LAPORAN SURVEI BUDAYA ORGANISASI SEKRETARIAT JENDERAL DAN BADAN KEAHLIAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pada dasarnya reformasi birokrasi dimulai dari era reformasi pada tahun 19971998. Pada era reformasi tersebut segenap lapisan masyarakat menuntut pemerintah untuk segera melakukan
reformasi penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan
bernegara sehingga bisa mewujudkan pemerintahan demokratis dan mempercepat terwujudnya kesejahteraan rakyat yang didasarkan pada nili-nilai dasar sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD 1945. Pada reformasi tersebut terjadinya perubahan penting di bidang politik, hukum, ekonomi, dan birokrasi. Dalam perjalanan dan perkembangannya, bidang birokrasi mengalami ketertinggalan dari bidang yang lainnya. Akibatnya pada tahun 2004 pemerintah menegaskan kembali akan pentingnya penerapan prinsip-prinsip clean government dan good government yang secara universal diyakini menjadi prinsip yang diperlukan untuk memberikan pelayanan prima kepada masyarakat. Mulai tahun 2004 ide dan gagasan refromasi birokrasi terus mengalami inovasi dan diterapkan di seluruh kementrian dan lembaga (K/L) serta pemerintah daerah (Pemda) khususnya Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI. Oleh karena itu, Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI harus memiliki komitmen untuk melaksanakan proses reformasi birokrasi tersebut. Salah satu tonggak penting dalam pelaksanaan reformasi birokrasi bagi Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI adalah ditetapkannya budaya unggul Religius, Akuntabel, Profesional dan Integritas (RAPI) sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Sekjen DPR I Nomor 03/PER-SEKJEN/2012 tentang Kode Etik Pegawai Negeri Sipil Sekretariat Jenderal DPR RI. Rumusan budaya unggul ini diperoleh melalui komitmen para pimpinan untuk membangun budaya unggul sebagai langkah penting dalam pelaksanaan reformasi birokrasi. Untuk menjamin pelaksanaan RAPI di Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI ditetapkan pula contoh teladan (role model) dan agen perubahan (agent of change). Seluruh pejabat eselon I dan eselon II dan Tim RBI dijadikan contoh teladan dalam pelaksanaan RAPI kepada seluruh pegawai. Sementara itu dari
1
LAPORAN SURVEI BUDAYA ORGANISASI SEKRETARIAT JENDERAL DAN BADAN KEAHLIAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
setiap unit kerja ditetapkan pejabat eselon III untuk menjadi agen perubahan yang diharapkan akan mendorong proses percepatan perubahan di masing-masing unit kerjanya. Selanjutnya RAPI menjadi nilai dasar bagi seluruh jajaran di Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI dalam melaksanakan tugas dan perannya. Sesuai dengan Rencana Aksi Program Manajemen Perubahan Tahun 2016 khususnya perubahan pola pikir dan budaya kinerja (mental aparatur) adalah melaksanakan survei internal RAPI. Untuk itu kegiatan survei harus segera dilaksanakan.
1.2
Tujuan dan Kegunaan Survei Survei
dilaksanakan
dengan
tujuan
untuk
mengetahui
Pengetahuan,
Pemahaman, dan Pelaksanaan/penerapan Budaya Organisasi (Religius, Akuntabilitas, Profesional dan Integritas) dalam keseharian di lingkungan Sekretariat Jenderal Dan Badan Keahlian DPR RI. Kemudian kegunaan survei ini dapat diuraikan sebagai berikut : a.
Bagi Organisasi Sekretariat Jenderal Dan Badan Keahlian DPR RI Organisasi dalam hal ini para pimpinan dapat meningkatkan dan melakukan inovasi untuk bisa menerapakan budaya organisasi RAPI.
b.
Bagi Pegawai Sekretariat Jenderal Dan Badan Keahlian DPR RI Pengetahuan pegawai terkait budaya organisasi RAPI bisa lebih digali lagi dan bagi pegawai yang belum tahu bisa menjadi tahu.
