DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
LAPORAN Partisipasi Delegasi DPR RI dalam The 17th General Assembly of the Asia Pacific Parliamentarians Conference on Environment and Development (APPCED) “Regional Partnership for Global Sustainability” Tehran, Islamic Republic of Iran, 23-25August 2014
Delegasi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, terdiri dari: Ketua Delegasi Anggota Delegasi Didampingi oleh
: : :
Bpk. Juhaini Alie, SH. MM (Komisi VII/ F-PD) Bpk. Drs. Helmy Fauzi (Komisi I/ F-PDIP) Bpk.M. Oheo Sinapoy, SE., MBA (Komisi I/F-PG) Ibu Hairiah (DPD RI) Bpk. Dian Wirengjurit, Duta Besar RI untuk Iran Wiryawan Narendro Putro, BKSAP Setjen DPR RI Teddy Prasetiawan, P3DI Setjen DPR RI Widhiastono, Dit. KSI Aspasaf Kemlu Panca Hendarto, Dit. KSI Aspasaf Kemlu
Delegasi Indonesia tiba di Tehran pada hari Senin, 22 Agustus 2014 pukul 14.30 waktu setempat dan kemudian menghadiri jamuan makan malam President of APPCED yang bertempat di Diplomatic Club of Iran’s Department of State. Sidang “17th General Assembly of Asia Pacific Parliamentary Conference on Environment and Development (APPCED)” kali ini mengangkat tema “Regional Partnership for Global Sustainability”. Sebagaimana dimaklumi, APPCED yang beranggotakan 46 negara dan dibentuk pada tahun 1993 merupakan pertemuan yang menjadi ajang komunikasi, bertukar informasi dan pengalaman antar anggota parlemen di kawasan Asia Pasifik dalam isu lingkungan hidup dan pembangunan ekonomi yang menghasilkan outcome berupa Deklarasi yang tidak mengikat.
Agenda Sidang, yang berlangsung pada tanggal 23-25 Agustus 2014 tersebut, terdiri dari: Executive Commitee Meeting, Opening, Presentation of Country Report, Expert Presentation and Panel Discussion (Iran, PBB dan Korea Selatan), Drafting Committee Meeting, Adaption of Tehran Declaration dan Closing. Jalannya pertemuan adalah sebagai berikut:
Sabtu, 23 Agustus 2014 Executive Commitee Meeting Opening Presentation of Country Report
Sidang 17th General Assembly of APPCED dipimpin dan dibuka oleh Ketua Parlemen Iran (Majlis), Dr. Ali Larijani, yang sebelumnya diawali oleh beberapa sambutan dari Sekrataris Jenderal APPCED, Hoc. Dr. Mohammad Reza Tabesh, yang menyerukan partisipasi dan pertukaran informasi oleh semua negara anggota dalam menyusun rencana untuk mengatasi tantangan pembangunan lingkungan dan ekonomi yang dihadapi oleh regional Asia Pasifik. Selanjutnya sambutan dari Presiden APPCED, Lee Ju Young, yang menyampaikan apresiasi terhadap berlangsungnya sidang 17th General Assembly of APPCED kepada semua pihak yang telah berkontribusi. Pada kesempatan ini hadir 12 negara anggota APPCED, yakni Bhutan, India, Indonesia, Irak, Malaysia, Korea Selatan, Nepal, Pakistan, Rusia, Syria, Tiongkok, dan Tonga, serta 4 Organisasi Internasional seperti United Nations Development Programs (UNDP), 7th World Water Forum (7thWWF), Asian Forum of Parlementarian on Population and Development (AFPPD) dan International Planned Parenthood Federation (IPPF). Dalam sesi Executive Committee Meeting, disampaikan bahwa Thailand akan menjadi tuan rumah pertemuan APPCED ke-18 tahun 2015. Sementara itu, melalui delegasi Malaysia forum mengusulkan Indonesia sebagai tuan rumah pertemuan APPCED ke-19 tahun 2016 mendatang. Usulan ini disambut baik oleh delegasi Indonesia yang secara prinsip menyampaikan kesanggupan untuk menjadi tuan rumah. Namun mengingat saat ini sedang berlangsung pergantian periode keanggotaan di Parlemen Indonesia, maka kepastian akan hal ini akan diberitahukan lebih lanjut oleh pihak Indonesia kepada Sekretariat APPCED dalam jangka waktu yang tidak lama. Usulan untuk menjadikan Indonesia sebagai tuan rumah akan dikonsultasikan langsung dengan anggota parlemen baru hasil Pemilu legislatif tahun 2014. Dalam sambutan pembukaan, Dr. Ali Larijani menyampaikan bahwa sejatinya manusia diciptakan untuk menjaga lingkungan hidup sehingga kerusakan alam yang terjadi merupakan kegagalan manusia itu sendiri. Oleh karena itu, diperlukan perubahan mindset dari mengeksploitasi menjadi melestarikan. Sejak tahun 1979, Iran telah mengundangkan perlindungan lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan ke dalam konstitusi. Ketua Parlemen Larijani juga mengarisbawahi pentingnya kelanjutan proses kerangka kerjasama regional yang mengedepankan prinsip-prinsip equity, common but differentiated responsibilies, dan respective capabilities. 1
Plenary Session APPCED ke 16 mengagendakan penyampaian presentasi country progress report dari masing-masing anggota yang hadir. Berikut ini uraian singkat mengenai country report yang dimaksud.
