LAPORAN NO.8 - JANUARI 2005
Laporan Tahun 2004 Kantor-Kantor YLBHI Disusun oleh: LBH Bali, LBH Bandar Lampung, LBH Bandung, LBH Jakarta, LBH Manado, LBH Medan, LBH Makassar, LBH Padang, LBH Palembang, LBH Papua, LBH Semarang, LBH Surabaya, LBH Yogyakarta
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Januari 2005
Seri laporan YLBHI ini dimaksudkan untuk memberikan analisa atau kajiankajian terhadap isu-isu maupun persoalan-persoalan yang berhubungan dengan hak asasi manusia, demokrasi, civil society, perburuhan, pertanahan, dan isu-isu politik kontemporer serta analisis terhadap kebijakan yang dikeluarkan atau akan dikeluarkan oleh para pengambil kebijakan. Seri laporan YLBHI ini juga merupakan bentuk kampanye dan sosialisasi terhadap persoalan-persoalan dan isu-isu sebagaimana disebutkan di atas, dan berupaya untuk membangun kebersetujuan publik terhadap kerja-kerja kampanye dan sosialisasi yang disampaikan melului seri laporan ini. Seri laporan YLBHI ini diterbitkan secara berkala namun tidak berdasarkan tenggat waktu tertentu, melainkan dikeluarkan sesuai dengan kebutuhan terhadap suatu persoalan atau issu di seputar yang disebutkan di atas. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) adalah lembaga nonpemerintah yang didirikan pada tanggal 28 Oktober 1970 dengan tujuan memberikan bantuan hukum kepada masyarakat – terutama kepada mereka yang miskin – dan memperjuangakan adanya kepastian hukum dan keadilan di Indonesia.
Laporan nomor ini disusun oleh kantor-kantor LBH.
Informasi yang lebih lanjut dapat ditujukan kepada: Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Jl. Diponegoro No.74, Jakarta Pusat 10320, Indonesia Tel: 62-21-3145518 Fax: 62-21-31930140 Email:
[email protected] URL: http://www.ylbhi.or.id
Copyright © Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia
Laporan YLBHI Tahun 2004 Disusun oleh: LBH Medan, LBH Padang, LBH Palembang, LBH Bandar Lampung, LBH Jakarta, LBH Bandung, LBH Semarang, LBH Yogyakarta, LBH Surabaya, LBH Bali, LBH Makassar, LBH Manado, LBH Papua.
Informasi yang lebih lanjut dan untuk mendapatkan laporan ini dapat menghubungi:
YAYASAN LEMBAGA BANTUAN HUKUM INDONESIA (YLBHI) Jl. Diponegoro No.74, Jakarta Pusat 10320, Indonesia Tel: (62-21) 3145518, 31907002 Fax: (62-21) 31930140, 31907002 Email:
[email protected] Website: http://www.ylbhi.or.id
Laporan YLBHI No.8, Januari 2005
K ATA P ENGANTAR
Laporan disusun berdasarkan hasil penanganan kasus-kasus yang diterima dan ditangani oleh kantor-kantor YLBHI di seluruh Indonesia. Seluruh hasil laporan yang dikumpulkan dan disusun bersama dalam sebuah workshop yang dilaksanakan YLBHI dan kantor-kantor LBH beberapa waktu lalu. Dalam laporan ini hanya LBH Banda Aceh yang tidak dapat menyusun laporannya dikarenakan hancurnya kantor LBH Banda Aceh akibat gempa dan banjir tsunami yang terjadi pada tanggal 26 Desember 2004 lalu, yang juga menyebabkan salah satu kader terbaik LBH, yakni Syarifa Murlina, SH, yang sampai hari ini belum diketahui keberadaan dan kabar beritanya. Semoga laporan ini bermanfaat dan dapat digunakan oleh semua pihak, sebagai acuan untuk membuat Indonesia lebih baik lagi di tahun 2005 ini, terutama dalam hal penghormatan dan perlindungan Hak Asasi Manusia.