2
LAPORAN SURVEI BUDAYA ORGANISASI SEKRETARIAT JENDERAL DAN BADAN KEAHLIAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Reformasi Permulaan Reformasi di Indonesia terjadi pada saat krisis ekonomi pada tahun 1997 dan pada tahun 1998 berkembang menjadi krisis multidimensi. Kondisi tersebut mengakibatkan adanya tuntutan kuat dari segenap lapisan masyarakat terhadap pemerintah untuk segera diadakan reformasi dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Reformasi ini mengharapkan agar pemerintah bisa lebih baik lagi dari pemerintahan sebelumnya. Seperti halnya Sedarmayanti (2009:67), yang mengatakan bahwa reformasi merupakan proses upaya sistematis, terpadu, konferensif, ditujukan untuk merealisasikan tata pemerintahan yang baik (Good Governance). Oleh karena itu, basis utama reformasi ditujukan kepada pemerintah. Berbicara pemerintahan yang lebih baik, berarti tidak lepas dari sistem birokrasi. Dengan demekian supaya harapan reformasi bisa terwujud, maka harus dilakukannya refromasi birokrasi.
2.2 Birokrasi Menurut Hegel dalam Sulistio & Budi (2009: 07), mengungkapkan bahwa birokrasi adalah institusi yang menduduki posisi organik yang netral dalam struktur sosial dan berfungsi sebagai penghubung antara negara yang memanifestasikan kepentingan umum dan masyarakat sipil yang mewakili kepentingan khusus dalam masyarakat. Blau dalam Pasolong (2008:7), 12 mengatakan bahwa birokrasi merupakan organisasi yang dirancang untuk menyelesaikan tugas-tugas administratif dengan cara mengkoordinasi pekerjaan banyak orang secara sistematis.
Senada dengan pendapat diatas menurut Muhaimin dalam Sulistio & Budi (2009: 08), mengatakan bahwa birokrasi adalah keseluruhan aparat pemerintah, baik sipil maupun militer yang bertugas membantu pemerintah ( untuk memberikan pelayanan publik) dan menerima gaji dari pemerintah karena statusnya itu. Sementara itu Blau dan Page dalam Santosa (2008:2), mengatakan bahwa birokrasi sebagai
3
LAPORAN SURVEI BUDAYA ORGANISASI SEKRETARIAT JENDERAL DAN BADAN KEAHLIAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
sebuah tipe dari suatu organisasi yang dimaksudkan untuk mencapai tugas-tugas administratif yang besar dengan cara mengkoordinasikan secara sistematik dari pekerjaan banyak orang.1 Berdasarkan beberapa pendapat tersebut penulis menyimpulkan bahwa birokrasi merupakan suatu sistem dalam menjalankan organisasi pemerintahan.