1) Delegasi Nepal Nepal menyampaikan kondisi lingkungan global saat ini yang mengkhawatirkan yang membutuhkan penanganan yang berbeda dari apa yang dilakukan selama ini. Diuraikan oleh Delegasi Nepal tentang perjalanan panjang kesadaran global terhadap pentingnya menjaga lingkungan, sejak Earth Summit Rio de Janeiro 1992, hingga 20 tahun setelahnya melalui KTT Rio +20 yang menghasilkan dokumen ”The Future We Want”. Delegasi Nepal kembali menegaskan peran parlemen dalam mengawal kebijakankebijakan yang melindungi lingkungan di negara masing-masing. Dijelaskan dalam Country Report yang disampaikan bahwa Nepal merupakan negara kecil yang memiliki keberagaman ekosistem, seperti Puncak Everest, yang keberadaannya sangat rentan terhadap perubahan iklim. Tiap tahun terjadi peningkatan suhu rata-rata 0,006oC antara tahun 1977-2000 dan pencairan es sekitar 30-100 m. Keadaan ini memicu bencana banjir dan longsor yang lebih kerab terjadi di Nepal belakangan ini. Salah satunya adalah yang terjadi pada 2 Agustus 2014 lalu, yaitu erosi padang rumput oleh aliran sungai Sunkoshi yang menimpa 3 desa di Distrik Sindhuoalchok yang menewaskan 156 jiwa dan korban hilang yang hingga saat ini belum ditemukan. Ini adalah peristiwa yang jamak terjadi di Nepal akhir-akhir ini. Sebagai negara yang memiliki peringkat yang tinggi dalam kerentanan terhadap perubahan iklim, Nepal saat ini tengah berusaha menjalankan pembangunan yang berbasis green economy. Nepal memprioritaskan bidang kesehatan dan lingkungan melalui 10th Five Years Plan and Climate Resilience Plan. Selain itu, Nepal juga menyadari dukungan dunia Internasional sangatlah penting dalam mengupayakan konservasi terhadap alam dan lingkungan melalui kerjasama dengan berbagai NGO, INGO, dan berbagai organisasi lainnya, termasuk dalam tingkatan regional. 2) Delegasi China China National People’s Congress (NPC) menyampaikan bahwa isu lingkungan merupakan prioritas utama bagi negara China. Pembangunan yang berkelanjutan merupakan basis kebijakan di China sejak awal 80-an. China termasuk negara awal yang berhasil mencapai MDGs melalui kebijakan pengentasan kemiskinan dan kependudukannya. China telah membuat kemajuan baru dalam usaha untuk menyesuaikan struktur ekonomi dan mengubah model pertumbuhan ekonominya melalui berbagai usaya yang mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan. Selain itu, China juga melakukan terobosan dalam konservasi sumberdaya alam dan perlindungan lingkungan melalui pengembangan energi alternatif dan energi terbaharukan. Peraturan dan penegakkan hukum merupakan kunci yang dirasakan penting oleh pemerintah China. Selain itu, pemerintah China menyadari bahwa kerjasama internasional harus mampu 2
memberikan win win solution kepada semua negara. Pemerintah China selalu mendukung isu pembangunan berkelanjutan, salah satunya dengan mendonasikan dana 6 juta USD melalui UNEP Trust Fund dalam meningkatkan kapasitas negara-negara berkembang melindungi lingkungannya, disamping dana-dana lain yang pula diperuntukan bagi isu perubahan iklim di berbagi negara berkembang.