Jakarta, 28 Januari 2005 Badan Pengurus Yayasan lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI)
Munarman, SH Ketua
i
Laporan YLBHI No.8, Januari 2005
D AFTAR I SI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI PENGANTAR PROBLEM HAM DALAM PANDANGAN KANTOR-KANTOR 1. KORBAN 2. PELAKU 3.BENTUK PELANGGARAN ANALISIS DAN REKOMENDASI 1. HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA 1. 1 Rekomendasi 2. HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK 2. 1. Rekomendasi 3. HAK-HAK PEREMPUAN 3. 1. Rekomendasi 4. HAK-HAK ANAK 4. 1. Rekomendasi LAMPIRAN TABULASI PELANGARAN HAK-HAK EKOSOB TABULASI PELANGARAN HAK-HAK SIPOL TABULASI PELANGGARAN HAK-HAK ANAK TABULASI PELANGARAN HAK-HAK PEREMPUAN TABULASI PELAKU PLANGGARAN HAK-HAK EKOSOB TABULASI PELAKU PELANGGARAN HAK-HAK SIPOL TABULASI SELURUH BENTUK PELANGARAN TENTANG YLBHI STRUKTUR KEPENGURUSAN YLBHI
ii
i ii 1 2 2 3 4 5 5 6 7 7 8 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Laporan YLBHI No.8, Januari 2005
P ENGANTAR
Selama tahun 2004 yang lalu, seluruh kantor-kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), menerima berbagai macam kasus yang didokumentasikan dalam laporan ini. Kasus-kasus yang menjadi fokus kerja YLBHI adalah kasus-kasus yang memiliki dimensi pelanggaran hak asasi manusia baik di sektor hak-hak sosial politik (sipol), hak-hak ekonomi, sosial dan budaya (ekosob), hak-hak perempuan dan hak-hak anak. Seluruh dokumentasi yang dimuat dalam laporan ini merupakan kasus-kasus yang ditangani oleh kantor-kantor YLBHI, baik yang masih dalam proses penanganan, maupun masih dalam proses peradilan maupun yang sudah selesai sampai di tingkat keputusan pengadilan. Laporan ini disusun berdasarkan workshop YLBHI yang dilakanakan beberapa waktu lalu. Dalam laporan ini setidak-tidaknya dapat dilihat trend problem hukum yang ada dalam masyarakat lewat penanganan kasus di 13 (tiga belas) kantor-kantor YLBHI yakni LBH Bali, LBH Bandar Lampung, LBH Bandung, LBH Jakarta, LBH Manado, LBH Makassar, LBH Padang, LBH Palembang, LBH Papua, LBH Semarang, LBH Surabaya dan LBH Yogyakarta. Untuk LBH Banda Aceh, bencana tsunami yang melanda Aceh dan Sumatera Utara tanggal 26 Desember 2004 telah meluluh-lantakkan kantor LBH Banda Aceh, sehingga seluruh dokumentasi, file dan data-data kasus yang disimpan hilang, sehingga tahun Laporan tahun 2004 ini laporan LBH Banda Aceh tidak dapat ditampilkan karena alasan tersebut.
1
Laporan YLBHI No.8, Januari 2005
P ROBLEM HAM D ALAM P ANDANGAN K ANTOR -K ANTOR
Selama tahun 2004, berdasarkan kasus-kasus yang ditangani oleh kantor-kantor LBH setidaknya ada sejumlah catatan yang bisa ditarik sebagai analisis awal:
1. K O R B A N Jumlah korban pelanggaran HAM cukup menonjol di tahun 2004, terutama di sektor perburuhan dan pertanahan, di mana: Pertama, terdapat 192 kasus dengan 59.803 orang ditambah 20.507 kepala keluarga (KK) menjadi korban dari banyaknya aksi PHK massal di sektor perburuhan. Kedua, terdapat 96 kasus agraria dan perkebunan dengan korban 30.018 korban ditambah 16.537 kepala keluarga (KK) akibat berbagai kasus sengketa pertanahan. Ketiga, yang cukup menonjol di tahun 2004 adalah berbagai kasus penggusuran terhadap rumah-rumah tinggal masyarakat di berbagai wilayah di Indonesia. Selama tahun 2004 kantor-kantor YLBHI menangani 73 kasus perumahan yang mengakibatkan 10.420 orang ditambah 12.161 kepala keluarga (KK) menjadi korban. Keempat, meningkatnya kasus-kasus di sektor kesehatan, baik dalam hal pencemaran juga di lingkungan perburuhan. Sebanyak 94 kasus yang ditangani kantor-kantor YLBHI yang mengakibatkan korban 728 orang ditambah 1366 KK, 4 desa dan 1 kampung.