2.3 Reformasi Birokrasi Refromasi birokrasi merupakan ide dan gagasan pemerintah untuk bisa mewujudkan clean government dan good government. Menurut Menpan2, Reformasi birokrasi pada hakikatnya merupakan upaya untuk melakukan pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan terutama menyangkut aspek-aspek kelembagaan (organisasi), ketatalaksanaan (business prosess) dan sumber daya manusia aparatur. Menurut Perpres Nomor 81 Tahun 2010 Tentang Grand Design Reformasi Birokrasi, reformasi birokrasi merupakan harapan dalam mewujudkan tata pemerintahan yang baik dengan birokrasi pemerintah yang professional, berintegritas tinggi, dan menjadi pelayan masyarakat dan abdi negara, maka diperlukan perubahan-perubahan yaitu sebagai berikut : a. Organisasi Pemerintahan yang belum tepat fungsi dan tepat ukuran. b. Peraturan
Perundang-undangan
yang
masih
terdapat
tumpang
tindih,
inkonsistensi, tidak jelas, dan multitafsir. c. Sumber Daya Manusia (SDM) Aparatur yang masih tidak seimbangnya alokasi dalam hal kuantitas, kualitas, dan distribusi PNS, serta produktivitas PNS masih rendah. d. Kewenangan, masih adanya praktek penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang dalam proses penyelenggaraan pemerintahan dan belum mantapnya akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. e. Pelayanan Publik yang belum dapat mengakomodasi kepentingan seluruh lapisan masyarakat dan belum memenuhi hak-hak dasar warga negara/penduduk. 1 2
Unila, sumber diakses kembali dari digilib.unila.ac.id/10253/13/BAB%20II.pdf. 3 Maret 2017
www.menpan.go.id, diakses 3 Maret 2017
4
LAPORAN SURVEI BUDAYA ORGANISASI SEKRETARIAT JENDERAL DAN BADAN KEAHLIAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
f. Pola Pikir (Mind-set) dan budaya kerja (Culture-Set), Pola pikir (mind-set) dan budaya kerja (culture-set) birokrat belum sepenuhnya mendukung birokrasi yang efisien, efektif dan produktif, dan profesional. Selain itu, birokrat belum benarbenar memiliki pola piker yang melayani masyarakat, belum mencapai kinerja yang lebih baik (better performance), dan belum berorientasi pada hasil (outcomes).
Sedangkan menurut Sedarmayanti (2009:72), mengatakan bahwa reformasi birokrasi merupakan upaya pemerintah untuk meningkatkan kinerja melalui berbagai cara dengan tujuan efektifitas, efisien, dan akuntabilitas. Dimana reformasi biokrasi itu mencakup beberapa perubahan yaitu : a. Perubahan cara berfikir (pola pikir, pola sikap, dan pola tindak), perubahan yang dimaksud yaitu birokrasi harus merubah pola berfikir yang terdahulu (buruk), birokrasi harus memliki pola pikir yang sadar bahwa mereka sebagai pelayan masyarakat, mereka harus memiliki sikap dan pola tindak yang baik sesuai dengan peraturan perundang-undangan dalam artian tidak menyimpang dari peraturan yang teah ditetapkan. b. Perubahan penguasa menjadi pelayan, perubahan yang dimaksud yaitu birokrasi harus merubah sikap mereka, karena dapat kita ketahui bahwa selama ini birokrasi selalu menganggap bahwa mereka adalah penguasa karena memiliki jabatan yang tinggi dibanding masyarakat sehingga mereka membuat mereka beranggapan bahwa mereka adalah penguasa yang harus selalu dihormati. Oleh karenanya hal seperti itu harus dihilangkan dari birokrasi. c. Mendahulukan peranan dari wewenang, perubahan yang dimaksud yaitu birokrasi harus selalu mendahulukan perananannya yaitu sebagai pelayan masyarakat harus dapat melayani masyarakat dengan baik, dengan cara menyampingkan wewenang mereka sebagai pejabat atau pegawai pemerintah. d. Tidak berfikir hasil produksi tapi hasil akhir, perubahan yang dimaksud yaitu birokrasi harus selalu mengutamakan hasil akhir dari pelayanan yang mereka berikan kepada masyarakat seperti menciptakan kepuasan pada masyarakat.
5
LAPORAN SURVEI BUDAYA ORGANISASI SEKRETARIAT JENDERAL DAN BADAN KEAHLIAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
e. Perubahan manajemen kinerja, perubahan yang dimaksud yaitu merubah manajemen kinerja birokrasi agar dapat menjadi lebih efektif dibandingkan sebelumnya.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas penulis menyimpulkan bahwa reformasi birokrasi merupakan upaya pemerintah untuk menjadi pemerintah yang bersih, bebas KKN. Selain itu, reformasi birokrasi diharapkn bisa meningkatkan kualitas pelayanan publik kepada masyarakat dan kapsitas serta akuntabilitas kinerja birokrasi.