3) Delegasi India India menyampaikan beberapa fakta yang mendukung kesimpulan bahwa saat ini dunia sedang mengalami degradasi kualitas, melalui pemanasan global dan pengikisan lapisan ozon. Masing-masing kelompok negara, baik negara maju, negara miskin, dan negara berkembang, memiliki argumennya sendiri untuk saling menyalahkan. India merupakan salah satu ekonomi terkuat di Asia Selatan dengan rata-rata pertumbuhan 9% per tahun. India telah mengalami transformasi dari agriculture oriented menjadi service and industry oriented. India termasuk salah satu negara yang paling rentan terhadap perubahan iklim, terutama dari kenaikan permukaan air laut. Terdapat beberapa isu lingkungan di India, antara lain pencemaran udara, pencemaran air, dan sampah. Kondisi di India sangat memperihatinkan dalam kurun waktu 1947-1995. Namun, pada tahun 1995-2010 India mengalami peningkatan yang luar biasa dalam upaya meningkatkan kualitas lingkungan berdasarkan pemantauan para ahli dari World Bank. Meskipun demikian, India masih jauh dari target kualitas lingkungan yang diharapkan oleh negara India. Energy security merupakan upaya lain yang ditekankan India. Tenaga matahari merupakan salah satu energi alternatif yang dikembangkan. Green India project merupakan upaya reforestasi yang dilakukan oleh pemerintah India. Kementerian kehutanan memiliki kewenangan dalam menyusun kebijakan pelestarian lingkungan yang terintegrasi dalam kebijakan pembangunan. India memiliki kekayaan alam biologis. Pertumbuhan ekonomi harus dapat diraih tanpa menimbulkan kerusakan lingkungan. India telah menghasilkan beberapa undang-undang tentang lingkungan, diantaranya The Indian Wildlife Protection Act, The Water Prevention and Control of Pollution Act, The Forest Conservation Act, The Air Prevention and Control of Pollution Act, The Environment Protection Act, dan The Biological Diversity Act. 4) Delegasi Indonesia (disampaikan oleh Bpk. Drs. Helmy Fauzi) Dalam sesi penyampaian country report, Indonesia menyampaikan perkembangan dalam menggalang kerjasama bilateral, regional, maupun multilateral. Indonesia menyadari kekayaan biodiversity yang dimiliki perlu dijaga disamping mengeksploitasi sumberdaya alam yang selama ini dilakukan. Indinesia menggarisbawahi pentingnya keberlanjutan pembangunan ekonomi yang memperhatikan aspek keadilan sosial dan lingkungan hidup. Indonesia menyadari bahwa kerjasama bilateral, regional, maupun multilateral perlu dibina dalam mengembangkan pembangunan berkelanjutan melalui pertukaran pengalaman, teknologi, dan peningkatan kapasitas. Melalui organisasi, seperti ASEAN, APEC, G-20, OIC, pemerintah Indonesia terus menyuarakan isu perubahan iklim dan pembangunan berkelanjutan. Tidak hanya itu, parlemen Indonesia turut berkiprah dalam 3
berbagai kerjasama lintas parlemen, seperti the Asia-Europe Parliamentary (ASEP), Inter-Parliamentary Union (IPU), dan forum internasional lainnya. Dalam hubungan ini, Indonesia memandang urgensi kerjasama bilateral, regional, maupun multilateral yang mengedepankan prinsip solidaritas, rasa hormat, saling pengertian dan manfaat dengan berpegang pada asas common but differentiated responsibilities.