2
Laporan YLBHI No.8, Januari 2005
2. P E L A KU Pelaku (actor) pelanggar HAM, sebagaimana telah disebutkan dalam Laporan YLBHI tahun 2003, mengalami dispersitas (perluasan) bukan lagi dimonopoli oleh negara, melainkan juga meluas dengan sangat pada aktor-aktor non-negara (non-state actors), dengan sejumlah kesimpulan yang dapat diambil yakni: Pertama, menonjolnya non-state actor (aktor non-negara) sebagai pelanggar hak-hak ekosob paling tinggi yakni perusahaanperusahaan (148 kasus), terutama di sektor perburuhan, pertanahan, perumahan dan kesehatan, serta aparat birokrasi pemerintahan (145 kasus). Kedua, menonjolnya insitusi kepolisian sebagai aktor pelanggar hakhak sipil politik paling tinggi (110 kasus). Ketiga, meningkatnya juga aparat-aparat lembaga birokrasi pemerintah (Pemda, Pemkot, dll) yang melakukan pelanggaran HAM (174 kasus), dan merupakan pelaku pelanggar HAM paling tinggi dari seluruh aktor pelanggar HAM, terutama di sektor perumahan, pertanahan dan perkebunan. Ketiga, rendahnya tingkat perlindungan negara terhadap bentukbentuk pelanggaran HAM terhadap perempuan dan anak, di mana belum memadainya tata aturan nasional untuk memberikan perlindungan yang maksimal bagi perempuan dan anak. Aktor-aktor pelanggar HAM pelanggaran paling tinggi: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
berdasarkan
tingkat
kuantitas
Aparat Birokrasi (Pemda, Pemkot, dll) (174 kasus) Perusahaan (169 kasus) Kepolisian/Brimob (143 kasus) TNI AD (26 kasus) Kejaksaan (5 kasus) Komunitas Adat (5 kasus) Lembaga Peradilan (4 kasus) TNI AL (4 kasus)
3
Laporan YLBHI No.8, Januari 2005
9. Rumah Sakit/Majelis Kode Etik Kedokteran (3 kasus) 10. Preman (3 kasus)
3. B E N T U K P E L A N G GA R A N Bentuk-bentuk pelanggaran HAM paling menonjol selama tahun 2004 dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Pelanggaran terhadap Hak Atas Pekerjaan dan Hak Buruh Dalam Melakukan Pekerjaan (192 kasus) 2. Pelanggaran terhadap hak petani dan MAsyarakat Adat atas Lahan (96 Kasus) 3. Pelanggaran terhadap Hak Kesehatan (94 Kasus) 4. Penyiksaan dan Penahanan Sewenang-wenang (90 kasus) 5. Pelanggaran terhadap Hak atas Tempat Tinggal (73 kasus) 6. Pelanggaran terhadap Kebebasan Berserikat, Berekspresi dan Diskriminasi Hukum (43 kasus) 7. Kekerasan Dalam Rumah Tangga (22 kasus) 8. Pembunuhan Kilat di Luar Hukum (17 kasus) 9. Penganiayaan terhadap Perempuan (5 kasus) 10. Pencabulan terhadap Anak (4 kasus) 11. Perdagangan Perempuan (3 kasus) 12. Perkosaan (3 kasus) 13. Kekerasan terhadap Anak (2 kasus) 14. Pelecehan Perempuan (2 kasus) 15. Perkosaan terhadap Anak (1 kasus) 16. Perdagangan Anak (1 kasus)
4
Laporan YLBHI No.8, Januari 2005
A NALISIS DAN R EKOMENDASI
1. H A K - HA K E K O N O M I S O S I A L
DAN
B U D A YA
Sebagaimana telah disebutkan di atas, dalam bidang Ekosob pelanggaran terhadap hak atas pekerjaan (perburuhan) dan hak petani dan masyarakat adat merupakan tindak pelanggaran tertinggi. Dalam kasus perburuhan sebagian besar adalah kasus PHK atau PHK missal, sedangkan dalam kasus petani dan masyarakat adat sebagian besar adalah kasus agrarian dan perkebunan. Dua problem ini merupakan persoalan yang berakar pada lemahnya kebijakan pemerintah dalam melindungi hak-hak buruh dan petani serta masyarakat adat. Dalam kasus-kasus perburuhan, kebijakan kerja kontrak merupakan biang keladi dari terjadinya banyak PHK dan PHK misal, karena orientasi perusahaan yang lebih memilih bentuk kerja kontrak, melalui perusahaan penyalur tenaga kerja (outsourcing system). Model yang dikenal dengan flexible labour market ini di mana perusahaan akan cenderung menggunakan buruh yang lebih mudah diputus kontraknya bilamana tidak diperlukan. Ini merupakan pasar tenaga kerja di mana buruh mudah dilepas dan direkrut lagi sementara perusahaan tidak harus mengeluarkan banyak biaya untuk menjamin kesejahteraannya sesuai peraturan. Dengan model ini maka hak-hak buruh menjadi sangat lemah, sehingga banyak terjadi PHK, yang mendorong besarnya pelanggaran terhadap hak buruh di tahun 2004. Kebijakan ini dimungkinkan oleh UU Perburuhan No.13 tahun 2003 yang di dalamnya terdapat butir Kesepakatan Kerja Waktu Tertentu (KKWT). Ini juga didukung dengan lemahnya pengawasan pemerintah melalui disnaker-disnaker di tingkat propinsi dalam melakukan pengawasan terhadap berbagai tindak PHK.
