan gaya geser yang terjadi akibat kombinasi dari beban – beban yang bekerja.
Dalam perencanaan ini, struktur bawah jembatan berupa abutmen yang dapat diasumsikan sebagai dinding penahan tanah. Dalam hal ini perhitungan abutmen meliputi : 1.
Menentukan bentuk dan dimensi rencana penampang abutmen.
2.
Menentukan pembebanan yang terjadi pada abutmen : a.
Beban mati berupa gelagar induk, lantai jembatan, perkerasan
jembatan
(pavement), sandaran, dan air hujan. b.
Beban hidup berupa beban merata dan garis.
c.
Beban sekunder berupa beban gempa, tekanan tanah aktif, rem dan traksi, koefisien kejut , beban angin dan beban akibat aliran dan tumbukan benda – benda hanyutan.
3.
Menghitung momen, gaya normal dan gaya geser yang terjadi akibat kombinasi dari beban – beban yang bekerja.
5.13.1 Perencanaan Dimensi Pilar dan Abutmen Jembatan 5.13.1.1 Pembebanan Pilar dan Abutmen a. Beban Mati Tabel 5.15 Beban bangunan atas pada pilar
Segmen
Vm (ton)
Perhitungan Gelagar
3 x 0,55 x 0,4 x 8,33 x 2,4
13,19
Plat Lantai
5 x 8,33 x 0,2 x 2,4
19,99
Air
5 x 8,33 x 0,05 x 1
2,07
Pavement
5 x 8,33 x 0,1 x 2,2
9,16
Sandaran
5 x 2 x 0,1 x 0,16 x 1 x 2,4 0,38
Pipa (railing) 4 x 8,33 x 0,0033 x 7,8
0,86 45,65
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
267
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
b. Beban Hidup Beban Hidup Akibat Bangunan Atas Beban terbagi rata (q’) Untuk L < 30 m, maka q
= 22 ton/m
q’
=
k
= 1,002
q’
= 8 x 1,002 ton/m
22 = 8 ton/m 2,75
= 8,016 ton/m
Beban Garis (P) P
= 12 ton
P’
=
k
= 1,002
P’
= 4,39 ton
12 = 4,36 ton 2,75
Beban hidup
= 4,39 +( 8,016 x 8,33) = 103,34 ton
Beban Bangunan Atas(pilar) = 45,65 + 103,34 = 148,99 ton Beban Bangunan Atas (Abutment)
= 74,49 ton
5.13.1.2 Dimensi Pilar Jembatan Tegangan izin pasangan batu = 15 ton/m2
σ terjadi
=
P < σ izin pasangan batu A
148,99 = 9,93 ≈ 10 m2 15
A
A
=pxl
10
=px5
P
=2m
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
268
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
Gambar 5.31 Pilar Jembatan
5.13.1.3 Dimensi Abutment Jembatan Tegangan izin pasangan batu = 15 ton/m2
σ terjadi
=
P < σ izin pasangan batu A
74,49 = 4,97 ≈ 5 m2 15
A
A
=pxl
5
=px5
P
=1m
Gambar 5.32 Abutment Jembatan
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
269
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
5.13.1.4 Stabilitas Pilar Jembatan
Gambar 5.33 Pilar Jembatan
A. Pembebanan Pada Pilar 1.
Beban Vertikal
a.
Beban Sendiri
Gambar 5.34 Beban sendiri pilar
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
270
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI Tabel 5.16 Perhitungan Gaya Akibat Berat Pilar
No.
Perhitungan Volume
W1
10,25 x 2 x 5
Volume ( m3 ) 102,5
W1
0,75 x 0,4 x 5
1,5
Berat (A) =Volume x 2,2(ton) 225,5 3,3
Jumlah
5,125
1
A x Yo (ton.m) 1155,69
10,63
10,63
35,769
3,3
1190,769
228,8
Yo(m) Zo(m)
228,8
A x Zo (ton.m) 225,5
(Sumber : Perhitungan )
Xo = 1 m Zo =
1190,769 5,28 m 225,5
Berat Pilar = (W1 + W2 )= 228,8 ton
b. Beban Mati Akibat Bangunan Atas Dari perhitungan sebelumnya : Tabel 5.17 Beban bangunan atas pada pilar
Segmen Gelagar Plat Lantai Air Pavement Sandaran
Perhitungan 3 x 0,55 x 0,4 x 8,33 x 2,4
Vm (ton) 13,19
5 x 8,33 x 0,2 x 2,4
19,99
5 x 8,33 x 0,05 x 1
2,07
5 x 8,33 x 0,1 x 2,2
9,16
5 x 2 x 0,1 x 0,16 x 1 x 2,4 0,38 4 x 8,33 x 0,0033 x 7,8
0,86
Pipa (railing) Jumlah
45,65 (Sumber : Perhitungan)
Berat Total Beban Mati (Wba) = 45,65 ton
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
271
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
Gambar 5.35. Beban bangunan atas pada pilar
c.
Beban Hidup Akibat Bangunan Atas
Beban terbagi rata (q’) Untuk L < 30 m, maka q
= 22 ton/m
q’ = k
22 = 8 ton/m 2,75
= 1,002
q’ = 8 x 1,002 ton/m = 8,016 ton/m
Beban Garis (P) P
= 12 ton
P’ = k
12 = 4,36 ton 2,75
= 1,002
P’ = 4,39 ton
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
272
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
Beban hidup
= 4,39 +( 8,016 x 8,33) = 103,34 ton
Gambar 5.36 Beban terbagi rata dan garis pada pilar
2.
Gaya Horisontal
a.
Gaya Rem dan Traksi
Beban D tanpa koefisien kejut ; Beban terbagi rata = q’ = 8 x 8,33 = 66,64 ton Beban garis tanpa kejut = 4,36 ton Beban D total = 71 ton Hr = 5% Total beban D tanpa koefisien kejut = 5% x 71 ton = 3,55 ton
Gambar 5.37 Beban Akibat Gaya Rem dan Traksi
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
273
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
b. Gaya Geser Tumpuan dengan Balok Beton Bertulang (Gg) Gg = f x Wd Dimana : F = gaya gesek tumpuan dengan balok f = koefisien gesek antara karet dengan beton/baja (f = 0,15-0,18) Wd = Beban bangunan atas pada pilar = 45,65 ton F = 0,15 x 45,65 = 6,85 ton
Gambar 5.38 Beban Akibat Gaya Geser Tumpuan dengan Girder
c.
Gaya Akibat Gempa ( Tag )
Gaya gempa arah memanjang : T= C x W Dimana : T
= gaya horisontal akibat gempa
C
= koefisien gempa untuk wilayah DIY = 0,14
W = Muatan mati dari bagian konstruksi yang ditinjau (ton)
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
274
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
Gambar 5.39 Beban Gempa Terhadap Pilar
-
Gaya gempa terhadap bangunan atas ; Wba =45,65 ton Tba = 0,14 x 45,65 = 6,391 ton
-
Gaya gempa terhadap pilar Wp = 228,8 ton Tp = 0,14 x 228,8 = 32,032 ton
e.
Gaya Akibat Aliran Air dan Tumbukan Benda-Benda Hanyutan
Ah = k Va 2 Dimana : Ah = tekanan aliran normal Va = kecepatan aliran air = 1,905 m/detik k
= koefisien aliran tergantung bentuk pilar Tabel 5.18 Koefisien aliran (k)
Bentuk depan pilar
k
-
Persegi (tidak disarankan)
0,075
-
Bersudut < 300
0,025
-
Bundar
0,035
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
275
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
Bentuk depan pilar tengah adalah ½ lingkaran, sehingga k = 0,035 Ah = 0,035 1,9052 = 0,127 T/m2 Hsungai
= 1,17 m
Tebal pilar
=2m
Luas bidang kontak = 1,17 2 = 0,127 2,34
PAh
= 2,34 m2 = 0,297 Ton
Gambar 5.40 Akibat aliran air dan tumbukan benda-benda hanyutan
B. Kombinasi Pembebanan Pilar ditinjau terhadap kombinasi pembebanan sebagai berikut Tabel 5.19 Kombinasi Pembebanan
No.
Kombinasi Pembebanan dan Gaya
Tegangan yang dipakai terhadap Tegangan Ijin
I
M + (H + K) + Ta + Tu
100%
II
M + Ta + Ah + Gg + A + SR + Tm
125%
III
Kombinasi (1) + Rm + Gg + A + SR + Tm + S
140%
IV
M + Gh + Tag + Gg + AHg + Tu
150%
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
276
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
Keterangan : A
= Beban Angin
Ah
= Gaya akibat aliran dan hanyutan
AHg = Gaya akibat aliran dan hanyutan pada saat terjadi gempa Gg
= Gaya gesek pada tumpuan bergerak
Gh
= Gaya horisontal ekivalen akibat gempa bumi
(H+K) = Beban hidup dan kejut M
= Beban mati
P1
= Gaya-gaya pada saat pelaksanan
Rm = Gaya rem S
= Gaya sentrifugal
SR
= Gaya akibat susut dan rangkak
Tm = Gaya akibat perubahan suhu Ta
= Gaya tekanan tanah
Tag = Gaya tekanan tanah akibat gempa bumi Tb
= Gaya tumbuk
Tu
= Gaya angkat
Kapasitas Dukung Tanah Dasar Kapasitas dukung tanah dasar (bearing capacity) dipengaruhi oleh parameter
, c, dan . Besarnya kapasitas dukung tanah dasar untuk pondasi empat persegi panjang dapat dihitung dengan metode Terzaghi, yaitu : qult c N c (1 0,3B / L) D f N q 0,5 B N (1 0,2 B / L)
= 0,2x117,3 x (1 +0,3.5/2) + 1,811x1x108,9 + 0,5x 1,811x5x159,5x(1-0,2.5/2) = 41,055 + 197,218 + 631,869 = 870,142 (t/m2)
q all = qult / 2 = 870,142 / 2 = 435,071 (t/m2)
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
277
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
Dimana :
qult = daya dukung ultimate tanah dasar (t/m2) c
= kohesi tanah dasar (t/m2) = 0,2 (t/m2)
= berat isi tanah dasar (t/m3) = 1,811 (t/m3)
B
= lebar pondasi (meter) = 5 m
L
= panjang pondasi (meter) = 2 m
Df
= kedalaman pondasi (meter) = 1 m
N , Nq, Nc
=
faktor daya dukung Terzaghi
Tabel 5.20 Nilai-nilai daya dukung Terzaghi φ Nc 5,7 7,3 9,6 12,9 17,7 25,1 37,2 52,6 57,8 95,7 117,3 172,3 258,3 347,6
0 5 10 15 20 25 30 34 35 40 41,41 45 48 50
Keruntuhan Geser Umum Nq Nγ 1,0 0,0 1,6 0,5 2,7 1,2 4,4 2,5 7,4 5,0 12,7 9,7 22,5 19,7 36,5 35,0 41,4 42,4 81,3 100,4 108,9 159,5 173,3 297,5 287,9 780,1 415,3 1153,2
N’c 5,7 6,7 8,0 9,7 11,8 14,8 19,0 23,7 25,2 34,9 39,8 51,2 66,8 81,3
Keruntuhan Geser Lokal N’q N’γ 1,0 0,0 1,4 0,2 1,9 0,5 2,7 0,9 3,9 1,7 5,6 3,2 8,3 5,7 11,7 9,0 12,6 10,1 20,5 18,8 24,9 24,5 35,1 37,7 50,5 60,4 65,6 87,1
Tinjauan stabilitas pilar : -
Tinjauan terhadap guling ; Fg
MV n MH
-
Tinjauan terhadap geser ; Fg
=
-
Tinjauan terhadap eksetrisitas ; e
-
Tinjauan pada dasar pilar ;
V n Hy B MV - MH 1 B 2 V 6
V MH qult A W
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
278
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI Tabel 5.21 Kombinasi I Pilar (M + (H + K) + Ta + Tu)
Beban Jenis Bagian Wsendiri M Wb atas (H+K) Wlife (q+p) Ta Tu
Gaya (ton) V H 228,8 45,65 103,34 377,79
Total
-
Jarak terhadap A (m) x y z 2,5 2,5 2,5 -
-
-
Momen (tm) MV MH 572 114,125 258,35 944,475
-
Tabel 5.22 Kombinasi II Pilar (M + Ta + Ah + Gg + A + SR + Tm)
Beban Jenis Bagian Wsendiri M Wb atas Ta Ah Gg A SR Tm Total
Gaya (ton) V H 228,8 45,65 0,297 6,58 274,45 6,877
Jarak terhadap A (m) x y z 2,5 2,5 8,58 10,25 -
Momen (tm) MV MHx MHY 572 114,125 2,548 67,445 686,125 67,445 2,548
Tabel 5.23 Kombinasi III Pilar (Kombinasi (1) + Rm + Gg + A + SR + Tm + S)
Beban Kombinasi I Rm Gg A SR Tm S Total
Gaya (ton) V H 377,79 3,55 6,58 377,79 10,13
Jarak terhadap A (m) x y z -
-
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
11 10,25
MV 944,475 944,475
Momen (tm) MHx 39,05 67,445 106,495
MHy -
279
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI Tabel 5.24 Kombinasi IV Pilar (M + Gh + Tag + Gg + AHg + Tu)
Beban Jenis Bagian Wsendiri M Wb atas Gh Tba Tp Tag Gg Ahg Tu Total
Gaya (ton) V H 228,8 45,65 6,391 30,032 6,58 0,297 274,45 45,3
Jarak terhadap A (m) x y z 2,5 2,5 10,63 5,28 10,25 8,58 -
Momen (tm) MV MHx MHy 572 114,125 67,936 169,128 67,445 2,548 686,125 67,445 239,612
Tabel 5.25 Rekapitulasi kombinasi pembebanan
Kombinasi
V (ton)
H (ton)
MV (ton.m)
MHx (ton.m)
MHy (ton.m)
Kombinasi I
377,79
-
944,475
-
-
Kombinasi II
274,45
6,877
686,125
67,445
2,548
Kombinasi III
377,79
10,13
944,475
106,495
-
Kombinasi IV
274,45
45,3
686,125
67,445
239,612
C. Kontrol Kestabilan Terhadap Pilar Kestabilan pilar diperhitungkan terhadap gaya-gaya yang terjadi pada kombinasi pembebanan dengan mengambil nilai gaya maksimum, dan ditinjau terhadap titik G pada dasar pilar. Momen penahan yang bekerja akibat berat konstruksinya : V max
= 377,79 ton
Hmax
= 45,3 ton
MVmax
= 944,475 ton.m
MHxmax
= 106,495 ton.m
MHymax
= 239,612 ton.m
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
280
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
1. Fg
Kontrol terhadap Guling =
MV n MH
=
944,475 1,5 239,612
= 3,94 > 1,5 …….. (Aman)
2. Fg
Kontrol terhadap Geser =
V n Hy
=
0,6 x 377,79 1,5 45,3
= 5,003 > 1,5 ......... (Aman)
3. e
Kontrol terhadap Eksentrisitas =
B MV - MH 1 B 2 V 6
=
5 944,475 - 239,612 1 5 2 377,79 6
= 0,63 < 0,83.......... (Aman)
4.
Kontrol Daya Dukung Tanah Dasar Pilar
Tinjauan pada dasar pilar ; L
=2m
B
=5m
W
=1/6 x 5 x 22 = 3,33 m3
=
V MH qult A W
377,79 532,823 qult 10 3,33
= 37,78 160,007 = 197,786 < 435,071 (t/m2)………(Aman)
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
281
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
5.13.1.5 Stabilitas Abutment Jembatan
Gambar 5.41 Abutment Jembatan
A. Pembebanan pada Abutment 1.
Gaya Vertikal
a.
Beban Sendiri
Gambar 5.42 Beban sendiri abutment
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
282
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI Tabel 5.26 Perhitungan Gaya Akibat Berat Abutment
No.
Perhitungan Volume
Volume (m3)
W1
1,5 x 10,25 x 5
76,875
Berat (A) =Volume x 2,2(ton) 169,125
W2
0,5 x 2,5 x 11 x 5
68,75
151,25
2,33
3,667
352,917 554,583
W3
0,75 x 0,5 x 5
1,875
4,125
1,25
10,63
5,156
TOTAL
Xo(m)
Yo(m)
A x Xo (tm)
0,75
5,125
126,844 866,766
324,5
Xo =
AxXo A
=
484,917 324,5
A x Yo (tm)
43,828
484,917 1465,177
= 1,494 m Yo =
1465,177 4,515m 324,5
Berat Abutment= (W1 + W2 + W3 )= 324,5 ton
b. Beban Mati Akibat Bangunan Atas Dari perhitungan sebelumnya : Tabel 5.27 Beban bangunan atas pada abutment
Segmen Gelagar Plat Lantai Air Pavement Sandaran
Perhitungan 3 x 0,55 x 0,4 x 8,33 x 2,4
Vm (ton) 13,19
5 x 8,33 x 0,2 x 2,4
19,99
5 x 8,33 x 0,05 x 1
2,07
5 x 8,33 x 0,1 x 2,2
9,16
5 x 2 x 0,1 x 0,16 x 1 x 2,4 0,38 4 x 8,33 x 0,0033 x 7,8
0,86
Pipa (railing) Jumlah
45,65
Berat Total Beban Mati pada Abutment (Wba) = 0,5 x 45,65 ton = 22,825 ton LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
283
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
Gambar 5.43 Beban bangunan atas pada Abutment
c. Beban Hidup Akibat Bangunan Atas Beban terbagi rata (q’) Untuk L < 30 m, maka q
= 22 ton/m
q’ = k
22 = 8 ton/m 2,75
= 1,002
q’ = 8 x 1,002 ton/m = 8,016 ton/m
Beban Garis (P) P
= 12 ton
P’ = k
12 = 4,36 ton 2,75
= 1,002
P’ = 4,39 ton Beban hidup = 4,39 +( 8,016 x 8,33) = 103,34 ton Berat Total Beban Hidup pada Abutment
= 0,5 x 103,34 ton = 51,670 ton
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
284
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
Gambar 5.44 Beban terbagi rata dan kejut pada Abutment
d. Berat tanah
Gambar 5.45 Beban Akibat Tanah Diatasnya
tanah = 1,6 T/m3 Tabel 5.28 Beban akibat tanah W Wt
Volume (m3) 0,5 x 2,5 x 11 x 5
Berat (ton) 110
Xo
Yo
3,167
7,33
Berat Tanah (Wt)= 110 ton
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
285
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
2.
Gaya Horisontal
a.
Gaya Rem dan Traksi
Beban D tanpa koefisien kejut ; Beban terbagi rata = q’ = 8 x 8,33 = 66,64 ton Beban garis tanpa kejut = 4,36 ton Beban D total = 71 ton Hr = 5% Total beban D tanpa koefisien kejut = 5% x 71 ton = 3,55 ton
Gambar 5.46 Beban Akibat Gaya Rem dan Traksi
b.
Gaya Geser Tumpuan dengan Balok Beton Bertulang (Gg)
Gg
= f x Wd
Dimana : F
= gaya gesek tumpuan dengan balok
f
= koefisien gesek antara karet dengan beton/baja (f = 0,15-0,18)
Wd
= Beban bangunan atas pada pilar = 22,825 ton
F
= 0,15 x 22,825 = 3,424 ton
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
286
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
Gambar 5.47 Beban Akibat Gaya Geser Tumpuan dengan Girder
c.
Gaya Akibat Gempa ( Tag )
Gaya gempa arah memanjang : T= C x W Dimana : T
= gaya horisontal akibat gempa
C
= koefisien gempa untuk wilayah DIY = 0,14
W
= Muatan mati dari bagian konstruksi yang ditinjau (ton).
Gambar 5.48 Beban Gempa Terhadap Abutment
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
287
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
-
Gaya gempa terhadap bangunan atas ; Wba = 22,825 ton Tba = 0,14 x 22,825 = 3,196 ton
-
Gaya gempa terhadap abutment Wa = 324,5 ton Ta = 0,14 x 324,5 = 45,43 ton
-
Gaya gempa terhadap tanah ; Wt = 110 ton Tt = 0,14 x 110 = 15,40 ton
d. Beban Tanah Aktif (TA) diketahui : tanah
: 1,6
: 37,75 0
Gambar 5.49 Beban Tanah Aktif Terhadap Abutment
Ka tan 2 45 0 θ/2 tan 2 45 0 37,75/2 0.241
beban merata q = 0.6 x 1,6 = 0,96 T/m2 Gaya tekanan tanah aktif : P1 = q x Ka x h = 0,96 x 0.241 x 11 = 2,545 T Lengan terhadap A : 5,5 m MP1 = 2,545 x 5,5 = 13,998 Tm
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
288
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
P2 = 0.5 x x Ka x H2 = 0.5 x 1,6 x 0.241 x 112 = 23,239 T Lengan terhadap A : 3,667 m MP2 = 23,239 x 3,667 = 85,547 Tm Beban Total Tanah Aktif = 2,545 + 23,239 = 25,784 T Total Momen Tanah Aktif = 13,998 + 85,547 = 99,545 Tm
B. Kombinasi Pembebanan Abutment ditinjau terhadap kombinasi pembebanan Tabel 5.29 Kombinasi Pembebanan Abutment
No. I II III IV
Kombinasi Pembebanan dan Gaya M + (H + K) + Ta + Tu M + Ta + Ah + Gg + A + SR + Tm Kombinasi (1) + Rm + Gg + A + SR + Tm + S M + Gh + Tag + Gg + AHg + Tu
Tegangan yang dipakai terhadap Tegangan Ijin 100% 125% 140% 150%
Keterangan : A
= Beban Angin
Ah
= Gaya akibat aliran dan hanyutan
AHg = Gaya akibat aliran dan hanyutan pada saat terjadi gempa Gg
= Gaya gesek pada tumpuan bergerak
Gh
= Gaya horisontal ekivalen akibat gempa bumi
(H+K) = Beban hidup dan kejut M
= Beban mati
P1
= Gaya-gaya pada saat pelaksanan
Rm = Gaya rem S
= Gaya sentrifugal
SR
= Gaya akibat susut dan rangkak
Tm = Gaya akibat perubahan suhu Ta
= Gaya tekanan tanah
Tag = Gaya tekanan tanah akibat gempa bumi Tb
= Gaya tumbuk
Tu
= Gaya angkat
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
289
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
Kapasitas Dukung Tanah Dasar Kapasitas dukung tanah dasar (bearing capacity) dipengaruhi oleh parameter
, c, dan . Besarnya kapasitas dukung tanah dasar untuk pondasi empat persegi panjang dapat dihitung dengan metode Terzaghi, yaitu : = c N c (1 0,3B / L) D f N q 0,5 B N (1 0,2 B / L )
q ult
= 0,2x117,3x (1 +0,3.4/5) + 1,811x1x108,9 + 0,5x1,811x4x159,5x(1-0,2.4/5) = 29,09 + 197,218 + 485,276 = 711,584 (t/m2) = qult / 2
q all
=711,584 / 2 = 355,792 (t/m2) Dimana : qult
= daya dukung ultimate tanah dasar (t/m2)
c
= kohesi tanah dasar (t/m2) = 0,2 (t/m2)
= berat isi tanah dasar (t/m3) = 1,811 (t/m3)
B
= lebar pondasi (meter) = 4 m
L
= panjang pondasi (meter) = 5 m
Df
= kedalaman pondasi (meter) = 1 m
N , Nq, Nc
=
faktor daya dukung Terzaghi
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
290
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI Tabel 5.30 Nilai-nilai daya dukung Terzaghi φ 0 5 10 15 20 25 30 34 35 40 41,41 45 48 50
Nc 5,7 7,3 9,6 12,9 17,7 25,1 37,2 52,6 57,8 95,7 117,3 172,3 258,3 347,6
Keruntuhan Geser Umum Nq Nγ 1,0 0,0 1,6 0,5 2,7 1,2 4,4 2,5 7,4 5,0 12,7 9,7 22,5 19,7 36,5 35,0 41,4 42,4 81,3 100,4 108,9 159,5 173,3 297,5 287,9 780,1 415,3 1153,2
N’c 5,7 6,7 8,0 9,7 11,8 14,8 19,0 23,7 25,2 34,9 39,8 51,2 66,8 81,3
Keruntuhan Geser Lokal N’q N’γ 1,0 0,0 1,4 0,2 1,9 0,5 2,7 0,9 3,9 1,7 5,6 3,2 8,3 5,7 11,7 9,0 12,6 10,1 20,5 18,8 24,9 24,5 35,1 37,7 50,5 60,4 65,6 87,1
Tinjauan stabilitas abutment : - Tinjauan terhadap guling ; Fg - Tinjauan terhadap geser ; Fg
MV n MH
V n Hy
=
- Tinjauan terhadap eksetrisitas ; e
B MV - MH 1 B 2 V 6
- Tinjauan pada dasar abutment ;
V MH qult A W
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
291
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI Tabel 5.31 Kombinasi I Abutment (M + (H + K) + Ta + Tu)
Beban Jenis
Gaya (ton)
Bagian Wsendiri Wb atas W tanah Wlife (q+p)
M (H+K) Ta Tu
Total
V 324,5 22,825 110 51,670
H -
508,995
21,545 23,239 25,784
Jarak terhadap A (m) x y 1,494 0,5 3,167 0,5 -
5,5 3,667 -
Momen (tm) MV 684,803 11,413 378,37 25,835
MH -
1100,421
13,998 85,547 99,545
Tabel 5.32 Kombinasi II Abutment (M + Ta + Ah + Gg + A + SR + Tm)
Beban Jenis M
Bagian Wsendiri Wb atas W tanah
Ta Ah Gg A SR Tm Total
Gaya (ton) V 324,5 22,825 110 457,325
H 21,545 23,239 3,424 29,208
Jarak terhadap A (m) x y 1,494 0,5 3,167 5,5 3,667 10,25 -
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
Momen (tm) MV 684,803 11,413 378,37 1074,586
MH 13,998 85,547 35,096 134,641
292
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI Tabel 5.33 Kombinasi III Abutment (Kombinasi (1) + Rm + Gg + A + SR + Tm + S)
Beban Kombinasi I Rm Gg A SR Tm S Total
Gaya (ton) V H 508,995 25,784 3,55 3,424 508,995 32,758
Jarak terhadap A (m) x y -
11 10,25 -
Momen (tm) MV 1100,421 1100,421
MH 99,545 39,545 35,096 173,691
Tabel 5.34 Kombinasi IV Abutment (M + Gh + Tag + Gg + AHg + Tu)
Beban Jenis Bagian Wsendiri M Wb atas W tanah Gh Tba Ta Tt Tag Gg Ahg Tu Total
Gaya (ton) V H 324,5 22,825 110 3,196 45,43 15,4 3,424 457,325 93,234
Jarak terhadap A (m) x y 1,494 0,5 3,167 10,63 4,515 7,33 10,25 -
Momen (tm) MV MH 684,803 11,413 378,37 33,973 176,116 112,882 35,096 1074,586 358,067
Tabel 5.35 Rekapitulasi kombinasi pembebanan abutment
Kombinasi
V (ton)
H (ton)
MV (ton.m)
MH (ton.m)
Kombinasi I
508,995
25,784
1100,421
99,545
Kombinasi II
457,325
29,208
1074,586
134,641
Kombinasi III
508,995
32,758
1100,421
173,691
Kombinasi IV
457,325
93,234
1074,586
358,067
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
293
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
C. Kontrol Kestabilan terhadap Abutment Kestabilan abutment diperhitungkan terhadap gaya-gaya yang terjadi pada kombinasi pembebanan dengan mengambil nilai gaya maksimum, dan ditinjau terhadap titik G pada dasar abutment. Momen penahan yang bekerja akibat berat konstruksinya : V max
= 508,995 ton
Hmax
= 93,234 ton
MVmax
= 1100,421 ton.m
MHmax
= 358,067 ton.m
1.