5) Delegasi Iran Delegasi Iran menyampaikan bahwa dalam pandangan Islam menjaga kelestarian lingkungan adalah salah satu bentuk ketaatan pada Tuhan. Dengan dasar yang sama, merusak lingkungan merupakan tindakan yang bertentangan dengan kehendak Tuhan. Parlemen Iran dalam beberapa tahun terakhir memberikan perhatian lebih kepada keseimbangan pembangunan dan lingkungan, yang diadopsi ke dalam Rencana Pembangunan Lima Tahun. Sinergi antara pembangunan dan pelestarian lingkungan sangat dibutuhkan untuk menjamin keberlangsungan stabilitas sosial dan ketersediaan sumber daya di masa mendatang. Konsep pembangunan berkelanjutan telah diperkenalkan sejak 1980-an sebagai respon terhadap konsep pembangunan konvensional yang tidak dapat menjawab permasalahan sosial seperti kemiskinan dan pengangguran. Menekan angka kemiskinan dan angka kelaparan, keamanan pangan, ketercukupan gizi, peningkatan akses kesehatan, menyediakan pendidikan yang adil dan merata, kesetaraan gender, pemberdayaan perempuan, keamanan air dan sanitasi, peningkatan akses terhadap ekonomi yang modern dan berkelanjutan, industri yang berkelanjutan, menekan kesenjangan ekonomi, menyediakan hunian dan lingkungan yang aman dan nyaman untuk dihuni, mengembangkan model produksi dan konsumsi yang berkesinambungan, meningkatkan respon terhadap perubahan iklim, adalah merupakan beberapa isu yang terus dikembangkan Iran dalam rangka menuju pembangunan yang berkelanjutan. Delegasi Iran menekankan pentingnya mengembangkan kerjasama regional Asia Pasifik, yang merupakan lebih dari setengah populasi dunia dan memiliki latar belakang sosial, ekonomi, dan iklim yang beragam, dalam memastikan konsep pembangunan berkelanjutan melalui Tehran Statement. 6) Delegasi Korea Korea memandang penting berbagai bentuk hubungan, baik bilateral, regional, dan multilateral dalam memajukan berbagai isu lingkungan dan pembangunan berkelanjutan. Melalui inisiasi APPCED, Korea telah menunjukan komitmennya dalam membina hubungan regional di kawasan Asia-Pasifik. Korea pada awalnya merupakan negara yang hancur akibat perang Korea 1950-1953 namun sekarang merupakan salah satu negara pelopor green economy. Korea menerapkan peraturan yang ketat mengenai pelestarian lingkungan, salah satunya melalui insentif ekonomi untuk mendukung R&D dalam teknologi ramah lingkungan. Pada periode 1970-1980-an, Korea mengalami urbanisasi dan industrialisasi yang menyebabkan degradasi lingkungan. Permasalahan utama yang dihadapi adalah deforestasi yang ditangani sejak tahun 1967 melalui upaya pelestarian hutan dan program penanaman pohon. Industrialisasi di sektor industri kimia, 4
tekstil, dan elektronik juga berakibat pada meningkatnya limbah cair yang tidak ditangani dengan baik. Konsumsi energi batubara dan BBM bersulfur tinggi meningkat secara signifikan dan menyebabkan polusi udara. Pencemaran air sungai juga merupakan masalah utama yang menyebabkan gangguan kesehatan. Sebagai upaya untuk mengatasi hal tersebut, Korea meluncurkan Environmental Preservation Act 1977. Paradigma manajemen lingkungan mulai berubah pada tahun 2000-an, yaitu mengintegrasikan isuisu berkelanjutan dan harmonisasi politik antara pembangunan dan lingkungan, dari pengaturan sumber polusi menjadi pencegahan dan pengurangan resiko polusi. Prinsip pembangunan Korea saat ini adalah low carbon, green growth. 7) Delegasi Malaysia Malaysia saat i ni mengalami kemajuan pesat seiring dengan industrialisasi yang terjadi. Pertumbuhan ekonomi yang secara fluktuatif mencapai 5-7% ditopang dengan green development yang terfokus pada pengurangan deforestasi, polusi industri, dan kerusakan lingkungan dampak dari pengembangan kawasan urban. Target Malaysia adalah menjadi negara berpendapatan tinggi pada 2020 didukung oleh pengintegrasian program pelestarian lingkungan dalam proses pembangunan. Secara spesifik disampaikan bahwa tantangan bidang lingkungan hidup di Malaysia antara lain sedimentasi sungai, polusi udara yang disebabkan oleh kebakaran hutan di Sumatera dan Kalimantan, kehilangan biodiversitas, dan