5
Laporan YLBHI No.8, Januari 2005
Dalam banyaknya kasus-kasus agraria, banyak terjadi perampasan tanah dan hak tanah adat dari masyarakat oleh aparat-aparat birokrasi pemerintah yang bertindak untuk kepentingan modal besar yang bertujuan melakukan ekploitasi atas tanah dan kepemilikan tanah. Kelamahan kebijakan agraria yang ada sekarang yang memungkinkan terjadinya berbagai bentuk penyelewengan atas hak kepemilikan tanah masyarakat, sebagai bentuk kegagalan landreform, di mana institusi Badan Pertanahan Nasional (BPN) banyak melakukan ‘permainan’ dalam melakukan sertifikasi atas hak kepemilikan atas tanah. Selain juga banyaknya terjadi konflik hukum dengan persoalan adat terhadap tanah, di mana aksi reclaiming masyarakat atas tanah yang menjadi haknya terus-menerus mengalami kriminalisasi. Sistem hukum yang sekarang ini ada tidak ada yang dapat menjamin masyarakat untuk dapat memiliki akses atas tanah. 1. 1. R E K O M E N D A S I Dihapuskannya sistem kerja kontrak yang dilegalkan melalui KKWT dan sistem outsourcing, sehingga buruh memiliki jaminan terhadap pekerjaan dan dalam melakukan pekerjaan. Tanpa kebijakan yang menghapus keberadaan sistem KKWT dan outsourcing, maka dapat diprediksikan bahwa tindakan PHK dan PHK massal akan semakin banyak di tahun 2005 ini. Perlunya kebijakan nasional dan praxis politik nasional mengenai agraria, berupa implementasi reformasi agraria, dan perlunya peradilan agraria untuk menyelesaikan konflik-kinflik agraria, baik melalui UU maupun Keppres. Pemerintah harus juga memahami konteks lokal masing daerah, di mana hukum nasional harus mengacu kepada prinsip-prinsip pluralisme dan bukannya unitarisme, karena dalam hal ikhwal pertanahan ada nilai-nilai kultural yang harus dihormati dan dijadikan rujukan di beberapa wilayah di Indonesia. Perlunya menata kembali sistem pertanahan di Indonesia melalui kebijakan landreform.
6
Laporan YLBHI No.8, Januari 2005
2. H A K - HA K S IP I L
DAN
POLITIK
Di bidang hak-hak sipil dan politik tingginya pelanggaran yang dilakukan oleh institusi kepolisian masih menunjukkan watak dan konservatisme kepolisian dalam memasuki era reformasi, di mana bentuk pelanggaran penyiksaan dan penangkapan dan penahanan sewenang-wenang masih banyak terjadi, juga pelanggaran terhadap kebebasan berserikat/berorganisasi dan berekspresi serta terjadinya diskriminasi hukum dalam proses penyidikan/penyelidikan. Kerap terjadinya bentuk pelanggaran sejenis yang berulang-ulang, dengan intensitas pelanggaran yang selalu tinggi dari tahun ke tahun, menunjukkan belum terjadinya perubahan yang berarti di dalam tubuh lembaga kepolisian serta paradigma para aparat kepolisian. Untuk meminimalisasi terjadinya penyimpangan oleh kepolisian sekaligus membenahi lembaga kepolisian serta paradigma para aparatnya, perlu dilakukan bentuk kontrol yang ketat terhadap semua aparat kepolisian dan juga institusi kepolisian baik dari tingkat paling atas sampai paling rendah. 2. 1. R E KO M E N D A S I Perlunya perubahan paradigma dalam sistem pendidikan dan pelatihan di lembaga kepolisian, yakni bukan sebagai aparat yang represif melainkan protektif, dan mengubah paradigma kepolisian yang masih memiliki kecenderungan militeristik menjadi paradigma sipil. Perlunya dibentuk Mahkamah Kepolisian yang sebagian besar diisi oleh kalangan sipil non-polisi untuk melakukan kontrol meneyeluruh terhadap institusi kepolisian dan juga aparat-aparat kepolisian, supaya dapat menghilangkan kecenderungan militeristik dan konservatisme dalam tubuh lembaga kepolisian dan perspektif aparat-aparat kepolisian.
7
Laporan YLBHI No.8, Januari 2005
3. H A K - HA K P E R E M P U A N Persoalan perempuan masih menjadi persoalan yang belum beranjak menuju perubahan yang berarti. Berbagai tindak kekerasan, perkosaan, pelecehan terhadap perempuan masih kerap berlangsung dengan intensitas yang tinggi. Ini didukung juga dengan rendahnya vonis hukuman bagi pelaku tindak kekerasan maupun perkosaan terhadap perempuan. Ratifikasi terhadap Convention on the Elimination off All Forms Discriminations Against Women (CEDAW) tahun 1984, yang diujudkan dalam UU No.7 tahun 1984 belum memberikan perlindungan berarti bagi perempuan. UU ini belum dijabarkan lebih lanjut pada peraturan-peraturan pemerintah lainnya yang lebih rinci untuk mengatur secara lebih jelas dan spesifik. Persoalan utama yang kerap menjadi akar persoalan yang sampai saat ini belum ditempatkan sebagaimana mestinya dalam praktek hukum di Indonesia adalah memandang dan menempatkan kejahatan perkosaan sebagai tindak kejahatan biasa (ordinary crime) sementara dalam Pasal 9 huruf (g) UU No. 26 tahun 2000 mengenai Pengadilan Hak Asasi Manusia, disebutkan dengan jelas bahwa Perkosaan termasuk kategori kejahatan terhadap kemanusiaan (extra-ordinary crime). UU KDRT sendiri baru disahkan beberapa waktu yang lalu secara substantif belum menunjukkan sifat yang secara substantif memberikan perlindungan bagi perempuan terhadap tindak kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Dalam penyidikan polisi misalnya dalam kasus KDRT polisi cenderung menjadi mediator bagi pelaku dan korban, dan bukan bertindak sebagai penyidik. Prinsip delik aduan yang diterapkan dalam UU KDRT seharusnya dijadikan delik murni. 3. 1. R E KO M E N D A S I Dibuatnya peraturan-peraturan yang lebih spesifik dan jelas untuk mengimplementasikan UU No.7/1984 dalam rangka memberikan perlindungan bagi hak-hak perempuan.