Kontrol terhadap Guling
Fg =
MV n MH
= 1100,421 / 358,067 = 3,073 > 1,5 …….. Aman 2.
Kontrol terhadap Geser
Fg =
V n Hy
= (0,6 508,995) / 93,234 = 3,276 > 1,5 ......... Aman
3.
Kontrol terhadap Eksentrisitas
e
=
B MV - MH 1 B 2 V 6
= 4/2 – (1100,421 – 358,067) / 508,995 = 0,542 < 0,667.......... Aman
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
294
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
4.
Kontrol Daya Dukung Tanah Dasar Abutment
Tinjauan pada dasar Abutment ; L
=5m
B
=4m
V MH qult A W
W =1/6 x 42 x 5 = 13,333 m3
=
508,995 358,067 qult 20 13,333
= 52,305 < 355,792 (t/m2)………(Aman)
5.14 Analisis Stabilitas Pelimpah pada Keadaan Normal 5.14.1 Perhitungan Gaya yang Bekerja pada Tubuh Pelimpah a.
Akibat Berat Sendiri
Rumus : G = V x γpas Dimana : V = volume (m3) γpas = 2,2 t/m3 Jarak ditinjau dari titik O, selanjutnya perhitungan disajikan dalam Tabel berikut: Tabel 5.36 Perhitungan gaya akibat berat sendiri
No B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7 B8 B9 B10 B11 B12 B13 B14
Luas (m²) 7,20 0,69 3,75 8,57 3,50 1,75 0,16 4,30 5,48 3,36 6,22 0,86 0,61 2,48
γ Gaya Vertikal Titik O (ton/m³) (ton) Jarak (m) Momen (ton.m) 2,2 15,84 11,82 187,23 2,2 1,52 10,34 15,70 2,2 8,25 10,11 83,41 2,2 18,85 7,27 137,07 2,2 7,70 12,32 94,86 2,2 3,85 11,49 44,24 2,2 0,35 9,55 3,36 2,2 9,46 8,34 78,90 2,2 12,06 6,82 82,22 2,2 7,39 5,87 43,39 2,2 13,68 2,88 39,41 2,2 1,89 3,57 6,75 2,2 1,34 2,32 3,11 2,2 5,46 0,91 4,96 Gaya Vertikal 102,19 Momen 819,65
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
295
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
b. Gaya Gempa : ad = n(ac x z)m
Rumus E
ad g
Dimana : Ad
= percepatan gempa rencana (cm/det2)
E
= koeisien gempa
Maka : ad
E
= 151,72 cm2/det
a d 151,72 0,15 g 980
Dari koefisien gempa diatas, kemudian dicari besarnya gaya gempa dan momen akibat gempa dengan rumus : K=ExG Dimana : E
= 0,15 (koefisien gempa)
G
= berat bangunan (Ton)
K
= gaya gempa Tabel 5.37 Perhitungan gaya akibat gempa
No K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7 K8 K9 K10 K11 K12 K13 K14
Gaya Vertikal Gaya Horizontal Titik O (ton) K = 0,15 x G Jarak Momen (ton.m) 15,84 2,376 6,8 16,16 1,52 0,228 7,94 1,81 8,25 1,238 6,31 7,81 18,85 2,828 5,37 15,19 7,70 1,155 3,25 3,75 3,85 0,578 3,83 2,21 0,35 0,053 4,75 0,25 9,46 1,419 3,33 4,73 12,06 1,808 2,87 5,19 7,39 1,109 3,12 3,46 13,68 2,053 2,32 4,76 1,89 0,284 0,93 0,26 1,34 0,201 1,06 0,21 5,46 0,818 0,68 0,56 jumlah 16,147 Momen 66,35
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
296
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
c.
Perhitungan Uplift Pressure Kondisi Muka Air Normal
Perhitungan uplift pressure mamakai rumus : Px Hx
Lx H L
Dimana : Px = Gaya angkat pada titik x (T/m2) Hx = Tinggi titik yang ditinjau ke muka air atau tinggi energi di hulu pelimpah (m) Lx = Jarak sepanjang bidang kontak dari hulu sampai x (m) H = Beda tinggi energi (m) L
= Panjang total bidang kontak bangunan dan tanah bawah (m)
L dan Lx ditentukan menurut cara angka rembesan Lane dimana : -
Bidang horisontal memiliki daya tahan tehadap aliran (rembesan) 3 kali lebih lemah dibandingkan dengan bidang vertikal.
-
Bidang yang membentuk sudut 45 0 atau lebih terhadap bidang horisontal dianggap vertikal.
L
Lv
1 H 3
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
297
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI Tabel 5.38 Perhitungan rembesan dan tekanan air tanah kondisi muka air normal
Titik Garis Lane LV A A-B
Panjang Rembesan L HW Hx Px LH 1/3LH Lx 0 0,000 0,00 15,63 7 7,00 7,000
1
B B-C
1
C C-D D-E
1
F-G
2
H-I
1,5
5,17 15,63
7 4,50 2,186
8,67 15,63
7 8,00 4,119
9,33 15,63
7 8,00 3,820
9,83 15,63
7 7,50 3,096
10,33 15,63
7 7,50 2,872
11,83 15,63
7 9,00 3,700
12,33 15,63
7 9,00 3,476
12,58 15,63
7 8,75 3,114
12,92 15,63
7 8,75 2,965
13,67 15,63
7 9,50 3,379
14,27 15,63
7 9,50 3,108
15,63 15,63
7 8,14 1,139
0,500
I 1,5
J J-K
1,5
0,500
K 0,25
L L-M
1
0,333
M 0,75
N N-O
1,82
0,607
O O-P
7 4,50 2,335
0,5
H
M-N
4,83 15,63
0,667
G
K-L
7 8,00 7,403
3,5
F
I-J
1,33 15,63
0,333
E
G-H
7 8,00 7,552
3,5
D
E-F
1,00 15,63 0,333
1,36
P
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
298
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI Tabel 5.39 Pehitungan gaya uplift pressure kondisi muka air normal
Gaya U B-C U C-D U D-E U E-F U F-G U G-J U J-K U K-N U N-O
V Jarak Momen (ton) (m) (ton,m) 0,5 x (7,552 + 7,403) x 1 7,29 12,32 89,81 0,5 x (7,403 + 2,335) x 1 4,87 11,32 55,13 0,5 x (2,335 + 2,186) x 1 2,26 10,32 23,32 0,5 x (2,186 + 4,119) x 2 6,31 8,61 54,33 0,5 x (4,119 + 3,82) x 2 7,94 6,82 54,15 0,5 x (3,096 + 2,872) x 1,5 4,48 5,07 22,71 0,5 x (3,7 + 3,476) x 1,5 5,38 3,57 19,21 0,5 x (3,114 + 2,965) x 1 3,04 2,32 7,05 0,5 x (3,379 + 3,108) x 1,82 5,90 0,91 5,37 Jumlah 47,47 331,09 Uraian
d. Tekanan Hidrostatis Tekanan hidrostatis pada keadaan muka air normal. Tabel 5.40 Perhitungan gaya hidrostatis keadaan muka air normal
Gaya Wh1 Wh2 Wh3 Wh4 Wh5 Wh6 Wh7 Wh8
Gaya Horizontal Jarak Momen (ton) (m) (ton.m) 0,5 x 7,552 x 8 30,210 4,17 125,976 1 x 2,872 2,870 1 2,870 0,5 x( 3,7- 2,872) x 1 0,410 0,83 0,340 2,965 x 0,5 1,480 0,25 0,370 0,5 x (3,379-2,965) x 0,5 0,100 0,17 0,017 2,335 x 3,5 -8,170 3,11 -25,409 0,5 x (7,403-2,335) x 3,5 -8,870 2,53 -22,441 0,5 x 3,108 x 1,36 -2,110 0,45 -0,950 Jumlah 15,920 80,774 Uraian
e.
Tekanan Tanah Aktif dan Pasif
Tekanan tanah aktif dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Pa = γs . Ka.H – 2 .C
Ka
Dimana : Ka
= tan2 (45º - Ф/2) = tan2 (45º - 41,41/2) = 0,204
Pa
= 1,811x.0,204x2,5 – 2x0,2 0,204 = 0,743 ton
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
299
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
Tekanan tanah pasif dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Pp = γs.Kp.H + 2.C
Kp
Dimana : = tan2 (45 + Ф/2)
Kp
= tan2 (45 + 41,41/2) = 4,907 = 1,811x4,907x1,36 + 2x0,2x 4,907
Pp
= 12,972 ton Dimana : Pa = tekanan tanah aktif Pp = tekanan tanah pasif Ф
= sudut geser dalam = 41,41º
g
= gravitasi bumi = 9,8 m/detik2
H
= kedalaman tanah aktif dan pasif (m)
γs
= berat jenis tanah jenuh air = 1,811 ton/m3
γw = berat jenis air = 1,0 ton/m3 Tabel 5.41 Perhitungan tekanan tanah
Gaya Pa Pp
Gaya Horizontal Jarak Momen (ton) (m) (ton.m) 0,5 x 0,743 x 2,5 0,929 0,833 0,774 0,5 x 12,979 x 1,36 -8,826 0,453 -3,998 jumlah -7,897 -3,224 Uraian
Tabel 5.42 Rekapitulasi gaya pada tubuh pelimpah keadaan normal
No 1 2 3 4 5
Faktor Gaya Berat Konstruksi Gaya Gempa Tekanan Uplift Gaya Hidrostatis Tekanan Tanah
Gaya (ton) Momen(ton.m) H V Mh Mv 102,19 819,65 -16,147 -66,35 -47,470 -331,086 -15,920 -80,774 7,897 3,224
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
300
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
5.14.2 Perhitungan Stabilitas untuk Kondisi Muka Air Normal a.
Stabilitas terhadap Guling
Untuk mengetahui nilai SF (faktor keamanan) bangunan spillway terhadap guling, maka rumus yang dipakai adalah sebagai berikut :
MV MH
SF
1,5
Dimana :
SF
SF
= Faktor keamanan
M.V
= Jumlah momen vertikal (t.m)
M.H
= Jumlah momen horisontal (t.m)
488,564 143,897
1,5
= 3,395 > 1,5 (Aman) Dengan didapatkannya nilai SF = 3,395 maka bangunan spillway yang ada dinyatakan aman terhadap bahaya guling.
b. Stabilitas terhadap Geser Guna mengetahui stabilitas spillway terhadap bahaya geser, maka ditinjau dengan menggunakan rumus :
V U H
SF
1,5
Dimana : SF
= Faktor keamanan
(V-U) = Jumlah gaya vertikal dikurangi gaya uplift pressure (t) H
SF
54,72 24,17
= Jumlah gaya horisontal yang bekerja pada bangunan spillway (t)
1,5
= 2,264 > 1,5 (Aman) Dari hasil perhitungan nilai SF = 2,264, dengan demikian bangunan spillway yang ada dinyatakan aman terhadap bahaya geser. LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
301
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
c.
Stabilitas terhadap Piping
Guna mencegah pecahnya bagian hilir bangunan, harga keamanan terhadap erosi tanah harus sekurang-kurangnya 2 (dua)
(SF > 2).
Dengan menggunakan metode Lane yang disebut metode angka rembesan Lane, dapat dihitung dengan rumus :
CL LV
1
3
LH / H
Dimana : CL
= Angka rembesan Lane
Lv
= Jumlah panjang vertikal (m)
LH
= Jumlah panjang horisontal (m)
H
= Beda tinggi muka air (m)
CL
Lv 1 / 3LH 12,36 3,27 2,233 --> aman (CL = 2) Hw 7
Dari hasil perhitungan nilai CL = 2,333, dengan demikian bangunan spillway dinyatakan aman terhadap bahaya piping.
d. Stabilitas terhadap Daya Dukung Tanah Besarnya daya dukung tanah dipengaruhi oleh dalamnya pondasi, lebarnya pondasi, berat isi tanah, sudut geser dalam dan kohesi dari tanah. Daya dukung tanah (ultimate bearing capacity) dihitung dengan rumus pondasi menerus sebagai berikut (terzaghi) :
qult a C N c z N q sub B N Dimana : qult
= daya dukung ultimate (t/m2)
C
= kohesi (t/m2)
sub
= berat isi tanah jenuh air (t/m3)
= berat per satuan volume tanah (t/m3)
, = faktor yang tak berdimensi dari bentuk tapak pondasi z
= kedalaman pondasi = 1 m
B
= lebar pondasi
= 12,82 m
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
302
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
Dari hasil penyelidikan tanah pada lokasi embung, tanah dasar untuk lokasi pondasi adalah sebagai berikut: sat tanah
= 1,811 gr/cm3
sub tanah
= sat tanah - air = 1,811 – 1 = 0,811
c
= 0,2 ton/m2
= 41,41°
maka diperoleh harga – harga dari Tabel faktor daya dukung terzaghi (interpolasi) sebagai berikut: Nc = 117,3 Nq = 108,9 N = 159,5 , = bentuk tapak pondasi adalah jalur atau strip, = 1, dan = 0.5 Perhitungan: Qult = c×Nc + ×z×Nq + ×sub×B×N Qult = 0,2 117,3+ 1,811 1108,9+ 0,50,81112,82159,5 = 1049,84 ton/m3 SF = safety Factor = 2,0 – 3.0
Faktor keamanan (Safety factor) diambil 3, maka besarnya daya dukung ijin tanah adalah:
ijin
qult 1049,84 = 349,947 t/m2 SF 3
untuk menghitung nilai stabilitas terhadap daya dukung tanah, maka perlu ditinjau eksentrisitas terlebih dahulu (DR. Suyono). rumus yang digunakan adalah sebagai berikut e
ΣM L ≤ L/6 = ΣV 2
819,65 - 143,897 12,82 12,82 = ≤ 102,19 2 6 = 6,613 – 6,41 m < 2,70 m = 0,203 m < 2,70 m (Aman)
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
303
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
max
V 6 e 1 ' L L
= 102,19 (1 + 6x0,203 ) 12,82 12,82 = 8,728 T/m2 < 349,947 T/m2 (Aman)
min
V L
6e 1 ' L
= 102,19 (1 - 6x0,203 ) 12,82 12,82 = 7,214 T/m2 > 0 T/m2 (Aman)
Dari hasil perhitungan di atas, dengan demikian bangunan spillway dinyatakan aman terhadap daya dukung tanah.
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
304
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
K2
B2 K1 K3
B1 B3
K4
E
D
K7
K6 B7
K5 B6
wh1
B4
K8 B5
K9
K10
B9
B8
B10
A
wh4 wh5
I
H
B wh2 wh3
wh6
K11 B11
wh7 M
C
K13
K12
G
F
Pa
J
B12
P
K14
B13 B14
Pp
K N
wh8
O
12.82
1.00
1 .00
1.00
2 .00
2.00
1 .50
1 .50
1.00
1 .82
U D-E U B-CU C-D
U E-F
U F-G
U G-J
U J-K
U K-N U N-O
Gambar 5.50 Diagram Kondisi Air Normal LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
305
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
5.15 Analisis Stabilitas Pelimpah pada Keadaan Banjir 5.15.1 Perhitungan Gaya yang Bekerja pada Tubuh Pelimpah Keadaan Banjir a.
Akibat Berat Sendiri
Rumus : G = V x γpas Dimana : V = volume (m3) γpas = 2,2 t/m3 Jarak ditinjau dari titik O, selanjutnya perhitungan disajikan dalam Tabel berikut: Tabel 5.43 Perhitungan gaya akibat berat sendiri
No B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7 B8 B9 B10 B11 B12 B13 B14
Luas (m²) 7,20 0,69 3,75 8,57 3,50 1,75 0,16 4,30 5,48 3,36 6,22 0,86 0,61 2,48
γ Gaya Vertikal Titik O (ton/m³) (ton) Jarak (m) Momen (ton,m) 2,2 15,84 11,82 187,23 2,2 1,52 10,34 15,70 2,2 8,25 10,11 83,41 2,2 18,85 7,27 137,07 2,2 7,70 12,32 94,86 2,2 3,85 11,49 44,24 2,2 0,35 9,55 3,36 2,2 9,46 8,34 78,90 2,2 12,06 6,82 82,22 2,2 7,39 5,87 43,39 2,2 13,68 2,88 39,41 2,2 1,89 3,57 6,75 2,2 1,34 2,32 3,11 2,2 5,46 0,91 4,96 Gaya Vertikal 102,19 Momen 819,65
b. Gaya Gempa : ad = n(ac x z)m
Rumus E
ad g
Dimana : Ad
= percepatan gempa rencana (cm/det2)
E
= koeisien gempa
Maka : ad
E
= 151,72 cm2/det
a d 151,72 0,15 g 980
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
306
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
Dari koefisien gempa diatas, kemudian dicari besarnya gaya gempa dan momen akibat gempa dengan rumus : K=ExG Dimana : E
= 0,15 (koefisien gempa)
G
= berat bangunan (Ton)
K
= gaya gempa Tabel 5.44 Perhitungan gaya akibat gempa
No K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7 K8 K9 K10 K11 K12 K13 K14
c.
Gaya Vertikal Gaya Horizontal Titik O (ton) K = 0,15 x G Jarak Momen (ton.m) 15,84 2,376 6,8 16,16 1,52 0,228 7,94 1,81 8,25 1,238 6,31 7,81 18,85 2,828 5,37 15,19 7,70 1,155 3,25 3,75 3,85 0,578 3,83 2,21 0,35 0,053 4,75 0,25 9,46 1,419 3,33 4,73 12,06 1,808 2,87 5,19 7,39 1,109 3,12 3,46 13,68 2,053 2,32 4,76 1,89 0,284 0,93 0,26 1,34 0,201 1,06 0,21 5,46 0,818 0,68 0,56 jumlah 16,147 Momen 66,35
Perhitungan Uplift Pressure Kondisi Muka Air Banjir
Perhitungan uplift pressure mamakai rumus : Px Hx
Lx H L
Dimana : Px = Gaya angkat pada titik x (T/m2) Hx = Tinggi titik yang ditinjau ke muka air atau tinggi energi di hulu pelimpah (m) Lx = Jarak sepanjang bidang kontak dari hulu sampai x (m) H = Beda tinggi energi (m) L
= Panjang total bidang kontak bangunan dan tanah bawah (m)
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
307
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
L dan Lx ditentukan menurut cara angka rembesan Lane dimana : -
Bidang horisontal memiliki daya tahan tehadap aliran (rembesan) 3 kali lebih lemah dibandingkan dengan bidang vertikal. Bidang yang membentuk sudut 45 0 atau lebih terhadap bidang horisontal
-
dianggap vertikal. L
Lv
1 H 3
Tabel 5.45 Perhitungan rembesan dan tekanan air tanah kondisi muka air banjir
Titik Garis Lane A A-B B B-C C C-D D D-E E E-F F F-G G G-H H H-I I I-J J J-K K K-L L L-M M M-N N N-O O O-P P
Panjang Rembesan LV LH 1/3LH Lx 0 0,000 0,00 1 1,00 1 0,333 1,33 3,5 4,83 1 0,333 5,17 3,5 8,67 2 0,667 9,33 0,5 9,83 1,5 0,500 10,33 1,5 11,83 1,5 0,500 12,33 0,25 12,58 1 0,333 12,92 0,75 13,67 1,82 0,607 14,27 1,36 15,63
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
L
HW
Hx
Px
15,63 7,17
8,17 8,170
15,63 7,17
9,17 8,711
15,63 7,17
9,17 8,558
15,63 7,17
5,67 3,453
15,63 7,17
5,67 3,300
15,63 7,17
9,17 5,194
15,63 7,17
9,17 4,888
15,63 7,17
8,67 4,159
15,63 7,17
8,67 3,930
15,63 7,17 10,17 4,742 15,63 7,17 10,17 4,512 15,63 7,17
9,92 4,148
15,63 7,17
9,92 3,995
15,63 7,17 10,67 4,401 15,63 7,17 10,67 4,122 15,63 7,17
9,31 2,138
308
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI Tabel 5.46 Pehitungan gaya uplift pressure kondisi muka air banjir
Gaya U B-C U C-D U D-E U E-F U F-G U G-J U J-K U K-N U N-O
V Jarak Momen (ton) (m) (ton,m) 0,5 x (8,711+ 8,558) x 1 8,64 12,32 106,44 0,5 x (8,558 + 3,453) x 1 6,01 11,32 68,03 0,5 x (3,453 + 3,3) x 1 3,34 10,32 34,47 0,5 x (3,3 + 5,194) x 2 8,45 8,61 72,75 0,5 x (5,194 + 4,88) x 2 10,07 6,82 68,68 0,5 x (4,159 + 3,93) x 1,5 6,07 5,07 30,77 0,5 x (4,472 +4,512) x 1,5 6,74 3,57 24,06 0,5 x (4,148+ 3,995) x 1 4,07 2,32 9,44 0,5 x (4,401 + 4,112) x 1,82 7,75 0,91 7,05 Jumlah 61,14 421,71 Uraian
d. Tekanan Hidrostatis Tekanan hidrostatis dihitung pada keadaan banjir. Tabel 5.47 Perhitungan gaya hidrostatis
Gaya Wh1 Wh2 Wh3 Wh4 Wh5 Wh6 Wh7 Wh8 Wh9
Gaya Horizontal Gaya Vertikal Jarak X Jarak Y Momen V Momen H (ton) (ton) (m) (m) (ton,m) (ton,m) 0,5 x 8,711 x 9,17 39,940 4,560 182,126 1 x 3,93 3,930 1,000 3,930 0,5 x( 4,742- 3,93) x 1 0,406 0,830 0,337 3,995 x 0,5 1,990 0,250 0,498 0,5 x (4,401-3,995) x 0,5 0,100 0,170 0,017 0,5 x 4,112 x 3,5 -7,190 1,170 -8,412 0,5 x 3,21 x 2,14 x 1 3,440 1,070 3,681 3,453 x 3,5 -12,090 3,25 -39,293 0,5 x (8,558-3,453) x 3,5 -8,930 2,670 -23,843 Jumlah -21,020 3,440 3,681 115,360 Uraian
e. Tekanan Tanah Aktif dan Pasif Tekanan tanah aktif dihitung dengan rumus sebagai berikut : Pa = γs . Ka.H – 2 .C
Ka
Dimana : Ka
= tan2 (45º - Ф/2) = tan2 (45º - 41,41/2) = 0,204
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
309
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
Pa
= 1,811x.0,204x2,5 – 2x0,2 0,204 = 0,743 ton
Tekanan tanah pasif dihitung dengan rumus sebagai berikut : Pp = γs.Kp.H + 2.C
Kp
Dimana : = tan2 (45 + Ф/2)
Kp
= tan2 (45 + 41,41/2) = 4,907 Pp = 1,811x4,907x1,36 + 2x0,2x 4,907 = 12,972 ton Dimana : Pa = tekanan tanah aktif Pp = tekanan tanah pasif Ф = sudut geser dalam = 41,41º g
= gravitasi bumi = 9,8 m/detik2
H = kedalaman tanah aktif dan pasif (m) γs = berat jenis tanah jenuh air = 1,811 ton/m3 γw = berat jenis air = 1,0 ton/m3 Tabel 5.48 Perhitungan tekanan tanah
Gaya Pa Pp
Gaya Horizontal Jarak Momen (ton) (m) (ton,m) 0,5 x 0,743 x 2,5 0,929 0,833 0,774 0,5 x 12,979 x 1,36 -8,826 0,453 -3,998 jumlah -7,897 -3,224 Uraian
Tabel 5.49 Rekapitulasi gaya-gaya yang bekerja pada tubuh pelimpah
No
Faktor Gaya 1 2 3 4 5
Berat Konstruksi Gaya Gempa Tekanan Uplift Gaya Hidrostatis Tekanan Tanah
Gaya H
Momen V 102,19
Mh
Mv 819,65
-16,147
-66,35
-21,020 7,897
-61,140 -421,710 3,440 -115,360 3,681 3,224
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
310
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
5.15.2 Perhitungan Stabilitas untuk Kondisi Muka Air Banjir a.
Stabilitas terhadap Guling
Untuk mengetahui nilai SF (faktor keamanan) bangunan spillway terhadap guling, maka rumus yang dipakai adalah sebagai berikut :
MV MH
SF
1,5
Dimana : SF
= Faktor keamanan
M.V
= Jumlah momen vertikal (t.m)
M.H
= Jumlah momen horisontal (t.m)
401,621 178,483
SF
1,5
= 2,25 > 1,5 (Aman)
Dengan didapatkannya nilai SF = 2,25 maka bangunan spillway yang ada dinyatakan aman terhadap bahaya guling.
b. Stabilitas terhadap Geser Guna mengetahui stabilitas spillway terhadap bahaya geser, maka ditinjau dengan menggunakan rumus :
V U H
SF
1,5
Dimana : SF
= Faktor keamanan
(V-U)
= Jumlah gaya vertikal dikurangi gaya uplift pressure (t)
H
= Jumlah gaya horisontal yang bekerja pada bangunan spillway (t)
SF
44,49 29,27
1,5
= 1,52 > 1,5 (Aman) Dari hasil perhitungan nilai SF = 1,52, dengan demikian bangunan spillway yang ada dinyatakan aman terhadap bahaya geser. LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
311
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
c.
Stabilitas terhadap Piping
Guna mencegah pecahnya bagian hilir bangunan, harga keamanan terhadap erosi tanah harus sekurang-kurangnya 2 (dua)
(SF > 2).