6
LAPORAN SURVEI BUDAYA ORGANISASI SEKRETARIAT JENDERAL DAN BADAN KEAHLIAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif, karena ingin mengukur pengetahuan, pemahaman, dan pelaksanaan budaya organisasi (Religius, Akuntabilitas, Profesional, dan integritas yang kemudian disingkat menjadi RAPI).
3.2 Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling. Populasi adalah keseluruhan pengamatan yang menjadi perhatian kita (Walpole, 1993 :7). Populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh pegawai negeri sipil Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI. Sampel adalah suatu himpunan bagian dari populasi. (Walpole, 1993 :7). Sampel dalam penelitian ini yaitu 91 orang pegawai yang diambil secara proporsional dan mewakili setiap unit Eselon II di lingkungan Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI.
3.3 Teknik Pengumpulan Data Data yang ingin digunakan dalam penelitian ini adalah data primer, sehingga pengumpulan data dilakukan langsung terhadap objek yang diteliti dengan mengadakan wawancara. Wawancara ini dilakukan dengan responden menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Selain itu, responden diminta pendapat, ide, dan sarannnya yang bertujuan untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka dan mendalam.
3.4 Instrumen Penelitian Prinsipnya penelitian adalah melakukan pengukuran, maka harus ada alat ukur yang baik. Alat ukur dalam penelitian biasanya dinamakan instrument penelitian. Jadi instrument penelitian adalah suatu alat yang digunakan mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati. Instrumen-instrumen penelitian dalam bidang sosial yang sudah baku sulit ditemukan. Oleh karena itu, peneliti harus mampu membuat instrument yang akan digunakan untuk penelitian (Sugiyono, 2014). Instrumen
7
LAPORAN SURVEI BUDAYA ORGANISASI SEKRETARIAT JENDERAL DAN BADAN KEAHLIAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
penelitian ini dibagi dalam dua bagian pertanyaan yang memuat budaya organisasi (RAPI) yaitu bagaian pertama merupakan pertanyaan berupa essay yang diajukan kepada responden dan bagian kedua berupa pertanyaan dengan 4(empat) pilihan jawaban pertanyan dimulai dari jawaban Tidak Pernah yang diberikan bobot 1(satu), Kadang-kadang yang diberikan bobot 2(dua), Sering yang diberikan bobot 3(tiga), dan Sangat Sering yang diberikan bobot 4(empat). Selain itu responden dimintasaran dari ide dan pendpatnya untuk perbaikan organisasi ke depan.
3.4. Teknik Analisis Data Jika data sudah terkumpul maka dilakukan analisis data sebagai upaya menelaah data yang didapat karena data yang diperoleh merupakan data kuantitatif yang diperoleh dari hasil proses wawancara. Teknik analisis data menggunakan metode statistik yang relevan terhadap tujuan suvei budaya organisasi Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI.
8
LAPORAN SURVEI BUDAYA ORGANISASI SEKRETARIAT JENDERAL DAN BADAN KEAHLIAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam pembahasan pada bab ini akan dibagi menjadi tiga bagian sesuai dengan survei yang telah dilakukan yaitu pertama karakteristik responden, kedua pengetahuan terhadap budaya organisasi, dan ketiga pelaksanaan budaya organisasi. 4.1 Karakteristik Responden Survei budaya organisasi (RAPI) sesuai mandat dari reformasi birokrasi, maka Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI membentuk Tim survei yang ditugaskan untuk melakukan kegiatan tersebut. Survei ini diharapkan bisa mengetahui pengetahuan dan pemahaman pegawai Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI terhadap budaya organisasi (RAPI). Obyek survei terdiri dari pejabat Eselon II sampai dengan Eselon IV, Pejabat fungsional, dan staff pada unit organisasi. Karakteristik responden memuat jabatan, pangkat/golongan, masa kerja, jenis kelamian, dan pendidikan terakhir. Karakteristik ini diharapkan bisa sebagai representatif dari seluruh pegawai Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI. Responden berdasarkan karakteristik jabatan yang sedang diemban dalam grafik berikut : Grafik 1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jabatan (Persen)
Sumber : Data diolah, 2017
9
LAPORAN SURVEI BUDAYA ORGANISASI SEKRETARIAT JENDERAL DAN BADAN KEAHLIAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
Responden berdasarkan karakteristik jabatan yang sedang diemban, maka responden didominasi oleh jabatan sebagai staf sebesar 53 persen atau 48 orang, fungsional berada pada urutan ke dua sebesar 26 persen atau 24 orang, Eselon IV berada pada urutan ke tiga sebesar 12 persen atau 11 orang, Eselon III dan II beada pada urutan yang sama yaitu masing-masing sebesar 3 persen atau 3 orang, dan tidak menjawab pertanyaan terkait jabatan sebesar 2 persen atau 2 orang.