8
Laporan YLBHI No.8, Januari 2005
Kejahatan perkosaan harus dikategorikan menjadi kejahatan atas kemanusiaan (extra-ordinary crime) dan bukan sekedar kejahatan kriminal biasa (ordinary crime), sebagaimana paradigma hukum positif di Indonesia memaknainya. Dan kejahatan perkosaan dapat disidangkan di peradilan hak asasi manusia, sebagaimana dimandatkan dalam konstitusi dan UU No.26/2000. Menjadikan kejahatan KDRT menjadi delik murni dan bukannya delik aduan. Memberdayakan aparat-aparat penegak hukum baik hakim, kejaksaan dan kepolisian untuk dapat lebih memahami kejahatan perkosaan sebagai kejahatan luar biasa, sehingga dapat diambil keputusan-keputusan yang memenuhi rasa keadilan korban dan masyarakat.
4. H A K - HA K A N A K Kejahatan terhadap anak cukup meningkat dan semakin terkuak pada tahun 2004, bukan hanya persoalan buruh anak, tetapi juga kekerasan dalam rumah tangga terhadap anak, pencabulan anak dan perdagangan anak. Pemerintah harus lebih serius untuk memberikan perlindungan terhadap hak-hak anak, sebagaimana tertuang dalam UUD 1945 Amandemen pasal 34 ayat (1) yang berbunyi “Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara” dan ayat (3) “Negara bertanggungjawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak”. Sesuai dengan isi pasal tersebut pemerintah bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan dan memberikan fasilitas yang layak bagi anak-anak. Undang-Undang No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pada Pasal 59 memberikan mandat tersebut kepada pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya, di mana negara berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak. Ini sangat mutlak untuk dapat mencegah terjadinya berbagai bentuk kejahatan terhadap anak, yang sedang meningkat di tahun 2004.
9
Laporan YLBHI No.8, Januari 2005
4. 1. R E KO M E N D A S I Pemerintah harus menjalankan fungsinya semaksimal mungkin untuk dapat melindungi anak dari kejahatan perkosaan, pencabulan, perdagangan, dan kekerasan. Untuk itu harus dioptimalkan kerjakerja aparat kepolisian dan kejaksaan untuk memberikan perlindungan bagi terhadap ancaman terhadap anak-anak. Menjadikan kejatahatn perdagangan anak (dan perempuan) sebagai kejahatan kemanusiaan sebagaimana dimuat dalam Pasal 9 Huruf (g) UU No.26/2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, supaya pelaku kejahatan ini dapat dihukum seberat-beratnya dan semaksimal mungkin. Dilaksanakannya secara optimal UU No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Peradilan Anak untuk melindungi anak dari ancaman hukuman setara dengan orang dewasa.
10
Laporan YLBHI No.8, Januari 2005
T ABULASI P ELANGGARAN H AK - HAK E KONOMI , S OSIAL DAN B UDAYA T AHUN 2004 K ATEGORI J UMLAH K ASUS DAN K ORBAN
HAK PETANI DAN MASYARAKAT ADAT ATAS LAHAN
STANDAR HIDUP LAYAK KANTOR LBH PERUMAHAN Kasus 1
Korban 80 KK
22 7 15
LBH Makassar
LBH Bali LBH Banda Aceh LBH Bandar Lampung LBH Bandung LBH Jakarta
KESEHATAN Kasus
PENDIDIKAN
Korban
Kasus
Korban
Kasus
Korban
HAK ATAS PEKERJAAN DAN HAK BURUH DALAM MELAKUKAN PEKERJAAN Kasus
Korban 368 Orang
-
-
-
-
-
-
7
3703 Orang 8374 KK 1.641 KK
18 2 5
13 8
2669 Orang 55 Orang + 2 Kelompok
14 7
4948 Orang 7303 KK
17 15 47
34537 Orang 16857 KK 19.351 Orang
3
417 Orang + 20 KK
-
548 Orang 1301 KK 2 Orang + 4 Desa + 1 Kampung -
3
32 Orang
8
1774 KK
2
301 Orang
LBH Manado LBH Medan
1
2 -
176 orang -
-
-
2 1
300 orang 370 Orang
3
-
-
1
900 Orang
18
5
1.273 Orang
LBH Palembang LBH Papua LBH Semarang LBH Surabaya LBH Yogyakarta