Dengan menggunakan metode Lane yang disebut metode angka rembesan Lane, dapat dihitung dengan rumus :
CL LV
1
3
LH / H
Dimana : CL
= Angka rembesan Lane
Lv
= Jumlah panjang vertikal (m)
LH
= Jumlah panjang horisontal (m)
H
= Beda tinggi muka air (m)
CL
Lv 1 / 3LH 12,36 3,27 2,18 --> aman (CL = 2) Hw 7,17
Dari hasil perhitungan nilai CL = 2,18, dengan demikian bangunan spillway dinyatakan aman terhadap bahaya piping.
d. Stabilitas terhadap Daya Dukung Tanah Besarnya daya dukung tanah dipengaruhi oleh dalamnya pondasi, lebarnya pondasi, berat isi tanah, sudut geser dalam dan kohesi dari tanah. Daya dukung tanah (ultimate bearing capacity) dihitung dengan rumus pondasi menerus sebagai berikut (terzaghi) : qult a C N c z N q sub B N
Dimana : qult
= daya dukung ultimate (t/m2)
C
= kohesi (t/m2)
sub
= berat isi tanah jenuh air (t/m3)
= berat per satuan volume tanah (t/m3)
,
= faktor yang tak berdimensi dari bentuk tapak pondasi
z
= kedalaman pondasi
B
= lebar pondasi
=1m
= 12,82 m
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
312
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
Dari hasil penyelidikan tanah pada lokasi embung, tanah dasar untuk lokasi pondasi adalah sebagai berikut: sat tanah = 1,811 gr/cm3 sub tanah = sat tanah - air = 1,811 – 1 = 0,811 c
= 0,2 ton/m2
= 41,41°
maka diperoleh harga – harga dari Tabel faktor daya dukung terzaghi (interpolasi) sebagai berikut: Nc = 117,3 Nq = 108,9 N = 159,5 , = bentuk tapak pondasi adalah jalur atau strip, = 1, dan = 0.5
Perhitungan: Qult = c×Nc + ×z×Nq + ×sub×B×N Qult = 0,2 117,3+ 1,811 1108,9+ 0,50,81112,82159,5 = 1049,84 ton/m3 SF = safety Factor = 2,0 – 3.0
Faktor keamanan (Safety factor) diambil 3, maka besarnya daya dukung ijin tanah adalah:
ijin
qult 1049,84 = 349,947 t/m2 SF 3
untuk menghitung nilai stabilitas terhadap daya dukung tanah, maka perlu ditinjau eksentrisitas terlebih dahulu (DR. Suyono). rumus yang digunakan adalah sebagai berikut e
ΣM L = ≤ L/6 ΣV 2
823,33 - 178,483 12,82 12,82 = ≤ 105,63 2 6
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
313
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
= 6,105 – 6,41 m < 2,70 m = - 0,305 m < 2,70 m (Aman)
max
V L
6e 1 ' L
= 105,63 (1 + 6x0,305 ) 12,82 12,82 = 9,416 T/m2 < 349,947 T/m2 (Aman)
min
V 6e 1 ' L L
= 105,63 (1 - 6x0,305 ) 12,82 12,82 = 7,063 T/m2 > 0 T/m2 (Aman)
Dari hasil perhitungan di atas, dengan demikian bangunan spillway dinyatakan aman terhadap daya dukung tanah.
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
314
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
K2
B2 K1 K3
B1 B3
K4
K7
K6
B7
K5 B6
wh1
B4
E
D
K8
B5
K9
K10
B9
B8
B10
A H
B
wh4 wh5
wh2 wh3
wh8
K11
I
B11
wh9 M wh7
F
C
G
Pa
J
P K12 K13 K14 B12 B13 B14 K N
wh6 Pp
O
12.82
1.00
1.00
1.00
2.00
2.00
1.50
1.50
1.00
1.82
U D-E U B-CU C-D
U E-F
U F-G
U G-J
U K-N U N-O U J-K
Gambar 5.51 Diagram Kondisi Air Banjir
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
315
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
5.16 Tebal Lantai Olakan Tabel 5.50 Perhitungan garis rembesan lane kondisi Normal
Titik Garis Lane LV A A-B
Panjang Rembesan L HW Hx Px LH 1/3LH Lx 0 0,000 0,00 19,16 7 7,00 7,000
1
B B-C
1
C C-D D-E
1
F-G
2
H-I
1,5
7 4,50 2,613
8,67 19,16
7 8,00 4,834
9,33 19,16
7 8,00 4,591
9,83 19,16
7 7,50 3,908
10,33 19,16
7 7,50 3,725
11,83 19,16
7 9,00 4,678
12,33 19,16
7 9,00 4,495
12,58 19,16
7 8,75 4,154
12,92 19,16
7 8,75 4,032
13,67 19,16
7 9,50 4,508
14,27 19,16
7 9,50 4,286
15,63 19,16
7 8,14 2,429
17,80 19,16
7 8,14 1,637
19,16 19,16
7
1,5
J J-K
1,5
0,500
K 0,25
L L-M
1
0,333
M 0,75
N N-O
1,82
0,607
O 1,36
P P-Q
6,5
2,17
Q Q-R
5,17 19,16
0,500
I
O-P
7 4,50 2,734
0,5
H
M-N
4,83 19,16
0,667
G
K-L
7 8,00 7,513
3,5
F
I-J
1,33 19,16
0,333
E
G-H
7 8,00 7,635
3,5
D
E-F
1,00 19,16 0,333
1,36
R
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
9,5 2,500
316
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
Untuk memperhitungkan tebal lantai belakang (kolam olak), digunakan rumus sebagai berikut : dx
≥ Sf .
Px Wx pas
Dimana : Dx
= Tebal lantai pada titik x
Px
= Gaya angkat pada titik x
Wx
= Kedalaman air pada titik x
pas
= Berat jenis bahan (2,2 ton/m³)
Sf
= Faktor keamanan (1,5)
Perhitungan : Px
= Hx – (Lx.Hw/L) = 8,14 – (17,8 x 7 / 19,16) = 1,637
dx
≥ 1,5x
1,637 0 2,2
≥ 1,12 m Direncanakan tebal lantai kolam olak dibuat 1,2 m Kontrol :
Sf
=
dx .pas Px Wx
=
1,2 x 2,2 1,637 0
= 1,613 > 1,5 (Aman)
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
317
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
5.17 Bangunan Penyadap Bangunan penyadap dalam perencanaan ini digunakan type penyadap menara, hasil sadapan kemudian dialirkan ke unit pengolahan sesuai dengan kebutuhan debit untuk air baku.
Ruang operasi
Pintu, saringan pada lubang penyadap
Lubang udara
pintu, katup, saringan pada lubang penggelontor sedimen
Menara penyadap Pipa penyalur
Gambar 5.52 Komponen bangunan penyadap
5.17.1 Pipa Penyalur perencanaan ini, pipa penyalur selain berfungsi sebagai penyadap juga sebagai penggelontoran lumpur mengingat terjadinya sedimentasi yang terjadi di dalam kolam tampungan (embung). Untuk menghindari penyadapan air yang keruh, diusahakan agar penyadap pada bagian atas dinding terowongan dibuat 2 sampe 3 lubang. Lubang ini berfungsi sebagi penyadap air, sedangkan bagian paling bawah sebagai penggelontoran lumpur. Dimensi pipa vacuum ditentukan perhitungan sebagi berikut : C
= koefisien debit = 0,62
Qkbthn
= debit kebutuhan air
g
= percepatan gravitasi = 9,8 m/det2
h
= tinggi air dari titik tengah lubang ke permukaan = 3,5 m
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
318
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI Tabel 5.51 Perhitungan debit berdasarkan prosentase bukaan pintu H
Q50
Q60
Q70
Q80
Q90
Q100
1,0
0,3433
0,4119
0,4806
0,5493
0,6179
0,6866
1,5
0,4204
0,5045
0,5886
0,6727
0,7568
0,8409
2,0
0,4855
0,5826
0,6797
0,7768
0,8739
0,9709
2,5
0,5428
0,6513
0,7599
0,8684
0,9770
1,0856
3,0
0,5946
0,7135
0,8324
0,9513
1,0702
1,1892
3,5
0,6422
0,7707
0,8991
1,0276
1,1560
1,2844
4,0
0,6866
0,8239
0,9612
1,0985
1,2358
1,3731
4,5
0,7282
0,8739
1,0195
1,1651
1,3108
1,4564
5,0
0,7676
0,9211
1,0746
1,2282
1,3817
1,5352
5,5
0,8051
0,9661
1,1271
1,2881
1,4491
1,6101
6,0
0,8409
1,0090
1,1772
1,3454
1,5136
1,6817
6,5
0,8752
1,0502
1,2253
1,4003
1,5754
1,7504
7,0
0,9082
1,0899
1,2715
1,4532
1,6348
1,8165
7,5
0,9401
1,1281
1,3162
1,5042
1,6922
1,8802
8,0
0,9709
1,1651
1,3593
1,5535
1,7477
1,9419
8,5
1,0008
1,2010
1,4012
1,6013
1,8015
2,0017
9,0
1,0298
1,2358
1,4418
1,6478
1,8537
2,0597
Bukaan pintu = 80% Pintu berbentuk persegi ukuran 0,5m x 0,5m, maka : Luas penampang yang melewati pintu : A = 0,5m x 0,4m = 0,2m2 Debit dan kecepatan aliran yang melintasi pintu adalah :
Pipa ventilasi Pintu H
D = 0,5 m
h = 0,4 m (bukaan pintu 80%)
Gambar 5.53 Skema pengaliran dalam penyalur kondisi pintu terbuka 80%
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
319
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
Debit air pada saat pintu dibuka 80% (Qw) Q CxAx 2 g .h
Q 0,62 x 0,2 x 2 x 9,8 x 3,5 Q 1,027 m3/det
Kecepatan (V)
V
Q 1,027 5,135m / det A 0,2
Bilangan Froude (F) V
F
2 xgxh
5,135
2 x9,8 x 0,8
1,834
Volume udara yang dibutuhkan : Qa 0,041,834 1
0, 85
x5,135 0,176m 3 / det
Luas penampang dan diameter pipa ventilasi (Aa) Aa
Qa 0,176 0,0080m 2 Va 20
(kecepatan angin dalam pipa penyalur udara (Va) diambil sama dengan 20 m2/det) Diameter pipa vacum : D
4 Aa
4 x0,0080 0,106m 3,14
Dari perhitungan di atas, maka digunakan pipa hume berdiameter 20 cm.
5.17.2 Perhitungan Dimensi Pipa Pengambilan Dimensi pipa pengambilan dihitung berdasarkan besarnya debit yang disediakan untuk melayani kebutuhan air baku. Sistem distribusi air dari embung untuk keperluan air baku penduduk dilakukan dengan sistem gravitasi, yang didesain sebagai pipa bertekanan. Hal ini dimaksudkan agar kehilangan selama pendistribusian ke pemakai tidak secara menerus (continue), tetapi sesuai dengan kebutuhan pemakai. Vtamp
= 82.000 m3
Qkbthan
= 0,949 m3/det
I pipa pengambilan = 0,13 C = 0,62
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
320
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
Rumus yang digunakan adalah : 2
1
1 Q Ax xR 3 xI 2 n
R
A o
O xd
A
1 xxd 2 4
Perhitungan :
0,949 0,785xd 2 x
2 1 1 x 0,25xd 3 x 0,13 2 0,015
0,949 7,488xd 2,67 d 0,461m 0,5m
5.17.3 Perhitungan Konstruksi Pintu Air Konstruksi pintu umumnya terdiri dari sistem balok memanjang atau melintang dan pelat baja (Bj 3700 dengan σ = 2400 Kg/cm2 dan σijin = 1600 Kg/cm2) yang diletakkan pada sistem balok-balok tersebut. Tegangan pada balok-balok yang disebabkan oleh tekanantekanan hidrostatis dapat dihitung dengan pembebanan yang merata sepanjang balok-balok tersebut yang bertumpu pada kedua ujungnya. Sedangkan tegangan yang terjadi pada plat baja yang merupakan bidang persegi panjang bertumpuan pada sekeliling tepinya, dapat dihitung dengan rumus Bach sebagai berikut :
f maks
a2 1 xKx 2 2 2 a b
b x xP t 2
0,5 1 0,5 2 x 2400 x0,8 x 2 x8,58375 2 2 0,5 0,5 t 2
0,5 1397,99 t
2
0,5 1397,99 t 0,01337cm Dimana : a,b
= panjang sisi-sisi bidang persegi panjang (cm)
t
= tebal lembaran baja (cm)
P
= tekanan air
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
321
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
K
= Koefisien yang bergantung dari kondisi tumpuan (dalam keadaan tumpuan tetap K = 0,8)
f
= tegangan (Kg/cm2)
3,25
x γair
tekanan air
Pintu
3,75 x γ air Gambar 5.54 Gaya tekanan air yang terjadi pada pintu
Dari bentuk tekanan diatas maka didapat gaya sebesar : F
1 3,25 3,75x 0,5x 0,5x air 2
F 0,875x 9810 F 8,58375KN
0,5 m
balok melintang 0,5 m
Gambar 5.55 Skema tekanan hidrolis dari plat baja yang didukung oleh balok-balok cabang vertikal.
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
322
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
Dari gambar 5.56 Momen maksimal yang terjadi pada balok melintang dengan bentuk beban 2 segitiga. Dari bentuk beban trapesium ini didapat gaya merata sebesar :
q 0,125x 0,5x 2 x8,58375 1,073KN / m beban q
Gambar 5.56 Pemodelan beban pada balok vertikal
M maks
1 xqxl 2 8 1 x1,073x 0,5 2 8
0,034KNm
M maks Wx
Wx
340 2400
Wx 0,142cm 3 Dipakai pelat besi 50 x 10 dengan Wx = 0,833 cm3
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
323
BAB VI RENCANA DAN SYARATSYARAT
BAB VI RENCANA KERJA DAN SYARAT-SYARAT ( RKS )
6.1 Syarat-Syarat Umum dan Administrasi 6.1.1 Ketentuan dan Persyaratan Umum
Pasal 1 Umum 1.1
Atas nama Pemerintah Republik Indonesia,
Badan
Perencanaan Pembangunan
Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Sleman dalam hal ini selanjutnya bertindak sebagai Pendiri/Pemilik Bangunan (Owner/Bouwheer), mengundang pemborong yang masuk dalam Daftar Rekanan Terseleksi untuk mengajukan penawaran dalam Pekerjaan Pembangunan Embung Tambakboyo.. 1.2
Sumber dana Pekerjaan Pembangunan Embung Tambakboyo.
ini berasal dari
APBN murni. 1.3
Penawaran harus disiapkan dan diajukan sesuai petunjuk-petunjuk yang tercantum dalam dokumen ini. Petunjuk ini kemudian menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari Dokumen Kontrak.
Pasal 2 Syarat – syarat Peserta Lelang 2.1
Mereka yang berhak mengikuti lelang adalah : a.
Memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan untuk menjalankan usaha/kegiatan sebagai penyedia barang/jasa.
b.
Memiliki keahlian, pengalaman, kemampuan teknis dan manajerial untuk menyediakan barang/jasa.
c.
Sebagai wajib pajak sudah memenuhi kewajiban perpajakan tahun terakhir, dibuktikan dengan melampirkan fotokopi bukti tanda terima penyampaian Surat Pajak Tahunan (SPT) Pajak Penghasilan (PPh) tahun terakhir dan fotokopi Surat Setoran Pajak (SSP) PPh.
d.
Tidak pailit yang dinyatakan dalam Daftar Rekanan Mampu (DRM).
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
324
BAB VI RENCANA DAN SYARATSYARAT
Pasal 3 Pemberian Penjelasan 3.1
Pemberian penjelasan (Aanwijzing) akan diadakan pada : a. Hari
:
b. Tanggal :
3.2
c. Tempat
:
d. Jam
:
Apabila dianggap perlu diadakan rapat Pemberian Penjelasan lanjutan pada waktu dan tempat yang akan ditetapkan pada rapat Pemberian Penjelasan yang pertama.
3.3
Dari hasil Pemberian Penjelasan dibuat “Berita Acara Penjelasan” yang juga merupakan bagian dari Dokumen Kontrak Pemborong. Risalah penjelasan ini ditandatangani oleh 2 (dua) orang wakil rekanan.
3.4
Risalah penjelasan ini dapat diambil pemborong yang berkepentingan pada : a. Hari
:
b. Tanggal :
3.5
c. Tempat
:
d. Jam
:
Bagi mereka yang tidak mengikuti atau menghadiri Rapat Penjelasan, tidak boleh mengikuti atau memasukkan Penawaran.
Pasal 4 Jaminan Penawaran dan Pelaksanaan 4.1
Jaminan Penawaran untuk pelelangan ini adalah sebesar 1-3 % dari nilai kontrak, berupa surat Jaminan Bank Pembangunan Daerah dan jangka waktu berlakunya ditetapkan oleh panitia pelelangan.
4.2
Bagi Pemborong atau Kontraktor yang tidak memenangkan pelelangan ini, jaminan lelang tersebut akan dikembalikan atau dapat diambil 6 (enam) hari setelah pengumuman pemenang lelang.
4.3
Jaminan Penawaran menjadi milik Negara bila peserta mengundurkan diri setelah memasukkan Surat Penawaran, atau mengundurkan diri setelah ditunjuk sebagai Pemenang Lelang.
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
325
BAB VI RENCANA DAN SYARATSYARAT
4.4
Bagi yang memenangkan pelelangan ini, jaminan tersebut akan dikembalikan setelah menggantinya dengan Jaminan Pelaksanaan yang besarnya 5 % dari nilai kontrak dan berjangka waktu sampai penyelesaian pekerjaan.
4.5
Jaminan Pelaksanaan dapat dikembalikan apabila pekerjaan sudah diserahkan yang pertama kalinya dan diterima baik oleh Pimpinan Proyek (disertai Berita Acara Penyerahan Pertama).
Pasal 5 Pelelangan 5.1
Pelelangan akan diadakan menurut Peraturan yang berlaku sesuai Keppres No.17 dan No. 80 Tahun 2003 serta perubahan-perubahan pada saat Rapat Penjelasan.
5.2
Yang tidak diperkenankan ikut sebagai peserta atau penjamin dalam Pelelangan ini adalah : a.
Pegawai Negeri, Pegawai Badan Usaha Milik Negara atau Pegawai Hak Milik Pemerintah.
5.3
b.
Mereka yang dinyatakan pailit.
c.
Mereka yang dalam keikutsertaannya akan bertentangan dengan tugasnya.
Pemasukan Surat Penawaran paling lambat pada : a. Hari
:
b. Tanggal :
5.4
c. Tempat
:
d. Jam
:
Pembukaan Surat Penawaran akan dilaksanakan pada : a. Hari
:
b. Tanggal :
5.5
c. Tempat
:
d. Jam
:
Wakil Pemborong yang mengikuti atau menghadiri pelelangan harus membawa surat kuasa bermaterai Rp. 6.000,- dari Direktur Kontraktor dan bertanggung jawab penuh.
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
326
BAB VI RENCANA DAN SYARATSYARAT
Pasal 6 Sampul Surat Penawaran 6.1
Sampul Surat Penawaran berukuran 25 x 40 cm, berwarna putih dan tidak tembus baca.
6.2
Sampul Surat Penawaran yang berisi surat-surat Penawaran lengkap dengan lampiran-lampirannya, supanya ditutup (dilem) dan diberi lak 5 (lima) tempat dan tidak boleh diberi kode cap perusahaan atau kode lainnya.
6.3
Sampul Surat Penawaran di sebelah kiri atas dan di sebelah kanan supaya ditulis sesuai contoh (lihat contoh sampul Penawaran berikut ini).
Bagian Muka : SURAT PENAWARAN Proyek Pekerjaan Pembangunan Bendung Danawarih Kotamadia Tegal Jawa Tengah
SURAT PENAWARAN Proyek Pekerjaan Pembangunan Embung Tambakboyo.
Kepada :
Kepada Yth. : Pimpinan Proyek Pekerjaan Pembangunan Bendung Danawarih Yth : Pimpinan Proyek Pekerjaan di Tegal Pembangunan Embung Tambakboyo.
Bagian Belakang :
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
327
BAB VI RENCANA DAN SYARATSYARAT
Pasal 7 Sampul Penawaran Yang Tidak Sah 7.1
Sampul surat dibuat menyimpang atau tidak sesuai dengan syarat-syarat pada Pasal 5.
7.2
Sampul Surat Penawaran terdapat tanda-tanda lain di luar syarat-syarat yang telah ditentukan dalam Pasal 6.
7.3
Dicantumkan nomor surat keluar.
Pasal 8 Persyaratan Penawaran 8.1
Penawaran yang diminta adalah penawaran yang benar-benar lengkap menurut gambar bestek, peraturan-peraturan yang telah ditentukan, serta Berita Acara Rapat Penjelasan (Aanwijzing).
8.2
Surat Penawaran, Surat Pernyataan dan Daftar Rencana Anggaran Biaya (RAB) supaya dibuat di atas kertas yang ada kopstok masing-masing perusahaan (Kontraktor) dan harus ditandatangani oleh Direksi Pemborong yang bersangkutan dan di bawah tanda tangan disebutkan nama lengkap.
8.3
Apabila Surat Penawaran tidak ditandatangani oleh Direktur Pemborong sendiri, maka harus dilampiri : a.
Surat Kuasa dari Direktur Pemborong yang bersangkutan dan diberi materai Rp. 6.000,-.
b. 8.4
Foto copy Akte Pendirian Badan Hukum.
Surat Penawaran dibuat rangkap 7 (tujuh) lengkap dengan lampiran dan Surat Penawaran yang asli diberi materai Rp. 6.000,- dan materai diberi tanggal, terkena tanda tangan si Penawar dan juga Cap Perusahaan.
8.5
Surat Penawaran termasuk lampiran-lampirannya dimasukkan ke dalam sampul Surat Penawaran yang tertutup sesuai dengan yang tercantum pada Pasal 13.
8.6
Lampiran-lampiran Surat Penawaran : a.
Rencana Anggaran Biaya yang memuat uraian pekerjaan, volume, harga satuan pekerjaan, jumlah harga, jumlah total harga dan keuntungan Pemborong (Kontraktor).
b.
Daftar harga satuan dan upah kerja serta daftar analisa satuan pekerjaan.
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
328
BAB VI RENCANA DAN SYARATSYARAT
c.
Rencana kerja (Time Schedule) dalam bentuk Bar Chart dan kurva “S” satu lembar.
d.
Daftar tenaga kerja.
e.
Daftar peralatan yang dimiliki dan yang akan disewa.
f.
Surat kualifikasi terbaru dan masih berlaku.
g.
Surat kesanggupan bermaterai Rp. 6.000,-.
h.
Foto copy NPWP yang masih berlaku.
i.
Foto copy SIUJK yang masih berlaku.
j.
Foto copy TDR bidang pekerjaan sipil yang masih berlaku.
k.
Foto copy Surat Jaminan Penawaran atau Tender Garansi yang masih berlaku.
l.
Foto copy akte pendirian perusahaan.
m. Foto copy anggota GAPENSI atau KADIN yang masih berlaku. n. 8.7
Foto copy PKP (Pengusaha Kena Pajak).
Bagi Pemborong (kontraktor) yang sudah memasukkan Surat Penawaran tidak dapat mengundurkan diri dan apabila ditunjuk sebagai pemenang terikat untuk melaksanakan pekerjaan dan menyelesaikannya sesuai dengan penawaran yang diajukan.
8.8
Apabila pemborong (kontraktor) yang telah ditunjuk mengundurkan diri, maka pekerjaan diberikan kepada pemenang kedua, apabila yang bersangkutan menerima persyaratan yang sama dengan pemenang pertama.
8.9
Bagi peserta yang tidak mendapatkan pekerjaan, maka tender garansi dapat diambil setelah ada pengumuman lelang.
Pasal 9 Surat Penawaran Yang Tidak Sah 9.1
Surat Penawaran yang tidak dimasukkan dalam sampul tertutup yang telah ditentukan panitia.
9.2
Surat Penawaran, Surat Pernyataan dan Daftar Rencana Anggaran Biaya (RAB) serta surat-surat lainnya yang tidak dibuat di atas kertas kop nama perusahaan yang bersangkutan.
9.3
Surat Penawaran yang tidak ditandatangani oleh penawar.
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
329
BAB VI RENCANA DAN SYARATSYARAT
9.4
Surat Penawaran yang tidak bermaterai dan tidak diberi tanggal serta tidak terkena tanda tangan oleh penawar atau tidak ada stampel perusahaan, dalam hal ini kekurangan dapat dipenuhi pada saat pembukaan pelelangan.
9.5
Harga penawaran yang tertulis dengan angka tidak sama dengan yang ditulis dengan huruf.
9.6
Jumlah penawaran yang tertulis dengan angka maupun dengan huruf tidak jelas besarnya (buram sama sekali dan tidak dapat dibaca).
9.7
Surat penawaran yang diajukan dalam syarat lain tidak sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan.
9.8
Syarat penawaran yang tidak terdapat pernyataan yang jelas bahwa penawaran tunduk pada ketentuan-ketentuan yang termuat dalam pelelangan.
9.9
Terdapat salah satu lampiran surat penawaran yang tidak ditandatangani oleh penawar dan tidak diberi stempel perusahaan kecuali foto copy.
9.10 Surat penawaran dari pemborong atau kontraktor yang tidak diundang. 9.11 Surat penawaran yang tidak lengkap lampirannya sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 7 ayat 6. Pasal 10 Pemasukan Penawaran 10.1 Pembukaan surat penawaran dilakukan oleh panitia pelelangan di hadapan para peserta pelelangan pada waktu yang telah ditentukan panitia pelelangan. 10.2 Sebagai unsur pemeriksaan adalah 2 (dua) wakil dari peserta lelang yang mendampingi panitia pelelangan dalam pemeriksaan surat penawaran yang masuk. 10.3 Keputusan yang sah dan tidaknya suatu penawaran berada di tangan panitia. 10.4 Atas pembukaan sampul dan penetapan sah atau tidaknya suatu penawaran, hargaharga penawaran dan lain-lain peristiwa pada penyelenggaraan pelelangan dibuatkan berita acara pembukaan surat penawaran pelelangan yang ditandatangani oleh panitia pelelangan dan sekurang-kurangnya oleh 2 (dua) orang wakil peserta. 10.5 Keputusan mengenai hasil pelelangan akan diberitahukan oleh panitia pelelangan kepada masing-masing peserta lelang. 10.6 Pemberi tugas dan panitia lelang tetap berwenang untuk tidak memberikan alas analasan berhasil atau tidaknya suatu penawaran.