Karakteristik responden tidak hanya dilihat dari jabatan saja, tapi responden juga dilihat berdasarkan pangkat/golongan sebagai berikut : Grafik 2. Karakteristik Responden Berdasarkan Pangkat/Golongan (Persen)
Sumber : Data diolah, 2017
Responden berdasarkan karakteristik pangkat/golongan, maka responden didominasi oleh pangkat/golongan IIId sebesar 24 persen atau 22 orang, pangkat/golongan IIIc berada pada urutan ke dua sebesar 21 persen atau 19 orang, pangkat/golongan IIIa dan III b berada pada urutan ke tiga yaitu masing-masing sebesar 20 persen atau 18 orang, pangkat/golongan IVb sebesar 4 persen atau 4 orang, pangkat/golongan IVa sebesar 3 persen atau 3 orang, pangkat/golongan IVc, IVd, dan IIc masing-masing sebesar 2 persen atau 4 orang, pangkat/golongan IId sebesar 1 persen atau 1 orang.
10
LAPORAN SURVEI BUDAYA ORGANISASI SEKRETARIAT JENDERAL DAN BADAN KEAHLIAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
Kemudian karakteristik responden dilihat berdasarkan masa kerja sebagi berikut : Grafik 3. Karakteristik Responden Berdasarkan Masa Kerja dalam Tahun (Orang)
Sumber : Data diolah, 2017
Dari grafik diatas jelas terlihat bahwa responden didominasi oleh pegawai negeri sipil yang memiliki masa kerja 18-22 tahun sebanyak 25 orang, pegawai negeri sipil yang memiliki masa kerja 23-27 tahun berada pada urutan ke dua sebanyak 20 orang, pegawai negeri sipil yang memiliki masa kerja 13-17 tahun berada pada urutan ke tiga sebanyak 14 orang, pegawai negeri sipil yang memiliki masa kerja 8-12 tahun berada pada urutan ke empat sebanyak 11 orang, pegawai negeri sipil yang memiliki masa kerja 28-32 tahun berada pada urutan ke limasebanyak 10 orang, pegawai negeri sipil yang memiliki masa kerja 33-37 tahun berada pada urutan ke tujuh sebanyak 2 orang, dan pegawai negeri sipil yang tidak menjawab sebanyak 5 orang. Kemudian karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin diperoleh : Grafik 4. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin (Persen)
Sumber : Data diolah, 2017
11
LAPORAN SURVEI BUDAYA ORGANISASI SEKRETARIAT JENDERAL DAN BADAN KEAHLIAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
Berdasarkan grafik 4. Terlihat bahwa responden didominasi oleh pegawai negeri sipil yang berjenis kelamin laki-laki sebesar 58 persen atau sebanyak 53 orang, pegawai negeri sipil yang berjenis kelamin perempuan sebesar 38 persen atau sebanyak 35 orang, dan responden yang tidak menjawab sebesar 3 persen atau sebanyak 3 orang. Selain karakteristik yang telah diuraikan di atas, penelitian juga memuat karakteristik pendidikan terakhir pegawai negari sipi Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI sebagai berikut : Grafik 5. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir (Persen)
Sumber : Data diolah, 2017
Berdasarkan data di atas jelas bahwa responden didominasi oleh pegawai negeri sipil yang memiliki pendidikan terakhir D-4/S-1sebesar 52 persen atau sebanyak 47 orang, pegawai negeri sipil yang memiliki pendidikan terakhir S-2/S-3sebesar 24 persen atau sebanyak 22 orang, pegawai negeri sipil yang memiliki pendidikan terakhir SMA/sederajat sebesar 18 persen atau sebanyak 16 orang, pegawai negeri sipil yang memiliki pendidikan terakhir D-1/D-3 sebesar 4 persen atau sebanyak 4 orang, pegawai negeri sipil yang tidak menjawab sebesar 2 persen atau sebanyak 2 orang. Jadi pegawai negeri sipil yang memiliki jenjang pendidikan S-1 ke atas sebesar 76 persen, dengan kata lain pendidikan pegawai negari sipil Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI sudah baik.