erosi. Beberapa kebijakan yang dicanangkan adalah Environmental Quality Act 1974. Salah satu yang dikembangkan Malaysia adalah The Heart of Borneo Initiative yang melibatkan Malaysia, Brunei Darussalam, dan Indonesia dalam mengatasi hilangnya keanekaragaman hayati, deforestasi dan degradasi lahan, serta emisi gas rumah kaca. 8) Delegasi Bhutan Bhutan, merupakan negara pegunungan kecil yang terletak di Himalaya, saat ini sedang giat menuju pemerataan pembangunan sosial-ekonomi, pelestarian budaya, pelestarian lingkungan dan tata pemerintahan yang baik. Pemerintah Bhutan saat ini tengah menyediakan platform yang ideal untuk menciptakan kondisi yang memungkinkan untuk mencapai pengurangan kemiskinan dan kelestarian lingkungan. Bhutan berkomitmen dalam upaya konservasi karbon dan dan lingkungan hidup yang dituangkan dalam konstitusi negaranya, termasuk persyaratan bahwa negara wajib melestarikan 60 persen dari lahannya sebagai hutan. 9) Delegasi Tonga Kerajaan Tonga merupakan kepulauan yang terletak di Samudra Pasifik yang terdiri dari 176 pulau, dengan 36 pulau yang dihuni masyarakatnya. Populasi Tonga pada 2006 sebanyak 101.991 jiwa dengan 95%-nya adalah ras asli polinesia. Negara ini dipimpin oleh seorang Raja H.M. King Tupou IV dan memiliki 28 orang anggota parlemen. Perekonomian negara bertumpu pada sektor pertanian dan kelautan. Sejak 2010 Tonga mengalami kemajuan yang sangat pesat, dari sisi konstitusi maupun pembangunan, pasca kekacauan yang terjadi pada November 2006. Sektor lain yang sedang dikembangkan saat ini adalah sektor pariwisata dengan alam lautnya yang kaya akan keanekaragaman 5
hayati. Tantangan lingkungan yang terjadi di Tonga adalah dampak perubahan iklim. Tonga merupakan negara yang rentan terhadap perubahan iklim dan kenaikan permukaan laut, mengingat negara ini termasuk Small Island Developing States (SIDs). Selain itu, masalah polusi dan sampah mulai mendapatkan perhatian yang serius oleh Pemerintah Tonga, seiring dengan perkembangan pembangunan yang terjadi. Berkaitan dengan kerjasama, setidaknya terdapat 14 kerjasama dengan berbagai organisasi regional/internasional yang diimplementasikan melalui proyek lingkungan. Begitu pula dengan Parlemen Tonga, parlemen telah membentuk komite yang secara khusus mengurus tengtang masalah lingkungan, pembangunan berkelanjutan, dan perubahan iklim. Sejak 2003 Tonga telah memiliki konstitusi tentang Kajian Dampak Lingkungan yang dikuatkan kembali melalui Environment Management Act 2010. Delegasi Tonga menegaskan pentingnya keseimbangan antara pembangunan dan kelastarian lingkungan. Melalui APPCED dapat dipetik menfaat dalam bertukar informasi dan pengalaman yang memicu kebijakan domestik dalam upaya melindungi lingkunga di tengah eksploitasi sumber daya alam yang terjadi.
10) Delegasi Pakistan Pakistan terhampar hijau dan subur dengan luas 340 mil persegi. Tantangan lingkungan yang terjadi dewasa ini adalah polusi dan degradasi lingkungan. Negara ini berkembang dengan cepat namun begitu juga tingkat kemiskinannya, sebanyak 45,7 % rakyatnya hidup di bawah garis kemiskinan. Selain itu, wabah kolera dan malaria masih mengancam kesehatan rakyat yang merupakan dampak dari bencana banjir. Senada dengan persyaratan Agenda 21 dan Konvensi Rio 1992 untuk pemberantasan kemiskinan dalam rangka meningkatkan produksi dan keberlanjutan sehingga kebutuhan mayoritas masyarakat dunia dapat dipenuhi oleh Pakistan. Sejak tahun 1997, Pakistan berhasil menyusunnya Environment Protection Act dan pada tahun 2011 disusun Climate Change Policy untuk pertama kalinya. Saat ini, Pakistan Environmental Protection Agency telah berhasil menerapkan Environmental Impact Assessment (EIA) sebagai alat utama untuk mengevaluasi dampak berbagai kegiatan terhadap lingkungan. Pakistan menyadari bahwa peran masyarakat internasional sangat penting dalam isu sustainable development, namun perlu diperhatikan lagi perihal komitmen masing-masing negara terhadap lingkungan melalui berbagai forum dan konfrensi baik sifatnya regional maupun multilateral.