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
330
BAB VI RENCANA DAN SYARATSYARAT
10.7 Penetapan pelelangan diputuskan oleh Kepala Bagian BAPPEDA Kabupaten Sleman.
Pasal 11 Calon Pemenang 11.1 Panitia lelang menilai calon pemenang yang sah dan menetapkan 3 (tiga) calon pemenang untuk diusulkan pada Pimpinan Proyek dalam menentukan pemenang lelang. 11.2 Penilaian surat penawaran dilakukan berdasarkan : a.
Kriteria-kriteria seperti yang tercantum dalam Keppres. No. 17 dan No. 80 Tahun 2003.
b.
Persyaratan teknis dan administrasi sesuai yang telah ditentukan.
c.
Kesesuaian dengan rencana kerja dan syarat-syarat yang telah diberikan.
d.
Kewajaran harga dan memperhatikan harga pasar.
e.
Harga standar yang telah diberikan.
11.3 Pemilihan peserta lelang yang akan menjadi calon pemenang dilihat dari kelengkapan
persyaratan,
perhitungan
harga
yang
ditawarkan
dapat
dipertanggungjawabkan dan penawaran tersebut adalah yang terendah di antara penawaran yang memenuhi syarat. 11.4 Jika 2 (dua) peserta atau lebih mengajukan harga penawaran yang sama, maka panitia memilih peserta yang menurut pertimbangan mempunyai kecakapan dan kemampuan yang terbesar. Jika bahan-bahan untuk menentukan pilihan itu tidak ada, maka pemilihan dilakukan dengan undian, hal ini dicatat dalam Berita Acara. 11.5 Calon pemenang harus sudah ditetapkan selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari setelah pembukaan Surat Penawaran.
Pasal 12 Pengumuman Pemenang 12.1 Penetapan pemenang lelang diputuskan oleh pejabat yang berwenang. 12.2 Pengumuman pemenang dilakukan oleh panitia lelang secara luas setelah penetapan pemenang dari pejabat yang berwenang.
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
331
BAB VI RENCANA DAN SYARATSYARAT
12.3 Kepada rekanan yang berkeberatan atas penetapan pemenang pelelangan, diberikan kesempatan untuk mengajukan sanggahan secara tertulis kepada pejabat yang bersangkutan selambat-lambatnya dalam waktu 4 (empat) hari setelah pengumuman atau penetapan pemenang dan sanggahan hanya dapat diajukan terhadap pelaksanaan prosedur pelelangan. 12.4 Jawaban terhadap sanggahan diberikan secara tertulis selambat-lambatnya dalam waktu 4 (empat) hari kerja setelah diterimanya sanggahan tersebut.
Pasal 13 Pembatalan Lelang 13.1 Lelang dibatalkan apabila: a.
Diantara rekanan yang diundang mengikuti Aanwijzing dan peserta yang mengajukan surat penawaran yang sah ternyata kurang dari 3 (tiga).
b.
Semua penawaran melampaui dana yang tersedia dan harga standar yang berlaku.
c.
Harga-harga yang ditawarkan oleh peserta lelang dianggap tidak wajar.
d.
Apabila sanggahan yang diajukan oleh rekanan ternyata benar.
e.
Berhubungan dengan berbagai hal yang tidak mungkin diadakan penetapan. Pasal 14 Pemberian Pekerjaan
14.1 Pimpinan Proyek akan memberikan pekerjaan kepada pemborong atau kontraktor yang penawarannya pantas, wajar dan bertanggung jawab dan menang dalam pelelangan. 14.2 Surat Perintah Kerja (Gunning) akan diberikan kepada pemborong atau kontraktor yang telah ditunjuk dalam waktu 6 (enam) hari setelah habisnya masa sanggahan.
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
332
BAB VI RENCANA DAN SYARATSYARAT
6.1.2 Ketentuan dan Persyaratan Administrasi
Pasal 1 Nama Proyek Nama proyek ini adalah Perencanaan Embung Tambakboyo. Proyek ini berada di wilayah Kabupaten Sleman.
Pasal 2 Lingkup Pekerjaan Lingkup pekerjaan yang akan dilaksanakan dalam proyek ini adalah Perencanaan Embung Tambakboyo. Lebih lanjut tentang pembangunan ini akan diuraikan dalam bagian syaratsyarat teknis. Pasal 3 Pemberi Tugas Pemberi tugas dalam proyek ini adalah adalaha Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Sleman, yang kemudian disebut PIHAK KESATU. Pasal 4 Perencana 4.1
Sebagai perencana dalam proyek ini adalah PT. iccon Mulya dengan alamat Jl. Poncowolo Barat VII 504 C Semarang.
4.2
Perencana juga berkewajiban mengadakan pengawasan berkala dalam bidang struktur dan pelaksanaan kerja.
4.3
Tidak dibenarkan mengubah ketentuan-ketentuan pelaksanaan sebelum mendapat ijin atau pengawasan dari Pimpinan Proyek.
Pasal 5 Pengawas Lapangan Sebagai Pengawas Lapangan adalah petugas yang ditunjuk oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Sleman yang akan ditentukan kemudian.
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
333
BAB VI RENCANA DAN SYARATSYARAT
5.1
Pengawas Lapangan tidak dibenarkan mengubah ketentuan-ketentuan dalam melaksanakan pekerjaan sebelum mendapat ijin dari Pimpinan Proyek.
5.2
Apabila pengawas lapangan menjumpai kejanggalan dalam pelaksanaan atau bestek supaya segera memberitahukan kepada Pimpinan Proyek.
5.3
Memberi petunjuk kepada Pelaksana mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan pekerjaan yang diberikan, agar pelaksanaan pekerjaan berjalan dengan lancar dan baik.
5.4
Memeriksa, menerima atau menolak bahan-bahan bangunan yang dipergunakan, apakah sesuai dengan syarat yang ditentukan.
Pasal 6 Pemborong/Kontraktor 6.1
Kontraktor adalah perusahaan yang ditunjuk sebagai pemenang lelang yang selanjutnya disebut sebagai PIHAK KEDUA.
6.2
Apabila kontraktor akan memulai pekerjaannya di lapangan sebelumnya supaya memberitahukan terlebih dahulu kepada Pemimpin Proyek secara tertulis.
6.3
Untuk melaksanakan pekerjaan ini, maka pihak kontraktor harus menempatkan seorang Kepala Pelaksana yang ahli dan cakap serta diberi kekuasaan penuh oleh Direktur/Pimpinan perusahaan, agar dapat bertindak untuk dan atas namanya.
6.4
Kepala pelaksana harus berpengalaman dan memiliki anak buah yang terampil sehingga dapat berjalan dengan baik dan lancar.
Pasal 7 Rencana Kerja (Time Schedule) 7.1
Pemborong atau Kontraktor harus membuat Rencana Kerja pelaksanaan pekerjaan yang disetujui Pimpinan Proyek selambat-lambatnya 1 (satu) minggu setelah Surat Perintah Kerja (SPK) dikeluarkan.
7.2
Pemborong atau Kontraktor harus melaksanakan pekerjaan menurut rencana kerja dan syarat-syarat, gambar rencana beserta gambar-gambar penjelasannya yang telah dibuat dan disepakati bersama.
7.3
Pemborong atau Kontraktor tetap bertanggung jawab sepenuhnya atas terselesainya pekerjaan tepat pada waktunya.
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
334
BAB VI RENCANA DAN SYARATSYARAT
Pasal 8 Laporan Harian dan Mingguan 8.1
Pemborong diwajibkan membuat laporan Harian dan Mingguan, yang menunjukkan prestasi kemajuan fisik pekerjaan kepada Pemberi Tugas, yang diketahui oleh Direksi Lapangan dan Pengelola Proyek lainnya.
8.2
Penilaian prestasi kerja atas dasar pekerjaan yang telah dikerjakan, tidak termasuk bahan-bahan bangunan di tempat pekerjaan dan tidak atas dasar besarnya pengeluaran uang yang telah dilaksanakan oleh Pemborong atau Kontraktor.
8.3
Laporan tersebut memuat laporan penandatanganan bahan bangunan, penggunaan mesin-mesin kerja, penggunaan alat-alat bantu kerja, pengerahan tenaga kerja, laporan keadaan cuaca, dokumentasi proyek dan lain sebagainya.
8.4
Semua laporan tersebut dibuat sebenar-benarnya rangkap 6 (enam).
Pasal 9 Pengawasan 9.1
Pengawasan terhadap pelaksanaan pekerjaan dilakukan oleh Konsultan Pengawas yang akan ditunjuk oleh Pimpinan Proyek.
9.2
Pada setiap saat Konsultan Pangawas maupun petugas-petugasnya harus dapat dengan mudah mengawasi, memeriksa dan menguji setiap bagian pekerjaan, setiap bahan, pengelolaan maupun sumber-sumbernya.
9.3
Jika diperlukan pengawasan di luar jam-jam kerja, maka Pemborong atau Kontraktor harus memberitahukan atau mengajukan permohonan secara tertulis kepada Konsultas Pengawas.
9.4
Permohonan tersebut harus dengan surat yang disampaikan kepada Konsultan Pengawas 2 (dua) hari sebelumnya. Konsultan Pengawas dalam persetujuannya akan memberitahukan secara tertulis kepada Kontraktor yang bersangkutan dalam waktu 1 x 4 jam setelah surat permohonan tersebut.
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
335
BAB VI RENCANA DAN SYARATSYARAT
Pasal 10 Jangka Waktu Pelaksanaan 10.1 Jangka waktu penyelesaian pekerjaan ini ditentukan atas kesepakatan antara Pemberi Tugas dan Kontraktor. 10.2 Kesanggupan jangka waktu pelaksanaan pekerjaan oleh peserta lelang harus dicantumkan dalam Surat Penawaran dan dihitung dalam hari kalender. 10.3 Kecuali ketentuan lain, maka jangka waktu pelaksanaan dihitung dari tanggal yang tersebut dalam Surat Pemenang atau Surat Perintah Kerja. Pasal 11 Keamanan Tempat Pekerjaan 11.1 Sejak dimulainya pekerjaan hingga penyerahan tersebut Pemborong atau Kontraktor harus benar-benar menjaga atau mematuhi peraturan-peraturan keamanan yang berlaku guna mencegah hal-hal yang tidak diingankan seperti kecelakaan, pencurian dan lain-lainnya. 11.2 Untuk menjaga keamanan lokasi pekerjaan dibuat pagar pembatas dengan pintu yang kuat serta dibuat gardu penjagaan lengkap dengan petugas kemanannya. 11.3 Dalam melaksanakan pekerjaan dan pengangkutan bahan-bahan keperluan pekerjaan, kontraktor harus teliti dan hati-hati, sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu dan menimbulkan kerusakan terhadap jalan-jalan yang sudah ada, maupun prasaran-prasarana umum lainnya seperti jaringan listrik, air minum, telepon dan lain-lainnya. 11.4 Kontraktor harus melaporkan kepada pengawas apabila terjadi kerusakan yang dikarenakan kelalaiannya dan mengganti ongkos perbaikan kepada instansi yang bersangkutan. 11.5 Kontraktor harus melakukan segala usaha untuk mencegah pengotoran jalan umum oleh kendaraan-kendaraan yang dipergunakan untuk pekerjaan. 11.6 Apabila terjadi kerusakan-kerusakan peralatan di lokasi pekerjaan yang disebabkan kelalaian dalam pelaksanan, Kontraktor wajib memperbaiki dengan biaya sendiri. 11.7 Kontraktor harus mengurus penjagaan di luar jam kerja dalam lokasi pekerjaan termasuk bangunan yang sedang dikerjakan, gudang dan lain sebagainya.
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
336
BAB VI RENCANA DAN SYARATSYARAT
11.8 Untuk keamanan dan penjagaan perlu diadakan penerangan lampu-lampu pada tempat-tempat tertentu serta ruang-ruang yang dipakai atas persetujuan Direksi. 11.9 Kontraktor bertanggung jawab sepenuhnya atas bahan dan alat-alat yang disimpan dalam gudang dan halaman lokasi pekerjaan. Apabila terjadi kebakaran atau pencurian,
Kontraktor
harus
mendatangkan
gantinya
untuk
kelancaran
pelaksanaannya. 11.10 Kontraktor harus menjaga jangan sampai terjadi kebakaran, perusakan dan sabotase di tempat pekerjaan. 11.11 Alat-alat pemadam kebakaran atau lainnya untuk keperluan yang sama harus ada di tempat pekerjaan. Pasal 12 Kebersihan dan Ketertiban 12.1 Selama berlangsungnya pembangunan, keadaan di sekitar lokasi kerja dan bagian bangunan yang dikerjakan, harus tetap bersih dan tertib, bebas dari bahan-bahan bekas, tumpukan tanah dan lain-lainnya. Kelalaian dalam hal ini dapat menyebabkan seluruh pekerjaan dihentikan sementara. Akibat dari hal-hal sehubungan dengan ini seluruhnya menjadi tanggung jawab Kontraktor. 12.2 Pemborong atau Kontraktor wajib membuat barak-barak bagi Pekerja, WC dan urinoir khusus untuk Pekerja. 12.3 Penimbunan bahan yang ada di dalam gudang maupun yang berada di sekitar lokasi kerja, harus diatur sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu kelancaran dan keamanan. Jalannya pemeriksaan dan penelitian bahan-bahan dilakukan oleh Pengelola Proyek maupun Konsultan Pengawas. 12.4 Para pekerja tidak diperkenankan keluar masuk proyek dengan bebas tanpa seijin Pengawas. 12.5 Peraturan lain mengenai ketertiban akan dikeluarkan oleh Konsultan Pengawas pada waktu pelaksanaan.
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
337
BAB VI RENCANA DAN SYARATSYARAT
Pasal 13 Keselamatan dan Kesehatan Kerja 13.1 Pelaksanaan pekerjaan oleh Kontraktor maupun oleh Sub Kontraktor harus memenuhi syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang berlaku menurut Undangundang. 13.2 Pemborong bertanggung jawab atas keselamatan dan kesehatan Pekerja. 13.3 Apabila terjadi kecelakaan, Pemborong harus segera mengambil tindakan yang perlu untuk menyelamatkan korban dengan segala biaya ditanggung oleh Kontraktor, dan Kontraktor harus segera memberitahukan kepada Pimpinan Proyek. 13.4 Kontraktor harus menyediakan obat-obatan atau PPPK yang memenuhi syarat yang ditentukan di tempat pekerjaan dan setiap kali selesai dipergunakan harus segera dilengkapi kembali. 13.5 Kontraktor harus menyediakan perlengkapan keamanan kerja seperti helm, sepatu, sarung tangan dan sebagainya yang diperlukan untuk keselamatan kerja. 13.6 Kontraktor harus melakukan pencegahan kecelakaan kerja semaksimal mungkin dengan papan-papan peringatan mengenai keselamatan kerja di lokasi pekerjaan. Pasal 14 Pertanggungan Asuransi 14.1 Semua resiko yang diakibatkan oleh keadaan force majeur seperti kebakaran, gempa bumi, banjir dan lain sebagainya yang dapat mengakibatkan kerugian pada pekerjaan dan masih dalam pemesanan pemborong adalah menjadi resiko pemborong. Oleh sebab itu sebaiknya pemborong menyusutkan resiko ini sampai sekecil mungkin dengan jalan menutup pertanggungan (asuransi). 14.2 Dalam lingkungan pertanggungan asuransi harus tercakup kerugian yang diakibatkan force majeur terhadap bagian-bagian pekerjaan yang menjadi tanggung jawab Pemborong atau Kontraktor sendiri, yang diakibatkan oleh kelalaian Pemborong dalam melaksanakan pekerjaan. 14.3 Surat polisi tersebut harus mencantumkan nama Pemberi Tugas bersama dengan kuitansi dan premi yang telah dibayar Pemborong dan harus diserahkan kepada Pengelola Proyek.
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
338
BAB VI RENCANA DAN SYARATSYARAT
14.4 Kerusakan ataupun kerugian-kerugian akibat kejadian tersebut harus segera diperbaiki dan dikembalikan dalam keadaan semula, sesuai dengan perbaikan ini, uang asuransi yang telah diterima oleh Pengelola Proyek akan dibayarkan kepada Kontraktor sebesar jumlah maksimum yang telah dibayarkan Perusahaan Asuransi kepada Pemberi Tugas. Pasal 15 Permulaan Pekerjaan 15.1 Selambat-lambatnya dalam jangka waktu 1 (satu) minggu setelah Surat Perintah Kerja dikeluarkan dari Pimpinan Proyek, pekerjaan harus segera dimulai. 15.2 Kontraktor diwajibkan memberitahukan kepada direksi, apabila memulai pekerjaan. 15.3 Apabila ketentuan di atas tidak dipenuhi, maka jaminan pelaksanaan dinyatakan hilang. Pasal 16 Pembayaran 16.1 Berdasarkan Surat Edaran Nomor 07/SE/KPKN/2002 bulan April 2003 dan Surat Edaran dari Departemen Keuangan R.I. cq. Direktur Jenderal Anggaran nomor SE48/A/2002 tanggal 21 April 2003, tentang pembayaran dapat dilakukan setelah pihak rekanan menyerahkan jaminan yang diterbitkan oleh pemerintah atau bank atau lembaga keuangan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan RI sebesar nilai angsuran tersebut, yang berhak mencairkan adalah Pemimpin Proyek untuk keperluan pemeliharaan sebagaimana yang diatur dalam Surat Perjanjian Pemborong RI. 16.2 Pembayaran uang muka akan diberikan pada pemborong sebesar 20 % dari nilai perjanjian kontrak yang akan digunakan sebagai modal kerja untuk mobilisasi awal dan demobilisasi dibayarkan sesudah Kontrak ditandatangani kedua belah pihak. 16.3 Pembayaran kembali uang muka akan diperhitungkan berangsur-angsur secara merata pada tahap-tahap pembayaran dan berangsur-angsur berdasarkan kemajuan pelaksanaan pekerjaan. Pembayaran tersebut diatur sebagai berikut : a.
Angsuran I (satu)
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
339
BAB VI RENCANA DAN SYARATSYARAT
Sebesar 20 % dari nilai kontrak dikurangi 20 % dari besarnya uang muka. Angsuran I dibayarkan setelah pekerjaan telah mencapai prestasi 25 % dan telah dilaksanakan serta disetujui oleh Direksi. b.
Angsuran II (dua) Sebesar 20 % dari nilai kontrak dikurangi 20 % dari besarnya uang muka. Angsuran I dibayarkan setelah pekerjaan telah mencapai prestasi 45 % dan telah dilaksanakan serta disetujui oleh Direksi
c.
Angsuran III (tiga) Sebesar 15 % dari nilai kontrak dikurangi 15 % dari besarnya uang muka. Angsuran I dibayarkan setelah pekerjaan telah mencapai prestasi 60 % dan telah dilaksanakan serta disetujui oleh Direksi.
d.
Angsuran IV (empat) Sebesar 15 % dari nilai kontrak dikurangi 15 % dari besarnya uang muka. Angsuran I dibayarkan setelah pekerjaan telah mencapai prestasi 75 % dan telah dilaksanakan serta disetujui oleh Direksi.
e.
Angsuran V (lima) Sebesar 15 % dari nilai kontrak dikurangi 15 % dari besarnya uang muka. Angsuran I dibayarkan setelah pekerjaan telah mencapai prestasi 90 % dan telah dilaksanakan serta disetujui oleh Direksi.
f.
Angsuran VI (enam) Sebesar 10 % dari nilai kontrak dikurangi 15 % dari besarnya uang muka. Angsuran I dibayarkan setelah pekerjaan telah mencapai prestasi 100 % dan telah dilaksanakan serta disetujui oleh Direksi.
g.
Angsuran VII (tujuh) Sebesar 5 % dari nilai kontrak dibayarkan setelah masa pemeliharaan habis jangka waktunya dan dilakukan penyerahan kedua disertai gambar As Built Drawing yang telah disetujui Pengawas dan Direksi.
16.4 Tiap pengajuan pembayaran angsuran harus disertai Berita Acara Pemeriksaan pekerjaan dilampiri daftar opname pekerjaan dan foto-foto atau dokumentasi proyek dalam album.
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
340
BAB VI RENCANA DAN SYARATSYARAT
Pasal 17 Penundaan Pembayaran Pembayaran angsuran akan ditunda apabila pemborong melakukan kesalahan-kesalahan, hasil pekerjaan Pemborong atau Kontraktor kurang memuaskan, kerusakan-kerusakan tidak atau belum diperbaiki serta persyaratan administrasi belum dipenuhi.
Pasal 18 Perintah Pelaksanaan 18.1 Apabila terjadi ketidaksamaan antara peraturan ini dengan gambar bestek maka digunakan gambar rencana yang lebih mengikat. 18.2 Kontraktor tidak diperbolehkan mengubah konstruksi yang telah ada kecuali mendapat ijin Direksi. 18.3 Kekurangan-kekurangan dan ketentuan-ketentuan yang belum tercantum dalam bestek ini dibuat pengaturan tersendiri. 18.4 Bila Kontraktor tidak ada di tempat pekerjaan dimana Direksi akan memberikan penjelasan-penjelasan atau petunjuk-petunjuknya maka petunjuk tersebut harus diikuti dan dilaksanakan oleh Pelaksana atau orang-orang yang ditunjuk oleh Kontraktor. 18.5 Kontraktor diharuskan untuk memberikan penjelasan-penjelasan tertulis secara lengkap apabila Direksi memerlukan tentang tempat pekerjaan yang akan dimulai pelaksanaannya. 18.6 Dalam keadaan apapun tidak dibenarkan memulai pekerjaan yang sifatnya permanen tanpa terlebih dahulu mendapat ijin dari Direksi. 18.7 Pemberitahuan yang lengkap dan jelas atas macam pekerjaan yang akan dilaksanakan kepada Direksi harus agak longgar sehingga ada waktu yang memungkinkan untuk mengadakan pemeriksaan.
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
341
BAB VI RENCANA DAN SYARATSYARAT
Pasal 19 Penyerahan Pekerjaan 19.1 Pekerjaan dapat diserahkan untuk pertama kalinya apabila pekerjaan telah selesai 100 % dan dapat diterima dengan baik oleh Pimpinan Proyek disertai dengan Berita Acara dan dilampirkan Daftar Kemajuan Pekerjaan. 19.2 Pada penyerahan pertama pekerjaan ini, keadaan sekitarnya harus dalam keadaan bersih. 19.3 Sewaktu diadakan penelitian dan pemeriksaan secara teknis dalam rangka penyerahan pertama, maka surat pernyataan teknis diajukan kepada Pimpinan Proyek. 19.4 Surat permohonan pernyataan teknis yang dikirimkan kepada Pimpinan Proyek maupun tembusannya yang ditujukan kepada Pengelolaan Proyek harus sudah dikirim selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari sebelum penyerahan yang pertama berakhir.
Pasal 20 Perpanjangan Waktu Penyerahan 20.1 Surat Permohonan Perpanjangan Waktu Penyerahan pertama yang dilakukan kepada Pimpinan Proyek harus sudah diterima selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari sebelum batas waktu penyerahan yang pertama kali berakhir dan surat-surat tersebut dilampiri : a.
Data lengkap
b.
Time Schedule baru yang sudah direncanakan dengan matang. Surat permohonan perpanjangan waktu penyerahan tanpa data lengkap tidak akan dipertimbangkan.
20.2 Permohonan perpanjangan waktu penyerahan pekerjaan yang pertama kalinya dapat diterima Pimpinan Proyek apabila : a. Ada pekerjaan tambahan dan pengurangan yang tidak dapat dihindari setelah atau sebelum kontrak ditandatangani kedua belah pihak. b. Adanya Surat Perintah tertulis dari Pimpinan Proyek tentang pekerjaan tambahan.
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
342
BAB VI RENCANA DAN SYARATSYARAT
c. Adanya Surat Perintah tertulis dari Pimpinan Proyek tentang pekerjaan untuk sementara waktu dihentikan. d. Adanya gangguan curah hujan yang terus menerus di tempat pekerjaan, dimana hal ini harus diperkuat dengan persetujuan Direksi Lapangan. e. Adanya force majeur (bencana alam, gangguan keamanan dan sebagainya) di lokasi pekerjaan, dimana hal ini harus dikukuhkan oleh Kepala Daerah setempat. Pasal 21 Masa Pemeliharaan 21.1 Jangka waktu pemeliharaan adalah 90 (sembilan puluh) hari kalender setelah penyerahan pekerjaan. 21.2 Apabila dalam pemeliharaan terjadi kerusakan-kerusakan akibat kurang sempurnanya mutu bahan yang digunakan, maka pihak pemborong harus segera memperbaiki dan menyempurnakan kembali setelah pihak Pemborong diperingatkan atau diberitahu yang pertama kalinya secara tertulis oleh Pimpinan Proyek.
Pasal 22 Pekerjaan Tambahan dan Kurang 22.1 Pemborong hanya dapat mengajukan pembayaran tambah, hanya untuk pekerjaan tambah yang diperintahkan secara tertulis oleh Pimpinan Proyek. 22.2 Setelah pekerjaan tambah dikerjakan, pemborong supaya mengajukan pada Pimpinan Proyek Daftar Rencana Anggaran Biaya, agar Pimpinan Proyek dapat memperhitungkan apakah pekerjaan tambah tersebut dapat dibayar atau tidak. 22.3 Di dalam mengajukan daftar Rencana Anggaran Biaya pekerjaan ditambah 10 % (sepuluh persen) keuntungan Pemborong dari Bowsoom dan pajak jasa sebesar 2,5 % dari jumlah Bowsoom dan keuntungan Pemborong. 22.4 Untuk memperhitungkan pekerjaan tambah dan pengurangan menggunakan harga satuan yang telah dimaksudkan ke dalam Penawaran atau Kontrak. 22.5 Bilamana harga satuan pekerjaan belum tercantum dalam Surat Penawaran yang diajukan, maka akan diselesaikan secara musyawarah.
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
343
BAB VI RENCANA DAN SYARATSYARAT
22.6 Untuk dapat memudahkan penelitian, sewaktu-waktu diadakan pemeriksaan teknis dalam rangka penyerahan pertama maka Surat Permohonan Pemeriksaan Teknis yang diajukan oleh Kontraktor supaya dilampiri : a.
Daftar kemajuan pekerjaan 100 %.
b.
Satu album yang berisi foto proyek yang menyatakan hasil prestasi pekerjaan.
c.
Foto berwarna ukuran 15 R sebanyak 5 (lima) buah berbingkai.