2 1 3 13 2
3.300 Orang 1 KK 100 KK 1800 KK 84 KK
1 65 1
1 Orang 65 KK 1 Orang
2 1
300 Orang 200 Orang
1 11 12 20 2
177 KK 400 KK (2000 Orang) 546 KK + 19.130 Orang 397 Orang 146 KK 3543 Orang 6.500 KK 91 KK
4 4
LBH Padang
500 KK (3000 0rang) 61 KK
11 2 16 47 15
1.619 Orang 2 Orang 1582 Orang 100 Orang 3650 KK
JUMLAH
73
10.420 Orang + 12.161 KK
94
28
4.156 Org + 2 Kelompok
96
192
59.803 Org + 20.507 KK
728 Org + 1366 KK + 4 Desa + 1 Kampung
11
30.018 Org + 16.537 KK
Laporan YLBHI No.8, Januari 2005
T ABULASI P ELANGGARAN H AK - HAK S IPIL DAN P OLITIK T AHUN 2004 K ATEGORI J UMLAH K ASUS
JENIS PELANGGARAN KANTOR LBH KEBEBASAN BERSERIKAT, BEREKSPRESI, DISKRIMINASI HUKUM LBH Bali LBH Banda Aceh LBH Bandar Lampung LBH Bandung LBH Jakarta LBH Makassar LBH Manado LBH Medan LBH Padang LBH Palembang LBH Papua LBH Semarang LBH Surabaya LBH Yogyakarta JUMLAH KASUS
1
-
PENYIKSAAN DAN PENAHANAN SEWENANG-WENANG -
37 2 1 1 1 2 43
7 2 5 3 17
20 2 4 6 3 4 3 14 2 31 1 90
PEMBUNUHAN
12
KORBAN PERPU ANTI TERORIS
IMPUNITY
HUKUMAN MATI
PENGUNGSI
-
-
-
-
1 2 3
1 2 3
1 1 2
1 1
Laporan YLBHI No.8, Januari 2005
T ABULASI P ELANGGARAN H AK - HAK A NAK T AHUN 2004 K ATEGORI J UMLAH K ASUS
JENIS PELANGGARAN KANTOR LBH LBH Bali LBH Banda Aceh LBH Bandar Lampung LBH Bandung LBH Jakarta LBH Makassar LBH Manado LBH Medan LBH Padang LBH Palembang LBH Papua LBH Semarang LBH Surabaya LBH Yogyakarta JUMLAH KASUS
KEKERASAN ANAK
PERKOSAAN
PENCABULAN
-
-
1
-
PERDAGANGAN ANAK -
1 1 2
1 1
2 1 4
2 2
1 1
13
KDRT
PENGANIAYAAN
PENGUNGSI
-
-
1 -
-
Laporan YLBHI No.8, Januari 2005
T ABULASI P ELANGGARAN H AK - HAK P EREMPUAN 2004 K ATEGORI J UMLAH K ASUS
JENIS PELANGGARAN KANTOR LBH PELECEHAN LBH Bali LBH Banda Aceh LBH Bandar Lampung LBH Bandung LBH Jakarta LBH Makassar LBH Manado LBH Medan LBH Padang LBH Palembang LBH Papua LBH Semarang LBH Surabaya LBH Yogyakarta JUMLAH KASUS
PERKOSAAN
PENCABULAN
KDRT
PERDAGANGAN PEREMPUAN
PENGANIAYAAN/ KEKERASAN
PENGUNGSI
JANJI KAWIN
1
-
-
3
-
-
-
2
1 2
1 2 3
-
2 1 -
-
-
-
2 20
3
1 1 3 5
-
-
4 1 2 6 1
-
2
14
Laporan YLBHI No.8, Januari 2005
T ABULASI P ELANGGARAN H AK - HAK E KONOMI , S OSIAL K ATEGORI P ELAKU
STANDAR HIDUP LAYAK PELAKU PERUMAHAN POLISI/BRIMOB TNI AD TNI AU TNI AL APARAT BIROKRASI PARLEMEN PENGADILAN KEJAKSAAN PERUSAHAAN RUMAH SAKIT/MAJELIS KEDOKTERAN KOMUNITAS ADAT PREMAN LAIN-LAIN
5 5 1 2 31 10 2 -
KESEHATAN
PENDIDIKAN
1 3 1 13 3 -
15
DAN
B UDAYA T AHUN 2004
HAK PETANI DAN MASYARAKAT ADAT ATAS LAHAN
HAK ATAS PEKERJAAN DAN HAK BURUH DALAM MELAKUKAN PEKERJAAN
7
10 5 1 81
1 2 23
-
26 -
1 114 -
JUMLAH KASUS
17 10 2 4 145 1 1 163 3 2 -
Laporan YLBHI No.8, Januari 2005
16
Laporan YLBHI No.8, Januari 2005
T ABULASI P ELANGGARAN H AK - HAK S IPIL DAN P OLITIK T AHUN 2004 K ATEGORI P ELAKU
JENIS PELANGGARAN
PELAKU
POLISI TNI AD TNI AL TNI AU APARAT BIROKRASI PEMKOT, DLL) KEJAKSAAN PENGADILAN PERUSAHAAN KOMUNITAS ADAT PREMAN LAIN-LAIN
(PEMDA,
KEBEBASAN BERSERIKAT, BERORGANISASI, DISKRIMINASI HUKUM 36 9 9 4 3 3 3 -
6 1 -
PENYIKSAAN DAN PENAHANAN SEWENANGWENANG 80 6 1 20
-
-
PEMBUNUHAN
17
KORBAN PERPPU ANTI TERORIS
IMPUNITY
JUMLAH KASUS PENGUNGSI
HUKUMAN MATI
2 -
1 -
-
-
125 16 1 29
1 2 -
-
2 -
1 (GAM)
5 4 3 3 3 1
Laporan YLBHI No.8, Januari 2005
T ABULASI P ELANGGARAN H AK - HAK S IPOL , H AK E KOSOB , H AK P EREMPUAN DAN H AK A NAK T AHUN 2004 K ATEGORI P ELAKU
KATEGORI PELAKU PELANGGARAN HAM KANTORKANTOR LBH
LBH Bali LBH Banda Aceh LBH Bandar Lampung LBH Bandung LBH Jakarta LBH Makassar LBH Manado LBH Medan LBH Padang LBH Palembang LBH Papua LBH Semarang LBH Surabaya LBH Yogyakarta JUMLAH KASUS