12
LAPORAN SURVEI BUDAYA ORGANISASI SEKRETARIAT JENDERAL DAN BADAN KEAHLIAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
4.2 Pengetahuan dan Pemahaman Terhadap RAPI Sebagai Budaya Organisasi Budaya kerja (Culture-Set) merupakan salah satu dari area perubahan dalam reformasi birokrasi. Budaya kerja merupakan roh dari kehidupan suatu organisasi, jika budaya kerja bagus maka organisasinya juga akan bagus, tapi berlaku sebaliknya. Budaya kerja yang diharapkan dalam reformasi birokrasi adalah menjadi birokrasi yang efesien, efektif, produktif, dan profesional. Budaya kerja ini juga diharapkan bisa merubah pola pikir yang belum baik menjadi lebih baik lagi. Untuk mewujudkan budaya kerja yang diharapakan dalam reformasi birokrasi tersebut, Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI telah menetapkan nilai-nilai dasar bagi pegawai negeri sipil sebagai budaya organisasi yang legalitasnya termuat di dalam Peraturan Sekretaris Jenderal DPR RI Nomor : 03/PER-SEKJEN/2012 Tentang Kode Etik Pegawai Negeri Sipil Sekretariat Jenderal DPR RI. Nilai-nilai dasar terbsebut adalah Relegius, Akuntabilitas, Profesional, dan Integritas yang disingkat menjadi RAPI. RAPI tersebut sangat diharapkan bisa dilaksanakan dalam menjalankan tugas dan fungsi sebagai pegawai negeri sipil. Persentase pengetahuan dan pemahaman pegawai terhadap RAPI dijelaskan dalam grafik berikut : Grafik 6. Pengetahuan dan Pemahaman RAPI Sebagai Budaya Oraganisasi (Persen)
Sumber : Data diolah, 2017 Berdasarkan grafik diatas, pegawai negeri sipil Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI mayoritas sudah mengetahui dan memahami terhadap nilai-nilai dasar PNS sebagai budaya organisasi. Angka 76 persen tersebut merupakan langkah yang baik bagi organisasi Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI untuk bisa mewujudkan reformasi birokasi secara menyeluruh.