22.7 Surat Permohonan Pemeriksaan Teknis yang dikirim kepada Pimpinan Proyek harus sudah dikirim selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sebelum batas waktu penyerahan yang pertama kali berakhir. Pasal 23 Denda Keterlambatan Pekerjaan Apabila jangka waktu penyelesaian yang telah disepakati di atas dilampaui maka pihak pemborong dikenakan denda 1/1000 (satu perseribu) dari jumlah harga borongan untuk setiap kali keterlambatan, setinggi-tingginya 5 % (lima persen) dari jumlah harga borongan, kecuali jika keterlambatan pekerjaan disebabkan oleh force majeur. Pasal 24 Pencabutan Pekerjaan 24.1 Sesuai dengan peraturan umum tentang pelaksanaan pembangunan di Indonesia, Direksi atau Pimpinan Proyek berhak membatalkan atau mencabut pekerjaan dari tangan Pemborong apabila ternyata pihak Pemborong menyerahkan pada PIHAK KETIGA, semata-mata hanya untuk mencari keuntungan dari pekerjaan tersebut. 24.2 Jika jangka waktu denda maksimum telah dilampaui, pekerjaan belum juga dapat diselesaikan dan diserahkan, maka PIHAK KEDUA harus melaksanakan pekerjaan tersebut dengan biaya tetap dipikul oleh PIHAK KEDUA. 24.3 Apabila ternyata PIHAK KEDUA tidak mengindahkan tanggung jawab dan kewajiban atas perbaikan-perbaikan selama masa pemeliharaan, maka PIHAK KESATU dapat memberikan waktu yang mana PIHAK KEDUA sekali lagi diberi kesempatan untuk dapat memenuhi kewajiban. 24.4 Jika PIHAK KEDUA tidak mengindahkan peringatan-peringatan yang tercantum dalam ayat-ayat di atas sewaktu melaksanakan pekerjaan selanjutnya mengulangi lagi kesalahan atau kealpaan yang sama, maka PIHAK KESATU akan LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
344
BAB VI RENCANA DAN SYARATSYARAT
melaksanakan sendiri pekerjaan tersebut atau menyerahkan pada pihak lain dengan pembiayaan sepenuhnya dipikul oleh PIHAK KEDUA. 24.5 Pada pencabutan pekerjaan, PIHAK KEDUA hanya akan menerima pembayaran sebatas pekerjaan yang telah diperiksa serta disetujui oleh Pimpinan Proyek, sedangkan harga-harga bahan bangunan yang berada di tempat pekerjaan menjadi resiko pihak kedua sendiri. Pasal 25 Dokumentasi 25.1 Sebelum kegiatan dimulai, keadaan lapangan atau tempat dimana pekerjaan akan dilaksanakan yang masih dalam keadaan fisik 0% (nol persen) atau dimana tanah masih dalam keadaan seperti semula belum ada kegiatan atau bangunan. Pengambilan gambar supaya dipilih pada tempat-tempat yang dianggap penting menurut pertimbangan dan petunjuk Direksi Lapangan. 25.2 Pemborong diwajibkan membuat foto dokumentasi pada tahapan-tahapan fisik mencapai ; 0 %, 50 % dan 100 %. Pengambilan gambar proyek agar diusahakan pada tempat atau titik pemotretan yang tetap, sehingga nantinya akan tampak dan diketahui dengan perubahan-perubahan dan perkembangan-perkembangan yang terjadi selama terselenggaranya proyek. 25.3 Pengambilan foto proyek yaitu 9 x 13 cm berwarna atau ukuran kartu pos. Pemborong juga harus membuat dan menyerahkan foto proyek ukuran 10R untuk keadaan proyek 0 % dan 100 %, masing-masing 2 (dua) buah. 25.4 Pengambilan foto proyek sekurang-kurangnya 4 (empat) buah titik, pada tempat atau posisi yang berbeda. 25.5 Khusus untuk penyerahan pekerjaan pertama atau penyerahan pekerjaan yang telah mencapai keadaan fisik 100 %, supaya dilampiri foto pemeriksaan oleh Badan Pengawas Pembangunan pada Berita Acara Pengajuan Permohonan Pembayaran Angsuran. 25.6 Semua foto dokumentasi proyek tersebut supaya dimasukkan ke dalam album khusus. 25.7 Ukuran, warna dan bentuk album foto khusus tersebut ditentukan kemudian, sehingga diperoleh keseragaman.
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
345
BAB VI RENCANA DAN SYARATSYARAT
Pasal 26 Force Majeur 26.1 Yang dimaksud dengan force majeur adalah kejadian-kejadian bencana alam atau musibah yang terjadi pada waktu peleksanaan seperti: huru-hara, perang, tanah longsor, gempa bumi, banjir dan lain sebagainya, yang terjadi diluar kekuasaan Pemborong, yang mempengaruhi kelancaran pelaksanaan pekerjaan. 26.2 Bila terjadi force majeur, maka pemborong diwajibkan membuat laporan kepada Pimpinan Proyek dalam jangka waktu selambat-lambatnya 7 x 24 jam setelah terjadinya force majeur. 26.3 Bila terjadi 7 (tujuh) hari sejak dikeluarkan surat Gubernur atau peraturan mengenai force majeur ini, Pimpinan Proyek tidak atau belum menjawab pengajuan pemborong, maka dianggap force majeur disetujui oleh Pimpinan Proyek. 26.4 Untuk pekerjaan permanen atau pekerjaan sementara atau bahan-bahan di daerah kerja yang mengalami kehancuran atau kerusakan akibat force majeur, maka pemborong berhak atas biaya perbaikan pekerjaan permanen atau pekerjaan sementara yang telah selesai atau telah dibayar oleh Pimpinan Proyek dalam sertifikat bulanan sesuai dengan perhitungan biaya kerusakan oleh Konsultan.
Pasal 27 Perselisihan 27.1 Segala perselisihan atau pertikaian antara Pemilik dan Direksi Pekerjaan dengan Kontraktor, yang timbul dari atau sehubungan dengan Kontrak atau pelaksanaan pekerjaan (baik selama berlangsungnya pekerjaan atau setelah penyelesaiannya baik sebelum atau sesudah pemutusan, penelantaran, atau pelanggaran Kontrak) harus diselesaikan secara munsyawarah untuk memperoleh mufakat. 27.2 Jika Pemilik atau Direksi Pekerjaan dan Kontraktor gagal mencapai kesepakatan antar Direksi Pekerjaan dengan Kontraktor mengenai suatu hal yang berdasarkan kontrak diharuskan adanya persetujuan Pemilik, maka perselisihan dapat diselesaikan oleh Direksi Pekerjaan dengan tunduk pada ketentuan Pasal 2 Ayat (1) yaitu mengenai tugas dan wewenang Direksi Pekerjaan, atau diselesaikan oleh Pemilik yang harus memberikan keputusannya secara tertulis kepada Kontraktor
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
346
BAB VI RENCANA DAN SYARATSYARAT
dalam waktu 15 hari sejak pengakhiran perundingan oleh Kontraktor kepada Pemilik atau sebaliknya. 27.3 Jika pemilik memberikan keputusan tertulisnya kepada Kontraktor dan tidak ada permintaan untuk arbitrasi yang disampaikan oleh Kontraktor selama 15 hari sejak penerimaan keputusan tertulis tersebut, maka keputusan tersebut adalah terakhir dan mengikat serta harus dengan segera diberlakukan oleh kedua belah pihak. Kontraktor harus
tetap
melaksanakan
pekerjaan
dengan
penuh
kesungguhan
tanpa
memperhatikan apakah Kontraktor meminta arbitrasi atau tidak. 27.4 Jika Pemilik tidak memberikan keputusan tertulisnya dalam jangka waktu 15 hari sebagaimana ditentukan, atau jika Kontraktor tidak puas dengan keputusan tersebut, maka dalam waktu 15 hari sejak penerimaan keputusan tersebut atau dalam jangka waktu 30 hari sejak pengakhiran perundingan, jika tidak ada keputusan yang dihasilkan, Kontraktor dapat menuntut agar perselisihan tersebut diajukan kepada suatu Dewan Arbitrasi, untuk menyelesaikan perselisihan berdasarkan ketentuan sebagai berikut : a.
Peraturan arbitrasi yang dianut, kecuali ditentukan lain dalam syarat khusus Kontrak dalam Pasal 27.4 (a) adalah : (i)
Jumlah Arbiter 3 orang.
(ii) Masing-masing pihak memilih seorang Arbiter. (iii) Kedua Arbiter memilih seorang Arbiter sebagai ketua. (iv) Apabila kedua Arbiter gagal memilih ketua dalam waktu 30 hari sesudah penunjukan Arbiter masing-masing pihak, maka penunjukan Arbiter diserahkan kepada Badan Arbitrasi Nasional Indonesia (BANI). b.
Tempat arbitrasi adalah di Jakarta, kecuali apabila disepakati ditempat lain. Pengeluaran untuk Arbiter yang diangkat oleh Kontraktor akan dibebankan kepada Kontraktor, dan pengeluaran untuk Arbiter yang diangkat oleh Pemilik akan dibebankan oleh Pemilik. Pengeluaran untuk Ketua Dewan Arbitrasi dan pengeluaran lain akan ditanggung bersama oleh kedua pihak. Keputusan Dewan Arbiter harus mengikat dan final bagi Pemilik dan Kontraktor. Kontraktor harus memenuhi instruksi Direksi Pekerjaan dan tetap bekerja dengan kesungguhan menurut cara yang diarahkan oleh Direksi Pekerjaan, kecuali hal-hal yang dipersengketakan.
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
347
BAB VI RENCANA DAN SYARATSYARAT
27.5 (1)Semua berita acara memberitahukan, atau perintah tertulis yang harus diberikan kepada oleh Pemilik atau Direksi Pekerjaan kepada Kontraktor berdasarkan ketentuan Kontrak, harus dikirim atau disampaikan ke kantor Kontraktor yang tercantum dalam Surat Perjanjian atau alamat lainnya yang ditunjuk oleh Kontraktor sesuai dengan Pasal 27.5 (3) (2)Semua pemberitahuan yang harus disampaikan kepada Pemilik atau Direksi Pekerjaan berdasarkan ketentuan Kontraktor yaitu harus dikirim atau diserahkan pada alamat masing-masing yang ditunjuk untuk maksud tersebut dalam Surat Perjanjian (Kontrak) atau alamat lain yang ditunjuk untuk maksud tersebut sesuai Pasal 27.5 (3). (3)Masing-masing pihak boleh mengubah alamat tersebut dalam Surat Perjanjian (Kontrak) dengan alamat lain dan pemberitahuan tertulis terlebih dahulu oleh pihak lain. 27.6 Apabila perselisihan terpaksa harus diselesaikan di pengadilan negeri, maka akan dipilih Pengadilan Negeri dimana Pemberi Tugas berdomisili. Pasal 28 Tanggung jawab 28.1 Pada keadaan apapun dimana pekerjaan yang telah dilaksanakan telah mendapat persetujuan oleh Direksi tidak berarti membebaskan Kontraktor atas tanggung jawabnya kepada pekerjaan sesuai dengan isi kontrak. 28.2 Tenaga-tenaga kerja yang digunakan harus tenaga yang ahli atau terlatih dan berpengalaman pada bidangnya dan dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku serta petunjuk-petunjuk dari Direksi. 28.3 Kontraktor harus mengusahakan atas tanggungannya, langkah-langkah, peralatan yang perlu untuk melindungi pekerja-pekerja atau bahan-bahan yang digunakan agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diharapkan. 28.4 Kontraktor harus menyediakan perlengkapan-perlengkapan yang dibutuhkan Direksi untuk memperlancar pekerjaan serta menjamin kualitas pekerjaan. 28.5 Kontraktor harus selalu membuat laporan-laporan secara tertulis hal ikhwal yang terjadi dalam rangka Pelaksanaan Proyek kepada Direksi secara periodik.
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
348
BAB VI RENCANA DAN SYARATSYARAT
Pasal 29 Penyerahan Pekerjaan pada Sub Kontraktor 29.1 Pada dasarnya pekerjaan harus diselesaikan sendiri oleh PIHAK KEDUA dan apabila bagian-bagian pekerjaan tersebut oleh PIHAK KEDUA akan diborongkan kepada PIHAK KETIGA (Sub Kontraktor) dan golongan ekonomi lemah setempat, maka terlebih dahulu harus mendapatkan persetujuan PIHAK KESATU, tanggung jawab penyelesaian pekerjaan tetap di PIHAK KEDUA. 29.2 Apabila terdapat kepastian bahwa pekerjaan PIHAK KEDUA telah diborongkan kepada PIHAK KETIGA tanpa persetujuan PIHAK KESATU, maka setelah PIHAK KESATU memberi pernyataan tertulis kepada PIHAK KEDUA, PIHAK KEDUA harus mengembalikan keadaan sehingga sesuai dengan perjanjian Pemborong ini dan semua biaya yang telah dikeluarkan oleh PIHAK KEDUA atau PIHAK KETIGA ditanggung sepenuhnya PIHAK KEDUA. 29.3 Dalam hal dimana ada bagian-bagian pekerjaan diborongkan kepada PIHAK KETIGA dengan persetujuan PIHAK KESATU, maka PIHAK KEDUA tetap bertanggungjawab penuh kepada PIHAK KESATU terhadap segala tindakan dan pekerjaan yang dilakukan PIHAK KETIGA. PIHAK KESATU tidak memiliki hubungan langsung dengan PIHAK KETIGA, melainkan selalu dengan PIHAK KEDUA. Pasal 30 Kerjasama Dengan Golongan Ekonomi Lemah 30.1 Pemborong yang terpilih sebagai Pelaksana Pekerjaan. Ditetapkan dalam Surat Penjanjian (Kontrak) untuk bekerjasama dengan rekanan golongan ekonomi lemah setempat antara lain sebagai Sub Kontraktor atau leveransir barang, bahan dan jasa. Pasal 31 Penggunaan Bahan-bahan Bangunan 31.1 Pemborong di dalam melaksanakan pekerjaan ini supaya mengutamakan untuk menggunakan bahan-bahan produksi dalam negeri. 31.2 Semua bahan-bahan bangunan yang digunakan untuk pekerjaan ini sebelum digunakan harus mendapat persetujuan pemakaiannya dari Pengawas Lapangan.
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
349
BAB VI RENCANA DAN SYARATSYARAT
31.3 Semua bahan bangunan yang dinyatakan tidak dapat dipakai atau ditolak oleh Direksi atau Pengawas Lapangan harus segera disingkirkan dari lokasi pekerjaan. 31.4 Pemborong bertanggungjawab sepenuhnya atas keamanan bahan bangunan, alat-alat kerja dan lain-lainnya yang disimpan dalam gudang dan lokasi pekerjaan. Apabila terjadi kebakaran atau pencurian maka Pemborong harus segera mendatangkan gantinya demi kelancaran pekerjaan.
6.2 Syarat-Syarat Teknis Pasal 1 Penjelasan Umum 1.1
Pemberian pekerjaan meliputi penyediaan, pengangkutan dan semua pengolahan bahan, pengerahan tenaga kerja, pengadaan semua alat pembantu dan sebagainya, yang pada umumnya secara langsung atau tidak langsung termasuk di dalam usaha menyelesaikan pekerjaan dengan baik dan menyerahkan pekerjaan dalam keadaan sempurna dan lengkap.
1.2
Dalam hal ini juga termasuk pekerjaan-pekerjaan atau bagian-bagian pekerjaan yang walaupun tidak disebutkan dalam RKS dan gambar, tetapi masih berada dalam lingkup pekerjaan yang harus dilaksanakan sesuai dengan petunjuk Pimpinan Proyek.
1.3
Tanah bangunan termasuk segala perlengkapannya akan diserahkan kepada Pemborong atau Kontraktor dalam keadaan yang sama seperti pada waktu Aanwijzing.
1.4
Pekerjaan haruslah diserahkan oleh Pemborong/Kontraktor dengan sempurna dalam keadaan selesai, termasuk juga pembersihan bekas-bekas bongkaran dan lain sebagainya.
1.5
Sepanjang tidak ditentukan lain pada persyaratan teknis, maka untuk pekerjaan ini tetap mengikuti syarat-syarat teknis berikut ini serta Normalisasi Standar Indonesia yang berlaku sebagaimana Pasal 2 berikut ini.
1.6
Pekerjaan konstruksi meliputi pembangunan/rehabilitasi/peningkatan bendung sebagaimana tercantum dalam album gambar.
1.7
Jalan masuk ke dan melalui daerah kerja dapat menggunakan jalan-jalan setempat yang ada yang berhubungan dengan jalan raya yang berdekatan dengan daerah
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
350
BAB VI RENCANA DAN SYARATSYARAT
proyek. Kontraktor hendaknya berpegang pada semua peraturan dan ketentuan hukum yang berhubungan dengan penggunaan arah angkutan umum dan bertanggung jawab terhadap kerusakan akibat penggunaan jalan tersebut. Kontraktor harus memperbaiki atau memperlebar jalan yang ada, memperbaiki dan memperkuat jembatan beton sehingga memenuhi kebutuhan pengangkutannya sejauh yang dibutuhkan untuk pekerjaannya. Kontraktor dapat menggunakan tanah yang sudah dibebaskan oleh Pemberi Tugas untuk keperluan jalan masuk ke daerah kerja itu apabila Kontraktor membutuhkan tambahan jalan masuk demi kemajuan pekerjaan. Pemberi tugas tidak bertanggung jawab terhadap pemeliharaan jalan masuk atau bangunan yang digunakan oleh Kontraktor selama pelaksanaan pekerjaan. Apabila Kontraktor membutuhkan jalan lain yang tidak ditentukan oleh Direksi maka harus dikerjakan oleh Kontraktor atas bebannya sendiri, dan harga untuk semua pekerjaan tersebut sudah termasuk dalam harga satuan pekerjaan 1.8
Gambar-gambar yang dimiliki Kontraktor : 1.
Gambar-gambar pekerjaan (a) Semua gambar-gambar yang disiapkan oleh Kontraktor harus ditandai oleh Direksi dan apabila ada perubahan diserahkan kepada Direksi untuk mendapatkan persetujuan sebelum program Pelaksana dimulai. (b) Gambar-gambar pelaksana/Gambar kerja Kontraktor menggunakan gambar-gambar kontrak sebagai dasar untuk mempersiapkan gambar-gambar pelaksanaan, gambar dibuat detail untuk pekerjaan tetap dan untuk pekerjaan khusus seperti beton harus memperlihatkan penampang melintang dan memanjang beton. (c) Gambar-gambar bengkel, disiapkan oleh Kontraktor untuk menyimpan peralatan dan bahan-bahan milik Kontraktor (d) Kontraktor menyediakan satu lembar set gambar-gambar lengkap di lapangan.
2.
Gambar-gambar pekerjaan sementara Gambar yang disiapkan oleh Kontraktor harus dirinci dan diserahkan pada Direksi sebelum tanggal program pelaksanaan dalam waktu yang ditentukan oleh dalam Kontrak. Kontraktor hendaknya mengusulkan pekerjaan sementara yang berkaitan dengan pekerjaan tetap secara mendetail dan diserahkan oleh
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
351
BAB VI RENCANA DAN SYARATSYARAT
Direksi untuk mendapatkan persetujuan tujuh hari sebelum tanggal dimulainya pelaksanaan.
3.
Gambar-gambar yang sebelumnya terbangun/terpasang Kontraktor menyiapkan dan menyimpan satu set gambar yang dilaksanakan paling akhir untuk tiap-tiap pekerjaan. Gambar-gambar yang dilaksanakan akan diperiksa tiap bulan di lapangan oleh Direksi dan tiap hari oleh Pengawas Lapangan, apabila diketemukan hal-hal yang tidak memuaskan dan tidak dilaksanakan diperbaiki kembali selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja. Pelaksanaan selesai Kontraktor harus menyerahkan gambar pelaksanaannya dalam 3 set cetakan yang dijilid ukuran A3 dan satu set negatifnya ukuran A1.
1.9
Program Pelaksanaan dan Laporan 1.
Program pelaksanaan Kontraktor harus melaksanakan program pelaksanaan sesuai dengan syaratsyarat kontrak dengan menggunakan CPM network. Program tersebut harus dibuat dalam dua bentuk yaitu bar-chart dan daftar yang memperlihatkan setiap kegiatan yaitu mulai tanggal paling awal, mulai tanggal paling akhir, waktu yang diperlukan, waktu float, serta sumber tenaga kerja , peralatan dan bahan yang diperlukan.
2.
Laporan kemajuan pelaksanaan Sebelum tanggal sepuluh tiap bulan atau saat waktu ditentukan Direksi, kontraktor harus menyerahkan tiga salinan laporan kemajuan bulanan pada Direksi, mengenai gambaran secara detail kemajuan pekerjaan bulan terdahulu. Isi dari laporan itu berisi tentang hal sebagai berikut : a.
Prosentase kemajuan pekerjaan laporan bulanan maupun prosentase rencana yang akan diprogramkan bulan berikutnya.
b.
Prosentase dari tiap pekerjaan pokok yang diselesaikan maupun prosentase rencana yang diprogramkan harus sesuai dengan kemajuan yang dicapai pada bulan laporan.
c.
Rencana kegiatan dalam waktu dua bulan berturut-turut dengan ramalan tanggal permulaan dan penyelesaiannya.
d.
Daftar tenaga buruh setempat dan daftar peralatan konstruksi.
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
352
BAB VI RENCANA DAN SYARATSYARAT
e.
Jumlah volume untuk berbagai pekerjaan beton, galian-timbunan, pasangan batu, dan lain-lain.
f.
Daftar besarnya pembayaran terakhir yang diterima dan kebutuhan pembayaran yang diperlukan pada bulan berikutnya serta hal-hal lain yang diminta sesuai dengan Kontrak.
3.
Rencana kerja harian, mingguan dan bulanan Kontraktor harus menyerahkan dua rangkap rencana mingguan yang disetujui oleh direksi setiap akhir minggu dan untuk minggu-minggu berikutnya. Rencana tersebut termasuk pekerjaan tanah, pekerjaan konstruksi lainnya yang berhubungan dengan pelaksanaan pekerjaan, pengadaan tanah, pengangkutan bahan dan peralatan serta lain-lain yang diminta oleh direksi. Kontraktor harus menyerahkan dua rangkap rencana kerja harian secara tertulis untuk semua kemajuan yang sudah disetujui oleh Direksi setiap hari maupun untuk hari-hari berikutnya. Kontraktor harus menyediakan rencana bulanan dengan sistem barchart pada akhir bulan maupun pada akhir dan untuk bulan-bulan berikutnya. Rencana kerja ini harus memperlihatkan tenggang waktu dari mulai sampai akhir kegiatan utama dengan volume pekerjaannya. Rencana kerja ini harus diserahkan kepada Direksi pada hari ketiga tiap bulan untuk perbaikan dan perubahan.
4.
Rapat bersama untuk membicarakan kemajuan pekerjaan Rapat tetap antara direksi dengan Kontraktor diadakan seminggu sekali pada tempat dan waktu yang disetujui oleh Direksi. Maksud dari rapat ini membicarakan kemajuan pekerjaan yang sedang dilakukan, pekerjaan yang diusulkan untuk seminggu berikutnya dan membahas permasalahan yang timbul agar dapat segera diselesaikan. Pasal 2 Normalisasi Standar Indonesia
N.1 – 2
- Peraturan Beton Indonesia 1971
N.1 – 3
- Peraturan Umum untuk Bahan Bangunan di Indonesia
N.1 – 5
- Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia
N.1 – 7
- Syarat-syarat untuk Kapur Bahan Bangunan
N.1 – 8
- Semen Portland
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
353
BAB VI RENCANA DAN SYARATSYARAT
N.1 – 10
- Spesifikasi untuk Batu Merah Pasal 3 Pekerjaan Persiapan
3.1
Dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah kontrak ditandatangani, Pemborong/Kontraktor harus sudah melaksanakan persiapan di lapangan sesuai dengan petunjuk Direksi.
3.2
Pembuatan kantor direksi, gudang dan barak-barak pekerja harus memenuhi persyaratan yang telah ditentukan oleh Direksi.
3.3
Penyediaan air bersih.
3.4
Pengadaan penerangan.
Pasal 4 Gambar-gambar Pekerjaan 4.1
Gambar-gambar rencana pekerjaan terdiri dari gambar bestek, gambar detail situasi dan lain sebagainya yang akan disampaikan kepada Pemborong/Kontraktor beserta dokumen-dokemen lainnya. Kontraktor tidak boleh mengubah dan menambah tanpa persetujuan dari Pimpinan Proyek/Direksi, gambar-gambar tersebut tidak boleh diberikan kepada pihak lain yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan borongan ini atau digunakan untuk maksud lain.
4.2
Gambar-gambar tambahan Pemborong/Kontraktor harus membuat gambaran detail (gambar kerja/shop drawing) yang disahkan oleh Direksi, gambar-gambar tersebut menjadi milik Direksi. As Built Drawing Yang dimaksud dengan As Built Drawing adalah gambar-gambar yang sesuai dengan yang dilaksanakan. Untuk pekerjaan ulang yang belum ada dalam bestek, Kontraktor harus membuat gambar-gambar yang sesuai dengan apa yang dilaksanakan yang dengan jelas memperlihatkan perbedaan antara gambar kontrak dan gambar pelaksanaan. Gambar-gambar tersebut harus diserahkan rangkap 3 (tiga) dan biaya pembuatannya ditanggung oleh pihak Kontraktor.
4.3
Pemborong/Kontraktor harus menyimpan di tempat kerja satu bendel gambar kontrak lengkap termasuk Rencana Kerja dan Syarat-syarat Berita Acara Rapat
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
354
BAB VI RENCANA DAN SYARATSYARAT
Penjelasan (Aanwijzing), Time schedule, dan semuanya dalam keadaan baik (dapat dibaca dengan jelas), hal ini untuk menjaga jika pemberi tugas atau wakilnya sewaktu-waktu memerlukannya. Pasal 5 Mobilisasi Sebelum kegiatan pelaksanaan dimulai, Pemborong harus mengajukan rencana mobilisasi kepada Direksi. Kegiatan yang dimaksud adalah : Transportasi lokal, alat-alat dan perlengkapan lain ke tempat kerja. Bangunan dan pengamanan daerah kerja. Pembuatan bangunan sebagaimana yang tercantum dalam uraian pekerjaan. Penyaluran bahan-bahan yang diperlukan untuk pekerjaan pembangunan.