KEJAKSAAN
PENGADILAN
PARLEMEN
RUMAH SAKIT/ MAJELIS KODE ETIK KEDOKTERAN
-
-
-
-
8
1
2
-
36
-
-
-
-
27
-
-
-
1 1 -
13 35 9 43 4 37 6
4 1 -
2 1 1 -
1 -
3 -
14 50 8 1 4 15 11 15 16
1 3 -
1
1 (GAM) -
2
174
5
4
1
3
169
5
3
1
POLISI/ BRIMOB
TNI AD
TNI AL
TNI AU
-
-
-
-
APARAT BIROKRA SI (PEMDA, PEMKOT, DLL) -
17
9
-
-
1 50 8 7 11 39 2 8 -
8 1 1 5 2 1 -
2 1 1 -
143
26
4
18
PERUSAHAAN
KOMUNITAS ADAT
PREMAN
DLL
YAYASAN LEMBAGA BANTUAN HUKUM INDONESIA (YLBHI)
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) didirikan atas gagasan dalam kongres Persatuan Advokast Indonesia (Peradin) ke III tahun 1969. Gagasan tersebut mendapat persetujuan dari Dewan Pimpinan Pusat Peradin melalui Surat Keputusan Nomor 001/Kep/10/1970 tanggal 26 Oktober 1970 yang isi penetapan pendirian Lembaga Bantuan Hukum/Lembaga Pembela Umum yang mulai berlaku tanggal 28 Oktober 1970. Setelah beroperasi salam satu dasawarsa, pada 13 Maret 1980 status hukum LBH ditingkatkan menjadi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan 28 Oktober tetap dijadikan sebagai Hari Ulang Tahun YLBHI. Pada awalnya, gagasan pendirian lembaga ini adalah untuk memberikan bantuan hukum bagi orang-orang yang tidak mampu memperjuangkan hak-haknya, terutama rakyat miskin yang digusur, dipinggirkan, di PHK, dan keseharian pelanggaran atas hak-hak asasi mereka. Lambat laun rezim otoriter Orde Baru di bawah Soeharto membawa LBH menjadi salah satu subyek kunci bagi perlawanan terhadap otoriterianisme Orde Baru, dan menjadi simpul penting bagi gerakan pro-demokrasi. Pilihan untuk menjadi bagian dari gerakan pro-demokrasi merupakan tuntutan yang tidak bisa dihindari. Prinsip-prinsip bagi penegakan demokrasi, hak asasi manusia dan keadilan telah membawa LBH ke tengah lapangan perlawanan atas ketidakadilan struktural yang dibangun dalam bingkai Orde Baru. LBH memilih untuk berada di sisi pergerakan kaum buruh, petani, mahasiswa, kaum miskin kota, dan semua kekuatan yang memperjuangkan demokrasi. Atas realitas inilah LBH kemudian mengembangkan konsep Bantuan Hukum Struktural (BHS), konsep yang didasarkan pada upaya-upaya untuk mendorong terwujudnya negara hukum yang menjamin keadilan sosial. Hukum-hukum yang ditetapkan bukanlah hasil kompromi institusi-institusi negara dan kekuatan pasar dan modal semata, tetapi hukum yang dirumuskan atas dasar tuntutan dan aspirasi masyarakat. LBH berkembang menjadi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) yang kini memiliki 14 kantor cabang dan 7 pos yang tersebar dari Banda Aceh hingga Papua. YLBHI sebagai sebuah organisasi masyarakat sipil memandang bahwa penyelenggaran negara haruslah didasari pada upaya perlindungan dan penjaminan bagi rakyat dalam memenuhi hak-hak ekonomi, sosial, budaya serta kebebasankebebasan dasar manusia. Semuanya ini harus bermuara kepada terwujudnya tatanan masyarakat yang menjunjung tinggi pinsip-prinsip keadilan sosial, hak asasi manusia dan nilai-nilai demokrasi. Prinsip-prinsip ini harus terbingkai dalam bentuk penyelenggaraan negara yang mengimplementasikan kesejahteraan rakyat sekaligus memberi ruang yang sebesar-besarnya bagi tumbuh dan berkembangnya kekuatankekuatan masyarakat yang mampu melakukan kontrol atas penyelenggaraan negara. YLBHI melihat bahwa kekuatan-kekuatan rakyat harus diposisikan sebagai subyek perubahan. Petani, buruh, mahasiswa, kaum miskin kota menjadi kelompokkelompok masyarakat yang menjadi partner bagi upaya membangun keadilan dan supremasi sipil.