Sementara itu, Delegasi Rusia dan Syria dalam kesempatan ini Rusia tidak menyampaikan country report.
6
Minggu, 24 Agustus 2014 Expert Presentation and Panel Discussion Drafting Committee Meeting Adaption of Tehran Declaration Closing
Sesi presentasi para pakar diisi oleh 3 (tiga) presenter, yaitu: 1. Reza Maknoon, Deputy Chair of CSD Iran dan Faculty Memberf of Amirkabir University ot Technology (AUT), dengan judul presentasi: “Sustainable Development Goals (SDGs) Mean for Better Regional Coorperation toward Sustainability”; 2. Gary Lewis, UN Resident Coordinator dan UNDP Resident Representative, dengan judul presentasi: “Climate Change, its Impact on Iran’s Sustainable Development and Role of Parliamentarians”; dan 3. Lee Joo Il, Ministry of Foreign Affair of Korea, dengan judul presentasi: “7th World Water Forum”.
Berikut ini uraian singkat mengenai isi paparan Expert Presentation and Panel Discussion yang dimaksud . Reza Maknoon (IRAN) Pembicara pertama menyampaikan hasil kajian mengenai virtual water, yaitu jumlah air yang dibutuhkan untuk memproduksi makanan dan berbagai kebutuhan manusia lainnya. Presenter menyampaikan kadang kita luput mengalkulasikan jumlah air yang dibutuhkan untuk memproduksi suatu barang, termasuk makanan. Disebutkan bahwa air yang kita konsumsi perharinya rata-rata 100-180 liter, sedangkan air yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan kita (virtual water) sebenarnya lebih besar dari itu, yaitu 3000 liter per hari. Dibutuhkan 15.500 liter untuk menyediakan 1 kg daging atau 2.400 liter untuk menyediakan`sebuah hamburger. Fakta menarik ini mengarahkan pada kesimpulan bahwa dibutuhkan lebih banyak air untuk menyediakan makanan dengan dasar hewani (daging) dibandingan dengan makanan dengan dasar nabati (tumbuhan), persisnya 5 kalinya. Dipaparkan pula bahwa pola konsumsi makanan berbasis hewani di masing-masing negara berbeda-beda. Eropa relatif lebih banyak mengonsumsi daging ketimbang asia kebanyakan. Ditegaskan bahwa dengan mengubah pola konsumsi dengan meningkatkan konsumsi makanan berbasis nabati akan menurunkan konsumsi air yang jumlahnya semakin terbatas di muka bumi secara signifikan. Selain itu, presenter juga menyampaikan beberapa fakta tentang food losses dan energy efficiency.
Gary Lewis (UNDP) Pembicara kedua memaparkan tentang fakta-fakta tentang climate change di Iran yang berkaitan dengan isu; air, deforestation and desertification, energi terbaharukan, polusi udara dan air, dan keanekaragaman hayati. Namun presentasi kali ini lebih menitikberatkan pada isu air. Presenter menjelaskan betapa masalah kekeringan, peningkatan suhu, dan ketersediaan air telah menjadi masalah serius di Iran dan sekitarnya, Ketersediaannya 7
semakin terbatas semantara permintaannya kian melonjak. Pada tahun 1956, ketersediaan air per kapita di Iran sebanyak 7000 m3. Namun pada 2007, ketersediaan air perkapita hanya mencapai 1900 m3. Bahkan saat ini nilai itu hanya berada di antara 1300-1500 m3 saja. Solusi sederhana dipaparkan presenter, diantaranya: meningkatkan peran serta masyarakat dalam tata kelola air; meningkatkan efisiensi pemanfaatan air dan mengurangi evaporasi; menetukan tari dasar air dengan fair; mencegah pencemaran air yang mengontaminasi kurang lebih 30 bilion m3 tiap tahunnya. Selain itu dibutuhkan kepemimpinan yang visioner dalam menjamin keberlangsungan sumber daya air ini, seperti halnya dengan kepemimpinan Iran saat ini, melalui H.E. Rouhani yang sangat concern tentang kondisi penurunan sumber air di Danau Uromiyeh. Selanjutnya, presenter menyampaikan peran parlemen dalam mengatasi masalah lingkungan, diantaranya: memastikan legislasi lingkungan berada satu garis dengan protokol internasional; memastikan hukum ditegakkan dalam melindungi dan mengonservasi lingkungan dan turut memajukan pembangunan yang berkelanjutan; memastikan isu lingkungan menjadi agenda reguler parleman, melalui standing committees, hearings, dan lainnya; menyeimbangkan antara kemajuan ekonomi dan keberlanjutan lingkungan dalam mengawal pemerintahan; dan menginventarisasi best practice yang dapat disebarkan melalui interaksi di berbagai forum parleman.