Pasal 6 Daerah Kerja 6.1
Areal tanah untuk daerah kerja pada dasarnya disediakan oleh pemberi tugas, penggunaan daerah diluar yang disediakan menjadi tanggung jawab dan atas usaha Pemborong/Kontraktor.
6.2
Kontraktor harus menutup daerah kerja bagi umum untuk keamanan kerja alat dan bahan selama pelaksanaan pekerjaan berlangsung.
6.3
Pada daerah yang telah disediakan, Pemborong harus merencanakan penggunaannya yang pada dasarnya akan membantu kelancaran pelaksanaan. Rencana harus disetujui oleh Direksi sebelum penggunaan areal kerja.
6.4
Pemborong diharuskan membuat kantor lapangan, gudang dan sebagainya guna menunjang pelaksanaan pekerjaan.
6.5
Sebelum pekerjaan dimulai seluruh daerah kerja dibersihkan terlebih dulu. Pasal 7 Peralatan Kerja
7.1
Pemborong harus menyediakan peralatan dengan baik dan siap pakai yang diperlukan untuk pekerjaan pembangunan.
7.2
Untuk pelaksanaan pekerjaan ini Pemberi Tugas/Direksi tidak menyediakan atau meminjamkan atau menyewakan peralatan kerja.
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
355
BAB VI RENCANA DAN SYARATSYARAT
7.3
Untuk pengamanan pelaksanaan pekerjaan Kontraktor harus menyediakan alat-alat keselamatan kerja sesuai dengan Peraturan Pemerintah yang berlaku. Pasal 8 Pengukuran
8.1
Pengukuran peil dilaksanakan oleh Kontraktor dengan menggunakan alat-alat miliknya dan diawasi oleh Direksi.
8.2
Pengukuran dilaksanakan dengan alat ukur waterpass, theodolit dan sebagainya dalam keadaan baik yang telah disetujui oleh Direksi.
8.3
Tanda-tanda patok (bouwplank) yang sudah dipasang dijaga agar tidak rusak dan tidak berubah tempatnya, bila perlu Kontraktor harus mengadakan pengecekan ulang bila Direksi menginginkan.
8.4
Tanda patok ini terbuat dari kayu Kalimantan atau bambu yang dicat merah ujung atasnya ± 0,6 cm, panjang 60 cm dan masuk ke dalam tanah sepanjang 40 cm.
8.5
Tanda dasar untuk proyek merupakan Bench Mark yang terletak berdekatan dengan saluran induk seperti terlihat pada gambar ketinggian dari Bench Mark ini didasarkan pada titik tetap utama. Bench Mark yang lain dan titik referensi yang terlihat pada gambar diberikan pada Kontraktor sebagai referensi. Sebelum menggunakan suatu Bench Mark dan titik referensi kecuali Bench Mark dasar untuk setting out pekerjaan, Kontraktor harus melakukan pengukuran/pemeriksaan atas ketelitiannya. Pemberi Tugas tidak akan bertanggung jawab atas ketelitian Bench Mark yang lain begitu juga dengan referensinya. Kontraktor perlu mendirikan Bench Mark tambahan sementara untuk kemudahan tetapi setiap Bench Mark sementara didirikan , rencana dan tempatnya disetujui oleh Direksi dan akan merupakan ketelitian yang berhubungan dengan Bench Mark yang didirikan oleh Direksi.
8.6
Permukaan tanah asli yang terlihat pada gambar akan dianggap betul sesuai dengan kontrak. Apabila terjadi keraguan dari Kontraktor atas kebenaran dari muka tanah, sekurang-kurangnya 30 hari sebelum mulai bekerja Kontraktor memberitahukan kepada direksi secara tertulis untuk menyesuaikan dan melaksanakan pengukuran kembali ketinggian muka tanah tersebut. Sebelum mulai melaksanakan pekerjaan tanah, kontraktor akan mengukur dan mengambil ketinggian lokasi pekerjaan,
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
356
BAB VI RENCANA DAN SYARATSYARAT
dengan menggunakan Bench Mark atau titik referensi yang disetujui direksi. Pengukuran volume yang dikerjakan dibuat berdasarkan ketinggian yang disetujui. 8.7
Kontraktor harus menyediakan dan memelihara peralatan pengukuran untuk dipakai sendiri dan Direksi. Alat dan perlengkapan harus baik menurut direksi dan alat harus diganti jika hilang atau rusak. Semua alat-alat dan perlengkapan itu tetap menjadi milik Kontraktor. Alat-alat tidak boleh ditukar dalam waktu pelaksanaan kontrak, kecuali dengan ijin atau perintah Direksi.
8.8
Semua biaya yang dikeluarkan untuk pekerjaan pengukuran harus sudah masuk dalam harga satuan penawaran. Pasal 9 Mutual Check
9.1
Untuk sistem pelaksanaan pekerjaan ini adalah kontrak harga satuan
9.2
Untuk pelaksanaan Mutual Check I harus diperhatikan beberapa hal-hal sebagai berikut : a.
Diadakan dengan dasar gambar tender yang telah dimenangkan Kontraktor
b.
Terdiri dari Kontraktor dan bersama-sama dengan pihak Direksi.
c.
Kontraktor harus melakukan pengukuran kembali semua kegiatan-kegiatan pekerjaan dengan mencocokan kembali pada titik tetap dengan ketelitian 10 √L mm. Membuat gambar-gambar hasil pengukuran kembali profil memanjang dan melintang dengan mengikuti standar penggambaran tender drawing. Membuat gambar-gambar bangunan dengan mengikuti standar penggambaran tender drawing. Membuat perhitungan hidrolis apabila ada perubahan bentuk. Membuat perhitungan kuantitas dan Rencana Anggran Biaya atas perubahan (tambahan/pengurangan)
d.
Semua produk-produk hasil uitsetten/pengukuran kembali disampaikan pada Pemberi Tugas untuk selanjutnya diteliti/diperiksa kebenarannya dan setelah mendapat persetujuan dari direksi maka Kontraktor dapat melaksanakan pekerjaan tersebut.
e.
Dari hasil pengukuran kembali/uitsetten akan didapat perbandingan volume dengan tender drawing.
f.
Gambar-gambar hasil uitsetten adalah sebagai dasar untuk pelaksanaan konstruksi lapangan.
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
357
BAB VI RENCANA DAN SYARATSYARAT
g. 9.3
Semua gambar-gambar hasil Mutual Check I diperbanyak tiga kali.
Untuk Mutual Check ke II harus diperhatikan beberapa hal-hal sebagai berikut : a.
Dilaksanakan
untuk
mendapatkan
pekerjaan
yang
sebenarnya
dilaksanakan/gambar terpasang (As Built Drawing). b.
Hasil Mutual Check ke II dengan gambar terpasang sebagai dasar pembayaran volume pekerjaan yang telah selesai dikerjakan.
c. 9.4
Semua gambar-gambar terpasang dibuat rangkap tiga.
Untuk jangka waktu Mutual Check akan diatur/ditentukan direksi. Jika tidak ditentukan maka pengajuan biaya tambahan/pengurangan biaya paling lambat satu bulan sebelum jangka waktu pelaksanaan berakhir sudah harus disampaikan kepada Pemberi Tugas dan instansi yang berwenang. Ketentuan-ketentuan yang belum diatur dalam Mutual Check ini akan ditentukan kemudian oleh Direksi.
Pasal 10 Pengalihan Aliran Sungai dengan Pengeringan Dasar Galian 10.1 PIHAK KEDUA harus melaksanakan pengalihan air sungai untuk memungkinkan terlaksananya pekerjaan. 10.2
Sebelum melaksanakan pekerjaan ini, maka PIHAK KEDUA diharuskan menyerahkan kepada Direksi rencana dari pekerjaan pengalihan sungai.
10.3 Sekalipun rencana tersebut telah disetujui Direksi, tidak berarti PIHAK KESATU bebas dari tanggung jawab dalam metode yang dipergunakan. 10.4 Pengalihan sungi harus dijaga sepenuhnya melalui saluran pengelak sementara selama pembuatan jembatan, pembuangan dan bangunan lain. 10.5 PIHAK KEDUA harus merencanakan, membangun dan memelihara semua pekerjaan pelindung sementara yang perlu, seperti tanggul penutup sementara (kistdam), tanggul-tanggul dan pekerjaan pelindung lainnya. 10.6 PIHAK KEDUA harus menyediakan semua bahan yang diperlukan untuk pekerjaan ini dan harus pula menyediakan, memasang, memelihara dan mengoperasikan pompa-pompa air yang diperlukan dan segala peralatan untuk membuang air dari seluruh area pekerjaan yang membutuhkan proses pengeringan. 10.7 PIHAK KEDUA bertanggung jawab dan harus memperbaiki dengan biaya sendiri semua kerusakan pada pondasi bangunan atau bagian lain dari pekerjaan yang rusak
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
358
BAB VI RENCANA DAN SYARATSYARAT
oleh genangan air, yang diakibatkan kesalahan pelaksana pembuatan pekerjaan pelindung. 10.8 Informasi data hidrologi dan data penyelidikan tanah dapat diperoleh di kantor proyek untuk referensi bagi Pemborong dalam merencanakan tanggul penutup sementara dan lain sebagainya. 10.9 Pemilik pekerjaan dan Direksi tidak menjamin kebenaran dan ketepatan informasi data tersebut dan dianggap tidak bertanggungjawab untuk semua kesimpulan dan interpretasi yang dibuat oleh Pemborong. 10.10 Setelah pekerjaan pengalihan air sungai selesai, maka PIHAK KEDUA harus membongkar dan membereskan lokasi bekas pekerjaan tersebut sehingga menjadi rapid dan tidak mengganggu pelaksanaan pekerjaan lainnya dan tidak pula menghalangi kemampuan operasi bendung beserta perlengkapannya.
Pasal 11 Pekerjaan Tanah 11.1 Untuk pekerjaan-pekerjaan kecil, misalnya saluran got, bangunan kecil dengan galian yang tidak terlalu dalam, dapat digunakan tenaga manusia. 11.2 Untuk galian yang besar dan dalam, misalnya bendung, saluran primer yang mempunyai jumlah volume yang besar, supaya menggunakan alat berat. 11.3 Hasil galian dapat dipakai sebagai timbunan tanggul, bila hasil galian memenuhi syarat bahan timbunan atau disetujui Direksi. 11.4 Semua biaya untuk galian tanah dan pembuangannya harus sudah masuk harga satuan, dimana meliputi penggalian, pembuangan, ganti rugi tanaman, pembersihan termasuk penggunaan alat berat. 11.5 Untuk tanah-tanah yang tidak dapat bertahan pada lereng-lereng yang ditentukan oleh direksi dan material-material yang longsor ke daerah galian disepanjang garis galian, harus dipindahkan oleh Kontraktor dan lereng-lereng harus diselesaikan kembali menurut garis dan tingkat yang ditetapkan oleh direksi. Kontraktor diminta untuk menggali daerah-daerah yang mungkin akan longsor diluar batas-batas penggalian yang diperlukan untuk mencegah kerusakan pada pekerjaan. 11.6 Untuk daerah asal bahan (borrow area) ada beberapa hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain :
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
359
BAB VI RENCANA DAN SYARATSYARAT
a.
Bahan timbunan yang diperlukan untuk pekerjaan harus diambilkan dari borrow area yang disetujui oleh direksi dan setelah diuji untuk mengetahui kecocokan bahan.
b.
Sebelum penggalian tanah, permukaan harus dikupas dari tanaman-tanaman termasuk akar-akarnya. Apabila permukaan tanah dikupas sampai kedalaman 0,15 m maka tanah kupasan ditimbun dan ditempatkan disekitar borrow area.
c.
Setelah selesai penggalian, Kontraktor meninggalkan daerah tersebut dalam keadaan rapi sesuai petunjuk direksi, termasuk semua pekerjaan tanah yang diperlukan untuk mencegah penggenangan air di daerah tersebut. Apabila borrow area terletak pada sawah atau tanah tegalan , maka tanah yang dipakai untuk timbunan tidak boleh melebihi kedalaman 0,5 m dan setelah semua penggalian selesai daerah tersebut dapat dipakai kembali untuk pertanian.
d.
Batas borrow area minimum 20 m diluar batas pekerjaan tetap.
11.7 Kontraktor harus menggali, memuat, mengangkut, membuang, membentuk dan memadatkan bahan-bahan timbunan tersebut sampai dengan ukuran yang tercantum di dalam gambar. 11.8 Penggalian saluran dan pembuangannya sebagai berikut : a.
Penggalian saluran harus sesuai dengan dimensi yang ada pada gambar.
b.
Tanah galian dari saluran primer, sekunder, saluran pembuang dan saluran jalan harus ditempatkan sepanjang tanggul saluran atau jika terdapat kelebihan galian, dan jika tidak disebutkan harus diletakkan tanggul yang memerlukan tambahan timbunan.
c.
Kelebihan galian yang tidak dibutuhkan untuk pekerjaan tanah baik setempat atau di tempat lain dimana volume galian dan timbunan tidak seimbang di sepanjang saluran, harus diletakkan pada tempat tanggul buangan terpisah dan di luar pekerjaan tanah permanen. Tanggul buangan di buat menurut direksi dan kontraktor menyiapkan rencana pekerjaan tanah tersebut bagi setiap bagian dari pekerjaan dengan detail lokasi dan program penggalian dari saluran dan membuang tanahnya sebagai timbunan tanggul.
d.
Kontraktor harus mengajukan usul rencana pelaksanaan pekerjaan tanah selambat-lambatnya tujuh hari sebelum tanggal yang dimaksud sebagi pemberitahuan kepada direksi.
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
360
BAB VI RENCANA DAN SYARATSYARAT
e.
Untuk penggalian tanah lunak digunakan alat-alat seperti spades, hoes, bulldozers dengan dihubungkan alat pembelah, scrapers tanpa dihubungkan dengan alat khusus.
f.
Untuk galian batu atau tanah keras menggunakan alat pembelah khusus yang dihubungkan bulldozer D8 atau peralatan yang sebanding atau yang diperlukan sesuai dengan pelaksanaan.
11.9 Untuk longsoran di talud, Kontraktor harus mencoba untuk menjaga dengan sangat hati-hati dan mengambil tindakan pencegahan yang diperlukan yaitu dengan memperbaiki semua pekerjaan tanah dan kerusakan yang bersangkutan serta melaksanakan perubahan yang diperlukan pada pekerjaan yang dapat disetujui Direksi. Pasal 12 Timbunan Tanah Kembali 12.1 Untuk timbunan tanah kembali dipadatkan, dimaksudkan menimbun kembali bekas galian bangunan dengan material tanah hasil galian atau menurut petunjuk Direksi. 12.2 Timbunan harus dilakukan sedemikian dicapai kepadatan yang cukup dan merata. Pemadatan dilakukan dengan stamper atau alat ringan sedemikian sehingga tidak membahayakan bangunan atau menurut petunjuk Direksi. 12.3 Harga satuan untuk timbunan kembali dipadatkan harus sudah termasuk biaya pemadatan, perapian dan biaya-biaya lain yang diperlukan, misalnya alat bambu dan lain-lain. Pasal 13 Timbunan Tanah Tanggul 13.1 Timbunan tanggul dibedakan dengan timbunan dengan tanah yang tersedia (misalnya galian dan sebagainya) dan timbunan dari lokasi pengambilan (borrow area). 13.2 Timbunan tanggul yang kecil dimana kepadatan dan kualitas yang disyaratkan tidak begitu tinggi misalnya untuk tanggul saluran sekunder. Maka penimbunanpenimbunan tetap harus dengan persetujuan Direksi.
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
361
BAB VI RENCANA DAN SYARATSYARAT
13.3 Dalam hal tanah timbunan dari material yang tersedia (hasil galian) tanah yang digunakan harus dari tanah yang baik dan dapat memenuhi persyaratan bahan timbunan atau sesuai petunjuk Direksi. 13.4 Material timbunan harus bersih dari akar-akar tumbuhan, humus, bahan-bahan organik dan bahan substansi lain. 13.5 Timbunan tanah dilakukan lapis demi lapis dengan ketebalan 20 cm atau sesuai dengan percobaan pemadatan. Setiap lapis harus dipadatkan dengan alat pemadat sehingga dicapai kepadatan minimum 95 % dari hasil proctor standart. 13.6 Harga satuan timbunan harus sudah cukup semua biaya untuk sewa alat dan biaya operasinya, biaya pemadatan dan biaya tes laboratorium. Pasal 14 Pekerjaan Pasangan Batu 14.1 Bahan batu adalah jenis batuan basalt/andesit dan permukaan batu harus dipecah minimal 2 sisi dan bersih dari kotoran. 14.2 Bahan pasir adalah jenis Muntilan dengan kadar lumpur maksimum 1 % dengan butiran tajam. 14.3 Campuran spesi terdiri dari 1 PC : 4 Pasir diaduk dengan beton molen. Perbandingan tersebut adalah perbandingan volume. Adukan harus ditampung dalam kotak peneampungan agar tidak tercampur dengan bahan lain. 14.4 Pemasangan batu tidak boleh bersentuhan dan rongga-rongga harus terisi penuh spesi. 14.5 Harga satuan termasuk upah tenaga kerja, bahan, pembersihan batu muka dan perapihan.
Pasal 15 Pekerjaan Siaran 15.1 Bahan pasir sejenis Muntilan dengan campuran 1 PC : 3 Pasir. 15.2 Sebelumnya permukaan antara batu muka digaruk sedalam 2 cm dan dibersihkan kemudian diisi spesi 1,5 cm (siar dalam). 15.3 Volume dihitung sesuai dengan luasan permukaan batu muka yang disiar sesuai garis gambar. 15.4 Harga satuan termasuk upah tenaga, bahan, pembersihan batu muka dan perapihan.
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
362
BAB VI RENCANA DAN SYARATSYARAT
Pasal 16 Pekerjaan Plesteran 16.1 Bahan pasir sejenis Muntilan dengan campuran 1 PC : 3 Pasir (perbandingan volume). 16.2 Sebelumnya permukaan harus dibersihkan dari kotoran tanah dan dilakukan penyiraman. 16.3 Volume dihitung sesuai dengan luasan permukaan. 16.4 Harga satuan termasuk upah tenaga, bahan, pembersihan batu muka dan perapiahan peralatan.
Pasal 17 Pekerjaan Beton Bertulang 17.1 Semen Portland yang digunakan harus memenuhi syarat-syarat N.1 – 8 dan harus melalui pengujian. 17.2 Pasir dan split yang dipakai harus memenuhi syarat-syarat PBI 1971. Untuk split harus berasal dari batu pecah jenis basalt/andesit. Pasir jenis muntilan. 17.3 Pemborong diwajibkan membuat sample/kubus beton dan melakukan tes terhadap mutu beton selama waktu pelaksanaan sesuai dengan persyaratan PBI 1971. Biaya pengujian menjadi tanggung jawab kontraktor. 17.4 Campuran beton 1 PC : 2 Pasir : 3 Split (perbandingan volume). Pengadukan harus menggunakan beton molen dan pemadatan harus menggunakan vibrator. 17.5 Pembongkaran bekesting atas persetujuan Direksi. 17.6 Beton yang telah dicor harus terus dibasahi minimum selama 14 hari. 17.7 Mutu beton yang digunakan adalah sebagai berikut :
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
363
BAB VI RENCANA DAN SYARATSYARAT Tabel 6.1 Mutu Beton
No
Mutu
σ’bk kg/cm2
σ’bm S = 46 kg/cm2
Kategori dari Bangunan
1
B0
-
-
non srukturil
2
BI
-
-
stukturil
3
4
5
6
K. 125
125
K.175
175
K. 225
>K.225
225
>225
200
250
300
>300
stukturil
Stukturil
Stukturil
stukturil
Pengawasan terhadap Kualitas Agregat Pemeriksaan
Kekuatan tekanan Tidak ada
dengan mata
pengujian
Pemeriksaan
Tidak ada
dengan teliti
Pengujian
Pengujian men-
Pengujian
detail dengan
akan
analisa ayakan
diadakan
Pengujian men-
Pengujian
detail dengan
akan
analisa ayakan
diadakan
Pengujian men-
Pengujian
detail dengan
akan
analisa ayakan
diadakan
Pengujian
Pengujian
mendetail dengan
akan
analisa ayakan
diadakan
Sumber : Dokumen Tender Syarat-Syarat Umum dan Teknis, DPU Pengairan 1999.
Pasal 18 Komposisi/Campuran Beton 18.1 Beton harus dibentuk dari semen portland, pasir kerikil/batu pecah air seperti yang ditentukan sebelumnya, semuanya dicampur dalam perbandingan yang serasi dan diolah sebaik-baiknya sampai pada ketentuan yang baik dan tepat. 18.2 Untuk beton mutu B 0, campuran yang biasa untuk pekerjaan non strukturil dipakai perbandingan dari semen portland terhadap pasir dan agregat kasar tidak boleh kurang dari 1:3:5. 18.3 Untuk beton mutu B 1 dan K 125, campuran nominal dari semen portland, pasir dan kerikil/batu pecahan harus digunakan dengan perbandingan volume 1:2:3 atau 1:11/2:21/2.
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
364
BAB VI RENCANA DAN SYARATSYARAT
18.4 Untuk mutu K175 dan mutu-mutu lainnya yang lebih tinggi harus dipakai campuran yang direncanakan (design mix). Campuran yang direncanakan diketemukan dari percobaan-percobaan campuran untuk memenuhi kekuatan karakteristik yang disyaratkan. 18.5 Tingkat agregat yang kasar untuk kelas II derajat K 125 dan untuk kelas III derajat K 175 beton berada dalam batas yang ditentukan dalam N.1.2.1971 dan kontraktor harus memperoleh derajat yang patut apabila diminta oleh direksi dengan mengkoordinir ukuran agregat yang profesional, agar diperoleh derajat yang sepatutnya. 18.6 Perbandingan antara bahan-bahan pembentuk beton yang dipakai untuk berbagai pekerjaan (sesuai kelas mutu) harus dipakai dari waktu ke waktu selama berjalannya pekerjaan, demikian juga pemeriksaan terhadap agregat dan beton yang dihasilkan. Perbandingan campuran dan faktor air semen yang tepat, kekedapan, awet dan kekuatan yang dikehendaki dengan tidak memakai semen terlalu banyak. Faktor air semen dari beton (tidak terhitung air yang dihisap oleh agregat) tidak boleh melampaui 0,55 (dari beratnya) untuk kelas III dan jangan melampaui 0,60 (dari beratnya) untuk kelas lainnya. Pengujian dari beton akan dilakukan oleh direksi dan perbandingan campuran harus diubah jika perlu untuk tujuan atau penghematan yang dikehendaki, kegairahan bekerja, kepadatan, kekedapan, awet atau kekuatan dan Kontraktor tidak berhak atas penambahan konpensasi disebabkan perubahan yang demikian.
Pasal 19 Pamasangan Bekesting 19.1 Acuan beton/bekesting adalah konstruksi non permanen sebagai cetakan pembentukan beton muda agar setelah mengeras mempunyai bentuk, dimensi dan kedudukan yang benar sesuai gambar rencana. 19.2 Bahan acuan beton dapat dibuat dari baja, kayu atau beton pratekan yang harus bersih permukaannya sebelum proses pengecoran dilaksanakan. 19.3 Pembuatan acuan beton harus sesuai dengan gambar rencana dan detail-detailnya yang telah mendapat persetujuan dari Direksi. Tata cara pengecoran tahapan persiapan kerja dan pelaksanaan pengecoran harus disetujui oleh Direksi.
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
365
BAB VI RENCANA DAN SYARATSYARAT
19.4 Konstruksi acuan beton harus tidak menimbulkan kerusakan-kerusakan pada beton jadi pada saat pembongkaran. Acuan beton harus dapat menerima getaran vibrator (alat pemadat). Acuan beton dan perancah hanya diperbolehkan terjadi lendutan maksimum 3 mm pada saat beban maksimum atau 1/300 panjang bentang. 19.5 Pada acuan beton sebelah dalam harus dilapisi multipleks atau plywood. Acuan beton dibuat dari papan dengan kualitas tebal 3 cm dan sekur (penyanggah) dari kayu 5/7. 19.6 Pada acuan beton pratekan harus dikonstruksikan kuat dengan bahan baja, kayu atau plywood/multipleks dengan sekur/strip baja sehingga mendapat kedudukan dan kekuatan yang cukup. Sistem sambungan yang digunakan harus sesuai dengan peraturan yang ada. 19.7 Sebelum proses pengecoran dilaksanakan maka bagian dalam acuan beton diolesi dengan oli atau bahan lain yang memudahkan dalam pembongkaran dengan syaratsyarat bahan tersebut tidak mempengaruhi mutu atau warna beton cor. Pelaksanaan ini dilakukan sebelum penyetelan besi tulangan. 19.8 Pada acuan harus diperhatikan pemeliharaan, kekokohan dan kelancaran fungsi bautbaut yang ada. 19.9 Pada acuan dinding tegak dan bagian tipis harus dilaksanakan menurut kemajuan pekerjaan dari bawah ke atas dengan satu sisi tertutup bertahan, di mana harus memenuhi persyaratan pengecoran agar pengecoran dapat dilakukan pada tinggi jatuh kurang dari ketinggian 130 cm (persyaratan PBI) atau acuan tetap utuh tetapi proses pengecoran dilakukan dengan bantuan pompa, pipa/selang dan vibrator agar proses pengisian beton dapat merata dan padat.
Pasal 20 Pengadukan Beton 20.1 Syarat pelaksanaan pekerjaan beton dari pengadukan sampai perawatannya, hendaknya sesuai dengan ketentuan dan persyaratan PBI 1971. 20.2 Pengadukan, pengangkutan, pengecoran sebaiknya dilakukan pada cuaca yang baik, bila hari sedang hujan atau panas terik, maka harus dilakukan usaha untuk melindungi alat-alat pengadukan tersebut atau pengangkutan atau pengecoran sehingga dapat dijamin bahwa air semen tidak akan berpengaruh atau berubah.