13
LAPORAN SURVEI BUDAYA ORGANISASI SEKRETARIAT JENDERAL DAN BADAN KEAHLIAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
4.3 Penerapan Nilai-nilai Dasar PNS Sebagai Budaya Organisasi
Nilai-nilai budaya organisasi bukan hanya untuk dibuat dan menjadi slogan dalam organisasi, tapi nilai tersebut harus diterapankan dalam menjalankan kehidupan organisasi. Komitmen seluruh pegawai khususnya para pimpinan sebagai pemangku kebijakan sangat diperlukan untuk bisa menerapkan budaya tersebut. Dalam hal ini Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI telah membentuk Majelis Kode Etik dan membuat Sanksi Pelanggaran Kode Etik sebagai upaya mewujudkan komitmen yang tinggi untuk menerapkan RAPI sebagai budaya organisasi. Penerapan budaya tersebut perlu selalu di evaluasi setiap tahunnya. Evaluasi tersebut bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pegawai bisa menerapkannya. Oleh karena itu, Tim survei membuat kriteria alat ukur penerapan budaya organisasi sebagai berikut : Tabel.1 Kriteria Pengukuran
Nilai Kriteria 3.50-4.00 Sangat Baik 3.00-3.50 Baik 2.50-3.00 Cukup Baik 0.00-2.50 Buruk Sedangkan hasil penelitian terhadap penerapan budaya organisasi disajikan dalam grafik berikut : Grafik 7. Nilai Penerapan Budaya Organisasi
Sumber : Data diolah, 2017 Dari hasil pengolahan data diperoleh bahwa penerapan budaya organisasi di bidang religius, akuntabilitas, dan integritas sudah mencapai kriteria baik, sedangkan nilai profesionalisme hanya mencapai kriteria cukup baik. Jika nilai dilihat dari rata-rata keseluruhan penerapan budaya organisasi mendapat nilai sebesar 3,23, maka penerapan budaya organisasi sudah baik.
14
LAPORAN SURVEI BUDAYA ORGANISASI SEKRETARIAT JENDERAL DAN BADAN KEAHLIAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Reformasi birokrasi merupakan upaya pemerintah untuk bisa mewujudkan clean government dan good government. Prinsip-prinsip tersebut dimuat dalam delapan area perubahan yang salah satunya adalah perubahan budaya kerja (CultureSet). Perubahan tersebut diharapkan bisa sepenuhnya mendukung birokrasi yang efisien, efektif , produktif, dan profesional. Oleh karena itu, Sekretariat Jenderal dan DPR RI membuat nilai-nilai dasar bagi PNS sebagai budaya kerja yaitu religius, akuntabilitas, professional, dan integritas yang disingkat menjadi RAPI. Hasil penelitian terkait RAPI sebagai budaya kerja diperoleh hasil sebagai berikut : a.
Pegawai negeri sipil Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI mayoritas sudah mengetahui dan memahami terhadap nilai-nilai dasar PNS sebagai budaya organisasi. Persentase pegawai yang telah mengetahui RAPI sebagai budaya organisasi sebesar 76 persen. Dari pegawai yang mengetahui dipecah menjadi pegawai yang memahami dan tidak memahami. Hasil perhitungan statisti menunjukkan bahwa pegawai yang memahami sebesar 47 persen dan tidak memahami sebesar 29 persen.
b.
Penerapan budaya organisasi di bidang religius, akuntabilitas, dan integritas memperoleh nilai lebih dari 3,00, maka ketiga bidang tersebut sudah masuk dalam kriteria baik. Sedangkan nilai profesionalisme memperoleh nilai 2,97 yang berarti hanya mencapai kriteria cukup baik. Namun, Jika nilai dilihat dari rata-rata keseluruhan penerapan budaya organisasi memperoleh nilai sebesar 3,23, maka penerapan budaya organisasi secara keseluruhan mencapai criteria baik.
5.2 Saran Dari hasil survei yang telah dilakukan diperoleh masukan bagi pemangku kebijakan agar sosialisasi RAPI sebagai budaya kerja organisasi lebih ditingkatkan lagi. Selain ada sanksi bagi yang melanggar kode Etik, pegawai mengharapkan ada penghargaan bagi pegawai yang telah menerapkan budaya organisasi dengan tentunya alat ukur yang jelas.
15
LAPORAN SURVEI BUDAYA ORGANISASI SEKRETARIAT JENDERAL DAN BADAN KEAHLIAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
Daftar Pustaka Kemenpan dan RB. 2010. Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025. Jakarta : Kemenpan dan RB. Sedarmayanti. 2009. Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Bandung: CV Mandar Maju. Sudjana. 2002. Metoda Statistika. Bandung : Tarsito Sugiyono. 2008. Motode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung :Alfabeta Walpole, Ronald E. 1988.Pengantar Statistika. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
16
17