Committee of “7th World Water Forum” Presentasi ditutup dengan paparan dari Korea mengenai persiapan pelaksanaan 7th World Water Forum 2015 di Daegu. World Water Forum merupakan agenda 3 tahunan dibawah kerjasama World Water Council (WWC). Even ini telah berlangsung sejak 1997 di Marrakech, Marocco. Forum ini memiliki fokus mengimplementasikan agenda post-2015, menjembatani antara keilmuan dan kebijakan berkaitan dengan masalah air, dan menjadi ajang bertukar informasi dan teknologi pengolahan air. Panitia 7th World Water Forum 2015 secara resmi mengundang delegasi APPCED untuk berpartisipasi dalam forum yang rencananya akan berlangsung pada 12-17 Aptil 2015 mendatang.
Drafting Committee Meeting Pembahasan Deklarasi Tehran dilakukan secara tertutup dan dihadiri oleh perwakilan delegasi. Delegasi Indonesia pada kesempatan ini diwakili oleh Bpk.M. Oheo Sinapoy. Dalam pembahasan Draft Deklarasi Tehran, Indonesia memasukkan penambahan paragraph mengenai investasi berkelanjutan yang berbunyi: “Urge further the Member Parliaments to take into account environmental issues in their review of economic development plans and be mindful of the principles of sustainability when initiating investment.” Pertimbangan pengusulan oleh Indonesia ini dilandasi bahwa parlemen masing-masing negara perlu mempertimbangkan perlindungan lingkungan yang dilakukan oleh penanam modal yang berasal negaranya terhadap negara lain, terutama di kawasan Asia-Pasifik. Jangan sampai investasi yang dilakukan negaranya di luar negeri tidak memperhatikan aspek 8
pembangunan yang berkelanjutan dengan turut memberikan rambu-rambu kepada investor di negara masing-masing. Dalam hal ini, Pertemuan sepakat mengadopsi usulan tersebut. Sementara itu, beberapa delegasi dari negara lainnya turut mengusulkan penambahan point dalam Deklarasi Tehran, antara lain: 1. Nepal, mengusulkan memasukan ancaman erosi ekosistem pegunungan dalam dalam catatan deklarasi dan pertemuan sepakat mengadopsi usulan tersebut dengan rumusan: “ Noting further the challange to mountainous ecosystems that some countries of the Asia-Pacific region experience including the problem of landslides” 2. Tonga, mengusulkan untuk menekankan keberadaan Small Island Developing States (SIDs) yang sangat rentan terhadap perubahan iklim secara spesifik di region AsiaPasifik. Penyempurnaan kekhususan tersebut disetujui. 3. Malaysia, mengusulkan untuk mengecam perusakan fasilitas kesehatan dan infrastruktur lingkungan yang terjadi di Jalur Gaza wilayah lainnya oleh Zionst dan grup teroris (ISIL). Usul ini dibahas cukup alot dan menyebabkan beberapa kali skors hingga pada akhirnya APPCED setuju untuk mengekspresikan kecaman terhadap hal yang dimaksud melalui rumusan: “Express repulsion and abhorrence over deliberate man made environmental degradation and heallth impact of widespread destruction of vital infrastructure including water pipeline, sewage network and electricity stations e.g. by Zionist occupying regime in the Gaza Strip as well as terrorist group of ISIL and Al Nursah Front in Iraq and Syria, and elsewhere” 4. Korea, menambahkan undangan kepada parlemen untuk menghadiri 7th World Water Forum di Daegu pada 12-17 Aptil 2015 mendatang, dengan rumusan tambahan: “Welcome the 7th World Water Forum to be held in Daegu/Gyeonbuk, Republic of Korea in April 2015 and invite the Member Parliaments to actively participate in the Forum, discussing how to address issues related to water