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
366
BAB VI RENCANA DAN SYARATSYARAT
20.3 Direksi dapat menunda proses pengecoran apabila berpendapat bahwa keadaan tidak memungkinkan dan tidak dapat dijadikan alasan bagi Pemborong untuk mengklaim keputusan atas keputusan tersebut. 20.4 Alat pengaduk semen harus dirawat terutama dari kontainernya (bebas dari pengumpulan bahan beton sisa yang mengeras) dan Direksi akan mengontrol pada saat dimulainya pengadukan selanjutnya. 20.5 Pengadukan di lapangan harus dibuat tempat khusus di lokasi pekerjaan dan harus dapat menghasilkan adukan homogen. Penakaran bahan adukan harus seteliti mungkin pada perbandingan jumlah yang disyaratkan dengan memperhatikan kapasitas maksimum mesin pengaduk tersebut. 20.6 Waktu aduk dari bahan tersebut adalah tiap kurang dari 1,5 (satu setengah) menit dihitung dari pemasukan semua bahan termasuk air untuk kapasitas aduk dari 1 m3 maka waktu minimum harus diperpanjang dengan persetujuan Direksi. 20.7 Putaran dari mesin minimum harus diperpanjang dengan persetujuan Direksi. 20.8 Putaran dari mesin pengaduk harus dikontrol. Kontinuitasnya sesuai dengan rekomendasi pabrik. 20.9 Harus disediakan mesin aduk lebih dari satu untuk lebih berfungsi sebagai reserve mixer serta dapat ikut melayani pada beban puncak kebutuhan adukan persatuan waktu. 20.10 Beton rusak-mengeras tidak boleh diaduk lagi dan harus dibuang agar tidak mengganggu-memperlambat proses pengecoran. Pengadukan dilanjutkan 10 (sepuluh) menit kemudian untuk waktu aduk lebih dari 1,5 (satu setengah) menit dan harus dibolak-balik pada waktu tertentu menurut perintah Direksi. 20.11 Pengangkutan bahan adukan beton jadi ke lokasi harus dilakukan secara khusus untuk menjaga agar tidak terjadi segregasi dan kehilangan bahan-bahan (air semen dan butiran-butiran halus). 20.12 Pengangkutan harus kontinu sehingga tidak terjadi pemisahan antara beton yang sudah dicor terlebih dahulu dengan yang masih baru atau dapat terjadi pengikatan sempurna. 20.13 Penggunaan talang miring untuk transportasi bahan aduk harus mendapat ijin dari Direksi, dimana harus diperhatikan panjang talang dan kontinuitas pasokan. 20.14 Adukan beton harus dicor dalam waktu satu jam setelah pengadukan air dimulai, jangka waktu ini termasuk transportasi ke lokasi. Dengan pengadukan mekanis dapat LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
367
BAB VI RENCANA DAN SYARATSYARAT
memperpanjang waktu 2 (dua) jam setelah menambah bahan additive perlambatan maka jangka waktu dapat diperpanjang lagi, tetapi penggunaan bahan additive harus seijin dari Direksi. Pasal 21 Pekerjaan Pasangan Batu Kali 21.1 Batu yang akan digunakan adalah batu kali diameter batu tidak boleh melebihi 20 cm dan tidak kurang dari 10 cm. 21.2 Jenis batu yang dipergunakan berkualitas baik. 21.3 Permukaan batu yang menghadap keluar tidak boleh berbentuk lonjong melainkan berbentuk pipih. 21.4 Batu dipasang pada sayap pasangan/dinding yang miring atau sesuai petunjuk Direksi Lapangan. Pasal 22 Pasangan Batu Pengisi 22.1 Batu dipasang tegak lurus dengan permukaan, agar kedudukan batu-batu kuat dalam pemasangannya dan diatur sedemikian rupa sehingga permukaan batu rata (satu batu). 22.2 Pertemuan antara satu bata dengan batu yang lain saling beriringan dan tidak boleh ada tanahnya. Pasal 23 Sambungan Gerak 23.1 Pada penahanan air (water stop), Kontraktor harus menyediakan dan memasang penahan air, pada semua tempat sambungan gerak pada bagian yang memerlukan dan sambungan harus kedap air. Apabila tidak diminta lain, penahan air dibuat dari karet didapat dari pabrik yang disetujui direksi dan harus disimpan dan dipasang sesuai petunjuk dari pabrik. Penahanan air di atas harus dicetak sampai kepanjangan yang memungkinkan dan lengkap dengan bagian yang membentuk sudut dan persilangan, dan harus dibuat untuk keperluan bangunan-bangunan di bawah air secara menerus. Usulan kontraktor untuk menyambung penahan air harus disetujui direksi, dan semua sambungan harus rapat. Adapun ukuran minimum dan bentuk dari penahan sebagai berikut: LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
368
BAB VI RENCANA DAN SYARATSYARAT Tabel 6.2 Ukuran dan Bentuk Penahan Air
Bahan
Lebar
Tebal
(mm)
(mm)
(mm)
Karet
Diameter
Diameter
lingkaran
lingkaran
ujung (mm)
tengah (mm)
Diameter lobang tengah (mm)
225
9,5
25
38
19
150
9,5
19
-
-
Sumber : Dokumen Tender, Syarat-Syarat Umum dan Teknis, DPU Pengairan 1999.
Pada bagian ujungnya karet penahan air harus mempunyai potongan lingkaran, harus dilindungi dari kerusakan akibat terkena panas selama pemasangannya. Pada pengecoran betonnya harus dirapatkan dengan hati-hati dan seksama sehingga tidak ada lubang-lubang yang terjadi. Kontraktor harus menyediakan hasil pengujian dari pabrik untuk tiap penahanan air yang dikirim ke lapangan. 23.2 Pada karet penahan air harus memenuhi persyaratan-persyaratan dari pada SNI atau spesifikasi lain yang disetujui direksi. 23.3 Pada pengisi sambungan, Kontraktor harus menyediakan dan memasang pengisi sambungan pada semua sambungan dan apabila tidak ditentukan lain, sambungan harus fibre board yang direndam bitumen seperti expandite flexcell. Pengisi sambungan harus didapatkan dari pabrik yang disetujui direksi dan harus disimpan dan dipasang menurut instruksi dari pabrik. Lembaran-lembaran pengisi sambungan dipasang rapat sehingga sambungan menutupi pada sisi-sisinya untuk mencegah keluarnya semen. 23.4 Pada batang dowel apabila menembus sambungan harus dibungkus, bungkusanbungkusan harus dibuat terlebih dahulu dari bahan yang memenuhi untuk pengisi sambungan atau bahan lain yang disetujui oleh Direksi. 23.5 Pada penutup sambungan, Kontraktor harus membuat alur pada sambungan gerak dan sambungan konstruksi pada kedua permukaan dari pekerjaan betonnya kecuali bagian bawah dari pekerjaan beton yang ada penyangganya. Alur dibuat lurus . Kontraktor harus menyiapkan permukaan dari alur dan menyiapkan bahan penutup sambungan kemudian mengisi alur tersebut dengan bahan di atas. Penutup sambungan dari bahan semacam bitumen didapatkan dari pabrik. Pemasangan penutup sambungan harus disetujui terlebih dahulu oleh Direksi.
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
369
BAB VI RENCANA DAN SYARATSYARAT
23.6 Pada sambungan dengan cat bitumen, Kontraktor harus membersihkan dan mengeringkan permukaan-permukaan tersebut sebelum pengecatan bitumen dilaksanakan, dan pengecatan dengan bitumen dilaksanakan dalam 2 lapisan. Jenis bitumen harus dari jenis penetrasi 40/50 atau lainnya yang mendapat persetujuan dari Direksi. 23.7 Perletakan jembatan harus dari karet biasa atau karet dengan lapisan kering baja dan sesuai dengan kebutuhan sebagai berikut:
Tabel 6.3 Perletakan Lantai Jembatan
Jenis peralatan
Lantai jembatan yang diganjal sederhana dengan batang bersih kurang dari 4,4 m Lantai jembatan yang diganjal sederhana dengan batang bersih kurang dari 4,5 m tapi lebih dari 6,5 m Balok yang diganjal sederhana dengan bentang bersih kurang dari 9 m
Muatan
Gerak
tegak lurus
mendatar
terbesar
terbesar
7,5 ton/m
2 mm
8,5 ton/m
4 mm
14 ton/m
4 mm
Sumber : Dokumen Tender, Syarat-Syarat Umum dan Teknis, DPU Pengairan 1999.
Karet pendukung yang dipakai pada ujung terjepit dari balok dan lantai beton harus dipasang dengan pasak baja lunak melalui bantalan pendukung, diisi ke dalam lubang yang sudah dibuat lebih dahulu dengan adukan semen pasir 1:1. Pasak-pasak itu harus dibungkus dengan dua lapis kertas bangunan dimana ia menonjol kedalam lantai beton. Jika diijinkan oleh Direksi, Kontraktor dapat mengganti dengan lembaran-lembaran pendukung dari timah hitam dengan ukuran dan mutu yang disetujui. Pasal 24 Pemasangan Peil Schaal 24.1 Bahan peil schaal/alat ukur tinggi air dibuat dari fiberglass. 24.2 Bahan dan ukuran peil schaal harus sesuai dengan petunjuk Direksi Lapangan.
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
370
BAB VI RENCANA DAN SYARATSYARAT
24.3 Peil schaal dipasang pada dinding tegak sungai (di atas mercu), di antara saluran dengan pintu intake dan pada sayap saluran irigasi. 24.4 Pemasangan peil schaal harus tegak lurus dengan permukaan air. Diusahakan pemasangan pada lokasi air yang tenang (tidak bergelombang). 24.5 Pada bagian kiri dan kanan peil schaal diberi paku atau baut dan permukaan peil schaal harus rata. 24.6 Pada tempat perletakan peil schaal diberi pasangan 1 :3.
Pasal 25 Syarat – syarat Bahan Apabila dianggap perlu Direksi dapat memerintahkan untuk diadakan pemeriksaan pada bahan atau pada campuran bahan-bahan yang dipakai dalam pelaksanaan konstruksi bendung untuk menguji pemenuhan persyaratan oleh Pemborong/Kontraktor. Pemeriksaan bahan-bahan dan beton harus dilakukan dengan cara-cara yang ditentukan dan pemeriksaan tersebut harus disimpan oleh Pemborong dan apabila diminta harus dapat menunjukkan kepada Direksi setiap saat selama pekerjaan berlangsung dan selama 2 (dua) tahun setelah pekerjaan selesai. 25.1 Semen Portland a.
Untuk konstruksi beton bertulang pada umumnya dapat dipakai jenis semen yang memenuhi ketentuan-ketentuan dan persyaratan yang ditentukan dari spesifikasi teknis yang sesuai dengan NI – 8 1972.
b.
Apabila dipakai persyaratan-persyaratan khusus mengenai sifat-sifat betonnya, maka dapat dipakai semen lain seperti yang ditentukan dalam NI-8 seperti semen Portland, trassemen alluminia, semen tahan sulfat dan lainnya. Dalam hal ini Pemborong harus meminta pertimbangan dari lembaga pemeriksaan bahanbahan yang diakui dan disetujui oleh Direksi.
c.
Semen yang dipakai harus dalam keadaan baru dan masih dalam kantongkantong yang disegel. Semen disimpan di tempat yang kering dan terlindung dari pengaruh cuaca, berventilasi secukupnya dan penimbunan tak langsung mengenai tanah. Merk yang dipilih tidak dapat diganti dalam pelaksanaan kecuali dengan persetujuan Direksi.
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
371
BAB VI RENCANA DAN SYARATSYARAT
25.2 Agregat Halus a.
Agregat halus untuk beton dapat berupa pasir alami sebagai hasil disintegrasi alami batuan berupa pasir buatan yang dihasilkan oleh alat-alat pemecah batu, sesuai dengan syarat-syarat mutu agregat yang telah ditentukan.
b.
Agregat halus terdiri dari butir-butir yang tajam dan keras. Butir-butir halus bersifat kekal artinya tidak pecah atau hancur oleh pengaruh-pengaruh cuaca, seperti terik matahari dan hujan.
c.
Agregat halus tidak boleh mengandung Lumpur lebih dari 5 % (ditentukan terhadap berat kering), yang diartikan dengan Lumpur adalah bagian-bagian yang dapat melalui ayakan 0,03 mm. apabila kadar lumpur melampaui 5 % maka agregat halus harus dicuci.
d.
Agregat halus tidak boleh mengandung bahan-bahan organik terlalu banyak, ini dibuktikan dengan percobaan (dengan larutan NaOH) agregat halus yang tidak memenuhi percobaan ini dapat dipakai juda dengan syarat kekuatan adukan agregat tersebut pada umur 7 (tujuh) dan 28 (dua puluh delapan) hari tidak kurang dari 95 % dari kekuatan adukan agregat yang sama tetapi dicuci hingga bersih dengan air pada umur yang sama.
e.
Agregat halus terdiri dari butir-butir yang seragam besarnya dan apabila diayak harus memenuhi syarat -syarat sebagai berikut : Sisa di atas ayakan 0,25 mm harus berkisar antara 80 % sampai 95 % dari berat. Sisa ayakan di atas saringan 5 mm harus minimum 2 % dari berat. Sisa ayakan di atas saringan 1 mm harus minimum 10 % dari berat.
f.
Pasir laut tidak boleh dipakai sebagai agregat halus untuk campuran beton, kecuali dengan petunjuk-petunjuk dari lembaga pemeriksaan bahan-bahan yang diakui dan disetujui oleh Direksi.
25.3 Agregat Kasar a.
Agregat kasar beton dapat berupa kerikil atau batu pecah. Pada umumnya yang di maksud dengan agregat kasar adalah agregat yang besar butirannya lebih dari 5 mm, sesuai dengan syarat-syarat mutu agregat untuk berbagai beton, maka agregat kasar harus memenuhi persyaratan-persyaratan tersebut.
b.
Agregat yang kasar harus terdiri dari butir-butir yang kasar dan tidak berpori. Agregat kasar mengandung butir-butir pipih yang dapat dipakai apabila jumlah
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
372
BAB VI RENCANA DAN SYARATSYARAT
butir-butir pipih tersebut tidak melebihi/melampaui 20 % dari berat agregat seluruhnya. Butir-butir agregat harus bersifat kekal artinya tidak pecah dan tidak hancur oleh perubahan cuaca (terik matahari atau hujan). c.
Agregat kasar tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1 % (ditentukan dari berat kering). Yang diartikan dengan lumpur adalah bagian yang dapat melalui saringan 1 %, apabila tidak memenuhi persyaratan tersebut maka agregat harus dicuci. Agregat tidak boleh mengandung zat-zat alkali.
d.
Agregat kasar harus terdiri dari butir yang beraneka ragam besarnya dan apabila diayak harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : Sisa ayakan di atas saringan 4 mm harus berkisar antara 90 % - 99 % dari berat. Sisa ayakan di atas saringan 3,5 mm besarnya harus 0 % dari berat. Selisih antara sisa-sisa komulatif di atas 2 (dua) saringan yang berurutan adalah besarnya maksimum 0 % dan minimum 10 %.
e.
Besar butiran agregat maksimum tidak boleh lebih dari pada cetakan, 1/3 dari tebal plat atau ¾ dari jarak bersih minimum antara batang-batang atau berkasberkas tulangan. Penyimpangan dari pembatasan ini diijinkan menurut penilaian Direksi, cara-cara pengecoran beton adalah sedemikian rupa sehingga terjadi sarang kerikil.
25.4 Agregat Campuran a.
Susunan butir agregat campuran untuk beton dengan mutu K-400 atau mutu yang lebih tinggi lagi harus diperiksa dengan melakukan analisa ayakan oleh laboratorium yang ditunjuk oleh Direksi.
b.
Hasil dari pemeriksaan laboratorium tersebut adalah yang menentukan apakah agregat campuran tersebut dapat dipakai atau tidak dan harus diganti.
c.
Apabila harus diganti dengan agregat yang memenuhi syarat, maka pemborong wajib menyediakan lagi paling lambat dalam kurun waktu 7 (tujuh) hari.
25.5 Batu Pecah a.
Batu pekerjaan pasangan hanya diperbolehkan menggunakan batu pecah. Ukuran batu yang dipakai berdiameter antara 15 mm – 25 mm.
b.
Batu yang dipakai harus dari jenis keras, tidak lapuk dan tidak terdapat bekasbekas pelapukan.
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
373
BAB VI RENCANA DAN SYARATSYARAT
c.
Batu yang dipakai harus bersih dari kotoran yang melekat kalau perlu harus dicuci terlebih dahulu.
25.6 Besi Beton a.
Besi beton yang dipakai bebas dari kotoran, lapisan lemak, minyak sisik, karat dan tidak cacat (retak, mengelupas dan sebagainya) serta lapisan yang mengurangi daya lekatnya besi dengan beton.
b.
Besi yang digunakan dalam beton bertulang adalah besi dengan fy = 240 Mpa.
c.
Besi beton yang dipakai harus disuplai dari satu sumber dan tidak dibenarkan mencampur bermacam-macam sumber. Besi beton yang dipakai sebelumnya harus dimintakan uji laboratoriun dengan dua contoh percobaan perlengkungan dan stress-strain untuk setiap 20 ton besi. Pengujian masing-masing percobaan digunakan 3 (tiga) batang besi dengan pengawasan dari Direksi.
d.
Garis tengah besi beton harus sesuai dengan gambar rencana, apabila yang dipakai kurang dari ketentuan maka diwajibkan menambah tulangan sesuai dengan petunjuk-petunjuk Direksi.
e.
Besi beton sebelum dipakai sebagai konstruksi harus dilindungi dari terik matahari dan hujan sehingga tidak timbul karat.
f.
Batang-batang tulangan disimpan tidak langsung menyentuh tanah. Batang tulangan besi beton dari berbagai ukuran harus diberi tanda dan dipisahkan satu sama lainnya sehingga tidak tertukar.
g.
Penimbunan batang-batang tulangan di udara terbuka untuk jangka waktu yang lama harus dicegah.
25.7 Air a.
Air yang dipakai untuk perawatan dan pembuatan beton tidak boleh mengandung minyak, asam, alkali garam dan bahan-bahan lain yang dapat merusak besi tulangan atau betonnya, dalam hal ini mutu air yang digunakan, dianjurkan untuk mengirim contoh air tersebut ke laboratorium pemeriksaan bahan-bahan yang ditunjuk dan diakui oleh Direksi untuk diteliti sampai seberapa jauh air tersebut mengandung zat-zat yang dapat merusak beton dan besi tulangan.
b.
Apabila pemeriksaan contoh air tersebut dalam ayat 1 di atas tidak dapat dilakukan, maka dalam hal ini adanya keragu-raguan mengenai pemakaian air harus diadakan percobaan pembanding antara kekuatan beton (semen+pasir)
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
374
BAB VI RENCANA DAN SYARATSYARAT
dengan menggunakan air itu selama 7 (tujuh) sampai 18 (dua puluh delapan) hari paling sedikit adalah 90 % dari kekuatan beton tersebut dengan martel dengan memakai air suling pada umur yang sama. c.
Jumlah air yang dipakai untuk membuat adukan beton dapat ditentukan dengan ukuran berat dan harus dilakukan secepatnya. Pasal 26 Pekerjaan Lain-lain
Syarat-syarat untuk pekerjaan lain-lain yang belum tercantum dalam uraian di atas akan diatur dan ditentukan lebih lanjut sesuai dengan persyaratan teknis yang berlaku. Pasal 27 Pemeliharaan dan Finishing 27.1 Bila setelah dilaksanakan terjadi kerusakan, Pemborong harus memperbaiki sebelum pekerjaan diserahkan kepada pihak Direksi. 27.2 Semua jenis pekerjaan harus dipelihara sesuai dengan petunjuk Direksi di lapangan. 27.3 Bila ada penjelasan yang tercantum di atas yang belum jelas atau kurang dipahami, akan disusul di kemudian hari dan bila perlu dikonsultasikan dengan pihak Direksi.
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
375
BAB VII RENCANA ANGGARAN BIAYA
BAB VII RENCANA ANGGARAN BIAYA
7.1
Perhitungan Volume Pekerjaan
Perhitungan volume galian dan timbunan, volume pekerjaan dan harga satuan pekerjaan digunakan sebagai acuan di dalam perhitungan anggaran. Dalam perhitungan volume galian dan timbunan untuk embung
dilakukan dengan cara menghitung dimensi konstruksi,
mengacu pada gambar teknis yang telah dibuat. Tabel 7.1 Perhitungan volume pekerjaan NO
PEKERJAAN
1
Badan bendung (Pasangan batu) - Badan bendung tanpa lantai kolam olak - Lantai kolam olak
URAIAN
48,93 x 25
1223,25
m3
6,47 x 25
161,75
m3
Total
1385
m3
37,5
m3
206,6
m3
16,5
m3
4349,685 868,877
kg kg
25
m3
2215,148
kg
0,521
m3
2
Lantai Depan (pas batu)
1,5 x 25
3 a b
Jembatan Pilar (pasangan batu) Gelagar jembatan
((2 x 10,25) + (0,4 x 0,4)) x 5 x 2
• •
c
d
beton tulangan ¾ lentur ¾ geser
VOLUME
(0,55 x 0,4 x 25) x 3 ((73,88.10-4 x 25) x 3) x 7850 (1,88 x 78,5 x 10-6 x 250) x 3 x 7850
Lantai jembatan •
beton
•
tulangan
5 x 0,2 x25 ((5 x 113,1 . 10-6 x 250) + ( (8,3 x 113,1 . 10-6 x 50) x 3)) x 7850
Pagar sandaran 1. Tiang Pagar •
beton
((0,1 x 0,16 x 0,55)+(0,1 x 0,25 x 0,45)) x 26
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
376
BAB VII RENCANA ANGGARAN BIAYA
(Lanjutan Tabel 7.1) NO
PEKERJAAN •
4 5
URAIAN
tulangan ¾
lentur
¾
geser
((78,5 .10-6 x 4 x 0,55) +(78,5.10-6 x 4 x 0,45))x 26 x 7850 ((0,44 x 50,3.10-6 x 6) + (0,62 x 50,3.10-6 x 5)) x 26 x 7850
2. Railing Φ6
(2 x 25) x 2
Tembok Tepi Bendung (pasangan batu)
(((0,5 x(1,5+3,5) x 10,25) x 10)+((0,5 x 0,75) x 5)) x 2
Rumah pintu intake (K175) Kolom 20x20
4 x 0,2 x 0,2 x3,5
Balok 20 x 40
4 x 0,2 x 0,4 x 4,5
Atap 15 cm
0,15 x 7m2 Total
6
Bekisting
7
Pintu air besi ( lengkap) - pintu intake
8
VOLUME
64,087
Kg
58,928
kg
100
m1
516,25
m3
0.56 0.72 1.05 2.33
m3
7.00
m3
1
unit
3119,65
m3
2568,75
m3
m3 m3 m3
Galian tanah biasa
9
Urugan tanah
10
Gebalan rumput
15,2 x 25,32
384,864
m²
11
Rip-rap (batu kosong)
5,657 x 0,5 x 1476
4174,86
m3
12
Pasangan batu kosong
0,3 x 11,02 x 25
82,65
m3
13
Jalan paving
5 x 1476
7380
m²
14
Uit zet /patok/bowplank
1000.00
m²
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
377
BAB VII RENCANA ANGGARAN BIAYA
(Lanjutan Tabel 7.1) NO
PEKERJAAN
URAIAN
VOLUME
15
Direksi keet
1
ls
16
Barak kerja, gudang, dll
1
ls
17
Pembersihan lahan
1000.00
m²
18
pembersihan akhir/demobilisasi
1
ls
(Sumber : Perhitungan )
7.2
Rencana Anggaran Biaya
Langkah – langkah yang dilakukan untuk menghitung rencana anggaran dan biaya suatu pekerjaan fisik yaitu : a.
Menghitung volume tiap – tiap pekerjaan sesuai dengan gambar.
b.
Menentukan analisa harga satuan pekerjaan yang diperlukan.
c.
Menentukan harga satuan bahan dan upah.
d.
Dengan mengalikan harga satuan pekerjaan dengan volume pekerjaan didapatkan harga pekerjaan.
e.
Dibuat rekapitulasi harga pekerjaan.
Harga bangunan (bowsom) adalah harga pekerjaan fisik keseluruhan pekerjaan. Biaya pembangunan (animingsom) adalah harga pekerjaan fisik yang ditambahkan PPn sebesar 10 % harga pekerjaan fisik. Harga inilah yang digunakan dalam setiap pelelangan pekerjaan pemborongan.
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
378
BAB VII RENCANA ANGGARAN BIAYA
7.2.1 Analisis Harga Satuan 7.2.1.1
Analisis harga satuan upah pekerja Tabel 7.2 Daftar harga satuan upah pekerja
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
7.2.1.2
Jenis Tenaga Kerja Pekerja Mandor Tukang Kepala tukang Operator Pembantu operator Sopir Pembantu sopir Koordinator driller Geologist /tenaga ahli Administrasi bor Driller/operator bor Pembantu operator bor Mekanik/tukang las Crew Tenaga lokal Jaga malam
Satuan Harga Satuan Hari Hari Hari Hari Hari Hari Hari Hari Hari Hari Hari Hari Hari Hari Hari Hari Hari
30,000.00 40,000.00 37,500.00 40,000.00 37,500.00 32,500.00 37,500.00 30,000.00 37,500.00 50,000.00 32,500.00 35,000.00 32,500.00 37,500.00 32,500.00 30,000.00 32,500.00
Analisis harga satuan sewa alat Tabel 7.3 Daftar harga satuan sewa alat
No.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Uraian
Dump Truck Truk bak terbuka Truk tangki air Bulldozer Motor grader Wheel loader Excavator Crane Trailler Mesin gilas 2 roda 6-10 ton Mesin gilas 3 roda 6-10 ton
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
Satuan Harga Satuan
jam jam jam jam jam jam jam jam jam jam jam
157,894.94 88,000.00 166,761.42 429,000.00 280,500.00 305,453.50 297,000.00 165,000.00 110,000.00 186,244,40 170,998.06
379
BAB VII RENCANA ANGGARAN BIAYA (Lanjutan Tabel 7.3)
No. 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
7.2.1.3
Uraian
Satuan Harga Satuan
Mesin gilas roda karet 8-10 ton Vibratory roller Vibroroller 1 ton Water pump Pick up Hidroulic excavator Concrete vibrator Compressor Concrete mixer Jack hammer Stamper Genset Alat transport lokal
jam jam jam jam jam jam jam jam jam jam jam jam
unit
249,480.00 191,185.28 55,000.00 16,500.00 83,710.95 280,000.00 370,000.00 50,000.00 88,000.00 48,840.00 14,348.00 75,000.00 100,000.00
Analisis harga satuan bahan bangunan Tabel 7.4 Daftar harga satuan bahan bangunan
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Uraian Batu belah Batu bulat Pasir muntilan Portland cement Minyak tanah industri Bensin industri Solar industri Additive Kayu cetakan Paku Baja tulangan U-24 Baja tulangan U-32 Paving block 10 cm. abu-abu K-400 Pipa galvanis Φ 2” medium B Pipa galvanis Φ 3” medium B Pipa galvanis Φ 4” medium B Kawat las
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
Satuan / Unit m3 m3 m3 kg Liter Liter Liter Liter m3 Kg Kg Kg m2 Batang Batang Batang Batang
Harga Satuan 120,000.00 110,000.00 137,000.00 1,050.00 12,691.00 9,905.00 12,438.00 31,500.00 962,500.00 13,000.00 11,700.00 12,250.00 89,500.00 376,625.00 480,000.00 595,000.00 2,000.00
380
BAB VII RENCANA ANGGARAN BIAYA
(Lanjutan Tabel 7.4)
No. 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
Uraian Kawat galvanis Φ 3 mm Kawat galvanis Φ 4 mm Kawat galvanis Φ 5 mm Peil Skala Balok Kayu Kelas I Papan Kelas I Balok Kayu Kelas II Papan Kelas II Balok Kayu Kelas III Papan Kelas III
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
Satuan / Unit
Harga Satuan
Kg Kg Kg Unit m3 m3 m3 m3 m3 m3
9,900.00 10,500.00 11,250.00 1,250,000.00 2,818,750.00 2,818,750.00 2,306,250.00 2,306,250.00 910,000.00 910,000.00
381
BAB VII RENCANA ANGGARAN BIAYA
7.2.1.4 Analisis Harga Satuan Pekerjaan Item Pekerjaan : Pembersihan dan Pembongkaran Satuan Kuantitas : m2 Tabel 7.5 Daftar harga satuan pekerjaan pembersihan dan pembongkaran No.