19
Laporan YLBHI Tahun 2004, Januari 2005
STRUKTUR KEPENGURUSAN YLBHI DEWAN PEMBINA Dr. Adnan Buyung Nasution
Mas Achmad Santosa, SH, LLM
Advokat, juga Anggota International Commission of Jurists (ICJ)
Advokat
Prof. Dr. A. Muktie Fadjar Dr. Tamrin Amal Tomagola Sosiolog, juga Pengajar Senior Jurusan Sosiologi, Universitas Indonesia
Gurubesar Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
Drs. Mulyana. W. Kusumah
Prof. Dr. Harkristuti Harkrisnowo
Wakil Ketua Komisi Pemilihan Umum,
Gurubesar Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Anggota Komisi Hukum Nasional (KHN)
Abdul Rahman Saleh, SH, MH Jaksa Agung Republik Indonesia
K.H. Salahuddin Wahid Chairil Syah, SH Advokat
Tuti Hutagalung, SH Advokat
Andi Rudiyanto Asapa, SH Advokat
Letjen Marinir (Purn) Ali Sadikin Mantan Gubernur DKI Jakarta
Victor. D. Sibarani, SH Advokat
Prof. Dr. Toeti Herati Rooseno Gurubesar Filsafat Universitas Indonesia
Dr. Todung Mulya Lubis Advokat
Ketua PB Nadhlatul Ulama, Wakil Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM)
Otto Syamsuddin Ishak, S.Si, MSi Sosiolog
Nur Ismanto, SH Advokat
Willem Rumsarwir, S.Th Pendeta
Aristides Katoppo Wartawan Senior, Pemimpin Redaksi Harian Sinar Harapan
Dindin. S. Maolani, SH, MH Advokat
Sakurayati, SH Advokat
Mohammad Zaidun, SH, MH Advokat
Mohammad Assegaf, SH
Frans Hendra Winarta, SH, MH Advokat, Anggota Komisi Hukum Nasional (KHN)
Advokat
BADAN PENGURUS Munarman
Riswan Lapagu
Ketua Badan Pengurus
Sekertaris Badan Pengurus
20
Laporan YLBHI Tahun 2004, Januari 2005
Robertus Robet
Arie Maulana
Wakil Ketua I
Manajer Program Monitoring Aceh
Arief Patra. M. Zen
F.X. Supiarso
Wakil Ketua II
Daniel Hutagalung Direktur Riset dan Studi
Daniel Panjaitan Direktur Advokasi
Ikravany Hilman Direktur Program Hub. Internasional
Staff Divisi Hak-hak Ekosob
Fenta Staff Program Riset
Simon Staff Program Perburuhan
Iin Purwanti Staff Divisi Hubungan Internasional
Donny Ardiyanto
Syamsul Bachri
Direktur Program Hak-hak Sipil-Politik
Staff Advokasi
Tabrany Abby
Fadli
Direktur Program Hak-Hak Ekosob
Rita Novella Direktur Keuangan dan Administrasi
Staff Advokasi
Astrid. T. Tulung Staff Program Hak-hak Perempuan dan Anak
Syarifuddin
Eli Salomo
Manajer Program PMES
Staff Program Informasi dan Database
KANTOR-KANTOR LBH Rufiradi
Asep Yunan Firdaus
(Pjs) Direktur LBH Banda Aceh
Direktur LBH Semarang
Irham Buana Nasution
Sudi Subakah
Direktur LBH Medan
Direktur LBH Yogyakarta
Alfon
Dedi Prihambudi
Direktur LBH Padang
Direktur LBH Surabaya
Nur Kholis
I Gede Widiatmika
Direktur LBH Palembang
Direktur LBH Bali
Fenta
Hasbi Abdullah
(Pjs.) Direktur LBH Bandar Lampung
Direktur LBH Makassar
Uli Parulian Sihombing
Helda. R. Tirayoh
Direktur LBH Jakarta
Direktur LBH Manado
Wirawan
Paskalis Letsoin
Direktur LBH Bandung
Direktur LBH Papua
21