and sanitation in Asia-Pacific region” Draft Deklarasi Tehran yang terdiri dari 23 poit deklarasi yang berisikan antara lain komitmen negara-negara anggota tentang pentingnya kerangka kerjasama baik regional dan subregional maupun internasional dalam menciptakan pembangunan yang tidak semata terfokus pada pertumbuhan ekonomi namun juga memperhatikan aspek sosial, lingkungan hidup dan kesejahteraan. Memperhatikan dampak buruk perubahan iklim dan degradasi lingkungan yang semakin mengkhawatirkan, diharapkan agar implementasi kebijakan ekonomi dan sosial ditujukan kepada pembangunan ekonomi berkelanjutan dengan partisipasi aktif seluruh komponen masyarakat. APPCED juga mendesak hasil-hasil Multilateral Environmental Agreements (MEAs) di bidang pelestarian lingkungan hidup dan resolusi dalam kerangka kerjasama UNFCCC segera dilaksanakan berdasarkan azas common but differentiated responsibilities dan mutual respect. 9
Selanjutnya, Delegasi Indonesia turut berpartisipasi dalam acara closing ceremony yang ditutup secara resmi oleh Presiden APPCED dan Sekretaris Jenderal APPCED. Disamping mengikuti forum APPCED, delegasi juga mengikuti rangkaian acara yang diselenggarakan panitia APPCED ke 17, diantaranya penanaman pohon di National Botanical Garden of Iran sebelum akhirnya kembali ke Jakarta pada tanggal 25 dan 26 Agustus 2014.
Jakarta, Agustus 2014 Ketua Delegasi DPR-RI,
Juhaini Alie
10
Dokumentasi 17th APPCED 22 Agustus 2014
Sambutan Delegasi oleh KBRI Tehran 23 Agustus 2014
Pembacaan Country Statement oleh Bpk. Drs. Helmy Fauzi dalam Executive Meeting
11
Penanaman Pohon oleh Delegasi di Islamic Republic Parliament of Iran (Majlis)
Menghadiri Jamuan Makan Malam oleh Islamic Republic Parliament of Iran (Majlis)
12
24 Agustus 2014
Sesi Expert Presentation and Panel Discussion
Sesi Drafting Committee Meeting diwakili oleh Bpk.M. Oheo Sinapoy
13
Suasana lobi dalam Sesi Adaption of Tehran Declaration
Penandatanganan Tehran Declaration diwakili oleh Bpk.M. Oheo Sinapoy
14
25 Agustus 2014
Mengunjungi National Botanical Garden of Iran
15
Minutes of the 15th Executive Committee Meeting August 23, 2014 Espinas Persian Gulf International Hotel Tehran, Iran
The 15th Executive Committee Meeting of the 17th Asia Pacific Parliamentarians’ Conference on Environment and Development (APPCED) was held on August 23, 2014 at Espinas Persian Gulf International Hotel, Tehran, Iran, presided by Hon. Lee Ju Young, President of the Executive Committee of APPCED with Hon. James Dawos Mamit, Vice President of the Executive Committee and Hon. Mohammad Reza Tabesh, Secretary General of the Executive Committee of APPCED. In attendance of China, India, Indonesia, Iran, Korea, Malaysia, Nepal, Tonga, The meeting was started by introducing the representatives from member countries. It was agreed to adopt the Minutes of 14th Executive Committee Meeting. It was agreed to adopt the 17th General Assembly program and elect Hon. Ali Larijani, Speaker of the Islamic Parliament of Iran as the Chair for the 17th General Assembly. It was agreed that Hon. Hosein Nejabat, Member of Parliament of the Islamic Parliament of Iran be elected as the Chair for the Drafting Committee. Reconfirming that the Parliament of Thailand hosts the 18th General Assembly of APPCED, it was agreed that the Parliament of Indonesia host the 19th General Assembly of APPCED. The meeting was adjourned to the call of the President of the Executive Committee of APPCED.