Uraian
Satuan
Kuantitas
Urut
Harga Satuan
Jumlah Harga
( Rp.)
( Rp.)
A.
TENAGA KERJA
1 2
Pekerja Mandor
Hari Hari
142.8571 24.0000
30,000.00 40,000.00
4,285,713.00 960,000.00
3 4
Operator Pembantu Operator
Hari Hari
39.3283 39.3283
37,500.00 32,500.00
1,474,811.25 1,278,169.75
5
Sopir
Hari
142.8571
37,500.00
5,357,141.25
6
Pembantu Sopir
Hari
142.8571
30,000.00
4,285,713.00
B.
ALAT
1 2 3
Bulldozer Wheel Loader Dump Truck
jam jam jam
119.0500 156.2500 1,000.000
429,000.00 305,453.50 157,894.94
51,072,450.00 47,727,109.38 157,894,940.00
C
Jumlah (termasuk biaya umum dan keuntungan
274,336,047.63
D
Harga Pekerjaan (di luan PPN) per ha
274,336,047.63 2
E
Harga Satuan Pekerjaan (di luan PPN) per m
27,433.60
F
Jumlah Dibulatkan
27,434.00
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
382
BAB VII RENCANA ANGGARAN BIAYA Item Pekerjaan
:
Pengukuran dan Pematokan
Satuan Kuantitas
:
1 m²
Tabel 7.6 Daftar harga satuan pekerjaan pengukuran dan pematokan Harga Jumlah Uraian Satuan Kuantitas Satuan Harga ( Rp.) ( Rp.)
No. Urut A.
TENAGA KERJA
1 2
Pekerja Mandor
B.
BAHAN
1
Kayu Kelas III
C.
PERALATAN
1
Alat Bantu
D.
Jumlah (termasuk biaya umum dan keuntungan
4,498.00
E.
Harga Satuan Pekerjaan (di luan PPN)
4,498.00
F.
Jumlah Dibulatkan
4,498.00
Item Pekerjaan Satuan Kuantitas
No.
Hari Hari
0.0240 0.0012
30,000.00 40,000.00
720.00 48.00
m³
0.0030
910,000.00
2,730.00
ls.
1.0000
1,000.00
1,000.00
: Pasangan batu kosong : m3 Tabel 7.7 Daftar harga satuan pekerjaan pasangan batu kosong tanpa pasir Uraian
Satuan
Kuantitas
Urut
Harga Satuan ( Rp.)
Jumlah Harga ( Rp.)
A.
TENAGA KERJA
1 2
Pekerja Mandor
B
ALAT
1
Batu belah
C
Jumlah (termasuk biaya umum dan keuntungan
180,000.00
D
Harga Satuan Pekerjaan (di luan PPN)
180,000.00
E
Jumlah Dibulatkan
180,000.00
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
Hari Hari
1.5000 0.0750
30,000.00 40,000.00
45,000.00 3,000.00
m3
1.1000
120,000.00
132,000.00
383
BAB VII RENCANA ANGGARAN BIAYA Item Pekerjaan
:
Pasangan batu
Satuan Kuantitas : m³ Tabel 7.8 Daftar harga satuan pekerjaan pasangan batu 1 : 4 (termasuk siar 1:3) dengan pasir muntilan No.
Uraian
Satuan
Kuantitas
Urut
Harga Satuan ( Rp.)
Jumlah Harga ( Rp.)
A.
TENAGA KERJA
1
Pekerja
Hari
2.2140
30,000.00
66,420.00
2 3
Tukang Mandor
Hari Hari
0.7370 0.1590
37,500.00 40,000.00
27,637.50 6,360.00
B.
BAHAN
1 2 3 4
Portland cement Batu belah Pasir muntilan Alat bantu
kg m3 m3 set
143.5800 1.0924 0.4494 0.1100
1,050.00 120,000.00 137,000.00 34,650.00
150,759.00 131,088.00 61,567.80 3,811.50
C.
ALAT
1
Concrete Mixer
jam
0.6000
88,000.00
52,800.00
D.
Jumlah ( termasuk biaya umum dan keuntungan )
500,443.80
E.
Harga satuan pekerjaan (di luar PPN)
500,443.80
F.
Jumlah dibulatkan
500,444.00
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
384
BAB VII RENCANA ANGGARAN BIAYA Item Pekerjaan
:
Bekisting
Satuan Kuantitas : m³ Tabel 7.9 Daftar harga satuan pekerjaan bekisting (acuan beton) No.
Uraian
Satuan
Kuantitas
Harga Satuan
Jumlah Harga
( Rp.)
( Rp.)
Urut A.
TENAGA KERJA
1 2 3
Pekerja Tukang Mandor
B.
BAHAN
1 2 3
Paku Kayu cetakan Alat bantu
D.
Jumlah ( termasuk biaya umum dan keuntungan )
58,070.20
E.
Harga satuan pekerjaan (di luar PPN)
58,070.20
F.
Jumlah dibulatkan
58,070.00
Hari Hari Hari
0.3500 0.3500 0.0500
30,000.00 37,500.00 40,000.00
10,500.00 13,125.00 2,000.00
kg m3 m3
0.2000 0.0300 0.0280
13,000.00 962,500.00 34,650.00
2,600.00 28,875.00 970.20
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
385
BAB VII RENCANA ANGGARAN BIAYA Item Pekerjaan Satuan Kuantitas
No.
:
Beton K.225
: m³ Tabel 7.10 Daftar harga satuan pekerjaan beton K-225
Uraian
Satuan
Kuantitas
Urut
Harga Satuan ( Rp.)
Jumlah Harga ( Rp.)
A.
TENAGA KERJA
1
Pekerja
Hari
1.7140
30,000.00
51,420.00
2 3 4
Tukang Mandor Sopir
Hari Hari Hari
0.3430 0.1710 0.0050
37,500.00 40,000.00 37,500.00
12,682.50 6,840.00 187.50
B.
BAHAN
1 2 3
Batu pecah 2/3 Pasir muntilan Portland cement
m³ m³ kg.
0.7337 0.4891 354.000
155,260.00 137,000.00 1,050.00
113,914.26 67,006.70 371,700.00
4 5
Additive Alat bantu
liter set
0.7500 0.1500
31,500.00 34,650.00
23,626.00 5,197.50
C.
ALAT
1 2 3 4
Concrete Mixer Concrete Vibrator Truk tangki air Water Pump
jam jam jam jam
0.2157 0.5872 0.0360 0.0327
88,000.00 370,000.00 166,761.42 16,500.00
18,981.60 217,264.00 6,003.41 539.55
D.
Jumlah ( termasuk biaya umum dan keuntungan )
895,542.02
E.
Harga satuan pekerjaan (di luar PPN)
895,542.02
F.
Jumlah dibulatkan
895,542.00
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
386
BAB VII RENCANA ANGGARAN BIAYA Item Pekerjaan
:
Baja Tulangan
Satuan Kuantitas : kg Tabel 7.11 Daftar harga satuan pekerjaan baja tulangan U-24 No.
Uraian
Satuan
Kuantitas
Urut A.
TENAGA KERJA
1 2 3
Pekerja Tukang Mandor
B.
BAHAN
1 2
Baja Tulangan U-24 Alat bantu
D
Jumlah (termasuk biaya umum dan keuntungan
Harga Satuan
Jumlah Harga
( Rp.)
( Rp.)
Hari Hari Hari
0.0180 0.0350 0.0040
30,000.00 37,500.00 40,000.00
540.00 1,312.50 160.00
Kg set
1.1000 0.0200
11,700.00 34,650.00
12,870.00 693.00 15,575.50
E
Harga Satuan Pekerjaan (di luan PPN)
15,575.50
F
Jumlah Dibulatkan
15,576.00
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
387
BAB VII RENCANA ANGGARAN BIAYA Item Pekerjaan
:
Pipa Ralling Jembatan Ø 3"
Satuan Kuantitas : m’ Tabel 7.12 Daftar harga satuan pekerjaan pipa ralling jembatan No.
Uraian
Satuan
Kuantitas
Urut
Harga Satuan
Jumlah Harga
( Rp.)
( Rp.)
A.
TENAGA KERJA
1 2 3
Pekerja Tukang Mandor
B.
BAHAN
1
Pipa Galvanis Ø 3"
C.
PERALATAN
1
Alat Bantu
D.
Jumlah (termasuk biaya umum dan keuntungan
64,957.00
E.
Harga Satuan Pekerjaan (di luan PPN)
64,957.00
F.
Jumlah Dibulatkan
64,957.00
Hari Hari Hari
0.0131 0.2400 0.0041
30,000.00 37,500.00 40,000.00
393.00 9,000.00 164.00
m’
0.1700
320,000.00
54,400.00
Ls
1.0000
1,000.00
1,000.00
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
388
BAB VII RENCANA ANGGARAN BIAYA Item Pekerjaan
:
Paving Block
Satuan Kuantitas : m2 Tabel 7.13 Daftar harga satuan pekerjaan pasang paving block abu-abu K-400, dengan tebal pas muntilan 6 cm No.
Uraian
Satuan
Kuantitas
Urut
Harga Satuan
Jumlah Harga
( Rp.)
( Rp.)
A.
TENAGA KERJA
1 2 3 4
Pekerja Tukang Mandor Operator
B.
BAHAN
1 2 3
Paving Block 10 cm. abu-abu K-400 Pasir Muntilan Alat bantu
C.
ALAT
1
Vibroroller 1 ton
D
Jumlah (termasuk biaya umum dan keuntungan
127,662.75
E
Harga Satuan Pekerjaan (di luan PPN)
127,662.75
F
Jumlah Dibulatkan
127,663.00
LAPORAN TUGAS AKHIR
389
Hari Hari Hari Hari
0.5000 0.2400 0.0500 0.0030
30,000.00 37,500.00 40,000.00 37,500.00
15,000.00 9,000.00 2,000.00 112.50
m2 m3 set
1.0000 0.0720 0.0250
89,500.00 137,000.00 34,650.00
89,500.00 9,864.00 866.25
jam
0.0240
55,000.00
1,320.000
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
BAB VII RENCANA ANGGARAN BIAYA Item Pekerjaan
:
Gebalan Rumput
Satuan Kuantitas : m² Tabel 7.14 Daftar harga satuan pekerjaan gebalan rumput No.
Uraian
Satuan
Kuantitas
Harga Satuan
Jumlah Harga
( Rp.)
( Rp.)
30,000.00 40,000.00
7,500.00 40,600.00
Urut A.
TENAGA
1 2
Pekerja Mandor
B. C.
Jumlah (termasuk biaya umum dan keuntungan) Harga Satuan Pekerjaan (di luar PPN)
48,100.00 48,100.00
D.
Jumlah dibulatkan
48,100.00
Hari Hari
0.2500 1.0150
Item Pekerjaan : Galian tanah biasa Satuan Kuantitas : m3 Tabel 7.15 Daftar harga satuan pekerjaan galian tanah biasa dibuang di sekitar lokasi proyek (dengan alat) No.
Uraian
Satuan
Kuantitas
Urut
Harga Satuan
Jumlah Harga
( Rp.)
( Rp.)
A.
TENAGA KERJA
1
Pekerja
Hari
0.0314
30,000.00
942.00
2 3 4
Mandor Operator Pembantu Operator
Hari Hari Hari
0.0063 0.0045 0.0045
40,000.00 37,500.00 32,500.00
252.00 168.75 146.25
B.
BAHAN
1
Alat bantu
set
0.0250
34,650.00
866.25
C.
ALAT
1
Excavator
jam
0.0320
297,000.00
9,504.00
D
Jumlah (termasuk biaya umum dan keuntungan
11,879.25
E
Harga Satuan Pekerjaan (di luan PPN)
11,879.25
F
Jumlah Dibulatkan
11,879.00
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
390
BAB VII RENCANA ANGGARAN BIAYA Item Pekerjaan
:
Urugan tanah
Satuan Kuantitas : m3 Tabel 7.16 Daftar harga satuan pekerjaan urugan bekas tanah galian(dipadatkan dengan alat sederhana) No.
Uraian
Satuan
Kuantitas
Harga Satuan
Jumlah Harga
( Rp.)
( Rp.)
Urut A.
TENAGA KERJA
1 2
Pekerja Mandor
B.
ALAT
1
Stamper
C
Jumlah (termasuk biaya umum dan keuntungan
3,418.50
D
Harga Satuan Pekerjaan (di luan PPN)
3,418.50
E
Jumlah Dibulatkan
3,419.00
Hari Hari
0.0375 0.0125
30,000.00 40,000.00
1,125.00 500.00
jam
0.1250
14,438.00
1,793.50
Tabel 7.17 Rekapitulasi harga satuan pekerjaan
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Uraian Pekerjaan
Satuan
Harga
Pembersihan dan Pembongkaran
2
m
27,434.00
Pengukuran dan Pematokan Pemasangan Bouwplank Pasangan Batu kosong Pasangan batu Urugan Tanah
m2 m2 m3 m3 m3
4,498.00 24,712.00 180,000.00 500,444.00 3,419.00
Galian Tanah Pembesian Bekisting Beton K-225 Pipa Ralling Jembatan Ø 3"
m3 kg m2 m3 m’
11,879.00 15,576.00 58,070.00 895,542.00 64,957.00
Gebalan Rumput Paving block
m2 m2
48,100.00 127,663.00
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
391
BAB VII RENCANA ANGGARAN BIAYA
7.2.2 Rencana Anggaran Biaya Embung Tambakboyo Pekerjaan : Pembangunan Embung Tambakboyo Lokasi
: Kabupaten Sleman Tabel 7.18 Perhitungan rencana anggaran biaya (RAB)
NO
URAIAN
a
SATUAN
b
c
I
PEKERJAAN PERSIAPAN
1
Pembersihan dan pembongkaran
2
VOLUME
Pengukuran dan pematokan
d
HARGA
HARGA
SATUAN
PEKERJAAN
( Rp.)
( Rp.)
e
f=(dxe) 27,434,000.00
m2
1,000.00
27,434.00
2
1,000.00
4,498.00
4,498,000.00
m
3
Direksi Keet
ls
1.00
37,500,000.00
37,500,000.00
4
Barak Kerja, Gudang
ls
1.00
20,000,000.00
20,000,000.00 89,432,000.00
Jumlah Harga Pekerjaan I II
PEKERJAAN TANAH
1
Galian tanah biasa
m3
3,119.65
11,879.00
37,058,322.35
2
Urugan tanah biasa
m3
2,568.75
3,419.00
8,782,556.25
3
Pasang gebalan rumput
m2
384.864
48,100.00
18,511,958.40 64,352,837.00
Jumlah Harga Pekerjaan II III
PEKERJAAN PASANGAN
1
Pasangan batu
m3
2,145.35
500,444.00
1,073,627,535.40
2
Pasangan batu kosong
m3
4,257.51
180,000.00
766,351,800.00
3
Bekisting
m3
7.00
58,070.00
406,490.00
4
Pembesian
kg
7,556.73
15,576.00
117,703,548.60
5
Pembetonan
m3
44.351
895,542.00
39,718,183.24
6
Pintu intake
Unit
1.00
8,000,000.00
8,000,000.00
7
Peil Skaal
8
Besi pagar dia. 3” (galvanis)
9
Unit
1.00
2,250,000.00
2,250,000.00
m'
100
64,957.00
6,495,700.00
2
7,380
127,663.00
942,152,940.00
m
Paving block
2,956,706,197.24
Jumlah Harga Pekerjaan III IV 1 2
PEKERJAAN LAIN-LAIN Administrasi, dokumentasi,
Ls
mobilisasi dan demobilisasi Pembersihan akhir
Ls
1 1
27,500,000.00
27,500,000.00
2,500,000.00
2,500,000.00 30,000,000.00
Jumlah Harga Pekerjaan XIII Total
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
3,140,491,034.24
392
BAB VII RENCANA ANGGARAN BIAYA Tabel 7.19 Rekapitulasi rencana anggaran biaya (RAB) NO
URAIAN PEKERJAAN
HARGA PEKERJAAN
I PEKERJAAN PERSIAPAN 89,432,000.00 II PEKERJAAN TANAH 64,352,837.00 III PEKERJAAN PASANGAN 2,956,706,197.24 IV PEKERJAAN LAIN-LAIN 30,000,000.00 A Jumlah Harga Pekerjaan 3,140,491,034.24 ( 10 % x A ) B PPN 314,049,103.42 (A+B) C Total Biaya Pekerjaan 3,454,540,137.67 D Dibulatkan 3,454,500,000.00 Terbilang : TIGA MILYAR EMPAT RATUS LIMA PULUH EMPAT JUTA LIMA RATUS RIBU RUPIAH
7.2.3 Analisis Kebutuhan Tenaga Kerja Berikut disajikan perhitungan kebutuhan tenaga kerja pada proyek pembangunan Embung Tambakboyo : Tabel 7.20 Analisis kebutuhan tenaga kerja
NO
URAIAN
SATUAN
VOLUME
a
b
c
d
KOEFISIEN
JUMLAH TENAGA KERJA
DURASI (MGU)
I
PEKERJAAN PERSIAPAN
1
Pembersihan dan pembongkaran
m2
1,000.00
0.08
90
1
2
Pengukuran dan pematokan
m2
1,000.00
0.025
42
1
3
Direksi Keet
ls
1.00
-
40
1
4
Barak Kerja, Gudang
ls
1.00
-
40
1
m3
3,119.65
0.047
147
3
Urugan tanah biasa
3
m
2,568.75
0.05
128
5
Pasang gebalan rumput
m2
384.864
1.265
487
5
Jumlah Harga Pekerjaan I
II
PEKERJAAN TANAH
1
Galian tanah biasa
2 3
Jumlah Harga Pekerjaan II
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
393
BAB VII RENCANA ANGGARAN BIAYA (sambungan Tabel 7.20)
NO
URAIAN
SATUAN
VOLUME
a
b
c
d
III 1 2
KOEFISIEN
JUMLAH TENAGA KERJA
DURASI (MGU)
PEKERJAAN PASANGAN Pasangan batu Pasangan batu kosong
m3
2,145.35
3.11
6672
17
3
4,257.51
1.575
6706
19
m
3
Bekisting
m
7.00
0.75
5
1
4
Pembesian
kg
7,556.73
0.057
431
2
5
Pembetonan
m3
44.351
2.233
99
1
6
Pintu intake
Unit
1.00
-
5
1
7
Peil Skaal
Unit
1.00
-
6
1
8
Besi pagar dia. 3” (galvanis)
m'
100
0.257
26
1
m
7,380
0.793
5852
11
Ls
1
-
200
24
Ls
1
-
100
1
3
9
Paving block
2
Jumlah Harga Pekerjaan III
IV 1 2
PEKERJAAN LAIN-LAIN Administrasi, dokumentasi, mobilisasi dan demobilisasi Pembersihan akhir Jumlah Harga Pekerjaan XIII
7.3
Jadwal Waktu Pelaksanaan (Time Schedule)
Jadwal waktu pelaksanaan atau rencana pelaksanaan pekerjaan berdasarkan waktu untuk megatur pelaksanaan agar dapat diselesaikan sesuai dengan kegiatan yang akan dilakukan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Pertimbangan-pertimbangan yang menjadi dasar dalam membuat jadwal waktu pelaksanaan pekerjaan adalah : Jenis pekerjaan Tenaga yang tersedia Penjadwalan pengadaan bahan Keadaan lapangan Keadaan cuaca di sekitar lokasi Peralatan yang disediakan
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
394
BAB VII RENCANA ANGGARAN BIAYA
Fungsi membuat jadwal pelaksanaan adalah : Sebagai kontrol waktu yang mengikat dalam pelaksanaan pekerjaan. Pembagian tahapan pekerjaan akan lebih jelas sehingga akan lebih mudah dipahami.
7.4
Network Planning
Network planning yaitu suatu jaringan yang terdiri dari serangkaian kegiatan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu proyek dan disusun berdasarkan urutan kegiatan tertentu. Jaringan kerja ini menunjukkan hubungan yang logis antar kegiatan berupa hubungan timbal balik antara pembiayaan dan waktu penyelesaian proyek. Jaringan kerja/network planning bermanfaat untuk : a.
Menyusun urutan kegiatan proyek yang memiliki hubungan ketergantungan yang kompleks antar kegiatan.
b.
Menentukan total waktu yang dibutuhkan untuk penyelesaian proyek.
c.
Membuat perkitaan jadwal proyek yang paling ekonomis.
d.
mengidentifikasi kegiatan-kegiatan kritis dan pengaruhnya terhadap jadwal proyek keseluruhan bila terjadi keterlambatan.
e.
Mengusahakan fluktuasi minimal penggunaan sumber daya.
Data-data yang diperlukan untuk membuat suatu network planning yaitu : a.
Metode pelaksanaan proyek konstruksi yang akan dilaksanakan, karena metode pelaksanaan akan mempengaruhi kegiatan-kegiatan yang dilakukan.
b.
Daftar semua kegiatan untuk proyek tersebut.
c.
Durasi waktu dari masing-masing kegiatan.
d.
Urutan pelaksanaan kegiatan.
e.
Ketergantungan atau hubungan timbal balik antara kegiatan satu dan yang lainnya.
Langkah-langkah pembuatan suatu network planning yaitu : a.
Menentukan metode pelaksanaan dari proyek yang akan dilaksanakan.
b.
Membuat perkiraan daftar rincian kegiatan beserta durasi waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan kegiatan tersebut.
c.
Menyusun hubungan timbal balik atau urutan logis antara kegiatan satu dan yang lainnya. Menentukan kegiatan mana yang harus dilakukan terlebih dahulu dan mana yang mengikutinya.
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
395
BAB VII RENCANA ANGGARAN BIAYA
d.
Membuat diagram jaringan kerja/network planning.
e.
Menghitung jaringan kerja.
Ada dua macam jaringan kerja (network planning) yaitu : a.
Kegiatan pada node (activity on node) Yaitu kegiatan digambarkan pada kotak yang disebut node. Anak panah berfungsi sebagai penghubung yang menjelaskan hubungan ketergantungan diantara kegiatankegiatan.
b.
Kegiatan pada anak panah (activity on arrow) Yaitu kegiatan digambarkan sebagai anak panah yang menghubungkan dua lingkaran yang mewakili peristiwa (event). Nama dan durasi kegiatan ditulis diatas dan dibawah anak panah.
Dalam perencanaan Embung Tambakboyo ini akan menggunakan metode kegiatan pada anak panah dan memakai metode CPM (critical path method). Critical path method atau disebut juga metode lintasan kritis merupakan metode jadwal perencanaan proyek dengan menggunakan peristiwa paling awal (Earliest Event Time/EET) dan peristiwa paling akhir (Latest Event Time/LET). Paling awal (EET) yaitu waktu mulai paling awal/tercepat suatu peristiwa terjadi dan tidak mungkin terjadi sebelumnya. Manfaat ditetapkannya EET adalah untuk mengetahui saat paling awal mulai melaksanakan kegiatan-kegiatan yang berasal dari peristiwa (event) yang bersangkutan. Sedangkan LET adalah waktu paling akhir/saat paling akhir suatu peristiwa dapat terjadi dan tidak mungkin terjadi sesudahnya. Manfaat ditetapkannya LET adalah untuk mengetahui saat paling akhir atau paling lambat untuk memulai melaksanakan kegiatan yang berasal dari peristiwa (event) yang bersangkutan. Gambar Network planning dapat dilihat pada lampiran.
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
396
BAB VII RENCANA ANGGARAN BIAYA
Keterangan Network Planning: b
d
c
e
a
a
= urutan kegiatan
b = waktu kegiatan paling cepat c
= waktu kegiatan paling lambat
d = simbol kegiatan e
= waktu kegiatan = lintasan kritis = dummy
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
397
BAB VIII PENUTUP
BAB VIII PENUTUP
8.1
Kesimpulan
a. Debit banjir rencana ditentukan dengan beberapa metode. Namun metode yang dipilih adalah Metode Hidrograf Satuan Sentetik (HSS) Gama I atas pertimbangan efesiensi dan ketidakpastian besarnya debit banjir. Dari hasil perhitungan debit rencana didapat sebesar 123,00 m3/dtk dengan periode ulang 50 tahun. b. Hasil flood routing dapat diketahui ketinggian limpasan maksimum (outflow) di atas mercu dan debit outflow sebesar 54,58 m3/dtk. c. Direncanakan pembangunan Embung Tambakboyo untuk kebutuhan pariwisata sehingga volume air pada ketinggian
+ 144 m dipertahankan untuk memenuhi kebutuhan
pariwisata, selebihnya dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan air baku yang volumenya sebesar 82.000 m³. d. Urugan tanah untuk mendukung beban dari tubuh embung diambil dari tanah disekitar Embung Tambakboyo. e. Untuk melindungi agar tubuh embung terjaga terhadap naik turunnya permukaan air, maka pada lereng hulu bendungan dipasang batuan yang tahan terhadap pelapukan (rip-rap).
8.2
Saran
Agar Embung Tambakboyo berfungsi sesuai dengan yang diharapkan, maka hal yang harus diperhatikan adalah Eksploitasi dan pemeliharaan harus dilakukan secara continue.
LAPORAN TUGAS AKHIR
Perencanaan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman DIY
398